BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang Sepak bola adalah olah raga yang begitu popular bagi masyarakat . Kesederhanaan cara permainan membuat olahraga ini bisa dilakukan dan dinikmati semua kalangan. Sehingga tidak heran, penggemar sepak bola ada dari berbagai kalangan. Setiap ada pertandingan bola stadion selalu penuh sesak. Bahkan, ada banyak orang yang rela antri berjam-jam hanya untuk dapat masuk ke dalam stadion. Olah raga sepak bola saat ini bisa disebut sebagai olah raga kegemaran oleh penduduk hampir seluruh penjuru dunia dan bisa dibilang merupakan salah satu primadona olah raganya Indonesia. Minat dalam siklus olah raga ini bukan hanya tentang teknik bermain tetapi menonton pertandingan sepakbola memberikan rasa kesenangan tersendiri untuk masyarakat. Seiring munculnya banyak kompetisi dalam dunia sepakbola sehingga membuat klub-klub sepakbola termotivasi mengumpulkan suporter untuk masing-masing klub. Suporter dalam kamus besar bahasa Indonesia sendiri diartikan sebagai pendukung atau pemberi semangat gairah dalam pertandingan. Suporter merupakan salah satu faktor elemen penting dalam sepakbola sebagai penyemangat bagi para pemain yang bisa menciptakan suasana atau membangkitkan atau membakar daya juang klub yang didukung bahkan bisa melemahkan dan menjatuhkan mental klub lawan (Ridyawanti, 2008). Klub sepakbola yang sedang berlaga dipertandingan tentu mengharapkan kemenangan dan mendapatkan suatu penghargaan untuk mengharumkan nama klub yang bisa membawa citra baik bagi klub. Begitu pula bagi suporter, kemenangan yang diraih oleh klub yang dibelanya akan memberikan rasa bangga tersendiri bagi dirinya mereka, sehingga ikut merasakan kemenangan walaupun tidak ikut bertanding. (Ridyawanti, 2008) Suporter merupakan kunci salah satu elemen penting dalam suatu pertandingan sepakbola bersama para pemain dan ofisial serta perangkat pertandingan. Para suporter menciptakan suasana atau gerakan yang

1

2

sedemikian rupa dalam stadion sehingga dapat membangkitkan daya juang klub yang didukung dan melemahkan psikis mental klub lawan dengan menujukan tarian serta gerakan-gerakan yang yang bervariasi dengan bunyi gendang dan drum yang bisa membuat kosentrasi permainan lawan terganggu sehingga tim kesayangannya dapat memenangkan pertandingan. Dalam pertandingan sepakbola perasaan bahagia atas kemenangan klub yang dibela, kadang kala membuat suporter klub lawan yang kalah merasa geram dan tidak mau menerima atas kekalahan yang dialami oleh tim kebanggaannya. Hal ini memunculkan ada perasaan kesal pada suporter tersebut saat klub yang dibelahnya kalah. Perasaan tersebut terkadang tidak bias dijaga atau dikontrol oleh para suporter klub lawan sehingga memunculkan atau menimbulkan bentrokan tidak bisa terhindarkan. ini biasa terjadi karena saling ejek antar kedua suporter, atau tidak puas dengan kepemipinan wasit dilapangan yang berlanjut sampai terjadi peleparan batu, botol dan barang-barang keras lainya kearah lapangan atau tribun suporter lawan. Hal ini karena belum dewasanya suporter yang tidak bisa menerima setiap hasil pertandingan baik kalah maupun menang. Terdapat beberapa faktor yang bisa memicu untuk timbulnya tingkah laku suporter dalam melakukan suatu tindakan agresif dalam pertandingan sepakbola. Pertama, bagaimana kepemimpinan seorang wasit dalam lapangan. Hal ini dapat menyebabkan suporter tim melampiaskan amarah dan rasa tidak puasnya melalui tingkah laku yang agresif. Kedua, pola fisik permainan yang cenderung kasar yang dilakukan oleh tim lawan yang mengakibatkan timbulnya rasa marah, jengkel sehingga pada akhirnya ditanggapi dengan melempar pemain dilapangan dan mencaci dengan kata-kata yang kasar. Ketiga, hasil kekalahan yang diterima oleh tim kesayangan yang didukung. Pada dasarnya para pendukung suporter belum cukup mampu untuk menerima setiap hasil pertandingan yang telah usai untuk bisa menerima dengan lapang dada tentang hasil suatu pertandingan bahwa hal wajar jika dalam permainan ada yang menang dan ada yang kalah. Pada tahun 2013 yang lalu terdapat kejadian yang dilakukan oleh para pendukung klub sepakbola yang dikenal dengan nama Aremania. Para suporter ini mempunyai tempat tinggal di Malang Jawa Timur atau biasa dikenal dengan

3

sebutan Aremania. Para suporter ini melakukan tindakan anarkis di jalan raya timur Malang. Ada beberapa kendaraan yang beroda dua yang dibakar, dan satu mobil dihancurkan dengan cara dilempar pake batu dan dipukul pakai besi. Saksi para warga mengungkapkan bahwa, terdapat ratusan para suporter aremania yang terlibat dalam kejadian tidak senonoh tersebut. Ketika sampai ditempat kejadian perkara, para warga mengakatakan melihat para suporter Aremania turun dari kendaraanya masing-msing kemudian langsung melakukan aksinya bersama teman-teman suporter aremania lainya. Para aremania juga merusak rumah milik warga. Tidak hanya sampai disitu aremania juga membakar motor Kawasaki ninja dan satu buah motor bentor milik warga yang sedang parkir dipinggir jalan. Mobil yang sedang parkir dipinggir jalan di pecahkan dilempari dengan batu dan benda-benda keras lainnya. Tedapat beberapa orang pengendara jalan raya menjadi sasaran amukan aremania dan harus masuk rumah sakit karena mengalami luka yang cukup serius pada bagian kepala. Kejadian ini bermula karena salah satu mobil kendaraan suporter aremania dilempar oleh orang-orang yang tidak diketahui yang mengakibatkan para suporter geram dan naik (Okezone, 2013). Tahun 2014 perselisihan antara PSIS dengan kembali pecah. Fans setia PSIS Semarang panser biru terlibat bentrok hebat dengan suporter Persis Solo. Bentrokan itu terjadi diluar stadion Jati Diri Semarang pada saat pertandingan telah usai dan kemenangan diraih oleh tim tamu yaitu Persis Solo yang mengakibatkan panser biru tim pendukung PSIS yang tidak menerima hasil kekalahan yang dialami PSIS Semarang sehingga terjadi saling lempar batu dan botol-botol kaca. Akibat dari kejadian itu dikabarkan ada kurang lebih 12 suporter PSIS Semarang mengalami luka yang cukup serius dibagian kepala. Sedangkan suporter dari Persis Solo dikabarkan ada 9 orang yang dibawa kerumah sakit karena megalami luka di badan dan kepala akibat terkena pecahan botol dan batu (Sindo News, 2014) Tahun 2017 baru-baru terjadi bentrok antara PSMS vs Persita Tanggerang lanjutan gojek traveloka. Bentrokan antar suporter yang terjadi diakhir pertandingan tak bisa dihindarkan setelah PSMS Medan menang 1-0 atas

4

Persita Tanggerang. Kedua suporter sama-sama melakukan serangan ketika pluit panjang berbunyi tanda berakhirnya pertandingan. Kejadian ini bermula pada saat suporter Persita Tanggerang mencoba memasuki lapangan karena protes kepada manajemen wasit dilapangan. kejadian semakin memanas pada saat ada lemparan batu dari arah lawan bangku penonton PSMS Medan. Tidak terima dilempar para suporter PSMS Medan yang sebagian besar adalah anggota TNI kemudian melakukan serangan balik kesuporter Persita. Akibat dari bentrok ini satu orang dikabarkan meninggal dunia akibat pendarahan yang terjadi di otak (CNN Indonesia, 2017) Kericuhan antara suporter memang sering sekali terjadi dalam dunia sepakbola. Terdapat bermacam-macam spekulasi terkait terjadinya bentrokan tersebut. Hal ini terjadi biasanya disebabkan karena hal yang sepele, yaitu saling adu mulut antar suporter satu dengan yang lain, melakukan gerakan-gerakan yang tidak sewajarnya yang bisa memunculkan sikap benci terhadap suporter lawan. Sehingga mengakibatkan munculnya rasa kesal, marah dan emosi pada suporter yang mendukung klub tersebut merasa tersinggung dan tidak bisa menerima hal tersebut sehingga balik menyerang dengan melakukan hal yang sama yang mengabitkan bentrokan pun tidak bisa terhindarkan. Berdasarkan survei yang pernah dilakukan oleh Harian Kompas Indonesia di beberapa kota besar seperti Surabaya, Bandung, , Makasar, Solo, Balikpapan, Semarang dan Kediri tentang agresifitas pada suporter sepakbola ditemukan hasil bahwa 40% responden menjawab pernah melakukan agresifitas pada saat tim yang dibelahnya mengalami kekalahan yang menyebabkan responden cenderung ikut-ikutan dalam melakukan agresifitas karena kekesalan yang dialami oleh tim yang dibelahnya mengalami kekalahan. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap suporter PSIS Semarang ditemukan bahwa subjek pernah melakukan agresifitas ketika tim yang dibelanya mengalami kekalahan. Sikap agresif yang ditunjukan pun hampir mirip, seperti melempar botol, melempar batu kearah suporter lawandan meneriaki dengan kata-kata kasar. Sebagaimana yang dijelaskan subjek ketika diberi pertayaan tentang agresifitas.

5

“ya, biasanya sih mas kalau kondisi tim sedang menang kami ya senang seperti teriak sorak-sorak, lompat-lompat, menari-nari, bernyanyi dan kalaupun saya dan teman-teman agresif kepada tim lawan kami mengolok-ngolok pemain lawan yang kalah seperti meneriaki wess bantai-bantai wae ,itu kalau di kandang kita di Jatidiri Semarang. Ya kalau kalah saya pasti merasakan sangat kecewa seperti meneriaki orang-orang yang ada dilapangan dengan kata huffffff, kadang juga ikutan memaki karena teman-teman yang lain juga sudah duluan memaki”(P, 2017). “umm kalau di Jatidiri panser biru sering menghidupkan flaire ketika PSIS Semarang itu menang untuk meluapkan kebahagian mas, tidak jarang ketika PSIS Semarang kalah, saya dan teman-teman yang lain anak-anak panser biru itu membuat keributan ya dengan cara melempar botol minuman kelapangan atau apapun barang yang ada disekitar kita di tribun penonton itu mas kita gunakan buat ngelempar yang ada dilapangan karena kami kecewa, kadang kami juga menedang kursi penonton , ya kalaupun ada supporter tim lawan yang hadir di jatidiri siap-siap aja kita kata-katain ,kita teriyaki, bahkan wasitpun ikut kita teriyaki ,kita lempar juga”(D, 2017).

Berdasarkan penjelasan kedua subjek diatas bisa disimpulkan bahwa alasan subjek melakukan agresifitas karena ingin terlihat sama. Hal ini bisa dilihat dengan suporter lain ketika tim kesayangannya dinyatakan kalah yaitu melempar botol, melempar batu kelapangan, merusak barang-barang yang ada disekitar tribun penonton, meneriaki dengan kata-kata kasar. Dalam buku psikologi sosial yang diungkapkan (Sarwono, 2002) menyebutkan bahwa agresifitas merupakan suatu tindakan yang merusak yang dilakukan secara disengaja orang lain atau lebih. (chaplin, 2008) menjelaskan bahwa agesifitas merupakan suatu tindakan yang berbentuk permusuhan yang ditunjukan pada orang lain maupun benda disekitarnya. Agresif merupakan suatu tindakan yang ditimbulkan bertujuan untuk memperlihatkan permusuhan pada lawan-lawanya. Agresif juga merupakan suatu bentuk ungkapan dari dalam diri seseorang dalam berbagai hal dalam melakukan sesuatu yang sifatnya bersifat negatif. (Atkinson, 2008) menyebutkan bahwa agresifitas merupakan suatu reaksi emosional yang muncul dalam diri individu. (Hurlock, 2006) mengungkapkan seseorang bahwa agresifitas adalah pola tingkah laku yang dilakukan seseorang yang punya tujuan untuk menyakiti orang lain. Hal ini disebabpkan karena

6

seseorang belum mampu mencapai titik kematangan secara emosianal dalam dirinya baik secara verbal maupun secara (Malik, 2013) mengungkapkan bahwa agresifitas adalah suatu perilaku yang diarahkan dengan maksud untuk menyakiti menyakiti orang lain. Perilaku agrsif dapat dilakukan secara fisik maupun mental yang bisa di lihat dan didengar seperti memukul, menedang dan memaki atau mengejek orang lain. (Goodstein, 2004) mengungkapkan bahwa para pendukung atau suporter bola yang sudah mulai terbiasa hadir dengan teman-temanya satu komunitas akan merasakan kenyamanan dari temannya sehingga sering kali cenderung ikut-ikutan apapun yang dilakukan oleh teman-temanya meskipun terkadang hal ini sudah bersifat kekerasan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti mengungkapkan bahwa keterkaitan erat antara hubungan sosial dengan teman sebaya cukup memiliki peranan yang cukup signifikan dalam berkembanganya pribadi seseorang remaja. Hal ini juga diungkapkan oleh (Santrock, 2003) bahwa pada dasarnya anak-anak remaja atau teman sebaya mempunyai daya kedewasaan yang hampir hampir sama. Umumnya sekelompok remaja atau teman sebaya adalah dasar utama yang menyalurkan iteraksi awal untuk anak maupun remaja pada suatu komunitas atau lingkungan tertentu. Anak atau remaja sudah mulai terbiasa bergaul dan melakukan aktifitas atau interaksi dengan yang lain yang bukan bagian dari keluarganya. Cara seperti ini dilakukan dengan tujuan agar bisa diterima dan mendapat pengakuan dari teman kelompok yang lain untuk terciptanya rasa aman dalam dirinya berkelompok. Hal-hal seperti ini terjadi ketika remaja mulai menirukan gaya yang sama atau suatu pola tingkah laku yang sama dengan orang lain dengan kelompok dengan tujuan untuk mengikuti teman sebaya atau teman kelompoknya dalam melakukan kegiatan yang sifatnya bisa berifat negatif didalamnya. Hal ini disebut dengan konformitas (Santrock, 2003). (Baron, R.A., Bryne, 2005) menjelaskan konformitas adalah penyesuaian sikap atau perilaku yang menganut norma kelompok atau suatu acuan dan menerima ide-ide, aturan dan gagasan kelompok yang mengatur cara bagaimna berperilaku. Konformitas sendiri dilihat sebagai suatu upaya kecenderungan yang

7

membiarkan sikap atau pendapat orang lain dalam hal penguasan diri. (Baron, R.A., Bryne, 2005) menjelaskan bahwa seseorang yang cenderung mengikuti pada kelompoknya ketika suatu sikap seseorang didasarkan pada harapan kelompoknya. Argumentasi dasar yang membuat ini terjadi adalah karena pengaruh sosial normatif. Kemudian karena keinginan seseorang atau individu agar bisa disuka dan diterima kelompok. Berikutnya karena pengaruh sosial informasional. Hal ini didasari agar cita-cita individu untuk selalu benar dimata kelompoknya. (Sarwono, 2002) mengungkapkan bahwa konformitas merupakan bentuk perilaku yang hampir sama dengan orang lain yang didorong oleh keiginan sendiri. Konformitas dapat dilihat dari perubahan perilaku dan keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang sungguh-sungguh maupun yang hanya sebatas bayangan saja. (Masykuri, 2011) pola utama dari konformitas adalah ketika individu mulai melakukan aktivitas di lingkungan sosial dimana terdapat tendensi yang kuat untuk melakukan sesuatu yang sama dengan yang lainnya, meskipun tindakan tersebut merupakan cara-cara yang menyimpan dan tidak benar. (Song, 2012) menjelaskan bahwa konformitas adalah merubah suatu tindakan atau perilaku yang disebabkan karena suatu tekanan dari sesuatu atau kelompok atau orang tertentu. Konformitas juga biasanya dilakukan oleh anak usia remaja terhadap kelompok teman sebaya. Remaja biasanya masih memiliki emosi yang tiap saat bisa berubah-ubah sehingga mudah sekali mengambil keputusan yang berbalik terbalik dengan norma-norma yang berlaku. Hal ini terbukti dengan apa yang dilakukan oleh (Budiani, 2012) dalam penelitianya yang mengungkapkan ada terjadinya pengaruh yang signifikan oleh konformitas terhadap perilaku agresifitas individu. Dikatakan adanya pengaruh antara konformitas dan perilaku agresifitas karena menunjukan sesuatu pengaruh yang positif yang artinya ketika semakin tinggi konformitas seseorang maka akan semakin tinggi juga perilaku agresif yang ditimbulkanya. Penelitian lain yang dilakukan oleh (Bullock, 2009) mengungkapkan hal yang hampir sama bahwa konformitas memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam

8

hal terhadap terjadinya perilaku agresifitas. Kemunculan konformitas timbul ketika individu mulai menirukan sikap atau pola tingkah laku orang lain yang disebabkan tekanan yang nyata maupun yang terbayang saja. Dalam hal ini konformitas cukup memiliki peran penting dalam perilaku agresifitas. Hal ini pula yang mungkin timbul hubungan antara kedua variabel tersebut. (Maria, 2014) dalam penelitianya tentang konformitas dengan agresifitas suporter menjelaskan bahwa menunjukan hasil signifikan dengan arah positif, yang artinya semakin tinggi konformitas yang muncul maka akan semakin tinggi pula agresifitas pada suporter yang ditimbulakn. Sementara penelitian yang dilakukan oleh (Darminto, 2013) tentang agresif suporter sepak bola pada saat pertandingan berlangsung didapatkan hasil bahwa faktor yang menimbulkan agresifitas pada bonek mania adalah faktor frustasi, pihak ketiga, faktor lingkungan dan provokasi. Penelitian lain yang dilakukan oleh (Yulya, 2015) tentang hubungan antara konformitas dengan perilaku agresi pada remaja didapatkan bahwa hasil hubungan positif yang signifikan antara konformitas dengan perilaku agresif pada remaja. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara Konformitas dengan Agresifitas pada Suporter PSIS Semarang. Perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah terletak pada tempat dan subjek penelitian.

A. Rumusan Masaalah Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu apakah ada hubungan antara konformitas dengan agresifitas pada suporter PSIS Semarang.

B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah ada hubungan antara konformitas dengan agresifitas pada supporter PSIS Semarang.

9

C. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Secara teoritis, dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberikan masukan untuk bisa menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang Psikologi. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan teori konformitas dan agresifitas.

2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi tentang konformitas dan agresifitas pada suporter sepakbola PSIS Semarang.