Tonil: Jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema Copyright © 2020 by 2020, Vol. 17, No. 2, 98-110. Teater FSP - ISI Yogyakarta

ANALISIS STRUKTUR, TEKSTUR DAN PERMASALAHAN POLITIS BEBER JAKA KEMBANG KUNING

Wahid Nurcahyono Institut Seni Yogyakarta [email protected]

Abstrak: Hasil penelitian ini berguna untuk melihat bentuk pementasan serta persoalan yang melingkupi sebuah bentuk kesenian bernama Wayang Beber Panji Jaka Kembang Kuning yang berada di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Dari penelitian ini kita berharap agar keberadaan kesenian ini tidak akan hilang meski harus mengikuti perkembangan selera masyarakat yang terus berubah. Salah satu usaha yang ditempuh adalah menuliskan struktur dan tekstur pertunjukan ini. Dengan mengetahui struktur dan tekstur serta persoalan lain yang melingkupi, maka generasi penerus pertunjukan ini tidak terbentur pada persoalan yang menyebabkan pertunjukan ini semakin dijauhi masyarakat. Dalang atau penyaji pertunjukan bisa menggunakan hasil penelitian ini sebagai pedoman untuk menciptakan pertunjukan yang lebih menarik agar tidak selalu terjebak pada bentuk pertunjukan yang membosankan. Akibatnya penonton akan lebih mudah menikmati dan memahami pertunjukan seni tersebut. Akhirnya Wayang Beber sebagai pertunjukan akan tetap eksis karena mampu hadir dalam konteks masyarakatnya.

Kata kunci: Struktur, tekstur, stagnasi, wayang beber, konteks.

Abstract: The results of this study are useful for observing the form of performances and issues surrounding an art form called Wayang Beber Panji Jaka Kembang Kuning in Pacitan Regency, East . From this research we hope that the existence of this art will not be lost even though we have to keep up with the changing tastes of society. One of the efforts taken was to write down the structure and texture of this performance. By knowing the structure and texture as well as other problems that surround it, the next generation of this show will not run into problems that cause this show to be increasingly shunned by the public. The puppeteers or performance presenters can use the results of this research as a guideline for creating more interesting performances so they don't always get stuck in boring performances. As a result, the audience will find it easier to enjoy and understand the art performance. Finally, Wayang Beber as a show will still exist because it is able to be present in the context of its society.

Keyword: structure, texture, stagnation, Wayang Beber, context.

Pendahuluan kebiasaan atau adat yang berkembang dalam Untuk menjadikan Wayang Beber yang suatu komunitas masyarakat yang direkam berwujud dua dimensi menjadi sebuah karya dan diwariskan dari generasi ke generasi tiga dimensi perlu dilakukan transformasi ke melalui bahasa lisan. Dalam tradisi lisan dalam sebuah pertunjukan. Selama ini sang terkandung kejadian–kejadian sejarah, adat seniman bercerita secara lisan atau bertutur, istiadat, cerita, dongeng, peribahasa, lagu, cara ini dilakukan secara turun temurun. mantra, nilai moral, dan nilai keagamaan, Tradisi lisan dapat diartikan sebagai seperti halnya Wayang Beber ini. Perkembangan tradisi lisan terjadi dari mulut

98

99 ke mulut sehingga menimbulkan banyak Mbah Mardi menjadi dalang sejak versi cerita. Tradisi lisan mencakup beberapa tahun 1982 dan meningal dunia pada tahun hal, yakni (1) yang berupa kesusastraan lisan, 2014 lalu. Namun, justru lebih banyak daerah (2) yang berupa teknologi tradisional, (3) luar kota Pacitan yang masih menggelar yang berupa pengetahuan folklore di luar Wayang Beber ini. Wayang Beber cukup pusat-pusat istana dan kota metropolitan, (4) populer di manca negara, misalnya di Jepang, yang berupa unsur-unsur religi dan Belanda, dan Perancis. Seorang ilmuwan kepercayaan folklore di luar batas formal Perancis juga pernah meneliti bahan yang agama-agama besar, (5) yang berupa dipakai untuk mewarnai gulungan kertas kesenian folklore di luar pusat-pusat istana Wayang Beber yang ternyata berasal dari dan kota metropolitan, dan (6) yang berupa getah-getahan, tutur Supani (salah seorang hukum adat (Hutomo, 1991). anggota keluarga mbah Mardi yang sekarang meneruskan tradisi mementaskan Wayang Setelah Mbah Mardi (seorang dalang Beber ini) Wayang Beber pewaris) meninggal sempat beberapa waktu belum ada penerusnya secara Cerita dalam Wayang Beber sendiri berkesinambungan, sehingga terjadi polemik mulai mendapat perhatian yang khusus bagi perebutan artefak antara anggota keluarga pemerhati seni pertunjukan. Pada konteks sendiri. Sampai saat ini, Mbah Mardi tertentu penyaji cerita mendapat tantangan dianggap merupakan satu-satunya dalang untuk membawakan cerita sehingga bisa Wayang Beber di Pacitan yang juga memiliki dinikmati masyarakat saat ini. Melalui Wayang Beber warisan leluhurnya. Menurut pertunjukan Wayang Beber itu cerita di penuturan keluarganya, Wayang Beber yang dalamnya diuji daya tariknya. Begitu dimilikinya ini adalah warisan leluhur turun- peristiwa teater dikembalikan ke kondisi temurun yang merupakan hadiah dari Raja semula, maka konsep kepengarangan Brawijaya. Wayang Beber Pacitan saat ini individual (penulis drama) juga ditantang, identik milik ahli waris Ki Sarnen sebab sebuah peristiwa teater menghendaki Gunacarita. Di mata anak-cucu Ki Sarnen, kolaborasi pemain-pemain, sutradara, staf artefak Wayang Beber yang satu satunya ada teknis, dan sebagainya yang kesemuanya di Pacitan itu adalah pusaka keluarga. berperan memberikan kontribusi ke Mereka amat mengeramatkan dan tidak penciptaan peristiwa teater itu sendiri (Sahid, sembarang orang bisa melihatnya 2008, p. 28). Penulis drama dalam hal ini (Sutyastomo, 2013, p. 59). bukan saja pelukis Wayang Beber akan tetapi juga sang dalang itu sendiri dengan Silsilah pemilik sekaligus dalang dari menggunakan lisannya secara langsung saat Wayang Beber adalah sebagai berikut: pementasan.

1. Naladerma 8. Poleksono Kesadaran generasi muda untuk 2. Nalongso 9. Dipoleksono melestarikan bentuk kesenian ini lumayan 3. Citrowongso 10. Poleksono 4. Gondoyuto 11. Posetiko tinggi, namun karena terbentur dengan aturan 5. Singononggo 12. Gunocarito / tradisional tersebut maka menjadi sulit bagi 6. Trunodongso Sarnen generasi penerus untuk memainkannya. Oleh 7. Gondoleksono 13. Sumardi karena aturan dalam pementasan kesenian tertutup maka perlu kiranya dibuat sebuah gambaran yang jelas mengenai bagaimana tata cara pementasan Wayang Beber. Jika telah ditentukan aturan dan dramaturgi 100 pementasannya maka akan mudah bagi rujukan bahwa wayang adalah produk masyarakat seni untuk memainkannya. budaya asli bangsa Indonesia. Wayang telah Karena sebuah kesenian merupakan identitas ada dan pernah dipertunjukkan pada zaman bagi pendukungnya, maka masyarakat akan kejayaan Kerajaan Kediri yang bertepatan melihat bahwa kesenian ini sudah menjadi pada zaman pemerintahan Raja Erlangga di bagian mereka sendiri dengan sedikit banyak awal abad ke-11. Selain itu ada juga yang budaya yang melingkupinya. Konteks di mengatakan bahwa wayang telah ada pada mana sebuah karya diciptakan tidak dapat zaman pemerintahan Prabu Jayabaya di dipisahkan dari karya itu tanpa merampok Mamonang pada tahun 930. identitas seninya, maka pemahaman konteks Buku Research Design, pendekatan menjadi syarat bagi pengertian wajar arti Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan campuran karya tersebut. Karya-karya seni memiliki oleh John W. Creswell sangat membantu daya sebuah teks, sejauh orang dapat untuk memahami langkah-langkah dalam membacanya. (Hausteller, 2015, p. 103). melakukan penelitian ini. Buku tersebut Pesan yang terkandung dalam karya seni ini berisi kerangka kerja, proses, dan aneka terkandung dalam cerita maupun bentuk pendekatan komposisonal dalam merancang pertunjukannya di mana segala unsur proposal untuk penelitian kualitatif, permainannya menyerap kebiasaan- kuantitatif, dan campuran untuk bidang ilmu kebiasaan yang dimiliki masyarakat di mana sosial humaniora. kesenian itu berada. Sang dalang mau tidak Nyoman Kutha Ratna dalam bukunya mau seringkali menggunakan bahasa dan menyampaikan wacana seputar teori dan dialek yang tidak asing bagi lingkungan metode yang dipergunakan untuk meneliti dimana dia berada. suatu objek karya sastra. Teori dan metode penelitian dipergunakan untuk memahami segala gejala yang sebelumnya belum Tinjauan Pustaka nampak. Dalam kesenian Wayang Beber ini Buku Sejarah Wayang Asal-Usul, tentu saja terdapat unsur-unsur sastra yang Jenis, dan Cirinya oleh Amir Mertosedono perlu kiranya mendapatkan perhatian secara SH. Melalui buku ini, Amir Mertosedono detail agar mampu memperoleh gambaran berbagi pengetahuan seputar wayang yang lebih dalam akan bentuk dramaturgi yang jenisnya beraneka ragam itu. Ada Wayang dimaksudkan. Karya sastra dalam hal ini Purwa, Wayang Gedhog, Wayang Klithik, Wayang Beber merupakan bagian yang tak Wayang Golek, Wayang Topeng, Wayang terpisahkan dari kebudayaan yang dihasilkan Wong (Wayang Orang), dan Wayang Beber. dari kekayaan imajinasi dan kreatifitas yang Ada juga Wayang China (Wayang Tithi atau hanya mampu ditangkap secara intuitif, oleh Wayang Potehi), Wayang Klitik (Wayang karenanya memerlukan pemahaman yang Krucil), dan Wayang Madya. sama sekali berbeda dengan ilmu sosial Selain itu juga ada , Bedhaya lainnya Srimpi, Gambyong, Wireng, Pethilan, Richard Schechner dalam bukunya, Bondhan, Golek, Langenwanara, Performance Studies, banyak membahas Pranasmara, Topeng, Lerok, , kedudukan seni pertunjukan serta bagaimana Kethoprak (), dan Ludruk. masyarakat melihat sebuah fenomena pertunjukan. Schechner juga membahas Pada bab Sejarah Wayang, Amir fungsi, kedudukan serta bagimana kesenian Mertosedono, memaparkan asal-usul, memberikan sumbangan bagi perkembangan silsilah, pengertian, dan jenis-jenis wayang. hubungan sosial di masyarakat dari ritual Dari sini terdapat kesimpulan yang syarat 101 menjadi sarana huiburan bahkan bisnis. dijabarkan oleh Goffman dengan cara yang Tentu pembahasan tersebut sangat penting unik dan memikat yaitu Teori Diri Ala untuk mempelajari sebuah fenomena Goffman (Mulyana, 2004, p. 106). pertunjukan semisal Wayang Beber ini. Fokus pendekatan dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, bukan apa yang ingin mereka lakukan, atau mengapa Landasan Teori mereka melakukan, melainkan bagaimana George R. Kernodle dalam bukunya mereka melakukannya. Berdasarkan Invitation to The Theater membahas tentang pandangan Kenneth Burke bahwa aspek-aspek pertunjukan dan bagaimana pemahaman yang layak atas perilaku seseorang menciptakannya. Sebuah kwalitas manusia harus bersandar pada tindakan. pertunjukan tidak bisa dilepaskan dari Dramaturgi menekankan dimensi ekspresif kejelian sang creator dalam memandang atau impresif kegiatan manusia. Burke segala unsur penyusun sebuah karya seni. melihat tindakan sebagai konsep dasar dalam Bagaimana seorang seniman menyusun dramatisme. Burke memberikan pengertian setiap elemen pertunjukan yang akan yang berbeda antara aksi dan gerakan. Aksi membuat penonton memahami serta terdiri dari tingkah laku yang disengaja dan menikmati pertunjukan tersebut. Pertunjukan mempunyai maksud, gerakan adalah perilaku tak bisa lepas dari penonton sebagai pihak yang mengandung makna dan tidak yang akan menerimanya. Bagaimana elemen bertujuan. Masih menurut Burke bahwa pertunjukan akan berpengaruh terhadap seorang dapat melambangkan simbol-simbol. seluruh pertunjukan apabila tidak diukur Seseorang dapat berbicara tentang ucapan- terlebih dahulu dalam mencampurkannya ucapan atau menulis tentang kata-kata, maka menjadi satu kesatuan yang utuh dari sebuah bahasa berfungsi sebagai kendaraan untuk permainan. Pemilihan unsur-unsur artistik aksi. Karena adanya kebutuhan sosial serta cara menggabungkannya tentu tak bisa masyarakat untuk bekerja sama dalam aksi- dilepaskan dari kepekaaan sang creator karya aksi mereka, bahasapun membentuk seni sehingga penonton tidak akan perilaku. melupakan pertunjukan tersebut dan tentu Dramaturgi menekankan dimensi saja akan menjadi sebuah kesan tersendiri di ekspresif atau impresif aktivitas manusia, masyarakat, menjadikannya karya yang akan yakni bahwa makna kegiatan manusia ditempatkan dihati pemirsanya. Karya seni terdapat dalam cara mereka yang berangkat dari dua dimensi menjadi tiga mengekspresikan diri dalam interaksi dengan dimensi tentu membutuhkan penyikapan orang lain yang juga ekspresif. Oleh karena serta kiat-kiat tersendiri. Maka dalam perilaku manusia bersifat ekspresif inilah, kesenian Wayang Beber Jaka Kembang maka perilaku manusia bersifat dramatik. Kuning ini nantinya akan ditemukan Goffman mendalami dramaturgi dari beberapa persoalan yang harus dihadapi. segi sosiologi, menggali segala macam Dalam kaitannya dengan masalah perilaku interaksi yang kita lakukan dalam Dramaturgi, Goffman menyebut bahwa pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang “ketertiban interaksi” (interaction order) menampilkan diri kita sendiri dalam cara meliputi struktur, proses, dan produk yang sama dengan cara seorang aktor interaksi sosial. Ketertiban interaksi muncul menampilkan karakter orang lain dalam untuk memenuhi Kebutuhan akan sebuah pertunjukan drama. Wayang Beber pemeliharaan “keutuhan diri”, seperti inilah merupakan bentuk ekspresi dari perilaku pemikiran kaum interaksionis umumnya. Inti masyarakat yang digambarkan. Cara yang pemikiran Goffman adalah “diri” (self), yang 102 sama ini berarti mengacu kepada kesamaan mengenal tulisan jejak-jejak masa yang berarti ada pertunjukan yang lampaunya, akan disebarluaskan dan ditampilkan. diwariskan secara turun temurun kepada Goffman mengacu pada pertunjukan generasi berikutnya secara lisan sehingga sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di menjadi bagian dari tradisi bertutur (lisan). masyarakat untuk memberi kesan yang baik Tradisi lisan mencakup segala hal yang untuk mencapai tujuan. Tujuan dari berhubungan dengan sastra, bahasa, sejarah, presentasi dari diri – Goffman ini adalah biografi, dan berbagai pengetahuan, serta penerimaan penonton akan manipulasi. jenis kesenian lain yang disampai kan dari Apabila seorang aktor berhasil, maka mulut ke mulut. Jadi, tradisi lisan tidak hanya penonton akan melihat aktor sesuai sudut mencakup cerita rakyat, teka-teki, yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor peribahasa, nyanyian rakyat, mitologi, dan tersebut. Aktor dalam hal ini adalah dalang legenda sebagaimana umumnya diduga Wayang Beber, sehingga akan semakin orang, tetapi juga berkaitan dengan sistem mudah untuk membawa penonton mencapai kognitif kebudayaan, seperti sejarah, hukum, tujuan dari pertunjukan tersebut. dan pengobatan. Tradisi lisan adalah “segala Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain wacana yang diucapkan atau disampai kan dari komunikasi. Karena komunikasi secara turun-temurun yang meliputi lisan dan sebenarnya adalah alat untuk mencapai yang beraksara” dan diartikan juga sebagai tujuan. Apabila di dalam komunikasi “sistem wacana yang bukan beraksara.”. konvensional manusia berbicara tentang Tradisi lisan tidak hanya dimiliki oleh orang bagaimana memaksimalkan indera verbal lisan saja. Implikasi kata “lisan” dalam dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir pasangan lisan-tertulis berbeda dengan lisan- komunikasi agar orang lain mengikuti beraksara. Lisan yang pertama (oracy) kemauan kita, maka dalam dramaturgis, mengandung maksud ‘keberaksaraan yang diperhitungkan adalah konsep bersuara’, sedangkan lisan kedua (orality) menyeluruh bagaimana kita menghayati mengandung maksud kebolehan bertutur peran sehingga dapat memberikan feedback secara beraksara. Kelisanan dalam sesuai yang kita mau. Perlu diingat kembali masyarakat beraksara sering diartikan bahwa dramatugis mempelajari konteks dari sebagai hasil dari masyarakat yang tidak perilaku manusia dalam mencapai tujuannya terpelajar; sesuatu yang belum dituliskan; dan bukan untuk mempelajari hasil dari sesuatu yang dianggap belum sempurna atau perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami matang, dan sering dinilai dengan kriteria bahwa dalam interaksi antar manusia ada keberaksaraan, Pudentia (1999, p. 32). “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang Dalam tradisi lisan, peranan orang yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari dituakan seperti kepala desa atau suku, ketua maksud interaksi sosial tersebut. Memainkan adat sangatlah penting. Mereka diberi beberapa peran dalam Wayang Beber dan kepercayaan oleh kelompoknya untuk mengkomunikasikannya kepada masyarakat memelihara dan menjaga tradisi yang merupakan salah satu cara yang dapat diwariskan secara turun temurun mengacu kepada tercapainya sebuah kesepakatan tertentu tersebut. Metode dan Data Satu kelompok masyarakat dengan Penelitian ini akan menggunakan nilai, norma, tradisi, adat, dan budaya yang metode kualitatif, di dalamnya akan sama akan mempunyai peninggalan masa dicantumkan poin-poin penting mengenai lampaunya. Dalam masyarakat yang belum prosesi persiapan pementasan Wayang Beber 103 hingga usai. Penggunaan metode ini dinilai kesenian Wayang Beber. Dari sana akan lebih tepat karena di dalamnya terdapat digali persoalan persoalan yang banyak data yang perlu didokumentasikan melatarbelakangi keberadaan Wayang Beber sebagai referensi pembentukan dramaturgi dahulu dan saat ini. pementasan. 2. Rekaman foto-foto proses persiapan a. Sampel Wayang Beber dan saat pengambilan data Di dalam pengambilan sampel ini wawancara dengan keluarga Mbah Mardi. teknik yang dipergunakan adalah “non- probability purposive sampling”, yaitu d. Variabel teknik pengambilan sampel yang didasarkan Obyek penelitian ini adalah hasil pada kondisi-kondisi atau karekteristik survei, wawancara, dan rekaman, maupun tertentu yang khusus (necessary condition) foto-foto wawancara dan Wayang Beber yang telah ditetapkan oleh penelititi (Dantes: Pacitan. 2012: 46). Maka sampel akan diambil dari beberapa pihak, Paling tidak dari empat e. Prosedur Pelaksanaan kelompok masyarakat. Yang pertama adalah Dalam penelitian ini peneliti mengikuti pelaku dan pemegang kesenian yaitu metode pengumpulan data yang merupakan lingkungan keluarga Mbah Mardi sebagai suatu cara yang digunakan atau dipakai untuk Dalang Wayang Beber. Yang kedua adalah memperoleh data yang dipakai untuk dari pemerintah daerah dalam hal ini bagian memecahkan masalah yang akan diteliti. kebudayaan sebagai instansi yang bertugas Dalam hal ini metode yang dipilih harus memperhatikan segala peristiwa budaya di sesuai dan mempunyai alasan pemakaian daerahnya. Yang berikutnya adalah seniman yang kuat. Metode-metode yang digunakan daerah yang berniat mengembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: kesenian ini. Sedangkan yang terakhir adalah masyarakat sebagai pengamat atau pihak 1. Studi Pustaka yang akan menerima produk kesenian ini. Data mengenai keberadaan Wayang Sebagaimana pendapat bahwa sampel Beber Pacitan bisa diperoleh dari buku serta adalah obyek dari populasi yang diambil hasil penelitian para peneliti terdahulu melalui teknik sampling, yaitu cara-cara semisal desertasi. Beberapa kisah tentang mereduksi obyek penelitian dengan Wayang Beber ini ditulis dalam sebuah mengambil sebagian saja yang dianggap manuskrip baik berupa tembang atau serat. representatif terhadap populasi Beberapa penulis sudah pernah meneliti sehingga layak untuk menjadi bahan b. Instrumen pertimbangan. Instrumen yang dipergunakan berupa 2. Teknik Wawancara dan Observasi proses persiapan pementasan dan Sebelum dan sesudah melakukan pementasannya, daftar pertanyaan, serta pengamatan perlu dilakukan tanya jawab atau dokumentasi audio visual. wawancara terhadap berbagai pihak yang

berkaitan. Menurut Ratna (2010, pp. 222- c. Jalan Penelitian 223), wawancara melibatkan dua komponen, Data kualitatif diperoleh dengan cara pewawancara yaitu peneliti itu sendiri dan melakukan: orang-orang yang diwawancarai. Secara 1. Wawancara dengan keluarga dan khusus, informan dan responden adalah kerabat Mbah Mardi sebagai pewaris individu-individu yang aktif, bukan Pasif, 104 memahami situasi sesuai dengan horizon informasi yang terjadi di lapangan (induktif) harapannya, dengan masa lampau dan masa untuk kepentingan pengujian lebih lanjut. kininya hal ini untuk mengetahui sejauh mana mereka menangkap fenomena Hasil dan Pembahasan pertunjukan yang disajikan sehingga membuka kemungkinan-kemungkinan baru Analisis struktur dalam memaknai peristiwa pertunjukan Dalam pertunjukan Wayang Beber Wayang Beber tersebut. Sutrisno Hadi (1980, Jaka Kembang Kuning mempunyai kerangka p. 136), menjelaskan bahwa observasi cerita yang digunakan oleh dalang untuk diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan menyampaikan isi dan pesan moral. Cerita dengan sistematik fenomena-fenomena yang tidak digambarkan melalui tulisan namun diselidiki dan tidak hanya terbatas pada melalui gambar yang ditorehkan oleh pelukis pengamatan yang dilakukan baik secara wayang pada media berupa kertas. Satu langsung maupun tidak langsung. gulung kertas cerita berisi 4 adegan (jagong). Kerangka cerita termasuk struktur yang menyusun pertunjukan tersebut, struktur f. Mendeskripsikan proses penelitian merupakan komponen utama, dan merupakan MendeSekartajiripsikan suatu proses (unity of action) dalam drama (Satoto, 2012, kegiatan kesenian berdasarkan apa yang p. 38) terjadi di lapangan sebagai bahan kajian lebih Dalam setiap adegan mempunyai tensi lanjut untuk menemukan dan mengenali dramatik tersendiri yang merupakan bagian kekurangan dan kelemahan pertunjukan bangunan sebuah cerita drama yang sehingga dapat ditentukan upaya terstruktur. Secara keseluruhan struktur penyempurnaannya. merupakan komponen yang paling utama, dan merupakan (unity of action) dalam drama Menganalisis dan menafsirkan suatu (Satoto, 2012, p. 38). fakta, gejala, dan peristiwa pertunjukan tersebut yang terjadi sebagaimana adanya 1. Struktur utama yang perlu kita lihat dalam konteks ruang dan waktu serta situasi adalah tema atau gagasan utama dalam lingkungan peristiwa kesenian itu secara sebuah cerita. Jalinan cerita secara runtut dari alami. Metode analisis data yang digunakan awal sampai akhir sebagaimana penulis dalam penelitian ini adalah metode analisis naskah lakon menciptakan untuk data kualitatif yang disajikan secara menyuguhkan persoalan hidup manusia, baik deskriptif. Menurut Moleong (2009: 248) kehidupan lahiriyah maupun kehidupan analisis data kualitatif adalah upaya yang batiniah, yaitu pikiran (cita), perasaan (rasa), dilakukan dengan cara mengorganisasikan dan kehendak (karsa), (Satoto 2012:39), data, memilah-milah data menjadi satuan dalam hal ini terlukis dalam gambar Wayang yang dapat dikelola, mensintesiskannya, Beber di keempat gulungannya. mencari dan menemukan pola, menemukan Tema dalam Wayang Beber Jaka apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan Kembang Kuning ini adalah romantika memutuskan apa yang dapat diceritakan percintaan Dewi Sekartaji dan Jaka Kembang kepada orang lain. Kuning. Liku-liku kisah cinta seorang putri Kerajaan Kediri yang menolak dijodohkan Tahap terakhir adalah menyusun dengan seorang tidak dicintainya. Sang putri hipotesis berkenaan dengan konsep dan terpaksa melarikan diri agar kehormatan prinsip berkesenian berdasarkan data dan orang tuanya tetap terjaga karena perjodohan yang harus dihadapi mempunyai 105 konsekwensi berat pada ketenteraman dibuatlah sayembara untuk menemukan Kerajaan Kediri karena lelaki yang Sekartaji kemudian Panji Asmarabangun dijodohkan adalah seorang raja yang bersifat menyamar sebagai rakyat biasa datang ke angkara murka ingin menguasai negerinya kerajaan untuk mengikuti sayembara itu. dengan kekerasan. Dalam hal ini Sekartaji Sementara utusan raja atau Prabu Klana yang merupakan sosok perempuan pemberontak bernama Kebo Lorodan gagal melamar sekaligus bertanggung jawab pada negerinya Sekartaji karena menghilang. Dalam pelarian selaku seorang putri raja Namun begitu tersebut akhirnya Sekartaji ditemukan oleh sebagai seorang anak manusia ia juga Panji Asmarabangun yang menyamar memiliki rasa cinta dan rindu akan sebagai rakyat biasa bernama Jaka Kembang kebebasan. Kuning. Jaka Kembang Kuning lalu mengabarkan penemuannya melalui 2. Alur utusannya, Tawang Alun, ke Raja Kediri. Jalinan yang sambung menyambung dari awal sampai akhir dan menjadi sebuah b) Komplikasi kesatuan cerita merupakan salah satu unsur Komplikasi dimulai saat Raja Klana bangunan dramatik. Alur atau plot bisa menyampaikan mahar perkawinan untuk disebut metafora aksi yang mengikuti pola Sekartaji melalui utusannya yang bernama baik literal maupun figuratif dari kehidupan Retno Tegaron namun ditolak oleh Retno nyata. Pola ini mungkin berupa perjuangan Mindaka (pembantu Sekartaji) hingga menuju akhir (finish) antara tokoh hero berakhir pada perkelahian kedua pihak. dalam memerangi kejahatan, Sementara itu berita penemuan Sekartaji (Cahyaningrum, 2012, p.169). Diawali dari yang dibawa oleh Tawang Alun bocor ke kepergian Sekartaji lalu pertemuan dengan telinga pihak Raja Klana. Maka Raja Klana Jaka Kembang Kuning, dilanjutkan dengan mendahului bertemu dengan Raja Kediri peperangan memperebutkan mempelai, yang untuk menagih lamarannya. Ditengah diakhiri dengan kemenangan salah satu pertemuan itu datanglah Tawang Alun pihak, merupakan jalinan cerita yang lurus menyampaikan laporannya. Akhirnya Raja dan sambung menyambung. Semua Kediri memututuskan untuk menggelar merupakan penyusunan insiden-insiden yang perang tanding antara kedua belah pihak terjadi (Kernodle, 1978, p. 265). Sehingga memperebutkan Sekartaji. Peristiwa ini dapat dikatakan alur cerita ini linier. digambarkan dalam jagong tujuh sampai Pada cerita Wayang Beber Panji Jaka sepuluh. Kembang Kuning terdapat beberapa urutan peristiwa yang mengandung tensi permainan c) Klimaks yang berbeda-beda atau disebut struktur Puncak ketegangan terjadi pada saat dramatik yang menurut Aristoteles disebut: digelarnya peperangan antara pihak Prabu eksposisi, komplikasi, klimaks dan resolusi. Klana dan Jaka Kembang Kuning. Perang tanding terjadi dua kali dan diakhiri dengan a) Pada fase eksposisi diceritakan dalam perang besar. Perang tanding pertama gulungan pertama jagong satu sampai dimenangkan oleh pihak Prabu Klana yang dengan enam. Di sini diceritakan tentang diwakili oleh Kebo Lorodan mengalahkan Sekartaji yang sudah menjadi kekasih Panji Tawang Alun. Perang tanding dua Asmarabangun putra Raja Jenggala, dimenangkan oleh Jaka Kembang Kuning melarikan diri dari istana karena menolak mengalahkan Kebo Lorodan. Di tengah untuk dijodohkan dengan Prabu Klana. Maka peperangan berlangsung, Prabu Klana 106 menyelinap menemui Sekartaji dengan langsung terlibat dalam konflik, tetapi menyamar sebagai Gandarepa (Kakak diperlukan guna menyelesaikan cerita), Sekartaji). Namun hal itu gagal dan membuat (Harymawan 1998, p. 22), seperti terlihat dirinya mengambil keputusan untuk perang pada tabel di bawah ini. melawan kediri. Maka terjadilah perang besar sehingga Raja Klana tewas di ujung keris Tawang Alun. d) Bagian ini disebut resolusi dimana diceritakan bahwa wanita-wanita dari pihak Raja Klana diboyong ke Kediri lalu setelah persidangan di Istana Kediri maka perkawinan Sekartaji dan Panji Asmarabangun dilangsungkan. Sekartaji akhirnya diboyong oleh Panji Asmarabangun Tabel 1 penggolongan tokoh berdasar (Jaka Kembang Kuning) ke Jenggala. Ini posisi konflik dalam cerita merupakan bagian terakhir atau juga bisa disebut pemecahan masalah. 4. Latar Setting atau latar cerita yaitu bagian dari 3. Penokohan teks dan hubungan yang mendasari suatu Semua tokoh-tokoh yang ada dalam lakuan (action) terhadap keadaan sekeliling. cerita menurut gambar pada wayang beber (Satoto, 2012, p. 55). Wayang Beber Jaka adalah: Kembang Kuning ini berlatar belakang Raja Kediri, Panji Asmarabangun (Jaka tempat di Kerajaan Kediri di Jawa. Kembang Kuning), Raja Klana, Dewi Sedangkan waktu berlangsungnya kejadian Sekartaji, Senopati Kediri Sedah Rono, Patih menurut cerita diperkirakan sekitar abad ke- Arya Deksa Negara, Tawang Alun, Nala 12 M. Setting merupakan jalinan setiap Derma, Tumenggung Cona-Cani, Ni Cona bentuk cerita. CaniKi Demang Kuning, Retno Mindaka (Adik Raja Kediri), Retno Tegaron (Adik Analisis Tekstur Raja Klana), Ni Pengilon (Dayang-Dayang Tekstur pertunjukan teater mencakup Retno Mindaka), Ni Mancung (Dayang- dialog, musik suasana, dan spektakel. Dayang Retno Mindaka), Gandarepa (Putra Tekstur adalah yang dirasakan langsung Raja Klana), Senopati Sedahrama (Panglima penonton atau yang datang kepadanya lebih Raja Kediri), Kili Suci (Kakak Raja Kediri) kepada rasa, apa yang telinga dengar (dialog), apa yang mata lihat (spektakel), dan Dalam gambar Wayang Beber tokoh- apa itu perasaan sebagai suasana selama tokoh bisa saling berseberangan. Tokoh- pertunjukan, dalam pengalaman dari dalam tokoh tersebut dapat dibedakan menjadi (mood). Tekstur merupakan sarana dalam beberapa golongan antara lain protagonis membawakan cerita, sehingga hal itu (tokoh yang membawa ide atau tema yang tergantung pada selera dan aspek estetika menjadi pusat perhatian), antagonis (tokoh tersendiri (Kernodle, 1978, p. 256). yang menentang ide yang dibawa tokoh Pada lakon Wayang Beber Jaka protagonis), tritagonis (tokoh penengah atau Kembang Kuning, dialog diucapkan oleh perantara protagonis dan antagonis) dan satu orang saja yaitu sang dalang. Dalam peran pembantu (peran yang tidak secara menyampaikan dialog dipergunakan Bahasa 107

Jawa halus dan mempunyai nilai sastra dari penonton. Selain itu, pertunjukan ini tinggi. Selain menggunakan dialog, sang sangat bernuansa eksklusif karena ada unsur dalang juga menggunakan nyanyian atau politis yang dibangun pelaku seninya sendiri. tembang untuk menggambarkan peristiwa Masyarakat pendukungya menganggap cerita. Selain itu, ruang atau waktu yang tidak Wayang Beber merupakan pusaka desa yang terlihat secara detail dalam gambar akan dikeramatkan, sehingga tidak sembarang diceritakan secara lisan maupun lagu. Dalam orang boleh mementaskan selain trah beberapa peristiwa dalam adegan yang (keturunan) dalang Wayang Beber itu mempunyai tekanan dramatik tersendiri, sendiri. Wayang Beber tidak lagi berfungsi dalang justu mempergunakan silent atau juga sebagai sarana hiburan semata, namun telah bisa dengan iringan musik tertentu. berubah menjadi sarana ritual tersendiri. Musik hanya diputar dengan nada Wayang Beber difungsikan untuk monoton (menggunakan slendro), mewujudkan nazar (KBBI: janji pada diri perbedaan terjadi hanya pada perubahan sendiri), misalnya apabila anggota tempo saja. Dalam adegan-adegan yang keluarganya sakit dan bisa disembuhkan membutuhkan penekanan emosi tertentu, maka akan nanggap Wayang Beber. Selain maka tempo permainan musik bisa melambat itu Wayang Beber Jaka Kembang Kuning atau justru cepat . Suasana permainan lebih juga dipergunakan untuk sarana ritual pada cenderung pada suasana yang membosankan bagian tertentu di acara bersih desa tempat namun dinilai penuh aura mistis. Hal tersebut Wayang Beber tersebut berada. Maka dapat terjadi karena iringan musik yang monoton, dilihat bahwa kesenian ini selain menjadi tembang dengan nada monoton, pencahayaan sarana ritual otomatis juga merupakan sarana yang minim sekali (hanya dengan satu buah hiburan dan sebaliknya, bahkan secara politis lampu blencong), gambar yang relatif telah dimanfaatkan untuk memperoleh stagnant, ditambah lagi ubarampe atau keuntungan secara ekonomi. sesajen yang terdiri dari jadah jojoh yang ditumpangi ayam bekakak (utuh) bakar, In ancient Athens, the great diletakkan di depan area permainan (Wayang festivals were ritual, art, sports-like competition, and popular entertainment Beber digelar). simultaneously. Today, sport are both live Seluruh pertunjukan yang bersifat and media entertainment combining audio visual berjalan dengan penuh khidmat competition, ritual, and big business. tanpa adanya peristiwa yang bersifat (Schechner, 2002, p. 26) mencairkan suasana, semisal lawak, lagu hiburan, dialog dengan audience, dan Akibat dari perlakuan yang terlampau sebagainya. Dapat dikatakan bahwa tertutup tersebut, maka Wayang Beber tidak pertunjukan hanya berlaku satu arah saja. bisa berkembang. Sedangkan tidak semua Dalang aktif bercerita sedangkan penonton keturunan dalang mempunyai minat dan secara pasif menyaksikannya. Tidak seperti bakat untuk mengelola dan memainkannya. wayang kulit atau kesenian lain dimana Akibat dari pementasan yang dipaksakan dalang bisa berinteraksi langsung, baik secara politis dan tanpa memperhatikan dengan sesama performer maupun penonton. kwalitas tersebut antara lain, a. Beberapa tembang menjadi kehilangan Problematika Pementasan nada-nada tertentu secara bertahap Wayang Beber dengan pola dibandingkan pendahulunya, pementasan yang sedemikian monoton tidak b. Peristiwa yang terlukis di kertasnya mulai mampu memperoleh perhatian yang banyak banyak yang tidak dikisahkan oleh sang 108 dalang. Beberapa alasan yang dikemukakan Simpulan oleh Supani diantaranya karena etika yang Wayang Beber Jaka Kembang Kuning tidak pas dg konteks dia berada serta merupakan seni tradisi lisan yang kapasitas dalang yang kurang inovatif dalam mempunyai alur tangga dramatik seperti membawakannya misalnya masih membaca tangga dramatik Aristotelian. Pada setiap teks contekan. peristiwa cerita terdapat tekanan-tekanan c. Dalang yang baru tidak mampu yang dinamis dengan ditandai puncak- mengucapkan kata-kata dengan sastra yang puncak kecil tangga dramatik di setiap baik, sebaik pendahulunya. Karena bahasa gulungan cerita secara progresif. Meskipun yang kurang familiar baginya dan bagi cerita tersebut masih bisa terbilang bernuansa penonton. hitam-putih serta intrik-intrik permasalahan d. Gulungan Wayang Beber semakin rusak yang tergolong sederhana. Tokoh-tokoh di karena tidak boleh diduplikasi ulang. dalamnya mempunyai karakter yang jelas Meskipun telah diduplikasi, pihak keluarga dan menggambarkan sosok jahat dan baik, tidak mengakui sebagai pusaka sebagaimana keras dan lembut, dan sejenisnya. gulungan asli yang diwariskan turun- Namun demikian cerita dalam temurun, Padahal kondisinya semakin gulungan hanyalah sebuah “teks mati” yang memprihatinkan karena telah lapuk dimakan seharusnya bisa dihidupkan melalui tangan cuaca dan lamanya usia sehingga gambar sang dalang agar menjadi pertunjukan semakin kabur dan kertas banyak yang robek. menarik. Pada kenyataan yang terjadi, e. Musik tidak berkembang baik dari jumlah beberapa pementasan yang dilakukan dalang alat yang dipergunakan maupun jenis kurang mampu menyajikan seluruh dinamika gending atau irama yang dibawakan. cerita secara utuh. Dalam membawakan f. Beberapa peristiwa justru menimbulkan pertunjukan sang dalang terjebak pada polemik dalam keluarga dalang itu sendiri aturan-aturan sosial maupun kultural yang terutama apabila salah seorang anggota melingkupinya sehingga menghambat keluarga mampu memainkannya sedangkan kreatifitasnya. Terlihat pada pertunjukan anggota lain tidak. Sehingga bisa yang tidak menarik dan cenderung mendatangkan keuntungan secara finansial membosankan. Dalang hanya mewarisi cara dari mementaskan Wayang Beber tersebut. yang telah dilakukan oleh pendahulunya Hal ini menumbuhkan rasa iri pada anggota tanpa berusaha mendekatkan pada konteks keluarga yang lain. kekinian di mana dalang dan penonton Meski demikian telah dibuat berada. Mungkin saja teknik dan bahasa kesepakatan agar Wayang Beber dipegang jawa kuno yang dipakai dalang terdahulu secara bergilir oleh seluruh kuturunan dalang cocok pada zamannya, namun generasi saat pada tiap periodesasi tertentu, karena tidak ini sudah banyak yang tidak memahaminya. semua anggota mampu memainkannya. Uang Meskipun sudah digunakan alat musik hasil pementasan yang dilakukan oleh sebagai pendukung pementasan, namun anggota keluarga yang bisa mendalang harus penggunaannya belum maksimal dan disisihkan dan dibagikan kepada anggota cenderung terjebak pada pola-pola yang keluarga yang lain secara merata. Setiap kali berulang-ulang tanpa progresi tertentu yang Wayang Beber kembali kepada anggota jelas. Permainan iramanya tidak memberikan keluarga yang bisa mendalang, maka anggota tekanan-tekanan yang dibutuhkan cerita keluarga itu akan memainkan Wayang Beber dalam mendramatisasi pertunjukan. di muka umum (mulih). Fungsi ritual yang membuat masyarakat mensakralkannya akan semakin 109 luntur seiring perkembangan tehnologi Strukturalisme hingga informasi yang deras dan cepat. Keharusan Poststrukturalisme Perspektif Wacana menghadirkan sesaji dan syarat-syarat ritual Naratif Yogyakarta. Pustaka Pelajar. tertentu sebelum permainan dimulai Moleong. L. J. (1997). Metodologi Penelitian membatasi ruang gerak bagi orang yang akan Kualitatif. Remaja Rosdakarya menyelenggarakannya. Bagi generasi saat ini Mulyana. D. (2003). Metodologi Penelitian akan sulit untuk menemukan sarana ritual Kualitatif. Rosda Karya. yang lengkap karena sudah mengalami Pudentia, M. P. S. S. (Ed.). (2015). kelangkaan di pasar. Metodologi kajian tradisi lisan (edisi Hal lain yang masih menjadi revisi). Yayasan Pustaka Obor penghambat bagi kesenian untuk maju adalah Indonesia. adanya nuansa politis di seputar keluarga Ratna, N. K. (2019). Metodologi penelitian pewarisnya. Hal ini menjadikan kesenian kajian budaya dan ilmu sosial tersebut semakin terpinggirkan karena tidak humaniora pada umumnya. Pustaka boleh dimainkan secara bebas oleh pihak di Pelajar. luar keluarga pewarisnya. Apabila Wayang Sahid. N. (2008). Sosiologi Teater. Prasista. Beber ini bisa dimainkan oleh banyak pihak Satoto. S. (2012). Analisis Drama & Teater I, (tidak hanya oleh ahli waris/keluarga saja) Analisis Drama & Teater II. Ombak. tentu ide-ide akan banyak mengalir di Sawega, A. M. (Ed.). (2013). Wayang beber: dalamnya yang akan memperkaya Antara inspirasi dan transformasi. permainannya. Secara singkat, selain secara Bentara Budaya Balai Soedjatmoko. estetis ternyata juga terdapat hal-hal yang Schechner, R. (2002). Performance Studies, bersifat politis serta kultural yang An Introduction. Routledge menghambat kesenian Wayang Beber Jaka Sutyasmono, Y. (2013). Wayang Beber, Kembang Kuning untuk berkembang. Antara Inspirasi dan Transformasi. Bentara Budaya Balai Soedjatmoko.

Daftar Pustaka Dantes, N. (2012). Metode Penelitian. Lampiran Penerbit Andi. Hadi, S. (1980). Metodologi Riset. Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Harymawan. (1998). Dramaturgi. Remaja Rosdakarya. Hauskeller, M. (2015). Seni-apa itu?: posisi estetika dari Platon sampai Danto. Penerbit Kanisius. Hutomo, S. S. (1991). Mutiara yang terlupakan: Pengantar studi sastra lisan. Himpunan Sarjana Kesusastraan Gambar 1 Pementasan Wayang Beber oleh Indonesia, Komisariat Jawa Timur. Dalang Supani (foto: Dinas Pariwisata Kernodle. G. R. (1978). Invitation to The Pacitan) Theatre. Harcourt Brace Jovanovic. Kutha Ratna, N. (2011). Teori. Metode, dan Teknik Penelitian Sastra—dari 110

Gambar 2 Wawancara dengan Supani Dalang pewaris Wayang Beber (Foto: Wahid)

Gambar 3 Pementasan Wayang Beber oleh Rudi di Museum Mpu Tantular (foto: Rudi)