Nilai Budaya dan Gaya Komunikasi Warga Minangkabau, Jawa, dan Bugis Pawito1, Widodo Muktiyo2, Hamid Arifin3 1,2,3Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A, Kentingan Jebres Surakarta, 57126, Email: [email protected]*; [email protected]

Abstract This study aims to analyze the communication styles developed in the Minangkabau, Javanese, and Bugis communities. This research uses qualitative methods of data collection techniques in-depth interviews (in-depth), observation (observation), documentation, and literature. Interviews and observations were carried out in three important cities: Padang (to examine the communication styles of the Minangkabau community), Surakarta (to examine the communication styles of the ), and (to examine the communication styles of the ). The results of this study describe the style of communication developed in the Minangkabau, Javanese, and Bugis communities by emphasizing four aspects: (a) the tendency to use nouns or verbs (nouniness and verbiness), (b) the use of passive or active sentences, (c) the use of direct or indirect ways of expressing ideas, and (d) the use of words or sentences when you find yourself having different positions of opinion or views with other people who are partners in conversation. The differences in the four aspects of communication style can be assessed as an implication of the culture of the three Minang, Javanese, and Bugis communities. Keywords: Culture; Communication Style; ; Javanese Society; The Bugis Community.

Abstrak Penelitian ini bertujuan menganalisis gaya komunikasi yang berkembang di masyarakat Minangkabau, Jawa, dan Bugis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif teknik pengumpulan data wawancara mendalam (in-depth), pengamatan (obsevasi), dokumentasi, dan literatur. Wawancara dan observasi dilakukan di tiga kota penting: Padang (untuk mencermati gaya komunikasi masyarakat Minangkabau), Surakarta (untuk mencermati gaya komunikasi masyarakat Jawa), dan Makassar (untuk mencermati gaya komunikasi masyarakat Bugis). Hasil peneltian ini mendeskripsikan gaya komunikasi yang berkembang di masyarakat Minangkabau, Jawa, dan Bugis dengan memberikan titik berat pada empat aspek: (a) kecenderungan dalam penggunaan kata benda atau kata kerja (nouniness and verbiness), (b) penggunaan kalimat pasif atau aktif, (c) penggunaan cara pengutaraan gagasan secara langsung (direct) ataukah tidak langsung (indirect), dan (d) penggunaan kata-kata atau kalimat ketika mendapati diri berbeda posisi pendapat atau pandangan dengan orang lain yang menjadi partner dalam berbincang. Perbedaan di keempat aspek gaya komunikasi tersebut dapat dinilai sebagai implikasi dari kebudayaan dari ketiga masyarakat Minang, Jawa dan Bugis. Kata kunci: Kebudayaan; Gaya Komunikasi; Masyarakat Minangkabau; Masyarakat Jawa; Masyarakat Bugis.

Pendahuluan Indonesia (NKRI). Dari perspektif komunikasi, Indonesia memiliki kemajemukan kelompok dapat dikatakan bahwa upaya merawat integrasi- etnis terkait adanya kebudayaan. Kemajemukan harmoni membutuhkan paradigma yang lebih masyarakat Indonesia ditandai oleh beragam bersifat konvergensif di antara para pelibat di masyarakat dan kebudayaan termasuk kalangan masyarakat baik di tingkat kolektif misalnya ada kelompok masyarakat dan/atau maupun jalinan hubungan antar pribadi. Jalinan kebudayaan Jawa, Aceh, Minangkabau, Bugis, komunikasi yang berparadigma konvergensi Dayak, dan . Kondisi demikian membutuhkan pemahaman yang memadai meniscayakan perawatan untuk mewujudkan mengenai kebudayaan masyarakat yang harmoni dan integrasi demi terbinanya berbeda-beda termasuk gaya komunikasi dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara masing-masing masyarakat atau kebudayaan dalam suatu wadah Negara Kesatuan Republik bersangkutan, inilah menjadi urgensi penelitian. 249 250 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 249-261

Gaya komunikasi (communication style) ini pewarisan yang dimaksud tidak selalu merupakan cara dengan mana seseorang dilakukan secara sengaja dengan tujuan tertentu berinteraksi dan bertukar informasi dengan secara sistematis namun bersifat alamiah seperti orang lain. Setiap individu menjalani kehidupan misalnya yang banyak sekali terjadi ketika bermasyarakat bersama dengan orang lain generasi yang lebih muda berinteraksi dengan dan karenanya menjadi warga atau bagian dari orang-orang dari generasi yang lebih tua atau kelompok masyarakat di dalam mana orang sebaliknya. Menurut Cloud (2013), kebudayaan bersangkutan berada (Karell, 2018). Pemahaman merupakan “....sets of human behavior that mengenai gaya komunikasi sangat diperlukan are passed down from one generation to the dalam jalinan komunikasi untuk menuju next. This transmission of culture isn’t always harmoni hubungan; baik hubungan internal di purposeful, and may take place anywhere that antara sesama warga kelompok masyarakat young people can interact with older people.” maupun hubungan dengan orang atau warga dari Para peneliti terdahulu seperti Taylor – kelompok masyarakat lain. Jalinan komunikasi seorang antropolog Inggris 1832-1917 – (Prinz, terjadi antara orang dari masyarakat atau 2011) menggunakan konsep kebudayaan budaya yang satu (misalnya masyarakat Jawa) (culture) sebagai “the full range of learned dengan orang dari masyarakat lain (misalnya human behavior patterns” yang kompleksitas masyarakat Minangkabau atau Bugis). Arti cakupannya termasuk hal-hal seperti “.... penting dari komunikasi adalah tercipta knowledge, belief, art, law, morals, custom, pemahaman bersama (mutual understanding) and any other capabilities and habits acquired untuk tindakan bersama (mutual action) dalam by man as a member of society.” Antropolog jalinan komunikasi yang bersifat konvergen. generasi berikutnya seperti Geertz (Prinz, 2011) Nilai-nilai kebudayaan yang melatarbelakangi membahas kebudayaan dengan memberikan orang yang terlibat dalam jalinan komunikasi penekanan pada persoalan pola-pola transmisi harus diperhatikan. Dengan pemahaman yang bersifat historis mengenai makna-makna yang memadai, diharapkan adanya saling pengertian, terkemas dalam berbagai bentuk simbol; atau dapat dikurangi atau dihindari kesalahpahaman dalam kata-kata Geertz kebudayaan notabene (misunderstanding) dan/atau salah persepsi adalah: “.... an historically transmitted pattern (misperception). Hal ini urgen untuk membantu of meanings embodied in symbols.” Definisi memperkokoh harmoni dan persatuan nasional. lain dari Malinowski (Prinz, 2011) mengatakan Harmoni dan persatuan mensyaratkan adanya bahwa kebudayaan merupakan “.... a well saling pengertian dan saling memahami di organized unity divided into two fundamental antara individu dan/atau masyarakat dengan aspects—a body of artifacts and a system latarbelakang kebudayaan yang berbeda-beda. of customs.” Definisi dari Malinowski ini Konsep kebudayaan merupakan konsep memberikan penegasan mengenai dua sifat dari yang tidak mudah untuk didefinisikan. Hal kebudayaan yakni artifak (mewujud secara fisik) demikian dikarenakan adanya banyak sekali dan non-artifak (tidak mewujud secara fisik) – kalangan peneliti menggunakan konsep ini berupa nilai serta kebiasaan-kebiasaan, dan dapat dengan pemahaman masing-masing sesuai diamati melalui perilaku serta praktik kehidupan dengan bidang keilmuan yang ditekuni. Dari masyarakat sehari-hari. Koentjaraningrat (1974) kalangan ilmu antropologi, misalnya, konsep merupakan perintis ilmu antrologi di Indonesia, kebudayaan sering dimaknai sebagai perangkat mengemukakan bahwa konsep kebudayaan, perilaku manusia yang terwariskan dari suatu terutama bagi kalangan ilmu sosial, memiliki generasi ke generasi berikutnya. Dalam kaitan cakupan arti yang juga sangat luas yakni meliputi Pawito et al. Nilai budaya dan Gaya Komunikasi Warga ...251

“seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya pada (atau dianut oleh) masing-masing warga manusia .....” Menurut Koentjaraningrat, terdapat masyarakat etnis bersangkutan termasuk gaya tujuh aspek kebudayaan (Koentjaraningrat komunikasi (communication style). Kebudayaan menyebutnya sebagai unsur-unsur): (1) Sistem merupakan suatu entitas yang dipelajari religi dan upacara keagamaan, (2) Sistem yang karena itu setiap orang menggunakan dan organisasi kemasyarakatan, (3) Sistem pengalaman dan nilai-nilai sosial-budaya pengetahuan, (4) Bahasa: suatu aspek yang paling masyarakat di dalam mana orang bersangkutan dekat dengan komunikasi serta gaya komunikasi, menjadi warganya sebagai acuan nilai dalam (5) Kesenian, (6) Sistem mata pencaharian menjalin komunikasi dengan orang lain. hidup, dan (7) Sistem tehnologi dan peralatan. Hal demikian menguatkan pandangan bahwa Konsep komunikasi kerapkali dipahami perbedaan-perbedaan dalam latarbelakang sebagai proses jalinan hubungan interaksi kebudayaan memungkinkan adanya perbedaan- antar manusia dengan menggunakan lambang- perbedaan dalam gaya berkomunikasi; atau lambang atau simbol termasuk dan terutama dengan kata lain kebudayaan membawa adalah lambang-lambang bahasa. Proses jalinan dampak pada gaya komunikasi. Terkait dengan yang dimaksud melibatkan setidaknya dua pihak hal ini Giri (2006) mengemukakan penegasan partisipan yang saling bertukar lambing atau pesan bahwa antara komunikasi dengan kebudayaan antara komunikator (pemrakarsa penyampai merupakan dua entitas yang saling berpengaruh pesan) dan komunikan (penerima pesan); satu terhadap yang lain atau mengutip kata-kata dengan pengertian terdapat pergantian peran di Giri: “Communication and cuture have a great antara keduanya dalam suatu jalinan komunikasi influence on each other.” Aadanya perbedaan- dan/atau interaksi sosial yang berproses dalam perbedaan-perbedaan dalam gaya komunikasi sistem sosial dengan perangkat nilai-niai sosial di antara berbagai kelompok masyarakat dan kebudayaan yang melingkupi. Pemahaman disebabkan oleh perbedaan-perbedaan budaya. tersebut memberikan suatu perspektif Dalam literatur dan khazanah teori pandangan bahwa persoalan komunikasi komunikasi konsep gaya komunikasi sebenarnya adalah juga persoalan kebudayaan. (communication style) sering dimaknai sebagai Artinya, penggunaan lambang-lambang atau kecenderungan umum dalam berkomunikasi simbol dalam proses jalinan interaksi di antara terutama komunikasi antar pribadi yang para pelibat (participants) merupakan unsur merupakan pola pengorganisasian hubungan dari proses kebudayaan yang lebih besar. interaksi dengan menggunakan lambang- Pandangan demikian membawa konsekuensi lambang bahasa verbal maupun nonverbal bahwa komunikasi merupakan perekat bagi (Panisoara et.al, 2015; Norton, 1983; Klopf para pihak yang terlibat dalam proses jalinan dan Cambara, 1981). Mencermati pemaknaan interaksi. Individu (atau mungkin kelompok) demikian maka dapat dikatakan bahwa konteks warga masyarakat Jawa menjalin interaksi gaya komunikasi lebih terletak terutama pada dengan individua atau kelompok warga komunikasi antar pribadi, terutama sekali yang masyarakat Minangkabau atau mungkin dengan berlangsung secara verbal dan teristimewa individua tau kelompok warga masyarakat Bugis dalam jalinan komunikasi antar budaya. untuk kepentingan atau urusan-urusan tertentu Hall, Gudykunst, membahas cara di samping dengan individu atau kelompok pandang mengenai gaya komunikasi masyarakat Jawa sendiri. Dalam konteks demikian dengan menggolongkannya ke dalam dua maka dapat dipahami arti penting dari kebiasaan- kecenderungan umum yakni high context kebiasaan serta nilai-nilai sosial-budaya yang ada dan low context culture dengan berpijak pada 252 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 249-261 keyakinan bahwa kebudayaan dapat dicermati ini sebagai objek karena ketiganya adalah melalui bentuk dan/atau sifat dari penyampaian sama-sama tergolong masyarakat ras Melayu. pesan dalam jalinan komunikasi warga Gaya komunikasi dicermati melalui empat masyarakat (Yang, 2016). Gaya komunikasi aspek: (a) kecenderungan dalam penggunaan high context ditandai antara lain oleh sifat atau kata benda atau kata kerja (nouniness and kecenderungan berkata-kata dalam bahasa verbiness), (b) penggunaan kalimat pasif atau yang tidak langsung (indirect), penuh perasaan aktif, (c) penggunaan cara pengutaraan gagasan banyak melibatkan emotional intelligence, lebih secara langsung (direct) ataukah tidak langsung banyak mengemukakan gambaran-gambaran (indirect), (d) penggunaan kata-kata atau kalimat atau alasan-alasan, dan kerapkali menggunakan ketika mendapati diri berbeda posisi pendapat diam (silence) sebagai bahasa; sementara gaya atau pandangan dengan orang lain yang menjadi low context ditandai oleh sifat-sifat sebaliknya partner berkomunikasi. Tambahan aspek terakhir seperti cenderung lebih bersifat terbuka, menjadi kebaruan (novelty) dari penelitian ini. langsung, dan menunjukkan posisi pendapat (contentious), dan kerapkali disertai upaya Metode Penelitian mempengaruhi (implisit ataupun eksplisit). Penelitian ini menggunakan pendekatan Mulkeen (2016) menawarkan contoh kualitatif interpretif, bertolak dari filsafat unsur atau aspek dari gaya komunikasi yang fenomenologi yang memandang pengalaman, diyakininya sebagai konsekeunsi atau dampak terutama sekali pengalaman dari orang pertama dari kebudayaan yakni (a) kecenderunan (pengalaman langsung dari pelaku yakni orang- dalam penggunaan kata benda atau kata kerja orang atau warga atau anggota masyarakat (nouniness and verbiness), (b) kecenderungan yang diamati) sebagai unsur pokok dari sumber dalam penggunaan kalimat pasif ataukah kalimat pengetahuan (Bhattacherjee, 2012; Smith, aktif, dan (c) kecenderungan penggunaan cara 2013). Sebagaimana dikatakan Smith (2013), pengutaraan gagasan secara langsung (direct, kata fenomenologi secara harfiah berarti studi low context) ataukah tidak langsung (indirect, mengenai gejala (phenomena) – yakni gejala high context). Unsur yang dicontohkan oleh yang menjadi objek penyelidikan. Smith Mulkeen ini masih dapat diteruskan atau mengatakan bahwa fenomenologi “ .....studies diperpanjang misalnya dengan menambahkan conscious experience as experienced from kemungkinan bagaimana kecenderungan umum the subjective or first person point of .”view diri berbeda posisi baik dalam hal pendapat, Paradigma konstruktivisme ini dipilih terutama pandangan, data/informasi/fakta mengenai karena penelitian ini pada dasarnya adalah persoalan yang saling diperbincangkan, penelitian mengenai manusia (masyarakat) kecenderungan umum kata-kata yang digunakan dengan kebudayaannya yang unik – khususnya ketika seseorang menemukan diri keliru atau yakni gaya komunikasi di ketiga kelompok salah, dan bagaimana kecenderungan umum masyarakat atau budaya Jawa, Minang dan Bugis kata-kata atau bahasa yang digunakan ketika – yang memiliki perbedaan maupun kesamaan. seseorang menemukan bahwa orang lain dengan Metode studi kasus (case study) bersifat siapa dirinya menjalin komunikasi ternyata jamak (multiple-cases study) digunakan dalam salah termasuk ketika ada orang lain (mungkin penelitian ini untuk membandingkan tiga kasus orang banyak) sedang ada bersamanya. yang berbeda yakni tiga kelompok masyarakat Bertolak dari latarbelakang itu, maka dengan kebudayaannya masing-masing: yakni penelitian ini bertujuan untuk menganalisis masyarakat Minangkabau, masyarakat Jawa kecenderungan persamaan dan perbedaan dan masyarakat Bugis. Gaya komunikasi gaya komunikasi khususnya masyarakat Jawa, ketiga kelompok masyarakat ini diteliti masyarakat Minangkabau, dan masyarakat Bugis. dan kemudian dibandingkan, diidentifikasi Alasan pemilihan ketiga kelompok masyarakat perbedaan serta persamaan yang ada dengan Pawito et al. Nilai budaya dan Gaya Komunikasi Warga ...253 titik berat empat aspek sebagaimana sudah Kecenderungan penggunaan kata kerja - kata dikemukakan sebelumnya. Keunikan dari studi benda kasus sebagai suatu metode penelitian ilmiah, Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam seperti dikatakan oleh Fidel (1983), adalah percakapan sehari-hari, warga masyarakat bahwa metode ini bersifat penelitian lapangan Minangkabau lebih sering menggunakan kata ini diarahkan secara khusus untuk mencermati kerja dibandingkan dengan kata benda dalam gejala sebagaimana adanya tanpa ada intervensi memulai percakapan. Hal demikian terlihat yang signifikan dari peneiti. Perolehan dari dari percakapan dalam kehidupan sehari-hari metode ini terutama adalah untuk menghasilkan seperti misalnya sebagai berikut: “Makanlah pemahaman yang komprehensif dan holistik mangkuk itu, enaknya saat masih panas mengenai gejala/kasus yang ditelti dan sekaligus begitu”. “Jangan mengikuti apa kata orang juga menghasilkan proposisi ilmiah teoritis terus, yang punya hidup kita, ya kita yang tahu.” berkenaan dengan gejala-gejala yang dicermati. Dalam kaitan ini seorang sumber Ans. (54, Pengumpulan data dengan teknik wawancara L) menjelaskan bahwa pada dasarnya orang mendalam (in-depth interview), observasi, dan Minang memang lebih banyak menggunakan pemanfaatan bahan-bahan dokumen dan literatur. kata kerja dibanding dengan kata benda. Hal Wawancara melibatkan 25 orang di ketiga kota: demikian disebabkan oleh karakter dari orang Padang (8 orang masyarakat Minangkabau), Minangkabau yang berpegang pada prinsip Surakarta atau Solo (10 orang masyarakat Jawa), mengutamakan kontribusi untuk sesama di dan Makassar (7 orang masyarakat Bugis). samping kenyataan bahwa orang Minang memiliki kebiasaan merantau dan berdagang. Informan diambil secara purposive terutama Lebih tepatnya Ans, menuturkan bahwa Orang maximum variation sampling untuk masing- Minang lebih banyak menggunakan kata kerja masing klompok masyarakat atau budaya, [terutama di bagian awal penuturan]; hal ini dengan mempertimbangkan latarbelakang mungkin karena sifat orang Minang yang sumber. Untuk kepentingan analisis dan validitas punya prinsip untuk berkontribusi dahulu baru data, digunakan tehnik triangulasi terutama mengharap imbalan kemudian; dan orang kita itu triangulasi sumber. Analisis dilakukan dengan [orang Minang – pen.] suke mengayomi sesama. melakukan reduksi data serta pengelompokan Kemudian kebiasaan merantau dan berdagang data berdasar kecenderungan atau tema; membuat orang Minang memiliki pola pemberian interpretasi terhadap kecenderungan- bertutur lebih banyak menggunakan kata kerja. kecenderungan data untuk dapat dibuatkan kesimpulan mengacu pada tujuan penelitian. Kecenderungan penggunaan kalimat aktif- pasif Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan masyarakat Gaya komunikasi masyarakat Minangkabau Minangkabau lebih sering menggunakan kalimat Secara geografis, masyarakat Minangkabau aktif dibandingkan dengan kalimat pasif. Dapat menempati wilayah budaya Minangkabau, dikatakan bahwa hal demikian merupakan tepatnya di Provinsi Sumatera Barat yang konsekuensi dari lebih banyaknya penggunaan berpusat di Kota Padang. Masyarakat kata kerja dibanding dengan kata benda. Minangkabau dikenal senang merantau. Penggunaan kalimat aktif banyak sekali dijumpai Masyarakat Minang sebenarnya kedapatan dalam kalimat berita, termasuk yang menyangkut di seluruh penjuru negeri bahkan juga di luar diri sendiri maupun orang atau sesuatu yang lain negeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: sebagai pokok kalimat. Penuturan dengan gaya 254 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 249-261 demikian sangat lazim dijumpai di kalangan Masyarakat Minang. Pantun dan kemudian juga masyarakat Minang. Sebagai contoh, ketika Gurindam merupakan bentuk-bentuk keindahan seseorang menceriterakan bahwa dirinya sudah serta ketinggian budaya Minang dalam bertutur melamar pekerjaan ke sana dan ke mari termasuk kata yang kesemuanya bersifat tidak langsug. melamar di perkebunan kelapa sawit maka kalimat Adr. kemudian menambahkan sebagai berikut. yang digunakan kurang-lebih sebagai berikut: Orang Minang itu arif dan bijaksana, punya “Sudah banyak saya melamar pekerjaan; perasaan yang mendalam, dan sangat menunjung ini di perkebunan sawit saya [juga] lamar; tapi tinggi adat dan sopan-santun. Karena ini maka ya itu harus siap di pelosok kampong. Kemaren orang Minang banyak memakai kiasan, cenderung anak-anak itu [mem]bantu ibu mengisi rapor tersamar atau mungkin menyindir supaya tidak yang setumpuk itu, untung ada yang mau bantu.” ada kesan lansung [frontal] dan kasar. Orang Lebih lanjut dalam kalimat ajakan atau Minang tau dengan kato nan ampek, yang menjawab pertanyaan ternyata kalimat aktif kato malereang itu lah penerapan kiasan yang juga lebih sering digunakan. Seorang informan sebenarnya. Fer. (50 th. ), sejalan dengan Adr. Dsr. (23 th.) menjelaskan hal ini dengan menjelaskan hal tersebut dengan mengatakan: mengkaitkannya dengan kebiasaan-kebiasaan Orang kita [orang Minang – pen.] kalau yang berkembang dalam masyarakat Minang. berbicara itu penuh akan isyarat, [tidak “Kalau untuk penggunaan kalimat aktif [ataukah] langsung – pen.] – jadi hati-hati kalau pasif itu sama saja – ya apa yang biasa dipakai berbicara kepada orang lain, dan tidak bisa itu yang diucapkan,” demikian Dsr. menjelaskan. sembarangan saja. Orang Minang itu kan tau tenggang rasa, tau dengan [perasaan] malu. Kalimat Lansung atau Tidak Langsung Hasil penelitian menunjukkan bahwa Respon Terhadap Perbedaan Pendapat masyarakat Minang cenderung memiliki gaya Dalam percakapan sehari-hari, nampak komunikasi tidak langsung (indirect). Hal kecenderungan bahwa masyarakat Minangkabau demikian sangat erat terkait dengan kebiasaan cenderung kuat dalam mempertahankan apa berbalas pantun dalam masyarakat Minangkabau. yang mereka yakini benar. Hal ini memengaruhi Kecenderungan seperti ini memberikan situasi komunikasi yang ada, seperti jika isyarat bahwa bagi masyarakat Minangkabau, memiliki perbedaan pendapat dengan komunikasi merupakan suatu proses yang lawan bicara. Data yang berhasil dihimpun kompleks. Hal ini juga menandai sifat budaya menunjukkan bahwa mempertahankan pendapat Minang yang cenderung high context meminjam atau keyakinan (berargumen) sangat mewarnai istilah Hall dan juga Gudykunst sebagaimana jalinan komunikasi antar pribadi di kalangan dikemukakan di bagian awal. Gaya komunikasi warga masyarakat Minangkabau. Sepintas hal tidak langsung ini bagi masyarakat Minang ini merupakan gejala paradoksal dengan yang dijumpai dalam beberapa bentuk termasuk sebelumnya dikatakan bahwa masyarakat Minang pengibaratan, penghalusan dan juga sindiran. cenderung berhati-hati yang mengutamakan Adr. (63 th. – pensiunan PNS) menjelaskan kearifan. Dalam konteks ini, sebagaimana hal ini dengan menunjukkan sifat orang Minang nampak melalui banyak kenyataan, diarahkan yang suka mengutamakan kearifan sehingga untuk mencapai kesepakatan (kemufakatan); kehati-hatian dalam berbicara merupakan hal “Sebenarnya orang Minang itu bukannya tidak suka dengan si X, tapi orang-orang yang sangat penting dalam jalinan hubungan yang ada dibelakangnya itu [orang-orang dengan orang lain. Hal demikian tersosialisasikan di belakang X]; jadi si X bisa disuruh-suruh secara turun-temurun sehinga mewarnai budaya seperti pembantu saja (W, 21 th., mhsw).” Pawito et al. Nilai budaya dan Gaya Komunikasi Warga ...255

W. (21 th.) menjelaskan hal ini dengan Sejalan dengan Wd. Sumber lain Prt. (48 menunjuk tujuan berdebat yakni untuk th.) mengatakan bahwa orang Jawa terutama mencari kebenaran untuk disepakati dan hal di wilayah Solo dan Yogyakarta dan sekitarnya ini merupakan kebiasaan yang sudah lama sangat memperhatikan partner berbicara dalam terwariskan secara turun-temurun dari generasi menjalin komunikasi termasuk kemungkinan ke generasi baik yang mengambil konteks adat perubahan wajah serta intonasi dan bahasa (sambah kato) maupun konteks informal seperti tubuh. “Karena hal demikian maka agak sulit di warung-warung (ota lapau). “Urang minang sebenarnya mengatakan sesuatu bahwa orang Jawa begini atau begitu dalam berkomunikasi,” tu suko berdebat, berhujjah mancari suatu demikian Prt. mengemukakan penjelasan. kebenaran atau kesepakatan, jadi kalau ado nan “Walau demikian dala, banyak hal orang taraso alun sasuai, pasti disemba juo tu sampai Jawa bisa menampakkan kejelasan dalam ado kesepakatan baduo”, demikian kata Adr. bersikap sehingga kecenderungan penggunaan kata kerja mungkin dapat dikatakan lebih Gaya Komunikasi Masyarakat Jawa menonjol dibandingkan dengan kata benda. Kecenderungan Penggunaan Kata Kerja - Kalimat bernuansa perintah: ‘Selesaikan Kata Benda dulu urusan itu, kemudian beritahu saya Masyarakat Jawa, sangat mementingkan tentang perkembangnnya’ nampaknya lebih keseimbangan dan harmoni. Tidak mudah lazim digunakan oleh orang Jawa dalam mengidentifikasi kecenderungan penggunaan berkomunikasi dibandingkan misalnya dengan: kata benda dan kata kerja dalam jalinan ‘Urusan itu selesaikan dulu, dan kemudian komunikasi. Kendati demikian kalau harus perkembangnnya beritahukan kepada saya,” dikatakan mana yang lebih sering digunakan antara kedua jenis kata tersebut maka ada kesan Kecenderungan Penggunaan Kalimat Aktif- bahwa kata kerja, untuk berbagai konteks, Pasif lebih banyak digunakan. Hal ini terlihat dalam Tidak mudah membuat generalisasi kalimat berita mengenai berapa lama waktu mengenai kecenderungan masyarakat Jawa yang dibutuhkan untuk penyelesaian sebuah dalam menggunakan kalimat aktif ataukah pasif dalam percakapan sehari-hari. Seringkali pekerjaan maka kalimat yang digunakan kurang warga masyarakat Jawa menggunakan kalimat lebih: “Butuh waktu tiga bulan untuk dapat aktif namun seringkali juga kalimat pasif juga menyelesaikan proyek itu”, walau memang lazim digunakan. Ada kesan bahwa perbedaan kalimat lain seperti: “Proyek itu butuh waktu antara penggunaan kalimat aktif atau pasif tiga bulan untuk menyelesaikannya” juga sering tidak terlalu menyolok. Yang lebih menyolok digunakan. Berkenaan dengan hal ini seorang sebenarnya adalah penggunaan kata-kata yang informan Wd. (52 th.) mengatakan sebagai berikut: bersifat memperhalus (eufemisme) dan kalimat “Orang Jawa memang suka bekerja keras; tetapi ada keseimbangan termasuk yang bersifat campuran antara bahasa Indonesia penghargaan terhadap materi (benda), dengan bahasa Jawa. Dalam kehidupan sehari- bahkan juga hal-hal bersifat non-materi hari, apabila terjadi perbincangan antara dua seperti kepuasan batin serta ekspresi orang yang relatif sederajat maka kecenderungan penghambaan. Karena hal tersebut maka sesungguhnya agak sukar mengatakan penggunaan kalimat kurang lebih akan sebagai segala sesuatu secara hitam-putih berikut: “Pak Lurah telah menyuruh orang berkenaan dengan kebudayaan Jawa untuk memperbaiki tanggul saluran yang jebol termasuk dalam hal gaya berkomunikasi” karena hujan semalam.” Atau, dalam konteks 256 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 249-261 atau urusan lain mungkin akan bernuansa Kalimat Langsung atau Tidak Langsung sebagai berikut: “Pak Hadi meminta saya Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menambah lagi persediaan semen supaya masyarakat Jawa lebih sering menggunakan tidak terjadi keterlambatan dalam pengerjaan kalimat tidak langsung dibandingkan dengan bangunan itu.” Kedua kalimat sebagaimana kalimat langsung. Penghargaan yang tinggi baru saja dikemukakan tadi merupakan terhadap keseimbangan dan keharmonisan kalimat aktif. Kalimat pasif juga sangat lazim mengharuskan orang Jawa lebih cermat dalam mengemukakan pikiran dalam suatu jalinan digunakan oleh orang Jawa dalam percakapan komunikasi dengan orang lain. Di samping itu sehari-hari. Kalimat yang dimaksud misalnya kecenderungan sikap rela mengalah demi tetap sebagai berikut: ”Pekan lalu saya diajak makan terjaminnya kebersamaan juga seringkali muncul siang oleh Bu Halimah di rumah makan itu.” dalam perbincangan dalam kehidupan sehari- Atau kalimat pasif lain seperti: “Nama itu hari. Hal-hal seperti pilihan kata (diksi) dan sudah dimasukkan ke dalam daftar pemesan.” rumusan serta sifat kalimat yang digunakan dalam Terkait kalimat aktif-pasif, M. berkomunikasi sehari-hari biasanya diharapkan (60, L., pengamat budaya) menjelaskan untuk tidak membuat orang lain menjadi agak panjang lebar sebagai berikut. tersinggung atau tersakiti hatinya, atau menjadi Penggunaan kalimat aktif atau pasif agak dipermalukan. Kalimat bersifat langsung lebih bergantung pada siapa berkomunikasi dengan banyak dijumpai dalam kalimat perintah misalnya siapa. Kalau komunikasi berlangsung antara oleh orangtua kepada anak atau oleh majikan dua orang teman atau dua orang yang memiliki kepada buruh. M. (60, L, pengamat budaya) hubungan akrab maka kalimat aktif lebih sering menjelaskan hal demikian sebagai berikut. digunakan; tetapi apabila tidak demikian maka Kebudayaan masyarakat Jawa sangat kaya kalimat pasif yang digunakan. Dengan demikian akan simbol. Karena itu di dalam berkomunikasi, yang lebih sering digunakan adalah kata-kata, termasuk bertutur, masyarakat Jawa lebih sering bersifat simbolik dan tidak bersifat langsung. misalnya, “Ibu menyuruh saya ke sini untuk Termasuk berkomunikasi tidak langsung memberikan mangga ini,” dan bukan “Saya adalah apa yang dikenal luas sebagai sindiran. disuruh Ibu ke sini untuk memberikan mangga Eufemisme [penghalusan makna] merupakan ini.” Tetapi apabila percakapan berlangsung sebagian dari unsur membangun kalimat tidak di antara orang yang tidak begitu akrab atau langsung. Apabila hendak mengemukakan percakapan dengan orang yang sangat dihormati saran supaya seseorang [partner berkomunikasi maka hal sebaliknya yang terjadi. Hal demikian – pen.] segera pergi atau pulang karena waktu menandai sikap kehati-hatian menjalin hubungan sudah terlalu sore maka orang bersangkutan komunikasi walau penggunaan kedua jenis cenderung akan memilih kata-kata kurang lebih: kalimat tadi juga agak sumir [perbedaan kurang “Iya ... hal ini mungkin dapat kita bicarakan signifikan]. Yang lebih menyolok sebenarnya lebih lanjut nanti;” dan bukan misalnya adalah penggunaan kata-kata bersifat eufemistik “Wah ... maaf sudah sore ini rupanya ya ... “ (menghaluskan) serta pilihan kata atau kalimat dalam tingkat halus (krama) sehingga seringkali, Respon Terhadap Perbedaan Pendapat walau tidak selalu, terjadi penggunaan bahasa Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang bersifat campuran antara bahasa Jawa masyarakat Jawa sangat menghargai halus dengan bahasa Indonesia seperti misalnya: keseimbangan dan menjunjung tinggi harmoni “Inggih ... Bapak tinggal paring dhawuh saja” (Iya termasuk yang berkaitan dengan jalinan .... Bapak tinggal beri perintah kepada saya saja). hubungan dengan orang lain dan berkomunikasi. Pawito et al. Nilai budaya dan Gaya Komunikasi Warga ...257

Orang Jawa seringkali mengalami kesulitan Gaya Komunikasi Masyarakat Bugis ketika harus mengambil sikap saat menyadari Kecenderungan penggunaan kata kerja - kata bahwa antara dirinya dengan partner berbicara benda memang terdapat perbedaan pendapat atau Orang Bugis sangat dikenal luas sebagai pandangan. Apa yang lebih sering terjadi orang pemberani, mandiri, dan lugas. Kebiasaan ketika berkembang suasana demikian adalah mengarungi lautan serta tempaan cuaca panas sikap mengalah setelah mengingatkan dan/atau serta deburan ombak membuat orang Bugis pada menyampaikan penegasan, misalnya dengan umumnya memiliki karakter terbuka dan tak gentar kata-kata “inggih sampun” (ya sudah – dalam menghadapi tantangan. Orang Bugis memiliki nuansa lebih menghirmati), atau “luweh” (ya budaya siri (rasa malu terpaut terutama dengan sudah, tapi resiko ditanggung sendiri – dalam haga diri). Budaya ini memiliki empat elemen nuansa lebih sederajat). Perdebatan sampai utama: (a) ripakasiri (rasa malu berhubungan tingkat tertentu bisa terjadi apabila perbincangan dengan harga diri secara pribadi), (b) mappakasiri menyangkut hal-hal yang bersifat prinsipiil; (berhubungan dengan etos kerja), (c) tappela namun dalam banyak hal sepakat untuk tidak siri (berhubungan dengan tanggungjawab dan sepakat kerapkali terjadi. Berkenaan dengan janji), dan (d) mate siri (berhubungan dengan hal ini Spt. (48, P, Guru) menjelaskan bahwa keyakinan iman) (Azizah, 2014; Bitar, 2017). Orang Jawa pada umumnya meyakini bahwa Dengan latarbelakang sebagaimana baru kebersamaan merupakan hal yang utama dalam saja dikemukakan maka berkenaan dengan kehidupan bermasyarakat. Kebersamaan hanya gaya komunikasi khususnya terkait dengan bisa dibangun dengan kerelaan untuk mengalah penggunaan kata kerja dan kata benda, terdapat dan berkorban sehingga tercipta keseimbangan kesan bahwa orang Bugis cenderung lebih dan harmoni. Perbedaan pendapat atau pandangan kadangkala memang dirasakan sebagai hal banyak menggunakan kata kerja dibandingkan mengganggu. Karena itu tindakan mengingatkan dengan kata benda dalam percakapan sehari- atau mungkin mengajak merupakan hal penting hari. Hal demikian nampak misalnya ketika dalam jalinan komunikasi untuk kebersamaan. seseorang hendak menyatakan bahwa dirinya Namun demikian apabila tidak dapat juga dicapai akan membawa makan siang ke tempat kesekatakan maka sikap melepaskan diri dari kerja maka orang bersangkutan cenderung urusan kemudian menjadi pilihan sikap – yang menggunakan kalimat yang kurang lebih biasanya disampaikan dengan kata-kata “inggih sebagai berikut: “Saya akan bawa makan sampun’ atau “luweh”. Hal demikian merupakan siang ke kantor; tidak sarapan di rumah karena sikap membiarkan diri masing-masing waktunya mepet sekali.” Atau ketika seseorang berada dalam keyakinan yang dipegangnya. merespon adanya undangan untuk hadir di Sejalan dengan dengan Spt., Swd suatu acara, misalnya pernikahan, maka orang (60, L, pensiunan) menguraikan bersangkutan akan menggunakan kalimat yang hal tersebut sebagi berikut: tersusun kurang lebih sebagai berikut: “Iya, “Selagi persoalan yang saling terimakasih, ya. Kami akan datang Insya Allah. diperbincangkan tidak menyangkut Sampaikan salam kami kepada beliau; dan pengambilan hak atau merendahkan martabat maka jarang sekali terjadi perdebatan katakan bahwa kami Insya Allah akan datang.” yang berkepanjangan. Sikap mengalah Seorang sumber atau informan Br. (54 th) namun dalam nuansa tidak mau ikut- mengatakan bahwa Orang Bugis memang lebih ikutan merupakan kecenderungan umum banyak menggunakan kata kerja dibandingkan dari orang Jawa apabila terjadi perbedaan pandangan dan upaya mencapai kesepakatan dengan kata benda; karena orang Bugis sudah tidak mungkin lagi dicapai” adalah pekerja keras dan pantang menyerah. 258 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 249-261

Orang Bugis bukan hanya terbuka tetapi Kalimat Langsung atau Tidak Langsung juga pemberani. Lautan luas, ombak yang Data hasil penelitian menunjukkan bahwa bergulung-gulung, dan udara yang panas; semua masyarakat Bugis cenderung berbicara dengan merupakan bagian dari kehidupan orang Bugis. kalimat langsung (direct) terutama apabila perbincangan menyangkut hal yang bersifat Kecenderungan Penggunaan Kalimat Aktif- umum – menyangkut isu publik, persoalan setempat (lokal), dan kepentingan bersama serta Pasif urusan pekerjaan. Inilah sebabnya maka sering Hasil peneilitian menunjukkan bahwa warga muncul anggapan yang bersifat stereotipik masyarakat Bugis pada umumnya lebih banyak walau tidak selalu benar bahwa orang Bugis menggunakan kalimat aktif dibandingkan cenderung temparemen. Ada hal yang menarik dengan kalimat pasif dalam percakapan sehari- dalam hubungan ini; yakni ketika perbincangan hari. Hal demikian dapat dikatakan sebagai menyangkut urusan pribadi dan/atau hal sensitif konsekuensi dari lebih seringnya digunakan kata maka biasanya kedua partisipan komunikasi kerja dibanding dengan kata benda. Kalimat cenderung saling menunggu, saling menjaga diri. sebagaimana dicontohkan di atas menguatkan Dalam kaitan ini nampaknya berlaku semacam pandangan demikian. Juga, contoh kalimat dalil bahwa semakin sensitif isu/persoalan lain, ketika seseorang menceriterakan perihal yang saling diperbincangkan maka akan bahwa titipan sudah disampaikan maka kalimat semakin ketat pula partisipan komunikasi saling yang digunakan cenderung: “Sudah ki; saya menjaga diri (bersikap hati-hati). Seperti dalam sudah sampaikan itu titipan kemarin kepada kutipan wawancara langsung yang dilakukan beliau. Beliau yang menerima langsung.” pada informan (R. 20 th., pemilik kedai kopi), “Saya mau bikin kedai kopi tapi sudah Sn. (46 th.) ketika diwawancari mengenai hal terlalu banyak di sini. Orang Makassar lebih ini menjelaskan panjang-lebar sebagai berikut. pilih beli makanan ringan harga 30 ribu dari “Kita orang Bugis mewarisi tradisi dan pada beli makanan berat seharga 30 ribu; kebudayaan yang bersifat terbuka. Pekerjaan itu riil. Target bisnis sebenarnya itu. Lihat atau profesi sebagai pasompe (nelayan- Maichi itu; kenapa dia bisa laris seperti itu”. pedagang) membuat orang Bugis menjadi Dari wawancara dapat dilihat bahwa kalimat pemberani tetapi juga akomodatif terhadap perubahan tetapi sekaligus juga menjaga yang disampaikan orang Bugis cenderung lugas, nilai-nilai kebudayaan atau adat kebiasaan tegas, dan langsung pada inti permasalahan. yang menginspirasi atau mungkin mendorong Mereka menghindari penggunaan kalimat yang perubahan. Bertemunya agama dengan adat melingkar berbelit-belit atau menggunakan kebiasaan merupakan contoh nyata untuk hal ini. Kota Makassar berkembang menjadi perumpamaan dan basa-basi yang berkepanjangan. kota besar metropolitan, namun ajaran-ajaran agama serta nilai-nilai tradisional juga Respon Terhadap Perbedaan Pendapat terpelihara. Penyebutan seseorang dengan Penelitian ini menunjukkan bahwa gelar kebangsawanan seperti puang atau penggunaan kalimat yang lebih sering dijumpai karaeng tidak lagi sesering dulu digunakan, dan orang Bugis sekarang lebih menghargai dalam bercakapan sehari-hari di kalangan prestasi dibandingkan dengan gelar yang masyarakat Bugis berkenaan dengan adanya diperoleh dari keturunan. Ini artinya orang perbedaan pendapat diwarnai oleh sifat kokoh Bugis lebih berkarakter aktif bukan pasif. dalam mempertahankan keyakinan. Bahkan Hal demikian berkonsekuensi kepada cara bertutur [gaya komunikasi – pen.] apabila komunikasi dilakukan oleh dua orang yang orang Bugis modern sekarang: terbuka memiliki kelas sosial berbeda maka cenderung dan banyak menggunakan kalimat aktif.” terjadi dominasi oleh orang dari kelas yang lebih Pawito et al. Nilai budaya dan Gaya Komunikasi Warga ...259 tinggi terhadap kelas sosial yang lebih rendah. sangat kuat berpegang pada adat; dan adat Hal ini memengaruhi situasi komunikasi yang Minangkabau sejauh ini tetap kokoh terjaga oleh ada, termasuk misalnya apabila ternyata terdapat tiga pilar utama yang disebut dengan Tali nan perbedaan pendapat dengan partner berbicara. Tigo Sapilin: Alim-ulama, cerdik-pandai, dan Partisipan komunikasi berasal dari kelas sosial Ninik-mamak (Nasar, 2017; Anindya, 2014). yang sama maka, sebagaimana nampak dari Hasil penelitian dan pembahasan observasi dan wawancara, terlihat bahwa ada memperlihatkan empat aspek penting gaya kecenderungan untuk masing-masing partisipan komunikasi: penggunaan kata benda dan mempertahankan pendapat dan/atau pandangan- kata kerja, penggunaan kalimat aktif dan pandangannya sehingga terjadi semacam kalimat pasif, penggunaan kalimat langsung perdebatan. Seorang sumber Sn. (48, PNS) atau tidak langsung, dan kecenderungan menjelaskan: Pada umumnya orang Bugis sangat sikap ketika mendapati diri berbeda menjunjung tinggi upaya pencarian kebenaran pendapat atau pandangan dengan orang lain. juga harkat dan kehormatan. Orang Bugis juga sangat menghormati para tokoh masyarakat dan Simpulan pemuka agama. Karena itu maka orang Bugis Bertolak dari data hasil penelitian dan kerapkali terlibat dalam diskusi yang diwarnai pembahasan, dapat disimpulkan bahwa, kendati ketegangan dengan aksentuasi yang kuat apabila masyarakat Minangkabau, masyarakat Jawa dan perbincangan menyangkut persoalan-persoalan masyaraka Bugis sebenarnya tergolong ke dalam penting menyangkut kehidupan bersama di kelompok yang sama yakni masyarakat Melayu antara sesama warga. Tetapi apabila ada orang yang karenanya memiliki kesamaan-kesamaan yang diketahui luas berasal dari kalangan di sana-sini dalam hal gaya komunikasi; namun yang lebih terpandang terlibat dalam diskusi demikian terdapat perbedaan-perbedaan sampai maka kecenderungan asimetris terjadi. Dalam tingkat tertentu terkait dengan empat aspek situasi demikian maka partisipan dari kalangan penting gaya komunikasi: penggunaan kata kebanyakan lebih banyak mendengar. Hal ini lebih benda dan kata kerja, penggunaan kalimat aktif dikarenakan untuk pemberian penghormatan. dan kalimat pasif, penggunaan kalimat langsung Hasil penelitian menunjukkan beberapa atau tidak langsung, dan kecenderungan perbedaan bahwa masyarakat Minang sikap ketika mendapati diri berbeda merupakan kelompok masyarakat etnis tergolong pendapat atau pandangan dengan orang lain. 10 besar di Indonesia, secara adat kawasan Dalam hubungan ini orang Minangkabau huni masyarakat Minangkabau meliputi tiga terkesan lebih banyak menggunakan kata kerja, daratan utama (disebut dalam bahasa Minang lebih banyak menggunakan kalimat aktif, lebih Luhak Nan Tigo) yaitu Luhak Agam (Kabupaten sering berbicara secara tidak langsung (in- Agam dan Kota Bukittinggi), Luhak Tanah Data direct) – dalam arti kurang bersifat to the point, (Kabupaten Tanah Datar, Sijunjung, Padang dan lebih memilih sikap menguji pendapat Pariaman hingga Sawahlunto) dan Luhak Limo dengan berargumen sampai titik tertentu dengan Puluah (Kabupaten Lima Puluh Kota dan partner berbicara untuk mencapai kebenaran, Kota Payakumbuh). Banyak warga masyarakat untuk mengingatkan satu dengan lain, dan untuk Minangkabau menekuni sektor bisnis dan mencapai kesepakatan. Agak berbeda dengan perdagangan. Banyak masyarakat Minang asli orang Minang, gaya komunikasi orang Jawa pergi merantau untuk mencari penghidupan cenderung ditandai oleh relatif keberimbangan yang lebih baik dan menjadi ajang berbakti dalam penggunaan kata kerja dan kata benda; kepada -halaman. Masyarakat Minang begitu juga dalam hal penggunaan kalimat 260 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 249-261 aktif dan pasif. Kemudian orang Jawa memiliki Daftar Pustaka kemiripan dengan orang Minangkabau – Azizah, Z. (2014). Sejarah dan Adat istiadat Suku seringkali berbicara secara tidak langsung (in- Bugis Asal Selatan diakses dari direct); namun dalam kaitan ini orang Jawa, http://dunia-kesenian.blogspot.co.id/ berbeda dengan orang Minang dan orang Bugis. Bhattacherjee,A. (2012). Social Science Research: Demi tetap menjaga hubungan yang harmonis Principles, Methods, and Practices. orang Jawa cenderung mengambil sikap hati- University of South Florida (USF) Tampa hati dalam mengemukakan pendapat atau Library Open Acces Collections (http:// pandangan, dan apabila ternyata pendapat atau scholarcommons.usf.edu/oa_textbooks). pandangannya berbeda dengan orang lain maka Bitar. (2017). Suku Bugis: Sejarah, Adat orang Jawa lebih sering mengambil sikap luweh – istiadat, Kebudayaan, kesenian, Rumah yakni terserah kamu atau resiko tanggung sendiri Adat, Dan Bahasa Beserta Pakaian (tidak mau ikut campur) – setelah mengemukakan Adatnya Lengkap. Diakses dari http:// pikirannya dan/atau mengingatkan secara www.gurupendidika.co.id/suku-bugis-. lembut atau santun sampai tingkat tertentu, dan Cloud, D. (2013). Definition of Culture in kurang suka berdebat. Sementara itu terdapat Anthropology: Charcteristics & kesan bahwa gaya komunikasi orang Bugis lebih concept. Diakses dari https://study.com/ ditandai oleh kecenderungan penggunaan kata academy/lesson/definition-of-culture-in- kerja dibanding kata benda – seperti halnya orang anthropology-characteristics-concept.html). Minang, dan dalam tingkat yang lebih rendah Fidel, R. (1983). The Case Study Method: juga sama dengan orang Jawa. Orang Bugis lebih A case study. Diakses dari http:// banyak menggunakan kalimat aktif dan berbicara faculty.washington.edu/fidelr/ dalam sifat langsung (direct, langsung, to the RayaPubs/TheCaseStudyMethod.pdf point) – berbeda dengan yang lazim di kalangan Giri, Vinjai N. The Review of masyarakat Minang dan Jawa. Kemudian Communication. 6(1 – 2), 124-130. seperti halnya warga masyarakat Minangkabau, orang Bugis kerapkali menunjukkan sifat Karell, Daniel. (2018). 4 Types of terbuka dan cenderung menganggap penting Communication Styles. Diakses dari https:// beradu pendapat (berargumen) untuk mencapai online.alvernia.edu/communication-styles/. kesepakatan atau kebenaran. Namun dalam Klopf, Donald and Ronald Cambra. (1981). A hubungan ini sifat lugas dan berani lebih Comparison of Communication Styles of nampak di kalangan warga masyarakat Bugis. Japanese and American College Students. Bertolak dari kesimpulan demikian maka Diakses dari https://www.jstage.jst.go.jp/ selanjutnya dapat dikatakan bahwa nilai-nilai article/jaces1962/1981/20/1981_66/_pdf. budaya yang berkembang di masing-masing Koentjaraningrat. (1981). Kebudayaan masyarakat serta termasuk juga kebiasaan- Mentalitas dan Pembangunan. kebiasaan berdampak pada gaya komunikasi. : Penerbit PT Gramedia. Masyarakat Minangkabau memiliki gaya Mulkeen, Declan. (2016). “How Culture Impact komunikasi tersendiri – begitupun masyarakat the Way We Think and Speak”. Diakses dari Jawa dan juga masyarakat Bugi – hal https://www.communicaid.com/ demikian karena masing-masing dari tiga business-language-courses/blog/shifting- kelompok masyarakat ini memang memiliki cultural-sensibilities-in-language-use/). kebudayaannya masing-masing. Kenyataan Nasar, Fuad. (2017). Mengapa Orang demikian membawa konsekuensi penguatan Minang Merantau? Diakses dari https:// terhadap pandangan bahwa kebudayaan fuadnasar.wordpress.com/2017/04/25/ berpengaruh terhadap gaya komunikasi. mengapa-orang-minang-merantu/ Pawito et al. Nilai budaya dan Gaya Komunikasi Warga ...261

Norton, (1983). Communicator style: Characteristics and concepthgy-and- Theory, applications, and measures. ontology-explained-in-simple-language. Beverly Hills, CA: Sage Publications. Prinz, Jesse. 2011. “Culture and Cognitive Panisoara, Georgeta, Cristina Sandu, Ion- Science” dalam Stanford Encyclopedia Ovidiu Panisoara, Nicoleta Duta. of Philosophy. https://plato. (2015). Comparative Study Regarding stanford.edu/entries/culture-cogsci/ Communication Style of the Students.” Smith, David Woodruff. 2013. “Phenomenology” Procedia – Social and Behavior Sciences dalam Stanford Encyclopedia of 186, 202 – 208. Diakses dari http:// Philosophy. Diakses dari https://plato. creativecommob.org/licenses/by-nc-nd/4.0/. stanford.edu/entries/phenomenology/. Patel, Salma. (2015). The research Yang, Xiaoxu. The influence of high/low context paradigm – methodology, epistemology culture on choice of communication media: and ontology – explained in simple students’ media choice to communicate language. Diakses dari http://salmapatel. with professors in and the United co.uk/academia/the-research- States.” Electronic Theses and Dissertations, paradigm-methodology-epistemolo: 2375. https://doi.org/10.18297/etd/2375