BUDAYA ADILUHUNG

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA ISSN : 2355-3367 Vol. 1 No. 1, Juni 2014: 1-91

JURNAL BUDAYA NUSANTARA Diterbitkan dalam bentuk jurnal yang berfungsi sebagai media hasil disseminasi penelitian dan karya ilmiah, yang bertujuan untuk menambah wawasan dalam science, knowledge, skill, dan ability dalam bidang pendidikan, seni, budaya dan desain pada aspek olah gerak, rupa, teater, sastra, suara dan bunyi-bunyian yang berada dalam khasanah budaya Nusantara. REDAKSI

PELINDUNG: Drs. Sutiyono, MM (Rektor)

PENASEHAT: Dr. Hartono, M.Pd (Wakil Rektor I) Drs. Untung Lasiyono (Wakil Rekor II) Pungut Amsoro, ST., MT (Wakil Rektor IIII) Drs. Widodo, M.T. (Wakil Rektor (IV)

PENANGGUNG JAWAB: Dr. Dra. Sukarjati, M.Kes

MITRA BESTARI: Prof. Dr. Primadi Tabrani (Institut Teknologi Bandung) Prof. Soetarno (Institut Seni Surakarta) Prof. Drs. Jakob Soemardjo (Sekolah Tinggi Seni Bandung) Prof. Dr. Henricus Supriyanto (Universitas PGRI Adi Buana Surabaya) Prof. Dr. Kasidi Hadiprayitno (Institut Seni ) Prof. Dr. Sony Dharsono (Institut Seni Surakarta) Dr. Anis Sujana (Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung)

PENYUNTING PENYELIA: Dr. Ika Ismurdyahwati, M.Sn Dr. Pindi Setiawan, M.Si

PENYUNTING PELAKSANA: Dr. Taufik Nurhadi Dr. Sunu Catur Dr. Shoim Anwar Nunung Nurjati Rikat Prastiawan Dwi Prasetya

PELAKSANA TATA USAHA: Aryo Wibowo Herman Sugianto

STAF PEMASARAN: Drs. Widodo, ST., MT Drs. Teguh Purwanto, MM.

PENERBIT: LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI ADIBUANA SURABAYA Jl. Ngagel Dadi III B/37, Surabaya T/F : +62 -(0) 31-5053 468 [email protected] SEGAYUNG PENGANTAR

Salam Budaya dan Semangat Pagi... Saya sebagai Rektor Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, menyambut dengan sepenuh hati dengan adanya program dari Pusat Kajian Budaya Nusantara yang dibawah naungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, untuk merintis jurnal terakreditasi, yakni Jurnal Budaya Nusantara. Melihat dukungan animo masyarakat dan lembaga-lembaga perguruan tinggi yang terkait, melalui artikel-artikel yang dikirim untuk edisi perdana, sangat dihargai partisipasinya. Mengin- gat tulisan-tulisan tersebut sangat berkualitas, baik isi maupun permasalahan yang diketengahkan, maka tulisan-tulisan tersebut, sangat layak digunakan untuk referensi. Sekaligus sebagai acuan, dan informasi penting untuk pegangan kuliah atau penambah wawasan bagi para pemerhati budaya, khususnya budaya Nusantara, selain belajar dari sejarah, juga sangat penting untuk pengembangan jati diri bangsa. Saya sebagai Rektor Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, sangat berharap bahwa jurnal tersebut dapat terlaksana akreditasinya, selain untuk dapat mengangkat akreditasi perguruan tinggi, juga dapat diambil manfaatnya bagi kita semua, yang masih menginginkan informasi penting ten- tang kondisi budaya Nusantara terkini, melalui jurnal yang kita bina ini. Terakhir, saya menghaturkan banyak terima kasih kepada para Mitra Bestari yang telah ber- sedia meluangkan waktu untuk turut serta memperhatikan dan membina jurnal Budaya Nusantara tersebut, dan juga seluruh staf redaksi yang telah bekerja keras untuk berusaha mewujudkan jurnal yang semula ‘tidak ada’ menjadi ‘ada’, dan bermanfaat bagi kita semua...amiinn...

Surabaya, Mei 2014

Drs. Sutiyono MM Rektor Universitas PGRI Adi Buana Surabaya DAFTAR ISI

1. DEKONSTRUKSI KESAKRALAN DUNIA PEWAYANGAN: Sebagai Peninggalan Adiluhung melalui Manyura Taufik Nurhadi (Universitas PGRI Adi Buana Surabaya)

11. PHILOSOPHICAL, ETHICAL, AND AESTHETIC: Values in Shadow Puppet Theatre (Wayang) Performance Soetarno Dwijonagoro (Institut Seni Indonesia, Surakarta)

31. ESTETIKA WAYANG Kasidi Hadiprayitno (Institut Seni Indonesia, Yogyakarta)

40. PELESTARIAN DAN EKSPANSI PASAR BATIK TULIS GEDHOG TUBAN DI ERA GLOBALISASI Karsam (STIKOM Surabaya)

54. CADIK SAMUDRA : Jenius Lokal Nusantara Primadi Tabrani (Institut Teknologi Bandung)

64. BATIK KLASIK: Aspek, Fungsi, Filosofi dan Estetika Batik dalam Pandangan Budaya Nusantara Dharsono (Institut Seni Indonesia, Surakarta)

74. TRANSFORMASI VISUALISASI GAMBAR ILUSTRASI : Pada naskah Jawa Periode 1800-1920, sebagai Refleksi Gejala Sosial-Budaya Masyarakat Jawa Nuning Damayanti Adisasmito (Institut Teknologi Bandung)

84. Budaya nusantara melalui Damar Kurung : Analisis Bahasa Rupa Ika Ismoerdjahwati (Universitas PGRI Adi Buana Surabaya)

1 DEKONSTRUKSI KESAKRALAN DUNIA PEWAYANGAN : Sebagai Peninggalan Adiluhung melalui Manyura

Taufik Nurhadi

Abstrak The purpose of this study is to obtain the results of descriptions and explanations on puppet world deconstruction which is sacred and sublime masterpiece through the creative work of fic- tion, Manyura written by Yanusa Nugroho. The results of this literature review based on the ap- proach prove that deconstruction in Manyura produce: (1) the lawsuit against submission of puppet history, (2) the degradation of intensity characterizations, and (3) demoralization figure Yudhishthi- ra. The three forms of deconstruction express the social criticism to the behavior of Indonesian politics, especially in the Era of ORBA.

Keywords: deconstruction, puppet, submission, degradation, demoralization.

Pendahuluan tersebut. Dalam dunia pewayangan, “Manyu- ra” adalah istilah pathetan dalam pentas wayang Pendekonstruksian dunia pewayangan kulit semalam suntuk, yaitu bagian atau sebagai peninggalan adiluhung merupakan ba- akhir pertunjukan. Bagian inilah merupakan gian dari hasil kreativitas pengarang yang bersi- penentuan nasib para tokoh atau pelaku dalam fat imajiner. Pendekonstruksian itu merupakan cerita yang dihadirkan. Dari sisi inilah NUGRO- bentuk keberanian pengarang mengaitkannya HO mendekonstruksi kesakralan dunia pewayan- dengan dunia fakta yang berisi kritik sosial dan gan yang hitam putih melalui karya majinasinya, carut-marut dalam politik-pragmatis. Semua itu Manyura. terepresentasi melalui karya Yanusa Nugroho yang berwujud novel yang berjudul Manyura. Pendekonstruksian itu sendiri di- maksudkan sebagai upaya pengurangan atau Manyura merupakan karya fiksi yang bersifat penurunan intensitas konstruksi itu sendiri. kontroversial. Karya fiksi ini berisi hibridasi an- (Lih. RATNA, 2005:250). Dengan demikain, tara dunia pewayangan dan dunia fakta. Hibri- pendekonstruksian dunia pewayangan yang dasi ini mengindikasikan adanya pergeseran sakral berarti upaya pengarang menurunkan in- konstruksi dari kisah mitologis yang sakral ke tensitas konstruksi pewayangan, khususnya epos karya fiksi-kontemporer. Pemanfaatan dunia Mahabarata yang dianggap mapan sebagai dunia pewayangan, khususnya epos Mahabharata pas- yang secara kolektif disikapi memiliki kesakralan ca-Bharatayuda dikreasikan dengan dunia fakta yang tidak dapat diubah. Selama ini terdapat ke- yang penuh dengan ketimpangan sosial dan ke- sadaran kolektif bahwa dunia pewayangan ada- carutmarutan dunia politik yang penuh intrik. lah dunia hitam putih. Tidaklah mengherankan Bagaimanakah dengan Manyura sebagai apabila kemampuan YANUSA NUGROHO dalam judul? Perlu diketahui bahwa tidak ada satu berkreasi melalui dunia pewayangan membuat pun kata “Manyura” muncul dalam teks novel Bre Redana, wartawan Kompas kagum. Dalam

1 pengantar novel Manyura, Bre Redana men- Tujuan pembahasannya adalah untuk ganggap bahwa YANUSA NUGROHO memili- memperoleh deskripsi dan penjelasan tentang ki kebebasan urban di dalam dirinya sehingga subfimisme sejarah pewayangan, degradasi in- dia bebas mengembangkan imajinasinya secara tensitas penokohan, dan imoralitas. Manfaat kreatif dengan mengacak-acak kesakralan dunia pembahasannya ialah agar pembaca bisa meng- pewayangan. hambil hikma dan keteladanan yang tersarikan Yang menjadi permasalahan adalah ma- dalam Manyura tentang konsistensi kebenaran cam dekonstruksi apakah yang terdapat dalam sejarah, intensitas penokohan yang etis, dan ke- Manyura sebagai bentuk kebebasan urban so- berpihakan terhadap nilai moral. sok YANUSA NUGROHO dalam berkreasi. Dalam Strategi pembahasannya berdasarkan hal ini, perlu diberikan catatan bahwa dekon- pendekatan kepustakaan. Penyediaan datan- struksi dunia pewayangan pada dasarnya sudah ya didasarkan pada teks dalam Manyura yang dilakukan sejak dulu. Dalam dunia pedalangan, mengindikasikan adanya ketiga macam dekon- misalnya, pembaruan juga telah dilakukan se- struksi tersebut. Agar diperoleh penjelasan yang jak zaman dalang Ki Nartosabdho sampai ke memadai dan reliabel, dimanfaatkan data pem- dalang-dalang muda masa kini sehingga ada banding yang bersumber pada epos Mahabhara- di antaranya disebut “dalang edan” atau “dalang ta (2002) yang disusun oleh NYOMAN S. PEN- gendheng”. Hal ini mengindikasikan adanya sikap DIT dan Bharatayuda (2007) yang disusun oleh pemberontakan mereka terhadap pakem. kalau WAWAN SUSETYA. wayang kulit umumnya pertunjukan diawali dengan jejer, pada pertunjukan Ki Nartosabdho bisa langsung diisi dengan goro-goro, dagelan, dan Submisifme Sejarah Pe- atau suasana kelucuan. Pada zaman Wali pun wayangan pembaruan itu ada dengan menghadirkan to- koh punakawan yang melegenda dalam budaya Dekonstruksi kesakralan dunia pe- kita. Meskipun demikian, dekonstruksi dunia wayangan yang dilakukan oleh YANUSA NUGRO- pewayangan yang dilakukan pendahulunya tidak HO melalui Manyura berupa gugatan terhadap seutuh dekonstruksi YANUSA yang menyang- submisifme sejarah pewayangan. Submisifme kut sejarah pewayangan, penokohan, dan mor- berasal dari bahasa Inggris submisive (adj.‘patuh’, al. Dekonstruksi sejarah pewayangan berkaitan rendah diri’, ‘menyerah’ atau ‘mengalah’) dan ism dengan masalah subfimisme sejarah pewayan- (n.‘ajaran’, ‘paham’, ‘perbuatan’, atau ‘keadaan’). gan, dekonstruksi penokohan berhubungan Submisifme berarti ‘suatu keadaan penyesuaian dengan degradasi intensitas penokohan, dan de- diri terhadap keinginan yang lain.’ (ANSHARI, konstruksi moralberkenaan dengan demoralisa- 1996:675; SALIM, 2002: 1000,1956). Pengertian si. “keinginan yang lain” dalam Manyura adalah ‘keinginan penguasa’. Dengan demikian, submi- Berdasarkan paparan tersebut, ada tiga sifme sejarah dalam dunia pewayangan diartikan permasalahan yang akan diangkat dalam pem- ‘terdapat penyesuaian pengungkapan fakta terh- bahasan ini ialah adap keinginan penguasa’. Melalui kenyataan ini, (1) Bagaimanakah dekonstruksi subfimisme se YANUSA NUGROHO telah memanfaatkannya un- jarah pewayangan dalam Manyura? tuk menggugat submisifme sejarah pewayangan dengan memasukkan ide-idenya melalui Manyu- (2) Bagaimanaka degradasi intensitas penoko- ra. han dalam Manyura? Upaya YANUSA NUGROHO menggugat (3) Bagaimanakah demoralisasi yang terepre- submisisme dunia pewayangan pada dasarnya sentasi melalui Manyura? tidak terlepas pada kesadaran kolektif sebagian

2 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 1-10 masyarakat yang menganggap dunia wayang kan fakta pada sisi-sisi yang tidak menguntung- sebagai dunia hitam putih. Dalam epos Ma- kan penguasa terlihat pada sebutan sejarah se- habharata, Pandawa sebagai pihak putih yang bagai “makhluk pengecut” pada (2). melambangkan kebaikan, kebenaran, dan keba- Kebenaran fakta tidak terungkap dalam jikan; sebaliknya Kaurawa sebagai pihak hitam sejarah bila menyangkut pihak yang termajinal- yang melambangkan kejahatan, keserakahan, kan. Kepahlawanan para prajurit dari kalangan dan keangkaramurkaan. Hal itu berarti sejarah bawah tidak banyak diungkapkan, justru yang wayang telah terkonstruksi secara mapan seiring ditonjolkan kepahlawanan para ksatria di kalan- dengan kesadaran masyarakat yang menerima gan istana. Hal ini secara implisit terlukis pada konstruksi tersebut sebagai suatu kebenaran. kutipan (3). Kesadaran kolektif tersebut didekonstruk- 3. Dengan gaya aristokratnya, sejarah han- si oleh YANUSA NUGROHO melalui Manyura. ya bisa melirik para prajurit yang perutnya Keberadaan hitam putih dalam dunia wayang koyak oleh tombak, atau dadanya hancur diturunkan intensitas kebinerannya melalui terinjak kaki gajah, kemudian mendesahkan cela-cela yang memungkinkan dapat diman- ungkapan klise: zaman memang tak pernah faatkan NUGROHO untuk memaksakan ide-ide adil bagi yang papa (Manyura, hlm.1-2). kreatif-imajinatifnya. Untuk mewujudkannya, kebenaran realita sejarah pewayangan diper- Teks tersebut pada dasarnya sebagai gugatan tanyakan oleh NUGROHO melalui kutipan beri- terhadap sejarah wayang yang memiliki konsep kut. kepahlawanan yang diidentikkan dengan kasta ksatria. Mereka adalah para ksatria yang hidup 1. Ah, sejarah. Makhluk apakah dia, yang di kalangan istana dan masih keturunan atau tak bisa berbuat apa-apa kecuali men- kerabat raja. Misalnya, Arjuna, Bhima, Bhis- catat peristiwa dalam diam. Dia begitu ma, dan lain-lain sering ditonjolkan kegagahan lunak, sehingga sering kali hanya mau dan keberaniannya sehingga diberikan predikat berlindung pada ketiak para penguasa pahlawan. Namun, kegagahan, keberanian, dan (Manyura, hlm.1). kesetiaan prajurit kalangan bawah tidak pernah Kata “diam” dan “lunak” menunjukkan bah- tersentuh oleh predikat pahlawan. wa fakta sejarah dapat bergeser sesuai dengan Pemikiran NUGROHO itu pada dasarnya selera penguasa seiring kepasifannya dalam me- dapat dimaklumi mengingat dia pernah hidup ngungkapkan kebenaran sejarah. Hal ini diper- pada peralihan Orla ke Orba dan dari Orba jelas dalam perkataan “seringkali hanya berlind- ke Reformsi. Pada masa Orba banyak fakta se- ung pada ketiak para penguasa.” jarah yang dibengkokkan. Penulisan sejarah leb- Ketimpangan dalam mengungkapkan ih banyak berkompromi dengan penguasa. Ke- fakta yang lebih condong untuk kepentingan tika terjadi peralihan dari Orba ke Reformasi, penguasa diungkapkan NUGROHO seperti pada sejarah Indonesia mulai digugat. Keberpihakan nukilan berikut. sejarah terhadap penguasa terlihat adanya upaya 2. Sejarah adalah makhluk pengecut yang penonjolan tokoh Soeharto sebagai pahlawan sering kali ketakutan memandang mata dalam menumpas G 30 S PKI. Dalam sejarah pedang para kesatria dan pembesar ista- kemerdekaan, Soeharto juga ditokohkan dalam na. Dengan dalih ketakberdayaannya, se- Serangan Oemum Yogyakarta. jarah hanya bisa menangis memandangi Sikap kritis terhadap kelemahan seja- manusia-manusia berkeringat yang kalah rah juga diperuntukkan untuk keperluan men- oleh kekuasaan (Manyura, hlm.1) cari cela untuk memasukkan ide-idenya melalui Ketidakberanian penulis sejarah mengungkap- kreasi imajinatifnya dalam Manyura. Kelemahan sejarah berarti celah yang dapat dimasuki untuk

Taufik Nurhadi,Dekonstruksi Kesakralan Dunia Pewayangan... 3 membedah sejarah pewayangan. Submisifme se- Kutipan tersebut jelas menunjukkan bahwa jarah pewayangan merupakan simbol kesadaran kesakralan pengisahan epos Mahabharata ma- kolektif sebagian masyarakat. Kekuasaan dalam sih bisa didekonstruksi demi pengekspresian dunia pewayangan demikian suci dan sakral. ide-idenya melalui karya fiksinya itu. Dalam dunia pewayangan konvensional, Meskipun demikian, apapun alasann- khususnya epos Mahabharata, penobatan Yud- ya, prolog tersebut cukup mengganggu terha- histira sebagai raja di Hastinapura pascaperang dap pengisahan cerita novel tersebut. selain itu, Bharatayudha dilukiskan melalui proses kontem- gugatan terhadap sejarah pewayanga menunjuk- plasi terhadap hakekat penguasa yang bersan- kan sikap setengah hati YANUSA NUGROHO da- darkan pada darma. Sikap menolak Yudhistira lam melakukan pembaruan yang kontroversial. untuk dinobatkan sebagai raja karena merasa Keberadaan prolog sebagai dasar awal pembe- berdosa terhadap banyaknya korban manusia naran dekonstruksi epos Mahabharata tidak ha- pascaperang. Dia dilukiskan calon pemimp- rus dilakukan demi kewajaran pengisahan. in yang ideal yang tahu diri terhadap apa yang pernah diperbuatnya. Sikap merasa berdosa terhadap langkah-langkahnya sebagai pemimp- Degradasi Intensitas Peno- in perang dinetralisasi melalui legitimasi pem- kohan benaran oleh saudara-saudaranya, Dristarasta, Dalam karya narasi, terdapat kelaziman Widura, dan bahkan Bhisma. (Lih. PENDIT, adanya tokoh tertentu sebagai tokoh yang dom- 2004:366). Kenginannya untuk sunyasa1 akh- inan dalam pengisahan. Tokoh tersebut lazim irnya batal. Pelukisan penguasa dalam dun- disebut tokoh utama. Dalam dunia pewayan- ia pewayangan yang demikian suci dan sakral gan, penonjolan terhadap tokoh-tokoh tertentu menjadi kriteria yang tidak dapat ditawar-tawar cenderung diberikan pada tokoh-tokoh yang lagi. Kesadaran kolektif inilah yang dicobah mewakili tokoh-tokoh putih, seperti misalnya dibedah oleh NUGROHO agar dapat leluasa tokoh-tokoh Pandawa dalam Mahabharata. Ke- memanfaatkan dunia pewayangan, khususnya beradaan Yudhistira, Bhima, dan Arjuna de- epos Mahabharata untuk memasukkan ide-ide- mikian dominan. Namun, dalam Manyura tokoh nya melalui Manyura. Pembedahan awal melalui marjinal seperti Aswatama justru ditonjolkan kelemahan sejarah seperti dilukiskan pada kuti- dalam pengisahan, selain tokoh Yudhistira. pan (1) s.d. (3) dimanfaatkan NUGROHO sebagai Penyetaraan tokoh Aswatama terhadap tokoh langkah dasar pembedahan-pembedahan lebih Yudhistira mengisyaratkan adanya degradasi in- lanjut terhadap kesakralan dunia wayang yang tensitas penokohan tokoh Yudhistira yang da- bersifat hitam-putih. lam dunia pewayangan selalu ditonjolkan keto- Perkataan kunci sebagai dasar pembeda- kohannya setara dengan tokoh-tokoh pandawa han kesakralan dunia perwayangan yang diiden- lainnya. tikkan dengan sejarah dapat dilihat pada kutipan Pelukisan tokoh Aswatama yang diton- berikut. jolkan pengarang tidak sekadar kehadirannya 4. “…Memang, sekali lagi, sejarah mencatatn- dihampir semua bab, juga pelukisan secara dra- ya demikian. Mungkin kali ini sejarah me- matis suasana psikologis tokoh tersebut yang mang benar, tetapi yang jelas, bukan satu-sa- menjadi orang termajinalkan dari pihaknya ka- tunya kebenaran…” (Manyura, hlm.2). lah perang. NUGROHO mencoba menganalisis permasalahan pascaperang melalui pandangan dari pihak yang kalah perang, dalam hal ini di- 1. Sanyasa adalah penyucian diri terhadap wakili Aswatama. dosa dengan bertapa di Sungai Gangga. (PENDIT, 2004:368). 5. Wahai sang waktu, apa sebenarnya yang se-

4 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 1-10 dang kau lakukan saat ini? Mengapa tidak dominan. Asal-usul Aswatama dan keluarganya, pernah kau rasakan kelelahan dalam men- perasaan-perasaan hatinya terhadap wanita yang jalani kehidupan di dunia ini? Kau berjalan diinginkannya, kepribadian, langkah-langkah dan berjalan, mengikuti setiap denyut ke- balas dendam dilukiskan dalam Manyura. hidupan, menyeret dan membawa siapa pun Tokoh-tokoh lain seperti Arjuna dan ke dalam dekapanmu. Tak satu pun yang Bima dalam dunia pewayangan konvensional mampu menolakmu. Tak satu pun mam- yang memiliki peran yang menonjol terdegrada- pu menandingi kekuatanmu. Mungkinkah si intensitas perannya dalam Manyura; dan seba- engkau adalah kehidupan itu sendiri? Jika liknya Sasikirana, anak Gatotkaca justru menun- memang demikian, mengapa bahkan yang jukkan peningkatan intensitas kehadiran dalam telah mati pun masih saja kau seret dan pengisahan. Tampak sekali NUGROHO memun- kau lumatkan? Apakah engkau adalah ke- culkan tokoh ini karena dianggap sisi yang dapat hidupan dan kematian itu sendiri? (Manyu- digarap karena perannya yang kurang menon- ra, hlm.2) jol di dunia pewayangan konvensional. Tokoh Perenungan tokoh Aswatama tersebut tampak- Sasikirana dimunculkan sebagaii tokoh yang ter- nya perenungan yang tidak selazimnya muncul provokasi oleh Aswatama. Demikian pula Yud- pada tokoh yang sama dalam dunia pewayan- histira, tokoh ini sebenarnya selalu ternomor- gan yang secara konvensional identik dengan duakan dibandingkan tokoh pandawa seperti tokoh jahat. Perenungan itu selayaknya mer- Arjuna dan Bima. Justru dalam Manyura, tokoh upakan perenungan yang dilakukan tokoh bijak Bima dan Arjuna ternomorduakan dibanding- yang melihat prilaku manusia yang tidak wajar kan Yudhistira. dan di luar nilai-nilai perikemanusiaan. Hal itu berarti, NUGROHO mencoba melihat dari sudut pandang dari tokoh yang dalam dunia wayang 3. Demoralisasi termarjinalkan. Perhatikan petikan berikut ini. Demoralisasi dalam Manyura terlihat 6. Hatinya pedih menyaksikan kehancuran pada pergereseran perwataan sebagian to- negaranya. Di sinilah dia dibesarkan. Soka- koh-tokohnya. Tokoh-tokoh tersebut di antara- lima, tempat yang sejak kecil dikenalnya itu, nya Yudhistira, Aswatama, Sasikirana, Drupadi, terseret kehancuran bersama matinya Dor- dan Srikandi. Tokoh lain tampaknya tidak terlalu na. Para pengikut setia, bahkan penduduk mengalami perubahan yang terlalu destruktif. di sekitarnya, seakan tak mengenalnya lagi. Di antara tokoh-tokoh itu, terdapat dua Mereka bukan saja mencemooh, namun tokoh yang dianggap sebagai tokoh kunci, yaitu dengan terang-terangan mempermainkan Yudhistira dan Aswatama. Sama halnya dengan ayah yang sangat dicintainya. (Manyura, fenomen suksesi kepemimpinan yang memberi- hlm.3) kan harapan baru rakyat terhadap perbaikan na- NUGROHO tampak sekali memunculkan As- sibnya. Pendemoralisasian melalui penggeseran watama sebagai tokoh yang sakit hati kare- perwatakan tokoh Yudhistira dari tokoh yang na, ditinggal oleh orang-orang yang dulunya santun, jujur, tidak suka berbohong menjadi to- menghormati dirinya dan keluarganya ketika koh yang kasar, otoriter, tidak peka, egois, dan masih berkuasa. Berbekal pelukisan Aswatama seperangkat perwatakan buruk lainnya. sebagai tokoh yang sakit hati dan termajinal- Posisi Yudhistira sebagai tokoh yang kan, dia menciptakan konflik-konflik melalui baru dinobatkan sebagai penguasa di Hastina- tokoh tersebut. Sampai akhir cerita, Aswata- pura pascaperang Bharatayhuda dimanfaatkan ma ditokohkan sebagai tokoh provokator Da- NUGROHO untuk mendemoralisi tokoh terse- lam pengisahan pun pemunculannya demikian but demi senario pengisahan dalam Manyura.

Taufik Nurhadi,Dekonstruksi Kesakralan Dunia Pewayangan... 5 Tindakan kursif yang dilakukan Yudhistira da- dampak itu terasa bagi rakyat kecil. Rakyat yang lam menjalankan pemerintahan pada dasarnya sudah menderita akibat dampak perang, semakin merupakan perwujudan demoralisasi tokoh ber- menderita karena terbebani pajak yang nilainya sangkutan. di luar kemampuannya. Akibatnya terjadi krisis 7. Belum genap satu purnama, Prabu Yudhisti- kepercayaan terhadap pemerintahan Yudhistira. ra telah mengganti hampir seluruh pejabat 9. Wilayah-wilayah kecil yang semula menge- istana hingga ke desa-desa. Pembersihan itu lu-elu dan mengharapkan cahaya dari pen- dilakukan dengan tegas dan telak. (Manyura, guasa baru Hastina, ternyata kecewa. Upeti hlm.10-11) yang ditetapkan Prabu Kalimataya dirasakan Merekonstruksi pejabat pemerintahan yang terlalu berat (Manyura, hlm. 52). dilakukan Yudhistira pada dasarnya untuk men- Selain kebijaksanaan pemerintah tentang gamankan dan memperkuat kedudukannya. pajak, pemerintah Yudhistira juga melakukan Sikap Yudhiatira yang terwujud dalam men- kebijakan menghidupkan roda pemerintahan jalankan kebijakan pemerintahannya tersebut dengan melakukam pembangunan infrastruktur menunjukkan pergeseran perwataan Yudhistira yang hancur akibat perang maupun yang perlu yang dalam dunia pewayangan konvensional se- diadakan. Untuk melaksanakan kebijaksanaan bagai tokoh yang penuh pertimbangan sebelum ini, rakyat direkrut sebagai relawan untuk mem- bertindak. Dalam epos Mahabarata yang disusun perbaikiki sarana jalan dari Hastinapura ke man- NYOMAN S. PENDIT, dia dalam menjalankan pe- canegara, pelabubuhan-pelabuhan dagang, dan merintahannya selalu meminta nasihat dan per- jalur-jalur ke berbagai desa. Perhatikan sikap setujuan Drestarata. (Lih. PENDIT, 2004:371). masyarakat kecil yang terkena dampak kebijakan Demoralisasi tokoh yang dilakukan NUGROHO tersebut. tersebut pada dasarnya sebagai langkah mewu- 10. “Kyai-ne… kalau saya tidak salah tangkap… judkan idenya tentang fenomen rasa takut pen- kok, rasanya, ini saya, Kyai, kok, seperti ker- guasa baru terhadap ancaman kedudukannya. ja paksa?” ucap seorang lelaki tua, namun Rekonsruksi pejabat dalam struktur pemerin- berbadan tegap itu kepada Semar. (Manyura, tahannya yang cenderung berdasarkan keberpi- hlm. 13). hakan mengekspresikan krisis moral pemimpin pascakekerasan. Kebijakan tersebut tidak sekadar tuntutan terh- adap tenaga fisik, juga finansial seperti kutipan Kelaziman pascaperang berdampak kri- berikut. sis ekonomi diikuti kebijakan pemerintah yang tidak populer. Untuk mengangkat ide ini dalam 11. “Betul Kyai-ne, saya Cuma punya kambing, novelnya, NUGROHO mendemoralisasi tokoh lantas apa, demi negara, kambing saya yang Yudhistira sebagai penguasa yang menerapkan bungkring itu juga diserahkan? Lha, kami kebijakan ekonomi yang tidak berbasis kepent- sekeluarga makan apa?” tambah yang lain ingan rakyat. Perhatikan kutipan berikut. lagi (Manyura, hlm.13). 8. Perhitungan pajak dan upeti dibuka. Mereka Kebijakan Yudhistira dalam menjalankan pe- yang tak mampu melaporkan kekayaan neg- merintahan tersebut pada dasarnya sebagai ara dengan benar, atau tak memiliki catatan kritik terhadap pemikiran modernisme. Pe- apa pun, menerima nasib di tiang gantun- merintah melakukan langkah-langkah rasional gan. Rakyat bersorak menyambut ketegasan dengan membangun insfrastruktur agar pere- raja baru mereka (Manyura, hlm. 10-11). konomian berjalan dengan baik. Untuk menca- painya, semua potensi dikerahkan. Namun, kon- Meskipun pada awalnya masyarakat menyambut sep modernisme dalam pelaksanaannya ternyata baik kebijakan ekonomi tersebut, lama kelamaan sering menimbulkan permasalahan baru dan

6 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 1-10 berdampak negatif. Akibat yang terjadi adalah memerintah¬kan agar mereka menyembah penderitaan yang berkepanjangan dialami mas- Hyang Darma, bagaimana mungkin mereka yarakat kecil yang semakin termarjinalkan. mau menerimanya?" Demoralisasi Yudhistira sebagai pemi- "Aku tidak ingin rakyatku berada dalam mpin yang tidak bijaksana juga dimanfaatkan kegelapan, Bima." NUGROHO untuk mengemukakan isu sektarian. "Kegelapan bagi siapa?" Tampaknya dia mengangkat permasalahan ini sebagai dampak kebijakan Yudhistira sebagai "Apa maksudmu?" penguasa yang kurang bijaksana. "Hmmm, nyatanya, kita semua tak tahu apa-apa, 12. "Mereka menumpas kami, hanya karena tentang 'darma'." (Manyura, hlm. 56) kami berbeda," sebuah suara seakan-akan Masalah sektarian inilah pada dasarnya sebagai menyembur karena mendapatkan kesem- pemicu pemberontakan etnis Awangga terh- patan meletup. Semar tersenyum dalam adap penguasa. Mereka memiliki kepercayaan diamnya. Dibiarkannya suara itu meluap-lu- yang berbeda dengan pihak penguasa sehingga ap melepaskan amarah yang selama ini ter- mereka dimarjinalkan, dan ditekan mengikuti pendam karena tak satu pun yang mampu agama kepercayaan penguasa. Perhatikan pula mengeluarkannya. kutipan berikut. Dari penuturannya itulah Semar memahami, 14. “Mereka, orang-orang Awangga itu adalah betapa semuanya kini menjadi kacau balau. kaum penyembah Dewa Kalaludra. Ribuan Mereka, para arwah itu, adalah pemuja Hyang tahun mereka berlindung di bawah naun- Brahma, dewa penguasa api. Penyerang mereka gannya, dan kini, dengan serta merta Kanda adalah para pemuja Hyang Indra. Entah menga- memerintahkan agar mereka menyembah pa, sejak pergantian kekuasaan di Hastinapura, Hyang Darma, bagaimana mungkin mereka kedua paham itu begitu mudahnya berseteru, mau menerima?” (Manyura, hlm. 55) bahkan memuncak ketika upacara yang biasanya Dalam menghadapi pemberontakan bisa dilakukan bersama-sama. bangsa Awangga, Yudhistira mengambil jalan Dari sebuahh kesalahan kecil, bagaikan kekerasan yang bersifat kursif. Dia tidak mem- api yang membakar hutan, dalam sekejap menja- perhitungkan akar permasalahan terjadinya di pergolakan hebat, dan berakhir dengan peng- pemberontakan, dan dia menutup diri tehadap hangusan perbedaan (Manyura, hlm.15). nasehat dan pertimbangan orang lain, tak terke- Fenomen sektarian ternyata bersumber pada cuali Bhima, saudaranya sendiri. sikap Yudhistira dalam memandang kepercayaan 15. “Aku membutuhkan dukunganmu, bukan lain. Untuk mengungkapkan ide ini, NUGRO- cercaanmu. Kau adalah saudaraku. Kau ada- HO mendemoralisasi tokoh Yudhistira sebagai lah orang yang ikut mendudukkanku di sing- pemimpin yang sektarian, yang kurang memiliki gasana Hastina. Mengapa kau menyalahkan toleransi terhadap kepercayaan lain. Hal ini ter- apa yang kulakukan?” (Manyura, hlm. 56) lihat bagaimana Yudhistira kukuh terhadap ke- Untuk memadamkan pemberontaan, dia percayaannya dan kurang bertoleransi terhadap menyuruh panglimanya, Sasikirana untuk kepercayaan lain. Nasehat Bhima tidak diden- menumpas semua orang yang terlibat pem- garkannya seperti kutipan berikut. berontakan, tak terkecuali yang dianggap pro- 13. "Mereka, orang-orang Awangga itu adalah vokatornya. kaum penyembah Dewa Kalaludra. Ribuan 16. “Bawa kemari, hidup atau mati, siapa tahun mereka berlindung di bawah naun- pun yang menggosokkan pemantiknya.” gannya, dan kini, dengan serta-merta Kanda (Manyura, hlm. 55)

Taufik Nurhadi,Dekonstruksi Kesakralan Dunia Pewayangan... 7 Bahkan saudarnya sendiri, Bhima, yang masyarakat, tidak hanya didasarkan pada realita tidak sepaham dengannya dijebloskan ke pen- yang disodorkan oleh orang-orang disekitarnya, jara. Sasikirana pun meskipun banyak jasanya meskipun orang itu adalah kepercayaannya. menumpas pemberontakan, karena keberadaan- 19. “Tetapi keputusan dan kebijaksanaan yang nya dianggap merongrong kewibawaan Yud- kau buat, bukan atas pertimbanganmu. Kau histira, juga dimasukkan dalam penjara. hanya menetapkan. Orang-orang sekeliling- Demoralisasi tokoh Yudhistira sema- mu yang memberimu bahan untuk ditetap- kin lengkap dengan pemberian karakter sebagai kan. Sadarlah dirimu bahwa kini bukan lagi orang yang membanggakan diri. Hal ini disim- Darmakusuma? (Manyura, hlm.162) bolkan dengan pembuatan patung dirinya. Penyadaran tokoh yang difokuskan se- 17. Di samping Duryudana, tampak sebuah pa- bagai akar konflik menjadi solusi pemecahan tung dari gading, dengan pahatan yang leb- anarkisme yang cenderung berakibat pemarjina- ih halus, meskipun belum sempurna benar. lan kelompok-kelompok tertentu. YANUSA NU- Patung yang tampak agak dipaksakan untuk GROHO memberikan pencerahan dalam Manyu- rampung itu adalah patung Prabu Kalima- ra melalui demoralisasi terhadap demoralisasi taya, atau Prabu Yudhistira. (Manyura, hlm. tokohnya seperti tercermin pada kutipan beri- 29) kut ini. Perkataan “…Patung yang dipaksakan untuk 20. Yudistira menitikkan airmata. Sudah sede- rampung….” mengisyaratkan betapa pentingn- mikian lamakah dirinya terkurung dalam ya arti kebanggaan diri yang diekspresikan lewat sangkar emas Istana Hastinapura, sehingga simbol-simbol. penderitaan yang pernah dialaminya sela- Masalah seks semakin melengkapi de- ma 13 tahun itu, seolah hilang dari jiwanya. moralisasi Yudhistira sebagai penguasa, yang Ke manakah hilangnya semua butir mutiara dilukiskan sebabagi sosok yang melakukan sel- kehidupan yang diperolehnya dalam kes- ingkuh. engsaraan masa pembuangan? (Manyura, hlm. 188) 18. Oh, putri Pancala, putri sulung Drupada, mengapa sepasang mata indahmu men- yaksikan suami dan adikmu memadu cin- Penganalogian Manyura ta? Termangu, seakan tak percaya pada apa Upaya pendekonstruksian kesakralan yang dilihatnya, Drupadi limbung, dan tan- epos Mahabarata yang bersifat hitam putih pada pa sengaja tangannya menyenggol bokor dasarnya sebagai bentuk kegelisaan YANUSA kuningan. Suara berdentang itu membuat NUGROHO terhadap krisis kepemimpinan yang sepasang manusia itu terkejut. Srikandi memberikan dampak negatif terhadap ke- segera menutupi tubuhnya dengan kain dan langsungan hidup dan kehidupan bangsa. Kege- menangis. Tudhistira hanya menunduk lesu, lisaannya itu dituangkan melalui karyanya yang sesaat setelah Drupadi menghilang tertelan diberi judul Manyura. arus perasaan yang luar biasa. (Manyura, hlm. 164) Banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa YANUSA NUGROHO terilhami oleh krisis Kehadiran Krisna sebagai sosok yang moral akibat anarkisme yang terjadi pada masa dipedulikan nasehatnya oleh Yudhistira pada Orba. Istilah Kala atau Kawula Lami sebagai dasarnya sebagai babak pencerahan. Esensin- analogi dari Orba atau Orde Lama. ya bahwa seorang pemimpin dalam mengambil kebijakan dalam menjalankan pemerintahan- 21. Dengan mudahnya berbagai tuduhan dilon- nya harus didasarkan pada realitas yang ada di tarkan. Bahasa sandi “kala”, kependekan

8 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 1-10 dari “kawula lami”, atau pengikut setia Pra- yang tidak populer dalam Manyura identik pula bu Suyudana, dengan mudah terlontar dan dengan menaikkan harga BBM dan listrik pada menempel pada siapapun yang dianggap ti- masa orba yang berdapmpak pada semakin mer- dak sejalan dengan paham baru (Manyura, osotnya tingkat ekonomi masyarakat, khususnya hlm.16) masyarakat kecil. Sebenarnya masih banyak isu Teks tersebut membuktikan adanya pemarjina- lain dalam Manyura yang identik dengan terjad- lan terhadap kelompok kalah perang, yang dise- inya anarkisme peralihan Orla ke Orba yang but “kawula lami”. banyak memakan korban manusia dan harta benda. NUGROHO tampaknya terobsesi den- gan anarkisme yang timbul pada masa Soeharto berkuasa. “Kawula lami” tampak identik dengan Diskusi orla atau orde lama pada masa rezim Soeharto Permasalahan yang diangkat oleh YANU- sebagai orang pertama Indonesia. Pemberian is- SA NUGROHO melalui Manyura pada dasarnya tilah orla untuk lawan politik atau yang dianggap bukan sekadar permasalahan penganalogan ha- lawan sebagai upaya pemarjinalan kelompok sil pendekonstruksian dunia pewayangan terh- tersebut, yang membedakan dengan kelompok adap dunia faktual yang menyangkut ketimpa- orba yang superior dan memiliki keberpihakan ngan sosial dan kecarut-marutan perpolitikan terhadap penguasa. Pendekotomian tersebut pada masa pemerintahan Orba, melainkan pada dasarnya sebagai upaya untuk mengamank- permasalahan yang sifatnya manusiawi dan uni- an keddukan rezim berkuasa. versal. Dalam masa pemerintahan Reformasi Krisis moral seorang penguasa juga dija- saat ini pun terjadi permasalahan yang sama. dikan isu menarik dalam Manyura. Kebanggaan Suksesi kepemimpinan yang selalu memberikan terhadap tahta, ketakutan terhadap tergesernya harapan bagi rakyat kecil atas standar kehidupan kedudukan, arogansi, otoriterisme, sektarian- yang sejahtera bermuara kepada rasa tidak puas isme, dan krisis moral lainnya pada Yudhistira dan kecewa karena apa yang diimpikan tidak se- yang ditokohkan sebagai penguasa tampak di- suai dengan yang diharapkan. Akhirnya, rakyat analogkn dengan tokoh rezim masa orba, yakni merasa kehidupannya tidak jauh berbeda den- Soeharto. Kebanggaan terhadap diri yang disim- gan pemerintahan sebelumnya. bolkan dalam bentuk patung Yudhistira pada Subfimisme sejarah, degradasi intensi- dasarnya identik dengan gambar Soeharto pada tas penokohan, dan demoralisasi selalu muncul uang pecahan lima puluh ribuan pada jaman dalam kehidupan dan selalu terulang dari suk- Orba. Isu sektarian dalam Manyura dapat pula sesi kepemimpinan yang satu ke kepemimpinan diidentikkan dengan kasus Pancasila sebagai asas berikutnya, tanpa memberikan perubahan stan- tunggal, yang ternyata berakibat adanya konf- dar kehidupan yang lebih baik dan bahkan cend- lik. Meskipun konflik sebagai akibat sektarian erung lebih buruk. Kewajiban berkorban demi dapat dinetralisasi, korban pun berjatuhan kare- bangsa dan negara adalah milik rakyat kecil. na langkah yang dilakukan dengan agresi, tanpa Namun, keberpihakan hidup sejahtera adalah dipertimbangkan lebih dalam akar permasalah- milik kalangat atas, pengusaha, dan pejabat ko- annya. Penyelesaian masalah ini akan berdambak rup. Rakyat kecil tinggal meratapi nasibnya yang timbulnya permasalahan baru. Langkah-langkah kurang beruntung. Roda pemerintahan berjalan ini tampak muncul sebagai salah satu kebijaksa- melindas rakyat kecil dan meninggalkan mereka naan pemerintah orba dalam menstabilisasikan dengan segala harapan kosong belaka. Kondisi negara. Arogansi terjadi dimana-mana dengan semacam itu tersimbolkan melalui pemerintah- menggunakan istilah populer yang berbau lito- an Yudhistira dalam Manyura. tes, yaitu “diamankan”. Isu kebijakan ekonomi

Taufik Nurhadi,Dekonstruksi Kesakralan Dunia Pewayangan... 9 Pada intinya Manyura mengandung pe- NUGROHO, YANUSA. san kepada pemimpin yang seharusnya jujur 2004. Manyura. : Kompas. terhadap sejarah, tidak terdegradasi intensitas diri menjadi pemimpin yang imoral, dan meng- PENDIT, NYOMAN S. hindari demoralisasi. Ketiga pilar ini ditekankan 2004. Mahabharata. Jakarta: Gramedia dalam Manyura sebagai bekal seorang pemimpin Pustaka Utama. yang memiliki kewenangan menggerakkan roda pemerintahan yang pro-rakyat. RATNA, NYOMAN KUTHA. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Repre sentasi Fiksi dan Fakta. KESIMPULAN Pendekonstruksian dunia pewayangan SALIM, PETER. 2002. The Contemporary English-Indo yang dilakukan YANUSA NUGROHO pada dasarn- nesian Dictionary. Jakarta: Modern ya sebagai upaya pemasukan ide-ide yang beru- English Press. pa anarkisme pascaperang melalui karya kreat- if-imajinatif, yang berupa novel Manyura. Untuk SUSETYA, WAWAN. mencapai tujuan tersebut, NUGROHO melakukan 2007. Bharatayuda. Yogyakarta: demoralisasi tokoh Yudhistira, yang menunjuk- Kreasi Wacana. kan tokoh putih dalam dunia pewayangan kon- vensional. Gugatan terhadap sumisifme sejarah pewayangan yang dilakukan NUGROHO juga se- bagai upaya pembenaran dekonstruksi wayang yang dilakukannya karena selama ini dunia pe- wayangan dipandang sebagai dunia yang penuh kesakralan. Pendegradasian intensits penokohan juga dilakkan untuk kepentingan penurunan in- tensitas tokoh-tokoh yang dominan seperti to- koh Arjuna, Bhima, dan lain-lain dalam dunia pewayangan sehingga seiring dengan itu inten- sitas tokoh kunci seperti Yudhistira menaik. Demoralisasi tokoh inilah yang menjadi sumber permasalahan sehingga ide-ide YANUSA NUGRO- HO dapat terwujud dengan mendekonstruksi pewayangan yang selama ini bersifat hitam-pu- tih.

Daftar Pustaka ANSHARI, HAFI. 1996. Kamus Psikologi. Surabaya: Usaha Nasional.

CHEW, SHIRLEY DAN DAVID RICHARDS [ED.]. 2010. A Concise Companion to Postcolo nial Literature. Southern Gate: Wl ley-Blackwell.

10 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 1-10 2 PHILOSOPHICAL, ETHICAL, AND AESTHETIC: Values in Shadow Puppet Theatre (Wayang) Performance

Soetarno Dwijonagoro

Abstrak Pertunjukan wayang sering dipandang sebagai bahasa simbol kehidupan yang lebih spiritual dar- ipada yang tampak di alam. Konsepsi implisit dalam pawayangan meliputi sikap atau pandangan tentang esensi kehidupan, asal dan tujuan hidup, hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubun- gan antara satu orang dan yang lain, dan hubungan antara manusia dan alam . Sebuah studi tentang nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam pagelaran wayang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai aspek yang berbeda yaitu: Aspek Metafisik, aspek etis, aspek epistemologis, dan misti- sisme. Aspek metafisik mengambil sebagai titik awal keberadaan manusia dan alam sebagai entitas nyata yang dapat ditangkap oleh panca indera. Aspek etika mencoba untuk memahami mengapa kita ha- rus mengikuti prinsip-prinsip moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang ber- tanggung jawab terhadap berbagai prinsip-prinsip moral. Aspek epistemologis, menghadapi banyak pengetahuan yang perlu diuji, dengan harapan bahwa jika kita menemukan kebenaran dari suatu pengetahuan yang akan meningkatkan derajat kepastian dan akhirnya tingkat keyakinan kebenaran. Total pemahaman Spiritual Mistisisme adalah suatu kedekatan dan penuh emosi dalam keberadaan realitas mutlak yang penuh rahasia. Sehingga pertunjukan wayang kulit adalah suatu pertunjukan yang lebih dari sekedar sebuah pertunjukan, melainkan memberi makna bagi kehidupan masyarakat

Kata Kunci : metafisik, etis, epistemologis, spiritual mistisisme.

Background tions. Furthermore, a wayang kulit performance is more than just a show; it gives meaning to The Indonesian community, and espe- people’s lives. cially those communities to which the shadow puppet (wayang) culture belongs, know and Hence, at every performance of wayang understand shadow puppet theatre. To some kulit, people usually discuss the meaning of the wayang proponents and cultural observers, to story and the events contained within the story. understand wayang means to know their own The guidance or advice contained in the story lives. The stories presented in wayang perfor- can lead to a deeper understanding so that the mances are a reflection of their own lives. It is contents of the story can easily be detached not uncommon for them to identify with par- from the form of a wayang performance and ticular wayang figures and to use the characters become a topic for discussion or research. In of these figures as an example for their own ac- other words, wayang figures and the events por-

11 trayed in a wayang performance can be under- and the wayang is the symbol of God. Second, stood symbolically. the visual signs, that is the kinds of signs and Wayang performances are often viewed symbols that are not associated with mystical or as the language of symbols of a life that is more supernatural and metaphysical beliefs. spiritual than physical in nature. Therefore, The wayang community is inspired by to proponents of wayang or members of the the story presented in a wayang performance, wayang community, a wayang performance con- and analogizes it with human character and be- tains conceptions that are used as a guideline for haviour as we strive to reach our material and the attitudes and actions of a particular com- spiritual goals. The understanding of this anal- munity. The conceptions implicit in a wayang ogy is not simply by thought or reason but by performance include attitudes or views about using all the creativity, feelings, and desires (cip- the essence of life, the origin and purpose of ta-rasa-karsa) of a person, depending on his or life, the relationship between man and God, the her level of maturity (Ciptoprawiro, 1986:31). relationship between one man and another, and The experience and total comprehen- the relationship between man and nature. sion needed by man to attain true unity (ngudi For this reason, a wayang performance kasampurnaan) is not explained directly through is a source of values if it conveys an artistic or words but rather is embodied in analogies aesthetical content or message. The values con- through the works of literature that are usually tained in a wayang kulit performance are the es- used as the source of wayang kulit stories. One sential values of human life, in the hope that of the most popular wayang stories is the story these values can be absorbed and put into prac- of Bimasuci or Dewaruci. This story was writ- tice by the audience in their own lives, as mem- ten by a literary scholar from the Surakarta pal- bers of the community and citizens of the state. ace by the name of Yasadipura I, and it tells the A study about the philosophical val- story of Bima’s search for the water of life (tirta ues contained in a wayang performance can be pawitra) under the guidance of Durna. Bima is carried out using various different approaches, ordered to travel to Candramuka mountain but such as: by using a language of symbolism, by when he arrives there, he encounters two ogres, using an analytic-holistic method, by investigat- Rukmuka and Rukmakala. A battle ensues and ing all the ways leading to kasunyatan (truth), Bima fails to find what he is looking for. He re- namely science, philosophy, religion, and art. turns to Durna who orders him to go to the middle of the South Sea. In addition, a study about philosophy can be carried out using a psycho-analytical ap- After entering the sea, Bima is attacked proach, or by carrying out a morphological anal- by a huge dragon. He final meets Dewaruci, the ysis, based on shape or form, according to literal highest god of all. In this place, Bima has a num- imagery, so that it can be associated with a broad ber of different experiences and sees pancama- range of uses in a variety of cultural fields. The ya (five shadows), caturwarna (four colours), study of other symbolic meanings is carried hastawara (eight colours), and pramana, or an out according to the archetype which originates ivory doll. This story describes the process of from the subconscious. The analysis of signs in awakening of the five senses by controlling the a wayang kulit performance can be divided into desires of the flesh to achieve self awareness, two parts: first, the non-visual signs, that is the and finally to attain divine enlightenment. For signs contained in symbolism, one of which is this reason, the story of Bimasuci can be said an allegory or aphorism. to be a philosophical mystical contemplation and the essence of Javanese mysticism, which For example, the wayang screen symbolizes the is portrayed through this story as an explana- world, the lamp is a symbol of the light of life,

12 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 11- 30 tion of mystical wisdom, to achieve the ultimate The understanding of this analogy is goal of manunggaling kawula Gusti (the unity not carried out simply through logical thought of man and God). or reasoning but rather with the entire cipta-ra- The story of Bimasuci by Yasadipura sa-karsa of a person, depending on the level of I is used as the source for a wayang kulit sto- maturity (Ciptoprawiro, 1986: 31). ry, and among puppeteers (dalang) it is known Therefore, the study of Serat Bimasuci as the story of Dewaruci or Sena Meguru, or in a wayang performance, which is known as the Bimasuci. Dalang in Surakarta, however, differ- story of Dewaruci, is an analogy which is highly entiate between the story of Dewaruci and the popular and has penetrated the inner hearts and story of Bimasuci. In their opinion, the story minds of those who are active in the wayang of Dewaruci tells of Bima studying with Dan- community. ghyang Durna and searching for the water of What makes this story so interesting is life as a means of striving to attain a perfect life, that it tells about the search for truth or reality. and ultimately meeting with Dewaruci. This story is in truth only a tool for portraying When they meet, Bima is given advice man’s struggle to attain a perfect life, both phys- about the origin and purpose of human life, ically and spiritually, and describing the journey known as sangkan paraning dumadi. The story of a man who discovers his own character from of Bimasuci, meanwhile, tells the story of Bima within. When Bima enters Dewaruci’s womb, he after he has studied with Durna and managed witnesses all kinds of events and he becomes to gain knowledge about the perfection of life, aware of the true essence of man and his rela- and wishes to put his knowledge into practice tionship with nature, with God, and with other while living in the hermitage of Ngargakelasa human beings. Bima’s endeavour to discover the and adopting the title Begawan Bimasuci. perfection of life contains several philosophical The philosophy of the Indonesian ar- aspects, including metaphysical/ontological as- chipelago is one of the traditional philosophies pects, anthropological aspects, epistemological that has grown and developed in Indonesia. aspects, and ethical/aesthetical aspects. Many of the experiences and the total compre- hension needed to attain a perfect life cannot be expressed through words. This fact has been Metaphysical Aspects recognized throughout history by the mystics The words metaphysical and ontolog- of numerous nations, and this is the reason for ical are sometimes treated as having the same the use of symbolism (Ciptoprawiro, 1986: 30). meaning and sometimes not. Etymologically, the word metaphysics comes from the Greek If western contemplation uses a rational term ta meta ta physika, which means “after or analysis, Javanese contemplation is carried out beyond physical reality”, while the word ontolo- through meditation in the silence of creation, gy comes from the term to on bei on. On is the feeling, and desire (cipta-rasa-karsa). Indonesian neuter form of oon, with the genitive form on- or Javanese philosophy has been manifested in tos, which means “a being as being” (Sutrisno., the art of wayang. Although the stories origi- dkk, 2009:102). nate from India, there are basic differences in form. In India, it is believed that the wayang Christian Wolff divides metaphysics stories really happened, whether in myth, leg- into two branches, namely general metaphysics, end, or history. In Indonesia, however, the Ma- which he calls ontology, and special metaphys- habharata and Ramayana stories are an analogy ics, which includes metaphysical cosmology, of human character and behaviour in striving to metaphysical anthropology, and metaphysical attain both material and spiritual purpose in life. theology. General metaphysics (ontology) at-

Soetarno Dwijonagoro, Philosophical, Ethical, and Aesthetic... 13 tempts to answer problems and provide a gen- ner being appears insignificant in comparison to eral picture about structures that exist or the one’s physical being. Bima comes to realize that true reality of all reality. Metaphysical cosmolo- essentially, his deepest existence is of a divine gy answers questions about the universe, unlike nature. When inside Dewaruci’s womb, Bima is empirical cosmology, which is based more on in truth inside his own being. physics and astronomy. In the beginning, Bima sees the ocean as In essence, metaphysical anthropology a vast expanse of water with no shore in sight. answers questions about the reality of human He has no sense of orientation, and is lost in life, while metaphysical theology answers ques- the desolate ocean where there is no sun, sur- tions related to the concept and understanding rounded only by emptiness. This emptiness of man in his connection with that which is symbolizes the divine being, and Bima comes transcendent (Sutrisno., dkk, 2009:103-104). to realize that he comes from God. Dewaruci A study of metaphysical aspects in this shows Bima a single flame with eight colours: context takes as a starting point the existence pink, purple, green, grey, blue, yellowish red, or- of man and nature as a real entity that can be ange, and greenish white, and explains that the captured by the five senses. The aim is to dis- single flame is the flame of the spirit. cover the origin and destination of all creation, The ray of light with eight colours is or to use the Javanese term sangkan paran (Cip- the light of blood, like a flower and its scent, toprawiro, 1986:22). its shape and colour, its form and flame urub( ). Sangkan paraning dumadi means the be- Flame stands for life (urip), colour (warna) stands ginning and end of the universe. Man’s search for screen (warana), which is really water (banyu). will end with wikan (knowing) and weruh (un- If we turn the words around, they become banyu derstanding), or by understanding sangkan paran. urip or water of life. The eight colours are really Man’s effort to return to his origin, or to God, is a reflection of eight characteristics that can be through both physical and spiritual means. found in the universe and be perceived by the five senses. These eight characteristics that exist The story of Bimasuci describes Bima’s in the universe are known as ‘asthabrata’, which search for the water of life, which really means means eight main precepts: sun, moon, stars, that he has the desire to become reunited with earth, water, sea, wind, and fire. These eight that from which he came, to discover the se- precepts represent the human characteristics cret of “existence,” and to overcome that which of strength, beauty, stability, patience, purity, binds him to the world. In order to attain per- aptitude, prudence, and tranquillity (Adhikara, fection of life, Bima must find the holy water by 1984:40). travelling to the source of the water of life. In this event, Bima has in fact already reached the So the eight colours, or asthabrata, rep- depths of reality by entering into the realm of resent the characteristics of God the Almighty his inner being. that are contained in the world he created. Bima then sees an ivory doll or a golden doll, He discovers that the water of life can- and Dewaruci explains that it is made from a not be found in the physical world but inside substance used in three places (Triloka): a low his own being. In a wayang kulit performance, place, a middle place, and a high place (Janaloka, this scene portrays a small version of Bima Indraloka, and Guruloka). Janaloka is the home (Bima Kecil or Bima Katik), who is referred to of the evil spirits, Indraloka is the home of the as Dewaruci. That Dewaruci resembles Bima knights and kings, and Guruloka is the home is not strange, since Dewaruci is in fact Bima’s of the holy ascetics. The little ivory doll is given own inner self. The small figure of Bima sym- the name pramana, and the body of pramana bolizes the fact that in the beginning, one’s in-

14 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 11-30 ensures that the life of the human body is pre- tation and not be led astray. He gladly follows served. Durna’s orders and travels to Candramuka to As long as the heart continues to beat, find the water of life. After digging andun- and as long as pramana is in the body, then a covering many rocks and stones, two terrifying person remains alive. Pramana does not feel ogres, Rukmuka and Rukmakala, appear and the happiness or sadness felt by human beings. attack Bima. A fight ensues and the two ogres Within a man’s inner being, the essence of di- turn out to be reincarnations of Betara Bayu vine characteristics unite to form a human pow- and Betara Indra. er known as his inner spirit or soul. The battle between Bima and the two This soul gives life to the spirit, through ogres is the symbol of a person who is starting the bearer of life (pramana). It is the soul that to meditate, making mental preparations for a supports all the divine characteristics and gives spiritual journey. Durna orders Bima to contin- life to all God’s creations, remaining faithfully ue his search for the holy water in the forest of united and inseparable from man. The soul is Tibrasara in a cave in the hillside of Candramu- the essence of the human spirit, and an expres- ka, at the foot of Gadamadana mountain. sion of the divine spirit in its entirety. Bima’s The name Tibrasara comes from the journey into his own inner self means that he word tibra, which means sad or troubled, and has attained divine reality. the word sara, which means arrow. Hence, Ti- brasara can be taken to mean an arrow leading to sadness. Ethical Aspects The name Candramuka comes from the Ethics is a branch of philosophy or crit- word candra, which means moon or aphorism, ical and fundamental ideas or thoughts about and muka, which means face or front. Hence, moral principles and views. Ethics and mor- Candramuka means faced with an aphorism. al principles are not on the same level. Moral The name Gadamadana comes from the principles teach us how to live, while ethics tries word gada, which means a bludgeon or weapon to understand why we should follow particular used to destroy something, and madana, which moral principles, or how we should adopt a re- means love or obsession for something. sponsible attitude towards various moral princi- ples (Suseno, 1987:14). The names of the two ogres, Rukmu- ka and Rukmakala, come from the word rukma, Based on this understanding of moral which means gold, and is a symbol of wealth. principles and ethics, there are numerous mor- Muka means to face something and kala means al principles or lessons contained in various as- to ensnare. Hence, Rukmuka and Rukmakala pects of wayang performances, such as janturan mean: greed which can ensnare when faced with (narration), pocapan (speech), ginem (dialogue), wealth. In Adhikara’s words, the battle between suluk (mood songs), and tembang (sung poetry). Bima and the two ogres can be described as fol- In the story of Bimasuci, there is a moral les- lows: son contained in the scene where Durna orders Bima to search for the water of life on Candra- ”Oh Bima, what you face (muka) in this for- muka mountain. est is an aphorism (candra), of greed (raksa- sa), and obsession (madana) for wealth (ruk- This incident describes the attitude of a ma), faced (muka) by a person who finally student who must trust his teacher, even though aims (sara) and is ensnared (kala) by sadness the teacher’s request is not easy to carry out. (tibra). Therefore, he is destroyed by the Bima remains faithful to his teacher, Durna, in weapon of greed (raksasa) inside himself the real world so that he is able to avoid temp-

Soetarno Dwijonagoro, Philosophical, Ethical, and Aesthetic... 15 (Adhikara, 1984: 17-18).” Only white represents human behaviour During his journey into his inner self, which leads to purity, well-being, and true hap- Bima must pass through numerous obstacles, piness. If white can counterbalance the other cleanse himself through concentration, and free three colours, namely black, red, and yellow, himself of evil desires and improper thoughts, then the four colours will disappear and hu- until he reaches his goal, to attain total compre- man behaviour will be coloured by eight colours hension of his own true teacher. When Bima which represent the combination of all man’s enters into the womb of Dewaruci, he sees four behaviour. (Adhikara, 1984:40). colours: black, yellow, red, and white. Dewaruci Hence, it can be said that the four co- explains that black encourages damaging deeds, lours represent human desires, and in the story anger, and greed. of Bimasuci, Bima has managed to control his It begins with the taste of earth, its place desires. The clothes worn by Bima are known as is on the forehead, and it becomes refined like kampuh poleng bang bintulu and also represent a black heaven. If a person becomes trapped the four desires symbolized by the colours red, there, his views will be turned around and he yellow, black, and white. will become a kind of slithering creature. The In Javanese culture, kampuh poleng colour red encourages desire. It begins with the bang bintulu, or the cloth worn by Bima, sym- taste of animals, its place is in the gall bladder, bolizes the gathering of sedherek gangsal ma- and it becomes refined like a red heaven. If a nunggal bayu, which means five brothers with person is trapped there, his views will be turned equal strength and the same values, the five around and he will become a kind of crawling brothers representing the ”character” of every creature. person. The colour yellow encourages aspira- Four of them symbolize the characters tions and calm. It begins with the taste of the known as: lauwamah (black), greed; amarah (red), wind and the sky, its place is in the lymph, and it quick-temperedness; supiah (yellow), kindness becomes refined like a yellow heaven. If a per- and politeness; and mutmainah (white), purity and son is trapped there, his views will be turned honesty. The fifth is mayang, which shows the around and he will become an animal that can right direction to travel. In the philosophy of Ja- fly. The colour white encourages a tendency to vanese mysticism, these five brothers are known forget or carry out misdeeds, and the desire to as sadherek sekawan gangsal pancer, each of be better than others. It begins with the taste of which is assigned a colour: black, red, yellow, water, its place is in the heart, and it becomes re- white, and green (Sastroamijoyo, 1966:53). fined like a white heaven. If a person is trapped The four desires are always present in- there, his views will be turned around and he side people, and good desires always come face will become a fish T( rimurti, 1979:15). to face with bad desires. In order to reach the According to Adhikara, the colours red, right or proper goal, the bad desires (lauwamah, yellow, and black are the colours of human char- amarah, and supiah) must be controlled and acteristics rooted in the world, in which man has overcome by the pure desire, that it mutmainah. not yet learned to use his five senses properly Man’s spiritual journey to reach total to perceive that which God has created. Black unity or integration is founded on the princi- stands for stupidity, darkness, anger, and tends ple of the combination of two aspects, that is to perform bad deeds. Red stands for actions led physical and spiritual aspects, which must work by desire and a lack of wisdom. Yellow stands together in harmony to achieve good behaviour. for human actions which lead to destruction This can only happen if a person can live in and obstruct the preservation of happiness. death and die in life. ”Live in death” means that

16 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1,(Juni 2014): 11-30 while a person is alive, he must repress or kill all man’s spirit is supported by his soul. A perfect desires of the flesh, while to ”die in life” means human being is one who is aware of his origins, that although a person has killed all desires of who knows himself, and who makes God real the flesh, he must continue to live in the world. within himself. The characteristics of God that Bima has found what he has been looking for are found in His creations can only be attained and has gained perfect spiritual enlightenment by a man who has reached a state of perfection. so that his heart is pure and bright, as though he has received divine revelation from God. Bima has become totally one with God (manunggal), Epistemological Aspects dead in life, and alive in death (mati sakjroning According to Randall and Buchler in urip lan urip sakjroning mati). Sutrisno, epistemology is the branch of phi- This sense of unity that Bima has losophy which focuses on the main problem of achieved is a mystical experience, not an expe- the meaning and purpose of human experienc- rience based on observation through the five es that are more than just knowledge (Sutrisno, senses but rather an awakening of his sensibili- 2009:49). ty. The story of Bimasuci is anthropocentric in Meanwhile, Titus, also in Sutrisno, nature, that is man is the object and centre of states that epistemology is the branch of phi- attention. Man is a creature with both body and losophy concerned with the sources, nature, and spirit. To have a spirit means to have a soul, and validity of knowledge. Veuger defines episte- man’s soul is a creature that can think (homo mology as a study of philosophy which consid- sapiens), meaning he possesses an awareness ers, explains, and justifies knowledge in general. to reason, feel, create, and desire. Man always Halmyn, on the other hand, states that episte- questions, always searches, and always wishes mology is the branch of philosophy concerned to know himself, and at some point in time he with the truth and range of basic knowledge wishes to be joined to his Maker. (SUTRISNO, 2009:49) Spiritual awareness is a reality that is re- Based on the thoughts and ideas of vealed in speculation of the macrocosm (jagad these philosophers, truth is the goal of every- gedhe) and microcosm (jagad cilik).in Javanese thing we know. The value of truth depends on mysticism, the macrocosm means the real world, the accuracy of our perception of an object so while the microcosm means the human body. that vitality and truth are not measured by ob- If a person can find inner balance by jective norms. In wayang stories, we encounter a controlling physical aspects, he will become a lot of knowledge whose truth needs to be test- knight who is also a spiritual teacher (ksatria ed, in the hope that if we find the truth of this pinandhita), and by obtaining a deep under- knowledge, it will increase the degree of cer- standing of his own spirit, he will become one tainty and ultimately the level of conviction. with God. God here is understood as a tran- For example, knowledge may be passed scendent and imminent being. An entity whose on through the senses, through the mind, form cannot be described, without colour, with- through intuition, or through divine revelation. out shape, without offspring, neither male nor In Indonesian philosophy there is also a similar female, and intangible. It can be said that God way for acquiring knowledge, through the stag- is an unknown being (datan kena kinaya ngapa), es of creating, feeling, desiring (cipta-rasa-kar- God is an empty space (awang-uwung). The sa), with the following levels: awareness of the soul is the essence of a living substance and can senses or ego consciousness; silent awareness, be interpreted as the essence of God’s own na- united in creation, feeling, and desire; personal ture that is supported by the human spirit, while awareness or self consciousness; and awareness

Soetarno Dwijonagoro, Philosophical, Ethical, and Aesthetic... 17 of the divine (Ciptoprawiro, 1986:24). termination supported by eminent conduct to In the story of Bimasuci, Bima succeeds achieve a state of unity with the Maker. in finding the holy water of life. This event de- This principle is a moral obligation and scribes the process of gaining knowledge by the main goal of practising Javanese mysticism using human abilities in the form of creation or spiritualism. In Javanese spiritualism, in order feeling and desire, through different levels of to obtain a mystic experience, a person must first awareness: awareness of the senses, silent aware- pass through a number of stages, namely saren- ness, personal awareness, and divine awareness. gat (the prescriptions of Islamic law), tarekat Bima has heard and understood all of Dewaru- (the path for mystics to follow), hakikat (truth ci’s advice, he knows about the origins of his or reality), and makrifat (the highest knowledge existence, and is aware of the union between in which a person can see God). During Bima’s man and God. By becoming united with God, journey to reach a union with God, he must Bima gains knowledge from Dewaruci (The also pass through the same stages as in Javanese Real Teacher), unconditional knowledge about mysticism. the origin of human life. When Bima meets his True Teacher, he The preparations and mental training witnesses various events, and here he sees the that Bima has undergone are with the aim of essence of man in his relationship with God. showing his “feelings,” so that reality is captured He sees five shadows, a picture of the universe by his feelings and disclosed within his spirit. as it is perceived by the five senses and record- In these feelings, his ego has become one with ed in a person’s inner mind as a life experience. God. In this condition, there has occurred a These five shadows symbolize the five senses. union between God and all that has been creat- Next, Bima sees four colours: red, yellow, black, ed by man and God. At this stage in the story, and white, which symbolize human desires. In Bima is described as entering into the body of the next instance, he sees eight colours, which Dewaruci (to become one). Then, Bima is given are a reflection of the eight characters found in advice by Dewaruci. He is told about the knowl- the universe. edge of letting go, that is letting go of the body These eight colours represent the mi- and soul. There is also an explanation about the crocosm and macrocosm, and in Javanese cul- guidelines by which a person should live if he or ture are known as hastha brata. Bima’s journey she wants to learn better behaviour and become to reach these eight colours in the story of united with God, namely to die in life and to live Bimasuci constitutes a cosmic understanding. in death. If a person can control or kill all his Bima and Dewaruci symbolize the “ego” and desires, he will become one with God (manung- the essential power of the divine being, while galing kawula Gusti) in a mystical union. In this the eight colours symbolize the power of the story, Bima has reached a level of makrifat (the universe which is the numinous essence of the highest knowledge in which he can see God), human ego. The hastha brata contained in the and has achieved perfection of life and gained story of Bimasuci, and also in the story Wahyu the knowledge about the origin and purpose of Makutharama essentially present a lesson in life (sangkan paraning dumadi). leadership for both those in power and society After returning to the world, Bima re- in general. alizes that he is still on earth where man lives, During the New Order government, but he has discovered himself, has learned about hastha brata was a doctrine used in the man- perfection, and will carry out his obligations in agement of government institutions and also the world, that is to guard and keep safe the a directive for motivating the community. The world. Bima’s actions are based on a strong de- doctrine hastha brata is explained in more detail

18 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 11-30 below: all that it touches. A leader must have the 1. Hambeging Surya (the character of the courage to enforce justice and truth without sun). The sun gives out heat and light and is discrimination, and solve all problems that the source of life that enables all living crea- occur. tures to live and grow. A leader must have 8. Hambeging Bantala (the character of the the ability to stimulate the growth and de- earth). The earth is strong and generous. velopment of his people, continually giving This means that a leader must be humble, life and courage to them all. be able to put himself in another’s place, 2. Hambeging Candra (the character of the be honest, expect no reward for his actions, moon). The moon provides light in the and give rewards to others who do good. darkness of the night. This means that a Wayang kulit performances often con- leader must be able to give comfort and pro- tain local wisdom about lessons of leadership, vide spirit and hope for his people in times taken from various literary sources such as: Wu- of joy and sorrow, and provide light in the langreh, Wedatama, Tripama, and so on. One darkness. of the lessons about leadership is contained in 3. Hambeging Kartika (the character of the the work Serat Wulangreh by Paku Buwana IV stars). The stars radiate beautiful bright and reads as follows: light, and from their place in the sky can act 1. “Aja nedya katempelan,ing wewatek kang as a compass. A leader must set an example tan pantes ing budi. Watek rusuh nora urus, for his people by doing good, so that he be- tunggal lawan manungsa, dipun sami karya comes a point of orientation and a guide for labuhan kanga patut, darapon dadi tinuta them all to follow. ing wuri-wuri”. 4. Hambeging Hima (the character of the 2. “Aja lonyo lemer genjah, angrong pasanakan clouds). Thick cloud produces rain. This nyumur gumuling, ambuntut arit puniku, means that a leader must have authority and watekan tan raharja, pan wong lonyo nora his actions must provide prosperity for his kena dipun etut, monyar-manyir tan ante- people. pan dene lemeran puniki”. 5. Hambeging Samirana (the character of the 3. “Para penginan tegesnya, genjah iku cece- wind). Wind can travel anywhere without gan barang kardi, angrong pasanakan liripin, distinguishing between one place and an- remen salah miruda, mring rabine sadulur other, filling empty spaces. This means that miwah ing batur, miwah sanak myang pas- a leader should be close to his people and anakan, sok senenga den ramuhi”. his policies should be favourable for all his 4. “Nyumur gumuling tegesnya, ambelawah people so that his leadership can be appreci- datan duwe wewadi nora kena rubung-ru- ated by all levels of society. bung, wewadine kang wutah, buntut arit 6. Hambeging Samodra (the character of wa- punika precekanipun abener ing pangrepe ter or the sea). The sea is a vast expanse of nanging garathel ing wuri”. water with unimaginable power. A leader The lesson about leadership contained must have a strong vision, be honest, be in the words of Pangkur essentially states that able to accept criticism, be fair, and be able there are six things a leader must avoid: aja lonyo, to offer solutions to difficulties encountered aja lemeran, aja genjah, aja angrong pasanakan, aja by his people. nyumur gumuling and ambuntut arit. Aja lonyo means 7. Hambeging Dahana (the character of fire). that a leader should not be hesitant when mak- Fire has the power to burn and destroy ing a decision; aja lemeran means that a leader

Soetarno Dwijonagoro, Philosophical, Ethical, and Aesthetic... 19 should not easily succumb to all his desires as it Serat Narapati Tama, written by Paku Alam will lead to extravagance; aja genjah means that I, which states that a good leader is one who a leader must work hard and be responsible for has the following qualities: wikan-wasitha, wicak- all his actions; aja angrong pasanakan means that sanengnaya, mengku ning uga ngayomi, wening nguri a leader must not disturb another man’s wife or budaya, wenang ngluberi, and waskitha prana. have an extra-marital affair; aja nyumur gumuling This means that a good leader is one means that a leader must be able to keep a se- who has the following qualities: (1) wikan, or the cret; and ambuntut arit means that a leader must skill to master government concepts and doc- have noble qualities. trines about politics and security; (2) wicaksaneng- Another example of local wisdom that naya, which means the ability to develop and ap- is also often presented in wayang kulit per- ply his sense of authority to all corners of the formances in scenes containing a priest and a world; (3) mengku ning uga ngayomi, which means knight is known as Panca Pratama (the five best the ability to master all the ins and outs of his qualities that a leader should have): mulat, amila- duties as a leader while at the same time protect- la, amiluta, miladarma and parimarma. Panca Prat- ing his people; (4) wening nguri budaya, wenang nglu- ama is taken from the literary work Serat Wi- beri, which means the ability to support and de- taradya which was written by Ranggawarsita, velop his culture and to delegate his power and a literary scholar who resided in the Surakarta share his wealth, and also the ability to choose from the reign of Paku Buwana VII to and decide what is important, while maintaining Paku Buwana IX. peace and spiritual stability and trying to make The meaning of Panca Pratama is: (1) the world a more beautiful place (berbudi bawa mulat (to be cautious or careful), which means leksana, anbeg darma, memayu hayuning bawana). In that a leader must understand the capabilities of addition a leader must also be able to protect his subjects and be cautious of both those who and shelter his people and to increase their dig- are good and those who are evil; (2) amilala (to nity and standard of living (ngrungkebi kumrem- look after or to pamper), which means that a byahing ngagesang); and (5) waskitha prana, which leader must be able to give appreciation to those means the ability to look far into the future and who do good deeds or those with accomplish- to have knowledge and wisdom. ments; (3) amiluta (to persuade or coax), which In the Gara-gara scene of a wayang means that a leader must be able to approach performance, which presents the characters of his subjects with words of comfort, and pro- Semar, Gareng, Petruk, and Bagong, there are voke a sense of respect and love for their leader also often lessons about leadership which are and their country; (4) miladarma (to wish for wis- presented in a comic fashion or through sung dom), which means that a leader must be able to poetry (tembang macapat). For example, Petruk give enlightenment and teach his people how to may sing tembang Sinom from Serat Wedhata- attain spiritual fulfilment, and also honour his ma by Sri Mangkunegara IV (1853-1881), which people; (5) parimarma (to have pity or compas- reads as follows: sion), which means that a leader must have a “ Bonggan kang tan mrelokena, strong sense of humanity and the ability to for- give. mungguh ugering ngaurip, Another lesson about leadership which uripe lan tri prakara, is often presented in certain scenes of a wayang wirya, arta, tri winasis, kulit performance is about the concept of Olah kalamun kongsi sepi, Praja (public management) and Tata Praja (pub- lic administration), as quoted from the work saka wilangan tetelu,

20 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 11-30 telas-telasing janma, always give priority to humanitarianism and a aji godhong jati aking, sense of family. Wayang scenes which present holy men such as Abiyasa who is confronted by temah papa papariman ngulandara ”. Abimanyu also contain advice in the form of (If a person does not pay attention to the euphemisms, such as: leladi sasaming dumadi, me- basic needs of life, mayu hayuning sesami, leladi sesamining umat, mama- yu hayuning jagad, ngawula dhateng kawulaning Gusti, that is three basic needs, work (status), mamayu hayuning urip, which means that a leader money, and intelligence, must have a noble character and always carry if a person does not have these three out his duties as a public servant, by serving his things, people and not by being served, always try to he will lose his status as a human being, make the world more beautiful, and always re- main reverent in his actions. a dried teak leaf will have more worth than such a person). Other lessons about leadership that are contained or implied in wayang performances One of the characters who often pres- include lessons on moral behaviour, which state ents local wisdom in a wayang kulit performance that a leader must be loving and caring, have a is Semar. For example, he may say that a leader deep sense of humanitarianism, be just, be able must stand in front to give an example and give to accept constructive criticism, and always be motivation, and stand behind to give moral sup- able to adapt to different situations and condi- port and material support (ing ngarsa sung tuladha, tions (asih mring sesami, adil paramarta, sabar, mo- ing madya mangun karsa, tut wuri handayani). This momg, momor , momot). lesson comes from the cultural expert, R.M.Sas- The following expression has become rakartana, and one of Indonesia’s educational leaders, Ki Hajar Dewantara. the basic principle for leadership in the head- quarters of the Indonesian National Army : Another lesson is Tri Dharma: melu han- “Taqwa, ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun darbeni, melu hangrungkebi, mulat sarira angrasa wani karsa, tut wuri handayani, waspada purba wisesa, am- (to own, to preserve, and to always carry out beg para marta, prasaja, satya, gemi nastiti, blaka,dan self-correction through introspection), which is legawa”, which means “Be reverent, give an ex- a value of nationalism that a leader must pos- ample from the front, give encouragement from sess. The Tri Dharma doctrine, which is a form the middle, and protect from behind, always act of advice, motivation, and also a message, is carefully, be wise, honest, loyal, not extravagant, taken from a work by Mangkunegara I or RM. down to earth, and kind-hearted. Said who ruled in the Mangkuegaran Palace from 1757-1795 AD. The leadership values that are contained in hastha brata and panca pratama, and written Other Javanese expressions conveyed in ancient literary works, are still relevant to- in the world of wayang performances include: day. If we compare the local wisdom of Indo- nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake, digdaya nesia with western management systems, they tanpa aji, sugih tanpa bandha ; nglurug tanpa bala, are essentially the same in that they promote tanpa gaman, ambedhah tanpa perang, tanpa ped- truth and wisdom. In the west, truth is sought hang, menang tanpa mejahi, tanpa nyakiti, menang through logic and reason, while in the east, or in tanpa ngrusak ayu, tan ngrusak adil, yen unggul su- Indonesia, it is sought through contemplation jud bekti marang sesami. Broadly speaking, these or meditation. expressions mean that a leader must be skilled at diplomacy, able to conquer his political en- Therefore, a wayang performance emies in such a way that they are unaware, and should not only be viewed by its visual aspects

Soetarno Dwijonagoro, Philosophical, Ethical, and Aesthetic... 21 but also by the religious and cultural aspects con- Arabic word which means inside, essence, inter- tained therein, which can be used to solve many nal, in the heart, hidden, and mysterious. The of life’s problems. Advances in technology and practice of kebatinan is an attempt to commu- information have influenced people’s lives and nicate with the origins of reality, and as a branch dragged them in the direction of pragmatism, of knowledge, kebatinan studies the place of materialism, hedonism, and meaninglessness. human beings in the world and in the cosmos, For this reason, it is hoped that art or wayang based on the belief of a true union between all performances can help to balance people’s lives that exists (Mulder, 1983:22). A person who against economic advances, which in turn will practices kebatinan must follow a lonely and improve the quality of people’s lives. It is hoped dangerous path which will lead him or her to that by understanding and appreciating the val- the discovery and comprehension of the high- ues contained in wayang performances, people est form of reality. According to Djojodiguno, will develop attitudes of respect, tolerance, har- kebatinan can be divided into four categories, as mony, peace, and courtesy in a multicultural so- follows: ciety. 1. Those who place importance on ethics and morality, and in their day to day ; Mysticism in the Story 2. Lives always avoid bad or evil words and Bimasuci deeds, have complete trust in God, accept- ing and acquiescing to all that He has given them and putting it to the best possible use; Mysticism 3. Those who place importance on metaphysi- The term mysticism comes from the cal aspects, based on philosophical thoughts Greek word “muo” which means to cover the and beliefs about the universe and them- face or shut the mouth, to conceal. Hence, mys- selves; tical means something that is hidden or con- tains a secret (Surahardjo, 1983:1). The word 4. Those who place importance on occultism mystical has been around since pre-Christian or use special powers either on themselves times, such as in the mystery of religion where or on their surroundings, such as to cure dis- mysticism was a secret ritual. Since the birth of ease, to predict the future, and to help oth- Christ, the term mystic has been used to inter- ers. On the contrary, people who use these pret allegorical meanings in deep, abstract, com- special powers to do evil, such as by medi- plex and theologically problematic Christian tating, casting magic spells, making people teachings through mystical interpretations. sick or by mediumship, are also included in this category; In subsequent developments, the term mystical more often refers to spiritual reality, 5. Those who place importance on creating a that is total spiritual comprehension which is union with their place of origin, or who at- intimate and full of emotion in the existence of tempt to be reunited with God. These peo- absolute reality which is full of secrets (mysti- ple are called mystics (unio mystica = mysti- cal union). In the west, during the era that came cal union). When hearing that someone has next, the term mystical took on a number of died, a Moslem will say “Inna Lilahi wa inna different connotations, depending on who was Illaihi roji’un” (from God we come and to responsible for defining the term S( urahardjo, Him we return). Mystics or followers of Su- 1983: 1-2). fism try to unite with their God while they are still alive so that they have prior expe- Javanese mysticism is generally know as rience before they die (Trimurti, 1979:12). kebatinan. The word kebatinan comes from an

22 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 11-30 Kebatinan may also be defined as a spir- behind the worldly and seeks that which is itual path, which in its development has come to more spiritual or mystical. The essence of include two types, outlined as follows: the behaviour in the first stage must be bet- 1. Human behaviour which aims to discov- ter understood and improved. Noble and sa- er the origin of life, perfection, truth, or cred efforts are made and the basic spiritual God. This behaviour is universal and has and physical preparations are carried out in developed in all religions, and is known as anticipation of meeting God. mysticism and the esoteric path. Hinduism 3. Hakekat: has yoga, Buddhism has samad (blessings This is the stage for facing the truth, the bestowed by magical powers), Taoism has stage for developing to the full one’s aware- meditation, Judaism has kabbalah, Christi- ness of the essence of prayer and of how anity has mysticism, Islam has mysticism or to serve God, gaining a deep understanding Sufism, and Indonesia has a special form of that the only way for anything to exist is to mysticism known as suluk. become a servant of God, to become a part 2. Human behaviour which attempts to make of all that depends on the whole cosmos. a connection with spirits or supernatural Regular prayers begin to lose importance beings, which is usually known as super- because the entire life and actions of a per- naturalism or spiritualism. This also often son are a single continuous prayer devoted includes kanuragan, the development of to God. Differences between one religion supernatural powers which are potentially and another are no longer significant and found inside every person. These powers behaviour becomes instantaneous. are now also referred to as paranormal pow- 4. Makrifat: ers (Abdullah 1988:72). This is the final and highest stage in which The goal of Javanese mysticism is to man becomes one with God (jumbuhing achieve unity between man and God. Through kawula lan gusti). In this stage, a person’s this true unity, man gains knowledge (kawruh) spirit becomes integrated with the spirit of of his origins (sangkan) and the goals (paran) of the universe and all of a persons actions are all that has been created (dumadi). devoted to God. A person’s life is one con- This mystical journey passes through tinuous prayer, whether he is working, med- four stages, beginning from the outside and itating, sleeping, or eating. At this stage, a travelling inward, as follows: person will shine, like the light of the full 1. Sarengat: moon lighting up the earth, and through his presence, others will gain inspiration to This is the lowest stage of mysticism, re- become God’s representatives in this world specting and living according to one’s reli- (Mulder, 1983 : 25). gion; controlling one’s desires, learning how to treat others and how to treat all that can In Wirit Hidayat Jati, which teach- be found in this world; carrying out one’s es knowledge of makrifat (the highest level of obligations seriously, respecting and hon- knowledge in which a person can see and be- ouring one’s parents, teachers, and the king, come one with God) for a perfect life, it states in the awareness that by honouring them we that Islamic teachings have four levels: syariat, are honouring God. tariqat, haqiqat, and makrifat, to distinguish the level of a person’s spiritual and physical devout- 2. Tarekat : ness. A person’s devoutness, or spiritual journey, This is the stage in which a person leaves which in the history of the Islamic culture is known as Tasawuf or Sufism, is known in Indo-

Soetarno Dwijonagoro, Philosophical, Ethical, and Aesthetic... 23 nesia as Ilmu Suluk. 4. Meditation to free oneself of all worldly de- The four levels stated above are under- sires (Mangkunegara VII, 1957:13-18). stood and experienced through physical devo- The first stage can be carried out tion (lakuning badan), devotion of the heart or through contemplation and meditation to mind (lakuning ati), spiritual devotion (lakuning achieve worldly or magical goals that can even nyawa), and devotion of the senses (lakuning lead to the destruction of others, with the aim rasa), through four stages or levels: main-meneng, of seeking profit or reward. This kind of mysti- tahid ening, makrifat-awas, and Islamic awareness. cism is generally regarded as a sin as it disturbs The ultimate goal of devotion is to reach the structure of the cosmos. It is often referred God, or to understand the beginning and end of to as black magic and is likely to lead to bad life (waskita ing sampurnaning sangkan paran). The consequences for the person responsible. journey towards God is undertaken by applying The second kind of meditation is to the knowledge of makrifat, by understanding achieve positive goals, despite being encouraged the essence of the divine being, learning how by a desire for profit or reward. There are dif- to reach the final destination through moral be- ferent opinions about whether or not this type haviour and meditation (Ciptoprawiro, 1986: of meditation should be allowed. In the past, 73-74). this kind of white magic was used by kings and In the Moslem religion, tasawuf is the political leaders for the purpose of making the study of matters pertaining to the divinity and world better, in which case it is still permitted. its connection with a human desire that is en- The third and fourth kinds of meditation are couraged by a love of God and always strives used for the right kinds of spiritual or mystical to become closer to Him by searching for a di- purposes and are related to the stages of hakekat rect connection and following a holy path. This and makrifat consecutively. That is, meditation knowledge is known as Ilmu at-tasawuf. Human encouraged by a desire to “hear the aura of life is compared to a journey, and the search the divine being” or a “quiet voice” that aims for God is described as a person on a journey to gain a divine revelation from the highest be- (known as salik). The goal of salik is to gain per- ing and requires continual self-cleansing of the fect knowledge so that man’s soul can be reunit- mind and the body through moral conduct and ed with its origins in God. This journey must attitudes. The successful practice of this kind of pass through four stages of life: syariat, tariqat, meditation is considered beneficial for society haqiqat and ma`rifat (1971 : 9). and has the power to destroy evil powers and egoism while at the same time spreading justice According to Mangkunagara VII in his and prosperity (Mulder, 1983: 25-26). book entitled On the Wayang kulit (purwa) and its Symbolic and Mystical Elements, translated Kebatinan is essentially a “school” for individuals to learn how to undertake a mystical by Claire Holt, the role of the mystical pro- cesses can be described as four kinds of medita- journey. In all its different variations, kebatinan tion, as follows: is a spiritual human culture which helps to calm the spirit and senses. In order to achieve this 1. Meditation to reach temporary goals of a sense of calm, a person must surrender him or destructive nature through black magic or herself. In the instance of surrender, a person’s witchcraft; inner self will intuitively experience the pres- 2. Meditation to gain great power or strength ence of God. This mystical union is essentially in order to achieve positive goals; free to flow in any direction, and it is initiated by “another party”. What a person is seeking 3. Meditation to discover the secret of Exis- depends on his preparations and process of tence;

24 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 11-30 self-cleansing. rect connection and following a holy path. The practice of kebatinan is the mani- Kebatinan is essentially a human culture festation of the views of Javanese mysticism which helps to calm the spirit and senses and in which the structural coordination of events can be achieved through a mystical method, that or truth becomes the “cause” of those events. is by surrendering oneself, and in the instance Man must play the role of a specified creature of surrender, a person’s inner self will intuitively but in a deeper analysis, he must be present as experience the presence of God. the holder of the key to his own freedom. The practice of mysticism uses a style of reasoning which emphasizes the use of “feeling” to dis- The Story of Bimasuci as cover direct knowledge, in which events and an Expression of Javanese experiences are explained through principles of Mysticism harmony and coordination in the unity of life. During the 18th and 19th centuries, This unity is described as a hierarchy of literary scholars in the Surakarta palace wrote all physical and spiritual aspects, in which the many literary works which contain, either im- physical aspects are connected with material ob- plicit or stated directly, teachings about Javanese jects, while spiritual aspects are connected with mysticism, one of which is the work of Javanese intuition and calm. The aim of kebatinan is to sung poetry by Yasadipura I entitled Bimasuci. develop these spiritual aspects (Mulder, 1983: 38). The story of Bimasuci describes the journey of man to discover his own self at the Based on the above explanation, we can beginning of his mystical journey. This mysti- conclude that mysticism is the teaching of hid- cal journey is the personal endeavour of Bima den secrets that are present in all religions and (who represents man) to uncover the secret of involves a spiritual journey to discover God the “Existence” and to discover the true essence of Almighty. In other words, it is knowledge which life. teaches a person how to become united with God. Javanese mysticism is also called kebati- Before discussing the expression of nan. mysticism in the story of Bimasuci, first I will quote a number of opinions about the values The practice of Javanese kebatinan is contained in this work and also the goal of the also called kebatinan. The practice of Javanese writer (Yasadipura I) in writing the work Serat kebatinan is a personal effort to attain unity with Bimasuci. The goal of the writer was to share God. In order to gain a complete understanding his knowledge about philosophy and religion, as of mysticism and achieve a union with God, a is reflected in the first verse of his work, as fol- person must pass through four stages: sarengat, lows: tarekat, hakikat and makrifat. “Nihan ndoning ulun manurat Sri Tasawuf or sufism is a term which in Indonesian mysticism is known as suluk. In Mring mamrih mamardawa order to distinguish between levels of physi- Tyas wigena panjutane cal and spiritual devoutness in the Islamic reli- Juwet silarjeng tuwuh gion, there are also four levels, known as syariat, tariqat, haqiqat and makrifat. In Islam, tasawuf Wahananing kahanan jati is the study of matters pertaining to the divinity Sujana para marta, witaning tumuwuh and its connection with a human desire that is encouraged by a love of God and always strives Minangun ingkang sasmita ginupita ing kawi reh to become closer to Him by searching for a di- Bimasuci

Soetarno Dwijonagoro, Philosophical, Ethical, and Aesthetic... 25 Winangun lawan jarwa” Based on the opinions of Mangkuneg- My aim is to emulate the noble men ara, Purbatjaraka, Zoetmulder, and Soebar- who usually give beneficial advice, encouraged di, the story of Bimasuci or Dewaruci symbol- by a great desire to give information about the izes man’s union with God through the water journey towards a perfect life which leads to the of life. The journey to find the water of life is conclusion of true life, where such informa- through moral conduct, isolating oneself from tion is possessed by literary scholars with high the world, and meditation. In the meditative aspirations. The purpose of this life journey is state, man gains profound knowledge and un- to leave behind the ordinary life. I present my derstanding which enables him to become one information in the form of a story filled with with God. symbolism (an omen), in a Javanese poem by This true unity is expressed in several of the name of Bimasuci (Abdullah, 1971: 9). the verses of Bimasuci. The essence of Javanese The essence of this story as presented mysticism is found in some of the words of the in a wayang scene is the mystical journey of a sung poetry, as follows: man who wishes to be guided to reach a true “Sirna patang prakara na malih, urip siji wewo- understanding of the meaning of life’s origins, lu kang warna, sang Wrekudara ature; punapa and must meditate in order to do so. Meditation namanipun urup 5iji wolu kang warni, pundi in- (semedi) in institutional language is known as pa- gkang sanyata, rupa kang satuhu, wonten kadi trap. In the story of Bimasuci, this noble goal is retna, wonten kadi maya maya angeboti wonten portrayed by the character of Bima in his search abramarkata. Marbudyengrat Dewaruci angling, for the water of life (Mangkunegara VII, 1933 `iya iki kajatening tunggal, saliring tegese ‘iya na : 89-95). ing sireku, towin iya isining bumi, ginambar ang- ganira lawan jagad agung, jagad cilik tan prabe- According to Poerbatjaraka, the story of Dewaruci is still believed to contain a les- da, purna ana lor kidul kulon puniki wetan ing son about the knowledge of perfection or lib- dhuwur ngandap. Miwah abang ireng kuning eration, and Javanese people consider it to be a putih, iya panguripe ing bawana jagad cilik jagad book about the knowledge of perfection. This gedhe; pan padha isinipun tinimbangaken ing sira iki, yen ilang warnaning kang jagad kabeh iku clearly means mysticism (Poerbatjaraka, 1940 : saliring reka tan ana, kinimpulaken aneng rupa 3-6). Soebardi in his book entitled The Book of Cabolek states that the mystical content in the kang sawiji tan kakung tan wanadya. Kadya story of Dewaruci has a higher and more ethi- tawon gumana puniki kang asawang putran-pu- cal meaning and has the effect of improving the tran denta, lan payo dulunen kowe. Wrekudara spiritual lives of Javanese people. The character andulu ingkang kadya peputran gadhing, caya of Bima portrays a mystic with a high level of muncar kumilat, tumeja nggengguwung, punapa skill. After meditating and living as an ascetic, inggih punapa, warnaning Dzat kang pinrih di- he finally reaches the ultimate goal of man, the pun ulati kang sajatining rupa. “water of life” (Soebardi, 1975 : 45-50). Anuri aris Dewaruci iku dudu ingkang sira sedya kang mumpuni ambek kabeh, tan kena p. Zoetmulder, in the magazine Djawa, states that in his search for the water of life, the sira dulu tanpa rupa datanpa kalimeku kang popular figure of Werkudara (another name ginambar, wus kaasta sanalika aywa lali, ulun for Bima) gains guidance and true knowledge, tuhu ambekna. which is not rooted in the lives of the Javanese Warni tan gatra tan satmata, iya tanpa dunung people. Indeed, spiritual life is the foundation mung durnunung mring kang awas, mung sasmi- which forms the essence of Javanese culture ta aneng ing jagad ngebeki, dinumuk datan ana. (Abdullah, 1986:11). Dene iku kang sira tingali kang asawang pepu-

26 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 11-30 tran, mutyara, ingkang kumilat cahyane, angka- like a pearl doll, glowing and burning ra-angkara murub, pan pramana arane ‘nenggih, bright, is called Pramana. The life of Pra- uripe ‘kang sarira Pramana puniku, tunggal ane mana becomes one within but feels no joy `ng ing sarira, nagging datan milu sungkawa pri- or sorrow, its place is in the body. hatin, enggone’ane ‘ng raga It neither eats nor drinks, feels no cause for Datan milu mangan turu nenggih, iya nora milu trouble if it loses its place and man meets lara lapa, ye`n iku pisah enggone; raga kari nga- his end. How weak is your body. That is lumpruk, yekti lungkrah badan sirerki, ya iku The Almighty God, who can feel, who is dening suksma, iya iku sinungsih anandhang kept alive by the soul, who gives life, and urip, ingaken rahsaning Dzat”. who is known as the mysterious being. Translation: These few verses from Serat Dewaru- The four colours disappear and another ci explain Dewaruci’s advice to Werkudara and light appears with eight colours. Werkuda- are the essence of Javanese mysticism as con- ra asks about the meaning of the light with tained in the story of Bimasuci. Dewaruci’s ad- eight colours, what is real, what really ex- vice about the four colours, black, red, yellow, ists like a radiant jewel, some shine dimly and white, is that they represent human charac- and others burn brightly. teristics. Pramana is the one who keeps life in balance, the soul. The text also explains about Dewaruci says that in essence, all that ex- God’s immanence in the large world (the uni- ists in the world is as one, all the colours verse and macrocosm) and the small world (the are inside yourself, all the earth is drawn microcosm), between which there is no differ- on you, and there is no difference between ence. the macrocosm and the microcosm, the beginning and the end, north and south, Man, the universe, and God are a single west and east, or top and bottom. entity in which all communicate with each other. The union between man and the universe rep- The colours red, black, yellow, and white resents the unity of the macrocosm (the physical represent life in the world, the microcosm world) and the microcosm (the spiritual world). and macrocosm and all that they hold are Man is always in communication with God. The contained and depicted inside Bima. If unity of the measureless universe is achieved the world disappears, its contents no lon- by the interconnection of all the units within. ger exist, they are all gathered together in a The unity experienced by Bima can be achieved single form, neither male nor female, like a because of his moral conduct to cleanse both tiny bee, like an ivory doll, radiating light, body and soul until he gradually reaches a level shining brightly, giving off the colour of of spiritual awareness and feels himself to be the Entity whose true form is unknown. inside a place without limits and attains a sense Dewaruci answers lovingly that this is not of sublime unity. Bima’s unity with Dewaruci what Bima is seeking, that the one who can be referred to as curiga manjing warangka, has power over all cannot be seen, is with- warangka manjing curiga, which means that the out colour and without form, cannot be keris is one with its sheath and the keris’s sheath touched. That which the eyes can see has is one with the keris itself. The keris represents no place and is only found in those who the nature of God and the sheath represents have gained a true understanding, it is only man. Manjing means united. Hence, the mean- an omen which fills the world but cannot ing of the above expression is that the nature of be touched. God is united with man and man is united with God. What you see, that which appears to shine

Soetarno Dwijonagoro, Philosophical, Ethical, and Aesthetic... 27 The knowledge Bima gains that enables has been stated that in order to undergo a mys- him to become one with God is a mystical ex- tical experience, a person must pass through perience, not an experience from his five senses the stages of sarengat, tarekat, hakekat, and but from his sensory perception. The next part makrifat. Bima’s mystical journey to reach a of the text compares the teachings of Javanese union with God also passes through a number mysticism with the teachings of the mysticism of stages similar to those in Javanese kebatinan contained in the story of Bimasuci. The story (sarengat, tarekat, hakekat and makrifat). In saren- of Bimasuci is anthropocentric. Man becomes gat, a person learns how to control his desires, the object and centre of attention. Man is a how to treat his fellow human beings, and how creature with both body and spirit. His spirit is to treat all that exists in this world. In this stage, his soul, and a creature with a soul is one who Bima has the determination and courage to can think (Homo sapiens), so a human being confront death and is willing to follow whatev- has the ability to reason, feel, create, and desire. er his teacher orders him to do with the same Man always asks questions, always searches for sense of determination, due to his faithfulness. answers and is constantly searching for himself Bima’s mental preparations include controlling until he reaches a point where he wishes to be- his greed and other desires of the flesh. This is come one with his Maker. depicted through Bima’s battle against the two Spiritual awareness is the reality that is ogres, Rukmuka and Rukmakala. revealed in speculation of the macrocosm (jagad In the tarekat stage, if a person has al- gedhe) and microcosm (jagad cilik). In Javanese ready learned how to lead a clean life, he is now mysticism, the macrocosm symbolizes the phys- required to think about the “path” he should ical world while the microcosm symbolizes the take to lead him towards his ultimate goal. He human body. If man can find a spiritual bal- must develop his experiences in the spiritu- ance by controlling his physical desires, he will al world until he meets and becomes one with become a person of noble qualities and at the God. In this stage, Bima is described as entering same time a spiritual teacher (ksatria pinandita). into the middle of the ocean and coming face By entering into the depths of his own soul he to face with a dragon which attacks him but is will become one with God. then killed by Bima. In his exhausted state, al- In this instance God is understood to lows himself to be carried along by the waves be a transcendent and immanent being, an un- until he falls unconscious. This symbolizes that known entity, without colour, without form, Bima has broken free from all worldly ties. without offspring, neither male nor female, and In the hakekat stage, Bima meets intangible. God is datan kena kinaya napa (an un- Dewaruci who appears in the form of a small known being), an empty space. The soul is the child (lare bajang or Bima Katik) who is none essence of a living substance, and can be inter- other than Bima himself in his deepest exis- preted as the essence of God’s own nature that tence which is of a divine nature. Here, Bima is supported by the human spirit, and vice versa, meets his true teacher and then witnesses sever- man’s spirit is supported by his soul. al events. He sees the essence of man in his rela- A perfect human being is one who is tionship with other human beings, with nature, aware of his origins, who knows himself, and and with God as follows: who makes God real within himself. The char- 1. Pancamaya (five shadows), a picture of the acteristics of God that are found in His cre- universe as it is perceived by the five senses ations can only be attained by a man who has and recorded in a person’s inner mind as a reached perfection. life experience. These five shadows symbol- In Javanese mysticism or kebatinan, it ize the five senses.

28 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 11-30 2. Catur warna (four colours), black, red, yellow, Bima then returns to the universe and and white, which colour human behaviour realizes that he must continue to live on earth These four colours symbolize human de- with other human beings. He knows his own sires. self and has attained perfect knowledge, and will 3. Hastawarna (eight colours), a reflection of carry out his good work on earth by protecting the eight characters found in the universe and keeping safe the world. Bima’s determina- that can be perceived by the senses and tion is supported by his perfect moral conduct stored as five shadows in the human mind so that he is able to discover the meaning of the and heart. Hence, there is no difference be- hidden entity. He becomes one with God. This tween the universe and the small world, or final principle is a moral obligation and the main the five shadows that are kept in man’s heart goal in the practice of kebatinan. and mind. The eight colours symbolize the unity of the macrocosm and microcosm. Bibliography

4. Sang Pramana is the Holy Spirit which gives Abdullah. life to the human body, and whose true 1971 August 1971. “Simbolik dalam Dewarutji place and concern is to protect the balance dan Psikologi Yung”, paper presented at Pu- of human life, the soul. This stage also ex- sat Pewajangan Indonesia in Teater Arena plains God’s immanence, the divine nature Pusat Kesenian Djakarta, Taman Ismail Marzuki, 3 August 1971. of all that He has created in the universe, or macrocosm, and microcosm, between Adhikara SP. which there is no difference. 1984 Unio Mystica Bima. Bandung : ITB In the makrifat stage, man will experi- ence or gain justification through his service to Ciptoprawiro, Abdullah. God the Almighty. He will become aware of his 1986 Filsafat Jawa. Jakarta: Balai Pusta- union with God. In this stage, Bima is described ka. as entering the body of Dewaruci (becoming Ciptoprawiro, Abdullah. one). 1988 Makna Widya Pandawa Moksa, in Bima is then given advice by Dewaruci a special edition of Gatra; 70- 72. about the knowledge of liberation, about how to break free from the soul and the body. It also Diwati, Retno. describes the guidelines that a person should 1988. “Tinjauan Filosofis dan Serat Dewaruci”. follow if he wishes to improve his moral con- Dissertation for Literature Degree. Ja- duct and become one with God, that is to die in karta, Faculty of Letters, Universitas Indonesia. life and to live in death (mati sajroning ngaurip). To live in death means that while a person is still De Yong. S. living in this world, he must control his desires, 1976. Salah satu Sikap Hidup Orang Jawa. Yogya- karta, Yayasan Kanisiuss. while to die in life means that although a person has controlled his desires, he must continue to Magnis-Suseno, Franz. live in the world. If a person can overcome all his desires, he will become one with God in a 1982. Kita dan Wayang, Jakarta : Leppe- mystical union. In this case, Bima manages to nas. reach the stage of makrifat by achieving a per- Magnis-Suseno, Franz. fect life and discovering the origins and goals 1984. Etika Jawa. Jakarta : Grame- of life. dia.

Soetarno Dwijonagoro, Philosophical, Ethical, and Aesthetic... 29 Mangkunagara VIII, K.G.P.A.A. Soetarno. 1933 “Over Wayang Kulit Purwa in het algemen 2010 Teater Wayang Asia . Surakarta : ISI en over de daarin voorkomende Symbolische Press. en Mystie ke Elementen”. Djawa Maga- zine: 89-95. Soetarno, Sarwanto. 2010 Pertunjukan Wayang dan Perkembangann- Mangkunagara VIII, K.G.P.A.A. ya. Surakarta : ISI Press. 1957 On the Wajang Kulit (Purwa) and it its Symbolic and Mystical Elements Translat- Sri Mulyono,. ed from Dutch by Claire Holt. New York: 1979. Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang. Cornell University Press. Jakarta: Gunung Agung.

Mulder, Niels. Sutrisno, Slamet., Kasidi H., Purwadi, Joko 1983 Kebatinan dan Hidup sehari-hari Orang Jawa. Jakarta: PT Grame- dia. Siswanto., Mikka W.N, Iva Ariani . 2009 Filsafat Wayang. Yogyakarta : Sena Poedjawijatna, I.R. Wangi. 1983 Manusia dengan alamnya. Filsafat Manu- sia. Jakarta Bina Aksara. Surahardjo, Y.A. 1983. Mistisisme. Suatu Introduksi di dalam Us- Sastroamidjojo, A. Seno. aha Memahami Gejala Mistik Termasuk 1964 Renungan tentang Pertunjukan Wajang Ku- yang ada di Indonesia. Jakarta: Pradnya lit. Djakarta: Kinta. Paramita.

Sastroamidjojo, A. Seno. Suyanto. 1967. Dewa Rutji. Djakarta; Kinta. 2009. Nilai Kepemimpinan Lakon Wa- hyu Makutharama .Surakarta: ISI Soebardi, S. Press. 1975 The Book of Cabolek. The Haque: Mar- tinus Nijhof Tanoyo, R. Soetarno. 1979 Bima Suci. Jakarta: Balai Pusta- 1977 “Le Role de La Musique dans Les Arts du ka. Spectacle a ” These de Doctorat de troisieme cycle. Paris: Universite Paris Trimurti, S.K. VII 1979. “Serat Dewaruci dan Pengertian Sufisme di Dalamnya” Warta Wayang 3 (1979): 12- Soetarno. 15. 1988. “Aspek filsafat dalam Pakeliran” Paper for Tenaga teknis Pamong Kesenian Depdikbud.

Soetarno. 1988 “Perspektif Wayang dalam Era Mod- ernisasi” Surakarta: ASKI Surakar- ta.

Soetarno. 1988 “Unsur-unsur Estetis dalam Pedalangan Wajang Kulit Jawa Tengah” Surakarta: ASKI Surakarta.

Soetarno. 2005 Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolis. Surakarta : STSI Press.

30 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 11-30 3 ESTETIKA WAYANG

Kasidi Hadiprayitno

Abstrak The basics are the puppet aesthetic perspective of the relation elements of beauty in the unity of the structure of the wayang. Understanding the true aesthetic beauty rests on the concept of thought that developed and followed by Western thinkers, however, in the operatate of implemeta- tion still refer to terms that are known in the art of traditional puppet convention. Not all data in the beauty of the puppets can be presented in this short article, but limited to the aspects of beauty essentials only such convention and modernity in the universe puppet, puppet or convention in the art of puppetry, in the currency of view of the puppet, and aesthetic concepts in art puppetry and puppetry. Keywords: Aesthetics, puppet performances, and aesthetic concepts.

PENDAHULUAN jadi pusat perhatian jagad raya. Tulisan ini mengungkap dasar-dasar es- Penelitian yang telah dilakukan ini, seka- tetika dalam pergelaran wayang kulit purwa. Per- li lagi bertolak dari pergelaran wayang, sehingga lu disampaikan bahwa tulisan ini sesungguhnya orientasinya adalah segala diskursus estetik yang merupakan salah satu pemikiran yang mendasa- terkandung di dalam kesenian wayang kulit pur- ri satu penelitian yang telah dilakukan beberapa wa. Istilah estetika sesungguhnya tidak begitu waktu yang lalu atas sponsor dari DP2M DIKTI lazim dalam kesenian wayang kulit purwa yang Jakarta tahun 2011-2012. tradisional itu. Pijakan yang dipakai sebagai dasar pe- Pemikiran estetika pastilah berkiblat dari mikiran adalah estetika, yaitu konsep keinda- konsep pemikiran Barat yang belum tentu tepat han yang dicoba untuk melakukan pengkaji- dengan objek material yang dikaji. Oleh sebab an pergelaran wayang kulit purwa. Pergelaran itulah sulit dihindarkan untuk tetap menggu- wayang kulit purwa adalah sebuah seni per- nakan istilah Jawa berdasarkan konvensi kese- tunjukan tradisional Jawa yang hingga jaman nian wayang. Pemikiran estetik dalam wayang sekarang ini terbukti masih eksis di era jaman dengan sendirinya akan berwujud relasi estetik modern. Bahkan kesenian wayang mampu men- berbagai unsur dan anasir pembentuk konsep embus lingkungan dunia, hal ini terbukti dengan indah dalam wayang secara terbatas. diakuinya oleh Unesco bahwa wayang merupa- Hal itu meliputi konvensi dan moder- kan ‘a Masterpiece of Oral and Intangible Her- nitas dalam jagad wayang, konvensi dalam seni itage of Humanity’ pada 7 April 2003, dengan pewayangan atau pedalangan, pandangan keki- demikian pengembangan dunia sudah sedemiki- ninan tentang wayang, dan konsep-konsep este- an luas, sehingga Negara dan bangsa Indonesia tik dalam seni pewayangan dan pedalangan. secara moral harus ikut bertanggungjawab atas predikat ini. Harapannya ke depan wayang men-

31 Antara Konvensi dan ada di kawasan Pulau Jawa yaitu Gaya Surakar- Modernitas Karya ta dan Yogyakarta. Secara sosio kultural kedua gaya itu sesungguhnya merupakan satu sumber Seni wayang kulit purwa telah terbukti yaitu Mataram, namun akibat dari situasi poli- selama berabad-abad mampu bertahan sampai tik pecah belah yang dilakukan pihak kolonial, dengan sekarang. Pertunjukan wayang sangat keduanya menempuh jalannya masing-masing lekat dengan masyarakat kecil, dan dapat dipakai dalam berolah kesenian terutama seni pewayan- sebagai alat propaganda berbagai program yang gan atau pedalangan. Secara jelas konvensi itu ingin dicapai (Kanthi Walujo, 1987). Bahkan dapat dilihat dalam buku pedoman yang ditu- dalam era orde baru wayang dipergunakan se- lis oleh Najawirangka (1958) untuk gaya Sura- bagai sarana penerangan, pendidikan, dan hibu- karta, dan buku karya Mudjanattistomo, dkk. ran (Kasidi, 2004), oleh sebab itu, tidaklah aneh (1977) untuk pewayangan gaya Yogyakarta. Ter- pertunjukan wayang tetap eksis dan digemari bukti dalam kurun waktu puluhan tahun kedua masyarakat hingga era modern serta millennium jenis buku itu telah menjadi acuan bagi perkem- 21. bangan seni pedalangan di kedua kawasan Sura- Berbagai nuansa kebaharuan dalam karta dan Yogyakarta. jagad wayang berusaha dengan keras untuk ber- Perlu diketahui bahwa dalam pertunju- kompetisi merebut minat penonton dan peng- kan wayang kulit purwa gaya Yogyakarta men- gemar wayang, walaupun harus bersaing dengan genal tujuh kali jejeran dengan diikuti oleh ade- bentuk-bentuk kesenian modern. Hal ini rupa- gan perang. Masing-masing memiliki jalinan nya tidak dapat terhindarkan, sehingga siap dan struktur yang secara siklis berkaitan satu sama tidak siap praktisi seni pedalangan harus mam- lain dalam menuju ke puncak penyelesaian ma- pu menyesuaikan diri dengan derap laju pere- salah, misalnya perang brubuh, yang diakhiri kembangan jaman. dengan musnahnya kejahatan oleh kebaikan. Tentu saja diperlukan pengertian-pen- Perjalanan jejeran ini melambangkan gertian kebaharuan yang tidak semata-mata perkembangan kedewasaan seseorang dalam baru kemudian meninggalkan ruh atau esensi mengatasi berbagai persoalan. Antara penyele- seni pewayangan yang mau tidak mau tergolong saian masalah yang satu dengan lainnya memili- klasik tradisional. Tantangan inilah yang menun- ki tingkat kesulitan serta memperlihatkan kede- tut jagad pewayangan beradaptasi dengan kon- wasaan berpikir sesorang tokoh. Kadang kala sep-konsep pemikiran masa kini. tidak luput dari hadangan kegagalan di tengah Satu pihak praktisi seni pewayangan ha- jalan, hal seperti ini dimunculkan dalam adegan rus selalu menguasai konvensi seninya yang nota perang gagal, yang menggambarkan bahwa seti- bene klasik tadi, agar karya-karya yang dilahir- ap usaha selalu mengalami hambatan-hambatan. kannya sungguh-sungguh berkualitas dan dapat Sampai akhirnya pada adegan gara-gara dipertanggungjawabkan secara moral berkese- seseorang mengalami masa pancaroba peruba- nian, di pihak yang lainnya seniman pedalan- han cara berpikir, dan berperilaku. Gara-gara gan atau pewayangan harus mengupayakan ter- adalah perubahan yang secara wadak tampak us-menerus agar karyanya dapat berkomunikasi pada pola iringan wayang, yaitu dari Pathet Nem dengan berbagai paradigma modern ke Pathet Sanga. Adapun secara maknawi segi konotatif berarti perubahan dari masa remaja ke masa yang lebih dewasa, terutama kedewasaan Konvenci Seni Pedalangan berpikir hingga mencapai keberhasilan. Konvensi yang selama dikenal dalam Pandangan budaya Jawa peristiwa seper- seni pewayangan adalah kedua gaya besar yang ti ini, disebut istilah catur marga “empat jalan”

32 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 31-39 yakni perjalanan hidup manusia dari lahir sam- Sebagai contohnya adalah kehadiran to- pai dengan keberhasilan meraih puncaknya, koh Begawan Palasara yang dilukiskan mampu hingga berakhirnya kehidupan. Urutannya ada- mengendalikan berbagai pengaruh nafsu jahat lah masa kelahiran, masa remaja, masa dewasa dalam dirinya yang disebut Kuda Talirasa. Yaitu dan menjadi penguasa, seorang nata atau raja, bahwa manusia jangan sampai diperbudak dan kemudian masa tua meletakkan tahta masuk ke dikendalikan oleh keinginan-keinginan duniawi, hutan menjadi pendeta untuk mencapai moksa. namun sebaliknya sebagai manusia senantiasa Pathet Sanga inilah yang melambangkan perjala- harus mampu mengendalikan seluruh keinginan nan meraih karier baru pada tahap awal sampai itu menjadi sebuah kekuatan untuk terus berada dengan menjelang perubahan pathet berikutnya. dalam kesadaran hakiki dalam memelihara serta Untuk menuju ke arah yang lebih de- menjalani kehidupan. wasa, maka seseorang harus melalui pembelaja- Dalam bahasa wayang disebut sebagai ran dari seorang guru sejati. Adegan ini dalam memayu hayuning bawana “Mengupayakan ter- pewayangan digelar pada adegan pendeta yang us menerus demi ketentraman dan kedamian mulang wuruk “memberi nasehat” kepada mu- kehidupan manusia.” Sering kali dalam cerita ridnya yang biasanya seorang ksatria utama, agar lakon wayang, dikisahkan bahwa ksatria utama dapat sampai kepada tujuan yang dicita-citakan. dengan kekuatan tapa bratanya mampu men- Selesai berguru, murid diwajibkan mengamalkan gendalikan seluruh hawa nafsunya itu, seperti ilmunya kepada khalayak dengan menjalankan dilakukan oleh Palasara yang terkenal dengan tapa ngrame “tapa menolong”. ajarannya Kudatalirasa. Setiap tujuan baik belum tentu mudah Tataran terakhir yakni dalam rangkaian ditempuh secara mulus, namun penuh tantan- Pathet Manyura, digambarkan bahwa perjala- gan dan hambatan yang menghadang. Mun- nan seseorang telah sampai pada tingkat kede- culnya rintangan ini dapat dilihat pada adegan wasaan, sehingga mampu menyelesaikan segala perang begal yaitu pertempuran antara ksatria permasalahan dengan mengalahkan musuh-mu- utama dengan gandarwa. Wujud raksasa itu ada- suhnya secara total. Gambaran ini dimunculkan lah buta cakil melambangkan warna kuning, lewat perlambang perang brubuh atau perang kemudian disesusul dengan tiga gandarwa lainya Pathet Galong. yang melambangkan warna merah, hitam, dan Rangkaian pathet Manyura ini pula diakhiri den- putih. Keempat lambang warna ini merupakan gan tarian boneka kayu yang disebut golekan. simbol nafsu keinginan yang selalu menyatu di Tarian ini mengandung pengertian bahwa para dalam hidup manusia yang akan menjadi pen- penonton pergelaran wayang semalam suntuk, ghalang dalam meraih kesempurnaan hidup. dipersilahkan mencari sendiri kesimpulan serta Oleh sebab itu sering disebut sebagai mengambil hikmahnya sendiri lewat perjalanan lambang pertempuran antara kebaikan melawan para tokoh yang dirangkai dalam sebuah lakon kejahatan yang anggung aggeleng ing angganing tampilan ki dalang. Hal-hal baik dan buruk dis- manungsa “Selalu berada di dalam diri manusia erahkan penilainnya dan diresapi oleh penonton disadari atau tidak”. Artinya adalah manusia itu wayang. selalu berada dalam pertempuran di dalam dir- inya sendiri antara nafsu jahat dan kebaikan. Pandangan Moderen Dengan demikian orang yang mampu Seni Pedalangan mengendalikan dirinya sendiri terhadap nafsu jahat yang selalu muncul bersama-sama kelahi- Dewasa ini banyak bermunculan pe- ran manusia itu akan menjadi insan khamil ma- wayangan gaya kontemporer yang mengede- nusia sempurna. pankan segi hiburan dan tontonan daripada misi

Kasidi Hadiprayitno, Estetika Wayanng 33 kandungan nilai moral yang dimiliki seni wayang. Konsep Estetik Iringan Keberadaan seni seperti itu didukung oleh sa- Wayang rana teknologi tinggi saat ini, misalnya televisi, multimedia, dan pengaruh seni moderen yang Bagian ini berusaha untuk mengetahui lainnya. Kecenderungan mengejar segi tontonan lebih mendalam tentang konsep estetika khu- itulah berakibat pada kualitas yang dihasilkann- susnya yang berkaitan dengan hubungan an- ya. Satu sisi memberikan ruang gerak yang lel- tara unsur music gamelan dalam pertunjukan uasa bagi para praktisi untuk mengembangkan wayang yang sering juga dikenal dengan iringan seni pertunjukan wayang, sesuai dengan tuntut- pakeliran wayang. Kedua hal ini hampir pasti su- an dan selera kesenimannya, sehingga mampu lit untuk dipisahkan dalam pelaksanaan pertun- membebaskan diri dari nilai-nilai yang telah ada jukan wayang. Komposisi adalah gubahan dasar sebelumnya. sebuah lagu menjadi susunan melodis yang membentuk nada-nada yang harmonis hingga Sisi yang lainnya, adalah ditinjau dari segi menimbulkan rasa indah, dan nikmat bagi pen- kualitas hasil berkesenian praktisi atau seniman dengarnya. yang bersangkutan yang barangkali dapat saja sengaja atau tidak, karyanya menjauhkan dari se- Sebelum sampai pada masalah komposi- gi-segi tata cara yang telah mapan atau konvensi si estetik iringan wayang, baiklah perlu dilakukan yang telah mapan, sehingga terkesan menjadi tinjauan latar belakang munculnya relasi estetik sebuah kith seni pedalangan yang rendah dari dalam wayang itu. Yaitu berbagai hal yang ter- pandangan estetika wayang. kait dengan konsep estetik karya seni terutama jagad pewayangan. Masalah ini kurang mendapat proporsi yang memadai, pada hal suatu produksi seni se- Dasar dari komposisi dalam iringan benarnya diukur lewat bobot garapan serta kon- pakeliran adalah bermula dari pola permainan sep yang mapan. Contohnya adalah kehadiran tabuhan musik gamelan yang sifatnya melodis, pertunjukan wayang yang ditayangkan di tele- yaitu yang disebut ricikan tabuhan saron (Su- visi swasta, konsep kolaborasi yang asal-asalan, marsam, 2003: 232-240). Pola permainan itu ada karena berangkat dari kekosongan pengalaman juga yang menyebutnya sebagai formula, gatra, dan tumpuan kemampuan seni para pendukun- atau bahkah disebut cengkok. Tentu saja ben- gnya, maka produk yang tampak dalam pakeli- tuk-bentuk melodis itu berasal dari pola per- ran wayang kulit semata-mata seperti itu hanya mainan yang sederhana ke permainan yang lebih berisi kekonyolan-kekonyolan yang mengede- rumit jenis atau cara memainkannya, misalnya pankan hura-hura belaka. dari bentuk lancaran, ladrang, ketawang, gend- ing, dan seterusnya. Salah satu faktor penyebab berkuran- gnya minat generasi muda terhadap kesenian Prinsip dasar inilah yang kemudian wayang, adalah kekosongan dunia remaja atau memiliki variasi pola permainannya pada setiap generasi muda, artinya trend jagad seni yang ada jenis instrument gamelan yang disebut sebagai dapat dilihat dari bagaimana kehidupan remaja ricikan gamelan tersebut. Kurang lebih ada seki- itu, kadang kala tidak dapat ditemukan di da- tar 10 sampai dengan 13 instrumen gamelan lam pertunjukan wayang kulit purwa. Oleh se- yang sekaligus berbeda-beda cara memainkan- bab itulah harus dicarikan solusi terbaik tanpa nya walaupun jenis gending yang dibawakan mengorbankan konsep-konsep estetik dalam sama, tetapi dari sekian jenis dan bentuk per- wayang, serta terjebak pada uporia seni moderen bedaan yang ada, justru menimbulkan suara yang sebebas-bebasnya, sehingga sajian wayang gamelan yang indah, merdu, bertalu-talu dan mampu menjadi pilihan favorit di lingkungan sebagainya. Kadangkala dalam presentasinya generasi muda. itu masih ditambahkan unsur-unsur lain sebagai penguatan estetik, misalnya dengan menghadir-

34 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 31-39 kan syair-syair tembang. Permasalahan baru muncul di kalangan Untuk keperluan pergelaran wayang penikmatnya ketika harus menjelaskan proses kadang ditambahkan unsur-unsur lain yang ber- penikmatan karya seni, aspek-aspek apa saja kaitan dengan pertimbangan kegunaan kompo- yang menyertai kehadiran sebuah karya seni, sisi iringan pergelaran, sehingga kadar estetiknya bahkan teori yang tepat yang digunakan dalam akan sedikit berbeda dengan penyajian orkes- penjelasannya itu. Giliran masalah seperti inilah tra gamelan. Unsur dramatik dalam pergelaran sesungguhnya yang disebut sebagai pengalaman wayang menjadi pertimbangan utama dalam estetik seseorang keterkaitannya dengan pe- melahirkan komposisi iringan wayang, misalnya mahaman, penjelasan, dan interpretasi tentang suasana yang dibangun dalam sebuah adegan ter- konsep-konsep estetika karya seni yang diha- tentu, suasana itu meliputi suasana sedih, gembi- dapinya. ra, marah, percintaan, perselisihan, peperangan, Lahirnya sebuah karya seni kiranya dan seterusnya. Hal inilah yang memungkinkan dapat menjadi awal mula sebuah pertanyaan, memunculkan karya-karya komposisi karawitan apakah yang menyebabkan lahirnya karya seni yang secara khusus dipergunakan untuk mengi- itu? Apakah yang dimaksudkan dengan karya ringi pergelaran wayang yaitu dengan member- seni ditinjau dari segi hasilnya atau wujud baran- ikan penekanan suara tertentu seperti hentakan gnya? Keberadaan manusia atau unsur manusi- keprakan, bunyi cempala, bunyi-bunyi khusus awi memegang peranan penting dalam kelahi- musik gamelan, dan sebagainya. rannya. Karya seni adalah hasil pengungkapan nilai keindahan dan pengungkapan perasaan Berkaitan dengan hal ini Soetarno, dkk. (2007:137-141) memberikan formula estetik da- seniman. lam pergelaran wayang, bahwa komposisi irin- Berkaitan dengan pemikirnya berarti pen- gan wayang itu memiliki fungsi adalah mungkus garuh-pengaruh di luar wujud fisiknya dan dari ‘membingkai’, ‘mewadahi’, dan ‘membatasi’, dalam diri pemikirnya itu sendiri menjadi san- nglambari ‘memperkuat’, ‘memberi ilustrasi’, gat dominan. Sesuatu hal dikatakan indah secara dan ‘menegaskan’, dan konsep nyawiji ‘men- alamiah kalau hal itu membiarkan gagasan ada yatu’, dan luluh’. Orientasi konsep stau fungsi di dalam dirinya tampil dengan cemerlang. Ses- formulaik estetik yang ditawarkan Soetarno, dkk. uatu dikatakan indah secara artistik bukan han- itu adalah dilatarbelakangi oleh pola permain- ya pengulangan atau tindasan atau copy hal-hal an praksis yang bertolak dari komposisi musik yang terdapat dalam alam. karawitannya, yang kadang kala bagi penikmat Sebaliknya tugas seni adalah membi- masih mengalami kesulitan untuk menengarai arkan ide-ide tampil dengan kedalaman dan jenis-jenis iringan wayang dengan adegan yang kekuatan yang sama sekali baru dan mere- tengah berlangsung dalam pergelaran wayang. fleksikan rahasia-rahasia terdalam dari realitas Bagi penonton atau penikmat pada kehidupan sehari-hari dalam karya-karya kreatif dasarnya tidak pernah berpikir terlalu rumit seni. Karena alasan inilah, maka maksud dan ketika menikmati sebuah sajian seni pertunju- tujuan pokok seni adalah menyajikan dan meng- kan, seperti wayang, teater, tari, orkestra musik gambarkan gagasan-gagasan, sehingga seni bu- gamelan, dan sebagainya. Penonton bersikap kan semata-mata menghasilkan benda-benda sepenuhnya terhadap sajian yang dibawakan atau barang-barang, tetapi harus juga menim- oleh senimannya, karena baginya adalah me- bulkan kesenangan. Satu hal penting adalah ke- masuki jagad otonomi karya seni yang mandiri, mampuan karya seni yang mampu mengkomu- pengalaman dan kualitas karya seni yang barang nikasikan berbagai informasi kehidupan kepada kali sama sekali baru, sehingga berbeda dengan penikmat atau audience. Karya seni adalah sara- pengalaman yang pernah diperoleh sebelumnya. na untuk mengekspresikan semua gagasan seni

Kasidi Hadiprayitno, Estetika Wayanng 35 kepada khalayak, itulah sesungguhya esensi dari estetik, sehingga dalam jagad pewayangan telah penikmatan estetik. terbukti sejak beberapa abad yang lalu adanya Setiap karya seni merupakan kebulatan nilai-nilai moral yang penting dalam kehidupan yang tersusun dari bagian-bagian secara tertib. orang Jawa. Bagian-bagian itu mendukung atau memban- Bahkan lebih dari itu, keseluruhan per- gun suatu tujuan yang menyeluruh. Tidak satu tunjukan wayang itu sesungguhnya merupa- pun bagian yang merupakan sebuah pecahan, kan seni tradisional yang paling lengkap, sebab penggalan, atau fragmentasi yang berdiri sendiri, memiliki kandungan berbagai cabang seni. Mis- setiap bagian memiliki andil yang penting bagi alnya adalah seni ukir, seni gerak, seni drama, terciptanya sebuah keseluruhan karya yang bulat seni suara, musik, seni rupa, seni retorika, dan dan utuh. Model pemikiran seperti ini sesung- seterusnya. guhnya merupakan dasar dari penataan barbagai Dimensi etika dan estetika dalam jagad macam fungsi dan peran masing-masing unsur pakeliran wayang kulit purwa sesungguhnya pembentuk karya seni, yang kemudian disebut bertumpu kepada perilaku kultural yang dikenal sebagai kesatuan organis (Liang Gie, 20114: dalam suatu masyarakat tertentu, dengan asumsi 24). bahwa suatu kebudayaan tertentu memiliki ka- Oleh sebab itulah ahli estetika Monroe dar keberbedaan dengan budaya yang lain, dan Beardsley menyatakan bahwa, sesuatu yang in- tidak ada klaim bahwa yang satu lebih baik dari- dah atau karya estetik mengandung tiga unsur pada yang lainnya. penting yaitu : Adat istiadat dari berbagai masyarakat 1. Unity ‘kesatuan’, yang dimaksudkan adalah yang berbeda adalah suatu kenyataan yang bahwa suatu karya seni tersusun dengan se- ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Tidak demikian baik berdasarkan kaidah-kaidah ada benar dan salah, karena hal itu mengimp- seni yang bersangkutan serta memiliki ben- likasikan adanya standardisasi kebenaran dan tuk yang sempurna. Secara struktural jalinan kesalahan, pada hal segalanya akan sangat ber- antarunsur pembentuknya memiliki kaitan gantung pada masyarakat pendukung budaya masing-masing sesuai dengan fungsi dalam yang bersangkutan, sehingga pandangan ter- rangka membentuk kesatuan ; hadap budaya lain pun akan dipertimbangkan dengan budaya yang berlangsung di lingkungan 2. Complexity ‘kerumitan’, berbagai unsur struk- masyarakatnya. tur yang membangun sebuah karya seni memiliki keragaman sebagai daya tarik serta Jalan yang benar adalah jalan yang di- kekhasan dari karya yang bersangkutan, dan ; tempuh oleh para pendahulu dan yang telah di- turunkan secara turun temurun, sehingga tradisi 3. Intensity ‘kesungguhan’ (intesity) adalah bahwa itu menjadi pembenaran dirinya sendiri. Istilah suatu karya estetis yang baik pastilah memili- tapa brata yang muncul dalam banyak cerita la- ki kualitas tersendiri sehingga menjadi pem- kon wayang sesungguhnya mengacu pada bu- beda dengan karya lain. daya Jawa yang masih dijalankan oleh sebagian Seni itu pada dasarnya bersifat aba- masyarakat Jawa, sehingga keberadaan lakon di artinya selalu ada dari waktu ke waktu, dan wayang itu pun dilakukan dalam rangka ngleluri berkembang sesuai dengan tuntutan perubah- atau nguri-uri ‘menjalankan hal-hal yang baik’ an jaman yang tengah berlangsung. Pergelaran dalam budaya Jawa. wayang secara menyeluruh dapat digolongkan ke dalam seni yang menekankan pada aspek Tapa brata adalah konsep ulah batin da- etika dan moralitas manusia, dan tergolong ke lam budaya Jawa tapa berasal dari bahasa San- dalam kelompok yang mengandung nilai-nilai skerta tapas ‘memanaskan’ yang artinya adalah cara untuk mengendalikan hawa nafsu angkara

36 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 31-39 murka yang senantiasa ada di dalam diri manu- adalah bunyi gong besar selalu berbunyi pada sia. Yaitu dengan cara pranayama ‘napas’ yakni setengah atau bahkan satu hitungan lebih akh- dengan cara mengatur keluar masuknya napas ir dari jatuhnya suara nada sulukan wayang atau dengan tujuan untuk menggerakkan daya hidup ricikan instrumen gending gamelan. Efek ini manusia. menimbulkan rasa lega dalam hati pendengar- Brata ‘laku’ yang dimaksudkan adalah nya, demikian halnya pengulangan-pengulan- mengurangi makan, minum, dan tidur. Tujuan- gan suara ong, heng, dan hong dalam sulukan nya untuk mengelola keinginan-keinginan nega- wayang memberikan kesan estetis pada penik- tif agar tidak mengganggu kesempurnaan gaib matnya. yang ingin dicapai dalam samadi. Ketika ma- Pandangan ini dapat dijumpai dalam nusia gagal melakukan tapa brata artinya gagal budaya Jawa yaitu bahwa aspek estetis sesung- dalam mencapai kesempurnaan samadi, maka guhnya terjelma ke dalam perilaku keseharian niscaya akan jatuh ke jurang kesengsaraan, se- orang Jawa, misalnya sikap permisif, menghidari bagaimana dilakukan oleh Batara Guru ketika konflik, menghormati orang yang tua, dan seter- sedang melanglang jagad bersama istrinya, dan usnya. justru mendapat nestapa, sehingga punya anak Oleh sebab itulah ketika berkarya seni yang berparas yaksa yang dikonotasikan sebagai pun selalu menunjukkan nilai estetis berdasar- manusia buruk rupa dan jahat yaitu Batara Kala. kan kandungan seni masing-masing cabang jenis Gambaran seperti itulah sebagai con- seni yang dihasilkanya. toh perbuatan yang kurang terpuji niscaya akan Keindahan pada karya seni bersumber memperolah kritdakbaikan pula, walaupun ses- pada pemahaman budi manusia terhadap pola eorang tersebut memiliki kedudukan dan kekua- alam semesta, seniman menangkap hubun- saan yang tinggi. gan-hubungan dalam alam dengan emosinya dan kemudian mengungkapkan kembali dalam bentuk yang diperjelas atau diobjetivisikan. Konsep Estetika dalam Keindahan merupakan suatu hasil cinta manusia Pagelaran Wayang terhadap pola yang berdasarkan pemahamannya Sebagai gambaran kaitan keberadaan pada pola alam. pergelaran wayang yang menyiratkan kebenaran Hal penting ukuran karya seni, bendan- estetik dengan pemikiran struktural dapat disi- ya sendiri dan segi subjektif dari pengalaman mak pendapat Gadamer, bahwa di dalam seni yang timbul pada si pengamat, seni sebagai a mengandung nilai kebenaran (Richard, 2005: logic of aesthetics form, seni sebagai bentuk estetik 92), tentu saja kebenaran itu diakui secara yang logis, sehingga seni itu mampu memberi- umum sebab memiliki kelogikan, walaupun ti- kan rasa puas bagi penikmatnya disebabkan oleh dak melalui penalaran dan sebaliknya berlawa- beberapa hal sebagai berikut : nan dengan penalaran. Sebagai contoh dalam pembawaan ceri- 1. Mengungkapkan keserasian antara bentuk ta lakon wayang kulit Murwakala, sebagaimana dan isi; diketahui lewat pembawaan suluk yaitu suatu 2. Menarik menurut perasaan, perenungan ter- nyanyian solo yang dilakukan oleh dalang, bah- hadap karya seni dengan diliputi rasa puas; wa pada jenis sulukan tertentu ketika jatuhnya 3. Karya seni menunjukkan kekaryaan tentang nada akhir adalah nada 6, sementara gong yang hal-hal penting yang menyangkut manusia dibunyikan adalah nada 2, dan itu dilakukan se- dan memperbesar kehidupan perasaan lalu seperti itu, sehingga efek bunyi yang dihasil- kan disebut bunyi gembyung. Satu lagi contoh 4. Karya seni membawa manusia masuk ke da-

Kasidi Hadiprayitno, Estetika Wayanng 37 lam suatu dunia yang dicita-citakan – mem- Sejarah panjang bentuk kesenian tra- bebaskan manusia dari ketegangan atau sua- disional wayang telah mampu membuktikan sana sehari-hari keberadaannya menjadi penting dalam setiap 5. Karya seni – menyajikan kebulatan yang peradaban jaman. Kemampuan beradaptasi utuh yang mendorong pikiran pada perpad- dengan lingkungan kehidupannya menjadikan uan mental manusia. wayang selalu eksis di dalam masyarakat Indo- Berdasarkan pemaparan di atas dapat nesia. dikatakan, bahwa gending karawitan pakeliran Konsep keindahan dalam jagad peda- pun merupakan kesatuan yang seimbang dan langan atau pewayangan merupakan relasi es- harmonis dari paling tidak tujuh unsur penting tetik yang berada melekat pada konvensi seni yang terkandung di dalam dimensi seni pewayan- pewayangan baik dalam penggarapan cerita gan, yaitu seni drama, seni lukis, seni kriya, seni lakon, garapan iringan pakeliran, dan kemasan sastra, seni suara, seni karawitan, dan seni gaya pergelaran, menunjukkan kompleksitas kom- (Haryanto, S., 1988: 2-9). Susunan kisah lakon ponen-komponen dan motif-motif keindahan wayang dalam format pergelarannya sejak dari seni seperti, greget, nges, semu, sem, gecul dan awal sampai akhir, secara utuh mengandung un- sebagainya. sur-unsur sebagaimana dipaparkan di atas. Penuangan atau pengejawantahan berb- Daftar Pustaka agai unsur pembentuk cerita lakon berdasarkan konvensi seni pewayangan terutama adalah gaya Haryanto, S. Surakarta. Tuntutan estetik secara teoritik telah 1988 Pratiwimba Adhiluhung: Sejarah dan Perkembangan Wayang, Jakarta: Djam- terpenuhi dan dirangkai sedemikian rupa, seh- batan. ingga kaidah-kaidah estetik konvensi gaya Sura- karta secara terpadu dan utuh dapat diketahui Kasidi. dengan jelas. 2004 Teori Estetika untuk Seni Pedalangan. Yo- gyakarta: Lembaga Penelitian ISI Yog- yakarta.

Kesimpulan Mudjanattistomo. Berdasarkan paparan yang terbatas tadi 1977 Pedhalangan Ngayogyakarta, Jilid I. Yogyakarta: Yayasan Habirand- kiranya dapat diberikan beberapa kesimpulan ha. yang kemungkinan bermanfaat dalam melaku- kan kajian yang lebih serius terhadap seni bu- Nojowirangka, Atmatjendana. daya wayang, dan budaya Indonesia pada um- 1958 Serat Tuntunan Padhalangan, Djilid I, umnya. Jogjakarta: Tjabang Bagian Bahasa Jogjakarta Djawatan Kebudajaan, Ke- Konvensi adalah kaidah-kaidah yang menterian P.P. dan K. berlaku dalam rangka menuangkan ide karya Soetarno, dkk. seni ke arah penciptaan estetik. Dasar-dasar es- 2007 Estetika Pedalangan , Surakarta: ISI Surakarta dan CV Adji Surakar- tetik dalam wayang sesungguhnya berada pada ta. sejumlah relasi antarunsur struktur estetik yang membentuk keseluruhanan sajian pergelaran Sumarsam. wayang. Sejatinya pergelaran wayang adalah 2003 Interaksi dan Perkembangan Musikal di symbol dari wewayangning ngaurip, penyajian Jawa, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pe- lajar. tipologis tokoh-tokohnya memberikan solusi kehidupan yang ditawarkan kepada penontonn- ya, dengan tanpa mengguruinya.

38 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 31-39 The Liang Gie. 2004 Filsafat Keindahan, Penerbit: Pusat Bela- jar Ilmu Berguna (PUBIB) Yogyakar- ta.

Walujo, Kanthi, W. 1995 Wayang Kulit As a Medium of Commu- nication. University of Dr. Soetomo Surabaya.

Kasidi Hadiprayitno, Estetika Wayanng 39 4 PELESTARIAN DAN EKSPANSI PASAR BATIK TULIS GEDHOG TUBAN DI ERA GLOBALISASI

Karsam Abstrak Batik Gedhog is a traditional batik in the District Kerek, Tuban. Fabric of batik gedhog has a rough surface because it is made by hand. Motif batik gedhogtends to follow the flow pat-terned geometric rough cloth. Seeing by this condition, the authors worrybatik gedhog will be expire ev- erlasting. On the basis of this research was conducted by reviewing about, first, how the traditional batik ‘batik gedhog Tuban, both how business should be done to preserve the traditional batik Tuban , namely Batik Gedhog in this era of globalization and to address mar-ket expansion. Objectives is to find strategies or ways for traditional batik preservation, namely batik gedhog Tuban in the present and the future , so batik gedhog Tuban can enterthe market competition in today’s global economy era. To answer these problems the authors conducted research using qualitative descriptive methods. Several attempts to preserve batik gedhog Tuban is to improve the quality of fabric, pattern in the current era motif now, promo-tion, exhibition and increase brand emage. This study is expectedto be useful for the readers and the batik gedhog markers Tuban. Keyword: Pelestarian, Batik Gedhog, Tradisional, Globalisasi

Pendahuluan Bila menyarung si kain batik Tuba-tubi selasih dandi Dipetik dari: Mingguan Malaysia, 21hb. Ogos, 1988. Kain batik pakai berkemban Ungkapan pantun-pantun di atas mem- Cuba-cuba kasihkan kami buktikan bahwa batik merupakan seni tradisi Kalau baik buatkan zaman yang bersifat turun-temurun, merupakan pusa- ka peninggalan nenek moyang yang harus dile- starikan dan dipertahankan sampai akhir zaman. Apa guna berkain batik Bagi masyarakat Indonesia sekarang ini, batik Kalau tidak dengan sucinya telah menjadi salah satu identitas budaya bang- sa yang sangat bernilai. Di dunia internasional, Apa guna berbini cantik batik Indonesia mula dikenal sebagai salah satu Kalau tidak dengan budinya bentuk tekstil khas Indonesia. Hal ini terjadi bukan han-ya karena ba- Kalau ke Temasik di tengahari tik telah diakui oleh Unesco tahun 2009, bahwa batik merupakan war-isan budaya dunia, namun Siapkan pinggan berisi betik sejak tahun 1955 batik merupakan kekayaan In- Wajah nan ayu tampak berseri done-sia. Seperti yang dijelaskan oleh Anesia Aryunda Dofa dalam bukunya yang ber-judul

40 “Batik Indonesia” (1996: 1), bahwa pada saat menggunakan komputer dengan cepat dan ber- Sidang APEC (Asia Pacific Econ-omy Coun- macam-macam motif untuk memenuhi keperlu- cil) berlangsung di kota Bogor, Jawa Barat pada an pembeli. Pem-buatan kain dengan teknologi tahun 1995 yang lalu, ketika para ketua negara yang canggih mengalami persaingan di seluruh yang bergabung dari negara-negara di Asia-Pa- dunia penghasil kain batik, seperti Dubai, Laos, sifik itu berkumpul, nampak dengan bangga Indonesia, Malaysia, Vietnam dan sebagainya. mere-ka mengenakan pakaian batik. Di bidang otomotif saat ini dikemukaan fajar Ciptandi (2013) dalam blog. oleh Andre Vinsent Wenas (2013) dalam re- Stisitelkom.ac.id mengatakan bahwa batik mer- pository.usu.ac.id bahwa di pasar global Tiong- upakan warisan budaya yang tidak hanya bicara kok mencatatkan 51% kenaikan penjualan. Hal pemaknaan filisofis dan estetika semata,- teta ini menunjukkan bahwa Tiongkok menguasai pi batik berperan dalam roda perekonomian pangsa pasar di Asia saat ini. Kalau kita rasakan sebagai salah satu komoditi yang sangat pent- mulai ta-hun 2012 barang-barang produk Tiong- ing. Batik pada saat ini bukan hanya menjadi kok mulai sepeda motor, alat-alat elektrnok mu- kekayaan budaya nusantara, melainkan telah lai menjamur di pasar Indonesia. Bukan hanya men-jadi milik dunia. Dengan demikian batik itu kain bercorak motif batik produk Tiongkok menjadi potensi besar dalam persaingan pasar juga sudah mulai berdatan-gan ke pasar Indo- global. nesia.Kondisi ini bisa disebut sebagai globalisasi Era globalisasi membawa pengaruh ter- ekonomi. hadap eksistensi batik Indonesia saat ini. Mulai Globalisasi ekonomi adalah suatu kondi- dari perkembangan motif dengan pengaplika- si dimana perekonomian nasional dan lokal ter- sian motif menggunakan komputer, penggu- integrasi dalam satu perekonomian tunggal yang naan canting elektrik, perkembangan bahan me- bersifat global (Purbaya Budi Santosa, 2004). liputi kain dan pewarna menjadi salah satu efek Dengan kondisi seperti ini dikuatirkan akan perkembangan batik saat ini. mem-bawa efek buruk terhadap perkembangan Pengaruh globalisasi juga dapat mening- batik Indonesia, khususnya batik tulis tradision- katkan peluang batik sebagai ko-moditi eksport al. dan mampu menambah pendapatan ekonomi Munculnya alat-alat yang serba canggih negara. Namun dibalik itu semua muncul se- sangat mempengaruhi pembuatan kain batik buah pertan-yaan, apakah untuk mewujud- tulis. Selain pengaruh yang posi-tif ia berke- kan hara-pan di atas performa batik Indonesia mungkinan akan membawa pupusnya seni tra- yang ada saat ini sudah cukup baik? Yang kedua disi, sehingga masyara-kat yang akan datang ti- bagaimana perkembangan batik tradisional ke dak mengenalinya lagi. Apabila dilihat dari segi depannya, seperti batik gedhog Tuban? Yang ekonomi kain batik mempunyai kecenderungan mana sampai hari ini batik gedhog Tuban mulai harga yang mahal jika dibandingkan dengan menenun kain, membatik dan mewarna masih kain yang lain-lain, masalah demikian dikhuatir- dikerjakan dengan manual/tangan manusia. kan dapat menimbulkan ku-rangnya minat mas- Perkembangan zaman yang semakin pe- yarakat terhadap seni batik. Apalagi kain batik sat, ilmu pengetahuan dan teknologi yang sema- yang berkualitas tinggi hanya mampu digunakan kin canggih seperti di Tiongkok segala bidang oleh masyarakat golongan menengah ke atas. dilaksanakan dengan IT (In-formation Technology) Berdasarkan penjelasan di atas peneli- dan komputer yang serba canggih berpengaruh tian ini akan mengkaji tentang pada perkembangan seni dan budaya. 1. Bagaimana proses batik tradisional “batik Pada mulanya motif dikerjakan dengan tangan gedhog Tuban? secara manual, saat ini dapat dik-erjakan dengan

Karsam, Pelestarian dan Ekspansi Pasar Batik Tulis... 41 2. Bagaimana usaha yang harus dilakukan untuk daerah penghasil batik disebabkan oleh tanah me-lestarikan batik tulis tradisional Tuban, Tuban yang kurang subur, yang sesuai ditanami yaitu Batik Gedhog di era globalisasi ini dan kapas. untuk menyikapi ekspansi pasarnya? Dari buku Commodity Profile Batik Tradi- Tujuan yang ingin dicapai adalah mene- tional Tuban (2000: 6) dijelaskan bahwa perkebu- mukan strategi atau cara-cara peles-tarian batik nan kapas di Kabupat-en Tuban meliputi enam tradional, yaitu batik gedhog Tuban di masa se- Kecamatan, yaitu: Kecamatan Jenu, Kecamatan karang dan akan datang, sehingga batik gedhog Merakurak, Kecamatan Tambakboyo, Keca- Tuban dapat mengikuti persaingan pasar di era matan Bancar, Kecamatan Senori, dan Keca- ekonomi global saat ini. Untuk mencapai tujuan matan Parengan dengan jumlah keluasan tanah dan untuk menjawab rumusan masalah tersebut 156,25 Ha. Jumlah produksi 47.157,5 ton per di atas penulis melakukan riset dengan menggu- tahun. nakan metode diskriptif kualitatif. Data dikum- pulkan melalui riset secara langsung di lapangan, karsam (2005) menjelaskan bahwa tanya jawab ter-hadap para pembatik gedhog, membatik adalah satu proses pekerjaan mengi- dokumenta-si dan studi literatur. Artikel ini di- kut tahap-tahap tertentu. Jika dilihat dari sifat harapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca batikkannya dan berdasarkan tahap tersebut, umumnya dan para pembatik gedhog di Kabu- para pembatik di Tuban terbagi dalam dua paten Tuban. kelompok, yaitu pembatik tradisonal dan pem- batik modern. Berdasarkan buku Kabupaten Tuban Dalam Angka 2000 (2000: 1) Kabupaten Tuban 1. Pembatik tradisional terletak di antara 111,300 – 112,350 Bujur Timur a. Pembatik dan 6,400 – 7,180 Lintang Selatan. Tuban ter- Pembatik ini bekerja dari proses meny- letak di pantai utara Jawa Timur, sekitar 100 km, iap-kan kain, melilin, melorod, mencuci sebelah barat kota Surabaya. Tuban merupakan dan menjemur sampai kain siap untuk salah satu kota tua yang berada di sepanjang dipakai. Pantai Utara Pulau Jawa. Pada masa kini sedang berkembang alat transportasinya jalur darat dan b. Pedagang laut, terutama setelah didirikan perusahaan Se- Pedagang dalam hal ini tidak hanya men di Kecamatan Kerek pada bulan Januari bekerja untuk jual beli kain batik, ia juga 1996 sebagai bagian dari perusahaan semen Ka- bekerja mengumpulkan kain batik yang bupaten Gresik. siap untuk diwedel dari para pembatik. Kabupaten Tuban terdiri dari 19 keca- matan dan 328 desa. Dari 19 Kecama-taada 4 c. Tukang wedel kecamatan penghasil batik, yaitu Kecamatan Tukang wedel adalah orang yang bekerja Palang, Semanding, Tuban dan Kerek. Dari 4 mewarna biru kain batik. Pekerjaan ini kecamatan tersebut, Kecamatan penghasil batik secara umum dilakukan oleh kaum la- gedhog adalah Kecamatan Kerek. Di antara ha- ki-laki. sil budaya yang menonjol di Tuban adalah Tenun 2. Pembatik modern Gedhog dan Batik Tulis Gedhog tradisional. a. Pembatik Disebut tradisional karena pengerjaan- Pada batik modern seorang pembatik nya, bahan baku sampai barang jadi kerajinan bekerja mulai dari menyiapkan kain sam- dilakukan dengan cara tradisional, baik dalam pai ke proses pelilinan saja. pembuatan benang dari kapas, penenunannya maupun pewarnaannya. Tuban boleh menjadi b. Pewarna (Tukang mewarna)

42 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 40-53 Setelah kain batik selesai dililin, langkah 4. Batik irengan berikutnya adalah mewarna, melorod, Kata irengan berasal dari kata ireng yang be- mencuci dan menjemur. Tahapan ini rarti hitam. Batik irengan berarti batik yang dikerjakan oleh Tukang mewarna. bercorak atau berwarna hitam. Batik ini bi- Tuban merupakan daerah pesisir, maka batik asanya digunakan oleh orang tua. Selain itu yang dihasilkan mempunyai ciri-ciri sebagai ba- batik irengan ini juga dipakai un-tuk penutup tik pesisir, seperti yang dijelaskan pada buku Ba- jenazah pada waktu disemadikan. Batik iren- tik and its Kind (1990: 6-9), bahwa batik Tuban gan ini dianggap sakral dan sebagai tolak bala mempunyai tata warna sebagai berikut: demi kesela-matan arwah yang meninggal.

1. Batik putihan 5. Batik lurik Batik putihan ini mempunyai latar belakang Lurik berarti bercorak. Batik lurik meru- putih dengan corak motif biru tua atau hi- pa-kan ciri khas batik Tuban, sebab batik ini tam. Batik putihan oleh masyarakat Tuban kalau dilihat dari bahannya merupakan hasil dipakai untuk pakaian tolak bala, yaitu me- tenunan dari Kecamatan Kerek yang disebut nolak/mencegah dari kena bahaya (setan). sebagai batik gedhog. Batik lurik adalah hasil dari tenunan yang disebut dengan istilah lurik Putihan berhubungan dengan istilah puasa klontongan yaitu lurik dengan ragam hias ko- di Jawa, yaitu mutih yang artinya puasa ha- tak-kotak atau garis-garis hitam putih. nya makan nasi saja atau singkong saja tidak boleh pedas dan asin sebagai ritus mensu- Caranya yaitu kain di-batik berbagai corak cikan diri. Batik putihan dianggap sebagai titik-titik dengan lilin. Setelah dicelup dengan lam-bang kemurnian dan kesucian. warna merah mengkudu (morinda citri folia) dan lilinnya dibersihkan, maka akan diper- 2. Batik bangrod oleh kain ba-tik lurik dengan corak titik-tit- Bangrod berasal dari dua perkataan Jawa, yai- ik putih. Kain batik lurik biasanya dipakai tu bang yang berarti abang atau merah, dan sebagai paka-ian harian oleh kaum pria dan rod yang bererti dilorod atau dibersihkan lil- wanita. innya. Kain batik yang dihasilkan oleh para Batik bangrod adalah batik yang mempu- pembatik Tuban selain digunakan oleh mas- nyai dasar merah. Batik bangrod menurut yarakat Tuban ia juga dijual ke daerah-daerah kebiasaannya dipakai oleh para perempuan lain seperti ke , Solo, Yog-yakarta dan Ja- yang belum menikah. Hal ini dihubungkan karta. Di samping itu kain batik juga dibeli oleh dengan darah perempuan seperti menstruasi. para pelancong da-lam negeri mahu pun luar negeri. Para pelancong ini datang ke daerah 3. Batik pipitan Tuban khususnya ingin berkunjung ke makam Kata pipitan berarti berdampingan. Batik para wali/sonan yaitu Sonan Bonang (Wali pipitan adalah batik yang mempunyai da-sar Sembilan). Selain makam Sonan Bonang, di remekan, yaitu dasar kain diblok dengan lilin Kecamatan Palang juga ada makam seorang kemudian sebelum diwarna lilinnya diremek/ wali, yaitu Sonan Maulana Ibrahim Asmoro dipecah-pecah atau diramas dengan tangan Qondi ayahnya Sonan Ampel (Wali Sembilan) supaya lilinnya pecah-pecah supaya kemasu- dari Surabaya. Dengan adanya makam para wali kan warna, sehingga setelah diwarna ada ke- ini, para peda-gang batik menjual kain batik di san garis-garis. sekitar makam tersebut sebagai oleh-oleh para Batik pipitan ini biasanya digunakan oleh pelancong. wanita yang sudah menikah sebagai lambang Batik merupakan salah satu sumber hidup berdampingan dengan suami. pendapatan negara dan mampu bertahan den-

Karsam, Pelestarian dan Ekspansi Pasar Batik Tulis... 43 gan baik meskipun negara sedang menghadapi Dinamakan batik gedhog karena saat proses krisis ekonomi. Dalam menghadapi masa krisis menenun benang menjadi kain berbunyi ‘dhog. tahun 1997, ternyata batik merupakan produk .dhog’. Batik Gedhog Tuban (1992/1993: 9). yang potensi mempunyai masa depan yang baik Karsam (2005) menjelaskan bahwa proses “ba- un-tuk dikembangkan. Dalam Internet, http:// tik gedok” dilakukan dengan beberapa tahap, www. satu-lelaki.com/tren/fesyen/0,19035,00. diantaranya: html dijelaskan, bahwa Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soewandi, menjelaskan 1. Pengolahan Bahan Baku berdasarkan statistik yang ada, nilai eksport ba- a. Pembuatan Benang tik pada tahun 2000 men-capai 322 juta dolar • Menggiling Kapas AS, atau meningkat 32.5% dibanding tahun se- Sebelum dipintal untuk menjadi belumnya 243 juta dolar AS. Selanjutnya beliau benang, maka kapas harus dibersihkan men-jelaskan bahwa batik akan tetap baik pada dari biji-bijinya. Kapas yang telah di- masa akan datang, karena terbukti tetap bertah- panen dari sawah, ladang atau dari hala- an menjadi andalan eksport mes-kipun dihan- man rumah perlu dikeringkan untuk be- tam krisis pada tahun 1977. berapa saat sebelum digiling. Daftar Nilai Ekspor Batik Nasional 2004-2009 Proses penggilingan kapas • Tahun 2004 US$ 34,41 juta dilakukan secara tradisional. Alat atau • Tahun 2005 US$ 12,46 juta gilingan yang digunakan diperbuat dari kayu, dilengkapi dengan dua buah • Tahun 2006 US$ 14,27 juta silinder sebagai penyepit. Dengan kon- • Tahun 2007 US$ 20,89 juta struksi ter-tentu salah satu dari silinder • Tahun 2008 USS 32,28 juta dapat diputar dengan tangan. Ketika silinder yang satu diputar dengan tangan, • Triwulan I 2009 US$ 10,86 juta maka silinder yang satu lagi ikut berpu- Sumber: Suara Pembaruan, 3 Oktober 2009. tar. Jarak antara silinder yang satu den- Berdasarkan data hingga tahun 2009 ini gan silinder yang kedua diatur sedemiki- dapat terlihat bahwa permintaan batik sebenarn- an rupa sehingga masih dapat dimasuki ya dari tahun 2004 sampai 2008 meningkat ter- kapas, tetapi uku-ran sela-sela tersebut us. Hanya di tahun 2009 mengalami penurunan. sangat sempit sehing-ga biji kapas tidak masuk ke dalamnya. Merujuk daftar di atas dan pesatnya industri negara lain, seperti Tiongkok, maka Kapas yang telah dikeringkan penulis berasumsi bahwa kondisi ini berdampak diuraikan untuk dibersihkan bijinya, negatif terhadap perkem-bangan batik tra- pekerjaan ini disebut blibis. Kapas yang disional Tuban. Oleh karena itu perlu usaha un- telah diuraikan tersebut, kemudian satu tuk melestarikannya. persatu dimasuk-kan ke dalam gilingan kapas agar biji-bijinya terlepas. Setelah digiling kapas menjadi padat, maka sebe- Pembahasan Proses Tenun lum kapas dipintal kapas tersebut harus diuraikan lagi, pekerjaan ini disebut mu- Batik Gedhog soni. Batik Gedhog, yaitu batik yang meng- gunakan bahan kain dari tenun gedhog ber- • Musoni warna putih atau putih ke-coklatan yang dib- Sebelum kapas dipintal menjadi uat oleh masyarakat Kecamatan Kerek sendiri. benang, kapas tersebut harus diuraikan

44 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 40-53 sampai bersih. Pekerjaan ini disebut mu- tu: tangan kiri memegang kapas dan soni kare-na alat yang digunakan berna- tangan kanan memutar roda jantra. Di ma pusona-tau usu. Alat ini berbentuk bagian ujung kisi yang berputar dililit- sangat seder-hana. Bentuknya seper- kan sedikit demi sedi-kit serabut kapas ti busur panah, dibuat dari bambu dan sehingga kapas tersebut tertarik secara talinya dari nanas atau kulit kayu. Alat ini perlahan menjadi benang. Benang yang dilengkapi dengan alat lain yang disebut dihasilkan biasanya disebut lawe. Nama “jedhul” atau be-thuk. Bentuknya mirip ini untuk membedakan anta-ra benang alat pemukul drum tetapi ukurannya ha- yang dibuat dengan menggunakan mes- nya sekitar 15 sm atau 20 sm. Salah satu in moden di pabrik dengan benang yang hujungnya dibuat sedi-kit besar sebagai dihasilkan secara tradisional. kepala berbentuk bundar dibuat dari ba- Untuk menghasilkan benang han kayu. yang banyak juga diperlukan kisi yang Musoni dilakukan dengan cara banyak. Benang yang telah dihasilkan menggetar-getarkan usu dengan bethuk dari proses memintal atau mengantih di atas tumpukan kapas yang telah di- ini masih belum lagi siap untuk ditenun. siapkan. Akibat getaran tali usu sedikit Sebelum dipersiapkan ke alat penenun demi sedikit gumpalan-gumpalan kapas benang tersebut harus betul-betul siap terhurai dan menyatu dengan gump- atau harus baik, sama ada untuk lungsen alan-gumpalan ka-pas lainnya. Kapas atau pun pakan. Pekerjaan ini disebut ng- yang telah terurai se-lanjutnya digulung likasi.Benang yang telah dililit-kan meny- kira-kira sebesar geng-gaman tangan. ilang pada likasan, selanjutnya dilepaskan Gulungan kapas ini bi-asanya disebut dari likasan untuk dipersiap-kan, sehing- pusuhan. Setelah pusuhan itu siap berar- ga benar-benar siap untuk di-tenun. ti kapas tersebut siap untuk diantih atau Pekerjaan membuat benang me- dipintal. liputi tahap menggiling kapas, musoni • Mengantih atau Memintal dan mengantih diperlukan kerajinan/ Mengantih adalah proses mem- ketekunan yang tinggi. Untuk memper- buat be-nang setelah benang dipusoni. oleh satu gulung be-nang lawe diperlu- Proses ini menggunakan peralatan yang kan waktu 4 sampai 6 hari dan seluruh disebut jan-tra. Jantra diperbuat dari ba- proses pembuatannya dilakukan dengan han kayu, bambu dan tali. Bagian pent- tangan. Proses terakhir dari mengantih ing alat ini adalah: roda, tali (klindhen) adalah memindahkan be-nang dari alat dan kisi. Alat untuk memintal bagian likasan. Pekerjaan ini sekali gus menga- dari jantra ini disebut kisi. Alat ini diper- tur benang dalam bentuk gulungan den- buat dari bahan kayu, panjangnya sekitar gan ukuran tertentu. Satu gulung atau 20 sm dengan bentuk silinder. Bahagian satutukel berukuran sekitar 259,300 sm. pangkal ber-diameter atau garis tengah Benang sepanjang ini dig-ulung dalam sekitar 75 mm, bagian ujungnya diben- satu lingkaran dengan kelil-ing lingkaran tuk sedikit meruncing. Bagian tengah sekitar 270 cm. Untuk men-jaga agar gu- diberi cekungan melingkar tempat un- lungan benang tidak kusut atau ruwat, tuk mengikat tali. Dengan tali ini kisi di- maka gulungan itu disusun dalam bentuk hubungkan ke roda jantra sihingga bila ikatan-ikatan benang. Tiap satu ikatan jantra diputar kisi pun ikut berputar. benang terdiri dari 5 helai be-nang yang disebut sekawan. Biasanya da-lam satu Cara menggerakkan jantra, yai- gulungan terdiri dari 118 ikat (kawan).

Karsam, Pelestarian dan Ekspansi Pasar Batik Tulis... 45 Benang dalam bentuk gulungan ini yang hingga mudah berputar. Benang yang akan dipersiapkan untuk di tenun. telah dibentang dioles-olesi dengan nasi yang dicampur sedikit air dengan meng- b. Menenun gunakan kuas dari ijuk atau serabut kela- Setelah proses penyiapan pa sampai merata. benang selesai, maka tahap berikutnya adalah menenun. Benang yang akan dite- Ada juga pengrajin yang melaku- nun/dianyam disiapkan menjadi dua ba- kan nyekuli ini dengan cara benang dire- gi-an. Bagian benang yang disusun ber- bus campur nasi. Setelah itu benang di- baris tegak lurus terhadap penenun atau sisir pakai serabut kelapa agar nasi yang benang yang membujur disebut lungsen- menempel pada benang dapat diratakan dan bagian benang yang sejajar terhadap dan bersih. Setelah proses nyekuli selesai penenun atau benang yang akan mem- kemudian benang tersebut dikeringkan ben-tuk motif disebut pakan. Proses dan setelah kering benang menjadi kuat, menenun di Kecamatan Kerek ini pada padat dan kaku. masa kini masih banyak ditemui di Desa • Menguraikan Benang Margorejo dan Desa Beji. Kedua-dua Untuk menghuraikan benang desa ini sejak dari zaman dulu dikenali harus menggunakan alat yang disebut in- sebagai desa penghasil tenun Kerek yang gan. Alat ini dibuat dari bahan kayu ber- terkenal dengan nama “Tenun Gedhog”. bentuk limas segi empat, dilengkapi den- Tahap menenun adalah mempersiapkan gan empat buah tangan yang bertumpu Benang Lungsen dan Benang Pakan, se- pada tiang atau poros ingan. bagai berikut : Alat ini dibentuk sedemikian • Proses Nyekuli rupa sehingga dapat berputar. Benang Benang lungsen diambil dari lawe yang masih dalam bentuk tukelan likasan dalam bentuk gulungan. Satu itu dipasang pada alat ini. Benang yang gulung bi-asanya disebut satu tukel. Se- akan digunakan untuk kain tenun perlu belum dite-nun benang tersebut harus diwarna, misalkan menggunakan naptol diolah lagi agar menjadi kuat dan sedikit warna merah atau diwedel untuk meng- keras atau kaku. Hal ini dilakukan dengan hasilkan warna biru kehitam-hitamanan. tujuan untuk mempermudahkan meny- Tetapi untuk kain tenun yang akan diba- iapkan benang lawe menjadi benang tik tidak perlu diwarna, sehingga kekal lungsen dan pakan sekali gus memper- berwarna putih. mudahkan kerja menenun. Bahan yang Setelah tukelan/gulungan digunakan untuk membuat benang men- benang sudah dimasukkan ke dalam in- jadi kuat dan keras tersebut, yaitu meng- gan, kemudian perlahan-lahan benang gunakan nasi dicam-pur sedikit air. Nasi ditarik satu demi satu dan ditampung dalam bahasa Jawa disebut sekul, oleh pada sebuah rinjing. Benang yang sedikit karena itu pekerjaan ini disebut nyekuli. kaku dapat menghindari terjadinya keru- Caranya: tiap gulung/tukel benang lawe we-tan/keruwatan benang. Benang yang yang akan disekuli dibentang atau diikat ter-tampung pada rinjing itulah yang pada alat dari hujung ke hu-jung yang akan digunakan untuk benang lungsen lain. Alat ini disebut tengker yang diper- dan be-nang pakan. buat dari dua potong bambu. Proses menyiapkan benang pa- Bagian atas dari tenger ini kan dengan alat yang disebut kleting. dilengkapi dengan silinder dari kayu se-

46 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 40-53 Alat ini terbuat dari bambu seperti cu- c. Proses Penenunan cuk sate dengan ukuran panjang sekitar Proses menenun diawali dari 20 cm dan garis tengahnya sekitar 1 cm. proses menyiapkan benang lungsen dan Dengan jantra, benang digulung pada benang pakan. Benang lungsen diatur kleting dengan ukuran tertentu sehingga dengan tera-tur baik jarak maupun letak- dapat dimasuk-kan ke dalam tropong- nya. Benang tersebut diatur sedemikian yang diperbuat dari bahan bambu. Fung- rupa dengan menggunakan sebuah alat si alat ini hampir sama dengan skoci pada dari bahan kayu yang disebut usek dan mesin jahit. gun sehingga benang tersebut dapat dip- ilih menjadi dua lapisan, yaitu lapisan • Manen bawah dan atas. Lapisan ini untuk mem- Setelah menyiapkan benang permudah mengatur benang pakan. pakan langkah berikutnya, yaitu meny- iapkan be-nang lungsen. Menyiapkan Semasa proses pengaturan benang lungs-en ini lebih sulit diband- benang posisi gun atau tali gun sangat ing dengan me-nyiapkan benang pakan. menentukan. Posisi gun harus diusa- Proses awal mey-iapkan benang lungsen hakan tidak berubah oleh karena itu se- disebut manen ka-rena alat yang digu- belum dilepas, tali gun diikatkan pada nakan adalah panen. salah satu patok atau tiang panen harus dipindahkan ter-lebih dahulu pada se- Dengan alat panen ini benang buah alat tenun yang disebut gligen. lungsen dia-tur sama ada jumlahnya maupun uku-rannya. Jumlah benang Untuk menghindari agar benang atau deretan be-nang disesuaikan dengan lungsen tidak ruwat atau berserakan, ukuran panjang sisir dari alat tenun yang maka salah satu hujungnya harus diikat. dimiliki. Sedangkan ukuran panjangnya Setelah itu pekerjaan selanjutnya adalah disesuaikan dengan kegunaan kain tenun nyurupdanngelap. setelah selesai ditenun dan dibatik, misal- • Nyurup nya untuk gendong. Nyurup adalah pekerjaan me- Pada waktu pengrajin manen, masukkan benang lungsen pada sela-sela tidak hanya sekadar mengatur deretan ruji dari sisir tenun. Seperti orang mema- benang tetapi juga diatur agar benang sukkan benang pada jahit. Setiap sela-se- tersebut dapat dipisah menjadi dua ba- la sisir tenun di-masuki dua helai benang. gian, yaitu bagian atas dan bawah. Un- Selesai nyurup dilanjutkan dengan nge- tuk mempermudah pekerjaan ini dibantu lap. dengan alat yang disebut gun atau tali gun pada alat penenun. Dengan bantuan • Ngelap tali gun ini deretan benang bagian bawah Ngelap adalah pekerjaan men- dan atas mudah dipisahkan. gatur be-nang lungsen pada bahagian dari alat tenun yang disebut gebeg atau Pengaturan deretan lapisan papan. Sebelum dimasukkan ke alat benang dilakukan dengan mengangkat tenun terlebih dahulu salah satu hujung deretan benang berselang-seling. Lapisan benang lungsen diikat pada gebeg yang dari deretan benang akan dipisahkan se- berfungsi untuk mengatur benang sesuai cara teratur oleh benang pa-kan. Den- dengan jangkauan penenun. gan cara ini maka akan terjadi anyaman benang dan akhirnya akan ter-wujud kain Panjang benang lungsen ses- yang dikehendaki. uai dengan keperluan, kadang-kadang

Karsam, Pelestarian dan Ekspansi Pasar Batik Tulis... 47 sepanjang 2 meter. Sedangkan jarak jang- Seperti yang telah dijelaskan di atas ba- kauan tangan dan kaki penenun han-ya hawa untuk menjadikan benang lawe menjadi mencapai paling panjang 1 meter. kuat dan kaku sebelum ditenun benang lawe Ba-gian ujung benang lungsen- tersebut harus disekuli dengan menggunakan yang lain sebe-lum digulung pada gebeg bubur nasi. Setelah kering bubur nasi terse- diikat pada se-buah alat tenun yang dise- but menjadi keras dan mempermudah proses but apit, proses ini disebut murei. Alat penenunan. Setelah menjadi kain tenun po- tenun terdiri da-ripada: usek, gebeg, gun, los untuk dibatik, kain tersebut masih men- apit, liro, dan lain-lain. gandungi bubur nasi yang sudah kering. Semasa proses menenun ber- Bubur nasi yang melekat tersebut akan langsung, yaitu menyusun benang mengurangi lekat atau meresapnya bahan pe- lungsen dan benang pakan penenun warna batik, oleh kerana itu sebelum dibatik dibantu sebuah alat yang disebut liro. kain terse-but harus dibersihkan dari lekat- an bubur nasi dengan cara merendam kain Alat ini diperbuat dari kayu ber- tersebut selama lebih kurang dua hari. Proses bentuk seperti pedang salah satu hujung- inilah yang disebut dengan tahap ngetel. nya runcing dan satu lagi hu-jungnya tum- pul. Fungsi liro adalah per-tama, untuk Selain itu tahap ngetel bertujuan agar merenggangkan sela-sela atau mengatur kain tenun yang telah bersih dari kandungan jarak benang lungsen, kedua, menghen- zat pengeras (bubur nasi) menjadi lebih lem- tak benang pakan setelah benang pakan but dan pori-pori benang terbuka lebih lebar dimasukkan ke dalam benang lungseng, sehingga memudahkan saat pelilinan dan pe- sehingga anyaman benang men-jadi rata warnaan. dan padat. 2. Membuat Motif Dengan berkali-kali hentakan, Karena bentuk kainnya kasar dan ber- maka benang pakan yang satu akan men- gar-is-garis, maka pada umumnya motif ba- jadi rapat dengan benang pakan yang tik gedhog tradisional banyak menggunakan lainnya sehingga jadilah sebuah kain motif-motif geometris. Meskipun motif-mo- tenun. tifnya berunsurkan tumbuhan tetapi motif tersebut digambar berbentuk “semetris” se- hingga kelihatan berbentuk “geometris”. Proses Batik Gedhog 3. Ngengreng Jika dilihat dari proses pewarnaannya, Masyarakat pembatik di Kecamatan batik gedhog dibagi dua, yaitu batik gedhog Kerek tidak menggunakan tahap mbaboni soga pipit dan batik gedhog putihan atau iren- tetapi langsung ke tahap ngengreng. Tahap gan. Tahap proses batik gedhog adalah sebagai ngengreng atau disebut juga nglengreng ada- berikut: lah proses memberi lilin panas di atas kain 1. Persiapan dan Ngetel mengikut pola atau motif yang telah dilakar. Apa yang dimaksudkan dengan tahap 4. Nerusi persiapan adalah proses penyiapan kain, iai- Proses pelilinan ulang pada permu- tu kain yang akan dibatik harus dipersiapkan kaan kain dibagian baliknya/belakang dise- terlebih dahulu, misalnya kain tersebut untuk but nerusi.Tahap nerusi sangat diperlukan gendhong, sarung, dan lain-lain. Kain batik oleh para pembatik khususnya batik gedhog gedhog mempunyai perbedaan dengan kain karena kain yang digunakan cenderung leb- batik lainnya.

48 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 40-53 ih kasar dan tebal jika dibandingkan dengan 9. Nggadungi kain batik yang dari toko Nggadungi berasal dari kata gadung yang bererti biru. Nggadungi disebut juga 5. Isen-isen se-bagai mbironi yang artinya membuat war- Untuk batik gedhog putihan atau iren- na biru. Untuk batik gedhog putihan/iren- gan, setelah tahap nerusi dilanjutkan isen-is- gansebelum tahap nggadungi adalah tahap en, yaitu memberi isi pada motif utama nyelup warna dengan warna gadung sebagai dengan menggunakan lilin panas. Tetapi un- warna pertama. tuk batik gedhog soga pipit setelah ne-ru- si langsung nembok. Isen-isen dilakukan Setelah diwarna gadung kain akan setelah tahap nyoblosi. dicelup kembali ke dalam warna coklat (soga) se-bagai warna ke dua. Supaya warna gadung 6. Nembok tidak tertutup semua oleh warna coklat, Tahap nembok adalah proses kelanjutan maka bagian yang diinginkan men-jadi war- dari tahap ngengreng dan nerusi. Tahap ini na gadung harus ditutup dengan lilin panas, sedikit berbeda dengan ngengreng. Ka-lau setelah itu baru celup ke dalam warna coklat ngengreng menutup lilin pada bagian dasar (nyoga). kain sedangkan nembok bertujuan menutup Jadi warna yang dihasilkan adalah warna bagian yang ada di dalam motif yang diren- putih (warna kain), warna biru, warna biru canakan untuk warna yang kedua atau pun tua atau biru kehitam-hitaman yang diper- ketiga dan seterusnya. olehi dari percampuran warna biru/gadung dengan warna coklat/soga. Oleh karena itu 7. Nyoblosi batik ini disebut batik gedhog putihanatau- Apa yang dimaksudkan dengan nyoblosi batik gedhog irengan. adalah membuat lubang-lubang atau titik-tit- ik kecil dengan menggunakan jarum atau Untuk batik gedhog soga pipit, setelah duri jeruk dengan tujuan agar terkena warna tahap nyelup warna merah, nyoblosi, is-en- biru nila (wedel). Nyoblosi ke-balikan dari isen kemudian dicelup ke warna biru (wedel). nyeceki. Setelah diwedel kemudian nyoga. Warna yang dihasilkan adalah warna putih (kain), warna Kalau nyoblosi melubangi lilin pada kain merah dan biru tua/biru kehitam-hitaman. agar terkena warna sedang nyeceki menutup kain dengan lilin agar tidak terkena warna. 10. Nyoga Untuk batik gedhok putihan/irengan Seperti yang dijelaskan di atas setelah tahap nyoblosi dilakukan setelah tahap nem- nggadungi adalah nyoga, yaitu mewarna kain bok, sedangkan untuk batik gedhok soga pip- dengan warna coklat (soga) yang ber-tujuan it tahap nyoblosi dilakukan setelah nyelup. untuk mendapatkan warna biru tua atau biru kehitam-hitaman. 8. Nyelup Nyelup adalah proses memasukkan kain 11. Mematikan Warna (Fiksasi) batik ke dalam larutan warna (proses pewar- Proses mematikan warna ini pada mu- naan). Untuk batik gedhok putihan/irengan lan-ya menggunakan endut atau lumpur den- warna yang digunakan adalah warna biru atau gan cara merendam ke dalam lumpur selama gadung (wedel) se-bagai warna 1, sedangkan 24 jam. Pada saat ini untuk memat-ikan war- untuk batik gedhok soga pipit menggunakan na menggunakan tunjung. warna me-rah (bahan kimia) sebagai warna 1. Pencelupan dilakukan berulang-ulang kali 12. Nyaren/nyarena agar warna yang dihasilkan menjadi kuat. Setelah dimatikan warnanya kain dicuci

Karsam, Pelestarian dan Ekspansi Pasar Batik Tulis... 49 dan dikeringkan kemudian disaren. Apa yang membuat larutan nila, iaitu daun tom dipo- dimaksudkan dengan nyaren adalah proses tong-potong dimasukkan ke dalam air dalam pengulangan warna agar warna menjadi lebih bak yang telah disediakan. Daun tersebut kuat, biasanya dilakukan antara 5-7 kali. direndam selama lebih kurang 1 minggu. Se- tiap pagi dan petang diaduk/dikacau supaya 13. Nglorod, Mencuci dan Mengering cepat larut. Setelah larutan daun tom mendap Sama halnya dengan tahap membat- ke bawah sisa-sisa daun tom dibersihkan, ik tulis yang lainnya, nglorod, mencuci dan maka jadilah pewarna nila seperti jenang. men-gering, merupakan proses terakhir Kedua siap-kan air dalam bak kemudian nila pem-batikan. Nglorod yaitu menghilangkan dicam-pur sedikit batu kapur/kapur sirih dan lilin dari kain batik kemudian setelah itu di- diaduk/dikacau sampai rata. cuci dan dikeringkan, maka selesailah proses membatik. Setelah itu kain batik yang akan dima- sukkan ke dalam larutan nila, dibasahi den- gan air biasa ter-lebih dahulu baru dimasuk- Proses Pewarnaan Batik kan ke dalam larutan nila. Agar warna nila meresap merata, maka kain tersebut dibo- Gedhog lak-balik sampai benar-benar rata, setelah Dari semua informan yang penulis itu diren-dam beberapa saat baru diangkat temui, dan hasil dari penelitian langsung di lapa- dan dicuci dengan air bersih sampai sisa-sisa ngan serta data dari Permuseuman dalam buku zat pewarna di atas permukaan kain ber-sih. Batik Gedhog Tuban (1992/1993: 30-40) proses Setelah dicuci kain dijemur ditempat yang pewarnaan dapat dibagi dua: teduh atau ditempat yang tidak lang-sung kena sinar matahari, supaya warna tidak ce- 1. Bahan Pewarna Alam pat pudar/hilang. Bahan pewarna alamyang digunakan ada dua jenis, yaitu soga dan nila (wedel). Soga 2. Bahan Pewarna Kimia adalah bahan pewarna batik yang menghasil- Proses pewarnaan kimia secara umum kan warna coklat. Soga diper-buat dari bu- sama dengan proses batik tradisional di daer- bukan kulit kayu, sedangkan nila adalah ba- ah lainnya. Pewarna yang digunakan adalah han pewarna batik yang menghasilkan warna Naptol Garam Naptol. biru, bahan ini di-perbuat dari daun tom. Proses mewarna dengan soga pada um- umnya dilakukan dengan cara meren-dam Usaha-usaha Pelestarian kain batik ke dalam larutan warna soga. Na- Batik Gedhog mun demikian tidak sedikit para pembatik Batik sebagai aset budaya bangsa In- mewarna soga hanya dengan mengoles-ole- donesia perlu dilestarikan bahkan dikembang- skan warna dengan menggunakan berus atau kan agar dapat mengikuti persaingan global. kuas. Khusus untuk wedel proses ini dilaku- Bentuk-bentuk usaha tersebut dapat dilakukan kan dengan sangat hati-hati. Bahkan para berbagai macam cara diantaranya: pembatik jarang yang melakukan proses ini. Medel biasaya dilakukan khusus oleh tukang 1. Mencintai dan mau berpakaian batik buatan wedel. Caranya, para pembatik yang kainnya dalam negara ; siap untuk diwedel dikumpulkan oleh orang 2. Mendukung usaha pemerintah untuk berpa- tertentu kemudian dibawa ke tempat tukang kaian batik di hari Jumat. Maka di Tuban juga wedel. bisa melaksanakan hal ini dengan menggu- Medel dilakukan dengan cara: pertama nakan batik gedhog;

50 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1,(Juni 2014): 40-53 Gambar 1. Motif khas Batik Gedgog Tuban. Sumber : https://jawatimuran.files.wordpress. com/2011/08/batik_tuban-1.jpg, diunduh Maret, 2014.

3. Meningkatkan penggunaan bahan ba-tik. pasar global. Adanya peran pasar global da- Pada tahun 2002 empat peneliti dari Badan lam industri batik telah menuntut tampilan RisetKelautan dan Perikanan (BRKP) yang visual dari batik itu sendiri agar lebih sesuai bernama Yunizal, Tazwir, M Noor dan dengan selera masyarakat dunia saat ini. Na- Thamrin Wikanata, telah berusaha keras mun hingga kini tampilan visual batik gedhog untuk mempertingkat-kan penggunaan bah- Tuban belum menjawab tantangan tersebut. an batik. Mereka telah menemukan rumput Kebanyakan motifnya masih mengandalkan laut sebagai bahan pewarna batik. Menurut referensi motif dan corak lokal. mereka pembuatan batik dapat dilaksanakan secara tepat, jika ditambahkan tiga persen 5. Promosi atau pameran natrium alginat yang diekstrak dari rum- Dirjen Industri dan Dagang Kecil Menengah put laut coklat jenis Sargassum Fili-pendula Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dan Turbinaria (lihat internet,http://www. Marwoto mengatakan, untuk meningkatkan forek.or.id/detail. php?rubrik=iptek&ber- pendapatan eksport dari sektor batik, perlu itaID=458). dilakukan promosi yang besar-besaran, sep- Dengan penemuan “rumput laut” se-bagai erti dalam bentuk pameran, sekaligus untuk bahan pewarna batik, maka Men-teri Kelau- memperkenalkan motif baru dari batik terse- tan dan Perikanan Dr. Ir. Rokhmin Dahu- but. ri berupaya agar sepan-jang tahun 2002 ini 6. Meningkatkan kualitas kain sebagai ba-han harus berdiri lima pabrik baru pengolahan dasar batik. rumput laut. Kelima pabrik itu dua berada Jika diamati secara seksama, kain batik ged- di Selatan serta masing-masing satu hog memiliki permukaan kain yang sangat pabrik di Papua, Lampung dan Jawa Tengah kasar, hal ini dianggap perlu untuk peningka- (lihat http://www.forek.or.id/detail.php? tan kualitas kain yang lebih baik. Ru-brik =iptek&beritaID=458). 7. Pembinaan dan perlindungan pemerintah se- 4. Membuat motif sesuai pasar global tempat. Motif yang sudah ada perlu dikem-bangkan Pada saat ini Tuban sedang berkem-bang lagi khususnya mengenai permintaan desain menjadi kota industri (baja dan semen). batik yang sesuai dengan selera segmentasi Kondisi ini membawa pengaruh negatif ter-

Karsam, Pelestarian dan Ekspansi Pasar Batik Tulis... 51 hadap perkem-bangan batik tradisional di manual, maka permukaan kain menjadi kasar. Tuban. Hasil wawancara dapat penulis sim- Hal ini mempengaruhi motif batik yang pulkan, yaitu dengan berkembangnya Tuban dihasilkan. Selama ini motif yang dihasilkan sebagai kota industri banyak pembatik yang cenderung motif geometris mengikuti alur kain berhenti membatik dan berku-rangnya lahan yang kasar. Melihat kondisi seperti ini, maka untuk menanam kapas. penulis kwatir batik gedhog akan habis ditelan Kondisi ini jika dibiarkan dapat meng-ham- zaman. bat perkembangan batik gedhog. Oleh kare- Terlebih di era globalisasi. Oleh karena na itu batik gedhog diperlukan upaya pem- itu perlu usaha untuk melestarikannya. Usaha ini binaan dan perlindungan dari pemerintah diantaranya adalah memper-baiki kualitas kain, setempat. penyesuaian motif di-era sekarang, promosi, dan meningkatkan brand image. Brand Image dalam Pangsa Pasar Dalam hal ini penulis telah melakukan Daftar Pustaka survei di THR Surabaya dan Giant Sidoarjo. Batik Gedhog Tuban. Penulis mengamati 2 buah toko Assesoris Har- 1992/1993. Bagian Proyek Pembinaan Permu- ley ukuran 3m x 3m dengan sewa 5 juta per- seuman Jawa Timur. bulan. Toko sekecil itu bisa meraup keuntungan besar dan mampu membayar sewa lima juta per- Ciptandi, Fajar. bulan, apa strateginya. Berikut hasil wawancara 2013 Pengaruh Pasar Global Terhadap Visual- isasi Motif Batik Indonesia. Blog. Stisitel- dari kedua pemilik toko: kom.ac.id. 1. Membangun image yang kuat terhadap ba- Commodity Profile Batik Traditionan rang yang dijual, dengan memberikan pe- Tuban. layanan khusus bagi para pembeli. 2000 Tuban: Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI Kantor De-partemen 2. Mengatur pangsa pasar. Barang yang dijual Perindustrian dan Perdagangan Kabu- diperuntukkan bagi para kolektor. Jadi tidak paten Tuban. semua orang menyukai barang ini. Kare- na barang yang dibuat menjadi antik, maka Djumena, Nian S. 1990 Batik and its Kind. Jakarta: Djam- semahal apapun tetap akan dibeli orang. batan. 3. Kemasan barang dibuat sebagus mung-kin untuk memberikan daya tarik pembeli. Dofa, Anesia Aryunda. 1996 Batik Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Golden Terayon Press. Ketiga stretegi tersebut dapat dilakukan terhadap batik gedhog Tuban, agar tetap lestari. Kabupaten Tuban Dalam Angka. 2000 Tuban: Badan Pusat Statistik Kabupat- en Tuban.

Kesimpulan Karsam. Batik Gedhog merupakan batik tra- 2005 Seni Membatik Tulis Di Kota Bharu, Kelan- tan, Malaysia dan Di Kabu-paten Tuban, di-sional yang ada di Kecamatan Kerek Tuban. Jawa Timur, Indonesia: Satu Kajian Per- Semua proses pengerjaannya dil-akukan dengan bandingan. Desertasi. Kuala Lumpur: tangan manual termasuk dalam membuat kainn- Universiti Malaya. ya. Karena kainnya dibuat dengan tangan secara

52 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 40-53 Santosa, Purbaya Budi. 2004 Eksistensi Koperasi: Peluang dan Tantangan di Era Pasar Global. Dinamika Pemba- ngunan. Vol.1 No. 2/Desember 2004: 111-117.

Wenas, Andre Vinsent. 2013 Konstelasi Pasar Global Terus Bergeser. Re- posito-ry.usu.ac.id.

Karsam, Pelestarian dan Ekspansi Pasar Batik Tulis... 53 5 CADIK SAMUDRA BOROBUDUR : Jenius Lokal Nusantara

Primadi Tabrani Abstrak Dugout canoe is from prehistory. It develops to become outrigger canoe: catamaran, one out- rigger and two outrigger. Then it is equipped with sails. After that came the plank built outrigger. There are still many mystery about the development of dugout canoeinto plank built outrigger. When and where does it appear? What about its dispersal so that outrigger canoe is every where in Austronesia? The ocean outrigger vessel as seen in the Borobudur relief, is a Nusantara local jenius. It is for voyages between islands, trading, passenger, war, even ocean liner. With this kind of ship Sriwijaya and Majapahit became great maritime kingdom, not only in South East Asia, but also in Asia and in the world as well.With this kind of ship, Nusantara are able to wander to the Pacific, the Indian and the Atlantic, all three Ocean in the world. At those times, Nusantara is the only people that are able to do that. Keyword: dugout canoe, outrigger, sail, plank built outrigger, Ocean Outrigger.

Pendahuluan ifik (Polynesia) dan kemudian juga ke Hawai di Utara dan Selandia Baru di selatan. Sejarah Alur Penyebaran Homosapiens Rumpun Bahasa Austrone- Umumnya sudah disetujui bahwa ho- sia mosapiens menyebar dari Afrika ke Asia (tiba Rumpun bahasa Austronesia meliputi di Nusantara 80-60.000 SM) – ke Australia (tiba kepulauan di samudera Pasifik, samudera Hin- di Australia 60-50.000 SM), Ke Asia – Eropa, dia, Nusantara. Dari Madagaskar di Barat, Ha- ke Asia – Amerika.Yang masih banyak diperde- wai di utara, pulau Paskah di Timur, Selandia batkan adalah jalur Asia ke pulau pulau di lautan Baru di Selatan, salah satu daerah rumpun ba- Pasifik dan jalur Asia ke Australia.Sebagian ber- hasa yang terluas di dunia.Masih banyak beda pendapat ada dua jalur. pendapat bagaimana penyebarannya dan dima- Pertama dari Utara: Asia, Taiwan, lalu na mulainya.Umumnya mengikuti alur penyeba- pecah, ke timur (Pasifik) dan ke selatan- (Nu ran Homosapiens tsb di atas. santara). Yang ke Nusantara kemudian juga Ada data yang menarik: pengaruh baha- ke timur dan bertemu dengan jalur kedua dari sa bahasa Nusantara di Austronesia lebih besar Selatan: Asia, semenanjung Malaya, Nusantara daripada pengaruh bahasa bahasa dari Asia sep- lalu ke timur – Papua untuk bertemu dengan erti Mongol, Burma atau Indo Arya, jadi bisa jalur utara, dan kemudian melanjutkan ke Pas- dipertanyakan apakah penyebaran bahasa benar

54 dari Asia, atau masuk ke Nusantara Barat dulu, pulau-pulau, tapi pula laut laut yang mengeliling- jadi salah satu bahasa Nusantara, baru menyebar inya. Sejak prasejarah kita merupakan bangsa ke Austronesia: Timur, Utara, Selatan, Barat. bahari yang jelas memerlukan mengembangkan perahu!! Disebut bahwa migrasi manusia dari Cadik dan Austronesia Afrika telah mencapai Australia sekitar 60.000 Penyebaran Perahu Cadik – 50.000 SM, dan penyeberangan dari Lempen- gan Sunda ke lempengan Sahul diduga dengan Teorinya umumnya menyebut semu- alat alat penyeberangan sederhana seperti rakit la hanya ada rakit, baik bambuataupun batang dsbnya. batang kayu.Baru lahir perahu batang kayu (dugout canoe), lalu dugout canoe bercadik di Dalam perkembangannya di kawasan sungai sungai besar Asia, yang kemudian dibawa Austronesia, ada pulau pulau yang hanya saat menyeberang ke Nusantara dan kemudian mengembangkan katamaran (dua dugout canoe menyebar ke seluruh Austronesia. digabung), ada yang hanyadugout canoe cadik tunggal dan ada yang hanya cadik ganda. Yang Bila kita pelajari peta prasejarah Asia menarik di Indonesia semuanya ada dari perahu Tenggara, maka untuk masuk ke Nusantara tanpa cadik, katamaran, cadik tunggul dan cadik melalui jalur selatan tidak perlu perahu, bisa ganda!. jalan darat. Dan yang di Indonesia sudah sejak Mungkinkah setelah bermukim di Nu- lama bukan lagi batang pohon yang dikeruk jadi santara barat, kemudian dugout canoe asal Asia di perahu (dugout canoe), tapi sudah sejak lama kembangkan jadi dugout canoe bercadik karena berkembang menjadi perahu papan berkerangka diperlukan untuk meneruskan penyeberangan dan berlayar, hinga dapat dibuat lebih besar dari sampai ke Australia!?Juga yang dari jalur utara dugout bercadik. (Taiwan), di prasejarah Taiwan masih menyatu dengan Asia, jadi belum perlu perahu.

Perkembangan Bnetuk Cadik TOBA PURBA DAN BANJIR BE- Juga belum jelas mana yang lebih dulu: SAR DI ASIA TENGGARA dugout canoe bercadik atau dugout canoe pakai layar Toba Purba dan baru dugout canoe bercadik pakai layar. Ketika jalur migrasi manusia dari Afri- Yang jelas gambar cadas prasejarah di ka telah mencapai Asia Tenggara dan masuk ke Indonesia banyak dihiasi gambar perahu layar Nusantara barat (diantara 80.000 – 60.000 SM), (di Timur, pulau Muna di Sulawesi, gunung Toba Purba meletus, letusan gunung di pulau Kei Kecil di Maluku Tenggara, di Pap- api terdahsyat di dunia (sekitar 74.000 SM). Le- ua, dsbnya.Sungguh menarik bahwa di benua tusannya mempengaruhi seluruh Asia, bahkan Eropa dan Asia tak banyak terbetik adanya per- ada yang menyebut abunya sampai ke Green- ahu layar di gua cadas prasejarahnya. land. Jalur migrasi terputus dan perkembangan homosapiens nyaris terhenti dan punah. Untun- glah migrasi yang telah tiba di Asia Tenggara Tanah Air - Manusia Bahari dan Nusantara barat berhasil melaksanakankan Penghuni Nusantara adalah satu satunya migrasi “baru”. Migrasi baru inilah yang kemu- penghuni di dunia ini yang menyebut wilayahn- dian menyebar ke seluruh dunia. ya dengan tanah-air.Yang negeriku bukan hanya

Primadi Tabrani, Cadik Samudra Borobudur... 55 Banjir Besar dan Mengungsi kolah sekolah kita umumnya menyebut bahwa cikal bakal manusia laut Austronesia (di Indone- Asia Tenggara bagaimanpun juga san- sia) adalah Homosapiens yang masuk dari Asia gat dupengaruhi oleh kondisi mencarinya es. 5.000 dan 2.000 SM. Sebelumnya ada kelompok Sampai 8000 tahun lalu, air laut di kawasan ini lain dari Homosapiens yang datang ke Indonesia diperkirakan naik 150 meter. ‘Banjir besar’ yang (dengan darat dan menyebrang selat-selat dang- begitu dahsyat hingga menenggelamkan semua kal), yaitu Austoasiatik (?) dan Papuamelanesoid, dataran rendah di Asia Tenggara, dan perlahan sekitar 20.000 tahun lalu. Dan yang paling per- lahan menyisakan pulau-pulau yang sekarang tama adalah Homosapiens yang menurunkan dikenal dengan kepulauan Indonesia. Aborijin, yang melewati kawasan Indonesia dari Baik manusia yang sudah tinggal sebe- pesisir ke pesisir) pada sekitar 80-60.000 SM. lum es mencair, manusia yang datang ketika es Diketahui hanya Homosapiens lah yang sedang mencair, dan terutama yang kemudian berhasil menyebrangi paparan Sunda menu- datang setelah es berhenti mencair (3.000 tahun ju Paparan Sahul. Homoerectus tidak pernah lalu) ‘terpaksa’ menghadapi perubahan lingkun- menggapai Sahul, tidak lain karena adanya ha- gan yang sangat drastis tersebut, yang bisa saja langan ‘selat’ alami. dapat menjadi katalisator dalam mengembang- kan “desain” perahu-perahu pertama Homo sa- piens.

Gambar 1. Dua gambar prasejarah di Gua Mardua Kalimantan, menunjukkan teknologi perahu sudah hadir sejak lama di Nusantara. Sumber : Setiawan, Pindi: 2010.

Pasca 3000 tahun lalu, manusia Nusan- Pada beberapa gambar cadas prasejar- tara (kemungkinan besar menyebar dari kawasan ah di Indonesia, dilukiskan perahu-perahu yang Sangkulirang-Mangkalihat Kalimantan Timur) pernah ada di laut Indonesia. Gua Mardua di ke barat melalui Lautan Indonesia (Madagaskar, Kalimantan, menggambarkan perahu dari Aus- Maldive) ; dan ke selatan dan timur melalui Lau- tronesian Tua sampai Kapal Uap. tan Pasifik ke Australia, Tasmania, Mikronesia, Polinesia, Hawaii dan Paskah. Bahkan sangat memungkinkan mereka juga mendarat di pan- Tentang “Atlantis” tai-pantai Amerika Barat. Ada pakar Barat yang menafsirkan ban- Tentunya pertanyaan terbesat adalah, jir besar dengan hilangnya “benua” Atlantis perahu seperti apa yang mereka pakai? Apakah yang adalah Indonesia.Ada pula yang menyebut perahu cadik? Apakah perahu cadik berlayar tel- Asia Tenggara (termasuk Indonesia) di masa itu ah tercipta? sebagai “Eden in the East” yang porak peranda karena bencana banjir banjir besar. Semuanya Buku buku Sejarah Kebudayaan di se- berpendapat bahwa kebudayaan “Asia Tengga-

56 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 54-63 ra” telah sangat tinggi, termasuk teknologinya.. rikan Kerajaan Merina di Madagaskar ( lihat Sudjoko, 1981; Meulen SJ, 1988; Read, 2008; Primadi, 2011). Terbuka dan Budaya Mudik Tak heran bila kemudian suku suku di Buku buku Sejarah Kebudayaan di se- pantai Afrika berhadapan dengan pulau Mada- kolah sekolah kita umumnya menyebut bahwa gaskar bercampur dengan para perantau, hingga cikal bakal manusia laut Austronesia (di Indone- memunculkan budaya Afro-Indonesia.Pelayaran sia) adalah Homosapiens yang masuk dari Asia di Samudera Hindia sudah mulai ramai, dan per- 5.000 dan 2.000 SM. Sebelumnya ada kelompok anan pelaut pedagang Nusantara cukup menon- lain dari Homosapiens yang datang ke Indonesia jol. Pelaut pelaut Nusantara dianggap “ahli” dan (dengan darat dan menyebrang selat-selat dang- banyak dipekerjakan di berbagai kapal bangsa kal), yaitu Austoasiatik (?) dan Papuamelanesoid, bangsa lain. sekitar 20.000 tahun lalu. Dan yang paling per- Kapal kapal Nusantara yang terbanyak tama adalah Homosapiens yang menurunkan menjelajah samudera, karena bangsa bangsa lain Aborijin, yang melewati kawasan Indonesia dari kurang jago mengarungi samudera dan lebih pesisir ke pesisir) pada sekitar 80-60.000 SM. suka “mengontrak”– menggunakan jasa-pelaut Jadi orang-orang di Nusantara memang pedagang Nusantara seba-gai pengirim barang sejak dahulu disinggahi orang-orang rantau, dan dagangan melalui laut. Teknologi Maritim Nu- menjadi tempat singgahan sebelum melalang santara sejak lama telah menjadi rujukan bagi lebih jauh lagi, ke belahan bumi lain. Ini bisa bangsa lain di Asia-Pasifik, daripada sebaliknya. menjelaskan banyak hal, misalnya mengapa yang “dibawa” dari ‘luar’ sering dengan mudah diterima di Indonesia.Ya karena memang sejara- Keadaan di abad 5 dan 6 Masehi nya Nusantara dibesarkan sebagai persinggahan Kapal kapal pelaut pedagang Nusantara para perantau Homosapiens. mendominasi pelayaran dagang di samudera Pa- sifik dan samudera Hindia. Ada pola pola tekstil Khususnya manusia Austronesian, se- Asia Tenggara yang sampai ke Amerika Selatan, jak dahulu dike-tahui berlayar memakai angin begitu pula jagung yang aslinya dari Amerika Muson, yang kadang ke barat kadang ke timur. Selatan dibawa menyeberangi samudera Pasifik Orang Austronesian bisa dengan mudah pulang ke oleh para pelaut pedagang Nusantara ke Asia balik utara-selatan atau barat-timur karena Tenggara, selanjutnya ke Eropa dan ke Afrika. kondisi angin setengah tahunan ini. Bisa jadi ke- jauh sebelum Era Colombus (semula diduga ja- biasaan berkunjung sanak saudara untuk meray- gung dibawa Columbus dari Amerika). akan satu hari penting, memang telah tumbuh sejak dahulu (sekali lagi) karena teknologi pera- hu Sekitar abad ke 8: Rute Kayu Manis dan candi Borobudur DATA DATA YANG MENARIK Ada kisah yang menarik.Salah satu ko- moditi yang top dimasa itu adalah rempah Pelaut & Pedagang Nusantara rempah dan kayu manis (cinnamon).Eropa Oleh karena iru, tidak heran bila sebe- memperoleh kayu manis antara lain dari Acra, lum permulaan Masehi, pelaut pedagang Nu- ibukota Ghana di pantai barat Afrika (samudera santara telah mengarungi samudera Pasifik dan Atlantik, sekitar tahun 800 M). Bagaimana bisa Hindia, dan kita telah mencapai Madagaskar, sampai di Ghana, padahal asalnya dari Indone- dan sempat para perantauan Nusantara mendi- sia?

Primadi Tabrani, Cadik Samudra Borobudur... 57 Candi Borobudur Panangkaran Pancapana (sekitar 746-784), wangsa Syailendra yang Budha dari Kerajaan Candi Borobudur didirikan sekitar 800 Sriwijaya berhasil memaksa Mataram kuno Hin- M (772-842).Terletak di karesidenan Magelang, du menjadi Mataram Kuno Budha. Mataram Jawa Tengah.Memakan waktu sekitar 70 tahun. kuno Hindu mengungsi ke daerah Dieng.Pan- Borobudur memiliki 1.212 panel dekoratip dan capana lah yang memulai pembangunan candi 1.300 panel cerita (Primadi, 1991: 720) Borobudur yang megah (Budha), dengan arsi- Yang berhubungan dengan tulisan ini tek Gunadharma.Sementara itu Rakai Pikatan merupakan panel cerita dan berada di sebelah (sekitar 847-855) dari Mataram Hindu berusaha timur, di lorong pertama, deret bawah. Adaseki- mengembalikan wangsa Sanjaya di Jawa Tengah. tar sepuluh relief perahu dengan beberapa Ini dilakukannya dengan menikahi put- merupakan relief cadik samudera yang ber- eri dari raja Samaratungga (Mataram kuno Bud- tiang ganda dan bercadik ganda, dengan masing ha) Pramodhawardhani (Budha).Kedua agama masing cadik bertingkat (cadik bawah dan cadik dikembangkan, Pramowardani meneruskan atas).Ada yang digambar sedang berlayar dan pembangunan candi Borobudur, sedang Rakai ada yang sedang berlabuh. Dari visualisasi relief Pikatan membangun candi (Hindu tampak bahwa Perahu cadik samudera Boro- Syiwa). Kerajaan Mataram Kuno berakhir di- budur merupakan perahu penumpang, dagang, masa pemerintahan Dyah Balitung (sekitar 898- perang, antar pulau dan samudera. 913) yang dikenal sebagai raja Mataram Kuno terbesar Sementara itu kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Mataram Kuno yang jamannya over- SRIWIJAYA, MATARAM KUNO, lapping, selalu berdiri sendiri, tak pernah jadi SINGASARI, MAJAPAHIT satu kerajaan. Telah adanya komoditi kayu manis (800 Sriwijaya sekitar 660 – 1200 M M) di Acra, ibu kota Ghana padahal asalnya dari Indonsia, menunjukkan bahwa peristiwa itu ter- Kerajaan Sriwijaya wilayahnya meliputi jadi di jaman Sriwijaya dan Mataram Kuno. Ter- Sumatera, Semenanjung Malaya dan sebagian teranya perahu cadik samudera sebagai relief di Jawa. Ia merupakan kerajaan maritim yang dise- candi Borobudur yang didirikan oleh Mataram gani di Asia Tenggara, dan mengirim “duta” an- Kuno, yang dipaksa wangsa Syailendra dari Sri- tara lain ke Cina, India dan Persia. Perdagangan wijaya untuk beralih dari agama Hindu ke Bud- lautnya juga merambah samudera Pasifik dan ha dan mendirikan candi Budha Borobudur me- Samudera Hindia.Tentunya memiliki perahu munculkan pertanyaan yang menarik. perahu yang hebat untuk bisa menempuh jarak jauh dengan membawa komoditi perdagangan, Dari sejarah diketahui bahwa kerajaan penumpang, perang, antar pulau, samudera.Hal Mataram Kuno negara agraris yang tertutup, ini cocok dengan perahu cadik Samudera Boro- dengan perdagangan dan pelayaran kurang budur. berkembang. Jadi walaupun yang membuat can- di Borobudur Mataram Kuno, ada kemungkinan yang mengirimkan perahu cadik samudera me- Mataram Kuno, sekitar permulaan layari rute kayu manis dari Indonesia ke Acra abad VIII – permulaan abad X adalah Sriwijaya. Kerajaan Mataram Kuno merupakan ki- sah menarik mengenai toleransi beragama. Raja Singasari sekitar 1222 – 1292 Sanjaya mendirikan kerajaan Mataram Kuno Walaupun tidak sehebat Sriwijaya, ker- Hindu sekitar 717 M. Pada pemerintahan Rakai

58 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 54-63 ajaan Singasari yang menguasai pulau Jawa ini, pai kapal samudera, dan juga penjualan per- juga merupakan kerajaan maritime, menguasai lengkapan kapal.Dari Banjarmasin muncul Jung laut Jawa dan Asia Tenggara.Terlibat dalam per- Jung besar. dagangan dan juga mengirim duta ke berbagai Dari Sumatera muncul kapal kapal besar Negara Asia. dengan tiga tiang, dan dari Jawa muncul kapal Ada kemungkinan cadik samudera Bo- besar bertiang empat.Kapal buatan kita ser- robudur (800 M) diangap sebuah desain yang ing dipesan oleh petinggi bangsa lain. Perahu mumpuni, hingga tak banyak perubahannya. samudera kita bukan hanya untuk penumpang, Walaupun tak tertutup kemungkinan munculnya perdagangan, antar pulau, tapi pula bisa jadi ba- desain baru yang lebih unggul. gian dari armada perangyang sejak permulaan abad XVI mulai dilengkap artileri dan meriam buatan Nusantara sendiri (Sudjoko 1981: 12- Majapahit sekitar 1292 – 1527 13). Majapahit, kerajaan terbesar di Indone- Pelaut pelaut kita dinilai unggul dan sia yang praktis meliputi seluruh Indonesia, juga banyak dicari untuk dipekerjakan sebagai awak merupakan kerajaan maritim, walaupun ibuko- kapal bangsa bangsa lain: Nachoda, juru mudi, tanya () berada di pedalaman.Namun juru senjata (termasuk ahli meriam), ahli layar, Trowulan memiliki akses ke laut melalui sungai ahli mencari arah dengan bintang, dsb. Apa- Gunting dan sungai Brantas.Trowulan merupa- kah di Indonesis telah muncul perahu samud- kan “kota air” yang memiliki kanal kanal yang era (penumpang, perdagangan, antar pulau, bepotongan tegak lurus, hingga perahu perahu samudera, perang) yang lebih unggul dari Cadik kecil bisa berlayar di dalam kota. Panjang kanal Samudera Borobudur?.Desainnya pasti telah ada yang sampai 6,2 km, dan lebarnya 20-25 ada perubahan, sebab kini telah dilengkapi artil- meter.Majapahit tak hanya disegani di kawasan eri dan meriam. Asia Tenggara dan Asia, juga di dunia.Mengua- sai laut Jawa (urat nadi perdagangan rempah Sungguh menarik mengapa tak muncul rempah). lagi relief kapal samudera seperti di candi Bo- robudur, padahal candi candi masih bermuncu- Para pelaut pedagang Nusantara men- lan sampai akhir masa Majapahit (sekitar akhir garungi samudera, dan armada Majapahit men- abad XVI). Lebih menarik lalgi karena banyak girim duta duta ke berbagai Negara di dunia. buku tentang kelautan yang munculdi abad XX, Kemungkinan Majapahit berhasil menggalang sering menggunakan perahu cadik Borobudur persataun sampai Madagaskar. di sampulnya! Bukan hanya penulis Indonesia, tapi juga penulis asing, seprti D.G.E Hall, 1988, Keadaan sekitar abad ke XVI : Sejarah Asia Tenggara” dan Dick Read, 2005, “Penjelajah Bahari - Pengaruh budaya Nusantara di Dalam buku “Ancient Indonesian Tech- Afrika”. nology” (Sujoko, 1981) antara lain disebut bah- wa, sampai sekitar abad ke XVI, Nusantara memilikiki ketahanan “nasional”: menguasai NAPAK TILAS CADIK SAMUDE- semua tahap produksi, semua tahap transaksi, semua tahap transportasi, dan pemasaran di se- RA BOROBUDUR berang lautan.Teknologi Maritim dan pembua- tan kapal kita menonjol. Pengambil Inisiatip Di pesisir pantai di Indonesia banyak Apa hubungan kayu manis dengan pelabuhan dan galangan pembuatan kapal, sam- Borobudur? Adalah Philip Beale, mantan pe- laut kerajaan Inggris yang tertarik pada misteri

Primadi Tabrani, Cadik Samudra Borobudur... 59 ini dan menelitinya.Ia mengetahui bahwa pe- capai Acra di pantai barat Afrika. Baru ditahun laut pedagang Nusantara sudah memunculkan 2001 mimpi Beale mulai menjadi nyata. Ia ber- “suku” Afro-Indonesia yang bermukim di pan- temu dengan Nick Burningham, seorang pakar tai timur Afrika. arkeologi maritim Asia Tenggara, yang telah Mungkinkah kayu manisyng disekitar berpengalaman membuat beberapa replica per- 800 M telah bisa diproleh di Acra (yang ber- ahu tradisi, yang akan membuat desain perahu asal dari Indonesika) kemudian dibawa melalui cadik samudera Borobudur, berbekal lima foto jalan darat ke Ghana dipantai barat Afrika?Per- relief cadik samudera dari candi Borobudur jalanandarat akan sungguh sulit,karena di masa yang di potret oleh Beale.. itu daratanAfrika masih merupakan hutan rim- ba perawan. Satu satunya kemungkinan adalah Pentingnya relief di candi melalui laut. Beale tertarik dengan adanya info bahwa di relief candi Borobudur di Indonesia Borobudur yang didirikan pada jaman yang sama (sekitar Relief cadik samudra Burubudur ini 800 M) ditemukan sejumlah relief perahu cadik, penting dalam penelitian ini, karena sungguh- beberapa diantaranya merupakan cadik samud- pun sasteranya (teks yang ditransfer jadi relief) era, besar bertiang ganda. Ia juga sudah meng- asalnya dari India, namun visualisasi relief cerita etahui bahwa dimasa lalu para pelaut pedagang di candi Borobudur merupakan ensiklopedi ke- Nusantara merupakan pengarung samudera hidupan dan lingkungan kebudayaan Jawa dima- yang ulung. sa sekitar tahun 800 M (Marzuki, 1982: 79-83). Di tahun 1982 Beale memerlukan me- Visualisasinya bergaya naturalis stilasi hingga ngunjungi Borobudur untuk memastikan kes- relief cadik samudera Borobudur bisa dijad- emuanya itu. Ia punya impian untuk membuat ikan dasar untuk membuat replika.Ini berbeda replica perahu cadik samuderaBorobudur dan dengan lukisan cadas buatan Aborigin Australia kemudian melayarkannya napak tilas rute kayu yang sederhana dan tidak naturalis stilasi. manis (the cinnamonroute) untuk membuktikan Seperti telah disebut di akhir prasejar- bahwa di di masa lalu (abad XVII – IX) pelaut ah nenek moyang kita telah membuat rute laut pedagang Nusantara memang telah melewati pulang pergi dari Kalimantan ke pulau pulau di Tanjung Harapan yang terkenal ganas ombakn- timurnya sampai ke Australia, dan dari pulau ya, lalu memasuki samudera Atlantik dan men-

Gambar 2. Terdapat lima gambar perahu cadik pada Candi Borobudur. Foto sebelah kiri adalah foto tahun 2012, sedang foto sebelah kanan adalah foto yang dibuat oleh Krom tahun 1927. Sumber : Pindi: 2012 ; Krom: 1927.

60 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 54-63 Jawa melalui pulau pulau di timurnya sampai ke lailah pembuatannya dengan Nick Burningham Australia. sebagai konsultan. Rute ini selain untuk perdagangan, pen- angkapan ikan, juga penangkapan teripang.Teri- Replika Cadik Samudera Boro- pang ini dimasak di Arnhem Land Australia, baru kemudian dibawa pulang ke Indonesia. Jadi budur di Arnhem land ada perkampungan “sementara” Setelah studi sejumlah relief cadik pelaut pedagang Nusantara. Pergaulan dengan- samudera Borobudur, melalui desain dan mod- penduduk Aborigin menyebabkan penduduk el, dibuatlah replica kapal cadik samudera Bo- melukis perahu Makasar yang berkunjung. robudur dengan panjang 18.90 m, lebar 4,25 Sampai sekitar abad ke XVI, semua m serta berat 30 gros ton. Dibuat seotentik ilustrasi perahu tradisional yang menghiasai mungkin dengan memanfaatkan studi teknologi berbagai laporan penelitian, buku, jurnal: atau Maritim dan pembuatan kapal Nusantara abad merupakan gambar perahu yang masih terus di- IX, mendekati bentuk aslinya di relief. gunakan sampai saat itu, atau merupakan imaji- Tanpa besi (paku) dan kawat, seluruhn- nasi pelukis dari laporan laporan atau kisah para ya dengan pasak kayu, tali temali tradisional dari tetua masyarakat, karena perahunya telah punah sabut kelapa, serat nanas, serat henep, ijuk, tan- dimakan usia. pa vernis dan cat.Walaupun aslinya takada petu- Jadi umumnya tidak se otentik seperti rasan, tapi karena ada dua wanita yang ikut serta relief perahu cadik samudera di candi Boro- dalam ekspedisi ini, dibuatkan peturasan diburi- budur yang naturalis-stilasi.Ini keberuntungan tan, yang dari kapal “tidak keihatan”, tapi terbu- Philip Beale dan Nick Burningham karena ka ke laut luas. berdasar foto relief dapat dibuat replikanya. Untuk memenuhi persyaratan navigasi pelayaran internasional masa kini, replica dileng- REPLIKA CADIK SAMUDERA kapi pula dengan beberapa peralatan navigasi BOROBUDUR modern dan GPS untuk dapat melaporkan po- sisi kapal sewaktu waktu. Tak ada radar, hingga ketajaman mata, Pembuatan replica cadik samudera keahlian melihat arah dari bintang dan intuisi Borobudur para crew yang lebih berperan. Tidak dilengka- pi dayung, walaupun platformnya untuk pen- Dengan bersenjatakan sekitar lima foto dayung tetap dibuat sesuai relief, tapi replica relief cadik samudera Borobudur, Nick Burn- dilengkapi generator kecil untuk maneuver di ingham membuat desainnya. Dan bersama pelabuhan. Replika dilengkapi pula dengan per- Philip Beale menelusuri pantai pantai Nusan- ahu kecil untuk kemungkinan replica tak bisa tara mencari para pembuat perahu “tradisi”. merapat, dan dua sekoci darurat. Ditemukan di Pagerungan, pulau Kangean, ka- bupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. “Tet- ua”nya adalah Assad Abdullah al-Madani Napak tilas rute kayu manis ke (60th) tak pernah sekolah, tak pernah membuat kapal berdasar desain. Maka Nick Burningham Acra membuatkan model kayu balsa berdasar desain Pada tanggal 15 Agustus 2003 dari Ja- yang dibuatnya, maka para ‘insinyur perkapalan karta, dilepas di pantai Marina, Ancol oleh Pres- tradisional” itu tertawa dan mengatakan “OK, iden Megawati Sukarnoputri yang memberin- sudah ada di imjinasi kepala kami”.Dan dimu- ya nama Samudera Raksa (pembela Samudera).

Primadi Tabrani, Cadik Samudra Borobudur... 61 Berlayarlah Samudera Raksa menapak tilasi rute Nusantara di abad VIII – IX tsb merupakan kayu manis pelaut pedagang Nusantara dari pengarungan samudera yang fenomenal (Prima- abad ke VIII – IX. di, 2004: 2) begitu pula napak tilas replikanya Samudera Raksa di tahun 2003-2004. Perahu ca- Kapten Putu Sedana membawa “crew” keseluruhan 27 orang, beberapa orang diaplos dik samudera seperti relief di Borobudur mer- di berbagai pelabuhan dalam rute tsb.Sepuluh upakan lokal jenius Nusantara (Primadi, 2004: orang warga Indonesia ( 2 orang wanita), 3 orang 6). “awak” Pagerungan pembuat kapal, Pimpinan Beberapa pertanyaan menarik: Menga- team Philip Beale (Inggris) dan Konsultan pa cadik samudera Borobudur “menghilang”, Nick Burningham (Australia), serta sejumlah dan yang “diwariskan” hanya perahu cadik se- warga asing lainnya dari berbagai bagian dunia derhana nelayan untuk menyusur pantai dan Rute dibagi dalam 4 leg: Jakarta - Sey- menangkap ikan? Mengapa cadik Borobudur chelles, Seychelles – Madagaskar, Madagaskar yang fenomenal itu tidak berkembang menjadi – Cape Town, Cape Town – Acra.Singgah di be- perahu samudera yang modern lengkap dengan berapa pelabuhanbaik yang sesuai rencana mau- persenjataan modernya? Apakah di akhir Ma- pun yang darurat, selain untuk keperluan per- japahit telah begitu lemah hingga tak mampu bekalan, istirahat dan terutamau ntuk perbaikan mengembangkan perahu samudera bermeriam? perbaikan akibat kapal diterpa badai dan ombak Di abad XVI – XVII kerajaan kerajaan tinggi.Pada saat melalui Tanjung Harapan yang di Nusantara dengan kapal samudera berme- terkenalganas ombak dan anginnya, layar porak riamnya mampu mengalahkan dan mengusir peranda, hinga nyaris napak tilas dihentikan. Spanyol dan Portugis yang ingin menguasai Namun para awak Pagerungan menun- bandar-bandar Indonesia. Mengapa kerajaan jukkan keakhliannya dan dengan dibantu crew kerajaan Nusantara tidak mengembangkan per- lainnya berhasil mengatasi kesulitan tsb. Pela- ahu samudera bermeriam seeprti kapal kapal yarannya bukan menyusur pantai, tapi men- armada Eropa yang masuk ke Nusantara? Be- garungi tengah samudera Hindia dan Atlantik! rulangkali armada kapal Sultan Agung Mataram Dan melalui Tanjung Harapan di ujung Selatan (relatip kecil) menghindar bila harus berhada- Afrika yang terkenal ganas ombak dan anginnya, pan dengan kapal samudera Belanda yang besar? bahkan untuk para pelaut Eropa. (De Graaf, 1986: 80-81, 91).Kapan tepatnya te- knologi kapal dan persenjataan armada Nusan- Samudera Raksa tiba di Acra 6 bulan tara mulai tertinggal dari Belanda? Apa sebabn- kemudian pada tgl 23.2.2004 pagi dan mem- ya? buang jangkar di lepas pantai pelabuhan Tema di Acra, ibukota Ghana di pantai barat daya Di penutup ini penulis ingin mengusul- Afrika. Samudera Raksa kemudian dibongkar kan sesuatu. Bagaimana bila dibuat sekali lagi dan diangkut kembali ke Indonesia, dipasang replikanya, dilayari lagi napak tilasnya Jakarta – kembali dan ditempatkan di Museum Samudera Acra dan pulangnya Acra - Jakarta (ini belum Raksa di kompleks candi Borobudur. Di Muse- dilakukan!). Kemudian pada setiap peringatan um tersebut bisa diperoleh informasi tentang sumpah pemuda sejumlah replika cadik samud- Samudera Raksa, sejarah rute kayu manis, pem- era Borobudur menapak tilasi rute kayu manis buatan replica, pelayarannya, crewnya, dsb den- pelaut pedagang Nusantara dari abad VIII – IX gan media computer interaktip. pulang pergi. Rute kayu manis jelas menguatkan fakta bahwa kita merupakan bangsa bahari, Indone- PENUTUP sia merupakan benua maritim, laut merupakan Rute kayu manis para pelaut pedagang pemersatu: sumpah pemuda: Satu bangsa, satu

62 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 54-63 bahasa, satu tanah air. media ruparungu dwimatra statis modern, dalam hubungannya dengan Bahasa Rupa Bagaimana bapak bapak di Angkatan laut dan gambar Prasejarah, Primitip, Anak, dan para kadet kadet Akademi Angkatan Laut? relief Lalitavistara Borobudur, Diser- tasi Doktor, Fakultas Pasca Sarjana Siaaaap!?...... Siapa takut?,...... Siapa berani!? ITB.

Tabrani, Primadi. DAFTAR PUSTAKA 1991 Kapal Cadik Borobudur, Jurnal Dimen- si, FSRD Trisakti, vol2-no.1, Septem- De Graaf. 1986 Puncak Kekuasaan Mataram, ter- ber 2004. jemahan Pustaka Grafiti Press dan KITLV, PT Pustaka Grafitipres, Ja- Read, Robert Dick. karta 2008 Penjelajah Bahari, Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika, Penerbit Mizan, Ekspedisi Cincin Api. Bandung. 2011. Toba Mengubah Dunia, Kompas 15.10.2011: 38 Retno Bintarti. 2001 Sebelum lewat Tanjung Harapan, hati masih ciut” Kompas, 8-3-2001: King, M, Elizabeth,. (?) Possible Indonesian or South East 48. Asian influniversity of Pensilvaniya, Philadelphia, USA. Soedjoko. 1981 Ancient Indonesian Technology, Shipbuild- ing and Arms Production around the XVI Kosasih, SA. 1982 Tradisi Berburu pada Lukisan Gua di century, Aspects of Indonesian Ar- pulau Muna, Sulawesi Tenggara, Lapo- cheology, Pusat Penelitian Arkeologi ran Rapat Evaluasi Hasil Penelitian Nasional. Arkeologi – 1, Pusat Penelitian Arke- ologi Nasional, Jakarta. van-Hekeren, HR. 1972 The Stone Age of Indonesia, Koninkelijke Institut voor Taal, Land en Volkenkunde, Krom, N.J. 1927 Barabudur – Archaeological De- The Hague. scription, Martinus Nijhoff, The Hague. van der Meulen, S.J. 1988 Indonesia diambang Sejarah, Penerbit Kanisius, Yogya. Morwood, Mike. 2002 Vision from the Past, Smithsonian Ins- tution Press.

Setiawan, Pindi. DAFTAR PUSTAKA MAYA 2010 Gambar Cadas Kutei Prasejarah: Kaji- http://www.migrationheritage.nsw.gov.au/ex- an Pemenuhan Kebutuhan terpadu dan hibition/objectsthroughtime/indonesian-out- Komunikasi Rupa, Disertasi Doktor, FSRD – Institut Teknologi Band- rigger-canoe, diunduh 30.10.2013. ung. http://bukuyangkubaca.blogspot. com/2007/08/ekspedisi-kapal-boro- Tabrani, Primadi. 2011 Belajar dari Sejarah dan Lingkun- budur-jalur-kayu.htmi, diunduh 30.10.2013. gan, Penerbit ITB, Bandung., Edisi http://www.phunicia.org.uk/team_philip_ 3 beale.htm, diunduh 30.10.2013 Tabrani, Primadi. 1991 Meninjau Bahasa Rupa Wayang Beber http://isearch.avg.com/images?=proses-mi- Jaka Kembang Kuning dari telaah Cara grasi-manusia(nationalgeogeographicindone- Wimba dan Tata Ungkapan Bahasarupa sia2006., diunduh 30.10.2013

Primadi Tabrani, Cadik Samudra Borobudur... 63 6 BATIK KLASIK: Aspek, Fungsi, Fiosofis dan Estetika Batik dalam Pandangan Budaya Nusantara

Dharsono

Abstrak Batik is a painting or drawing on mori cloth created by using a tool called “canting “. People painting or drawing or writing on mori cloth with canting is called by membatik. It produces vari- ous forms and motifs of Batik and has special properties possessed by batik itself. The emergence of printed batik although it’s not as soft as handiwork batik, is enough to maintain the contained value of traditional batik. The Subsequent developments, batik is no longer used to accelerate the process, but accelerate the depiction of patterns and coloring, so the result of fabric batik is really similar to batik . This batik cloth is called “ printing batik “ . The dynamics of the Batik develop- ment divert the attention of Batik consumers. People turn to Batik motif textiles while Indonesian bourgeoisie was clothed in handiwork batik for the purposes of official events and formal parties. This dynamics will bring batik ( handiwork Batik) exclusively to the throne . Batik becomes a source of exaltation later on, then it will be a role model (philosophy) and a source of inspiration for the manufacture and further development of batik. Batik in a view of the archipelago culture alongside of its beautifulness (aesthetics), It’s also a guidance (teaching) painted on motives / classic batik pattern. That’s why that batik is a masterpiece heritage of the nations in the world from Indonesia, and It is now recognized widely as intangible and tangible heritage. Keywords: classical Javanese Batik, modern - classical view, Batik classical pattern - creation

Batik klasik jawa Cara atau teknik tersebut sudah diker- jakan di Negara India. Catatan Pigeaud, peri- Y.E. Jasper dan Mas Pirngadi hal pembuatan batik tidak disebut-sebut dalam (1916:113-120), dalam pernyataannya kurang naskah Jawa pada abad XIV, meskipun demikian disebut secara pasti, sejak mulai kapan seni pada waktu itu (abad XIV) adanya kemungkinan batik mulai mewarnai kebudayaan di Jawa (In- batik diimport dari India, batik merupakan ba- donesia). Namun seorang penulis yang patut rang mewah yang hanya dipakai oleh mereka mendapat perhatian yaitu laporan G.P. Rouf- yang cukup ber-ada, yang dapat membelinya. faer dalam Jasper yang menguraikan dengan Kain batik merupakan bagian dari perdagangan lengkap mengenai asal-usul batik Jawa yang di- tekstil yang penting antara India dan kepulauan datangkan oleh para pedagang India dari pantai nusantara (sekarang 90% Indonesia), yang telah Koromandel, dan itu berlangsung sampai bera- dimulai oleh pedagang-pedagang pribumi dan khirnya pengaruh hindu di Indonesia. Uraian kemudian diambil alih, dan diperluas secara be- Rouffaer lebih menekankan pada segi teknik sar-besaran oleh para pedagang Portugis, Belan- dalam proses pembatikan. da dan Inggris. India menjadi bahan perantara

64 dalam tukar-menukar di Nusantara pada abad Ny. Reksowicitro seorang pembatik XVII, dan mempertahankan kedudukan istim- asal Soniten Surakarta mengalami peningkatan ewanya itu sampai tahun-tahun awal abad XIX kedudukan, dari kawulo (rakyat) yang kemu- (Prisma, 5 Mei 1987:56). dian diangkat derajatnya sebagai abdi dalem dilingkungan keraton sebagai “Abdi Dalem Catatan Pigeaud, perihal pembuatan batik dalam naskah Jawa pada abad XIV di atas Kriya” dengan pakat “Hamong Kriya”, sesuai memberikan informasi bahwa teknik pembati- dengan keahliannya. KRT Yosodipura dalam kan India telah memberikan andil perkemban- wawancaranya mengatakan di lingkungan ker- gan batik pada saat itu, walaupun dalam banyak aton Surakarta keahlian membatik dapat dika- hal pengaruh agama Islam di pusat kerajaan takan merupakan pekerjaan mulya (terhormat), Mataram berhasil membebaskan ketergantun- dan mampu menjunjung tinggi derajat para put- gannya dengan India. Langkah awal perkem- era-puteri lingkungan keraton. bangan batik Jawa dalam menentukan coraknya Mobilitas yang dialami oleh sekelom- pada abad XIX, terutama di Jawa Tengah bagian pok Abdi Dalem Kriya yang mereka dambakan, selatan dan Yogyakarta, yang dikenal sebagai membawa dampak positif bagi kesejahteraan pusat produksi batik tradisional, karena kemam- hidup keluarganya. Hal ini karena memperoleh puan dan kekuatan orang Jawa memproduksi fasilitas ekonomi yang cukup berarti, sekaligus seni kerajinan tersebut sebagai batik rakyat meningkatkan status sosial mereka sebagai bang- Sejalan dengan perkembangan batik sawan dalam katagori rendahan. Pembatik Ista- memasuki Istana pada abad XVIII, bersama itu na dalam struktur kebangsawanan hanya pan- pula sekelompok pengrajin batik rakyat mema- tas dilakukan oleh para pengrajin batik wanita, suki keraton. Para pengrajin batik rakyat diang- maka kedudukannya ditempatkan sebagai pem- kat kedudukannya dan kemudian mendapatkan bantu istana keputrian. Gelar Hamong Kriya status abdi dalem di lingkungan kraton yang diperolehnya, memberi kuajiban sebagai pembimbing pekerjaan membatik di lingkungan Seputar tahun 1769 Susuhunan (sebutan Keraton. (Rajiman 1986:93) pangeran yang sedang berkuasa) di Surakarta Fenomena tersebut memberi konotasi Hadiningrat, mengeluarkan suatu keputusan formal ( Jawa: Pranatan ) bahwa motif/corak tentang keberadaan batik rakyat yang berkem- “Jilamprang” dilarang dipakai oleh siapapun ke- bang diluar keraton dan kemudian masuk ke cuali Susuhunan sendiri dan putera-puterinya. lingkungan keraton mengalami legitimasi oleh Pada tahun 1785 Sultan Yogyakarta mencanang- raja sebagai batik istana. Karya-karya batik kan pola parang rusak bagi keperluannya priba- rakyat mendapatkan cap aristokrat sebagai batik di. produk istana, dan dalam perkembangan selan- jutnya, kemudian disebut batik klasik. Kemudian pada tahun 1792 dan 1798 lewat Pengageng (pejabat) keraton mengeluar- Batik merupakan cermin budaya penga- kan pembatasan-pembatasan selanjutnya atas gungan (sesuai dengan konsep raja dewa culture). pola-pola yang dipakai untuk keperluan tertentu Yaitu: dilingkungan kraton, yaitu menunjuk beberapa 1. Batik merupakan sumber pengagungan maka corak seperti: sawat lar, parang rusak, cumen- batik akan menjadi panutan (falsafah) dan gkirang dan udan liris (Sudarmono 1990:2). sumber inspirasi pembuatan dan perkem- Salah satu contoh: sekelompok pen- bangan batik selanjutnya. grajin batik dari perusahaan keluarga Wicitran 2. Batik sebagai karya keindahan yang sekaligus memasuki istana keraton Surakarta Hadinin- sebagai ajaran (konsep: tuntunan dan ton- grat, kemudian dianugrahi gelar kebangsawan di tonan). Batik dalam pandangan budaya jawa lingkungan keraton.

Dharsono, Batik Klasik:... 65 di samping indah, juga merupakan tuntunan batik daerah (termasuk batik saudagaran) tetap (ajaran) yang terlukis pada motif/ pola batik mengacu batik istana sebagai nilai dan status klasik. Itulah mengapa bahwa batik merupa- sebagai sumber inspirasi pengagungan. Perkem- kan warisan karya agung bangsa Indonesia, bangan batik di daerah (Surakarta dan sekitarn- dan kini telah diakui dunia sebagai warisan ya) mulai mencapai kejayaannya sekitar awal budaya bendawi non bendawi (intangible dan abad XX, atau seputar tahun 1930-an. Studi ka- tangible) sus yang terjadi di daerah Surakarta, Rekayasa kultural terhadap batik oleh KRT. Harjonegoro, memberi gamba- para birokrat kebangsawanan kerajaan men- ran tentang perkembangan batik di Surakarta gangkat batik lingkungan istana sedikit banyak pernah mengalami kejayaannya sekitar tahun memberikan aspirasi masyarakat dalam me- 1930-an sampai I960-an. Hal itu bisa dilihat mandang dan berwawasan terhadap batik. Batik pada daerah-daerah sumber batik, yang pada yang semula sebagai produk rakyat, kemudian saat itu merupakan daerah induk batik di Sura- diangkat derajad fungsinya sebagai bagian yang karta. Daerah induk batik itu terletak di Daerah penting dari satu birokrasi tatanan pada busana Bekonang Kecamatan Mojolaban, Kedunggu- kera¬jaan saat itu. Batik klasik kemudian men- del, Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo, jadi barang yang dianggap “eksklusif ” dimata Matesih Kecamatan Matesih Kabupaten Karan- rakyat, sehingga tidaklah mustahil apabila nan- ganyar, Laweyan Surakarta, dan Tembayat Ka- tinya, bentuk dan ragam motif batik-batik ista- bupaten Klaten. na tersebut akan menjadi sumber acuan pem- buatan batik selanjutnya. Daerah tersebut adalah merupakan kunci perkembangan batik saat itu (Wawancara, Motif-motif batik klasik, diacu dan Harjonegoro 1990). Seputar tahun 1978-an, diterapkan ke dalam produk batik di daerah. proses-proses tradisional dari produksi ba- motif-motif batik klasik sedikit banyak akan tik daerah telah mendapat tekanan yang hebat mengacu (meniru) dan juga berorientasi kepa- dari teknologi mencetak yang modern. Tampak da produk batik istana, yang dianggap sebagai dari perubahan teknis ini adalah sangat men- sumber yang diyakini sebagai motif baku (ses- dalam terutama pengaruh dalam tingkat pene- uai pakem). Batik istana dianggap sebagai batik mpatan tenaga kerja dalam industri. (Prisma, 5 klasik dan merupakan sumber acuan pembua- Mei 1987). Maka batik daerah mulai jatuh dan tan batik selanjutnya. bangkrut, kemudian diganti oleh batik printing Nilai dan status raja dan kerajaan se- atau batik meteran pabrikan. bagai sumber pengagungan, merupakan kekua- tan untuk memberikan keyakinan dan motivasi kultural. Perkembangan batik selanjutnya dalam PANDANGAN KLASIK kehidupan sehari-hari, akan memberikan satu Pandangan orang Jawa Klasik, dalam pengertian yang didambakan oleh masyarakat, melihat, memahami, dan berperilaku juga ber- sebagai busana yang dianggap mempunyai nilai orientasi terhadap budaya sumber. “Proses bu- dan status. Pandangan masyarakat terhadap kra- daya Jawa selaras dengan dinamika masyarakat ton sebagai pusat kebudayaan sangat melekat, yang mengacu pada konsep budaya induk, yai- satu bukti mengapa batik tetap merupakan ba- tu “sangkan paraning dumadi” (lihat: Geertz rang yang tetap digemari oleh masyarakat Jawa 1981: X-XII). (Dharsono 1990:45). Kelahiran dan atau keberadaan kare- Merosotnya batik Istana mengakibat- na adanya hubungan antara manusia dengan kan terjadinya tumbuh dan berkembangnya ba- Tuhannya melalui proses kelahiran, hidup dan tik-batik daerah (di luar istana). Perkembangan mendapatkan kehidupan, yang semuanya terjadi

66 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 64-73 oleh adanya sebab dan akibat. Geertz meng- (mandala conseps) merupakan konsep hubun- kaitkannya persoalan tersebut dengan bebera- gan interaksi yang membentuk satu kesatuan pa pemakaian istilah dalam Agama Jawa1 yang dan keseimbangan kosmos. Berkaitan dengan berintikan pada prinsip utama yang dinamakan konsep metakosmos tentang tiga jagat dengan “sangkan paraning dumadi”. Konsep tersebut konsep mandala, merupakan lingkaran yang dalam budaya Jawa dikenal dengan istilah nung- melambangkan kesempurnaan, tanpa cacat, gak semi2. Pandangan ini berlaku untuk semua keutuhan, kelengkapan, dan kegenapan semesta bentuk kesenian tradisi klasik, termasuk batik. yang sifatnya essensi, saripati, maha energi yang Hubungan mikrokosmos, metakosmos, tak tampak, tak terindra namun Ada dan Hadir. dan makrokosmos berkaitan dengan konsep Kehadiran ditampung dalam ruang em- Tri-loka/buana: Abdullah Ciptoprawiro dalam pat persegi dari lingkaran atau essensi dalam Arjunawiwaha (abad XI) oleh Empu Kanwa di eksistensi. Lingkaran mandala adalah kosmos, Jaman raja Erlangga, merupakan bentuk kakaw- keteraturan dan ketertiban semesta, harmoni in: cerita bersyair berwujud lakon untuk pemen- sempurna yang hadir dalam ruang empat (ling- tasan wayang. Renungan filsafat secara metafisik karan) persegi yang semula chaos. Yang sempur- yaitu, (a) renungan tentang Ada (Being) diwujud- na hadir dalam dunia cacat, yang terang hadir kan dalam pribadi (personified). Dewa Siwa yang dalam dunuia gelap, yang supreme hadir dalam digambarkan sebagai “sarining paramatatwa” dunia relative, yang tertib hadir dalam dunia cha- (inti dari kebenaran tertinggi=niskala), ada-tiada os, yang lelaki hadir dalam dunia keperempua- (terindra dan tak terindera=sakala-niskalatmaka) nan, yang tak tampak hadir dalam dunia tam- yaitu asal dan tujuan (the where from and where to, pak. Mandala adalah suatu totalitas unsur-unsur origin and destiny) alam semesta (sakala) (2000:34- dualitas keberadaan. 35). Dunia Atas menyatu dengan dunia Ajaran filsafat Jawa secara tersirat Bawah melalui dunia Tengah mandala. (lihat: menjelaskan hubungan mikro-makro-meta- Jakob Sumardjo 2003:87). Pandangan mas- kosmmos, sesui sistem berpikir budaya mistis yarakat terhadap hubungan mikrokosmos dan Indonesia. Pandangan tentang makrokosmos makrokosmos, Jose dan Miriam Arguelles mendudukkan manusia sebagai bagian dari se- mengkaitkan dengan bentuk ritual pada konsep mesta. Manusia harus menyadari tempat dan Mandala yaitu konsep hubungan interaksi yang kedudukanya dalam jagad raya ini. Pandangan kemudian membentuk satu kesatuan dan kes- tentang mikro-meta-makrokosmos, dalam kon- eimbangan kosmos“Centering”4 (1972:85). sep yang kemudian disebut ajaran Tribuana/ Triloka, yakni : KONSEP TRI-LOKA/BUANA DAN 1. Alam niskala (alam yang tak tampak dan tak KONSEP MANDALA terindera); Batik Semen ramawijaya (salah satu con- 2. Alam sakala niskala (alam yang wadag dan toh), dalam pandangan budaya nusantara (jawa) tak wadag, yang terindera tetapi juga tak di samping indah, juga merupakan tuntunan terindera; dan (ajaran) yang terlukis pada motif/ pola batik 3. Alam sakala (alam wadag dunia ini). Manusia klasik. Batik Semen Ramawijaya seolah terlukis dapat bergerak ke tiga alam metakosmos tadi tampak atas, pohon hayat seolah dikelilingi mo- lewat sakala niskala yakni: lewat kekuasaan tif lainnya. perantara yakni shaman atau pawang, dan le- Tata susun pola batik semen Ramawi- wat kesenian tiga. jaya, merupakan paduan motif yang terdiri dari Apabila dikaitkan konsep mandala pohon hayat, di samping kanan-kiri sepasang

Dharsono, Batik Klasik:... 67 Gambar 1. Batik Semen Romo. Dokumen Sonny Kartika,. Foto : Sony Kartika, 2004

motif-motif garuda, di bawah pohon hayat ter- but membentuk keseimbangan, keselarasan, dan dapat sepasang motif bangunan dan di bawahn- kesatuan. Masing-masing memberi kekuatan ya terdapat sepasang motif binatang darat. Ber- atau energi secara sentral, artinya motif-motif kaitan dengan konsep Tribuana/Triloka secara yang mengelilingi memberi kekuatan terhadap filsafati; motif pohon hayat sebagai gambaran motif pohon hayat yang merupakan pusat jagat penghubung atau jagat tengah (alam ni- Delapan motif pada semen rama terse- skala-sakala) merupakan penyeimbang/peng- but saling memberi energi pada motif yang di hubung antara semesta atau jagat bawah (alam tengah yang dilambangkan dengan motif pohon Sakala), lewat jagat tengah (alam sakala-niskala) hayat. Pohon hayat melambangkan sifat darma, untuk menuju ke jagat atas (alam Niskala). memberi perlindungan dan kehidupan dunia. Batik Semen Ramawijaya apabila Pandangan kemudian dipakai sebagai ajaran didekati dengan konsep Tribuana/Triloka dan budaya jawa yang disebut dengan hasta brata. mandala., menggambarkan hubungan antara Ajaran hasta-brata mengandung wacana falsa- alam semesta atau jagat bawah (alam Sakala) fah (tujuan dan pandangan hidup) tentang po- untuk menuju ke Esaan (alam Niskala), lewat tret seorang pemimpin yang bijaksana yang me- jagat tengah (alam sakala niskala) ” membentuk mentingkan kepentingan jagat (negara) di atas keseimbangan, keselararasan dan kesatuan dan kepentingan pribadi (kautaman) kemudian pan- masing-masing memberi kekuatan/energi se- dangan/ajaran tersebut dilukiskan pada batik cara sentral Semen Ramawijaya dengan 8 atau 9 (8+1) mo- Secara filsafati tatasusun batik semen tif utama. Secara simbolik motif-motif terse- rama dalam konsep mandala tergolong dalam but melambangkan tentang ajaran hasta-brata, tipe “Centering”.Kedelapan motif utama pada yang menggambarkan ajaran kepimpinan yang batik semen rama seolah mengelilingi pohon lambangkan 8 brata (sifat/watak) seorng pem- hayat membentuk sebuah pola disebut dengan pin sejati dan 1 motif sebagai lambang raja pola batik semen rama. Kedelapan motif terse- mikrokosmos

68 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 64-73 Hasta-brata, yang menggambarkan aja- lidah api; ran kepimpinan yang lambangkan delapan brata 7. Yama brata dilambangkan sebagai Dewa (sifat/watak) seorng pempin sejati dan 1 motif Yama, bratanya ialah sifat dan watak buma sebagai lambang raja mikrokosmos. : (tanah) digambarkan dengan motif tanah 1. Indra brata dilambangkan sebagai Dewa (meru); Indra, bratanya ialah sifat dan watak Langit 8. Sasi brata dilambangkan dengan Dewa Can- sebagai lambang “darma”, digambarkan den- dra, bratanya ialah sifat dan watak candra gan motif pohon hayat; (bulan) digambarkan dengan motif binatang 2. Surya brata dilambangkan sebagai Dewa darat (sesuai dengan sifat dewa Wisnu, yang Surya, bratanya ialah sifat dan watak mataha- pada penjelmaan permulaan (ke 2-4) sebagai ri digambarkan dengan motif garuda; binatang darat); 3. Bayu brata dilambangkan sebagai Dewa An- 9. Subyek Astha-brata yaitu raja sebagai pemi- ila/Bayu (Dewa Angin) digambar dengan mpin/penguasa, dilambangkan dengan mo- motif burung; tif dampar 4. Kuwera brata dilambangkan sebagai Dewa Kuwera, bratanya ialah sifat dan watak bin- PANGAN MODERN tang (kartika) digambarkan dengan motif Pandangan estetika modern memberikan inspi- pusaka; rasi terhadap pembuatan batik selanjutnya dise- 5. Baruna brata dilambangkan sebagai Dewa but dengan konservasi batik. Perkembangan Baruna digambarkan dengan motif baito batik secara konservasi dalam bentuk revitalisasi (kapal); dan perkembangan batik secara inovasi.

6. Agni Brata dilambangkan sebagai Dewa 1. Bentuk revitalisasi menghasilkan batik pola Agni/Brama, bratanya ialah sifat dan watak klasik yaitu pengerjaan batik secara utuh ma- dahana atau api digambarkan dengan motif sih mengacu pada batik klasik dengan teknik

Gambar 2. Bentuk revitalisasi menghasilkan batik pola klasik.

Batik Sidomukti Batik pola Sidomulyo (Sidokmukti gaya (Dokumen: Sonya Kartika, foto: Sony kartika 2004) Surakarta)(Dokumen: Sonya Kartika, foto: Sony kartika 2004)Batik Sidomulyo merupakan batik pola klasik merupa- kan batik tiruan (jw: tiron, putran) dari batik Sidomukti dengan latar hitam (Sidomukti gaya Surakarta), sedang untuk latar putih disebut batik Sudo luhur (Sidomukti gaya Yogyakarta).

Dharsono, Batik Klasik:... 69 pembatikan menggunakan bahan pewarna Secara pola (susunan motif dasar) apabila diper- sintetis, secara falsafah maupun filsafat ma- hatikan sih mengacu pada budaya induk Batik pola klasik dapat dikatakan sebagai 1. Pola 1: Pola pohon hayat seolah dikelilingi batik tiruan (jawa: tiron, putran). Penggunaan bagian atas dan bawah diapit sepasang motif nama batik pola ini sering ditambah dengan garuda, dan bagian tengah diapit sepasang akhiran –an yang artinya tiruan terhadap bangunan batik klasik yang diacu misalnya srikatonan, 2. Pola 2: Pola pohon hayat seolah dikelilingi sidomukten, truntuman, sawatan, gurdhan bagian atas dan bawah diapit sepasang mo- dan sebagainya. tif garuda, dan bagian tengah diapit sepas- ang kupu-kupu. Batik Sidomukti ataupun 2. Bentuk inovasi menghasilkan batik pola sidomulyo merupakan simbolisme tentang kreasi yaitu pembuatan batik tidak lagi secara makna ajaran tentang Sido dan Mukti atau utuh (tidak sepenuhnya) mengacu pada ba- mulyo. Sido dalam bahasa jawa diartikan se- tik klasik, teknik pewarnaan maupun teknik bagai “jadi”dan “mukti” (kemulyaan), be- pembatikan bebas (cap, printing) dan meng- rarti mendapatkan kejayaan (kemulyaan) gunakan pewarna sintetis. Secara filsafat setelah mendapatkan sesuatu anugerah yang mengacu pada estetika modern. dilimpahkan oleh Nya).

Batik sidomulyo merupakan batik Kesepadanan arti kata tersebut tercer- sidomukti yang menggunakan latar hitam, ser- min sebagai simbolisme yang digambarkan le- ing disebut dengan sidomukti gaya Surakarta. wat empat motif utama pada batik sido muk- Batik sidomulyo (sidomukti latar hitam), secara ti atau sido mulyo mengandung ajaran tentang struktur merupakan pola dasar geometrik mem- kemulyaan hidup. Kemulyaan hidup sesorang bentuk bidang-bidang persegi. Masing-masing hanya mampu didapat apabila manusia mampu bidang diisi dengan motif, pohon hayat, ku- mengendalikan empat nafsu manusia; nafsu am- pu-kupu, bangunan dan garuda. arah, nafsu lawwamah, nafsu supiyah dan nafsu

Gambar 3. Bentuk Semen Remengan

Semen Remeng (Hamzuri 2000:168, Batik pola Semen Remengan (Gurdan) (Dokumen: scan repro Tiar 2004). Sonya Kartika, foto: Sony kartika 2004) Batik pola klasik merupakan batik tiruan (jw: tiron, putran) batik Remeng dengan latar hitam (gaya Surakarta), sedang untuk latar putih (gaya Yogya- karta)Batik pola klasik merupakan batik tiruan (jw: tiron, putran) batik Remeng dengan latar hitam (gaya Surakarta), sedang untuk latar putih (gaya Yogyakarta)

70 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 64-73 mutmainah. mampu mendapatkan apabila manusia mam- Pandangan tersebut sesuai dengan fal- pu mengendalikan empat nafsu manusia; nafsu safah jawa untuk menentukan keberadaannya amarah, nafsu lawwamah, nafsu supiyah dan dalam sistem waktu dan ruang kosmos yang nafsu mutmainah, seperti gambaran simbolisme membentuk kesatuan yang tak terpisahkan an- yang terdapat pada pola batik semen remeng di tara dirinya dengan alam semesta. Pandangan ini atas. Pandangan tersebut sesuai dengan falsafah oleh masyarakat Jawa dikenal dengan Keblat pa- jawa untuk menentukan keberadaannya dalam pat kelima pancer .Kemulyaan hidup (sidomuk- sistem waktu dan ruang kosmos yang memben- ti/sidomulya) hanya mampu diperoleh apabila tuk kesatuan yang tak terpisahkan antara dir- mampu mengendalikan diri dari empat sifat inya dengan alam semesta. Pandangan ini oleh manusia, maka manusia akan mencapai kasam- masyarakat Jawa dikenal dengan keblat papat purna jati (kesempurnaan hidup sejati), apabila kelima pancer . Orang Jawa memakai batik se- dapat menindas hawa nafsu (pengendalian ke- men remeng, punya harapan untuk dapat mem- empat nafsu di atas), maka manusia akan memi- peroleh kebahagiaan, ketentraman hidup yang liki hati yang waskita (awas dan selalu ingat), samar-samar tadi. Simbolisme tersebut memberi tentu akan mendatangkan anugerah kemuliaan ajaran tentang pengendalian diri; apabila kita sangkan paran (kehendakNya) mampu mengendalikan diri dari empat sifat ma- nusia tersebut, maka manusia akan mendapa- Batik semen remeng latar hitam (Sura- tkan nur-rasa dalam perjalanannya mencapai karta), batik semen remeng latar putih (yogya- kasampurna jati (kesempurnaan hidup sejati), karta), secara struktur merupakan paduan motif yaitu akan mendapatkan cahaya bathin dalam (pola) yang terdiri dari 5 motif utama yakni mo- hidupnya. tif pohon hayat, garuda, burung, bangunan dan meru. Pola tersusun dengan posisi pohon ha- Batik kreasi dibuat berdasarkan kon- yat yang dipadu dengan motif meru di apit oleh sepsi seni modern, sehigga secara struktur batik sepasang motif garuda disamping kanan-kiri mengacu pada konsep estetika modern. Batik bawah dan di bawah dan di antaranya terdapat kreasi tidak lagi mengacu pada filsafat dan fal- sepasang motif burung dengan posisi terbang, safah tetapi mengacu pada ekspresi personal. samping kanan-kiri atas dan atas terdapat tiga Batik kreasi tergantung dari unsur-unsur rupa motif bangunan yang di atasnya terdapat mo- berupa motif-motif yang dikomposisikan sesuai tif meru yang dipadu dengan motif burung. dengan konsep tatasusun yakni: unsur disain, Semuanya seolah menjaga keberadaan pohon prinsip disain dan asas disain. Batik kreasi ter- hayat. gantung bagaimana krator batik mengungkap- kan gagasannya secara personal dan tidak lagi Batik Semen Remeng latar hitam mau- terikat oleh pakem, falsafah, maupun filsafatnya. pun latar hitam, posisi motif pohon hayat diapat Inilah mengapa batik lebih variatif dan bebas. dan atau dikelilingi motif garuda yang secara proporsif masing-masing lebih besar diband- Catatan penting, bahwa dinamika ba- ing motif pohon hayat. Simbolisme pohon tik dari budaya klasik sampai munculnya batik hayat sebagai penyeimbang seolah dijaga ke- kini memberikan informasi adanya daya tah- beradaannya. Keberadaan hubungan mikrokos- an kebudayaan dalam bentuk pelestarian dan mos (hubungan secara vertikal antara batin kita pengembangan, sesuai dengan kebutuhan ma- dengan TuhaNya) dan hubungan makrokosmos nusia dan masyarakatnya, sumber daya lingkun- (hubungan antara batin kita dengan alam semes- gan, dan pranata-pranata sosial yang berlaku ta dan lingkungannya). Ketrentaman, kebaha- pada masyarakat Jawa. giaan hidup (digambarkan sebagai bentuk yang Seni batik canting alus (batik klasik) remeng+samar-samar), maka sesorang hanya yang pernah mengalami kejayaan di sekitar ta-

Dharsono, Batik Klasik:... 71 Gambar 4. Bentuk inovasi menghasilkan batik pola kreasi

Batik kreasi: “Kembang” Batik kreasi: “abstrak” (batik kombinasi) (dukumen Danar Hadi, repro scan: Tiar 2004) (Dokumen: Sonya Kartika, foto: Sony kartika 2004)

hun 1910 sebagai batik istana, dan tenggelam Bernet Kempers, AJ. sekitar tahun 1930-an oleh batik cap, dan kemu- 1959 Ancient Indonesian Art, Cambridge Mas- dian tergeser oleh kain motif batik sampai 1979, sachushetts, Harvard University Press, 60. namun batik alus (batik klasik) kembali sebagai barang yang dipilih oleh konsumen kelas atas, Clifford Geertz. sebagai batik eksklusif. Kain batik canting alus 1981 Abangan, Santri, Priyayi dalam masyarakat dipilih dan terbeli oleh para konsumen golon- Jawa (diterjemahkan oleh Aswab Maha- gan kelas atas, sebagai busana pesta sin judul: The Religion of Jva), Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.232 Dinamika perkembangan batik mengali- hkan perhatian konsumen batik, masyarakat be- Cook, R.. ralih ke tekstil motif batik, sedang kaum borjuis 1995 The Tree of Live, Image for the Cos- mos, Printed and Bound in Slovenia Indonesia memakai kain batik halus (batik tulis) by Mladinska Knjiga, 10, 42-43, 50- untuk keperluan acara resmi maupun pesta-pes- 51. ta resmi. Cooper, J.C. Dinamika tersebut akan membawa ba- 1979 An Illustrated Encyclopaedia of Traditional tik tulis (batik canting) ke singgasananya yang Symbols, London, Themes and Hud- eksklusif. Batik tulis yang berkembang sekarang son Ltd. justru mempunyai posisi yang jelas dalam ek- Dharsono. sistensinya. Pengusaha batik tulis menjadi anak 2005 “Pohon Hayat: Simbol dan makna pohon angkat dari industri batik, untuk diangkat ke hayat yang terlukis pada batik klasik se- pasaran dan mempunyai spesifikasi yang jelas. bagai ekspresi kebudayaan Jawa”. Deser- Artinya batik mempunyai ketahanan budaya se- tasi Bandung: ITB suai dengan pranata sosial masyarakat. Ketahan- Dharsono Sony Kartika (ed). an budaya merupakan bukti adanya ketahanan 2004 Pengantar Estetika, Bandung: Rekayasa nasional. Sain P;202-203

Hadi, S. DAFTAR PUSTAKA 1979 Metodologi Research I, Yogyakarta,Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Univer- Abdullah Ciptoprawiro. sitas Gajah Mada. 2000 Filsafat Jawa, Jakarta: Balai Pusta- ka.

72 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 64-73 Hadiwijono, H. Saletore, RN. (tt) Kebatinan Jawa dalam Abad 19, Jakarta, 1987 Encyclopaedia of India Culture. Vol- BPK Mulya, 25. ume II and III, New Delhi, Ster- ling Publisher Private Limited, 659- Hamzuri. 665. 2000 Warisan Tradisional Itu Indah dan Unik, Jakarta: DPK, DirJen Keb, Dir Permu- Simuh seuman, 235-236. 1996 Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa., Yogyakarta, yayasan Holt, C. Bentang Budaya, 131. 1967 Art in Indonesia: Continuities and Change, Ithaca New York, Cornell University Simuh Press, 55-56, 60, 136. 1988 Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, Suatu Studi terhadap Wir- van der Hoop, A.N.J. Th.a Th. it Hidayat Jati, Jakarta, Penerbit Uni- 1949 Indonesische Siermotieven, Uitge- versitas Indonesia (UI-Press), 131, geven Door Hiet, Koninklijk Bata- 340. viaasch Genootschap Van Kunsten en Wetenschappen, 275-276, 278- Snodgrass, A. 284. 1985 The Symbolisme of the Stupa, New York, Cornell Unuiversity, 187. Jose and Arguelles, M. 1972 Mandala, Boelder and London: Sham- Subagyo, R. bala, 85. 1981 Agama Asli Indonesia, Jakarta, Sinar Harapan dan Yayasan Cipta Loka Kawindrosusanto, K Caraka, 98-100, 118. 1956 “Gunungan” Majalah Sana Budaya, Th.1No.2 Maret, 81. Sumardjo, J. 2003 Simbol-Simbol Artefak Budaya Sunda, Kartoatmodjo, S. tafsir-tafsir pantun Sunda. Bandung: Pe- 1986 “Arti dan Fungsi Pohon Hayat dalam nerbit Kelir, 87Susanto, S. (1980), Seni Masyarakat Jawa Kuno”, Penelitian Kerajinan Batik Indonesia, Departe- Yogyakarta, Lembaga Javanologi, men Perindustrian RI, Balai Pene- 14. litian Batik dan Kerajinan , Lembaga dan Pendidikan Industri, 9, 212, 261,- 263, 236-237. Kartoatmodjo, S. 1983 “Arti Air Penghidupan dalam Masyarakat Triguna, I. B. G Yudha. Jawa, Penelitian, Yogyakarta, Lembaga 1997 “Mobilitas Kelas, Konflik dan Penafsir- Javanologi, 10, 12, 16-17. an Kembali Simbolisme Masyarakat Bali, Desertasi Doktor, Bandung, PPs Uni- Kartosoejono. versitas Padjadjaran, 65. 1950 Kitab Wali Sepuluh, Kediri, Boekhandel Tan Khoen Swie, 14-23. Wiryamartana, I. K. 1990 Arjunawiwaha: Tranformasi Teks Jawa Mulder, N. Kuna lewat Tanggapan dan Penciptaan 1984 Kepribadian Jawa dan Pembangunan Na- di Lingkungan Sastra Jawa, Yogyakar- sional, Yogyakarta, Gadjah Mada Uni- ta, Duta Wacana University Press. versity Press, 13. 9

Pitono, R. 1969 “Pengaruh Tantrayana pada Kebudayaan Kuno Indonesia”, Majalah Basis 18, no. 2: 389-99.

Dharsono, Batik Klasik:... 73 7 TRANSFORMASI VISUALISASI GAMBAR ILUSTRASI : pada Naskah Jawa Periode 1800-1920, Sebagai Refleksi Gejala Sosial-Budaya Masyarakat Jawa

Nuning Damayanti Adisasmito

Abstrak The tradition of writing and drawing illustrations found in old manuscripts in various ethnic In- donesia, especially on Java community. Most Old Javanese manuscript contains illustrations that unique and local characteristics of Javanese art. Illustration of the ancient Javanese manuscripts are well documented and have a varied range of visual form, unique in styling, how to draw, the theme, as well as a visual object. Visual image is an illustration concept frameworks Java community, as well as a reflection of social life - Javanese culture Colonial period. Illustration on Java Script period 1800-1920 as an aesthetic concept attainment the expression symbol of the Java community. The illustrations in old Javanese manuscripts in 1800-1920 showed a correlation sustainability of such visual language in the era of the past to the present and into the characteristics of Java illustration style, which is the development over time. Illustration of the old Javanese manuscript in the year 1800-1920 has changed and developed its visual state as the interaction between the animism in the Pre-Hinduism era, cultural of Hinduism-Budhism, Islamic and Colonialism paradigms. Of all these characteristics into the connecting thread is narrative, symbolic and simplification form of the nature (stylized), two-dimensional shapes and stylized concepts wayang. Keywords: illustration, illustration tradition, colonialism 1800-1920, Java script, stylized

PENDAHULUAN Jawa sudah menjadi konsensi sejak abad-abad. Naskah-naskah tua merupakan arte- Keunikan wujud visual naskah-naskah tua Jawa fak yang merekam pencapaian kebudayaan dan merupakan suatu pencapaian penciptaan karya kekayaan berfikir suatu bangsa, selain itu nas- seni, yang menunjukkan juga ketinggian rasa es- kah-naskah tersebut adalah sumber ilmu peng- tetik dalam bidang seni rupa. etahuan mengenai budaya masa lalu. Salah satu dari wilayah Nusantara yang memiliki pening- MASYARAKAT JAWA DAN NASKAH galan manuskrip-manuskrip berupa naskah tua BERGAMBAR adalah masyarakat Jawa. Naskah Jawa dimasa lalu kebanyakan Kekayaan artefak budaya Jawa masih berisi ajaran kebathinan Jawa dan dikemas da- dapat ditelusuri keberadaannya sejak masa awal lam kisah pewayangan juga merupakan analogi kerajaan-kerajaan Jawa, masa Singosari, Majap- paparan perjuangan raja-raja dimasa itu. Di- ahit, Pajang, Demak, hingga Surakarta dan Jo- antaranya adalah kitab Ramayana berbahasa gyakarta. Hal ini menunjukkan budaya tulis di

74 Jawa berupa sastra macapat (903 M), kitab Ma- disebut puncak kebudayaan Islam dan intelek- habharata (991 – 1007M) dan Naskah Kakawin tualitas bangsa Indonesia, karena di Nusantara Arjuna Wiwaha, (abad 11) gubahan Mpu Tantu- terjadi kegiatan melek aksara yaitu bahasa Arab lar. (Sri Mulyono, 1975:182–184). dan bahasa daerah serta bahasa Melayu. Pada Pada abad 12 Epos Mahabharata diin- masa Islam pula penulisan naskah pada kertas terpertasi ulang oleh Mpu Sedah dan mengalami daluang yang memuat gambar iluminasi dan pelokalan, digubah dalam lakon wayang yang gambar Ilustrasi. mengandung simbol-simbol ajaran kebatinan Pada masa kolonialisme Belanda Jawa yaitu Serat Dewa Ruci dan Serat Arju- perkembangan kesenian dan kebudayaan Jawa na Wiwaha, yang merefleksikan sinkretisme dan sempat mengalami kesenjangan pada periode akulturasi budaya Jawa dan Hindu. Naskah ini awal abad ke 17 hingga pertengahan abad ke menjadi acuan cerita wayang dan variannya sam- 18. Hal ini disebabkan politik divide et impera pai sekarang. Naskah yang sangat terkenal yang Belanda yang mengakibatkan perang saudara menceritakan masa kejayaan Majapahit adalah antara raja-raja Jawa, sekaligus juga pemberon- Naskah Pararathon yang ditulis oleh Mpu Tan- takan pada pemerintah Belanda terus-menerus. tular dan Naskah Negarakertagama karya Mpu Pada periode ini terjadi peristiwa-peristiwa bu- Prapanca. Kedua naskah tersebut menggam- daya yang cukup penting di Jawa yang menye- barkan kondisi masa kejayaan Majapahit yang babkan perubahan pada tatanan kehidupan menyelaraskan Hindu dan Budha dalam tatanan masyarakat Jawa. kompleksitas agar harmonis. Perubahan-perubahan yang menuju Ketika agama Islam mulai berpengaruh modernisasi dalam berbagai aspek kehidupan di Jawa, terjadi proses Islamisasi oleh intelektual yang menyebabkan pemikiran intelektualitas Islam dan terjadi proses peningkatan kualitas masyarakat Jawa bertambah luas. Lalu memu- religiusitas dan spiritualitas Muslim Jawa. Hal ini nculkan gerakan ”kesadaran modern” yang dapat dilacak dari sisi perkembangan pemikiran menjangkau luas dalam masyarakat Jawa dan transformatifnya, pemikiran-pemikiran itu tere- keinginan untuk menjadi bangsa yang berdaulat. fleksikan dalam naskah Jawa masa pertenga- (Florida , 1995) han abad ke 19. Sistim egaliter Islam berhasil Harapan-harapan itu dituangkan dalam meluruhkan perbedaan antara tatanan hierarkis kegiatan intelektual penciptaan karya seni dan kerajaan Majapahit. Pemikiran sufistik dan mis- penulisan karya sastra. Aktifitas ini didukung tik Islam yang harmonis berakulturasi dengan Belanda yang pada akhirnya mendorong keban- dunia mistik lokal yang berakar kuat pada mas- gkitan kembali sastra Jawa. Naskah naskah Jawa, yarakat Jawa Tradisional. pada dasarnya bisa dipahami sebagai suatu gejala Hal yang penting dalam penyebaran kebudayaan yang dapat dipelajari berdasarkan agama Islam di Jawa adalah sistim pendidikan yaitu 3 wujud kebudayaan yang menyertainya, yang berfungsi sebagai pembelajaran Islam. Is- sebagai berikut : lam melanjutkan sistim Padepokan masa Hindu menjadi sistim Pesantren yang dikenal sampai 1. Idea. Naskah Jawa sebagai rekaman sekum- sekarang. pulan ide, pikiran serta gagasannya dan kear- ifan cara berfikir merupakan gambaran ske- Di pesantren pula budaya baca tu- ma-skema budaya Jawa lis berkembang pesat dan berdampak pada perkembangan budaya buku dan penulisan nas- 2. Activities Naskah Jawa sebagai representasi kah-naskah bernafaskan Islam. Penulisan ulang dari berbagai macam aktivitas kehidupan so- Al Quran dan Hadist menyebabkan berkemban- sial masyarakatnya. gnya seni kaligrafi dan mushaf. Pada masa itu 3. Practices Naskah Jawa merupakan wadah yang

Nuning Damayanti Adisasmito, Transformasi Visualisasi Gambar Ilustrasi:... 75 Skema 1 Pembabakan Sejarah Jawa dan Naskah Jawa Bergambar priode 1800-1920. Sumber: Damayanti, 2007

memuat makna dan nilai-nilai kehidupan Sebagian naskah Jawa memuat gambar yang merefleksikan pencapaian ketinggian berupa ilustrasi dan naskah-naskah Jawa ber- intelektualitas masyarakatnya dalam kegia- gambar periode tahun 1800 – 1920 besar kemu- tan menulis (satra) dan kesenian bidang seni ngkinan merepresentasikan gejala-gejala kultur- rupa. al pada masa itu.

Menurut John Pemberton dalam NASKAH JAWA PERIODE 1800- bukunya, Jawa (2003) sebagian naskah-nas- 1920 kah yang dibuat pada abad ini memuat tentang dampak akibat budaya kolonial Belanda terh- Naskah-naskah Jawa yang masih dapat adap kebudayaan Jawa, khususnya pada nas- diapresiasi adalah naskah yang dibuat pada kah-naskah keraton Jawa (Surakarta dan Jogya- abad ke 19 hingga awal abad ke 20. Naskah karta). pada periode ini banyak menginterpertasi ulang kisah pewayangan dari masa Majapahit Atas pemikiran itu naskah-naskah Jawa yang kemudian dikembangkan dan disesuaikan periode abad ke 18- ke 19 merupakan rekaman dengan kaidah-kaidah Islam. Sehingga dalam sejarah dan salah satu artefak budaya yang pent- menelusuri penciptaan naskah zaman ini, tidak ing untuk dipahami dan diteliti. Sebagian naskah dapat dipisahkan juga dari peranan agama Is- Jawa memuat gambar ilustrasi. Naskah-naskah lam. itu ada yang didokumentasi di bebe-rapa per- pustakaan di Indonesia maupun diluar negri, Naskah Jawa merupakan catatan pent- disayangkan modernisasi menyebabkan ke- ing dan seringkali berkaitan dengan dengan beradaan naskah-naskah Jawa yang berharga ini peristiwa penting yang terjadi pada masa dib- belum dipahami oleh generasi sekarang. uatnya sehingga selalu memiliki nilai sejarah. Sebagian besar naskah yang dibuat pada peri- Periode ini oleh peneliti Belanda disebut ode tahun 1800-1900 an merupakan hasil gu- juga masa kebangkitan sastra Jawa yang diang- bahan dari naskah sebelumnya dan kebanyakan gap “tertidur” setelah sedemikian lama. Disebut dalam bentuk tembang macapat. Kebanyakan masa renesans kesusastraan klasik Jawa, yang ditulis dalam rentang waktu 150 tahun akhir ditandai oleh banyaknya penulisan kembali ke- masa kolonial - hingga menjelang Revolusi Ke- susastraan Jawa dengan adanya penyaduran sas- merdekaan Indonesia. tra lama dan penciptaan karya sastra baru, serta upaya penterjemahan karya sastra asing yang

76 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 74-83 dilakukan oleh raja dan para pujangganya. (nganggit ) dan mengikat (ngiket) kata-kata atau Untuk menelusuri penciptaan naskah teks-teks dengan cara tekstual yang produktif Jawa tidak dapat mengenyampingkan keterkai- untuk menghasilkan suatu karya. tannya dengan kesenian wayang, karena peris- Sedangkan kegiatan “menggambar” dilakukan tiwa penting kerajaan dan kisah para raja Jawa oleh seseorang yang mampu melukiskan, me- sering dianalogikan dengan kisah pewayangan warnai dan merangkai gambar menjadi sesuatu yang ditulis dalam sastra Jawa. gambaran dan mengkomunikasikannya menjadi Sehingga perkembangan kebudayaan rupa yang bermakna. “Pelukis” seringkali dise- Jawa selalu dianggap sejalan dan dipararelkan but penyungging. dengan kisah pewayangan, karena dengan me- Jadi “Penganggit” juga seorang “penyungging” mahami kisah dan tokoh-tokoh pewayangan yang mampu menginterpretasikan dan melu- Jawa adalah juga upaya memahami karakter dan kiskan, serta mewarnai (menyungging) kemudi- filosofi hidup masyarakat Jawa. an mengikatnya dengan nedhak/nurun. Para mpu seni di Jawa menjadi kreatif dan besar Yaitu kebebasan menyusun kata-kata dalam pen- karena bertolak dari ”pengetahuan” atau karya yalinan (nurun, nedhak ) naskah, yang kemudian seni yang telah ada sebelumnya, pengetahuan itu bahkan melahirkan versi baru dari teks sebelum- kemudian menjadi tradisi. nya yang dia tulis ulang ( tiron), karya tulis terse- Perkembangan seni rupa Jawa sejak ja- but merupakan ciptaan karya orsinal ke dalam man pra Hindu, Hindu-Budha, Islam, dan masa konteks baru. kolonialis, pada intinya merupakan perkemban- gan dalam penciptaan wujud budaya dan este- tik yang mengacu pada perkembangan kesenian REFLEKSI REALITAS GEJALA dan kebudayaan yang berlaku serta sesuai den- SOSIAL-BUDAYA MASYARAKAT gan kebutuhan masyarakat pada jamannya. JAWA Kalangan intelek Jawa memanfaat- kan situasi ini untuk mempersatukan kekuatan PEMAHAMAN TRADISI MENU- masyarakat di bawah naungan istana. Menulis LIS DAN MENGGAMBAR DI JAWA menjadi pemicu untuk gerakan kebudayaan. Pengertian masyarakat Jawa tentang Naskah-naskah yang memuat tujuan utama “penulis”, berasal dari kata panulis, panyer- mempersatukan rakyat membangun kemba- at yaitu orang secara fisik melakukan kegiatan li kemerosotan moral dan mental masyarakat menulis atau menyuratkan (anulis, anyerat) sali- Jawa yang ambigu akibat pengaruh budaya ma- nan suatu naskah. teralis Barat serta sistim kapitalis yang diterap- kan Belanda. Dilain pihak Belanda kemudian Penulis adalah sang penggubah (panganggit, melakukan politik strategi kebudayaan, sejak pangiket). Menulis adalah aktivitas yang dijun- itu koloni Eropa dan intervensi bangsa Belanda jung tinggi, penulis nidentik dengan kaum in- secara langsung masuk ke wilayah kebudayaan telektual yang secara strategis mampu me-rekam masyarakat Jawa. Strategi ini berdampak pada lingkup sosiopolitis. perubahan pola berfikir pribumi Jawa yang su- Para penulis biasanya memiliki kemampuan da- dah terpuruk baik secara jasmani dan material. lam memprediksi masa depan dan bahkan di- ( Florida,1995). anggap mampu mewujudkan prediksi itu dima- Selaras dengan politik dan strategi kebu- sa datang. Sastrawan atau penulis dalam tradisi dayaan penjajahan, kaum istana tidak diizink- Jawa adalah pelaku aktif dalam kuasa/perbawa an berpolitik dan secara langsung pemutusan dan diberi kebebasan penuh dalam menjalin

Nuning Damayanti Adisasmito, Transformasi Visualisasi Gambar Ilustrasi:... 77 hubungan masyarakat Jawa dengan dunia luar. cul kembali pahlawan dari kalangan rakyat Jawa. Raja-raja digiring menjadi priyayi karena tidak Kisah keseharian tentang kehidupan rakyat di- lagi memiliki kekuatan militer dan armada laut. munculkan yang menunjukkan kondisi egaliter Akan tetapi secara spititual maupun dan peran rakyat yang cukup penting pada masa rohani terjadi pencerahan dan menyebabkan itu. Hal ini juga lebih menjelaskan secara ter- kerangka berfikir masyarakat Jawa berubah dan samar tentang meredupnya kekuasaan absolut hal ini berdampak pada perubahan penciptaan raja dan istana. produk budaya. Perubahan terjadi juga dalam Gambar Ilustrasi dalam konteks ini penciptaan naskah Jawa, para pujangga sepakat bukan gambar abstrak yang sulit diinterperta- untuk mempergunakan cara simbolis modern sikan, akan tetapi merupakan karya ikonografi dalam menyampaikan pesan-pesan sosial, yaitu karena menampilkan representatif dari realitas. dengan bahasa visual berupa ilustrasi yang leb- Gambar ilustrasi merupakan media penyam- ih modern disesuaikan dengan perubahan cara paian pesan yang mempunyai misi tertentu. berfikir masyarakat. Ilustrasi yang dimuat mere- Dalam penciptaannya obyek pilihan mengalami fleksikan gambaran kompleksitas singgungan pengolahan bentuk sedemikian rupa sehingga dan benturan dengan budaya Barat. Pergeseran memiliki makna sosial, pada akhirnya keinda- nilai-nilai kehidupan, pergeseran pemikiran spir- han tampak bukan karena sempurna bentuknya itual-religius ke pemikiran profan-kapitalis. akan tetapi disebabkan oleh konsep perupaan yang tercipta menjadi baik dan komunikatif. (Tabrani,2005). Gambar ilustrasi pada naskah TRANSFORMASI KONSEP VISU- Jawa masa ini cara penciptaannya masih dibuat AL DAN GEJALA SOSIAL-BUDAYA dengan konsepsi seni tradisional. Teknik yang dipergunakan juga teknik tradisional, ciptaan MASYARAKAT JAWA masyarakat Jawa. Teknik dan konsepsi itu sudah Gambar ilustrasi pada naskah Jawa dipakai secara turun temurun meskipun terjadi menunjukkan perubahan kosmologi rakyat Jawa perubahan-perubahan tetap disesuaikan, dan tidak lagi berorientasi pada istana sebagai pusat masih merujuk pada aturan penciptaan karya kekuasaan tertinggi dibumi, terjadi pergeseran gambar masa sebelumnya. konsep dewa raja dan istana tidak lagi sebagai Wujud visual ilustrasi pada naskah-nas- pusat buwana. Meskipun Raja dan bangsawan kah Jawa periode 1800-1920 memperlihatkan masih dijadikan tokoh penting dalam naskah se- kesinambungan wujud visual dan keunikan yang jarah raja Jawa, akan tetapi pada masa ini mun-

Gambar 1. Gambar kiri dan kanan atas adalah Naskah Bharatayudha 1901-1903; gambar kanan bawah Naskah Panji Selarasa, 1880

78 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 74-83 khas. Ilustrasi pada Naskah Jawa dimasa ini ma- Wayang Kulit; sih dominan menggambarkan wayang akan teta- 3. Gaya Naturalis-Stilasi- Realis-Perspektif pi memperlihatkan karakter yang beragam, baik Terbatas. bentuk , tema cerita dan fungsinya masing-mas- Gambar Ilustrasi pada masa ini mem- ing. perlihatkan perkembangan gaya stilasi wayang Penggayaan Ilustrasi pada Naskah Jawa menjadi berbagai bentuk baru penggayaan sebagian besar masih memperlihatkan kecend- wayang yang masih merujuk pada pakem, hing- erungan gaya stilasi wayang kulit yang cukup ga bentuk yang mendeformasi stilasi wayang dominan. Hal tersebut menunjukkan bahwa menjadi bentuk baru. Perubahan ini merupakan di masa itu wayang merupakan kesenian yang pembelajaran formal maupun informal. Inter- sangat diapresiasi oleh rakyat. Selain itu juga aksi sosial secara formal terjadi antara seniman menunjukkan paradigma Hindu-Budha-Islam Jawa dengan konsep seni rupa Barat dibawa masih berakar pada masyarakat Jawa. oleh seniman Eropa ketika menggambar luki- Paradigma Islam terefleksi dari konsep san potret raja-raja Jawa di Keraton atau secara egaliter dan esensi pemikiran keesaan Tuhan. tidak langsung dari gambar dan potret yang su- Paradigma pra-Hindu terefleksi dengan mun- dah berkembang di Eropa. Kemudian, secara culnya gambaran tiga alam, manusia, transenden informal pengetahuan itu menyebar di kalangan dan kegaiban (mikrokosmos-metakosmos-mak- masyarakat Jawa. rokosmos) dan konsep bahasa rupa Jawa. Tema naskah terdiri dari varian kisah Pewayangan, Panji (kisah pahlawan rakyat Jawa), Sejarah ra- ja-raja Jawa, Cerita para Nabi dan para Wali juga cerita rakyat yang bernafaskan Islam. Wujud vi- sual yang khas merefleksikan kondisi pada masa itu dan penggayaan yang tetap dominanadalah stilasi wayang kulit. Wujud Visual ilustrasi Jawa sebagian besar merupakan gambar yang masih dikenali Gambar 2. Pada kaum ningrat (priyayi) karakter wajah wujudnya. Keterpengaruhan budaya asing ter- manusia dengan gaya stilasi yang masih lihat cukup signifikan akan tetapi tidak sam- seperti wayang kulit, tetapi terdapat karakter pai menghilangkan karakter lokal Jawa. Yaitu yang postur tubuhnya mengalami perubahan. Sumber: Damayanti, 2007 perupaan datar/dwimatra, stilasi wayang, or- namen-ornamen ragam hias, figur mahluk-mah- luk gaib (denawa/raksasa/punakawan), karakter itu menjadi benang merah yang menghubung- kan masa kolonial ini ke masa lalu Jawa. Menun- jukkan paradigma pra Hindu menjadi benang merah kesinambungan konsep visual. Wujud visual dan penggayaan gambar ilustrasi pada naskah tua Jawa periode ini dapat Gambar 3. Pada punakawan wajah wayang, postur dikalsifikasikan menjadi tiga besar karakter Uta- mengalami perubahan terutama ben- ma, yang pertama adalah : tuk bahu, lengan dan kaki. Pada manu- sia biasa, selain perubahan postur, juga 1. Gaya Stilasi Wayang Kulit ; terdapat perubahan pada cara gambar wajah yang tidak seperti wayang. Sum- 2. Gaya Gabungan Stilasi Wayang Beber dan ber : Damayanti, 2007

Nuning Damayanti Adisasmito, Transformasi Visualisasi Gambar Ilustrasi:... 79 Perubahan dalam gambar ilustrasi Jawa terpelajar yang paham dengan sandi-sandi dan periode 1800-1920 yang terlihat cukup jelas ada- simbol-simbol sosial masyarakat Jawa. Gamba- lah juga penggayaan stilasi yang bergeser pada ran tersebut menjadi wujud visual dan teks yang gaya naturalistis dan realis, sifat simbolis medi- representatif dan cerdas. tatif pada gestur dan wajah manusia memper- lihatkan perubahan menjadi sifat metafor yang ekspresif. Perubahan lainnya adalah cara narat- KESIMPULAN if melalui pesan-pesan tersamar, yang memiliki Wujud gambar ilustrasi pada naskah makna berlapis dan merupakan sandi-sandi bu- Jawa periode 1800-1920 mengalami perubahan daya dengan cara disamarkan dalam gambarnya. yang disesuaikan dengan ruang dan waktu. Kon- Ilustrasi pada naskah Jawa memperlihatkan rela- sep Visual gambar Ilustrasi merupakan kerang- si dengan kehidupan sosial dan karakter mas- ka berfikir masyarakat Jawa, juga sebagai refleksi yarakat Jawa. Refleksi kehidupan sosial ditampil- kehidupan Sosial-Budaya masyarakat Jawa masa kan dengan cara tersurat dan tersirat. Kolonial. Ilustrasi pada Naskah Jawa periode 1800-1920 memuat ciri-ciri visual sebagai se- Relasi tersebut tampak dalam muatan bagai berikut : isi, bahasa rupa, sifat komunikatif dan nara- tif yang ditampilkan dalam gambar ilustrasi. 1. Ciri-ciri pola pikir Pra Hindu dengan adanya Ilustrasi tetap memunculkan figur-figur denawa gambaran animisme sebagai ungkapan tran- atau raksasa-raksasa, binatang suci, ornamen senden, mistis dan simbolik. Kepercayaan dan objek yang digeser, sedangkan wujud visual politheisme Hindu, perwatakan dewa-dewi, memperlihatkan perubahan karakter dwimatra kesan trimatra, lingkungan istana dan gam- yang bergaya stilasi wayang menjadi naturalistis baran hirarki sosial/kasta. atau realis terbatas, hingga mendekati naturalis- tis realis. Pada teknik/cara menggambar terlihat 2. Ciri-ciri monotheisme Islam, penyederha- dengan munculnya sudut pandang perspektif naan (simplicity/ stilation) wujud menjauhi Jawa dipadukan dengan cara pandang perspek- bentuk alam/membuat stilasi alam dan ben- tif Barat. tuk dwimatra, ungkapan realitas yaitu keseh- arian. Penggayaan stilasi wayang, yang men- Perubahan juga terjadi pada medium, gacu pada konsepsi visual (pakem) wayang peralatan dan pewarnaan sehingga muncul war- kulit, non hirarki/egaliter. na yang bukan karakter warna Jawa. Perkem- bangan media baru, teknik dan konsep visual 3. Ilustrasi juga memperlihatkan keterpen- menyebabkan wujud visual dan penggayaan garuhan ciri-ciri visual konsep Visual Barat gambar ilustrasi pada naskah Jawa mengalami dengan munculnya perwatakan manusia, penyesuaian dan berubah juga disesuaikan den- gambaran naturalistis-realis-ekspresif dan gan fungsi dan karakter medianya. ungkapan liberal/kebebasan, tidak terlalu terikat pada kaidah pakem dan munculnya Masuknya pengetahuan modern Barat ekspresi individu. mempengaruhi konsep berkesenian, demikian pula peranan naskah meluas, selain dipergu- nakan sebagai alat propaganda paham dan poli- Dari wujud visual dan penggayaan ilus- tik, juga sebagai media pendidikan dalam menc- trasi pada naskah tua Jawa 1800-1920 dapat dis- erdaskan rakyat. usun konsepsi maupun ciri-ciri visual sebagai ciri utama konsep seni rupa tradisi Jawa ada- Menjadi hal penting adalah naskah-nas- lah, meskipun cara menggambarkan berbeda, kah tua Jawa periode tahun 1800 – 1920 memuat pakem wayang masih tetap dipergunakan. Dari gambaran ilustrasi yang merepresentasikan geja- semua ciri-ciri ini yang menjadi benang merah la-gejala kultural masa itu, dibuat oleh kalangan

80 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 74-83 penghubung adalah sifat naratif, simbolik dan Graff, H.J. de dan Th.G.Th.Pege- stilasi alam, bentuk dwimatra dan konsep stilasi aud. wayang. 1985 Kajian Sejarah Politik Abad 15 dan 16 dalam Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Seri terjemahan Javanologi, hasil kerjasama Proyek Penelitian dan Peng- kajian Kebudayaan Nusantara dan DAFTAR PUSTAKA perwakilan Koninklijk.

Adisasmito, S. 1935 Kitab Dewa Ruci, Pen. Jaw. Keb. Dep. Hildawaty, S. PP dan K Yogyakarta. 1998 Introduction “ Indonesian:The Art of Archipilago “, Dalam Indonesian Her- Ali, Z. itage. Vol.7 Visual Art, Singapore, Ar- 1994 Islamic Art in South East Asia, 830AD- 1570 AD, Percetakan Dewan Baha- chipilago Press. sa dan Pustaka, Selangor Darul Eh- san. Holt, C. 2000 Melacak Jejak Perkembangan Seni di Amin, D (ed). Indonesia, Penerbit Arti-line, Band- 2000 Sinkretisme dalam Masyarakat Jawa, Da- lam Masyarakat Jawa, Dalam Islam dan ung. Kebudayaan Jawa, Jogyakarta, Gama Media. Jong, DR.S.De,. 1984 Salah satu Sikap Hidup Orang Jawa, Pe- Chamber-Loir,H dan Fathurahman, nerbit Yayasan Kanisius, Jogyakar- O. 1999 Khazanah Naskah; Panduan Kolek- ta. si Naskah-naskah Indonesia, Se- dunia-World Guide to Indonesian Koentjaraningrat. Manucript Collection, Seri Naskah 1997 Manusia dan Kebudayaan Indonesia, dan Dokumen Nusantara, Ecole Fran- Djembatan, Jakarta. caise d’Extreme-Orient & Yayasan Obor Indonesia, Cetakan I, Jakar- Kumar, A dan Mc. Glynn, John H., ta. 1996 Illuminations, The Writing Traditions of Indonesia, New York, Published by Ciptoprawiro, A. Weatherhill, Inc. with Lontar Founda- 2000 Filsafat Jawa, Balai Pustaka. tion.

Damayanti,Nuning. Kusuma, S D, Kartakusuma, R, Rosyadi, Hery- 2007 Transformasi Wujud Visual dan Peng- ana A dan Soeratin A. ga-yaan Gambar Ilustrasi Jawa Periode 1997 Aksara, Indonesia Indah, Perum Perce- 1800-1920, Disertasi, Program Dok- takan Negara Republik Indonesia, Ja- tor-FSRD ITB. karta.

Florida,N.K. Lombard, D. 1995 Writing The Past, Inscribing The Fu- 1996 Nusa Jawa : Silang Budaya, Jilid I,II,III, ture (History as Prophesy in Colo- Gramedia, Jakarta. nial Java), Duke University Press, Durham & London. Mc. Glynn, JH 1996 Language and Literatur, dalam Writing Geertz,C Tradition, Oral Tradition in Indonesian 1973 The Religion of Java, New York, The Heritage Vol.10, Singapore, Archipila- Free Press. N.Y. go Press.

Nuning Damayanti Adisasmito, Transformasi Visualisasi Gambar Ilustrasi:... 81 Mulder, N. 2005 Mysticysm in Java, Ideology in Indonesia, Pen. Tabrani, P. Kanisius, Yogyakarta. 1999, Sastra Wayang Beber, Lokakarya Penulisan Buku Pintar sastra Jawa, Pusat Pembi- Mulyono, S. naan dan Pengembangan Bahasa, DE- 1977 Wayang, Asal-Usul dan Filsafat masa PDIKBUD. Depannya, Gunung Agung, Jakar- ta. Tabrani, P. 1998 Message From Ancient Walls, Bandung, Mulyana, S. Penerbit ITB. 1981 Runtuhnya Keradjaan Hindu-Djawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusan- Tabrani, P. tara, Pustaka Jaya, Jakarta. 1990 Meninjau bahasa Rupa Wayang Beber Jaka Kembang Kuning dari Telaah Cara Wim- Pegeaud,T H. ba dan Tata Ungkapan Bahasa Rupa Me- 1962 Java The 14th Century, a Study in Cul- dia Rupa Rungu Dwimatra Statis Modern tural History, Jilid IV, The Hafue, Hubungannya dengan bahasa Rupa Gam- N Y. bar Prasejarah , Primitif, Gambar Anak dan Relief Lalitavistara Borobudur, Diser- Pemberton,J. tasi, FSRD, ITB Bandung, tidak dipub- 1994 On The Subject of Jawa, Cornell Univer- likasikan. sity, Ithaca, Terjemahan oleh Hadiku- sumo, Hartono, 2004, Penerbit: Mata Tjandrasasmita, Uka Bangsa,Jogyakarta. (tt) Sepintas Mengenai Peninggalan Kepurbaka- laan Islam di Pesisir Utara Jawa, Proy. Purwadi Pelita Pembinaan Kepurbakalaan dan 2001 Babad Tanah Jawa, Pen. Pustaka Ali Yo- Peninggalan Nasional, Departemen P gyakarta. & K.

Ricklefs,M.C. Yudosaputro, W. 2005 Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Se- 1991 Perjalanan Seni Rupa Indonesia, Ditjen rambi, PT.Ikrar Mandiriabadi, Jakar- Kebudayaan Dept. P&K. (Hl. 40- ta. 48).

Ricklefs,M.C. Yudosaputro, W. 2006 The Centhini Story, Published by Mar- 1993 Pengantar Wawasan Seni Budaya, Depdik- shall Cavendish Editions, Singa- bud Jakarta. pore. Yudosaputro, W. Schoemaker, C P W. 1998 The Early Roots of Indonesian Art, Indo- 1924 Aesthetiek en Oorsprong der Hindoe-Knust nesian Heritage Visual Art, Volume of Java, CV Kolf, Bandung. Editor by Hilda Soemantri, Archipel- ago Press. Subagya, R. 1991 Agama Asli Indonesia, Sinar Harapan Yudosaputro, W. dan Yayasan Ciptaloka Caraka, Jakar- 1998 Islamic Influences in Indonesian Art, Da- ta. lam Indonesian Heritage, Visual Art, Vol.7, Archipilago Press. ,Pen. Buku Suseno, F M. Antar Bangsa. 2001 Etika Jawa, Sebuah Analisa falsafi tenteng Kebijaksanaan Orang Jawa, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta (36- 135) Tabrani, P. 2005. Bahasa Rupa, Penerbit “Kelir” , Band- ung, Hl.95-110,111-160.

82 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 74-83 ARTIKEL DAN MAKALAH

Faruq Nasution 1973 Kultur Antropologis bangsa Indonesia sebe- lum datangnya bangsa Hindu, dalam:Ma- jalah Kebudayaan Mawas Diri, Sep- tember 1973, (50).

Sutrisno. 1986 Lima Inti Wejangan Dewa Ruci, Harian Berita Buana.

NN. 1939 Keboedajaan dan Masjarakat, Madjalah Boelanan Berdasarkan Kebangsaan, No 4 tahun I Agustus. NN. 1957 Majalah kebudayaan, Yudhagama, Jan- uari 1957 ( 26-31).

Nuning Damayanti Adisasmito, Transformasi Visualisasi Gambar Ilustrasi:... 83 8 Budaya nusantara melalui Damar Kurung : Analisis Bahasa Rupa

Ika Ismoerdjahwati

Abstrak Culture is a culture of Nusantara Indonesian , which owns various cultures scattered throughout the islands , is highly variable and shifting orientation into the craft industry . In contemporary culture, the culture industry has experienced ‘ globalization. So some of the work of cultural prod- ucts, which could not be untouched by globalization, becoming increasingly marginalized and not recognized, even then becoming more and more lost. Prior to all of that , then comes the initiative to conduct a study of the works of cultural products fared thus , among others , lanterns Dam- arkurung of Gresik, by Masmundari (late) . Research using qualitative research paradigm construc- tivist. Through this research is expected to gain an understanding of the images contained on the rounded wall paper lanterns, its origin, its artists, and its supporting environment. The conclusion is, the pictures turned out to have the intent and purpose, as well as the old concept of how the reading of the temples in East Java, which is used to guide how to draw and how to tell the images that surround the lantern. Keywords: culture, Nusantara, lanterns, Damarkurung

PENDAHULUAN sebagian besar dari kita, bahwa orientasi berpikir masyarakat masa kini berubah karena peradaban Indonesia merupakan Negara kepulau- yang juga menyertainya. Era industri sudah se- an dengan ragam suku dan etnik, yang berteb- demikian meng ‘gobal’, sehingga budaya yang aran di seluruh tanah air. Melalui ragam budaya mendasarpun dalam kehidupan keseharian ma- nasional yang dimiliki, terdapat banyak kese- nusia, yakni kehidupan ritual untuk keperluan nian etnik yang akhirnya dapat mendunia karena acara keagamaanpun juga sudah menjadi bagian kegigihan bangsa kita memperkenalkan budaya dari industri. Mulai dari tata cara upacara agama, keseniannya sampai ke manca negara. Budaya perlengkapan pernak-pernik upacara, hingga yang berasal dari beragam etnik ini kemudian perlengkapan busana dan asesories para pelak- mengalami pergeseran orientasi, yang menurut sana upacara. Berikut, tata bunyi, tata ruang, Koentjaraningrat, (1994) tata gerak, hingga tata krama juga bisa dijadikan “...mengalami perubahan yang terjadi di komoditi pasar industri yang pada perkemban- semua cabang kesenian, tak hanya kese- gannya, kemudian dikenal sebagai bagian dari nian modern yang berubah, juga pada kes- industri kreatif. Semua sudah menjadi bagian enian tradisional yang semakin dinamis. dari Industri. Budaya industri sudah merupakan Hal ini terjadi karena adanya pergeseran kebutuhan hidup keseharian dari masyarakat, nilai budaya ke orientasi industri”. oleh karena itu perlunya pemahaman adanya bu- Tidak banyak yang bisa dipahami oleh daya urban yang memiliki fluktuasi tinggi dalam

84 mobilitasnya. pada masa kini, tentang budaya ke Nusantaraan Karena budaya urban masa kini san- telah mengalami berbagai perubahan kultural. gat bergantung pada alam dan budayanya dan Hal ini disebabkan karena terjadinya pola hid- hubungannya dengan budaya leluhur yang per- up fluktuasi yang tinggi dari budaya urban, yang nah sangat kuat pada masa lampau, yang sebe- sebenarnya sudah ada sejak budaya asing masuk narnya mengalami kontinuitas. Oleh karena itu ke kawasan Nusantara, melalui pola akulturasi ‘krisis’ sosial sering terjadi, yang kesemuanya itu dan inkulturasi. Sehingga hasil produk budaya, disebabkan karena pemahaman pada diri sendiri mengalami reduksi makna dan bentuk, malahan dan alam serta budayanya mengalami distingsi ada juga yang mengalami transformasi makna (perbedaan arti), atau mereka menciptakan dist- dan bentuk, karena adanya penyesuaian budaya ingsi antara alam dan budaya, sehingga tercipta- yang mewakili peradabannya. lah realitas yang sifatnya ‘alami’, sehingga alam yang mengalami distingsi (perubahan makna) DAMARKURUNG: PENING- menjadi ‘alam’ yang alami, yang merupakan hasil produk budaya. Misalnya, bunyi air yang GALAN BUDAYA DARI GRESIK, menetes di dedaunan, menjadi inspirasi un- JAWA TIMUR tuk peniruan bunyi air menetes pada peralatan Damarkurung adalah hasil produk bu- bunyi-bunyian yang diciptakan masyarakat ses- daya yang berasal dari kabupaten Gresik, Jawa uai dengan budayanya. Timur. Damarkurung, sebenarnya berupa lam- Budaya dalam arti yang sebenarnya, ada- pion yang memiliki motif-motif khas yang unik, lah merupakan sebuah proses pemahaman yang dan motif-motif ini semula, hanya dianggap se- bukan hanya memahami alam atau realitas ek- bagai sejenis gambar anak-anak, tetapi seniman- sternal melainkan juga sistem sosial yang mer- nya adalah seorang ibu berusia lanjut, bernama upakan bagian dari identitas sosial itu sendiri, serta kegiatan keseharian orang-orang yang be- rada dalam sistem tersebut. Seharusnya, kita sebagai pribadi, san- gat penting mengenal diri kita sendiri, relasi so- sial kita dan kondisi nyata yang dihasilkan oleh proses kultural secara bersamaan. Itulah sebab- nya, sebenarnya budaya selalu berlaku kontinu- itas. Transformasi konseptual antara alam dan budaya menjadi proses teknik berkreasi para seniman atau para kreator dalam melengkapi kebutuhan fungsi maupun manfaat untuk mem- permudah hidupnya dalam mencapai upaya ke- butuhan yang lebih lengkap. Sehingga melalui pola kontinuitas, kepunahan produk suatu budaya tidak segera terkikis habis, sebab ‘alam’ budaya akan selalu menyesuaikan diri dengan realitas eksternal dan sosial budaya masing-masing generasi yang me- wakili peradabannya Gambar 1. Motif hias Damarkurung pada salah Pada perkembangan budaya yang ber- satu bentuk gambar dinding. Sumber: asal dari khasanah Nusantara yang berkembang Ismoerdjahwati, 2009.

Ika Ismoerdjahwati, Budaya Nusantara Melalui Damar Kurung:... 85 Masmundari. Motif-motif inilah yang kemudian baraannya daerah pengembaraannya selu- menjadi kajian penelitian, dengan menggunakan as Samudra Hindia dan Pasifik, ia memillih paradigma konstruktivis yang berorientasi pada menetap... muncullah suku, lokasi, daerah metode kualitatif. yang manusianya memiliki kemampuan Artinya, untuk memadukan sesuatu yang datang dari luar dengan apa yang telah dimiliki Motif-motif tersebut, memang menim- hingga berkembanglah kebudayaan tan- bulkan pertanyaan yang mendasar, ragam seni pa kehilangan jati diri. Mucullah keunikan hias Damarkurung memiliki arti dan bercerita masing-masing suku/daerah/pulau yang tentang sesuatu yang sangat ingin diketahui, dan tidak statis, tai cepat atau lambat ter- dipelajari, karena seni hias tersebut tidak han- us berkembang dengn masuknya unsur ya sekedar gambar yang mirip dengan gambar baru dari luar. Bersamaan dengan itu rasa anak-anak, dan senimannya yang sudah berusia kekeluargaan sebagai anak cucu dari ne- lanjut, tetapi masih eksis dengan karya-karyan- nek moyang yang sama, persaudaraan ya. Ada kemungkinan dalam diri senimannya sesama mnusia kepulauan sebagai manu- tersimpan sejarah yang sangat panjang. sia bahari, memunculkan Wawasan Nu- santara yang bercorak Bhinneka Tunggal Ika”. SEJARAH LAMPION YANG BER- MOTIF HIAS DAMARKURUNG SEBAGAI HASIL PRODUK TRA- DISI Karya seni tradisi di beberapa lingkun- gan kultur Indonesia, dalam bentuk wujudnya umpamanya, adalah tercipta secara anonim, menjangkau satu wilayah terbatas, tidak banyak mengalami perkembangan, dan benar-benar merupakan refleksi dari satu kebudayaan- ke hidupan masyarakat tradisional. Sehingga karya seni rupa tradisi adalah merupakan bentuk karya seni rupa ‘fungsional’ terhadap masyarakat pen- dukungnya. Sebab, karya seni rupa tradisi, mer- upakan karya seni rupa yang mempunyai fungsi untuk memberikan rasa aman, terlindung, dan merasa kuat, disamping untuk pemenuhan hid- up keseharian. Demikian juga dengan ungkapan seni rupanya, ‘indahnya’ suatu karya seni rupa tradisi, bukan sekedar memuaskan mata, api juga melebur dengan kaidah adat, tabu, keper- cayaan, agama dan sebagainya. Juga dapat di- jelaskan, bahwa masyarakat Indonesia, merupa- kan masyarakat kepulauan. Dalam satu tulisan Gambar 2. Motif hias Damarkurung, pada lampion. dari Primadi Tabrani dari bukunya ‘Belajar dari Pada perkembangannya, lampion yang sejarah dan ligkungan’; bergambar motif hias tersebut, dikenal “...manusia kepulauan daerah pengem- sebagai lampion Damarkurung. Sum- ber: Ismoerdjahwati, 2009

86 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 84-91 Akhirnya dari pernyataan tersebut dapat gambar-gambar dinding dengan menggu- diartikan bahwa budaya Nusantara memiliki nakan media kertas ( lihat gambar 1). aneka ragam kebiasaan tradisi berupa kekaryaan yang beraneka ragam jenis, fungsi, kegunaan, ba- Kemudian, yang istimewa lagi adalah, han dan media. Kemudian terdapat perbedaan bahwa menurut Masmundari (alm) untuk men- tapi hampir mirip satu karya antara etnis satu ceritakan kisah-kisahnya, menggunakan cara dengan yang lain, malahan terdapat kesamaan yang tidak lazim, yakni dengan memutarnya dari konsep meskipun berbeda istilah saja. Misaln- kiri ke kanan atau dari kanan ke kiri, berdasarkan ya, di beberapa daerah memiliki tradisi lampi- gambar yang dianggap sakral olehnya. Gambar on hias, tetapi tidak banyak yang menggunakan yang dianggap sakral adalah gambar-gambar gambar-gambar, apalagi gambar-gambar bercer- dengan akivitas; sholat Iedul Fitri, pengajian, ita sebagai hiasan lampion semacam Damarku- ikan duyung, lelang bandeng, pertunjukan ‘Raja rung. Mina, syukuran. Pada umumnya adalah, lampion yang Sedangkan gambar-gambar yang di- berhiaskan kertas warna-warni atau berhias- anggap profan, adalah gambar-gambar dengan kan mozaik. Pada beberapa daerah, terdapat aktivitas; kegiatan sehari-hari, kegiatan di pasar, juga lampion dengan gambar-gambar, tetapi keramaian pasar malam (terdapat kegiatan per- biasanya juga hanya sebagai penghias ornamen mainan anak-anak disini (Ismoerdjahwati, 2009: saja. Pada lampion Damarkurung (lihat gambar 114). Pada gambar-gambar yang dianggap pro- 2), terdapat beberapa keunikan, yang tidak ter- fan, cara berceritanya dengan memulai gambar dapat pada jenis lampion hias yang lain, yakni : dari mana saja, dan memutar lampionnya dari 1. Bentuk ragam hiasnya yang menggambarkan kanan ke kiri, agar supaya cerita yang disam- rangkaian obyek yang bercerita; paikan bisa ‘berjalan’. 2. Kemudian pada tiap lampion terdapat gam- Bila lampion diputar dari kiri ke kanan bar-gambar yang ternyata masing-masing dengan ‘patokan’ gambar yang dianggap sakral, gambar memiliki kisahnya sendiri-sendiri; maka secara otomatis, dimulai dari gambar terse- but, lampion mulai diputar dari kiri – ke kanan, 3. Selain gambar- gambar tersebut digunakan sehingga aspek berceritanya bisa jalan. Hal ini untuk menghiasi lampion, ternyata pada mengingatkan kita tentang konsep pembacaan perkembangannya juga digunakan pula pada candi-candi yang berada di Jawa Timur umum-

Gambar 3. Lampion yang memiliki empat sisi dibuka. Cara mengamati dan menceritakan peristi- wa pada lampion ini, terdapat kisah-kisah bergambar dengan memutarnya dari kiri ke kanan, dimulai dengan gambar yang dianggap sakral, yakni sholat bersama di acara Iedul Fitri, hal ini mengingatkan pada tata cara mengitari candi- candi prasawya di Jawa Timur. Sumber: Ismoerdjahwati, 2009

Ika Ismoerdjahwati, Budaya Nusantara Melalui Damar Kurung:... 87 Tabel Analisis Motif hias Damarkurung pada salah satu bentuk gambar dinding. Sumber: Ismoerdjahwati, 2002.

GAMBAR LAMPION BAGAN ANALISIS Lampion Data A, Cerita sekuen lampion Data A, sebenarnya dipilih berdasarkan pilihan bebas, dan di- gunakan sebagai permulaan analisis. Terdapat isi wimba para manusia pada sekuen atas sekuen atas dan dan bawah yang merupakan jenis cerita sakral dengan cara wimba arah lihat berkejaran. sekuen bawah., Pada sekuen atas, isi wimbanya mengenakan mukena yang menunjukkan para jemaah merupakan cerita wanita. Pada sekuen bawah yang paling kiri mengenakan jubah, sebagai imam masjid, sakral, terdapat isi sedangkan yang lainnya mengenakan peci dan sarung, yang menunjukkan para jemaah wimba orang- pria. Kecuali pada sekuen bawah terdapat dua orang di sebelah kanan yang bertugas orang sholat memukul bedug dan seorang lagi menyiapkan sesajian Terdapat atap pada sekuen atas berjamaah. dan bawah. Pada Data A sekuen atas dan bawah ini menggambarkan suasana sholat berjamaah di suatu masjid yang sama/berbeda-beda.

A B

Lampion Data B Lampion Data B, merupakan urutan cerita selanjutnya, dengan arah mengirikan gambar (prasawya), yang artinya lampion diputar ke kiri, berarrti jenis ceritanya profan, krena isi sekuen bawah gambarnya merupakan peristiwa sehari-hari. Sehingga, untuk melihat gambarnya un- dan sekuen atas tuk bercerita dari bawah ke atas. Sequen bawah, isi wimbanya (gambarnya) merupakan merupakan serangkaian kegiatan, dengan arah lihat berhadapan, dan bisa dimulai dari mana saja. merupakan cerita Dengan pengambilan gambar tembus pandang, yang artinya dalam bahasa rupa dikenal profan, terdapat dengan sebtan pengambilan gambar sinar X. Agar supaya kejadian di dalam ruangan isi wimba kegiatan (ditandai dengan gambar-gambar atap), dapat diceritakan kembali. sehari-hari.

B C

Lampion Data C, Lampion data C merupakan sekuen berikutnya. Lampion data C terdiri dari sekuen bawah dan sekuen atas. Sekuen bawah isi wimbanya merupakan serombongan orang Sekuen bawah yang pergi dari suatu tempat. Semua menghadap dari kanan ke kiri, dengan arah lihat dan sekuen atas, berkejaran. Terdapat garis-garis spiral yang menggambarkan waktu yang sudah gelap. merupakan cerita Dua buah pohon mengampit rombongan ini, satu diujung kiri, dan satu lagi diujung profan Terdapat kanan. Titik-titik dan tanda panah terdapat pula disekuen ini. Sekuen ini menggam- isi wimba orang- barkan suasana perjalanan serombongan orang yang pergi dari suatu tempat.Sekuen orang bepergian atas, isi wimbanya merupakan orang-orang yang melakukan suatu kegiatan dengan arah lihat berhadapan, dan sudut pengambilan sinar X, karena terdapat atap disepanjang sekuen ini. Pada atap disepanjang sekuen ini, terdapat tanaman pot dan garis spiral yang menunjukkan adanya ruang dan waktu, yang sudah cukup gelap berikut titik-tit- ik dan tanda panah. Sekuen ini menggambarkan suasana kesibukan di rumah salon C D kecantikan, dengan para tamu yang terdiri dari ibu-ibu yang sedang menunggu giliran pelayanan salon tersebut.

Lampion Data D, Data D merupakan sekuen terakhir dari rangkaian cerita dari lampion tersebut. Kare- na terdapat isi wimba orang-orang syukuran maka cerita ini jenis cerita sakral. Tentu Sekuen atas dan saja untuk berceritanya dimulai dari sekuen atas. Sekuen atas isi wimbanya merupakan sekuen bawah, orang-orang yang sedang melakukan hajat syukuran. Dengan arah lihat berhadapan, merupakan cerita posisi tumpeng di tengah. Sudut pengambilan dengan sinar X, karena terdapat atap sakral, karena isi disepanjang sekuen ini. Disebelah kanan tumpeng ada orang yang mengenakan sor- wimba orang- ban. Dibelakang sebelah kanan terdapat seorang anak memanjat punggung ayahnya orang syukuran. yang khusuk bedoa kelompok ini menghadap ke kiri. Tamu-tamu juga khusuk berdoa Sekuen bawah kesi- menghadap ke kanan. bukan di dapur. Sekuen bawah isi wimbanya beberapa orang yang sedang melakukan kegiatan, ada ibu yang membawakan sesuatu untuk ibi hamil yang sedang sibuk berdandan kekduanya menghadap ke kiri. Jadi arah lihatnya berhadapan dan sudut pengambilannya sinar X, terdapat titik-titik dan tanda panah. D A

88 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 84-91 nya menggunakan konsep pembacaan yang ber- Oleh karena itu, generasi kemudian, putar dari kiri ke kanan yakni prasawya (berkah banyak yang tidak memahami dan tidak men- dari atas turun ke bawah). Misalnya, candi Sing- gerti akan kebiasaan menggambar almarhumah, hasari di kabupaten Singasari, lalu candi Kidal sehingga kebiasaan tersebut putus, dan tidak di Kabupaten , candi di kabu- terhubung lagi. Melalui penelitian ini, rahasia paten Blitar, semuanya berada di wilayah Jawa masa lalu tentang budaya gambar masyarakat Timur. Berbeda dengan candi-candi yang bera- leluhur, dapat terungkap melalui lampion Dam- da di wilayah Jawa Tengah yang menggunakan arkurung, dan senimannya Masmundari (alm). konsep pembacaan pradaksina (menuju ke ke- sucian diri), artinya menggunakan pembacaan yang berputar dari kanan – ke kiri. Daftar Pustaka Abdullah M. Amin. 1996. Warisan Spiritualitas Islam di Jawa: Dari ANALISI BAHASA RUPA Spiritual ke Moralitas. Dalam Ruh Islam dalam Budaya, Aneka Budaya Bangsa, Analisis isi pada lampion Damarkurung, Aneka Budaya di Jawa. Jilid II. Jakarta: sebelumnya sudah disusun dalam buku yang Yayasan Festifal Istiqlal. sudah diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jawa Agus Sunandar Timur pada tahun 2009, dengan judul Damar 1999 Analisis Perkembangan Ungkapan Rupa Kurung dari Masa ke Masa. Di dalam tulisan Bentuk Dan Hiasan Perahu Tradision- jurnal ini, analisis isi pada lampion Damarku- al Madura. Tesis tidak diterbitkan. rung hanya sebatas pada salah satu lampion ker- Bidang Khusus Seni Murni. Program tas yang sudah ada dari tahun 1970, dan lampion Pascasarjana, Magister Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Band- ini yang berhasil ditemukan sejauh yang masih ung. dapat ditelusuri jejaknya (lihat Tabel Analisis) Aminuddin. 1999. Paradigma Konstruktivitas Dalam Peneli- KESIMPULAN tian Tradisi Lisan Sunan Giri di Gresik Jawa Timur’. Dalam WARTA ATL. Pada masyarakat budaya Nusantara Jurnal Pengetahuan dan Komunikasi terdapat persamaan gagasan dalam konsep Peneliti dan Pemerhati Tradisi Lisan. kekaryaan, terjadinya perbedaan bukan untuk Edisi V/Juni/1999. dipertentangkan tetapi diselaraskan, sehigga Amin, Darori. dianggap menjadi lebih sempurna. Dalam hal, 2000. Sinkretisme dalam Masyarakat Jawa’. Da- lampion Damarkurung yang merupakan pro- lam Islam dan Kebudayaan Jawa. Darori duk budaya masyarakat pesisir, ternyata sudah Amin (Edz). Yogyakarta: Gama Me- sangat tua usia dalam penggarapan konsepnya, dia. seumur dengan penggarapan candi-candi yang Anshari, Endang S. terdapat di Jawa Timur. Masmundari (alm) ha- 1991. Estetika Islami. Nilai dan Kaidah Asasi nya meneruskan budaya leluhur yang sudah Islami Tentang Seni (Sebuah Telaah Penda- dijalani secara turun-temurun dalam bentuk huluan). Makalah Utama Sessi, Estetika gambar-gambar yang bergaya masa kini sesuai Islam dan Permasalahan Kesenian Masa Kini dan Esok. Jakarta, 21-24 Oktober dengan jaman Masmundari (alm) hidup. Teta- 1991. Festifal Istiglal. pi konsep kuno Indonesia masih hidup melalui cara Masmundari menggambar dan mencerita- Arnold, Thomas W. kan ulang gambar-gambar yang dibuatnya. Ti- 1985 Painting in Islam. A Study of pictorial Art dak banyak warga yang mengenali jenis gambar in Muslim Culture. With A New Intro- duction. By B.W. Robinson. New York: dan metodanya. Dover Publication, Inc.

Ika Ismoerdjahwati, Budaya Nusantara Melalui Damar Kurung:... 89 Beardsley, Monroe C. Pertama di Jawa. Seri terjemahan Java- 1979 On The Creation of Art’. Part II. Artis- nologi. Hasil kerjasama Proyek Pe- tic Creativity. Dalam Art and Philosophy nelitian dan Pengkajian Kebudayaan Reading in Aesthetics. W.E. Kennick (Ed). Nusantara, dengan Perwakilan Konin- Second Edition. Amherst College. St. klijk voot Taal-, Landen Volkunkunde. Martin’s Press-New York Terj. Bahasa Indonesia: Grafitipers dan KITLV, Leiden. Jakarta: Grafiti- Budiharto, Dwi. pers. 1999. Relief Candi Tigawangi dan : Tinjauan Cara Wimba dan Tata Ungka- Hamdy Salad. pannya. Tesis. Bidang Studi Seni Mur- 2000 Agama Seni. Refleksi Teologis dalam ni. Tidak diterbitkan. Program Seni Ruang Estetika. Yogyakarta: Semes- Rupa dan Desain. Fakultas Seni Rupa ta. Dan Desain. Institut Teknologi Band- ung. Harun Hadiwijono. 1983 Manusia dalam Kebatinan Jawa. Jakarta: Denzin, K. Norman, dan Yvonna S. Lin- Sinar Harapan. coln. 1994. Introduction Entering the Field of Qualita- Haryanto, S. tif Research dalam Handbook of Quali- 1988 Pratiwibawa Adhiluhung. Sejarah dan tatif Research. Norman K. Denzin dan Pekembangan Wayang. Jakarta: Penerbit Yvonne S. Lincoln (Ed). Thousand Djambatan. Oak: Sage Publication. Haryanto, S Dewey, John. 1991 Seni Kriya Wayang Kulit, Seni Rupa, Ta- 1934. Art as Experience. Minton, Balch & tahan dan Sunggingan. Jakarta: Pustaka Company, New York. Utama Grafiti.

Dharsono. Ismurdyahwati, Ika. 1999. Seni Lukis Wayang Indonesia Dekade 2009 Damarkurung dari Masa ke Masa. 1990-an. Sebuah Pendekatan secara Holis- Surabaya: Dewan Kesenian Jawa tik.Tesis. Tidak diterbitkan. Program Timur. Magister Seni Rupa dan Desain. Pro- gram Pascasarjana ITB. Hasyim Munif. 1995 Pioner dan Pendekar Syiar Islam Tanah Djauhari, KH. Moh. Tidjani. Jawa. Riwayat Ringkas Syeh Maulana Ma- 1996 Peran Islam Dalam Pembentukan Etos lik Ibrahim dan Kanjeng Sunan Giri Sul- Masyarakat Madura’dalam. Ruh Islam tan Ainul Yaqin. Yayasan Abdi Putra dalam Budaya Bangsa. Aneka Budaya di Al-Muhaimin. Jawa. Jilid II. Jakarta: Yayasan Festifal Istiglal. Hauser, Arnold. 1985 The Sosiologi of Art. Translated by Ken- Eliade, Mircea. neth J. Northcot. The University Of 1958 Pattern in Comparative Religion. Translated Chicago Press. by Rosemary Sheed. A Meridian Book. New American Library. Times Mirror. Hildawati Soemantri. (Ed Rev. 1963, 1974) 1998 Introduction. ‘Indonesia: The Art of the Archipelago’. Dalam Indonesia Heri- Greertz, Clifford. tage. Vol. 7 Visual Art. Singapure: Ar- 1973 The Interpretation of Culture. Basic Books. chipelago Press. Inc., Publisher, NY. Holm, Bill. Graff, H.J.de, dan Th.G.Th. 1973 Northwest Coast Indian Art An Analy- Pigeaud. sis of Form. University of Washington 1985. Kajian Sejarah Politik Abad ke 15 Press. Seattle and London. dan 16’. Dalam Kerajaan-Kerajaan Islam

90 Jurnal Budaya Nusantara, Vol.1 No.1, (Juni 2014): 84-91 Holt, Claire. 2000 (1967). Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. Terj. R.M. Soedarsono. Arti Line: Masyarakat Seni Pertunjukan In- donesia.

Soemardjo, Jacob 2000. Filsafat Seni Bandung: Penerbit ITB.

Tabrani, Primadi. 1995. Belajar dari Sejarah dan Lingkungan. Se- buah renungan mengenai wawasan kebangsaan dan dampak globalisasi. Bandung: Penerbit ITB.

Tabrani, Primadi. 1998. Message from Ancient Walls. Bandung: Penerbit ITB.

Tabrani, Primadi. 1999. Menggali Konsep Kria Tradisi Untuk Keunggulan Seni Rupa Masa Depan. Pro- ceding Konperensi Tahun Kria dan Rekayasa. Bandung, 26 Nopember 1999, ITB.

Ika Ismoerdjahwati, Budaya Nusantara Melalui Damar Kurung:... 91 Tata cara dan syarat Penulisan Naskah

1. Naskah merupakan hasil penelitian lapangan atau 9. Penulisan daftar Pustaka meliputi: nama penulis, ta- pustaka, kajian/telaah analisis-kritis terhadap budaya hun terbit di bawahnya, diikuti dengan judul buku nusantara, serta berupa kajian/telaah teoritis maupun dicetak miring, sedangkan judul artikel ditulis di da- metodologis dalam pemikiran budaya nusantara sela- lam tanda petik yang diikuti dengan judul jurnal atau ma dua tahun terakhir. majalah atau judul buku bunga rampai yang dicetak miring, kemudian nama kota penerbit, dan terakhir 2. Naskah diketik dengan program Ms Word, dalam ba- nama penerbitnya. Lihat contoh di bawah ini: hasa Indonesia atau bahasa Inggris. Jumlah halaman minimal 10 dan maksimal 20 halaman (termasuk ab- strak dan daftar pustaka), ukuran kertas A4, spasi 1,5 Brook, Peter. dengan jenis huruf Garamond (judul naskah meng- 2003 Percikan Pemikiran tentang Teater, Film, gunakan ukuran 14 pt; dan untuk nama pengarang dan Opera. Terjemahan: Max Arifin. Jakarta: menggunakan ukuran 12 pt, abstrak menggunakan MSPI. ukuran 12 pt, dan teks artikel menggunakan ukuran 12 pt). Husen Hendriyana. 2009 Metodologi Kajian Artefak Budaya Fisik: Fenome- 3. Urutan Penulisan Artikel: Judul (maksimal 12 kata), na Visual Bidang Seni. Bandung: Sunan Ambu Nama Penulis (utama, kedua, ketiga, dst), Departe- Press. men dan Instansi/ Lembaga tempat penulis bekerja, Alamat Korespondensi (email atau contact number Jaeni. penulis), Abstrak. 2001 “Komunikasi Estetik dalam Seni Pertunju- 4. Abstrak wajib ditulis dalam bahasa Inggris dan dalam kan Teater Rakyat: Studi Etnografi Komu- bahasa Indonesia (antara 100-150 kata), dan diikuti nikasi: Antara Pelaku dan Publik pada Sand- dengan penulisan keywords/ kata kunci. iwara Cirebon Desa Cangkring Kabupaten Cirebon’. Disertasi Program Doktor. Band- 5. Sistematika penulisan Jurnal Budaya Nusantara ter- ung: Universitas Padjajaran. diri dari: PENDAHULUAN (di dalamnya mencakup uraian Latar Belakang, Perumusan Masalah, Kerangka Ki Trimanto. Pemikiran/Landasan Teori, Metode Penelitian, dan 1985 Membuat dan Merawat Gamelan dalam Tujuan Penelitian yang ditulis bukan sebagai sub judul Soedarsono et al., ed. tersendiri); PEMBAHASAN (bersifat kajian/telaah Gamelan, Drama Tari, Yogyakarta: Depdikbud, 5- analisis-kritis); PENUTUP (mengemukakan jawaban dan Komedi Jawa. 29. atas permasalahan yang dijadikan fokus kajian/temuan yang memiliki nilai kemutakhiran); CATATAN AKH- Leahy, Louis. IR; dan DAFTAR PUSTAKA. 2005 Sains Pencarian Makna, Diskursus. Jur- 6. Catatan-catatan berupa referensi ditulis secara lengkap nal Filsafat dan Teologi. Vol. 4 No. 1, sebagai Catatan Perut, sedangkan keterangan penulis April. yang dirasa penting untuk dicantumkan, seperti mak- 10. Penyertaan foto atau gambar dalam naskah harus na/ arti istilah tertentu ditulis sebagai Catatan Akhir disertai keterangan sumber serta tahun pengambilan (bukan Catatan Kaki). atau pembuatan foto atau gambar tersebut. Gambar 7. Kutipan yang lebih dari empat baris, diketik dengan asli disertakan dengan format : JPG 80%. spasi tunggal dan diberi baris baru. Kutipan yang ku- 11. Naskah hard copy (print-out) sebanyak 2 salinan dan rang dari empat baris, dituliskan sebagai sumbangan 1 soft copy (CD) dapat dikirim langsung kealamat Re- kalimat dan dimasukkan di dalam teks dengan me- daksi Jurnal Budaya Nusantara atau melalui email. makai tanda petik. 12. Naskah yang dikirimkan ke Redaksi Jurnal Budaya 8. Daftar Pustaka diurut secara alfabetis. Nama penulis Nusantara beluim pernah dipublikasikan dimedia dari luar negeri dituliskan nama belakang lebih dahulu cetak apapun dan jurnal manapun. Isi tulisan bukan (dibalik), sedangakan nama penulis dari indonesia di- merupakan tanggung jawab Dewan Redaksi Jurnal tulis lengkap seperti biasa (tidak dibalik). Daftar Pus- Budaya Nusantara. Isi artikel-artikel yang dimuat ti- taka hanya memuat literature yang dirujuk di dalam dak serta merta mencerminkan kebijakan redaksional naskah tersebut. Dewan Redaksi Jurnal Budaya Nusantara. 13. Penulis wajib menyertakan Surat Pernyataan bebas plagiat bermaterai Rp. 6.000 yang diperkuat/ditand- ai tangani oleh pimpinan lembaga penelitian tempat penulis bekerja. 14. Penulisan pada jurnal ini, secara umum mempunyai tata urut sub-bab sebagai berikut : a. Abstrak (bila memungkinkan dalam bahasa In- ggris) b. Latar Belakang Masalah c. Permasalahan d. Pembahasan e. Penutup, dapat berupa : f. Kesimpulan : bila tulisan merupakan suatu hasil penelitian/tesis/disertasi; Rekomendasi: bila tulisan mengharapkan aksi-ak- si tertentu; dan jika diperlukan, dapat membuat sub-bab Diskusi : bila permasalahan dianggap perlu untuk membuka suatu wacana kepada publik/pembaca Diskusi adalah wadah penulis untuk membuka wacana, sehingga para pembaca dapat memberi- kan pendapatnya atau kritikannya. Pendapat dan kritikan pembaca, serta sanggah- an penulis akan diterbitkan pada jurnal terbitan berikutnya.

Alamat Redaksi Jurnal “Budaya Nusantara” Unit LP2M Pusat Budaya Nusantara Jl. Ngagel Dadi III-B No. 37 Surabaya 60245 Telp / Fax : 031-5053468 Email: [email protected]