BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Kehidupan Dan Peran K.H Dalam Lintasan Sejarah Indonesia

1. Latar Belakang Kehidupan K.H.Ahmad Dahlan

a. Latar belakang keluarga

K.H.Ahmad Dahlan lahir pada tanggal 1 Agustus 1869 di kampung

Kauman, dan wafat pada tanggal 23 Februari 1923 (Mulkhan,

2010:5). K.H.Ahmad Dahlan adalah putra dari K.H.Abu Bakar bin K.H.Mas

Sulaiman (seorang ulama yang menjabat sebagai khatib di Masjid Agung

Yogyakarta). Ibunya bernama Siti Aminah binti K.H.Ibrahim (seorang

penghulu besar di Kasultanan Yogyakarta) (Salam, 2009:56). Namanya

semasa kecil adalah Darwis dan mendapatkan nama

kehormatan Raden Ngabehi Ngabdul Darwis dari Sri Sultan Hamengku

Buwono VII karena ayahnya memiliki kedudukan yang tinggi di Kesultanan

Yogyakarta. Namanya berganti menjadi Haji Ahmad Dahlan sekembalinya

ia dari Mekah. Kemudian gelar “kyai” ditambahkan pada namanya sebagai

bentuk penghargaan dan pengakuan secara umum atas pengetahuan

agamanya yang mendalam dan keyakinan masyarakat akan kesalehannya

(Mulkhan, 1990:7).

Adapun nama Kauman yang merupakan tempat kelahiran K.H.Ahmad

Dahlan berasal dari bahasa Arab, qoimmuddin yang berarti penegak agama.

Corak khas kampung Kauman terlihat pada masyarakatnya yang merupakan

keluaraga ulama dan memiliki pengetahuan serta pemahaman agama yang

70 cukup luas, sehingga semua anggota masyarakat sangat menjunjung tinggi nilai dan ajaran agama Islam. Masyarakat Kauman taat dan rajin melaksanakan kewajiban-kewajiban agama. Di samping itu, sejarah

Kampung Kauman juga berkaitan erat dengan keberadaan Masjid Agung

Kesultanan yang dibangun pada 29 Mei 1773 (Jatmika, 2010: 19)

K.H.Ahmad Dahlan merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara, dengan rincian sebagai berikut: (1) Nyai Chatib Arum, (2) Nyai Muhsinah

(Nyai Nur), (3) Nyai H.Soleh, (4) Muhammad Darwis (K.H.Ahmad

Dahlan), (5) Nyai Abdurrahman, (6) Nyai H.Muhammad Faqih, (7)

Muhammad Basir (Anshoriy, 2010:37). K.H.Ahmad Dahlan lahir dan tumbuh dalam lingkungan yang memiliki tingkat religiusitas tinggi.

Lingkungan keluarga yang agamis dan tenang telah membentuk kepribadian

K.H Ahmad Dahlan menjadi sosok yang memiliki budi pekerti dan akhlak yang baik serta memiliki semangat belajar yang tinggi (Sudja‟, 2010:5).

Pada tahun 1890, K.H.Ahmad Dahlan dikirim ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji oleh ayahnya. K.H.Ahmad Dahlan tinggal sementara di bangunan khusus yang bernama Rumah Mataram di Jeddah.

Bangunan tersebut disumbangkan oleh Sultan Yogyakarta dan diperuntukkan bagi orang-orang Mataram yang pergi berhaji atau tinggal di sana. Rumah tinggal ini diasuh oleh tiga syekh, yaitu Syekh Muh. Shadiq,

Syekh Abdulgani, dan Abdullah Zalbani. Disamping menunaikan ibadah haji, K.H.Ahmad Dahlan juga memperoleh kesempatan untuk menimba ilmu dari beberapa ulama Nusantara yang ada disana. Adapun guru-gurunya

71 pada ibadah haji yang pertama ini diantaranya adalah Kyai Mahfudz Termas dan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau (Burhani, 2004:56). Disanalah kemudian ia berganti nama dari Muhammad Darwis menjadi K.H.Ahmad

Dahlan.

Kemudian K.H.Ahmad Dahlan menikahi Siti Walidah (terkenal dengan sebutan Nyai Ahmad Dahlan) binti Kyai Haji Penghulu Haji Fadhil yang merupakan sepupunya sendiri. Dari pernikahannya dengan Siti

Walidah, K.H.Ahmad Dahlan dikaruniai enam orang anak, yaitu Djohanah,

Siradj Dahlan, Siti Busyro, Siti Aisyah, Djumhan (Irfan Dahlan), dan Siti

Zaharah (Mulkhan, 1990: 62).

Setelah mendirikan organisasi , K.H.Ahmad Dahlan menikah kembali dengan tiga orang perempuan. Pertama adalah R.A.Y

Soetidjah Windyaningrum yang dikenal dengan nama Nyai Abdulah menjadi istri kedua K.H.Ahmad Dahlan. Pada pernikahan tersebut Akad nikahnya dipimpin langsung oleh kakak dari Siti Walidah. Pernikahan antara Ray Soetidjah Windyaningrum dengan K.H.Ahmad Dahlan didasari oleh permintaan dari keraton, sebagai abdi dalem keraton K.H.Ahmad

Dahlan tidak bisa menolaknya. Pernikahan tersebut juga mangisyaratkan bahwa Sultan merestui usaha-usaha pembaharuan yang sedang dilakukan oleh K.H.Ahmad Dahlan. Akan tetapi, pernikahan keduanya tidak berlangsung lama karena Nyai Abdullah kemudian diceraikan. Proses perceraian kedua pasangan ini sangat unik karena dilakukan melalui surat

72 yang dititipkan melalui kakak Siti Walidah. Pernikahan K.H.Ahmad Dahlan dengan Nyai Abdullah dikaruniai seorang putra bernama R. Dhurie.

Selanjutnya, pernikahan K.H.Ahmad Dahlan yang ketiga dilakukan atas dasar permintaan dari sahabatnya Kyai Munawar dari Krapyak,

Yogyakarta. Ia mengharapkan agar K.H.Ahmad Dahlan bersedia menikah dengan adiknya, Nyai Rum. Adapun tujuan dari pernikahan ini adalah untuk memperkokoh kerjasama antara Nahdlatul Ulama dan Muhamadiyah.

Disamping itu, saat K.H.Ahmad Dahlan mengadakan dakwah di Cianjur, ia juga diminta untuk menikahi Nyai Aisyah adik penghulu ajengan atau penghulu bangsawan. Tujuan dari pernikahan tersebut adalah Penghulu ajengan mengharapkan agar keturunan K.H.Ahmad Dahlan ada yang tinggal di wilayah Cianjur untuk meneruskan dakwahnya. Adapun dari pernikahan yang keempat ini melahirkan seorang putri bernama Siti Dandanah

(Mu‟thi,dkk, 2015: 188).

K.H.Ahmad Dahlan sangat memahami bahwa poligami adalah suatu hal yang menyakitkan bagi perempuan, oleh karena itu ia sangat menjaga perasaan istrinya. Poligami yang dilakukan oleh K.H.Ahmad Dahlan memang sebuah fakta sejarah yang tidak dapat dipungkiri, namun yang harus dipahami adalah alasan dibalik dilakukannya poligami tersebut.

Agama dan dakwah menjadi landasan utama K.H.Ahmad Dahlan sehingga ia bersedia untuk melakukan poligami.

Pernikahan K.H. Ahmad Dahlan selain dengan Ibu Walidah (Nyai

Ahmad Dahlan), dapat dikatakan kesemuanya alasan utamanya adalah

73 agama dan dakwah. Adapun hubungan Nyai Ahmad Dahlan dengan suami dan anak anaknya yang lain sangatlah baik. Ia dapat berlaku adil dan selalu memberikan dorongan kepada suaminya dalam melaksanakan perjuangan dan mendampingi hingga beliau wafat (Salam, 1968:9).

Pada tahun 1896, K.H.Ahmad Dahlan diangkat sebagai Khatib dengan gelar Khatib Amin (khatib yang dapat dipercaya) dalam usianya yang relatif muda yakni sekitar 28 tahun, menggantikan ayahnya. Salah satu tugas yang harus dilakukan oleh seorang khatib adalah memimpin grebeg (upacara kerajaan), seperti Grebeg Mulud (peringatan kelahiran Nabi Muhammad) dan Grebeg Besar (peringatan kelahiran raja). Tugas yang diemban ini menjadi bagian dari tanggung jawabnya untuk memimpin urusan agama

Kerajaan. Peran ini juga membukakan jalan baginya untuk dapat menjalin hubungan baik dengan Sultan Yogyakarta (Darban, 2010: 9-10). Sultan

Hamengkubuwono VII menyetujui gerak langkah K.H.Ahmad Dahlan dalam memberikan kontribusi atau manfaat nyata untuk masyarakat yang langsung dapat dirasakan (wawancara dengan bapak Budi pada tanggal 04

Maret 2019).

Terdapat satu peristiwa penting yang berkaitan erat dengan posisi

K.H.Ahmad Dahlan sebagai ulama dan seorang abdi dalem, yaitu ketika ia berpendapat bahwa arah kiblat Masjid Agung Yogyakarta tidaklah tepat, sehingga ia menyarankan untuk dilakukan suatu perubahan arah kiblat.

Pandangannya mengenai perubahan arah kiblat berbenturan dengan pandangan yang sudah sangat mengakar dan sudah mapan, sehingga

74 mengganggu para ulama termasuk pengulu keraton. Adapun reaksi terhadap pandangan baru ini ternyata luar biasa, ia dicela, dicemooh dan puncaknya adalah langgarnya dibongkar. Sehubungan dengan kejadian inilah Sultan

Yogyakarta mengirim K.H.Ahmad Dahlan ke Mekah lagi (Niel, 1984:85).

K.H.Ahmad Dahlan melakukan perjalanan kedua ke Mekah pada tahun

1903. Disana ia tinggal lebih lama daripada perjalanan sebelumnya ketika pertama kali ke Mekah, yakni sekitar dua tahun. Ia juga menghabiskan banyak waktunya untuk menuntut ilmu disana.

K.H.Ahmad Dahlan wafat pada tanggal 23 Februari tahun 1923 yakni bertepatan dengan tanggal 7 Radjab 1340 H dan dimakamkan di

Karangkajen, Yogyakarta. Pada hari dimana ia wafat, sekolah-sekolah yang ada di Yogyakarta baik negeri maupun swasta dengan sendirinya libur dalam rangka menghormati kepergian K.H.Ahmad Dahlan. Kepergiannya juga dihantarkan oleh masyarakat secara berbondong-bondong (Salam,

1968:14).

Terdapat tujuh (7) pokok pemikiran K.H. Ahmad Dahlan sebagaimana dikelompokkan oleh K.R.H Hadjid (2008:7-29). Tujuh kerangka pemikiran tersebut terbagi dalam tujuh pelajaran, meliputi: pertama, bahwa ulama adalah seseorang yang berilmu dan hatinya hidup (kreatif), serta mengembangkan serta mengamalkan ilmunya dengan ikhlas. Sebagaimana pesan yang pernah disampaikan olehnya “hidup hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari penghidupan di Muhammadiyah.”

75

Kedua, dalam mencari kebenaran seseorang tidak boleh merasa paling benar sendiri. Oleh karenanya, orang tersebut harus berani berdialog dan berdiskusi dengan semua pihak termasuk dengan orang atau golongan yang bertentangan maupun berbeda pendapat (Hajid, 2008:13 16). Hal tersebut dibuktikan oleh K.H Ahmad Dahlan ketika berdiskusi masalah agama dengan pastor Van Lith (Hadikusuma, 1973: 107). Ketiga, manusia dalam mengerjakan pekerjaan apapun harus berulang-ulang, sehingga kemudian akan terbiasa. Setelah terbiasa, maka akan menjadi suatu kesenangan yang dicintai serta sukar untuk diubah. Keempat, manusia harus menggunakan akal dan pikirannya untuk mengetahui hakikat dan tujuan manusia hidup di dunia. Kelima, dalam membuat suatu keputusan hendaknya harus mempelajari beraneka ragam fatwa, membaca beberapa sumber buku atau kitab,memperbincangkan dan membandingkan terlebih dahulu.

Keenam, mayoritas atau kebanyakan pemimpin belum berani untuk mengorbankan harta benda dan jiwanya dalam perjuangan mencapai suatu kebenaran. Ketujuh, ilmu terdiri dari pengetahuan teori dan juga amal

(praktek). Dalam mempelajari kedua ilmu tersebut haruslah dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum bisa mengerjakan maka tidak perlu ditambah, dan begitu seterusnya (Hajid, 2008:7-17). b. Latar Belakang Pendidikan

K.H.Ahmad Dahlan tidak pernah mengenyam pendidikan formal dengan memasuki jenjang atau tingkatan sekolah tertentu. Ia mempelajari berbagai ilmu dengan cara berguru kepada para ulama, para ahli dan

76 membaca buku serta kitab-kitab. Kemampuan dasar membaca dan menulis didapatkannya dari lingkungan keluarga, khususnya ayahnya yang menjadi tempat belajar pertama bagi K.H Ahmad Dahlan tentang agama, selanjutnya membentuk kepribadian. Semangat belajar yang tinggi ia tunjukkan dengan kegemarannya membaca, dan semangatnya untuk belajar serta mendalami ilmu agama di Mekah. Pada saat itulah K.H.Ahmad Dahlan mengalami pergolakan dengan pemikiran-pemikiran pembaharu Islam (Mulkhan,

2010:7).

Memasuki usia dewasa yaitu sekitar tahun 1870, K.H.Ahmad Dahlan mulai belajar ilmu agama Islam tingkat lanjut. Diantara ilmu yang ia pelajari adalah ilmu fikih dari K.H.Muhammad Saleh dan ilmu nahwu shorof dari

K.H.Muhsin. Selanjutnya guru-gurunya yang lain adalah K.H.Muhammad

Nur, K.H.Abdul Hamid, R.Ng, Sosro Soegondo, dan R. Wedana

Dwijosewoyo. Sebelum menunaikan ibadah haji yang pertama, K.H.Ahmad

Dahan banyak mempelajari kitab kitab Ahlussunah wal Jamaah yang mengandung pemikiran filosofis, khususnya dalam ilmu aqaid dan ilmu kalam (Hariri, 2010: 33-34).

K.H.Ahmad Dahlan pernah menuntut ilmu dari beberapa guru dan kyai selama berada di Mekah. Ia pergi haji pada usia 15 tahun dan tinggal di

Mekah selama lima tahun. Pada masa tersebut, K.H. Ahmad Dahlan banyak belajar dengan pemikiran-pemikiran para pembaharu Islam, seperti

Muhammad Abduh, Jamaludin Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu

Taimiyah. Disanalah kemudian ia berganti nama menjadi K.H.Ahmad

77

Dahlan (Anshoriy, 2010:54-55). K.H.Ahmad Dahlan berangkat lagi ke

Mekah untuk yang kedua kalinya pada tahun 1903 dengan membawa putranya Siradj. Disana ia kembali mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama yang sudah didapatkan sebelumnya (Nugraha, 2009: 24).

Model pendidikan yang dikembangkan oleh K.H.Ahmad Dahlan adalah konsep pendidikan yang berelevansi dengan lingkungan kehidupan.

Konsep ini melahirkan prinsip ilmu amaliah dan amal ilmiah. Maksudnya adalah ilmu akan menjadi bermanfaat ketika diamalkan untuk kepentingan masyarakat banyak (Ahmad, 2015:151).

Salah seorang murid K.H.Ahmad Dahlan yaitu Haji Hajid menyatakan bahwa kitab-kitab yang ditelaah oleh K.H. Ahmad Dahlan merupakan kumpulan kitab yang juga dipelajari oleh kebanyakan ulama di Indonesia dan ulama di Mekah. Misalnya dalam ilmu aqidah yang ditelaahnya adalah kitab-kitab beraliran Ahlu al sunnah wa al jama‟ah. Ilmu fiqih dari madzhab al-Syafi‟yah dalam ilmu tasawuf menurut Imam al Ghazali.

Disamping itu, K.H.Ahmad Dahlan juga mempelajari tafsir al-Manar karangan Rasyid Ridla dan tafsir juz „amma karangan Muhammad Abduh serta menelaah kitab al „Urwat al Wutsqa karangan Jamaluddin Al-Afgani.

Haji Hajid juga menyebutkan beberapa kitab yang dilihatnya sewaktu belajar kepada K.H.Ahmad Dahlan, antara lain (Majelis pustaka :211):

1) Kitab Tauhid, Muhammad Abduh

2) Tafsir Juz „Amma, Muhammad Abduh

3) Kitab Kanzul „ulum

78

4) Dairatul Ma‟arif, Farid Wajdi

5) Kitab-kitab tentang bid‟ah, antara lain Al-Tawassul wa alwasilah dan

Ibnu Taimiyah

6) Kitab Al-Islamwa Nasraniyah, Muhammad Abduh

7) Kitab Idharat Al-Haq, Rahmatullah Hindi

8) Kitab-kitab Hadits karangan ulama Madzhab Hambali. c. Pengalaman Organisasi

K.H.Ahmad Dahlan adalah seorang organisator, yaitu seseorang yang senang dengan dunia organisasi atau dengan kata lain senang berorganisasi.

Hal tersebut sedikit banyak ia dapatkan dari hasil petualangannya dan pengalamannya dari menuntut ilmu di Mekah. K.H.Ahmad Dahlan banyak belajar dari hasil karya tokoh pembaru Islam seperti Sayid Jamaluddin al-

Afghani. Di samping itu, banyak pula tokoh Ulama Indonesia yang turut menjadi inspirasi salah satunya yaitu Syaikh Jamil Jambek dari Bukit

Tinggi. Oleh karena itu, tidak heran setelah ia banyak mendapat pelajaran dan ilmu pengetahuan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, ia segera mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah.

Organisasi ini merupakan perwujudan atau tindak lanjut dari buah pemikirannya.

Sebelum mendirikan Muhammadiyah. K.H Ahmad Dahlan telah melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan dakwah. Pada tahun 1906, ia diangkat sebagai khatib besar dengan gelar khatib amin. Satu tahun kemudian ia mempelopori musyawarah alim ulama, dan dalam forum

79 tersebut disampaikannya pendapat bahwa arah kiblat Masjid Agung kurang tepat. Dari situlah kemudian arah kiblat Masjid Agung digeser agak ke kanan oleh para muridnya dan bertahan sampai dengan sekarang.

K.H.Ahmad Dahlan merasa bahwa perlu untuk mendirikan suatu organisasi sesuai dengan perintah agama sebagaimana tercantum dalam

Qur‟an Surat Al-Imran: 104 “waltakunminkum ummatun yad'uuna ilaa lkhayri waya'muruuna bilma'ruufi wayanhawna 'ani lmunkari waulaa-ika humu lmuflihuun” Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan umat yang menyeru pada kebajikan/kebaikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar, sesungguhnya merekalah orang-orang yang beruntung.

Kemudian yang menjadi menarik lagi adalah ketika ia mendirikan

Muhammadiyah, murid-muridnya yang pada awalnya ikut merintis justru tidak duduk menjadi anggota kepengurusan, akan tetapi justru tokoh-tokoh ulama sepuh Kauman, karena mereka adalah sosok yang harus dihormati, seperti haji Djaelani, haji sjarkawi. Murid-murid yang awalnya ikut merintis

Muhammadiyah tidak langsung cemburu atau merasa tidak terima, disinilah letak kecerdasan K.H.Ahmad Dahlan dalam menghandle segala sesuatunya dengan baik. Anak-anak muda yang merupakan muridnya itulah yang menjadi agen penggerak, jadi antara ulama sepuh dan anak-anak muda murid K.H.Ahmad Dahlan saling bersinergi. Ulama sepuh tidak merasa dilompati, dan yang muda pun memahami serta ikut bergerak. Dalam mengembangkan gagasannya, K.H.Ahmad Dahlan tidak segan-segan untuk

80 berdiskusi dengan kaum pergerakan. Pada saat itu ia banyak belajar dari organiasasi Budi Utomo (wawancara dengan Bapak Budi pada tanggal 04

Maret 2019).

K.H Ahmad Dahlan adalah sosok yang memiliki rasa ingin tahu tinggi, termasuk salah satunya untuk mempelajari tata organisasi. Ia kemudian bergabung dengan perkumpulan Budi Utomo dan menjadi salah seorang pengurus di dalamnya. K.H.Ahmad Dahlan diperkenalkan dengan organisasi ini oleh Mas Djojosumarto, yang juga seorang anggota dan teman dekat Dr. Wahidin Sudirohusodo. Ia mempunyai beberapa kerabat di

Kauman dan sering berkunjung ke sana. Setelah mendapatkan beberapa informasi dari Djojosumarto, berkawan dengan beberapa anggota Boedi

Oetomo, dan menghadiri pertemuan-pertemuannya, K.H.Ahmad Dahlan merasa bahwa organisasi ini adalah organisasi yang bisa sepenuh hati ia dukung (Suja‟,1989: 15-16). Dari situlah ia banyak mendapatkan ilmu dan pengalaman sekaligus mempunyai kesempatan untuk berdakwah mengenai agama Islam dan akhlak mulia di perkumpulan tersebut (hadikoesoemo,

1973:64).

K.H.Ahmad Dahlan merupakan sosok yang terbuka, toleran, dan plural, sehingga memberikan kesan yang bagus di mata para anggota Budi

Utomo. Di samping itu, etika dan prinsipnya untuk menggunakan akal sebagai alat terpenting dalam melihat dan memahami agama, adalah dua alasan lain mengapa Budi Utomo tidak keberatan bila K.H.Ahmad Dahlan mengajar di sekolah-sekolah pemerintah (Sudja‟,1989:15-16). Seorang

81 pegawai Belanda yaitu Rinkes, menggambarkan karakter dan kepribadian

K.H.Ahmad Dahlan sebagai berikut:

Lelaki yang energik, militan, dan cerdas berumuran 40-an tahun, jelas punya darah Arab dan sangat ortodoks tapi berkesan toleran.Secara pribadi H. Dahlan cukup mengesankan: kita membincangkan seorang lelaki yang punya karakter dan kemauan untuk berbuat,yang tak bisa dijumpai setiap hari di Hindia Belanda ataupun Eropa (peacock, 1978:30)

Sementara sumber lain ada yang mengemukakan bahwa K.H.Ahmad

Dahlan bergabung dengan budi utomo pada tahun 1909, dengan tujuan disamping sebagai wadah semangat kebangsaan, juga untuk memperlancar aktivitas dakwah dan pendidikan Islam yang ia lakukan (Mulkhan,

2010:10). Melalui keikutsertaannya sebagai anggota di dalam budi utomo juga memberi kesempatan untuk mengajarkan tentang agama Islam kepada siswa-siswa yang belajar di berbagai Sekolah Belanda. Sekolah-sekolah tersebut antara lain:

1) Kweekschool di jetis setiap hari sabtu dan minggu

2) OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsch Ambtenaren atau sekolah

pamong praja) di Magelang.

Disamping itu, K.H Ahmad Dahlan juga aktif dalam beberapa organisasi diantaranya adalah Jami‟yatul khair, Syarikat Islam, dan Comite

Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw. K.H.Ahmad Dahlan mendirikan sekolah pertamanya, yaitu madrasah ibtidaiyah (setingkat SD) antara tahun

1908-1909. Sekolah ini diselenggarakan di ruang tamu rumahnya yang berukuran 2,5 x 6 m, sekolah tersebut dikelola secara modern dengan menggunakan papan tulis, meja dan kursi. Pengajaran dilakukan dengan

82 sistem klasikal. Pada awalnya sekolah tersebut hanya memiliki enam orang, namun setengah tahun kemudian meningkat menjadi 20 orang (Mulkhan,

2010:11).

Dengan berbekal pengalaman organisasi dan pendirian sekolah tahap awal tersebut, pada akhirnya tahun 1912 K.H. Ahmad Dahlan bersama dengan murid-muridnya dari kauman yaitu Kyai Syuja, Haji Fachruddin,

Haji Tamim, Haji Hisyam, Haji Syarkawi, dan Haji Abdul Ghani berhasil mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk mewujudkan cita-cita pembaruan Islam. Organisasi ini dipimpin langsung oleh K.H.Ahmad

Dahlan. Upacara pesesmian muhammadiyah dilakukan pada pada bulan desember 1912 bertempat di malioboro dan dihadiri sekitar 70 orang

(Mulkhan, 2010:12).

Adapun anggaran dasar Muhammadiyah yang paling awal menyebutkan bahwa tujuan dari didirikannya Muhammadiyah adalah: 1)

Menyebarkan pengajaran Nabi Muhammad saw kepada penduduk bumiputera dalam residensi Yogyakarta (pada 1921 diubah menjadi Hindia

Belanda); dan 2) Memajukan perihal agama kepada anggota-anggotanya

(Salam, 109).

Muhammadiyah bartujuan untuk meraih cita-citanya dengan melakukan langkah-langkah berikut (Nakamura, 1993: 47-49):

1) Mendirikan sekolah-sekolah yang memadukan antara ilmu agama dan

pengetahuan umum yang diajarkan secara bersamaan

83

2) Menyelenggarakan pengajian ajaran Islam di sekolah pemerintah, swasta,

dan luar sekolah.

3) Mendirikan langgar dan masjid.

4) Menerbitkan dan membantu penerbitan buku-buku,surat-surat, selebaran,

brosur, dan koran yang berisi tentang keagamaan

Ketika K.H.Ahmad Dahlan membangun organisasi Muhammadiyah, landasan gerakannya mengacu pada Surat Ali Imran ayat 104: “Waltakum

Minkum ummatun yad‟uuna ilal khairo wa yakmuruna bil makruf wa yanhauna „anil munkar, wa ulaika humul muflikkhun” yang artinya adalah dan hendaklah diantara kamu ada segolongan umat yang menyeru pada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar, sesungguhnya merekalah orang orang yang beruntung (Mulkhan, 2002: 7).

Berikut ini adalah susunan pengurus Muhammadiyah secara lengkap pada saat awal berdirinya dan saat disahkan oleh pemerintah Hindia

Belanda:

Ketua : K.H Ahmad Dahlan

Sekretaris : Haji Abdullah Siradj

Anggota :

1. Haji Ahmad

2. Haji Abdurrahman

3. R. Haji Sjarkawi

4. Haji Mohammad

5. R. Haji Djaelani

84

6. Haji Anis

7. Haji Moehammad Faqih

Secara garis besar dapat dirunut bahwa periode tahun 1912-1923,

merupakan masa peletakan dasar gerakan Muhammadiyah. Pada periode ini,

Muhammadiyah langsung berada di bawah kepemimpinan K.H.Ahmad

Dahlan. Perkembangan Muhammadiyah terjadi beriringan dengan

perkembangan amal usaha Muhammadiyah. Adapun amal usaha yang

pertama adalah sekolah dan pengajian, kemudian meluas meliputi bidang

kesehatan dan kesejahteraan ekonomi. Amal usaha yang lainnya ialah

pembentukan organisasi kaum wanita, hal ini dipertegas dengan pendapat

Kutoyo (1998: 152) bahwa pada masa K.H. Ahmad Dahlan, mulai dibentuk

organisasi kaum wanita, yaitu Sapatresna pada tahun 1914 yang kemudian

berkembang menjadi .

Selanjutnya, pada tahun 1918 juga dibentuk kepanduan Hisbul

Wathan (HW) yang merupakan bentuk kepanduan pertama di kalangan

masyarakat Islam di Indonesia. Gagasan pembentukan HW datang dari

K.H.Ahmad Dahlan sendiri, sedangkan nama Hisbul Wathan berasal dari

usul Raden Haji Hadjid sebagai pengganti Nam Padvinders Muhammadiyah

(Padvinders, artinya pandu, penunjuk jalan).

2. Peran K.H Ahmad Dahlan dalam Lintasan Sejarah

Dalam lintasan sejarah Indonesia, K.H.Ahmad Dahlan memilih aspek pendidikan, sosial dan agama sebagai medan baktinya dalam berjuang untuk

85 kepentingan masyarakat dan agama. Berikut ini secara lebih rinci mengenai kedua aspek tersebut.

a. Pemikiran K.H Ahmad Dahlan dalam Bidang Pendidikan

Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan mengenai pendidikan tidak terlepas

dari keprihatinannya akan kondisi masyarakat pada saat itu dan kondisi

bangsa yang terjajah oleh pemerintah kolonial. Pada tahun 1912 masyarakat

Indonesia berada dalam kondisi yang memprihatinkan terutama dari sisi

pendidikannya, hampir lebih dari 90% masyarakat mengalami buta huruf,

terutama kaum perempuan (Salam, 1968:18).

Disamping itu kondisi sosial masyarakat tenggelam dalam kekakuan

(stagnasi), kebodohan dan keterbelakangan, jumud (beku) pikiran dan

jiwanya yang disebabkan oleh adat istiadat yang tidak masuk akal yang

terkadang menjurus kepada syirik (menduakan Tuhan). Banyak ajaran

agama yang tidak dimengerti dan dipahami secara baik dan benar, ibadah

hanya dilaksanakan formalitas dan terbatas pada Sholat, Puasa dan Haji.

Sedangkan ajaran Islam yang berkenan dengan kemasyarakatan dan

kemajuan tidak banyak diajarkan (Syaifullah,1997:72).

K.H.Ahmad Dahlan memiliki suatu keyakinan bahwa jalan yang harus

ditempuh atau upaya strategis dalam rangka menyelamatkan masyarakat

Indonesia khususnya umat Islam dari pola berpikir yang statis adalah

melalui pendidikan. Oleh karena itu, K.H.Ahmad Dahlan menaruh perhatian

yang besar terhadap dunia pendidikan.

86

Pendidikan pada masa kolonial belanda tidak sungguh-sungguh ingin mencerdaskan bangsa Indoensia, akan tetapi demi kepentingan mereka sendiri. Penyelenggaraan pendidikan hanya untuk menciptakan pegawai atau tenaga terampil yang dapat dibayar murah (Nasution, 2001:4).

Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial belanda di

Indoensia sejak abad XIX berjalan sanggat lambat dan diskriminatif. Sikap diskriminatif pemerintah kolonial terlihat pada perbedaan pelaksanaan pendidikan bagi pribumi dan orang-orang Belanda sendiri. Sangat kecil kesempatan bagi anak indonesia untuk mengeyam bangku pendidikan

(Kumalasari, 2016: 106). Politik etis yang secara teoritis diharapkan mampu meningkatkan taraf kehidupan dan pendidikan pribumipun, pada kanyataannya hanya memprioritaskan pendidikan yang bersifat elitis.

Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial Belanda saat itu masih terbatas pada pendidikan untuk melahirkan tenaga yang terampil (calon-calon pamon praja). Adapun prinsip-prinsip yang digunakan oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai dasar kebijakan dalam bidang pendidikan yaitu (Sucipto, 2010: 106):

1) Menjaga jarak atau tidak memihak pada salah satu agama tertentu

2) Sistem pendidikan diatur berdasarkan pembedaan lapisan sosial

khususnya yang ada di Jawa

3) Pendidikan bertujuan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat

dimanfaatkan sebagai alat pendukung kebijakan politik ekonomi

pemerintah kolonial

87

K.H.Ahmad Dahlan mewujudkan gagasannya dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah yang memadukan pengetahuan agama dan pengetahuan umum secara berimbang. Ia juga sekaligus menjadi guru dari sekolah yang dirintisannya. Pada awalnya siswa yang ada hanya berjumlah 8 orang kemudian kegiatan pembelajaran dilakukan dalam ruang tamu rumahnya yang berukuran 2,5 meter x 6 meter. Kegiatan pembelajaran awalnya berjalan kurang lancar karena mendapatkan boikot dari masyarakat, akan tetapi K.H.Ahmad Dahlan dengan sabar membujuk murid-muridnya untuk terus masuk sekolah. K.H.Ahmad Dahlan memberikan pembelajaran secara mudah, menarik, dan menyenangkan, sehingga dari hari ke hari jumlah muridnya terus bertambah. Hingga pada akhirnya tanggal 1

Desember 1911 secara resmi K.H.Ahmad Dahlan memberi nama sekolah yang didirikannya Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (Anshory, 2010:

55).

Sekolah tersebut menggunakan model sekolah Barat yaitu sistem klasikal dengan menggunakan meja, kursi dan papan tulis. Disamping itu yang terpenting adalah diberi pelajaran pengetahuan umum dan pelajaran agama di dalam kelas. Pada waktu itu anak-anak santri Kauman masih merasa asing pada pelajaran dengan sistem sekolah klasikal. K.H.Ahmad

Dahlan mengadakan modernisasi dalam bidang pendidikan Islam, dari sistem pondok yang melulu diajar pelajaran agama Islam dan diajar secara perseorangan menjadi sistem klasikal dan ditambah dengan pelajaran pengetahuan umum.

88

Dalam lintasan sejarah dapat dikatakan bahwa pelopor pendidikan modern pribumi yang paling awal dan berpengaruh adalah Muhammadiyah

(Noer, 1994:84; Pringgodigdo, 1986:91-94). K.H.Ahmad Dahlan bukan hanya pendiri Muhammadiyah, dan bukan hanya dikenal sebagai

“pembaharu” dalam keagamaan, tapi ia adalah perintis pendidikan Indonesia seperti halnya (Prodjokusumo, 1989: 30).

Makna penting dari kehadiran Muhammadiyah dalam bidang pendidikan dan pergerakan nasional dapat dilihat dalam dua sudut pandang.

Pertama, pendidikan pada masa pergerakan kebangsaan menjadi memiliki basis luas dan berakar kuat dalam masyarakat pribumi. Kedua, semangat dan nilai-nilai keagamaan (Islam) ikut mewarnai dan menjadi basis pergerakan kebangsaan (Kuntoro, 2006:136). Perluasan basis gerakan kebangsaan ini memiliki makna yang sangat strategis, sebab bagi penduduk pribumi dapat dijadikan sebagai alat untuk melawan penjajah yang berbeda agama (Kahin, 1995:50).

Sistem pendidikan yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah sistem pendidikan modern, yakni menggunakan sistem klasikal. Pada masa itu, sistem klasikal ini masih cukup langka dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam. Ide atau pemikiran K.H.Ahmad Dahlan dalam pendidikan dihadapkan pada kondisi pendidikan masa kolonial belanda yang bersifat dualistis, yaitu pendidikan di sekolah belanda yang sekuler dan pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan pengetahuan agama saja.

89

Perwujudan ide tersebut yaitu dengan mengintegerasikan kedua sistem pendidikan, yaitu ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. K.H. Ahmad

Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus, yaitu mengajarkan agama di sekolah-sekolah pemerintah kolonial belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah sendiri yang mengajarkan agama dan pengetahuan umum secara bersama-sama. Pendidikan yang diselenggarakan oleh K.H. Ahmad Dahlan tidak hanya bertujuan untuk mencerdaskan umat muslim secara intelektual saja, melainkan juga berupaya untuk mengembangkan kepribadiaanya

(Kumalasari, 2016:128).

Upaya untuk merealisasaikan ide pembaharuan dalam dunia pendidikan, Muhammadiyah melakukannya dengan mendirikan madrasah- madrasah dan pesantren dengan memasukkan kurikulum berbasis pengetahuan umum dan juga agama. Lembaga pendidikan yang didirikan di tersebut dikelola dalam bentuk amal usaha dengan penyelenggaranya dibentuk sebuah majelis dengan nama Majelis Pendidikan Dasar dan

Menengah, secara vertikal mulai dari Pimpinan Pusat sampai ke tingkat

Pimpinan Cabang (Yusra, 2018:115).

Sekolah Muhammadiyah yang pertama kali didirikan oleh K.H.

Ahmad Dahlan adalah Sekolah Dasar Pawiyatan, yang berlokasi di Kauman,

Yogyakarta. Sampai saat ini gedung sekolah tersebut masih berdiri dan masih dipelihara dengan baik. Gedung tersebut saat ini sudah tidak lagi dimanfaatkan untuk kegiatan Sekolah Dasar, tapi dialihfungsikan untuk kegiatan Sekolah Taman Kanak kanak. SD Pawiyatan dipindahkan ke lokasi

90 yang lebih memadai, berada di dekat komplek Masjid Kauman karena jumah murid yang semakin banyak mulai tidak tertampung lagi dalam gedung sekolah tersebut. Gedung yang digunakan saat itu adalah gedung milik ayahnya, yang berada di dekat rumahnya. Persis berada di sebelah

Masjid Kauman. Sampai sekarang bangunan tersebut masih ada dan masih terawat dengan baik.

Secara garis besar tujuan utama pendidikan yang dicetuskan oleh K.H.

Ahmad Dahlan adalah pengembangan akhlak, bukan sekedar pengumpulan pengetahuan atau keterampilan seperti yang dilakukan dalam pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Disamping itu.

K.H.Ahmad Dahlan juga berpendapat bahwa setiap orang harus menjalankan dua fungsi, yaiu murid dan guru. Sebagai murid harus selalu mencari ilmu, dan sebagai guru harus menyebarkan ilmu yang sudah diperoleh tersebut. b. Pemikiran K.H Ahmad Dahlan dalam Bidang Sosial

Peranan K.H.Ahmad Dahlan dalam bidang sosial dimulai dengan menyederhanakan praktik sosial yang dianggapnya rumit dan menjadi beban bagi masyarakat. Seperti halnya acara slametan yang bila dilaksanakan akan membutuhkan modal yang cukup banyak (Sanusi, 2013:91). K.H. Ahmad

Dahlan mengembangkan aksi sosial dan kebudayaaan karena didasari konsepnya tentang kebenaran dan kebaikan yang berkesesuaian antara teks dan konteks.

91

Selanjutnya, dalam aspek sosial gerakan Muhammadiyah yang dipelopori dan didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan banyak memberikan kontribusi bagi pengembangan umat dan bangsa. Diantaranya

Muhammadiyah memelopori pendirian Panti Asuhan dan Rumah Sakit.

Bahkan Lembaga Haji (Badan Penolong Haji) pun dirintis murid KH

Ahmad Dahlan, yaitu Haji Sudja‟ yang mengusahakan usaha perkapalan untuk jamaah haji pada tahun 1921 (Slamet, 2007).

Tujuan organisasi Muhammadiyah yang dipelopori oleh K.H. Ahmad

Dahlan secara umum lebih ditekankan pada amal, karya dan gerak dakwah.

Ruang lingkup amal usaha Muhammadiyah meliputi empat pokok persoalan, yaitu: aqidah, aklak, ibadah dan muamalah. Sebagai gerakan dakwah amar ma‟ruf nahi munkar, Muhammadiyah lebih menitikberatkan peratian dakwahnya dalam bidang sosial dan sebagian kecil ekonomi, disamping bidang-bidang pengkajian dan pendalaman keislaman (Mulkhan,

1990: 107).

Tahun 1920 merupakan tahun kreativitas Muhammadiyah periode awal. Pada tahun itu dibentuk berbagai lembaga, badan pembantu serta amal usaha. Di tahun itu juga dikembangkan sistem pengumpulan dan pembagian zakat. Gerakan modernisasi pengelolaan zakat tersebut diawali oleh warga

Muhmmadiyah sendiri yang memang wajib zakat. Seterusnya hal tersebut kemudian diikuti oleh masyarakat yang mempercayakan pembagian zakatnya kepada Muhammadiyah untuk diteruskan kepada orang orang yang berhak untuk menerimanya.

92

Salah satu wujud kepekaan Muhammadiyah dalam permasalahan kehidupaan sosial adalah didirikannya panti asuhan. Panti asuhan merupakan rumah khusus yang menampung anak anak yatim piatu, dibentuk pada tahun 1920. Disamping panti asuhan, pada waktu itu

Muhammadiyah juga mendirikan Rumah Penampungan fakir miskin.

Selanjutnya pada tahun 1921, terdapat satu pembentukan badan lain yaitu Bagian Penolong Haji. Pembentukan bagian ini, di kemudian hari memberi inspirasi Departemen Agama RI membentuk salah satu unit kerja yang bertanggungjawab mengurus perjalanan haji di Indonesia di bawah satu Dirjen yakni Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji

(Mulkhan, 1990: 34-35).

Di bidang sosial didirikan poliklinik dan rumah anak yatim. Ia juga memberikan pendidikan bagi para pemuda dan para wanita yang dianggapnya sebagai tiang negara, sebab di tangan wanita lah terletak nasib pendidikan anak anak. Dalam memperjuangkan cita citanya, K.H. Ahmad

Dahlan tidak pernah bersifat agresif, melainkan dengan menunjukkan sikap sebagai seorang pendidik yang bijaksana (Salam, 1968:23). Pendekatan pendidikan K.H Ahmad Dahlan bersifat dialogis dan mengajukan pertanyaan untuk merangsang berpikir dengan cara baru.

Muhammadiyah memiliki majelis-majelis (departemen) yang terdiri dari (Salam, 1968:34): (1) Majelis Tardjih, (2) Majelis Hikmah, (3) Majelis

Aisyiah, (4) Majelis Hizbul Wathan, (5) Majelis Pemuda, (6) Majelis

Pengajaran, (7) Majelis Taman Pustaka, (8) Majelis Tabligh, (9) Majelis

93

Penolong Kesengsaraan Umum (P.K.U), (10) Majelis Ekonomi, (11)

Majelis Wakaf dan Kehartabendaan. Nama-nama seperti Ibnu Taimiyah,

Jamaludin al-Afghani dan Muhammad Abduh, di kalangan umat Islam dikenal sebagai ulama penggerak pembaharuan. Gagasan dan pikiran

K.H.Ahmad Dahlan banyak dipengaruhi oleh ulama-ulama tersebut, sehingga banyak pakar yang menyatakan K.H.Ahmad Dahlan sebagai tokoh pembaharu dan Muhammadiyah dinyatakan sebagai gerakan pembaharuan

(Majelis Pustaka Muhammadiyah:211-2012).

Etika dan semangat kewelasasihan kepada sesama ditunjukkan dengan sikap K.H.Ahmad Dahlan yang gencar menggerakkan masyarakat membela mereka yang tertindas, terlantar dan gelandangan. Sikap terbuka, toleran dan membela yang menderita dari K.H.Ahmad Dahlan itulah yang membuat dokter , elit priyayi Jawa, pemimpin Budi Utomo tertarik pada gerakan Muhammadiyah. Dokter Soetomo menyebut fokus, asas dan etos utama gerakan itu adalah ke-welas-asih-an pada sesama, terutama rakyat kecil yang tertindas. Oleh karena itu, Soetomo kemudian bersedia menjadi advisor HB (Hooft Bestuur) Muhammadiyah bidang kesehatan (Mulkan,

2011: 17).

Gagasan dan aksi sosial K.H.Ahmad Dahlan mengacu pada landasan tentang kesesuaian natural tafsir Al-Qur‟am, pengalaman kemanusiaan universal, dan temuan iptek. Adapun penafsiran K.H.Ahmad Dahan dalam surat Al-Ma‟un (1-7) secara substansif mengandung beberapa pesan.

Pertama, orang yang acuh tak acuh terhadap kaum dhu‟afa, tergolong si

94 pendusta agama. Kedua, ibadah shalat sebagai ibadah mahdhah memiliki dimensi sosial yang tidak diragukan sedikitpun. Ibadah shalat menjadi kurang lengkap dan kurang berfaedah jika tidak dibarengi dengan ibadah sosial. Ketiga, melakukan amal shalih tidak boleh riya, seperti ingin mencari nama atau popularitas atau berudang dibalik batu demi uang. Keempat, tidak sedikit orang yang terjerembab ke dalam egosime sehingga enggan mengulurkan pertolongan (material dan imaterial) terhadap kaum mustadh‟afin (Marjohan, 2011:50).

Menurut K.H.Ahmad Dahlan kebenasarn tafsir Al- dan temuan iptek ialah sejumlah bukti kemanfaatannya bagi penyelesaian problem universal kemanusiaan (Mulkhan, 2010:79). Kerja sosial K.H.Ahmad

Dahlan didasari pada pandangan bahwa kebenaran dan kebaikan Islam ialah manfaatnya bagi semua orang tanpa batas agama dan bangsa. c. Pemikiran K.H Ahmad Dahlan dalam Bidang Keagamaan

K.H.Ahmad Dahlan berusaha keras untuk menghilangkan stigma kaum penjajah bahwa agama Islam itu kolot dan bodoh, karena itu umat

Islam perlu diberikan pencerahan ilmu dan iman. K.H.Ahmad Dahlan memegang teguh semangat “amar makruf nahi munkar” (Muthi‟, dkk,

2015:206-207).

Salah satu tindakan yang dilakukan oleh K.H.Ahmad Dahlan adalah berusaha untuk membenarkan arah kiblat Masjid Agung yang belum tepat mengarah pada kiblat. Akan tetapi usahanya tersebut ternyata mendapatkan tanggapan yang tidak baik, bahkan sebagai konsekuensi dari usahanya

95 tersebut adalah Kanjeng penghulu mengambil sikap tegas. Tepatnya pada bulan Ramadhan, setelah selesai sholat tarawih datanglah beberapa orang suruhan Kanjeng Penghulu untuk meruntuhkan dan menghancurkan surau

K.H.Ahmad Dahlan (Aqib, 1983:24).

Disamping itu, aktivitas dakwah yang dilakukan oleh K.H.Ahmad

Dahlan dinilai sebagai pelanggaran karena menentang pendapat kepala penghulu, sehingga K.H. Ahmad Dahlan dijatuhi hukuman yaitu diberhentikan sebagai khatib di Masjid Agung Kauman (Nugraha, 2009:

31). Akan tetapi, Hukuman ini tidak mengendurkan aktivitas dakwah Kyai

Haji Ahmad Dahlan. Ia terus meluaskan wilayah dakwahnya

Pengamalan nilai-nilai agama yang dilakukan oleh K.H.Ahmad

Dahlan selalu dilandasi oleh rasa ikhlas. Menurutnya, “Manusia itu semua mati (perasaannya) kecuali para ulama (orang-orang yang berilmu). Ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal, mereka yang beramalpun semuanya khawatir kecuali mereka yang ikhlas dan bersih”.

Spirit keagaaman K.H.Ahmad Dahlan tercermin dari nama perkumpulan yang didirikannya yaitu Muhammadiyah. Muhammadiyah bukan perkumpulan politik, karena itu bidang kegiatannya meliputi bidang keagamaan, pendidikan, dan kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan tujuan organisasi yang meliputi (Salam, 1968: 57-58):

1) Mengembalikan dasar kepercayaan umat islam kepada Al Qur‟an dan

Hadist.

2) Menafsirkan ajaran islam secara modern.

96

3) Mengamalkan ajaran-ajaran islam dalam kehidupan bermasyarakat.

4) Memperbaharui sistem pendidikan Islam secara modern sesuai dengan

kehendak dan tuntutan zaman.

5) Mengitensifkan ajaran-ajaran Islam ke dalam, serta mempergiat usaha

dakwah ke luar.

6) Membebaskan manusia dari ikatan-ikatan tradisionalisme,

konservatisme, dan formalisme yang membelenggu kehidupan

masyarakat Islam sebelumnya.

7) Menegakkan hidup dan kehidupan setiap pribadi, keluarga dan

masyarakat islam sesuai tuntutan agama.

B. Nilai-nilai Entrepreneurship K.H.Ahmad Dahlan

Perjuangan K.H.Ahmad Dahlan dalam lintasan sejarah Indonesia

mengandung nilai-nilai karakter yang masih sangat relevan untuk diteladani

oleh generasi muda saat ini. Nilai-nilai tersebut terangkum dalam jiwa

entrepreneurship yang ia miliki. K.H.Ahmad Dahlan dalam mewujudkan

setiap tujuannya bukan tanpa rintangan dan tantangan, melainkan penuh

dengan hambatan, cacian dan juga cemoohan (Anhar, 2011:17). Berikut ini

adalah nilai-nilai entrepreneurship yang dapat diteladani dari sosok

K.H.Ahmad Dahlan.

a. Berorientasi Tindakan

K.H Ahmad Dahlan adalah sosok yang sedikit bicara, banyak bekerja. Ia

adalah tipe man of action. Ia lebih banyak mewariskan amal usaha bukan

tulisan, he made history from his works than his words. Betapapun bagus suatu

97 program, menurut K.H. Ahmad Dahlan, jika tidak dipraktikkan, tidak akan bisa mencapai tujuan bersama. K.H.Ahmad Dahlan tidak seperti ulama tradisional yang hanya fasih berbicara (muballigh) tetapi kurang dalam bertindak.

Meminjam istilah Antonio Gramsci, K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok intelektual organik, ia menjalankan fungsi intelektualnya sebagai organisator dan penggerak bagi kaumnya dan betul-betul berpartisipasi aktif dalam kehidupan praktis (Mintarja, 2011:52).

Sebenarnya istilah “man of action” adalah julukan yang diberikan oleh sejarawan Indonesia Kuntowijoyo karena memang K.H.Ahmad Dahlan tidak banyak meninggalkan tulisan tetapi lebih kepada amal usaha. Justru para murid-muridnya lah yang menulis tentang bagaimana perjalanan hidupnya.

K.H.Ahmad Dahlan lebih menekankan pada aspek “amaliyah”. Seperti ia memanifestasikan surat Al-Ma‟un dengan mendirikan panti asuhan, memanifestasikan surat Al-Asr dengan tindakan berupa pentingnya menghargai waktu (wawancara dengan Bapak Iwan pada tanggal 27 Februari

2019).

Selaras dengan yang disampaikan oleh muridnya K.H. Syuja‟ (2009: 62) yang menyatakan bahwa K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang berorientasi tindakan, dibuktikan dengan pengamalan Surat Al-Ma‟un yang berisi tentang menyantuni anak yatim dan orang miskin. Dikisahkan oleh K.H. Syuja‟ bahwa pengajian pernah terhenti pada Surat Al-Ma‟un. Ia tidak bersedia menambah surat lagi dan hanya mengulang Surat Al-Ma‟un hingga beberapa kali pengajian sampai muridnya menjadi bosan. Ia mengatakan bahwa tidak akan

98 ditambah sebelum yang telah diajarkan diamalkan terlebih dahulu. Ia ingin mengajarkan tentang pentingnya beramal dan menolong sesama yang membutuhkan.

Upaya untuk merealisasikannya adalah dengan didirikannya bagian PKO

(Penolong Kesengsaraan Oemoem) dalam tubuh persyarikatan Muhammadiyah yang diorganisir dan diketuai K.H. Syuja‟, yang merupakan saudara tua dari

Fachruddin. Kemudian pada akhirnya beberapa tahun kemudian berkembang menjadi Rumah Sakit PKO (sekarang PKU) Muhammadiyah, dilengkapi dengan gedung, kamar-kamar, dan juru rawat serta bidan, alat-alat dan seorang dokter dengan beberapa orang manteri (Syuja‟, 2010:62). K.H.Ahmad Dahlan adalah pribadi manusia yang sepi ing pamrih tapi rame ing nggawe (Salam,

1968:22).

Hal tersebut sesuai dengan falsafah ajaran K.H.Ahmad Dahlan yang menyatakan bahwa pelajaran itu terbagi atas dua bagian, yaitu: (1) Belajar ilmu

(pengetahuan atau teori) dan (2) Belajar amal (mengerjakan atau mempraktekkan). Semua pelajaran harus dipelajari sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat. Misalnya: seorang anak akan mempelajari huruf a,b,c,d kalau belum paham benar benar tentang 4 huruf tersebut maka tidak perlu ditambah pelajarannya dengan yang selanjutnya. Begitu juga dalam hal belajar amal, harus dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum dapat mengerjakan, maka jangan ditambah terlebih dahulu (Hajid, -:17).

Sebagai tokoh pembaharu, K.H.Ahmad Dahlan menerapkan apa yang disebut dengan tafsir gerakan. Tafsir gerakan ini menjadi keyakinan

99

K.H.Ahmad Dahlan sehingga beliau melandaskan pada ayat ayat tertentu dan mengimplementasikannya dalam masyarakat. Terdapat 114 surat dalam Al

Qur‟an, namun K.H.Ahmad Dahlan mencoba mengambil beberapa surat yang kemudian menjadi semangatnya dalam menggerakkan organisasi

Muhammadiyah, diantaranya adalah surat Al-Maun dan An-Nahl. Mulkhan menjelaskan bahwa gerakan kemanusiaan K.H.Ahmad Dahlan berpijak pada welas asih dan rasa kepeduliannya yang tinggi.

K.H.Ahmad Dahlan memang tokoh yang sangat berorientasi tindakan, namun ternyata ia juga pernah menulis surat kepada Pemerintah Hindia

Belanda yang dibuat pada tanggal 1 April 1915, atau kurang dari tiga tahun setelah Muhammadiyah didirikan, dan di tahun yang sama tatkala majalah

Suara Muhammadiyah terbit untuk pertama kalinya. Fokus utama surat tersebut adalah permintaan dari Perhimpunan Muhammadiyah kepada Pemerintah

Hindia Belanda agar dilakukan pelarangan, atau setidaknya pengurangan, penjualan alkohol kepada “bangsa Djawa” (atau dalam konteks yang lebih luas: kaum pribumi). Cara lainnya untuk menghindari konsumsi alkohol di antara kaum pribumi ialah dengan monopoli penjualan minuman keras (miras) oleh pemerintah serta pembatasan penjualan hanya kepada “bangsa laen”, yang mengacu pada bangsa Eropa dan Timur Asing yang sudah biasa mengonsumsi minuman keras. Di dalam surat ini tampak keprihatinan mendalam dari

K.H.Ahmad Dahlan serta Perhimpunan Muhammadiyah akan dampak buruk minuman keras pada kaum pribumi.

100

Tulisannya ini memperlihatkan kuatnya kesadaran K.H.Ahmad Dahlan untuk membebaskan kaum pribumi dari alkoholisme. Dengan demikian, baginya kemajuan tidak hanya berarti individu bisa baca tulis di zaman ketika buta huruf meraja lela, melainkan juga bermakna terlepasnya orang dari jerat kebiasaan yang buruk, salah satunya dari mengonsumsi minuman keras.

Tulisan ini dimuat dalam Majalah Suara Muhammadiyah edisi 13 tahun 2018 dengan judul asli “Tulisan Pertama Kyai Ahmad Dahlan: Penolakan Terhadap

Alkohol Pada 1 April 1915” oleh Yuanda Zara.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai berorientasi tindakan yang dimiliki oleh K.H.Ahmad Dahlan ditunjukkan dengan mengamalkan dan mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya, bukan hanya sekedar dibaca dan dipahami saja. b. Kreatif K.H.Ahmad Dahlan sudah terlihat sebagai anak yang cerdas dan kreatif sejak kecil (Hariri, 2010: 13-14), ia mampu mempelajari dan memahami kitab yang diajarkan di pesantren secara mandiri. K.H.Ahmad Dahlan dapat menjelaskan materi yang dipelajarinya dengan rinci, sehingga orang yang mendengar penjelasannya mudah untuk mengerti dan memahaminya.

K.H.Ahmad Dahlan juga dikenal sebagai anak yang kreatif dan terampil karena mampu membuat kerajinan tangan dengan rapi dan baik. Oleh karena itu,

K.H.Ahmad Dahlan menjadi anak yang banyak disukai oleh teman-temannya dan kehadirannya selalu dinanti (Muthi,dkk, 2015: 182).

101

Disamping itu memasuki usia dewasa, kreativitas K.H Ahmad Dahlan ditunjukkan ketika ia mendidik murid-muridnya menggunakan cara yang tidak membosankan, menarik dan efektif (Depdikbud, 1999: 146). Ada strategi tersendiri yang digunakan oleh K.H. Ahmad Dahlan untuk mendidik anak-anak tersebut, awalnya diikuti segala keinginan dan kemauan mereka, seperti pergi berpiknik, dan bagi yang gemar bermain musik, dipanggilnya untuk bermain.

Kemudian sedikit demi sedikit mereka dididik hingga kemudian dapat menjadi pemimpin-pemimpin dan orang-orang yang cerdas ilmu umum dan agama

(Salam, 1968).

Disamping itu, yang tidak kalah penting adalah ia mengkombinasikan model sekolah Belanda dengan Pesantren. Ia memadukan pengetahuan umum dan juga pengetahuan agama. Meskipun pada awalnya banyak yang mencemooh, tapi pada akhirnya model tersebut masih dapat eksis sampai sekarang dan banyak ditiru oleh lembaga pendidikan islam lainnya. Dengan demikian dua sisi kebutuhan dasar hidup manusia, kebutuhan material dan spiritual dapat dikembangkan secara harmonis.

K.H.Ahmad Dahlan dalam segala tindakannya selalu mengacu pada Al-

Qur‟an dan Sunnah. Ia juga mengajarkan sesuai dengan kebutuhan serta perkembangan zaman. Disaat para ulama lain melarang untuk berhubungan dengan Kolonial (pemerintah penjajahan Belanda), justru K.H.Ahmad Dahlan menyuruh murid-muridnya untuk belajar dengan pemerintah kolonial untuk menjadi insinyur, dokter, dan lain-lain lalu kembalilah ke Muhammadiyah.

K.H.Ahmad Dahlan berpikir sangat visioner dan tidak kolot. Beliau

102 menekankan pada aspek kebermanfaatan (wawancara dengan bapak Munichy pada tanggal 12 Maret 2019).

Perpaduan model pendidikan antara ilmu pengetahuan umum dengan ilmu agama merupakan salah satu kecerdasan K.H.Ahmad Dahlan yang tidak dimiliki oleh sebagian besar masyarakat pada saat itu. orang tidak mengira bahwa seorang K.H.Ahmad Dahlan akan mendirikan Sekolah, karena yang umum pada saat itu adalah kalau kyai ya mendirikan pesantren bukan sekolah.

Beliau adalah sosok yang kreatif dan inovatif (wawancara dengan bapak Ahid pada tanggal 04 Maret 2019). K.H.Ahmad Dahlan berpikir sangat visioner dan tidak kolot. Beliau menekankan pada aspek kebermanfaatan.

K.H.Ahmad Dahlan pernah didatangi oleh seorang Guru/Kyai dari daerah Magelang. Dalam kunjungannya, tamu tersebut menyatakan ketidaksetujuannya dengan model pendidikan K.H.Ahmad Dahlan yang memadukan antara pendidikan pesantren dengan pendidikan model Belanda yang dianggapnya sebagai kafir. Dengan kreatifnya pernyataan tersebut dibalik dengan sebuah pertanyaan dari K.H.Ahmad Dahlan “dengan menggunakan apakah sewaktu kyai datang kemarin?” lalu Kyai tersebut menjawab “dengan kereta api” dibalasnya lagi “lalu kereta api yang kyai gunakan itu buatan siapa?” kyai tersebut kemudian terdiam dan bergegas pergi (Aqib, 1983:24).

Disamping itu, dengan tafsir Al-Maun yang dicetuskannya itu melahirkan pembaruan pengelolaan zakat dan fitrah, ibadah korban, hingga infak dan sedekah untuk aksi-aksi sosial. K.H.Ahmad Dahlan juga mengembangkan program “guru keliling” yaitu penempatan setiap diri untuk mencari murid di

103 sembarang tempat dan waktu. Menurut K.H.Ahmad Dahlan setiap orang memiliki dua tugas utama yaitu menjadi murid yang selalu menimba ilmu pada siapapun sekaligus menjadi guru yang selalu bersedia untuk mengajarkan ilmu yang dimiliki kepada orang lain (Mulkhan, 2011:17).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kreativitas

K.H.Ahmad Dahlan ditunjukkan dengan kecerdasannya dalam memadukan ilmu pengetahuan umum dengan ilmu agama. Disamping itu ia juga sangat visioner dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman, tetapi ia anti taqlid.

Segala sesuatu yang dilakukannya tetap berdasarkan pada Al-Qur‟an dan

Hadist. c. Kepemimpinan

Salah satu kualitas kepemimpinan yang baik adalah kemampuan dalam menjadi teladan bagi yang dipimpin. Seorang pemimpin adalah role model

(teladan) yang dapat menjadi acuan bagi orang yang dipimpin. Sebagai seorang pemimpin, K.H.Ahmad Dahlan adalah figur yang mempu menjadi teladan. Ia adalah pemimpin yang sembada. Sembada berarti berperilaku sesuai dengan kemampuan, perkataan dan kenyataan (Anshoriy, 2010:41).

K.H.Ahmad Dahlan memiliki kemampuan komunikasi dan bergaul yang sangat baik dan dapat diterima oleh semua kalangan. K.H Ahmad Dahlan adalah sosok yang sangat komunikatif. Ia menjalin kedekatan dengan tokoh- tokoh Budi Utomo seperti dr. Wahidin Soediro Hoesodo. Bahkan K.H. Ahmad

Dahlan pernah menjadi Penasehat Boedi Oetomo. Begitu juga dengan tokoh- tokoh Sarekat Islam (SI) seperti, H.O.S Tjokro Aminoto. K.H Ahmad Dahlan

104 juga pernah menjadi anggota dan Penasehat organisasi ini (Marlina, 2010:

108).

Disamping itu, K.H.Ahmad Dahlan juga merupakan sosok yang pluralis dan komunikatif sebagaimana dikatakan oleh muridnya Professor

Purbakawatja (Anshory, 2010:vii):

“Beliau adalah orang yang bisa melintasi batas yang memisahkan Kaum Islam dan Kaum Agama lainnya. Antara lain beliau bersahabat dengan Pastoor Van Lith di Muntilan yang merupaakan tokoh di kalangan keagamaan Katholik. Dan suatu keajaiban pada waktu K.H.Ahmad Dahlan tidak ragu ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya.”

K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang tenang menghadapi segala persoalan, jelas kata-katanya, ketika berbicara mudah diterima dan mudah dipahami. K.H. Ahmad Dahlan juga sering bepergian ke Jawa Timur, Jawa

Barat, bahkan ke Sumatera Utara untuk urusan dagangannya. Di setiap kota yang dikunjunginya, selain berdagang ia juga menemui alim ulama disana untuk bermusyawarah dan bertukar pikiran tentang ajaran agama. Ia adalah sosok yang pandai bergaul dengan aneka kelas sosial yang berbeda kepentingan, kegemaran dan wataknya. Ia melakukan pendekatan humanis dan dialogis (Suwarno, 1995: 18).

K.H.Ahmad Dahlan juga bukan tipe pemimpin yang memanfaatkan organisasi untuk mencari keuntungan pribadi. Justru dana pribadinya banyak digunakan untuk menghidupi gerakan Muhammadiyah. K.H Ahmad Dahlan adalah seorang pemimpin yang bertanggung jawab, dan juga welas asih terhadap masyarakat-masyarakat yang kurang mamcu. Dalam Tafsir Jawa, ia memiliki sikap lila legawa, yaitu rela dan ikhlas. K.H.Ahmad Dahlan adalah

105 sosok pemimpin yang memahami pengertian ini, yakni sikap lapang dada, terbuka hati, berani kehilangan, dan tidak mau menyesali kerugian atas dirinya

(Anshoriy, 2010:33)

Dalam rangka mendukung semua karya dan amal usahanya serta

Muhammadiyah, K.H.Ahmad Dahlan tidak segan-segan menyerahkan harta benda dan kekayaannya sebagai modal perjuangan dan gerak langkah

Muhammadiyah. Ia pernah melelang perabotan rumah tangganya untuk mencukupi keperluan pendirian sekolah Muhammadiyah (Mulkhan, 1990: 23).

Kiprah K.H Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah sebagai sarana dalam merealisasikan ide-idenya menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang visioner, responsif dan memiliki pemikiran yang tajam. Hal-hal tersebut merupakan manifestasi dari karakter kepemimpinan yang ia miliki.

K.H. Ahmad Dahlan sebagai seorang pelopor sekaligus pemimpin yang mengelola organisasi Muhammadiyah sehingga menjadi organisasi yang berlevel nasional. Bermula dari gerakannya yang hanya terbatas di Yogyakarta, kemudian gerakan ini terus meluas hingga ke seluruh Nusantara. Hal ini dikarenakan adanya tekad yang kuat yang dimiliki oleh K.H. Ahmad Dahlan dalam menyebarluaskan ide-ide Muhammadiyah dan ia juga mampu memobilisasi murid-muridnya.

K.H.Ahmad Dahlan menjadikan Muhammadiyah sebagai milik bersama, karena itu harus dikelola dengan cara yang demokratis. Setiap tahun diselenggarakan Algemeene Vergadering (persidangan umum) untuk mengevaluasi kerja pengurus, sekaligus untuk memilih kepengurusan baru.

106

Pada 17 Juni 1920 mengadakan Rapat Anggota Istimewa yang dihadiri oleh lebih kurang 200 anggota dan simpatisan, tujuan dari rapat tersebut adalah membicarakan melebarkan gerakan Muhammadiyah dalam bidang lainnya

(Muthi‟, 2015: 1999).

Sebagai seorang pemimpin, K.H.Ahmad Dahlan selama hidupnya senantiasa mengutamakan kepentingan agama dan ummat di atas kepentingan diri sendiri. K.H. Ahmad Dahlan tidak hanya pandai memimpin umat, akan tetap juga pandai memimpin rumah tangganya. Kepada murid-murid dan pengikut-pengikutnya ia senantiasa menanamkan rasa percaya pada diri sendiri dan optimis dalam menghadapi perjuangan untuk mencapai cita cita. K.H

Ahmad Dahlan ikhlas berkorban bagi kepentingan umum, dan senantiasa tegas dalam membela kebenaran dan keadilan. Kejujuran juga menjadi bekal miliknya dalam memimpin umat (Salam, 1968:21).

Disamping itu terdapat salah satu kesaksian dari murid dari K.H.Ahmad

Dahlan yaitu H. Amsal sebagaimana dikutip dalam Suara Muhammadiyah tahun 1996 menyatakan bahwa “K.H.Ahmad Dahlan tidak pernah marah meskipun ada muridnya yang nakal, Ia justru mendekatinya dan diusap lengannya dengan pelan kemudian diajak ngobrol secara kekeluargaan”.

Demikian itu menunjukkan bahwa K.H.Ahmad Dahlan adalah potret pendidik sekaligus pemimpin yang sabar dan mengayomi (Suara

Muhammadiyah,1996:33).

K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok pemimpin yang qualified.

Kepemimpinannya dimulai dari memimpin diri sendiri, keluarga, lalu

107 masyarakat luas. K.H.Ahmad Dahlam mampu menyelaraskan ketiganya.

Beliau adalah sosok yang bertanggung jawab dan mengayomi. Beliau mampu menggerakkan dan memobilisasi khususnya para muridnya, lalu masyarakat secara luas. (Wawancara dengan Bapak Iwan Setiawan pada tanggal 27

Februari 2019).

Selanjutnya yang tidak kalah penting dalam karakter kepemimpinan adalah K.H.Ahmad Dahlan merupakan pemimpin yang demokratis. Terlihat dari usulan nama Muhammadiyah dan Aisiyah yang diserahkan kepada forum.

Meskipun ia sebagai pendiri, tapi beliau tidak memutuskan secara sepihak.

Kepemimpinan Muhammadiyah adalah collective colegial, keputusan dibuat bersama-sama dan dilaksanakan bersama-sama (Wawancara dengan Bapak

Ahid pada tanggal 04 Maret 2019).

Disamping itu juga ketika pemilihan pemimpin Hizbul Wathan, PKO

Muhammadiyah, ia menyerahkan kepada murid-muridnya yang mau dan mampu. Dengan menjadi pemimpin tidak serta merta K.H.Ahmad Dahlan yang mengelola semuanya, tetapi ia menggerakkan dan memobilisasi murid- muridnya. Agar suatu saat nanti, ketika ia telah tiada Muhammadiyah akan terus hidup dan eksis, dan terjadi regenerasi yang baik. Hal tersebutkan mencerminkan bahwa K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang visioner.

K.H.Ahmad Dahlan juga merupakan sosok yang komunikatif dan dapat menjaga hubungan baik dengan kesultanan serta pemerintah kolonial. Ia menjalin hubungan dengan pemerintah, bukan berarti ia membelot atau berpihak pada mereka. Akan tetapi ini dijadikan sebagai salah satu alat untuk

108 mewujudkan misinya dalam memperbaiki kehidupan masyarakat (Wawancara dengan Lutfi Effendi pada tanggal 02 Maret 2019).

K.H.Ahmad Dahlan selalu “Ibda‟ bii nafsih” memulai dari dirinya sendiri dahulu dan keluarga. Ia berdakwah tidak hanya kepada masyarakat, tetapi juga dirinya dan keluarga. Bahkan di kamarnya terdapat satu papan tulis hitam yang ditulis menggunakan kapur putih yang berisi nasehat untuk dirinya sendiri sebagai pengingat. Sehingga setiap kali ia masuk kamar akan selalu teringat dengan nasehat yang ada di papan tersebut. Inti dari nasehat tersebut adalah untuk selalu mengingat mati, dan melakukan kebaikan dalam hidup serta istiqomah. K.H.Ahmad Dahlan tidak memerintahkan sesuatu kepada orang lain sebelum beliau mencontohkannya (Wawancara dengan Bapak

Munichy pada tanggal 12 Maret 2019).

Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai kepemimpinan K.H.Ahmad Dahlan ditunjukkan dengan sosoknya yang mampu menjadi teladan, karena selalu memulai dari dirinya sendiri terlebih dahulu.

Disamping itu K.H.Ahmad Dahlan juga sosok yang demokratis dan komunikatif. d. Mandiri

K.H. Ahmad Dahlan adalah sosok yang mandiri. Sejak kecil, K.H.

Ahmad Dahlan telah diajari hidup mandiri oleh keluarganya. Oleh karena itu, tidak heran ketika berkeluarga, ia sudah terbiasa hidup mandiri dan mencoba mencari peruntungan dengan berdagang. Berdagang menjadi salah satu kebiasaan sehari-hari K.H. Ahmad Dahlan selain berdakwah. Dagangan yang

109 dibawa K.H. Ahmad Dahlan biasanya adalah kain batik. Meskipun ia anak

Priyayi atau Kiai, untuk menyambung hidup ia tidak berpangku tangan kepada orang tuanya.

Sekitar tahun 1908-1909, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah pertama secara formal yakni Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD) dan Madrasah

Diniyah dirumahnya sendiri (Mulkhan, 1990:19). Sekolah tersebut dimulai dengan 8 orang siswa, yang belajar di ruang tamu rumah K.H. Ahmad Dahlan.

Ia mengajar dan mempersiapkan keperluan mengajar itu sendiri, salah satunya yaitu ia menggunakan dua buah meja miliknya. Sementara itu, dua buah bangku tempat duduk para siswa dibuat sendiri pula dari papan bekas kotak kain mori dan papan tulis terbuat dari kayu suren.

K.H Ahmad Dahlan tidak pernah mengharapkan pemberian orang lain, tetapi sebaliknya ia justru selalu memberikan bantuan pada orang lain dan memberikan sebagian hak miliknya untuk masyarakat dan persyarikatan

Muhammadiyah. Ia tidak takut miskin, karenanya tidak segan mengeluarkan harta miliknya sendiri, bukan hanya sekedar menyalurkan harta para donatur atau kas organisasi (Mintarja, 2011:17). Dari situlah terlihat sisi kedermawanan

K.H. Ahmad Dahlan dan juga kemandiriannya (Suwarno, 1995: 18).

K.H.Ahmad Dahlan juga pernah melelang seluruh barang-barang yang ada di rumahnya. Pakaian, almari, meja, kursi, tempat-tempat tidur, jam dinding, jam berdiri, lampu-lampu dan dan masih banyak lainnya. Hal tersebut tujuannya adalah untuk membiayai sekolah Muhammadiyah, khususnya untuk menggaji para guru dan karyawan (Syukriyanto, 2013:47).

110

Disamping itu kemandirian K.H.Ahmad Dahlan terletak pada saat ia mendirikan Muhammadiyah, khususnya ketika akan menggaji guru. Ia melelang seluruh perabotan rumahnya untuk dijual kepada warga. Akan tetapi setelah semua terbeli tidak ada warga yang membawa barang-barang tersebut.

Hal itu sebagai wujud dukungan dari warga, bahwa apa yang dilakukan oleh

K.H.Ahmad Dahlan bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk masyarakat luas.

Memang terlihat perbedaan antara Muhammadiyah dengan Tamansiswa, kalau Tamansiswa itu non kooperatif sehingga bagi kaum nasionalis lebih dihormati. Sedangkan K.H.Ahmad dahlan dalam menggerakkan

Muhammadiyah itu realistis. Sehingga ia juga menggunakan guru-guru

Belanda dan juga dokter-dokter Belanda. K.H.Ahmad Dahlan melakukannya sesuai dengan koridor agama dan untuk mencapai tujuan muhammadiyah.

Akan tetapi jangan lantas dicap bahwa Muhammadiyah tidak nasionalis, karena justru Muhammadiyah juga banyak melahirkan tokoh-tokoh penggerak nasional untuk mencapai kemerdekaan bangsa, seperti Ki Bagus Hadikusuma,

Jenderal , Kasman Singadimeja (wawancara dengan Bapak Budi pada tanggal 04 Maret 2019).

Selaras dengan yang disampaikan oleh bapak Iwan bahwa K.H.Ahmad

Dahlan adalah sosok yang tidak bergantung pada orang lain, dalam artian tidak ingin merepotkan. K.H.Ahmad Dahlan berdagang kemudian juga ketika ia ingin menggaji para guru, dan ternyata tidak memiliki uang kas. Maka ia tidak lantas meminta-minta, tetapi ia melelang perabotan rumahnya kepada warga.

111

Selain itu, ia mampu mendidik murid-muridnya untuk mandiri. Upaya kaderisasi yang dilakukan oleh K.H.Ahmad Dahlan sangatlah baik, hal tersebut dapat dilihat dari murid-muridnya yang sangat kreatif dan mandiri. Seperti

Kyai Fachrudin yang memiliki hotel yang terletak di jalan Kauman.

Disamping itu, K.H. Ahmad Dahlan juga berdagang kain untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Ia sering bepergian dan mengadakan hubungan dagang dengan pedagang lain, termasuk dengan sejumlah pedagang

Arab. Dari pekerjaannya sebagai pengusaha dan pedagang batik tersebut ternyata dapat menaikkan kehidupan ekonominya dan menjadikannya sosok yang mandiri.

K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang mandiri, tapi bukan berarti ia tidak membutuhkan orang lain. K.H.Ahmad Dahlan memobilisasi murid- muridnya, sebab ia tidak ingin murid-muridnya hanya menjadi pegawai pemerintah kolonial yang dibayar murah, beliau ingin agar murid-muridnya mandiri dan memiliki usaha-usaha yang dapat meningkatkan taraf hidup mereka (Wawancara dengan Bapak Lutfi pada tanggal 02 Maret 2019).

K.H.Ahmad Dahlan menyadarkan masyarakat tentang perlunya hidup mandiri dan perduli dengan kebutuhan orang lain. Menurutnya, Agama Islam menekankan perlunya keseimbangan antara ibadah ritual dan ibadah sosial.

Oleh karena itu, setelah melakukan ibadah yang terkait dengan Allah, umat

Islam dituntut untuk beribadah juga dengan sesama mahluk. K.H Ahmad

Dahlan mengajarkan pentingnya manusia memiliki jiwa sosial yang diwujudkan dengan sikap saling tolong menolong, menyantuni fakir miskin

112 dan anak yatim, serta gotong royong untuk meningkatkan kesejahteraan

(Muthi, dkk, 2015:191)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai kemandirian K.H.Ahmad Dahlan ditunjukkan dengan sikapnya yang tidak bergantung pada orang lain dan tidak mengharapakan pemberian orang lain.

K.H.Ahmad Dahlan menyadarkan masyarakat tentang perlunya hidup mandiri dan perduli dengan kebutuhan orang lain. Menurutnya, Agama Islam menekankan perlunya keseimbangan antara ibadah ritual dan ibadah sosial.

Oleh karena itu, setelah melakukan ibadah yang terkait dengan Allah, umat

Islam dituntut untuk beribadah juga dengan sesama mahluk. Kyai Haji Ahmad

Dahlan mengajarkan pentingnya manusia memiliki jiwa sosial yang diwujudkan dengan sikap saling tolong menolong, menyantuni fakir miskin dan anak yatim, serta gotong royong untuk meningkatkan kesejahteraan. e. Berani Mengambil Resiko

K.H Ahmad Dahlan sebenarnya memiliki hak istimewa kaum bangsawan dan priyayi untuk dan hidup nyaman dalam status quo. Meskipun demikian ia memilih untuk melakukan pembaharuan dan gerakan sosial. K.H Ahmad

Dahlan berani mengubah kemapanan untuk untuk mencapai kemerdekaan. K.H

Ahmad Dahlan berani mengubah adat istiadat yang bertentangan dengan agama, walaupun sudah berlaku sejak lama oleh para pendahulunya, dengan cara yang bijaksana (Sudja‟ 2010:48)

K.H Ahmad adalah sosok yang berani mengambi resiko dan berani melawan arus. Dalam perjuangannya, ia mendapat banyak cercaan dan

113 halangan bahkan dari keluarganya sendiri yang sangat menyayangkan karirnya selaku abdi dalem kasultanan, lalu dari pala ulama dan penduduk kauman yang rata-rata masih kolot. Salah satunya adalah ketika K.H.Ahmad Dahlan berusaha untuk membenarkan arah kiblat Masjid Agung yang belum tepat mengarah pada kiblat. Dan sebagai konsekuensi dari usahanya tersebut adalah

Kanjeng penghulu mengambil sikap tegas. Tepatnya pada bulan Ramadhan, setelah selesai sholat tarawih datanglah beberapa orang suruhan Kanjeng

Penghulu untuk meruntuhkan dan menghancurkan surau K.H Ahmad Dahlan

(Aqib, 1983:24).

Disamping itu, aktivitas dakwah K.H.Ahmad Dahlan dinilai sebagai pelanggaran karena menentang pendapat kepala penghulu, K.H. Ahmad

Dahlan dijatuhi hukuman diperhentikan sebagai khatib di Masjid Gede

Kauman (Nugraha, 2009: 31). Hukuman ini tidak mengendurkan aktivitas dakwah Kyai Haji Ahmad Dahlan. Ia terus meluaskan wilayah dakwahnya.

Yang menjadi luar biasa dari sosok K.H.Ahmad Dahlan adalah ia tidak semakin memperbesar pertentangannya dengan para ulama, ia tetap menghormati para ulama dan malah justru di kemudian hari banyak ulama yang mendukungnya (wawancara dengan bapak Budi pada tanggal 04 Maret

2019).

K.H. Ahmad Dahlan juga pernah mendapatkan cacian dan makian dari masyarakat Banyuwangi yang belum berhasil didakwahinya, bahkan suatu ancaman melalui sepucuk surat yang berisi:

114

“Hai, ulama palsu yang busuk! Datanglah kemari sekali lagi, kalau memang benar ajaranmu itu. kami akan menyambut kedatanganmu dengan belati tajam dan golok besar, biar engkau pulang menjadi bangkai. Bawalah istrimu juga, supaya dapat kami selesaikan pula. Atau kami jadikan budak belian kami” (Hajid, 2003:6).

Surat tersebut tidak membuatnya takut, ia bahkan langsung bersiap dan berkemas bersama istrinya. Tindakan tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan sanak keluarga dan kerabatnya, bahkan mereka mencoba untuk mencegah kepergian K.H.Ahmad Dahlan tetapi tidak berhasil. Sesampainya disana, tidak dijumpai ancaman sebagaimana disebutkan dalam surat sebelumnya. Dakwah K.H.Ahmad Dahlan berhasil menarik hati masyarakat dan setelah acara tabligh itu, justru di Banyuwangi berdiri Cabang

Muhammadiyah (Aqib, 1983:23)

Disamping itu, saat publik memandang Muslim tidak diperbolehkan berteman dengan orang-orang Belanda dan mereka yang non muslim,

K.H.Ahmad Dahlan justru mendirikan rumah sakit bekerjasama dengan dokter dokter berkebangsaan Belanda dan beragama Nasrani yang bekerja secara sukarela (Mulkhan, 2002:2).

K.H.Ahmad Dahlan adalah orang yang sangat terbuka terhadap perubahan yang dinilainya bisa membawa manfaat dan kesejahteraan buat kehidupan masyarakat. Pergaulannya yang luas menjadikan pemikirannya tidak sempit, sehingga bersedia menerima dan mempelajari gagasan yang menurutnya baik dari siapapun. Perbedaan agama, etnis, dan budaya tidak menjadi penghalang untuk mempelajari gagasan baru yang bermanfaat

(Muthi‟,dkk, 2015:204).

115

Hal tersebut menunjukkan bahwa K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang plural dan universal. Ia tidak pernah pilih-pilih dalam bergaul dengan siapapun, selagi itu mendatangkan kebaikan dan juga manfaat. Ia bahkan tidak takut dan berani menghadapi segala resiko dari usaha yang ia lakukan. Ia berani sebab tahu bahwa yang dilakukannya adalah benar dan demi kemajuan serta kebaikan. f. Kerja Keras

Dalam kesehariannya K.H. Ahmad Dahlan tergolong orang yang tidak mengenal kata lelah. Aktivitas yang begitu padat, mulai dari tanggung jawab sebagai seorang suami, ayah dari beberapa anaknya, ulama panutan masyarakat, sampai menjadi pejuang bangsa dan negara yang melakukan perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya menjadi sebuah keseharian yang ia lakukan. K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang sangat menghargai waktu. Cara paling efisian dalam memanfaatkan waktu menjadi produktif adalah dengan mengurangi waktu tidur (Anshoriy, 2010:36).

K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang pantang menyerah. Terutama dalam menyebarkan islam yang berkemajuan. Beliau belajar dari Budi Utomo, terlibat juga dalam Sarekat Islam. Semua itu beliau lakukan sebagai alat untuk berdakwah. K.H.Ahmad Dahlan mampu menggerakan masyarakat. Karena untuk mendirikan suatu organisasi dan mengembangkannya perlu mobilisasi masa (wawancara dengan Bapak Lutfi pada tanggal 02 Maret 2019).

Disamping itu, sewaktu ia mendirikan Muhammadiyah, tidak sedikit ujian dan rintangan yang dihadapinya. Baik dari pihak keluarga, maupun dari

116 masyarakat di sekitarnya. Dalam menghadapi berbagai cobaan dan rintangan itu, K.H. Ahmad Dahlan tidak sedikitpun gentar atau mundur. Melainkan ia tetap melangkah dengan kerja keras, sehingga tercapailah persyarikatan

Muhammadiyah.

Tidak semua ulama bisa menerima gagasan K.H.Ahmad Dahlan, ini yang kemudian menjadi tantangan tersendiri. Sebab mindset yang berkembang pada saat itu adalah bahwa ulama seperti pendeta yang memiliki kedudukan tinggi.

Sehingga apapun itu harus melibatkan ulama langsung, ini yang kemudian digugat oleh K.H.Ahmad Dahlan. Bahwa ulama juga harus mendatangi umat, jangan terkungkung dan menjaga privilege kedudukannya (wawancara dengan

Bapak Budi pada tanggal 04 Maret 2019).

Pada suatu hari, ketika K.H. Ahmad Dahlan dalam kondisi sakit, ia tetap akan melaksanakan dakwah. Dokter yang memeriksanya menyarankan agar

K.H. Ahmad Dahlan beristirahat saja di rumah. Nyai Ahmad Dahlan yang mendengar nasehat dokter itu juga meminta K.H. Ahmad Dahlan untuk istirahat di rumah dan membatalkan niatnya berdakwah. Saat itulah K.H.

Ahmad dengan santainya berkata “Ternyata di rumahku ini ada 2 orang setan yang menghalangiku untuk beribadah. Tadi setan itu menjelma menjadi dokter yang menyuruhku tinggal di rumah, sekarang setan itu juga menjelma menjadi istriku yang juga ikut-ikutan melarangku berdakwah“. Mendengar kata-kata itu, akhirnya Nyai Ahmad Dahlan menyadari semangat K.H Ahmad Dahlan dalam menjalankan amar ma‟ruf nahi munkar melalui dakwah (sebagaimana dikisahkan Ibu Siti Nurchayati, cucu K.H Ahmad Dahlan, medio 2010).

117

Sementara Kutoyo (1998: 131) juga menyatakan bahwa, cara kerja

Muhammadiyah memang luar biasa dengan mengacu pola amal kerja K.H.

Ahmad Dahlan, yaitu sabar dan berhati-hati, tetapi ulet dan tidak kenal putus

asa, apa yang hari ini belum berhasil akan dilanjutkan lagi pada hari esok.

K.H.Ahmad Dahlan membuat tulisan di kamarnya yang berpesan kepada

dirinya untuk selalu ingat mati. Bahwa dalam dunia hanya sementara, maka

hidup jangan dituntun nafsu tapi manusia yang harus menuntun nafsu.

“Sehingga dalam melakukan ibadah, jadikan seolah ibadah mu sebagai yang

terakhir”. Nasehat itu yang selalu menjadi pengingat K.H.Ahmad Dahlan untuk

selalu berbuat baik (wawancara dengan bapak Munichy pada tanggal 12 Maret

2019).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kerja keras yang

dilakukan oleh K.H.Ahmad Dahlan bukan untuk memperkaya diri sendiri,

melainkan untuk kepentingan dan perbaikan umat. Seluruh harta dilelang untuk

memperoleh dana bagi gerakannya tersebut. Hal ini jika dikaitkan dengan

kehidupan sekarang tentu berbanding terbalik, karena banyak pemimpin yang

justru memikirkan diri sendiri, memperkaya diri sendiri salah satunya melalui

korupsi.

C. Aktualisasi nilai-nilai entrepreneurship K.H.Ahmad Dahlan dalam Pembelajaran Sejarah Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan pendidikan nasional saat ini cenderung praktis-pragmatis dan kurang memperhatikan hal-hal yang fundamental seperti bagaimana membangun manusia Indonesia yang seutuhnya, maka penting untuk menekankan perbaikan kualitas kepribadian atau karakter

118 manusia. Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan sebagaiman tercantum dalam

UU No 20 Tahun 2003. Penguatan karakter saat ini memang sedang gencar- gencarnya dilakukan oleh pemerintah khususnya melalui lembaga pendidikan.

Salah satu nilai yang relevan untuk menjawab problematika era Industri 4.0 saat ini adalah nilai entrepreneurship.

Nilai-nilai entrepreneurship diharapkan dapat membentuk manusia khususnya generasi muda secara utuh (holistik), yaitu memiliki kemampuan untuk mengetahui (to know), melakukan (to do), dan menjadi (to be) seseorang yang mempunyai semangat untuk melakukan dan memberikan yang terbaik pada diri sendiri, keluarga maupun masyarakat berbangsa dan bernegara. Entrepreneur jangan diartikan hanya seorang pedagang. Tetapi setiap manusia yang di dalam dirinya memili semangat untuk kreatif, berani mengambil resiko, berorientasi tindakan, kerja keras dan kemandirian.

Aktualisasi nilai-nilai entrepreneurship K.H.Ahmad Dahlan diharapkan dapat diinternalisasikan dalam diri peserta didik, sehingga dapat memberikan suatau kesadaran dan pada akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari baik di dalam maupun di luar sekolah. Mental enterpreneurship dapat dikembangkan melalui pendidikan sejak dini secara terus menerus. Kesuksesan tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan skill (hard skill), tapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).

K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang sangat konsisten yang menjaga keselarasan antara perkataan, sikap dan perbuatannya. Untuk mengatasi pudarnya

119 semangat kebangsaan dan nasionalisme, lemahnya kemandirian serta jatidiri bangsa, setiap masyarakat harus selalu mengingat bahwa negara ini didirikan untuk membangun suasana merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur

(Soepriyanto, 2008:12).

Nilai-nilai entrepreneurship K.H.Ahmad Dahlan ternyata begitu lengkap dan komprehensif. Nilai-nilai tersebut dikelompokkan menjadi lima nilai pokok.

Lima nilai pokok tersebut adalah nilai kerja keras, kepemimpinan, kreatif, berani mengambil resiko, berorientasi tindakan dan mandiri. Nilai-nilai entrepreneurship tersebut sangat layak untuk diaktualisasikan (dihayati dan diamalkan/teladani) khususnya untuk generasi muda sebagai garda depan bangsa. Disamping itu, nilai- nilai tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam dunia pendidikan untuk mewujudkan manusiai yang cerdas secara utuh, terampil dan berakhlak mulia.

Belajar sejarah atau kajian tentang masa lampau jangan dipandang sebelah mata dan dianggap tidak dapat menjawab problema yang terjadi di era sekarang.

Justru generasi sekarang (milenial) mengalami degradasi moral salah satu penyebabnya adalah karena tidak belajar dari sejarah. Krisis keteladanan sudah menjadi wabah yang memprihatinkan di Indonesia, dimana generasi muda lebih sering menjadikan tontonan yang tidak layak untuk dijadikan tuntutan, sedangkan tuntunan hanya dijadikan sebagai tontonan.

Berikut ini adalah nilai-nilai entrepreneruship yang dapat diteladani dari

K.H.Ahmad Dahlan beserta poin-poin pentingnya:

120

Berorientasi Tindakan

Kreatif

Nilai-nilai Kepemimpinan Entrepreneurship K.H.Ahmad Dahlan

Mandiri

Berani Mengambil Resiko

Kerja Keras

Gambar 4.1. Nilai-nilai entrepreneurship K.H.Ahmad Dahlan

121

K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang selalu menekankan pada aspek amaliyah atau praktik. Ia memanifestasikan surat Al-Ma‟un dengan mendirikan panti asuhan, menyantuni anak yatim dan fakir miskin. Memanifestasikan surat Al-Asr dengan tindakan pentingnya menghargai waktu

Dikisahkan oleh K.H. Syuja‟ bahwa pengajian pernah terhenti pada Surat Al-Ma‟un. Ia tidak bersedia menambah surat lagi dan hanya mengulang Surat Al-Ma‟un hingga beberapa kali sampai muridnya menjadi bosan. Ia mengatakan bahwa tidak akan ditambah sebelum yang telah diajarkan diamalkan terlebih dahulu. Ia ingin Berorientasi mengajarkan tentang pentingnya beramal dan Tindakan menolong sesama yang membutuhkan.

K.H.Ahmad Dahlan menjalankan fungsi

intelektualnya sebagai organisator dan penggerak bagi kaumnya serta berpartisipasi aktif dalam kehidupan praktis. Ia pernah mengirimkan surat kepada Pemerintah Hindia Belanda tahun 1915 untuk menentang alkoholisme di tanah Jawa dan kaum pribumi pada umumnya.

K.H.Ahmad Dahlan selalu “Ibda‟ bii nafsih” memulai dari dirinya sendiri dahulu. Tidak hanya mengajarkan tetapi juga memberikan contoh. Di kamarnya terdapat satu papan tulis hitam yang ditulis menggunakan kapur putih yang berisi nasehat untuk dirinya sendiri sebagai pengingat.

Gambar 4.2. Nilai Berorientasi Tindakan K.H.Ahmad Dahlan

122

K.H.Ahmad Dahlan selalu berinisiatif untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada di sekitarnya dengan thinking out of the box. K.H.Ahmad Dahlan membuat terobosan dengan memadukan antara pengetahuan agama dengan pengetahuan umum dalam model pendidikan klasikal.

K.H.Ahmad Dahlan dalam proses pembelajaran memanfaatkan musik dan sangat dialogis terhadap murid-muridnya.

Kreatif Ada strategi tersendiri yang digunakan oleh K.H. Ahmad Dahlan untuk mendidik murid- muridnya, awalnya diikuti segala keinginan dan kemauan mereka, seperti pergi berpiknik, dan bagi yang gemar bermain musik, dipanggilnya untuk bermain. Kemudian sedikit demi sedikit mereka dididik. Para muridpun diberi tawaran ingin belajar apa, sehingga tidak teachersentris.

K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang terbuka dan visioner. Ia bahkan menyarankan kepada murid-muridnya untuk belajar dan menjadi Insinyur, dokter serta beragam profesi lainnya.

Gambar 4.3. Nilai kreatif K.H.Ahmad Dahlan

123

K.H. Ahmad Dahlan adalah pelopor sekaligus pemimpin Muhammadiyah mengelola organisasi Muhammadiyah sehingga menjadi organisasi yang berlevel nasional

K.H.Ahmad Dahlan merupakan pemimpin yang demokratis. Terlihat dari usulan nama Muhammadiyah dan Aisiyah yang diserahkan kepada forum. Meskipun ia sebagai pendiri, tapi beliau tidak memutuskan secara sepihak.

K.H Ahmad Dahlan adalah sosok yang sangat komunikatif. K.H.Ahmad Dahlan selama hidupnya senantiasa mengutamakan kepentingan agama dan ummat di atas Kepemimpinan kepentingan diri sendiri.

K.H Ahmad Dahlan adalah sosok yang sangat komunikatif. Ia menjalin kedekatan dengan tokoh-tokoh nasionalis, seperti tokoh-tokoh Budi Utomo dan Sarekat Islam.

K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang plural, ia mampu melintasi batas yang memisahkan Kaum Islam dan Kaum Agama lainnya. Antara lain beliau bersahabat dengan Pastoor Van Lith di Muntilan yang merupaakan tokoh di kalangan keagamaan Katholik.

K.H.Ahmad Dahlan adalah figur yang mampu menjadi teladan. Ia adalah pemimpin yang sembada. Sembada berarti berperilaku sesuai dengan kemampuan, perkataan dan kenyataan.

Gambar 4.4. Nilai kepemimpinan K.H.Ahmad Dahlan

124

K.H.Ahmad Dahlan adalah seorang pedagang batik. Berdagang menjadi salah satu kebiasaan sehari-hari K.H. Ahmad Dahlan selain berdakwah. Meskipun ia anak Priyayi atau Kiai, untuk menyambung hidup ia tidak berpangku tangan kepada orang tuanya.

K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang tidak bergantung pada orang lain. Ketika ia ingin menggaji para guru, dan ternyata Kemandirian Muhammadiyah tidak memiliki uang kas. Maka ia tidak lantas meminta-minta, tetapi ia melelang perabotan rumahnya kepada warga.

K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang mandiri, tapi bukan berarti ia tidak membutuhkan orang lain. K.H.Ahmad Dahlan memobilisasi murid-muridnya, sebab ia tidak ingin murid-muridnya hanya menjadi pegawai pemerintah kolonial yang dibayar murah, ia ingin agar murid-muridnya mandiri dan memiliki usaha-usaha yang dapat meningkatkan taraf hidup mereka.

Gambar 4.5. Nilai Kemandirian K.H.Ahmad Dahlan

125

K.H Ahmad Dahlan sebenarnya memiliki hak istimewa kaum bangsawan dan priyayi untuk dan hidup nyaman dalam status quo. Meskipun demikian ia memilih untuk melakukan pembaharuan dan berani mengubah kemapanan.

K.H.Ahmad Dahlan mendapat banyak cercaan dan halangan bahkan dari keluarganya sendiri yang sangat menyayangkan karirnya selaku abdi dalem kasultanan, lalu dari pala ulama dan penduduk kauman yang rata-rata masih kolot. Ketika K.H.Ahmad Dahlan berusaha untuk membenarkan arah kiblat Masjid Agung yang belum tepat mengarah pada kiblat. Dan sebagai konsekuensi dari usahanya tersebut adalah adalah surau Berani miliknya dirubuhkan dan ia juga Mengambil diberhentikan dari jabatannya sebagai khatib. Resiko

Hal luar biasa dari keberanian sosok K.H.Ahmad Dahlan adalah ia tidak semakin memperbesar pertentangannya dengan para ulama, ia tetap menghormati para ulama dan malah justru di kemudian hari banyak ulama yang mendukungnya.

Saat publik memandang muslim tidak diperbolehkan berteman dengan orang-orang Belanda, dan mereka yang non muslim, K.H.Ahmad Dahlan justru mendirikan rumah sakit, bekerjasama dengan dokter-dokter berkebangsaan Belanda dan beragama Nasrani yang bekerja secara sukarela. Keberanian tersebut ia lakukan dengan tujuan untuk mengambil konsep-konsep modern yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

Gambar 4.6. Nilai berani mengambil resiko K.H.Ahmad Dahlan

126

K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang pantang menyerah. Terutama dalam menyebarkan Islam yang berkemajuan. K.H.Ahmad Dahlan mampu menggerakan masyarakat, karena untuk mendirikan suatu organisasi dan mengembangkannya perlu adanya mobilisasi masa.

K.H. Ahmad Dahlan dalam kondisi sakit, Kerja Keras tetap melaksanakan dakwah. Semangat K.H.Ahmad Dahlan dalam menjalankan amar ma‟ruf nahi munkar sangat luar biasa

K.H.Ahmad Dahlan adalah sosok yang sangat menghargai waktu. Cara paling efisian dalam memanfaatkan waktu menjadi produktif adalah dengan mengurangi waktu tidur

Gambar 4.7. Nilai kerja keras K.H.Ahmad Dahlan

Bagan-bagan di atas menunjukkan poin-poin penting dari nilai-nilai entrepreneurship yang dimiliki oleh K.H.Ahmad Dahlan sebagai salah satu tokoh sejarah. Sejarah adalah dialog tanpa henti antara tiga dimensi waktu yaitu masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. K.H.Ahmad Dahlan memang tokoh masa lalu, akan tetapi perannya bagi bangsa Indonesia masih dapat dirasakan sampai saat ini. Gerak langkahnya, tindak-tanduknya, sikap dan perjuangannya dapat menjadi cambuk semangat dan teladan bagi generasi muda khususnya para peserta didik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menginspirasi guru sejarah bahwa dalam mengajar sejarah tidak hanya menyajikan rentetan fakta dan peristiwa, tetapi guru membangun pemahaman dan kesadaran bagi peserta didik tentang

127 makna dibalik peristiwa, termasuk nilai-nilai apa yang terkandung dalam peristiwa sejarah tersebut.

Adapun kajian mengenai nilai-nilai entrepreneurship K.H.Ahmad Dahlan dapat disajikan dan disisipkan sebagai materi pengayaan Sejarah Indonesia kelas

XI semester Genap. Secara lebih spesifik terdapat dalam Kompetensi Dasar (KD) berikut ini:

Tabel 4.1 Kompetensi Dasar Sejarah Indonesia Kelas XI Semester Genap

Kompetensi Dasar Indikator

3.6 Menganalisis peran tokoh- 1. Mengidentifikasi tokoh naisonal dan daerah tokoh nasional dan daerah melalui pengamatan gambar dalam memperjuangkan 2. Mendeskripsikan biografi tokoh nasional dan kemerdekaan Indonesia daerah dalam memperjuangkan kemerdekaan 3. Mendeskripsikan peran tokoh nasional dan daerah dalam memperjuangkan kemerdekaan 4. Menganalisis tokoh berdasarkan masa perjuangannya 5. Menyimpulkan peran tokoh-tokoh nasional dan daerah dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia 4.6 Menulis sejarah tentang satu 1. Melaporkan hasil analisis dalam bentuk tokoh nasional dan tokoh dari tulisan sejarah tentang satu tokoh nasional daerahnya yang berjuang dan tokoh dari daerahnya yang berjuang melawan penjajahan melawan penjajahan

Kajian mengenai nilai-nilai entrepreneuship K.H.Ahmad Dahlan dalam perspektif historis diharapkan dapat menumbuhkan jiwa entrepreneurship pada diri peserta didik. Disamping itu juga agar mata pelajaran sejarah menjadi lebih bermakna dengan menyajikan nilai-nilai karakter yang terkandung di dalamnya.

Peserta didik dapat menumbuhkan jiwa entrepreneurship salah satunya adalah dengan metode keteladanan, yaitu memiliki role model atau suri tauladan yang dapat dijadikan sebagai contoh oleh peserta didik.

128

D. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu pada tatanan kajian historis dan teoritis atau kajian yang berupa konsep khususnya terkait dengan peran dan perjuangan K.H.Ahmad Dahlan serta nila-nilai entrepreneurshipnya. Nilai-nilai tersebut kemudian dikaitkan dengan sumbangsih dan urgensinya dalam bidang pendidikan. Dalam konteks pendidikan secara umum, kajian ini dapat memberikan sumbangan terhadap pendidikan kepribadian bangsa. Sedangkan dalam konteks pendidikan formal, nilai-nilai entrepreneurship K.H.Ahmad

Dahlan dapat menjadi materi pengayaan pada materi pembelajaran Sejarah

Indonesia dan dapat menjadi bahan pendidikan karakter di Sekolah. Akan tetapi, sisi keterbatasan penelitian ini adalah belum menjangkau pada praktik atau bersifat aplikatif. Oleh karenanya, sangat terbuka bagi adanya penelitian lain yang bersifat aplikatif dan sampai pada taraf praktis di Sekolah saat ini.

Disamping itu, penelitian tentang nilai-nilai entrepreneurship K.H.Ahmad

Dahlan ini merujuk pada data-data historis. Dan keterbatasan dalam penelitian ini adalah minmnya sumber primer yang diperoleh. Hal tersebut dikarenakan sosok K.H.Ahmad Dahlan memang tidak banyak meninggalkan tulisan, dan para saksi baik sebagai teman, guru maupun murid sudah banyak yang meninggal.

Akan tetapi penelitian mengenai nilai-nilai entrepreneurship K.H.Ahmad Dahlan ini sangat penting mengingat situasi masyarakat yang mengalami krisis keteladanan khususnya pada generasi muda. Oleh karenanya sumber-sumber sekunder banyak digunakan dalam penelitian ini.

129