MOHAMMAD HATTA DAN PARTAI DEMOKRASI ISLAM : DINAMIKA PEMIKIRAN HUBUNGAN AGAMA DAN POLITIK

Muhammad Iqbal Fakultas Syariah UIN Sumatera Utara Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20731 Sumut Email: [email protected]

Abstract: Muhammad Hatta and Indonesian Islamic Democratic Party: A Thought Dynamic of Relationship between Religion and Politic. Mohammad Hatta as a person who firstly proclaims RI was an initiator who had an idea of separated relationship between religion and politic. Hatta was someone who “responsible” for deleting seven words on Charter 1945 as a spirit in integrating religion and politic. He lobbied many Islamic prominent figures to consider deleting “sacred” words on the , “kewajiban menjalankan syari`at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” (“the compulsory to obey Islamic law for the followers) that was recommended by the nine committees. Such statement had made Hatta elder statesman who tried to separate religion from state. Otherwise, as far as he lived he used to build an Islamic in the early era although it fell down. There were an impression that he changed his state of mind in relation to the religion and state. He took Islam as a basis of regulating politic and government. This was showed from Hatta’s effort in establishing Indonesian Islamic Democratic Party with other muslem public figures. Looking at his background, the idea and the effort were not his phase thought, but they were crystallization of his religious attitude that Hatta applied consistently. Keywords: Mohammad Hatta, democratic Islamic party in Indonesia, politics

Abstrak: Muhammad Hatta dan Partai Demokrasi Islam Indonesia: Dinamika Pemikiran Hubungan Agama dan Politik. Mohammad Hatta, tokoh Proklamator RI, selama ini dikenal sebagai sosok yang memperlihatkan hubungan yang terpisah antara agama dan politik. Hatta adalah orang yang “paling bertanggung jawab” terhadap pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta 1945, yang menjadi ruh bagi penyatuan agama dan politik. Ia melobi tokoh-tokoh Islam untuk mempertimbangkan penghapusan kata-kata “sakral” dalam Piagam Jakarta tersebut, “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” yang telah disepakati oleh Panitia Sembilan. Ini menjadikan figur Hatta sebagai negarawan yang berusaha memisahkan antara agama dan kenegaraan. Akan tetapi, dalam perkembangan kehidupannya, Hatta pernah mencoba mendirikan sebuah partai Islam, meskipun gagal, pada masa- masa awal berdirinya Orde Baru. Ada kesan Hatta mengalami perubahan sikap dan pandangan dalam hubungan antara agama dan negara. Hatta mencoba melirik Islam sebagai dasar bagi pengaturan politik dan kenegaraan. Ini tampak dari gagasan dan usaha Hatta mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia bersama tokoh-tokoh Islam lainnya. Dari analisis terhadap latar belakangnya, ternyata gagasan dan usaha tersebut bukanlah sebagai pergeseran pemikiran, tapi merupakan kristalisasi dari sikap dan keyakinan keagamaan yang dianut Hatta secara konsisten. Kata kunci: Mohammad Hatta, Partai Demokrasi Islam Indonesia, politik

Pendahuluan era Orde Baru ini ditafsirkan sebagai kemenangan 1 Setelah pemberontakan Gerakan 30 umat Islam. Dalam masa transisi ini, umat Islam September PKI tahun 1965 mengalami kegagalan mencoba kembali mengambil bagian dalam dan diikuti dengan turunnya Soekarno dari peran politiknya, setelah pada masa Soekarno kekuasaannya, Soeharto tampil ke permukaan mengalami pasang surut. memegang tampuk pemerintahan Indonesia. Era Ada beberapa pendapat dan rencana serta baru kepemimpinan Soeharto 1966 yang sering usaha yang muncul dari kalangan umat Islam dinamakan oleh para pendukungnya sebagai Indonesia. Sebagian ada yang ingin merehabilitasi Orde Baru (Orba) menjanjikan angin segar bagi kehidupan sosial politik bangsa Indonesia, 1 Ridwan Saidi, “Dinamika Kepemimpinan Islam dalam khususnya umat Islam. Tidak mengherankan kalau Era Orde Baru”, dalam M. Amien Rais, Islam di Indonesia Suatu Ikhtiar Mengaca Diri, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), h. 125.

201 | MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014 partai Masyumi yang dipaksa membubarkan diri tersebut, agaknya ada pertanyaan yang menarik oleh Soekarno pada tahun 1960 dan menghendaki untuk diketengahkan; Hatta yang selama masa tokoh-tokohnya tampil kembali dalam politik. perjuangan kemerdekaan dan kedudukannya Sebagian kalangan ada yang ingin menjadikan sebagai Wakil Presiden tidak pernah berbicara sebagai partai politik yang atas nama Islam dan bahkan cenderung dianggap menyahuti aspirasi umat Islam. Kedua pilihan sebagai “nasionalis sekuler”, ternyata pada ini tidak dapat disetujui. Untuk pilihan pertama, masa awal Orde Baru berusaha mendirikan pemerintah Orba tidak mengizinkannya. Dalam partai Islam dan berafiliasi dengan tokoh-tokoh sebuah kesempatan Ali Moertopo, tokoh tangan Islam.5 Apakah hal ini merupakan pergeseran kanan Soeharto pada awal Orba, dengan kasar sikap dan pemikiran Hatta, atau sebagai reaksi mengungkapkan kepada Prawoto Mangkusasmito kekecewaannya terhadap Soekarno. Atau adakah bahwa pintu penjara masih terbuka lebar hal-hal lain yang memengaruhi pemikirannya? baginya kalau ia tetap bersikeras menghidupkan Tulisan ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan kembali Masyumi.2 Sementara untuk pilihan tersebut. Secara sistematis tulisan ini akan kedua, kalangan intern Muhammadiyah sendiri membahas tentang biografi Hatta, latar belakang tidak menyetujuinya dan tetap menginginkan dan persiapan pendirian Partai Demokrasi Islam Muhammadiyah sebagai organisasi sosial Indonesia (PDII), tanggapan terhadap rencana keagamaan dan dakwah. pendirian PDII dan sebuah tinjauan tentang sikap Menurut Kuntowijoyo, pemerintah Orde dan pemikiran Hatta. Baru mempunyai sikap ambivalen terhadap umat Islam. Di satu pihak pemerintah merasa berutang Biografi Mohammad Hatta budi kepada kaum Muslim, karena partisipasi Mohammad Hatta dilahirkan pada 12 mereka dalam perjuangan melawan komunis, Agustus 1902 di , sebuah kota kecil tapi di pihak lain mereka menentang munculnya yang terletak di tengah-tengah dataran tinggi komunitas-komunitas Muslim yang kuat secara Agam. Kota ini terkenal indah dan terletak di politik. Akibatnya, mereka menolak upaya untuk kaki Gunung Merapi dan Singgalang. Pada masa menghidupkan kembali partai Islam Masyumi.3 kolonial Belanda, kota ini dikenal dengan Fort Untuk mengisi peran politik umat Islam, de Kock, meskipun masyarakat Agam sendiri Mohammad Hatta, tokoh Proklamator RI dan menyebutnya dengan Bukittinggi.6 Ayahnya, H. mantan Wakil Presiden pertama, memprakarsai Muhammad Djamil, adalah seorang saudagar. Ia berdirinya Partai Demokrasi Islam Indonesia (PDII). meninggal dunia dalam usia muda, tiga puluh Sejak tahun 1965 Hatta bersama tokoh-tokoh tahun, ketika Hatta masih berusia delapan bulan. Islam yang lebih muda melakukan pertemuan- Ibu Hatta, Siti Saleha, juga berasal dari keluarga pertemuan secara intensif dan mematangkan yang bergerak dalam perdagangan. Setelah ayah segala hal yang berkaitan dengan berdirinya partai Hatta meninggal dunia, ibunya kawin dengan Mas baru umat Islam ini. Namun, akhirnya Soeharto Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang. sebagai Pejabat Presiden memberi ”kata putus” tidak mengizinkan partai ini berdiri.4 5 Soebadio Sastrosatomo mengungkapkan sosok Hatta sebagai pribadi yang kuat, dengan pikiran-pikiran kerakyatan, Sebelum Soeharto memupus harapan Hatta, sosialisme, terpancar dalam tindakan-tindakan yang arif dan usahanya ini mendapat tanggapan pro dan kontra tegas terhadap keputusan yang dibuat. Itu semua didasari dalam masyarakat. Namun, terlepas dari sikap oleh kematangan berpikir dengan dilandasi nilai-nilai religi, yang dipahami tidak hanya secara verbal sehingga Hatta lebih menonjol sebagai Nasionalis sejati, ketimbang sebagai seorang Islami. Lihat Soebadio Sastrosatomo, “Pemikiran 2 Sebagaimana diceritakan Prawoto kepada Deliar Noer. Politik dan Perjuangan Hatta dan Sosok Negarawan”, Makalah Lihat Deliar Noer, Aku Bagian Ummat Aku Bagian Bangsa, disampaikan dalam Seminar Nasional In Memoriam Mohammad (Bandung: Mizan, 1999), h. 602. Hatta yang diselenggarakan oleh Senat Mahasiswa IAIN Syarif 3 Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, Hidayatullah bekerja sama dengan Yayasan Hatta, Jakarta, 16 (Bandung: Mizan, 1991), h. 68-69. Maret 1995, h. 3. 4 Deliar Noer, Mohammad Hatta Biografi Politik, (Jakarta: 6 Mohammad Hatta, MemoirsIndonesianPatriot,(Singapore: LP3ES, 1990), h. 648. Gunung Agung, 1981), h. 1.

| 202 Muhammad Iqbal: Mohammad Hatta dan Partai Demokrasi Islam Indonesia

Begitu dekatnya Hatta dengan ayah tirinya ini, yang memahami Islam secara progresif. Dengan menurut Noer, sehingga ia menyangka bahwa Djambek, Hatta belajar bahasa Arab, tafsir, fikih H. Hing inilah ayah kandungnya. Ia baru tahu dan cabang-cabang lainnya pengetahuan agama. bahwa H. Ning adalah ayah tirinya pada usia 10 Sementara Ahmad mengajarkan Islam ketika tahun. Namun begitu, hal ini tidak menyebabkan Hatta aktif di Jong Sumateranen Bond (JSB). hubungan Hatta dengan H. Ning merenggang.7 Ahmad mengajarkan masalah-masalah Islam dalam Hatta menjalani masa kanak-kanak se- kaitannya dengan sosial kemasyarakatan.9 bagaimana biasanya anak-anak masa itu, ia Dari pendidikan agama yang ia peroleh, Hatta sekolah, mengaji dan bermain. Sejak masa pada perkembangannya nanti memiliki pemikiran kanak-kanak ini mulai tampak sikap disiplin Hatta, keagamaan yang modern dan tidak memahami baik dalam membagi waktu maupun mengatur Islam secara simbolistik formalistik. Hatta ingin keuangan. Inilah yang kemudian menjadi salah membawa Islam ke dalam kerangka pemikiran satu karakter utama Hatta selama hidupnya. yang modern. Lebih dari itu, Hatta kelak, Dalam perjalanan studi Hatta terdapat meskipun tidak diartikulasikannya secara tegas dua kecenderungan yang berbeda dari dua berasal dari ajaran Islam, menjadi seorang pejuang keluarga besar Hatta.8 Pihak keluarga ayahnya penggerak yang selalu konsisten menolak segala di Batuhampar, sesuai dengan tradisi keulama- bentuk ketidakadilan, kesewenang-wenangan, an mereka, menginginkan Hatta menempuh penyimpangan dan penyelewengan kekuasaan. sekolah berbasis agama. Mereka ingin setelah Dari Hatta berangkat ke Jakarta menamatkan pendidikan Sekolah Rakyat, Hatta melanjutkan pendidikan sekolah dagang di Prins menekuni jalur pendidikan agama. Bahkan mereka Hendrik Handels School (PHS) dan tamat tahun sudah mempersiapkan dana untuk Hatta belajar 1921. Di sini Hatta tetap mengikuti perkembangan agama ke Makkah dan selanjutnya ke Mesir. politik di Hindia Belanda dan bergabung dengan Tetapi setelah dua tahun belajar di Bukittinggi, gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia Hatta pindah ke sekolah Belanda ELS. Lalu pada aktif di organisasi Jong Sumatranen Bond (JSB). tahun tahun 1913, ketika naik kelas 5 Hatta pindah Setelah tamat PHS Hatta berangkat ke , ke ELS Padang, karena pihak keluarga ibunya Belanda melanjutkan studi perguruan tingginya. menginginkan Hatta belajar bahasa Prancis yang Meskipun kuliah di negeri yang menjajah sudah diajarkan di kelas 5 di Padang. Tahun 1917 negerinya, nasionalisme Hatta semakin kental. Hatta menyelesaikan ELS dalam usia sekitar 14-15 Ia semakin meningkatkan aktivitas pergerakan tahun. Setelah itu ia melanjutkan studi ke MULO kemerdekaan Indonesia bersama kawan-kawannya dan tamat pada 1919. yang kuliah di sana dalam organisasi Perhimpunan Meskipun akhirnya Hatta menempuh jalur Indonesia (Indische Vereniging). Di organisasi ini pendidikan umum, sebagaimana keinginan pihak Hatta bagaikan menemukan lahan yang subur bagi keluarga ibunya, Hatta beruntung memperoleh penanaman benih-benih nasionalismenya yang pendidikan agama dalam kerangka pemikiran ia bawa dari Indonesia. Di sini pula ia melihat modern melalui Syeikh Muhammad Djamil Djambek lebih luas bagaimana keadaan tanah airnya yang (1860-1947) di Bukittinggi dan Dr. Abdullah Ahmad kaya raya tapi rakyatnya tidak bisa berbuat apa- (1878-1933) di Padang. Kedua ulama ini adalah apa karena dijajah oleh Belanda. Perhimpunan sosok pembaru pemikiran Islam di Minangkabau Indonesia mengecam penjajahan Belanda atas Indonesia. Hatta terkenal masa itu ketika ia

7 Deliar Noer, Mohammad Hatta…, h. 17-18. 8 Dalam tradisi masyarakat Minangkabau yang matrilineal, 9 Deliar Noer, Mohammad Hatta…, h. 18. Hatta mengakui peran keluarga besar sangat besar. Apalagi Hatta adalah bahwa tokoh di atas adalah dua di antara tiga ulama pendukung seorang yatim, yang menjadi tanggung jawab mamaknya gerakan modern Islam di Sumatera Barat. Seorang lagi adalah untuk mengasuh dan mendidiknya. Karenanya, adalah wajar Haji Abdul Karim Amrullah (ayah ). Mereka bertiga dalam keluarga besar dari pihak ayah dan ibunya merasa sangat dalam terpengaruh pada gagasan-gagasan modern tanggung jawab pendidikan Hatta berada di tangan mereka. Muhammad Abduh di Mesir. Mereka sangat perhatian untuk Namun begitu, di antara mereka tetap diadakan musyawarah membawa Islam sejalan dengan perkembangan dunia modern. menentukan yang terbaik bagi Hatta. (Lihat Hatta, Memoirs Indonesian Patriot, h. 29-31).

203 | MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014 menyampaikan pembelaannya di Pengadilan tidak dapat dipertahankan. Karena perbedaan Belanda yang berjudul Indonesia Merdeka. prinsip yang tidak dapat dipertemukan lagi antara Ketika pulang ke Indonesia Hatta semakin kedua tokoh Proklamator RI ini, pada 20 Juli meningkatkan aktivitasnya dalam kegiatan politik 1956 Hatta mengirim surat resmi pengunduran pergerakan. Ia sering keluar masuk penjara akibat diri dari Wakil Presiden. Terhitung 1 Desember aktivitasnya tersebut. Bahkan Hatta pernah 1956 Hatta resmi berhenti dari jabatan tersebut.10 mengalami pengasingan di Boven Digul, Irian Jaya Meskipun tidak memiliki jabatan resmi ( sekarang), sebuah tempat pembuangan lagi di pemerintahan, Hatta tetap berusaha bagi tokoh-tokoh pergerakan yang sangat menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk berbahaya bagi Belanda. Pada saat persiapan bangsa Indonesia. Penyimpangan-penyimpangan kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Hatta kekuasaan yang dilakukan Soekarno selalu merupakan tokoh pergerakan yang menonjol. dikritisinya, baik melalui tulisan maupun pertemuan Ia bersama Soekarno memproklamasikan ke- kedua tokoh ini. Namun Hatta tetap mengalami merdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan kekecewaan, karena apa yang ia nasihatkan keesokan harinya diangkat sebagai Wakil Presiden kepada Soekarno tidak pernah didengar dan RI pertama. diikutinya. Presiden Soekarno sudah jauh terlena Ada satu peran Hatta yang sangat menonjol dengan kekuasaannya, hingga akhirnya ia sendiri ketika perumusan dasar negara. Hatta yang jatuh setelah gagalnya pemberontakan G. 30 S/ termasuk anggota Panitia Kecil (Panitia Sembilan) PKI 1965. yang akan merumuskan dasar bagi negara Naiknya Soeharto dan Orde Baru ke tampuk Indonesia yang akan merdeka membujuk para kekuasaan memberi sedikit harapan bagi Hatta tokoh Islam yang mengusulkan Piagam Jakarta untuk melihat Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang sila pertamanya berbunyi ”Ketuhanan yang ia perjuangkan sepanjang hidupnya. Namun dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi demikian, kekecewaan demi kekecewaan terus Pemeluk-pemeluknya” agar diubah. Ia mengakui mengiringi perjalanan hidup Hatta. Cita-cita mendapat informasi dari seorang tentara Jepang Proklamasi yang ia perjuangkan ternyata masih yang mengatakan bahwa sebagian masyarakat jauh dari kenyataan. Ia sendiri mengalami Indonesia di bagian timur menolak bergabung kehidupan yang pahit sebagai bekas Wakil dalam Indonesia, apabila rumusan Piagam Jakarta Presiden, karena tidak memperoleh tunjangan tersebut dipertahankan. Akhirnya lobi Hatta pensiun yang wajar dan beban kehidupan yang berhasil, dan rumusan sila pertama berubah semakin berat yang ditanggungnya sebagai warga menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Inisiatif Hatta negara biasa. ini semakin mengokohkan dirinya sebagai tokoh Tepat 14 Maret 1980, Hatta, tokoh bersahaja yang memisahkan agama dan negara. yang menghabiskan seluruh hidupnya bagi bangsa Hatta menjadi salah satu tokoh paling penting Indonesia yang dicintainya, menghadap Ilahi pada masa-masa awal kemerdekaan. Ia bersama memenuhi janjinya. Soekarno merupakan Dwitunggal yang menjadi simbol dua gaya kepemimpinan Indonesia; gaya Latar Belakang dan Persiapan Pendirian Jawa dan Minang. Soekarno lebih bergaya Partai Demokrasi Islam Indonesia (PDII) simbolistik, paternalistik dan cenderung feodalistik Demokrasi Terpimpin yang diciptakan serta sangat menikmati slogan-slogan, sementara Soekarno ternyata hanya mampu bertahan Hatta seorang pemikir serius, administrator, selama enam tahun lebih dua bulan, yaitu sejak egaliter dan berusaha mengisi kemerdekaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga kegagalan dengan karya dan gagasan. Soekarno seorang pemberontakan G.30 S/PKI 1965. Namun yang mampu membakar emosi massa dengan gaya oratornya, sementara Hatta memberi 10 pencerdasan massa dengan konsep-konsep dan Tentang perkembangan politik yang terjadi, yang melatarbelakangi pengunduran diri Hatta, dapat dilihat pada tulisannya. Betapa pun, perjalanan Dwitunggal Deliar Noer, Mohammad Hatta…, h. 474-485.

| 204 Muhammad Iqbal: Mohammad Hatta dan Partai Demokrasi Islam Indonesia masa yang singkat ini memperlihatkan kepada berbeda dengan Masyumi yang memilih oposisi, kita suatu situasi politik yang kacau. Dalam Hatta cenderung bersikap tenang, namun tetap demokrasi ala Soekarno ini, untuk pertama kali kritis dalam menolak gagasan tersebut. Hatta lebih ia menerapkan ide penyatuan antara nasionalis, banyak melancarkan kritikannya lewat tulisan. agama dan komunis ke dalam Nasakom, yang Hatta bukanlah tipe orator yang mampu membakar sejak pra-kemerdekaan juga telah terlibat dalam semangat massa dengan jargon-jargonnya, seperti perdebatan filosofis tentang ideologi negara. halnya Soekarno. Bahkan Hatta mengandalkan Dalam demokrasi ini juga terjadi kristalisasi kedekatan hubungan pribadinya dengan Soekarno sikap partai politik Islam.11 Hanya ada dua untuk mengecam konsepsi Demokrasi Terpimpin alternatif: mendapat atau tidak mendapat dan Nasakom yang digulirkan Soekarno. Hatta sama sekali. Bagi partai (NU), mengungkapkan, “sejak dua-tiga tahun yang Partai Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) akhir ini kelihatan benar tindakan-tindakan dan Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), ikut Pemerintah yang bertentangan dengan Undang- dalam arus Nasakom merupakan pilihan yang Undang Dasar. Kemudian Presiden Soekarno tepat. Sementara Masyumi memilih sikap oposisi membubarkan Konstituante yang dipilih oleh terhadap Nasakom.12 Keduanya sama-sama mencari rakyat, sebelum pekerjaannya membuat Undang- 14 dalil agama untuk membenarkan sikap masing- Undang Dasar baru selesai.” Hatta menganggap masing, meskipun akhirnya mereka terpental tindakan-tindakan Soekarno bertentangan dengan dari pentas politik nasional. Masyumi terpental Konstitusi dan merupakan suatu kudeta, namun lebih dahulu karena dianggap kontrarevolusi sayangnya semua ini dibenarkan oleh partai-partai 15 dan dipaksa membubarkan diri oleh Soekarno dan suara terbanyak di DPR. pada 1960. Sementara NU dan partai-partai Islam Dalam satu kritiknya ia menyatakan bahwa pendukung Soekarno turun panggung politik usia Demokrasi Terpimpin tidak lebih lama dari seiring dengan jatuhnya kekuasaan Soekarno usia Soekarno sendiri. ”Diktator yang bergantung dan naiknya Soeharto sebagai penguasa pada kepada kewibawaan orang-seorang tidak lama tahun 1966. umurnya. Sebab itu pula sistem yang dilahirkan Dalam situasi kacau era Soekarno dan era Soekarno itu tidak akan lebih panjang umurnya baru kepemimpinan Soeharto, tentu saja tidak dari Soekarno sendiri. Umur manusia terbatas. dapat mengabaikan keberadaan Mohammad Apabila Soekarno sudah tidak ada lagi, maka Hatta. Meskipun sejak tahun 1957 ia meletakkan sistemnya akan roboh dengan sendirinya seperti jabatan sebagai Wakil Presiden, Hatta sama sekali satu rumah dari kartu.”16 Ternyata perhitungan tidak pernah diam melihat perkembangan politik 14 yang terjadi di Indonesia. Ia juga merupakan Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, h. 109. 15 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, h. 110. tokoh yang gigih menentang konsep Demokrasi 16 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, h. 117. Meskipun Terpimpin Soekarno dan mengecamnya sebagai sudah patah arang dengan Soekarno dan kecamannya ter- ”nama lain dari bentuk kediktatoran.”13 Namun, hadap Soekarno begitu tajam, Hatta masih tetap menjaga hubungan pribadi dengan Soekarno. Dua tahun setelah Hatta meletakkan jabatan sebagai wakil presiden, Soekarno masih 11 Ahmad Syafii Maarif membagi periode Demokrasi sempat mengunjungi Hatta di rumahnya. Terlihat keakraban Terpimpin ala Soekarno kepada dua fase; yaitu fase kristalisasi kedua peletak dasar Indonesia modern ini. Dalam suasana yang berlangsung hingga Desember 1960 dan fase kolaborasi akrab tersebut, ketika akan makan malam, Hatta juga masih yang terjadi hingga jatuhnya kekuasaan Soekarno, yang sempat “menyerang” keras kebijakan politik Soekarno. ditandai dengan kerja sama antara pendukung Nasakom. Namun Soekarno tidak tersinggung oleh kritikan Hatta. Kritik Lihat Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Politik di Indonesia pada dan nasihat tersebut disampaikannya kepada Soekarno Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965, (: IAIN Sunan sebagai seorang sahabat. Sebaliknya, ketika karangan Hatta Kalijaga Press, 1988). Demokrasi Kita pertama kali dibukukan, Soekarno melarang 12 Untuk mengetahui prinsip dan argumentasi masing- peredarannya. Semua buku yang sudah telanjur beredar, masing partai Islam dan percaturan politik pada masa Demokrasi ditarik kembali dari pasaran. Melihat keadaan demikian, Hatta Terpimpin, lihat Ahmad Syafii Maarif, ibid.; lihat juga kajian hanya berkomentar pendek, “Ya sudah, mau diapakan lagi.” Deliar Noer tentang hal ini dalam Partai Islam di Pentas Nasional, Namun demikian, Hatta tidak kunjung berhenti mengirim surat (Jakarta: Grafiti, 1987), terutama pada halaman 349-424. berupa nasihat kepada Soekarno untuk kembali ke cita-cita 13 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Proklamasi Indonesia semula. Dalam menyampaikan nasihat Masa Depan, (Jakarta: UI Press, 1997), Cet. ke-3, h. 119. dan kritik ini, Hatta senantiasa menjaga hubungan baik di

205 | MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

Hatta tepat. Soekarno jatuh bersama kegagalan (PRRI)19 dan keterlibatan organisasi Islam pemberontakan G.30 S PKI/1965. Eksperimen dalam arus politik era Soekarno. Dalam sebuah berbahaya Soekarno menyatukan agama, pidatonya, Hatta menyatakan bahwa Masyumi nasionalis dan komunisme gagal total! yang pernah menjadi simbol kesatuan dan Berkaca dari kegagalan politik umat Islam pada kekuatan politik umat Islam, yang di dalamnya era Soekarno dan upaya untuk mengembalikan bersatu Muhammadiyah, NU, PSII, Persis dan peran politik umat Islam, Hatta memprakarsai lain-lain, ternyata menghasilkan perpecahan berdirinya Partai Demokrasi Islam Indonesia karena perbedaan pendirian dan pandangan 20 (PDII). Bersama tokoh-tokoh Islam yang pernah hidup masing-masing. berkecimpung dalam Himpunan Mahasiswa Secara intensif persiapan dilakukan sejak Islam (HMI) dan Pelajar Islam Indonesia (PII), tahun 1965. Pertemuan-pertemuan diadakan di Hatta membuat rancangan anggaran dasar dan rumah Hatta sendiri dan di gedung Universitas persiapan berdirinya partai ini. Di antara mereka Islam Djakarta yang saat itu dipimpin oleh . yang ikut adalah Soelastomo, Muhammad Daud Dari pertemuan tersebut dihasilkanlah kesepakatan Ali dan .17 untuk mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia Hatta lebih tertarik mengajak tokoh-tokoh (PDII). Dalam Anggaran Dasarnya disebutkan muda di atas yang relatif tidak terpengaruh oleh bahwa partai ini berjiwa Islam, bersifat Nasional, atmosfir politik era Soekarno. Sebelumnya, sejak berjuang atas dasar . Sementara tujuan tahun 1958 sampai terutama tahun 1963, para PDII adalah menuju terlaksananya sosioalisme pemuda dan pelajar Islam yang kebanyakan dari Indonesia yang tersimpul di dalamnya cita-cita kedua organisasi Islam ini merasa kecewa terhadap Indonesia yang adil makmur, yang diridhai Allah. situasi negara dan roda pemerintahan. Mereka PDII menginginkan rakyat Indonesia merasakan sering mengadu kepada Hatta dan mencemaskan tenteram jiwanya lahir batin, menikmati keadilan perkembangan pemimpin partai Islam yang larut dan terpelihara haknya. Dengan demikian, bersama arus Nasakom Soekarno.18 sosialisme Indonesia menentang segala bentuk penindasan dan mengupayakan agar produksi Di samping itu, Hatta sendiri kelihatannya masyarakat dilakukan atas dasar kerja sama oleh tidak suka dengan cara-cara beberapa tokoh semua dan untuk semua. Sosialisme Indonesia Masyumi yang pernah ikut dalam pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia 19 Dalam sepucuk suratnya kepada Jenderal , Hatta menumpahkan penyesalannya atas sikap orang-orang Sumatera Barat melakukan pemberontakan PRRI. antara mereka dan tidak pernah melecehkan atau mengecilkan Ia menulis, “Orang Minangkabau… biasanya sebelum berbuat arti pribadi Soekarno. apa-apa, bertanya kepada ninik mamak. Tetapi apa yang Di sisi lain, Soekarno sendiri tetap menjalin persahabatan terjadi dengan tindakan yang dilakukan oleh Ahmad Husein yang akrab dengan Hatta. Meski mendapat kritik tajam, dan kawan-kawannya? Kata dan nasihat mamak sendiri tidak Soekarno tetap menghargai Hatta sebagai sahabat. Bahkan didengar, tetapi kata dan nasihat mamak Soemitro, mamak ketika Hatta sakit pada tahun 1962, Soekarno menjenguknya Sjafruddin, mamak Lubis, mamak Simbolon didengar. Inilah dan memutuskan Hatta untuk berobat ke Swedia dengan uang akibatnya. Tetapi kalau didengar dahulu kata mamak sendiri, negara. Lihat Muhammad Iqbal, Fira`un Abad 21 Refleksi atas tidak begitu akibatnya.” Hatta juga kecewa dengan sikap Natsir Persoalan-persoalan Keislaman dan Keindonesiaan, (Bandung: yang bergabung dengan PRRI. Ketika ia menghadapi teror Citapustaka Media, 2006), h. 193-194. Sekretaris pribadi Hatta, kelompok komunis di Jakarta, Hatta sebenarnya menyarankan I. Wangsa Widjaja, melihat rasa haru Soekarno ketika kepada kepadanya untuk lebih banyak berada di Bandung. Di sini ia Hatta yang dengan lemah turun dari mobilnya untuk menemui bisa lebih tenang dan fokus pada pekerjaan Konstituante. Lihat Soekarno di Istana sebelum keberangkatan. Bagaimana pun Deliar Noer, Mohammad Hatta…, h. 533. mereka berpatah arang, persahabatan antara kedua tokoh Dari empat nama yang disebut Hatta sebagai tokoh PRRI, Proklamator ini tidak pernah terpisahkan oleh perbedaan hanya Sjafruddin yang masih memiliki darah Minang. Itu pun politik yang berseberangan. Menurut Wangsa, Soekarno masih dari garis ibunya yang merupakan keturunan dari penguasa sempat berpesan kepadanya, “Wangsa, jaga baik-baik Bung Kerajaan Pagaruyung. Sementara ayahnya adalah menak Hatta.” Lihat Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik (bangsawan) di Banten. Ini mengisyaratkan rasa kecewa Mohammad Hatta, h. 343. yang mendalam Hatta terhadap orang Minang yang mau 17 Deliar Noer, Mohammad Hatta…, h. 633. dipengaruhi orang lain untuk melakukan pemberontakan. 18 Mohammad Hatta, “Pengantar Rencana Dasar Program 20 Hatta, Kumpulan Pidato, (Jakarta: Yayasan Idayu Press, dan Struktur PDII” dalam Deliar Noer, Mohammad Hatta…, h. 727. 1985), Jilid III, h. 189.

| 206 Muhammad Iqbal: Mohammad Hatta dan Partai Demokrasi Islam Indonesia yang dicitakan PDII juga menjamin kemerdekaan telah diperhitungkan sejak semula. setiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan Sebagai orang pergerakan dan orang politik, agamanya masing-masing. Dalam hubungannya Hatta tidak ingin mengulangi pengalaman pahit dengan Islam, disebutkan bahwa Islam memberi masa lalu yang dialami Masyumi. Ia melihat benih, sedangkan adat istiadat dan semangat penyatuan ini hanya akan bermuara kepada gotong royong yang membentuk kepribadian perpecahan. Menurutnya, cita-cita untuk mencapai bangsa Indonesia merupakan lahan subur untuk persatuan dan menampung seluruh umat Islam menanam benih tersebut sehingga menjadi pohon dengan organisasi masyarakatnya ke dalam satu 21 yang rindang. partai baru tidaklah mudah. Partai-partai Islam Sementara dalam kepemimpin partai terdapat yang sudah ada tidak dapat melebur dirinya dua pemegang kekuasaan, yaitu ketua umum dengan mudah ke dalam partai baru, karena partai dan pemimpin partai. Ketua umum lebih mereka mempunyai pendirian yang memang sulit menitikberatkan tugasnya dalam soal-soal dilepaskan begitu saja. Suatu partai baru yang organisasi, sedangkan pemimpin partai adalah menyatukan organisasi-organisasi Islam yang penanggung jawab politik partai dan memimpin berbeda pendirian hanya akan mengulangi sejarah fraksi di DPR. Dalam pasal 20 ayat 7 Anggaran Masyumi saja.23 Ia ingin mendirikan partai yang Dasar dijelaskan bahwa Ketua Umum dipilih terbebas dari kepentingan-kepentingan politik oleh Kongres yang diadakan sekali tiga tahun, organisasi. sementara pemimpin partai dipilih untuk waktu Dalam hal ini terlihat kejeniusan Hatta dalam yang tidak ditentukan. membaca sejarah dan peta politik Islam Indonesia. Usaha Hatta di atas mendapat tanggapan dari Kekhawatirannya tentang akan berulangnya masyarakat luas. Dari kalangan Islam, organisasi kembali pengalaman Masyumi juga menjadi yang tergabung dalam Badan Koordinasi Amal kenyataan pada Amal Muslimin. Partai yang Muslimin,22 terlihat usaha mengajak Hatta dan dihasilkan Amal Muslimin, yakni Partai Muslimin pemrakarsa PDII lainnya untuk bergabung Indonesia () dan terakhir melebur bersama mereka mendirikan partai baru. Hatta lagi menjadi Partai Persatuan Pembangunan tidak dapat menerima tawaran ini. Ia melihat, (PPP), ternyata tidak terlepas dari konflik dan untuk jangka panjang hal ini tidak ada manfaatnya, perpecahan.24 karena cara-cara tokoh Amal Muslimin tidak sesuai Dari kalangan pendukung Hatta sendiri dengan visi Hatta. Ia tidak setuju upaya Amal terdapat perbedaan pandangan. Sebagian di Muslimin yang tidak berbeda dengan Masyumi antara mereka keberatan Pancasila, bukan pada tahun 1945. Dalam rencana Amal Muslimin, Islam, dijadikan sebagai ideologi partai. Hatta organisasi Islam berafiliasi ke dalam satu partai mengembalikan masalah ini dengan mengatakan dengan menampilkan tokoh organisasi masing- bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah masing dalam partai. Dengan demikian, masing- jabaran dari prinsip tauhid dalam Islam. ”Apakah masing tokoh akan bersaing untuk mendapatkan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang terkandung kedudukan puncak dalam partai. Partai dijadikan dalam seluruh isi Pancasila dapat dipraktekkan sebagai ajang untuk saling berebut pengaruh, tanpa menurut konsepsi Islam?” Hatta menuduh karena kedudukan wakil-wakil organisasi asal sebagian Muslim yang dikatakannya sebagai orang yang tidak fleksibel. Ia mempertanyakan, “Kalau gereja Protestan dan Katolik bisa menerima 21 Hatta, Kumpulan Pidato, h. 189. 22 Badan ini dibentuk pada tanggal 16 Desember 1965 dan merupakan forum komunikasi organisasi-organisasi 23 Hatta, Kumpulan Pidato III, h. 190. Islam dalam bidang sosial budaya yang mempersatukan 24 Polemik tentang konflik di atas direkam dalam dalam 16 organisasi. Badan ini berupaya merehabilitasi Masyumi. buku PPP, NU dan MI Gejolak Wadah Politik Islam, (Jakarta: Di antara organisasi yang tergabung di dalamnya adalah Integrita Press, 1984). Buku ini merupakan kumpulan tulisan Muhammadiyah, Al-Irsyad, Al-Jam`iyyatul Washliyah dan HSBI. polemis antara K.H. Syaifuddin Zuhri, Ridwan Saidi, Mahbub Lihat Deliar Noer, Mohammad Hatta Biografi Politik, h. 635 dan Djunaidi dan Fachry Ali tentang pertikaian antara unsur-unsur B.J. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia (Jakarta: Grafiti organisasi politik Islam, terutama NU dan Muslimin Indonesia Press, 1985), h. 157. dalam wadah Partai Persatuan Pembangunan.

207 | MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

Pancasila menurut ajaran agama mereka, mengapa secara sadar menggunakan gagasan-gagasan orang Islam tidak.”25 Islam dalam pertimbangan bangsa dan negara Jadi bagi Hatta, tidak ada halangan untuk seperti yang dilakukan Masyumi.29 menjadikan Pancasila sebagai ideologi atau dasar Respons ini agaknya lebih disebabkan oleh partai. Tapi Hatta tetap menjadikan Islam sebagai usaha kalangan eks Masyumi untuk merehabilitasi jiwa partai. Dalam Rencana Dasar, Program dan partai Islam tersebut. Pendirian partai baru Struktur PDII disebutkan bahwa Partai berjiwa oleh Hatta kelihatannya akan menghambat Islam dan bersifat Nasional, berjuang atas dasar usaha rehabilitasi ini. Kalau Hatta tetap berjalan Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Peri dengan usahanya dalam pendirian PDII ini, Kemanusiaan, Persatuan Indonesia, Kedaulatan besar kemungkinan rehabilitasi Masyumi akan Rakyat dan Keadilan Sosial.26 mengalami kegagalan. Setidaknya, di mata Orde Tanggapan lain datang dari kalangan Baru, keberadaan dan kewibawaan Hatta sebagai tokoh-tokoh eks partai Masyumi. Setelah Bapak Proklamator dan sebagai negawaran Muhammad Natsir, , Prawoto serta track recordnya yang tidak pernah terlibat Mangkusasmito, dan pemberontakan akan memperbesar peluang dibebaskan dari tahanan keberhasilannya. Sebaliknya, terhadap aktivis politik rezim Soekarno, mereka bermaksud untuk eks Masyumi pemerintah harus bersikap hati- mendirikan dan menghidupkan kembali partai hati. Pemerintah tampaknya mempunyai ”catatan yang ”membubarkan diri” tersebut. Mereka khusus” terhadap mereka selama aktif dalam mengajak tokoh-tokoh Masyumi lainnya dalam percaturan politik era Soekarno. usaha ini. Salah satu di antaranya adalah Anwar Paling tidak, ada tiga hal yang membuat Harjono yang sebelumnya ikut bergabung dengan penguasa Orde Baru lebih berhati-hati mengambil Hatta dalam upaya pendirian PDII.27 Anwar sikap pada tokoh-tokoh eks Masyumi. Pertama, Harjono tertarik dan dengan penuh pengertian sikap mereka yang tidak mau berdamai dengan Hatta mempersilakan Anwar Harjono keluar untuk segala bentuk otoritarianisme dan penyelewengan bergabung dengan tokoh-tokoh eks Masyumi kekuasaan. Tokoh-tokoh eks Masyumi adalah tersebut. orang-orang yang memiliki komitmen moral Tokoh-tokoh eksMasyumi tersebut pada dan etika politik yang kokoh. Dalam batas-batas umumnya menganggap Hatta bukan ”orang tertentu mungkin tokoh-tokoh eks Masyumi dapat kita.” Natsir pernah menyatakan bahwa Gerakan dikatakan radikal. Sikap radikalisme—dalam arti Demokrasi Islam Indonesia (GDII) yang merupakan ketidakbersediaan untuk kompromi dengan segala cikal bakal PDII ”bukan kita punya”.28 Dalam sebuah bentuk kediktatoran dan tindakan-tindakan yang wawancara dengan Mavis Rose, Natsir pernah tidak demokratis—para eks tokoh Masyumi mengemukakan bahwa Hatta melihat Islam pada merupakan kerikil penarung yang serius bagi Orde tingkat individu dan masyarakat, sehingga Hatta Baru untuk melanggengkan kekuasaannya.30 Hal tidak memiliki empati bahwa segala sesuatunya pertama ini tentu juga dimiliki oleh Hatta yang harus mengikuti Islam. Meskipun motivasi Hatta terbiasa terdidik dalam suasana keislaman dan bersifat agamis, Natsir menganggap Hatta tidak semangat demokrasi. Hatta juga sangat tidak setuju dengan segala bentuk kediktatoran dan 25 Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik penyimpangan terhadap demokrasi. Hanya saja Mohammad Hatta, (Jakarta: Gramedia, 1991), h. 386. Hatta lebih kalem dan tidak frontal menyikapi 26 Deliar Noer, Mohammad Hatta…, h. 733. sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsip yang 27 Menurut Deliar Noer, sikap Anwar Harjono ikut bergabung dengan eks tokoh-tokoh Masyumi menunjukkan dianutnya. bahwa loyalitasnya kepada pemimpin partainya—dalam hal Kedua, berkaitan dengan yang pertama, sikap ini adalah —dan kepada partainya sangat tinggi. Begitu tokoh-tokoh panutannya keluar dari tahanan politik rezim Soekarno, ia menarik diri dari Hatta dan bergabung 29 Mavis Rose, Indonesia Merdeka…, h. 386. dengan mereka. Lihat, Deliar Noer, Membincangkan Tokoh- 30 Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran tokoh Bangsa, (Bandung: Mizan, 2001), h. 47. Politik Islam dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer, 28 Deliar Noer, Membincangkan Tokoh…, h. 47. (Jakarta: Prenada Media, 2013), Cet. ke-2, h. 294.

| 208 Muhammad Iqbal: Mohammad Hatta dan Partai Demokrasi Islam Indonesia radikal tokoh-tokoh eks Masyumi akan menjadi Akan tetapi akhirnya Hatta harus menelan potensi yang berbahaya bagi kekuasaan Orde kekecewaan. Lewat surat Pejabat Presiden Baru. Kalau Masyumi diizinkan kembali berdiri, Soeharto tanggal 17 Mei 1967, pemerintah Orde Baru akan kewalahan menghadapi mereka menolak berdirinya PDII. Ia memandang PDII yang kaya dengan pengalaman dan jam terbang tidak dapat menjamin bersatu dan tertampungnya dalam politik. Ketiga, Orde Baru menyadari potensi semua kekuatan Islam di luar partai politik yang ini dengan pengalaman pemberontakan PRRI di ada. Soeharto juga memandang bahwa reaksi Sumatera Barat yang sebagian penggeraknya negatif terhadap gagasan PDII merupakan adalah tokoh-tokoh eks Masyumi seperti Natsir gejala yang dapat mengganggu stabilitas politik dan Sjafruddin. Indonesia.33 I. Wangsa Widjaja, sekretaris pribadi Hal ini kemudian menjadi kenyataan. yang selalu menemaninya hingga akhir hayatnya, Pemerintah Orde Baru tidak ingin pengalaman mencatat bahwa alasan penolakan tersebut radikalisme politik Islam yang pernah ditampilkan antara lain adalah karena rencana pemerintah oleh tokoh-tokoh eks Masyumi tersebut kembali untuk memperkecil jumlah partai politik dan 34 terjadi. Alasan ini digunakan oleh Orde Baru menggabungkan (fusi) unsur-unsur organisasi. untuk menolak kehadiran tokoh-tokoh eks Walaupun kecewa, penolakan ini diterima Hatta Masyumi untuk mengisi pentas politik nasional. dengan besar hati. Akhirnya ia harus mengubur Pemerintah menutup pintu rapat-rapat bagi cita-cita dan niatnya untuk mendirikan partai. kehadiran Mohammad Roem untuk duduk dalam kepemimpinan partai baru umat Islam, Menimbang Mohammad Hatta: Parmusi, yang lahir pada 1968. Menurut Boland, Pergeseran atau Konsistensi kenyataan bahwa pemimpin-pemimpin Masyumi Dari prakarsa dan upaya Hatta mendirikan terlibat dalam pemberontakan PRRI di tahun 1958 PDII pertanyaan yang mencuat adalah apakah kelihatannya digunakan sebagai alasan untuk ini merupakan perubahan sikap Hatta terhadap melanjutkan larangan tersebut.31 hubungan antara agama dan kekuasaan, atau- Sementara Hatta sendiri agaknya merasa kah ini merupakan pengentalan dari sikap mendapat angin dan lampu hijau dari pemerintah politik keagamaan Hatta. Pertanyaan ini layak dengan partai barunya. Adalah Mayjend. dikemukakan, karena sebagaimana di awal tulisan , Komandan SESKOAD ketika itu, yang ini, sepanjang perjalanan Hatta sebagai negawaran dimintainya tanggapan menyatakan simpatinya dan pemikir politik, Hatta memperlihatkan terhadap usaha pendirian PDII.32 Bahkan Hatta hubungan Islam dan kekuasaan yang menjarak. sendiri, ketika menyampaikan maksudnya kepada Hatta tidak terlibat dan tidak begitu tertarik pada penguasa Orde Baru, Soeharto, mendapat kesan usaha-usaha formalisasi ajaran Islam ke dalam positif, walaupun sambutannya kurang begitu kehidupan politik, sebagaimana dilakukan Masyumi. antusias. Soeharto tidak keberatan dan akan Pada saat-saat krusial ketika pembicaraan di mempertimbangkannya. Tidak mengherankan Panitia Sembilan tentang rumusan dasar negara, kalau Hatta dan beberapa pemrakarsa lainnya Hatta termasuk tokoh yang berdiri dalam barisan merasa optimis akan keberhasilan mereka. Hatta yang menginginkan pemisahan hubungan formal bermimpi wadah partai politik yang akan menjadi antara agama dan negara.35 Bahkan Hatta-lah pembelajaran bagi anak bangsa Indonesia yang digagasnya akan segera lahir. 33 Deliar Noer, Mohammad Hatta…, h. 647-648. 34 I. Wangsa Widjaja, Mengenang Bung Hatta, h. 50. 35 Panitia Sembilan adalah kepanitiaan yang dibentuk oleh 31 B.J. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia, h. 158. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang terdiri 32 Hatta memiliki hubungan pribadi yang baik dengan atas Soekarno, Mohammad Hatta, , Ahmad Sudirman, karena Hatta adalah salah seorang staf pengajar Subardjo, Abikusno Tokrosujoso, H. , A. Kahar di Seskoad. Menurut Wangsa Widjaja, Hatta sudah mengajar Muzakkir, A. Wahid Hasjim dan A.A. Maramis. Dari kesembilan di lembaga pendidikan militer ini sejak tahun 1951, ketika tokoh tersebut, hanya Maramis yang tidak beragama Islam. masih bernama SSKAD. Di sini Hatta mengajar mata kuliah Akan tetapi, dari delapan anggota yang Muslim, empat tokoh ketatanegaraan. I. Wangsa Widjaja, Mengenang Bung Hatta, pertama mengusung nasionalisme yang memisahkan antara (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1988), h. 260-261. agama dan negara, sementara empat tokoh berikutnya

209 | MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014 orang yang berinisiatif mengubah kesepakatan itulah, pada 18 Agustus 1945 pagi, sebelum sidang Piagam Jakarta yang dicapai melalui sidang pada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 22 Juni 1945. Dalam sidang ini disepakati dimulai, Hatta mengundang tokoh-tokoh Islam rumusan pertama Pancasila berbunyi, “Ketuhanan yang vokal menyuarakan tujuh kata tersebut dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi untuk meninjau kembali rumusan dalam Piagam pemeluk-pemeluknya.” Jakarta. Ada empat tokoh Islam yang diundang Kesepakatan ini “mentah” kembali karena Hatta, yaitu Ki Bagus Hadikusumo, K.H.A. Wachid ada keberatan dari pihak Kristen di bagian Timur Hasjim, Kasman Singodimedjo dan Muhammad Indonesia. Mereka akan mengundurkan diri dari Hasan dari Sumatera. Dari dialog dengan Hatta Negara Kesatuan RI yang akan diproklamasikan, ini akhirnya wakil-wakil Islam tersebut menerima apabila tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut saran Hatta. Maka berubahlah rumusan awal sila dipertahankan. Hal ini mencuat dalam sidang pertama dari Pancasila menjadi ”Ketuhanan Yang Panitia Undang-Undang Dasar pada 11 Juli 1945. Maha Esa.” Kasus ini semakin menegaskan sikap Latuharhary yang merupakan wakil kelompok Hatta yang tidak setuju dengan penyatuan agama Kristen Indonesia bagian timur menyatakan dan kekuasaan. Hatta dipandang oleh sebagian keberatannya dengan perkataan “dengan pengamat sebagai orang yang memisahkan agama kewajiban menjalankan syariat Islam bagi dan politik. pemeluk-pemeluknya.” Ia menyatakan bahwa Namun demikian, Hatta sama sekali tidak hal demikian dapat menimbulkan akibat besar ingin menjauhkan agama dari kehidupan ke- bagi penganut agama minoritas dan menimbulkan masyarakatan. Ia menginginkan masyarakat masalah-masalah dengan hukum adat. Indonesia sebagai masyarakat sosialisme Pada 18 Agustus 1945, tujuh kata tersebut religius. Hatta mengungkapkan bahwa sosialisme dihapuskan dari Konstitusi. Penghapusan ini merupakan prinsip dasar dalam Islam. Hal ini berawal dari inisiatif Hatta untuk meninjau kembali diakuinya ia peroleh dari ajaran pamannya rumusan tujuh kata tersebut. Ia mengatakan Syeikh Arsyad, pemimpin surau dan tarekat di telah mendapat informasi dari seorang perwira Batuhampar. Pamannyalah yang mengajarkannya angkatan laut Jepang bahwa rakyat Kristen di supaya secara sosial menyadari dan mengelola Indonesia bagian timur tidak akan ikut serta dalam kebutuhan masyarakatnya dan menekankan bahwa negara Indonesia apabila tujuh kata tersebut manusia harus saling mencintai, sebagaimana 37 tetap dipertahankan dalam konstitusi. Orang- Tuhan mencintai umat manusia. orang Kristen memang menyadari bahwa rumusan Pengaruh Syeikh Arsyad dan latar belakang tersebut tidak memengaruhi kehidupan mereka keagamaan Hatta yang cukup kuat membuatnya sedikit pun, tetapi mereka merasa rumusan sadar untuk menjadikan Islam sebagai jiwa tersebut merupakan diskriminasi. Hatta sendiri partainya. Barangkali tepat yang dikatakan sebenarnya berpendapat bahwa itu bukanlah Natsir bahwa Hatta tidak menggunakan gagasan- merupakan diskriminasi.36 Di samping itu, A. A. gagasan keislaman sebagai pengertian bangsa Maramis yang merupakan wakil Kristen juga dan negara seperti yang dilakukan Masyumi. Ini ikut menyetujuinya. Namun ia khawatir kalau- setidaknya menunjukkan bahwa pengaruh Syeikh kalau apa yang dikhawatirkan perwira Jepang Arsyad yang tidak mendukung konsep ”negara tersebut benar-benar menjadi kenyataan. Karena Islam”. Dalam hal ini Syeikh Arsyad menunjukkan Khilafah Usmani sebagai telah memperburuk citra Islam. Pamannya mengatakan bahwa Turki Usmani mengusung penyatuan Islam dalam Negara. Lihat Bahtiar Effendy, Islam and the State in Indonesia, (Singapore: ISEAS, menjadi besar karena spirit Islamnya. Akan tetapi 2003), h. 30. Lihat pula Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah para Sultan hanya mementingkan kekuasaannya Kenegaraan Studi tentang Percaturan di Konstituante, (Jakarta: belaka. Mereka menjadi tiran dan tidak mematuhi LP3ES, 1985), h. 107-108. 36 Lihat pengantar Mohammad Roem dalam Endang Allah. Kelemahan Usmani disebabkan oleh Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Sebuah Konsensus Nasional tentang Dasar Negara Republik Indonesia 1945-1949, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. xv. 37 Hatta, Memoirs Indonesian Patriot, h. 15.

| 210 Muhammad Iqbal: Mohammad Hatta dan Partai Demokrasi Islam Indonesia perilaku Sultan sendiri. Pamannya menyimpulkan berbicara atas nama Islam, Hatta sadar betul bahwa Islam mengalami kelemahan karena usahanya dapat digunakan oleh kelompok ter- penguasa-penguasanya menjadi haus kekuasaan, tentu untuk mengambil keuntungan. Dengan memusatkan kekuasaan dan berperilaku yang kata lain, sangat mungkin terjadi bahwa Hatta tidak sesuai dengan kehendak Allah.38 diperalat oleh kelompok Islam. Namun, sebagai Hatta memang tidak meyetujui konsep orang pergerakan yang cukup matang dalam “negara Islam”, sebagaimana dalam pan- pengalaman politik, Hatta tidak mudah terbawa dangannya sebagai anggota Panitia Sembilan dan terseret oleh pengaruh tersebut. Lagi pula, dalam PPKI tahun 1945 tentang dasar negara. Hatta lebih banyak menampilkan sosok dan Hal ini ditegaskannya kembali ketika ia me- sikap sebagai orang tua yang memberi contoh rencanakan pendirian PDII. Menurutnya, suatu dalam partai Islamnya. Hatta juga lebih tertarik ”negara Islam” hanya akan merobek persatuan mengajak kalangan anak muda yang relatif tidak dan kesatuan Indonesia. Tetapi, gerakan atau terpengaruh pada politik masa lalu dan masih partai Islamnya akan membawa risalah untuk memiliki semangat idealisme yang tinggi. toleransi, persaudaraan, kebenaran, keadilan dan Prinsip keberagamaan dan keberpihakan kemanusiaan, sehingga hal ini akan memberi terhadap rakyat kecil serta cita-cita perjuangannya sumbangan dalam pembinaan persatuan dan dalam menegakkan sosialisme dan demokrasi kesatuan serta kerja sama antara berbagai merupakan tiga hal yang tidak dapat ditawar- penganut agama.39 tawar dalam diri Hatta. Hal ini tercermin Selain itu, kekecewaan Hatta terhadap dalam ketegasan sikap sikap Hatta menolak iklim politik era Soekarno juga merupakan kepemimpinan Soekarno yang berlawanan secara faktor penting dalam pembentukan partai prinsip dengan pendirian Hatta. Dalam jawabannya Islamnya. Di satu sisi Hatta melihat partai Islam terhadap kekhawatiran teman lamanya, von sibuk mempertahankan gagasan negara Islam, Konijnberg, Hatta menyatakan bahwa ia sementara di sisi lain mereka belum siap dengan mempunyai keyakinan yang tetap dan tegas dalam konsep-konsep yang dapat diterima dalam bidang soal agama dan sosial ekonomi kemasyarakatan, sosial dan ekonomi untuk kesejahteraan umat. sehingga orang tidak akan mudah menyeretnya 41 Hatta melihat permasalahan ini lebih tajam lagi. menyimpang dari pendirian yang dianutnya. Romantika gagasan mendirikan negara Islam bagi Karena itu, Hatta selalu menekankan nilai-nilai Hatta hanya sebuah utopia. Yang paling utama, moralitas dan etika dalam setiap gerakannya. menurutnya, adalah meningkatkan kesejahteraan Mochtar Naim, dalam sebuah makalahnya me- masyarakat dan menyadarkan mereka akan hak- nyatakan bahwa kalau kita telusuri dari keseluruhan hak mereka dalam berbangsa dan bernegara. pemahaman pemikiran dan pengalaman intelektual Dalam pasal 5 Anggaran Dasar PDII dijelaskan Hatta, secara sosiologis dapat dikatakan bahwa secara konkret politik yang akan dijalankan PDII sosok Hatta memperlihatkan pertemuan unsur- dalam bidang kenegaraan, ekonomi, kesejahteraan unsur budaya yang serasi dan saling mengisi sosial, pendidikan, keuangan, politik luar negeri serta saling melengkapi. Unsur itu adalah adat dan pertahanan nasional. Dari uraian masing- budaya Minangkabau, syara` (Islam) dan dunia masing bidang terlihat keberpihakan PDII terhadap pemikiran modern Barat. Menurut Naim, ketiga kepentingan dan kesejahteraan rakyat, bukan hal tersebut sebenarnya dimiliki oleh rata-rata hanya golongan umat Islam.40 Rumusan-rumusan intelektual asal Minang pada masanya, namun ini sangat antisipatif terhadap perkembangan pada diri Hatta hal ini terlihat sangat kental.42 dan tuntutan zaman. 41 Sebagai orang yang selama ini tidak pernah Deliar Noer, Mohammad Hatta…, h. 646. 42 Mochtar Naim, “Mohammad Hatta dan Konsep Pembangunan Ekonomi-Politik Koperasi di Indonesia”, Makalah tidak dipublikasikan, disampaikan pada Seminar Nasional In 38 Hatta, Memoirs Indonesian Patriot, h. 23-24. Memoriam Mohammad Hatta yang diselenggarakan oleh 39 Deliar Noer, Mohammad Hatta…, h. 646. Senat Mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah bekerja sama 40 Deliar Noer, Mohammad Hatta…, h. 737-745. dengan Yayasan Hatta, Jakarta, 16 Maret 1995, h. 1.

211 | MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

Dari sudut alam Minangkabau, pada diri nilai-nilai demokrasi dan sosialisme yang ia pelajari Hatta berhimpun darah seorang ulama dan di Barat. Hatta sendiri mengungkapkan tentang saudagar. Kakek Hatta dari ayahnya, Syeikh hubungan sosialisme dan Islam sebagai dua hal Abdurrahman, adalah seorang ulama pemimpin yang tidak bertentangan. Bagi Hatta, salah satu tarekat Naqsyabandiyah. Sementara pamannya, faktor yang ikut memengaruhi paham sosialisme di Syeikh Arsjad, juga merupakan ulama yang sangat Indonesia adalah ajaran Islam itu sendiri.45 Dalam berpengaruh di Batuhampar. Dalam pengakuan kesempatan lain Hatta menegaskan tiga sumber Hatta sendiri, pamannya ini sangat mencintainya. demokrasi sosial yang ingin dikembangkannya, Ekspresi wajahnya selalu ramah, merefleksikan yaitu: paham sosialis Barat yang menarik perhatian jiwa yang bersih. Kata-katanya selalu berisi pesan mereka karena dasar-dasar perikemanusiaan yang moral. Air muka dan karakternya sesuai dengan dibelanya dan menjadi tujuannya; ajaran Islam kedudukannya sebagai ulama dan penganut yang menuntut kebenaran dan keadilan Ilahi tarekat. Hatta mengakui sangat mengagumi dalam masyarakat serta persaudaraan antara pamannya ini. Darinya Hatta belajar banyak manusia sebagai makhluk Tuhan dan kolektivisme tentang kehidupan. Pamannya ini sangat pandai yang menjadi watak dasar masyarakat Indonesia.46 memperkenalkan ajaran-ajaran Islam kepada Hatta Dengan demikian, unsur-unsur ini menjadi sebuah dengan simpel. Ajaran yang sangat diingat oleh kombinasi yang apik yang hidup dan mekar dalam Hatta dari pamannya adalah bahwa Tuhan Maha diri Hatta. Kuasa, Tuhan adalah Allah, Pencipta alam. Allah Dari sinilah kita dapat melihat usaha Hatta memberi kita kehidupan. Karenanya, kita wajib mendirikan PDII. Usaha ini memperlihatkan bersyukur pada-Nya dan mencintai satu sama lain bagaimana Hatta sebagai seorang yang aktivis dan saling berbagi dengan orang lain.43 pergerakan, intelektual dan Bapak Bangsa Di sisi lain, alam Minangkabau yang terkenal mencoba memberi sumbangan bagi bangsa terbuka, egaliter dan terbiasa bekerja sama yang ia perjuangkan dan proklamasikan bersama dalam perdagangan, agaknya memberi nuansa Soekarno. Hatta ingin memberikan pengajaran tersendiri bagi Hatta dalam mengembangkan berdemokrasi bagi bangsanya, terutama bagi gagasan-gagasannya dalam bidang sosial, kalangan anak muda yang masih memiliki ekonomi dan politik. Dari keterbukaan dan semangat dan idealisme yang tinggi. Kalau watak egalitarianisme tersebut Hatta tumbuh ternyata usaha Hatta ini tidak mendapat izin, dan berkembang menjadi seorang yang terbuka, alasan yang paling penting sebenarnya bukanlah menghargai perbedaan pendapat, egaliter dan, karena pemerintah tidak ingin partai-partai Islam ini yang tidak kalah penting, sangat mengecam berjalan tanpa kontrol dari atas, melainkan segala bentuk penyimpangan dari sifat-sifat implikasi dari partainya sendiri. Jika PDII diizinkan demikian. Agama dan ekonomi menanam dalam berdiri, berarti pemerintah akan berhadapan jiwanya dan otaknya keyakinan sosialisme religius. dengan kebesaran Hatta sebagai negawaran dan Menurutnya, Islam menuntut pelaksanaan simpati rakyat yang begitu besar kepadanya. sosialisme di dunia. Dalam sebuah kesempatan Meskipun Hatta tidak berbicara mengenai Hatta menerangkan bahwa bagi kita orang Islam negara Islam, konsep partainya yang jelas sangat yang taat kepada perintah Allah, sosialisme itu merakyat, dengan mudah akan merebut hati harus timbul dari kemauan kita sebagai perintah masyarakat luas. Nama besar Hatta sebagai tokoh 44 agama. Proklamator yang tidak punya ”cacat politik” juga Perpaduan antara darah ulama dan jiwa memainkan peranan yang sangat signifikan. Hal pedagang yang sangat kental serta pengaruh ini tentu tidak diinginkan oleh rezim Orde Baru lingkungan alam Minangkabau dalam diri Hatta yang dengan slogannya pembangunan sebagai diperkaya pula dengan pengenalannya terhadap ideologi berusaha memperbaiki perekonomian

43 Hatta, Memoirs Indonesian Patriot, h. 14-15. 45 Lihat Hatta, Kumpulan Pidato II, (Jakarta: Idayu, 1983), 44 Lihat Hatta, Kumpulan Karangan I, (Jakarta: Bulan h. 106-116. Bintang, 1976), h. 8-9. 46 Hatta, Demokrasi Kita, h. 121.

| 212 Muhammad Iqbal: Mohammad Hatta dan Partai Demokrasi Islam Indonesia rakyat yang telah rusak pada masa Orde Lama. tetapi mampu memberi rasa tersendiri.49 Artinya, Karena itu, pemerintah Orde Baru—dengan umat Islam jangan terpaku pada mayoritas dan militer sebagai basis kekuatannya—harus bersikap formalitas simbolis, tetapi bagaimana mampu sebagai penguasa tunggal. Mengizinkan berdirinya mengamalkan dan menjabarkan ajaran-ajaran PDII sama artinya dengan mengurangi kekuasaan Islam yang rahmatan lil `âlamîn demi kesejahteraan, mereka, suatu hal yang tidak mungkin dilakukan kemakmuran dan kemajuan bangsa dan negara. oleh rezim Soeharto. Agaknya tepat apa yang disimpulkan Noer, Agaknya pemerintah tidak melihat PDII dari “... sungguhpun ia menjadi pemrakarsa peng- sudut Islamnya, tetapi dari sudut sosialisme-Islam gantian tujuh kata-kata dalam Pembukaan dan demokrasi yang dicita-citakannya. Sosialisme Undang-Und ang Dasar 1945 (Ketuhanan Islam yang dipadukan dengan praktik Leninisme dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam membentuk perpaduan yang berbahaya dan bagi Pemeluk-pemeluknya) dengan ”Ketuhanan terlalu berbahaya sebagai oposisi.47 Memang, pada Yang Maha Esa”, ia senantiasa memahami sila tahun 1970-an Hatta mengusulkan adanya partai ini dengan pengertian tauhid.50 oposisi untuk mengontrol pelaksanaan demokrasi. Walaupun kecewa, Hatta menerima keputusan Implikasi nuansa dan metodologi demokrasi sosial penolakan berdirinya PDII dengan besar hati. partai ini yang mungkin dapat menggoyahkan Hatta tidak melakukan tindakan-tindakan kekuasaan Orde Baru. Karenanya, adalah lebih inkonstitusional untuk melawan keputusan aman bagi Orde Baru untuk memarginalkan Hatta pemerintah Orde Baru. Namun, yang perlu dicatat dalam kancah politik Indonesia. dari usahanya ini adalah bahwa gagasannya mendirikan PDII bukanlah merupakan pergeseran Penutup pemikiran. Usaha ini merupakan kristalisasi dari Melihat aktivitas politik, gagasan dan sikap dan keyakinan keagamaan yang dianut Hatta pemikirannya, dengan meminjam tipologi selama ini secara konsisten. Kurang tepat kalau yang diungkapkan Munawir Sjadzali, dapat dikatakan bahwa Hatta telah berubah dari yang dikatakan bahwa Hatta adalah seorang yang sebelumnya. Gagasan dan pemikiran Hatta tetap tidak menginginkan Islam integral dengan sistem lurus dan konsisten pada tiga hal; yakni keislaman, kenegaraan dan mengatur secara formal segala sosialisme dan demokrasi. Ini semua terangkum sesuatu yang berkaitan dengan pemerintahan dalam setiap pikiran, tindakan dan sikap Hatta. seperti yang dikembangkan oleh pemikir-pemikir Dengan demikian, pemetaan terhadap Hatta integralistik. Namun, ia juga tidak menghendaki sebagai seorang nasionalis sekuler tentunya harus bahwa Islam membiarkan umatnya mengatur dipertanyakan kembali. Hatta tidak menjadikan masalah-masalah politik ketatanegaraan tanpa Islam harus mengisi kehidupan politik secara kendali agama dan moralitas, sebagaimana formal, tetapi menginginkan nilai-nilainya masuk dikembangkan oleh kelompok sekularis. Hatta dan merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan agaknya adalah seorang yang berpikir simbiotik. bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ia berdiri di antara kedua kutub pemikiran di atas dan menginginkan Islam memberi nilai-nilai yang Pustaka Acuan harus dikembangkan dan dijabarkan dalam setiap Anshari, Endang Saifuddin, Piagam Jakarta 22 permasalahan ketatanegaraan.48 Hal ini sejalan Juni 1945 Sebuah Konsensus Nasional tentang dengan apa yang pernah dikatakan oleh Hatta Dasar Negara Republik Indonesia 1945-1949, sendiri bahwa umat Islam jangan seperti gincu Jakarta: Gema Insani Press, 1997. yang terlihat mewarnai tetapi tidak memberi Boland, B.J., Pergumulan Islam di Indonesia, rasa. Sebaliknya umat Islam harus seperti Jakarta: Grafiti Press, 1985. filsafat garam yang meskipun tidak kelihatan Djunaidi, Mahbub, et al., PPP, NU dan MI Gejolak

47 Mavis Rose, Biografi Politik…, h. 363. 48 Lihat buku Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, 49 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, h. 121. (Jakarta: UI Press, 1990), h. 1-2. 50 Deliar Noer, Mohammad Hatta…, h. 709.

213 | MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

Wadah Politik Islam, Jakarta: Integrita Press, Pembangunan Ekonomi-Politik Koperasi di 1984. Indonesia”, makalah disampaikan pada Effendy, Bahtiar, Islam and the State in Indonesia, Seminar Nasional In Memoriam Mohammad Singapore: ISEAS, 2003. Hatta yang diselenggarakan oleh Senat Hatta, Mohammad, Kumpulan Karangan I, Jakarta: Mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah bekerja Bulan Bintang, 1976. sama dengan Yayasan Hatta, Jakarta, 16 Hatta, Mohammad, Memoirs Indonesian Patriot, Maret 1995, h. 1. Singapore: Gunung Agung, 1981. Noer, Deliar, Mohammad Hatta Biografi Politik, Hatta, Mohammad, Kumpulan Pidato, Jilid III, Jakarta: LP3ES, 1990. Jakarta: Yayasan Idayu Press, 1985. Noer, Deliar, Aku Bagian Ummat Aku Bagian Hatta, Mohammad, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Bangsa, Bandung: Mizan, 1999. Ekonomi Masa Depan, Jakarta: UI Press, 1997. Noer, Deliar, Membincangkan Tokoh-tokoh Bangsa, Iqbal, Muhammad, Fira`un Abad 21 Refleksi Bandung: Mizan, 2001. atas Persoalan-persoalan Keislaman dan Rose, Mavis, Biografi Politik Mohammad Hatta, Keindonesiaan, Bandung: Citapustaka Media, Jakarta: Gramedia, 1991. 2006. Saidi, Ridwan, “Dinamika Kepemimpinan Islam Iqbal, Muhammad dan Amin Husein Nasution, dalam Era Orde Baru”, dalam M., Amien Rais, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Islam di Indonesia Suatu Ikhtiar Mengaca Diri, Indonesia Kontemporer, Jakarta: Prenada Jakarta: Rajawali Pers, 1987. Media, 2013. Sastrosatomo, Soebadio “Pemikiran Politik Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk dan Perjuangan Bung Hatta dan Sosok Aksi, Bandung: Mizan, 1991. Negarawan”, Makalah disampaikan dalam Maarif, Ahmad Syafii, Islam dan Masalah Seminar Nasional In Memoriam Mohamamd Kenegaraan Studi tentang Percaturan di Hatta yang diselenggarakan oleh Senat Konstituante, Jakarta: LP3ES, 1985. Mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah bekerja Maarif, Ahmad Syafii, Islam dan Politik di Indonesia sama dengan Yayasan Bung Hatta, Jakarta, pada Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965, 16 Maret 1995. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. Widjaja, I. Wangsa, Mengenang Bung Hatta, Naim, Mochtar, “Mohammad Hatta dan Konsep Jakarta: CV. Haji Masagung, 1988.