WACANA : Jurnal Bahasa, Seni, dan Pengajaran, email: [email protected] Oktober 2018, Volume 2, Nomor 2.

SASTRA LISAN UJUB-UJUB: MAKNA DAN FUNGSINYA DALAM MASYARAKAT DESA KARANGREJO KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR

Alfi Qori’ah1,Wafi Azhari2, dan Rifqi Muhammad Zidni Arsyada3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universtitas Muhammadiyah Malang alfiqori’[email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan tentang makna dan fungsi yang terdapat dalam mantra ujub-ujub. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis kualitatif dengan pendekatan semiotika- fungsional. Sumber data penelitian ini ialah dua informan yang berasal dari Desa Karangrejo, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Prosedur pengumpulan data adalah wawancara, perekamanan audio, dan pencatatan. Data penelitian ini berupa hasil pengamatan dan wawancara terhadap informan yang memperlihatkan makna dan fungsi dari mantra. Teori yang digunakan adalah teori semiotika Roland Barthes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mantra ini memiliki makna denotasi dan konotasi. Fungsi dari mantra tersebut menunjukkan adanya fungsi sosial, religi, dan budaya.

Kata Kunci: mantra, makna, fungsi, semiotika, dan fungsional

Abstract: This study describes the meanings and functions contained in the mantra ujub- ujub. The method used in this research is ethnography method. The type of research used is qualitative with semiotic- functional approach. The sources of this research data are two informants from Desa Karangrejo, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Data collection procedures are interviews, audio recording, and recording. This research data is result of observation and interview to informant which show the meaning and function of mantra. The theory used is Roland Barthes's semiotics theory. The results show that this mantra has the meaning of denotation and connotation. The function of the mantra indicates the existence of social, religious, and cultural functions.

Keywords: mantra, meaning, function, semiotics, and functional.

I. PENDAHULUAN Masyarakat Jawa memiliki tradisi lestari di masyarakat ialah mantra ujub- dan kebudayaan yang sangat beragam. ujub, yaitu sebuah mantra yang kerap Masyarakat tersebut biasanya dituturkan oleh sesepuh desa dalam melakukan tradisi seperti upacara- peringatan-peringatan tertentu, seperti upacara ritual pada atau peringatan peringatan siklus hidup (dari lahir tertentu. Salah satu tradisi yang masih hingga meninggal). Mantra ujub-ujub

1 tersebut masih dilestarikan dalam tradisi memiliki kekuatan) masyarakat Islam-Kejawen dari Desa Karangrejo, pemiliknya, serta keyakinan akan Kecamatan Kromengan, Kabupaten kekuatan magis. Malang. Sastra lisan merupakan sebuah Sastra lama yang dituturkan karya yang proses pelestariannya secara lisan dapat dikatakan sebagai disampaikan dari generasi ke generasi sastra lisan. Nilai-nilai budaya dan selanjutnya menggunakan proses lisan, sastra tersebut diciptakan dan seperti mantra-mantra tertentu yang diwariskan secara turun temurun oleh diwariskan oleh penutur kepada nenek moyang kepada pewarisnya seseorang yang dipercaya. Sastra lisan hingga masa modern seperti sekarang sering dipertentangkan dengan bentuk ini (Nurjamillah,2015:123). Sastra lisan sastra tertulis atau yang sering disebut merupakan bentuk sastra yang dengan sastra saja (Andalas dan disampaikan secara lisan. Oleh karena Sulistyorini, 2017:21). Oleh karena itu, itu, sastra tersebut lebih dari pendapat yang berbeda-beda ini menitikberatkan pada pewarisan secara membuat salah satu sastra lisan menarik lisan kepada generasi selanjutnya. untuk dikaji. Seperti halnya kebudayaan Mantra atausastra lisan biasanya dalam masyarakat Desa Karangrejo disebut dengan oral literature(Andalas, masih sangat kental dengan tradisi 2017:11). Maksudnya, bentuk sastra Islam-Kejawennya. Hal tersebut terlihat tersebut dituturkan dan disebarluaskan dari kebiasaan yang masih dilakukan secara lisan dan turun temurun. Selain oleh masyarakat Desa Karangrejo itu, sastra lisan ini juga dapat ditularkan seperti punggahanposo, bersih desa, atau diturunkan dengan cara berguru genduren (Kenduri), metri, suroan dan atau istilahnya adalah nyantrik. peringatan siklus hidup (dari lahir Pada tradisi masyarakat sampai meninggal). Kegiatan-kegiatan Karangrejo, mantra telah berkembang tersebut, dalam pelaksanaannya sering sejak masa pengaruh Hindu-Budha menggunakan mantra-mantra Jawa yang sampai sekarang. Menurut Ahmadi dicampur dengan doa dalam Islam, (dalam Bahardur dan Ediyono, 2017:26) salah satunya mantra ujub-ujub. mantra merupakan bagian dari magis Pada peringatan tersebut terdapat yang memiliki tujuan; produktif dua orang yang dipercaya untuk (bertujuan menghasilkan, menambah memimpin jalannya peringatan. Orang kemakmuran, dan kebahagiaan pertama bertugas sebagai imam yang seseorang), protektif (bertujuan mengatur jalannya acara secara islam melindungi sesuatu dari hal-hal yang (imam tahlilan). Orang kedua bertugas berbahaya atau merugikan), destruktif sebagai tetuah yang mengatur jalannya (bertujuan menimbulkan kerusakan acara berdasarkan adat Jawa. Tetuah bencana). Keberadaan mantra ini dapat atau sesepuh mengucapkan mantra dikatakan sebagai cerminan animisme ujub-ujub untuk mengekralkanberkat (kepercayaan terhadap roh pada benda setelah imam pertama menyelesaikan mati) dan dinamisme (segala sesuatu tugasnya. Peringatan ini diawali dengan

2 donga ekral, yaitu mantra berbahasa Pendekatan fungsionalis merupakan Jawa yang dipimpin oleh sesepuh desa, pendekatan yang berkaitan dengan kemudian dilanjutkan doa bersama fungsi yang bermanfaat bagi secara Islam yang dipimpin oleh ulama manusiadalam kebudayaan tertentu setempat (Andalas dan Sulistyorini, (Andalas dan Sulistyorini, 2017:49). 2017:109) Pendekatan yang digunakan Peneliti dalam hal ini mengkaji dalam mengkaji permasalahan dalam mantra ujub-ujub dari aspek makna dan sastra lisan atau mantra ujub-ujub fungsinya. Makna dari mantra ujub-ujub adalah pendekatan Semiotik- menarik untuk dikaji karena di fungsionalis. Teori yang digunakan dalamnya mengandung pesan moral, adalah teori semiotika Roland Barthes seperti nilai kebersamaan, keadilan, dan teori fungsionalisWilliam R. kerja keras, dan toleransi. Fungsi dari Bascom. mantra ujub-ujub juga sangat menarik Pendekatan semiotik merupakan untuk dikaji terkait dengan kearifan suatu pendekatan yang melihat sebuah lokal yang masih terjaga dalam karya sebagai suatu sistem, yang masyarakat Desa Karangrejo. berkaitan dengan hal teknik dan Penelitian tentang makna dan mekanisme penciptaan di samping fungsi dari mantra ujub-ujub belum mengkhususkan kepada sudut ekspresi pernah dikaji sebelumnya. Hal tersebut dan komunikasi (Bakar, 2006:29). diperkuat dengan melakukan observasi Pendekatan ini bertumpu pada unsur- dan pencarian terhadap jurnal-jurnal usur komunikasi dalam bentuk lisan terkait yang telah diterbitkan sebelum maupun non-lisan. Hubungan antara melakukan pengkajian. Dari hasil unit-unit kecil tersebut akan pencarian yang peneliti lakukan, belum menghasilkan makna dan pesan ditemukan penelitian ataupun artikel tertentu. terkait dengan mantra ujub-ujub Penelitian ini menggunakan tersebut. semiotika yang dikemukakan oleh Penelitian ini penting dilakukan Roland Barthes. Ia menyatakan bahwa untuk mengetahui makna dan fungsi semiotik merupakan bagian dari mantra dalam masyarakat. Hal tersebut lingustik karena tanda-tanda dalam juga dapat memberikan pemahaman bidang lain tersebut dianggap sebagai yang lebih mendalam tentang kearifan bahasa yang mengungkap gagasan lokal yang masih ada dan dilestarikan (artinya, bemakna), merupakan unsur dalam masyarakat Desa Karangrejo, yang terbentuk dari petanda-penanda, Kec. Kromengan, Kab. Malang. dan terdapat di dalam sebuah struktur. Penelitian ini menggunakan Menurut Barthes, bahasa dibagi menjadi pendekatan semiotik-fungsionalis. dua tingkatan, yaitu bahasa tingkat Pendekatan semiotik merupakan pertama dan kedua. Bahasa pada tingkat pendekatan yang didasarkan pada pertama adalah sebagai objek, simbol-simbol untuk mengungkapkan sedangkan pada tingkat kedua adalah makna yang ada dalam mantra. metabahasa (Lustyantie,2012:1-15).

3

Roland Barthes mengungkapkan Denotasi merupakan sebuah tanda yang bahwa tanda sebagai alat komunikasi menghasilkan makna secara eksplisit, sebuah ideologi, memiliki makna sedangkan tanda yang penandanya konotasi untuk mempertegas nilai memiliki keterbukaan petanda disebut dominan dalam masyarakat (Yulianti, dengan konotasi. Konotasi tersebut 2011:101). Ia memaknai konotasi menghasilkan sebuah makna yang sebagai label yang berisi seperangkat bersifat implisit atau tersembunyi. tanda dan selalu dibawa kapanpun. Bascom(dalam Danandjaja, Maksudnya, secara tidak langsung 2002:19) menyatakan bahwa sastra lisan pembaca atau pendengar akan memiliki empat fungsi, yakni sebagai: memaknai dan menginterpretasi apa (1) cermin atau proyeksi angan-angan yang diucapkan oleh penutur. pemiliknya, (2) alat pengesahan pranata Roland Barthes berasumsi bahwa dan lembaga kebudayaan, (3) alat bahasa merupakan sebuah tanda yang pendidikan, dan (4) alat penekan atau mengungkapkan gagasan bermakna. pemaksa berlakunya tata nilai Makna tersebut dapat ditafsirkan oleh masyarakat dan pengendalian perilaku pembaca atau pendengar baik secara masyarakat (Endraswara, 2009:125). langsung maupun tidak langsung. Fungsi-fungsi tersebut dapat dilacak Makna berkonotasi untuk menegaskan keberadaannya berdasarkan data yang nilai masyarakat yang lebih dominan ada di lapangan atau masyarakat, dalam sebuah gagasan yang bahkan fungsi tersebut juga masih dapat diungkapkan. Pemahaman mengenai berkembang menjadi bentuk-bentuk lain makna dapat dibagi menjadi dua, yaitu asalkan didukung oleh data yang akurat. makna secara tersurat dan tersirat. Menurut Bascom pembicaraan Makna tersurat mengkaji sebuah mengenai sastra lisan tidak dapat gagasan secara tekstual. Makna secara dipisahkan begitu saja dari konteks dan tersirat mengkaji makna melalui kebudayaannya secara umum pemahaman yang dilakukan setelah (Endraswara, 2009: 126). Sastra lisan membaca gagasan tersebut secara yang terdapat dalam suatu masyarakat berulang (Yulianti, 2011:101). tersebut dapat dipahami dan dimengerti Pendekatan semiotik tersebut melalui pengetahuan intensif terhadap berhubungan dengan sistem petanda dan kebudayaan masyarakat yang penanda yang tidak terbentuk secara memilikinya. Masyarakat pemilik sastra alamiah, tetapi secara manasuka lisan tersebut tidak terlalu menganggap (arbitrer), dan memalui kesepakatan penting asal-usul atau sumbernya, bersama (konvensional). Pada dasarnya, melainkan fungsi dari sastra lisan petanda membuka peluang penanda atau tersebut lebih menarik bagi mereka. makna (Piliang, 2004:194). Tanda yang Kaplan dan Manner dalam juga penandanya memiliki tingkat konvensi memiliki pendapat yang sejalan dengan atau kesepakatan yang tinggi atau pendapat Bascom. Pendapat tersebut, sebaliknya tingkat keterbukaan makna yaitu teori fungsi adalah cara untuk yang rendah disebut dengan denotasi. mengungkap ketergantungan antara

4 fenomena budaya dengan proses fungsional adalah asumsi bahwa semua kebudayaan(Andalas dan Sulistyorini, sistem budaya memiliki syarat-syarat 2017:50). Fungsi-fungsi tersebut fungsional tertentu untuk bergantung pada mantra yang terdapat memungkinkan eksistensinya. Sistem dalam suatu masyarakat. Misalnya, budaya tersebut dapat dikatakan sebagai karakteristik fungi mantra meliputi bagian dari kebutuhan sosial yang harus fungsi sosial, fungsi religius, fungi dipenuhi untuk dapat bertahan hidup budaya, dan fungsi pelestarian dan mencapai tujuan tertentu. lingkungan. Pertama, fungsi sosial Jenis penelitian ini merupakan berkaitan dengan nilai dan norma sosial penelitian kualitatif. Metode yang yang berlaku dalam masyarakat. Kedua, digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi religius berkaitan dengan metode etnografi dengan pendekatan kepercayaan yang dianut oleh semiotik-fungsionalis. Sumber data masyarakat dalam suatu wilayah yang digunakan dalam penelitian ini tertentu. Ketiga, fungsi budaya adalah sesepuh desa dan salah satu berkaitan dengan tradisi atau adat- anggota masyarakat Desa Karangrejo, istiadat yang berkembang di Kecamatan Kromengan, Kabupaten masyarakat. Keempat, kelestarian Malang Jawa Timur. Data mengenai lingkungan berkaitan dengan kearifan mantra ujub-ujub ini diperoleh dari dua lokal yang masih terjaga di masyarakat informan yaitu Bapak MK (sesepuh hingga sekarang. desa) dan Ibu TM (anggota masyarakat Pada tradisi lisan, fungsi sosial yang dianggap mengetahui perihal sastra dalam hal ini dapat dikaitkan mantra ujub-ujub). Kriteria yang dengan fungsi dulce et utile yaitu digunakan untuk menentukan informan menyenangkan dan bermanfaat. Fungsi yaitu memiliki informasi tentang data menyenangkan berkaitan dengan hal-hal yang dicari, informan yang terpercaya, yang menyenangkan jiwa dan berusia lebih dari 50 tahun, dan bukan bermanfaat karena karya tersebut dapat seorang peneliti. memberikan arahan dan bimbingan Instrumen yang digunakan yang dapat membangun masyarakat dalam penelitian ini adalah peneliti, untuk mencapai tujuan dan paduan wawancara, dan paduan analisis kesempurnaan hidup (Ilias, dkk, data. Peneliti dalam hal ini bertindak 2011:213). Artinya, karya sastra baik sebagai instrumen penelitian karena lisan maupun tulisan bukan hanya memiliki hak penuh dalam proses sekadar karya yang tidak mempunyai penelitian, mulai dari perencanaan, dampak bagi kehidupan manusia, pelaksanaan, pengumpulan data, melainkan memiliki manfaat besar dan analisis, penafsiran data, dan penyimpul dapat memberikan hiburan bagi hasil penelitian. Wawancara digunakan pembacanya. untuk memperoleh data mengenai Menurut David Kaplan dan Albert makna mantra ujub-ujub serta fungsinya Manners (dalam Reza Palevi, dkk, dalam masyarakat Desa Karangrejo. 2016:3) dasar semua penjelasan Paduan analisis data digunakan untuk

5 memudahkan peneliti dalam melakukan sempurna, kemudian diterjemahkan ke analisis data terkait dengan rumusan dalam bahasa Indonesia dan mulai masalah yang akan diteliti. dilakukan pengetikan. Kelima, transkrip Prosedur pengumpulan data data dalam bentuk tertulis tersebut dalam penelitian ini menggunakan dikelompokkan, kemudian dilakukan teknik perekaman, pemotretan, analisis mengenai makna dan fungsi wawancara, dan pencatatan. Teknik mantra ujub-ujub bagi masyarakat. perekaman dalam hal ini adalah Pengecekan keabsahan data pada perekaman audio dengan menggunakan penelitian ini menggunakan teknik telepon genggam. Teknik pemotretan triangulasi dan diskusi teman sejawat. digunakan untuk mendokumentasikan Triangulasi yang digunakan antara lain kegiatan atau pelaksanaan penelitian, adalah triangulasi sumber data, kondisi lingkungan penelitian, triangulasi teori, dan triangulasi antar informan, dan proses wawancara. peneliti atau teman sejawat. Diskusi Teknik wawancara dilakukan setelah antar teman sejawat dilakukan dengan peneliti menyusun beberapa pertanyaan membahas data dan informasi yang terkait dengan mantra ujub-ujub. Proses terkumpul dengan pihak-pihak yang tanya jawab bisa saja mengalir seperti dianggap memiliki pengetahuan dan percakapan sehari-hari, namun perlu keahlian yang berkaitan dengan objek dipersiapkan pertanyaan-pertanyaan penelitian. yang sesuai dengan penelitian ini yaitu berfokus pada mantra ujub-ujub. Teknik pencatatan dilakukan saat perekaman dan wawancara berlangsung, hal-hal yang dicatat tersebut meliputi tanggal merekam, tempat merekam, kondisi sosial masyarakat, biodata informan, dan sastra lisan mantra ujub-ujub. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdapat beberapa langkah. Pertama, data berupa rekaman yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap informan ditranskrip ke dalam bahasa tulis tanpa memperdulikan tanda baca. Kedua, data yang telah ditranskrip tersebut kemudian disempurnakan dan dicocokkan kembali dengan rekaman. Ketiga, setelah penyempurnaan transkrip dilakukan, kata-kata dan kalimat diberikan tanda baca yang sesuai dengan kaidah kebahasaan. Keempat, setelah transkrip dinilai sudah

6

II. PEMBAHASAN sebuah bahasa memiliki sistem tanda Penelitian mengenai makna dan dan penanda, tanda dan penanda fungsi dari mantra ujub-ujub ini tersebut merupakan dua hal yang ditujukan kepada pembaca. Pembaca berbeda tetapi memiliki korelasi satu dalam hal ini adalah masyarakat dengan lainnya (Wahyuningsing, 2014: khususnya Desa Karangrejo, Kecamatan 174). Kromengan, Kabupaten Malang. Secara umum penelitian ini ditujukan kepada masyarakat luas. Ruang lingkup pembahasan ini yaitu semiotika- fungsional. Berikut akan dipaparkan mengenai makna dan fungsi yang terdapat dalam mantra ujub-ujub. Roland Barthes berpendapat bahwa

Mantra Ujub-ujub Kula badhe nyelani atur dateng para saderek Saya ingin menyampaikan pada seluruh tamu sedaya, mboten kula wiji-wiji. Kula dipun sambut yang hadir, yang tidak bisa saya sebutkan satu wiraos, kula seklimah ken ngekralken nggenipun persatu. Saya di sini mewakili tuan rumah nggadah wilujengan. Pramila kula saha panjengan mengucapkan selamat datang kepada seluruh sami dipun aturi makempal dateng dalemipun tamu undangan yang hadir. Puji syukur kita (fulan), ken nyekseni anggenipun nggadah panjatkan karena kita dapat menghadiri wilujengan ing dinten (hari) sodakoh mule metri undangan dan berkumpul di rumah (fulan) (fulan). Ing dinten menika denten asahan ngarso sebagai saksi dalam acara selametan pada hari panjenengan dipun para-para engkang saturan, (pasaran Jawa) dalam rangka memperingati hari dipun aturaken malaikat kasim engkang kelahiran atau kematian (fulan). Pada hari ini mencaraken wiji gusti Allah engkang paring terdapat seperangkat nasi beserta pelengkapnya sandang pangan serinten sedalunipun. Pramilo yang sudah tersedia di depan para tamu dan dipun caosi pakurmat mugi Allah tansah paring akan dibagi-bagi secara bergiliran, yang tak kawilujengan nipun. Engkang saaturan maleh, lupa dihaturkan atau dipanjatkan kepada engkang dipun caosi khormat bapa adam ibu hawa malaikat utusan Allah dalam mengatur rezeki ngantos adam sapriki, pramila kang dicaosi manusia siang malam. Oleh karena itu, dengan khormat. Mugi Allah tansah paring kawilujengan segala hormatan semoga Allah senantiasa selaminipun. Engkang saaturan maleh, engkang memberikan keselamatan untuk (fulan). dipun caosi khormat dinten pitu pekenan gangsal Berikutnya, semoga kehormatan senantiasa prawukon tigang doso sasi kaleh welas windu mengiringi mulai dari zaman Nabi Adam dan sekawan, pramila pun dicaosi khormat mugi Allah Siti Hawa hingga keturunannya pada zaman tansah paring kawilujengan selaminipun. Ingkang sekarang. Semoga Allah senantiasa memberikan saaturan maleh ingkang dipun caosi khormat keselamatan selamanya. Berikutnya, dengan mu’min para ulamak, para pramila dipun caosi hormat hari tujuh pasaran lima bulan tiga puluh khormat cikal bakal, ingkang mbabat dusun, tahun duabelas empat windu, juga dengan ingkang kula panggeni. Pramila kula caosi khormat segala hormat semoga diberikan keselamatan wilujengan saklebetipun griyo sak njawinipun oleh Allah SWT selamanya. griyo,

7

Mantra Ujub-ujub Arti lebetinpun kikis, jawinipun kikis. Anggenipun Kemudian, para mukmin dan ulama, juga para pados pangupo jiwo mengaler, mengidul, mengilen, nenek moyang yang babat alas di tanah yang mengetan, tanpa watesan dipun paringana gangsar saya tinggali semoga senantiasa selalu diberikan lan gampil. Bilih wonten klenta klentu nipun kehormatan. Untuk itu, semoga diberikan anggen kula caos atur kirang nyuwun ngapunten, kehormatan serta keselamatan baik di dalam gusti Allah engkang nggadah patrap kiambak maupun di luar rumah, di sekitar dalam, di kiambek saha ingkang paring pangapunten sekitar luar, dan sekitarnya. Semoga diberikan dumateng kita sedoyo, kesaksen dumanten para kemudahan serta kelancaran dalam mencari saderek sedoyo ingkang sami katuran wonten ing rezeki dalam kehidupan mulai dari selatan, ngriki. utara, barat, dan timur. Apabila terdapat kesalahan ketika saya berbicara saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, Allah sudah menetapkan jalan hidup kita masing-masing, Allah maha mengampuni segala kesalahan kita, termasuk semua tamu yang hadir di sini.

A. Makna Mantra Makna mantra ujub-ujub baik secara bahasa dan makna untuk sastra (Umaya denotatif maupun secara konotatif dapat dan Ambarini, 2012:31-31). dilihat dalam paparan berikut: Arti dari mantra ujub-ujub Makna Denotatif Mantra Ujub-ujub tersebut dapat dikatakan sebagai Menurut Kamus Besar Bahasa petanda atau makna denotasi yang Indonesia, denotasi merupakan makna sejalan dengan asumsi dasar semiotika kata atau kelompok kata yang Roland Barthes. Menurut Barthes didasarkan atas penunjukan yang lugas (dalam Umaya dan Ambarini, 2012:32) pada sesuatu di luar bahasa atau yang teks merupakan tanda yang memiliki didasarkan atas konvensi tertentu serta ekspresi dan isi sehingga teks dilihat bersifat objektif (Kemendikbud,2016). sebagai; (1) wujud atau entitas yang Dalam hal ini, makna denotasi mengandung unsur kebahasaan, (2) mengenai mantra ujub-ujub akan bertumpu pada kaidah dalam dipaparkan melalui teks berikut. pemahamannya, (3) sebagai bagian dari Dari pengertian tersebut dapat kebudayaan sebagai pertimbangan pada disimpulkan bahwa karya sastra faktor pencipta dan pembaca. dipahami sebagai karya seni bermedia Makna Konotasi Mantra Ujub-ujub bahasa dengan kedudukan sebagai Menurut Kamus Besar Bahasa bahan, memiliki sistem dan konvensi Indonesia konotasi merupakan makna sendiri, sebagai sistem semiotik tingkat kata atau sekelompok kata, berasal dari kedua dengan membedakan arti untuk pikiran yang menimbulkan aspek emosional pada seseorang ketika

8 berhadapan dengan sebuah kata dalam menyimpang kearah yang salah. Oleh teks. Makna tersebut saling berkaitan karena itu, dalam praktik dan dengan makna denotasi (Kemendikbud, pelaksanaannya, penutur yang sekarang 2016). lebih sering menyebutkan nama Allah, Roland Barthes dalam al ini agar semua yang dipanjatkan menitikberatkan semiotika atau dimaksudkan kepada Allah semata. semiologi, terutama yang berkaitan Pengucapan mantra ini tidak dengan konsep pemaknaan konotatif memerlukan syarat-syarat tertentu, atau yang lebih dikenal dengan istilah tetapi biasanya sesepuh akan second order semiotic system menyebutkan apa saja wujud sedekah (Suwandayani, 2015:4). Pemaknaan yang diberikan oleh pemilik rumah secara konotatif dari mantra ujub-ujub kepada masyarakat yang datang, seperti dapat dilihat melalui pemaparan berikut. berkatgolong, ingkung, apem, sego Simbol Budaya gurih yang dimaksudkan sebagai Simbol budaya dalam perantara doa. Mantra ini tidak boleh masyarakat terlihat dari kearifan lokal digunakan secara sembarangan, karena yang dilestarikan dan dijaga mengenai berkaitan dengan kepercayaan nilai dan sudut pandang yang dianutnya masyarakat setempat. (Andalas dan Sulistyorini, 2017:108). Hal tersebut juga sejalan dengan Oleh karena itu, masyarakat akan selalu yang diungkapkan oleh Ibu Tm (15 menjaga dan melestarikan sebuah tradisi April 2018), beliau menyatakan bahwa yang ada di lingkungannya. Dalam alam hukum Islam memang tidak ada masyarakat Desa Karangrejo, peringatan tiga hari, tujuh hari, empat Kecamatan Kromengan, Kabupaten puluh hari, seratus hari sampai seribu Malang mantra ujub-ujub mengandung hari pada orang yang sudah meninggal. simbol budaya yang tampak pada Hal tersebut merupakan pengaruh peringatan siklus kelahiran dan Hindu-Budha yang masuk ke tanah kematian. Menurut Bapak Mk (15 April Jawa sejak zaman nenek moyang. 2018) “Pewarisan mantra ujub-ujub ini Menurut Djajasudarma dalam mengalami perubahan seiring dengan Sartini (2009:29) tinggi rendahnya nilai berkembangnya zaman, karena terdapat budaya sangat tergantung pada beberapa kata yang dianggap tidak pertahanan masyarakatnya dalam sesuai dengan syariat dan ajaran Islam. mengoperasionalkan sistem tersebut. Mantra ujub-ujub ini pada mulanya Hal ini berarti, kelestarian dan tidak menggunakan sebutan Allah, keberadaan tradisi, adat istiadat, budaya melainkan inayahnya. Hal tersebut sangat terpengaruh oleh masyarakat dianggap kurang sesuai karena semua yang memilikinya. Dengan demikian, kekuatan, hidayah, rezeki, dan lain-lain faktor utamanya dalah masyarakat itu semata-mata datang hanya karena sendiri, apabila masyarakat tetap kehendak Allah. Meskipun mantra ini menjaga maka keberadaan budaya adalah tradisi Jawa, akan tetapi tetap tersebut terjaga begitu pula sebaliknya. diperhatikan isinya agar tidak

9

Simbol Kemanusiaan (Interaksi dan selaku yang hajat Toleransi) mempercayakan kepada sesepuh dalam Makna dari mantra ujub-ujub ini melaksanakan ritualnya. Pertama-tama juga menyiratkan tentang simbol sesepuh mengucapkan terimakasih kemanusiaan. Hal tersebut terlihat kepada masyarakat yang sudah ketika sesepuh mengucapkan mantra. meluangkan waktunya untuk datang ke Pada mantra tersebut terdapat kata yang rumah pemilik hajat. Hal demikian menyatakan bahwa derajat setiap orang dilakukan karena merupakan bentuk yang hadir pada saat itu semua sama, penghargaan dan rasa hormat terhadap tidak dibedakan-bedakan berdasarkan sesama anggota masyarakat. kelas ekonomi, kelas sosial dan Selanjutnya, sesepuh menutup sebagainya. Semua orang yang hadir tuturannya dengan meminta maaf diharapkan untuk menjadi saksi pada kepada tamu undangan yang datang. acara peringatan tersebut seperti pada Hal tersebut merupakan tata krama kutipan berikut. dalam tradisi Jawa bahwa manusia itu tidak ada yang sempurna. Seperti Mantra Arti kutipan di bawah ini. Kula badhe nyelani Saya ingin atur dateng para menyampaikan pada saderek sedaya, seluruh tamu yang Mantra Arti mboten kula wiji- hadir, yang tidak bisa Bilih wonten klenta Apabila terdapat wiji. Kula dipun saya sebutkan satu klentu nipun anggen kesalahan ketika saya sambut wiraos, kula persatu. Saya di sini kula caos atur kirang berbicara saya mohon seklimah ken mewakili tuan rumah nyuwun ngapunten, maaf yang sebesar- ngekralken mengucapkan selamat gusti Allah engkang besarnya, Allah sudah nggenipun nggadah datang kepada seluruh nggadah patrap menetapkan jalan wilujengan. tamu undangan yang kiambak kiambek hidup kita masing- hadir. saha ingkang paring masing, Allah maha pangapunten mengampuni segala Kutipan mantra tersebut dumateng kita sedoyo, kesalahan kita, kesaksen dumanten termasuk semua tamu menggambarkan tentang beberapa sifat para saderek sedoyo yang hadir di sini. dan sikap yang dimilki orang Jawa. ingkang sami katuran Masyarakat Jawa sangat memperhatikan wonten ing ngriki. norma-norma hidup yang sederhana, Sesepuh menutup dengan penuh tanggung jawab, sangat meminta maaf kepada tamu undangan menghargai perasaan orang lain, bila ada salah-salah kata. Karena berbudi bawa laksana serta selalu manusia tidak pernah bisa terlepas dari rendah hati (Sartini, 2009:32). Selain kesalaan baik yang disengaja maupun itu, orang Jawa selalu mejunjung adat tidak. Allah merupakan satu-satunya zat istiadatnya dalam menerima tamu yang maha pengasih lagi maha dengan cara menghormati dan pengampun yang diharapkan memuliakan tamu. Kutipan tersebut membeikan ampunannya kepada semua juga memberikan gambaran bahwa orang yang datang. Kemudian tidak alam kehidupan atau tradisi masyarakat lupa sesepuh mengucapkan terimakasih Jawa selalu ada pemimpin atau ketua karena sudah mau menghadiri undangan adat yang dipercaya. Pemilik rumah

10 yang dalam tradisi Jawa merupakan orang tanpa terkecuali. Manusia hanya saksi dalam memberikan sedekah. bisa berusaha dan berdoa, akan tetapi Simbol Kesuburan Rezeki Tuhanlah yang menentukan nikmat Simbol kesuburan rezeki dalam setiap manusia secara berbeda-beda, mantra ini yaitu mengenai kehormatan tidak ada campur tangan mahkluk lain, yang diberikan Tuhan kepada manusia karena setiap rejeki datangnya dari zaman dahulu sampai sekarang, dengan Allah SWT semata. kata lain mulai dari manusia pertama Pranowo (2013:262) dalam yaitu Nabi Adam (dalam agama islam) Sartini, mengungkapkan bahwa orang sampai dengan umat manusia sekarang Jawa memiliki tekad yang kuat bukan agar diberikan keselamatan dan karena keinginan yang membabi buta keberkahan dalam hidup. Hal tersebut tanpa penalaran dan pertimbangan dapat dilihat melalui kutipan mantra kekusaan. Artinya, masyarakat Jawa berikut. selalu mempertimbangkan dari berbagai aspek misalnya aspek ekonomi atau Mantra Arti rejeki yang diberikan Tuhan telah diatur Pramilo dipun caosi Berikutnya, semoga pakurmat mugi Allah kehormatan senantiasa sesuai porsi masing-masing, serta ada tansah paring mengiringi mulai dari rejeki yang dititipkan kepada umatnya kawilujengan nipun. zaman Nabi Adam dan untuk dibagikan kepada yang Engkang saaturan Siti Hawa hingga maleh, engkang dipun keturunannya pada membutuhkan. caosi khormat bapa zaman sekarang. Masyarakat Jawa masih adam ibu hawa Semoga Allah memegang tradisi Islam kejawen yang ngantos adam sapriki, senantiasa pramila kang dicaosi memberikan tidak bisa dilepaskan dari penanggalan khormat. Mugi Allah keselamatan pasaran Jawa. pada tradisi Jawa juga tansah paring selamanya. kawilujengan Berikutnya, dengan terdapat penghormatan kepada para selaminipun. hormat hari tujuh ulama dan sesepuh yang telah berjasa pasaran lima bulan dalam suatu lingkungan masyarakat. tiga puluh tahun duabelas empat windu, Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan juga dengan segala berikut ini. hormat semoga diberikan keselamatan oleh Allah SWT Mantra Arti selamanya. Engkang saaturan Berikutnya, dengan maleh, engkang dipun hormat hari tujuh caosi khormat dinten pasaran lima bulan Masyarakat Jawa masih sangat pitu pekenan gangsal tiga puluh tahun menjunjung tinggi sikap hormat kepada prawukon tigang doso duabelas empat seluruh leluhur yang lebih dulu sasi kaleh welas windu windu, juga dengan sekawan. Pramila pun segala hormat semoga mendahului, terutama kepada Nabi dicaosi khormat mugi diberikan keselamatan Adam dan Ibu Hawa yang merupakan Allah tansah paring oleh Allah SWT kawilujengan selamanya. manusia pertama yang diciptakan oleh selaminipun. Ingkang Kemudian, para Allah SWT. Selanjutnya, dalam saaturan maleh mukmin dan ulama, kehidupan di muka bumi ini Tuhan ingkang dipun caosi juga para nenek khormat mu’min para moyang yang babat memberikan rezekinya kepada semua ulamak. Para pramila alas di tanah yang dipun caosi khormat saya tinggali semoga

11 cikal bakal, ingkang senantiasa selalu meminta keselamatan di dalam rumah, mbabat dusun, ingkang diberikan kehormatan. di luar rumah, maupun yang ada di kula panggeni. sekitar rumah (tetangga) agar semuanya Dengan menghormati setiap diberikan keselamatan dunia akhirat. waktu dari hari, minggu, bulan, bahkan Setiap orang senantiasa berdoa agar sampai tahun diharapkan Allah selalu selalu berusaha mendekatkan diri pada memberikan rezekinya dalam setiap Tuhan sampai mereka dapat merasakan waktu yang dilalui hambanya. kebesaran dan kekuasaannya (Pranowo Mayarakat Jawa selalu memberikan dalam Sartini, 2009: 34). Artinya, penghormatan kepada para leluhur yang kebesaran dan kekuasaan yang terdahulu. Mereka sangat menghormati dimaksud adalah untuk meminta dan mengenang setiap pahlawan yang pertolongan dan keselamatan dalam telah membukakan lahan sehingga bisa menjalani kehidupan di dunia dan di tempati sampai anak cucunya. akhirat. Simbol Keselamatan Simbol keselamatan yang B. Fungsi Mantra Ujub-ujub dalam terdapat dalam mantra ini adalah Masyarakat Desa Karangrejo sebagai bentuk doa yang dipanjatkan Mantra ujub-ujub memiliki kepada Allah agar selalu diberikan beberapa fungsi dalam kehidupan keselamatan dalam menjalani masyarakat Desa Karangrejo. Fungsi kehidupan. Seperti dalam kutipan sastra lisan menurut William R. Bascom tersebut. ada empat jenis fungsi. Pertama, sebagai sistem proyeksi yakni sebagai Mantra Arti alat pencerminan angan-angan suatu Pramila kula caosi Untuk itu, semoga khormat wilujengan diberikan kehormatan kolektif. Kedua, sebagai alat saklebetipun griyo sak serta keselamatan baik pengesahan pranata-pranata dan njawinipun griyo, di dalam maupun di lembaga-lembaga kebudayaan. Ketiga, lebetinpun kikis, luar rumah, di sekitar jawinipun kikis, dalam, di sekitar luar, sebagai alat pendidikan anak. Keempat, kikisipun (sakjobo dan sekitarnya. sebagai alat pemaksa dan pengawas omah, sakjero omah, Semoga diberikan di sekitar rumah). kemudahan serta agar norma-norma masyarakat akan Anggenipun pados kelancaran dalam selalu dipatuhi anggota kolektifnya pangupo jiwo mencari rezeki dalam (Danandjaja, 2002:19).Pada mantra mengaler, mengidul, kehidupan mulai dari mengilen, mengetean, selatan, utara, barat, ujub-ujub ini memiliki karakteristik tanpa watesan dipun dan timur. tersendiri yang tidak sejalan dengan paringana gangsar lan pemikiran William R.Bascom. gampil. Penelitian ini, menemukan fungsi Masyarakat Jawa selalu mantra ujub-ujubsebagai berikut: mengutamakan keselamatan dari 1) Fungsi Sosial marabahaya atau meminta rezeki berupa Menurut Kontjaraningrat, keselamatan agar dijauhkan dari balak, masyarakat merupakan sekelompok musibah, dan fitnah. Hal tersebut manusia yang saling berinteraksi satu diwujudkan dalam mantra untuk dengan yang lainnya, menempati suatu

12 wilayah tertentu dan diikat oleh adat- memberikan segala kenikamatan untuk istiadat bersifat terus-menerus hambanya. (Sulistiyorini dan Andalas, 2017:152). Tradisi pembacaan mantra ujub- Hal tersebut berarti bahwa masyarakat ujub juga memiliki fungsi sebagai yang hidup berdampingan diikat oleh media interaksi antara makhluk hidup peraturan adat-istiadat yang harus dengan Tuhannya (Cahyono, 2006). Hal ditaati dan dipatuhi. Sejalan dengan ini berarti bahwa sebuah tradisi ritual pengertian tersebut, mantra ujub-ujub yang didasarkan pada keagamaan atau dalam masyarakat memiliki fungsi kepercayaan akan terjadi sebuah sosial, yakni masyarakat Desa hubungan antar pelaku ritual tersebut. Karangrejo masih menjunjung tinggi 3) Fungsi Budaya nilai-nilai leluhur dalam kehidupan Fungsi dari pembacaan mantra sosialnya. Nilai-nilai leluhur tersebutlah tersebut dalam hal budaya adalah yang menuntut masyarakat untuk sebagai wujud untuk melestarikan adat- mengetahui, menaati dan melaksanakan istiadat setempat (Sulistyorini dan norma-norma dalam berinteraksi satu Andalas 2017: 157). Hal ini berarti sama lain. bahwa masyarakat Jawa masih sangat Berdasarkan keterangan dari menjunjung tinggi tradisi yang informan fungsi sosial dari mantra ujub- diwariskan oleh nenek moyang mereka. ujub dapat digunakan untuk “ngraketno Terbukti dari masih sangat kental tradisi tali paseduluran” yang artinya adalah Islam kejawen yang masih dilestarikan mempererat tali persaudaraan antara sampai saat ini. Sebagai salah satu umat beragama, antara tetangga, antara contoh adalah mantra ujub-ujub yang keluarga dan antara sesama manusia sampai sekarang masih digunakan (Bapak MK, 15 April 2018). Hal ini dalam peringatan siklus kehidupan berarti, masyarakat desa tersebut masih seseorang (dari lahir sampai menjunjung tinggi dan sangat meninggal). menerapkan rasa saling menghormati Berdasarkan keterangan dari Ibu satu sama lain dalam bertingkah laku TM (15 April 2018), fungsi budaya dari dan bertutur. mantra ujub-ujubadalah sebagai 2) Fungsi Religius kearifan lokal, mantra tersebut Segala aktivitas manusia selalu dilestarikan sebagai wujud menghargai berhubungan dan bersangkutan dengan tradisi warisan dari nenek moyang yang kebutuhan rohani atau berkaitan dengan membabat alas di tanah tersebut. Tuhan (Sulistyorini dan Andalas 2017: Artinya, masyarakat tersebut masih 153). Fungsi religius dalam mantra ini sangat menghargai peninggalan dari ditandai dengan adanya komunikasi nenek moyangnya dalam hal apapun. antara manusia dengan Tuhannya. Sejalan dengan hal tersebut, mantra III. KESIMPULAN peringatan siklus hidup ini bertujuan Karya sastra dapat dibedakan untuk memanjatkan rasa syukur menjadi dua jenis, yaitu sastra tulis dan terhadap Allah SWT yang telah sastra lisan. Sastra lisan hadir dalam

13 lingkungan masyarakat sejak zaman fungsi sosial, religius, dan budaya. dahulu kala, yaitu dari zaman nenek Fungsi sosial dari mantra tersebut moyang sampai sekarang. Proses menunjukkan nilai-nilai leluhur yang penyebarannya dilakukan secara lisan menuntut masyarakat untuk dari generasi ke generasi selanjutnya. mengetahui, menaati dan melaksanakan Melalui proses penyebaran tersebut norma-norma dalam berinteraksi satu terdapat beberapa perubahan bentuk sama lain. Fungi religius dalam mantra penuturan, tetapi tidak sampai merubah ini ialah adanya komunikasi antara makna dari karya satra lisan tersebut. manusia dengan Tuhannya. Fungsi Sastra lisan dapat berupa doa atau budaya dari mantra ini ialah sebagai mantra yang dilestarikan dalam wujud untuk melestarikan dari adat- kehidupan masyarakat tertentu. istiadat setempat. Masyarakat Jawa yang memiliki tradisi dan kebudayaan yang sangat beragam. IV. DAFTAR PUSTAKA Masyarakat tersebut biasanya Andalas, E. F., dan Sulistyorini. 2017. melakukan tradisi seperti upacara- Sastra Lisan. Malang: Madani. upacara ritual atau peringatan tertentu. Hal serupa mengenai tradisi tersebut Andalas, E. F. 2017. Dampak dan juga terlihat pada masyarakat Desa Fungsi Sosial Mitos Mbah Karangrejo, Kecamatan Kromengan, Bajing Bagi Kehidupan Spiritual Kabupaten Malang, Jawa Timur yang Masyarakat Dusun Kecopokan, masih melestarikan tradisi atau kearifan Kabupaten Malang, Jawa Timur. lokal yaitu peringatan siklus hidup Jurnal Puitika. 13 (1). dengan menuturkan sebuah mantra (mantra ujub-ujub). Bakar, Abdul Latif Abu. 2006. Aplikasi Peneliti dalam hal ini meneliti Teori Semiotika dalam Seni mantra ujub-ujub dari Desa Karangrejo, Perjuntujukan. Jurnal Kecamatan Kromengan, Kabupaten Etnomusikologi. 2 (1). Malang berdasarkan makna dan fungsinya. Hasil penelitian Barhardur, Iswadi dan Ediyono. 2017. menunjukkan bahwa mantra ujub-ujub Unsur-Unsur Ekologi Dalam memiliki makna denotasi dan konotasi. Sastra Lisan Mantra Pengobatan Makna denotasi dalam mantra ini, yaitu Sakit Gigi Masyarakat arti dalam wujud konkret yang dapat Keluharan Kuranji. Basindo: dilihat melalui panca indera. Makna Jurnal Kajian Bahasa, Sastra konotasi dari mantra ujub-ujub, yaitu Indonesia, dan arti yang lebih mendalam berisi simbol- Pembelajarannya. 1 (2). simbol kehidupan, seperti simbol budaya, kemanusiaan, dan kesuburan Brata, Nugroho Trisno. 2010. Bahasa rezeki. dan Integrasi Bangsa dalam Mantra ujub-ujub juga memiliki Kajian Antrolopogi-Fungsional. beberapa fungsi, di antaranya yaitu

14

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 16 (4). Sartini, Ni Wayan. 2009. Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Danandjaya, James. 2002. Foklor Jawa Lewat Ungkapan Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka (Bebasan,Saloka,dan Utama Grafiti. Paribahasa). Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra. 5 (1). Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi Penelitian Foklor. Yogyakarta: Umaya, Nazla Maharani dan Ambarini. PT Buku Kita. 2012. Semiotika: Teori dan Aplikasi Pada Karya Sastra. Ilias, dkk. 2011. Tradissi Bercerita Siam Semarang: IKIP PGRI di Kelantan: Satu Analisa Fungsi Semarang Press. Cerita Siamese Story Telling Tradition in Kelantan: A Wahyunigsih, Sri. 2014. Kearifan Functional Analysis. Jurnal Budaya Lokal Madura sebagai Melayu. 8: 207-232. Media Persuasif (Analisis Semiotika Komunikasi Roland Lustyantie, Ninuk. 2012. Pendekatan Barthes dalam Iklan Samsung Semiotik Model Roland Barthes Galaxy Versi Gading dan dalam Karya Sastra Perancis. Giselle di Pulau Madura). Jurnal Makalah yang disajikan dalam Sosio Didaktika. 1 (2). Seminar Nasional, FIB UI, 19 Desember 2012. Yulianti, Frizky. 2011. Komodifikasi Idealisme Feminisme dalam Nurjamilah, Ai Siti. 2015. Matra Industri Musik (Analisis Pengasihan: Telaah Struktur, Semiotika Roland Barthes dalam Konteks Penuturan, Fungsi, dan Video Klip Beyonce “Run The Proses Pewarisannya. Jurnal World”). Jurnal Komunikator. Riksa Bahasa. 1 (2).

Palevi, dkk. 2016. Eksistensi Kesenian Jaran Kepang dalam Arus Indutri Pariwisata di Dusun Suruhan Desa Keji Kabuaten Semarang. Jurnal Solidarity. 5 (1).

Piliang, Yasraf Amir. 2004. Semiotika Teks: Sebuah Pendekatan Analisis Teks. Jurnal Mediator. 5 (2).

15

16