Prof. Dr. Ir. Mudjiastuti Handajani, M.T. Andi Kurniawan Nugroho, S.T, M.T. Harmini, S.T., M.Eng

SEMARANG UNIVERSITY PRESS SEMARANG 2020

Sanksi Pelanggaran Pasal 113

Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).

Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

SISTEM MONITORING DAN PASSANGER INFORMATION SYSTEM BUS TRANS SEMARANG

Prof. Dr. Ir. Mudjiastuti Handajani, M.T. Andi Kurniawan Nugroho, S.T, M.T. Harmini, S.T., M.Eng

2020

JUDUL BUKU SISTEM MONITORING DAN PASSANGER INFORMATION SYSTEM BUS TRANS SEMARANG

Penulis: Prof. Dr. Ir. Mudjiastuti Handajani, M.T. Andi Kurniawan Nugroho, S.T, M.T. Harmini, S.T., M.Eng

ISBN: 978-602-9019-84-1

Desain Sampul: Desi Eka Sari

Tata Letak: Diyah Kartika Sari Sahesti Ningtyas

Penerbit:

Redaksi: Jl. Soekarno-Hatta Pedurungan Semarang. 50196 Telp: 024-6702757, Fax: 024-6702272 e-mail: [email protected] http://www.usmpress.usm.ac.id Cetakan Pertama, September 2020 xvi, 185 hlm, 15.5 cm x 23 cm

Hak Cipta dilindungi Undang-undang All Rights Reserved Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa seizin tertulis dari penerbit iv Prakata

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, atas Rahmat, Ni’mat, Taufik, Hidayah dan InayahNya, serta Sholawat dan salam dihaturkan kepada Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa alihi wasalam yang telah membawa cahaya dan ilmu pengetahuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ajar berjudul SISTEM MONITORING DAN PASSANGER INFORMATION SYSTEM BUS TRANS SEMARANG. Buku ini disusun dalam rangka upaya memenuhi kelangkaan buku pegangan bagi mahasiswa pada mata kuliah Sistem Transportasi di Jurusan Sipil. Isi buku ini merupakan sebagian dari hasil dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan, serta melengkapi materi buku ajar Sistem Transportasi (1999) dan Sistem Transportasi dan Transportasi Perkotaan (2005). Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Rektor Universitas Semarang, 2. Guru-guru kami dari kecil hingga sekarang yang telah memberi ilmu dengan tulus dan ikhlas, 3. Orang tua, suami, anak, sanak keluarga, 4. Teman dan mahasiswa serta semua pihak yang membantu yang tidak dapat disebut satu persatu.

Tentunya masih jauh dari sempurna, sehingga mohon kritik dan saran dari pembaca. Semoga, buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bidang transportasi, lingkungan, sosial dan perekonomian negara Indonesia, kemajuan dan ilmu pengetahuan serta mendapat Ridhoi Allah. Amin.

Semarang, September 2020

Prof. Dr. Ir. Mudjiastuti Handajani, M.T.

v Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat penerbitan Buku Ajar yang berjudul Sistem Monitoring dan Passenger Information System Bus Trans Semarang oleh saudari Prof. Dr. Ir. Mudjiastuti Handajani, M.T, Andi Kurniawan Nugroho, S.T., M.T., Harmini, S.T., M.Eng yang isinya membahas prasarana sistem monitoring transportasi bus trans di Kota Semarang. Penulis adalah dosen di Universitas Semarang pada Fakultas Teknik Jurusan Sipil untuk mata kuliah Sistem Transportasi, yang berpengalaman di bidang transportasi. Buku ini dapat pakai sebagai acuan bagi mahasiswa dan dosen dalam mata kuliah Sistem Transportasi, perencana, pengambil kebijakan dan masyarakat. Dalam era globalisasi sistem monitoring dan passanger information system akan mendukung pengembangan iptek dalam bidang transportasi serta menciptakan sistem transportasi yang aman, nyaman dan teratur sesuai harapan kota Semarang menuju Smart City yang modern dan ramah lingkungan. Semoga buku ajar ini dapat dipakai sebagai bahan di kalangan mahasiswa Universitas Semarang (USM) Fakultas Teknik Jurusan Sipil, sebagai perguruan tinggi yang di kenal di Semarang dan di tingkat Nasional, agar lulusan yang dihasilkan dapat dipakai oleh pengguna terutama bidang transportasi. Semoga buku ini bermanfaat juga sebagai referensi bagi pihak- pihak yang bergerak di bidang transportasi darat, pengambil kebijakan, demi efisiensinya sistem transportasi yang aman, nyaman dan teratur di Indonesia. Semarang, September 2020 Dekan Fakultas Teknik

Purwanto, S.T., M.T. NIS 06557003102051 vi Daftar Isi

Judul ...... iii Prakata ...... v Kata Pengantar ...... vi Daftar Isi ...... vii Daftar Tabel ...... xi Daftar Gambar ...... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ...... 1 1.1. Latar Belakang ...... 2 1.2. Identifikasi Masalah ...... 6 1.3. Rumusan Masalah ...... 7 1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian ...... 8 1.5. Manfaat Penelitian ...... 8 1.6. Sistematika Penulisan ...... 9 Rangkuman ...... 9 Latihan Soal ...... 10 Daftar Pustaka ...... 10

BAB II. KARAKTERISTIK POLA PERJALANAN MASYARAKAT .. 13 2.1 Pola Perjalanan Masyarakat...... 14 2.1.1 Pola Perilaku Perjalanan...... 15 2.1.2 Populasi Penduduk ...... 17 2.2 Pelayanan Angkutan Umum ...... 18 2.3 Permintaan Transportasi ...... 21 2.3.1 Karakteristik dari Permintaan Transportasi ...... 21 2.3.2 Bangkitan Perjalanan atau Pergerakan ...... 28 2.4 Penghematan Konsumsi BBM ...... 30 2.4.1 Pertumbuhan Kendaraan...... 31 Rangkuman ...... 39 Latihan Soal ...... 40 Daftar Pustaka ...... 41

vii BAB III. ANGKUTAN UMUM MASSAL BUS RAPID TRANSIT ...... 43 3.1. Angkutan Umum ...... 44 3.2. Gambaran Umum Transportasi Massal Bus Rapid Transit ...... 46 3.2.1 Kondisi Umum Bus Rapid Transit (Bus Trans Tangerang)...... 47 3.2.2 Kondisi Umum Bus Rapid Transit (Bus Trans Semarang) ...... 53 3.3. Pembenahan Layanan Transportasi Massal Bus Rapid Transit ...... 62 3.3.1 Sistem Pemantauan dan Layanan Informasi Penumpang ...... 63 Rangkuman ...... 65 Latihan Soal ...... 66 Daftar Pustaka ...... 66

BAB IV. SISTEM MONITORING DAN PASSANGER INFORMATION SYSTEM DITINJAU DARI SEGI EKONOMIS, SEGI TEKNIS DAN LINGKUNGAN ...... 69 4.1. Sistem Monitoring dan Passanger Information System ...... 70 4.2. Segi Ekonomi ...... 72 4.2.1 Kepastian Waktu Tempuh ...... 74 4.2.2 Penggunaan BBM ...... 78 4.3. Segi Teknis ...... 82 4.3.1 Server Pendukung Pemasangan Perangkat ...... 82 4.3.2 Flowchart Sistem Monitoring dan Passanger Information System ...... 85 4.4. Segi Lingkungan ...... 87 4.4.1 Sumber Pencemar Udara ...... 88 4.4.2 Faktor Emisi Berdasarkan Jenis Kendaraan ...... 93 Rangkuman ...... 96 Latihan Soal ...... 97 Daftar Pustaka ...... 98

viii BAB V. ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI SISTEM MONITORING DAN PASSANGER INFORMATION SYSTEM ...... 101 5.1. Karakteristik Angkutan Umum untuk Masyarakat ...... 102 5.2. Analisis Koesioner Persepsi Masyarakat ...... 105 5.2.1 Persepsi Masyarakat Tentang Penggunaan BRT ... 106 5.2.2 Persepsi Masyarakat Tentang Pemasangan Sistem Monitoring dan Passanger Information System ...... 109 5.2.3 Persepsi Masyarakat Tentang Penggunaan Sistem Monitoring dan Passanger Information System ...... 111 5.2.4 Persepsi Masyarakat Tentang Implementasi Sistem Monitoring dan Passanger Information System ...... 115 5.2.5 Rekap Prosentase Hasil Kuesioner Keseluruhan .. 116 Rangkuman ...... 118 Latihan Soal ...... 119 Daftar Pustaka ...... 119

BAB VI. IMPLEMENTASI SISTEM MONITORING DAN PASSANGER INFORMATION SYSTEM PADA BUS TRANS SEMARANG MENUJU SMART CITY ...... 121 6.1. Perkembangan Transportasi Massal Menuju Smart City ...... 122 6.1.1 Perkembangan Transportasi Massal Bus Rapid Transit Pada Negara Lain ...... 126 6.1.1.1 Pengalaman di Negara Amerika Latin ...... 127 6.1.1.2 Pengalaman di Asia ...... 132 6.1.1.3 Pengalaman Amerika Utara ...... 135 6.1.1.4 Pengalaman Eropa ...... 137 6.1.2 Pengembangan Layanan Penumpang Bus Rapid Transit di Negara Lain ...... 140 6.1.2.1 Perencanaan Teknologi dan Perangkat ...... 140

ix 6.2. Pengembangan Layanan Bus Trans Semarang Koridor VI ...... 142 6.2.1 Implementasi Sistem Monitoring dan Passanger Information System Pada Bus Trans Semarang ...... 142 6.2.1.1 Bagan Alir Penelitian ...... 144 6.2.1.2 Lokasi Rute dan Kondisi Halte ...... 145 6.2.1.3 Kondisi Halte Bus Trans Semarang ...... 160 6.2.1.4 Jarak Antar Halte Trans Semarang Koridor VI .... 163 6.2.1.5 Jumlah Penumpang Bus Trans Semarang Koridor VI ...... 167 6.3. Strategi Implementasi Sistem Monitoring dan Passanger Information System ...... 169 6.3.1 Pemasangan GPS di dalam Bus Trans Semarang .. 170 6.3.2 Pemasangan GPS pada halte UNNES, UNDIP dan UNIKA ...... 173 6.3.3 Instalasi Sistem Monitoring ...... 175 6.3.4 Hasil Implementasi Sistem Monitoring ...... 177 Rangkuman ...... 181 Latihan Soal ...... 182 Daftar Pustaka ...... 182

Daftar istilah dan singkatan ...... 184 Biodata Penulis ...... 185

x Daftar Tabel

Tabel 2.1 Klasifikasi Pergerakan Orang di Perkotaan Berdasarkan Maksud Pergerakan ...... 22 Tabel 2.2 Kecepatan Lalu Lintas di Wilayah Perkotaan ...... 32 Tabel 2.3 Konsumsi Energi Per Kendaraan ...... 33 Tabel 2.4 Jenis Angkutan Berdasarkan Ukuran Kota dan Trayek . 36 Tabel 3.1 Peningkatan Jumlah Kendaraan Pribadi di Kota Tangerang ...... 48 Tabel 3.2 Jumlah Penumpang BRT Trans Tangerang 2017-2018 50 Tabel 3.3 Jumlah armada BRT Trans Semarang 2017 ...... 55 Tabel 3.4 Jumlah penumpang BRT Trans Semarang Koridor I-VI 2010-2017 ...... 56 Tabel 3.5 Standar Pelayanan minimal BRT Trans Semarang ...... 57 Tabel 4.1 Indikator Kinerja Pelayanan ...... 75 Tabel 4.2 Headway BRT Koridor VI ...... 75 Tabel 4.3 Rekap perjalanan Laju BRT Koridor VI (UNDIP- UNNES) ...... 76 Tabel 4.4 Rekap perjalanan Laju BRT Koridor VI (UNNES- UNDIP) ...... 77 Tabel 4.5 Konsumsi BBM Tahun 2019...... 78 Tabel 4.6 Faktor Penentu Konsumsi BBM ...... 79 Tabel 4.7 Harga BBM Terkini ...... 80 Tabel 4.8 Rekapitulasi Penggunaan BBM ...... 81 Tabel 4.9 Asosiasi Antara Efek Pencemar Secara Umum Dengan Kategori ISPU ...... 91 Tabel 4.10 Faktor Emisi CO2 Berdasarkan Jenis Bahan Bakar ...... 94 Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Faktor Emisi Perhari Berdasarkan Jenis Kendaraan ...... 94 Tabel 4.12 Faktor Emisi CO2 Berdasarkan Jenis Kendaraan ...... 95 Tabel 5.1 Klasifikasi Penyebab Terjadinya Perjalanan ...... 103 Tabel 5.2 Jenis dan Jumlah Angkutan Umum di Semarang ...... 104 Tabel 5.3 Jumlah Penumpang Aangkutan Umum di Semarang ...... 105 Tabel 5.4 Tipe Kendaraan yang Terlibat Kecelakaan Lalu Lintas . 109 Tabel 6.1 Definisi Smart City Menurut Para Ahli ...... 123

xi Tabel 6.2 Hasil Awal Yang Positif Dari Program Bus Rapid Transit Amerika Serikat ...... 128 Tabel 6.3 Kondisi Halte BRT Koridor UNNES – UNDIP ...... 153 Tabel 6.4 Kondisi Halte VI UNNES – UNDIP ...... 156 Tabel 6.5 Jarak Antar Halte ...... 164 Tabel 6.6 Jarak Antar Halte UNDIP-UNNES ...... 165 Tabel 6.7 Jarak Antar Halte UNNES-UNDIP ...... 166 Tabel 6.8 Data Load Factor BRT Kota Semarang Koridor VI ...... 168

xii Daftar Gambar

Gambar 2.1 Perilaku Perjalanan Pada Struktur Kota ...... 16 Gambar 2.2 Sistem Interaksi Tata Guna Lahan dan Transportasi .. 26 Gambar 2.3 Diagram Bangkitan dan Tarikan Pergerakkan ...... 29 Gambar 2.4 Grafik Konsumsi Energi Final Berdasarkan Jenis dan Pemakai ...... 31 Gambar 2.5 Grafik Perbandingan Konsumsi Energi Antara Kendaraan Umum dan Kendaraan Pribadi ...... 34 Gambar 2.6 Grafik Konsumsi Bahan Bakar Minyak Angkutan Umum ...... 34 Gambar 3.1 Kondisi BRT Trans Tangerang ...... 49 Gambar 3.2 Pengembangan Jaringan BRT Trans Tangerang ...... 50 Gambar 3.3 Desain sarana Bus Ukuran ¾ ...... 51 Gambar 3.4 Desain Halte/Shelter ...... 52 Gambar 3.5 Tiket Karcis Manual BRT Trans Tangerang ...... 53 Gambar 3.6 Peta Jaringan BRT Semarang ...... 55 Gambar 3.7 Grafik Kenaikan Jumlah Penumpang BRT ...... 56 Gambar 3.8 E-Ticketing BRT Trans Semarang ...... 59 Gambar 3.9 Tarif BRT Trans Semarang ...... 60 Gambar 3.10 Dimensi Tipe Bus (Medium) ...... 62 Gambar 3.11 Detail Tampak Interior Tipe Bus (Medium) ...... 62 Gambar 3.12 Sistem Informasi Pemantauan dan Penumpang ...... 64 Gambar 4.1 Peta Rute Koridor VI BRT Trans Semarang ...... 73 Gambar 4.2 Hasil Analisis Kinerja BRT 2017 ...... 73 Gambar 4.3 Ilustrasi Perbandingan Biaya ...... 77 Gambar 4.4 Perangkat Sistem Monitoring dan PIS ...... 82 Gambar 4.5 Blok Diagram Monitoring dan PIS ...... 84 Gambar 4.6 Blok Sistem Monitoring dan PIS (Hardware) ...... 85 Gambar 4.7 Konfigurasi Sistem Monitoring dan Passanger Information System ...... 86 Gambar 4.8 Sumber dan Jenis Pencemaran Udara ...... 88 Gambar 4.9 Indeks Standar Pencemaran Udara Semarang ...... 91 Gambar 4.10 Grafik Data ISPU Per Lokasi Semarang ...... 92

xiii Gambar 5.1 Presepsi Masyarakat Penggunaan BUS BRT Kuesioner 1 ...... 106 Gambar 5.2 Presepsi Masyarakat Penggunaan BUS BRT Kuesioner 2 ...... 107 Gambar 5.3 Presepsi Masyarakat Penggunaan BUS BRT Kuesioner 3 ...... 107 Gambar 5.4 Presepsi Masyarakat Implementasi Sistem Monitoring & PIS pada halte BRT ...... 109 Gambar 5.5 Persepsi Masyarakat Implementasi Sistem Monitoring & PIS pada halte BRT ...... 110 Gambar 5.6 Persepsi Masyarakat Penggunaan Sistem Monitoring & PIS ...... 112 Gambar 5.7 Persepsi Masyarakat Penggunaan Sistem Monitoring & PIS ...... 112 Gambar 5.8 Persepsi Masyarakat Penggunaan Sistem Monitoring & PIS ...... 113 Gambar 5.9 Persepsi Masyarakat Penggunaan Sistem Monitoring & PIS ...... 113 Gambar 5.10 Persepsi Masyarakat Penggunaan Sistem Monitoring & PIS ...... 114 Gambar 5.11 Persepsi Masyarakat Penggunaan Sistem Monitoring & PIS ...... 115 Gambar 5.12 Persepsi Masyarakat Penggunaan Sistem Monitoring & PIS ...... 115 Gambar 5.13 Persepsi Masyarakat Penggunaan Sistem Monitoring & PIS ...... 116 Gambar 5.14 Rekap Kuesioner Implementasi Sistem monitoring & PIS ...... 117 Gambar 6.1 Indikator Smart City Boyd Cohen ...... 125 Gambar 6.2 Tabung Angkutan Penumpang 5 Pintu ...... 128 Gambar 6.3 Jaringan Jalan Bus Paling Luas Sedunia ...... 130 Gambar 6.4 Busway di Quito Ekuador ...... 131 Gambar 6.5 Bus di Porto Alegre Brazil ...... 132 Gambar 6.6 Bus di Jalan Nathan Hongkong...... 133 Gambar 6.7 Jalur Bus di Nagoya Jepang ...... 133 Gambar 6.8 Komuter di Taipe ...... 134 xiv Gambar 6.9 Peta Perkembangan BRT Amerika Serikat ...... 135 Gambar 6.10 Bus Modern Melaju Pada Rute Busway ...... 137 Gambar 6.11 Busway di Ipswich Inggris ...... 138 Gambar 6.12 Busway di Brisbane ...... 139 Gambar 6.13 Pusat Pengendali BRT di Los Angeles ...... 140 Gambar 6.14 Sistem Pemantauan Bus Trans Milineo ...... 141 Gambar 6.15 Sistem Informasi Penumpang MRT ...... 142 Gambar 6.16 Rencana Strategis...... 143 Gambar 6.17 Bagan Alir Penelitian ...... 144 Gambar 6.18 Rencana Model Sistem Transportasi ...... 145 Gambar 6.19 Peta Koridor VI Bus Trans Semarang ...... 146 Gambar 6.20 Perletakkan Halte Persimpangan ...... 150 Gambar 6.21 Shelter Permanen BRT Koridor VI Kesatrian ...... 151 Gambar 6.22 Dimensi Shelter Permanen BRT Koridor VI Donbosco 152 Gambar 6.23 Shelter Non Permanen BRT Koridor VI AKPELNI...... 152 Gambar 6.24 Dimensi Shelter Non Permanen BRT Koridor VI GSG UNNES ...... 153 Gambar 6.25 Kondisi Eksisting halte BRT Trans Semarang UNDIP . 160 Gambar 6.26 Kondisi Eksisting halte BRT Trans Semarang UNIKA . 161 Gambar 6.27 Kondisi Eksisting halte BRT Trans Semarang UNNES 161 Gambar 6.28 Kondisi Eksisting Halte BRT Trans Semarang Kesatrian ...... 162 Gambar 6.29 Kondisi Eksisting Halte BRT Trans Semarang Elizabeth ...... 162 Gambar 6.30 Grafik Jumlah Penumpang BRT Koridor VI ...... 167 Gambar 6.31 Grafik Load Factor BRT Koridor VI ...... 169 Gambar 6.32 Rapat Dengan DISHUB ...... 170 Gambar 6.33 Pemasangan GPS Pada Bus ...... 170 Gambar 6.34 Survey Penempatan Alat Sistem Monitoring dan PIS .. 172 Gambar 6.35 Pemasangan PIS Pada Halte ...... 172 Gambar 6.36 Uji Coba PIS Pada Halte Bersama Dishub ...... 173 Gambar 6.37 Perakitan Alat PIS ...... 173 Gambar 6.38 Pemasangan GPS Pada Bus Trans Semarang ...... 174 Gambar 6.39 Hasil Kinerja GPS Terkoneksi ...... 175 Gambar 6.40 Instalasi Sistem Monitoring ...... 176 Gambar 6.41 Pemasangan Monitoring ...... 176

xv Gambar 6.42 Database Perangkat Sistem Monitoring dan PIS ...... 177 Gambar 6.43 Kondisi Halte USM ...... 180 Gambar 6.44 Monitor PIS Halte USM ...... 180

xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Tujuan Instruksional Umum 1. Mahasiswa mengenal gambaran umum tentang sistem transportasi umum 2. Mahasiswa memahami secara umum tentang Sistem Monitoring dan Passenger Information System Bus Trans Semarang 3. Mahasiswa dapat menilai kondisi sistem transportasi umum (BRT) yang telah menerapkan Sistem Monitoring dan Passenger Information System

B. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan : 1. Dapat menjelaskan pengertian sistem transportasi umum 2. Dapat menjelaskan pengertian sistem monitoring dan Passenger Information System Bus Trans Semarang 3. Dapat menjelaskan kondisi sistem transportasi umum (BRT)

1 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah perpindahan manusia/barang dari suatu tempat ke tempat yang lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh mesin/manusia. Dengan adanya transportasi, manusia dapat dengan mudah dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Negara maju biasanya menggunakan kereta bawah tanah (subway) dan taksi sebagai sarana transportasi karena penduduk disana jarang yang mempunyai kendaraan pribadi, mereka sebagian besar menggunakan angkutan umum sebagai transportasi. Jenis transportasi dibagi menjadi 3 macam yaitu, transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi darat merupakan kendaraan yang berjalan melalui jalan darat guna mengangkut barang atau penumpang. Sebelum adanya kemajuan teknologi, transportasi darat masih menggunakan jalan darat untuk membawa barang melewati jalan setapak. Namun setelah semakin berkembangnya alat transportasi seperti saat ini, alat transportasi yang bergerak menggunakan tenaga mesin lebih efisien dan efektif untuk membantu manusia melakukan aktivitasnya. Transportasi umum atau biasa disebut dengan transportasi publik/ massal adalah layanan transportasi yang mengangkut penumpang oleh sistem perjalanan kelompok yang tersedia untuk masyarakat umum, biasanya dikelola sesuai jadwal, dioperasikan sesuai dengan rute jalan yang telah ditetapkan, dan dikenakan biaya untuk setiap perjalanan. Ruas jalan yang tidak mampu menampung atau menerima arus kendaraan yang memiliki volume kendaraan berlebihan adalah faktor utama kemacetan lalu lintas jalan (congestion). Ruas jalan sempit, dan banyaknya kendaraan yang melewati dapat menjadi penyebab kemacetan. Selain itu, adanya pengaruh gangguan samping juga dapat mengakibatkan kemacetan, seperti parkir di badan jalan (on road parking), berjualan di trotoar atau pinggir jalan seperti yang dilakukan oleh PKL (Pedagang Kaki Lima), jalan digunakan sebagai pangkalan becak/ojek. Manajemen persimpangan yang buruk juga dapat memicu adanya kemacetan lalu lintas. Masyarakat di beberapa kota di Indonesia saat ini telah memiliki alternatif transportasi massal yang dinamakan dengan Bus Rapid Transit

2 (BRT). BRT hadir dengan berbagai nama seperti Trans (Jakarta), Trans Semarang (Semarang), (Yogyakarta), Batik Solo Trans (Solo), Trans Musi (Palembang) dan yang lainnya. Hadirnya BRT merupakan upaya untuk menyediakan transportasi yang dapat menambah penggunaan transportasi umum, menambah tingkat dan kualitas layanan transportasi publik. Misi BRT adalah untuk meng- gabungkan fleksibilitas dan biaya implementasi layanan Bus yang rendah dengan kenyamanan, efisiensi, efektivitas biaya, pengaruh penggunaan lahan, dan fleksibilitas angkutan kereta ringan (Mzee & Chen, 2010). Beban jalan yang tidak mampu menampung jumlah kendaraan dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas di Kota Semarang. Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Trans Semarang mengungkapkan bahwa Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang membutuhkan dedicated line pada layanannya. Dedicated line atau jalur khusus berfungsi untuk jalur sendiri BRT sebagai angkutan massal agar tidak terpengaruh dengan kepadatan lalu lintas yang terjadi. Waktu tempuh armada akan menjadi lebih akurat dan stabil jika Trans Semarang telah memiliki jalur khusus berupa dedicated line. Berbagai hambatan lain yang utama seperti kecelakaan, pengalihan jalur, dan penutupan jalan selama ini seringkali menyebabkan keterlambatan kedatangan Bus Trans Semarang. Dalam operasional armada, dedicated line atau jalur khusus merupakan standar pedoman yang harus dimiliki. BRT standar merupakan alat bantu praktikal untuk evaluasi koridor yang mengacu kepada implementasi terbaik dengan skala internasional. Selama ini Kota Semarang telah memiliki BRT Trans Semarang namun belum bisa dikategorikan dalam system BRT, karena salah satu indikator belum ada, yaitu memiliki jalur khusus. Dengan adanya dedicated line diharapkan kedatangan armada bisa on-time. Kondisi transportasi di Kota Semarang perlu segera dibenahi untuk mencegah dampak yang semakin parah. Jumlah kendaraan bermotor semakin meningkat tidak sebanding dengan pertumbuhan jalan. Jumlah pengguna kendaraan pribadi juga lebih besar dibandingkan dengan kendaraan umum. Ruas jalan menjadi semakin padat karena setiap hari dapat diperkirakan sebanyak 450 ribu orang masuk dan keluar dari

3 Kota Semarang. Selain itu, tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor cukup tinggi sebesar 2,5% per tahun dan kecelakaan lalu lintas mayoritas adalah kendaraan pribadi sebesar 80%. Oleh karena itu, kondisi transportasi di Kota Semarang harus segera dibenahi agar tingkat kemacetan, kecelakaan, dan mengurangi polusi udara, serta pelayanan angkutan umum dapat lebih dimaksimalkan. Pemerintah Kota Semarang memiliki Program Smart City yaitu sistem transportasi kota yang sustainable, aman, nyaman, murah, modern, handal, terjadwal dan teratur (Handajani, 2016). Akan tetapi, angkutan umum yang berada di Kota Semarang saat ini hanya dapat melayani sebesar 7% dari jumlah penduduk [Handajani, 2013]. Sedangkan di salah satu negara maju seperti Singapura 85% penduduk- nya sudah dilayani oleh transportasi massal (Handajani, 2013). Memprediksi kedatangan bus dapat digunakan untuk membangun sistem transportasi yang cerdas dan merupakan tantangan utama bagi pelayanan angkutan umum. Untuk memberi layanan lebih terhadap penumpang, layanan transit juga harus dapat diandalkan. Selain informasi perjalanan, layanan transit juga harus dilengkapi dengan informasi wisatawan one bus away sehingga calon penumpang tidak menunggu kedatangan bus terlalu lama. Bahwasanya calon penumpang memiliki batas toleransi dalam menunggu kedatangan bus (Watkins et al. 2011). Sistem prediksi kedatangan bus merupakan hal yang sangat penting karena dapat mengurangi waktu tunggu calon penumpang menurut Watkins et al, (2011). Dalam rangka memberikan lebih banyak pilihan bagi para penumpang, layanan transit tidak hanya harus memiliki layanan tingkat tinggi dalam hal frekuensi dan waktu perjalanan, tetapi juga harus dapat diandalkan. Salah satu cara yang murah untuk memerangi persepsi tidak dapat diandalkan dari perspektif pengguna adalah informasi yang perjalanan real-time. Sistem transit informasi wisatawan One Bus Away menyediakan informasi real-time bus melalui website, telepon, pesan teks, dan aplikasi ponsel pintar, menurut Watkins et al (2011). Pemberian informasi kedatangan secara real time merupakan salah satu upaya agar pengguna transportasi umum (BRT) dapat merencanakan waktu berangkat hingga sampai pada tempat

4 tujuan. Informasi kedatangan menjadi tidak akurat dikarenakan BRT berjalan di ruas jalan yang sama dengan kendaraan lain (mix traffic). Maka dari itu, perlu diadakan sistem monitoring dan Passenger Information System agar bus dapat diketahui keberadaannya, sehingga pengguna BRT dapat merencanakan perjalanan dengan baik dan masyarakat dapat merubah perilakunya dalam melakukan transportasi dari kendaraan pribadi beralih ke kendaraan umum BRT. Hal ini akan mengurangi kemacetan dan volume kendaraan serta konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) (Handajani, 2013). Penelitian ini juga dapat mendukung terciptanya transportasi yang real time menggunakan teknologi informasi, sehingga tujuan smart city dapat tercapai melalui smart transportation yang berwawasan lingkungan, handal, real time, modern, mudah, murah dan nyaman. Penelitian ini dapat terwujud melalui Sistem Monitoring yang berada di Dinas Perhubungan (BRT) dan Passenger Information System di transit point. Menurut Swati (2013), penerapan real time monitoring and passenger information system dapat dilakukan dengan menempatkan GPS pada setiap bus kota. Untuk menampilkan lokasi bus secara real time, sistem monitoring dan passenger information system dirancang stand alone dengan dilengkapi tracking GPS agar mendapatkan informasi lokasi bus ke sentral kontrol unit. Metode monitoring menggunakan web server untuk memonitor bus secara real time dan mobile application untuk pengguna bus. Sistem monitoring ini menggunakan metode web server untuk memonitor bus secara real time dengan mobile application untuk pengguna bus. Handajani (2008), meneliti tentang Evaluasi Angkutan Umum Kota Semarang Ditinjau Dari Sisi Teknis dan Lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa headway Mobil Penumpang Umum (MPU) di Jl. Pandanaran Semarang hanya 30 detik pada peak hour, hal ini menunjukkan MPU terlalu padat, sedangkan off peak hour, headway 10 menit. Pada saat itu rute Bus Trans Semarang dan MPU, terjadi rute yang tumpang tindih.

5 Dari beberapa hasil penelitian (Handajani 2016) menunjukkan jika land use kompak (mix used) maka transportasi massal dapat berjalan dengan baik. Apabila land use semakin kompak, maka konsumsi BBM/ kapita akan turun. Dengan memindahkan penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan massal yang handal (aman, nyaman, terjangkau, berwawasan lingkungan, teratur dan terjadwal) serta modern akan menjadi solusi hemat BBM menuju transportasi berkelanjutan. Tetapi perlu dilakukan evaluasi dan penataan kembali jika terjadi rute yang tumpang tindih, (Handajani, 2016).

1.2. Identifikasi Permasalahan Salah satu permasalahan di perkotaan yang sedang dicari solusinya adalah masalah transportasi massal. Transportasi massal diharapkan dapat menjadi salah satu solusi masalah transportasi yaitu kemacetan. Masyarakat umumnya lebih memilih transportasi pribadi dibandingkan dengan transportasi massal dikarenakan ketidaknyamanan masyarakat dalam menggunakan transportasi massal untuk melakukan perjalanan. Pemerintah Kota Semarang menemukan solusi untuk permasalahan transportasi massal dengan menggunakan Bus Trans Semarang. Bus Trans Semarang telah beroperasi sejak tahun 2009, bus besar memiliki kapasitas 84 orang dan bus sedang 42 orang melayani dua koridor perjalanan. Shelter merupakan salah satu fasilitas yang penting dalam operasional Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang. Jumlah shelter saat ini ada sebanyak 69 pasang yang tersebar di dua koridor perjalanan. Letak shelter bermacam-macam sesuai dengan asosiasi karena tentunya letak shelter dapat mempengaruhi keinginan masyarakat untuk menggunakan Bus Trans Semarang. Pengaruhnya terdapat pada jangkauan pengguna transportasi terhadap lokasi shelter. Letak shelter yang kurang baik karena tidak sesuai dengan potensi bangkitan dan tarikan dapat menyebabkan banyaknya shelter yang tidak berfungsi secara optimal. Masyarakat harus berjalan jauh atau harus menggunakan moda transportasi lain untuk menjangkau shelter Bus Trans Semarang.

6 Hasil penelitian ini dapat mendukung pengembangan IPTEK dalam bidang transportasi karena menggunakan teknologi informasi untuk sistem Monitoring dan Passenger Information System penumpang bus trans Semarang. Konstribusi hasil penelitian ini adalah menciptakan sistem transportasi yang aman, nyaman dan teratur sesuai harapan Kota Semarang menuju Smart City yang modern dan ramah lingkungan. Dengan membangun Sistem Monitoring dan Passenger Information System dapat memberikan informasi kedatangan secara lebih akurat. Penelitian ini bertujuan untuk membangun Sistem Monitoring dan Passenger Information System Bus Trans Semarang. Sistem monitoring dipasang di Kantor Pusat Pengendali/Dinas Perhubungan Kota Semarang dan Passenger Information System dipasang di halte Bus Trans Semarang. Semakin banyak kendaraan bermotor akan menambah polusi udara karena pengaruh populasi kendaraan terhadap emisi gas buang kendaraan bermotor. Mengalihkan kendaraan pribadi ke kendaraan umum massal dapat mengurangi polusi udara, Handajani (2011). Semakin banyak Bus Umum di suatu kota, konsumsi BBM/kapita semakin turun/rendah, hal ini mendukung Smart Transportation, Handajani (2012). Transportasi kota dengan kepadatan penduduk yang tinggi sebaiknya menggunakan angkutan umum massal, karena kepadatan penduduk dan transportasi kota merupakan kunci utama untuk mengendalikan konsumsi BBM, Handajani (2013). Model hubungan sistem transportasi dan BBM menggunakan Partial Least Square (PLS) menunjukkan penggunaan BBM bus, berpengaruh lebih kecil (0,213), hal ini menunjukkan jumlah bus umum di kota masih sedikit, Handajani (2013). Bahkan sampai sekarang Terminal Terpadu Mangkang Semarang belum digunakan secara optimal, Terminal Mangkang mempunyai Tipe A yang seharusnya dapat melayani sistem transportasi secara terpadu (Moda Interconection), Handajani (2013).

1.3. Rumusan Masalah Berbagai bahasan sebelumnya mengilhami beberapa pertanyaan berbagai basis penulisan buku, berikut ini :

7 1. Bagaimana karakteristik Sistem Monitoring dan Passenger Information System Bus Trans di Kota Semarang? 2. Bagaimana hubungan antara kemacetan/kepadatan lalu lintas dan sistem transportasi umum massal terhadap konsumsi BBM?

1.4. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan buku ini adalah mengkaji variabel sistem Monitoring dan Passenger Information System Bus Trans Semarang. Untuk maksud tersebut, tujuan khusus yang ingin dicapai adalah : 1. Melakukan analisis untuk pengembangan sistem transportasi umum (BRT) dengan Sistem Monitoring dan Passenger Information System. 2. Melakukan analisis agar masyarakat dapat beralih dari mengguna- kan kendaraan pribadi ke transportasi umum massal (Bus Trans Semarang).

1.5. Manfaat Buku ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan sistem transportasi massal khususnya Bus Rapid Transit (BRT) dengan Sistem Monitoring dan Passenger Information System sehingga mampu memberikan informasi yang akurat (real time) pada jadwal kedatangan dan keberangkatan serta dapat meningkatkan layanan publik, kemudian dapat mengubah perilaku masyarakat Indonesia untuk menggunakan transportasi umum massal dan mampu menciptakan Smart City yang ramah lingkungan, bebas polusi dan meningkatkan perekonomian masyarakat serta pendapatan Kota Semarang, juga mengetahui faktor penyebab lamanya waktu tunggu Bus/Headway dan solusinya. Di sisi lain manfaat buku ini dapat memberi masukan, pedoman, dapat meningkatkan keterampilan dalam meng-organisasi dan menyajikan data dan fakta secara jelas dan sistematis, dapat memperoleh kepuasan intelektual, evaluasi kepada pemerintah, turut memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat, agar mengetahui penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas dan memperbaiki sistem transportasi yang perlu dibenahi oleh pemerintah serta kelengkapan-

8 nya, sehingga menurunkan jumlah kepemilikan kendaraan pribadi agar beralih ke kendaraan umum misalnya seperti (Bus Trans Semarang) dan angkutan umum lainnya.

1.6. Sistematika Penulisan Buku ini terdiri dari 6 (enam) bab : Bab I. Latar Belakang, mencarikan kajian teori dan penelitian yang telah ada, studi pustaka yang telah mengungkap berbagai alasan pentingnya topik sistem transportasi umum (BRT) di Kota Semarang. Selain itu bab ini juga dirumuskan mengenai identifikasi masalah, perumusan masalah, maksud dan tujuan, manfaat, serta sistematika penulisan. Bab II. Karakteristik pola perjalanan masyarakat, tata guna lahan, permintaan transportasi, penggunaan BBM. Bab III. Definisi Angkutan umum massal pembahasan tentang Bus Rapid Transit (BRT) Bab IV. Sistem monitoring dan passanger information system ditinjau dalam segi ekonomis, segi teknis dan segi lingkungan. Bab V. Analisis tentang persepsi masyarakat terhadap implementasi sistem monitoring dan passanger information system pada BRT Semarang Bab VI. Implementasi sistem monitoring dan passanger information system pada Bus Trans Semarang menuju smart city

Rangkuman Membangun Sistem Monitoring dan Passenger Information System adalah salah satu cara untuk memberikan informasi kedatangan secara lebih akurat (real time) pada jadwal kedatangan dan keberangkatan serta dapat meningkatkan layanan publik, kemudian dapat mengubah perilaku masyarakat Indonesia untuk menggunakan transportasi umum massal dan mampu menciptakan Smart City yang ramah lingkungan,

9 bebas polusi dan meningkatkan perekonomian masyarakat serta pendapatan Kota Semarang. Dengan menggunakan aplikasi iptek dalam bidang transportasi dan memanfaatkan sistem informasi diharapkan dapat mengembangkan sistem transportasi massal khususnya Bus Rapid Transit (BRT).

Latihan Soal 1. Mengapa kota dengan kepadatan penduduk harus dialihkan menggunakan transportasi massal ? Jelaskan ! 2. Apa yang anda ketahui tentang keuntungan pada hubungan BRT dan Sistem Monitoring dan Passanger Information System? 3. Mengapa perlu adanya perkembangan dalam sistem transportasi di Kota Semarang ? Jelaskan ! 4. Mengapa dengan adanya BRT (Bus Rapid Transit) dapat mengurangi kemacetan di jalan ? Jelaskan ! 5. Sebut dan Jelaskan solusi transportasi massal ! 6. Sebutkan upaya kegunaan transportasi massal untuk mengurangi kemacetan !

Daftar Pustaka Handajani, Mudjiastuti, (2011), The Influence Of The Urban Transport System In Java on City Fuel, Proceeding The 4th ASEAN Civil Engineering Conference. Handajani, Mudjiastuti, (2012), Non Linear Model City Transportation System and Control of Fuel Consumption, International Journal of Computational Engineering Research (IJCER), Vol. 2, Issue 2 Hal. 228-235. Handajani, Mudjiastuti, (2013), Analisis Hubungan Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk dengan BBM Transportasi Kota. Jurnal Tataloka Akreditasi Nasional ISSN 08527458, Vol 15 No 4. Hal 235-316.

10 Handajani, Mudjiastuti, (2016), Pengukuhan Guru Besar Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Semarang, Solusi Hemat Bahan Bakar Minyak (BBM) Menuju Transportasi Berkelanjutan. Mzee & Chen, (2010), Implementation of BRT System in Developing Countries as The Best Option in Reducing Emission. The Case Study of Dart System in Dar es Salaam : 532-537. Swati, (2013), Implementation of Real Time Bus Monitoring and Passenger Information System International Journal of Scientific and Research Publications, Volume 3, Issue 5, May 2013. Watkhins et al, (2011), Where is my Bus? Impact of mobile real-time information on the perceived and actual wait time of transit riders. Transportations Research Part A: Policy and practice. Volume 45. Issue 8. October 2011. Hal 839-498.

11

12

BAB II KARAKTERISTIK POLA PERJALANAN MASYARAKAT

A. Tujuan Instruksional Umum 1. Mahasiswa mengenal tentang pola perjalanan masyarakat 2. Mahasiswa memahami secara umum tentang hubungan perjalanan dan angkutan umum 3. Mahasiswa dapat menilai peranan angkutan umum pada masyarakat

B. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan : 1. Dapat menjelaskan tentang pola perjalanan masyarakat 2. Dapat menjelaskan kegunaaan angkutan umum pada masyarakat serta hubungan perjalanan 3. Dapat menjelaskan peranan angkutan umum dalam penggunaan BBM

13 2.1. Pola Perjalanan Masyarakat Suatu wilayah kota pasti dibatasi dengan batasan wilayah sehingga ruang yang tersedia juga sangat terbatas. Dengan keterbatasan ruang wilayah tersebut dipadati dengan berbagai aktivitas masyarakat yang tercermin dalam peruntukan dan tata guna lahan, dari berbagai kriteria bahwa tata guna lahan diperkotaan antara lain untuk wilayah perkantoran, perdagangan, pendidikan, tempat tinggal, dan pariwisata berbagai kepentingan spesifik yang lainnya. Berbagai studi menunjuk- kan bahwa TGT berpengaruh terhadap perilaku perjalanan (Litman 2010). Dalam pernyataan oleh Crane (1999) bahwa perubahan TGT berpengaruh terhadap biaya perjalanan pada berbagai moda, dan sehingga akan berpengaruh pula pada perilaku perjalanan. Berbagai contoh menunjukan bahwa peningkatan akses tidak akan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi tanpa diimbangi dengan penerapan kebijakan lain semisal road pricing atau biaya parkir mahal dan pelayanan angkutan umum yang memadai. Dengan terbaginya wilayah menjadi berbagai peruntukan maka untuk melakukan aktivitas yang berbeda memerlukan pergerakkan antar wilayah. Sarana dan Prasarana transportasi menjadi sangat dibutuhkan dalam mengakomodasikan kebutuhan pergerakkan orang antara lokasi yang satu menuju lokasi yang lain. Dengan keterbatasan luas wilayah kota maka panjang jalan tidak mungkin untuk selalu ditambah setiap saat. Salah satu faktor lain juga berperan penting dalam menentukan kondisi diperkotaan adalah jumlah penduduk yang semakin bertambah. Pertumbuhan penduduk dapat terjadi secara alami maupun diakibatkan oleh migrasi yang bersifat permanen ataupun sementara. Pertumbuhan secara alami terjadi karena kelahiran maupun kematian penduduk. Migrasi permanen terjadi karena adanya perpindahan penduduk masuk atau keluar wilayah secara menetap. Migrasi sementara biasanya terjadi di kota-kota besar, dimana terjadi perpindahan penduduk untuk waktu tertentu. Kemudahan mendapatkan kendaraan bermotor secara pribadi juga ikut serta mendorong terjadinya tingkat kepadatan yang tinggi pula

14 dijalan. Naiknya tingkat kemakmuran secara ekonomi masyarakat mendorong untuk memiliki kendaraan pribadi. Hal tersebut terjadi akibat kebutuhan akan mobilitas yang semakin tinggi namun tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas angkutan umum yang memadai. Proses pemodelan transportasi sangat diperlukan guna melakukan manajemen pergerakkan orang dari suatu titik ke titik yang lain dalam suatu wilayah. Pemetaan kepemilikan kendaraan menjadi salah satu faktor yang penting dalam kaitan proses membangun model bangkitan tarikan perjalanan. Disamping kepemilikkan kendaraan, faktor lain yang juga menentukkan dalam proses pemodelan adalah pola perjalanan yang dilakukan oleh masing-masing individu dalam tiap rumah tinggal. Hasil akhir proses pemodelan yaitu berupa matriks asal – tujuan perjalanan. Matriks ini selanjutnya dipergunakan untuk proses pembebanan pada ruas jalan.

2.1.1. Pola Perilaku Perjalanan Pola perilaku perjalanan dasar pada kota besar di Eropa menerapkan konsep kota kompak untuk mengatasi isu lingkungan global. Di Jepang konsep kota kompak dijadikan sesuatu keharusan dan merupakan alat dalam perencanaan pemberdayaan aktivitas pusat kota, juga untuk mencegah persebaran masyarakat, serta untuk mengurangi tingkat kemacetan dan juga mengurangi penglaju jarak panjang. Meningkatkan hunian ditengah kota dan pengawasan yang efektif terhadap pengembangan daerah sub urban merupakan pilihan yang mutlak ada sebagai satu rangkaian kebijakan (Yamane, 2005). Pada Gambar 2.1 di bawah ini menjelaskan bahwa dua contoh kondisi yang terjadi pada kota-kota umumnya saat ini dibandingkan kota kompak. Kota kompak, tinggal ditengah kota akan sangat mengurangi waktu perjalanan dari rumah ke tempat kerja. Akibatnya bertambahnya ketersediaan waktu serta meningkatnya kebebasan untuk melakukan aktivitas lain. Dengan cara tinggal ditengah kota maka tempat kerja akan lebih dekat sehingga dapat membawa perubahan moda transport dari mobil beralih keangkutan umum atau berjalan kaki dan bersepeda. Saat ini penggunaan angkutan umum mengalami

15 penurunan seiring dengan meningkatnya kepemilikan kendaraan pribadi. Dampaknya berupa kemacetan yang sering terjadi di berbagai ruas jalan. Masalah ini terjadi dan sangat berpengaruh terhadap lingkungan yang dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat. Dalam mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki tingkat layanan dari angkutan umum.

Sumber : Yamane, 2005 Gambar 2.1 Perilaku Perjalanan Pada Struktur Kota yang Berbeda

Kondisi perkotaan saat ini, pada arus lalu lintas terkonsentrasi pada satu arah selama jam sibuk di pagi hari menuju ketempat kerja. Beberapa pola perjalanan kemungkinan berubah menjadi perjalanan dengan frekuensi tinggi dalam jarak pendek tersebar ke beberapa arah pada jam sibuk yaitu pada sore hari. Perilaku perjalanan yang terjadi di perkotaan di Indonesia memiliki pola yang hampir mirip antara kota yang satu dengan yang lain. Pada pagi hari gelombang perjalanan mengarah ke pusat – pusat kegiatan seperti pusat perkantoran, pusat perdagangan, sekolah dengan aktivitas rutin harian. Sedangkan pada siang, sore sampai dengan malam hari perjalanan dilakukan dengan arah sebaliknya menuju ketempat tinggal masing-masing.

16 2.1.2. Populasi Penduduk Jumlah populasi penduduk pada suatu wilayah merupakan indikator dan dasar dari perhitungan sebagai perkiraan kebutuhan ruang untuk berbagai jenis tata guna lahan. Komposisi penduduk yang dibedakan atas kelompok umur, jumlah rumah tangga, kepadatan, tingkat penghasilan dan lain sebagainya, dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain sebagai masukan dalam perhitungan kebutuhan luas lahan perumahan dan dalam fasilitas pendukungnya. Populasi penduduk dari waktu kewaktu selalu mengalami perubahan, yang dapat disebabkan oleh pertumbuhan alami meliputi data kelahiran penduduk dan kematian penduduk dan pertumbuhan migrasi. Terdapat juga bebrapa macam penyebab terjadinya migrasi antara lain : 1. Masyarakat mempunyai keinginan untuk mendapatkan kesempatan dalam perolehan ekonomi yang lebih baik. 2. Keinginan untuk memperoleh kehidupan atau perumahan yang lebih baik. 3. Perpindahan karena pertimbangan kesehatan, pendidikan atau peristirahatan. Persoalan migrasi penduduk merupakan suatu proses penyeimbang, ketika penduduk berpindah kesuatu daerah yang dirasakan lebih baik dan menarik, mereka akan menyebabkan naiknya permintaan terhadap hal lapangan kerja, perumahan dan pelayanan fasilitas umum lainnya. Selain merupakan faktor penting dalam perhitungan luas lahan, populasi penduduk juga merukapan faktor yang penting dalam perencanaan transportasi yaitu dalam penentuan besarnya bangkitan dalam perjalanan disuatu wilayah. Misalnya dengan mengetahui jumlah penduduk usia produktif untuk aktivitas bekerja, dapat ditentukan besarnya jumlah perjalanan kerja yang dari titik awal yaitu rumah, demikian juga dapat ditentukan perjalanan sekolah berdasarkan komposisi penduduk usia sekolah. Transportasi merupakan salah satu sektor kegiatan yang sangat penting pada kota dikarenakan berkaitan dengan kebutuhan setiap orang yang ada di kota bagi setiap lapisan. Daerah kota, transportasi

17 berkaitan dengan kebutuhan pekerja untuk mencapai lokasi pekerjaan begitupun sebailknya, dan tidak hanya kebutuhan para pekerja, bahwa pelajar untuk mencapai sekolah diperlukan transportasi, dan untuk mengunjungi tempat perbelanjaan dan pelayanan lainnya, mencapai tempat hiburan dan bepergian di kota lain. Disamping kebutuhan untuk mengangkut orang, maka transportasi juga melayani kebutuhan untuk memindahkan barang dari suatu tempat ketempat lain. Suatu transportasi dikatakan baik, apabila waktu perjalanan cukup cepat dan tidak mengalami kelebihan masalah dalam kemacetan, frekuensi pelayanan cukup, aman (bebas dari kemungkinan kecelakaan) dan kondisi pelayanan yang nyaman.

2.2. Pelayanan Angkutan Umum Dalam Undang-Undang No.14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa lalu lintas dan angkutan jalan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Artinya bahwa pengadaan dan penyelenggaraan angkutan umum itu ada pada pemerintah, dikarenakan menyangkut kepentingan orang kebanyakan yang mampu mendukung kegiatan sosial dan ekonomi, maka penyelenggaraanya harus diatur secara ketat dan bijaksana. Kenyataan yang terjadi dilapangan bahwa pihak swasta lebih dominan sebagai operator, sementara peraturan masih kurang jelas dan menjadikan banyak pelanggaran dan kesulitan dalam mengatur penyelenggaraan- nya di lapangan. Menurut Hobbs, FD (1995) moda dapat diartikan sebagai tipe transportasi yang dipergunakan dengan alternatif, sebagai berikut : 1. Pilihan pertama antara jalan kaki atau menggunakan kendaraan 2. Jika kendaraan harus digunakan apakah merupakan kendaraan pribadi atau angkutan umum 3. Jika digunakan angkutan umum, jenis angkutan apa yang akan dipergunakan (bus, taksi, kereta api atau lainnya. Bila terdapat lebih dari satu moda, maka moda yang dipilih adalah moda yang mempunyai rute terpendek, tercepat dan termurah atau

18 kombinasi dari ketiga alternatif tersebut. Beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang dan kota besar lainnya adalah contoh kota-kota yang sudah mengalami problem terhadap transportasinya. ciri-ciri kinerja transportasi di negara berkembang antara lain : 1. Tinggi tingkat urbanisasi yang kurang atau tidak terencana dengan benar. 2. Perubahan dan pertumbuhan sosial ekonomi yang sangat cepat. 3. Terbatasnya dana pembangunan dan tidak meratanya tingkat pendapatan 4. Defisit neraca perdagangan dan ekonomi biaya tinggi 5. Tingkat pengangguran yang tinggi dan under employment 6. Safety record yang kurang baik dan kurang peka terhadap lingkungan sekitarnya 7. Kurangnya sumber daya manusia yang handal. Bila ditinjau dari segi perencanaannya maka perencanaan transportasi dinegara berkembang memiliki spesifikasi sebagai berikut : 1. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam penetapan kebijaksanaan transportasi 2. Kinerja angkutan umum yang jelek dan lemahnya fungsi administrator (regulator) 3. Lemahnya sistem database (sistem pendataan) dan mahalnya biaya untuk mendapatkan data yang reliable. 4. Sumber daya manusia yang masih kurang (dalam seluruh proses) 5. Tidak terdapatnya sinergi perencanaan dan koordinasi seluruh sektor (pemerintah, swasta dan pengguna) 6. Lemahnya monitoring. Upaya pembenahan pada kondisi transportasi perkotaan terus dilakukan oleh pemerintah. pemerintah pusat melalui regulasi transportasi yang telah disusun dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan jalan, telah mewajibkan seluruh pemerintah daerah menerapkan sistem transportasi yang handal dan modern dan cenderung ke angkutan umum, yang ketersediaannya seimbang dengan kebutuhan pergerakkan. Mobilitas penumpang dan barang juga harus

19 terjamin, misalnya dengan penyediaan alat angkut yang memadai yang dilengkapi oleh fasilitas pendukungnya. Standar kualitas dan kuantitas alat angkut adalah (Fidel Miro, 2005) : 1. Aman, tidak rusak, utuh 2. Cepat, sesuai jadwal, sesuai batas waktu yang ditetapkan 3. Lancar tidak mengalami hambatan atau kendala 4. Nyaman yang terjaga keutuhannya yang terangkut merasa senang 5. Ekonomis tidak memakan biaya tinggi 6. Terjamin ketersediannya selalu tersedia kapan saja dan dimana saja. Angkutan penumpang perkotaan adalah pada setiap kendaraan yang dioperasikan untuk melayani angkutan umum penumpang yang melakukan perjalanan didalam kota, baik berasal dari kota itu sendiri dari daerah pinggiran maupun luar kota yang mempunyai satu kesatuan ekonomi dengan kota yang bersangkutan. Pada daerah perkotaan adalah daerah yang meliputi seluruh kegiatan utama dalam suatu kota dan penggirannya, serta seluruh daerah tempat tinggal dimana sebagian besar penduduknya mengusahakan kegiatan ekonomi (Kanafi, 1983). 1. Perilaku perjalanan perilaku perjalanan penumpang dalam kota menunjukkan adanya variasi yang besar untuk besaran lalu lintas dari jam ke jam dalam satu hari. puncak kesibukkan pada lal terjadi pada saat pagi dimana orang biasa memulai aktivitas kegiatan dan sore hari dimana orang kembali dari beraktivitas. Dalam variasi-variasi perilaku perjalanan dalam satuan waktu (harian, mingguan dan bulanan) akan berbeda untuk tiap wilayah atau kota yang berbeda. Hal lain yang berpengaruh yaitu kondisi sosial budaya masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap pola variasi yang terjadi yang berkaitan dengan angkutan perkotaan maka pola variasi ini akan berpengaruh terhadap interaksi permintaan dan penawaran jasa dalam transportasi.

20 2.3. Permintaan Transportasi Kepadatan penduduk mempengaruhi perilaku pola perjalanan melalui beberapa cara seperti akses guna lahan, pilihan angkutan dan pengurangan akses kendaraan bermotor, akses guna lahan terjadi bersamaan dengan proses aglomerasi dimana jumlah kegiatan yang bisa menjadi daya tarik dan bangkitan perjalanan disuatu kawasan cenderung meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk pada kawasan tersebut (Purboyo, 2007). Sasaran utama dari analisa permintaan transortasi yaitu dengan adanya kebutuhan akan jasa transportasi dari penduduk atau masyarakat pada suatu wilayah, yang berawal dari interaksi diantara aktivitas sosial ekonomi masyarakat tersebut, aktivitas sosial ekonomi masyarakat tersebut, yang memiliki kecenderungan untuk menyebar dari segala penjuru dalam suatu lingkup ruang wilayah atau kota (Miro, 2005). Permintaan transportasi merupakan proses yang berusaha menghubungkan antara kebutuhan akan jasa transportasi dengan kebutuhan sosial ekonomi yang menimbulkan transportasi tersebut. Menurut Marlok (1991) Model memungkinkan untuk mendapatkan penilaian yang cepat terhadap alternatif-alternatif transportasi dalam suatu daerah.

2.3.1. Karakteristik dari Permintaan Transportasi A. Karakteristik Tidak Spasial (Bukan Berdasarkan Ruang atau Space) Ciri dari pergerakan tidak spasial adalah semua ciri pergerakan yang berkaitan dengan aspek tidak spasial, seperti sebab terjadinya pergerakan, waktu terjadinya pergerakan, dan moda transportasi apa yang akan digunakan. 1. Sebab terjadinya pergerakan Dapat dikelompokkan berdasarkan maksud perjalanan. Penyebab terjadinya pergerakan dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Tamin, 2000). Maksud perjalanan dikelompokkan sesuai ciri dasarnya berkaitan dengan ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan agama. Jika dalam tinjauan yang lebih jauh lagi akan dijumpai kenyataan bahwa lebih 21 dari 90% perjalanan berbasis tempat tinggal. Pada artinya mereka memulai perjalanan dari tempat tinggal (rumah) dan mengakhiri perjalanannya kembali ke rumah. Kenyataan ini biasanya ditambah- kan dalam kategori keenam tujuan perjalanan, yaitu maksud dari perjalanan pulang ke rumah.

Tabel 2.1 Klasifikasi Pergerakan Orang di Perkotaan Berdasarkan Maksud Pergerakan

Klasifikasi Aktivitas Keterangan Perjalanan I.Ekonomi 1.Ke dan dari Jumlah orang yang bekerja tidak tempat kerja tinggi, sekitar 40%-50% a.mencari nafkah 2.Yang berkaitan penduduk. perjalanan yang b.mendapatkan dengan bekerja berkaitan dengan pekerja barang dan 3.Ke dari toko dan termasuk : pelayanan keluar untuk a. pulang kerumah keperluan pribadi. b. mengangkut barang 4.Yang berkaitan c. ke dan dari rapat pelayanan dengan belanja atau hiburan dan rekreasi bisnis pribadi diklasifikasikan secara terpisah tetapi pelayanan medis, hukum dan kesejahteraan masuk kesini. II. Sosial Pertemuan bukan Dan tidak menhasilkan banyak Menciptakan, dirumah perjalanan. Butir 2 juga menjaga hubungan terkombinasi dengan maksud pribadi hiburan III.Pendidikan I. Ke dan dari Hal ini terjadi pada sebagian sekolah, kampus besar penduduk yang berusia 5- dan lain-lain 22 tahun. Dinegara sedang berkembang jumlahnya sekitar 85% penduduk. IV. Rekreasi dan 1.Ke dan dari Mengunjungi restoran, Hiburan tempat rekreasi kunjungan sosial, termasuk 2.Yang berkaitan perjalanan pada hari libur. dengan perjalanan dan berkendaraan untuk rekreasi

22 Klasifikasi Aktivitas Keterangan Perjalanan V. Kebudayaan 1. Ke dan dari Perjalanan kebudayaan dan tempat ibadah hiburan sangat sulit dibedakan. 2.Perjalanan bukan hiburan ke dan dari daerah budaya serta pertemuan politik Sumber : LPM ITB,1996

2. Waktu terjadinya pergerakkan Waktu terjadinya pergerakan sangat bergantung pada kapan seseorang melakukan aktivitasnya dalam sehari-hari. Dengan demikian waktu pergerakan sangat tergantung pada maksud perjalanan. Pergerakan ke tempat kerja atau pergerakkan untuk maksud bekerja biasanya merupakan perjalanan yang dominan (Tamin, 2000). Karena pada pola kerja biasanya dimulai jam 08.00 dan berkahir pada jam 16.00, maka pada pola pergerakan akan mengikuti pola jam kerja. Sehingga jam 06.00 sampai jam 08.00 akan sangat banyak pergerakkan dari rumah ke tempat kerja. Pada sore hari pada sekitar jam 16.00 – 18.00 akan banyak pergerakkan dari tempat kerja menuju ke rumah. Selanjutnya, perjalanan dengan maksud pergi kesekolah ataupun pendidikan cukup banyak jumlahnya dibandingkan dengan tujuan lainnya. Biasanya jam sekolah dimulai dari jam 08.00 dan berakhir jam 16.00. Sehingga pada jam 06.00 sampai jam 07.00 akan banyak pergerakkan dari rumah ke sekolah. Pada menjelang sore hari sekitar jam 13.00 – jam 14.00 akan banyak pergerakan dari sekolah ke rumah, sehingga pola perjalanan sekolah ini pun turut mewarnai pola waktu puncak perjalanan. Sedangkan perjalanan lain yang cukup berperan adalah perjalanan untuk maksud berbelanja. Pola perjalanan yang diperoleh dari penggabungan ketiga pola perjalanan tersebut terkadang disebut juga pola variasi harian, yang menunjukkan tiga waktu puncak, yaitu waktu puncak pagi, siang dan sore. 23 3. Moda transportasi apa yang akan digunakan Dalam melakukan perjalanan, setiap orang biasanya dihadapkan pada pilihan jenis angkutan seperti mobil, angkutan umum, pesawat terbang ataupun kereta api. Dalam menentukan pilihan jenis angkutan, orang mempertimbankan berbagai faktor seperti maksud perjalanan, jarak tempuh, biaya dan tingkat kenyamanan. Meskipun dapat diketahui faktor yang menyebabkan seseorang memilih jenis moda yang digunakan, pada kenyataan masih sangatlah sulit untuk merumuskan mekanisme pemilihan moda.

B. Karakteristik Spasial Pergerakan dapat terjadi dikarenakan manusia melakukan aktivitas ditempat yang berbeda dengan tempat tinggal, artinya keterkaitan antar wilayah ruang sangatlah berperan dalam menciptakan pergerakan. Jika suatu daerah terdiri dari lahan tandus tanpa tumbuhan dan sumber daya alam, dapat diduga bahwa pada daerah tersebut tidak akan timbul pada pergerakkan mengingat didaerah tersebut tidak mungkin timbul aktivitas. Juga, tidak akan pernah ada keterkaitan ruang antara daerah tersebut dengan daerah lainnya. Konsep yang paling mendasar yang menjelaskan terjadinya pergerakan atau perjalanan selalu dikaitkan dengan pola hubungan antara distribusi spasial pergerakan dengan distribusi spasial tata guna lahan yang terdapat didalam suatu wilayah. Dalam hal ini, konsep dasarnya adalah bahwa suatu perjalanan dapat dilakukan untuk melakukan kegiatan tertentu dilokasi yang dapat dituju, dan pada lokasi kegiatan tersebut ditentukan juga oleh pola tata guna lahan kota tersebut. Jadi faktor tata guna lahan sangat berperan. Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, olahraga, belanja, dan bertamu. Guna untuk memenuhi kebutuhannya, masyarakat melakukan perjalanan diantara tata guna lahan dengan menggunakan sistem jaringan transportasi. Hal ini menimbulkan pergerakan arus masyarakat, kendaraan dan barang mengakibatkan berbagai macam interaksi. Terdapat interaksi antara pekerja dengan tempat mereka bekerja, antara ibu rumah tangga

24 dengan pasar, antara pelajar dengan sekolah dan sebagainya. Hampir semua interaksi memerlukan perjalanan, dan oleh sebab itu menghasilkan pergerakaan arus lalu lintas. Sasaran umum perencanaan transportasi adalah dalam membuat interaksi tersebut menjadi mudah dan efisien mungkin. Menurut Tamin (1997) cara perencanaan transportasi untuk mencapai sasaran umum itu antara lain dengan menetapkan kebijakan sebagai berikut : a. Sistem Kegiatan Rencana tata guna lahan yang baik (lokasi, toko, sekolahan, perkantoran, perumahan dll) dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi perjalanan menjadi mudah. b. Sistem Jaringan Hal yang dapat dilakukan misalnya dengan meningkatkan kapasitas prasarana yang telah ada, yaitu melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru, dll. c. Sistem Pergerakan Hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik dan manajemen lalu lintas (jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik dalam (jangka pendek dan menengah) atau pembangunan jalan (jangka panjang). Teori interaksi tata guna lahan dan transportasi, interaksi antara tata guna lahan dan transportasi begitu dinamis, hal itu dicerminkan dengan selalu berubahnya pola tata guna lahan dan jaringan transportasi pada perkotaan. Perubahan pada pola perjalanan, volume perjalanan merupakan fungsi dari pola pembagian tata guna lahan dalam konteks perkotaan. Sebaliknya, perubahan dari pola tata guna lahan berkaitan erat dengan tingkat aksesibilitas yang diberikan oleh sistem transportasi guna untuk menunjang mobilitas dari suatu area menuju area lain. Sebagaimana halnya dengan sistem yang lain, interaksi antara sub sistem, sub sistemnya akan selalu menuju kesetimbangan. Dalam sistem interaksi tersebut tata guna lahan dan transportasi kesetimbangan dicerminkan dengan suatu terpenuhinya kebutuhan suatu sistem (sisi 25 permintaan) oleh penyediaan sub sistem lainnya (sisi penawaran). Meyer dalam bukunya “Urban Transportation Planning”. Dapat menyimpulkan bahwa untuk sistem interaksi tata guna lahan dan transportasi tidak pernah mencapai kesetimbangan, sebagai contohnya : populasi sebagai salah satu sub sistem selalu berkembang setiap saat mengakibatkan kondisi, dan yang pasti bahwa sistem tersebut akan selalu menuju kesetimbangan. Penjelasan mengenai kesetimbangan mengandung beberapa pengertian. Hal ini yang terutama adalah kesetimbangan sama pentingnya dengan efisiensi. Kesetimbangan mensyaratkan juga dukungan sistem transporam menghubungkan kawasan pemukiman dengan lokasi kerja. tentunya akan menjadi lebih efisien, jika suatu industri baru ditempatkan dilokasi yang mempunyai kepadatan dan vaolume lalu lintas yang tinggi berakibat industri baru itu akan sulit berkembang. Kebijaksanaan untuk mengalokasikan industri pada daerah atau lokasi pinggiran kota perlu diimbangi dengan penyediaan jaringan transportasi yang memadai. Penggunaan jaringan transportasi tersebut tidak hanya untuk proses produksi tetapi memecahkan masalah mengenai transportasi antar tempat tinggal para pekerja dan lokasi bekerja. Kesetimbangan antara beberapa faktor diatas, akan menghasilkan tingkat efisiensi yang baik, sehingga akan bermanfaat bagi proses pengembangan wilayah perkotaan, sistem interaksi antara tataguna lahan dan transportasi dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini, sebagai berikut :

Sumber : Meyer, 1984 Gambar 2.2 Sistem Interaksi Tata Guna Lahan dan Transportasi

26 Pada bagan diatas menjelaskan bahwa pengembangan lahan untuk suatu guna lahan tertentu akan menghasilkan bangkitan perjalanan yang baru dari suatu area atau secara keduanya. Dengan demikian pula pengembangan tata guna lahan dalam perkotaan akan menimbulkan perubahan dalam pola permintaan dalam perjalanan, untuk konsekuensinya adalah kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi, dalam bentuk pembangunanan infrastruktur baru dengan kombinasi teknologi atau peningkatan efisiensi terhadapat penggunaan fasilitas transportasi yang ada. Beberapa perbaikan atau renovasi maupun penambahan jaringan transportasi pada suatu area akan dapat meningkatkan aksesibilitas pada area tersebut, dan sehinggan akhirnya akan menunjang aktivitas diatas lahan tersebut. Dalam peningkatan aksesibiltas disertai dengan nilai lahan yang dinilai bertambah baik, pada selanjutnya akan mempengaruhi keputusan dalam berlokasi baik bagi individu atau bagi suatu lembaga terkait, sehingga akan terbentuk pola tata guna lahan yang baru. Dengan demikian, lahan pada area tersebut akan semakin meningkatnya sistem aktivitas. Dilihat dari bagan diatas sisi kanan, bahwa kegiatan transportasi dapat terjadi karena pengaruh dari pola tata guna lahan pada area tertentu. Apabila terjadi perubahan pola tata guna lahan pada area tersebut akibat peningkatan perjalanan yang dibutuhkan. Peningkatan kebutuhan perjalanan pada akhirnya akan menambah sarana dan prasarana transportasi yang harus disediakan, dan yang berarti akan terjadi perubahan aksesbilitas. Akesesibilitas yang lebih baik dalam arti bahwa waktu tempuh perjalanan menjadi lebih baik sebagai akibat arus lalu lintas semakin lancar, dan akan menarik sejumlah kegiatan dan pergerakan menuju area tersebut atau area yang dituju. Terkonsentrasi kegiatan-kegiatan pada suatu lokasi dapat mengakibatkan pengembangan lahan menjadi jenuh/padat, yang selanjutnya akan berdampak pada pola transportasinya, pada siklus tersebut akan berputar terus menuju suatu kesetimbangan. Beberapa ciri perjalanan spasial, dapat dijelaskan pola perjalanan orang dan pola perjalanan barang (Tamin, 2000).

27 1. Pola Perjalanan Orang Perjalanan terbentuk dikarenakan adanya aktivitas yang dapat dilakukan, bukan di tempat tinggal sehingga pola sebaran tata guna lahan suatu kota akan sangat mempengaruhi pola perjalanan orang. Dalam hal ini juga pola penyebaran spasial yang sangat berperan adalah sebaran spasial dari daerah industri, perkantoran, dan pemukiman. Pola sebaran spasial dari ketiga jenis tata guna lahan ini sangat berperan dalam menentukan pola perjalanan orang, terutama pada perjalanan dengan maksud bekerja. Tentu saja sebaran spasial untuk pertokoan dan areal pendidikan juga berperan. 2. Pola Perjalanan Barang Berbeda dengan pola perjalanan pada orang, pola perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh aktivitas produksi dan konsumsi yang juga sangat tergantung pada sebaran pola tata guna lahan pemukiman (konsumsi), serta industri dan pertanian (produksi). Selain itu, pola perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh pola rantai distribusi yang menghubungkan pusat produksi ke daerah konsumsi.

2.3.2. Bangkitan Perjalanan atau Pergerakan Menurut Miro (2005) bangkitan perjalanan dapat diartikan sebagai banyaknya jumlah perjalanan, pergerakan lalu lintas yang dibangkitkan pada zona (kawasan) persatuan waktu (detik, menit, jam, hari, minggu dan seterusnya). Pergerakan lalu lintas merupakan suatu fungsi tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau suatu zona. Pergerakan lalu lintas mencakup pada fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas. Bangkitan lalu lintas ini mencakup pada lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi dan lalu lintas yang menuju atau tiba pada suatu lokasi (Tamin, 2000).

Bangkitan pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah Hobbs, 1995 perjalanan yang terjadi dalam satuan waktu pada zona tata guna lahan (Hobbs,1995)

28 Bangkitan pergerakkan (Trip Generation) adalah tahapan Tamin,2000 permodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan atau jumlah pergerakkan yang tertarik kesuatu tata guna lahan atau zona (Tamin,2000). Bangkitan pergerakkan (Trip Generation) adalah Wells,1975 banyaknya lalu lintas yang ditimbulkan oleh suatu zona atau tata guna lahan persatuan waktu (Wells,1975)

Waktu perjalanan bergantung pada kegiatan kota, dikarenakan penyebab perjalanan adalah adanya kebutuhan manusia guna melakukan kegiatan dan mengangkut barang kebutuhannya. Bangkitan pergerakan (Trip Generation) adalah banyaknya lalu lintas yang ditimbulkan oleh suatu zona atau tata guna lahan persatuan waktu (Wells,1975). Setiap suatu kegiatan pergerakkan mempunyai zona asal dan juga zona tujuan, dimana zona asal merupakan zona yang menghasilkan perilaku pergerakan, sedangkan tujuan adalah zona yang menarik pelaku melakukan kegiatan, terdapat dua pembangkit pergerakkan yaitu, dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini : a. Trip Production adalah jumlah perjalanan yang dihasilkan suatu zona. b. Trip Attraction adalah jumlah perjalanan yang ditarik oleh suatu zona.

Gambar 2.3 Diagram Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

29 2.4. Penghematan Konsumsi BBM Menanjaknya aktivitas dalam perekonomian, pertambahan penduduk yang cukup tinggi berpengaruh pada naiknya aktivitas pemakaian energi, sektor transportasi merupakan pengguna energi terbesar dan diperkirakan 10 tahun pemakaian akan meingkat dua kali lipat, dapat dilihat dari sisi demand, perkiraan pemakaian energi untuk transportasi dapat dikelompokkan sebagai berikut, (Warta Pertamina) : 1. Angkutan Jalan (88%) a. Mobil penumpang (mobil pribadi dan taksi) 34% b. Truk (mobil angkutan barang ) 32% c. Sepeda Motor 13% d. Bus 9%) 2. Angkutan Udara 4% 3. Angkutan Laut 7% 4. Kereta Api dan Angkutan sungai, danau, dan penyebrangan 1% Di indonesia pemakaian bahan bakar minyak (BBM) sangat dominan dari tahun 2000-2010 diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,6 pertahun dengan asumsi intensitas pada pemakaian BBM tidak berubah dengan pertumbuhan PDB 5% per tahun). Sedangkan pada tahun 2000, jenis BBM yang paling sering dan banyak digunakan adalah minyak solar (42%), premium (22%) dan minyak tanah (20%). Berdasarkan tingkat konsumsi BBM dimasing-masing moda transportasi serta pertimbangan maka kebijakan dalam penghematan BBM disektor transportasi difokuskan pada transportasi jalan. dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini :

30

Sumber : Menteri Negara PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Gambar 2.4 Grafik Konsumsi Energi Final Berdasarkan Jenis dan Pemakai

Dari Gambar 2.4 diatas merupakan diagram hasil konsumsi energi berdasarkan jenis dan pemakai bahwa konsumen utama BBM adalah sektor transportasi. Potensi untuk menghemat energi disektor ini sangat jelas, karena sistem transportasi sekarang masih mengandalkan kendaraan pribadi dan jaringan transportasi yang tidak efisien. Dalam konservasi energi pada sektor transportasi dapat dilakukan dengan mengembangkan angkutan massal, menekan jumlah kendaraan pribadi.

2.4.1. Pertumbuhan Kendaraan Dengan tingkat pertumbuhan pada kendaraan bermotor yang relatif setiap tahun mengalami peningkatan dan diperkirakan dalam 10 tahun yang akan datang permintaan premium mengalami kenaikan yang tinggi, yaitu 8% pertahun, mengingat sektor transportasi merupakan satu-satunya konsumen premium, (Warta Pertamina).

31 Pada tingkat pertumbuhan kendaraan yang tinggi dan apabila tidak diimbangi dengan pengendalian penggunaan yang ketat, terutama untuk jenis kendaraan pribadi, akan berdampak pada tidak mampunya prasarana jalan menampung arus kendaraan, yang pada akhirnya menimbulkan kemacetan, dan sat ini kemacetan menimbulkan permasalahan yang serius dihampir seluruh pusat kota-kota besar. Walaupun kecepatan pada saat lengang/arus bebas dapat mencapai lebih dari 40 km/jam, namun yang terjadi, sebagai akibat kemacetan, kecepatan lalu lintas hanya bisa berkisar kurang dari 30 km/jam, dan kecepatan rata-rata angkutan umum hanya berkisar pada 20 km/jam. Berikut ini adalah gambaran kecepatan rata-rata lalu lintas di wilayah perkotaan, disajikan pada Tabel 2.2 :

Tabel 2.2 Kecepatan lalu lintas di wilayah perkotaan (km/jam)

Kota Kota Kota Kota Jakarta Metropolitan Besar Sedang Kecil Kecepatan rata-rata Diluar jam sibuk 41,1 38,3 35,3 33,8 32,0 Sepanjang hari 27,7 27,9 26,7 27,6 26,2 Jam sibuk 18,2 22,4 23,4 24,2 23,0 Kecepatan rata-rata angkutan umum Diluar jam sibuk 28,2 27,3 25,8 25,2 24,4 Sepanjang hari 19,4 20,2 19,8 20,8 20,1 Jam sibuk 15,5 16,3 17,4 18,4 17,8 Sumber : Urban Transport Policy and Program

Permasalahan tingkat konsumsi bahan bakar juga dipengaruhi oleh kecepatan perjalanan. Kecepatan yang terlalu rendah cenderung mengkonsumsi BBM lebih banyak. Konsumsi BBM paling rendah pada kecepatan antara 60-65 km/jam. Pada kecepatan yang lebih rendah (umumnya saat kondisi jalan macet) konsumsi BBM akan cenderung lebih boros, demikian pula pada kecepatan yang terlalu tinggi. Kebijakan dan Strategi menghemat energi terutama BBM merupakan kegiatan

32 menggunakan energi secara efisien, untuk menerapkan kebijakan- kebijakan khusus dalam upaya mengurangi atau menghemat BBM, ada dua pendekatan yang digunakan untuk tujuan penghematan pengguna- an BBM, yaitu :

A. Efisiensi Penggunaan BBM 1. Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum a. Pengembangan Angkutan Umum Pengembangan angkutan umum yang nyaman dapat menarik pengguna kendaraan pribadi guna untuk beralih ke angkutan umum, yang secara penggunaan energi per penumpangnya sudah pasti lebih efisien daripada penggunaan kendaraan pribadi, dapat dilihat Tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.3 Konsumsi Energi per Kendaraan

Sumber : Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat

33

Sumber : Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Gambar 2.5 Grafik Perbandingan Konsumsi Energi Antara Kendaraan Umum dan Kendaraan Pribadi

Dari diagram di atas konsumsi energi rata - rata untuk kendaraan pribadi jenis sepeda motor dan mobil konsumsi BBM relatif tinggi dibandingkan dengan konsumsi energi kendaraan umum (bus). Rata - rata perbandingan konsumsi energi mobil adalah 4 - 16 kali konsumsi energi untuk moda bus, di bawah ini terdapat Gambar 2.6 tentang konsumsi BBM angkutan umum berdasarkan jenis kendaraannya.

Sumber : Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Gambar 2.6 Grafik Konsumsi Bahan Bakar Minyak Angkutan Umum

34 Untuk konsumsi bahan bakar minyak menurut berbagai jenis dan ukuran kendaraan pada angkutan umum, terlihat bahwa semakin besar kendaraannya semakin kecil tingkat konsumsi BBM per penumpang kilometer. Kebijakan peningkatan penggunaan angkutan umum secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu : 1. Pada kota-kota kecil dan sedang dimana faktor permintaan jasa transportasi tidak terlalu tinggi, maka pendekatan pengembangan angkutan umum adalah dengan menyediakan sarana yang mampu untuk menampung pergerakan orang serta menjangkau kawasan di perkotaan. 2. Kota besar dan metropolitan dimana permintaan jasa transportasi tinggi, untuk pendekatan yang dilakukan adalah dengan menjamin ketersediaan sarana angkutan umum berkapasitas besar yang mampu menampung mobilitas orang dengan waktu yang cepat dan dapat menjangkau pelosok kawasan perkotaan. Peningkatan akan kepenggunaan angkutan umum yang dilakukan melalui strategi pengembangan angkutan umum yang berbasis wilayah dan masyarakat, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : a. Jangka Pendek 1) Penyediaan fasilitas untuk pejalan kaki dan pesepeda yang ramah lingkungan dari/ke tempat pemberhentian angkutan umum (halte/stasiun) 2) Penyediaan fasilitas park and ride pada ujung-ujung titik tujuan guna untuk menarik pengguna kendaraan pribadi 3) Melestarikan angkutan yang tidak bermotor atau angkutan tradisional untuk angkutan umum permisalan andong 4) Mendorong proyek-proyek percontohan angkutan massal yang berbasis jalan b. Jangka Menengah 1) Penyusunan jaringan pelayanan angkutan umum yang terstruktur dengan baik sesuai dengan hirarki pelayanan berdasarkan potensi demand dan pemanfaatan lahan yang tersedia.

35 2) Pembuatan desain karoseri terhadap angkutan umum yang adaptable, yang dapat dimanfaatkan oleh semua kelompok masyarakat khususnya untuk kelompok usia lanjut lansia, ibu hamil dan penyandang disabilitas. 3) Pengembangan angkutan massal berbasis jalan melalui penerapan BRT (Bus Rapid Transit) seperti busway yang telah diterapkan di kota - kota besar di Indonesia. Sedangkan kota sedang perlu mempertimbangkan penggantian angkutan umum yang menggunakan kendaraan dengan kapasitas kecil (MPU) dengan kendaraan yang berkapasitas besar bus terutama pada lalu lintas utama, di bawah ini dapat di lihat Tabel 2.4 :

Tabel 2.4 Jenis angkutan berdasarkan ukuran kota dan trayek

Sumber : Keputusan Dirjen Hubdat No. SK.687/AJ.206/DRJD/2002

B. Peningkatan Kualitas Pelayanan Angkutan umum Kualitas pelayanan angkutan umum mencakup beberapa hal. sebagai berikut : a. Kenyamanan dalam kendaraan, antara lainnya yaitu : kesesuaian terhadap standar pelayanan minimal

36 b. Keandalan pelayanan, antara lain : 1) Kepastian untuk mendapatkan angkutan tanpa harus menunggu terlalu lama 2) Kepastian sampai pada tempat tujuan tanpa harus terhambat kemacetan Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan : a. Jangka pendek 1) Menghentikan perizinan atas angkutan kota berkapasitas kecil (MPU) 2) Menyusun standar pelayanan minimal (SPM) yang mencakup antara lain spesifikasi kendaraan, fasilitas tanggap darurat, kualifikasi awak kendaraan umum, sistem informasi pelayanan angkutan umum dll. 3) Peremajaan angkutan kota atau pemeliharaan 4) Memberikan prioritas penggunaan jalan bagi angkutan umum b. Jangka menengah 1) Penerapan SPM angkutan umum 2) Penataan prosedur perizinan c. Jangka panjang 1) Restrukturisasi usaha angkutan umum

C. Tarif yang terjangkau Prinsipnya pada tarif angkutan umum ditentukan berdasarkan mekanisme pasar, namun dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat pemerintah dapat menetapkan tarif angkutan umum. Dalam hal besaran tarif yang telah ditentukan oleh pemerintah lebih rendah dari biaya pokok untuk memenuhi SPM dan margin, oleh sebab itu maka pemerintah berkewajiban memberikan subsidi, berupa subsidi secara langsung yang dimaksudkan berupa sejumlah uang yang diberikan langsung kepada operator, maupun secara tidak langsung. Subsidi tidak langsung yang telah diberikan oleh pemerintah pada prinsipnya adalah fasilitasi untuk menekan biaya pokok pada angkutan.

37 a. Jangka Menengah 1) Keringanan pada pajak kendaraan bermotor untuk angkutan umum 2) Pengurangan PPN untuk pengadaan pada sarana angkutan umum 3) Keringanan atau pembebasan biaya uji berkala kendaraan dan biaya masuk import maupun suku cadang (angkutan umum) b. Jangka Panjang Dengan cara melanjutkan program-program jangka menengah, berikut ini adalah ilustrasi contoh penghematan yang dapat diperoleh dengan adanya peningkatan penggunaan angkutan umum, terutama dari beralihnya masyarakat dari penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum (bus) Contoh kasus : Koridor busway Blok M – Kota dengan panjang jalan pulang-pergi 25,8 Km, rata-rata penumpang busway setiap hari sebanyak 47,443 perhari, dalam rincian tersebut dari prosentase 16,9% (8,018) dari keseluruhan penumpang tersebut adalah yang beralih dari kendaraan pribadi (sebelum ada busway). Dengan load factor rata- rata kendaraan pribadi adalah 1.5, berarti ada sekitar 5.345 kendaraan pribadi yang keluar dari koridor tersebut.

Kendaraan Uraian Busway Pribadi Rata-rata LF (Pnp/kendaraan) 1.5 68 Konsumsi BBM (Km/l) 8 3 Produktivitas (Pnp-Km/l) 12 204 Harga BBM (Rp/liter) 2400 2100 Biaya satuan BBM (Rp/Pnp-Km) 200 10,29 Biaya BBM Blok M – Kota, PP 5.160 266 (Rp/Pnp) Total Biaya untuk 8.018 41.372.880 2.129.486 Penumpang (Rp/Hari) Biaya Penghematan BBM (Rp/Hari) 39.243.394 = Rp. 14,3 Milyar per tahun (5,97 juta liter per tahun)

38 Dari hasil analisa singkat contoh kasus diatas penggunaan BBM kendaraan pribadi yang beralih ke busway dapat menghemat 5,97 juta liter disetiap tahunnya.

Rangkuman Pola perjalanan masyarakat pada suatu wilayah pasti dibatasi oleh batasan wilayah dan dipadati dengan aktifitas masyarakat yang tercermin dalam peruntukan dan tata guna lahan kriteria tata guna lahan di perkotaan antara lain untuk wilayah perkantoran, perdagangan, pendidikan, tempat tinggal, dan pariwisata berbagai kepentingan spesifik yang lainnya dinilai bahwa tata guna lahan berpengaruh terhadap perilaku perjalanan dan terhadap biaya perjalanan dan berbagai contoh menunjukkan bahwa peningkatan akses tidak akan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi tanpa diimbangi dengan penerapan kebijakan lain semisal road pricing atau biaya parkir mahal dan pelayanan angkutan umum yang memadai. Kemudahan mendapatkan kendaraan bermotor secara pribadi juga ikut serta mendorong terjadinya tingkat kepadatan yang tinggi pula dijalan, Hal tersebut terjadi akibat kebutuhan akan mobilitas yang semakin tinggi namun tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas angkutan umum yang memadai. Dalam Undang-Undang No.14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa lalu lintas dan angkutan jalan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Artinya bahwa pengadaan dan penyelenggaraan angkutan umum itu ada pada pemerintah. Dikarenakan menyangkut kepentingan orang kebanyakan yang mampu mendukung kegiatan sosial dan ekonomi, maka penyelenggaraanya harus diatur secara ketat dan bijaksana. Permintaan transportasi merupakan proses yang berusaha menghubungkan antara kebutuhan akan jasa transportasi dengan kebutuhan sosial ekonomi yang menimbulkan transportasi tersebut, Upaya pembenahan pada kondisi transportasi perkotaan terus dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah pusat melalui regulasi transportasi yang telah disusun dalam UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan jalan, telah mewajibkan seluruh pemerintah daerah menerapkan sistem transportasi yang handal dan modern dan 39 cenderung ke angkutan umum, yang ketersediaannya seimbang dengan kebutuhan pergerakkan. Mobilitas penumpang dan barang juga harus terjamin, pada misalnya dengan penyediaan alat angkut yang memadai yang dilengkapi oleh fasilitas pendukungnya. Dengan meningkatkan penggunaan angkutan umum dapat menghemat BBM, Pengembangan angkutan umum yang nyaman dapat menarik pengguna kendaraan pribadi guna untuk beralih ke angkutan umum, yang secara penggunaan energi per penumpangnya sudah pasti lebih efisien dari pada penggunaan kendaraan pribadi, perbandingan konsumsi energi atau BBM bus adalah 720 Kj dan sepeda motor lebih besar sebanyak 1.500 Kj. Menurut keputusan Dirjen Perhubungan Darat No.SK.687/AJ.206/DRJD/2002 jika suatu wilayah (kota besar) dengan penduduk 500.000 – 1.000.000 dalam klasifikasi trayek menggunakan bus besar, dan untuk peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum mencakup beberapa hal antara lain, kenyamanan, kepastian waktu real time, tarif yang terjangkau seperti penerapan bus BRT. Pada tingkat pertumbuhan kendaraan yang tinggi dan apabila tidak diimbangi dengan pengendalian penggunaan yang ketat, terutama untuk jenis kendaraan pribadi, akan berdampak pada tidak mampunyai prasarana jalan menampung arus kendaraan, yang pada akhirnya menimbulkan kemacetan, dan saat ini kemacetan menimbulkan permasalahan yang serius dihampir seluruh pusat kota-kota besar. Peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu : jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang. Pengembangan angkutan massal berbasis jalan melalui penerapan BRT (Bus Rapid Transit) seperti busway yang telah diterapkan di kota - kota besar di Indonesia. Sedangkan kota sedang perlu mempertimbangkan penggantian angkutan umum yang menggunakan kendaraan dengan kapasitas kecil (MPU) dengan kendaraan yang berkapasitas besar bus terutama pada lalu lintas utama.

Latihan Soal 1. Apa yang anda ketahui tentang pola perjalanan masyarakat ? 2. Sebutkan dan jelaskan penyebab terjadinya migrasi !

40 3. Sebutkan ciri-ciri kinerja transportasi di negara berkembang, serta sebutkan contohnya ! 4. Sebutkan cara meningkatkan kualitas pelayanan ! 5. Sebutkan strategi pengembangan angkutan umum yang berbasis wilayah dan masyarakat ! 6. Menurut anda, apakah tata guna lahan berpengaruh dalam pola perjalanan masyarakat !

Daftar Pustaka Crane, R., (1999), “The Impacts of Urban Form on Travel : A Critical Review” , Working Paper, WP99RC1, Lincoln Institute for Land Policy (www.lincolnist.edu) Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Hobbs, F.D, (1995), Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas. Yogyakarta: Gajah- Mada University Press. Kanafi, Adib., (1983), Transportation Deman Analisys. Mc. Grand-Hill. Book Company, New York. Litman T., Steele R., (2010), “Land Use Impacts on Transport, How Land Use Factors Affect Travel Behavior”, Victoria Transport Policy Institute. Morlok, E. K., (1991), Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Penerbit Erlangga Jakarta. Meyer, Michael D., dan Erick J. Miller, (1984), Urban Transportation Planning : A Decision-Oriented Approach. Mc Graw-Hill Book Company, New York. Miro, Fidel, (2005), Perencanaan Transportasi untuk Mahasiswa, Perencana dan Praktisi. Erlangga Jakarta. Purboyo, (2007), Perkembangan Kota dan Panjang Perjalanan Penduduk Pinggiran Bandung, Proceeding Purna Tugas Prof. Koesbiantoro, ITB, Bandung.

41 Tamin Ofyar, Z, (2000), Perencanaan dan Permodelan Transportasi, Edisi kedua. ITB Bandung. Tamin, O.Z., (1997), Perencanaan dan Permodelan Transportasi, Institut Teknologi Bandung. Wells G.R, (1975), Comprehensive Transport Planning, London Charles Griffin. Yamane K., Fujiwara A., Zhang J., (2005), “Analysis Of Travel Behavior Array Pattern From The Perpective Of Transportation Policies”, Journal of The Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol.6.

42

BAB III ANGKUTAN UMUM MASSAL BUS RAPID TRANSIT

A. Tujuan Instruksional Umum 1. Mahasiswa mengenal secara umum angkutan umum massal 2. Mahasiswa memahami secara umum tentang kondisi angkutan umum massal Bus Rapid Transit 3. Mahasiswa dapat menilai peranan angkutan umum Bus Rapid Transit pada masyarakat

B. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan : 1. Dapat menjelaskan tentang angkutan umum massal 2. Dapat menjelaskan kegunaaan Bus Rapid Transit untuk masyarakat 3. Dapat menjelaskan peranan teknologi pada Bus Trans Semarang

43 3.1. Angkutan Umum Angkutan umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar, termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air dan angkutan udara (Warpani, 1990). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1993 tentang angkutan jalan dijelaskan angkutan adalah pemindahan orang atau barang dari satu tempat ketempat lain dengan menggunakan kendaran. Sedangkan untuk kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang dilayani dengan trayek tetap atau lentur dan tidak dalam trayek. Tujuan utama dengan keberadaan angkutan umum penumpang adalah menyelenggarakan pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat, untuk ukuran pelayanan yang baik adalah pelayanan yang aman, cepat,murah dan nyaman, dan mengandung arti pengurangan volume lalu lintas kendaraan pribadi, hal ini dimungkinkan karena angkutan umum penumpang bersifat angkutan umum massal sehingga biaya angkut dapat dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang. Banyaknya penumpang menyebabkan biaya penumpang dapat ditekan serendah mungkin (Warpani, 1990). Angkutan umum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : 1. Angkutan umum yang disewakan (Paratransit) Yaitu pelayanan jasa yang dapat dimanfaatkan oleh setiap orang berdasarkan ciri tertentu, misalnya : tarif dan rute, pada umumnya tidak memiliki trayek dan juga jadwal yang tetap, misalkan : Taksi, pada pelayanan utamanya angkutan ini adalah melayani permintaan. 2. Angkutan umum massal (Masstransit), yakni layanan jasa angkutan yang memiliki trayek dan jadwal yang tetap, karena jelas rute yang akan dilewati berdasarkan ketentuan jalur perjalanan misalnya : bus, kereta api, jenis layanan ini merupakan layanan yang tersedia tetap, baik jadwal, tarif maupun lintasannya (Warpani, 1990).

44 Berdasarkan penjelasan angkutan umum massal (Masstransit), jenis angkutan umum massal dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Heavy Rapid Transit Yaitu sistem angkutan yang menggunakan kereta berkinerja tinggi, dimisalkan mobil rel bertenaga listrik yang beroperasi dijalur-jalur khusus eksklusif, biasanya tanpa persimpangan, dengan bangunan stasiun besar. 2. Light Rapid Transit Yaitu merupakan sistem sarana transportasi terpadu untuk mengangkut penumpang dimana karakteristiknya berbeda dengan kereta api konvensional merupakan lanjutan pengembangan dari angkutan trem, LRT ini suatu moda transportasi yang menggunakan lajur khusus, digerakan dengan energi listrik dan menawarkan kapasitas penumpang yang besar, kecepatan tinggi, aman dan nyaman, biaya terjangkau. 3. Bus Rapid Transit Merupakan angkutan berorientasi pelanggan yang berkualitas tinggi, yang memberikan mobilitas perkotaan yang cepat, nyaman dan murah, dalam BRT mengkombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan dan elemen-elemen sistem transportasi pintar ke dalam sistem yang terpadu dan memilik identitas yang unik, dan BRT memiliki kelebihan menaik turunkan penumpang dengan cepat, pembelian tiket dengan e-ticketing bekerjasama dengan GO- JEK (Gopay) dalam sistem tiketnya, halte dan stasiun yang nyaman, serta pelayanan pengguna yang baik, di tempat lain BRT dikenal dan termasuk sistem bus berkapasitas tinggi, sistem bus berkualitas tinggi, bus metro, bus ekspres, dan busway.

Keberadaaan angkutan umum senantiasa membawa dampak yang luas bagi masyarakat, lingkungan maupun tatanan sosial lainnya. Secara umumnya ada dua tujuan utama dari keberadaan angkutan umum. Pertama-tama adalah supaya masyarakat walaupun tanpa menggunakan kendaraan pribadi dapat dan mampu menikmati kebutuhan ekonomi dan sosial dengan baik dan lancar, yang tidak dapat

45 dipenuhi dengan cara berjalan kaki. Kedua adalah memberikan suatu alternatif bagi pengguna atau pengguna kendaraan pribadi, baik dikarenakan fisik maupun ekonomi atau menjaga kemungkinan yang tidak diinginkan dalam bidang sosial ekonomi (Morlok, 1991). Pelayanan angkutan umum dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan jenis rute dan perjalanan yang dilayani (Khisty, 2006), yaitu : 1. Angkutan jarak pendek adalah pelayanan kecepatan rendah pada kawasan sempit. 2. Angkutan kota, yang merupakan jenis yang paling lazim melayani orang-orang yang membutuhkan transportasi di dalam kota. 3. Angkutan regional melayani perjalanan jauh.

3.2. Gambaran Umum Transportasi Massal Bus Rapid Transit Transportasi secara umum dapat diartikan sebagai usaha pemindahan, atau pergerakan orang atau barang dari suatu lokasi, lokasi asal, ke lokasi lain, yang disebut lokasi tujuan, untuk keperluan tertentu dengan menggunakan alat tertentu pula (Miro, 2012), Tingkat pertumbuhan pergerakan yang sangat tinggi tetapi tidak diimbangi dengan pertumbuhan prasarana transportasi yang memadai, mengakibatkan terganggunya aksesibilitas dan mobilitas (Nurfadli et al., 2015), Hal tersebut secara otomatis akan menuntut perkembangan dan penambahan prasarana transportasi. Bus Rapid Transit (BRT) merupakan salah satu angkutan umum massal yang dibutuhkan dinegera berkembang dengan anggaran terbatas seperti di Indonesia (Suprayitno & Upa, 2017), dengan memodernisasi menerapkan teknologi pada BRT, masalah yang berkaitan dengan kemacetan lalu lintas akan berkurang ini adalah salah satu moda transportasi umum yang efisien dan hemat biaya bagi para penumpang (Dastagir et al. 2015). Kota – kota besar di Indonesia seperti halnya Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Semarang dan kota di wilayah lainnya yang sudah mengoperasikan BRT.

46 3.2.1. Kondisi Umum Bus Rapid Transit Tangerang (Bus Trans Tangerang) Trans Kota Tangerang adalah sistem transportasi Bus Rapid Transit yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Desember 2016 di Kota Tangerang, . Layanan BRT ini diciptakan untuk mengurangi kemacetan dan menyediakan kendaraan massal yang nyaman, aman, bersih, dan cepat. Untuk saat ini, baru terdapat 2 koridor yang melayani dari Terminal Poris Plawad, Cibodas hingga Jatiuwung. Koridor ini beroperasi mulai dari 05.00 hingga 22.00 dengan tarif Rp 2.000,- untuk umum dan Rp 1.000,- untuk pelajar. Penggunaan Bus Rapid Transit yang dikenal sebagai Trans Tangerang sebuah sistem bus dengan menggunakan jalur lalu lintas yang dicampur dengan kendaraan lainnya (mix traffic) atau masih belum menggunakan jalur khusus yang dikembangkan untuk melayani pengguna di wilayah Kota Tangerang secara lebih nyaman, aman, teratur terjadwal dan terjangkau serta terintegrasi. 1. Nyaman : Pada Pelayanan BRT Trans Tangerang memilik armada bus yang terdapat alat pendingin dan operasionalnya tidak memungkinkan adanya para pedagang dan pengamen sehingga penumpang dapat menikmati perjalanannya dengan nyaman. 2. Aman : Terdapat kamera pemantau dan menyiapkan satuan pengamanan yang tersedia di halte peduli terhadap rasa aman terhadap penumpang 3. Teratur : Dalam menaik dan menurunkan penumpang pada fasilitas yang disediakan 4. Terjadwal : mendorong terjaminnya layanan bagi penumpang dengan menyiapkan jadwal operasional, jadwal keberangkatan dan kedatangan secara tetap. 5. Terjangkau : memiliki tarif yang, murah bagi penumpang 6. Terintegrasi : selain merupakan layanan angkutan pada koridor utama kota tangerang juga mempunyai peran sebagai angkutan feeder yang terintegrasi dengan layanan Trans Jabodetabek serta sebagai angkutan pemadu moda yang menghubungkan wilayah Kota Tangerang dan sekitarnya.

47 Hal ini merupakan upaya untuk mewujudkan transportasi umum yang lebih baik sesuai dengan standar pelayanan dan mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat, selain itu BRT Trans Tangerang dihadirkan oleh pemerintah kota guna mereduksi kepenggunaan kendaraan pribadi yang setiap tahun meningkat, dan mengurangi pengoperasian angkutan kota yang kondisinya sudah tidak layak jalan, serta dapat memudahkan masyarakat pada Kota Tangerang yang ingin pergi dengan jarak jauh dengan tarif yang relatif murah, peningkatan jumlah kendaraan pribadi berikut ini adalah tabel jumlah kendaraan pribadi di Kota Tangerang dapat dilihat di Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Peningkatan Jumlah Kendaraan Pribadi di Kota Tangerang

Kenaikan Jumlah Kendaraan Pribadi Tahun Per-Tahun Mobil Motor 2013 87,027 410,755 2014 94,334 570,665 2015 100,503 709,609 2016 130,76 809,7 2017 150,304 1,000,102 Sumber : Dinas Perhubungan Kota Tangerang, 2017

Semakin tinggi jumlah kepemilikan kendaraan bermotor maupun kendaraan pribadi di Kota Tangerang menyebabkan timbulnya kemacetan di jalanan, karena Kota Tangerang termasuk kota besar dan pemerintah berupaya untuk menyelenggarakan angkutan umum massal BRT (Bus Rapid Transit) Trans Tangerang untuk mengurangi kemacetan di Kota Tangerang, permasalahan lainnya karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui benar adanya BRT (Bus Rapid Transit) Trans Tangerang karena kurangnya sosialisasi atau promosi iklan telah diselenggarakan BRT (Bus Rapid Transit) Trans Tangerang maupun pemerintah Kota Tangerang dan tentang trayek yang dilintasi BRT (Bus Rapid Transit) Trans Tangerang yang membuat penumpang menunggu terlalu lama, menjadi rendahnya minat masyarakat Kota 48 Tangrang dan memilih menggunakan kendaraan pribadi ataupun angkutan yang berbasis online, pada tahun 2017 masih sepinya peminat penumpang BRT (Bus Rapid Transit) Trans Tangerang hingga beberapa bulan pengoperasiannya padahal tarif BRT (Bus Rapid Transit) masih digratiskan disepanjang tahun 2017, dan jalur yang bercampur dengan kendaraaan lain menyebabkan kemacetan serta penumpukan yang luar biasa yang susah diuraikan oleh pemerintah Kota Tangerang karena tingkat penggunaan kendaraan pribadi yang semakin meningkat dari tahun ke tahunnya. Berikut ini adalah kondisi BRT (Bus Rapid Transit) Trans Tangerang pada Gambar 3.1 di bawah ini.

Sumber : Efektifitas pengelolaan Bus Rapid Transit Trans Tangerang, Anggita Adeliani 2018 Gambar 3.1 Kondisi BRT Trans Tangerang

A. Pelayanan Koridor BRT Trans Tangerang Sejak awal rencana dalam pengoperasian baru dibuka 1-6 koridor, kedepannya BRT Trans Tangerang direncanakanan memiliki beberapa koridor, antara lain : a. Koridor 1 : Terminal Poris Plawad – Jatake b. Koridor 2 : Terminal Poris Plawad – Cibodas/Karawaci c. Koridor 3 : Terminal Poris Plawad – Ciledug d. Koridor 4 : Terminal Poris Plawad – Bandara Soekarno Hatta e. Koridor 5 : Terminal Poris Plawad – Cadas f. Koridor 6 : Koridor Lingkar (Circle Koridor )

49

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Tangerang, 2017 Gambar 3.2 Pengembangan Jaringan BRT Trans Tangerang

Tabel 3.2 Jumlah Penumpang BRT Trans Tangerang 2017-2018

Jumlah Penumpang No Bulan Selisih Keterangan Umum Pelajar 1 Januari 2017 3117 0 2 Februari 2017 4078 0 961 Naik 3 Maret 2017 13101 0 9023 Naik 4 April 2017 17908 0 4807 Naik 5 Mei 2017 16700 2128 920 Naik 6 Juni 2017 14841 290 -3697 Turun 7 Juli 2017 20311 1320 6520 Naik 8 Agustus 2017 25795 4650 8794 Naik 9 September 2017 23219 865 -6361 Turun 10 Oktober 2017 29221 1251 6388 Naik 11 November 2017 36262 2039 7829 Naik 12 Desember 2017 35030 2404 -867 Turun 13 Januari 2018 26894 4315 -6225 Turun 14 Februari 2018 22496 2366 -6347 Turun 15 Maret 2018 22167 2248 -447 Turun 16 April 2018 19906 1626 -2883 Turun Sumber : UPTD Angkutan Umum Massal Dinas Perhubungan Kota Tangerang, 2018

50 B. Fasilitas pada BRT Trans Tangerang Pada fasilitas BRT Trans Tangerang terdiri dari armada BRT, Halte khusus, sistem ticketing BRT, dan sistem informasi BRT, antara lain sebagai berikut : 1. Armada BRT Model Bus gambaran desain luar dan dalam bus penumpang khusus (single bus) ¾. Untuk kapasitas angkut penumpang duduk sebanyak 20 dan untuk penumpang berdiri sejumlah 20, komponen pendukung bus berupa fasilitas pendingin AC, pintu darurat, tabung gas pemadam kebakaran, palu pemecah kaca jika keadaan darurat, serta gantungan tangan, berikut ini adalah Gambar 3.3 detail bus :

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Tangerang, 2017 Gambar 3.3 Desain sarana bus ukuran ¾ tampak luar tampak dalam

51 2. Halte BRT Halte yang disediakan sudah permanen selain untuk penumpang normal, juga untuk penumpang berkebutuhan khusus (disabilitas), dan terdapat ruang bagi para pejalan kaki yang akan melintasi halte BRT, terdapat sirkulasi udara memberikan kenyaman pada penumpang yang sedang menunggu BRT, serta kapasitas tunggu penumpang yang memadai berikut ini adalah Gambar 3.4 di bawah :

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Tangerang, 2017 Gambar 3.4 Desain Halte/Shelter Tampak Depan, Kanan dan Kiri

3. Sistem Ticketing BRT Pada tahap awalnya pengoperasian menggunakan tiket karcis (manual), dan kedepan direncanakan menggunakan e-ticketing, saat pembelian tiket dilakukan oleh pengawas BRT, Pada saat melakukan transit penumpang tidak dikenakan lagi untuk biaya pembelian tiket terkecuali penumpang tidak meninggalkan halte dapat dilihat Gambar 3.5 di bawah ini 52

Sumber : Efektivitas pengelolaan Bus Rapid Transit, Anggita Adeliani, 2018 Gambar 3.5 Tiket karcis manual BRT Trans Tangerang

4. Sistem Informasi BRT Sistem informasi Bus Rapid Transit (BRT) merupakan sistem bus yang cepat, nyaman, aman dan tepat waktu dari infrastruktur, kendaraan dan jadwal. Pada setiap armada bus dilengkapi dengan GPS Tracker yang aktif dan terhubung dengan pusat pengendali layanan BRT sehingga operasionalnya terpantau secara real time, masih direncanakan pada setiap halte dipasang fasilitas informasi bagi penumpang secara elektronik yang terintegrasi dengan pusat pengendali layanan BRT, sehingga memberikan kepastian operasional bagi penumpang secara cepat dan tepat.

3.2.2. Kondisi Umum Bus Rapid Transit Semarang (Bus Trans Semarang) Setiap bus dibuat dengan mengutamakan keselamatan dan kenyamanan penumpang. Sebagai contoh, badan (body) bus dibuat dengan menggunakan Galvanyl (Zn – Fe Alloy), metal yang padat dan tahan terhadap karat. Selain itu ada palu pemecah kaca sebanyak 8 sampai 10 buah palu pemecah kaca. Juga terdapat alat pemadam kebakaran portable. Pada umumnya, BRT menggunakan bahan bakar gas alam. Kapasitas setiap bus terdiri dari 30 tempat duduk dan kapasitas 55 penumpang berdiri. Pada jam-jam sibuk jumlah 53 penumpang bisa menyampai 80 penumpang per bus, untuk meningkatkan pelayanan dan mengurangi kepadatan penumpang di halte transit, operator BRT Semarang menambah rute langsung berdasarkan sistem jaringan dan dapat diakses sesuai dengan tujuan penumpang. Standar BRT adalah alat evaluasi untuk koridor Bus Rapid Transit di seluruh dunia, berdasarkan praktik terbaik internasional. [1] Standar ini menetapkan definisi umum BRT dan mengidentifikasi praktik terbaik BRT, serta berfungsi sebagai sistem penilaian untuk memungkinkan koridor-koridor BRT dievaluasi dan diakui dalam aspek desain dan manajemen yang unggul. Standar ini disusun oleh Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) pada tahun 2012 untuk memastikan bahwa koridor BRT di seluruh dunia memenuhi standar kualitas minimum dan memberikan manfaat bagi penumpang, ekonomi, dan lingkungan secara konsisten. Selain berfungsi sebagai gambaran umum elemen desain BRT, Standar ini dapat digunakan untuk mengevaluasi koridor BRT yang ada dan menyatakannya sebagai koridor dengan peringkat Basic, Bronze, Silver, atau Gold. Koridor yang gagal memenuhi standar minimum untuk peringkat basic tidak dapat dianggap sebagai BRT.

A. Pelayanan Koridor BRT Trans Semarang Trans Semarang telah menjadi primadona warga kota Semarang dan sekitarnya dalam bepergian dikarenakan tarif yang relatif terjangkau, ketepatan waktu, serta armadanya yang telah berpendingin udara, kecuali Koridor Bandara, Trans Semarang beroperasi dari jam 05.30 - 17.30 WIB (dimana Koridor Bandara beroperasi dari jam 18.00 - 00.00 WIB). Pada tahun 2017 BRT Trans Semarang memiliki koridor berjumlah 6, dan jumlah penumpang BRT Koridor I-VI, berikut Tabel 3.3 jumlah armada BRT Trans Semarang pada tahun 2017, sebagai berikut :

54 Tabel 3.3 Jumlah armada BRT Trans Semarang Tahun 2017

JUMLAH RUTE KORIDOR TOTAL NO ARMADA ARMADA KORIDOR RUTE SO SGO Terminal Mangkang - Terminal 1 I 24 1 25 Penggaron Terminal Terboyo - Terminal 2 II 24 2 26 Sisemut 3 III Pelabuhan - Akpol - Pelabuhan 16 16 Terminal Cangkiran - Stasiun 4 IV 24 2 26 Tawang 5 V PRPP – Meteseh 14 2 16 6 VI UNNES - UNDIP 14 2 16 Sumber : UPTD BLU BRT Trans Semarang

Aspek-aspek yang mendukung kualitas BRT Trans Semarang sebagai berikut : Reliability (Keandalan atau kualitas pelayanan), Assurance (Jaminan), Empathy (Empati), Responsiveness (diperhatikannya keluhan pelanggan), Tangible (fasilitas fisik dan kelengkapan). Di bawah ini Gambar 3.6 Peta Jaringan BRT Semarang BRT Trans Semarang, dan Tabel 3.4 Jumlah Penumpang BRT koridor I-IV Tahun 2010-2017 (Periode Data s/d 31 Agustus 2017) sebagai berikut :

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Semarang, 2017 Gambar 3.6 Peta Jaringan BRT Semarang 55 Tabel 3.4 Jumlah Penumpang BRT koridor I-IV Tahun 2010-2017 (Periode Data s/d 31 Agustus 2017)

KORIDOR I-VI Tahun Umum Pelajar Total 2010 260,416 108,91 369,326 2011 1,195,536 483,106 1,678,542 2012 1,431,811 528,389 1,960,200 2013 3,118,690 702,455 3,821,145 2014 4,228,661 1,558,640 5,787,301 2015 5,931,699 2,092,170 8,023,869 2016 5,844,289 1,874,263 7,718,552 2017 4,315,702 1,412,104 5,727,806 Total 26,326,704 8,760,037 35,086,741 Sumber : UPTD BLU BRT Trans Semarang

Gambar 3.7 Grafik Kenaikan Jumlah Penumpang BRT Koridor I-VI 2010-2017

Berdasarkan data UPTD BLU BRT Trans Semarang koridor I-VI diatas jumlah penumpang keseluruhan selama 10 tahun terakhir penumpang umum sebanyak 26.326.704, penumpang pelajar sebanyak

56 8.760.037 dan untuk peningkatan penumpang ditujukan pada Grafik 3.7 bahwa ditahun 2015 jumlah penumpang tertinggi dengan jumlah totalnya 8.023.869 dengan jumlah penumpang umum 5.931.699 dan pelajar sebesar 2.092.170 orang penumpang, dari hasil rekapitulasi terakhir pada periode akhir agustus 2017 menunjukan jumlah penumpang pada tahun 2017 mengalami penurunan dan diakumulasi- kan dalam jumlah keseluruhan sebanyak 5.727.806, dalam kategori umum sebanyak 4.315.702 orang dan untuk jumlah pelajar sebanyak 1.412.104 penumpang. Keberadaan Bus Trans Semarang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, apabila tidak ditangani secara baik dan benar akan menjadi suatu masalah bagi kota semarang, pada pelayanannya Bus Trans Semarang memiliki standar pelayanan sebagai acuan untuk memberikan layanan untuk masyarakat, dan dapat diharapkan memenuhi harapan masyarakat di Kota Semarang untuk melayani kebutuhan transportasi publik yang handal dan profesional, dapat di lihat pada Tabel 3.5 : Tabel 3.5 Standar Pelayanan minimal BRT Semarang, Arinha Pratitha Maitri, dkk (2014)

Kehandalan pelayanan 1 Ukuran BRT a. Rencana Headway Jarak antara kendaraan satu terhadap kendaraan berikutnya yang diatur pada terminal, dalam hal ini digunakan menit b. Waktu menaikkan dan maksimal 20 detik (halte kecil) dan menurunkan penumpang maksimal 30 detik (halte besar) c. Jarak Antara pintu bus Jarak antara pintu bus dan halte secara dan halte lateral < 15 cm , vertikal < 5 cm d. Kecepatan perjalanan Kecepatan tertinggi adalah 30 km/jam, dan terendah 18 km/jam e. Kehandalan armada Maksimum gangguan operasi bus akibat gangguan operasi/kerusakan adalah 10 kejadian dari 200.000 km layanan BRT f. Konsistensi jam Waktu kegiatan pelayanan yaitu waktu sejak pelayanan pukul 05.00 wib (pemberangkatan awal) sampai dengan 21.00 wib (pemberangkatan akhir)

57 Keamanan dan 2 Ukuran Keselamatan BRT a. Keamanan di halte Tidak adanya jumlah korban tindak pidana b. Keamanan di Bus Tidak adanya jumlah korban tindak pidana

c. Keselamatan di halte Tidak adanya korban kecelakaan insiden d. Keselamatan di Bus Tidak adanya korban kecelakaan /insiden Kemudahan pada 3 Ukuran pelayanan BRT a. Kemudahan mendapat- Informasi koridor dan time table tersedia kan informasi tentang BRT secara akurat dan terbaru di semua halte dan bus b. Kemudahan dan kecepat- Kecepatan waktu transaksi tiket 15 detik an penjualan tiket c. Kemudahan melaporkan Pelaporan dapat dilayani di setiap halte dan kehilangan/menemukan direspon dalam kurun waktu < 2x24 jam barang d. Kemudahan menyampai- waktu maksimum 5 menit kan pengaduan, memberi saran Kenyamanan pada 4 Ukuran pelayanan BRT a. Kebersihan di dalam Tidak adanya sampah dan terdapat kotak halte sampah dalam halte b. Penerangan di dalam Penerangan menjangkau semua sudut halte halte c. Kepadatan penumpang di Daya angkut terbanyak kendaraan yang dalam halte dihitung berdasarkan jumlah tempat duduk penumpang dan jumlah penumpang berdiri , digunakan satuan Orang d. Kebersihan di dalam Bus Tidak adanya sampah dan terdapat kotak sampah dalam bus e. Penerangan di dalam Bus Penerangan menjangkau semua sudut bus f. Kepadatan penumpang di Daya angkut terbanyak kendaraan yang dalam bus dihitung berdasarkan jumlah tempat duduk penumpang dan jumlah penumpang berdiri, digunakan satuan Orang g. Suhu di dalam bus Suhu udara di luar bus dikurangi suhu udara di dalam bus

58 h. Kehandalan pengemudi Pengemudi wajib berhati-hati dalam mem- perhatikan keselamatan penumpang, keselamatan pejalan kaki , dan keselamat-an pengguna jalan lainnya serta keselamat-an aset-aset Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Semarang Sumber : Badan Layanan Umum, 2014

B. Fasilitas pada BRT Trans Semarang a. Sarana pendukung di shelter/Halte Shelter / halte berupa bangunan yang berfungsi sebagai tempat pemberhentian Bus Trans Semarang atau tempat transit point pada penumpang, tinggi lantai halte adalah 110 cm yang didesain dan disesuaikan dengan ketinggian lantai BRT. Bahan bangunan terbuat dari rangka besi dan alumunium dengan dinding kaca, dan pintu pada halte berupa pintu geser. Berikut ini beberapa jenis sarana pendukung dihalte, antara lain : 1. Alat Pembaca E-Ticket Alat pembaca e-ticketing berfungsi untuk memotong saldo yang telah terdapat pada kartu prabayar yang disediakan yang beberapa telah disediakan bank yang bekerjasama dengan pihak BRT. Dapat dilihat pada Gambar 3.8 di bawah ini:

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019 Gambar 3.8 E-Ticketing BRT Trans Semarang

59

Sumber : Peraturan Walikota Semarang Nomor 16A, 2017 Gambar 3.9 Tarif BRT Trans Semarang

2. CCTV (Closed Circuit Television) CCTV yang telah dipasang pada halte tertentu merupakan upaya bentuk dari pengamanan untuk membantu dinas perhubungan mengetahui kondisi halte selain itu diharapkan dengan adanya CCTV dihalte dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna Bus Rapid Transit (BRT) dihalte yang sedang menunggu bus. 3. Papan Informasi Merupakan salah satu fasilitas yang ada dihalte berfungsi untuk memberikan informasi titik-titik halte yang ada disepanjang rute daerah pelayanan Bus Rapid Transit (BRT), serta informasi lainnya mengenai pembelian tiket dan data teknis mengenai Bus Rapid Transit (BRT). 4. Jalur Khusus Roda untuk Diffabel Pada beberapa halte sudah dilengkapi jalur khusus untuk kursi roda untuk diffabel berguna untuk memudahkan mereka saat menuju halte, karna lokasi halte pada dasarnya didesain lebih tinggi dari bahu jalan 110 cm, karena menyesuaikan desain pada pintu bus yang tinggi, maka jalur kursi roda dibuat selandai mungkin agar memudahkan diffabel saat menuju ke shelter ataupun akan keluar shelter.

60 5. Marka Bus Stop Merupakan suatu rambu tanda pemberhentian bus untuk pengemudi bus dan untuk penumpang yang akan menaiki bus, dapat naik dan turun pada tanda pemeberhentian bus atau di halte tersebut. 6. Tempat Sampah Pada kebersihan halte menjadi peranan penting untuk menarik para pengguna, dan pada halte semestinya harus memiliki tempah sampah yang besar dan terjaga kebersihannya, agar kebersihan tetap terjaga memberikan rasa nyaman bagi para penumpang dalam waktu menunggu bus di halte. 7. Rambu Hati-hati Pada rambu hati-hati bertuliskan Halte Bus Rapid Transit (BRT) yang merupakan rambu peringatan akan adanya halte Bus Rapid Transit (BRT) dengan acuan jarak (meter), dan sebagai peringatan bagi pengemudi kendaraan lain untuk berhati-hati jika Bus Rapid Transit (BRT) akan datang. b. Armada Bus BRT Trans Semarang Ada beberapa merk Bus yang dioperasikan pada Bus Trans Semarang, antara lain merk Hino, Isuzu, dan Mitsubishi, pada koridor VI tipe bus yang digunakan adalah ukuran medium, dengan desain dan dimensi, Dapat dilihat pada Gambar 3.10 sebagai berikut :

61

Sumber : Purnomo, 2017 Gambar 3.10 Tampak Luar dan Dimensi tipe bus (Medium)

Sumber : Purnomo, 2017 Gambar 3.11 Detail Tampak Interior tipe Bus (Medium)

3.3. Pembenahan Layanan Transportasi Massal Bus Rapid Transit Berdasarkan permasalahan pada transportasi massal khususnya pengguna BRT pada kota semarang masyarakat sudah menanggapi cukup baik dari segi kehandalan atau realibility dalam pelayanan BRT, dan masyarakat masih menilai dan merasakan bahwa jadwal kedatangan Bus Trans Semarang kurang tepat, dan seringkali

62 masyarakat menunggu terlalu lama di halte/shelter, karena kondisi jalan macet dan kondisi kota yang padat akan pengguna kendaraan pribadi, sehingga tidak stabilnya waktu yang dibutuhkan untuk menempuh rute yang telah ditentukan, sedangkan pada permasalah di Kota Tangerang juga semakin banyak pengguna kendaraan pribadi semakin tinggi kemacetan yang terjadi, karna kurangnya sosialisasi oleh Pemerintah Kota Tangerang sehingga masyarakat belum sepenuhnya mengetahui pentingya adanya BRT Trans Tangerang karena kurangnya informasi kepada masyarakat seputar operasional BRT Trans Tangerang membuat para penumpang menunggu kedatangan bus terlalu lama berdampak rendahnya minat masyarakat untuk menggunakan transportasi massal dan memilih menggunakan kendaraan pribadi ataupun angkutan yang berbasis online, maka dari permasalahan tersebut dibutuhkan peningkatan pelayanan untuk menarik minat masyarakat untuk menggunakan layanan transportasi massal BRT (Bus Rapid Transit) dengan memodernisasi sistem layanan berupa informasi berbasis teknologi yang berguna memberikan informasi yang real time tentang Bus Rapid Transit dan dapat merencanakan waktu keberangkatan saat akan beraktivitas, sehingga penumpang dapat mengetahui pada akses perjalanan dan operasional bus.

3.3.1. Sistem Pemantauan dan Layanan Informasi Penumpang Sistem informasi pada transportasi massal merupakan salah satu persyaratan yang diperlukan untuk efektivitas layanan transportasi umum atau massal karena berupaya memberikan informasi berupa kedatangan bus atau waktu keberangkatan, rute bus, biaya/tarif bagi pengguna, jadwal, transit point, dan infromasi lainnya (Politis et al., 2010), pada informasi perjalanan dan jadwal operasional bus akan ditampilkan secara otomatis kepada para penumpang, dalam penggunaan teknologi ini diharapkan dapat menarik lebih banyak orang untuk beralih pada transportasi massal seperti BRT (Bus Rapid Transit), semakin banyaknya penumpang transportasi massal akan berupaya mengurangi masalah kemacetan karena dampak penggunaan kendaraan pribadi, mengurangi polusi udara dan konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak) dapat ditekan dan hemat, berikut ini adalah gambaran

63 sistemastika sistem pemantauan dan informasi bagi penumpang (Sistem monitoring dan Passanger Information System), dapat dilihat pada Gambar 3.12, di bawah ini :

Sumber : Handajani, 2017 Gambar 3.12 Sistem Informasi Pemantauan dan Penumpang

Dengan adanya sistem monitoring dan passanger information system ini dikarenakan kondisi yang tidak biasa dan tak terduga pada jalan dan mempengaruhi kelancaran sistem bus dan pergerakan kendaraan, selain itu juga masalah yang dihadapi dalam keseharian seperti kemacetan lalu-lintas, penundaan yang tidak terduga, jumlah penumpang, waktu pengiriman kendaraan tidak teratur berlangsung dan berpengaruh pada perjalanan penumpang dan harus menunggu kedatangan bus masing- masing, atas ketidaknyamanan yang dialami oleh penumpang ini bisa dihindari dengan mengenalkan suatu sistem yang menyediakan informasi secara real time bagi calon penumpang yang hendak melakukan perjalanan menggunakan bus, informasi real time mengenai lokasi dan perkiraan waktu kedatangan bus, singkatnya proses kinerja sistem monitoring dan passanger information system ini melacak bus guna mengetahui informasi yang realtime dengan menginstal perangkat GPS (Global Positioning System) pada module Bus Trans Semarang yang 64 akan mengirimkan lokasi terkini pada receiver GPS, pada penerima GPS akan dihubungkan dengan komputer dan driver antar muka dan akan menyimpan data secara otomatis yang akan terus melakukannya, sampai modul GPS terhubung ke bus, dari sinilah aplikasi akan mengambil data yang menyimpannya di web server dimana system akan menampilkan informasi real time pada bus.

Rangkuman Pengertian angkutan umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar, termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air dan angkutan udara (Warpani, 1990). Pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang dilayani dengan trayek tetap atau lentur dan tidak dalam trayek. Tujuan utama dengan keberadaan angkutan umum penumpang adalah menyelenggarakan pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat, untuk ukuran pelayanan yang baik adalah pelayanan yang aman, cepat, murah dan nyaman dan mengandung arti pengurangan volume lalu lintas kendaraan pribadi, hal ini dimungkinkan karena angkutan umum penumpang bersifat angkutan umum massal sehingga biaya angkut dapat dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang. Bus Rapid Transit Merupakan angkutan berorientasi pelanggan yang berkualitas tinggi, yang memberikan mobilitas perkotaan yang cepat, nyaman dan murah, dalam BRT mengkombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan dan elemen-elemen sistem transportasi pintar kedalam sistem yang terpadu dan memilik identitas yang unik, dan BRT memiliki kelebihan menaik turunkan penumpang dengan cepat, pembelian tiket dengan e-ticketing bekerja sama dengan GO-JEK (Gopay) dalam sistem ticketnya, halte dan stasiun yang nyaman, serta pelayanan pengguna yang baik, di tempat lain BRT dikenal dan termasuk sistem bus berkapasitas tinggi, sistem bus berkualitas tinggi, bus metro, bus ekspres, dan busway. Bus Rapid Transit (BRT) merupakan salah satu angkutan umum massal yang dibutuhkan di negera berkembang dengan anggaran terbatas seperti di Indonesia (Suprayitno & Upa, 2017), 65 dengan memodernisasi menerapkan teknologi pada BRT, masalah yang berkaitan dengan kemacetan lalu lintas akan berkurang ini adalah salah satu moda transportasi umum yang efisien dan hemat biaya bagi para penumpang (Dastagir et al. 2015). Kota – kota besar di Indonesia seperti halnya Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Semarang dan kota di wilayah lainnya yang sudah mengoperasikan BRT.

Latihan Soal 1. Sebutkan perbedaan angkutan umum ! 2. Sebutkan dan jelaskan angkutan umum massal ! 3. Sebutkan dan jelaskan sarana pendukung dan fasilitas pada BRT Trans Semarang ! 4. Jelaskan menurut anda apa itu angkutan umum ! 5. Jelaskan menurut anda apa perbedaan dari fasilitas Trans Semarang dengan Trans Tanggerang ! 6. Jelaskan kondisi umum Bus Rapid Transit Semarang Tanggerang dan Bus Rapid Transit Semarang !

Daftar Pustaka Anggita Adeliani., (2018), Efektivitas Pengelolaan Bus Rapid Transit Trans Tangerang Di kota Tangerang Skripsi Administrasi Publik, Program Sarjana, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Semarang. Arinha Pratitha Maitri,dkk, (2014), Kualitas Pelayanan Bus Rapid Transit Trans Semarang (BRT) Koridor II di kota semarang (dengan rute terminal terboyo semarang-terminal sisemut ungaran), Administrasi publik, FISIP, Program Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. Dinas Perhubungan Kota Tangerang (2017) Dastagir, G., Khan, R., Shahid, O., Mir, A., & Faheem, M, (2015), The Study of Bus Rapid Transit ( BRT ) System at University Road Peshawar, The Study of Bus Rapid Transit ( BRT ) System at University Road Peshawar, Pakistan, (June 2013).

66 Khristy, C.Jhotin. and B.Kent Lall, (2006), Dasar-dasar Rekayasa Transportasi. Jilid 2. Terjemahan : Ir Julian Gressando. Jakarta : Erlangga. Morlok, E. K., (1991), Pengantar Teknik danPerencanaan Transportasi, Penerbit Erlangga Jakarta. Miro, Fidel, (2004), Perencanaan Transportasi untuk Mahasiswa, Perencana dan Praktisi. Jakarta : Erlangga. Mudjiastuti, H, (2017), Trans Semarang Bus Service Analysis for Monitoring and Passenger Information System. Journal of Technology and Social Science. https://doi.org/.1037//0033- 2909.I26.1.78 Nurfadli, M.H., Heriyanto, D., dan Pratomo, P, (2015), Evaluasi Kinerja Angkutan Massal Bus Rapid Transit pada Koridor Raja basa– Sukaraja. Jurnal Rekayasa Sipil dan Desain, 3 (2): 205-220. Anonim, (1993), Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1993. Suprayitno, H., & Upa, V. A, (2017), Special Conventional Transport Model for a New BRT Line Passenger Demand Prediction ( The General Modeling Method ), 1(3), 10–18. Warpani, (1990), Merencanakan Sistem Perangkutan, Institut Teknologi Bandung.

67

68

BAB IV SISTEM MONITORING DAN PASSANGER INFORMATION SYSTEM DITINJAU DARI SEGI EKONOMIS, SEGI TEKNIS, DAN LINGKUNGAN

A. Tujuan Instruksional Umum 1. Mahasiswa mengenal pengertian umum tentang sistem monitoring dan passanger information system 2. Mahasiswa memahami secara umum tinjauan segi teknik, segi ekonomis dan lingkungan

B. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan : 1. Dapat menjelaskan tentang manfaat sistem monitoring dan passanger information system 2. Dapat menjelaskan tentang penerapan sistem monitoring yang ditinjau dalam segi ekonomi, lingkungan dan teknis

69 4.1. Sistem Monitoring dan Passanger Information System Kota Semarang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa tengah dengan luas wilayah 373,78 km2. Dengan jumlah penduduk lebih dari 1,7 juta jiwa (data tahun 2016), pergerakan warga di Semarang sudah saatnya difasilitasi secara lebih efisien. Walau transportasi umum sudah tersedia di Kota Semarang seperti, angkot, bus regular dan Trans Semarang, kendaraan bermotor pribadi masih mendominasi. Pada moda transportasi massal trans semarang merupakan sebuah layanan angkutan massal yang memiliki keuntungan cepat, murah, nyaman dan ber AC dan berbasis BRT (Bus Rapid Transit) yang beroperasi di Kota Semarang, pada bus ini dioperasikan guna untuk mengurangi kemacetan pada jalan raya yang terus meningkat tiap tahunnya, BRT(Bus Rapid Transit) merupakan bus berkualitas tinggi yang berbasis pada sistem transit cepat, nyaman dan biayanya murah untuk mobilitas perkotaan, serta menyediakan jalur untuk pejalan kaki, infrastuktur lengkap, dengan operasi pelayanan yang cepat dan memiliki keunggulan layanan kepada pelanggan, setiap sistem BRT pasti menggunakan sistem pengembangan yang berbeda. Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang saat ini menggunakan teknologi aplikasi Passenger Information System (PIS). Aplikasi ini dapat memantau keberadaan Bus Rapid Transit (BRT) dan mengetahui berbagai informasi seperti estimasi waktu kedatangan bus, koridor bus, dan angkutan umum di sekitarnya. Salah satu upaya agar transportasi umum (Bus Trans Semarang adalah melalui pemberian informasi kedatangan secara real time sehingga pengguna dapat merencanakan waktu berangkat dan sampai di tempat tujuan (Swati, 2013). Upaya ini mengalami hambatan karena Bus Trans di Semarang berjalan bersama kendaraan lain (mix traffic) di ruas jalan, sehingga informasi kedatangan menjadi tidak akurat. Berdasarkan hal tersebut diperlukan sebuah sistem monitoring dan passenger information system untuk masyarakat, agar dapat mengetahui informasi jadwal keberangkatan, sehingga masyarakat pengguna angkutan umum dapat merencanakan perjalanan dengan baik, yang pada akhirnya akan merubah perilaku masyarakat dalam melakukan transportasi, yaitu perpindahan pengguna kendaraan pribadi ke kendaraan angkutan umum (Bus Trans Semarang). Hal ini tentunya

70 akan mengurangi kemacetan di ruas jalan dan mengurangi volume kendaraan / lalu lintas di Kota Semarang serta mengurangi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terbuat dari fosil yang tak terbarukan (Handajani, 2013). Tujuan penerapan sistem monitoring dan passenger information system adalah agar dapat memberikan informasi kedatangan secara lebih akurat untuk Rapid Transit (BRT) Trans Semarang serta mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang transportasi dengan memanfaatkan sistem informasi. Hal ini juga akan mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang teknologi informasi untuk Sistem Monitoring dan Passenger Information System penumpang Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang. Menurut Swati (2013), implementasi real time bus monitoring and passenger information system, dapat dilakukan dengan menempatkan GPS pada setiap bus kota. Sistem monitoring dan passenger information system, dirancang stand alone untuk menampilkan lokasi bus secara real time, dilengkapi tracking GPS untuk mendapatkan informasi lokasi bus ke sentral kontrol unit. Metode monitoring menggunakan web server untuk memonitor bus secara real time dan mobile aplication untuk pengguna bus. Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan Handajani (2016), menunjukkan transportasi massal dapat berjalan dengan baik jika land use kompak (mix used). Semakin kompak land use, maka konsumsi BBM/kapita akan turun. Solusi hemat BBM menuju transportasi berkelanjutan, dengan cara : memindahkan penggunaan kendaraan pribadi beralih ke kendaraan umum massal yang handal (berwawasan lingkungan, nyaman, aman, terjangkau, teratur dan terjadwal) serta modern. Jika terjadi tumpang tindih rute maka perlu dilakukan evaluasi dan penataan kembali, Handajani (2016), pengembangan teknologi sistem monitoring dan passanger information system untuk transportasi massal dapat ditinjau dalam berbagai segi ekonomis, segi teknis dan segi lingkungan. Passenger Information System (PIS) adalah sebuah metode atau teknologi untuk memberikan informasi kepada penumpang mengenai status moda transportasi tertentu. Passenger Information System (PIS)

71 merupakan salah satu elemen yang paling penting dari sistem transportasi modern. Passenger Information System (PIS) diciptakan untuk mengurangi keterlibatan penumpang untuk mencari informasi, menghemat waktu dan meningkatkan kenyamanan. Cara-cara tradisional memberitahu penumpang perlahan-lahan memudar terlupakan dan digantikan oleh solusi lebih mudah, efisien dan dengan tingkat ruang lingkup informasi yang disampaikan lebih besar (“The- Alcatel-Lucent,” 2016). Matsumoto, Nakada, dan Azuma (2016) menyatakan sistem informasi penumpang saat ini terdiri dari: 1. Display informasi menggunakan layar LED untuk aplikasi indoor atau outdoor. 2. Drivers untuk pengawasan dan integrasi tiap perangkat. 3. Modul GPS digunakan untuk mengetahui lokasi aktual kendaraan. 4. Modul yang digunakan untuk mengeluarkan pengumuman dan announcer pemberhentian kendaraan. 5. Modul untuk komunikasi wireless dengan komputer pusat jaringan sistem.

Sistem informasi penumpang yang baik adalah sistem yang menggunakan beberapa media, sehingga penumpang dengan cepat dan mudah dapat mengakses ke informasi di semua tempat dimana informasi tersebut mungkin diperlukan ketika berpergian dimanapun dan kapanpun.

4.2. Segi Ekonomi Dalam segi ekonomis transportasi merupakan alat penunjang dan penggerak dinamika pembangunan, dikarenakan transportasi suatu sesuatu yang menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau mempercepat suatu peristiwa (katalisator) dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah (Timboeleng A. James, Kaseke H. Oscar, 2015), solusi ini dibagi menjadi beberapa diantaranya untuk menghitung kepastian waktu tempuh perpindahan dengan sistem monitoring dan passanger information system dari olah data disimpulkan mampu memberikan informasi rute aktif selain itu dapat memberikan informasi pada penumpang untuk

72 jarak waktu tempuh guna memprediksi kedatangan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang dan sampai pada tempat tujuan, dengan tujuan efisien waktu, penggunaan BBM, dan tinjauan pengeluaran biaya untuk akses internet untuk terkoneksi pada sistem monitoring dan passanger information system, berdasarkan penelitian berikut ini adalah rute aktif pada jalur BRT Koridor VI merupakan jalur pendidikan dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 di bawah ini :

Sumber: Dinas Perhubungan, 2017 Gambar 4.1. Peta Rute Koridor VI Bus Trans Semarang

Sumber : Hasil Analisis Kinerja BRT 2017 Gambar 4.2 Denah Rute BRT Koridor VI Semarang

73 4.2.1. Kepastian Waktu Tempuh Bus Rapid Transit Semarang Koridor IV Menggunakan Sistem Monitoring dan Passanger Information System Kepastian waktu tempuh perpindahan dari kendaraan pribadi ke Bus Rapid Transit (BRT) dengan adanya sistem monitoring dan passanger information system (PIS), fasilitas yang diberikan kepada pengguna berupa informasi keberadaan Bus Rapid Transit (BRT) dan informasi rute yang dilalui Bus Rapid Transit berdasarkan koridor yang aktif, pada saat menggunakan layanan Bus Rapid Transit (BRT) yang sedang beroperasi penumpang dapat mengetahui informasi jarak dan waktu tempuh pada setiap halte yang dilalui sangat bermanfaat bagi pengguna yang menggunakan Bus Rapid Transit, manfaat lainnya yaitu kepastian waktu tempuh dapat meminimalkan waktu tunggu penumpang Bus Rapid Transit (BRT) pada halte yang akan dituju dan dapat merencanakan waktu keberangkatan dan kedatang saat beraktivitas serta lebih efisien waktu, sebagai contohnya siswa dan siswi yang akan berangkat ke sekolah agar menghemat waktu dan tidak menunggu kedatangan bus dihalte terlalu pagi atau disebut dengan headway menunjukan selisih waktu kedatang antar Bus Rapid Transit (BRT) yang satu dengan Bus Rapid Transit berikutnya dengan rute yang sama, dan besar kecilnya headway berpengaruh pada waktu tunggu penumpang semakin besar headway semakin besar pula waktu tunggu penumpang, secara tidak langsung dipengaruhi juga oleh besaran percepatan kendaraan, yang akan berpengaruh pada waktu kedatangan disetiap halte Bus Rapid Transit (BRT). Berikut adalah data headway, waktu tunggu penumpang, dan kecepatan Bus Rapid Transit (BRT) untuk koridor VI Pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

74 Tabel 4.1 Indikator Kinerja Pelayanan

No Aspek Parameter Standar 1. Waktu tunggu Waktu tunggu penumpang pada 5-10 pemberhentian bus (menit) 2. Headway Waktu antara kedatangan atau 10-20 keberangkatan dari kendaraan berikutnya yang diukur pada suatu titik tertentu (menit) 3. Waktu Kecepatan perjalanan bus Perjalanan a. Wilayah padat pada lalu lintas 10 – 12 kph campuran b. Jalur khusus bus 15 – 18 kph c. Wilayah dengan kepadatan rendah 25 kph Sumber : World Bank (1986)

Tabel 4.2 Headway BRT Koridor VI

Standar Hasil Standart Indikator Departemen Keterangan Analisis World Bank Perhubungan Headway (Menit) Tidak - Peak Pagi 5 s/d 7 Memenuhi Syarat Tidak - Peak Siang 5 s/d 8 Memenuhi 10 - 20 menit 1 - 2 menit Syarat Tidak - Peak Sore 5 s/d 7 Memenuhi Syarat Rata-Rata Memenuhi 5 s/d 7 Headway Syarat Waktu Tidak Tunggu 3 s/d 7 5 - 10 menit 1- 2 menit Memenuhi Penumpang Syarat (Menit) Sumber: Hasil Analisis Kinerja BRT 2017

Headway Bus Rapid Transit (BRT) rata-rata 5 sampai 7 menit, diukur dari selisih waktu kedatangan antar Bus Rapid Transit (BRT) 75 dengan Bus Rapid Transit (BRT) berikutnya yang berurutan pada rute yang sama. Waktu tunggu penumpang menuju ke bus berikutnya mencapai 3 sampai dengan 7 menit. Pada penelitian telah analisis untuk jarak tempuh rute Bus Rapid Transit (BRT) Koridor VI Semarang jalur pendidikan UNDIP-UNNES Kurang lebih 20,1 Km, pada puncak (peak) siang untuk hari kerja kecepatan laju rata-rata 15,95 Km/jam dengan panjang perjalanan waktu selama 83 menit, hari pendek kecepatan laju rata-rata 18,97 Km/jam dengan panjang perjalanan 95 menit pada waktu peak siang, untuk hari libur kecepatan laju rata-rata 24,53 Km/jam dengan panjang perjalanan 57 menit pada waktu puncak (peak) sore, rekap kecepatan laju dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3 Rekap Kecepatan Laju BRT Koridor VI (UNDIP-UNNES)

Tujua HARI KERJA HARI PENDEK HARI LIBUR n JAR Perjal KECEPAT- Perjal KECEPAT- Perjal KECEPAT- UNDIP AK AN AN AN ke (Km anan anan anan UNNE ) (Meni m/me Km (Meni m/m Km (Meni m/me Km/J S t) nit /jam t) enit /jam t) nit am 287,1 17,2 436,9 26,2 PAGI 70 46 437,0 26,2 46 4 3 6 2 20, 242,1 14,5 436,9 26,2 SIANG 83 95 211,6 12,7 46 1 7 3 6 2 268,0 16,0 352,6 21,1 SORE 75 67 300,0 18,0 57 0 8 3 6 Rata 15,9 Rata 18,9 Rata 24,5

Rata 5 Rata 7 Rata 3 Sumber: Hasil Analisis Kinerja BRT 2017

Jarak rute BRT rute UNDIP-UNNES kurang lebihnya 22,3 Km, pada hari kerja kecepatan laju rata-rata BRT 22,37 Km/jam, dengan panjang perjalanan selama 93 menit waktu peak sore, hari pendek kecepatan laju rata-rata 19,45 Km/jam, panjang perjalanan selama 90 menit waktu peak siang, dan hari libur kecepatan laju rata-ratanya 23,15 Km/jam dengan panjang perjalanan selama 84 menit waktu peak sore, untuk rekap kecepatan laju BRT UNNES-UNDIP dapat dilihat pada Tabel 4.4 di berikut ini:

76 Tabel 4.4 Rekap Kecepatan Laju BRT Koridor VI (UNNES-UNDIP)

HARI KERJA HARI PENDEK HARI LIBUR Tujua JAR n KECEPAT- KECEPAT- KECEPAT- AK Perjal Perjal Perjal UNNE AN AN AN (Km anan anan anan S ke ) (Meni m/me Km (Meni m/m Km (Meni m/me Km/J UNDIP t) nit /jam t) enit /jam t) nit am 371, 22, 446, 26, 446, 26, PAGI 60 50 50 67 30 0 8 00 76 22, 506, 30, 247, 14, 446, 26, SIANG 44 90 50 3 82 41 8 9 00 76 239, 14, 278, 16, 265, 15, SORE 93 80 84 78 39 8 7 48 93 Rata 22, Rata 19, Rata 23,

Rata 37 Rata 45 Rata 15 Sumber: Hasil Analisis Kinerja BRT 2017

Penggunaan metode dalam perhitungan menentukan nilai waktu dibagi menjadi dua, sebagai berikut : a. Mode Choice Approach Dalam metode ini untuk menentukan nilai waktu dari suatu model untuk estimasi rasio pilihan dari sebuah moda transportasi, dalam metode ini perbandingan antara pilihan diasumsikan menjadi suatu fungsi dari 2 variabel, yaitu biaya operasi dan biaya waktu, untuk nilai waktu didefinisikan sebagai perbandingan antara koefisien waktu tempuh dan koefisien biaya untuk perjalanan, berikut ini adalah rumus rasio pilihan, sebagai berikut :

Rasio pilihan (Pi) = + + ( ) + ( )

Keterangan : Pi = Rasio pilihan dari moda pertama i,j = Alternatif moda C,T = Biaya (C) dan Waktu (T)

a0,a1,a2 = Koefisien

77 b. Income Approach Dalam metode ini nilai waktu mempertimbangkan pendapatan per kapita (PDRB) dapat dirumuskan sebagai berikut :

Nilai Waktu =

Keterangan : PDRB = Pendapatan Domestik Regional (per kapita/Rp) JP = Jumlah penduduk WKT = Waktu Kerja Tahunan (jam)

4.2.2. Penggunaan BBM Energi fosil merupakan jenis energi yang memiliki sifat tidak terbarukan (unrenewable), energi tersebut lebih dikenal sebagai energi BBM. Sementara ini, untuk cadangan BBM terbatas sifatnya, karena tak terbarukan, pada saatnya tidak dapat mencakupi kebutuhan atau bahkan dapat habis sama sekali (Departemen Perhubungan Darat, 2008). Jenis-jenis BBM antara lain : avgas (aviation gasoline), bensin premium, minyak tanah ( karosen ), avtur (aviation turbine), solar (HSD) dan diesel (MDF) serta biodiesel, konsumsi BBM dalam penelitian yang ditinjau adalah jenis premium dan solar, dari data pertamina (data tahun 2019 pada pasca lebaran dan normalnya) karna konsumsi kendaraan paling banyak diantaranya adalah jenis premium dan solar, dapat dilihat pada Tabel 4.5, sebagai berikut : Tabel 4.5 Konsumsi BBM Tahun 2019 Produk Volume (Kl) LPG 340.605 Minyak Tanah 108.864 Premium 1.118.277 Pertalite 1.103.505 Pertamax 902.819 Turbo 34.585 Solar/Bio 1.983.640 Dexlite 45.305 Dexlite 36.437 Avtur 615.512 Sumber: Pertamina, 2019 78 Pada penggunaan BBM penetapan peraturan uji emisi secara berkala, melarang kendaraan beremisi tinggi mungkin hanya untuk menurunkan besaran emisi pada gas buang, apabila tanpa adanya alternatif solusi, dan semakin besar emisi yang terukur makan akan semakin besar yang harus dibayarkan (pajak), dan ini sebagai disinsentif bagi polluter untuk mengurangi penggunaan kendaraan atau mencari solusi lain agar tidak terkena biaya tambahan/pajak. Jika solusi adanya layanan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang dapat menggantikan peranan kendaraan pribadi bagi masyarakat maka sejumlah kendaraan dapat dikandangkan selama waktu tertentu, dapat dimisalkan hari senin – jumat, dapat menghemat konsumsi BBM bagi operasi angkutan umum, apabila pada setiap kendaraan pribadi setiap hari mengkonsumsi BBM rata-rata 10L/hr, maka dapat menghemat dalam 1000 buah kendaraan Rp.1000 L/hr, sebagai contoh dalam analisis singkatnya antara kendaraan pribadi dan Bus Rapid Transit (BRT) menempuh jarak sejauh 5 Km, dengan faktor penentu pada Tabel 4.6 sebagai berikut :

Tabel 4.6 Faktor Penentu Konsumsi BBM

Jarak Tempuh Perjalanan (Km) UNDIP - UNNES = 20,1 UNNES - UNDIP = 22,3 Jenis Moda Konsumsi BBM Rata-rata (km/lt) Sepeda Motor 40 Bus BRT 0,5 lt/km = 2 km/lt Sumber : Hasil Analisis Kinerja BRT 2017

Dari Tabel 4.6 Analisisnya dapat diperhitungkan dalam rumus, sebagai berikut :

79 a. 1 Buah Sepeda motor kapasitas angkut maks 2 orang dengan konsumsi BBM 40 km/lt, maka jarak tempuh dibagi konsumsi BBM rata-rata, yaitu : Jarak Tempuh / Konsumsi BBM rata-rata = = 0,5 liter

1 buah sepeda motor memiliki kapasitas angkut 2 orang maka = = 0,25 lt/org . b. 1 buah Bus kapasitas angkut 40 orang membutuhkan konsumsi BBM 2 km/liter , maka jarak tempuh dibagi konsumsi BBM rata-rata : Jarak Tempuh / Konsumsi BBM rata-rata = = 10,05 liter 1 buah sepeda motor memiliki kapasitas angkut 40 orang maka = = 0,25 lt/org. Pada kesimpulan sehingga penggunaan BBM bus per/orang (0,25 liter/orang) sama dengan penggunaan BBM untuk sepeda motor 0,25 lt/org.

Analisis Harga BBM perbandingan antara sepeda motor dan BRT dapat dilihat pada Tabel 4.7, sebagai berikut : Tabel 4.7 Harga BBM Terkini Terbaru pada 5 Maret 2019

Harga Terbaru (per Harga Sebelumnya Jenis liter) (Per liter) Pertamax Rp 9.850 Rp 10.200 Pertamax Turbo Rp 11.200 Rp 12.000 Premium Rp 7.000 Rp 6.550 Pertalite Rp 7.650 Rp 7.800 Solar Rp 9.600 Rp 9.800 Sumber : Pertamina, 2019

Dalam Tabel 4.7 di atas penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk sepeda motor yaitu jenis premium dan Solar (harga sekarang) Bus Rapid Transit (BRT) menggunakan jenis Solar dapat dianalisis pada perhitungan berikut ini :

80 1 sepeda motor = 0,5 liter x Rp. 7000,- = Rp. 3.500,-/kendaraan Tiap 1 orang = Rp. 3.500,- : 2 orang = Rp.1.750,-/orang

1 Bus = 10,05 liter x Rp.9.600,- = Rp. 96.480/Bus Tiap 1 Orang = Rp. 96.480,- : 40 orang = Rp. 2.412/orang a. 1 sepeda motor menggunakan BBM jenis premium dengan harga Rp.7000,-, konsumsi BBM 0,5 lt, maka per kendaraan dikenakan biaya Rp. 3.500,- untuk 1 orang dikenakan biaya Rp.1.750,- b. 1 bus menggunakan BBM jenis solar dengan harga Rp.9.600,- , dengan konsumsi BBM sebanyak 10,05 lt, maka per bus dikenakan biaya sebesar Rp.96.480,- untuk 1 orang penumpang dikenakan biaya Rp.2.412,-

Tabel 4.8 Rekapitulasi penggunaan BBM

Konsumsi Jenis Harga Biaya Biaya per No Jenis BBM BBM Kendaraan BBM perkendaraan orang (liter) 1 1 Sepeda Premium Rp.7000,- 0,5 lt Rp. 3.500,- Rp.1.750,- motor 2 1 Bus Solar Rp.9.600,- 10,05 lt Rp. 96.480,- Rp.2.412,- Sumber : Hasil Analisis, 2019

Berdasarkan analisis diatas harga BBM dengan moda transportasi yang berbeda, bus lebih mahal dibandingkan harga BBM pada kendaran pribadi dengan jarak tempuh UNDIP – UNNES, dikarenakan pada kendaraan pribadi (sepeda motor) menggunakan jenis BBM premium, namun secara tidak langsung semakin banyak menggunakan sepeda motor akan berdampak pada polusi udara yang terus meningkat, serta untuk biaya lainnya sepeda motor harus wajib membayar pajak jalan, rawan kecelakaan, dan kebisingan, karena dalam perbandingan kapasitas angkut bus diterapkan menggunakan sepeda motor membutuhkan 15 motor yang pemicu terjadinya kemacetan dijalan raya, untuk biaya perjalanan dalam pembelian tiket Trans Semarang untuk penumpang umum dikenakan biaya sebesar Rp.3.500,- dan

81 penumpang pelajar Rp.1000,- satu perjalanan dalam transit, terkecuali jika meninggalkan halte akan dikenakan biaya lagi, untuk kekurangan seluruhnya disubsidi oleh Pemerintah Daerah Kota Semarang. Dalam penelitian yang telah dilakukan perbandingan biaya yang harus dikeluarkan antara menggunakan angkutan umum massal dengan kendaraan pribadi dapat dilihat pada Gambar 4.3, di bawah ini :

Sumber : Poulos, 2015 Gambar 4.3 Ilustrasi perbandingan biaya penggunaan angkutan massal dan kendaraan pribadi

4.3. Segi Teknis 4.3.1. Server Pendukung Pemasangan Perangkat Sistem Monitoring dan Passanger Information System Pada Sistem monitoring dan Passanger Information System perangkat yang digunakan antara lain yaitu GPS (Google My Maps), Server dan Display monitor, untuk sistemnya terdiri dari tiga modul vital yaitu : a. Bus Unit Pada bus didalamnya terdapat satu unit modul GPS (Google My Maps) tracker, satu unit modul modem Global System for Mobile Communications atau GSM serta satu unit modul micro controller yang akan mengambil data seluruh masukan sensor berupa posisi bus, kecepatan bus serta jumlah penumpang dan serta emergency signal.

82 b. Central Control Unit Menerima infromasi dari Bus unit berupa posisi, kecepatan serta jumlah penumpang yang berada didalam bus. Central Control Unit (CCU) berupa satu unit modul receiver, satu unit micro controller, serta emergency receiver untuk memantau kondisi bus secara real time. Central Control Unit (CCU) juga terdapat pantauan Graphical User Interface (GUI) secara real time yang akan diterima sama dengan Client-Side Application. c. Client - Side Application Dalam client - side application terdapat unit receiver serta Graphical User Interface (GUI) atau monitoring yang akan ditampilkan secara real time disetiap shelter point atau disetiap halte penumpang, Client - Side Application dapat diamati secara langsung oleh calon penumpang dan mengetahui kapan bus akan datang serta kapasitas bus yang telah diamati oleh penumpang. Perangkat sistem monitoring dan Passanger Infromation System Bus Rapid Transit (BRT) pada koridor VI meliputi : Bus Unit, Central Control Unit (CCU), dan Client - Side Application dapat dilihat pada Gambar 4.4, di bawah ini :

Sumber : Hasil Analisis Kinerja BRT 2017 Gambar 4.4 Perangkat sistem monitoring dan Passanger Information System

83 Server merupakan perantara antara modul bus dan modul penumpang. Database terdiri dari informasi real time seperti rute bus yang sudah aktif, perkiraan waktu kedatangan atau keberangkatan actual dan lokasi secara real time bus. Modul (Google My Maps) yang berada di bus mengirimkan data berupa garis lintang dan garis bujur dan akan disimpan dalam sistem komputer, pencarian modul peng- guna/penumpang menghasilkan semua rute bus ketika bus melakukan perjalanan dan akan mencari kisaran bus dari pengguna/penumpang ke lokasi saat ini. Jika bus berada dalam jangkauan, pencarian juga dapat meliputi tempat di dalam bus dan mengetahui bus aktif pada kisaran tertentu, jika lokasi bus dan lokasi sumber penumpang cocok maka bus aktif akan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi penumpang, disamping itu pada sistem komputer akan memperbaharui garis lintang dan garis bujur bus yang dibutuhkan secara otomatis. Graphical User Interface (GUI) atau sistem monitoring yang akan menampilkan lokasi bus dan informasi waktu kedatangan kepada pengguna atau penumpang. Proses ini mengikuti siklus berulang untuk setiap pencarian yang dilakukan oleh calon penumpang yang akan melakukan perjalanan menggunakan bus. Blok diagram sistem monitoring dan Passanger Information System yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 di bawah ini yaitu :

MODULE PIS 1

MODULE PIS 2 MONITOR HALTE SERVER CLOUD SHOW ALL MODULES COORDINATE DATA SHOWING GOOGLE DATABASE TO GOOGLE MAPS MODULE PIS 3 MAPS MODULE . . .

MODULE PIS n

Gambar 4.5 Blok Diagram Monitoring dan Passanger Information System

84

Gambar 4.6 Blok Sistem Monitoring dan Passanger Information System (hardware)

Sistem dioperasikan melalui GPS yang telah dipasang di dalam bus. Pertama, Receiver menerima sinyal dari satelit kemudian posisi koordinat garis lintang dan garis bujur ditentukan. Sistem ini menggunakan Automatic Vehicle Location (AVL). Dengan menggunakan AVL, lokasi geografis bus dapat ditentukan dan dikirim ke server dengan posisi jarak jauh. Dengan mekanisme GPS dan transmisi, lokasi dapat ditentukan dan diterima melalui satelit. Setelah menerima lokasi, informasi pelacakan dapat dikirim menggunakan sistem nirkabel melalui GSM untuk mengirimkan informasinya. Calon pengguna atau calon penumpang jarak jauh juga dapat mengakses data pada bus berdasarkan kesediaan bus dan tujuan pengguna atau penumpang.

4.3.2. Flowchart Sistem Monitoring dan Passanger Information System Alur kerja sistem pada alat Passanger Information System dapat dilihat pada Gambar 4.7 di bawah ini :

85 MODULE PIS

NO

GSM AND GPRS RETRIEVE DATA ON MODULE GET DATA? GPS COORDINATES INITIALIZATION

YES GSM MODULE PERFORMS AN INTERNET YES CONNECTION SEND DATA TO SUCCESSFUL THE SERVER SEND? NO YES COORDINATES INTERNET CONNECTED? NO

Gambar 4.7 Konfigurasi Sistem Monitoring dan Passanger Information System

Pada Gambar 4.7 diatas menunjukan konfigurasi sistem Monitoring dan Passanger Information System, penjelasan pada alur kerja sistem adalah sebagai berikut : 1. Modul harus dipastikan terhubung dengan sumber daya DC dengan melalui adaptor 9V/2A yang telah disediakan atau langsung menggunakan baterai. 2. Setelah tersambung dengan sumber daya, otomatis alat akan menyala dan melakukan inisialisasi konfigurasi modul GSM dan GPS. - Inisialisasi Network (Jenis) SIM CARD - Join koneksi SIM CARD 3. Setelah inisialisasi suskes, modul GSM akan melakukan switch koneksi internet (data internet) terhadap SIM CARD yang telah terdeteksi. 4. Memastikan koneksi internet tersambung, jika belum tersambung akan melakukan proses penyambungan internet SIM Card. Pada display LCD didalam akan menampilkan “Koneksi Internet”.

86 5. Setelah koneksi internet tersambung, maka modul akan mengambil data lokasi (koordinat) menggunakan modul GPS yang telah terpasang. - Jika belum mendapatkan data koordinat lokasi GPS, display akan menampilkan kalimat “G0 (GPS = 0) posisi GPS belum terdeteksi. - Jika sudah mendapatkan data koordinat lokasi GPS, display akan menampilkan kalimat “G1 (GPS = 1) posisi GPS terdeteksi’. Diikuti dengan memunculkan data koordinat lokasi GPS pada display LCD. 6. Setelah data koordinat lokasi terdeteksi, alat akan mengirimkan data koordinat lokasi GPS berupa data Lattitute, Longitute, dan Speed ke database cloud (server website), sesuai dengan database pada alat PIS yang sudah didaftarkan. 7. Proses akan berulang – ulang melakukan pengiriman data koordinat pada langkah 5 dan 6 .

4.4. Segi Lingkungan Permasalahan kota dengan tingkat populasi penduduk yang tinggi, sebaiknya menggunakan moda transportasi massal (angkutan umum massal), karena kepadatan penduduk dan moda transportasi kota merupakan kunci utama untuk mengendalikan konsumsi BBM yang sifatnya tidak terbarukan, pada model hubungan sistem transportasi dan BBM menggunakan Partial least square (PLS) menunjukan bahwa penggunaan bus, berpengaruh lebih kecil yaitu sebesar (0,213), dibanding dengan kendaraan pribadi (0,293), hal ini disebabkan jumlah bus umum masih sedikit, perpindahan dari penggunaan kendaraan pribadi menuju ke angkutan umum massal (Bus Trans Semarang) sangat berpotensi dalam pengendalian hemat konsumsi BBM dan dapat meminimalkan produksi polusi pada transportasi jalan raya. Whitelegg (1993), Anonim (1997), dan Bachrun (1993) menyatakan ada enam komponen polusi udara hasil emisi gas buang oleh kendaraan bermotor yang menjadi perhatian utama yakni karbon monoksida, oksida sulfur, hidrakarbon, oksida nitrogen, partikel dan timah hitam. Bila pembakaran pada kendaraan bermotor tidak sempurna maka dapat terbentuk karbon monoksida padahal bila pembakaran sempurna

87 seharusnya terbentuk karbon dioksida, karena udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manudia dan makhluk hidup lain yang harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi makhluk hidup lainnya (PP No. 41/1999). Agar udara dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka udara perlu dipelihara, dijaga dan dijamin mutunya melalui pengendalian pencemaran udara, karena peran transportasi dapat menimbulkan dampak yang tidak dapat dihindarkan terutama di wilayah perkotaan.

4.4.1. Sumber Pencemar Udara Berdasarkan jenis kegiatannya, pada sumber pencemaran udara dikelompokkan sebagaimana yang dijelaskan pada Gambar 4.10 di bawah ini:

Sumber : (Rau JG dan Wooten, 1980) Gambar 4.8 Sumber dan Jenis Pencemaran Udara

1. Sumber transportasi yang meliputi kendaraan bermotor pada pengguna bahan bakar , pesawat udara, kereta api dan kapal laut. 2. Pengilangan minyak dan kehilangan akibat penguapan. 3. Pemakaian bahan bakar untuk keperluan rumah tangga, industri, komersial dan perkantoran.

88 4. Pembuangan Limbah padat melalui insinerator kota dan kebakaran hutan.

Berikut ini adalah jenis-jenis Zat pencemaran udara, sebagai berikut : 1. CO2 (Carbondioxide) adalah hasil pembakaran (oksidasi) yang sempurna. Pada kondisi mesin normal akan dihasilkan CO2 minimal 12% volume, jadi semakin besar kandungan zat CO2, diikuti meningkatnya kandungan H20 (air) maka pembakaran dalam mesin semakin baik atau kinerja mesin semakin optimal. Sebaliknya pada kondisi mesin tidak normal akan terjadi peningkatan kandungan zat CO2 di udara yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global atau lebih dikenal dengan efek rumah kaca. 2. CO (Carbonmonoxide) adalah senyawa dari hasil pembakaran yang tidak sempurna (incomplete combustion) karena kekurangan oksigen (campuran kaya) selama terjadi pembakaran, akibat kinerja mesin tidak optimal dan bila dibiarkan berkelanjutan maka akan terbentuk kerak berlebihan dalam ruang bakar yang berlebihan (boros). Senyawa CO tidak berbau, tidak berwarna dan afinitas/daya ikat Hb 3 kali lebih kuat dari oksigen, akibatnya bila terhirup manusia dapat menyebabkan penurunan oksigen, sehingga dapat mengakibatkan penurunan kinerja jantung dan system syaraf. Bahkan bila konsentrasi CO diudara mencapai 0,5% dapat meng- akibatkan sakit kepala, mengalami kelelahan bahkan kematian. 3. Ketika mesin dalam pembebanan (temperature pembakaran > 2500F) maka (Nitrogen) yang ada dalam silinder akan teroksidasi dan terbentuklah senyawa NO, NO2, NO3 atau NOx, semakin berat beban mesin dan semakin tinggi temperature kerjanya maka akan terbentuk NOx yang tinggi pula dalam gas buang, NOx yang terbuang ke udara dan terhirup manusia meskipun dalam konsentrasi beberapa ppm (parts per million) dapat menyebabkan iritasi mata, hidung, paru-paru bahkan sakit kepala. Dalam konsentrasi yang besar dapat menyebabkan bronchitis kegagalan fungsi paru-paru. NOx di atmosphere juga biasa bereaksi dengan oksigen dan membentuk senyawa Ozon (O3) dan menimbulkan fenomena kabut asap (photochemical smog phenomena).

89 4. Gas buang dari mesin-mesin dibuang ke udara melalui pipa gas buang atau knalpot, jenis zat/senyawa yang terkandung dalam gas buang diesel pada prinsipnya sama dengan mesin bensin, tetapi konsentrasinya berbeda. Pada gas buang mesin diesel konsentrasi CO dan HC sangat rendah namun konsentrasi NOx dan SO2 relatif sangat tinggi. Pada gas buang mesin diesel ada satu zat yang sangat signifikan keberadaannya yaitu Particular Matter (PM), baik PM10 maupun PM 2,5 yang dikenal sebagai jelaga. PM terjadi akibat kristalisasi kandungan bahan bakar seperti residu dan karbon selama proses pembakaran yang tidak sempurna akibat dari kurangnya supply udara, suhu pembakaran yang kurang tinggi atau pengabutan solar yang kurang halus. Keberadaan zat ini di udara akan terlihat oleh mata telanjang pada ukuran lebih dari 10 mikron (> PM10) yang dikenal sebagai debu. Partikel debu di udara bila terhisap oleh manusia dapat menyebabkan gangguan kesehatan berupa batuk dan dapat menstimulus terjadinya asma serta bronkitis. Khusus PM 2,5 (diameter < 2,5 mikron) dapat masuk ke dalam aliran darah melalui paru-paru sehingga dapat mengotori darah dan menjadi radikal bebas dalam darah. Debu juga berdampak buruk pada tumbuh-tumbuhan karena menutupi permukaan daun yang berakibat pada terganggunya proses fotosintesa daun.

Pada data ISPU mengklasifikasikan untuk kualitas udara dalam 5 golongan warna yaitu kondisi “baik”, “Sedang”, “Tidak Sehat”, “Sangat Tidak Sehat”, “ dan “Berbahaya”, mengacu pada KepMen LH No.Kep- 45/MENLH/10/1997, pada masing-masing kategori tersebut ber- asosiasi dengan efek kesehatan dan dapat ditimbulkan sebagaimana ditunjukan pada Tabel 4.9, di bawah sebagai berikut :

90 Tabel 4.9 Asosiasi Antara Efek Pencemar Secara Umum dengan Kategori ISPU

Kategori Skala Efek dan Warna Tidak ada efek bagi kesehatan dan pada Baik 0-50 lingkungan Tidak ada efek bagi kesehatan tetapi Sedang 51-100 berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif Merugikan manusia dan hewan yang sensitif dan Tidak Sehat 101 - 199 kerusakan pada tumbuhan dan nilai estetika Sangat tidak Tingkat kualitas yang merugikan kesehatan pada 200 -299 sehat sejumlah segmen populasi yang terpapar Secara umum berbahaya dan merugikan Berbahaya > 300 kesehatan yang serius pada populasi Sumber : KepMen LH No. Kep.45/MNELH/10/1997

Pada indeks standar pencemaran udara di Kota Semarang, skala pencemar menunjukkan hasil 104 diantara interval skala 101 – 199 nilai tersebut dalam kategori “Tidak Sehat”, dan efeknya merugikan manusia dan hewan yang sensitif dan kerusakan pada tumbuhan dan nilai estetika, hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.10 di bawah ini, sebagai berikut :

Sumber : KLHK- SEMARANG (http://iku.menlhk.go.id/aqms/) Gambar 4.9 Indeks Standar Pencemaran Udara Semarang, 2019

91 GRAFIK DATA ISPU PERLOKASI 104 KUALITAS UDARA TIDAK SEHAT PARAMETER KRITIKAL CO

43

21

6 Series1; NO2; 0

KLHK-SEMARANG KOTA SEMARANG 2019-10-21 15:00:00

Sumber : KLHK- SEMARANG (http://iku.menlhk.go.id/aqms/) Gambar 4.10 Grafik Data ISPU per Lokasi Semarang, 2019

Banyaknya penggunaan kendaraan pribadi di Kota Semarang pemicu meningkatnya angka polusi udara, dengan pengendalian hemat konsumsi BBM tersebut juga meminimalkan produksi polusi pada transportasi jalan raya. Sehingga pada akhirnya sistem transportasi kota menjadi lebih baik serta dapat terealisasikan capaian Smart Transportation menuju ke Smart City yang berwawasan lingkungan (Sustainable Transportation) untuk kota – kota di Indonesia pada khususnya di Kota Semarang. Upaya pengendalian pencemaran udara akibat kendaraan bermotor yang mencakup upaya-upaya pengendalian baik langsung maupun tidak langsung, akan dapat menurunkan tingkat emisi dari kendaraan bermotor secara efektif antara lain (Sudrajad, 2006), sebagai berikut : 1. Mengurangi jumlah mobil lalu lalang misalnya dengan jalan kaki, naik sepeda, kendaraan umum, atau naik satu kendaraan pribadi bersama teman (car pooling). 2. Selalu merawat mobil dengan saksama agar tidak boros bahan bakar dan asapnya tidak mengotori udara. 3. Meminimalkan pemakaian AC, Pilih AC non CFC dan hemat energi. 4. Memilih bensin yang bebas timbal (unleaded fuel).

92 4.4.2. Faktor Emisi Berdasarkan Jenis Kendaraan Faktor Emisi adalah nilai untuk dijadikan hasil penelitian (representatif) yang menghubungkan kuantitas suatu polutan (bahan pencemaran) yang telah dilepas ke atmosfer dari suatu kegiatan yang terkait dengan sumber polutan. Faktor – faktor pada faktor emisi biasanya dinyatakan sebagai berat polutan (bahan pencemaran) dibagi dengan satuan berat, volume, jarak atau lamanya aktivitas yang mengemisikan polutan (bahan pencemaran) pada permisalan partikel, yang diemisikan gram per liter bahan bakar yang dibakar. Faktor emisi dapat juga didefinisikan sebagai sejumlah berat tertentu polutan (bahan pencemaran) yang dihasilkan oleh terbakarnya sejumlah bahan bakar selama kurun waktu berat tertentu, untuk definisi tersebut dapat diketahui bahwa faktor emisi suatu polutan (bahan pencemaran) diketahui, maka banyaknya polutan (bahan pencemaran) yang lolos dari proses pembakarannya dapat diketahui jumlah persatuan waktu. Dinyatakan dalam unit untuk sumber bergerak faktor emisi : 1. Pada satuan Gram/kilometer (g/km), gram menyatakan banyaknya pencemar yang akan diemisikan dan untuk km merupakan jarak tempuh kendaraan dalam waktu tertentu. 2. Gram/kilogram, gram menyatakan banyaknya pencemar yang akan diemisikan dan kg tersebut menyatakan kuatitas bahan bakar yang digunakan. 3. Gram/joule (g/J), pada gram menyatakan bahwa banyaknya pencemar yang akan diemisikan dan Joule menyatakan energy yang telah digunakan. Sumber emisi dari pembakaran bahan bakar (sumber bergerak) karena faktor emisi gerak, khususnya gerak yang non-CO2, bergantung kepada jenis bahan bakar dan teknologi penggunaan bahan bakar tersebut. Contohnya : Penerbangan Sipil, Transportasi Darat, Kereta api (Railways), Angkutan air, Transportasi lainnya. Pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.11 menunjukan tabel faktor emisi untuk CO2 dari beberapa bahan bakar dan beberapa kendaraan yang berbeda, sebagai berikut : 93 Tabel 4.10 Faktor Emisi CO2 Berdasarkan Jenis Bahan Bakar

CO2 Emission Factors (kg/TJ)

Fuel Default Lower Upper

Gasoline 69300 67500 73000

Other Kerosene 71900 70800 73600

Gas/Diesel Oil 74100 72600 74800

Residual Fuel Oil 77400 75500 78800

Liquefied Petroleum Gases 63100 61600 65600

Refinery Gas 57600 48200 69000

Parafin Wases 73300 72200 74400

White Spirit & SBP 73300 72200 74400

Other Oil Other Petroleum Product 73300 72200 74400

Natural Gas 56100 54300 58300 Sumber : IPCC Guidence 2006

Tabel 4.11 Hasil perhitungan faktor emisi per hari berdasarkan jenis kendaraan

CO2 (g/kg Densitas Faktor Emisi Kategori BBM) (Kg/l) (g/l)

Sepeda Motor 3180 0,63 2003,4

Mobil (bensin) 3180 0,63 2003,4

Mobil (solar) 3172 0,70 2220,4

Bus 3172 0,70 2220,4

Truk 3172 0,70 2220,4 Sumber : Suhadi dalam Srikandi, 2008

94 Pada hasil perhitungan faktor emisi perhari berdasarkan jenis kendaraan dilihat pada Tabel 4.12 di bawah ini, sebagai berikut :

Tabel 4.12 Faktor Emisi CO2 Berdasarkan Jenis Kendaraan

CO2 CO HC Nox PM10 SO2 Kategori (g/kg (g/km) (g/km) (g/km) (g/km) (g/km) BBM) Sepeda Motor 14 5,9 0,29 0,24 3180 0,008 Mobil (bensin) 40 4 2 0,01 3180 0,026 Mobil (solar) 2,8 0,2 3,5 0,53 3172 0,44 Bis 11 1,3 11,9 1,4 3172 0,93 Truk 8,4 1,8 17,7 1,4 3172 0,82 Sumber : Suhadi dalam Srikandi, 2008

Hasil perhitungan faktor emisi BBM Tabel 4.13 dari rumus Suhadi dalam Srikandi, 2009 :

Faktor Emisi (Sepeda motor, Mobil, Bus) = Berat CO2 x Densitas

Penjabarannya Sebagai contoh, perbandingan antara pengguna kendaraan pribadi (Sepeda Motor) dengan kapasitas angkut maksimal 2 orang, dibandingkan dari pengguna Bus Trans Semarang maksimal kapasitas muat 30 orang, yaitu dijelaskan di bawah ini : a. Jenis Kendaraan (Sepeda Motor) 1 Sepeda Motor = 2 orang penumpang FE (Faktor Emisi) = 3180 g/kg BBM x 0,63 Kg/l = 2003,4 gram/l Jadi , tiap 1 sepeda motor berpotensi mengeluarkan emisi sebesar 2003,4 gram/l b. Jenis Kendaraan (Bus) 1 Bus = 30 orang penumpang FE (Faktor Emisi) = 3172 g/kg BBM x 0,70 kg/l = 2220,4 gram/l Jadi, tiap 1 Bus berpotensi mengeluarkan emisi sebesar 2220,4 gram/l

95 Berdasarkan perhitungan di atas menunjukkan apabila masyarakat tidak segera beralih menggunakan moda transportasi Bus Trans

Semarang maka Faktor Emisi gas buang CO2 akan bertambah besar jumlahnya, seperti contoh diatas jika 30 orang bisa menggunakan armada dalam 1 bus, berpindah menggunakan sepeda motor, maka faktor emisi CO2 diperhitungkan, sebagai berikut : FE (Faktor Emisi) = 3180 g/kg BBM x 0,63 kg/l x 30 orang = 60102 gram/l

Rasio = = Bus : Sepeda Motor

= 74,01 : 2003,40 gram/l = 1 : 27 gram/l Jadi perbandingan penggunaan moda transportasi angkutan massal Bus Trans Semarang dengan sepeda motor tiap 1 individu = 1 : 27 , apabila dibandingkan berdasarkan kapasitas muat dalam bus tersebut beralih menggunakan sepeda motor faktor emisi gas buang CO2 ditanggung per orang sebesar 2003,40 gram/liter dan untuk Bus faktor emisinya sebesar 74,01 gram.liter per orang dengan rasio 1 : 27 gram/liter, maka akan bertambah besar faktor emisi gas buang jika pengguna tidak segera beralih ke transportasi massal.

Rangkuman Bus Trans Semarang merupakan moda transportasi yang memiliki keuntungan kinerja yang cepat, murah, nyaman dan ber AC yang beroperasi di Kota Semarang, selain itu berguna untuk mengurangi kemacetan guna untuk mencapai kinerja tersebut Bus Trans Semarang menggunakan teknologi yaitu sistem monitoring dan passanger information system program ini memiliki kelebihan agar penumpang dapat memantau keberadaan bus dan informasi waktu kedatangan secara real time, koridor bus dan dapat mengefisiensi waktu karena yang terjadi saat ini penumpang tidak dapat merencanakan waktu keberangkatan yang akurat menunggu BRT terlalu lama dikarenakan

96 jalur bus dan kendaraan lainnya mix traffi. Implementasi sistem monitoring dan passanger information system dapat dilakukan dengan menempatkan GPS di dalam bus dirancang stand alone untuk menampil- kan lokasi bus secara real time dan tracking GPS untuk mendapatkan informasi lokasi bus ke sentral kontrol unit. Metode monitoring menggunakan web server untuk memonitoring bus secara real time dan mobile application untuk pengguna bus, tujuan ini menjadi salah satu solusi hemat BBM dengan adanya kemudahan dalam transportasi umum masyarakat dapat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Dapat ditinjau dari segi ekonomi, lingkungan dan teknisnya. Dalam segi ekonomi kepastian waktu tempuh dengan menggunakan sistem monitoring dan passanger information system mampu mem- prediksi kedatangan bus dan sampai ke tempat tujuan dengan tepat waktu, selain efisien waktu dengan tujuan lain dapat menghemat penggunaan BBM dengan adanya Bus Trans Semarang (BRT). Whitelegg (1993), Anonim (1997), dan Bachrun (1993) menyatakan ada enam komponen polusi udara hasil emisi gas buang oleh kendaraan bermotor yang menjadi perhatian utama yakni karbon monoksida, oksida sulfur, hidrakarbon, oksida nitrogen, partikel dan timah hitam. Faktor emisi adalah nilai untuk dijadikan hasil penelitian (representatif) yang menghubungkan kuantitas suatu polutan (bahan pencemaran) yang telah dilepas ke atmosfer dari suatu kegiatan yang terkait dengan sumber polutan. Faktor–faktor pada faktor emisi biasanya dinyatakan sebagai berat polutan (bahan pencemaran) dibagi dengan satuan berat, volume, jarak atau lamanya aktivitas yang mengemisikan polutan (bahan pencemaran) pada permisalan partikel, yang diemisikan gram per liter bahan bakar yang dibakar. Sumber emisi dari pembakaran bahan bakar (sumber bergerak) karena faktor emisi gerak, khususnya gerak yang non-CO2, bergantung kepada jenis bahan bakar dan teknologi penggunaan bahan bakar tersebut.

Latihan Soal 1. Apa yang anda ketahui tentang monitoring dan passanger information system ? Jelaskan !

97 2. Jelaskan apa manfaat dari passanger information system ! 3. Apa yang anda ketahui tentang penerapan sistem monitoring yang ditinjau dalam segi ekonomi, lingkungan dan teknis ! 4. Jelaskan alur kerja sistem pada alat Passanger Information System ! 5. Jelaskan dan sebutkan tiga modul vital dari segi teknis !

Daftar Pustaka Anonim, (1997), Agenda 21 Indonesia. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup pp 187-250. Anonim, (1999), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Bachrun, R.K. 1983. Polusi Udara Perkotaan Pemantauan dan Pengaturan. PAU, ITB, Bandung, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep. 35/MENLH/10/1993. Ismiyati,dkk, (2014), Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor, Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik (JMTransLog) Volume.01 Nomor 03. Handajani, Mudjiastuti, (2013), Analisis Hubungan Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk dengan BBM Transportasi Kota. Jurnal Tataloka Akreditasi Nasional ISSN 08527458, Vol 15 No 4. Hal 235-316. Handajani, Mudjiastuti, (2016), Pengukuhan Guru Besar Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Semarang, Solusi Hemat Bahan Bakar Minyak (BBM) Menuju Transportasi Berkelanjutan. Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan) http://iku.menlhk.go.id Matsumoto, K., Nakada, K., & Azuma, K. (2016, October 10). Development of On-board Passenger Information Display. Retrieved from http://www.hitachi.com/rev/pdf/ 2014/r2014_10_109.pdf

98 Muhammad Nurfadli,dkk, (2015), Evaluasi Kinerja Angkutan Massal Bus Rapid Transit pada koridor Rajabasa – Sukaraja.JRSDD,Volume 1, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 205 – 220 (ISSN : 2303 – 0011). https://media.neliti.com/media/publications/127660-ID- evaluasi-kinerja-angkutan-massal-bus-rap.pdf Rau, G.J and David C. Wooten, (1980), Environmental Impact Assessment Handbook: McGraw-HILL Book Company, New York. Srikandi, N., dan Driejana. 2009. Pengaruh Karakteristik Faktor Emisi Terhadap Estimasi Beban Emisi Oksida Nitrogen (NOx) dari Sektor Transportasi. Faculty of Civil and Environmental Engineering. Bandung : ITB. Sudrajad, Agung, (2006), Pencemaran Udara, Suatu Pendahuluan. Swati, ( 2013), Implementation of Real Time Bus Monitoring and Passenger Information System International Journal of Scientific and Research Publications, Volume 3, Issue 5, May 2013. The-Alcatel-Lucent Integrated Control and Management System. (2016, November 9). Retrieved from http://enterprise.alcatel- lucent.com/assets/documents/SBG5677110202_ICMS_EN_Bro chure.pdf Timboeleng A. James, Kaseke H. Oscar. (2015). Analisa Biaya Transportasi Angkutan Umum Dalam Kota Manado Akibat Kemacetan Lalu Lintas (Studi Kasus: Angkutan Umum Trayek Pusat Kota 45- Malalayang). Jurnal Sipil Statik. 3 (1)

99

100

BAB V ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI SISTEM MONITORING DAN PASSANGER INFORMATION SYSTEM PADA HALTE BRT

A. Tujuan Instruksional Umum 1. Mahasiswa mengenal mengenal gambaran umum tentang angkutan umum bagi masyarakat 2. Mahasiswa memahami secara umum tentang sistem monitoring dan passanger information system terhadap Bus Rapid Transit (BRT) 3. Mahasiswa dapat menilai keadaan angkutan umum (BRT) yang telah menerapkan Sistem Monitoring dan Passenger Information System

A. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan : 1. Dapat menjelaskan tentang persepsi masyarakat terhadap sistem monitoring dan passanger information system 2. Dapat menjelaskan hasil persepsi masyarakat tentang implementasi sistem monitoring dan passanger information system terhadap BRT. 3. Dapat menjelaskan kondisi sistem transportasi umum (BRT)

101 5.1. Karakteristik Angkutan Umum Untuk Masyarakat Menurut UU No.14 Tahun 1992 pasal 1 menyebutkan bahwa angkutan adalah pemindahan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat yang lain menggunakan kendaraan. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan juga perkembangan ekonomi yang pesat maka meningkatnya kebutuhan akan sarana dan prasana transportasi yang menunjang kegiatan yang berlangsung, sebagai Ibukota Jawa Tengah Semarang menghadapi persoalan tentang transportasi yang dinilai cukup berat, salah satu persoalannya adalah kemacetan pada lalu lintas, seperti permasalahan pada jalur BRT di Kota Semarang mix traffic dengan pengguna kendaraan pribadi maka untuk masyarakat pengguna angkutan umum dalam merencanakan waktu untuk beraktivitas terhambat, melihat pula berkembangan kota yang sudah mengarah pada kota Metropolitan masalah kemacetan menjadi ekspresi (klise) dan problem yang kompleks, masalah kemacetan di Kota Semarang dikarenakan belum tersedianya angkutan umum yang menunjang dan masyarakat masih senang menggunakan kendaraan pribadi. Penggunaan kendaraan pribadi juga akan memperburuk kualitas udara dan berdampak pada kesehatan masyarakat, sehingga dampak kedepannya dikawatirkan daya tarik Kota Semarang dari pelayanan transportasi akan semakin menurun. Oleh karena itu peningkatan pelayanan umum berupa pengoperasiannya nyaman, murah dan tepat waktu akses mudah, harapannya agar masyarakat beralih ke angkutan umum massal. Tujuan keberadaan angkutan umum penumpang adalah menyelenggarakan pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat. Ukuran pelayanan yang baik adalah pelayanan yang aman, nyaman, murah dan cepat. Selain itu keberadaan angkutan umum penumpang membuka lapangan kerja. Jadi, dalam menentukan pilihan jenis angkutan, orang mempertimbangkan berbagai faktor, seperti maksud perjalanan, jarak dan waktu tempuh, biaya dan tingkat kenyamanan serta keselamatan. (Tamin, 2000). Bila ditinjau dari segi lalu lintas, adanya angkutan umum penumpang berarti pengurangan volume lalu lintas pribadi. Selain kemacetan masyarakat/penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi masalah transportasi.

102 Dalam semua lingkup perencanaan, penduduk tidak dapat diabaikan (Warpani, 1990), pelaku utama pergerakan di jalan adalah manusia, karena itu pengetahuan akan tingkah laku dan perkembangan penduduk merupakan bagian pokok dalam proses perkembangan transportasi massal, penyebab terjadinya perjalanan lihat pada Tabel 5.1, sebagai berikut :

Tabel 5.1 Klasifikasi Penyebab Terjadinya Perjalanan

Aktivitas Klasifikasi Perjalanan Keterangan I. EKONOMI 1. ke dan dari tempat a. Mengunjungi a. Mencari Nafkah kerja perumahan b. Mendapatkan 2. berkaitan dengan b. Mengangkut bahan barang dan pelayanan bekerja 3. ke dan dari toko c. Ke dan dari rapat (40 keperluan pribadi - 50%) penduduk 4. berkaitan dengan pelayanan medis, belanja/bisnis pribadi hukum, kesejahteraan

II. SOSIAL 5. ke/dari rumah teman biasanya dalam Menciptakan/menjaga 6. ke-dari tempat lingkungan keluarga hubungan pribadi pertemuan III. PENDIDIKAN 7. ke-dari sekolah/ 85% penduduk kampus dll IV. REKREASI DAN 8. ke-dari taman rekerasi restoran HIBURAN dan 9. berkaitan dengan kunjungan sosial perjalanan perjalanan pada hari libur V. KEBUDAYAAN 10. ke-dari tempat perjalanan ke tempat ibadah budaya 11. perjalanan daerah budaya 12. pertemuan politik Sumber : Mudjiastuti H, 2017

Perjalanan didefinisikan sebagai suatu perjalanan satu arah dari titik asal ke titik tujuan. Biasanya diprioritaskan pada perjalanan yang menggunakan moda kendaraan bermotor. Perjalanan Home-Based, yaitu

103 perjalanan yang menunjukkan bahwa rumah dan pembuat perjalanan merupakan asal dan tujuan dari perjalanan. Perjalanan Non Home- Based, yaitu suatu perjalanan yang menunjukkan bahwa salah satu tujuan dari perjalanan bukanlah rumah pelaku perjalanan. Produksi perjalanan (Trip Production), merupakan perjalanan yang didefinisikan sebagai awal dan akhir dari sebuah perjalanan Home-Based atau sebagai awal dari sebuah perjalanan Non Home-Based. Data moda transportasi dan jumlah penumpang angkutan umum di Kota Semarang tahun 2013 yang dipakai sebagai sarana angkutan umum dapat di lihat pada Tabel 5.2 dan Tabel 5.3, sebagai berikut :

Tabel 5.2. Jenis dan Jumlah Angkutan Umum di Kota Semarang

TAHUN NO JENIS ANGKUTAN 2012 2013 1 Bus Rapid Transit (BRT) a. Jumlah Trayek 2 3 b. Jumlah Armada 40 46 c. Jumlah Halte 110 140 2 Taxi a. Jumlah Perusahaan 8 8 b. Jumlah Armada 1.620 1.352 3 Angkutan Umum dalam trayek a. Jumlah trayek Utama 33 33 Cabang 12 13 Ranting 33 31 b. Jumlah Armada Utama 737 731 Cabang 1488 1458 Ranting 877 860 Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang (2013)

104 Tabel 5.3. Jumlah Penumpang Angkutan Umum di Kota Semarang

TAHUN NO JENIS PENUMPANG 2012 2013 1 Jumlah penumpang di terminal dan 7.767.539 4.767.769 sub terminal 2 Jumlah penumpang moda transportasi 1.960.200 3.821.144 massal Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang (2013)

5.2. Analisis Kuesioner Tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Sistem Monitoring dan Passanger Information System Dalam analisis kuesioner dibutuhkan persepsi untuk jawaban pada setiap point pertanyaan, sebelum membahas tentang hasil kuesioner masyarakat, perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian persepsi. Persepi tergolong dalam kata serapan, dimana kata tersebut memiliki arti penglihatan, tanggapan dan daya pemahaman. Bahwa suatu persepsi terlebih dahulu diawali dengan proses penginderaan, menginterprestasikan dan memberi penilaian terhadap suatu stimulus yang ada dilingkungan. Hampir setiap orang/masyarakat menghendaki dapat bergerak dengan cepat, aman, nyaman dan mudah. Tetapi disamping itu juga terdapat sejumlah orang yang bergerak dari dan ke tempat tujuan yang sama, karena didalamnya terdapat faktor manusia, ekonomi, fisik, sarana dan prasarana, administrasi, dan lain sebagainya (Warpani,1981). Pengembangan sistem angkutan umum massal di Semarang mengacu pada Bus Rapid Transit (BRT) dengan implementasi Sistem Monitoring dan Passanger Information System yang dipasang pada halte atau shelter yang telah direncanakan yang bertujuan untuk masyarakat dalam beralih menggunakan angkutan massal yang murah, efisien waktu, hemat konsumsi Bahab Bakar Minyak (BBM), dan ramah lingkungan, maka pada penelitian sistem monitoring dan passanger information system melakukan survey tentang persepsi masyarakat

105 tentang implementasi sistem monitoring dan passanger information system. Pada survey ini menggunakan sistem kuesioner online yang dibuat dalam bentuk google form pada website http://bit.ly/2srTpDi diisi oleh masyarakat Semarang maupun luar Semarang baik sebagai penumpang bus langsung, atau yang tidak memiliki kendaraan pribadi, pengguna kendaraan pribadi dan spesialis transportasi, kuisioner online seperti yang dijelaskan di bawah untuk menganalisis penelitian sistem monitoring dan passanger information system guna untuk mengumpul- kan jawaban responden, untuk mendapatkan kuisioner yang tepat dan efisien, metode yang dilakukan yaitu merumuskan isi dari pertanyaan yang akan ditujukan pada responden, menentukan untuk format penulisan form kuesioner dan instruksi bagi responden yang jelas, serta merumuskan bagian-bagian setiap tipe pertanyaan kuesioner, kuesioner ini telah direspon sebanyak 130 responden, hasil dari kuesioner dapat dilihat pada Diagram di bawah ini, sebagai berikut:

5.2.1. Persepsi Masyarakat Tentang Penggunaan BRT Survey ini membahas tentang berapa banyak masyarakat menggunakan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang dalam kegiatan sehari ditinjau dari perharinya, diagram dapat dilihat di bawah ini pada Gambar 5.1, Gambar 5.2, dan Gambar 5.3, sebagai berikut :

KUESIONER 1

Sumber : Hasil Kuisioner 2019 Gambar 5.1 Persepsi Masyarakat Penggunaan Bus BRT Kuesioner 1

106 Dari data kuesioner (Gambar 5.1) kuesioner 1 penjelasannya bahwa prosentase sebanyak 85,3% bahwa masyarakat jarang menggunakan BRT, 7% masyarakat hanya menggunakan BRT pada setiap kegiatan, 3,85% masyarakat hanya menggunakan BRT 2 hari sekali dan 3,85% masyarakat hanya menggunakan 1 hari sekali.

KUESIONER 2

Sumber : Hasil Kuesioner 2019 Gambar 5.2 Persepsi Masyarakat Penggunaan Bus BRT Kuesioner 2

Dari data kuesioner (Gambar 5.2) kuesioner 2 pada jarak halte – rumah tinggal penjelasannya bahwa prosentase sebanyak 55,5% jarak rumah ke halte > 500 m, 20,3% jarak rumah ke halte < 500 m, 14,1% jarak antara rumah – halte < 100 m, 10,2% jarak antara rumah dengan halte <300 m.

KUESIONER 3

Sumber : Hasil Kuisioner 2019 Gambar 5.3 Persepsi Masyarakat Penggunaan Bus BRT Kuesioner 3

107 Dari data kuesioner (Gambar 5.3) kuesioner 3 alasan kenapa masyarakat menggunakan BRT penjelasannya bahwa prosentase sebanyak 72,50% masyarakat sebanyak 87 orang berpendapat bahwa naik BRT biayanya murah, 26,70% masyarakat sebanyak 32 orang ingin menghindari macet maka naik BRT, 11,70% sebanyak 14 orang merespon bahwa halte dan rumah berdekatan, 6,70% sebanyak 8 orang tidak memiliki kendaraan pribadi. Dari analisis hasil ketiga kuesioner diatas dapat ditinjau dari segi ekonomis karna masyarakat berpendapat menggunakan Rapid Transit (BRT) biaya lebih murah dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi (sepeda motor) dan juga dari konsumsi BBM dari kendaraan pribadi dan bus memang menghasilkan konsumsi yang sama yaitu 0,25 liter/orang yang ukur dari jarak rute perjalanan UNDIP- UNNES (20,1 Km), dan jarak sebaliknya UNNES- UNDIP (22,3 Km), untuk pembelian BBM kendaraan menggunakan jenis BBM premium dan Rapid Transit (BRT) menggunakan jenis solar diantaranya memiliki harga yang relatif berbeda untuk premium Rp.7000,-/liter dan jenis solar Rp.9.600,-/liter dilihat dalam Tabel 5.1 Pertamina 2019, dari faktor penentu konsumsi BBM yang sudah dibagi dengan jarak tempuh untuk sepeda motor konsumsi BBM rata-rata 0,5 liter dan konsumsi BBM perorangnya maka dibagi dengan jumlah maksimal penumpang menjadi 0,25 Lt/orang, dan Rapid Transit (BRT) konsumsi BBM rata-ratanya 10,05 liter untuk perorangnya 0,25 liter/orang dan dianalisis lagi antara konsumsi BBM rata-rata dengan harga BBM tahu 2019, untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan maka konsumsi BBM rata-rata dikalikan harga BBM dan dibagi jumlah penumpang maksimal untuk sepeda motor sendiri per orangnya terkena biaya Rp.1.750,-/orang dan Bus Rapid Transit (BRT) Rp.2.412/orang, dalam perhitungan ini masih dikategorikan hemat kendaraan pribadi daripada Rapid Transit (BRT) tetapi dalam sisi pembiayaan lainnya, keselamatan kendaraan dan lingkungan, secara tidak langsung sepeda motor harus membayar biaya pajak jalan, menyebabkan polusi udara dan rawan kecelakaan tertinggi diantara moda transportasi lainnya dapat dibuktikan dari data pada Tabel 5.4 di bawah, sebagai berikut :

108 Tabel 5.4 Tipe kendaraan yang terlibat kecelakaan lalu lintas

Tahun 2012 Tahun 2013 No. Tipe Kendaraan Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase 1 Sepeda Motor 36 73,47% 26 70,27% 2 Mobil Pribadi 11 22,45% 10 27,03% 3 Mobil Umum Kecil 0 0,00% 1 2,70% 4 Mobil Umum Besar 2 4,88% 0 0,00% 5 Mobil Besar 0 0,00% 0 0,00% 6 Sepeda 0 0,00% 0 0,00% Jumlah 49 100% 37 100% Sumber : Buku Pengaruh Sistem Jaringan-lalu lintas terhadap keselamatan jalan ISBN : 978-602-9019-69-8

5.2.2. Persepsi masyarakat tentang pemasangan Sistem monitoring dan Passanger Information System Pada survey ini membahas tentang pendapat masyarakat tentang pemasangan sistem monitoring dan Passanger Information System yang berguna atau tidaknya jika pada halte/shelter yang dipasang atau diimplementasikan sistem monitoring dan passanger information system dengan tujuan setiap akan melakukan perjalanan akan mendapatkan keuntungan yang mudah, nyaman, real time dan ramah lingkungan, hasil kuesioner dapat dilihat pada diagram Gambar 5.4 di bawah ini, sebagai berikut :

KUESIONER 4

Sumber : Hasil Kuesioner 2019 Gambar 5.4 Persepsi Masyarakat Implementasi Sistem monitoring & PIS pada halte BRT

109 Dari data yang diperoleh pada hasil kuesioner (Gambar 5.4), kuesioner 4 tentang manfaat kinerja sistem monitoring dan passanger information system, prosentase sebanyak 62% berpendapat bahwa jika adanya sistem monitoring dan passanger information system “sangat bermanfaat”, 34,05% berpendapat “Bermanfaat”, 1,55% berpendapat “Sedikit Bermanfaat”, dan lainnya 1,55% berpendapat bahwa “Tidak Bermanfaat”.

KUESIONER 5

Sumber : Hasil Kuesioner 2019 Gambar 5.5 Persepsi Masyarakat Implementasi Sistem monitoring & PIS pada halte BRT

Dari data yang diperoleh pada hasil kuesioner (Gambar 5.5), kuesioner 5 tentang dengan adanya sistem monitoring dan passanger information system dapatkah/bisakah masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum, prosentase sebanyak 62,3% berpendapat bahwa “Bisa”, 26,90% berpendapat “Sangat Bisa”, 10% berpendapat “Kurang Bisa”, dan lainnya 0,8% berpendapat bahwa “Tidak Bisa”. Analisis dari kuesioner 4 dan kuesioner 5 diatas ditinjau dari sisi teknis sistem monitoring dan passanger information system karena parameternya dalam monitor sistem monitoring dan passanger information system yang telah dipasang pada halte memberikan informari berupa nomor polisi/nomor plat pada Rapid Transit (BRT), stasiun (halte) Rapid Transit (BRT), lokasi Rapid Transit (BRT), dan kecepatan laju Rapid Transit (BRT), dan juga memiliki sistem database yang terdiri dari informasi yang real time mengenai bus BRT meliputi

110 rute bus, waktu kedatangan/keberangkatan aktual dan lokasi real time bus, karena di dalam Rapid Transit (BRT)telah terpasang perangkat GPS yang akan terkoneksi atau mengirimkan data ke sistem komputer, dan keuntungan lainnya mudah diakses melalui smartphone pengguna, tampilannya berupa web interaktif yang melayani berbagai fungsi kepenggunaan jarak jauh, pengguna dapat memasukan sumber dan tujuan serta nomor bus yang dicari lokasinya, ketika pengguna mengirimkan permintaan, alat akan memecat permintaan ke server untuk mengakses data yang tersimpan dalam database server dan juga telah menyediakan daftar bus yang tersedia sesuai pasokan dan tujuan pengguna jarak jauh, dan tugas pengguna selanjutnya melihat dan memilih kisaran bus yang eksplisit untuk memahami lokasi real time bus dan mendapatkan informasi lainnya, setelah penumpang memilih nomor bus yang eksplisit, aplikasi menunjukan lokasi real time bus pada layar pengguna, pada pencarian pengguna menghasilkan semua rute Bus ketika bus melakukan perjalanan dan akan mencari kisaran bus jika lokasi bus dan lokasi sumber penumpang jika lokasi cocok maka bus yang aktif akan menghitung waktu yang dibutuhkan pengguna atau penumpang, dan proses ini mengikuti siklus berulang untuk setiap pencarian yang dilakukan oleh penumpang.

5.2.3. Persepsi masyarakat tentang penggunaan sistem monitoring dan passanger information system Pada survey ini masyarakat menanggapi tentang penggunaan sistem monitoring dan passanger information system apakah bisa untuk memperkirakan waktu kedatangan Rapid Transit (BRT) dan dapat merencanakan waktu keberangkatan penumpang dalam beraktivitas, hasil kuesioner dapat dilihat pada diagram Gambar 5.6, sebagai berikut :

111 KUESIONER 6

Sumber : Hasil Kuesioner 2019 Gambar 5.6 Persepsi Masyarakat Penggunaan Sistem monitoring & PIS

Dari data kuesioner 6 di atas pada Gambar 5.6, dijelaskan bawah masyarakat berpendapat bahwa setelah adanya pemasangan sistem monitoring dan passanger information system penumpang dapat memperkirakan waktu kedatangan Rapid Transit (BRT) pada halte atau shelter yang dituju, sebanyak 57,40% berpendapat “Bisa”, 41,10% “Sangat Bisa”, 0,75% “Kurang bisa”, dan 0,75% “Tidak bisa”.

KUESIONER 7

Sumber : Hasil Kuesioner 2019 Gambar 5.7 Persepsi Masyarakat Penggunaan Sistem monitoring & PIS

Dari data kuesioner 7 di atas pada Gambar 5.7, dijelaskan masyarakat berpendapat bahwa setelah adanya pemasangan sistem monitoring dan passanger information system penumpang dapat memudahkan dan melihat posisi melalui smartphone pengguna, sebanyak 55,80% yang

112 berpendapat “Bisa”, 43,40% “Sangat Bisa”, 0,40% “Kurang Bisa” dan lainnya 0,40% “Tidak Bisa”.

KUESIONER 8

Sumber : Hasil Kuesioner 2019 Gambar 5.8 Persepsi masyarakat Penggunaan Sistem monitoring & PIS

Dari data kuesioner 8 di atas pada Gambar 5.8, dijelaskan masyarakat berpendapat bahwa setelah adanya pemasangan sistem monitoring dan passanger information system penumpang dapat manfaat dari pemasangan yaitu memudahkan penumpang merencana- kan waktu keberangkatan saat akan menaiki Bus Rapid Transit (BRT), sebanyak 46,50% berpendapat “Sangat Bisa”, 43,50% “Bisa”, 5 % “Cukup Bisa” dan lainnya 2 % “Tidak Bisa”.

KUESIONER 9

Sumber : Hasil Kuesioner 2019 Gambar 5.9 Persepsi masyarakat Penggunaan Sistem monitoring & PIS

113 Dari data kuesioner 9 di atas pada Gambar 5.9, dijelaskan bawah masyarakat berpendapat bahwa setelah adanya pemasangan sistem monitoring dan passanger information system penumpang dapat memudahkan penumpang merasakan manfaatnya, sebanyak 88,40% berpendapat “Tidak” dalam arti tidak terlambat perjalannya.

KUESIONER 10

Sumber : Hasil Kuesioner 2019 Gambar 5.10 Persepsi masyarakat Penggunaan Sistem monitoring & PIS

Dari data kuesioner 10 di atas pada Gambar 5.10, dijelaskan masyarakat berpendapat bahwa setelah adanya pemasangan sistem monitoring dan passanger information system penumpang pada halte atau shelter memudahkan penumpang ketempat tujuan dengan tepat waktu, sebanyak 89,10% berpendapat “Iya”, dan sebanyak 10,90% berpendapat “tidak” Berdasarkan dari hasil persepsi masyarakat tentang kepenggunaan sistem monitoring dan passanger information system penumpang dapat merencanakan waktu keberangkatan saat beraktivitas menggunakan atau menaiki Bus Rapid Transit (BRT), penumpang dapat mem- perkirakan waktu kedatangan Bus Rapid Transit (BRT) dan bermanfaat bagi para penumpang karena dapat sampai ke tempat tujuan dengan tepat waktu, sistem kinerja pada modul pengguna aplikasi passanger information system berbasis web interaktif ini terdapat Graphical User Interface atau GUI (sistem monitoring) akan menampilkan lokasi Bus Rapid Transit (BRT) dan infromasi waktu kedatangan kepada penumpang, serta memiliki database yang berisi data informasi real time Bus Rapid Transit (BRT) yang meliputi rute bus, waktu kedatangan 114 atau keberangkatan yang secara aktual dan lokasi real time Bus Rapid Transit (BRT).

5.2.4. Persepsi masyarakat tentang implementasi sistem monitoring dan passanger information system

KUESIONER 11

Sumber : Hasil Kuesioner 2019 Gambar 5.11 Persepsi masyarakat Implementasi Sistem monitoring & PIS

Dari data kuesioner 11 di atas pada Gambar 5. 11, dijelaskan bahwa masyarakat berpendapat implementasi sistem monitoring dan passanger information system pada halte, sebanyak 99,20% berpendapat “Iya” dalam arti bahwa penumpang merasa senang apabila di halte terpasang sistem monitoring dan passanger information system, dan pendapat dengan prosentase 0,80% “Tidak” artinya masyarakat tidak senang apabila dipasang sistem monitoring dan passanger information system pada halte BRT. KUESIONER 12

Sumber : Hasil Kuesioner 2019 Gambar 5.12 Persepsi masyarakat Implementasi Sistem monitoring & PIS 115 Dari data kuesioner 12 di atas pada Gambar 5. 12, dijelaskan bahwa masyarakat berpendapat implementasi sistem monitoring dan passanger information system pada halte, sebanyak 100% berpendapat “Iya” artinya bahwa penumpang setuju apabila di halte diperbanyak dan terpasang sistem monitoring dan passanger information system.

KUESIONER 13

Sumber : Hasil Kuesioner 2019 Gambar 5.13 Persepsi masyarakat Implementasi Sistem monitoring & PIS

Dari data kuesioner 13 di atas pada Gambar 5. 13, dijelaskan bahwa masyarakat berpendapat implementasi sistem monitoring dan passanger information system pada halte, sebanyak 90,60% berpendapat “Iya” artinya bahwa penumpang merasa tidak menunggu bus dengan waktu yang lama.

5.2.5. Rekap prosentase hasil kuesioner keseluruhan Berdasarkan hasil kuesioner persepsi masyarakat adanya implementasi sistem monitoring dan passanger information system pada halte BRT, dalam berbagai pertanyaan direkap dalam gambar diagram Gambar 5.14, di bawah ini, sebagai berikut :

116

Sumber : Hasil Rekap Kuesioner 2019 Gambar 5.14 Rekap Kuesioner Implementasi Sistem monitoring & PIS

Dalam penjelasan rekap hasil kuesioner pada Gambar 5.14 sebanyak 100% responden berpendapat bahwa masyarakat setuju jika sistem monitoring dan passanger information system diperluas lagi setiap koridor BRT, karena sangat bermanfaat bagi penumpang angkutan umum massal merespon sebanyak 96,90%, 89,2% dapat menarik pengguna kendaraan pribadi berpindah ke angkutan umum massal, dan untuk 85,3% masyarakat memberi jawaban jarang menggunakan BRT dikarenakan fasilitas minim dari pelayanan moda transportasi angkutan umum yang handal, aman, nyaman, efisien waktu dan juga modern, masyarakat menjadi senang menggunakan BRT karena mendapatkan kepastian waktu. Sistem monitoring dan passanger information system yang sudah terpasang di halte BRT dan perangkat GPS pada bus BRT, tidak hanya bermanfaat bagi penumpang, juga operator bus BRT, dan dinas perhubungan sebagai pusat pengendali atau sebagai penyelenggara transportasi. Dapat diasumsikan tentang sistem monitoring dan passanger information system pada halte dapat diterima oleh masyarakat pengguna angkutan umum massal (BRT), dari 130 responden dengan prosentase 99,2% (129 responden) menjawab “setuju” dengan adanya sistem monitoring dan passanger information system dan 0,8% (1 responden) menjawab “tidak setuju”, tanggapan masyarakat diatas merupakan

117 manfaat dari sistem monitoring dan passanger information system, dinilai dapat memberikan fasilitas moda angkutan umum yang aman, cepat, efisien waktu dan nyaman, mengacu pada perkembangan IPTEK (modern) menerapkan teknologi, ekonomis lebih murah, hemat penggunaan BBM dari kendaraan pribadi, mengurangi kemacetan dan ramah lingkungan meminimalisir polusi udara.

Rangkuman Angkutan adalah pemindahan orang dan barang dari suatu tempat ketempat lain dengan menggunakan kendaaraan, bertambahnya jumlah penduduk dan juga perkembangan ekonomi yang pesat maka meningkatnya kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi yang menunjang kegiatan berlangsung bagi masyarakat, Kota Semarang sebagai ibukota mengalami permasalahan menghadapi persoalan tentang transportasi yang dinilai cukup berat salah satunya kemacetan lalu lintas, seperti permasalahan pada jalur BRT di kota semarang mix traffic dengan kendaraan lain, maka masyarakat dalam merencanakan waktu untuk beraktivitas terhambat, permasalahan tersebut masyarakat kota semarang masih senang menggunakan kendaraan pribadi dan belum tersedianya angkutan umum yang dapat menunjang disetiap kegiatan masyarakat, dan dampak dari pengunaan kendaraan pribadi akan memperburuk kualitas udara sangat berpengaruh pada kesehatan, peningkatan pelayanan umum masyarakat pengoperasian- nya yang aman, nyaman, murah dan tepat waktu, dan harapannya masyarakat dapat beralih kemoda angkutan umum. pengembangan sistem angkutan umum massal mengacu pada BRT dengan diimplementasi sistem monitoring dan passanger information system yang dipasang pada halte dan pusat pengendali dengan tujuan biaya murah, efisien waktu, hemat konsumsi BBM, dan ramah lingkungan, dan dilakukan survey pengisian kuesioner kepada masyarakat dengan jumlah responden sebanyak 130 orang, mendapatkan hasil 100% responden “setuju” implementasi sistem monitoring dan passanger information system diperluas lagi disemua koridor BRT, 96,50% sangat bermanfaat bagi pengguna angkutan umum, 85,30% minimnya fasilitas pelayanan moda transportasi angkutan umum, dan 89,20% menarik 118 pengguna kendaraan pribadi berpindah keangkutan umum massal, dan dapat diasumsikan bahwa sebanyak 99,2% responden menjawab “setuju” dengan adanya sistem monitoring dan passanger infromation system dan selebihnya 0,8% menjawab “tidak setuju”.

Latihan Soal 1. Jelaskan apa yang anda ketahui dengan gambaran umum tentang angkutan umum bagi masyarakat ! 2. Apa yang dimaksud dengan angkutan umum dalam UU No.14 Tahun 1992 ? 3. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang kondisi sistem transportasi umum (BRT) ! 4. Sebutkan dampak positif adanya angkutan umum di Semarang ! 5. Jelaskan klasifikasi penyebab terjadinya perjalanan !

Daftar Pustaka Anonim, (1993), Peraturan Pemerintah RI No.41 Tahun 1993, Tentang Angkutan Jalan. Anonim, (2013), Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang. Handajani Mudjiastuti, Akbar Faisal R,(2017), Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata. Analisis Panjang Perjalanan dan Karakteristik Pengguna Kendaraan Bermotor (Studi Kasus Kecamatan Banyumanik Semarang). Semarang. Konferensi Nasional Teknik Sipil I (Konteks I) Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jeremiah Budiono, Setia Kurnia Putri, Djoko Setijowarno, (2007), Raditin Ruktiningsih,Studi Kasus Pengoperasian Angkutan Umum Massal di Semarang, Yogyakarta. Undang – Undang No.14 Tahun 1992, Pasal 1 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

119 Warpani, Suwardjoko, (1990),Merencanakan Sistem Perangkutan, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Warpani, Suwardjoko, (1981), Perencanaan Transport, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

120

BAB VI IMPLEMENTASI SISTEM MONITORING DAN PASSANGER INFORMATION SYSTEM PADA BUS TRANS SEMARANG MENUJU SMART CITY

A. Tujuan Instruksional Umum 1. Mahasiswa mengenal Smart City secara umum. 2. Mahasiswa memahami secara umum tentang sistem monitoring dan passanger information system terhadap Bus Rapid Transit (BRT). 3. Mahasiswa dapat menilai keadaan angkutan umum (BRT) yang telah menerapkan Sistem Monitoring dan Passenger Information System B. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan : 1. Dapat menjelaskan tentang persepsi masyarakat terhadap sistem monitoring dan passanger information system 1. Dapat menjelaskan hasil persepsi masyarakat tentang implementasi sistem monitoring dan passanger information system terhadap BRT. 2. Dapat menjelaskan kondisi sistem transportasi umum (BRT)

121 6.1. Perkembangan Transportasi Massal Menuju Smart City Dalam suatu kota dengan penduduk yang semakin meningkat dan jumlah kendaraan pribadi yang semakin meningkat pula karena kegiatan pola masyarakat dalam bepergian, perilaku masyarakat yang enggan menggunakan transportasi umum dikarenakan waktu tunggu yang lama, maka diperlukan peningkatan untuk transportasi massal dengan menginovasi teknologi yang bertujuan untuk mencapai kegiatan yang efisien waktu, real time, dapat merencanakan waktu keberangkatan, dan juga ramah lingkungan, dengan penghematan BBM dapat menurunkan tingkat polusi udara, dengan adanya peningkatan sarana dan prasarana pada transportasi umum khususnya BRT dalam sistem informasi penumpang, sehingga masyarakat dapat beralih menggunakan transportasi massal dengan nyaman, murah, aman dan efisien waktu, serta dampak penggunaan kendaraan pribadi yang semakin banyak mengakibatkan kemacetan, dengan adanya pelayanan BRT yang telah diimplementasi sistem monitoring dan passanger information system dapat mengurangi kemacetan dan bertujuan menuju smart city dalam sistem transportasinya, dalam membahas transportasi cerdas atau smart transportation pertama perlu dijelaskan mengenai definisi kota cerdas smart city terlebih dahulu. Smart City adalah konsep perencanaan kota dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dengan tujuan agar hidup lebih mudah dan ramah lingkungan atau sehat, dengan tingkat efisiensi dan efektifitas yang tinggi, serta memiliki infrastruktur dasar dan memiliki system transportasi yang lebih efisien dan terintergrasi, sehingga meningkat- kan mobilitas masyarakat. Konsep itu juga menciptakan kualitas hidup masyarakat yang terus meningkat, rumah dan bangunan yang hemat energi, bangunan ramah lingkungan dan memakai sumber energy terbarukan, beberapa ahli menganggap konsep kota dengan smart city dapat memenuhi kebutuhan hidup serta kemudahan hidup dan kesehatan, pada kenyataannya konsep smart city masih dalam perdebatan oleh para ahli dan belum ada defenisi dan konsep umum yang bisa diterapkan di semua kota di dunia. Konsep smart city masih bergantung pada kota pengembang masing - masing. Beberapa para ahli mencoba mendefinisikan smart city dengan definisi masing-masing

122 berdasarkan bidang keilmuan masing-masing, beberapa ahli men- definisikan smart city, Dapat dilihat pada Tabel 6.1 sebagai berikut :

Tabel 6.1 Definisi smart city menurut para ahli

No Definisi Sumber 1. Kota cerdas atau smart city, pada umumnya Ahmad Nurman didasarkan pada 3 hal, pertama faktor manusia, kota dalam Manajemen dengan manusia-manusia yang kreatif dalam Perkotaan pekerjaan, jejaring pengetahuan, lingkungan yang bebas dari kriminal. Kedua faktor teknologi, kota yang berbasis teknologi, kota yang berbasis teknologi komunikasi dan informasi. Terakhir faktor kelembagaan, masyarakat kota ( pemerintah, kalangan bisnis dan penduduk) yang memahami teknologi informasi dan membuat keputusan berdasarkan pada teknologi informasi. 2. Smart City didefinisikan juga sebagai kota yang Caragliu, A., dkk mampu menggunakan SDM, modal sosial, dan dalam Schaffers, infrastruktur telekomunikasi modern untuk 2010:3 mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kualitas kehidupan yang tinggi, dengan manajemen sumber daya yang bijaksana melalui pemerintahan berbasis partisipasi masyarkat. 3. Smart City (Kota Pintar) = sebuah pedekatan yang Cohen Boyd, 2013 luas, terintegasi dalam meingkatkan efisiensi pengoperasian sebuah kota, meningkatkan kualitas hidup penduduknya, dan menumbuhkan ekonomi daerahnya. Cohen lebih jauh mendefinisikan Smart City dengan pembobotan aspek lingkungan menjadi: Smart City menggunakan ICT secara pintar dan efisien dalam menggunakan berbagai sumber daya, menghasilkan penghematan biaya dan energi, meningkatkan pelayanan dan kualitas hidup, serta mengurangi jejak lingkungan semuanya mendukung ke dalam inovasi dan ekonomi ramah lingkungan.

123 No Definisi Sumber 4. Smart city merupakan kota dengan investasi modal Giffinger (2010) manusia dan sosial, dengan transportasi dalam Jung Hoon (tradisional) dan infrastruktur komunikasi modern (2014) serta pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan kualitas hidup yang tinggi, dengan manajemen SDA yang bijaksana melalui tata pemerintahan yang pastisipasi. 5. Smart City merupakan hasil dari pengembangan Kourit & Nijkamp pengetahuan yang intensif dan strategi kreatif (2012) dalam peningkatan kualitas sosial-ekonomi, ekologi, daya kompetitif kota kemunculan smart city merupakan hasil dari gabungan modal sumberdaya manusia (contohnya angkatan kerja terdidik), modal infrastruktur (contohnya fasilitas komunikasi yang berteknologi tinggi), modal sosial (contohnya jaringan komunitas yang terbuka) dan modal entrepreuneurial (contohnya aktivitas bisnis kreatif). Pemerintah yang kuat dan dapat dipercaya disertai dengan orang-orang yang kreatif dan berpikiran terbuka akan meningkatkan produktivitas lokal dan mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu kota.

Salah satu menurut ahli tentang smart city membagi dalam Pengertian 6 indikator utama dalam smart city diantaranya : smart living, samart governance, smart economy, smart mobility, smart environment dan smart poeple, yang dapat dilihat pada Gambar 6.1 sebagai berikut :

124

(Sumber : Boyd Cohen ) Gambar 6.1 Indikator Smart City Boyd Cohen a. Smart Living mengacu pada kualitas hidup dan kebudayaan masyarakat faktor yang paling mempengaruhi adalah tersedianya kebutuhan-kebutuhan, adanya keamanan, keselamatan, kemudahan dan kenyamanan. b. Smart Governance atau tata kelola pemerintahan yang cerdas ter- dapat paradigma pemerintahan yang mengeluarkan kebijakan yang mengindahkan prisnsip-prinsip supremasi hukum, kemanusiaan, keadilan, demikrasi, transparasi, partisipasi, profesionalitas, dan akuntabilitas serta efektivitas dan efesiensi kebijakan. c. Smart economy yaitu tingginya tingkat perekonomian dan kesejahteraan finansial masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi yang baik dan pendapatan perkapita yang tinggi. d. Smart Mobility atau mobilitas cerdas yaitu sistem pergerakan yang memungkinkan terjadinya pemenuhan kebutuhan dengan pergerak- an seminim mungkin dan secepat mungkin. e. Smart Environment atau lingkungan cerdas yaitu lingkungan yang memberikan kenyamanan dimasa kini dan masa mendatang dengan berkelanjutan lingkungan baik keadaan fisik maupun non fisik. f. Smart People atau bisa disebut masyarakat cerdas merupakan modal manusia yang weel educated baik secara formal maupun non formal dan terwujud dalam suatu individu atau komunitas-komunitas yang kreatif.

125 6.1.1. Perkembangan Transportasi Massal Bus Rapid Transit (BRT) Alat transportasi bus dikebanyakan belahan dunia pada saat ini tidaklah mendorong besarnya keinginan baik bagi pelanggan. Pelayanan bus sering kali tidak dapat diandalkan, tidak nyaman, dan masih berbahaya, sebaliknya, para pembuat rencana transportasi dan pejabat publik malah terkadang malah berbalik pada alternatif angkutan umum seperti Kereta Metro. Namun ada suatu alternatif antara layanan untuk orang yang kurang mampu dan beban kota yang tinggi, solusinya yaitu Bus Rapid Transit (Angkutan Bus Cepat/BRT) dapat memberikan layanan angkutan berkualitas tinggi seperti Metro. Banyak negara yang telah mengembangkan variasi tema tentang pelayanan bus yang tentunya lebih baik, dan Bus Rapid Transit (BRT) merupakan satu bentuk angkutan yang berorientasi pelanggan dan mengkombinasikan stasiun, kendaraan dan jadwal, perencanaan, dan elemen sistem transportasi pintar ke dalam sebuah sistem terpadu, ciri dari Bus Rapid Transit (BRT) termasuk koridor busway pada jalur terpisah, jalur sejajar atau jalur yang dipisahkan secara bertingkat dan teknologi bus yang di modernisasi, sistem Bus Rapid Transit (BRT) secara umum meliputi, sebagai berikut : a. Menaikkan dan menurunkan penumpang dengan cepat. b. Penarikan ongkos yang efisien. c. Halte dan stasiun yang nyaman dan aman. d. Teknologi bus bersih. e. Integrasi moda. f. Identitas pemasaran modern. g. Layanan pada penumpang yang sangat baik.

Beberapa sistem Bus Rapid Transit (BRT) beroperasi di kota-kota : a. Asia : Istanbul, Kunming, Nagoya, Taipei, Jakarta. b. Eropa : Bradford, Clermont Ferrand, Eindhoven, Essen, Ipswich, Leeds, Nancy, Rouen. c. Amerika Latin : Belo Horizonte, Bogota, Kampinas, Kuritiba, Goiania, Porto Alegre, Recife, Sao Paulo.

126 d. Amerika Utara : Ottawa, Pittsburgh, Seattle, Los Angeles, Honolulu, Orlando, Miami, Vancouver. e. Australia : Brisbane, Adelaide.

6.1.1.1 Pengalaman di Negara Amerika Latin pada Transportasi Massal Bus Rapid Transit (BRT) A. Kuritiba, Brazil Kuritiba adalah salah satu dari sedikit kota di Brasil dengan Indeks Pembangunan Manusia yang tinggi (0,856) dan pada 2010 dianugerahi Penghargaan Kota Berkelanjutan Global, yang diberikan kepada kota dan kota yang unggul dalam pembangunan kota yang berkelanjutan. Pada awal tahun 1970 pertama kali Bus Rapid Transit (BRT) dikembangkan, dan di kota ini juga telah mengimplementasikan tentang peraturan seperti zona bebas mobil atau kendaraan umum dan lahan penghijauan yang luas (RTH), Kota Kuritiba menjadi salah satu contoh kota terbaik dari intregasi transportasi dan perencanaan perkotaan menjadikannya wilayah metropolitan terpadat ketujuh di negara ini, Kota Kuritiba, Brazil terletak di selatan Brazil di selatan Sao Paulo. Kota ini memiliki populasi sebanyak 3,2 juta jiwa (sesnsus 2015) dan untuk kepemilikan kendaraan bermotor sebanyak 655.000. Transportasi umum dikelola oleh sebuah perusahaan umum bernama sebutan yang populer untuk bulatan anomali (URBS) dan telah dioperasikan oleh 10 perusahaan swasta dalam kontrak kerja konsesi, sistem transportasi umum di kota ini menjalankan 1.677 bus, untuk jenis bus yaitu bus gandeng untuk 270 penumpang yang membawa dengan kapasitas angkutannya rata-rata 976.000 penumpang per hari, 65 km busway sepanjang 5 rute utama di teruskan oleh 340 rute feeder, (rute terusan yang melayani jumlah penumpang relatif lebih sedikit) yang berkonsentrasi pada desakan penumpang akan terminal-terminal intercharge yang berlokasi strategis. Terminal ini terhubung secara berturut-turut sejauh 185 km dengan rute yang mengelilingi antar distrik atau wilayah. Berperan dalam menunjang jaringan ini adalah rute “bus cepat” 250 km yang umumnya hanya berhenti distasiun tabung tertentu dengan jarak diatur setiap 3 km, untuk jarak yang sama,

127 penumpang dapat pindah dari satu bus ke lainnya diterminal manapun, dan menggunakan akses transportasi umum kota tersebut sampai 90% (Meirelles, 2000). Pada kota Kuritiba telah menjadi inspirasi perkembangan pada kota lainnya, bahkan Los Angeles sekalipun, seperti contoh kota yang paling tergantung pada mobil atau kendaraan pribadi di seluruh dunia, dan setelah kunjungan pada delegasi pejabat kota ke Kuritiba baru-baru ini sekarang tengah mengembangkan Bus Rapid Transit (BRT). Dapat dilihat pada Gambar 6.2 di bawah ini :

(Sumber : Manfred Breithaupt, 1999) Gambar 6.2 Tabung Pendukung Angkutan untuk Penumpang 5 Pintu, Kuritiba

Stasiun BRT di Kuritiba, Brazil merupakan kota dengan titik pembangunan wilayahnya yang mempunyai peran untuk menarik pembangunan komersial dan perumahan. pada kenyataannya pembangunan kota dengan adanya transportasi busway secara bersamaan diantara kedua hal dinilai saling menguntungkan. Penempatan stasiun BRT yang strategis akan meningkatkan akses perjalanan masyarakat atau pengguna BRT dapat menuju tempat perbelanjaan, pekerjaan, layanan masyarakat, sementara pada pusat keramaian menjamin lalu lintas untuk penumpang yang memadai bagi operasi busway dengan biaya yang efektif. Pada Kota Kuritiba juga telah mengkoordinasikan pembangunan perumahan baru di sekitar arteri bus.

128 B. Bogota, Kolombia Pada Kota Bogota memiliki jumlah penduduk lebih dari 6 juta jiwa, Pada Kota Bogota telah membuktikan bahwa Bus Rapid Transit (BRT) dianjurkan pada angkutan umum untuk ukuran kota terbesar. Sistem transportasi massal Trans Mileno di Bogota mulai dioperasikan pada bulan januari 2001, berikut ini adalah ringkasan hasil pada tahun – tahun pertama tentang pengoperasian TransMileno dan dapat dinilai memenuhi harapan pengembangannya, diringkas di bawah ini, sebagai berikut : a. Sistem transportasi atau Bus Trans Mileno ini setiap hari membawa 700.000 penumpang pada periode september 2002. b. Sebagian besar penumpang atau pengguna Trans Mileno meng- hemat lebih dari 300 jam per tahun untuk setiap individunya. c. Dalam prosentase 11% penumpang Trans Mileno adalah pengguna kendaraan pribadi. d. Kecepatan rata-rata bus dari 25 Km/jam. e. Saat jam padat Bus Trans Mileno ini 72% terukur dari jumlah keseluruhan bus, mengangkut sekitar 60.000 penumpang. f. Pada lintasan Trans Mileno polusi suara berkurang 30%. g. Sebanyak 344 bus telah beroperasional dengan Jarak peng- operasional sejauh 35,5 Km. h. Sebanyak 56 Stasiun bus beroperasi dan sejumlah 6 masih dalam proses konstruksi.

C. Sao Paulo, Brazil Pada Kota Sao Paulo telah mengoperasikan sistem Bus Rapid Transit yang dianggap terbesar di dunia dalam hal jangkauan kilometernya atau rutenya, di Kota Sao Paulo, merupakan pengelolaan terpenting di negara Brazil dalam pusat industri dan keuangan terpenting, jumlah penduduk- nya sebanyak 9,9 juta jiwa penduduk dan jumlah kendaraannya sebanyak 4,8 juta kendaraan. Transportasi bus umum dikelola oleh perusahaan umum yaitu SPTRANS dan dioperasikan oleh 53 perusahaan swasta. Pada pengoperasiannya menjalankan 12.000 bus yang rata-rata membawa 4,8 juta penumpang setiap harinya, dan

129 memiliki 35 terminal transit atau transfer penumpang, jalurnya 28 km busway dengan ukuran sedang dan 137 km bus, untuk koridor bus baru tengan direncanakan untuk diintegrasikan ke dalam lini bus antar kota, sistem kereta pinggiran dan Metro dan rute bus lokal (Meirelles, 2000). Dapat dilihat pada Gambar di bawah ini :

(Sumber : US Federal Transit Administration, 2001) Gambar 6.3 Sao Paulo memiliki jaringan jalur bus paling luas di seluruh dunia, dengan 28 km busway berukuran sedang dan 137 jalur bus

Pada sistem ini menghubungkan area wilayah metropolitan yang jauh dengan sistem bawah tanah, dengan demikian serupa dengan Hongkong dan Singapura dimana layanan bus terintegrasi dengan baik, dan di Sao Paulo sebuah contoh sistem Metro dan bus yang saling menguntungkan satu sama lain.

D. Quito, Ekuador Pada Kota Ekuador telah mengembangkan dan memperluas sistem angkutan impresif yang menampilkan 25 Km busway eksklusif, sistem transportasi menutupi seluruh biaya operasi dengan tarif hanya US $ 0,20. Armada pada bus Quito yang dijalankan oleh swasta yang ada sekarang telah mengenakan bea untuk lingkungan dan kesehatan kota, hingga sekarang usia rata-rata bus dari armada sektor swasta telah mencapai 17 tahun, dengan beberapa unit berumur 35 tahun. Dapat dilihat Gambar 6.4 berikut ini :

130

(Sumber : Llyod Wright,2001) Gambar 6.4 Busway di Quito, Ekuador

E. Porto Alegre, Brazil Porto Alegre, Brazil telah menunjukkan bahwa BRT dapat dibangun dengan biaya yang relatif rendah, dalam laporannya bahwa sistem transportasi dibangun dengan biaya kurang dari US$ 1 juta per Km, kota ini memiliki 17 terminal transfer bus, 27 km busway berukuran sedang, dan 1 km jalur bus, sepanjang 5 rute dengan desain melingkar (Meirelles, 2000). Pada armada bus melayani koridor – koridor utama dan berhenti secara simultan pada sayap-sayap stasiun yang menyediakan lahan untuk 3 bus, pada ujung koridor utama bus yang sama melanjutkan rute-rute menuju komunitas yang terpisah. Jadi, daripada pindah ke bus-bus feeder pada terminal – terminal transfer, penumpang dapat meneruskan sisa perjalanan tanpa berpindah. Dapat dilihat Gambar 6.5 di bawah ini :

131

(Sumber : Llyod Wright, 2001) Gambar 6.5 Porto Alegre, Brazil

6.1.1.2 Pengalaman Asia pada Transportasi Massal Bus Rapid Transit (BRT) A. Hongkong, Cina Hongkong adalah kota yang terletak di bagian tenggara Tiongkok di estuari Sungai Mutiara dan Laut Tiongkok Selatan. Hongkong terkenal dengan perkembangannya yang ekspansif, pelabuhan laut dalam alami, dan kepadatan penduduk yang sangat tinggi sekitar 7 juta jiwa pada lahan seluas 1104 km2. Populasi Hongkong saat ini terdiri dari 93.6% etnis Tionghoa. Pada sistem transportasi bus di Hongkong menampilkan banyak keistimewaan Bus Rapid Transit (BRT), termasuk ukuran prioritas bus, penarikan ongkos modern, jangkauan komprehensif, bus dengan fasilitas bersih dan informasi penumpang, dan terintegrasi dengan baik dengan metro Hongkong, dengan jaringan bus feeder ekstensif mencakup lebih dari 140 rute halte bus feeder yang terhubung dengan stasium kereta termasuk Mass Transit Railway (MTR), Kapal Cepat Rudal (KCR) dan Bandara Express. Pada teluk operator bus warabala berkonsentrasi di sepanjang koridor lalu lintas utama dilokasi perdagangan. Dapat dilihat Gambar 6.6 berikut ini :

132

(Sumber : Karl Fjellstrom, 2001) Gambar 6.6 Jalan Nathan, Hongkong

B. Jepang Jepang saat ini memandu program manajemen permintaan transportasi sebanyak 16 kota, dimana 8 kota didalamnya tengah membangun prakarsa pengembangan bus, pada jalur bus telah diberi tanda untuk jalur – jalur bus dengan permukaan jalan berwarna. Dapat dilihat Gambar 6.7 di bawah ini :

(Sumber : Sumbangan dari John Cr acknell, TTC, dan US Transportation Research Board) Gambar 6.7 Jalur Bus di Nagoya, Jepang 133 a. Jaringan jalur bus yang memang ditujukan. b. Lingkungan transfer berkualitas tinggi. c. Penggunaan bus yang ramah lingkungan. d. Aplikasi sistem transportasi pintar (Intelligent Transport System / ITS), termasuk sistem informasi penumpang yang inovatif.

C. Taipei, Taiwan (Cina) Pada Kota Taipei telah mengembangkan sebuah jaringan jalur bus sejauh 57 Km sejak bulan Maret 2008, hasil daripada pengembangan bus, sudah dinilai sangat positif, termasuk, sebagai berikut : a. Keteraturan lalu lintas yang meningkat. b. Efisiensi operasi jalan raya yang meningkat. c. Berkurangnya gangguan lalu lintas akibat pemberhentian bus. d. Menghemat waktu perjalanan. e. Berkurangnya frekuensi dan parahnya kecelakaan. f. Operasi bus, baik dalam hal efisiensi maupun keandalan yang meningkat. g. Meningkatnya perjalanan transportasi umum. Telah melanjutkan sejumlah solusi inovatif untuk mencari lahan – lahan bagi jalur bus. Dapat dilihat Gambar 6.8 di bawah ini :

(Sumber : Jason Chanc, 2002) Gambar 6.8 Komuter di Taipe memperhitungkan keuntungan- keuntungan bagi perjalanan bus

134 6.1.1.3 Pengalaman Amerika Utara pada Transportasi Massal Bus Rapid Transit Bus Rapid Transit (BRT) merupakan kesuskesan tentang transfer teknologi dari dunia berkembang ke dunia maju, diciptakan di Kuritiba, Brazil dan dengan cepat diaplikasikan di Amerika Utara, Eropa, dan Australia. Di negara Amerika Serikat, 17 program awal pada kota tengah berkembang dengan sangat cepat, dan memperoleh keuntungan besar dari program penyebaran informasi nasional. Dapat dilihat pada Gambar 6.9 di bawah ini :

(Sumber : Sumbangan dari US Federal Transit Administration.) Gambar 6.9 Peta perkembangan Bus Rapid Transit sangat pesat di Amerika Serikat

Sistem City Express Honolulu yang berhasil saat ini telah berkembang untuk menghubungkan sistem tersebut dengan layanan terpadu antar kota yang disebut dengan Country Express. Pada Kota Pittsburgh memulai program busway pada tahun 1997 dan sekarang memiliki 3 lini busway ekslusif sejauh 26 kilometer. Hasil dari program Bus Rapid Transit di Amerika Serikat dinilai sangat mengagumkan, di lihat Tabel 6.2. Secara virtual dalam setiap kasus, waktu perjalanan telah berkurang dan tingkat perjalanan meningkat, meskipun dari dasar yang rendah.

135 Tabel 6.2 Hasil awal yang positif dari program Bus Rapid Transit Amerika Serikat

Pengurangan Peningkatan Kota Waktu Perjalanan Perjalanan Pittsburgh 50% 80 – 100 % Los Angeles 25% 27 – 41 % Miami N / A 70% Honolulu 25 – 45% N / A Chicago 25 5 70% (Sumber : US Federal Transit Administration)

A. Ottawa, Kanada Kota Ottawa memiliki salah satu sistem BRT yang dinilai paling sukses di Amerika Utara dengan 26 kilometer busway ekslusif, dan panjang keseluruhannya lebih dari 60 kilometer. Hingga sebanyak 200 bus gandeng beroperasi per jam pada sistem dan melayani sebanyak 200.000 penumpang setiap hari, dengan jumlah total pertahunnya 85 juta perjalanan penumpang. Sistem ini telah terintegrasi dengan baik dengan infrastruktur transportasi termasuk stasiun kereta, lahan untuk parkir dan kendaraan, serta sepeda, dan sistem ini telah memberi contoh yang bagus misalnya prioritas sinyal lalu lintas berfungsi untuk bus melewati kemacetan. Sistem wawasan Ottawa dikembangkan pada saat dimana banyak kota lain mencari solusi tentang angkutan massal yang berbasis kereta yang jauh lebih mahal, dan dalam kombinasi dengan kebijakan tentang pembangunan guna lahan yang berkategori ramah untuk angkutan, dan memasuki tahun 1980-an meningkatnya populasi, pelaku dunia kerja dan angkutan metropolitan yang diantisipasi, agen operasional angkutan transportasi bekerja keras untuk meningkatkan efisiensi dan penggunaan sistem bus yang ada di daerah itu, dan juga memperhitungkan bahwa daerah akan baik dilayani oleh strategi pembangunan angkutan cepat, pada segmen daerah pusat kota merupakan yang paling sulit dibangun, oleh karena itu penundaan

136 untuk konstruksi yang lebih murah pada koridor yang rutenya langsung menuju ke pusat kota. Rasio keuntungan/biaya untuk jangka pendek jauh lebih tinggi bagi segmen-segmen luar yang relatif tidak mahal daripada hubungan CBD (Central Business District) yang lebih menelan banyak biaya. Jadi perkiraan untuk penggunaan angkutan masa depan memberikan indikasi bahwa pembangunan terowongan yang lebih banyak menelan biaya atau fasilitas lain dipusat kota yang tingkatnya terpisah dapat ditangguhkan dengan aman sampai 20 -25 tahun mendatang (Shen et al., 1998).

6.1.1.4 Pengalaman Eropa pada Transportasi Massal Bus Rapid Transit A. Perancis Perancis juga memiliki Bus Rapid Transit diberbagai kota seperti Grenoble, Lyon, Nancy, dan Clermont Ferrand di Paris dan tengah memilih layanan bus modern. Dapat dilihat pada Gambar 6.10 di bawah ini :

(Sumber : Sumbangan dari John Marino (bus irlandia) dan US Transportation Research Board) Gambar 6.10 Bus modern melaju pada rute busway 137 B. B. Inggris Pada Negara Inggris busway meningkat sangat pesat di Negara Inggris seperti Kota Leeds, London, Reading, dan Ipswich. Di Inggris, setiap kota besar dan kecil terhubung oleh jalan raya yang bisa dilalui oleh transportasi umum. Biasanya transportasi yang paling ekonomis dan yang paling gampang ditemui adalah bis. Setiap stasiun bis menyediakan berbagai informasi mengenai tiket dan rute bis. pada Gambar 6.11 menjelaskan jalur tengah yang tak diaspal cukup mengurangi biaya, dan juga kebisingan.

(Sumber : Sumbangan dari US Transportation Research Board) Gambar 6.11 Ipswich, Inggris

Program Bus Rapid Transit (BRT) di Australia dan New Zealand Beberapa kota di negara Australia dan New Zealand telah meluncurkan Bus Rapid Transit (BRT), untuk pengoperasian sistemnya di Adelaide dan Brisbane, pada hasil awal yang impresif busway Southeast di Brisbane, yang direncanakan pada bulan tahun 2001, dalam kurun waktu 6 bulan pertama beroperasi mengalami kenaikan jumlah perjalanan sebesar 12 % disepanjang rute yang sama, dibandingkan dengan tahun yang lalu, dan meraih popularitas lebih jauh secara cepat. Setelah 1 tahun beroperasi layanan ini mencatat 27.000 penumpang

138 tembahan per minggu, dengan adanya dukungan layanan bus inti mencapai 45%. sistem ini juga tengah direncanakan di Kota Perth, Sydney, dan Auckland, pada Gambar 6.12 menampilkan kondisi busway menampilkan desain stasiun sangat bagus, bus ramah lingkungan karena bahan bakar menggunakan gas alam, fasilitas dukungan dan informasi penumpang yang baik, terintregrasi dengan moda dan pemasaran yang baik, busway ini memiliki pemisahan bertingkat yang ekstensif, di atas dan dibawah tanah, dan terdapat di wilayah pusat kota. Bus Rapid Transit (BRT) adalah sistem transportasi umum yang menyediakan layanan lebih cepat, lebih efisien daripada jalur bus biasa. Seringkali ini dicapai dengan melakukan perbaikan infrastruktur yang ada, kendaraan dan penjadwalan. Tujuannya adalah untuk mendekati kualitas layanan transit kereta api sambil tetap menikmati penghematan biaya dan fleksibilitas transit bus. Ada sistem BRT yang beroperasi di seluruh ibu kota di Australia termasuk Brisbane Busways System, Adelaide Busway, dan Sydney to Liverpool Transitway dan Melbourne Smart Bus System. Jaringan akan meningkatkan transportasi umum dengan memprioritaskan bus dengan menyediakan jalur transit terpisah atau jalan khusus bus. Sistem Bus Rapid Transit (BRT), biasanya berharga 4 hingga 20 kali lebih kecil dari sistem Light Rail yang setara dan hingga 100 kali lebih kecil dari sistem metro metro yang setara.

(Sumber : Karl Fjellstrom, April 2001) Gambar 6.12 Busway di Brisbane

139 6.1.2. Pengembangan Layanan Penumpang Bus Rapid Transit (BRT) di Negara Lain 6.1.2.1 Perencanaan Teknologi dan Perangkat A. Rencana Sistem Kontrol atau Monitoring pada Pusat Pengendali

Sistem kontrol yang telah diterapkan memberikan banyak keuntungan, dalam segi untuk pelayanan penumpang pada kinerjanya pusat pengendali atau kontrol mengidentifikasi pengelompokkan bus, sehingga penumpang biasanya sudah mengetahui dengan baik dimana 3 atau 4 bus pada jalur yang sama tiba hampir secara bersamaan dan menghindari penumpukan bus. Kedua, untuk permasalahan armada bus jika pada suatu waktu bus mengalami masalah mekanis, maka tim perbaikan atau derek akan segera datang, untuk permasalahan keamanan masih dalam tahap rencana yaitu pusat pengendali sebaiknya memberikan juga tanggapan yang tepat, seperti halnya mengirimkan tim keamanan ke halte atau armada. Pada Gambar 6.13 di bawah ini adalah sebuah contoh pusat pengendali bus yang telah diterapkan di Los Angeles, Amerika Serikat, sebagai berikut :

(Sumber : Sumbangan dari Los Angeles Departement of Transportation) Gambar 6.13. Pusat Pengendali BRT di Los Angeles, Amerika Serikat

140 Ada beberapa opsi untuk menghubungkan bus dan halte ke sebuah kantor pengendali. Dengan menerapkan teknologi GPS karena teknologi ini berkembang dan memberikan komunikasi yang efektif. Sistem kinerja GPS memberikan informasi mengenai lokasi dan status bus, informasi tersebut dapat digunakan untuk dengan tujuan keselamatan dan informasi untuk pusat pengendali dan selebihnya informasi tersebut dapat membantu juga menentukan distribusi pendapatan bagi operator swasta, berdasarkan jarak perjalanan pada rute dalam jangka waktu sehari. Skema pemasangan GPS pada bus, dapat dilihat pada Gambar 6.14, sebagai berikut :

(Sumber : Sumbangan dari Trans Milenio, SA Kota Bogota) Gambar 6.14 Sistem Pemantauan pada Bus Trans Milenio

Tampilan informasi bisa menjadi nilai yang sangat penting dimana penumpang dapat merencanakan waktu keberangkatan dan dapat mengetahui kedatangan bus secara real time untuk mengurangi waktu tunggu yang lama, dengan efisien waktu tunggu maka penumpang dapat memanfaatkan waktu tunggu. Beberapa sistem transportasi darat MRT di Singapura telah menerapkan monitor display untuk penumpang yang akan menaiki MRT terletak dibagian luar stasiun tepatnya pada pintu masuk, dapat dilihat pada Gambar 6.15 berikut ini :

141

(Sumber : Lloyd Wright, Singapura) Gambar 6.15 Sistem Informasi penumpang MRT

6.2. Pengembangan Layanan Bus Trans Semarang Koridor VI 6.2.1. Implementasi Sistem Monitoring dan Passanger Information system pada bus trans semarang Harapan dari program Smart City Pemerintah Kota Semarang salah satunya dengan adanya sistem transportasi kota yang berwawasan lingkungan, handal, aman nyaman, murah dan teratur juga terjadwal dan pengaturan manajemen yang lebih modern. Salah satunya upaya agar transportasi umum digunakan yaitu melalui pemberian informasi kedatangan moda transportasi secara real time sehingga penumpang atau pengguna dapat merencanakan waktu keberangkatan dan sampai ditempat tujuan dengan tepat waktu, hal permasalahan ini mengalami hambatan dikarenakan angkutan umum khususnya Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang bergabung dengan ruas jalan umum, sehingga informasi kedatangan menjadi tidak akurat penumpang menjadi menunggu bus terlalu lama. Berdasarkan permasalahan tersebut diperlukan adanya sistem monitoring dan passanger information system untuk masyarakat dengan tujuan agar masyarakat dapat mengetahui informasi kedatangan bus dan jadwal keberangkatan, sehingga masyarakat pengguna angkutan umum dapat merencanakan perjalanan dengan baik dan masyarakat dapat beralih ke moda transportasi massal. Pada penelitian ini bertujuan membangun sistem monitoring dan passanger information system untuk Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang, untuk sistem monitoringnya di kantor pusat pengendali atau Dinas Perhubungan Kota Semarang dan passanger information system

142 dipasang di halte Bus Trans Semarang. Pada penelitian oleh penulis ini direncanakan berdasarkan peta jalan Rencana Strategis (Renstra) Universitas Semarang 2016-2020 tentang penelitian unggulan yang mengacu pada bidang transportasi bertujuan pengupayaan penyediaan prasarana transportasi yang lebih handal dan modern. Dapat dilihat Gambar 6.16 di bawah ini :

(Sumber : Renstra Universitas Semarang 2016 – 2020) Gambar 6.16 Rencana Strategis Penelitian Universitas Semarang Tahun 2016 -2020

Mendukung terciptanya transportasi yang real time menggunakan teknologi informasi, sehingga tujuan tercapainya smart city dapat tercapai melalui smart transportation yang handal, real time, modern, berwawasan lingkungan, mudah, murah dan nyaman.

143 6.2.1.1 Bagan alir penelitian Bagan alir penelitian, dapat dilihat Gambar 6.17 di bawah ini :

TAHAP PERSIAPAN

Ijin dan Kerja sama dengan DISHUB Semarang Survey dan PT.Inovasi Cyber Investama

Data Sekunder Kerjasama USM dengan DISHUB Data Primer Jumlah kendaraan, jadwal, koordinat, Rute dan PT.Inovasi Cyber Investama Rute Jalan Bus Trans Semarang, kecepatan, Boarding Alighting, headway, jarak antar halte, bus,Jumlah Halte Kondisi Halte Jenis Bus kondisi halte, quesioner

ANALISIS SISTEM BUS TRANS SEMARANG

Perancangan Sistem Monitoring dan Pembuatan Sistem Monitoring Uji Coba sistem di Lab dan Passenger Information System dan Passenger Information System Lapangan

Intalasi sistem monitoring (DISHUB) dan Passenger Information System di 2 transit point (Halte)

HASIL PENELITIAN TAHUN I: Sistem Monitoring dan Passenger Information System yang saling terintergasi pada 2 transit point Bus Trans Semarang Evaluasi Sistem Hardware dan Software untuk pengembangan tahap selanjutnya (pemasangan keseluruhan halte)

PENELITIAN TAHUN KE II : Instalasi dan Uji Coba Lebih luas (2 Titik halte Bus Trans Semarang) Evaluasi dan Penyempurnaan

PENELITIAN TAHUN KE III: Instalasi dan Uji Coba Lebih luas ( 2 Titik halte Bus Trans Semarang) Monitoring dan Evaluasi kinerja sistem monitoring di Selesai pusat pengendali (DISHUB) Monitoring dan evaluasi kinerja Passenger Information System di halte Gambar 6.17 Bagan Alir Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian sistem monitoring dan passanger information system tahap persiapan yang direncanakan meliputi : 1. Survey Lapangan (Data primer Bus Trans Semarang) a. Mengetahui rute yang akan ditinjau b. Kecepatan Bus Trans Semarang c. Boarding alighting (Survey guna mengetahui naik turun penumpang ( jumlah dan posisi) d. Headway (Mengukur jarak antar bus) e. Jarak antar halte f. Kondisi halte g. Jenis bus yang beroperasi 144 h. Melakukan Questioner (mengetahui keinginan masyarakat beralih ke Bus Trans Semarang setelah dipasang sistem monitoring dan passanger information system) 2. Tahap Pelaksanan (Analisa sistem bus trans semarang) a. Merancang b. Membuat c. Uji coba Alat 3. Instalasi atau Implementasi Sistem monitoring dan passanger information system (pada 2 transit point/halte yang menjadi percabangan Bus Trans Semarang. Dari perolehan data di atas dianalis dan dimodelkan dalam bentuk, Gambar 6.18, di bawah ini :

Gambar 6.18 Rencana Model sistem Transportasi

6.2.1.2 Lokasi Rute BRT dan Kondisi Halte Trans Semarang Koridor VI Lokasi rute Bus Rapid Trans (BRT) Trans Semarang yang akan diimplementasi sistem monitoring dan passanger information system pada koridor VI dari Genuk, Banjardowo (lewat jalan Woltermonginsidi) – jalan pemuda dapat dilihat pada Gambar 6.19, pada jalur bus Trans Semarang tersedia beberapa halte khusus transit yang diperuntukan bagi penumpang yang hendak berpindah koridor/ bus, dan untuk sistem monitoring dan passanger information system dipasang di halte bus dan kantor pusat pengendali atau Dinas Perhubungan Kota Semarang.

145

(Sumber : Dinas Perhubungan, 2017) Gambar 6.19 Peta Koridor VI Bus Trans Semarang

Salah satu pelayanan sarana pendukung BRT Trans Semarang adalah shelter atau halte, dimana dibedakan menjadi dua yaitu shelter portable dan shelter permanen, shelter merupakan bagian yang penting dari sistem pengadaan Trans Semarang, dikarenakan bentuk dari shelter tersebut harus sesuai dengan karakteristik bus, standar pengadaan shelter yang digunakan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 yaitu tentang pedoman perencanaan, penyediaan, dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki di kawasan wilayah perkotaan dan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Umum Berbasis Jalan. Trans semarang koridor VI diselengarakan pada 31 maret 2017 bersamaan dengan koridor V, pada awal penyelengaraan, Dinas Perhubungan menyediakan 14 armada bus dan 2 armada cadangan, pada koridor VI tipe armada yang digunakan berukuran sedang berwarna merah dengan kapasitas angkutnya hingga 43 orang, koridor ini melayani rute Undip Tembalang sampai dengan rute UNNES Sekaran Gunungpati PP, untuk tipe halte yang digunakan dalam koridor VI

146 Semarang ada 2 jenis yaitu halte permanen dan non-permanen. Pembuktian bahwa beberapa bangunan shelter tidak memiliki fasilitas yang memadai seperti kondisi ramp yang tidak sesuai dengan kebutuhan penyandang difabel dan adanya ketidaknyamanan dari kondisi cuaca seperti panas dan hujan. a. Halte Pengertian Halte adalah tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang bus, biasanya ditempatkan pada jaringan pelayanan angkutan bus. Di pusat kota ditempatkan pada jarak 300 sampai 500 m dan di pinggiran kota antara 500 sampai 1000 m. Semakin banyak penumpang yang naik turun di suatu tempat perhentian bus semakin besar dan semakin lengkap fasilitas yang disediakan, (wikipedia). Berikut ini adalah definisi halte : 1. Menurut Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) ITB tahun 1997, halte adalah lokasi dimana penumpang dapat naik dan dapat turun dari angkutan umum dan lokasi dimana angkutan umum dapat berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, sesuai dengan pengaturan operasional. 2. Menurut Dirjen Bina Marga tahun1990, halte adalah bagian dari perkerasan jalan tertentu yang dapat digunakan untuk pemberhentian sementara bus, angkutan penumpang umum lainnya pada waktu menaikkan dan menurunkan penumpang. 3. Menurut Dirjen Perhubungan Darat tahun 1996, halte adalah tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum untuk menurunkan dan atau menaikkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan. b. Jenis Halte Bus Jalur Khusus Halte pada bus jalur khusus adalah halte dengan desain khusus untuk menyampaikan yang dapat membedakan dari pelayanan transportasi umum lainnya, mencerminkan jenis pelayanan prima dan terintegrasi dengan lingkungan sekitarnya, perlu juga adanya keterlibatan masyarakat atau organisasi profesional, sehingga dapat memperhatikan :

147 1. Keserasian dengan Lingkungan 2. Berfungsi sebagai ornamen kota 3. Memperhatikan aksesibilitas bagi diffabel 4. Lokasi halte didasarkan pada sistem pembagian zona c. Pemilihan Lokasi Halte Berdasarkan Vucich (1981), lokasi halte angkutan umum dijalan raya diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu : 1. Near Side (NS), pada persimpangan jalan sebelum memotong jalan simpang (cross street). 2. Far Side (FS), pada persimpangan jalan setelah melewati jalan simpang (cross street). 3. Midblock street (MB), pada tempat yang cukup jauh dari persimpangan atau pada ruas jalan tertentu. Halte (bus stop) pada seperti biasanya diletakkan dilokasi yang pada tingkat permintaan akan kepenggunaan angkutan umumnya tinggi serta dengan pertimbangan kondisi lalu lintas kendaraan lainnya (Odgen dan Bennet, 1984), berdasarkan itu untuk pertimbangan khusus harus diberikan dalam menentukan lokasi halte dekat dengan persimpangan. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam penentuan halte dekat persimpangan tersebut adalah : 1. Apabila arus kendaraan yang akan berbelok ke kanan padat, maka untuk penempatan lokasi halte yang paling baik yaitu sebelum persimpangan. 2. Apabila arus kendaraan yang berbelok ke kiri padat, maka penempatan lokasi halte yaitu setelah persimpangan. 3. Di persimpangan terdapat lintasan trayek angkutan umum lainnya, penempatan halte harus mempertimbangkan jarak pada pejalan kaki penumpang dan konflik kendaraan – penumpang yang mungkin terjadi agar proses transfer atau alih moda penumpang berjalan lancar. Pemilihan lokasi halte berdasarkan draft pedoman teknis angkutan bus kota dengan sistem jalur khusus bus (JKB/Busway) yang telah

148 dikeluarkan oleh Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan DITJEN Perhubungan Darat tahun 1996, sebagai berikut : 1. Besar permintaan penumpang (density of demand) 2. Lokasi bangkitan perjalanan terbesar (kantor, sekolah, dsb) 3. Geometrik jalan, 4. Kinerja yang diinginkan. Sedangkan menurut Vuchic (1981) aspek-aspek yang mempengaruhi dalam penentuan lokasi halte, sebagai berikut : 1. Lampu lalu lintas Untuk daerah pusat kota faktor lampu lalu lintas merupakan faktor utama yang dapat dan bisa mempengaruhi kecepatan perjalanan bus. 2. Akses penumpang Halte sebaiknya ditempatkan pada lokasi tempat penumpang menunggu yang dilindungi dari gangguan aktivitas di lalu lintas, harus mempunyai ruang yang cukup untuk sirkulasi, dan tidak menganggu kenyamanan para pejalan kaki di trotoar. Pada persimpangan sebaiknya ditempatkan halte untuk mengurangi jalan untuk berjalan kaki penumpang yang akan beralih moda. 3. Kondisi lalu lintas Pembahasan pada kondisi lalu lintas diperlukan dengan tujuan agar penempatan lokasi halte tidak mengakibatkan atau memperburuk gangguan pada lalu lintas. 4. Geometrik jalan Geometrik jalan berpengaruh pada lokasi halte. Pembahasan geometrik jalan diperlukan dengan tujuan agar penempatan lokasi halte tidak mengakibatkan atau memperburuk gangguan lalu lintas. d. Penentuan Tata letak Halte Menurut Dirjen Perhubungan Darat (1996), Tata letak pada halte terhadap ruang lalu lintas, sebagai berikut : 1. Jarak maksimum pada halte terhadap fasilitas penyeberang atau pejalan kaki adalah 100 meter.

149 2. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter setelah atau bergantung pada panjang antrian, seperti pada gambar 6.20. 3. Jarak minimal halte dari tempat yang membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit dan tempat ibadah berjarak 100 meter. 4. Peletakan halte dipersimpangan menganut sistem campuran yaitu sesudah persimpangan (far side) dan sebelum persimpangan (near side). Dapat dilihat pada Gambar 6.20 sebagai berikut :

(Sumber : DLLAJR, 1996) Gambar 6.20 Penentuan Tata Letak Halte

Definisi shelter atau halte menurut Keputusan Direktorat Jenderal Dinas Perhubungan Tahun 1996 Tentang Pedoman Teknik Perekayasaan Tempat pemberhetian kendaraan penumpang umum untuk menaikan dan menurunkan penumpang dilengkapi dengan bangunan fisik, dengan tujuan yaitu : 1. Menjamin kelancaran dan ketertiban pada arus lalu lintas. 2. Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum. 3. Menjamin kepastian keselamatan untuk menaikan dan menurunkan penumpang. 4. Memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum atau bus.

150 Standar lokasi pada shelter beberapa pedoman dalam menentukan titik lokasi shelter adalah menghubungkan jarak maksimal dalam berjalan kaki (Giannopoulus, 1989). Adapun jarak rata-rata yang disarankan, sebagai berikut : 1. Jarak 150-250 meterdari pusat kota atau dari daerah yang berpopulasi tinggi. 2. Jarak 200 – 350 meter dari wilayah dengan populasi sedang dengan area kepadatan 2000 orang/km2. 3. Jarak 250 – 500 meter di daerah pinggiran dan area kepadatan rendah. Tipe halte yang digunakan dalam koridor VI Bus Trans Semarang ada 2 jenis, yaitu halte dengan tipe permanen dan non-permanen, sebagai berikut : 1. Halte Permanen Halte permanen merupakan halte yang dibangun dititik tertentu dan segi fisiknya tidak bisa dipindahkan, dapat dilihat pada Gambar 6.21 di bawah ini:

(Sumber : Hasil Survey, 2017) Gambar 6.21 Shelter Permanen BRT koridor VI Kesatrian

151

(Sumber : Andi Purnomo, 2017) Gambar 6.22 Dimensi Shelter Permanen BRT koridor VI Donbosco

2. Halte Non-Permanen Halte non-permanen merupakan halte yang diletakkan pada titik tertentu dan segi fisiknya dapat dipindahkan sewaktu waktu, pada analisa fisiknya halte non permanen didesain mayoritas sama dan memiliki dimensi Panjang 3 meter, Lebar 1,5 meter dan Tinggi 2,7 meter, dan bidang untuk menunggu penumpang adalah 2 x 1,2 meter, dan sisanya untuk tangga naik akses bagi penumpang. Dapat dilihat pada Gambar 6.23 di bawah ini:

(Sumber : Hasil Survey, 2017) Gambar 6.23 Shelter Non-Permanen BRT koridor VI AKPELNI 152

(Sumber : Andi Purnomo, 2017) Gambar 6.24 Dimensi Shelter Non-Permanen BRT koridor VI GSG UNNES

Kondisi halte BRT dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan dan keamanan penumpang disepanjang jalur koridor VI. Kondisi halte BRT yang baik akan mempermudah penumpang untuk naik dan turun, dan keluar masuknya penumpang BRT. Sebab BRT menggunakan pintu otomatis yang terletak di bagian tengah bus.

A. Kondisi Halte BRT Jurusan UNDIP – UNNES

Tabel 6.3 Kondisi Halte BRT Koridor VI UNNES-UNDIP

NAMA JARAK NO KETERANGAN DOKUMENTASI HALTE (M) Kondisi Halte daerah TRANSIT UNDIP nyaman dan 1 teduh namun letak UNDIP halte terlalu jauh dari pintu gerbang UNDIP 1200 Kondisi Halte daerah POLINES sejuk karena 2 POLINES 800 adanya pepohonan di sekitarnya, letak Halte juga strategis

153 Kondisi Halte daerah Darma Wanita agak DARMA panas saat di siang hari 3 karena jarangnya WANITA pepohonan di sekitarnya yang 600 berdekatan Kondisi Halte daerah Ngesrep Timur agak NGESREP panas saat di siang hari 4 TIMUR karena tidak ada pepohonan di sekitarnya. 600 Kondisi Halte daerah Tembalang nyaman, 5 TEMBALANG sejuk sebab ada pohon besar di sekitarnya.

400 Kondisi Halte daerah Gombel panas, karena 6 GOMBEL tidak ada pepohonan dan terlalu dekat dengan turunan jalan 1400 Kondisi Halte daerah Pasar Jatingaleh PASAR 7 lokasinya strategis JATINGALEH namun agak panas karena tidak ada pepohonannya 400 Kondisi Halte daerah Jatingaleh agak panas sebab tidak ada pe- 8 JATINGALEH pohonan dan lokasi halte sering menyebab- kan kemacetan 1000 Kondisi Halte daerah 9 DONBOSKO 600 Donbosko sejuk, dan lokasinya strategis

154 Kondisi Halte daerah 10 AKPOL 1 AKPOL 1 agak panas, namun sejuk.

600 Kondisi Halte daerah PAPAN- 11 Papandayan 1 nyaman DAYAN 1 dan letak halte agak ke dalam

600 Kondisi Halte daerah Elizabeth lokasinya strategis, nyaman, dan 12 ELIZABETH juga tempat transit untuk koridor lain,

ramai 400 Kondisi Halte daerah PAPAN- Ngesrep Timur 13 Papandayan 2 sejuk DAYAN 2 sebab ada pohon besar di belakang 600

Kondisi Halte daerah 14 AKPOL 2 AKPOL 2 lokasinya strategis dan sejuk

2200 Kondisi Halte daerah Jatidiri lokasinya 15 JATIDIRI strategis jika mau masuk GOR tidak terlalu jauh dan agak

panas 1200

Kondisi Halte daerah 16 UNIKA 1100 UNIKA sejuk, lokasinya strategis

155 Kondisi Halte daerah UNTAG hanya 17 UNTAG disediakan papan berhenti BRT, panas 400 Kondisi Halte daerah AKPELNI hanya 18 AKPELNI disediakan papan berhenti brt, panas, lokasi setelah di

tikungan 900

Kondisi Halte daerah 19 SAMPANGAN Sampangan agak panas saat di siang hari

1100 Kondisi Halte daerah TAMAN PURI Taman Puri Sartika 20 500 sejuk,dekat dengan SARTIKA perumahan Taman Puri Sartika (Sumber : Hasil Analisis Kinerja BRT 2017)

B. Kondisi Halte BRT Jurusan UNNES – UNDIP Kondisi masing – masing halte BRT jurusan UNNES – UNDIP koridor VI berbeda-beda dengan jenis dan ukuran halte yang juga berbeda. Kondisi halte BRT Koridor VI jurusan UNNES-UNDIP dapat dilihat pada Tabel 6.4 di bawah ini.

Tabel 6.4 Kondisi Halte BRT Koridor VI UNNES–UNDIP

NAMA JARAK NO KETERANGAN DOKUMENTASI HALTE (M)

Kondisi Halte Transit TRANSIT UNNES sejuk, 1 1000 UNNES pelayanannya baik

156 Kondisi Halte Gerbang UNNES lokasinya GERBANG 2 terlalu jauh dengan UNNES pintu Gerbang UNNES, panas 1000 Kondisi Halte daerah ABDI Abdu Husada panas HUSADA 3 sebab tidak ada

pepohonan

1000

PURI Kondisi Halte daerah 4 SARTIKA Puri Sartika sejuk

1200 Kondisi Halte daerah SAMPANGA Sampangan panas 5 N namun sejuk sebab ada pepohonan disekitar

900 Kondisi Halte daerah AKPELNI, panas sebab 6 AKPELNI pepohoanan ada di belakang halte

400 Kondisi Halte daerah UNTAG hanya ada tiang 7 UNTAG tanda pemberhentian BRT, panas

1100 Kondisi Halte daerah UNIKA lokasinya agak 8 UNIKA 1200 jauh dengan pintu gerbang namun sejuk

157 Kondisi Halte Jatidiri hanya disediakan tiang 9 JATIDIRI tanda pemberhentian BRT

2300

Kondisi Halte daerah 10 AKPOL AKPOL panas namun sejuk

600 Kondisi Halte daerah PAPANDAY Papandayan agak 11 AN panas, lokasi kurang strategis

700

Kondisi Halte daerah 12 ELIZABETH Elizabeth sejuk, dan lokasi strategis

400 Kondisi Halte daerah PAPANDAY Papandayan 2 13 AN 2 sejuk,lokasi setelah tikungan dan tanjakan

600

Kondisi Halte daerah 14 AKPOL 2 AKPOL 2 sejuk,nyaman

800

Kondisi Halte daerah 15 DON BOSKO 900 Donbosko panas namun sejuk

158 Kondisi Halte daerah Jatingaleh panas dan JATIN 16 lokasinya GALEH menyebabkan kemacetan 200 Kondisi Halte daerah PASAR Pasar Jatingaleh panas, 17 JATIN dan lokasinya GALEH menyebabkan kemacetan 1500

Kondisi Halte Gombel 18 GOMBEL sejuk dan nyaman

2000 Kondisi Halte daerah POLINES lokasi agak ke 19 POLINES dalam, dan sejuk

1600 Kondisi Halte daerah FAK. Fak. Ekonomi lokasinya 20 EKONOMI srtategis, agak panas saat siang hari

300 RS. Kondisi Halte daerah NASIONAL RS. N DIPONEGORO DIPONE- lokasi haltenya 21 GORO strategis dan sejuk

300 Kondisi Halte daerah 22 MAKAM 300 Makam lokasi tepat pada tikungan, panas

159 Kondisi Halte daerah FAK. Fak. Keperawatan 23 KEPERAWA lokasinya strategis dan TAN panas

700

TAMAN Kondisi Halte daerah 24 RUSA Taman Rusa sejuk dan nyaman

1000 Kondisi Halte Transit TRANSIT UNDIP lokasi halte jauh 25 UNDIP dari pintu gerbang UNDIP dan nyaman

6.2.1.3 Kondisi Halte Bus Trans Semarang Koridor VI yang akan di Implementasi PIS Kondisi halte BRT Trans Semarang rute UNDIP-UNNES Koridor VI yang akan diimplementasi Passanger Information System pada halte UNDIP, UNNES, UNIKA, Kesatrian dan Elizabeth, dapat dilihat pada Gambar 6.25 sebagai berikut :

Halte UNDIP Tampak Luar Halte UNDIP Bagian Dalam

(Sumber : Kinerja BRT 2019) Gambar 6.25 Kondisi Eksisting Halte Bus Trans Semarang (UNDIP)

160 Halte UNDIP yang akan dipasang PIS, berpindah kedepan Rumah Sakit UNDIP, dikarenakan kondisi halte sudah tertutup, namun jika terjadi hujan atapnya bocor dan masih tempias dan dikhawatirkan jika dipasang monitor akan mengakibatkan konslet dan rusak, diperlukan perbaikan pada bagian pagar tralis diberi penutup agar tidak tempias. Dapat dilihat pada Gambar 6.26 sebagai berikut :

Halte UNIKA Tampak Luar Halte UNIKA Bagian Dalam

(Sumber : Kinerja BRT 2019) Gambar 6.26 Kondisi Eksisting Halte Bus Trans Semarang (UNIKA)

Kondisi di halte UNIKA sudah bagus dan nyaman namun belum sepenuhnya tertutup dan perlu ditambahkan semacam tralis pagar seperti halte UNDIP pada Gambar 6.27 di bawah ini :

Halte UNNES Tampak Luar Halte UNNES Bagian Dalam

(Sumber : Kinerja B19) Gambar 6.27 Kondisi Eksisting Halte Bus Trans Semarang (UNNES)

161 Kondisi halte UNNES seperti kondisi pada halte UNDIP, halte sudah tertutup, tidak bocor dan namun masih tempias dari samping sela – sela pagar tralis dan dikhawatirkan monitor yang dipasang akan rusak dikarenakan terkena air hujan, diharapkan pada bagian pagar tralis dipasang penutup supaya tidak tempias, Dapat dilihat pada Gambar 6.28 sebagai berikut :

Halte Kesatrian Sebelum Halte Kesatrian Sesudah Diperbaiki Diperbaiki

(Sumber : Hasil Analisi Kinerja BRT 2017) Gambar 6.28 Kondisi eksisting halte bus trans semarang (Kesatrian)

Pada kondisi halte kesatrian dulunya merupakan halte non-permanen dan sekarang sudah diperbaiki dapat dilihat pada Gambar 6.28 b, dengan pemasangan kaca dan tralis pagar disetiap keliling sisinya, karena pemasangan Passanger Information System dibutuhkan halte dengan kondisi tertutup serta aman. Sehingga penumpang BRT dalam menunggu kedatangan Bus merasa nyaman dengan kondisi halte yang sudah diperbaiki.

(Sumber : Hasil Analisis Kinerja BRT 2017) Gambar 6.29 Kondisi Eksisting Halte Bus Trans Semarang (Elizabeth) 162 Hampir semua kondisi halte terbuka, sehingga terasa panas dan kurang nyaman untuk waktu tunggu penumpang dan Halte Kesatrian telah diperbaiki dipasang tralis pagar dan kaca Gambar 6.29 b, pada Halte Elizabeth Gambar 6.27 sudah tertutup maka kedua halte ini menjadi bahan pertimbangan untuk penempatan hasil implementasi produk passanger information system yang real time, sehingga bisa memberikan informasi akurat jadwal kedatangan dan keberangkatan, serta dapat meningkatkan pelayanan publik dengan aman dan lebih efektif.

6.2.1.4 Jarak Antar Halte Trans Semarang Koridor VI Jarak antar halte koridor VI saat pulang dan pergi antara keduanya mempunyai jarak yang berbeda-beda, dikarenakan rute atau jalur yang diambil pada waktu berangkat berbeda dengan rute yang diambil pada waktu pulang, meskipun memiliki jurusan yang sama yaitu UNDIP- UNNES. Dalam draft pedoman teknis, bahwa angkutan bis kota dengan sistem jalur khusus yang dikeluarkan oleh Dirtjen Perhubungan Darat, ada beberapa spesifikasi teknis dalam penentuan halte, sebagai berikut : 1. Panjang halte dipengaruhi oleh jenis kendaraan yang digunakan sebagai bus jalur khusus. Apabila menggunakan bus besar maka panjang halte yang dianjurkan 18 meter dan bila menggunakan bus dengan ukuran sedang maka panjang halte yang dianjurkan bus jalur khusus 10 meter. 2. Jarak standar antar halte sekitar 500 meter, namun dapat juga berkisar antara 300 hingga 1000 meter tergantung kondisi setempat. 3. Kapasitas halte 1350-2250 pnp/jam. 4. Kisaran ruang untuk satu orang penumpang 0,7 m2 dan fasilitas utama 15 m2. 5. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter atau bergantung pada panjang antrean. 6. Lebar halte yang biasanya bervariasi antara 3-5 meter.

163 7. Peletakan di persimpangan menganut sistem campuran, yaitu antara sesudah persimpangan (farside) dan sebelum persimpangan (nearside). 8. Ukuran minimum dengan luas efektif halte adalah panjang = > 4 m, lebar = > 2 m. 9. Jarak minimal gedung (seperti rumah sakit, tempat ibadah) yang membutuhkan ketenangan adalah 100 meter. 10. Standar ketinggian permukaan lantai halte sama dengan ketinggan pintu masuk bus jalur khusus, hal ini guna untuk mempermudah penumpang saat akan naik dan turun kendaraan. Pada kendaraan bus jalur khusus yang mengoperasikan bus sedang, tinggi permukaan lantai halte adalah 70 cm dari permukaan jalan, dan pada bus yang berukuran besar, tinggi permukaan lantai halte adalah 110 cm dari permukaan jalan. Dapat dilihat pada Tabel 6.5 di bawah ini :

Tabel 6.5 Jarak antar Halte

Jarak Tempat No Tata Guna Lahan Lokasi Henti (meter) Pusat kegiatan sangat padat 1 CBD Kota 200 - 300 (pasar, pertokoan) 2 Padat : perkantoran, sekolah, jasa Kota 300-400

3 Perumahan Kota 300-400 Campuran padat : perumahan, 4 Pinggiran 300-500 sekolah, jasa Campuran jarang : perumahan, 5 Pinggiran 500-1000 ladang, sawah, tanah kosong (Sumber : Ditjen Perhubungan Darat, 2006)

A. Jarak Antar Halte Rute UNDIP-UNNES.

Jumlah halte koridor VI Jurusan UNDIP-UNNES sebanyak 23 halte dengan jarak yang berbeda – beda pada tiap halte, dari jarak yang paling jauh 2,2 km dari halte daerah AKPOL 2 menuju ke halte daerah Jatidiri dan jarak antar halte yang paling dekat 0,4 Km dari daerah UNTAG

164 menuju daerah AKPELNI, disajikan dalam bentuk Tabel 6.6, di bawah ini: Tabel 6.6 Jarak Antar Halte UNDIP-UNNES

LOKASI HALTE JARAK (KM)

UNDIP 0 POLINES 1.3 KEC.BANYUMANIK 0.7 SMP N 27 0.5 NGESREP 0.7 BUKIT SARI 1 JATINGALEH 1.7 KESATRIAN 0.5 DONBOSKO 0.7 AKPOL1 0.7 P.KAGOK 1 0.6 ELIZABETH 0.5 P.KAGOK 2 0.5 AKPOL 2 0.5 JATIDIRI 2.2 UNIKA 0.6 UNTAG 0.6 AKPELNI 0.4 SUKAREJO 0.7 PURI SARTIKA 0.8 TRANGKIL 1 SEKARAN 1.1 UNNES 2.1 (Sumber : Hasil Analisis Kinerja BRT 2017)

165 B. Jarak Antar Halte Rute UNNES-UNDIP.

Jumlah halte BRT Koridor VI jurusan UNNES-UNDIP sebanyak 22 halte dengan jarak yang berbeda - beda pada tiap halte. Jarak antar halte paling jauh, sejauh 2,2 km dari halte daerah Bukit Sari menuju halte daerah POLINES, dan jarak yang paling dekat 0,4 km dari halte Fak. Ekonomi menuju halte daerah RS. UNDIP dan dari RS. UNDIP menuju halte daerah Fak. Keperawatan. Jarak antar halte dapat dilihat pada Tabel 6.7, di bawah ini : Tabel 6.7 Jarak Antar Halte UNNES – UNDIP

LOKASI HALTE JARAK (KM)

PURI SARTIKA 1 AKPELNI 1.5 UNIKA 1 JATIDIRI 0.5 AKPOL 1 2.1 P.KAGOK 1 0.5 ELIZABETH 0.5 P.KAGOK 2 0.5 AKPOL 2 0.6 DONBOSKO 0.7 KESATRIAN 0.7 P.JATINGALEH 0.5 BUKIT SARI 1.5 POLINES 2.2 FK.EKONOMI 1.6 RS.UNDIP 0.4 F.KEPERAWATAN 0.4 TAMAN RUSA 0.7 TR.UNDIP 1 (Sumber : Hasil Analisis Kinerja BRT 2017)

166 6.2.1.5 Jumlah Penumpang Bus Trans Semarang Koridor VI Rute Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang Koridor VI jurusan UNDIP-UNNES merupakan jalur pendidikan, jumlah penumpang mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan kinerja BRT, oleh sebab itu semakin banyak jumlah penumpang BRT maka semakin banyak pula income yang masuk sebaliknya jika penumpang jumlahnya sedikit maka income semakin sedikit. Penumpang BRT dibagi menjadi 2 kategori yakni penumpang umum dan penumpang pelajar setiap penumpang dikenakan tarif yang berbeda untuk kategori pelajar Rp.1000,- dan sedangkan penumpang umum Rp.3.500,- dapat di lihat pada Gambar 3.5, jumlah penumpang berbeda- beda ditiap hari kerja, hari pendek dan hari libur yang dibedakan pada peak pagi, peak siang dan peak sore, dapat dilihat pada Gambar 6.28 di bawah ini :

Jurusan UNDIP-UNNES Jurusan UNNES - UNDIP 40 40 35 Hari Kerja 35 Hari Kerja 30 Hari Pendek 30 Hari Pendek

25 Hari Libur 25 Hari Libur

20 20 15 15 10 10 5 5 0 0 Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Sumber : Hasil Analisis Kinerja BRT 2017

Gambar 6.30 Grafik Jumlah Penumpang BRT Koridor VI

Dari data di atas, jumlah penumpang BRT Koridor VI terbanyak dan meningkat pada hari kerja (Senin – Kamis) dengan prosentase sebesar 47% dengan penumpang terbanyak adalah penumpang Pelajar, jumlah penumpang paling sedikit terdapat pada hari libur (Sabtu dan Minggu) sebesar 20%.

167 Sebagai salah satu parameter kinerja pada angkutan umum, load factor memiliki standar yang telah ditetapkan oleh Dirjen Jenderal Perhubungan Darat yaitu sebesar 60%-80% (0,6 – 0,8) dan terdapat cadangan ±30% (±0,3) untuk mengakomodasi kemungkinan lonjakan penumpang Load factor merupakan tingkat isian BRT sebagai suatu perbandinan antara jumlah penumpang yang berada dalam BRT dengan kapasitas angkut bus. Load factor BRT Semarang Koridor VI sebesar 37 – 47%. Load factor Bus Trans Semarang dilihat pada Tabel 6.8 di bawah ini : Tabel 6.8 Data Load Factor BRT Kota Semarang Koridor VI

Load factor Koridor VI UNDIP-UNNES UNNES-UNDIP Hari Peak Peak Peak Rata Peak Peak Peak Rata Pagi Siang Sore Rata Pagi Siang Sore Rata

KERJA 0,733 1,233 0,333 0,766 0,633 0,267 0,467 0,456 PENDEK 0,533 0,4 0,467 0,466 0,567 0,133 0,333 0,344 LIBUR 0,3 0,266 0,4 0,322 0,1 0,733 0,467 0,433 Keterangan : kekurangan : Rata : over load penumpang Rata (Sumber: Hasil Analisis Kinerja BRT 2017)

Rata – Rata Load Factor dengan nilai tinggi terdapat pada hari kerja, sedangkan kondisi Load Factor pada hari libur lebih rendah. Ada banyak faktor yang menyebabkan nilai Load Factor pada hari libur lebih rendah, salah satu faktor tersebut yaitu sebagian besar kawasan jalur BRT Koridor VI merupakan akses pendidikan, sehingga tingkat isian BRT atau jumlah penumpang BRT ikut berkurang dikarenakan kegiatan pendidikan berlangsung pada Hari Senin-Jum’at. Grafik Load Factor dapat dilihat pada Gambar 6.31 di bawah ini :

168

Gambar 6.31 Grafik Load Factor BRT Koridor VI Semarang

6.3. Strategi Implementasi Sistem Monitoring dan Passanger Information System Pada tahun 2017 ini belum mempunyai program yang memiliki kinerja yang efektif bagi angkutan umum yaitu Bus Rapid Transit (BRT), maka dari itu di rencanakan suatu teknologi yaitu sistem monitoring dan passanger information system pada bus trans semarang yang akan diimplementasikan pada koridor VI, Peran Dinas Perhubungan Kota Semarang (DISHUB) yakni sebagai pusat pengendali sistem monitoring dan passanger information system. Admin dapat menambahkan informasi perjalanan bus dan dapat langsung ditampilkan dengan metode one way data binding sehingga penumpang dapat mengetahui kondisi perjalanan bus pada saat di halte Pada Gambar 6.32 di bawah ini, sedang melaksanakan koordinasi untuk pemasangan sistem monitoring dan passanger information system pada Bus Rapid Transit (BRT) trans semarang koridor VI.

169

(Sumber : Hasil Kinerja 2018) Gambar 6.32 Rapat bersama Dinas Perhubungan (DISHUB) Kota Semarang mengenai pemasangan Passanger Information System

6.3.1. Pemasangan Global Positioning System (GPS) di dalam Bus Trans Semarang dan Uji Coba Passanger Information System pada Halte Kesatrian dan Elizabeth. Proses pelaksanaan pemasangan Global Positioning System (GPS) pada Bus Trans Semarang yang dilakukan di dalam Bus Rapid Transit (BRT) yang akan diimplementasikan pada koridor VI, dapat dilihat pada Gambar 6.33, di bawah ini :

(Sumber : Kinerja BRT 2018) Gambar 6.33 Pemasangan Global Positioning System (GPS) di dalam Bus Trans Semarang

170 Pada setiap Bus Trans Semarang dipasang satuan Global Positioning System (GPS), upaya pemasangan perangkat Global Positioning System (GPS) didalam satuan Bus Trans Semarang yang telah terpasang berguna untuk mengirimkan koordinat bujur dan lintang pada setiap interval waktu yang tetap ke server utama, untuk menghitung posisi bus, penerima Global Positioning System (GPS) mampu menerima sinyal dari setidaknya tiga satelit. Bergantung pada jenis aplikasi transceiver Global Positioning System (GPS) bisa berupa data Loggers, Data Pullers atau Data Pusher, perangkat ini menerima informasi Global Positioning System (GPS) dan mengirim data secara berkala ke server. Pada saat menerima, server menganalisa data, untuk menerima sinyal ditempat yang tepat, antena Global Positioning System (GPS) yang terhubung ke jack kanan dan memperbaiki antena. Satu slot dialokasikan untuk kartu SIM dan menerima sinyal dari menara Global System for Mobile Communication atau GSM untuk merespon pengguna. Satu unit modul modem Global Positioning System (GPS) serta satu unit modul micro controller kinerjanya akan mengambilkan data seluruh masukan sensor berupa posisi bus serta jumlah penumpang dan emergency signal. Kabel positif dan negatif terhubung ke sistem satu daya bus. Kemudian untuk menerima sinyal dari satelit perangkat pelacak dinyalakan. Kini perangkat ini mampu menerima sinyal dari satelit perangkat pelacak dinyalakan. Kini perangkat ini mampu menerima nilai lintang dan bujur dari lokasi bus. Pada setiap titik waktu, penerima Global Positioning System (GPS) memberi nilai lokasi. Sekarang unit bus memiliki koordinat dengan time stamp yang kemudian dibandingkan dengan koordinat sebelumnya dan jika ada perbedaaan maka koordinat akan diperbarui dan dikirim ke server melalui jaringan General Packet Radio Service atau GPRS (internet). Dapat dilihat pada Gambar 6.34, Gambar 3.35, dan Gambar 3.36 di bawah ini :

171

(Sumber : Hasil Kinerja 2018) Gambar 6.34 Survey Penempatan Alat Sistem Monitoring dan Passanger Information System

(Sumber : Hasil Kinerja 2018) Gambar 6.35 Pemasangan Passanger Information System pada Halte Bersama Dinas Perhubungan (DISHUB) Kota Semarang

172

(Sumber : Hasil Kinerja 2018) Gambar 6.36 Uji Coba Passanger Information System pada Halte bersama Dinas Perhubungan (DISHUB) di halte yang layak

6.3.2. Pemasangan GPS di Dalam Bus Trans Semarang dan Uji Coba Passanger Information System pada Halte UNNES, UNDIP dan UNIKA. Pada rencana yang telah ditentukan sebelum melaksanakan pemasangan sebanyak 7 Global Positioning System (GPS) pada Bus Rapid Transit (BRT) trans semarang rute UNDIP-UNNES dan UNNES-UNDIP, dilakukan terlebih dahulu yaitu merakit alat Global Positioning System (GPS), dapat dilihat pada Gambar 6.37 dan Gambar 6.37 perakitan alat Global Positioning System (GPS) telah siap untuk dipasang di bawah ini :

(Sumber : Kinerja BRT 2019) Gambar 6.37 Perakitan Alat Passenger Information System 173

(Sumber : Hasil Kinerja,2019) Gambar 6.38 Pemasangan Global Positioning System (GPS) pada Bus Trans Semarang

Proses pemasangan Global Positioning System (GPS) pada Bus Trans Semarang yang dilakukan saat survey memerlukan alat berupa, sebagai berikut : a. Perangkat Global Positioning System (GPS) ( yang telah disiapkan). b. Power Bank ( diperlukan jika Port USB pada bus tidak berfungsi). c. Kamera Handphone ( Dokumentasi foto dan video). Saat pemasangan dilakukan dengan cara menyambungkan ke port USB pada Bus jika port USB tidak berfungsi maka sebagai gantinya disambungkan ke power bank saat bus berjalan otomatis Global Positioning System (GPS) display menampilkan pada layar dengan kalimat “G1 (Global Positioning System (GPS) =1) “Id : 2” (name user) Global Positioning System (GPS) “scan send” mengartikan bahwa posisi GPS telah terdeteksi, dan setelah itu data koordinat terdeteksi, alat akan 174 mengirimkan data koordinat Global Positioning System (GPS) berupa data Lattitue, Longitute dan Speed ke database cloud (server website), sesuai dengan database pada alat Passenger Information System yang telah di inputkan. Display pada Global Positioning System (GPS) dilihatkan pada Gambar 6.39 sebagai berikut :

(Sumber : Hasil Kinerja, 2019) Gambar 6.39 Hasil Kinerja Global Positioning System (GPS) Terkoneksi

6.3.3. Instalasi Sistem Monitoring dan Passanger Information System dan Pemasangan Monitor Sistem software program sistem monitoring dan passanger information system diinstalasi setelah itu dapat memonitoring Bus Trans Semarang atau Bus Rapid Transit (BRT) yang aktif dan telah terpasang Global Positioning System (GPS) dalam satuan bus, kinerja pertamanya setelah Global Positioning System (GPS) terhubung dan terkoneksi Receiver menerima sinyal satelit kemudian posisi koordinat dengan garis lintang dan bujur dapat ditentukan, sistem ini menggunakan Automatic Vehicle Location (AVL) untuk menentukan lokasi geografis kendaraan dan datanya dapat terkirim keserver jarak jauh, dengan bantuan mekanisme Global Positioning System (GPS) dan transmisi, lokasi ditentukan, dari data dapat diterima melalui satelit, setelah menerima lokasi maka informasi pelacakan dapat dikirim menggunakan

175 sistem komunikasi nirkabel untuk mengirimkan informasi mengguna- kan sistem Global System for Mobile Communication atau GSM, pada umumnya pengguna jarak jauh dapat mengakses data pada Bus Trans Semarang berdasarkan pasokan dan tujuan oleh pengguna. Dapat dilihat pada Gambar 6.40 dan Gambar 6.41 di bawah ini :

(Sumber : Hasil Kinerja, 2019) Gambar 6.40 Instalasi Sistem Monitoring

(Sumber : Hasil Kinerja, 2019) Gambar 6.41 Pemasangan Monitoring

176 6.3.4. Hasil Implementasi Sistem Monitoring dan Passanger Information System Parameter yang ada pada aplikasi Passanger Information System yang telah dipasang pada setiap halte dan terdiri dari 4 informasi, antara lain : a. Nomor Polisi (Plat Nomor Bus Trans) b. Stasiun Bus Trans (Bus Station) c. Lokasi Bus Trans d. Kecepatan Bus Trans Database perangkat sistem monitoring dan Passanger Information System, Dapat dilihat pada Gambar 6.42 sebagai berikut :

(Sumber : Kinerja BRT 2019) Gambar 6.42 Database Perangkat Sistem Monitoring dan Passanger Information System

Database perangkat terdiri dari informasi yang real time mengenai bus yang meliputi rute bus, waktu kedatangan atau keberangkatan yang secara aktual dan juga lokasi real time bus. Modul dari sisi pengguna tidak lain adalah aplikasi berbasis web yang selalu berhubungan (interaktif) yang melayani berbagai fungsi sistem ke pengguna jarak

177 jauh. Modul sisi pengguna mengambil dua masuknya satu sumber yang menunjukkan adanya pengguna jarak jauh sekarang dan yang kedua adalah pengguna tujuan yang ingin bepergian, ketika pengguna mengirimkan permintaan, alat akan mencatat permintaan ke server untuk mengakses data yang telah tersimpan dalam database server dan menyediakan daftar bus yang tersedia sesuai dengan pasokan dan tujuan pengguna jarak jauh. Tugas pengguna untuk melihat atau memilih kisaran bus yang eksplisit (pasti) untuk memahami lokasi secara real time dari bus atau informasi lainnya. Setelah memilih nomor bus yang eksplisit (pasti), aplikasi menunjukan lokasi yang real time bus pada layar pengguna. Dapat dilihat pada Gambar a dan b di bawah ini :

(a). Bus sudah berjalan menuju (b).Bus sudah berjalan menuju arah UNNES arah UNDIP

(Sumber : Hasil Kinerja, 2019)

Pada tampilan display bahwa 7 GPS yang terpasang di bus program berhasil berjalan ditunjukan pada (Gambar a) bahwa bus berjalan menuju rute UNNES dan (Gambar b) bahwa bus telah berjalan menuju rute UNDIP. Berikut Gambar c dan Gambar d berikut ini :

178

(c). Bus rute UNNES terlacak Plat (d). Bus rute UNDIP terlacak Nomor Plat Nomor arah UNDIP

(Sumber : Hasil Kinerja, 2019)

Berdasarkan informasi yang didapat dari hasil implementasi sistem monitoring dan passanger information system diatas adalah informasi mengenai nomor plat bus, halte bus, lokasi dan kecepatan bus, dan jumlah penumpang. Pada pemasangan monitor PIS pada halte UNDIP, UNNES dan UNIKA dilakukan atau dititipkan di halte USM, dikarenakan halte UNDIP, UNNES dan UNIKA belum ada perbaikkan kondisinya terbuka, keamanan kurang terjamin, dan belum adanya koneksi internet wifi, maka dari permasalahan tersebut, monitor yang berjumlah 3, dititipkan di halte USM. Dapat dilihat pada Gambar 6.43 berikut ini.

179

(Sumber : Kinerja BRT 2019) Gambar 6.43 Kondisi Halte USM

Dalam pemasangan monitor pada halte, dibutuhkan halte yang aman, terdapat jaringan wifi, tertutup atau terdapat pintu yang terkunci, atap halte tidak bocor, dekat dengan petugas keamanan dan sarana halte nyaman dan bersih. Pada halte USM memenuhi syarat untuk pemasangan monitor yang dititipkan dari 3 halte UNDIP, UNNES dan UNIKA. Dapat dilihat pada Gambar 6.44 bahwa monitor telah dipasang.

(Sumber : Kinerja BRT 2019) Gambar 6.44 Halte USM

180 Rangkuman Smart city adalah konsep perencanaan kota dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dengan tujuan agar hidup lebih mudah dan ramah lingkungan atau sehat, dengan tingkat efisiensi dan efektifitas yang tinggi, beberapa ahli menganggap konsep kota dengan smart city dapat memenuhi kebutuhan hidup serta kemudahan hidup dan kesehatan, pada kenyataannya konsep smart city masih dalam perdebatan oleh para ahli dan belum ada defenisi dan konsep umum yang bisa diterapkan disemua kota didunia. konsep smart city masih bergantung pada kota pengembang masing - masing. Alat transportasi bus dikebanyakan belahan dunia pada saat ini tidaklah mendorong besarnya keinginan baik bagi pelanggan. Pelayanan bus sering kali tidak dapat diandalkan, tidak nyaman, dan masih berbahaya, sebaliknya, para pembuat rencana transportasi dan pejabat publik malah terkadang malah berbalik pada alternatif angkutan umum seperti Kereta Metro. Namun ada suatu alternatif antara layanan untuk orang yang kurang mampu dan beban kota yang tinggi, solusinya Bus Rapid Transit (Angkutan Bus Cepat/BRT) dapat memberikan layanan angkutan berkualitas tinggi seperti Metro. Pengalaman dinegara Amerika latin pada Transportasi Massal Bus Rapid Transit diantaranya : Kuritiba (Brazil), Bogota (Kolombia), Sao Paulo (Brazil), Quito (Ekuador), Porto Alegre (Brazil). Sedangkan di Asia diantaranya : Hongkong (Cina), Jepang, Taiwan (Cina). Sistem kontrol yang telah diterapkan memberikan banyak keuntungan, dalam segi untuk pelayanan penumpang pada kinerjanya pusat pengendali atau kontrol mengidentifikasi pengelompokkan bus, sehingga penumpang biasanya sudah mengetahui dengan baik dimana 3 atau 4 bus pada jalur yang sama tiba hampir secara bersamaan dan menghindari penumpukan bus. Kedua, untuk permasalahan armada bus jika pada suatu waktu bus mengalami masalah mekanis, maka tim perbaikan atau derek akan segera datang, untuk permasalahan keamanan masih dalam tahap rencana yaitu pusat pengendali sebaiknya memberikan juga tanggapan yang tepat, seperti halnya mengirimkan tim keamanan ke halte atau armada. Harapan dari program Smart city Pemerintah Kota Semarang salah satunya dengan adanya sistem transportasi kota yang

181 berwawasan lingkungan, handal, aman nyaman, murah dan teratur juga terjadwal dan pengaturan manajemen yang lebih modern. Berdasarkan informasi yang didapat dari hasil implementasi sistem monitoring dan passanger information system di atas adalah informasi mengenai nomor plat bus, halte bus, lokasi dan kecepatan bus, dan jumlah penumpang. Pada pemasangan monitor PIS pada halte UNDIP, UNNES dan UNIKA dilakukan atau dititipkan di halte USM, dikarenakan halte UNDIP, UNNES dan UNIKA belum ada perbaikkan kondisinya terbuka, keamanan kurang terjamin, dan belum adanya koneksi internet wifi, maka dari permasalahan tersebut , monitor yang berjumlah 3, dititipkan di halte USM.

Latihan Soal 1. Jelaskan menurut anda apa itu Smart City ! 2. Jelaskan menurut anda tentang keadaan angkutan umum (BRT) yang telah menerapkan Sistem Monitoring dan Passenger Information System! 3. Sebutkan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam penentuan halte dekat persimpangan ? 4. Sebutkan dan jelaskan 3 definisi halte ! 5. Jelskan secara singkat apa itu perkembangan transportasi massal Bus Rapid Transit

Daftar Pustaka Andi Purnomo, (2017), Kelayakan Shelter BRT Koridor VI Kota Semarang ., IPLBI, Teknik Arsitek Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Direktorat Dirjen Bina Marga,(1990). Direktorat Dirjen Perhubungan Darat, (1996). DLLAJR, (1996), Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Angkutan Umum di Kota . Surakarta : Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Kota Surakarta.

182 Giannopoulos, G. A, (1989), Bus Planning and Operation in Urban Areas. England : Gower Publishing Co. Hendro Muliarto, (2015), Konsep Smart City Smart Mobility., SAPPK- MPWK, Institut Teknologi Bandung. Meirelles, (2000), Modul 3a Opsi Angkutan Massal, Institut for Transportation and Development Policy). Devisi 44 Lingkungan dan Infrastruktur. Lloyd Wright, (2001), Modul 3a Opsi Angkutan Massal, Institut for Transportation and Development Policy). Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, (1997), Perencanaan Sistem Angkutan Umum. Bandung : Penerbit ITB. Odgen, K.W. and Bennet D.W,(1984), Traffic Enginering Practice (Third Edition). New Jersey : Prentice-Hall. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014, (2014), Pedoman Perencanaan, Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan. Vuchic VR, (1981), Urban Public Transportation: System and Technology. New Jersey : Prentice-Hall.

183 Daftar Istilah dan Singkatan

BBM : Bahan Bakar Minyak Alternatif : Pilihan Lain PKL : Pedagang Kaki Lima BRT : Bus Rapid Transit Efisiensi : Ketepatan Fleksibilitas : Kemampuan BLU : Badan Layanan Umum Transit Point : Perpindahan Penumpang Evaluasi : Penilaian Implementasi : Penerapan Indikator : Keterangan Sustainable : Berkelanjutan Perspektif : Sudut Pandang Interaktif : Berkaitan PIS : Passenger Information System Matriks : Kerangka Frekuensi : Kekerapan Administrator : Direktur Perusahaan Regulator : Alat Pengatur Spesifikasi : Perincian UU : Undang-Undang Aktivitas : Keaktifan Volume : Banyaknya Efisiensi : Ketepatgunaan Konsentrasi : Pemusatan Perhatian Konsumsi : Pemakaian Barang Hasil Produksi Produksi : Penghasilan Pola : Bentuk Transit : Tempat Singgah Frekuensi : Kekerapan Komposisi : Susunan Informasi : Pemberitahuan Rute : Jalan atau Rute yang Ditempuh

184 Prof. Dr. Ir. Mudjiastuti Handajani, M.T.

Prof. Dr. Ir. Mudjiastuti Handajani, M.T., Lulus S1 di Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (FT UNDIP) tahun 1988, Lulus S2 Magister Sistem dan Teknik Transportasi Universitas Gajah Mada (MSTTUGM) tahun 1998. Memperoleh gelar Doktor Teknik Sipil Universitas Diponegoro (DTS UNDIP) tahun 2012 dan pada tanggal 29 Agustus 2016 dikukuhkan sebagai Guru Besar/Profesor Teknik Sipil Bidang Transportasi Universitas Semarang. Sampai sekarang masih tercatat aktif sebagai dosen di jurusan Teknik Sipil Universitas Semarang, dosen S2 Megister Teknik Sipil Universitas Diponegoro (UNDIP) dan S3 Universitas Sultan Agung (UNISULLA) Semarang. Telah menulis beberapa buku tentang Transportasi, buku-buku tersebut bermanfaat sebagai buku dalam mengajar di kelas maupun sebagai referensi. Mengajar beberapa mata kuliah : Dasar-Dasar Transportasi, Rekayasa Lalu Lintas, Sistem Transportasi, Metodologi Penelitian dan Ekonomi Transportasi. Alhamdulillah dan Berkat rahmat Allah buku yang berjudul “Sistem Monitoring dan Passanger Information System Bus Trans Semarang” sudah selesai dan dapat dipergunakan, semoga buku ini dapat bermanfaat dalam kegiatan mengajar dikelas dan menambah ilmu serta wawasan dan dapat berperan serta bagi dunia pendidikan dan transportasi di Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya buku ajar ini.

185