Pengaruh Perilaku Pengunjung Non-Target Market Terhadap Brand Image Royal Plaza Surabaya?

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Pengaruh Perilaku Pengunjung Non-Target Market Terhadap Brand Image Royal Plaza Surabaya? 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Beberapa tahun terakhir ini sedang marak munculnya shopping centre di Surabaya yang menjadi tujuan leisure dan entertaintment bagi masyarakat Surabaya. Fenomena munculnya shopping centre beberapa tahun belakangan ini dianggap sebagai ajang persaingan di bisnis shopping centre untuk berebut pangsa pasar diantara shopping centre lain yang kian banyak hadir di Surabaya. Sebagai pengunjung shopping centre di Surabaya, mereka bebas memilih shopping centre yang akan mereka kunjungi, dan yang mereka anggap menarik untuk dikunjungi. Beberapa shopping centre di Surabaya yang dapat dikunjungi antara lain Pasar Atum, Tunjungan Plaza, Surabaya Plaza, Plaza Marina, Galaxy Mall, Supermall Pakuwon Indah, Royal Plaza, Golden City Mall, ITC, BG Junction, dan masih banyak lagi yang akan segera dibuka. Masyarakat Surabaya telah mengenal Tunjungan Plaza sebagai salah satu shopping centre masih mempertahankan tampilan fisik bangunan seperti saat pertama kali shopping centre tersebut didirikan. Namun seiring dengan perkembangan jaman, untuk tetap menarik minat pengunjung dan mampu bersaing dengan kompetitor yaitu shopping centre yang baru bermunculan, Tunjungan Plaza mengambil langkah pasti dengan terus menambah bangunan shopping centre seperti yang terlihat dengan Tunjungan Plaza,. diperluasnya menjadi TP II, TP III, dan yang terakhir ialah TP IV. Hal demikian juga terjadi pada Galaxy Mall sebagai salah satu shopping centre yang sering dikunjungi masyarakat Surabaya, Galaxy Mall membuat keputusan untuk memperluas areanya dengan didirikan Galaxy Extention. Langkah-langkah di atas dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup shopping centre tersebut agar tetap exist meskipun muncul banyak shopping centre baru. Salah satu shopping centre di Surabaya yang baru berdiri dan dianggap berkompeten untuk bersaing dengan shopping centre yang lain adalah Royal Plaza. Royal Plaza dianggap berkompeten untuk bersaing dengan shopping centre yang lain karena hadir dengan tujuh anchor tenants yang telah dikenal baik masyarakat Surabaya. Proyek Royal Plaza dikembangkan Trisensa dan PT 1 Universitas Kristen Petra 2 Dwijaya Manunggal, yang merupakan anak perusahaan Pakuwon Group akan memakan investasi Rp 500 miliar yang memiliki enam lantai. Dengan total space 60 ribu meter persegi dan jumlah stand 1.300 unit. Menurut Richard Adisastra yang merupakan Presiden Direktur PT Dwijaya Manunggal, “Daya tarik utama Royal Plaza adalah adanya tujuh anchor tenants yang akan membuka gerainya di sana. Antara lain Hypermart, Matahari, ACE Hardware, Index, Electronic Solution, 21 Cineplex, dan TimeZone yang kini digantikan oleh Gramedia. Nantinya, ketujuh anchor tenants itu akan mendukung specialty shop yang berada di lantai yang sama. Sehingga, pembagian jenis usaha pada setiap lantai akan memudahkan pengunjung mencari kebutuhannya dengan cepat. Segmentasinya, Royal Plaza membidik pengunjung dari golongan ekonomi menengah atas.” (www.skyscrapercity.com) Saat ini Royal Plaza dinyatakan sebagai salah satu shopping centre dengan anchor tenant terbanyak (tujuh anchor tenants), yaitu: ACE Home Centre, INDEX Furnishings, Hypermart, Matahari Department Store, Electronics Solution, 21 Cineplex, dan Gramedia. Dengan hadirnya ketujuh anchor tenants tersebut diharapkan Royal Plaza mampu menarik minat pengunjung Surabaya untuk datang, khususnya masyarakat golongan ekonomi menengah atas. General Manager PT Dwijaya Manunggal Sutandi Purnomosidi menyebutkan, “Mall di Surabaya belum jenuh karena masih ada segmen pasar tertentu yang masih belum tergarap secara optimal. Misalnya saja segmen pasar kelas menengah yang cukup mendominasi segmen pasar di Surabaya”.(www.skyscrapercity.com) Sutandi Purnumosidi juga menyatakan bahwa yang sasaran manajemen menjadi operasional Royal Plaza adalah masyarakat golongan ekonomi menengah atas, namun kenyataannya sebagian besar pengunjung yang datang adalah masyarakat golongan ekonomi bawah dan terkadang anak-anak sekolah atau penduduk sekitar Royal Plaza, yang mana diketahui area berdirinya Royal Plaza merupakan daerah perkampungan kumuh. Fenomena tersebut semakin memburuk ketika pada hari libur atau hari raya tertentu makin banyak warga sekitar dan pengunjung dari luar kota yang datang hanya sekedar untuk menikmati udara dingin, duduk-duduk di sepanjang lantai koridor sambil merokok dan berlama- lama di dalam Royal Plaza tanpa berminat untuk berbelanja. Hal tersebut tentu Universitas Kristen2 Petra 3 membuat munculnya beberapa tanggapan dan reaksi dari pengunjung sebenarnya dan bagi mereka yang membuka stand dan counter di Royal Plaza. Tanggapan dan reaksi tersebut secara umum bisa positif atau negatif, tanggapan yang muncul dari fenomena di atas dapat mempengaruhi brand image sebuah shopping centre. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang anggota divisi legal administrasi di manajemen operasional Royal Plaza Surabaya bahwa image semula Royal Plaza dikatakan shopping centre golongan ekonomi menengah atas, tetapi dengan hadirnya pengunjung non-target market dapat mengubah image Royal Plaza menjadi shopping centre untuk masyarakat golongan ekonomi bawah. Dengan demikian dapat membuat target market semula, yaitu masyarakat golongan ekonomi menengah atas menjadi enggan untuk kembali ke Royal Plaza. Dilihat dari daya beli pengunjung di Royal Plaza, masyarakat golongan ekonomi menengah atas adalah target market sesungguhnya karena mereka memiliki daya beli yang cukup besar dan berpeluang untuk menjadi pelanggan setia ketujuh anchor tenants di Royal Plaza Surabaya. Jika pengunjung yang datang sebagian besar adalah masyarakat golongan ekonomi bawah yang kurang paham mengenai pentingnya peran brand image bagi Royal Plaza, akan mengakibatkan turunnya pendapatan di ketujuh anchor tenants dan tenants lainnya di Royal Plaza Surabaya. 1.2. Rumusan Masalah Dari keseluruhan fenomena yang ada maka rumusan masalah yang muncul pada penelitian ini sebagai berikut: Adakah pengaruh perilaku pengunjung non-target market terhadap brand image Royal Plaza Surabaya? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pengaruh perilaku pengunjung non-target market terhadap brand image Royal Plaza Surabaya. Universitas Kristen3 Petra 4 1.4. Manfaat Penelitian a. Bagi pihak Royal Plaza Surabaya: Sebagai bahan pertimbangan yang dapat menjadi masukan untuk memperkuat brand image Royal Plaza Surabaya supaya mencapai target market yang sesuai dengan harapan semula. b. Bagi Universitas Kristen Petra Surabaya: Diharapkan penelitian ini dapat menambah perbendaharaan pustaka di Universitas Kristen Petra Surabaya, khususnya dalam menganalisa keterkaitan pengaruh perilaku pengunjung non-target market terhadap brand image sebuah shopping centre. c. Bagi mahasiswa program Manajemen Pariwisata: Menambah wawasan bagi seluruh mahasiswa Manajemen Pariwisata Universitas Kristen Petra Surabaya tentang pentingnya peran brand image terhadap kelangsungan hidup shopping centre tersebut. Diharapkan wawasan ini dapat berguna sebagai tambahan pengetahuan di luar sesi perkuliahan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Responden yang ditentukan penulis pada penelitian ini adalah responden yang menjadi target market di Royal Plaza Surabaya, yaitu pengunjung yang memiliki daya beli, khususnya di ketujuh anchor tenants dan tidak menutup kemungkinan bagi pengunjung yang berbelanja pada stand dan counter di shopping centre ini, meskipun mereka bukan berasal dari golongan ekonomi menengah atas. Sedangkan yang dimaksud dengan pengunjung non-target market adalah pengunjung yang bermesraan, merokok di dalam area shopping centre, hanya sekedar duduk-duduk bergerombol di pinggiran escalator, disepanjang koridor, di atrium, dan sebagainya yang dapat mengganggu kenyamanan berbelanja. Penulisan penelitian mengenai Pengaruh Perilaku Pengunjung Non- Target Market Terhadap Brand Image Royal Plaza Surabaya yang dilaksanakan sejak Februari sampai Juni 2007. Universitas Kristen4 Petra.
Recommended publications
  • Supply RETAIL SECTOR
    Research & Forecast Report Jakarta I Retail Accelerating success. “Limited new retail supply in DKI Jakarta brought the After the start of operations of Baywalk Mall, which is located occupancy rate up 2% to 89.3%. In contrast, the greater within the Green Bay Pluit Complex, Jakarta saw little new retail Jakarta area outside DKI Jakarta registered a slight decline space provided from the extension projects at Mall Puri Indah in occupancy to 82% due to the opening of two new retail (around 3,000 sq m) and Mall Kelapa Gading (around 6,000 sq centers. In the meantime, the average asking base rental m). These extended spaces are designed as F&B areas. With rate in Jakarta climbed by 3.3% q-o-q to IDR491,675 / sq m the small addition, the Jakarta retail cumulative supply moved / month. Similarly in the greater Jakarta area, the average upward to 4.32 million sq m as of 1Q 2014. Of this, 2.86 million sq asking base rent moved to IDR302,618 / sq m / month, m or 66.3% was marketed for lease. representing a 9.2% increase compared to last quarter.” Historically, after growing by 10% and bringing huge supply to - Ferry Salanto, Associate Director | Research the market in 2009, the annual growth of supply of retail space in Jakarta began weakening. From 2010 to 2013, the average growth was only 3.6% per year. In 2014, the growth of supply for shopping centres in Jakarta will continue declining. Although St RETAIL SECTOR Moritz is a huge mall expected to enter the market, overall, the total additional supply is only 138,200 sq m.
    [Show full text]
  • BOI LABS BOI – Research Services BRAND AWARENESS JABODETABEK
    MALLS BOI LABS BOI – Research Services BRAND AWARENESS JABODETABEK Brand awareness - Jabodetabek n=150, base = customers in Jabodetabek area 80% 73% 62% 60% 55% 50% 50% 46% 48% 48% 46% 40% 35% 29% Aided 23% 24% 20% 20% 20% 16% Unaided 8% TOM 4% 2% 3% 4% 0% No malls scores above 80% aided awareness most likely due to the large number of malls in Jabodetabek area. Overall, Mall Kelapa Gading is the most well-known mall in Jabodetabek with 73% aided awareness. In addition it also leads in top of mind (20%) followed closely by Plaza Senayan (16%). 2 PT BOI Raja Sedjahtera | www.boi-rs.com | +62 21 7202 136 BRAND AWARENESS SURABAYA Brand awareness - Surabaya n=25, base = customers in Surabaya 100% 100% 100% 100% 100% 92% 92% 88% 80% 60% Aided Unaided 40% TOM 20% 8% 4% 0% Tunjungan Plaza Galaxy Mall Grand City Everybody in Surabaya knows all the big malls. Although Tunjungan Plaza, one of the most iconic malls in Surabaya is far ahead in top of mind (88%). 3 PT BOI Raja Sedjahtera | www.boi-rs.com | +62 21 7202 136 BRAND AWARENESS DENPASAR Brand awareness - Denpasar n=50, base = customers in Denpasar 98% 98% 100% 96% 87% 85% 80% 67% 60% Aided 40% Unaided 40% 33% TOM 20% 17% 0% Beachwalk Discovery Shopping Mall Mal Bali Galeria Beachwalk and Discovery Shopping Mall are the most popular malls in Denpasar. The 2 malls are toe-to-toe in termas of awareness, with Beachwalk scoring slightly higher in aided, unaided and top of mind.
    [Show full text]
  • The Cultural Traffic of Classic Indonesian Exploitation Cinema
    The Cultural Traffic of Classic Indonesian Exploitation Cinema Ekky Imanjaya Thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy University of East Anglia School of Art, Media and American Studies December 2016 © This copy of the thesis has been supplied on condition that anyone who consults it is understood to recognise that its copyright rests with the author and that use of any information derived there from must be in accordance with current UK Copyright Law. In addition, any quotation or extract must include full attribution. 1 Abstract Classic Indonesian exploitation films (originally produced, distributed, and exhibited in the New Order’s Indonesia from 1979 to 1995) are commonly negligible in both national and transnational cinema contexts, in the discourses of film criticism, journalism, and studies. Nonetheless, in the 2000s, there has been a global interest in re-circulating and consuming this kind of films. The films are internationally considered as “cult movies” and celebrated by global fans. This thesis will focus on the cultural traffic of the films, from late 1970s to early 2010s, from Indonesia to other countries. By analyzing the global flows of the films I will argue that despite the marginal status of the films, classic Indonesian exploitation films become the center of a taste battle among a variety of interest groups and agencies. The process will include challenging the official history of Indonesian cinema by investigating the framework of cultural traffic as well as politics of taste, and highlighting the significance of exploitation and B-films, paving the way into some findings that recommend accommodating the movies in serious discourses on cinema, nationally and globally.
    [Show full text]
  • City Architecture As the Production of Urban Culture: Semiotics Review for Cultural Studies
    HUMANIORA VOLUME 30 Number 3 October 2018 Page 248–262 City Architecture as the Production of Urban Culture: Semiotics Review for Cultural Studies Daniel Susilo; Mega Primatama Universitas dr. Soetomo, Indonesia; University College London, United Kingdom Corresponding Author: [email protected] ABSTRACT This article aims to describe the correlation between city’s architecture as urban culture and cultural studies, specifically in semiotics. This article starts with Chris Barker’s statement about city and urban as text in his phenomenal book, Cultural Studies, Theory and Practice. The city as a complex subject has been transformed into the representation of urban culture. In the post-modernism view, urban culture as cultural space and cultural studies’ sites have significantly pointed to became communications discourse and also part of the identity of Semiology. This article uses semiotics of Saussure for the research methods. Surabaya and Jakarta have been chosen for the objects of this article. The result of this article is describing the significant view of architecture science helps the semiotics in cultural studies. In another way, city’s architecture becomes the strong identity of urban culture in Jakarta and Surabaya. Architecture approaches the cultural studies to view urban culture, especially in symbol and identity in the post-modernism era. Keywords: city’s architecture; urban culture; semiotics; cultural studies INTRODUCTION Giddens (1993) in Lubis (2014:4) stated the society urbanization, a city that used to be not that big become is like a building who need reconstruction every day so large that has to prop up the need of its growing and human-created their reconstruction.
    [Show full text]
  • Land Bank + Acquire Land Around Existing Projects
    PT Pakuwon Jati Tbk Public Expose RUPS Aug 25, 2020 Table of contents Section 1 Results summary 2 Section 2 Business summary 6 Section 3 Growth & strategy 10 Section 4 Capital management 14 Appendix A Company overview 18 Appendix B CSR Activities 2019 25 1 Section 1 Results summary 2 Results summary (Rp bn unless otherwise stated) 1H 2020 1H 2019 Variance Comments Revenue1 1,974 3,505 (43.7%) 36% decrease in recurring revenues and 52% decrease in development revenue recognition. Pakuwon Permai contributed Rp 389bn (20%) of revenues. Gross Profit2 968 2,021 (52.1%) Gross Profit Margin (%) 49.0% 57.7% EBITDA2 1,004 1,973 (49.1%) EBITDA Margin (%) 50.8% 56.3% Net Income for the Period3 598 1,568 (61.8%) Net Income Margin (%) 30.3% 44.7% Net Income Attributable to Owners3 558 1,299 (57.0%) Net Income Margin (%) 28.3% 37.1% Earning Per Share (Rp)3 Basic 11.59 26.97 (57.0%) Notes: 1 Revenue recognition for apartment and office is based on hand over as per IFRS 15. Revenue recognition for shopping center rental and service charge is based on its collectability. 2 Adjusted for acquisition related COGS from goodwill costs of Rp0.5bn in 1H2020 and Rp19bn in 1H2019 3 Adjusted for acquisition COGS from goodwill costs of Rp0.5bn in 1H2020 and Rp19bn in 1H2019, forex gain (loss) of (Rp101bn) in 1H2020 and Rp76bn in 1H2019 respectively, gain on derivative of Rp26bn in 1H2020 and Rp8bn in 1H2019 respectively. 3 Results breakdown Revenue by segment (1H2020) Revenue by project (1H2020) Revenue by geography (1H2020) Office Grand Hotel & leasing Pakuwon Serviced
    [Show full text]
  • 1 Analisis Gaya Hidup Mahasiswa Fakultas
    1 ANALISIS GAYA HIDUP MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM IAIN BENGKULU DALAM PEMBELIAN PRODUK XXI BENCOOLEN INDAH MALL (BIM) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk mendapatkan Gelar sarjana Ekonomi (S.E) Oleh : OKTORA DWI HARDI NIM 1516610042 PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN BENGKULU BENGKULU, 2019 M/ 1441 H 2 3 4 5 ABSTRAK “Analisis Gaya Hidup Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Iain Bengkulu Dalam Pembelian Produk XXI Bencoolen Indah Mall (BIM) ”. Skripsi Oleh Oktora Dwi Hardi, NIM 1516610042 Tujuan penelitian adalah Gaya hidup mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis islam IAIN Bengkulu Dalam Pembelian Produk XXI Bencoolen Mall (BIM). Gaya hidup mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis islam IAIN Bengkulu Dalam Pembelian Produk XXI Bencoolen Mall (BIM) Perspektif Perilaku Konsumen Islam. Berdasarkan hail penelitian gaya hidup mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis islam IAIN Bengkulu Dalam Pembelian Produk XXI Bencoolen Mall (BIM) bahwa mahasiswa Fakultas FEBI masih mementingkan gaya hidup dalam melakukan pembelian produk. Hal ini dilihat dari jawaban informan mengenai bahwa kebanyakan dari mahasiswa mementingkan gaya hidup dari pada kebutuhan. Gaya hidup mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis islam IAIN Bengkulu Dalam Pembelian Produk XXI Bencoolen Indah Mall (BIM) Perspektif Perilaku Konsumen Islam, 15 orang informan memang bergaya, suka berfoya foya dan hanya memikirkan kepentingan duniawi saja. Sungguh hal tersebut sangat bertentangan dengan gaya hidup sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Berikut ini adalah beberapa Prinsip Gaya Hidup Islami yang Diridhai Allah yang paling tepat yaitu Berniat untuk ibadah, Baik dan pantas, Halal dan thayib, tanpa kebohongan, dan tidak berlebihan.
    [Show full text]
  • 1 Hotel Duniatex Group, Pakuwon Tambah Portofolio Recurring Income
    Beli 2 mal & 1 Hotel Duniatex Group, Pakuwon Tambah Portofolio Recurring Income PROPERTY INSIDE – PT Pakuwon Jati Tbk. melalui anak usahanya membeli 3 aset properti yang terdiri dari 2 pusat perbelanjaan atau mal dan 1 hotel di Yogyakarta dan Solo. Untuk transaksi tersebut, emiten properti dengan kode saham PWON ini merogoh kocek hingga Rp 1,359 triliun. Direktur dan Sekretaris Perusahaan Pakuwon Jati Minarto Basuki menjelaskan alasan transaksi tersebut untuk diversifikasi geografis bisnis perseroan di luar Surabaya dan Jakarta. Baca juga: Intiland Luncurkan DUO, Produk Inovatif Dengan Harga Rp700 Jutaan “Diversifikasi geografis untuk memperoleh potensi basis pertumbuhan baru di luar Surabaya dan Jakarta,” tulis Minarto dalam keterbukaan informasi, Senin (30/11). Minarto menjelaskan aset yang dibeli perseroan adalah Hartono Mall Yogyakarta, Hotel Marriott Yogyakarta, dan Hartono Solo Baru. Awalnya ketiga aset tersebut dimiliki oleh PT Delta Merlin Dunia Properti sebagai pemilik gedung dan Sumitro selaku pemilik tanah. Perusahaan properti tersebut merupakan entitas Duniatex Group. Baca juga: Pasokan Apartemen Q3 2020 Naik 114%, Meikarta Penyumbang Terbanyak Transaksi jual-beli tersebut dilakukan Pakuwon Jati melalui PT Pakuwon Permai yang merupakan anak usaha dengan kepemilikan saham sebesar 67,13 persen. Minarto menyampaikan nilai transaksi tersebut mencapai Rp 1,35 triliun dan sumber pendanaan diambil dari kas internal. Dengan tambahan aset properti tersebut, portofolio PWON yang menghasilkan tambahan berulang atau recurring income pun semakin
    [Show full text]
  • Jurnal Bisnis Terapan, Volume 02 Nomor 01 (Juni, 2018) 35-42 P-ISSN 2580 - 4928
    e-ISSN 2597-4157 Jurnal Bisnis Terapan, Volume 02 Nomor 01 (Juni, 2018) 35-42 p-ISSN 2580 - 4928 JURNAL POLITEKNIK UBAYA JURNALE-mail: [email protected], BISNIS Penerbit: TERAPAN Politeknik Ubaya, Surabaya DOI: https://doi.org/10.24123/jbt.v2i01.1084 HOW TO WIN INDONESIAN MOVIE VIEWERS: CASE OF VILLAGE CINEMA AUSTRALIA Slamet Wahyudi1 1 Dosen Program Studi Sekretari (Administrasi Bisnis), Politeknik Ubaya, Surabaya Email: [email protected] Abstract Australia and Indonesia have a close relationship in many busineses areas including entertainment. This paper focuses on how Australia’s Giant Cinema expands its business into Indonesia. Since many Indonesians stayed in Australia and experience directly Australian products and services, they are aware that Australian products had a high quality. Fortunately, vice versa, Australians are quite familiar with Indonesian culture. This is an opportunity for Village Cinema to enter Indonesian Market. This paper will start with market segmentation and Village cinema’s target customers; furthermore it draws Village’s position map comparing to its competitors in Indonesian market. Not to mention that Indonesian Cineplex has been quite established in many Indonesian primary cities with XX1, 21 Cineplex and CGV formerly Blitz Megaplex lead the market share accordingly. However, there were some marketing strategies Village Cinema should choose, including product, price, promotion and distribution strategy. There is a chance for Village cinemas to be a multinational cinema company player in Indonesia. Keywords: entertainment business, culture, market segmentation, positioning, international strategy. Introduction Recently, entertainment industry has become more competitive and tighter than ever before (Rotfeld, 2006). Internationalisation of cinema retailer triggers companies to be aware of their planning impacts (Guy, 2001).
    [Show full text]
  • Brand Awareness Masyarakat Surabaya Terhadap Four Points by Sheraton Surabaya
    JURNAL E-KOMUNIKASI PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS KRISTEN PETRA, SURABAYA Brand Awareness Masyarakat Surabaya Terhadap Four Points by Sheraton Surabaya Tiffany, Felicia Goenawan, Vita Monica, Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Kristen Petra Surabaya [email protected] Abstrak Four Points by Sheraton Surabaya merupakan salah satu brand dari jaringan hotel internasional, yaitu Marriott International. Sebagai salah satu jaringan Marriott International, yang sudah memiliki pioneer sebelumnya maka peneliti tertarik untuk meneliti brand awareness. Kesadaran merek (brand awareness) artinya kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Four Points by Sheraton Surabaya telah mengkomunikasikan mengenai brand nya meliputi kelima brand elements yang terdiri dari brand name, URLs, logo & symbol, slogan, dan packaging melalui beberapa media komunikai yang dianggap efektif oleh manajemen Four Points by Sheraton Surabaya, yaitu melalui media sosial Instagram dan media cetak seperti sign board dan flyer. Brand awareness merupakan aset yang tahan lama dan berkelanjutan, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetaui brand awareness masyarakat Surabaya terhadap brand Four Points by Sheraton Surabaya yang diukur dari kesadaran masyarakat terhadap kelima brand elements. Jenis Penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan menggunakan metode survei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Brand awareness masyarakat Surabaya terhadap brand Four Points by Sheraton Surabaya ada pada tingkat kedua terendah, yaitu Brand Recognition. Kata Kunci: Brand Awareness, Brand Elements, Four Points by Sheraton Surabaya, Masyarakat Surabaya. Pendahuluan Marketing Public relations adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian program-program yang memungkinkan terjadinya pembelian dan pemuasan konsumen melalui komunikasi yang baik mengenai informasi dari perusahaan terhadap citra brand terhadap suatu produk tertentu (Abadi, 1994, p.
    [Show full text]
  • Best Shopping Centers/Malls in Jakarta"
    "Best Shopping Centers/Malls in Jakarta" Gecreëerd door : Cityseeker 5 Locaties in uw favorieten Grand Indonesia "Indonesia's Biggest Mall" The biggest mall in the country and one of the biggest in South East Asia, Grand Indonesia has a lot to brag about. The tenants range from heavy weights like Chanel, Gucci, Seibu, and Harvey Nichols, to casual names like Topshop, Guess and Zara to everything locals Alun-alun. They also have tons of food outlets including the upscale Palalada and Y&Y Grill and family favorites Food Louver and Food Hall. The biggest attraction in the mall is the Crossroads of the World section. In this part, the plaza is decorated to have the atmosphere from other countries like Morocco, France, China, and USA with the crowd-pleaser dancing water fountain showing hourly. Don't miss the 8th floor of the mall where the biggest (and funkiest) cinema, Blitzmegaplex is located. +62 21 2358 0001 www.grand-indonesia.com/ Jalan Mohammad Husni Thamrin No. 1, Menteng, Jakarta Pacific Place "The Coolest Playground in Town" The mall quickly gained buzz with high-end brands like Louis Vuitton, Hugo Boss and Roberto Cavalli, but it attracts the family crowd because of its highly popular Kidzania, a huge kid's playground where children can pretend to be fire fighters, pilots, waitresses, you name it. The design- savvy can see the finest in contemporary interiors at Iwannagohome, by Public Domain while couples can check out the latest blockbusters in the comfort of a bed (complete with blanket, slippers, and tray) at the Blitzmegaplex Velvet Class.
    [Show full text]
  • Bab 1 Pendahuluan
    BAB 1 PENDAHULUAN A. Gagasan Awal Pariwisata adalah perpindahan seseorang yang bersifat sementara ke lokasi di luar tempat kerja atau tempat tinggal normal mereka. Lokasi tersebut menyediakan fasilitas dan kegitan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pariwisata merupakan industri yang unik karena mencakup berbagai individu, kegiatan, dan fasilitas yang terikat bersama. Industri pariwisata dianalogikan seperti gajah, beragam dan terkadang sulit untuk dideskripsikan, tetapi terlalu besar untuk diabaikan. Arti dari analogi terebut adalah industri pariwisata mempunyai banyak segmen dan tidak bisa berdiri sendiri. Pariwisata juga tidak bisa dilihat dari satu sisi saja, sehingga wisatawan harus menikmati semua segmen tersebut (Cook, Hsu, dan Taylor, 2017). Waktu luang yang biasa disebut sebagai leisure time adalah waktu bebas atau sisa waktu setelah seseorang bekerja, bepergian, tidur, dan melakukan pekerjaan rumah tangga dan pribadi. Kegiatan yang dilakukan di waktu luang disebut rekreasi (Tribe, 2020). Menurut Walker (2017), rekreasi dibedakan menjadi aktif dan pasif. Rekreasi yang aktif adalah kegiatannya dengan olahraga, sedangkan rekreasi pasif adalah kegiatan membaca, mendengarkan atau memainkan musik, bercocok tanam, bermain video games, dan menonton film. Sekarang ini bioskop tidak menjadi satu-satunya wadah untuk menonton film karena bisa dilakukan di rumah dengan cara streaming (Erawati,2014). Kehadiran aplikasi nonton streaming seperti Netflix, iFlix, Hooq, dan Prime Video memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk menonton film di rumah. Dewan Penasihat Asosiasi Produser Film Indonesia, Sheila Timothy menyatakan bahwa 1 aplikasi streaming film menjadi wadah baru untuk penayangan film selain bioskop. Walaupun demikian, aplikasi streaming film tersebut hanya bersifat pelengkap, bukan sebagai tantangan bagi bioskop. Artinya aplikasi streaming film tidak bisa menggantikan posisi bioskop sebagai wadah utama penayangan film (Rahadian, 2019).
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin
    BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman, penampilan merupakan salah satu hal wajib yang sangat diperhatikan oleh banyak orang. Mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki, konsumen pasti akan memilih produk terbaik dengan model, merek, warna, dan bahan dasar yang terbaik. Hennes & Mauritz atau yang biasa dikenal dengan nama H&M merupakan sebuah perusahaan multinasional yang memproduksi busana. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1947. Perusahaan ini menghasilkan berbagai macam produk pakaian yang bermarkas di Stockholm. Secara resmi store H&M dibuka dengan melakukan upacara pengguntingan pita dan menyambut para pecinta H&M yang antusias untuk masuk ke dalam store pertama H&M di Indonesia. Peresmian store H&M ini dibuka oleh para petinggi- petinggi H&M, antara lain Par Darj, selaku Head of Franchise Operations for H&M, dengan Mr. Sanveer Gill, selaku Franchise Partner dan Country Manager, Mr. James Suen, Store Manager bersama dengan para tamu-tamu undangan penting lainnya seperti Mrs. Sajni Gill, selaku Duta Besar Swedia untuk Indonesia, HE Mrs. Ewa Polano, dan Director of Gandaria City, EiffelTedja. 1 2 H&M merupakan store baju yang di nanti-nantikan masyarakat sehingga rela mengantri panjang. H&M terbukti mendapatkan respons yang sangat luar biasa dari para pelanggan dan akan terus menghadirkan fashion and quality at a best price. H&M juga sangat senang dapat bekerja sama dengan PT Hindo dan akan terus menjaga serta meneruskan nilai-nilai utama H&M kepada para pelanggan kami, tutur Par Darj, Head of Franchise Operations for H&M pada tahun 2013 (Sundayani, 2013). Relevansi variabel price, price dari Zara dan H&M lebih murah H&M di bandingkan zara yang membuat konsumen mempunyai purchase intention yang lebih terhadap H&M.
    [Show full text]