TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENDAFTARAN MEREK YANG MENGGUNAKAN KATA MILIK UMUM (ANALISIS TERHADAP PENDAFTARAN MEREK BIKA AMBON DI MEDAN, SUMATERA UTARA)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
M. IKHSAN RAFIQ 150200511
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
* M. Ikhsan Rafiq ** Saidin *** Syamsul Rizal Merek adalah Setiap tanda, atau kombinasi dari beberapa tanda yang mampu membedakan barang dan jasa atau satu dari yang lain, dapat membentuk merek. Adapun merek yang tidak dapat didaftarkan yaitu merek yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, tanda-tanda yang tidak memiliki tanda pembeda tanda atau kata milik umum, dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang akan didaftarkan. Permasalahan dalam skripsi ini membahas tentang Tinjauan Hukum Terhadap Pendaftaran Merek Yang Menggunakan Kata Milik Umum ( Analisis Terhadap Pendaftaran Merek Bika Ambon di Medan, Sumatra Utara). Pertimbangan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual terhadap pendaftaran merek menggunakan kata milik umum digunakan oleh pihak pengusaha untuk kepentingan pribadi, Dalam hal ini kata umumnya adalah “Bika Ambon” yang dimana bertentangan dalam UU No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif empiris. Penelitian normatif empiris (empirical normative law research) adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang atau kontrak) secara langsung pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka penulis berkesimpulan bahwa, 1) Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2016 kata milik umum tidak dapat didaftarkan menjadi sebuah merek. Pengertian telah menjadi milik umum tidak hanya dalam arti telah menjadi milik publik (public domain), namun berkaitan juga dengan tanda descriptive, deceptive misdescripive, dan personal names. Kata bika ambon merupakan suatu tanda deceptive misdescriptive yaitu merek yang tidak akurat atau memberikan penggambaran yang keliru pada sebuah produk dimana jika ingin didaftarkan sebagai merek harus membangun secondary meaning terlebih dahulu, 2) Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menerima kata bika ambon sebagai merek dengan pertimbangan tidak ada keterkaitan antara kata dan barang produksi yang didaftarkan sebagai merek. Tetapi penulis berbeda pendapat, menurut penulis kata bika ambon dan barang yang dijualnya yang didaftarkan masih memiliki keterkaitan. Dalam mengatasi terjadinya pelanggaran, diperlukannya peran serta dari masyarakat untuk membantu pemerintah dan aparaturnya dalam memberikan setiap informasi yang diketahuinya tentang terjadinya pelanggaran dilingkungannya serta diperlukannya aparatur pemerintahan yang aktif dan memeliki pengetahuan yang cukup dalam mengatasi dan mencegah terjadinya pelanggaran.
Kata Kunci : Pendaftaran kata milik umum, Merek dan Indikasi Geografis
* Mahasiswa ** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT
Tuhan Yang Maha Esa yang dengan rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan dan ketekunan pada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperolah gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan ini penulis menyadari terdapatnya kekurangan, namun demikian dengan terbuka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini.
Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Prof. Dr. Saidin, SH., M.Hum sebagai Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan sebagai Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam pembuatan skripsi
ini.
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum sebagai Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum sebagai Wakil Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum sebagai Ketua Departemen Hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Syamsul Rizal, SH., M.Hum sebagai Sekretaris Departemen Hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen
Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing
dan mengarahkan penulis dalam pembuatan skripsi ini.
7. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang penuh
dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengkuti perkuliahan
sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.
8. Terimakasih yang sebesar-besarnya dari penulis kepada orang tua tercinta
Ayah saya Sujarwo Asma Saputra Arwo dan Ibu saya Masroito Harahap.
9. Teman-teman Grup B Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Stambuk
2015.
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10. Terimakasih kepada Sutan Farhan Pratasa yang sudah membantu dan mengajari
dalam pembuatan skripsi ini serta teman-teman “Pejuang Sarjana” yaitu Natalius
Tamba, Andrew Hagai Ginting, dan Ivan Ghani dan juga sahabat dari sekolah dulu
Yusuf Kamil Harahap serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Terimakasih Kepada Gita Sufi Wijaya sebagai teman sekaligus pacar yang telah
menemani dan menyemangati penulis selama penyelesaian skripsi.
11. Teman-teman di GATAHAN ULAR
Akhirnya Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin di sebutkan satu persatu dalam kesempatan ini, hanya Allah SWT Tuhan Yang
Maha Esa yang dapat membalas budi baik semuanya.
Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis untuk menggapai cita-cita
Medan, Januari 2020
Penulis,
M. Ikhsan Rafiq NIM : 150200511
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK...... i
ABSTRACT ...... ii
KATA PENGANTAR...... iii
DAFTAR ISI ...... iv
BAB I PENDAHULUAN...... 1 A. Latar Belakang ...... 1 B. Rumusan masalah...... 7 C. Tujuan Penelitian...... 7 D. Manfaat Penelitian...... 8 E. Tinjauan Pustaka ...... 8 1. Sejarah Pengaturan Merek di Indonesia ...... 8 2. Pengertian Merek...... 14 3. Tata Cara Pendaftaran Merek di Indonesia ...... 17 4. Tinjauan Umum Tentang Bika Ambon...... 20 F. Metode Penelitian...... 21 1. Lokasi Penelitian ...... 21 2. Jenis dan Sumber Data...... 21 3. Teknik Pengumpulan Data...... 22 4. Analisis Data ...... 23 G. Keaslian Penulisan ...... 23 H. Sistematika Penulisan ...... 24
BAB II PENGATURAN MEREK YANG DIDAFTARKAN SEBAGAI MEREK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK...... 26 A. Istilah dan Pengertian Merek ...... 26
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
B. Ruang Lingkup Merek...... 29 C. Prosedur Permohonan Merek...... 31 D. Faktor-Faktor Penyebab Penghapusan Merek dan Pembatalan Merek ...... 39
BAB III PERTIMBANGAN DIRE KTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUA L TER HADAP PENDAFTARAN KATA “KATA BIKA AMBON” SEBAGAI MEREK 43 A. Tugas Pokok Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual 43 B. Fungsi Pokok Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual ...... 43 C. Upaya Dan Pertimbangan Yang Dilakukan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Pendaftaran Kata “Bika Ambon” Sebagai Merek ...... 46
BAB IV UPAYA YANG DITEMPUH OLEH SALAH SATU PIHAK YANG MENGGUNAKAN KATA UMUM SEBAGAI MEREK ...... 50 A. Akibat Dari Pendaftaran Merek Yang Menggunakan Kata Milik Umum ...... 50 B. Upaya Yang Dilakukan Salah Satu Pihak Apabila Terjadi Penghapusan Dan Merek Terhadap Merek Yang Menggunakan Kata Milik Umum ...... 59
BAB V PENUTUP ...... 67 A. Kesimpulan ...... 67 B. Saran...... 68
DAFTAR PUSTAKA ...... 70
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) termasuk dalam kajian hukum
perdata, karena dari hukum tersebut terdapat aspek hukum privat. Yang
dimaksud hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu
dengan individu lainnya yang menitikberatkan pada kepentingan perorangan.
Hukum privat merupakan hukum yang mengatur hubungan antar sesama
manusia, antar satu orang dengan satu orang lainnya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Jika dipelajari lebih jauh, HKI merupakan bagian dari benda, yaitu benda
tidak berwujud (benda immateriil). Benda didalam kerangka hukum perdata
dapat dikelompokkan ke dalam berbagai kategori, salah satu di antara kategori
itu adalah pengelompokan benda yang mana dibagi lagi dengan klasifikasi
benda berwujud dan tidak berwujud. Untuk hal ini dapat dilihat pada Pasal 499
BW, yang menentukan bahwa: Menurut paham undang-undang yang dinamakan
kebendaan ialah, tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak
milik. Untuk pasal ini, kemudian Mahadi menjelaskan, yang dapat menjadi
1 objek hak milik adalah benda dan benda itu terdiri dari barang dan hak.
Selanjutnya sebagaimana yang diterangkan oleh Mahadi bahwa barang
1 OK. Saidin, 2013, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 11
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
yang dimaksud dalam Pasal 499 BW tersebut adalah benda materiil, sedangkan
hak adalah benda immateriil. Uraian ini sejalan dengan klasifikasi benda
berdasarkan Pasal 503 BW, yaitu: Tiap-tiap kebendaan adalah bertubuh atau tak
bertubuh. Maksudnya adalah penggolongan benda ke dalam kelompok benda
berwujud dan benda tidak berwujud.
HKI merupakan kekayaan manusia yang tidak berwujud nyata tetapi
berperan besar dalam memajukan peradaban umat manusia. Perlindungan
hukum terhadap HKI diberikan oleh negara untuk menarik minat para Pencipta,
Penemu, Pendesain, dan Pemulia agar mereka lebih bersemangat menghasilkan
karya-karya intelektual yang lebih berinovasi demi kemajuan masyarakat.
Secara garis besar HKI terbagi dalam dua golongan, yaitu Hak Kekayaan
Industri dan Hak Cipta. Hak Kekayaan Industri terdiri dari Hak Paten, Merek,
Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang, dan
2 Perlindungan Varietas Tanaman.
Hak Kekayaan Intelektual atau Intellectual Property Right saat ini telah
menjadi isu global khususnya di antara negara-negara industri maju yang selama
ini banyak melakukan kegiatan ekspor produk industri kreatif berbasis HKI.
Menurut Hayyanul Haq, teori yang menjadi dasar pengembangan Intellectual
Property Rights berasal dari teori John Locke yang dalam teori tersebut terdapat
ajaran sebagai berikut: 1) Tuhan telah menciptakan seluruh alam semesta ini
untuk semua manusia; 2) Tuhan menciptaan manusia dengan segala potensi
2 Ibid, hal. 12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
yang melekat dalam dirinya untuk bisa mempertahankan diri (survive); 3) setiap
manusia berhak untuk melakukan intervensi atas alam guna mempertahankan
survivetasnya; 4) setiap manusia berhak atas hasil-hasil yang diperoleh dari
setiap interaksi antar personal-personal yang ada; 5) hak personal itu tidak bisa
diberikan atau dicabut oleh siapapun; 6) setiap orang harus menghormati hak itu
3 sebagai hak personal.
Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari keterkaitan dengan isu
perlindungan hukum terhadap HKI yang telah menjadi perhatian dunia.
Indonesia bahkan telah turut serta dalam perjanjian internasional yang berkaitan
dengan HKI, sehingga Indonesia harus ikut meratifikasi perjanjian tersebut agar
Negara ini tidak dikucilkan dalam bidang perdagangan antar bangsa.
Berdasarkan pada hal inilah, Indonesia kemudian membuat perundang-undangan
tentang HKI.
Merek sebagai HKI pada dasarnya adalah tanda untuk
mengidentifikasikan asal barang dan jasa (an indication of origin) dari suatu
perusahaan dengan barang dan/atau jasa perusahaan lain. Merek merupakan
penggerak utama perdagangan barang dan jasa. Melalui merek, pengusaha dapat
memberikan jaminan dan menjaga kualitas (a guarantee of quality) barang
dan/atau jasa yang dihasilkan dan bertujuan mencegah tindakan persaingan yang
tidak jujur dari pengusaha lain yang bermaksud memanfaatkan reputasinya.
3 Iswi Hariyani, 2010, Prosedur Mengurus HAKI yang Benar, Pustaka Yustisia, Jakarta, hal. 6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
4Merek juga sebagai sarana pemasaran dan periklanan (a marketing and
advertising device) memberikan suatu informasi tertentu kepada konsumen
mengenai barang dan/atau jasa yang dihasilkan pengusaha.
Salah satu perkembangan yang hangat dibicarakan dan memperoleh
perhatian seksama dalam beberapa dekade terakhir ini dan kecenderungan yang
akan terus berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya
arus globalisasi baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, maupun di bidang-
bidang kehidupan lainnya. Perkembangan teknologi informasi dan transportasi
telah membuat kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan
bahkan telah menjadikan dunia sebagai pasar tunggal bersama. Era perdagangan
global hanya dapat dipertahankan jika memiliki keadaan persaingan usaha yang
sehat. Merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem
5 pengaturan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut dan selaras dengan perjanjian-
perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia serta pengalaman
melaksanakan administrasi merek, diperlukan penyempurnaan Undang- Undang
Merek, UU No. 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81)
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 14 Tahun 1997 (Lembaran Negara
Tahun 1997 Nomor 31). Dengan UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek
4 Hasbir Paserangi, 2011, Hak Kekayaan Intelektual, Perlindungan Hukum Hak Cipta Perangkat Lunak Program Komputer Dalam Hubungannya Dengan Prinsip-Prinsip Dalam TRIPs Di Indonesia, Rabbani Press, Jakarta Selatan, hal. 168.
5 Ermansyah Djaja, 2009, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, hal. Ix-x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
terciptalah pengaturan Merek dalam satu naskah (single text), dan kemudian
yang diubah kembali dengan UU No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek sehingga
6 lebih memudahkan masyarakat menggunakannya.
Merek merupakan suatu tanda untuk membedakan atas barang atau jasa
bagi suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya, sebagai tanda pembeda maka
merek dalam satu klasifikasi barang atau jasa tidak boleh memiliki persamaan
antara satu sama lain, baik pada keseluruhan maupun hanya pada pokoknya.
Dalam prakteknya banyak terjadi pelanggaran pada merek, seperti merek yang
memiliki persamaan dengan merek lain dari bentuk maupun unsur dari merek itu
sendiri.
Pada dasarnya sebuah merek memiliki persyaratan untuk didaftarkan.
Sistem administrasi merek sangat penting karena hak atas merek adalah hak
khusus yang diberikan oleh pemerintah atau negara kepada pemilik merek untuk
menggunakan merek tersebut atau memberi izin pihak lain untuk
menggunakannya, karena hal itu merek harus didaftarkan di Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual. Pendaftaran memiliki arti penting bagi konsumen,
karena konsumen akan membeli merek (cap, simbol, lambang, dan sebagainya)
yang tentunya memiliki kualitas dan aman untuk dikonsumsi.
Adapun merek yang tidak dapat didaftarkan yaitu merek yang
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, tanda-tanda yang tidak
memiliki tanda pembeda tanda atau kata milik umum, dan merupakan
6 Iswi Hariyani, Loc.Cit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang akan didaftarkan. Syarat
mutlak suatu merek harus dipenuhi oleh setiap orang atau badan hukum yang
ingin memakai sebuah merek yaitu bahwa merek yang didaftarkan harus
mempunyai daya pembeda yang cukup. Dengan kata lain, tanda yang dipakai
harus sedemikian rupa, sehingga memiliki cukup kekuatan untuk membedakan
7 barang hasil produksi seseorang dengan barang hasil produksi orang lain.
Dalam prakteknya, ada merek dagang yang diterima pendaftarannya oleh
Direktorat Jenderal HKI meskipun merek yang yang didaftarkan tidak sesuai
dengan ketentuan pasal 20 huruf (f) UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek yaitu
menggunakan kata milik umum.8 Bika Ambon merupakan salah satu makanan
khas tradisional di Medan, Sumatra Utara. Merasa memiliki makanan khas
tersebut, warga Medan tidak rela jika kata Bika didaftarkan sebagai merek milik
pribadi. Dan juga kata Bika sudah menjadi milik umum karena telah terdaftar di
Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI) dan juga di dalam perdagangan kata
tersebut telah dipakai oleh pedagang kue bika di seluruh Indonesia. Sehingga
sangat tidak sesuai jika Direktorat Jenderal HKI menerima penaftaran merek
yang merupakan kata umum yang digunakan oleh masyarakat banyak
mendapatkan hak eksklusif hanya pada perorangan saja.
7 Rahmi Jened, 2015, Hukum Merek (Trademark Law) Dalam Era Global & Integrasi Ekonomi, Kharisma Putra Utama, Jakarta, hal. 3
8 Suyud Margono, 2011, Hak Milik Industri: Pengaturan dan Praktik di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, hal. 79
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka
secara lebih konkrit , masalah penelitian yang penulis dapat rumuskan adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana analisis pengaturan merek yang didaftarkan sebagai
sebuah merek berdasarkan UU No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek ?
2. Apakah pertimbangan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual
terhadap pendaftaran kata “Bika Ambon” sebagai Merek ?
3. Bagaimana upaya yang ditempuh oleh salah satu pihak yang
menggunakan kata milik umum sebagai Merek?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, ada beberapa tujuan yang
melandasi penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengaturan merek yang didaftarkan sebagai
sebuah merek berdasarkan UU No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek.
2. Untuk mengetahui pertimbangan Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual terhadap pendaftaran kata “Bika” sebagai Merek.
3. Untuk Mengetahui upaya yang ditempuh oleh salah satu pihak yang
menggunakan kata milik umum sebagai Merek.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan dalam penulisan karya ilmiah ini terdapat manfaat dan
kegunaan yang dapat diambil dan dijadikan acuan dalam penelitian tersebut.
Adapun manfaat yang diperoleh pada penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah sumber
informasi serta pengetahuan dan pemahaman bidang ilmu hukum
tentang pendaftaran merek sesuai UU No. 20 Tahun 2016 tentang
Merek.
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan yang dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi para pihak yang berkepentingan dan terkait dalam pelaksanaan
pendaftaran merek di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
E. Tinjauan Pustaka
1. Sejarah Pengaturan Merek di Indonesia
Undang-undang tertua di Indonesia ditetapkan oleh Pemerintah jajahan
melalui Reglement Industriele Eigendom Kolonien 1912 (Peraturan Hak
Milik Industri Kolonial 1912). Peraturan ini diberlakukan untuk wilayah-
wilayah Indonesia, Suriname, dan Curacao. Peraturan ini disusun dan juga
mengikuti sistem Undang-Undang Merek Negara Belanda dan menerapkan
prinsip konkordansi yaitu ketentuan perundang- undangan yang dibuat,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
disahkan oleh dan berasal dari negara penjajah yang juga diberlakukan pada
negara jajahannya. Dalam peraturan tersebut, perlindungan merek diberikan
selama 20 tahun dan tidak pada peraturan tersebut tidak dikenal
penggolongan kelas barang seperti yang diatur dalam Perjanjian Nice (Nice
Agreement) tentang Klasifikasi Barang (Goods Classification). Selain itu,
dalam Undang-Undang Merek tersebut tidak terdapat sanksi pidana terhadap
pelanggar merek. Undang-Undang Merek tersebut berjumlah 27 pasal dan
proses pendaftaran merek dilakukan oleh suatu lembaga bernama
9 Hulpbureau.
Undang-Undang Merek di atas, kemudian diganti dengan UU No. 21
Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Perniagaan atau disingkat
sebagai UU Merek 1961 yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961
dan mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Undang-Undang ini
diumumkan dalam Lembaran Negara No. 290 dari tahun 1961 dan lebih
jelasnya tercantum dalam Tambahan Lembaran Negara no. 2341. Dengan
adanya Undang-Undang Merek tahun 1961 maka Peraturan Hak Milik
Industri tahun 1912 tidak lagi berlaku. Akan tetapi dapat dikatakan, bahwa
banyak ketentuan yang berada di dalam Undang-Undang Merek Tahun 1961
ini adalah sejalan dan merupakan pengoperan dari ketentuan dalam
Peraturan Hak Milik Industri 1912. Undang-Undang ini menerapkan sistem
9 Insan Budi Maulana, 1999, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa, Citra Aditya Bakti, Bandung hal.7-8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
deklaratif atau first to use system yaitu titik berat diletakkan pada pemakai
pertama sehingga siapa yang memakai pertama suatu merek, dialah yang
10 dianggap berhak atas merek tersebut menurut hukum.
Di samping Peraturan Nasional tentang Merek dari tahun 1961, Republik
Indonesia juga ikut terikat pada Konvensi Paris Union yang khusus mengatur
masalah-masalah merek dalam taraf internasional. Konvensi ini diadakan
pada tanggal 20 Maret 1883, yang dengan khusus diadakan untuk
memberikan perlindungan pada Hak Milik Industri (Paris Convention for the
Protection of Industrial Property). Teks yang berlaku untuk Republik
Indonesia adalah revisi dari dari teks Paris Convention yang dilakukan di
London pada tahun 1934. Republik Indonesia belum ikut serta dalam
perbaikan-perbaikan dari pada Paris Union Convention ini yang telah
diadakan di Lisabon pada tahun 1958 dan terakhir di Stockholm pada tahun
1967. Karena merupakan peserta pada Paris Convention ini, maka Republik
Indonesia juga ikut serta pada “International Union for the Protection of
Industrial Property” yaitu Organisasi Uni Internasional khusus untuk
memberikan perlindungan pada Hak Milik Industri, yang pada sekarang ini
sekretariatnya juga diatur oleh Sekretariat Internasional WIPO (World
Intellectual Property), berpusat di Jenewa, Swiss. WIPO merupakan salah
satu dari 14 “specialized agencies” dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Walaupun Indonesia terikat pada ketentuan Paris Union, Negara Indonesia
10 Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
masih memiliki kebebasan untuk mengatur Undang-Undang Merek sendiri,
sepanjang hal-hal dalam Undang-Undang tersebut tidak bertentangan dengan
11 ketentuan yang sudah dilakukan dalam Konvensi Paris.
Menurut Sudargo Gautama, Undang-Undang Merek No. 21 Tahun 1961
memiliki banyak kekurangan, terutama apabila Undang-Undang ini
dikaitkan dengan kebutuhan perkembangan ekonomi perdagangan pasar
bebas sehingga pada tanggal 28 Agustus diundangkan UU No. 19 Tahun
1992 tentang Merek dan berlaku efektif pada tanggal 1 April 1993. Secara
umum Undang-Undang Merek ini, banyak berkiblat pada konvensi Paris,
Revisi Stockholm Tahun 1967, dan memiliki banyak persamaan dengan
Model Law tahun 1966 yang di pelopori oleh BIRP I bekerjasama dengan
UNCTAD (United Confrence of Trade and Development). Dalam upaya
mewujudkan terbangunnya sistem merek yang seragam (uniform system),
serta standar hukum yang beragam (unifield legal frame work), diantara
12 semua negara di bidang Merek.
Sistem hukum yang digunakan pada UU No. 19 Tahun 1992 adalah
sistem konstitutif atau first to file principle yaitu berdasarkan pada sistem
pendaftaran dan adanya pendaftaran atas suatu merek merupakan bukti
adanya hak atas merek tersebut, tanpa perlu membuktikan apakah merek
tersebut kemudian digunakan dalam kancah perdagangan atau tidak. Dalam
sistem ini, Undang-Undang Merek mengakui adanya hak atas merek apabila
11 Sudargo Gautama, 1993, Hukum Merek Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 14 12 Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
merek itu telah didaftar dan sistem ini dianut secara kaku.
Setelah Indonesia menandatangani perjanjian TRIP’S dan mengesahkan
UU No. 7 Tahun 1994 sebagai pengesahan persetujuan perjanjian TRIP’S,
yakni Trade Related Aspects of Intellectual Property Including Trade in
Counterfeit Goods yaitu Aspek-aspek Hak Milik Intelektual termasuk
perdagangan dalam barang palsu, yang memiliki kaitan dengan perdagangan.
Pada undang-undang ini terdapat penambahan- penambahan terutama di
bidang hukum merek mengenai hal-hal yang diperlukan untuk menyesuaikan
Undang-Undang Merek secara Internasional. Sistem konstitutif juga dipakai
pada UU No. 14 Tahun 1997 tentang Merek yang disahkan pada tanggal 7
13 Mei 1997.
Pada bulan Juli tahun 2001 oleh DPR telah diterima Rancangan Undang-
Undang mengenai Merek sebagai undang-undang dan ditandatangani oleh
Presiden Republik Indonesia saat itu pada tanggal 1 Agustus 2001 dengan
Nomor 15 Tahun 2001. Adapun alasan diterbitkannya undang-undang ini
merupakan salah satu perkembangan yang kuat dan mendapatkan perhatian
seksama dalam masa yang akan datang dan diharapkan semakin meluasnya
arus globalisasi baik pada bidang sosial, ekonomi, budaya, maupun pada
bidang-bidang kehidupan lainnya.
Kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat didasarkan pada
perkembangan teknologi informasi dan transportasi, bahkan telah
13 Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, cet 1 PT Alumni Bandung, 2005 Hal. 2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. Era perdagangan global
hanya dapat dipertahankan apabila terlaksananya iklim persaingan usaha
yang sehat. Merek memiliki peranan yang sangat penting yang memerlukan
sistem pengaturan.
Kemudian pada tanggal 27 Oktober 2016, telah disetujui Undang-
Undang Tentang Merek dan Indikasi Geografis atau yang lebih dikenal
sebagai Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis. Pada UU No. 20 Tahun 2016 dijelaskan bahwa UU No. 15 Tahun
2001 Tentang Merek masih terdapat banyak kekurangan dan belum dapat
menampung perkembangan kebutuhan masyarakat di bidang Merek dan
Indikasi Geografis serta belum cukup menjamin pelindungan potensi
14 ekonorni lokal dan nasional sehingga perlu diganti.
Pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis terdapat beberapa perbedaan dengan Undang-Undang sebelumnya
yaitu Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek adapun perbedaan
tersebut sebagai berikut : 1) Pada UU No. 20 Tahun 2016 yang terbaru
memperluas merek yang akan didaftarkan. Di antaranya penambahan merek
3 dimensi, merek suara, dan merek hologram. Dimana hal-hal tidak dibahas
di dalam UU No. 15 Tahun 2001 ; 2) Pada UU terbaru Proses pendaftaran
menjadi lebih singkat: Permohonan dilanjutkan dengan pemeriksaan formal,
dilanjutkan dengan pengumuman (hal tersebut guna melihat apakah ada yang
14 Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
keberatan), dilanjutkan dengan pemeriksaan subtantif dan di akhir dengan
sertifikasi. Sehingga pemohon akan mendapatkan nomor lebih cepat dari
sebelumnya ; 3) Pada UU sebelumnya Menteri tidak memiliki wewenang
untuk menghapus merek daftar, Namun pada UU No. 20 Tahun 2016
Menteri memiliki hak untuk menghapus merek yang terdaftar apabila merek
tersebut bertentangan dengan kesusilaan, agama dan ada Indikasi Geografis.
Apabila pemilik merek merasa keberatan, pemilik merek dapat
mengajukan gugatan melalui Pegadilan Tata Usaha Negara ; 4) Pemilik
merek terkenal dapat mengajukan gugatan berdasarkan putusan pengadilan,
dimana hal ini sebelumnya tidak diatur dalam UU NO. 15 Tahun 2001 ; 5)
Jika pada UU No. 15 Tahun 2001 tidak memuat sanksi pidana di dalamnya,
maka pada UU No. 20 Tahun 2016 terdapat sanksi pidana bagi merek yang
produknya dapatv mengancam keselamatan, kesehatan dan jiwa manusia ; 6)
Terdapat peraturan mengenai Indikasi Geografis yang lebih terperinci, yang
dimana pada UU No. 15 Tahun 2001 hanya memuat sedikit tentang Indikasi
Geografis dan lebih banyak diatur dalam Peraturan Pemerintah.
2. Pengertian Merek
Merek adalah salah satu asset yang sangat berharga bagi sebuah
perusahaan. Dengan merek yang diseleksi dan dipelihara secara baik, sebuah
perusahaan dapat menjalankan dan mengembangkan bisnisnya. Perlindungan
hukum yang baik di bidang merek akan sangat berpengaruh bagi
kelangsungan sebuah perusahaan dan juga sekaligus meningkatkan daya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
saing di pasar global dan nasional.
Istilah merek diartikan dengan berbagai cara, tergantung pada perspektif
pemahaman atas merek itu sendiri. Dalam arti klasik, merek sebagai
identifikasi sebuah produk dan pembeda dari produk-produk para pesaing,
baik dalam bentuk pemakaian nama tertentu, logo spesifik, desain khusus,
maupun tanda dan simbol visual lainnya.
Pengertian dari American Marketing Association yang dikemukakan
pada tahun 1960 menyatakan bahwa merek adalah nama, istilah, simbol, atau
desain, maupun kombinasi di antaranya dengan maksud untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa seorang penjual atau sekelompok
penjual dan membedakannya dari barang atau jasa para pesaing.15 Definisi
serupa juga dapat ditemukan pada Pasal 1 butir 1 UU No. 20 Tahun 2016
Tentang Merek bahwa :
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar,
logo, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi
dan/atau 3 (tiga) dimensi,suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua)
atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang
diproduksi oleh orang atau badan hokum dalam kegiatan perdagangan
16 barang dan/atau jasa.
Selain disebutkan di dalam Undang-Undang para sarjana juga
mengemukakan pendapat mereka tentang merek, sebagai berikut :
15 Tomi Suryo Utomo, 2010, Hak Kekayaan Intelektual di Era Global, Graha Ilmu, Yogyakarta, hal.209 16 Casavera, 2009, 15 Kasus Sengketa Merek di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, hal. 3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
1) H.M.N. Purwo Sutjipto, memberikan rumusan bahwa merek
merupakan suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu
dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang
sejenis.
2) Iur Soeryatin, mengemukakan pendapatnya dengan meninjau
merek dari aspek fungsinya, yaitu suatu merek digunakan untuk
membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis
lainnya oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi
merek tersebut mempunyai tanda asal, nama, jaminan terhadap
mutunya.
3) Philip S. James MA, Sarjana Inggris, menyatakan bahwa a trade
mark is a mark used in conextion with good which a trader uses
in order to tignity that a certain type of good are his trade need
not be the actual manufacture of goods, in order to give him the
right to use a trademark, it will suffice if they merely pass through
his hand is the course of trade. (Merek dagang adalah suatu tanda
yang dipakai oleh seorang pengusaha atau pedagang untuk
menandakan bahwa suatu bentuk tertentu dari barang-barang
kepunyaannya, pengusaha atau pedagang tersebut tidak perlu
penghasilan sebenarnya dari barang-barang itu, untuk
memberikan kepadanya hak untuk memakai sesuatu merek,
cukup memadai jika barang-barang itu ada di tangannya dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
17 lalu lintas perdagangan).
Pada hakikatnya merek merupakan suatu tanda. Akan tetapi, agar tanda
tersebut dapat diterima sebagai merek, harus memiliki daya pembeda. Yang
dimaksud dengan memiliki daya pembeda adalah memiliki kemampuan
untuk digunakan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahaan
tersebut dengan perusahaan yang lain. Maka suatu merek haruslah
mempunyai sifat yang khas dan yang lain dari yang lain.
Dari pendapat-pendapat yang ada maupun dari peraturan Merek itu
sendiri, maka penulis menyimpulkan bahwa merek adalah suatu identitas
dari suatu barang atau jasa yang dikeluarkan baik dari perusahaan maupun
pedagang sebagai pembeda dengan barang atau jasa dari perusahaan
maupun pedagang lain dan sebagai identitas asal dari mana barang tersebut
berasal.
3. Tata Cara Pendaftaran Merek di Indonesia
Berdasarkan UU No. 20 tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis bahwa, tidak semua merek dapat diterima pendaftarannya.
Menurut UU No. 20 Tahun 2016 terdapat dua hal yang menyebabkan suatu
merek tidak diterima pendaftarannya, yaitu karena merek tersebut tidak
dapat didaftarkan dan merek tersebut ditolak.
Dalam Pasal 20 UU No. 20 Tahun 2016, alasan dari suatu merek tidak
dapat didaftarkan adalah :
17 OK. Saidin, Op.Cit hal. 344-345
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
1) Bertentangan dengan ideologi Negara peraturan perundang-
undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.
2) Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang
dan/jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
3) Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal,
kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan, penggunaan barang
dan/jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
Adapun syarat dan tata cara permohonan merek diatur dalam pasal 4 UU
No. 20 Tahun 2016 adalah sebagai berikut :
1) Permohonan pendaftaran Merek diajukan oleh Pemohon atau
Kuasanya kepada Menteri secara elektronik atau non-elektronik
dalam bahasa Indonesia.
2) Dalam Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mencantumkan:
a. tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;
b. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
c. nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan
diajukan melalui Kuasa;
d. warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya
menggunakan unsur warna;
e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama
kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
dan
f. kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang
dan/atau jenis jasa.
3) Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri
dengan label Merek dan bukti pembayaran biaya.
5) Biaya Permohonan pendaftaran Merek ditentukan per kelas
barang dan/atau jasa.
6) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa
bentuk 3 (tiga) dimensi, label Merek yang dilampirkan dalam
bentuk karakteristik dari Merek tersebut.
7) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa
suara, label Merek yang dilampirkan berupa notasi dan rekaman
suara.
8) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilampiri dengan surat pernyataan kepemilikan Merek yang
dimohonkan pendaftarannya.
9) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya Permohonan sebagaimana
18 dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Surat permintaan pendaftaran merek tersebut harus ditandatangani oleh
pemilik merek atau kuasanya. Jika permintaan pendaftaran merek tersebut
18 Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
diajukan lebih dari satu orang atau diajukan oleh badan hukum yang secara
bersama-sama berhak atas merek tersebut maka nama orang-orang atau
badan hukum yang mengajukan permintaan tersebut harus dicantumkan
semuanya dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka. Namun
untuk penandatangannya haruslah ditetapkan salah seorang dari mereka atau
badan hukum tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari orang-
orang atau badan hukum yang lain yang tidak ikut menandatangani tetapi
jika permintaan pendaftaran merek itu diajukan melalui kuasanya, maka
surat kuasa untuk itu harus ditandatangani oleh semua orang yang berhak
atas merek tersebut.
4. Tinjauan Umum Tentang Bika Ambon
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan bahwa kata
“bika” merupakan bentuk kata tidak baku dari kata “bikang” yang memiliki
arti merupakan penganan, dibuat dari adonan tepung beras, santan, gula, dan
vanili.
Bika ambon merupakan sejenis penganan asal Indonesia. Terbuat dari
bahan-bahan seperti telur, gula, dan santan, bika ambon umumnya dijual
dengan rasa pandan, pada masa kini juga tersedia rasa-rasa lainnya seperti
durian, keju, dan cokelat. Bika ambon dapat bertahan dalam kondisi terbaik
selama sekitar empat hari setelah itu kue tersebut akan mulai mengeras.
Menurut M Muhar Omtatok, seorang budayawan dan sejarawan, kue
bika ambon terinspirasi dari kue khas Melayu yaitu Bika atau Bingka.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
Selanjutnya dimodifikasi dengan bahan pengembang berupa nira/tuak enau
hingga berongga dan berbeda dari kue Bika atau Bingka khas Melayu itu.
Selanjutnya M Muhar Omtatok menyebutkan bahwa kue ini disebut bika
ambon karena pertama sekali dijual dan popular di simpang Jl Ambon-Sei
19 Kera Medan.
Bika ambon dikenal sebagai oleh-oleh khas Kota Medan, Sumatera
Utara. Di Medan, Jalan Mojopahit di daerah Medan Petisah terdapat sekitar
30 toko yang menjual kue ini. Setiap toko di lokasi ini bisa menjual lebih
dari 1.000 bungkus bika ambon perhari apabila menjelang hari raya.
Diperkirakan, sebutan bika ambon muncul dari kebiasaan masyarakat yang
dahulu baru mengenal bika yang diproduksi di Jalan Ambon, Medan.
Penyebutan bika ambon akhirnya menjadi tradisi seiring dengan
berkembangnya industri makanan ini.
F. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi dari penelitian ini bertempat di Jalan Mojopahit
Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan,
Provinsi Sumatera Utara.
2. Jenis dan Sumber Data
19 https://id.wikipedia.org/wiki/Bika_ambon
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dikelompokkan dalam
dua jenis, yaitu:
1. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dan
penelitian secara langsung dengan pemilik toko bika ambon di Jalan
Mojopahit Petisah Tengah Kota Medan dan juga para konsumen bika
ambon untuk memberikan keterangan-keterangan yang dibutuhkan
dengan judul penulis.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi
kepustakaan berupa buku-buku yang membahas tentang merek,
peraturan perundang-undangan, internet, dan sumber bacaan lainnya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan dua metode
penelitian, yaitu:
1. Penelitian Pustaka (Library Research)
Penelitian pustaka dilaksanakan untuk mengumpulkan sejumlah
data, meliputi bahan pustaka yang bersumber dari buku-buku, dan
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Wawancara (Interview)
Sehubungan dengan kelengkapan data yang akan dikumpulkan
maka penulis melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang dapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
memberikan informasi yang berkaitan dengan judul yang ditulis.
4. Metode Analisis Data
Analisa data adalah pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian
pustaka maupun penelitian lapangan. Data primer yang didapat dari lapangan
terlebih dahulu diteliti kelengkapannya dan kejelasannya untuk diklasifikasi
serta dilakukan penyusunan secara sistematis untuk memudahkan melakukan
analisis. Data primer ini juga terlebih dahulu di korelasi untuk
menyelesaikan data yang paling relevan dengan rumusan masalah yang ada
dalam penelitian ini. Data sekunder yang didapat dari kepustakaan dipilih
serta dihimpun secara sistematis, sehingga dapat dijadikan acuan dalam
melakukan analisis.
Dari hasil data penelitian pustaka maupun lapangan ini dilakukan
pembahasan secara deskriptif analitis. Data yang sudah terkumpul dan
tersusun secara sistematis kemudian dianalisis dengan metode kualitatif,
yaitu mengungkapkan dan memahami kebenaran masalah dan pembahasan
dengan menafsirkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, lalu data
tersebut diuraikan dalam bentuk kalimat-kalimat yang disusun secara
terperinci, sistematis dan analisis sehingga akan mempermudah dalam
penarikan suatu kesimpulan.
G. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelusuran perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Sumatera, penulisan yang berkaitan dengan Tinjauan Hukum Terhadap
Pendaftaran Merek Yang Menggunakan Kata Milik Umum (Analisis Terhadap
Pendaftaran Merek Bika Ambon di Medan, Sumatera Utara) belum pernah ada
dilakukan dan bukan merupakan hasil ciptaan atau penggandaan dari karya tulis
orang lain dan sudah diperbandingkan judulnya di arsip perpustakaan fakultas
Hukum USU, dimana penulisan menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang
menguraikan permasalahan secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang saling
berkaitan. Penulis membuat sistematika dengan membagi pembahasan
keseluruhan ke dalam lima bab terperinci , yaitu sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bagian awal yang berisi latar belakang,rumusan
masalah ,tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode
penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II PENGATURAN MEREK YANG DIDAFTARKAN SEBAGAI
MEREK BERDASARKAN UU NO.20 TAHUN 2016 TENTANG
MEREK
Bab ini berisi mengenai Istilah dan pengertian merek, ruang lingkup
merek, prosedur permohonan merek, faktor-faktor penyebab
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
penghapusan merek dan pembatalan merek.
BAB III PERTIMBANGAN DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL TERHADAP PENDAFTARAN KATA “BIKA”
SEBAGAI MEREK
Bab ini berisi tentang tugas pokok Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual, fungsi pokok Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
upaya dan pertimbangan yang dilakukan Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual terhadap pendaftaran kata “Bika” sebagai merek.
BAB IV UPAYA YANG DITEMPUH OLEH SALAH SATU PIHAK YANG
MENGGUNAKAN KATA UMUM SEBAGAI MEREK
Bab ini berisi mengenai akibat dari pendaftaran merek yang
menggunakan kata milik umum dan upaya yang dilakukan salah satu
pihak apabila terjadi penghapusan dan pembatalan merek terhadap
merek yang menggunakan kata milik umum.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan bagian bab terakhir dari isi skripsi ini. Pada bagian ini
menyajikan kesimpulan dan saran yang di dapat selama pengerjaan
skripsi ini mulai dari awal hingga akhir.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
PENGATURAN MEREK YANG DIDAFTARKAN SEBAGAI MEREK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK
A. Istilah dan Pengertian Merek
Merek merupakan salah satu aset yang sangat berharga bagi suatu
perusahaan. Dengan merek yang dipelihara secara baik, suatu perusahaan dapat
mengembangkan dan menjalankan bisnisnya. Perlindungan hukum yang
memadai di bidang merek sangat berpengaruh bagi kelangsungan suatu
perusahaan dan sekaligus meningkatkan daya saing di pasar nasional maupun di
pasar global.
Sejauh ini istilah merek diartikan dengan berbagai cara, tergantung pada
perspektif pemahaman atas merek itu sendiri. Yang artinya secara klasik, merek
dihubungkan dengan identifikasi sebuah produk dan menjadi pembeda dari
produk-produk para pesaing, baik dalam bentuk pemakaian nama tertentu, logo
spesifik, desain khusus, maupun tanda dan simbol visual lainnya.
Pengertian dari American Marketing Association yang dirumuskan pada
tahun 1960 menyatakan bahwa merek adalah nama, istilah, simbol, atau desain,
maupun kombinasi di antaranya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan
barang atau jasa seorang penjual atau sekelompok penjual dan membedakannya
26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
20 dari barang atau jasa para pesaing.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek juga
menjelaskan bahwa merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis
berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2
(dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2
(dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang
diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang
dan/atau jasa.
Selain berdasarkan Undang-Undang, beberapa sarjana juga memiliki
pendapat tentang merek, yaitu :
1) Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek
dari aspek fungsinya, yaitu suatu merek dipergunakan untuk
membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya
oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi
mempunyai tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya.
2) H.M.N. Purwo Sutjipto, memberikan rumusan bahwa merek adalah
suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga
dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis.
3) Philip S. James MA, Sarjana Inggris, menyatakan bahwa a trade mark
is a mark used in conextion with good which a trader uses in order to
20 Insan Budi Maulana, 1999, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa, Citra Aditya Bakti, Bandung hal.7-8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
tignity that a certain type of good are his trade need not be the actual
manufacture of goods, in order to give him the right to use a
trademark, it will suffice if they merely pass through his hand is the
course of trade. (Merek dagang adalah suatu tanda yang dipakai oleh
seorang pengusaha atau pedagang untuk menandakan bahwa suatu
bentuk tertentu dari barang-barang kepunyaannya, pengusaha atau
pedagang tersebut tidak perlu penghasilan sebenarnya dari barang-
barang itu, untuk memberikan kepadanya hak untuk memakai sesuatu
merek, cukup memadai jika barang-barang itu ada di tangannya dalam
lalu lintas perdagangan).
Pada dasarnya merek adalah suatu tanda. Tetapi, agar tanda tersebut
dapat diterima sebagai merek, harus memiliki daya pembeda. Yang dimaksud
dengan memiliki daya pembeda adalah merek harus memiliki kemampuan untuk
digunakan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil dari perusahaan yang
satu dengan perusahaan yang lain. Suatu merek haruslah mempunyai sifat yang
21 khas dan lain dari yang lain.
Dari pendapat-pendapat para sarjana diatas, maupun dari peraturan merek
itu sendiri, secara umum penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa merek
merupakan suatu tanda pembeda dan pemberi identitas pada barang atau jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang dengan
21 Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
barang atau jasa sejenis yang dihasilkan oleh orang lain agar dapat menunjukkan
asal dari barang atau jasa tersebut serta dapat menjadi jaminan atas mutu barang
22 atau jasa tersebut.
B. Ruang Lingkup Merek
Merek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Merek meliputi merek
dagang, merek jasa dan merek kolektif. Walaupun dalam UU No. 20 Tahun
2016 tentang Merek digunakan istilah merek dagang dan merek jasa, yang
dimaksudkan dengan merek dagang adalah merek barang karena merek yang
digunakan pada barang dan digunakan sebagai lawan dari merek jasa.23 Hal
tersebut dapat dilihat dari pengertian merek dagang, merek jasa dan merek
kolektif sebagai berikut:
1) Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-
sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis
lainnya.
2) Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-
sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis
lainnya.
22 Sudargo Gautama, 1993, Hukum Merek Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 1 23 Insan Budi Maulana, Op.Cit hal. 106
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
3) Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau
jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan
mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan
diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara
bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis
lainnya.
Merek dagang lebih mengarah pada produk perdagangan berupa barang.
Merek jasa lebih terkait dengan produk perdagangan berupa jasa, sedangkan
merek kolektif mengarah kepada keduanya dengan karakteristik yang sama.
Para pemilik merek yang mendaftarkan mereknya akan mendapatkan hak
merek, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek
yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek dalam jangka waktu tertentu
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan lisensi atau izin kepada
pihak lain. Berdasarkan pada hak merek tersebut, para pemilik merek akan
mendapatkan perlindungan hukum sehingga dapat mengembangkan usahanya
tanpa takut mereknya akan diklaim oleh pihak lain. Pemberian lisensi merek
kepada pihak lain dapat mendatangkan penghasilan berupa pembayaran royalti.24
Pemberian lisensi merek sendiri berbeda dengan pemberian waralaba
(franchise). Dalam pemberian lisensi merek, pemilik merek hanya meminjamkan
mereknya kepada pihak lain, dan dalam bisnis waralaba yang dipinjamkan oleh
24 Sudargo Gautama, Op.Cit hal. 15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
pemilik waralaba tidak hanya mereknya saja tetapi juga proses produksi hingga
tata cara pelayanan kepada para konsumen. Maka dari itu, pemilik waralaba, di
samping memberikan lisensi merek, juga dapat memberikan lisensi paten, lisensi
rahasia dagang, dan lisensi hak cipta.
C. Prosedur Permohonan Merek
Prosedur permohonan merek di Indonesia mengacu pada Undang-
Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek yang lebih tepatnya diatur dalam
pasal 4 yang menentukan bahwa :
1) Permohonan pendaftaran Merek diajukan oleh Pemohon atau
Kuasanya kepada Menteri secara elektronik atau non-elektronik dalam
bahasa Indonesia.
2) Dalam Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mencantumkan:
a. tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;
b. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
c. nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui
Kuasa;
d. warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan
unsur warna;
e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali
dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
f. kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau
jenis jasa.
3) Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan
label Merek dan bukti pembayaran biaya.
5) Biaya Permohonan pendaftaran Merek ditentukan per kelas barang
dan/atau jasa.
6) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa bentuk
3 (tiga) dimensi, label Merek yang dilampirkan dalam bentuk
karakteristik dari Merek tersebut.
7) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa suara,
label Merek yang dilampirkan berupa notasi dan rekaman suara.
8) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri
dengan surat pernyataan kepemilikan Merek yang dimohonkan
pendaftarannya.
9) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.25
Surat permohonan pendaftaran merek harus ditandatangani oleh pemilik merek atau kuasanya. Jika permohonan pendaftaran merek diajukan lebih dari satu orang atau diajukan oleh badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas merek tersebut maka nama orang-orang atau badan hukum yang mengajukan
25 OK. Saidin, Op.Cit hal. 348
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
permohonan merek tersebut harus dicantumkan seluruhnya dan memilih salah satu
alamat sebagai alamat mereka. Namun untuk penandatangannya harus ditetapkan
salah seorang dari pihak yang ingin mendaftarkan merek atau badan hukum
tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari pihak-pihak atau badan
hukum yang lain yang tidak ikut menandatangani, tetapi jika permohonan
pendaftaran merek diajukan melalui kuasanya, maka surat kuasa untuk permohonan
tersebut harus ditandatangani oleh semua orang yang berhak atas merek tersebut.
Pada dasarnya, permohonan merek dapat dilakukan untuk lebih dari satu
kelas barang dan/atau jasa sesuai dengan ketentuan Trademark Law Treaty yang
telah diratifikasi dengan keputusan Presiden No. 17 Tahun 1997. Dalam Pasal 8
ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 mengatur bahwa permohonan untuk 2 kelas barang
atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu permohonan dan pemohon
tersebut harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas
barang yang dimohonkan pendaftarannya.
Dalam hal permohonan diajukan oleh pemohon yang bertempat tinggal
atau berkedudukan tetap di luar wilayah Indonesia, dalam permohonan pendaftaran
mereknya wajib mendaftarkan melalui domisili kuasa dari si pemohon sebagai
26 domisili hukumnya di Indonesia.
Setelah melewati tata cara pendaftaran merek selanjutnya akan dilakukan
pemeriksaan kelengkapan persyaratan pendaftaran merek, pemeriksaan ini terbagi
menjadi 2 tahapan pemeriksaan yaitu pemeriksaan administratif kemudian
26 Ahmadi Miru, 2005, Hukum Merek, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
dilanjutkan untuk pemeriksaan subtantif.
Pemeriksaan administratif adalah proses Direktorat Jenderal HKI akan
melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan persyaratan pendaftaran
permohonan merek. Dalam hal terdapat kekurangan dalam hal pemenuhan
persyaratan, maka direktorat akan meminta agar kelengkapan persyaratan tersebut
dipenuhi dalam waktu paling lama 2 bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat
27 (stempel pos) permintaan untuk memenuhi kelengkapan persyaratan tersebut.
Apabila kelengkapan tersebut tidak dipenuhi dalam jangka waktu
tersebut di atas, Direktorat Jenderal HKI akan memberitahukan secara tertulis
kepada pemohon atau kuasanya bahwa permohonannya diangap telah ditarik
kembali dan segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal HKI
tidak dapat ditarik kembali.
Apabila seluruh persyaratan administratif telah dipenuhi oleh pemohon,
terhadap permohonan tersebut diberikan tanggal penerimaan (filling date) yang
dicatat di Direktorat Jenderal HKI. Tanggal penerimaan mungkin terjadi sama
dengan tanggal pengajuan permohonan apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi
pada saat pengajuan permohonan. Apabila pemenuhan persyaratan baru terjadi pada
tanggal lain sesudah tanggal pengajuan, tanggal lain tersebut ditetapkan sebagai
tanggal penerimaan. Terhadap perubahan atas permohonan merek tersebut, oleh
undang-undang hanya diperbolehkan terhadap penggantian nama/alamat pemohon
27 Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
28 atau kuasanya.
Selama belum mendapatkan keputusan dari Direktorat Jenderal HKI,
permohonan dapat ditarik kembali oleh pemohon atau kuasanya. Artinya, bahwa
sebelum adanya keputusan dari pihak Direktorat Jenderal HKI atas permohonan
tersebut belum terdapat akibat hukum yang signifikan bagi pemohon. Di samping
itu, juga tidak mempersulit proses administrasi yang menimbulkan akibat hukum
tertentu jika pengajuan penarikan permohonan dilakukan setelah terdapat putusan
atas permohonan merek tersebut.
Dalam hal penarikan kembali permohonan merek tersebut dilakukan oleh
kuasanya, penarikan tersebut harus dilakukan berdasarkan surat kuasa khusus untuk
keperluan penarikan kembali permohonan merek tersebut. Dengan dilakukannya
penarikan permohonan merek, segala biaya yang telah dikeluarkan atau dibayarkan
kepada pihak Direktorat Jenderal HKI tidak dapat ditarik kembali.
Kemudian pemeriksaan subtantif merupakan proses dimana apabila
sudah dipenuhinya seluruh syarat permohonan pendaftaran merek dan telah
ditetapkan oleh pihak direktorat sebagai tanggal penerimaan (filling date),
selanjutnya dalam 30 hari terhitung sejak filling date tersebut Direktorat Jenderal
HKI akan melakukan pemeriksaan substantif. Jangka waktu pemeriksaan substantif
tersebut dilakukan paling lama 9 bulan. Terhadap pemeriksaan substantif tersebut
dilaksanakan oleh pemeriksa pada Kantor Merek Direktorat Jenderal HKI. Atas
hasil pemeriksaan, pemeriksa merek (trademark examiner) selanjutnya akan
28 Iswi Hariyani, Op.Cit hal. 88
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa permohonan tersebut dapat disetujui untuk didaftar atas persetujuan Direktur Jenderal yang selanjutnya akan diumumkan dalam berita resmi merek.
Dalam hal pemeriksa melaporkan bahwa hasil pemeriksaan substantif, yaitu bahwa permohonan tidak dapat didaftarkan atau ditolak atas persetujuan
Direktur Jenderal, hal tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya.
Langkah selanjutnya setelah seluruh tahapan pemeriksaan sudah dilewati maka oleh Direktorat Jenderal HKI setelah suatu permohonan disetujui untuk didaftar adalah dalam waktu paling lama 10 hari terhitung sejak tanggal disetujuinya permohonan untuk didaftar, Direktorat Jenderal mengumumkan permohonan tersebut dalam Berita Resmi Merek.
Pengumuman tersebut berlangsung selama tiga bulan, di mana tanggal mulai diumumkannya permohonan dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam Berita
Resmi Merek, dan pengumuman tersebut dilakukan dengan:
a. menempatkannya dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara
berkala oleh Direktorat Jenderal; dan/atau
b. menempatkannya pada sarana khusus yang dengan mudah serta jelas
dapat dilihat oleh masyarakat yang disediakan oleh Direktorat
Jenderal.
Sarana khusus yang dimaksud yang disediakan oleh Direktorat Jenderal
adalah papan pengumuman. Namun, apabila keadaan memungkinkan, sarana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
khusus itu akan dikembangkan antara lain dengan microfilm, microfiche, CD-
ROM, internet, dan media lainnya.
Penggunaan berbagai sarana baik secara kumulatif atau alternatif
(tergambar dari kata “dan/atau”) untuk mengumumkan merek yang sudah disetujui pendaftarannya akan lebih memudahkan khalayak ramai/konsumen untuk mengetahui keberadaan merek tersebut, serta segala informasi lainnya yang terkait dengan merek itu. Dengan demikian, pengumuman tersebut memberikan kesempatan seluas mungkin kepada masyarakat untuk menilai apakah merek tersebut memang seharusnya layak didaftar atau sebaliknya merek tersebut seharusnya ditolak pendaftarannya atau tidak dapat didaftar sebagai merek.
Selama jangka waktu pengumuman, setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal atas permohonan yang bersangkutan dengan dikenai biaya. Keberatan dapat diajukan apabila terdapat alasan yang cukup disertai bukti bahwa merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah merek yang berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang
Merek tidak dapat didaftar atau ditolak.
Dalam hal terdapat keberatan, Direktorat Jenderal dalam waktu paling lama 14 hari sejak tanggal penerimaan keberatan, mengirimkan salinan surat yang berisikan keberatan tersebut kepada pemohon atau kuasanya. Pemohon atau kuasanya berhak mengajukan sanggahan terhadap keberatan tersebut kepada Direktorat Jenderal. Sanggahan diajukan secara tertulis paling lama 2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
bulan sejak tanggal penerimaan salinan keberatan yang disampaikan oleh
Direktorat Jenderal HKI.
Dalam hal terdapat keberatan pihak lain, Direktorat Jenderal
menggunakan keberatan tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam
pemeriksaan kembali permohonan yang telah selesai diumumkan. Pemeriksaan
kembali diselesaikan paling lama 2 bulan sejak berakhirnya jangka waktu
pengumuman. Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pihak
yang berkeberatan mengenai hasil pemeriksaan kembali. Jika keberatan tersebut
dapat diterima, maka Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada
pemohon bahwa permohonan tidak dapat didaftar alias ditolak, sehingga
pemohon atau kuasanya dapat mengajukan banding. Sebaliknya, jika keberatan
tersebut tidak dapat diterima, maka atas persetujuan Direktur Jenderal
permohonan dinyatakan dapat disetujui untuk didaftar dalam Daftar Umum
Merek.
Dalam hal tidak ada keberatan, Direktorat Jenderal menerbitkan dan
memberikan Sertifikat Merek kepada pemohon atau kuasanya paling lama 30
hari sejak tanggal berakhirnya jangka waktu pengumuman. Dalam hal keberatan
tidak dapat diterima, Direktorat Jenderal menerbitkan dan memberikan Sertifikat
Merek kepada pemohon atau kuasanya paling lama 30 hari sejak tanggal
29 permohonan tersebut disetujui untuk didaftar dalam Daftar Umum Merek.
29 Suyud Margono, Op.Cit hal. 55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
D. Faktor-Faktor Penyebab Penghapusan Merek Dan Pembatalan Merek
Penghapusan dan pembatalan merek terdaftar pada dasarnya sama, yaitu
untuk mencoret merek terdaftar tersebut dalam Daftar Umum Merek. Perbedaan
antara penghapusan dan pembatalan merek terdaftar terletak pada alasan yang
harus dikemukakan agar merek terdaftar tersebut dapat dinyatakan hapus atau
dinyatakan batal dan penghapusan pendaftaran merek tersebut mengakibatkan
berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan.
Tentang penghapusan dan pembatalan merek ini diatur dalam Pasal 72
sampai 79 UU No. 20 Tahun 2016. Ada 2 cara untuk penghapusan pendaftaran
merek, yaitu:
1) Atas prakarsa Menteri
2) Atas prakarsa sendiri yaitu berdasarkan permintaan pemilik merek
yang bersangkutan
Untuk penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa sendiri undang-
undang tidak mencantumkan persyaratannya, sedangkan penghapusan
pendaftaran merek berdasarkan prakarsa Direktorat Jendral dapat pula diajukan
oleh pihak ketiga. Pengajuan permintaan tersebut diajukan dengan gugatan
melalui Pengadilan Negeri Medan atau Pengadilan Niaga
Terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut kemudian dapat diajukan
upaya kasasi. Isi putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (halaman
putusan berkekuatan hukum tetap tersebut diperoleh melalui putusan kasasi). Isi
putusan segera disampaikan oleh panitera pengadilan yang bersangkutan kepada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
pihak Direktorat Jenderal setelah tanggal putusan diucapkan.
Penghapusan pendaftaran merek, dilakukan oleh Direktorat Jenderal
dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek, maka dari
itu harus juga diberikan catatan tentang alasan dan tanggal penghapusan
tersebut. Kemudian diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau
kuasanya, dengan menyebutkan alasannya dan disertai dengan penegasan bahwa
sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek maka Sertifikat Merek yang
30 bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Penghapusan hanya dapat dilakukan jika terdapat bukti yang cukup
bahwa merek yang bersangkutan:
a. Tidak dipakai (nonuse) berturut-turut selama 3 tahun atau lebih dalam
perdagangan barang atau jasa terhitung sejak tanggal pendaftaran atau
pemakaian terakhir. Namun, apabila ada alasan yang kuat mengapa
merek itu tidak digunakan, Direktorat Jenderal dapat
mempertimbangkan untuk tidak dilakukan penghapusan atas merek
tersebut.
b. Dipakai untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis
barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau tidak sesuai
dengan merek yang didaftar.
Pasal 76 (1) UU No. 20 Tahun 2016 menyatakan bahwa gugatan
pembatalan pendaftaran merek diajukan berdasarkan alasan yang terdapat dalam
30 Dwi Rezki Sri Astarini, 2009, Penghapusan Merek Terdaftar, PT. Alumni, Bandung, hal. 20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
pasal 20 dan/atau pasal 21. Pasal 20 menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftarkan bila bertentangan dengan undang-undang, tidak memiliki daya pembeda, merek merupakan nama milik umum, dan merupakan keterangan yang berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran. Pasal 21 (3) menyatakan bahwa merek didaftar oleh pemohon beritikad tidak baik. Dan pasal
21 (1) menyatakan bahwa permohonan merek ditolak bila mempunyai persamaan dengan merek milik pihak lain, dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain, serta dengan indikasi geografis yang sudah terdaftar.
Permohonan merek juga harus ditolak oleh Direktorat Merek bila merek tersebut menyerupai nama orang terkenal, bendera, lambang negara, cap resmi Negara kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
Penghapusan Merek terdaftar juga dapat diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan dalam bentuk gugatan ke Pengadilan Niaga dengan alasan
Merek tersebut tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Terhadap putusan pengadilan niaga yang memutuskan gugatan pembatalan semacam ini hanya dapat diajukan ke kasasi Mahkamah Agung. Isi putusan segera disampaikan oleh Panitera pengadilan kepada Direktorat Jenderal setelah tanggal putusan diucapkan.
Pembatalan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan tersebut. Pembatalan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
pendaftaran itu diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau
kuasanya dengan menyebutkan alasan pembatalan dan penegasan bahwa sejak
tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang
31 bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi.
31 Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
PERTIMBANGAN DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PENDAFTARAN KATA “BIKA AMBON” SEBAGAI MEREK
A. Tugas Pokok Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.09-
PR.07.10 Tahun 2007, sebagai salah satu bagian dari unit eselon I di
Departemen Hukum dan HAM RI, Ditjen HKI mempunyai tugas merumuskan
dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang hak kekayaan
32 intelektual.
B. Fungsi Pokok Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Dalam menyelenggarakan tugas, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual mempunyai fungsi :
1. Perumusan kebijakan di bidang perlindungan hukum kekayaan
intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan intelektual,
penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan pelanggaran kekayaan
intelektual, kerja sama, promosi kekayaan intelektual, serta teknologi
informasi di bidang kekayaan intelektual;
32 https://jakarta.kemenkumham.go.id/profil/tugas-pokok-dan-fungsi. Diakses 27 Desember 2019 Pukul 16.39
43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan hukum kekayaan
intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan intelektual,
penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan pelanggaran kekayaan
intelektual, kerja sama, promosi kekayaan intelektual, serta teknologi
informasi di bidang kekayaan intelektual;
3. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perlindungan
hukum kekayaan intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran
kekayaan intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan
pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan
intelektual, serta teknologi informasi di bidang kekayaan intelektual;
4. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang perlindungan
hukum kekayaan intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran
kekayaan intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan
pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan
intelektual, serta teknologi informasi di bidang kekayaan intelektual;
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual;dan
6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Direktorat Jenderal HKI terbagi lagi menjadi beberapa direktorat, diantaranya ialah Direktorat Paten, Direktorat Merek, Direktorat Desain Industri,
Direktorat Hak Cipta, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Rahasia Dagang,
Direktorat Teknologi dan Informasi, Direktorat Promosi dan Kerja Sama, dan
Direktorat Penyidikan. Karena judul yang penulis angkat merupakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
permasalahan hukum merek, maka penulis akan membahas lebih dalam apa saja
33 fungsi pokok Direktorat Merek.
Direktorat Merek memiliki tugas melaksanakan sebagian tugas Direktorat
Jenderal di bidang merek berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan untuk melaksanakan tugas
tersebut, Direktorat Merek menyelenggarakan fungsi:
1. Penyiapan rancangan kebijakan teknis dan fungsional di bidang merek;
2. Pembinaan dan bimbingan teknis di bidang merek;
3. Pelaksanaan penerimaan aplikasi, permohonan indikasi geografis dan
indikasi asal, pemeriksaan persyaratan aplikasi, pengklasifikasian,
pemberian kode unsur konfiguratif, perpanjangan, pengalihan hak,
lisensi, pembatalan, penghapusan dan perubahan;
4. Pengendalian dan pelaksanaan pemeriksaan kelengkapan persyaratan
aplikasi, pengolahan dan pendaftaran merek terkenal serta pemeriksaan
substantif;
5. Pelaksanaan pendaftaran, sertifikasi, pencatatan lisensi, pengalihan hak,
perubahan nama atau alamat, penghapusan dan pembatalan;
6. Pelaksanaan pengumuman dan publikasi merek;
7. Pemberian pertimbangan dan pendapat hukum, penegakan, pemantauan,
pengawasan, penyidikan, litigasi dan administrasi komisi banding, dan
8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Merek.
33 Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
Dalam menjalankan tugas-tugas yang sudah diuraikan diatas, Direktorat
Merek menjalankan tugas pokoknya harus mengacu kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini Direktorat Merek melakukan
tugas tidak boleh bertentangan dan harus sesuai dengan Undang-Undang No. 20
Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Direktorat Merek sendiri terdiri atas: Subdirektorat Permohonan dan
Pelayanan Teknis, Subdirektorat Pemeriksaan, Subdirektorat Indikasi Geografis,
Subdirektorat Sertifikasi dan Pengumuman, Subdirektorat Pelayanan Hukum,
34 Subbagian Tata Usaha, dan Kelompok Jabatan Fungsional.
C. Upaya Dan Pertimbangan Yang Dilakukan Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual Terhadap Pendaftaran Kata “Bika Ambon” Sebagai
Merek
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual adalah sebuah unsur pelaksana
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia yang mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang kekayaan
intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menyelenggarakan tugas, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual mempunyai fungsi :
1. Perumusan kebijakan di bidang perlindungan hukum kekayaan
intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan intelektual,
34 Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan pelanggaran kekayaan
intelektual, kerja sama, promosi kekayaan intelektual, serta teknologi
informasi di bidang kekayaan intelektual;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan hukum kekayaan
intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan intelektual,
penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan pelanggaran kekayaan
intelektual, kerja sama, promosi kekayaan intelektual, serta teknologi
informasi di bidang kekayaan intelektual;
3. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perlindungan
hukum kekayaan intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran
kekayaan intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan
pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan
intelektual, serta teknologi informasi di bidang kekayaan intelektual;
4. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang perlindungan
hukum kekayaan intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran
kekayaan intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan
pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan
intelektual, serta teknologi informasi di bidang kekayaan intelektual;
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual;dan
6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Direktorat Jenderal HKI terbagi lagi menjadi beberapa direktorat, diantaranya ialah Direktorat Paten, Direktorat Merek, Direktorat Desain Industri,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
Direktorat Hak Cipta, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Rahasia Dagang,
Direktorat Teknologi dan Informasi, Direktorat Promosi dan Kerja Sama, dan
Direktorat Penyidikan. 35Karena judul yang penulis angkat tentang permasalahan
hukum merek, penulis melakukan wawancara dengan Direktorat Merek Hak
Kekayaan Intelektual terkait masalah pendaftaran kata “Bika Ambon” sebagai
Merek di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.
Dari hasil wawancara penulis dengan KASUBBID Pelayanan Kekayaan
Intelektual Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual terkait dengan
Pertimbangan Ditjen HKI dalam menerima kata “Bika Ambon” Kementerian
Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara, Bapak DARTIMNOV M.T.
HARAHAP, S.H mengatakan bahwa :
“Melakukan Pendaftaran Suatu Merek Itu tidak diperbolehkan menggunakan kata milik umum yang berkaitan dengan barang yang dijualnya. Terkait merek Bika Ambon Majestic Itu Mereknya sudah lama kadaluarsa, di tahun 2012 merek tersebut sudah habis masa berlakunya dan perlindungan hukum untuk majestic pun sudah habis. Untuk dari segi hukumnya, itu sangat bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang telah ditetapkan. Memang dari segi kelas nice nya dia mencantumkan kalau itu jasa pertokoan, jasa supermarket, jasa swalayan, toko-toko, dan kios. Pihak kami tidak menyadari jika pemilik merek telah menjual bika ambon juga, kesadaran masyarakat disini juga sangat diperlukan, ketika ia mendaftarkan sebagai jasa supermarket, Namun ternyata dia juga menjajalkan bika ambon. Seseorang harus melaporkan terhadap kejadian ini, agar bisa merek bika ambon majestic di hapuskan, namun nyatanya tidak ada yang melapor ke pihak Kemenkumham.” Dengan pernyataan diatas Penulis kurang setuju dengan hal dimana pihak
35 Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
DJKI tidak menyadari apabila “Bika Ambon Majestic” ternyata juga menjual bika ambon, seharusnya pihak DJKI mempertanyakan mengapa pemilik merek mendaftarkan kata “bika ambon” yang kurang lazim apabila dipergunakan untuk kelas nice jasa pertokoan, supermarket dan lain-lain. Namun, Penulis sangat setuju dimana peran masyarakat juga sangat berpengaruh dalam pendaftaran merek-merek yang ada di Indonesia, sehingga apabila ada merek yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat dilaporkan ke DJKI.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV UPAYA YANG DITEMPUH OLEH SALAH SATU PIHAK YANG MENGGUNAKAN KATA UMUM SEBAGAI MEREK
A. Akibat Dari Pendaftaran Merek Yang Menggunakan Kata Milik Umum
Merek adalah suatu tanda yang sengaja diciptakan untuk memberikan
persepsi terkait dengan banyak hal, tetapi tujuan yang utama persepsi yang
dibangun adalah menancapkan secara cepat dibenak konsumen terkait dengan
mutu barang atau jasa yang diproduksi.
Charles Sanders Peirce memaparkan pendapatnya mengenai tanda.
Menurutnya, dalam pengertian tanda terdapat dua prinsip, yaitu penanda
(signifier) atau yang menandai dan petanda (signified) atau yang merupakan arti
tanda. Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, tanda terdiri atas tiga
jenis. Jenis-jenis tanda tersebut adalah ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah
tanda yang memperlihatkan adanya hubungan yang bersifat alami antara
penanda dengan petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan. Indeks
adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda
dengan petandanya. Simbol adalah tanda yang tidak memiliki hubungan alamiah
antara penanda dengan petandanya, melainkan hubungan yang ada bersifat
36 arbitrer.
36 Hidayati, Nur, Perlindungan Hukum Bagi Merek yang Terdaftar, Ragam Jurnal Pengembangan Humanivora, Vol. 11 No. 3, Desember 2011. hal. 180
50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
Konotasi kata umum pada ranah hukum merek ini masih menyisakan
perdebatan panjang pada tataran implementasinya. Kasus menyangkut kata yang
telah menjadi milik umum dalam faktanya bisa membelit suatu ketentuan
larangan penggunaan merek, berupa keterangan yang berkaitan dengan jenis
barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Suatu misal produk kopi.
Jika menggunakan merek “KOPI” untuk produk kopi itu, maka hal demikian
37 dilarang.
Di dalam Undang-Undang sendiri khususnya dalam Undang-Undang No.
20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, sudah ada larangan
pendaftaran merek menggunakan kata milik umum. Dalam Pasal 20 Undang-
Undang No. 20 Tahun 2016 jelas berisi bahwa :
“ Merek tidak dapat didaftar jika: a. bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang- undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; b. sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya; c. memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis; d. memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi; e. tidak memiliki daya pembeda; dan/atau f. merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.”
37 Usman, Rachmadi, 2003, Hukum Hak atas kekayaan intelektual, PT.Alumni, Hal. 45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Dalam Pasal 20 huruf f pada Undang-Undang tersebut jelas bahwa, pendaftaran merek yang menggukan nama umum atau lambang milik umum tidak dapat didaftarkan. Yang dimaksud dengan "nama umum" antara lain Merek
"rumah makan" untuk restoran, Merek "warung kopi" untuk kafe. Adapun
"lambang milik umum" antara lain "lambang tengkorak" untuk barang berbahaya, lambang "tanda racun" untuk bahan kimia, "lambang sendok dan garpu" untuk jasa restoran.
Pengertian telah menjadi milik umum tidak hanya dalam arti telah menjadi milik publik (public domain), namun berkaitan juga dengan nama jenis
(soortnaam, generic term). Nama jenis dimaksud adalah kata-kata yang umum dan biasa dipakai dalam kegiatan perindustrian dan perdagangan untuk menamai jenis atau kelas dari barang-barang tertentu. Nama jenis ini pada umumnya tidak didaftarkan dan dilindungi sebagai merek dagang untuk barang yang bersangkutan. Pengecualian tersebut memang tepat, karena kata-kata tersebut sudah demikian lazimnya digunakan oleh semua orang untuk menyebut jenis barang yang bersangkutan, sehingga sudah selayaknya apabila tidak seorang pun boleh mengaku sebagai satu-satunya orang yang berhak memakai kata tersebut atau sebagai satu-satunya orang yang telah memakai kata tersebut sebagai merek.
Merek yang memakai istilah umum (generic term) merupakan tanda- tanda yang menggambarkan genus dari produknya. Generic term diterapkan pada produk dan bukan sekadar pada terminologi yang digunakan yang sekadar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
bersifat menggambarkan produk. Pada kata ini merujuk tes pemahaman konsumen atas kata tersebut. Setiap klaim atas generic term untuk memperoleh hak eksklusif merek harus ditolak karena pengaruhnya akan memberikan hak monopoli tidak hanya pada tanda yang digunakan sebagai merek, tetapi juga pada produk. Hal ini membuat merek tersebut tidak berdaya saing untuk dapat secara efektif memberi nama pada produk yang diusahakan untuk dijualnya.
Menurut penulis, pendapat di atas tidak tepat karena klaim atas generic term atau telah menjadi milik umum adalah syarat absolut tidak dapat diterimanya sebuah merek. Sedangkan merek yang ditolak pendaftarannya adalah jika merek yang ingin didaftarkan memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek lain yang sudah terdaftar atau merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain tanpa persetujuan tertulis dari pihak yang berhak.
Dapat pula digunakan kamus sebagai pedoman untuk mengetahui apakah suatu kata yang akan dijadikan merek merupakan nama jenis barang yang bersangkutan atau tidak. Apabila kata tersebut terdapat dalam kamus dengan pengertian yang menunjukkan barang itu sendiri atau yang erat hubungannya dengan barang tersebut, maka kata itu tidak dapat berfungsi sebagai merek dari barang yang bersangkutan karena tidak mempunyai daya pembeda untuk membedakan asal atau sumber dari barang-barang sejenis yang berbeda asalnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
Lagi pula, setiap produsen atau pedagang mempunyai hak yang sama untuk
38 menggunakan kata tersebut guna menyebutkan barangnya.
Dapat timbul masalah dalam hal kata yang dipersoalkan terdapat dalam
kamus, tetapi tidak lazim dipergunakan dalam bahasa percakapan sehari-hari
untuk menyebutkan barang yang bersangkutan, atau jika kata- kata itu secara
tidak langsung berhubungan dengan barang termaksud. Dalam hal timbul
masalah seperti itu, maka keputusan yang diambil harus didasarkan kepada
keberatan hukum yang mendasar tentang tidak mungkinnya suatu kata
dimonopoli oleh seorang pengusaha jika kata tersebut dapat digunakan secara
umum untuk menyebut atau menjelaskan barang-barang yang dimaksudkan oleh
kata tersebut.
Adapun kata umum yang memiliki kemampuan untuk menjadi pembeda
setelah pengembangan dari asosiasi konsumen atau membangun pengertian
kedua (secondary meaning) yang menimbulkan pengakuan konsumen atas daya
pembeda akan dilindungi hukum merek yang mencakup tanda yang bersifat
descriptive, deceptive misdescriptive dan personal names seringkali tumpang
tindih antara tanda yang bersifat descriptive yang dapat didaftarkan sebagai
merek dan tanda yang bersifat generic yang tidak akan pernah memiliki daya
pembeda dan tidak akan pernah dapat didaftarkan sebagai merek.39 Lazimnya,
produsen menggunakan nama umum yang bersifat descriptive untuk
menjelaskan jenis produk. Merek dari kata generic artinya tidak ada terminologi
38 Suyud Margono, Op.Cit hal. 72 39 Ibid, hal. 73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
alternatif yang secara umum digunakan untuk secara fungsional mengomunikasikan produk. Merek dari kata generic misalnya, kata kopi/coffee untuk produk kopi, gula/sugar untuk produk gula, beras/rice untuk produk beras, roti/bread untuk produk roti.
Bahkan ada pula tanda yang semula bersifat descriptive menjadi generic, sehingga hapus perlindungan hukumnya karena tidak ada lagi memiliki daya pembeda, seperti dalam kasus Thermos untuk produk thermos container penyimpan panas atau dingin dan Aspirin untuk obat sakit kepala. Sebaliknya, tanda yang bersifat descriptive atau tanda yang berasal dari kata yang sekadar bersifat menggambarkan produk, masih dapat membangun daya pembeda. Tanda yang semula bersifat descriptive dengan membangun secondary meaning melalui penggunaan dapat dianggap memiliki daya pembeda dengan memperoleh pengakuan konsumen. Tanda descriptive ini dapat dilindungi berdasarkan hukum merek, seperti kata Supermie untuk produk mie dan Aqua untuk produk air mineral.
Contoh pada merek Supermie berarti mie dengan kualitas super (primary meaning), tetapi melalui penggunaan konsumen mengakui sebagai merek mie produksi PT Indofood Sukses Makmur Tbk (secondary meaning) dan juga contoh aqua yang mempunyai arti utama adalah benda cair yang tidak berasa dan tidak berwarna (primary meaning), tetapi secara faktual konsumen mengakui
Aqua sebagai merek untuk produk air mineral yang diproduksi PT Golden
Missisippi yang sekarang sudah diambil alih oleh Danone (secondary meaning).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
Namun jika pemahaman publik tidak berubah, maka merek Supermie dan Aqua
tidak dapat didaftarkan sebab pemahaman publik telah menyatakannya sebagai
suatu tanda descriptive.
Selain tanda descriptive, ada pula tanda deceptive misdescriptive dan
personal names. Yang dimaksud dengan deceptive misdescriptive ialah merek
yang tidak akurat atau memberikan penggambaran yang keliru tentang karakter,
kualitas, fungsi, komposisi, atau penggunaan produk atau bahkan dengan tata
bahasa yang salah, masih dapat didaftar dengan membangun secondary meaning
mengakibatkan konsumen percaya bahwa merek tersebut menggambarkan
produk. Contohnya seperti Baby Dry untuk produk diapers bayi, Citi bank untuk
jasa perbankan, dan juga Bika Ambon termasuk merek yang merupakan tanda
misdescriptive karena merek Bika Ambon Majestic milik Khoe Bie Tjoe dalam
hal ini tidak akurat dalam menggambarkan produk dan mempunyai komposisi
40 yang berbeda.
Diketahui, arti dari kata Bika Ambon sendiri merupakan sejenis
penganan asal Indonesia. Terbuat dari bahan-bahan seperti telur, gula, dan
santan, bika ambon umumnya dijual dengan rasa pandan, pada masa kini juga
tersedia rasa-rasa lainnya seperti durian, keju, dan cokelat41 tetapi didaftarkan
berupa jasa pertokoan, jasa supermarket dan sejenisnya. Sedangkan yang
dimaksud personal names ialah nama pribadi meski dalam beberapa hal daya
pembedanya rendah, namun dapat didaftarkan jika membangun secondary
40 Ibid, hal. 76 41http://www.pariwisata.pemkomedan.go.id/artikel-23-sejarah-kenapa-bika-ambon-dari medan.html. Diakses 29 Desember 2019 Pukul 19.27 WIB
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
meaning melalui penggunaannya. Penggunaan untuk mencapai daya pembeda
guna membangun presepsi konsumen disebut juga secondary meaning. Merek
yang merupakan nama orang lazimnya digunakan untuk produk jasa. Contohnya
seperti merek salon dan spa Martha Tilaar, merek restoran ayam goring Suharti,
merek konsultan manajemen Price Water House Cooper, dan merek konsultan
hukum Markus Sajogo.
Sebelum mendaftarkan merek yang memakai istilah umum, pemilik
merek harus membangun secondary meaning terlebih dahulu. Penggunaan harus
secara layak yang disertai bukti meliputi, tempat, waktu, hakikat, dan luasnya
penggunaan. Bukti dapat didukung dengan dokumen, dan hal-hal lain yang
mendukung seperti, pembungkus, label, daftar harga, catalog, invoice, foto,
42 periklanan, dan pendapat masyarakat dari hasil survey.
Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa yurisprudensi yang menyatakan
bahwa merek dimaksud merupakan merek yang telah menjadi milik umum.
Sebagai contoh Putusan Mahkamah Agung No. 958 K/Pdt.Sus/2010 tertanggal 9
Februari 2012 dalam perkara pada tingkat kasasi antara Sis Continents Hotels,
Inc. sebagai pemilik merek terdaftar “HOLIDAY INN” dan “HOLIDAY INN
RESORT” yang mengajukan pembatalan terhadap merek “HOLIDAY RESORT
LOMBOK” milik PT Lombok Seaside Cottage. Dalam pertimbangannya,
dinyatakan bahwa: “HOLIDAY” dari bahasa asing tidak dapat dimonopoli dan
dijadikan Merek. Memang benar semua kata umum dapat dijadikan merek,
42 Ibid, Op. Cit, Hal. 76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
namun kata yang telah menjadi milik umum yang memiliki arti khusus/arti tertentu tidak dapat dijadikan merek dan tidak bisa dimonopoli.
Hakikatnya, merek digunakan untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi. Ini sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20
Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, merek itu sendiri merupakan tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau
3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Jika memang merek dengan menggunakan nama umum ternyata diperbolehkan untuk didaftarkan dan telah terdaftar kemudian didaftarkan lagi oleh orang lain dengan nama yang mirip, maka akan kehilangan unsur pembeda.
Dengan menggunakan merek dari suatu nama yang terkenal, maka atas nama merek tersebut akan dengan mudah pula terjadi suatu pergeseran pemahaman.
Jika nama umum boleh didaftarkan lagi oleh orang lain (mirip dengan sedikit perbedaan), penggunaan nama terkenal tersebut sebagai merek menyebabkan orang lain juga dapat dengan mudah menggunakannya sebagai merek dagangnya, sehingga arti atau kesan terhadap merek awal akan menjadi hilang, dan nama barang yang sejenis menjadi sama dengan nama merek yang telah didaftarkan sebelumnya tersebut. Dengan kata lain, kekuatan pembeda atas merek tersebut menjadi hilang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
Dari penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa, selain kekuatan
pembeda atas merek hilang dan pendaftarannya akan ditolak, akibat dari
pendaftaran merek menggunakan nama milik umum yang sudah terdaftar
sebelumnya juga akan rentan dari pembatalan merek maupun penghapusan
merek.
B. Upaya Yang Dilakukan Salah Satu Pihak Apabila Terjadi Penghapusan
Dan Merek Terhadap Merek Yang Menggunakan Kata Milik Umum
Merek terdaftar dapat dihapuskan karena empat kemungkinan yaitu:
1. Atas prakasa DJHKI;
2. Atas permohonan dari pemilik merek yang bersangkutan;
3. Atas putusan Pengadilan berdasarkan gugatan penghapusan;
4. Tidak diperpanjang jangka waktu pendaftaran mereknya.
Sedangkan permohonan pembatalan merek dilakukan dengan gugatan
pembatalan pada Pengadilan Niaga oleh pihak- pihak yang berkepentingan atau
merasa dirugikan.
Untuk penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa sendiri undang-
undang tidak menentukan persyaratannya, sedangkan penghapusan pendaftaran
merek berdasarkan prakarsa Direktorat Jenderal dapat pula diajukan oleh pihak
ketiga. Pengajuan permintaan tersebut dilakukan dengan gugatan melalui:
Pengadilan Negeri Medan atau Pengadilan Niaga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
Terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut dapat diajukan upaya
kasasi. Isi putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (hal mana
putusan berkekuatan hukum tetap tersebut diperoleh melalui putusan kasasi). Isi
putusan segera disampaikan oleh panitera pengadilan yang bersangkutan kepada
pihak Direktorat Jenderal setelah tanggal putusan diucapkan.
Semua penghapusan pendaftaran merek, dilakukan oleh Direktorat
Jenderal dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek,
untuk itu harus pula diberikan catatan tentang alasan dan tanggal penghapusan
tersebut. Untuk selanjutnya diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek
atau kuasanya, dengan menyebutkan alasannya dan disertai dengan penegasan
bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek maka Sertifikat Merek
43 yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dalam penghapusan maupun pembatalan merek bukan tanpa alasan,
adapun alasan yang sering yang dapat membuat terjadinya penghapusan maupun
pembatalan merek adalah sebagai berikut :
1. merek terdaftar tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam
perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau
pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima
oleh DJHKI, seperti: larangan impor, larangan yang berkaitan dengan
ijin bagi peredaran barang yang menggunakan merek yang
bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat
43https://books.google.com/books/about/Implementasi_Hak_Kekayaan_Intelektual_Ha.html?hl=id&id=7 B-E DwAAQBAJ. Diakses 30 Desember 2019 Pukul 22.19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
sementara, atau larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan
peraturan pemerintah;
2. Merek digunakan untuk jenis barang/atau jasa yang tidak sesuai
dengan jenis barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya,
termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan pendaftarannya.
Dalam penghapusan merek maupun pembatalan merek haruslah mengikuti tata cara yang sudah diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun
2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, adapun untuk penghapusan merek sendiri diatur dalam Pasal 72 dan Pasal 74 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 yaitu berisi :
Pasal 72
1) Penghapusan Merek terdaftar dapat diajukan oleh pemilik Merek yang
bersangkutan kepada Menteri.
2) Permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diajukan oleh pemilik Merek atau melalui Kuasanya, baik untuk sebagian
maupun seluruh jenis barang dan/atau jasa.
3) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terikat
perjanjian Lisensi, penghapusan hanya dapat dilakukan jika hal tersebut
disetujui secara tertulis oleh penerima Lisensi.
4) Pengecualian atas persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya
dimungkinkan jika dalam perjanjian Lisensi, penerima Lisensi dengan tegas
menyetujui untuk mengesampingkan adanya persetujuan tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
5) Penghapusan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat
dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
6) Penghapusan Merek terdaftar dapat dilakukan atas prakarsa Menteri.
7) Penghapusan Merek terdaftar atas prakarsa Menteri dapat dilakukan jika: a.
memiliki persamaan pada pokoknya dan/atau keseluruhannya dengan Indikasi
Geografis; b. bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-
undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum; atau c.
memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan ekspresi budaya tradisional,
warisan budaya takbenda, atau nama atau logo yang sudah merupakan tradisi
turun temurun.
8) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dapat
dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Komisi Banding Merek.
9) Komisi Banding Merek memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) berdasarkan permintaan Menteri.
Pasal 74
1) Penghapusan Merek terdaftar dapat pula diajukan oleh pihak ketiga yang
berkepentingan dalam bentuk gugatan ke Pengadilan Niaga dengan alasan
Merek tersebut tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam
perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian
terakhir.
2) Alasan Merek tidak digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku dalam hal adanya: a. larangan impor; b. larangan yang berkaitan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan Merek yang
bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat
sementara; atau c. larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
3) Penghapusan Merek terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat
dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
Bagi pemilik merek yang keberatan mereknya dihapus baik oleh
Direktorat Merek maupun oleh pihak ketiga, ada upaya hukum yang dapat dilakukan. Apabila merek dihapus oleh Direktorat Merek, pemilik merek yang mereknya dihapus dapat mengajukan gugatan penghapusan merek ke Pengadilan
Niaga sedangkan bagi pemilik merek yang mereknya dihapus oleh pihak ketiga berdasarkan putusan Pengadilan Niaga dapat mengajukan kasasi atas putusan
Pengadilan Niaga tersebut.
Pemilik merek yang keberatan mereknya dihapus baik Direktorat oleh
Direktorat Merek maupun oleh putusan pengadilan harus memiliki bukti bahwa merek tersebut masih dipergunakan. Doktrin pembuktian dalam hukum acara perdata dapat digunakan oleh pemililk merek yang keberatan mereknya dihapus.
Pasal 164 HIR menyebutkan bahwa yang disebut sebagai alat bukti :
1. Bukti surat; merupakan bukti yang utama yang berupa dokumen atau
akta yang di dalamnya ditandatangani dan berisi perbuatan hukum.
2. Bukti saksi; pada umumnya yang menjadi saksi itu adalah orang yang
harus dapat memberikan keterangan dari hal-hal yang dilihat, didengar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
atau pun diraba sendiri.
3. Persangkaan ; atau juga dugaan tentang suatu kejadian yang harus
didasarkan pada hal-hal yang telah terbukti, dan Hakim juga harus
berkeyakinan bahwa hal-hal yang telah terbukti itu boleh
menimbulkan dugaan terhadap terjadinya suatu peristiwa lain.
4. Pengakuan; merupakan keterangan yang apabila diakui oleh seseorang
yang melakukan kesalahan, tidak ada jalan lain bagi Hakim selain
menghukum orang tersebut.
5. Sumpah; merupakan cara untuk menguatkan keterangan seseorang
dalam suatu perkara.
Adanya upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemilik merek yang keberatan mereknya dihapus baik oleh Direktorat Merek maupun oleh pihak ketiga, merupakan usaha pemerintah untuk memberikan jaminan kepastian hukum, keadilan, dan supremasi hukum serta menghargai hak asasi manusia, karena kekuatan nasional suatu bangsa bergantung kepada kemajuan dan kemampuannya menghasilkan HKI termasuk juga melindungi HKI yang pada akhirnya dapat memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.
Undang-Undang juga mengatur tentang hal keberatan atas penghapusan merek dalam Pasal 73 yang berisi :
“(1) Pemilik Merek yang keberatan terhadap keputusan penghapusan Merek terdaftar atas prakarsa Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (6) dan ayat (7) dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara; (2) Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
Sedangkan pembatalan merek diatur dalam Pasal 76, Pasal 77 dan Pasal
78 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016, adapun isi dari pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut :
Pasal 76
1) Gugatan pembatalan Merek terdaftar dapat diajukan oleh pihak yang
berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
dan/atau Pasal 21.
2) Pemilik Merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) setelah mengajukan Permohonan kepada Menteri.
3) Gugatan pembatalan diajukan kepada Pengadilan Niaga terhadap pemilik
Merek terdaftar.
Pasal 77
1) Gugatan pembatalan pendaftaran Merek hanya dapat diajukan dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran Merek.
2) Gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu jika terdapat unsur
iktikad tidak baik dan/atau Merek yang bersangkutan bertentangan dengan
ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama,
kesusilaan, dan ketertiban umum.
Pasal 78
1) Terhadap putusan Pengadilan Niaga atas gugatan pembatalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) dapat diajukan kasasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
2) Panitera pengadilan segera menyampaikan putusan kepada para pihak yang
bersengketa.
Pembatalan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan tersebut. Pembatalan pendaftaran itu diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasan pembatalan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengaturan pendaftaran merek sebenarnya cukup mudah dengan prosedur
permohonan merek di Indonesia yang mengacu pada Undang-Undang No. 20
Tahun 2016 Tentang Merek yang diawali dengan pengajuan permohonan
merek oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Menteri baik secara elektronik
dan non-elektronik dalam bahasa indonesia, setelah melewati proses
pengajuan kemudian masuk pada tahap pemeriksaan yang terbagi dua yaitu
pemeriksaan administratif dan subtantif, apabila pada tahap pemeriksaan
baik secara administratif dan subtantif permohonan pengajuan merek
terpenuhi persyaratannya maka langkah selanjutnya Direktorat Jenderal
mengumumkan permohonan merek di Berita Resmi Merek dan apabila tidak
ada hal keberatan dari pihak manapun, Direktorat Jenderal akan menerbitkan
dan memberikan Sertifikat Merek kepada pemohon.
2. KASUBBID Pelayanan Kekayaan Intelektual Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual terkait dengan Pertimbangan Ditjen HKI dalam menerima kata
“Bika Ambon” Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara
mengatakan bahwa Melakukan pendaftaran merek yang menggunakan kata
milik umum dan berkaitan dengan barang yang dijual tidak diperbolehkan
67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
menggunakan kata milik umum ( dalam hal ini adalah kata "Bika Ambon"),
peran masyarakat juga sangat penting untuk melaporkan kepada pihak DJKI
apabila menemukan kata milik umum di daftarkan sebagai merek dan
berkaitan dengan barang/jasa yang disediakan oleh pemilik merek tersebut.
3. Bagi pemilik merek yang keberatan mereknya dihapus baik oleh
Direktorat Merek maupun oleh pihak ketiga, ada upaya hukum yang
dapat dilakukan. Apabila merek dihapus oleh Direktorat Merek, pemilik
merek yang mereknya dihapus dapat mengajukan gugatan penghapusan
merek ke Pengadilan Niaga sedangkan bagi pemilik merek yang
mereknya dihapus oleh pihak ketiga berdasarkan putusan Pengadilan
Niaga dapat mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Niaga tersebut.
Undang-Undang juga mengatur tentang hal keberatan atas penghapusan
merek dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis Pasal 73.
B. Saran
Sebagai akhir dari penulisan skripsi ini, penulis akan menyampaikan
beberapa saran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
mencermati permasalahan kata umum yang didaftarkan sebagai merek yaitu:
1. Sebelum mengajukan sebuah merek, pemohon pendaftaran merek
seharusnya memerhatikan undang-undang yang berlaku secara
seksama sehingga tidak ada kekeliruan dalam mengajukan merek
untuk didaftarkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
2. Direktorat Jenderal HKI selaku penerima pendaftaran merek,
seharusnya dalam menerima merek harus mempertimbangkan syarat-
syarat prosuder pendaftaran merek dan juga ketentuan- ketentuan
yang terdapat dalam undang-undang yang mengatur agar tidak
menimbulkan masalah jika ada merek yang terdaftar tidak sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
3. Dalam undang-undang seharusnya dijelaskan arti dari public domain,
generic term, tanda descriptive, deceptive misdesriptive, personal
names, dan secondary meaning sehingga dalam mengajukan sebuah
pendaftaran merek, pemohon dan Direktorat Jenderal HKI dapat
mempertimbangkan dengan penjelasan itu sebelum menerima sebuah
merek.
4. Dalam penghapusan atau pembatalan merek, Direktorat Jenderal
HKI seharusnya mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku dan
tidak gegabah dalam menentukan tindakan apa yang seharusnya
dilakukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Astarini Sri Rezki Dwi, Penghapusan Merek Terdaftar,
PT. Alumni, Bandung, 2009 hal. 20
Casavera, 15 Kasus Sengketa Merek di Indonesia,
Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009 hal. 3
Djaja Ermansyah, , Hukum Hak Kekayaan Intelektual,
Sinar Grafika, Jakarta, 2009 hal. Ix-x
Gautama Sudargo, Hukum Merek Indonesia,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993 hal. 14
Gautama Sudargo,
Op.Cit hal. 15
Gautama Sudargo, Hukum Merek Indonesia,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993 hal. 1
Hariyani Iswi, Prosedur Mengurus HAKI yang Benar,
Pustaka Yustisia, Jakarta, 2010,hal. 6
Hariyani Iswi,
Op.Cit hal. 88
Hariyani Iswi,
Op.Cit hal. 88
Jened Rahmi, Hukum Merek (Trademark Law) Dalam Era Global & Integrasi
Ekonomi,
Kharisma Putra Utama, Jakarta, 2015 hal. 3
Margono Suyud, Hak Milik Industri: Pengaturan dan Praktik di Indonesia,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2011 hal. 79
Maulana Budi Insan, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
Masa,
Citra Aditya Bakti, Bandung 1999 hal.7-8
Maulana Budi Insan, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke
Masa,
Citra Aditya Bakti, Bandung 1999 hal.7-8
Maulana Budi Insan,
Op.Cit hal. 106
Miru Ahmadi, Hukum Merek,
Rajawali Pers, Jakarta, 2005 hal. 11
Margono Suyud,
Op.Cit hal. 55
Margono Suyud,
Op.Cit hal. 72
Margono Suyud,
Op.Cit hal. 72
Purba Umar, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, cet 1
PT Alumni Bandung, 2005 Hal. 2
Paserangi Hasbir, Hak Kekayaan Intelektual, Perlindungan Hukum Hak Cipta
Perangkat Lunak Program Komputer Dalam Hubungannya Dengan Prinsip-Prinsip
Dalam TRIPs Di Indonesia,
Rabbani Press, Jakarta Selatan, 2011 hal. 168.
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas kekayaan intelektual,
PT.Alumni, 2003 Hal. 45
Saidin . OK, 2013, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,
Rajawali Pers, Jakarta, hal. 11
Saidin OK.,
Op.Cit hal. 344-345
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
Saidin. OK,
Op.Cit hal. 348
Utomo Suryo Tomi, Hak Kekayaan Intelektual di Era Global,
Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010 hal.209
B. Artikel
Hidayati, Nur, Perlindungan Hukum Bagi Merek yang Terdaftar, Ragam Jurnal
Pengembangan Humanivora, Vol. 11 No. 3, Desember 2011
C. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Merek No.20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi
Geografis. Republik Indonesia (Merek dan Indikasi Geografis), Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016, Lembar Negara nomor 252 Tahun 2016, Tambahan Lembar
Negera nomor 5963 Tahun 2016, Pasal 74.
D. Website https://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual https://jakarta.kemenkumham.go.id/profil/tugas-pokok-dan-fungsi. Diakses 27 Desember 2019 Pukul 16.39 http://www.pariwisata.pemkomedan.go.id/artikel-23-sejarah-kenapa-bika-ambon- dari medan.html. Diakses 29 Desember 2019 Pukul 19.27 WIB
https://books.google.com/books/about/Implementasi_Hak_Kekayaan_Intelektual_Ha.html? hl=id&id=7B-EDwAAQBAJ. Diakses 30 Desember 2019 Pukul 22.19 https://id.wikipedia.org/wiki/Bika_ambon
E. Wawancara
Wawancara Pada KASUBBID Pelayanan Kekayaan Intelektual Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual terkait dengan Pertimbangan Ditjen HKI dalam menerima kata “Bika
Ambon” Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara, Bapak DARTIMNOV
M.T. HARAHAP, S.H
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
HASIL WAWANCARA PADA KASUBBID PELAYANAN KEKAYAAN
INTELEKTUAL DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN
INTELEKTUAL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM PROVINSI
SUMATERA UTARA, BAPAK DARTIMNOV M.T. HARAHAP, S.H
Q :Apakah pendaftaran merek menggunakan kata milik umum itu diperbolehkan atau
tidak?
A: Melakukan Pendaftaran Suatu Merek Itu tidak diperbolehkan menggunakan kata
milik umum yang berkaitan dengan barang yang dijualnya
Q:Kalau memang tidak diizinkan untuk mendaftar. Kenapa masih banyak yang
mendaftarkan kata milik umum sebagai merek dan dikabulkan oleh direktorat
menteri?
A: Karena Merek Yang Didaftarkan tidak berkaitan dengan barang yang dijualnya
Q: Tapi setelah saya lihat ternyata bika ambon majestic itu memang jualan bika
ambon pak. Menurut bapak bagaimana dari segi hukumnya?
A: Itu Mereknya sudah lama kadaluarsa, di tahun 2012 merek tersebut sudah habis
masa berlakunya. Dan perlindungan hukum untuk majestic pun sudah habis.
Untuk dari segi hukumnya, itu sangat bertentangan dengan peraturan perundang
undangan yang telah ditetapkan. Memang dari segi kelas nice nya dia
mencantumkan kalau itu jasa pertokoan, jasa supermarket, jasa swalayan, toko-
toko, dan kios. Dan dia juga menjajalkan merek bika ambon juga disitu, kesadaran
masyarakat disini juga sangat diperlukan, ketika ia mendaftarkan sebagai jasa
supermarket, Namun ternyata dia juga menjajalkan bika ambon. Seseorang harus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melaporkan terhadap kejadian ini, agar bisa merek bika ambon majestic di
hapuskan,namun nyatanya tidak ada yang melapor ke pihak kemenkumham.
Q:Kalau misalnya ada pembatalan merek atau penghapusan merek, apa upaya
dari pemilik merek yang mereknya dibatalkan atau dihapus?
A:Pemilik Merek tersebut seharusnya menghapus sebagian atau seluruh jenis
barang jasa yang telah di klasifikasikan ke kode kelas tertentu. Dan hapusnya
merek bika ambon majestic karena tidak diperpanjang oleh pemiliknya, oleh
karena itu merek bika ambon majestic sudah tidak berlaku lagi, kalau saja
merek bika ambon majestic diperpanjang oleh pemiliknya pihak DJHKI
harus mengkaji ulang merek tersebut untuk dirubah klasifikasinya dan
diubah nama merek tersebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA