Domestic Case Study 2018 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Pesona Candi Ijo Sebagai Geowisata di Yogyakarta

Linggar Rara Anke Dyah Ourora 162422

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Abstract : Makalah ini merupakan hasil laporan Domestic Case Study untuk syarat publikasi ilmiah di Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta dengan Judul Pesona Candi Ijo Sebagai Geowisata di Yogyakarta.

1. Pendahuluan Yogyakarta adalah ibu kota dan pusat pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta, . Kota Yogyakarta adalah kediaman bagi Sultan Hamengkubawana dan Adipati Paku Alam. Kota Yogyakarta merupakan kota terbesar keempat di wilayah Pulau Jawa bagian selatan setelah Bandung, , dan Surakarta menurut jumlah penduduk. Salah satu kecamatan di Yogyakarta, yaitu Kotagede pernah menjadi pusat Kesultanan Mataram antara kurun tahun 1575-1640. Keraton (Istana) yang masih berfungsi dalam arti yang sesungguhnya adalah Keraton Ngayogyakarta dan Puro Paku Alaman, yang merupakan pecahan dari Kesultanan Mataram. DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara geografis terletak pada 8º 30' - 7º 20' Lintang Selatan, dan 109º 40' - 111º 0' Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi Gunungapi Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Sewu atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah. Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana, dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antarwilayah yang timpang. Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga merupakan wilayah yang lebih maju, dan berkembang. Yogyakarta menjadi salah satu kota tujuan wisata di Indonesia yang banyak dikunjungi baik wisatawan domestic maupun mancanegara. Sehingga Pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya objek, dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan . Pada 2010 tercatat kunjungan wisatawan sebanyak 1.456.980 orang, dengan rincian 152.843 dari mancanegara, dan 1.304.137 orang dari nusantara. Bentuk wisata di DIY meliputi wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition), wisata budaya, wisata alam, wisata minat khusus, dan berbagai fasilitas wisata lainnya, seperti resort, hotel, dan restoran. Tercatat ada 37 hotel berbintang, dan 1.011 hotel melati di seluruh DIY pada 2010. Adapun penyelenggaraan MICE sebanyak 4.509 per tahun atau sekitar 12 kali per hari. Di dalam dunia pariwisata terdapat hubungan juga dengan peninggalan bersejarah. Pariwisata sering kali digunakan sebagai penunjang ekonomi, pelestarian warisan seperti halnya memperkenalkan, melestarikan dan mengembangkan peristiwa terdahulu dalam kehidupan rakyat di mata wisatawan [1]. Disini peran dari generasi muda mudi sangat amat dibutuhkan, keterampilan dalam memperliatkan warisan atau peninggalan yang perlu ditingkatkan salah satunya yaitu monumen. Karena monumen merupakan salah satu peristiwa yang digambarkan dengan berupa patung dan berupa bangunan yang mampu mengenalkan sejarah kehidupan bangsa dan berperan juga dalam rangka kegiatan kerja sama dalam segi kebudayaan [2]. Candi adalah sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat ibadah agama Hindu-Buddha. Digunakan sebagai tempat pemujaan dewa-dewa. Namun istilah Candi tidak hanya digunakan masyarakat untuk menyebut sebagai tempat ibadah saja. Banyak situs purbakala lain dari masa Hindu-Buddha, baik sebagai Istana, pemandian/petirtaan, Gapura, dan sebagainya, disebut dengan istilah Candi. Candi juga berasal dari kata “Candika” yang artinya nama salah satu Dewa kematian (). Karenanya candi selalu dihubungkan dengan monumen untuk memuliakan Raja yang telah meninggal [3]. Candi pemujaan Candi Hindu yang paling umum dibangun untuk memuja dewa, dewi, atau bodhisatwa tertentu. Contoh candi: candi , candi Canggal, candi , dan candi Ijo[4] yang menyimpan lingga dan dipersembahkan utamanya untuk Siwa, candi Kalasan dibangun untuk memuliakan Dewi Tara, sedangkan candi Sewu untuk memuja Manjusri. Candi Pedharmaan Candi yang dibangun untuk memuliakan arwah raja atau tokoh penting yang telah meninggal. Fungsi candi ini terkadang sebagai candi pemujaan juga karena arwah raja yang telah meninggal seringkali dianggap bersatu dengan dewa perwujudannya, contoh: candi Belahan tempat Airlangga dicandikan, arca perwujudannya adalah sebagai Wishnu menunggang . Candi Simping di Blitar, tempat Raden Wijaya didharmakan sebagai dewa Harihara. Candi Pertapaan Didirikan di lereng-lereng gunung tempat bertapa, contoh: candi-candi di lereng Gunung Penanggungan, kelompok candi Dieng dan candi , serta Candi Liyangan di lereng timur Gunung Sundoro, diduga selain candi fungsi sebagai pemujaan, juga merupakan tempat pertapaan sekaligus situs permukiman. Candi Stupa Didirikan sebagai lambang Budha atau menyimpan relik buddhis, atau sarana ziarah agama Buddha. Secara tradisional stupa digunakan untuk menyimpan relikui buddhis seperti abu jenazah, kerangka, potongan kuku, rambut, atau gigi yang dipercaya milik Buddha Gautama, atau bhiksu Buddha terkemuka, atau keluarga kerajaan penganut Buddha. Beberapa stupa lainnya dibangun sebagai sarana ziarah dan ritual, contoh: candi , candi Sumberawan, dan candi Muara Takus Candi Gerbang Didirikan sebagai gapura atau pintu masuk, contoh: gerbang di kompleks Ratu Boko, Bajang Ratu, Wringin Lawang, dan candi Plumbangan. Candi Wihara Didirikan untuk tempat para biksu atau pendeta tinggal dan bersemadi. Fungsi candi seperti ini adalah sebagai permukiman atau asrama, contoh: candi Sari dan Plaosan

Keanekaragaman upacara keagamaan, dan budaya dari berbagai agama serta didukung oleh kreativitas seni, dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY mampu menciptakan produk-produk budaya, dan pariwisata yang menjanjikan. Banyak tempat wisata yang mempunyai daya tarik tersendiri untuk dikunjungi, salah satunya ialah Candi Ijo. Candi ijo merupakan salah satu geowisata yang ada di kota Yogyakarta. Candi yang bercorak Hindu ini berada di 4 kilometer arah tenggara dari Candi Ratu Boko atau kira- kira 18 kilometer di sebelah timur kota Yogyakarta. Candi ijo merupakan candi yang letaknya paling tinggi di Yogyakarta, posisinya berada pada lereng bukit dengan ketinggian rata- rata 425 meter diatas permukaan laut. Dari sini kita dapat melihat pemandangan kota Jogja dan juga Landasan Pacu Bandara Adisucipto. Penulis tertarik untuk mengangkat cerita dengan judul “ Pesona Candi IJO Sebagai Geowisata Di Yogyakarta” Sebagai bahan pembahasan untuk jurnal Domestic Case Study semester III Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo S1 Hospitality. Menurut penulis tempat wisata ini mempunyai daya tarik yang berbeda yang dapat diambil sebagai bahan jurnal Domestic Case Study ini. Berdasarkan hasil kunjungan dan observasi ke tempat tersebut [4]. Penulis tertarik mengangkat tema Tourism Destination, yaitu tentang keindahan dan daya tarik suatu destinasi wisata. Candi ijo mempunyai pesona, daya tarik, dan keindahan yang berpotensi untuk mengembangkan pariwisata. Sehingga penulis tertarik untuk menjadikan candi ijo sebagai pembahasan dalam penulisan Jurnal Domestic Case Study. Tujuan disusunnya jurnal ini adalah: 1. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana S1 Hospitality di Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta, 2. Untuk mengembangkan pengetahuan di dunia pariwisata melalui salah satu tempat wisata yang berada di Yogyakarta ini 3. Mengenalkan Candi Ijo sebagai salah satu Destinasi Wisata di Yogyakarta kepada wisatawan maupun pembaca Manfaat penulis dalam menyusun jurnal ini adalah: 1. Penulis dapat menerapkan ilmu yang sudah diajarkan di kampus 2. Dapat mengetahui tentang keunggulan dan kelemahan salah satu destinasi wisata yang berada di kota Yogyakarta 3. Menambah wawasan tentang daerah wisata. Tema dari bahasan Jurnal “ Domestic Case Study ini mengambil tempat di Candi Ijo yang terletak di Dukuh Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Candi ini terletak diatas bukit sehingga menjadiakn candi ini mempunyai daya tarik tersendiri untuk dikunjungi. Untuk menuju ke Candi Ijo sendiri, rute yang dilewati tidaklah terlalu sulit, karena bisa menggunakan kendaraan pribadi hingga bus pariwisata namun jalanan ketika mendekati dengan candi dipenuhi dengan tanjakan dikarenakan letak candi yang berada di atas bukit. a) Seminar Penulis mengikuti Seminar Nasional yang diadakan oleh Universitas Pembangunan Nasional – Veteran Yogyakarta pada Hari : Jumat Tanggal : 3 November 2017 Jam : 08.00- selesai Seminar Nasinal dengan tema “Perkembangan Tantangan dan Peluang Bisnis Geowisata di Indonesia” penulis ikuti sebagai pengganti seminar yang diselenggarakan kampus Stipram [5]. Pembicara dari seminar nasional tersebut ada 3 orang yaitu : 1) DR. HERYADI RACHMAT selaku Badan Geologi Wakil Ketua Masyarakat Geowisata Indonesia 2) REZA PERMADI, S.T. selaku Sekjen Masyarakat Geowisata Indonesia, Founder Geotour 3) SATRIAGAMA R selaku seniman b) Observasi Observasi lapangan dilaksanakan penulis pada: 1) Tempat : Candi Ijo 2) Alamat : Dukuh Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. 3) Hari, tanggal : Sabtu, 13 Januari 2018 4) Tiket masuk : IDR 5.000

2. Pembahasan A. Yogyakarta Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah. Berdasarkan data sejarah yang ada, sebelum Indonesia merdeka Yogyakarta telah memiliki pemerintahan sendiri dengan sebutan Daerah Swapraja yang merupakan gabungan dari Kasultanan Ngayokyakarta Hadiningrat dengan Kadipaten Pakualaman dan telah mendapat pengakuan dari dunia internasional. Namun setelah diumumkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, mereka menyatakan niatnya untuk bergabung menjadi satu dengan Republik Indonesia dan menggunakan nama Daerah Istimewa Yogyakarta [6]. Travel industry saat ini telah menjadi salah satu pemicu peningkatan perekonomian di Yogyakarta karena secara geografis Yogyakarta memiliki banyak lokasi wisata yang mudah ditempuh dan sangat terjangkau oleh berbagai kalangan. Selain itu budaya, kreativitas seni dan sikap ramah masyarakat Yogyakarta juga turut memegang peranan penting dalam meningkatkan kunjungan wisatawan domestic maupun mancanegara. Keistimewaan lainnya yang dimiliki Yogyakarta adalah sebagai gudang masyarakat terpelajar dari seluruh Indonesia. Bisa dikatakan bahwa Yogyakarta merupakan miniaturenya Indonesia karena terdapat keberagaman suku, agama, bahasa dan budaya yang berbeda – beda yang dibawa setiap pelajar dari berbagai pulau yang ada di Indonesia. Oleh karena itu Daerah Istimewa Yogkarta juga dikenal sebagai Kota Pelajar di Indonesia. B. Pengertian Pariwisata Menurut Undang-undang no 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Pariwisata adalah "Berbagai macam kegiatan wisata dan didukung fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan penhgusaha" [7]. Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya, sebagai sektor yang komplek, pariwisata juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan tangan dan cinderamata, penginapan dan transportasi [8]. C. Pengertian Geowisata Geowisata merupakan pariwisata minat khusus dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam seperti bentuk bentang alam, batuan, struktur geologi dan sejarah kebumian, sehingga diperlukan peningkatan pengayaan wawasan dan pemahaman proses fenomena fisik alam [9]. Contoh objek geowisata adalah gunung berapi, danau, air panas, pantai,sungai, dan lain-lain. Hasil Seminar Nasional tentang Geowisata pada tahun 1999 yang diselenggarakan di Bandung oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G), Departemen Energi dan Sumber daya Mineral RI, merumuskan geowisata sebagai pariwisata yang memanfaatkan seluruh aspek geologi, dengan ruang lingkup mengenai unsur abiotik seperti bentang alam, batuan, mineral, fosil, tanah, air, dan proses, termasuk di dalamnya sejarah geologi. D. Pengertian Candi Candi adalah istilah dalam Bahasa Indonesia yang merujuk kepada sebuah bangunan keagamaan tempat ibadah peninggalan purbakala yang berasal dari peradaban Hindu-Buddha. Bangunan ini digunakan sebagai tempat pemujaan dewa-dewi ataupun memuliakan Buddha. Akan tetapi, istilah 'candi' tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja, banyak situs-situs purbakala non-religius dari masa Hindu-Buddha Indonesia klasik, baik sebagai istana (kraton), pemandian (petirtaan), gapura, dan sebagainya, juga disebut dengan istilah candi. Candi merupakan bangunan replika tempat tinggal para dewa yang sebenarnya, yaitu Gunung Mahameru. Karena itu, seni arsitekturnya dihias dengan berbagai macam ukiran dan pahatan berupa pola hias yang disesuaikan dengan alam Gunung Mahameru. Candi-candi dan pesan yang disampaikan lewat arsitektur, relief, serta arca-arcanya tak pernah lepas dari unsur spiritualitas, daya cipta, dan keterampilan para pembuatnya. Di Indonesia, candi dapat ditemukan di pulau Jawa, Bali, Sumatera, dan , akan tetapi candi paling banyak ditemukan di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebanyakan orang Indonesia mengetahui adanya candi-candi di Indonesia yang termasyhur seperti Borobudur, Prambanan, dan Mendut. E. Candi Ijo Candi Ijo adalah sebuah kompleks percandian bercorak Hindu, berada 4 kilometer arah tenggara dari Candi Ratu Boko atau kira-kira 18 kilometer di sebelah timur kota Yogyakarta. Candi ini diperkirakan dibangun antara kurun abad ke-10 sampai dengan ke-11 Masehi pada saat zaman Kerajaan Medang periode Mataram 1. Lokasi Candi Ijo terletak di Dukuh Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Candi ini berada lereng barat sebuah bukit yang masih merupakan bagian perbukitan Batur Agung, kira-kira sekitar 4 kilometer arah tenggara Candi Ratu Boko. Dimana pada bagian bawah lereng tersebut terdapat wisata tebing Breksi Jogja yang merupakan bekas pertambangan batu alam. Posisinya berada pada lereng bukit dengan ketinggian rata-rata 425 meter di atas permukaan laut. Candi ini dinamakan "Ijo" karena berada di atas bukit yang disebut Gumuk Ijo. Kompleks percandian membuka ke arah barat dengan panorama indah, berupa persawahan dan bentang alam, seperti Bandara Adisucipto dan pantai Parangtritis. Dataran tempat kompleks utama candi memiliki luas sekitar 0,8 hektare, namun kuat dugaan bahwa kompleks percandian Ijo jauh lebih luas, dan menjorok ke barat dan utara. Dugaan itu didasarkan pada kenyataan bahwa ketika lereng bukit Candi Ijo di sebelah timur dan sebelah utara ditambang oleh penduduk, banyak ditemukan artefak yang mempunyai kaitan dengan candi. 2. Tata Bangunan Kompleks percandian Ijo dibangun pada punggungan bukit yang disebut Gumuk/Bukit Ijo. Nama ini telah disebut dalam prasasti Pohberangka tahun 906 Masehi berbahasa Jawa Kuno, dalam penggalan " ... anak wanua i wuang hijo ..." (anak desa, orang Ijo) 3. Kompleks candi Secara keseluruhan, kompleks candi merupakan teras-teras berundak, dengan bagian terbawah di sisi barat dan bagian tertinggi berada pada sisi timur, mengikuti kontur bukit. Kompleks percandian utama berada pada ujung timur. Di bagian barat terdapat reruntuhan bangunan candi yang masih dalam proses ekskavasi dan belum dipugar. Setelah disela oleh kebun kecil, terdapat teras yang lebih tinggi dengan cukup banyak reruntuhan yang diperkirakan berasal dari sekumpulan candi-candi pemujaan kecil (candi perwara). Salah satu candi ini telah dipugar pada tahun 2013. a. Kompleks percandian utama Kompleks percandian utama terletak di bagian timur menempati teras tertinggi. Di bagian ini ada candi induk (satu telah dipugar), candi pengapit, dan candi perwara. Candi induk yang sudah selesai dipugar menghadap ke barat. Di hadapannya berjajar tiga candi yang lebih yang lebih kecil ukurannya yang diduga dibangun untuk memuja : , Wisnu, dan Syiwa. Ketiga candi perwara ini menghadap ke arah candi utama, yaitu menghadap ke timur. Tiga candi kecil ini memiliki ruangan di dalamnya dan terdapat jendela kerawangan berbentuk belah ketupat di dindingnya. Atap candi perwara ini terdiri atas tiga tingkatan yang dimahkotai barisan ratna. Candi perwara yang berada di tengah melindungi arca lembu Nandini, kendaraan Dewa Syiwa. b. Candi induk Bangunan candi induk berdiri di atas kaki candi yang berdenah dasar persegi empat. Pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terletak di pertengahan dinding sisi barat, diapit dua buah jendela palsu, yakni relung gawang jendela tetapi tidak tembus berlubang pada ruangan di dalam. Pada dinding sisi utara, timur, dan selatan masing-masing terdapat tiga relung yang dihiasi ukiran kala makara. Relung yang tengah lebih tinggi dari dua relung yang mengapitnya. Relung-relung ini kini kosong, diduga mungkin dulu pada relung-relung ini pernah terpasang arca. Untuk mencapai pintu yang terletak sekitar 120 cm dari permukaan tanah dibuat tangga yang dilengkapi dengan pipi tangga berbentuk sepasang makara, makhluk mitos berbentuk bertubuh ikan dan berbelalai seperti gajah. Kepala makara menjulur ke bawah dengan mulut menganga. Di atas ambang pintu terdapat hiasan kepala Kala bersusun. Pada bagian pintu masuk terdapat ukiran kala makara, berupa mulut raksasa kala yang tersambung makara. Pola kala-makara ini lazim ditemukan dalam ragam hias candi-candi Jawa Tengah. Sebagaimana yang terdapat di candi-candi lain di Jawa Tengah dan Yogyakarta, kedua kepala Kala tersebut tidak dilengkapi dengan rahang bawah. Di atas ambang kedua jendela palsu juga dihiasi dengan pahatan kepala Kala bersusun. Di dalam mulut masing-masing makara terdapat relief burung bayan kecil. Jendela-jendela palsu ada bagian luar dinding utara, timur dan selatan, yaitu tiga buah pada masing-masing sisi. Ambang jendela juga dibingkai dengan hiasan sepasang makara dan kepala kala seperti yang terdapat di jendela palsu yang mengapit pintu. Dalam tubuh candi induk ini terdapat sebuah ruangan. Di tengah dinding bagian dalam sisi utara, timur dan selatan masing-masing terdapat sebuah relung. Setiap relung diapit oleh pahatan pada dinding yang menggambarkan sepasang apsara yang terkesan terbang menuju ke arah relung. Tepat di tengah ruangan terdapat lingga dan yoni yang disangga oleh figur ular sendok. Makhluk yang berasal dari mitos Hindu ini melambangkan penyangga bumi. Penyatuan lingga dan yoni melambangkan kesatuan antara Syiwa dan Parwati shaktinya. Atap candi bertingkat-tingkat tiga undakan, terbentuk dari susunan segi empat yang makin ke atas makin mengecil. Di setiap sisi terdapat deretan tiga ratna di masing-masing tingkat. Sebuah ratna berukuran lebih besar terdapat di atap. Sepanjang batas antara atap dan dinding tubuh candi dihiasi dengan deretan pahatan dengan pola berselang-seling antara sulur-suluran dan gana (makhluk kerdil). Sepanjang tepi atap dihiasi dengan deretan antefiks dengan bingkai sulur-suluran. Dalam masing-masing bingkai terdapat arca setengah badan yang menggambarkan dewa dalam berbagai posisi tangan. F. Komponen Pariwisata Di Candi Ijo Komponen Pariwisata terbagi menjadi empat: 1. Atraksi adalah suatu daya tarik wisata yang dibagi menjadi 3 bagian yaitu, Alam, Budaya dan Minat khusus. Atraksi merupakan daya tarik dari suatu destinasi wisata yang akan menjadi salah satu yang paling penting dalam komponen pariwisata, karena atraksi ini yang biasanya menjadi alasan kenapa wisatawan datang 2. Amenitas atau yang sering dikenal sebagai fasilitas adalah suatu komponen yang mendukung jalannya pariwisata di sebuah destinasi wisata. Fasilitas ini yang membuat wisatawan akan mudah dalam berwisata di suatu destinasi wisata. Fasilitas juga menentukan bagaimana kepuasan dari pelanggan atau wisatawan di destinasi wisata tersebut. 3. Aksesibilitas yaitu hal- hal yang berkaitan dengan perizinan dan keterbatasan masuk di dalam suatu destinasi wisata. Aksesibilitas disini juga bisa disangkut pautkan dengan jalan yang ditempuh atau dilewati untuk menuju ke sebuah destinasi wisata. 4. Ancillary service atau disebut sebagai fasilitas tambahan merupakan daya dukung untuk menambah kenyamanan dan memperbagus kesan wisatawan terhadap suatu destinasi wisata. Berikut adalah analisis komponen pariwisata yang ada di Candi Ijo: 1. Atraksi yang ada di Candi Ijo merupakan Jenis Atraksi. Budaya yang berpadu dengan alam. Dimana budaya dari Candi Ijo terlihat pada bangunan candi yang erat kaitannya dengan sejarah. Di bangun ketika masa Kerajaan Medang periode Mataram. Semua kontruksi bangunan candi tersebut mengikuti kontur bukit. Disamping itu kita juga dapat melihat pemandangan alam yang memukau sepasang mata yang melihat. Pemandangan alam tersebut dapat kita jumpai di lereng bukit posisi sekitar 425 meter di atas permukaan laut. 2. Fasilitas[6] yang ada di Candi Ijo seperti Akomodasi penginapan yakni Hotel, Motel, Homestay yang ada di sekitar lokasi tempat wisata. Adapula akomodasi yang menyediakan makanan yang berada di sepanjang jalan menuju destinasi wisata. Terdapat juga beberapa fasilitas umum seperti, toilet yang mana bentuk dan peralatannya masih sederhana dan harus di tingkatkan atau diperbaiki. Mushola atau tempat ibadah bagi wisatawan muslim, pos satpam, pusat informasi yang mana wisatawan dapat memperoleh informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Candi Ijo. Tempat parkir baik untuk umum yang berada di pinggiran candi maupun petugas yang berada di area candi. 3. Akses disini berkaitan dengan perizinan dan juga keterbatasan. Perizinan menyangkut hak izin candi sebagai destinasi pariwisata dan kerterbatasan mengenai batasan pengunjung dari Candi Ijo. Tidak ada batasan umur, agama maupun status bagi pengunjung yang ingin melihat Candi Ijo. 4. Di Candi Ijo ini terdapat beberapa Gazebo untuk tempat beristirahat wisatawan setelah berkeliling area candi. Adapula taman mini yang dilengkapi dengan kursi-kursi kecil untuk bersantai dengan teman ataupun keluarga. G. Kolerasi Antara Seminar Dan Domestic Case Study Seminar yang penulis ikuti merupakan seminar yang berisikan tentang Geowisata dan Geopark di Indonesia. Geowisata sebenarnya merupakan istilah yang merupakan gabungan dua kata yaitu Geologi dan Pariwisata. Geologi sendiri adalah sains yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur, sifat-sifat fisik, sejrah dan proses pembentukannya. Sedangkan pariwisata secara umum dapat di maknai perjalanan seseorang atau kelompok orang dari satu tempat ke tempat lain yang bersifat tidak menetap dengan tujuan memperoleh kesenangan dan wawasan baru dari wisata yang di kunjungi [10]. Dimana Geowisata ini merupakan wisata yang berkaitan dengan struktur alam atau pariwisata yang memanfaatkan seluruh aspek geologi. Sedangkan Geopark adalah kawasan yang terdapat di suatu daerah yang dicadangkan sebagai kawasan pengembangan. Pada intinya keduanya sangat berkaitan. Sedangkan perkembangan geowisata sendiri sengat pesat. Dimana banyak sekali wisata yang berkonsep geologi ini berlomba untuk melakukan pembaharuan dan inovasi. Sedangkan objek Domestik Case Study penulis mengambil Candi ijo yang termasuk ke dalam Geowisata. Maka keterkaitan antara seminar dan Domestic Case sangat erat yaitu objek Domestic Case Study saya yang mengambil salah satu destinasi yang termasuk ke dalam Geowisata. 3. Penutup

A. Simpulan Berdasarkan hasil observasi dan juga ulasan yang telah dibahas diatas tersebut. Candi Ijo mempunyai banyak potensi yang dapat dikembangkan dengan baik untuk ikut serta memajukan pariwisata yang berada di Yogyakarta. Sebagai wisata geologi Candi Ijo. Candi Ijo sendiri merupakan perpaduan wisata budaya dan alam. Berikut adalah komponen pariwisata yang ada di Candi Ijo: Atraksi yang ada di Candi Ijo merupakan Jenis Atraksi. Budaya yang berpadu dengan alam. Dimana budaya dari Candi Ijo terlihat pada bangunan candi yang erat kaitannya dengan sejarah. Di bangun ketika masa Kerajaan Medang periode Mataram. Semua kontruksi bangunan candi tersebut mengikuti kontur bukit. Disamping itu kita juga dapat melihat pemandangan alam yang memukau sepasang mata yang melihat. Pemandangan alam tersebut dapat kita jumpai di lereng bukit posisi sekitar 425 meter di atas permukaan laut. Amenitas atau Fasilitas yang ada di Candi Ijo seperti Akomodasi penginapan yakni Hotel, Motel, Homestay yang ada di sekitar lokasi tempat wisata. Adapula akomodasi yang menyediakan makanan yang berada di sepanjang jalan menuju destinasi wisata. Terdapat juga beberapa fasilitas umum seperti, toilet yang mana bentuk dan peralatannya masih sederhana dan harus di tingkatkan atau diperbaiki. Mushola atau tempat ibadah bagi wisatawan muslim, pos satpam, pusat informasi yang mana wisatawan dapat memperoleh informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Candi Ijo. Tempat parkir baik untuk umum yang berada di pinggiran candi maupun petugas yang berada di area candi. Akses disini berkaitan dengan perizinan dan juga keterbatasan. Perizinan menyangkut hak izin candi sebagai destinasi pariwisata dan kerterbatasan mengenai batasan pengunjung dari Candi Ijo. Tidak ada batasan umur, agama maupun status bagi pengunjung yang ingin melihat Candi Ijo. Ancillary Service atau fasilitas tambahan di Candi Ijo ini terdapat beberapa Gazebo untuk tempat beristirahat wisatawan setelah berkeliling area candi. Adapula taman mini yang dilengkapi dengan kursi-kursi kecil untuk bersantai dengan teman ataupun keluarga. B. Saran Saran dari penulis agar pembaca tetap mempertahankan dan menjaga daya tarik wisata tersebut baik pengelola dan juga wisatawan untuk saling menjaga dan mengingatkan bilamana terjadi hal yang tidak seharusnya diakukan ketika mengunjungi tempat wisata tersebut seperti menaiki candi, mencoret- coret bangunan, kita wajib menegur. Marilah kita sebagai wisatawan yang cerdas untuk saling mengingatkan demi menjaga warisan wisata kita agar terus ada dan dapat dinikmati generasi selanjutnya.

References

[1]. Sugiarto, E., & Arch, M. (2014). KAJIAN DAYA TARIK DAN POTENSI DAYA TARIK CANDI SELOGRIYO DAN KAWASANNYA (Doctoral dissertation, [Yogyakarta]: Universitas Gadjah Mada). [2]. Nugraha, B. S., & Putri, L. P. (2016). Analisis Dampak Lingkungan Dalam Kebijakan Perlindungan Situs Ratu Boko Menuju Pengembangan Pariwisata yang Berkelanjutan. Jurnal Kepariwisataan, 10(2), 7-14. [3]. Sigarete, B. G., & Ahmad, H. (2017). Candi Ijo Dalam Perspektif Wisatawan Mancanegara. Jurnal Inovasi Bisnis (Inovbiz), 5(1), 59-66. [4]. Data Domestic Case Study, 9 September 2017 di Karanganyar, Jawa Tengah [5]. Data Seminar Jambore Nasional, 12 - 14 Januari 2017 di Kaliurang, Kabupaten Sleman, DIY [6]. Prakoso, A. A. (2016). Dampak Multiganda Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPPARDA) terhadap Kepariwisataan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Kepariwisataan, 10(1), 1-26. [7]. Isdarmanto, I. (2016). Analysis Strategy of Tourism Development at Kalibiru, Kulon Progo as A Leading Tourist Attracction in Yogyakarta Special Region. Jurnal Kepariwisataan, 10(3), 1-12. [8]. Atiqah, A. N., & Slindri, Y. A. (2018). Prinsip Kesantunan Berbahasa antara Pemandu Wisata dan Wisatawan Jepang di Candi Prambanan. Jurnal Kepariwisataan, 12(1), 65-78. [9]. Wibisono, H. K. (2013). PARIWISATA DALAM PERSPEKTIF ILMU FILSAFAT (Sumbangannya bagi Pengembangan Ilmu Pariwisata di Indonesia) (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). [10]. Susilo, Y. S., & Soeroso, A. (2014). Strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam menghadapi globalisasi pariwisata: Kasus Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA Kota Yogyakarta, 4, 3-11.

Lampiran

Gambar 1. lokasi parkir Pengunjung Candi Ijo

Gambar 2. Harga Tiket Masuk

Gambar 5. foto Candi IJo