WISATA KULINER MASYARAKAT PESISIR DI KOTA SIBOLGA

( STUDI ETNOGRAFI PENJAJA MAKANAN DI KAWASAN SIBOLGA SQUARE )

SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Dalam Bidang Antroplogi Sosial

Disusun oleh : BUKHARI RENRADINATA 130905114

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

WISATA KULINER MASYARAKAT PESISIR DI KOTA SIBOLGA( STUDI ETNOGRAFI PENJAJA MAKANAN DI KAWASAN SIBOLGA SQUARE )

SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Juli 2019 Mahasiswa

BUKHARI RENRADINATA

i

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Bukhari Renradinata, 2019, Judul: wisata kuliner masyarakat pesisir di kota sibolga ( studi etnografi penjajah makanan di kawasan sibolga square) Skripsi ini terdiri dari 5 bab 118 halaman, 8 foto, 8 tabel, serta lampiran,

Skripsi ini mendeskripsikan “Mengenai wisata kuliner masyarakat pesisir sebagai ciri khas makanan yang dimiliki oleh masyarakat pesisir di Kota Sibolga dalam suatu bentuk hubungan sosial, ekonomi, interaksi, budaya antar masyarakat pesisir dan luar pesisir ( pengunjung) yang akan mencicipi masakan khas kuliner masyarakat pesisir di Kota Sibolga. Kajian ini menjelaskan makanan adalah yang utama bagi kehidupan, yaitu di atas segalanya merupakan suatu gejala fisiologi, paling sedikit menaruh perhatian khusus terhadap peranan makanan dalam kebudayaan sebagai kegiatan ekspresif yang memperkuat kembali hubungan-hubungan sosial, norma, dan solidaritas, menentukan banyak pola ekonomi dan menguasai sebagian besar dari kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Metode Kualitatif dengan pendekatan etnografi, dengan teknik pengumpulan datanya adalah dengan observasi dan wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara (interview guide). Peneliti mencari data dengan melihat langsung dan bertanya kepada beberapa orang yang mengetahui tentang wisata kuliner, baik itu tokoh adat, pemerintah maupun dari pihak pewaris dan pedagang di kawasan sibolga square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas berjualan makanan di kawasan Sibolga Square merupakan salah satu alternatif mata pencaharian bagi warga kota Sibolga yang tidak dapat memasuki sektor formal karena memiliki kemungkinan yang lebih mudah untuk dimasuki, tidak membutuhkan pendidikan tinggi, namun dapat menghasilkan pendapatan yang kadang melebihi sektor formal. Pedagang di Sibolga Square lebih banyak memilih bekerja sebagai penjual makanan dan minuman karena latar belakang pendidikan yang rata-rata hanya tamatan smp dan sma. Jenis usaha yang paling banyak diminati adalah berjualan makanan-makanan laut (seafood).

Kata Kunci : Wisata Kuliner, Etnofood (makanan), Pedagang Makanan

ii

Universitas Sumatera Utara UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan Syukur Peneliti sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih dan anugerah-Nya sehingga Peneliti dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “WISATA KULINER MASYARAKAT PESISIR

DIKOTA SIBOLGA (STUDI ETNOGRAFI DIKAWASAN SIBOLGA

SQUARE)”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dalam bidang Antropologi Sosial pada Departemen Antropologi

Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, Peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada keluarga Peneliti yang senantiasa membesarkan, mendidik dan menjadi sumber materil maupun segi moril, serta tetap memotivasi Peneliti selama berada dibangku sekolah hingga perkuliahan. Kepada orangtua Peneliti yaitu: Bahrum

Sikumbang, Mainar Koto, kakak dan abang ipar saya Nova Juliana Koto &

Ahmad Wahyudi, Dewi Handayani Koto & Syarif Siregar , Perbiani Koto &

Irman Tanjung, beserta ponakan ponakan saya yang masih duduk di sekolah dasar semoga menjadi anak yang berbakti. Peneliti juga menyampaikan rasa terimakasih kepada Ibu Dra. Tjut Syahriani, M.Soc,Sc selaku Dosen Pembimbing, Drs. Lister

Berutu selaku ketua penguji, Dra. Sabariah Bangun selaku dosen penguji atas waktu dan ketulusannya dalam membimbing Peneliti mulai dari pengajuan judul, penyusunan proposal hingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Semoga Tuhan

iii

Universitas Sumatera Utara memberikan umur yang panjang, kesehatan, dan rezeki kepada Ibu tetap mampu memberikan pendidikan dan pengajaran bagi mahasiswa/i.

Ucapan terimakasih juga Peneliti sampaikan kepada Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik beserta jajarannya, Kepada Ketua Departemen

Antropologi Bapak Dr. Fikarwin Zuska dan Bapak Agustrisno, M.SP selaku

Sekretaris Departemen Antropologi , kepada Ibu Aida, Pak Herman, Pak Nurman,

Bu Rita, Pak Lister , Bu Nita selaku dosen PA Peneliti yang selalu memotivasi dan memberikan masukan selama pengajuan judul skripsi , Pak Wan, Pak Yance,

Pak Hamdani, Kak Nur juga, Kak Sophie, Kak Sri, Pak Zulkifli, dan semuanya jajaran dosen Antropologi Sosial, Universitas Sumatera Utara. Secara umum

Peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen yang pernah mengajar, dan memotivasi dalam studi perkuliahan.

Peneliti juga berterimakasih kepada Hasnina malasari Paribu yang selalu menemani saya dalam melakukan wawancara selama penelitian memotivasi

Peneliti bahkan menyemangati Peneliti supaya cepat menyelesaikan perkuliahan ini , seluruh informan Peneliti, Pedagang kaki lima sibolga square yang berada dijalan ahmad yani kecamatan sibolga kota, yang memberikan waktu selama wawancara dan memberikan ijin kepada Peneliti memfoto setiap adanya aktifitas pengujung yag menikmati kulinernya hal ini sebagai data hasil penelitian yang

Peneliti lakukan. Pada kesempatan ini, Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa/i Antropologi FISIP USU angkatan 2013, atas pengalaman, cerita yang tak pernah terlupakan selama masa perkuliahan, terkhusus kepada Daniel Batubara, Setista Yobelta, izhu, Anggi Brebi, Siti

iv

Universitas Sumatera Utara Khairani Nasution, Veranisa Nasution, Bang Eddy Ritonga, Bang Bendri Ritonga

,Bang Razakiko lubis, Ami Lestari Sinaga, Nia Angelika Sinaga, , Sinta Tarigan,

Pemi Saragih, Nur Intan, dan kerabat-kerabat lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Semoga kesuksesan berpihak kepada kita dikemudian hari.

Peneliti juga berterimakasih kepada sahabat Peneliti yang selalu memotivasi selama menulis skripsi Ferry Andrian, Maytri , Nova Nuraini , Iyun prawita,

Halimah Rahman serta teman-teman Himpunan Mahasiswa Sibolga- Tapanuli

Tengah (HIMASTAP) yang juga selalu memberikan motivasi dan semangat.

Akhir kata Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu kritik, saran dan masukan penulis akan menerimanya agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi kedepannya dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu Antropologi sekian dan Trimakasih.

v

Universitas Sumatera Utara BIOGRAFI PENELITI

Penulis bernama Bukhari Renra

Dinata lahir dan berdomisili di

Sibolga, Kecamatan Sibolga Kota

Kabupaten/Kota Sibolga Propinsi

Sumatera Utara pada tanggal 06

Januari 1994, sebagai anak Ke-4

dari 4 (empat) bersaudara dari

keluarga Bapak Bahrum Sikumbang

dan Ibu Mainar Koto Pada tahun

2006 Penulis lulus dari SD N

081225 Sibolga Kota, tahun 2009 lulus dari SMP N7 Sibolga Selatan, tahun 2012 lulus dari SMA N2 Sibolga Kota, dan tahun 2013 melanjutkan perkuliahan di

Depertemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sumatera Utara.

Email penulis : [email protected]

Berbagai kegiatan yang dilaksanakan selama masa studi, antara lain :

 Mengikuti kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru pada Agustus

2013 di FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik).

 Mengikuti kegiatan Inisiasi Antropologi Sosial pada November

2013 di Parapat Danau Toba.

 Anggota I katan Dongan Sabutuha (INSAN), Antropologi USU

2013

vi

Universitas Sumatera Utara  Ikut dalam kegiatan Temu Ramah HMI di Parapat Danau Toba.

 Melakukan kegiatan riset penelitian pasar tradisional, mata kuliah

MPA I (Metode Penelitian Antropologi I) pada September 2014 di

Pasar Tradisional Sambu, Medan.

 Melakukan Pelatihan ‘’Training of Facilitator’’ (TOF) angkatan VI

oleh Departemen Antropologi Sosial Universitas Sumatera Utara di

Taman Hotel Candi Medan.

 Menjabat sebagai Kapala Bidang Kewirausahaan di Himpunan

Mahasiswa Sibolga- Tapanuli Tengah (HIMASTAP) 2015/2016

 Melakukan PKL (Praktek Kerja Lapangan) TBM (tinggal Bersama

Masyrakat) di Kelurahan Bagan Deli LingkunganVI Kecamatan

Medan Belawan Kota Medan pada bulan September-Oktober

2016.

 Aktif dalam kegiatan Himastap dalam rangka galang dana untuk

bencana banjir di Tapanuli Tengah.

vii

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “WISATA KULINER MASYARAKAT PESISIR DI

KOTA SIBOLGA ( STUDI ETNOGRAFI PENJAJA MAKANAN DI

KAWASAN SIBOLGA SQUARE ). Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sosial (S.1) dalam bidang Antropologi Sosial

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berisikan kajian mengenai wisata kuliner masyarakat pesisir dan mengenalkan makanan (etnofood), budaya interaksi terhadap masyarakat pesisir dan luar pesisir. Dalam penulisan skripsi ini banyak hambatan yang dihadapi,

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) Bab pokok yang disusun secara kronologis.

Bab I merupakan satu kesatuan. Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi kerangka teoristis dan permasalahan itu terdiri dari, latar belakang masalah, tinjauan pustaka, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metodologi penelitian yang terdiri dari 2 (dua) sub bab yaitu lokasi penelitian dan metode penelitian.

Bab II berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian dibagi menjadi beberapa sub bab yang berkaitan dengan tema penelitian .

Bab III menjelaskan tentang tahap-tahap proses dan sejarah pembuatan jabu bolon bagian bawah, bagian tengah dan bagian atas.

viii

Universitas Sumatera Utara Bab IV merupakan hasil dan pembahasan mengenai kehidupan ekonomi masyarakat pedagang makanan di sibolga square, alasan masyarakat berwisata dan peran kuliner untuk meningkatkan kunjungan wisata

Bab V merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan hasil penelitian dan penyelesaian masalah tentang semua persoalan yang diajukan serta saran dan usulan tudi lanju. Sebagai penutup dari penulisan skripsi ini, dilampirkan pula daftar kepustakaan sebagai penunjang dalam penulisan termasuk juga sumber- sumber lainnya.

Peneliti telah mencurahkan segala kemampuan, tenaga, pikiran, serta juga waktu dalam penyelesaian skripsi ini. Namun penulis menyadari masih banyak kekurangannya. Dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari para pembaca. Harapan dari penulis, agar skripsi ini dapat berguna bagi seluruh pembacanya.

Medan, Juli 2019 Peneliti,

BUKHARI RENRADINATA 13095114

ix

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAN ORIGINALITAS ...... i ABSTRAK ...... ii UCAPAN TERIMA KASIH...... iii RIWAYAT HIDUP ...... vii KATA PENGANTAR ...... ix DAFTAR ISI ...... xi DAFTAR GAMBAR ...... xii DAFTAR TABEL...... xiii

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Tinjauan Pustaka ...... 6 1.2.1 Kebudayaan dan Makanan...... 6 1.2.2 Sejarah Perkembangan Wisata Kuliner secara umum ...... 11 1.2.3 Sejarah Perkembangan Kuliner ...... 12 1.2.4 Fungsi dan Tujuan Wisata Kuliner...... 15 1.2.5 Klasifikasi Jenis Kuliner Khas Nusantara...... 16 1.2.6 Penelitian Terdahulu...... 21 1.3 Perumusan Masalah ...... 22 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 23 1.5 Metode Penelitian...... 23 1.5.1 Data Primer ...... 23 1.5.2 Data Sekunder ...... 24 1.5.3 Informan ...... 25 1.5.4 Analisis Data ...... 25 1.6 Lokasi Penelitian ...... 25

BAB II GAMBARAN UMUM DI KOTA SIBOLGA ...... 26 2.1 Selayang pandang Kota Sibolga...... 26 2.2 Kondisi Masyarakat Kota Sibolga Pada Masa Kolonial ...... 28 2.3 Letak Geografi ...... 31 2.4 Penduduk ...... 34 2.4.1 Jumlah Penduduk ...... 34 2.4.2 Agama ...... 36 2.4.3 Suku Bangsa Masyarakat Pesisir ...... 37 2.4.4 Budaya Masyarakat Sibolga ...... 38 2.4.5 Mata Pencaharian ...... 42 2.5 Sistem Kekerabatan ...... 44 2.6 Kawasan Sibolga Square ...... 45 2.6.1 Berdirinya Kawasan Sibooga Square ...... 47 2.6.2 Lapak Pedagang ...... 47 2.6.3 Fasilitas Jalan...... 48

x

Universitas Sumatera Utara 2.6.4 Fasilitas Transportasi...... 48 2.6.5 Fasilitas Parkir...... 49 2.7 Potensi Wisata Di Kota Sibolga ...... 50 2.7.1 Wisata Alam ...... 50 2.7.2 Wisata Kuliner ...... 53 2.7.3 Wisata Sejarah ...... 54

BAB III PEDAGANG MAKANAN DI SIBOLGA SQUARE ...... 58 3.1 Pedagang Sibolga Square ...... 58 3.2 Tingkat Usia ...... 59 3.2.1 Tingkat Pendidikan ...... 62 3.2.2 Asal Pedagang ...... 64 3.2.3 Jumlah Pekerja ...... 66 3.2.4 Lama Usaha ...... 68 3.2.5 Modal ...... 70 3.2.6 Pendapatan ...... 71 3.3 Pedagang Makanan di Kaki Lima Sibolga Square ...... 72 3.4 Kegiatan Wisata Kuliner ...... 76 3.5 Kebijakan Pemerintah Untuk Para Pedagang Makanan di Sibolga .... 79 3.6 Pola Penyebaran dan Pengelompokkan Pedagang Makanan ...... 81 3.7 Lama Waktu Aktivitas ...... 83 3.8 Strategi Pedagang Untuk Menarik Wisatawan Berkunjung ke Sibolga...... 86 3.9 Masuknya Agen Pasar Dalam Kegiatan Berjualan Sibolga Square ...... 87

BAB IV KEHIDUPAN EKONOMI MASYARAKAT PEDAGANG MAKANAN DI SIBOLGA SQUARE ...... 90 4.1 Kehidupan Masyarakat Pedagang Makanan di Sibolga Square ...... 90 4.2 Alasan Masyarakat Berwisata Kuliner di Sibolga Square ...... 96 4.3 Faktor Pendukung Berkembangnya Sibolga Square ...... 99 4.4 Faktor Penghambat Berkembangnya Sibolga...... 103 4.5 Peran Kuliner Untuk MeningkatkanKunjungan Wisata ...... 106 4.6 Upaya Pemerintah Mengembangkan Wisata Kuliner ...... 108 4.7 Kendala-Kendala Pedagang Dalam Mengembangkan Usaha Kuliner...... 109

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN USULAN STUDI LANJUT...... 111 5.1 Kesimpulan ...... 111 5.2 Saran ...... 113 5.3 Studi Lanjut ...... 114

DAFTAR PUSTAKA ...... 115

xi

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Kota Sibolga ...... 32 Gambar 2. Gerbang Masuk Sibolga Square ...... 58 Gambar 3. Wawancara Peneliti Dengan Ibu Fitri ...... 60 Gambar 4. Wawancara Peneliti Dengan Pak Zulkifli ...... 63 Gambar 5. Pedagang Kaki lima yang Menjual ...... 74 Gambar 6. Suasana Pengunjung di Sibolga Square Pada Malam Hari ..... 76 Gambar 7. Komplek Pertokoan di Kawasa Sibolga Square ...... 82 Gambar 8. Wilayah Pedagang yang Mengikuti Stm ...... 95

xii

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga Menurut Kecamatan dan Kelurahan Tahun 2015 ...... 35 Tabel 2.2. Jumlah Agama yang dianut Menurut kecamatan Sibolga Tahun 2015...... 36 Tabel 2.3. Ciri – ciri Suku Bangsa Di Kota Sibolga ...... 37 Tabel 2.4. Mata Pencaharian Kota Sibolga ...... 42 Tabel 3.5. Kelompok Umur Pedagang ...... 59 Tabel 3.6. Tingkat Pendidikan Pedagang ...... 62 Tabel 3.7. Lama Waktu berjualan ...... 84 Tabel 4.8. Harga Makanan di Sibolga Square...... 102

xiii

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aktivitas makan merupakan sebuah gaya hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari karena makanan adalah sebuah kebutuhan.

Wisata kuliner merupakan perpaduan menikmati suatu makanan sambil menikmati suasana jalan jalan, bersantai atau sedang berlibur, sehingga memanfaatkan waktu ketempat yang menyediakan makanan khas kuliner sebagai komoditas yang menarik untuk dikembangkan (Mandra Lazuardi 2015) 1 . Art culinary (seni dalam menyiapkan makanan) merupakan salah satu bagian dari budaya, culinary mengacu pada kekayaan varietas makanan tradisional, makanan, makanan kecil/ snack dan minuman yang mengacu pada identitas regional dan kelompok etnik tertentu (Koentjaraningrat, 1996; 103)2.

Wisata kuliner saat ini menjadi sebuah jenis wisata yang sangat banyak dampaknya bagi perkembangan sebuah daerah (Stowe & Johnston, 2010)3. Salah satu nilai pentingnya adalah mengembangkan potensi makanan asli daerah yang sepertinya sudah mulai tergeser oleh produk-produk asing ataupun berorientasi makanan asing. Untuk itu perlu dibuat sebuah usaha untuk meningkatkan potensi ekonomi ini dengan memberikan sentuhan atau dukungan untuk dapat menarik

1 Mandran Lazuardi. Rencana Pengembangan Kuliner Nasional 2015 (: PT. Republik Solusi.) Halaman 33-34 2 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I. ( Jakarta: Rineka Cipta 1996). halaman 103 3Stowe, L. & Johnston, D.,. Throw your napkin on the floor: Authenticity, culinary tourism, and a pedagogy of the senses. Australian Journal of Adult Learning 2010 , halaman 52

1

Universitas Sumatera Utara wisatawan lokal atau asing dalam menikmati kuliner asli daerah (Stewart, J. W.,

Bramble, L., & Ziraldo, D. (2008:302-312)4.

Selama ini ketika membicarakan dan menunjukkan suatu lokasi dimana pusat kuliner berada, sering kali keterangan yang didapatkan hanyalah terbatas pada nama jalan dan arah atau ciri-ciri kawasannya. Sedangkan kejelasan lokasi dimana pusat kuliner tersebut berada tidak terpetakan secara baik. Tempat makanan yang strategis, murah dan nyaman merupakan salah satu komponen akhir dalam menentukan lokasi kuliner yang diinginkan (Hartel, 2010)5. Penelitian ini adalah penelitian tentang wisata kuliner masyarakat pesisir yang terletak di

Kota Sibolga. Kota Sibolga merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera

Utara, Indonesia. Kota Sibolga merupakan wilayah pesisir barat Sumatera Utara, dengan potensi utama perekonomian bersumber dari perikanan, pariwisata, perdagangan, dan kuliner.

Perkembangan dalam bidang makanan dimulai sejak zaman pra sejarah sampai terjadinya revolusi makan berdasarkan sejarah eropa sampai abad 20 saat ini. Pada zaman pra-sejarah manusia mengkonsumsi makanaan hanya untuk memenuhi rasa lapar secara sederhana. Upaya untuk memenuhi kebutuhannya manusia purba pada zaman dahulu memperoleh makanan dengan cara berburu, mengumpulkan makanan, memakan daun-daunan dan umbi-umbian. Pada zaman

4 Stewart, J. W., Bramble, L., & Ziraldo, D. (2008). Key Challenges In Wine And Culinary Tourism With Pratical Recommendational. International Journal Of Contemporary Hospitality Management 20, Halaman 302-312

5J, Harte,. (2010). Managing Documents at home for serious leisure : a case study of the hobby of gourment cooking. Journal of Documentation halaman 847-874.

2

Universitas Sumatera Utara paleolitik alat-alat terbuat dari batu yang masih kasar dan belum dihaluskan. Alat- alat pada zaman paleolitik di buat dari kayu, tulang, tanduk dan batu. Caranya dengan cara di pukuli saja, bekas-bekas pukulan pada alat-alat itu di sebut retource (Soekadijo, 1990:7)6.

Manusia semakin menyadari akan pentingnya mengkonsumsi makanan tidak hanya sekedar memenuhi rasa lapar akan tetapi harus memenuhi syarat gizi dan kesehatan yang dibutuhkan tubuh yang berguna untuk perkembangan dan pertumbuhan badan yang optimal. Di samping itu, sejarah juga membuktikan bahwa pengolahan bahan makanan berkembang dari masa ke masa dan akan terus berkembang dengan perkembangan zaman (Setiawati, 1993:5) 7 . Berdasarkan sejarah Eropa, perkembangan pengolahan bahan makanan dari masa ke masa dimulai sejak sebelum abad XII.

Pada zaman itu bahan makanan hanya dimasak dengan cara dibakar dan direbus sehingga menu makanan yang tersedia hanya berupa hidangan-hidangan daging yang dibakar dan direbus, kemudian muncul bermacam-macam soup.

Perkembangan makanan di Indonesia banyak dipengaruhi oleh negara eropa dan

Belanda setelah muncul adanya perhatian terhadap masakan-masakan asing didapur Eropa dan Belanda yang mempengaruhi jenis masakan di Indonesia saat ini (Setiawati, 1993:8)8.

6R.G Soekadijo, Anatomi Pariwisata.( Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama 1990 ) Halaman 7 7Lilis Setiawati Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. ( Bandung : Remaja Rosdakarya 1993 ) . Halaman 5-8

3

Universitas Sumatera Utara Kuliner adalah suatu bagian hidup yang erat kaitannya dengan konsumsi makanan sehari-hari karena setiap orang memerlukan makanan yang sangat dibutuhkan sehari-hari. Mulai dari makanan yang sederhana hingga makanan yang berkelas tinggi dan mewah. Semua itu, membutuhkan pengolahan yang serba berkualitas dan bergizi. Sebenarnya kuliner merupakan bagian/sub daripada esensi gastronomi. Sementara istilah kuliner itu sendiri adalah masakan atau dalam bahasa dapur mempunyai sinonim/arti yang sama dengan istilah Cuisine

(masakan) . Secara harafiah, kuliner adalah kata yang biasa digunakan untuk merujuk pada sesuatu yang berhubungan dengan memasak atau profesi kuliner.

Teori dasar terampilan memasak mencakup manajemennya, pemilihan bahan, persiapan bahan sebelum diolah, penyimpanan bahan, pengaturan menu, pengolahan makanan, pemanfaatan sisa makanan, pemanfaatan alat masak, tata penampilan makanan, dan pengaturan tenaga kerja (Soenardi, 2013)9.

Profesi kuliner sendiri dapat diartikan profesi untuk memasak atau mempersiapkan produk makanan, seperti chef, management restaurant, ahli penata diet, ahli gizi dan sebagainya. Produk makanan merupakan hasil proses pengolahan bahan mentah menjadi makanan siap dihidangkan melalui kegiatan memasak.

Tradisi budaya kuliner yang tetap dipertahankan dan dikembangkan sebagai kebanggaan Indonesia ingin mempertahankan warisan dan budaya makanan serta mengangkat makanan dari berbagai daerah yang ada di Indonesia.

9 Tuti Soenardi, Makanan untuk Tumbuh Kembang Bayi. ( Gramedia: Jakarta 2013 )

4

Universitas Sumatera Utara Mengingat makanan tradisional dari berbagai daerah di Indonesia sangat banyak jenis dan ragamnya sesuai dengan kondisi dan hasil pangan daerahnya, maka yang perlu ditangani adalah memperkenalkan makanan dari berbagai daerah ke daerah lain. Dalam kurun waktu beberapa tahun dan upaya memperkenalkan makanan tradisional maka sekarang di berbagai daerah sudah banyak yang membuka usaha makanan dari berbagai daerah lain. Sebelumnya setiap daerah hanya menampilkan makanan daerahnya saja seperti Padang.

Contohnya sebelum makanan daerah membaur ke berbagai daerah, di

Padang tidak ada yang namanya restoran Padang karena semua restoran hanya menjual makanan padang. Sekarang sudah berubah sehingga para wisatawan yang lama tinggal di satu daerah seperti di Padang, kalau bosan dengan makanan padang, ada juga makanan daerah lain ( Soenardi, 2013)10.

Demikian pula di Sibolga, sekarang sudah menjamur makanan dari berbagai daerah meskipun dominannya adalah makanan Sibolga. Sebenarnya makanan tradisional Indonesia ini perlu digali dari sisi kuliner seperti apa budaya makanan di daerah sibolga, bagaimana proses pembuatan kuliner, sampai terjadi satu resep dengan nama masakan yang diunggulkan, contohnya nama masakan ikan panggang paccak, ikan panggang gelleng, koerket dan mie tek tek sebagai aset kuliner masyakarat pesisir. Semua daerah mempunyai resep meskipun dari bahan dan yang berbeda, bagaimana sejarah kuliner kota sibolga meskipun kadang-kadang bumbunya mirip dngan masakan daerah lain dan memberi rasa yang berbeda. Ini yang memberi unik makanan tradisional Indonesia.

10Tuti Soenardi, Makanan untuk Tumbuh Kembang Bayi. ( Gramedia: Jakarta 2013 )

5

Universitas Sumatera Utara Sibolga sebagai daerah yang mengandalkan potensi laut, maka kuliner yang banyak ditawarkan adalah kuliner yang berkaitan dengan masakan laut.

Dimasa kini kuliner masakan laut (seafood) terus berkembang dan banyak diminati oleh masyarakat sekitar sebagai tambahan pendapatan keluarga.

Keuntungan yang diperoleh dengan bisnis kuliner ini tidak hanya menguntungkan bagi pedagang, tapi juga bagi pemerintah setempat. Setidaknya pemerintah telah dapat menurunkan angka pengangguran. Sehubungan dengan itu maka penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah kota sibolga dalam membantu perkembangan usaha kuliner didaerah ini, sebagai usaha kuliner ini benar-benar dapat menunjang pendapatan masyarakat dan membuka lapangan kerja yang luas.

1.2 Tinjauan Pustaka

1.2.1. Kebudayaan dan Makanan

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Prof. Dr. Koentjaraningrat ,1985: 180)11. Para ahli antropologi mengungkapkan konsep kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistik, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreativitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal. Adapun menurut para pakar antropologi tentang kebudayaan sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan

11 Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. ( Jakarta: Aksara Baru 1985 ) halaman 180

6

Universitas Sumatera Utara produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar dialihkan secara genetikal (Mitchell, Dictionary of Soriblogy12).

Para ahli antropologi memandang kebiasaan makan sebagai suatu kompleks kegiatan masak memasak, masalah kesukaan dan ketidaksukaan, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan, dan tahayul- tahayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan dan konsumsi makanan, sebagai suatu kategori budaya yang penting. Para ahli antropologi melihat makanan mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak kategori budaya lainnya

(Mintz and M Cristine DU, Bois 2002 : 12)13.

Meskipun mereka mengakui bahwa makanan adalah yang utama bagi kehidupan, yaitu di atas segalanya merupakan suatu gejala fisiologi, para ahli antropologi budaya paling sedikit menaruh perhatian khusus terhadap peranan makanan dalam kebudayaan sebagai kegiatan ekspresif yang memperkuat kembali hubungan-hubungan sosial, sanksi-sanksi, kepercayaan-kepercayaan dan agama, menentukan banyak pola ekonomi dan menguasai sebagian besar dari kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, sebagaimana halnya dengan sistem medis yang memainkan peranan dalam mengatasi kesehatan dan penyakit, demikian pula kebiasaan makan memainkan peranan sosial dasar yang menjauh

12 Mitchell (Dictionary of Soriblogy) (online) http://www.ilmumu.com/pengetahuan/definisi-kebudayaan-menurutpara-ahli/

13 W Sidney mints., and M Cristine DU, Bois 2002 “The Anthropogy Of Eating Annual Review of Antrhopology Vol. 12

7

Universitas Sumatera Utara mengatasi soal makanan untuk tubuh manusia semata-mata (Mintz and M Cristine

DU 2002 : 14)14.

Sebagai suatu gejala budaya, makanan bukanlah semata-mata suatu produk organik dengan kualitas biokimia, yang dapat dipakai oleh makhluk hidup, termasuk manusia untuk mempertahankan hidup. Lebih cepat bagi para anggota masyarakat, makanan dibentuk secara budaya bagi sesuatu yang akan dimakan, ia memerlukan pengesahan budaya, dan keaslian. Tidak ada suatu kelompok pun, bahkan dalam keadaan kelaparan yang akan mempergunakan semua zat gizi yang ada sebagai makanan. Karena pantangan agama, tahayul, kepercayaan tentang kesehatan, dan suatu peristiwa kebetulan dalam sejarah, ada bahan makanan yang bergizi baik yang tidak boleh dimakan, yang diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”. Dengan kata lain, penting untuk membedakan antara nutrimen

(nutriment) dengan makanan (food) (Foster and Anderson 1978 : 40)15.

Nutrimen adalah suatu konsep biokimia, suatu zat yang mampu memelihara dan menjaga kesehatan tubuh yang menelannya. Makanan adalah suatu konsep budaya, suatu pernyataan yang sesungguhnya mengatakan “zat ini sesuai bagi kebutuhan gizi kita”. Sedemikian kuat kepercayaan-kepercayaan kita mengenai apa yang dianggap makanan dan apa yang dianggap bukan makanan sehingga terbukti sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk menyesuaikan

14 W Sidney mints.,and M Cristine DU, Bois 2002 “The Anthropogy Of Food Eating Annual Review of Antrhopology Vol. 14

15 G. M Foster and Anderson Medical Anthropology. ( New York :John Wiley & Sons1978 ) halaman 140

8

Universitas Sumatera Utara makanan tradisional mereka demi kepentingan gizi yang baik (Foster : 1978)16.

Dalam setiap kelompok, makanan diklasifikasikan dengan cara yang bervariasi : apa yang layak bagi waktu-waktu makan yang resmi, dan sebagai makanan ringan diantara waktu makan , dan menurut pemikiran tentang status dan perstise, menurut pertemuan sosial, usia, keadaan sakit dan sehat, dan menurut nilai-nilai simbolik serta ritual. Orang Amerika misalnya, mempunyai kepercayaan yang kuat mengenai apa yang wajar bagi tiap waktu makan (Counihan 2004:23)17.

Meskipun beberapa orang yang suka makan dapat menikmati bistik pada waktu sarapan, mereka bahkan akan menganggap sop, selada dan poding coklat sebagai hal yang tidak wajar. Walaupun telur adalah wajar untuk setiap waktu makan, cara memasaknya tidak demikian. Telur yang digoreng hanya dapat diterima pada waktu sarapan, namun sebagai dadar , telur itu dapat disantap pada semua waktu makan. Sedemikian kuatnya pendapat orang Amerika tentang sarapan, sehingga kita barangkali merupakan satu-satunya bangsa di dunia yang mempunyai ungkapan “makanan sarapan” (breakfast ) (Counihan 2004:30)

Pertimbangan status memainkan peranan yang penting, terutama dalam merubah kebiasaan makanan. Orang Meksiko di pedesaan, misalnya lebih suka tortilas jagung bila mereka ingin mengenyangkan perut, namun roti tawar semakin dilihat sebagai makanan status, terutama untuk dimakan pada waktu sarapan.

Cusler dan Degive telah menunjukan bagaimana dikalangan rakyat kecil kulit putih dan hitam di Amerika Serikat bagian tenggara, makanan yang berwarna

16 G. M Foster and Anderson Medical Anthropology. ( New York :John Wiley & Sons1978 ) 17 Carol Counihan, Food and Culture: A Reader. ( New York Routledg 2004 ) Halaman 23-30

9

Universitas Sumatera Utara terang lebih prestise daripada makanan yang berwarna gelap (Cussler dan Degive

1970)18.

Pilihan kalangan luas terhadap beras putih giling misalnya, yang dalam hal gizi kurang baik dari pada beras coklat yang tidak digiling, rupa-rupanya ada kaitannya dengan ide-ide prestise. Makanan yang dipandang bermutu, dibungkus dan sangat luas diiklankan tampaknya mempunyai daya penarik yang tak tertahan bagi orang-orang di negara sedang berkembang, meskipun banyak dari makanan ini lebih rendah gizinya dibandingkan dengan makanan tradisional. Negara-negara maju juga mencerminkan ide-ide status yang lepas dari kenyataan gizi yang sebenarnya seperti, misalnya, kegemaran yang hampir universal kepada daging sapi dibandingkan dengan daging babi atau domba(Levi-Strauss : 1967)19.

Kemungkinan klasifikasi makanan yang paling tersebar luas, khususnya yang penting dalam kaitannya dengan kesehatan adalah dikotomi “panas dingin” yang diuraikan dalam diskusi tentang patologi humoral. Kualitas lokal apapun yang diberikan kepada setiap makanan yang bijaksana dan penghindaran jumlah yang berlebihan antara panas dan dingin, kesehatan dapat dipertahankan sebaik- baiknya (Belasco : 2008)20. Demikianlah di sebuah desa di India bagian utara, makanan panas termasuk kacang polong yang sudah dikupas, gula kasar, susu

18M Cussler, and M.L de Give Twixt the cup and the lip : Psychological and Sociocultural Factors Affecting Food Habits. ( Wasington, DC, Consortium Press, 1970 ) halaman 71

19Claude Levi-Strauss, The Raw and the Cooked. ( New York: Harper and Raw1967 )

20 Warren Belasco. A Review of “Food: The Key Concepts” ( Oxford: Berg Publishers 2008 )

10

Universitas Sumatera Utara kerbau, telur dan ikan, dan khususnya makanan panas dari daging, bawang merah dan bawang putih. Susu dianggap tidak boleh dimakan dengan daging maupun dengan ikan karena “panas” yang dihasilkannya. Makan makanan yang ekstra panas secara teratur dan sebagai kebiasaan akan menghasilkan temperamen yang panas dan lekas marah. Makanan dingin termasuk sayur-sayuran daun wortel, cestnut air dan lain-lainnya (Belasco : 2008).

1.2.2. Sejarah Perkembangan Wisata Kuliner secara Umum

Wisata kuliner saat ini memiliki potensi cukup besar. Menurut laporan

Dinas Perindustrian dan Perdagangan, maka bisnis oleh-oleh di jalanan saat ini mengalami kenaikan sebesar 20%-25%. Pertumbuhan ekonomi secara umum hanya mengalami kenaikan dengan kisaran 3%. Karena itu pakar ekonomi optimis dalam tahun-tahun ke depan, pusat jajanan akan semakin cerah. Sekarang kegiatan masak-memasak tidak dipandang sebagai pekerjaan rumah tangga. Tidak harus perempuan yang meracik berbagai bumbu dan sayuran. Kesuksesan para pebisnis di bidang kuliner membuka celah baru bagi para peminat kuliner dan calon wirausahawan yang bergerak di bidang makanan/masakan.

Namun, selain dipengaruhi oleh Trend itu sendiri, Banyak juga yang berpandangan bahwa peluang bisnis kuliner sangat menjanjikan. Trend masak- memasak tidak terlepas dari pergeseran nilai budaya yang berhubungan dengan gender. Dahulu dapur selalu identikkan dengan pekerjaan perempuan, kini telah berubah haluan seiring dengan pergeseran nilai tersebut dan hal ini malah diidealisasikan dan dikonstruksi secara sosial. Pekerjaan rumah tangga yakni

11

Universitas Sumatera Utara masak-memasak tidak hanya menjadi milik perempuan, lelaki juga tidak sedikit yang tertarik dengan kegiatan memasak (Hatane Samuel dan Nadye Wijaya, 2009)

Selain itu, wisata kuliner merupakan industri pariwisata yang relatif baru.

Berkembang mulai tahun 2011, ketika Erik Wolf mengesahkan berdirinya

International Culinary Tourism Association (ICTA). ICTA menawarkan beragam program terkait wisata kuliner yang mengutamakan pendidikan dan pelatihan.

Awal 2007, ICTA mulai menyediakan berbagai layanan konsultasi wisata kuliner, terutama untuk solusi terhadap peningkatan permintaan kuliner pada industri pariwisata, selain pemberian konsultasi pada bidang kepemimpinan dalam pengembangan dan pemasaran wisata kuliner ( Hatane Samuel dan Nadye Wijaya,

2009)21.

1.2.3. Sejarah Perkembangan Kuliner Indonesia

Masakan Indonesia terkenal kaya dengan bumbu yang berasal dari rempah-rempah dengan diikuti penggunaan teknik memasak seperti bahan dan tradisi /adat khas Indonesia. Adapula pengaruh seni kuliner yang berasal dari

India, Tiongkok, Timur Tengah, dan Eropa melalui suatu perdagangan. Setiap daerah memiliki cita rasa tersendiri dikarenakan tradisi kuliner yang berbeda- beda. Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih ke jalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu, Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut. Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak atau hubungan antara Indonesia dengan India dan Indonesia

21 Hatane Samuel dan Nadye Wijaya Jurnal Manajemen Pemasaran. Surabaya 2009

12

Universitas Sumatera Utara dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya

India ataupun budaya Cina ke Indonesia dan menghasilkan lintas budaya, khususnya dari segi kuliner.

Pada awalnya, budaya dan masakan India sangat berpengaruh di Indonesia contohnya ada pada penggunaan bumbu-bumbu seperti jinten, ketumbar, jahe, dan kare yang sering disajikan dengan santan. Setelah itu, pengaruh pedangang dari

Arab pun ikut memperkaya masakan Indonesia seperti masakan sate yang terinspirasi dari masakan arab yaitu kebab, begitu juga halnya dengan masakan yang menggunakan daging kambing. Tidak hanya pedagang arab, para pedagang dari Cina juga membawa bahan pangan dari negara mereka seperti mie, kacang kedelai, dan berbagai macam sayuran.

Kolonisasi oleh bangsa Belanda memperkenalkan cita rasa baru dan bahan pangan seperti lada yang berasal dari Meksiko, kacang dari Amerika untuk bumbu sate dan gado-gado. Singkong dari Karibia dan kentang dari Amerika Selatan.Tak hanya itu, bermacam-macam sayuran seperti kubis, kembang kol, kacang panjang, wortel, dan jagung diimpor masuk ke Indonesia sehingga menciptakan berbagai macam masakan baru.

Pengaruh India terhadap masakan Nusantara, dapat ditelusuri lewat hubungan antara Kesultanan Mughal di India dengan Aceh sekitar abad 15 hingga abad ke-16. Beberapa pengaruh Mughal diduga dapat ditemukan dalam masakan pedas dan bersantan.Terdapat dua pendapat tentang asal-usul rasa pedas. Pertama, berasal dari cabai yang dibawa oleh bangsa Portugis ke Mughal hingga sampai ke

Nusantara. Kedua, orang India telah mengenal cabai jauh sebelum bangsa

13

Universitas Sumatera Utara Portugis datang. Para pedagang Spanyol dan Portugis membawa berbagai bahan makanan dari benua Amerika jauh sebelum Belanda berhasil menguasai

Indonesia. Masakan Indonesia dengan pengaruh India diduga terdapat dalam cacahan sayur nangka yang dapat ditemui di daerah Pekalongan, Wonosobo, dan

Temanggung. Masakan ini berasal dari wilayah-wilayah bekas daerah kerajaan

Hindu awal di Jawa, yaitu Kalingga.

Pada masa lalu, Kerajaan Sunda dan kemudian Kesultanan Banten terkenal di seluruh dunia sebagai penghasil utama lada hitam dengan kualitas terbaik. Kemaharajaan bahari seperti Sriwijaya dan Majapahit juga berkembang dan makmur berkat perdagangan rempah-rempah antara pulau rempah Maluku di Nusantara dengan India dan China. Kemudian VOC

(Vereenigde Oostindische Compagnie) juga meraih keuntungan besar dari perdagangan rempah dunia. Kegemaran orang Indonesia akan makanan pedas semakin diperkaya dengan diperkenalkannya cabai dari benua Amerika oleh pedagang Spanyol sejak abad ke-16. Sejak saat itu, menjadi bagian penting dalam masakan Indonesia.

Sepanjang sejarahnya, Indonesia telah terlibat dalam perdagangan dunia berkat lokasi dan sumber daya alamnya dalam menghasilkan bahan-bahan makanan yang berkualitas. Sebagai contoh, bahan makanan berbahan dasar dari kedelai seperti variasi tahu dan tempe, dianggap sebagai penemuan asli Jawa yang merupakan adaptasi lokal dari fermentasi kedelai. Jenis lainnya dari makanan hasil fermentasi jamur yaitu . Dan yang tak terlupakan adalah rempah- rempah yang dimiliki oleh setiap olahan makanan khas Indonesia merupakan

14

Universitas Sumatera Utara kekuatan dan kunci utamanya. Termasuk di seluruh dunia sebagai "Pulau

Rempah-rempah", kepulauan Maluku menyumbangkan tanaman rempah aslinya bagi seni kuliner dunia.

Rempah atau bumbu seperti pala, kapulaga, cengkeh, laos adalah tanaman asli Indonesia, Sementara lada hitam, kunyit, sereh, bawang merah, kayu manis, kemiri, ketumbar, dan asam jawa diperkenalkan dari India sebagaimana jahe, daun bawang, dan bawang putih yang diperkenalkan dari China. Tanaman bumbu dari benua Asia itu telah dikembangkan sejak zaman dahulu kala dan telah menjadi bagian integral seni kuliner Indonesia

1.2.4. Fungsi dan Tujuan Wisata Kuliner

Seiring dunia kuliner kini mulai berkembang, kompetisi di antara tempat tujuan wisata, kebudayaan lokal menjadi hal yang berharga sebagai produk dan aktivitas untuk menarik turis, khususnya dalam bidang kuliner.

Arif Budi (2008 : 17) 22 dalam tulisannya memberikan beberapa peran penting dalam industri wisata kuliner, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Menjadi pusat pengalaman berwisata bagi wisatawan. Dari sudut pandang

wisatawan, makanan dengan identitas lokal setara dengan perjalanan

mengelilingi museum dan monumen seperti pada kebiasaan wisatawan.

b. Menjadi pembentuk identitas baru kepada masyarakat era pascamodern

sebagai elemen dari identitas dan representasi budaya lokal,

c. Sebagai produk wisata budaya kreatif yang bisa lebih memperkenalkan

berbagai makanan/kuliner dari berbagai daerah di nusantara.

22 Arif Budi Wurianto Aspek Budaya Pada Tradisi Kuliner Tradisional Di Kota Malang Sebagai Identitas Sosial Budaya ( Malang, 2008 Univeritas Muhammadiyah ) halaman 17-39

15

Universitas Sumatera Utara d. Pelestarian dalam bidang kuliner di Indonesia ini harus dilakukan untuk

memelihara, memanfaatkan serta mengembangkan kuliner Indonesia. Kita

harus memelihara yaitu menjaga kuliner Nusantara sebagaimana aslinya

dalam berbagai literatur dari penyajian dengan beragam komponen rasa,

bentuk dan tekstur. Selain itu, perlu ada upaya dalam memanfaatkannya

terkait dengan kebutuhan tertentu, disertai dengan pengembangan kuliner,

memperkaya ide atau gagasan baru sehingga dapat dipromosikan ke

mancanegara yang dapat menarik minat wisatawan domestik dan sebagai

salah satu subsektor ekonomi kreatif, serta dalam meningkatkan citra

Indonesia.

1.2.5. Klasifikasi Jenis Kuliner Khas Nusantara

Makanan Indonesia memiliki susunan menu yang terdiri dari makanan

pokok, lauk pauk, sayur, buah-buahan, sambal, penyedap, dan minuman, bahkan

berbagai jenis jajanan pinggir jalan sebagai makanan ringan. Menurut Arif Budi

(2008 : 39) pada prinsipnya makanan Indonesia dapat dikelompokkan sebagai

berikut:

1. Hidangan pokok (nasi)

Makanan pokok adalah makanan utama yang biasa dihidangkan dalam jumlah banyak. Makanan pokok pada masakan Indonesia adalah nasi. Nasi sebagai bahan makanan pokok bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, menempatkan pertanian padi di posisi utama dalam kebudayaan Indonesia dan membentuk bentang alam yang menghasilkan beras sebagai bahan dasar banyak jenis makanan dari yang gurih hingga manis.

16

Universitas Sumatera Utara Pada umumnya, beras dimakan dalam bentuk nasi biasa yang bercita-rasa tawar dengan sedikit sayur-mayur dan lauk-pauk teman nasi disisinya sebagai sumber protein dan sumber gizi lainnya. Beras juga dapat dijadikan (beras dikukus dalam anyaman daun kelapa), (beras dikukus dalam kemasan daun pisang), intip (kerupuk beras), jajanan, bihun, mi, arak beras, dan nasi goreng, , nasi jagung dan (sega uduk). Pada abad ke-16, bangsa Eropa yang mengunjungi kepulauan Indonesia memandang nasi sebagai makanan bergengsi yang disajikan oleh kaum aristocrat (kelas atas) dan ningrat saat upacara dan perayaan pesta. Bahan makanan pokok lainnya adalah jagung (di kawasan kering seperti Madura dan Nusa Tenggara), sagu (di kawasan Indonesia

Timur), singkong (dikeringkan dan disebut tiwul sebagai alternatif makanan pokok di kawasan gersang Jawa seperti Gunung Kidul dan Wonogiri), ketela serta umbi-umbian (khususnya pada musim paceklik atau musim kekurangan bahan makanan).

2. lauk pauk

Lauk-pauk adalah suatu hidangan yang merupakan pelengkap nasi yang dapat berasal dari bahan hewani dan produknya, tumbuh-tumbuhan, atau kombinasi bahan hewan dan tumbuhan yang biasanya dimasak dengan bumbu tertentu. Teknik pengolahan lauk pauk diantaranya dengan cara digoreng, dikukus, dibakar, kombinasi dari beberapa teknik atau teknik ganda. Teknik penyajian lauk pauk dapat dengan per porsi atau secara prasmanan. Bahan makanan sumber protein hewani yang banyak digunakan dalam masakan

Indonesia adalah telur, daging, unggas, ikan, hasil laut dan lain- lain. Sedangkan

17

Universitas Sumatera Utara bahan makanan nabati yang banyak digunakan dalam lauk pauk Indonesia yaitu tempe, tahu, oncom dan kacang kacangan.

3. Sayur

Sayur adalah suatu hidangan berkuah, yang dapat dimakan dengan atau tanpa nasi. Sayur biasanya berisi kuah dan bahan pokok sayuran atau dapat pula ditambahkan dengan bahan lain seperti bahan hewani atau tumbuh-tumbuhan.

Bahan yang digunakan dalam masakan sayur dapat berupa air, kaldu, atau santan.

Bumbu yang digunakan bisa bervariasi tergantung rasa yang diinginkan, karena bumbu yang digunakan tiap daerah berbeda-beda. Hidangan sayur dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Sayur berkuah banyak

Sayur yang berkuah banyak contohnya , , sayur bening, , . b. Sayur berkuah sedikit (tumis)

Sayur yang ditumis adalah sayur yang bumbunya ditumis dahulu dengan minyak dan menggunakan sedikit kuah. Contoh masakan sayur yang ditumis antara lain oseng-oseng, tumis kangkung, orak-arik, cap-cay. c. Sayur tanpa kuah

Sayur tanpa kuah adalah jenis sayur yang dihidangkan tanpa atau dengan melalui proses pengolahan. Sayuran ini bisa disajikan dalam keadaan mentah bersama sambal atau bumbu sehingga menambah rasa dari sayuran tersebut.

Sambal yang digunakan dapat berupa bumbu kelapa, bumbu kacang atau bumbu cabe. Contoh sayur mentah antara lain terancam, urapan, gado-gado.

18

Universitas Sumatera Utara 4. Buah-buahan

Pasar di Indonesia penuh dengan berbagai jenis buah tropis. Buah adalah bagian penting dalam pola makan Indonesia, baik dimakan langsung, bisa dijadikan kudapan manis (seperti ), disajikan menjadi masakan gurih atau pedas seperti rujak dan , diproses menjadi keripik seperti keripik nangka dan keripik pisang. Banyak jenis buah-buahan seperti manggis, rambutan, nangka, , dan pisang yang merupakan tanaman asli Indonesia. Pisang dan kelapa sangat penting, tidak hanya untuk masakan Indonesia, tetapi untuk berbagai keperluan seperti bahan bangunan untuk dinding atau atap, minyak, alas makan, kemasan, dan lain-lain.

5. Sambal

Sambal adalah hidangan yang tidak berdiri sendiri, tetapi harus dimakan dengan bahan lain, terutama lalap. Sambal juga dapat digunakan sebagai penambah rasa dan melengkapi hidangan lain. Sambal dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu sambal mentah dan matang. Sambal mentah contohnya sambal bawang, terasi, dan colo-colo, sedangkan sambal matang contohnya sambal tomat, sambal teri dan sambal kacang.

6. Makanan ringan atau kudapan

Kudapan atau disebut juga sedap-sedapan adalah makanan kecil yang biasa dihidangkan bersama minuman, baik untuk keperluan sehari-hari maupun untuk kesempatan khusus. khas Indonesia sering disebut sebagai .

Indonesia memiliki kekayaan berbagai macam kudapan dan kue, baik gurih maupun manis. Kue populer diantaranya risoles, , , , lontong,

19

Universitas Sumatera Utara tahu isi, lapis legit, getuk, , , , , timpan, , onde-onde, , soes, dan . Jenis jajanan sangat variatif dan sampai sekarang masih dilestarikan yaitu jajanan yang fungsinya selain dikonsumsi sendiri, dijual, pelengkap makanan sesaji untuk acara ritual (kenduri) ataupun acara tertentu, antara lain: bubur kacang ijo, bubur sumsum, bubur grendul, putu bumbung (berbahan tepung beras), klepon (berbahan tepung ketan), cenil (berbahan tepung ketan), tiwul (berbahan gaplek/singkong kering), gatot

(berbahan jagung), sawut (berbahan singkong), lopis (berbahan tepung ketan), bledos (berbahan singkong), getuk (berbahan singkong), orog-orog (berbahan tepung ketan), lemet (berbahan singkong), menjes (tempe kacang yang digoreng), tahu isi (tahu berisi ragu sayuran) dan weci (tepung beras beragu sayuran).

Adapula makanan ikon untuk oleh-oleh seperti tempe, kripik buah, buah- buahan khas sebagai buah tangan.

7. Minuman

Minuman yang biasanya menjadi bagian dari kuliner tradisional adalah minuman sehari-hari seperti kopi, teh, wedang jahe, juga minuman penyegar dan sebagai obat. Minuman Indonesia menurut jenisnya dibedakan menjadi dua yaitu minuman panas dan dingin. Minuman panas ada dua macam yaitu minuman panas tidak berisi (teh, kopi, coklat, jeruk) dan minuman panas berisi (, wedang ronde, dan wedang ublek). Sedangkan, minuman dingin juga ada dua macam yaitu minuman dingin tidak berisi (es sirup, es limun, es beras kencur) dan minuman dingin berisi (dawet, , es buah ).

20

Universitas Sumatera Utara Penelitian tentang wisata kuliner ini telah pernah dilakukan oleh Fajri

Kurniawan sebagai salah satu Mahasiswa Sastra dan Seni Rupa di Univerisitas

Sebelas Maret. Penelitiannya tentang “Potensi Wisata Kuliner Dalam

Pengembangan Pariwisata Di Yogyakarta“ dan hasilnya juga memuaskan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian ini berkaitan dengan budaya masyarakat pesisir dan memperkenalkan makanan khas didaerah

Kota Sibolga, sedangkan penelitian terdahulu lebih cenderung memilih membangun wisata kuliner sebagai potensi pembangunan yang berada di Kota

Yogyakarta.

1.2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang membahas tentang makanan sebagai kajian antropologi adalah penelitian dari Azhari Ichlas Siregar (2015) yang berjudul

:“PULUT KUNING (Studi Etnofood Tentang Kuliner Pada Masyarakat Melayu

Deli Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)”. Penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa pulut kuning merupakan makanan tradisional masyarakat Melayu Hamparan Perak yang memiliki simbol ekspresi, simbol kultural, dan simbol identitas bagi masyarakat Melayu Hamparan perak. Selain itu pulut kuning selain memiliki simbol kultural juga turut memiliki simbol ekspresi kuliner tradisi yang dapat menjadi dasar pengembangan kuliner dalam lingkup ketahanan pangan dan juga kekayaan tradisi Melayu secara umum dan secara khusus. Kesimpulan dari penelitian ini pada pulut kuning memiliki kekuatan yang menyatukan kehidupan masyarakat Melayu Hamparan Perak (silaturahim) dan juga simbol kultural masyarakat Melayu yang berkaitan dengan kebudayaan

21

Universitas Sumatera Utara Islam, gagasan pengembangan pulut kuning menjadi kekuatan kultural dan juga kekayaan tradisi kuliner yang berdampak pada kegiatan pariwisata maupun identitas.

Perbedaan antara penelitian Azhari Ichlas Siregar tersebut dengan penelitian Potensi Wisata Kuliner di Sibolga ini adalah terletak pada focus penelitian dan juga kesimpulan. Apabila Azhari Ichlas Siregar menitikberatkan pada kajian tentang makna symbolic penyajian dalam makanan Pulut Kuning dan kesimpulannya lebih memfokuskan kemakanan tradisional, maka peneliti dalam hal ini mengkaji kuliner Kota Sibolga dikawasan Sibolga Square dari aspek potensi wisata dan kulinernya dan juga bagaimana masyarakat dan pemerintah

Sibolga dalam usahanya mengembangkan pariwisata kuliner mereka.

1.3 Perumusan Masalah

Dari uraian diatas maka penulis memfokuskan pada bisnis kuliner dipesisir dikota sibolga. Dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana potensi wisata kuliner yang ada di kawasan Sibolga Square

sebagai salah satu penggerak ekonomi masyarakat ?

2. Mengapa para pedagang memilih berdagang masakan kuliner ?

3. Upaya apa yang dilakukan pemerintah sibolga dalam rangka

mengembangkan wisata kuliner ?

4. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi para pedagang kuliner dalam

mengembangkan usaha mereka ?

22

Universitas Sumatera Utara 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana potensi wisata kuliner yang ada di kawasan Sibolga Square sebagai salah satu penggerak ekonomi masyarakat, serta mengetahui alasan para pedagang dalam memilih usaha kuliner yang digelutinya. Lebih dalam lagi penelitian ini juga bertujuan untuk mencari tahu sejauh mana Pemda Tapanuli Tengah dalam mendukung pengembangan wisata kuliner di daerahnya tersebut, serta mencari tahu apa-apa saja kendala yang dialami oleh maysarakat selama berjualan di kawasan Sibolga

Square tersebut.

Manfaat penelitian ini secara akademis dapat berguna untuk menambah wawasan dan kepustakaan dibidang Antropologi khususnya untuk memperkaya literature mengenai wisata kuliner yang dikaji berdasarkan perspektif Antroplogi.

Sedangkan manfaat praktisnya yaitu berguna untuk masyarakat secara umum dalam wisata kuliner di pesisir Sibolga.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah pendekatan kualitatif dengan pendekatan etnografi. Dengan tahap penelitian pra-lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian.

Ada 2 macam data yang akan dikumpulkan yaitu :

1.5.1 Data Primer

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan dari lapangan.

Teknik yang digunakan untuk mendapatkan data lapangan adalah sebagai berikut :

23

Universitas Sumatera Utara a. Observasi

Jenis observasi yang dipilih adalah observasi partisipasi. Peneliti langsung terjun kelapangan untuk mengamati semua kegiatan yang dilakukan oleh pedagang mulai dari mengolah makanan, siapa saja yang turut membantu sampai pada ketika mereka mulai berdagang (mempersiapkan tempat dagangan) sampai mereka mengakhiri aktivitas mereka.

b. Wawancara

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (deep interview) agar wawancara berjalan dengan teratur (tidak lari kemana-mana). Maka digunakan pedoman wawancara (interview guide).

Pertanyaan yang diajukan meliputi mengapa mereka memilih berdagang masakan kuliner, apa yang mereka harapkan dari pekerjaan tersebut, apa yang dilakukan pemerintah setempat dalam mengembangkan wisata kuliner dan bantuan apa saja yang diberikan pemerintah kota sibolga. Pertanyaan dalam wawancara juga meliputi kendala-kendala yang mereka hadapi dalam berdagang seperti modal, tempat usaha, tenaga kerja dan lain lain.

1.5.2. Data Sekunder

Data sekunder sangat membantu dalam melengkapi data-data yang dikumpulkan dilapangan. Dalam penelitian ini data sekunder didapatkan dari literatur-literatur ilmiah, jurnal-jurnal ilmiah, buku-buku bacaan yang berkaitan dengan penelitian. Data sekunder juga dikumpulkan melalui arsip, catatan- catatatan yang ada di Dinas Pariwisata Sibolga.

24

Universitas Sumatera Utara 1.5.3. Informan

Dalam penelitian ini yang dijadikan informan adalah

a. Para pedagang kuliner yang telah berdagang sekurang-kurangnya

1(satu) tahun lebih.

b. Para penikmat kuliner baik penduduk setempat maupun para pelacong.

c. Tokoh masyarakat setempat dan para pegawai dinas pariwisata dan

dinas yang terkait lainnya.

1.5.4 Analisis Data

Setelah data (informasi) dari lapangan terkumpul, maka dilakukan kategorisasi, kemudian dilakukan analisa dengan menggunakan analisa kualitatif.

Hasil analisa data akan diuraikan secara deskriptif.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tempat jajanan kuliner yang bernama Sibolga

Square yang beralamat di Jl. Ahmad Yani, Kecamatan Sibolga Kota, Kabupaten

Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Peneliti memilih lokasi penelitian dengan alasan yaitu :

1. Tempat penelitian yang diplih oleh peneliti merupakan tempat yang sangat

banyak dikunjungi oleh masyarakat pesisir bahkan diluar masyarakat

pesisir atau orang luar Kota Sibolga. Sibolga Square menjadi tempat satu-

satunya lokasi yang memang sudah lama sekali berdirinya.

2. Sibolga square dibangun oleh Pemerintah Sibolga, bertujuan untuk

memperkenalkan hasil makanan dari laut (seafood) sebagai aset makanan

kuliner khas masyarakat pesisir di Kota Sibolga.

25

Universitas Sumatera Utara BAB II

POTENSI WISATA DI KOTA SIBOLGA

Pada bab ini akan menjelaskan tentang wisata kuliner di Kota Sibolga, mulai dari awal berkembangnya wisata kuliner di Kota Sibolga dengan ditandai dengan berdirinya kawasan Sibolga Square sebaga pusat wisata kuliner di Kota

Sibolga. Namun, sebelumnya peneliti akan terlebih dahulu mendeskripsikan gambaran umum mengenai wilayah Kota Sibolga sebagai berikut :

2.1 Selayang Pandang Kota Sibolga

Kota Sibolga dahulunya merupakan bandar kecil di teluk Tapian Nauli dan terletak di pulau Poncan Ketek. Pulau kecil ini letaknya tidak jauh dari pusat kota

Sibolga yang sekarang. Diperkirakan bandar tersebut berdiri sekitar abad ke-18 dan sebagai penguasa adalah "Datuk Bandar". Pada abad 19 didirikan bandar baru, yaitu kota Sibolga yang sekarang ini ada. Hal ini dikarena pemerintahan kolonial Belanda menganggap bandar di Pulau Poncan Ketek akan sulit berkembang. Disamping pulaunya terlalu kecil juga tidak memungkinkan menjadi kota pelabuhan yang fungsinya bukan saja sebagai tempat bongkar muat barang dan juga hasil perikanan tangkap, tetapi juga akan berkembang sebagai kota perdagangan.

Akhirnya bandar pulau Poncan Ketek mati, bahkan bekas peninggalannya pun tidak terlihat lagi saat ini. Sebaliknya bandar baru, yaitu kota Sibolga yang sekarang berkembang pesat menjadi kota pelabuhan dan perdagangan. Bukan hanya sebagai pelabuhan jasa barang dan penumpang, kota yang berada di teluk

Tapian Nauli ini juga berkembang menjadi pelabuhan yang beraktivitas pada

26 Universitas Sumatera Utara kegiatan perikanan tangkap. Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, kota

Sibolga menjadi ibukota keresidenan Tapanuli dibawah pimpinan seorang residen dan membawahi beberapa "Luka" atau Bupati.

Pada zaman revolusi fisik, Sibolga juga menjadi tempat kedudukan

Gubernur militer wilayah Tapanuli dan Sumatera Timur bagian selatan. Kemudian dengan dikeluarkannya surat keputusan Gubernur Sumatera Utara nomor 102 tanggal 17 Mei 1946, Sibolga menjadi daerah otonom tingkat D yang luas wilayahnya ditetapkan dengan surat keputusan residen Tapanuli Nomor 999 tanggal 19 Nopember 1946, yaitu daerah kota Sibolga yang sekarang.

Sedangkan desa-desa sekitarnya yang sebelumnya masuk wilayah Sibolga yaitu daerah kabupaten Tapanuli Tengah. Dengan dikeluarkannya Undang-

Undang nomor 8 tahun 1956, Sibolga ditetapkan menjadi daerah Swatantra tingkat II dengan nama kota Praja Sibolga 36 yang dipimping oleh seorang

Walikota, dan daerah wilayahnya sama dengan surat keputusan residen Tapanuli nomor 999 tahun 1946. Selanjutnya dengan undang-undang nomor 18 tahun 1956, daerah swatantara tingkat II kotapraja Sibolga diganti sebutannya menjadi kotamadya daerah tingkat II Sibolga yang pengaturannya selanjutnya ditentukan oleh undang undang nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah.

Kemudian dengan undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang kemudian di rubah menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sebutan kotamadya daerah tingkat II

27 Universitas Sumatera Utara Sibolga berubah menjadi kota Sibolga yang statusnya daerah otonom yang dipimpin oleh Walikota ( Sumber : diasparpora.sibolga.go.id,2000 ).

2.2 Kondisi Mayarakat Kota Sibolga Pada Masa Kolonial

Sibolga merupakan sebuah kota bahari yang terletak di pantai barat

Sumatera. Dahulu, Sibolga hanyalah sebuah dusun kecil yang berada di pinggir sungai Aek Doras. Tetapi seiring perjalanan waktu, Sibolga tumbuh dan berkembang menjadi pusat perdagangan. Adapun hasil bumi yang diperdagangkan meliputi, karet, kopi, kemenyan, rotan, rempah-rempah dan komoditi. Barang-barang perdagangan ini berasal dari Sibolga maupun dari daerah di sekitarnya. Wilayah ini merupakan suatu tempat yang sering dikunjungi oleh para pelaut yang datang dari dalam maupun luar pulau Sumatera untuk melakukan perdagangan. Jelasnya Sibolga merupakan sebuah kota pelabuhan.

Perdagangan yang terjadi di wilayah Sibolga tidak hanya dengan orang- orang yang berasal dari wilayah Sibolga atau luar wilayah Sumatera, akan tetapi juga dengan bangsa asing yang datang ke Sibolga. Perdagangan itu semakin berkembang dan ramai dengan singgahnya kapal-kapal asing dari Eropa, di antaranya, Portugis, Inggris, Tiongkok, Siam, dan Birma untuk membeli rempah- rempah dan komoditi pertanian lainnya.

Perdagangan yang terjadi antara orang Sibolga dan masyarakat yang berasal dari pedalaman Sumatera telah terjadi sejak lama. Orang-orang yang berasal dari wilayah pedalaman membutuhkan hasil laut seperti garam dan ikan yang didapatkan dari masyarakat di sekitar pantai Sibolga. Sebaliknya, masyarakat pesisir pantai memerlukan hasil petanian seperti buah-buahan,

28 Universitas Sumatera Utara sayuran dan hasil hutan lainnya. 19 Rute perjalanan yang ditempuh oleh warga dari Batak Toba ke daerah Pantai Barat Sumatera yaitu dengan melakukan perjalanan dari Silindung-Aek, Raisan-Bonan Dolok, Mela-Poncan-Mursala dengan pulang pergi. Perdagangan inilah yang menyebabkan banyaknya masyarakat Batak, Aceh, Minang dan lainnya yang datang ke daerah Sibolga, sehingga mendapat julukan Negeri Berbilang Kaum.

Julukan “Negeri Berbilang Kaum” menggambarkan kondisi masyarakatnya yang majemuk. Ada beberapa etnis yang terdapat di wilayah

Sibolga, sehingga kota tersebut mendapat julukan itu. Etnis yang terdapat di

Sibolga antara lain Toba, Mandailing, Melayu, Nias, Jawa, Minang, Bugis, Aceh, dan suku-suku lain dari Indonesia bagian timur. Selain itu, terdapat beberapa pendatang asing seperti etnis Tionghoa, India, dan Arab yang hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati adat istiadat masing-masing. Akan tetapi masyarakat di kota Sibolga lebih dominan adalah orang Batak.

Hal ini juga menggambarkan bahwa kota Sibolga merupakan suatu wilayah yang multi-etnik. Etnik Batak yang pertama seperti yang telah disebutkan di atas berasal dari Silindung yang bernama Tuanku Dorong dan bermarga

Hutagalung. Diperkirakan bahwa marga inilah yang memasuki Sibolga pada tahun

1700. Hal ini berdasarkan bukti bahwa keturunan marga Hutagalung masih berdiam di Sibolga hingga saat ini dan telah sampai sembilan keturunan. Selain marga-marga Hutagalung, marga Batak lainnya datang secara bergerombol di sebagian wilayah Sibolga. Marga-marga Batak lain yang pertama sekali mendiami

29 Universitas Sumatera Utara kota Sibolga antara lain Simatupang, Panggabean, Hutabarat, Pohan, Batubara,

Nadeak, Pasaribu dan marga Tambunan.

Pada saat terjadinya perdagangan yang dilakukan antara orang-orang pedalaman dan masyarakat pesisir pantai Sibolga seorang Ompu Hurinjom

Hutagalung yang berasal dari Silindung membentuk suatu permukimam di daerah

Simaminggir. Simaminggir merupakan suatu kawasan yang dekat dengan Bonan

Dolok yang terletak 10 km dari sebelah utara Sibolga. Tempat tersebut berada pada ketinggian 1.266 meter di atas permukaan laut sehingga secara langsung dapat melihat ke Teluk Tapian Nauli. Pada akhirnya tempat tersebut berfungsi sebagai tempat persinggahan bagi orang yang melakukan perjalanan dari

Silindung ke Pantai Barat.

Ompu Datu Hurinjom Hutagalung berperawakan besar yang dalam bahasa

Batak disebut balga, para pedagang pribumi sering berkata : ‘Beta singga tu inganan ni si Balga-I’ (Mari singgah singgah ke tempat si besar itu), maka julukan itu kemudian melekat hingga ke anak cucunya. Inilah yang kemudian menjadi asal kata Sibolga yang diambil dari kata Balga (besar). Sejak ditetapkannya Sibolga menjadi sebuah ibukota keresidenan Tapanuli pada tanggal 7 Desember 1842 , maka penduduk Pulau Poncan Ketek 25 beserta dengan tokoh masyarakatnya pindah ke wilayah Sibolga. Penduduk yang berada di Sibolga sebelum kedatangan penduduk dari Pulau Poncan Ketek disebut sebagai orang “daratan”.

Masyarakat Sibolga pada saat itu masih banyak yang menganut agama

Palbegu (bergama) yaitu suatu kepercayaan yang banyak mengandung unsur- unsur animisme ataupun dinamisme. Sebaliknya masyarakat yang datang dari

30 Universitas Sumatera Utara Pulau Poncan Ketek telah cukup lama menganut agama Islam. Demikian pula masyarakat pendatang ke wilayah Sibolga dari kawasan Minangkabau dan pesisir

Pantai Barat Sumatera lainnya. Sibolga sering menjadi inspirasi masyarakat dalam berkesenian atau melakukan perkawinan. Berpantun atau bertalibun sering menggambarkan cara kecintaan masyarakat Sibolga terhadap dunia kebaharian itu.

2.3 Letak Geografi

Letak geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari kenyataannya di bumi atau posisi daerah itu pada bola bumi dibandingkan dengan posisi daerah lain. Letak geografis ditentukan pula oleh segi astronomis, geologis, fisiografis dan sosial budaya. Kota Sibolga terletak di Pantai Barat Sumatera. Posisi Pantai

Barat Sumatera dari Singkil di Utara hingga Indrapura di Selatan. Di sebelah

Utara daerah ini terdapat kerajaan Aceh, Sebelah Timur terdapat Daerah Batak,

Kerajaan Siak dan Indragiri. Sebelah Selatan terdapat Daerah Kerincidan

Bengkulu, di sebelah Barat terhampar Samudera Hindia. Ciri utama topografi kawasan pantai Barat adalah berbukit-bukit. Salah satu wilayah dari gugusan pegunungan ini adalah teluk Sibolga.

31 Universitas Sumatera Utara Gambar : Peta Kota Sibolga

(Sumber : http//sumut.bps.go.id/sibolga, 2011

Secara astronomi, Sibolga terletak pada 10 44-10 46 LU dan 980 44-980

48 BT. Batas Kota Madya Sibolga disebelah utara dan timur adalah kecamatan

Sibolga, di sebelah Selatan adalah Kecamatan Pandan dan di sebelah Barat adalah

Teluk Tapian Nauli. Kotamadya Sibolga merupakan salah satu Daerah Tingkat II yang berada dalam wilayah daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Utara. Jaraknya lebih kurang 344 km dari Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Bentuk

Kotamemanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai. Sebelah Timur terdiri dari gunung dan sebelah Barat adalah lautan. Lebar kota yaitu jarak dari garis pantai ke pegunungan sangat sempit hanya lebih kurang 500 meter 25 sedangkan panjangnya adalah 8. 520 km. Karena sempitnya daratan yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk, akhirnya banyak tepian pantai yang ditimbun menjadi daratan untuk dijadikan lahan pemukiman. Bahkan sebagian pemukiman didirikan di atas laut.

Kota Sibolga mempunyai wilayah seluas 1077,00 Ha yang terdiri dari

889,16 Ha (82,5%) daratan, 187,84 Ha (17,44%) daratan kepulauan dan 2.171,6 luas lautan. Beberapa pulau yang tersebar di sekitar Teluk Tapian Nauli yang termasuk kedalam wilayah administratif kota Sibolga adalah Pulau Poncan

32 Universitas Sumatera Utara Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Sarudik dan Pulau Panjang. Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yang berada pada daratan pantai, lereng dan pegunungan.Wilayahnya terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar antara 0 - 150 meter. Keadaan alamnya relatif kurang beraturan. Kemiringan

(lereng) lahan bervariasi antara 0-2 % sampai dengan 40%. Sebagian besar (69%) wilayah kota madya ini merupakan perairan dan pulau yang tersebar di Teluk

Tapian Nauli sebagian lagi merupakan dataran bekas rawa dipantai dataran

Sumatera yang ditimbun, membujur dari barat Laut ke tenggara dengan ukuran

5,6 kali 0,5 km dataran ini merupakan tempat pemukiman penduduk.

Bentuk Kota Sibolga memanjang dengan arah barat laut–tenggara dengan luas sekitar2,8 km2. Panjang kota sekitar 5,6 km. Batas kearah Tarutung pada kilometer 3,9 ke arah Padang Sidempuan pada kilometer 3,4, dan ke arah Barus pada kilometer 2. Fasilitas jalan di dalam Kota Sibolga pada umumnya lurus-lurus dan sudah di aspal. Lebar jalan utama sekitar 4-6 m, sedangkan jalan-jalan cabang hanya sekitar 3 m. Panjang jalan kota sekitar 40 km, di kota ini terdapat 21 buah jembatan dengan kondisi empat jembatan Beton, 16 jembatan kayu, dan 1 jembatan besi karena adanya sungai-sungai kecil.

Iklim kota Sibolga termasuk panas dengan suhu maksimum mencapai 32°

C dan minimum 621.6° C. Sementara curah hujan Sibolga cenderung tidak teratur disepanjang tahunnya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan november dengan jumlah 798 mm, sedangkan hujan terbanyak terjadi pada desember yakni 26 hari.

Jika dibandingkan curah hujan di Nias yang mencapai 2.927,6 mm pertahun dengan jumlah hari hujan setahun 200-250 hari. Secara geografis Sibolga terletak

33 Universitas Sumatera Utara ± 85 mil laut dari Nias. Hal ini membutuhkan sedikitnya waktu 10 jam perjalanan dari Nias ke Sibolga dengan Lokasi Sibolga lebih mendukung untuk perkebunan karet dan juga pertanian di bandingkan dengan di Nias. Secara geografis Sibolga terletak ± 85 mil laut dari Nias. Hal ini membutuhkan sedikitnya waktu 10 jam perjalanan dari Nias ke Sibolga dengan menggunakan kapal pengangkutan.

Hingga pada tahun 1970 Sibolga merupakan satu-satunya akses untuk menghubungan Nias dengan daerah lain di Sumatera Utara. Lokasi Sibolga yang begitu dekat dengan Nias menyebabkan Sibolga menjadi lokasi migrasi yang cukup strategis bagi etnis Nias.

2.4 Penduduk

2.4.1 Jumlah Penduduk

Secara keseluruhan kota Sibolga dihuni lebih dari 85.981 jumlah penduduk yang terbagi dalam beberapa kecamatan mencakup 20.346 untuk jumlah penduduk Sibolga utara, 14.611 untuk jumlah penduduk Sibolga kota,

14.611 untuk jumlah penduduk Sibolga selatan, dan 30.559 untuk jumlah penduduk Sibolga sambas. Dari jumlah penduduk di atas bisa dilihat bahwa

Sibolga selatan merupakan penghasil populasi terbesar di kota Sibolga dengan rasio pertumbuhan penduduk sekitar 35,5%, diikuti Sibolga sambas 23,8%,

Sibolga Utara 23,7%, dan Sibolga Kota 17,0.

34 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Anggota Rumah TanggaMenurut Kecamatan dan Kelurahan Tahun 2015.

No. Kecamatan Kelurahan Penduduk Rumah Tangga Rata-rata

1 Sibolga Utara 20346 4640 4 Sibolga Ilir 6234 1339 5 Angin Nauli 3604 885 4 HutaTongaTonga 2730 669 4 HutaBarangan 2257 535 4 Simare-mare 5221 1242 4 2 Sibolga Kota Kota Baringin 2166 538 4 Pasar Baru 1408 408 3 Pasar Balakang 5654 1191 5 Pancura Gerobak 5383 1246 4 3 Sibolga Selatan Aek Habil 6432 1315 5 Aek Manis 9184 1971 5 Aek Parombunan 10013 1973 5 AekMuara Pinang 4930 1029 5 4 SibolgaSambas Pancuran Pinang 4815 1008 5 Pancuran 2963 670 5 Kerambil Pancuran Dewa 5059 1089 5 Pancuran Bambu 7631 1573 5 (Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Sibolga)

Tabel diatas menjelaskan bahwa jumlah penduduk yang ada dikota

Sibolga berdasarkan rata-rata jumlah anggota rumah tangga kebanyakan

berjumlah 5 kepala anggota rumah tangga disetiap kelurahan. Walaupun demikian

ada juga sebagian kelurahan yang hanya berjumlah 3-4 anggota rumah tangga

disetiap kelurahan tersebut, di karenakan jumlah rata-rata anggota rumah tangga

yang terdapat disetiap kelurahan berjumlah 5 anggota keluarga menyebabkan

jumlah pekerja nelayan bertambah banyak khususnya dikelurahan yang memiliki

pertumbuhan jumlah penduduk yang rata-rata jumlah anggota rumah tangga

35 Universitas Sumatera Utara berkisar 5 anggota, salah satunya kelurahan yang terdapat didaerah Aek Habil,

kelurahan Aek Habil adalah salah satu keluruhan yang memiliki jumlah penduduk

berkisar 5 jumlah anggota rumah tangga, oleh sebab itu dengan jumlah tersebut

menyebabkan Kelurahan Aek Habil mejadi salah satu kelurahan yang

menghasilkan pekerja nelayan terbanyak di kota Sibolga, hal tersebut menjadi

salah satu alasan peneliti memilih kelurahan Aek Habil sebagai tempat melakukan

penelitian khususnya mengenai nelayan yang terdapat di kota Sibolga.

2.4.2. Agama

TABEL 2.2 Jumlah Agama yang dianut menurut kecamatan sibolga Tahun 2015

No Kecamatan Islam Protestan Katolik Hindu Budha 1 Sibolga Utara 4.812 15.523 2.259 - 220 2 Sibolga Kota 10.445 3.185 1.154 - 1.867 3 SIbolga Selatan 22.448 9.771 1.019 - 189 4 SIbolga Sambas 17090 4.533 424 - 532 Total 54.795 33.012 4.856 - 2.808 ( Sumber : Kementerian Agama Kota Sibolga 2015 )

Selain dari keberagaman etnis, kota Sibolga juga memiliki keberagaman

agama yang di anut masyarakatnya. Berdasarkan sensus yang diadakan oleh Biro

Pusat Statistik kota Sibolga untuk laporan tahun 2015, mayoritas penduduk

Sibolga beragama Islam yang mencapai 54.795 jiwa atau sekitar 58,46 persen dari

total penduduk Sibolga dan agama Kristen Protestan sekitar 33.012 jiwa atau

sekitar 32,36 persen, berikutnya agama Kristen Katolik sekitar 4.856 jiwa atau

sekitar 5,21 persen, budha 2.808 jiwa, sedangkan yang menganut agama hindu

masih belum diketahui jumlah penganutnya ( Sumber BPS Sibolga ).

36 Universitas Sumatera Utara 2.4.3. Suku Bangsa

TABEL 2.3

Ciri – ciri Suku Bangsa Di Kota Sibolga

No Macam – macam Suku Bangsa di Kota Sibolga 1 Batak toba 2 Pesisir 3 Mandailing 4 Jawa 5 Minang 6 Tionghoa 7 Nias 8 Melayu 9 India 10 Simalungun 11 Karo 12 Aceh 13 Angkola 14 Padang lawas 15 Lawas

Sumber : ( Badan Pusat Statistik Kota Sibolga 2015 )

Sejarah perkembangan kota dan kemaritiman sangat mewarnai corak kehidupan masyarakat dan kebudayaan Kota Sibolga. Gaya hidup sehari-hari dan pola hubungan antar masyarakat menggambarkan budaya dan norma yang dianut dan diyakini oleh masyarakat. Karena didiami oleh beragam etnis, maka kebudayaan yang berkembang di daerah ini, masing-masing membawa budaya dari daerah asalnya dan berpadu didalam kota ini serta menyesuaikan terhadap kondisi setempat. Budaya yang berkembang umumnya dapat disaksikan pada berbagai upacara-upacara seremonial yang dilaksanakan, seperti upacara adat, perkawinan, perayaan hari bersejarah, festival. Kota Sibolga dikenal dengan julukan “Negeri Berbilang Kaum” karena terdiri dari berbagai macam etnis.

37 Universitas Sumatera Utara Terbilang ± 15 (lima belas) etnis yang ada di Kota Sibolga yaitu: Etnis Batak toba,

Pesisir, Mandailing, Minang, Jawa, Nias, Tionghoa, Melayu, India, Simalungun,

Karo, Aceh, Angkola, Padang Lawas, Bugis.

Pada umunya setiap kelompok etnis di Sibolga membentuk perkumpulan yang bertujuan untuk membina kesatuan dan kebersamaan etnis tersebut. Bahkan dalam etnis-etnis tersebut masih ada perkumpulan dibawahnya seperti pekumpulan marga, berdasarkan daerah asal dan lain-lain. Untuk menjaga keharmonisan hubungan antar etnis dan antar tradisi adat yang berbeda-beda maka dibentuklah Forum Komunikasi Lembaga Adat (FORKALA). Dan khusus untuk etnis Batak telah dibentuk Lembaga Adat Masyarakat Batak Sibolga Tapanuli

Tengah (LAMBASA-TT) yang bertujuan untuk pengembangan adat batak di

Sibolga Tapanuli Tengah serta kegiatan-kegiatan yang terkait dengan itu.

(Dispundar Kota Sibolga).

2.4.4. Budaya Masyarakat Sibolga

Kejayaan Sibolga sebagai Kota Pelabuhan di masa lampau mewarnai corak sosial budaya masyarakat Sibolga. Pada abad ke-19, pulau ini sudah dikuasai Belanda. Selain para pedagang yang bermukim, Belanda mendirikan pula rumah tahanan untuk orang hukuman yang dikenal dengan nama orang rantai yang sengaja didatangkan dari berbagai daerah (Nias, Jawa, Batak, Madura, Bugis dan lain-lain). Mereka dipekerjakan untuk membuka hutan, membangun jalan dan perkampungan. Dalam perkembangan pelabuhannya, Sibolga berhasil menarik orang-orang dari dalam maupun luar negeri untuk ikut andil dalam aktivitas

38 Universitas Sumatera Utara pelabuhan baik itu sebagai pedagang, pekerja buruh pelabuhan, maupun perkerjaan lainnya yang bersangkutan dengan kegiatan pelabuhan.

Kegiatan perdagangan dan pelayaran di Sibolga menyebabkan sebagian besar penduduknya merupakan pencampuran antara sesama orang perantau.

Penataan penduduk oleh pemerintah Belanda bukan berdasarkan teritorial tetapi berdasarkan pada suku bangsa. Setiap kelompok etnis dipimpin oleh seorang penghulu, yaitu etnis Batak dipimpin oleh penghulu Toba, etnis Minang diatur oleh Penghulu Darek, etnis Nias dipimpin oleh Penghulu Nias dan demikian juga dengan etnis lokal lainnya. Berbeda dengan kelompok masyarakat asing, mereka dipimpin oleh seorang kapitan seperti Kapitan Keling, Kapitan Cina, Kapitan

Arab untuk mengatur masyarakat. Akan tetapi, jumlah masyarakat Etnis Batak yang lebih mendominasi.

Dalam upacara perkawinan dengan adat sumando (menantu untuk laki- laki) biasanya diikuti kesenian khas pesisir yaitu sikambang. Kesenian Sikambang yang berasal dari Barus ini berakar dari cerita rakyat yang mengisahkan percintaan antara sikambang dengan putri Intan. Kesenian sikambang ini berkembang hampir diseluruh Pantai Barat Sumatera Utara bahkan sampai ke

Pantai Sumatera Barat dan Pantai Bengkulu. Sementara itu masyarakat Batak dalam pesta selalu menyertakan kesenian Tortor dan Tumba.

Bahasa sehari-hari yang digunakan dalam pergaulan adalah bahasa Pesisir dan Bahasa Batak. Bahasa pesisir adalah bahasa penduduk asli yang berdiam disekitaran pantai. Bahasa ini memiliki ragam sendiri, yakni perpaduan antara bahasa Melayu, Pesisir dan Batak Toba dan bahasa pendatang lainnya. Dalam

39 Universitas Sumatera Utara masyarakat Nias pengunaan bahasa pesisir bertujuan untuk menjalin komunikasi yang baik bagi masyarakat etnis lain di Sibolga. Sementara bahasa Nias digunakan pada sesama etnis Nias. Akan tetapi, sama dengan bahasa dari etnis lain di Sibolga, bahasa Nias juga ada yang diserap ke bahasa pesisir seperti, godo- godo dalam bahasa pesisir Godok-godok, ini juga merupakan makanan khas Nias yang berbahan baku ubi yang juga makanan ini di kenal di Sibolga.

Keragaman penduduk terlihat jelas pula pada adat istiadat yang berlaku ditengah masyarakat. Pada etnis Batak berlaku adat jujuran (mahar), sedangkan pada masyarakat pesisir berlaku adat Sumando. Adat sumando berasal dari

Minang, tetapi telah di pengaruhi oleh adat jujuran. Kedua macam adat itu selalu berjalan seiring di kalangan masyarakat Sibolga. Etnis lain yang bukan bagian dari budaya Sumando bukan berarti tidak memiliki pengaruh terhadap budaya

Sumando. Budaya dari etnis lain juga sering ikut berpartisipasi dalam kegiatan budaya Sumando, misalnya dalam pesta laut masyarakat pesisir, etnis Nias juga ikut berpatisipasi. Setidaknya dengan menampilkan tarian Maena. Demikian juga etnis bugis, etnis Jawa, etnis Cina, dan India juga ikut serta dalam kegiatan budaya di Sibolga. Budaya Sumando menjadi alat untuk menyatukan seluruh perbedaan yang ada di Sibolga dalam satu kegiatan kebudayaan.

Masyarakat yang datang ke Sibolga memang diwajibkan untuk menyesuaikan diri dengan budaya asli Sibolga. Namun bukan berarti budaya asli mereka tidak boleh di laksanakan di Sibolga. Semua etnis di Sibolga dengan bebas menampilkan budaya mereka asal masih dalam aturan budaya Sumando yang telah di tetapkan. Etnis Nias tidak mengunakan budaya Sumando dalam

40 Universitas Sumatera Utara pernikahan sesama etnis Nias. Akan tetapi, etnis Nias yang menikah dengan etnis pesisir justru meninggalkan budaya mereka dan mengikuti budaya Sumando.

Hanya saja mereka yang sudah beragama Islam dari daerah asalnya menyajikan budaya Nias berupa tari maena, etnis lain yang bukan bagian dari budaya

Sumando bukan berarti tidak memiliki pengaruh terhadap budaya Sumando.

Budaya dari etnis lain juga sering ikut berpartisipasi dalam kegiatan budaya Sumando, misalnya dalam pesta laut masyarakat pesisir, etnis Nias juga ikut berpatisipasi. Setidaknya dengan menampilkan tarian Maena. Demikian juga etnis bugis, etnis Jawa, etnis Cina, dan India juga ikut serta dalam kegiatan budaya di Sibolga. Budaya Sumando menjadi alat untuk menyatukan seluruh perbedaan yang ada di Sibolga dalam satu kegiatan kebudayaan. Dalam pernikahan yang bernuansa budaya Sumando. Pesta pada Etnis Nias sangat identik dengan menyembelih ternak babi. Untuk menghargai agama lain maka pihak yang melakukan pesta harus menyediakan makanan untuk parsubang

(makanan yang di masak non muslim yang tidak boleh di makan). Hal ini juga berlaku untuk etnis lainnya di Sibolga.

Sebelum adanya pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia dengan slogan Bhineka Tunggal Ika. Sibolga telah terlebih dahulu meng-inplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dari masyarakatnya. Sibolga dihuni oleh berbagai etnis dan agama dengan berbagai ragam budaya dan adat istiadat dari setiap etnis yang ada. Sibolga merupakan negeri berbilang kaum perekat umat beragama adalah Kalimat yang mengisyaratkan tentang sebuah “kebersamaan dan toleransi” yang dibangun oleh masyarakat Sibolga dari sejak dahulu.

41 Universitas Sumatera Utara Kebersamaan dan toleransi yang ditunjukkan mereka dalam kehidupan bermasyarakat yang plural dapat dilihat dalam berbagai kegiatan-kegiatan kebudayaan dan kegiatan kalender yang dilaksanakan pemerintah Kota Sibolga, seperti Mangure lawik( jamu laut ), MTQ , pemilihan Ogek dan Uning, perayaan hari jadi Sibolga, hari kemerdekaan dan sebaginya yang melibatkan seluruh etnis yang ada di sibolga tanpa terkecuali.

2.4.5. Mata Pencaharian

TABEL 2.4 Mata pencaharian Kota Sibolga 2011

No Mata Pencaharian 1 Nelayan 2 Petani 3 Pedagang 4 PNS 5 TNI/POLRI 6 Buruh 7 Penarik Becak 8 Pengrajin 9 Lain-lain

( Sumber : Badan Statistik Kota Sibolga, 2011 )

Masyarakat Suku Pesisir sebagai penduduk asli dikawasan Pesisir Pantai

Barat Sumatera Utara mempunyai mata pencaharian sebagai Nelayan, Petani,

Pedagang, Pegawai Negeri, TNI/POLRI, Buruh, Pengerajin, Penarik becak, dan lain-lain. Sesuai dengan alam pantai, tentunya sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan. Berikut merupakan beberapa jenis nelayan serta cara menangkap ikan :

42 Universitas Sumatera Utara 1. Nelayan Pamukek

Nelayan Pamukek adalah nelayan yang menggunakan pukat atau jaring untuk menangkap ikan dilaut, yang digerakkan oleh mesin maupun tenaga manusia untuk menarik jaring dan mengangkat ikan tangkapannya.

2. Nelayan Penjaring

Nelayan yang pekerjaannya menangkap ikan dilaut dengan mempergunakan jaring yang digerakkan oleh mesin dan tenaga manusia bersama - sama baik ditengah laut maupun ditepi pantai.

3. Pukek Tapi

Nelayan yang pekerjaannya menangkap ikan dengan pukat ditepi pantai dengan mempergunakan tenaga manusia yang ditarik dari kejauhan 1 km dari pantai bersama-sama dan biasanya para Nelayan Pamuge akan membeli ikan yang telah siap dipasarkan kepada masyarakat ditempat penangkapan ikan.

4. Nelayan Pamuge

Nelayan pamuge adalah nelayan yang pekerjaannya membeli ikan dari nelayan ditengan laut, dari para nelayan penjaring atau nelayan yang menangkap ikan ditengah laut.

5. Nelayan Paralong-alaong/Parlanja

Nelayan Paralong-along dan Parlanja adalah nelayan yang pekerjaannya membeli ikan dari para Nelayan Pamuge ditepi pantai dan para nelayan paralong- along/parlanja menjajakan ikan kepada masyarakat dalam kampung.

43 Universitas Sumatera Utara 6. Nelayan Panjamu

Nelayan Panjamu adalah nelayan yang pekerjaannya hanya menjemur ikan yang telah dibelinya dari nelayan penjaring dan kemudian setelah ikan kering maka akan dijual kepada nelayan pagudang (orang yang membeli ikan yang sudah kering untuk di pasarkan kedaerah lain).

7. Nelayan Pagudang

Nelayan Pagudang adalah nelayan yang pekerjaannya sebagai pembeli ikan yang sudah dijemur oleh nelayan panjamu untuk dikumpulkan ditempat pergudangannya dan dijual kepada para pedagang ikan dari luar kota Sibolga.

2.5 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan pada masyarakat pesisir Sibolga mengikuti garis keturunan dari ayah atau sering disebut patrialinea. Karena dalam kehidupan keseharian, adat pesisir bersentuhan langsung dengan adat batak khususnya adat

Batak Toba. Patrialinear pada masyarakat Batak Toba, anak laki-laki memiliki peranan penting dibandingkan anak perempuan begitu juga halnya pembagian harta warisan di masyarakat Batak Toba, anak perempuan tidak bisa mengharapkan banyak karena lebih dominan anak laki-laki. Lain halnya dengan

Patrialinear pada masyarakat pesisir Sibolga, dimana secara adat pembagian harta warisan anak laki-laki dan anak perempuan mendapatkan hak yang sama.

Pertuturan pada masyarakat adat pesisir Sibolga, berlaku sistem kekerabatan yang tua dituakan, dan yang muda di mudakan. Kepada saudara laki- laki yang lebih tua ogek atau abang, kepada saudara perempuan yang lebih tua dipanggil uning atau cek, jika memiliki saudara laki-laki/perempuanyang lebih tua

44 Universitas Sumatera Utara banyak maka tergantung keluarga tersebut menamai saudara yang lebih tua tersebut, biasanya menamai mereka berdasarkan sifat atau warna kulitnya.

Panggilan untuk saudara lebih muda tetap dipanggil adek/adik.

Panggilan atau tutur kepada saudara laki-laki dari ibu pada dasarnya dipanggil dengan “mamak‟ yang lebih tua daripada ibu kita dipanggil dengan

“mak tua” dan yang lebih muda “mak etek” yang pertengehan “mak angah”, jika saudara laki-laki dan perempuan baik dari saudara kita, ibu dan ayah, maka sapaan dikaitkan dengan warna kulit atau sifat yang bersangkutan tergantung pada keluarga tersebut dengan tujuan lebih mudah dikenal pada kalangan keluarga.

Kepada saudara laki-laki, Abang (panggilan kepada saudara laki-laki yang lebih tua), Ogek panggilan (kepada saudara laki-laki yang lebih tua), Adek

(panggilan kepada saudara laki-laki maupun perempuan yang lebih muda)..

Kepada saudara perempuan dalam bahasa pesisir, Uning (panggilan kepada saudara perempuan yang lebih tua), Cek uning(panggilan kepada saudara perempuan menunjukan warna kulitnya), Ceccek (kakak), Cek anga (panggilan ini jika memiliki saudara lebih tua yang banyak, posisi ditengah dari jumlah sudara).

2.6 Kawasan Sibolga Square

Kawasan Sibolga Square merupakan satu-satunya pusat jajanan kuliner malam di Kota Sibolga yang disediakan oleh pemerintah setempat yaitu melalui

Dinas Perindangkop dan UMKM. Kawasan ini terletak di Jalan Ahmad Yani berdekatan dengan Masjid Agung Sibolga. Kawasan ini diresmikan oleh Bapak

Drs. Sahat M.T Panggabean pada tahun 2009. Kawasan Sibolga square ini memiliki beragam macam kuliner yang dijual oleh pedagang seperti: makanan

45 Universitas Sumatera Utara laut (ikan sambam, panggang paccak, dan juga panggang geleng) nasi goreng khas pesisir, bahkan juga ada yang berjualan . Di samping itu terdapat juga beranekaminuman seperti: jus, , jamu, dan lain sebagainya. Jadi pada kawasan ini tidak ada yang berjualan selain makanan dan minuman.

Tempat ini ramai dikunjungi oleh pengunjung baik yang datang dari Kota

Sibolga maupun dari beberapa daerah lain di sekitaran Sibolga. Jumlah pengunjung akan semakin bertambah di akhir pekan atau pada saat event-event tertentu seperti: lebaran, natal, imlek, dll. Tempat dan lokasi dari Sibolga Square ini pun sangat stategis, karena letaknya yang berada di inti KotaSibolga.

Pedagang siboga square memulai untuk berjualan dari pukul 17.00 – 01.30 dini hari. Perlengkapan yang dibawak pedagang dari meja, kursi dan bahan- bahan yang dijualkan oleh pedagang makanan tersebut. Tidak gampang untuk dapat berdagang disana, justru harus mempunyai tahapan, sebab Pemerintah Kota

Sibolga sudah memberikan surat edaran bahwasanya berdagang dilokasi Sibolga

Square harus mengikuti prosedur yang dibuat oleh Pemerintah Kota Sibolga.

Kawasan Sibolga Square merupakan salah satu objek wisata makanan yang dibuat sebagai kawasan jajanan malam di Kota Sibolga pengganti pasar malam Juada di Jalan S Parman yang dinilai kurang strategis karena berada pada arus padat lalu lintas. Pada kawasan seluas Kurang dari 500² meter ini terdapat sekitar 100 pedagang yang menjual beragam makanan dan minuman, seperti: nasi goreng sate, jamu, mie, martabak hingga nasi soto dan makan lainnyaMacam- macam produk makanan yang dijual oleh pedagang sibolga square sebenarnya banyak beraneka ragam seperti kerang rebus, nasi goreng kuah, makanan laut

46 Universitas Sumatera Utara (seafood), sate dan beraneka jus yang dijual pedagang tersebut. Biasanya para wisatawan memilih makanan laut dan nasi goreng kuah yang tidak kalah dengan masakan kota lainnya

2.6.1 Berdirinya Kawasan Sibolga Square

Kawasan Sibolga Square diresmikan pada tahun 2007 ketika masa kepemimpinan bapak Sahat P Panggabean. Pembangunan kawasan ini ditandai dengan adanya sebuah gapura yang berada di ruas jalan dua arah dan dihiasi oleh lampu sebagai penerangan. Kawasan ini tidak menganggu arus lalu lintas meskipun berada di jalan umum karena adanya pengalihan jalan selama Sibolga

Square beroperasi yakni mulai sore hingga malam hari. Kawasan Sibolga Square merupakan sebuah program pemerintah sebagai usaha untuk peningkatan perekonomian masyarakat dengan menyediakan fasilitas kepada para pedagang yang akan berjualan di malam hari dengan berbagai jenis makanan.

2.6.2 Lapak Pedagang

Lapak pedagang di Kawasan Sibolga Square terdiri dari tenda-tenda terpal yang didirikan di bawah kanopi kaca yang dibangun oleh Dinas Perindangkop dan

UMKM. Masing-masing lapak memiliki ukuran kurang lebih 4 x 3 meter.

Gerobak makanan atau minuman diletakkan berjajar di sebelah kiri jalan sementara meja beserta kursi ditata di tengah tenda. Adapun pengaturan lapaknya ialah diantara lapak yang menjual makanan harus dikelangi dengan pedagang minuman. Pengaturan seperti ini membentuk sebuah hubungan yang saling menguntungkan diantara pedagang tersebut.

47 Universitas Sumatera Utara 2.6.3 Fasilitas Jalan

Fasilitas jalan sangat penting dalam menggerakkan kegiatan ekonomi, karena jika fasilitas jalan sangat baik, maka kegiatan ekonomi di seputaran jalan tersebut akan berjalan dengan lancar pula. Di sebuah pasar akan sangat penting baiknya sebuah jalan, karena dengan seperti itu para konsumen atau pembeli akan rajin berkunjung.

Seperti di Kawasan Sibolga Square, fasilitas jalan sebenarnya baik karena terletak di tengah kota dan dapat diakses dari berbagai arah, Hal ini menjadikan

Kawasan Sibolga Square menjadi sangat ramai dan terus berkembang. Jalan di

Kawasan Sibolga Square ini selalu ramai dilewati kendaraan, baik itu para pembeli atau konsumen maupun kendaraan lain yang melewati jalan-jalan yang ada di Kawasan Sibolga Square ini, karena jalan-jalan ini merupakan jalan alternatif menuju jalan-jalan besar lainnya.

2.6.4 Fasilitas Transportasi

Transportasi merupakan kendaraan angkutan yang digunakan seseorang untuk mencapai daerah tujuannya. Moda transportasi juga elemen penting dalam penggerak ekonomi. Kawasan Sibolga Square terletak ditengah Kota Sibolga dan transportasi baik menuju atau keluar Kawasan Sibolga Square sangat lengkap, itu dikarenakan posisinya yang berada di tengah kota sehingga memudahkan pembeli untuk berdatangan dari berbagai penjuru daerah dan mudah dijangkau.

Di Kawasan Sibolga Square ini terdapat sebuah terminal angkutan kota yang berada di jalan, terminal ini juga mendukung pembeli untuk berkunjung menggunakan angkutan kota, angkutan yang sering berhenti di terminal ini terdiri

48 Universitas Sumatera Utara dari beberapa trayek. Transportasi seperti becak mesin juga banyak mangkal.

Mangkal adalah bahasa pasar yang mengatakan kendaraan yang berhenti menunggu sewa datang dan berlalu lalang disekitran pasar, maupun becak dayung juga sangat mudah dijumpai untuk digunakan jasa pengangkutannya.

2.6.5 Fasilitas Parkir

Di dalam sebuah kegiatan ekonomi pasti ada yang namanya sebuah kewajiban yang tertuang di dalam sebuah aturan-aturan.Seperti juga di dalam sebuah pasar, banyak sekali aturan-aturan yang digunakan, baik itu aturan tertulis maupun tidak tertulis.Aturan tertulis adalah sebuah aturan atau kewajiban yang harus dituruti dan dilaksanakan oleh masyarakat yang bersifat formal dan memiliki kekuatan hukum karena tertulis dan diketahui oleh banyak orang.

Peraturan-peraturan seperti ini biasanya dikeluarkan oleh sebuah instansi baik itu instansi pemerintah maupun instansi swasta yang bersifat legal. Peraturan ini dibuat dan diberlakukan atas dasar pengambilan kekuasaan yang berkuasa.

Seperti halnya di Kawasan Sibolga Square ada sebuah aturan yang mewajibkan pedagang memenuhinya dan melaksanakannya, seperti uang lapak atau tempat yang dikutip atau ditagih oleh pihak pemerintah seperti Dinas

Perindangkop dan UMKM. Biasanya kewajiban ini dibayar setiap harinya dan beban yang diberikan tidak memberatkan pedagang, karena tidak begitu besar kutipan yang diminta. Ada juga aturan atau kewajiban yang harus dibayar seperti uang kebersihan. Uang ini juga biasanya dikutip dan juga harus menjaga kebersihan disekitar pajak maksudnya tidak sembarangan membuang sampah atau barang dagangan yang tidak laku kedalam parit atau ke tengah jalan. Ini

49 Universitas Sumatera Utara merupakan aturan dan kewajiban yang harus diikuti para pedagang yang tertulis dan disampaikan langsung kepada para pedagang.

Aturan tidak tertulis merupakan aturan yang berasal dari sebuah kesepakatan yang tidak memilki kekuatan hukum dan didasari atas nilai-nilai atau norma-norma.Peraturan ini biasanya dibuat oleh pihak-pihak yang dihargai dan dianggap dituakan oleh masyarkat yang berada di tengah masyarakat.Aturan tidak tertulis ini sebenarnya bisa saja tidak diikuti karena hanya diwacanakan di mulut atau penyampaiannya secara lisan.

2.7 Potensi Wisata Di Kota Sibolga

Kota Sibolga memiliki potensi kepariwisataan yang cukup besar.

Keindahan alam yang sangat luar biasa menjadi aset utama kepariwisataan

Sibolga. Banyak objek wisata yang ada di kota Sibolga yang membuat wisatawan ingin melakukan kunjungan wisata ke destinasi tersebut. Kegiatan pariwisata di

Sibolga terbagi menjadi tiga jenis, yaitu wisata alam, wisata kuliner, dan wisata sejarah. Salah satu tujuan orang-orang melakukan wisata ke Sibolga untuk menikmati wisata alam, seperti pulau poncan gadang, pulau poncan ketek, pulau mursala dan pantai ujung sibolga.

2.7.1. Wisata Alam

Wisata alam adalah bentuk kegiatan rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam, baik dalam keadaan alami maupun setelah ada usaha budidaya, sehingga memungkinkan wisatawan memperoleh kesegaran jasmani dan rohaniah, mendapatkan pengetahuan dan pengalaman serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Anonymous, 1982 dalam

50 Universitas Sumatera Utara Saragih,1993)1. Wisata alam merupakan kegiatan rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi alam untuk menikmati keindahan alam baik yang masih alami atau sudah ada usaha budidaya, agar ada daya tarik wisata ke tempat tersebut. Wisata alam digunakan sebagai penyeimbang hidup setelah melakukan aktivitas yang sangat padat, dan suasana ke ramean kota. Sehingga dengan melakukan wisata alam tubuh dan pikiran kita menjadi segar kembali dan bisa bekerja dengan lebih kreatif lagi karena dengan wisata alam memungkinkan kita memperoleh kesenangan jasmani dan rohani. Dalam melakukan wisata alam kita harus melestarikan area yang masih alami, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya masyarakat setempat sehinga bisa menjadi

Desa wisata, agar desa tersebut memiliki potensi wisata yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti alat transportasi atau penginapan (anonimous).

a. Pulau Poncan Gadang

Pulau Poncan Gadang terkenal dengan keindahan pantainya, kejernihan airnya, pasir putih, dan juga dikelilingi oleh taman laut yang indah dengan beragam jenis ikan hias dan terumbu karang yang sangat cocok bagi pecinta memancing, diving dan snorkling. Disekeliling pulau ini tumbuh pohon kelapa yang menambah kesejukan. Lokasi dan pantai bagian barat dari pulau ini memiliki panorama laut yang sangat indah. Di pulau ini telah tersedia fasilitas berupa hotel berbintang lengkap dengan berbagai fasilitas penunjang lainnya. Pulau ini dapat dijangkau sekitar 15 menit dengan menggunakan speed boat dari Sibolga.

1 Saragih Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial di Daerah Jawa

Tengah ( jawa tengah 1993)

51 Universitas Sumatera Utara b. Pulau Poncan Ketek

Kondisi Pulau Poncan Ketek tidak jauh berbeda dengan Pulau Poncan

Gadang, hanya saja area Pulau Poncan Ketek lebih kecil (ketek = kecil). Terletak disamping Pulau Poncan Gadang dan juga dapat di jangkau dengan speed boat.

Disamping keindahan lokasi dan pemandangan, pulau ini juga kaya akan sejarah dimana pada zaman dahulu, sebelum Kota Sibolga dihuni oleh penduduk, Pulau

Poncan Ketek merupakan pusat perdagangan di Teluk Tapian Nauli.

c. Pulau Mursala

Pulau Mursala Terletak pada 1 Derajad 38 Menit dan 6,09 Detik lintang

Utara (Latitude Nortth ) dan 98 derajad 35 menit 7,22 detik bujur Timur

(Longitude East) atau Locator NJ91HP. Populasi penduduknya hanya sepasang suami isteri yang sudah tua, tidak ada fasilitas listrik di Pulau ini. Juga tidak terdapat fasilitas air bersih. Untuk mencapai pulau ini digunakan boat dengan cara sewa dengan jarak tempuh 3 (tiga) jam perjalanan dari kota madya Sibolga. Pulau ini dikalangan penduduk Sibolga merupakan pulau misterius dan menurut kepercayaan penduduk Sibolga pulau ini dihuni oleh mahluk Halus yang menurut istilah mereka "Tondi"., Sehingga banyak orang yang enggan ke Pulau Mursala.

d. Pantai Ujung Sibolga

Pantai ini merupakan salah satu objek wisata yang terletak tidak jauh dari jantung Kota Sibolga. Pantai dengan riak ombak yang tidak besar ini menjadikan lokasi ini menjadi tempat yang sesuai bagi keluarga bertamasya atau sekedar menyaksikan indahnya matahari tenggelam di senja hari.

52 Universitas Sumatera Utara 2.7.2. Wisata Kuliner

Wisata kuliner saat ini menjadi sebuah jenis wisata yang sangat banyak dampaknya bagi perkembangan sebuah daerah (Stowe & Johnston, 2010). Salah satu nilai pentingnya adalah menumbuhkembangkan potensi makanan asli daerah yang sepertinya sudah mulai tergeser oleh produk-produk asing ataupun berorentasi makanan asing. Untuk itu perlu dibuat sebuah usaha untuk meningkatkan potensi ekonomis ini dengan memberikan sentuhan atau dukungan untuk dapat menarik wisatawan lokal atau asing dalam menikmati kuliner asli daerah (Stewart, J. W., Bramble, L., & Ziraldo, D. 2008).

a. Ikan Panggang Paccak

Pacak dalam bahasa Sibolga atau pesisir artinya menepuk-nepuk secara lembut. Begitulah panggang ikan dibuat dengan cara menepuk-nepuk ikan secara lembut dengan batang serai yang dicelupkan ke dalam bumbu. Ikan Panggang

Paccak atau tepuk adalah ikan yang di kasih bumbu di dibakar layak nya ikan bakar, tapi hal yang membedakan nya dengan ikan bakar adalah ikannya di kasih bumbu yang telah diracik dan ditaburkan ke ikan saat di bakar dengan cara menepukkan bumbu ke ikan menggunakan batang serai. Aroma ikan panggang paccak ini saat di bakar sangat harum membuat hidung ingin mengikuti harumnya dan ingin mengetahui dari mana asalnya. Ikan panggang paccak ini salah satu makanan yang sangat populer di kalangan warga Sibolga dan Tapanuli tengah. Salah satu makanan khas Sibolga dan Tapanuli Tengah.

53 Universitas Sumatera Utara b. Ikan Panggang Geleng

Ikan Panggang Geleng merupakan kuliner khas kota Sibolga, Sumatera Utara.

Kuliner ini cukup unik, karena ikan nantinya akan diisi dengan kentang dan berbagai bahan lainnya. Cita rasa dari kuliner ini cukup nikmat, dan sangat cocok disajikan dengan nasi hangat.

c. Mie Tek-Tek

Mie Tek-Tek merupakan kuliner khas Sibolga, makanan berupa mie yang bisa

ditemukan pada saat malam hari. Mereka menyukai mie tek-tek ini karena

pada saat mereka melakukan aktivitasnya pada malam hari hanya makanan

mie tek-tek inilah yang bisa mereka temukan. Mie tek-tek sibolga sendiri

punya ciri khas. Pertama adalah bumbu masaknya yang minimalis, baik itu

digoreng dengan kering atau berkuah. Kecap manis, potongan bawang merah,

bawang putih, sambal, merica, biasanya jadi bumbu dasar saat memasak mie

tek-tek sibolga.

2.7.3. Wisata Sejarah

Wisata Sejarah merupakan wisata yang tidak kalah menarik dengan wisata alam, kini banyak orang memilih melakukan wisata sejarah untuk menambah pengetahuan mereka mengenai peninggalan sejarah yang ada

(https://wisatatulungrejo.weebly.com/wisata-sejarah.html)

a. Tangga Seratus dan Goa Tangga Seratus

Objek wisata ini terletak di jalan Sutoyo Siswomiharjo kelurahan Pasar

Baru dan yang paling menonjol pada peninggalan sejarah dari masa penjajahan

Belanda. Objek ini dikenal dengan nama Tanggo Saratus walau pada

54 Universitas Sumatera Utara kenyataannya jumlah tangga yang ada berjumlah 293 anak tangga. Juga terdapat goa dilereng bukit dibawah tangga seratus. Berbentuk terowongan dan mempunyai dua pintu yang menghadap ke arah selatan. Dinding gua terbuat dari batu andesit muda dan selalu lembab karena tetesan air yang berasal dari dinding atas.

a. Gua Sikaje kaje

Gua ini terletak di lereng bukit sikaje-kaje, Kelurahan Aek Manis. Gua ini berbentuk terowongan setengah lingkaran dan mempunyai dua pintu. Didalam gua terdapat empat rongga, yang diperkirakan sebagai tempat menginterogasi tawanan pada masa penjajahan.

b. Benteng Sihopo-hopo

Terletak di Kelurahan Aek Manis, benteng ini berbentuk segi empat dan terbuat dari beton cor. Pintu masuk kesini ada dua buah, terletak di sisi barat dan sisi timur. Dibagian atas kedua pintu terdapat lubang yang diperkirakan sebagai bekas daun pintu. Ruangan dalam terdiri dari dua ruangan dan benteng berbentuk segi empat, masing-masing memilki tiga buah lubang angin.

d. Benteng Bukit Ketapang

Terletak di Kelurahan Sibolga Ilir dan terdiri dari enam benteng dan sebuah lubang yang diduga lubang angin dari benteng tersebut. Dua terletak di bukit, dan tiga lagi diatas bukit ditambah sebuah fondasi yang merupakan bekas benteng.

55 Universitas Sumatera Utara e. Benteng Simare-mare

Benteng ini terletak di Kelurahan Sibolga Simare-mare. Terdapat dua benteng dan sebuah lubang angin Benteng ini terdapat dibawah bukit dan berbentuk persegi panjang yang terbuat dari beton cor.

Bagi masyarakat saat ini Kota Sibolga kedatangan para wisatawan merupakan hal yang menguntungkan secara material dan meningkatkan sosial ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, masyarakat Kota Sibolga memasarkan banyak ragam seperti souvenir, makanan khas dari Kota Sibolga, hasil dari laut seperti ikan, dan beraneka macam kerajinan tangan hasil karya dari masyarakat setempat seperti baju, gelang, lukisan, kerajinan tangan yang bahannya dari binatang laut atau tumbuhan laut yang diawetkan dan masih banyak lagi. Perjalanan perkembangan pariwisata di Kota Sibolga hingga saat ini dapat dilihat dari kedatangan wisatawan, sarana dan prasarana tentu dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dan peraturan pemerintahan di daerah tersebut.

Sebagai tindak lanjut dari mandat penyelenggaraan kepariwisataan UU No

10 Tahun 2009 maka pemerintah mulai menetapkan melalui Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No.50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS) secara nasional menetapkan bahwa diseluruh wilayah Indonesia terdapat 50 (lima puluh) Destinasi Pariwisata

Nasional (DPN), 222 (dua ratus dua puluh dua) Kawasan Pengembangan

Pariwisata Nasional (KPPN) dan didalamnya telah ditetapkan ada 88 (delapan puluh delapan) Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Dan yang termasuk kedalam kawasan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) di Sumatra

56 Universitas Sumatera Utara Utara selain dari Danau Toba juga, kota Sibolga sebagai sebaran perwilayahan pembangunan kepariwisataan per-Provinsi di Indonesia. Di kota Sibolga sendiri salah satu objek wisata yang dikembangkan dalam rangka pengembangan

Kawasan Strategis Nasional Pariwisata yaitu pusat jajanan kuliner dan wisata bahari yang berada di Pantai Ujung Kota Sibolga. ( Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan Kota Sibolga ).

57 Universitas Sumatera Utara BAB III

PEDAGANG MAKANAN DI SIBOLGA SQUARE

3.1 Pedagang Sibolga Square

Pedagang lebih memilih menjadi penjual makanan disebabkan minat masyarakat pesisir yang lebih menyukai berdagang makanan dibandingkan menjadi seorang pelaut, walaupun sektor utama dari mata pencaharian masyarakat di kota Sibolga itu adalah dari hasil tangkap laut (seafood). Namun, sebagian masyarakat pesisir lebih memfokuskan dirinya menjadi seorang pedagang kuliner di kota Sibolga. Terlebih lagi, masakan kuliner di Kota Sibolga memang sudah terkenal memiliki rasa yang sangat lezat, dan juga memiliki bermacam-macam jenis makanan yang dijual.

Foto 1 : Gerbang Masuk Sibolga Square

Sumber : Penelitian Lapangan Tahun 2018

Pedagang makanan lebih banyak terkonsentrasi di satu kawasan perbelanjaan yakni di Sibolga Square, yang berlokasi di Jl.Ahmad Yani. Para pedagang makanan ini terdiri dari laki-laki dan perempuan, serta berasal dari

58

Universitas Sumatera Utara berbagai etnis yang ada di Kota Sibolga. Pada umumnya pedagang yang berjualan di sepanjang Jl.Ahmad Yani adalah orang yang berada dalam usia produktif yakni dengan umur berkisar antara 30 tahun hingga 60 tahun.

Peneliti mengambil data umum mengenai profil pedagang Sibolga Square dari laporan survey PD Pasar Sibolga tahun 2015. Tujuan dari pengambilan data sekunder tersebut adalah untuk mendapatkan data yang selanjutnya akan dianalisis untuk mengetahui karakteristik umum dari pedagang makanan di

Sibolga Square. Analisis ini meliputi klasifikasi umur, tingkat pendidikan, asal pedagang, jumlah pekerja, lama berdagang, modal serta tingkat penghasilan per hari sebagai gambaran kondisi pedagang pada lokasi Sibolga Square tersebut.

3.2.Tingkat Usia

Dari data yang diberikan oleh PD Pasar Sibolga terdapat 100 orang pedagang kaki lima yang berjualan di lokasi yang ditetapkan oleh Pemda

Kabupaten Sibolga menunjukkan bahwa pedagang kaki lima khususnya kelompok usia 31-40 tahun merupakan jumlah terbesar yakni 44%. Diikuti oleh kelompok usia 41-50 sebesar 26%, selanjutnya pedagang kaki lima yang berusia di atas 50 tahun tercatat sebesar 20%. Sedangkan kelompok usia pedagang kaki lima dibawah 30 tahun hanya 10%.

Tabel 3.5 Kelompok Umur Pedagang

No. Umur Jumlah/orang Persentase 1 31-40 Tahun 44 orang 44 % 2 41-50 Tahun 26 orang 26 % 3 Diatas 50 Tahun 20 orang 20 % 4 Dibawah 30 Tahun 10 orang 10 % Total 100 Orang 100 % Sumber :Laporan Survei Pedagang PD Pasar Sibolga Tahun 2015

59

Universitas Sumatera Utara Dari hasil pendataan tersebut dapat dilihat bahwa kelompok paling besar adalah kelompok usia 31-40 tahun, yang merupakan usia yang produktif dan yang termasuk penting dalam memperoleh kesempatan kerja. Pada usia tersebut pedagang telah cukup dewasa dan bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan keluarga.

Salah seorang informan kunci yang bernama bang Zulham (34 tahun) mengatakan bahwa memang untuk mencari pekerjaan yang layak pada saat ini sangat lah sulit, apalagi untuk orang seumurannya. Pekerjaannya sebagai penjual di kawasan Sibolga Square merupakan sesuatu hal yang sangat dia syukuri sebab dari penghasilan tersebut dirinya dapat menghidupi keluarganya.

Berikut wawancara dengan bang Zulham :

“... berjualan saya sudah 5 tahun ini di tempat ini. Kalau umur saya sudah 34 tahun jadi tidak bisa lagi untuk milih-milih pekerjaan. Karena sekarang juga lagi sulit untuk mencari pekerjaan yang hasilnya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari ...” Foto 3 : Wawancara Peneliti Dengan Ibu Fitri (Informan)

Sumber : Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2018

60

Universitas Sumatera Utara Sementara itu Ibu Fitri (34 tahun) penjual masakan seafood 2000 mengatakan bahwa memang kesulitan untuk mencari pekerjaan menjadi alasan satu-satunya mengapa dia dan suaminya memutuskan untuk berjualan seafood.

“... umur saya sekarang 34 tahun dek. Bekerja disini juga untuk membantu usaha milik suami. Anak kami ada 2 dan dua-duanya sekarang sudah sekolah jadi harus mencari banyak uang untuk biaya sekolah.Kalau disini rata-rata memang orang-orang dewasa lah yang jualan. Kalau anak-anak tidak ada yang berjualan ...”

Sulitnya mencari pekerjaan dalam bidang formal dan motivasi untuk bertahan hidup mendorong mereka membuka lapangan kerja sendiri yaitu sebagai pedagang kaki lima. Hal tersebut sesuai yang dikatakan Bromley (dalam Manning dan Effendi, 1996: 230) sektor informal terutama PKL (pedagang kaki lima) merupakan usaha yang paling mudah dimasuki sehingga secara tidak langsung mengurangi beban pemerintah dalam masalah pengangguran.

3.2.1. Tingkat Pendidikan

Berikut adalah hasil dari survei yang dilakukan oleh PD Pasar Sibolga mengenai tingkat pendidikan para pedagang kaki lima. Dari hasil survey tersebut, tingkat pendidikan pedagang kaki lima terlihat paling banyak adalah SD yaitu sebanyak 42% diikuti pedagang yang berpendidikan SMP yaitu sebanyak 33% kemudian tingkat pendidikan SMA sebanyak 28%. Sedangkan pedagang yang mempunyai pendidikan setingkat perguruan tinggi menurut hasil survei tidak ada.

61

Universitas Sumatera Utara Tabel 3.6 Tingkat Pendidikan Pedagang

No. Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Tamatan SD 42 orang 42 % 2. Tamatan SMP 30 orang 30 % 3. Tamatan SMA 28 orang 28 % 4. Sarjana/Diploma 0 0 Total 100 orang 100% Sumber :Laporan Survei Pedagang PD Pasar Sibolga Tahun 2015

Tingkat pendidikan yang hanya setingkat SD maupun SMP atau bahkan tidak pernah sekolah sama sekali adalah sesuai dengan ciri-ciri dari sektor informal yaitu salah satunya adalah berpendidikan rendah. Rendahnya tingkat pendidikan menunjukkan bahwa usaha dalam sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus.

Salah seorang informan bernama bapak Zulkifli (40 tahun) menjelaskan bahwa dirinya hanya tamatan seklah dasar (SD) dan merupakan perantau yang berasal dari Kota Medan. Awalnya dia merantau ke Kota Jakarta, namun karena kurang beruntung beliau akhirnya pindah berjualan ke Sibolga. Di Sibolga ini beliau berjualan kerang rebus pada malam hari. Bapak Zulkifli mengaku tidak memiliki pilihan lain selain berjualan untuk mencari uang. Sebab dirinya hanya lah tamatan SD dan hanya bisa baca dan tulis, sehingga tidak akan ada perusahaan yang mau menerimanya.

“... boro-boro mau jadi karyawan, ngelamar kerja pabrik di Kota Medan aja enggak diterima apalagi berangan-angan untuk jadi karyawan. Saya kan tamat cuman SD, di Jakarta saya merantau gak dapat apa-apa,disana itu kehidupan susah sekali dek buat orang yang Cuma tamatan SD. Apa yang saya dapat dari

62

Universitas Sumatera Utara berjualan kerang ini juga udah hebat ini, bisa cukup buat ngasih makan anak isteri. Coba kalau saya tahankan di Jakarta tinggal merantau, baju pun aku rasa enggak bisa terbeli ...” Foto 4 : Wawancara Peneliti Dengan Pak Zulkifli (Informan)

Sumber : Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2018

Hal yang serupa juga diutarakan oleh ibu Fitri yang mengaku hanya tamatan sekolah menengah pertama (SMP) di Sibolga. Dia berasal dari keluarga sederhana yang kemudian menikah dengan suaminya yang memiliki usaha

Seafood 2000. Ibu Fitri mengatakan mencari pekerjaan formal di Sibolga adalah mustahil untuk orang yang hanya tamatan SMP seperti dirinya. Sehingga pilihan berwirausaha adalah pilihan terbaik untuk keluarganya.

“... coba lah kau tanya dek di tempat ini, mana ada yang sarjana disini. Semuanya disini yang tamatan SMA atau SMP. Karena kami udah tahu bagaimana sakitnya cari pekerjaan seperti di perusahaan-perusahaan gitu, makanya kami buka usaha sendiri. Syukur aja aku nikah sama suami yang uda ada usahanya, kalau enggak ya udah entah gimana lah nasibku. Mau merantau pun ke Kota Medan kalau enggak punya ijazah minimal SMA mana bisa. Palingan jadi pembantu aja lah ...”

63

Universitas Sumatera Utara Banyaknya pedagang yang berpendidikan rendah bahkan ada yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal menyebabkan terjadinya penyimpangan- penyimpangan dalam memahami peraturan pemerintah. Misalkan menempati lokasi berdagang yang seharusnya tidak diperbolehkan, berjualan diluar waktu yang telah ditentukan serta sarana berdagang yang lebarnya melebih ketentuan yang diperbolehkan.

3.2.2. Asal Pedagang

Sementara dilihat dari daerah asal pedagang makanan di Sibolga Square yang menjadi fokus penelitian menunjukkan sebagian besar pedagang mengungkapkan bahwa mereka asli berasal dari Sibolga (86 %). Sementara sisanya (14 %) pedagang kaki lima mengatakan berasal dari luar Sibolga seperti dari Nias, Medan, Tobasa, Siantar dan daerah lainnya. Meskipun demikian, pedagang yang berasal dari luar kota Sibolga telah menetap di kota Sibolga (

Dinas Perindagkop dan UKM Kota Sibolga 2015 ).

Seperti misalnya bang Ridwan (29 tahun) penjual yang berasal dari

Kota Medan. Bang Ridwan menyelesaikan sekolahnya hingga lulus SMK Teknik

Mesin di Kota Medan. Selepas tamat sekolah dia sempat merantau ke Batam dan bekerja di salah satu pabrik elektronik disana. Namun, setelah 4 tahun dia bekerja disana, akhirnya dia berhenti karena dipecat dari perusahaan. Modal yang dia dapat dari bekerja di Batam akhirnya digunakannya untuk membuka usaha berjualan bakso di Kota Medan. Namun, karena kalah bersaing dia akhirnya menutup usahanya tersebut. Akhirnya pada 4 tahun yang lalu ketika dia menikah dengan isterinya yang kebetulan berasal dari Sibolga, dia pun memutuskan untuk

64

Universitas Sumatera Utara tinggal menetap di tempat asal isterinya dan membuka warung bakso pinggir jalan di kawasan Sibolga Square.

“... dulu saya sempat kerja di Batam, lumayan lah gaji dari perusahaannya. Tapi seimbang juga sama biaya hidup disana. Kumpulin duit abis itu saya balik lagi ke Medan buat buka bakso. Tapi mungkin belum rezeki, saya tutup lah akhirnya usaha itu kan. Sehabis itu saya menikah dan ikut isteri ke tempat asal dia di sini, bingung mau cari kerjaan apa ya akhirnya saya buka saja lah usaha bakso lagi. Rupanya Alhamdulilah bisa berhasil juga dan hasilnya lumayan buat anak dan isteri ...”

Sementara itu bapak Zulkifli yang berjualan kerang rebus pun akhirnya memutuskan untuk tinggal menetap di Sibolga.Hal ini karena memang dianggap lebih mudah untuk membuka usaha makanan di Sibolga ketimbang di Kota

Medan yang memang sudah sangat banyak penjual makanan.

“ ... saya sekarang ya sudah menetap lah di Sibolga. Disini juga tenang kan tempatnya, cari duit pun masih gampang. Isteri dan anak di Medan juga sudah saya jemput buat tinggal disini.Kartu Keluarga pun sudah dibuat disini, pokoknya memang sudah memutuskan hidup disini lah. Karena memang mau bagaimana lagi, kalau memang rezeki nya disini ya buat apa lagi pindah ketempat lain kan ...” Pilihan untuk tinggal menetap di Sibolga merupakan buah dari keberadaan lokasi berjualan di Sibolga Square. Masyarakat yang mendapatkan untung dari berjualan di tempat tersebut akhirnya merasa nyaman, dan bahkan membuat perantau untuk memutuskan tinggal menetap di Sibolga.

65

Universitas Sumatera Utara 3.2.3. Jumlah Pekerja

Kegiatan usaha kaki lima mampu memberikan lapangan pekerjaan tidak hanya bagi pedagang kaki lima sendiri tetapi juga tenaga kerja yang membantu kegiatan pedagang kaki lima. Pada umumnya pedagang kaki lima memiliki jumlah pekerja sekitar 1-2 orang (72 %), mereka adalah selain dirinya sendiri juga dibantu seorang pembantu, baik istri, suami, anak, saudara ataupun pekerja yang diupah. Pedagang kaki lima yang menggunakan tenaga kerja dengan jumlah 3-5 orang sebesar 24%. Sedangkan pedagang kaki lima yang menggunakan tenaga kerja lebih dari 5 orang sebesar 4%. Untuk pedagang yang memperkerjakan tenaga kerja lebih dari 5 orang adalah pedagang yang berada pada lokasi di kawasan ruko-ruko. Hal ini terjadi karena pada pedagang tersebut telah mempunyai omzet yang cukup besar dan membutuhkan banyak pekerja untuk membantu dagangannya.

Pada umumnya untuk jenis usaha yang melibatkan lebih dari 2 pekerja adalah jenis usaha berupa makanan olahan, kecuali pada lokasi Sibolga Square dalam, ada 1 jenis usaha yang mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 2 orang yaitu jenis usaha Rumah Makan. Tenaga kerja yang dipekerjakan oleh pedagang kaki lima tersebut seperti yang telah dikatakan merupakan tenaga kerja dari lingkungan hubungan keluarga, kenalan dan berasal dari daerah yang sama.

Sehingga sektor informal terutama pedagang kaki lima terbukti dapat menciptakan lapangan kerja dan dapat mengurangi pengangguran.

66

Universitas Sumatera Utara Misalnya pada usaha Rumah Makan Padang milik uda Alfian yang lokasinya berada di kawasan ruko Sibolga Square. Beliau mempekerjakan tiga orang untuk membantu melayani pelanggan dan juga menyiapkan masakan. Tiga orang yang dipekerjakannya semuanya merupakan saudara dari pihak keluarganya. Alasan dari pengambilan tenaga kerja dari pihak keluarganya adalah agar lebih bisa dipercaya. Sebab menurutnya jika menggunakan tenaga pekerja dari luar keluarga, akan sulit dan dikhawatirkan akan seenaknya sendiri.

“... kalau awak kan cari pekerja di rumah makan ini tidak sembarang. Karena yang kita hadapi setiap hari ini adalah makanan, jadi kalau sembarangan kita cari dia punya niat jahat kan kita tidak tahu. Kalau dari saudara kita kan bisa lebih aman karena kita juga sudah kenal bagaimana sifatnya, siapa orangtuanya dan juga dia bisa tinggal di tempat kita buka rumah makan buat menjaga sekalian. Pokoknya tidak senyaman kalau kita ambil saudara kita sendiri lah ...”

Walaupun begitu, masih terdapat beberapa pedagang yang mau mempekerjakan orang luar untuk membantu usahanya. Salah satunya adalah bang

Taspin (34 tahun) penjual jamu yang biasa berjualan jamu di trotoar Jl. Ahmad

Yani di sekitar kawasan Sibolga Square. Bang Taspin memiliki satu orang anggota laki-laki berumur 18 tahun yang setiap malam bertugas untuk membantunya melayani pelanggan jamu, membuat jamu, ataupun juga membersihkan gelas bekas minum para pembeli jamu. Alasan dari bang Taspin merekrut orang luar salah satunya adalah karena kasihan melihat anak-anak remaja di lingkungan tersebut yang banyak menganggur.

67

Universitas Sumatera Utara “... sebenarnya untuk pekerja mau dia saudara ataupun orang luar itu sama saja, karena itu semua tergantung kita untuk bisa bicara bagus sama anak buah kita. Lagi pula seperti saya ini kan orang perantauan, mencari nafkah di daerah mereka, masa’ untuk tukang bantu-bantu nyuci saya enggak bisa masukkan orang asli sini. Mereka juga butuh pekerjaan kan, lagian kalau belum dikasih kesempatan ya kita mana tahu kerjanya seperti apa ...”

Hubungan personal memang merupakan salah satu faktor untuk merekrut tenaga kerja. Salah satu faktor utamanya adalah karena sudah memang mengenali orang tersebut, juga karena memiliki hubungan emosional dengan kerabat tersebut. Namun, orang-orang yang mempekerjakan orang lain di luar kerabatnya juga dapat meraih hasil yang positive, selama dapat menjalankan komunikasi yang baik dengan orang yang direkrut tersebut.

3.2.4. Lama Usaha

Sementara dari faktor lama usaha, sebagian di antara pedagang kaki lima yang diwawancarai merupakan pedagang yang telah menggeluti usaha ini 3 tahun atau kurang yakni sebanyak 19 tempat usaha. Sebanyak 14 tempat usaha pedagang kaki lima menyatakan bahwa mereka telah mulai membuka usaha kaki lima antara 4 sampai 6 tahun. Sedangkan pedagang kaki lima yang mempunyai lama usaha 7 sampai 9 tahun adalah 4 tempat. Pedagang kaki lima yang lama usahanya lebih dari 10 tahun sebanyak 13 tempat. Lamanya tahun mulai usaha menunjukkan bahwa kegiatan usaha kaki lima merupakan alternatif mata pencaharian utama yang dapat menjaga kelangsungan hidup keluarga.

68

Universitas Sumatera Utara Dari jabaran data diatas, dapat diketahui paling banyak pedagang yang mempunyai usaha selama 3 tahun atau kurang adalah paling besar yaitu sebanyak

38%. Pada lokasi trotoar Jl. Ahmad Yani yang merupakan bagian depan kawasan

Sibolga Square, semua pedagang yang ada mengungkapkan bahwa mereka baru menjalani usaha berdagang kurang dari 3 tahun, karena lapangan tersebut diresmikan untuk pedagang kaki lima baru pada tahun 2013.

Sedangkan pada lokasi di dalam kawasan Sibolga Square sebagian besar pedagangnya telah mulai berdagang lebih dari 5 tahun. Hal ini dikarenakan mereka adalah pedagang lama dan bisa dikatakan merupakan pedagang yang telah mapan karena telah memiliki tempat berdagang permanen. Lama usaha pedagang kaki lima yang menempati lokasi di bagian belakang Sibolga Square berfariasi ada yang 3 tahun, dan ada juga yang sudah 5 tahun. Meskipun demikian pedagang kaki lima yang membuka usaha dalam kurun waktu lebih dari 10 tahun relatif banyak, bahkan ada beberapa pedagang yang mengaku telah berdagang di Jl.

Ahmad Yani lebih dari 10 tahun sebelum adanya kawasan Sibolga Square ini dibangun.

Semakin meningkatnya jumlah pedagang kaki lima pada kurun waktu lima tahun terakhir dimungkinkan karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan membawa dampak pada meningkatnya pengangguran karena pemutusan hubungan kerja akibat dari roda perekonomian yang tidak berjalan normal.

69

Universitas Sumatera Utara 3.2.5 Modal

Dilihat dari modal usaha untuk mengawali usaha berdagang ini, sebagian besar pedagang mengaku mempunyai modal kurang dari 1 juta sebanyak 34 pedagang, sedangkan yang lebih dari 1 juta adalah 16 pedagang. Pada umumnya mereka mengaku untuk modal sebesar itu belum termasuk modal sarana berdagang seperti gerobak, kios maupun tenda. Sebagian kecil pedagang mengaku mempunyai modal lebih dari 2 juta sebanyak 3 orang. Pedagang yang mempunyai modal lebih dari 2 juta adalah pedagang pada lokasi di dalam Sibolga Square yang merupakan pedagang yang telah mapan dan telah lama berusaha di tempat ini. Hal ini dikarenakan pedagang tersebut adalah bukan dari dalam kota Sibolga dan sedang merintis usaha ini pada lokasi yang baru.

Menurut pengakuannya, pedagang tersebut mengungkapkan bahwa disamping berjualan pada Sibolga Square, dia juga berjualan pada tempat-tempat yang ada keramaian, misalnya pasar atau alun-alun Sibolga pada hari Sabtu dan

Minggu yang merupakan pusat keramaian. Dari hasil observasi tersebut tersebut dapat dilihat bahwa usaha pada sektor informal terutama pedagang kaki lima merupakan usaha dengan modal yang relatif kecil dan merupakan suatu unit usaha yang berskala kecil yang sesuai dengan karakteristik sektor informal pada umumnya. Diantara beberapa pedagang ada juga yang diberi modal oleh pemerintah kota sibolga, diantaranya berupa gerobak, meja, tenda besi, dan uang sebear 1 juta bagi para pedagang yang kurang mampu untuk merintis usaha makanan yang ditekunin nya

70

Universitas Sumatera Utara 3.2.6 Pendapatan

Tingkat pendapatan rata-rata per hari pedagang tergantung pada waktu- waktu tertentu. Pada hari-hari biasa, tingkat pendapatan mereka sangat minim, tetapi pada waktu hari libur atau pada waktu ada keramaian, tingkat pendapatan mereka akan naik tajam. Dilihat dari pendapatan rata-rata per hari terungkap bahwa sebagian besar pedagang mengaku bahwa pendapatan mereka rata-rata di bawah Rp. 200.000 per hari.

Sementara pedagang yang menyatakan pendapatan rata-rata per hari berkisar antara dibawah Rp. 300.000. Sedangkan pedagang lain yang memiliki pendapatan rata-rata per hari berkisar antara Rp. 400.000-500.000. Demikian pula pedagang selanjutnya yang memiliki pendapatan rata-rata diatas Rp. 500.000 per hari. Pedagang makanan yang mengaku mempunyai pendapatan lebih dari

Rp.500.000 berasal dari lokasi dalam Sibolga Square. Bahkan ada 2 orang yang mengaku sehari berpenghasilan lebih dari Rp. 1 juta rupiah.

Ternyata sektor informal mampu memberikan penghasilan yang lebih besar dibandingkan dengan sektor formal seperti pegawai biasa. Berdasarkan pengamatan sebagian besar pedagang makanan berpendapatan kurang dari Rp.

100.000 per hari dan hanya memiliki satu lokasi usaha kaki lima. Meskipun ada beberapa pedagang yang mengaku bahwa mereka memiliki usaha di lokasi lain, tapi tidak berlaku pada umumnya dan hanya sebagian kecil pedagang kaki lima.

Lokasi yang menjanjikan penghasilan yang lebih besar adalah pada lokasi dalam dan luar Sibolga Square yang merupakan tempat jajan dari masyarakat Sibolga.

Lokasi yang berbeda membawa pengaruh pada penghasilan pedagang. Lokasi

71

Universitas Sumatera Utara yang aksesibilitasnya tinggi akan menambah jumlah pelanggan yang secara langsung menaikkan penghasilan pedagang.

3.3 Pedagang Makanan di Kaki Lima Sibolga Square

Hampir seluruh pedagang makanan yang berada di Sibolga Square adalah pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima merupakan salah satu bentuk aktivitas perdagangan sektor informal (Dorodjatun Kuntjoro Jakti, 1986)1. Pedagang kaki lima adalah pedagang kecil yang umumnya berperan sebagai penyalur barang- barang dan jasa ekonomi kota. Ada pendapat yang menggunakan istilah PKL untuk pedagang yang menggunakan gerobak. Dari pengertian tersebut, yang dimaksud dengan pedagang kaki lima adalah setiap orang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa, yaitu melayani kebutuhan barang-barang atau makanan yang dikonsumsi langsung oleh konsumen, yang dilakukan cenderung berpindah- pindah dengan kemampuan modal yang kecil/terbatas, dalam melakukan usaha tersebut menggunakan peralatan sederhana dan memiliki lokasi di tempat-tempat umum (terutama di atas trotoar atau sebagian badan jalan), dengan tidak mempunyai legalitas formal.

Istilah kaki lima berasal dari trotoar yang dahulu berukuran lebar 5 kaki atau sama dengan kurang lebih 1,5 meter, sehingga dalam pengertian PKL adalah pedagang yang berjualan pada kaki lima, dan biasanya mengambil tempat atau lokasi di daerah keramaian umum seperti trotoar di depan pertokoan/kawasan perdagangan, pasar, sekolah dan gedung bioskop (Fakultas Ekonomi Unpar, 1980,

1 Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Kemiskinan di Indonesia. ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.1986 )

72

Universitas Sumatera Utara dalam Widodo, 2000: 272). Namun pengertian tentang pedagang kaki lima terus berkembang sehingga sekarang menjadi kabur artinya. Mereka tidak lagi berdagang di atas trotoar saja, tetapi disetiap jalur pejalan kaki, tempat parkir, ruang terbuka, taman, terminal bahkan di perempatan jalan dan berkeliling ke rumah-rumah penduduk.

Mc. Gee dan Yeung (1977: 25)3 memberikan pengertian pedagang kaki lima sama dengan hawker, yang didefinisikan sebagai sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual pada ruang publik, terutama di pinggir jalan dan trotoar. Dalam pengertian ini termasuk juga orang yang menawarkan barang dan jasanya dari rumah ke rumah.

Menurut Mc. Gee dan Yeung (1977: 82-83), jenis dagangan PKL sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang ada di sekitar kawasan dimana pedagang tersebut beraktivitas. Misalnya di suatu kawasan perdagangan, maka jenis dagangan yang ditawarkan akan beranekaragam, berupa makanan/minuman, barang kelontong, pakaian, dan lain-lain. Dalam hal ini Sibolga Square lebih menitikberatkan pada aktivitas berjualan makanan dan minuman.

2 Ahmadi Widodo, Faktor-faktor Yang Memperngaruhi Pemilihan Lokasi Usaha PKL, (Studi Kasus Kota Semarang, 2000 ) halaman 27 3 T.G. McGee, & Y.M. Yeung, Hawkers in Southeast Asian Cities: planning for the Bazaar Economy. ( Ottawa: International Development Research Centre 1977) halaman 25-82-83

73

Universitas Sumatera Utara Foto 5 : Pedagang Kaki Lima yang Menjual Nasi Goreng

Sumber : Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2018

Adapun jenis dagangan yang ditawarkan oleh PKL dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok utama , yaitu:

1. Makanan yang tidak siap dan belum diproses, termasuk didalamnya

makanan mentah, seperti daging, buah-buahan, dan sayuran.

2. Makanan yang siap saji, seperti nasi dan lauk pauknya dan juga

minuman.

Semua jenis dagangan ini terdapat di Sibolga Square. Jenis dagangan yang dijual sangat beragam dari mulai makanan laut (seafood), ayam penyet, nasi goreng kuah, sate dan jamu. Semuanya berjualan di Sibolga Square, namun untuk penjual ayam penyet dan jamu biasanya mereka mulai berjualan pada malam hari.

Bentuk sarana perdagangan yang dipergunakan oleh para PKL dalam menjalankan aktivitasnya sangat bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mc. Gee dan Yeung (1977: 82-83) di kota-kota di Asia Tenggara

74

Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa pada umumnya bentuk sarana tersebut sangat sederhana dan biasanya mudah untuk dipindah atau dibawa dari satu tempat ke tempat lain dan dipengaruhi oleh jenis dagangan yang dijual. Adapun bentuk sarana perdagangan yang digunakan oleh PKL menurut Waworoentoe (1973, dalam Widjajanti, 2000:

39-40)4 adalah sebagai berikut:

1.Gerobak/kereta dorong, bentuk sarana ini terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu gerobak/kereta dorong tanpa atap dan gerobak/kereta dorong yang beratap untuk melindungi barang dagangan dari pengaruh cuaca. Bentuk ini dapat dikategorikan dalam bentuk aktivitas PKL yang permanen (static) atau semi permanen (semi static), dan umumnya dijumpai pada PKL yang berjualan makanan, minuman, dan rokok.

2.Pikulan/keranjang, bentuk sarana perdagangan ini digunakan oleh PKL keliling (mobile hawkers) atau semi permanen (semi static), yang sering dijumpai pada PKL yang berjualan jenis barang dan minuman. Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan mudah dibawa atau dipindah tempat.

3.Warung semi permanen, terdiri dari beberapa gerobak/kereta dorong yang diatur sedemikian rupa secara berderet dan dilengkapi dengan kursi dan meja. Bagian atap dan sekelilingnya biasanya ditutup dengan pelindung yang terbuat dari kain plastik, terpal atau lainnya yang tidak tembus air.Berdasarkan sarana usaha tersebut, PKL ini dapat dikategorikan pedagang permanen (static) yang umumnya untuk jenis dagangan makanan dan minuman.

4 Retno Widjajanti, Penataan Fisik Kegiatan Pedagang Kaki Lima Pada Kawasan Komersial Di Pusat Kota (Studi Kasus: Simpanglima Semarang, 2000) halaman 39-40

75

Universitas Sumatera Utara Semua jenis sarana perdagangan ini ada di Sibolga Square, bahkan saat ini sudah ada penjual makanan yang memakai mobil sebagai tempat berjualan, atau biasa disebut Food Truck. Yang memakai banyak tempat biasanya adalah penjual makanan laut (seafood) yang memiliki perlengkapan lengkap seperti bangku, meja, dan alat-alat makan lainnya. Namun, untuk penjual ayam penyet biasanya mereka menggunakan halaman ruko sebagai tambahan untuk tempat berjualan.

Sementara itu penjual jamu pada malam harinya biasa mengayuh gerobak sorongnya untuk membuka dagangannya di Sibolga Square.

3.4 Kegiatan Wisata Kuliner

Ketersediaan fasilitas perkotaan yang cukup lengkap di Kota Sibolga menjadi salah satu faktor pendorong perkembangan sektor informal PKL di Kota

Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah. Sebagaimana diketahui bahwa aktivitas

PKL berkaitan langsung dengan aktivitas masyarakat. Dengan tingginya aktivitas masyarakat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas sosial ekonomi, maka akan semakin menarik PKL untuk muncul.

Foto 6 : Suasana Pengunjung di Sibolga Square Pada Malam Hari

Sumber : Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2018

76

Universitas Sumatera Utara Keberadaan pedagang makanan kaki lima di Kota Sibolga yang menjajahkan makanan khas pada beberapa sisi telah memberi warna tersendiri bagi kota. Selain itu keberadaan pedagang kaki lima tersebut juga telah mampu memberikan alternatif bagi warga masyarakat untuk mendapatkan barang-barang yang dibutuhkan dengan harga yang terjangkau.

Walaupun perkembangan pedagang makanan kaki lima di Kota Sibolga belum seberapa jika dibandingkan dengan perkembangan pedagang kaki lima di

Kota Medan, Siantar, maupun Deli Serdang, namun upaya guna penataan lokasi mereka di beberapa tempat telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Sibolga.

Meskipun lokasi tempat usaha pedagang kaki lima telah diatur dalam Surat

Keputusan Bupati, banyak juga dari pedagang ini yang masih menempati tempat- tempat diluar lokasi yang telah ditetapkan, terutama di tempat-tempat yang dekat dengan keramaian kota.

Adapun karakteristik pedagang makanan kaki lima di Kota Sibolga bermacam-macam yang dapat dibedakan dari jenis dagangan, waktu melakukan usaha (siang dan atau malam hari), dan sarana prasarana yang digunakan. Jenis dagangan pedagang kaki lima di Kota Sibolga hampir sama dari tahun ke tahun.

Berbagai makanan “khas” Sibolga seperti Mie Tektek, Ikan Panggang Pacak dan makanan olahan sea food memenuhi sepanjang kawasan Sibolga Square. Namun berbagai jenis makanan lainnya juga menyebar di tiap pusat-pusat keramaian.

Dari segi waktu jualan, ada PKL yang berjualan pada malam hari dengan sarana prasarana yang juga lebih bervariasi, bukan hanya mengandalkan

77

Universitas Sumatera Utara alas/gelaran dan keranjang/pikulan, tetapi juga kios dan warung-warung semi permanen.

Pedagang makanan kaki lima di Kota Sibolga saat ini berjumlah sekitar

100 (seratus) orang yang tersebar di berbagai kawasan di Sibolga Square dengan aneka jenis usaha. Jumlah pedagang ini standar, mengingat angka resmi jumlah

PKL sudah pernah dicatat kembali semenjak tahun 2015. Dari tahun ke tahun jumlah PKL semakin meningkat, hal ini diindikasikan bahwa semakin banyak tenaga kerja yang tidak dapat terserap pada sektor formal.

Seperti halnya kota-kota di Pulau Sumatera lainnya, Kota Sibolga memiliki “alun-alun” yang menjadi pusat pemerintahan, pusat peribadatan, sekaligus pusat kegiatan sosial. Hal ini dapat dilihat dari bangunan perkantoran di sebelah timur alun-alun yang merupakan pusat aktivitas Pemerintahan Kabupaten

Tapanuli Tengah, kantor-kantor lainnya (Kantor Departemen Agama, Kantor

Kesbanglinmas, dan Rutan Sibolga). Disamping itu terdapat juga Masjid Agung yang terletak di sebelah barat alun-alun serta pemukiman penduduk yang telah menandai keberadaan alun-alun sebagai pusat peribadatan dan pusat kegiatan sosial.

Sebagai pusat kegiatan sosial, alun-alun Sibolga dalam hal ini Sibolga

Square telah menjadi tempat rekreasi bagi masyarakat.Suasana yang ramai dengan aroma-aroma makanannya yang khas disekelilingnya membuat mereka dapat melakukan aktivitas jalan-jalan dan beristirahat sambil berwisata kuliner. Khusus hari sabtu malam tempat ini akan sangat ramai dikunjungi masyarakat Sibolga dan luar daerah untuk bermalam mingguan dengan teman atau keluarga.

78

Universitas Sumatera Utara Bertambahnya keramaian di alun-alun telah menarik PKL untuk berjualan di lokasi tersebut.Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2012 tentang pengaturan

Pedagang Kaki Lima terdapat larangan untuk berjualan bagi PKL, hal tersebut tidak menjadi halangan. Alun-alun Kota Sibolga memiliki 2 (dua) jalur jalan, yaitu jalur cepat dan jalur lambat yang bisa dilalui oleh pengguna jalan dalam kotamaupun luar kota Sibolga. Disekelilingnya terdapat trotoar yang pada umumnya mempunyai lebar 1,5 m. Saat ini jumlah pedagang kaki lima yang berjualan adalah kurang lebih 87 pedagang dengan berbagai jenis usaha seperti

Sea food, ayam penyet, kerang rebus, , bakso, sate, , rokok, dan minuman.

3.5 Kebijakan Pemerintah Untuk Para Pedagang Makanan Kaki Lima di

Sibolga

Menurut Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2012 tentang pengaturan

Pedagang Kaki Lima, yang dimaksud dengan Pedagang Kaki Lima adalah pedagang golongan ekonomi lemah yang dalam usahanya menggunakan sarana dan perlengkapan yang mudah dibongkar pasang atau dipindahkan serta menggunakan tempat-tempat umum lainnya yang bukan peruntukkannya bagi tempat usaha secara tetap. Sedangkan tempat usaha pedagang kaki lima adalah tempat-tempat diluar lingkungan pasar yaitu ditepi jalan umum, lapangan serta tempat lain diatas tanah negara yang ditetapkan oleh Bupati sebagai tempat berjualan bagi pedagang kaki lima

Untuk mempergunakan tempat usaha dimaksud, Pedagang kaki lima harus mendapatkan izin dari Bupati. Menurut pasal 2 pada Pasal 7 disebutkan bahwa

79

Universitas Sumatera Utara setiap pedagang kakilima yang telah memiliki izin dilarang untuk mengubah dan memperluas tempat usaha tanpa izin, memindah-tangankan izin tempat usahanya kepada pihak lain tanpa izin Bupati, meninggalkan peralatan/barang dagangan di tempat jualan sebelum waktu yang ditetapkan, membakar sampah dan kotoran lain di sembarang tempat, menggunakan usahanya tidak sesuai izin, menjual makanan/minuman keras yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, menempati lahan untuk digunakan sebagai tempat tinggal atau tidur pada tempat usaha, mendirikan bangunan permanen di lokasi yang ditentukan serta melakukan kegiatan usaha di luar lokasi yang ditentukan.

Kemudian pada Pasal 6 memuat kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap pedagang kaki lima yang telah memperoleh izin adalah membayar retribusi berdasarkan Peraturan Daerah yang berlaku, menjaga kebersihan, kesehatan dan keindahan serta ikut menertibkan suasana kota menjadi indah, komunikatif, hijau, lancar, aman dan sehat, mentaati ketentuan-ketentuan dan petunjuk yang telah ditetapkan oleh Bupati, menempati tempat usaha sesuai izin yang dimilikinya, menyerahkan tempat usaha pedagang kaki lima tanpa menuntut ganti rugidalam bentuk apapun apabila sewaktu-waktu dibutuhkan Pemerintah Kabupaten, serta melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya yang ditetapkan oleh Bupati.

Menurut Keputusan Bupati Nomor 14 Tahun 2013 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pengaturan

Pedagang Kaki Lima pada BAB III disebutkan alat-alat usaha pedagang kaki lima yang diperbolehkan sesuai dengan pasal 7 yaitu :

a. peralatan yang mudah dibongkar pasang

80

Universitas Sumatera Utara b. pemakaian spanduk harus bersih dan hindari ungkapan persainganbisnis

c. peralatan tidak boleh ditinggal di tempat

d. tenda panjang maksimal 5 meter

e. tiang pancang tinggi 275 cm

f. tiang kemiringan tinggi 200 cm

g. umpak pemberat tidak boleh dari batu kali.

3.6 Pola Peyebaran dan Pengelompokkan Pedagang Kaki Lima

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, pola penyebaran pada ketiga lokasi Kawasan Sibolga Square menunjukan hasil yang berbeda-beda. Pada bagian tengah kawasan Sibolga Square pedagang mengelompok menjadi satu macam dagangan yaitu olahan makanan laut (sea food). Hal ini tidak terlepas dari status kota Sibolga sendiri yang memang terletak di daerah pesisir pantai pulau

Sumatera. Menurut Mc. Gee dan Yeung (1977: 36),pedagang pada lokasi ini pada umumnya selalu akan memanfaatkan aktivitas-aktivitas di sektor formal dan biasanya dipusat perbelanjaan menjadi salah satu daya tarik lokasi sektor informal untuk menarik konsumennya.

Sedangkan pada sisi depan dan sekitaran trotoar didominasi oleh penjual ayam penyet, kerang rebus, dan aneka jajanan ringan dan minuman. Daerah depan

Sibolga Square memang didominasi oleh pedagang-pedagang kecil yang tempat dagangannya tidak permanen.

Sedangkan pada lokasi belakang Sibolga Square, pola penyebaran pedagangnya adalah variatif dan juga memanjang. Pedagang di daerah belakang

Sibolga Square didominasi oleh penjual ikan bakar, Sea food, Sesuai dengan

81

Universitas Sumatera Utara pendapat Mc. Gee dan Yeung (1977: 37) pada umumnya pola penyebaran memanjang atau linier concentration terjadi di sepanjang atau di pinggir jalan utama (main street)atau pada jalan yang menghubungkan jalan utama. Dengan kata lain pola perdagangan ini ditentukan oleh pola jaringan jalan itu sendiri. Pola kegiatan linier lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan aksesibilitas yang tinggi pada lokasi yang bersangkutan.

Pada ruas Jalan Ahmad Yani mempunyai aksesibilitas yang cukup tinggi mengingat pada ruas jalan ini menghubungkan jalan utama yaitu Jalan Utama

Kota Sibolga dengan Alun-alun Kota Sibolga. Demikian pula halnya dengan ruas

Jalan di belakang Sibolga Square yang hanya perlu sedikit memutar dari jalan besar utama yakni jalan Ahmad Yani.

Foto 7 : Komplek Pertokoan di Kawasan Sibolga Square

Sumber : Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2018

82

Universitas Sumatera Utara Meskipun demikian, para pedagang memilih untuk membedakan jenis

dagangannya untuk menghindari persaingan. Misalnya pedagang nasi

padang tidak berdekatan dengan penjual nasi ayam penyet yang lain, tetapi

diselingi oleh pedagang kerang rebus di tengah-tengahnya. Disisi lain

pedagang minuman biasanya bersebelahan dengan pedagang makanan

seperti terjadi pada lokasi di depan Sibolga Square. Pedagang yang

berjualan makanan seperti mie ayam, soto, bakso dan kerang rebus akan

bersebelahan dengan pedagang minuman seperti es campur, es kelapa, jus,

minuman botol dan minuman-minuman kekinian. Pengelompokkan ini

terjadi dengan sendirinya karena para pedagang menyadari bahwa

dagangan mereka merupakan barang komplementer atau barang yang

saling melengkapi.

3.7 Lama Waktu Aktivitas

Kegiatan usaha pedagang kaki lima merupakan kegiatan yang tidak pernah terhenti. Dalam kurun waktu satu minggu sebagian besar pedagang kaki lima mengungkapkan bahwa mereka tidak mempunyai hari libur, bahkan di hari-hari libur mereka tetap menjalankan usahanya karena justru di hari-hari tersebut diharapkan mereka mampu menarik lebih banyak konsumen. Dari pengamatan peneliti selama di lapangan dapat dilihat bahwa lama waktu aktivitas yang palingdominan adalah 5-8 jam sehari sebanyak 40%, lama aktivitas 9-11 jam sebanyak38% dan yang lebih dari 11 jam sebanyak 20% serta aktivitas PKL selama 4 jamatau kurang hanya 2%.

83

Universitas Sumatera Utara Tabel 3.7 Lama Waktu Berjualan

No. Durasi Berjualan (Jam) Jumlah (orang) Persentase (%) 1. 5-8 Jam 40 orang 40% 2. 9-11 Jam 38 orang 38% 3. Lebih dari 11 jam 20 orang 20% 4. Kurang dari 4 jam 2 orang 2 % Total 100 orang 100% Sumber : Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2018

Ini menunjukkan bahwa pedagang kaki lima di kawasan Sibolga Square merupakan pekerja kerasdengan jam kerja per hari jauh di atas jam kerja normal yakni 40 jam seminggu, seperti yang ditemukan dalam penelitian Dewan Riset

Nasional (1995). Dalam penelitiannya Evers menemukan bahwa pedagang kaki lima biasanya bekerja tanpa libur dan bekerja seminggu penuh dengan jamkerja yang panjang.

Berdasarkan pengamatan di lapangan tercatat bahwa pedagang kaki lima tidak selalu membuka dan menutup usaha kaki lima pada jam yang tepat setiap harinya. Ciri khas waktu usaha pedagang kaki lima adalah fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan, meskipun tetap memiliki regularitas waktu yang tetap. Dengan adanya perda No.28 tahun 2012 dari Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah berpengaruh terhadap waktu aktivitas para pedagang misalnya pada lokasi di pinggir jalan Ahmad Yani atau bertepatan di depan kawasan Sibolga Square waktu yang diperbolehkan adalah mulai pukul 06.00 sampai pukul 09.00 pagi dan pukul 16.00 sore sampai dengan pukul 01.00 pagi, sehingga para pedagang pun lebih banyak memulai usaha pada lokasi ini pada sore hari.

Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa berdasarkan Peraturan Daerah

Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pengaturan Pedagang Kaki Lima dan Keputusan

84

Universitas Sumatera Utara Bupati Tapanuli Tengah Nomor 14 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2012. Bahwa Sibolga Squaredan Jalan Ahmad

Yani merupakan tempat yang paling diminati oleh PKL karena Sibolga Square dan Jalan Ahmad Yani adalah tempat yang menjadi pusat jajanan dan keramaian pada Kota Sibolga.

Sebagaimana seperti kegiatan perdagangan yang lain, pedagang kaki lima juga mempertimbangkan lokasi. Para pedagang akan mendekatkan diri pada konsumen tujuan sehingga mereka akan beraktivitas pada lokasi-lokasi yang mempunyai tingkat kunjungan tinggi. Aktivitas pedagang kaki lima pada umumnya akan memilih lokasi secara mengelompok pada area yang memiliki tingkat aktivitas tinggi, seperti pada simpul-simpul transportasi atau lokasi yang memiliki aktivitas hiburan, pasar maupun ruang terbuka (Mc.Gee dan Yeung,

1977:61)

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, rata-rata informan menyatakan bahwa alasan mereka menempati lokasi tersebut yang paling dominan adalah tempat tersebut merupakan tempat yang ramai dikunjungi masyarakat. Kemudian alasan lainnya karena pendapatan yang memuaskan hanya, sementara alasan lainnya adalah karena dekat dengan tempat tinggal pedagang.

Dari hasil wawancara, dengan para pedagang lainnya didapati pula bahwa, alasan lainnya pedagang berjualan di kawasan Sibolga Square adalah antara lain karena lokasi tersebut telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Sibolga. Kemudian beberapa memberi alasan karena lokasi tersebut merupakan tempat berjualan sejak dari orangtuanya berjualan dahulu, dan lokasi tersebut belum banyak saingannya.

85

Universitas Sumatera Utara Seperti yang telah dinyatakan Bromley (dalam Manning dan Effendi,

1996:236) bahwa dalam memilih lokasi bagi aktivitas usahanya, pedagang kaki lima berusaha untuk mendekati pasar atau pembeli. Maka dari itu mereka akan cenderung memilih lokasi yang dekat dengan pusat keramaian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas Pedagang yang berjualan di Kawasan Sibolga Square ini tersebut berkembang pada kawasan yang memiliki intensitas kunjungan tinggi yang sesuai dengan karakteristik pedagang kaki lima. Sehingga untuk prospek pengembangan kawasan Sibolga Square sebagai kawasan wisata kuliner memiliki kemungkinan yang cukup baik.

3.8 Strategi Pedagang Untuk Menarik Wisatawan Berkunjung Ke Sibolga

Square

Dalam peranan strategi, pedagang biasanya memberikan setiap usaha untuk mencapai kesesuaiannya antara makanan yang dikenalkannya dengan lingkungan dan wisatawan dalam rangka mencari pemecahan atas masalah penentuan. Ada dua penentuan pokok yaitu Pertama, makanan apa yang digeluti pedagang pada saat berjualan. Kedua, bagaimana cara yang telah dipilih dapat dijalankan dengan sukses dalam lingkungan yang kompetitif atas dasar perspektif produk, harga, promosi, dan distribusi (bauran pemasaran) untuk melayani pasar sasaran. Menurut tjiptono (2002,6)5 “Strategi pemasaran adalah alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan

5 Fandy Tjiptono, Manajemen Jasa Penerbit ANDI YOGYAKARTA Majalah Info Bisnis, Edisi maret-Tahun keVI-2002. Halaman 6

86

Universitas Sumatera Utara program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.”Cara pedagang supaya dapat mengenalkan makanannya dan menarik wisatawan berkunjung ke Sibolga Square yaitu

 Strategi pertama : harus menjaga kualitas rasa.

 Strategi kedua : dengan membuat event untuk memancing keramaian agar

mengenal produk masakan.

 Strategi ke tiga : dengan memasang spanduk pada tempat-tempat strategis

yang biasanya banyak dilihat wisatawan

 Strategi ke empat, : pedagang harus aktif mempromosikan kuliner nya di

sosial media.

 Strategi ke lima : memperkenalkan makanan kepada dinas terkait.

Dampak bagi masyarakat setempat mempermudah akses makananan, mudah mencari makanan dengan pilihan yang sangat banyak. Sehingga tidak repot dan bingung lagi untuk mencari makanan yang diminatinya, baik untuk warga setempat maupun wisatawan luar daerah.

3.9 Masuknya Agen Pasar Dalam Kegiatan Berujualan Sibolga Square

Kondisi Sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status (Koentjaraninggrat, 1990:35)6.

6 Koentjaraningrat,Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.(Jakarta : Djambatan 1990) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan halaman 35

87

Universitas Sumatera Utara Tingkat sosial merupakan faktor non ekonomis seperti budaya, pendidikan, umur dan jenis kelamin, sedangkan tingklat ekonomi seperti pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan dan investasi.

Masuknya agen pasar dimulai sejak 2 tahun yang lalu atau tepatnya tahun

2016. Bermula dari banyaknya kios-kios pedagang yang rusak dan membutuhkan perbaikan maka agen pasar dari PD Pasar Sibolga tersebut pun hadir menawarkan jasa untuk memperbaiki kios.

Agen pasar ini tidak terdiri dari satu golongan masyarakat saja, akan tetapi banyak melibatkan unsur masyarakat. Pertama, agen pasar berasal dari organisasi kepemudaan atau OKP yang ada di daeerah Sibolga. Agen pasar ini masuk dengan modus jasa pengamanan pasar. Mereka meminta uang untuk jasa pengamanan kios yang mereka lakukan pada malam hari. Padahal sebenarnya kegiatan penjagaan tidaklah mereka lakukan. Namun pengamanan ini hanya sebatas bagian dalam dan belakang Sibolga Square saja. Untuk bagian depan pasar sudah menjadi bagian dari wilayah pengamanan paman dari bang Zulham.

Kedua, agen pasar dari pemerintah daerah seperti PD Pasar dan juga

Oknum pemerintahan Kecamatan yang mencoba bermain. Mereka bermain dengan cara mengutip pungutan-pungutan kepada setiap penjual yang ada di kawasan Sibolga Square atas nama retribusi pasar. Mereka beralasan bahwa uang yang mereka kutip adalah uang untuk biaya pembangunan dan perbaikan wilayah

Sibolga Square. Padahal sebenarnya para pihak ini tidak pernah merealisasikan hal tersebut.

88

Universitas Sumatera Utara Beberapa jenis retribusi lapak pedagang ditarik dari pelanggan dan pedagang yang berada dalam Sibolga Square dan pedagang kaki lima (PKL) yang berada dalam radius 300 meter. Ini mencakup retribusi parkir, kebersihan, dan bongkar-muat. Jika di kota-kota lain memiliki target dalam hal penerimaan retribusi pasar oleh Dinas Pasar-nya, mungkin di Sibolga Square ini lah yang tidak memiliki target pemasukan yang jelas. Selain itu, pedagang di Sibolga

Square juga tidak memiliki surat keterangan hak penggunaan tipe bangunan

(SKHPTB), yang biasanya berlaku hingga 20 tahun. Ketika peneliti menanyai beberapa pedagang, bahkan mereka pun tidak mengetahui apa itu surat SKHPTB.

Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material. Kebutuhan pokok atau basic human needs dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia. Abraham

Maslow mengungkapkan kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan dasar fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan dihargai dan kebutuhan mengaktualisasikan diri.

Setiap agen mempunyai caranya masing-masing dalam hal mengeksploitasi para pedagang. Walaupun sebenarnya peneliti juga melihat bahwa memang tidak ada korelasinya antara perbuatan agen pasar tadi dengan rasa nyaman para pedagang. Namun, tentu hal ini akan menambah sulit para pedagang yang dengan keadaan ini harus memberikan keuntungan mereka untuk biaya keamanan dan retibusi.

89

Universitas Sumatera Utara BAB IV KEHIDUPAN EKONOMI MASYARAKAT PEDAGANG MAKANAN DI SIBOLGA SQUARE

4.1 Kehidupan Masyarakat Pedagang Makanan di Sibolga Square

Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun bahasa sehari-hari adalah masyarakat. Menurut

Soerjono Soekanto (1993;103)1, para ahli antropologi sosial biasanya mengartikan masyarakat sebagai wadah dari orang-orang yang buta huruf, mengadakan reproduksi sendiri, mempunyai adat istiadat, mempertahankan ketertiban, dengan menerapkan sanksi-sanksi sebagai sarana pengendalian sosial, dan yang mempunyai wilayah tempat tinggal yang khusus. Menurut Koentjaraningrat

(2002;146)2 mendefinisikan mengenai masyarakat secara khusus yaitu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Sebagaimana menyatakan bahwa kehidupan masyarakat itu saling mempengaruhi satu sama lain, di mana saling berhubungan tingkah laku dan perbuatan yang dilandasi oleh suatu kaidah dan siapa yang melanggarnya akan diberi sanksi sesuai dengan ketentuannya.

Hubungan sosial atau saling keterhubungan merupakan interaksi sosial yang berkelanjutan (relatif cukup lama atau permanen) yang terakhirnya diantara

1 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: 1993 PT. Raja Grafindo Persada,) Halaman 103

2 Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta, (Jakarta 2002) halaman 146

90

Universitas Sumatera Utara mereka terikat satu sama lain dengan atau oleh seperangkat harapan yang relatif stabil (Zanden, 1990 dalam Agusyanto, 2007)3.

Pedagang adalah perantara yang kegiatannya membeli barang dan menjualnya kembali tanpa merubah bentuk atas inisiatif dan tanggung jawab sendiri dengan konsumen untuk membeli dan menjualnya dalam partai kecil atau per satuan Pedagang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dibagi atas dua yaitu: pedagang besar dan pedagang kecil. Pedagang kecil adalah pedagang yang menjual barang dagangan dengan modal yang kecil (KBBI,2002:230).

Begitu pula dengan berkembangnya diantara masing–masing pedagang di kawasan Sibolga Square dimana diawali dengan adanya norma sebagai aturan yang harus dipatuhi bersama dan saling percaya agar tercapainya tujuan kerjasama dalam komunitas tersebut. Untuk melihat terbangunnya hubungan interaksi dalam rangka meningkatkan usaha dagang yang dijalanin para pedagang maka peneliti melihat adanya hubungan yang dibangun antara sesama pedagang, pedagang dengan pelanggan, pedagang dengan agen–agen bahan masakan, pedagang dengan petugas keamanan dan pedagang dengan keluarganya.

Pihak-pihak yang berhubungan dengan pedagang tersebut diantaranya adalah Dinas Pasar Sibolga, Koperasi, Agen, langganan para pedagang, keluarga, konsumen, dan petugas keamanan. Pihak-pihak inilah yang membantu atau bekerja sama dengan pedagang dalam menjalankan usaha dagangannya. Dengan pihak ini pedagang dapat mengembangkan usaha dan jaringan pedagang agar dapat lebih berkembang atau sukses. Terdapat 2 bentuk jaringan yang terjadi pada

3 R, Agusyanto Jaringan sosial dalam organisasi ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2007 )

91

Universitas Sumatera Utara pedagang tersebut yaitu Bonding Social Capital (Mengikat) dan Bridging Social

Capital (Menjembatani).

Berdasarkan pendapat para ahli dapat dijelaskan bahwa kehidupan masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi dan mempunyai tempat tinggal khusus yang saling mempengaruhi satu sama lain yang dilandasi oleh suatu kaidah atau sistem adat istiadat dan siapa yang melanggarnya akan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan. Supaya dapat menjelaskan pengertian masyarakat secara umum, maka perlu dipahami tentang ciri-ciri dari masyarakat itu sendiri. Menurut Soerjono Soekanto (1993; 105)4 Sebenarnya suatu masyarakat, merupakan suatu bentuk kehidupanbersama manusia, yang mempunyai ciri-ciri pokok, sebagai berikut :

1. manusia yang hidup bersama secara teoritis, maka jumlah manusia yang

hidup bersama ada dua orang.

2. bergaul selama jangka waktu yang lama.

3. adanya kesadaran, bahwa setiap manusia merupakan bagian dari suatu

kesatuan.

4. adanya nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi patokan bagi prilaku

yang dianggap pantas.

5. menghasilkan kebudayaan dan mengembangkan kebudayaan tersebut.

Ciri-ciri masyarakat tersebut nampak selaras dengan definisi masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh J.L.Gillin dan J.P. Gillin dalam Abdul Syani

4 Soerjono Soekanto Kamus Sosiologi,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993 ) halaman 105

92

Universitas Sumatera Utara (2002;32) bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang sama.

Hal ini berarti setiap orang mempunyai perhatian terhadap orang lain dalam setiap kegiatannya. Jika kebiasaan itu kemudian menjadi adat, tradisi , atau telah melembaga, maka sistem pergaulan hidup didalamnya dapat dikatakan sebagai hubungan yang saling mempengaruhi sehingga tercipta suatu sistem sosial. Sistem sosial dalammasyarakat adalah status, peranan dan perbedaan sosial dari individu- individu yang saling berhubungan dalam suatu struktur sosial. Menurut Ruddy

Agusyanto (2007:23).

Bentuk hubungan interaksi inilah yang digunakan bang Zulham seorang penjual ayam penyet di kawasan Sibolga Square karena memang terlihat bahwa bang Zulham memiliki jaringan luas diantara para pedagang lainnya.Hal ini terlihat pada tiap bulan warung ayam penyetnya tidak pernah member uang keamanan pada petugas keamanan yang biasa mengutip uang keamanan kepada pedagang lain. Bang Zulham mengaku itu karena pamannya adalah kepala keamanan di wilayah Sibolga Square, sehingga untuk membayar sewa lapak dan juga keamanan, bang Zulham tidak perlu memberikannya.

Selain itu terlihat pula bahwa bang Zulham dapat mengorganisir pedagang-pedagang lainnya yang berjualan di trotoar Jalan Ahmad Yani. Secara tidak tertulis bang Zulham telah ditunjuk oleh para pedagang yang berjualan di trotoar Sibolga Square untuk menjadi ketua dari perkumpulan pedagang-pedagang tersebut. Karena tidak adanya petugas resmi keamanan yang mengutip uang keamanan dan kebersihan, maka setiap sore bang Zulham lah yang akan mengutip

93

Universitas Sumatera Utara uang keamanan dan kebersihan tersebut untuk diberikan kepada pamannya yang merupakan kepala keamanan di kawasan tersebut.

Tidak ada aksi protes yang dilakukan oleh pedagang lainnya, hal ini karena uang keamanan dan kebersihan tersebut memang digunakan untuk sebaik- baiknya kegiatan berdagang di kawasan Sibolga Square. Hal ini terlihat dalam wawancara peneliti dengan ibu Dewi Rosiana (37 tahun) pedagang Nasi Goreng yang berjualan di areal depan Sibolga Square :

“... sebenarnya memang enggak ada penunjukan langsung dari pedagang disini supaya si Zulham jadi tukang kutip, tapi karena petugasnya enggak ada, dan pamannya lah ketua keamanannya, yasudah kami serahkan saja lah urusan ngutip uang keamanannya. Kalau kami enggak akan keberatan, karena selama ini pun kalau ada lantai berjualan yang rusak, it uterus diperbaiki sama orang- orang keamanan. Jadi kita pun member duitnya ikhlas, sepanjang memang sebagian digunakan untuk aktifitas pedagang ...”

Dari tiga areal tempat berjualan di Sibolga Square, peneliti melihat bahwa rasa solidaritas dan juga hubungan sosial antara pedagang yang paling kuat adalah pada pedagang di areal depan Sibolga Square. Hal ini bisa terlihat dari adanya kelompok jula-jula yang diikuti oleh pedagang-pedagang di areal depan kawasan

Sibolga Square. Kelompok jula-jula ini berjumlah 20 orang pedagang yang mana iurannya dikutip sebesar Rp. 30.000 per hari. Anggota jula-jula ini beranggotakan dari berbagai pedagang dari mulai penjual ayam penyet, bakso, sate, nasi goreng dan seafood.

94

Universitas Sumatera Utara Gambar 4.8 Wilayah Pedagang Yang Mengikuti STM

Sumber : Penelitian Lapangan Tahun 2018

Kemudian kelompok lainnya yang ada adalah kelompok STM (Serikat

Tolong Menolong) yang sifatnya adalah spontan. Seperti yang terlihat pada gambar diatas, wilayah yang dilingkari adalah wilayah pedagang kaki lima yang mengikuti perkumpulan STM (Serikat Tolong Menolong). Biasanya per bulan para pedagang dikutip uang Rp. 5000., per orangnya. Namun, jumlah ini tidak diwajibkan yang artinya boleh lebih, dan boleh kurang dari Rp. 5000 per orang.

Uang ini akan digunakan untuk pedagang yang sedang sakit, ataupun ada anggota keluarga yang meninggal. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan solidaritas di

95

Universitas Sumatera Utara antar pedagang. Orang yang mengutip uang STM ini adalah ibu Maya (35 tahun) pedagang minuman ringan dan aneka jus di Sibolga Square.

“... tiap bulan kami yang di depan ini ngumpul duit Rp.5000 atau seiklasnya. Tujuannya ya untuk jaga-jaga mana tau ada yang lagi sakit kan bisa sama-sama kita jenguk sambil bawa buah atau roti. Juga kalau ada yang kemalangan keluarganya, uang simpanan itu lah yang kita pakai untuk bantu-bantu keluarganya selain sumbangan pribadi juga. Biasa tiap bulan kakak yang ngutip, enggak ada digaji kalau ngutip. Karena kan sifatnya juga sukarela ...”

Adanya kelompok sosial yang diciptakan oleh para pedagang membuat mereka semakin solid dalam menghadapi sesuatu. Misalnya, pada saat penertiban

PKL tahun 2017 yang lalu, pedagang dapat mempertahankan dagangannya karena kompak bersatu menghalau Satpol PP ( Satuan Polisi Pamong Praja ).

4.2 Alasan Masyarakat Berwisata Kuliner di Sibolga Square

Perkembangan pemasaran kuliner didukung oleh perkembangan teknologi seperti jaringan internet yang semakin mudah diakses. Wisatawan berbagi pengalaman kuliner mereka di media sosial yang mereka miliki seperti instagram.

Kuliner pada pariwisata berdampak positif dalam kegiatan ekonomi. Kementrian

Pariwisata dalam Antara news (2014) menyebutkan bahwa kuliner menambah nilai bruto. Tenaga kerja juga terserap dari unit usaha yang bergerak pada kuliner dalam kegiatan kepariwisataan.

Pemerintah melalui Kementrian Pariwisata membuat program untuk mengembangkan wisata kuliner dengan melangsungkan event Wonderful

Indonesia Culinary and Shopping Festival pada tahun 2016 (Yustina, 2016).

96

Universitas Sumatera Utara Indonesia yang mengandung beragam kuliner khas diharapkan dapat menimbulkan citra positif dan menarik wisatawan asing supaya melakukan perjalanan ke Indonesia. Hal tersebut untuk mencapa itarget Kementrian

Pariwisata untuk mewujudkan 20 juta wisatawan pada tahun 2019 tercapai.

Peningkatan citra untuk mencapai target jumlah kunjungan wisatawan memerlukan adanya strategi pemasaran yang baik dari kuliner yang diunggulkan.

Kuliner khas yang berada pada suatu destinasi pariwisata dipercaya sebagai alat peromosi dan pembentuk citra destinasi yang efektif (Hjalager dan Richards,

2002). Citra dari suatu destinasi pariwisata adalah kepercayaan, pemahaman, dan penilaian wisatawan terhadap suatu tempatyang dikunjungi.

Setiap wisatawan yang berwisata kuliner ke wilayah Sibolga sudah pasti harus berkunjung ke Sibolga Square untuk menikmati sajian kuliner. Kuliner yang disajikan di Sibolga Square cukup beragam dan tempat menjualnya juga beragam.

Hal tersebut menjadi pilihan bagi wisatawan dan menimbulkan persepsi yang berbeda-beda diantara wisatawan yang datang menikmati kuliner di kawasan

Sibolga Square. Peneliti melakukan wawancara dengan 3 (Tiga) orang wisatawan untuk mengetahui persepsi mereka.

Wisatawan pertama bernama bapak Hamdan Harahap (35 tahun) yang berasal dari Kota Medan memiliki persepsi,bahwa makanan yang dinikmati dengan cita rasa khas pesisir dapat menambah selera makan. Cita rasa makanan yang enak dengan suasana keramaian dapat menggugah selera ketika makan.

“... disini makanannya enak-enak dan juga enggak mahal. Yang kami suka yasudah pasti makanan lautnya, disini ada ikan bakar dan juga kerang rebus. Kebetulan kami sekeluarga memang

97

Universitas Sumatera Utara berwisata ke Pantai Poncan, jadi sekalian saja wisata kuliner ke Sibolga Square ini ...”

Wisatawan kedua adalah ibu N. Hutagalung (38 tahun) yang berasal dari

Jakarta. Ibu N. Hutagalung bercerita bahwa dirinya berkunjung ke Sibolga dalam rangka pesta saudaranya. Ketika ada waktu ibu N. Hutagalung pun menyempatkan untuk berjalan-jalan menikmati wisata kuliner di Sibolga. Ibu N. Hutagalung membandingkan pengalamannya ketika berwisata kuliner di Jogja dan juga

Surabaya dengan wisata kulinernya di Sibolga. Menurutnya, wisata kuliner di

Sibolga Square memiliki prospek yang cukup menjanjikan apabila dikelola dengan baik seperti kawasan wisata di Pulau Jawa. Namun, memang butuh kerja keras, terutama dalam memperbaiki tampilan dari Sibolga Square, dan juga kualitas pelayanan.

“... saya lihat sebenarnya ada potensi untuk tempat ini bisa jadi tempat wisata kuliner seperti di Malioboro Jogja, ataupun Surabaya dan Bali. Hanya, tinggal lebih ditingkatkan saja oleh Pemerintah Daerahnya. Jangan tampilan tempatnya biasa saja seperti tempat-tempat lain di Sumatera ini, sedikit lebih keren lah dibuat. Kalau perlu PD Pasarnya kunjungan kerja ke Jawa, lihat perkembangan wisata kuliner disana seperti apa. Kalau soal rasa tidak kalah la, tetapi kalau soal kreatifitas kalah jauh sama yang di Pulau Jaw asana ...”

Sementara itu wisatawan ketiga bernama Noorliza (25 tahun) wisatawan asal Kota Medan mengaku cukup puas dengan adanya Sibolga Square tersebut.

Menurutnya pedagang-pedagang di Sibolga Square cukup ramah, dan juga memberikan harga makanan yang cukup murah pula.

98

Universitas Sumatera Utara “... saya liat cukup murah ya harga-harganya, contohnya mie Tek- tek tadi yang harganya ada yang Rp.7000, ada juga yang Rp.10.000. Mudah-mudahan kedepannya bisa lah ditingkatkan, karena untuk wisatawan kan bukan cuma rasa yang penting, tapi juga harganya yang terjangkau ...”

Setiap sore hari di kawasan Sibolga Square akan ada banyak masyarakat yang berlalu-lalang untuk sekedar jalan-jalan ataupun berwisata kuliner di daerah tersebut. Bukan hanya dari masyarakat lokal, tetapi juga para wisatawan luar daerah juga banyak yang mendatangi kawasan tersebut untuk sekedar mencicipi makanan ataupun mencari oleh-oleh khas Sibolga. Sinergitas antara pedagang dan juga Dinas terkait harus tetap ditingkatkan, karena apabila Sibolga Square tidak terus dibenahi, maka lambar laun pelanggan akan pergi.

4.3 Faktor Pendukung Berkembangnya Sibolga Square

Faktor pendukung dapat membantu penyedia kuliner untuk memuaskan wisatawan. Kepuasan wisatawan akan meningkatkan citra destinasi pariwisata

Kota Sibolga. Berdasarkan dari hasil penelitian ditemukan 4 (empat) faktor pendukung yang dapat menjadi perhatian khusus pengelola Sibolga Square.

Pertama adalah rasa makanan, yang kedua adalah bahan makanan yang segar, ketiga adalah harga yang terjangkau dan yang terakhir adalah kondisi tempat berjualan yang cukup bersih.

Rasa makanan adalah tanggapan indra terhadap benda padat atau cair yang masuk ke dalam tubuh melalui rongga mulut. Wisatawan dalam maupun luar kota

Sibolga saat menikmati makanan di Sibolga Square akan dipengaruhi dengan aroma dari ikan bakar yang menyerbak disetipa wilayah Sibolga Square. Aroma

99

Universitas Sumatera Utara makanan dapat menambah kenikmatan saat menikmati sebuah sajian makanan.

Menikmati makanan khas di suatu destinasi adalah sebuahpengalaman baru bagi wisatawan.

Salah satu pengunjung bernama Toni (34 tahun) mengatakan bahwa sajian ikan panggang yang dihidangkan oleh pedagang di Sibolga Square sangat berbeda dengan yang ada di wilayah lain. Perbedaan tersebut menurutnya ada pada cita rasanya yang manis dan juga aroma ikan yang tidak berbau. Ditambah lagi dengan asap bakaran ikan yang menyerbak ketika pengunjung menunggu makanannya tiba.

“... rasa makanannya itu memang beda ya. Mungkin karena bahan-bahannya juga yang segar, jadi rasanya itu manis dan bau amis ikannya itu tidak terlalu tercium ...”

Faktor pendukung yang kedua adalah penggunaan bahan makanan.

Keadaan lingkungan Sibolga yang memang berhadapan langsung dengan bibi pantai membuat ketersediaan bahan makanan laut cukup melimpah di daerah tersebut. Hal ini pula lah yang membuat poin plus bagi sajian makanan yang ditawarkan oleh para penjual makanan di Sibolga Square. Bahan makanan yang belum ditumbuhi oleh bakteri terasa beda ketika dikonsumsi oleh wisatawan.

Biasanya bahan makanan seperti ikan, udang, cumi-cumi dan kerang diperoleh pedagang dari agen-agen pengepul di Tempat Pendaratan Ikan (TPI)yang berada di pelabuhan Sibolga.

Seorang penjual ikan bakar bernama H. Muhsin (56 tahun) mengatakan bahwa poin plus dari makanan yang disajikan oleh pedagang di Sibolga Square

100

Universitas Sumatera Utara adalah kualitas bahan makanannya yang dijamin segar. Hal ini tidak terlepas dari dekatnya kawasan Tempat Pendaratan Ikan dari kawasan Sibolga Square, sehingga untuk memperoleh bahan baku makanan laut, pedagang tidak akan merasa kesulitan.

“... syukur alhamdulilah tempat kita ini dekat dengan pantai, dekat dengan TPI, jadi kita pedagang bisa dapat ikan-ikan yang segar. Rata-rata pengunjung yang coba rasa ikan panggang kami pasti ketagihan, rasanya manis dan enggak bau amis katanya ...”

Faktor pendukung yang ketiga adalah harga makanan yang cukup murah.

Kualitas bahan makanan dan rasa memang sangat penting, namun semuanya tidak akan berarti apabila harga yang ditawarkan tidak terjangkau oleh masyarakat yang berkunjung. Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh Sibolga Square adalah harga makanan yang ditawarkan cukup murah dan terjangkau oleh wisatawan yang berkunjung. Peneliti telah mengobservasi harga-harga makanan yang ditawarkan oleh penjual makanan di kawasan Sibolga Square tersebut. Rinciannya adalah sebagai berikut :

101

Universitas Sumatera Utara Tabel 4.8 : Harga Makanan di Sibolga Square

No. Jenis Makanan Harga per Porsi 1. Ikan Panggang Rp.20.000 - Rp. 100.000 2. Kerang Rebus Rp. 10.000 3. Sajian Udang Rp. 15.000 – Rp. 40.000 4. Sajian Kepiting Rp. 20.000 – Rp. 75.000 5. Sajian Cumi-cumi Rp. 15.000 – Rp. 40.000 6. Ayam Penyet Rp. 15.000 7. Nasi Goreng Rp. 12.000 8. Mie Tek-tek Rp. 7000 – Rp. 10.000 Sumber : Penelitian Lapangan Tahun 2018

Dapat dilihat dari table tersebut bahwa harga makanan yang ditawarkan cukup murah dan hampir sama dengan harga di makanan yang sama di Kota

Medan. Hal ini tidak terlepas dari melimpahnya hasil sumber daya laut yang ada di daerah pesisir Sibolga, sehingga membuat harga makanan laut menjadi cukup terjangkau oleh wisatawan yang berkunjung.

Faktor pendukung yang keempat adalah kondisi tempat yang yang cukup bersih. Walaupun Sibolga Square sangat ramai dikunjungi ketika malam hari, namun hal itu tidak membuat tempat tersebut menjadi kotor. Banyak pedagang yang setelah kegiatan berjualannya akan membersihkan sendiri bekas lapak dagangannya dan kemudian membuang sampah tersebut ke tempat sampah yang sudah disediakan. Ketiga pagi hari, mobil sampah dari Dinas Kebersihan akan mengangkut semua sampah-sampah tersebut sehingga tidak akan menumpuk di lokasi berjualan. Kebersihan tentunya merupakan factor pendukung yang dapat menambah rasa nyaman para pengunjung. Dengan suasana tempat yang bersih

102

Universitas Sumatera Utara dan tidak berbau, akan membuat pengunjung merasa nyaman dan akan kembali lagi berkunjung ke tempat tersebut.

4.4 Faktor Penghambat Berkembangnya Sibolga Square

Dalam upaya meningkatkan citra destinasi pariwisata di Sibolga Square, peneliti mendapati beberapa faktor penghambat. Hasil penelitian mendapatkan ada

3 (tiga) faktor penghambat dalam meningkatkan citra destinasi pariwisata Sibolga

Square. Pertama adalah dari aspek manusia, yang kedua yaitu lokasi parkir yang tidak jelas, ketiga adalah kurangnya promosi.

Faktor penghambat pertama ialah Sumber Daya Manusia. Setelah peneliti melaksanakan penelitian, peneliti menemukan bahwa tidak semua pedagang yang ada di sekitar kawasan Sibolga Square paham tentang konsep wisata dan cara yang baik dalam melayani wisatawan. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu organisasi, karena manusia tersebut lah yang berinteraksi dan berhubungan langsung dengan wisatawan. Pelayanan yang baik dan juga senyum sapa dari para penjual makanan dan masyarakat masih jarang terlihat di Sibolga Square. Padahal keramah-tamahan dari pedagang akan membuat pengunjung merasa betah, dan puas atas pelayanan tersebut. Seperti halnya yang katakana oleh ibu N. Hutagalung yang merupakan pengunjung di

Sibolga Square tersebut :

“... kita melihat pelayanan masih sangat kurang yah. Kita kalau ke Jogja atau Bali itu masyarakatnya ramah-ramah, dan murah senyum kepada semua pengunjung yang datang. Disini itu boro- boro mau senyum, kita bayar makanan ke dia aja, penjualnya jarang bilang terimakasih. Padahal kan untuk ucapan terimakasih

103

Universitas Sumatera Utara itu sangat berarti untuk menunjukan bahwa kita menghargai pelanggan kita tersebut ...”

Hal yang sama juga diakui oleh bang Zulham yang merupakan ketua kelompok STM pedagang di Sibolga Square. Menurutnya pengetahuan masyarakat memang masih sangat minim tentang cara melayani pelanggan.

Namun, menurutnya hal tersebut bisa diakali apabila dilakukan semacam pelatihan-pelatihan pelayanan oleh pemerintah. Sehingga tidak adil apabila pedagang saja yang disalahkan terhadap masih belum maksimalnya pelayanan pedagang.

“... kita akui memang kalau untuk pelayanan masih kurang maksimal, tapi enggak bisa disalahkan juga para pedagang disini. Pedagang disini bukannya pendidikannya tinggi-tinggi jadi wajar kalau enggak tahu tentang bagaimana pelayanan yang baik. Tugas pemerintah lah yang melakukan pelatihan untuk pedagang- pedagang disini supaya bisa baik dalam melayani pedagang ...”

Faktor penghambat yang kedua adalah keberadaan lokasi parkir yang tidak jelas. Dari hasil penelitian, didapati bahwa tempat parker yang ada di

Sibolga Square masih belum ada yang dikelola secara resmi oleh Dinas

Perhubungan. Akibatnya, bagian pinggir jalan Ahmad Yani maupun daerah dalam

Sibolga Square lah yang menjadi lahan parker. Semrawutnya penataan parkir liar di kawasan Sibolga Square membuat pengunjung kerap merasa tidak nyaman, karena selain keamanannya yang tidak terjamin, kendaraan yang diparkir pun terkadang terlalu melebar posisinya hingga ke tengah jalan.

104

Universitas Sumatera Utara Seorang tukang parkir yang berinisial AA, mengatakan bahwa dirinya tidak punya wewenang untuk membuat tempat parkir khusus pengunjung Sibolga

Square. Dirinya hanya bertugas untuk menjaga kendaraan yang ingin parker.

Terkadang apabila ada kendaraan yang hilang, AA pun tidak bisa berbuat banyak dan melarikan diri dari tangungjawab, sebab keberadaannya memang illegal.

“... kalau disini kan belum ada diatur dimana kawasan yang bisa parker sama yang enggak bisa parker. Ya selama masi ada kendaraan yang mau parker, ya kita aturkan lah posisinya bang jangan sampai mengganggu pengunjung. Pernah ada motor yang hilang disini waktu itu aku yang jaga, yam mau gimana lagi bang, kita mengelak lah. Enggak mungkin kita ganti, darimana duitnya, kita aja kan statusnya enggak resmi ...” Salah satu juga yang menghambat perkembangan dari Sibolga Square ini adalah masih kurang gencarnya promosi wisata yang dilakukan oleh pihak pengelola dalam hal ini PD Pasar Sibolga. Padahal sebenarnya Sibolga masuk dalam salah satu daerah tujuan wisata di Kabupaten Tapanuli Tengah. Akibatnya wisatawan luar daerah yang datang pun jumlahnya tidak banyak, dan pengunjung

Sibolga Square biasanya rata-rata adalah warga dari Sibolga itu sendiri.

Peneliti sempat menanyai salah seorang wisatawan asal Siantar bernama

Herna Wati Siregar (28 tahun) yang pada saat itu sedang bersantai dengan teman- temannya di tempat penjual ikan bakar di Sibolga Square. Herna Wati mengaku bahwa dirinya dan teman-temannya datang ke Sibolga Square karena diberi rekomendasi oleh pihak hotel tempat mereka menginap di daerah Pantai Poncan.

Sebelumnya, dari brosur paket wisata yang mereka terima dari pihak agen

105

Universitas Sumatera Utara perjalanan mereka, tidak ada dijelaskan mengenai adanya kawasan Sibolga Square ini.

“... kami tahu Sibolga Square ini dari orang receptionist di hotel tempat kami nginap. Katanya sih ada tempat yang bagus kalau untuk jajan-jajan makanan khas Sibolga katanya, jadi kami minta petunjuk lah gimana caranya supaya bisa sampai kesini ...”

Hal ini memang sangat miris, bagaimana suatu lokasi tujuan pariwisata tetapi sama sekali tidak pernah dipromosikan mengenai keberadaannya. Hal ini tentu akan mempersulit Sibolga Square untuk bisa maju, apabila promosi wisatanya ke luar daerah masih sangat minim.

4.5 Peran Kuliner Untuk Meningkatkan Kunjungan Wisata di Sibolga

Kuliner yang tersaji di kawasan Sibolga Square memiliki berbagai macam jenis mulai dari kuliner umum hingga kuliner tradisional seperti Mie Tek-tek dan ikan panggang pacak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah peneliti melakukan wawancara dengan pemilik biro perjalanan yang ada di Sibolga, peran kawasan kuliner Sibolga Square cukup berkontribusi dalam peningkatan citra kota

Sibolga sebagai daerah wisata, selain wisata pantainya. Adalah bapak Syaifudin

Sinaga, pemilik salah satu jasa travel wisata yang ada di Sibolga yang menjelaskan hal tersebut. Menurutnya, adanya kawasan Sibolga Square tersebut membuat pariwisata di kawasan Sibolga menjadi tidak monoton dan lebih variatif.

“... kami dari pihak travel wisata ya sangat bersyukur dengan adanya kawasan Sibolga Square ini. Karena, selama ini kan kalau dulu orang berwisata kesini hanya tahu wisata pantainya, sementara orang kan wisata juga mau jajan makanan khas daerah

106

Universitas Sumatera Utara tersebut. Itu lah mengapa hal ini patut lah kita syukuri dan harus terus dikembangkan ...”

Ketika peneliti mengkonfirmasi hasil wawancara lain yang menunjukkan perbedaan, bahwa promosi kawasan Sibolga Square masih sangat rendah, bapak

Syaifudin Sinaga pun mengatakan bahwa dirinya memaklumi hal tersebut. Sebab jika dibandingkan dengan kondisi 10 atau bahkan 20 tahun yang lalu, hanya ada sedikit orang yang mau berwisata ke Sibolga. Alasannya bermacam-macam, dari mulai akses jalan yang sulit hingga masih sedikitnya pilihan objek wisata yang bisa didatangi. Namun, menurutnya hal tersebut bukan berarti harus membuat semua pihak lantas berputus asa, namun sebaliknya semua pihak harus bisa memanfaatkan semua peluang yang ada menjadi sebuah keuntungan bisni, yang pada akhirnya akan memajukan perekonomian masyarakat sekitar.

Biro perjalanan memberikan penilaian bahwa peran kuliner dalam meningkatkan citra destinasi pariwisata Sibolga sudah cukup berkontribusi dalam peningktan citranya sebagai wisata daerah pesisir. Informan memberikan alasan karena makanan yang disajikan memiliki cita rasa yang enak, penggunaan bahan yang segar, dan rasa yang berbeda bagi wisatawan yang berasal dari luar Sibolga.

Faktor-faktor tersebut yang memotivasi wisatawan untuk berkunjung kembali ke kota Sibolga. Menurut pengelola destinasi pariwisata yang berada di kota Sibolga, kuliner yang disajikan di kawasan Sibolga Square memang hanya terfokus pada sajian masakan laut (seafood), hal itu karena kondisi geografis sibolga yang memang dekan dengan pesisir pantai..

107

Universitas Sumatera Utara Kuliner khas Sibolga tersebut menurut bapak Syaifudin Sinaga dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung. Namun dirinya masih menaruh satu harapan khusus terhadap kawasan Sibolga Square ataupun pemertintah Kabupaten Tapanuli Tengah, yaitu adanya muncul suatukuliner atau makanan khas yang menjadi cirri khas kota Sibolga agar semua wisatawan yang datang dapat membelinya dan membawanya ke rumahnya masing-masing. Hal ini menurut bapak Syaifudi Sinaga bertujuan untuk membuat munculnya suatu oleh-oleh khas Sibolga yang selama ini masih belum ada yang signifikan membuat orang dari luar daerah ingat bahwa ketika ada suatu makanan tertentu yang dibawa dari Sibolga, maka orang di luar daerah sudah akan mengenali asal dari makanan tersebut. Menurutnya, makanan atau oleh-oleh dapat menjadi alat promosi wisata yang cukup ampuh untuk memperkenalkan daerah kita ke kota-kota lainnya. Seperti halnya, kue Bika Ambon yang seluruh Indonesia tahu bahwa kue tersebut merupakan makanan khas dari Kota Medan. Ataupun sekarang ada kue kacang yang menjadi oleh-oleh khas Kota Tebing Tinggi.

4.6 Upaya Pemerintah Dalam Mengembangkan Wisata Kuliner

Dalam hal ini pemerintah harus berperan penting menjalankan `kebutuhan para pedagang kuliner untk lebih bisa mengenalkan hasil makanan laut ke dalam kota aupun luar kota. Adapun hal upaya pemerintah untuk menstabilkan dan mengembangkan wisata kuliner supaya lebih maju antara lain :

- Pemerintah mengadakan pentas eni kebudayaan dari berbagai kecamatan.

- Pemerintah mempromosikan kuliner dan berbagai macam makanan keluar

Kota Sibolga.

108

Universitas Sumatera Utara - Pemerintah juga berperan penting ( aktor ) pengadaan event seperti

pameran Kota Sibolga.

- Pemerintah juga mengadakan perlombaan antar sekolah untuk

membudidayakan hasil laut ( seafood )

4.7 Kendala-Kendala Pedagang Dalam Mengembangkan Usaha Kuliner

Masalah Pedagang Kaki Lima tidak kunjung selesai di setiap daerah di

Indonesia.Permasalahan ini muncul setiap tahun dan terus saja berlangsung tanpa ada solusi yang tepat dalam pelaksanaanya. Keberadaan PKL kerap dianggap ilegal karena menempatiruang publik dan tidak sesuai dengan visi kota atau kita kenal dengan istilah 3K ( kebersihan, keindan dan kerapihan ). Oleh karena itu,

PKL seringkali menjadi target utama kebijakan-kebijakan pemerintah kota, seperti penggusuran dan relokasi.

Menurut Soedjana ( 1981:34 )5 secara spesifik yang di maksud pedagang kaki lima adalah sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk di jual diatas trotoar atau tepi di pinggir jalan, di sekitar perbelanjaan toko, pusat rekreasi atau hiburan, pusat perkantoran dan pusat pendidikan, baik secara menetap ataupun tidak menetap, berstatus tidak resmi atau setengah resmi dan di lakukann baik pagi, siang, sore maupun malam hari. Biasanya para pedagang mengalami kendala-kendala pada saat kondisi cuaca yang tidak memungkinkan, kurangnya perhatian pemerintah untuk mengembangkan usaha kuliner, sehingga para pedagang banyak yang mengeluh untuk menjalankan usaha kuliner mereka.

5 Soedjana, Statistika Tarsito ( Bandung 1981 ) halaman 34

109

Universitas Sumatera Utara BAB V

KESIMPULAN, SARAN DAN USULAN STUDI LANJUTAN

Dalam BAB ini akan dikemukakan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kemudian bagian akhir bab ini akan disampaikan beberapa rekomendasi dan usulan bagi studi lanjutan.

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian selama di lapangan, dan analisis data serta temuan studi, maka kesimpulan penelitian yang didapat adalah sebagai berikut:

- Aktivitas berjualan makanan di kawasan Sibolga Square merupakan salah satu alternatif mata pencaharian bagi warga kota Sibolga yang tidak dapat memasuki sektor formal karena memiliki kemungkinan yang lebih mudah untuk dimasuki, tidak membutuhkan pendidikan tinggi, tidak membutuhkan modal yang besar, namun dapat menghasilkan pendapatan yang kadang melebihi sektor formal.

- Pedagang di Sibolga Square lebih banyak memilih bekerja sebagai penjual makanan dan minuman karena latar belakang pendidikan yang rata-rata hanya tamatan SMP dan SMA, sehingga harapan untuk mendapatkan pekerjaan di sector formal sangat kecil kemungkinan.

- Lokasi pedagang yang telah ditentukan oleh Pemda Sibolga melalui PD

Pasar Sibolga menyebabkan pola penyebaran yang berbeda-beda, sedangkan saat ini pedagang cenderung mengelompok dengan sejenisnya. Jenis usaha yang paling banyak diminati adalah berjualan makanan-makanan laut (seafood)

111

Universitas Sumatera Utara - pedagang yang berlokasi di bagian depan Sibolga Square memiliki solidaritas yang lebih tinggi daripada pedagang yang berada di daerah tengah kawasan Sibolga Square, hal ini karena hampir semua pedagang di bagian depan

Sibolga Square ikut dalam perkumpulan STM (Serikat Tolong Menolong) yang beranggotakan seluruh pedagang.

- Lokasi yang dipilih oleh pedagang di Sibolga Square mempunyai ciri-ciri dekat dengan tempat tinggal pedagang, ramai dan dekat dengan aktivitas masyarakat meskipun pada lokasi tersebut terdapat beberapa tempat berjualan yang tidak memiliki izin tertulis dari Pemerintah Daerah, khususnya pedagang yang berada di trotoar jalan.

- Meskipun telah dibuat peraturan tentang penataan PKL namun baik PKL atau masyarakat menganggap perlu diadakan pengaturan yang lebih lanjut karena pada beberapa lokasi masih kelihatan semrawut dan kurang tertib. Sementara kegiatan PKL sebagai salah satu sektor informal belum terantisipasi dalam perencanaan tata ruang kota sehingga sarana dan prasarana yang ada biasanya kurang mendukung kegiatan PKL. Misalkan fasilitas dan utilitas umum seperti jaringan listrik, air bersih, toilet, sampah dan tempat parkir belum memenuhi kebutuhan kegiatannya.

- Sumbangsih Pemerintah Daerah dalam memajukan kawasan wisata kuliner Sibolga Square masih belum terlihat. Hal ini dapat dilihat dari minimnya promosi yang dilakukan oleh Dinas terkait dalam melakukan promosi ke luar daerah, sehingga banyak wisatawan yang berkunjung ke Sibolga namun

112

Universitas Sumatera Utara melewatkan kesempatan berwisata kuliner di Sibolga Square karena memang tidak mengetahui adanya lokasi tersebut.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan diatas, maka berikut ini dapat dikemukakan beberapa rekomendasi sebagai bahan pertimbangan Pemerintah

Kabupaten Tapanuli Tengah untuk menata dan mengatur Pedagang di kawasan

Sibolga Square. Adapun Saran tersebut adalah sebagai berikut:

- Sebagai sektor yang dapat menampung tenaga kerja yang besar, seharusnya usaha PKL di Sibolga Square tidak dapat dianggap remeh. Oleh karena itu pembinaan terhadap PKL seyogyanya dilakukan dengan cara yang lebih baik dengan mengundang perwakilan dari PKL dan tidak menggusur dengan semenamena apabila terjadi sebuah kesalahan.

- Dalam menentukan lokasi bagi PKL perlu dipertimbangkan jarak lokasi dengan tempat tinggal PKL Menentukan besaran ukuran yang lebih spesifik bagi ruang kegiatan PKL agar sesuai dengan karakteristiknya seperti jenis dagangan

(makanan,non makanan dan jasa), sarana fisik yang dipergunakan (warung/tenda, gerobak, gelaran, kios dsb) serta memperhitungkan kebutuhan ruang bagi masyarakat.

- dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia di kawasan Sibolga

Square, perlu diadakan semacam pelatihan untuk dapat melatih ketrampilan melayani pelanggan kepada semua pedagang. Hal ini perlu mengingat masih rendahnya tatak rama dan tegur sapa oleh para pedagang kepada para pembeli yang datang di kawasan Sibolga Square tersebut.

113

Universitas Sumatera Utara - Dalam penetapan lokasi aktivitas PKL, sarana pendukung kegiatan PKL seperti lahan parkir, jaringan listrik, air bersih, sanitasi, sampah dan sarana umum lainnya perlu disediakan juga sebagai salah satu alat untuk mengendalikan PKL.

5.3 Usulan Studi Lanjut

Mengingat penelitian ini yang masih jauh dari kata sempurna, dan keterbatasan penulis, maka diharapkan dapat dilakukan studi lanjut yang berkaitan dengan pengembangan kawasan wisata kuliner Sibolga Square. Sehingga akan menjadikan suatu sumbangan yang berharga dalam menangani permasalahan pengembangan wisata di Kabupaten Tapanuli Tengah. Studi lanjut yang dapat dilakukan adalah:

- Kajian mengenai kemampuan suatu lokasi dalam menampung PKL,

Kajian mengenai sektor formal yang mempengaruhi keberadaan PKL pada suatu lokasi

- Kajian mengenai rencana tata ruang yang ada dengan memasukkan kegiatan sektor informal PKL sebagai bagian dari perkotaan.

114

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 2002. Sosiologi: Sistematika, Teori, dan Terapan. PT Bumi Aksara.

Jakarta. Halaman 32

Agusyanto, R. (2007). Jaringan sosial dalam organisasi. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada. Halaman 23

Belasco, Warren A Review of “Food: The Key Concepts” ( Oxford: Berg

Publishers 2008 )

Counihan, C. (2004). Food and Culture: A Reader. New York Routledge.

Halaman 23-30

Cussler, M., & de Give, M.L.’ Twixt the cup and the lip : Psychological and

Sociocultural Factors Affecting Food Habits. Wasington, DC, Consortium

Press, 1970

Dewan Riset Nasional dan Bappenas (1995). Pengembangan Sektor Informal

Pedagang Kaki lima di Perkotaan, Dewan Riset Nasional dan Bappenas

bekerjasama dengan Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Foster, G. M and Anderson., 1978, Medical Anthropology. New York :John

Wiley & Sons

Hartel, J. (2010). Managing Documents at home for serious leisure : a case study

of the hobby 0f gourment cooking. Journal of Documentation , 66, no.6,

847-874

Jakti, Dorodjatun Kuntjoro. 1986. Kemiskinan di Indonesia. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.

115

Universitas Sumatera Utara Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Koentjaraningrat. 1990. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.

Jakarta : Djambatan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta.

Halaman 35

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Halaman 146

Lawang R, M,Z, 2004, Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologik (suatu

Pengantar) Fisip UI Press Jakarta.

Lazuardi, Mandra. Rencana Pengembangan Kuliner Nasional 2015 Jakarta: PT.

Republik Solusi. Halaman 33-34

Levi-Strauss, Claude.1967.The Raw and the Cooked. New York: Harper and Raw

Manning, Chris dan Tadjuddin Noer Effendi. 1996. Urbanisasi, Pengangguran,

dan Sektor Informal di Kota. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Halaman

236

McGee, T.G. & Yeung, Y.M. 1977. Hawkers in Southeast Asian Cities: planning

for the Bazaar Economy. Ottawa: International Development Research

Centre. Halaman 25-61-82-83

Mitchell (Dictionary of Soriblogy) (online)

http://www.ilmumu.com/pengetahuan/definisi-kebudayaan-menurutpara-

ahli/

116

Universitas Sumatera Utara Mintz, W Sidney.,and Du Bois, M Cristine 2002 “The Anthropogy Of Food

Eating Annual Review of Antrhopology Vol. 12-14

Saragih, 1993. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial di

Daerah Jawa Tengah

Samuel, Hatana dan Wijaya, Nadya (2009). Jurnal Manajemen Pemasaran.

Surabaya

Setiawati Lilis. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung:

Remaja Rosdakarya. Halaman 5- 8

Siregar, Azhari Ichlas. 2015. Pulut Kuning (Studi Etnofood Tentang Kuliner Pada

Masyarakat Melayu Deli Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli

Serdang). Tidak Diterbitkan. Antropologi Sosial. FISIP. USU.

Soedjana. 1981. Statistika Tarsito. Bandung. Halaman 34

Soekadijo, R. G. (1990:7). Anatomi Pariwisata. Jakarta: Penerbit PT Gramedia

Pustaka Utama

Soekanto, Soerjono, Kamus Sosiologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.

Halaman 105

Soenardi, Tuti. 2013. Makanan untuk Tumbuh Kembang Bayi. Gramedia:

Jakarta. Soekanto, Soerjono, 1993 Kamus Sosiologi, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, Halaman 1

117

Universitas Sumatera Utara Stowe, L. & Johnston, D., 2010. Throw your napkin on the floor: Authenticity,

culinary tourism, and a pedagogy of the senses. Australian Journal of Adult

Learning, 52, Number 3.

Stewart, J. W., Bramble, L., & Ziraldo, D. (2008). Key Challenges In Wine And

Culinary Tourism With Pratical Recommendational. International Journal

Of Contemporary Hospitality Management 20, Halaman 302-312

Tjiptono, Fandy. 2002 ,Manajemen Jasa, Penerbit ANDI YOGYAKARTA Majalah

Info Bisnis, Edisi maret-Tahun keVI-2002. Halaman 6

Widodo. Ahmadi. 2000, Faktor-faktor Yang Memperngaruhi Pemilihan Lokasi

Usaha PKL, Studi Kasus Kota Semarang. (Tesis Yang Tidak

Dipublikasikan. Program Pascasarjana, Magister Tekni Pembangunan

Kota, Universitas Diponegoro. 2000). Halaman 27

Widjajanti, Retno. 2000. Penataan Fisik Kegiatan Pedagang Kaki Lima Pada

Kawasan Komersial Di Pusat Kota (Studi Kasus: Simpanglima

Semarang). Tesis Tidak untuk diterbitkan. Semarang: Magister Teknik

Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung. Halaman 39-

40

Wurianto, Arif Budi. 2008. Aspek Budaya Pada Tradisi Kuliner Tradisional Di

Kota Malang Sebagai Identitas Sosial Budaya. Malang, Univeritas

Muhammadiyah. Halaman 17- 39

Sumber : https://diasparpora.sibolga.go.id,2000

https://wisatatulungrejo.weebly.com/wisata-sejarah.html)

118

Universitas Sumatera Utara