DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA

Tahun Sidang : 2010 – 2011 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Kerja Sifat Rapat : Terbuka Rapat Ke : 1 (satu) Hari /Tanggal : Rabu, 26 Januari 2011 Waktu : 10.00 WIB – selesai Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR-RI (KK. III/Gd Nusantara) Dengan : 1. Menteri Dalam Negeri 2. Menteri Hukum dan HAM (diwakili) 3. DPD RI (Komite I DPD RI) Ketua Rapat : H. Chairuman Harahap, SH.,MH/Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : 1. Pengesahan Jadwal dan Mekanisme Pembahasan 2. Keterangan/Penjelasan Pemerintah atas RUU Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Anggota Hadir : 39 dari 49 orang Anggota Komisi II DPR RI 10 orang Ijin Pemerintah : -- Pimpinan Komisi II DPR RI : 1. H. Chairuman Harahap, SH.,MH (F-PG / KETUA) 2. DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA (F-PD / WAKIL KETUA) 3. Ganjar Pranowo (F-PDIP / WAKIL KETUA) 4. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si (F-PAN / WAKIL KETUA) Fraksi Partai Demokrat : Fraksi Persatuan Pembangunan : 5. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 33. Dr. AW. Thalib, M.Si

1

6. Drs. H. Djufri 34. Drs. H. Nu’man Abdul Hakim 7. Rusminiati, SH 35. H.M. Izzul Islam 8. Drs. H. Amrun Daulay, MM 9. Ignatius Moelyono 10. Kasma Bouty, SE, MM 11. Dra. Gray Koesmoertiyah, M.Pd 12. Ir. Nanang Samodra, KA, M.Sc 13. Muslim, SH 14. Khatibul Umam Wiranu, M.Hum 15. Drs. Abdul Gafar Patappe Fraksi Partai : Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa : 16. Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM 36. Hj. Masitah, S.Ag, M.Pd.I 17. Nurul Arifin, S.IP, M.Si 37. Abdul Malik Haraman, M.Si 18. Drs. Murad U Nasir, M.Si 19. Agustina Basik-Basik. S.Sos.,MM.,M.Pd 20. Drs. Taufiq Hidayat, M.Si 21. Hj. Nurokhmah Ahmad Hidayat Mus Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan : Fraksi Partai Gerindra: 22. H. Rahadi Zakaria, S.IP, MH 38. Mestariany Habie, SH 23. Drs. Soewarno 39. Drs. H. Harun Al Rasyid, M.Si 24. Arif Wibowo 25. Budiman Sudjatmiko, MSc, M.Phill 26. Alexander Litaay Fraksi Partai Keadilan Sejahtera: Fraksi Partai Hanura: 27. Agus Purnomo, S.IP 40. Drs. Akbar Faizal, M.Si 28. Aus Hidayat Nur 29. Drs. Almuzzamil Yusuf Fraksi Partai Amanat Nasional: 30. Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si 31. H. Chairul Naim, M.Anik, SH.,MH 32. Drs. H. Fauzan Syai’e Anggota yang berhalangan hadir (Izin) : 1. Dr. H. Subyakto, SH, MH, MM 6. Hermanto, SE.,MM 2. Drs. Agun Gunanjar Sudarsa, BcIP, M.Si 7. TB. Soenmandjaja.SD 3. Dr. M. Idrus Marham 8. Dra. Hj. Ida Fauziyah 4. Dr. Yasonna H Laoly, SH, MH 9. Miryam Haryani, SE, M.Si 5. Vanda Sarundajang

2

JALANNYA RAPAT: KETUA RAPAT (CHAIRUMAN HARAHAP,SH.,MH/F-PG) : Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam sejahtera bagi kita semua Yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri Yang terhormat Menteri Hukum dan Ham, diwakili karena beliau diundang Komisi III Yang terhormat Saudara Pimpinan Komite I DPD RI Yang terhormat Saudara Pimpinan Komisi II dan Anggota Komisi II DPR RI. Berdasarkan Surat Presiden Republik Indonesia Nomor R99/Pres/12/210 Tanggal 16 Desember 2010. Perihal Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, berkenan dengan hal tersebut pemerintah menugaskan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Ham baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dan berdasarkan rapat bamus DPR RI Tanggal 13 Januari 2011 memberi tugas kepada Komisi II DPR RI untuk memperoses pembicaraan tingkat I untuk mengawali pembicaraan tinkat I terlebih dahulu marilah kita membacakan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas perkenanNya kita dapat menghadiri rapat kerja Komisi II DPR RI dan dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Mendagri, Menkumham dan DPD RI dalam rangka melaksanakan tugas konstitusional dibidang legislasi pada hari ini dalam keadaan sehat wal afiat. Sesuai dengan laporan sekretariat rapat kerja pada hari ini daftar hadir 25 orang dari 49 orang anggota yang terdiri 9 fraksi oleh karena itu kuorum sudah terpenuhi dan telah sesuai dengan ketentuan pasal 245 ayat 1 Peraturan Tata Tertib DPR RI maka perkenankalah kami membuka rapat kerja ini dan rapat dinyatakan terbuka untuk umum. (RAPAT DIBUKA) Selanjutnya kami menyampaikan terima kasih kepada saudara Menteri yang mewakili pemerintah dan teman-teman dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas kesediannya memenuhi undangan dalam rapat kerja hari ini, demikian juga pada Pipinana dan Anggota Komisi II DPR RI kami mengucapkan terima kasih. Kemudian kami ingin menawarkan sekaligus meminta persetujuan mengenai acara rapat kerja untuk hari ini yaitu pertama pengesahan jadwal dan mekanisme pembahasan. Yang kedua keterangan atau penjelasan presiden yang diwakili oleh Mendagri dan Menkumham terhadap Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Yogjakarta, apakah bisa disetujui. (RAPAT SETUJU) Untuk mempersingkat waktu, marilah kita memasuki acara pertama yakni penegsahan jadwal dan mekanisme pembahasan rancangan jadwal dan mekanismenya, yang sudah ada ditangan Bapak dan Ibu sekalian, untuk itu kami mohon tanggapan dari pemerintah. Jadwalnya sudah ada, kami internalnya sudah membahas jadwal itu, silahkan.

3

MENDAGRI (GAMAWAN FAUZI): Terima kasih Pak Pimpinan Bapak dan Ibu serta hadirin yang kami hormati Setelah kami membaca jadwal yang ditawarkan oleh Komisi II DPR maka kami sependapat dengan jadwal yang sudah di susun, mudah-mudahan kami bisa mentaati dan mengikutinya dengan baik. Terima kasih KETUA RAPAT : Terima kasih. Pemerintah menyetujui jadi saya supaya ini rapat terbuka dan tahu sehingga jangan dikira yang disetujui disini jelas. Pertama hari ini 26 Januari 2011 reker dengan Mendagri, Menkumham, serta DPD RI. Hari Rabu 2 Februari 2011 pukul 10.00 Raker Mendagri dan Menkumham yang memuat pendapat fraksi-fraksi terhadap penjelasan pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang keistimewaan DIY. 7 Februari sampai dengan 24 Februari RDPU dan RDP untuk mendapatkan masukan dalam rangka pembahasan RUU Keistimewaan DIY. Kemudian rencana kunjungan kerja ke DIY dalam rangka mencari masukan dan aspirasi di daerah Propinsi DIY. Alokasi kunjungan lapangan atau kunjungan ke Propinsi DIY antara tanggal 17 sampai dengan 19 Februari 2011 atau tanggal 24 sampai dengan 26 Februari 2011. Hari Jum’at 25 Februari penyerahan DIM fraksi-fraksi kesekretariatan DPR RI kemudian Sekretariat mengkompilasi DIM fraski-fraksi itu kita jadwalkan kompilasi ini dari tanggal 25 sampai 27 Februari. Selasa 1 Maret Raker dengan Mendagri dan Menkumham, penyerahan DIM fraksi-fraksi dan RUU tentang keistimewaan DIY kepada pemerintah. Yang kedua penyampaian pengantar masing-masing fraksi atas DIM RUU tentang keistimewaan propinsi DIY. Sesudah itu kita memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk mempelajari DIM dari fraksi-fraksi selama satu minggu. Kemudian tanggal 7 Maret sampai dengan 17 Maret 2011 Raker dengan Mendagri dan Menkumham pembahasan DIM sampai diserahkan ke Panja. Kemudian 21 Maret sampai 31 Maret 2011 Rapat Panja Timus dan Timsin dengan pejabat eselon I pembahasan di tingkat Panja Timus dan Timsin. Kemudian tanggal 4 atau 5 April 2011 Raker dengan Medagri dan Menkumham serta DPD RI, yang acaranya adalah laporan panjan ke pleno Komis II DPR RI , pendapat akhir mini fraksi-fraksi dan DPD RI dan Pemerintah, kemudian pengambilan keputusan di tingkat I, empat penandatanganan pengesahan draf RUU. Tanggal 7 atau 8 April 2011 Rapat Paripurna DPR RI pengambilan keputusan tingkat II. Inilah rencana jadwal kita tentu jadwal ini nanti menjadi pegangan kita bersama, dan tentu kalau adalah dinamika didalam pembahasan itu bisa kita lakukan perumabah-perubahan berdasarkan kesepakatan kita. Apakah jadwal ini bisa kita setujui. Silahkan. KETUA KOMITE I DPD RI : Pimpinan Komisi II yang saya hormati

4

Bapak Menteri Dalam Negeri dan sahabat-sahabat semua Anggota DPR RI Komisi II yang kami banggakan. Ijinkan kami dari DPD RI komite I ingin menyampaikan usul, saran dan pendapat berkaitan dengan pengesahan jadwal dam mekanisme pengesahan RUU DIY ini. Kita ketahui secara bersama konstitusi negara kita UUD 1945 dalam ketentuan Pasal 22 D, mengatakan ayat 2 “Dewan Perwakilan daerah ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat daerah, pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah serta memebrikan pertimbangan kepada DPR atas RUU anggaran dan pendapatan dan belanja daerah, dan berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama”. Dalam Pasal Undang-Undang Dasar tersebut jelas disana, DPD RI diberikan kesempatan untuk ikut membahas yang berkaitan dengan persoalan daerah dan pengaturan lebih lanjut tentang ini diatur dalam Undang-Undang MD 3 Pasal 150 ayat 1, yang menjelaskan tentang pembicaraan tingkat I dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut yaitu a, b, dan c. pada kesempatan ini kam berharap teman-teman DPR mau memberikan kesempatan kepada DPD RI yang dijamin atas konstitusi untuk ikut membahas itu dengan seperti yang tercantum dalam Pasal 150 ayat 1 hurup a,b,dan c. kalau kita lihat kemudian jadwal dan mekanisme yang akan kita sahkan ini maka DPD itu hanya diikutkan dalam hurup a dan c saja, dalam pandangan kami pengertian ikut membahas yang kemudian seakan-akan direduksi hanya mengikuti arahan pasal 150 hurup 1 dan c itu , kuranglah elok dan pertanyaan lebih lanjut apakah kemudian ini hanya kekhawatiran kami saja apakah kemudian nantinya Undang-Undang yang kita hasilkan itu ada kecacatan secara mekansime karena ketidak terlibatan DPD RI dalam ikut membahas sebagaimana yang diisyaratkan didalam konstitrusi negara. Kalau kita kemudian buka kamus bahas indonesia kalimat “ikut membahas” itu artinya ikut berdiskusi, ikut menyampaikan pendapat, ikut dalam pembicaraan tetapi kami juga menyadari Bapak dan Ibu sekalian dan sahabat kami Anggota DPR yang kami banggakan, kami tidak dalam porsi ikut memutuskan Undang-Undang itu, jadi kami tidak bermohon untuk ikut memutuskan Undang-Undang itu, kami hanya ingin dalam pembahasan tahap pertama kami dilibatkan oleh teman-teman DPR dalam membahas RUU ini, misalnya kami sangat berharap dilibatkan dalam kesempatan dalam poin nomor 4, kemudian nomor 5 dan 6 dalam agenda rencana pembahasan RUU DIY ini. Itulah pandangan kami yang bisa kami sampaikan kepada Pimpinan Komisi II dan Saudara Mendagri yang mewakili pemerintah, kalau diijinkan oleh Pimpinan rapat kami akan juga memberikan kesempatan kepada sahabat kami Anggota DPD yang lain untuk memberikan tambahan dan masukannya. Kami kembalikan kepada Pimpinan. KETUA RAPAT : Terima kasih.

5

Saya kira esensinya sudah kita bisa tangkap apa yang ingin disampaikan dari temen-temen DPD kecuali yang bertentangan dengan ini saya kira apa, kalau ini sudah dapat kita tangkap. Saya kira cukup, kalau ini masalahnya ini sudah kita tangkap. KETUA KOMITE I DPD RI : Kalau diperkenankan ingin menambahkan informasi. KETUA RAPAT : Informasi, sekarang ini memang musim informasi, kadang menyesatkan juga, dibilang ke ternyata tidak kan, silahkan Pak KOMITE I DPD RI : Pimpinan yang saya hormati, saudara Menteri dan para Anggota. Terima kasih kami sudah diundang, terima kasih diberikan kesempatan berbicara, terima kasih kami diberikan kesempatan menyampaikan informasi yang kira-kira menurut kami ini sangat berharga, kalau tadi disinggung oleh Ketua Komite I bahwa perlu menghindari kecacatan proses dan hasil-hasil dari RUU yang kita bahas maka pertama-tama yang ingin saya garis bawahi adalah kalau melihat pasal 22 D ayat 2 ikut membahas itu saya lihat sama sekali tidak ada pembatasan sama sekali tidak ada. KETUA RAPAT : Kalau soal itu tadi sudah disampaikan Pak, saya kira kita poin itu nya saja. KOMITE I DPD RI : Bisa jadi kalau tidak salah menduga karena tadi Undang-Undang MD 3 dijadikan acuan, kalau kita masih melihat dan mau membolak balik risalah, apa yang disampaikan oleh Ketua Komite I itu disampaikan juga ketika Undang-Undang MD 3 ini dibahas, artinya tidak masalah kalau di tingkat II DPD tidak dilibatkan tetapi ditingkat I begitu banyak anggota-anggota dari berbagai fraksi yang menginginkan termasuk dari pemerintah beberapa kali dalam rapat pembahasan Undang-Undang MD 3 itu menginginkan DPD dilibatkan pada Tingkat I penuh itu saja terima kasih KETUA RAPAT : Terima kasih Saya kira ini juga sudah kita bahas, dari Anggota silahkan ada yang menyampaikan, bagaimana cukup. Saudara-saudara sekalian kalau secara pribadi kita ingin sekali supaya semua ikut didalam membahas ini, termsuk juga semua masyarakat yang ikut, tentunya kita tetap harus taat asas, taat asas artinya bagaimana ketentuan-ketentuan dalam perundang-udangan kita. Memang dalam proses pembahasan Undang-Undang itu ada pembicaraan Tingkat I, II, pembicaraan Tingkat I itu dilakukan dengan yang pertama pengantar musyawarah, kemudian yang kedua pembahasan daftar inventarisasi masalah, yang ketiga penyampaian pendapat mini, pembicaraan tingakt II itu adalah sidang paripurna DPR untuk mengambil keputusan tentang RUU yang telah disepakati dalam pembahasan di Tingkat I. kita melihat kepada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 ini akhir masa

6

persidangan DPR yang lalu dibuat MD3 ini sudah menjadi produk hukum yang tentu kita harus mentaatinya. Dalam Pasal yang di kutip tadi 150 ayat 2 disebutkan dalam pengantar musyawarah sebagaimana dimaksud dalam ayat I hurup a, DPR memberikan penjelasan dan Presiden menyampaikan pandangan apabila RUU itu berasal dari DPR, b. DPR memberi penjelasan serta Presiden dan DPD menyampaikan padangan apabila Undang-Undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 hurup e berasal dari DPR, c. Presiden memberikan penjelasan dan fraksi memberikan pandangan apabila Undang-Undang berasal dari Presiden atau d. Presiden memberikan penjelasan serta fraksi dan DPD menyampaikan padangan apabila RUU yang berkaitan dengan kewenangan DPD yang sebagaimaan dimaksud dalam Pasal 71 huruf e berasal dari Presiden. Jadi didalam pengantar musyawarah DPD memberikan pandangan apabila Undang-Undang itu yang berasal dari Presiden yang berkaitan dengan kewenangan DPD. Kemudian ayat 3 daftar inventarisasi masalah (DIM) sebagaimana pada ayat I hurup b diajukan oleh Presiden apabila RUU berasal dari DPR b. DPR apabila RUU berasal dari Presiden. Dalam tata tertib kita juga sama, jadi disini tidak ada sesuatu hal tahap pembicaraan pada pembicaraan Tingkat I tahap kedua tidak ada pengajuan Tim dari DPD dan yang dibahas didalam tahap kedua ini pembahasan DIM. Kemudian ayat 4 penyampaian pendapat mini sebagaimana dimaksud pada ayat I hurup c disampaikan pada akhir pembicaraan Tingkat I oleh fraksi DPD apabila RUU berkaitan dengan Undang-Undang yang berkaitan degan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud pada Pasal 71 hurup e, dan Presiden kalau ini pada penyampaian pendapat mini fraksi itu pada rapat pleno pembicaraan tahap I. Dalam hal DPD tidak memberikan pandangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 hurup b dan d dan atau pendapat mini sebagaimana dimaksud pada ayat 4 hurup b pembicaraan Tingat I tetap dilaksanakan. Dalam pembicaraan Tingkat I dapat diundagn Pimpinan Lembaga Negara dan Lembaga lain. Jadi saya kira dengan ketentuan ini menjadi jelas bahwa DPD nanti akan kita minta pandangannya pada ketika fraksi-fraksi juga memberikan padangan apa yang disampaikan pemerintah dan kemudian setelah pembicaraan I pada pleno nanti ada pendapat mini DPD sama dengan fraksi-fraksi kita. Oleh karena ketentuan sudah begitu, keinginan kita memang ikut semua tapi tentu kita dibatasi oleh ketentuan-ketentuan kita dalam Undang-Undang Nomor 27 maupun tata tertib DPR, oleh karena itu dengan itu saya minta untuk persetujuan kita tentang jadwal acara kita. KOMITE I DPD RI : Interupsi kalau boleh sedikit Pak. Bapak Ketua dan rekan-rekan Anggota DPR dan Pemerintah, Menteri dan Wakil. Kita sadari sebagai negara hukum bahwa kewenangan pembuatan Undang-Undang itu berada pada DPR dan itu sangat dijunjung tinggi oleh DPD. Oleh sebab itu hak DPD pun untuk menyampaikan RUU atau usul Undang-Undang disampaikan kepada DPR. Dan setelah disampaikan

7

kepada DPR ada prosesnya pebicaraan, pembahasan dan diberitahu. DPD dalam beberapa hari yang lalu sudah menyampaikan usul tentang RUU Keistimewaan DIY tentunya kalau berdaskan perintah Undang-Undang itu sudah menjadi hak DPR, artinya kalau juga DPD hadir disini bahwa dalam pengesahan DIM itu memang tidak ada DIM DPD, karena dimaksudkan DIM DPD itu sudah dimasukan dengan DIM DPR, kedua kita tidak akan bicara masalah ketatanegaraan, ada banyak profesor tata negara disini Undang-Undang mengamanatkan bahwa pembicaraan Undang-Undang antara DPR dengan Pemerintah, saya kita tidak ada filed time sejak Tahun 1990 berada disini dan saya juga habitatnya juga dulu disini, dulu hanya tiga Golkar, Fraksi ABRI dan PPP, kami sepakat Undang-Undang itu tidak dirubah tetapi dalam pembahasn kalau kita lihat itu antara pemerintah dan fraksi-fraksi dan tradisi itulah yang kita lakukan sampai sekarang artinya apa, Undang-Undang pun sudah kita langgar, kenapa kita langgar mestinya fraksi-fraksi DPR ini mestinya bersatu dan cuma ada satu di DPR, bukan ada lagi DIM fraksi-fraksi lagi. Tapi karena tradisi yang sudah kita laksanakan maka pembahasan selanjutanya dalam pembahasan DIM bukan lagi antara DPR dan Pemerintah dengan fraksi-fraksi. Atas dasar pemikiran tersebut kami melihat positif bahwa kami memang tidak menyampaikan DIM tetapi kami memang sudah menyatu bersama-sama dengan rekan-rekan terhormat di DPR untuk membahas sama-sama, karena RUU kami ini sudah berganti baju, atau katakanlah kami menjadi fathner yang tidak terpisahkan dari fraksi-fraksi, jadi dalam fraksi ini teramsuk didalamnya ada DPD RI. Jadi saya kira kita tidak bicara masalah kriminal harus hukum ditaati sesuai dengan kata-kata, tapi kita berbicara tentang ketatanegaraan. Pimpinan dan rekan-rekan sekalian. Kalau ini dapat diakomodir dan diterima oleh sidang yang mulia ini, maka kita sudah membuat suatu ketatanegaraan yang sangat baik dan sangat indah bagi bangsa dan negara ini. Saya secara pribadi tidak ada kepentingannya sebagai DPD, tetapi melihat kamipun diakui dalam Undang-Undang Dasar Pasal 2 ayat 1 MPR dan Pasal berikut mengakomodir hal-hal tersebut. Bahwa kemudian dalam Undang-Undang MD3 ada hal-hal yang diredus kami tidak permasalahkan. Tapi paling tidak marilah kita kesadaran kebangsaan bersama-sama, satu nusa satu bangsa satu negara satu tujuan mari kita duduk bersama-sama. Kali ini bisa diangkat oleh kita bersama-sama, kita membuat kesepakatan kenegaraan yang tidak perlu bertele-tele. Terima kasih Bapak Pimpinan Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh KETUA RAPAT : Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Memang banyak keinginan-keinginan kita saya pikir, banyak tanggung jawab kita pada bangsa dan negara kita tapi tentu kita juga seperti yang saya katakan tadi, ada asas jadi bukan hanya hukum pidana saja yang harus ditegakan, tapi hukum tata negara kita juga harus ditegakan. Kalaulah membaca kepada Undang-Undang ini pendapat sudah tadi kami jelaskan, kalaulah kita mau

8

melakukan perubahan tentu tidak pada forum ini kita melakukan perubahan itu, biarlah nanti pada forum lain kita bicarakan, tapi berdasarkan Undang-Undang Ini maka dua nanti yang bisa disampaikan oleh DPD saya kira sesuai dengan itu, yaitu pada pengantar musyawarah setelah mendengarkan ini kita akan berikan waktu sesuai jadwal tadi untuk padangan fraksi dan pandangan dari DPD RI. Saya kira inikan sudah jelas. KOMITE I DPD RI : Begini Pak. Keputusan politik itukan kesepakat yang bisa kita ambil, artinya kesepakat itukan tidak bertentangan dengan UUD karena UUD kan mengatakan DPD ikut membahas, jadi kalau misalnya kesepakat politiknya bisa diambil dan itu bisa menjadi keputusan politik pada hari ini saya kira itu sebuah langkah maju dan juga tidak bertentangan konstitusi negara, tuntutan kami tidak banyak, tuntutan kami hany dilibatkan dalam poin nomo 4 dan 5, saya kira itu. KETUA RAPAT: Saya sudah sampaikan tadi, kita tidak ada menemukan tetapi dalam penjelasan dari pasal- pasal ini tidak ada menyebutkannya tentu yang harus kita turuti adalah aturan ini, nanti kalau tidak kita turuti lain lagi persoalannya. Jadi kalau masalah nanti ingin kita merubah ini, memperbaiki ini marilah kita bicarakan di forum lain, kami juga sudah membaca usul dari DPD, tapi kan belum dibicarakan di DPD, belum kita rubah tata tertibnya, oleh karena itu kita tidak bisa melanggar, kalau saya Pimpinan sidang nanti tdiak sesuai tata tertib ini masalah besar lagi, saya memahami sepenuhnya keinginan daripada kawan-kawan, tidak ada masalah bagi saya pribadi tetapi ini harus patuh pada aturan-aturan kita kalau tidak yang mau patuh siapa lagi, sudah diketok sekarang apa, nanti kita bicarakan dalam pembicaraan khusus. Saya kira demikian. Silahkan. F-PDI PERJUANGAN (ALEXANDER LITAAY): Pak Ketua. Rekan-rekan Anggota yang saya hormati. Pak Menteri beserta ajaran dan teman-teman dari DPD. Saya kira diskusi ini tidak elok kita berdebat soal ini dihadapan umum saya usulkan kita skor Pimpinan Komisi dan Pimpinan dari Komite I DPD dan Pemerintah ambil tempat dan kita samakan dulu persepi kita baru kita bahas dan baru kita ambil keputusan, saya kira kami juga belum bicara saya kira begitu Pak Ketua. KETUA RAPAT : Sebentar dulu kalau soal argumentasi itu saya kira itu sudah .. F-PD (IR. NANANG SAMODRA, KA.,M.Sc): Saran kami kita lanjutkan saja tidak usah di skor-skors karena sudah sesuai dengan ketentuan. Terima kasih.

9

KOMITE I DPD RI : Pertama Pimpinan yang kami hormati. Saya sangat cermat bahwa rekan-rekan Komisi II taat azas, kami menghormati tetapi kami ternyata kami juga memiliki interpretasi terhadap yang harus kita taati dalam asas itu. Oleh karena itu barangkali langkah pertama yang dapat diambil saya sependapat dengan usul Pak Litaay coba kita skors dulu untuk mencari jalan keluar, kalau tidak maka yang saya lihat adalah kita sama-sama taat asas tetapi kita berbeda dalam interpretasi jadi menurut hemat saya itu adalah sengketa antar kita DPR. Terima kasih. KETUA RAPAT : Baiklah kalau itu mau sengketa kan ada pengacara kalau memang itu jadi sengketa. Kalau dianggap sengketa silahkan saja Pak itukan tidak ada batas semua merdeka semua orang-orang merdeka siapa saja boleh mengaukan apa saja yang bebas ini, jadi soal itu saya kira silahkan saja tetapi kalau soal kita mau merubah itu ada forum kita untuk berinterpretasi mana itu silahkan antar Pimpinan dibicarakannya, tapi untuk saat ini kita aturan saja yang kita ikut. Apakah jadwal ini disetujui. KOMITE I DPD RI : Interupsi saudara Ketua. Saya kira harus menghormati saran yang disampaikan oleh Anggota yang terhormat itu. KETUA RAPAT : Itu saya yang mempertimbangkan, saya sudah minta pendapat teman-teman ini kita lanutkan saja. F-PG (DRS. TAUFIQ HIDAYAT, M.SI): Interupsi Pimpinan Saya Taufik Hidayat A-236 dari Fraksi Partai Golkar. Teman-teman Anggota DPD RI yang kami hormati, menyangkut keinginan Bapak dan Ibu sekalian kami melihat itu bukan suatu tuntutan yang baru, sebelum ini sudah sangat sering kami lihat dan kami dengar itulah yang menjadi keinginan teman-teman Anggota DPD. Satu hal ini saya dalam posisi bisa mengerti tetapi, rapat ini juga diatur berdasarkan aturan main yang sudah jelas, yang tadi sudah disampaikan oleh Ketua Komisi, dan pada rel seperti itulah Pimpinan menjalankan rapat ini sesuai dengan aturan main. Oleh karena itu tawaran yang simpatik dari Ketua tadi mohon bisadimengrti bahwa keinginan perubahan yang memberkan peran yang lebih besar kepada DPD untuk membahas dalam proses Undang-Undang itu bisa dilakukan dalam forum yang lain, bukan dalam forum yang pada hari ini yang kita gelar karena forum pada hari ini bukan untuk itu, selama kita memgang aturan main itu maka proses rapat-rapat kita akan berjalan efektif sesuai dengan tujuannya sesuai dengan sasaranya dan sesuai dengan harapannya masyarakat kita semua. Kalau itu tidak ditaati maka yang berkembang adalah anarkisme. Oleh karena itu sekali lagi kami mengingatkan

10

untuk kembali kepada aturan main itu, bahwa ini tidak memuaskan keinginan atau aspirasi Anggota DPD ada kesempatan lain untuk merubah itu. Saya kira itu Pimpinan. Assalamu”alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KOMITE I DPD RI: Pimpinan. Saya bukan mau kemudian mau berhadapan antar satu dengan yang lain, DPD dengan Fraksi yang ada di DPR yang kami unjung tinggi hak sesuai yang diatur dalam konstitusi. Persoalanya ini adalah persoalan interpretasi kami yang kami harus sampaikan, pemahaman kami tentang UUD Pasal 22 D itu ikut membahas itu, kaitannya ikut keseluruhan dengan tahap awal dan kemudian disampaikannya pada hari ini … KETUA RAPAT: Argumentasi itu sudah kita dengar semua jadi jangan kita ulang lagi pembahasan itu, kalau ada hal baru silahkan tetapi kalau masih itu saya kira sudah kita putuskan. KOMITE I DPD RI : Saya bangga dengan DPR hasil reformasi ini terkesan sangat demokratis, berkali-kali kami mengikuti dari media ketika ada beberapa hal yang perlu dibicarakan lebih intensif dalam ruang yang tertutup skorsing itu sesuatu yang bisa dilakukan, boleh kami berharap usulan dari rekan PDIP itu diakomodir karena kalau disini kami mengatakan agak panjang lebar membahas menurut UUD pasti Pak Ketua akan memotong pembicaraan ini, kalau kami juga mengatakan bahwa betapa beratnya kami menerima sms-sms “kalau sampai kalian tidak diikutkan dalam pembahasan butir-butir berikut diluar yang sudah diakomodir” itu salah satu mantan Anggota DPR masih saya simpan, kalian tidak mau melaksanakan Pasal 22 D Ayat 2. Jadi problem ini sungguh bukan semata-mata gagah-gagahan, saya mohon pengertian saudara Ketua tanpa kecuali yang ada di ruangan ini mohon perkenan agar posisi DPD yang sudah demikian sulit menerima tekanan masih bisa diberikan ruang sekecil apapun diluar hal-hal yang sudah dicantumkan disini, kami juga mendapat kritikan dari 23 Universitas bahwa kenapa ada 84 UU yang bertentangan dan merugikan daerah DPD tidak bersuara. Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan dengan cara yang paling halus ini bisa mengetuk hati teman-teman, jadi DPD sedikit-sedikit berkunung kesini aspirasinya sedikit diakomodir, sebelum kami membicarakan argumentasi lebih lanjut sudi kiranya mempertimbangkan bukan semata-mata usulan kami tetapi ada jalan tengah untuk di skorsing rapat ini sementar untuk memperkuat argument itu. KETUA RAPAT : Terima kasih. Itukan usul Anggota , ada usul Anggota lain untuk diteruskan dan itu jadi saya Pimpinan berkesimpulan kalau memang ini masalahnya kita teruskan saja dan itu sudah kita putuskan. Jadi saya kira kalau memang mau dibahas oleh kita biarlah forum lain, dari awal saya sudah mengatakan biar forum lain kita membahasnya, bukan pada forum ini. Acara kita disini sudah tertentu marilah kita

11

laksanakan ini jadi pihak dari DPD usulkan ke Pimpinan supaya kita antar Pimpinan ketemu dan kita bikin musyawarah dan kita bagaimana mengaturnya yang terbaik, supaya interpretasi kita sama, kalau memang ada sengketa silahkan bersengketa begitu. Saya kira kita fear melihatnya jadi untuk acara kali ini sudah kita tentukan tata cara seperti itu marilah setelah ini kita Pimpinan bagaimana kit abicarakan ini, jadi ini forum memang tidak bisa untuk meninterpretasikan itu inilah ketentuanya dan inilah yang kita ikuti begitu Pak. Kalau interpretasi nanti masing-masing orang punya interpretasi masing-masing tentu itulah yang harus kita ikuti dan kita bicarakan lebih jauh. Saya kira begitu. F-PAN (DRS. H. FAUZAN SYAI’E) : Saya pikir perdebatan ini segera dihentikan sebab Ketua juga tadi sudah ketok palu dan tidak elok kalau ditarik ulang. Karena Jadwal kita sudah jelas, jadi tolong Ketua ada ketegasan supaya lanjut. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Memang itu sudah tapi kita hormati dulu teman-teman kita ini, masih juga gelisah dan resah jadi saya kira aspirasi-aspirasi ini tentu kita pahami, sebagai anggota semua kita memahami itu, Cuma bagaimana kita menyelesaikan masalahnya, tidak bisa saya disini Pimpinan mengambil suatu langkah yang diluar dari pada itu marilah kita buat forum untuk itu. Saya kira ini demikian selesai dan cukuplah begitu. KOMITE I DPD RI: Pimpinan saya sekaligus ingin memberikan klarifikasi terhadap pernyataan Pimpinan terhadap forum lain dan rekan dari Golkar dan mudah-mudahan ada yang berani bicara di forum ini ketika kita berbicara hal yang sama selama lima tahun berturut-turut. Ketika kami pernah mengajukan judisial review ke Mahkamah Konstitusi, saya mesti beberkan jangan sampai ada kesan DPD tidak beruang apa-apa, hampir semua delegasi DPR mengingatakan kepada kami akalu ada apa-apa jangan ke MK, ketika kami ingin mengajukan yang berkaitan dengan UUD amandemen hampir semua forum yang kita adakan jangan amandeman dulu apa yang kalian minta, oke kalau begitu kenapa tidak minta di UU Susduk waktu itu oke kalau begitu beri kami di Susduk sepenuhnya di Tingkat I, waktu itu jawaban semua Anggota DPR tidak ada yang menjawab “tidak”, ini ada temen-temen dari Gokar dan dapat memahami, setelah UU MD3 diumumlkan, apa yang dijaikan secara lisan itu mungkin yang berjanji itu tidak kuat menahan hasil-hasil ketika pembahasan ini, tetapi perlu saya katakana, kalau dulu sudah dijanjikan hasilnya begini sekarang disuruh membuat forum lain dalam artian pembahasan UU berikutnya jangan ini sama juga. Yang paling akhir Pimpinan saya katakana bunyi sms mantan Anggota DPR “apakah kalian karena ..”

12

KETUA RAPAT : Tolong sms tidak usah dibacakan Pak, pernah ada kasus Pak.. sms ribut Anggota dan tidak jelas sumber sms itu tapi menjadi satu yang lain Pak. Jadi saya kira tidak usah, jadi pikiran Anggota yang terhormat saja lah oke. KOMITE I DPD RI : Baik ingin saya katakan terakhir Pak. Karena Bapak juga mengatakan ini demokrasi pasti kami juga akan memikirkan langkah- langkah kami yang terbaik, tetap menghormati DPR tetap konstitusional tetap menjaga etika tetap kami mencoba mencari celah-celah apa yang membuat DPD lebih berdaya, tetapi sebelum itu kami lakukan, penting kami nyatakan di forum ini kalau DPR dan Pimpinan taat asas pada UU MD3 menurut kami belum menterjemahkan secara baik Pasal 22 D ayat 1, pertanyaan nya apakah DPR Pimpinan beranggapan kalau di Tingkat I DPD tidak bicara penuh apakah itu tidak melanggar UUD Pasal 22 D ayat 1, kalau itu dikatakan tidak melanggar kami akan catat sebagai catatan sejarah bahwa Pimpinan dan Anggota DPR yang hadir dalam forum ini berpendapat itu tidak melanggar kalau itu dianggap pelanggaran tentu kami mengatakan lebih baik mentaati UUD dari pada UU MD 3, sekali lagi saya menghormati siapa pun yang ada disini khususnya saudara tua DPR tapi saya juga minta pemahaman kalau memang kita didorong untuk mencari forum lain dengan tetap menjaga kehormatan kita pada DPR kami akan pikirkan itu secara kelembagaan. KETUA RAPAT : Terima kasih. Saya kira cukup Pak. F-PKS (DRS. AL-MUZAMMIL YUSUF): Pimpinan saya minta hak saya bicara Pimpinan. Terima kasih Pimpinan. Pimpinan dan para Anggota Komisi II yang saya hormati. Bapak Menteri beserta jajarannya dan rekan-rekan dari DPD RI. Dalam rangka saling menghormati antara dua lembaga Negara dan juga membuat pertemuan kita ini coolingdown saya kira ada satu waktu lain yang tersedia pada jadwal acara pada rapat kita ini yaitu pada 2 februari nanti, ada pandangan fraksi-fraksi dan sekaligus pandangan DPD, dari hari ini ke tanggal 2 Februari itu juga adalah waktu informal untuk kita juga berbicara untuk tidak mengulangi perdebatan pada hari ini. Oleh karena itu biarkanlah fraksi-fraksi memberikan pendapatnya seara tertulis tentang apa-apa yang kita perdebatkan ini dengan merujuk pada apakah UUD 45 maupun MD3, demikian juga dari rekan-rekan DPD sambil menyusun itu waktu kita bertemu informal bisa sehingga apa yang akan kita putuskan pada 2 Februari kita sudah tahu bersama untuk saling tetap menghormati diantara kita apapun yang akan diambil sikap oleh Komisi II DPR RI ataupun temen- temen DPD dengan sikap saling menghormati, saling menjaga martabat saling menjunjung tinggi kehormatan diantara kita, oleh karena itu menut saya pada hari ini kita langungkan sebagaimana kita

13

rencanakan walalupun pada tanggal 2 Februari itulah acara kira bisa mendiskusikan dengan kepada lebih dingin karena sesunguhnya ada dialog diluar kita sidang yang semua kita tahu sikap masing- masing. Demikian saran saya Pimpinan. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Terima kasih Pak Muzamil. Jadi saya kira sudah saatnya saudara Menteri Dalam Negeri untuk menyampaikan keterangan Presiden yang diwakili oleh saudara tentang Rancangan Undang- Undang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Jogyakarta kami persilahkan. MENDAGRI (GAMAWAN FAUZI): Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yang kami hormati Bapak Ketua dan Wakil Ketua Bapak dan Ibu Anggota DPR RI khususnya Komisi II DPR RI Yang kami hormati Ketua Komite I DPD RI beserta Wakil Ketua DPD RI dan segenap anggota Yang saya hormati para pejabat dan jajaran Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM dan yang saya hormati rekan-rekan wartawan. Hadirin dan hadirat yang berbahagia. Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas perkenan dan bimbingannya kita dapat mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR RI yang dihadiri pula oleh Anggota dan Pimpinan DPD RI dalam rangka menyampaikan keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarya. Sesuai dengan surat Presiden Nomor R/99/Pres/12/2010 Tanggal 16 Desember 2010 dalam pembahasan RUU DIY Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama mewakili Presiden dalam pembahasan RUU KDIY. Bapak Ketua dan para Pimpinan beserta anggota dan hadirin yang saya hormati. Dapat disampaikan bahwa RUU KDIY sebelumnya pernah diajukan dan dibahas pada mas bhakti Anggota DPR RI Periode 2004-2009, namun belum berhasil merampungkan karena belum ada kesepakatan tentang pengisian jabatan Gubernur dan atau Wakil Gubernur Provisni DIY. Dalam rapat kerja pemerintah dengan DPR RI pada tanggal 28 September 2009 direkomendaikan pembahasan lanjutan RUU tersebut menjadi agenda prioritas DPR RI periode 2009-2014. Ketika pemerintah menyiapkan RUU KDIY wacana publik lebih dinominasi dengan isu penetapan atau pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provisni DIY, padahal keistimewaan DIY dalam RUU KDIY bukan semata-mata mengatur hal tersebut, secara singkat dapat kami kemukakan bahwa paradigma penyusunan RUU DIY dalam beberapa dimensi kami awali dari dimensi filosofis, keistimewaan

14

Provinsi DIY adalah refleksi filosofis kesultanan kepaku alaman dan masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan yang mengagungkan kebhinekaan dalam ke Ika-an sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan UUD Republik Indonesia Tahun 1945 kesadaran dan sekaligus keberanian politik Yogyakarta mengadopsi kebhinekaan Indonesia pada awal kemerdekaan merupakan filosofis dasar yang dijadikan rujukan bagi keistimewaan Provinsi DIY. Oleh sebab itu keistimewaan DIY harus memberikan pondasi bagi pengokohan lebih lanjut masyarakat multikultural yang mampu menabur benih keharmonisan dan kesivitas sosial, bukan saja diperuntukan bagi masyarakat yang ada di Yogja tetapi sekaligus menumbuhkembangkan benih ispirasi serta mengikat multi kulturalisme Indonesia. Sebagaimana dibuktikan dalam sejarah Jogyakarta dalam ke Indonesiaan Yogyakarta tidak pernah menimbulkan dilema bagi Indonesia tapi justeru solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi Indonesia. Peran sentral keusltanan dan kepakualaman dalam tata kehidupan sosial politik dan kukltural masyarakat Yogyakarta harus terus terumsukan namun juga harus diintegrasikan dalam sistem sosial politik Indonesia. Ini bukan hanya untuk kepentingan Indonesia tetapi juga dalam kerangka filosofis pilihan kesultanan dan pakualaman untuk diposisikan secara istimewa dalam bagian NKRI. Sementara itu dalam dimensi perspektif historis politik yang paling penomenal adalah sikap tegas Sri Sultan Hamungkubuwono 9 dan Seri Pakualam ke 8 yang mengucapkan selamat dan dukungannya terhadap Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Pernyataan tersebut dikirimkan secara terpisah namun dengan isi yang sama dari Sri Sultan Hamungkubuwono 9 dan Sri Pakualam ke 8 pada tanggal 18 Agustus 1945. Presiden Sukarno sangat menghargai ketegasan kedua tokoh kharismatik dari Jogja tersebut dan selanjutnya Presiden menerbitkan piagam kedudukan berisi penetapan Sri Sultan Hamungkubuwono 9 sebagai kepala daerah kerajaan Yogyakarta. Dukungan Seri Sultan dan Sri Paku alam tersebut kemudian dikukuhkan degan amanat 5 September 1945 setelah mendengar pertimbangan dari Komite Nasional Indonesia Daerah atau disingkat dengan KNIT amanat tersebut menegaskan bahwa Yogyakarta menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Republik Indonesia dengan memilih status sebagai daerah istimewa. Melalui amanat itupula unsur- unsur terbentuknya negara menjadi konkrit dan lengkap wilayah dan rakyat yang berada di dua Kraton tersebut secara otomatis menjadi wilayah dan rakyat dari republik Indonesia yang baru saja dideklarasikan. Oleh karena daerah Istimewa Jogjakarta memilik sejarah yang khas dan sekaligus merupakan bagian dari sejarah eksistensi serta survitalitas Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara. Pencermatan atas sejarah Jogjakarta dan Indonesia dalam rentang waktu yang panjang menjukan status keistimewaan Jogyakarta merupakan pilihan politik sadar yang diambil oleh Sultan Hamangkubuwono ke 9 dan Paku Alam ke 8 dan bukan pemberian dari entitas politik nasional. Pilihan politik ini lebih bermakna karena dilakukan ditengah-tengah tawara penguasa belanda yang memberikan kekeuasaan atas seluruh Jawa bagi Sultan Hamangkubuwono ke 9 tetapi ditolak oleh beliau. Oleh karena itu dari sudut pandang pemerintah nasional penetapan pemerintah republik

15

Indonesia yang mengakui keistimewaan Jogjakarta melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 kiranya dipahami sebagai penghormatan terhadap ketulusan dan komitmen Jogjakarta berintegrasi dengan Indonesia ketimbang pemberian keistimewaan oleh otoritas politik nasional. Dari sudut pandang yuridis predikat keistimewaan Jogjakarta dapat dirujuk pada amanat Sri Paduka Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan dan amanat Sri Paduka Kanjeng Gusti Pangeran Adi Pati Aryo Paku Alam yang menyatakan status Jogjakarta telah mengalam perubahan dari sebuah daerah Swa Praja menjadi daerah yang bersifat Istimewa didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penegasan yang lebih gamblang lagi dapat ditelusuri dalam konstitusi RIS Tahun 1949 dan UUD sementara Tahun 1950. Pada tingkat yang lebih operasional keistimewaan Jogyakarta diatur melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang pembentukan daerah Istimewa Jogyakarta namun dalam Undang-Undang itu tidak diatur secara jelas dan menyeluruh substansi dan ragam urusan yang secara spesifik merefleksikan keistimewaan Jogjakarta. Berbagai produk hukum yang mengatur tentang pemerintah daerah di Indonesia pasca Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, PP Nomor 6 tahun 1959, sebagai penyempurnaan PP Nomor 5Tahun 1960, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2004, juga memberikan pengakuat kuat mengenai status keistimewaan Yogyakarta walaupun format pengaturan pemerintah daerahnya sama dengan daerah-daerah lainnya. Jika dicermati secara seksama terhadap berbagai aturan tersebut maka ada dua kesimpulan umum pertama terdapat konsistensi pada level yuridis yang mengakui keberadaan suatau daerah yang bersifat istimewa. Kedua konsistensi pengakuan status keistimewaan sebuah daerah tidak diikuti dengan peraturan yang bersifat konprehensif mengenai substansi keistimewaan sebuah daerah. Hal inilah yang pada tataran operasional melahirkan penafsiran yang bersifat multi interpretatif dengan segala konsekuensinya. Karena alasan inipulalah kehadiran sebuah Undang-Undang tentang keistimewaan Yoyakarta yang konprehensif sangat diperlukan guna diberikan jaminan hukum bagi pelaksanaan pemerintahan di Yogyakarta disamping amanah konstitusi paska amandeman UUD Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 B Ayat 1. Dalam perspektif sosial psikologis berdasarkan kenyataan dalam beberapa puluh tahun terakhir ini Yogyakarta dapat dipastikan akan mengalami perubahan sosial yang sangat dramatis. Pada tingkat masyarakat Yogyakarta kini memasuki sebuah fase yang bisa disebut sebagai masyarakat dengan dua penomena, disatu sisi terdapat masyarakat yang tersusun secara bertingkat dan disisi lain ada juga masyarakat yang bercorak horizontal dengan penegakan prinsip kesetaraan, keterbukaan dan persamaan. Perkembangan itu tidak secara otomatis meminggirkan peran serta keseultanan dan kepakualaman sebagai sumber rujukan penting bagi mayorutas warga Yogyakarta. Sebagian besar masyarakat tetap memandang dan mengakui Kesultanan dan Kepakualaman sebagai pusat budaya Jawa dan simbol pengayoman pada tingkat lain ada penerimaan dan sekaligus

16

penghargaan masyarakat terhadap kesultanan dan Pakualaman sebagai Dwi Tunggal yang diidentikan dengan keistimewaan Yogyakarta. Pergeseran sosial yang sedang terjadi ditingkat masyarakat merupakan fakta penting dalam proses perumusan sebuah regulasi keistimewaan Yogyakarta, hal ini disebabakan karena rancangan keistimewaan Yogyakarta tidak semata-mata dimaksudkan untuk menengok kemasa lalu tetapi sekaligus harus memiliki kapasistas untuk menjawab perubahan sosial, memfasilitasi transpormasi masyarakat dan di dedikasikan untuk menyambut masa depan bagi kesetahteraan masyarakat. Yang terhormat Pimpinan dan Anggota DPR RI Yang terhormat Pimpinan dan Anggota DPD RI dan hadirin dan hadirat sekalia yang kami mulikan Ijinkan kami menyampaikan prinsip-prinsip yang digunakan dalam penyusunan regulasi keistimewaan Yogyakarta pertama prinsip kerakyatan, dimana pengaturan keistimewaan adalah peneguhan kembali sumbangsing Yogyakarta yang dipelopori oleh Sultan Hamangkubuwono 9 yang secara paradigmatis mengubah daulat raja menjadi daulat rakyat sebagaimana dituangkan dalam buku tahta untuk rakyat. Penegasan tersebut merupakan bagian dari proses pelembagaan demokrasi sejak awal berdirinya republik ini. Oleh karena itu regulasi keistimewaan Yogyakarta secara prinsip dituntun oleh fungsinya sebagai lokomotif pendorong kelangsungan demokratisasi bukan saja ditingkat lokal tetapi juga pada tataran nasional sebagaimana dibuktikan oleh sejarah daerah istimewa Yogyakarta. Demokrasi sebagai sebuah sistem nilai dan paraksis kekuasaan bukan barang asing yang dipaksakan hidup dalam tata pengaturan politik Yogyakarta dan Indonesia. Perinsip kedua Bhineka Tunggal Ika, sebagaimana halnya penyelenggara pemerintahan nasional harus ditata diatas prinsip Bhineka Tunggal Ika penyelenggara pemerintahan di daerah istimewa Yogyakarta tidak bisa lepas dari keniscyaan itu. prinsip kebhinekaan terungkap dalam berbagai bentuk pertama, tata kelembagaan pemerintahan provinsi DIY, dalam format yang dirangcang dikedepankan adanya figur yang memiliki kapasitas simbolik untuk mengikat keragaman dalam sebuah sistem, fungsi simbolik ini dijalankan lembaga baru yang dibentuk oleh Undang-Undang ini yaitu Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama atau sebutan lainnya yang lebih teopat. Sebagai representasi bersatunya dua pimpinan di masa lalu. Kedua tata pemerintahan daerah DIY harus dirangcang agar bisa mengoptimalkan kapasitasnya untuk mengelola keragaman identitas dan kepentingan diantara keduanya. Kelembagaan kedua, institusi tersebut dikandung maksud dalam rangka dijaga harkat, martabat dan kewibawaan serta kewingitan atau kesakrakan Sri Sultan dan Sri Pakualam terutama untuk menghindarkan permasalahan hukum. Di sisi lain Undang-Undang ini dirancang dalam rangka memberi ruang untuk ikut memberikan sumbangan pemikiran dalam menetapkan tata kelembagaan yang tepat untuk itu. Ketiga, dalam spirit penyelenggaraan pemerintahan kebhineka tunggal ikaan perlu diwujudkan dua hal, pertama keleluasaan untuk mengekspresikan identitas kelompok dan yang kedua

17

pelarangan untuk melakukan diskriminasi. Dengan berpegang pada prinsip multikulturalisme yang telah mengakar dalam budaya Yogyakarta pemerintah akan bisa berfungsi dengan lebih baik. Prinsip ketiga adalah efektifitas pemerintahan, testimoni sejarah membuktikan Sri Sultan dan Pakualam mempunyai komiten yang sangat kuat untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat. Cita-ciat luhur tersebut harus dilanjutkan dalam regulasi keistimewaan DIY yang menekankan pada tata pemerintahan yang efektif. Upaya mewujudkan pemerintahan yang efektif mengandung konsekwensi keharusan menciptakan pemerintahan yang berorientasi pada rakyat, transparan, akuntabel dan responsifitas, partisipatif dan menjamin kepastian hukum. Tata kelola pemerintahan yang efektif merupakan prinsip-prinsip yang dibangun diatas pondasi sistem kemasyarakatan yang modern. Prinsip keempat adalah pendayagunaan kearifan lokal, hal ini berarti penegasan kembali peran kesultanan dan pakualaman sebagai intitas kultural secara berkesinambungan menajdi katalis bagi masyarakat Yogyakarta. Oleh karena itu pengaturan keistimewaan DIY akan diletakan sebagai prinsip kontinyuitas peran kultural ini sehingga kesultanan dan kepakualaman sebagai warisan budaya bangsa dan dunia tetap relevan dengan perkembangan hari ini Dan masa mendatang. Ini berarti Paku Alam dan peneguhan peran kesultanan dan peran kepakualaman tidak dilihat sebagai upaya pengembalian dan praktek-praktek feodalisme sebagai digugat sejumlah kalangan, melain sebagai upaya menghormati, menjaga, dan mendayagunakan kearifan lokal yang telah berakar lama dalam kehidupan sosial politik di Yogyakarta dalam konteks kekinian maupun masa depan. Bapak Ketu, Bapak-bapak Wakil Ketua DPR RI beserta seluruh Anggota yang kami hormati, Bapak Ketua Komite I beserta seluruh Anggota yang kami hormati, Hadirin yang berbahagia. Dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip tersebut maka pemerintah telah merumuskan di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang secara garis besar substansinya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengakuan secara legal posisi kesultanan dan pura Pakualaman sebagai warisan budaya bangsa dan oleh karena itu mempunya fungsi pengawal, pelestari, dan pembaharu aset dan nilai-nilai budaya asli Indonesia sebagai warisan budaya dunia. 2. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki bentuk dan susunan pemerintah yang berbeda dengan provinsi lainnya di Indonesia. Perbedaan pokok terletak pada pengintegrasian kesultanan dan kepakualaman ke dalam struktur pemerintah Provinsi Yogyakarta dan sekaligus pemisahan antara wewenang dan struktur pengelolaan urusan politik dan pemerintahan sehari-hari dengan urusan politik strategis. Pengintegrasian kesultanan dan Pakualaman ke dalam struktur pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan dengan pemberian wewenang berikut dengan implikasi yang melekat di dalamnya kepada Sultan Paku Alam sebagai satu kesatuan politik yang berfungsi sebagai gubernur utama dan wakil gubernur utama atau sebutan

18

lainnya yang lebih tepat. Dalam rangka penyelenggaraan keistimewaan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ditetapkan Sri Sultan Hamengkubuwono dari kesultanan dan Adipati Paku Alam dari Pura Paku Alam yang bertahta secara sah sebagai gubernur utama dan wakil gubernur utama. Gubernur utama dan wakil gubernur utama menjalankan fungsi sebagai pelindung, pengayom, dan penjaga budaya, serta simbol pemersatu masyarakat Yogyakarta. Pemerintah mengusulkan pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur dipilih oleh DPRD. Dimana dalam pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta kedudukan Sri Sultan Hamengkubuwono dan Sri Paku Alam yang bertahta tidak otomatis menjadi gubernur dan wakil gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Keistimewaan dalam kebudayaan, pertanahan dan penata ruang, kewenangan istimewa dalam ketiga urusan ini diwujudkan dalam wewenang penuh dalam menetapkan kebijakan-kebijakan dalam merumuskan aturan daerah istimewa tentang tiga urusan pemerintahan itu. Dalam bidang kebudayaan meliputi kewenangan penuh dalam mengatur dan mengurus pelestarian serta pembaruan aset dan nilai-nilai budaya Jawa pada umumnya dan Yogyakarta pada khususnya. Sedangkan dalam bidang pertanahan meliputi kewenangan mengatur dan mengurus kepemilikan, penguasaan, dan pengelolaan Kesultanan Crown, dan Paku Alaman Crown. Kaitannya dengan kewenangan dalam bidang pertahanan tersebut Sultan Paku Alam sebagai gubernur utama dan wakil gubernur utama atau sebutan lainnya yang lebih tepat berwenang dalam memberikan arah umum kebijakan pertimbangan, persetujuan, bahkan veto terhadap rancangan peraturan daerah istimewa yang diajukan DPRD dan gubernur atau peraturan daerah istimewa yang berlaku. Untuk penyelenggaraan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana kami uraikan tadi undang-undang ini mengatur pendanaan yang dianggarkan melalui APBN yang diperuntukan dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang pengalokasiannya melalui kementerian atau lembaga terkait. Bapak Ketua, Bapak Wakil Ketua beserta segenap Anggota Komisi II DPR RI, dan Bapak Ketua dan Wakil Ketua Komite I DPD RI, Hadirin dan hadirat yang berbahagia. Berkenaan dengan hangatnya isu tentang tata cara pengisian Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta maka di samping penjelasan tadi perlu kami tambahkan bahwa pemilihan sikap pemerintah untuk mengajukan konsep pemilihan gubernur secara demoratis benar-benar didasarkan kepada ketaatan pemerintah terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (4). Yang menyatakan bahwa gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. Adanya Pasal 18B yang menyatakan negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa tentunya tidak bermaksud menghilangkan nilai-nilai demokratis yang sudah menjadi pilihan bangsa Indonesia.

19

Pada sisi historis praktis selama ini pada daerah otonom, kepala daerah tidak ditetapkan oleh pemerintah termasuk di DKI . Praktek penetapan walikota atau bupati di DKI Jakarta disebabkan kota dan kabupatennya yang bersifat administratif yang ditandai dengan tidak adanya DPRD. Berbeda sekali dengan di Yogyakarta sebagai daerah otonom yang memiliki DPRD sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota, mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dan Pasal 18 ayat (3) bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Bila pengisian gubernur dilakukan dengan penetapan maka akan mengabaikan nilai demokrasi dan melanggar prinsip kesetaraan yang sejalan dengan spirit itu dalam Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dalam pasal lain juga dijelaskan terutama Pasal 28D ayat (4) yang menyatakan “bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Pada bagian lain sejak otonomi daerah digulirkan maka kewenangan yang dimiliki daerah semakin besar dan kompleks. Dengan demikian tugas-tugas gubernur akan sangat menguras energi, pikiran, fisik yang prima. Sementara secara alamiah kemampuan manusia ada batasnya. Oleh karena itu bila saatnya nanti sultan dan Paku Alam berusia senja adalah tidak pada tempatnya membebani beliau dengan tugas- tugas yang sangat berat. Atau apabila sultan pada saatnya bertahta seorang yang masih berusia remaja adalah tidak pad tempatnya pula diberi tugas berat yang mungkin belum mampu dipikulnya. Sementara di sisi lain rakyat Yogyakarta seperti daerah-daerah lainnya di tanah air selalu penuh harap akan selalu hadirnya seorang pemimpin yang energik, prima, dalam mempercepat kesejahteraan dan kemajuan daerah dan rakyatnya. Ditinjau dari aspek akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan pemerintah maka setiap kepala daerah dituntut mempertanggungjawabkan akibat hukum dari segala tindakan pemerintahan yang dilakukannya. Demikian luasnya ranah pemerintahan itu maka setiap kepala daerah memiliki potensi untuk salah dan alpa dalam menetapkan kebijakan. Dalam mengambil keputusan dan kebijakan sehingga dapat berimplikasi hukum. Kita sama sekali tidak berharap namun tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi akibat dari kelemahan manusia yang bersifat alamiah. Dalam hal ini kita merasa miris bila sultan yang kita hormati tersangkut masalah hukum sebagai konsekuensi digabungkannya kesultanan dan pemerintahan. Bila dipisahkan antara kesultanan dan pemerintahan maka tepatlah adegium yang menyatakan The king can do not wrong. Pimpinan dan Anggota DPR Komisi II dan Pimpinan beserta segenap Anggota DPD RI Komite I yang kami hormati, Hadirin dan hadirat yang berbahagia. Penyusunan RUU tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah ditunggu sejak lama. Pemerintah yakin keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta nantinya akan

20

menjelma dalam praktek penyelenggaraan sistem pemerintahan yang demokratis, namun tetap dikawal dalam pengembangan budaya yang kuat oleh kesultanan dan Pakualaman. Selain itu pemerintah berharap substansi muatan dalam RUU tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dibahas secara mendalam antara DPR RI dengan pemerintah sehingga dapat mengakomodasikan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta secara tegas dan jelas tidak sebatas hanya pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur tapi juga muatan keistimewaan lainnya. Sehingga ke depan ada kepastian hukum bagi Provinsi Daerah Istimewa Yogyarkata dalam menyelenggarakan pemerintah yang bersifat istimewa. Akhirnya kami ucapkan terima kasih atas perhatian dan kerja sama yang baik selama ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi usaha kita bersama menjalankan tugas-tugas kebangsaan dan kenegaraan kita sekalian. Terima kasih. Wabillahittaufiq Walhidayah. Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Kami yang menerima penugasaan dari presiden Ttd Ttd MENTERI DALAM NEGERI MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Saudara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang telah menyampaikan pandangan presiden atas Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Saudara-saudara sekalian, Untuk acara kita berikutnya tentu adalah untuk mendengarkan pandangan pendapat fraksi- fraksi dan DPD RI terhadap penjelasan pemerintah yang tadi sudah disampaikan tentang keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menurut jadwal akan kita laksanakan Rabu, 2 Februari 2011, jam 10.00. Kita akan Raker kembali dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM serta DPD RI untuk acara pandangan atau pendapat fraksi-fraksi dan DPD RI. Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah saya pada jam 11. F-PDI PERJUANGAN (ALEXANDER LITAAY): Pak Ketua, interupsi. Sebelum ditutup, sayang sekali tadi penjelasan pemerintah itu tidak disampaikan lebih dulu kepada Anggota. Tapi nanti setelah ini supaya fraksi-fraksi bisa memberikan tanggapannya kalau bisa segera disampaikan kepada para Anggota. Terima kasih.

21

KETUA RAPAT: Pak Alex, tadi sebenarnya saya mau sampaikan tapi saya lihat sudah pada lari ini. Ini biru pula warnanya ini. Ya terlambat disampaikan, tapi dengan suaranya Pak Mendagri tadi mantap juga ini kita lihat penjelasannya. Jadi saya kira cukup dan saya tutup rapat kita pada jam 11.40. (RAPAT DITUTUP PUKUL 11.40 WIB)

Jakarta, 26 Januari 2011 a.n. Ketua Rapat Sekretaris Rapat, Ttd. ARINI WIJAYANTI, SH.,MH. 19710518 199803 2 010

22