PERANCANGAN BUKU APRESIASI KESENIAN JARANAN SENTEREWE KEDIRI JAWA TIMUR

Henry Yudha Wijaya Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain, Universitas Kristen Petra, Jalan Siwalankerto 121-131, Surabaya Email: [email protected]

ABSTRAK

Jaranan Senterewe merupakan salah satu kesenian daerah Kediri yang berasal dari legenda Dewi Songgo Langit dan Prabu Klana Sewandana. Permasalahan yang ditemukan adalah Kesenian Jaranan Senterewe yang tulen sudah mulai dilupakan berganti dengan Jaranan Senterewe yang telah dipadukan dengan unsur samroh terutama di kalangan anak muda usia 18-30 tahun. Untuk itu perlu dibuat suatu media yang mampu mengajak anak muda untuk mengapresiasi Jaranan Senterewe. Maka dibuatlah perancangan buku sebagai media komunikasi yang dapat mencantumkan visual dan teks yang dikemas dalam gaya New Simplicity agar informasi dapat tersampaikan dengan maksimal.

Kata kunci: Buku, Apresiasi, Jaranan Senterewe, Kediri

ABSTRACT

Title: Appreciation Book Design of Jaranan Senterewe Art of Kediri East Java

Jaranan Senterewe is one of Kediri’s dance arts that derived from the legend of Dewi Songgo Langit and Prabu Klana Sewandana. The problem discovered is that the original Jaranan Senterewe dance art has begun to change and forgotten with the combined elements of Samroh, mainly among young people aged 18-30. Thus needed a medium to be made that is able to invite young people to appreciate the Jaranan Senterewe dance art. Then the solution is to make an appreciation book as a medium of communication that can include visual and text aspects and arranged in the style of New Simplicity so that information can be carried to the audience effectively.

Keywords: Book, Appreciation, Jaranan Senterewe, Kediri

Pendahuluan Jaranan Senterewe, Jaranan Pegon, Jaranan Dor, dan Jaranan Jowo. adalah salah satu negara di dunia yang memiliki keragaman kesenian. Setiap kesenian Pada perkembangannya Jaranan Jawa menggunakan tersebut memiliki keunikan dan keistimewaannya pedang, namun kemudian digantikan dengan keris dan masing-masing. Diantara sekian banyak kesenian selandang yang kemudian dikenal dengan Jaranan yang ada tersebut, salah satunya adalah kesenian Pegon. Namun pada tahun 1980 penggunaan keris dan Jaranan yang berasal dari Kediri Jawa Timur. selendang digantikan dengan menggunakan pecut Kesenian ini adalah sebuah pertunjukan yang yang dikenal dengan Jaranan Senterewe. Meskipun menceritakan dan memvisualisasikan tentang kisah melalui beberapa perubahan, namun hingga saat ini diboyongnya Dewi Songgo Langit oleh Klana Jaranan Jawa yang menggunakan pedang masih tetap Sewandono dari Kediri menuju Wengker Bantar ada (namun pedang yang digunakan adalah pedang Angin. Prosesi boyongan tersebut harus diiringi oleh yang terbuat dari kayu), begitupun dengan Jaranan pasukan kuda-kuda melewati bawah tanah yang Pegon yang menggunakan keris dan selendang. diiringi oleh alat musik yang terbuat dari bambu dan Walaupun memiliki beberapa jenis tarian, kesenian besi. Pada jaman sekarang besi ini menjadi kenong, Jaranan yang saat ini ada bukanlah murni tarian sementara bambu menjadi terompet, sementara Jaranan yang mengikuti pakem (alur, keharusan, iringan pasukan kuda-kuda digambarkan dengan urutan yang seharusnya agar dapat digunakan sebagai Jaranan yang terbuat dari bambu. Kesenian Jaranan contoh oleh generasi berikutnya), namun beberapa ini terdiri dari beberapa macam atau jenis, misalnya sudah mengalami modifikasi dengan penambahan musik ataupun . Penambahan modifikasi ini biasanya dilakukan mengikuti sementara itu Data sekunder diperloleh melalui permintaan orang yang “menanggap” Jaranan, selain sumber kepustakan seperti buku, jurnal, laporan itu digunakan untuk menarik minat penonton agar penelitian dan makalah. Studi pustaka ini juga mau menonton pertunjukan Jaranan. Perubahan- berfungsi untuk memperdalam pengertian serta perubahan ini, seperti yang telah dijabarkan diatas konsep dalam penelitian yang sesuai dengan masalah adalah akibat dari perubahan sosial yang kemudian yang diangkat. Selain melalui sumber kepustakaan, berimbas pada perubahan artefak atau Kesenian data sekunder juga dapat diperoleh melalui media Jaranan Senterewe itu sendiri. Maka dari itu, sangat internet. Melalui media internet, diharapkan dapat jarang kita dapat melihat pentas kesenian Jaranan menemukan hal-hal baru yang dapat menginspirasi tanpa tambahan unsur dangdut ataupun campursari. dan serta menemukan informasi terbaru yang sedang Kesenian Jaranan yang tanpa tambahan unsur dangdut berkembang dan juga informasi lain yang sedang atau campursari ini biasanya hanya di”tanggap” bila terjadi saat ini. ada acara besar seperti , “Sasi Suro”, acara bersih desa, acara besar milik kota atau kabupaten, atau Data primer diperoleh dari observasi atau pengamatan acara dari dinas pemerintah. Selain itu sebagaian langsung terhadap Kesenian Jaranan Senterewe yang besar dari genersai muda saat ini lebih menyukai ada di Kediri Jawa Timur dan wawancara kepada Jaranan Senterewe yang dikolaborasikan dengan beberapa narasumber yang memiliki hubungan atau dangdut dan campursari, sehingga perlahan-lahan keterkaitan dengan Kesenian Jaranan Senterewe. Jaranan Senterewe yang tulen mulai dilupakan oleh generasi muda. Di sisi lain kesenian Jaranan Metode analisis data yang digunakan dalam Senterewe yang dipadukan dengan dangdut dan perancangan ini adalah metode analisis kualitatif, campursari lebih populer di kalangan anak muda yaitu berdasarkan hasil pengumpulan data dan sementara Jaranan Senterewe yang tulen lebih populer informasi baik literatur maupun pengambilan data di kalangan generasi yang lebih tua. secara langsung di lapangan, dan menggambarkan fakta-fakta. Sehingga menghasilkan data deskriptif Karena saat ini sangat jarang sekali generasi muda mengenai objek yang diteliti, mengenai Jaranan yang menyaksikan atau bahkan tahu tentang Jaranan Senterewe, sejarah hingga perkembangannya hingga Senterewe yang masih memegang pakemnya dan saat ini serta peranan masyarakat muda dalam atraksi pecutnya, sehingga Jaranan Senterewe yang pelestarian kesenian ini. Analisa data ini bertujuan tulen mulai terlupa dan mulai tergeser dengan Jaranan untuk menyederhanakan data sehingga mudah untuk yang bercampur dengan “samroh” atau dangdut- ditafsirkan. campursari. Oleh karena itu Kesenian Jaranan Senterewe yang masih tulen ini harus diapresiasi agar Dari data-data yang diperoleh kemudian dianalisa pertunjukan kesenian ini tidak hilang dan dilupakan, kembali untuk mendapatkan kesimpulan mengenai isi terutama oleh generasi muda Kediri, selain untuk pesan, penataan gaya desain, tema fotografi yang tidak hanya masyarakat Kediri khususnya namun juga efektik untuk dapat menampilkan visual buku masyarakat yang berada diluar Kediri. Salah satu apresiasi kesenian tersebut. Data-data tersebut caranya adalah dengan membuat buku apresiasi yang dianalisi dengan pendekatan 5W 1H. tidak hanya memberikan informasi tentang sejarah perkembangan kesenian Jaranan Senterewe hingga Tinjauan Seni Tari dan Pertunjukan saat ini namun juga memberikan informasi tentang bagaimana kesenian Jaranan Senterewe yang tulen Seni pertunjukan merupakan sebuah bentuk ungkapan sehingga dapat diapresiasi oleh masyarakat khususnya budaya, wahana untuk menyampaikan nilai-nilai oleh generasi muda. budaya dan perwujudan norma-norma estetik-artistik yang berkembang sesuai dengan zaman. Proses Rumusan Masalah akulturasi berperan besar dalam melahirkan perubahan dan transformasi dalam banyak bentuk Bagaimana mengapresiasi kembali Jaranan tanggapan budaya, termasuk juga seni pertunjukan Senterewe yang tulen kepada generasi muda dan (Sedyawati 1). Sementara itu menurut M. Jazuli bagaimana merancang buku tentang Kesenian (Soeryobrongto 12-34) mengemukakan bahwa tari Jaranan Senterewe sebagai apresiasi kepada adalah gerak-gerak anggota tubuh yang selaras generasi muda usia 18-30 tahun. dengan bunyi musik (dalam Jazuli 8). Irama musik sebagai pengiring dapat digunakan untuk Metode Penelitian mengungkapkan maksud dan tujuan yang ingin disampaikan pencipta tari melalui penari. Hawkins Untuk mendapatkan informasi mengenai Kesenian menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia Jaranan Senterewe, informasi diperoleh dari konsep yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui pengumpulan data primer dan data sekunder. Data media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang primer diperoleh melalui proses observasi dan simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta (Hawkins wawancara dengan narasumber yang telah ditentukan 2). Sebuah pertunjukan mungkin mengandung 1) musik yang dibutuhkan oleh konteksnya, memiliki nilai seni saja, 2) tari dengan musik sebagai pengiring atau yang tinggi dan tumbuh berkembang di kalangan sebagai “mitra berdialog”, 3) pertunjukan drama . Contoh dari tari tradisional klasik adalah dengan iringan musik, 4) pertunjukan drama dengan tari Ketawang dari Jawa Tengah. Sementara tari diiringi musik, 5) pertunjukan drama yang diiringi pada tari tradisional folklasik, pola gerakan ditentukan musik yang dipimpimn oleh dalang yang dari konteks tarian tersebut, sehingga biasanya tari menggunakan untuk mewakili tokoh-tokoh, rakyat memiliki tema tertentu, gerak yang diciptakan atau 6) drama seperti model Eropa terbatas sekedar cukup untuk memberikan aksen pada (Sedyawati 2) peristiwa adat yang khas dari masyarakat tersebut dan terbatas pada wilayah adat tertentu, selain itu jenis Perkembangan Seni Tari dan tarian ini berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk Pertunjukan di Indonesia rakyat sehingga bersifat sosial dan memiliki nilai seni yang sedang. Contoh tarian tradisional folklasik adalah tari Tayub dari Jawa Tengah. Tari Kreasi Sebelum kesadaran nasional terbentuk, setiap suku adalah tari yang memiliki ciri gerak yang tidak lagi bangsa sudah memiliki seperangkat konsep mengikuti pola yang tetap. Tarian ini berasal dari tari pandangan tentang dunia, konsep etika, serta selera tradisional yang sudah dikembangkan. Tari kreasi dan pilihan. Perbedaan antar suku bangsa sangat jelas dapat dibagi menjadi dua macam, yakni tari modern dan sering kali tampak saling bertentangan. Contoh dan tari kontemporer. Tari modern memiliki pola perbedaan tersebut dalam seni pertunjukan adalah gerak yang lebih bebas namun masih memperhatikan misalnya tari Jawa yang lemah gemulai dan mengalir keindahan, gerak yang digunakan masih memberi dengan tari yang dinamis dengan irama yang penekanan pada gerak yang tumbuh dari gerak tari “menghentak” dan “terputus-putus”; ataupun tradisional dan tetap berada dalam kerangka tradisi perbedaan mendasar letak kaki dan cara melangkah tari suatu suku bangsa. Sementara tari kontemporer, antara tari Jawa-Bali, Sumatera Barat, Dayak- pola gerakannya lebih bebas dan tidak lagi Kalimantan, dan daerah oantai melayu. berdasarkan pada gerak tari tradisional dan biasanya Perkembangan musik di Indonesia berjalan sejajar tata tari pada tari kontemporer diciptakan sesuai dengan perkembangan seni sastra dan seni rupa, yang suasana hati saat itu. didasarkan atar gaya Barat. Jenis musik baru yang menggunakan tangga nada diatonik musik Barat muncul dan berkembang pesat menjadi beberapa Selain kedua jenis tari diatas, seni tari dapat aliran musik yang diterima sebagai musik Indonesia. dibedakan berdasarkan fungsi dan bentuk Beberapa jenis aliran musik diatonik tersebut adalah penyajiannya. Berdasaarkan fungsinya, seni tari dapat keroncong, lagu kebangsaan dan lagu-lagu dibedakan menjadi tiga, yakni tari upacara, tari perjuangan, seriosa, langgam, dangdut, pop, dan lagu pergaulan atau hiburan dan tari pertunjukan. Tari anak-anak. Jenis atau aliran tersebut dianggap sebagai upacara sendiri dapat dibedakan menjadi tiga yakni musik Indonesia secara nasional (Sedyawati 4). upacara keagamaan (tari Sang Hyang, Gabor, Wayang Uwong dan yang berasal dari Bali), upacara Kebijakan Indonesia di bidang budaya mengutamakan kebesaran keistanaan atau Keraton (tari Bedoyo pembentukan budaya nasional, sambil secara terus- Semang dari Yogyakarta, tari dari Jawa Timur menerus menekankan kebutuhn pelestarian warisan dan Gendhing Sriwijaya dari Palembang), dan budaya, baik yang kasat mata maupun yang tidak. upacara penting dalam kehidupan manusia seperti Seni tari, misalnya, memberi sebuah keadaan ideal: upacara panen yang dirayakan dengan tari Pakarena penciptaan berkembang subur di dalam tradisi; tradisi dari Sulawesi Selatan, tari dari Subang lama dihormati, tetapi penciptaan di dalam tradisi untuk merayakan upacara khitanan dan tari Lawung selalu dihormati. dari Yogyakarta untuk merayakan upacara pernikahan. Beberapa contoh tari pergaulan atau Bentuk dan Jenis Seni Tari dan hiburan yakni tari Bumbung dari Bai dan tari Rantak Pertunjukan Kudo dari Sumatra. Sementara itu tari pertunjukan sengaja dibuat untuk dipertontonkan namun, beberapa Berdasarkan jenisnya, seni tari dan pertunjukan dapat dari tari pertunjukan ada juga yang semula berfungsi dibedakan menjadi dua yakni tari tradisional dan tari sebagai tari upacara atau hiburan kemudian berubah kreasi. Tari tradisional adalah tari yang berkembang menjadi tari pertunjukan. Beberapa contoh dari tari di daerah tertentu yang berpijak dan berpedoman pada pertunjukan ini adalah tari Pendet dari Bali, tari adaptasi kebiasaan turun-temurun dan dianut oleh Ngremo dari Jawa Timur dan tari Tayuban dari Jawa masyarakat pada daerah tersebut. Tari tradisional Barat. dapat dibedakan menjadi dua yaitu tari tradisional klasik dan tari tradisional folklasik (tari rakyat). Pada Sementara itu, berdasarkan bentuk penyajian tari tari tradisional klasik, pola gerakan sudah ditentukan, dapat dibagai empat macam. Yang pertama adalah tari gerak yang diciptakan melampaui kebutuhan minimal tunggal. Tari ini adalah jenis tari yang dimainkan oleh seorang penari. Contoh dari tari tunggal adalah tari menggunakan kuda yang jauh lebih kecil dengan Gatotkaca, tari Topeng Klana, dan tari Panji. Yang penari yang keseluruhannya wanita yang kedua adalah tari berpasangan. Tari berpasangan menggunakan aksesoris sampur atau selendang. adalah jenis tari yang dimainkan oleh dua orang Namun Jaranan Pegon sendiri memiliki pro-kontra, penari yang saling melengkapi satu sama lain. Contoh yakni karena dimainkan oleh wanita, maka terkesan tari yang dibawakan oleh sepasang penari adalah tari kurang agresif dan garang, maka muncullah Jaranan Damarwulan, tari Rara Mendut dan tari Perang Senterewe. Sugriwa-Subali. Yang ketiga adalah tari massal. Tarian ini adalah tarian yang dibawakan oleh lebih Pada Jaranan Senterewe ini lebih bersifat kerakyatan dari satu orang penari tanpa ada unsur saling dengan kostum yang mengikuti jaman serta penari melengkapi satu sama lain. Beberapa contoh tari yang keseluruhannya adalah pria, sementara gerakan massal yakni, tari Gambyong dari Surakarta, tari yang digunakan dipilih dan distilisasi agar lebih Golek dari Yogyakarta dan tari Mafia dari Irian Jaya. menarik, kuda bambu yang dipakai ukurannya juga Dan yang keempat adalah drama tari. Drama tari lebih proporsional, sementara aksesoris yang dipakai biasanya dibawakan oleh beberapa orang penari yang adalah sampur dan pecut dan penari tidak lagi disajikan kedalam bentuk cerita yang terbagi atas memakai kacamata. babak-babak atau adegan-adegan. Beberapa contoh drama tari yaitu dari Jawa Tengah, Kesenian Jaranan biasanya ditampilkan atau Wayang Topeng dari Cirebon dan serta “ditanggap” bila ada perayaan besar seperti Sasi Suro, Makyong dari Sumatra. ulang tahun Kota atau Kabupaten, acara bersih desa dan syukuran. Ada beberapa hal yang mampu menambah nilai dari suatu tarian atau pertunjukan misalnya, alat musik, Alur Cerita dalam Kesenian Jaranan tata panggung, lighting, properti atau alat yang Senterewe dipakai saat pentas, area tempat diadakannya pertunjukan, serta bahasa verbal yang dipakai. Keseluruhan hal tersebut tidak dapat berdiri sendir- Alur cerita dari kesenian Jaranan Senterewe ini secara sendiri namun saling melengkapi satu sama lain keseluruhan terdapat empat babak. Babak yang sehingga menambah nilai pada seni tari atau pertama adalah empat penari jaranan yang pertunjukuan yang dipentaskan. menggambarkan prajurit Keraton yang sedang latihan perang di halam Keraton. Latihan perang ini bertujuan bila sewaktu-waktu menghadapi perang atau permasalahan. Babak yang kedua adalah enam penari Tinjauan Kesenian Jaranan Senterewe jaranan. Di babak yang kedua ini masih menggambarkan keadaan prajurit yang sedang latihan Kesenian Jaranan Senterewe Kediri Jawa Timur ini di halaman Keraton, namun di tengah-tengah latihan adalah sebuah pertunjukan yang menceritakan dan pada babak ini masuklah Penthulan yang merupakan memvisualisasikan tentang kisah diboyongnya Dewi penggambaran Kalan Sewandana selaku pemimpin Songgo Langit oleh Klana Sewandono dari Kediri pasukan. Pada akhir babak kedua ini digambarkan menuju Wengker Bantar Angin. Prosesi boyongan prajurit yang dipimpin Penthulan berangkat menuju tersebut harus diiringi oleh pasukan kuda-kuda Wengker Bantar Angin. melewati bawah tanah yang diiringi oleh alat musik yang terbuat dari bambu dan besi. Pada jaman Pada babak yang ketiga menggambarkan keadaan sekarang besi ini menjadi kenong, sementara bambu rombongan prajurit yang memboyong Dewi Songgo menjadi terompet, sementara iringan pasukan kuda- Langit yang berada di dalam hutan. Ketika di dalam kuda digambarkan dengan Jaranan yang terbuat dari hutan, rombongan menemui hewan Celengan. Saat bambu. bertemu dengan Celengan ini, kuda yang ditunggangi oleh prajurit ketakutan sehingga mengakibatkan kuda Kesenian Jaranan ini terdiri dari beberapa macam atau tersebut “jingkrak-jingkrak”. Pada babak ini terdapat jenis, misalnya Jaranan Senterewe, Jaranan Pegon, perang antara prajurit melawan Celengan. Pada babak Jaranan Dor, dan Jaranan Jowo. yang keempat rombongan prajurit masih berada di dalam hutan. Pada babak ini mereka bertemu dengan Pada perkembangannya Jaranan Jawa dimainkan oleh Barongan yang menggambarkan hewan singa di pria yang telah menginjak usia paruh baya dengan hutan. Barongan ini adalah percampuran dari menggunakan kacamata dan kepala berbentuk beberapa hewan yang menggambarkan di hutan panji sementara itu kuda yang dipakai memiliki terdapat banyak hewan ganas dan galak. Pada babak proporsi kepala yang lebih besar serta terbuat dari ke empat ini biasanya terdapat 2 barongan yang kepang bambu dan pedang yang digunakan untuk melawan 6 jaranan. menghela terbuat dari kayu (penggunaan pedang kayu ini digunakan untuk kepentingan pertunjukan saja). Hingga akhirnya muncul Jaranan Pegon yang Media Pendukung dalam Kesenian komunikatif serta dapat mendorong target sasaran Jaranan Senterewe untuk memiliki buku tersebut.

Dalam pertunjukan kesenian Jaranan Senterewe Strategi Kreatif terdapat beberapa hal yang mendukung dalam terlaksananya pertunjukan kesenian ini, misalnya Strategi kreatif memiliki peran yang penting dalam seperti sajen, lagu yang digunakan, alat musik, dan perancangan sebuah buku, sehingga melalui strategi kostum penari. Sesajen yang digunakan dalam tersebut akan diperoleh hasil yang maksimal dan tepat pertunjukan jaranan ini terdiri dari beberapa hal dalam penyampaian komunikasi. Buku Apresiasi seperti buah-buah yang terdiri dari buah pisang dan Kesenian Jaranan Senterewe ini menggunakan bahasa kelapa, bunga kanthil, kemenyan, ayam bakar, dan Indonesia, karena sasaran dari perancangan ini adalah beberapa hal lainnya. Kemenyan atau sajen ini masyarakat Indonesia. Dengan penggunaan bahasa digunakan sebagi media untuk “permisi” pada alam Indonesia, target akan lebih mudah mengerti dan serta untuk meminta keselamatan pada yang Diatas, memahami pesan yang ingin disampaikan melalui sehingga pertunjukan jaranan ini berjalan lancar dari buku tersebut. Layout yang digunakan pada buku awal hingga akhir, tidak ada hal-hal yang tersebut adalah minimalis, yang sebagian besar mengganggu jalannya pertunjukan ini baik yang kasat menampilkan whitespace, hal ini digunakan agar mata maupun yang tidak kasat mata. pesan yang akan ditampilkan lebih menonjol. Sementara itu visualisasi isi buku menggunakan Kostum yang dipakai oleh penari jaranan ini biasanya fotografi agar informasi dalam bahasa gambar dapat terdiri dari Pudeng atau ikat kepala yang biasanya dipahami. Selain itu isi buku dibuat seimbang antara terbuat dari kain yang berwarna hitam, Pilis atau bahasa verbal dan visual, sehingga pembaca merasa hiasan kepala, Sumping sebagai hiasan di telinga, nyaman ketika menikmati buku tersebut. Kace-kace hiasan yang terletak di dada, stagen, Sabuk Bara Sampir, Cakepan yang dipakai di pergelangan Judul Rancangan tangan, Jarik Parang , Sampur atau selendang dan Klinthing yang dipakai di pergelangan kaki. Judul dari perancangan buku ini adalah “Cemethi Sementara itu pakaian yang digunakan oleh penari ini Senterewe”. Kata “Cemethi” digunakan karena kata yaitu sebuah atasan yang warnanya tergantung pada itu sendiri berarti pecut atau cambuk yang menjadi sanggar yang menarikan tarian ini (sehingga ciri khas dari Jaranan Senterewe. Sementara kata terkadang tidak jarang ditemui setiap sanggar “Senterewe” mewakilkan kesenian itu sendiri dan memiliki warna pakaian yang berbeda satu sama lain) pembahasan menyeluruh mengenai kesenian tersebut. dan sebuah celana berwarna hitam. Selain itu pemain atau penari jaranan tidak mengenakan alas kaki. Desain Akhir Buku Apresiasi

Alat musik yang dipakai dalam pertunjukan Jaranan Senterewe meliputi kenong, bonang, , , terompet, angklung dan . Sementara itu lagu atau musik yang biasanya yang digunakan adalah musik pegon, jawa, kembang jeruk, panoragan atau sampak dan srepeg. Ada beberapa perbedaan yang mencolok pada tiap jenis musik yang dipakai, misalnya pada musik sampak, alat musik gong berdasarkan singgetan kendang sementara singgetan kendang itu sendi berdasarkan dari penari atau pemain.selain itu tiap musik yang digunakan memiliki tempo yang berbeda-beda, misalnya srepeg dan jawa memiliki tempo pelan, kembang jeruk memiliki tempo sedang dan sampak memiliki tempo yang cepat. Selain itu alat musik angklung hanya dipakai pada musik jawa saja.

Konsep Kreatif

Perancangan buku yang efektif dan informatif yang bertujuan untuk meningkatkan awareness serta mengajak target sasaran agar tahu, mengenali dan mengapresiasi hal-hal yang berkaitan dengan Kesenian Jaranan Senterewe yang dikemas secara

Gambar 1. Buku Apresiasi Kesenian Jaranan Senterewe Kediri Jawa Timur, Cemethi Senterewe

Gambar 2. Cover depan dan belakang buku Cemethi Senterewe

Isi dari buku Cemethi Senterewe ini adalah 102 halaman. Layout style di setiap halaman hamper mirip, namun dengan penataan yang berbeda-beda menyesuaikan dengan konteks yang akan Gambar 4. Halaman 6-11 disampaikan. Berikut ini adalah contoh dari layout buku Cemethi Senterewe

Gambar 3. Halaman 1-5 Gambar 5. Halaman 12-17

Gambar 6. 18-23 Gambar 8. Halaman 30-35

Gambar 9. Halaman 36-41

Gambar 7. Halaman 24-29

Media Pendukung

Media pendukung dalam rancangan buku Cemethi Senterewe ini berupa pembatas buku, kartu pos, tote bag, website, x-banner, poster konsep, dan katalog promosi.

Gambar 21. Pembatas buku

Gambar 20. Halaman cover, hak cipta, daftar isi dan profil penulis

Gambar 22. Katalog Promosi, tampak depan dan belakang

Gambar 23. Mock-up Katalog

Gambar 25. Tote Bag

Gambar 24. Kartu Pos Gambar 26. X-Banner

Gambar 28. Website Cemethi Senterewe (halaman Shop dan Customer)

Gambar 29. Poster Konsep Gambar 27. Website Cemethi Senterewe (halaman Home, About, Pictures, Video, Contact)

Ucapan Terimakasih Kesimpulan Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena Kesenian Jaranan Senterewe adalah salah satu atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga Laporan Tugas warisan budaya Indonesia yang berasal dari tanah Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar Jawa. Namun karena perkembangan Jaranan yang yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh dituntut untuk selalu mengikuti permintaan penonton gelar Sarjana Seni Jurusan Desain Komunikasi Visual atau pe”nanggap” Jaranan itu sendiri, maka lama pada Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen kelamaan Kesenian Jaranan Senterewe yang tulen Petra Surabaya. mulai dilupakan oleh masyarakat, apalagi oleh generasi yang lebih muda. Penyusun menyadari terwujudnya Tugas Akhir ini adalah berkat bantuan dari beberapa pihak, baik dari Perancangan ini dilakukan untuk mengenalkan serta pengarahan maupun dalam melengkapi materi yang mengingatkan masyarakat terutama generasi muda diperlukan dalam menyusun Laporan Tugas Akhir ini. dengan rentang usia 18-30 tahun. Melalui buku yang Pada kesempatan ini pula penyusun juga berisi sejarah, pertunjukan Kesenian Jaranan mengucapkan banyak terima kasih kepada : Senterewe, serta pengenalan terhadap kostum, properti serta musik yang digunakan pada saat 1. Bapak Gatot Djuwito, koreografer pertunjukan. Dengan media tersebut yang sekaligus composer senit tari tradisional menggunakan teknik fotografi sebagai media visual dan kontemporer yang telah banyak serta teks yang memberikan informasi yang lebih memberikan informasi sumber-sumber terperinci sehingga nilai-nilai kesenian tersebut dapat yang dapat diteliti. terekam dan mampu bercerita melalui buku ini. Selain 2. Pak Joko, Pemimpin Sanggar Tari Joko itu diperlukan media-media pendukung lain seperti Mbalelo sekaligus sumber yang poster, kartu pos, pembatas buku dan website sebagai memberikan informasi mengenai Jaranan media tempat buku ini di promosikan dan dijual. Senterewe. 3. Bapak Aristarchus P. K, B.A.,M.A Salah satu temuan yang ditemukan pada saat selaku dosen pembimbing I yang telah pembuatan perancangan ini adalah tingkat minat banyak meluangkan banyak waktu, antusias masyarakat terutama generasi muda terhadap tenaga, dan pikiran dalam memberikan Jaranan Senterewe yang tulen ini terbilang cukup bimbingan Tugas Akhir, sekaligus Ketua tinggi. Pada saat pengambilan gambar pada salah satu Program Studi Desain Komunikasi Visual acara syukuran yang menggunakan Jaranan Senterewe Universitas Kristen Surabaya. tulen sebagai pengisi acara, tampak banyak 4. Bapak Alvin Raditya, S. Sn. selaku dosen masyarakat umum ataupun pengendara yang lewat di pembimbing II yang telah banyak sekitar area pertunjukan yang berhenti atau sekedar meluangkan banyak waktu, tenaga dan melihat sejenak Kesenian Jaranan Senterewe tulen ini. pikiran dalam memberikan bimbingan dalam Tugas Akhir. Saran 5. Bapak Andrian Dektisa H., S.Sn., M.Si selaku Ketua penguji. Di masa mendatang, walaupun Jaranan Senterewe 6. Ibu Ani Wijayanti Suhartono., S.Sn., M. yang tulen masih tetap eksis dan tetap di “tanggap” Med. Kom, selaku penguji kedua. sebagai hiburan utama pada saat-saat tertentu, namun 7. Teman-teman yang saling mendukung dan tidak dapat dipungkiri bahwa Jaranan Senterewe yang memberi masukan. kontemporer (yang telah dipadukan dengan kesenian 8. Orang tua tercinta yang telah memberikan Samroh) menjadi bagian dari Kesenian Jaranan dukungan baik dalam material maupun Senterewe dan menjadi bagian dari budaya moril dari awal hingga dalat masyarakat. Maka saran bagi yang akan membuat terselesaikannya laporan ini. perancangan di masa mendatang yang berkaitan 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan mengenai Kesenian Jaranan Senterewe sebaiknya satu per satu yang juga telah banyak dapat membuat media kampanye mengenai Kesenian membantu sehingga Tugas Akhir ini dapat Jaranan Senterewe yang kontemporer sebagai salah terselesaikan dengan baik. satu objek pariwisata kebudayaan Kediri Jawa Timur, dengan tujuan untuk lebih mengenalkan dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga serta melestarikan kebudayaan dan atau kesenian daerah.

Daftar Pustaka

Djuwito, Gatot. Wawancara telepon. 12 Februari 2015.

Hawkins, Erick. The Body is a Clear Place and Other Statements on Dance. Princeton: Princeton Book Company Dance Horizons. 1992

Jazuli, Muhammad. Telaah Teoretis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang Press. 1994

Laporan Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Jawa Timur. Ensiklopedi Seni Musik dan Seni Tari Daerah. Surabaya: Dinas P dan K Daerah Tingkat I Jatim. 1997.

Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Ensiklopedi Tari Indonesia Seri F-J. : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1985

Sedyawati, Edy. Seni Pertunjukan. Jakarta: Buku Antar Bangsa. 2002