KEBIJAKAN GAMAL ABDUL NASSER TENTANG NASIONALISASI TERUSAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP MESIR

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Mengambil Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)

Oleh: Hikmatul Bilqis NIM 1112022000020

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440 H

iii

iv

v

ABSTRAK

Hikmatul Bilqis. Kebijakan Gamal Abdul Nasser Tentang Nasionalisasi Terusan Suez Dan Dampaknya Terhadap Negara Mesir, 2019

Skripsi ini bertujuan menganalisa kebijakan nasionalisasi Terusan Suez yang dibuat oleh Gamal Abdul Nasser serta dampaknya dalam hal ekonomi Mesir.Kebijakan nasionalisasi ini menyebabkan terjadinya Krisis Suez yang berujung pada invansi militer tiga Negara ke Mesir, yakni Inggri, Perancis dan Israel.Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi.Penulis menggunakan sumber primer berupa lampiran pidato Gamal Abdul Nasser saat mengumumkan nasionalisasi Terusan Suez.Penulis menjadikan Analisis Kebijakan Publik yang gagas oleh William N Dunn, sebagai landasan penulisan penelitian ini. Dunn, mengemukakan bahwa proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitasintelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis.Penulismengkajiapakah yang menjadikan Gamal Abdul Nasser berani membuat kebijakan nasionalisasi Terusan Suez. Untuk itu, penulis menelisik lebih jauh kebijakan- kebijakan yang dilakukan Gamal Abdul Nasser dalam masa pemerintahannya.

Penulis mendapatkan temuan bahwa Krisis Suez dilatarbelakangi oleh k Gamak Abdul Nasser dengan gagasan Sosialisme Arab serta kepentingan Gamal Abdul Nasseruntuk membangun Bendungan yang akan memberikan pengaruh besar untuk kehidupan pertanian di Mesir dan terbebas sepenuhnya dari pengaruh penjajah dalam segala aspek kehidupan bernegara. Terusan Suez menjadi milik Mesir dengan kompensasi nasionalisasi Terusan Suez sebesar 26,5 juta Poundsterling.

Kata Kunci: Nasionalisasi Terusan Suez, Gamal Abdul Nasser, Negara Mesir

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah Swt. Tuhan semesta alam.Alhamdulillah, dengan rasa syukur , akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang Nasionalisasi Terusan Suez dan Dampaknya Terhadap Mesir”. Meskipun penulis menyadari bahwa studi ini masih jauh dari kesempurnaan.Namun penulis memiliki keyakinan bahwa studi ini bisa memberikan tambahan khazanah sejarah khususnya yang berkaitan dengan kajian Timur Tengah pada umumnya dan wilayah Mesir pada khususnya. Proses penulisan skripsi ini tidak bisa dilepaskan dari berbagai pihak yang dengan tulus hati dan kesabarannya memberikan tenaga, waktu, ilmu, semangat, hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Saeful Umam, M.A. selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. H. Nurhasan, M.A. selaku Ketua Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang senantiasa memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 4. Solikhatus Sa‟diyah, M.Pd. selaku sekretaris Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan sabar mengurusi semua administrasi terkait penyelesaian program studi Sejarah dan Peradaban Islam. 5. Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dalam membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Dr. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag. selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan bimbingan dan arahannya sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

v

7. Dr. Parlindungan Siregar,M.Ag.selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan bimbingan dan arahannya sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 8. Terimakasih kepada seluruh Dosen Prodi Sejarah Peradaban Islam yang telah memberikan ilmunya selama menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Terimakasih kepada pimpinan dan staff Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu penusli dalam mencari dan mengumpulkan data untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Drs. Dahlan dan Siti Saodah, S.Ag selaku ayahanda dan ibunda tercinta atas dukungan kepada penulis 11. Sarif Hidayatullah,S.Sos.I, M.S.I, selaku suami tersayang atas dukungannya kepada penulis 12. Muhammad „Ibaadurrahman, selaku anak pertama sebagai motivasi penulis 13. Nida Maisyah Arrobiyah, Muhammad Ibnu Sina dan Nabila Quwatuz Zakiroh, adik-adik tersayang. 14. Kawan-kawan seperjuangan Program Studi Sejarah dan Peradaban Islamangkatan 2012, khususnya konsentrasi Timur Tengah. terimakasih atas diskusi-diskusi kajiannya selama ini. 15. Agidia Oktavia, Irma Fauziah, Fitriana, Teti Nurjannah,Ayu Fitri Sofya, Dwi Septiani dan Rosyiana Dewi selaku sahabat yang telah memberikan dorongan serta masukannya untuk menyelesaikan skripsi ini.

Jakarta, 13 Mei 2019

Hikmatul Bilqis

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...... i LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...... ii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...... iii ABSTRAK ...... iv KATA PENGANTAR ...... v DAFTAR ISI ...... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...... 1 B. Permasalahan ...... 5 1. Identifikasi Masalah ...... 5 2. Pembatasan Masalah ...... 5 3. Rumusan Masalah ...... 5 C. Tujuan Penelitian ...... 6 D. Manfaat Penelitian ...... 6 E. Tinjauan Pustaka ...... 6 F. Landasan Teori ...... 8 G. Metode Penelitian ...... 9 H. Sistematika Penulisan ...... 11

BAB IIGAMBARAN UMUM PEMERINTAH MESIR A. Gambaran Pemerintahan Mesir Sebelum Gamal Abdul Nasser ...... 13 B. Kondisi Mesir Pada Masa Gamal Abdul Nasser ...... 15

BAB IIIKEBIJAKAN GAMAL ABDUL NASSER TENTANGNASIONALISASI TERUSAN SUEZ A. Kebijakan Gamal Abdul Nasser Tentang Nasionalisasi Terusan Suez ...... 22 B. Respon dari Kebijakan Nasionalisasi Terusan Suez ...... 27

vii

BAB IV DAMPAK KEBIJAKAN NASIONALISASI TERUSAN SUEZ A. Latarbelakang Nasionalisasi Terusan Suez ...... 29 B. DampakNasionalisasi Terusan Suez Bagi Mesir ...... 37 1. Bidang Ekonomi ...... 41 2. Bidang Politik ...... 43 3. Bidang Sosial ...... 43

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...... 45 B. Saran ...... 46

DAFTAR PUSTAKA ...... 48

viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Mesir mendapatkan kemerdekaannya secara independen pada tahun 1922 M, akan tetapi kemerdekaan ini dianggap semu karena Inggris masih tetap menempatkan pasukannya dan terlibat dalam pengurusan negara. Terjadinya kudeta Mesir membuka gerbang terpilihnya Gamal Abdul Nasser sebagai Presiden Mesir pada tahun 1952 M dalam pemerintahan Republik Mesir. Diharapkan dengan terpilihnya Gamal Abdul Nasser sebagai presiden Mesir dapat senantiasa membuat kebijakan Mesir baik dalam negeri maupun luar negeri, baik dibidang politik, ekonomi, maupun sosial dibuat untuk senantiasa terbebas dari pengaruh asing. Pembangunan Terusan Suez diprakasai oleh seorang insinyur Prancis bernama Ferdinand de Lesseps antara tahun 1859 M -1869 M. Dengan adanya pembangunan Terusan Suez, terjadi perubahan navigasi dunia yang memotong jalur Afrika sekitar 5000 ml, dengan begitu Terusan Suez menawarkan rute yang paling efisien antara Eropa menuju Samudera Hindia, Australia, dan Timur Jauh. Terusan Suez adalah wujud nyata perubahan yang terjadi pada Mesir, karena menjadi pintu masuk pelayaran dari berbagai penjuru dan menjadikan Kota Suez sebagai kota pelabuhan yang ramai.Terusan Suez kemudian menciptakan perubahan yang lebih besar bagi Mesir, diantaranya adalah mendorong kemajuan perdagangan Mesir melalui aktivitas ekspor dan impor Mesir dengan memperoleh devisa dari perdagangan tersebut serta pelayaran pelabukan melalui bea masuk terusan. Lebih jauh, zona di sepanjang Terusan Suez telah menciptakan kawasan industri, yang hasil utamanya diantaranya adalah tekstil, bahan kimia, besi, minyak serta olahannya.Dengan demikian, Terusan Suez menjadi pemacu perekonomian yang lebih meningkat bagi Mesir. Diyakini dengan nasionalisasi Terusan Suez diharapkan laba Terusan

1 2

Suez1 menjadi simbol dari kebangkitan Mesir sehingga mampu menggandakan jumlah lahan pertanian, menyediakan listrik tenaga air untuk industri serta diharapkan mampu memperoleh menggalangkan dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur Mesir secara besar-besaran.2 Permasalahan yang kemudian muncul adalah bahwa kepemimpinan dunia saat itu sedang berada dalam suasana Perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet (Tahun 1947-1989) maka, kebijakan yang diambil oleh seorang Gamal Abdul Nasser menjadi sorotan penting bagi negara yang bersitegang ini. Pada tanggal 26 Juli 1956 M Gamal Abdul Nasser mengejutkan dunia dengan mengumumkan nasionalisasi Terusan Suez. Nasionalisasi3 Terusan Suez adalah sebuah kebijakan yang sangat berani ditengah kepentingan negara-negara besar terhadap peran penting Terusan Suez.Terusan Suez memberikan pengaruh yang signifikan dalam pembangunan perekonomian banyak negara, terutama bagi negara-negara Eropa Barat khususnya Inggris dan Prancis. Nasionalisasi Terusan Suez ini dinilai sebagai respon 4 dari pemerintah Mesir yang telah merencanakan proyek Bendungan Aswan akan tetapi pada tanggal 19 Juli 1956 M Inggris dan Amerika yang menjadi pendukung keuangan utama dalam pembangunan Bendungan Aswan secara resmi mengundurkan diri dari tawaran untuk memberikan bantuan kepada Mesir.5 Tujuan utama dari pembangunan Bendungan Aswan ini adalah untuk meningkatkan perekonomian. Dengan bendungan tersebut dapat membantu sektor pertanian Mesir, karena fungsi bendungan sebagai irigasi bagi pertanian yang dapat mengendalikan Sungai Nil dari potensi banjir dan kekeringan.Di samping itu pula, Bendungan Aswan mampu mendukung kegiatan peternakan dan

1World Affairs Institute,“Background of Suez,” World Affairs, Vol. 119, No. 3 (Fall, 1956), h. 73. 2World Affairs Institute,“Background of Suez,” World Affairs, Vol. 119, No. 3 (Fall, 1956), h. 72. 3 Nasionalisasi dalam KKBI na·si·o·na·li·sa·si n proses, cara, perbuatan menjadikan sesuatu, terutama milik asing menjadi milik bangsa atau negara, biasanya diikuti dng penggantian yg merupakan kompensasi. 4 Gamal Abdul Nasser terpaksa menasionalisasi Terusan Suez sebagai balasan atas penolakan John Foster Dulles, dan penolakan Bank Dunia dalam membiayai proyek Bendungan Aswan yang dipandang sebagai satu hal yang dapat menarik negara Mesir keluar dari kemiskinan, lihat : Marsot, A History Of From The Arabs Conquest To The Present,h.133. 5World Affairs Institute,“Background of Suez,” World Affairs, Vol. 119, No. 3 (Fall, 1956), h. 73.

3

perikanan.Dalam peternakan, kini banyak petani yang mulai mengembangkan ternaknya dengan cara-cara modern.Adapun, perikanan darat banyak diusahakan di Sungai Nil dan di kawasan bendungan. Lebih jauh, Bendungan Aswan juga sebagai pembangkit tenaga listrik.Dengan demikian, Bendungan Aswan telah menjadi sendi terpenting di Negara Mesir, khususnya bagi perekonomian Mesir. Nasionalisasi ini mendapatkan respon dan pengaruh langsung dari negara- negara yang berkepentingan dengan Terusan Suez khususnya bagi Inggris, Prancis dan Israel, dengan berbagai alasan.Sir Robert Anthony Eden, perdana menteri Inggris, merasa terhina dengan adanya nasionalisasi Terusan Suez untuk alasan pribadi maupun alasan politik dan ekonomi. Inggris dan Prancis bergantung pada minyak yang dikirimkan melalui Terusan Suez sebagai sumber daya energi mereka. Ancaman itu merupakan ancaman langsung terhadap industri dan kesejahteraan dua negara tersebut. 6 Prancis pun geram dengan usaha Gamal Abdul Nasser tersebut. Pada satu sisi, sejak tahun1954 M Prancis terjerat dalam perang kemerdekaan Aljazair dan pemerintah Prancis menduga bahwa Aljazair dibantu, dibiayai oleh Mesir. Pemerintah Prancis percaya bahwa tanpa dukungan Mesir, Aljazair tidak akan memiliki kekuatan yang kuat dalam pemberontakannya. Untuk semua alasan tersebut, Israel, Inggris, dan Prancis melancarkan serangan tripartit untuk melawan Mesir pada Oktober 1956 M. Inggris dan pemerintah Prancis mengasumsikan serangan akan menyebabkan orang Mesir menyalahkan rezim militer, sehingga mereka akan menggulingkan pemerintahan Gamal Abdul Nasser. Pemerintah Prancis beranggapan bahwa mereka bisa menemukan beberapa rezim politisi yang akan memimpin pemerintahan baru dengan lebih loyalitas kepada penjajah. Perhitungan tersebut ternyata terbukti tidak berdasar. Rezim Gamal Abdul Nasser tetap tidak jatuh. Di sisi lain invasi Inggris dan Prancis ke Mesir dilakukan dengan begitu ceroboh dan memalukan. Lambat laun, invasi sedikit demi sedikit, tidak terkoordinasi dan membangkitkan kritik dari seluruh dunia.Amerika Serikat dan Uni Soviet yang turut menghentikan pertempuran dan menyesalkan invasi di Mesir oleh tiga negara.Pemerintah Amerika Serikat bersikeras bahwa pertempuran harus dihentikan dan pasukan

6Afaf Lutfi Al-Sayyid Marsot, A History Of Egypt From The Arabs Conquest To The Present, 2th ed. (New York: Cambridge University Press, 2007), h. 132.

4

musuh mundur dari semua wilayah Mesir.PBB menegosiasikan gencatan senjata pada tanggal 6 November 1956 M, setelah seminggu pertempuran, Pasukan PBB yang dikirim ke Mesir bertindak sebagai zona penyangga antara Israel.Pasukan Israel dipaksa untuk mundur ke batas-batas mereka sebelumnya ketika Pasukan PBB mendarat di Mesir pada tanggal 22 Desember 1956.7 Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Foster Dulles, atas nama Amerika Serikat, Prancis dan Inggris, membuat perencanaan empat poin untuk menyelesaikan krisis internasional ini, diantaranya: 1) Pengoperasian Terusan Suez harus sesuai dengan Konvensi Konstantinopel tahun 1888 yang disepakati oleh sembilan negara, yang menyepakati bahwa kanal akan dibuka untuk semua jalur pengiriman baik dalam keadaan damai maupun perang. Operasi ini harus menjadi tanggung jawab dewan internasional, yang akan didirikan oleh PBB. Mesir harus turut serta dan tidak boleh didominasi oleh kekuatan tunggal atau kekuatan kelompok. Fungsinya agar tidak merugikan penggunaan kanal oleh kekuatan apapun. 2) Pengaturan baru harus mengakui hak Mesir dengan berlaku adil dari setiap keuntungan dalam penggunaan kanal. 3) Kompensasi yang adil harus dibayarkan kepada pemegang saham yang menasionalisasikan Suez Canal Company. 4) Arbitrase harus disepakati untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin ditimbulkan dari prinsip-prinsip ini.8

Kebijakan nasionalisasi Terusan Suez yang dilakukan oleh Gamal Abdul Nasser merupakan bukti hilangnya monarki yang membuat banyak orang percaya bahwa hal itu juga berarti akhir dari campur tangan Inggris dalam politik Mesir,9 dan dimulainya era Republik Mesir. Dengan demikian juga rencana pembangunan Terusan Aswan yang dicanangkan Gamal Abdul Nasser dapat terwujud. Biaya pembangunan Bendungan Aswan didanai dengan dana yang diperoleh dari Terusan Suez dan dibantu pula oleh pemerintah Uni Soviet. Meskipun pembangunan proyek ini memakan waktu yang lama yaitu kira-kira 11 tahun, namun hasil yang diperoleh dari pembangunan Bendungan Aswan tidaklah sia- sia, karena memiliki manfaat yang besar bagi Mesir. Dari beberapa uraian diatas, ada beberapa hal yang menurut penulis menarik untuk diteliti, yaitu terkait sikap Gamal Abdul Nasser yang dalam

7Marsot, A History Of Egypt From The Arabs Conquest To The Present, h. 136. 8World Affairs Institute,“Background of Suez,” h. 73. 9Marsot, A History Of Egypt From The Arabs Conquest To The Present, h. 127.

5

kepemimpinannya mampu menasionalisasikan Terusan Suez dengan sangat berani. Dari uraian di atas, ada beberapa hal yang menurut penulis menarik untuk diteliti, yaitu terkait latar belakang Gamal Abdul Nasser menempuh langkah berani dalam membuat kebijakan untuk menasionalisasikan Terusan Suez. Dipilihnya kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang nasionalisasi Terusan Suez sebagai kajian dikarenakan penulis memiliki akses terhadap sumber-sumber tertulis, baik berupa buku, jurnal, maupun artikel, terutama naskah dari pidato Gamal Abdul Nasser yang mengumumkan bahwa dirinya menasionalisasi Terusan Suez. Adapun dipilihnya Dampak dari nasionalisasi terhadap ekonomi Mesir karena permasalahan ekonomi merupakan hal yang paling menonjol untuk membandingkan dengan pemerintahan sebelumnya. B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka masalah yang di identifikasikan, antara lain : a. Motif kebijakan nasionalisasi Terusan Suez b. Dampak kebijakan nasionalisasi Terusan Suez c. Kuatnya pengaruh konflik krisis Terusan Suez d. Proses penetapan kebijakan nasionalisasi Terusan Suez oleh pemerintah Mesir. 2. Pembatasan Masalah Dengan demikian penulis membatasi penelitian ini pada dua hal, yakni ; a. Latar belakang kebijakan nasionalisasi Terusan Suez. b. Dampak dari kebijakan nasionalisasi Terusan Suez

3. Rumusan Masalah Perumusan masalah Nasionalisasi ini adalah : 1. Apa latar belakang kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang nasionalisasi Terusan Suez? 2. Bagaimana dampak kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang nasionalisasi Terusan terhadapMesir?

6

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mengetahui latar belakang kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang nasionalisasi Terusan Suez. b. Menjelaskan dampak kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang nasionalisasi Terusan Suez terhadap Mesir.

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu: a. Bagi Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam dapat mengetahui dan menambah wawasan mengenai sejarah nasionalisasi Terusan Suez oleh Gamal Abdul Nasser di Mesir. b. Bagi Fakultas Adab dan Humaniora Penelitian ini dapat digunakan sebagai literature dalam pengkajian sejarah Mesir, khususnya pada masa Gamal Abdul Nasser. c. Bagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi koleksi penelitian ilmiah di perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya mengenai Mesir.

E. Tinjauan Pustaka Sepanjang yang penulis ketahui terdapat beberapa buku, artikel dan jurnal hasil dari penelitian sebelumnya yang menjelaskan tema yang berkaitan dengan kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang Nasionalisasi Terusan Suez, yakni a. Kajian Tentang Nasionalisasi Terusan Suez dan Kepentingan Negara- Negara Barat (1956-1957) 10 ,karya Alfin Nurtsabit A. dari Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi ini dimuat di website Lumbung Pustaka Universitas Negeri

10 Alfin Nurtsabit A, “Kajian Tentang Nasionalisasi Terusan Suez dan Kepentingan Negara-Negara Barat (1956-1957),” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, 2013).

7

Yogyakarta11 dan dapat diakses oleh penulis, akan tetapi ketika penulis mengakses karya tersebut karya yang dicantumkan dengan karya yang dapat diakses tidak sesuai hal ini penulis dapati ketika penulis membaca BAB 1 sampai BAB 5 karena kesalahan teknis pihak Admin Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sejarah. Sehingga penulis hanya dapat mengakses hasil ringkasan dalam karya tersebut. Karya Alfin Nurtsabit A membahas mengenai latarbelakang terjadinya nasionalisasi Terusan Suez serta reaksi dari negara-negara Barat yang berkepentingan di Terusan Suez. Skripsi ini lebih memfokuskan permasalahan pada narasi penyebab dan dampak konflik dari nasionalisasi bagi negara Barat.Perbedaan dengan skripsi penulis adalah dalam skripsi karya Alfin menjadikan Kebijakan dari Gamal Abdul Nasser tentang nasionalisasi Terusan Suez terhadap kepentingan negara Inggris, Prancis dan Israel dalam hubungan politik luar negeriyang disertai dengan penjabaran dampak dari negara yang bersinggungan konflik pasca-nasionalisasi sebagai obyek kajian utama. Sehingga hemat penulis, meskipun sama-sama membahas nasionalisasi Terusan Suez namun pendekatan obyek kajiannya sangat berbeda dan permasalahannya berbeda karena dalam hal ini penulis akan membahas mengenai substansi dan arah kebijakan dari nasionalisasi Terusan Suez ini dalam kacamata dalam negeri ditambah dengan dampak kebijakan itu sendiri terhadap perekonomian di Mesir. b. GamalAbdul Nasser dan Perannya dalam Penentuan Kebijakan Mesir (1952-1970)12karyaKrida Amalia dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi lebih banyak menggambarkan kajiannya mengenai peranan kebijakan Gamal Abdul Nasser terhadap politik, sosial dan ekonomi di Mesir selama masa jabatannya sebagai presiden Mesir menyangkut kebijakan dalam negeri mapun luar negeri. Dalam skripsi ini Krida hanya sedikit menyinggung mengenai nasionalisasi Terusan Suez sebagai bagian dari sebuah reaksi pengambilan keputusankarenapembatalan bantuan untuk Mesir dalam pembangunan

11http://eprints.uny.ac.id/21670/ 12Krida Amalia Husna, “Gamal Abdul Nasser dan Perannya dalam Penentuan Kebijakan Mesir (1952-1970),” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, 2010).

8

Bendungan Aswan oleh Menteri Luar Negeri Amerikal, Dulles. Dalam karyanya ini, Krida memuat bahasan tentang nasionalisasi Terusan Suez pada sub-bab sikap Nasser terhadap Blok Barat dan Blok Timur yang ada ditulis di bab IV dengan judul Peran Nasser di Dunia Internasional dan Hubungan Diplomatik yang dipertegas dengan kalimat, “Perang Suez pada akhirnya berakhir dengan naiknya popularitas Nasser ditengah Bangsa Arab dan jatuhnya nilai tawar Blok Barat di Mesir”. Akan tetapi secara jelas objek kajian Krida sangatlah berbeda dengan apa yang penulis susun. Dalam hal ini, Krida hanya membahas nasionalisasi terusan Suez sebagai salah satu bentuk kebijakan dari Gamal Abdul Nasser dalam pemerintahannya sebagai objek kajiannya sehingga masalah nasionalisasi tidak menjadi fokus dalam kajiannya sedangkan penulis sendiri menjadikan kebijakan nasionalisasi terusan suez sebagai fokus utama yang bersifat krusial dalam pengambilan kebijakan Gamal Abdul Nasser sebagai pembuat kebijakan. Berdasarkan tinjauan pustaka yang penulis telusuri dapat dipahami bahwa terdapat beberapa penelitian yang mengulas Nasionalisasi terusan Suez.Tinjauan pustaka tersebut sama-sama memaparkan gambaran pemerintahan Gamal Abdul Nasser beserta kebijakannya saat berkuasa di Mesir pada saat itu. Namun, untuk membedakan dengan tinjauan pustaka di atas, maka pembahasan dari tulisan ini akan lebih spesifik dan berfokus hanya pada satu kebijakan, yaitu Kebijakan Gamal Abdul Nasser Tentang Nasionalisasi Terusan Suez.

F. Landasan Teori Penelitian ini bermaksud mengupas sejarah dari kebijakan publik, yakni tentang sebuah kebijakan publik yang berdampak pada ekonomi sebuah negara.Dalam kajian ini penulis menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan politik untuk melihat aspek secara struktural pemerintahan dan pendekatan ekonomi yang merupakan dampak dari kebijakan publik dari sebuah pemerintahan. Pendekatan politik yang dilakukan penulis mengacupada konsep

9

kebiajakan publik Dye 13 , mengemukakan : ―Public policy is what ever governments choose to do or not to do”, konsep ini menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Menurutnya bahwa apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan dan kebijakan negara tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan semata-mata pernyataan keinginan pemerintah atau pejabatnya. Dengan demikian kebijakan menurt Dye merupakan upaya untuk memahami: 1. Apa yang dilakukan dan atau tidak dilakukan oleh pemerintah, 2. Apa penyebab atau yang mempengaruhinya, dan 3. Apa dampak dari kebijakan tersebut jika dilaksanakan atau tidak dilaksanakan. Dalam kaitan inilah maka mudah dipahami jika kebijakan acap kali diberikan makna sebagai tindakan politik.Sehubungan dengan hal tersebut penulis dalam penelitian ini menjadikan Analisis Kebijakan Publik yang gagas oleh William N Dunn, sebagai landasan penulisan penelitian ini. Dunn, mengemukakan bahwa proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitasintelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan diaktualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Dalam hal ini, Gamal Abdel Nasser sebagai kepala pemerintahan yang menetapkan kebijakan nasionalisasi Terusan Suez tidak mendasarkan kebijakannya ini sebagai sebuah kebijakan gertakan semata yang tidak beralasan tanpa tujuan.

G. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif historis deskripstif untuk memaparkan dan menjelaskan serta mengalisis data historis melalui pendekatan

13 Arifin Tahir, Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, (Jakarta Pustaka Indonesia Press, 2011) h.45.

10

politik,14melalui tahapan- tahapan yakni (1) Pemilihan Topik ngumpulan Data, (2) Kritik, (3) Interpretasi, (4) Historiografi.15 1. Pemilihan Topik Dalam penelitian ini penulis memilih topik dampak kepala negara dalam menentukan kebijakan.Topik yang telah penulis pilih kemudian penulis batasi dari segi tempat dan peristiwa yang terjadi. Penulis focus dalam penelitian yang berjudul Kebijakan Gamal Abdul Nasser Tentang Nasionalisasi Terusan Suez Dan Dampaknya Terhadap Mesir. Penulis membatasi topic dalam judul skripsi tersebut berdasarkan ketertarikan penulisan terhadap isu nasionalisasi di Mesir. 2. Pengumpulan Sumber (Heuristik) Dalam proses heuristik penulis menggunakan metode kepustakaan. Sumber-sumber tulisan dibagi atas dua jenis: Sumber primer dan sumber sekunder.16 Sumber primer yang digunakan dalam skripsi ini adalah a. Dokumen pidato Nasionalisasi Terusan Suez, tersedia dalam http://nasser.bibalex.org/Speeches/browser.aspx?SID=495&la ng=en Dokumen tersebut merupakan pidato yang disampaikan saat nasionalisasi Terusan Suez pada tanggal 26 Juli 1956.Tersedia juga dalam bentuk audio. Adapun sumber sekunder yang digunakan dalam skripsi ini adalah: a. Artikel-artikel dari koran BBC antara tahun 1952 hingga 1957 yang dimuat kembali dalam www.bbc.com b. Jurnal yang dapat diakses penulis melalui website https://elibraryusa.state.gov/ yang dapat mengakses Literature Resource Center, ProQuest Research Library, ebrary, JSTOR dan Britannica Academic. c. data-data sekunder berupa buku, artikel, majalah, dan tesis yang penulis temukan di Perpustakaan Nasional, Perpustakaan

14Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah h.4 15Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta : iara Wacana, 2013), h.68-82. 16Gottschalk, Mengerti Sejarah, h. 43.

11

Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora,dan situs internet. 3. Kritik Sumber (Verifikasi) Kritik yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah kritik intern.Peneliti memverifikasi sumber primer yang berbentuk digital dengan bantuan sumber sekunder yakni buku-buku maupun jurnal yang terbit. 4. Interpretasi Proses interpretasi dalam penelitian ini adalah dengan memberikan penafsiran dan penjelasan terhadap data yang diperoleh dengan teori terkait serta menggunakan pendekatan yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam hal ini, pendekatan yang penulis gunakan ialah pendekatan Analisis Kebijakan Publik yang gagas oleh William N Dunn. 5. Historiografi Proses penulisan dalam skripsi ini dimulai dengan memaparkan latarbelakang terjadinya peristiwa, kemudian dilanjutkan dengan memberikan respon serta dampak yang terjadi dari kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang Nasionalisasi Terusan Suez. H. Sistematika Penulisan Secara Keseluruhan skripsi ini terbagi menjadi lima bab, adapun susunan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I :Berisikan Pendahuluan yang terdiri atas penjabaran singkat permasalahan yang menjadi fokus kajian, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, serta sistematika penulisan. BAB II :Membahas mengenai kondisi Pemerintahan Mesir.Hal ini meliputi pemerintahan Mesir sebelum Gamal Abdul Nasser serta kondisi Mesir saat pemerintahan Gamal Abdul Nasser. BAB III :Membahas mengenai kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang nasionalisasi Terusan Suez beserta respon dari kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang nasionalisasi Terusan Suez. BAB IV :Membahas mengenai latar belakang Gamal Abdul Nasser tentang

12

nasionalisasi Terusan Suez dan dampak kebijakan nasioanalisasi Terusan Suez bagi Mesir hal ekonomi di Mesir BAB V :Berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan dalam penelitian ini, dan saran-saran yang menjadi masukan- masukan untuk perbaikan penelitian berikutnya.

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN MESIR

Mesir adalah negara yang kaya dengan sejarah dan berbagai peninggalannya sesuai dengan kurun waktu yang telah dilaluinya, yaitu zaman Fir‟aun, zaman Romawi/Masehi dan zaman Islam. Mesir terletak di belahan utara benua Afrika, berbatasan dengan Laut tengah di sebelah utara, Libya sebelah barat dan Jalur Gaza dan Laut Merah di sebelah timur, dan Sudan sebelah selatan. Adapun sebagian wilayah Mesir, yaitu Semenanjung Sinai, merupakan bagian dari benua Asia.1 Pertama, Gambaran Pemerintah Mesir Sebelum Gamal Abdul Nasser. Kedua, Kondisi Mesir Pada Masa Gamal Abdul Nasser

A. Gambaran Pemerintah Mesir Sebelum Gamal Abdul Nasser Nasser Dalam buku History of Egypt yang ditulisNaiem A. Sherbiny, Omaima M. Hatem menjelaskan runtutan kepemimpinan yang ada di Mesir.yaitu, Pertama,Penaklukan Arab atas Mesir dan akhir kekuasaan Dinasti Ayyubi (639-1250 M).Kedua, Dinasti Mamluk (1250-1516 M). Ketiga, Kepemimpinan Turki Utsmani (1516–1805 M).Keempat,Awal mula sistem negara (1805– 1922).Kelima, Eksperimen liberal, (1922-1952 M).Keenam, Masa Kepemimpinan Gamal Abdul Nasser (1952-1970 M).Ketujuh, Dari Kepemimpinan Sadat sampai Mubarak, (1970-2007).

Lika liku terpilihnya Gamal Abdul Nasser sebagai presiden republik Mesir berawal ketika turunnya Farouk dari tertinggi Mesir mengakibatkan kosongnya pemerintahan di Mesir.Hal ini menjadikan Revolutionary Command Council (RCC) menjalankan politik Mesir sampai dengan tahun 1953.Langkah pertama yang diambil oleh Revolutionary Command Council (RCC) adalah membubarkan partai politik yang dilaksanakan pada tanggal 16 Januari 1953.Selain itu, diumumkan pula kepada seluruh masyarakat Mesir bahwa selama masa transisi, seluruh kebijakan politik diatur sepenuhnya oleh Revolutionary Command Council (RCC) baik mengenai kebijakan dalam negeri maupun luar

1Kedutaan Besar Republik Indonesia Mesir, Selayang Pandang Mesir. 2014

13 14 negeri. Pemerintahan di bawah Revolutionary Command Council (RCC) direncanakan akan berjalan selama tiga tahun, sesuai dengan kesepakatan pada tanggal 10 Februari 1953. Revolutionary Command Council (RCC)menjalankan pemerintahan Mesir dengan semangat revolusioner.Secara umum, belum banyak yang berubah dari kondisi sebelumnya.Revolutionary Command Council (RCC) cenderung mengisi kekosongan pemerintahan saja tanpa mengubah aturan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Selain menjalankan pemerintahan, Pada tanggal 18 Juni 1953, Revolutionary Command Council (RCC) mengumumkan penghapusan sistem monarki Mesir menjadi sebuah negara republik.Berkaitan dengan berdirinya Republik Mesir, Mesir harus segera mengangkat seorang presiden sebagai kepala negara Mesir.Setelah beralihnya Mesir pada sistem pemerintahan republik, Mesir masih dihadapkan dengan berbagai pertikaian politik baik secara internal maupun eksternal. Muhammad Naguib dan Gamal Abdul Nasser sama-sama memiliki kepentingan dalam pemerintahan Mesir.Sering terjadi perselisihan pendapat di antara keduanya, namun perselisihan tersebut dapat diredamkan.Gamal Abdul Nasser berperan sebagai pimpinan delegasi perundingan yang membicarakan konflik Terusan Suez antara Inggris dengan Mesir pada tanggal 27 Juli 1954.Mulai saat itulah mata dunia melihat Gamal Abdul Nasser sebagai perwira muda yang mampu membawa perubahan besar bagi Mesir.Gamal Abdul Nasser dengan pelan namun pasti menggeser pamor Muhammad Naguib sebagai presiden Mesir. Persaingan yang terjadi antara Muhammad Naguib dan Gamal Abdul Nasser sebenarnya sudah dimulai sejak proses peralihan pemerintahan monarki ke republik. Pada saat itu, Muhammad Naguib sebagai presiden terpilih ingin langsung mengadakan pemilu untuk memilih anggota parlemen dan mengembalikan pemerintahan negara ke tangan sipil. Namun, Gamal Abdul Nasser berpendapat bahwa sebaiknya pemerintah memulihkan keadaan sosial dan ekonomi yang hancur pasca Revolusi Mesir23 Juli 1952 terlebih dahulu, kemudian barulah dilaksanakan pemilu. Gamal Abdul Nasser memang secara intensif mengikuti perkembangan

15 politik Mesir dan tidak segan-segan untuk turun tangan apabila dirasa perlu.Gamal Abdul Nasser selalu memberikan catatan kecil kepada Muhammad Naguib setiap pengambilan kebijakan pemerintahan.Gamal Abdul Nasser yang berusia jauh lebih muda kini tidak segan-segan untuk menegur atau menekan Muhammad Naguib sebagai presiden.Pemilu yang sejak terbentuknya republik sudah diidam-idamkan oleh Muhammad Naguib akhirnya terlaksana.Pemilu dilaksanakan pada bulan Juni 1956.Dalam pemilu tersebut, akhirnya Gamal Abdul Nasser terpilih sebagai presiden menggantikan Muhammad Naguib.Hal tersebut merupakan cita-cita Gamal Abdul Nasser sejak awal, yaitu menundukkan pemerintahan Mesir di bawah kekuasaannya.Gamal Abdul Nasser tampil sebagai penguasa defacto Mesir pada tanggal 18 Juni 1956. Terpilihnya Gamal Abdul Nasser menjadi Presiden pada pemerintahan Mesir merupakan gerbang awal bagi hadirnya berbagai kebijakan selama berkuasa.Gamal Abdul Naser bukan saja sebagai orang yang mencanangkan revolusi Arab.

B. Kondisi Mesir Pada Masa Gamal Abdul Nasser Gamal Abdel Nasser, Arab Jamal Abd al-Nasirlahir 15 Januari 1918 di ,Mesir dan meninggal padatanggal 28 September 1970 di Kairo. Prestasi dalam hal politik di dapati Gamal Abdul Nasser ketika ia masih menjadi Perwira Mesir, kemudian naik berpindah menjadi perdana menteri Mesir pada tahun 1954-1956, serta menjadi Presiden Mesir pada tahun 1956-1970. Gamal Abdul Nasser dinilai sebagai pemimpin yang kontroversial dari dunia Arab, dengan kepiawaiannya ia menciptakanRepublik Arab tahun 1958-1961 M, selain itu dinilai sangat berani karena melawan Israel yakni pada tahun 1956 saat Krisis Suez dan tahun 1967 saat Perang Enam Hari.2 Dalam pemerintahan Nasser, ia menggunakan Reformasi politik domestik dengan mengeluarkan konstitusi baru yang kemudian disetujui oleh rakyat melalui referendum nasional yang diadakan pada tanggal 23 Juni 1956. Selain itu, Nasser juga melakukan reformasi ekonomi dengan menjalankan retribusi tanah, promosi pembangunan industri dan perluasan kesejahteraan sosial.Dengan

2 Biografi Gamal Abdul Nasser https://www.britannica.com/biography/Gamal-Abdel- Nasser diakses Tanggal26 April 2019 Ditulis oleh Robert St. John

16 diberlakukannya konstitusi Mesir tahun 1956 tersebut, maka Nasser membubarkan Revolutionary Command Council (RCC) pada bulan Juli 1956.Walaupun Revolutionary Command Council (RCC) sudah dibubarkan, Mesir tetap diperintah oleh rezim militer di bawah kepemimpinan tunggal Nasser yang sah karena terpilih dari suara rakyat Mesir sendiri, walaupun hanya melalui referendum setelah diputuskan sebelumnya oleh kongres partai yang dibentuknya yaitu Arab Socialist Union (ASU). Dengan ketiadaan partai politik yang lain, kelompok militer merupakan aktor tunggal dalam perpolitikan di Mesir di bawah kepemimpinan Nasser. Di samping hal itu semua, perubahan nyata yang telah dilakukan oleh Presiden Gamal Abdul Nasser sebagai terobosan dalam pemerintahannya adalah diantaranya sebagai berikut.

a. Nasionalisasi Terusan Suez Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Presiden Gamal Abdul Nasser dalam rangka menggerakkan perubahan pada masanya adalah melakukan nasionalisasi Terusan Suez pada tanggal 26 Juli 1956.Hal ini dilakukan untuk meningkatkan perekonomian Mesir. Terusan Suez merupakan terusan kapal sepanjang 163 km yang terletak di Mesir, menghubungkan Pelabuhan Said (Būr Sa‟īd) di Laut Tengah dengan Suez (al-Suways) di Laut Merah. Terusan ini terdiri dari dua bagian, utara dan selatan Danau Great Bitter.Terusan ini mengizinkan transportasi air dari Eropa ke Asia tanpa mengelilingi Afrika. Sebelum adanya kanal ini, beberapa transportasi dilakukan dengan cara mengosongkan kapal dan membawa barang-barangnya lewat darat antara Laut Tengah dan Laut Merah.

b. Reformasi Agraria Hukum Reformasi Agraria yang disahkan pada tahun 1952, membatasi kepemilikan hak tanah menhadi tidak lebih dari 200 are, upah buruh tani dinaikkan dan harga sewa tanah diturunkan.3

c. Pembangunan Bendungan Aswan (Aswan Dam) Terobosan besar lainnya yang dilakukan pula oleh Presiden Gamal Abdul Nasser adalah mengadakan pembangunan proyek Bendungan Aswan.Ini adalah

3 Mohammand Riza Widyarsa, Rezim Militer dan Otoriter di Mesir, Suriah dan Libya. Jurnal Al Azhar Indonesia Seri Prana Sosial, Vol. 1, No. 4, September 2012 h.3

17 bentuk perubahan sebagai langkah yang utamanya untuk memajukan perekonomian Mesir. Bendungan Aswan yang merupakan salah satu bendungan terbesar di dunia terletak di dekat kota Aswan, Mesir. Dua dam membendung sungai pada titik ini.Keduanya adalah Bendungan Tinggi Aswan yang lebih baru dan Bendungan Aswan yang lama atau Bendungan Rendah Aswan.Bendungan Tinggi Aswan memerlukan waktu pembangunan selama 11 tahun. Bendungan yang dinamakan “Bendungan Aswan” ini merupakan salah satu program ekonomi terpenting Presiden Gamal Abdul Nasser. Rencana pembangunan Bendungan Aswan diumumkan tahun 1953 dan negara-negara Barat telah menyatakan kesiapan mereka untuk ikut serta dalam proyek ini.Namun, pada tahun berikutnya, Amerika Serikat secara mendadak membatalkan bantuan yang telah dijanjikan untuk pembangunan Bendungan Aswan.Hal ini membuat Presiden Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan Suez pada tahun 1956, yang kemudian pada akhirnya disusul dengan serangan dari Perancis, Inggris, dan Israel terhadap Mesir. Uni Soviet kemudian memanfaatkan kesempatan ini dengan memberikan bantuan dana dan teknologi kepada Mesir. Pada tanggal 9 Januari 1960, dimulailah proyek pembangunan bendungan rakasasa di sungai Nil, Mesir.Bendungan Aswan diselesaikan pada 21 Juli 1970. Diharapkan, setelah bendungan selesai, wilayah Mesir akan meluas sebanyak sepertiganya, sumber-sumber daya yang ada juga akan berlipat ganda, dan menambah 200 juta poundsterling (sekitar Rp3,56 miliar) ke pos pendapatan nasional Mesir. Bendungan ini memiliki tinggi 114 meter, panjang 3600 meter, dan memproduksi listrik sebesar 2100 megawat.Selain itu, Bendungan Aswan juga sangat membantu dalam pengairan pertanaian Mesir. Tanpa dibendung, Sungai Nil akan banjir setiap tahun semasa musim panas, karena air dari Afrika Timur mengalir masuk ke sungai ini. Banjir sebenarnya membawa banyak zat nutrisi dan mineral yang membuat tanah di sekitar Sungai Nil menjadi subur dan ideal menjadi tanah pertanian. Seiring dengan bertambahnya penduduk di sekitar sungai itu, muncul kebutuhan untuk mengontrol air yang membanjir demi melindungi tanah pertanian dan perkebunan.Pernah suatu kali, akibat banjir, seluruh hasil panen

18 habis diseret banjir.Sebaliknya, ketika musim kering tiba dan tingkat air sungai rendah terjadi kekeringan dan kelaparan.Hingga akhirnya dibangun sebuah bendungan untuk beberapa tujuan, di antaranya menanggulangi banjirnya sungai, menciptakan tenaga listrik, dan menyediakan air irigasi untuk pertanian. Dengan melihat uraian tersebut, telah memperlihatkan kekuatan prakarsa perubahan yang dilakukan oleh Presiden Gamal Abdul Nasser. Perubahan yang dilakukan dimulai dan diakhiri dengan adanya sebuah proses yang panjang.

d. Menggagas Ide Sosialisme Arab Ketika Nasser menggagas ide sosialisme bagi seluruh bangsa Arab, suatu faham yang hendak menjadikan bangsa Arab bersatu kembali dalam satu wadah kekuatan politik.Idenya mendapat sambutan pro dan kontra di kalangan bangsa Arab. Masyarakat Mesir, Syiria, Irak, mendukungnya. sementara Saudi Arabia dan Iran, serta kelompok Islam garis keras menolaknya. Peranan Nasser sangat kharismatik di kalangan bangsa Arab, karena di samping menggelorakan semangat anti Israil juga terkenal dengan gagasan monumentalnya “socialism of Arab adalah kesatuan bangsa Arab dalam satu wadah tatanan ekonomi sosialis.Baginya, ekonomi soaialis dipandang lebih dekat dengan semanagat ajaran Islam, karena mendorong semangat kesejahteraan sosial. Gasasannya banyak diterima bangsa Arab saat itu, karena dianggap mampu menolong umat dari kesengsaraan akibat penjajahan.4 Kejutan politik luar negeri Mesir dibuat Nasser adalah dengan mengenalkan ide Persatuan Arab (Pan-Arab).Tahun ini pula Mesir berperan aktif pada Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung.Dua mementum politik itulah yang menandai mulai terlibat aktifnya Mesir dalam gelanggang percaturan politik internasional.Pada masa pemerintahan Nasser, situasi internasional diliputi Perang Dingin antar dua negara adikuasa terutama terwujud dalam persaingan militer.Kedua kubu yang bersaing membentuk aliansi-aliansi militer dengan berbagai negara di berbagai bagian dunia, termasuk Timur Tengah, sehingga memperburuk sengketa Arab-Israel yang berlarut-larut itu.Pada masa itu ekonomi domestik Mesir berada pada titik mengkhawatirkan, akibat dari kebijakan zaman

4 Muhammad Nurudin, Pemikiran Nasionalisme Arab Gamal Abden Nasser Dan Implikasinya Terhadap Persatuan Umat Islam Di Mesir, ADDIN, Vol. 9, No. 1, Februari 2015 h. 61.

19 monarki yang kapitalistis dan memberi banyak peluang bagi berkembangnya feodalisme.Guna menangani perekonomian yang memburuk itu Nasser bereksperimen menerapkan ideologi sosialis menuju pembangunan ekonomi dan penegakan keadilan sosial yang non-Marxis.Didorong oleh situasi internasional dan keadaan ekonomi domestik yang tidak menentu, di samping adanya kedekatan ideologis, Nasser kemudian membawa politik luar negeri Mesir menjadi lebih condong ke Uni Soviet. Berbeda antara hubungan Uni Soviet dan Mesir, hubungan Amerika Serikat dan Mesir terjadi penuh dengan gejolak di tahun 1950-an, yakni saat Gamal Abdel Nasser mengambil kendali pemerintah Mesir setelah revolusi tahun 1952 M. Para pejabat Amerika menerimanya sebagai pilihan alternatif yang progresif untuk menggulingkan Raja Farouk, mereka membantu Inggris dan Mesir menegosiasikan perjanjian yang mengakhiri pendudukan Inggris dari Mesir serta menawarkan Mesir bantuan ekonomi dan bantuan militer. Namun hubungan AS- Mesir memburuk setelah 1954. Amerika Serikat berharap bahwa Mesir akan bekerja sama dengan Barat dalam perenca naan pertahanan anti Soviet dan membangun stabilitas regional dengan membuat perdamaian dengan Israel. Namun Nasser memutuskan untuk mencari dukungan di kalangan Negara-negara Afrika dan Arab untuk menantang kehadiran Barat di Timur Tengah dan menghadapi Israel. Hubungan kedua negara itu terus mengalami kesulitan sampai akhir era Nasser pada tahun 1970.Presiden Eisenhower dan John F. Kennedy berusaha kembali menjalin pendekatan kepada Nasser melalui bantuan ekonomi, membuat kesepakatan untuk tidak membahas masalah Israel, dan membangun gerakan politik yang ramah. Namun pemulihan hubungan itu berakhir pada awal 1960-an ketika Nasser campur tangan dalam perang saudara di Yaman yang bertentangan dengan sahabat Amerika Serikat yaitu Arab Saudi. Presiden Gamal Abdul Nasser berkuasa di Mesir selama 1953-1970, dimana kepemimpinannya dikenal otoritarian.Gamal Abdul-Nasser juga menetapkan kebijakan-kebijakan otoritarian yang serupa dalam pemerintahannya.Ia membubarkan seluruh partai politik yang berkuasa di tahun 1952, melarang dan memenjarakan sejumlah aktivis organisasi-organisasi

20 persaudaraan Muslim. Gamal Abdul-Nasser melakukan langkah besar dengan mengeluarkan konstitusi baru yang disetujui rakyat melalui Referendum Nasional yang diadakan pada tanggal 23 Juni 1956 dan sekaligus membubarkan Revolutionary Command Council (RCC) di Mesir. Pembubaran Revolutionary Command Council (RCC) ini tidak mempengaruhi basis kekuatan Presiden Gamal Abdul-Nasser. Selain itu, ditambah lagi dengan dibubarkannya seluruh partai politik maka secara otomatis kelompok militer memegang kontrol penuh atas pemerintahan Mesir saat itu. Sebagai ganti Revolutionary Command Council (RCC) Gamal Abdul-Nasser membentuk Arab Socialist Union (ASU) pada tahun 1962.Arab Socialist Union (ASU) ini menjadi alat politik baru bagi presiden dalam menjalankan kebijakannya. Pembentukan Arab Socialist Union (ASU) dimaksudkan untuk menggiring seluruh komponen masyarakat Mesir baik pelaku ekonomi, politik dan sosial ke dalam satu barisan front nasional yang dinamakan Arab Socialist Union (ASU). Dengan demikian Arab Socialist Union (ASU) digunakan sebagai alat politik presiden Nasser untuk menjalankan kebijakannya terutama pengawalan arah demokrasi yang akan dieksperimenkan kepada bangsa Mesir. Sementara itu, prestise luar negerinya dicapai berkaitan dengan dunia Arab dan non dunia Arab.Seluruh masyarakat Mesir diharuskan untuk memberikan dukungan pada segala bentuk mobilisasi Arab Socialist Union (ASU). Individu atau kelompok di Mesir diwajibkan mendukung mobilisasi massa ke dalam Arab Socialist Union (ASU). Jika individu atau kelompok tidak mendukungnya, maka individu atau kelompok tersebut akan mendapat tekanan politik dari penguasa militer Mesir. Salah satu kelompok yang menolak model mobilisasi Arab Socialist Union (ASU) adalah Ikhwanul Muslimin, sehingga Ikhwanul Muslimin menjadi target tekanan politik selama pemerintahan Nasser. Ikhwanul Muslimin dianggap sebagai satu elemen yang tidak mendukung model rezim militer yang dieksperimenkan kepada Mesir.Ketika hubungan dengan Ikhwanul Muslimin memburuk, pemerintah dan Ikhwanul Muslimin terlibat dalam peperangan sporadis yang dalam beberapa kesempatan menjadi tindak kekerasan. Dalam dunia Arab, Mesir di bawah pimpinan Nasser berhasil membangun kembali semangat dunia Islam terhadap Israel.Sejak terpilih sebagai presiden pada

21 tahun 1956, Nasser membangkitkan nasionalisme Arab dan Pan-Arabisme serta menasionalisasi Terusan Suez.Perang Suez menghadapkan Mesir pada Perancis, Inggris, dan Israel yang memiliki kepentingan terhadap Terusan Suez.Krisis ini berakhir dengan keputusan dunia internasional yang menguntungkan Mesir serta Terusan Suez resmi berada dalam kedaulatan Mesir.Kemudian Gamal Abdul Nasser mengadakan proyek insfrastruktur besar-besaran diantaranya adalah proyek pembangunan bendungan Aswan dengan bantuan Uni Soviet. Gamal Abdul Nasser menjadi pahlawan Arab dengan keberaniannya, sehingga meskipun pada perang melawan Israel pada tahun 1967 Mesir kalah dan Nasser ingin mengundurkan diri dan ingin mundur dari dunia politik, namun rakyat Mesir menolaknya. Gamal Abdul Nasser kembali memimpin Mesir dalam peperangan 1969-1970. Dalam konteks non dunia Arab, Nasser merupakan salah satu tokoh pencetus, pendiri dan pembangun gerakan non blok. Dalam pemerintahannya Gamal Abdul Nasser juga menjadi orang kedua yang memimpin gerakan non-blok yang sebelumnya digagas Presiden Yugoslavia, Marsekal Tito pada 5 Februari 1955.5

5Elie Podeh, “The Drift towards Neutrality: Egyptian Foreign Policy during the Early Nasserist Era,” 1952-55.Middle Eastern Studies, Vol. 32, No. 1 (Jan., 1996), h.168-169.

BAB III KEBIJAKAN GAMAL ABDUL NASSER TENTANG NASIONALISASI TERUSAN SUEZ

Pada bab ini penulis akan mengulas tiga poin utama yaitu Gambaran Pemerintahan Gamal Abdul Nasser tentang Nasionalisasi Terusan Suez serta respon dari kebijakan nasionalisasi Terusan Suez.

A. Kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang Nasionalisasi Terusan Suez Mesir yang merupakan gerbang penghubung tiga benua: Asia, Afrika, dan Eropa membuat Mesir memiliki letak yang strategis. Mesir bukan merupakan negara yang kaya apabila dilihat dari sektor ekonominya.Perekonomian Mesir bergantung pada sektor pertanian, ekspor minyak bumi, dan pariwisata.Selain itu, lebih dari 3.000.000 jiwa orang Mesir bekerja di luar negeri, terutama di Arab Saudi, Teluk Persia, dan Eropa.1Populasi yang tumbuh pesat, keterbatasan lahan pertanian, dan ketergantungan pada Sungai Nil membuat sumber daya ekonomi Mesir lemah.Wilayah Mesir dari masa ke masa ini lah yang membuat pergolakan politik di Mesir dibandingkan dengan wilayah lainnya. Untuk itu, penulis merasa sangat penting untuk membahas tiga poin utama dalam bab ini karena erat kaitannya dengan nasionalisasi Terusan Suez yang dicanangkan oleh Gamal Abdul Nasser. Daerah Suez merupakan daerah yang memiliki letak yang strategi yakni terletak dititik silang lalu lintas internasional yang menghubungkan negeri-negeri di wilayah Asia dengan negeri-negeri di wilayah Afrika Utara.Tidak hanya itu, Suez juga menghubungkan daerah perarairan Laut Tengah dengan Perairan Laut Merah yang langsung berhubungan dengan Laut Arab dan Samudra Hindia.Kedua wilayah ini sangat penting bagi negara Mesir, yaitu sebagai pintu gerbang masuk dari arah daratan Asia dan tempat memintas para pedagang dari Perairan Laut Tengah menuju perairan Laut Merah.

1 Apriadi Tamburaka, Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter diNegara-Negara Timur Tengah. Yogyakarta: Narasi, 2002, hlm. 69.

22 23

Dengan adanya Terusan Suez segenap lalu lintas pelayaran yang menempuh jalan melalui jalur Tanjung Harapan I Ujung Benua Afrika yang merupakan perjalanan yang sangat jauh dan berbahaya dapat dipersingkat.Terusan Suez pun menjadi urat nadi perhubungan lalu lintas pelayaran dan perdagangan antara Eropa dengan Dunia Timur. Terusan Suez memiliki panjang 162 km, lebar antara 80-125 m dan dengan kedalaman 11-13,5 m. Terusan Suez juga mempersingkat jalur maritim ribuan mil dan menghindari laut Selatan dengan cuaca yang berbahaya. Dengan pembangunan Terusan Suez, kapal-kapal tidak perlu lagi lewat memutar dari Semenanjung Sinai. Diperlukan waktu berapa 10 tahun untuk menyekesaikan megaproyek ini, dimulai pada tahun 1859 dengan mengambil titik awal dikota Post Said dan berakhir di daerah Shaloufa arah Laut Merah pada 15 Agustus 1869. Terusan Suez modern dari Laut Tengah ke Laut Merah dibangun pada tahun 1858-1869 M oleh Suez Canal Company dari Perancis.Izin untuk membangun kanal diberikan kepada Ferdinand de Lesseps oleh Said Pasha, raja muda Mesir.Sementara itu, insinyur Austria, Alois Negrelli, diberi tugas membuat rencana.Penggalian membutuhkan waktu 11 tahun dan menggunakan pekerja paksa sekitar 30.000 pekerja Mesir. Pada awalnya, opini internasional terkesan skeptis dan saham Terusan Suez hanya terjual dengan baik di Perancis.Tapi hanya dalam setahun, menjadi jelas bahwa Terusan Suez sangat berguna dengan dampak substansial terhadap perdagangan dunia.Saat ini, Terusan Suez merupakan salah satu perairan yang paling banyak digunakan di dunia di samping Terusan Panama. Peristiwa pembukaan Terusan Suez ini pun membawa akibat dan pengaruh yang luas.yakni, 1. Memindahan jalan besar perdagangan Eropa-Asia, dulu melalui Afrika Selatan sekarang melalui Laut Tengah dan Laut Merah, yang menyebabkan: a. Negara-negara Laut Tengah hidup kembali dalam lapangan perdagangan dunia, karena terletak kembali ditepi jalur besar perdagangan dunia, berkembang pula kota-kota pelabuhan seperti

24

Gibraltar, Bacelona, Marsilla, Genoa, Venesia, Napels, Malt, Athena, Istambul, Sipus dan sebagainya b. Pantai dan daerah Afrika Utara menjadi rebutan imperialisme Barat seperti Maroko, Aljazair, Tunisia, Libia Mesir. c. Selat Malaka menjadi penting karena menjadi jalan besar perdagangan Eropa-Asia. 2. Memperpendek dan mempermudah hubungan antara Eropa dan Asia. Yang menyebabkan ; a. Perdagangan Eropa-Asia besar dan ramai b. Pemahaman barat mudah masuk Asia Mengingat nilai strategisnya yang besar dan merupakan sumber finansial bagi yang memiliknya.Hal ini terlihat dari sering terjadinya sengketa intern menyangkut masalah penguasaan Terusan Suez tersebut.Dalam hal ini, menguasai Terusan Suez berperan menguasai pintu gerbang menuju Asia, benua yang menjadi incaran negara-negera imperialis Eropa.Melalui Revolusi Industri pada tahun 1780 M, kerjaan Inggris pada mulanya merupakan satu-satunya Negara industri di dunia.Akan tetapi, pada tahun 1880, Perancis dan Jerman telah mengembangkan industrinya sehingga menjadi pesaing bagi Inggris.Sementara itu, Negara industry berebut wilayah Afrika dan Asia untuk dijadikan tanah jajahan.Tanah jajahan itu diperlukan untuk diambil bahan mentahnya dan dijadikan pasar bagi hasil industrinya.Dengan dibukanya akses Terusan Suez makan kegiatan Negara industri semakin meningkat. Pada tahun 1880 M saat dinyatakan bahwa status Terusan Suez menjadi kanal internasional.Inggris berniat untuk mengendalikan kanal untuk mencegah kemungkinan terjadi gangguan lalu lintas melalui kanal ini, dikarenakan kepentingan Inggris sebagai negara industri. Maka Inggris mengirimkan pasukan ekspedisinya pada tahun 1882 M sehingga Mesir berada dibawah kependudukan Inggris selama 74 tahun dimana aspek politik dan ekonomi berada dalam kontrol Inggris termasuk kontrol Inggris terhadap Terusan Suez. Terusan Suez menawarkan peluang ekonomi baru untuk kerajaan Inggris.Ketika Pemerintahan Inggris mengubah bahan bakar dari batubara kepada minyak pada tahun 1912 M, peran Terusan Suez menjadi benar-benar

25 penting.Dalam dekade dimana pembangunan Terusan Suez telah selesai, Pemimpin Inggris membuat prioritas saham untuk memperoleh saham di Perusahaan Suez.Inggris banyak ikut campur dalam masalah Mesir setelah jatuhnya sebagian saham di Terusan Suez ke tangan Inggris.Di bawah Khedive Ismail, terjadi banyak kemerosotan terutama di bidang ekonomi.Segala kebijakan politik Mesir diputuskan oleh perwakilan Inggris yang ada di Mesir.Pada saat itu, Mesir sudah dijadikan negara boneka oleh Inggris, dan pemerintahan Mesir memiliki ketergantungan sangat besar kepada Inggris. Sa‟ad Zaghlul seorang politisi muda dengan dukungan masyarakat Mesir berupaya untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi Mesir. Namun, keinginan tersebut tidak diindahkan oleh Inggris yang masih mempunyai banyak kepentingan di wilayah Mesir, terutama Terusan Suez. Terusan ini mengizinkan transportasi air dari Eropa ke Asia tanpa mengelilingi Afrika. Sebelum adanya kanal ini, beberapa transportasi dilakukan dengan cara mengosongkan kapal dan membawa barang-barangnya lewat darat antara Laut Tengah dan Laut Merah. Presiden Gamal Abdul Nasser mengumumkan nasionalisasi Terusan Suez dalam rangka penggalangan dana untuk membangun Bendungan Aswan. Berita ini mengejutkan pemerintah Inggris dan Perancis yang juga memiliki saham atas Terusan Suez Keputusan nasionalisasi Terusan Suez oleh Presiden Abdul Naser dilakukan karena Inggris dan Amerika Serikat mencabut tawaran untuk mendanai pembangunan Bendungan Aswan.Kemudian, atas tindakan Presiden Gamal Abdul Nasser tersebut mengakibatkan terjadinya serangan militer Inggris, Perancis dan Israel terhadap Mesir yang dimulai pada tanggal 29 Oktober 1956 M. Peristiwa ini dikenal dengan krisis suez. Bersama dengan krisis Suez, Amerika Serikat juga harus mengurus Revolusi Hongaria. Nasser mempunyai pandangan yang benar-benar baru tentang masa depan Mesir. Mengenai kebijakan asing Nasser mempunyai dua prioritas yaitu, menghapus Inggris dari Mesir, mengeliminasi kekuatan Inggris di Dunia Arab.Salah satu alasan Nasser ingin mengeliminasi kekuatan Inggris di Dunia Arab kemungkinan merupakan ambisi pribadi untuk menjadikan Mesir dan dirinya sebagai pemimpin Dunia Arab. Dalam kepemimpinannya Gamal Abdul

26

Nasser mengambil tindakan perubahan ekonomi dengan tindakan reformasi tanah, Tindakan yang mengubah struktur kepemilikan tanah di Mesir untuk mengubah urutan sosial ekonomi yang berlaku..2 Nasionalisasi adalah pengambilalihan secara menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan asing dengan tujuan untuk mengakhiri penanaman modal asing di dalam ekonomi atau sektor-sektor ekonomi dalam negeri, sedangkan ekspropriasi mengacu pada pengambilalihan perusahaan tertentu demi kepentingan umum dan kepentitingan ekonomi tertentu.Sementara itu, konfiskasi adalah pengambilalihan hak milik yang dilakukan oleh penguasa demi kepentingan pribadi. Konfiskasi biasa terjadi di negara-negara yang diperintah oleh dikatator atau olirgaki.3 Nasionalisasi Terusan Suez merefleksikan konflik antara dua sistem; kekuasaan sebelum Perang Dunia II dimana sistem kolonial dan ketidaksetaraaan internasional yang dominan, dengan negara koloni yang baru muncul dengan menuntut persamaan dan kedaulatan penuh. Peristiwa nasionalisasi Terusan Suez menandai perubahan hubungan antara Israel, Negara Arab, dan negara superpower.Konflik Arab-Israel berubah bentuk dari masalah perbatasan dan pengungsi Palestina menjadi masalah perjuangan untuk kekuasaan dan hegemoni antar negara.Hal ini tidak terlepas dari peran propaganda Nasser melalui nasionalisme Arab. Krisis yang terjadi antara Oktober 1956-Maret 1957 sangat berdampak terhadap orientasi kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah. Peristiwa ini membuat Amerika Serikat menjadi kekuatan utama di Timur Tengah menggantikan Inggris dan Perancis.Setelah peristiwa nasionalisasi Terusan Suez Amerika Serikat melihat konflik yang terjadi di Timur Tengah tidak lagi sekedar konflik regional semata, tetapi telah menjadi isu Perang Dingin dengan Uni Soviet. Pada tahun 1950, dua pertiga dari seluruh pasokan minyak Inggris -lebih dari 20 juta ton per tahun- melewati rute ini. Dengan adanya rute alternative ini terbatas pada kapasitas kapal membuktikan bahwa untuk tidak cukup untuk memenuhi permintaan minyak Inggris dalam negeri ditambah jika Mesir

2Naeim Book Bab 1 Command 3 Somarajah,M., The International Law on Foreign Investment, Cambridge University Press, Cambridge, UK, Second edition, 2004

27 mengambil control Terusan Suez sehingga hal ini menjadi alasan utama bagi Inggris untuk menentang Gamal Abdul Nasser.

B. Respon dari Kebijakan Nasionalisasi Terusan Suez Setiap kebijakan pastinya menuai respon baik itu positif maupun negative. Dengan membuat langkah dengan membuat kebijakan nasionalisasi Terusan Suez oleh pemerintah Gamal Abdul Nasser seketika mengakibatkan terjadinya serangan militer pada tiga bulan berikutnya oleh negara Inggris, Perancis dan Israel terhadap Mesir yang dimulai pada tanggal 29 Oktober 1956 M yang bertujuan merebut Terusan Suez. Peristiwa ini dikenal dengan Krisis Suez. Serangan ke Mesir secara militer berhasil, namun disisi lain merupakan bencana politik. Bersama dengan krisis Suez, Amerika Serikat juga harus mengurus Revolusi Hongaria. Amerika Serikat juga takut akan adanya perang yang lebih luas setelah Uni Soviet dan negara-negara Pakta Warsawa lainnya mengancam untuk membantu Mesir dan melancarkan serangan roket ke London, Paris dan Tel Aviv.Ancaman tersebut membuat pemerintahan Eisenhower menyatakan gencatan senjata.Amerika Serikat meminta invasi dihentikan dan mensponsori resolusi di Dewan Keamanan PBB yang meminta gencatan senjata.Inggris dan Perancis, sebagai anggota tetap, memveto resolusi tersebut.Amerika Serikat lalu memohon kepada Majelis Umum PBB dan mengusulkan resolusi meminta gencatan senjata dan ditariknya pasukan.Majelis Umum mengadakan “sesi khusus kedaruratan” dan mengadopsi resolusi Majelis 1001, yang mendirikan United Nations Emergency Force (UNEF), dan menyatakan gencatan senjata.Portugal dan Islandia mengusulkan untuk mengeluarkan Inggris dan Perancis dari pakta pertahanan North Atlantic Treaty Organization (NATO) jika mereka tidak mundur dari Mesir. Amerika Serikat juga melancarkan tekanan finansial terhadap Inggris untuk mengakhiri invasi. Eisenhower memerintahkan George M. Humphrey untuk menjual bagian dari “US Government’s Sterling Bond holdings”. Pemerintah AS memegangnya sebagai bagian dari bantuan ekonomi terhadap Inggris setelah Perang Dunia II, dan pembayaran sebagian hutang Inggris kepada AS, dan juga bagian dari Rencana Marshall untuk membangun kembali ekonomi Eropa Barat. Arab Saudi juga memulai embargo minyak terhadap Inggris dan Perancis.AS menolak membantu minyak bumi hingga Inggris dan Perancis setuju untuk

28 mundur.Negara NATO lainnya juga menolak untuk menjual minyak bumi yang mereka terima dari negara-negara Arab ke Inggris atau Perancis. Pemerintah Inggris dan Perancis berada dalam tekanan. Sir Anthony Eden, Perdana Menteri Inggris, terpaksa untuk mundur dan mengumumkan gencatan senjata pada tanggal 6 November 1956. Tentara Perancis dan Inggris selesai mundur pada tanggal 22 Desember 1956, dan digantikan oleh tentara Kolombia dan Denmark yang merupakan bagian dari UNEF.Israel meninggalkan semenanjung sinai pada bulan Maret 1957.Dengan demikian, hal tersebut telah mengakhiri invasi Barat di Mesir, sehingga pada akhirnya Terusan Suez menjadi milik Mesir. Maka dari itu dengan cepat Gamal Abdul Nasser mendapatkan simpati dari sebagian besar rakyat Mesir. .

BAB IV DAMPAK KEBIJAKAN NASIONALISASI TERUSAN SUEZ

Kebijakan Gamal Abdul Nasser sebagai presiden mesir tidak terlepas dari latarbelakang Gamal Abdul Nasser sebagai militer.Termasuk dalam membuat kebijakan dalam hal ekonomi. Nasionalisasi Terusan Suez terjadi karena dipengaruhi oleh kebijakan Gamal Abdul Nasser sebagai presiden Mesir yang akan memajukan Mesir dalam bidang politik dan ekonomi khususnya. Maka dari itu, ada empat poin utama yang menurut penulis adalah penting untuk dibahas pada bab ini yaitu Kebijakan Gamal Abdul Nasser, Arah dari Kebijakan Nasionalisasi Terusan Suez serta Dampak Kebijakan Nasionalisasi Terusan Suez bagi Ekonomi Mesir. A. Latar Belakang Nasionalisasi Terusan Suez Peristiwa nasionalisasi Terusan Suez sangat menarik untuk dibahas karena penyebab dan dampaknya begitu kompleks. Banyak faktor yang berperan dalam peristiwa ini, seperti situasi Perang Dingin, nasionalisme Arab, konflik Arab- Israel, dan usaha mempertahankan hegemoni negara Barat di kawasan Timur Tengah. Dalam peristiwa ini terlihat bagaimana kebijakan yang diambil untuk mempertahankan kepentingannya masing-masing dapat menimbulkan konflik tidak hanya diantara negara rival, tetapi juga diantara negara yang secara tradisional merupakan sekutu yang tidak terpisahkan sejak Perang Dunia II.Hal ini terjadi ketika Amerika Serikat tidak memberikan dukungan terhadap invasi yang dilakukan oleh Inggris dan Perancis ke Mesir, bahkan Amerika Serikat memberikan tekanan politik dan ekonomi terhadap keduanya. Hal yang paling utama adalah peristiwa ini mengubah sejarah Mesir dan kawasan Timur Tengah karena menandai runtuhnya pengaruh imperialisme lama di kawasan tersebut yaitu, Inggris dan Perancis yang digantikan perannya oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet tersebut. Sikap yang cenderung keras terhadap nasionalisasi Terusan Suez karena bisa dikatakan, Inggris merupakan pihak yang paling berkepentingan dan terkena dampak paling besar dari nasionalisasi tersebut.Inggris merupakan pemegang

29 30 saham terbesar Suez Canal Company, terlebih sepertiga pelayaran yang melewati Terusan Suez merupakan kapal Inggris.Eden menyatakan di hadapan parlemen Inggris bahwa demi kepentingan nasional, Terusan Suez tidak boleh dipegang oleh satu kekuatan yang bisa mengeksploitasinya. Di pihak lain, Perancis mempunyai posisi yang mirip dengan Inggris. Perancis setidaknya mempunyai dua kepentingan berkaitan dengan nasionalisasi Terusan Suez.Pertama, Perancis mempunyai kepentingan ekonomi karena memiliki saham Suez Canal Company yang membuatnya terkena dampak langsung nasionalisasi yang dilakukan Nasser. Kedua, kepentingan politik yang bahkan lebih penting dari dampak ekonomi yang akan ditimbulkan, yaitu masalah Front de Leberation Nationale (FLN) yang merupakan pergerakan revolusi di Algeria. Nasser merupakan pendukung dan penyuplai senjata FLN, bahkan pada September 1956 Angkatan Laut Perancis menahan kapal kargo Mesir yang berisi senjata bagi FLN.Terlebih kebijakan dan propaganda Nasser yang ingin menghapuskan kekuatan imperial Barat di Dunia Arab, membuat Perancis merasa terancam. Meskipun Perancis dan Inggris memiliki kepentingan berbeda di Timur Tengah, tetapi keduanya mempunyai tujuan yang sama untuk mengamankan posisi dan kepentingannya di kawasan tersebut. Posisi Amerika Serikat berbeda dengan Inggris dan Perancis yang tidak berkepentingna menjatuhkan pemerintahan Nasser.Perhatiannya lebih kepada implikasi global nasionalisasi Terusan Suez, terutama potensi kehilangan pasokan minyak Timur Tengah dan kemungkinan intervensi Uni Soviet. Eisenhower tidak melihat penggunaan kekuatan militer sebagai solusi terbaik dan hanya akan meningkatkan resiko di Timur Tengah. Eisenhower menganggap bahwa ekonomi Eropa tidak akan bertahan bila melakukan operasi militer ke Mesir ditambah resiko Timur Tengah akan bersatu melawan Barat. Eisenhower juga memperingatkan bahwa penggunaan kekuatan hanya akan mendorong Negara Arab untuk mendapatkan persenjataan dari Uni Soviet. Nasionalisasi Terusan Suez merupakan reaksi perlawanan Nasser terhadap pembatalan bantuan Amerika Serikat, Inggris dan Bank Dunia untuk proyek besar pembangunan bendungan Aswan. Nasionalisasi ini menyebabkan aksi militer

31 yang dilakukan Inggris, Perancis, dan Israel. Selama Oktober hingga Desember 1956, disebut Perang Suez di Barat atau Agresi Tripartit di Timur Tengah. Proses memimpin perubahan yang telah dilakukan oleh Presiden Gamal Abdul Nasser mengindikasikan sejumlah hal yang mana mampu membuat agar perubahan tersebut dapat berjalan dan berhasil. Hal tersebut diantaranya adalah pertama, terdapatnya visi yang dimiliki oleh Presiden Nassser.Sejak awal memegang tonggak kepemimpinan, Presiden Gamal Abdul Nasser secara terbuka menentang imperialis Barat yang kemudian diterapkan dalam kepemimpinannya, serta keinginan untuk menciptakan kemajuan perekonomian di Mesir.Visi yang ingin dicapai oleh Presiden Gamal Abdul Nasser ditempuh dengan beberapa program yang dilakukan.Kebijakan yang telah dibuat merupakan upaya mewujudkan visi, sehingga perubahan di Mesir dapat tercapai tujuannya oleh Presiden Gamal Abdul Nasser. Kemudian, hal kedua adalah keterampilan yang dimiliki Presiden Gamal Abdul Nasser.Sejumlah tantangan yang ada dalam upayanya menggerakkan perubahan menuntut keterampilan yang tidak mudah untuk dilakukan. Kondisi peperangan yang mewarnai proses perubahan yang dilakukan adalah faktor penghambat yang harus Presiden Gamal Abdul Nasser hadapi. Dengan kegigihan dan kerja kerasnya, Presiden Gamal Abdul Nasser berhasil mencapai tujuan yang diharapkan.Bahkan, suatu ketika setelah kalah dalam Perang Enam Hari dengan Israel pada tahun 1967, Presiden Gamal Abdul Nasser ingin menarik diri dari dunia politik tetapi rakyat Mesir menolaknya.Alhasil, Presiden Gamal Abdul Nasser dapat mewujudkan perubahan mulai dari menasionalisasi Terusan Suez hingga membangun Bendungan Aswan. Pembangunan proyek Bendungan Aswan.Ini adalah bentuk perubahan sebagai langkah yang utamanya untuk memajukan perekonomian Mesir sekaligus hal terpenting yang melatarbelakangi nasionalisasi Terusan Suez. Bendungan Aswan yang merupakan salah satu bendungan terbesar di dunia terletak di dekat kota Aswan, Mesir. Dua dam membendung sungai pada titik ini.Keduanya adalah Bendungan Tinggi Aswan yang lebih baru dan Bendungan Aswan yang lama atau Bendungan Rendah Aswan.Bendungan Tinggi Aswan memerlukan waktu pembangunan selama 11 tahun.

32

Bendungan yang dinamakan “Bendungan Aswan” ini merupakan salah satu program ekonomi terpenting Presiden Gamal Abdul Nasser. Rencana pembangunan Bendungan Aswan diumumkan tahun 1953 dan negara-negara Barat telah menyatakan kesiapan mereka untuk ikut serta dalam proyek ini.Namun, pada tahun berikutnya, Amerika Serikat secara mendadak membatalkan bantuan yang telah dijanjikan untuk pembangunan Bendungan Aswan.Hal ini membuat Presiden Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan Suez pada tahun 1956, yang kemudian pada akhirnya disusul dengan serangan dari Perancis, Inggris, dan Israel terhadap Mesir. Uni Soviet kemudian memanfaatkan kesempatan ini dengan memberikan bantuan dana dan teknologi kepada Mesir. Pada tanggal 9 Januari 1960, dimulailah proyek pembangunan bendungan rakasasa di sungai Nil, Mesir.Bendungan Aswan diselesaikan pada 21 Juli 1970. Diharapkan, setelah bendungan selesai, wilayah Mesir akan meluas sebanyak sepertiganya, sumber-sumber daya yang ada juga akan berlipat ganda, dan menambah 200 juta poundsterling (sekitar Rp3,56 miliar) ke pos pendapatan nasional Mesir. Bendungan ini memiliki tinggi 114 meter, panjang 3600 meter, dan memproduksi listrik sebesar 2100 megawat.Selain itu, Bendungan Aswan juga sangat membantu dalam pengairan pertanaian Mesir. Tanpa dibendung, Sungai Nil akan banjir setiap tahun semasa musim panas, karena air dari Afrika Timur mengalir masuk ke sungai ini. Banjir sebenarnya membawa banyak zat nutrisi dan mineral yang membuat tanah di sekitar Sungai Nil menjadi subur dan ideal menjadi tanah pertanian. Hal ketiga adalah sumber daya yang merupakan salah satu faktor terpenting dibutuhkan dalam melakukan perubahan. Dalam hal ini, perubahan yang salah satunya dilakukan dalam pembangunan Bendungan Aswan, membuat Presiden Gamal Abdul Nasser harus menyiapkan pendanaan, yang mana berasal dari penerimaan Terusan Suez dan dibantu pula oleh pemerintah Uni Soviet dalam hal dana dan teknologi. Di samping itu pula, pembangunan membutuhkan tenaga manusia untuk mengerjakannya.Dengan begitu, proyek pembangunan dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuannya.Tanpa adanya dukungan sumber daya ini, dimungkinkan pembangunan tidak terwujud.Jadi, sumber daya menjadi

33 hal yang diperhitungkan oleh Presiden Gamal Abdul Nasser, agar dapat mencapai keberhasilan.Terakhir, proses perubahan pada dasarnya membutuhkan pencairan (unfreezing) status quo. Perpindahan (moving) ke keadaan yang baru dan pembekuan kembali (refreezing) perubahan tersebut agar menjadi permanen.Langkah dan terobosan yang dilakukan oleh Presiden Gamal Abdul Nasser diaplikasikan pada kebijakannya.Kebijakan diantaranya menasionalisasi Terusan Suez adalah sebagai bentuk upaya mendapatkan kembali kepentingan Mesir, setelah beberapa lama dikuasai oleh Negara-negara Barat yang ingin mempertahankan kekuasaannya pada Terusan Suez. Oleh karena itu, dalam hal ini terjadi pergeseran dimana Mesir mengambil alih Terusan Suez sebagai bentuk perubahan ke arah yang baru melalui putusan Presiden Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan Suez yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nasionalisasi, dan telah disosialisasikan dalam terbitan pemerintah, sehingga pada akhirnya Terusan Suez menjadi milik Mesir sepenuhnya tanpa campur tangan negara lain dan secara luas dapat memajukan perekonomian Negara Mesir. Pada 26 Juli 1956, Nasser mengejutkan dunia dengan mengumumkan bahwa, dengan segera, Mesir akan menasionalisasi Terusan Suez. "Kami menggali Kanal dengan nyawa kami, tengkorak kami, tulang kami, darah kami," katanya.'Uang itu milik kita dan Kanal Suez adalah milik kita. Kita akan membangun Bendungan Aswan dengan cara kita sendiri. Jika Inggris dan Amerika tidak mau membiayai pembangunan dana bendungan. Nasser bermaksud untuk mendanai sendiri dengan keuntungan dari Perusahaan Terusan Suez.Pidatonya menerima respon luar biasa dari orang-orang Mesir. Langkah Nasse sepenuhnya legal-pemegang saham Comapany akan dibeli dengan harga yang wajar -tetapi keputusannya ini justru akan memicu krisis internasional yang disebut sebagai krisis suez. Dalam pidatonya saat mengumumkan nasionalisasi Terusan Suez, Dapat ditemukan beberapa poin berikut sebagai latar belakang dari nasionalisasi Terusan Suez yang dilakukan oleh Gamal Abdul Nasser, yakni 1. Menghimbau agar mesir Terbebas dari segala bentuk kolonialisme, tirani yang memerintah yang berupa eksploitasi asing. Mesir menjadi negara yang merdeka dan mertabat. Tercapainya kemerdekaan bagi bangsa

34

Mesir yang nyata secara independen baik dalam politik maupun ekonomi. 2. Himbauan kehati-hatian kepada rakyat terhadap penjajah dan agen penjajah yang sudah merongrong bangsa Mesir dan melemahkan bangsa Arab sehingga persatuan Arab menjadi terpisah, termasuk di dalamnya hadirnya Israel. Kehadiran Israel ini merupakan agenda dari kolonialisme. 3. Perjuangan melawan kolonialisme yakni melawan metode kolonialisme, melawan sarana kolonialisme, melawan makhluk dari kolonialisme yaitu Israel yang diciptakan untuk menghabiskan bangsa Arab dan Palestina. Israel yang dengan secara nyata mengumumkan secara terbuka bahwa tanah suci membentang dari sungai nil sampai eufrat, dan ini menjadi bahaya untuk kehormatan bangsa Arab bahkan dunia Arab terbentang dari Samudra Alantik ke Teluk Persia. 4. Himbauan untuk Nasionalisme Arab dan Persatuan Arab 5. Bertemunya Gamal Abdul Nasser dengan Presiden Josep Bros Tito yang berakhir pada Konferensi Brioni. Konferensi Brioni yang merupakan pernyataan Presiden Josep Bros Tito (Yugoslavia), PM Jawaharlal Nehru (India), dan Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir) pada tahun 1956 di pulau Brioni Yugoslavia, berisi prinsip-prinsip untuk mempersatukan negara-negara yang non-blok. 6. Konferensi Brioni memutuskan mengitu sepuluh prinsi prinsip Bandung antara Yugoslavia, India, Mesir serta perkembangan internasional dalam kesamaan pandangan mereka tentang isu internasional dan kerjasama yang erat. Kebijakan yang ditempuh dengan meredakan ketegangan internasional dan dalam pengembangan hubungan antar bangsa atas dasar kesetaraan kemudian konferensi mengeluarkan keputusan bahwa: konferensi Bandung yang diselenggarakan tahun lalu telah menyetujui prinsip-prinsip tertentu harus diambil secara hubungan internasional dan menegaskan tiga kepala negara lagi sepuluh prinsip ini, yang bertemu dengan mendukung . Prinsip-prinsip Bandung dari sepuluh yakni wajar bahwa semua bangsa memiliki hak untuk memilih secara bebas politik,

35

ekonomi dan cara hidup sesuai dengan tujuan dan prinsip negara. 7. Prinsip prinsp pada Konferensi Bandung. a. Pertama, menghormati hak asasi manusia dan tujuan serta prinsip Piagam PBB. b. Kedua, menghormati kedaulatan semua negara dan keutuhan wilayah negara tersebut. c. Ketiga, pengakuan kesetaraan dari semua ras dan diantara semua negara besar dan kecil. Dimensi mencegah adanya campur tangan dalam urusan internal negara lain. Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sepihak atau kolektif. d. Menahan diri dari penggunaan organisasi pertahanan kolektif untuk melayani kepentingan pribadi dari setiap keadaan negara-negara besar. e. Tidak ada tindak tekanan negara pada negara lain yang abstain. f. Menghindari tindakan atau ancaman agresi atau penggunaan kekerasan terhadap integritas territorial atau kemerdekaan politik negara-negara. g. Penyelesaian semua sengketa internasional dengan cara damai. h. Pengembangan kepentingan umum dan saling kerjasama. i. Menghormati keadilan dan kewajiban internasional. 8. Konferensi Brioni menegaskan embali prinsip-prinspi yang ada pada Konferensi Bandung dan menyatakan keterikatanya bahwa prinsip- prinsip ini harus menjadi dasar dari hubungan setiap negara yang berserikat. Di Timur Tengah, kepentingan yang saling bertentangan dari negara-negara besar telah menyebabkan kesulitan meningkatkan situasi. Dengan demikian harus melihat masalah ini dalam terang realitas, dan dengan cara yang menjamin kepentingan sah ekonomi asalkan pengembangan solusi berbasis pada kebebasan masyarakat terkait dengan masalah ini. Kebebasan rakyat daerah-daerah dan keinginan mereka tidak eksklusif hanya diperlukan untuk perdamaian, tetapi juga diperlukan untuk memastikan bahwa kepentingan ekonomi yang sah. Mengingat ketegangan di Timur Tengah karena situasi di Palestina, dan

36

bahaya yang ketegangan pada perdamaian dunia, konferensi mengumumkan dukungan Asia-Afrika untuk hak-hak rakyat Arab Palestina, dan menyerukan penerapan resolusi PBB tentang Palestina. 9. Pada Konferensi Brioni berbicara tentang masalah Aljazair yang merupakan masalah Arab juga - membahas tiga posisi kepala pemerintah di Aljazair, yang sangat penting, tetapi membutuhkan perhatian mendesak dari sudut pandang hak-hak alami dari rakyat Aljazair, dan mendukung perdamaian di bagian dunia. Jadi pada konferensi Brioni menyatakan prinsip-prinsip dasar hubungan antara Negara, dan kami mengumumkan bahwa kami telah melihat dalam masalah-masalah global, masalah Jerman di Eropa, masalah China di Asia, masalah Palestina dan Aljazair. 10. Gamal Abdul Nasser mempercayai bahwa sejak revolusi tahun 1952 bahwa kemerdekaan politik tidak dapat diselesaikan kecuali dengan kemandirian ekonomi. 11. Pembentukan pasukan tentara nasional yang kuat bukan dibawah kendali asing atau bimbingan petugas asing tapi tentara yang berkerja untuk kepentingan rakyat dan bangsa Mesir. 12. Terbebas dari macam-macam bentuk nasionalisme. Hal pertama mulai kolonialisme adalah pendudukan terhadap angkatan bersenjata yang kemudian terus berkembang. Kemudian hadir kolonialisme tanpa tentara yang kemudian berada pada kekuasaan dan kemudian mengambil alih kekuasaan di negara menjadi milik penjajah dan berkuasa tanpa kekuaran bersenjata tanpa pekerja dan tanpa senjata. 13. Bentuk bentuk lain dari kolonialisme yakni kolonialisme bersenjata, kolonialisme ditambah dengan pendudukan, kolonialisme yang menyamar dibawah agen kolonialisme, kolonialisme dibawah bentuk aliansi terorganisir dan kolonialime dengan perjanjian-perjanjian. 14. Kolonialisme berkonspirasi disekitar kita dan dikelilingai intrik bahkan merebut negara Arab dan mengelilingi kita dalam segala bentuk dan mendikte kita dengan kehendaknya. 15. Gamal Abdul Nasser menyatakan bahwa harus menolak intrik

37

kolonialisme ini dan kesadaran Arab dan nasionalisme Arab untuk terbangun mengalahkan kolonialisme

B. Dampak Nasionalisasi Terusan Suez Bagi Mesir Nasionalisasi Terusan Suez adalah bentuk upaya mendapatkan kembali kepentingan Mesir, setelah beberapa lama dikuasai oleh Negara-negara Barat yang ingin mempertahankan kekuasaannya pada Terusan Suez. Oleh karena itu, dalam hal ini terjadi pergeseran dimana Mesir mengambil alih Terusan Suez sebagai bentuk perubahan ke arah yang baru melalui putusan Presiden Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan Suez yang dinyatakan dalam Undang- Undang Nasionalisasi, dan telah disosialisasikan dalam terbitan pemerintah, sehingga pada akhirnya Terusan Suez menjadi milik Mesir sepenuhnya tanpa campur tangan negara lain dan secara luas dapat memajukan perekonomian Negara Mesir. Pada awal kepemimpinan Gamal Abdul Nasser, situasi Negara Mesir dalam aspek hal ekonomi Mesir yang diambil oleh Gamal Abdul Nasser yakni, transisi dari intervensi Negara untuk membuka ekonomi pasar, mereformasi lingkungan bisnis untuk menarik investasi internasional, mengurangi subsidi kebutuhan seperti energi dan makanan untuk memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dalam mengalokasikan sumber daya anggaran, mengadopsi kebijakan sosial untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan pendidikan dan kesehatan, meluncurkan distribusi yang lebih merata dalam hal pendapatan dan kekayaan, dan menstabilkan politik negara.1 Motif ekonomi merupakan salah satu hal yang melatarbelakangi kebijakan Gamal Abdul Nasser untuk menasionalisasi Terusan Suez sebagai sumber dana dalam Pembangunan proyek Bendungan Aswan. Tindakan itu memicu invasi Mesir oleh Inggris, Prancis, dan Israel-yang disebut Perang Suez.Setelah kejadian itu negara mendirikan Organisasi Ekonomi untuk mengelola kepentingan asing yang dinasionalisasi di perbankan dan asuransi pada tahun 1957. Pada tahun yang sama, negara meluncurkan rencana pembangunan industri yang disorot peran langsung dan terkemuka untuk investasi pemerintah. Bukan hanya membentuk

1 Naiem A. Sherbiny, Omaima M. Hatem (auth.)-State and Entrepreneurs in EgyptEconomic Development since 1805-Palgrave Macmillan US (2015) h.70

38 sebuah kelembagaan saja untuk mengelola bisnis yang dinasionalisasi dan perusahaan publik baru, negara juga menunjuk para pekerja dari mantan perwira militer karena diduga lebih loyalitas kepada rezim.2 Sulit untuk menggambarkan betapa pentingnya Bendungan Aswan bagi Mesir. Hal ini penting di negara di mana 97% dari tanah terlalu kering untuk mengizinkan pertanian atau bahkan merumput sampai batas tertentu, dan di mana sekitar 22 juta orang terkonsentrasi pada 6 juta are tanah garapan di Lembah Nil, pembangunan Bendungan Aswan Tinggi akan memungkinkan Mesir untuk membawa budidaya merupakan dua juta acres peningkatan tambahan lahan sekitar 33%. Pada saat yang sama, Dam. akan memproduksi hingga 600 juta kilowatt jam listrik per tahun -untuk keperluan industri, untuk pertanian dan untuk penerangan perumahan. Tapi yang lebih penting, Aswan telah menjadi simbol dari revolusi Mesir.3 Negara Mesir dibawah kebijakan Gamal Abdul Nasser juga membuat kebijakan yang antibisnis dalam sektor swasta sehingga secara signifikan sector ini menjadi lemah walaupun terus beroperasi, dalam beberapa kegiatan negara tahu bahwa negara tidak bisa mengelola. Milik pribadi dalam sector ini memang tidak dihapuskan, tetapi peran pengusaha dalam investasi dan produksi terbatas hanya untuk tanah, tempat tinggal, konstruksi, industri rumahan, dan perdagangan.Beredar juga sebuah sentimen antibisnis yang dikembangkan negara bahwa pengusaha sebagai "musuh rakyat," untuk membatasi pengusaha tetap berada dalam control negara.Begitu juga ruang lingkup sektor publik diperluas, dan kontrol negara dari harga, biaya, dan perdagangan didominasi transaksi bisnis eksternal.Perencanaan sentral menjadi pusat kegiatan ekonomi selama tahun 1961-1965, dengan negara sebagai peran utama untuk mengembangkan pertanian, industri, dan jasa sosial.Alat yang digunakan adalah pertama dan terutama investasi publik. Namun, pengendalian biaya, harga, dan sewa rumah terdistorsi mekanisme pasar dalam alokasi sumber daya dan dengan demikian mengirim sinyal peringatan kepada pengusaha lokal: pasar selanjutnya akan terpinggirkan

2 Naiem A. Sherbiny, Omaima M. Hatem (auth.)-State and Entrepreneurs in Egypt_ Economic Development since 1805-Palgrave Macmillan US (2015) h.71 3World Affairs Institute, (1956). “Background of Suez,” World Affairs, Vol. 119, No. 3.hal 72

39 dalam mendukung pusat komando dan kontrol. Tindakan yang diambil terhadap sektor swasta mungkin telah didorong oleh pertimbangan keadilan untuk membangun sebuah masyarakat sosialis.4 Gelombang terbesar intervensi pemerintah dalam bisnis terjadi pada tahun 1961.Saat pasar kapas di Alexandria ditutup dan Otoritas Cotton diberikan hak monopoli perdagangan kapas. Dikarenakan diwaktu sebelumnya Mesir biasanya berasal 80% dari pendapatan devisa yang berasal dari kapas harus menanggung kerugian dengan gudang penuh kapas yang tidak terjual. Dalam analisis, tujuan Gamal Abdul Nasser dalam hal pembangunan ekonomi melalui lembaga-lembaga negara terpusat yang mengabaikan sinyal pasar ternyata tidak hanya bisa dipertahankan dalam jangka pendek tetapi juga merusak dalam jangka panjang.Dalam kata-kata Bent Hansen, "musuh utama Mesir telah Mesir." Nasser yakin bahwa model sosialis adalah yang paling cocok untuk Mesir selama tahun 1950-an dan 1960-an. Negara menetapkan tujuan makro yang diterjemahkan ke dalam tujuan sector dengan rinci yang diarahkan untuk produktif unit-semua dalam mode yang sangat terpusat. Pelaksanaannya, bagaimanapun, adalah bencana. Gamal Abdul Nasser yang meninggal tahun 1970 ini meninggalkan warisan struktur yang berantakan dalam hal kelembagaan ekonomi, perusahaan publik merugi, dan sektor swasta lumpuh yang terjadi bertahun-tahun setelah kematiannya. Dampak kebijakan nasionalisasi ini juga mendapat tanggapan, wakil-wakil dari Shubra al-Khayma tekstil pekerja yang dikirim pada bulan Agustus 1958, mengeluh tentang tingkat pengangguran dan jumlah besar pabrik-pabrik yang bangkrut.Keluhan terkait dengan ketidakamanan kerja sangat mungkin merupakan komponen besar peningkatan konflik industri selama dan setelah 1952 seperti yang diungkapkan oleh Statistik Federasi industri Mesir.Jumlah rata-rata sengketa tenaga kerja di tahun 1952-1958 adalah tiga kali rata-rata selama tujuh tahun sebelumnya.Bagian dari peningkatan sengketa tenaga kerja disebabkan untuk melanjutkan pertumbuhan perkotaan upah tenaga kerja.Hal ini meskipun demikian, pertumbuhan tenaga kerja upah perkotaan tidak memperhitungkan

4Joel Beinin. Labor, Capital, and the State in Nasserist Egypt, 1952-1961. International Journal of Middle East Studies, Vol. 21, No. 1 (Feb., 1989), pp. 71-90.Cambridge University Pressh 72

40 untuk peningkatan total sengketa Ketenagakerjaan.Mungkin berpendapat bahwa peningkatan jumlah perselisihan setelah 1952 adalah karena peningkatan laporan departemen tenaga kerja.Tapi asumsi ini tidak berdasar karena, terutama pada tahun pertama dari rezim yang baru, ada tidak ada perbaikan dramatis dalam personil dan birokrasi proceduresof kebanyakan departemen pemerintah. Ini jauh lebih mungkin bahwa pekerja, percaya bahwa rezim baru akan membawa tentang mengakhiri ketidakadilan dan penindasan sebelumnya mereka menderita, lebih sering mencari bantuan dari aparatur negara daripada mereka telah di bawah rezim lama. Selain itu, karena pemogokan ilegal di bawah rezim yang baru, intervensi negara menjadi satu-satunya cara untuk menyelesaikan sengketa Ketenagakerjaan. Namun, justru karena administratif dan yudisial aparat negara tetap utuh, seperti bantuan itu sering tidak datang, meskipun undang-undang dan resmi pernyataan kebijakan pemerintah yang menguntungkan untuk pekerja.5 Kebanyakan perang akan mempengaruhi warga sipil tanpa terkecuali yang terjadi pada krisis Suez 1956. Mobilisasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat saat perang berkecambuk bukan hanya mengganggu akan tetapi menimbulkan jatuhnya korban dari warga sipil maupun kerusakan bangunan. Pertempuran berkecamuk di rumah-rumah warga, sekolah, dan pasar, meninggalkan kematian dan kehancuran di belakangnya.Bagi para korban di Gaza, Krisis Suez adalah perang terbaru dalam serangkaian kemalangan dalam suasana konflik yang datang kembali setelah sebelumnya pada tahun 1948-1949 terjadi Perang Arab- Israel.Ratusan bahkan ribuan warga Palestina meninggalkan rumah mereka.Ditambah dengan infrastruktur yang ada di Gaza benar-benar tidak memadai untuk mendukung populasi yang besar. Krisis Suez bukan hanya mempengaruhi warga sipil di Gaza, akan tetapi bagi warga sipil Mesir juga mengalami penderitaan dan kerusakan bangunan yang lebih besar. Nasser melihat warga sipil Mesir sebagai dasar untuk pemberontakan rakyat terhadap Eropa kolonialisme, sementara Inggris dan Perancis melihat bahwa kelompok tertentu yang telah dibubarkan Nasser sebagai dasar untuk

5 Joel Beinin. Labor, Capital, and the State in Nasserist Egypt, 1952-1961. International Journal of Middle East Studies, Vol. 21, No. 1 (Feb., 1989), pp. 71-90.Cambridge University Pressh. 75

41 menggulingkan pemerintahan Nasser. Dalam skenario ini, Gamal Abdul Nasser akan mengobarkan "perang rakyat" melawan penjajah. Nasser memahami halus sifat politik operasi sekutu di Mesir dan pengawasan publik yang intens.Dengan demikian Inggris dan Perancis terjebak dalam skenario bahwa Mesir harus terlepas dari imperialisme. Jika pasukan Inggris dan Perancis bersifat agresif dengan membalas pemberontakan maka, akan banyak korban warga sipil terlibat dalam "Perang rakyat,". Dengan demikian jumlah korban yang banyak akan meningkatkan tekanan di Inggris, Perancis, dan luar negeri untuk menghentikan permusuhan dan menarik diri dari Mesir. Selain itu, warga sipil akan membujuk lebih banyak orang Mesir ke melawan pendudukan, lagi memperluas konflik dalam mendukung Mesir.

1. Bidang Ekonomi Pada masa itu ekonomi domestik Mesir berada pada titik mengkhawatirkan, akibat dari kebijakan zaman monarki yang kapitalistis dan memberi banyak peluang bagi berkembangnya feodalisme.Guna menangani perekonomian yang memburuk Nasser bereksperimen menerapkan ideologi sosialis menuju pembangunan ekonomi dan penegakan keadilan sosial yang non- Marxis.Didorong oleh situasi internasional dan keadaan ekonomi domestik yang tidak menentu, di samping adanya kedekatan ideologis, Nasser kemudian membawa politik luar negeri Mesir menjadi lebih condong ke Uni Soviet. Komponen utama dari kebuntuan ekonomi Mesir adalah bidang pertanian yang menyumbang hampir 45-47% dari total tenaga kerja, 30% dari produk domestik bruto, danlebih dari50% dariekspor. Selanjutnya, lebih dari50% dari industri Mesir terdiri dari sektor berbasis pertanian seperti tekstil dan pengolahan makanan. Jasa, transportasi, perdagangan, dan kegiatan pemerintah semua terkait erat dengan pertanian dan pertanian Mesir saat Gamal Abdul Nasser menjabat berada dalam masalah serius.6 Terusan Suez meningkatkan penghasilan industri pelayaran hingga 40%.

6 Egypt's Agriculture in Trouble Author(s): Alan Richards Source: MERIP Reports, No. 84 (Jan., 1980), pp. 3-13 Published by: Middle East Research and Information Project (MERIP) Stable URL: http://www.jstor.org/stable/3011462 . Accessed: 18/11/2014 00:17. Kemunduran Pertanian Mesir.

42

Rute pelayaran Inggris antara Kalkuta ke Liverpool dengan melewati Tanjung Harapan rata-rata menempuh jarak 11.650 mil, sedangkan dengan melewati Terusan Suez jarak yang ditempuh berkurang hingga 45% menjadi sekitar 6.400 mil. Nasionalisasi Terusan Suez pada 26 Juli 1956 sebagai simbol kebebasan Mesir dari pengaruh politik dan ekonomi asing, juga kebebasan Mesir untuk menentukan nasibnya sendiri. Nasser dianggap sebagai pahlawan Arab sebagai pemimpin yang berhasil melawan negara imperialis dan meninggalkan kesan yang kuat bagi Dunia Arab.Nasser membawa kehormatan dan kepercayaan diri kepada Dunia Arab dan negara dunia ketiga. Konsep Nasser tentang Nasionalisme Arab memberi pengaruh terhadap kejadian politik Arab dan periode setelah nasionalisasi Terusan Suez merupakan masa keemasan Nasionalisme Arab dengan puncaknya deklarasi berdirinya the United Arab Republic (UAR) antara Mesir dan Syiria pada 1 Februari 1958. Nasionalisasi Terusan Suez mempunyai dampak ekonomi bagi Mesir.Setidaknya ada dua dampak ekonomi jangka pendek yang dihadapi oleh Mesir.Pertama, dibekukannya aset dan mata uang Mesir di Inggris, Perancis dan Amerika Serikat, ditambah dihentikannya semua bantuan dari Amerika Serikat.Kedua, adanya embargo ekonomi dari Inggris yang merupakan mitra dagang paling penting bagi Mesir.Terlebih pemblokiran Terusan Suez dari November 1956 hingga April 1957 semakin memperburuk perekonomian Mesir. Pemulihan masalah ekonomi yang dihadapi akibat Nasionalisasi Terusan Suez berjalan cepat dengan dibukanya kembali Terusan Suez pada 10 April 1957.Negosiasi pemulihan hubungan ekonomi dengan Inggris, Perancis dan Amerika juga berlangsung relatif cepat. Pada Mei 1958 tercapai kesepakatan antara Suez Canal Company dan Mesir, dimana pemerintah Mesir membayar kompensasi nasionalisasi Terusan Suez sebesar 26,5 juta Poundsterling. Kesepakatan Ekonomi dengan Perancis tercapai ditandatangani pada 22 Agustus 1958, sedangkan penyelesaian dengan Inggris baru tercapai pada Februari 1959.Dari sudut pandang Mesir, penyelesaian masalah ekonomi akibat nasionalisasi TerusanSuez berakhir dengan memuaskan dan cepat. Hal ini bisa terjadi karena faktor ekonomi dan politik ketika itu; pentingnya Terusan Suez bagi

43 dunia pelayaran, kepentingan ekonomi Barat yang mengharuskan mereka melanjutkan perdagangan dengan Mesir, dan ketakutan negara Barat jika Mesir akan jatuh ke dalam pengaruh Ekonomi Uni Soviet.

2. Bidang Politik Krisis Suez ini sangat berpengaruh kepada politik Mesir, bukan saja menaikkan pamor Mesir sebagai negara berkembang akan tetapi membawa perubahan dengan tidak memandang sebelah mata Mesir, walaupun pada kenyataannya Mesir kalah dalam peperangan. Kebijakan nasionalisi ini menjadi gerbang bagi Mesir untuk menetapkan langkah berikutnya. Gerbang selanjutnya akan mengawali konflik yang berkelanjutan antara Israel dan Mesir. Perang ini disebabkan oleh ketidakpuasan orang Arab atas kekalahannya dalam Perang Arab-Israel tahun 1948 dan 1956.Pada saat terjadinya Krisis Suez tahun 1956, walaupun Mesir kalah, namun mereka menang dalam hal politik.Tekanan diplomatik dari Amerika Serikat dan Uni Soviet memaksa Israel untuk mundur dari Semenanjung Sinai. Setelah perang tahun 1956, Mesir setuju atas keberadaan pasukan perdamaian PBB di Sinai, UNEF, untuk memastikan kawasan tersebut bebas tentara dan juga menghalangi gerilyawan yang akan menyebrang ke Israel, sehingga perdamaian antara Mesir dan Israel terwujud untuk sesaat. Perang tahun 1956 menyebabkan kembalinya keseimbangan yang tidak pasti, karena tidak ada penyelesaian atau resolusi tetap mengenai masalah- masalah di wilayah itu. Pada masa itu, tidak ada negara-negara Arab yang mengakui kedaulatan Israel. Suriah yang bersekutu dengan blok Soviet mulai mengirim gerilyawan ke Israel pada awal tahun 1960-an sebagai bagian dari "perang pembebasan rakyat", dalam rangka untuk mencegah perlawanan domestik terhadap partai Ba'ath. Selain itu, negara-negara Arab juga mendorong gerilyawan Palestina menyerang sasaran-sasaran Israel.

3. Bidang Sosial Nasser mempunyai pandangan yang benar-benar baru tentang masa depan Mesir. Mengenai kebijakan asing Nasser mempunyai dua prioritas yaitu,

44 menghapus kolonialisasi Inggris dari Mesir dan mengeliminasi kekuatan Inggris di Dunia Arab.Salah satu alasan Nasser ingin mengeliminasi kekuatan Inggris di Dunia Arab kemungkinan merupakan ambisi pribadi untuk menjadikan Mesir dan dirinya sebagai pemimpin Dunia Arab. Nasser menganggap nasionalisasi Terusan Suez sebagai tantangan terhadap dominasi Barat, langkah untuk menuju Mesir yang independen, dan menambah pendapatan Mesir dari aset-aset strategis. Terusan Suez adalah wujud nyata perubahan yang terjadi pada Mesir, karena menjadi pintu masuk pelayaran dari berbagai penjuru dan menjadikan Kota Suez sebagai kota pelabuhan yang ramai. Dengan begitu hadir kembali pelabuhan yang ramai berkembang pula kota-kota pelabuhan seperti Gibraltar, Bacelona, Marsilla, Genoa, Venesia, Napels, Malt, Athena, Istambul, Sipus dan sebagainya

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Gamal Abdul Nasser sebagai seorang kepala negara telah melakukan langkah yang sangat berani untuk menasionalisasikan Terusan Suez.Hal ini tidak mudah bagi setiap kepala negara terutama resiko yang harus di tanggung dan berurusan dengan negara maju seperti Inggris, Perancis dan Israel.Sikap Gamal Abdul Nasser perlu di ancungi jempol karena dengan nasionalisasi Terusan Suez merupakan batu loncatan untuk membangkitkan perekonomian Mesir yang terpuruk sebelum Gamal Abdul Nasser berkuasa.Gamal Abdul Nasser menganggap nasionalisasi Terusan Suez sebagai tantangan terhadap dominasi Barat, langkah untuk menuju Mesir yang independen, dan menambah pendapatan Mesir dari aset-aset strategis. Kepentingan Inggris, Perancis dan Israel terhadap terusan Suez menjadikan ketiga negara tersebut melakukan penyerangan kepada Mesir. Latar Belakang Gamal Abdul Nasser dalam hal menasionalisasikan Terusan Suez yakni  Menciptakan sebuah negara Mesir yang independen, sepenuhnya terbebas dari kolonialisme dan pengaruh asing baik dalam politik maupun ekonomi.  Pemasukan hasil dari Terusan Suez sebagai sumber rencana pembangunan Bendungan Aswan. Dengan dibangunnya Bendungan Aswan ini mampu menjadikan pertanian Mesir maju.  Pembatalan dana yang dijanjikan oleh Amerika dan Inggris untuk mendanai proyek Bendungan Aswan. Adapun dampak dari kebijakan nasionalisasi Terusan Suez, penulis menjabarkan pada dua katagori yakni ekonomi dan politik.Dalam hal ekonomi, setidaknya Mesir mampu sedikit bernapas lega karena adanya masukan dari pelayaran melalui Terusan Suez. Suez yakni meningkatnya penghasilan industri pelayaran hingga 40%.Nasionalisasi Terusan Suez mempunyai dampak ekonomi

45 46 bagi Mesir.Setidaknya ada dua dampak ekonomi jangka pendek yang dihadapi oleh Mesir.Pertama, dibekukannya aset dan mata uang Mesir di Inggris, Perancis dan Amerika Serikat, ditambah dihentikannya semua bantuan dari Amerika Serikat.Kedua, adanya embargo ekonomi dari Inggris yang merupakan mitra dagang paling penting bagi Mesir.Terlebih pemblokiran Terusan Suez dari November 1956 hingga April 1957 semakin memperburuk perekonomian Mesir. Pemulihan masalah ekonomi yang dihadapi akibat Nasionalisasi Terusan Suez berjalan cepat dengan dibukanya kembali Terusan Suez pada 10 April 1957.Negosiasi pemulihan hubungan ekonomi dengan Inggris, Perancis dan Amerika juga berlangsung relatif cepat. Pada Mei 1958 tercapai kesepakatan antara Suez Canal Company dan Mesir, dimana pemerintah Mesir membayar kompensasi nasionalisasi Terusan Suez sebesar 26,5 juta Poundsterling.Kesepakatan Ekonomi dengan Perancis tercapai ditandatangani pada 22 Agustus 1958, sedangkan penyelesaian dengan Inggris baru tercapai pada Februari 1959.Dari sudut pandang Mesir, penyelesaian masalah ekonomi akibat nasionalisasi TerusanSuez berakhir dengan memuaskan dan cepat. Hal ini bisa terjadi karena faktor ekonomi dan politik ketika itu; pentingnya Terusan Suez bagi dunia pelayaran, kepentingan ekonomi Barat yang mengharuskan mereka melanjutkan perdagangan dengan Mesir, dan ketakutan negara Barat jika Mesir akan jatuh ke dalam pengaruh Ekonomi Uni Soviet.

B. Saran Kepemimpinan Gamal Abdul Nasser di Mesir dengan kebijakannya yang berorientasi pada Sosialisme Arab terintegrasi dengan kebijakan-kebijakan yang dibuatnya.Terutama loncatan yang sangat beraninya dalam menasionalisasi Terusan Suez dengan segala potensi strategis bagi negara-negara maju.Hal ini tentunya harus kita gali lebih dalam untuk menambah khazanah perihal kebijakan Gamal Abdul Nasser di Mesir. Penulis mengalami kesulitan dan keterbatasan mengakses sumber primer lainnya. Jadi, penulis menyarankan untuk yang hendak melakukan penelitian perihal nasionalisasi Terusan Suez oleh Gamal Abdul Nasser untuk mencoba mengkronologikan sejarah dunia, khususnya Perang Dunia II dan mengkaitkannya

47 dengan situasi politik internasional karena sangat banyak factor yang mempengaruhi kebijakan Gamal Abdul Nasser untuk menasionalisasikan Terusan Suez.

DAFTAR PUSTAKA

Buku A. SherbinyNaiem, Omaima M. Hatem (auth.)-State and Entrepreneurs in Egypt Economic Development since 1805-Palgrave Macmillan US 2015.

Al-Sayyid MarsotAfaf Lutfi, A History Of Egypt From The Arabs Conquest To The Present, 2th ed.New York: Cambridge University Press, 2007.

GottschalkLouis, Mengerti Sejarah, Penerjemah Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1983.

MansfieldPeter, A History of the Middle East, Harmondsworth: Penguin Books, 1991.

MussaIshak Al Husaini, Ikhwanul Muslimun: Tinjauan Sejarah Sebuah Gerakan Islam (Bawah Tanah), Jakarta: Grafiti Pers, 1983.

Republik Indonesia Kedutaan Besar Mesir, Selayang Pandang Mesir. 2014

SoeratmanDarsiti, Sejarah Afrika. Yogyakarta: Ombak, 2012TahirArifin, Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Jakarta Pustaka Indonesia Press, 2011.

Somarajah,M., The International Law on Foreign Investment, Cambridge University Press, Cambridge, UK, Second edition, 2004

TamburakaApriadi, Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-Negara Timur Tengah. Yogyakarta: Narasi, 2002

VarbleDerek. The Suez Crisis 1956, Osprey Publishing , 2003

Jurnal dan Artikel

Affairs World Institute, (1956). “Background of Suez,” World Affairs, Vol. 119, No. 3. 72-73.

Gershoni, dan James P Jankowski, Egypt, Islam, and The Arabs: The Search for Egyptian Nationhood, 1900-1930.Oxford: Oxford University Press, 1986.

Husna Krida Amalia, “Gamal Abdul Nasser dan Perannya dalam Penentuan Kebijakan Mesir,1952-1970, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, 2010.

48 49

International Journal of Middle East Studies, Vol. 21, No. 1 Feb., 1989 pp. 71- 90.Cambridge University PressIsrael.

Labor, Joel Beinin, Capital, and the State in Nasserist Egypt, 1952-1961.

Nurtsabit Alfin A, “Kajian Tentang Nasionalisasi Terusan Suez dan Kepentingan Negara-Negara Barat (1956-1957,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, 2013.

Nurudin Muhammad, Pemikiran Nasionalisme Arab Gamal Abden Nasser Dan Implikasinya Terhadap Persatuan Umat Islam Di Mesir, ADDIN, Vol. 9, No. 1, Februari 2015.

Podeh Elie, “The Drift towards Neutrality: Egyptian Foreign Policy during the Early Nasserist Era,” 1952-55, Middle Eastern Studies, Vol. 32, No. 1 Jan., 1996.

Widyarsa Mohammand Riza, Rezim Militer dan Otoriter di Mesir, Suriahdan Libya, Jurnal Al Azhar Indonesia Seri Prana Sosial, Vol. 1, No. 4, September 2012