U S U L A N

PENYUSUNAN BUKU AJAR

Mata Kuliah Metode dan Teknik Penelitian Sejarah

Penyusun

Drs. F. Raymond Mawikere, M.Hum., MA. 19580422 198602 1 001

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SAM RATULANGI MAret 2020

1

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan 1. Daftar Isi 2. A. Latar Belakang 3. B. Tujuan 4. C. Sasaran Pengguna 5. D. Jadwal 5. E. Gambaran Materi/Isi Buku Ajar 6. LAMPIRAN 1. Sertifikat Pekerti/AA 8. 2. Rancangan Pembelajaran 9. 3. Outline Buku Ajar 13. 4. Tim Teknis dan CV Penyusun Utama 14. 5. Rencana Penganggaran 20. 6. Satu Bab Lenbgkap Buku Ajar 21.

2

3

PENYUSUNAN MODUL E-LEARNING MULTIMEDIA M.K. Metode dan Teknik Penelitian Sejarah

1. Latar Belakang Sejalan perkembangan sistem pembelajaran yang selalu akan mengejar unsur efektifitas dan efisiensi maka penerapan teknologi daring dalam sistem perkuliahan sekarang pada dasarnya masuk dalam skala prioritas. Dengan alasana agar, (1) dapat menghasilkan capaian dalam berinovasi sosial, (2) dapat merekonstruksi pengetahuan, dan bukan sekedar alih pengetahuan, (3) dapat memproduksi pengetahuan seperti konsep, model, klasifikasi, purwarupa dan kekayaan intelektual, (4) dapat mengembangkan, memproduksi aspek aspek tepat guna sebagai sarana implementasi pengetahuan menjadi realitas, (5) dapat mengembangkan usaha perintis seperti stat-ups, (6) dapat mengembangkan jejaring komunikasi untuk koordinasi subyek terhadap isu- isu strategis, (7) dapat ’menjual’ kisah sukses untuk hasil inovasi atau praktik baru, dan (8) dapat mengembangkan kemandirian (Delapan Karakteristik Utama Universitas 4.0, 2019). Memperhatikan 8 karakteristik utama yang harus diimplementasikan oleh universitas atau perguruan tinggi 4.0 sebagai ganti ”mengalihkan ilmu pengetahuan” dalam sistem sebelumnya dipandang penting untuk dilakukan. Salah satunya adalah dengan mengubah sistem konvensional terhadap mata-mata kuliah sekarang, mengarahkannnya secara bertahap ke arah sistem daring. Dalam kaitan itu, dengan memperhatikan, (1) adanya perubahan kebijakan dalam sistem pendidikan nasional yang mengarah ke sistem daring, dan (2) adanya keuntungan praktis dalam hal efektifitas dan efisiensi dalam sistem tersebut maka setiap modul pada mata kuliah pun sudah pada tempatnya menggunakan sistem daring. Karena, sekali lagi, fenomena kekinian yang sejatinya memang menuntut tindakan demikian. Meskipun demikian, sulit dipungkiri apabila program daring pada dasarnya akan dapat mencapai implementasi seperti diharapkan apabila didukung oleh adanya buku ajar terkait. Dengan kata lain, sebelum masuk pada media daring untuk sebuah mata kuliah alangkah baiknya didahului oleh adanya buku ajar. Menempatkan buku ajar sebagai ’jalan masuk’ atau ’prasyarat’ masuk ke dalam dunia daring.

4 Dengan latar belakang di atas maka pada tempatnya kegiatan penyusunan buku ajar – yang kali ini adalah untuk mata kuliah ”Metode dan Teknik Penelitian Sejarah” dipandang reasonable sekaligus feasible untuk ditindaklanjuti.

2. Tujuan Secara umum tujuan kegiatan adalah untuk kepentingan pengembangan ilmu karena selain mencakup adanya perluasan wawasan juga keterbukaaannya terhadap pendalaman melalui aneka kajian dari berbagai sudut pandang. Secara praktis tujuan penyusunan buku ajar Metode dan Teknik Penelitian Sejarah ini adalah untuk mempermudah jalannya proses pembelajaran. Bahwa dengan berpedoman pada panduan teknik penyusunan buku ajar maka urutan yang sistematis sekaligus memenuhi persyaratan didaktik dan metodik pun akan dapat dihadirkan. Termasuk dalam kaitan akan dapat dihadirkannya konten atau materi yang komprehensif sekaligus praktis untuk diimplementasikan dalam program e-learning. Dengan kata lain, secara khusus tujuan kegiatan adalah untuk mencapai tujuan-tujuan praktis pembelajaran seperti: 1. Mengiplementasikan pergeseran sistem perkuliahan pendidikan tinggi dari yang bersifat konvensional sebelumnya, yang sebelum menuju ke sistem daring, telah dilengkapi oleh buku ajar. 2. Menjadikan sistem perkuliahan lebih efektif dan efisien – a.l. berhubung telah tersedianya modul e-learning pada mata kuliah ini 3. Menyiapkan sistem pembelajaran daring, yang melalui buku ajar akan dapat membantu perluasan materi perkuliahan menjadi tidak sebatas agar dapat diakses oleh mahasiswa yang memprogamkannya melainkan pula oleh masyarakat luas.

3. Sasaran Pengguna

Penggunaan buku ajar dalam Mata Kuliah Metode dan Teknik Penelitian Sejarah diarahkan agar mahasiswa dapat memperoleh pegangan dalam bentuk hard copy. Dengan adanya buku ajar maka selain ruang dan waktu dalam mengakses materi kuliah akan mudah dan lebih terarah, juga berhubung unsur efektif dan efisiansi yang akan dapat diperoleh. Pada dasarnya pula bahwa kegiatan tatap muka akan dapat mengantar perluasan wawasan. Dengan demikian, ruang diskusi dapat berjalan. Terutama dalam kapasitas memberikan arah terhadap materi pembelajaran, termasuk dalam kaitan pemecahan masalah atas topik yang diangkat.

5 Dengan tujuan agar pengetahuan dan ketrampilan mengenai metode dan teknik penelitian sejarah dapat dimiliki, dkuasai mahasiswa maka pembagian sistematika penulisan akan mengikuti rancangan pembelajaran seperti terdapat dalam modul e-learning.

Meskipun demikian, mengingat luasnya pembahasan maka secara umum materi disusun dengan metode yang dapat dikembangkan dengan memberikan rujukan pada sejumlah referensi. Selain tu, mengingat telah ada pula buku ajar dengan konten sama namun berkatagori dasar msks capaian pembelajaran dalam buku ini diarahkan pada tingkat pemahaman dan pengembangan lebih lanjut. Pengembangan terhadap pengetahuan tentang metode dan teknik penelitian sejarah seperti disebutkan, dilakukan dengan memberikan sumber-sumber referensi, rujukan untuk memperdalam pengetahuan. Dimaksudkan agar mahasiswa dapat mencari untuk menemukan informasi tentang metode sejarah sekaligus mampu menerapkannya dalam tataran praktek. Dengan mengacu pada pandangan di atas maka sasaran pengguna untuk kegiatan ini adalah: 1. Mahasiswa Strata-1 yang wajib memprogram mata kuliah ini dalam rencana studinya (KRS) 2. Masyarakat umum, termasuk para policy and decision maker bidang pendidikan khususnya, bidang pemerintahan pada umumnya.

4. Jadwal Kegiatan penyusunan mopdul e-learning multimedia ini akan berlangsung selama 7 (tujuh) bulan, antara bulan April hingga September 2020. Dalam bentuk tabel jadwal kegiatan direncanakan sebagai berikut Waktu Pelaksanaan (2020) No Kegiatan April Mei Juni Juli Agust. Sept. 1. Perancangan Bahan Ajar 2. Penyusunan Proposal 3. Pengembangan Bahan Ajar 4. Penyusunan Bahan Ajar 5. Evaluasi dan Editing 7.Sosialisasi & percetakan 6. Pelaporan

6 5. Gambaran Materi Buku Ajar ini akan memaparkan kerangka pembelajaran mata kuliah Metode dan Teknik Penelitian Sejarah, dilanjutkan dengan penjelasan mengenai prosedur ilmiah penyusunan karya sejarah sebagai ilmu. Proses menyusun sekaligus membentuk konsep dan teori juga akan diketengahkan. Demikian menyangkut pengertian sejarah sebagai ilmu, persoalan subyektifiktas dan obyektifitas dalam sejarah, juga tentang generalisasi dalam sejarah.

Hal utama yang akan diketengahkan berikutnya adalah mengenai apa dan bagaimana pengertian tentang metode dan analis, khususnya dalam implementasi kegiatan penelitian sejarah. Tahapan mencari sumber sejarah yang dimulai dari analisa, dilanjutkan dengan tahap kritik dan analisa sumber, kemudian interpretasi, lalu historiografi, akan mengambil porsi cukup besar dalam pembahasan. Demikian menyangkut aspek-aspek kebahasaan yang melekat pada narasi dari sebuah kajian kesejarahan.

Bagaimana menyusun kalimat efektif, soal kesatu-paduan alinea, menentukan tema, topik, maksud; dan kerangka penulisan adalah merupakan bagian lain yang akan dibahas. Termasuk dalam persoalan-persoalan kecil seperti pungtuasi, melakukan pengutipan, membuat catatan kaki dan bibkiografi. Pada hakekatnya pula bahwa pembahasan mengenai implementasi atau praktek penelitian sejarah baik di lapangan maupun di dalam laboratorium adalah yang akan diutamakan. Demikian menyangkut jalan menuju pemecahan masalah apabila bertemu dengan kasus kasus tertentu sebagaimana lazim terdapat dalam praktek penelitian sejarah.

7 LAMPIRAN 2. Rancangan Pembelajaran Mata Kuliah Terkait Selama Satu Semester Tim Pengusul

Mata Kuliah : Metode & Teknik Penelitian Sej. Semester: 2 (Dua); Kode : ; SKS : 2 (2-0) Program Studi : Ilmu Sejarah Dosen : Drs. Ferry Raymond Mawikere, M.Hum.MA.

CAPAIAN PEMBELAJARAN: a. Menguasai dasar-dasar metode dan penelitian sejarah, dari tingkatan pengenalan hingga tingkat lanjut namun tetap dalam koridor dasar; meliputi prinsip, konsep dan perspektif; rekonstruksi dan kategorisasi, serta unit-unit dalam sejarah; mampu menjelaskan ilmu sejarah sebagai sebuah pendekatan; apa dan bagaimana pengertian serta rekonstruksinya; memahami subjektifitas dan objektifitas dalam sejarah; termasuk kemampuan dalam memanfaatkan konsep-konsep dan teori-teori ilmu sosial dalam kajian sejarah, yang keseluruhannya ini dapat dituangkan dalam metode dan teknik penelitian sejarah Sub: menguasai secara tertentu metode dan teknik penelitian sejarah dalam tingkatan sederhana; juga dalam kemampuan menerapkan, merekonstruksi eviden-eviden sejarah. b. Mampu mencari untuk menemukan masalah ipteks secara terukur (dalam kaitan generalisasi dan kuantifikasi dalam sejarah) baik melalui prinsip-prinsip pengorganisasian pengetahuan secara sistematis dan terstruktur (metodologis) maupun melalui kearifan- kearifan sejarah atas aneka gejala dan atau fenomena masa lalu demi kepentingan perspektif masa kini dan masa depan; Sub: mampu memecahkan masalah ipteks secara sederhana dengan metode “belajar dari masa lalu” (trial and error); termasuk dalam kemampuannya memetik hikmat dan pembelajaran berdasarkan tinggalan masa lalu melalui teknik penelitian sejarah c. Mampu mengaplikasikan dasar-dasar metode dan teknik penelitian sejarah, terutama dalam merekonstruksi sejarah; dasar-dasar metode dan teknik penelitian sejarah yang akan dapat bermuara pada kemanfaatan bagi diri sendiri, masyarakat, termasuk bagi kepentingan bangsa dan negara; d. Capaian pembelajaran pada dasarnya adalah merupakan sasaran antara; sedangkan hasil akhirnya akan berkemampuan menyajikan, menyampaikan saran-saran solutif terhadap berbagai masalah di bidang ipteks – disesuaikan dengan sasaran kajian – baik secara umum maupun spesifik, sehingga akan dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.

8

Matriks Pembelajaran : Bobo Bentuk Waktu Min Kemampuan akhir Bahan Kajian/Materi Deskripsi Kriteria Penilaian t Referens Pembela belajar Luaran ggu yang diharapkan Pembelajaran Tugas (Indikator) Nilai i jaran (menit) (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Menjelaskan tujuan Pengantar, penjelasan Diskusi 150 Kesepakatan umum dan khusus umum pelaksanaan Dosen dengan mata kuliah perkuliahan Mahasiswa 2-3 Menjelaskan Pengertian sejarah Diskusi 300 - Mahasiswa Hasil tes for- - Keaktifan dalam 10 9, 10, 12 pengertian sejarah sebagai cerita atau kelompok mendiskusika matif diskusi kelompok yang naratif narasi; yang mampu n pengertian perorangan - Hasil tes formatif (terbatas mengung- mendeskripsikan fakta sejarah perorangan kap fakta tentang apa, yang terbatas tentang sebagai cerita siapa, kapan, dan di apa, siapa, kapan dan - Diskusi kelas mana); tetapi juga di mana, yang belum - Mahasiswa yang teoretis dan merupakan bagian dari mengikuti tes kritis. perspektif sejarah formatif sebagai ilmu 4-5 Menjelaskan Pengertian sejarah Diskusi 300 - Mahasiswa Ringkasan - Keaktifan dalam 10 2, 6, 9, pengertian sejarah sebagai ilmu, yang kelompok mendiskusika hasil kajian diskusi kelompok 11 sebagai ilmu, yang mampu menerangkan n atas materi - Kualitas memiliki kemampuan fakta lebih dari sekedar permasalahan tentang ringkasan hasil mengungkap tentang unsur apa, yang sudah pengertian kajian perorangan berdasarkan fakta siapa, di mana, dan disusun dosen sejarah aneka deskripsi kapan; tetapi juga dalam sebagai ilmu dengan unsur mampu mengungkap kelompok termasuk ‘mengapa’ dan dalam deskripsi kecil contoh- ‘bagaimana’ tentang mengapa dan - Diskusi kelas contohnya bagaimana - Mahasiswa secara perorangan menyusun ringkasan hasil kajian berdasarkan pengertian sejarah seperti yang

9 disampaikan/d icontoh kan 6-7 Menjelaskan tentang Aneka lingkup Diskusi 300 - Mahasiswa Ringkasan - Keaktifan dalam 20 2, 3, 4, 5, konsep dan perspektif penjalasan tentang kelompok mendiskusika skema diskusi kelompok 11, 12 sejarah; pendekatan sejarah sebagai ilmu, n tentang - Kualitas (approach), arti dan skema tentang proses permasalahan proses ringkasan skema fungsi sejarah rekonstruksi sejarah yang sudah rekonstruksi proses (sejarah sebagai disusun dosen sejarah rekonstruksi konstruk); tentang arti dalam secara sejarah secara dan fungsi sejarah kelompok perorangan perorangan kecil - Diskusi kelas - Mahasiswa secara perorangan menyusun skema tentang proses rekonstruksi sejarah 8-10 Menjelaskan tentang Ikhwal sistem dan Diskusi 450 - Mahasiswa Ringkasan - Keaktifan dalam 20 9,10, 11, sistem dan perspektif perspektif historis; kelompok mendis- deskripsi diskusi kelompok 13 historis; struktur logis struktur logis dan kusikan dan struktur - Kualitas penulisan sejarah, tentang pemahaman memberi logis ringkasan tentang juga tentang masalah subjektivitas/objektivit contoh penulisan struktur logis objektivitas dan as dalam penulisan struktur logis sejarah penuilisan sejarah subjektivitas sejarah penulisan sejarah; membedakan karya sejarah objektif dan subjektif. - Diskusi kelas - Mahasiswa secara perorangan mampu menerapkan dalam metode dan teknik

10 11- Menjelaskan proses Aspek-aspek seleksi Diskusi 300 - Mahasiswa Makalah - Keaktifan dalam 20 2, 9, 10, 12 seleksi dan dalam tipologisasi, kelompok mendiskusika kelompok diskusi kelompok 11 tipologisasi; tipologi tipologi ilmu sosial dan n - Kemampuan ilmu sosial, dan memenfaatkan permasalahan presentasi dan pendekatan pendekatan yang disusun diskusi dalam multidimensional multidimensional dosen dalam kelompok dalam kajian sejarah, kelompok - Kualitas makalah yang dapat dijangkau kecil kelompok oleh metode dan - Diskusi kelas teknik penelitian - Mahasiswa sejarah presentasikan beberapa tipologi ilmu sosial, manfaatannya terhadap pendekatan multidimensio nal secara kelompok - Mahasiswa menyusun makalah dalam kelompok kecil 13- Merumuskan Pengertian kausalitas 300 - Mahasiswa Makalah - Keaktifan dalam 14 kausalitas dan multi dan multi kausalitas mendiskusika perorangan diskusi kelompok kausalitas; juga dalam sejarah; tentang n - Kualitas makalah tentang transformasi transformasi struktural. permasalahan perorangan struktural dalam yang sudah sejarah disusun dosen dalam kelompok. - Diskusi kelas - Mahasiswa secara perorangan menyusun makalah

11 tentang kausalitas dalam sejarah 15- Menjelaskan ikhwal Generalisasi dan Project- 300 - Mahasiswa Makalah hasil - Keaktifan dalam 20 8, 9, 12. 16 generalisasi dan kuantifikasi (data based melaksanakan survey melaksanakan kuantifikasi dalam statistik atau konversi learning survei historiografis survei sejarah; tentang data kualitatif menjadi historiografis di historiografis proses dan struktur kuantitatif) untuk sesuai dengan perpustakaan- - Kemampuan untuk sejarah memahami.menyusun topik yang perpustakaan presentasi dan struktural sejarah struktural sudah diskusi dalam disepakati kelompok dan secara perorangan kelompok - Kualitas makalah - Mahasiswa perorangan menyusun makalah hasil survei historiografis secara perorangan

Daftar Referensi: 1. Abdullah & Abdulrachman Surjomihardjo, Taufik. 1995. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif. Gramedia: . 2. Antoni, Carlo. 1958. From History to Sosiology. London. 3. Berkhofer Jr., R.F. 1971. A behavioral Approach to Historical Analysis. The Free Press: New York. 4. Burke, Peter. 2003. Sejarah dan Teori Sosial. A.b. Mestika Zed & Zulfami. Yayasan Obor : Jakarta. 5. Kartodirdjo, Sartono. 2013. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Gramedia: Jakarta. 6. ------. 2012. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia: Suatu Alternatif. Gramedia: Jakarta. 7. Rochmat, Saefur. 2009. Ilmu Sejarah dalam Perspektif Ilmu Sosial. Graha Ilmu: . 8. Gazalba, Sidi. 1981. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Bhratara Karya Aksara: Jakarta. 9. Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah (Terjemahan Nogroho Notosusanto). Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta. 10. Hoegiono dan P.K. Poekwantana. 1987. Pengantar Ilmu Sejarah. Penerbit Bina Aksara: Jakarta. 11. Mawikere, F. Raymond. 2002. Ilmu Sejarah & Futurologi. Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Unsrat . 12. ------dan R. Kembuan, F.R., 2016. Pendekatan Sejarah, Bantuan Metodologi untuk Futurologi, LP3 Unsrat Manado. 13. ------. 2017. Dasar Dasar Teori dan Metodologi Sejarah. LP3 Unsrat MAnado

12

LAMPIRAN 3. OUTLINE BUKU AJAR

Bab 1. Pengantar Umum

Bab 2. Rancangan Pembelajaran: Mata Kuliah Metode dan Teknik Penelitian Sejarah

Bab 3. Ruang Lingkup, Jenis dan Guna Sejarah

Bab 4. Prosedur Penelitian Sejarah

Bab 5. Azas-Azas Metode Sejarah

Bab 6. Subyektifitas dan Obyektifitas Sejarah

Bab 5. Tentang Teknis Penulisan dan Bahasa

Bab 6. Penutup

Daftar Pustaka

13

LAMPIRAN 4. TIM TEKNIS & CV PENYUSUN UTAMA (KETUA)

A. Tim Teknis No. Nama Posisi Dlm Tim Tugas 1. Drs. F.R. Mawikere, M.Hum. Ketua Membuat rancangan pembela- jaran MK.; menyiapkan materi rekam 2. Roger Allan Kembuan, SS.MA. Anggota Membantu kegiatan lapangan dan di laboratorium; menyiapkan materi rekam rgambar 3. Maryati Sekretariat Membantu pekerjaan terkait hal teknis dan administrasi

B. Curriculum Vitae Penyusun Utama (Ketua Tim)

1. Nama Lengkap Drs. Ferry Raymond Mawikere, M.Hum. MA. 2. Jabatan Fungsional Lektor Kepala 3. Jabatan Struktural Dekan Fakultas Ilmu Budaya Unsrat 4. NIP 19580422 198602 1 001 5. NIDN 0022045806 6. Tempat Tanggal Lahir Manado, 22 April 1958 7. Alamat Rumah Jln. Gn. Sibayak No. 217; LIngk. II Pakowa Manado 8. Nomor Telp 0815 2331 201 9. Alamat Kantor FIB Unsrat Jln. Kampus Unsrat No. 1 Manado 10. Nomor telp / Faks 11. Alamat E-mail [email protected] 12. Lulusan yang telah di hasilkan 13. Mata kuliah yang diampu 1. Bahasa Belanda Sumber I – IV 2. Pengantar Ilmu Sejarah 3. Teori dan Metodologi Sejarah 4. Metode Sejarah 5. Futurologi 6. Pengkajian Sejarah Sulut 7. Sejarah Iptek

14 A. Riwayat Pendidikan

Strata – 1 (Sarjana) Nama Perguruan Tinggi Universitas Sam Ratulangi Manado Bidang Ilmu Ilmu Sejarah Tahun Masuk-Lulus 1979-1985 Judul Skripsi B.W. Lapian: Profil Pejuang Tiga Zaman Nama Pembimbing Drs. F.E.W. Parengkuan Drs. L.Th. Manus Strata – 2 (Magister) Nama Perguruan Tinggi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Bidang Ilmu Prodi Sejarah Jurusan Humaniora Tahun Masuk-Lulus 1995 – 1997 Judul Skripsi Sekutu Dalam Seteru: Gerakkan Protes Kristen Minahasa & Latar Belakang Politik Kolonial Etis Akhir Abad XIX dan Awal Abad XX Nama Pembimbing 1. Prof. Dr. Ibrahim Alfian, MA. 2. Dr. Bambang Purwanto, MA. Strata - 2 (Advanced Masters Program) Nama Perguruan Tinggi Leiden University Bidang Ilmu History Tahun Masuk-Lulus 2000 – 2001 Judul Skripsi Trade and Social Change in Minahasa (North ) in the Second Half of The Eighteenth Century Nama Pembimbing 1. Prof. Dr. Adrian B. Lapian 2. Dr. David E.F. Henley

B. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir No Judul Penelitian Sumber Pembiayaan Alokasi Biaya 1. Ketua Penelliti: Yayasan Pembangunan Dari Belantara Pertambangan Berkelanjutan Sulawesi Menuju Pembangunan Utara (YPBSU), Berkelanjutan: Sejarah PT. 2013/2014 Newmont Minahasa Raya & Yayasan Pembangunan Berkelanjutan Sulawesi Utara. Rp. 350.000.000,- 2. Ketua Peneliti: Riset Dasar Unggulan Dari Tanah Adat ke Tanah Universitas Sam Negara: Sebuah Studi Sejarah Ratulangi, 2015 Rp. 35.000.000,- 3. Ketua Peneliti: Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan Nasional

15 Delapan Pahlawan Nasional Provinsi Sulawesi Utara, Asal Daerah Sulawesi Utara 2016 Rp. 40.000.000,- 4. Ketua Peneliti: Riset Dasar Unggrulan Peranan Golongan Kristen Universitas Sam Minahasa dalam Perjuangan Ratulangi, 2017 Kemerdekaan Indonesia (Sebuah Kajian Sejarah) Rp. 30.000.000,- 5. Ketua Peneliti: Riset Terapan Unggulan Dari Pertambangan Rakyat Universitas Sam Hingga Pertambangan Besar Ratulangi, 2018 Swasta: Studi Sejarah tentang Dunia Pertambangan Emas di Rp. 52.500.000,- Sulawesi Utara 6 Ketua Peneliti: Riset Terapan Unggulan Globalisasi di Era Kolonial: Universitas Sam

Transformasi Sosial Budaya di Ratulangi, 2018 Minahasa pada Paruh Kedua Rp. 51.000.000,- Abad ke-19

C. Pengalaman Penulisan Buku/Artikel Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir Judul Buku/Artikel Ilmiah Penerbit/Volume- Tempat/Tahun No. Nomor Terbit 1. Artikel: “Antara PRRI/Permesta dan ISBN: Penerbit Kepel Yogyakarta, Otonomi Daerah”, dalam: Buku Yogyakarta 2014 Prosiding Balai Pelestarian dan Nilai Tradisional (BPNT) Manado, Kemendikbud RI. 2. Aspek-Aspek Metodologis dalam ISBN: Lembaga Manado, Futurologi Pembinaan dan 2015 Pengembangan Unsrat 3. Buku: Delapan Pahlawan Nasional ISBN: Dinas Sosial Manado, Asal Daerah Sulawesi Utara dan Dinas Pendidikan 2016 Nasional Provinsi Sulawesi Utara. 4. Buku: Bernard Wilhelm Lapian: ISBN; Penerbit LPPM Manado, Profil Pahlawan Pejuang Tiga Jaman Unsrat. 2017 5. Dari Belantara Pertambangan Menuju ISBN: Yayasan Jakarta, Pembangunan Berkelanjutan: Sejarah Pembangunan 2018 PT. Newmont Minahasa Raya & Berkelanjutan Yayasan Pembangunan Berkelanjutan Sulawesi Utara Sulawesi Utara. (YPBSU)

16 D. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir

No Nama Pertemuan Ilmiah Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat 1. Seminar Balai Pelestarian Pemakalah: Mudahnya Formosa Hotel. Nilai Budaya (BPNB) Menata Banjir Tempo Dulu, Manado, 26 Manado. Sulitnya Menata Banjir Februari 2013 Sekarang 2. Bedah Buku ‘Mawale Pembahas: Bedah Buku Kampus FIB Cultural Center’ dan Memerdekakan Tou UnsratManado, 9 Fakultas Ilmu Budaya Unsrat Minahasa Juli 2013 3. Sosialisasi Nilai-Nilai Pemakalah: Generasi Muda Sahid Kawanua Kepahlawanan Dinas Sosial dan Nilai-Nilai Kepahlawa- Hotel Manado, 20 Propinsi Sulawesi Utara nan. Agustus 2013 4. Sosialisasi Pahlawanku Pemakalah: Nilai-Nilai Sahid Kawanua Idolaku, Dinas Sosial Kota Kepahlawanan, Generasi Teling Manado, 6 Manado Muda dan Pembangunan November 2013 Bangsa. 5. Seminar dan Pembahasan (I) Pembahas: Hasil-Hasil Aryaduta Hotel Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Balai Pelestarian Manado, Pelestarian Nilai Budaya Nilai Budaya (BPNB) 25 November (BPNB) Kemendikbud. Manado Tahun 2013 2013 6. Seminar dan Pembahasan Pembahas: Hasil-Hasil Aryaduta Hotel (II) Hasil-Hasil Penelitian Penelitian Balai Pelestarian Manado, Balai Pelestarian Nilai Nilai Budaya (BPNB) 2 Desember 2013 Budaya (BPNB) Manado Tahun 2013 Kemendikbud. 7. Seminar Kesetiakawanan Pemakalah: Nilai-Nilai Manado, 5 Sosial. Dinas Sosial Propinsi Kepahlawanan dan Desember 2013 Sulut. Kesetiakawanan Sosial. 8. Temu Tim Pengkaji dan Pembahas: Kepahlawanan Aryaduta Hotel Peneliti Gelar Pahlawan H.V. Worang Menurut Tim Manado, Maret Daerah (TP2GD) Propinsi Pengkaji dan Peneliti Gelar 2014 Sulawesi Utara. Pahlawan Daerah (TP2GD) Propinsi Sulawesi Utara. 9. Diskusi Ilmiah Tentang Tata Pembahas: Banjir di Kota Fakultas Teknik Ruang dan Mitigasi Bencana Manado dan Penataannya. Unsrat Manado, di Kota Manado, Kerjasama 12 Maret 2014 Panado Post dan Jurusan Tata Kota Fakultas Teknik Unsrat. 10. Seminar Balai Pelestarian Pemakalah: Pemahaman Gran Puri Hotel dan Nilai Budaya (BPNT) Sejarah dan Budaya Untuk Manado, 22 Mei

17 Manado Mitigasi Bencana di Kota 2014 Manado 11. Pembekalan Nilai-Nilai Pemakalah: Guru, Nilai- Hotel Sahid Kepahlawanan oleh Dinas Nilai Kepahlawanan dan Kawanua, 10 Sosial Provinsi Sulawesi Kesetiakawanan Sosial. November 2015 Utara 12. Pembekalan Mahasiswa Baru Pemakalah: Pendidikan Teater Hall FIB di Fakultas Ilmu Budaya Karakter di Lingkungan Unsrat, Agustus Mahasiswa 2016 13. Latihan dan Pembekalan Pemakalah: Latihan Teater Hall, Mahasiswa B.aru FIB Unsrat Kepemimpinan dan Agustus 2017 Manajemen Mahasiswa (LKMM) FIB Unsrat 14. Seminar hasil hasil penelitian Pembahas untuk 9 makalah Kantor BPNB di Balai Pelestarian dan Nilai hasil penelitian Manado, Budaya (BPNB) Manado Desember 2018 15. The Second International Presenter: “Globalization in Gedung LIPI Conference on Social the Colonial Era: Social Jakarta, 24 Sciences and Humanities Cultural Transformation in Oktober 2018. (ICSSH) Minahasa in the Second Half of Nineteenth Century”, 16. International Seminar Oral Presenter: “Berkebudayaan Tompaso Tradition in the Industrial yang Bersahabat di Era Minahasa, 15 Revolution 4.0 Era Revolusi Industri 4.0 Februari 2019 Kasus Pengalaman Penulis”

E. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Tahun Tempat Respons lainnya yang telah diterapkan Penerapan Masyarakat 1. Selaku Wakil Ketua TP2GD (Tim 2015 Indonesia Sangat Peneliti Pengkaji Gelar Pahlawan mendukung di Daerah) Sulawesi Utara mengusulkan B.W. Lapian menjadi Pahlawan Nasional 2. Selaku Wakil Ketua TP2GD (Tim 2016 Indonesia Sangat Peneliti Pengkaji Gelar Pahlawan Mendukung di Daerah) Sulawesi Utara mengusulkan B.W. Lapian menjadi Pahlawan Nasional 3. Selaku Wakil Ketua TP2GD (Tim 2018 Indonesia Sangat Peneliti Pengkaji Gelar Pahlawan Mendukung di Daerah) Sulawesi Utara mengusulkan Mr. A.A. Maramis

18 menjadi Pahlawan Nasional 4 Selaku Dekan Fakultas Ilmu 2019 Sulawesi Sangat Budaya Unsrat mengusulkan Utara Mendukung Unsrat menjadi Pusat Budaya di Sulawesi Utara 5. Selaku Wakil Ketua TP2GD (Tim 2019 Indonesia Sangat Peneliti Pengkaji Gelar Pahlawan Mendukung di Daerah) Sulawesi Utara mengusulkan Tuan Imam Bondjol menjadi Pahlawan Nasional

Semua data yang saya diisikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penyusunan modul E-learning Multimedia.

Manado, Maret 2020

Penyusun Utama (Ketua),

Drs. F. Raymond Mawikere, M.Hum., MA. NIP. 19580422 198602 1 001

19 LAMPIRAN 5. Rencana Penganggaran

RINCIAN ANGGARAN BELANJA Pembuatan Buku Ajar Mata Kuliah Metode & Teknik Penelitian Sejarah HARGA JUMLAH KEGIATAN VOLUME SATUAN SATUAN (Rp.) (Rp.) Rapat Persiapan Penyusunan Rancangan Buku Ajar 1. Konsumsi Makan Minum 4 dos 35.000 160.000 2. Kertas HVS A4 1 rim 50.000 50.000 3. Ballpoint 2 bh 5.000 10.000 4. Spidol 2 bh 7.500 15.000 SUB TOTAL 215.000 Penyusunan Buku Ajar 1. Fotocopi Referensi 6 Buku 4610 lbr 250 1.152.500 2. Penjilidan Bahan Referensi 6 buku 50.000 300.000 3. Catridge Canon C 1 bh 300.000 300.000 4. Catridge Canon B 2 bh 275.000 550.000 5. Konsumsi Makan Minum Tim 4 dos 35.000 140.000 SUB TOTAL 2.442.500 Lanjutan Penyusunan Buku Ajar 1. Konsumsi Makan Minum 4 dos 35.000 140.000 2. Kertas HVS A4 2 rim 50.000 100.000 3. Flashdisk 16 GB 1 bh 125.000 125.000 SUB TOTAL 365.000 Lanjutan Penyusunan Buku Ajar 1. Konsumsi Makan Minum Tim 4 dos 35.000 140.000 2. Fotocopi Draft Buku Ajar 4 buku 480 lbr 250 120.000 3. Fotocopi Dummy Buku Ajar 2 buku 160 lbr 250 40.000 SUB TOTAL 300.000 Sosialisasi Buku Ajar 1. Spanduk 2. Konsumsi Makan Minum 3. Konsumsi Makan Minum Tim 1 bh 150.000 150.000 4. Fotocopi Ringkasan 100 x 6 100 dos 35.000 3.500.000 2 dos 35.000 70.000 600 lbr 250 150.000 SUB TOTAL 3.870.000 Penerbitan Buku 100 Eksemplar 1. Pengurusan ISBN dan Pengiriman 1 paket 500.000 500.000 2. Pencetakan Buku Ajar 100 buku 70.000 7.000.000 SUB TOTAL 7.500.000 Pembuatan Laporan Akhir 1. Laporan Keuangan 3 Buku 310 lbr 250 77.500 2. Penjilidan Laporan Keuangan 3 buku 30.000 90.000 3. Konsumsi Tim 4 dos 35.000 140.000 SUB TOTAL 307.500 TOTAL JUMLAH 15.000.000 (Terbilang : Lima Belas Juta Rupiah)

20 LAMPIRAN 6. KONTEN 1 BAB BAHAN AJAR

BAB 1. PENGANTAR UMUM

Uraian dan penjelasan tentang metode dan teknik penelitian sejarah secara umum akan dipaparkan dalam bab ini. Segmen yang akan menunjuk pada kondisi bahwa untuk menyusun karya atau tulisan sejarah, hal demikian dapat dituntun dengan memberikan sejumlah petunjuk teknis. Di dalamnya akan menyangkut mengenai bagaimana proses menyusun suatu karya sejarah; meliputi metode, cara, atau teknik penyusunan yang diletakkan dalam sebuah proses. Terdapat berbagai rambu, atau petunjuk menganai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan; yang keseluruhannya ini adalah untuk menghasilkan karya sejarah yang bersifat ilmiah dan kritis. Dalam arti harus dapat diterima karena telah memenuhi unsur-unsur yang disyaratkan dalam sebuah karya akademik. Untuk dan dalam kaitan itulah maka pemaparan di sini pertama-tama akan menurunkan aspek-aspek yang berkaitan dengan guna sejarah. Dimaksudkan sebagai segmen ‘umpan’ untuk menggairahkan kecintaan generasi muda, terutama mahasiswa, agar selalu dapat tergerak untuk dapat belajar dari sejarah. Termasuk pendalaman berupa perluasan wawasan atasnya sehingga akan dapat lebih memberi peluang atau kontribusi terhadap pembagunan kemanusiaan; membangkitkan kesadaran perorangan maupun masyarakat dalam keterikatannya terhadap manusia lain, mulai dari komunitas terkecil seperti keluarga sampai yang terbesar seperti bangsa ini, termasuk dalam pergaulannya dengan bangsa bangsa di dunia. Perihal ‘pengetahuan’ dan ‘ilmu sejarah’ yang dibahas dalam bab berikutnya disampaikan untuk mengingatkan bahwa secara umum seluruh ilmu, termasuk pada setiap rumpunnya, lahir berhubung atau karena adanya pengetahuan-pengetahuan. Dengan kata lain, seluruh ilmu yang ada sekarang ini pada dasarnya dapat dilahirkan karena adanya pengetahuan- pengetahuan yang secara sistematis dapat disusun, yang kemudian terbukti mampu menjawab perubahan jaman, termasuk terhadap pengetahuan sejarah yang kemudian dapat tampil sebagai ilmu. Pelbagai contoh tentang hal demikian dipaparkan dalam bagian ini, yang selanjutnya akan mengantar pembahasan pada bab tentang konsep dan teori. Konsep yang secara sederhana berarti rancangan atau juga pengertian, dimaksudkan sebagai ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkret. Pemahaman diabtrakkan adalah sebagai yang dituangkan dalam pikiran, atau yang kemudian dituliskan. Karena semua

21 yang kongkret dan telah terjadi adalah merupakan bagian dari sejarah, maka konsep yang sering diangkat oleh ilmu-ilmu sosial dan humaniora dengan sendirinya telah masuk menjadi bagian atau lahan dari ilmu sejarah. Sementara istilah teori yang menurut KBBI berarti pendapat didasarkan pada hasil penelitian dan penemuan yang didukung oleh data, juga oleh argumentasi, sangat nyata merupakan bagian yang dapat dimanfaatkan guna mengantar, menguatkan sejarah menjadi sebuah disiplin, menjadi ilmu. Persoalan sejarah sebagai ilmu yang mengontraskannya dengan sejarah sebagai seni selanjutnya akan dibahas dalam bagian bab berikutnya. Sekaligus memberikan perbedaan antara jenis sejarah naratif di satu pihak dengan jenis sejarah analitis. Kalau yang pertama tidak memerlukan konsep dan teori maka jadilah sebagai sejarah yang naratif – disebut juga sejarah sebagai seni –, sedangkan terhadap jenis sejarah analitis yang bergerak berdasarkan konsep dan teori, disebut sejarah sebagai ilmu. Ada kekuatan yang menjadikannya sebagai ilmu karena sifatnya yang empiris, dapat menemukan keteraturan (generalisasi), dan yang terutama adalah berhubung dalam kemampuannya bekerjasama dengan ilmu-ilmu lain (disebut sebagai ilmu bantú), termasuk ilmu-ilmu alam. Dalam bab berikutnya pembahasan akan merangkum karya dari karya Mawikere sebelumnya (2017) – dipetik dari beberapa sub bab di dalamnya – yang karena dipandang penting dan relevan, kembali perlu diangkat. Dimulai dari penjelasan di mana kata sejarah dalam bahasa Indonesia mulanya berasal dari bahasa Melayu, serapan dari kata syajarah, bahasa Arab, mengandung arti pohon, keturunan, asal-usul, silsilah, riwayat. Kata ini masuk melalui akulturasi pada abad ke-13; sedangkan dalam akulturasi dengan bangsa Barat pada abad ke-16 telah membawa kata historie (Belanda) dan history (Inggris), yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani, historia yang berarti ilmu. Dalam definisi umum, kata history saat ini bermakna masa lampau umat manusia. Dalam perkembangannya, kata sejarah menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti, (1) asal-usul (keturunan) silsilah, (2) kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; riwayat; tambo: cerita sejarah; (3) pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lampau. Dalam arti seperti ini maka dapat kemudian didefinisikan bahwa kata sejarah mengandung arti sekitar adanya kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau, yang terkait dengan kehidupan

22 manusia; adalah juga merupakan ilmu karena mempelajari kejadian-kejadian yang dapat disusun secara sistematis. Meskipun masa lampau itu adalah merupakan sebuah rangkaian kejadian yang sudah terlewati, namun masa lampau bukan merupakan suatu kejadian yang sudah berahir, berhenti, tertutup. Masa lampau pada hakekatnya masih dan akan tetap terbuka, atau berkesinambungan. Itu sebabnya masa lampau manusia dalam kaitan ini bukan demi masa lampau manusianya saja, yang oleh karenannya akan dapat dilupakan begitu saja. Hakekat sejarah adalah suatu rangkaian yang berkesinambungan. Kesinambungan yang bukan hanya dari masa lampau ke masa yang lebih kemudian, namun termasuk untuk masa yang akan datang; mencari gambaran tentang masa datang yang dapat digunakan untuk modal bertindak di masa kini sekaligus agar dapat dijadikan acuan untuk perencanaan di masa mendatang. Berdasarkan diktum “belajar dari sejarah” saja orang dapat memahami di mana dalam kenyataannya sejarah itu secara pasti telah mampu memberi banyak pelajaran. Pelajaran yang secara langsung ataupun tidak, sengaja ataupun tidak sengaja diperoleh melalui pengetahuan- pengetahuan. Apa yang disebut pengalaman hidup pada dasarnya adalah merupakan kumpulan dari pengalaman-pengalaman dimaksud. Contoh untuk ini dapat misalnya ditunjukkan di mana ketika orang tahu bahwa garam itu asin maka melalui pengetahuannya ia akan menggunakan garam ini untuk mengasinkan yang tawar; akan menggunakan garam secukupnya dalam mengolah makanan yang dibuatnya. Berdasarkan pengalaman diri atau pengalaman orang lain orang juga kemudian menjadi tahu bahwa garam ternyata juga dapat digunakan sebagai pengawet, sehingga telah memunculkan pengetahuan mengawetkan ikan, yang lalu menghasilkan ikan asin. Pepatah “rajin pangkal pandai”, dalam contoh lain, sesungguhnya juga merupakan hasil dari apa yang dapat diperoleh lewat “belajar dari sejarah”. Dari pengalaman sejarah dapat ditunjukkan bahwa orang itu sejatinya dapat menjadi pandai apabila ia dapat mengisi hidupnya dengan aktifitas yang rajin. Demikian pula ketika orang menjadi tahu bahwa memukul orang itu akan mendapat sangsi atau hukuman – sehingga ia kemudian tidak akan melakukan tindakan memukul itu. Pada dasarnyalah bahwa setelah pengetahuan-pengetahuan dari masa lampau itu diolah secara sistematis, orang kemudian dapat belajar dari dalamnya tentang banyak hal terkait kehidupan manusia. Sehingga dari sinilah selanjutnya ia dapat menjadikannya sebagai wahana, kendaraan atau alat untuk menganalisis masalah-masalah terkait kemanusiaan.

23 Meskipun demikian, perlu pula disampaikan bahwa tidak semua karya sejarah itu memiliki kemampuan menganalisis. Oleh karenanya muncul perbedaan antara cara kerja sejarawan yang tidak memanfaatkan teori dan metodologi – disebut sejarah naratif – di satu pihak, sedangkan di pihak lain, terhadap karya sejarah yang memanfaatkan teori dan metodologi disebut sejarah analitis (analitical history). Dalam sejarah naratif yang dilakukan penulisnya adalah hanya sekedar menceritakan, menjelaskan kekjadian dan prosesnya, namun tanpa menjelaskan persoalan yang mempertanyakan mengapa dan bagaimana sehingga kisah atau jalannya peristiwa menjadi demikian. Tidak terlihat bagaimana bentuk, pola dan kecenderungan dapat terjadi dari kisah yang diangkat. Karena tidak diperlukan teori dan metodologi dalam deskripsinya maka hasilnya pun unik, meletakkan tekanannya pada ideografi sejarah. Secara umum yang tampak dalam deskripsi sejarah naratif biasanya juga adalah kondisi atau keadaan di lapangan; melakukan narasi berdasarkan apa yang dilihat. Jauh lebih berkembang dari kelompok tulisan sejarah naratif adalah jenis tulisan sejarah yang sudah memanfaatkan teori dan metodologi; yaitu kelompok tulisan yang telah menyertakan bukan hanya mengenai asal-mulanya (génesis) dan sebab-sebabnya, tetapi juga, berdasarkan análisis, sudah mampu menghadirkan bagaimana kecenderungan dapat terjadi (trend), kondisional dan konstektual, serta perubahannya. Dalam kelompok tulisan sejarah seperti ini biasanya dilakukan dengan mengaitkan masalah-masalah sosial, politik, kultural, dan lainnya dalam proses sejarah. Memanfaatkan teori-teori dari aneka disiplin ilmu seperti sosiologi, antropologi, politikologi, psikologi, dan sebagainya. Penjelasan mengenai pengertian dan pentingnya melakukan proses seleksi dan tipologisasi dalam ilmu sosial dilatari oleh adanya gejala-gejala sejarah yang menunjukkan kemiripan. Sebut saja misalnya mengenai sejarah perkotaan, sejarah pedesaan, sejarah perompakan dan sebagainya. Kategorisasi, penggolongan atau tipologisasi diperlukan karena ada analisis di dalamnya, sehingga dapat dituangkan secara sistematis; berkemampuan mengekstrapoasikan berbagai ciri, faktor, unsur-unsur dan lain sebagainya. Karena tipenya demikian maka aneka konsep dan teori dapat masuk sebagai bahan analisis. Penggunaan konsep dan teori sebagai batang struktural dalam pendekatan sejarah seperti ini mengartikan bahwa ilmu-ilmu sosial sebagai alat bantu sangat diperlukan. Penggunaan pendekatan sosiologi, politikologi, antropologi; bahkan disiplin ilmu yang sifatnya eksakta telah mengantar pada sebutan pendekatan multidimensional dalam sejarah. Implikasi besar dari

24 perkembangan terhadap disiplin sejarah seperti ini ialah bahwa setiap research design memerlukan kerangka referensi yang bulat, yaitu memuat alat-alat analitis yang akan meningkatkan kemampuan untuk menggarap data. Di sini menjadi jelas yang mana pengkajian sejarah sekali lagi memerlukan teori dan metodologi, sehingga perlu ditegaskan bahwa karena metodologi maka yang perlu ditampilkan adalah ikhwal menyangkut cara, metode, juga teknik; di mana keseluruhannya ini perlu disesuaikan dengan permasalahan atau obyek yang akan digarap. Oleh karena itu menjadi mustahil menentukan suatu model metodologi saja karena pada dasarnya setiap topik atau tema menuntut metodologi tersendiri. Metodologi sebagai alat, dengan demikian, perlu disesuaikan dengan obyek yang akan digarap. Dengan meminjam aneka konsep dan teori dari ilmu-ilmu sosial maka eksplanasi pun dapat dilakukan; menempatkan struktur sebagai landasan teoretis ke dalam proses. Menyangkut ikhwal bagaimana menempatkan konsep dan teori dalam kajian sejarah struktural sehingga akan dapat digunakan menjadi pisau analisis metodologis dalam kajian sejarah kritis, sejatinya sangat ditentukan oleh keluasan wawasan sejarah, juga pengetahuan yang cukup luas mengenai aneka konsep dan teori dari ilmu-ilmu sosial, bahkan dari berbagai bidang ilmu lainnya. Dalam kaitan dengan guna sejarah, hal pertama yang perlu disampaikan yaitu terkait dengan fenomena di mana pada kalangan generasi muda sekarang pelajaran sejarah itu sering diabaikan; hal mana dapat terjadi karena terlihat tidak ada manfaat langsung dapat dirasakan. Sehingga muncul anggapan bahwa mempelajari sejarah itu hanya membuang-buang waktu, membosankan; menjadi tidak menarik karena dalam proses pembelajaran, metode umum yang diterapkan adalah hafalan. Dimanakah letak salahnya? Dengan tidak perlu menyalahkan kurikulum dan metode pembelajaran yang diterapkan selama masa persekolahan, ada baiknya disampaikan mengenai apa sebetulnya guna dan peran sejarah itu sesungguhnya. Dalam kenyataannya, sejarah sebagai sebuah peristiwa kemanusiaan tentunya akan meninggalkan bukti-bukti peristiwa, juga nilai-nilai kemanusiaan. Mempelajari sejarah sejatinya akan mampu membangkitkan rasa kesadaran masyarakat dalam keterikatannya dengan manusia lainnya; termasuk pada bangsanya sendiri. Dengan munculnya kesadaran dalam berbangsa dengan sendirinya setiap individu dapat menerima keragaman sebagai sebuah kenyataan. Adanya perbedaan tidak akan dipandang sebagai suatu masalah, sebaliknya dapat mengambil hikmat dan menjadikannya sebagai suatu potensi. Dari jalannya sejarah orang dapat menarik inspirasi demi inspirasi. Bagaimana orang kemudian dapat meneladani nilai dari kisah epos dan kepahlawanan,

25 termasuk mengambil pelajaran dari kisah-kisah yang penuh tragedi. Untuk apakah semua inspirasi ini? Jawabannya adalah tentu untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dimasa mendatang. Selain itu mempelajari sejarah juga akan memupuk kebiasaan berpikir konseptual dan konstektual, sejalan dengan ruang dan waktu di mana peristiwa itu terjadi. Dengan mempelaljari sejarah orang menjadi tidak mudah terjebak pada opini, apalagi dengan berita- berita hoax, hatespeech, karena sudah menjadi terbiasa berpikir kritis, analitis dan rasional, yang keseluruhannya ini dudukung oleh fakta. Jadi, orang yang mempunyai wawasan sejarah selalu akan bertolak dari kenyataan demi kenyataan. Madjid dan Wahjudhi (2014) menyebut bahwa dalam mempelajari sejarah orang tidak akan mudah terjebak pada opini karena terbiasa berpikir kritis, analitis dan rasional juga didukung fakta. Dengan menilik peristiwa masa lampau, orang akan menghormati dan senantiasa memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Akan tetapi, jauh dari persoalan kegunaan sejarah, terdapat pula peran-peran yang dapat ditunjukkan oleh sejarah. Dalam perannya sebagai pemberi pelajaran misalnya, pengalaman manusia yang setelah diolah oleh pikiran dan akal akan mampu menarik pelajaran demi pelajaran dari dalamnya. Itu sebabnya kemudian dapat mencontoh dari keberhasilan-keberhasilan diri sendiri dan orang lain, atau sekalian pelajaran dari kegagalan demi kegagalan diri sendiri dan orang lain. Melalui sejarah manusia dapat mengembangkan segenap potensinya namun sekaligus menghindar dari kesalahan dan atau kegagalan masa lalu. Seperti disebutkan, melalui sejarah manusia dapat mengembangkan segenap potensinya sekaligus menghindar dari kesalahan masa lalunya baik dilakukan oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Mempelajari sejarah, oleh karenannya, akan dapat menghindarkan diri dari kesalahan sebelumnya. Dari sejarah misalnya, orang dapat belajar tentang apa saja yang telah membuatnya maju; sebaliknya dapat juga belajar dari kejatuhan demi kejatuhan atau segala sesuatu yang tidak menguntungkan. Tapi orang yang cinta sejarah biasanya juga sangat cinta dengan kebenaran; akan selalu berjuang mempertahankan kebenaran. Sebaliknya, ia dapat melawan kemungkaran, kebohongan, kemunafikan, dan sejenisnya. Praktik manipulasi sejarah bagi para pencinta sejarah, dengan sendirinya akan sangat dihindarkan. Seorang sejarawan asal Yunani, Cicero mengatakan melalui pesannya yang mana sejarah sesungguhnya adalah guru kehidupan; dan bahwa sejarawan itu harus menceritakan kebenaran. Penjaga sejarah harus takut pada kepalsuan dan tidak takut untuk menyatakan, menyampaikan kebenaran, katanya.

26 Dalam Bab 4 ulasan secara khusus mengenai metode, atau yang dalam pemahaman sederhana dapat berarti cara atau prosedur. Dalam penelitian sejarah metode berarti cara untuk mendapatkan obyek. Dikatakan juga bahwa metode adalah cara untuk melakukan, mengerjakan sesuatu dalam sistem yang terencana, teratur, sistematis. Dengan demikian metode dalam penelitian sejarah berarti erat kaitannya dengan prosedur, proses, atau teknik yang sistematis. Melakukan penulisan sejarah yang analitis memerlukan metode, metodologi dan teori. Metodologi sebagai ilmu dan pemikiran tentang metode tidak dapat dipelajari tanpa mengangkat masalah teoretis dan konseptual. Pendekatan terhadap sejarah hanya akan lebih terjelaskan apabila mengoperasionalkan bantuan konsep dan teori (Kartodirdjo, 1992). Pengalaman dan pemahaman sebanyak-banyaknya atau seluas-luasnya tentang masa lalu, terutama atas aneka gejala ataupun fenomena, adalah merupakan informasi sekaligus data sejarah, yang untuk memperolehnya diperlukan metode dan teknik tertentu. Dalam kaitan dengan metodologi sejarah, seluruh informasi sejarah itu masih perlu lagi dianalisis, digeneralisasi, dan atau dieksplanasikan. Terpenuhinya seluruh tahapan inilah yang disebut metodologi; dan hanya dengan metodologi sejarah maka selanjutnya akan dapat mengantar pada tahapan kemampuan sebuah karya sejarah melihat bagaimana kecenderungan-kecenderungan akan terjadi di waktu mendatang. Selain itui juga akan dapat menjawab perihal kondisi sekarang, terutama yang terkait dengan pertanyaan, “mengapa kondisinya menjadi seperti sekarang”. Untuk tiba pada kemampuan demikian maka sifat keajegan yang memungkinkan dilakukan pengukuran (terukur) adalah merupakan syarat utama; sehingga bukan hanya soal kecenderungan yang menjadi dapat diraba, tetapi juga memiliki kemampuan melihat, membaca trend atau progress dari sebuah episode yang ingin dilihat. Jadi, dalam hal ini, yang perlu dilihat dari apa yang telah terjadi itu adalah berkaitan dengan adanya gambaran pengulangan demi pengulangan dari kejadian demi kejadian yang ajeg itu, di mana análisis atas pengulangan- pengulangan itu telah teridentifikasi baik memiliki keteraturan. Akan tetapi, persyaratan untuk dapat disebut sebagai ilmu sejatiny lebih luas dari itu. Dari berbagai sumber yang membahas dapat disebutkan bahwa setidaknya terdapat 5 syarat utama untuk dapat disebut sebagai ilmu – yang dengan sendirinya memiliki metodologi. 1. Empiris, berisi pengetahuan yang dibentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman manusia.

27 2. Mempunyai obyek, yaitu manusia dan alam; yang kemudian telah dipilah menjadi ilmu humaniora dan ilmu alam atau ilmu pasti (eksakta). Ilmu-ilmu sosial dalam hal ini menempati posisi tengah karena selain obyeknya manusia, kajiannya yang terstruktur nyatanya juga telah mendekatkan ilmu ini dengan ilmu pasti. 3. Mempunyai metode, yaitu cara atau teknik yang aplikatif guna mencari kebenaran, atau minimal meminimalisir terjadinya bias dalam mengungkap kebenaran itu. 4. Sistematis, yakni perihal adanya keteraturan dan logis dalam menyusun rumusan; sekaligus dapat melihat, menjelaskan rangkaian kausalitas dari suatu kejadian. 5. Teratur dan universal, yakni dimilikinya sifat yang umum, menyeluruh dan teratur; kebe- naran-kebenarannya teruji sama hasilnya meski ditempatkan dalam ruang waktu berbeda. Dari kelima syarat di atas, syarat pertama yang harus empiris atau ‘berpengalaman’ pastinya telah menjadi miliknya sejarah. Syarat kedua sebagai yang mempunyai obyek juga dimiliki oleh sejarah. Syarat ketiga sebagai yang harus mempunyai metode, teknik, atau cara yang aplikatif, seperti terungkap nanti, juga terdapat di dalamnya. Syarat keempat yang menuntut perlunya cara kerja dan berpikir sistematis juga dimiliki oleh aliran sejarah kritis. Sedangkan syarat kelima yang menuntut harus adanya sifat universal dan keteraturan sejatinya juga sangat jelas dapat digambarkan; terutama dapat terbukti empiris apabila dilihat dari semua kejadian yang telah terjadi (telah menjadi sejarah). Namun untuk hal ini disiplin sejarah akan lebih banyak meminjam aneka teori dan konsep dari ilmui-ilmu sosial; mencakup sebanyak-banyaknya aspek struktural yang lazim digunakan dalam ilmu-ilmu sosiologi, antropologi, politikologi. Meskipun demikian, yang perlu ditambahkan adalah bahwa kelima syarat demikian adalah mutlak, sehingga tidak terpenuhi satu saja akan sukar ia disebut sebagai ilmu. Oleh karena itu, menarik dipertanyakan, dalam posisi apa, di mana, dan dalam kapasitas bagaimanakah sejarah dapat diantar untuk disebut sebagai ilmu, yang kemudian dapat membantu secara metodologis dalam kajian-kajiannya? Seperti dapat dilihat nanti, pembahasan lebih lanjut diharapkan akan dapat menguraikan lebih dari hal itu. Termasuk menyangkut pendekatan sejarah sebagai unsur ilmiah paling dominan dalam kemampuannya memberikan pemahaman terhadap masa kini, bahkan dalam jangkauan dimensinya ke masa depan. Madjid dan Wahyudhi (2014), sebagaimana dikutip Mawikere (2016) kembali mengatakan bahwa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadikan pengetahuan sebagai ilmu, antara lain yaitu:

28 1. Obyektif, yaitu bahwa ilmu itu harus memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifak hakikatnya; tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Obyeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji obyek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dan obyek, sehjingga disebut kebenaran obyektif. 2. Metodis, yakni sebagai upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ad acara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari Bahasa Yunani, ‘metodos’, yang berarti cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada sebuah metode ilmiah. 3. Sistematis, yaitu mencoba untuk mengetahui dan menjelaskan suatu obyek; bahwa ilmu itu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, sekaligus mampu menjelaskan rangkaian sebab-akibat menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab-akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga. 4. Universal, dimaksudkan sebagai kebenaran yang hendak dicapai yaitu kebenaran universal yang bersifat umum, atau tidak bersifat tertentu. Sebagai contoh adalah bahwa semua segitiga itu memiliki sudut 180 derajat.

29

BAGIAN KEDUA

Ilmu Sosial & Sejarah Struktural

1. Aspek Struktural Sebagai Bagian Metodologi

Dengan kembali kepada ilmu sejarah yang perkembangan metodenya telah mengadopsi banyak pendekatan ilmu sosial maka studi sejarah kritis telah memperluas wilayah kajiannya. Ilmu sejarah yang lebih terbuka telah memungkinkan melakukan capaian pada aspek atau dimensi baru dari aneka gejala sejarah.

Kartodirdjo sebagai sejarawan yang telah membuka wawasan lebih luas atas kajian ini kembali menyatakan bahwa pada umumnya segi prosesual yang menjadi fokus perhatian dengan pendekatan ilmu sosial akan dapat digarap aspek prosesualnya. Dari sini selanjutnya akan dapat dipahami mengenai tidak sedikitnya aspek prosesual yang hanya dapat dimengerti apabila

30 dikaitkan dengan aspek strukturalnya; bahkan dapat dikatakan pula bahwa proses hanya dapat berjalan dalam kerangka struktural.

Dari contoh yang menjelaskan kenyataan bahwa tindakan atau kelakuan manusia dalam pergaulannya senantiasa akan mengikuti kebiasaan, adat, atau pola kehidupan, maka akan dapat ditunjukkan di mana struktur kelakuan yang mantap senantiasa akan melatarbelakangi kelakuan seseorang melakukan tindakannya. Apabila tidak ada struktur yang melandasinya maka tindakan itu sukar diramalkan atau ditafsirkan kesamaannya. Jadi, dapat timbul kekalutan sosial, atau suatu keadaan yang tidak memungkinkan kehidupan bersama berlaku secara teratur dan beradab. Dengan kata lain, apabila tidak ada struktur yang melandasinya maka ‘bias’ dipastikan akan terjadi.

Dicontohkan oleh Kartodirdjo tentang sejarah sosial pada masyarakat atau kaum borjuis pada jaman Renaisance di Italia abad ke-15 dan 16. Mengapa pada masa itu timbul kehidupan bangsa yang penuh dengan vitalitas dan kreativitas dalam bidang kesenian, politik, perdagangan dan militer. Hasil kerja para jenius ini sangat luar biasa dan tidak ada taranya. Namun semuanya itu tentu saja tidak akan dapat diterangkan tanpa menunjuk kepada latar belakang sosialnya, khususnya pada struktur masyarakatnya.

Dalam masa abad pertengahan sistem feodal membedakan antara tiga golongan sosial, yakni bangsawan, rohaniawan dan golongan ketiga. Dalam struktur sosial seperti itu tidak ada tempat bagi kaum pedagang. Oleh karena posisinya itu maka mereka ini termasuk pada golongan bebas; tidak ada ikatan feodal yang memungkinkan timbulnya inovasi dalam berbagai bidang kehidupan. Tanpa kondisi sosial semacam itu mutu atau keunggulan sebagai etos peradaban menjadi tidak dapat dihayati. Jelas di sini mengartikan di mana hanya dengan memahami struktur masyarakat di sana maka jawaban atas pertanyaan mengapa pada jaman itu terdapat tidak sedikit jenius dapat terpecahkan. Termasuk dapat terpecahkan atau dapat dilihatnya alasan kelompok bebas yang pada akhirnya tetap miskin inovasi dan kreativitas.

Menjadi jelas pula di sini di mana aspek struktural pada hakekatnya tidak boleh diabaikan apabila orang ingin memberi eksplanasi yang tuntas tentang proses-proses sosial. Pengkajian sejarah struktural tentang kelas menengah di sisi lain juga menjadi sangat menarik seperti halnya yang dilakukan oleh Barber mengenai kehidupan kaum berjuis di Prancis pada abad ke-18, atau seperti dilakukan oleh Desai tentang struktur golongan menangah di .

31 Disebut menarik karena semua golongan inilah yang pada jamannya telah memegang peranan penting dalam perubahan peradaban. Sekali lagi, yaitu karena golongan ini adalah sebagai yang memegang peran utama dalam aneka bidang, terutama pada bidang politik. Oleh karenanya, yang dapat disampaikan kepentingannya dalam kaitan ini yakni bagaimana melakukan eksplanasinya. Bagaimana memberi gambaran secara terstruktur atau secara ajeg, sehingga análisis terhadap pengulangan-pengulangannya menjadi dapat digeneralisasikan; digeneralisasikan untuk dapat dilihat bagaimana trennya.

2. Tentang Struktur & Contohnya

Memberi contoh lain dalam kaitan sejarah sosial, dapat ditunjukkan melalui aneka teori konflik di mana salah satunya adalah seperti yang tergambar dalam kutipan kajian teoretis tentang konflik yang dilakukan Mawikere (1997) berikut ini.

Pertama-tama, sebelum tiba pada pembahasan mengenai teori konflik, Bekhofer Jr. dalam analisisnya tentang perilaku menyatakan pendapat bahwa pada dasarnya setiap individu itu telah memiliki berbagai penafsiran relatif sama atas situasi dan akibat lebih jauh apabila ia hendak melakukan tindakan; baik tindakan itu disetujui ataupun tidak oleh kelompoknya. Totalitas untuk mengarah kepada tindakan kolektif tersebut pada dasarnya dapat berupa tuntutan untuk mengubah perundang-undangan, gerakan-gerakan sosial, tentang revolusi politik dan sebagainya.

Dalam kaitan teori perilaku demikian, Mawikere dalam mengutip Smelser yang menekankan pada belief sebagai dasar pergerakan partisipasi orang-orang untuk sebuah episode gejolak sosial, telah menurunkan sebuah anatomi mencakup:

(1) yang bersifat histeria menghasilkan panik; (2) yang bersifat pencapaian keinginan melahirkan keranjingan atau tipe tertentu revivalisme dan semacamnya; (3) yang bersifat permusuhan akan melahirkan upaya pengkambing-hitaman orang lain atau tindak kekerasan dan semacamnya; (4) yang beroriantasi norma melahirkan pergerakan reform dan contra reform; (5) yang beroriantasi nilai melahirkan revolusi poitik, pergerakkan nacional, dan semacamnya.

32 Dengan melanjutkan bahwa komponen-komponen pokok sebagai tujuan gerakan sosial itu mencakup, (1) nilai-nilai, (2) norma-norma, (3) mobilisasi motivasi per-seorangan untuk aksi yang teratur dalam peran-peran kolektivitas, dan (4) fasilitas situasional dan informasi, ketrampilan, alat-alat dan rintangan dalam mencapai tujuan kongkret, Smelser, sebagaimana dikutip Mawikere, pada akhirnya telah menyimpulkan di mana gejolak sosial itu dapat terjadi apabila terdapat sejumlah diterminan, necessary conditions, yang menurutnya mencakup:

1. Kekondusifan situasional (structural conductiveness); 2. Ketegangan struktural (structural strain) yang timbul; 3. Penyebaran keyakinan yang dianut (the spread of generalized belief); 4. Faktor pencetus (the precipitating factor) berupa sesuatu yang dramatik; 5. Mobilisasi untuk mengedakan aksi (mobilization into action); 6. Pengoperasian kontrol sosial (the operation of social control) atau counter determinant yang mencegah, mengganggu, membelokkan, merintangi gejolak-gejolak itu, dangan cara (a) mencegah terjadinya episode gejolak sosial, (b) memobilisasi alat-alat negara segera setelah episode gejolak sosial, (c) memobilisasi alat-alat negara setelah episode gejolak sosial mulai terjadi.

Keenam butir faktor penentu inilah yang menurut Smelser, sebagaimana dikutip Mawikere, merupakan pendorong lahirnya sebuah gejolak sosial, yang mana semua itu harus saling mendukung dan terkait satu terhadap lainnya. Salah satu saja faktor tidaklah cukup, melainkan harus merupakan kombinasi untuk menciptakan keadaan cukup sufficient bagi munculnya gejolak sosial.

Relevansi teori perilaku kolektif demikian, menurut Mawikere, tidak terkecuali berlaku juga di banyak tempat, pada waktu berbeda, termasuk pada kemungkinan atau peluang akan terjadi apabila semua unsur di atas terpenuhi. Tapi sebaliknya dapat dipastikan pula tidak akan terjadi apabila terdapat unsur sebagai faktor lain yang dapat membuatnya menyimpang.

Meskipun demikian, apabila teori ini diteruskan maka akan dapat juga terjadi pada episode gejolak sosial melawan rejim penguasa; yang dalam kajian itu dilukiskan sebagai perlawanan terhadap penguasa Belanda di jaman kolonial. Kajian Mawikere yang mengadopsi model konflik sosial seperti ini telah mengurut kejadian-kejadian sama di tempat lain dan pada kurun waktu berbeda tetapi terbukti telah memperoleh kesamaan dalam aspek strukturalnya.

33 Berangkat dari studi yang dilakukan Fred von Mehden tentang peranan agama dalam pergerakkan kebangsaan di Asia Tenggara yang menurunkan bahwa dalam kasus Filipina persamaan agama Katolik antara yang dijajah dengan yang menjajah tidak menjamin hubungan antara kedua pihak itu baik, Mawikere telah menunjukkan dalam kajiannya sekitar adanya diktum yang sama. Yaitu bahwa dalam kasus yang terjadi di Minahasa pada abad ke-19, terangkat kejadian di mana kesamaan agama Kristen antara penduduk dengan pemerintah kolonialnya ternyata tidak menjamin penduduk yang tertindas tidak akan beroposisi terhadap penguasanya; termasuk telah pula dapat mementahkan asumsi-asumsi keliru tentang pola hubungan kekristenan yang sering diangkat bahwa agama Kristen adalah merupakan perpanjangan tangan dari kolonialisme sehingga yang beragama Kristen itu tidak akan beroposisi terhadap kolonialisme.

Dengan dapat diangkatnya generalisasi sejarah dalam struktur-struktur seperti contoh di atas mengartikan bahwa pengulangan sejarah seperti yang telah terjadi itu bagaimanapun akan kembali dapat terjadi apabila indikator-indikatornya memiliki kesamaan. Meski di sisi lain, yang selalu perlu juga diingatkan yakni bahwa peristiwa sejarah itu selamanya memang tidak akan berulang; sedangkan yang berulang itu semata-mata hanya pada aspek-aspek strukturalnya.

Untuk itulah maka segera dapat diurai lebih lanjut bagaimana meletakkan sejarah yang tidak berulang itu (yaitu berhubung oleh adanya keunikan di dalamnya) di satu sisi dengan sejarah yang melihat adanya pengulangan atau keteraturan dari segi strukturnya sehingga dapat digeneralisasikan.

3. Sejarah Konvensional Sebagai Antithese

Apa yang disebut sebagai sejarah konvensional adalah sejarah yang narasinya akan dapat mengungkap aspek-aspek tentang apa, siapa, kapan, dan di mana. Disebut juga dengan sebutan “sejarah sebagai kisah”, dalam contoh yang masuk pada kriteria sejarah ini adalah berita-berita dalam surat kabar, catatan-catatan harian, cerita tentang suatu kejadian, dan sebagainya. Atau dalam aneka tulisan historiografi yang berisi deskripsi, kisah tentang sesuatu yang di dalamnya mengungkap jawaban atas apa, siapa, di mana, dan kapan; atau kadang-kadang termasuk juga menerangkan mengenai bagaimana sesuatu telah terjadi. Setiap kejadian historis model seperti ini bersifat unik. Artinya memiliki kekhususan, hanya sekali terjadi, atau tidak lagi akan terulang

34 kisah yang sama persis. Di sini yang ditonjolkan adalah detail atas pertanyaan-pertanyaan demikian. Namun sebaliknya tidak diperhatikan soal bagaimana bentuk, pola, kecenderungan, atau segi-segi umum lainnya.

Seperti disebutkan, tulisan seperti tersebut dengan sendirinya tergolong unik. Demikian apabila ditelusuri lebih jauh maka sifatnya pun akan ideografis, atau berhubung interpretasi yang tertuang adalah deskriptif naratif maka unsur subyektif biasanya melekat di dalamnya. Sebelum muncul istilah sejarah kritis atau sejarah teoretis, model sejarah seperti ini disebut juga sebagai sejarah konvensional. Yang digambarkan biasanya adalah narasi proses dari suatu episode. Meskipun demikian, sejarah konvensional seperti inilah justru yang telah menjadikan suatu episode sejarah menjadi menarik. Ibaratnya, deskripsi narasinya adalah daging yang kemudian telah dapat mengisi setiap celah sekaligus membungkus tulang-tulangnya; di mana tulang-tulang itu sendiri adalah merupakan eviden, fakta, atau peristiwanya.

Karena sifatnya yang demikian, sejarah konven-sional sesungguhnya bisa ditemukan di mana saja, dilaku-kan oleh siapa saja. Kisah atau cerita tentang terjadinya suatu peristiwa kecelakaan yang sempat disaksikan lebih dari satu orang misalnya, dapat dengan mudah diceritakan kembali olah orang atau saksi yang pada saat kejadian ada di situ. Demikian apabila terdapat dua saksi maka saksi yang kedua juga akan dapat bercerita sama meski sudut pandang atau jalannya cerita atas kejadian itu dipastikan tidak akan sama persis.

Pemandu wisata pun demikian dalam menyam-paikan cerita pada obyek-obyek wisata yang dikunjungi. Meski telah berkali-kali mengunjungi obyek-obyek wisata yang sama namun narasi penyampaiannya sering tidak sama persis. Ada memang uraian logis mengenai proses perkem-bangan terjadinya suatu peristiwa. Namun biasanya meski narasinya menggunakan fakta namun yang terurai ini hanya berdasarkan akal sehat, imajinasi, dan biasanya masih ditambah lagi oleh ketrampilan dalam mengekspresikan diri melalui bahasa yang teratur, atau oleh adanya pengetahuan terkait proses yang tengah dikisahkan itu. Dengan kata lain, kisahnya menjadi sangat subyektif; lebih ditentukan oleh pandangan personal dari yang menyampaikannya.

Memberikan beberapa contoh karya sejarah yang subyektif sifatnya dapat ditemukan pada buku-buku pegangan untuk sekolah-sekolah dasar maupun menengah. Mengambil beberapa contoh, tidak lepas misalnya dari informasi dari buku sejarah sekolah dasar dan menengah yang menuliskan sejarah di mana Indonesia itu telah dieksploitasi dan dijajah selama tiga setengah

35 abad oleh kolonialisme Belanda. Durasi tiga setengah abad yang dimaksudkan adalah terhitung kedatangan pertama seorang pemimpin rombongan kapal dari Belanda bernama Cornelis de Houtman; yang bersama anak buahnya untuk pertama kali melabuhkan kapal berbendera Belandanya di Nusantara (Indonesia) pada tahun 1601. Lalu, setelah dihitung sampai berakhirnya kolonialisme Belanda di tahun 1945, yaitu ketika Indonesia secara sepihak dapat memproklamasikan diri sebagai bangsa dan negara merdeka maka didapatlah angka yang durasinya 3,5 abad itu.

Yang perlu disampaikan di sini yaitu bahwa tahun 1601 itu sebetulnya adalah merupakan tahun dibentuknya sebuah perusahaan kongsi dagang bernama VOC, yang dalam perjalannya ke Nusantara bermaksud mencari keuntungan besar melalui monopoli dari komoditas rempah- rempah. Komoditas rempah-rempah yang tidak ada di Eropa dan yang hanya bisa tumbuh di wilayah beriklim tropis seperti halnya di sini rupanya telah mendorong VOC harus mencarinya di ‘negeri seberang’, Nusantara. Dengan begitu, yang datang ke sini sebetulnya bukan Belanda yang tampil sebagai negara yang ingin melakukan ekspansi teritorial. Tapi, sekali lagi, tahun itu pada dasarnya harus dicatat sebagai tahun di mana untuk pertamakalinya seorang Belanda bernama de Houtman menjejakkan kakinya di sini. Ekspansi teritorial Belanda atas Nusantara atau Indonesia sebetulnya baru lengkap justru setelah masuk pada abad ke-20. Karena fakta menunjukkan masih adanya bagian-bagian lain seperti Aceh, Bali, dan sebagian Kalimantan yang benar-benar baru bisa dibebaskan pada abad ke-20. SInilah fakta yang kemudian telah menjadi sulit untuk menyatakan bahwa Belanda telah menjajah Indonesia selama 3,5 abad sebagaimana yang biasanya lahir dari jenis karya sejarah bersifat konvensional.

Perihal Sumpah Palapa pun kasusnya demikian. Kalau disebutkan bahwa Patih Gajah Mada dari Kerajaan Mataram pernah mengucapkan sumpah tidak akan memakan buah palapa sebelum ia dapat menyatukan seluruh wilayah Nusantara di bawah Hayam Wuruk – dan ternyata kemudian ia dapat merasakan buah itu karena usahanya menyatukan seluruh wilayah Nusantara berhasil – maka hal inipun sempat menimbulkan pertanyaan lanjutan. Apakah benar Gajah Mada pernah menyatukan seluruh kepulauan Nusantara di bawah taklukannya?

Anggapan yang kadung telah menjadi pengetahuan sejarah di kalangan masyarakat ini; dan yang nyatanya masih tetap menjadi bagian dari kurikulum sejarah di sekolah-sekolah ini, meskipun demikian, sesungguhnya masih sangat lemah bila ditinjau berdasarkan kajian sejarah

36 kritis. Lemah karena kegiatan verifikasi dan penelitian lebih jauh memperlihatkan fakta bahwa terutama pada kepulauan-kepulaluan di Indonesia Timur, sampai sejauh ini belum pernah terungkap pernah takluk kepada Jawa. Dengan kata lain, dalam sepanjang sejarahnya belum pernah kantong-kantong besar di wilayah Timur Nusantara ini merasakan sebagai wilayah vatsalnya Mataram. Tanda ketaklukkan yang pada jaman itu lazim ditandai melalui kesediaan secara periodik menyerahkan upet atau apapun itui, tidak pernah terjadi. Sehingga pernyataan atau narasi sejarah tentang keberhasilan Gajah Mada atas sumpahnya itu kemudian kembali perlu dipertanyakan.

Kedua contoh kisah sejarah yang seolah sudah ‘taken for granted’, atau sudah dapat diterima kebenar-annya, ternyata dapat menjadi lemah setelah ditinjau berdasarkan pendekatan sejarah kritis. Sehingga informasi keabsahan kesimpulannya pun dengan mudah menjadi terbuka untuk dipertanyakan kembali. Itu sebabnya menjadi jelas sekarang di mana sesuatu yang tampaknya dipolitisir kisahnya namun telah kadung diyakini kebenarannya dari generasi ke generasi nyatanya dapat menjadi berbeda apabila dipandang dengan menggunakan pendekatan nalar secara kritis, yang implementasi atasnya menuntut keharusan memenuhi persyaratan- persyaratan ilmiah.

Kasus-kasus yang masuk dalam tipe penulisan sejarah konvensional seperti contoh di atas, dalam hubungan ini mengartikan harus ditinggalkan dalam kapasitasnya sebagai alat bantu. Karena, sekali lagi, tidak ada teori bahkan konsep sebagai unsur struktural yang dapat digunakan membantu metodologi untuk futurologi.

37