PODCAST : PENYIARAN ATAU LAYANAN KONTEN AUDIO MELALUI INTERNET (OVER THE TOP ) BERDASARKAN HUKUM POSITIF DI

Alvin Daniel Silaban1, Muhammad Amirulloh2, Laina Rafianti3 1,2,3,Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, , Indonesia [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak Tujuan Penulisan yang ingin dicapai pada kajian ini adalah untuk menjawab 2 (dua) pertanyaan sebagai rumusan masalah yaitu pertama, bagaimana kualifikasi podcast berdasarkan hukum positif di Indonesia? dan kedua, bagaimana pengaturan podcast sebagai penyiaran berbasis internet berdasarkan hukum positif di Indonesia?. Kedua rumusan masalah ini akan dijawab dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan meneliti bahan kepustakaan serta mengkaji hukum positif yang berhubungan dengan Hukum Teknologi, Informasi dan Komunikasi dan Hukum Penyiaran. Berdasarkan hasil kajian artikel ini menyimpulkan bahwa podcast digolongkan dalam layanan konten audio Over The Top, bukan penyiaran. Karakteristik podcast yang hampir sama dengan radio, tetapi tidak serta merta disebut sebagai suatu penyiaran sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran. Hal ini berimplikasi pada pengaturan podcast yang tidak dapat diatur dalam Undang-undang Penyiaran. Lebih lanjut, Undang-undang ITE tidak dapat menjadi jawaban dalam pengaturan podcast karena tidak mengatur secara rinci teknis dan prosedur dalam penyelenggaraan podcast di Indonesia. Kata Kunci: Podcast; Penyiaran; Over The Top.

Abstract The purpose of writing to be achieved in this study is to answer 2 (two) questions as a problem formulation, namely first, how do podcast qualifications based on positive law in Indonesia? and second, how is the arrangement of podcasts as internet-based broadcasting based on positive law in Indonesia? Both formulations of this problem will be answered using a normative juridical approach, by examining literature and examining positive laws relating to Technology, Information and Communication Law and Broadcasting Law. Based on the results of the study, this article concludes that podcasts are classified as Over The Top audio content services, not broadcasting. Podcast characteristics are almost the same as radio, but are not necessarily referred to as broadcasting as regulated in Article 1 point 2 of the Broadcasting Law. This has implications for podcast settings which cannot be regulated in the Broadcasting Law. Furthermore, the ITE Law cannot be the answer in setting podcasts because it does not regulate in detail the technicalities and procedures for podcasting in Indonesia. Keywords: Podcast; Broadcasting; Over The Top

Vol. 13 No. 2 Page 129

PENDAHULUAN penyelenggaraan penyiaran di Indonesia Latar Belakang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Tidak dapat dipungkiri bahwa di era (selanjutnya disebut dengan UU Penyiaran) disrupsi ini, perkembangan teknologi dan dan beberapa peraturan pelaksanaannya informasi telah membawa implikasi terhadap yang diatur oleh Kementerian Komunikasi industri penyiaran, termasuk penyiaran di dan Informatika. Keberadaaan UU Penyiaran Indonesia.1 Media penyiaran memiliki peran menjadi sebuah cita-cita dari upaya yang strategis dalam kehidupan masyarakat, demokratisasi penyiaran Indonesia. dapat dilihat dari karakter penyiaran yakni Dari masa ke masa, penyelenggaraan menyebarluaskan informasi kepada penyiaran semakin berkembang seiring masyarakat secara serentak dan bersamaan.2 perkembangan teknologi komunikasi dan Pada mulanya, peran penyiaran sebagai informasi.6 Media penyiaran pada umumnya ‘nation and character-building’, dengan kata dilakukan melalui media komunikasi massa lain sebagai sumber informasi publik, elektronik yakni radio dan televisi yang pengungkap identitas budaya nasional3 dan menyebarluaskan siarannya menggunakan sebagai sarana untuk saling menghubungkan frekuensi gelombang radio. Gelombang ini dengan masyarakat yang berbeda-beda diartikan sebagai jumlah getaran maupun yang terpencil.4 elektromagnetik untuk satu periode yang Penyiaran menjadi metode yang sangat penggunaannya didasarkan pada ruang efektif dalam berekspresi, serta memiliki jumlah getaran dan lebar pita digunakan oleh kemampuan untuk mempertahankan satu pihak saja, apabila digunakan secara keanekaragaman budaya dalam masyarakat bersamaan akan berhimpitan dan saling Indonesia.5 Pengaturan mengenai mengganggu (interference).7

1 Ahmad, Ahmad, and Novendri M. Nggilu. "Denyut 4 Maulana, Indra. (2010). Pengaturan Pada Sektor Nadi Amandemen Kelima UUD 1945 melalui Penyiaran Menuju Era Konvergensi Teknologi Pelibatan Mahkamah Konstitusi sebagai Prinsip the Informasi dan Komunikasi. : Badan Pembinaan Guardian of the Constitution." Jurnal Konstitusi 16.4 Hukum Nasional, hlm. 2. (2020): 785-808. 5 Ibid. 2 Puluhulawa, Fenty Usman, Jufryanto Puluhulawa, and 6 Tiranda, Irianto, Fenty Puluhulawa, and Johan Jasin. Moh Gufran Katili. "Legal Weak Protection of "Konsep Ideal Penanganan Perkara Tindak Pidana Personal Data in the 4.0 Industrial Revolution Korupsi Pungutan Liar Berdasarkan Asas Era." Jambura Law Review 2.2 (2020): 182-200. Peradilan." Jambura Law Review 1.2 (2019): 120- 3 Bakung, Dolot Alhasni. "Tertium Comparatum 143. Tentang Hak Ulayat Masyarakat Adat DAlam 7 Masduki. (2007). Regulasi Penyiaran dari Otoriter ke Pelaksanaan Akad Nikah." Jurnal Legalitas 12.1 Liberal. : Penerbit LKIS, hlm. 14-15. (2019): 48-56.

Vol. 13 No. 2 Page 130

Munculnya teknologi yang berbasis seperti podcast sebagai media alternatif yang internet (internet-based) telah melahirkan dikembangkan di ranah internet. Tahun 2004 peluang untuk menyediakan penyiaran merupakan titik awal kemunculan istilah melalui berbagai jenis media baru, seperti podcast. Istilah tersebut merupakan akronim media online,8 media sosial hingga radio dari Pod dan Broadcasting yang merujuk digital yang esensinya sama walau dengan pada perangkat Apple iPod sebagai platform kemampuan platform yang berbeda.9 distribusi podcast pertama, sedangkan Penyiaran berbasis internet lahir dari adanya Broadcasting yang berarti siaran atau konvergensi teknologi komunikasi dimana penyiaran.11 Secara sederhana, podcast media beralih dari bentuk analog menjadi diartikan sebagai teknologi yang digunakan bentuk digital. Istilah konvergensi dapat untuk mendistribusikan, menerima, dan dipahami sebagai suatu proses dari kondisi mendengarkan konten secara on-demand yang menghubungkan dengan erat faktor (sesuai permintaan) yang diproduksi oleh perubahan teknologi.10 professional maupun radio amatir.12 Wujud nyata yang dapat dilihat hari ini Podcast dapat dilakukan oleh siapa saja, adalah keberadaan platform Youtube sebagai baik orang perseorangan maupun badan saluran setiap orang dapat mendistribusikan hukum tanpa adanya batasan umur dan siaran berbasis internet dalam bentuk suara ketentuan tetap yang berlaku secara umum. dan gambar yang dapat dilihat oleh banyak Seseorang dapat melakukan kegiatan orang, disisi lain juga terdapat istilah podcast, penyiaran melalui podcast dengan hanya penyiaran dalam bentuk audio yang berbasis mendaftarkan (sign-up) dirinya ke platform internet dan ditemukan di berbagai platform. yang menyediakan layanan podcast Bentuk distribusi penyiaran berbasis didalamnya. Dengan mendaftarkan diri audio yang pada awalnya hanya dapat untuk menyalurkan podcast ke tiap platform, diakses melalui radio, kini telah mulai digeser seseorang hanya cukup untuk mengikuti dengan kehadiran media audio-streaming, syarat dan ketentuan (terms and condition)

8 Harun, Rafni Suryaningsih, Weny Almoravid Dungga, 10 Newton, Harry. (2002). Newton’s Telecom Dictionary and Abdul Hamid Tome. "Implementasi Asas Itikad 18th Edition. New York: CMP Books, hlm. 185. Baik Dalam Perjanjian Transaksi Jual Beli 11 Fadillah, Efi. (2017). Podcast sebagai Alternatif Online." JURNAL LEGALITAS 12.2 (2019): 90-99. Distribusi Konten Audio. Kajian Jurnalisme, I (1), 9 Harliantara. (2019). Website pada Industri Penyiaran hlm. 96. Radio di Indonesia: Live Streaming dan Podcasting. 12 Bonini, T. (2015). The ‘Second Age’ of Podcasting: Jurnal Studi Komunikasi, 3 (1), hlm. 86. Reframing Podcasting as A New Digital Mass Medium. Quaderns del CAC 41, XVIII (I), hlm. 25.

Vol. 13 No. 2 Page 131 sebelum ingin mengunduh konten audio Kemunculan podcast yang tidak dapat tersebut. diartikan sama seperti radio menyebabkan Berbeda halnya dengan kegiatan pengaturan di atas tidak berlaku bagi penyiaran melalui radio yang harus penyiaran melalui podcast. Padahal, kegiatan diselenggarakan oleh lembaga penyiaran menyebarluaskan konten audio melalui yang sebelum menyelenggarakan podcast secara tidak langsung akan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memengaruhi para pendengarnya dari mengantongi izin penyelenggaraan berbagai kalangan dan berbagai kategori usia penyiaran. Izin atau lisensi menjadi prosedur pula, tanpa adanya pengaturan yang jelas, untuk menjalankan operasional penyiaran para penyiar podcast terlihat sangat bebas yang dikeluarkan oleh Kementerian untuk berbicara di kontennya tersebut. Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Pengaturan penyensoran konten dan dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pengkategorian usia pendengar pun menjadi sebagaimana diamanatkan di UU Penyiaran. sangat dibutuhkan dalam kegiatan penyiaran Dengan adanya digitalisasi penyiaran melalui podcast. seperti podcast yang menyebarluaskan Berangkat dari hal tersebut, dapat siarannya melalui konvergensi media lewat diketahui bahwa perkembangan teknologi internet, belum termaktub dalam UU telah membawa implikasi terhadap dunia Penyiaran terkait dengan izin penyiaran serta tentunya implikasi penyelenggaraan penyiarannya karena pengaturannya dalam penyiaran. UU selama ini UU Penyiaran hanya mengatur Penyiaran dan P3SPS telah mengatur secara cakupan penyelenggaraan penyiaran melalui jelas kegiatan penyiaran tetapi apabila dilihat televisi dan radio saja. Ketidakjelasan dari kesinambungan dan subjek yang pengaturan mengenai perizinan penyiaran melakukan kegiatan penyiaran melalui melalui podcast menyebabkan podcast tidak seluruhnya dapat dimasukkan kecenderungan terjadinya ketidaksesuaian pengaturannya dalam ranah penyiaran dan dengan asas, tujuan, fungsi dan arah apabila ditelaah dalam UU Penyiaran juga penyiaran yang diatur dalam Pedoman mewajibkan kegiatan penyiaran dilakukan Perilaku Penyiaran dan Standar Program oleh sebuah lembaga penyiaran. Dalam hal Siaran (selanjutnya disebut dengan P3SPS) lain, kita harus melihat bahwa podcast itu yang dibuat oleh KPI. sendiri merupakan produk digital yang berbasis internet (internet-based) yakni

Vol. 13 No. 2 Page 132 layanan konten Over The Top (OTT) yang kedua, bagaimana pengaturan podcast seharusnya juga diatur dalam Undang- sebagai penyiaran berbasis internet Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang berdasarkan hukum positif di Indonesia? Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun Metode Penelitian 2008 tentang Informasi dan Transaksi Penelitian ini menggunakan Elektronik.13 pendekatan yuridis normatif yang dilakukan Lebih lanjut, kualifikasi podcast sebagai dengan meneliti bahan kepustakaan ataupun suatu penyiaran ataupun layanan konten data sekunder sebagai bahan penelitian yang OTT akan berdampak pada regulasi yang utama.14 Penelitian ini akan menganalisis dan akan mengatur kegiatan tersebut. Menelaah mengkaji data sekunder berupa hukum kerangka hukum penyiaran dan hukum positif, asas-asas dan teori hukum, serta teknologi, informasi dan komunikasi di kaidah-kaidah hukum yang berhubungan Indonesia, maka besar potensi adanya dengan Hukum Teknologi, Informasi dan pelanggaran oleh penyiar-penyiar dalam Komunikasi dan Hukum Penyiaran. kegiatan podcast karena tidak adanya Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini kualifikasi hukum yang tepat, berakar dari bersifat deskriptif analitis dengan subjek hukum yang tidak sesuai, izin menganalisis fakta-fakta yang ada di penyelenggaraan penyiaran, pengkategorian masyarakat serta dan peraturan-peraturan usia pendengar, penyensoran konten hingga yang berlaku dalam teori-teori hukum dan lembaga pengawas yang tepat untuk praktik pelaksanaan hukum positif yang mengawasi kegiatan tersebut. 15 menyangkut permasalahan di atas. Rumusan Masalah PEMBAHASAN Kajian ini akan menjawab 2 (dua) Kualifikasi Podcast Berdasarkan Hukum pertanyaan sebagai rumusan masalah yaitu Positif di Indonesia pertama, bagaimana kualifikasi podcast Perkembangan konten audio ditandai berdasarkan hukum positif di Indonesia? dan dengan munculnya tren terbaru yang

13 CNN Indonesia. Mencari Payung Hukum Podcast di 14 Soekanto, Soerjono dan Marmudji, Sri. (2003). Indonesia. Lihat: Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20200228185 Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm. 13. 110-241-479196/mencari-payung-hukum-podcast-di- 15 Sumardjono, Maria. (1989). Pedoman Pembuatan indonesia?utm_source=twitter&utm_medium=oa&ut Usulan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Hukum m_content=cnnindonesia&utm_campaign=cmssocm UGM, hlm. 6. ed, diakses pada tanggal 26 April 2020.

Vol. 13 No. 2 Page 133 menghadirkan bentuk revolusi dari radio Istilah podcast yang termuat dalam siaran konvensional yang bernama podcast. Kamus Oxford didefinisikan sebagai materi Kehadiran podcast yang menggunakan media berformat audio atau secara lebih lengkap, internet dalam mendistribusikannya, yakni:19 memiliki karakteristik yang sama dengan “a digital audio file made available on radio sebagai pelopor siaran yang berbasis the Internet for downloading to a audio. Dalam hal lain, kemasan podcast dapat computer or portable media player, dikatakan lebih menarik dengan konten typically available as series, new berupa sandiwara, dialog/talkshow, instalments of which can be received monolog, ataupun feature /dokumenter. by subscribers automatically” Podcast sebagai jenis media massa baru Mengacu pada pengertian tersebut, juga memenuhi sifat-sifat yang tercakup dapat diketahui bahwa teknologi internet padanya seperti serempak, cepat, dan dapat mengkonvergensi sebuah media ke umum.16 Serempak karena dapat diakses dalam berbagai bentuk dan khalayak secara bersamaan dari manapun, menyebarluaskannya secara langsung dan cepat karena tidak tergantung terhadap bersifat on-demand.20 Dengan kata lain, para bentuk produk fisik yang memakan waktu audiensi lah yang berperan aktif untuk yang lama karena harus melalui proses memilih langsung konten podcast yang produksi telebih dahulu dan bersifat umum berada di berbagai platform untuk dinikmati. karena materinya tidak ditujukan kepada Laporan Kementerian Komunikasi dan kelompok atau organisasi tertentu sehingga Informatika juga turut membuktikan bahwa siapapun dapat mengaksesnya dengan latar besarnya pangsa dari aktifitas streaming belakang yang berbeda-beda.17 Prinsip dasar audio melalui ponsel yang terhubung dengan dari kemunculan podcast yakni semua orang internet. Besarnya penikmat konten audio, dapat berbicara atau menjadi komunikator seperti podcast memberikan keuntungan melalui medianya sendiri.18

16 Effendy, Onong. (2004). Dinamika Komunikasi. 19 Cross, Frank Leslie, and Elizabeth A. Livingstone, Bandung: Remaja Rosda Karya, hlm. 52-53. eds. The Oxford dictionary of the Christian church. 17 Alhasni, Mohamad Rizky, Lisnawaty Wadju Badu, Oxford University Press, USA, 2005. and Novendri Mohamad Nggilu. "Menakar Peran 20 Badu, Lisnawaty Wadju, and Apripari Apripari. Kepolisian Dalam Mencegah Tindak Pidana "Menggagas Tindak Pidana Militer Sebagai Pencabulan Terhadap Anak di Bawah Kompetensi Absolut Peradilan Militer Dalam Perkara Umur." JURNAL LEGALITAS 12.2 (2019): 110-123. Pidana." JURNAL LEGALITAS 12.1 (2019): 57-77. 18 Allfiansyah, Sandy. Podcast dan Teori Uses & Gratifications. Academia.edu, hlm. 2

Vol. 13 No. 2 Page 134 yang besar kepada platform digital dalam pengaturan hukum yang jelas. Hal ini didasari mendistribusikan podcast di Indonesia.21 dari definisi podcast yang dapat dikatakan Melalui laporan bisnis pada tahun 2019 yang sebagai suatu bentuk kegiatan penyiaran dan diterbitkan Spotify menunjukkan dapat juga disebut sebagai suatu layanan pertumbuhan jumlah pendengar podcast Over The Top (OTT). diklaim mengalami peningkatan sebanyak Apabila ditelaah karakteristik dari 50% dibanding kuartal sebelumnya. Pihak penyiaran dalam UU Penyiaran dan Layanan Spotify juga mengumumkan bahwa Audio OTT, yang dalam hal ini adalah podcast, Indonesia menjadi satu-satunya pasar di Asia sangatlah berbeda. Karakteristik penyiaran dengan pertumbuhan tercepat dalam hal dalam UU Penyiaran mengamanatkan konsumsi konten audio.22 penyaluran informasi yang serentak dan Kedua laporan tersebut menjelaskan bersamaan dengan subjek hukumnya adalah penyelenggaraan penyiaran melalui podcast lembaga penyiaran. Sedangkan, layanan OTT di Indonesia telah membuktikan bahwa yang on-demand melalui internet menjadikan kebutuhan akan konten audio masih cukup layanan ini sangat beragam dengan subjek besar, terbukti dengan pendengar merasa hukumnya adalah perorangan, badan usaha, tidak puas apabila hanya mendengarkan dan/atau badan hukum. radio konvensional. Pendengar dapat Perbedaan inilah yang tentu memilih dari berbagai konten yang sangat menyebabkan tidak terciptanya “level playing luas dan mengontrol jadwal sendiri untuk field” dan perbedaan dalam mendengarkan segmen audio melalui pertanggungjawaban. Hal tersebut tetapi podcast. tidak dapat dikatakan menjadi perlakuan Penyelenggaraan penyiaran melalui yang tidak adil (unequal treatment) bagi podcast yang mulai berkembang di seluruh penyiaran konvensional dan layanan OTT. dunia masih memiliki banyak problematika Materi siaran konten terdapat pula dalam penyelenggaraannya, terkhusus di perbedaan dalam pengawasannya, materi Indonesia. Tantangan yang tidak kalah siaran untuk kepentingan publik yakni penting adalah kegiatan penyiaran podcast penyiaran konvensional diawasi oleh KPI. terutama di Indonesia masih belum memiliki Sedangkan materi audio dalam OTT, seperti

21 Kementerian Kominfo. (2017) Penggunaan TIK Serta 22 Netti, S. Y. M. & Pewh, Irwansyah. (2015) Spotify: Implikasinya Terhadap Aspek Sosial Budaya Aplikasi Music Streaming untuk Generasi Millenial, Masyarakat. Jakarta: Puslitbang Aptika IKP Jurnal Komunikasi, 10 (1), hlm. 9 Kemkominfo, hlm. 14

Vol. 13 No. 2 Page 135 podcast diawasi oleh Kemkominfo dengan penyiaran dan diterima secara serentak cara penindakan berdasarkan laporan dari dan bersamaan. masyarakat dan pihak terkait sesuai dengan b. Walaupun konten yang diberikan oleh substansi Konten OTT. lembaga penyiaran melalui radio dan Podcast pun tidak serta-merta dapat konten kreator melalui podcast terlihat disamakan dengan kegiatan penyiaran radio sama. Namun, tidak bisa serta-merta dan tidak dapat dikategorikan sebagai bagian dikategorikan sebagai kegiatan dari penyiaran dalam Pasal 1 angka (2) UU penyiaran karena penyelenggaraan Penyiaran dimana ketentuan normatinya penyiaran bersifat push service, secara eksplisit megatakan bahwa sedangkan layanan OTT seperti podcast “Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan bersifat pull service, dimana siaran melalui sarana pemancaran dan/atau pendengarlah yang memiliki sendiri sarana transmisi di darat, di laut atau di layanannya. antariksa dengan menggunakan spektrum c. Konten bersifat netral sehingga frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau pengaturannya bergantung pada media media lainnya untuk dapat diterima secara mana konten tersebut disalurkan. serentak dan bersamaan oleh masyarakat Apabila ditayangkan oleh lembaga dengan perangkat penerima siaran”. Hal ini penyiaran, maka tunduk pada aturan dikarenakan: penyiaran. Sedangkan, apabila dapat a. Podcast sebagai salah satu layanan OTT diakses melalui layanan OTT, maka berbasis audio adalah layanan yang tunduk pada aturan telekomunikasi, dapat diakses oleh pengguna layanan internet, dan lain-lain. melalui jaringan telekomunikasi Dewasa ini, pengguna layanan podcast internet dan menumpang dengan sangat banyak mulai dari lembaga negara, operator seluler. Berbeda dengan radio, lembaga pendidikan, bahkan industri kreatif yang merupakan layanan pemancaran kalangan anak muda yang menggunakan dan penerimaan siaran yang platform-platform penyedia layanan podcast. membutuhkan frekuensi gelombang Apabila podcast juga dikategorikan sebagai elektromagnetik yang diberikan oleh penyiaran, maka pihak-pihak tersebut, baik Pemerintah untuk mendistribusikan perorangan, badan usaha, ataupun badan konten siarannya oleh lembaga hukum akan diwajibkan memiliki izin

Vol. 13 No. 2 Page 136 sebagai lembaga penyiaran. Hal ini tentunya memanfaatkan jasa telekomunikasi sangat tidak lazim dan terasa dipaksakan, melalui jaringan telekomunikasi berbasis sehingga jika tidak terpenuhi maka akan protokol internet.” mengakibatkan penyiaran yang dilakukan Berdasarkan penafsiran peneliti secara menjadi ilegal dan harus ditertibkan oleh gramatikal kemudian dianalogikan, aparat penegak hukum karena penyiaran meskipun definisi penyiaran dalam UU tanpa izin merupakan pelanggaran pidana. Penyiaran sangat kompleks, menjadikan Pada akhirnya, akan membentuk lembaga definisi layanan konten melalui internet penyiaran baru yang tidak diakomodir dalam terasa tepat untuk mengartikan penyiaran UU Penyiaran, yakni lembaga penyiaran berbasis internet, seperti podcast. dengan sistem internet. Pengaturan Podcast sebagai Penyiaran Apabila ditelaah dari layanan OTT pada Berbasis Internet Berdasarkan Hukum Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Positif di Indonesia Informatika Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan Layanan Pendekatan pengaturan dalam Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet mengelola dua sektor, antara penyiaran dan (Over The Top) (selanjutnya disebut dengan media informatika lainnya, akan sangat SE Kemkominfo OTT), yang terbagi menjadi terkait dan cenderung semakin mendekati layanan aplikasi dan layanan konten, satu sama lain dan menentukan tingkat penyiaran berbasis internet dapat saja kompetisi industri dan kepentingan dikategorikan dalam layanan konten karena masayarakat dalam jangka panjang. Industri telah mencakup dalam definisi layanan penyiaran sedang dalam persimpangan, dan konten melalui internet pada SE Kemkominfo karenanya memiliki kepentingan regulatif OTT, yang berbunyi: dan kompetisi yang sama dengan media “Layanan Konten Melalui Internet adalah lainnya yang berbasis internet, dengan tujuan penyediaan semua bentuk informasi yang sama yakni dalam upaya untuk digital yang terdiri dari tulisan, suara, menciptakan “level playing field” pada gambar, animasi, musik, video, film, seluruh penyedia jasa telekomunikasi. permainan (game) atau kombinasi dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 sebagian dan/atau semuanya termasuk tentang Telekomunikasi (selanjutnya disebut dalam bentuk yang dialirkan (streaming) UU Telekomunikasi) sebagai tombak regulasi atau diunduh (download) dengan pada kegiatan bisnis jasa dan konten/aplikasi

Vol. 13 No. 2 Page 137 teknologi dan komunikasi telah mengatur tingkat peraturan yang mengaturnya lebih mendorong iklim usaha yang sehat dan rendah dari pada undang-undang ataupun perlindungan kepentingan nasional pada karena ruang lingkup peraturannya baru bidang telekomunikasi dan informatika.23 meliputi segi-segi tertentu dalam kegiatan Seiring perkembangan teknologi, UU penyiaran dengan peraturan yang belum Telekomunikasi tidak mengakomodir dengan terpadu. baik penyiaran yang berbasis internet, Podcast sebagai salah satu layanan OTT seperti podcast. Materi muatan UU berkembang secara luar biasa dengan Telekomunikasi menitikberatkan pada permasalahan bahwa layanan OTT tidak pemenuhan dan pendorong bagi tumbuh dan memerlukan frekuensi siaran dalam berkembang serta terjaminnya akses mendistribusikan siarannya. Hal ini yang masyarakat untuk mendapatkan informasi. menyebabkan UU Penyiaran tidak relevan UU Penyiaran menjadi regulasi dalam dalam mengatur layanan OTT, apabila dilihat menata penyiaran sebagai infrastruktur dan dari definisi penyiaran pada UU Penyiaran itu content provider. Sesungguhnya UU sendiri dan pada awalnya tidak diniatkan Penyiaran pada awalnya disusun dengan untuk mengatur layanan OTT. Seluruh anggapan bahwa siaran televisi dan radio penyiaran berbasis internet yang datang disiarkan melalui spektrum frekuensi ‘menumpang’ dengan infrasturuktur elektromagnetik, sehingga tidak operator seluler sudah berada di luar terbayangkan bahwa akan ada media lain, jangkauan aturan UU Penyiaran. seperti internet yang dapat juga Dampak apabila podcast dan layanan menyebarluaskan siaran misalnya podcast. OTT lainnya diatur dalam UU Penyiaran Hemat peneliti, regulasi penyiaran yang ada maka akan memiliki implikasi yang sangat sudah tidak sesuai dengan perkembangan besar dan luas dan berikibat pada teknologi informasi. Kemajuan teknologi ketidakpastian hukum, baik dalam industri yang berkembang dengan pesat ini penyiaran maupun dalam tatanan kehidupan menyebabkan landasan hukum pembinaan masyarakat. Dewasa ini, pengguna layanan dan pengembangan yang ada selama ini podcast sangat banyak mulai dari lembaga sudah tidak memadai lagi, baik karena negara, lembaga pendidikan, bahkan industri

23 Ridwan, Wawan & Krisnadi, Iwan. (2011). Regulatory Komunikasi. Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, 2 Impact Analysis Terhadap Rancangan Undang- (2), hlm. 25 Undang Konvergensi Teknologi Informasi dan

Vol. 13 No. 2 Page 138 kreatif kalangan anak muda yang Lahirnya UU ITE sesungguhnya dapat menggunakan platform-platform penyedia digunakan untuk mengatur terkait ketentuan layanan podcast. Apabila podcast juga isi siaran atau konten yang dilarang dalam dikategorikan sebagai penyiaran maka penyiaran berbasis internet, seperti podcast. pihak-pihak tersebut, baik perorangan, Akan tetapi, UU ITE tidak dapat menjadi badan usaha, ataupun badan hukum akan jawaban dalam pengaturan penyiaran diwajibkan memiliki izin sebagai lembaga melalui podcast di Indonesia, UU ITE tidak penyiaran. . Hal ini tentunya sangat tidak mengatur secara rinci teknis dan prosedur lazim dan terasa dipaksakan, sehingga jika dalam penyelenggaran podcast sebagai suatu tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan penyiaran berbasis internet. penyiaran yang dilakukan menjadi illegal dan Dari banyaknya cakupan materi yang harus ditertibkan oleh aparat penegak ada dalam struktur UU ITE, pemerintah hukum karena penyiaran tanpa izin dianggap lebih condong mengatur tentang merupakan pelanggaran pidana. Pada teknologi informasi dalam pengertian yang akhirnya, akan membentuk lembaga sangat luas, karena meliputi informasi penyiaran baru yang tidak diakomodir dalam elektronik, transaksi elektronik, alat bukti UU Penyiaran, yakni lembaga penyiaran elektronik, privasi, yurisdiksi, hak kekayaan dengan sistem internet. intelektual, tetapi tidak mempredikisi hal Jenis-jenis layanan OTT yang beragam yang lebih rinci secara khusus dalam realita dan luas menyebabkan pengaturan yang masyarakat. Berkaitan dengan hal itu, perlu terkait layanan OTT cukup kompleks dan saat diperhatikan kepastian hukum dalam ini Indonesia belum dapat diakomodir dalam pemanfaatan teknologi melalui tiga satu aturan saja. Sehingga pengaturan pendekatan, yakni pendekatan aspek hukum, layanan OTT dalam penerapannya merujuk aspek teknologi, dan aspek sosial, budaya dan pada peraturan perundang-undangan yang etika, untuk mengatasi hal-hal yang belum sesuai dengan jenis layanan yang diatur secara lebih rinci dalam UU ITE. disediakannya, seperti Undang-undang Pendekatan aspek hukum bersifat mutlak Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-undang karena tanpa kepastian hukum, persoalan Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan pemanfaatan teknologi informasi menjadi Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU tidak optimal. ITE). Terhadap informasi elektronik atau konten internet pada podcast, yang memiliki

Vol. 13 No. 2 Page 139 muatan melanggar hukum, UU ITE dan semua PSE harus memiliki data center di Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Indonesia serta terkait dengan konten tidak tentang Penyelenggaraan Sistem dan boleh menyebarkan berita bohong atau Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut penipuan. dengan PP PSTE) memberi kewenangan24 Pada dasarnya, SE Kemkominfo OTT kepada Pemerintah untuk memutuskan dibentuk dalam upaya menciptakan “level akses informasi elektronik yang melanggar playing field” antara penyedia layanan OTT hukum. Adanya kewajiban bagi dan penyedia jasa telekomunikasi, sehingga penyelenggara jasa telekomunikasi untuk tidak menghambat inovasi dan persaingan memblokir konten yang melanggar pada setiap pelaku penyedia jasa ketentuan peraturan perundang-undangan telekomunikasi. Tetapi, regulasi ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri diikuti kajian-kajian lebih lanjut yang bersifat Komunikasi dan Informatika Nomor 13 teknis dalam penggunaan dan tata kelola Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jasa layanan OTT sehingga para pelaku penyedia Telekomunikasi (selanjutnya disebut dengan jasa telekomunikasi masih menerka-nerka Permenkominfo No. 13/2019). Apabila dan menafsirkan sendiri pengaturan terdapat muatan konten yang dilarang untuk terhadap layanan atau konten yang dibuat disediakan oleh layanan audio OTT, seperti olehnya. podcast juga telah diawasi dan diatur dalam Rezim hukum yang baik sesungguhnya Bab VII UU ITE serta diancam dengan dapat mendorong pengembangan lex media pidana25 berdasarkan Pasal 45 UU ITE. internetica dengan memberlakukan Di era konvergensi ini, seluruh kegiatan tanggung jawab penuh pada beragam subjek dapat dilakukan di cyberspace termasuk atau pelaku hukum di dalam jaringan kegiatan podcast dapat diatur dan dijerat teknologi internet. Jaringan internet menjadi oleh UU ITE. Dalam konteks penyelenggara wadah sebagian besar keberlangsungan sistem elektronik (PSE), aktivitas PSE yang aktivitas manusia dalam menyelenggarakan tidak diatur oleh UU Penyiaran mengikuti penyiaran pada saat ini. Lex media internetica pengaturan PSE yang terdapat di dalam UU sebagai teritorial pemanfaatan internet ITE. Beberapa bentuk pengaturannya seperti: dalam media penyiaran didefinisikan sebagai

24 Kohongia, Zulkifli. "Praktek Rangkap Jabatan di 25 Fitriani, Nur. "Tinjauan Yuridis Kekuatan Pembuktian Pemerintahan Daerah Kabupaten Bolaang Keterangan Saksi Anak Dalam Persidangan Perkara Mongondouw Utara." JURNAL LEGALITAS 12.2 Pidana." JURNAL LEGALITAS 12.1 (2019): 14-24. (2019): 124-141.

Vol. 13 No. 2 Page 140 dunia tanpa batas fisik, sehingga legislasi dilarang. Akan tetapi, UU ITE tidak dapat nasional yang mengaturnya memiliki sifat mengatur secara rinci terkait teknis dan kedaulatan digital atau virtual karena prosedur dalam penyelenggaraan podcast. multibahasa, multikultural, multireligi dan Dibentuknya SE Kemkominfo OTT juga tidak multilateral dapat menjadi jawaban dalam pengaturan podcast karena tidak diikuti oleh kajian- PENUTUP kajian lebih bersifat teknis dalam tata kelola Kesimpulan layanan OTT. Penyiaran melalui podcast masih memiliki banyak problematika dalam Saran penyelenggaraannya, terkhusus di Indonesia. Adapun yang menjadi saran pada kajian Hal ini didasari dari definisi podcast masih ini yaitu: terlihat samar untuk dikatakan sebagai suatu Pertama, Diperlukan suatu definisi bentuk penyiaran yang didefenisikan pada yang tepat dan rigid terhadap seluruh Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran dan/atau dapat layanan konten OTT, seperti contohnya dikatakan sebagai suatu layanan kontent podcast. Hal ini akan meminimalisir Over The Top (OTT) sebagaimana tertuang multitafsir dari ketentuan yang telah pada SE Kemkominfo OTT. Berdasarkan dicantumkan pada suatu regulasi. penafsiran penelit, definisi penyiaran dalam Kedua,Diperlukan pembaharuan UU Penyiaran sangat kompleks, menjadikan regulasi di bidang konvergensi teknologi definisi layanan konten melalui internet informatika, khususnya pada bidang terasa tepat untuk mengartikan penyiaran penyiaran. Regulasi baru tersebut tentu berbasis internet, seperti podcast harus fleksibel sehingga tidak membutuhkan UU Penyiaran sudah tidak relevan revisi atau pengkajian ulang terhadap dalam mengatur podcast sebagai salah satu regulasi tersebut. layanan konten audio OTT karena podcast dalam mendistribusikan kontennya melalui REFERENSI internet yang ‘menumpang’ dengan operator Buku seluler di luar jangkauan aturan UU Cross, F. L., & Livingstone, E. A. (Eds.). Penyiaran. UU ITE sesungguhnya dapat (2005). The Oxford dictionary of the digunakan untuk mengatur podcast dalam Christian church. Oxford University Press, hal ketentuan isi siaran atau konten yang USA.

Vol. 13 No. 2 Page 141

Effendy, Onong. (2004). Dinamika Komunikasi. Alhasni, M. R., Badu, L. W., & Nggilu, N. M. Bandung: Remaja Rosda Karya (2019). Menakar Peran Kepolisian Dalam Kementerian Kominfo. (2017) Penggunaan TIK Mencegah Tindak Pidana Pencabulan Serta Implikasinya Terhadap Aspek Sosial Terhadap Anak di Bawah Umur. Jurnal Budaya Masyarakat. Jakarta: Puslitbang Legalitas, 12(2), 110-123. Aptika IKP Kemkominfo Badu, L. W., & Apripari, A. (2019). Menggagas Masduki. (2007). Regulasi Penyiaran dari Tindak Pidana Militer Sebagai Kompetensi Otoriter ke Liberal. Yogyakarta: Penerbit Absolut Peradilan Militer Dalam Perkara LKIS Pidana. Jurnal Legalitas, 12(1). Maulana, Indra. (2010). Pengaturan Pada Sektor Bakung, D. A. (2019). Tertium Comparatum Penyiaran Menuju Era Konvergensi Tentang Hak Ulayat Masyarakat Adat Teknologi Informasi dan Komunikasi. DAlam Pelaksanaan Akad Nikah. Jurnal Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Legalitas, 12 (1). Newton, Harry. (2002). Newton’s Telecom Bonini, T. (2015). The ‘Second Age’ of Dictionary 18th Edition. New York: CMP Podcasting: Reframing Podcasting as A Books New Digital Mass Medium. Quaderns del Soekanto, Soerjono dan Marmudji, Sri. (2003). CAC 41, XVIII (I) Penelitian Hukum Normatif: Suatu Fadillah, Efi. (2017). Podcast sebagai Alternatif Tinjauan Singkat. Jakarta: PT RajaGrafindo Distribusi Konten Audio. Kajian Persada Jurnalisme, I (1). Sumardjono, Maria. (1989). Pedoman Fitriani, N. (2019). Tinjauan Yuridis Kekuatan Pembuatan Usulan Penelitian. Yogyakarta: Pembuktian Keterangan Saksi Anak Dalam Fakultas Hukum UGM Persidangan Perkara Pidana. Jurnal Jurnal Legalitas, 12(1). Ahmad, A., & Nggilu, N. M. (2020). Denyut Harliantara. (2019). Website pada Industri Nadi Amandemen Kelima UUD 1945 Penyiaran Radio di Indonesia: Live melalui Pelibatan Mahkamah Konstitusi Streaming dan Podcasting. Jurnal Studi sebagai Prinsip the Guardian of the Komunikasi, 3 (1). Constitution. Jurnal Konstitusi, 16 (4). Harun, R. S., Dungga, W. A., & Tome, A. H. Allfiansyah, Sandy. Podcast dan Teori Uses & (2019). Implementasi Asas Itikad Baik Gratifications. Academia.edu, hlm. 2 Dalam Perjanjian Transaksi Jual Beli Online. Jurnal Legalitas, 12(2).

Vol. 13 No. 2 Page 142

Kohongia, Z. (2019). Praktek Rangkap Jabatan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. di Pemerintahan Daerah Kabupaten Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Bolaang Mongondouw Utara. Jurnal tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Legalitas, 12(2). Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Netti, S. Y. M. & Pewh, Irwansyah. (2015) tentang Penyelenggaraan Sistem dan Spotify: Aplikasi Music Streaming untuk Transaksi Elektronik Generasi Millenial, Jurnal Komunikasi, 10 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (1). Nomor 13 Tahun 2019 tentang Puluhulawa, F. U., Puluhulawa, J., & Katili, M. Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi G. (2020). Legal Weak Protection of Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Personal Data in the 4.0 Industrial Informatika Republik Indonesia Nomor 3 Revolution Era. Jambura Law Review, 2 Tahun 2016 tentang Penyediaan Layanan (2). Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet Ridwan, Wawan & Krisnadi, Iwan. (2011). (Over The Top). Regulatory Impact Analysis Terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Rancangan Undang-Undang Konvergensi Program Siaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Website Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, 2 CNN Indonesia. Mencari Payung Hukum (2). Podcast di Indonesia. Tiranda, I., Puluhulawa, F., & Jasin, J. (2019). https://www.cnnindonesia.com/hiburan/ Konsep Ideal Penanganan Perkara Tindak 20200228185110-241-479196/mencari- Pidana Korupsi Pungutan Liar Berdasarkan payung-hukum-podcast-di- Asas Peradilan. Jambura Law Review, 1 indonesia?utm_source=twitter&utm_medi (2). um=oa&utm_content=cnnindonesia&utm Peraturan Perundang-undangan _campaign=cmssocmed, diakses pada Undang-undang Dasar Negara Republik tanggal 26 April 2020. Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

Vol. 13 No. 2 Page 143