TESIS

PENGARUH EKSTRAK UMBI BAWANG DAYAK ( bulbosa (Mill) Urb) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH, INSULIN DAN HISTOPATOLOGI PANKREAS TIKUS WISTAR DIABETES YANG DIBERIKAN DIET TINGGI LEMAK DAN DIINDUKSI DENGAN STREPTOZOTOCIN

OLEH: HASNI YATURRAMADHAN NIM 157014018

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

Universitas Sumatera Utara PENGARUH EKSTRAK UMBI BAWANG DAYAK (Eleutherine bulbosa (Mill) Urb) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH, INSULIN DAN HISTOPATOLOGI PANKREAS TIKUS WISTAR DIABETES YANG DIBERIKAN DIET TINGGI LEMAK DAN DIINDUKSI DENGAN STREPTOZOTOCIN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH: HASNI YATURRAMADHAN NIM 157014018

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara PERSETUJUAN TESIS

Nama Mahasiswa : Hasni Yaturramadhan

Nomor Induk Mahasiswa : 157014018

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Pengaruh Ekstrak Umbi Bawang Dayak

(Eleutherine bulbosa (Mill) (Urb) Terhadap

Kadar Glukosa Darah, Insulin Histopatologi

Pankreas Tikus Wistar Diabetes Yang Diberikan

Diet Tinggi Lemak Dan Dinduksi Dengan

Streptozotocin.

Telah diuji dan dinyatakan LULUS didepan Komisi Penguji Tesis pada hari

Kamis tanggal tiga puluh satu bulan Oktober tahun dua ribu sembilan belas

Menyetujui:

Komisi Penguji Tesis

Ketua : Dr. Aminah Dalimunthe, M. Si., Apt.

Sekretaris : dr. Tri Widyawati, M. Si., Ph. D

Anggota : Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan , M. Si., Apt.

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

iv

Universitas Sumatera Utara

v

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Umbi Bawang Dayak (Eleutherine bulbosa (Mill) Urb) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Insulin Dan Histopatologi Pankreas Tikus Wistar Diabetes Yang Diberikan Diet Tinggi Lemak dan Diinduksi Streptozotocin” ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Pada tumbuhan ini ditemukan metabolit sekunder yang berpotensi menurunkan kadar glukosa darah, meningkatkan sekresi insulin serta mampu memperbaiki pulau langerhans Pankreas. Atas dasar itulah maka dilakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa EEBD mampu menurunkan KGD, Meningkatkan Kadar Insulin, atau mampu memperbaiki pulau langerhans pada tikus. Penelitian ini diharapkan memperoleh data awal untuk kemudian dikembangkan dalam publikasi ilmiah. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Dr. Aminah Dalimunthe, S. Si, M. Si., Apt dan dr. Tri Widyawati, M. Si., Ph. D atas waktu, arahan, dan bimbingan yang diberikan selama penyelesaian Tesis ini. Pada kesempatan juga peneliti menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Masfria, M S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama menjalani pendidikan di Program Magister Ilmu Farmasi. Kepada kedua orang tua, Alm. Ayahanda Drs. Muhammad Hatta Harahap dan Ibunda Roslinawati Siregar, SPdi tercinta, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya atas pengorbanan, doa, dan dorongannya, sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.

Medan, Oktober 2019 Penulis

Hasni Yaturramadhan NIM 157014018

vi

Universitas Sumatera Utara PENGARUH EKSTRAK UMBI BAWANG DAYAK (Eleutherine bulbosa (Mill) (Urb) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH, INSULIN, DAN HISTOPATOLOGI PANKREAS TIKUS WISTAR DIABETES YANG DIBERIKAN DIET TINGGI LEMAK DAN DIINDUKSI DENGAN STREPTOZOTOCIN

ABSTRAK

Latar belakang: Umbi bawang dayak (Eleutherine bulbosa (Mill) Urb) mengandung senyawa kimia yang diketehui berpotensi sebagai antidiabetik.

Tujuan: Mengkaji pengaruh ekstrak etanol umbi bawang dayak (EEBD) terhadap perbaikan kondisi tikus diabetik yang diinduksi streptozotocin setelah pemberian diet tinggi lemak.

Metode: Penelitian eksperimental dengan desain pre- dan post-test. Sebanyak 30 ekor tikus diabetik dibagi menjadi 5 kelompok dengan perlakuan satu kali sehari selama 14 hari: glibenklamid (Gli): 0,25 mg/kgbb, EEBD 125 mg/kgbb (BD125); 250 mg/kgbb (BD250); 500 mg/kgbb (BD500) dan CMC 1% bb (CMC). Evaluasi meliputi kadar glukosa darah (KGD) puasa, kadar insulin, gambaran histopatologi pulau langerhans. Data dianalisis dengan uji parametrik dan non parametrik.

Hasil: KGD puasa menunjukkan penurunan yang signifikan setelah 7 jam pengamatan (p<0,001) pada tiap dosis, dan mulai hari ke-9 pada BD 500 (p<0,01) dengan penurunan KGD sebesar 187 mg/dL (50%). Setelah 14 hari perlakuan dijumpai penurunan KGD pada BD125 sebesar 206 mg/dL (61,6 %); BD250 sebesar 259 mg/dL (71,8%) dan BD500 sebesar 274 mg/dL (77,3%). Secara statistic penurunan ini berbeda secara signifikan dibandingkan dengan kelompok negatif (CMC) (p<0,001). Kadar insulin BD 250 meningkat bermakna (p<0,05). Gambaran histopatologi menunjukkan terjadinya kerusakan pada struktur pulau langerhans dan hanya BD500 yang menunjukkan adanya perbaikan. Dijumpai perbedaan luas yang bermakna pada BD250 dan BD 500 (p<0,05-0,01).

Kesimpulan: EEBD mampu memperbaiki KGD, kadar insulin, struktur dan luas pulau Langerhans tikus diabetik

Kata kunci: ekstrak umbi bawang dayak, kgd, insulin, histopatologi, pulau Langerhans

vii

Universitas Sumatera Utara EFFECT OF DAYAK ONION TUBER EXTRACT (Eleutherine bulbosa (Mill) Urb ) ON BLOOD SUGAR LEVELS, INSULIN LEVEL, AND HISTOPATHOLOGY OF PANCREAS IN HIGH FAT DIET- AND STREPTOZOTOCIN-INDUCED DIABETIC RATS

ABSTRAC

Introduction: Dayak onion tuber extract (Eleutherine bulbosa (Mill) Urb) contained chemical compounds that has been known potentially as diabetic agent.

Objective: This study aimed to determine dayak onion tuber extract (EEBD) on improvement of condition diabetic rats that were induced by streptozotocin after administration of high lipid diet.

Method: The reaserch was designed experimentally using pre-test and post-test. 30 diabetic rats were divied into 5 group, once daily for 14 day as follows : glibenclamide (Gli): 0,25 mg/kgbb, EEBD 125 mg/kgbb (BD125); 250 mg/kgbb (BD250); 500 mg/kgbb (BD500) dan CMC 1% bb (CMC). Evaluations were included fasting blood glucose level (FBGL), insulin level, histopatology of islet of Langerhans. The data was analysed with parametric and non parametric statistic.

Result: FBGL showed significant reduction at 7 hours observation (p<0,001) for each dose and at day 9 on BD500 (p<0,01) which decreased BGL 187 mg/dL (50%). After 14 dyas treatment, FBGL on BD125 was 206 mg/dL (61,6 %); BD250 was 259 mg/dL (71,8%), while BD500 was 274 mg/dL (77,3%). Statistically those reduction significantly different compared to negative control (CMC) (p<0,001, respectively). Insulin level of BD250 only was increased (P<0,05). The histopatology study showed only BD500 showed an improvement on the destruction of Langerhans’ structure. There were significant area large on BD250- and BD500-treated groups (p<0,05-0,01).

Conclusion : EEBD able to improve blood glucose level, insulin level, structure and Langerhans area of diabetic rats..

Keywords : Eleutherine bulbosa (Mill) Urb, blood sugar levels, insulin, Histopathology. Islet of Langerhans.

viii

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul ...... Halaman Judul I ...... i Halaman Judul II ...... ii Halaman Pengesahan Tesis ...... iii Halaman Persetujuan ...... iv Halaman Pernyataan Orisinalitas ...... v Kata Pengantar ...... vi Abstrak ...... vii Abstrac ...... viii Daftar Isi...... ix Daftar Tabel ...... xii Daftar Gambar ...... xiii Daftar Lampiran ...... xiv Daftar Singkatan...... xv BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Kerangka Pikir Penelitian ...... 5 1.3 Perumusan Masalah ...... 6 1.4 Hipotesa Penelitian...... 6 1.5 Tujuan Penelitian ...... 7 1.6 Manfaat Penelitian ...... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 8 2.1 Diabetes ...... 8 2.1.1 Klasifikasi Diabetes ...... 9 2.1.2 Patogenesis ...... 11 2.1.3 Patofisiologi ...... 11 2.1.4 Gejala Diabetes Mellitus ...... 12 2.1.5 Diagnosa Diabetes Mellitus ...... 13 2.1.6 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus ...... 14 2.1.7 Obat-Obat Diabetes Mellitus...... 16 2.2 Bawang Merah Dayak (Eleutherine Palmifolia (L)(Merr) ...... 19 2.2.1 Sinonim dan Nama Daerah ...... 19 2.2.2 Gambaran Umum ...... 20 2.2.3 Taksonomi ...... 20 2.2.4 Kandungan Kimia ...... 22 2.2.5 Penggunaan Sebagai Obat Tradisional...... 23 2.2.6 Penelitian terlebih dahulu sebagai Obat Antidiabetes ...... 24 2.3 Bahan Kimia Penginduksi Diabetes ...... 24 2.3.1 Streptozotocin ...... 25 2.4 Hewan Coba Penelitian Antidiabetik ...... 26 2.4.1 Tikus Putih ...... 26 2.5 Jenis-Jenis Ekstrak ...... 26

ix

Universitas Sumatera Utara 2.6 Jenis Pelarut ...... 28 2.7 Standarisasi Simplisia dan Herba ...... 29 2.7.1 Karakterisasi ...... 29 2.7.2 Makroskopik ...... 30 2.7.3 Mikroskopik ...... 31 2.8 Penapisan Fitokimia ...... 31 2.9 Anatomi Pankreas ...... 32 2.10 Histologi dan Gambaran Histologi Pulau Langerhans ...... 33 2.10 Kerangka Teori Penelitian...... 35

BAB III METODE PENELITIAN...... 36 3.1 Jenis Penelitian ...... 36 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...... 36 3.2.1 Tempat Penelitian...... 36 3.2.2 Waktu Penelitian ...... 36 3.3 Bahan dan Alat Penelitian ...... 37 3.3.1 Bahan Kimia...... 37 3.3.2 Sampel Penelitian ...... 37 3.3.3 Alat yang digunakan ...... 37 3.4 Identifikasi Tumbuhan ...... 37 3.5 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan ...... 38 3.5.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ...... 38 3.5.2 Pengolahan Bahan Tumbuhan...... 38 3.6 Pembuatan Pereaksi dan Larutan ...... 38 3.6.1 Besi (III) Klorida 1% ...... 38 3.6.2 Larutan Asam Klorida 2 N ...... 38 3.6.3 Timbal (II) Asetat 0,4 M ...... 38 3.6.4 Pereaksi Mayer ...... 39 3.6.5 Pereaksi Molish ...... 39 3.6.6 Pereaksi Dragendrof ...... 39 3.6.7 Larutan Pereaksi Asam Sulfat 2 N ...... 39 3.6.8 Pereaksi Bouchardat ...... 39 3.6.9 Pereaksi Lieberman-Burchad ...... 39 3.6.10 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5 %...... 40 3.6.11 Pembuatan Larutan Pembanding Glibenklamid...... 40 3.6.12 Larutan Streptozotocin ...... 40 3.7 Persiapan Simplisia dan Ekstrak ...... 40 3.7.1 Persiapan Simplisia ...... 40 3.7.2 Persiapan Ekstrak ...... 41 3.8 Pemeriksaan Karakteristik ...... 42 3.9 Penapisan Fitokimia ...... 42 3.10 Sampel ...... 44 3.11 Persiapan Hewan Coba ...... 45 3.11.1 Penyajian dan Perlakuan Diet Tinggi Lemak...... 45 3.11.2 Induksi Tikus Diabetes Mellitus Tipe 2 ...... 45 3.11.3 Pengukuran Berat Badan ...... 46 3.11.4 Metode Pengambilan Darah ...... 46 3.12 Uji Antihiperglikemik Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak .... 46

x

Universitas Sumatera Utara 3.12.1 Uji Antihiperglikemik Akut ...... 47 3.12.2 Uji Antihiperglikemik Sub-Kronik ...... 47 3.13 Prinsip Kerja Insulin Assay ...... 47 3.14 Tahapan Penggunaan Larutan Kimia pada Uji HE ...... 48 3.14.1 Pemeriksaan Kualitatif ...... 49 3.14.2 Pemeriksaan Kuantitatif ...... 49 3.15 Analisa Statistik ...... 50 3.16 Alur Penelitian ...... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 51 4.1 Determinasi Tanaman ...... 51 4.1.1 Karakteristik dan Persiapan Ekstrak ...... 51 4.1.1.1 Pemeriksaan Makroskopik ...... 51 4.1.1.2 Pemeriksaan Mikroskopik ...... 51 4.1.1.3 Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Bawang Dayak ...... 51 4.2 Penapisan Fitokimia ...... 54 4.3 Persiapan Hewan Coba Tipe 2 ...... 55 4.3.1 Kenaikan Berat Badan Tikus setelah Pemberian HFD ...... 56 4.3.2 Kadar Glukosa Darah Tikus sebelum dan sesudah Induksi ...... 57 4.3.3 Efek EEBD terhadap KGD selama 7 jam perlakuan dan ...... 59 Efek EEBD terhadap KGD selama 14 hari perlakuan ...... 59 4.4 Efek EEBD terhadap Kadar Insulin ...... 66 4.5 Efek EEBD terhadap Gaambaran Struktur Langerhans ...... 69 4.6 Efek EEBD terhadap Luas Pulau Langerhans ...... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...... 77 5.1 Kesimpulan ...... 77 5.2 Saran ...... 77

DAFTAR PUSTAKA ...... 78 LAMPIRAN ...... 85

xi

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

4.1 Standarisasi Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak ...... 52 42 Penapisan Fitokimia ...... 54 4.3 KGD 7 Jam Perlakuan ...... 60 4.4 Penurunan KGD setelah 14 Hari Perlakuan ...... 60

xii

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ...... 5 2.1 Bawang Merah Dayak ...... 19 2.3 Anatomi Pankreas ...... 32 2.4 Asinus dan Pulau Langerhans ...... 34 2.5 Kerangka Teori Penelitian...... 35 3.1 Alur Penelitian ...... 50 4.1 Persentase Kenaikan Berat Badan ...... 57 4.2 Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Sesudah Induksi ...... 58 4.3 Gambar Selisih KGD Tikus 7 jam perlakuan ...... 61 4.4 Gambar KGD selama 14 hari Perlakuan ...... 62 4.5 Gambar Pengukuran Kadar Insulin ...... 67 4.5.1 Gambar Struktur Langerhans Grup Normal ...... 69 4.5.2 Gambar Histopatologi Pulau Langerhans Grup CMC ...... 69 4.5.3 Gambar Histopatologi Pulau Langerhans Grup Gli ...... 70 4.5.4 Gambar Histopatologi Pulau Langerhans Grup BD125...... 70 4.5.5 Gambar Histopatologi Pulau Langerhans Grup BD250...... 70 4.5.6 Gambar Histopatologi Pulau Langerhans Grup BD500...... 70 4.6 Grafik Luas Pulau Langerhans ...... 75

xiii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

1 Surat Hasil Identifikasi Tanaman ...... 85 2 Gambar Makroskopik dan Mikroskopik Bawang Dayak...... 86 3 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik ...... 87 4 Surat Keterangan Penggunaan Laboratorium ...... 88 5 Surat Bebas Biaya Penggunaan Laboratorium ...... 89 6 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ...... 90 7 Gambar Ekstrak Etanol Bawang Dayak ...... 91 8 Uji Karakterisasi Ekstrak ...... 92 9 Perhitungan Karakterisasi Bawang Dayak ...... 93 10 Perhitungan Bahan ...... 96 11 HFD ...... 98 12 KGD Sebelum dan Sesudah Induksi ...... 100 13 Gambar Alat Mengukur Kadar Glukosa Darah ...... 102 14 Gambar Streptozotocin dan HFD ...... 103 15 Hasil Analisis Data Statistik...... 104 16 Gambar Rat Insulin Elisa Kid ...... 106 17 Hasil Pengukuran Insulin ...... 107 18 Dunnet Luas Pulau Langerhans ...... 119

xiv

Universitas Sumatera Utara DAFTAR SINGKATAN

ADA : American Diabetes Association BB : Berat Badan DM : Diabetes Mellitus DNA : Deoksiribosa Nucleocid Acid DEPKES RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia EEBD : Ekstrak Etanol Bawang Dayak GLUT : Glucose Transporters GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu HFD : High Fat Diet IP : Intraperitonial KGD : Kadar Glukosa Darah PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia STZ :Streptozotocin TMB : Tetrametibenzinidin TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral WHO : World Health Organization

xv

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan berbagai etiologi, memiliki karakteristik hiperglikemia kronik dengan gangguan metabolisme dari karbohidrat, lemak, protein sebagai hasil dari gangguan fungsi insulin (resistensi insulin), menurunnya fungsi pankreas maupun keduanya.

(PERKENI, 2011).

Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah utama kesehatan. Insiden diabetes meningkat cepat dan merupakan penyebab kematian terbesar pada urutan ke-6 di Amerika. Organisasi kesehatan WHO memprediksi bahwa penderita diabetes akan mencapai 5% dari penduduk dunia pada tahun 2025 yakni sekitar

300 juta orang. Di Indonesia penderita diabetes sekitar 8,4 juta pada tahun 2004 dan diproyeksikan meningkat menjadi 21, 3 juta pada tahun 2030. Pada tahun

2016 Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar di dunia pengidap diabetes. India berada pada urutan pertama (31,7 juta), diikuti cina (20,8 juta orang) dan urutan ke-3 adalah Amerika (17,7 juta orang) (Depkes RI, 2008).

Diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu tipe dengan penderita yang paling banyak bahkan pada tahun 2010 mencapai 90 % dari total kejadian penyakit diabetes (Chen dkk, 2011). Di seluruh dunia ada 135 juta orang penyandang DM tipe 2 dan diperkirakan mencapai angka 300 juta pada tahun

2025 (Choi dkk., 2005). DM tipe 2 meningkat angka kejadiannya tidak hanya pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak, remaja dan dewasa muda

(Chendkk., 2011)

1

Universitas Sumatera Utara Gejala DM diantaranya polyuria (sering buang air kecil), (sering merasa haus), poligafia (sering merasa lapar), dan berat badan menurun dengan cepat.

Keluhan lain yang dapat timbul berupa lemah badan, gatal, mata kabur, gairah seks menurun dan luka sukar sembuh (Setiawan dan Meddy, 2011).

Resistensi insulin merupakan abnormalitas metabolik utama pada sebagian besar pasien dengan DM tipe 2 (Glass dan Olefsky, 2012), dimana baik pada hewan coba maupun manusia terdapat akumulasi lipid intrasel pada otot skeletal dan liver. Akumulasi lipid ini menyebabkan hambatan GLUT4, yang kemudian menghambat masuknya glukosa ke dalam sel dan menghambat oksidasi glukosa dan sintesis glikogen (Wolf, 2008).

Tatalaksana DM dapat dilakukan secara terapi non farmakologi dan terapi farmakologi.Terapi non farmakologi adalah terapi tanpa obat dengan cara pengaturan diet dan olahraga. Terapi farmakologi dilakukan dengan penatalaksanaan terapi obat (Depkes RI, 2005). Terapi farmakologi dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mampu melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk mensekresi insulin serta insulin yang membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel. Apabila dengan langkah – langkah non farmakologi belum mampu mencapai sasaran terapi, disarankan penderita diabetes mellitus mengkonsumsi obat – obatan. Tetapi penggunaan obat – obatan juga bisa memberikan efek negatif jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama (Waspadji, 2011)

Bawang dayak (Eleuhterine bulbosa (Mill) Urb) merupakan tanaman khas

Kalimantan Tengah. Tanaman ini sudah secara turun temurun dipergunakan masyarakat Dayak sebagai tanaman obat. Secara empiris bawang dayak sudah

2

Universitas Sumatera Utara dipergunakan masyarakat lokal sebagai obat berbagai jenis penyakit diantaranya kanker payudara, obat penurun darah tinggi (hipertensi), mencegah stroke, menurunkan kolesterol, obat bisul, kanker usus dan penyakit kencing manis

(diabetes mellitus). Penggunaan bawang dayak dapat digunakan dalam bentuk segar, simplisia, manisan, dan dalam bentuk bubuk (powder). Potensi bawang dayak sebagai tanaman obat multi fungsi sangat besar sehingga perlu ditingkatkan penggunaanya sebagai bahan obat modern.

Bawang dayak mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, dan saponin memiliki aktivitas hipoglikemik atau penurun kadar glukosa darah yang sangat bermanfaat untuk pengobatan diabetes mellitus. Flavonoid yang terdapat dalam bawang merah dayak mampu mengembalikan fungsi jaringan pankreas dengan meningkatkan pelepasan insulin oleh sel β, yang menurunkan kadar gula darah dan juga dapat memperbaiki sensitivitas sel perifer terhadap insulin (Silva dkk., 2012)

Senyawa aktif yang terdapat dalam bawang dayak eleutherol, eleutherinoside A, dan eleuthoside B ( Utami dan Puspaningtyas, 2013). Rini

(2013) menyebutkan bahwa eleutherinoside A dalam bawang dayak paling berperan mengatasi diabetes mellitus. Senyawa aktif ini dilaporkan mampu menghambat enzim alfaglukosidase. Alfaglucosidase merupakan enzim yang berperan untuk memecah pati dan disakarida menjadi glukosa. Jika aktivitas alfa- glukosidase terhambat, maka ketersediaan glukosa diluar membrane sel juga terhambat sehingga kadar glukosa dalam darah akan berkurang (Utami dan

Puspaningtyas, 2013).

3

Universitas Sumatera Utara Selain itu Maidin dan Ahmad, (2015) menunjukkan bahwa ekstrak etanol bawang merah dayak menurunkan kadar gula darah secara signifikan pada tikus diabetes yang diinduksi dengan aloksan. Namun hingga saat ini belum ada informasi tentang pengaruh ekstrak etanol bawang dayak terhadap kadar glukosa darah, kadar insulin, dan gambaran histologi pankreas yang diberikan Diet Tinggi

Lemak dan diinduksi streptozotocin.

Penelitian ini menggunakan hewan coba yang diberikan Diet Tinggi

Lemak dan diinduksi Streptozotocin sehingga keadaan kondisi hewan coba menjadi DM. HFD merupakan pemberian pakan tinggi lemak yang mempengaruhi sekresi insulin sedangkan STZ mempengaruhi sel β pankreas sehingga mengganggu produksi insulin dan mengakibatkan meningkatnya kadar glukosa darah.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan membuktikan kemampuan ekstrak umbi bawang dayak dapat menurunkan glukosa darah, meningkatkan produksi insulin serta memperbaiki sel β pankreas pada tikus wistar yang diinduksi STZ.

4

Universitas Sumatera Utara 1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu EEBD dengaan beberapa dosis. Sedangkan variabel terikat adalah penurunan KGD, nilai insulin dan perbaikan histopatologi pankreas.

Hubungan sebab akibat variabel itu tergambar dalam diagram seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2

Variabel bebas Variable terikat Parameter

EEBD 125, 250 KGD Tikus dan 500 mg/kgbb (mg/dl)

HFD STZ

Tikus Tikus Wistar KGD Kadar Insulin Wistar (ng/mL) Diabetes

Gambaran

Histopatologi Pankreas Glibenklamid (µm)

CMC Na

Gambar 1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Keterangan KGD : kadar glukosa darah EEBD : ekstrak etanol bawang dayak STZ : streptozotocin HFD : high fat diet

5

Universitas Sumatera Utara 1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka rumusan permasalahan penelitian adalah: a. apakah pemberian ekstrak etanol bawang dayak dapat mempengaruhi kadar

glukosa darah tikus wistar diabetes yang diberikan HFD dan diinduksi

streptozotocin. b. apakah pemberian ekstrak etanol bawang dayak dapat meningkatkan kadar

insulin pada tikus wistar diabetes yang diberikan HFD dan diinduksi

streptozotocin. c. apakah pemberian ekstrak etanol bawang dayak dapat memperbaiki gambaran

histopatologi pankreas tikus wistar diabetes yang diberikan HFD dan diinduksi

streptozotocin.

1.4 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesa pada penelitian ini adalah: a. pemberian ekstrak etanol bawang dayak dapat menurunkan kadar glukosa

darah. b. pemberian ekstrak etanol bawang dayak dapat meningkatkan kadar insulin c. pemberian ekstrak etanol bawang dayak dapat memperbaiki gambaran

histopatologi pankreas tikus wistar diabetik yang diberikan HFD dan diinduksi

streptozotocin.

6

Universitas Sumatera Utara 1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. efek ekstrak etanol bawang dayak terhadap kadar glukosa darah tikus

wistar diabetes yang diberikan HFD dan diinduksi streptozotocin

b. efek ekstrak etanol bawang dayak terhadapsekresi insulin tikus wistar

diabetes yang diberikan HFD dan diinduksi streptozotocin

c. efek ekstrak etanol bawang dayak terhadap gambaran histopatologi

pancreas tikus wistar diabetes yang diberikan HFD dan diinduksi

streptozotocin

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagi peneliti

Menambah wawasan tentang obat tradisional dan memacu peneliti untuk

meneliti obat tradisional lainnya.

b. Bagi institusi

Menambah referensi dan acuan sehingga meningkatkan kualitas peneliti

selanjutnya

c. Bagi masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat kemungkinan manfaat ekstrak

etanol bawang dayak (Eleutherine bulbosa (Mill) Urb ) bagi kesehatan,

terutama diabetes mellitus.

7

Universitas Sumatera Utara BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes

Diabetes Mellitus merupakan keadaan meningkatnya kadar glukosa darah melebihi normal. DM terjadi karena defisiensi insulin akibat kerusakan sel β pankreas dan atau terjadi resistensi insulin pada hepar dan otot. Degenerasi sel β menyebabkan produksi insulin terganggu sehingga terjadi defisiensi insulin.

Penurunan hormon insulin menyebabkan seluruh glukosa yang dikonsumsi tubuh tidak dapat diproses secara sempurna, akibatnya kadar glukosa dalam tubuh meningkat (Greenspan, 1998).

Berdasarkan Perkeni tahun 2011 Diabetes Mellitus adalah penyakit gangguan metabolisme yang bersifat kronis dengan karakteristik hiperglikemia.

Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati, nefropati, dan gangren.

Menurut Robertson (2004), hiperglikemia dalam waktu yang lama menyebabkan kerusakan sel β pankreas. Sel ini normalnya menghasilkan hormon insulin. Gangguan produksi hormon ini dapat mempengaruhi metabolisme gula dan lemak. Hiperglikemia kronik pada diabetes mellitus memiliki peranan penting terhadap kerusakan berbagai organ, termasuk jantung, mata, tulang, ginjal, saraf, dan sistem vascular, yang pada akhirnya menimbulkan komplikasi diabetes mellitus (Apriani, dkk, 2011).

Faktor yang paling berperan dalam mekanisme berbagai kerusakan pada organ adalah stress oksidatif. Stres oksidatif ini disebabkan meningkatnya kadar

8

Universitas Sumatera Utara oksidan di dalam maupun di luar sel. Meningkatnya kadar oksidan tersebut dipicu oleh tingginya kadar gula darah. Pada kadar normal, oksidan bermanfaat dalam mekanisme pertahanan tubuh. Namun, oksidan dalam kadar yang tinggi justru menyebabkan berbagai kerusakan (Robertson, 2004).

Diabetes Mellitus tidak dapat disembuhkan tetapi kadar gula darah dapat dikendalikan melalui diet, olah raga, dan obat-obatan. Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronis, diperlukan pengendalian DM yang baik (Perkeni,

2011).

2.1.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi Etiologi Diabetes Mellitus menurut American Diabetes

Association, (2010) adalah sebagai berikut:

1. Diabetes tipe 1 a. Autoimun. b. Idiopatik.

Diabetes tipe 1 (Diabetes Insulin Dependent), ternyata lebih sering pada usia remaja. Lebih dari 90% dari sel pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan secara permanen. Insulin yang diproduksi sedikit atau tidak, langsung dapat diproduksikan sekitar 10 % dari semua penderita diabetes melitus tipe 1. Diabetes tipe 1 kebanyakan pada usia dibawah 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan seperti infeksi virus atau faktor gizi dapat menyebabkan penghancuran sel penghasil insulin dipankreas (Merck, 2008).

2. Diabetes tipe 2

Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defesiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai

9

Universitas Sumatera Utara resistensi insulin. Diabetes tipe 2 ( Diabetes Non Insulin Dependent) ini tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang insulin pada tingkat tinggi dari normal. Tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering terjadi pada dewasa yang berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi lebih umum dengan peningkatan usia. Obesitas menjadi faktor resiko utama pada diabetes tipe 2. Sebanyak 80 % sampai 90 % dari penderita diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Obesitas dapat menyebabkan sensitivitas insulin menurun, maka dari itu orang obesitas memerlukan insulin yang berjumlah sangat besar untuk mengawali kadar gula darah normal (Merck,

2008).

3. Diabetes Melitus tipe lain

Diabetes melitus tipe ini terjadi karena etiologi yang lain, diantaranya: efek genetik dari fungsi sel β, efek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, imbas obat atau zat kimia, infeksi, jenis tidak umum dari diabetes yang diperantarai imun, dan sindrom genetik lainnya yang kadang berhubungan dengan DM (ADA, 2010).

4. Diabetes mellitus Gestasional

Cara diagnosis diabetes melitus dapat dilihat dari peningkatan kadar glukosa darahnya. Beberapa kriteria diagnosis Diabetes Melitus berdasarkan nilai kadar gula darah berdasarkan American Diabetes Association tahun 2010.

Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association

2010 : a. Gejala klasik DM dengan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (11.1 mmol/L)

10

Universitas Sumatera Utara Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Gejala klasik adalah: poliuria, polidipsia dan berat badan turun tanpa sebab. b. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/ dl (7. 0 mmol/L). Puasa adalah pasien tak

mendapat kalori sedikitnya 8 jam. c. Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥ 200 mg/ dl (11,1 mmol/L).

Tes Toleransi Glukosa Oral dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa

Terganggu (TTGO) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) tergantung dari hasil yang dipeoleh : TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara

140-199 mg/dl (7, 8-11, 0 mmol/L)

GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl (5, 6-6, 9 mmol/L)

2.1.2 Patogenesis

Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu: a. Rusaknya sel-sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia, dll) b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer

2.1.3 Patofisiologi

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :

11

Universitas Sumatera Utara 1. Resistensi insulin

2. Disfungsi sel β pankreas

Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel β langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut. Perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel β menunjukan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin dimana perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel

β pankreas. Kerusakan sel-sel β pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.

2.1.4 Gejala Diabetes Mellitus

Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala akut diabetes melitus yaitu: poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah.

12

Universitas Sumatera Utara Gejala kronik diabetes melitus yaitu : kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.

Para ibu hamil sering mengalami gangguan atau kematian janin dalam kandungan, atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 3, 5 kg (Tjokroprawiro,

1998).

2.1.5 Diagnosa Diabetes Mellitus

Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl, glukosa darah puasa > 126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal.

Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat . Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi merekayang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM (usia> 45 tahun, berat badan lebih hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr,

13

Universitas Sumatera Utara kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji diagnostic dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

2.1.6 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Prinsip penatalaksanaan DM secara umum ada lima sesuai dengan

Konsensus Pengelolaan DM diIndonesia tahun 2006 adalah meningkatkan kualitas hidup pasien DM. Penatalaksanaan DM mempunyai tujuan jangka pendek, jangka panjang, dan tujuan akhir. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman serta tercapainya target pengendalian glukosa darah. Jangka panjang, tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas

DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profillipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

1. Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan

14

Universitas Sumatera Utara komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70 %, lemak 20-25 % dan protein 10-15 %. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body

Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:

Berat Badan (Kg) IMT = ------X Tinggi Badan (m) Tinggi Badan (m)

2. Exercise (latihan fisik/olahraga)

Olahraga secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30menit.

Sebagai contoh olahraga yang dilakukan adalah adalah olahraga ringan seperti jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas malasan.

3. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien

DM dan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM.

4. Obat : oral hipoglikemik, insulin

Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat Hipoglikemik.

15

Universitas Sumatera Utara 2.1.7 Obat – Obat Diabetes Melitus

Pengobatan DM dapat dilakukan dengan pemberian insulin secara injeksi atau pemberian obat secara oral:

1. Insulin (parenteral)

Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel β pulau langerhans dalam pankreas. Berbagai stimulus melepaskan insulin dari granula penyimpanan dalam sel β, tetapi stimulus yang paling kuat adalah peningkatan glukosa plasma

(hiperglikemia). Insulin terikat pada reseptor spesifik dalam membran sel dan memulai sejumlah aksi, termasuk peningkatan ambilan glukosa oleh hati, otot, dan jaringan adipose (katzung, 2002).

2. Obat Antidiabetik Oral

Obat antidiabetik oral digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu:

a. Golongan sulfonilurea

Sulfonilurea juga mempunyai aksi diluar pankreas (aksi ekstra

pankreatik)yang juga dapat menurunkan kadar glukosa serum dan

meningkatkan aksi insulin pada jaringan. Sulfonilurea beraksi dengan

menghambat ATP-senstive K+ channels, menyebabkan depolarisasi,

meningkatkan kenaikan ion intraseluler sehingga meningkatkan sekresi insulin.

Obat Sulfonilurea dibagi dalam beberapa generasi, yaitu (Nugroho, 2011) :

a. Generasi pertama, contohnya tolbutamid, klorpropamid, tolazamid dan

asetoheksamid

b. Generasi kedua, contohnya glibenklamid, gliburid, glipizid

c. Generasi ketiga, contohnya glimepirid

16

Universitas Sumatera Utara b. Golongan biguanida

Golongan biguanida berbeda dengan sulfonilurea karena tidak merangsang sekresi insulin. Golongan biguanida bagi penderita obesitas refrakter dimana hiperglikemianya disebabkan karena kerja insulin yang tidak efektif, sebagai terapi kombinasi dengan golongan sulfonilurea bila dengan sulfonilurea gagal diobati dan sebagai terapi kombinasi dengan insulin. Obat ini mempunyai aksi ekstrapankreatik, menurunkan kadar glukosa darah melalui penurunan produksi glukosa dihati (glukoneogenesis), meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan adiposa dan otot, menurunkan absorbsi glukosa di dalam usus dan meningkatkan sintesis glikogen. Contoh golongan biguanid adalah metformin, fenformin, buformin. efek utama metformin dalah menunrunkan (Katzung,

1992; Nugroho, 2011). c. Penghambat α-glukosidase

Penghambat α-glukosidase bekerja menghambat pemecahan polisakarida di usus halus sehingga monosakarida yang dapat diabsorpsi berkurang, dengan demikian peningkatan kadar glukosa postprandial dihambat. Monoterapi dengan penghambat α-glukosidase tidak mengakibatkan hipoglikemia.

Golongan ini tidak seefektif metformin dan sulfonilurea dalam menurunkan kadar glukosa darah. Meningkatnya karbohidrat di kolon mengakibatkan meningkatnya produksi gas dan keluhan gastrointestinal. Contoh golongan obat ini adalah akarbose dan miglitol (Arifin, 2011). d. Golongan thiazolidinediones (TZD)

Golongan obat ini mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin,. Glitazon merupakan agonis perokxisomeproliferator-

17

Universitas Sumatera Utara activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan proten. Reseptor

PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja insulin yaitu jaringan adiposa, otot skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut merupakan regulator homeostatis lipid, diferensiasi adiposit, dan kerja insulin. Glitazon dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki glikemia, seperti GLUT 1, GLUT 4, p85alphaP1-3K dan uncoupling protein-2 (UCP) (Soegondo, 2006). e. Golongan meglitinida

Mekanisme kerjanya sama dengan sulfonylurea tetap struktur kimianya sangat berbeda. Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutupi kanal

K yang ATP-independent di sel β pankreas. Pada pemberian oral absorbsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karena harus diberikan beberapa kalisehari, sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak aktif. Sekitar 10 % dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal harus diberikan secara berhati-hati. Efek samping utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. Reaksi alergi juga pernah dilaporkan. f. Vildaglipitin

Obat ini merupakan generasi baru hipoglikemik oral. Obat ini beraksi dengan menghambat aktivitas enzim dipeptidil peptidase 4 (DPP-4). Enzim

DPP-4 berfungsi menghidrolisis hormon inkretin, GLP-1 dan GIP yang berfungsi meningkatkan respon sel β Langerhans pankreas dalam mensekresi insulin (Nugroho, 2011).

18

Universitas Sumatera Utara

2.2 Bawang Dayak (Eleutherine bulbosa (Mill), Urb)

Adapun gambar dari Bawang Dayak yaitu terlihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1: Bawang dayak (Eleutherine bulbosa (Mill) Urb). (Sumber Dokumentasi Pribadi,2019)

2.2.1 Sinonim Dan Nama Daerah

Bawang Dayak (Eleutherine bulbosa (Mill) Urb ) adalah salah satu jenis tanaman yang berkhasiat bagi kesehatan. Tanaman ini banyak ditemukan di daerah Kalimantan. Penduduk lokal di daerah tersebut sudah menggunakan tanaman ini sebagai obat tradisional. Bagian yang dapat dimanfaatkan pada tanaman ini adalah umbinya. Nama lain dari bawang dayak antara lain

Eleutherine americana, E. bulbosa, E. subaphyla, E. Citriodora, E. guatemalensis, E. latifolia, E. Longifolia, E. plicata dan E. anomala. Di

Indonesia, tanaman ini juga dikenal dengan nama bawang mekah, bawang hantu, bawang sabrang dan bawang arab. (Anonim 2007).

19

Universitas Sumatera Utara 2.2.2 Gambaran Umum

Penyebaran bawang dayak banyak ditemukan,mulai dari Semenanjung

Malaysia hingga Filipina, Sumatera (bawang kapal), Kalimantan (bawang hantu, bawang makkah), Jawa (bawang sabrang, bawang siyem, luluwan sapi, teki sabrang, bawang bereuem), Sulawesi,Nusa Tenggara.Secara ekologis, tumbuhan bawang dayak tumbuh di daerah pegunungan pada ketinggian 600-2000 m di atas permukaan laut. (Saptowalyono 2007).

2.2.3 Taksonomi

Taksonomi Bawang Dayak (Eleutherine bulbosa (Mill) Urb) adalah :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobinota

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Spermatopyta

Kelas : Monocotyledone

Sub Kelas : Liliidae

Ordo :

Famili :

Genus : Eleutherine

Spesies : Eleutherine bulbosa

Tanaman ini banyak terdapat di daerah pegunungan antara 600 sampai

1500 m di atas permukaan laut. Penanamannya mudah dibudidayakan, tidak tergantung musim dan dalam waktu 2 hingga 3 bulan setelah tanam sudah dapat dipanen. Ciri spesifik dari tanaman ini adalah umbinya yang berwarna merah menyala dengan permukaan yang sangat licin, letak daun berpasangan dengan

20

Universitas Sumatera Utara komposisi daun bersirip ganda dan bunganya berwarna putih.Tipe pertulangan daunnya sejajar dengan tepi daun licin dan bentuknya seperti pita bergaris. Selain digunakan sebagai tanaman obat, tanaman ini juga bisa digunakan sebagai tanaman hias karena memiliki bunga yang berwarna putih (Galingging 2007).

Morfologi Bawang Dayak (Eleutherine bulbosa (Mill) Urb ) adalah :

a. Umbi

Umbi pada tumbuhan bawang dayak umumnya berbentuk lonjong,bulat telur, merah seperti bawang merah, tidak berbau sama sekali. Umbinya hamper selalu berduri, dapat dikonsumsi setelah usia 6 (enam) bulan, dengan tinggi 20-40 cm, lebar 1, 5-3 cm.

b. Daun

Daun bawang dayak berbentuk pita dengan panjang 15-20 cm, lebar 3-5 cm (menyerupai daun palem). Berwarna hijau mudah berurat daun sejajar.

c. Bunga

Bunga tunggal, warna putih,bunga berkelopak 6, warna putih. Bunga mekar pada sore hari dan hanya beberapa jam,biasanya mekar jam 17. 00 wib dan kuncup jam 21. 00 wib. Hingga saat ini belum banyak publikasi mengenai kajian kimia dan farmakologi dari tumbuhan bawang dayak. Banyak aspek yang dapat diteliti untuk aplikasinya di bidang pengobatan, misalnya aspek kandungan senyawa kimianya sampai toksisitasnya, dan aspek aktivitas farmakologinya.

Penelitian masih terus dilakukan untuk mengungkap lebih lanjut dari khasiat tumbuhan dari bawang dayak ini.

21

Universitas Sumatera Utara Aulia (2003) hasil skrining umbi bawang dayak dengan menggunakan pelarut etanol menunjukkan bahwa umbi tanaman ini mengandung senyawa terpenoid, flavonoid, antrakuinon, dan kaumarin.

2.2.4 Kandungan Kimia

Bawang dayak mengandung senyawa-senyawa kimia seperti: alkaloid, glikosid, flavonoid, fenolik, steroid, dan tanin yang merupakan sumber potensial untuk dikembangkan sebagai tanaman obat. Alkaloid memiliki fungsi sebagai antimikroba. Selain itu, alkaloid, glikosid, dan flavonoid juga memiliki fungsi sebagai hipoglikemik sedangkan tanin biasa digunakan sebagai obat sakit perut

(Galingging, 2007).

Alkaloid yang terkandung dalam bawang dayak adalah suatu golongan senyawa organik yang memiliki paling sedikit satu atom nitrogen. Kebanyakan alkaloid berupa padatan kristal dengan titik lebur tertentu, tidak berwarna dan bersifat basa. Alkaloid dapat ditemukan dari berbagai bagian tumbuh-tumbuhan seperti pada biji, daun, ranting dan kulit batang. Hampir semua alkaloid mempunyai efek biologis tertentu, ada yang beracun dan ada juga yang sangat berguna sebagai obat. Kadar air yang dimiliki bawang dayak dalam bentuk serbuk simplisia sekitar 8, 98 %, kadar sari yang larut dalam air adalah 8, 03%, kadar sari yang larut dalam etanol adalah 9, 6%. Ekstrak etanol bawang dayak juga memiliki efek antioksidan kuat (Lenny, 2006).

Umbi bawang dayak memiliki aktivitas sebagai inhibitor alfa glukosidase yang berfungsi untuk menurunkan kadar gula dalam tubuh. Inhibitor alfa glukosidase merupakan salah satu agen antidiabetik yang bekerja dengan cara menghambat kerja enzim alfa glukosidase (Febrinda dkk., 2013)

22

Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian menunjukan bahwa umbi bawang dayak mengandung senyawa naphtoquinonens dan turunannya seperti elecanacine, eleutherine, eleutherol, eleuthernone. Naphtoquinones dikenal sebagai antimikroba, antifungal, antivirial dan antiparasitik. Selain itu, naphtoquinones memiliki bioaktivitas sebagai antikanker dan antioksidan yang biasanya terdapat di dalam sel vakuola dalam bentuk glikosida (Hara, 1997).

Umbi bawang dayak mengandung senyawa-senyawa turunan anthrakinon yang mempunyai daya pencahar, yaitu senyawa-senyawa eleutheurin, isoeleutherin dan senyawa-senyawa sejenisnya, senyawa-senyawa lakton yang disebut eleutherol dan senyawa turunan pyron yang disebut eleutherinol (Hara,

1997). Adapun senyawa bioaktif yang terdapat dalam umbi bawang dayak terdiri dari senyawa alkaloid, steroid, glikosida, flavonoid, fenolik, saponin, triterpenoid, tannin dan kuinon (Firdaus, 2006).

2.2.5 Penggunaan Umbi bawang dayak sebagai obat tradisional

Salah satu tumbuhan yang saat ini gencar dibudidayakan karena tingginya permintaan untuk pengobatan yakni bawang Dayak. Bahkan saat ini beberapa pihak mencoba untuk membudidayakan tumbuhan hutan yang berwarna merah, dan teksturnya tak beda dengan bawang konvensional. Salah satu khasiatnya ialah untuk dijadikan obat tradisional.

Khasiat Bawang dayak diyakini bisa untuk penyembuhan penyakit kencing manis, kolestrol, wasir dan asma. Mengolah Bawang dayak untuk dijadikan obat tradisional juga mudah. Caranya yakni bawang tersebut dipotong akarnya, lalu dipotong tipis-tipis. Setelah itu barulah direbus hingga mendidih dengan air yang secukupnya. "Setelah itu disaring untuk mengambil air rebusan

23

Universitas Sumatera Utara tersebut, baru bisa dihidangkan untuk diminum, "Cara penggunaannya sama dan direbus agak lama dari 3 gelas air menjadi 1 gelas,".

2.2.6 Penelitian Terlebih Dahulu Sebagai Obat Tradisional

Berikut beberapa Penelitian Umbi Bawang Dayak sebagai anti diabetik :

a. Penelitian Utami dan Puspaningtyas (2013), menyatakan eleutherinoside

dalam bawang dayak berperan dalam menurunkan kadar glukosa dalam

darah.

a. Maidin dan Ahmad (2015), menunjukkan bahwa extrak etanol bawang

dayak merah dapat menurunkan kadar gula darah.

2.3 Bahan Kimia Penginduksi Diabetik

Bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi tikus sehingga DM adalah STZ. Adapun gambar Struktur STZ yaitu :

Gambar 2.2 Struktur Streptozotocin (STZ)/(Agung, 2006).

Streptozotosin (STZ) atau 2-deoksi-2-[3-(metil-3-nitrosoureido)-D-gluko piranose] diperoleh dari Streptomyces achromogenes dapat digunakan untuk menginduksi baik DM tipe 1 maupun tipe 2 pada hewan uji. Struktur kimia streptozotosin ditunjukkan pada Gambar 2.2. Dosis yang digunakan untuk menginduksi DM tipe 1 untuk intravena adalah 40-60 mg/kg, sedangkan dosis intraperitoneal adalah lebih dari 40 mg/kg BB. STZ juga dapat diberikan secara

24

Universitas Sumatera Utara berulang, untuk menginduksi DM tipe 1 yang diperantarai aktivasi sistem imun.DM tipe 2 induksi STZ diberikan secara intravena atau intraperitoneal dengandosis 100 mg/kg BB pada tikus yang berumur 2 hari kelahiran, pada 8-10 minggu tikus tersebut mengalami gangguan respon terhadap glukosa dan sensitivitas sel β terhadap glukosa. Di lain pihak, sel α dan δ tidak dipengaruhi secara signifikan oleh pemberian streptozotosin pada neonatal tersebut sehingga tidak membawa dampak pada perubahan glukagon dan somatostatin.

Patofisiologis tersebut identik pada DM tipe II (Agung, 2006).

STZ menembus sel β Langerhans melalui tansporter glukosa GLUT 2. Aksi STZ intraseluler menghasikan perubahan DNA sel β pankreas. Alkilasi DNA oleh STZ melalui gugus nitrosourea mengakibatkan kerusakan pada sel β pankreas. STZ merupakan donor NO yang mempunyai kontribusi terhadap kerusakan sel tersebut melalui peningkatan aktivitas guanil siklase dan pembentukan cGMP dihasilkan sewaktu STZ mengalami metabolisme dalam sel. Selain itu STZ juga mampu membangkitkan oksigen reaktif yang mempunyai peran tinggi dalam kerusakan sel β pankreas. Pembentukan anion superoksida karena aksi STZ dalam mitokondria dan peningkatan aktivitas xantin oksidase. Dalam hal ini, STZ menghambat siklus Krebs dan menurunkan konsumsi oksigen mitokondria.

Produksi ATP mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan pengurangan secarea drastis nukleotida sel β pankreas (Agung, 2006).

25

Universitas Sumatera Utara 2.4 Hewan Coba Penelitian Antidiabetik

Hewan coba penelitian antidiabetik ini adalah tikus putih. Klasifikasi tikus putih adalah sebagai berikut:

Phylum : Chordata

Divisi : Certebrata

Class : Mammalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muradae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus (Boolootion,1991)

Tikus putih memiliki beberapa keuntungan yaitu daya imunitas yang baik dan pertumbuhan yang optimal pada umur dua bulan. Dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain adalah tikus tidak mudah muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esophagus bermuara ke dalam lambung dan tidak memiliki kantung empedu (Kusumawati, 2004)

Kadar glukosa darah pada tikus tergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi dan waktu makan sejak terakhir (Rachael, 2010). Kadar glukosa darah puasa pada tikus antara 50-109 mg/dL(Wulandari, 2010), sedangkan glukosa darah normal pada tikus berkisar antara 95-125 mg/dL (Gulfraz, dkk,

2007).

2.5 Jenis-jenis Ekstrak

Ekstrasi adalah kegiatan penarikan kandungan senyawa kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair

26

Universitas Sumatera Utara (Depkes, 2000). Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Jenis-jenis ekstraksi tersebut sebagai berikut:

a. Cara Dingin

Metode ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud akibat proses pemanasan. Ekstraksi dingin antara lain:

a. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan pengadukan pada temperatur kamar.

Maserasi yang dilakukan dengan pengadukan secara terus-menerus

disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan

penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat

pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

b. Perkolasi adalah proses penyarian semplisia dengan pelarut yang selalu

baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan

pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaban

bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh

perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

b. Cara Panas

Metode ini melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya panas

secara otomatis akan mempercepat proses ekstraksi dibandingkan cara

dingin. Metodenya antara lain:

27

Universitas Sumatera Utara a. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat

pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah

pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada

temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50⁰C.

c. Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air

pada temperatur 90⁰C selama 15 menit.

d. Dekok adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90⁰C selama 30 menit.

e. Sokletasi adalah penyarian simplisia dengan menggunakan alat

sokletasi menggunakan pelarut organik yang selalu baru. Sokletasi

digunakan untuk mengekstraksi tumbuhan kering seperti biji kering,

akar, daun (Harbone, 1987).

2.6 Jenis-jenis Pelarut

Pelarut yang bersifat polar mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino dan glikosida.

Pelarut semi polar mampu mengekstrak senyawa fenol, terpenoid, alkaloid, aglikon dan glikosida. Pelarut non-polar dapat mengekstrak senyawa kimia seperti lilin, lipid dan minyak yang mudah menguap (Harborne, 1987).

Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, namun tidak seperti air yang dapat melarutkan berbagai jenis zat, oleh karena itu lebih baik dipakai sebagai cairan penarik untuk sediaan galenik yang mengandung zat berkhasiat tertentu (Syamsuni, 2007).

28

Universitas Sumatera Utara Umumnya etanol adalah pelarut yang baik untuk alkaloid, glikosida, damar–damar, dan minyak atsiri, tetapi tidak untuk jenis gom, gula, dan albumin.

Etanol juga menyebabkan enzim-enzim tidak bekerja, termasuk peragian serta menghalangi pertumbuhan jamur dan sebagian besar bakteri sehingga disamping sebagai cairan penyari, juga berguna sebagai pengawet. Campuran air-etanol yaitu hidro alkoholik lebih baik dari pada air saja. Kadar alkohol tergantung pada sifat zat yang akan ditarik; terkadang karena beberapa hal, kadarnya lebih kecil dari 3

%. Kadang-kadang dalam proses penarikan, masing-masing air dan alkohol dipergunakan lebih dahulu; pertama dengan air, kemudian etanol dan sebaliknya

(Syamsuni, 2007).

2.7 Standarisasi Simplisia dan Herba

2.7.1 Karakterisasi

Karakterisasi bertujuan untuk menetapkan karakter (spesifikasi) ekstrak dari aspek fisikokimia. Beberapa pengujian yang dilakukan adalah pengujian organoleptik, kadar sari, kadar air dan kadar abu.

a. Organoleptik

Pengujian organoleptik ekstrak bertujuan memberikan pengenalan awal

ekstrak secara objektif berupa bentuk, warna, bau, dan rasa. Data ini juga dapat

digunakan sebagai dasar untuk menguji simplisia secara fisis selama

penyimpanan yang dapat mempengaruhi khasiatnya (Pine, 2011).

b. Kadar Sari

Pengujian kadar sari adalah metode kuantitatif untuk menentukan jumlah kandungan senyawa dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu.

Penetapan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari yang larut dalam

29

Universitas Sumatera Utara air dan kadar sari yang larut dalam etanol (WHO, 1998). Pelarut air dimaksudkan untuk melarutkan senyawa polar dan etanol untuk melarutkan senyawa kurang polar yang terdapat dalam ekstrak (Pine, 2011).

c. Kadar Air

Pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat diantaranya cara titrasi, destilasi atau gravimetri yang bertujuan memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan, dimana nilai maksimal atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Ditjen POM, 2000).

d. Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Penetapan kadar abu pada simplisia ditentukan dengan tiga metode yang berbeda yaitu pengukuran kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, dan kadar abu larut air. Besarnya kadar abu total dalam setiap ekstrak mengindikasikan bahwa ekstrak yang diperoleh dari ekstraksi masih banyak mengandung mineral. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang rendah menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain dalam kadar rendah

(WHO, 1998 dan Pine, 2011).

2.7.2 Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan memperhatikan morfologi luar, warna, bentuk, ukuran, bau, rasa, dan tekstur dari simplisia umbi bawang dayak.

30

Universitas Sumatera Utara 2.7.3 Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia umbi bawang dayak (Eleutherine bulbosa (Mill) Urb ). Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan cover glass (kaca penutup), kemudian diamati fragmen-fragmennya dibawah mikroskop.

2.8 Penapisan Fitokimia

Fitokimia merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan aspek kimia suatu tanaman. Kajian fitokimia meliputi uraian yang mencakup aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan disimpan oleh organisme, yaitu struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya, isolasi dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman (Harborne, 1987).

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode ini dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna (Dewi, 2013).

Perbedaan kondisi lingkungan tempat tumbuh dapat menyebabkan perbedaan jenis dan jumlah dari metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuhan (Dewi, 2013). Bervariasinya kandungan senyawa yang terdapat pada tumbuhan dapat disebabkan oleh pengaruh perbedaan letak geografis, perubahan iklim, perbedaan morfologis, dan berbedanya bagian tumbuhan yang digunakan

(Collegate,1993). Selain itu hal yang menyebabkan perbedaan kandungan

31

Universitas Sumatera Utara metabolit sekunder yaitu genetik, metode budidaya, waktu pengumpulan, serta pengolahan pasca panen (Dewi, 2013).

2.9 Anatomi Pankreas

Anatomi Pankreas merupakan kelenjar aksesoris pencernaan yang memanjang, terletak retroperitoneal dan secara transversal melewati dinding belakang abdomen, posterior dari gaster, terletak antara duodenum, di kanan, dan lien, di kiri. Pankreas menghasilkan sekresi eksokrin yang memasuki duodenum, dan sekresi endokrin yang masuk kedalam darah (Moore & Agur, 2007). Pankreas dibagi menjadi 4 bagian: caput, collum, corpus dan cauda. Caput pankreas, bagian terluas dari kelenjar ini dilingkupi oleh kurva C duodenum. Bagian inferior dari caput pankreas, processus uncinatus, meluas dari posterior ke superior vena mesenterica superior. Collum pankreas terletak di anterior dari arteri dan vena mesenterica superior, di bagian posterior dari Collum pankreas vena mesenterica superior dan vena lienalis menyatu untuk membentuk vena porta. Corpus pankreas merupakan sambungan dari collum dan terletak di sebelah kiri dari vena dan arteri mesenterica superior. Sementara cauda pankreas sangat dekat dengan hilum lienalis dan flexura colica sinistra. Cauda ini relatif Mobile dan lewat diantara lapisan ligamentum splenorenal dan arteri-vena lienalis. (Drake dkk.,

2007; Moore dan Agur 2007).

Gambar Anatomi Pankreas terdapat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Pankreas/(Ellis, 2006).

32

Universitas Sumatera Utara Pankreas secara makroskopis berlobus-lobus dan berada dalam pembungkus yang tipis; lobus pankreas ini terdiri dari alveoli sel sekretori serosa yang mengalirkan sekresinya melalui duktulus kedalam duktus mayor. Diantara alveoli inilah terdapat pulau Langerhans yang mensekresikan insulin. Ductus pancreaticus mayor (Wirsung) berjalan di sepanjang kelenjar ini dan biasanya bermuara ke ampula Vater bersama dengan ductus biliaris communis; kadang terpisah. Ductus pancreaticus accesorius (Santorini) berjalan di bagian bawah

Caputpankreas didepan ductus pancreaticus mayor, saling berhubungan dan kemudian bermuara ke duodenumdi bagian atas ampula Vater. Kadang-kadang ductus pancreaticus accesoriusini tidak ada (Ellis, 2006).

2.10 Histologidan Gambaran Histopatologi Pulau Langerhans

Sekelompok sel endokrin ditemukan di lautan sel eksokrin pankreas.

Merupakan sekelompok epitel bervaskular, yang disebut dengan pulau

Langerhans; pertama kali ditemukan oleh Paul Langerhans, 1847-1888. Sel eksokrin pankreas dan sel pulau Langerhans memiliki struktur yang berbeda dan diwarnai berbeda Bagian endokrin pankreas terdiri atas 1-2 juta pulau Langerhans.

(Kuehnel, 2003).

Pulau Langerhans yang berbentuk bulat atau oval berisi sel-sel kelenjar yang dikelilingi sejumlah kapiler (Faller et al., 2004) untuk mengalirkan hormon kedalam darah (Kuehnel, 2003). Hormon penting disekresikan dari pulau

Langerhans, insulin oleh sel β, glukagon oleh sel α dan somatostatin oleh sel δ

(Faller dkk., 2004).

Pulau Langerhans berukuran 76 x 175 mm dan berdiameter 20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, lebih banyak ditemukan di ekor daripada

33

Universitas Sumatera Utara kepala dan badan pankreas. Pulau-pulau ini menyusun 1-2 % berat pankreas. Sel- sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada sifat pewarnaan dan morfologinya (Arisandi, 2004). Kumpulan sel pulau Langerhans disajikan pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Asinus dan pulau Langerhans (Guyton and Hall, 2007)

Pulau-pulau Langerhans tersebut terdiri dari beberapa sel (Mescher, 2010) ,yaitu: a. Sel α (sekitar 20 %), menghasilkan hormon glukagon. b. Sel ß (dengan jumlah paling banyak 70 %), menghasilkan hormon insulin. c. Sel δ (sekitar 5-10 %), menghasilkan hormon somatostatin. d. Sel F atau PP (paling jarang), menghasilkan polipeptida pankreas.

34

Universitas Sumatera Utara 2.11 Kerangka Teori Penelitian

STZ merusak sel β pankreas sehingga tikus mengalami DM, kemudian

diberikan EEBD untuk memperbaiki kondisi tersebut. Kerangka teori penelitian

ini disajikan pada Gambar 2.5

STZ menghasilkan sejumlah Nitrit Oksida (NO) yang akan menghambat enzim akonitase fragmentasi DNA pada sel pankreas yang mengakibat STZ toksik terhadap sel β pankreas

STZ masuk Fungsi sel β Sensitivitas

ke dalam sel pankreas melalui insulin GLUT 2

Turun KGD Naik

-mengembalikan -memperbaiki -Menurunkan -senyawa fungsi jaringan jaringan yang kadar gula darah bioaktif sebagai pankreas dengan rusak akibat -inhibitor alfa antioksidan meningkatkan radikal bebas glukosidase pelepasan insulin yaitu agen -mencegah oleh sel β -meningkatkan antidiabetik kegemukan atau -Menurunkan kadar daya tahan tubuh obesitas gula darah bekerja dengan cara -memperbaiki (Hara,1997) sensitivitas sel perifer menghambat terhadap insulin kerja enzim alfa (Silva, dkk 2012). glukosidase (Hara,1997)

Flavonoid Glikosida Alkaloid Saponin

Ekstrak Etanol Bawang Dayak

Gambar 2.5 Diagram kerangka teori penelitian. Keterangan : mekanisme hiperglikemia akibat STZ mekanisme penurunan hiperglikemia

35

Universitas Sumatera Utara BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental untuk menguji aktivitas antidiabetes dari ekstral etanol bawang dayak (EEBD) terhadap tikus wistar melalui pengukuran kadar insulin dan pengamatan histopatologi pankreas hewan coba sebelum dan sesudah pemberian EEBD.Tahap awal dilakukan identifikasi bahan tumbuhan (sampel), dilanjutkan pengumpulan dan pembuatan simplisia, pembuatan pereaksi, karakterisasi simplisia dan ekstrak, skrining fitokimia simplisia dan ekstrak, dan pembuatan ekstrak etanol bawang dayak. Lalu dilakukan uji aktivitas antidiabetes EEBD pada tikus yang diinduksi STZ, pengukuran kadar insulin, dan pemeriksaan histopatologi pankreas.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fakultas Farmasi ,

Laboratorium Biologi Fakultas MIPA, Laboratorium Farmakologi Fakultas

Farmasi, dan Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Komite Etik

Penelitian hewan percobaan yang digunakan adalah memperoleh “ethical clearance “ dari komite etik dan komite ilmiah penelitian bidang kesehatan

FMIPA Biologi.

36

Universitas Sumatera Utara 3.3 Bahan dan Alat Penelitian

3.3.1 Bahan Kimia

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang dayak; etanol 96 %, tablet glibenklamid (indofarma); CMC Na 0,5 %; glukosa 50 %; streptozotocin; (Chem Cruz); asam sulfat pekat; pereaksi Mayer dan Dragendroff, kloroform, Ammonium hidroksida; asam asetat anhidrat; FeCl3; natrium hidroksida; asam klorida pekat; metanol; formalin; aquadest.

3.3.2 Sampel Penelitian

Umbi bawang dayak (Eleutherine bulbosa (Mill) Urb ) diperoleh dari daerah Laut dendang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Umbi yang digunakan adalah yang mempunyai ukuran panjang ± 5-7 cm dan lebar ± 1-2 cm.

3.3.3 Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan maserasi, penguap putar (rotary evaporator), alat-alat gelas, blender, neraca listrik, lemari pengering simplisia, cawan porselen, desikator, corong pisah, tanur, seperangkat alat penetapan kadar air, timbangan hewan, alat suntik, oral sonde, animal restrainer, kandang tikus, glukometer, strip glukotes, dan Rat Insulin ELISA Kit

(Chem Cruz).

3.4 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan akan dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

FMIPA USU.

37

Universitas Sumatera Utara 3.5 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan

3.5.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

Bahan diperoleh dengan cara budi daya di daerah Laut Dendang,

Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Umbi yang digunakan adalah umbi yang sudah memenuhi kriteria usia untuk dipanen.

3.5.2 Pengolahan Bahan Tumbuhan

Umbi bawang dayak yang telah dikumpulkan, dipisahkan dari pengotor dan akar , kemudian dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan kemudian ditimbang sebagai berat basah. Umbi bawang dayak dipotong – potong kemudian dikeringkan dilemari pengering pada suhu 40oC hingga kering, kemudian ditimbang sebagai berat kering. Bahan kemudian diserbuk dengan menggunakan blender. Simplisia dimasukkan dalam wadah plastik dan diikat, diberi etiket lalu disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya matahari.

3.6 Pembuatan Pereaksi dan Larutan

Pereaksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.6.1 Besi (III) klorida 1% b/v

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml

(DepkesRI, 1995).

3.6.2 Larutan asam klorida 2N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai

100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.6.3 Timbal (II) asetat 0,4 M

Timbal (II) asetat sebanyak 15, 17 g dilarutkan dalam air suling bebas

CO2 hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

38

Universitas Sumatera Utara 3.6.4 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,36 g raksa (II) klorida, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh 100 ml larutan (Depkes RI, 1995).

3.6.5 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga 100 ml

(Depkes RI, 1995).

3.6.6 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 mlkemudian dicampurkan dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam

50ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml (Depkes,

1995).

3.6.7 Larutan pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 5,5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga diperoleh 100 ml (Depkes, 1995).

3.6.8 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam air suling secukupnya kemudian ditambahkan 2 g iodida sedikit demi sedikit, cukupkan dengan air suling sampai 100 ml (Depkes, 1995).

3.6.9 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 2 bagian asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 1 bagian asam sulfat pekat (Harborne, 1987).

39

Universitas Sumatera Utara 3.6.10 Pembuatan suspensi Na-CMC 0,5%

Sebanyak 0.5 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi ± 10 mL air suling panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh massa yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan air suling, dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 mL, dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda.

3.6.11 Pembuatan larutan pembanding glibenklamid

Dosis glibenklamid yang diberikan pada tikus yaitu 0,25 mg/kgBB.

Timbang Glibenklamid masukkan dalam lumpang ditambahkan 20 ml larutan

CMC 1% gerus sampai homogen kemudian cukupkan volumenya 100 mL.

3.6.12 Larutan streptozotocin

Tikus dikondisikan menjadi diabetes dengan cara menginduksikannya dengan Sreptozotocin (dilarutkan dengan NaCl 0,9 %, 60 mg/kg) secara intraperitonial.

3.7 Persiapan Simplisia dan Ekstrak

3.7.1 Persiapan Simplisia

Prosesnya terdiri dari pengumpulan dan determinasi bahan. Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah umbi bawang dayak (Eleutherine bulbosa

(Mill) Urb ) yang diperoleh dari dusun dahlia, no. 112 Laut Dendang, Kabupaten

Deliserdang. Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA)

Universitas Sumatera Utara, Medan. Kriteria bawang dayak yang digunakan adalah yang telah berumur 3-4 bulan pasca tanam atau yang sudah mengeluarkan bunga. Umbi berbentuk bulat telur memanjang, berwarna merah, terdiri dari ±5 lapisan, dengan panjang ± 5 cm dan diameter ± 3 cm. Umbi bawang dayak yang

40

Universitas Sumatera Utara memenuhi kriteria, kemudian dibersihkan, ditiriskan, diiris tipis-tipis dan ditimbang, kemudian dikeringkan. Sampel kering diserbukkan hingga diperoleh serbuk simplisia yang siap untuk diekstraksi.

3.7.2 Persiapan Ekstrak

Umbi bawang dayak yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

Medan Tembung. Simplisia Umbi bawang Dayak diperoleh dengan cara mencuci dan dikering di lemari pengering, kemudian dihaluskan dan diayak sampai diperoleh serbuk kering. Sebanyak 2 kg serbuk kering Umbi bawang dayak dimaserasi dengan etanol 96 % selama 2 hari, selama perendaman dilakukan pengadukan beberapa kali, kemudian simplisia disaring dengan menggunakan kertas saring. Perendaman simplisia dilakukan sebanyak 2 kali, sampai diperoleh filtrat yang jernih. Kemudian filtrat yang diperoleh dipisahkan dengan rotavapor sehingga diperoleh ekstrak yang kental (Maksum, 2008). Ekstrak kental yang telah di rotary evaporator ditempatkan di dalam beaker gelas dan ditutup dengan alumunium foil lalu disimpan dalam freezer untuk mencegah kerusakan ekstrak.

Pelarut yang digunakan yaitu karboksil metal selulosa (CMC) dengan konsentrasi

0,5 % sehingga dihasilkan ekstrak yang diinginkan (Maksum, 2008). Rendemen dihitung menggunakan rumus:

Berat ekstrak kental

Rendemen ekstrak (g/g) = x 100%

Berat simplisia uji

41

Universitas Sumatera Utara 3.8 Pemeriksaan Karakteristik

Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Depkes RI, 1989; WHO,

1998).

3.9 Penapisan Fitokimia a. Uji alkaloid

Sebanyak 0,5 g sampel ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipindahkan masing-masing 3 tetes ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi (LP) Meyer, Bouchardat, dan Dragendorof dalam masing- masing tabung reaksi.

Jika terdapat alkaloid maka dengan LP Meyer terbentuk endapan menggumpal putih atau kuning, dengan LP Bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, dengan LP Dragendorf terbentuk endapan kuning jingga. Serbuk dikatakan mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi diatas memberikan reaksi positif (Depkes, 1995). b. Uji tanin

Sebanyak 0,5 g sampel dimaserasi dengan 10 mL aquades selama 15 menit, dan disaring, Filtrat diencerkan dengan akuades sampai hampir tidak berwarna. Sebanyak 2 mL filtrat tambahkan 2 tetes larutan FeCl3 10%, dan perhatikan warna yang terjadi, Warna biru atau hijau menunjukkan adanya tanin. warna biru menunjukkan adanya 3 buah gugusan hidroksil pada inti aromatis

42

Universitas Sumatera Utara tanin. warna hijau menunjukkan adanya 2 buah gugusan hidroksil pada inti aromatis tanin (Depkes, 1995). c. Uji flavonoid

Sebanyak 0, 5 g sampel diekstraksi dengan metanol dan dipekatkan.

Selanjutnya, ekstrak metanol diekstraksi menggunakan pelarut n-heksana. Residu diekstraksi dengan 10 mL etanol l80 % dan ditambahkan 0, 5 g logam Mg serta

HCl 0,5M. Jika timbul warna merah muda/ungu menunjukkan positif adanya flavonoid (Harbone,1987). d. Uji saponin

Sebanyak 0, 5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan

10 mL air panas, didinginkan dan dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Sebanyak 1 mL campuran diencerkan dengan 10 mL air dan dikocok kuat-kuat selama 10 menit (terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1-

10 cm). Pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin Depkes, 1995). e. Uji steroid/triterpenoid

Sebanyak 0,5 g sampel ditambahkan 5 mL eter, didiamkan selama 2 jam dan disaring. Filtrat hasil penyaringan diuapkan. Pada sisanya ditambahkan 1 mL asam asetat anhidrida, dan 2-3 tetes asam sulfat pekat (Pereaksi Liebermann –

Bouchardat).Timbulnya warna ungu dan merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya triterpen/steroid (Depkes, 1999).

43

Universitas Sumatera Utara 3.10 Sampel

Dalam menentukan sampel tersebut peneliti menggunakan tekhnik purposive sampling. Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Federer (Maryanto dan Fatimah, 2004).

Rumus Federer : (n-1) (t-1) ≥ 15

Sampel = ( n-1) (t-1) ≥ 15

= ( 6-1 ) ( n-1 ) ≥ 15

= 5 ( n-1 ) ≥ 15

= 5 n -5 ≥ 15

= 5 n ≥ 20

= n ≥ 20/ 5

= 4

Setiap kelompok terdapat minimal 4 ekor tikus Wistar jantan. Dari penelitian ini peneliti akan menggunakan sampel sebanyak 6 ekor pada tiap kelompok.

3.11 Persiapan Hewan Coba

Tikus dewasa jantan seberat 200 sampai 250 g. Semua hewan ditempatkan dan diaklimatisasi di ruang transit hewan berventilasi baik.

3.11.1 Penyajian Dan Perlakuan Diet TinggiLemak

Pertama-tama lemak kambing sebanyak 1 kg dipanaskan hingga mencair,

Kemudian telur bebek sebanyak 15 butir direbus hingga matang (diambil hanya kuning telur saja), Campurkan 2 kg tepung terigu + 2 kg gula pasir + 2 kg pellet standar + 15 butir kuning telur bebek + 1,5 kg minyak curah, Adonan diaduk selama 20 menit hingga tercampur rata. Campurkan air rebusan lemak kambing ke dalam adonan, hingga adonan kalis. Adonan dibentuk dengan panjang kurang

44

Universitas Sumatera Utara lebih 3 cm dengan diameter 0,5 cm.Adonan dimasukkan ke dalam oven hingga matang. Jumlah konsumsi makanan setiap harinya maksimum 20 g/tikus dan diberikan selama 4 minggu. (Nilah Puspita Dewi, dkk, 2016)

3.11.2 Induksi Tikus Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan STZ

Hewan percobaan disiapkan, ditempatkan dan diaklimatisasi di ruang transit hewan berventilasi baik selama 1 minggu, kemudian HFD dilakukan selama 4 minggu untuk mengkondisikan tikus menjadi diabetes tipe 2 dan dilanjutkan dengan induksi dengan STZ. Tikus yang akan diinduksi dipuasakan terlebih dahulu selama 16 jam (air minum tetap diberikan), diinjeksi dengan larutan streptozotocin secara intraperitonial dengan dosis 30 mg/kg bb. Sebelum diinduksi berat badan dan kadar glukosa darah tikus diukur dulu untuk mengetahui berat badan awal dan kadar glukosa darah awal. Hari ke-3 diukur kadar glukosa darah tikus, apabila ≥ 200 mg/dL sudah dianggap diabetes. Hewan uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah tikus yang diinduksi dengan STZ dibagi menjadi 6 kelompok.

Kelompok normal : Kelompok tanpa perlakuan.

Kelompok positif : Tikus diabetes dan diberi suspensi glibenklamid dosis 0,25 mg/kgbb Kelompok negatif : Tikus diabetes dan diberi suspensi CMC 0,5 % EEBD 125 mg/kgbb : Tikus diabetes dan diberi suspensi EEBD dosis 125 mg/kgbb EEBD 250 mg/kgbb : Tikus diabetes dan diberi suspensi EEBD dosis 250 mg/kgbb

45

Universitas Sumatera Utara EEBD 500 mg/kgbb : Tikus diabetes dan diberi suspensi EEBD dosis 500 mg/kgbb Kelompok 1-6, suspensi ekstrak etanol bawang dayak diberikan selama 15 hari berturut-turut secara oral. Lalu diukur kadar gula darah tikus pada jam 0, 1, 2,

3, 5, dan 7 jam untuk data akut dan diukur kembali pada hari ke-3, 6, 9, 12 dan

15 sebagai data kronik. Setelah pemberian bahan uji, pada hari ke-15 hewan uji dibedah dan bagian organ pankreas digunakan untuk uji histopatologi (Farid, dkk.,

2014). Sebelum pembedahan, serum hewan uji diambil untuk pengukuran kadar insulin.

3.11.3 Pengukuran Berat Badan

Pengukuran berat badan dilakukan pada tikus normal, tikus diabetik

(setelah diinduksi STZ pada hari ke 0, 3, 6, 9, 12, dan 15) ,dan tikus setelah pemberian ekstrak.

3.11.4 Metode Pengambilan Kadar Glukosa Dalam Darah

Darah tikus diambil dari ujung ekor, ekor dibersihkan dengan alkohol 70% kemudian disayat dengan pisau silet dan darah yang keluar ditempelkan pada kertas strip glukometer yang sudah terpasang pada alatnya kemudian angka yang muncul dilayar dicatat, bekas luka ujung ekor tikus diberi alkohol 70%.

3.12 Uji Antihiperglikemik Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak

Prosedur penggunaan alat mengukur kadar glukosa darah adalah : a. Dimasukkan strip kalibrasi ke dalam tempat masuknya strip. Pada layar

akan tampak nomor seri strip. b. Dibuka bungkus strip sampai garis tanda. c. Dimasukkan strip kedalam alat. Dilepaskan bungkus strip.

46

Universitas Sumatera Utara d. Pada layar akan muncul nomor seri dan kadar gula darah pada pengukuran

terakhir secara bergantian. e. Darah disentuhkan ke ujung strip sampai penuh. f. Kadar glukosa darah akan tampak pada layar setelah 30 detik.

3.12.1 Uji Antihiperglikemik Akut

Pengamatan Antihiperglikemik Akut diamati pada jam ke -0, 1, 2, 3, 5, dan 7

3.12.2 Uji Antihiperglikemik Sub-Kronik

Pengamatan Antihiperglikemik Sub-Kronik diamati pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15

3.13 Prinsip Kerja Pengukuran Insulin

Pemeriksaan kadar insulin dengan menggunakan Insulin Elisa Kit (Chem

Cruz) yaitu dengan cara sebagai berikut :

a. Reaksi pertama

Insulin tikus dalam sampel terikat pada antibody anti insulin tikus

percobaan yang dilapisi pada sumur lempeng mikro.

b. Mencuci

Bahan yang tidak terikat telah dihapus dengan cara dicuci

c. Reaksi kedua

POD yang terkonjugasi antibody anti insulin kemudian terikat pada

antibody anti insulin, antibody anti insulin tikus yang di mobilisasi ke

sumur lempar mikro.

d. Mencuci

Konjugat POD yang berlebihan dikeluarkan dengan cara mencuci

47

Universitas Sumatera Utara e. Reaksi enzim

Konjugat POD terikat di dalam sumur pelat mikro dideteksi dengan

penambahan larutan substrat 3, 3 5, 5 tetrametibenzidin (TMB). f.. Mengukur absorbansi g. Evaluasihasil

Konsentrasi insulin ditentukan melalui interpolasi menggunakan kurva

standart yang dihasilkan dengan merencanakan nilai absorbansi terhadap

konsentrasi yang sesuai dari standart insulin.

3.14. Uji Histopatologi Metode HE

Tahapan pewarnaan histopatologi dengan metode HE adalah sebagai berikut:

1. Defuranisasi, suatu proses menghilangkan paraffin dengan larutan

xylol.dapat digunakan xylol I dan II masing-masing selama 2 menit.

2. Menghilangkan xylol dengan alcohol melalui proses rehidrasi yaitu

dengan menggunakan larutan alcohol bertingkat dari konversi tinggi ke

konversi rendah (alcohol 96 %, 90 %, 80 %, 70 % dan 50 % masing-

masing selama 3-5 menit.

3. Kemudian dilakukan pencucian dengan aquadest selama 1 menit

4. Dilakukan pewarnaan dengan Hematoxyline selama 3-5menit.

5. Pencucian dengan air selama 1 menit

6. Kemudian dilakukan deferensiasi yaitu pengurangan warna pada inti dan

penghilangan warna pada sitoplasma dengan menggunakan larutan HCl

0,5 % 1-2 celup

48

Universitas Sumatera Utara 7. Selanjutnya dilakukan proses Blueing dengan menggunakanl arutan

Lithium Carbonat 0,5 % selama 1-2 menit yang berfungsi menguatkan

warna biru pada inti sel.

8. Pencucian dengan air selama 1 menit

9. Pewarnaan dengan Fusin untuk mewarnai sitoplasma selama 1-3 menit

10. Pencucian dengan alcohol 90 % 1-2 celup

11. Dilakukan dehidrasi dengan alcohol bertingkat dengan konsentrasi rendah

kekonsentrasi tinggi masing-masing 2 menit

12. Tahap clearing dengan menggunakan larutan xylol selama 2 menit

13. Kemudian memasuki tahapan mounting dengan meneteskan larutan

entelan 1-2 tetes pada preparat jaringan yang berfungsi mengawetkan

jaringan.

14. Kemudian tutup preparat dengan cover glass

15. Jangan lupa untuk member label pada preparat

16. Kemudian dapat dilakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan

pembesaran 400x

3.14.1 Pemeriksaan Kualitatif

Pemeriksaan Kualitatif merupakan Pemeriksaan Struktur Pulau

Langerhans Pankreas. Pulau-pulau ini tampak sebagai kelompok bangunan bulat dengan sel-selnya terpendam di dalam jaringan eksokrin pankreas (Mescher,

2010).

3.14.2 Pemeriksaan Kuantitatif

Pemeriksaan Kuantitatif Pulau Langerhans adalah Pemeriksaan dengan melihat Luas Pulau Langerhans Pankreas. Pulau Langerhans Penderita DM akan

49

Universitas Sumatera Utara mengalami perubahan morfologi, baik jumlah maupun ukurannya (Guz, dkk.,

2001).

3.15 Analisa Statistik

Data yang diperoleh dianalisis untuk melihat perbedaan nyata kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan menggunakan uji one Way Anova. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service

Solution) versi 21.

3.16 Alur Penelitian Alur Penelitian ini terdapat pada Gambar 3.1

Ekstrak Etanol Karakteristik Bawang Dayak Skriningsimplisia Fitokimia (EEBD) a.seleksi beran badan (rata-rata 200 gram) Hewan coba b.adaptasi 7 hari di laboratorium farmakologi c.cek kadar glukosa darah normal dan puasa a.HFD selama 1 bulan Induksi pakan b.berat badan tikus naik

tinggi lemak c.berat badan tikus ditimbang setiap minggu

Induksi STZ a.induksi STZ dilakukan 2x suntikan b.Cek kadar glukosa darah puasa sesudah

induksi c.tikus diabetes -normal -kontrol (-) CMC Na a.Hasil HFD (berat badan naik) -kontrol (+) glibenklamid b.Kadar Gula Darah -EEBD 125 mg/kg BB c.Kadar Insulin -EEBD 250 mg/kg BB d.Gambaran Histopatologi -EEBD 500 mg/kg BB e.jumlah sel β pankreas

Pencatatan data yang diperoleh dan analisis data secara statistik Gambar 3.1 Alur Penelitian

50

Universitas Sumatera Utara BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tanaman

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Medanense

(MEDA) Universitas Sumatera Utara, Medan (No.4484/MEDA/2019) menyebutkan bahwa sampel yang diperoleh adalah tumbuhan umbi bawang dayak

(BD) (Eleutherine bulbosa) (Mill.) Urb. Detail identifikasi dapat dilihat pada

Lampiran 1.

4.1.1 Karakterisasi dan Persiapan Ekstrak

4.1.1.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik terhadap umbi BD pada umbi yang masih segar dan utuh menunjukkan ukuran 3-5 cm, bentuk bulat telur, warna merah, hampir tidak berbau, dan memiliki rasa sedikit asam dan pedas. Detail pemeriksaan makroskopik dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.1.1.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia BD menunjukkan adanya parenkim, hablur kristal oksalat berbentuk rafida dan pati.

4.1.1.3 Standarisasi Ekstrak

Berdasarkan hasil ekstraksi diperoleh rendemen sebesar 10,07%.

Selanjutnya hasil karakterisasi ekstrak etanol bawang dayak (EEBD) seperti yang terlihat pada Tabel 4.1 menunjukkan persentase masing-masing sebagai berikut: kadar abu total 17,39 ± 1,79; kadar abu tidak larut asam 1,85 ± 0,15; kadar air

24,67 ± 1,15; kadar sari larut air 63,17 ± 0,83 dan kadar sari larut etanol 74,86 ±

1,48

51

Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1 Standarisasi Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak

No Parameter Hasil (%) Rerata ± SD 1 Kadar Abu Total 17,39 ± 1,79

2 Kadar Abu Tidak Larut Asam 1,85 ± 0,15

3 Kadar Air 24,67 ± 1,15

4 Kadar Sari Larut Air 63,17 ± 0,83

5 Kadar Sari Larut Etanol 74,86 ± 1,48

Pada penelitian ini diperoleh kadar abu total sebesar 17,39 ± 1,79 %, hasil ini berbeda dengan perolehan yang dilaporkan Ririn dkk (2013) sebesar 6,39 %;

Fridayanti dkk (2017) sebesar 0,90 % dan Wigati dan Rahardian (2018) sebesar

9,83 %. Penetapan kadar abu total bertujuan untuk mengontrol jumlah cemaran benda anorganik ( Helmi dkk, 2006). Berdasarkan Suplemen I Farmakope Herbal

Indonesia (Kemenkes, 2010) kadar abu total ekstrak herba tidak lebih dari 18 %.

Kadar abu tidak larut asam pada penelitian ini sebesar 1,85 ± 0,15 % .

Kadar ini masih berada dalam rentang yang diperbolehkan yaitu tidak lebih dari

4,2 % (Kemenkes , 2010). Angelina dkk, (2015) juga melaporkan hasil yang hampir sama, yaitu 1,62±0,152 %.

Kadar air sebesar 24,67 ± 1,15 %. Kadar ini masih bisa berada dalam rentang yang diperbolehkan berdasarkan Voight (1994), menyebutkan kadar air yang diperbolehkan untuk ekstrak berkonsistensi kental hingga 30 %. Pengukuran kadar air dilakukan untuk menetapkan residu air setelah proses pengentalan

(Voight,1994), menghindari pertumbuhan jamur dalam ekstrak (Pine, 2011), dan menghentikan reaksi enzimatis. Sebagaimana diketahui, air yang terkandung pada

52

Universitas Sumatera Utara ekstrak menyebabkan enzim masih bekerja yang dapat menguraikan senyawa yang diharapkan. Reaksi enzimatis ini tidak dapat bekerja jika persentase kadar air rendah. Oleh sebab itu, uji kadar air ekstrak ini dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan senyawa tidak terurai akibat reaksi enzimatis (Octavia, 2009).

Kadar sari larut air dan etanol pada penelitian ini masing-masing sebesar

63,17 ± 0,83 % dan 74,86 ± 1,48 %. Kajian Febriani (2019) pada kedua parameter tersebut sebesar ≥ 28% dan 74,86 ± 1,48 %. Penyarian ekstrak dengan pelarut air atau etanol digunakan untuk menentukan persentase tersarinya dengan pelarut tersebut. Penetapan kadar sari larut air digunakan untuk menentukan kemampuan dari ekstrak apakah tersari dalam pelarut air, sedangkan penetapan kadar sari larut etanol lebih sering digunakan untuk mengetahui apakah ekstrak dapat larut dalam pelarut organik. Air dimaksudkan untuk melarutkan senyawa polar sedangkan etanol melarutkan senyawa kurang polar yang terdapat dalam ekstrak. Kedua pelarut tersebut digunakan karena merupakan pelarut yang memenuhi syarat kefarmasian (Pine, 2011). Nilai hasil penetapan kadar sari larut air dan larut etanol pada penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak lebih larut pada pelarut etanol dibandingkan air.

4.2 Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia dan ekstrak.

Hasil penapisan yang diperoleh kemudian dibandingkan terhadap pustaka. Hasil penapisan fitokimia simplisia dan ekstrak umbi bawang dayak dilihat pada Tabel

4.2

53

Universitas Sumatera Utara Tabel 4.2 Penapisan Fitokimia Serbuk Simplisia Dan Ekstrak Umbi Bawang Dayak.

Senyawa Pereaksi Hasil Pereaksi Hasil Simplisia Ekstrak Alkaloid Meyer,Bouchardat,Drag -Terbentuk endapan + + endrof menggumpal putih atau kuning -Terbentuk endapan coklat sampai kehitaman -Terbentuk endapan kuning jingga Flavonoid Mg dan HCl 0,5M Timbul warna merah + + muda atau ungu Saponin HCl 2N Terbentuk buih selama + - tidak kurang dari 10 menit Steroid/ Liebermann Bouchardat Timbulnya warna ungu + + Triterpenoid dan merah kemudian berubah warna hijau Tanin FeCl3 10% Timbulnya warna hijau + + atau biru

Keterangan : (+) : adanya komponen zat yang di identifikasi (-) : tidak adanya komponen zat yang diidentifikasi

Penapisan fitokimia terhadap simplisia dan ekstrak etanol menunjukkan bahwa telah ditemukan semua senyawa metabolit sekunder pada tanaman.

Senyawa yang diduga memiliki aktivitas antidiabetes adalah flavonoid. Hasil penelitian tersebut juga ditemukan oleh Niluh, dkk (2016) yaitu alkaloid, glikosida, flavonoid, fenolik, saponin, triterpenoid, tanin, steroid dan kuinon.

Perpaduan kapasitas antioksidan dan kemampuan penghambatan enzim alfa glukosidase yang terdapat pada umbi bawang dayak menunjukkan bahwa umbi bawang dayak memiliki potensi sebagai antidiabetik yang bermamfaat dalam pencegahan dan perlindungan terhadap penyakit diabetes mellitus.

54

Universitas Sumatera Utara 4.3 Persiapan Hewan Coba DM Tipe 2

4.3.1 Kenaikan Berat Badan Tikus setelah Pemberian HFD selama 4 minggu

Hewan Uji (Tikus) diadaptasi selama 2 minggu dengan tujuan mampu beradaptasi dengan lingkungan sehingga tikus tidak akan stres. Selama di adaptasi berat badan tikus ditimbang satu kali seminggu dengan tujuan melihat perkembangan berat badan tikus. Berikut ini adalah perbandingan berat badan tikus pada proses HFD selama 4 minggu yaitu terlihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Berat Badan Tikus sebelum dan selama 4 minggu perlakuan HFD

Berat badan (g) Rerata ± SEM Grup Awal M1 M2 M3 M4 p

N 158,85±3,00 166,25±2,84** 174,87±2,21 183,40±2,95 190,58±3,91* 0,000

*** *** **

Gli 166,12±8,30 180,47±9,79 195,72±10,9 211,73±11,6 226,52±11,3* 0,000

6**b ***b **b

CMC 160,85±6,40 181,73±8,77**a 201,32±8,23 217,30±8,08 234,60±8,31* 0,000

b ***b **b

BD125 164,92±3,00 184,18±2,65*** 203,25±2,50 221,45±2,49 240,85±6,52* 0,000

b ***b ***b **b

BD250 161,25±6,00 180,23±6,66*** 200,78±5,71 220,73±6,08 240,43±7,51* 0,000

b ***b ***b **b

BD500 167,83±2,90 187,25±3,26*** 205,27±3,54 224,43±3,16 242,05±3,61* 0,000

b ***b ***b **b p 0,051 0,000 0,000 0,000 0,000

Keterangan: Data disajikan dalam bentuk rerata ± SEM, Perbedaan inter dan antar grup dianalisis dengan One way Anova dengan uji lanjut Dunnett’s; *p<0,05, **,ap<0,01; ***,b p<0,001

55

Universitas Sumatera Utara Banyak faktor yang mendasari terjadi diabetes tipe 2 yaitu ketika glukosa yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menghasilkan energi, menumpuk dalam darah dan tidak bisa digunakan oleh sel. ini terjadi ketika pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup bagi tubuh atau justru tubuh tidak bisa menggunakan insulin sebagaimana mestinya, sehingga memicu resistensi (kebal) insulin. Selain resistensi insulin, kelainan genetik juga dipastikan menjadi penyebab berkembangnya diabetes tipe 2.

Diantara beberapa model hewan yang diabetes tipe 2 telah banyak diteliti, seperti tikus. Penelitian yang dilakukan oleh (Ming Zhang, (2008) mengembangkan model tikus dengan metode HFD sehingga kondisi insulin resisten. Induksi Streptozotocin dosis rendah daripada model hewan diabetes mellitus tipe 2 dapat mempengaruhi sekresi insulin.

Penyebab diabetes mellitus tipe II adalah kombinasi dari resistensi insulin perifer dan sekresi yang tidak memadai oleh sel beta pankreas (Romesh, 2015).

Resistensi Insulin adalah kondisi dimana sel-sel jaringan tubuh dan otot tidak peka atau sudah resistensi terhadap insulin. Resistensi insulin telah dikaitkan dengan peningkatan kadar asam lemak bebas, penurunan transport glukosa ke dalam sel otot produksi glukosa hepatik meningkat, dan peningkatan pemecahan lemak. Kenaikan berat badan tikus pada tipe 2 ini terlihat pada Gambar 4.1

56

Universitas Sumatera Utara

Kenaikan berat badan (%) badanberat Kenaikan

N Gli CMC BD125 BD250 BD500 M1 4.45 7.93 11.39 10.46 10.53 10.36 M2 9.15 15.08 20.04 18.86 19.7 18.23 M3 13.37 21.52 25.95 25.52 26.45 25.21 Grup M4 16.62 26.66 M1 31.41M2 M3 31.48M4 32.93 30.65

Gambar 4.1 Persentase kenaikan berat badan hewan coba perminggu

Keterangan: Data disajikan dalam bentuk rerata ± SEM, Perbedaan inter dan antar grup dianalisis dengan One way Anova dengan uji lanjut Dunnett’s; *p<0,05, **,ap<0,01; ***,b p<0,001

HFD yang dilakukan adalah selama 4 minggu dengan melihat kondisi kenaikan berat badan tikus setiap minggu. Terjadi kenaikan berat badan yang signifikan mulai dari minggu ke-1 hingga minggu ke-4.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, metode yang dilakukan dalam penelitian ini mengembangkan diabetes mellitus tipe 2.Streptozotocin dosis rendah untuk model hewan diabetes mellitus tipe 2 diberi pakan selama 4 minggu dengan 2x injeksi secara intraperitonial. Kemudian diukur KGD puasa , Insulin, dan Histopatologi.

4.3.2 Kadar Glukosa Darah Tikus sebelum dan sesudah Induksi STZ

Penimbangan berat badan tikus dilakukan selama proses HFD, kemudian dilajutkan dengan induksi STZ. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan sebelum dan sesudah induksi STZ. Hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus sebelum dan sesudah induksi dapat dilihat pada Gambar 4. 2

57

Universitas Sumatera Utara ***

Kadar (mg/dL) Kadar Gluikosa Darah

Sebelum Sesudah KGD 86.83 359.46

Gambar 4. 2 Kadar Glukosa Darah Tikus sebelum dan sesudah Induksi STZ Keterangan: Kadar glukosa darah sebelum dan sesudah dua kali induksi streptozotocin dosis 30 mg/kgbb.( Data disajikan dalam bentuk rerata±SEM dianalisis dengan paired sample tes, ***p<0,001; n=30) Setelah HFD selama 4 minggu, kemudian tikus di induksi dengan STZ sebanyak 2x induksi dengan interval waktu 2 minggu dengan dosis 30 mg/kgbb.

Perlakuan ini ditandai dengan meningkatnya KGD ( Zhang dkk, 2008).

Kombinasi STZ dosis rendah dengan HFD pada tikus menunjukkan posisi DM

Tipe 2.

Sebelum perlakuan, hewan uji dipuasakan selama 18 jam agar kondisi tikus sama dan mengurangi pengaruh makanan yang dikonsumsi terhadap pengukuran KGD (Erna, 2016), tetap diberi minum untuk pengganti cairan tubuh yang hilang selama dipuasakan. Hewan ditandai dengan menggunakan spidol dan ditimbang berat bada awal tikus dalam keadaan normal..

Sebelum diinduksi dengan Streptozotocin terlebih dahulu dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada tikus wistar, menggunakan Blood glucose test meter glucoDrTM model AGM-2100. Induksi streptozotocin dengan dosis 30

58

Universitas Sumatera Utara mg/kgbb diberikan pada kelompok perlakuan positif serta kelompok perlakuan

EEBD berbagai dosis mengalami hiperglikemia dengan kadar glukosa darah diatas 250mg/dl sesuai dengan penelitian (Nangoy, 2016).

Tikus diinduksi dengan STZ dosis 30 mg/kgbb secara intraperitonial, diamati tingkah laku dan bobot badan, serta diukur KGD pada hari ke-3 hingga hari berikutnya sampai menunjukkan kenaikan KGD dan tikus dapat digunakan dalam pengujian. Tikus yang telah memiliki KGD ≥ 200 mg/dL disebut tikus diabetes.

Pemberian STZ dosis 30 mg/kgBB untuk semua hewan percobaan menghasilkan kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dL. Hal ini menunjukkan bahwa tikus yang digunakan untuk percobaan dalam keadaan hiperglikemia. Pemberian perlakuan dimulai setelah tikus positif diabetes (hari ke-1), setiap hari diberi sediaan uji selama 2 minggu, dan dilakukan pengukuran KGD 7 jam setelah perlakuan dan pada hari ke-3,6,9,12 dan 15

4.3.3 Efek EEBD terhadap KGD selama 7 jam Perlakuan dan Efek EEBD terhadap KGD selama 14 hari perlakuan

Pengukuran berat badan dan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah induksi yang sudah dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan pengukuran kadar glukosa darah selama 7 jam perlakuan dan 14 hari perlakuan. Hasil pengukuran kadar glukosa darah selama 7 jam perlakuan ditunjukkan pada Tabel 4. 3 dan

Tabel 4. 4

59

Universitas Sumatera Utara Tabel 4. 3 Efek EEBD terhadap KGD selama 7 jam Perlakuan

Grup Kadar Glukosa Darah (mg/dL) pada jam ke- pb

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 5 jam 7 jam

N 85,83 ± 85,50± 86,00± 84.17± 85,83± 88,17± 0,91 5,49*** 6,06*** 3,41*** 3,66*** 3,31*** 4,40*** Gli 435,33 ± 402,00± 382,83± 366,00± 357,17± 346,83± 0,000 55,32*** 53,16*** 53,36*** 52,30*** 51,46 * 53,26 * CMC 291,83 ± 286,50± 283,33± 279,33± 274,17± 269,67± 0,001 21,99 22,05 21,20 21,76 17,57 16,78 BD125 326,50 ± 319,50± 313,17± 309,50± 303,67± 299,00± 0,000 26,52 26,63 24,52 26,86 26,49 27,30 BD250 357,00 ± 349,33± 339,17± 330,83± 321,50± 307,33± 0,000 50,05 49,69 50,62 49,32 51,24 51,06 BD500 364,17 ± 353,17± 343,83± 331,67± 320,17± 309,83± 0,000 59,19 58,81 59,52 61,04 58,60 58,09 pa 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

Keterangan: Data disajikan dalam bentuk rerata ±SEM, perbedaan antar grup dianalisis dengan one-way Anova (a) uji lanjut Dunnett’s; *p<0,05; **p<0,01; ***p<0,001; perbedaan sebelum dan setelah 7 jam dianalisis dengan paired sample t-test(b).

Setelah dilakukan pengukuran KGD 7 jam setelah perlakuan, pengukuran

KGD dilanjutkan 14 hari perlakuan. Hasil pengukuran KGD 14 hari perlakuan terlihat pada Tabel 4. 4

Tabel 4.4 Efek EEBD terhadap KGD selama 14 Hari Perlakuan

Grup Kadar Glukosa Darah (mg/dL) Rerata ± SD Hari 0 Hari 3 Hari 6 Hari 9 Hari 12 Hari 15

N 86,67±4,08 87,50±4.037 86,33±3.93 86,50±1.871* 87,00±3.09 87,00±2.82 2 *** 3*** ** 8*** 8*** Gli 440,17±53, 368,00±44.8 285,00±45. 207,67±18.91 142,83±15. 83,17±8.84 8 943*** 1*** CMC 297,50± 279,17± 263,83± 249,17± 236,67± 220,67±33. 22.915 27.867 30.571 36.559 32.104 104 BD125 332,17± 292,50± 273,00± 223,67±30.89 169,67±29. 125,83±26. 27.125 27.017 23.048 8 871 393 BD250 360,33± 312,00± 260,17± 203,33± 159,17± 101,17± 51.290 48.369 47.709 49.947 30.176*** 15.381*** BD500 367,17± 312,50± 242,83± 180,17± 134,67± 93,67± 60.051 49.475 30.407 16.750** 20.675*** 9.730*** pa 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

60

Universitas Sumatera Utara Keterangan: Data disajikan dalam bentuk rerata ±SD dianalisis dengan one way anova dengan uji lanjut Tukey *p<0,05; **p<0,01; ***p<0,001

Hasil pengukuran KGD tikus 7 jam setelah perlakuan dan 14 hari perlakuan dapat disajikan pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4

Gli CMC BD125 BD250 BD500

Selisih KGD Selisih

H3 H6 H9 H12 H15 Gli 72.7 155.2 232.5 297.3 357 CMC 18.3 33.7 48.3 60.83 76.8 BD125 39.7 59.2 108.5 162.5 206 BD250 48.3 100.2 157 201.2 259 BD500 57 124.3 187 232.5 274

Gambar 4.3 Selisih KGD 7 jam perlakuan

Keterangan: Data disajikan dalam bentuk rerata ±SD dianalisis dengan one way anova dengan uji lanjut Tukey *p<0,05; **p<0,01; ***p<0,001

61

Universitas Sumatera Utara Gli CMC BD125 BD250 BD500

Persentase selisih KGDselisih Persentase

H3 H6 H9 H12 H15 Gli 16.3 35.4 52.5 67.4 80.7 CMC 6.2 11.5 16.5 20.4 25.8 BD125 11.6 17.4 31.9 48.2 61.6 BD250 13.5 28 43.9 55.8 71.8 BD500 15.3 33.4 50 62.7 73.9

Gambar 4.4 KGD Selama 14 Hari Perlakuan

Keterangan: Data disajikan dalam bentuk rerata ±SD dianalisis dengan one way anova dengan uji lanjut Tukey *p<0,05; **p<0,01; ***p<0,001

Berdasarkan Tabel 4.3 dan 4.4 serta Gambar 4.3 dan 4.4 dapat dilihat

Kelompok Glibenklamid, EEBD dosis 125 mg/kgbb, EEBD 250 mg/kgbb dan

500 mg/kgbb yang diinduksi dengan streptozotocin terjadi peningkatan KGD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok CMC-Na. Pada kelompok

Glibenklamid, EEBD dosis 125 mg/kgbb, EEBD 250 mg/kgbb dan EEBD 500 mg/kgbb terlihat penurunan KGD pada hari ke-3, hari ke-6, hari ke-9, hari ke-12 dan hari ke-15. Perbedaan masing-masing kelompok perlakuan selanjutnya dilakukan uji Post Hoc Test menggunakan software SPSS 21.

Ekstrak kental umbi bawang dayak (Eleutherine bulbosa (Mill)(Urb) diidentifikasi secara kualitatif untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak tersebut. Berdasarkan hasil uji fitokimia dapat dikatakan bahwa ekstrak umbi bawang dayak mengandung senyawa-senyawa kimia yaitu alkaloid,flavonoid,saponin,tannin dan fenolik.

62

Universitas Sumatera Utara Percobaan mengenai hiperglikemia dengan menggunakan hewan percobaan yaitu tikus wistar (rattus norvegicus),tikus wistar mempunyai kemampuan metabolic yang relative cepat sehingga lebih sensitive bila digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan metabolic tubuh.Didasarkan pada pathogenesis penyakit tersebut pada manusia (Kram,2001).Tikus Wistar (rattus novergicus) dijadikan hiperglikemia dengan menyuntikkan zat kimia yaitu streptozotocin.STZ merupakan bahan kimia toksik yang sering dipakai pada penelitian hewan coba yang akan menginduksi kerusakan sel beta pankreas melalui alkilasi DNA dengan pembentukan H2O2 dan reaksi inflamasi.STZ bekerja toksik terhadap sel beta pankreas memerlukan pengambilan STZ ke dalam sel.STZ terakumulasi dalam sel beta pankreas melalui afinitas dari trasporter glukosa (GLUT2) di membrane plasma(Ali S,Rohilla A,dkk(2011).STZ menghambat sekresi insulin dan menyebabkan suatu keadaan yang dikenal dengan insulin-dependent diabetes mellitus.STZ secara selektif terakumulasi dengan sel β pankreas melalui low-affinity GLTU2 glucose transporter pada membrane plasma. Masuknya gugus metal (alkilasi) dari STZ ke dalam molekul

DNA akan menyebabkan kerusakan pada fragmen DNA.Kerusakan DNA tersebut akan mengaktifkan poly adenosi disphosphate (ADP)-ribosylation.Proses ini akan mengakibatkan penghabisan nicotinamide adenine dinucletide (NAD+)seluler, lebih lanjut akan terjadi pengurangan adenine triphosphate (ATP) dan akhirnya akan menghambat sekresi dan sintesis insulin.Penurunan cadangan energy selular ini diduga turut menyebabkan terjadinya nekrosis sel β pancreas (Szkudelski,

2001). Kadar glukosa darah antar kelompok terdapat perbedaan yang bermakna jika dilihat dari statistik, dimana penurunan bermakna terjadi pada kelompok yang

63

Universitas Sumatera Utara diberi ekstrak umbi bawang dayak 125 mg/kgbb,250 mg/kgbb, 500mg/kgbb.

Kelompok yang mendapat dosis 500 mg/kgbb mengalami penurunan, hasil ini serupa dengan hasil Niluh Puspita Dewi , dkk 2016).

Penurunan KGD pada kelompok control positif terjadi karena mekanisme penyembuhan sendiri oleh tubuh secara fisiologi melalui perbaikan sel –sel β pankreas dan pembelahan sel yang baru (mitosis) yang berlangsung secara bertahap. Penurunan KGD pada kelompok perlakuan yang diberi ekstrak umbi bawang dayak yang dapat mencegah terjadinya oksidasi pada sel β pankreas sehingga kerusakan dapat dikurangi. Senyawa bioaktif yang terdapat dalam ekstrak umbi bawang dayak di dasarkan skrining fitokimia diantaranya alkaloid, flavonoid, glikosida, dan saponin memiliki aktivitas hipoglikemik atau penurunan kadar glukosa darah yang sangat bermamfaat untuk pengobatan diabetes mellitus.

Flavonoid yang terdapat dalam bawang merah dayak mampu mengembalikan fungsi jaringan pankreas dengan meningkatkan pelepasan insulin oleh sel β ,yang menurunkan kadar gula darah dan juga dapat memperbaiki sensitivitas sel perifer terhadap insulin (Silva dkk.,2012)

Pada hari ke-3 terjadi peningkatan KGD dan pada hari ke-15 terjadi penurunan pada kelompok glibenklamid , kelompok EEBD dosis 125 mg/kgbb), kelompok EEBD dosis 250 mg/kgbb), dan kelompok EEBD dosis 500 mg/kgbb).

Peningkatan ini terjadi kemungkinan dikarenakan faktor makanan, meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari sebelum orang makan. Kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia tanpa ada pengontrolan yang baik akan mengakibatkan salah satu penyakit yaitu diabetes mellitus (Murray dkk, 2003). Selain itu juga bisa dipengaruhi oleh stress fisiologis

64

Universitas Sumatera Utara dan stress lingkungan, misalnya stress dikarenakan pencengkokan ekstrak umbi bawang dayak dan penyuntikan dapat menimbulkan stress dimana stress akan meningkatkan adrenalin yang kemudian menghambat kerja dari pada insulin sehingga proses penurunan kadar gula darah terhambat tetapi bila dilihat dari hasil gambaran histopatologi pankreas ekstrak umbi bawang dayak memberikan perbaikan terhadap diameter pulau langerhans pankreas.

Nilai KGD diukur pada hari ke 3, 6, 9, 12 , 14 hari pada masing-masing kelompok.. Penurunan KGD untuk semua dosis menurun seiring berjalan nya waktu, namun nilai KGD yang paling signifikan turun pada dosis 500 mg/kg BB yaitu 73, 96 ± 5, 25. Dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa semakin besar dosis EEBD yang diberikan maka semakin besar pula % penurunan KGD pada hewan coba. Penurunan KGD disebabkan oleh kandungan dari umbi bawang dayak yaitu flavonoid. Flavonoid digolongkan dalam beberapa golongan yaitu flavones, flavonols flavonones, katekin, dan isoflavon. Contoh senyawa flavonol yaitu kamferol, kuersetin, dan myricetin (Stevani, 2016) Senyawa dari flavonol yang diduga memiliki aktifitas dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah adalah kuersetin. Mekanisme kerja kuersetin dalam menurunkan kadar glukosa darah yakni menurunkan stress oksidatif dan akan menimbulkan efek protektif sel

β pankreas dan dapat meningkatkan sensitifitas insulin (Nijveldt et al, 2001).

Flavonoid juga dapat menghambat GLUT 2 yang dapat menyebabkan pengurangan penyerapan glukosa dan fruktosa dari usus sehingga kadar glukosa darah turun (Oran et al, 2007). Flavonoid juga memiliki mekanisme penghambatan fosfodiesterase sehingga kadar cAMP dalam sel β pankreas

65

Universitas Sumatera Utara meninggi. Hal ini akan merangsang sekresi insulin melalui jalur Ca (Ohno dkk

1993).

Hewan uji kelompok normal memiliki nilai KGD normal untuk semua hewan uji, sedang kelompok kontrol negatif menggunakan CMC-Na nilai KGD hewan uji pada kelompok ini tidak ada penurunan nilai yang signifikan, sedangkan kelompok kontrol positif menggunakan glibenklamid. Glibenklamid merupakan obat antidiabetik yang termasuk dalam golongan sulfonilurea.Golongan obat ini sering disebut insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul-granul sel β Langerhans pankreas.

Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membrane sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi Ca. Dengan terbentuknya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel β, merangsang granula berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C.

Kecuali sulfonilurea dapat mengurani clearance insulin di hepar (Sulistia G,

2011).

Pada kelompok hewan uji yang diberikan glibenklamid didapati % penurunan KGD seiring berjalannya waktu hingga di hari ke 15 yaitu 80,79 %.

Nilai ini masih lebih besar jika dibandingkan dengan nilai % penurunan KGD hewan uji yang diberikan EEBD.Namun dalam hal ini % penurunan KGD kelompok glibenklamid dan EEBD tidak jauh berbeda terutama EEBD dengan dosis 500 mg/kg BB.

4.4 Efek EEBD terhadap Kadar Insulin

Diperoleh data pengukuran kadar insulin serum tikus wistar setelah perlakuan selama 15 hari terlihat pada Gambar 4.5

66

Universitas Sumatera Utara

** **

* Kadar insulin insulin Kadar(ng/dL)

N Gli BD125 BD250 BD500 CMC Insulin 1.12 0.9 0.28 0.47 1.02 0.24

Gambar 4.5 Pengukuran kadar insulin serum tikus wistar setelah perlakuan selama 15 hari.

Keterangan: Data disajikan dalam bentuk rerata ±SEM dianalisis dengan one way anova dengan uji lanjut Tukey *p<0,05; **p<0,01; ***p<0,001

Pada Gambar 4.5 menunjukkan kadar insulin pada tikus normal dengan tikus diabetik yang mendapatkan perlakuan. Gambar menunjukkan bahwa kadar insulin pada kelompok control negatif (CMC) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok normal dan tikus diabetik yang mendapatkan obat oral glibenklamid dan EEBD. Terjadi peningkatan kadar insulin sesuai dengan peningkatan dosis

EEBD.

Berdasarkan uji Kruskal Wallis terhadap peningkatan kadar insulin pada antar kelompok, selanjutnya dengan uji Mann Withney diketahui bahwa kelompok yang memiliki kadar insulin yang berbeda signifikan atau bermakna dengan kelompok negatif (CMC) yaitu normal p=0,004, Glibenklamid p=0,004,

BD250 p=0,01, BD500 walaupun kadar insulinnya tinggi dari CMC tetapi secara

67

Universitas Sumatera Utara statistik tidak berbeda makna yaitu p=0,1 dikarenakan variasi nilai insulin yang tinggi tiap tikus diabetik.

Pemeriksaan kadar Insulin pada tikus wistar pada kelompok normal didapatkan bahwa kadar insulin adalah 1,126 ng/mL,kelompok glibenklamid kadar insulin 0,902 ng/mL, kelompok CMC-Na kadar insulin 0, 249 ng/mL,kelompok EEBD dosis 125 mg/kgbb kadar insulin 0,1875. Kelompok

EEBD dosis 250 mg/kgbb kadar insulin 0, 308 ng/mL dan kelompok EEBD dosis

500 mg/kgbb kadar insulin 0,681 ng/mL. Kelompok perlakuan EEBD dosis 125 mg/kgbb terlihat penurunan kadar insulin 0,1875 ng/mL dibawah nilai kadar insulin kelompok CMC-Na yaitu 0, 249 ng/mL, sedangkan kelompok EEBD dosis

250 mg/kgbb dan kelompok EEBD dosis 500 mg/kgbb terjadi peningkatan kadar insulin yaitu 0, 308 ng/mL dan 0,681 ng/mL,serta kelompok glibenklamid juga mengalami peningkatan kadar insulin yaitu dengan nilai 0, 902 ng/mL.nilai kadar insulin normal tikus pada penelitian ini adalah 1,126 ng/mL.

Kadar insulin pada kelompok tikus diabetes menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan tikus normal. Pemberian ekstrak bawang dayak dengan dosis

500mg/kgbb menunjukkan peningkatan kadar insulin yang lebih baik daripada kelompok perlakuan EEBD dosis 250 mg/kgbb dan kelompok EEBd dosis 500 mg/kgbb dengan masing masing dosis ekstrak bawang dayak 125mg/kgbb dan

250 mg/kgbb.

Dampak adanya kerusakan pankreas pada diabetes mellitus, mengakibatkan terganggunya seksresi insulin (Waspadji, 2002). Gangguan sekresi insulin oleh karena rusaknya sel-sel β apabila tidak segera ditangani dengan baik,akan berakibat pada perkembangan penyakit. Selanjutnya penderita DM Tipe

68

Universitas Sumatera Utara 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang lebih progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin yang lebih parah. Penderita DM

Tipe 2 umumnya ditemukan keadaan resistensi insulin dan defisiensi insulin

(ADA,2001).

Pemberian ekstrak bawang dayak sebagai bentuk terapi pada diabetes walaupun belum dapat meningkatkan kadar insulin secara signifikan, namun sudah menunjukkan adanya kecendrungan terjadi peningkatan kadar insulin pada dosis yang lebih tinggi yaitu 500mg/kgbb.

4.5 Efek EEBD terhadap Gambaran Struktur Langerhans

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa terjadi perbaikan organ pankreas tikus wistar pada kelompok glibenklamid, kelompok EEBD dosis 125 mg/kgbb, kelompok EEBD 250 mg/kgbb dan kelompok EEBD dosis 500 mg/kgbb, sedangkan pada kelompok CMC-Na luas pulau langerhans pankreas mengecil.

Berikut gambaran histopatologi pulau lagerhans pankreas tikus wistar setelah perlakuan selama 15 hari, seperti terlihat pada Gambar 4.5.1 – Gambar 4.5.6

A B

Gambar 4.5.1 Grup Normal Gambar 4.5.2 Grup CMC

69

Universitas Sumatera Utara Keterangan: PA=Pankreas, IL= Pulau Langerhans, panah biru= sel-sel alpha, panah hitam= sel-sel beta, Perbesaran 400x, Pewarnaan HE

Grup Normal. Gambar Pankreas tampak sel-sel asinar pancreas (PA) dan sel-sel Langerhans (IL). Sel-sel Langerhans tampak membrane sel regular, sel alpha letaknya dipinggir dengan inti bulat padat kecil, sitoplasma sedikit (panah biru) sedangkan sel-sel beta letaknya di tengah dengan inti yang lebih besar,lebih terang sitoplasma eosinofilik.(panah hitam). HE, 400x.

Grup CMC. Tampak sel-sel Langerhans dengan luas permukaan yang lebih kecil dengan jumlah sel yang lebih sedikit. Tampak sel-sel dibagian sental (tengah) mengalami degenerasi hidrofik (oedem) dan dijumpai perdarahan interseluler (*), HE, 400x

C D

Gambar 4.5.3 Grup Glibenklamid Gambar 5.5.4 Grub BD125

E F

Gambar 4.5.5 Grup BD250 Gambar 4.5.6 Grup BD500

70

Universitas Sumatera Utara

Keterangan: PA=Pankreas, IL= Pulau Langerhans, panah biru= sel-sel alpha, panah hitam= sel- sel beta, Perbesaran 400x, Pewarnaan HE

Grup Gli. Tampak PA dan IL.Sel sel Lanherhans dengan membrane sedikit irregular. Tampak sel-sel pancreas terutama di daerah sentral(tengah) mengalami proliferatif. (HE, 400x)

Grup BD125. Tampak sel-sel Langerhans tampak sel-sel dibagian sental (tengah) mengalami degenerasi hidrofik (oedem) (*), HE, 400x

Grub BD250. Tampak sel-sel Langerhans dengan permukaan yang irregular. Sel- sel dibagian sental (tengah) mengalami degenerasi hidrofik (oedem) dan dijumpai perdarahan interseluler (*), HE, 400x

Grup BD500. Tampak sel-sel Langerhans dengan permukaan yang regular.Sel-sel dibagian sental (tengah) mengalami proliferatif.Morfologi sel mendekatan gambaran sel pada kelompok normal. , HE, 400x

Berdasarka gambar diatas tampak gambaran histology dengan luas pulau

Langerhans yang berbeda-beda pada tiap perlakuan. Pada kelompok normal terlihat adanya keteraturan susunan sel endokrin yang terdistribusi merata di pulau

Langerhans dengan bentuk sel yang beragam, sel tidak mengalami nekrosis dan inti sel tampak sangat padat serta tidak terdapat sel-sel yang mengalami edema atau pembengkakan. Ini mengindikasikan bahwa pulau Langerhans dalam keadaan normal atau tidak terjadi kerusakan. Sedangkan pada kelompok kontrol negatif pulau Langerhans memiliki ukuran yang paling kecil dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya, terlihat adanya degenerasi sel endokrin yang menuju nekrosa sel. Degenerasi sel endokrin terlihat pada intinya yang berubah bentuk menjadipolimorf (tidak beragam). Perubahan yang terjadi digambarkan dalam bentuk perubahan inti sel endokrin menjadi lebih kecil (piknosis) bahkan mulai menghilang hanya terlihat sitoplasma yang kosong dan membesar tanpa inti.Hal

71

Universitas Sumatera Utara ini membuktikan bahwa pemberian STZ dapat merusak sel endokrin pankreas khusus nya sel β sehingga sekresi insulin kedalam pembuluh darah menurun.

Gambaran histology pankreas kelompok control positif, tampak keadaan pulau Langerhans nya lebih baik dibandingkan dengan kelompok sediaan uji, ini dilihat dari luas puau Langerhans yang lebih luas. Terlihat sel endokrin yang masih terdistribusi merata, batas-batas sel masih terlihat jelas, walaupun masih ditemukan beberapa sel endokrin yang mengalami degenerasi tetapi jumlahnya tidak lebih banyak dibandingkan dengan kelompok sediaan uji. Hal ini sejalan dengan data KGD kelompok control positif menunjukkan penurunan yang lebih cepat dibandingkan dengan sediaan uji. Hiperglikemia akan meyebabkan produksi radikal bebas meningkat, penurunan KGD akan meurunkan resiko terjadiya stress okdsidatif akibat radikal bebas pada sel dan jaringan, sehingga akan mengurangi terjadinya kerusakan sel β, hal inilah yang mendasari pemberiian glibenklamid dapat menghambat keursakan yang lebih lanjut akibat induksi STZ (Stangeland, dkk., 2009).

Glibenklamid bekerja terutama dalam meningkatkan sekresi insulin.Mekanisme kerja glibenklamid yaitu merangsang sekresi hormone insulin dari granul sel-sel β Langerhans pankreas. Interaksinya denggan ATP-sensitive K channel pada membrane sel-sel β menimbulkan depolarisasi membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. setelah terbentuknya kanal Ca maka ion

Ca2+ akan masuk kedalam sel β kemudian merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin (Oktarlina dan Gumantara, 2017). Flavonoid yang ada pada ekstrak umbi bawang dayak mampu mengembalikan fungsi jaringan pankreas dengan meningkatkan pelepasan insulin oleh sel β ,yang menurunkan

72

Universitas Sumatera Utara kadar gula darah dan juga dapat memperbaiki sensitivitas sel perifer terhadap insulin (Silva dkk., 2012).Flavonoid dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetes yang mampu meregenerasi sel pada pulau Langerhans (Sandhar dkk., 2011).

Gambaran histologi pankreas kelompok EEBD dosis 500 mg/kg BB lebih baik dibandingkan dengan EEBD dosis 125 dan 250 mg/kg BB.Terlihat adanya perubahan sel endokrin yang mulai melakukan regenerasi menuju bentuk normal, tetapi masih terlihat adanya sel endokrin yang mengalami nekrosis.

Gambaran histology EEBD 125 mg/kg BB memperlihatkan ukuran pulau

Langerhans yang paling kecil dibandingkan dengan EEBD lainnya, terlihat adanya nekrosis, batasan sel yang tidak jelas dan bentuk sel yang beraturan. Hal ini sesuai dengan data KGD yang tidak menunjukkan penurunan KGD ke level normal pada hari ke-15, sedangkan gambaran histologi EEBD dosis 250 mg/kg

BB lebih baik dibandingkan dosis 125 mg/kg BB.

Perbaikan histology sel pulau Langerhans pankreas pad kelompok EEBD diduga karena adanya senyawa bioaktif dalam EEBD yaitu flavonoid, alkaloid, tanin. Flavonoid dan tanin diketahui mampu berperan menangkap radikal bebas atau berfungsi sebagai antioksidan alami (Lugas, dkk., 2003). Antioksidan terlibat dalam proses perbaikan sel yang rusak. Kerusakan sel yang diakibatkan oleh adanya radikal bebas dapat diatasi dengan adanya antioksidan yang berfungsi menurunkan oksidator sebelu merusak sel sehingga kerusakan sel dapat dikurangi.Antioksidan dapat menekan apoptosis sel β tanpa mengubah poliferasi dari sel β pankreas, sehingga mampu meregenerasi sel β yang rusak (Banjarnahor dan Artanti, 2014; Ghorbani, dkk., 2015). Alkaloid juga memiliki kemampuan

73

Universitas Sumatera Utara meregenerasi sel β pankreas yang rusak dan meningkatkan pengeluaran insulin, sehingga KGD dalam darah menurun (Gupta dan Singh, 2007).

Berdasarkan pengamatan histologi dapat disimpulkan bahwa pemberian

EEBD mampu memperbaiki morfologi pulau Langerhans. Dengan adanya perbaikan jaringan pankreas, terutama pada pulau Langerhans, maka terjadi peningkatan jumlah insulin, sehingga glukosa akan masuk ke dalam sel laluterjadi penurunan glukosa darah dalam tubuh (Prameswari dan Widjanarko, 2014).

4.6. Efek EEBD terhadap Luas Pulau Langerhans Pankreas

Pengamatan histology pankreas bertujuan untuk mengetahui kondisi pankreas tikus sesudah induksi STZ selama 15 hari.Pada hari ke-15 semua tikus dibedah kemudian pankreas diambil untuk dijadikan preparat dan dilakukan pewarnaan dengan metode Hematoksilin Eosin (HE).Luas pulau Langerhans pankreas tikus dihitung untuk melihat perbaikan pulau Langerhans pangkreas tikus yang telah diinduksi STZ. Hasil pengamatan gambaran histology pankreas dilakukan dengan mengamati luas pulau Langerhans pada Gambar 4.6

74

Universitas Sumatera Utara *** ***

***

* Luas area Luas (µm2)

N Gli BD125 BD250 BD500 CMC Luas area 3118.43 3110.58 868.84 2037.59 2710.63 553.31

Gambar 4.6. Efek EEBD terhadap Luas Pulau Langerhans Pankreas

Keterangan: Data disajikan dalam bentuk rerata ±SEM dianalisis dengan one way anova dengan uji lanjut Dunnet *p<0,05; **p<0,01; ***p<0,001

Pengamatan histopatologi dilakukan untuk mengamati perbaikan jaringan pankreas pada tikus yang telah diberikan streptozotocin dan kemudian diobati dengan EEBD.Metode yang digunakan adalah metode Hematoksilin Eosin

(HE).Prinsip dari pewarnaan jaringan adalah berdasarkan pada afinitas antara zat warna dengan bahan yang diwarnai surya, (2001).Pewarnaan bertujuan agar dapat mempertajam atau memperjalas bagian elemen jaringan terutama sel-sel nya sehingga dapat dibedakan dan di telaah dengan mikroskop.Selanjutnya dihitung pulau Langerhans pankreas tikus untuk melihat perbaikan pulau Langerhans pankreas tikus yang telah diinduksi STZ. Luas pulau Langerhans yang paling tinggi terdapat pada kelompok sehat , dan berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan pulau Langerhans kelompok tikus diabetes tanpa pemberian

EEBD. Kelompok tikus yang memiliki rerata luas pulau Langerhans cenderung lebih rendah terdapat pada tikus diabetes dengan pemberian EEBD 125 mg/kg

75

Universitas Sumatera Utara BB. Sedangkan luas pulau Langehans yang nilai nya paling tinggi didapati pada tikus diabetes yang diinduksi EEBD dosis 500 mg/kg BB.

Kelompok EEBD dosis 125, 250, dan 500 mg/kg BB berbeda nyata dengan kontrol negatif, artinya ke tiga kelompok perlakuan dapat meningkatkan ukuran pulau Langerhans, yang berarti ketiga perlakuan tersebut dapat membantu proses perbaikan pankreas rusak karena induksi STZ. Hal ini membuktikan bahwa

EEBD memiliki potensi efek farmakologi yang baik

Pulau Langerhans penderita DM akan mengalami perubahan morfologi, baik dalam jumlah maupun ukurannya. Pulau Langerhans merupakan kumpulan kelenjar endokrin yang tersebar pada pankreas, berbentuk seperti pulau dan banyak dilalui oleh kapiler-kapiler darah. Hematoksilin adalah senyawa bersifat basa yang dapat mewarnai inti sel yang bersifat asam sedangan eosin adala senyawa yang bersifat asam sehingga dapat mewarnai sitoplasma yang bersifat basa. Pewarnaan HE akan memperlihatkan pulau Langerhans lebih pucat dibandingkan dengan sel-sel kelenjar asinar disekelilignya sehingga pulau

Langerhans mudah dibedakan (Zubaidah dan Rosdiana, 2016).

76

Universitas Sumatera Utara BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

a) ekstrak etanol umbi bawang dayak (Eleutherine bulbosa (Mill) Urb)

mampu menurunkan KGD tikus diabetik secara signifikan mulai hari ke-9

pada dosis 500 mg/kgbb sebesar 50 % dan hari ke-12 pada dosis 125

mg/kgbb dan 250 mg/kgbb.

b) ekstrak etanol umbi bawang dayak dosis 125mg/kgbb, 250 mg/kgbb dan

500 mg/kgbb mampu meningkatkan kadar insulin tikus diabetik.

c) ekstrak etanol umbi bawang dayak dosis 500 mg/kgbb mampu

memperbaiki struktur dan luas pulau langerhans pankreas tikus diabetik.

5.2 Saran

Disarankan peneliti selanjutnya mengevaluasi beberapa hal berikut ini:

a) Perlu dilanjutkan pemeriksaan histopatologi pankreas dengan metode

selain HE yaitu dengan pewarnaan gomori maupun imunohistokimia.

b) Untuk peneliti selanjutnya agar meneliti tanaman jenis lain yang

berkhasiat antidiabetes.

77

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Babu, Pon Velayutham Anandh, Dongmin Liu, and Elizabeth R. Gilbert. "Recent advances in understanding the anti-diabetic actions of dietary flavonoids." The Journal of nutritional biochemistry 24.11 (2013): 1777- 1789.

Arifin. (2011). PanduanTerapi Diabetes Mellitus Tipe 2 Terkini. Fakultas Kedokteran UNPAD .Halaman 17-18

Arisandi, R. (2004). Anatomi dan Fisiologi Pankreas, Bogor: Institut Pertanian Bogor.

American Diabetes Association (ADA) (2012). Herbs, Supplements and Alternative Medicine.[diakses 26 Juni 2012]. Diambildari: http://www. diabetes. org/ living - with-diabetes/treatment - and care/ medication /herbs - supplements – alternative - medicines/.

Aguilara FZA, Ramos RR, Guiterrez SP, Contreras AA, Weber CCA, Saenz JLF.,dkk; (1998). Studi of Antihyperglaicemic effect of used as Antidiabetics. J. Halaman 101-110

Aulia, dan Nuniek, (2003), Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Umbi Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia (L) Merr) terhadap Shigella Dysentriae Dan Escheriacoli, UII, Yogyakarta.

Apriani, N., Suhartono, E., Izaak, Z. A.,dkk., (2011). Korelasi Kadar Glukosa Darah Dengan Kadar Advanced Oxidation Protein Produc (AOPP) Tulang pada Tikus Putih Model Hiperglikemia.Halaman 48-55

Anonim (2007). Members of the genus Eleutherine [diakses 7 februari2011]. Diambil dari: http: // zipcodezoo.Com/Plants/E/ Eleutherine_palmifolia.

American Diabetes Assosiacion (ADA) (2010). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus Diabetes Care USA. Halaman27:55

A.M. Flanagan, J. L. Brown, C.A. Santiago, P. Y. Aad, L. J. Spicer, and M. T. Spicer, “High-fat diets promote insulin resistance through cytokine gene expression in growing female rats, “The Journal of Nutritional Biochemistry, vol.19,no 8.Halaman: 505-513

Ali, Rohilla A, Dahiya A, Kushoor A, dan Rohilla (2011). Streptozotocin Induced Diabetes Mechanism of Induction. International Journal of Pharmaceutical Antioxidan Activity Of Moringaoleifera. International Journal Molecular. Halaman: 6607-6088

78

Universitas Sumatera Utara Akbarzadeh, A, D. Norouzian, M.R. Mehrabi,Sh. Jamshidi, A. Farhangi, A. Allah Verdi, Et al. (2007) Induction of Diabetes by Streptozotocin in Rats. Indian Journal of Clinical Biochemistri, Halaman: 60-64

Boolition, R., A., (1991). Zoologi Macmillan Publishing Co. Inc. New York. Collier Macmilla Publisher London.

Bonner-Weir, S., Trent, D. F., Honey, R., N., and Weir, G. C., (1981) Responses of Neonatal Rat Islets to Streptozotocin: Limitid β-cell Regeneration and Hyperglycemia, Diabetes,Halaman: 64

Chen, C. X., F. C., Chan, X. L., Chan, K. H., (2011). Anemia and Type 2 Diabetes implication from retrospectively studied primary care case series. Hongkong Medical Journal

Dewi, I. D. A. D. Y., Astuti, K. W., Warditiani, N. K. (2013). Identifikasi Kandungan Kimia ( Garciniamangostana L).Jurnal Farmasi Udayana 2 (4): 13-18

Ditjen POM. (2000). Farmakope Herbal.Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 17, 31-32

Dipiro, J. T. Talbert, L. R., Yess, C.G., Matzke, R. G., Wells, G. B., Posey, m. L. (2005) Pharmacotherapy a; Pathofisiologic Approach.Edisi 6. Mcgrawhill New York, Halaman: 13-347

Depkes RI, (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Halaman: 1033

Depkes RI, (2008). Pedoman Pengendalian Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik. Jakarta: Departemen Kesehatan Repeblik Indonesia. Halaman: 1 dan 114

Depkes RI, (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Direktiorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dewi L. K, Widyarti S, Rifai M, (2013). Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annoramuricata Linn) terhadap Peningkatan Jumlah sel CD4+ dan CD8+ pada Timus Mencit (Musmulucus). JurnalBiologi. Malang: Universitas Brawijaya, Halaman: 1-5

Febrinda A E, Astawan M, Wresdiyati T, dan Yuliana N D (2013). http://Kapasitas antioksidan dan Inhibitor alfa Glukosidase. Blogspot. Com. Ekstrak Umbi Bawang Dayak html.

79

Universitas Sumatera Utara Firdaus, Tazkiyatul., (2014). Efektivitas Ekstrak Bawang Dayak (Eleutherine Palmifolia (L) (Mer) Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Stapylococcusaureus. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Hal: 24

Galingging, RY. (2007). Potensi Plasa Nutfah Tanaman Obat sebagai Sumber Biofarmaka di Kalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 10,1: 76-83

Galingging, RY., (2009), Bawang Dayak Sebagai Tanaman Obat Multifungsi, Warta Penelitian dan Pengembangan Kalimantan Tengah, Volume 15(3)

Galingging, YR., (2010). Bawang Dayak (Eleutherine Palmifolia) Sebagai Tanaman Obat Multifungsi, http://kalteng. Litbang. Deptan.go. Id/data/bawang-dayak.pdf (diakses Juni 2015). Halaman: 4

Greenspan, F. S., M. d. (1998). Endokrinologi Dasar dan Klinik.Edisi ke- 4.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 755

Gulfraz, M., Qodir, G., Noshhen, F., Parveen, Z. (2007). Antyhiperglicemic Effec of Beberis Lyceum Royle in Alloxan Induced Diabetic Rats. Diabetes Croatica. 36 (3) Halaman: 49-54

Guyton A. C., dan J. E Hall (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. Halaman 224-248

Horn, B and Mitten, R. W. (2000). Evaluation of an Insulin Zink Suspension for control of Naturally Occuring Diabetes Mellitus in Dogs. Australian Veterinary Journal.78(12): 831-4

Harbone, J. B., (1987). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan . InstitutTeknologi Bandung (ITB). Bandung, Hal: 56-70

Helmi A, Anggraini N, Handayani D Rasyid R., (2006) “ Standarisasi Ekstrak Etanol Daun Eugenia Cumini Merr. J. Sains Tek. Far . Halaman: 11

Kusumawati, D. (2004). Bersahabat Dengan Hewan Coba. Fakultas Kedokteran Hewan.Universitas Airlangga. Surabaya

Katzung, G. Bertram. (2002). Farmakologi: Dasar dan Klinik. Buku 2. Penerbit Salemba Medika. Jakarta

Lawrence. J.C., (1994), Insulin and Oral Hypoglycemic Agent, InBrody, T. M. Larner. J. Minneman, K. P., and Neu H,C. (Ed). Human Pharmacology 2ndEd., 523-539., Mosby, London.

80

Universitas Sumatera Utara Lenny, S. (2006). Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metode Brine Shirmp.Jurnal USU.

Merck, E. (2008). Dyeing Reagents for Thin Layer and Paper Chromatography. Berlin: Federal Republic of Germany. Halaman1.

Mangan.(2012). Manfaat Bawang Tiwai. Bogor: IPB

M.J. Reed, K. Meszaros,L. J. Entes, et al, “A new rat model of type 2 diabetes: the fat-fed, streptozotoci-treated rat.

Maksum, U. (2008). Uji Efek Anti Diabetes Ekstrak Etanol Daun Kembang Bulan (Thitoniadi fersifolia (hemsley) A. Gay) Terhadap Tikus yang Diinduksi Streptozotocin. Skripsi Fakultas Farmasi USU. Medan

Mescher A. L. (2010) junqueira’s Basic Histology Text & Atlas 12thed. New York: McGraw-Hill Companies, inc.

Menteri Kesehatan. (2009). Farmakope Herbal Indonesia. Edisi pertama. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 261/MENKES/SK/IV/2009

Nugroho, Faizal. (2001). Faktor- factor berpengaruh terhadap status Kognitif Pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 lanjut usia.

Niluh Puspita Dewi, RamlaAllia, Sri Mulyani Sabang, (2016). Uji Efektivitas Antidiabetes (Eleutherine Bulbosa (MILL) URB. Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Obesitas. Jurnal Farmasi, SekolahTinggi Farmasi Pelita Mas Palu (STIFA), Samarinda.

Nur’Azimatul Quddsyiah H. Maidin, Norhayati Ahmad (2015), Protective and antidiabetic effect of virgin coconut oil (vco) on blood glucose concentrations in alloxan induced diabetic rats, International Journal of Pharmaceutical Sciences, vol 7no. 10, Halaman: 57-60

Octavia, D.r., 2009.Uji Aktivitas Penangkap Radikal Ekstrak Petroleum Eter, Etil asetat, Etanol Daun Binahong dengan Metode DPPH. Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

PERKENI, (2011).Konsensus Pencegahan dan Pengendalian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Diakses pada 25 Desember 2013 dari: www. Academic.Edu/4053787//Revisi_final_KONSENSUS_DM_Tipe 2_Indonesia_2011

Pine, A. T. D., Alam, G. dan Attamin., F., (2011). Standarisasi Mutu Ekstrak Daun Gedi (Abelmoschus manihot (L) dan Uji Efek Antioksidan dengan Metode DPPH. Universitas Hasanuddin. Makassar.

81

Universitas Sumatera Utara

Rachael, G. (2010) Normal Rat Blood Glucose Level. (Cited (2015) January 07) Available from: http:// www.ehow. com

Ratimanjari, D.A.(2011).Pengaruh Pemberian Infusa Herba Sambiloto( Andrograp Paniculata Ness) Terhadap Glibenklamid dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan yang dibuat Diabetes.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.1-17

Robinson, S. L dan V. Kumar.(1995). Buku Ajar Patologi I. Ed. 4.Terjemahan Staf PengajarLab. Patologi Anatomi. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Rimbawa dan Siagian, A. (2004) Indeks Glikemic Pangan. Penebar Swadaya. Jakarta, Halaman: 53

Rees, D,A and Alcolado J.C., (2005), Animal models of diabetes mellitus,Diabetic Medicine, 22:359-370

Sahin, M. Onderci, M. Tuzcu, C. Zhang et al, “Effect of chromium on carbohydrate and lipid metabolism in a rat model type 2 diabetes mellitus: the fat-fed, streptozotocin-treated rat” Metabolism, vol 56, no 9, Halaman: 1233-1240

Srinivasan, B. Viswanad, L.Asrat, C. L. Kaul, and P. Ramarao, “Combination of high-fat diet fet-and low-dose streptozotocin-treated rat: a model for type 2 diabetes and pharmacological screening,”Pharmacologicalreseart, vol. 52,no.4, Halaman: 313-320

Setiawan dan Meddy, (2011). Pre-Diabetes dan Peran HbAIc dalam Skrining dan Diagnosis Awal Diabetes Mellitus.Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah, Malang. Vol.7 No. 14, Januari 2011.

Shafrir, E., Ziv,E and Mosthaf, L., (1999), Nutritionally Induced Insulin Resistance and Reseptor Defect Leading to β-Cell Failure in Animal Models,Annals of The New York Academiy of Sciences, 892: 223-46

Saptowalyono CA (2007). Bawang Dayak, Tanaman Obat kanker yang Belum Tergarap.Wwww. Kompas.Com [15 juni 2007].

S. Zhao, Y.Chu, C.Zhange, et al, (2008) “Diet-induced central obesity and insulin resistance in rabbits, “Journal of Animal Physiology and Animal Nutrision, vol. 92, no. 1, Halaman: 105-111

S. Tanaka, T. Hayashi, T. Toyoda, et al, (2007) “High-fat diet impairs the effects of a single bout of endurance exercise on glucose transport and insulin

82

Universitas Sumatera Utara sensitivity in rat skeletal muscle,” Metabolissm,vol 56, no, Halaman: 1719- 1728

Szkudelski, T. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in B Cells of the Rat Pancreas.Department of Animal Physiology and Biochemistry, University of Agriculture, Poznan, Poland.Physiological Research. 50: 536- 546

Syamsuni, H. A. (2007). Ilmuresep. EGC. Jakarta. Halaman 242-252

Sulitistia G. (2011). Farmakologi dan Terapi.Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia. Jakarta. Halaman 481-495.

Surya. 2001. Histologi. Makasar (ID): Universitas Hasanuddin Press.

Stevani H., Hidayah N., Husnul A. (2016). Efektifitas Rebusan Daun Kersen Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Mencit.Poltekes Kemenkes Makassar.

Stangelend, T., Remberg, S, F., dan Lye, K. A. (2009).Total Antioxidant Activity in 35 Ugandan Fruits and Vegetables.Food Chemistry. 113(1): 85-91.

Sherwood, Laura Iee.(2011). Fisiologi Manusia.Jakarta : EGC

Utami, P dan Puspaningtyas, D. E. (2013).The Miracle of Herbs, Jakarta: PT Agro Media Pustaka.

Voight, T. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V. Ahli Bahasa Noerono, S. Universitas Gajah Mada Perss: Yogyakarta.

Wijayakusuma, H (2004). Bebas Diabetes Mellitus AlaHembing. Jakarta. PenerbitPuspaSwara. Halaman: 7-10

Wulandari, C. E., (2010). Penurunan Ekstrak Bawang Merah (Allium ascalonicum Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Tikus Wistar dengan Hiperglikemia.Universitas Diponegoro.

Wilson, G. L. and Ledoux, S. P., (1989), The Role of Chemical in The Etiology of Diabnetes Mellitus, Toxicology,Phatology, 17,Halama: 357-362

WHO.(1998). Quality Cintrol Methods for Medicinal Material. ISBN.Switzerland

Waspadji, Sarwono, KartiniSukardji, Meida Octarina. (2004). Pedoman Diet Diabetes Mellitus, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

83

Universitas Sumatera Utara Wolf, G., (2008). Role of Fatty Acids In the Development of Insulin Resistance And Type 2 Diabetes Mellitus. Nutrition Reviews, Halaman: 597-600

Waspadji, S. (2010). Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi Pengelolaan Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Sudoyo, W. A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Halaman 1922-1933

Wigati, D., & Rahardian, R. R. (2018). “Penetapan Standarisasi Non Spesifik Ekstrak Etanol Hasil Perkolasi Umbi Bawang Dayak(Eleutherine palmifolia (L.) Merr”). e-Publikasi Fakultas Farmasi, 15 (2), 36-40

84

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1: Surat Hasil Identifikasi Tanaman (Umbi Bawang Dayak)

85

Universitas Sumatera Utara Lampiran 2: Gambar Makroskopik dan Mikroskopik Umbi Bawang Dayak

A B

C D

Keterangan Gambar: A : Gambar Tinggi Tanaman Bawang Dayak ± 22 cm B : Gambar Tinggi Umbi Bawang Dayak 3-5 cm C : Gambar Seluruh BagianTanaman Bawang Dayak D : Gambar Mikroskopik Bawang Dayak

86

Universitas Sumatera Utara Lampiran 3: Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan

87

Universitas Sumatera Utara Lampiran 4: Surat Keterangan Penggunaan Laboratorium

88

Universitas Sumatera Utara Lampiran 5: Surat Bebas Biaya Penggunaan Laboratorium Farmasi USU

89

Universitas Sumatera Utara Lampiran 6: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

90

Universitas Sumatera Utara Lampiran 7: Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak (Elutherine Bulbosa (Mill ) Urb )

91

Universitas Sumatera Utara Lampiran 8: Uji Karakterisasi Ekstrak

A B

C

Keterangan Gambar: Gambar A : Uji Kadar Sari Larut Asam Gambar B : Uji Pka Abu Gambar C : Uji Kadar Sari Larut Air dan Larut Etanol

92

Universitas Sumatera Utara Lampiran 9: Perhitungan Karakteristik Umbi Bawang Dayak

1. Penetapan kadar air

Volume air % Kadar air simplisia = x 100%

No, Berat sampel Volume air 1, 5,0000 1,2 2, 5,0000 1,2

3, 5, 0000 1,3

1,2 1. Kadar air = x 100% = 24% 5,0000

1,2 2. Kadar air= x 100% = 24% 5,0000

3. Kadar air= x 100% = 26%

24 +24 +26 % Rata-rata kadar air = = 24,67% 3

2. Perhitungan kadar sari larut dalam air

berat sari (g) 100 % Kadar sari larutdalam air = x x100% berat sampel (g) 20

No, Berat sampel (g) Berat sari (g) 1, 5,0000 0,6398 2, 5,0000 0,6319 3, 5,0000 0,6233

0,6398 100 1. Kadar sari larut dalam air = x x100% = 63,98% 5,0000 20

0,6319 100 2. Kadar sari larut dalam air = x x 100% = 63,19 % 5,0 20

93

Universitas Sumatera Utara 0,6233 100 3. Kadar sari larut dalam air = x x 100% = 62,33 % 5,0000 20

63,98 +63,19 +62,33 % Rata-rata kadar sari larutdalam air = = 63,17% 3

3. Perhitungan kadar sari larut dalam etanol berat sari (g) 100 % Kadar sari larutdalametanol = x x100% berat sampel (g) 20

No, Berat sampel (g) Berat sari (g) 1, 5,0000 0,7227

2, 5,0000 0,7591 3, 5,0260 0,7382

0,7227 100 1. Kadar sari larut dalam etanol = x x100% = 72,27 % 5,0000 20

0,7591 100 2. Kadar sari larut dalam etanol = x x100% = 75,91% 5,0000 20

0,7382 100 3. Kadar sari larut dalam etanol = x x100% = 73,82% 5,0260 20

+75,91 +73,82 % Rata-rata kadar sari larutdalametanol = = 74,00% 3

4. Perhitungan kadar abu total berat abu (g) % Kadar abu total = x100% berat simplisia (g)

No, Berat sampel (g) Berat abu (g) 1, 2,0052 0,3077 2, 2,0047 0,3741 3, 2,0061 0,3649

94

Universitas Sumatera Utara 0, 1. Kadar abu total = 100% =15,34%

0,3741 2. Kadar abu total = 100% =18,66%

0,3649 3. Kadar abu total = 100% =18,19%

15,34 +18,66 + 18,19 % Rata-rata kadar abu total = = 17,40% 3

5. Perhitungan kadar abu tidak larut asam beratabu (g) % Kadar abu tidaklarutasam = x100% berat simplisia (g)

No, Berat sampel (g) Berat abu (g)

1, 2,0052 0,0397 2, 2,0047 0,0376 3, 2,0061 0,0339

0, 1. Kadar abu tidak larut asam = 100% =1,98%

0,0376 2. Kadar abu tidak larut asam = 100% = 1,87%

0,03 3. Kadar abu tidak larut asam = 100% =1,69%

1,98 +1,87 + 1,69 % Rata-rata kadar abu larut asam = = 1,85% 3

95

Universitas Sumatera Utara Lampiran 10: Perhitungan bahan

1. Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol Bawang Dayak (EEBD)

Contoh perhitungan dosis EEBD yang akan diberikan pada tikus adalah :

 Dosis suspensi EEBD yang akan dibuat adalah 125 mg/kgbb, 250 mg/kgbb, dan 500 mg/kgbb

 Cara pembuatan suspensi EEBD:

Timbang 125 mg, 250 mg, dan 500 mg EEBD, masing-masing dilarutkan dalam 10 ml suspensi Na-CMC 0,5 %

Misalnya : Berat badan tikus 200 gram

Perhitungannya adalah : 1/100 = 10 mg/ml

125 mg EEBD x 200/1000 = 25 mg

Maka volume larutan yang diberikan adalah : 25 mg/10 ml = 2,5 ml

Seterusnya untuk dosis EEBD 250 mg/kgbb dan 500 mg/kgbb adalah : a.250 mg EEBD x 200/1000 = 50 mg

maka volume larutan yang diberikan adalah : 50 mg/10 ml = 5 ml b.500 mg EEBD x 200/1000 = 100 mg

maka volume larutan yang diberikan adalah : 100 mg/10 ml = 10 ml

96

Universitas Sumatera Utara 2.Perhitungan Dosis Glibenklamid

Dosis Glibenklamid untuk tikus adalah : 0,25 mg/kgbb

2,5 mg/10 = 0,025 /100 = 0,025 %

0,025 / 100 x 1000 = 0,25 mg/dl

0,25 mg/kgbb x 200 (berat badan tikus) /1000 = 0,05 mg

0,05 mg / 0,25 mg/dl = 0,2 ml volume larutan

2. Perhitungan Larutan Streptozotocin untuk Penginduksi Diabetes Secara Intraperitonial.

Contoh perhitungan dosis STZ adalah :

30 mg/kgbb = 30 mg/1ml NaCl = 3% = 3/100 x 1000 = 30 mg/ml

30 mg/kgbb x 200/1000 (berat badan tikus) = 6 mg

Maka volume larutan yang diberikan adalah 6 mg/30 mg/kgbb = 0,2 ml ( untuk 1 tikus).

97

Universitas Sumatera Utara Lampiran 11: HFD

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig. Awal 2.435 5 30 .058 Minggu_I 4.197 5 30 .005 Minggu_II 6.962 5 30 .000 Minggu_III 6.430 5 30 .000 Minggu_IV 2.528 5 30 .050

ANOVA

Sum of Squares df Mean F Sig. Square Between Groups 366.635 5 73.327 2.522 .051 Awal Within Groups 872.355 30 29.079

Total 1238.990 35 Between Groups 1574.398 5 314.880 7.791 .000 Minggu_I Within Groups 1212.458 30 40.415 Total 2786.856 35 Between Groups 3790.633 5 758.127 18.614 .000 Minggu_II Within Groups 1221.887 30 40.730 Total 5012.520 35 Between Groups 6947.992 5 1389.598 31.762 .000 Minggu_III Within Groups 1312.515 30 43.751 Total 8260.507 35 Between Groups 11727.812 5 2345.562 43.245 .000 Minggu_IV Within Groups 1627.160 30 54.239

Total 13354.972 35

98

Universitas Sumatera Utara

Multiple Comparisons Dunnett t (2-sided)a Dependen (I) (J) Mean Std. Sig. 95% Confidence Interval t Variable Kelompok Kelompok Difference Error Lower Upper (I-J) Bound Bound N CMC -2.00000 3.11333 .950 -10.2717 6.2717 Gli CMC 5.26667 3.11333 .327 -3.0050 13.5384 Awal BD125 CMC 4.06667 3.11333 .564 -4.2050 12.3384

BD250 CMC .40000 3.11333 1.000 -7.8717 8.6717 BD500 CMC 6.98333 3.11333 .121 -1.2884 15.2550 N CMC -15.48333* 3.67039 .001 -25.2351 -5.7316 Gli CMC -1.26667 3.67039 .997 -11.0184 8.4851 Minggu_I BD125 CMC 2.45000 3.67039 .942 -7.3017 12.2017 BD250 CMC -1.50000 3.67039 .993 -11.2517 8.2517 BD500 CMC 5.51667 3.67039 .435 -4.2351 15.2684 N CMC -26.45000* 3.68463 .000 -36.2396 -16.6604 Gli CMC -5.60000 3.68463 .425 -15.3896 4.1896 Minggu_II BD125 CMC 1.93333 3.68463 .978 -7.8563 11.7229 BD250 CMC -.53333 3.68463 1.000 -10.3229 9.2563 BD500 CMC 3.95000 3.68463 .727 -5.8396 13.7396 N CMC -33.90000* 3.81883 .000 -44.0461 -23.7539 Gli CMC -5.56667 3.81883 .463 -15.7128 4.5795 Minggu_III BD125 CMC 4.15000 3.81883 .717 -5.9961 14.2961 BD250 CMC 3.43333 3.81883 .836 -6.7128 13.5795 BD500 CMC 7.13333 3.81883 .244 -3.0128 17.2795 N CMC -44.01667* 4.25201 .000 -55.3137 -32.7196 Gli CMC -8.08333 4.25201 .230 -19.3804 3.2137 Minggu_I BD125 CMC 6.25000 4.25201 .456 -5.0470 17.5470 V BD250 CMC 5.83333 4.25201 .520 -5.4637 17.1304 BD500 CMC 7.45000 4.25201 .296 -3.8470 18.7470 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.

99

Universitas Sumatera Utara Lampiran 12: KGD sebelum dan sesudah induksi

T-Test Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean kgdsebelumztz 86.8333 30 9.93803 1.81443 Pair 1 kgdsesudahstz 359.4667 30 64.03595 11.69131

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 kgdsebelumztz & kgdsesudahstz 30 -.348 .059

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. Mean Std. Std. 95% Confidence Interval (2- Deviation Error of the Difference taile Mean Lower Upper d) kgdsebelu - 68.13601 12.4398 -298.07574 - - 29 .000 mztz - 272.633 8 247.19093 21.9 Pair 1 kgdsesuda 33 16 hstz

T-Test Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Jam_0 291.83 6 21.995 8.979 Pair 1 Jam_7 269.67 6 16.777 6.849

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 Jam_0 & Jam_7 6 .967 .002

100

Universitas Sumatera Utara Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. Mean Std. Std. Error 95% Confidence Interval (2- Deviation Mean of the Difference taile Lower Upper d) Jam_0 22.167 7.167 2.926 14.645 29.688 7.576 5 .001 Pair 1 - Jam_7

101

Universitas Sumatera Utara Lampiran13 : Gambar Alat Mengukur Kadar Glukosa Darah

102

Universitas Sumatera Utara Lampiran 14: Gambar Streptozotocin dan Pemberian HFD

Pemberian HFD

103

Universitas Sumatera Utara Lampiran 15: Hasil Analisis Data Statistik

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Hari0 5.399 5 30 .001 Hari3 3.830 5 30 .008 Hari6 4.486 5 30 .004 Hari9 9.719 5 30 .000 Hari12 5.866 5 30 .001 Hari14 6.534 5 30 .000

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 439045.333 5 87809.067 50.606 .000 Hari0 Within Groups 52054.667 30 1735.156

Total 491100.000 35 Between Groups 280406.889 5 56081.378 40.433 .000 Hari3 Within Groups 41610.667 30 1387.022 Total 322017.556 35 Between Groups 165429.806 5 33085.961 29.483 .000 Hari6 Within Groups 33665.833 30 1122.194 Total 199095.639 35 Between Groups 95487.583 5 19097.517 21.111 .000 Hari9 Within Groups 27139.167 30 904.639 Total 122626.750 35 Between Groups 72524.333 5 14504.867 24.691 .000 Hari12 Within Groups 17623.667 30 587.456 Total 90148.000 35 Between Groups 81897.583 5 16379.517 44.473 .000 Hari14 Within Groups 11049.167 30 368.306 Total 92946.750 35

104

Universitas Sumatera Utara Multiple Comparisons Dunnett t (2-sided)a Dependent (I) (J) Mean Std. Sig. 95% Confidence Interval

Variable Kelompok Kelompok Difference Error Lower Upper (I-J) Bound Bound N CMC -210.833* 24.050 .000 -274.73 -146.94 Gli CMC 142.667* 24.050 .000 78.77 206.56 Hari0 BD125 CMC 34.667 24.050 .474 -29.23 98.56 BD250 CMC 62.833 24.050 .055 -1.06 126.73

BD500 CMC 69.667* 24.050 .029 5.77 133.56 N CMC -191.667* 21.502 .000 -248.79 -134.54 Gli CMC 88.833* 21.502 .001 31.71 145.96 Hari3 BD125 CMC 13.333 21.502 .956 -43.79 70.46 BD250 CMC 32.833 21.502 .420 -24.29 89.96 BD500 CMC 31.000 21.502 .474 -26.13 88.13 N CMC -177.500* 19.341 .000 -228.89 -126.11 Gli CMC 21.167 19.341 .711 -30.22 72.55 Hari6 BD125 CMC 9.167 19.341 .986 -42.22 60.55 BD250 CMC -3.667 19.341 1.000 -55.05 47.72 BD500 CMC -21.000 19.341 .717 -72.39 30.39 N CMC -162.667* 17.365 .000 -208.80 -116.53 Gli CMC -41.500 17.365 .089 -87.64 4.64 Hari9 BD125 CMC -25.500 17.365 .457 -71.64 20.64 BD250 CMC -45.833 17.365 .052 -91.97 .30 BD500 CMC -69.000* 17.365 .002 -115.14 -22.86 N CMC -149.667* 13.994 .000 -186.85 -112.49 Gli CMC -93.833* 13.994 .000 -131.01 -56.65 Hari12 BD125 CMC -67.000* 13.994 .000 -104.18 -29.82 BD250 CMC -77.500* 13.994 .000 -114.68 -40.32 BD500 CMC -102.000* 13.994 .000 -139.18 -64.82 N CMC -133.667* 11.080 .000 -163.11 -104.23 Gli CMC -137.500* 11.080 .000 -166.94 -108.06 Hari14 BD125 CMC -94.833* 11.080 .000 -124.27 -65.39 BD250 CMC -119.500* 11.080 .000 -148.94 -90.06

BD500 CMC -127.000* 11.080 .000 -156.44 -97.56 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.

105

Universitas Sumatera Utara Lampiran 16 :Gambar Rat Insulin Elisa Kid

106

Universitas Sumatera Utara Lampiran 17 : Hasil Pengukuran Insulin

NPar Tests Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Normal 6 27.67 Glibenklamid 6 27.83 CMC NA 6 12.75 Nilai_Insulin EEBD 125 mg/Kg BB 6 11.08

EEBD 250 mg/Kg BB 6 16.50 EEBD 500 mg/Kg BB 6 15.17 Total 36

Test Statisticsa,b

Nilai_Insulin Chi-Square 14.897 df 5 Asymp. Sig. .011 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok

107

Universitas Sumatera Utara

NPar Tests Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks Normal 6 6.50 39.00

Nilai_Insulin Glibenklamid 6 6.50 39.00 Total 12

Test Statisticsa

Nilai_Insulin Mann-Whitney U 18.000 Wilcoxon W 39.000 Z .000 Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Normal 6 9.50 57.00

Nilai_Insulin CMC NA 6 3.50 21.00

Total 12

108

Universitas Sumatera Utara

Test Statisticsa

Nilai_Insulin Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 21.000 Z -2.882 Asymp. Sig. (2-tailed) .004 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks Normal 6 9.33 56.00 Nilai_Insulin EEBD 125 mg/Kg BB 6 3.67 22.00

Total 12

Test Statisticsa

Nilai_Insulin

Mann-Whitney U 1.000 Wilcoxon W 22.000 Z -2.727 Asymp. Sig. (2-tailed) .006 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .004b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

109

Universitas Sumatera Utara NPar Tests Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Normal 6 8.50 51.00 Nilai_Insulin EEBD 250 mg/Kg BB 6 4.50 27.00 Total 12

Test Statisticsa

Nilai_Insulin Mann-Whitney U 6.000 Wilcoxon W 27.000 Z -1.925 Asymp. Sig. (2-tailed) .054 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .065b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

110

Universitas Sumatera Utara Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks Normal 6 7.83 47.00 Nilai_Insulin EEBD 500 mg/Kg BB 6 5.17 31.00 Total 12

Test Statisticsa

Nilai_Insulin Mann-Whitney U 10.000 Wilcoxon W 31.000 Z -1.283 Asymp. Sig. (2-tailed) .199 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .240b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks Glibenklamid 6 9.50 57.00 Nilai_Insulin CMC NA 6 3.50 21.00

Total 12

111

Universitas Sumatera Utara Test Statisticsa

Nilai_Insulin Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 21.000 Z -2.882 Asymp. Sig. (2-tailed) .004 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Glibenklamid 6 9.50 57.00 Nilai_Insulin EEBD 125 mg/Kg BB 6 3.50 21.00 Total 12

Test Statisticsa

Nilai_Insulin Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 21.000 Z -2.887 Asymp. Sig. (2-tailed) .004 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

112

Universitas Sumatera Utara NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Glibenklamid 6 8.83 53.00 Nilai_Insulin EEBD 250 mg/Kg BB 6 4.17 25.00 Total 12

Test Statisticsa

Nilai_Insulin Mann-Whitney U 4.000 Wilcoxon W 25.000 Z -2.246 Asymp. Sig. (2-tailed) .025 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .026b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

NPar Tests Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

113

Universitas Sumatera Utara

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks Glibenklamid 6 7.50 45.00 Nilai_Insulin EEBD 500 mg/Kg BB 6 5.50 33.00 Total 12

Test Statisticsa

Nilai_Insulin Mann-Whitney U 12.000 Wilcoxon W 33.000 Z -.962 Asymp. Sig. (2-tailed) .336 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .394b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks CMC NA 6 6.75 40.50 Nilai_Insulin EEBD 125 mg/Kg BB 6 6.25 37.50 Total 12

114

Universitas Sumatera Utara Test Statisticsa

Nilai_Insulin Mann-Whitney U 16.500 Wilcoxon W 37.500 Z -.241 Asymp. Sig. (2-tailed) .810 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .818b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Mann-Whitney Test Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks CMC NA 6 5.50 33.00 Nilai_Insulin EEBD 250 mg/Kg BB 6 7.50 45.00

Total 12

Test Statisticsa

Nilai_Insulin Mann-Whitney U 12.000 Wilcoxon W 33.000 Z -.962 Asymp. Sig. (2-tailed) .336 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .394b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

115

Universitas Sumatera Utara NPar Tests Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Mann-Whitney Test Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

CMC NA 6 7.50 45.00 Nilai_Insulin EEBD 500 mg/Kg BB 6 5.50 33.00 Total 12

Test Statisticsa

Nilai_Insulin

Mann-Whitney U 12.000 Wilcoxon W 33.000 Z -.962 Asymp. Sig. (2-tailed) .336 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .394b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

EEBD 125 mg/Kg BB 6 5.17 31.00

Nilai_Insulin EEBD 250 mg/Kg BB 6 7.83 47.00

Total 12

116

Universitas Sumatera Utara

Test Statisticsa

Nilai_Insulin Mann-Whitney U 10.000 Wilcoxon W 31.000 Z -1.304 Asymp. Sig. (2-tailed) .192 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .240b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

EEBD 125 mg/Kg BB 6 6.50 39.00 Nilai_Insulin EEBD 500 mg/Kg BB 6 6.50 39.00 Total 12

Test Statisticsa

Nilai_Insulin

Mann-Whitney U 18.000 Wilcoxon W 39.000 Z .000 Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

117

Universitas Sumatera Utara

NPar Tests Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Nilai_Insulin 36 .57717 .653888 .000 2.750 Kelompok 36 3.50 1.732 1 6

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks EEBD 250 mg/Kg BB 6 6.50 39.00

Nilai_Insulin EEBD 500 mg/Kg BB 6 6.50 39.00 Total 12

Test Statisticsa

Nilai_Insulin Mann-Whitney U 18.000 Wilcoxon W 39.000 Z .000 Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.

118

Universitas Sumatera Utara Lampiran18 :Dunnet luas pulau langerhans Tests of Normality

Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

125 mg/Kg bb .290 6 .127 .778 6 .037 250 mg/Kg bb .159 6 .200* .983 6 .964 500 mg/Kg bb .193 6 .200* .898 6 .361 Area Normal .276 6 .172 .746 6 .018 Glibenklamid .266 6 .200* .852 6 .164

CMC Na .160 6 .200* .967 6 .870 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction

Area

Descriptives Area N Mean Std. Std. 95% Confidence Minimum Maximum Deviation Error Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 6 868.8333 308.39432 125.901 545.1933 1192.473 534.48 1171.18 BD125 45 3 6 2037.5875 356.91885 145.711 1663.0241 2412.150 1479.80 2514.80 BD250 51 9 6 2710.6240 389.03380 158.822 2302.3581 3118.889 2338.85 3393.99 BD500 38 9 6 3118.4315 1007.7785 411.423 2060.8328 4176.030 2428.03 5066.64 N 6 88 2 6 3110.5822 1668.3563 681.103 1359.7496 4861.414 1369.06 6234.31 Gli 1 61 7 6 553.3145 66.92844 27.3234 483.0774 623.5516 446.02 634.50 CMC 2 36 2066.5622 1297.3157 216.219 1627.6137 2505.510 446.02 6234.31 Total 5 29 7

119

Universitas Sumatera Utara

Test of Homogeneity of Variances Area Levene Statistic df1 df2 Sig.

3.269 5 30 .018

ANOVA Area Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 38019209.341 5 7603841.868 10.922 .000 Within Groups 20886776.147 30 696225.872 Total 58905985.488 35

Multiple Comparisons Dependent Variable: Area Dunnett t (2-sided)a (I) Grup (J) Grup Mean Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Difference (I-J) Lower Bound Upper Bound BD125 CMC 315.51883 481.74193 .946 -964.4065 1595.4442 BD250 CMC 1484.27300* 481.74193 .019 204.3476 2764.1984 BD500 CMC 2157.30950* 481.74193 .000 877.3841 3437.2349 N CMC 2565.11700* 481.74193 .000 1285.1916 3845.0424 Gli CMC 2557.26767* 481.74193 .000 1277.3423 3837.1930 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.

120

Universitas Sumatera Utara