MEMAKAN HARTA SECARA BATIL (Perspektif Surat An-Nisa: 29 dan At-Taubah: 34)

Taufiq Fakultas Syariah IAIN Lhokseumawe Jl. Medan Banda Aceh Km. 275, No. 1 Bukit Rata – Alue Awe, Lhokseumawe e-mail: [email protected]

Abstract: The Quran mentions the term treasure in some letters with various derevasion. The mention of the word treasure is accompanied by the procedure of acquisition or utilization. One of them is the prohibition of consuming treasure in a vanity way. As many as 36 times a word that means vanity is mentioned in the Quran, including An- Nisa: 29 and At- Taubah: 34. Using a thematic interpretation approach, explores some of the ethical messages contained in these two verses. Forbidden treasures managed by vile. Indications of vanity include the emergence of disillusionment with the parties and be classified as zalim.

Kata kunci: consumption, treasure and vanity.

PENDAHULUAN minum, pendidikan, organisasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, berdasarkan ada dasarnya, syariat pada prinsip boleh (jaiz) selama tidak ada P mengandung ketentuan-ketentuan larangan yang tegas dari Allah dan Rasul- tentang amaliah atau perbuatan manusia. Nya, termasuk di dalamnya berkenaan Perbuatan manusia secara garis besar ada dengan harta. Berkaitan dengan hal ini dua, yaitu perbuatan yang menyangkut (muamalah), Nabi Muhammad saw hubungan manusia dengan Allah Swt. mengatakan: “Kalian lebih mengetahui yang disebut ibadah dan hubungan urusan duniamu”. (HR. Muslim, no. 2363) manusia dengan sesamanya dalam Banyak orang yang mengukur pergaulan hidup bermasyarakat yang disebut muamalah. nilai dan martabat seseorang dengan Ibadah wajib berpedoman pada jumlah kekayaannya harta yang dimiliki. sumber ajaran Alqur’an dan al-, Apabila seseorang tersebut kaya maka yaitu harus ada contoh (tata cara dan dianggap mulia, sebaliknya dianggap praktek) dari Nabi Muhammad saw. rendah dan hina. Pada hakekatnya cara Konsep ibadah ini berdasarkan kepada yang digunakan dalam memperoleh mamnu’ (dilarang atau ). Ibadah ini harta akan berpengaruh terhadap fungsi antara lain meliputi Zakat, Puasa, Shalat dan Haji. Sedangkan masalah muamalah harta. Orang yang memperoleh harta (hubungan sesama manusia dan dengan mencuri, memfungsikannya hubungan dengan lingkungan), masalah- kebanyakan untuk kesenangan semata, masalah dunia, seperti makan dan

246 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 17, Nomor 2, Juli-Desember 2018 seperti mabuk, bermain wanita, judi dan makna mal di dalam al-Quran dapat lain-lain. Sebaliknya, orang yang mencari berarti harta yang hina (Q.S. [68]: 10-14, harta dengan cara yang , biasanya Q.S. [23]: 55-56, Q.S. [26]: 88-89, dan lain- memfungsikan hartanya untuk hal-hal lain), harta yang sangat dicintai (Q.S. [89]: bermanfaat (Rahmat Syafi’i, 2004: 31). 20, dan lain-lain), harta yang menyebabkan manusia berwatak jelek STUDI LITERATUR (Q.S. [74]: 12, Q.S. [104]: 2, Q.S. [90]: 6, dll), Harta dalam bahasa Arab disebut harta yang dimiliki tidak berguna yang berasal dari kata maala- diakhirat (Q.S. [111]: 2, Q.S. [92]: 11, dan ”المال“ yamiilu-mailan yang berarti condong, lain-lain), harta yang disesali karena tidak cenderung, dan miring. Menurut berguna (Q.S. [69]: 28), harta yang etimologi harta merupakan sesuatu yang berkembang (Q.S. [17]: 6, Q.S. [71]: 12, dan di butuhkan dan diperoleh manusia, baik lain-lain), harta sebagai cobaan (Q.S. [2]: berupa benda yang tampak seperti emas, 155), harta yang dibangga-banggakan perak, binatang, tumbuh-tumbuhan (Q.S. [34]: 35, Q.S. [9]: 69), harta yang maupun (yang tidak tampak), yakni membuat manusia menjauhkan diri dari manfaat seperti kendaraan, pakaian, dan Allah (Q.S. [34] 37), harta yang tidak tempat tinggal. diperlakukan dengan tidak benar (Q.S. Menurut istilah fikih harta [11]: 87), dan harta yang menyesatkan mempunyai sinonim makna dengan (Q.S. [10]: 88). benda, yaitu segala sesuatu yang mungkin Dari jumlah dan beragam makna dimiliki seseorang dan dapat diambil harta dalam Alquran, membuktikan manfaatnya dengan jalan biasa (Ahmad betapa besarnya perhatian Islam terhadap Azhar Basyir, 2009: 41). harta. Meskipun harta mempunyai sifat Kata mal dalam Alquran disebutkan yang saling bertolak belakang. Kadang- 86 kali pada 79 ayat dalam 38 surah, dan kadang dapat menyelamatkan ini tergolong jumlah yang cukup banyak pemiliknya, namun tak sedikit pula menghiasi sepertiga surah-surah Alquran. mencelakakan. Dari 86 kata mal itu terdapat 25 kata Oleh sebab itu, Islam telah mengatur berbentuk mufrad dengan berbagai lafal, bagaimana caranya seorang muslim dapat selanjutnya 61 kali dalam bentuk isim memanfaatkan harta yang dimilikinya itu jama’ (amwal) dan jumlah ini belum agar berguna bagi kehidupan dunia dan termasuk kata-kata yang semakna dengan akhirat. Belumlah lengkap jika harta itu mal seperti rizq, mata’, qintar dan kanz hanya dinikmati untuk kepentingan (perbendaharaan). duniawi dan sama sekali tidak Yahya bin Jusoh (Azhari Akmal berpengaruh pada kehidupan akhirat, Tarigan, 2012: 91), mengklasifikasikan keduanya harus mendapat porsi yang Memakan Harta Secara Bati (Persepektif Surat An- Nisa: 29 dan At-Taubah: 34) ║247

seimbang. Islam memandang harta surah Al-Kahfi: 46 dan Ali Imran: 14. sebagai jalan yang mempermudah Quraish Shihab menjelaskan, bahwa manusia untuk menuju kesejahteraan penamaan keduanya sebagai hiasan (zinah) jauh lebih tepat dari dari pada (Abdullah Fatah Idris, 1989: 6). menamainya qimah (sesuatu yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berharga atau bernilai). Karena bersabda: kepemilikan harta dan kehadiran anak

tidak dapat menjadikan menjadikan .seseorang berharga atau mulia يَقُ ُولُُ ْالعَ ْبدُ:ُ َم ِالي!ُ َم ِالي إِنَّ َما ُُ َُل ُهُ ِم ْنُُ َم ِال ِهُُثَلَُ ثُ:ُ Kemuliaan dan penghargaan hanya َ ُما أَ َك َلُُ َفأَ ْفنَى ُأَ ْوُ َل ِب َسُُ َفأَ ْب َلى ُُ ُأَ ْ ُو أَ ْع َطىُ َف ْاقُتَنَىُ diperoleh melalui iman dan amal saleh َو َماُ ِس َوىُذَ ِل َكُُ َف ُه َوُُذَ ِاه بُُ َوتَ ِارُ ُ ُك لُهُ ِل نَّ ِاسُ . . (M. Quraish Shihab, 2002: 70). Bila “Seorang hamba berkata: “Hartaku! merujuk kepada pengertian harta yang Hartaku!” Sesungguhnya yang menjadi didefinisikan oleh kalangan Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah, unsur qimah (harta) miliknya tidak lain hanya tiga: (1) menjadi syarat sesuatu dianggap sebagai Apa yang dia makan hingga habis, (2) Apa harta. dank arena qimah akan dijadikan yang dipakai hingga lusuh dan (3) Apa standar bila terjadi ganti rugi. yang dia sedekahkan maka ia disimpan sebagai pahala untuk akhirat. Apa jua METODE PENELITIAN selain itu (bukanlah hartanya kerana) dia akan pergi (mati) dan meninggalkannya Penelitian ini menggunakan metode kepada manusia. (Muslim dalam penelitian kepustakaan (library research). Shahihnya, hadis No: 2959). Dengan cara menelaah beberapa Dalam surat al-Kahfi ayat 46, kata untuk memahami makna surat an-Nisa: harta disejajarkan dengan anak-anak dan 29 dan at-Taubah: 34. Sedangkan al-Quran dianggap sebagai perhiasan dunia. menjadi sumber utama dalam penelitian Terbukti dalam kehidupan, manusia ini. Untuk memahami makna memakan begitu bangga dengan harta dan harta yang batil dalam al-Quran maka keturunan yang dimiliki, sehingga memberikan kehidupan serta martabat digunakan pendekatan tafsir maudhui’ yang terhormat bagi yang memilikinya. atau tematik. Penggunaan pendekatan Alquran pun mencatat beragam kisah metode tersebut karena yang ditelaah yang berkenaan dengan orang-orang yang dalam penelitian ini hanya fokus pada dicoba dengan harta dan anak. tema memakan harta secara batil. Harta sangatlah penting dalam menopang kehidupan bahkan menjadi terhormat dengannya, sehingga Alquran menempatkannya demikian juga dengan anak sebagai perhiasan atau sesuatu yang

dianggap baik dan indah (zinah) Alquran

248 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 17, Nomor 2, Juli-Desember 2018

PEMBAHASAN bagaimana melindungi hak dan kekayaan orang lain agar tidak

1. Larangan Memakan Harta Secara Batil dilanggar dan dirampas. Termasuk dalam Al-Quran kegiatan konsumsi harus menghindari Islam tidak membatasi mencari prilaku zalim dan batil (Abdul Karim harta dengan cara apapun, selama tidak Al-, 1976: 151-152). melanggar prinsip-prinsip yang telah Kata batil (Ahmad Warson ditentukan syara’. Karena hukum asal Munawwir, 1997: 92) memiliki kata dalam bermu’amalah adalah . dasar bathil yang bermakna fasadُ atau .rusak, sia-sia, tidak berguna, bohong ُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُ Al baathil sendiri berarti sesuatu yang األَ ْص ُلُ ُفِي Kaidah menetapkanُ batil, yang salah, yang palsu, yang َ ُ dan ْ َ ُ tidak berharga, yang sia-sia dan األ ْصلُ فِي ال ُمعَ َامل ِتُ ُ ِاإلبَ َاحةُ .bahwa kaidah ini syaitan ْالعُقُ ِود ُّوالش ُر ْوط ْالصحة memberikan jalan bagi manusia untuk Ar-Raghib al-Asfahani (Abi al- melakukan berbagai improvisasi dan Qasim al-Husain bin Muhammad ar- inovasi melalui sistem, teknik dan Raghib Al-Asfahani, 1961: 50-51) mediasi dalam melakukan menjelaskan, al baathil bermakna perdagangan. Namun, Islam lawan dari kebenaran yaitu segala mempunyai prinsip-prinsip tentang sesuatu yang tidak mengandung apa- pengembangan sistem bisnis yaitu apa didalamnya ketika diteliti atau harus terbebas dari unsur dharar diperiksa atau sesuatu yang tidak ada (bahaya), jahalah (ketidakjelasan) dan manfaatnya baik di dunia maupun zulum (merugikan atau tidak adil diakhirat. Shihab menyebutkan bahwa terhadap salah satu pihak). Begitu makna bathil yaitu segala perkara yang halnya dalam bisnis dengan sistem diharamkan Allah SWT atau tidak ada pemberian bonus harus adil, tidak haknya. Dalam artian pelanggaran menzalimi dan tidak hanya terhadap ketentuan agama atau menguntungkan orang yang di atas. persyaratan yang disepakati. Dalam Dalam artian seluruh rangkaian bisnis konteks ini dikaitkan dengan sabda juga harus terbebas dari unsur Nabi SAW: “kaum muslimin sesuai MAGHRIB, singkatan dari lima unsur. dengan (harus menepati) syarat-syarat 1, Maysir (judi), 2, Aniaya (zulum), 3. yang mereka sepakati, selama tidak Gharar (penipuan), 4 Haram,5, Riba menghalalkan yang haram atau (bunga), 6. Iktinaz atau Ihtikar dan 7. mengharamkan yang halal”. Bathil. Kata al-bathil dalam Alquran Begitu bernilainya harta bagi terdapat 36 kali dengan berbagai kehidupan manusia, Alquran juga derivasinya. Bathala disebut satu kali memberikan memberikan batasan- dalam surah al- ‘Araf ayat 11, tubthilu batasan umum dalam bermuamalah, dua kali dalam surah al-Baqarah ayat salah satunya larangan memakan harta 264 dan surah Muhammad ayat 33. secara batil. Dan ini menjadi bukti Yubthilu satu kali dalam surah al-Anfal bahwa Islam memiliki konsep etika ayat 8 dan sayubthiluhu satu kali dalam Memakan Harta Secara Bati (Persepektif Surat An- Nisa: 29 dan At-Taubah: 34) ║249 surah Yunus ayat 81. Dibanding bentuk ayat tersebut diturunkan. Apakah kata lainnya, kata bathilun disebut sesudah atau sebelum pengharaman paling banyak yaitu 24 kali dalam Al- riba. Jika turun sebelum Quran. Bathilan disebut dua kali dan pengharaman riba maka ayat ini mubthilun disebut lima kali berfungsi sebagai peringatan awal (Muhammad Fuad Abdul Baqi, 1981: tentang pelarangan riba, jika turun 123-124). setelah pengharaman riba, maka Wahbah Az-Zuhaili dalam ayat ini berfungsi sebagai penjelasan kitabnya Tafsir al Wajiz wa Mu’jam terhadap sebagai salah satu larangan Ma’aniy al Qur’an al ‘Aziz, menjelaskan mengambil harta manusia secara bahwa kata bathil dalam Alquran yang batil. berhubungan dengan memakan harta Surat an-Nisa ayat 29 tersebut manusia secara batil ada di 4 tempat, merupakan larangan tegas mengenai yaitu: Al-Baqarah ayat 188, an-Nisa memakan harta orang lain atau ayat 29 dan 161, dan at-Taubah ayat 34. hartanya sendiri dengan jalan bathil. Dalam makalah ini akan dibahas 2 ayat Memakan harta sendiri dengan jalan dari 4 ayat yang berhubungan dengan batil adalah membelanjakan memakan harta manusia dengan batil, hartanya pada jalan maksiat. yaitu an-Nisa ayat 29 dan at-Taubah Memakan harta orang lain dengan ayat 34. cara batil ada berbagai caranya, a. Surat an-Nisa ayat 29. seperti pendapat Suddi, memakannya dengan jalan riba, judi, menipu, menganiaya. Termasuk juga dalam jalan yang batal ini segala jual يَاأَيُّ َها الَّ ِذ َينُ َآمنُوا َلُ تَأْ ُكلُوا أَ ْمُ َو َال ُك ْمُ بَ ْي ُنَك ْمُ .beli yang dilarang syara’ (Syekh. H بِ ْالبَ ِاط ِلُ إِ َّلُ أَ ْنُ تَ ُك َونُ ِت َج َارُةُ َعُ ْنُ تَُ َر اضُ :Abdul Halim Hasan Binjai, 2006 ِم ْن ُكمُ و َلُ تَ ْقتُلُوا أَ ْنفُس ُكمُ إ َّنُ َُّّللا َكُ َانُ ب ُكمُ .(258 ْ َ َ ْ ِ َ ِ ْ -Wahbah Az-Zuhaili (Az َر ِح يمُ Zuhaili Wahbah, 1997: 84) “Hai orang-orang yang beriman, menafsirkan ayat tersebut dengan Jangan kamu memakan harta-harta kalimat janganlah kalian ambil harta saudaramu dengan cara yang batil, orang lain dengan cara haram dalam kecuali harta itu diperoleh dengan jual beli, (jangan pula) dengan riba, jalan dagang yang ada saling judi, merampas dan penipuan. Akan kerelaan dari antara kamu. Dan tetapi dibolehkan bagi kalian untuk jangan kamu membunuh diri-diri mengambil harta milik selainmu kamu, karena sesungguhnya Allah dengan cara dagang yang lahir dari Maha Pengasih kepadamu”. keridhaan dan keikhlasan hati antara

Berkenaan dengan asbabun dua pihak dan dalam koridor syari’. Tijarah adalah usaha memperoleh nuzulnya, Qutub (Sayyid untung lewat jual beli. Taradhi Qutb, 2004: 239) menyebutkan tidak (saling rela) adalah kesepakatan bisa dipastikan secara tegas kapan

250 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 17, Nomor 2, Juli-Desember 2018

yang sama-sama muncul antar Al-Lusi (Syihabuddin Sayyid kedua pihak pelaku transaksi, jual Mahmud Al-Lusi, n.d: 302) beli tanpa ada unsur penipuan. menafsirkan harta batil tersebut Al Maraghi (Mustafa Al- yang didapatkan dengan unsur Maraghi, 2004) menjelaskan makna menzalimi, yaitu dengan riba dan kata al-bathil dalam ayat tersebut lotre. Al-Tabari (At-Thabari, 2001: berasal dari kata-kata al-bathlu dan 83) menjelaskan bahwa makna buthlan yang bermakna sia-sia dan memakan harta dengan batil dalam kerugian. Sedangkan menurut syara’ surat an-Nisa tersebut yaitu adalah mengambil harta tanpa janganlah diantara kalian memakan imbalan yang benar dan layak serta harta orang lain dengan jalan yang tidak ada keridhaan dari pihak yang diharamkan, seperti riba, lotre dan diambil. Atau menghabiskan harta sebagainya dari harta yang dengan cara yang tidak benar dan diharamkan Allah dari padanya. tidak bermanfaat. Termasuk katagori Sedangkan Ibnu Abdul As-Salam al-bathil: mengundi nasib, al-ghasy, (Izuddin Ibnu Abdul As-Salam, 1996: khida’, riba dan ghabn. Begitu juga 96) menafsirkannya dengan cara menghabiskan harta pada lotre, riba, ghasab, dengan zalim atau tempat yang haram, dan akad yang rusak. menghabiskannya pada tempat yang Dari beberapa definisi bathil tidak bisa diterima oleh logika sehat. yang dijelaskan oleh para mufassirin Menurut al-Biqa’iy (Burhan al- di atas baik oleh Wahbah Az Zuhaili, Din Abi al-Hasan Ibraim ibn Umar al Maghri dan lain-lainnya terhadap Al-Biqa’iy, 2006: 368) al-batil berarti penafsiran ayat an-Nisa 29, tidak segala sesuatu yang dari berbagai menunjukkan perbedaan signifikan, seginya tidak diperkenankan Allah, contoh definisi yang diberikan oleh baik aspek esensinya atau sifatnya. Wahbah Az Zuhaili lebih pada Sedangkan al-Razi (Fakhr al-Din menunjukkan cara memperoleh Muhammad ibn Umar ibn al-Husayn harta, sedangkan definisi yang al-Tamimiy Al-Razi, 1990: 57) diberikan al Maghari fokus pada membaginya ke dalam dua makna, cara menggunakan. Yang pertama, sesungguhnya segala kesemuanya menyebutkan bahwa sesuatu yang tidak dihalalkan oleh prilaku memakan harta secara batil hukum syara’, kedua, mengambil ialah prilaku yang mendatangkan sesuatu milik orang lain tanpa kezaliman bagi orang lain. Di pengganti. antaranya dalam bentuk riba, lotre Baidhawi (Abdullah bin Umar (maisir), ghasab (mencuri), khianat dan bin Muhammad al-Asy Syirazi sebagainya. Baidhawi, n.d: 276) memberikan Dikaji dari munasabah dengan penafsiran mengenai surat an-Nisa ayat sebelumnya (an-Nisa ayat 28) ayat 29, yaitu mendapatkan harta tidak ada kaitannya. Namun, Ibnu yang tidak diperbolehkan syariat ‘Asyur berpandanga bahwa terdapat seperti ghasab, riba dan lotre. pada ayat-ayat sebelumnya yang Memakan Harta Secara Bati (Persepektif Surat An- Nisa: 29 dan At-Taubah: 34) ║251

berkenaan dengan hukum-hukum berkata kepadanya, “Apa yang waris, nikah dan mengandung menjadikan kamu menempati beberapa perintah untuk tempat ini?” Ia menjawab, “Aku menunaikan menunaikan harta berada di Syam, lalu aku berselisih kepada yang berhak. dengan Mu’awiyah tentang ayat, b. Surah At-Taubah ayat 34 “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menginfakkannya di jalan Allah…” Mu’awiyah berkata, “Ayat ini turun ُيَا أَيُّ َهاُالَّ ِذ َينُُ َآمنُوا ُُإِ َّن ُُ َك ِث يراُ ِم َنُُ ْاألحُبَ ِارُُ berkenaan Ahli Kitab”, sedangkan َو ُّالر ْهبَ ِانُ ُ َليَأْ ُكلُ َونُ ُأَ ْم َو َالُ ُاُ لنَّ ِاسُ ُُ ُبِ ْالبَ ِاط ِلُُ aku berkata, “Ayat ini turun َويَ ُصدُّ َونُ ُ َع ْنُ ُ َس ِب ِيلُ ُ َّّللاُِ ُ َوالَُّ ِذ َينُ ُُ َي ْك َنزونُُ ”.berkenaan dengan kita dan mereka َّ ْ Itulah masalah yang terjadi antara الذ َه َبُُ َوال ِف َّضةَُُ َولُيُ ْن ِفقُونَ َ ُُها ُُيفِ َس ِب ِيلُُ َّّللاُُِ aku dengannya.” Ia pun menuliskan َفبَ ِ ش ْر ُه ْمُُ ِبعَذَ ابُُأَ ِل يمُ surat kepada Utsman radhiyallahu “Hai orang-orang yang beriman, 'anhu mengeluhkan tentang aku, sesungguhnya sebagian besar dari maka Utsman mengirim surat orang-orang alim Yahudi dan rahib- kepadaku yang isinya, “Datanglah rahib Nasrani benar-benar memakan ke Madinah”, maka aku pun datang, harta orang dengan jalan yang batil, lalu banyak orang yang dan mereka menghalang-halangi mengerumuniku seakan-akan (manusia) dari jalan Allah. Dan mereka belum pernah melihatku orang-orang yang menyimpan emas sebelumnya, kemudian aku dan perak dan tidak menafkahkannya terangkan hal itu kepada Utsman, pada jalan Allah, maka lalu ia berkata kepadaku, “Jika beritahukanlah kepada mereka (bahwa engkau mau, engkau menjauh, mereka akan mendapat) siksa yang namun engkau dekat.” Itulah yang

pedih” menjadikan aku menempati tempat

ini, dan jika sekiranya mereka Penulis tidak menemukan memerintahkan aku sebagai secara rinci asbabun nuzul ayat 34 penduduk Habasyah, maka aku surat at-Taubah ini, namun ada akan mendengar dan taat.” Hadist sebuah hadist yang berkenaan ini diriwayatkan oleh Bukhari. dengan persoalan penimbunan emas Para mufassir di antaranya dan perak yang sebagian mufassir Ibnu Katsir (Ibnu Katsir, 2004: 420) mengkaitkan dengan ayat ini. Yaitu menjelaskan bahwa maksud al-bathil hadis yang bersumber dari Zaid bin dalam ayat ini adalah prilaku Wahb, berkenaan dengan orang- mayoritas tokoh agama Yahudi dan orang yang menimbun emas. Zaid Nasrani menjual agama untuk berkata, “Saya melewati Rabdzah, memperoleh dunia, dengan dan ternyata bertemu dengan Abu menggunakan posisi dan jabatan Dzar radhiyallahu 'anhu, aku pun agama mereka sebagai justifikasi

252 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 17, Nomor 2, Juli-Desember 2018

untuk memperoleh harta masyarakat Perilaku memakan harta orang (umatnya) menurut nafsu mereka, dengan jalan batil yang mereka seperti mengwajibkan hadiah dan lakukan dengan cara mengambil pajak. harta itu dengan cara menyuap Selanjutnya Ibnu Katsir untuk mengubah aneka hukum dan menjelaskan bahwa mereka yang syariat, dan meyakinkan orang lain disebutkan dalam ayat tersebut bahwa dirinya merupakan orang- merupakan pemimpin manusia orang yang pandai dan terampil golongan ketiga, karena dalam menafsirkan ayat serta sesungguhnya manusia merupakan menjelaskan kandungan ayat-ayat beban bagi para , semua Allah. “memakan” diungkapkan hamba Allah, dan orang-orang yang dengan “mengambil”. Padahal yang memiliki harta. Apabila keadaan dicela hanyalah mengambil harta mereka rusak, maka keadaan secar batil, karena memakan manusia pun rusak pula, seperti apa merupakan tujuan utama dari yang dikatakan oleh Ibnu Mubarrak mengambil. dalam bait syairnya: Asy-Sya’rawi (Asy-Sya’rawi, “Tiada yang merusak agama kecuali 1999: 754) mengemukakan bahwa para raja, orang-orang alim dan para salah satu aspek kemukjizatan al- rahib (su’)”. Quran adalah uraian ayat ini di Yusuf al-Qardhawi (Yusuf Al- mana Allah swt. menguraikan Qardhawi, 2014: 80) menjelaskan tentang emas dan perak, dua jenis bahwa yang dimaksudkan dengan barang tambang yang dijadikan “memakan” dalam ayat tersebut Allah sebagi dasar penetapan nilai adalah menerima, mengambil dan uang dan alat tukar dalam menguasai. hal ini diungkapkan perdagangan, kendati ada barang dengan “memakan” sebagai kiasan. tambang lainnya yang lebih mahal Ayat ini memberikan pesan dan berharga. Tetapi, demikianlah kepada orang-orang yang beriman keadaannya hingga kini diseluruh agar tidak berprilaku sebagaimana dunia kedua barang tambang itu orang-orang alim Yahudi dan rahib- masih tetap menjadi dasar bagi rahib Nasrani, yang mengambil dan perdagangan dan nilai uang setiap menggunakan harta orang lain negara. dengan jalan batil, antara lain Keterkaitan ayat 34 surat at- dengan menerima sogok, Taubah (munasabah) dengan memanipulasi ajaran untuk sebelumnya, maka ayat 34 surat at- memperoleh keuntungan materi. Taubah ini tidak memiliki munasabah Mereka menampakkan diri sebagai dengan sebelumnya. Pada ayat 33 at- agamawan yang dekat dengan Taubah sebelumnya berkenaan Tuhan dan seolah-olah dengan prilaku orang-orang Yahudi mementingkan akhirat tetapi dan Nasrani yang menjadikan hakekat mereka tidak demikian. pendeta dan rahibnya sebagai Tuhan mereka. Dan tidak mempercayai Memakan Harta Secara Bati (Persepektif Surat An- Nisa: 29 dan At-Taubah: 34) ║253

para rasul sebagai utusan Allah. Kedua bentuk prilaku tersebut Sedangkan ayat 34 tersebut bisa digolongkan kepada prilaku batil dan dipahami bahwa harta yang mendatangkan kezaliman kepada termasuk dalam golongan batil tidak orang lain. Karena seharusnya harta hanya harta yang sudah jelas tersebut dapat diproduktifkan dan diketahui bahwa jalan yang mendatangkan kemaslahatan justru ditempuh dengan sesuatu cara yang ditahan tanpa keperluan yang zalim, namun harta yang didapatkan diperbolehkan oleh syara’. secara halal saja dapat berubah Sebagaimana kaidah fiqiyah status menjadi batil, apabila tidak menyebutkan: أألصل ُفىى ُالمنافع ُالحل ُوفى ُالمضارُ dimanfaatkan sesuai dengan التحريم ُ ketentuan syara’ seperti menahan tidak diproduktifkan.

2. Pesan Etika Ekonomi dalam An-Nisa: “Pada dasarnya semua yang bermanfaat 29 dan at-Taubah: 34 boleh dilakukan dan semua yang mendatangkan bahaya haram Memahami makna ayat (An-Nisa ayat 29 dan at-Taubah ayat 34) bahwa dilakukan”. Sikap keridhaan para pihak katagori prilaku batil adalah yang membuat orang lain tidak ridha karena merupakan salah satu asas pokok hak-hak kebendaannya terzalimi. dalam muamalah yang disebut dengan Dalam surat an-Nisa 29 dengan jelas mabda’ ar-radhaiyyah. Oleh karena itu transaksi barulah sah apabila didasari Allah mengaitkan perkara perbuatan batil dengan sikap ridha dalam oleh kerihaan kedua belah pihak (A perdagangan (tijarah). Begitu juga Djazuli, 2006: 130). Sebuah kaidah dengan at-Taubah ayat 34, prilaku para fiqhiyah menyebutkan:

pendeta Nasrani dan rahib Yahudi yang األصل فى العقد رض المتعاقدين ونتيجته berprilaku batil dengan membebankan ماإلتزماه بل تعا قد para pengikutnya pajak dan hadiah atas nama agama. Begitu juga dengan prilaku penimbunan, adanya “Hukum asal dari transaksi adalah keengganan untuk melakukan investasi keridhaan kedua belah pihak yang dengan cara-cara yang dibenarkan. Dan berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya bila dikaitkan dengan persoalan yang diakadkan”. ekonomi modern kedua konten ayat ini Rasulullah saw. Bersabda: لَُ يَ ِح ُّلُ َم ُالُ ْام ِر ئُ ُم ْس ِل مُ إِلَُّ ِب ِط ِيبُ ْنَف سُ ِم ْنهُ .adalah bahagian dari etika bisnis )رواه أحمد والدارقطني والبيهقي، Beberapa referensi menyebutkan ada perbedaan makna dalam bahasa وصححه الحافظ واأللباني ( .arab mengenai perbuatan menimbun Jika yang ditimbun itu adalah makanan maka digunakan dengan kata ihtikar, “Tidaklah halal harta seorang muslim selain itu diistilahkan dengan kanzun. kecuali dengan dasar kerelaan darinya".

254 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 17, Nomor 2, Juli-Desember 2018

(Riwayat Ahmad, Ad Daraquthny, tidak boleh terdhalimi oleh pembeli Al Baihaqy dan dinyatakan sebagai dengan menunda pembayaran bagi hadits shahih oleh Al Hafizh Ibnu pembeli yang mampu atau Hajar dan Al Albany). mengurangi harga barang. Selain masalah keridhaan juga Ibnu Khaldun (Ibnu Khaldun, berkaitan dengan prilaku zalim 2006: 741) mengatakan” Ketahuilah terhadap orang lain, ketika hak-hak bahwasanya kedhaliman terhadap mereka dikhianati dan ditahan, tentu harta manusia akan menghilangkan akan mendatangkan kezaliman. Prinsip harapan mereka dalam mencari dan ekonomi Islam juga sangat melarang memperolehnya. Karena mereka prilaku tersebut, sesuai dengan kaidah: memandang bahwa akhir dan ujung Prinsip latazlimuna wala tuzlamun dari usaha mereka akan hilang dari merupakan juga bahagian dari prinsip- tangan mereka. Jika harapan mereka prinsip yang dilarang dalam dalam mencari dan memperoleh harta perdagangan. Prinsip ini selain telah hilang, maka mereka akan mendatangkan kerugian bagi yang lain berhenti dari bekerja. Bila kedhaliman juga bagi sendiri pelaku. Kalimat tersebut telah banyak dan menyentuh latazlimuna wala tuzlamun dapat semua pintu mata pencaharian, maka ditemukan pada surah al-Baqarah ayat akan terjadi mogok kerja diseluruh lini 279: usaha, karena harapan untuk memperoleh harta telah hilang (dari … َفإِن لَّ ْمُ تَ ْفعَلُواُْ َفأْذَنُواُْ بِ َحُ ْر بُ ِ ُ ُم َن ّللاُِ .masyarakat) secara keseluruhan َ Dalam sebuah hadits qudsi Allah َو َر ُس ِول ِهُ َوإِن تُ ْبتُ ْمُ َف َل ُك ْمُ ُر ُؤو ُسُ أُ ْم َوا ِل ُك ْمُ َلُ berfirman yang berkenaan dengan تَ ْظ ِل ُم َونُ َو َلُ تُ ْظ َل ُم َونُ keharaman berbuat zalim: عن أبى ذر الغفري رضى هللا عنه عن Jika kamu tidak mengerjakan …“ (meninggalkan sisa riba), maka النبى صلى هللا عليه وسلم فيما يرويه عن ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya ربه أنه قال ياعبادي إني حرمت الظلم على akan memerangimu. Jika kamu bertobat نفسى وجعلته بينكم محرما فل تظا لموا dari pengambilan riba), maka bagimu) )رواه المسلم) pokok hartamu. Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Q.S. Al-

Baqarah [2]: 279). “Dari Abi Dzar al-Ghifari r.a. dari Nabi Ayat tersebut berhubungan saw. menyampaikan apa yang dengan orang-orang makan riba diterimanya dari Rabbnya, bersabda, sebagaimana ayat sebelumnya. Dalam “Wahai hamba-hamba-Ku, kitab Fathul Bayan Fi Maqashid al-Qur’an sesungguhnya Aku telah mengharamkan (Shadiq Hasan Khan, n.d:) dijelaskan kezaliman atas diri-Ku dan Aku bahwa kata latazlimuna bermakna menjadikannya haram di antara kalian, jangan mendhalimi orang yang sudah maka janganlah kalian saling penuh hutang dengan mengambil menzalimi.” (Muslim, n.d: 123) tambahan (riba nasi’ah). Sedangkan makna wala tuzlamun bahwa penjual Memakan Harta Secara Bati (Persepektif Surat An- Nisa: 29 dan At-Taubah: 34) ║255

Dalam hadits itu Allah SWT “Wahai orang-orang yang beriman, menegaskan bahwa Allah hendaklah kamu jadi orang-orang yang mengharamkan diriNya berbuat zalim, selalu menegakkan (kebenaran) karena mustahil diriNya berbuat zalim kepada Allah, menjadi saksi dengan adil. makhlukNya. Padahal Allah Maha Janganlah sekali-kali kebencianmu Kuasa melakukan apapun yang terhadap sesuatu kaum, mendorong dikehendaki. Semestinya manusia kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku sebagai hamba Allah juga tidak adillah, karena adil itu lebih dekat mengerjakan sesuatu yang kepada takwa. Dan bertakwalah kepada mendatangkan kedhaliman bagi orang Allah, sesungguhnya Allah Maha: lain dan juga dirinya. Mengetahui segala sesuatu yang kamu Jadi jelaslah, kezaliman terlarang kerjakan.” (Q.S. Al-Maidah [5]: 8). dalam semua keadaan, dan keadilan Kezaliman merupakan sumber adalah wajib dalam semua keadaan, kerusakan dan keadilan adalah menjadi sehingga dilarang berbuat zalim sumber bagi terwujudnya kepada orang lain, tidak mesti hanya kemaslahatan dalam setiap aktivitas sesama muslim tapi juga dengan non manusia, dan juga pangkal bagi muslim. kesuksesan di dunia dan akhirat. Syekhul Islam Ibnu Taimiyah Ketika perniagaan atau muamalah menyatakan, “Semua kebaikan masuk adalah pintu yang besar bagi kezaliman dalam keadilan dan semua kejelekan manusia dan pintu untuk memakan masuk dalam kezaliman. Oleh karena harta orang lain dengan batil, maka itu, keadilan adalah perkara wajib larangan zalim dan pengharamannya dalam setiap sesuatu dan atas setiap termasuk maqashid syariah terpenting orang, dan kezaliman dilarang pada dalam bermuamalah. Kewajiban setiap sesuatu dan atas setiap orang, berbuat adil dan larangan berbuat sehingga dilarang menzalimi seorang zalim menjadi kaidah terpenting dalam pun–baik muslim, kafir, atau zalim-, muamalah. bahkan boleh atau wajib berbuat adil Banyak bentuk-bentuk kezaliman terhadap kezaliman juga.” Beliau pun yang jika dilihat dalam realitas menyatakan, “Semua yang Allah larang kehidupan, namun secara garis besar, kembali kepada kezaliman dan semua kezaliman dapat dibagi pada dua yang diperintahkan kembali kepada kategori, yakni:

kezaliman) ظلم ُعلى ُنفسه :keadilan”. 1. Pertama Allah swt. berfirman: terhadap diri sendiri). Puncak kezaliman terhadap diri sendiri adalah al-isyraku billah يَا أَيُّ َها الَّ ِذ َينُ َآمنُواُْ ُكونُواُْ َُ اق َّو ِم َينُ ِ ِلُِ ُش َهدَاء menyekutukan Allah). Karena) ْ َ orang yang menyekutukan Allah بِال ِق ْس ِطُ َولَُ َي ْج ِر َم َّن ُك ْمُ َش ُنَآنُ َق ْوُ مُ َعُ َلى ُأُلَّ telah menempatkan makhluk pada تَ ْع ِدلُ ُْوا ْاع ِدلُواُْ ُه َوُ أَ ْق َر ُبُ ِللتَُّ ْق َوُى َوُاتَّقُواُْ ّللاَُ ,posisi Al-Khaliq seraya memuja إِ َّنُ ُّللاَ َخ ِب يرُ بِ َما تَ ْع َملُ َونُ menyembah, dan mengabdi

256 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 17, Nomor 2, Juli-Desember 2018

kepadanya. Dan itulah perilaku Nya dengan membawa kitab-kitab suci menempatkan sesuatu bukan pada dan neraca keadilan, agar manusia tempatnya yang paling buruk dan menegakkan keadilan pada hak-hak paling dahsyat. Dan kebanyakan Allah dan makhluk-Nya, sebagaimana julukan zhalimin (orang-orang yang firman Allah swt. Dalam surah al- zalim) dalam Al Quran ditujukan Hadid ayat 25: kepada orang-orang musyrik. َل َق ْدُ أَ ْر َس ْلنَا ُر ُس َلنَا بِ ْالبَ ِي نَُ ِاتُ َ نوُأَ َز ْلنَا َمعَ ُه ُم kezaliman) ظلم عبد لغيره ُ :Kedua .2 ْال ِكتَ َابُ َو ْال ِم َيز َانُ ِليَقُ َومُ َّالنا ُسُ ُبُِ ْال ِق ْس ِطُ .(seorang hamba terhadap orang lain Kezaliman banyak macamnya, jika dikaitkan dengan adil maka “Sesungguhnya Kami telah mengutus kezaliman disini adalah jika rasul-rasul Kami dengan membawa seseorang tidak berbuat adil baik itu bukti-bukti yang nyata, serta telah Kami terhadap dirinya, orang tua, kerabat turunkan bersama mereka al-Kitab dan ataupun kaum tertentu. neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Q.S. Al- Prinsip latazlimuna wala tuzlamun Hadid [57]: 25). juga sejalan dengan kaidah fiqhiyah yaitu: Di antara pelanggaran atau unsur dari prinsip latazlimuna wala tuzlamun لضرر ولضرار “Tidak mudharat dan tidak adalah atazlimuna wala tuzlamun memudharatkan. sebagaimana disebutkan oleh Adiwarman (Adiwarman A Karim, Begitu juga disebutkan dalam 2010: 33) adalah gharar, riba dan ihtikar. kaidah mu’amalah bahwa: Ketiga unsur tersebut sangat memungkinkan terjadi dalam praktek perdagangan atau bermuamalah. Dan األَ ََ ْص ُلُ ُه َوُ ْالعَ ْد ُلُ ِف ْيُ ُك ِ ُل ْال ُمُعَ َاملَُ ِتُ َوُ ketiganya bukan hanya mendatangkan م ْنعُ ُّالظ ْلمُ ومراعاةُ م ْص َلح ِةُ ُا َّلطر َُف ْينُ وُر ْفعُ kerugian bagi pembeli namun juga َ ُ ِ َ ُ َ َ َ َ َ ِ َ َ ُ bagi pedagang sendiri. Baik itu dari َّالض َر ِرُ َع ْن ُه َما “Asal setiap muamalah adalah adil dan segi kualitas, kuantitas, harga maupun larangan berbuat zalim serta waktu. memperhatikan kemaslahatan kedua belah pihak dan menghilangkan kemudharatan”. PENUTUP Ada dua makna mengenai memakan Pada asalnya, dalam seluruh akad harta secara batil yang disebutkan dalam transaksi harus adil, dan demikianlah Surat an-Nisa ayat 29 dan at-Taubah ayat yang diajarkan syariat Islam. Dan 34. Pada surat an-Nisa ayat 29 sudah menjadi kesepakatan semua menyebutkan larangan memakan yang syariat Allah untuk mewajibkan menurut mufassir bahwa makna larangan keadilan dan mengharamkan memakan adalah setiap usaha baik cara kezaliman. Allah mengutus para Rasul- Memakan Harta Secara Bati (Persepektif Surat An- Nisa: 29 dan At-Taubah: 34) ║257 memperoleh maupun memanfaatkan Jakarta: Kalam Mulia. harta. Abi al-Qasim al-Husain bin Muhammad Sedangkan surat at-Taubah ayat 34 ar-Raghib Al-Asfahani. (1961). menegaskan larangan melakukan Mufradat fiGharib al- qur ’an,. Mesir: penimbunan harta berupa emas dan Maktabah wa Matba’ah Musthafa. perak. Ayat ini berkenaan dengan perilaku pendeta dan rahib yang suka Adiwarman A Karim. (2010). Bank Islam memakan harta umatnya secara batil. Analisis Fiqih dan Keuangan (Cet. VII). Meskipun terletak pada surat yang Jakarta: Rawali Pers. berbeda, kedua ayat tersebut (an-Nisa: 29 Ahmad Azhar Basyir. (2009). Asas- Asas dan at-Taubah: 34) mnegaskan tujuan Hukum Muamalat (Hukum Perdata yang sama yaitu larangan memakan baik Islam),. Yogyakarta: UII Press. cara memperoleh maupun memanfaatkan. Ahmad Warson Munawwir. (1997). al- Surat an-Nisa ayat 29 menegaskan tentang Munawwir. Surabaya: Pustaka urgensi keridhaan dalam memakan harta Progressif. yang sifatnya barang konsumtif, maka pada surat at-Taubah ayat 34 menegaskan Asy-Sya’rawi. (1999). Tafsir Asy-Sya’rawi tentang larangan memanfaatkan harta (Jilid. VII). al-Qahirah: Akhbar al- dengan jalan menimbun (kanz) yaitu pada Yaum. barang-barang bersifat produktif (emas At-Thabari. (2001). Jami al-Bayan an Ta’wil dan perak). Karena kedua perilaku batil al-Quran (Cet.I,). Kairo: Dar Hijr. tersebut dapat memicu kesenjangan (gap) pasar secara global. Azhari Akmal Tarigan. (2012). Tafsir Ayat- ayat Ekonomi: Sebuah Eksplorasi Melalui Kata-kata dalam Al-Quran. Bandung: DAFTAR KEPUSTAKAAN Cita Pustaka Media Perintis. Az-Zuhaili Wahbah. (1997). Tafsir al Wajiz A Djazuli. (2006). Kaidah-kaidah Fikih: wa Mu’jam Ma’aniy al Qur’an al ‘Aziz. Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Damsyik: Dal al Fikr. Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis. Jakarta: Pranata Media. Burhan al-Din Abi al-Hasan Ibraim ibn Umar Al-Biqa’iy. (2006). Nazhm al- Abdul Karim Al-Khatib. (1976). As-Siyasah Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar al-Maliyah fi al-Islam ea Shilatuhu bi al- (Jilid I). Beirut: Dar al-Kutb al- Mu’amalah al-Mu’ashirah. Kairo: Dar Ilmiyyah. al-Fikr al-‘Arabi. Fakhr al-Din Muhammad ibn Umar ibn al- Abdullah bin Umar bin Muhammad al- Husayn al-Tamimiy Al-Razi. (1990). Asy Syirazi Baidhawi. (n.d.). Anwar Mafatih al-Gaib (Jilid V, J). Beirut: Dar al-Tanzil wa as-Rarut Ta’wil. Beirut: al-Kutb al-‘Ilmiyyah. Dar Ihya Turatd al-Arabi. Ibnu Katsir. (2004). Tafsir, al-Quran al- Abdullah Fatah Idris. (1989). Kedudukan Azim, Jilid II. Mesir: Dar al-Kutub al- Harta Menurut Pandangan Islam. Ilmiyah.

258 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 17, Nomor 2, Juli-Desember 2018

Ibnu Khaldun. (2006). Muqaddimah (Juz. Sayyid Qutb. (2004). Tafsir fidhilalil quran II). Mesir: Dar Nahdhah Mishr. (Juz II). Beirut: Dar Asy-Syuruk. Izuddin Ibnu Abdul As-Salam. (1996). Shadiq Hasan Khan. (n.d.). Fathul Bayan fi Tafsir al-Quran: Ikhtisar an-Nukat lil Maqashid al-Qur’an (Juz.I). t.t: Darul Mawardi. Beirut: Dar Ibnu Hazmen. Fikri al- ‘Arabi. M. Quraish Shihab. (2002). Tafsir Al- Syekh. H. Abdul Halim Hasan Binjai. Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian (2006). Tafsir Al- (Cet. I). Al-Quran. Jakarta: Lentera Hati. Jakarta: Kencana. Muhammad Fuad Abdul Baqi. (1981). Syihabuddin Sayyid Mahmud Al-Lusi. Mu’jam Mufahrasy li Alfadz Al-Quran. (n.d.). Ruh al-Ma’aani fi Tafsir al-Quran t.p.t. Adhim wa as-Sabil Matsani. Beirut: Dar Muslim. (n.d.). Shahih Muslim bi Syarhi An- Ihya at-Turats al-A’rabi. Nawawi (Juz. XVI). Kairo: Dar Yusuf Al-Qardhawi. (2014). 7 Kaidah Dakwah al-Islamiyah. Utama Fikih Muamalah, Terj. Fedrian Mustafa Al-Maraghi. (2004). Tafsir Al- Hasmand. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Maraghi. Beirut: Dar al-Kutub al- ‘Ilmiyah.

Rahmat Syafi’i. (2004). Muamalah.

Bandung: Pustaka Setia.