STUDI AKTIFITAS IMMUNOSTIMULAN DAUN BUASBUAS ( pubescens. Blumue) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

DISERTASI

Oleh

MARTINA RESTUATI 108109002/BIO

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

Universitas Sumatera Utara

HASIL PENELITIAN

STUDI AKTIFITASIMMUNOSTIMULANDAUN BUASBUAS (Premna pubescens. Blumue) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

Oleh

MARTINA RESTUATI 108109002/BIO

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

Universitas Sumatera Utara

HASIL PENELITIAN

STUDI AKTIFITAS IMMUNOSTIMULAN DAUN BUASBUAS (Premna pubescens. Blumue) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

Oleh

MARTINA RESTUATI 108109002/BIO

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN ORISINALITAS

STUDIAKTIFITAS IMMUNOSTIMULAN DAUN BUASBUAS (Premna pubescens. Blumue) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

DISERTASI

Dengan inisayanyatakanbahwasayamengakuisemuakaryadisertasiiniadalahhasilkaryasendiri, kecualikutipandanringkasan yang tiapsatunyatelahdijelaskansumbernyadenganbenar.

Medan, September 2015

MartinaRestuatiNIM.108109002/BI O

Universitas Sumatera Utara

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

SebagaisivitasakademisUniversitas Sumatera Utara, saya yang bertandatangandibawahini: Nama : Martina Restuati NIM : 108109002 Program Studi : IlmuBiologi JenisKaryaIlmiah : Disertasi

Demi pengembanganilmupengetahuan, menyetujuiuntukpemberiankepadaUniversitas Sumatera Utara HakBebas Non-ekskusif( Non-Exclusive Royalty Free Right) atasdisertasisaya yang berjudul:

STUDIAKTIFITAS IMMUNOSTIMULAN DAUN BUASBUAS (Premna pubescens. Blumue) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

Besertaperangkat yang ada(jikadiperlukan). Denganhakbebas royalty ini, Universitas Sumatera Utara menyimpan, mengalih media, mengeloladalambentukdata base, merawatdanmempublikasikandisertasisayatanpamemintaizindarisayaselamatetapmencantumkann amasayasebagaipemegangdanatausebagaipemilikhakcipta.

Demikianpernyataaninidibuatdengansebenarnya Medan, September2015

Martina Restuati NIM. 108109002/ BIO

Universitas Sumatera Utara

Telahdiujipada Tanggal :…………………………………. ------

PANITIA PENGUJI DISERTASI Ketua : Prof. Dr. SyafruddinIlyas, M.Biomed. Anggota : 1. Dr. SalomoHutahaean, M.Si 2. Prof. Dr. Herbert Sipahutar, MS. MSc. 3. Dr. PandapotanNasution, MSc. 4. Prof. Drs. Erman Munir , MSc, Ph.D

Universitas Sumatera Utara Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis haturkan keharibaan Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat dan karunia Nya sehingga Disertasi yang berjudul Studi Aktifitas Immunostimulan Daun Buasbuas (Premna pubescens. Blumue) Pada Tikus Putih (Rattus novegicus)dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih serta penghargaan yang setinggi tingginya atas bantuan moril maupun materil kepada : 1. Rektor Universitas Sumatera Utara , Prof. Subhilhar,Ph.D yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program S3 Ilmu Biologi, Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. 2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman,MSc yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada saya untuk menjadi peserta Program S3 Ilmu Biologi Angkatan 2010. 3. Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Biologi Prof. Dr. Syafrufruddin Ilyas , M.Biomed dan Dr. Suci Rahayu, MSi, serta staf pegawai Pascasarjana yang telah memberikan bantuan kepada saya untuk menyelesaikan perkuliahan dan disertasi ini pada Program Studi Ilmu Biologi. 4. Promotor saya Prof. Dr. Syaffruddin Ilyas, M. Biomed, Co-Promotor Dr. Salomo Hutahaean, Msi dan Prof. Dr. Herbert Sipahutar, M.S., M.Sc yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan disertasi ini. 5. Tim Penguji saya Dr. Pandapotan Nasution,MSc dan Prof. Drs. Erman Munir,MSc,Ph.D yang telah bersedia memberikan penilaian serta saran saran membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan disertasi ini. 6. Rektor Universitas Negeri Medan , Prof. Dr. SyawalGultom,M.Pd yang telah memberikan izin untuk mengikuti Program Studi S3 Ilmu Biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. 7. Dekan Fakultas MIPA Unimed, Prof. Motlan, MSc, Ph.D yang memberikan izin dan motivasi kepada saya untuk mengikuti Program Studi S3 Ilmu Biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. 8. KetuaLembagaPenelitian(Lemlit) UniversitasNegeri Medan, Prof. ManiharSitumorang, MSc,Ph.Ddanstafnya yang telahmemotivasidanmembantusayadalampenyelesaiandisertasiini.

Universitas Sumatera Utara 9. Ketua Jurusan Biologi FMIPA Unimed beserta staf pengajar lainnya yang telah memberi semangat kepada saya dalam menyelesaikan penulisan disertasi ini. 10. Koordinator Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dalam analisis Apigenin Daun Buas Buas. 11. Kepala Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara beserta stafnya yang telah membantu dalam analisis titer antibodi, Imunnoglobulin (IgG dan IGM) dan lisozim. 12. Kepala Laboratorium Bakteriologi dan stafnya yang telah membantu dalam penyediaan antigen Sheep Red Blood Cell (SRBC). 13. Kepala Laboratorium Anatomi dan Patologi Fakultas Kedokteran USU yang telah membantu dalam pembuatan preparat histologi dalam penelitian ini.. 14. Kepala Poliklinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam analisis data hematologi dalam penelitian ini 15. LaboratoriumFarmakognosiFakultasFarmasiUniversitas Sumatera Utara yang telahmembantudalampenyediaanekstraketanolDaunBuasbuas. 16. StafPengajardanPegawai Program PascasarjanaIlmuBiologiUniversitas Sumatera Utara yang telahmembantudalammenyelesaikandisertasiini. 17. TemantemanProgram StudiIlmuBiologi S2 dan S3 MelvaSilitongadanAshar yang selalubersamasalingmemotivasisertatemanlainnya yang tidakdapatsayasebutkansatupersatu. 18. DP2M yang telahmemberikanbantuandanaHibah Program Doktorhinggadisertasiinidapatterselesaikan.

Ucapanterimakasihtakterhinggaberiringdoasayapersembahkankepadaalmarhumpapatersay ang Drs. H. Usman Hamid yang semasahidupnyasangatmenyayangidanslalumemberidoronganuntukterusmenuntutilmudan ibundaHj. Maria HanumHarahap yang slalusabardanterusberdoauntukkesuksesananakanaknya. Terimakasih yang tulusbuatanandatersayangWahyuHafizi yang telahmemberibanyakberkorban, memberidukungandansemangatsertadoahinggapenulisandisertasiiniterselesaikan. Terimakasihbuatadikadiktersayang, Dra.Syafrianti, Drs. ZulfanHeri, MPddanDra. Dali Zulfira yang selalumemberidukungandansemangatdalammenyelesaikandisertasiini.Terimakasihkhusus untukananda, adikdansahabatterbaikRasyidahS.Pd, MPd, Nanda PratiwiSPd, MPd,

Universitas Sumatera Utara EndangSulistyariniGultomS.Apt,MSidan Dr. IsdaPramuniati,M.Hum yang sangatmendukungdalampenyelesaiandisertasiini. Ucapanterimakasihkepadasemuapihak yang tidakdapatsayasebutkansatupersatu yang telahmembantubaiklangsungmaupuntidaklangsung, semogabudibaiksemuapihakdibalasberlipatgandaoleh Allah Tuhan Yang MahaPengasih. Penulismenyadaribahwadisertasiinimasihjauhdarisempurna, olehkarenaitupenulismengharapkankritikdan saran yang membangundarisemuapihak, Semogadiisertasiinibermanfaatdan member sumbanganberhargauntukpengembanganpengethuan ,kesehatandanteknologi . Terimakasih,

Medan September 2015

HormatPenulis

Martina Restuati. MSi Nim: 108109003/BIO

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulisdilahirkan di Medan Sumatera Utara padatanggal 21 Maret 1963, merupakananaksulungdariempatbersaudaradari ayah bernama Drs. H. Usman Hamid danIbuHj Maria HanumHarahap. PenulismenjalanipendidikanSekolahDasar di SD Negeri 20 Medan tamattahun 1973.Penukismelanjutkasekolahke SMP Negeri 3 Medan tamattahun 1979.Dan melanjutkanke SMA Negri 8 danmenamatkan tahun1982.PenulismelanjutkanpendidikankePerguruanTinggipadatahun 1982 di jurusanBiologiInstitutKeguruandanIlmuPendidikan (IKIP) Medan tamatpadatahun 1987danmendapatgelarsarana .. Padatahun 1990 penulismelanjutkanstudike Program Pascasarjana S2 jurusanGiziMasyarakatdanSumberdayaKeluargaInstitutPertanian Bogor dantamattahun 1994. Dan selanjutnyapenulismengikuti Program Doktor( S3) IlmuBiologipaadaFakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlamUniversitas Sumatera Utara. Penulisdiangkatmenjadi staff pengajar di FMIPA Unimedpadatahun 1988 jurusanBiologiFakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlamdansampaisekarang, PenulismenikahdenganalmarhumIrwandipadatahun 1989 danmemilikisatu orang anakbernamaWahyuHafizi.

Universitas Sumatera Utara STUDY IMMUNOSTIMULAN ACTIVITY OF BUASBUAS LEAVES (Premna pubescens. Blumue) ON WHITE RATS (Rattus norvegicus)

Abstract

Immunostimulant is a substance to increase the immune responsiveness. Premna pubescens.Blumue (buasbuas) has immunostimulant activity by the presence of Apigenin. Apigenin value on Premna pubescens.Blumue was 28.45mcg/ml.This research used 24 Wistar ratsdivided into 4 treatment groups which each A0 was control wich given normal food, A1 was given 250 mg Ethanol Ectract of Premna (EEP)/kg bw, A2 was given 250 mg EEP/kgbw + SRBC 1% and A3 given SRBC only.EEP was given orally for 30 days and SRBC was given on 8th and 15th day of treatment.Blood collection doneon 31th day of treatment. Imunostimulant activity done with measurement of hematology (hemoglobin, hematocrit, erythrocyte and platelet), sellular (leucocyte, lymphocyte, monocyte), humoral(antibody titer, IgM, IgG and Lisozim) and histology (kidney and spleen). For antibody titer and immunoglobulin M and G analyzed by hemaglutination and ELISA technique.Based ANOVA test, leucocyte, lymphocyte

and plateletswere have a significant effect. Leucocyte and antibody titer at A2significant increase 3 3 compare with A3(9.88±2.31>7.52±1.82 x10 /mm dan 7.17±0.75>6.67±1.51). IgG and IgM have the same result that A2was the highest (3.96±and 9.48±5.90 mg/ml). For Lysozyme measurement show that A2was the highest 0.04µg/ml.Antibody titer and IgM significantly increased compared to the control. For histological overview, centrum arteriole and centrum germinal at A2 is the highest value. The whole result that EEP have immunostimulant activity, because it enhance immune responses in leucocyte, lymphocyte, platelets, antibody and IgM.

Keywords: immunostimulant,activity,apigenin,Premna pubescens.Blumue, SRBC,hematology,selluler imunity,humoral immunity,histology

Universitas Sumatera Utara STUDI AKTIFITAS IMMUNOSTIMULAN DAUN BUASBUAS (Premnapubescens. Blumue) PADA TIKUS PUTIH ( Rattus norvegicus)

Abstrak Imunostimulan adalah agen kimia yang dapat meningkatkan respon imun tubuh. Premna pubescens.Blumue memiliki aktivitas sebagai imunostimulan karena adanya senyawa Apigenin. Nilai apigenin pada Premna pubescens.Blumue adalah 28.45mcg/ml. Dalam penelitian ini digunakan tikus putih jantan sebanyak 24 ekor dan dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu A0(Kontrol), A1 diberikan 250 mg EEP/kg bb. A2, diberi 250 mg EEP/ kg bb + 0.1 ml SRBC 1%, dan A3 hanya diberikan 0.1 ml SRBC 1%. Perlakuan diberikan setiap hari selama 30 hari dan SRBC diberikan pada hari ke 8 dan 15 perlakuan.Pengambilan sampel darah dilakukan pada hari ke-31.Aktivitas imunostimulan dilakukan dengan pengukuran terhadap hematologi, (hemoglobin, hematokrit, eritrosit dan trombosit), imunitas selular (leukosit, limfosit, monosit), imunitas humoral (titer antibody, IgM, IgG dan Lisozim) dan histologi (limpa dan ginjal). Pengukuran titer antibodi dan imunoglubulin M dan Gmenggunakan uji hemaglutinasi dan teknik ELISA.Berdasarkan uji ANOVA, leukosit, limfosit, dan trombosit meningkat signifikan. 3 3 Leukosit dan titer antibodi menunjukkan nilai A2> A3 (9.88±2.31>7.52±1.82 x10 /mm dan 7.17±0.75>6.67±1.51). Analisis kadar IgM dan IgG A2 memiliki kadar IgM dan IgG tertinggi (3.96±1.05 dan 9.48±5.90 ng/ml). Hasil pengukuran kadar lisozim diperoleh A2 memiliki kadar lisozim tertinggi 0.04μg/ml. Titer antibodi dan IgM menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan kontrol. Pada histologi limpa, diameter sentrum arteriol dan germinal pada A2 memiliki rata-rata nilai tertinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EEPmemiliki aktifitas imunostimulan karena dapat meningkatkan respon imun tubuh pada jumlah leukosit, limfosit, trombosit, titer antibodi dan IgM.

Katakunci : imunostimulan, aktifitas, apigenin, Premna pubescens.Blumue, SRBC hematologi, imunitas seluler,imunitas humoral histologi

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI Halaman

KATA PENGANTAR i ABSTRAK iv ABSTRACT v DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 1.2.Perumusan Masalah 5 1.3.Tujuan Penelitian 6 1.4.Manfaat Penelitian 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tumbuhan Buasbuas (Premna pubescens. Blumue) 8 2.1.1 Deskripsi dan Sistematika Buasbuas 8 2.1.2 Senyawa Bioaktif dalam Premna pubescens. Blumue(Buasbuas) 10 2.1.3 Apigenin dan Khasiatnya 12 2.2.Sistem Imunitas Tubuh 13 2.2.1 Imunostimulan 16 2.3. Antigen 18 2.4. Nilai Hematologi 20 2.4.1.Hematokrit 20 2.4.2.Eritrosit dan Hemoglobin 21 2.4.3.Makrofage 23 2.4.4. Trombosit 23 2.5.Imunitas Seluler 24 2.5.1. Leukosit 24 2.5.2. Hitung Jenis Leukosit 25 2.5.3. Monosit 25 2.5.4. Limfosit 26 2.6. Imunitas Humoral 30 2.6.1.Titer Antibodi dan Imunoglobulin 30 2.6.2. Imunoglobulin G 32 2.6.3. Imunoglobulin M 33 2.6.4. Lisozim 37 2.7. Gambaran Histologi 38 2.7.1. Ginjal 39 2.7.2. Limpa 40 2.8. Deskripsi dan Sistematika Tikus Putih 41 2.8.1. Anatomi dan Fisiologi 43 2.9. Kerangka Teoritis 43 2.9.1. Hipotesis 44

Universitas Sumatera Utara BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 45 3.2.Alat dan Bahan Penelitian 45 3.3. Prosedur Kerja 47 3.3.1. Pembuatan Ekstrak Etanol Premna pubescens. Blumue(EEP) 47 3.3.2. Penentuan Dosis EEP 47 3.3.3. Pembuatan Antigen Sheep Red Blood Cell (SRBC) 48 3.3.4. Preparasi Serum 49 3.4.Pelaksanaan Penelitian 49 3.5.Variabel Penelitian 49 3.5.1. Uji Pendahuluan 50 3.5.1.1. Uji Alkaloid 50 3.5.1.2. Uji Flavonoid 50 3.5.1.3. Uji Saponin 50 3.5.1.4. Uji Steroid 51 3.5.1.5. Uji Fenolik 51 3.5.2. Analisis Apigenin 51 3.5.3. Pengukuran Nilai Hematologi 52 3.5.4. Pengukuran Imunitas Seluler 52 3.5.5. Pengukuran Imunitas Humoral 53 3.5.5.1.Pengukuran Titer Antibodi 53 3.5.5.2. Pengukuran Kadar IgM dan IgG 54 3.5.5.3.Pengukuran Lisozim 56 3.5.6. Pengamatan Preparat Histoligi 56 3.6. Analisis Data 57

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 58 4.1.1. Identifikasi dan Determinasi Tumbuhan Buasbuas 58 4.1.2. Kandungan Metabolit Sekunder Premna pubescens. Blumue 59 4.1.3. Kadar Apigenin (Premna pubescens. Blumue) 59 4.1.4. Aktifitas ImunostimulanBerdasarkan Parameter Hematologi 60 4.1.5. Aktifitas Imunostimulan Berdasarkan Parameter Seluler 63 4.1.6. Aktifitas Imunostimulan Berdasarkan Parameter Humoral 65 4.1.7. Aktifitas Imunostimulan Berdasarkan Parameter Histologi 67 4.1.7.1.Histologi Ginjal 67 4.1.7.2.Histologi Limpa 68

4.2. Pembahasan 72 4.2.1. Keberadaan Apigenin dalam Ekstrak Etanol Premna pubescens.Blumue 72 4.2.2. Aktifitas Imunostimulan Berdasarkan Parameter Hematologi 73 4.2.3. Aktifitas ImunostimulanBerdasarkan Parameter Selluler 77 4.2.4. Aktifitas ImunostimulanBerdasarkan Parameter Humoral 79 4.2.5. Analisis Histologi Organ 84

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 87 5.2. Saran 87

DAFTAR PUSTAKA 88

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel 2.1 Senyawa Metabolit Sekunder Premna dan Bio Aktifitasnya 11 Berdasarkan Beberapa Literatur

2.2 Skema Sistem Imun Pada Manusia 15

3.1 Perlakuan Yang Diberikan Pada Tikus Putih 49

4.1 Hasil skrining fitokimia daun Premna pubescens. Blumue 59

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar 2.1 Daun Premna pubescens. Blumue (buasbuas) 9 2.2 Buah Premna pubescens. Blumue(buasbuas) 9 2.3 Skema Macam macam Sistem Pertahanan Tubuh 18 2.4 Pengaturan Makrofage di Dalam Eritropoiesis 22 2.5 Respon imun pada manusia 28 2.6 Aktifitas Limfosit Antigen dan Imunoglobulin 30 2.7 Struktur Immunoglobulin 31 2.8 Imunoglobulin G (IgG) 32 2.9 Struktur Immunoglobulin M (IgM) 33 2.10 Respon Imun Primer dan Sekunder 35 2.11 Mekanisme Imunomodulator 36 2.12 Tikus Putih (Rattus norvegicus) 43 3.1 Skema pembuatan EEP 47 4.1 Daun buasbuas (Premna pubescens. Blumue) 58 4.2 Kromatogram Apigenin 60 4.3 Kadar Hemoglobin rata-rata Tikus Putih 61 4.4 Persentase Hematokrit rata-rata Tikus Putih 61 4.5 Jumlah Eritrosit rata - rata Tikus Putih 62 4.6 Jumlah Trombosit rata - rataTikus Putih 62 4.7 Jumlah Leukosit rata rata Tikus putih 63 4.8 PersentaseLimfosit rata-rata Tikus Putih 64 4.9 Persentase Monosit rata-rata Tikus Putih 64 4.10 Titer Antibodi rata-rata Tikus Putih 65 4.11 Kadar Imunoglobulin M ( IgM) rata-rata Tikus Putih 66 4.12 Kadar Imunuglobulin G (IgG) rata-rata Tikus Putih 66 4.13 Kadar Lisozim rata-rata Tikus Putih 67 4.14 Gambaran Histologi Ginjai Tikus Putih 68 4.15 Berat Limpa rata-rata Tikus Putih 69 4.16 Diameter Sentrum Arteriol rata – rata Tikus Putih 69 4.17 Gambaran Histologi Organ Limpa Sentrum Arteriol Tikus Putih 70 4.18 Diameter Sentrum Germinal rata-rata Tikus Putih 71 4.19 Gambaran Histologi Limpa Sentrum Germinal Tikus Putih 71

Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman Lampiran A Hasil identifikasi/ Determinasi Tumbuhan Oleh LIPI L-1 B Surat Pernyataan Galur Tikus Putih L-2 C Surat Keterangan Melakukan Penelitian L-3 D Hasil Perhitungan Analisis Data L-4 E Foto Kegiatan L-5

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISTILAH

Istilah Halaman Aglutinasi 81 Agranulosit 23-24 Aklimatisasi 43 Alkaloid 1,53 Antibiotik 2,56 Antibodi 5,13,15,37,39,42,78,81 Antigen 38 Antiinflamasi Antikanker Antikoagulan Antioksidan Antipproliferasi Aparatusgolgi Apigenin 6, Apoprotein Apoptosis Antigenik Antitumor Aquabidest Arteria nodularis Arteriol pulpa Atropi Bakterisidal Bioaktif Karminatif Dehidrasi 53 Dekapitasi Dekomplementasi Deparaffinisasi Efektor 36,78 Eferen 39 Ekstrak 10, Embedding 53 Endotelial 12 Eosinofil 72 Eritroblas 21 Rritropoiesis 38 Eritrosit 6,42,75 Fagosit 20,77,81 Fagosom

Universitas Sumatera Utara Fenolik Fetus Fisiologi Flavonoid 5, Germinal Germinativum Glikoprotein Glikosida Globin Granulosit Hemaglutinasi Hematokrit Hematoksin Hematologi Hematopoietik Heme Hemoglobin Hepatoprotektif 2,11 Hipersensitif 22 Histamin 15,73 Histologi 4,6,34,42,67,71 Histopatologi 53,81,85 Humoral 1,24 Immun 1 Immunitas Immunoglobulin 3,4,42 Immunomodulator 16 Imunisasi 46 Imunnostimulan 4,5,7 Imunodefisiensi 37 Imunoglobulin 17,28 Imunologi 38,75 Imunostimulator 72 Imunosupresan 73 In vitro 62 In vivo. 22 Infeksi Inflamasi Injeksi Inkubasi Inkubator Insulin Interleukin Intermedier

Universitas Sumatera Utara Intersel Intraseluler Invasi Jalinan retikuler Kaempferol Kapiler terminal Karboksil Kardiotonic Kemotaksis 22,26 Kloroform 48 Kolaborasi 37 Kompartemen 34 Konsentris 38 Korteks 37,39 Kromatin 35,77,85 Kromatogram 56 Laktasi 39 Leukosit 3,6,42 Limfoblas 39 Limfoid 37,85 Limfonodus 37,39 Limforetikular 37 Limfosit 1,2,4,6,37,42 Lisosom 23,77 Lisozim 2,3,4,6,42,77 Lobulus 37 Lobus 37 Lumen tubulus proksimal 81 Luteolin 59 Makrofag 20,21,39,77 Malnutrisi 37 Mediastinum 37 Metabolit 1,1 Metabolit sekunder 48,53 Mikrofilamen 77 Mikroorganisme 13,15 Mikroplat 50 Mikrotom 53 Mikrotubulus 77 Monosit 16,23,42,77 Morfologis 80 Motil 23 Mucopeptida 34 Myricetin 1,12

Universitas Sumatera Utara N-acetylmuramylhidrolase 34 Nekrosis 67,85 Neoplasia kongesti 38 Neoplasma 37-39 Neuroblastoma 56 Neutrofil 26,72 Nodullus limpa 38 Oksidatif 1,11 Oksihemoglobin 20 Paraffin 53 Patogen 3,15 Periarterial 38 Petiole 9 Polimorfonuklear 21,26 Preservasi 13 Proliferasi 1,24,72,79,81,85 Prostaglandin 15 Pseudopodia 35,77 Pseudopodium 23 Pulpa merah 38 Pulpa putih. 38 Quercetin 1,12 Reseptor 18,8 Retikulum epitel 37 Rotary evaporator 43 Saponin 1,48 Sekresi 73 Sel epitel 37 Sel retikuler 38 Sentifuge 46 Sentrum arteriol 67,85 Serabut retikuler 38 Serologi 4 Serosis 85 Simplisia 43 Sitokin Sintetis. 1,42 Sinus 39 Sinus venous 38 Sitokin 24,78 Sitoplasma 85 Spuit 5,43 SRBC 43 Steroid 1,48

Universitas Sumatera Utara Stomatik 56 Stroma 38 Subkortikal 39 Suplementasi 1 Terpen 1 Titer antibodi 3,4 Titrasi 51 Toksik 81 Toksin 37 Toksisitas 81 Triterpenoid 53 Trombosit 6,26,42 Trypanosome 34 Ultrasonik 39 Vaccum tube 43 Vaksinasi 1 Virus 1 Zigomorfik. 9

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR SINGKATAN

ADCC (Antibodi Dependent Cell mediated Cytotoxicity 30 APC (Antigen Presenting Cell) 78 ATS (Anti Tetanus Serum) 15 Carboxy Methyl Cellulose (CMC) 46 Cell Mediated Immunity (CMI) 78

CCL4 1 EkstrakEtanolPremnapubescens (EEP) 46 Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) 51 High Performance Liquid Chromatography (HPLC) 43 IgG 6 IgG serum 1 IgM 6 Least Significant Difference (LSD) 60 Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) 50 NK (Natural Killer) 78 Phosphate Buffered Saline (PBS) 46

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga dan tak ternilai dalam kehidupan manusia, sehingga perlu dijaga dan diperhatikan. Tingginya harga obat sintetis dan dampak yang ditimbulkan obat sintetis mendorong masyarakat mencari alternatif pengobatan yang aman dan relatif tidak mahal. Pemanfaatan obat tradisional dalam pengobatan pada manusia sudah menjadi budaya masyarakat karena terbukti dapat menyembuhkan penyakit. Penyakit berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh, oleh sebab itu sistem kekebalan tubuh yang baik sangat diperlukan untuk menangkal serangan berbagai penyakit. Tumbuhan yang berpotensi untuk dijadikan obat di Indonesia sangat berlimpah namun belum banyak dimanfaatkanmerupakan aset Indonesia yang perlu dikembangkan. Potensi yang dimiliki Indonesia ini belum semua tereksplorasi maupun terdokumentasi dengan baik untuk digunakan dalam pengembangan obat bagi manusia, oleh sebab itu obat tradisional dari tumbuhan Indonesia masih perlu digali, diteliti, dikembangkan, dan diinventarisasi. Perlu dilakukan penelitian tentang tumbuhan yang berpotensi sebagai obat dan pengetahuan tentang bahan aktif yang terdapat pada tumbuhan serta fungsi dan prosesnya didalam tubuh..Selain mudah diperoleh, obat tradisional yang berasal dari tumbuhan umumnya tidak memiliki efek sampingdan harganya relatif lebih murah dibandingkan obat-obatan sintetis. Penyakit yang disebabkan serangan bakteri, virus atau antigen spesifik lainnya saat ini semakin beragam dan semakin banyak diderita oleh manusia. Penyakit ini mudah menyerang manusia bila daya tahan tubuh melemah, dan selama ini upaya untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh dapat dilakukan dengan vaksinasi, suplementasi atau konsumsi obat-obatan khususnya dari bahan alami. Berbagai bukti telah menunjukkan bahwa sebagian besar tanaman efektif dalam meningkatkan sistem imun pada manusia (Lee et al, 2010). Banyak tumbuhan yang sudah diteliti berpotensi sebagai imunostimulan, diantaranya kemenyan atau Azdirachta indica yang menunjukkan aktivitas imunostimulan

Universitas Sumatera Utara padamencit yang ditandai dengan meningkatnya proliferasi limfosit T di kelenjar timus (Savadiet al 2010). Terjadi peningkatan respon immun tikus yaitu adanya peningkatan kadar IgG serum pada minggu keempat yang diduga disebabkan oleh pengaruh pemberian minuman teh Camelia murbei (Darningsih et al 2008). Selanjutnya ditambahkan oleh Kannan etal(2007) bahwa terjadi peningkatan kadar sel darah merah dan sel darah putih serta respon humoral pada tikus yang diberi ekstrak etanol Nyctanthes arbortritis (Oleacea). Salahsatu tumbuhan yang berpotensi sebagai obat dan belum banyak digunakan dandikenal masyarakat adalah tumbuhan dari genus Premnadari FamiliVerbenaceae.Yang selama ini dikenal dengan nama buasbuas atau spesies Premna pubescens Blumue. Pemanfaatan tumbuhan ini masih terbatas pada masyarakat Melayu, Buasbuas digunakan sebagai lalapan atau sayuran yang dijadikan sebagaicampuran dalam makanan khas suku melayu yaitu bubur pedas yang biasanya di konsumsi pada saat puasa bulan Ramadhan. Dari wawancara yang dilakukan pada tokoh masyarakat melayu, dipercaya tumbuhan ini dapat meningkatkan ketahanan tubuh dan mengurangi bau mulut jika dikonsumsi selama masa puasa. Anonim (2012), menyebutkan bahwa masyarakat melayu di Malaysia Tumbuhanbuasbuas dikenal dengan nama bebuas dikonsumsi untuk menambah selera makan, membantu pengeluaran susu ibu, mengeluarkan angin dan menambah tenaga serta buasbuas juga dipercaya dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh dan dapat mencegah berbagai penyakit. Beberapa penelitian tentang tumbuhan dengan genus Premna ini sudah dilakukan oleh beberapa peneliti di luar Indonesia antara lain 1.Di India, akar tumbuhan Premna integrifolia digunakan untuk mengobati penyakit diabetes, inflamasi dan penyakit hati. Premna integrifolia berperan sebagai antioksidan dengan melindungi hati dari tekanan oksidatif CCl4 (Jainet al, 2013).Penelitian dilakukan dengan memfokuskan kajian pada kandungan senyawa bioaktifitas dari metabolit sekunder yang dimiliki, antara lain : 2. Premna corymbosa, yang diekstrak dalam ekstrak air maupun ekstrak ethanol memiliki kdanungan alkaloid,flavonoid, glikosid, saponin, terpen dan steroid(Thiruvenkatasubramaniam dan Jayakar, 2010)., 3. Premna cordifolia

Universitas Sumatera Utara mengandung flavonoid yang terdiri atasluteolin dan apigenin (Mustafaet al, 2010), 4. Kandungan metabolit sekunder lainnya adalah myricetin, kaempferol, quercetin, luteolin dan apigenin dan dalam studi pengobatan kanker ovarium, senyawa apigenin pada Premna dapat menurunkan resiko kanker ovarium (Gateset al, 2009). Hampir semua penelitian yang dilakukan terhadap ekstrak tumbuhan menggunakan pelarut etanol, karena etanol adalah pelarut polar. Etanol mempunyai polaritas tinggi sehingga dapat mengekstrak senyawa bioaktif lebih baik dibandingkan dengan pelarut lainnya. Selain itu etanol mempunyai titik didih yang rendah, tidak beracun sehingga lebih aman digunakan. Penggunaan etanol sebagai pelarut bertujuan untuk mendapatkan senyawa metabolit sekunder yang lebih banyak (Harborne, 1987). Dalam kaitannya sebagai pengobatan penyakit, Vadivuet al (2009), menyatakan bahwa Premna serratofolia Linn (Verbenaceae) dapat digunakan secara luas sebagai kardiotonic, antibiotik, antikoagulan, stomatik, karminatif, hepatoprotektif dan antitumor. Eddine (2014), menyatakan bahwa tumbuhan yang berpotensi memiliki khasiat sebagai imunnostimulan terjadi karena tumbuhan memiliki substansi kimia yang khas dan unik dan mereka menemukan pada tumbuhan Phoenix Dactylifera. Seperti yang dikemukakan Ballalet al,(2012) menemukanbahwa tumbuhan Premna herbaceae memiliki zat imunostimulan yang mampu meningkatkan kadar immunoglobulin, sel darah putih, dan lisozimLisozim dikenal juga sebagai muramidase merupakan enzim yang banyak terdapat di sejumlah sekresi, seperti air mata, air liur, susu manusia, dan lendir.dan berfungsi sebagai lini pertahanan pertama di dalam tubuh. Enzim ini bekerja dengan cara merusak dinding sel bakteri yang masuk ke dalam tubuh (Yoshimura, et al, 1988). Salah satu senyawa kimia yang dominan terdapat di dalam kelompok tumbuhan Premna adalah apigenin. Apigenin menunjukkan aktivitasnya sebagai imunostimulan (Mukherjeeet al,2014). Uji aktivitas imunostimulan dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter yang terkait dengan sistem kekebalan tubuh. Galindo dan Hosokawa (2004), mengemukakan bahwa zat imunostimulan adalah zat kimia yang dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh non spesifik atau alami melalui interaksi

Universitas Sumatera Utara langsung dengan sel. Zat imunostimulan dapat juga meningkatkan ketahanan daya tahan tubuh melalui proses regulasi pada mekanisme tubuh terhadap pathogen.Ortuno et al (2002) mengemukakan bahwa imunostimulan alami bersifat biokompatibel, biodegradatif, harga murah dan ramah lingkungan.Dalam fungsinya tersebut, tumbuhan dengan genus Premna diindikasi memiliki fungsi sebagai imunostimulator dengan sifat sifat tersebut, sehingga dapat meningkatkan mekanisme sistem kekebalan tubuh. Beberapa analisis yang dapat dijadikan sebagai parameter untuk peningkatan sistem kekebalan tubuh antara lain adalah jumlah dan hitung jenis leukosit, titer antibodi, lisozim, dan immunoglobulin sesuai dengan pendapat Dorucu et al (2009) menjelaskan bahwa hematokrit, total leukosit, total protein, total imunoglobulin dan leukosit adalah parameter respon imun. Sasmitoet al, (2006), menemukan bahwa terjadi peningkatan kadar immunoglobulin G dan immunoglobulin A (IgG dan IgA) dalam serum darah tikus pada hari ke 46 setelah pemberian susu kedelai yang mengdanung apigenin. Tumbuhan ini juga mampu mengobati penyakit tumor yaitu pada masa sesudah pembedahan. Kumar (2011)berpendapat bahwa tes serologi dan hematologi juga dapat digunakan sebagai parameter pengujian aktivitas imunostimulan. Selain nilai hematologi, beberapa organ tubuh juga dapat digunakan sebagai parameter dalam mengamati effek imunostimulan dalam sistem imun tubuh seperti limpa dan ginjal. Limpa bersama jaringanlimfonoid, berperan dalam memproduksiantibodi pada sistem imunitas humoral.Limpa juga berperan dalam memproduksilimfosit T terutama oleh kortek limpabagian tepi dalam (Pearce, 2002). Untuk ginjal, penurunan respons imun pada uremia disebabkan oleh penurunan fungsi fagositosis leukosit polimorfonuklear (PMN) danmonosit, serta penurunan aktivitas metabolik hexosemonophosphate shunt (HMS) yang diperlukan untuk memproduksi reactive oxygen spesies (ROS) ( Pusparini, 2000). Berdasarkan hasil berbagai penelitian dan kajian tersebut diatas, bahwa apigenin sebagai senyawa bioaktif yang umum terdapat dalam Premna dapat digunakan sebagai imunnostimulan dalam tubuh, maka perlu dilakukan penelitian terhadap daun buasbuas (Premna pubescens. Blumue) yang diketahui mengandung flavonoid dengan senyawa bioaktifapigenin sebagai zat imunostimulan. Pada penelitian inidigunakan ekstrak etanol daun Premna

Universitas Sumatera Utara pubescens. Blumue untuk mengetahui pengaruh aktivitas imunostimulan dari senyawa bioaktifnya. Untuk mengaktifkan atau memicu produksi immunoglobulin diperlukan antigen. Sebagai antigen umum digunakan oleh peneliti adalahSheep Red Blood Cell (SRBC) biasanya untuk merangsang pembentukan antibodi spesifik dalam beberapa penelitian. Babaeiet al 2014, memberikan suspensi SRBC 1% yang digunakan sebagai antigen pada mencit. Suspensi SRBC 1% dipilih untuk imunisasi karena sifat antigeniknya tinggi dan antibodi yang terbentuk mudah dideteksi dengan reaksi presipitasi yang mudah dilakukan. Injeksi antigen ini dilakukan secara intraperitonium agar didapat reaksi dari respons imun yang cepat dan maksimum. Hasil penelitian ini merupakan upaya untuk dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dalam pengkajian tanaman obat tradisional yang masih banyak belum terungkap khususnya sebagai imunostimulandan faktor- faktor yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas dalam meningkatkan daya tahan tubuh untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dengan menggunakan tumbuhan buasbuas.

1.2 Perumusan Masalah Tumbuhan Premnadari famili Verbanaceae memiliki banyak khasiat dan dapat dijadikan sebagai bahan obat tradisional karena memiliki senyawa bioaktif diantaranya apigenin dari golongan flavonoid yang memiliki banyak manfaat dalam sistem pertahanan tubuh. Terkait dengan fungsinya sebagai imunostimulan, tumbuhan dengan genus Premna khususnya pada spesies Premna pubescensini diduga memiliki banyak khasiat terutama sebagai obat berbagai penyakit, namun data-data penelitian tentang aktivitas tumbuhan ini sebagai imunnostimulan masih sangat sedikit. Berdasarkan hal tersebut maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kadar apigenin didalam ekstrak daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas). 2. Apakah ekstrak etanol daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas) memiliki aktifitas sebagai imunostimulan terhadap hematologi (hemoglobin, hematokrit, eritrosit, trombosit) darah tikus putih (Rattus norvegicus).

Universitas Sumatera Utara 3. Apakah ekstrak etanol daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas) memiliki aktifitas imunostimulan terhadap imunitas seluler (leukosit,monosit dan limfosit) tikus putih (Rattus norvegicus). 4. Apakah ekstrak etanol daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas)memiliki aktifitas sebagai imunostimulan terhadap imunitas humoral (titer antibodi, Imunoglobulin M, Imunoglobulin G dan lisozim) tikus putih (Rattus norvegicus). 5. Apakahekstrak etanol daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas) memiliki aktifitas sebagai imunostimulan terhadap gambaran histologi (ginjal dan limpa) tikus putih (Rattus norvegicus).

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umumpenelitian ini adalah untuk mengkaji tentang aktifitas ekstrak daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas) sebagai imunnostimulan terhadap tikus putih. Tujuan Khusus penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi apigenin didalam ekstrak daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas). 2. Mengkaji aktifitas ekstrak daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas) sebagai imunostimulanterhadap hematologi (hemoglobin, hematokrit, eritrosit dan trombosit) tikus putih (Rattus norvegicus). 3. Mengkaji aktifitas ekstrak daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas) sebagai imunostimulan imunitas seluler (leukosit, monosit dan limfosit) tikus putih (Rattus norvegicus). 4. Mengkaji aktifitas daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas) sebagai imunostimulan terhadap imunitas humoral (titer antibodi, Imunoglobulin M, Imunoglobulin G dan lisozim) tikus putih (Rattus norvegicus). 5. Mengkaji aktifitas ekstrak daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas) sebagai imunostimulan terhadap kadar gambaran histologi (ginjal dan limpa) tikus putih (Rattus norvegicus).

Universitas Sumatera Utara 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Memberi informasi tentang aktivitasPremna pubescens.Blumue (buasbuas) sebagai imunnostimulan yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh untuk keperluan berbagai pengobatan. 2. Menambah wawasan khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang tanaman obat sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan potensi tanaman obat.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Buasbuas (Premna pubescens.Blumue) 2.1.1. Deskripsi dan Sistematika Buasbuas Salah satu tumbuhan yang masih belum banyak dikenal dan dimanfaatkan masyarakat Indonesia adalah tumbuhan buasbuas.Tumbuhan ini digunakan oleh masyarakat melayu sebagai sayuran khususnya dimasukkan sebagai campuran dalam pembuatan bubur pedas. Buasbuas termasuk ke dalam suku Premna bersama sama dengan Premna lainnya sepertiPremna cordifolia Wight., Premna integrifolia L., Premna scandens Bojer.,Premna serratifolia L., Premna spinosa Roxb, Premna odorata danPremna corymbosa.Buasbuas sering juga disebut beruas, buas-buas, ambong-ambong laut, pecah piring, singkil, limau pantai atau nama ilmiahnyanya Premna pubescens. Blumue nama yang diketahui dari hasil identifikasi yang telah dilakukan. Malaysiadaun Buasbuas dijual di pasar tani sebagai sayur lalapan.Buasbuas ini mempunyai khasiat untuk menjaga kesehatan. Air rebusan dan pucuk buasbuas dipercayai oleh masyarakat Melayu sebagai obat untuk menyembuhkan masalah sakit kepala.Pucuk mentahnya dicelur atau direbus dan dimakan bersama sambal belacan, budu, cencaluk, atau pencecah yang lain. Rasanya manis-manis pedas dan sedikit pahit serta rangup dan berbau. Tumbuhan ini telah lama digunakan oleh orang-orang Melayu dan Cina sebagai bahan obat atau penguat tenaga(Anonim 2002).

Buasbuas merupakan tumbuhan berupa perdu yang habitat hidupnya berada di hutan dan pekarangan rumah dengan tinggi mencapai 7-10 meter.Selain itu, tumbuhan ini dapathidup di tempat yang mendapat cahaya matahari penuh atau teduh di bawah naungan. Tumbuhan ini bercabang, berbatang lembut dan mudah ditanam dengan stek. Daunnya tumbuh tunggal berbentuk hati,agak besar, susunan bertentangan, berbentuk bujur dengan hujung menirus, pangkal daun membulat, tepi daun bergerigi, permukaan berkilat, tangkai daun panjang, warna daun hijau kekuningan ketika muda dan bertukar hijau tua setelah matang dan berbau unik. Selain itu, menurut Leeratiwong et al (2009),Premna memiliki ciri sebagai berikut: berupa perdu ataupohon, batang berkayu, batang biasanya

Universitas Sumatera Utara bercabang empat, daun memiliki petiole, bunga biseksual dan zigomorfik. (Gambar 2.1)

Gambar 2.1. Daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas)

Buasbuas memiliki bunga majemuk, kecil berwarna putih, terdapat dalam jambak bunga yang keluar dari celah ketiak daun, berbau kuat. Buah kecil, bulat, bergugus, hijau ketika muda bertukar warna ungu kehitaman setelah masak, dan terdapat satu biji bulat di dalamnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.2 .

Gambar 2.2. Buah Premna pubescens.Blumue ( buasbuas)

Universitas Sumatera Utara Sistematika tumbuhan buasbuas secara lengkap adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/ dikotil) Ordo : Famili : Verbenaceae Genus : Premna Spesies : Premna pubescens. Blume

2.1.2.Senyawa Bioaktif dalam Premna pubescens. Blumue (Buasbuas) Tumbuhan Buasbuas banyak mengandung berbagai senyawa kimia termasuk vitamin dan mineral, Anonim (2012), mengemukakan bahwa Buasbuas mengandung karbohidrat, air, serat, alkaloid, mineral termasuk kalium, kalsium, zink, zat besi, fosforus dan pelbagai vitamin termasuklah A, C dan E. Disamping vitamin dan mineral senyawa metabolit sekunder juga banyak terdapat dalam buasbuas. Metabolit sekunderberguna sebagai alat pertahanan pada tumbuhan itu sendiri dari serangan organisme pengganggu, dan bagi manusia dimanfaatkan sebagai obat-obatan karena adanya senyawa bioaktif didalamnya.Govind et al, 2012, mengemukakan bahwa tanaman herbal mengandung komponen senyawa aktif, polisakarida, asam organik, alkaloid, glikosida dan minyak volatil. Secara imunologis senyawa tersebut dapat meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh. Terkait dengan fungsi metabolit sekunder tumbuhan Premna dalam sistem kekebalan tubuh, senyawa apigenin yang merupakan turunan flavonoid memiliki potensi sebagai imunostimulan.Lubega (2013), menyatakan bahwa peningkatan sel sel darah berkaitan dengan stimulasi zat imunostimulan pada sumsum tulang dan organ limfoid melalui senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, steroid, fenolik, asam askorbat dan vitamin lainnya yang ditemukan dalam tumbuhan.Terdapat beberapa penelitian tentang jenis-jenis metabolit sekunder dalam genus Premnayang memiliki aktifitas sebagai senyawa bioaktif. Vadivu et al.,(2009), menemukan bahwa pada ekstrak alkohol daun Premna ditemukan adanya metabolit sekunder jenis flavonoid, alkaloid dan triterpenoid, dan secara signifikan ekstrak daun Premna tersebut dapat melindungi kerusakan hati

Universitas Sumatera Utara sehingga dapat berperan sebagai hepatoprotektif dan juga memiliki aktivitas sebagai anti kanker Hasil penelitian lainnya dengan menggunakan jenis tumbuhan Premna corymbosa, diketahui mengandung alkaloid, glikosid, saponin, steroid dan terpen selain phenolik dansecara khusus adalahapigenindan luteolin (Patelet al, 2007). Premna corymbosajuga berpotensi sebagai antioksidan yang digunakan untuk tujuan terapi dalam mencegah kerusakan oksidatif pada penyakit diabetes (Shilpa et al, 2012). Pada Premna serratifolia L. berpotensi sebagai sumber obat karena mengandung senyawa-senyawa organik volatil (mudah menguap) (Singh et al, 2011).Secara lebih rinci jenis senyawa metabolit sekunder dan aktivitasnya yang terdapat dalam tumbuhan Premna berdasarkan hasil beberapa peneliti dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Senyawa Metabolit Sekunder Premna dan Bioaktivitasnya Berdasarkan Beberapa Literatur No MetabolitS Literatur Aktivitas Literatur ekunder 1 Alkaloid,fla Thiruvenkatasbrum Kardiotonik, antibiotik, anti- Vadivu et al vonoid, aniam dan Jayakar koagulan, stomati, karmi- (2009), Patel et glikosid, (2010), Patel et al natif, hepatoprotektif, anti al (2007), saponin,terp (2007), Vadivu et al inflamasi, antioksidan, Thiruvenkatasb ene, steroid (2009) membantu proses pem- rumaniam dan bekuan darah, menurunkan Jayakar (2010) kolesterol dan anti tumor 2 Flavonoid: Mustafa et al (2010) Memiliki zat imunostimulan Balal et al luteolin dan (2012) apigenin 3 Myrceti, Gates et al (2009) Pengobatan kanker dan Gates et al kaempferol, menurunkan resiko kanker (2009) quarcetin, luteolin dan apigenin 4 Apigenin Mukherjee et al Sebagai imunostimulan Mukherjee et al (2014) (2014) 5 Apigenin Patel et al (2007) Hepatoprotektif dan anti Patel et al &luteolin kanker. (2007)

Pada Premna senyawa jenis flavonoid yang bersifat nonmutagenik dapat mencegah pertumbuhan dan menimbulkan apoptosis dari sel neuro blastoma manusia adalah jenis apigenin (Torkinet al., 2005).

Universitas Sumatera Utara 2.1.3. Apigenin dan Khasiatnya Beberapa penelitian telah dilakukan di India dan diperoleh data bahwa tumbuhan jenis Premna memiliki senyawa bioaktif yang spesifik dari kelompok flavonoidyaituapigenin dan luteolin. Selain pada jenis Premna, apigenin juga ditemukan pada daun seledri (Zamri, 2008).Menurut Patel et al (2007) bahwa kedua jenis flavonoid tersebut memiliki banyak manfaat antara lain sebagai antiinflamasi, antioksidan, antikanker, mengurangi rasio gula darah serta dapat membantu proses pembekuan darah. Thiruvenkatasubramaniam dan Jayakar, (2010) menambahkan bahwa apigenin dan luteolin tersebut memiliki aktivitas sebagai anti hyperglycemicdengan rinciankadar gula darah menurun dari 232,33 mg/dl menjadi 94,5mg/dl dan terjadi pengurangan yang signifikan dari Total Kolesterol, LDL, Kolesterol, VLDL dan peningkatan HDL pada tikus putih wistar dewasa.

Peneliti lain, Gates et al (2009), mengemukakan bahwa apigenin berperan dalam menghambat, mencegah dan mengobati sel kanker. Berdasarkan penelitian tersebut bahwa dari kelima jenis flavonoid yang umum yaitu myricetin, kaempferol, quercetin, luteolin dan apigenin, hanya apigenin yang dapat menurunkan resiko kanker rahim. Apigenin merupakan flavonoid nontoksik yang memiliki kemampuan sebagai anti tumor dan agen kemoterapi untuk kanker. Apigenin dapat menghambatfaktor tumbuh pembuluh endotelial pada sel kanker ovarium (Fang et al, 2005). Apigenin juga dapat mencegah dan mengobati kanker payudara, dalam hal ini, apigenin sebagai penghambat protease yang efektif dalam kultur sel-sel kanker payudara akan mempengaruhi proses apoptosis sel kanker (Chen, 2007).

Apigenin dapat menghambat perkembangan sel kanker servik (He La) pada fase G1 karena apigenin mampu menurunkan aktifitas ekspresi protein Bcl-2 yang berperan sebagai anti apoptosis (Zhenget al, 2005). Selain itu Torkin (2005), menyatakan bahwa apigenin merupakan flavonoid yang nonmutagenik. Dari penelitian yang menggunakan tikus tersebut apigenin tidak menghambat pertumbuhan syaraf simpatis atau dengan kata lain apigenin tidak toksik terhadap sel yang tidak mengalami transformasi.

Universitas Sumatera Utara Mukherjee et al (2014), menemukan bahwa senyawa apigenin yang terdapat dalam Jatropha curcas (jarak) menunjukkan aktivitas imunostimulan dengan ditemukannya stimulasi pada respon imun humoral dan seluler dengan meningkatnya titer antibodi. Fungsi apigenin yang juga telah dikaji peneliti lainnyabahwa senyawa apigenin pada beberapa jenis tumbuhan dapat berfungsi sebagai antikanker, antioksidan, dan antiinflamasi (Liu et al, 2011). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Elsisi et al (2005), bahwa apigenin berfungsi sebagai antiinflamasi, antiproliferasi, antibiotik, antikoagulan, stomatik, carminatif, hepatoprotektifdan antitumor.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yoon et al, (2006) dikemukakan bahwa Apigenin dapat mempengaruhi daya hambat secara umum dan fungsi fisiologi dendrite sel sebagai patogen. Apigenin juga mampu mempengaruhi stimulasi alogenik T-sel.Keberadaan apigenin dalam kelompok Premna juga ditemukan oleh Mustafa et al., (2010) bahwa Premna cordifolia mengandung flavonoid yang terdiri atas luteolin dan apigenin.

2.2 Sistem Imunitas Tubuh Sistem imunitas tubuh adalah respon imunitas sebagai upaya proteksi tubuh terhadap infeksi seperti mikroba, nonmikroba maupun preservasi fisiologi (Mori, 1990).Didalam tubuh terdapat mekanisme perlindungan yang dinamakan sistem imun atau sistem kekebalan tubuh yang dirancang untuk mempertahankan tubuh terhadap jutaan bakteri, mikroba, virus, racun, parasit, polutan dan sel kanker yang setiap saat dapat menyerang.Sistem imun terdiri dari ratusan mekanisme dan proses yang berbeda dan semuanya siap bertindak begitu tubuh diserang oleh berbagai bibit penyakit tersebut. Sebagai contoh adalah cytokines yang mengarahkan sel-sel imun ke tempat infeksi, untuk melakukan proses penyembuhan. Berdasarkan cara mempertahankan diri dari penyakit, imunitas dibedakan menjadi dua, yaitu imunitas nonspesifik dan imunitas spesifik (Honjo dan Frederick, 1995). Imunitas nonspesifik didapatkan melalui pertahanan yang terdapat di permukaan organ tubuh seperti dari saluran pencernaan yang kemungkinan terinfeksi mikroorganisme sangat tinggi.Imunitas nonspesifik didapatkan melalui pertahanan dengan cara menimbulkan peradangan (inflamasi)

Universitas Sumatera Utara dimana mikroorganisme yang telah berhasil melewati pertahanan di bagian permukaan organ dapat menginfeksi sel-sel dalam organ sehingga tubuh akan melakukan perlindungan dan pertahanan dengan memberi tanda secara kimiawi. Sel terinfeksi mengeluarkan senyawa histamin dan prostaglandin yang menyebabkan naiknya serta melebarnya pembuluh darah ke daerah yang terinfeksi. Imunitas nonspesifik juga didapatkan melalui pertahanan menggunakan protein pelindung, dimana jenis protein pelindung ini mampu menghasilkan respon kekebalan, diantaranya adalah komplemen. Sistem pertahanan tubuh nonspesifik berfungsi melindung tubuh dari benda ataupun sel asing tanpa mengenali benda asing tersebut. Sedangkan sistem pertahanan tubuh spesifik bergantung pada pengenalan benda asing yang masuk.Imunitas spesifik akan aktif bekerja saat imunitas nonspesifik tidak dapat menghalau invasi bakteri yang masuk ke dalam tubuh, hal ini dapat terjadi disebabkan adanya luka atau gangguan pada elemen imunitas nonspesifik tersebut, sehingga tubuh akan segera mempersiapkan imunitas spesifik, walau terbatas pada mikroorganisme yang sudah melalui sistem pengenalan pada invasi di awal. Imunitas spesifik terbatas perlawanannya terhadap mikroorganisme yang pernah menyerang sebelumnya. Sistem ini seharusnya akan berjalan optimal pada tubuh setiap manusia, kecuali kepada orang yang memiliki gangguan yang dia bawa semenjak lahir atau yang didapat dikarenakan gizi yang buruk, penyakit- penyakit lain maupun serangan mikroorganisme yang lebih spesifik seperti virus HIV (Levinson, 2004). Kedua sistem tersebut bekerja secara bersama dalam menjaga pertahanan tubuh. Komponen sistem pertahanan tubuh nonspesifik memberikan perintah atau arahan agar sistem pertahanan tubuh spesifik dapat memilih target yang sesuai. Saat sistem kekebalan tubuh melemah, maka mikroorganisme patogen akan mudah berkembang dalam tubuh, sehingga menyebabkan tubuh sakit (Roitt,2001). Selain itu, sistem kekebalantubuh juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan apabila sistem kekebalanini terhambat kerjanya, maka dapat meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker. Kekuatan antibodi seseorang sangat penting dalam melawan antigen yang masuk ke dalam tubuh seseorang, oleh karena itu, kekuatan antibodi diperlukan untuk

Universitas Sumatera Utara dipertahankanmelalui eksternal dengan asupan makanan yang dapat menstimulir pembentukan antibodi tersebut (Roitt, 2001).Disamping itu tubuh juga memiliki sistem imunitas yang berperan terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang tersebar di lingkungan, antara lain mikroorganisme yang tergolong virus, bakteri dan jamur maupun parasit yang dapat menimbulkan penyakit merupakan mikroorganisme patogen. Sistem imun dibangun oleh dua komponen yaitu sel sel imun dan protein yang dihasilkan sel sel imun. Keduanya berperan dalam melindungi tubuh dari bakteri berbahaya, virus, jamur dan benda asing lainnya (Roshan dan Savitri, 2013). Jenis antigen pada setiap kuman penyakit berbeda-beda pada setiap jenis kuman dan memiliki sifat yang lebih spesifik. Dengan demikian diperlukan antibodi yang berbeda pada setiap antigen tersebut. Tubuh memerlukan macam antibodi yang banyak untuk melindungi tubuh dari berbagai jenis antigen yang masuk. Tubuh akan merespon infeksi suatu kuman penyakit apabila didalam tubuh sudah terdapat antibodi untuk jenis antigen tertentu yang berasal dari kuman. Secara terperinci pembagian sistem immun dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Skema Sistem Imun Pada Manusia Humoral Seluler Non-spesifik Spesifik Non-spesifik Spesifik Inhibitor Antibodi Neutrofil Limfosit a) Transferin b) Lektin c) Interferon Lisin Makrofag a) Protease b) Lisozim (Galindo dan Hosokawa, 2004)

Ada beberapa mekanisme tubuh dalam mempertahankan diri dari zat asing (antigen) antara lain secara fagositosis.Sel sel yang berperan dalam menangkap antigen adalah sel utama dalam pertahanan non spesifik yaitu monosit dan granulosit.Suhermanto et al., (2013) menyebutkan bahwa monosit merupakan sel dalam aliran darah dan mendiami tempat ini selama beberapa hari sebelum memasuki jaringan dan berkembang menjadi makrofage. Makrofag ini berfungsi hampir sama dengan neutrofil sebagai fagosit yang menghancurkan benda asing

Universitas Sumatera Utara yang masuk kedalam tubuh, namun aktifitas fagosit dari sel ini relatif lebih lama tergantung dari sifat zat asing yang masuk. Di dalam tubuh makrofag, benda asing yang ditangkapakan diproses kemudian dipresentasikan ke permukaan sel yang dikenal sebagai APC (Antigen Presenting Cell) (Sudiana, 2008). Dalam proses perubahan monosit menjadi makrofag terjadi peningkatan sintesis protein dan peningkatan ukuran sel, juga peningkatan ukuran aparatus Golgi, pertambahan jumlah lisosom, mikrotubulus dan mikrofilamen. Makrofag yang aktif bergerak dengan pseudopodia dan aktif melakukan fagosit sehingga bentuknya tidak teratur, nukleusnya mengandung kromatin padat dan berbentuk bulat. Fagositosis efektif dapat mencegah infeksi, selanjutnya penghancuran antigen dilakukan dalam beberapa tahap antara lain kemotaksis, menangkap, memakan,fagositosis memusnahkan dan mencerna antigen tersebut Baratawidjaya (2014).Fagositosis utamanya membantu memusnahkan mikroorganisme, benda asing, dan membantu perbaikan sel yang mati dan terluka. Hal itu terkait dengan mekanisme pertahanan tubuh non spesifik (Mishra et al., 2012), Mekanisme mempertahankan tubuh manusia terdiri dari berbagai macam organ imun yaitu organ limfoid (timus, limpa dan sumsum tulang beserta sistem limfatik. Jantung, hati, ginjal dan paru paru juga termasuk dalam mekanisme pertahanan tubuh.Dalam melaksanakan fungsi pertahanan tubuh ada tiga faktor utama yang saling berinteraksi yaitu sistem hematik, limfatik dan sistem imun. Sistem hematik meliputi peranan darah dan komponennya, sistem limpatik meliputi peranan organ organ primeir dan sekunder yaitu sumsum tulang, timus, nodus limfatik, limfa, hati dan uterus. Berdasarkan uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa sistem hematik, sistem limpatik dan sistem immun bekerjasama dalam pertahanan tubuh (Baratawidjaya, 2014).

2.2.1. Imunostimulan Salah satu dari immunomodulator yang berperan dalam membuat sistem imun lebih aktif dalam menjalankan fungsinya untuk meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik adalah imunostimulan. Imunostimulan merupakan senyawa kimia yang mampu meningkatkan sistem imun dengan cara menginduksi atau meningkatkan aktifitas dari komponen-

Universitas Sumatera Utara komponennya. Imunostimulan berfungsi sebagai agen yang dapat menstimulasi sistem imun non spesifik maupun spesifik ketika ada antigen. Umumnya, imunostimulan terdiri atas senyawa biologis dan sintetis yang meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh non spesifik pada hewan sehingga memberikan perlindungan yang menyeluruh (Bairwa et al, 2012).mengemukakan bahwa zat imunostimulan dapat menstimulasi respon humoral dan seluler dibandingkan dengan kontrol melalui beberapa parameter seperti jumlah limfosit B, limfosit T, titer antibodi dan IgG (Dhasarathan et al, 2010).

Imunostimulan dapat digolongkan menjadi dua yaitu imunostimulan spesifik dan imunostimulan nonspesifik. Imunostimulan spesifik merupakan suatu bahan yang memiliki sifat antigenik spesifik dalam memberikan reaksi sistem imun, seperti vaksin. Sedangkan imunostimulan nonspesifik adalah bahan yang beraksi tidak hanya pada suatu antigen spesifik saja untuk menambah suatu respon imun dari antigen lainnya atau dapat meningkatkan komponen dari sistem imun tanpa sifat antigenik spesifik, seperti halnya adjuvant. Cara kerja adjuvant belum diketahui secara pasti (Honjo dan Frederick, 1995), dan secara sistematis sistem pertahanan tubuh manusiapada Gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3Skema Macam macam Sistem Pertahanan Tubuh(Honjo, dan Frederick, 1995)

Tumbuhan obat yang memiliki senyawa bioaktif tertentu yang bekerja pada sistem imunitas tidak bekerja sebagai efektor yang langsung menghadapi penyebab penyakit, tetapi bekerja melalui pengaturan imunitas, baik pada sistem hematik, sistem limfatik juga sistem imun(Bharatawidjaya, 2014).Dalam sistem imun spesifik limfosit yang berasal dari sel T dan B memegang peranan yang cukup penting.Hanifa (2011) menyatakan bahwaimunostimulan dapat digunakan sebagai obat terhadap suatu penyakit dan dapat dilihat pada kadar imunoglobulin G yang meningkat.

2.3. Antigen

Antigen adalah molekul asing yang mendatangkan suatu respon spesifik dari limfosit di dalam tubuh. Salah satu cara antigen menimbulkan respon

Universitas Sumatera Utara kekebalan adalah dengan cara mengaktifkan sel B untuk mensekresi protein yang disebut antibodi. Istilah antigen sendiri merupakan singkatan antibody-generator pembangkit antibodi. Masing-masing antigen mempunyai bentuk molekuler khusus dan merangsang selB untuk mensekresi antibodi yang berinteraksi secara spesifik dengan antibodi (Campbell, 2004). Interaksi antigen antiibodi merupakan interaksi kimiawi yang dapat dianalogikan dengan interaksi enzim dengan substratnya.

Spesifisitas kerja antibodi mirip dengan enzim(Sadewa 2008).Kompleksitas antara antigen dan antibodi terjadi saat antiserum dicampur dalam perbandingan 1:1 dengan antigen. Ikatan antara antigen-antibodi terjadi karena kekuatan kimia dan molekuler yang dibangkitkan antara faktor antigen dan area pengikat antigen pada Fab end molekul antibodi. Faktor antigen berasal dari permukaan molekul dan dalam reaksinya dengan imunoglobin akan cocok dengan salah satu reseptor imunoglobulin. Ikatan yang terjadi antara antigen dan molekul imunoglobulin walaupun sangat spesifik namun ikatannya sangat lemah dan reversibel. Ikatan elektrostatik yang didapatkan dari interaksi antara beban positif dan negatif dalam molekul dan antigen dan antibodi, ikatan hidrogen, dan kekuatan intermolekultipe Van der Walls adalah yang terpenting. Molekul antibodi dengan satu reseptor pengikat dan satu reseptor bebas terikat pada antigen membentuk linkage (jembatan)antara dua molekul antigen. Ikatan silang antara antigen dan antibodi ini berlanjut membentuk pola geometris komplek tiga dimensi sampai menghasilkan satu kelompok besar. Menurut Kannan et al (2007), bahwa penggunaan SRBC sebagai agen kimia pensensitisasi saat ini dikarenakan kombinasi dengan protein kulit memenuhi syarat sebagai antigen saat digunakan untuk mendapatkan reaksi hipersensitifitas kontak pada tikus.Gupta et al (2006)mengemukakan bahwa tumbuhan ashwagandha churna, dapat meningkatkan adhesi neutropil sehingga secara signifikan berpotensi sebagai imunitas seluler dengan menangkap SRBC sebagai antigen.Ashwargandha churnamerupakan tumbuhan obat jenis yang memiliki buah berwarna merah dan bulat seperti buah rimbang. Di India tumbuhan ini dimanfaatkan sebagai obat berbagai penyakit termasuk gangguan sexual dan penyakit tumor. Bagian tanaman yang digunakan adalah batang dan akarnya.

Universitas Sumatera Utara

2.4 Nilai Hematologi

Darah merupakan salah satu bagian penting dalam tubuh, terdiri dari dua bagian, antara lain bagian padat yaitu sel darah putih (leukosit), sel darah merah (eritrosit) dan trombosit dan bagian cairan yang berwarna kekuningan yang disebut plasma. Darah berfungsi sebagai alat angkut zat-zat yang diperlukan tubuh, oksigen dan mengangkut hasil metabolisme. Darah berperan juga dalam pendistribusian hormon, homeostatis tubuh, regulasi keseimbangan asam basa, regulasi suhu tubuh dan sebagai pertahanan tubuh terhadap zat asing, virus atau bakteri. Hematologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang gambaran darah pada hewan atau manusia. Nilai hematologi adalah parameter penting untuk diamati guna mengetahui respon imun pada tubuh. Adanya kelainan gambaran darah dapat mendeteksi adanya gangguan atau penyakit dalam tubuh, oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan hematologi untuk mendeteksi kelainan atau gangguan dalam darah. Penggunaan nilai hematologi banyak digunakan oleh peneliti untuk melihat efek imunostimulan. Lubegaet al (2013), menemukan efek imunostimulan yang memberikan pengaruh pada eritrosit dan leukosit. Penelitiantelah dilakukan terhadap Hibiscus sabdariffa yang memiliki kemampuan sebagai imunostimulan, pengamatan dilakukan pada tahap pembentukan sel darah dari sistem hematopoietik (Essa et al, 2006)

2.4.1. Hematokrit

Hematokrit adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan memutarnya di dalamsentrifuse(tabung khusus) yang nilainya dinyatakan dalam persen. Nilai hematokrit digunakan untuk mengetahui nilai eritrosit rata-rata dan untuk mengetahui ada tidaknya anemia. Nilai normal hematokrit untuk pria 40-48 vol % dan untuk wanita 37-43 vol %. Penetapan hematokrit dapat dilakukan sangat teliti, kesalahan metodik rata-rata ± 2%. Sedangkan menurut Charles RL , 1998) nilai normal hematokrit pada tikus putih jantan yaitu 32-40% dan eritrosit tikus putih yang normal adalah 6,20 -7,64 x 106/mm3.

Universitas Sumatera Utara Penurunan yang lebih cepat dari ini, tanpa adanya perubahan volume plasma yang nyata,biasanya berarti ada perdarahan atau hemolisis (Waterbury dan Frenkel, 1972). Penurunan nilai hematokrit mengindikasikan terjadinya reaksi hemolitik, serosis, leukemia dan kehilangan darah. Sebaliknya peningkatan nilai hematokrit dapat terjadi pada keadaan eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru paru kronis dan polisetamia serta shock . Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan hematokrit antara lain: (1) Jumlah eritrosit, Apabila jumlah eritrosit dalam keadaan banyak (polisitemea) maka nilai hematokrit akan meningkat dan jika eritrosit sedikit (dalam keadaan anemia) maka nilai hematokrit akan menurun, (2) Ukuran eritrosit, adalah faktor terpenting pada pengukuran hematokrit yaitu ukuran sel darah merah dimana dapatmempengaruhi viskositas darah. Viskositas tinggi maka nilai hematokrit juga akan tinggi, (3) Bentuk eritrosit, apabila terjadi kelainan bentuk (poikilositosis) maka akan terjadi trapped plasma (plasma yang terperangkap) sehingga nilai hematokrit akan meningkat, (4) Perbandingan antikoagulan dengan darah, jika antikoagulan berlebihan akan mengakibatkan eritrosit mengerut, sehingga nilai hematokrit menjadi turun, (5) Tempat penyimpanan, tempat penyimpanan sebaiknya dilakukan pada suhu 4⁰ C selama tidak lebih dari 6 jam.

2.4.2. Eritrosit dan Hemoglobin .

Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel yang terdapat dalam darah, sedangkan hemoglobin adalah metal protein atau suatu senyawa protein dengan zat besi (Fe) sebagai inti, pengangkut oksigen yang mengandung zat besi dan memiliki afinitas terhadap oksigen dan membentuk oksihemoglobin dalam sel darah merah. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein dan empat gugus heme. Heme adalah derivat porphyrin yang mengikat Fe. Hemoglobin berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah. Keterkaitan antara eritrosit dan hemoglobin dan sistem imunitas terdapat pada makrofag. Makrofag merupakan sel penting dalam sistem imun yang

Universitas Sumatera Utara terbentuk sebagai respon terhadap infeksi atau akumulasi dari sel darah mati atau rusak. Sebenarnya makrofag merupakan difrensiasi dari monosit ketika jaringan rusak, monosit meninggalkan aliran darah masuk ke jaringan atau organ dan berubah menjadi makrofag yang tersebar luas di berbagai jaringan merupakan fagosit, antigen processing danantigen presenting cells (APC) APC merupakan sel yang menghasilkan berbagai macam mediator (Widjajanto, 2005). Peningkatan jumlah makrofag disertai penurunan jumlah sel limfoid mengisyaratkan bahwa makrofag memacu diferensiasi sel limfoid (haematopiietic stem cell) menjadi berbagai jenis sel darah yang lain (eritrosit, granulosit, limfosit dan monosit- makrofag).

Gambar 2.4Pengaturan makrofag di dalam ertropoiesis(Backet al, 2014)

Pada gambar 2.4 terlihat bahwa makrofag tidak hanya menyediakan zat besi (Fe) dalam perkembangan eritroblas tetapi juga memfagosit inti sel unk selanjutnya dengan bantuan enzim DNAseII akan menghancurkan inti sel dari eritroblas.Dari uraian di atas terlihat bahwamakrofag merupakan sel yang

Universitas Sumatera Utara berperan aktif dalam proses hematopoisis dan merupakan sel yang menstimulasipertumbuhan koloni hematopoisis(Widjajanto, 2005).Dalam hubungannya dengan sistem imunitas tubuh, eritrosit, hemoglobin dan makrofag secara bersama menunjukkan peran aktifnya dalam respon terhadap patogen (Bishlawy, 2012).

2.4.3.Makrofag

Setelah meninggalkan sumsum tulang pada proses pembentukan sel darah, monosit akan tinggal selama 8-74 jam dalam darah, kemudian akan melintasi kapiler atau venula untuk masuk jaringan penyambung untuk menjadi makrofag. Dalam proses perubahan monosit menjadi makrofag terjadi peningkatan sintesis protein dan peningkatan ukuran sel, juga terjadi peningkatan ukuran aparatus golgi, pertambahan jumlah lisosom, mikrotubulus dan mikrofilamen. Ada 2 jenis makrofag yaitu makrofag terfiksasi yang kurang aktif dan makrofag pengembara yang aktif bergerak dengan pseudopodia aktif memfagosit sehingga bentuknya tidak teratur, nukleusnya mengandung kromatin padat dan berbentuk bulat. Fungsi makrofag adalah memfagosit sisa-sisa sel, zat intersel yang berubah, mikroorganisme dan partikel-partikel lembam yang masuk tubuh. Bila menemukan benda asing dalam bentuk besar makrofag akan bergabung dengan banyak sel makrofag sampai ditemukan 100 inti makrofag yang bergabung yang disebut sel raksasa benda asing. (Wheather et al, 1987). Makrofag mempunyai nama spesifik di berbagai organ tubuh, makrofag di hati disebut sel Kupffer, di pulmo disebut alveoler makrofag, di tulang disebut osteoklas, di tulang rawan disebut kondroklas dan pada jaringan umumnya disebut histiosit.

2.4.4 Trombosit

Trombosit adalah merupakan bagian darah yang berperan dalam proses pembekuan darah, bentuk trombosit tidak beraturan, tidak memiliki inti sel, serta berukuran kecil. Fungsi trombosit yaitu membekukan darah sehingga tidak banyak darah yang terbuang percuma saat terjadi pendarahan. Trombosit juga

Universitas Sumatera Utara berfungsi untuk mendorong respon daya tahan tubuh. Dengan kata lain, trombosit juga berfungsi untuk memperkuat daya tahan tubuh. Dalam sistem imun, trombosit sebagai bagian dari sitoplasma leukosit memegang peranan dalam mengatasi infeksi dengan melancarkan aliran darah dan permiabilitas kapiler. Trombosit bersama sama dengan limfosit B dan limfosit T segera menjadi aktif setelah bertemu dengan agen penyebab infeksi. Limfosit T sebagai sel respon imunoselluler tidak ikut bersama aliran darah sedangkan sebagai respon imun humoral berada dalam aliran darah. Trombosit sebagai sel yang pertama merespon luka berperan mengarahkan respon imun untuk menghadapi setiap akibat paparan patogen. Tanggapan dipicu oleh bakteri yang berikatan dengan trombosit dan sekresi peptida anti mikroba. Hal ini didukung adanya reseptorTool-like Reseptors(TLRs) pada trombosit. TLRs adalah reseptor utama trombosit yang memediasi interik ini(Cox et al, 2011)

2.5. Imunitas Selluler

2.5.1 Leukosit

Leukosit adalah sel darah putih yang bertugas melindungi tubuh dari infeksi dan merupakan bagian integral dari sistem imunitas tubuh, dalam melakukan tugasnya sebagai pelindung dilakukan dengan cara fagositosis. Leukosit mengelilingi, menelan dan menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Begitu tubuh mendeteksi adanya infeksi, sumsum tulang segera dirangsang untuk memproduksi sel darah putih. Terdapat tiga tipe dari leukosit yang mengambil bagian dalam reaksi inflamasi yaitu leukosit polimorfonuklear atau granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil), monosit dan makrofag, serta limfosit dan plasma sel. Menurut Selena (2012), mekanisme mempertahankan tubuh dari hewan yang paling sederhana adalah fagositosis, dan sel utama yang berperan dalam pertahanan nonspesifik adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta polimorfonuklear atau granulosit. Dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem immun spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat yaitu mengenali dengan kemotaksis, menangkap, memakan, mefagositosis, memusnahkan dan mencerna (Baratawidjaya,2006).

Universitas Sumatera Utara Mekanisme pertahanan pertama dan paling efektif adalah mencegah masuknya patogen melalui kontak fisik da barrier kimia seperti ph dan berbagai zat terlarut seperti lisozim, interferon dan komplemen. Barrier ditemukan pada seluruh spesies dan memiliki ciri khas yang tergantung pada organisme yang diamati (Selena 2012). Sel sel ini berperan dalam menangkap antigen, mengolah dan mempresentasikannya kepada sel T yang dikenal sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell). Hasil penelitian yang telah dilakukan Lubegaet al (2013)menunjukan bahwa efek imunostimulan memberikan pengaruh pada jumlah sel darah. Peningkatan terjadi pada eritrosit, leukosit (neutrofil, monosit, basofil dan eusinofil.). Gabhe (2006) menemukan bahwa terdapat pengaruh ekstrak metanol suksesif terhadap reaksi hipersensitif SRBC, yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh imunostimulan terhadap kemotaksis yang tergantung dari perpindahan leukosit yang dilakukan secara invivo.

2.5.2.Hitung Jenis Leukosit

Hitung jenis leukosit menunjukkan jumlah relatif dari masing-masing jenis sel. Untuk mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing jenis sel maka nilai relatif (%) dikalikan jumlah leukosit total (sel/µl). Hasil pemeriksaanhitung jenis leukosit dapat menggambarkan secara spesifik kejadian dan proses penyakit dalam tubuh, terutama penyakit infeksi. Tipe leukosit yang dihitung ada 5 yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit. Pada penelitian ini yang diambil sebagai parameter dalam mengamati adanya aktifitas imunostimulan adalah limfosit dan monosit dan neutrofil.

2.5.3. Monosit. Monosit adalah jenis yang kedua dari leukosit agranulosit. Monositmerupakan salah satu leukosit yang berinti besar dengan ukuran 2 kali lebih besar dari eritrosit (sel darah merah), terbesar dalam sirkulasi darah dan diproduksi di jaringan limpatik. Nilai normal dalam tubuh: 2 – 8% dari jumlah seluruh leukosit.Permukaan monosit tidak mulus karena memiliki protein spesifik

Universitas Sumatera Utara di atasnya yang fungsinya memungkinkan untuk mengikat bakteri atau sel virus.Fungsi monosit adalah untuk bergerak menuju sel patogen tertentu dan akhirnya mengikuti ketika itu cukup dekat. Monosit akan menempel pada patogen untuk patogen merangsang produksi pseudopodium. Hal ini dapat terjadi karena monosit menekuk menjadi bentuk C sekitar patogen, dan ujung pertemuan C, sehingga patogen tersebut akan ditelan oleh monosit.Patogen tersebut kemudian terjebak dalam dalam fagosom monosit tersebut. Menelan sel-sel patogen mati atau rusak hanya salah satu bagian dari fungsi monosit. Setelah sel atau puing- puing telah ditelan, maka akansegera dipecah dalam fagosom.Persentasemonosit yang normal padatikusputihjantanadalah 0-6 % (Charles RL, 1998). Lisosom adalah jenis organel seluler yang ditemukan dalam monosit. Ketika fagosom terbentuk, lisosom menempel dan melepaskan enzim pencernaan, yang disebut enzim litik, ke fagosom. Enzim ini memecah sel dalam fagosom, dan hasilnya tetap diserap oleh monosit. Peradangan akan terjadi di lokasi di mana terjadi fagositosis.Berfungsinya monosit dan sel-sel lain dari sistem kekebalan tubuh menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan peradangan.Fagositosis terhadap kuman yang dilakukan secara dini akan dapat mencegah timbulnya infeksi (Baratawidjaya, 2006). Peningkatan sel monosit terdapat pada infeksi virus,parasit (misalnya cacing), kanker, dan lain-Iain. Sel ini memiliki sitoplasma yang lebih banyak dari limfosit dan memiliki inti berbentuk seperti ginjal atau tapal kuda, sel ini akan terstimulasi jumlahnya jika terjadi infeksi atau peradangan kronis, memiliki masa edar yang singkat dalam sirkulasi darah kemudian masuk ke dalam jaringan dan berubah jadi makrofag (Guyton, 1991). Monosit bersifat motil dan berpindah dengan gerakan amuboid ke daerah yang mengalami infeksi kronis untuk terjadinya respon fagosit.

2.5.4. Limfosit.

Salah satu leukosit yang berperan dalam proses kekebalan dan pembentukan antibodi adalah limfosit. Limfosit adalah sel yang relatif polos bulat kecil yang merupakan tipe sel yang paling banyak terdapat di dalam organ seperti limpa, simpul limfe, dan timus. Fungsi utama limfosit adalah produksi antibodi

Universitas Sumatera Utara atau sebagai efektor khusus dalam menanggapi antigen terikat makrofag. Proses tanggap kebal ini terjadi di dalam organ limfoid (Honjo, 1995). Limfosit memproduksi antibodi dalammenanggapi antigen yang terikat makrofag melalui pengeluaran sitokin dan kemokin (Khan et al., 2009). Limfosit yang bersirkulasi terutama berasal dari timus, beberapa diantaranya tidak mengalami diferensiasi bermigrasi dan memperbanyak. Limfosit T kemudian dapat masuk kembali kedalam aliran darah. Sel T bertanggungjawab terhadap reaksi imun seluler dan mempunyai reseptor permukaan spesifik untuk mengenal antigen asing.Selama respon Cell Mediated Immunity (CMI), limfosit T mengalami aktivasi ketika dipapar oleh antigen sehingga berubah menjadi limfoblas dan pengeluaran limpokin (Fulzele et al., 2003; Yadav et al., 2011). Sintesis protein dan RNA menyebabkan sel B dan limfosit T memasuki fase pembelahan (Ikawati, 2006).

Limfosit lain berdiferensiasi menjadi limfosit B, memproduksi antibodi, humoral dalam peredaran darah dan mengikat secara khusus antigen asing penyebab fagositosis, lisis sel dan sel NK (NaturalKiller) dari organisme yang menyerang. Sel NK merupakan bagian ketiga dari limfosit yang merupakan imunitas bawaan dalam melawan virus dan mikroba intraseluler lainnya.Zat yang berperan dalam modulasi respon imun dibuktikan melalui peningkatan yang signifikan pada aktivitas sitotoksik sel NK dan proliferasi limfosit (Chang et al., 2007).

Guyton(1991) menyatakan bahwa pada manusia nilai normal limfosit adalah 20 – 35% dari seluruh leukosit.Menurut Frandson (1986), limfosit secara khas paling banyak dan paling utama dari leukosit agranulosit. Limfosit memiliki ukuran dan penampilan yang bervariasi serta memiliki nukleus yang relatif besar yang dikelilingi oleh sejumlah sitoplasma agranulosit . Limfosit diproduksi di sumsum tulang, hati (pada fetus) dengan bentuk awal sama tetapi kemudian berdiferensiasi. Ada beberapa kategori limfosit yaitu, limfosit kecil, limfosit sedang, dan limfosit besar. Limfosit kecil dan sedang bersirkulasi dalam darah, sedangkan limfosit besar ditemukan pada kelenjar getah bening (Jain,1996).

Universitas Sumatera Utara Apabila dilihat di bawah mikroskop, maka akan tampak bahwa limfosit mempunyai bentuk yang sama, tetapi memiliki fungsi yang berbeda-beda. Sel limfosit berperan dalamsistem perlindungan tubuh dengan mensintesis dan mensekresi antibodi atau immunoglobulin ke dalam jaringan darah sebagai respon terhadap keberadaan benda asing. Gabhe et al (2006), menyatakan bahwa aktivitas imunostimulan ditunjukkan melalui mekanisme stimulasi proliferasi limfosit yang mengaktifkan produksi sitokin sehingga mengaktifkaan sel imun lainnya seperti sel B, sel penyaji dan sel T lainnya. Pengkajian pada transformasi limfosit dan uji sitokinin secara langsung menunjukkan secara jelas mekanisme aktifitas imunostimulan karena fungsi umum limfosit dan komponen lain dari sistem kekebalan tubuh adalahuntuk mengenali dan menghilangkan ancaman bagi tubuh. Pada sistem ini untuk bekerja secara efektif, limfosit harus mampu membedakan antara sel normal dan sel yang terinfeksi atau patogen invasif. Masing-masing dari tiga jenis limfosit memiliki kemampuan ini. Limfosit tertentu adalah bagian dari respon umum dari sistem kekebalan tubuh bawaan, cepat menanggapi ancaman. Lainnya bertindak terhadap patogen tertentu atau sel yang terinfeksi dan merupakan bagian dari respon imun adaptif. Mekanisme respon imun pada manusia Gambar 2.5.

Gambar 2.5Respon immun pada manusia (www.uta.edu/chagas/image/immunSys.jpg,)

Universitas Sumatera Utara

Sel pembunuh alami atau sel natural killer(NK) merupakan jenis limfosit yang memainkan peran utama dalam sistem kekebalan tubuh bawaan. Setelah diaktifkan, fungsi limfosit subset ini adalah untuk mengidentifikasi dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan sel-sel tumor. Menggunakan sinyal terdeteksi pada sel yang terinfeksi patogen yang membedakan mereka dari sel-sel normal, sel-sel NK dapat membedakan antara sel-sel sehat dan terinfeksi. Sel-sel NK kemudian melepaskan zat yang melubangi membran sel dari sel abnormal. Setelah berlubang, molekul lain yang dikeluarkan oleh sel-sel NK masuk dan menghancurkan sel dan virus yang menginfeksi itu. Fungsi utama dari limfosit dari sistem kekebalan tubuh bawaan adalah untuk memberikan tanggapan langsung terhadap serangan virus. Selain fungsi ini, sel-sel NK juga dapat membedakan sel-sel yang kanker atau memiliki infeksi yang disebabkan oleh mikroba. Sel-sel NK menargetkan dan menghancurkan sel- sel ini dengan cara yang sama sekaligus menghilangkan sel-sel dengan infeksi virus. Meskipun situs dan proses pematangan sel NK tidak sepenuhnya dipahami, namun miliaran ditemukan beredar dalam darah manusia pada suatu waktu. Menurut Miksusanti (2010), mengemukakan bahwa penggunaan limfosit dalam analisis penelitian dilakukan karena limfosit merupakan sel yang sangat rentan terhadap bahan kimia sehingga mampu melakukan identifikasi secara kemotaksis. Fungsi limfosit sebagai pertahanan kedua adalah untuk mengidentifikasi patogen dan racun yang sebelumnya telah ditemui. Selama pertemuan berikutnya, limfosit ini merespon dengan cepat untuk melindungi tubuh dari infeksi. Sistem kekebalan adaptif termasuk limfosit B, atau sel B, dan limfosit T, atau sel T. Kedua jenis limfosit ini diproduksi di sumsum tulang, sel B dewasa di sana, sementara sel T bermigrasi ke timus untuk pematangan menjadi dewasa.Limfosit yang bersirkulasi, dan limfosit jaringan serta sel plasma yang tersebar luas dalam tubuh organisme juga berperan dalam sistem perlindungan tubuh (Feldman, 2000).Secara lebih jelas mekanisme aktifitas limfosit berinteraksi dengan antigen dan hubungannya immunoglobulin (antibodi) ditunjukkan pada Gambar 2.6 .

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6Aktifitas Limfosit, Antigen dan Imunoglobulin(Dok PIM)

Limfosit B akhirnya berfungsi menghasilkan antibodi spesifik terhadap antigen. Antibodi ini diproduksi dalam jumlah besar, terutama dengan paparan berulang terhadap antigen. Limfosit T dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis. Beberapa mengarahkan tindakan sel ke sistem kekebalan lain, sementara yang lain membunuh sel yang terinfeksi dengan patogen tertentu. Kedua limfosit B dan limfosit T memiliki kapasitas untuk mengingat antigen untuk memberikan respon yang lebih kuat dan lebih cepat ketika antigen yang akan dihadapi di masa mendatang. Dalam sistem imun spesifik limfosit yang berasal dari dari sel T dan sel B memainkan peranan yang cukup baik (Gokani, 2007).

2.6.Immunitas Humoral.

2.6.1Titer Antibodi dan Imunoglobulin

Titer antibodi adalah merupakan pengukuran pada perubahan jumlah antibodi dalam suatu respon imun tubuh. Nilai titer antibodi yang ditambahkan ekstrak daun sampel lebih tinggi dibandingkan kontrol. Senyawa ini kemudian

Universitas Sumatera Utara berinteraksi dengan sel B berperan sebagai antigen dan kemudian mengaktifkan proliferasidan difrensiasi menjadi antibodi atau imunoglobulin (Steven, 2003) Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum darah atau cairan tubuh yang bereaksi secara khusus dengan antigen yang merangsang produksinya dengan memiliki 4 rangkaian rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai “berat” (Heavy Chain = H) dan 2 rantai “ringan” (Light Chain = L) yang tersusun secara simetris dan saling berhubungan satu sama lainnya melalui ikatan disulfida (Interchain Disulfide Bonds). Imunoglobulin termasuk dalam kelompok glikoprotein yang mempunyai struktur dasar sama, terdiri dari 82-96% polipeptida dan 4-18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut (Roitt, 2001).

Gambar. 2.7.Struktur Imunoglobulin(Roitt, 2001)

Steven (2003), mengemukakan bahwa molekul anti bodi diproduksi oleh limfosit B dan kemudian menjadi imunoglobulin termasuk IgG, IgA, IgM, IgE dan IgD yang merupakan pusat respon imun humoral. Molekul immunoglobulin dapat dipecah oleh enzim menjadi 3 fragmen. Dua fragmen adalah identik dan dapat mengikat antigen untuk membentuk ikatan kompleks yang larut dan bervalensi satu (Univalen), disebut Fragment Antigen Binding (Fab). Sedangkan untuk fragmen ketiga tidak dapat mengikat antigen dan membentuk kristal Fragment Crytallizable (Fc). Enzim proteolitik pepsin juga dapat memecah antibodi pada tempat Fc sehingga tertinggal satu fragmen besar yang masih dapat mengendapkan antigen, yang masih bervalensi dua (divalen), disebut F(ab’)2.Immunoglobulin diklasifikasikan berdasarkan kelas rantai H.

Universitas Sumatera Utara Tiap kelas mempunyai berat molekul, masa paruh, dan aktivitas biologik yang berbeda. Perbedaan antar subkelas lebih sedikit dari pada perbedaan antar kelas.

2.6.2. Immunoglobulin IgG

Imunoglobulin G (IgG) merupakan imunoglobulin utama yang dibentuk atas rangsangan antigen. Diantara semua kelas Imunoglobulin IgG paling mudah berdifusidalam jaringanekstravaskular dan melakukan aktifitas sebagai antibodi di jaringan IgG umumnya melapisi mikroorganisme sehingga partikel itu lebih mudah difagositosis dan IgG mampu menetralisir toksin dan virus.IgG ditemukan meningkat pada infeksi kronis (Goodman, 1991) . IgG mempunyai struktur dasar imunoglobulin yang terdiri dari 2 rantai berat H dan 2 rantai ringan L. IgG manusia mempunyai koefisien sedimentasi 7 S dengan berat molekul sekitar 150 kd. Pada orang normal IgG merupakan 75% dari seluruh jumlah imunoglobulin (Roitt, 1985). Baratawidjaja et al (2009) bahwa IgG adalah substansi utama yang diidentifikasi sebagai molekul dalam serum yang mampu menetralkan sejumlah mikroorganisme penyebab infeksi.

Gambar. 2.8 Imunoglobulin G (IgG)(Roitt, 2001)

Imunoglobulin G terdiri dari 4 subkelas, masing-masing mempunyai perbedaan , dengan perbandingan sebagai berikut: IgG1 40-70%, IgG2 4-20%, IgG3 4-8%, dan IgG4 2-6%. Masa paruh IgG adalah 3 minggu, kecuali subkelas IgG3 yang hanya mempunyai masa paruh l minggu. Kemampuan mengikat komplemen setiap subkelas IgGtidak sama, IgG3 > IgGl > IgG2 > IgG4. IgG.IgG merupakan immunoglobulin utama terbesar dalam menetraliser racun dan

Universitas Sumatera Utara mengikat mikroorganisme untuk memudahkan fagositosit (Roitt, 2001). IgG berkurang saat tikus berusia 10-12 bulan atau memasuki tahap senescent (Ebersole, et al, 1985). IgG dapat melekat pada reseptor Fc yang terdapat di permukaan sel sasaran dan memungkinkan terjadinya ADCC (Antibodi Dependent Cell mediated Cytotoxicity). Bila IgG melekat pada reseptor permukaan trombosit, dapat merangsang pelepasan amina vasoaktif dan menyebabkan agregasi trombosit. IgG disintetis dalam responnya terhadap invasi bakteri, fungi dan virus. Di dalam darah, IgG mempunyai waktu paruh sekitar 23 hari.IgG diproduksi dalam respon tertunda terhadap inveksi dalam tubuh dalam waktu yang lama.

2.6.3. Imunoglobulin M (IgM)

IgM adalah antibodipertama yang bersirkulasi terhadap pemaparan awal antigen. Hal ini secara diagnostik bermanfaat karena kehadiran IgM umumnya mengindikasi adanya infeksi baru oleh patogen yang menyebabkan pembentukannya. IgM berfungsi sebagai reseptor permukaan sel B untuktempat antigen melekat dan disekresikan dalam tahap tahap awal respon sel plasma.IgM sangat effisien untuk reaksi aglutinasi dan reaksi sitolitik dan karenanya timbul sangat cepat setelah infeksi dan tetap tinggal dalam darah, oleh sebab itu IgM merupakan faktor daya tahan tubuh penting pada terjadinya infeksi bakteri maupun parasit (Abbas et al, 2007).

Gambar. 2.9 Struktur Imunoglobulin M (IgM)( Roitt, 2001)

Universitas Sumatera Utara

IgM adalah respon imun primeir yang terjadi beberapa hari setelah pemaparan antigen yang pertama kali muncul dan masuk ke dalam tubuh (Bratawidjaja etal 2009). Konsentrasi IgM berkurang setelah dua minggu hal tersebut menunjukkan tubuh menjadi kurang mudah untuk diserang (Bansalet al, 2009). IgM merupakan 10% dari seluruh jumlah imunoglobulin, dengan koefisien sedimen 19 S dan berat molekul 850.000-l.000.000. Molekul ini mempunyai 12% dari beratnya adalah karbohidrat. Antibodi IgM adalah antibodi yang pertama kali timbul pada respon imun terhadap antigen dan antibodi yang utama pada golongan darah secara alami. Gabungan antigen dengan satu molekul IgM cukup untuk memulai reaksi kaskade komplemen (Roitt, 2001). IgM memiliki imunitas yang cukup tinggi dan dapat melakukan proses inisiasi setelah imunisasi (Rutemark, 2011). Imunoglobulin M (IgM) ditemukandalam cairan getah bening dan darah. Merupakan antibodi pertama yang dihasilkan oleh janin manusia . IgM biasanya ditemukan di dalam tub.uh manusia setelah terkena penyakit, sedangkan IgG adalah setelah reaksi jangka panjang respon tubuh terhadap penyakit tersebut. IgM akan hilang dalam waktu dua atau tiga minggu, yang kemudian digantikan oleh IgG yang akan ada seumur hidup dan memberikan kekebalan (Roitt, 2001). Perbandingan antara immunoglobulin. (Tabel 2.3)

Tabel 2.3Perbandingan fisikokimiawi Imunoglobulin Manusia

Sifat IgG IgA IgM IgE IgD Rantai-H γ α µ Ε δ Berat Molekul 146.000 160.000 970.000 188.000 184.000 Konsentrasi Serum 0,5-9 0,5-3,0 1,5 0,00005 0,03 (mg/ml) Berat molekul rantai-H 51-60 52-56 65 72,5 69,7 (x1000) % Imunoglobulin Serum 70-75 15-20 10% - 1% % Karbohidrat 2-3 7-11 12 12 9-14 Roitt, Brostoff, Male 1985

Universitas Sumatera Utara

Pembentukan antibodi terjadi setelah beberapa hari pemaparan pertama oleh antigen yang masuk ke dalam tubuhdengan timbulnya respon immun (tanggap kebal) primer yang ditandai dengan munculnya IgM. Saat antara pemaparan antigen dengan munculnya IgM disebut Iag Phase. Kadar IgM dalam serum mencapai puncak setelah kira-kira tujuh hari. Enam sampai tujuh hari setelah pemaparan di dalam serum mulai dapat dideteksi IgM, dan IgM mulai berkurang sebelum IgG mencapai puncaknya. IgG mencapai puncaknya setelah 10-14 hari pemaparan antigen. Kemudian 4-5 minggu setelah pemaparan, kadar antibodi berkurang dan umumnya hanya sedikit yang dapat terdeteksi (Roitt, 2001). IgG memiliki peran utama dalam sirkulasi dan dikeluarkan selama respon sekunder sedangkan IgM berperan sebagai reseptor antigen pada permukaan limfosit dan dikeluarkan selama respon primer. Selama respon sekunder, IgM dihasilkan lebih lambat dan IgG dihasilkan lebih cepat jadi seseorang jadi lebih tahan terhadap patogen (Fox, 2002).

Respon primer Respon sekunder

Pemaparan antigen pertama

Pemaparan antigen kedua

Titer antibodi Titer

Waktu (hari)

Gambar 2.10 Respon Imun Primer dan Sekunder (Todar, 2005)

Universitas Sumatera Utara Bila dosis antigen kedua diberikan pada hewan yang masih memiliki antibodi dalam serum yang tersisa setelah respons immun pertamanya, maka tingkat antibodi ini akan turun dalam beberapa hari sebelum respons immun sekunder berlangsung di sebut fase negatif, dan ini timbul sebagai akibat terjadinya peningkatan antigen yang disuntikan dan penyingkiran antibodi dari peredaran darah (Roitt, 2001).

Gambar 2.11 Mekanisme Imunomodulator (Mukherjee, et al, 2014)

Universitas Sumatera Utara Munculnya antibodi berupa imunoglobulin dalam darah akibat adanya diferensiasi limfosit B. Antibodi yang berikatan dengan antigen membentuk kompleks antigen-antibodi yang dapat mengaktivasi komplemen dan mengakibatkan hancurnya antigen. Supaya limfosit B berdiferensiasi dan membentuk antibodi diperlukan bantuan limfosit T yang oleh sinyal-sinyal tertentu baik melalui MHC maupun sinyal yang dilepaskan oleh makrofag merangsang produksi antibodi (Roitt, 2001).

2.6.4Lisozim Menurut Sherwood (1996), lisozim merupakan sebutan untuk enzim – enzim hidrolitik kuat yang terdapat di dalam lisosom.Lisosom adalah kantung terbungkus membran yang mengandung enzim –enzim hidrolitik kuat (lisozim) yang mampu mencerna dan menyingkirkan berbagai sisa sel dan benda asing yang tidak diinginkan, seperti bakteri yang masuk ke dalam sel. Dengan demikian, lisosom berfungsi sebagai “sistem pencernaan” intrasel. Rata – rata sebuah sel memiliki sekitar tiga ratus lisosom. Tidak seperti organel – organel lain yang strukturnya uniform, bentuk dan ukuran lisosom bervariasi, bergantung pada isi yang mereka cerna. Biasanya lisosom adalah badan yang berukuran kecil (bergaris tengah 0,2-0,5 nm) berbentuk oval yang tampak bergranula apabila tidak aktif. Granulagranula tersebut merupakan agregat agregat protein pada enzim-enzim pencernaan kuat yang ada di dalamnya. Membran di sekitarnya yang membungkus enzim – enzim tersebut biasanya mencegah enzim – enzim tersebut agar tidak merusak sel tempat mereka berada. Baik membran maupun enzim – enzim tersebut berasal dari kompleks golgi. Lisosom baru terbentuk dari kumpulan khusus enzim hidrolitik yang baru disintesis dan tertangkap di dalam vesikel berselubung yang kemudian melepaskan diri dari kompleks golgi Bahan ekstrasel yang akan dihancurkan oleh enzim – enzim lisosom dibawa ke bagian dalam sel melalui proses endositosis (endo berarti “di dalam”). Pada umumnya, membran plasma mengalami invaginasi (melekuk ke dalam), membentuk suatu kantung yang mengandung sedikit cairan ekstrasel, biasanya dengan partikel spesifik yang telah terikat dengan reseptor permukaan. Membran

Universitas Sumatera Utara plasma kemudian menutup di permukaan kantung, membentuk vesikel kecil intrasel yang terbungkus membran dengan isi kantung terperangkap di dalamnya. Lisozim yang terdiri dari mucopeptida N-acetylmuramylhidrolase adalah enzim yang memiliki berat molekul rendah (1500), stabil pada kondisi asam dan labil pada kondisi basa, dan terdapat dalam cairan tubuh, sel dan jaringan pada mahluk hidup dan muncul pada saat gangguan pencernaan (Maraghi et al, 2012) Pada hewan mamalia, lisozimdibentuk dan disekresi ke dalam darah oleh sel fagosit mononuklear dan makrofage partikuler. Adanya antigen akan menstimulasi sistem immun tubuh. Lisozim adalah salah satu parameter yang diukur sebagai dampak pemberian imunostimulan (Ogier,et al 1996).Lisozim berperan melindungi tubuh dari inflamasi kronik (Rubio, 2014). Peneliti lain Maraghi et al,(2012) menemukan bahwa terdapat peningkatan aktivitas lisozim pada tikus yang diinfeksi dengan trypanosome. Lisozim juga banyak terdapat pada vertebrata termasuk ikan dan merupakan faktor penting mencegah invasi mikroorganisme.Disamping fungsinya sebagai antimikroba, lisozim memiliki fungsi lainnya termasuk sebagai inaktivasi terhadap virus tertentu, meningkatkan aktivitas fagositik dari leukosit polimorfonuklear dan makrofag, sebagai pertahanan dari membran sel pada mamalia dan merangsang aktivitas proliferasi dan antitumor pada monosit. Dalam hati, limpa, ginjal dan paru-paru lisozim ditemukan dalam jumlah yang sangat tinggi.Dalam kebanyakan studi, lisozim telah dihitung dengan uji fungsional menggunakan Micrococcus lysodeikticus dan telur lisozim putih sebagai standar(Ramanaviciene, 2002).

2.7. Gambaran Histologi Histologi merupakan ilmu yang mempelajari jaringan penyusun tubuh, kimia jaringan dan sel dipelajari dengan metode analitik mikroskopik dan kimia. Zat-zat kimia di dalam jaringan dan sel dapat dikenali dengan reaksi kimia yang menghasilkan senyawa berwarna tak dapat larut, diamati dengan mikroskop cahaya atau penghamburan elektron oleh presipitat yang dapatdiamati menggunakan mikroskop elektron. Jaringan adalah kumpulan dari sel-sel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Meskipun

Universitas Sumatera Utara sangat komplek tubuh mamalia hanya tersusun oleh empat jenis jaringan yaitu jaringan : epitel, penyambung/pengikat,otot dan saraf. Dalam tubuh jaringan ini tidak terdapat dalam satuan-satuan yang tersendiri tetapi saling bersambungan satu dengan yang lain dalam perbandingan yang berbeda-beda menyusun suatu organ dan sistema tubuh. Salah satu jaringan yang berperan dalam sistem imunitas tubuh adalah jaringan penyambung ditandai banyaknya bahan intersel yang dihasilkan oleh sel- selnya, dalam jaringan ini di kompartemen antar sel jaringan penyambung banyak mengandung sel darah putih, sel plasma penghasil antibodi dan kekentalan zat dasar jaringan penyambung menghambat penembusan oleh bakteri. (Wheather, Burkit dan Daniel 1987).

2.7.1.Ginjal Organ lainnya yang digunakan sebagai parameter histologi adalah ginjal.Secara histologi, ginjal tersusun dari tubula ginjal atau nephron. Ada 2 macam bentuk dari tubulus ginjal dan dikenal dengan istilah renal corpuscle yang berbentuk seperti corong dan convoluted corpuscle yang merupakan saluran yang bergulung-gulung. Renal corpuscle tersusun dari kapsula Bowman dan glomerulus. Histopatologi kontrol positif memiliki struktur tubulus dan glomerulus yang rapi (Fauziet al, 2014). Ginjal terletak pada bagian dorsal dari rongga abdominal pada tiap sisi dari aorta dan vena kava, tepat pada posisi ventral terhadap beberapa vertebra lumbal yang pertama.Secara makroskopis, sebuah ginjal dengan potongan memanjang memberi dua gambaran dua daerah yang cukup jelas. Daerah perifer/tepi yang beraspek gelap diebut korteks, dan selebihnya yang agak cerah disebut medulla, berbentuk piramid terbalik. Bagian korteks yang gelap tampak diselang dengan interval tertentu oleh jaringan medulla yang berwarna agak cerah, disebut garis medulla (medullary rays). Substansi korteks di sekitar garis medulla disebut labirin korteks. Medulla tampak lebih cerah dan tampak adanya jalur-jalur yang disebabkan oleh buluh-buluh kemih yang lurus dan pembuluh darahnya (Hartono, 1992). Secara histologi ginjal terdiri atas tiga unsur utama, yaitu (1). Glomerulus, yakni suatu gulungan pembuluh darah kapiler yang masuk melalui aferen, (2).

Universitas Sumatera Utara Tubuli sebagai parenkim yang bersama glomerulus membentuk nefron, suatu unit fungsional terkecil dari ginjal, dan (3).Interstisium berikut pembuluh-pembuluh darah, limfe dan syaraf (Hartono, 1991)

Pada kaitannya dengan mekanisme kekebalan tubuh, ginjal digunakan sebagai parameter histologi karena kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) dapat menimbulkan glomerulonefritis. Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat suatu proses imunologis (Madaio dan Harrington, 2001). Istilah glomerulonefritis akut pasca infeksi termasuk grup yang besar dari glomerulonefritis akut sebagai akibat dari bermacam-macam agen infeksi. Pada glomerulonefritis pasca infeksi, proses inflamasi terjadi dalam glomerulus yang dipicu oleh adanya reaksi antigen antibodi, selanjutnya menyebabkan aktifasi lokal dari sistem komplemen dan kaskade koagulasi. Kompleks imun dapat terjadi dalam sirkulasi atau in situ pada membrane basalis glomerulus (Smith et al, 2003)

2.7.2 Limpa

Limpa adalah jaringan limfoid yang membentuk organ dan paling besar dalam tubuh hewan (Hartono, 1989).Limpa adalah sebuah organ limfoid sekunder pada seluruh vertebrata. Memiliki struktur yang kompleks dan fungsi yang berbeda seperti monitoring imunologi pada antigen, pembentukan sel darah, dan perusakan sel-sel darah yang abnormal (Steiniger, 2005).Limfa memproduksi limfosit sehingga diperkirakan kerja limfa akan lebih berat dalam menghasilkan limfosit bila terdapat antigen di dalam tubuh (Hargono et al, 2000). Selanjutnya menurut Honjo (1995), limpa berfungsi menyaring darah, menyimpan eritrosit dan trombosit serta melaksanakan eritropoiesis pada fetus. Karena itu, limpa terbagi atas dua bagian, satu bagian untuk menyimpan eritrosit, untuk penjeratan antigen dan untuk eritropoiesis, yang disebut pulpa merah dan bagian yang lain di dalamnya terjadi tanggap kebal yang disebut pulpa putih.

Pulpa merah, sebagian besar dari pulpa limpa berwarna merah, dan mengandung banyak darah yang disimpan dalam jalinan retikuler. Pulpa merah terdiri dari arteriol pulpa, kapiler selubung serta kapiler terminal, sinus venous

Universitas Sumatera Utara atau venula dan bingkai limpa (Delmann, 1989).Pulpa putih adalah jaringan limfatik yang menyebar diseluruh limpa sebagai nodullus limpa dan seperti selubung limfatik periarterial. Pada kedua lokasi, serabut retikuler dan sel retikuler membentuk jalinan stroma dalam tiga dimensi mengandung pecahan limfosit, makrofag, dan sel-sel aksesori lain mirip dengan yang terlihat pada kelenjar getah bening. Sel-sel utama dalam nodulus adalah limfosit B, sedangkan limfosit menempati daerah yang langsung mengitari arteria nodularis (Delmann, 1989).

Pada perrnukaan pulpa putih, retikulum membentuk beberapa lapis konsentris, yang langsung berbatasan dengan lapis terakhir adalah daerah marginal. Di daerah ini banyak terdapat makrofag dan populasi limfosit khusus. Semua unsur dari sel darah, demikian juga antigen, mengadakan kontak dengan makrofag dan limfosit setempat. Partikel yang mengambang dalam plasma darah difagositosis secara efisien oleh makrofag, dan merupakan kondisi ideal untuk penampilan antigen (Feldman, 2000).Menurut Jones(2006), perubahan yang sering terjadi pada limpa berhubungan dengan ukurannya.Pembesaran limpa bisa diakibatkan oleh beberapa mekanisme yang berbeda, yaitu gangguan sirkulasi, penyakit inflamasi, penyakit metabolik, dan neoplasia. Pada kondisi septisemia, terjadi pembesaran limpa dengan kongesti akut dan degenerasi dari folikel limfoid serta hiperseluler dari area sinus (Jubb et al.,1993).

2.8.Deskripsi dan Sistematika Tikus Putih Tikus putih (Rattus norvegicus) sangat baik digunakan sebagai hewan percobaan, lebih cepat menjadi dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih mudah berkembang biak. Pengamatanbobothewancobabertujuanuntukmengetahuisediaanuji yang digunakanmempengaruhimetabolismehewanujiatautidak (Hargonoet al 2000).Menurut Arrington (1972) dan Priambodo (1995), mencit dan tikus masih merupakan satu famili, yaitu termasuk ke dalam famili Muridae. Secara lebih jelas sistematika tikus putih sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara Klasifikasi tikus putih (R. norvegicus). Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Subordo : Sciurognathi Famili : Muridae Sub-Famili : Murinae Genus : Rattus Spesies : Rattus norvegicus

Tikus putih merupakan strain albino dari R. norvegicus. Tikus memiliki beberapa galur yang merupakan hasil pembiakkan sesama jenis atau persilangan. Ciri-ciri yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang palingterlihat adalah ekornya yang panjang. Bobot badan tikus jantan pada umur dua belas minggu mencapai 240 gram sedangkan betinanya mencapai 250 gram. Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4-5 tahun dan kelahiran dalam setahun ada 7 kali. Tikus dapat mendengar hingga suara ultrasonik dengan rentang pendengaran 70 dB yaitu 250 Hz-70 kHz dan rentang yang paling sensitif berkisar 5 antara 8-32 kHz. Suara ultrasonik ini sangat penting sebagai alat berkomunikasi antara induk dengan anaknya. Tikus memiliki pertumbuhan yang cepat, tempramen yang baik dan kemampuan laktasi yang tinggi.Tikus putih (R. norvegicus) tersebar luas di beberapa tipe habitat, namun tikus putih lebih sering terlihat pada beberapa tempat yang merupakan habitat alami dari tikus putih, yaitu area pertanian, hutan alami maupun buatan, pesisir pantai, dan tempat tempat yang lembab.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.12. Tikus Putih (Rattus norvegicus) . 2.8.1. Anatomi dan Fisiologi 1. Rumus gigi adalah 2 (I 1 / 1, M 3 / 3) = 16. Terbuka di gigi seri-berakar dan tumbuh terus menerus. Tikus akan menggigit atau “sejumput” dengan gigi seri tajam jika mishandled. 2. Perut dibagi menjadi bagian nonglandular proksimal dan bagian distal kelenjar. Kedua bagian yang terlalu berbeda. Ini mirip dengan perut kuda. 3. Paru-paru kiri terdiri dari satu lobus, sedangkan paru kanan terdiri dari empat lobus. 4. Tikus memiliki lima pasang kelenjar susu. Distribusi jaringan mammae menyebar, membentang dari garis tengah ventral atas panggul, dada, dan bagian leher. 5. Sangat berkonsentrasi urin diproduksi; jumlah besar protein diekskresikan dalam urin.

2.9. Kerangka Teoritis

Tumbuhan memiliki potensi sebagai obat tradisional dan merupakan aset Indonesia yang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan. Selain mudah diperoleh, obat tradisional yang berasal dari tumbuhan umumnya tidak memiliki efek sampingdan harganya relatif lebih murah dibandingkan obat-obatan sintetis. Selain itu, tumbuhan yang berpotensi untuk dijadikan obat di Indonesia sangat berlimpah dan belum banyak dimanfaatkan. Pada beberapa tumbuhan terdapat

Universitas Sumatera Utara senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai zat imunostimulan. Salahsatu tumbuhan yang berpotensi sebagai obat dan belum banyak dipergunakan dandikenal masyarakat adalah tumbuhan dari genus Premnadari FamiliVerbenaceae.Pemanfaatan Premna, dengan nama Buasbuas atau spesies Premna pubescens Blumue di Sumatera Utara masih terbatas yang menggunakan tumbuhan ini. Zat imunostimulan adalah zat kimia yang dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh non spesifik atau alami melalui interaksi langsung dengan sel.

Zat imunostimulan juga dapat meningkatkan ketahanan daya tahan tubuh melalui proses regulasi pada mekanisme tubuh terhadap antigen atau patogen.Parameter yang digunakan untuk mengetahui pengaruh ekstrak tanaman yang berpotensi sebagai imunostimulan terhadap kondisi fisiologi tikus putih adalah pemeriksaan terhadap hematologi tikus (hemoglobin, hematokrit, eritrosit, trombosit), imunitas seluler (leukosit, monosit, limfosit) dan imunitas humoral (antibodi, immunoglobulin G dan M, lisozim), kondisi histologi ginjal dan limpa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dalam pengkajian tanaman obat tradisional yang masih banyak belum terungkap,dan faktor-faktor yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

2.9.1. Hipotesis

Famili Verbanaceae terutama suku Premna diketahui mengandung flavonoid dengan senyawa apigenin yang berperan sebagai senyawa bioaktif yang berfungsi untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Oleh sebab itu ekstrak daun Buasbuas (Premna pubescens.Blumue) sebagai salah satu genus Premna memiliki aktivitas immunostimulan pada tikus putih (Rattus norvegicus) dengan pengamatan dan pengkajian pada hematologi darah, imunitas seluler, imunitas humoral, histologi organ ginjal dan limpa. Peningkatan aktivitas respon imun pada tikus yang diberikan antigen SRBC menunjukkan adanya pengaruh penambahan zat imunostimulan dalam mekanisme respon imun tubuh.

Universitas Sumatera Utara BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai April 2013 sampai dengan Nopember 2014. Pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada tikus putih dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan (Unimed). Pembuatan ekstrak daun Premna pubescens. Blumue (buasbuas) dan pemeriksaan kadar apigenin daun buasbuas dilakukan di Laboratorium Kimia dan Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU). Analisis immunoglobulin, lisozim, dan titer antibodi, dilakukan di laboratorium Terpadu USU. Analisis histologi organ tikus putih dilakukan di laboratorium Histopatologi Fakultas Kedokteran USU dan pengukuran nilai hematologi dilakukan di Poliklinik Kesehatan USU.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari seperangkat alat pemeliharaan tikus yaitu kandang tikus yang terbuat dari bahan plastik dengan ukuran 40x30x20 cm serta dilengkapi kawat kasa di bagian atas sebagai penutup kandang. Jumlah kandang yang digunakan sebanyak enam belas buah, dilengkapi dengan tempat pakan tikus dan tempat air minum tikus. Untuk pengambilan darah tikus digunakan pisau bedah dan vaccum tube. Spuit untuk menyuntikkan SRBC.Untuk menghaluskan daun buasbuas digunakan blender dan mixer, untuk mengentalkan ekstrak sampel daun buasbuas digunakan rotary evaporator. Pengukuran kadar IgG dan IgM mengggunakanElisa Kit dengan spesifikasi Elisa Reader dan Washer Thermofishier Scientific, model Multiskan GO +W.Wellwash h. Versa buatan USA. Untuk pengukuran nilai hematologi digunakan spektrofotometer dengan spesifikasi Micros ABX 60. Pengukuran lisozim menggunakan Spektrofotometer (SHIMADZU UV-1600PC).Untuk analisis titer antibodi menggunakan Mikroplate 96 dasa V dan mikro pipet. Untuk pengambilan darah digunakn vakumtube dan mikrotube. Untuk pengamatan nilai histologis dilakukan dengan menggunakan metode pewarnaan dengan menggunakan hematoksilin Eosin (HE).

Universitas Sumatera Utara Untuk analisis apigenin daun buasbuas digunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan spsifikasi HPLC Agilent 1220.Kondisi operasional HPLC menggunakan kolom Zorbax1.8µm SB C18,4.6x50 nm, Fase gerak menggunakan Metanol : Aquadest (65 : 35), panjang gelombang :337 nm dengan laju alir 0.5 ml/menit dengan temperatur 25⁰Cdan volume injeksi 10µl. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Etanol 95 persen untuk pembuatan ekstrak daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas) dan daun buasbuas Teknik pengambilan sampel menggunakanpurposive samplingyaitu menggunakan daun buas-buas yang dipetik dari pekarangan rumah peneliti sebagai koleksi pribadi di Kompleks Kejaksaan Medan.Daun buas buas yang digunakan adalah daun muda yang dimulai dari urutan daun ke-7dari pucuk hingga ke bagian pucuk batang sebagaimana yang umum di gunakan masyarakat.

Tikus yang digunakan sebanyak dua puluh empat ekor tikus putih (Rattus norvegicus) berumur dua bulan dengan berat badan tikus 150-250 gram. Tikus diperoleh dari Laboratorium Farmasi USU yang sudah diternakkan dan selanjutnya dipelihara di kandang hewan laboratorium Biologi FMIPA. Aklimatisasi dan pemeliharaan tikus putih dilakukan pada suhu 24⁰C ± 27⁰C selama satu minggu dengan pemberian makanan dalam bentuk pellet dan air diberikan secara ad libitum. Bahan-bahan lain berupa bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan EEP antara lain metanol 95 persen,Carboxy Methyl Cellulose(CMC)1%. Untuk analisis Apigenin, standar yang digunakan adalah Apigenin Standar (Sigma Aldrich), Pelarut yang digunakan adalah Metanol HPLC grade (Merck) dan Aquades.

Untuk pembuatan antigen SRBC zat kimia yang digunakan adalah larutan Phosphate Buffered Saline (PBS) dan larutan Alsever. Untuk analisis lisozim menggunakan Micrococcus lysodeiktycus (Sigma). Untuk analisis imunoglobulin digunakan alatElisa Kit Rat IgG dan IgM (Cat no. E111-100), Rat IgM Elisa Kit (Sigma), Rat IgG Elisa Kit (Sigma), ELISA Coating Buffer (Cat No. E107), ELISA dan sebagai pembilas digunakanwash solution buffer (Cat No. 106). Untuk pengamatan analisis hematologi, sebagai anti koagulandigunakan zat EDTA danpewarnaHemoksilin Eosin.

Universitas Sumatera Utara 3.3. Prosedur Kerja 3.3.1. Pembuatan Ekstrak Etanol Premna pubescens (EEP) Daun buasbuas dikeringkan dengan menggunakan ovenpada suhu 40⁰C sampai kering. Daun yang telah kering menjadi sebanyak 1050 gram dihaluskan dengan blender hingga berbentuk simplisia.Simplisia daun buas-buas ditempatkan dalam 2 wadah masing-masing 525 gram dan ditambahkan etanol 95 persen yang sudah didestilasi sebanyak 1837,5 ml/wadah. Selanjutnya simplisia daun direndam dengan etanol 95 persen selama 5 hari dan diaduk sekali dalam sehari.Rendaman daun disaring menggunakan kertas saring Whatman dan ditambahkan etanol 95 persensampai mencapai 3 liter, kemudian didiamkan selama 2 hari dan kembali disaring. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator dan dikeringkan menggunakan water bath untuk mendapatkan ekstrak etanol kering daunPremna Pubescens.Blumue( buasbuas) menjadi200 gram. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada skema berikut.

Daun Premna Pubescens. Blumuedikeringkan di oven 5 hari pada suhu 40oC

Diblender menjadi simplisia,

Diletakkan dalam dua (2) wadah, masing-masing wadah @ 525

Dimasukansebanyak 2 L etanol 95% didiamkan 5 hari diaduk setiap hari

EEP disaring, direndam kembali dan dievaporasi

Dikeringkan dengan waterbath : EEP berbentuk pasta

Gambar 3.1. Skema Pembuatan EEP

3.3.2. Penentuan Dosis EEP Tikus putih dibagi kedalam empat perlakuan, masing masing kelompok terdiri dari enam ekor tikus. Dosis ekstrak etanol Premna pubescens. Blumue (EEP) yang diberikan kepada tikus putih ditentukan berdasarkan penelitian

Universitas Sumatera Utara terdahulu tentang Premna yaitu 250 mg/kgBB (Vadivu et al, 2009). EEP dilarutkan dalam Carboxy Methyl Cellulose (CMC) 1% yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu. Konsentrasi larutan EEP yang dibuat adalah 10%. EEP diberikan peroral setiap hari dengan cara mencekokselama 30 hari kepada kelompok A1dan A2. A0 sebagai kontrol tidak diberikan EEP dan A4 hanya diberikan SRBC.

3.3.3. Pembuatan Antigen Sheep Red Blood Cell (SRBC) Antigen yang digunakan pada penelitian ini adalah SRBC. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gokani et al 2007). Pembuatan SRBC dilakukan di Laboratorium Veteriner Regional I Sumatera Utara jalan Binjai Km. 7 Medan. Pembuatan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: Darah domba diambil melalui vena jugularis (leher) dengan spuit, selanjutnya darah diberi antikoagulan dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm untuk memisahkan plasma dari sel-sel darah.Supernatan (lapisan atas) yang berupa plasma dibuang dengan pipetPasteur sedangkan pada Natan(lapisan bawah) yang berupa endapan sel darah merah, ditambahkan larutan Phosphate Buffered Saline (PBS) dengan pH 7.2 sebanyak tiga kali volume SRBC yang tersisa. Tabung yang berisi endapan sel darah merah kemudian dihomogenkan dan disentrifugasi kembali. Prosedur ini diulang hingga lapisan natan menjadi jernih, tidak berwarna dan diperoleh suspensi SRBC 100%.Selanjutnya sebanyak 0.5 ml suspensi SRBC 100% ditambahkan PBS dengan volume yang sama dengan suspensi SRBC 100% sehingga diperoleh larutan RBC 50%. Untuk mendapatkan suspensi SRBC 1%, sebanyak 1 ml suspensi SRBC 50% ditambahkan PBS sebanyak 50 ml. Selanjutnya SRBC ditampung dalam larutan Alsever dan dibilas tiga kali dengan menggunakan PBS dan disesuaikan menjadi konsentrasi 0.5 x 10 sel/ml. Pada hari kedelapan kepada tikus diberi perlakuan SRBC dimunisasi dengan 0.5x 10 sel/ml SRBC secara intraperitoneal menggunakan syring insulin sebagai imunisasi pertama. Pada hari ke lima belas kepada tikus diberi perlakuan SRBC dimunisasi dengan 0.5x 10 sel/ml SRBC secara intraperitoneal menggunakan syring insulin sebagai imunisasi kedua.

Universitas Sumatera Utara 3.3.4. Preparasi Serum Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-31, darah ditampung pada vacuum tube 3 ml yang steril, kemudian dipusing dengan menggunakan sentifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit. Setelah benda darah terpisah dengan serum, serum diambil dan ditempatkan pada microtube 1,5 ml,selanjutnya disimpan di dalam refrigerator 40C di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran untuk dilakukan analisis .

3.4 Pelaksanaan Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan empat perlakuan dan masing-masing diberi enam ulangan.Hewan uji yang digunakan sebanyak 24 ekor tikus putih

(Rattus norvegicus). Kelompok A0 sebagai kontrol diberi pakan tikus biasa per oral setiap hari. Kelompok A1 diberi 250 mg EEP/kg BB tanpa diberi SRBC.

Kelompok A2 diberi 250mg EEP/kg BB dan diberi 0.1 ml SRBC dan kelompok

A3 diberi 0.1 ml SRBC. Lama perlakuan dilakukan selama 30 hari dan SRBC diberikan pada hari ke-8 dan hari ke-15.

Tabel 3.1. Perlakuan yang diberikan pada tikus putih Perlakuan Notasi Pakan + CMC A0 Pakan+ EEP A1 Pakan + EEP + SRBC A2 Pakan + SRBC A3

3.5 Variabel Penelitian Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Yang menjadi variabel terikat adalah pemberian EEP dan SRBC sedangkan yang menjadi variable bebas adalah data pengukuran kadar apigenindaun Premna pubescens.Blumue. Nilai hematologi terdiri dari nilai hemoglobin, hematokrit, eritrosit dan trombosit. Imunitas selluler terdiri dari nilai leukosit, limfosit dan monosit. Imunitas Humoral terdiri dari titer antibodi, IgM, IgG dan Lisozim serta histologi dan ginjal dan tikus putih. Selanjutnya dilakukan analisis aktivitas EEP sebagai imunostimulan berdasarkan data tersebut.

Universitas Sumatera Utara 3.5.1. Uji Pendahuluan Sebelum dilakukan analisis terhadap kadar apigenin dalam daun Premna pubescens. Blumue terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan kandungan metabolit sekunder (Harborne, 2006). Uji pendahuluan dilakukan dengan menambahkan masing-masing 5 ml air suling dan kloroform kedalam ekstrak daun Buas buas (Premna pubescens.Blumue) lalu diaduk berkali kali selama 2 menit dan setelah itu dibiarkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan air digunakan untuk uji senyawa flavonoid, fenolik, dan saponin. Lapisan kloroform digunakan untuk uji senyawa terpenoid, dan steroid (Harbone, 2006). Tahapan pada masing-masing pengujian adalah sebagai berikut:

3.5.1.1Uji Alkaloid Pemeriksaan alkaloid, dilakukan dengan menggunakan metode Culvenor- Fizgerald, Pada ekstrak ditambahkan 10 ml larutan kloroform beramoniak 0,05 M, diaduk kemudian disaring. Kedalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml asam sulfat 2 N, lalu diaduk selama 2 menit, biarkan hingga terbentuk dua lapisan dan terjadi pemisahan. Ambil lapisan asam (atas) dan tambahkan 1–2 tetes pereaksi Mayer atau pereaksi Dragendorff, jika terbentuk endapan putih dengan pereaksi Mayer atau warna jingga dengan pereaksi Dragendorff menunjukkan hasil yang positif untuk alkaloid.

3.5. 1.2 Uji Flavonoid Beberapa tetes dari ekstrak lapisan air di ambil dan diletakkan pada plat tetes. Selanjutnya ditambah 1-2 butir logam magnesium dan beberapa tetes asam klorida pekat sampai terbentuk warna merah jingga pada ekstrak, warna merah jingga sampai merah menandakan adanya senyawa flavonoid.

3.5.1.3. Uji Saponin Ekstrak Lapisan air diambil dan dimasukkan kedalam dalam tabung reaksi dikocok selama 2 menit. Apabila terbentuk busa yang bertahan selama 5 menit, menunjukkan bahwa pada ekstrak positif terdapat saponin.

Universitas Sumatera Utara 3.5.1.4. Uji Steroid Ekstrak pada lapisan kloroform disaring dengan menggunakan pipet berisi norit. Hasil saringan di pipet 2–3 tetes dan diletakkan dan dibiarkan mengering pada plat tetes. Setelah kering ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard (2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat). Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna. terbentuknya warna hijau-biru menunjukkan ekstrak positif mengandung steroid.

3.5.1.5. Uji Fenolik Beberapa tetes ekstrak lapisan air diambil dan diletakkan pada plat tetes. Ditambah 1–2 tetes larutan besi (III) klorida 1%. Biarkan selama 5 menit, bila terbentuk warna biru/ungu, menunjukkan bahwa pada ekstrak terdapat senyawa fenolik.

3.5.2.Analisis Apigenin Pengujian kadar apigenin dilakukan dengan menggunakan HPLC agilent 1220 dengan panjang gelombang 337 nm, laju alir 0.5 ml/min, temperatur 25⁰C dan volume injeksi 10 μl. Berikut ini adalah tahapan analisis apigenin dengan menggunakan sistem HPLC. a) Pembuatan larutan induk baku Apigenin baku (standar) ditimbang sebanyak 1 mg dan dilarutkan dengan menggunakan metanol HPLC grade pada labu ukur hingga 5 ml. Selanjutnya larutan dihomogenkan dengan menggunakan ultrasonikator selama 30 menit. Konsentrasi apigenin larutan induk baku yaitu 200 μg/ml. b) Pembuatan Kurva Kalibrasi Kurva kalibrasi apigenin dibuat dengan cara pembuatan larutan baku pada konsentrasi 0.01 μg/ml, 0.08 μg/ml, 0.16 μg/ml, 0.8 μg/ml, dan 3.2 μg/ml. Larutan disaring dengan penyaring membran PTFE 0.22 μm dan dimasukkan ke dalam vial HPLC serta diinjeksi ke sistem HPLC untuk mendapatkan kurva kalibrasi.

Universitas Sumatera Utara

c) Preparasi Sampel EEP Ekstrak etanol daun Premna pubescens.Blumue ditimbang sebanyak 4 mg lalu dilarutkan dengan campuran methanol:aquades (40:60) sehingga mencapai volume 25 ml. Konsentrasi sampel ekstrak adalah 160 μg/ml. Selanjutnya sampel disaring dengan menggunakan filter PTFE 0.22 μm, kemudian dimasukkan ke dalam vial HPLC dan disuntikkan ke dalam sistem HPLC untuk menentukan kadar apigenin dalam ekstrak. Kadar apigenin diukur berdasarkan kurva sampel EEP.

3.5.3. Pengukuran Nilai Hematologi Pengukuran hematologi bertujuan untuk mengetahui bagaimana aktifitas senyawa metabolit sekunderterhadap kelainan, kuantitas dan kualitas sel darah. Pada hari ke 31 sampel darah tikus diambil dengan cara dekapitasi leher pada semua tikus yang telah diberi masing-masing perlakuan. Darah ditampung di dalam tabung yang telah diberi antikoagulan (EDTA). Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap nilai hemoglobin, nilai hematokrit, eritrosit, dan trombosit, menggunakan analisa darah otomatis (ABX Micros 60).

3.5.4.Pengukuran Imunitas Selluler Pengukuran imunitas selluler meliputi pengukuran titer antibody yang dilakukan dengan dilakukan dengan metode hemaglutinasi. Darah terlebih dahulu disentrifuge untuk memisahkan serum darah. Serum darah yang terkumpul selanjutnya dilakukan uji reaksi hemaglutinasi dengan beberapa tahapan diantaranya dekomplementasi yaitu meletakkan tabung yang berisi serum didalam penangas air yang bersuhu 56o C selama 30 menit. Selanjutnya sebanyak 50 µl PBS dimasukkan kedalam mikroplate pada kolom kedua sampai kolom ke duabelas (12), sedangkan pada kolom pertama dibiarkan kosong. Secara bertahap dilakukan pengenceran dimulai dari 100 µl serum yang telah di komplementasikan dimasukkan ke dalam kolom pertama.Pengenceran dilakukan secara bertingkat pada mikroplate dengan cara mengambil 50 µl serum dari kolom pertama kemudian memasukkannya ke dalam kolom kedua, lalu dihomogenkan,

Universitas Sumatera Utara setelah itu ambil 50 µl dari kolom kedua kemudian masukkan ke kolom ketiga lalu dihomogenkan, demikian seterusnya sampai kolom kedua belas. Pada serial terakhir sebanyak 50 µl pada kolom kedua belas dibuang, dengan demikian didapatkan 12 seri pengenceran serum dengan kelipatan dua, yaitu : 1/1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128, 1/256, 1/512, 1/1024, 1/2048. Sebanyak 25 µl SRBC 1 % dimasukkan ke dalam setiap sumur, diaduk perlahan supaya tercampur dengan serum darah, selanjutnya dilakukan pembacaan titer antibodi hasil reaksi hemaglutinasi dengan pengamatan langsung. Pengamatan berdasarkan penyebaran dan pengendapan SRBC pada dasar mikroplatet terlihat jelas bila dilihat dari posisi atas tegak lurus terhadap dasar mikroplate dengan latar belakang putih dan pencahayaan dilakukan dari atas. Pengamatan titer antibodi dilakukan setelah 24 jam tes hemaglutinasi dilakukan. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data dengan cara mengukur konsentrasi antibodi melalui titrasi pengenceran bertingkat. Pengukuran nilai leukosit,limfosit dan monosit dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer ABX Micros 60

3.5.5. Pengukuran Imunitas Humoral 3.5.5.1. Pengukuran Titer antibodi Pengukuran titer antibodi dilakukan dengan metode hemaglutinasi. Dari serum darah yang telah terkumpul dilakukan uji reaksi hemaglutinasi dengan beberapa tahapan diantaranya dekomplementasi yaitu meletakkan tabung yang berisi serum didalam penangas air yang bersuhu 560C selama 30 menit. Selanjutnya sebanyak 50 µL PBS dimasukkan kedalam mikroplat pada kolom kedua sampai kolom ke duabelas (12), sedangkan pada kolom pertama dibiarkan kosong. Secara bertahap dilakukan pengenceran dimulai dari 100 µL serum yang telah di komplementasikan dimasukkan ke dalam kolom pertama.Pengenceran dilakukan secara bertingkat pada mikroplat dengan cara mengambil 50 µL serum dari kolom pertama kemudian memasukkannya ke dalam kolom kedua, lalu dihomogenkan, setelah itu ambil 50 µL dari kolom kedua kemudian masukkan ke kolom ketiga lalu dihomogenkan, demikian seterusnya sampai kolom kedua belas.

Universitas Sumatera Utara Pada serial terakhir sebanyak 50 µL pada kolom kedua belas dibuang, dengan demikian didapatkan 12 seri pengenceran serum dengan kelipatan dua, yaitu : 1/1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128, 1/256, 1/512, 1/1024, 1/2048. Sebanyak 25 µL SRBC 1 % dimasukkan ke dalam setiap sumur, diaduk perlahan supaya tercampur dengan serum darah, selanjutnya dilakukan pembacaan titer antibodi hasil reaksi hemaglutinasi dengan pengamatan langsung. Pengamatan berdasarkan penyebaran dan pengendapan SRBC pada dasar mikroplat terlihat jelas bila dilihat dari posisi atas tegak lurus terhadap dasar mikroplat dengan latar belakang putih dan pencahayaan dilakukan dari atas. Pembacaan titer antibodi diamati dilakukan setelah 24 jam tes hemaglutinasi dilakukan. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data dengan cara mengukur konsentrasi antibodi melalui titrasi pengenceran bertingkat.

3.5.5.2. Pengukuran Kadar IgM dan IgG Serum darah dalam tabung yang sudah diberi EDTA disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit, kemudian disimpan beku untuk dilakukan analisis IgG dan IgM. Penentuan kadar Ig G dan Ig M dilakukan dengan pengenceran serum perlakuan melalui metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dalam beberapa tahap a. Preparasi reagen Preparasi reagen dilakukan dengan tujuh tahap yaitu 1.Coating Buffer, pada tahap ini dilakukan pengenceran PBS dalam aquabides dengan perbandingan 1: 10 2. Blocking Buffer pada tahap ini konsentrasi Assay buffer diencerkan sebanyak 20 kali dengan aquabides dengan perbandingan 1:10. Selanjutnya kembali dilakukan pengenceran dan masuk ke tahap berikutnya.3. Assay Buffer, assay buffer diencerkandalam aquabides dengan perbandingan 1;10. Tahap berikutnya adalah tahap 4, Capture Antibody atau penangkapan antibody denganpengenceran dalam coating buffer dengan perbandingan 1: 250 (250x)Tahap 5. Standard IgMTahap pembuatan Standard IgM tikus dilakukan dengan melarutkan standar IgM tikus dengan menambahkan aquabidest. Volume larutan yang ditambahkan sesuai dengan label vial standar. Standar IgM dilarutkan

Universitas Sumatera Utara selama 10-30 menit kemudian dihomogenkan secara perlahan (Konsentrasi larutan standar = 200 ng/ml). Tahap selanjutnya adalah Standard IgG ,Tahap ini dilakukan dengan melarutkan Standard IgG tikus, kedalam aquabidest. Volume larutan yang ditambahkan sesuai dengan label vial standar. Standar dilarutkan selama 10-30 menit kemudian dihomogenkan secara perlahan (Konsentrasi larutan standar = 40 ng/ml . Tahap terakhir adalah Detection antibodi (250 x), dengan cara antibodi pendeteksi diencerkan dalam assay buffer A (1x) dengan perbandingan 1:250. b. Prosedur Kerja Uji IgG dan IgM

Dalam melakukan Uji IgM dan Ig G ada 12 tahap prosedur kerja yang dilakukan yaitu 1. Pelapisan Plate pada Corning Costar 9018 ELISA dengan 100 μl/sumur capture antibodi dalam coating buffer kemudian plate ditutup dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 4⁰C,selanjutnya disiapkan Blocking bufferdan sumur pada platelalu dicuci 2 kali dengan 400 μl/sumur/Wash Bufffer. Dilakukan perendaman selama 1 menit pada setiap langkah pencucian. Selanjutnya plate dikeringkan untuk membuang sisa buffer. Sebanyak 250 μl blocking buffer dituang ke dalam plate dan diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 2 jam. kemudian plate dicuci kembali (seperti pada langkah 2) sebanyak 2 kali pencucian.Standar serial dilusi ganda diencerkan dengan Assay buffer A (1X) untuk membuat kurva standar dengan cara sebanyak 100 μl assay buffer A (1x) ditambahkan ke semua sumuran, kemudian 100 μl larutan standar ditambahkan ke dalam sumuran A1 dan A2 (konsentrasi standar 1, S1= 100 ng/ml), kemudian dilanjutkan ke B1 dan B2. Pada tahapan ini dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali. Sebanyak 100 μl/sumur assay buffer A (1x) ditambahkan ke dalam sumur yang kosong, kemudian sebanyak 75 μl/sumur assay buffer A (1x) ditambahkan ke dalam sumur yang sampel, selanjutnya sebanyak 25 μl/sumur sampel yang telah didilusi ditambahkan ke dalam sumur pada tahan ke tujuh. Dilusi sampel 106 kali dalam assay buffer A (1x). Plate ditutup dan diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 2 jam. Pencucian sumuran

Universitas Sumatera Utara dilakukan sebanyak 4 kali pencucian. 100 μl/sumur larutan substrat ditambahkan ke masing-masing sumur dan diinkubasi pada suhu ruang ±15 menit, kemudian sebanyak 100 μl stop dilution ditambahkan dan dibaca pada panjang gelombang 450 nm.

3.5.5.3.PengukuranLisozim

Aktivitas lisozim serum diukur mengikuti prosedur pabrik (Sigma Cat Number L7651). Pada hari ke 31 penelitian, sampel darah dikumpulkan dan dibiarkan untuk mendapatkan serum. Pengukuran lisozim didasarkan pada proses lisis suspensi bakteri Micrococcus lysodeiktycus sesuai dengan metode yang dikembangkan oleh Ellis (1998) yaitu melalui cara sebagai berikut: 0,15 mg/ml Micrococcus lysodeiktycus (Sigma) dilarutkan dalam 66 mM PBS (pH 6.2). Selanjutnya, 50 µl serum ditambahkan ke dalam 1 ml suspensi bakteri. Penurunan absorbansi dicatat pada interval 0.5 dan 4.5 menit selama 30 menit pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 450 nm. Satu unit aktivitas lisozim diartikan sebagai penurunan absorbansi 0.001/min (Choi et al, 2007).

3.5.6. Pengamatan Preparat Histologi Ginjal dan limpa dimasukkan ke dalam larutan fisiologis 10%,setelah itu dimasukkan ke wadah yang telah diisi dengan formalin 10%. Untuk pembuatan preparat histologis ginjal dan limpa dalam larutan formalin tadi diambil, kemudian dipotong tipis dengan ketebalan 0,5 cm dan dimasukkan ke dalam larutan BNF 10%, selanjutnya diproses secara rutin untuk pembuatan sediaan histopatologi dengan urutan proses yang terdiri dari dehidrasi, clearing, infiltrasi, embedding, sectioning dan staining. Dehidrasimerupakan proses penarikan air dari jaringan dan mencegah terjadinya pengerutan terhadap sampel organ limfa dan ginjal. Sampel jaringan didehidrasi di dalam alkohol bertingkat (alkohol 70, 80, 90, 95%, dan alkohol absolut), xylol I, xylol 11, serta paraffin I dan II dengan menggunakan alat automatic tissue processor selama 2 jam. Proses selanjutnya adalah clearing atau penjernihan yaitu proses intermedier antara proses dehidrasi dengan proses embedding dengan paraffin.

Universitas Sumatera Utara Sebagai zat penjernih dalam proses clearing ini digunakan xylol, karena xylol dapat bercampur dengan air. Embedding atau pembuatan blok terhadap organ dengan menggunakan paraffin adalah tahap ketiga dari proses pewarnaan ini. Sectioningadalahtahap berikutnya, yaitu pemotongan jaringan menggunakan mikrotom yang terdiri dari tiga tahap: tahap pemotongan kasar, tahap pemotongan halus dan tahap pengembangan lembaran potongan dalam airhangat (40-45' C). Blok paraffin yang telah dipotong diletakkan pada gelas objek dan disimpan dalam inkubator (37 0C) selama 24 jam hingga jaringan melekat sempurna. Staining (pewarnaan jaringan) dilakukan untuk mempermudah penglihatan dan pengenalan dalam mikroskop, sebelum melakukan proses pewarnaan jaringan dilakukan deparaffinisasi dalam larutan xylol I dan II. Selanjutnya dilakukan dehidrasi secara bertahap ke dalam larutan alkohol absolut (2 menit), alkohol 95% (1 menit) dan alkohol 80% (1 menit). Sediaan kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Proses pewarnaan dimulai dengan perendaman sediaan dalam pewarna Mayer's hematoksin (8 menit), lalu dicuci dengan air mengalir selama 10 menit. Sediaan lalu dicelupkan ke dalam larutan litium karbonat (10- 15 menit) lalu direndam dalam air kranselama 2 menit. Sediaan kemudian dicelup ke dalam pewarna eosin (2-3 menit) dan dicuci kembali dengan air kran (30-60 detik) untuk menghilangkan kelebihan zat warna. Selanjutnya dilakukan rehidrasi dengan larutan alkohol 95% sebanyak 10 celupan, alkohol absolut I sebanyak 10 celupan, alkohol absolut II (2 menit), xylol I (1 menit), dan xylol II (2 menit). Kemudian sediaan dikeringkan dan ditutup dengan cover glass menggunakan bahan perekat permount. Selanjutnya preparat yang dihasilkan di amati dibawah mikroskop.

3.6. Analisis Data Data yang diperoleh dari pengukuran parameter pada masing-masing ditabulasi, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan formula ANOVA dan uji lanjut Least Significant Difference (LSD) melalui software SPSS Versi 22 pada taraf signifikansi 95%. Jika P-value < 0.05 maka H0 ditolak dan jika P-value >

0.05 maka Ha diterima (Steel and Torrie, 1989).

Universitas Sumatera Utara BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Identifikasi dan Determinasi Tumbuhan Buasbuas Hasil identifikasi dan determinasi tumbuhan buasbuas yang diperoleh dari Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor pada tanggal 11 Juli 2012, bahwa tumbuhan buasbuas bernama Premna pubescens.Blumuedengan nomor surat 1193/IPH.1.02/If.8/VII/2012(Lampiran A). Berdasarkan hasil determinasi dinyatakan bahwa tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini termasuk famili Verbenaceae dengan genusPremna. .Tumbuhan ini memiliki ciri morfologi antara lain daun berwarna hijau, ujung daun meruncing, pola pertulangan daun menyirip, daun tunggal dan tidak berpelepah, memiliki aroma khas, batang berkayu, bunga majemuk serta termasuk kelompok tumbuhan perdu.

Gambar 4.1. Daun buasbuas (Premna pubescens.Blumue)

Sistematika tumbuhan buasbuas secara lengkap adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/ dikotil) Ordo : Lamiales Famili : Verbenaceae Genus : Premna Spesies : Premna pubescens.Blumue

Universitas Sumatera Utara

4.1.2. Kandungan Metabolit SekunderPremna pubescens.Blumue (buasbuas) Pengujian yang dilakukan terhadap daun buasbuas (Premna pubescens.Blumue) untuk kandungan senyawa bioaktifnya dilakukan dengan mengekstrak daun menggunakan pelarut etanol 96%. Uji ini dilakukan untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan metabolit sekunder secara kualitatif dengan menggunakan pereaksi-pereaksi kimia. Hasil uji identifikasi metabolit sekunder daun Premna pubescens.Blumue(buasbuas) tersebut adalah positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan fenolik namun negatif untuk steroid. Secara jelas dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil skriningfitokimia daunPremna pubescens.Blumue Metabolit sekunder Hasil Pengamatan Indikator Alkaloid + (Endapan putih dan endapan merah) Flavonoid + (Berwarna merah jingga) Saponin + (Membentuk buih) Steroid - (Coklat) Fenolik + (Hijau Kebiruan)

4.1.3. Kadar Apigenin DaunPremna pubescens.Blumue Gambar 4.2. menunjukkan kromatogram apigenin standar (a) dan sampel EEP daun buas-buas (b).Kromatogram HPLC pada Gambar 4.2(b) menunjukkan terdapat 5 puncak yang terpisah dengan baik. Puncak pertama yang terdeteksi diduga merupakan serapan senyawa dari pelarutnya, yaitu etanol 96%. Waktu retensinya (Tr) sama dengan waktu retensi hasil penginjeksian pelarut pada standar (a). Tiga puncak yang lain pada (b) diduga merupakan senyawa pengotor atau komponen senyawa lain yang terkandung di dalam etanol. Puncak kedua pada titik 2.391 adalah apigenin yang terdapat di dalam Ekstrak EtanolPremna pubescens.Blumue (EEP). Setelah dilakukan perhitungan lebih lanjut diperoleh bahwa kadar Apigenin yang terdapat dalam EEP adalah 35.56 mcg/gram.

Universitas Sumatera Utara

(a)

(b) Gambar 4.2Kromatogram apigenin. (a) Kromatogram standar apigenin baku, dan (b) Kromatogram apigenin pada sampel ekstrak etanol Premna pubescens.Blumue

4.1.4. Aktivitas ImunostimulanBerdasarkan Parameter Hematologi Pemeriksaan sel darah pada penelitian ini meliputi kadar hemoglobin, hematokrit,jumlah eritrosit, dantrombosit. Hemoglobin.Berdasarkan uji ANOVA (Lampiran B), masing-masing perlakuan tidak menunjukkan adanya beda signifikan (p>0,05). Angka tertinggi untuk hemoglobin terdapat pada perlakuan A3 yaitu 14,23±0,50 mg/dl, dan nilai terendah pada perlakuan A0 yaitu 11,82±2,93 mg/dl. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perlakuanA2(13,60±1,26 mg/dl) dan A3 (14,23±0,50 mg/dl).

Universitas Sumatera Utara 16 14 14,23 12 13,60 13,13 10 11,82 mg/dl 8 6 4 2 0 A0 A1 A2 A3 Perlakuan

Gambar 4.3Kadarhemoglobin (rata-rata ± SD, mg/dl) tikus putihsetelah perlakuan: A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC.

Hematokrit. Nilaihematokrittikus setelah diberikan perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan diantara keempat perlakuan (uji

ANOVA p>0,05). Nilai hematokrit tertinggi juga terdapat pada perlakuan A3 dengan rata-rata 42,93±2,84% sedangkan nilai hematokrit terendah terdapat pada perlakuan A2, yaitu 35,75 ± 6,19%.Sedangkan nilai hematokrit perlakuan A0

(36,50 ± 5,84 %) lebih rendah dibandingkan A1 (40,95 ± 4,09 %).

50 45 40 42,93 40,95 35 36,50 35,75 30 % 25 20 15 10 5 0 A0 A1 A2 A3 Perlakuan

Gambar 4.4Persentase hematokrit (rata-rata ± SD, %) tikus putihsetelah perlakuan : A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC.

Universitas Sumatera Utara Eritrosit.Berdasarkan uji ANOVA (Lampiran B), jumlah eritrosit (x106/mm3) yang diperoleh menunjukkan tidak ada beda signifikan (p>0.05) pada keempat perlakuan.Perlakuan A3(7.78 ± 0.23) memiliki nilai tertinggi sedangkan

A0 (6,58± 1,80) memiliki nilai terendah. Jumlah eritrosit A1 (7,41± 0.36) lebih tinggi dibandingkan A2 (6.69 ± 0.26).

9 8 7,78 7 7,41 6 6,58 6,69 5 x 106 /mm3 4 3 2 1 0 AO A1 A2 A3 Perlakuan

Gambar 4.5Jumlah eritrosit (rata-rata ± SD, x106/mm3) tikus putih setelah perlakuan: A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC

14

12 a,c 10 10,13 c 8 a 8,85 x105 /mm3 a 6 7,35 6,00 4

2

0 AO A1 A2 A3 Perlakuan

Gambar 4.6Jumlah Trombosit (rata-rata ± SD,x105/mm3) tikus putih setelah perlakuan. Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda secara signifikan (uji p

<0,05): A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC.

Universitas Sumatera Utara Trombosit. Nilai trombosit (x105/mm3) tertinggi terdapat pada perlakuan

A2 (10,13±1,61) sedangkan nilai trombosit terendah pada perlakuan A0 (6,00± 2,12).Uji statistik ANOVA (Lampiran B) menunjukkan adanya beda signifikan pada keempat perlakuan tersebut (p<0,05). Selanjutnya pada uji LSD, terdapat beda signifikan antara A3 dengan A0 dan A2dengan A3.Pada perlakuan yangditambahkan antigen SRBC (A2 dan A3) diperoleh bahwa nilai trombosit lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol (A0).Data tersebut menunjukkan bahwa EEP memberikan pengaruhyang signifikan terhadap jumlah trombosit.

4.1.5. Aktivitas ImunostimulanBerdasarkan Parameter Seluler Leukosit. Analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalamjumlah leukosit (x103/mm3) antara keempat perlakuan (uji

ANOVA, p<0,05). Selanjutnya pada uji LSD, perlakuan A2 memiliki jumlah leukosit tertinggi(9,88± 2,31)berbeda signifikan dengan A1(5,50 ± 1,48) dan

A3(7,52 ± 1,82). Perlakuan A3berbeda signifikan dan jumlahnya lebih rendah dibanding dengan perlakuan A0(9,82±1,36).Sedangkan jumlah leukosit paling rendah adalah pada A1dan berbeda signifikan dengan A0 dan A2(Gambart 4.7).

14 12 10 a a 9,82 9,88 8 b x103 /mm3 6 b 7,52 4 5,50 2 0 A0 A1 A2 A3

Perlakuan Gambar 4.7Jumlah Leukosit (rata-rata ± SD, x103/mm3) tikus putih setelah perlakuan. Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda secara signifikan (uji p <0,05): A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC.

Limfosit. Hasil pengujian secara statistik terhadap data limfosit (%)menunjukkan bahwaterdapat perbedaan yang signifikan pada keempat perlakuan (Uji ANOVA p<0,05). Pada uji lanjut dengan LSD,terlihat bahwa

Universitas Sumatera Utara perlakuan A3(61,98 ± 9,41) memiliki persentase limfosit paling rendah yang berbeda secara signifikan dibandingkan dengan A0,A1, dan A2. Tidak ada perbedaan antara perlakuan A0,A1 dan A2 (Gambar4.8).

90 80 a a a 70 76,47 71,90 74,93 b 60 61,98 50 (%) 40 30 20 10 0 A0 A1 A2 A3 Perlakuan

Gambar 4.8Persentase limfosit (rata-rata ± SD, %) tikus putihsetelah perlakuan.Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda secara signifikan (uji p <0,05): A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC.

Monosit. Analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antarperlakuan dalam persentase monosit.Walaupun persentase monosit cenderung lebih tinggi padaperlakuan yang diberi antigen (SRBC), yaitu A2 dan

A3, tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan (Gambar 4.9).

3,5 3,0 2,5 2,45 2,0 2,22 (%) 1,5 1,60 1,0 1,22 0,5 0,0 A0 A1 A2 A3 Perlakuan

Gambar 4.9Persentase monosit (rata-rata ± SD, %) tikus putihsetelah perlakuan: A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC.

Universitas Sumatera Utara

4.1.6. Aktivitas ImunostimulanBerdasarkan ParameterHumoral Parameter yang digunakan untuk memperoleh dataimunitas humoral spesifik adalah titer antibodi dan imunoglobulin sedangkan data imunitas humoral nonspesifik berupa kadar lisozim.

Titer Antibodi.Pemberian EEP saja (A1) tidak meningkatkan titer antibodi, tetapi jika EEP diberikan bersamaan dengan antigen SRBC (A2) atau hanya

SRBC saja (A3) mampu menstimulasi peningkatan titer antibodipada tikus perlakuan. Titer antibodi untuk A2(7,17± 0,75) dan A3 (6,67 ± 1,51) berbeda signifikandibanding perlakuan A0(1,00 ± 0,89) dan A1 (1,67±0.52) (uji LSD, p <

0.,05) Tidak ada perbedaan antara titer antibodi perlakuan A2 dan A3, atau antar

A0, dan A1 (Gambar 4.10).

9 8 b 7 b 7,17 6 6,67 5 4

Titer Antibodi 3 2 a a 1 1,67 1,00 0 A0 A1 A2 A3 Perlakuan

Gambar 4.10 Titer Antibodi (rata-rata ± SD, mg/dl) tikus putihsetelah perlakuan. Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda secara signifikan (uji p <0,05): A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC

Immunoglobulin. Parameter humoral spesifik yang digunakan dalam pengujian respon imun adalah konsentrasi immunoglobulin, yaitu immunoglobulin M (IgM) dan immunoglobulin G (IgG).Hasil uji ANOVA (Lampiran B) menunjukkan adanya beda signifikan pada kadar immunoglobulin M yang diperolah. Pemberian EEP yang disertai dengan SRBC dapat menstimulasi produksi IgM (dalam µg/ml) secara signifikan (A2: 3,96 ± 1,05) jika dibandingkan dengan perlakuan EEP saja (A1: 1,74±0,57) atau SRBC saja (A3:

Universitas Sumatera Utara 2,20± 1,05) (uji LSD, p<0,05). Selanjutnya, walaupun perlakuan dengan SRBC saja efektif meningkatkan IgM (A3:2,20±1,05) tetapi produksi IgM akan meningkat jauh lebih besar jika disertai dengan pemberian EEP (A2: 3,96 ± 1,05) (uji LSD, p < 0,05).

6

5

4 b 3,96 µg/ml 3 c 2 a,c 2,20 1,74 1 a 0,88 0 A0 A1 A2 A3 Perlakuan

Gambar 4.11 Kadar Imunoglubulin M (IgM)(rata-rata ± SD, µg/ml) tikus putih setelah perlakuan. Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda secara signifikan (uji p <0,05): A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC

12

10 9,48 8 8,70 8,96

µg/ml 6

4 4,52

2

0 A0 A1 A2 A3 Perlakuan

Gambar 4.12 Kadar ImunoglubulinG(IgG)(rata-rata ± SD, µg/ml) tikus putih setelah perlakuan. A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC

Universitas Sumatera Utara

Pemberian EEP, baik tanpa maupun disertai dengan SRBC, cenderung meningkatkan produksi IgG tetapi efek tersebut tidak berbeda secara signifikan (Gambar 4.12). KadarIgG (μg/ml)tertinggi yaitu 9,48± 5,90juga terdapat pada perlakuan A2,sedangkan konsentrasi IgG dan IgM yang paling rendah terdapat padaperlakuan A0 yaitu 0,88±0,28 dan 4,52±1,30. Lisozim. Parameter lainnya yang digunakan untuk mengetahui efek zat imunostimulan dalam tubuh tikus adalah lisozim. Berdasarkan uji ANOVA (Lampiran B) diketahui bahwa konsentrasi lisozim (μg/ml) pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan,meskipun perlakuan

A2menunjukkan konsentrasi paling tinggi (0,043±0,004)sedangkan A0 menunjukkan konsentrasi paling rendah (0,029±0,003). Konsentrasi lisozim A3

(0,034±0,008) lebih tinggi dari A2 (0,031±0,008)(Gambar 4.1).

0,05 0,04 0,043 0,03 0,034 μg/ml 0,029 0,031 0,02 0,01 0,00 A0 A1 A2 A3 Perlakuan

Gambar 4.13 Kadar lisozim(rata-rata ± SD, µg/ml) tikus putihsetelah perlakuan. A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC

4.1.7. Aktivitas ImunostimulanBerdasarkan Parameter Histologi 4.1.7.1. Histologi Ginjal

Pada pengamatan histologi ginjal tikus dengan perlakuan A0dan A1, masing-masing bagian nefron menunjukkan gambaran yang jelas. Glomerulus, tubulus proksimal dan tubulus distal pada A1 juga tidak terlihat adanya nekrosis pada histologi ginjal. Pada perlakuan A2 dan A3 terdapat batas antar bagian nefron yang lebih besar dibandingkan A0 dan A1.

Universitas Sumatera Utara B B

A

A

(A0) (A1)

A A

B B

(A2) (A3)

Gambar 4.14Gambaran histologi ginjal tikus putih. (a) A0: sebagai kontrol,(b) A1: diberikan EEP, (c) A2: EEP + SRBC, (d) A3: SRBC. Keterangan: A: Glomerulus; B: tubulus

4.1.7.2. Histologi Limpa

Berat limpa diambil dari penimbangan limpa tikus putih setelah diberi perlakuan.

Berat limpa yang paling tinggi adalah pada perlakuan A1 (0l,59 ± 0,12 g) sedangkan berat limpa yang paling kecil adalah perlakuan A0 dan A3 (0,50 ± 0,09 g dan 0,50 ± 0,26g). Tidak ada perbedaan yang signifikan antarkelompok dalam hal berat limpa yang diamati. Pengamatan histologi terhadap limpa dilakukan pada bagian sentrumarteriol dan germinal.Rata-rata diameter sentrum arteriol (μm) pada perlakuan A2 (37,79 ± 2,26) nyata lebih besar dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya, baikdengan A3(0,50±0,26), A1 (0,59±0.12) maupun A0 (0.50±0.09).

Universitas Sumatera Utara 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,59 0,58 gr 0,4 0,50 0,50 0,3 0,2 0,1 0,0 A0 A1 A2 A3 Perlakuan

Gambar 4.15 Berat limpa (rata-rata ± SD, gr) tikus putihsetelah perlakuan: A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC.

45 40 c 35 37,79 d 30 b 31,96 25 μm 25,72 20 a 20,95 15 10 5 0 A0 A1 A2 A3 Perlakuan

Gambar 4.16 Diameter sentrum arteriol (rata-rata ± SD, µg/ml) tikus putih setelah perlakuan. Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda secara signifikan (uji p <0,05): A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC Pada pengamatan histologi limpa bagian sentrum arteriol tikus putih, perlakuan A1 dan A2 menunjukkan gambaran sentrum arteriol yang jelas dan tidak tampak mengalami kerusakan. Sedangkan pada perlakuan yang diberikan EEP dan diikuti antigen menunjukkan gambaran jaringan yang rusak di sekitar sentrum arteriol yang ditandai dengan besarnya ruang antar sel pada struktur

Universitas Sumatera Utara tersebut. Namun, pada perlakuan yang hanya diberikan antigen, terjadi kerusakan di sekitar sentrum arteriol yang lebih parah.

(A0) (A1)

(A3) (A4) Gambar 4.17.Gambaran histologi organ limpa sentrum arteriol tikus putih pada (a) A0: sebagai kontrol,(b) A1: diberikan EEP, (c) A2: EEP + SRBC, (d) A3: SRBC

Selanjutnya, diameter sentrum germinal (μm) perlakuan A2 (332,52 ±

31,46 ) nyata lebih besar dibanding dengan A1 dan A0. Rata-rata diameter terkecil pada perlakuan A0 (225,78 ± 17,96 ) berbeda signifikan dengan A2 dan A3. Sama halnya dengan hasil pengukuran rata-rata diameter sentrum arteriol, perlakuan yang ditambahkan antigen (A2 dan A3) memiliki rata-rata diameter sentrum germinal lebih tinggi dibandingkan A0 dan A1.

Universitas Sumatera Utara 450 400 350 b b 300 332,52 324,20 250 a μm a 246,61 200 225,78 150 100 50 0 A0 A1 A2 A3 Perlakuan

Gambar 4.18 Diameter sentrum germinal (rata-rata ± SD, µm) tikus putih setelah perlakuan. Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda secara signifikan (uji p <0,05): A0 = kontrol, A1 = diberikan EEP, A2 = diberikan EEP + SRBC, A3 = diberikan SRBC

(A0) (A1)

(A2) (A3) Gambar 4.19. Gambaran Histologi Limpa sentrum germinal tikus putih pada (a) A0: sebagai kontrol,(b) A1: diberikan EEP, (c) A2: EEP + SRBC, (d) A3: SRBC

Universitas Sumatera Utara Pada pengamatan histologi limpa bagian sentrum germinal tikus putih, perlakuan A3 menunjukkan gambaran sentrum germinal yang tidak jelas dan tampak adanya kerusakan jaringan. Sedangkan pada perlakuan yang diberikan antigen dan Ekstrak Etanol Premna pubescens, gambaran histologi sentrum germinal tidak menunjukkan adanya kerusakan jaringan.

4.2. Pembahasan 4.2.1. Keberadaan Apigenin dalam Ekstrak Etanol Premna pubescens.Blumue Keberadaan apigenin dalam Premna pubescens.Blumue yang dihasilkan pada penelitian ini cukup tinggi ( Gambar4.2), sama halnya dengan penelitian Premna lainnya Pada Premna corymbosa diketahui mengandung senyawa apigenin yang merupakan turunan dari flavonoid. Senyawa flavonoid berfungsi untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit dengan menstimulasi beberapa jenis sel seperti basofil, neutrofil, eosinofil, limfosit B dan T, makrofag, trombosit, hepatosit (Middleton, 1998). Apigenin yang merupakan turunan dari flavonoid memiliki aktivitas sebagai anti hyperglycemic dan dapat menurunkan kadar kolesterol, LDL, dan peningkatan HDL pada tikus putih wistar dewasa (Thiruvenkatasubramaniam dan Jayakar, 2010).Senyawa apigenin juga dimiliki oleh Jatropha curcas yang menunjukkan aktivitas imunostimulan yaitu adanya stimulasi pada respon imun humoral dan seluler melalui peningkatan titer antibodi, jumlah limfosit, dan makrofag (Mukherjee et al, 2014).Pada Premna integrifolia yang mengandung premnin, ganikarin, premnazol, flavonoid, luteolin, sterol dan terpen memiliki aktivitas imunostimulator. Respon imun yang dihasilkan lebih tinggi pada respon imun spesifik dari pada nonspesifik (Roshan dan Savitri, 2013). Premna tomentosa memiliki mekanisme immunomodulator dengan mengurangi proliferasi limfosit dan kadar antioksidan (Mukherjeeet al, 2014). Ditambahkan juga bahwa Premna tomentosa berperan sebagai imunosupresan (Deviet al, 2002).Premna herbacea bermanfaat untuk pengobatan tumor (Patel dan Mansoori, 2012),Premna cordifolia.Linn. bermanfaat sebagai antioksidan (Kurniati, 2013) dan digunakan pada saat postoperative (sesudah pembedahan) (Balachandran dan Govindarajan, 2005).Berbagai tumbuhan yang berpotensi

Universitas Sumatera Utara sebagai bahan obat dapat memodulasi sekresi sitokin, pengeluaran histamin, aktivasi limfosit, dan fagositosis (Patwardhan dan Gautam, 2005).Ekstrak EtanolPremna pubescens. Blumueyang mengandung senyawa apigenin berfungsi sebagai zat imunostimulan dan memiliki kemampuan sebagai anti tumor dan agen kemoterapi untuk kanker (Fang et al,2005).Tanaman yang berpotensi sebagai imunostimulan memiliki aktivitas fagositosis. Stimulasi tersebut berhubungan dengan keberadaan senyawa flavonoid yang meregulasi imunitas alami dan menstimulasi sel untuk menginisiasi respon imun dan mempercepat kemampuan sistem imun untuk menghasilkan agregasi sel T (Abdulfattah, 2013).

4.2.2. Aktivitas Imunostimulan BerdasarkanParameter Hematologi Uji hematologi dilakukan dalam penelitian ini adalah karena sistem hematopoietik adalah salah satu indeks penting untuk menggambarkan status fisiologi dan patologi tubuh pada manusia dan hewan(Pillai et al., 2011). Selain itu untuk mengetahui perubahan pada sel darah maupun plasma darah sebagai suatu bentuk adanya pengaruh pemberian ekstrak etanol daun Premna pubescens.Blumue (buasbuas) yang mengandung Apigenin. Hasil penelitian ini didukung oleh (Kumaret al, 2014), bahwa perlakuan yang diberikan infeksi dan zat imunostimulan dapat meningkatkan beberapa parameter hematologi dan imunologi dari pada perlakuan kontrol.Pemeriksaan hematologi meliputi hemoglobin,hematokrit, jumlah eritrosit, dan trombosit. Hemoglobin merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui kondisi fisiologi tubuh.Penambahan suatuzat yang berpotensi dalam sistem imun tubuh melibatkan parameter hemoglobin dalam pemeriksaan hematologi (Ballalet al, 2012). Hasil penelitian ini berdasarkan uji ANOVA, bahwa perbedaan kadar hemoglobin pada keempat perlakuan tidak berbeda signifikan. Peningkatan kadar hemoglobin pada perlakuan yang hanya diberikan SRBC (A3), menunjukkan angka tertinggi (14.23±0.50 mg/dl). Terjadinya peningkatan kadar hemoglobin dapat disebabkan karena penambahanantigen yang diberikan menyebabkan perubahan pada kondisi darah.Pada perlakuan yang ditambahkan (A2), kadar hemoglobin lebih tinggi (13.13±1.26 mg/dl) dibandingkan perlakuan kontrol

Universitas Sumatera Utara (11.82±2.93 mg/dl).Mengenai fungsi Hb dalam sistem imun dalam beberapa penelitiandikemukakanMorera dan MacKenzie(2011) bahwa hemoglobinmemilikisifat bakterisidadan turut berperandalam pembunuhanmikroba yangmenyerang.Hemoglobintelah nyata merupakan sumber pentingdaripeptidabioaktifyang berpartisipasi dalamkekebalan (Schrama et al., 1997). Hemoglobin adalah molekul protein modulator respon imun antibakteri dan pada hemoglobin terdapat senyawa S-nitrosothiol yang memiliki fungsi melebarkan pembuluh darah sehingga melancarkan aliran darah yang menuju ke seluruh tubuh(Bao et al., 2013).Pada penelitian ini pemberian ekstrak etanol Premna pubescens. Blumue meningkatkan nilai hemoglobin meskipun tidak signifikan. Kadar hemoglobin yang tinggi menunjukkan status kondisi tubuh yang baik (Ballalet al,2011).Namun secara keseluruhan, kadar hemoglobin pada keempat perlakuan juga masih normal yaitu 12.9-15.3 mg/dl (Charles, 1998). Suhermanto et al (2013) menyatakan bahwa peningkatan hemoglobin disebabkan adanya pemberian zat imunostimulan yang merangsang organ yang memproduksi sel darah merah (hemopoietik) secara optimal dan organ yang memproduksi darah merah antara lain adalah ginjal dan limpa Hematokritmerupakan parameter uji hematologi lainnya yaitu pengujian dengan menghitung nilai persentasenya. Sama halnya dengan pemeriksaan kadar hemoglobin,Pada penelitian ini hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan persentase hematokrit pada keempat perlakuan tidak berbeda nyata (Lampiran B).Persentase yang diperoleh juga masih normal untuk tikus putih jantan yaitu 34- 42% (Charles, 1998).Menurut Suhermanto et al, (2013) bahwa nilai hematokrit berbanding lurus dengan nilai hemoglobin, korelasi antara hemoglobin dan hematokrit adalah eritrosit mengandung hemoglobin dan hemoglobin mengangkut oksigen. Perlakuan A2 memiliki persentase hematokrit yang lebih rendah dibandingkan dengan A3.Hal tersebut disebabkan oleh produksi antibodi yang lebih tinggi pada A2sehingga kondisi viskositas darah menjadi lebih rendah.

Produksi antibodi yang tinggi pada A2 dikarenakan aktivitas zat imunostimulan dari ekstrak daun Premna pubescens. Blumueyang meningkatkan produksi antibodi lebih banyak akibat adanya antigen didalam darah tikus putih, sehingga persentase hematokrit pada A2 lebih rendah dibandingkan A3.

Universitas Sumatera Utara Eritrosit, pada pemeriksaan eritrosit, hasil uji ANOVA juga tidak menunjukkan adanya beda signifikan. Peningkatan jumlah eritrosit serupa dengan peningkatan kadar hemoglobin pada keempat perlakuan. Hal tersebut disebabkan antara eritrosit dengan hemoglobin memiliki mekanisme fisiologi yang sejalan dalam tubuh.Parameter hematologi untuk hemoglobin, hematokrit dan eritrosit juga menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan pada tumbuhan Crocus sativus yang memiliki aktivitas imunomodulatori. Zat Saffron pada Crocus sativusdapat meningkatkan produksi antibodi tanpa menimbulkan perubahan kondisi pada parameter-parameter hematologi (Babae et al, 2014). Meskipun hasil yang diperoleh pada penelitian ini tidak signifikan namun tetap terdapat peningkatan nilai hemoglobin, hematocrit dan eritrosit, Interaksi eritrosit dengan patogen, fungsi imunitas eritrosit menjelaskan bahwa eritrosit berintimungkin memiliki peran langsung dalam respon imun. Nelson (1953) menjelaskan eritrosit secara langsung berpartisipasi dalam kompleks reaksi imun (bakteri, komplemen dan antibodi) dan ikatan spesifikinididuga menjadi pusat pengatur untuk jenisselini. Eritrosit turutberperan dalam menjaga sistem kekebalan tubuh dimana saat eritrosit mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, hemoglobin pada eritrosit akan melepaskan zat radikal bebas yang berfungsi untuk membunuh membran sel patogen (Cox et al., 2011). Dalam penelitian ini keberadaan antigen SRBC dapat menurunkan eritrosit. akan tetapi dengan adanya ekstrak daun buasbuas eritrosit dapat dipertahankan . Dalam hal inieritrosit dipertahankan untuk pertahanan tubuh. Trombosit sebagai bagian dari parameter hematologi, hasil ujinya pada penelitian ini berbeda dengan hemoglobin, hematokrit dan eritrosit.Terdapat perbedaan yang signifikan melalui uji statistik ANOVA (lampiran B) pada keempat perlakuan dengan taraf nyata 0.05 (P-value = 0.001). Jumlah trombosit 5 3 tertinggi pada perlakuan A2 (10.13±1.61 x 10 /mm ). Pada perlakuan yang hanya diberikan antigen saja (A3), memiliki jumlah trombosit yang lebih rendah (8.85±0.50 x 105/mm3). Penurunan jumlah trombosit disebabkan gangguan fungsi, dan pembentukan ragam himpunan (kompleks) imun sebagai reaksi antigen (Irwadi, Arif, dan Hardjoeno, 2007).Trombosit berkontribusi terhadap imunitas alami dengan berbagai cara yaitu (1) trombosit memiliki aktivitas dasar sebagai

Universitas Sumatera Utara antibakteri dan fagositotik dan menunjukkan interaksi dengan bakteri, virus dan parasit. Interaksi bakteri dengan trombosit menginduksi trombosit mengaktivasi dan mensekresi peptide antimicrobial, (2) trombosit menmgandung beberapa sitokin proinflamatori (misalnya IL-1) yang memodulasi respon inflamasi/imun (Cox et al., 2011) Trombosit bukan hanya fragmen sel yang menghentikanpendarahan di pembuluh darah yang rusak tetapi pada kenyataannya, trombosit juga adalah komponen kunci dalam sistem kekebalan bawaan tubuh. Hal ini didukung oleh adanya reseptor Tool-like (TLRs)pada trombosit (Coxet al., 2011). Respons trombosit tergantung dari kekuatan induktor. Mula–mula induktor berinteraksi dengan reseptor pada membran trombosit. Tiap reseptor mengontrol sejumlah transmitter yang akan dilepaskan ke dalam sitoplasma. Kemungkinan transmitter tersebut adalah ion Ca. Kadar transmitter yang dikontrol oleh berbagai induktor berbeda tergantung kekuatan induktor. Respons trombosit tergantung kadar transmitter yang dilepaskan ke dalam sitoplasma. Jika diurutkan berdasarkan kadar transmitter dari yang rendah sampai tinggi maka urutan respons trombosit adalah perubahan bentuk, agregasi trombosit, pelepasan asam arakhidonat,sekresi dari granule padat dan sekresi dari granule α lalu sekresi hidrolase asam (Cox et al., 2011). Agregasi trombosit adalah perlekatan antar sesama trombosit. Dalam keadaan tidak aktif trombosit tidak mudah melekat karena glikoprotein pada permukaan trombosit mengdanung molekul asam sialat yang mengakibatkan permukaan bermuatan negatif sehingga trombosit saling tolak menolak. Agregasi trombosit dapat dirangsang oleh berbagai induktor antara lain adalah ADP (Cox et al., 2011). Pada keadaan aktif trombosit menunjukkan kemampuan untuk melepaskan sejumlah produk sekretori yang cukup dan mempercepat sejumlah reseptor imun pada membrannya. Selanjutnya trombosit dicirikan oleh adanya suatu sistem kanalikuler terbuka yang berperan untuk menelan dan atau menyaring komponen serum, patogen atau antigen (Philipp dan Christian, 2007). Sebagai pemeran utama dalam inflamasi dan proses imun disini dijelaskan bahwa trombosit merupakan link yang ideal dan krusial untuk menjelaskan keterpaduan kejadian trombosit dan inflamasi seperti yang terjadi pada penyakit kardiovaskular seperti

Universitas Sumatera Utara aterosklerosis atau aterotrombosis. Hal ini menggambarkan suatu keterlibatan trombosist dalam inflamasi dan sistem imun.

4.2.3. Aktivitas Imunostimulan Berdasarkan Parameter Seluler Respon imunologi menyebabkan perubahan pada pertahanan tubuh alami yang terdiri atas dua yaitu humoral dan selular(El Fekiet al,2001). Respon seluler berada di bagian intraseluler yang nantinya berdampak pada memori (immunologic memory).

Leukosit merupakan sel aktif dari sistem pertahanan tubuh yang dapat merespon antigen yang masuk(Galindo dan Hosokawa, 2004).Balachandran dan Govindarajan, (2005) menggunakan leukosit dan jenis leukosit untuk mengetahui pengaruh suatu ekstrak tanaman sebagai zat imunostimulan. Ekstrak daun yang memiliki potensi sebagai imunomodulator, selain dapat meningkatkan titer antibodi dan hemoglobin juga dapat meningkatkan jumlah hitung jenis leukosit (Sumalatha et al, 2012).

Berdasarkan hasil uji ANOVA (lampiran B), .Hasil penelitian menunjukkan perbedaan jumlah leukosit pada keempat perlakuandan berbeda signifikan (P-value=0.001<0.05). Jumlah leukosit pada perlakuan A2 memiliki jumlah leukosit tertinggidan ini sesuai dengan pendapat bahwa zat yang memiliki aktivitas meningkatkan respon imun tubuh dibuktikan melalui peningkatan jumlah leukosit (Babae et al., 2014)

Peningkatan jumlah leukosit ini merupakan respon dalam bentuk proteksi terhadap adanya zat asing antigen SRBC.Apigenin yang terdapat dalam ekstrak etanol Premna pubescens.Blumue menunjukkan aktivitas imunostimulanPeningkatan jumlah leukosit dengan signifikan merupakan indicator adanya pengaruh ekstrak etanol Premna pubescens.Blumue dalam meningkatkan sistem imun tikus putih.Berdasarkan uji lanjut LSD, jumlah leukosit A2 signifikan dengan perlakuan A3yang hanya diberikan SRBC saja dan jumlah leukosit pada perlakuanA2 tidak berbeda signifikan dengan perlakuan A0, hal ini menjelaskan bahwa kondisi fisiologi tikus putih yang diberi ekstrak dan

Universitas Sumatera Utara antigen SRBCmemiliki kondisi fisiologi yang hampir sama dengan tikus putih yang tidak ditambahkan ekstrak dan antigen SRBC. Peningkatan leukosit ini sejalan dengan peningkatan trombosit. Hal ini sesuai dengan pendapat Zarbocket al., (2006) bahwa setelah trombosit teraktivasi, sel tersebut akan mengeluarkan dan menyediakan berbagai molekul yang mengubahnya menjadi bentuk dan pola ekspresi molekul adhesi. Perubahan ini terkait dengan adhesi trombosit terhadap leukosit dan dinding pembuluh darah. Adanya interaksi trombosit dengan neutrofil merangsang pengeluaran neutrofil ke dalam jaringan inflamasi dan kemudian berpartisipasi dalam pertahanan tubuh. Keterangan diatas menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun Premna pubescens.Blumue berperan sebagai imunostimulan. Monosit Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase monosit tidak berbeda signifikan pada keempat perlakuan. Nilai persentase keempat perlakuan monosit tersebutmasih dalam kategori normal.Sebagai bagian dari pertahanan tubuh nonspesifik, monosit lebih awal melakukan respon imun selagi sistem pertahanan tubuh spesifik berkembang(limfosit) (Galindo dan Hosokawa, 2004).Monosit berperan sebagai fagosit dalam respon imun seluler. Pengambilan sampel yang dilakukan setelah 15 hari pemberian antigen kedua ke dalam tubuh tikus putih menyebabkan peningkatan jumlah monosit sulit ditentukan sehingga perbedaan jumlah monosit antar perlakuan menjadi tidak signifikan. Limfosit,Dari hasil uji ANOVA (Lampiran B)menyatakan bahwa terdapat perbedaan persentase limfosit yang signifikan pada keempat perlakuan. Hal ini disebabkan limfosit sebagai sistem pertahanan spesifikmelakukan perlawananterhadap antigen setelah sistem pertahanan tubuh nonspesifik aktif (Galindo dan Hosokawa, 2004). Pada penelitian ini, pengambilan sampel darah dilakukan setelah pemaparan antigen kedua diberikan sehingga memungkinkan pertahanan spesifik lebih berperan dibandingkan pertahanan nonspesifik. Limfosit secara spesifik mengenal dan merespon antigen dari luar dan selanjutnya sebagai mediator imun seluler dan humoral (Abbas et al, 2010).Ditambahkan juga bahwa, limfosit yang merupakan bagian dari sistem pertahanan selulerberdampak pada memori (immunologic memory) (Galindo dan Hosokawa, 2004).Pada hasil pemeriksaan yang diperoleh, rendahnya persentase

Universitas Sumatera Utara limfosit pada A3 disebabkan oleh pemberian antigen SRBC yang tidak ditambahkan zat imunostimulan seperti pada perlakuan A2. Sehingga saat antigen diberikan tanpa ditambahkan zat imunostimulan, tubuh tidak distimulasi untuk memproduksi antibodi yang lebih banyak. Dalam hal ini zat imunostimulan pada Ekstrak Etanol Premna pubescens.Blumue berperan sebagai imunostimulator nonspesifik yaitu jenis imunostimulan yang tidak bergantung pada antigen tertentu atau tanpa efek spesifik antigenik (Kumar et al, 2011). Sel limfositteraktivasi dan yang teraktivasi kemudian mengalami perubahan berturut- turut mulai dari transformasi blast, proliferasi, diferensiasi baik menjadi sel efektor maupun sel memori hingga apoptosis (Akrom dan Siti, 2007). Limfosit T berperan penting dalam respon imunseluler dengan cara merespon benda asing melalui reseptor permukaan secara langsung (Zairisman, 2006). Limfosit T juga berperan pada aktivasi dan proliferasi sel B dalam memproduksi antibodi serta aktivasi makrofag dalam fagositosis (Baratawidjaja, 2006).Respon antigen spesifik yang dihasilkan akan menyebabkan diproduksinya limfosit dalam jumlah besar terutama limfosit B (Wulandari et al,2014). Limfosit B akan menghasilkan antibodi yang merupakan plasma glikoprotein dan dapat mengikat antigen serta merangsang proses fagositosis(Suhirman dan Christina, 2002). Sel limfosit B merupakan sel yang mempunyai kemampuan memproduksi antibodi, mengenal antigen ekstraseluler dan dapat membedakan antibodi dalam plasma sel. Pemberian antigen SRBC juga menyebabkan peningkatan respon limfosit B dan T yang dapat meningkatkan pembentukan antibodi (Lubegaet al, 2013).

4.2.4. Aktivitas Imunostimulan Berdasarka Parameter Humoral Titer Antibodi Aktivitas immunostimulator pada Ekstrak Etanol Premna pubescens diuji melalui pemeriksaan terhadap respon humoral tikus putihsalah satunya adalah titer antibodi yang terdapat di bagian ekstraseluler sel. Titer antibodi merupakan pengukuran pada perubahan jumlah antibodi dalam suatu respon imun tubuh.Ekstrak etanol daun yang berpotensi sebagai imunostimulan akan mengalami peningkatan jumlah antibodi (Mulyaningsih,2007).Pemeriksaan titer antibodi berdasarkan pada reaksi aglutinasi. Reaksi aglutinasi terjadi bila

Universitas Sumatera Utara endapan SRBC tersebar merata menutupi seluruh atau sebagian besar dinding tabung.Endapan tersebut terbentuk karena adanya suatu anyaman yang teratur antara antibodi dengan SRBC pada permukaan yang luas sehingga menutupi sebagian besar dasar tabung berbentuk seperti kancing. Hal ini terjadi karena antibodi tidak ada dan antigen berlebihan sehingga tidak terjadi ikatan antara keduanya dan antigen berkumpul di dasar tabung membentuk endapan seperti kancing berwarna merah (Achyat, 2008). Dari hasil penelitian titer antibodi yang diperoleh, diketahui bahwa titer antibodi pada keempat perlakuan menunjukkan nilai yang berbeda signifikan melalui uji ANOVA. Selanjutnya dilakukan uji lanjut LSD, kadar titer antibodi pada A2 dan A3 lebih tinggi secara signifikan dibandingkan A0 sebagai kontrol (Lampiran B). Dalam hal ini, SRBC merupakan antigen yang menyebabkan peningkatan respon imun tubuh.Peningkatan respon humoral yang terjadi disebabkan oleh stimulasi makrofag dan limfosit B dan T dalam sintesis antibodi (Farhath, 2013; Mishraet al, 2013; Lubegaet al, 2013; Banji et al, 2012; Gabhe et al, 2006; Benacerraf, 1978).

Selanjutnya pada pengujian LSD, kadar titer antibodi A2 lebih tinggi secara signifikan dibandingkan A3 (Lampiran B). Pemberian EEP pada

A2menyebabkan produksi antibodi menjadi lebih meningkat. Zat yang berperan sebagai imunostimulan akan meningkatkan produksi antibodi dan mengurangi lamanya reaksi inflamasi (Roshan dan Savitri, 2013). Selain itu, senyawa-senyawa yang menghasilkan efek imunostimulan tersebut juga dapat meningkatkan aktivitas sel-sel (Lubegaet al, 2013). Zat imunostimulan yang lebih tinggi akan menghasilkan kadar titer antibodi yang lebih tinggi juga (Ballal et al, 2012).Antibodi dan komplemen dapat meningkatkkan fagositosis (opsonisasi). Antigen yang diikat antibodi akan lebih mudah dikenal fagosit untuk kemudian dihancurkan. Hal ini dikarenakan fagosit mempunyai reseptor terhadap ujung karboksil molekul antibodi (reseptor Fc), sedangkan pada komplemen mempunyai reseptor terhadap komplemen C3b (reseptorC3b) (Baratawidjaja, 2014). Selanjutnya, molekul antibodi yang diproduksi limfosit B adalah immunoglobulin.

Universitas Sumatera Utara Imunoglobulin merupakan salah satu parameter pengujian respon imun humoral yang bersifat spesifik (Galindo dan Hosokawa, 2004). Proliferasi yang terjadi pada limfosit akibat pengaruh zat imunostimulan akan mulai memproduksi immunoglobulin (Hølvold, 2007).Dalam Roitt et al, (2001) dijelaskan bahwa munculnya antibodi berupa imunoglobulin dalam darah akibat adanya diferensiasi limfosit B. Antibodi yang berikatan dengan antigen membentuk kompleks antigen-antibodi yang dapat mengaktivasi komplemen dan mengakibatkan hancurnya antigen. Supaya limfosit B berdiferensiasi dan membentuk antibodi diperlukan bantuan limfosit T yang oleh sinyal-sinyal tertentu menstimulasi produksi antibodi. Pada penelitian ini, hasil uji statistik ANOVA (Lampiran B), diketahui bahwa kadar IgM pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan taraf nyata 0.05 (p<0.00).Dalam hal ini, pembentukan antibodi setelah beberapa hari pemaparan pertama oleh antigen yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan respon imun primer yang ditandai dengan munculnya IgM. Kadar IgM mulai meningkat setelah kira-kira 7 hari. IgM mulai menurun sebelum IgG mencapai puncaknya yaitu setelah 10-14 hari pemaparan antigen. Kemudian 4-5 minggu setelah pemaparan, kadar antibodi berkurang dan umumnya hanya sedikit yang dapat terdeteksi (Roitt et al,2001). IgG dan IgM adalah imunoglobulin utama yang terlibat dalam aktivasi, opsonisasi dan netralisasi terhadap racun ataupun antigen (Koriet al,2009). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Simanjuntak et al (2011), bahwa pemberian ekstrak metanol S. Platensis dapat meningkatkan respon antibodi IgG dan IgM serta berpotensi sebagai imunostimulator. Peningkatan konsentrasi IgM dan IgG akan diikuti dengan peningkatan efek (Manggau et al,2006).Peningkatan kadar immunoglobulin menunjukkan suatu aktivitas imunostimulan. Pada akar Premna integrifolia diketahui adanya aktivitas imunostimulator melalui peningkatan imunoglobulin M (Gokani et al, 2007). Imunoglobulin M merupakan antibodi yang pertama kali muncul pada respon imun primer terhadap antigen dan antibodi yang utama pada golongan darah secara alami (Roittet al,2001).

Universitas Sumatera Utara Pada penelitian ini, penambahan zat imunostimulanekstrak daun Premna pubescens.Blumue memberikan pengaruh untuk meningkatkan kadar IgM

Perlakuan A2 yang diberikan antigen dan EEP memiliki kadar IgM yang paling tinggi (3.96±1.05 ng/ml). Selain itu, berdasarkan uji lanjut LSD, diketahui bahwa perbedaan kadar IgM pada A2 dengan A3juga berbeda signifikan (Lampiran B). Selanjutnya dilakukan pengujian pada kadar imunoglobulin G. Berdasarkan uji ANOVA (Lampiran B), perbedaan kadar IgGpada keempat perlakuan tidak menunjukkan adanya beda signifikan dengan taraf nyata 0.05 (P- value=0.147>0.05).Perbedaan hasil yang tidak signifikan tersebut dapat disebabkan oleh sel B dari limfosit telah memproduksi antibodi terhadap antigen yang sama pada pemaparan antigen kedua. Masing-masing perlakuan akan mengalami peningkatan kadar IgG yang relatif sama. Sebagai bentuk respon sekunder, IgG yang dihasilkan akan menjadi lebih cepatsaat tubuh dipaparkan antigen yang sama (Fox, 2002). Dalam Visciano et al,(2012),dijelaskan bahwa tubuh yang diberikan antigen dan adjuvant seperti zat imunostimulan dapat meningkatkan kadar IgG. Imunoglobulin G pada tikus terdiri atas beberapa subkelas yaituIgG1, IgG2a, IgG2b, dan IgG3. Subkelas IgG2 akan merespon pada jenis antigen yang memiliki karbohidrat pada membran selnya seperti SRBC.Pada penelitian ini, EEP yang ditambahkan sebagai zat imunostimulan akan langsung meningkatkan produksi IgG.Sebelumnya, melalui mekanisme respon imun sekunder, tubuh tikus telah memproduksi antibodi terhadap SRBC. Sehingga zat imunostimulan hanya membantu produksi antibodi lebih banyak. Oleh karena itu, meskipun tidak berbeda signifikan, konsentrasi IgG tertinggi terdapatpada perlakuan A2 (9.48±5.90 μg/ml),sedangkan konsentrasi IgG paling rendah terdapat pada perlakuan A0 yaitu 0.88±0.28 μg/ml. Pada penelitian lainnya, pengujian terhadap kadar IgG juga tidak memberikan efek yang signifikan pada Echinacea purpurea yang berfungsi sebagai imunostimulan. Hal tersebut disebabkan SRBC cenderung lebih mengaktivasi respon sel T dari pada sel B yang berfungsi dalam sintesis antibodi dan IgG (Dennis, 1999).

Universitas Sumatera Utara Lisozim digunakan sebagai parameter imunostimulan karena dapat meningkatkan faktor sistem pertahanan tubuh nonspesifik (Jian dan Wu, 2004) Hasil pengujian lisozim pada penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan . Peningkatan kadar lisozim menunjukkan adanya peningkatan jumlah makrofag yang bersifat fagosit terhadap antigen yang masuk (Pratheepa dan Sukumaran, 2014). Adanya antigen yang masuk ke dalam tubuih akan merangsang sintesis lisozim. Pada penelitian ini terbukti dengan pemberian EEP, EEP+SDMD meningkatkan aktivitas lisozim dengan sangat signifikan dibdaningkan dengan kontrol. Jadi dapat dijelaskan peningkatan lisozim dalam penelitian ini adalah disebabkan pengaruh ekstrak etanol Premna pubescens.Blumue dan SRBC dalam meningkatkan sistem imun Lisozim merupakan bentuk respon imun nonspesifik yang terdapat dalam filtrat serum darah. Lisozim bekerja dengan merusak membran sel melalui proses hidrolisis dan membatasi asimilasi glukosa sel bakteri (Klimiuk et al, 2006). Kadar lisozim juga tampak stabil pada pengujian efek imunostimulan dari Premna herbaceae (Balachandran dan Govindarajan, 2005). Pola peningkatan nilai yang sama antara monosit dan lisozim sesuai karena menurut Milodot (2009) bahwa lisozim dibentuk oleh neutrofil dan monosit.Menurut Millodot (2009), lisozim dibentuk oleh neutrofil dan monosit. Meningkatnya aktifitas lisozim pada penelitian ini sejalan dengan peningkatan monosit. Meningkatnya aktivitas lisozim ini dapat menjadi salah satu indikasi potensi immunostimulan daun bangunbangun, sebab lisozim adalah salah satu komponen sistem immun alami. Selain aktivitas antibakteri, lizozim berperan penting untuk inaktivasi virus tertentu, pengawasan membrane sel mamalia, meningkatkan aktivitas vagositosis leukosit polimorfonuklear dan makrofag, menstimulasi proliferasi dan aktivitas antitumor monosit.Lisozim melindungi beberapa tempat di dalam tubuh dimana terdapat makanan untuk pertumbuhan bakteri. Lisozim salah satu komponen yang berperan dalam sistem imun alami dan di dalam darah memberikan perlindungan terhadap kemungkinan invasi bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Maraghi, et al., (2012) menunjukkan bahwa lisozim berperan penting dalam perlindungan Rodentia terhadap infeksi Trypanosoma.Kehadiran lisozim dalam sekresi berbagaikelenjar serta dalam granulosit

Universitas Sumatera Utara polimorfonuklear,monosit, dan makrofag, dan sel Kupfferhati memperjelas dan memperluas pemahaman bahwalisozimberpartisipasi dalam sistem pertahanan nonspesifik di dalam tubuh manusia (Klockers dan Reitano, 1975). Setelah imunoglobulin dan komplemen,lisozimtersebut efektif mencegah invasi berbagai bakteri, termasuk beberapa patogen.

4.2.5. Analisis Histologi Organ Ginjal, Pengaruh ekstrak etanol premna sebagai imunostimulan dapat diketahui melalui pengamatan terhadap organ ginjal. Pada penelitian ini ekstrakdan antigen yang diberikan akan masuk ke dalam tubuh melalui sistem peredaran darah dan bermuara pada organ yang dilalui darah. Salah satu organ vital yang dilalui darah adalah ginjal karena ginjal berfungsi sebagai penyaring darah (Fauziet al, 2014). Jika suatu zat kimia disekresi secara aktif dari darah ke urin, zat kimia terlebih dahulu diakumulasikan dalam tubulus proksimal atau jika substansi kimia ini direabsorbsi dari urin maka akan melalui sel epitel tubulus dengan konsentrasi tinggi.Proses pemekatan tersebut mengakibatkan zat-zat toksik ini terakumulasi di ginjal dan menyebabkan penyempitan pada lumen tubulus proksimal. Sebagai akibat dari proses pemekatan tersebut, zat-zat toksik ini akan terakumulasi di ginjal dan menyebabkan kerusakan ginjal (Yuanita, 2008). Diduga kerjasama antar senyawa-senyawa dalam tumbuhan yang berpotensi sebagai imunostimulan ini telah mempengaruhi seluruh struktur sel ginjal, terutama memperbaiki atau melindungi struktur sel epitel pada lumen tubulus kontortus proksimal (Roslizawaty et al, 2013)

Berdasarkan hasil pengamatan histologi ginjal, pada perlakuan A1 tidak tampak adanya nekrosis maupun serosis. Tidak adanya tanda-tanda nekrosis pada ginjal tikus putih yang diberi suatu ekstrak dengan potensi sebagai imunostimulan, menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tidak menimbulkan perubahan histopatologi pada jaringan ginjal tikus putih (Suhita et al,2013)

Lumen pada tubulus perlakuan A1masih tampak jelas dan tidak mengalami penyempitan. Nekrosis adalah hilangnya membran sel dan sitoplasma pecah membentuk partikel. Nekrosis sel dicirikan oleh sitoplasma yang terlihat lebih eusinofilik disertai penggumpalan kromatin inti dengan inti mengecil dan lebih basofilik (Cheville, 2006).Nekrosis merupakan tingkat kerusakan tubulus yang

Universitas Sumatera Utara lebih tinggi setelah terganggunya permeabilitas membran dengan adanya bengkak keruh kemudian diikuti oleh lisis (Marusin et al,2001).Nekrosis tidak disebabkan stimulasi intrinsik tetapi dari lingkungan yang muncul secara tiba-tiba dari kondisi tubuh yang normal (Eweka dan Enogieru, 2011). Nekrosis ditandai dengan penyerapan warna oleh inti berkurang serta terlepasnya sel-sel tubulus ke dalam lumen (Mayori dkk, 2013). Pada perlakuan yang ditambahkan antigen yaitu A2 dan A3, masing-masing bagian nefron memiliki batas yang lebih besar. Perlakuan A3 mengalami kerusakan yang lebih besar dibandingkan A2 dengan adanya jarak antara glomerulus dengan kapsula bowman yang lebih besar. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya penambahan antigen pada A3 tanpa diberikan zat imunostimulan sehingga menyebabkan kerusakan pada jaringan di organ ginjal dan waktu adaptasi jaringan menjadi lebih lama dibandingakan perlakuan A2.

Perlakuan A2yang hanya ditambahkan zat imunostimulan dapat mengurangi kerusakan pada ginjal. Sebaliknya, bahan-bahan yang bersifat toksik akan mudah menyebabkan kerusakan jaringan ginjal dalam bentuk perubahan struktur dan fungsi ginjal (Hanifah, 2008). Kerusakan pada perlakuan yang diberikan SRBC tersebut dapat terjadi akibat proses penyesuaian (adaptasi) ginjal terhadap perubahan fisiologi tubuh (Purwati, 2005). Secara keseluruhan, keempat perlakuan yang telah dilakukan tidak terjadi serosis.Serosis merupakan kematian sel yang bersifat parah dan dapat meluas yang ditandai dengan hilangnya inti sel atau kekosongan pada jaringan dimana jaringan tersebut digantikan oleh jaringan ikat yang sebelumnya mengalami lisis dan nekrosis (Mayori dkk, 2013).

Limpasebagai salah satu organ yang berperan terhadap pertahanan tubuh merupakan salah satu bagian dari jaringan limfoid. Berdasarkan hasil pengukuran diameter sentrum arteriol dan germinal limpa diketahui bahwa pada perlakuan yang ditambahkan EEP dan SRBC memiliki diameter sentrum arteriol dan sentrum germinal yang paling tinggi. Perbedaan hasil yang diperoleh menunjukkan beda nyata melalui uji ANOVA dan uji lanjut LSD (Lampiran B).Peningkatan ukuran diameter sentrum arteriol dan germinal pada limpa disebabkan oleh adanya penambahan zat imunostimulan yang dapat menstimulasi

Universitas Sumatera Utara limfosit B. Penambahan antigen juga merangsang sel-sel fagosit untuk berinteraksi dengan antigen tersebut dan menyebabkan limpa menjadi membesar (Anderson, 1985; Price et al,1992). Pada penelitian ini peningkatan aktivitas limpa menunjukkan adanya peningkatan proliferasi limfosit yang menyebabkan bertambahnya ukuran limpa. Aktivitas proliferasi limfosit pada limpa akan meningkat sehingga ukuran limpa menjadi semakin besar. Proliferasi limfosit adalah fase aktivasi dari sistem imun. Peningkatan aktivitas pada limpa mengindikasikan adanya peningkatan proliferasi limfosit yang menyebabkan ukuran limpa mengalami peningkatan juga. Pemaparan limpa oleh imunogen akan menimbulkan aktivitas imun yang dapat meningkatkan ukuran limpa dan aktivitas proliferasi limfosit pada limpa (Yuliani dan Falah, 2011) Limpa memiliki struktur germinalcenteryang merupakan tempat berkumpulnya limfosit B. Pada jaringan limfoid sekunder,limfositmengenalfragmen antigen non- selyang mempresentasikan sel makrofag, sel dendrik, dan sel fagosit (Subowo, 2009).Presentasi fragmen antigen non-self yang diikuti oleh sekresi IL-12 dan IL- 18 yang kemudian menstimulasi sel T menghasilkan IFN- γ, akan mengakibatkan proliferasi dan diferensiasi sel B yang ada di germinal center menjadi sel plasma dan sel memori (Campbell, 2004).Interleukin-12 (IL-12) merupakan sitokin yang diproduksi awal oleh fagosit mononuklear yang memiliki peranan penting dalam perkembangan respons pertahanan imunitas tubuh (Fultonet al, 1996).Proliferasi sel B merupakan bagian dari respon imun spesifik. Respon imun spesifik akan meningkat pada interaksi berulang dengan antigen yang sama. Proliferasi sel B tersebut akan meningkatkan diameter germinal center (Bellanti, 1993).

Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang diuraikan sebelumnya secara umum dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun buasbuas (Premna pubescens.Blumue mengandung senyawa apigenin dengan konsentrasi 0.2845mcg/10μlatau 35.56 mcg/gram danmemiliki aktifitas sebagai imunostimulan sebagai berikut :

1. Memberikan respon terhadap parameter hematologi tidak signifikan terhadap nilai hemoglobin, hematokrit dan eritrosit, tetapi signifikan terhadap trombosit. 2. Memberikan respon terhadap parameter seluler, signifikan terhadap leukosit dan limfosit tetapi tidak signifikan terhadap monosit. 3. Memberikan respon terhadap parameter humoral, signifikan pada titer antibodi dan Imunoglobulin M tetapi tidak signifikan pada Imunoglobulin G dan Lisozim 4. Memberikan pengaruh terhadap gambaran histologi ginjal dan limpa tikus putih.

5.2 Saran

1. Perlu penelitian lanjutan tentang potensi Premna pubescens Blumue dalam sistem pertahanan tubuh tikus putih (Rattus norvegicus). 2. Perlu dilakukan pengujian terhadap pengaruh variasi dosis ekstrak etanol Premna pubescens Blumue terhadap respon imun tubuh tikus putih (Rattus norvegicus). 3. Perlu dilakukan isolasi dan purifikasi senyawa apigenin untuk dapat diujikan lebih spesifik.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Abbas,A.K. Licthman, A.H. dan Pilai, S. 2007. Cells and Tissues of The Adaptive Immune System. Celluler and Molleculler Immunology 6th. Ed. Philadelpia, WB Saunders.

Abdulfattah,S.Y., 2013. Study of Immunological Effect ofAnastatica hierochuntica (Kaff Maryam) Methanolic Extract on Albino Male Mice. J. Biotechnology Research Center. Vol 7. 1.

Achyat, S.R., Sadikin, M., Jusman, S.W.A., dan Rusdi. 2008. Pengaruh Pemberian Minyak Buah Merah (pandanus conoideus lam.) Terhadap imunitas humoral tikus (Rattus norvegicus L.) Galur Wistar Melalui Pengamatan Titer Antibodi Anti-SDMD. J. Bahan Alam Indonesia.Vol 6(4):.145-148.

Anderson, W.A.D. 1985. J. Pathology. Vol 2. The C.V Mosby Company:1277.

Akrom dan Siti, N.D. Jumlah dan Aktivitas Proliferasi Limfosit Lien Mencit Swiss Jantan yang Diinfeksi Plasmodium berghei akibat Pemberian 5 dan 100 mg/kgbb/hari Ekstrak Etanol Pyhlanthus niruri. J. Kes Mas.Vol 1(1) :1-50.

Alifuddin, M. 2002. Imunostimulasi pada Hewan Akuatik. J Akuakultur Indonesia. Vol 1(2):87-92.

Aliyu, R., Adebayo, A.H., Gatsing, D,. dan Garba,I.H. 2007. The Effect of Ethanolic Leaf Extract of Commiphora africana (Burseraceae) on Rat Liver and Kidney Function. J. Pharmacology and Toxicology Vol 2(4):373-379

Anonim. 2012. Buasbuas. Wannurawordpress.com/2021/06/16Bebuas-Premna spp.

Arrington, L. R. 1972. Introductory Laboratory Animal. The Breeding, Care and management og Experimental Animal Science. The Interstate Printers and Publishing, Inc., New York.

Ashafa, A.O.T., Orekoya, L.O., Yakubu, M.T. 2012. Toxicity Profile of Ethanolic Extract of Azadirachta indicaStem Bark in Male Wistar Rats. Asian Pac J Trop Biomed.Vol 2(10):811-817.

Babae, A., Arshami, J., Haghparast, A., Mesgaran, M.D. 2014. Effects of Saffron (Crocus sativus) Petal Ethanolic Extract on Hematology, Antibody Response and Spleen Histology in Rats. Avicenna J of Phytomedicine. Vol 4(2): 103-109.

Universitas Sumatera Utara Back, D.Z., Kostova, E. B., Kraaij, M.V, Van de Berg, T.K dan Bruggen, R. 2014.Regulation of Red Cell Life Span, Erythropoesis, Senescence and Clearance. J. Frontiers in Physiology, 30 January 2014/doi:10.3389/fphys.2014.0009.

Bairwa, M.K., Jakhar, J.K., Y. Satyanarayana., Reddy, A.D, 2012. Animal and Plant Originated Immunostimulants Used in Aquaculture. J. Natural Product and Plant Resource.Vol. 2(3): 397-400.

Balachandran, P dan Govindarajan, R. 2005.Cancer-and Ayurvedic Perspective. J. Pharmacological Research Vol. 51. 19–30.

Ballal, S. R., Sumalatha, Acharya, S. 2012. Studies on Immunostimulatory Effect of Pajanelia longifolia (willd.) Schumann on Albino Rats. J Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. Vol. 3 (4). 1642-1651

Banji, O.J.F., Banji, Ddan Kavitha R. 2012. Immunomodulatory Effect of Alcoholic and Hydroalcoholic Extracts of Moringa olifera Lam Leaves. J. Experimental Biology Vol.50: . 270 -276

Bansal, P., Sannd, R., Srikanth, N dan Lavekar, G.S.2009. Effect of Traditionally designed Nutraceutical on Stress Induced Immunoglobulin Changes at Antartica. J. Biochemistry Research. Vol.3 (4):. 084-088

Baratawidjaya, K.G. 2014. Imunologi Dasar Edisi ke -11. Badan Penerbit. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Bishlawy, I.M. 1999. Red Blood Cells, Hemoglobin and the Immune System. J. Med Hypothesis.Vol. 53: 345-346.

Bellanti, J. 1993. Immunologi Umum. Edisi ke-3.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal 647.

Benacerraf, B. 1978. A Hypothesis to Relate the Specificity of T Lymphocytes and the Activity of I Region Specific Ir Genes in Macrophages and B- Lymphocytes. J Immunol. Vol. 120: 1809-1812.

Campbell, N.2004.Biology.7th Edition. Benjamin-Cummings PublishingCompany.

Chang, W.H., Chen, C.M., Hu, S.P., Kan, N.W., Chiw, C.C., Liu, J.F., 2007. Effect of Purple Sweet Potato Leaves Consumption on The Modulation of The Immune Response in Basketball Players During the Training Period. Asia Pac J Clin Nutr. 16 (4): 609-615.

Charles, R.L. 1998. Technical Bulletin on Baseline Hematology and Clinical Chemistry Values for Charles River Wistar Rats-(CRL: (WI)BR) as a Function of Sex and Age. Charles River Laboratories. Wilmington

Universitas Sumatera Utara Cheville, N.F. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. 3 Ed. Blackwell Publishing. USA.

Chen, D., Piwowar, K.R.L., Chen, M.S., Dou, Q.P. 2007. Inhibition of Proteasome Activity by the Dietary Flavonoid Apigenin is Associated with Growth Inhibition in Cultured Breast Cancer Cells and Xenografts. J. Breast Cancer Research. Vol.9:. 1-8

Choi, S.H., Park, K.H., Yoon T.J., Kim, J.B., Jang, Y.S., Choe, C.H. 2007. Dietary Korean Mistletoe Enhances Cellular Non-Specific Immune Responses and Survival of Japanese Eel (Anguilla japonica). J. Fish and Shellfish Immunology Vol. 24: 67-73.

Cox, D.I., Kerrigan, S.W., Watson, S.P. 2011. Platelets and The Innate Immune System: Mechanisms of Bacterial-Induced Platelet Activation.J Thromb Haemost.2011. Vol. 9(6):1097-107. doi:10.1111/j.1538- 7836.2011.04264.x.

Damayanti, R. 1999. Deteksi Fenotipik Antigen Permukaan Permukaan Limfosit B,MHCI dan MHC II Pada Limfoglandula Sapi Bali yang terserang Malignant Cattarhal Fever dengan Teknik Imunohistokimiawi. J.Ilmu Ternak dan Veteriner. Vol. 4(3).: 1-8

Darningsih,S., Kusharto,C.M., Marliyati,S.A dan Rohdiana,D. 2008. Formulasi Teh Camelia-Murbei Dengan Bubuk Jahe (Zingiber officinale) dan Asam Jawa (Tamarindus indica.L) sebagai Minuman Kesehatan Untuk Meningkatkan Respon Imun Tikus. J. Gizi dan Pangan Vol.3 (2).: 61-70.

Delmann, H.D. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. Edisi Ke 3, Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Dennis, J.W. 1999. The Effect of Echinacea purpurea on Stimulating IgM (Primary) and IgG (Secondary). J. Immune Responses in Male CD1 Mice. Cantaurus. Vol. (7) 9-11.

Devi, K.P., Ram, M.S., Sreepriya, M., Ilavazhagan, G., dan Devaki, T. 2002. Immunomodulatory effects of Premna tomentosa extract against Cr (VI) induced toxicity in splenic lymphocytes—an in vitro study. J. Biomedicine dan Pharmacotherapy.Vol. (57): 105–108.

Dhasarathan, P., Gomathi, R., Theriappan, P., and S. Paulsi. 2010. Immunomodulatory Activity of Alcoholic Extract of Different Fruits in Mice. J. Applied Science Research. 6 (8):1056-1059.

Dorucu, M., S. Ozesen, C., Ispir, U. Altinterim,B.and Y. Celayir. 2009. The Effect of Black Cumin Seeds, Nigella sativa, on the Immune Response of

Universitas Sumatera Utara Rainbow Trout,Oncorhynchus mykiss. J.Mediterranean AquacultureVol, 2(1); 27-33

Ebersole, J.L., Smith, D. J., Taubman, M. A. 1985. Secretory Immune Responses in Ageing Rats: Immunoglobulin Levels. Immunology (56): 345-350

Eddine, K.H., Zerizer, S., Kabouche, Z. 2014. Immunostimulatory Activity of Phoenix dactylifera. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Vol 6 (3), 73-76.

El-Feki, M., Moneim, A.A, Thabet Sakran dan Saber, E. S. 2001. Immunological studies on albino rats against crude endotoxins of Aeromonas hydrophila. Egyptian Journal of Biology. Vol. 3, pp 86-95.

Elsisi, N.S., Reed, S.D., Lee, E.Y., Oriaku, E.T., Soliman, K.F. 2005. Ibuprofen and apigenin induce apoptosis and cell cycle arrest in activated microglia. Neuroscience letters (2): 91-6.

Essa, M.M., Subramanian, P., Manivasagam, T., Dakshayani, K.B., Sivaperumal, R., Subash, S. 2006. Protective influence of Hibiscus sabdariffa, an edible medicinal plant, on tissue lipid peroxidation and antioxidant status in hyperammonemic rats. African Journal of Traditional, Complementary and Alternative Medicines Vol. 3 (3). 10-21.

Eweaka,A.O. Enogieru, A. 2011. Effects of Oral Administration of Phyllanthus Amarus Leaf Extract on the Kidneys of Adult Wistar Rats- A Histological Study . African Journal of Traditional Complementary and Alternative Medicine (AJTCAM). 8(3).307-311 PMCID:PMC325221

Falah, L. N., dan Yuliani, S. 2011. Lymphocyte Proliferation Activity MTT-Test of Ethanolic Extract of Pasak Bumi Root (Eurycoma longifolia Jack) on Induce 7.12-Dimethylbenz [A] Antracene (DMBA) Female Sprague Dawley Rat. Indonesian Journal of Cancer Chemoprevention. 2(1):187- 192.

Fang, J., Xia, C., Cao. Z., Zheng, J.Z., Reed, E., dan Jiang, B.H. 2005. Apigenin inhibits VEGF and HIF-1 expression via P13K/AKT/ p7056K1 and HDM2/p53 pathways. The FASEB journal.19. 342-353.

Farhath, S., Vijaya, dan Vimal, 2013. Immunomodulatory activity of geranial acetate, gingerol, and eudenol essential oils: evidence for humoral and cell-mediated responses. Avicenna Journal of Phytomedicine. 1-7.

Universitas Sumatera Utara Fauzi A, Tarsim, Setyawan A. 2014. Histopatologi Organ Kakap Putih (Lates calcarifer) dengan Infeksi Vibrio Alginolyticus dan Jintan Hitam (Nigella sativa) Sebagai Imunostimulan. e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. Vol 3 (1): 319-326.

Feldman Bernard F. 2000. Veterinary Hematology Fifth Edition. Lippincot William and Wilkins:California.

Fox,S.I. 2002. Human Physiology. 7 ed. Publisher. Colin.H Weathley. Mc Graw Hill Higher Education.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Fulton, S., Johnsen, J., Wolf , S., Sieburth, D., dan Henry, W. 1996. Interleukin 12 Production by Human Monocytes Infected with Mycobacterium tuberculosis : Role of Phagocytosis. American Society for Microbiology. 64(7), 2523-2531.

Fulzele SV, Satturwar, PM, Joshi SB, Dorle AK. 2003. Study of the Immunomodulatory Activity of Haridradi Ghrita in Rats. Indian Journal of Pharmacology. 35: 51-54.

Galindo, V.J dan Hosokawa, H. 2004. Immunostimulants: Towards Temporary Prevention of Diseases in Marine Fish. Memorias del VII Simposium International de Nutrition Acuicola. 16-19. Mexico.

Gabhe, S.Y., Tatke, P.A., Khan, T.A, 2006. Evaluation of the Immunomodulatory Activity of the Methanol Extract of Ficus benghalensis roots in rats. Indian J Pharmacol. Vol 38 (4). 271-275.

Gates M.A, Vitonis, A.F, Tworoger S.S, Rosner, B, Ernstoff, L.T, Hankinson, S.E, dan Cramer D.W, 2009. Flavonoid intake and ovarium cancer risk in a Polution based case-control study. International Journal of Cancer. 124, 1918-1925.

Goodman,JW. 1991. Immunoglobulin Stucture and Function . In StitesD.P.& Terr.A.I. (Eds) Basic and Clinical Immunology.7th ed.Connecticut. Appletong &Lange.

Gokani , R.H., Lahiri, S.K., Santani, D.D., Shah, M.B. 2007. Evaluation of Immunomodulatory Activity of Clerodendrum phlomidis and Premna integrifolia Root. International Journal of Pharmacology. 3(4):352-356.

Govind, P, Madhuri S, dan K. A Mandloi. 2012. Immunostimulant Effect of Medicinal on Fish. International Research Journal of Pharmacy. 3(3):112-114

Universitas Sumatera Utara Gupta, M.S., Shivaprasad,H.N., Kharya,M.D., and Rana,A.C. 2006. Immunomodulatory Activity of The Ayurvedic Formulation “Ashwagandha Churna”. Pharmaceutical Biology. 44(4) 263-265.Taylor &Francis Group.

Guyton, Arthur C. 1991. Medical Physiology Eighth Edition. W.B Saunders Company. USA.

Hanifah, L. 2008. Pengaruh Pemberian Buah Pepaya (Carica papaya. L) Terhadap Tingkat Nekrosis Epitel Glomerulus dan Tubulus Ginjal Mencit (Mus musculus) yang diinduksi CCL4 (karbon tetraklorida). [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Malang. Malang.

Haniffa, Dhasarathan, P., Dhanuskodi.V. 2011. Evaluation of Immunostimulant Potential of Solanum nigrum L. Using Fish, Etroplus Suratensis Challenged with Aphanomyces invadens. International Journal of Pharma and Bio Sciences. Vol 2 (1). 429-437.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Cetakan II, Diterjemahkan oleh K, Padinawinata dan I, Soediro. Bandung: Penerbit ITB.

Hargono, D. Winarno,M.W.,dan Werawati,A., 2000. Effect of Gynura ngokilo Leaf juice (Procumbers Lour Meer) on Mice against Immune System Activity. Cermin Dunia Kedokteran No 127.

Hartono. 1989. Bahan Pengajaran Histologi Veteriner. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor.

Hartono, A., 1991. Prinsip Diet Penyakit Ginjal. Arcan, Jakarta.

Hendarsula, AR. 2011. Uji aktivitas imunostimulan ekstrak etanol umbi sarang semut (Myrmecodia archboldiana Merr & L.M. Perry) pada Tikus Putih Jantan. Skripsi. Departemen Farmasi. FMIPA Universitas Indonesia.

Hess JR, Hill HR, Oliver CK, et al. 12-week red blood cell storage. Transfusion 2003;43:867-72.

Hølvold, L.B. 2007. Immunostimulants connecting innate and adaptive immunity in Atlantic salmon (Salmo salar). Thesis.Department of Marine Biotechnology, Norwegian College of Fishery Science, University of Tromsø.

Honjo, T., dan Frederick W.A., 1995. Immunoglobulingenes. Academic Press Inc. San Diego, USA.

Universitas Sumatera Utara Ikawati, Z. 2006. Pengantar Farmakologi Molekuler. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Irwadi, D., Arif, M., dan Hardjoeno. 2007. Gambaran Serologi IgM-IgG Cepat DAN Hematologi Rutin Penderita DBD. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratories. Vol 2 (2). 45-48.

Jackson ML. 2007. Veterinary Clinical Phatology. USA: Blackwell Publishing Profesional.

Janeway, C. A. Jr., Travers, P., Walports, M. et al. 2001. Immunobiology: The Immune System in Health and Disease 5th Edition. Garland Science. New York.

Jain, S.K., dan Lata, S., 1996, Unique Indigenous Amazonian Uses of Some PlantsGrowing In India, IK Monitor 4(3) article. http://www.nuffic.nl/ciran/ikdm. Accesed 2000 December 5.

Jain S, Singh M, Barik R, dan Malviya N. 2013. Effects of Premna Integrifolia Linn. Roots Extracts in CCL4 Induced Toxicity in Rats. International Journal of Pharmaceutical Science and Research. Vol 4(12):4697-4703.

Jones TC, Ronald DH, Norval WK. 2006. Veterinary Pathologi. 6th Edition. USA: Blackwell Publishing Profesional.

Jian, J dan Wu, Z. 2004. Influence of Traditional Chinese Medicine on Non- Specific Immunity of Jian Carp (Cyprinus carpio var. Jian). Fish and Shellfish Immunology. 16. 185-191

Jubb KVF, Kennedy PC dan Palmer N. 1993. Pathology of Domestic Animals. 4th Vol 2.London: Academic Press.

Kannan, M., Singh,A.J.A.R., Kumar, A., Jegatheswari, P dan Subburalayu, S. 2007. Studies on immuno- bioactivities of Nycanthes arbortritis (Oleaceae).

Khan SF, Malik Suri KA, Singh J. 2009. Molecular insight into the immune up- regulatory properties of the leaf extract of Ashwagandha and identification of ThI immunostimulatory chemical entity. Vaccine. 27:6080-6087.

Klimiuk A, Waszkiel, Jankowska A. 2006. The evaluation of lysozyme concentration and peroxidase activity in non-stimulated saliva of patients infected with HIV. Advance of Medical Science. Vol 51.

Kori, M.L., Gaur.K., Dixit,V.K. 2009. Investigation of Immunomodulatory Potential of Cleome Gynandra Linn. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research. Vol.2. Januari-March.

Universitas Sumatera Utara Kumar IJ, Chelladurai G, Veni T , Peeran SSH , Mohanraj J. 2014. Medicinal plants as immunostimulants for health management in Indian cat fish. Journal of Coastal Life Medicine. 2(6): 426-430.

Kumar, S., Gupta, P., Sharma, S., Kumar, D. 2011. A Review on Immunostimulatory Plants. Journal of Chinese Integrative Medicine. Vol 9 (2). 117-128.

Kurniati, R.I. 2013. Uji aktivitas antioksidan fraksi etanol daun buasbuas (Premna cordifolia Linn.) dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak.

Leeratiwong C ,Chantaranothai P, dan Paton AJ. 2009. A Synopsis of the Genus Premna L. () in Thailand. The Natural History Journal of Chulalongkorn University. 9(2): 113-142

Lee Tai Tzu, Ching-Chiang H., Xiao Hua Shieh, Chung Li Chen,Liang Jwu Chen, Bi Yu. 2010. Flavonoid, Phenol, and Polysaccharide Contents of Echinacea Purpurea L. And Its Immunostimulant Capacity In Vitro. International Journal of Environmental Science and Development. Vol. 1 (2): 5-9

Levinson,W.2004. Medical Microbiology & Immunology: Examination & Board Review, 8th ed. McGraw-Hill.

Liu, Q., Chen, X., Yang, G., Min, X., Deng, M. 2011. Apigenin Inhibits Cell Migration Through MAPK Pathways in Human Bladder Smooth Muscle Cells. Journal of Biocell. 35 (3): 71-79.

Lubega, A.M.B., Bbosa, g.s., Musisi, N., Erume, J., dan Okeng, J.O. 2013. Effect of the total crude extracts of Hibiscus sabdariffa on the immune system in the Wistar albino rats. African Journal of Pharmacy and Pharmacology . Vol. 7(28). 1942-1949.

Madaio MP, Harrington JT. 2001.The diagnosis of glomerular diseases: acute glomerulonephritis and the nephrotic syndrome. Arch Intern Med.;161(1):25-34

Manggau M, Nirwana, Usmar dan Mufidah. 2006. Uji Efek Ekstrak Metanol Batang Kinca (Feronia elephantum Corr) Terhadap Aktivitas Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G (IgG) Mencit Jantan (Mus musculus). Majalah Farmasi dan Farmakologi.Vol. 10, No. 3. 61-66

Maraghi,S.,Molyneux,D.H and Wallbanks,K.R. 2012. Lysozim Activity in the Plasma of Rodents Infected With Their Homologous Trypanospmes. Iran Journal Parasitol. 7(4):86-90.

Universitas Sumatera Utara Malole, Pramono, S.U. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan diLaboratorium. Jawa Barat: Institut Pertanian Bogor. Hal : 104 – 112.

Marusin N, Munir W dan Febrina. 2001. Pengaruh Lama Pemaparan Pb Terhadap Gambaran Histologi Ginjal Mencit Putih (Mus musculus L). Jurnal Matematika dan Pengetahuan Alam. 10 (1). 4-5.

Mayori R, Marusin N, Tjong DH. 2013. Pengaruh Pemberian Rhodamin B Terhadap Struktur Histologi Ginjal Mencit Putih (Mus musculus L.). Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2(1). 43-49.

Middleton EJ. 1998. Effect of plant flavonoids on immune and inflammatory cell function. Adv Exp Med Bio. 439: 175-182.

Miksusanti. 2010. Proliferasi Sel Limfosit Secara In Vitro oleh Minyak Atsiri Temu Kunci dan Film Edible Anti Bakteri. Jurnal Penelitian Sains Edisi Khusus Unsri Sumatera Selatan. (C) 10:06-07: 25-28

Millodot. 2009. Dictionary of Optometry and Visual Science. 7th edition. Butterworth-Heinemann.

Mishra, N., Lakshmi, V., Gupta, R. 2012. Immunomodulation by Hibiscus rosa- sinensis: Effect on the Humoral and Cellular Immune Response of Mus musculus. Pakistan Journal of Biological Science. 15 (6): 277-283.

Morera, D and MacKenzie, S.A. 2011. Is there a direct role for erythrocytes in the immune response?. Veterinary Research. 42:89

Mori, K. 1990. The Present State of Immunological Research in Marine Aquaculture. Proceeding of the Third International Colloquium on Pathology in Marine Aquaculture. 2-6 October 1988. Virginia. USA.

Mukherjee, P.K., Nema, N.K., Bhadra, S., Mukherjee, D., Braga, F.C., Matsabisa, M.G. 2014. Immunomodulator Leads From Medicinal Plants. Indian Journal of Traditional Knowledge. Vol 13 (2). 235-256.

Mulyaningsih, S. 2007. Aktivitas Imunostimulan Ekstrak Etanol Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.) pada Mencit. Logika, Vol. 4(1): 38-45.

Mustafa R.A, Abdul H.A, Mohamed, S dan Bakar F.A. 2010. Total phenolic compounds, flavonoids, and radical scavenging activity of 21 selected of 21 selected tropical plants. Journal Food Science. 75 (1): C28-35.

Nelson RA Jr. 1953. The immune-adherence phenomenon; an immunologically Specific reaction between microorganisms and erythrocytes leading to enhanced phagocytosis. Science 118:733-737.

Universitas Sumatera Utara Ogier de Baulny, M., Quentel, C., Fournier, V., Lamour, F., & Le Gouvello, R. (1996). Effect of long-term oral administration of β-glucan as an immunostimulant or an adjuvant on some non-specific parameters of the immune response of turbot Scophthalmus maximus. Diseases of Aquatic Organisms, 26(2), 139-147. http://dx.doi.org/10.3354/dao026139

Ortuno, J, Cuesta A, Rodrquez A, Esteban MA, Meseguer J. 2002. Oral Administrationof yeast, Saccharomyces cerevisiae, enchances the cellularinnate immune response of gilthead seabream ( Sparus aurata L). Veterinary Immunology and immunophatology85: 41-50

Patel, D dan Mansoori, A.N. 2012. Cancer-An Ayurvedic Perspective. International Journal of Advanced Research in Pharmaceutical & Bio Sciences. Vol 2 (2). 179-195.

Patil JK, Jalalpure SS, Hamid S, dan Ahirrao RA. 2010. In-Vitro Immunomodulatory Activity of Extracts of Bauhinia vareigata Linn Stem Bark on Human Neutrophils. Iranian Journal of Pharmacology & Therapeutics. 9: 41-46.

Patwardhan B dan Gautam M. 2005. Botanical immunodrags: scope and opportunities. Drug Dicovery Today. 10:495-502

Pearce, E. C. 2002, Anatomi danFisiologi Untuk Paramedis. Hal166. Jakarta : P.TGramedia Pratheepa, V, dan Sukumaran, N. 2014. Effect of Euphorbia hirta plant leaf extract on immunostimulant response of Aeromonas hydrophila infected Cyprinus carpio. PeerJ 2:e671; DOI 10.7717/peerj.671.

Price, SA dan Wilson, LM. 1992. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Buku 2. (Edisi 4). Terjemahan P. Anugerah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Seri Agrikat. Penebar Swadaya. Jakarta. Vol : 6

Purwati E, 2005. Pengaruh Pemberian Boraks Secara Oral Terhadap Darah Dan Struktur Mikroanatomi Ginjal Pada Rattus sp. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 1(1) : 1858-0696

Pusparini. 2000. Perubahan respons imun pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. J Kedokter Trisakti, September-Desember2000- Vol.19, No.3 115

Universitas Sumatera Utara Ramanaviciene, A., Zukiene, V., Acaite, J., Ramanavicius, A., (2002), Influence of Caffeine on Lysozyme Activity in the Blood Serum of Mice, Acta medica Lituanica T 9 Nr 4

Roitt, I. 2001. Roitt’s Essential Immunology, 8th ed.Blackwell Science.

Roitt, I., Brostoff, J., Male, D. 1985. Immunology. Gower Medical Publishing. London, New York.

Roshan, N dan Savitri, P. 2013. Review on Chemical Constituents and Parts of Plants as Immunomodulators. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Science. Vol 4 (1). 76-89

Roslizawaty, Budiman H, Laila H, Herrialfian. 2013. Pengaruh ekstrak etanol sarang semut (Myrmecodia sp.) terhadap gambaran histopatologi ginjal mencit (Mus musculus) jantan yang hiperurisemia. Jurnal Medika Veterinaria. 7(2):116-120.

Rubio, CA. 2014. The Natural Antimicrobial Enzyme Lysozyme is Up-Regulated in Gastrointestinal Inflammatory Conditions. Pathogen. Vol 3: 73-92.

Rutemark, C. 2011. The Role of IgM and Complement in Antibody Responses. Acta Universitatis Upsaliensis. Digital Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertations from the Faculty of Medicine 720.61 pp. Uppsala. ISBN 978-91-554-8210-7.

Sasmito, E., Mulyaningsih,S., Untari, E.K., Widyaningrum, R. 2006. Majalah Farmasi Indonesia. 17 (3). 156-161.

Savadi, R.V., Yadaf, R., dan Yadav, N. 2010. Study on Immunomodulatory activity of ethanolic extract of Spilanthes acmella Murr. Leaves. Indian J. Nat. Pod Res. 1 (2): 204-207.

Schrama, JW, Schouten, JM, Swinkels, JW, Gentry, JL, Reilingh GV and H.K. Parmentier. 1997. Effect of hemoglobin status on humoral immune response of weanling pigs differing in coping styles. J. anim Sci 75: 2588 - 2596

Selena,F. 2012. Immune Response on Rabbit does of Different Genetic Types Subjected to Reproductive, Environment and Immunologic Chalenges. Doctoral Thesis. Universitat Politecnica De Valencia.

Sherwood, Lauralee., (1996),Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Cetakan I, Penerjemah: Brahm U Pendit, EGC, Jakarta

Shilpa VN, Rajasekaran N, Gopalakrishnan VK, Devaki K. 2012. In-vivo antioxidant activity of Premna corymbosa (Rottl.) against streptozotocin

Universitas Sumatera Utara induced oxidative stress in Wistar albino rats. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol. 2 (10), pp. 060-065

Simanjuntak,S.B.I., Muljopawiro,S., Artama,W.T., dan Wahyuono,S. 2011. Respon Imunoglobulin G dan Imunoglobulin M Mencit yang Diberi Ekstrak Alga Biru Hijau dan Diinfeksi Dengan Takizoit. Jurnal Veteriner vol 12 (4): 281 -287

Singh CR, Nelson R, Krishnan PM, Pargavi B. 2011. Identification of Volatile Constituents from Premna serratifolia L. through GC-MS. International Journal of PharmTech Research. Vol. 3, No.2, pp 1050-1058.

Slauson D.O, Cooper B.J. 1990. Mechanism of Disease. 2nd Edition. Editor:Jonathan WP. USA: Williams&Wilkins.

Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Penerbit UniversitasIndonesia Press.

Smith JM, Faizan MK, Eddy AA. 2003.The child with acute nephritis syndrome. Dalam: Webb N Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric nephrology. edisi ke-3. New York: Oxford; h. 367-80.

Steel RGD dan JH Torrie. 1989. Principles and Procedure of Statistics (Alih bahasa: Bambang Sumantri). PT Gramedia. Jakarta.

Steiniger, B. 2005. Spleen. Encyclopedia of Life Sciences. John Wiley & Sons, Ltd. www.els.net doi: 10.1038/npg.els.0003982.

Steven CD (2003). "Cytokines. Cinical Immunology and Serology : A laboratory perspective 6(2): 86-87. Subowo, 2009, Imunobiologi, edisi 2, Sagung Seto, Jakarta, 89-118.

Sudiana, I Ketut. 2008. Patobiologi Molekuler Kanker. Salemba Medika. Jakarta.

Suhirman, S. dan Christina W. 2006. Prospek dan fungsi tanaman obat sebagai imunomodulator. Artikel, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2006. 121-133.

Suhermanto,A. Andayani.S dan Maftuch., 2013. Pengaruh Total Fenol Tripang Pasir (Holothuria scabra) Terhadap Respon Imun Non Spesifik Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Bumi Lestari Volume 13 (2) Agustus 2013. 225 -233.

Suhita NLPR, Sudira IW, Winaya IBO. 2013. Histopatologi Ginjal Tikus Putih Akibat Pemberian Ekstrak Pegagan (Centella asiatica) Peroral. Buletin Veteriner Udayana. 5(2):71-78.

Universitas Sumatera Utara Sumalatha, P. Rama Bhat, Ballal, SR, Acharya, S.2012. Studies on immunomodulatory effects of Salacia chinensis L. on albino rats. Journal of Applied Pharmaceutical Science. Vol. 2 (9), pp. 98-107. DOI: 10.7324/JAPS.2012.2920

Thiruvenkatasubramaniam, R., Jayakar, B. 2010. Anti-hypreglycemic and anti- hyperlipidemic activities of Premna corymbosa (Burm.F) Rottl on Streptozotocin induced diabetic rats. Der Pharmacia Lettre. 2 (1) 505-509.

Tizard, I. 1982. An Introduction to Veterinary Immunology. W.B. Saunders Company. Philadelphia. Pp. 43-51 and 74-92.

Todar, K. 2005. Immune Defense against Microbial Pathogens. Todar’s Online Textbook of Bacteriology.

Torkin R. Lavoie JF. Kaplan DR. Yeger H (2005). Induction of Caspase- Dependent, P-53 Mediated Apoptosis by Apigenin in Human Neuro blastoma. Molecolar Cancer Theurapetic. Vol 4. Edition 1. American Association for Cancer research.

Vadivu, Suresh, Girinath, Kannan, Vimala dan Kumar. 2009. Evaluation of Hepatoprotective and In-Vitro Cytotoxic Activity of Leaves of Premna serratifolia Linn. Journal of Scientific Research. 1 (1). 145-152.

Vander, et al. 2001. Human Physiology: The Mechanism of Body Function, Eight Edition. The McGraw-Hill Companies.

Visciano M.L, Tagliamonte M, Tornesello M.L, Buonaguro F.M, dan Buonaguro L., 2012. Effects of adjuvants on IgG subclasses elicited by virus-like Particles.Journal of Translational Medicine. 10:4 doi:10.1186/1479-5876- 10-4

Waterbury, L dan Frenkel, E.P. 1972. Hereditary Nonpherocytic Hemolysis With Erythrocyte Phosphofructokinase Deficiency. Blood. Vol 39 (3).

Wheather P.R, Burkitt H.G, Daniels V.G. 1987 : Functional Histology A Text and Color Atlas. Churchill Livingstone. London.

Widjajanto, E. 2005. Peranan Makrofag Pada Proliferasi, Diferensiasi Dan Apoptosis Pada Proses Hematopoisis (Penelitian Pada Limpa Janin Tikus Dan Aspirat Sumsum Tulang Manusia). Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXI, No.1. 29-36.

Winarni, D., M. Affandi., E.D. Masithoh dan A.N. Kristanti., 2010. Efek Imunostimulatori Beberapa Fraksi Teripang Lokal Phyllophorus Sp Terhadap Histologi Limpa Mencit (Mus musculus) yang Diinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UniversitasAirlangga, Surabaya.journal.unair.ac.id.

Universitas Sumatera Utara

Wulandari D, Puri PR, Nurkhasanah. 2014. Efek Imunostimulan Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosella. Jurnal Farmasi Indonesia. 7 (1): 7-12

Yadav, S.S., Galib, et al. 2011. Evaluation of Immunomodulatory Activity of “Shirishavaleha”-An Ayurvedic Compound Formulation in Albino Rats. Journal of Ayurveda & Integrative Medicine. Vol 2 (4). 192-196.

Yoon, M.S.,Lee,J.S., Choi,B.M., Jeong,Y,L., Lee,C,M., Park,J,H., Moon,Y., Sung,S,C., Lee,S,K., Chang, Y,H., Chung,H,Y dan Park,Y,M. 2006 Apigenin Inhibits Immunostimulatory Function of Dendritic Cell: Implication of Immunotherapeutic Adjuvant. Molecular Pharmacology. 70 (3) : 1033-1044

Yoshimura, Koji., Toibana, Asae., Nakahama, Kazuo., (1988), Human lysozyme: sequencing of a cDNA, and expression and secretion by Saccharomyces cerevisiae, Biochem. Biophys. Res. Commun. 150 (2): 794–801

Yuanita, D.A. 2008. Pengaruh Pemberian The Kombucha Dosis Bertingkat Per Oral Terhadap Gambaran Histologi Ginjal Mencit BALB/C. Universitas Kedokteran Diponegoro , Semarang.

Yuliani,S. Falah,L.N. 2011. Indonesian Journal of Cancer Chemoprevention. 2(1):187-192. ISSN: 2088-0197

Zamri RJ. 2008. Validasi Metode Penentuan Kadar Apigenin dalam Ekstrak Seledri dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Skripsi. Departemen Kimia FMIPA IPB. Bogor.

Zairisman SZ. 2006. Potensi imunomodulator bubur kakao bebas lemak sebagai produk substandar secara in vitro pada sel limfosit manusia. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Zheng. P.W, Chiang.L.C, Lin, C.C. 2005. Apigenin Induced Apoptosis through p53-dependent pathway in human Cervikal Carcinova Cells. Life Science. Volume 76. Issue 12.

Universitas Sumatera Utara