 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

REVITALISASI, KONSERVASI, DAN INOVASI KAIN

Deni Setiawan

Jurusan PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang1 Email: [email protected]

Abstract: At the beginning of development, not just anyone can use Palembang songket cloth, influenced by one's position and social status in the community. The struggle for power by the Dutch gave the chance that Palembang songket was not centered in the sultanate alone. Songket cloth was originally often used as part of traditional ceremonies. Not only beautiful from the aspect of ornamental variety, but has deep meanings from every ornamental variety. This meaning can be discussed in the context of essential interests, an interest that carries a symbolic meaning or symbol that gives advice or advice. The symbol in songket is embodied in geometric shapes, naturalist or natural symbols, and in the form of artificial objects..

Key Words: Songket , social status, meaning, ornamental

Abstrak: Di awal perkembangan, tidak sembarang orang dapat memakai kain songket Palembang, dipengaruhi oleh kedudukan dan status sosial seseorang di masyarakat. Perebutan kekuasaan oleh Belanda memberikan kesempatan kain songket Palembang tidak berpusat di dalam kesultanan saja. Kain songket awalnya sering digunakan sebagai bagian dari upacara tradisional. Tidak hanya indah dari aspek ragam hias, tetapi memiliki makna-makna yang mendalam dari setiap ragam hias. Makna ini dapat dibicarakan dalam konteks kepentingan esensial, suatu kepentingan yang membawa makna simbolik atau perlambang yang memberikan petuah-petuah atau nasihat. Perlambang dalam kain songket diwujudkan dalam bentuk geometris, lambang naturalis atau alam, dan dalam bentuk objek buatan.

Kata kunci: kain songket, status sosial, makna, ragam hias.

LATAR BELAKANG Masehi merupakan suatu kerajaan yang kaya Salah satu bentuk kerajinan raya, dengan emas melimpah ruah. Konon yang mampu bertahan sampai saat ini adalah menurut cerita sebagian emas itu dikirim ke kerajinan tenun tradisional, seperti: kain , negara Siam, untuk diolah dan dijadikan selendang, stagen, lurik, songket, dan . benang emas, dan dikirim kembali ke Kerajaan Kerajinan rakyat ini merupakan pekerjaan Sriwijaya. Ada juga berpendapat lain, yang sampingan selain dari bertani sebagai kegiatan mengatakan bahwa benang emas itu sendiri industri tradisional, karena pada waktu itu sebagai benang yang diimpor dari negeri Cina penghasilan untuk penghidupan sebagaian bersamaan dengan didatangkannya benang besar masyarakat adalah dari sektor pertanian sutera. Saat itu, kerajinan songket sudah (Rizali, 2002). berkembang di kerajaan tersebut (Alam, et al., Perjalanan panjang dari kain songket 1995/96:1). Palembang, menghadirkan banyak interpretasi Secara visualisasi, ragam hias pada terhadapnya. Menciptakan kebanggaan, kain songket Palembang banyak dipengaruhi menimbulkan kekaguman, dan memberikan oleh dan Cina. Penampilan kain songket permasalahan-permasalahan yang sebegitu yang gemerlap dengan benang emas dan perak, kompleks, sehingga menciptakan misteri serta kainnya yang halus, karena berbahan tentang keberadaannya pada masyarakat dasar sutra, menjadikan kain songket dulunya tertentu. Sejarah masa lalu kain songket, merupakan kain “milik” para bangsawan, memperlihatkan peran dan status sosial, sebagai salah satu lambang status kekayaan. termasuk kebanggaan akan kepemilikan jenis Ketika itu, setiap kelompok bangsawan kain songket (Kartiwa, 1996:36). memiliki ragam hias masing-masing, untuk Sejarah kain songket Palembang, membedakannya dari kelompok lain mulai dikenal di sekitar abad VII, masa (Sukarjaputra, 2001). Dahulu, pemakaian Kerajaan Sriwijaya (Sukarjaputra, 2001. songket sangat dipengaruhi oleh kedudukan Kerajaan Sriwijaya pada sekitar abad VII dan status dari seseorang yang menggunakan.

1

Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018 

Tidak semua orang dapat memiliki dan 2016, sedangkan tahun 2016-2018 didapatkan memakainya, apalagi untuk ragam hias-ragam melalui sumber tertulis, termasuk hias tertentu, seperti penggunaan ragam hias menggunakan nara sumber. Pendekatan lain nago besaung, pucuk rebung, Umpak adalah metode kepustakaan, yang bersumber Berakam, Lepus, Jando Berias, Bungo Inten, pada data cetak dan data elektronik. Data cetak Tretes adalah ragam hias-ragam hias songket bersumber pada majalah, tabloid, jurnal, dan sejak zaman dulu dan dijadikan sebagai koran, sedangkan data elektronik bersumber simbolik dari kelompok tersebut (Rini, 2002). pada televisi, media massa elektronik, yang Kain songket berasal dari kata tusuk diakses melalui internet. Nara sumber dan dan cukit yang disingkat menjadi suk-kit, sumber data primer merupakan orang-orang lazimnya menjadi sungkit dan akhirnya yang terlibat secara langsung pada aktivitas menjadi songket. Sementara itu, orang di kain songket, baik sebagai desainer pakaian, Palembang menyebut songket dari kata pengepul, penjual, dan konsumen. Data Songko, yaitu orang yang pertama sekunder merujuk beberapa artikel pada media menggunakan benang hiasan pada ikat kepala massa (cetak dan elektronik), termasuk (Kartiwa, 1996:12). Kain songket ini biasanya pengamatan pada foto hasil dokumentasi ditenun dengan menggunakan benang emas fotografer lain, ataupun yang secara tidak dan perak, dan dihasilkan dari daerah tertentu langsung terkait dengan penelitian. saja (Alam, et al., 1995/96:1). Tenun adalah suatu proses membuat kain-kainan dengan HASIL memasukkan benang Pakan secara melintang Ragam Hias Songket Palembang pada benang Lungsin; biasanya benang Pakan Ragam hias pada dasarnya dan benang Lungsin akan saling silang- dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu; menyilang tegak lurus. Hal ini terjadi dengan (1) geometrik; (2) Naturalis/alam; (3) objek berulang kali dengan menggunakan tangan buatan (Mayer, 1992:vii). Tidak berbeda (Mulia dan Hidding). Dalam Kamus Umum dengan apa yang dikemukakan oleh Sylvia Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta Fraser-Lu, unsur ragam hias terdiri dari bentuk mengatakan tenun adalah bahan/barang yang geometrik, non-geometrik, flora, fauna, terbuat dari benang, kapas, sutera, dan gunungan, dan unsur-unsur lain (bentuk kapal sebagainya. Seperti kain cita, dan lain-lain dan figur manusia) (Fraser-Lu, 1989 :28-55). (Poerwadaminta, 1976:1053). Pada kain songket Palembang, ragam hias Ciri khas dari songket adalah dengan yang digunakan umumnya dikelompokkan menggunakan material benang emas, sutera, menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu sebagai berikut. dan benang perak. Hanya saja ada penguatan (1) ragam hias tumbuhan; (2) ragam hias karakter pada bagian tertentu yang menjadikan geometris; (3) ragam hias campuran. ciri khas songket dari suatu daerah. Apakah itu Kain songket Palembang dibedakan penguatan karakter pada ragam hias, bahan- antara songket dengan desain benang emas bahan tambahan, teknik pembuatan, dan fungsi yang penuh disebut songket lepus dan songket dari kain songket tersebut, ataupun makna dengan desain benang emas yang tersebar filosofis yang terkandung di dalamnya. disebut songket bukan lepus atau yang berarti Penyebaran kain songket di Palembang telah bertabur atau berserak. Perbedaan ini penting, berjalan demikian lamanya, sampai pada dimana songket yang melambangkan pengakuan, bahwa kain songket dikatakan kebesaran dan keagungan Palembang sebagai salah satu identitas budaya dari kota juga kedua jenis songket ini menjadi salah satu Palembang. syarat yang harus ada dalam pemberian sebagai mas kawin. Pada awalnya pemberian METODE nama dan pengelompokan ragam hias tersebut Penelitian kain songket Palembang berdasarkan dari makna dan falsafah yang berjenis data kualitatif, dengan pendekatan dan tergantung di dalamnya, juga siapa yang akan analisis menggunakan teori sejarah dan menggunakan kain songket tersebut (Kartiwa, pendekatan prinsip estetika, serta teori 1996:33-34). semiotika. Sumber data primer didapatkan Berdasarkan pada cara mendesain melalui pengamatan langsung dari tahun 2004- ragam hias, kain songket Palembang

2

 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

digolongkan menjadi tiga (3), yaitu; (1) kain songket lepus, sedangkan yang ragam hias songket Lepus; seperti; Lepus Rakam, Lepus emasnya tersebar disebut songket tawur. Pada Berakam Bintang, Lepus Bintang Mawar tepi kain biasa dibuat ragam hias tumpal, Jatuh, Lepus Bintang, Lepus Mawar Jepang, segitiga atau segi tiga terputus, yang disebut Lepus Nago Besaung; (2) kain songket Bungo, ragam hias pucuk rebung. seperti; Bungo Cino, Bungo Inten, Bungo Inten Kain songket erat hubungannya Tepoleng, Bungo Jatuh, Bungo Mawar dengan perempuan, dan di dalam berbagai hal Jepang, Bungo Mawar Jepang Bekandang, mencerminkan peran dan kedudukan Bungo Pacar, Bungo Pacik, Bungo Tabur, perempuan, sebagai bukti dengan penggunaan Bungo Tanjung Rumpak, Bungo Jengli, Bungo ragam hias bersumber bunga. Beberapa ragam Kapal Sanggat, Singep Bungo Pacar; (3) kain hias bunga, di antaranya: bunga Mawar, bunga songket dengan ragam hias lain, seperti; Limar Melati, bunga Tanjung, bunga Kaya. Hal Tapak Kucing, Limar Kembang, Pulir ini sesuai dengan maksud dan arti dari aplikasi Kembang, Pulir Siku Rakam, Tretes Mider, bunga itu sendiri. Seperti: bunga Mawar Rumpak, Bubur Talam, Jando Berias, Nampan mempunyai arti perlambangan sebagai Perak, Nago Besaung, Cik Sina, Cantik Manis, penawar malapetaka. Bunga Melati Emas Jantung, Tigo Negeri, Bintang Rante melambangkan kesucian dan sopan santun. (Alam, et al., 1995/96:8-9). Bunga Tanjung untuk memperlihatkan keramahan tuan rumah, sebagai bentuk ucapan Pemaknaan Ragam Hias Songket selamat datang (Kartiwa, 1996:34-35). Palembang Keberadaan songket di Palembang Gejala Kemunduran Songket Palembang pada mulanya berfungsi untuk menunjukkan 1. Hilangnya Kain Songket Pasemah dari kedudukan seseorang dalam masyarakat. Peredaran Pasaran, Tidak sembarang orang dapat memiliki jenis Kain songket Pasemah, Besemah, atau ragam hias tertentu dalam kain songket. seringkali disebut Perelung atau kain Pelung, Berbeda untuk saat ini, siapapun yang mampu memang khas dan sangat unik. Kekhasan itu membeli, boleh memilih ragam hias yang tidak saja dalam bentuk fisik, juga khas dari disukai, sesuai dengan selera masing-masing sisi teknis penenunan dan bahan dasar songket (Kartiwa, 1996:35). ini 100 persen menggunakan benang emas. Selain itu ragam hias kain songket Harga jual kain songket Pasemah Rp 5-6 juta, Palembang dipenuhi dengan falsafah dan jika songket ini berusia di atas 100 tahun makna yang sangat mendalam, hal ini sesuai harganya mencapai Rp 30-50 juta. dengan ragam hias yang digambarkan. Seperti Menurut Djazuli Kuris, generasi contoh; ragam hias bungo Mawar, bunga ini terakhir yang masih sempat memakai tenun dianggap sebagai penawar malapetaka. Ragam khas Besemah adalah orang-orang Besemah hias bungo Melati melambangkan kesucian berusia tua. Generasi berikutnya tidak sempat dan sopan santun, ragam hias bungo Tanjung memakai, bahkan melihatnya saja tidak sebagai lambang keramah-tamahan selaku pernah. Menurut Djazuli, ketika menjadi tuan rumah atau lambang ucapan selamat pengantin sekitar tahun 1970-an, songket datang. Banyak sekali makna-makna Besemah yang dipakai waktu itu sudah hampir mendalam yang terkandung dalam suatu lapuk. Berdasarkan cerita budayawan ragam hias kain songket Palembang (Alam, et Besemah, Mohammad Saman, pada periode al., 1995/96:11-27). 1960-1970, beberapa keluarga batih di Ragam hias hias songket biasanya Besemah sebetulnya masih menyimpan berbentuk geometris atau hasil stilisasi dari songket-songket khas tenunan tangan ini. flora dan fauna, yang masing-masing Beberapa tahun kemudian, masih banyak yang mempunyai arti perlambangan. Misalnya menyimpan hasil kerajinan tersebut. Akan bunga cengkeh, bunga tanjung, bunga melati tetapi, produk tradisional ini dipastikan sudah dan bunga mawar yang wangi melambangkan lenyap, selain memang dimakan usia, juga kesucian, keanggunan, rezeki dan segala sengaja dijual kepada kolektor dan para kebaikan. Ragam hias benang emas yang rapat pemburu barang antik yang menyerbu Tanah dan mendominasi permukaan kain disebut Besemah sejak tiga dasawarsa lalu

3

Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018 

(zulkaniahmad.blogspot.com). laki-laki hanya sampai akhir abad ke-19, Sejak tahun 1940-an, kain tenun kecuali untuk keperluan upacara adat, Pasemah sudah mulai berkurang di pasaran kalaupun ada, hal tersebut termasuk dalam songket. Sulit dihindari, karena saat itu bentuk perkembangan (Kartiwa, 1996:34). sebagian besar orang asing, misalnya dari 3. Minim Penerus Pengrajin Kain Songket Belanda dan Inggris, mulai rebutan membawa Palembang songket ini ke negaranya. Sejak itu hampir Dewan Kerajinan Nasional Daerah sepanjang tahun banyak orang yang mencari (Dekranasda) Sumatera Selatan menilai kain songket ke berbagai pelosok Pasemah. jumlah penenun songket dan batik Palembang Bahkan, puncaknya terjadi sekitar tahun 1970, saat ini minim dikarenakan regenerasi yang ketika para pedagang barang antik menjadikan kurang sesuai harapan. Minimnya regenerasi tanah Pasemah sebagai idola. Para pembeli kerajinan songket karena pembuatannya berdatangan dari Jakarta, Padang, , dan dilakukan secara manual, sehingga daerah lain, menjadikan Pasemah sebagai memerlukan tenaga dan waktu, selain memang bursa barang-barang kuno. dibutuhkan keterampilan khusus yang 2. Pergeseran esensi, Nilai Religius, dan pengerjaannya masih dilaksanakan secara Sakral tradisional; menurunnya minat generasi muda Penggunaan kain songket pada untuk menjadi penenun songket, walaupun upacara Marhaban/ pengguntingan rambut, untuk menghasilkan regenerasi penenun, upacara khitanan, dan adat perkawinan, sudah Dekranasda Sumatera Selatan telah semakin jarang. Dahulu, kain songket melakukan sosialiasi dan pelatihan teknis merupakan benda yang dianggap sebagai kepada para pelaku usaha kecil dan menengah bagian penting dalam pelaksanaan kegiatan (ciputranews.com). tersebut, bahkan jika kain songket tidak Kain songket Palembang dapat diikutkan dalam ritual tersebut, maka kegiatan dijadikan sebagai mata pencarian tambahan, atau acara dilakukan dianggap tidak sah. Pada untuk membantu meringankan beban rumah saat ini ritual tersebut, untuk beberapa daerah tangga, yang mendorong beberapa masyarakat seperti: Ogan Ilir, Musi Banyuasin, dan untuk menjadi pengusaha songket. bahkan Kotamadya Palembang, kain songket Tenaga kerja didapatkan dari luar sudah tidak memiliki peran penting. Acara Palembang, kebanyakan dari daerah Ogan Ilir yang dilakukan tetap dianggap sah, tanpa kain dan Komering Ilir, seperti: desa Tanjung songket sebagai sarana pelengkap. Terlihat Pinang, Tanjung Laut, Tanjung Batu, Tanjung adanya nilai-nilai pemaknaan terhadap ritual Dayang, Limbang Jaya, Muara Penimbung, dan sakral tersebut sudah semakin bergeser Meranjat, serta Kayuagung dan sekitarnya. seiring perkembangan pola pikir masyarakat Inipun mesti ditambahkan dengan gejala- setempat. gejala kejenuhan para pengrajin untuk tetap Catatan Suwati Kartiwa, bahwa kain menggeluti bidang kerajinan kain songket songket memiliki peran sebagai mas kawin, tersebut. Untuk alasan-alasan tertentu, seperti: yang harus diserahkan ketika akan gangguan pada syaraf mata, pada tulang melangsungkan pernikahan, diberikan oleh punggung, gaji kurang mencukupi, dan juga pengantin laki-laki kepada pengantin beberapa alasan lain yang selalu menunjukan perempuan. Menurut adat, seorang suami ketidakbetahan untuk bertahan pada bidang harus menyiapkan pakaian adat untuk istri, tersebut. yang akan dipakai untuk menghadiri 4. Tenaga “Pencukit”/Pembuat Ragam hias pertemuan keluarga, upacara adat atau upacara yang Hampir Tidak Ada resmi lainnya. Sesuai adat pelamaran, pihak Selain para penenun, dua keahlian lain laki-laki memberikan tiga set kain, satu set yang berjasa atas bertahannya songket untuk pakaian sehari-hari, satu set untuk Palembang adalah para pencelup kain dan pakaian resmi, dan satu set untuk upacara pencukit. Keahlian untuk membuat ragam hias pernikahan. Semua terdiri atas selendang dan pada tenun songket, tidak semua orang dapat kain sarung dalam setiap upacara. Berdasarkan melakukannya, selain rumit, juga tidak ada pendapat Akib dalam Suwati Kartiwa, kain tenaga pengajarnya. Untuk alasan-alasan songket hanya digunakan oleh perempuan dan tertentu, para turunan dan pewaris dari

4

 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

pencukit tidak mengajarkan keahlian tersebut, mengenai keterampilan lokal, mulai kecuali masih kerabat atau orang yang direncanakan tahun 2006 dan setelahnya. dikenalnya. Dinas Pendidikan (Disdik) Sumatera Selatan 5. Upah atau Pendapatan Pengrajin Songket (Sumsel) menyusun rancangan Peraturan Untuk pengerjaan satu lembar kain Daerah (Perda) terkait penerapan mata songket mendapatkan upah 200, 500, 650 ribu pelajaran Muatan Lokal (Mulok) kearifan rupiah, besarnya upah tergantung pada lokal menjadi bagian dari pengimplementasian lamanya pengerjaan dan tingkat kerumitan Kurikulum tahun 2013. Rencananya, mata dari ragam hias yang dikerjakan. Lama pelajaran Mulok akan diaplikasikan ke seluruh pengerjaan satu ragam hias ditentukan juga sekolah dengan mengangkat budaya khas banyaknya waktu ketika mengerjakan kain Sumsel meliputi bahasa, adat-istiadat, songket dalam satu hari. Rata-rata penenun makanan, dan ciri khas lokal lainnya. mengerjakan tenun songket dalam sehari Menurut Diah Palupi, dari Perwakilan selama 1-8 jam, waktu yang dibutuhkan untuk Pusat Perbukuan dan Kurikulum satu ragam hias atau satu stel kain songket (Pusperbukur) Kementrian Pendidikan dan berkisar antara 4-8 minggu, bahkan sampai Kebudayaan, dalam kerangka penerapan dua bulan lebih. Upah ini relatif murah jika kurikulum 2013, terdapat Keputusan Menteri dibandingkan dengan risiko yang harus oleh yang mengharuskan memasukkan para penenun, seperti: gangguan pada syaraf pembelajaran Mulok menjadi bagian dari mata dan gangguan penyakit tulang punggung. penerapan kurikulum baru tahun ajaran ini. Kebijakan terhadap upah inipun dinilai sangat Dengan demikian, setiap provinsi diharuskan murah, pada saat ragam hias yang dikerjakan memiliki kurikulum penyerta disertai dengan ternyata rumit dan tentu saja memakan waktu dasar hukum, dalam bentuk Perda dan yang lebih lama, sementara upahnya tetap penerapannya berbasis kearifan lokal. sama. Perihal penyakit tulang punggung, Eksistensi Songket Palembang berkorelasi erat dengan postur kerja. Di dalam Beberapa hal yang telah dilakukan pembahasan Dessi Mufti, dkk., postur kerja dalam upaya turut mendukung eksistensi kain yang salah, sering diakibatkan oleh letak songket Palembang, yaitu: fasilitas kerja (alat) kurang sesuai dengan 1. Pemasaran Kain Songket antropometri operator, sehingga Dalam hal pemasaran, sebenarnya mempengaruhi kinerja operator. Postur kerja para pengusaha songket Palembang cukup yang tidak alami misalnya postur kerja selalu banyak yang melakukan terobosan dengan berdiri, jongkok, membungkuk, mengangkat, memperluas pasar sampai ke , dan mengangkut dalam waktu yang lama dapat Medan, dan Jakarta. Selain itu dengan menyebabkan ketidaknyamanan dan nyeri berkembangnya teknologi informasi, pada salah satu anggota tubuh. Kelelahan dini dilakukan pemasaran lewat internet untuk pada pekerja juga dapat menimbulkan menjangkau konsumen sejauh dan sebanyak penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja mungkin. Penjaringan mitra kerja melalui yang mengakibatkan cacat bahkan kematian ruang internet, memungkinkan meluasnya (Mufti, dkk, 2013: 62). jaringan pemasaran kain songket, tidak saja 6. Kurikulum Pendidikan Keterampilan pada wilayah Indonesia, tetapi sampa pada Tenun Songket. manca negara. Kurikulum keterampilan kerajinan 2. Inovasi oleh beberapa Desainer dan Non- songket tidak didapatkan secara maksimal desainer pada bangku pendidikan baik dari tingkat Daya tarik kain songket terletak pada pendidikan dasar dan menengah. Beberapa benang perak dan benang emas, serta ragam pendidikan dasar tentang keterampilan lokal, hiasnya. Pemaduan unsur-unsur kain songket tidak diberikan dan diperhatikan, sebagai banyak dilakukan oleh perancang busana di upaya untuk menjaga dan melestarikan Indonesia, seperti; Hanna Soewandi, Ghea kekayaan tradisi masyarakat. Panggabean, Ramli, dan Zainal Arifin. Perhatian pemerintah dengan Perancang tersebut, mencoba menghadirkan melakukan pembenahan terhadap kurikulum dan mengkombinasikan kain songket

5

Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018 

Palembang ke dalam bentuk lain. Ada yang PENUTUP mengambil ragam hiasnya untuk Kebesaran Sriwijaya diindetikkan dikembangkan, dan mencoba memadukan dengan peninggalan fisik yang megah dan kain songket dengan bahan-bahan lainnya. indah melalui kain songket, walaupun memajang songket sebagai hiasan gantungan kesimpulan semacam ini masih menjadi dinding meskipun di Palembang sendiri orang- perdebatan dikalangan sejarawan dan arkeolog orang sudah melakukan hal yang sama, setempat, dan memang masih perlu penelitian termasuk untuk taplak meja, sarung bantal, lebih lanjut. Akan tetapi, yang terpenting tutup tudung saji, atau penghias ranjangan generasi penerus hendaknya tetap mengingat, pelaminan pengantin. bahwa Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan 3. Penulisan dan Penginformasian Mengenai maritim terbesar di Asia Tenggara. Kain Songket Palembang. Kepedulian terhadap warisan tradisi Sebetulnya, inilah tujuan utama dari merupakan salah satu alasan untuk tetap penulisan ini, selain sebagai informasi kepada mempertahankan eksistensi kain songket masyarakat luas mengenai keberadaan kain Palembang, tetapi dengan kenyataan, bahwa songket Palembang, dengan berbagai pola pikir dan kehidupan sosial dalam permasalahannya, bahwa kain songket masyarakatnya sudah berkembang. Kondisi Palembang juga tidak kalah menariknya untuk dimana bahwa masyarakat setempat terdapat dijadikan sebagai koleksi benda-benda antik banyak pilihan, antara kebutuhan untuk yang mempunyai nilai estetik tinggi. mencukupi hidup sehari-hari, atau bertahan Untuk mempertahankan eksistensi dengan “kebesaran” nama dari kain songket kain songket Palembang, dapat mengadobsi Palembang, tetapi mengabaikan kehidupan pendapat Yusuf Affendi, dalam upaya sehari-harinya. Masyarakat memang tidak mempertahankan keberadaan batik Garut, dapat dipaksakan untuk tetap mencintai kain yaitu dengan revitalisasi terhadap kain songket Palembang, ataukah hal semacam ini songket. Revitalisasi yang dimaksudkan, dapat dipaksakan?, bahwa masyarakat harus adalah: (1) pelatihan tenun songket tradisional, mencintai tradisi tersebut, alangkah tidak yang melibatkan banyak pihak, digerakkan adilnya. Terlepas dari sebegitu kompleksnya oleh pemerintah, pemerhati kebudayaan permasalahan tersebut, kain songket memang tradisi, seniman, guru, dan pihak-pihak yang tidak dapat dipisahkan dan dilupakan begitu terkait (industri); (2) melakukan dokumentasi saja dari kehidupan masyarakat Sumatera ragam hias kain songket Palembang secara Selatan. Apakah itu hanya sebagai identitas baik dan maksimal, mencatat sejarah, semata, atau bahkan terhadap pemaknaan yang peristiswa pergeseran dan perubahan yang lebih jauh mengenai kain songket Palembang terjadi di dalamnya; (3) meningkatkan itu sendiri. manajemen usaha pada industri rumah tangga Kain songket Palembang yang telah dan profesional, yang terkait dengan kerajinan bergeser nilai serta esensinya, adalah suatu songket Palembang; (4) mengamati kenyataan yang memang harus disadari oleh perkembangan desain kain songket dan masyarakat setempat, jika masih tetap ingin aplikasi bahan jadi, dapat dilakukan dengan mempertahankan keberadaan dari kain pendekatan eksplorasi, percobaan, dan songket itu sendiri. Suatu solusi yang pendalaman desain produk, untuk menopang ditawarkan adalah mulai mengenalkan industri kreatif bidang pakaian. kembali budaya tenun songket tersebut kepada (5) memberikan perlindungan hukum masyarakat, tentu saja dengan berbagai (HAKI) tehadap hak cipta kain songket permasalahannya. Selain itu, juga Palembang dan produk yang terkait dengan memperhatikan tingkat kesejahteraan para kain songket; (6) memberikan perlindungan pengrajin kain songket, yang sampai saat ini dan kenyamanan terhadap lingkungan masih tetap mempertahankan budaya tersebut, pengrajin dan seniman kain songket selebihnya peran serta pihak pemerintah Palembang, termasuk lingkungan sosial dan memang sangat menentukan keberadaan kain studio; (7) memaksimalkan penulisan buku songket Palembang. dan desain produk kain songket Palembang.

6

 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

DAFTAR PUSTAKA Proyek Pengembangan Media Affendi, Yusuf. 2003. “Seni Kriya Batik dalam Kebudayaan Ditjen Kebudayaan. Tradisi Baru Menghadapi Arus Budaya Global”, dalam Jurnal Seni Fraser-Lu, Sylvia. 1989. Indonesian Batik; Rupa dan Desain, Bandung: STISI. Processes Patern and Places. New Alam, Syamsir., et al. 1995/1996. Kain York: University Press. Songket Palembang. Palembang: Kartika, Lily Bertha. 2004. Peninggalan Departemen Pendidikan dan Sejarah Palembang; Entitas yang Kebudayaan Bagian Proyek Mulai Ditinggalkan. Online at Pembinaan Permuseuman Sumatera www.kcm.com. Selatan. Kartiwa, Suwati. 1996. Kain Songket Dafri, Yulriawan. 2000. “Deformasi Bentuk Indonesia (3rd ed.) Jakarta: Penerbit Sebagai Sumber Djambatan. Ide Dalam Penciptaan Kriya Seni Kusnadi. 1982/1983. “Peranan Seni Kerajinan Logam Fungsional Non Tradisional dan Baru dalam Konvensional-Kontemporer”. Tesis Pembangunan”, Analisis Budaya. pada Program Pascasarjana, Program Jakarta: Departemen Pendidikan dan Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Kebudayaan. Seni Rupa, Jurusan Ilmu-ilmu Ma’ruf, Sulaiman. 1974. Raja Palembang Ke- Humaniora, Universitas Gadjah Mada 9. Suara Rakyat, 23 April. Yogyakarta. Malik, Abdul. et al. 2003. Corak dan Ragi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tenun Melayu . Yogyakarta: Republik Indonesia, t.th. Monografi Penerbit Adicita. Daerah Sumatera Selatan. Jakarta: Mayer, Frans Sales. 1992. Hand Book of Pengembangan Permuseuman Ornament. New York: Dover Sumatera Barat. Publication, Inc. Poerwadarminta, W.J.S., 1976. Kamus Umum Nursyiwan, A. 1982. Tenun Tradisional Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Minang Kabau. Padang: Proyek Balai Pustaka . Pusat Penelitian dan Pengembangan Pribadi, Dody Wisnu. 2002. Songket Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi, Palembang Sedang Naik Daun. Online Seni Rupa dan Desain Indonesia, 5 at www.kcm.com. September. Sukarjaputra, Rakaryan. 2004. Bertahan dalam Raikalan, AA. 1976. Seni Lukis . Bali: Kemahalan. Online at UNUD Denpasar Bali. www.kcm.com., diakses tanggal 3 Rini, D.Y. Yuliana. 2002. Kota Palembang. April 2004) Online at www.kcm.com. T.G.S., Mulia dan Hidding K.H (Penterj.), Rizali, Nanang. 2002. “Kriya, Desain dan Ensiklopedi Indonesia. Bandung : Industri Kecil/Menengah (Kasus Graven Hage. Undang-undang Perindustrian dan Zulkani, Ahmad. 2002. Songket Pasemah Ada Hak Cipta”, dalam Jurnal Seni Rupa Harga, "Dak Katik" Barang. Online at dan Desain, Volume 2, Bandung: www.kcm.com.

7