FERMENTASI LIMBAH SABUT KELAPA SAWIT DENGAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI MEDIA DAN PRODUKSI MAGGOT LALAT TENTARA HITAM ( illucens)

SKRIPSI

Oleh :

ANTON WICAKSONO 160306009

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FERMENTASI LIMBAH SABUT KELAPA SAWIT DENGAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI MEDIA DAN PRODUKSI MAGGOT LALAT TENTARA HITAM ()

SKRIPSI

Oleh :

ANTON WICAKSONO 160306009

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Judul : Fermentasi limbah sabut kelapa sawit dengan mikroorganisme lokal (MOL) terhadap kandungan nutrisi media dan produksi maggot lalat tentara hitam (Hermetia illucens) Nama : Anton Wicaksono NIM : 160306009 Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunilas, MP Ir. Tri Hesti Wahyuni, M. Sc. Ketua Anggota

Mengetahui,

Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS Ketua Program Studi Peternakan

Tanggal Lulus : 11 Desember 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebener-benarnya bahwa segala pernyataan dalam skripsi FERMENTASI LIMBAH SABUT KELAPA SAWIT DENGAN

MIKROORGANISME LOKAL (MOL) TERHADAP KANDUNGAN

NUTRISI MEDIA DAN PRODUKSI MAGGOT LALAT TENTARA

HITAM (Hermrta illucens) adalah benar gagasan dan hasil penelitian saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam skripsi ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan di dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi serta dapat diperiksa kebenarannya.

Skripsi ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis perguruan tinggi lain.

Medan, 11 Desember 2020

Anton Wicaksono NIM. 160306009

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK

ANTON WICAKSONO : Fermentasi limbah sabut kelapa sawit dengan mikroorganisme lokal (MOL) terhadap kandungan nutrisi media dan produksi maggot lalat tentaar hitam (Hermetia illucens). Dibimbing oleh YUNILAS dan TRI HESTI WAHYUNI. Sabut kelapa sawit merupakan hasil samping agroindustri yang melimpah dan masih kurang dimanfaatkan karena memiliki kandungan nutrisi yang rendah. Untuk meningkatkan kualitas nutrisi sabut kelapa sawit dilakukan dengan teknik pengolahan secara biologis yaitu fermentasi. Proses dalam fermentasi memanfaatkan kerja mikroorganisme untuk melakukan perombakan struktur kimia substrat. Dalam penelitian ini memanfaatkan mikroorganisme indigenous yang berasal dari mikroorganisme lokal (MOL) sabut kelapa sawit. Setelah difermentasi, sabut kelapa sawit dikonversi sebagai media tumbuh maggot lalat tentara hitam (Hermetia illucens) yang merupakan salah satu alternatif pengganti bahan pakan sumber protein asal tepung ikan. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor (3 x 3) yaitu Faktor I dosis MOL (D1 = 1%, D2 = 3% dan D3 = 5%) dan Faktor II lama fermentasi (L1= 7 hari, L2 = 14 hari dan L3 = 21 hari), dengan 3 ulangan. Parameter penelitian ini terdiri atas kandungan nutrisi sabut kelapa sawit fermentasi berupa kadar air, bahan kering, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu, dan BETN serta produksi maggot lalat tentara hitam (Hermetia illucens) yaitu bobot biomassa, berat rata – rata, pertambahan bobot maggot, konsumsi pakan, indeks pengurangan limbah/WRI, efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI, dan tingkat kelulusan hidup/SR. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kombinasi perlakuan dengan dosis MOL 5% dan lama fermentasi 14 hari dapat meningkatkan kandungan protein kasar namun belum mampu meningkatkan kandungan bahan kering dan BETN serta menurunkan kadar air, lemak kasar serat kasar dan abu. Produksi maggot terbaik diperoleh dari kombinasi perlakuan dosis MOL 5% dan lama fermentasi 21 hari dapat meningkatkan konsumsi pakan, insdeks pengurangan limbah/WRI, tingkat kelulusan hidup/SR namun perlakuan belum mampu meningkatkan bobot biomassa, berat rata –rata, pertambahan bobot maggot, dan efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI maggot lalat tentara hitam. Kata kunci : sabut kelapa sawit, fermentasi, mikroorganisme lokal (MOL), kandungan nutrisi, Hermetia illucens.

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRACT

ANTON WICAKSONO : Fermentation of oil palm press fibre with local microorganisms on media nutrient content and production of black soldier (Hermetia illucens) larvae. Supervised by YUNILAS and TRI HESTI WAHYUNI. Oil palm press fiber is an abundant and underutilized agroindustrial by product due to its low nutrient content. To improve the nutritional quality of it is carried out by using a biological processing technique, namely fermentation. The process of fermentation utilizes the work of microorganisms to overhaul the chemical structure of the substrate. In this research utilized microorganisms indigenous derived from local microorganisms of oil palm press fiber. After fermentation, oil palm press fiber is converted as a maggot growth medium for black soldier fly (Hermetia illucens) which is an alternative substitute for feed ingredients from protein sources from fish meal. The research was conducted experimentally using a factorial completely randomized design (CRD) pattern with 2 factors (3 x 3), the first factor such as dose of local microorganisms (D1 = 1%, D2 = 3% and D3 = 5%) and the second factor such as long fermentation (L1 = 7 days, L2 = 14 days and L3 = 21 days), with 3 replications. The parameters measured were the nutritional content of fermented oil palm press fiber such as moisture, dry matter, crude protein, crude fat, crude fiber, ash, and BETN and the production of black soldier fly (Hermetia illucens) larvae such as biomass weight, average weight, larval weight gain, feed consumption, waste reduction index/WRI, efficiency of conversion of feed consumption/ECI, and survival rate/SR. Based on the research results obtained a combination of 5% dose of local microorganisms and 14 days of fermentation time can increased crude protein content but can not to increased dry matter and BETN and decreased moisture content, crude fiber and ash. The best larvae production is obtained from the combination of 5% dose of local microorganisms and 21 days of fermentation time can increased feed consumption, waste reduction index/WRI, and survival rate/SR but can not to increased biomass weight, average weight, larval weight gain, and the efficiency of convertion of feed consumption/ECI of black soldier fly larvae. Key words : oil palm press fiber, fermentation, local microorganisms, nutritional content, Hermetia illucens.

.

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Anton Wicaksono, dilahirkan di

Sinunukan pada 15 Juni 1998. Penulis adalah anak ke enam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Sadiyono dan Ibu Jumiatun yang bertempat tinggal di Desa

Wonosari, Kecamatan Sinunukan Kabupaten Mandiling Natal.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 148487 Sinunukan dan MDA Al-Muhtadin Sinunukan tahun 2010, pendidikan menengah pertama di

SMP Negeri 2 Sinunukan pada tahun 2013, dan pendidikan menengah atas di

SMA Negeri 1 Sinunukan pada tahun 2016. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara melalui jalur SNMPTN.

Selama perkuliahan, penulis mengemban amanah sebagai Asisten

Laboratorium Mikrobiologi Peternakan pada tahun 2018 dan 2019. Penulis memperoleh penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi Universitas Sumatera

Utara pada tahun 2018 dan 2019, juara 1 LKTIN DN ISMAPETI ke-35

Universitas Gajah Mada tahun 2018, juara 3 Essai SRSC Universitas Negeri

Semarang tahun 2018, juara 1Tari Nusantara SRSC Universitas Negeri Semarang tahun 2018,juara 3 News Presenter SRSC Universitas Negeri Semarang tahun

2018, juara 2 LKTIN PAKAR PRANAS Universitas Negeri padang tahun 2019, finalis LKTIN BAMPINAS Universitas Syiah Kuala tahun 2018 dan LKTIN

FASTWEEK Universitas Andalas tahun 2018.

Penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata – Pembelajaran dan

Pemberdayaan Masyarakat (KKN - PPM) Universitas Sumatera Utara bersama kelompok III di Desa Simbolon Purba, Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA iv

Provisnsi Sumatera Utara pada 27 Juli – 29 Agustus 2019. Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Peternakan Mandiri Farm bersama kelompok VII di Desa Tandam Hilir II, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten

Deli Serdang Provisi Sumatera Utara pada 27 Januari – 2 Februari 2020.

Penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dengan bergabung ke dalam organisasi kampus selama perkuliahan, diantaranya adalah sebagai Anggota

Divisi PPSDM Ikatan Mahasiswa Peternakan Periode 2018/2019, Sekretaris

Ikatam Mahasiswa Peternakan Periode 2019/2020, Ketua Himpunan Mahasiswa

Muslim Peternakan Periode 2018/2019, Pemangku Adat Ambalan UKM Pramuka

USU Masa Bhakti 2019, Pemangku Adat Racana UKM Pramuka USU Masa

Bhakti 2020, dan Dewan Kehormatan Racana UKM Pramuka USU Masa Bhakti

2021.

.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Fermentasi Limbah Sabut Kelapa Sawit Dengan Mikroorganisme Lokal

(MOL) Terhadap Kandungan Nutrisi Media dan Produksi Maggot Lalat

Tentara Hiam (Hermetia illucens)”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Yunilas, MP dan

Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa terimakasih kepada civitas akademika Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara atas peranannya, terkhusus kepada kedua orang tua yang telah memberikan do’a, semangat serta dukungan kepada penulis baik secara materi dan moril. Tidak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu penulis dalam kuliah, penelitian danhingga menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat.

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

Hal. ABSTRAK ...... i ABSTRACT ...... ii RIWAYAT HIDUP ...... iii KATA PENGANTAR ...... v DAFTAR ISI ...... vi DAFTAR TABEL ...... viii DAFTAR GAMBAR ...... x DAFTAR LAMPIRAN ...... xi PENDAHULUAN Latar Belakang ...... 1 Tujuan Penelitian ...... 3 Hipotesis Penelitian ...... 3 Kegunaan Penelitian...... 3 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit ...... 5 Limbah kelapa sawit ...... 5 Lalat tentara hitam/black soldier fly (Hermrtia illucens) ...... 7 Karakteristik lalat tentara hitam (Hermrtia illucens) ...... 7 Morfologi lalat tentara hitam (Hermrtia illucens) ...... 8 Siklus hidup Hermrtia illucens ...... 9 Faktor yang mempengaruhi aktivitas kawin lalat tentara hitam ...... 12 Media perkembangan maggot lalat tentara hitam ...... 14 Kandungan nutrisi maggot (Hermetia illucens) ...... 15 Potensi maggot (Hermetia illucens) sebagai pakan ternak ...... 17 Mikroorganisme lokal (MOL) ...... 20 Fermentasi ...... 21 Kandungan nutrisi sabut sawit fermentasi dan kimia ...... 23 Kadar air ...... 24 Lemak ...... 25 Protein kasar ...... 26 Serat Kasar ...... 27 Abu ...... 28 Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) ...... 29 Produksi maggot lalat tentara hitam ...... 29 Konsumsi pakan...... 30 Indeks pengurangan limbah/waste reduction index (WRI) ...... 31 Efisiensi konversi pakan/efficiency of conversion digested-feed (ECD) ...... 31 Bobot Maggot ...... 31 Tingkat persentase kelulusan hidup (survival rate) ...... 32

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA vii

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan waktu penelitian ...... 33 Alat dan bahan...... 33 Metode penelitian ...... 33 Parameter penelitian ...... 35 Analisis proksimat ...... 36 Parameter fisik maggot ...... 43 Prosedur kegitan penelitian ...... 45 Analisis data ...... 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Fermentasi sabut kelapa sawit dengan mikroorganisme lokal (MOL) ...... 47 Kandungan nutrisi sabut sawit fermentasi ...... 49 Kadar air ...... 49 Bahan kering ...... 51 Protein kasar ...... 54 Lemak kasar ...... 59 Serat kasar ...... 62 Abu ...... 64 BETN (Bahan ekstrak tanpa N) ...... 68 Parameter fisik maggot lalat tentara hitam (Hermetia illucens) ...... 71 Bobot biomassa ...... 71 Berat rata-rata ...... 75 Pertambahan bobot maggot ...... 78 Konsumsi pakan...... 81 Indeks pengurangan limbah/waste reduction index (WRI) ...... 85 Efiseiensi konversi pakan dikonsumsi (ingeasted food convertion efficiency/ECI) ...... 88 Tingkat persentase kelulusan hidup (survival rate)) ...... 92 Rekapitulasi hasil penelitian ...... 95 Kandungan nutrisi sabut sawit fermentasi ...... 95 Parameter fisik maggot lalat tentara hitam (Hermetia illucens) ...... 97 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...... 99 Saran ...... 99 DAFTAR PUSTAKA ...... 100 LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR TABEL

No. Hal. 1. Kandungan nutrisi limbah sabut sawit ...... 6 2. Kandungan nutrisi larva BSF ...... 15 3. Kandungan nutrisi maggot berdasarkan umur ...... 16 4. Analisis proksimat maggot berbagai media tumbuh ...... 16 5. Komposisi zat gizi sabut sawit ...... 23 6. Rancangan penelitian yang akan digunakan ...... 35 7. Hasil pengamatan media sabut sawit fermentasi ...... 47 8. Kandungan kadar air (%) sabut sawit fermentasi berdasarkan bahan kering ...... 49 9. Kandungan bahan kering (%) sabut sawit fermentasi ...... 52 10. Kandungan protein kasar (%) sabut sawit fermentasi berdasarkan bahan kering ...... 55 11. Kandungan lemak kasar (%) sabut sawit fermentasi berdasarkan bahan kering ...... 59 12. Kandungan nilai serat kasar (%) sabut sawit fermentasi berdasarkan bahan kering ...... 62 13. Kandungan abu (%) sabut sawit fermentasi berdasarkan bahan kering...... 65 14. Kandungan BETN (%) sabut sawit fermentasi berdasarkan bahan kering ..... 68 15. Bobot biomassa (g) maggot lalat tentara hitam budidaya media sabut sawit fermentasi ...... 71 16. Berat rata-rata maggot (g) lalat tentara hitam budidaya media sabut sawit fermentasi ...... 75 17. Pertambahan bobot maggot (g) lalat tentara hitam budidaya media sabut sawit fermentasi ...... 78 18. Konsumsi pakan maggot (%) lalat tentara hitam budidaya media sabut sawit fermentasi ...... 82 19. Indeks pengurangan limbah/ Waste reduktion index (WRI) maggot lalat tentara hitam (g/hari) budidaya media sabut sawit fermentasi...... 85

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ix

20. Efiseiensi konversi pakan dikonsumsi (ingeasted food convertion efficiency/ECI) maggot lalat tentara hitam budidaya media sabut sawit fermentasi ...... 89 21. Tingkat persentase kelulusan hidup (survival rate) maggot lalat tentara hitam budidaya media sabut sawit fermentasi ...... 92 22. Kandungan nutrisi media sabut sawit fermentasi ...... 95 23. Parameter fisik maggot lalat tentara hitam (Hermetia illucens) ...... 97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR

No. Hal. 1. Presentase produksi minyak dan limbah kelapa sawit ...... 5 2. Sabut Sawit ...... 6 3. Larva, pupa dan lalat dewasa BSF ...... 7 4. Siklus hidup BSF berdasarkan lama hari per fase ...... 11 5. Hubungan nilai kandungan kadar air dengan perlakuan lama fermentasi ...... 51 6. Hubungan nilai kandungan bahan kering dengan perlakuan lama fermentasi ...... 54 7. Hubungan nilai kandunganprotein kasar dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi ...... 58 8. Hubungan nilai kandungan lemak kasar dengan perlakuan lama fermentasi ...... 61 9. Hubungan nilai kandungan serat kasar dengan perlakuan lama fermentasi ...... 64 10. Hubungan nilai kandungan abu dengan perlakuan lama fermentasi...... 68 11. Hubungan nilai kandungan BETN dengan perlakuan lama fermentasi ...... 69 12. Hubungan nilai bobot biomassa maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan lama fermentasi ...... 74 13. Hubungan nilai berat rata-rata maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan lama fermentasi ...... 77 14. Hubungan nilai pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan lama fermentasi ...... 81 15. Hubungan nilai konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan lama fermentasi ...... 84 16. Hubungan nilai indeks pengurangan limbah/WRI maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan lama fermentasi ...... 88 17. Hubungan nilai efisiensi konversi pakan tercerna/ECI maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan lama fermentasi ...... 91 18. Hubungan nilai persentase kelulusan hidup/survival rate (SR) maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan lama fermentasi ...... 94

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal. 1. Hasil analisis kadar air sabut sawit fermentasi ...... 111 2. Hasil analisis kadar bahan kering sabut sawit fermentasi ...... 113 3. Hasil analisis kadar protein kasar sabut sawit fermentasi ...... 115 4. Hasil analisis kadar lemak kasar sabut sawit fermentasi ...... 117 5. Hasil analisis kadar serat kasar sabut sawit fermentasi...... 119 6. Hasil analisis kadar abu sabut sawit fermentasi ...... 121 7. Hasil analisis kadar BETN sabut sawit fermentasi ...... 123 8. Hasil analisis bobot biomassa maggot lalat tentara hitam ...... 125 9. Hasil analisis berat rata-rata maggot lalat tentara hitam ...... 127 10. Hasil analisis pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam...... 129 11. Hasil analisis konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam ...... 131 12. Hasil analisis indeks pengurangan limbah/WRI maggot lalat tentara hitam ...... 133 13. Hasil analisis efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI maggot lalat tentara hitam ...... 135 14. Hasil analisis survival rate maggot lalat tentara hitam ...... 137 15. Hasil analisis laboratorium ...... 139 16. Prosedur Penelitian ...... 140 17. Analisis regresi parameter penelitian ...... 142 18. Dokumentasi penelitian ...... 157 19. hasil pengamatan dan perhitungan maggot lalat tentara hitam ...... 163

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam usaha peternakan, pakan merupakan komponen yang paling penting, biaya pakan memegang presentase tertinggi dalam biaya produksi yaitu

60– 70% (Retnani, 2014). Biaya pakan yang tinggi salah satunya dipengaruhi oleh bahan pakan sumber protein. Tepung ikan merupakan sumber protein utama yang sering digunakan dalam ransum unggas (broiler) (Widjaya, 1993). Keunggulan tepung ikan sebagai bahan pakan sumber protein hewani memiliki kandungan yang kaya asam-asam amino dan kandungan protein berkisar 50-60%. Namun, akhir-akhir ini sering ditemukan dilapangan tepung ikan dengan kualitas rendah karena dalam pengolahan dicampur dengan sisa-sisa tulang atau bahan baku lainnya.

Berbagai upaya dilakukan untuk mencari bahan pakan alternatif sebagai sumber protein hewani penganti tepung ikan seperti yang berasal dari jenis insekta. Bosch et al., (2014) menyatakan larva Hermetia illucens merupakan salah satu kelompok insekta yang mempunyai prospek tinggi sebagai pakan sumber protein karena mengandung protein 40-50%. Tepung larva lalat tentara hitam (Hermetia illucens) atau dikenal maggot Black Soldier Fly (BSF) berpotensi sebagai pengganti tepung ikan hingga 100% untuk campuran pakan ayam pedaging tanpa adanya efek negatif terhadap kecernaan bahan kering (57,96-

60,42%), energi (62,03-64,77%) dan protein (64,59-75,32%), walaupun hasil yang terbaik diperoleh dari penggantian tepung ikan hingga 25% atau 11,25% dalam pakan (Rambet, 2016).

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2

Budidaya BSF dapat dilakukan dengan menggunakan media yang mengandung bahan organik dan berbasis limbah ataupun hasil samping kegiatan agroindustri (Lecrecq, 1997). Sabut kelapa sawit merupakan hasil limbah pertanian yang murah dan mudah didapatkan (Novia et al, 2012). Sabut kelapa sawit merupakan biomassa lignoselulosa berupa serat dengan komponen utama selulosa 59,6%, lignin 28,5%, protein kasar 3,6%, lemak 1,9%, abu 5,6% dan impurities 8% (Koba dan Ishizaki, 1990). Pemanfaatan sabut kelapa sawit kebanyakan hanya untuk dibakar ataupu dijadikan kerajinan tangan. Pembakaran sabut kelapa sawit dapat mengakibatkan polusi udara dan emisi gas di lingkungan

(Jannah dan Aziz, 2017).

Untuk meningkatkan nilai guna, sabut kelapa sawit dapat dikonversi menjadi media tumbuh maggot melalui proses fermentasi yang melibatkan mikroorganisme hidup untuk merombak bahan organik menjadi sumber energi.

Sebagai perlakuan, limbah sabut sawit diberi perlakuan fermentasi untuk meningkatkan kandungan nutrisinya sebelum digunakan sebagai media tumbuh maggot. Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan menggunakan kerja dari mikroorganisme

(Pamungkas, 2011). Mikroorganisme yang digunakan dalam proses fermentasi ini adalah mikroorganisme lokal (MOL). Mikroorganisme lokal (MOL) dapat digunakan menjadi starter dalam teknologi fermentasi. Mikroba yang berasal dari substratnya sendiri memiliki kemampuan yang tinggi dalam mendegradasi substrat tersebut (Yunilas et al., 2013).

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian terkait penggunaan mikroorganisme lokal (MOL) berbasis limbah sabut sawit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3

dalam fermentasi limbah sabut kelapa sawit dengan menggunakan berbagai dosis

MOL dan lama fermentasi terhadap kandungan nutrisi media dan produksi maggot lalat tentara hitam Hermetia illucens.

Tujuaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menguji pengaruh berbagai dosis mikroorganisme lokal (MOL) dan lama

fermentasi terhadap kandungan nutrisi limbah sabut sawit fermentasi.

2. Menguji pengaruh berbagai dosis mikroorganisme lokal (MOL) dan lama

fermentasi terhadap produksi maggot lalat tentara hitam (Hermetia illucens).

Hipotesis Penelitian

1. Penggunaan berbagai dosis dan lama fermentasi dapat meningkatkan

kandungan nutrisi sabut sawit.

2. Penggunaan berbagai dosis dan lama fermentasi dapat meningkatkan

produksi maggot lalat tentara hitam (Hermetia illucens).

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi akademsi : penelitian ini sebagai sumber informasi dan bahan

rujukan dalam membuat penelitian selanjutnya.

2. Bagi peternak : penelitan ini sebagai sumber informasi dan referensi untuk

mengembangkan budidaya maggot lalat tentara hitam (Hermetia illucens)

dengan menggunakan limbah sabut kelapa sawit yang di fementasi dengan

mikroorganisme lokal (MOL).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4

3. Bagi pemerintah dan pembuat kebijakan : penelitian ini sebagai bahan

informasi, referensi dan formulasi dalam menentukan kebijakan dalam

memberdayakan petani/peternak sebagai solusi bagi permasalahan limbah

sabut sawit yang dapat dimanfaatkan lebih optimal melalui budidaya

maggot lalat tentara hitam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) mengalami pertumbuhan produksi yang cukup pesat dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya di Indonesia.

Produksi kelapa sawit di indonesia meningkat tahun 2014 sebesar 29.344,5 ton dari tahun 2013 sebesar 27.782,0 ton (BPPKP Kementrian Perdagangan, 2015).

Limbah Kelapa Sawit

Gambar 1. Presentase produksi minyak dan limbah kelapa sawit (Elisabeth, 2003).

Kelapa Sawit merupakan salah satu tanaman budidaya penghasil minyak nabati berupa Crude Plam Oil (CPO), sangat banyak ditanam dalam perkebunan di Indonesia terutama di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Selain menghasilkan Crude Palm Oil (CPO), dalam proses pengolahan kelapa sawit selain menghasilkan CPO juga menghasilkan limbah sangat banyak Diketahui untuk 1 ton kelapa sawit akan mampu menghasilkan limbah berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebanyak 23% atau 230 kg, limbah cangkang (Shell) sebanyak 6,5% atau 65 kg, wet decanter solid (lumpur sawit) 4 % atau 40 kg,

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6

serabut (Fiber) 13% atau 130 kg serta limbah cair sebanyak

50% (Mandiri, 2012).

Sabut kelapa merupakan bagian terluar yang membungkus buah kelapa, sabut kelapa yang dimiliki oleh setiap buah kelapa berkisar hampir 35% atau sekitar 2/3 bagian dari volume buah kelapa, ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri dari lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam

(endocarpium) (Jannah dan Aziz, 2017).

Gambar 2. Sabut sawit (Dokumentasi pribadi)

Adapun komposisi sabut sawit sebagai berikut :

Tabel 1. Kandungan nutrisi limbah sabut sawit. Komponen Persen kadar kering (%) Protein Kasar 3.60 Lemak 1.90 Abu 5.60 Selulosa 59.6 Lignin 28.5 Impurities 8.00 (Sumber : Koba dan Ishizaki, 1990)

Sabut kelapa tersebut tersusun atas senyawa lignoselulosa (senyawa kompleks lignin, selulosa, dan hemiselulosa). Hemiselulosa bersifat hidrofibil

(mudah menyerap air) yang mengakibatkan strukturnya yang kurang teratur dan pada selulosa dalam keadaan kering bersifat higroskopik (baik menyerap air), keras, juga rapuh. Sifat dari selulosa ini yaitu tidak larut didalam air dan sangat mudah menyerap air (Nisa dan Widya, 2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 7

Lalat Tentara Hitam/Black Soldier Fly (Hermetia illucens)

Lalat tentara hitam berasal dari Amerika dan selanjutnya tersebar ke wilayah subtropis dan tropis di dunia (Čičková et al. 2015). Kondisi iklim tropis

Indonesia sangat ideal untuk budidaya BSF ditinjau dari segi budidaya BSF sangat mudah untuk dikembangkan dalam skala produksi massal dan tidak memerlukan peralatan khusus. Tahap akhir Larva (prepupa) dapat bermigrasi sendiri dari media tumbuhnya hingga memudahkan untuk dipanen. Selain itu lalat ini bukan merupakan alat hama dan tidak dijumpai pada pemukiman yang padat penduduk sehingga relatif aman jika dilihat dari segi kesehatan manusia (Li et al., 2011).

Gambar 3. Larva, pupa dan imago BSF (Mc Shaffrey, 2013 dan Wardhana, 2016)

Istilah “maggot” mulai dikenal pada pertengahan tahun 2005, yang diperkenalkan oleh tim biokonversi IRD-Prancis dan Loka Riset Budidaya Ikan

Hias Air Tawar (LRBIHAT), Depok. Maggot merupakan larva serangga Diptera

Stratiomyidae Genus Hermetia yang hidup di bungkil inti sawit (Fahmi et al., 2007).

Karakteristik Lalat Tentara Hitam (Hermetia illucens)

Serangga yang tergolong dalam Ordo Diptera bermetamorfosis sempurna

(holometabola). Lalat tentara hitam termasuk kedalam Ordo Diptera karena dalam siklus hidupnya akan mengalami fase telur, larva, pupa, dan Imago. Telur

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8

terbentuk oval dengan panjang lebih kurang 1 mm, telur berwarna kuning pucat atau putih mendekati krem warnanya akan berubah menjadi kecoklatan atau gelap menjelang menetas dan setelah 24 jam pada suhu 300C telur akan menetas (Fahmi et al., 2007).

Larva Black Soldier Fly memiliki beberapa karakter diantaranya: bersifat dewatering, menyerap air dan berpotensi dalam pengolahan sampah organik, dapat membuat liang untuk aerasi sampah, toleran terhadap pH dan temperature, melakukan migrasi mendekati fase pupa, sebagai kontrol alat rumah, dan kandungan protein tinggi mencapai 45% (Fahmi et. al, 2015).

Morfologi Lalat Tentara Hitam

Lalat tentara hitam berwarna hitam dan bagian segmen basal abdomen nya berwarna transparan (wasp waist) sehingga sekilas menyerupai abdomen lebah.

Panjang lalat berkisar antara 15-20 mm dan mempunyai waktu hidup 5-8 hari

(Gambar 3). Saat lalat dewasa berkembang dari pupa, kondisi sayap masih terlipat kemudian mulai mengembang sempurna hingga menutupi bagian thorax. Lalat dewasa tidak memiliki bagian mulut yang fungsional karena lalat dewasa hanya beraktivitas untuk kawin dan bereproduksi sepanjang hidupnya. Kebutuhan nutrien lalat dewasa tergantung pada kandungan lemak yang disimpan saat masa pupa ketika simpanan lemak habis, maka lalat akan mati (Makkar et al., 2014).

Berdasarkan jenis kelaminnya lalat betina umumnya memiliki daya tahan hidup yang lebih pendek dibandingkan dengan lalat jantan (Tomberlin et al., 2009).

Larva berbentuk tumpul dan kepalanya menonjol berisi bagian mulut pengunyah. Larva dapat mencapai panjang 27 mm dan lebar 6 mm (Hall dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 9

Gerhardt, 2002). Larva memiliki 3 ruas thorax dan 8 ruas abdomen, setelah 20 hari panjangnya mencapai 20 mm (Fahmi, 2015).

Larva melewati 6 instar dan membutuhkan sekitar 14 Hari untuk menyelesaikan larva menuju pupa. Larva berwarna keputih-putihan dan akan berwarna semakin hitam ketika melewati ke-6 instarnya (Hall dan Gerhardt,

2002). Sebelum memasuki masa pupa larva instar ke-6 berubah warna menjadi hitam. Ukuran pupa lebih pendek dari ukuran larva. Stadia pupa berlangsung selama 6-7 hari hari dan setelah itu serangga berubah menjadi serangga dewasa (Fahmi, 2015).

Imago memiliki beberapa jenis spesies yang dapat dilihat dengan warna tubuhnya. Warna tubuh serangga ini yaitu ada yang berwarna kuning hijau hitam atau biru dengan beberapa memiliki penampilan metalik. Lalat tentara hitam dewasa memiliki abdomen yang ramping dan terdiri dari 5 ruas pada ruas abdomen pertama terdapat dua jendela transparan. Genitalia lalat tentara hitam jantan lebih pendek dibandingkan genitalia betina (Oliveira et al., 2015).

Siklus Hidup Hermetia illucens

Dalam siklus hidupnya lalat Hermetia illucens memiliki lima stadia. Lima stadia tersebut yaitu fase dewasa, fase telur, fase prepupa, dan fase pupa dan fase imago. Dari kelima stadia tersebut, fase prepupa sering digunakan sebagai pakan ikan (Newton, 2005).

Siklus hidup BSF dari telur hingga menjadi lalat dewasa berlangsung sekitar 40-43 hari tergantung dari kondisi lingkungan dan media pakan yang diberikan (Gambar 4). Lalat betina akan meletakkan telurnya di dekat sumber pakan, antara lain pada bongkahan kotoran unggas atau ternak, tumpukan limbah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 10

bungkil inti sawit dan limbah organik lainnya. Lalat betina tidak akan meletakkan telur di atas sumber pakan secara langsung dan tidak akan mudah terwujud apabila sedang bertelur oleh karena itu umumnya daun pisang yang telah kering atau potongan kardus yang berongga diletakkan diatas media pertumbuhan sebagai tempat telur (Tomberlin et. al., 2002).

Di alam lalat betina akan tertarik dengan bau senyawa aromatik dari limbah organik (atraktan) sehingga akan datang ke lokasi tersebut untuk bertelur.

Atraktan diperoleh dari proses fermentasi dengan penambahan air ke dalam limbah organik seperti limbah BIS, limbah sayuran atau buah-buahan, penambahan EM4 bakteri dan mikroba rumen. Jumlah lalat betina yang meletakkan telur pada suatu media umumnya lebih dari 1 ekor keadaan ini, dapat menjadi karena lalat betina akan mengeluarkan penanda kimia yang berfungsi untuk memberikan sinyal ke betina-betina lainnya agar meletakkan telur di tempat yang sama. Telur BSF berwarna putih dan berbentuk lonjong dengan panjang sekitar 1 mm terhimpun dalam bentuk koloni. Seekor lalat betina BSF normal mampu memproduksi telur berkisar 185-1235 telur (Rachmawati et al. 2010).

Literatur lain menyebutkan bahwa seekor betina memerlukan waktu 20-30 menit untuk bertelur dengan jumlah produksi telur antara 546-1.505 butir dalam bentuk massa telur. Berat massa telur berkisar 15,8-19,8 mg dengan berat individu telur antara 0,026-0,030 mg. Waktu Puncak bertelur dilaporkan terjadi sekitar pukul 14.00-15.00. Lalat betina dilaporkan hanya bertelur satu kali selama masa hidupnya, setelah itu mati (Tomberlin dan Sheppard, 2002).

Lebih lanjut disebutkan bahwa jumlah telur berbanding lurus dengan ukuran tubuh lalat dewasa, lalat betina yang memiliki ukuran tubuh lebih besar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 11

dengan ukuran sayap lebih lebar cenderung lebih subur dibandingkan dengan lalat yang bertubuh dan sayap yang kecil (Gobbi et al. 2013). Jumlah telur yang diproduksi oleh lalat berukuran tubuh besar lebih banyak dibandingkan dengan lalat berukuran tubuh kecil. selain itu kelembaban juga dilaporkan berpengaruh terhadap daya bertelur lalat BSF sekitar 80%. Lalat betina bertelur pada kondisi kelembaban lebih dari 60% dan hanya 40% lalat betina yang bertelur ketika kondisi kelembaban kurang dari 60% (Tomberlin dan Sheppard, 2002).

Pupa Telur Lalat Dewasa/Imago (14 hari) (1-2 hari) (7 hari)

Prepupa Larva (21 hari) Larva (1-7 hari)

Gambar 4. Siklus hidup BSF berdasarkan lama hari per fase (Fahmi, 2015).

Dalam waktu 2-4 hari telur akan menetas menjadi larva instar satu dan berkembang hingga ke 6 dalam waktu 22-24 hari dengan rata-rata 18 hari (Barros-

Cordeiro et al. 2014). Ditinjau dari ukurannya, larva yang baru menetas dari telur berukuran kurang lebih 2 mm kemudian berkembang hingga 5 mm setelah itu terjadi pergantian kulit. Larva berkembang dan tumbuh lebih besar dengan panjang tubuh mencapai 20-25 mm kemudian masuk ke tahap prepupa. Larva betina akan berada di dalam media lebih lama dan mempunyai bobot yang lebih berat dibandingkan dengan larva jantan secara alami. Larva instar terakhir prepupa akan meninggalkan media pakannya ke tempat yang kering misalnya ke

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12

tanah kemudian membuat terowongan untuk menghindari Predator dan cekaman lingkungan (Tomberlin et al., 2009).

Holmes et al. (2013) membandingkan 5 substrat dan stadia pupa yaitu serbuk gergaji, tanah, humus, pasir, dan tidak menggunakan substrat. Stadia yang dipelihara pada substrat pasir dan humus lebih lama dibandingkan pada substrat tanah dan serbuk gergaji. Stadia yang tidak menggunakan substrat berjalan paling cepat karena untuk mengurangi resiko dari Predator atau ancaman lingkungan.

Namun, kondisi ini menyebabkan daya tetas pupa menjadi Imago (lalat dewasa) lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Hal ini diduga karena energi yang tersimpan selama menjadi larva banyak di gunakan untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Bobot pupua betina rata-rata 13% lebih berat dibandingkan dengan bobot pupa jantan. Setelah 14 hari pupa berkembang menjadi lalat dewasa (Imago), dua atau tiga hari kemudian lalat dewasa siap untuk melakukan perkawinan (Tomberlin etal., 2009).

Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Kawin Lalat Tentara Hitam

Aktivitas kawin lalat tentara hitam umumnya terjadi pada pukul 8.30 dan mencapai puncaknya pada pukul 10.00 di lokasi yang penuh tanaman (vegetasi) ketika suhu lingkungan mencapai 270C. Lalat betina hanya kawin dan bertelur sekali selama masa hidupnya. Saat melakukan aktivitas kawin lalat jantan akan memberikan sinyal ke lalat betina untuk datang ke lokasi yang telah ditentukan oleh pejantan. Perkawinan bsf terjadi di tanah dengan posisi jantan dan betina berlawanan saling membelakangi atau di daerah yang penuh dengan vegetasi.

Namun,, ada juga laporan yang menyebutkan bahwa perkawinan dapat juga terjadi di udara. Kondisi ruang udara yang cukup dan kepadatan jumlah lalat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13

merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan aktivitas kawin BSF.

Intensitas cahaya dan suhu sangat berpengaruh terhadap kesuksesan aktivitas kawin lalat BSF (Zhang et al. 2010; Gobbi et al. 2013).

Umumnya lalat dewasa membutuhkan penerangan yang tinggi tetapi masih dibawah intensitas Sinar matahari. Minimal intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk aktivitas kawin adalah 70 µmol m-2 s-1, sedangkan puncak aktivitas kawin terjadi pada kondisi penerangan 100 µmol m-2 s-1 atau lebih dari

200 µmol m-2 s-1 hingga 500 µmol m-2 s-1 (Sheppard et al. 2002). Oleh karena itu Untuk memicu terjadinya aktivitas kawin BSF diperlukan penerangan buatan apabila lingkungan dalam keadaan mendung atau penerangan kurang (Wardhana, 2016).

Zhang et al. (2010) menyatakan bahwa penggunaan lampu quartz-iodine

500 watt dengan intensitas cahaya 135 µmol m-2 s-1 mampu menstimulasi aktivitas kawin dan bertelur di bandingkan dengan kondisi di bawah sinar matahari namun,, ketika intensitasnya ditingkatkan menjadi 160 µmol m-2 s-1 dilaporkan tidak terjadi aktivitas kawin lebih lanjut dijelaskan bahwa panjang gelombang 450-700 nm berpengaruh terhadap tingkah laku kawin lalat bsf sedangkan pada panjang gelombang 350-450 nm tidak menstimulasi terjadinya aktivitas kawin bsf. Panjang gelombang cahaya yang masih dapat dilihat oleh insecta sekitar 700 nm (Briscoe dan Chittka, 2001).

Suhu juga berpengaruh terhadap masa inkubasi telur, suhu yang hangat cenderung memicu telur menetas lebih cepat dibandingkan dengan suhu yang rendah. Meskipun lalat dewasa tidak memerlukan pakan sepanjang hidupnya tetapi pemberian air dan madu dilaporkan mampu memperpanjang lama hidup dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 14

meningkatkan produksi telur. Membuktikan bahwa puncak kematian lalat dewasa yang diberi minum madu terjadi pada hari ke-10 hingga 11 sedangkan pada lalat yang diberi minum air terjadi kematian tertinggi pada hari kelima hingga ke-8 dan berlanjut pada hari ke-10 hingga 12. Ditinjau dari waktu bertelurnya lalat betina yang diberi minum madu mencapai puncak waktu bertelur pada hari kelima sedangkan pada perlakuan pemberian air terjadi pada hari ke-7 (Rachmawati et al., 2010).

Media Perkembangan Maggot Lalat Tentara Hitam

Maggot atau larva lalat tentara hitam dapat tumbuh dan berkembang subur pada media organik seperti BIS, kotoran sapi, kotoran babi, kotoran ayam, sampah buah dan limbah organik lainnya. Kemampuan Larva hidup dalam berbagai media terkait dengan karakteristiknya yang memiliki toleransi pH yang luas

(Mangunwardoyo et al., 2011). Selain itu kemampuan Larva dalam mengurangi senyawa organik ini juga terkait dengan kandungan beberapa bakteri yang terdapat di dalam saluran pencernaannya (Dong et al. 2009; Yu et al. 2011).

Beberapa bakteri yang diisolasi dan berhasil di identifikasi dari sistem pencernaan

Larva BSF yaitu Micrococcus sp, Streptococcus sp, Bacillus sp dan

Acetobacteraerogenes (Banjo et al., 2005).

Kualitas dan kuantitas media perkembangan larva lalat sangat mempengaruhi kandungan nutrien tubuh serta keberlangsungan hidup Larva pada setiap instar dan tahap metamorfosis (Gobbi et al. 2013; Makkar et al. 2014).

De Haas et al. (2006), menyatakan bahwa kualitas media perkembangan larva berkorelasi positif dengan panjang larva dan persentase daya tahan hidup lalat dewasa. Jumlah dan jenis media yang kurang mengandung nutrien dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 15

menyebabkan bobot pupa kurang dari normal, akibatnya pupa tidak dapat berkembang menjadi lalat dewasa (Wardhana dan Muharsini, 2004). Larva BSF yang dikoleksi dari alam dan ditumbuhkan pada media organik dengan kualitas cukup memiliki performa yang lebih baik dibandingkan dengan larva dari koloni laboratorium (Tomberlin et al., 2002).

Kandungan Nutrisi Maggot (Hermetia illucens)

Persentase kandungan nutrisi Larva BSF secara umum dapat dilihat pada

Tabel 1. Kandungan protein pada Larva ini cukup tinggi yaitu 44,26% dengan kandungan lemak mencapai 29,65% (Fahmi et al., 2007).

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Larva BSF Proksi (%) Asam (%) Asam (%) Min (%) mat amino lemak eral Air 2.38 Serin 6.35 Linoleat 0.70 Mn 0.05 mg/g Protein 44.26 Glisin 3.80 Linolenat 2.24 Zn 0.09 Lemak 29.65 Histidin 3.37 Saturated 20 mg/g Fe 0.68 Arginine 12.95 Monomer 8.71 Cu 0.01 Treonin 3.16 P 0.13 Alanine 25.68 Ca 55.65 Prolin 16.94 Mg 3.50 Tirosin 4.15 Na 13.71 Valin 3.87 K 10.00 Sistin 2.05 Isoleusin 5.42 Leusin 4.76 Lisin 10.65 Taurin 17.53 Sistein 2.05 NH3 4.33 Ornitina 0.51 Sumber : (Fahmi et al., 2007).

Rachmawati et al. (2010), meninjau kandungan nutrisi larva BSF dari umur memiliki komponen nutrisi yang berbeda. Bahan kering Larva BSF cenderung berkorelasi positif dengan meningkatnya umur yaitu 26,601% pada umur 5 hari menjadi di 39,97% pada umur 25 hari. Hal yang sama juga terjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 16

pada komponen lemak kasar, yaitu sebesar 13, 37% pada umur 5 hari dan meningkat menjadi 27, 50% pada umur 25 hari. Kondisi ini berbeda dengan komponen protein kasar yang cenderung turun pada umur yang lebih tua seperti tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan nutrisi maggot berdasarkan umur pada media BIS. Kadar Umur (hari) Bahan kering Protein kasar Lemak kasar Abu kasar 5 26.61 61.42 13.37 11.03 10 37.66 44.44 14.60 8.62 15 37.94 44.01 19.61 7.65 20 39.20 42.07 23.94 11.36 25 39.97 45.87 27.50 9.91 Sumber : Rachmawati et al. (2010)

Kandungan nutrisi maggot (Hermetia illucens)

Tabel 4. Analisis proksimat maggot berbagai media tumbuh Proksimat Maggot PKM Maggot PKM+limbah Maggot tandan (%) pasar+limbah ikan(%) sawit (%) Air 2.60 3.20 0.00 Protein 58.62 60.56 38.21 Lemak 13.00 13.56 17.71 Abu 7.46 6.26 10.52 Serat kasar - - 20.56 Sumber : Fahmi (2015) dan Mujahid et.al.(2017)

Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kandungan protein kasar larva yang muda lebih tinggi dibandingkan dengan larva yang tua. Kondisi ini diduga karena larva yang masih muda mengalami pertumbuhan sel struktural yang lebih cepat. Tetapi, apabila ditinjau dari skala produksi massal maka kuantitas produksi menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan sehingga diperlukan bobot pupa yang lebih tinggi prepupa. Dalam skala industri, produksi tepung Larva dari tahap instar yang tua lebih menguntungkan. Larva yang lebih besar prepupa sangat ideal digunakan untuk campuran pakan atau bahan baku pelet karena mampu memenuhi kuantitas produksi (Rachmawati et al., 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 17

Hasil penelitian dari Loka riset Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa belatung memiliki kadar protein yang hampir sama atau mendekati tepung ikan, yaitu sekitar 40-50%. Maggot bisa menggantikan tepung ikan dalam produksi ayam broiler dan mempengaruhi secara positif pertumbuhan berat dan kecernaan ternak ayam (Téguia et al, 2002).

Larva serangga Hermetia illucens banyak ditemukan pada limbah-limbah organik dan tidak dilaporkan sebagai agen penyebab penyakit. Salah satu Kunci keberhasilan proses biokonversi dengan menggunakan maggot adalah kemampuan memproduksi maggot kecil dalam jumlah banyak dan selanjutnya digunakan sebagai agen perombakan berbagai limbah organik (Fahmi et al., 2007).

Potensi Maggot (Hermetia illucens) Sebagai Pakan Ternak

Pemanfaatan BSF sebagai campuran pakan babi pertama kali dipublikasi oleh Newton et al. (1977). Tepung larva BSF cukup sesuai sebagai bahan pakan karena mengandung asam amino, lemak dan kalsium yang dibutuhkan untuk pertumbuhan babi, meskipun kandungan abunya relatif tinggi. Berdasarkan hasil uji palatabilitas, ternak babi lebih suka pakan yang mengandung larva BSF daripada pakan berbasis tepung kedelai sebagai sumber protein. Selanjutnya, tepung prepupa BSF diujikan pada babi yang disapih secara dini dan dibandingkan dengan tepung plasma darah. Kelompok yang diberi pakan dengan kandungan 50% tepung prepupa BSF menunjukkan performans yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol, tetapi pada kelompok 100% memberikan perfomans lebih rendah. Kondisi tersebut diduga karena kandungan lemak dan abu yang terlalu tinggi pada sediaan prepupa BSF (Newton et al. 2005). Profil asam amino yang terkandung dalam tepung BSF mirip dengan tepung kedelai,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 18

khususnya kandungan metionin atau metionin + sistin yang merupakan asam amino esensial untuk pertumbuhan babi dan ayam pedaging. Pemberian tepung

BSF pada ransum akan memenuhi kebutuhan asam-asam amino tersebut (Veldkamp dan Bosch,2015).

Elwert et al. (2010) menguji efektivitas tepung BSF dalam meningkatkan bobot badan ayam pedaging dibandingkan dengan pakan yang mengandung tepung ikan. Bobot badan ayam pada fase starter dan grower tidak berbeda nyata antara kelompok yang diberi pakan yang mengandung tepung BSF dengan kelompok yang diberi tepung ikan. Bukti ini mengindikasikan bahwa substitusi tepung ikan dengan tepung BSF akan memberikan hasil yang sama, tetapi secara operasional lebih ekonomis. Substitusi tepung kedelai secara sebagian atau menyeluruh dengan tepung BSF tidak mempengaruhi asupan pakan, performans telur, bobot telur dan efisiensi pakan pada ayam petelur jika dibandingkan dengan pemberian pakan standard (Maurer et al., 2016).

Keuntungan yang lain adalah larva BSF bukan merupakan vektor suatu penyakit dan relatif aman untuk kesehatan manusia sehingga jarang dijumpai di pemukiman terutama yang berpenduduk padat. Disamping itu, populasi lalat BSF mampu mengurangi populasi lalat M. domestica (lalat rumah). Apabila dalam limbah organik telah didominasi oleh larva BSF, maka lalat M. domestica tidak akan bertelur di tempat tersebut (Wardhana, 2016). Tomberlin dan Sheppard

(2002) menyebutkan bahwa koloni BSF yang berkembang di kotoran ayam mampu menurunkan populasi lalat M. domestica (Diptera: Muscidae) sebesar 94-

100%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa koloni tersebut mampu mengurangi akumulasi kotoran ayam dalam kandang hingga 50%. Secara alamiah, larva lalat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 19

BSF akan mengeluarkan senyawa kimia yang mencegah lalat M. domestica untuk bertelur di tempat yang sama (Tomberlin et al. 2009).

Disamping itu, larva BSF dilaporkan bersifat sebagai antibiotik. Studi antibakteri yang dilakukan di Korea menunjukkan bahwa larva BSF yang diekstrak dengan pelarut metanol memiliki sifat sebagai antibiotik pada bakteri

Gram positif, seperti Klebsiella pneumonia, Neisseria gonorrhoeae dan Shigella sonnei. Sebaliknya, hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa ekstrak larva ini tidak efektif untuk bakteri Gram positif, seperti Bacillus subtilis, Streptococcus mutans dan Sarcina lutea (Choi et al. 2012). Ekstrak metanol larva BSF mampu menghambat proliferasi bakteri Gram negatif, sehingga pemanfaatannya sebagai sumber pakan ternak akan bermakna ganda, yaitu kandungan proteinnya yang tinggi dan kandungan antibiotik untuk membunuh bakteri Gram negatif yang merugikan. Pelarut kimia yang lain juga diuji untuk mengekstraksi larva antara lain pelarut air, etanol, heksan dan kloroform, namun tidak memberikan efek antibiotik. Laporan lain menyebutkan bahwa larva BSF mampu menurunkan populasi Salmonella spp hingga 6 log10 pada feses manusia selama delapan hari, tetapi tidak efektif untuk bakteri Enterococcus spp dan bakteriofag X174

(Lalander et al. 2013). Larva BSF ini mampu menurunkan populasi Escherichia coli O157:H7 dan Salmonella enterica serovar Enteritidis pada kotoran unggas

(Erickson et al. 2004) dan E. coli pada kotoran sapi perah (Liu et al. 2008).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa apabila larva BSF memakan kotoran unggas atau limbah yang mengandung bakteri patogen maka di dalam tubuh sebagian prepupa akan ditemukan bakteri yang sama, meskipun dalam jumlah yang sangat rendah. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi terjadinya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 20

transfer bakteri tersebut ke ternak maka disarankan untuk dilakukan pengolahan.

Dalam mengeringkan prepupa terlebih dahulu sebelum diberikan sebagai pakan ternak. Pengolahan dalam bentuk pelet yang melalui proses pengeringan dapat mengeliminasi potensi terjadinya penularan bakteri patogen, seperti Salmonella spp (Lalander et al., 2013).

Mikroorganisme Lokal (MOL)

Untuk meningkatkan mutu pakan perlu dilakukan proses fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme. MOL (mikroorganisme lokal) adalah kumpulan dari beberapa mikroorganisme yang bisa dikembangbiakkan dan berfungsi untuk starter dalam pembuatan kompos, pupuk cair, ataupun ditambahkan dalam pakan ternak. MOL terbuat dari bahan-bahan alami sebagai media hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang berguna untuk mempercepat penghancuran bahan organik (Syukur, 2017).

Bahan utama MOL terdiri dari beberapa komponen, yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber mikroorganisme. Bahan dasar untuk fermentasi MOL dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga.

Karbohidrat sebagai sumber nutrisi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari limbah organik seperti air cucian beras, singkong, gandum, rumput gajah, dan daun gamal. Sumber glukosa berasal dari cairan gula merah, gula pasir, dan air kelapa. Sumber mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sudah busuk, terasi, keong, nasi basi, dan urin sapi (Purwasasmita, 2009). Selain itu, pada MOL juga bisa ditambahkan urea sebagai sumber makanan bagi mikroba. Di sisi lain, urea merupakan sumber non protein nitrogen (NPN) paling sering digunakan sebagai pengganti pakan sejati (Yanuartono, et al., 2017).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 21

Fermentasi

Fermentasi merupakan proses perubahan kimiawi, dari senyawa kompleks menjadi lebih sederhana dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Jay et al. 2005). Proses tersebut akan menyebabkan terjadinya penguraian senyawa-senyawa organik untuk menghasilkan energi (Madigan et al.

2011). Selain itu akan terjadi proses pengubahan substrat menjadi produk baru oleh mikroorganisme (Bourgaize et al. 1999).

Fermentasi mengakibatkan senyawa organik kompleks dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana (Pamungkas, 2011). Fermentasi dilakukan dengan cara menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik, dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (contohnya starbio, starbioplus, EM-4, dll) (Yunilas, 2009). Mikroba mampu melaksanakan semua kegiatan atau reaksi‐reaksi biokimia yang sangat kompleks untuk melangsungkan pengembangan generatif dengan kecepatan relatif cepat. Dunia mikroba tidak dapat digolongkan ke dalam dunia hewan atau tumbuhan tetapi masuk ke dalam suatu golongan tersendiri, yaitu protista (Murni, et al., 2008).

Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan yang berkualitas rendah serta berfungsi dalam pengawetan bahan dan merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat antinutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu bahan makanan (Murni, et al., 2008). Berdasarkan kebutuhan oksigennya, fermentasi dibedakan menjadi dua, yaitu fermentasi aerob dan fermentasi anaerob.

Fermentasi aerob adalah fermentasi yang prosesnya memerlukan oksigen karena dengan adanya oksigen maka mikroba dapat mencerna glukosa menghasilkan air,

CO2, dan sejumlah energi. Fermentasi anaerob adalah fermentasi yang tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 22

membutuhkan adanya oksigen karena beberapa mikroba dapat mencerna bahan energi tanpa adanya oksigen. Sehingga hanya sebagian dari bahan energi yang dipecah. Mikroorganisme yang melakukan fermentasi ini adalah yeast, beberapa jenis kapang, dan bakteri (Afrianti, 2005).

Menurut Muin, et al., (2015), proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1. Jenis bahan atau substrat

Substrat merupakan sumber energi bagi mikroba. Substrat inilah yang nantinya akan dipecah menjadi senyawa sederhana dalam proses fermentasi.

2. Oksigen

Pada umunya proses fermentasi alkoholik berlangsung pada kondisi anaerob atau tanpa oksigen. Namun ada mikroba tertentu yang dapat berkembang dalam kondisi aerob maupun anaerob.

3. Waktu fermentasi

Umumnya waktu yang digunakan untuk proses fermentasi adalah sekitar 1 sampai 6 hari, tergantung dari jumlah mikroba yang digunakan, kondisi operasi, dan konsentrasi substrat.

4. Konsentrasi starter

Penggunaan starter dalam fermentasi tidak boleh terlalu banyak namun juga tidak boleh terlalu sedikit.

5. Temperatur

Umumnya ragi dapat berkembang baik pada suhu ruangan, yaitu suhu sekitar 25 sampai 30 °C dalam proses fermentasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 23

6. pH (keasaman)

Untuk proses fermentasi, pH optimal adalah 4 - 5. Jika pH terlalu asam atau terlalu basa mikroba yang digunakan tidak dapat tumbuh optimal atau bahkan mati sehingga proses fermentasi terganggu.

Kandungan Nutrisi Sabut Sawit Fermentasi dan Kimia

Pengolahan sabut sawit dengan P. ostreatus meningkatkan konsumsi energi tercerna, retensi N dan jumlah isoacid tetapi tidak mempengaruhi pertambahan berat badan (Permana, 1995) dan kesulitan dalam pengolahan jumlah besar. Perlakuan NaOH dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dari

43% menjadi 58% (Jalaludin et. al.1991). Sedangkan Devandra (1997) menyatakan bahwa perlakuan NaOH tidak meingkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Tapi terlihat meningkatkan protein kasar, lemak, abu dan energi. Berikut komposisi nutrisi sabut sawit.

Tabel 5. Komposisi zat gizi sabut sawit Zat Gizi (%BK) Jalaludin et. al., 1991 Permana, 1995 Abu 6.10 7.90 Protein Kasar 6.50 6.90 Lemak 4.70 5.19 Serat Kasar - 49.00 BETN - 32.00 Ca - - P - - ADF 66.30 62.55 NDF 84.60 90.18 Selulosa - 34.19 Lignin 21.30 19.91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 24

Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen (Winarno, 2004). Menurut Steinkrauss (1995) air merupakan salah satu produk hasil fermentasi, hal ini dikarenakan selama fermentasi terjadi proses metabolisme karbohidrat, yakni pemecahan karbohidrat oleh mikroba.

Metabolisme karbohidrat lazimnya dipisahkan menjadi fase aerob dan anaerob. Walaupun begitu perbedaan ini hanya kesepakatan saja, karena reaksi yang terjadi dalam glikolisis – lintasan utama untuk penggunaan glukosa – dalam keadaan dengan atau tanpa oksigen tetap sama, yang berbeda hanya taraf reaksi dan produk akhirnya. Zat gula glukosa merupakan karbohidrat yang paling penting. Lintasan glikolisis merupakan lintasan yang unik, karena lintasan ini dapat menggunakan oksigen bila tersedia (aerob) atau bisa pula dalam keadaan tanpa oksigen (anaerob). Pada proses glikolisis anaerob, laktat merupakan produk akhir yang utama. Sedangkan pada proses glikolisis aerob, piruvat akan menjadi produk utama glikolisis. Senyawa ini mengalami oksidasi lebih lanjut menjadi karbon dioksida dan air (Murray, et al. (1995).

Sejalan dengan peningkatan kadar air, proses fermentasi juga akan menurunkan kadar bahan kering pada substrat yang difermentasi (Siburian et. al.,

2019). Dalam penelitian Styawati, et al. (2013) dilaporkan terjadinya penurunan kadar bahan kering pada daun nenas varietas Smooth cayene yang difermentasi dengan Trametes sp. Sebelum difermentasi, kadar bahan kering daun nenas sebesar 12,47 ± 0,47 %, setelah difermentasi terjadi penurunan kadar bahan kering menjadi 8,92 ± 0,69 %. Terjadinya penurunan bahan kering dikarenakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 25

banyaknya air yang keluar dalam proses fermentasi yang mengakibatkan penurunan kandungan kadar bahan kering dalam substrat. Semakin lama waktu fermentasi, mengakibatkan semakin menurunnya kadar bahan kering.

Menurut Wijaya (2015), pemberian level urea dan waktu inkubasi pada amoniasi tidak memberikan pengaruh pada peningkatan kandungan bahan kering sabut sawit amoniasi. Tingginya kandungan BK serat buah kelapa sawit fermentasi disebabkan oleh penambahan level feses kerbau sampai 30 % sehingga menyumbangkan bahan kering lebih banyak serta adanya aktifitas dari mikroba itu sendiri. (Juliantoni et al., 2018).

Lemak

Pada cara analisis proksimat, lemak termasuk dalam fraksi ekstrak eter.

Lemak adalah lipida sederhana, yaitu ester dari tiga asam-asam lemak dan trihidro alkohol gliserol. Fermentasi diketahui memengaruhi kadar lemak kasar pada substrat (Siburian, 2019). Lemak sangat penting artinya dalam makanan. Fungsi lemak antara lain sebagai sumber asam-asam lemak esensial, koline, sumber prostaglandin (asamasam lemak esensial adalah bahan asalnya), sebagai karier vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, sebagai sumber energi, dan terdapat kenyataan bahwa penambahan lemak pada makanan mengurangi heat increment, sehingga menaikkan feed efficiency (Tillman, et al., 1989). Namun, perlu diketahui bahwa pakan yang terlalu banyak mengandung lemak tidak baik bagi kesehatan karena akan lebih mudah teroksidasi dan menghasilkan bau yang tidak enak (Mahyuddin, 2008).

Menurut Juliantoni et al., (2018), proses fermentasi serat buah kelapa sawit oleh bakteri yang dominan terjadi adalah berkembangnya BAL yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 26

menghasilkan asam laktat dan bukan menghasilkan enzim lipase, yang dapat menurun serat kasar dari produk fermentasi. Starter yang digunakan untuk fermentasi sabut kelapa sawit adalah starter yang hanya mengandung mikroba pencerna serat, akan memproduksi enzim yang hanya dapat mendegradasi substrat berupa serat dan tidak dapat mendegradasi substrat lain (Aminah et al., 2020).

Protein Kasar

Protein adalah senyawa organik kompleks yang tersusun atas unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, tetapi sebagai tambahannya semua protein mengandung nitrogen. Dari beberapa hasil penelitian, diketahui bahwa proses fermentasi mampu mengubah kadar protein kasar pada substrat (Siburian et. al.,

2019). Dalam penelitian Setiawan (2017) bahwa terjadi peningkatan kadar protein kasar pada dedak padi yang difermentasi dengan menggunakan mikroorganisme lokal. Dedak padi sebelum difermentasi memiliki kandungan protein kasar sebesar

11,17 ± 0,42 %. Protein kasar dedak padi meningkat menjadi sebesar 11,79 ± 0,38

% sampai 12,26 ± 0,51 % setelah difermentasi menggunakan mikroorganisme lokal. Peningkatan kandungan protein dedak padi yang difermentasi dengan mikroorganisme lokal diduga karena mikroorganisme lokal mengandung mikroba protelitik yang menghasilkan enzim protease yang merombak protein menjadi polipeptida yang selanjutnya menjadi peptida sederhana (Yunilas, et al., 2014).

Namun, ada kalanya fermentasi menyebabkan terjadinya penurunan kadar protein kasar. Penurunan kadar protein kasar dapat terjadi disebabkan oleh aktivitas proteolitik kapang. Mikroba tersebut akan mendegradasi senyawa protein sehingga akan menurunkan kadar protein kasar. Degradasi protein kasar tersebut secara enzimatis oleh mikroba menghasilkan asam amino yang secara cepat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 27

teroksidasi menghasilkan amonia yang mudah menguap, sehingga menyebabkan penurunan protein kasar hasil fermentasi (Pasaribu, et al. (2001).

Menurut Aminah et al. (2020), perlakuan penggunaan inokulum cairan rumen dan lama peram menunjukkan pengaruh nyata terhadp PK berkisar 1.92 –

2.33 % pada perlakuan persentase inokulum dan 2.00 – 2.17 % pada lama peram.

Musnandar (2006) menunjukkan rataan protein murni kombinasi dosis inokulum dan waktu inkubasi terbaik adalah D10W3 yaitu 9.26 %.

Serat Kasar

Hasil penelitian Mulia, et al. (2015) yang memfermentasi ampas tahu dengan Rhizopus oligosporus sebagai bahan baku pakan ikan diketahui terjadi penurunan kadar serat kasar. Ampas tahu sebelum difermentasi memiliki kandungan serat kasar sebesar 24,03 ± 0,66 %. Kadar serat kasar pada ampas tahu mengalami penurunan menjadi sebesar 14,33 ± 0,28 % sampai 24,03 ± 0,66 % setelah difermentasi menggunakan Rhizopus oligosporus. Penurunan kadar serat kasar ini disebabkan karena enzim selulase yang dihasilkan oleh kapang Rhizopus oligosporus mampu memecah selulosa menjadi glukosa pada proses fermentasi.

Selulosa dapat didegradasi oleh enzim selulase yang dapat dihasilkan oleh mikroba. Enzim tersebut mendegradasi molekul selulosa yang tidak larut menjadi mono atau disakarida sederhana larut sehingga dapat digunakan oleh mikroba sebagai sumber energi (Razie, et al., 2011). Degradasi selulosa merupakan hasil kerja tiga komponen enzim secara sinergis, yaitu endoglukanase, eksoglukanase, dan β-glukosidase (Lymar, et al., 1995).

Musnandar (2006), dosis inokulum tinggi dan lama inkubasi yang panjang akan meningkatkan konsentrasi miselium dalam substrat. Konsentrasi miselium

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 28

yang optimum akan memproduksi enzim selulase yang lebih banyak sehingga kandungan selulosa substrat menurun. Semakin lama waktu inkubasi pada SBKS amoniasi tidak berpengaruh terhadap kandungan SK dari SBKS melainkan akan berpengaruh terhadap kekuatan ikatan lignin dari SBKS. Jadi dapat diindikasikan bahwa semakin lama waktu inkubasi dan semakin tinggi penambahan level urea dapat mengurai ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa dari SBKS

(Wijaya, 2015).

Abu Dari penelitian Styawati, et al. (2013) diketahui terjadinya penurunan kadar abu pada daun nenas varietas Smooth cayene yang difermentasi dengan

Trametes sp. Sebelum difermentasi, kadar abu daun nenas diketahui sebesar 7,25

± 0,34 %, mengalami penurunan menjadi sebesar 4,14 ± 0,68 setelah difermentasi menggunakan Trametes sp.

Penurunan kadar abu ini bisa terjadi karena dalam proses fermentasi akan terjadi peningkatan bahan organik, karena adanya proses degradasi bahan

(substrat) oleh mikroba. Semakin sedikit bahan organik yang terdegradasi, maka relatif semakin sedikit juga terjadinya penurunan kadar abu secara proporsional, sebaliknya semakin banyak bahan organik yang terdegradasi maka relatif semakin banyak juga terjadinya peningkatan kadar abu secara proporsional (Purwanto, 2012).

Menurut Aminah et al. (2020), kadar abu merupakan gambaran dari kandungan bahan organik. Kadar abu yang semakin rendah merepresentasikan kandungan bahan organik yang semakin tinggi. Seiring dengan meningkatnyakadar abu menunjukkan bahwa bahan organik pada sabut kelapa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 29

telah dicerna oleh mikroba selama proses fermentasi, sehingga kandungan bahan organiknya semakin menurun. Juliantoni et al. (2018) menambahkan bahwa substrat/bahan yang digunakan dalam fermentasi mengandung mineral yang berbeda pula dan penambahan feses kerbau sejalan dengan mineral yang disumbangkan sehingga kadar abu juga semakin meningkat.

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)

BETN berisi zat-zat mono, di, tri, dan polisakarida terutama pati dan kesemuanya mudah larut dalam larutan asam dan basa dalam analisis serat kasar dan mempunyai daya cerna yang tinggi. Zat tersebut karena mempunyai kandungan energi yang tinggi maka digolongkan ke dalam makanan sumber energi yang tidak berfungsi spesifik. Komponen BETN didapat dari mengurangi sampel bahan kering dengan semua komponen seperti air, serat kasar, lemak, protein, dan abu (Tillman, et al., 1989).

Menurut Juliantoni et al. (2018) menyebutkan apabila jumlah PK, SK, LK dan abu yang didapat rendah maka jumlah BETN semakin tinggi begitu juga sebaliknya. Aminah et al. (2020) menjelaskan adanya penambahan molases dalam fermentasi sabut sawit sehingga mikroba menggunakan gula sederhana dari molases untuk digunakan sebagai energi pada proses. Hal ini berpengaruh terhadap aktivitas mikroba untuk tidak banyak menggunakan BETN yang terkandung pada sabut kelapa sebagai sumber energi utama.

Produksi Maggot Lalat Tentara Hitam Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan budidaya maggot. Hal yang mempengaruhi produksi maggot ada tidaknya lalat black soldier, kondisi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 30

lingkungan budidaya maggot, kepadatan penduduk, dan kandungan nutrien yang terkandung didalam bahan yang digunakan sebagai media tumbuh maggot.

(Hakim et al., 2017). Penelitian Supriyatna et al., (2017) menunjukkan bahwa pemberian substrat jerami padi 100 mg/larva/hari menghasilkan berat akhir biomassa larva paling tinggi, yaitu sebesar 13,68 mg, biomassa larva paling rendah dihasilkan pada pemberian substrat 12,5 mg/larva/hari yaitu sebesar 4,97 mg. Pemberian substrat jerami hasil perlakuan pendahuluan menghasilkan biomassa larva lebih baik daripada larva yang diberi substrat jerami segar (tanpa perlakuan pendahuluan).

Konsumsi Pakan

Pemberian substrat kepada larva BSF berupa kepala ikan dan jeroan sebesar 60, 80 dan 100 mg/larva/hari menghasilkan nilai konsumsi substrat sebagai pakan sebesar 52,33 – 77,09 %. Nilai tertinggi pada pemberian substrat berupa kepala 60 mg dengan nilai 77,09% merupakan laju paling optimal untuk pengurangan substrat. Substrat yang dikonsumsi cenderung menurun dengan meningkatnya jumlah substrat yang diberikan kepada larva, baik substrat berupa kepala maupun jeroan ikan. Semakin tinggi nilai konsumsi substrat maka potensi pemanfaatan larva untuk mengurai pakan atau limbah semakin besar (Hakim et al.,, 2017). Penelitian Diener et al. (2009) yang menggunakan pakan ayam sebagai substrat larva BSF memperoleh nilai konsumsi substrat sebesar 26,2 –

39,7%. Sedangkan pada penelitian Supriyatna et al., (2016) dengan substrat berupa limbah singkong dihasilkan nilai konsumsi substrat sebesar 9,29 – 36,82%.

Perbedaan nilai ini kemungkinan disebabkan oleh kualitas substrat yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap sumbangan zat gizi bagi larva BSF untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 31

berkembang. Nilai protein limbah ikan lebih lengkap dibandingkan limbah singkong maupun pakan ayam (Hakim et al., 2017).

Indeks Pengurangan Limbah/Waste Reduction Index (WRI)

Nilai WRI mengindikasikan efisiensi larva dalam mereduksi substrat yang diberikan, serta menunjukkan efektivitas waktu yang diperlukan untuk mereduksi substrat tersebut. Perlakuan pendahuluan tehadap jerami dengan menggunakan jamur P. chrysosporium perlakuan substrat 12,5 mg/larva/hari yaitu sebesar 0,46 sedangkan pemberian substrat 100 mg/larva/hari menunjukkan WRI sebesar 0,42.

(Supriyatna et al., 2017).. Semakin besar WRI, maka semain baik efisiensi reduksi substrat yang dihasilkan (Diener et al., 2009).

Efisiensi Konversi Pakan /Efficiency of Conversion Digested-feed (ECD)

Nilai rata-rata Efficiency of Conversion Digested feed (ECD) pada penelitian Hakim et al., (2017) bervariasi antara 3,03% – 8,32%. Selanjutnya pada penelitian Supriyatnya et al., (2017), Nilai ECD paling tinggi yaitu pada perlakaun substrat jerami padi 12,5 mg/larva/hari yaitu sebesar 14,5 %. Nilai

ECD merupakan gambaran tingkat efisiensi larva BSF dalam mengkonversi substrat yang dikonsumsi menjadi biomassanya. Semakin tinggi nilai ECD maka semakin tinggi pula tingkat efisiensinya (Hakim et al., 2017).

Bobot Maggot

Mujahid et al.(2017) dalam penelitiannya menjelaskanpertumbuhan larva paling besar adalah A2 dimana berat akhirnya dengan pemberian mini larva 5 g menjadi 230,34 g, panjang rataan 20,5 mm dan lebar Tubuh rataan 5,2 dan warna kecoklatan.Penelitian Hakim et al., (2017) menunjukkan rata-rata bobot awal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 32

larva (usia 6 hari) adalah 2,4 mg. Bobot tertinggi pada perlakuan K100 yaitu

95,04 mg/larva dan terendah pada perlakuan J100 yaitu 59,38 mg/larva pada hari ke-19. Kemungkinan penyebab perbedaan bobot larva ialah substrat berupa kepala lebih efisien untuk dikonversi menjadi biomassa larva.

Hem et al., (2008) menyatakan bahwa umumnya substrat yang berkualitas akan menghasilkan maggot Hermetia illucens yang lebih banyak karena dapat menyediakan zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan serta perkembangan maggot

Hermetia illucens yang hasilnya dapat diukur melalui produksi berat segar.

Tingkat Persentase Kelulusan Hidup (Survival Rate)

Penelitian Hakim et al., (2017), larva BSF memiliki tingkat persentase kelulusan hidup sebesar 41,33 – 98,33%. Nilai tingkat persentase mortalitas atau survival rates (SR) tertinggi pada perlakuan K60 dengan 192 ekor larva hidup dan terendah pada perlakuan J100 dengan 83 ekor larva hidup. Kadar air jeroan mempengaruhi SR larva BSF. Hal ini dikemukakan oleh Fatchurochim et al.,

(1989) yang melakukan penelitian terhadap pengaruhkadar air dalam pakan

(kotoran ternak) BSF. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa larva BSF masih mampu hidup pada pakan yang mengandung kadar air sebesar 20-90% dengan nilai SR rendah. Sedangkan SR larva tertinggi tercapai pada pakan dengan kadar air 40-60%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Jl. Bunga Teratai, No.6 Padang Bulan Selayang

II, Kecamatan Medan Selayang dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas

PertanianUniversitas Sumatera Utara pada bulan Juni-Agustus 2020.

Alat dan Bahan

Alat

Adapun alat yang digunakan adalah cawan porselin, desikator, oven, neraca analitik, kertas saring, kertas saring pembungkus (paper timble), labu lemak, soxlet, labu kjeldhal, alat penyulingan, pemanas listrik/pembakar,corong

Buchner, pompa vakum, tanur, wadah ukuran 40x25x10 cm, plastik polyethylene, timbangan, gelas ukur, erlenmeyer, pH indikator, thermometer, kamera, sarung tangan, masker, dan alat tulis untuk mencatat data peneltian.

Bahan

Adapun bahan yang digunakan adalah larutan HCl 25%, H2SO4, NaOH, campuran selen (2,5 g serbuk SeO2, 100 g K2SO4, dan 20 g CuSO4, 5H2O), bromocresol green 0,1 %, merah metil 0,1 %, alkohol 95 %, H3BO3 2 %, etanol

96%, kertas whatman, sabut kelapa sawit, telur BSF, dedak padi, molases, limbah nanas, limbah papaya dan urea.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan secara eksperimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor (3x3) yaitu, faktor I

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 34

dosis MOL, faktor II lama fermentasi masing-masing dilakukan ulangan sebanyak

3 kali sehingga diperoleh 27 unit penelitian.

Faktorial I : Dosis penggunaan MOL

D1 : 1%

D2 : 3%

D3 : 5%

Faktorial II : Lama proses fermentasi (L)

L1 :7 Hari

L2 : 14 Hari

L3 : 21 Hari

Adapun ulangan diperoleh dengan rumus sebagai berikut. a x b (r – 1) ≥ 15

3 x 3 (r – 1) ≥ 15

9 (r – 1) ≥ 15

9r – 9 ≥ 15

9r ≥ 15 + 9

9r ≥ 24 r ≥ 24/9 r ≥ 2,66 ≈ 3

Adapun persamaan linier yang digunakan adalah sebagai berikut.

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ɛijk i = 1, 2, ..., a; j = 1, 2, ..., b; k = 1, 2, ..., c

Keterangan:

Yijk =Hasil pengamatan untuk faktor A level ke-i, faktor B level ke-j pada

ulangan ke-k

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 35

μ = Rataan umum

αi = Pengaruh faktor A pada level ke-i

βj = Pengaruh faktor B pada level ke-j

(αβ)ij = Interaksi antara A dan B pada faktor A level ke-i, faktor B level ke-j

ɛijk = Galat percobaan untuk faktor A level ke-i, faktor B level ke-j pada

ulangan/kelompok ke-k

Tabel 6. Rancangan penelitian yang akan digunakan

Faktor II Faktor I R L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3(21 Hari) U1 D1L1U1 D1L2U1 D1L3U1 D1 (1%) U2 D1L1U2 D1L2U2 D1L3U2 U3 D1L1U3 D1L2U3 D1L3U3 U1 D2L1U1 D2L2U1 D2L3U1 D2 (3%) U2 D2L1U2 D2L2U2 D2L3U2 U3 D2L1U3 D2L2U3 D2L3U3 U1 D3L1U1 D3L2U1 D3L3U1 D3 (5%) U2 D3L1U2 D3L2U2 D3L3U2 U3 D3L1U3 D3L2U3 D3L3U3

Parameter Penelitian

Parameter yang diamati meliputi kandungan nutrisi media pertumbuhan maggot (sabut sawit fermentasi) dan produksi maggot. Kandungan nutrisi pada sabut kelapa sawit dapat diketahui dengan analisis proksimat. Analisis ini membagi pakan ke dalam enam fraksi, yaitu air, abu, protein kasar, ekstrak eter atau lemak kasar, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).

Sedangkan pada produksi maggot BSF, pengamatan dilakukan terhadap konsumsi pakan, indeks pengurangan limbah, efisiensi konversi pakan tercerna, biomassa larva, dan survival rate maggot lalat tentara hitam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 36

Analisis Proksimat

1. Air/Bahan Kering

Metode oven berdasarkan SNI 01-2891-1992

Prinsip

Kehilangan bobot pada pemanasan 105 0C dianggap sebagai kadar air yang terdapat pada contoh.

Alat

Botol timbang bertutup (dapat digunakan cawan porselin), eksikator, oven, neraca analitik.

Bahan

Adapun bahan yang digunakan adalah sabut sawit fermentasi.

Cara kerja

1. Timbang dengan saksama 1 - 2 g contoh pada sebuah botol timbang bertutup

(cawan porselin) yang sudah diketahui bobotnya.

2. Keringkan pada oven suhu 105 0C selama 3 jam.

3. Dinginkan dalam eksikator.

4. Timbang, ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap.

5. Perhitungan

Kadar Air = w x 100 % w1

di mana:

w = bobot contoh sebelum dikeringkan, dalam gram

w1 = kehilangan bobot setelah dikeringkan, dalam gram

6. Sementara itu, bahan kering dihitung dengan cara mengurangkan 100 %

dengan persentase kadar air yang didapat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 37

2. Ekstrak Eter atau Lemak Kasar

Metode hidrolisis (Weibull) berdasarkan SNI 01-2891-1992

Prinsip

Ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah contoh dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat.

Alat

Kertas saring, kertas saring pembungkus (paper thimble), labu lemak,

Soxhlet, neraca analitik.

Pereaksi

Larutan asam klorida (HCl) 25 %.

Bahan

Adapun bahan yang digunakan adalah sabut sawit fermentasi.

Metode

1. Timbang seksama 1 - 2 g contoh ke dalam gelas piala.

2. Tambah 30 ml HCl 25 % dan 20 ml air serta beberapa butir batu didih.

3. Tutup gelas piala dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit.

4. Saring dalam keadaan panas dan cuci dengan air panas hingga tidak bereaksi

asam lagi.

5. Keringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100 - 105 0C.

6. Masukkan ke dalam kertas saring pembungkus (paper thimble) dan ekstrak

dengan heksana atau pelarut lemak lainnya 2 - 3 jam pada suhu sekitar lebih

kurang 80 0C.

7. Sulingkan larutan heksana atau pelarut lemak lainnya dan keringkan ekstrak

lemak pada suhu 100 - 105 0C.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 38

8. Dinginkan dan timbang.

9. Ulangi proses pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap.

10. Perhitungan

Kadar Lemak = w1 – w2 x 100 % w

di mana:

w = bobot contoh, dalam gram

w1 = bobot labu lemak sesudah ekstraksi, dalam gram

w2 = bobot labu lemak sebelum ekstraksi, dalam gram

3. Protein Kasar

Metode semimikro Kjeldhal berdasarkan SNI 01-2891-1992

Prinsip

Senyawa nitrogen diubah menjadi amonium sulfat oleh H2SO4 pekat.

Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan kemudian dititar dengan larutan baku asam.

Alat

Alat yang digunakan adalah Labu Kjeldhal 100 ml, alat penyulingan dan kelengkapannya, pemanas listrik/pembakar, neraca analitik.

Bahan

Adapun bahan yang digunakan adalah sabut sawit fermentasi.

Pereaksi

1. Campuran selen

Campuran 2,5 g serbuk SeO2, 100 g K2SO4, dan 20 g CuSO4, 5H2O.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 39

2. Indikator campuran

Siapkan larutan bromocresol green 0,1 % dan larutan merah metil 0,1 %

dalam alkohol 95 % secara terpisah. Campur 10 ml bromocresol green

dengan 2 ml merah metil.

3. Larutan asam borat, H3BO3 2 %

Larutkan 10 g H3BO3 dalam 500 ml air suling. Setelah dingin pindahkan ke

dalam botol bertutup gelas. Campur 500 ml asam borat dengan 5 ml

indikator.

4. Larutan asam klorida HCl 0,01 N

5. Larutan natrium hidroksida NaOH 30 %

Larutkan 150 g natrium hidroksida ke dalam 350 ml air, simpan dalam botol

bertutup karet.

Cara Kerja

1. Timbang seksama 0,51 g contoh, masukkan ke dalam labu Kjeldhal 100 ml.

2. Tambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.

3. Panaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan

larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam).

4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan ke dalam labu ukur 100

ml, tepatkan sampai tanda garis.

5. Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan 5 ml

NaOH 30 % dan beberapa tetes indikator PP.

6. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml

larutan asam borat 2 % yang telah dicampur indikator.

7. Bilas ujung pendingin dengan air suling.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 40

8. Titar dengan larutan HCl 0,01 N.

9. Kerjakan penetapan blanko.

10. Perhitungan

Kadar Protein = (V1 – V2) x N x 0,014 x fk x fp w

di mana:

w = bobot contoh

V1 = volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran contoh

V2 = volume HCl yang dipergunakan penitaran blanko

N = normalitas HCl

fk = faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum (6,25)

fp = faktor pengenceran

4. Serat Kasar

Berdasarkan SNI 01-2891-1992

Prinsip

Ekstraksi contoh dengan asam dan basa untuk memisahkan serat kasar dari bahan lain.

Alat

Alat yang digunakan adalah neraca analitik, pendingin, corong Buchner, pompa vakum.

Bahan

Adapun bahan yang digunakan adalah sabut sawit fermentasi.

Pereaksi

1. Asam sulfat, H2SO4 1,25 %

2. Natrium hidroksida, NaOH 3,25 %

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 41

3. Etanol 96 %

4. Kertas saring Whatman 54, 541, atau 41.

Cara Kerja

1. Timbang seksama 2 - 4 g contoh. Bebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi

dengan cara Soxhlet atau dengan cara mengaduk, mengenaptuangkan contoh

dalam pelarut organik sebanyak 3 kali. Keringkan contoh dan masukkan ke

dalam erlenmeyer 500 ml.

2. Tambahkan 50 ml larutan H2SO4 1,25 %, kemudian didihkan selama 30

menit dengan menggunakan pendingin tegak.

3. Tambahkan 50 ml 50 ml NaOH 3,25 % dan didihkan lagi selama 30 menit.

4. Dalam keadaan panas, saring dengan corong Buchner yang berisi kertas

saring tak berabu Whatman 54, 541, atau 41 yang telah dikeringkan dan

diketahui bobotnya.

5. Cuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut dengan H2SO4

1,25 % panas, air panas, dan etanol 96 %.

6. Angkat kertas saring beserta isinya, masukkan ke dalam kotak timbang yang

telah diketahui bobotnya, keringkan pada suhu 105 0C, dinginkan, dan

timbang sampai bobot tetap.

7. Bila ternyata kadar serat kasar lebih besar dari 1 %, abukan kertas saring

beserta isinya, timbang sampai bobot tetap.

8. Perhitungan

a. Serat kasar < 1 %

% Serat Kasar = w x 100 % w2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 42

b. Serat kasar < 1 %

% Serat Kasar = w – w1 x 100 % w2

di mana:

w = bobot contoh, dalam gram ; w1 = bobot abu, dalam gram

w2 = bobot endapan pada kertas saring, dalam gram

5. Abu

Abu total berdasarkan SNI 01-2891-1992

Prinsip

Pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan CO2, tetapi bahan organik tidak.

Alat

Alat yang digunakan adalah cawan porselin, tanur listrik, neraca analitik.

Bahan

Adapun bahan yang digunakan adalah sabut sawit fermentasi.

Metode

1. Timbang dengan saksama 2 - 3 g contoh ke dalam sebuah cawan porselin

yang telah diketahui bobotnya.

2. Arangkan di atas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik pada suhu

maksimum 550 0C sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu tanur

dibuka sedikit, agar oksigen bisa masuk).

3. Dinginkan dalam eksikator, lalu timbang sampai bobot tetap.

4. Perhitungan

Kadar abu = w1 – w2 x 100 % w

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 43

di mana:

w = bobot contoh sebelum diabukan, dalam gram

w1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan, dalam gram

w2 = bobot cawan kosong, dalam gram

6. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)

Berdasarkan Tillman, et al. (1989)

Kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dihitung dengan rumus:

BETN = 100 % - (% air + % SK + % LK + % PK + % abu)

Parameter Fisik Maggot

1. Bobot biomassa, berat rata-rata dan pertambahan bobot maggot

Bobot biomassa adalah total bobot atau berat maggot. Pengukuran berat rata-rata dilakukan dengan pemantauan perbandingan berat biomassa dan jumlah maggot BSF saat panen. kemudian dihitung pertambahan bobot maggot dengan mengurangkan bobot biomassa dengan berat awal maggot. Berat rata-rata diukur berdasarkan penelitian Diener et al., (2009) dengan pengukuran total berat larva ditotal dan dibagi dengan jumlah larva.

2. Konsumsi pakan

Untuk menghitung konsumsi pakan, sisa pakan yang diberikan pada larva setelah 3 hari ditimbang lalu dibandingkan dengan berat pakan pada awal perlakuan (Diener et al., 2009). Penimbangan sisa pakan dilakukan setiap 3 hari untuk mengurangi tingkat stres pada larva akibat pergantian pakan dan penimbangan sisa pakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 44

3. Indeks Pengurangan Limbah (Waste Reduction Index/WRI)

Indeks pengurangan limbah (Waste Reduction Index/ WRI) adalah indeks pengurangan limbah (sabut sawit) oleh larva per hari. Nilai WRI yang tinggi memberi makna kemampuan larva dalam mereduksi pakan yang tinggi pula. Nilai pengurangan pakan dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan Diener et al. (2009) yaitu:

Keterangan:

W : jumlah pakan total (g) t : total waktu larva memakan pakan (hari)

R : sisa pakan total setelah waktu tertentu (g)

D : penurunan pakan total

WRI : indeks pengurangan limbah (Waste reduction index)

4. Efisiensi Konversi Pakan Tercerna (Efficiency Of Conversion Of Ingested Feed/ECI)

Efisiensi konversi pakan tercerna atau efficiency of conversion of ingested feed (ECI) adalah efisiensi konversi pakan yang dikonsumsi oleh larva selama masa pemeliharaan. Perhitungan ECI yaitu:

Keterangan:

EC : efficiency of conversion of ingested feed (efisiensi konversi pakan)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 45

B : pertambahan berat larva selama periode makan; diperoleh dari

pengurangan berat akhir larva dengan berat awal larva (g).

F : berat sisa pakan dan material hasil ekskresi (g)

5. Tingkat Persentase Kelulusan Hidup (Survival Rate)

Tingkat persentase kelulusan hidup (survival rates) merupakan jumlah larva yang hidup dibandingkan dengan jumlah awal larva, dihitung dalam satuan persen (Myers et al., 2008).

Prosedur Kegiatan Penenelitian

1. Persiapan Mikroorganisme Lokal (MOL) Sabut Kelapa Sawit

Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) sabut kelapa sawit dibuat dengan perbandingan molases, bahan organik seperti sabut kelapa sawit, dedak, limbah nanas, dan limbah pepaya, serta air yaitu 1 : 3 : 10. Proses pembuatan

MOL dimulai dengan melakukan fermentasi pada suhu kamar terhadap seluruh bahan. Tahap awal disiapkan bahan-bahan pembuat MOL sabut kelapa sawit 1

Kg, dedak 0.2 Kg, limbah nanas 0.15 Kg, limbah pepaya 0.15 Kg, molasses 0.5 kg dan air yang berasal dari air sumur dan air kelapa sebanyak 5 liter. Seluruh bahan diaduk scara merata dan dimasukkan kedalam wadah tertutup, diberikan ruang ¾ bagian wadah untuk ruang oksigen. Setelah wadah ditutup rapat, MOL berbasis sabut sawit disimpan pada suhu ruang selama 21 hari dan siap digunakan.

2. Persiapan Media Tumbuh Maggot

Persiapan media tumbuh maggot dibuat dengan fermentasi sabut kelapa sawit menggunakan MOL. Tahap awal dilakukan persiapan media dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 46

menimbang sabut sawit sebanyak 0.5 Kg dan menambahkan molases 3%, dedak padi 5%, dan urea 1% sebanyak perlakuan penelitian. Semua bahan diaduk secara merata kemudian di inokuasikan MOL berbasis sabut sawit dengan dosis 1%, 3% dan 5% sesuai perlakuandan di berikan kode. Media sabut sawit yang telah siap diaduk ditandai dan inkubasi selama 7 hari, 14 hari dan 21 hari sesuai perlakuan.

Setelah proses fermentasi selesai, media tumbuh berbasis sabut sawit fermentasi dianalisis untuk mengetahui kandungan nutrisinya dan siap digunakan untuk produksi maggot lalat tentara hitam.

3. Produksi Maggot

Proses budidaya maggot dilakukan dengan persiapan media tumbuh ke dalam wadah budidaya dengan ketebalan pemberian pakan 5 cm dan disusun menggunakan rak. Penanaman telur lalat tentara hitam ke dalam media tumbuh berbasis sabut sawit fermentasi diberikan sebanyak 0.5 g berdasarkan masing- masing perlakuan. Setelah penanaman telur, dilakukan pengamatan hingga 28 hari dan dihitung produksinya.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis keragaman (sidik ragam). Apabila diperoleh hasil berpengaruh nyata atau sangat nyata maka dilakukan uji lajut Duncan mean range test (DMRT).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fermentasi Sabut Kelapa Sawit Dengan Mikroorganisme Lokal (MOL)

Hasil pengamatan fermentasi sabut kelapa sawit dengan mikroorganisme lokal (MOL) dan lama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil pengamatan media sabut sawit fermentasi Perlakuan T (0C) Warna Aroma Jamur pH

D0 L0 (0% 0 hari) 30 Coklat Tidak asam Tidak ada 7

D1 L1 (1% 7 hari) 30 Coklat Tidak asam Tidak ada 7

D1 L2 (1% 14 hari) 31 Coklat Asam Tidak ada 6

D1 L3 (1% 21 hari) 31 Coklat Asam Tidak ada 5

D2 L1 (3% 7 hari) 30 Coklat Asam Tidak ada 6

D2 L2 (3% 14 hari) 31 Coklat Asam Tidak ada 6

D2 L3 (3% 21 hari) 30 Coklat Asam Tidak ada 6

D3 L1 (5% 7 hari) 30 Coklat Asam Tidak ada 6

D3 L2 (5% 14 hari) 30 Coklat Asam Tidak ada 6

D3 L3 (5% 21 hari) 30 Coklat Asam Tidak ada 6

Pada Tabel 7 menunjukkan sabut kelapa sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi tidak memberi pengaruh terhadap warna, aroma, ada tidaknya jamur, dan pH. Berdasarkan hasil pengamatan, fermentasi dilakukan dengan temperatur ruang berkisar 29 0C pada malam hari hingga 32 0C pada siang hari. Nilai temperatur fermentasi tertinggi mencapai 31 0C terdapat pada perlakuan D1L2, D1L3 dan D2L2 . Sedangkan nilai temperatur fermentasi terendah

0 adalah 30 C terdapat pada perlakuan D1 L1, D2 L1, D2 L3, D3 L1, D3 L2, dan D3 L3.

Menurut Mujahid et al., (2017),suhu bervariasi antara 27 0C sampai 34 0C menjadikan proses fermentasi berlangsung dengan baik.

Sabut kelapa yang difermentasi dengan berbagai dosis MOL mengalami perubahan aroma. Fermentasi sabut kelapa sampai dosis 5% dan lama fermentasi

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 48

sampai 21 hari menghasilkan aroma yang asam. Menurut Mujahid et al., (2017), aroma asam perti asam alkohol atau permen menunjukkan proses fermentasi berjalan dengan baik. Juliantoni et al., (2018) menambahkan bahwa pada proses fermentasi yang baik akan terjadi perubahan pH, aroma, tekstur, dan warna.

Perubahan fisik seperti bau, warna, dan tekstur menandakan bahwa terjadi proses microbial dan proses degradasi serat kasar oleh mikroorganisme didalamnya yang merubah tekstur yang sulit dicerna menjadi lebih mudah dicerna (Haq et al.,

2018).

Hasil fermentasi menunjukkan penurunana nilai pH sabut sawit setelah difermentasi dengan nilai pH berkisar 5-7. Nilai ini cukup tinggi dibandingkan penelitian Juliantoni et al., (2018) pH dari serat sabut kelapa sawit fermentasi berkisar 3.1-3,7 (sangat asam). Hal ini diduga dalam proses pembuatan MOL yang terlalu cepat membuat petertumbuhan mikroorganisme yang ada di dalamnya belum tumbuh secara optimal sehingga nilai pH yang cukup tinggi membuat aktifitas mikroorganime dalam MOL berbasis sabut kelapa sawit membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mendegradasi serat kasar sabut kelapa sawit yang tinggi. Menurut Seswati et al., (2013) dan Juliantoni et al.,

(2018), penurunan nilai pH disebabkan adanya aktifitas bakteri asam laktat karena proses fermentasi terjadi perombakan senyawa kompleks membentuk asam-asam organik. Penurunan nilai pH terjadi oleh adanya pelapukan bahan organik menjadi senyawa yang sederhana seperti pelapukan selulosa, daur nitrogen, pelepasan unsur P maupun unsur K dari substrat ke larutan MOL (Dharma et al., 2018).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 49

Kandungan Nutrisi Sabut Sawit Fermentasi Kadar Air Rerata hasil analisis kandungan kadar air sabut sawit fermentasi dengan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada Tabel 8 berikut :

Tabel 8. Kandungan kadar air (%) sabut sawit fermentasi berdasarkan bahan kering Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) C D1 (1%) 9.85 9.53 9.24 9.54 B D2 (3%) 8.86 8.21 8.70 8.59 A D3 (5%) 7.50 7.07 7.29 7.29 Rata-rata 8.74C 8.27A 8.41AB Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01)

Rerata nilai kandungan kadar air sabut sawit yang difermentasi dengan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi berkisar antara 7.07 – 9.85 %. Nilai tersebut lebih tinggi dari sabut sawit sebelum fermentasi 6.36 %. Nilai tersebut lebih tinggi dari kadar air sabut sawit dengan amoniasi berkisar 91.23 – 94.24 %

(Wijaya, 2015). Hal ini diduga karena adanya aktifitas mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi mengurai senyawa kompleks menjadi lebih sederhana menghasilkan sisa produk berupa air. Siburian et al., (2019) menenerangkan bahwa mikroba melakukan proses metabolisme karbohidrat dari kulit singkong selama fermentasi untuk dijadikan sumber energi dan menghasilkan air sebagai produk samping. Menurut Harahap et al., (2018), dalam proses fermentasi ampas kelapa dengan inokulum bakteri YNH11 terdapat hasil samping berupa uap air dan hangat, sehingga semakin tinggi dosis yang kita berikan maka semakin tinggi pula uap air yang kita dapatkan. Meningkatnya kadar air pada pakan fermentasi menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 50

dalam memanfaatkan substrat sebagai sumber energi untuk tumbuh dan berkembang (Haq et al., 2018).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata (P < 0.01) terhadap perubahan kandungan kadar air sabut sawit fermentasi. Namun tidak terdapat interaksi antara berbagai dosis MOL dan lama fermentasi (Lampiran 1). Semakin tinggi dosis pemberian MOL dalam fermentasi sabut sawit maka semakin rendah kadar air hasil fermentasi. Hal ini diduga penurunan kadar air terjadi dikarenakan adanya komponen air yang terbuang saat perombakan senyawa organik karena aktivitas mikroba. Menurut Nalar et al., (2014), dalam proses fermentasi sebagian besar air akan tertinggal dalam produk dan sebagian lagi akan keluar dari produk. Air yang tertinggal dalam produk inilah yang akan menyebabkan kadar air menjadi tinggi dan bahan kering menjadi rendah. Penurunan kadar air berpengaruh terhadap peningkatan nilai kadar bahan kering bahan (Surono et al.,2006).

Semakin lama waktu fermentasi maka semakin rendah kandungan kadar air hasil fermentasi. Hal ini diduga dengan semakin lama proses fermentasi, sumber pati yang terdegradasi semakin sedikit menyebabkan daya ikat air menjadi menurun. Anggraeni dan Yuwono (2014) menyatakan bahwa semakin lama fermentasi maka kadar air semakin menurun, hal ini disebabkan karena pada saat fermentasi terjadi degradasi pati oleh mikroorganisme yang menyebabkan turunnya kemampuan bahan dalam mempertahankan air sehingga semakin banyak jumlah air terikat yang terbebaskan, akibatnya tekstur bahan menjadi lunak dan berpori.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 51

Grafik nilai kandungan kadar air dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi membentuk garis linear negatif, dapat dilihat pada gambar 5.

10

9,5

9

8,5 L D KadarAir (%) 8

y (L) = 9.8243 - 0.1594x 7,5 R² = 0.5569 y (D) = 16.811 - 0.984x R² = 0.9683 7 7 7,5 8 8,5 9 9,5 10 Kadar Air (%)

Gambar 5. Hubungan nilai kandungan kadar air dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan positif antara dosis MOL dan lama fermentasi terhadap penurunan nilai kandungan kadar air sabut sawit yang difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL sabut sawit dan lama fermentasi masing- masing memiliki korelasi sangat kuat dalam merubah nilai kandungan kadar air yang dapat dilihat pada lampiran 17.

Bahan Kering

Rerata hasil analisis kandungan bahan kering sabut sawit yang difermentasi dengan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada

Tabel 9 berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 52

Tabel 9. Kandungan bahan kering (%) sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) A D1 (1%) 90.15 90.47 90.76 90.46 B D2 (3%) 91.14 91.79 91.30 91.41 C D3 (5%) 92.50 92.93 92.71 92.71 Rata-rata 91.26A 91.73B 91.59AB Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01)

Rerata nilai kandungan bahan kering sabut sawit yang difermentasi dengan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi berkisar antara 90.15 – 92.93 %. Nilai ini lebih rendah dari kandungan bahan kering sabut sawit sebelum fermentasi yaitu 93.64%. Nilai ini lebih rendah dari penelitian Juliantoni et al. (2018) yang menyebutkan nilai kadar bahan kering serat buah kelapa sawit dengan penambahan feses kerbau adalah berkisar 97.62 % - 97.69 %. Hal ini diduga meningkatnya kandungan kadar air dalam fermentasi. Menurut Barokah et al.,

(2017) kandungan air dan kandungan nutrisi bahan berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme dalam menurunkan bahan kering selama ensilase. Penurunan BK diduga karena selama proses ensilase berlangsung terjadi peningkatan kadar air yang disebabkan oleh tahap respirasi yang mengubah glukosa menjadi H2O

(Mugiawati et al., 2013).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakan berbagai pemberian dosis MOL dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata (P < 0.01) terhadap perubahan kandungan bahan kering sabut sawit fermentasi. Namun tidak terdapat interaksiantara berbagai dosis dan lama fermentasi (Lampiran 2). Semakin tinggi pemberian dosis maka nilai kandungan bahan kering semakin tinggi, hal ini diduga adanya aktifitas penurunan kadar air sabut sawit fermentasi akibat proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 53

perombakan molekul kompleks menjai struktur sederhananya. Menurut Sandi et al. (2010) dalam proses fermentasi terjadi serangkaian reaksi biokimiawi yang mengubah BK menjadi energi (panas), molekul air (H2O) dan CO2 sehingga kandungan bahan kering menurun. Menurut Juliantoni et al., (2018) tingginya kandungan bahan kering disebabkan semakin banyak inokulum yang ditambahkan sehingga aktifitas mikroba meningkat. Perbanyakan miselium darimikroba sebagai indikator pertumbuhan mikroba selama proses fermentasi dapat menyebabkan meningkatnya kandungan bahan kering (Suparjo et al., 2009).

Semakin lama proses fermentasi maka nilai kandungan bahan kering meningkat, hal ini diduga pemberian dedak pada fermentasi menambah kandungan bahan kering sabut sawit menjadi bertambah tinggi. Menurut

Superianto et al.,(2018) semakin tinggi level pemberian dedak padi dapat meningkatkan kandungan bahan kering pada silase dapat meningkatkan kandungan bahan kering. Felly dan Kardaya (2017) juga menyatakan tingginya bahan kering pada substrat akan mempengaruhi kadar bahan kering dari silase.

Grafik nilai kandungan bahan kering dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi membentuk garis linear positif, dapat dilihat pada gambar 6.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 54

93

92,5

92 L

D 91,5

y (D) = x

Bahan Kering % 91 R² = 1

90,5 y (L) = 79.487 + 0.1315x R² = 0.3791

90 90 90,5 91 91,5 92 92,5 93 Bahan Kering %

Gambar 6. Hubungan nilai kandungan bahan kering dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan positif antara dosis MOL dan lama fermentasi terhadap peningkatan nilai kandungan kadar bahan kering sabut sawit yang difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL sabut sawit dan lama fermentasi masing-masing memiliki korelasi sangat kuat dalam meningkatkan nilai kandungan kadar bahan kering yang dapat dilihat pada lampiran 17.

Protein Kasar

Rerata hasil analisis kandungan protein kasar sabut sawit yang difermentasi dengan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada

Tabel 10 berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 55

Tabel 10. Kandungan protein kasar (%) sabut sawit fermentasi berdasarkan bahan kering Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) b a ab D1 (1%) 5.75 5.43 5.57 5.58 ab c b D2 (3%) 5.69 6.42 5.81 5.97 c c c D3 (5%) 5.88 6.53 6.16 6.19 Rata-rata 5.77 6.13 5.84 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)

Rerata nilai kandungan protein kasar sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi berkisar antara 5.43 – 6.53 %. Nilai ini lebih tinggi dari kandungan protein kasar sabut sawit sebelum fermentasi yaitu

4.06 %. Fermentasi sabut sawit dengan MOL sabut berbasis sabut sawit sudah dapat meningkatkan kandungan protein kasar hingga 36.76%. Pada penelitian

Juliantoni et al. (2018) menyatakan kadar protein kasar lebih tinggi berkisar 12.04

– 14.79 %. Selanjutnya Wijaya (2015) menunjukkan nilai protein kasar lebih rendah yaitu 5.35 %. Hal ini diduga dalam proses fermentasi terjadi pertumbuhan bakteri dalam memeperbanyak diri dengan membentuk protein sel tunggal.

Sehingga kandungan protein kasar akan bertambah dengan adanya protein sel tunggal. Menurut Aminah et al., (2020) meningkatnya kesempatan mikroba untuk melakukan pertumbuhan dan fermentasi mempengaruhi peningkatan jumlah mikroba dan akan menambah jumlah protein kasar.

Dalam pembentukan protein sel tunggal, mikroba asal sabut sawit menghasilkan enzim-enzim yang membantu proses pendegradasian substrat.

Siburian et al., (2019) menyatakan peningkatankandungan protein kasar kulit ubi kayu hasil fermentasi oleh MOL terjadi karena mikroorganisme indigenious mengandung mikroba protelitik penghasil enzim protease yang merombak protein

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 56

menjadi polipeptida yang kemudian menjadi peptida sederhana. Menurut

Kurniawan et al. (2016) peningkatan PK diakibatkan oleh adanya enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroba seperti enzim protease, lipase, amilase, selulase, glukoamilase, hemiselulase, pektinase, oksidase dan katalase yang mengubah susunan senyawa-senyawa sehingga terjadi perubahan komposisi kimia substrat lebih sederhana. Mairizal (2009) menyatakan kapang A. niger memiliki kemampuan untuk meningkatkan protein bahan dari hasil enzim proteolitik dalam menghidrolisis protein menjadi asam amino dan sumbangan dari protein sel tunggalnya. Fermentasi dapat menimbulkan perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat pemecahan kandungan zat makanan oleh aktivitas enzim yang dihasilkan mikroba dan disebabkan oleh turunnya BO selama proses fermentasi sebagai akibat dari terombaknya beberapa zat makanan seperti karbohidrat, lemak serta protein (Sjofjan, 2001).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P < 0.05) dan menunjukkan interaksi dari dosis MOL dan lama fermentasi memberikan pengaruh nyata (P < 0.05) (lampiran

3). Kombinasi perlakuan pemeberian dosis MOL dan lama fermentasi yang terbaik adalah pada pemebrian dosis MOL 5% dengan lama fermnetasi 14 hari menunjukkan pengaruh nyata pada peningkatan protein kasar sabut sawit hingga

6.53 %. Dari penelitian diketahui bahwa semakin tinggi dosis dan lama waktu fermentasi maka semakin tinggi kandungan protein kasar. Hal ini diduga dengan semakin meningkatnya dosis MOL dalam rentang waktu hingga 14 hari, mikroba yang berasal dari MOL dapat berkembangbiak dengan baik sehingga bekerja aktif untuk metabolisme mikroba. Menurut Wina (2008), peningkatan jumlah mikroba

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 57

akan meyebabkan meningatnya jumlah kandungan protein pada produk fermentasi. Aminah et al., (2020) dan Musnandar (2006) menyatakan peningkatan kadar PK seiring dengan semakin meningkatnya persentase pemberian inokulum, adanya penambahan inokulum yang berisi mikroba terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen sehingga terhitung sebagai protein.

Mikroorganisme memanfaatkan sumber nitrogen dari substrat sebagai makanan untuk menyokong pertumbuhan dan perkembangannya selama fermentasi

(Barokah et al., 2017).

Meingkatnya kadar protein kasar sabut sawit fermentasi diduga adanya aktivitas enzim pendegradasi serat sehingga mikroba dapat berkembangbiak dengan baik dengan memanfaatkan energi dari sintesis serat substrat. Menurut

Pasaribu (2007), bahwa dengan penamahan mikroba pada substrat membutuhkan lama pemeraman tertentu agar mikroba dapat mengoptimalkan kerja enzim pencerna serat dan meningkatkan kadar protein kasar. Musnandar (2006) menambahkan adanya peningkaan protein dipengaruhi pertumbuhan mikroba yang memanfaatkan serat substrat sebagai sumber energi. Penurunan kadar protein kasar disebabkan oleh proses fermentasi, mikroba mendegradasi protein menjadi volatile ammonia (NH3)(Siburian et al., 2019).

Mikroba dalam fermentasi sabut sawit membutuhkan kondisi yang optimal untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan. Diketahui bahwa pH sabut sawit saat fermentasi adalah berkisar 5-6 sehingga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Laju kecepatan penguraian protein (proteolisis) sangat tergantung pada penurunan pH yang turun pada masaawal pengolahan pakan

(Sandi et al., 2010). Keberhasilan produk fermentasi harus diikuti pH yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 58

menunjang dan sesuai terhadap pertumbuhan mikroorganisme, pada pH4.49-4.94 sangat mendukung aktivitas mikroorganisme (Juliantoni et al., 2018).

Grafik interaksi penggunaan dosis MOL dan lama fermentasi pada nilai kandungan protein kasar dengan perlakuan lama fermentasi membentuk garis linear positif, dapat dilihat pada gambar 7.

6,3

6,2

6,1

6

5,9 L

5,8 D Protein Kasar(%)

5,7 y (D) = 0.1557 + 0.9809x R² = 0.9396

5,6 y (L) = 5.5137 + 0.0681x R² = 0.0115

5,5 5,5 5,6 5,7 5,8 5,9 6 6,1 6,2 6,3 Protein Kasar (%)

Gambar 7. Hubungan kandungan protein kasar dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan pisitif antara dosis MOL dan lama fermentasi terhadap peningkatan nilai kandungan kadar protein kasar sabut sawit yang difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL sabut sawit dan lama fermentasi masing-masing memiliki korelasi sangat kuat dalam meningkatkan nilai kandungan kadar protein kasar yang dapat dilihat pada lampiran 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 59

Lemak Kasar

Rerata hasil analisis kandungan lemak kasar sabut sawit yang difermentasi dengan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada Tabel 11 berikut :

Tabel 11. Kandungan lemak kasar (%) sabut sawit fermentasi berdasarkan bahan kering Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) tn D1 (1%) 5.79 5.71 5.68 5.73 tn D2 (3%) 5.56 5.55 5.25 5.45 tn D3 (5%) 5.28 5.21 5.07 5.18 Rata-rata 5.54tn 5.49tn 5.33tn

Keterangan: Superskrip yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P > 0,05)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi serta interaksi dari kedua faktor memberikan pengaruh tidak nyata (P > 0.05) (lampiran 4). Rerata nilai kandungan lemak kasar sabut sawit fermentasi dengan dosis MOL dan lama fermentasi berkisar antara 5.07 – 5.79 %.

Nilai ini relatif sama dengan lemak kasar sebelum fermentasi 5.75 %, namun lebih rendah dari penelitian Aminah et al. (2020) dan Mucra (2007) yang menyebutkan lemak kasar berkisar 7.04 – 16.03 % dan 7,60%. Hal ini diduga pertumbuhan bakteri pendegradasi lemak belum tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut

Harahap et al., (2018) dalam proses fermentasi ampas kelapa dengan inokulum bakteri YNH11 dengan semakin tinggi lemak kasar yang dihasilkan akan mempengaruhi produksi enzim lipase yang digunakan untuk degradasi lemak dan fermentasi pada waktu 9 hari (proses fermentasi terakhir) belum memasuki waktu stasioner yang menyebabkan bakteri tetap ingin tumbuh dan berkembang serta menghasilkan enzim mopre lipase. Barokah et al., (2017) menambahkan tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 60

adanya penurunan kadar lemak disebabkan proses ensilase tidak banyak terjadi pemecahan lemak dalam bahan pakan menjadi asam lemak.

Perubahan kandungan lemak kasar sabut sawit fermentasi yang tidak signifikan diduga mikroba yang berperan dalam menghasilkan enzim lipase belum mencapai fase maksimum sehingga kurang berperan dalam merombak lemak.

Superianto et al., (2018) menerangkan bahwa bakteri yang masih berada di fase log yaitu fase pembelahan sel yang dimana pembelahan sel lambat yang menyebabkan pemanfaatan substrat belum optimal, mengakibatkan BAL yang tumbuh sedikit sehingga BAL yang tumbuh belum sampai ke fase pertumbuhan cepat yang berimplikasikan belum terjadi pemecahan lemak menjadi asam lemak dan gliserol sebagai sumber energi mikroba. Menurut Kurniawan et al. (2015), enzim lipase yang dihasilkan mikroba dapat memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol, kemudian asam lemak dan gliserol digunakan oleh mikroba sebagai sumber energi untuk proses pertumbuhannya.

Semakin tinggi pemberian dosis MOL dan perlakuan lama fermentasi pada penelitian tidak menunjukkan pengaruh terhadap penurunan kandungan lemak kasar. Hal ini diduga karena perkembangan mikroba pendegradasi lemak asal

MOL sabut sawit tidak berkembang dengan baik, namun didominasi mikroba pendegradasi serat. Menurut Mucra (2007) perlakuan fermentasi bertujuan memecah senyawa lemak yang kompleks menjadi lebih sederhana agar dapat dimanfaatkan oleh mikrobia dalam petumbuhan sebagai sumber energy dalam bentuk VFA (volatile fatty acid) selain dari energi dari karbohidrat mudah dicerna. Aminah et al. (2020) dalam penelitiannya menyatakan starter yang digunakan untuk fermentasi sabut kelapa adalah starter yang hanya mengandung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 61

mikroba pencerna serat, sehingga enzim yang produksi hanya dapat mendegradasi substrat berupa serat dan tidak dapat mendegradasi substrat lain. Penelitian selanjutnya menjelaskan selama proses fermentasi sabut sawit oleh bakteri yang dominan terjadi adalah berkembangnya BAL yang menghasilkan asam laktat dan bukan menghasilkan enzim lipase, yang dapat menurun serat kasar dari produk fermentasi (Juliantoni et al., 2018).

Grafik nilai kandungan lemak kasar dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi membentuk garis linear negatif, dapat dilihat pada gambar 8.

5,8

5,7

5,6

5,5

L 5,4 D

Lemak Lemak Kasar(%) 5,3 y (D) = 10.905 - 0.9998x R² = 0.9996 5,2 y (L) = 7.5374 - 0.3828x R² = 0.9471 5,1 5,1 5,2 5,3 5,4 5,5 5,6 5,7 5,8 Lemak Kasar (%)

Gambar 8. Hubungan nilai kandungan lemak kasar dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan positif antara dosis MOL dan lama fermentasi terhadap penurunan nilai kandungan lemak kasar sabut sawit yang difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL sabut sawit dan lama fermentasi masing-masing memiliki korelasi sangat kuat dalam menurunkan nilai kandungan lemak kasar dapat dilihat pada lampiran 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 62

Serat Kasar

Rerata hasil analisis kandungan serat kasar sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada Tabel 12 berikut :

Tabel 12. Kandungan nilai serat kasar (%) sabut sawit fermentasi berdasarkan bahan kering Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) C D1 (1%) 36.72 36.54 36.55 36.60 AB D2 (3%) 36.41 36.18 36.27 36.28 A D3 (5%) 36.30 36.10 36.23 36.21 Rata-rata 36.48C 36.27A 36.35AB Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01)

Rerata nilai kandungan serat kasar sabut sawit fermentasi dengan dosis

MOL dan lama fermentasi berkisar antara 36.10 – 36.72 %. Serat kasar tertinggi

(36.72 %) terdapat pada fermentasi dengan penambahan MOL 1% dengan lama fermentasi 7 hari dan terendah (36.10 %) pada pemberian dosis MOL 5% dengan lama fermentasi 14 hari. Nilai ini lebih rendah dari kandungan serat kasar sabut sawit sebelum fermentasi yaitu 41.98 %. Penelitian ini selaras dengan penelitian

Juliantoni et al. (2018) berkisar 35.79 – 36.67 %. Penurunan kandungan serat kasar terjadi pada perlakuan, hal ini diduga adanya kerja mikroba pendegradasi serat selama proses fermentasi. Menurut Lie, et al. (2015), penurunan kadar serat kasar berhubungan dengan enzim selulase yang dihasilkan oleh kapang

Trichoderma reseei dalam mencerna serat.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakan berbagai pemberian dosis MOL dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata (P < 0.01) terhadap perubahan kandungan serat kasar sabut sawit fermentasi. Namun tidak terdapat interaksi dari dosis MOL dan lama fermentasi (Lampiran 5). Semakin tinggi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 63

pemberian dosis serta lama fermentasi memberikan pengaruh nyata pada penelitian yang menunjukkan penurunan serat kasar. Hal tersebut diduga pemberian perlakuan membuat petumbuhan mikroba pendegradasi serat dapat berkembangbiak dengan baik dengan menghasilkan enzim pendegradasi serat asal sabut sawit untuk mencerna serat sehingga terjadi penurunan kandungan serat kasar. Menurut Siburian et al., (2019) dan Harahap et al., (2018) semakin tinggi dosis MOL dan semakin lama lamanya fermentasi berlangsung maka semakin tinggi massa mikroba selulolitik yang hidup pada substrat maka semakin banyak enzim lifase yang mendegradasi selulosa dan ligniselulosa yang dihasilkan, dimana enzim tersebut mampu mendegradasi molekul selulosa. Bakteri selulolitik menghasilkan enzim selulase yang mampu memecah selulosa menjadi glukosa, selanjutnya glukosa yang akan digunakan sebagai sumber karbon dan energi untuk kebutuhan hidupnya (Gamayanti et al., 2012)

Kadar serat kasar menurun seiring degan penambahan dosis MOL dan lama fermentasi pada perlakuan yang dicobakan. Hal ini diduga peningkatan jumlah dosis dan lama fermentasi secara bersama-sama meningkatkan kemampuan mikroba dalam mencerna serat menjadi lebih tinggi. Menurut

Musnandar (2006), dosis inokulum tinggi dan lama inkubasi yang panjang akan meningkatkan konsentrasi miselium mikroba dalam substrat. Konsentrasi miselium yang optimum akan memproduksi enzim selulase yang lebih banyak sehingga kandungan selulosa substrat menurun. Semakin lama waktu inkubasi pada sabut sawit amoniasi tidak berpengaruh terhadap kandungan serat kasar dari sabut sawit melainkan akan berpengaruh terhadap kekuatan ikatan lignin dari sabut sawit. Jadi dapat diindikasikan bahwa semakin lama waktu inkubasi dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 64

semakin tinggi penambahan level urea dapat mengurai ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa dari sabut sawit (Wijaya, 2015).

Grafik nilai kandungan serat kasar dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi membentuk garis linear negatif, dapat dilihat pada gambar 9.

36,65

36,6

36,55 y (D) = 63.965 - 0.7591x R² = 0.5762

36,5 y (L) = 41.946 - 0.1534x 36,45 R² = 0.0906

36,4 L 36,35 D Serat Kasar(%) 36,3

36,25

36,2

36,15 36,1 36,2 36,3 36,4 36,5 36,6 36,7 Serat Kasar (%)

Gambar 9. Hubungan nilai kandungan serat kasar dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan positif antara dosis MOL dan lama fermentasi terhadap penurunan nilai kandungan serat kasar sabut sawit yang difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL sabut sawit dan lama fermentasi masing- masing memiliki korelasi sangat kuat dalam menurunkan nilai kandungan serat kasar yang dapat dilihat pada lampiran 17.

Abu

Rerata hasil analisis kandungan abu sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada Tabel 13 berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 65

Tabel 13. Kandungan abu (%) sabut sawit fermentasi berdasarkan bahan kering Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) AB D1 (1%) 6.25 6.17 6.19 6.21 B D2 (3%) 5.87 5.28 5.28 5.46 A D3 (5%) 5.27 5.12 5.19 5.19 Rata-rata 5.80c 5.53a 5.55ab Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01) dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)

Rerata nilai kandungan abu sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis

MOL dan lama fermentasi berkisar antara 5.12 – 6.25 %. Nilai abu tertinggi (6.25

%) terdapat pada fermentasi dengan penambahan MOL 1% dengan lama fermentasi 7 hari dan terendah (5.12 %) pada pemberian dosis MOL 3% dengan lama fermentasi 14 hari. Nilai ini lebih rendah dari kandungan abu sabut sawit sebelum fermentasi yaitu 6.43 %. Nilai kadar abu ini lebih rendah dari penelitian

Aminah et al. (2020) berkisar 7.89 – 16.99 % diikuti dengan penelitian Juliantoni et al. (2018) berkisar 9.24 – 10.83 %. Hal ini diduga adanya peningkatan degradasi bahan organik oleh mikroba pada proses fermentasi ditandai dengan adanya peningkatan kandungan protein kasar, dan penurunan serat kasar. Menurut

Siburian et al., (2019) penurunan kadar abu tersebut disebabkan oleh aktivitas mikroba yang mendegradasi kulit ubi kayu sehingga terjadi peningkatan bahan organik. Harahap et el., (2018) menambahkan bahwa semakin meningkatnya bahan organik yang terdegradasi maka semakin rendah kadar abu. Menurut

Barokah (2015) bila bahan anorganik (abu) turun hal ini diduga kandungan bahan organik yang mengandung zat-zat nutrisi yang cukup penting semakin meningkat.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap perubahan kandungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 66

abu sabut sawit fermentasi. Namun tidak terdapat interaksi dari dosis MOL dan lama fermentasi (Lampiran 6). Semakin tinggi pemberian dosis MOL dan lama fermentasi pada penelitian menunjukkan pengaruh nyata terhadap penurunan kandungan abu. Hal ini diduga adanya kerja mikroba dalam mendegradasi bahan organik memanfaatkan mineral asal abu dan energi dari hasil perombakan molekul kompleks semakin banyak sehingga menyebabkan kadar abu menjadi turun. Menurut Siburian et al., (2019) semakin tinggi dosis MOL dan semakin lama durasi fermentasi maka semakin banyak massa mikroba yang bekerja dalam proses fermentasi semakin meningkat sehingga lebih banyak bahan organik yang terdegradasi dan kadar abu menjadi turun. Superianto et al., (2018) menyatakan bahwa BAL memanfaatkan kandungan mineral anorganik seperti Ca, P, Mg yang berasal dari dedak padi dan limbah sayur kol karena proses fermentasi sehingga meyebabkan kandungan abu pada interaksi terjadi penurunan.Wibowo (2010) menambahkan bahwa kadar SK dan kadar Abu mempunyai hubungan positif, tingginya kadar SK akan berpengaruh terhadap besarnya kadar abu bahan dan sebaliknya. Abu merupakan komponen anorganik yang tersusun dari bermacam mineral seperi Ca, P, Mg dan lainnya.

Kadar abu sabut sawit fermentasi mengalami penurunan karena meningkatnya aktifitas degradasi bahan organik. Hal ini diduga pemanfaatan proporsi bahan organik pada proses fermentasi yang cukup tinggi. Menurut

Juliantoni et al., (2018), kandungan mineral pada substrat/bahan yang digunakan dan penambahan inoculum dalam fermentasi sejalan dengan mineral yang disumbangkan mempengaruhi kadar abu. Aminah et al. (2020) menambahkan bahwa kadar abu merupakan gambaran dari kandungan bahan organik. Kadar abu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 67

yang semakin rendah merepresentasikan kandungan bahan organik yang semakin tinggi. Seiring dengan meningkatnya kadar abu menunjukkan bahwa bahan organik pada sabut kelapa telah dicerna oleh mikroba selama proses fermentasi, sehingga kandungan bahan organiknya semakin menurun. Diikuti Purwanto

(2012) yang menyatakan bahwa semakin sedikit bahan organik yang terdegradasi, maka relatif semakin sedikit juga terjadinya penurunan kadar abu secara proporsional, sebaliknya semakin banyak bahan organik yang terdegradasi maka relatif semakin banyak juga terjadinya peningkatan kadar abu secara proporsional.

Menurut Tillman et al. (1989), komponen abu pada analisis proksimat tidak memberi nilai makanan yang penting, kandungan abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan BETN. Penurunan kandungan abu dalam bahan pakan sangat diharapkan, hal ini karena kandungan abu berkaitan dengan bahan anorganik berupa mineral-mineral, dengan demikian bila bahan anorganik (abu) turun, maka diduga kandungan bahan organik yang mengandung zat-zat nutrisi yang cukup penting, seperti protein, lemak, karbohidrat dan vitamin semakin meningkat.

Grafik nilai kandungan abu dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi membentuk garis linear negatif, dapat dilihat pada gambar 10.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 68

6,4

6,2 y (D) = 10.606 - 0.886x R² = 0.7851 6 y (L) = 6.6566 - 0.1843x 5,8 R² = 0.4196 L

Abu % 5,6 D 5,4

5,2

5 5 5,2 5,4 5,6 5,8 6 6,2 6,4 Abu %

Gambar 10. Hubungan nilai kandungan abu dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan positif antara dosis MOL dan lama fermentasi terhadap penurunan kadar abu sabut sawit difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL dan lama fermentasi masing-masing memiliki korelasi dalam menurunkan nilai kadar abu yang dapat dilihat pada lampiran 17.

BETN (Bahan Ekstrak Tanpa N)

Rerata hasil analisis kandungan BETN sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada Tabel 14 berikut :

Tabel 14. Kandungan BETN (%) sabut sawit fermentasi berdasarkan bahan kering Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) AB D1 (1%) 35.75 36.47 36.57 36.26 A D2 (3%) 37.44 38.35 38.83 38.21 C D3 (5%) 39.39 39.85 40.12 39.79 Rata-rata 37.53A 38.22AB 38.50B Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 69

Rerata nilai kandungan BETN sabut sawit fermentasi dengan dosis MOL dan lama fermentasi berkisar antara 35.75 – 40.12 %. BETN tertinggi (40.12 %) terdapat pada fermentasi dengan penambahan MOL 5% dengan lama fermentasi

21 hari dan terendah (35.75 %) pada pemberian dosis MOL 1% dengan lama fermentasi 7 hari. Nilai ini lebih tinggi dari kandungan BETN sabut sawit sebelum fermentasi yaitu 35.42 %. Nilai BETN ini lebih tinggi dari penelitian Aminah et al. (2020) dan Juliantoni et al. (2018) berkisar 17.83 – 20.21 % dan 31.94 – 35.70

%. Hal ini diduga pada proses fermentasi sabut sawit terjadi peningkatan degradasi substrat yang menyebabkan BETN menjadi meningkat. Menurut Mucra dan Azriani (2012) besaran BETN dipengaruhi hasil perombakan senyawa kompleks menjadi senyawa lebih sederhana, jika perombakan yang terjadi pada proses fermentasi sedikit maka tidak berpengaruh terhadap peningkatan BETN.

Menurut Aminah et al.(2020), penambahan molases pada substrat menyebabkan mikroba memanfaatkan gula sederhana asal molases sebagai sumber energi dalam proses yang mengakibatkan aktivitas mikroba untuk menggunakan BETN yang terkandung pada substrat sebagai sumber energi utama menjadi tidak banyak.

Tilman et al., (1989) menambahkan bahwa BETN berisi zat-zat monosakarida, disakarida, trisakarida dan polisakarida terutama pati yang mudah larut dalam larutan asam dan basa dalam analisis serat kasar dan mempunyai daya cerna yang tinggi.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata (P < 0.01) terhadap perubahan kandungan BETN sabut sawit fermentasi. Namun tidak terdapat interaksi dari kedua faktor tersebut (Lampiran 7). Semakin tinggi pemberian dosis dan lama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 70

fermentasi memberikan pengaruh nyata meningkatan nilai BETN sabut sawit fermentasi. Hal ini diduga pertumbuhan dan perkembangan mikroba pendegradasi substrat ikut meningkat seiring penambahan dosis MOL dan lama fermentasi.

Menurut Siburian et al., (2019) semakin banyak bahan organik yang terdegradasi dalam proses fermentasi maka kadar abu akan semakin rendah. Dampak dari hal ini adalah peningkatan BETN. Menurut Mucra dan Azriani (2012), semakin tinggi jumlah inokulum yang digunakan dalam proses fermentasi akan dapat meningkatkan kadar BETN seiring dengan penambahan BETN substrat. Barokah et al., (2017) menyatakan penambahan bahan yang memiliki serat kasar rendah yang mampu meningkatkan kadar BETN substrat, hal ini mengindikasi bahwa penambahan bahan memberikan pengaruh baik terhadap kenaikan kualitas pakan berupa substrat. Juliantoni et al. (2018) menyebutkanapabila jumlah PK, SK, LK dan abu yang didapat rendah maka jumlah BETN semakin tinggi begitu juga sebaliknya.

Grafik nilai kandungan BETN dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi membentuk garis linear positif, dapat dilihat pada gambar 11.

40 39,5 39

38,5 38 L

BETN BETN % 37,5 y (D) = 0.6049 +0.9841x R² = 0.9995 D 37 y (L) = 27.626 +0.2746x 36,5 R² = 0.976 36 36 36,5 37 37,5 38 38,5 39 39,5 40 BETN %

Gambar 11. Hubungan nilai BETN dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 71

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan positif antara dosis MOL dan lama fermentasi terhadap peningkatan nilai kandungan

BETN sabut sawit yang difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL sabut sawit dan lama fermentasi masing- masing memiliki korelasi sangat kuat dalam menurunkan nilai kandungan BETN sabut sawit fermentasi dapat dilihat pada lampiran 17.

Parameter Fisik Maggot Lalat Tentara Hitam (Hermetia illucens)

Bobot Biomassa

Rerata hasil analisis bobot biomassa maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada Tabel 15 berikut :

Tabel 15. Bobot biomassa (g) maggot lalat tentara hitam budidaya media sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) A D1 (1%) 203.33 243.00 332.33 259.56 B D2 (3%) 216.67 361.00 386.67 321.44 C D3 (5%) 239.33 396.67 461.67 365.89 Rata-rata 219.78A 333.56B 393.56C

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01)

Rerata nilai bobot biomassa maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi berkisar antara 203.33 – 461.67 g. Nilai ini lebih tinggi dari bobot biomassa maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit tanpa fermentasi yaitu 9.67 g. Bobot biomassa yang diperoleh pada penelitian tertinggi (461.67 g) terdapat pada fermentasi dengan penambahan MOL 5%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 72

dengan lama fermentasi 21 hari. Nilai ini lebih tinggi dari penelitian Rizki et al.

(2017) bobot tertinggi adalah 190 gram. Peneltian Raharjo et al. (2016) menunjukkan produksi berat maggot menunjukan kombinasi media perlakuan A

50% ampas kelapa sawit dan 50% dedak padi menghasilkan rata-rata produksi maggot tertinggi yaitu 262,67 gram. Katayane et al. (2014) menambahkan produksi berat segar maggot untuk perlakuan media bungkil kelapa sebesar 93.42 g. Bobot akhir larva dengan pemberian mini Larva BSF 15 g pada media TKKS terfermentasi Trichoderma sp. berkisar 201,73-216,79 g (Mujahid et al., 2017).

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat adanya peningkatan bobot biomassa maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit fermentasi. Hal ini diduga pertamahan bobot biomassa terjadi karena maggot

Hermetia illucens tumbuh dan berkembang dengan baik pada media sabut sawit fermentasi. Menurut Mujahid et al., (2017), penambahan bobot larva tergantung ketersediaan kecukupan makanan larva dan jumlah larva yang tumbuh, sehingga menyebabkan pertumbuhan larva maksimal. Raharjo et al., (2016) faktor yang mempengaruhi produksi maggot ada tidaknya lalat black soldier, kondisi lingkungan budidaya maggot, kepadatan penduduk, dan kandungan nutrien yang terkandung didalam bahan yang digunakan sebagai media tumbuh maggot.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata (P < 0.01) terhadap perubahan bobot biomassa maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit fermentasi. Namun tidak terdapat interaksi dari dosis MOL dan lama fermentasi (Lampiran 8). Semakin tinggi pemberian dosis MOL dan lama fermentasi maka dapat meningkatan nilai bobot biomassa maggot lalat tentara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 73

hitam Hal ini diduga fermentasi berjalan dengan baik sehingga hasil perombakan senyawa kompleks media dapat dimanfaatkan maggot untuk bertumbuh dan berkembang. Menurut Bokau dan Basuski (2018), penggunaan media yang difermentasi dengan pemberian probiotik mempengaruhi peningkatan rata-rata biomasa maggot Hermetia illucens. Menurut Katayane et al., (2014) kualitas media tumbuh yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap sumbangan zat gizi bagi telur telur maggot untuk berkembang biak. Bokau dan Basuski (2018), pemanenan lebih cepat ini karena media tumbuh sudah mengalami fermentasi awal sehingga pada saat telur menetas, secara langsung sudah tersedia nutrient untuk larva.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pertambahan bobot biomassa maggot diikuti adanya peningkatan nutrisi berupa bahan organik media tumbuh.

Hal ini diduga dengan meningkatnya kandungan protein kasar dan menurunnya serat kasar media sabut sawit fermentasi maka hasil degradasinya dapat dimanfaatkan maggot untuk tumbuh dan meningkatkan bobot biomassa. Menurut

Tomberlin et al. (2002) dan Riski et al., (2017), maggot Hermetia illucens dapat dikembangbiakkan pada media yang kaya akan bahan organik. Didukung pernyataan Suciati et al. (2017), secara metabolisme maggot akan mengkonversi protein dan berbagai nutrien menjadi biomassa maggot. Pemanfaatan media sabut kelapa sawit fermentasi mendukung pertumbuhan dan pertambahan biomassa maggot karena merupakan hasil fermentasi sehingga sesuai dengan habitat aslinya berupa media fermentasi sebagai tempat tumbuh. Dilihat dari kondisi lingkungannya, magot menyukai kondisi lingkungan yang lembab dan banyak mengandung nutrien, protein kasar yang terkandung didalam substrat dan kaya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 74

akan bahan organik serta aroma yang khas (Raharjo et al.,2016). Bahan organik yang membusuk, seperti bangkai dan sisa-sisa tumbuhan atau sampah yang membusuk serta aroma media yang khas merupakan bahan yang dibutuhkan maggot BSF (Setiawibowo et al., 2009).

Grafik nilai bobot biomassa maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi membentuk garis linear positif, dapat dilihat pada gambar 12.

450

400

L

350 D

300 y (D) = 0.7071x + 101.82 Bobot Biomassa BobotBiomassa (g) R² = 0.9837 250 y (L) = 1.1772x - 40.328 R² = 0.9979

200 200 250 300 350 400 Bobot Biomassa (g)

Gambar 12. Hubungan nilai bobot biomassa maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan positif antara dosis MOL dan lama fermentasi sabut sawit terhadap peningkatan nilai bobot biomassa maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit yang difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL sabut sawit dan lama fermentasi masing-masing memiliki korelasi sangat kuat dalam meningkatkan bobot biomassa maggot lalat tentara hitam yang dapat dilihat pada lampiran 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 75

Berat Rata-Rata

Rerata hasil analisis berat rata-rata maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada Tabel 16 berikut :

Tabel 16. Berat rata-rata maggot (g) lalat tentara hitam budidaya media sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) A D1 (1%) 0.0059 0.0064 0.0088 0.0070 B D2 (3%) 0.0065 0.0093 0.0115 0.0091 B D3 (5%) 0.0103 0.0103 0.0108 0.0104 Rata-rata 0.0076A 0.0086A 0.0104B Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01)

Rerata nilai kandungan berat rata-rata maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi berkisar antara 0.0059 – 0.0115 g. Rerata nilai ini lebih tinggi dari berat rata-rata maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit tanpa fermentasi yaitu 0.0062 g. Berat rata-rata pada penelitian tertinggi

(0.0115 g) terdapat pada fermentasi dengan penambahan MOL 3% dengan lama fermentasi 14 hari. Penelitian Hakim et al. (2017) menunjukkan bobot larva berkisar 59.38-95.04 mg sedangkan Mujahid et al. (2017) menunjukkan bobot per

100 ekor larva berkisar 3.69-14.89 g dan berat per ekor berkisar 0.037-0,15 g.

Hartami et al. (2015) memperoleh densitas 1.21 ekor larva maggot/cm3 dengan bobot rata-rata 150 gram, pada media lain yaitu bungkil kelapa 2 kg dan penelitian

Supriyatna et al., (2018), bobot larva 30.08 mg pada media kulit ubi.

Berdasarkan hasil penelitian adanya penambahan berat rata-rata maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit fermentasi. Hal ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 76

diduga kondisi media sabut sawit fermentasi yang banyak dan mengandung nutrisi yang cukup untuk pertumuhan maggot Hermetia illucens. Menurut Rizki et al.,

(2017), salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan panjang maggot adalah keadaan media tumbuhnya dimana banyak sedikitnya makanan yang didapatkan dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan baik bobot maupun panjang. Rachmawati et al., (2013) komposisi nutrisi yang tinggi akan menunjang pertumbuhan dan produksi maggot.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakan berbagai pemberian dosis MOL dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata (P < 0.01) terhadap perubahan berat rata-rata maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit fermentasi. Namun tidak terdapat interaksi dari dosis MOL dan lama fermentasi (Lampiran 9). Semakin tinggi pemberian dosis dan lama fermentasi maka akan meningkatan nilai berat rata-rata maggot Hermetia illucens. Hal ini diduga dengan bertambahnya dosis MOL dan lama fermentasi akan diikuti meningkatnya aktifitas mikroba dalam proses fermentasi sabut sawit membantu peningkatan pencernaan maggot Hermetia illucens terhadap media. Menurut

Suciati et al., (2017), maggot akan mengkonversi protein dan berbagai nutrien menjadi biomassa maggot dalam proses metabolisme tubuhnya. Mujahid et al.

(2017) menyatakan ketersediaan makanan larva hasil fermentasi media tidak sesuai dengan jumlah larva yang diberikan, sehingga menyebabkan pertumbuhan larva tidak maksimal.

Pada penelitian diketahui bahwa kadar air dan bahan kering media berkisar

7.07 – 9.85% dan 90.15 - 92.93%. Pertumbuhan maggot dipengaruhi oleh kondisi air media tumbuh. Hal ini diduga kandungan air media yang berbeda

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 77

menyebabkan pertambahan bobot larva yang berbeda pula seiring meningkatnya kadar bahan kering dan menurunnya kadar air media sabut sawit fermentasi maka pertambahan berat maggot menjadi lebih lambat. Talamond danSukarman (2014) dan Diener et al,. (2009) menyatakan bahwa kondisi umpan yang paling optimum untuk pertumbuhan larva BSF adalah dengan kandungan air sebesar 60%.Menurut

Hakim et al. (2017), larva BSF tidak menyukai media dengan kadar air tinggi dan akan mencari tempat yang lebih kering sehingga umpan yang berair tidak dikonsumsi maksimal.

Grafik nilai berat rata-rata maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi membentuk garis linear positif, dapat dilihat pada gambar 13.

0,011 0,0105 0,01

0,0095 0,009 rata (g)rata - 0,0085 y (D) = 0.0002 + 0.9942x L 0,008 R² = 0.9717 D

BeratRata 0,0075 y (L) = 0.0017 + 0.8272x 0,007 R² = 0.9833 0,0065 0,006 0,0065 0,0075 0,0085 0,0095 0,0105 0,0115 Berat Rata-rata (g)

Gambar 13. Hubungan nilai berat rata-rata maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan positif antara dosis MOL dan lama fermentasi sabut sawit terhadap peningkatan nilai berat rata-rata maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 78

difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL sabut sawit dan lama fermentasi masing-masing memiliki korelasi sangat kuat dalam meningkatkan berat rata-rata maggot lalat tentara hitam yang dapat dilihat pada lampiran 17.

Pertambahan Bobot Maggot

Rerata hasil analisis pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada Tabel 17 berikut :

Tabel 19. Pertambahan bobotmaggot (g) lalat tentara hitam budidaya media sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) A D1 (1%) 202.33 242.00 330.33 258.56 B D2 (3%) 215.67 360.00 385.67 320.44 C D3 (5%) 238.33 395.67 460.67 364.89 Rata-rata 218.78A 332.56B 392.56C Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01)

Rerata nilai pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi berkisar antara 202.33 – 460.67 g. Nilai ini lebih tinggi dari pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit tanpa fermentasi yaitu 8.67 g. Pertambahan bobot maggot tertinggi (460.67 g) pada penelitian terdapat pada fermentasi dengan penambahan MOL 5% dengan lama fermentasi 21 hari Hasil peelitian menunjukkan hasil yang sama pada penelitian Bokau et al. (2018), pertambahan biomasa maggot yang dihasilkan dari

1 g telur pada media BIS fermentasi berkisar 496- 759 gram. Katayane et al.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 79

(2014) menghasilkan berat segar maggot 93.42 gram melalui penebaran telur 0.45 gram dan Fahmi et al. (2010) 1kg maggot per 3kg media BIS. Sedangkan Mujahid et al. (2017) menunjukkan pertumbuhan larva paling besar pada A2 dimana berat akhirnya dengan pemberian mini larva 5 g menjadi 230,34 g.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan peningkatan pertambahan bobot maggot yang dibudidaya pada media sabut sawit fermentasi. Hal ini diduga pemanfaatan nutrisi media sabut sawit fermentsi dapat digunakan untuk pertumbuhan maggot Hermetia illucens. Menurut Supriyatna dan Putra (2017), semakin tinggi substrat yang mampu dicerna maka semakin tinggi pula substrat yang dikonversi menjadi biomassa larva.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakan berbagai pemberian dosis MOL dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata (P < 0.01) terhadap perubahan pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit fermentasi. Namun tidak terdapat interaksi dari dosis MOL dan lama fermentasi (Lampiran 10). Semakin tinggi pemberian dosis dan lama fermentasi maka nilai pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit fermentasi ikut meningkat. Hal ini diduga proses fermntasi memberikan tambahan nutrisi pada media sabut sawit untuk dimanfaatkan maggot Hermetia illucens bertumbuh. Menurut Mujahid et al.

(2017), pertumbuhan larva tergantung pemenuhan ketersediaan makanan untuk larva yang berasal hasil fermentasi substrat. Selanjutnya Raharjo et al.(2016) menambahkan bahwa komposisi nutrisi substrat yang tepat akan menunjang pertumbuhan dan produksi maggot.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 80

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa media sabut sawit fermentasi masih kekurangan unsur nutrisi untuk maggot Hermetia illucens. Hal ini didukung dengan hasil uji nutrisi yang menunjukkan proses fermentasi sabut sawit dengan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi hanya dapat menurunkan serat kasar hingga 36.10 % dan menaikkan protein kasar hingga 6.48 %. Kandungan serat tersebut masih cukup tinggi serta pemberian pakan yang terlalu banyak mengakibatkan media menjadi jenuh sehingga pertambahan bobot maggot menjadi lambat. Olivier (2000) menyatakan bahwa maggot Hermetia

Illucensmempunyai keistimewaan yaitu bila nutrien tidak cukup untuk perkembangan larva maka fase larva dapat mencapai 4 bulan tetapi bila nutrien cukup maka lama fase larva hanya memerlukan waktu 2 minggu. Setiawibowo et al., (2009) menambahkan bahwa sumber nutrien yang kaya akanmempercepatpertambahan bobot maggot. Raharjo et al. (2016) menyatakan bahwa kemampuan larva dalam mengkonversi substrat dapat meningkatkan bobot biomassa tubuh larva dan mempercepat menuju fase prepupa. Menurut

Rachmawati et al., (2010), bobot tubuh maggotHermetia illucens terus bertambah sampai ketika hendak memasuki tahapan prepupa. Maggot akan mencapai ukuran maksimum maggot dan akan menyimpan makanan dalam tubuhnya sebagai cadangan untuk persiapan proses metamorfosa menjadi pupa (Fahmi et al., 2009).

Grafik nilai pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi membentuk garis linear positif, dapat dilihat pada gambar 14.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 81

450

400 L

D 350

PBM(g) 300

y (D) = 0.7072x + 101.51 250 R² = 0.9837

y (L) = 1.1773x - 40.156 R² = 0.9979 200 200 250 300 350 400 PBM (g)

Gambar 14. Hubungan nilai pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan positif antara dosis MOL dan lama fermentasi sabut sawit terhadap peningkatan pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit yang difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL sabut sawit dan lama fermentasi masing-masing memiliki korelasi sangat kuat dalam meningkatkan pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam yang dapat dilihat pada lampiran 17.

Konsumsi Pakan

Rerata hasil analisis konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada Tabel 18 berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 82

Tabel 18. Konsumsi pakan maggot (%) lalat tentara hitam budidaya media sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) c c c D1 (1%) 60.77 62.13 65.03 62.64 a c c D2 (3%) 40.27 57.87 87.50 61.88 b c c D3 (5%) 41.33 63.40 93.73 66.16 Rata-rata 47.46 61.13 82.09 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)

Rerata nilai konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi berkisar antara 40.77 – 93.73 %. Rerata nilai ini lebih tinggi dari konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit tanpa fermentasi yaitu 0.87 %. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa konsumsi pakan tertinggi (93.73%) terdapat pada fermentasi dengan penambahan

MOL 5% dengan lama fermentasi 21 hari dan konsumsi pakan terendah (40.27 %) pada pemberian dosis MOL 3% dengan lama fermentasi 7 hari. Hakim et al.

(2017) menyebutkan nilai konsumsi pakan kepala ikan dan jeroan sebagai pakan sebesar 52,33 – 77,09 %, dan Muhayyat et al. (2016) berkisar antara 53,39-

69,49%. Pada penelitian selanjutnya dengan pakan berupa limbah singkong dihasilkan nilai konsumsi umpan lebih kecil sebesar 9,29 – 36,82% (Supriyatna et al., 2016).

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam terhadap media sabut sawit fermentasi. Hal ini diduga terjadi peningkatan konsumsi bahan organik media sabut sawit oleh maggot Hermetia illucens akan mengaktifkan enzim pencernaan maggot akibat kualitas nutrisi media yang meningkat setelah fermentasi. Menurut Supriyatna et

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 83

al., (2015), konsumsi bahan organik substrat akan mengaktifkan enzim amilase, lipase, dan protease dari usus larva Hermetia illucens yang aktif pada suhu optimum suhu 400C.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakan berbagai pemberian dosis MOL dan lama fermentasi serta interaksi dari kedua faktor memberikan pengaruh nyata (P < 0.05) terhadap peningkatan konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam (Lampiran 11). Perlakuan terbaik D3L3 pada penelitian menunjukkan pengaruh terhadap peningkatan konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sawit fermentasi hingga 93.73 g. Hal ini diduga kandungan nutrisi media sabut sawit setelah fermentasi meningkat dan dapat dengan baik dikonsumsi maggot Hermetia illucens. Menurut Katayane et al., (2014), substrat yang berkualitas akan menghasilkan maggot Hermetia illucens yang lebih banyak karena dapat menyediakan zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan serta perkembangan maggot. Hakim et al.dan Supriyatna et al.,

(2017) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai konsumsi umpan maka potensi pemanfaatan larva untuk mengurai pakan atau limbah semakin besar dan akan dikonversi menjadi biomassa larva.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa media tumbuh sabut sawit fermentasi lebih banyak dari maggot Hermetia illucens yang diberikan sehingga konsumsi media menjadi turun. Hal ini diduga sabut sawit fermentasi masih mengandung serat kasar yang cukup tinggi menyebabkan konsumsi media dan waktu pemeliharaan menjadi lama. Menurut Hakim et al., (2017),konsumsi media akan cenderung menurun seiring meningkatnya jumlah media yang diberikan kepada larva dan sebaliknya semakin tinggi nilai konsumsi media maka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 84

larva mampu mengkonsumsi lebih banyak umpan yang diberikan. Menurut

Supriyatna et al., (2015)nutrisi yang rendah pada substratmenyebabkan perkembangan larva lebih lama. Rachmawati et al., (2010) menyebutkan bahwa tahapan prepupa adalah tahapan ketika tidak lagi dilakukan aktivitas makan, maka ada kecenderungan ketika hendak memulai inisiasi pupa, bobot tubuh prepupa menjadi sedikit berkurang.

Grafik interaksi penggunaan dosis MOL dan lama fermentasi pada nilai konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan lama fermentasi, dapat dilihat pada gambar 15.

85

80

75

L 70 D 65

60

55 y (D) = 0.1271x + 56.127 Konsumsi Konsumsi Pakan (g) R² = 0.2972 50 y (L) = 1.6224x - 31.35 45 R² = 0.8305

40 40 45 50 55 60 65 70 Konsumsi Pakan (g)

Gambar 15. Hubungan konsumsi pakan (g) maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan positif antara dosis MOL dan lama fermentasi sabut sawit terhadap peningkatan konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit yang difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL sabut sawit dan lama fermentasi masing-masing

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 85

memiliki korelasi sangat kuat dalam meningkatkan konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam yang dapat dilihat pada lampiran 17.

Indeks Pengurangan Limbah/Waste Reduction Index (WRI)

Rerata hasil analisis Indeks Pengurangan Limbah/Waste Reduktion Index

(WRI) maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada Tabel 19 berikut :

Tabel 19. Indeks pengurangan limbah/Waste reduktion index (WRI) maggot lalat tentara hitam (g/hari) budidaya media sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) a c c D1 (1%) 2.17 2.22 2.32 2.24 ab c c D2 (3%) 1.44 2.07 3.13 2.21 c c c D3 (5%) 1.48 2.26 3.35 2.36 Rata-rata 1.70 2.18 2.93 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)

Rerata nilai indeks pengurangan limbah/WRI maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai MOL dan lama fermentasi berkisar antara 1.43 – 3.35 g/hari. Rerata nilai ini lebih tinggi dari indeks pengurangan limbah/WRI maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit tanpa fermentasi yaitu 0.029 g/hari. Nilai indeks pengurangan limbah/WRI tertinggi pada penelitian diperoleh dari perlakuan dosis

MOL 5% dan lama fermentasi 21 hari yaitu 3.35 g/hari. Penelitian Supriyatna et al. (2017) menyatakan nilai indeks pengurangan limbah/WRI berkisar 0,26-0.46 mg/larva/hari. Nilai WRI pada limbah kepala ikan dan jeroan adalah sebesar 2.75-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 86

4,06 %/hari (Hakim et al. 2017), namun lebih rendah dari penelitian Muhayyat et al. (2016) menunjukkan nilai WRI paing optimal sebesar 20,79%.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat adanya peningkatan nilai indeks pengurangan limbah/WRI maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit. Hal ini diduga konsumsi media sabut sawit untuk pertumbuhan maggot Hermetia illucens terjadi pengurangan media akibat penggunaannya dalam metabolisme maggot untuk hidup. Pemanfaatan media sebagai sumber nutrisi maggot terjadi selama proses pemeliharaan sehingga penguranganjumlah media penting untuk mengetahui efisiensi pembudidayaan. Menurut Supriyatna et al., (2017) nilai WRI mengindikasikan efisiensi larva dalam mereduksi substrat yang diberikan, serta menunjukkan efektivitas waktu yang diperlukan untuk mereduksi substrat tersebut.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi dan interaksi dari dosis MOL dan lama fermentasi memberikan pengaruh nyata

(P<0.05) terhadap peningkatan indeks pengurangan limbah/WRI maggot lalat tentara hitam, namun perlakan berbagai dosis MOL memberikan pengaruh tidak nyata (P>0.05) (Lampiran 12). Perlakuan terbaik D3L3 pada penelitian menunjukkan pengaruh terhadap peningkatan indeks pengurangan limbah/WRI maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sawit fermentasi hingga

3.35 g/hari. Pemberian dosis MOL dan lama fermentasi terbaik menunjukkan maggot Hermetia illucens fermentasi sabut sawit dapat dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan maggot menurut perlakuan. Hal ini diduga ada hubungan antara peningkatan kualitas nutrisi media sabut sawit fermentasi menyebabkan kemampuan maggot mereduksi media dibantu enzim pencernaan juga meningkat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 87

Diener et al.,(2009), menyatakan semakin besar WRI, maka semain baik efisiensi reduksi substrat yang dihasilkan. Menurut Supriyatna et al., (2017), menurunnya kandungan serat pada substrat yang didegradasi oleh enzim yang diproduksi mikroba fermentasi menyebabkan substrat akan menjadi lebih mudah dicerna oleh larva dan akan menghasilkan produk biomassa larva dan residu.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa peningkatan nilai konsumsi akan meningkatkan kemampuan maggotdalam melakukan reduksi dari limbah yang digunakan sebagai media tumbuh. Namun jika pemberian media tumbuh sabut sawit terlalu banyak akan memperlambat proses reduksi limbahnya. Hal ini diduga kapasitas kemampuan maggot Hermetia illucens mengkonsusmsi tidak sebanding dengan media sabut sawit yang diberikan. Hakim et al. (2017) menyatakan nilai WRI yang tinggi memberi makna kemampuan larva dalam mereduksi media yang tinggi pula. Nilai WRI ini berbanding lurus dengan nilai konsumsi media. Jika nilai konsumsi tinggi maka nilai WRI juga tinggi namun pemberian media dengan jumlah lebih tinggi menyebabkan nilai presentase media yang dikonsumsi terhadap total media yang diberikan menjadi lebih rendah.

Grafik interaksi penggunaan dosis MOL dan lama fermentasi pada nilai indeks pengurangan limbah/WRI maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan lama fermentasi, dapat dilihat pada gambar 16.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 88

3,1

2,9 L

2,7 D

2,5

2,3

2,1 y (D) = 0.1177x + 2.0244 1,9 R² = 0.2718 y (L) = 1.6151x - 1.1036 1,7 R² = 0.8269 Ineks Ineks Pengurangan Limbah/WRI (g/hr) 1,5 1,5 1,7 1,9 2,1 2,3 2,5 Indeks Pengurangan Limba/WRI (g/hr)

Gambar 16. Hubungan indeks pengurangan limbah/WRI maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan positif antara dosis MOL dan lama fermentasi sabut sawit terhadap peningkatan indeks pengurangan limbah/WRI maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit yang difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL sabut sawit dan lama fermentasi masing-masing memiliki korelasi sangat kuat dalam meningkatkan indeks pengurangan limbah/WRI maggot lalat tentara hitam yang dapat dilihat pada lampiran 17.

Efiseiensi Konversi Pakan Dikonsumsi (Ingeasted Food Convertion Efficiency/ECI)

Rerata hasil analisis efiseiensi konversi pakan dikonsumsi (ingeasted food convertion efficiency/ECI) maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis dan lama fermentasi ditunjukkan pada Tabel 20berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 89

Tabel 20. Efiseiensi konversi pakan dikonsumsi (ingeasted food convertion efficiency/ECI) maggot l alat tentara hitam budidaya media sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) tn D1 (1%) 0.35 0.42 0.51 0.43 tn D2 (3%) 0.55 0.64 0.45 0.55 tn D3 (5%) 0.68 0.62 0.49 0.60 Rata-rata 0.53tn 0.56tn 0.48tn Keterangan: Superskrip yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P > 0,05)

Rerata nilai efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis

MOL dan lama fermentasi berkisar antara 0.35 – 0.68. Rerata nilai ini lebih tinggi dari efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit tanpa fermentasi yaitu 0.02. Efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI tertinggi (0.68) terdapat pada fermentasi dengan penambahan MOL 5% dengan lama fermentasi 7 hari dan efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI terendah (0.35) pada pemberian dosis MOL 1% dengan lama fermentasi 7 hari. Nilai ini lebih rendah dari penelitian Hakim et al. (2017),nilai rata-rata efficiency of conversion digested feed (ECD) bervariasi antara 3,03% –

8,32%. Diikuti penelitian Supriyatna et al. (2017) menyatakan ECD berkisar

9.21-14.51 %, Kouhi et al. (2014) dengan nilai ECI berkisar 11.54-15.99 %, dan

Sabhat et al. (2011) dengan nilai ECI berkisar 6.11-8.24 %.

Pada penelitian dapat dilihat bahwa peningkatan efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI maggot belum mampu meningkatkan pertambahan bobot maggot

Hermetia illucens. Hal ini diduga konsumsi yang rendah pada media sabut sawit fermentasi belum dikonversikan seluruhnya ke dalam penambahan bobot maggot.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 90

Menurut Sabhat et al.,(2011), nilai ECD mengukur nilai konversi dari pakan dan

ECI mengukur efisiensi konversi secara pakan secara keseluruhan untukpenembahan bobot biomassa.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakan berbagai dosis MOL dan lama fermentasi tidak berpengaruhnyata(P > 0.05) terhadap peningkatan efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI maggot lalat tentara hitam (Lampiran

11). Semakin tinggi pemberian dosis MOL dan lama fermentasi sabut sawit belum dapat meningkatkan nilai ECI karena media belum dapat dikonsumsi dan dicerna dengan baik oleh maggot Hermetia illucenssehingga nilai pertambahan bobot maggot tidak signifikan. Hal ini diduga kandungan nutrisi pada media sabut sawit fermentasi dapat dimanfaatkan oleh maggot untuk peningkatan bobot hidupnya namun dengan kandungan serat kasar media sabut sawit fermentasi yang masih tinggi belum bisa mengaktifkan kerja enzim pendegradasi serat dalam tubuh maggot. Menurut Hakim et al,.(2017), semakin tinggi nilai ECD maka semakin tinggi pula tingkat efisiensi maggot dalam mencerna media. Kouhi et al. (2014) menyatakan bahwa tingginya nilai ECI dan ECD menunjukkan adanya peningkatan pemberian pakan dan pertambahan bobot larva. Nilai ECD merupakan gambaran tingkat efisiensi larva BSF dalam mengkonversi media yang dikonsumsi menjadi biomassanya.

Grafik nilai efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi membentuk kurva linear positif, dapat dilihat pada gambar 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 91

0,65

0,6 L

D 0,55

0,5

y (D) = x 0,45 R² = 1 y (L) = 0.6257 - 0.1943x Efisiensi Efisiensi Konversi Pakan dikonsumsi/ECI R² = 0.1765 0,4 0,4 0,45 0,5 0,55 0,6 0,65 Efisiensi Konversi Pakan Dikonsumsi/ECI

Gambar 17. Hubungan efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan positif antara dosis MOL dan lama fermentasi sabut sawit terhadap peningkatan efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit yang difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL sabut sawit dan lama fermentasi masing- masing memiliki korelasi sangat kuat dalam meningkatkan efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI maggot lalat tentara hitam yang dapat dilihat pada lampiran 17.

Tingkat Presesntase Kelulusan Hidup (Survival Rate/SR)

Rerata hasil analisis tingkat presentase kelulusan hidup (survival rate/SR) maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada Tabel 21 berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 92

Tabel 21. Tingkat presentase kelulusan hidup (survival rate/SR) maggot lalat tentara hitam budidaya media sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) a b b D1 (1%) 79.17 88.13 86.89 84.73 b c b D2 (3%) 77.35 89.27 79.52 82.05 b c c D3 (5%) 54.45 89.85 97.97 80.76 Rata-rata 70.33 89.08 88.12 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01)

Rerata nilai tingkat presentase kelulusan hidup (survival rate/SR) maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit yang difermentasi berbagai dosis MOL dan lama fermentasi berkisar antara 54.45 – 97.97%. Rerata nilai ini lebih tinggi dari tingkat presentase kelulusan hidup (survival rate/SR) maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit tanpa fermentasi yaitu 3.50%. Nilai tingkat presentase kelulusan hidup (survival rate/SR) pada penelitian diperoleh persentase tertinggi (97.97%) terdapat pada fermentasi dengan penambahan MOL 5% dengan lama fermentasi 21 hari dan tingkat presentase kelulusan hidup (survival rate/SR) terendah (54.45%) pada pemberian dosis MOL 5% dengan lama fermentasi 7 hari. Hal ini sesuai dengan penelitian Hakim et al. (2017), larva BSF memiliki tingkat kelulusan hidup sebesar 41,33 – 98,33%. Diikuti penelitian Muhayyat et al. (2016), survival rates

(SR) larva Hermetia illucens pada penelitian ini yaitu 72,67- 95,17% dan tingkat kelulusan hidup larva mencapai 100% pada media kulit ubi (Supriyatna et al.,

2018).

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa media sabut sawit fermentasi dapat dimanfaatkan untuk media pertumbuhan maggot Hermetia illucens yang menujukkan hasil persentase kelulusan hidup yang cukup tinggi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 93

Hal ini diduga ada hubungan erat antara konsumsi media dan nilai efisiensi konversi pakan tercerna/ECI dalam mendukung maggot untuk tetap hidup hingga akhir pemeliharaan. Menurut Hakim et al.,(2017), kemampuan larva BSF untuk mengkonsusmsi media menyebabkan perbedaan nilai konsumsi media tumbuh.

Pola yang sama juga terjadi pada parameter WRI. Semakin tinggi pemanfaatan media untuk pertumbuhan maggot Hermetia illucens maka nilai ECD yang diperoleh tidak berbeda signifikan sehingga bobot larva cenderung sama.

Muhayyat et al.,(2016) menambahkan bahwa komposisi limbah pakan, umur, dan pH merupakan hal-hal yang dapat mempengaruhi bobot larva, survival rate dan jumlah lalat dewasa.

Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat interaksi dari pemberian berbagai dosis MOL dan lama fermentasi memberikan pengaruh nyata (P < 0.05) terhadap peningkatan tingkat presentase kelulusan hidup (survival rate/SR) maggot lalat tentara hitam (Lampiran 14). Perlakuan terbaik D3L3 pada penelitian menunjukkan pengaruh terhadap peningkatan tingkat presentase kelulusan hidup

(survival rate/SR) maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sawit fermentasi hingga 97.97%. Semakin tinggi pemberian dosis MOL dan lama fermentasi maka survival rate maggot Hermetia Illucens semakin meningkat. Hal ini diduga dengan kualitas nutrisi media sabut sawit fermentasi yang meningkat maka nilai efisiensi konversi media yang juga meningkat cukup untuk mempertahankan hidup dan menambah bobot maggot. Menurut Hakim et al.,

(2017), nilai SR larva juga berkaitan dengan nilai konversi media tercerna/ECD.

Nilai ECD yang lebih tinggi menyebabkan larva yang hidup hingga akhir masa pemeliharaan lebih tinggi juga. Survival rates merupakan banyaknya jumlah larva

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 94

Hermetia illucens yang masih tersisa selama masa observasi (Muhayyat et al.,2016).

Grafik interaksi penggunaan dosis MOL dan lama fermentasi pada nilai tingkat presentase kelulusan hidup (survival rate/SR) maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan lama fermentasi, dapat dilihat pada gambar 18.

95

90

L 85 D

80

Survival Rate(%) 75 y (D) = -0.2784x + 104.11 R² = 0.8317 y (L) = 1.5938x - 41.172 70 R² = 0.9973

65 68 70 72 74 76 78 80 82 84 Survival Rate (%)

Gambar 18. Hubungan nilai tingkat presentase kelulusan hidup (survival rate/SR) maggot lalat tentara hitam dengan perlakuan dosis MOL dan lama fermentasi

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya hubungan positif antara dosis MOL dan lama fermentasi sabut sawit terhadap peningkatan nilai mortalitas (survival rate/SR) maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit yang difermentasi. Hubungan positif ini menunjukkan dengan semakin tinggi penambahan dosis MOL sabut sawit dan lama fermentasi masing- masing memiliki korelasi sangat kuat dalam meningkatkan nilai mortalitas

(survival rate/SR) maggot lalat tentara hitam dapat dilihat pada lampiran 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 95

Rekapituasi Hasil Penelitian

Kandungan Nutrisi Sabut Sawit Fermentasi

Hasil analisis kandungan nutrisisabut sawit yang difermentasi berbagaidosis MOL dan lama fermentasi ditunjukkan pada Tabel 22 berikut :

Tabel 22. Kandungan nutrisi sabut sawit fermentasi

KA BK PK LK SK Abu BETN Perlakuan (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

tn tn b tn tn tn tn D1L1 9.85 90.15 5.75 5.79 36.72 6.25 35.75 tn tn a tn tn tn tn D1L2 9.53 90.47 5.43 5.71 36.54 6.17 36.47 tn tn ab tn tn tn tn D1L3 9.24 90.76 5.57 5.68 36.55 6.19 36.57 tn tn ab tn tn tn tn D2L1 8.86t 91.14 5.69 5.56 36.41 5.87 37.44 tn tn c tn tn tn tn D2L2 8.21 91.79 6.42 5.55 36.18 5.28 38.35 tn tn b tn tn tn tn D2L3 8.70 91.30 5.81 5.25 36.27 5.28 38.83 tn tn c tn tn tn tn D3L1 7.50 92.50 5.88 5.28 36.30 5.27 39.39 tn tn c tn tn tn tn D3L2 7.07 92.93 6.53 5.21 36.10 5.12 39.85 tn tn c tn tn tn tn D3L3 7.29 92.71 6.16 5.07 36.23 5.19 40.12 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05); tn = berpengaruh tidak nyata

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai kandungan nutrisi sabut sawit sebelum fermentasi adalah kadar air 6.36%, bahan kering 93.64%, protein kasar

4.06%, lemak kasar 5.75%, serat kasar 41.98%, abu 6.43%, dan BETN 35.42%.

Setelah difermentasi dengan pemberian dosis MOL 1% dengan lama fermentasi 7 hari adalah kadar air 9.85%, bahan kering 90.15%, protein kasar 5.75%, lemak kasar 5.79%, serat kasar 36.72%, abu 6.25%, dan BETN 35.75%. Jika sabut sawit difermentasi dengan pemberian dosis MOL 1% dengan lama fermentasi 14 hari, kandungan nutrisinya bernilai kadar air 9.53%, bahan kering 90.47%, protein kasar 5.43%, lemak kasar 5.71%, serat kasar 36.54%, abu 6.17%, dan BETN

36.47%. Sedangkan sabut sawit yang difermentasi dengan pemberian dosis MOL

1% dengan lama fermentasi 21 hari, memiliki nilai kandungan nutrisi kadar air

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 96

9.24%, bahan kering 90.76%, protein kasar 5.57%, lemak kasar 5.68%, serat kasar

36.54%, abu 6.19%, dan BETN 36.57%.

Pada sabut sawit yang difermentasi dengan pemberian dosis MOL 3% dengan lama fermentasi 7 hari memiliki nilai kandungan nutrisi kadar air 8.86%, bahan kering 91.14%, protein kasar 5.69%, lemak kasar 5.56%, serat kasar

36.41%, abu 5.87%, dan BETN 37.44%. Pada sabut sawit fermentasi dengan pemberian dosis MOL 3% dengan lama fermentasi 14 hari, kandungan nutrisinya bernilai kadar air 8.21%, bahan kering 91.79%, protein kasar 6.42%, lemak kasar

5.55%, serat kasar 36.18%, abu 5.28%, dan BETN 38.35%. Selanjutnya sabut sawit yang difermentasi dengan pemberian dosis MOL 3% dengan lama fermentasi 14 hari, kandungan nutrisinya bernilai kadar air 8.70%, bahan kering

91.30%, protein kasar 5.81%, lemak kasar 5.25%, serat kasar 36.27%, abu 5.28%, dan BETN 38.83%.

Penggunaan dosis MOL 5 % pada sabut sawit yang difermentasi dengan lama fermentasi 7 hari memiliki nilai kandungan nutrisi yaitu kadar air 7.50%, bahan kering 92.50%, protein kasar 5.88%, lemak kasar 5.28%, serat kasar

36.30%, abu 5.27%, dan BETN 39.39%. Jika penggunaan dosis MOL 5 % pada fermentasi sabut sawit dengan lama fermentasi 14 hari memiliki nilai kandungan nutrisi kadar air 7.07%, bahan kering 92.93%, protein kasar 6.53%, lemak kasar

5.21%, serat kasar 36.10%, abu 5.12%, dan BETN 39.85%. Sedangkan penggunaan dosis MOL 5 % pada sabut sawit yang difermentasi dengan lama fermentasi 21 hari memiliki nilai kandungan nutrisi kadar air 7.29%, bahan kering 92.71%, protein kasar 6.16%, lemak kasar 5.07%, serat kasar 36.23%, abu

5.19%, dan BETN 40.12%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 97

Parameter Fisik Maggot Lalat Tentara Hitam (Hermetia illucens)

Hasil perhitungan parameter fisik pada maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada media sabut sawit dapat dilihat pada Tabel 23 berikut :

Tabel 23. Parameter fisik maggot lalat tentara hitam Bobot Berat Kons- Perla- biomassa rata-rata PBM umsi WRI ECI SR kuan (g) (g) (g) (%) (%) (%) (%) tn tn tn b c tn b D1 L1 203.33 0.0059 202.33 60.77 2.17 0.35 79.17 tn tn tn c c tn b D1 L2 243.00 0.0064 242.00 62.13 2.22 0.42 88.13 tn tn tn c c tn b D1 L3 332.33 0.0088 331.33 65.03 2.32 0.51 86.89 tn tn tn a a tn b D2 L1 216.67 0.0065 215.67 40.27 1.44 0.55 77.35 tn tn tn c c tn c D2 L2 361.00 0.0093 360.00 57.87 2.07 0.64 89.27 tn tn tn c c tn b D2 L3 386.67 0.0115 385.67 87.50 3.13 0.45 79.52 tn tn tn c ab tn a D3 L1 239.33 0.0103 238.33 41.33 1.48 0.68 54.45 tn tn tn c c tn c D3 L2 396.67 0.0103 395.67 63.40 2.26 0.62 89.85 tn tn tn c c tn c D3 L3 461.67 0.0108 460.67 93.73 3.35 0.49 97.97 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05); tn = berpengaruh tidak nyata PBM (Pertambahan bobot maggot); WRI (Indeks pengurangan limbah); ECI (efisiensi konveersi pakan dikonsumsi); SR (tingkat kelulusan hidup);

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa parameter fisik maggot lalat tentara hitam pada media sabut sawit sebelum fermentasi adalah biomassa maggot 9.76 g, berat rata-rata 0.0062 g, pertambahan bobot maggot 8.67 g, konsumsi pakan 0.87 %, WRI 1.564 %, ECI 0.020, dan SR 3.50%. Setelah difermentasi dengan pemberian dosis MOL 1% dan lama fermentasi 7 hari adalah biomassa maggot 203.33 g, berat rata-rata 0.0059 g, pertambahan bobot maggot

202.33 g, konsumsi pakan 60.77 %, WRI 2.170 %, ECI 0.352, dan SR 79.17%.

Jika sabut sawit difermentasi dengan pemberian dosis MOL 1% dengan lama fermentasi 14 hari, biomassa maggot 243.00 g, berat rata-rata 0.0064 g, pertambahan bobot maggot 242.00 g, konsumsi pakan 62.13 %, WRI 2.219 %,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 98

ECI 0.420, dan SR 88.13 %. Sedangkan sabut sawit yang difermentasi dengan pemberian dosis MOL 1% dengan lama fermentasi 21 hari, memiliki nilai biomassa maggot 332.22 g, berat rata-rata 0.0088 g, pertambahan bobot maggot

331.33 g, konsumsi pakan 65.03 %, WRI 2.322 %, ECI 0.511, dan SR 86.89 %.

Pada sabut sawit yang difermentasi dengan dosis MOL 3% dengan lama fermentasi 7 hari memiliki nilai biomassa maggot 216.67 g, berat rata-rata 0.0065 g, pertambahan bobot maggot 215.67 g, konsumsi pakan 40.27 %, WRI 1.438 %,

ECI 0.551, dan SR 77.35 %. Pada sabut sawit fermentasi dengan pemberian dosis

MOL 3% dengan lama fermentasi 14 hari, biomassa maggot 361.00 g, berat rata- rata 0.0093 g, pertambahan bobot maggot 360.00 g, konsumsi pakan 57.87 %,

WRI 2.067 %, ECI 0.638, dan SR 89.27 %. Selanjutnya sabut sawit yang difermentasi dengan pemberian dosis MOL 3% dengan lama fermentasi 21 hari, biomassa maggot 386.67 g, berat rata-rata 0.0115 g, pertambahan bobot maggot

385.67 g, konsumsi pakan 85.70 %, WRI 3.125 %, ECI 0.445, dan SR 79.52 %.

Penggunaan dosis MOL 5 % pada sabut sawit yang difermentasi dengan lama fermentasi 7 hari memiliki nilai biomassa maggot 239.33 g, berat rata-rata

0.0103 g, pertambahan bobot maggot 238.33 g, konsumsi pakan 41.33 %, WRI

1.476 %, ECI 0.679, dan SR 54.45%. Jika penggunaan dosis MOL 5 % pada lama fermentasi 14 hari memiliki nilai biomassa maggot 396.67 g, berat rata-rata

0.0103 g, pertambahan bobot maggot 395.667 g, konsumsi pakan 63.4 %, WRI

2.264 %, ECI 0.622, dan SR 89.85 %. Sedangkan penggunaan dosis MOL 5 % pada lama fermentasi 21 hari memiliki nilai biomassa maggot 461.67 g, berat rata- rata 0.0108 g, pertambahan bobot maggot 460.67 g, konsumsi pakan 93.73 %,

WRI 3.348 %, ECI 0.492, dan SR 97.97%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemberian kombinasi dosis MOL dan lama fermentasi pada perlakuan dengan dosis MOL 5% dan lama fermentasi 14 hari dapat meningkatkan nilai kandungan protein kasar hingga

6.53% namun perlakuan belum berpengaruh terhadap nutrisi sabut sawit dalam meningkatkan kandungan bahan kering, dan bahan ekstrak tanpa N (BETN) serta menurunkan kandungan kadar air, lemak kasar, serat kasar dan abu. Produksi maggot lalat tentara hitam (Hermetia illucens) menunjukkan kombinasi perlakuan dengan dosis MOL 5% dan lama fermentasi 21 hari dapat meningkatkan konsumsi pakan, indeks pengurangan limbah/WRI, dan tingkat kelulusan hidup/SR namun perlakuan belum mampu meningkatkan bobot biomassa, berat rata-rata, pertambahan bobot maggot, dan konversi pakan dikonsumsi/ECI maggot lalat tentara hitam.

Saran

Sebaiknya proses pembuatan MOL berbasis sabut kelapa sawit diperpanjang lagi dan perlu pengujian total populasi mikroba yang ada dalam

MOL yang akan digunakan sebagai aktivator untuk meningkatkan efektifitas kerjanya.

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, L. H. 2005. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung: Penerbit Alfabeta. Aminah, S., L. K. Nuswantara, B. I. M.Tampoebolon, S. Sunarso. 2020. Peningkatan Kualitas Sabut Kelapa Melalui Teknologi Fermentasi Menggunakan Mikroba Pencerna Serat Terseleksi dari Cairan Rumen Kerbau. Sains Peternakan Vol. 18 (1), Maret 2020: 44-52. pISSN 1693- 8828 eISSN 2548-9321 Anggraeni, Y. P. dan S. S Yuwono. 2014. Pengaruh Fermentasi Alami Pada Chips Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Terhadap Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar Terfermentasi [In Press April 2014]. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(2), 59-69. Badan Pengkajian & Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan. 2015. Pra Outlook Ekonomi pertanian 2016. Kementerian Perdangan Republik Indonesia. Banjo, A. D., O. A. Lawal, dan O. O. Olusole. 2005. Bacteria Associated with Hermetia illucens (Linaeus) Diptera: Stratiomyidae. Asian J Microbiol Biotechnol Environ Sci Pap. 7:351-354. Barokah, Y., A. Ali, dan E. Erwan. 2017. Nutrisi Silase Pelepah Kelapa Sawit Yang Ditambah Biomassa Indigofera (Indigofera zollingeriana). Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan Vol. 20 No 2 Nopember 2017:59 -68 eISSN: 2528 0805 pISSN: 1410 7791. Barros-Cordeiro, K. B., S. Nair Báo, dan J. R. Pujol-Luz. 2014. Intra-puparial Development of the Black Soldier Fly, Hermetia illucens. J Sci. 14:1-10. Beski, S. S. M., R. A. Swick, dan P.A. Iji. 2015. Specialised Protein Products In Broiler Chicken Nutrition: A review. Anim Nutr. 1:47-53. Bokau, R. J. M. dan T. P. Basuki. 2018. Bungkil Inti Sawit sebagai Media Biokonversi Produksi Massal Larva Maggot dan Uji Respon Pemberian pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Prosiding Seminar Nasional PengembanganTeknologi Pertanian. ISBN 978-602-5730-68-9 halaman 122-128. Bosch, G., S. Zhang, G. A. B. O. Dennis, dan H. H. Wouter. 2014. Protein Quality Of As Potential Ingredients For Dog and Cat Foods. J Nutr Sci. 3:1-4. Bourgaize, D., T. Jewell, dan R. G. Buiser. 1999. Biotechnology demystifying the concepts. Benjamin Cummings, San Fransisco : xvi + 416 hlm. Briscoe, A. D. dan L. Chittka. 2001. The evolution of color vision in insects. Annu Rev Entomol. 46:471-510.

100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 101

Choi, W. H., J. H. Yun, J. P. Chu danK. B. Chu. 2012. Antibacterial Effects Of Extract Of Hermetia illucens (Diptera: Stratiomydae) Larvae Against Gram-negative Bacteria. Entomol. Res. 42:219-226. Čičková, H., G. L. Newton, R. C. Lacy dan M. Kozánek. 2015. The Use Of Fly Larvae For Organic Waste Treatment. Waste Manag. 35:68-80. De Haas, E.M., C. Wagner, A. A. Koelmans, M. H. S. Kraak, dan W. Admiraal. 2006. Habitat Selection By Chironomid Larvae: Fast Growth Requires Fast Food. J Anim Ecol. 75:148-155. Devendra, C. 1977. The Utilization of Palm Oil by-Products by Sheep. Preprint No. 8, Malays. Int. Symp. on Palm Oil Processing and Marketing. Kuala Lumpur. Dharma, P. A. W., A. A. N. G.Suwastika, N. W. S.Sutari. 2018. Kajian Pemanfaatan Limbah Sabut Kelapa Menjadi Larutan Mikroorganisme Lokal. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika. Vol. 7, No. 2, April 2018 hlm : 206-207. ISSN: 2301-6515. Diener, S., C. Zurbrügg, dan K. Tockner. 2009. Conversion Of Organic Material By Black Soldier Fly Larvae – Establishing Optimal Feeding Rates. Waste Management & Research 27: 603-610. Diener, S.C.Z. 2009. Conversion of organic material by black soldier fly larvae: establishing optimal feeding rates. London: SAGE. Dong, S. Z., Y. F. Chen, Y. H. Huang, dan D. Y. Feng. 2009. Research On Feed Characteristics OfBacillus natto. Chinese J Anim Nutr. 21:371-378. Elisabeth. 2003. Tantangan dan Peluang Pemanfaatan Pakan Lokal untuk Pengembangan Peternakan Kambing di Indonesia. Lokakarya Nasional. Elwert, C., I. Knips, dan P. Katz. 2010. A Novel Protein Source: Maggot Meal Of The Black Soldier Fly (Hermetia illucens) In Broiler Feed. In: Tagung Schweine-und Gefugelernahrung (Lutherstadt Witterberg, 23-25 Novemb 2010). Halle (Germany): Institut fur Agrar-und Ernahrungweissenschafte. Universitat Halle-Wittenberg. p. 140-142. Erickson, M. C., M. Islam, C. Sheppard, J. Liao , M. P. Doyle. 2004. Reduction OfEscherichia coli O157:H7 andSalmonella enterica Serovar Enteritidis In Chicken Manure By Larvae Of The Black Soldier Fly. J Food Prot. 67:685-690. Fahmi, M. R., S. Hem, dan I. W. Subamia. 2007. Potensi Maggot Sebagai Salah Satu Sumber Protein Pakan Ikan. Dalam: Dukungan Teknologi untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewan dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat. Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm. 125-130.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 102

Fahmi, M. R., S. Hem, dan I. W. Subamia. 2010. Potensi Maggot Sebagai Salah Satu Sumber Protein Pakan Ikan. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII . Fahmi, M.R. 2015. Optimalisasi Proses Biokonversi Dengan Menggunakan Mini-Larva Hermetia illucens Untuk Memenuhi Kebutuhan Pakan Ikan. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversity Indonesia, Vol. 1 nomor 1: hal 139-144. Fatchurochim, S., C. J. Geden, dan R. C. Axtell. 1989. Filth Fly (Diptera) Oviposition And Larval Development In Poultry Manure Of Various Moisture Levels. J. Entomol. Sci. 24 (2), 224–231. doi. 10.18474/07498004-24.2.224 Felly, S. dan D. Kardaya. 2017. Evaluasi Kualitas Silase Limbah Sayuran Pasar Yang Diperkaya Dengan Berbagai Aditif Dan Bakteri Asam Laktat. Jurnal Pertanian. 2(2) :117-124. Gamayanti, K. Y., A. Pertiwiningrum dan L. M. Yusiati. Pengruh Penggunaan Limbah Cairan Rumen Dan Lumpur Gambut Sebagai Starter Dalam Proses Fermentasi Metanogenik. 2012. Buletin Perternakan 36: 32-39. Gobbi, P., A. Martínez-Sánchez, dan S. Rojo. 2013. The Effects Of Larval Diet On Adult Life-History Traits Of The Black Soldier Fly, Hermetia illucens (Diptera: Stratiomyidae). Eur J Entomol. 110:461-468. Hakim, A. R., A. Prasetya, Petrus, dan T. B. M. Himawan. 2017. Studi Laju Umpan Pada Proses Biokonversi Limbah Pengolahan Tuna Menggunakan Larva Hermetia illucens. JPB Kelautan dan Perikanan Vol. 12 No. 2 Tahun 2017: 179-192 Hall, D. C. dan R. R. Gerhardt. 2002. (Diptera), pp 127-161. In G. R. Mullen & L. A. Durden (editors). Medical and Veterinary Entomology. Academic Press. San Diego, California. Haq, M., S. Fitra, S. Madusari, D. I. Yama. 2018. Potensi Kandungan Nutrisi Pakan Berbasis Limbah Pelepah Kelapa Sawit Dengan Teknik Fermentasi. Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2018. p- ISSN : 2407 – 1846 e-ISSN : 2460 – 8416 Harahap, H. L., Yunilas, N. Ginting, E. Mirwandhono, and A. H. Daulay. 2018. Utilization of Pliek U Bacteria (YNH11 Isolates) in Fermenting Process of Coconut Dregs (Cocos nucifera L.) Jurnal Peternakan Integratif. Vol. 6 No. 2 (2018). Hardy R. W. 2006. Worldwide Fish Meal Production Outlook And The Use Of Alternative Protein Meals For Aquaculture, : Suaréz LEC, Marie DR, Salazar MT, López MGN, Cavazos DAV, Cruz ACP, Ortega AG, (eds) Avances en Nutrición Acuícola VIII, VIII Simposium Internacional de Nutrición Acuícola México: 15–17 Noviembre, Universidad Autónama de Nuovo León.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 103

Hartami, P., S.R Rizki, dan Erlangga. 2015. Tingkat Densitas Populasi Maggot Pada Media Yang Berbeda. Berkala Perikanan Terubuk, Vol 43 nomor 2: 14-24. Hem, S., S. Toure, C. Sagbla, dan M. Legendre. 2008. Bioconversion Of Palm Kernel Meal For Aquaculture: Experiences from the forest region (Republic of Guinea). African J Biotechnol 7(8): 1192– 1198. Holmes, L. A., S. L. Vanlaerhoven, dan J. K. Tomberlin. 2013. Substrate Effects On Pupation And Adult Emergence Of Hermetia illucens (Diptera: Stratiomyidae). Environ Entomol. 42:370-374. Jalaludin, S., Z. A. Jelan, N. Abdullah, dan Y.W. Ho. 1991. Recent Development In The Oil Palm By Product Based Ruminant Feeding System. Didalam Y.W. Ho et al., (Eds) Recent Advances on the Nutrition of Herbivora. Proceedings of The third International Symposium on Nutrition of Herbivora. Jannah, A. M., dan T. Aziz. 2017. Pemanfaatan Sabut Kelapa Menjadi Bioetanol Dengan Proses Delignifikasi Acid-Pretreatment. Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 23. Jay, J. M., M. J. Loessner, dan D. A. Golden. 2005. Modern Food Microbiology. 7th ed. Springer science, New York: xx + 790 hlm. Juliantoni, J., D. A.Mucra, dan D. Febrina. 2018. Kandungan Nutrisi Serat Buah Kelapa Sawit Yang Difermentasi Dengan Feses Kerbau Pada Level Yang Berbeda. Jurnal Peternakan Vol 15 No 1 Februari 2018 (37-46). ISSN1829 – 8729 Katayane, A., B. Bagau, F.R Wolayan, dan M.R Imbar. 2014. Produksi dan Kandungan Protein Maggot (Hermetia illucens) Dengan Menggunakan Media Tumbuh Berbeda. Jurnal Zootek, Volume 34 (edisi khusus): 27-36. Koba Y, dan A. Ishizaki. 1990. Chemical Composition of Palm Fiberand Its Feasibility as Cellulosic Raw Material for Sugar Production,Agric. Biol. Chem. 54(5) : 1183-1187. Kurniawan, H., R. Utomo, dan L. M. Yusiat. 2016. Kualitas Nutrisi Ampas Kelapa (Cocos Nucifera L.) Fermentasi Menggunakan Aspergillus niger. Buletin Peternakan Vol. 40 (1): 26-33, Februari 2016 ISSN-0126-4400 E- ISSN-2407-876X. Lalander C, S. Diener, M. E. Magri, C. Zurbrugg, A. Lindstrom, dan B. Vinneras. 2013. Faecal Sludge Management With The Larvae Of The Black Soldier Fly (Hermetia illucens)-From A Hygiene Aspect. Sci Total Enviroment. 458-460:312-318. Lecrecq, M. 1997. A Propose De Hermetia illucens (Linnaeus, 1758) (“Soldier Fly”) (Diptera Stratiomyidae: Hermetiinae). Bulletin et Annales de la Société royale belge d'Entomologie 133: 275–282.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 104

Li, Q., L. Zheng, N. Qiu, H. Cai, J. K. Tomberlin, dan Z. Yu. 2011. Bioconversion Of Dairy Manure By Black Soldier Fly (Diptera: Stratiomyidae) For Biodiesel And Sugar Production. Waste Manag. 31:1316-1320. Lie, M., M. Najoan, dan F. R. Wolayan. 2015. Peningkatan Nilai Nutrien (Protein Kasar dan Serat Kasar) Limbah Solid Kelapa Sawit Terfermentasi Dengan Trichoderma reesei. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi. Volume 2 Nomor 1, Mei 2015. Liu Q, J. K. Tomberlin, J. A. Brady, M.R. Sanford, dan Z. Yu. 2008. Black Soldier Fly (Diptera: Stratiomyidae) Larvae Reduce Escherichia coli In Dairy Manure. Environ Entomol. 37:1525-1530. Lymar, E. S., B. Li, dan V. Renganathan. 1995. Purification And Characterization Of A Cellulosebinding β- glucosidase From Cellulose Degrading Culture Of Phanerochaete Chrysosporium. Appl. Environ. Microbiol., 61: 2976 - 2980. Madigan, M. T., J. M. Martinko, dan D. A. Stahl. 2011. Biology Of Microorganisms. 13th ed. Benjamin Cummings, San Fransisco : xxviii + 1040 hlm. Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar Swadaya. Mairizal. 2009. Pengaruh Pemberian Kulit Ari Biji Kedelai Hasil Fermentasi Dengan Aspergillus Niger Sebagai Pengganti Jagung Dan Bungkil Kedelai Dalam Ransum Terhadap Retensi Bahan Kering, Bahan Organik Dan Serat Kasar Pada Ayam Pedaging. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan 12: 35-40. Makkar, H. P. S., G. Tran, V. Heuze, dan P. Ankreas. 2014. State Of The Art On Use Of Insects As Feed. Anim Feed Sci Technol. 197:1-33. Mandiri. 2012. Pelatihan Teknologi Energi Terbarukan, Jakarta. Mangunwardoyo, W., Aulia, dan S. Hem. 2011. Penggunaan Bungkil Inti Kelapa Sawit Hasil Biokonversi Sebagai Substrat Pertumbuhan LarvaHermetia illucens L (Maggot). Biota. 16:166-172. Maurer, V., M. Holinger, Z. Amsler, B. Fruh, J. Wohlfahrt, A. Stamer, dan F. Leiber. 2016. Replacement Of Soybean Cake ByHermetia illucens Meal In Diets For Layers. J Insect Food Feed. 2:83-90. McShaffrey, D. 2013. Hermetia illucens-Black Soldier Fly-Hermetia illucens. Bugguide.net [internet]. [cited 31 May 2016]. Available from: http: bugguide.net/node/ view/874940/bimage Mucra, D. A. 2007. Pengaruh Fermentasi Serat Buah Kelapa Sawit terhadap Komposisi Kimia dan Kecernaan Nutrien secara Invitro. Tesis Pascasarjana UGM. Yogyakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 105

Mucra, D. A. 2011. Komposisi Kimia dan Fraksi Serat dari Serat Buah Kelapa Sawit yang difermentasi dengan Feses Kerbau. Proceeding of National Seminar on Zootechniques for Indogenous Resources Development. Faculty of Animal Agriculture Diponegoro University., Indonesian Society of Animal Agriculture. Semarang. Mucra, D. A. dan Azriani. 2012. Komposisi Kimia Daun Kelapa Sawit Yang Difermentasi Dengan Feses Sapai Dan Kerbau. Jurnal Peternakan Vol 9 No 1 Februari 2012 (27-34). ISSN 1829-8729. Mugiawati, R. E., Suwarno dan N. Hidayat. 2013. Kadar Air dan pH Silase Rumput Gajah pada Hari ke-21 dengan Penambahan Jenis Additive dan Bakteri Asam Laktat. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1: 201- 207. Muhayyat, M. S., A. T. Yuliansyah, dan A. Prasetya. 2016. Pengaruh Jenis Limbah dan Rasio Umpan pada Biokonversi Limbah Domestik Menggunakan Larva Black Soldier Fly (Hermetia illucens. Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 10, No. 1, 2016, hal. 23-29. Muin, R., I. Hakim, dan A. Febriyansyah. 2015. Pengaruh Waktu Fermentasi dan Konsentrasi Enzim Terhadap Kadar Bioetanol Dalam Proses Fermentasi Nasi Aking Sebagai Substrat Organik. Jurnal Teknik Kimia. No. 3, Vol. 21. Mujahid, A. A. Amin, Hariyadi, dan M. R. Fahmi. 2017. Biokonversi Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Trichoderma Sp. dan Larva Black Soldier Fly Menjadi Bahan Pakan Unggas. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan ISSN 2303-2227. Vol. 05 Hlm: 5-10 Mulia, D. S., E. Yulyanti, H. Maryanto, dan C. Purbomartono. 2015. Peningkatan Kualitas Ampas Tahu Sebagai Bahan Pakan Dengan Fermentasi Rhizopus oligosporus. Sainteks, Vol. 12, No. 1. Murni, R. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Jambi: Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Murray, R. K., D. K. Granner, P. A. Mayes dan V. W. Rodwell. 1995. Biokimia Harper. Cetakan I Edisi ke-22. Jakarta: EGC. Musnandar, E. 2006. Pengaruh Dosis Inokulum Marasmius sp. dan Inkubasi Terhadap Kandungan Komponen Serat Dan Protein Murni Pada Sabut Kelapa Sawit Untuk Bahan Pakan Ternak. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 9(4): 225-234. Myers, H. M., J. K. Tomberlin, B. D. Lambert dan D. Kattes. 2008. Development of Black Soldier Fly (Diptera: Stratiomyidae) Larvae Fed Dairy Manure. Environ Entomol. 37:11-15. Nalar H. P., Herliani, B. Irawan , S. N. Rahmatullah, Askalani, N. M. A. Kurniawan. 2014. Pemanfaatan Cairan Rumen Dalam Proses Fermentasi Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Nutrisi Dedak Padi Untuk Pakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 106

Ternak . Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014. Newton, G. L., D. C. Sheppard, D. W. Watson, G. J. Burtle, dan C. R. Dove. 2005. Using the Black Soldier Fly, Hermetia illucens, As A Value-Added Tool For The Management Of Swine Manure. Report of the Animal and Poultry Waste Management Center, North Carolina State University. Raleigh (US): North Carolina State University. Newton, G.L., C. V. Booram, R.W. Barker, dan O. M. Hale. 1977. DriedHermetia illucens Larvae Meal As A Supplement For Swine. J Anim Sci. 44:395- 400. Nisa, D. dan D. R. P. Widya. 2014. Pemanfaatan Selulosa Dari Kulit Buah Kakao (Teobroma cacao L.) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Cmc (Carboxymethyl Cellulose). FTP Universitas Brawijaya Malang. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.3 Novia, D., I. Juliyarsi dan G. Fuadi. 2012. Kadar Protein, Kadar Lemak Dan Organoleptik Telur Asin Asap Berbahan Bakar Sabut Kelapa. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Oliveira, F. R. 2015. Biological Study Of Diptera: Stratiomyidae, Hermetia illucens And Evaluation Of Uptake And Biodistribution Of Gold Nanoparticles Using Electron Microscopy. Thesis. University of New York, New York. 62 pp. Pamungkas, W. 2011. Teknologi Fermentasi, Alternatif Solusi Dalam Upaya Pemanfaatan Bahan Pakan Lokal. Jurnal Media Akuakultur, Vol. 6, No. 1. Pasaribu, T. 2007. Produk fermentasi limbah pertanian sebagai bahan pakan unggas di Indonesia. Wartazoa 17: 109-116 Pasaribu, T., T. Purwadaria, A. P. Sinurat, J. Rosida, dan D. O. D. Saputra. 2001. Evaluasi Nilai Gizi Lumpur Sawit Hasil Fermentasi dengan Aspergillus niger pada Berbagai Perlakuan Penyimpanan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Vol. 6 No. 4: 233 - 238. Permana, I. G. 1995. The Evaluation Of Nutritive Value Of Palm Press Fiber Through Inoculation With P. ostreatus As Ruminant Feed. Thesis. Cottingen. Purwanto, A. 2012. Produksi Nata Menggunakan Limbah Beberapa Jenis Kulit Pisang. Madiun: Universitas Katolik Widya Mandala. Purwasasmita, M. 2009. Mikroorganisme Lokal Sebagai Pemicu Siklus Kehidupan Dalam Bioreaktor Tanaman. Makalah dalam Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. Bandung, 19-20 Oktober 2009. Rachmawati, D. Buchor, P. Hidayat, S. Hem, danM. R. Fahmi. 2010. Perkembangan Dan Kandungan Nutrisi LarvaHermetia illucens

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 107

(Linnaeus) (Diptera: Startiomyidae) Pada Bungkil Kelapa Sawit. J Entomol Indones. 7:28-41. Raharjo, E. I., Rachimi, dan A. Muhamad. 2016. Pengaruh Kombinasi Media Ampas Kelapa Sawit Dan Dedak Padi Terhadap Produksi Maggot (Hermetia illucens. Jurnal Ruaya Vol. 4. No .2. Th 2016. ISSN 2541 – 3155. Rambet, V., J. F. Umboh, Y. L. R Tulung, dan Y. H. S Kowel. 2016. Kecernaan Protein Dan Energi Ransum Broiler Yang Menggunakan Tepung Maggot (Hermetia illucens) Sebagai Pengganti Tepung Ikan. J Zootek. 36:13-22. Razie, F., A. Iswandi, A. Sutandi, L. Gunarto, dan Sugiyanta. 2011. Aktivitas Enzim Selulase Mikroba yang Diisolasi Dari Jerami Padi di Persawahan Pasang Surut di Kalimantan Selatan. Jurnal Tanah Lingkungan. Vol. 13 No. 2, Oktober 2011: 43 – 48. Retnani, Y. 2014. Proses Industri Pakan. Bogor: PT Penerbit IPB Press. ISBN : 978-979-493-616-0. Rizki, S., P.Hartami, dan Erlangga. 2017. Tingkat Densitas Populasi Maggot Pada Media Tumbuh YangBerbed. Acta Aquatica, 4:1 (April, 2017): 21- 25. ISSN. 2406-9825. Sabhat, A., M. A.Malik, F. A.Malik, A. M. Sofi, dan M. R. Mir. 2011. Nutritional efficiency of selected silkworm breeds of Bombyx mori L. reared on different varieties of mulberry under temperate climate of Kashmi. African Journal of Agricultural Research Vol. 6(1), pp. 120-126, 4 January, 2011. ISSN 1991-637X. Sandi, S. E. B., A.Laconi, K. G. Sudarman, Wiryawan dan D. Mangundjaja. 2010. Kualitas Silase Berbahan Baku Singkong yang Diberi Enzim Cairan Rumen Sapi dan Leucanostoc mesenteroides. Media Peternakan. 33(1):25- 30. Scriber, J. M., dan F. Slansky. (1981). Selected Bibliography And Summary Of Quantitative Food Utilization By Immature Insects. Bulletin of the Entomological Society of America, 28, 43-55. Seswati, R., Nurmiati, dan Periadnadi. 2013. Pengaruh Pengaturan Keasaman Media Serbuk Gergaji Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Cokelat (Pleurotus cystidiosus O.K. Miller.). Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.) 2(1) – Maret 2013 : 31-36 (ISSN : 2303-2162) Setiawan, B. 2017. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Dedak Padi yang Difermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal. [Skripsi]. Makassar(ID): Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Setiawibowo, A.D., D.A. Sipayung, P.G.H. Putra. 2009. Pengaruh Beberapa Media Terhadap Pertumbuhan Populasi Maggot (Hermetia illucens). Insitut Pertanian Bogor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 108

Sheppard, D. C., J. K. Tomberlin, J. A. Joyce, B. C. Kiser dan S. M. Sumner. 2002. Rearing Methods For The Black Soldier Fly (Diptera:Stratiomyidae). J Med Entomol. 39:695-698. Siburian, I. S., E. Mirwandhono,Yunilas, T. H. Wahyuni dan Hamdan. 2019. Perubahan Kandungan Nutrisi Kulit Singkong (Manihot esculenta Crants) Yang Difermentasi Oleh Mikroorgnisme Lokal (MOL) Untuk Pakan Ternak. Jurnal Peternakan Integratif Vol. 7, No. 2 Sjofjan, O. 2001. Perubahan Kandungan Bahan Organik Dan Protein Pada Fermentasi Campuran Onggok Dan Kotoran Ayam. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati 1: 1-7. Steinkrauss, K. H. 1995. Handbook of Indigenous Fermented Foods. New York: Marcell Dekker, inc. pp. 18 - 37. Styawati, N. E., Muhtarudin, dan Liman. 2013. Pengaruh Lama Fermentasi Trametes sp. Terhadap Kadar Bahan Kering, Kadar Abu, dan Kadar Serat Kasar Daun Nenas Varietas Smooth cayene. Lampung: Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Suciati, R. dan H. Faruq. 2017. Efektifitas Media Pertumbuhan Maggots Hermetia Illucens (Lalat Tentara Hitam) Sebagai Solusi Pemanfaatan Sampah Organik. BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.2, No.1, Juni 2017. Suparjo., K. G. Wiryawan., E. B. Laconi dan D. Mangunwijaja. 2009. Perubahan Komposisi Kimia Kulit Buah Kakao akibat Penambahan Mangan dan Kalsium dalam Biokonversi dengan Kapang Phanerochaete chrysosporium. Media Peternakan. 32(3):204-211. Superianto, S., A.E. Harahap, dan A. Ali. 2018. Nilai Nutrisi Silase Limbah Sayur Kol dengan Penambahan Dedak Padi dan Lama Fermentasi yang Berbeda. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. Volume 13 Nomor 2 edisi April-Juni 2018. P-ISSN 1978-3000 E-ISSN 2528-7109. Supriyatna, A dan R. E. Putra. 2017. Estimasi pertumbuhan larva lalat black soldier (Hermetia illucens L.) dan penggunaan pakan jerami padi yang difermentasi dengan jamur P.chrysosporium. Jurnal Biodjati, 2 (2). 159- 166. e-ISSN:2541-4208. p-ISSN: 2548-1606. Supriyatna, A., dan R. E. Putra. 2017.Estimasi Pertumbuhan Larva Lalat Black Soldier (Hermetia illucens) Dan Penggunaan Pakan Jerami Padi Yang Difermentasi Dengan Jamur P. chrysosporium. Jurnal Biodjati, 2 (2) 2017. Supriyatna, A., O. T.Kurahman, T. Cahyanto, A. Yuliawati, dan Y. Kulsum. 2018. The Potency of Black Soldier Larvae (Hermetia illucens L.) as a Source of Protein for Livestock Feed. Biosaintifika 10 (2) (2018) 449-455. Supriyatna, A., R. Manurung, R. R.Esyanti, , R. E. Putra. 2016. Growth Of Black Soldier Larvae Feed On Cassava Peel Wastes, An Agriculture Waste. Journal of entomology an zoology studies. 4(5).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 109

Supryati, T. 2003. Kualitas Telur. Jakarta: Penebar Swasembada. Suriawiria, U.1996. Mikrobiologi Air. Penerbit alumni, Bandung. Surono, M. S. dan S. P. S. Budhi. 2006. Kehilangan Bahan Kering Dan Bahan Organik Silase Rumput Gajah Pada Umur Potong Dan Level Aditif Yang Berbeda. Jurnal Tropical Animal Agriculture 31 (1) Maret 2006. Syukur, M. A. 2017. Kandungan Lemak Kasar dan BETN Dedak Padi yang Difermentasi dengan Berbagai Level Mikroorganisme Lokal (MOL). [Skripsi]. Makassar (ID): Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Talamond, P., dan Sukarman. 2013. Substrates for Rearing. In Caruso, D., Devic, E., Subamia, I.W., Talamond, P., Baras, E (Ed.). Technical handbook of domestication and production of diptera Black Soldier Fly (BSF) Hermetia illucens, Stratiomyidae. (pp 11- 20). PT Penerbit IPB Press.Kampus IPB Taman Kencana Bogor Téguia, A., M. Mpoame, dan J. A.Okourou Mba. 2002. The Production Performance Of Broiler Birds As Affected By The Replacement Of Fish Meal By Maggot Meal In The Starter And Finisher Diets. Tropicultura, 20 (4): 187-192. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksodiprodjo, S. Prwawirokusomo, dan L. Lebdosoekojo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Tomberlin JK, Sheppard DC. 2002. Factors Influencing Mating And Oviposition Of Black Soldier Flies (Diptera: Stratiomyidae) In A Colony. J Entolomogy Sci. 37:345-352. Tomberlin, J. K., P. H. Adler, H. M. Myers. 2009. Development Of The Black Soldier Fly (Diptera: Stratiomyidae) In Relation To Temperature. Enviromental Entomol. 38:930-934. Tomberlin, J.K., D.C. Sheppard, dan J.A. Joyce. (2002). A comparison of selected life history traits of the black soldier fly (diptera: stratiomyidae) when reared on three diets. Annals Entomology Society. America 95: 379-387. Veldkamp T, dan G. Bosch. 2015. Insects: A Protein-Rich Feed Ingredient In Pig And Poultry Diets. Anim Front. 5:45-50. Wardhana, A. H. 2016. Black Soldier Fly (Hermetia illucens) sebagai Sumber Protein Alternatif untuk Pakan Ternak. Bogor : Balai Besar Penelitian Veteriner. WARTAZOA Vol. 26 No. 2 Th. 2016 Hlm. 069-076. Wardhana, A. H., dan S. Muharsini . 2004. Studi Pupa Lalat Penyebab Myasis, Chrysomya Bezziana Di Indonesia. Dalam: Thalib A, Sendow I, Purwadaria T, Tarmudji, Darmono, Triwulanningsih E, Beriajaya, Natalia L, Nurhayati, Ketaren PP, et al., penyunting. Iptek sebagai Motor Penggerak Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis Peternakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 110

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4-5 Agustus 2004. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm. 702-710. Wibowo, A. H. 2010. Pendugaan Kandungan Nutrien Dedak Padi Berdasarkan Karakteristik Sifat Fisik. [Thesis]. Sekolah Pascasarjana, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Widjaya, S. 1993. Penanganan Limbah Industri Udang. Poultry Production. Indonesia.http://www.PoultryIndonesia.com/hal/pdf. Diakses pada 10 Januari 2020. Wijaya, A. K. 2015. Pengaruh Penggunaan Sabut Buah Kelapa Sawit Amoniasi Sebagai Sumber Serat Dalam Ransum Terhadap Kecernaan In Vitro. Seminar Nasional Sains & Teknologi VI Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung 3 November 2015 hlm : 1-10. Wina, E. 2008. Teknologi Pemanfaatan dalam Pakan untuk Meningkatkan Produktivitas Tenak Ruminansia di Indonesia. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Yanuartono, A. Nururrozi, S. Indarjulianto, H. Purnamaningsih, dan S. Rahardjo. 2017. Urea: Manfaat Pada Ruminansia. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. Vol. 28 No 1: 10 - 34. Yu G, P. Cheng, Y. Chen, Y. Li, Z. Yang, Y. Che, dan J. K. Tomberlin. 2011. Inoculating Poultry Manure With Companion Bacteria Influences Growth And Development Of Black Soldier Fly (Diptera: Stratiomyidae) Larvae. Environ Entomol. 40:30-35. Yunilas, L. Warly, Y. Marlida, dan I. Riyanto. 2013. Potency Of Indigenous Bacteria From Palm Oil Waste In Degrads Lignocellulose As A Source Of Inoculum Fermented To Hight Fibre Freed. Pakistan Journal of Nutrition. Vol. 12, No. 9: 851 - 853. Yunilas, L. Warly, Y. Marlida, dan I. Riyanto. 2014. Quality Improvement Of Oil Palm Waste-Based Feed Product Through Indigenous Microbial Fermentation To Reach Sustainable Agriculture. International Journal on Advanced Science Engineering Information Technology. Vol. 4 (2014) No. 4: 78 - 81. Yunilas. 2009. Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Medan: USU Repository. Zhang J, L. Huang, J. He, J. K. Tomberlin, J. Li, C. Lei, M. Sun, Z. Liu, dan Z. Yu. 2010. An Artificial Light Source Influences Mating And Oviposition Of Black Soldier Flies, Hermetia illucens. J Insect Sci. 10:1-7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 111

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 111

Lampiran 1. Hasil analisis kadar air sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan (U) L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) 1 9.61 9.50 8.90 D (1%) 1 2 9.97 9.54 9.93

3 9.96 9.55 8.88 1 8.99 8.26 8.54 D2 (3%) 2 9.22 8.06 8.86 3 8.38 8.30 8.70 1 7.56 6.80 7.25 D3 (5%) 2 7.40 7.23 7.27 3 7.53 7.18 7.36

Analisi ragam kadar air sabut sawit fermentasi F Tabel Sumber Keragaman JK df KT F Hitung 0.05 0.01 Dosis MOL (D) 22.993 2 11.497 147.836** 3.55 6.01 Lama Fermentasi (L) 1.031 2 0.516 6.629** 3.55 6.01 Interaksi (D * L) 0.502 4 0.125 1.614tn 2.93 4.58 Galat 1.4 18 0.078

Total 1963.608 27

Keterangan : ** berpengaruh sangat nyata tn berpengaruh tidak nyata

Sy = √KTG/r 0.093094934 P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp 0.276491953 0.290456193

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) Dosis MOL (D) N Rata-rata Notasi

D1 (1%) 9 9.54 C

D2 (3%) 9 8.59 B

D3 (5%) 9 7.29 A

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 112

Perlakuan Lama Fermentasi (L) Lama Fermentasi (L) N Rata-rata Notasi

L1 (7 Hari) 9 8.74 C

L2 (14 Hari) 9 8.27 A

L3 (21 Hari) 9 8.41 AB

Persentase perubahan kadar air Perlakuan KadarAir (%) % Perubahan

D0 L0 6.36 -

D1 L1 9.85 35.43

D1 L2 9.53 33.26

D1 L3 9.24 31.17

D2 L1 8.86 28.22

D2 L2 8.21 22.53

D2 L3 8.7 26.90

D3 L1 7.5 15.20

D3 L2 7.07 10.04

D3 L3 7.29 12.76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 113

Lampiran 2. Hasil analisis bahan kering sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan (U) L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) 1 90.39 90.5 91.1 D (1%) 1 2 90.03 90.46 90.07

3 90.04 90.45 91.12 1 91.01 91.74 91.46 D2 (3%) 2 90.78 91.94 91.14 3 91.62 91.7 91.3 1 92.44 93.2 92.75 D3 (5%) 2 92.6 92.77 92.73 3 92.47 92.82 92.64

Analisis ragam bahan kering sabut sawit fermentasi F Tabel Sumber Keragaman JK Df KT F Hitung 0.05 0.01 Dosis MOL (D) 22.993 2 11.497 147.836** 3.55 6.01 Lama Fermentasi (L) 1.031 2 0.516 6.629** 3.55 6.01 Interaksi (D * L) 0.502 4 0.125 1.614tn 2.93 4.58 Galat 1.4 18 0.078

Total 226217.608 27

Keterangan : ** berpengaruh sangat nyata tn berpengaruh tidak nyata

Sy = √KTG/r 0.093094934

P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp 0.276491953 0.290456193

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) Dosis MOL (D) N Rata-rata Notasi

D1 (1%) 9 90.46 A

D2 (3%) 9 91.41 B

D3 (5%) 9 92.71 C

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 114

Perlakuan Lama Fermentasi Lama Fermentasi (L) N Rata-rata Notasi

L1 (7 Hari) 9 91.26 A

L2 (14 Hari) 9 91.73 B

L3 (21 Hari) 9 91.59 AB

Persentase perubahan bahan kering Perlakuan Bahan Kering (%) % Perubahan

D0 L0 93.64 -

D1 L1 90.15 3.73

D1 L2 90.47 3.39

D1 L3 90.76 3.08

D2 L1 91.14 2.67

D2 L2 91.79 1.98

D2 L3 91.30 2.50

D3 L1 92.50 1.22

D3 L2 92.93 0.76

D3 L3 92.71 0.99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 115

Lampiran 3. Hasil analisis protein kasar sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) 1 5.53 5.2 5.6 D (1%) 1 2 5.76 5.46 5.34

3 5.97 5.63 5.76 1 5.92 5.87 5.78 D2 (3%) 2 5.17 6.65 5.85 3 5.98 6.73 5.79 1 5.85 6.27 6 D3 (5%) 2 5.97 6.44 6.01 3 5.81 6.89 6.46

Analisis ragam protein kasar sabut sawit fermentasi F Tabel Sumber Keragaman JK df KT F Hitung 0.05 0.01 Dosis MOL (D) 1.693 2 0.847 10.165** 3.55 6.01 Lama Fermentasi (L) 0.63 2 0.315 3.782* 3.55 6.01 Interaksi (D * L) 1.093 4 0.273 3.281* 2.93 4.58 Galat 1.499 18 0.083

Total 949.394 27 Keterangan : * berpengaruh nyata ** berpengaruh sangat nyata

Sy = √KTG/r 0.096032402 P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp 0.285216234 0.299621094

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) dan Perlakuan Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata 5.75 5.69 5.88 Notasi D L 5.75 0 b 1 1 D L 5.69 0.06 0 ab 2 1 D3 L1 5.88 0.13 0.19 0 c

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 116

Dosis MOL (D) Rata-rata 5.43 6.42 6.53 Notasi D L 5.43 0 a 1 2 D L 6.42 0.99 0 c 2 2 D3 L2 6.53 1.1 0.11 0 c Dosis MOL (D) Rata-rata 5.57 5.81 6.16 Notasi D L 5.57 0 ab 1 3 D L 5.81 0.24 0 b 2 3 D3 L3 6.16 0.59 0.35 0 c

Persentase perubahan protein kasar Perlakuan Protein kasar (%) % Perubahan

D0 L0 4.06 -

D1 L1 5.75 29.39

D1 L2 5.43 25.23

D1 L3 5.57 27.11

D2 L1 5.69 28.65

D2 L2 6.42 36.76

D2 L3 5.81 30.12

D3 L1 5.88 30.95

D3 L2 6.53 37.83

D3 L3 6.16 34.09

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 117

Lampiran 4. Hasil analisis lemak kasar sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) 1 5.99 5.62 5.64 D (1%) 1 2 5.72 5.97 5.75

3 5.67 5.54 5.66 1 5.52 5.61 5.38 D2 (3%) 2 5.54 5.48 5.06 3 5.62 5.55 5.31 1 5 5.16 5.04 D3(5%) 2 5.41 5.23 5.03 3 5.42 5.23 5.13

Analisis ragam lemak kasar sabut sawit fermentasi F Tabel Sumber Keragaman JK Df KT F Hitung 0.05 0.01 Dosis MOL (D) 6.445 2 3.222 3.146tn 3.55 6.01 Lama Fermentasi (L) 1.423 2 0.712 0.695tn 3.55 6.01 Interaksi (D * L) 4.343 4 1.086 1.060tn 2.93 4.58 Galat 18.435 18 1.024

Total 776.095 27

Keterangan : tn berpengaruh tidak nyata

Sy = √KTG/r 0.337309617 P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp 1.001809563 1.052406005

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) Dosis MOL (D) N Rata-rata Notasi

D1 (1%) 9 5.73 tn

D2 (3%) 9 5.45 tn

D3 (5%) 9 5.18 tn

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 118

Perlakuan Lama Fermentasi (L) Lama Fermentasi (L) N Rata-rata Notasi

L1 (7 Hari) 9 5.54 tn

L2 (14 Hari) 9 5.48 tn

L3 (21 Hari) 9 5.33 tn

Persentase perubahan lemak kasar Perlakuan Lemak kasar (%) % Perubahan

D0 L0 5.75 -

D1 L1 5.79 0.69

D1 L2 5.71 0.70

D1 L3 5.68 1.22

D2 L1 5.56 3.30

D2 L2 5.55 3.49

D2 L3 5.25 8.70

D3 L1 5.28 8.17

D3 L2 5.21 9.39

D3 L3 5.07 11.83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 119

Lampiran 5. Hasil analisis serat kasar sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) 1 36.79 36.51 36.56 D (1%) 1 2 36.71 36.63 36.59

3 36.65 36.48 36.49 1 36.35 36.28 36.31 D2 (3%) 2 36.6 36.19 36.23 3 36.27 36.06 36.26 1 36.3 36.15 36.36 D3 (5%) 2 36.28 36.1 36.2 3 36.33 36.06 36.14

Analisis ragam serat kasar sabut sawit fermentasi F Tabel Sumber Keragaman JK Df KT F Hitung 0.05 0.01 Dosis MOL (D) 0.769 2 0.384 47.411** 3.55 6.01 Lama Fermentasi (L) 0.188 2 0.094 11.591** 3.55 6.01 Interaksi (D * L) 0.015 4 0.004 0.451tn 2.93 4.58 Galat 0.146 18 0.008

Total 35708.093 27 Keterangan : ** berpengaruh sangat nyata tn berpengaruh tidak nyata

Sy = √KTG/r 0.02981424 P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp 0.088548292 0.093020428

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) Dosis MOL (D) N Rata-rata Notasi

D1 (1%) 9 36.6 C

D2 (3%) 9 36.28 AB

D3 (5%) 9 36.21 A

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 120

Perlakuan Lama Fermentasi (L) Lama Fermentasi (L) N Rata-rata Notasi

L1 (7 Hari) 9 36.48 C

L2 (14 Hari) 9 36.27 A

L3 (21 Hari) 9 36.35 AB

Persentase perubahan serat kasar Perlakuan Serat kasar (%) % Perubahan

D0 L0 41.98 -

D1 L1 36.72 12.53

D1 L2 36.54 12.96

D1 L3 36.55 12.93

D2 L1 36.41 13.27

D2 L2 36.18 13.82

D2 L3 36.27 13.60

D3 L1 36.30 13.53

D3 L2 36.10 14.01

D3 L3 36.23 13.70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 121

Lampiran 6. Hasil analisis Abu sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) 1 6.26 6.19 6.2 D (1%) 1 2 6.26 6.23 6.19

3 6.24 6.14 6.17 1 6.52 5.22 5.43 D2 (3%) 2 5.56 5.25 5.15 3 5.53 5.36 5.26 1 5.23 5.18 5.23 D3 (5%) 2 5.32 5.02 5.18 3 5.25 5.16 5.16

Analisis ragam abu sabut sawit fermentasi F F Tabel Sumber Keragaman JK Df KT Hitung 0.05 0.01 Dosis MOL (D) 4.955 2 2.477 62.639** 3.55 6.01 Lama Fermentasi (L) 0.398 2 0.199 5.031* 3.55 6.01 Interaksi (D * L) 0.343 4 0.086 2.170tn 2.93 4.58 Galat 0.712 18 0.04

Total 860.874 27 Keterangan : * berpengaruh nyata ** berpengaruh sangat nyata tn berpengaruh tidak nyata

Sy = √KTG/r 0.066666667 P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp 0.198 0.208

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) Dosis MOL (D) N Rata-rata Notasi

D1 (1%) 9 6.21 AB

D2 (3%) 9 5.46 B

D3 (5%) 9 5.19 A

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 122

Perlakuan Lama Fermentasi (L) Lama Fermentasi (L) N Rata-rata Notasi

L1 (7 Hari) 9 5.79 c

L2 (14 Hari) 9 5.52 a

L3 (21 Hari) 9 5.55 ab

Persentase perubahan abu Perlakuan Abu (%) % Perubahan

D0 L0 6.43 -

D1 L1 6.25 2.80

D1 L2 6.17 4.04

D1 L3 6.19 3.73

D2 L1 5.87 8.71

D2 L2 5.28 17.88

D2 L3 5.28 17.88

D3 L1 5.27 18.04

D3 L2 5.12 20.37

D3 L3 5.19 19.28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 123

Lampiran 7. Hasil analisis BETN sabut sawit fermentasi Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari)

D1 (1%) 1 35.82 36.52 36.45 2 35.94 36.21 37.23

3 35.5 36.67 35.99

D2 (3%) 1 36.81 38.64 38.8 2 38.14 38.17 39.17

3 37.38 38.24 38.52

D3 (5%) 1 38.92 39.71 40.19 2 39.46 40.41 40.33

3 39.79 39.43 39.84

Analisis ragam BETN sabut sawit fermentasi F Tabel Sumber Keragaman JK df KT F Hitung 0.05 0.01 ** Dosis MOL (D) 56.209 2 28.104 155.470 3.55 6.01 ** Lama Fermentasi (L) 4.519 2 2.26 12.501 3.55 6.01 tn Interaksi (D * L) 0.436 4 0.109 0.602 2.93 4.58 Galat 3.254 18 0.181

Total 39225.89 27 Keterangan : ** berpengaruh sangat nyata tn berpengaruh tidak nyata

Sy = √KTG/r 0.141813649 P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp 0.421186538 0.442458586

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) Dosis MOL (D) N Rata-rata Notasi

D1 (1%) 9 36.26 AB

D2 (3%) 9 38.21 A

D3 (5%) 9 39.79 C

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 124

Perlakuan Lama Fermentasi (L) Lama Fermentasi (L) N Rata-rata Notasi

L1 (7 Hari) 9 37.53 A

L2 (14 Hari) 9 38.22 AB

L3 (21 Hari) 9 38.5 B

Persentase perubahan BETN Perlakuan BETN (%) % Perubahan

D0 L0 35.42 -

D1 L1 35.75 0.92

D1 L2 36.47 2.88

D1 L3 36.57 3.14

D2 L1 37.44 5.40

D2 L2 38.35 7.64

D2 L3 38.83 8.78

D3 L1 39.39 10.08

D3 L2 39.85 11.12

D3 L3 40.12 11.71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 125

Lampiran 8. Hasil analisis bobot biomassa maggot lalat tentara hitam Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) 1 188 226 300 D (1%) 1 2 212 272 391

3 210 231 306 1 281 361 372 D2 (3%) 2 178 376 355 3 191 346 433 1 219 393 466 D3 (5%) 2 193 339 474 3 306 458 445

Analisis ragam bobot biomassa maggot lalat tentara hitam F Tabel Sumber Keragaman JK df KT F Hitung 0.05 0.01 Dosis MOL (D) 51336.963 2 25668.481 14.681** 3.55 6.01 Lama Fermentasi (L) 140232.3 2 70116.148 40.104** 3.55 6.01 Interaksi (D * L) 14764.37 4 3691.093 2.111tn 2.93 4.58 Galat 31470.667 18 1748.37

Total 2927600 27 Keterangan : ** berpengaruh sangat nyata tn berpengaruh tidak nyata

Sy = √KTG/r 13.93783819 P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp 41.39537942 43.48605514

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) Dosis MOL (D) N Rata-rata Notasi

D1 (1%) 9 259.56 A

D2 (3%) 9 321.44 B

D3 (5%) 9 365.89 C

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 126

Perlakuan Lama Fermentasi (L) Lama Fermentasi (L) N Rata-rata Notasi

L1 (7 Hari) 9 219.77 A

L2 (14 Hari) 9 333.56 B

L3 (21 Hari) 9 393.56 C

Persentase perubahan bobot biomasaa maggot lalat tentara hitam Perlakuan Bobot biomassa (g) % Perubahan

D0 L0 9.67 -

D1 L1 203.33 95.24

D1 L2 243.00 96.02

D1 L3 332.33 97.09

D2 L1 216.67 95.54

D2 L2 361.00 97.32

D2 L3 386.67 97.50

D3 L1 239.33 95.96

D3 L2 396.67 97.56

D3 L3 461.67 97.91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 127

Lampiran 9. Hasil analisis berat rata-rata maggot lalat tentara hitam Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) 1 0.0063 0.0067 0.0076 D (1%) 1 2 0.0062 0.0064 0.009

3 0.0053 0.006 0.0098 1 0.0087 0.0093 0.0141 D2 (3%) 2 0.0049 0.0098 0.0093 3 0.006 0.0088 0.0111 1 0.0094 0.0092 0.0108 D3 (5%) 2 0.0116 0.0083 0.0112 3 0.0098 0.0133 0.0104

Analisis ragam berat rata-rata maggot lalat tentara hitam F Tabel Sumber Keragaman JK df KT F Hitung 0.05 0.01 Dosis MOL (D) 5.32E-05 2 2.66E-05 11.817** 3.55 6.01 Lama Fermentasi (L) 3.57E-05 2 1.78E-05 7.919** 3.55 6.01 Interaksi (D * L) 1.64E-05 4 4.10E-06 1.823tn 2.93 4.58 Galat 4.05E-05 18 2.25E-06

Total 0.002 27 Keterangan : ** berpengaruh sangat nyata tn berpengaruh tidak nyata

Sy = √KTG/r 0.000500111 P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp 0.00148533 0.001560347

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) Dosis MOL (D) N Rata-rata Notasi

D1 (1%) 9 0.0070 A

D2 (3%) 9 0.0091 B

D3 (5%) 9 0.0104 B

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 128

Perlakuan Lama Fermentasi (L) Lama Fermentasi (L) N Rata-rata Notasi

L1 (7 Hari) 9 0.0076 A

L2 (14 Hari) 9 0.0086 A

L3 (21 Hari) 9 0.0104 B

Persentase perubahan berat rata-rata maggot lalat tentara hitam Perlakuan Berat rata-rata (g) % Perubahan

D0 L0 0.0062 -

D1 L1 0.0059 4.84

D1 L2 0.0064 3.13

D1 L3 0.0088 29.55

D2 L1 0.0065 4.62

D2 L2 0.0093 33.33

D2 L3 0.0115 46.07

D3 L1 0.0103 39.81

D3 L2 0.0103 39.81

D3 L3 0.0108 42.60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 129

Lampiran 10. Hasil analisis pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) 1 187 225 299 D (1%) 1 2 211 271 390

3 209 230 305 1 280 360 371 D2 (3%) 2 177 375 354 3 190 345 432 1 218 392 465 D3 (5%) 2 192 338 473 3 305 457 444

Analisis ragam pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam F Tabel Sumber Keragaman JK df KT F Hitung 0.05 0.01 Dosis MOL (D) 51336.963 2 25668.481 14.681** 3.55 6.01 Lama Fermentasi (L) 140232.3 2 70116.148 40.104** 3.55 6.01 Interaksi (D * L) 14764.37 4 3691.093 2.111tn 2.93 4.58 Galat 31470.667 18 1748.37

Total 2910583 27 Keterangan : ** berpengaruh sangat nyata tn berpengaruh tidak nyata

Sy = √KTG/r 13.93783819 P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp 41.39537942 43.48605514

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) Dosis MOL (D) N Rata-rata Notasi

D1 (1%) 9 258.56 A

D2 (3%) 9 320.44 B

D3 (5%) 9 364.89 C

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 130

Perlakuan Lama Fermentasi (L) Lama Fermentasi (L) N Rata-rata Notasi

L1 (7 Hari) 9 218.78 A

L2 (14 Hari) 9 332.56 B

L3 (21 Hari) 9 392.56 C

Persentase perubahan pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam Perlakuan Pertambahan bobot maggot (g) % Perubahan

D0 L0 8.67 -

D1 L1 202.33 95.71

D1 L2 242.00 96.42

D1 L3 331.33 97.38

D2 L1 215.67 95.98

D2 L2 360.00 97.59

D2 L3 385.67 97.75

D3 L1 238.33 96.36

D3 L2 395.67 97.81

D3 L3 460.67 98.12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 131

Lampiran 11. Hasil analisis konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) 1 48 51.3 55.3 D (1%) 1 2 50.4 48.8 72.7

3 83.9 86.3 67.1 1 55.4 58.2 89.3 D2 (3%) 2 27.1 69.8 92.7 3 38.3 45.6 80.5 1 42.2 61.9 98.1 D3 (5%) 2 55.9 59.3 96.6 3 25.9 69 86.5

Analisis ragam konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam F Tabel Sumber Keragaman JK df KT F Hitung 0.05 0.01 Dosis MOL (D) 93.645 2 46.823 0.263tn 3.55 6.01 Lama Fermentasi (L) 5477.054 2 2738.527 15.394** 3.55 6.01 Interaksi (D * L) 2123.119 4 530.78 2.984* 2.93 4.58 Galat 3202.227 18 177.901

Total 119970.09 27 Keterangan : * berpengaruh nyata ** berpengaruh sangat nyata tn berpengaruh tidak nyata

Sy = √KTG/r 4.445984455 P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp 13.20457383 13.8714715

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) dan Perlakuan Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata 40.27 41.33 60.77 Notasi D L 40.27 0 a 2 1 D L 41.33 1.06 0 b 3 3 D1 L1 60.77 20.5 19.44 0 c

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 132

Dosis MOL (D) Rata-rata 57.87 62.13 63.4 Notasi D L 57.87 0 c 2 2 D L 62.13 4.26 0 c 1 2 D3 L2 63.4 5.53 1.27 0 c Dosis MOL (D) Rata-rata 65.03 87.5 93.73 Notasi D L 65.03 0 c 1 3 D L 87.5 22.47 0 c 2 3 D3 L3 93.73 28.7 6.23 0 c

Persentase perubahan konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam Perlakuan Konsumsi pakan (%) % Perubahan

D0 L0 0.87 -

D1 L1 60.77 98.57

D1 L2 62.13 98.60

D1 L3 65.03 98.66

D2 L1 40.27 97.84

D2 L2 57.87 98.50

D2 L3 87.50 99.01

D3 L1 41.33 97.90

D3 L2 63.40 98.63

D3 L3 93.73 99.07

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 133

Lampiran 12. Hasil analisis WRI maggot lalat tentara hitam Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) 1 1.714 1.832 1.975 D (1%) 1 2 1.8 1.743 2.596

3 2.997 3.082 2.396 1 1.979 2.079 3.189 D2 (3%) 2 0.968 2.493 3.311 3 1.368 1.629 2.875 1 1.507 2.211 3.504 D3 (5%) 2 1.996 2.118 3.45 3 0.925 2.464 3.089

Analisis ragam WRI maggot lalat tentara hitam F Tabel Sumber Keragaman JK df KT F Hitung 0.05 0.01 Dosis MOL (D) 0.119 2 0.06 0.263tn 3.55 6.01 Lama Fermentasi (L) 6.984 2 3.492 15.388** 3.55 6.01 Interaksi (D * L) 2.709 4 0.677 2.985* 2.93 4.58 Galat 4.085 18 0.227

Total 153.026 27 Keterangan : * berpengaruh nyata ** berpengaruh sangat nyata tn berpengaruh tidak nyata

Sy = √KTG/r 0.158815057 P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp 0.471680718 0.495502977

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) dan Perlakuan Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata 1.438 1.476 2.17 Notasi D L 1.438 0 a 2 1 D L 1.476 0.038 0 ab 3 1 D1 L1 2.17 0.732 0.694 0 c

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 134

Dosis MOL (D) Rata-rata 2.067 2.219 2.264 Notasi D L 2.067 0 c 2 2 D L 2.219 0.152 0 c 1 2 D3 L2 2.264 0.197 0.045 0 c Dosis MOL (D) Rata-rata 2.322 3.125 3.348 Notasi D L 2.322 0 c 1 3 D L 3.125 0.803 0 c 2 3 D3 L3 3.348 1.026 0.223 0 c

Persentase perubahan WRI maggot lalat tentara hitam Perlakuan WRI % Perubahan

D0 L0 0.029 -

D1 L1 2.170 98.67

D1 L2 2.219 98.69

D1 L3 2.322 98.75

D2 L1 1.438 97.98

D2 L2 2.067 98.60

D2 L3 3.125 99.07

D3 L1 1.476 98.04

D3 L2 2.264 98.72

D3 L3 3.348 99.13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 135

Lampiran 13. Hasil analisis konversi pakan dikonsumsi/ECImaggot lalat tentara hitam Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari)

D1 (1%) 1 0.39 0.439 0.541 2 0.419 0.555 0.536

3 0.249 0.267 0.455

D2 (3%) 1 0.505 0.619 0.415 2 0.653 0.537 0.382

3 0.496 0.757 0.537

D3 (5%) 1 0.517 0.633 0.474 2 0.343 0.57 0.49

3 1.178 0.662 0.513

Analisis ragam Konversi Pakan Dikonsumsi/ECImaggot lalat tentara hitam F Tabel Sumber Keragaman JK df KT F Hitung 0.05 0.01 Dosis MOL (D) 0.136 2 0.068 2.398tn 3.55 6.01 Lama Fermentasi (L) 0.027 2 0.014 0.479tn 3.55 6.01 Interaksi (D * L) 0.122 4 0.03 1.073tn 2.93 4.58 Galat 0.51 18 0.028

Total 8.192 27 Keterangan : tn berpengaruh tidak nyata

Sy = √KTG/r 0.055777335 P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp (5%) 0.165658685 0.174025286

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) Dosis MOL (D) N Rata-rata Notasi

D1 (1%) 9 0.428 tn

D2 (3%) 9 0.545 tn

D3 (5%) 9 0.598 tn

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 136

Perlakuan Lama Fermentasi (L) Lama Fermentasi (L) N Rata-rata Notasi

L1 (7 Hari) 9 0.528 tn

L2 (14 Hari) 9 0.56 tn

L3 (21 Hari) 9 0.483 tn

Persentase perubahan Konversi Pakan Dikonsumsi/ECI maggot lalat tentara hitam Perlakuan ECI % Perubahan

D0 L0 0.02 -

D1 L1 0.352 94.32

D1 L2 0.420 95.24

D1 L3 0.511 96.09

D2 L1 0.551 96.37

D2 L2 0.638 96.87

D2 L3 0.445 95.51

D3 L1 0.679 97.05

D3 L2 0.622 96.78

D3 L3 0.492 95.94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 137

Lampiran 14. Hasil survival rate/SR maggot lalat tentara hitam Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Ulangan L1 (7 Hari) L2 (14 Hari) L3 (21 Hari) 1 69.18 77.45 89.01 D (1%) 1 2 78.50 98.22 99.83

3 89.84 88.73 71.79 1 74.33 89.67 60.75 D2 (3%) 2 83.93 88.21 88.18 3 73.8 89.93 89.63 1 53.39 98.53 98.61 D3 (5%) 2 38.18 92.01 97.03 3 71.79 79.01 98.26

Analisis ragam Persentase survival rate/SR maggot lalat tentara hitam F Tabel Sumber Keragaman JK df KT F Hitung 0.05 0.01 Dosis MOL (D) 73.857 2 36.929 0.303tn 3.55 6.01 Lama Fermentasi (L) 2008.273 2 1004.137 8.246** 3.55 6.01 Interaksi (D * L) 1586.907 4 396.727 3.258* 2.93 4.58 Galat 2191.938 18 121.774

Total 189677.6 27 Keterangan : * berpengaruh nyata ** berpengaruh sangat nyata tn berpengaruh tidak nyata

Sy = √KTG/r 3.678375245 P 2 3 R(3,18,0.05) 2.97 3.12 Rp 10.92477448 11.47653077

Hasil uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT)

Perlakuan Dosis MOL (D) dan Perlakuan Lama Fermentasi (L) Dosis MOL (D) Rata-rata 54.45 77.35 79.17 Notasi D L 54.45 0 a 3 1 D L 77.35 22.9 0 b 2 1 D1 L1 79.17 24.72 24.72 0 b

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 138

Dosis MOL (D) Rata-rata 88.13 89.27 89.85 Notasi D L 88.13 0 b 1 2 D L 89.27 1.14 0 c 2 2 D3 L2 89.85 1.72 0.58 0 c Dosis MOL (D) Rata-rata 79.52 86.89 97.97 Notasi D L 79.52 0 b 2 3 D L 86.89 7.37 0 b 1 3 D3 L3 97.97 18.45 11.08 0 c

Persentase Persentase Mortalitas/SR maggot lalat tentara hitam Perlakuan Persentase Mortalitas/SR % Perubahan

D0 L0 3.50 -

D1 L1 79.17 95.58

D1 L2 88.13 96.03

D1 L3 86.89 95.97

D2 L1 77.35 95.48

D2 L2 89.27 96.08

D2 L3 79.52 95.60

D3 L1 54.45 93.57

D3 L2 89.85 96.10

D3 L3 97.97 96.43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 139

Lampiran 15. Hasil analisis laboratorium

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 140

Lampiran 16. Prosedur kegiatan penenelitian

Persiapan Mikroorganisme Lokal (MOL) Sabut Kelapa Sawit

Sabut kelapa sawit 1 Kg, Dedak 0.2 Kg, Limbah Nanas 0.15 Kg, Limbah Pepaya 0.15 Kg

Molases 0.5 Kg

Air non pam (Air Kelapa dan Air Sumur) 5 Liter

Diaduk secara merata dan dimasukkan kedalam wadah

Fermentasi selama 21 hari

MOL Sabut Kelapa Sawit

Gambar diagram Alir Pembuatan MOL

Persiapan Media Tumbuh Maggot

Sabut Kelapa Sawit 0.5 Kg

Molases 3%, Dedak 5%, Urea 1%

Inokulasi MOL 1%, 3%, dan 5%

Inkubasi Selama 7 Hari, 14 Hari, dan 21 Hari

Media Tumbuh Maggot Skala Fermentasi

Analisis Proksimat

Gambar diagram alir pembuatan media tumbuh maggot

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 141

Produksi Maggot

Media Tumbuh Maggot Skala Fermentasi

1 g Telur Lalat Tentara Hitam

Inkubasi Selama 28 Hari

Produksi Maggot

Gambar diagram alir budidaya dan produksi maggot

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 142

Lampiran 17. Analisis regresi parameter penelitian

1. Analisis regresi kadar air sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 0.983997387

R Square 0.968250858

Adjusted R Square 0.936501717

Standard Error 0.284628225

Observations 3

ANOVA

Df SS MS F Significance F Regression 1 2.47065344 2.47065344 30.49691442 0.114043734 Residual 1 0.081013227 0.08101323

Total 2 2.551666667

Standard Lower Upper Lower Coefficients Error t Stat P-value 95% 95% 95.0% Upper 95.0% Intercept 16.81107 1.518719 11.0692 0.057356 -2.48609 36.1082 -2.48609 36.10823466 X Variable 1 -0.983997 0.178182 -5.5224 0.114043 -3.24802 1.28003 -3.24802 1.280030874

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI Regression Statistics

Multiple R 0.746283322

R Square 0.556938796 Adjusted R Square 0.113877593

Standard Error 0.227160431

Observations 3

ANOVA Significance Df SS MS F F Regression 1 0.064864805 0.06486481 1.257024518 0.46367283 Residual 1 0.051601862 0.05160186 Total 2 0.116466667

Standard Lower Upper Lower Coefficients Error t Stat P-value 95% 95% 95.0% Upper 95.0% Intercept 9.824306 1.212082 8.10530 0.078148 -5.57666 25.2252 -5.57666 25.22528126 X Variable 1 -0.159438 0.142206 -1.121 0.46367 -1.96634 1.6474 -1.96634 1.647471898

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 143

2. Analisis regresi bahan kering sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 1

R Square 1 Adjusted R Square 1 Standard Error 4.44E-16

Observations 3

ANOVA Significance Df SS MS F F Regression 1 2.551667 2.551667 1.29E+31 1.77E-16

Residual 1 1.97E-31 1.97E-31

Total 2 2.551667

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept -1.4E-14 2.54E-14 -0.55846 0.67576 -3.4E-13 3.09E-13 -3.4E-13 3.09E-13 X Variable 1 1 2.78E-16 3.6E+15 1.77E-16 1 1 1 1

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI

Regression Statistics

Multiple R 0.615737

R Square 0.379132 Adjusted R Square -0.24174 Standard Error 0.268906

Observations 3

ANOVA Significance Df SS MS F F Regression 1 0.044156 0.044156 0.610649 0.577717 Residual 1 0.07231 0.07231 Total 2 0.116467

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 79.48652 15.40842 5.158642 0.121897 -116.296 275.269 -116.296 275.269 X Variable 1 0.131548 0.16834 0.78144 0.577717 -2.00742 2.270516 -2.00742 2.270516

1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 144

2. 3. Analisis regresi protein kasar sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 0.969324

R Square 0.939588 Adjusted R Square 0.879177 Standard Error 0.105831

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 0.1742 0.1742 15.55314 0.158093

Residual 1 0.0112 0.0112

Total 2 0.1854

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 0.155655 1.460385 0.106585 0.932401 -18.4003 18.71161 -18.4003 18.71161 X Variable 1 0.980854 0.248711 3.943746 0.158093 -2.17932 4.141031 -2.17932 4.141031

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI Regression Statistics

Multiple R 0.107373

R Square 0.011529 Adjusted R Square -0.97694 Standard Error 0.268378

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 0.00084 0.00084 0.011664 0.931512

Residual 1 0.072027 0.072027

Total 2 0.072867

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0%

Intercept 5.513726 3.703386 1.488834 0.376533 -41.5423 52.56971 -41.5423 52.56971 X Variable 1 0.068115 0.630706 0.107998 0.931512 -7.94577 8.081998 -7.94577 8.081998

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 145

4. Analisis regresi kandungan lemak kasar sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 0.99978

R Square 0.999559 Adjusted R Square 0.999119 Standard Error 0.008165

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 0.1512 0.1512 2268.25 0.013365

Residual 1 6.67E-05 6.67E-05

Total 2 0.151267

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 10.90546 0.114575 95.18214 0.006688 9.449655 12.36127 9.449655 12.36127 X Variable 1 -0.99978 0.020992 -47.6261 0.013365 -1.26651 -0.73305 -1.26651 -0.73305

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI

Regression Statistics

Multiple R 0.973193

R Square 0.947105 Adjusted R Square 0.89421 Standard Error 0.035182

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F Regression 1 0.022162 0.022162 17.9053 0.147738 Residual 1 0.001238 0.001238

Total 2 0.0234

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 7.53736 0.493713 15.26669 0.04164 1.264144 13.81058 1.264144 13.81058 X Variable 1 -0.38277 0.090457 -4.23147 0.147738 -1.53214 0.766604 -1.53214 0.766604

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 146

5. Analisis regresi serat kasar sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 0.759059

R Square 0.576171 Adjusted R Square 0.152342 Standard Error 0.191434

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 0.04982 0.04982 1.359443 0.451318

Residual 1 0.036647 0.036647

Total 2 0.086467

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 63.96526 23.67357 2.70197 0.225661 -236.836 364.7664 -236.836 364.7664 X Variable 1 -0.75906 0.651021 -1.16595 0.451318 -9.03107 7.512952 -9.03107 7.512952

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI

Regression Statistics

Multiple R 0.301001

R Square 0.090602 Adjusted R Square -0.8188 Standard Error 0.142938

Observations 3

ANOVA Significance Df SS MS F F Regression 1 0.002036 0.002036 0.099628 0.805358 Residual 1 0.020431 0.020431

Total 2 0.022467

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 41.94593 17.67626 2.373009 0.253898 -182.652 266.5441 -182.652 266.5441 X Variable 1 -0.15343 0.486096 -0.31564 0.805358 -6.32987 6.023004 -6.32987 6.023004

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 147

6. Analisis regresi kandungan abu sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 0.886047

R Square 0.785079 Adjusted R Square 0.570159 Standard Error 0.340945

Observations 3

ANOVA Significance Df SS MS F F

Regression 1 0.424623 0.424623 3.652882 0.306882

Residual 1 0.116243 0.116243

Total 2 0.540867

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 10.60587 2.614372 4.056757 0.153861 -22.6129 43.82461 -22.6129 43.82461 X Variable 1 -0.88605 0.463595 -1.91125 0.306882 -6.77658 5.004489 -6.77658 5.004489

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI

Regression Statistics

Multiple R 0.647758

R Square 0.419591 Adjusted R Square -0.16082 Standard Error 0.159443

Observations 3

ANOVA Significance Df SS MS F F Regression 1 0.018378 0.018378 0.722922 0.551413 Residual 1 0.025422 0.025422

Total 2 0.0438

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 6.65657 1.222609 5.444564 0.115639 -8.87814 22.19129 -8.87814 22.19129 X Variable 1 -0.18433 0.2168 -0.85025 0.551413 -2.93904 2.57037 -2.93904 2.57037

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 148

7. Analisis regresi kandungan BETN sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 0.99973

R Square 0.999461 Adjusted R Square 0.998922 Standard Error 0.058068

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 6.249895 6.249895 1853.496 0.014784

Residual 1 0.003372 0.003372

Total 2 6.253267

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 0.604947 0.871255 0.694339 0.613625 -10.4654 11.67529 -10.4654 11.67529 X Variable 1 0.984117 0.022859 43.05225 0.014784 0.69367 1.274563 0.69367 1.274563

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI Regression Statistics

Multiple R 0.987905

R Square 0.975955 Adjusted R Square 0.951911 Standard Error 0.109478

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F Regression 1 0.486481 0.486481 40.5895 0.099116 Residual 1 0.011985 0.011985 Total 2 0.498467

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 27.62611 1.642597 16.81855 0.037808 6.754935 48.49729 6.754935 48.49729 X Variable 1 0.274564 0.043096 6.370989 0.099116 -0.27302 0.82215 -0.27302 0.82215

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 149

8. Analisis regresi bobot biomassa maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 0.991821

R Square 0.983708 Adjusted R Square 0.967416 Standard Error 9.639736

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 5610.744 5610.744 60.3796 0.081481

Residual 1 92.92451 92.92451

Total 2 5703.669

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 101.8219 28.07282 3.627062 0.171265 -254.877 458.5209 -254.877 458.5209 X Variable 1 0.707115 0.091001 7.770431 0.081481 -0.44916 1.86339 -0.44916 1.86339

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI Regression Statistics

Multiple R 0.998964 R Square 0.997929 Adjusted R Square 0.995859 Standard Error 5.680478

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F Regression 1 15551.44 15551.44 481.9488 0.028979 Residual 1 32.26783 32.26783

Total 2 15583.71

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept -40.3284 16.54268 -2.43784 0.247815 -250.523 169.8662 -250.523 169.8662 X Variable 1 1.177241 0.053625 21.95333 0.028979 0.495875 1.858607 0.495875 1.858607

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 150

9. Analisis berat rata-rata maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 0.985759

R Square 0.97172 Adjusted R Square 0.94344 Standard Error 0.000408

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 5.72E-06 5.72E-06 34.36074 0.107569

Residual 1 1.66E-07 1.66E-07

Total 2 5.89E-06

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 0.000217 0.001489 0.145486 0.908026 -0.0187 0.019133 -0.0187 0.019133 X Variable 1 0.99424 0.169613 5.861803 0.107569 -1.1609 3.149381 -1.1609 3.149381

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI Regression Statistics

Multiple R 0.991622

R Square 0.983314 Adjusted R Square 0.966628 Standard Error 0.000259

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F Regression 1 3.96E-06 3.96E-06 58.9305 0.082465 Residual 1 6.72E-08 6.72E-08 Total 2 4.03E-06

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 0.001698 0.000946 1.795011 0.32358 -0.01032 0.013715 -0.01032 0.013715 X Variable 1 0.827189 0.107754 7.67662 0.082465 -0.54196 2.196337 -0.54196 2.196337

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 151

10. Analisis regresi pertambahan bobot maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 0.991823

R Square 0.983714 Adjusted R Square 0.967427 Standard Error 9.638023

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 5610.777 5610.777 60.40142 0.081466

Residual 1 92.89148 92.89148

Total 2 5703.669

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 101.5103 27.98094 3.627839 0.17123 -254.021 457.0418 -254.021 457.0418 X Variable 1 0.70717 0.090991 7.771835 0.081466 -0.44898 1.863324 -0.44898 1.863324

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI Regression Statistics

Multiple R 0.998964 R Square 0.997929 Adjusted R Square 0.995859 Standard Error 5.680048

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F Regression 1 15549.53 15549.53 481.9624 0.028978 Residual 1 32.26295 32.26295 Total 2 15581.79

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept -40.1561 16.49022 -2.43515 0.248063 -249.684 169.372 -249.684 169.372 X Variable 1 1.177255 0.053625 21.95364 0.028978 0.49589 1.85862 0.49589 1.85862

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 152

11. Analisis regresi konsumsi pakan maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 0.545184

R Square 0.297226 Adjusted R Square -0.40555 Standard Error 2.70723

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 3.099707 3.099707 0.422932 0.63292

Residual 1 7.329093 7.329093

Total 2 10.4288

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 56.12662 11.5365 4.865133 0.129056 -90.4586 202.7118 -90.4586 202.7118 X Variable 1 0.127066 0.195387 0.650332 0.63292 -2.35556 2.609692 -2.35556 2.609692

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI Regression Statistics

Multiple R 0.911308

R Square 0.830483 Adjusted R Square 0.660966 Standard Error 10.15614

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 505.3287 505.3287 4.899107 0.270147

Residual 1 103.1471 103.1471

Total 2 608.4758

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0%

Intercept -31.3502 43.27904 -0.72437 0.600904 -581.263 518.5621 -581.263 518.5621 X Variable 1 1.622397 0.732991 2.213393 0.270147 -7.69114 10.93593 -7.69114 10.93593

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 153

12. Analisis regresi indeks pengurangan limbah/WRI maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 0.521345

R Square 0.2718 Adjusted R Square -0.4564 Standard Error 0.095788

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 0.003425 0.003425 0.37325 0.650861

Residual 1 0.009175 0.009175

Total 2 0.0126

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 2.024427 0.405745 4.989411 0.125926 -3.13105 7.179903 -3.13105 7.179903 X Variable 1 0.117687 0.192632 0.610942 0.650861 -2.32993 2.565304 -2.32993 2.565304

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI Regression Statistics

Multiple R 0.909333

R Square 0.826887 Adjusted R Square 0.653775 Standard Error 0.367477

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 0.645027 0.645027 4.776584 0.273184

Residual 1 0.135039 0.135039

Total 2 0.780067

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0%

Intercept -1.10356 1.556584 -0.70896 0.607386 -20.8818 18.67472 -20.8818 18.67472 X Variable 1 1.615125 0.739005 2.18554 0.273184 -7.77483 11.00508 -7.77483 11.00508

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 154

13. Analisis regresi efisiensi konversi pakan dikonsumsi/ECI maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 1

R Square 1 Adjusted R Square 1 Standard Error 1.39E-17

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 0.015267 0.015267 7.93E+31 7.15E-17

Residual 1 1.93E-34 1.93E-34

Total 2 0.015267

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0%

Intercept 1.11E-16 5.97E-17 1.859852 0.314066 -6.5E-16 8.7E-16 -6.5E-16 8.7E-16

X Variable 1 1 1.12E-16 8.9E+15 7.15E-17 1 1 1 1

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI Regression Statistics Multiple R 0.420092

R Square 0.176477 Adjusted R Square -0.64705 Standard Error 0.051867

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 0.000576 0.000576 0.214295 0.723996

Residual 1 0.00269 0.00269

Total 2 0.003267

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 0.625677 0.223101 2.804454 0.218055 -2.20909 3.460445 -2.20909 3.460445 X Variable 1 -0.19432 0.419777 -0.46292 0.723996 -5.52809 5.139443 -5.52809 5.139443

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 155

14. Analisis regresi survival rate maggot lalat tentara hitam yang dibudidaya pada sabut sawit fermentasi

SUMMARY OUTPUT DOSIS MOL Regression Statistics

Multiple R 0.911987

R Square 0.83172 Adjusted R Square 0.66344 Standard Error 1.171692

Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 6.785337 6.785337 4.942472 0.269096

Residual 1 1.372863 1.372863

Total 2 8.1582

Standard Upper Lower Upper Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0% Intercept 104.1144 9.741378 10.68785 0.059392 -19.6615 227.8904 -19.6615 227.8904 X Variable 1 -0.2784 0.125225 -2.22317 0.269096 -1.86953 1.312736 -1.86953 1.312736

SUMMARY OUTPUT LAMA FERMENTASI

Regression Statistics

Multiple R 0.99864

R Square 0.997281 Adjusted R Square 0.994562 Standard Error 0.778679 Observations 3

ANOVA Significance df SS MS F F

Regression 1 222.3831 222.3831 366.7627 0.033212

Residual 1 0.60634 0.60634

Total 2 222.9894

Standard Upper Lower Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% Upper 95.0% Intercept -41.1724 6.473886 -6.35977 0.099288 -123.431 41.08611 -123.431 41.08611 X Variable 1 1.593777 0.083221 19.15105 0.033212 0.536349 2.651205 0.536349 2.651205

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 156

Lampiran 18. Dokumentasi penelitian.

1. Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL).

Air kelapa Air non PAM

Dedak padi Sabut sawit

Molases Nanas

Pepaya Pengadukan MOL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 157

Inkubasi MOL Pengemasan MOL

2. Pembuatan media sabut sawit fermentasidan budidaya maggot

Penimbangan bahan Pencampuran bahan

Dosis MOL Dosis urea

Dosis molases Dosis dedak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 158

Pengemasan sabut Inkubasi sabut sawit

Uji TAT MOL MOL sabut sawit

pH MOL Penimbangan telur 1 g

Pembagian telur BSF Berat telur per perlakuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 159

Peletakan telur BSF Media D1

Media D2 Media D3

Rak media pH media

Berat setelah fermentasi Temperatur fermentasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 160

Panen minggu 1 Panen minggu 2

Panen minggu 3 Perhitungan cuplikan maggot

Cuplikan maggot Pengukuran panjang maggot

Penimbagan maggot Panen minggu 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 161

Panen minggu 2 Panen minggu 3

Supervisi dosen pembimbing Supervisi dosen pembimbing

3. Siklus maggot lalat tentara hitam budidaya sabut sawit fermentasi

e

d a b

c

Keterangan : a. Telur (0-4 hari) b. Mini larva (5-10 hari) c. Larva (10-28 hari) d. Pupa (29-36 hari) e. Imago/ lalat BSF dewasa (36-45 hari)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 162

Lampiran 19. Data pengamatan dan perhitungan maggot BSF

Bobot Berat SR PBM Konsumsi Panen Perlakuan Bioma- Rata-rata WRI ECI Warna (%) (g) Pakan (Hari) ssa (g) (g)

K1 13 0.0072 4.13 12 1.2 0.043 0.028 28 Coklat K2 6 0.0056 2.44 5 0.5 0.012 0.011 28 Coklat K3 10 0.0058 3.93 9 0.9 0.032 0.021 28 Coklat

D1L1U1 188 0.0063 69.18 187 48 1.714 0.390 28 Coklat

D1L1U2 212 0.0062 78.50 211 50.4 1.800 0.419 28 Coklat

D1L1U3 210 0.0053 89.84 209 83.9 2.997 0.249 28 Coklat

D1L2U1 226 0.0067 77.45 225 51.3 1.832 0.439 28 Coklat

D1L2U2 272 0.0064 98.22 271 48.8 1.743 0.555 28 Coklat

D1L2U3 231 0.006 88.73 230 86.3 3.082 0.267 28 Coklat

D1L3U1 300 0.0076 89.01 299 55.3 1.975 0.541 28 Coklat

D1L3U2 391 0.009 99.83 390 72.7 2.596 0.536 28 Coklat

D1L3U3 306 0.0098 71.79 305 67.1 2.396 0.455 28 Coklat

D2L1U1 281 0.0087 74.33 280 55.4 1.979 0.505 28 Coklat

D2L1U2 178 0.0049 83.93 177 27.1 0.968 0.653 28 Coklat

D2L1U3 191 0.006 73.80 190 38.3 1.368 0.496 28 Coklat

D2L2U1 361 0.0093 89.67 360 58.2 2.079 0.619 28 Coklat

D2L2U2 376 0.0098 88.21 375 69.8 2.493 0.537 28 Coklat

D2L2U3 346 0.0088 89.93 345 45.6 1.629 0.757 28 Coklat

D2L3U1 372 0.0141 60.75 371 89.3 3.189 0.415 28 Coklat

D2L3U2 355 0.0093 88.18 354 92.7 3.311 0.382 28 Coklat

D2L3U3 433 0.0111 89.63 432 80.5 2.875 0.537 28 Coklat

D3L1U1 219 0.0094 53.39 218 42.2 1.507 0.517 28 Coklat

D3L1U2 193 0.0116 38.18 192 55.9 1.996 0.343 28 Coklat

D3L1U3 306 0.0098 71.79 305 25.9 0.925 1.178 28 Coklat

D3L2U1 393 0.0092 98.53 392 61.9 2.211 0.633 28 Coklat

D3L2U2 339 0.0083 92.01 338 59.3 2.118 0.570 28 Coklat

D3L2U3 458 0.0133 79.01 457 69.0 2.464 0.662 28 Coklat

D3L3U1 466 0.0108 98.61 465 98.1 3.504 0.474 28 Coklat

D3L3U2 474 0.0112 97.03 473 96.6 3.45 0.490 28 Coklat

D3L3U3 445 0.0104 98.26 444 86.5 3.089 0.513 28 Coklat

Keterangan : K (kontrol); D1 (dosis MOL 1%); D2 (dosis MOL 3%); D3 (dosis MOL 5%); L1 (Lama fermentasi 7 hari); L2 (Lama fermentasi 14 hari); L3 (Lama fermentasi 21 hari); SR (Mortalitas); PBM (Pertambahan bobot maggot); WRI (Indeks pengurangan limbah); ECI (efisiensi konveersi pakan dikonsumsi).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA