Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di

Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

TIM PENELITI

Principal Investigator Robert Na Endi Jaweng

Koordinator Peneliti Boedi Rheza

Tim Peneliti Tities Eka Agustine H. Nurcahyadi Suparman M. Yudha Prawira Nur Azizah Febryanti Aisyah Nurrul Jannah Mitra Peneliti di 33 Provinsi

Jakarta, Januari 2017

i ii KATA SAMBUTAN

Perihal arti penting tata kelola dalam sektor publik, guru manajemen Peter Drucker pernah menulis: sejatinya tidak ada negara yang miskin/terbelakang, kecuali yang tak terkelola! Bermodalkan mutu tata kelola dalam artian luas, banyak negara yang langka sumber daya alam justru makmur ekonominya. Indonesia di era desentralisasi juga mulai membuktikan kebenaran ujaran tersebut. Sejumlah daerah yang terbatas dari sisi sumber daya alam dan kurang strategis dari segi lanskap geografi ekonomi, justru relatif sukses membuktikan diri sebagai daerah yang maju ekonomi dan layanan publiknya. Daerah-daerah berkategori inovatif tersebut menjadikan tata kelola sebagai instrumen untuk bersaing dan mengejar ketertinggalannya. Mereka memiliki pemimpin perubahan (Kepala Daerah), pemerintahan yang bekerja (eff ective bureaucracy) dalam sistem terlembaga, strategi fokus yang menjadi kerangka dan orientasi dari perencanaan, penganggaran hingga program kegiatan pemerintahan. Mereka meretas jalan pembangunan ekonomi berbasis investasi swasta. Untuk itu pemda berupaya terus memastikan isi kebijakan, desain kelembagaan dan kinerja birokrasi bisa menjawab kebutuhan layanan dari para pelaku usaha (UMKM). Dalam studi ini, kota-kota di wilayah timur Indonesia dengan skala ekonomi sedang/menengah adalah contoh kuat yang bisa ditunjukan. Bertolak dari keyakinan dan eksperimen untuk menjadikan tata kelola sebagai instrumen berkompetisi dan iklim usaha yang kondusif, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) kembali melakukan studi tata kelola ekonomi daerah (TKED), bekerja sama dan mendapatkan dukungan pendanaan dari Knowledge Sector Initiative (KSI) dan Australian Department of Foreign Aff airs and Trade (DFAT). Studi sejenis kami lakukan pada tahun 2007 dan 2011, dengan metodologi penelitian yang tidak mengalami perubahan fundamental. Atas kerja sama dan dukungan kedua mitra pembangunan tersebut, kami mengucapkan banyak terima kasih. Proses kerja berlangsung setahun penuh. Kegiatan inti dimulai dari persiapan instrumen riset dan pelatihan mitra peneliti lokal dari 33 ibukota Provinsi pada awal 2016, rangkaian studi lapangan hingga menghasilkan analisis atas data/informasi, berujung pada penulisan laporan penelitian sepanjang Desember 2016. Dalam semua proses tersebut, banyak pihak mengambil bagian penting. Mereka, antara lain, para peneliti lokal yang mengerjakan pengumpulan data dan wawancara responden di daerah penelitian. Para pihak lainnya adalah tiga ekonom yang terlibat dalam diskusi metodologi dan review atas naskah laporan: DR. Riyanto (Pengajar Fakultas Ekonomi UI), DR. Yose Rizal Damuri (Ketua Departemen Ekonomi CSIS) dan DR. Kadek Dian Sutrisna Artha (Peneliti dan Mantan Kepala LPEM FE-UI).

Sebagaimana hasil-hasil studi sebelumnya, temuan dalam laporan TKED 2016 ini akan menjadi bahan dasar pengembangan program KPPOD: asistensi bagi daerah yang berperingkat rendah dan promosi bagi daerah yang berada pada papan atas. Kami juga tentu menaruh harapan besar kepada Pemerintah Pusat untuk menjadikan hasil studi ini sebagai masukan bagi perbaikan kebijakan ekonomi daerah dan reformasi sektor publik. Akhirnya, sebagai studi atas salah satu elemen kunci dalam pembentukan iklim investasi, kami berharap laporan TKED bisa menjadi sumber informasi berbasis bukti bagi para pelaku ekonomi dalam rangka pemilihan lokasi investasi maupun pengembangan usaha mereka ke depan.

Robert Na Endi Jaweng Direktur Eksekutif KPPOD iii iv DAFTAR ISI

Tim Peneliti ...... i Kata Sambutan ...... iii Daftar Isi ...... v Daftar Tabel ...... ix Daftar Grafi k ...... xi Daftar Gambar ...... xiii Ringkasan Eksekutif ...... xv 1. Pendahuluan ...... 1 1.1. Latar Belakang ...... 1 1.2. Rumusan Masalah ...... 2 1.3. Tujuan dan Signifi kansi ...... 2 2. Metodologi ...... 3 2.1. Kerangka Konseptual ...... 3 2.2. Metode Penelitian ...... 6 2.2.1. Pembobotan Indikator ...... 6 2.2.2. Pengambilan Sampel Responden ...... 7 2.2.3. Teknik Penghitungan Indikator ...... 7 2.2.4. Daerah Penelitian ...... 8 3. Karakteristik Responden dan Perusahaan ...... 9 3.1. Karakteristik Responden ...... 9 3.2. Karakteristik Perusahaan ...... 9 4. Indeks Tata Kelola Ekonomi Daerah ...... 11 4.1. Bobot Variabel ...... 11 4.2. Indeks TKED ...... 11 5. Perizinan Usaha ...... 15 5.1. Latar Belakang ...... 15 5.2. Sub Indeks Perizinan Usaha ...... 15 5.3. Tingkat Kepemilikan Izin ...... 15 5.4. Tingkat Biaya TDP ...... 16 5.5. Lama Waktu Pengurusan TDP ...... 17 5.6. Persepsi Penyelenggaraan Izin ...... 17 5.7. Pengetahuan Mekanisme Pengaduan ...... 18 5.8. Sumber Informasi Perizinan ...... 18 6. Biaya Transaksi ...... 21 6.1. Biaya Transaksi ...... 21 6.2. Sub Indeks Biaya Transaksi ...... 21

v 6.3. Tingkat Hambatan PDRD ...... 21 6.4. Biaya Distribusi Barang ...... 23 6.5. Pembayaran Donasi ...... 23 6.6. Biaya Keamanan ...... 24 7. Akses dan Kepastian Hukum Atas Lahan ...... 27 7.1. Latar Belakang ...... 27 7.2. Sub Indeks Lahan ...... 27 7.3. Kepemilikan Tempat Usaha ...... 27 7.4. Waktu Mengurus Sertifi kat ...... 28 7.5. Kemudahan Pengurusan Sertifi kat ...... 28 7.6. Kemudahan Mendapatkan Lahan ...... 29 7.7. Penggusuran Lahan ...... 29 7.8. Konfi lk Peruntukan Lahan ...... 30 8. Interaksi Pemda dengan Pelaku Usaha ...... 33 8.1. Latar Belakang ...... 33 8.2. Sub Indeks Interaksi ...... 33 8.3. Keberadaan Forum Komunikasi ...... 34 8.4. Tingkat Pemecahan Masalah ...... 34 8.5. Tingkat Dukungan Pemda ...... 35 8.6. Kebijakan Pro Investasi ...... 35 8.7. Tingkat Tindakan Non Diskriminatif Pemda ...... 35 8.8. Kebijakan Pemda Tidak Meningkatkan Pengeluaran dan Memberikan Kepastian Usaha ...... 36 9. Program Pengembangan Usaha Swasta ...... 39 9.1. Latar Belakang ...... 39 9.2. Sub Indeks PPUS ...... 39 9.3. Tingkat Pengetahuan akan PPUS ...... 40 9.4. Tingkat Partisipasi dalam PPUS ...... 41 9.5. Tingkat Manfaat PPUS bagi Perusahaan ...... 42 10. Kapasitas dan Integritas Kepala Daerah ...... 45 10.1. Latar Belakang ...... 45 10.2. Sub Indeks Kepala Daerah ...... 45 10.3. Pemahaman Kepala Daerah dan Profesionalisme Birokrat Daerah .... 46 10.4. Sikap dan Karakter Kepala Daerah Terkait Korupsi ...... 46 10.5. Karakter Kepemimpinan ...... 47 10.6. Sumber Informasi Mengenai Perilaku Bupati/Walikota ...... 48

vi 11. Infrastruktur Daerah ...... 51 11.1. Latar Belakang ...... 51 11.2. Sub Indeks Infrastruktur ...... 51 11.3. Tingkat Kualitas Infrastruktur ...... 51 11.4. Kecepatan Menanggapi Keluhan ...... 52 11.5. Peningkatan Kualitas ...... 53 12. Keamanan dan Penyelesaian Konfl ik ...... 55 12.1. Latar Belakang ...... 55 12.2 Sub Indeks Keamanan dan Penyelesaian Konfl ik ...... 55 12.3. Tingkat Kejadian Pencurian di Tempat Usaha ...... 55 12.4. Tingkat Keamanan Usaha ...... 56 12.5. Tingkat Kejadian Konfl ik Sosial ...... 57 12.6. Upaya Peningkatan Keamanan ...... 57 13. Ketenagakerjaan ...... 61 13.1. Latar Belakang ...... 61 13.2. Sub Indeks Ketenagakerjaan ...... 61 13.3. Kemudahan Mendapatkan Tenaga Kerja ...... 62 13.4. Keberadaan Mekanisme Penentuan Upah ...... 62 13.5. Upaya Pemda Memberikan Solusi Permasalahan Hubungan Industrial 63 14. Peraturan di Daerah ...... 67 14.1. Latar Belakang ...... 67 14.2. Sub Indeks Peraturan ...... 67 14.3. Metodologi dan Kriteria ...... 67 14.4. Karakteristik Peraturan ...... 68 14.5. Aspek Yuridis ...... 69 14.6. Aspek Substansi ...... 70 14.7. Aspek Prinsip ...... 71 15. What If Analysis ...... 73 15.1. Latar Belakang ...... 73 16. Catatan Akhir ...... 77 17. Lampiran ...... 79 17.1. Spider Diagram 32 Ibukota Provinsi ...... 79 17.2. Nilai Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016 ...... 83

vii viii DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Daftar Variabel dan Indikator Studi TKED ...... 4 Tabel 4.1. Bobot Sub-Indeks TKED ...... 11 Tabel 6.1. Biaya Pajak Daerah Tidak Memberatkan ...... 23 Tabel 7.1. Tingkat Pengetahuan Pelaku Usaha terhadap Keberadaan PPUS berdasarkan Skala Usaha (dalam persen) ...... 40 Tabel 9.2. Tingkat Partisipasi Pelaku Usaha dalam PPUS berdasarkan Skala Usaha (dalam persen) ...... 41 Tabel 14.1. Variabel Penilaian Kualitas Peraturan di Daerah ...... 68 Tabel 14.2. Jumlah Topik Pengaturan ...... 69 Tabel 15.1. Sub indeks terendah dan dibawah rata-rata ...... 75

ix x DAFTAR GRAFIK

Grafi k 3.1. Jabatan Responden ...... 9 Grafi k 3.2. Latar Belakang Pendidikan Responden ...... 9 Grafi k 3.3. Skala Usaha Responden ...... 9 Grafi k 3.3. Sektor Usaha Responden ...... 10 Grafi k 4.1. Perbandingan Daerah Terbaik dan Terendah ...... 11 Grafi k 4.2. Indeks TKED dan Karakteristik Daerah ...... 12 Grafi k 4.3. Indeks TKED dan Jumlah Penduduk (Ribu Jiwa) ...... 13 Grafi k 4.4. Indeks TKED dan PDRB Per Kapita (Miliar Rupiah) ...... 13 Grafi k 5.1. Kepemilikan SIUP dan TDP ...... 16 Grafi k 5.2. Biaya Pengurusan TDP (Ribuan Rupiah) dan Persepsi Pelaku Usaha atas Biaya Pengurusan TDP (%) ...... 17 Grafi k 5.3. Lama Waktu Pengurusan TDP (Hari) dan Persepsi Pelaku Usaha atas Waktu Pengurusan TDP (%) ...... 17 Grafi k 5.4. Persepsi Pelayanan Perizinan (%) ...... 18 Grafi k 5.5. Pengetahuan Mekanisme Pengaduan Perizinan (%) ...... 18 Grafi k 5.6. Peringkat Sub Indeks Perizinan Usaha ...... 19 Grafi k 6.1. Biaya Retribusi dan Pajak Daerah Tidak Memberatkan ...... 22 Grafi k 6.2. Keberadaan Donasi Kepada Pemda ...... 23 Grafi k 6.3. Keberadaan Biaya Informal Kepada Kepolisian ...... 24 Grafi k 6.4. Peringkat Sub-Indeks Biaya Transaksi ...... 25 Grafi k 7.1. Tingkat Kemudahan Pengurusan Sertifi kat Tanah (Mudah/Sangat Mudah) ... 28 Grafi k 7.2. Kemudahan Mendapatkan Akses Lahan (Mudah/Sangat Mudah) ..... 29 Grafi k 7.3. Kemungkinan Penggusuran (Berdasarkan Skala Usaha) ...... 29 Grafi k 7.4. Kemungkinan Penggusuran (Berdasarkan Ibukota) ...... 30 Grafi k 7.5. Peringkat Sub Indeks Akses dan Kepastian Hukum Atas Lahan ...... 31 Grafi k 8.1 Tingkat Pengetahuan Forum Komunikasi ...... 34 Grafi k 8.2. Kebijakan Non Diskriminatif ...... 36 Grafi k 8.3. Peringkat Sub Indeks Interaksi Pemda–Pelaku Usaha ...... 37 Grafi k 9.1. Tingkat Pengetahuan Pelaku Usaha terhadap Keberadaan PPUS ..... 41 Grafi k 9.2. Tingkat Partisipasi Pelaku Usaha dalam PPUS ...... 42 Grafi k 9.3. Tingkat Manfaat PPUS ...... 42 Grafi k 9.4. Peringkat Sub Indeks PPUS ...... 43 Grafi k 10.1. Kepala Daerah Memahami Permasalahan Dunia Usaha dan menempatkan Pejabat Berdasarkan Profesionalisme ...... 46 Grafi k 10.2. Kepda tidak Melakukan Tindakan Korupsi dan Tegas Terhadap Tindakan Korupsi Bawahan ...... 47

xi Grafi k 10.3. Kepala Daerah Figur yang Disegani ...... 47 Grafi k 10.4. Sumber Informasi Tentang Kepala Daerah ...... 48 Grafi k 10.5. Peringkat Sub Indeks Kapasitas dan Integritas Kepala Daerah ...... 49 Grafi k 11.1. Kualitas Infrastruktur Daerah ...... 52 Grafi k 11.2. Peringkat Sub Indeks Infrastruktur Daerah ...... 54 Grafi k 12.1. Persentase Kejadian Pencurian ...... 56 Grafi k 12.2. Persentase Aman atau Sangat Aman ...... 56 Grafi k 12.3. Konfl ik Sosial Terjadi di Daerah Usaha ...... 57 Grafi k 12.4. Upaya Peningkatan Keamanan ...... 58 Grafi k 12.5. Peringkat Sub Indeks Keamanan dan Resolusi Konfl ik ...... 59 Grafi k 13.1. Tingkat Kemudahan Mendapatkan Tenaga Kerja (Mudah atau Sangat Mudah) ...... 62 Grafi k 13.2. Tingkat Kemudahan Mendapatkan Tenaga Kerja (Mudah atau Sangat Mudah) ...... 63 Grafi k 13.3. Informasi Mekanisme Penyelesaian Masalah Industrial ...... 64 Grafi k 13.4. Mekanisme Perlindungan Tenaker/BPJS ...... 64 Grafi k 13.5. Peringkat Sub Indeks Ketenagakerjaan ...... 65 Grafi k 14.1. Substansi Regulasi Bermasalah Pada Aspek Yuridis (%) ...... 70 Grafi k 14.2. Permasalahan Yuridis Terkait Perizinan Dasar ...... 70 Grafi k 14.3. Substansi Regulasi Bermasalah Pada Aspek Substansi (%) ...... 71 Grafi k 14.4. Substansi Regulasi Bermasalah Pada Aspek Prinsip (%) ...... 72 Grafi k 14.5. Peringkat Sub Indeks Peraturan di Daerah ...... 72 Grafi k 15.1. Spider Diagram Setelah Simulasi ...... 75

xii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Studi TKED ...... 4

xiii xiv DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APINDO : Asosiasi Pengusaha Indonesia BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal BP2T : Badan Pelayanan Perizinan Terpadu BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPN : Badan Pertanahan Nasional CV : Commanditaire Vennootschaap – Persekutuan Komanditer Disnakertrans : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi GAPEKSINDO : Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia HGB : Hak Guna Bangunan HGU : Hak Guna Usaha Humas : Hubungan Masyarakat ICW : Indonesia Corruption Watch IMB : Izin Mendirikan Bangunan IMTA : Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing IP : Importir Produsen IPPT : Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah IUI : Izin Usaha Industri IUJK : Izin Usaha Jasa Konstruksi Kepda : Kepala Daerah KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi KUR : Kredit Usaha Rakyat MEA : Masyarakat Ekonomi ASEAN Minol : Minuman Beralkohol OECD : Organisation for Economic Cooperation and Development Ormas : Organisasi Kemasyarakatan PAD : Penerimaan Asli Daerah PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum Pemda : Pemerintah Daerah Perda : Peraturan Daerah Perka : Peraturan Kepala Perkaban : Peraturan Kepala Badan Permenaker : Peraturan Menteri Tenaga Kerja PNS : Pegawai Negeri Sipil PP : Peraturan Pemerintah PPUS : Program Pengembangan Usaha Swasta PTSP : Pelayanan Terpadu Satu Pintu

xv RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah RW : Rukun Warga Satpol PP : Satuan Polisi Pamong Praja SDM : Sumber Daya Manusia SHM : Sertipikat Hak Milik SIUP : Surat Izin Usaha Perdagangan SKF : Surat Keterangan Fiskal SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah SOP : Standard Operational Procedure SSW : Single Window TDG : Tanda Daftar Gudang TDI : Tanda Daftar Industri TDP : Tanda Daftar Perusahaan TNI : Tentara Nasional Indonesia UMKM : Usaha Mikro Kecil Menengah UPTSA : Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap UU : Undang-Undang

xvi RINGKASAN EKSEKUTIF

Studi Tata Kelola Ekonomi Daerah (TKED) 2016 bertujuan untuk memberikan gambaran kualitas tata kelola ekonomi di 32 daerah Ibukota Provinsi. Gambaran kualitas ini diukur berdasarkan sejumlah variabel pilihan yang menjadi domain kewenangan Pemda dan berbasis kebutuhan dunia usaha. Dalam metodologi studi, gambaran tata kelola tersebut diperoleh melalui survei persepsi pelaku usaha sebagai penerima manfaat dan pengguna kebijakan pemerintah. Dengan cara kerja demikian, hasil studi ini—baik susunan peringkat maupun tipologi masalah—diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah dalam pembuatan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy making), dengan strategi fokus kepada isu-isu spesifi k pada tingkat lokal.

Hasil pemeringkatan menunjukan, menempati peringkat terbaik, sementara berada pada peringkat terbawah. Pontianak unggul terutama pada variabel atau sub-indeks kualitas infrastruktur dan kapasitas-integritas kepala daerah. Sementara itu, Medan menempati peringkat terbawah karena kinerja tata kelolanya yang buruk pada hampir semua sub indeks, kecuali terkait kualitas infrastruktur dan resolusi konfl ik. Di luar posisi sebagai “juara umum” maupun yang berperingkat paling rendah tersebut, susunan peringkat TKED 2016 ini juga menunjukan mulai munculnya kota-kota di wilayah timur Indonesia dan berskala ekonomi sedang/menengah pada susunan peringkat 10 besar terbaik. Ini suatu kabar baik: tata kelola telah mulai dijadikan sebagai instrumen membangun daya saing dan mengejar ketertinggalan dari kota-kota besar/maju yang pada umumnya berada di wilayah barat Indonesia.

Pada level variabel/sub-indeks, tata kelola perizinan patut menjadi perhatian serius. Dewasa ini, reformasi perizinan melalui upaya deregulasi-debirokratisasi menjadi program utama secara nasional, namun bobot variabel dalam studi ini menunjukan soal perizinan justru masih menjadi tantangan utama berusaha di daerah. Sementara perihal Program Pengembangan Usaha Swasta (PPUS), selain merupakan variabel berbobot tinggi yang menunjukan besarnya magnitude masalah, perhatian serius patut diberikan kepada segi relevansi kebijakan/program secara tepat guna-tepat sasaran, serta harus menunjukan misi keberpihakan (afi rmasi) Negara kepada UMKM. Masalah desain program, termasuk distribusi informasi yang asimetris, membuat PPUS belum menjadi instrumen pemerintah membantu pengembangan usaha skala kecil menengah yang berhak mendapatkan pelatihan kapasitas penyusunan proposal kredit, pengetahuan dan akses pasar potensial, dst.

Saripati soal metode kerja dan contoh hasil temuan di atas membawa kita kepada bagian penting dari penggunaan hasil studi ini. Simulasi what-if dan rekomendasi umum menekankan pentingnya pemda menaruh fokus perhatian kepada masalah prioritas (merujuk bobot masalah setiap variabel). Selain itu, kapitalisasi atas keunggulan kompetitif mereka menjadi kunci bagi perbaikan peringkat dan peningkatan daya saing dalam menjadikan tata kelola sebagai arena perbaikan lingkungan berusaha mereka. Bagi Pemerintah Pusat, hasil penilaian tata kelola ini patut menjadi bahan pengukuran kinerja untuk merekayasa politik perencanaan dan desentralisasi fi skal dalam kerangka RPJMN, RKPD dan APBN yang berbasis pada kualitas tata kelola setiap daerah. Pada level programatik, dukungan Pemerintah Pusat bagi peningkatan kapasitas Pemda juga patut diarahkan kepada kota-kota yang tertinggal mutu tata kelolanya, sekaligus memiliki tantangan-tantangan utama yang khas dalam investasi.

xvii xviii Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG perekonomian suatu daerah guna menghasilkan nilai tambah output, Corak teknokratik dari kebijakan kesempatan kerja, penerimaan desentralisasi/otonomi daerah yang daerah, dan aneka multiplier eff ects kita selenggarakan saat ini diarahkan lainnya. Pertumbuhan sektor swasta sebagai strategi kebijakan Negara ini mendorong kemampuan daerah untuk meningkatkan produktivitas dalam menghasilkan pendapatan dan dan daya saing perekonomian daerah. kesempatan kerja di sektor formal Peningkatan kinerja ekonomi tersebut yang pada gilirannya menyumbang memiliki tujuan akhir (ultimate goal) kepada peningkatan kualitas hidup dan berupa perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. kesejahteraan rakyat. Upaya mencapai tujuan tersebut tentu memerlukan Mengalir dari uraian tersebut, pertanyaan suatu langkah intervensi tepat agar pengantar studi ini adalah apakah elemen- menghasilkan daya dorong signifi kan elemen tata kelola ekonomi, baik pada guna meraih pertumbuhan ekonomi tinggi aras kebijakan (regulasi dan pungutan) dan memperkecil disparitas pendapatan. maupun kinerja layanan dari birokrasi berada dalam kondisi ideal atau justru Dalam rangka mengoptimalkan bermasalah? Apakah pemda sudah sumber-sumber pertumbuhan baru membangun struktur kesempatan berupa yang berkualitas dan berkelanjutan, lingkungan berusaha yang kondusif bagi strategi dimaksud tentu tidak bisa kegiatan investasi produktif atau justru mengandalkan instrumen fi skal dan menciptakan banyak inefi siensi dan salah moneter semata. Ruang kebijakan ketiga, urus dalam tata kelola perekonomiannya? yakni ruang kebijakan struktural yang Sebagaimana diuraikan lebih lanjut di berbasis pada pembangunan institusi, bawah ini, jawaban sementara berupa harus menjadi prioritas. Reformasi gambaran situasi (masalah) dari elemen- sisi penawaran (supply-side reform) elemen tata kelola tersebut menjadi latar ini berintikan pembaruan tata kelola dari dilakukannya studi ini. (regulasi, birokrasi dan layanan sektor publik) bagi terbentuknya iklim usaha Pada aras kebijakan, regulasi usaha kondusif. Semua itu mesti berlangsung maupun pungutan dan biaya transaksi serentak pada level nasional dan daerah, lainnya masih menjadi masalah digerakkan kepemimpinan pemerintahan serius dalam tata kelola di daerah. inovatif dan birokrasi yang bekerja, serta Secara umum, merujuk laporan Doing didukung partisipasi aktif sektor privat dan Business 2017, masih terlihat lemahnya masyarakat pada umumnya. kapasitas pemerintah dalam mendesain strategi bagi kemudahan berusaha Dalam konteks tata kelola ekonomi dan peningkatan daya saing. Indonesia daerah, pemda dan masyarakat memang mencatatkan diri sebagai top harus menjadi pelaku utama dalam reformer yang bisa melakukan perbaikan peningkatan komponen-komponen peringkat cukup signifi kan, namun posisi kunci pembentukan daya saing ke-91 dari 193 negara yang disurvei wilayah. Di sini, sektor swasta (pelaku jelas menunjukan masih panjangnya usaha) memainkan peran besar dalam jalan reformasi tata kelola ekonomi di

1 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

negeri ini. Secara komparatif Indonesia 1.3. TUJUAN DAN SIGNIFIKANSI juga masih tertinggal jauh dari negara- negara tetangga seperti Thailand (ke-46), Bertolak dari rumusan masalah di atas, Malaysia (ke-23), apalagi Singapura yang studi ini disusun guna memperoleh suatu sering menempati papan atas. keluaran berupa deskripsi masalah serta indeks kinerja tata kelola setiap daerah Peta masalah serupa juga ditunjukan yang menjadi lokasi survei: dalam studi-studi KPPOD, baik studi 1) Pemeringkatan tata kelola ekonomi kolosal berupa survei pemeringkatan yang menunjukan indeks kinerja setiap TKED maupun studi kasus/tematis daerah ibukota propinsi di Indonesia; lainnya1). Selain capaian awal yang 2) Tipologi masalah sebagai karakter dan patut diapresiasi dalam pembangunan gambaran umum kualitas tata kelola infrastruktur dan program pengembangan ekonomi di daerah saat ini; usaha, masih tercatat fakta-fakta keras berupa lemahnya jaminan perlindungan 3) Kedua keluaran tersebut menjadi usaha dan aksesibiltas lahan di sebagian basis bagi penyusunan rekomendasi daerah, tak pastinya biaya transaksi saat kebijakan dan/atau program memulai maupun menjalankan usaha, peningkatan kapasitas bagi perbaikan dasar perhitungan dan mekanisme mutu tata kelola ekonomi ke depan. penetapan upah buruh yang rentan diintervensi kepentingan politik, dan Tercapainya tiga tujuan tersebut seterusnya. Semua masalah ini tentu diharapkan dapat memberikan menghambat kapasitas institusi manfaat bagi sejumlah pihak yang (kepemerintahan) dan faktor lokasional menjadi benefi ciaries studi ini. Pertama, yang melekat di suatu daerah dalam bagi Pemerintah, analisis temuan mendukung terbentuknya daya saing mikro dan rekomendasi dalam studi TKED (perusahaan), pertumbuhan swasta dan diharapkan menjadi masukan bagi produktivitas usaha, serta porsi kontribusi pembuatan kebijakan berbasis bukti investasi bagi pertumbuhan ekonomi (evidence-based policy making), terutama secara keseluruhan. dalam kerangka perencanaan dan program kerja reformasi sektor publik secara nasional maupun di daerah. Kedua, 1.2. RUMUSAN MASALAH bagi pelaku usaha, indeks ini selalu merupakan referensi bagi pembuatan Mengalir dari uraian masalah di atas, keputusan lokasi investasi berbasis data/ rumusan pertanyaan yang hendak dijawab informasi aktual mengenai keadaan suatu dalam studi ini adalah: daerah. Ketiga, bagi KPPOD, studi TKED berposisi sentral sebagai payung sekaligus 1) Bagaimana indeks kinerja tata kelola acuan utama bagi penyusunan program- ekonomi di masing-masing daerah program kerja organisasi, baik berupa ibukota propinsi? studi lanjutan, advokasi kebijakan maupun 2) Bagaimana karakter dan rincian asistensi teknis bagi pemda dan pelaku masalah tata kelola ekonomi di 32 usaha di daerah.  ibukota propinsi?

1. Daftar studi KPPOD dimaksud adalah: “Evaluasi Pelaksanaan Paket Kebijakan Investasi di Daerah”, Desember 2016; “Penyederhanaan Perizinan Usaha di Daerah”, Maret 2016; “Jalan Panjang Reformasi Perizinan Usaha: Evaluasi Pelaksanaan Rencana Aksi Perbaikan Kemudahan Berusaha di Daerah”, Agustus 2014; “Evaluasi Perda Pungutan di Era UU No.28 Tahun 2009”, Desember 2014; “Tata Kelola Ekonomi Daerah di 20 Kabupaten/Kota”, Mei 2012; “Doing Business di Indonesia 2012: Memperbandingkan Kebijakan Usaha di 20 Kota dan 183 Perekonomian”, 2012; “Tata Kelola Ekonomi Daerah: Survei Pelaku Usaha di 245 Kabupaten/Kota di Indonesia”, Juni 2011.

2 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia METODOLOGI

2.1. KERANGKA KONSEPTUAL menyumbang pembentukan daya saing secara nasional yang mempengaruhi posisi Daya saing suatu perusahaan dan Indonesia dalam peta persaingan global. pertumbuhan swasta secara umum tentu tidak semata sebagai fungsi Konsep tata kelola yang digunakan studi dari kapasitas unggul perusahaan ini merujuk kepada ciri sifat heterarkis bersangkutan pada level mikro. Seiring dalam pranata governance. Terdapat makin kompleksnya dinamika usaha formasi lokal yang ditandai kesetaraan dan perekonomian saat ini, konsep daya relatif dalam relasi pemda, masyarakat saing lalu perlahan bergeser kepada dan swasta yang berbagi kerja dan porsi perhatian berimbang terhadap saling berinteraksi mengelola organisasi/ pembangunan kapasitas makro organisasi sektor publik. Berbeda dari manajemen negara (Porter, 1990). Bahkan, kinerja pembangunan lama yang bertumpu perusahaan amat tergantung kepada kepada peran dominan negara, paradigma pengaruh dari kinerja segenap faktor tata kelola ekonomi berintikan interaksi yang melekat secara lokasional dan kebijakan yang dinamis-partisipatif. institusional pada suatu wilayah. Isi Pembuatan kebijakan publik melibatkan kebijakan, kerangka kelembagaan dan asosiasi/pelaku usaha demi menjamin produk layanan usaha dari pemerintah kualitas proses, isi kebijakan dan efektifi tas terbukti berpengaruh krusial. implementasinya. Sejalan semangat otonomi, dalam tata pemerintahan Dalam rezim desentralisasi, daya terbuka akan lahir kebijakan responsif saing makro disumbangkan pula oleh yang berbasis kebutuhan/permintaan mutu tata kelola di tingkat daerah dunia usaha (pemda membuat dirinya (subnasional). Di Indonesia, ditandai big- relevan di mata rakyat)2). bang decentralization, pengaruh positif maupun negatif pemda yang memegang Dasar pikir di atas meletakan kerangka sebagian besar urusan terkait aktivitas logis yang solid bagi pembahasan investasi (izin, pungutan, fasilitas) selanjutnya, sekaligus mendasari terbilang signifi kan. Melalui kebijakan, penarikan hipotesa studi ini. Jika kelembagaan dan layanan usaha bisa kebijakan desentralisasi dan otonomi ditakar seberapa besar dukungan atau daerah terlaksana secara efektif yang pun hambatan yang dihasilkan oleh didukung tata kelola pemerintahan yang suatu Pemda bagi kelancaran aktivitas baik maka layanan publik dan daya saing ekonomi dan kemudahan berusaha di daerah akan meningkat secara nyata. daerah. Kinerja ketiga elemen tersebut Meningkatnya mutu layanan publik dan terlihat dalam indeks yang diperoleh daya saing secara bersama-sama akan setiap indikator terpilih dan daya saing menyumbang terhadap pembentukan daerah secara umum. Pada gilirannya, iklim investasi sebagai salah satu agregat daya saing daerah-daerah ini lalu dasar pertimbangan bagi pelaku usaha

2. Studi-studi TKED terdahulu menunjukan bahwa Pemda telah membuat banyak program, namun tak relevan bagi kelompok sasaran (khususnya skala UKM) lantaran lebih mencerminkan kemauan elite/birokrasi atau justru hanya dimanfaatkan kelompok usaha besar yang sesungguhnya tidak terlalu membutuhkan kebijakan afi rmatif pemerintah.

3 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016 untuk memutuskan lokasi investasi termasuk penetapan 10 variabel atau mengembangkan usaha mereka. dan turunannya dalam 36 indikator, Hipotesa demikian menjadi titik tolak bagi sebagaimana dapat divisualisasi dalam penyusunan kerangka pikir penelitian, Gambar 2.1 dan Tabel 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Studi TKED

Kualitas Hidup & Kesejahteraan  Daya Beli Masyarakat  Kesempatan Kerja  Pertumbuhan Sektor Swasta   Struktur (Structure) Perilaku (Conduct)   ik fl Daerah Pro gram Kapasitas Infrastruktur Akses Lahan Pelaku Usaha Pelaku dan Integritas Usaha Swasta Kualitas Perda Kepala Daerah Kepala Biaya Transaksi Keamanan dan Keamanan Pengembangan Pengembangan Resolusi Kon Resolusi Perizinan Usaha Perizinan Ketenagakerjaan Interaksi Pemda & Interaksi Pemda

 Pemerintah Daerah Pelaku Usaha  Tata Kelola Ekonomi (Partisipatif/Heterarchies)

Tabel 2.1. Daftar Variabel dan Indikator Studi TKED

Jenis/ Variabel Indikator Sumber Data Perizinan Usaha Keberadaan Mekanisme Pengaduan Proses perizinan usaha yang sederhana dan murah Pelayanan Izin Sudah Efi sien dapat mendorong perkembangan pelaku usaha Data Primer/ baru. Sebaliknya, prosedur pengurusan yang sulit, Jumlah Biaya Resmi Kuesioner lama dan mahal akan mengakibatkan keengganan Pengurusan Izin (TDP) pelaku usaha untuk mengurus perizinan dan menghambat pertumbuhan kegiatan usaha baru. Lama Waktu Resmi Pengurusan Izin (TDP) Biaya Transaksi Tingkat Keberatan terhadap Biaya Transaksi berupa pajak, retribusi, dan biaya- tingkat retribusi biaya lainnya, baik yang legal maupun ilegal dapat menjadi penghambat bagi kegiatan usaha di daerah. Apalagi jika biaya tersebut hanya diberlakukan untuk Tingkat pembayaran donasi Data Primer/ meningkatkan pendapatan daerah tanpa menimbang pada pemda Kuesioner dampaknya bagi perkembangan usaha. Sebaliknya, pungutan-pungutan tersebut tidak menjadi penghambat apabila diberlakukan dengan alasan Tingkat keberatan terhadap yang jelas, diterapkan secara benar, dan hasilnya biaya resmi distribusi ditujukan untuk memperbaiki pelayanan publik.

4 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Jenis/ Variabel Indikator Sumber Data Akses Lahan Waktu pengurusan sertifi kat Tingkat kemudahan pengurusan Akses Lahan sangat mempengaruhi dunia usaha. sertifi kat Perusahaan tidak akan melakukan investasi baru jika tidak memiliki akses pada lahan yang Kemudahan mendapatkan Data Primer/ dibutuhkan. Kegiatan usaha yang sedang akses lahan Kuesioner berjalan juga akan terpengaruh jika tidak ada Frekuensi penggusuran lahan kepastian akan status lahan yang digunakan mereka. Frekuensi konfl ik penggunaan lahan Interaksi Pemda-Pelaku Usaha Keberadaan forum komunikasi Interaksi ini sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan dan investasi publik dari Tingkat dukungan Pemda pemda sejalan dengan kebutuhan pelaku terhadap pelaku usaha daerah Data Primer/ usaha. Sebaliknya, interaksi yang tak efektif Kuesioner antara pemda dengan pelaku usaha dapat mengakibatkan penerapan kebijakan yang justru Tingkat kebijakan Pemda yang menghambat pertumbuhan kegiatan usaha. tidak diskriminatif

Progam Pengembangan Usaha Swasta Program yang disediakan Program Pengembangan Usaha Swasta (PPUS) Pemda yang dilakukan oleh pemda dapat menjadi cara Data Primer/ yang efektif untuk meningkatkan kemampuan Kuesioner manajemen dan keterampilan tenaga kerja, serta dapat menghubungkan pelaku usaha dengan Manfaat PPUS bagi Usaha pasar di luar daerah.

Kapasitas dan Integritas Kepda Kepda memiliki pemahaman yang baik mengenai persoalan Kapasitas dan Integritas Kepala Daerah (Kepda) pelaku usaha sangat penting untuk memastikan bahwa Kepda memiliki perhatian dan pelaksanaan kebijakan pemda bisa berlangsung renstra terkait perkembangan efektif. Kepda yang jujur dan berkapasitas akan dunia usaha meningkatkan kepercayaan diri investor dan pada gilirannya menjalankan kebijakan yang Kepda menempatkan pejabat Data Primer/ ramah terhadap investasi. secara profesional Kuesioner Kepda tegas terhadap setiap tindakan korupsi bawahannya Kepda tidak melakukan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri Kepda adalah fi gur yang disegani dan layak diteladani Infrastruktur Daerah Pemakaian jaringan air PDAM

Jalan kabupaten/kota yang baik, lampu Perkembangan Kualitas penerangan jalan, air bersih, dll, merupakan Infrastruktur daerah 2014-2015 prasyarat agar kegiatan usaha dapat berjalan (Jalan, Jaringan Air PDAM, Data Primer/ efektif dan efi sien. Sebaliknya, tata kelola Penerangan Jalan) infrastruktur yang buruk dapat menambah biaya Kuesioner yang besar bagi pelaku usaha untuk berinvestasi dan berkembang. Kualitas Infrastruktur (Jalan, Jaringan Air PDAM, Penerangan Jalan)

5 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Jenis/ Variabel Indikator Sumber Data Keamanan dan Resolusi Konfl ik Frekuensi Kejadian Pencurian Tentu sulit bagi pelaku usaha untuk bertahan jika sering terjadi gangguan keamanan. Tingkat keamanan daerah Data Primer/ Namun, terlepas dari kondisi rawan yang ada, tempat usaha Kuesioner keberadaan suatu mekanisme penyelesaian konfl ik atau perselisihan bisnis yang baik dapat Tingkat kejadian konfl ik sosial di meningkatkan kepercayaan Pelaku Usaha. tempat usaha Ketenagakerjaan Tingkat kemudahan mendapatkan tenaker Input tenaga kerja tentu dibutuhkan sebagai salah satu faktor produksi. Beberapa komponen Mekanisme Pengusulan Upah terkait tenaga kerja sudah menjadi perhatian Minimum Data Primer/ pelaku usaha karena secara langsung dan Pemda melibatkan perusahaan Kuesioner signifi kan berpengaruh terhadap biaya dalam proses penentuan upah operasional usaha. Keberadaan upaya Pemda dalam pemecahan masalah industrial Kualitas Peraturan di Daerah Aspek Yuridis Perda atau peraturan turunannya adalah gambaran kerangka kebijakan pemda dalam Data Sekunder/ mengembangkan perekonomian daerahnya. Aspek Substansi Dokumen Peraturan yang rumit dan membingungkan Regulasi dapat menjadi kendala bagi pelaku usaha. Kualitas kebijakan buruk menimbulkan ketidakpastian dan mempersempit ruang Aspek Prinsip dinamika perdagangan dan akses pasar.

2.2. METODE PENELITIAN Bobot setiap variabel didasarkan pada persentase persepsi pelaku usaha 2.2.1. PEMBOBOTAN INDIKATOR terhadap sejauh mana suatu variabel menjadi kendala atau masalah utama Salah satu keluaran utama studi ini dalam kegiatan usaha di daerah. adalah indeks TKED sebagai indeks Walaupun kesepuluh variabel dan komposit yang terbentuk dari beberapa sub indeks yang dibangun dari 10 indikator pendukungnya merupakan variabel dan 36 indikator. Dalam studi hal yang penting dalam tata kelola ini, variabel dan indikator memiliki peran ekonomi daerah (TKED), namun pelaku atau bobot pengaruh berbeda dalam usaha tentu memiliki pandangan yang membentuk indeks TKED, sebagaimana berangkat dari pengalaman riil mereka secara faktual faktor-faktor yang ikhwal bobot pengaruh relatif antar mempengaruhi iklim investasi suatu variabel. Berdasarkan bobot sebagai daerah tentu memiliki keragaman tingkat urutan prioritas masalah tersebut pengaruh tertentu. Pada aras praktis, yakni diharapkan pemerintah daerah dapat sebagai implikasi kebijakan, pembobotan memiliki acuan yang lebih sesuai (relevan) ini mesti dibaca pemda sebagai urutan dengan kebutuhan atau permintaan prioritas untuk dibenahi dalam konteks layanan dunia usaha dalam menentukan strategis fokus pada keungulan dan prioritas kebijakan yang akan diambil bagi memperbaiki kelemahan dalam perbaikan kinerja tata kelola ekonomi di pembentukan iklim investasi mereka. daerahnya.

6 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

2.2.2. PENGAMBILAN SAMPEL RESPONDEN 3) Menentukan selang atau interval sebagai dasar pengambilan sampel. Sampel responden diambil berdasarkan Selang/interval diperoleh dengan Sensus Ekonomi 2006 dan Data Pra- penggunaan rumus sebagai berikut: Sensus Ekonomi 2016 terbitan BPS. Pengambilan sampel dilakukan menurut S = N/X teknik penarikan sampel berpeluang Dimana: dengan menggunakan stratifi ed S : Selang/Interval untuk menentukan systematic random sampling, di mana responden yang akan dipilih/ stratanya dibuat berdasarkan skala dan diwawancarai jenis usaha, dan pemilihan sampelnya N : Jumlah populasi pengusahaan/ dilakukan dengan prinsip sistematik perusahaan yang ada di daerah. random sampling pada masing-masing Adalah gabungan seluruh daftar strata. Dengan demikian dapat dilakukan pengusaha/perusahaan yang pengukuran dan uji statistik dan melihat diperoleh dari berbagai sumber tingkat kesalahan sampling (sampling seperti tersebut di atas. error). Namun demikian, pengambilan X : Jumlah/Besarnya Sampel responden sampel responden perusahaan secara yang akan diwawancarai, yaitu 40 acak sistematis diikuti teknik snowballing responden. sebagai alternatif jika sudah tidak ada 4) Menentukan perusahaan sebagai responden lagi yang ada dalam frame responden dilakukan dengan cara sample. Penggunaan metode kedua ini memilih perusahaan sebanyak 30-50 bertujuan untuk menemukan responden dari daftar point 2 yang ada di setiap pengganti dengan mempertimbangkan daerah dengan interval yang teratur kesesuian jenis dan skala usaha responden sesuai dengan perhitungan point 3. utama dalam kerangka stratifi ed random sampling. 2.2.3. TEKNIK PENGHITUNGAN INDEKS Teknik penarikan sampel acak sistematik dilakukan atas daftar semua unit dalam Jenis variabel yang memiliki satuan sub populasi (stratifi ed sampling), yakni berbeda (kuantitatif dan kualitatif) tentu perusahaan/pengusaha yang ada di suatu saja tak dapat diagregasikan secara daerah penelitian, dengan urutan kerja langsung. Penggabungan variabel sebagai berikut: kuantitatif (variabel kontinyu) dan 1) Membuat daftar pengusaha atau kualitatif (diskrit) dilakukan dengan cara perusahaan yang ada di daerah. Daftar menghilangkan satuan data masing- populasi tersebut diperoleh dari data masing variabel yang pada gilirannya satu Survei Ekonomi yang dikeluarkan BPS. variabel baru berupa variabel komposit. 2) Membuat strata dengan cara 1. Standarisasi setiap variabel dengan mengklasifi kasikan daftar pengusaha/ menggunakan z-score dengan rumus perusahaan menurut skala dan jenis sebagai berikut: usaha tertentu. Dari sisi skala usaha,      klasifi kasi yang dibuat adalah usaha  = berskala kecil, menengah dan besar.   Sementara dari sisi jenis usaha, klasifi kasi data perusahaan yang Dimana z adalah variabel yang diperoleh terbagi dalam usaha Industri, dinormalisasikan, (x bar) adalah nilai Jasa dan Perdagangan. rata-rata dari variabel x pada satu

7 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Kabupaten/Kota, (x double bar) adalah 2.2.4. DAERAH PENELITIAN nilai rata-rata dari semua rata-rata Kabupaten/Kota, dan (σ) adalah Penelitian ini dilakukan di 32 daerah standar deviasi dari nilai rata-rata yang menjadi Ibukota Propinsi di seluruh semua Kabupaten/Kota. Indonesia3). Daerah penelitian di sini 2. Menghitung rata-rata z-score daerah merujuk kepada Kabupaten/Kota yang untuk indikator k: berkedudukan sebagai Ibukota Propinsi. 3. Menghitung indikator variabel Selain menimbang keterbatasan teknis, alasan pemilihan ibukota berangkat m  dari pertimbangan skala ekonomi,  =  m ikl  ijkl  dinamika daerah dan sebagai proxy untuk j=1 melihat gambaran tata kelola di propinsi komposit k setiap daerah: bersangkutan. Kami berpandangan, meski n tak selalu mengandung kebenaran mutlak,   t =   min dif 100% n mutu tata kelola Ibukota Propinsi yang kl  ik ik k *  i=1 pada umumnya sudah dilengkapi fasilitas Dimana: fi sik dan interaksi kebijakan, lebih dinamis dalam sektor publiknya dapat menjadi   dif = max    min  potret yang memberikan gambaran k ik ik kinerja tata kelola daerah-daerah dengan tingkat perkembangan lebih rendah. 

3. Studi ini tidak mencakup Propinsi DKI yang tidak memiliki suatu daerah setingkat kota/kabupaten sebagai ibukota. Desain kekhususan berupa otonomi tunggal pada level propinsi membuat semua kewenangan pemerintahan terletak pada level propinsi. Daerah lain yang tidak masuk dalam lokasi studi adalah : eksistensi Propinsi Utara yang relatif muda (sebagai hasil pemekaran Propinsi Kalimantan Timur pada akhir 2012) sedikit-banyak berimplikasi kepada kemajuan perekonomian Tanjung Selor yang masih pada taraf awal. Dalam level perkembangan daerah seperti itu, ketersediaan dan kualitas data/informasi menjadi persoalan serius sebagaimana terlihat dari jumlah pengusaha sebagai responden penelitian yang jauh dari ambang batas minimal secara statistik.

8 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN PERUSAHAAN

3.1. KARAKTERISTIK RESPONDEN Grafi k 3.2. Latar Belakang Pendidikan Responden Mayoritas responden merupakan 3% 1% 2% Tdk Tamat SD pengambil keputusan di perusahaan. 7% SD atau sederajat Sebanyak 76% responden survei ini SMP atau sederajat merupakan pemilik usaha. Selanjutnya 22% 11% dalam proporsi lebih kecil adalah pegawai/ SMA atau sederajat Akadami/D3 karyawan (11%), manajer (8,59%), dan 8% direktur (4,3%). Hal ini memperlihatkan Universitas/S1 bahwa informasi diperoleh dari sumber 46% S2 yang memahami seluk beluk perusahaan Pascasarjana/S3 dan bersentuhan dengan kebijakan Pemda. Grafi k 3.1. Jabatan Responden 3.2. KARAKTERISTIK PERUSAHAAN 11,02 Pemilik Usaha 1) 8,59 Berdasarkan skala usahanya , sebagian 4,30 Direktur besar responden termasuk dalam usaha mikro. Sejumlah 67,47% responden Manager 76,09 berasal dari unit usaha yang berskala mikro Lainnya dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 5 orang. Sementara usaha kecil sebesar 25,2%, menengah 6,4%, dan besar 0,86%. Proporsi ini menunjukkan survei persepsi Berdasarkan latar belakang pendidikan, tidak hanya mengambil pandangan pelaku mayoritas responden merupakan usaha besar, namun juga mikro. lulusan SMA. Sebanyak 46% responden merupakan lulusan SMA, 22% universitas/ Bentuk badan hukum usaha yang banyak S1, Akademi/D3 (11%), Pasca sarjana/ dimiliki oleh responden adalah PO S2 (3%), dan lulusan doktor/S3 (1%). (Perusahaan Perorangan). Sebanyak 25,9% Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam studi ini memiliki Grafi k 3.3. Skala Usaha Responden pendidikan yang tinggi. Walaupun dalam 80,00 67,47 studi ini terdapat responden lulusan SD 60,00 (7%) dan tidak tamat SD (2%), namun 40,00 responden ini merupakan pemilik 25,27 20,00 6,40 perusahaan yang faham akan persoalan 0,86 0,00 yang dihadapi perusahaan. Mikro Kecil Menengah Besar

1. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan pendekatan jumlah karyawan/tenaga kerja sebagai tolak ukur untuk menilai usaha mikro, kecil, menengah atau besar. Skala usaha mikro memiliki tenaga kerja kurang dari 5 orang. Skala usaha menengah memiliki tenaga kerja 5-19 orang. Skala usaha Menengah memiliki tenaga kerja 20-99 orang. Sedangkan skala usaha besar memiliki jumlah pekerja lebih dari 99 orang. (BPS, 1999)

9 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

responden berasal dari PO. Sementara Mayoritas perusahaan merupakan proporsi terbesar berikutnya adalah Unit perusahaan lokal dengan modal usaha Dagang (UD, 16,8%), dan Commanditaire dari Kab./Kota setempat. Sebanyak Vennootschaap (CV, 12,08%). Sedangkan 96,5% pelaku usaha memiliki modal badan usaha seperti Perseroan Terbuka sendiri atau berasal dari investor di daerah (PT. Tbk), Perseroan Terbatas (PT), Firma, setempat. Perusahaan dengan modal dan Koperasi hanya sebagian kecil dimiliki dari swasta nasional (dari luar daerah) oleh responden. hanya 0,94%. Hal ini menunjukkan bahwa penanaman modal dari luar daerah masih Sebagian besar perusahaan yang disurvei sangat kecil dan belum menyebar secara bergerak di sektor perdagangan, hotel merata ke penjuru tanah air. dan restoran. Lebih dari separuh responden memiliki usaha yang bergerak di sektor Perusahaan yang disurvei masih tersier ini (59,08%), diikuti dengan jasa- berorientasi pada pasar lokal di sekitar jasa lainnya sebesar 20,8%. Sementara lokasi kegiatan usaha. Sejumlah hanya sedikit pelaku usaha di sektor 45% responden yang diwawancarai pengangkutan dan komunikasi yang mempunyai konsumen utama yang terjaring dalam survei (1,4%). berlokasi di Kelurahan/Desa yang sama dengan tempat mereka berusaha. Pelaku Grafi k 3.4. Sektor Usaha Responden usaha yang konsumen utamanya berada di luar Kabupaten/Kota, walaupun masih dalam satu provinsi, mencakup 20,94% dari keseluruhan responden. Sedangkan perusahaan yang memiliki konsumen berada di luar provinsi hanya 5,7% dan di luar negeri 0,32%. Hal ini memperlihatkan bahwa masih sangat sedikit perusahaan yang memiliki orientasi pasar luar negeri. 

10 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia INDEKS TATA KELOLA EKONOMI DAERAH

4.1. BOBOT VARIABEL Grafi k 4.1. Perbandingan Daerah Terbaik dan Terendah

Perizinan Usaha menjadi variabel yang Pontianak Medan

paling bermasalah dalam Tata Kelola Perizinan

Ekonomi Daerah. Dari sepuluh variabel Perda Biaya Transaksi atau sub-indeks yang diukur dalam studi ini, empat diantaranya memiliki Ketenagakerjaan Akses Lahan bobot pengaruh signifi kan (menunjukan Interaksi Pemda Keamanan dan derajat kebermasalahan yang tinggi). dgn Pelaku Resolusi Konflik Sebagaimana terlihat dalam Tabel 4.1, Usaha variabel perizinan (20,66), PPUS (17,86), Infrastruktur PPUS interaksi pemda dengan pelaku usaha Kapasitas dan (17,20) serta infrastruktur (15,14) dinilai Integritas para pelaku usaha sebagai penyumbang masalah terbesar dalam pembentukan (79,29) serta kapasitas dan integritas mutu tata kelola ekonomi di daerah. kepala daerah (96,67). Enam variabel Tabel 4.1. Bobot Sub-Indeks TKED lainnya--perizinan usaha, infrastruktur, biaya transaksi, akses dan kepastian Subindeks Bobot hukum atas lahan, keamanan dan Perizinan Usaha 20,66 penyelesaian konfl ik, kualitas perda-- Program Pengembangan Usaha 17,86 berada pada indeks kinerja di atas rata- Swasta rata nasional. Pekerjaan rumah bagi Interaksi Pemda dengan Pelaku 17,20 perbaikan ke depan untuk kota ini adalah Usaha perbaikan program PPUS dan kebijakan Infrastruktur 15,14 ketenagakerjaan yang masing-masing Biaya Transaksi 9,14 hanya berada pada peringkat 18 (57,09) Ketenagakerjaan 7,08 dan peringkat 20 (44,65). Akses & Kepastian Hukum Atas 5,27 Lahan Sebaliknya, Medan berada pada Keamanan & Penyelesaian Konfl ik 3,95 peringkat umum paling rendah. Ibukota Provinsi Sumatera Barat ini menempati Kualitas Perda 2,14 peringkat terendah dalam indeks TKED Kapasitas dan Integritas Kepda 1,56 dengan nilai total (45,16). Dua variabel atau sub-indeks di dalamnya, yakni 4.2. INDEKS TKED Program Pengembangan Usaha Swasta (PPUS) (24,76) serta kapasitas dan Dalam perolehan indeks secara umum, integritas kepda (5,82), juga berada pada Pontianak menempati peringkat posisi paling rendah di antara 32 kota lain pertama. Ibukota Provinsi Kalimantan yang diukur. Selain itu, terdapat empat Barat ini mencatatkan kinerja yang sub-indeks lain yang menempati peringkat optimal pada sebagian besar variabel. di bawah rata-rata nasional, yakni Bahkan, selain menjadi “juara umum”, perizinan (45,41), biaya transaksi (65,45), Pontianak juga menjadi kota berperingkat interaksi pemda dengan pelaku usaha terbaik pada dua variabel: infrastruktur (12,11), serta kebijakan ketenagakerjaan

11 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

(31,12). Rendahnya capaian pada banyak yang baik. Bahkan, dalam perbandingan variabel tersebut menunjukkan jalan relatif, kelompok kota tersebut panjang bagi reformasi di kota ini, meninggalkan kota-kota besar/maju sekaligus sebagai nota keras para pelaku yang cenderung memiliki capaian indeks usaha bagi agenda perbaikan yang harus lebih rendah. Hal ini menjelaskan bahwa dilakukan pemda ke depan. kota-kota yang memiliki karakteristik kota sedang/berkembang melihat tata Sebagian daerah di wilayah Indonesia kelola sebagai instrumen mengejar bagian timur menunjukan capaian perkembangan dan kemajuan kota besar. kinerja TKED yang tinggi. Secara umum, Pemda di kota-kota tersebut meyakini sejumlah kota yang memperoleh indeks perbaikan tata kelola merupakan jalan tinggi berada di wilayah Indonesia untuk meningkatkan iklim investasi dan bagian timur. Enam daerah di wilayah mendorong pertumbuhan ekonomi (Grafi k indonesia timur mengisi deretan atas 4.3). daerah berprestasi, yakni 10 besar terbaik, adalah (2), (5), Kota-kota yang memiliki nilai PDRB (6), (8), (9), dan Ambon sedang/menengah menempati (10). Selain itu, dilihat pada capain kinerja indeks kinerja tertinggi. Konsisten masing-masing variabel, terdapat lima dengan fenomena kota-kota di belahan kota di belahan timur Indonesia yang timur Indonesia dan berskala sedang/ mendapatkan peringkat tertinggi: Manado berkembang, kota-kota yang memiliki (kualitas perda), Makassar (interaksi PDRB relatif rendah (antara 10-20 milyar pemda dan pelaku usaha), Gorontalo bahkan lebih rendah dari 10 milyar per (PPUS), dan Palu (biaya transaksi, serta tahun) meraih posisi tinggi dalam indeks akses dan kepastian hukum atas lahan). TKED. Sedangkan kota yang “kaya” Hal ini secara hati-hati dibaca sebagai (PDRB per kapita tinggi dan lebih tinggi tendensi mulai menguatnya komitmen dari kedua kategori di atas) memiliki daerah-daerah yang selama ini selalu indeks yang lebih rendah. Temuan ini dianggap “berkembang lambat” akan menunjukan semakin tinggi PDRB suatu arti penting tata kelola ekonomi sebagai daerah, peringkat indeks TKED semakin instrumen berdaya saing dan mengejar menurun. Secara positif bisa pula ketertinggalan dari kota-kota bisnis utama dibaca bahwa tipologi kemajuan suatu di Indonesia bagian barat (Grafi k 4.2). kota membentuk atau mempengaruhi keyakinan terhadap tata kelola sebagai Dilihat dari jumlah penduduk atau level instrumen mengejar ketertinggalan dan perkembangan ekonomi, kota-kota bersaing dengan kota-kota yang sudah berskala sedang memiliki indeks TKED maju atau kaya (Grafi k 4.4). 

Grafi k 4.2. Indeks TKED dan Karakteristik Daerah

Indonesia bagian timur 62,46

Indonesia bagian barat 61,33

60,50 61,00 61,50 62,00 62,50 63,00 Indeks TKED

12 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Grafi k 4.3. Indeks TKED dan Grafi k 4.4. Indeks TKED dan Jumlah Penduduk (Ribu Jiwa) PDRB Per Kapita (Miliar Rupiah)

66,00 64,82 66,00 65,26 65,00 64,00 64,14

62,87 64,00

63,00 62,69

62,00 62,00 61,46 61,00 60,69 Indeks TKED Indeks TKED 60,00 60,00 59,00 58,00 58,00 100-500 500-1.000 1.000-5.000 > 10 10-20 20-30 > 30

13 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

14 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia PERIZINAN USAHA

5.1. LATAR BELAKANG 5.2. SUB-INDEKS PERIZINAN USAHA

Pelayanan perizinan usaha masih Indikator pembentuk sub-indeks perizinan diwarnai praktik birokratisasi yang usaha: menghambat kegiatan usaha. Secara 1. Tingkat biaya resmi TDP; normatif, izin usaha merupakan instrumen 2. Lama waktu pengurusan TDP; hukum yang wajib dimiliki pelaku usaha 3. Persepsi Penyelenggaraan Izin; untuk memperoleh legalitas, jaminan 4. Keberadaan Mekanisme Pengaduan. perlindungan, sekaligus sebagai dokumen administratif. Namun dalam praktiknya, Secara umum, merupakan proses mengurus izin tersebut tidaklah kota terbaik dalam tata kelola perizinan mudah: pemohon harus melewati prosedur (94,48), sementara peringkat terendah dan persyaratan rumit, dengan biaya besar ditempati (35,50). Layanan dan waktu pengurusan yang tak selalu pasti. perizinan usaha di Ibukota Provinsi Aceh Laporan Doing Business 2017 (World Bank, tersebut hanya memakan waktu 4 hari 2016) menunjukkan untuk memulai usaha di kerja dengan biaya layanan terhitung Indonesia harus melalui 11 prosedur dengan proporsional: keseluruhan sekitar Rp waktu 24,9 hari dan membutuhkan biaya 250.000,-. Selain itu, para pelaku usaha 19,40% dari pendapatan perkapita. menikmati layanan perizinan yang relatif bebas pungli, kolusi dan lebih efi sien. Efi siensi layanan perizinan dimulai dari Kondisi sebaliknya terjadi di Jayapura. pembentukan PTSP sebagai kelembagaan Pelayanan perizinan Ibukota Provinsi par excellence dalam upaya debirokratisasi Papua ini belum memuaskan pelaku usaha perizinan di daerah. Tata laksana (business setempat: proses pengurusan izin masih process) penyelenggaraan layanan perizinan memerlukan waktu relatif lama (118 hari) selama ini tidak efi sien karena, antara lain, dengan biaya yang dinilai memberatkan pilihan model kelembagaan konvensional pelaku usaha (Rp 375.000,-). di mana izin tersebar dan diurus terpisah di berbagai instansi (SKPD). Saat ini, dimulai sejak lahirnya Permendagri No.24/2006 5.3. TINGKAT KEPEMILIKAN IZIN dan diperkuat Perpres No.97/2014, tata laksana perizinan diurus (bermula, berproses Setidaknya dua jenis izin dasar dan berakhir) di PTSP sebagai titik akses (SIUP dan TDP) harus dimiliki pelaku tunggal. Dari sisi kuantitas kita mencatatkan usaha untuk memulai usaha (starting kemajuan signifi kan: dari 542 daerah di a business) di daerah. TDP adalah Indonesia, saat ini hanya 50 Kota/Kabupaten instrumen legal berupa dokumen yang belum membentuk PTSP. Tantangan wajib daftar perusahaan yang harus berikut adalah mengefektikan kinerja dimiliki oleh pelaku usaha di Indonesia1). layanan (efi siensi biaya, waktu dan prosedur) SIUP merupakan izin usaha bidang dan mendorong pelimpahan urusan kepada perdagangan yang sering digunakan PTSP agar semakin banyak (jumlah izin) dan sebagai dokumen ekspor impor, dan semakin berbobot (skala kewenangan). syarat untuk mengikuti kegiatan lelang

1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan (WDP).

15 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

atau tender yang diadakan pemerintah merah atas kinerja layanan pemda. (pengadaan barang/jasa). Kedua Meskipun Pemerintah Pusat sudah instrumen tersebut dapat dijadikan contoh lama membebaskan pungutan TDP bagi elementer untuk menggambarkan tata usaha baru, pemda masih mengenakan laksana perizinan di daerah. Dalam studi pungutan TDP sebesar rerata Rp 600.000,- ini kami secara khusus mengangkat kasus dengan variasi besaran, antara lain, di TDP mengikat sifatnya sebagai instrumen Rp 2.636.111,-, Jayapura legal yang wajib diurus dan dimiliki semua sebesar Rp 3.750.000,-, jenis usaha di daerah. sebesar Rp 583.000,-, Surabaya sebesar Rp 1.800.000,-, dst. Selain sudah dilarang Semakin besar skala usaha, kepemilikan Pemerintah Pusat (wujud pungutan liar izin semakin tinggi. Sebanyak 81,82% karena tidak memiliki dasar hukum), pelaku usaha besar memiliki SIUP dan keberadaan pungutan tersebut dirasakan 72,73% mengurus pendaftaran perusahaan memberatkan lebih dari setengah pelaku mereka (TDP). Berbanding terbalik usaha (61%) karena menambah biaya dengan pelaku usaha mikro: kurang dari transaksi dan ketidakpastian berusaha. setengah pelaku usaha skala ini memiliki TDP (42,48%) dan/atau SIUP (30,09%). Selain biaya izin, pelaku usaha juga Perbedaan tingkat kepemilikan izin mengeluarkan uang untuk memenuhi menurut skala usaha tersebut menunjukan aneka persyaratan dalam pengurusan potensi kalah bersaing terjadi pada izin terkait. Di Manado, misalnya, untuk kalangan UMKM yang belum memiliki mengurus SIUP, TDP, IPPT, IUJK, TDI, IP, legalitas usaha. Terlepas dari sebab yang IUI, TDG, dan izin penjualan Minol, pelaku melatarinya, kondisi informalitas ini jelas usaha terlebih dahulu harus mendapatkan menjadi suatu kerugian dan berpengaruh Surat Keterangan Fiskal (SKF) sebagai kepada peningkatan usaha mereka karena syarat mengajukan permohonan jenis- tidak berhak (eligible) mengakses pinjaman jenis izin usaha dan membayar total biaya (SIUP menjadi syarat kredit di bank atau sebesar Rp 533.000,-2). Ketiga pungutan lembaga keuangan) atau mengikuti tender tersebut juga menciptakan pungutan proyek pemerintah. ganda (double taxation). Suatu pendirian usaha baru tentu belum membutuhkan reklame atau belum memproduksi sampah. 5.4. TINGKAT BIAYA TDP Namun, meski izin reklame belum diurus, mereka sudah dikenakan pungutannya. Masih adanya pungutan dalam Selanjutnya, saat beroperasi dan mulai pengurusan TDP merupakan rapor mengurus izin-izin dimaksud, pelaku usaha

Grafi k 5.1. Kepemilikan SIUP dan TDP

100 81,82 79,27 73,17 72,73 80 69,14 60 59,57 42,48

40 30,09 20 0 Mikro Kecil Menengah Besar SIUP TDP

2. SKF merupakan surat keterangan bahwa pemohon sudah membayar tiga jenis pungutan seperti Pajak Reklame, Pajak Air Tanah, serta Retribusi Kebersihan.

16 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Grafi k 5.2. Biaya Pengurusan TDP (Ribuan Rupiah) dan Persepsi Pelaku Usaha atas Biaya Pengurusan TDP (%)

120,00 4500 4000 100,00 3500 80,00 3000

63,27 2500 60,00 2000 40,00 1500

744 1000 20,00 500 0,00 0

Persepsi Biaya Izin (Murah/Sangat Murah) % Rerata Biaya membayar lagi jenis-jenis pungutan yang misalnya, yang terlihat di Jayapura (118 sudah pernah dipungut di muka. hari). Dengan gambaran waktu demikian, pelaku usaha (khususnya skala UMKM sebagaimana diuraikan di atas) cenderung 5.5. LAMA WAKTU PENGURUSAN TDP memilih untuk tidak mengurus izin usaha mereka, meski disadari akan sifat wajib Lama waktu pengurusan TDP belum dan arti penting instrumen perizinan bagi memenuhi standar nasional3). Selain 12 pengembangan usaha mereka. daerah yang sudah memenuhi ketentuan pengurusan TDP maksimal 5 hari kerja4), secara umum rata-rata lama waktu yang 5.6. PERSEPSI PENYELENGGARAAN IZIN ditempuh pelaku usaha untuk mengurus TDP adalah 14 hari. Di sejumlah daerah, Pelayanan perizinan yang efi sien harus kinerja layanan ini menunjukan catatan diikuti langkah penyederhanaan bisnis waktu yang jauh lebih lama sebagaimana, proses. Lebih dari separuh responden

Grafi k 5.3. Lama Waktu Pengurusan TDP (Hari) dan Persepsi Pelaku Usaha atas Waktu Pengurusan TDP (%)

3. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.77/2013 dan Permendag No.14/2016. 4. Banda Aceh, Sofi fi /Tidore Kep., , Bandar Lampung, , , , , , Manado, , Tanjung Pinang

17 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

studi ini menganggap layanan perizinan di perizinan dan langkah deregulasi lebih daerah mereka sudah berlangsung efi sien lanjut, alasan-alasan tersebut mestinya (79,06%), bebas pungli (69,44%) dan semakin bisa “dijawab” oleh kinerja bebas kolusi (66,39%). Efi siensi layanan memuaskan dari aparat Pemda sehingga perizinan diukur berdasarkan jumlah semua pihak terdorong untuk berinteraksi prosedur, waktu, biaya dan bisnis proses. dan mengurus sendiri perizinan mereka. Seluruh pelaku usaha (100%) di Banda Aceh dan Pangkal Pinang menyatakan pelayanan izin sudah efi sien; sebaliknya 5.7. PENGETAHUAN MEKANISME PENGADUAN di Surabaya hanya 37,50% pelaku usaha merasakan kualitas layanan demikian. Sistem/mekanisme pengaduan layanan Saat ini, Surabaya memang sudah perizinan belum sepenuhnya diketahui menerapkan Surabaya Single Window pelaku usaha. Keberadaan unit pengaduan (SSW), namun fasilitas tersebut lebih perizinan memang diketahui oleh berorientasi kepada kemudahan akses 72,33% pelaku usaha, namun tidak masuk dan transparansi informasi yang semua memahami mekanisme kerja hingga saat ini belum dilanjutkan upaya dan tindak lanjut yang diambil sebagai pengintegrasiannya ke dalam reformasi respon pemda atas pengaduan yang kelembagaan secara makro sehingga disampaikan warga. Tingkat pengetahuan bisnis proses pengurusan izin masih tetap mekanisme pengaduan di daerah juga 5) menempuh waktu yang lama bervariasi. Terdapat 6 daerah yang seluruh pelaku usahanya mengetahui Meskipun sebagian besar pengusaha mekanisme pengaduan; sebaliknya pada mengurus sendiri TDP, namun jasa pihak titik ekstrim lain justru tidak ada satu ketiga masih digunakan. Sebanyak pun responden pelaku usaha di 66,73% pelaku usaha mengurus sendiri yang mengetahui cara kerja pengaduan izin TDP; selebihnya memilih pengurusan perizinan di kota mereka. melalui biro jasa/notaris (16,53%), aparat Grafi k 5.5. Pengetahuan pemda (5,24%), bahkan para calo (3,83%). Mekanisme Pengaduan Perizinan (%) Alasan penggunaan jasa pihak ketiga tersebut, antara lain, tidak mau repot 100,00 84,62

dengan proses birokrasi (41,74%), lebih 80,00 75,84 menghemat waktu (18,35%) atau tidak 68,42 60,00 mengetahui prosedur pengurusan izin 60,00 (18,35%). Seiring reformasi birokrasi 40,00

Grafi k 5.4. Persepsi Pelayanan Perizinan (%) 20,00 85 0,00 Besar Mikro Kecil Menengah

80 79,06

75

70 69,44 5.8. SUMBER INFORMASI PERIZINAN 66,39 65 Peran Pemda dalam mendiseminasi 60 informasi perizinan masih kurang. Perizinan sudah Perizinan sudah Perizinan sudah Mayoritas pelaku usaha (39%) justru Efisien Bebas Pungli bebas Kolusi menggunakan media massa (surat kabar,

5. Pekanbaru, , Palangkaraya, , dan Jayapura.

18 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia radio dan televisi) sebagai sumber utama fenomena distribusi informasi secara informasi perizinan dari media massa. asimetris, akan membuat keberadaan Sedangkan saluran informasi lain seperti sistem tersebut hanya terdengar di papan pengumuman/brosur yang ada di kalangan terbatas namun potensial hanya tempat perizinan usaha hanya diakses oleh pro forma karena tidak dipahami atau gagal 20% pelaku usaha. Hal ini membuktikan mendorong animo warga untuk mengurus bahwa saluran informasi dari pemda belum sendiri perizinan dan menyampaikan menyentuh pelaku usaha lebih luas lagi. pengaduan/keluhan mereka.  Minimnya informasi, atau bahkan adanya Grafi k 5.6. Peringkat Sub Indeks Perizinan Usaha

Banda Aceh 94,49 Pekanbaru 90,64 Manado 90,05 Samarinda 89,83 Manokwari 88,70 Makassar 87,42 Pontianak 87,27 86,12 Banjarmasin 84,73 Kupang 84,67 Palangkaraya 84,44 Gorontalo 83,14 Mamuju 81,07 Ambon 81,06 Denpasar 80,91 Kendari 80,66 Bengkulu 80,41 Palu 76,53 75,49 75,39 /Tidore Kep. 75,30 Tanjung Pinang 74,84 Rata-rata nasional 74,73 Padang 73,15 Pangkal Pinang 68,20 Lampung 65,04 Palembang 56,46 Jambi 56,41 56,15 Mataram 55,47 Surabaya 46,50 Medan 45,41 Jayapura 35,51 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

19 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

20 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia BIAYA TRANSAKSI

6.1. BIAYA TRANSAKSI 6.2. SUB-INDEKS BIAYA TRANSAKSI

Biaya transaksi mencakup pajak, Sub-indeks Biaya Transaksi diukur retribusi dan sumbangan pihak ketiga berdasarkan beberapa variabel yaitu: terkait aktivitas usaha. Pajak dan 1. Tingkat Keberatan Retribusi; retribusi merupakan pungutan yang 2. Keberadaan Donasi pada Pemda; menjadi sumber penerimaan daerah. 3. Tingkat Hambatan Donasi ke Pemda; Namun, melalui diskresi positifnya, 4. Tingkat Hambatan Biaya Pengamanan Pemda dapat menggunakan pajak dan Informal kepada Polisi. retribusi sebagai instrumen insentif investasi, dengan memberikan tarif Palu menempati peringkat pertama pajak rasional dan kontraprestasi yang pada sub-indeks biaya transaksi (100). signifi kan pada pungutan retribusi. Tidak satupun pelaku usaha di Palu Strategi penerapan tarif pajak demikian merasa keberatan dengan biaya pajak, juga bisa memberikan kepastian pada retribusi dan donasi pemda. Besaran pelaku usaha dalam perhitungan biaya pungutan atas distribusi barang tidak usaha. Pungutan lain di daerah adalah ada dan tidak memberatkan pelaku sumbangan pihak ketiga kepada usaha. Selain itu, tidak ada juga pelaku Pemerintah Daerah: tidak diatur dalam usaha yang dibebankan biaya informal Undang-Undang sebagai jenis pungutan keamanan kepada pihak manapun. namun tetap diperhitungkan sebagai biaya transaksi mengingat kenyataan Jambi menjadi daerah berperingkat yang terjadi di lapangan. Sumbangan terendah pada sub-indeks biaya tersebut merupakan biaya yang diberikan transaksi (21,65). Besaran Retribusi dan oleh pelaku usaha kepada Pemda Pajak di Jambi dikeluhkan oleh pelaku berdasarkan peraturan di daerah yang usaha (87,5% dan 100%). Semua pelaku sifatnya tidak wajib. usaha yang membayar biaya distribusi barang antar daerah merasa keberatan Biaya transaksi juga mencakup biaya dengan biaya tersebut. Sebanyak 28,57% tidak resmi atau ilegal yang menjadi pelaku usaha juga menyampaikan beban pelaku usaha. Biaya transaksi keberatan terhadap donasi kepada tidak resmi mencakup biaya distribusi Pemda, sementara 2,5% pelaku usaha barang antar wilayah dan biaya mengaku membayar biaya informal keamanan. Biaya tidak resmi dipungut keamanan kepada kepolisian. Berbagai oleh pihak-pihak tertentu yang bukan jenis pungutan tersebut menambah merupakan kewenangannya dan di beban berbisnis dan tentu menimbulkan luar ketentuan peraturan perundang- ketidakpastian dalam perhitungan ongkos undangan. Biaya distribusi barang adalah produksi perusahaan. biaya-biaya yang dibayarkan pada proses distribusi barang antar wilayah yang dilakukan pungutan oleh Pemda. 6.3. TINGKAT HAMBATAN PDRD Sedangkan biaya keamanan adalah biaya-biaya yang dibayarkan kepada Pemda masih mengandalkan polisi, TNI, ormas, preman dan para pihak keberadaan jenis usaha skala besar lainnya. untuk pungutan. Rerata retribusi yang

21 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

dibayarkan oleh pelaku usaha besar (Rp terjadi di Jambi (100%), walaupun rerata 25.900.000,-) jauh diatas pelaku usaha biaya pajak sebesar Rp 110.000,-, lebih skala mikro (Rp 832.287,-). Hal yang rendah dibanding daerah lain. Rerata kurang lebih sama juga terjadi untuk besaran pajak berada di Kendari sebesar pajak. Perusahaan skala mikro dan kecil Rp 9.300.385,- dengan tingkat keberatan berada pada kisaran Rp 1.042.015,- s/d Rp hanya sebesar 26,32%. Sementara di 2.405.954,- yang jauh berbeda dengan Denpasar, meski rerata pajak tertinggi (Rp besaran pajak skala usaha besar sebesar 44.900.000,-), tidak dinilai memberatkan Rp 51.700.000,-. oleh pelaku usaha. Hal yang kurang lebih sama terjadi di beberapa daerah Secara keseluruhan, hampir seperlima seperti Bengkulu, Mataram, Palembang, pelaku usaha merasa keberatan dan Palu, pelaku usaha tidak merasa dengan retribusi. Sebanyak 18,51% keberatan walau besaran pajak mencapai pelaku usaha merasa keberatan dengan Rp 4.100.537,-. besaran retribusi terutama di Jambi (83,33%). Sedangkan biaya retribusi di sebelas daerah lainnya1) dirasakan 6.4. BIAYA DISTRIBUSI BARANG tidak memberatkan bagi pelaku. Rerata retribusi tertinggi berada di Denpasar Masih terdapat biaya tidak resmi untuk yakni sebesar Rp 13.600.000,- (2015) distribusi barang. Setidaknya 6,16% dan Rp 12.300.000,- (2014). Namun pelaku usaha membayar biaya tidak resmi. hanya sedikit (12,5%) pelaku usaha yang Meskipun secara nasional proporsinya mengeluhkan besaran tarif yang tinggi terbilang kecil, namun di beberapa daerah tersebut. proporsi pelaku usaha lebih tinggi seperti Surabaya (35,71%) dan Banjarmasin Tidak jauh berbeda dengan retribusi, (33,33%). Pembayaran biaya tidak resmi sekitar seperlima pelaku usaha masih tersebut dirasakan memberatkan oleh menyampaikan keberatan dengan 38,38% pelaku usaha. Bahkan empat besaran pajak daerah. Sebanyak 22,24% daerah di Sumatera2), seluruh pelaku pelaku usaha merasa keberatan dengan usaha yang membayar biaya tidak resmi biaya pajak. Tingkat keberatan tertinggi merasa keberatan.

Grafi k 6.1. Biaya Retribusi dan Pajak Daerah Tidak Memberatkan

120,00

100,00

80,00

60,00

40,00

20,00

0,00

Retribusi Tidak Memberatkan Pajak Tidak Memberatkan

1. Padang, Pekanbaru, Palembang, Bengkulu, Pangkal Pinang, Semarang, Serang, Pontianak, Palu, Mamuju, Sofi fi / Tidore Kep. 2. Jambi, Palembang, Padang dan Pekanbaru.

22 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

6.5. PEMBAYARAN DONASI (35,64%). Fakta ini menunjukkan bahwa skala usaha besar merasa keberatan Pelaku usaha masih merasakan disebabkan tingginya permintaan keberatan dengan keberadaan donasi donasi dari Pemda yang masuk kepada kepada Pemda. Meskipun hanya sebesar Perusahaan. Sedangkan skala usaha kecil 8,48% dari total pelaku usaha di daerah merasa keberatan karena adanya donasi namun hampir sepertiga (28,57%) pelaku semakin menambah beban biaya usaha. usaha yang membayar merasa keberatan Pelaku usaha cenderung tetap membayar dengan keberadaan donasi. Donasi donasi-donasi tersebut (meskipun Pemda seharusnya sama sekali tidak terkesan tidak diwajibkan) karena pelaku membebankan pelaku usaha, kerena usaha ingin menjaga hubungan baik sifatnya yang hanya berupa sumbangan. dengan Pemda. Berdasarkan skala usaha, Pelaku usaha skala menengah (31,88%) paling Surabaya dan Jayapura tercatat sebagai banyak membayar biaya donasi kepada daerah dengan tingkat keberatan donasi Pemda diikuti pelaku usaha skala besar tertinggi kepada Pemda. Seluruh pelaku (30%)3). Kondisi demikian menunjukkan usaha (100%) di Surabaya dan Jayapura semakin besar skala usaha, cenderung merasa keberatan dengan besaran donasi dimanfaatkan untuk Pemda mencari dana kepada Pemda. Kemudian hal ini diikuti tambahan melalui donasi. dengan Lampung dan Tanjung Pinang sebesar 60% dan empat daerah lainnya Tingkat keberatan tertinggi atas biaya yakni Medan, Padang, Denpasar dan donasi Pemda berada pada skala usaha Yogyakarta sebesar 50%. besar (50%) dan skala usaha mikro

Tabel 6.1. Biaya Pajak Daerah Tidak Memberatkan Skala Usaha Donasi Pemda Mikro Kecil Menengah Besar Tingkat Pembayaran Donasi 9,18% 14,66% 31,88% 30% Tingkat Keberatan Pembayaran Donasi 35,64% 18% 16% 50%

Grafi k 6.2. Keberadaan Donasi Kepada Pemda

120,00 100,00 100,00 100,00 100,00 97,50 97,37 97,37 97,06 96,97 95,83 94,59 94,44 93,94 93,75 92,00 90,91

100,00 89,66 88,57 86,98 86,11 84,62 82,50 82,50 82,05 81,25 79,41 79,41 77,78

80,00 73,33 67,65 67,50 61,54 60,00 57,89

40,00

20,00

0,00

3. Bentuk donasi ini disampaikan kepada pelaku usaha/perusahaan/asosiasi melalui surat-surat permohonan donasi untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan Pemda ataupun ketika penyelenggaraan hari-hari besar.

23 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

6.6. BIAYA KEAMANAN daerah, pelaku usaha yang membayar biaya tambahan keamanan tertinggi Pelaku usaha masih mengeluarkan berada di Bandung (12,2%) dan Surabaya biaya tambahan untuk mendapatkan (10,26%). Hal ini berbeda dengan daerah perlindungan dan jaminan keamanan. lainnya yang tingkat keberatan biaya Sebanyak 2,63% pelaku usaha keamanan hanya berada dikisaran 2-5% membayarkan biaya tambahan untuk saja. Bahkan di 13 daerah, tidak ada biaya keamanan yang seluruhnya diberikan tambahan untuk keamanan bagi pihak kepada “oknum” kepolisian. Berdasarkan manapun4). 

Grafi k 6.3. Keberadaan Biaya Informal Kepada Kepolisian

104,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 97,50 97,50 97,50 97,50 97,50 97,44 97,44 97,44 97,37 97,37 97,37 95,00 95,00 94,87 94,87 94,87 94,74 96,00 94,44

92,00 89,74 87,80 88,00 84,00 80,00

4. Padang, Pangkal Pinang, Pekanbaru, Tanjung Pinang, Kupang, Pontianak, Palu, Mamuju, Kendari, Makassar, Ambon, Sofi fi /Tidore Kepulauan dan Jayapura.

24 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Grafi k 6.4. Peringkat Sub Indeks Biaya Transaksi

Palu 100,00 Pontianak 98,96 Pangkal Pinang 98,25 Bengkulu 97,86 Mataram 96,88 Sofifi/Tidore Kep. 95,83 Semarang 95,47 Banjarmasin 90,37 Palangkaraya 89,39 Serang 89,07 Makassar 88,08 Gorontalo 82,02 Yogyakarta 75,94 Ambon 75,21 Manokwari 75,06 Banda Aceh 74,59 Rata-rata nasional 73,79 Mamuju 73,62 Kendari 71,81 Denpasar 70,87 Kupang 70,52 Samarinda 69,92 Medan 65,45 Palembang 62,57 Tanjung Pinang 61,68 Bandung 61,67 Pekanbaru 57,36 Padang 55,86 Surabaya 54,45 Manado 52,50 Jayapura 45,11 Lampung 43,13 Jambi 21,65 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

25 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

26 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia AKSES DAN KEPASTIAN HUKUM ATAS LAHAN

7.1. LATAR BELAKANG 1. Waktu Kepengurusan Sertipikat Tanah; 2. Tingkat Kemudahan Pengurusan Akses dan kepastian hukum atas lahan Sertipikat Tanah; merupakan kebutuhan awal pelaku 3. Tingkat Kemudahan Mendapatkan usaha untuk memulai kegiatannya. Lahan Usaha; Kepemilikan lahan secara legal akan 4. Frekuensi dan Kemungkinan menjamin keberlangsungan suatu usaha. Penggusuran Lokasi Usaha; Selain itu, ekspansi suatu usaha juga 5. Frekuensi Konfl ik Peruntukan Tanah. sangat bergantung pada kemudahan mendapatkan lahan dan juga kepastian Palu menempati peringkat terbaik di hukum atas tanah tersebut. Tanpa adanya sub indeks Akses dan Kepastian Hukum kemudahan akses terhadap lahan, atas Lahan (95,13). Pelaku usaha di Palu berupa keberadaan lahan, informasi merasa mudah untuk mendapatkan atas lahan dan biaya memperoleh lahan akses lahan (81%) dan kemudahan yang rasional, akan membuat daya tarik dalam mengurus sertipikat lahan. Selain investasi menjadi rendah. itu, tingkat penggusuran lahan usaha juga relatif rendah (97,67%). Sementara Kewenangan pengelolaan atas akses peringkat terendah dimiliki Makassar. Hal dan kepastian hukum atas lahan berada ini dikarenakan tingginya kemungkinan di bawah dua institusi, Pemda dan penggusuran (76%), sulitnya pengurusan BPN. Sampai hari ini, pengelolaan akses sertifi kat tanah dan akses lahan untuk lahan berada di Pemda. Hal ini terlihat usaha yang tidak mudah. Kemungkinan dari kebijakan tata ruang1). Sedangkan penggusuran yang tinggi, dan juga akses kepastian hukum atas lahan, termasuk hak lahan yang sulit, umumnya memang kepemilikan atas tanah, berada di bawah menjadi permasalahan bagi kota besar kewenangan BPN sebagai instansi vertikal dengan kepadatan yang tinggi. di daerah2). Akan tetapi, pelayanan yang diberikan tidak terlalu memenuhi harapan masyarakat terutama oleh pelaku usaha. 7.3. KEPEMILIKAN TEMPAT USAHA Hasil Survei Doing Business 2017 di mana Indonesia berada pada peringkat 118 dari Kepemilikan tanah tempat usaha 190 perekonomian yang diukur dengan menjadi faktor yang dapat memastikan waktu 15 hari untuk pendaftaran sertipikat keberlangsungan usaha. Kepemilikan tanah. tanah sendiri dapat menjadi modal yang digunakan untuk pengembangan usaha. Secara umum, sekitar 63% pelaku usaha 7.2. SUB-INDEKS LAHAN memiliki sendiri tanah tempat berusaha, sedangkan pelaku usaha yang menyewa Sub indeks Akses dan Kepastian Hukum sebanyak 31%. Berdasarkan skala usaha, atas Lahan diukur berdasarkan beberapa pelaku usaha skala menengah terbanyak variabel yaitu: memiliki tanah sendiri (80%), lebih besar

1. Menurut UU No.26/2007, setiap daerah harus memiliki Rencana Wilayah Tata Ruang yang menjadi arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang. 2. Berdasarkan Perpres 20/2015, BPN memiliki kewenangan terkait tanah seperti pendaftaran dan hak kepemilikan.

27 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016 dibandingkan dengan skala mikro (60%), implementasi. Dari studi evaluasi paket kecil (61%) dan besar (66%). kebijakan yang dilakukan KPPOD (2016), ditemukan bahwa pengurusan sertipikat Tingkat kepemilikan tanah tempat usaha tanah di beberapa kota besar melebihi berdasarkan daerah juga bervariasi. standar waktu, seperti Manado yang Kepemilikan tanah sendiri oleh pelaku mencapai 90 hari, Denpasar 38 hari usaha tertinggi terdapat di Makassar (97%). dan Palembang 14 hari. Permasalahan Kepemilikan tanah sendiri yang tinggi ini lainnya adalah belum tersedianya juga tidak terlepas dari semakin tingginya infrastruktur pendukung pelayanan, seperti harga sewa lahan untuk usaha. Makassar database digital dari buku tanah. Hal ini dan 5 daerah lainnya (Ambon, Gorontalo, menyebabkan pelayanan terhambat dan Kendari, Mamuju, Sofi fi /Tidore Kepulauan) memakan waktu lebih lama. termasuk kedalam 10 besar daerah yang kepemilikan tanah sendirinya tinggi. Sedangkan sebagian besar (72%) pelaku 7.5. KEMUDAHAN PENGURUSAN SERTIPIKAT usaha di Manokwari, menyewa tanah tempat usahanya, lebih tinggi dari rata-rata Pengurusan sertipikat tanah masih keseluruhan yang hanya mencapai 31%. dianggap sulit oleh pelaku usaha. Secara keseluruhan, 48% pelaku usaha menyatakan sulit melakukan pengurusan 7.4. WAKTU MENGURUS SERTIPIKAT sertipikat tanah. Berdasarkan jenisnya, pengurusan sertipikat termudah adalah Waktu pengurusan sertipikat tanah pengurusan Hak Guna Bangunan (HGU) belum ada yang memenuhi standar (67%). Tingkat kesulitan pengurusan pelayanan BPN. Hal ini terlihat dari rata- sertipikat tanah tertinggi berada di rata waktu pengurusan sertifi kat tanah Makassar, hampir seluruh pelaku usaha yang mencapai waktu sekitar 13 minggu (3 (97%) menyatakan sulit mengurus bulan), jauh dari standar aturan nasional sertipikat tanah. Sementara di Banda yang mencapai 5 hari kerja. Sementara Aceh, sebagian besar pelaku usaha jika dilihat per daerah, adalah di Denpasar (87,5%) menganggap bahwa pengurusan mencapai 82 minggu (hampir 2 tahun). sertipikat mudah. Sedangkan pengurusan sertipikat tanah di Manokwari tercepat (2 minggu). Pengurusan sertipikat menjadi lebih sulit untuk pelaku usaha kecil dan Reformasi yang dilakukan oleh mikro. Pelaku usaha dengan skala usaha BPN belum terlihat pada tataran kecil (53%) dan skala mikro (48%) adalah

Grafi k 7.1. Tingkat Kemudahan Pengurusan Sertifi kat Tanah (Mudah/Sangat Mudah)

100,00 87,50 90,00 86,96 80,00 78,57 76,92 76,92 76,67 80,00 76,19 72,97 72,73 66,67 65,52 70,00 65,38 62,50 61,29 57,89

60,00 55,17 52,78 52,18 46,43

50,00 43,75 43,75 40,00 38,10 37,50 40,00 36,36 31,82 28,57

30,00 25,00 20,69 20,00 11,11

10,00 7,14 2,44 0,00

28 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia pelaku usaha dengan proporsi terbesar ada. Secara umum, sebagian besar pelaku menganggap pengurusan sertipikat sulit. usaha (76%) berpendapat penggusuran Seharusnya, pelaku usaha mikro dan tempat usaha tidak mungkin dilakukan. kecil lebih diberikan kemudahan untuk Sementara berdasarkan skala, pelaku pengurusan sertipikat karena dengan usaha skala besar, adalah terbanyak yang adanya legalitas kepemilikan tanah, maka menganggap tempat usaha tidak mungkin keberlangsungan usaha pelaku usaha digusur (90%) dibandingkan skala lainnya. mikro dan kecil dapat terjamin. Hal ini sangat wajar mengingat pelaku usaha besar umumnya memiliki sendiri tempat usahanya. 7.6. KEMUDAHAN MENDAPATKAN LAHAN Grafi k 7.3. Kemungkinan Penggusuran

Kemudahan mendapatkan lahan usaha 100,00 90,91 87,35 76,45 dirasakan masih sulit oleh pelaku usaha. 80,00 75,27 Secara umum, hanya 38% pelaku usaha 60,00 yang menganggap mendapatkan lahan usaha mudah. Palu dianggap daerah 40,00 termudah untuk mendapatkan lahan 20,00 (81%). Sedangkan di Jayapura, hanya 0,00 2,63% pelaku usaha menganggap mudah Besar Menengah Kecil Mikro untuk mendapatkan lahan. Sulitnya mendapatkan lahan tersebut terkait dengan proyeksi pembagian kawasan3). Kemungkinan penggusuran tempat Sedangkan dari skala usaha, pelaku usaha usaha lebih besar di Kota yang menjadi mikro kesulitan mendapatkan lahan untuk pusat pertumbuhan. Di Makassar, dimana tempat usaha, terbesar proporsinya jika sekitar 76% pelaku usaha menyatakan dibandingkan dengan pelaku usaha skala bahwa tempat usahanya sangat mungkin kecil, menengah dan besar. untuk digusur. Penggusuran ini berkaitan dengan rencana pengembangan kota4). Sementara di Padang, seluruh pelaku 7.7. PENGGUSURAN LAHAN usaha menyatakan tempat usahanya tidak mungkin digusur. Hal ini berkaitan Kemungkinan penggusuran tempat dengan kepemilikan tanah di Padang usaha sangat kecil atau bahkan tidak yang umumnya merupakan tanah adat, Grafi k 7.2. Kemudahan Mendapatkan Akses Lahan (Mudah/Sangat Mudah)

100,00 81,25 78,95

80,00 72,97 62,50 61,11 56,41 55,88 55,26

60,00 52,78 51,28 50,00 47,50 39,47 38,46 38,21 37,84 37,50 37,50 35,00

40,00 32,50 31,43 30,00 28,21 23,68 23,53 20,00 18,92 18,92

20,00 13,51 10,00 5,00 4,65 2,63 0,00

3. Jika melihat dari data Bappeda Kota Jayapura (2007), yang memproyeksikan pembagian kawasan, hanya 0,18% total luasan lahan yang diperuntukan untuk kawasan perdagangan dan jasa. 4. http://antarasulsel.com/berita/70862/gubernur-sulsel--2016-saya-akan-lakukan-penggusuran

29 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Grafi k 7.4. Kemungkinan Penggusuran (Berdasarkan Ibukota)

100,00

80,00 76,74 62,50 56,41

60,00 52,63 40,00 40,00 40,00 28,21 27,50 27,27 26,32 25,64 23,50 22,50 20,00 20,00 19,05 18,18 15,79 15,38 15,38 15,38 14,29 13,51

20,00 12,50 12,50 12,50 12,50 10,26 10,26 10,00 9,09 2,56 0,00 0,00

sehingga kecil kemungkinan terjadi dibandingkan pelaku usaha daerah lain penggusuran. (57%). Sementara di Medan, Denpasar, dan Manado, tidak ada pelaku usaha yang menganggap terjadi konflik 7.8. KONFLIK PERUNTUKAN LAHAN peruntukan lahan usaha. Konflik peruntukan lahan usaha dianggap lebih Secara umum, kejadian konflik sering terjadi pada pelaku usaha skala peruntukan lahan usaha relatif kecil. besar (18%) dibandingkan dengan Hanya 11% pelaku usaha mengalami pelaku usaha kecil (17%), mikro (8%), konflik peruntukan lahan usaha terjadi dan menengah (11%). Konflik lebih di daerahnya. Namun jika dilihat per sering terjadi pada pelaku usaha skala daerah, pelaku usaha di Makassar paling besar dikarenakan pelaku usaha besar banyak menganggap di daerahnya umumnya menggunakan lahan yang luas terjadi konflik peruntukan lahan usaha untuk usahanya. 

30 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Grafi k 7.5. Peringkat Sub Indeks Akses dan Kepastian Hukum Atas Lahan

Palu 95,13 Tanjung Pinang 90,10 Sofifi/Tidore Kep. 87,63 Kendari 86,81 Palembang 85,70 Banda Aceh 83,54 Bandung 80,81 Ambon 80,29 Pangkal Pinang 79,76 Yogyakarta 79,53 Gorontalo 77,42 Bengkulu 77,22 Pontianak 75,84 Padang 75,30 Semarang 73,36 Surabaya 72,28 Medan 71,56 Lampung 71,15 Serang 70,98 Rata-rata nasional 69,76 Mataram 67,22 Jambi 65,36 Mamuju 63,97 Manado 60,99 Palangkaraya 60,59 Banjarmasin 60,41 Jayapura 59,45 Samarinda 58,37 Kupang 58,04 Denpasar 49,65 Manokwari 45,82 Pekanbaru 40,33 Makassar 27,84 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

31 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

32 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia INTERAKSI PEMDA DENGAN PELAKU USAHA

8.1. LATAR BELAKANG yang belum sepenuhnya familiar dengan keterbukaan sistem bagi keterlibatan Interaksi yang baik antara Pemda publik dan penegakan prinsip-prinsip good dan pelaku usaha akan menghasilkan governance. kebijakan yang menjawab kebutuhan dunia usaha. Pola relasi yang dibangun dengan baik bisa diwujudkan lewat 8.2. SUB INDEKS INTERAKSI wadah komunikasi dan akses informasi yang luas, sehingga dapat membuat Sub indeks Interaksi Pemda dengan Pemda merespon cepat permasalahan pelaku usaha diukur dengan: yang dihadapi dunia usaha. Lebih 1. Keberadaan Forum Komunikasi; jauh lagi, respon cepat Pemda dalam 2. Tingkat Pemecahan Permasalahan merespon permasalahan dunia usaha Dunia Usaha oleh Pemda; akan membangun kepercayaan yang 3. Tingkat Dukungan Pemda terhadap tinggi dari pelaku usaha. Interaksi Pelaku Usaha; dan partisipasi publik yang kuat akan 4. Tingkat Kebijakan Pemda yang memberikan manfaat berupa kualitas Berorientasi untuk Mendorong Iklim proses penyusunan kebijakan yang Investasi di Daerah; sesuai dengan prinsip tata pemerintahan 5. Tingkat Kebijakan Non-Diskriminatif terbuka, menjamin kualitas isi kebijakan, Pemda; serta dukungan bagi efektifi tas 6. Kebijakan Pemda Tidak Meningkatkan implementasinya kelak. Pengeluaran dan Ketidakpastian Bagi Dunia Usaha. Melalui UU No.12/2011, Pemerintah membuka ruang partisipasi bagi Berdasarkan persepsi pelaku usaha, stakeholder untuk menentukan Pemda Makassar telah membangun kebijakan dan prioritas pembangunan.1) pola interaksi yang baik dengan Partisipasi tinggi dari para stakeholder pelaku usaha. Ibukota Propinsi akan membuat solusi permasalahan Selatan ini memperoleh penilaian yang dunia usaha lebih tajam dan fokus. mendekati sempurna (98,07), karena Kebijakan yang dihasilkan dipastikan didukung dengan tiga aspek utama, akan menjawab kebutuhan dunia usaha antara lain tersedianya forum komunikasi dan dapat mendorong penciptaan bagi pelaku usaha (77,78%), pembuatan iklim investasi yang kondusif. Dalam kebijakan yang tidak diskriminatif tataran implementasi, partisipasi yang (95,35%), serta adanya kebijakan yang diatur UU tersebut belum berjalan mendukung pertumbuhan dunia usaha baik. Selain yang diatur adalah sisi hak dengan mempromosikan investasi masyarakat berpartisipasi dan bukan daerahnya (97,44%). Salah satu promosi kewajiban negara untuk membuat saluran investasi yang dilakukan adalah partisipasi, juga budaya sektor publik kita menghadirkan konsep pembangunan

1. Pasal 96 UU 12/2011 menyebutkan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan maupun tulisan, yakni pada kegiatan rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi, seminar, lokakarya dan diskusi.

33 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

yang unik dan dikenal sebagai “Sombere isu permasalahan dunia usaha. Secara and Smart City”2). umum, 29.6% pelaku usaha mengetahui keberadaan forum komunikasi di Sementara Pekanbaru menempati daerahnya. Bahkan di Tanjung Pinang dan peringkat terbawah dalam sub indeks Mataram, tidak ada pelaku usaha yang ini. Hampir seluruh (97,37%) pelaku usaha mengetahui adanya Forum Komunikasi. di Pekanbaru merasa kebijakan dunia Berdasarkan skala usaha, pelaku usaha usaha cenderung diskriminatif. Sejumlah skala besar paling banyak mengetahui 97,14% Pelaku usaha juga menilai Pemda forum komunikasi (70%). lebih mengejar pungutan dan melupakan prioritas untuk mempromosikan investasi. Ketiadaan dukungan dan pemberian 8.4. TINGKAT PEMECAHAN MASALAH kesempatan yang sama kepada seluruh pelaku usaha akhirnya berimbas pada tren Hampir dua pertiga pelaku usaha perkembangan industri kecil yang terus menilai Pemda sudah merespon masalah menurun3). yang disampaikan dunia usaha. Pemda Makassar dinilai paling responsif (100%) oleh pelaku usaha dengan memberikan 8.3. KEBERADAAN FORUM KOMUNIKASI solusi. Selain responsif, Makassar juga menyediakan mekanisme pengaduan Tidak banyak daerah menyediakan melalui Humas, Satpol PP4) hingga forum komunikasi bagi pelaku diperluas ke tingkat RW di masing-masing usaha. Forum komunikasi merupakan wilayah5). Selain Makassar, Pangkal wadah pertemuan formal untuk Pinang (97,44%) dan Pontianak (97,3%) menjalin kerjasama dan membahas juga memiliki responsivitas cukup tinggi.

Grafi k 8.1. Tingkat Pengetahuan Forum Komunikasi

90,00 81,82

80,00 77,78 70,00 61,90 60,00

60,00 56,25 51,85 50,00 50,00 47,62 50,00 46,43 43,75 43,75 42,86 40,00

40,00 35,71 32,35 31,86 30,00

30,00 25,81 22,50 17,86 17,24

20,00 15,00 11,54 11,11 10,71 8,57 8,33 8,00 5,88

10,00 5,00 0,00 0,00 0,00

2. “Sombere” dalam Bahasa Makassar memiliki arti keramahtamahan, rendah hati, dan persaudaraan. Bentuk muatan kultural ini dikombinasikan dengan pemanfaatan teknologi digital yang menghasilkan sebuah aplikasi berbasis android dan IOS. Aplikasi ini berisi informasi segala kebutuhan pariwisata, mulai dari hotel, restoran, rute transportasi, destinasi wisata dan sebagainya. Pengelolaan aplikasi ini dapat memaksimalkan promosi investasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi di berbagai kawasan pariwisata di Makassar. (Noor, Achmad Rouzni. Geliat Makassar di Ranah Digital: Sombere & Smart City. Detik Inet, 30 April 2016. Diakses pada tanggal 23 Januari 2016, http://inet.detik.com/telecommunication/3200409/geliat-makassar-di-ranah-digital-sombere--smart-city). 3. Data BPS Pekanbaru (2015) menunjukkan adanya tren perkembangan industri kecil yang terus menurun dalam kurun waktu 2011-2014. Tahun 2014, jumlah industri kecil hanya 131 unit, lebih rendah jika dibandingkan pada tahun 2011 yang mencapai 178 unit usaha. 4. Satpol PP buka Hot Line Pengaduan. Koran Makassar Online, 25 Februari 2015. Diakses pada tanggal 6 Januari 2016. http://koranmakassaronline.com/v2/satpol-pp-buka-hot-line-pengaduan/ 5. Hasanuddin, Muh. RW Sambut Baik Pelatihan Pengaduan, Antara News, 21 November 2014. Diakses pada tanggal 6 Januari 2016. http://makassar.antaranews.com/berita/60030/rw-sambut-baik-pelatihan-pengaduan

34 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Sedangkan di Medan, hanya 11,76% Pelaku usaha skala menengah paling pelaku usaha menganggap Pemda merasakan dukungan Pemda. Dukungan memiliki respon baik atas permasalahan tersebut terlihat dari pelibatan konsultasi dunia usaha. publik (81,16%), adanya inisiatif Pemda mengadakan pertemuan dengan pelaku Tindak lanjut pemecahan masalah usaha (85,29%), dan pemberian akses dunia usaha bergantung pada peran komunikasi dan informasi (85,29%). SKPD. Sebanyak 60,62% pelaku usaha Sementara tiga dukungan tersebut tidak menilai SKPD sudah menindaklanjuti terjadi bagi pelaku usaha skala mikro. permasalahan dunia usaha yang Pelaku usaha mikro tidak dilibatkan dalam ditentukan oleh Pemda. Pemda Makassar konsultasi publik, tidak melihat inisiatif tidak hanya responsif memberikan solusi Pemda untuk mengadakan pertemuan, yang konkret, namun juga didukung oleh dan tidak memiliki akses komunikasi serta tindak lanjut SKPD dalam melaksanakan informasi dunia usaha. solusi (100%). Sementara di Medan, hanya sedikit pelaku usaha (3,45%) menilai SKPD menindaklanjuti pemecahan masalah 8.6. KEBIJAKAN PRO INVESTASI dunia usaha. Sebagian besar pelaku usaha (73,96%) menilai kebijakan Pemda masih 8.5. TINGKAT DUKUNGAN PEMDA berorientasi pada pungutan tanpa melakukan promosi investasi dan Pemda sudah memberikan dukungan pertumbuhan dunia usaha. Bahkan, di bagi pengembangan dunia usaha. Jayapura tidak ada satupun (0%) pelaku 63,74% pelaku usaha menilai Pemda usaha yang menilai kebijakan Pemda melakukan konsultasi publik terkait memiliki fokus pada peningkatan iklim kebijakan dunia usaha, mengadakan investasi. Berbeda dengan Makassar, pertemuan untuk membahas isu hampir seluruh pelaku usaha (97,44%) dunia usaha (65,5%), dan memberikan menilai Pemda sudah melakukan promosi kemudahan akses komunikasi dan investasi di daerahnya7). informasi (66,86%). Pelibatan pelaku usaha dalam konsultasi publik tertinggi di Pangkal Pinang (100%). Sementara 8.7. TINGKAT TINDAKAN NON- di Makassar, pertemuan Pemda DISKRIMINATIF PEMDA dengan dunia usaha tertinggi (100%) dibandingkan daerah lain. Salah satu Secara keseluruhan, lebih dari setengah bentuk inisiatif pertemuan tersebut adalah pelaku usaha menilai kebijakan Pemda Makassar Investment Forum 20156). Pemda masih diskriminatif dan berpihak Makassar juga memberikan kemudahan kepada pelaku usaha tertentu. Kebijakan akses komunikasi dan informasi bagi dunia diskriminatif ini paling dirasakan oleh usaha (100%). Sebaliknya, Medan dinilai pelaku usaha dengan skala usaha mikro kurang dalam memberikan dukungan (65,92%) dan kecil (48,1%). Hampir pengembangan usaha melalui ketiga hal seluruh pelaku usaha (97,37%) di tersebut. Pekanbaru menilai Pemda menciptakan

6. http://makassarkota.go.id/berita-791-makassar-investment-forum-2015-hadirkan-wali-kota-seasean.html. 7. Pagu anggaran Pemda Makassar untuk Program Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi pada 2015 sebesar Rp 254.797.850,-, naik tiga kali lipat dibanding tahun sebelumnya Rp 83.655.000,-, dengan realisasi mencapai 92%. Program ini dilakukan di Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM Kota Makassar).

35 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Grafi k 8.2. Kebijakan Non Diskriminatif

120,00

100,00 95,35 87,18 80,00

80,00 73,68 69,23 59,26 57,89 60,00 54,55 47,83 47,06 42,86 42,86 42,42 41,67 41,31 41,18 38,89 37,04 32,26 30,77

40,00 30,30 29,41 26,32 25,00 25,00 22,73 18,52 16,67 20,00 14,81 7,14 5,41 5,00 2,63 0,00

kebijakan diskriminatif. Sementara di usaha di Pekanbaru (17,95%) yang menilai Makassar, sebagian besar pelaku usaha kebijakan Pemda menambah biaya usaha. (95,35%) justru menilai sebaliknya. Sebagian besar pelaku usaha (64,79%) pelaku usaha menilai kebijakan Pemda 8.8. KEBIJAKAN PEMDA TIDAK sudah memberikan kepastian berusaha. MENINGKATKAN PENGELUARAN DAN Seluruh pelaku usaha (100%) di Makassar MEMBERIKAN KEPASTIAN USAHA menilai kebijakan pemda memberikan kepastian berusaha. Di sisi lain, pelaku Dampak kebijakan Pemda relatif tidak usaha di Pekanbaru (84,62%) menilai menambah biaya usaha. Sebanyak kebijakan Pemda belum menjamin 71,2% pelaku usaha melihat kebijakan kepastian berusaha. Hal ini disebabkan Pemda tidak menambah biaya usaha. karena belum adanya ruang interaksi yang Berdasarkan daerah, sebagian besar disediakan Pemda kepada pelaku usaha pelaku usaha di Makassar (97,62%) menilai sehingga kebijakan yang dihasilkan belum kebijakan Pemda tidak menambah biaya menjamin kepastian berusaha.  usaha. Sementara hanya sedikit pelaku

36 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Grafi k 8.3. Peringkat Sub Indeks Interaksi Pemda–Pelaku Usaha

Makassar 98,07 Pangkal Pinang 77,64 Pontianak 75,53 Kupang 75,01 Gorontalo 69,20 Samarinda 66,72 Jayapura 61,50 Semarang 59,11 Ambon 58,72 Bandung 56,75 Yogyakarta 54,90 Kendari 54,24 Mamuju 53,23 Manokwari 52,29 Manado 50,76 Banda Aceh 50,45 Surabaya 49,37 Palu 47,82 Rata-rata nasional 46,41 Bengkulu 42,81 Banjarmasin 40,88 Denpasar 40,48 Sofifi/Tidore Kep. 36,54 Padang 35,83 Lampung 34,15 Serang 30,44 Palembang 26,72 Tanjung Pinang 23,98 Jambi 19,32 Mataram 12,57 Medan 12,11 Palangkaraya 11,99 Pekanbaru 5,81 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

37 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

38 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA SWASTA

9.1. LATAR BELAKANG dukungan Negara lewat tindakan afi rmatif Pemda dalam memfasilitasi Kehadiran pemda mutlak diperlukan berbagai program yang relevan (tepat untuk mendorong pertumbuhan swasta, guna, tepat sasaran) sesuai kebutuhan/ khususnya dukungan afi rmatif bagi permintaan layanan UMKM sehingga dapat skala kecil-menengah, melalui program bertransformasi ke skala lebih besar dan pengembangan usaha1). Sudah umum meningkatkan kontribusi produktif mereka. diketahui, masalah klasik pelaku usaha berupa modal, keterbatasan teknologi dan manajemen usaha masih menjadi 9.2. SUB-INDEKS PPUS penghalang untuk menghasilkan produk berdaya saing tinggi. PPUS menjadi solusi Sub indeks PPUS diukur berdasarkan efektif bagi pelaku usaha untuk mengatasi beberapa indikator: permasalahan tersebut. Cara ini mampu 1. Tingkat pengetahuan akan memberikan peningkatan pengetahuan Keberadaan PPUS; maupun fasilitas untuk pengembangan 2. Tingkat manfaat PPUS terhadap usaha. Pemerintah telah mendorong pelaku usaha. Pemda untuk berperan aktif dalam pengembangan UMKM dengan penerbitan Dalam capaian umum pada variabel Paket kebijakan Ekonomi I dengan fokus PPUS, Gorontalo mendapatkan pengembangan inkubator bisnis. penilaian terbaik dari para pelaku usaha. Ibu Kota Provinsi Gorontalo tersebut Tindakan afi rmatif Pemda akan berhasil meraih nilai indeks 88,14, memperkuat UMKM. UMKM yang disusul dalam pautan tipis oleh Kendari umumnya beroperasi sebatas wilayah (87,76) dan Manado (86,11). Upaya kabupaten/kota merupakan urat nadi pengembangan usaha yang dilakukan perekonomian daerah. Jumlah unit Pemda setempat berhasil memberikan usaha yang masuk dalam skala usaha manfaat besar kepada para pelaku usaha itu mengambil pangsa terbesar, yakni (100% untuk setiap kegiatan). Salah 99% atau mayoritas-dominan dalam satu inovasi Pemda yang banyak disebut kegiatan usaha di negeri ini (BI, 2015). responden survei adalah pengembangan Keterbatasan kapasitas untuk mengakses klaster komoditas unggulan UMKM sumber pendanaan, membangun keahlian hingga tingkat kecamatan2). berinovasi, mengembangkan jejaring pemasaran, dan lain-lain, membuat Sebaliknya, pada titik ekstrim UMKM belum berkontribusi maksimal. lain, Medan menempati peringkat Keterbatasan kapasitas harus mendapat terakhir dalam indeks kinerja PPUS.

1. PPUS dalam studi merujuk kepada bentuk layanan pengembangan bisnis secara terencana yang disediakan Pemda. Kegiatan diadakan tanpa pungutan kepada pelaku usaha sebagai penerima manfaat. Terdapat 9 jenis kegiatan yang umumnya difasilitasi Pemda dalam kerangka program dimaksud, yakni; (1) Pelatihan management bisnis; (2) Pelatihan peningkatan kualitas tenaga kerja; (3) Promosi produk lokal kepada investor; (4) Menghubungkan pelaku usaha kecil-sedang-besar dalam satu mata rantai nilai industri; (5) Pelatihan mengajukan aplikasi kredit bagi UMKM; (6) Proses mempertemukan mitra bisnis yang potensial untuk kerjasama; (7) Program bantuan fi nansial kepada pelaku usaha; (8) Program bantuan non-fi nansial kepada pelaku usaha; dan (9) Program bantuan pendampingan kepada pelaku usaha. 2. Pemda melakukan pengembangan kawasan ekonomi kecamatan melalui konsep klaster komoditas unggulan UMKM.

39 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Sebagai salah satu kota dengan skala berkisar 0-5% untuk setiap jenis kegiatan, perekonomian terbesar di Indonesia, tak kecuali program pelatihan akses kredit Ibukota Provinsi Sumatera Utara ini bagi UMKM yang justru menjadi prioritas mendapatkan peringkat sekaligus nilai dalam RPJMD. Rendahnya tingkat absolut yang sangat rendah (24,76), pengetahuan pelaku usaha terhadap jauh dari rata-rata nasional (60,59). kegiatan penting yang disediakan Pemda Besar kemungkinan kegiatan ekonomi ini tidak terlepas dari kurang gencarnya dan eksistensi unit usaha skala kecil- Pemda memberikan informasi atau malah menengah lebih banyak berkembang terjadi asimetri penyebaran informasi di berdasarkan kerja keras mereka sendiri, kalangan pelaku usaha terkait PPUS. tak banyak dilirik dan memperoleh dukungan nyata dari Pemda. Alih-alih Sasaran kegiatan PPUS belum banyak berpartisipasi, dari sisi pengetahuan pun berfokus kepada pelaku usaha mikro. ternyata tak banyak pelaku usaha (40- Tidak banyak pelaku usaha mikro yang 93%) mengenal bentuk kegiatan dalam mengetahui keberadaan PPUS (20-35%), kerangka PPUS. Pemda setempat praktis sementara pada skala usaha besar justru tidak mengenalkan kegiatannya kepada banyak pelaku usaha (50-66%) yang pelaku usaha, selain pada sebagian mengenal dan terlibat dalam kegiatannya. kasus memang tak banyak menyediakan Timpangnya tingkat pengetahuan ini program itu sendiri3). menunjukkan sebaran informasi PPUS yang tidak merata antar skala usaha, sekaligus irelevansi program pemda yang seharusnya 9.3. TINGKAT PENGETAHUAN AKAN PPUS lebih diarahkan sebagai tindakan afi rmatif bagi skala kecil atau pebisnis pemula. Dari sisi sebaran pengetahuan, secara Umumnya pemda hanya berfokus pada umum informasi keberadaan PPUS pelaku usaha yang menjadi binaan mereka belum tersebar kepada pelaku usaha di yang jumlahnya relatif kecil. Di Denpasar, banyak daerah. PPUS hanya diketahui misalnya, pemda hanya menyediakan 25-44% pelaku usaha untuk setiap jenis fasilitas akses KUR bagi pelaku usaha yang kegiatan. Bahkan di Pekanbaru, pelaku sudah menjadi binaan usaha atau bagian usaha yang mengetahui PPUS baru dari jejaring kerja mereka.

Tabel 9.1. Tingkat Pengetahuan Pelaku Usaha terhadap Keberadaan PPUS berdasarkan Skala Usaha (dalam persen)

Skala Usaha Jenis Kegiatan Manaje- Pening- Promosi Meng- Menga- Proses Ban- Bantuan Pen- men katan produk hubungkan jukan memper- tuan non- dam- bisnis kualitas lokal pelaku usaha aplikasi temukan fi nan- fi nansial pingan tenaga kecil-sedang- kredit mitra sial kerja besar bisnis Mikro 35,25 31,91 36,87 24,40 33,92 20,35 32,89 24,76 27,75 Kecil 48,97 40,72 57,78 41,62 37,70 34,16 33,85 24,71 43,18 Menengah 51,92 53,85 53,19 36,96 34,09 40,00 27,08 31,91 38,78 Besar 50,00 50,00 66,67 50,00 50,00 50,00 60,00 50,00 33,33 Rata-rata 40,50 36,15 44,07 30,14 34,99 25,66 32,95 25,35 32,68

3. Jika ditinjau dari program prioritas yang tercermin dalam RPJMD Kota Medan tahun 2011-2015, hanya program peningkatan akses kredit dan penguatan lembaga keuangan/koperasi yang menjadi prioritas Pemda untuk UMKM.

40 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Grafi k 9.1. Tingkat Pengetahuan Pelaku Usaha terhadap Keberadaan PPUS

120,00

100,00

80,00

60,00

40,00

20,00

0,00

Pelatihan Manajemen Bisnis Pelatihan Pengajuan Kredit

9.4. TINGKAT PARTISIPASI DALAM PPUS (Kadin Indonesia), rendahnya partisipasi pelaku usaha juga karena program Secara umum, partisipasi pelaku usaha yang disediakan Pemda biasanya tidak dalam PPUS masih rendah. Rata-rata berkelanjutan4) atau lemah kaitannya tingkat partisipasi pelaku usaha pada dengan mata rantai kebutuhan berikutnya. masing-masing kegiatan pengembangan usaha sekitar 7-21%. Program peningkatan Semakin kecil skala usaha, semakin kualitas tenaga kerja dan pelatihan rendah tingkat partisipasi PPUS. Fakta manajemen usaha merupakan program miris tersebut terlihat dari temuan yang lebih banyak diminati pelaku usaha hanya sekitar 4-15% pelaku usaha dibandingkan program lainnya. Tentu skala mikro yang mengikuti setiap jenis selalu terdapat banyak sebab yang PPUS. Sementara pelaku usaha kecil mempengaruhi rendahnya partisipasi yang mengikuti PPUS sekitar 11-28%, pelaku usaha. Di Surabaya, misalnya, menengah (11-35%), dan skala besar (22- jarak lokasi pelatihan yang jauh dianggap 40%). Rendahnya partisipasi pelaku usaha sebagai salah satu kendala. Selain itu, mikro tidak terlepas dari rendahnya tingkat menurut Kamar Dagang dan Industri pengetahuan akan keberadaan PPUS yang

Tabel 9.2. Tingkat Partisipasi Pelaku Usaha dalam PPUS berdasarkan Skala Usaha (dalam persen)

Skala Usaha Jenis Kegiatan Manaje- Pening- Promosi Meng- Menga- Proses Bantuan Bantuan Pen- men katan produk hubungkan jukan mem- fi nansial non- dam- bisnis kualitas lokal pelaku usaha aplikasi perte-mu- fi nansial pingan tenaga kecil-sedang- kredit kan mitra kerja besar bisnis Mikro 15.58 14.98 8.66 4.65 16.69 4.09 14.01 9.41 9.4 Kecil 28.23 34.3 14.81 11.57 27.31 12.13 28.85 21.49 14.63 Menengah 36.51 33.33 22.41 20.69 13.79 22.03 11.86 11.86 14.52 Besar 33.33 40.00 30.00 33.33 25.00 22.22 22.22 22.22 25.00 Rata-rata 20.29 21.39 11.25 7.65 19.27 7.42 17.77 12.73 11.19

4. Pemaparan Wakil Ketua KADIN dalam Pembahasan UMKM bersama Komite IV DPD RI (http://dpd.go.id/berita- 185-sandiaga-uno-hadir-dalam-pembahasan-umkm-bersama-komite-iv)

41 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Grafi k 9.2. Tingkat Partisipasi Pelaku Usaha dalam PPUS

120,00

100,00

80,00

60,00

40,00

20,00

0,00

Pelatihan Manajemen Bisnis Pelatihan Pengajuan Kredit disediakan oleh Pemda (20-35%). Padahal, program “Kredit Melati (Melawan makna afi rmatif dan suportif dibalik Rentenir)”5) untuk mengurangi rasionalitas program-program pemda ketergantungan para pelaku usaha tersebut jelas menempatkan pelaku usaha kepada rentenir. Program ini memberikan mikro/kecil sebagai partisipan sekaligus kemudahan bagi pelaku usaha berupa penerima manfaat utama. syarat pengajuan yang tidak rumit dan tidak dikenakan bunga. Sejauh didesain secara tepat, relevan dengan tingkat 9.5. TINGKAT MANFAAT PPUS BAGI permintaan spesifi k kelompok-kelompok PERUSAHAAN sasaran, serta berbasis kepada kebutuhan layanan dari dunia usaha, PPUS jelas Sebagian besar pelaku usaha merasa menjadi bentuk dukungan paling nyata dari yang mengikuti PPUS mendapatkan Pemda dalam membangun kapasitas usaha manfaat bagi usaha (75-93%). Kota dan mendorong pertumbuhan swasta pada Bandung misalnya, memiliki konsep umumnya.  Grafi k 9.3. Tingkat Manfaat PPUS

Bantuan finansial 93,40 Pelatihan mengajukan aplikasi kredit 91,78 Bantuan non finansial 91,72 Pendampingan 89,51 Menghubungkan pelaku usaha kecil-sedang-besar 87,74 Mempertemukan mitra bisnis yang potensial untuk kerjasama 87,13 Pelatihan peningkatan kualitas tenaga kerja 84,94 Manajemen bisnis 83,86 Promosi produk lokal kepada investor 75,48

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

5. Untuk membantu warga Kota Bandung mendapatkan modal usaha, sejak tahun 2015 Pemkot Bandung melalui Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR) meluncurkan program Kredit Melati atau Kredit Melawan Rentenir. Dalam program ini diberikan kredit bunga ringan kepada warga Kota Bandung untuk melawan rentenir. Plafon pinjaman dari Rp 500.000-Rp 30.000.000 per orang dengan jangka waktu pengembalian 1 tahun.

42 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Grafi k 9.4. Peringkat Sub Indeks PPUS

Gorontalo 88,14 Kendari 87,76 Manado 86,11 Palu 86,01 Semarang 84,30 Padang 76,84 Jambi 74,84 Makassar 73,77 Kupang 69,16 Palembang 66,92 Palangkaraya 66,04 Jayapura 62,75 Banda Aceh 62,16 Pangkal Pinang 61,36 Rata-rata nasional 60,59 Serang 60,23 Tanjung Pinang 60,00 Ambon 58,82 Pontianak 57,09 Bandung 55,38 Manokwari 52,81 Sofifi/Tidore Kep. 52,11 Banjarmasin 51,82 Denpasar 51,27 Samarinda 50,43 Pekanbaru 50,03 Mataram 49,94 Mamuju 48,25 Lampung 45,86 Surabaya 44,42 Yogyakarta 40,81 Bengkulu 38,81 Medan 24,76 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

43 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

44 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia KAPASITAS DAN INTEGRITAS KEPALA DAERAH

10.1. LATAR BELAKANG 10.2. SUB-INDEKS KEPALA DAERAH

Kepala Daerah (Kepda) yang Indikator Pembentuk Sub-Indeks berkapasitas dan berintegritas Kapasitas dan Integritas Kepala Daerah: mempengaruhi perkembangan investasi 1) Pemahaman Kepala Daerah dan di daerah. Kapasitas Kepda tercermin profesionalisme birokrat daerah; dari tingkat pemahaman terhadap dunia 2) Sikap dan karakter Kepala Daerah usaha. Sementara integritas Kepda terkait korupsi; terlihat dari sikap profesional Kepda 3) Karakter kepemimpinan Kepda; dalam melakukan tata kelola termasuk 4) Sumber informasi mengenai perilaku pengelolaan birokrasi, penempatan Bupati/Walikota. aparat secara profesional dan ketegasan terhadap staf. Kapasitas dan integritas Pontianak menempati peringkat dapat memunculkan kepercayaan publik, terbaik untuk Sub-Indeks Kapasitas dan khususnya dunia usaha. Integritas Kepala Daerah. Seluruh pelaku usaha menilai bahwa Walikota Pontianak Belum banyak Kepda yang berkapasitas tegas terhadap korupsi bawahannya dan dan berintegritas baik. Saat ini, daerah fi gur yang disegani. Selain itu, Walikota justru menjadi episentrum korupsi1). dinilai tidak melakukan tindakan yang Mewabahnya penyakit korupsi ini menguntungkan diri sendiri, memahami tentu menjadi alarm bahaya bagi dunia usaha, dan memiliki rencana keberlangsungan investasi daerah. strategis terhadap pengembangan Mauro (1997) menegaskan bahwa dunia usaha. Secara kelembagaan, korupsi bisa melemahkan investasi dan kepercayaan publik juga terkonfi rmasi pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. dalam penobatan Kota Pontianak sebagai Korupsi memperbesar biaya perusahaan peraih nilai tertinggi dalam kepatuhan karena harus membayar biaya-biaya tidak standar pelayanan publik tahun 2016 yang resmi dan biaya tambahan. Konsekuensi diberikan oleh Ombudsman RI.2) logisnya adalah perusahan menggeser beban tambahan kepada konsumen Medan menduduki peringkat terendah yang berdampak pada penurunan daya dalam sub-indeks Kapasitas dan beli. Penurunan daya beli masyarakat Integritas Kepala Daerah. Di Medan, pada akhirnya berpengaruh pada tingkat pelaku usaha beranggapan bahwa penjualan perusahaan. Walikota menempatkan pejabat tidak profesional dan melakukan perbuatan yang cenderung menguntungkan diri sendiri, tidak tegas terhadap korupsi

1. Menurut ICW (2016), dalam kurun waktu 2010-2015, ada 110 bupati menjadi tersangka; 16 wakil bupati, 34 walikota, 7 wakil walikota, 14 gubernur, dan 2 wakil gubernur. Sementara dalam Laporan Tahunan KPK Tahun 2015, pada 2005-2015, terdapat 17 gubernur dan 49 bupati/walikota dan wakilnya yang terjerat korupsi. Tahun 2016, ada delapan kepala daerah yang berurusan dengan penegak hukum. 2. Lihat “Kota Pontianak Memperoleh Penghargaan Standar Pelayanan Publik Terbaik oleh Ombudsman Pusat” dalam http://thetanjungpuratimes.com/2016/09/12/kota-pontianak-memperoleh-penghargaan-standar-pelayanan-publik- terbaik-oleh-ombudsman-pusat/, diakses 23 Januari 2017.

45 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

bawahannya, bukan fi gur yang disegani, Makasar, dan Jayapura, seluruh pelaku dan tidak memiliki rencana strategis untuk usaha (100%) percaya kepala daerah pengembangan dunia usaha. memahami persoalan dunia usaha. Pengamatan KPPOD menunjukkan bahwa Makassar dan Manado memiliki 10.3. PEMAHAMAN KEPALA DAERAH DAN pasangan kepala daerah yang fokus pada PROFESIONALISME BIROKRAT DAERAH pengembangan investasi dan mendukung perkembangan dunia usaha.3) Namun, Secara umum, tingkat pemahaman tingkat pemahaman terhadap persoalan kepda dan profesionalisme birokrat investasi ini tidak sejalan dengan kapasitas daerah cukup tinggi. Sekitar 71,95% Kepda dalam menempatkan aparat secara pelaku usaha memandang walikota profesional. Hanya 36,84% pelaku usaha memiliki pemahaman yang baik terhadap di Manado dan 43,75% pelaku usaha di permasalahan dunia usaha. Sebanyak Makassar menilai Kepda menempatkan 70,03% pelaku usaha melihat Kepda aparat secara profesional. memiliki perhatian serta memiliki renstra yang mendukung perkembangan dunia usaha. Sementara itu, 66,03% pelaku 10.4. SIKAP DAN KARAKTER KEPALA usaha menilai Kepda menempatkan DAERAH TERKAIT KORUPSI aparat pemda secara profesional. Porsi ini menunjukkan bahwa Kepda memiliki Sebagian besar pelaku usaha menilai pemahaman yang baik terhadap dunia kepala daerah memiliki sikap dan usaha dan menempatkan pejabat secara karakter antikorupsi. Penilaian ini tampak profesional. Penilaian ini tidak jauh pada 75,64% pelaku usaha menganggap berbeda jika melihat persepsi pelaku Kepda tidak melakukan tindakan yang usaha antar skala. menguntungkan diri sendiri. Bahkan, di Bandung, Banda Aceh, Palu, Makassar, Kepda yang memiliki pemahaman Sofi fi /Tidore Kep., Manado dan Pangkal yang baik terhadap persoalan dunia Pinang, seluruh pelaku usaha menilai usaha tidak otomatis menempatkan Kepda bertindak tegas terhadap aparat secara profesional. Di Manado, bawahannya.

Grafi k 10.1. Kepala Daerah Memahami Permasalahan Dunia Usaha dan Menempatkan Pejabat Berdasarkan Profesionalisme

100,00

80,00

60,00

40,00

20,00

0,00

Kepda Memahami Permasalahan Dunia Usaha Kepda menempatkan Pejabat berdasarkan Profesionalisme

3. KPPOD, Studi Evaluasi Pelaksanaan Paket Kebijakan Investasi di Daerah, 2016.

46 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Grafi k 10.2. Kepda tidak Melakukan Tindakan Korupsi dan Tegas Terhadap Tindakan Korupsi Bawahan (%)

100,00

80,00

60,00

40,00

20,00

0,00

Kepda Tidak Melakukan Tindakan Menguntungkan Diri Sendiri Kepda Tegas kepada bawahannya

Secara umum, pelaku usaha melihat yang disegani. Bahkan, seluruh pelaku Kepda dapat bertindak tegas terhadap usaha di Jayapura, Manado, Pontianak, bawahannya yang melakukan korupsi. Pangkal Pinang, Makassar, dan Kupang Sebagian besar (74,48%) pelaku usaha memandang kepala daerah sebagai menilai Kepda bertindak tegas pada fi gur yang disegani dan layak diteladani. bawahannya. Pelaku usaha di Pontianak, Sedangkan, kurang dari separuh pelaku Makassar, dan Jayapura, seluruhnya usaha di Medan, Bengkulu, dan Serang menyatakan Kepda bertindak tegas menilai kepala daerah sebagai fi gur yang terhadap bawahannya yang melakukan disegani dan layak diteladani. tindakan korupsi. Sedangkan kondisi berbeda terjadi di daerah yang Kepda berkarakter antikorupsi menjadi menempati posisi terendah dalam dua fi gur yang disegani. Di Pontianak, indikator tersebut. Misalnya, di Medan, sebagian besar pelaku usaha menilai dan Manokwari, para pelaku usaha Kepda tidak melakukan perbuatan menilai Kepda melakukan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri dan tegas menguntungkan diri sendiri dan tidak terhadap bawahannya yang melakukan bertindak tegas terhadap bawahannya. korupsi. Penilaian ini berdampak pada Kepda yang dianggap para pelaku usaha sebagai fi gur yang disegani. Artinya, 10.5. KARAKTER KEPEMIMPINAN Kepda yang berintegritas adalah fi gur yang juga disegani. Kondisi ini Sebagian besar pelaku usaha terkonfi rmasi jika dibandingkan dengan menganggap kepala daerah adalah fi gur penilaian Kepda di Medan yang tidak layak Grafi k 10.3. Kepala Daerah Figur yang Disegani

120,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 97,44 97,37 97,37 96,97 96,88 96,15 94,44 94,29 93,94 93,33 93,33 100,00 92,50 88,46 87,50 86,67 85,48 81,25 80,00 78,95 77,42 75,00 75,00

80,00 71,43 69,57

60,00 42,86 42,11

40,00 35,29

20,00

0,00

47 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016 disegani karena melakukan perbuatan secara keseluruhan asosiasi bisnis kurang yang menguntungkan diri sendiri dan dijadikan saluran informasi, akan tetapi tidak tegas terhadap bawahannya. di Pangkal Pinang, asosiasi bisnis seperti APINDO dan GAPEKSINDO, menjadi salah satu sumber informasi yang penting dan 10.6. SUMBER INFORMASI MENGENAI digunakan 23,08% pelaku usaha (Grafi k PERILAKU BUPATI/WALIKOTA 10.4).

Media massa lokal merupakan sumber Sumber informasi tentang Kepda informasi utama bagi pelaku usaha bervariasi antara skala usaha. Pada untuk mengetahui kualitas kepala umumnya, sebagian besar pelaku usaha daerah. Lebih dari separuh (53,36%) besar dan menengah mengetahui pelaku usaha mendapatkan informasi karakteristik Kepda melalui interaksi tentang kepala daerah dari media massa langsung. Sedangkan media massa lokal lokal, kemudian interaksi dengan pelaku lebih banyak dimanfaatkan oleh pelaku usaha lain hanya 17,83%, dari interaksi usaha mikro dan kecil serta sebagian kecil langsung dengan kepala daerah 12,89%, pelaku usaha menengah dan besar. Adapun media sosial 7,54%, asosiasi bisnis media sosial lebih banyak digunakan oleh 2,61%, dan lainnya 5,76%. Meskipun pelaku usaha mikro dan kecil. 

Grafi k 10.4. Sumber Informasi Tentang Kepala Daerah

Lainnya 5,76

Media Sosial 7,54

Asosiasi Bisnis 2,61

Media massa lokal 53,36

Hasil interaksi dengan Pelaku usaha lainnya 17,83

Interaksi langsung dengan Kepda 12,89

0,00 20,00 40,00 60,00

48 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Grafi k 10.5. Peringkat Sub Indeks Kapasitas dan Integritas Kepala Daerah

Pontianak 96,67 Palu 95,11 Makassar 91,33 Manado 90,74 Bandung 90,44 Banda Aceh 89,99 Jayapura 88,41 Kupang 86,49 Semarang 85,80 Banjarmasin 85,37 Gorontalo 82,20 Padang 81,77 Jambi 75,94 Ambon 71,91 Denpasar 68,34 Mamuju 68,05 Surabaya 67,70 Yogyakarta 67,27 Rata-rata nasional 66,63 Manokwari 65,50 Samarinda 64,53 Mataram 62,88 Lampung 61,89 Tanjung Pinang 61,15 Pangkal Pinang 60,82 Kendari 55,37 Palembang 53,36 Palangkaraya 39,36 Bengkulu 37,50 Sofifi/Tidore Kep. 35,32 Pekanbaru 30,11 Serang 14,96 Medan 5,82 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

49 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

50 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia INFRASTRUKTUR DAERAH

11.1. LATAR BELAKANG 11.2. SUB INDEKS INFRASTRUKTUR

Meski dua tahun terakhir Pemerintah Sub indeks Infrastruktur daerah diukur menempatkan pembangunan berdasarkan beberapa indikator: konektivitas sebagai prioritas 1. Kualitas infrastruktur daerah (Jalan, Air pembangunan, infrastruktur masih PDAM, Penerangan Jalan); menjadi tantangan utama berbisnis di 2. Penggunaan Jaringan Air PDAM; negeri ini. Merujuk Global Competitiveness 3. Perkembangan Kualitas Infrastruktur Report 2016, infrastruktur perhubungan (Jalan, Air PDAM, Penerangan Jalan). yang berpengaruh kepada biaya logistik merupakan hambatan utama berusaha di Secara umum, Kota Pontianak dinilai Indonesia, setelah korupsi dan inefi siensi para pelaku usaha setempat sebagai birokrasi. Khusus untuk pilar infrastruktur, daerah terbaik dalam tata kelola Indonesia menempati peringkat ke-60. infrastruktur. Ibukota Provinsi Kalimantan Berbeda jauh dengan negara-negara Barat ini meraih peringkat teratas (97,9) tetangga seperti Malaysia yang menempati sebagai kontribusi dari mutu pengelolaan peringkat ke-24 atau Thailand yang yang baik atas sejumlah jenis infrastruktur menempati peringkat ke-491). yang dinilai. Inovasi pemda setempat, seperti program pembangunan jalan Dalam tata desentralisasi, pengelolaan lingkungan partisipatif2), merupakan infrastruktur merupakan domain praktik positif yang turut berkontribusi bagi urusan bersama (kongkuren) Pusat peringkat Pontianak. Pada titik ekstrim lain, dan Daerah berdasarkan, antara lain, Sofi fi /Tidore Kepulauan (24,16) menempati skala infrastruktur yang menjadi peringkat terendah dalam hampir semua acuan penyusunan irisan urusan jenis infrastruktur. Dalam persepsi dunia antarpemerintahan. Pemerintah Pusat usaha, perkembangan infrastruktur di tentu memiliki porsi urusan utama dalam Ibukota Provinsi Maluku Utara tersebut membangun infrastruktur nasional dan jauh dari standar mutu. Secara umum, konektivitas antarwilayah, namun peran pembangunan infrastruktur masih Pemda dalam membangun jalan lokal berada pada tahap perencanaan dan/atau ke sentra-sentra produksi, membangun pengerjaan awal, sementara dukungan infastruktur pertanian seperti bendungan pembiayaan amat minim untuk ukuran atau irigasi, dan seterusnya, jelas bernilai ibukota yang tadinya berstatus kelurahan. penting. Dalam studi ini, pengukuran mutu tata kelola dilakukan terhadap jenis- jenis infrastruktur yang menjadi domain 11.3. TINGKAT KUALITAS INFRASTRUKTUR daerah seperti jalan kabupaten/kota, penerangan jalan, dan air PDAM. Tingkat kualitas berdasarkan jenis infrastruktur di daerah bervariasi.

1. The Global Competitiveness Report 2017. 2. Pada awalnya, inisiatif pembangunan jalan lingkungan partisipatif ini dilatari oleh terbatasnya anggaran Pemda. Pemda berkewajiban menyediakan semen, sementara warga berswadaya menyediakan bahan material lainnya. Hasil dari pembangunan jalan lingkungan ini juga dikompetisikan antarwilayah sehingga memacu semangat kompetisi untuk terlibat aktif dan berkontribusi bagi pembangunan sarana komunitas

51 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Kualitas infrastruktur jaringan PDAM Khusus terkait infastruktur air, jaringan dianggap baik oleh 74% pelaku usaha, air PDAM belum dipergunakan sebagai lebih rendah dibandingkan infrastruktur sumber air utama usaha. Secara Jalan (83%) dan Penerangan Jalan (83%). total terdapat 55% pelaku usaha yang Faktor-faktor utama yang mempengaruhi menggunakan jaringan PDAM sebagai kualitas infrastruktur adalah dukungan sumber air utama maupun tambahan. anggaran, pengaruh ekonomi-politik saat Alasan utama pelaku usaha dalam pengadaan infrastruktur, kapasitas teknis ketegori ini adalah sebagai jaminan pengerjaan dan efektivitas pengawasan, ketersediaan air (56%). Pelaku usaha di serta tingkat responsivitas pemda atas Samarinda (89,47%) dan Banjarmasin keluhan publik terhadap infrastruktur yang (87,5%) merupakan proporsi tertinggi bermasalah. Dalam hal anggaran, secara dalam pemakaian sumber air dari jaringan rata-rata nasional hanya sekitar 9% dari PDAM. Beberapa permasalahan seperti total belanja di daerah yang dialokasikan kurangnya sumber air, jaringan yang untuk belanja modal jalan dan irigasi (Data masih buruk, dan cakupan jaringan APBD Realisasi, TA 2014). PDAM menjadi faktor penyumbang lemahnya kualitas infrastruktur air. Tidak ada satupun daerah yang memiliki Berdasarkan skala usaha, pelaku usaha kualitas baik untuk seluruh jenis besar merupakan konsumen dengan infrastruktur. Infrastruktur jalan dianggap proporsi tertinggi dalam pemakaian baik oleh seluruh pelaku usaha (100%) air PDAM (73%). Badan usaha daerah di Samarinda, sementara yang terendah (BUMD) ini dinilai kalangan dunia adalah Makassar (35,71%). Sedangkan usaha relatif mampu memberikan infrastruktur jaringan air PDAM dianggap jaminan ketersediaan sumber air sesuai baik kualitasnya oleh seluruh pelaku kebutuhan. usaha di sejumlah kota seperti Banda Aceh, Padang, Pekanbaru, Makassar dan Ambon; sementara yang terendah 11.4. KECEPATAN MENANGGAPI KELUHAN kualitasnya bagi para pelaku usaha adalah di Pangkal Pinang. Infrastruktur Pelaku usaha belum sepenuhnya penerangan jalan dianggap baik oleh puas atas kecepatan pemda dalam seluruh pelaku usaha (100%) di Pontianak, merespon keluhan terkait infrastruktur. sementara mutu tata kelola terburuk Daya tanggap pemda atas keluhan dirasakan kalangan swasta di Makassar. permasalahan air PDAM dinilai baik oleh

Grafi k 11.1. Kualitas Infrastruktur Daerah

120

100

80

60

40

20

0

Jalan Air PDAM Penerangan Jalan

52 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

62,5% pelaku usaha, sementara kepuasan 11.5. PENINGKATAN KUALITAS untuk jalan sebesar 56% dan lampu penerangan jalan sebesar 52,6%. Menurut Dalam konteks perkembangan jenis infrastruktur dan kota-kota yang antarwaktu, sebagian besar pelaku disurvei, kecepatan respon dimaksud juga usaha menganggap ketiga jenis bervariasi. Untuk masalah pengelolaan infrastruktur daerah tersebut memiliki jalan, hampir seluruh pelaku usaha di mutu yang sama atau bahkan lebih Denpasar (91%) berpendapat Pemda buruk dibandingkan sebelumnya. Hanya cukup cepat menanggapi keluhan yang 42% pelaku usaha menilai infrastruktur mereka sampaikan. Sementara untuk jalan mengalami peningkatan dari infrastruktur air PDAM, responsivitas sisi kualitas. Lebih buram dari kondisi tertinggi dirasakan para pelaku usaha di tersebut, kualitas penerangan jalan Makassar (95%). Sedangkan dalam hal dan jaringan air PDAM masing-masing tata kelola lampu penerangan jalan, daya dinilai membaik oleh sekitar 28% dan tanggap terbaik datang dari pengakuan 30% pelaku usaha. Pangsa terbesar dari para pelaku usaha di Pontianak (87,5%) responden survei ini masih menemui dan terburuk dialami mereka di Sofi fi / kualitas yang sama atau lebih buruk Tidore Kepulauan (8,33%). kondisi jalan, air dan penerangan di daerah mereka. Upaya serius untuk peningkatan Keluhan yang disampaikan oleh pelaku kualitas relatif belum begitu terlihat dalam usaha skala kecil terkait kerusakan perencanaan-penganggaran hingga level infrastruktur ditanggapi lebih lambat. programatik. Umumnya Pemda berfokus Jika keluhan yang datang dari pelaku kepada pemeliharaan infrastruktur rusak, usaha besar ditanggapi Pemda secara sementara penambahan ruas jalan atau cepat, perlakuan berbeda dirasakan pengadaan sarana penerangan yang baru skala usaha kecil. Pada satu sisi hal hanya menjadi opsi tambahan. ini mencerminkan komitmen dan keberpihakan pemda atas dukungan Namun demikian, tercatat sejumlah bagi pengembangan usaha. Meski daerah yang memiliki upaya nyata bagi secara ekonomi memberikan kontribusi peningkatan kualitas infrastruktur saat bagi pertumbuhan dan serapan tenaga ini. Untuk infrastruktur jalan, seluruh kerja, posisi tawar pelaku usaha kecil pelaku usaha (100%) di Pontianak sering dianggap biasa saja dan dari segi mengakui terjadi peningkatan baik kontribusi bagi pendapatan daerah dinilai dalam ketersediaan jalan baru maupun tak signifi kan. Pada sisi lain, kesulitan kualitas pemeliharaan. Sedangkan untuk untuk segera mendapatkan respon aparat infrastruktur air PDAM, upaya pemda bagi pemda tersebut tak lepas dari kapasitas peningkatan kualitas dinilai optimal oleh pelaku usaha kecil yang umumnya minim kalangan dunia usaha di Jayapura (91.3%). pengetahuan akan informasi, atau adanya Birokrasi di ibukota Provinsi Papua informasi yang asimetris di antara pelaku tersebut juga menunjukan kinerja serupa usaha, serta akses kepada petugas atau dalam perbaikan mutu penerangan jalan, pejabat dan instansi terkait yang tidak sebagaimana terungkap dari penilaian selalu bisa diraih, tidak praktis dan familiar besar pelaku usaha setempat (89%). bagi mereka. Pengakuan memuaskan demikian adalah gambaran perbaikan antarwaktu, namun tidak selalu berarti standar capaian mutu di kota-kota tersebut memang sudah tinggi atau terbaik di Indonesia. 

53 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Grafi k 11.2. Peringkat Sub Indeks Infrastruktur Daerah

Pontianak 97,96 Samarinda 96,88 Palembang 91,21 Medan 84,54 Banjarmasin 82,75 Manokwari 79,67 Gorontalo 77,01 Mamuju 76,09 Jayapura 69,13 Surabaya 68,66 Semarang 68,32 Tanjung Pinang 67,73 Mataram 67,38 Banda Aceh 67,24 Padang 67,09 Bandung 62,88 Ambon 61,59 Rata-rata nasional 60,68 Palu 60,39 Manado 59,49 Kendari 53,33 Kupang 51,61 Denpasar 51,30 Pekanbaru 49,35 Yogyakarta 48,11 Bengkulu 42,48 Palangkaraya 42,39 Lampung 40,68 Serang 40,59 Jambi 38,22 Makassar 27,00 Pangkal Pinang 26,51 Sofifi/Tidore Kep. 24,16 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

54 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia KEAMANAN DAN PENYELESAIAN KONFLIK

12.1. LATAR BELAKANG usaha (100%) di Sofi fi /Tidore Kep. menilai pemda melakukan upaya peningkatan Kondisi keamanan dan rendahnya keamanan dengan sangat baik. Sementara konfl ik sosial mempengaruhi di Banda Aceh, penanganan dan upaya kelangsungan investasi. Para pelaku peningkatan keamanan cenderung usaha mengakui gangguan-gangguan dilakukan oleh pihak kepolisian dan eksternal seperti tekanan dari ormas- petugas keamanan. ormas, kriminalitas, dan konfl ik sosial sering kali mengganggu aktivitas Kupang menempati peringkat terendah usaha yang berujung pada penurunan (47,78). Pelaku usaha menganggap konfl ik produkvitas. Selain itu, gangguan sosial di Ibukota Provinsi Nusa Tenggara eksternal ini juga menimbulkan beban Timur ini relatif tinggi (15,79%). Sebagian biaya tambahan bagi pelaku usaha untuk besar pelaku usaha (66,67%) juga menilai membayar jasa keamanan atau mengatasi sering terjadi pemerasan, pencurian, dan kerugian. pemalakan. Selain itu, upaya penyelesaian kasus-kasus kriminal juga dinilai rendah Pemda bertanggung jawab memberikan oleh para pelaku usaha. jaminan keamanan bagi pelaku usaha. Sebagian besar wewenang keamanan saat ini berada di bawah kepolisian. 12.3. TINGKAT KEJADIAN PENCURIAN DI Akan tetapi, Pemda dapat berperan aktif TEMPAT USAHA untuk menciptakan keamanan melalui koordinasi aktif dengan kepolisian, serta Ancaman keamanan masih terjadi di mengoptimalkan peran Satpol PP. Pemda tempat usaha. Makassar merupakan juga dapat berperan menjadi mediator kota dengan tingkat pencurian tertinggi. bagi pemecahan konfl ik antar pelaku Seluruh pelaku usaha di Makassar usaha. menyatakan pernah terjadi pencurian di tempat usaha. Kondisi ini disebabkan oleh minimnya keberadaan petugas keamanan 12.2. SUB-INDEKS KEAMANAN DAN dan kurang maksimalnya pemantauan PENYELESAIAN KONFLIK keamanan. Upaya peningkatan keamanan, menurut seluruh pelaku usaha hanya Sub-indeks Keamanan dan Penyelesaian bergantung kepada siskamling. Konfl ik diukur dari indikator: 1. Tingkat pencurian di tempat usaha; Sementara Sofi fi /Tidore Kepulauan 2. Tingkat keamanan di daerah usaha; merupakan daerah dengan tingkat 3. Tingkat kejadian konfl ik sosial. pencurian terendah. Hanya 2,5% pelaku usaha mengakui terjadi tindakan Banda Aceh dan Sofi fi /Tidore Kepulauan pencurian di Sofi fi /Tidore Kep. Rendahnya menempati peringkat tertinggi untuk tingkat pencurian di Sofi fi /Tidore Kep. Sub-Indeks Keamanan dan Penyelesaian berkorelasi positif dengan tingkat Konfl ik. Pelaku usaha di kedua kota keamanan yang relatif tinggi yang dialami tersebut menilai daerahnya aman, tidak para pelaku usaha. Seluruh pelaku usaha terjadi konfl ik sosial, dan tingkat pencurian memandang upaya peningkatan yang sangat rendah. Selain itu, seluruh pelaku dilakukan pemda sangat baik.

55 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Grafi k 12.1. Persentase Kejadian Pencurian

120,00 100,00 100,00

80,00 67,50 61,54 57,50 57,50 56,41 60,00 55,00 55,00 47,50 42,11 41,46 37,50 37,50 36,59 34,62 40,00 32,50 30,00 30,00 30,00 25,00 24,32 23,53 23,08 22,73 20,51 20,00 17,50 12,82 12,50

20,00 10,26 5,13 5,00 2,50 0,00

12.4. TINGKAT KEAMANAN USAHA Pinang, dan Gorontalo. Di Jambi, 60% pelaku usaha mengakui daerahnya aman, Sebagian besar pengusaha menganggap meski masih terjadi tindakan pencurian. bahwa daerah tempat usaha mereka Sementara di Bengkulu, pelaku usaha sangat aman. Kondisi keamanan yang mengakui bahwa kendala yang dihadapi baik ini tentu merupakan dampak dari dalam hal keamanan adalah minimnya rendahnya tingkat pencurian dan konfl ik pemantauan keamanan akibat kurangnya sosial di seluruh kota. Jika dilihat per skala petugas keamanan. usaha, semakin kecil skala usaha maka mereka menganggap tempat usahanya Tingkat gangguan keamanan di Medan aman. Hampir seluruh (99,91%) pelaku relatif rendah dibandingkan daerah lain. usaha mikro menganggap tidak mengalami Hanya 69,23% pelaku usaha menyatakan gangguan keamanan. Berkebalikan kotanya aman untuk berusaha. Proporsi dengan pelaku usaha skala besar yang ini jauh di bawah rata-rata nasional menganggap daerah usahanya tidak aman. sebesar 91,69%. Kondisi ini sejalan dengan tingginya pencurian (67,5%) di Medan. Tingkat keamanan daerah di luar Jawa Pelaku usaha di Medan juga mengakui berada di atas rata-rata nasional. sering terjadi pemerasan dan pemalakan Daerah di Jawa yang memiliki tingkat serta konfl ik antarwarga. Walaupun keamanan di atas rata-rata nasional tingkat keamanan di Medan rendah, hanya Yogyakarta. Sementara untuk luar namun belum terlihat upaya Pemda untuk Jawa, terdapat Jambi, Bengkulu, Pangkal menciptakan keamanan daerah usaha.

Grafi k 12.2. Persentase Aman atau Sangat Aman

120,00 100,00 100,00 100,00 100,00 97,62 97,50 97,50 97,50 97,44 95,00 94,87 94,74 94,74 94,74 94,59 92,50 92,50 92,50 92,50 92,31 92,11 91,65

100,00 90,48 90,00 90,00 87,50 87,18 86,49 84,62 80,00 77,78 80,00 77,50 69,23

60,00

40,00

20,00

0,00

56 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

12.5. TINGKAT KEJADIAN KONFLIK SOSIAL hanya 3,27% pelaku usaha yang menilai Pemda telah melakukan upaya Mayoritas pelaku usaha menilai peningkatan keamanan. Akan tetapi, daerahnya tidak mengalami konfl ik di beberapa daerah upaya peningkatan sosial. Kondisi ini tercermin dari persepsi keamanan dilakukan dengan sangat 94,31% pelaku usaha yang menganggap baik. Sebagai contoh di Mamuju dan bahwa konfl ik sosial tidak terjadi di Sofi fi /Tidore Kep., seluruh pelaku usaha daerahnya. Bahkan seluruh pelaku usaha memandang pemda telah melakukan di Banda Aceh, Sofi fi /Tidore Kep., Jambi, upaya peningkatan keamanan dengan Bengkulu, Tanjung Pinang, Semarang, sangat baik, begitu juga dengan di Ambon Manado, Makassar, dan Kendari tidak dan Semarang. mengalami konfl ik sosial. Kinerja Kepolisian dinilai positif oleh Dua daerah di Papua masih mengalami pelaku usaha. Di Banjarmasin, sebanyak konfl ik sosial yang cukup tinggi 83,33% pelaku usaha menilai kepolisian dibandingkan daerah lainnya. berperan penting dalam menciptakan Manokwari dan Jayapura1), dinilai pelaku keamanan, diikuti Palangkaraya 71,43% usaha memiliki tingkat konfl ik sosial dan Pontianak 50%. Penilaian ini sejalan yang tinggi (27,5% dan 10,53%). Angka dengan kondisi aman yang dirasakan tersebut lebih tinggi dibandingkan rata- sebagian besar pelaku usaha di tiga daerah rata nasional yang hanya mencapai 5,69%. tersebut. Akan tetapi, juga terdapat Proporsi ini menggarisbawahi penilaian daerah yang kepolisiannya minim peran publik selama ini yang menempatkan dalam penciptaan keamanan. Misalnya, wilayah Papua sebagai salah satu tempat di Makassar yang menurut penelitian ini rawan konfl ik sosial di Indonesia. memiliki tingkat pencurian tertinggi.

Siskamling dan sosialisasi bersama juga 12.6. UPAYA PENINGKATAN KEAMANAN dinilai sebagai instrumen yang efektif untuk menjaga dan meningkatkan Upaya peningkatan keamanan oleh keamanan. Seluruh pelaku usaha di pemda masih rendah. Secara umum, Makassar sepakat atas peran penting

Grafi k 12.3. Konfl ik Sosial Terjadi di Daerah Usaha

30,00 27,50 25,00

20,00 17,50 15,79 15,38

15,00 12,82 9,52 9,30

10,00 7,69 7,69 7,50 7,50 6,98 5,60 5,56 5,00 2,86 2,78

5,00 2,63 2,63 2,63 2,56 2,50 2,50 2,50 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

1. Konfl ik sosial di Papua dan Papua dilatari beragam faktor penyebab, antara lain rendahnya kualitas sumber daya manusia, kebijakan pemerintah yang inkonsisten dengan implementasinya, kurang memperhatikan nilai-nilai lokal, dan tumpang tindih, gagalnya otonomi khusus terutama pembangunan di bidang kesejahteraan ekonomi, kesehatan dan pendidikan, serta diskriminasi dan marjinalisasi terhadap masyarakat asli Papua. Bdk,

57 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016 siskamling, diikuti Tanjung Pinang keamanan di Denpasar. Sebanyak 36,84% (33,33 %), Pangkal Pinang (30,56%) dan pelaku usaha menganggap pecalang Palangkaraya (28,57%). Sedangkan, memiliki peran signifi kan dalam menjaga seluruh pelaku usaha di Kendari dan meningkatkan keamanan di kota menilai sosialisasi bersama efektif pariwisata tersebut. Selain pecalang, dalam meningkatkan keamanan dan Pemkot juga menggunakan dewan menyelesaikan konfl ik sosial, diikuti adat untuk menjaga dan menyelesaikan Palembang (66,67%) dan Pangkal Pinang keamanan di Denpasar. Penggunaan (63,89%). institusi adat ini merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang berperan krusial Petugas keamanan adat Bali (pecalang) dalam upaya peningkatan keamanan dan berperan penting dalam mengupayakan penyelesaian konfl ik di daerah. 

Grafi k 12.4. Upaya Peningkatan Keamanan

Sangat bagus 10,27 Kurang baik/ cukup baik 7,82 Tidak pernah/ tidak perhatian 25,67 Menerbitkan perda tentang pelarangan miras 0,98 Pengamanan, security, pihak kepolisian 15,65 Siskamling 20,54 Ditanya oleh pihak berwajib apabila ada bukti saja 0,73 Selalu bersosialisasi bersama 10,27 Hanya sebatas menyelesaikan 0,49 Pemda memfasilitasi di dewan adat 1,71 Memperbaiki dan memberikan penerangan jalan 1,22 Bersama pecalang patrol keliling/ menambah jam patroli 1,96 Menegakkan aturan hukum yang berlaku 0,24

0102030

58 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Grafi k 12.5. Peringkat Sub Indeks Keamanan dan Resolusi Konfl ik

Sofifi/Tidore Kep. 100,00 Banda Aceh 100,00 Semarang 99,97 Tanjung Pinang 99,96 Bengkulu 99,95 Jambi 99,94 Kendari 99,89 Makassar 99,84 Denpasar 96,97 Pontianak 96,96 Palangkaraya 96,96 Palembang 96,52 Lampung 96,42 Gorontalo 95,24 Pangkal Pinang 95,22 Medan 94,02 Mataram 93,61 Padang 92,36 Yogyakarta 90,89 Pekanbaru 90,67 Rata-rata nasional 89,18 Palu 88,71 Manado 88,56 Bandung 88,35 Jayapura 87,24 Mamuju 86,47 Samarinda 85,41 Surabaya 81,25 Banjarmasin 72,04 Serang 68,42 Manokwari 66,64 Ambon 58,01 Kupang 47,43 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

59 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

60 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia KETENAGAKERJAAN

13.1. LATAR BELAKANG untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja. Kebijakan ketenagakerjaan daerah belum mengakomodir aspirasi pelaku usaha. Permasalahan kebijakan dalam 13.2. SUB INDEKS KETENAGAKERJAAN bidang ketenagakerjaan, antara lain, terbitnya kebijakan daerah yang tidak Sub indeks diukur dari indikator: ramah investasi dan proses pembuatannya 1. Kemudahan mendapatkan tenagakerja; yang minim konsultasi publik (pengusaha). 2. Keberadaan mekanisme penentuan Di banyak daerah saat ini muncul perda upah; proteksionis sekaligus diskriminatif 3. Upaya pemda untuk memberikan yang mengharuskan pelaku usaha untuk perlindungan dan solusi permasalahan mempekerjakan kuota tenaga kerja lokal. hubungan industrial. Sementara di lain tempat ada keputusan tentang upah minimum yang tidak sesuai Pangkal Pinang menempati dengan kesepakatan dewan pengupahan peringkat pertama untuk sub-indeks dan hal itu menjadi permasalahan dalam ketenagakerjaan (86,13), sementara ketenagakerjaan. Bandar Lampung berada pada titik ekstrim yang lain dengan menempati Pemda mesti memainkan peran peringkat terbawah (16,84). Pemda konstruktif dalam menciptakan Pangkal Pinang dinilai cukup kooperatif hubungan industrial yang harmonis. dengan pelaku usaha. Pemda sebagai Peran Pemda dalam hubungan tersebut fasilitator dalam bidang ketenagakerjaan adalah menjadi mediator jika terjadi melibatkan pelaku usaha dalam permasalahan yang melibatkan pelaku merumuskan penentuan upah. Selain itu, usaha dan tenaga kerja. Selain itu, pemda pemda juga memfasilitasi pengusaha dalam memiliki kewenangan untuk menetapkan mendapatkan tenaga kerja lokal lebih kebijakan pengupahan dan mengesahkan mudah. Sedangkan di Bandar Lampung, peraturan perusahaan (perjanjian pelaku usaha belum merasakan peran kerjasama) dalam ranah hubungan pemda dalam memberikan informasi terkait industrial. Pemda juga memiliki peran mekanisme penyelesaian masalah industrial. untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui program pelatihan kerja. Enam daerah di wilayah timur Indonesia menduduki peringkat 20 teratas dalam Kepastian kebijakan tentang sub-indeks TKED. Terdapat enam yang ketenagakerjaan telah diatur dalam menempati peringkat diatas rata-rata, Paket Kebijakan Ekonomi. Sejumlah yakni Palu (3), Makassar (6), Gorontalo (8), regulasi yang telah disahkan melalui Ambon (9), Mamuju (10) dan Manado (15). Paket Kebijakan Ekonomi IV memuat Sedangkan di wilayah barat Indonesia, tentang pengupahan, tunjangan hari khususnya kota metropolitan seperti raya keagamaan, kebutuhan hidup layak, Bandung (16), Surabaya (19), dan Denpasar dan sebagainya. Penerbitan regulasi (22) berada di peringkat bawah. Peringkat tersebut selain memberikan kepastian rendah ini dikarenakan tenaga kerja yang kepada pengusaha (khususnya kebijakan tersedia belum memenuhi kompetensi pengupahan) juga sebagai instrumen yang dibutuhkan perusahaan.

61 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

13.3. KEMUDAHAN MENDAPATKAN untuk mendorong penyerapan tenaga TENAGA KERJA kerja.2)

Pelaku usaha mengakui bahwa mendapatkan tenaga kerja di daerah 13.4. KEBERADAAN MEKANISME cukup mudah. Rata-rata 67,26% pelaku PENENTUAN UPAH usaha merasa mendapatkan kemudahan dalam merekrut tenaga kerja. Padang Secara umum, pengusulan upah di adalah daerah yang kemudahan untuk daerah sudah berdasarkan rekomendasi mendapatkan tenaga kerja tertinggi dewan pengupahan. Seluruh pelaku (96,88%). Namun di beberapa daerah usaha merasa upah minimum yang lainnya, pelaku usaha masih terkendala ditetapkan oleh gubernur berdasarkan dalam mendapatkan tenaga kerja usulan dari dewan pengupahan. khususnya tenaga kerja lokal yang Selanjutnya pemda hanya perlu untuk memiliki kompetensi sesuai dengan mengawal usulan upah yang disahkan kebutuhan perusahaan. oleh gubernur sesuai dengan rekomendasi dewan pengupahan. Hanya Sofi fi /Tidore Kompetensi tenaga kerja menjadi Kep. dan Palembang, yang menetapkan kendala bagi pelaku usaha di Jayapura. upah tidak berdasarkan usulan dewan Hanya 26,67% pelaku usaha di Jayapura pengupahan. menilai mudah mendapatkan tenaga kerja. Jika dilihat dari kualitas pendidikan, Peran pelaku usaha dalam penentuan sebanyak 28,47% penduduk Jayapura upah cukup rendah. Peran pelaku usaha masih buta huruf1). Rendahnya dalam penentuan upah tenaga kerja pertumbuhan angkatan kerja dapat dirasakan masih kurang, hanya 42,12% diartikan sebagai kegagalan pemerintah terlibat dalam penentuan upah. Pelaku dalam menata sistem ketenagakerjaan, usaha di empat daerah (Medan, Padang, memantau kualitas pendidikan serta Jambi, dan Palembang) bahkan tidak ada lemahnya kinerja pemerintah dalam yang berperan dalam penentuan upah. melakukan perencanaan pembangunan Minimnya peran pelaku usaha ini, terlebih

Grafi k 13.1. Tingkat Kemudahan Mendapatkan Tenaga Kerja (Mudah atau Sangat Mudah)

120,00 96,88 92,11 100,00 91,67 83,87 82,76 78,95 77,78 77,27 74,36 73,53

80,00 71,43 70,00 69,77 69,44 69,23 68,42 67,50 67,26 66,67 66,67 65,79 64,52 64,29 61,54 61,29 59,26 57,58 52,78 60,00 52,50 50,00 47,06 42,11 40,00 26,67 20,00

0,00

1. Badan Pusat Statistik, 2015. 2. Arung Lamba. Kondisi Sektor Informal dalam Perekonomian Jayapura-Papua. Jurnal Ekonomi Bisnis. 2011

62 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Grafi k 13.2. Tingkat Pelaku Usaha untuk Penentuan Upah (Mudah/Sangat Mudah)

120,00 100,00 100,00

100,00 94,12 86,67 85,00 82,35 80,00 66,67 63,64 63,16 60,00 60,00 50,00 50,00 50,00 46,15 45,45 45,45 45,12 45,00

40,00 37,50 23,08 22,22 18,18 16,67 20,00 14,29 11,11 8,70 6,25 5,26 4,55 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

karena intensitas komunikasi dengan belum menyediakan mekanisme pelaku usaha rendah, seperti di Medan. penyelesaian hub. industrial. Bahkan Pemda di lima daerah yaitu Bandar Lampung, Jayapura, Palangkaraya, 13.5. UPAYA PEMDA MEMBERIKAN SOLUSI Pekanbaru dan Sofi fi /Tidore Kep. PERMASALAHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL dinilai belum menyediakan mekanisme penyelesaian masalah hub. Industrial. Peran pemda dalam menyelesaikan Penyelesaian masalah industrial di daerah hubungan industrial masih rendah. tersebut umumnya diselesaikan melalui Secara umum, 24,32% pelaku usaha mekanisme bipartit, antara pekerja dan merasa penyelesaian masalah industrial perusahaan (Grafi k 13.3). masih rendah. Namun, upaya pemda di sejumlah daerah perlu diapresiasi. Salah Pemda memiliki komitmen tinggi untuk satu contohnya di Semarang, penerapan melindungi tenaga kerja. Mekanisme sistem informasi pengaduan perselisihan perlindungan tenaga kerja melalui BPJS tenaga kerja berbasis website telah telah diterima oleh 63,16% pelaku usaha. membuat sebagian besar (75%) pelaku Bahkan di tiga daerah yaitu di Manado, usaha merasakan peran Pemda3). Melalui Manokwari dan Semarang, seluruh pelaku sistem tersebut, staf Disnakertrans dapat usaha (100%) menerima BPJS. Khusus mengetahui permasalahan yang ada dan di Manado, Pemda telah bekerjasama lebih cepat melakukan monitoring hasil dengan BPJS sehingga pendaftaran BPJS dari penyelesaian masalah yang ada.4) dapat dilakukan di BP2T bersamaan dengan pengurusan izin. Inovasi pelayanan Pemda belum menyediakan mekanisme ini dapat mempermudah pelaku usaha penyelesaian masalah hubungan dan memastikan bahwa tenaga kerja industrial yang memberikan kepastian. terlindungi (Grafi k 13.4).  76,35% pelaku usaha merasa pemda

3. www.disnakertrans-semarang.or.id. 4. Wibawa, Reza Agung. Sistem Informasi Pengaduan Perselisihan Tenaga Kerja Berbasis Web Pada Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Semarang. Universitas Dian Nuswantoro Semarang. 2012

63 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Grafi k 13.3. Informasi Mekanisme Penyelesaian Masalah Industrial

100,00

80,00 75,00 66,67 66,67 61,54 60,00 50,00 50,00 47,62 42,86 38,71 38,46

40,00 33,33 33,33 30,00 25,00 24,32 23,08 22,22 19,23 18,75 17,39 16,67 20,00 14,29 10,53 7,41 6,67 5,26 4,35 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Grafi k 13.4. Mekanisme Perlindungan Tenaker/BPJS

120,00 100,00 100,00 100,00 96,55

100,00 91,30 91,30 86,36 84,62 81,82 81,48 80,77 78,57 76,47 76,47 75,00 71,43

80,00 70,97 64,71 63,16 62,15 59,26 60,00 50,00 47,37 45,45 45,00 40,91 40,00 39,39

40,00 33,33 25,64 25,64

20,00 13,33 0,00 0,00

64 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Grafi k 13.5. Peringkat Sub Indeks Ketenagakerjaan

Pangkal Pinang 86,13 Samarinda 81,72 Semarang 76,86 Ambon 74,95 Yogyakarta 68,49 Makassar 68,19 Gorontalo 65,98 Banda Aceh 58,52 Palu 58,13 Bengkulu 56,84 Manado 55,31 Mataram 53,17 Pekanbaru 52,16 Tanjung Pinang 51,57 Kendari 49,65 Rata-rata nasional 49,31 Bandung 49,31 Mamuju 48,52 Padang 47,48 Surabaya 46,65 Manokwari 46,55 Pontianak 45,08 Denpasar 41,06 Kupang 36,22 Palembang 34,51 Sofifi/Tidore Kep. 33,45 Jayapura 33,33 Jambi 32,90 Medan 31,12 Palangkaraya 29,18 Serang 25,85 Banjarmasin 22,25 Lampung 16,84 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

65 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

66 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia PERATURAN DI DAERAH

14.1. LATAR BELAKANG menanggapi perubahan regulasi di tingkat nasional. Ibukota Propinsi Sulawesi Peraturan di daerah merupakan Utara tersebut mendapat nilai indeks 100 instrumen kebijakan Pemda yang untuk kualitas Perda. Selain itu, dalam memberikan dampak signifi kan terhadap mengatur pajak dan retribusi Manado kegiatan usaha di daerah. Perwujudan hanya menerbitkan dua Perda yakni Perda kewenangan atas sejumlah urusan ekonomi No.5/2011 tentang retribusi perizinan diwadahi dalam kerangka pengaturan tertentu dan Perda No.2/2011 tentang dan produk hukum tertentu, baik berupa pajak daerah. Meskipun demikian, Manado Peraturan Daerah (Perda) maupun tidak memiliki peraturan tentang pedoman Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Melalui penerbitan SIUP, TDP, TDI dan IUI. kebijakannya Pemda dapat menerapkan inovasi untuk mendukung kegiatan Manokwari berada di peringkat berusaha, menjadi instrumen insentif terbawah (16,8). Perda yang mengatur investasi dan berkompetisi dengan daerah SIUP, TDP, IUI dan TDI di Manokwari terbit lain. Sebaliknya, melalui perda pungutan di tahun 2006. Tercatat setidaknya perda dan perizinan pemda juga bisa mendistorsi manokwari bermasalah pada aspek yuridis kegiatan perekonomian, menghasilkan dan aspek substansi serta satu kriteria sumbatan yang menghambat produktivitas yaitu dampak negatif terhadap ekonomi. usaha. Studi ini hendak menunjukan Hal ini diakibatkan perda yang sudah kualitas tata kelola regulasi di daerah, baik outdated tersebut memunculkan praktik yang suportif dan inovatif maupun distortif pungutan yang tidak boleh diterapkan. (perda bermasalah), khususnya terkait materi pengaturan pajak, retribusi dan perizinan. 14.3. METODOLOGI DAN KRITERIA

Secara umum, kualitas regulasi dalam Sub-indeks peraturan di daerah diperoleh mengatur dinamika dan kegiatan usaha dari hasil analisis desk study yang di daerah relatif rendah. Pertengahan menggunakan pendekatan kualitatif tahun 2016 lalu Kemendagri telah berpedoman pada 14 kriteria yang menerbitkan 3000-an regulasi bermasalah dikelompokkan ke dalam tiga aspek yaitu pada tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi, yuridis, substansi dan prinsip. Analisis diikuti keputusan pembatalan dan revisi untuk menilai kualitas peraturan di daerah secara serentak. Identifi kasi perda diklasifi kasikan per masing-masing topik bermasalah tersebut sejalan dengan hasil peraturan. Untuk mendapatkan penilaian, kajian KPPOD di mana sejak 2001 hingga diberikan pembobotan untuk masing- saat ini tercatat level kebermasalahan masing aspek dengan besaran 50% aspek Perda pada kisaran 30% dari jumlah perda prinsip, 35% aspek substansi dan 15% yang dikaji secara regular setiap tahun. aspek yuridis. Pembedaan bobot didasari pada besaran dampak permasalahan yang terjadi pada setiap aspek. 14.2. SUB INDEKS PERATURAN Kajian peraturan di daerah dilakukan Meskipun tidak ada inovasi dalam terhadap substansi kebijakan. Substansi regulasi, Manado cukup baik dalam kebijakan terdiri dari dua jenis yaitu

67 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Tabel 14.1. Variabel Penilaian Kualitas Peraturan di Daerah No. Variabel Penilaian Bobot Yuridis 1. Relevansi acuan yuridis 2. Penggunaan acuan yuridis yang terbaru (up-to-date) 15% 3. Kelengkapan yuridis Substansi 4. Keterkaitan tujuan dan isi 5. Kejelasan obyek 6. Kejelasan subyek 35% 7. Kejelasan hak dan kewajiban wajib pungut atau pemda 8. Kejelasan standar waktu, biaya dan prosedur, atau struktur dan standar tarif 9. Kesesuaian fi losofi dan prinsip pungutan Prinsip Keutuhan wilayah ekonomi nasional dan prinsip perdagangan domestik yang 10. bebas (free internal trade) 11. Persaingan sehat 12. Dampak ekonomi negatif 50% 13. Hambatan akses masyarakat dan kepentingan umum (Misal: Lingkungan Hidup) 14. Pelanggaran kewenangan pemerintah substansi mengatur mengenai pungutan jumlahnya lebih sedikit karena adanya (pajak dan retribusi) dan perizinan non kewajiban kontraprestasi Pemda dalam pungutan (SIUP, TDP, IUI dan TDI). Di bentuk layanan jasa. Peraturan mengenai dalam satu regulasi dapat dimungkinkan perizinan jauh lebih sedikit disebabkan terdapat beberapa penilaian kualitas oleh banyak daerah yang mengatur izin- regulasi atas dasar substansi kebijakan. izin tersebut hanya di dalam SOP atau Hal ini terjadi jika di dalam suatu implementasi semata. peraturan mengatur beberapa cakupan substansi pajak, retribusi atau perizinan Jenis peraturan terbanyak yang non pungutan. dianalisis adalah perda dan Perwal. Perda dan Perwal tersebut mengatur tentang pungutan (retribusi dan pajak) 14.4. KARAKTERISTIK PERATURAN dan perizinan non pungutan (SIUP, TDP, IUI dan TDI). KPPOD telah mengumpulkan Peraturan yang paling banyak dikaji sebanyak 282 Perda dan 14 Perwal di 32 adalah peraturan mengenai Pajak. daerah yang terbit pada tahun 1998-2015. Terdapat 166 (55%) peraturan mengenai Peraturan tersebut memiliki 397 topik pajak, 86 (29%) peraturan mengenai pengaturan. Peraturan-peraturan tersebut retribusi dan 47 (16%) peraturan masih berlaku sampai saat ini sebagai perizinan non pungutan (SIUP, TDP, IUI hukum positif dan memiliki kekuatan dan TDI). Peraturan mengenai pajak hukum. Terkait jumlah topik regulasi terbanyak ditemui dan dikaji karena pungutan dan perizinan non pungutan pajak merupakan pungutan yang bersifat berdasarkan jenis usaha perdagangan dan wajib. Peraturan mengenai retribusi jasa dapat dilihat pada tabel 14.2.

68 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Tabel 14.2. Jumlah Topik Pengaturan No. Topik Regulasi Jumlah Persentasi Pajak Daerah 1. Pajak Hotel 32 8,06 2. Pajak Restoran 32 8,06 3. Pajak Reklame 32 8,06 4. Pajak Parkir 28 7,05 5. Pajak Hiburan 32 8,06 6. Pajak Penerangan Jalan 32 8,06 7. Pajak Air Tanah 27 6,80 8. Pajak Sarang Burung Walet 23 5,79 Retribusi Daerah 9. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 31 7,81 10. Retribusi Izin Gangguan (HO) 31 7,81 11. Retribusi Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) 12 3,02 Perizinan Non Pungutan 12. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 24 6.05 13. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 22 5,54 14. Izin Usaha Industri (IUI) 22 5,54 15. Tanda Daftar Industri (TDI) 17 4,28 Total 397 100,0

14.5. ASPEK YURIDIS Permasalahan ini banyak ditemui pada peraturan terkait perizinan non pungutan Kelengkapan acuan yuridis merupakan (60%), retribusi izin dasar salah satu permasalahan terbesar dalam contoh adalah terbitnya Permendag Aspek Yuridis. Kelengkapan acuan No.77/2013, yang ternyata tidak diikuti yuridis 18,72% tidak dimiliki oleh oleh 23,63% Perda yang mengatur tentang 18,72%. Sementara kebaruan (up to SIUP dan TDP. Tingkat kebermasalahan date) acuan yuridis (17,98%) yang yang relatif sama terjadi pada IUI dan TDI menggambarkan penggunaan acuan (30,90%) disebabkan oleh peraturan di hukum terbaru bermasalah pada 17,98% daerah yang digunakan terbit sebelum Perda. Sedangkan 16% perda tidak tahun 2014, sedangkan sebagai acuan menggunakan acuan yuridis yang relevan konsiderans, pemerintah pusat telah dengan obyek yang di atur. Jika dilihat menerbitkan UU No.3/2014 tentang dari jenis pengaturan, permasalahan perindustrian dan PP No.107/2015 yang yuridis mayoritas terjadi pada perizinan merubah ketentuan mengenai IUI dan TDI. non pungutan (60%). Selanjutnya, terjadi pada retribusi izin dasar yakni HO dan IMB Manado menjadi satu-satunya daerah (18.16%). yang tidak memiliki permasalahan yuridis pada peraturan di daerahnya. Terbitnya peraturan baru di tingkat Dari sepuluh topik peraturan yang dikaji nasional tidak diikuti oleh pembaruan di Kota Manado yang berdasarkan pada acuan yuridis Peraturan di Daerah. dua Perda yakni Perda No.5/2011 tentang

69 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Grafi k 14.1. Substansi Regulasi Bermasalah Pada Aspek Yuridis (%)

Grafi k 14.2. Permasalahan Yuridis Terkait Perizinan Dasar

20,90 Relevansi Acuan Yuridis 22,72 23,63 16,36 Kelengkapan Acuan Yuridis 30,90 30,90 10,90 Up to date Acuan Yuridis 4,54 9,08

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 HO-IMB IUI-TDI SIUP-TDP

Retribusi Perizinan Tertentu dan Perda prinsip pungutan berbasis kontra-prestasi No.2/2011 tentang Pajak Daerah tidak (imbal balik jasa) yang nyata, langsung ditemukan permasalahan pada aspek dan subyektif kepada pembayar pungutan yuridis. Hal ini disebabkan ketentuan tersebut sering diabaikan pemda, baik mengenai sepuluh topik peraturan pada tingkat kebijakan (Perda) maupun tersebut telah sesuai dengan peraturan implementasi (alokasi dan program). perundang-undangan yang lebih tinggi dan memiliki kelengkapan peraturan Ketidakpastian standar waktu dan berdasarkan UU No.28/2009. prosedur bagi para pelaku usaha juga muncul pada regulasi perizinan non- pungutan. Permasalahan ini paling besar 14.6. ASPEK SUBSTANSI disebabkan oleh banyaknya peraturan di daerah yang diterapkan saat ini terbit Separuh peraturan di daerah bermasalah pada periode 2002-2009. Sementara, pada aspek substansi (50,12%). Kajian sejak 2009 sampai saat ini sudah banyak tekstual menunjukan, permasalahan perubahan peraturan di tingkat nasional, terbanyak pada aspek substansi terdapat seperti UU No.28/2009 dan Permendag pada kriteria kejelasan hak dan kewajiban No.77/2013 yang mengatur penerbitan wajib pungut atau pemda (26,11%). SIUP dan TDP. Jayapura dan Manokwari Kebermasalahan ini muncul karena adalah contoh daerah yang seluruh peraturan di daerah tidak mencantumkan regulasinya bermasalah pada aspek secara jelas dan tegas standar waktu, substansi karena masih memberlakukan biaya pajak dan retribusi, begitu juga perda yang terbit sebelum 2009 (2006- dengan ketentuan tarifnya sebagaimana 2008). Sesungguhnya, masih berlakunya diatur di peraturan nasional. Kepastian perda yang dibuat berdasarkan semangat berusaha dan keseimbangan antara hak regulasi nasional yang lama tidak saja dengan kewajiban bagi para pembayar memunculkan masalah teknis-yuridis pajak/retribusi merupakan masalah terkait kebaruan acuan (konsiderans) klasik dan krusial dalam regulasi daerah. tetapi juga terutama berimplikasi kepada Bahkan, retribusi yang mengandung substansi pengaturan yang sudah tidak

70 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Grafi k 14.3. Substansi Regulasi Bermasalah Pada Aspek Substansi (%)

Diskoneksi tujuan dan isi 8,87

Kejelasan subyek 9,85

Kejelasan Obyek 11,08

Kesesuaian filosofi dan prinsip pungutan 12,81

Kejelasan hak dan kewajiban wajib pungut atau Pemda 18,47

Kejelasan standar waktu, biaya dan prosedur 26,11

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 tepat untuk diterapkan saat ini ketika arah berdampak negatif kepada ekonomi kebijakan dalam regulasi nasional berubah berkenaan masih berlakunya perda secara signifi kan. kadaluwarsa di sejumlah daerah. Di Manokwari, misalnya, pemda Namun, kabar tentang Perda tak memberlakukan biaya administrasi untuk selamanya berisi persoalan semata, IUI, TDI, TDP dan SIUP berdasarkan terdapat sejumlah regulasi yang Perda No.7/2006, Perda No.15/2006 mengatur kebijakan inovasi bagi dan Perda No.9/2006. Dampak negatif kegiatan usaha. Praktik baik (good dimaksud tidak saja lantaran besarnya regulatory governance) demikian terjadi beban pungutan yang tak kehilangan di Kota Pontianak: berdasarkan Perda dasar legalnya tersebut tetapi juga No.6/2010 juncto Perda No.4/2012 ketidakpastian yang selalu menyertai tentang Pajak Daerah, Pemda setempat berbagai kebijakan yang melawan menerapkan insentif pajak untuk semangat closed list system dalam regulasi perusahaan yang menyerap tenaga kerja nasional terbaru (UU No.28/2009). lokal 60%. Contoh lain datang dari Ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru, di mana pemda “Kreativitas” bermasalah dari Pemda, menetapkan pajak sarang burung walet antara lain, melalui upaya pengenaan (Perda No.10/2011) secara inovatif yang retribusi tambahan menimbulkan menurunkan ambang batas tarif hingga dampak pungutan berganda. Salah sebesar 5% (di bawah ketentuan maksimal satunya terjadi di Kendari yang mengatur UU No.28/2009 sebesar 10%) sebagai bahwa pemohon izin gangguan dikenakan bentuk pemberian insentif investasi dan pula retribusi pengangkutan sampah dan mendorong berkembangnya usaha walet retribusi pemeriksaan alat pemadam di daerah tersebut. kebakaran (Perda No.3/2013). Peraturan tersebut menambah beban biaya dan waktu bagi para pemohon izin gangguan 14.7. ASPEK PRINSIP karena harus mengurus retribusi lainnya terlebih dahulu. Padahal untuk memulai Sekitar 20% peraturan di daerah yang kegiatan usaha pada tahap mendapatkan dikaji mengandung kebermasalahan izin gangguan, pemohon pada umumnya pada aspek prinsip (18,91%). Jika belum membutuhkan pengangkutan melihat lebih dalam, peraturan di daerah sampah dan belum memiliki alat pemadam terbanyak memiliki permasalahan kebakaran. Praktik buruk tentu merugikan pada kriteria dampak ekonomi negatif kegiatan ekonomi secara umum, (16,5%), diikuti pelanggaran kewenangan sementara keuntungan pemda berupa pemerintah (13,3%), dan masalah prinsip peningkatan penerimaan daerah juga lainnya. Tingginya permasalahan yang belum tentu bernilai signifi kan. 

71 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Grafi k 14.4. Substansi Regulasi Bermasalah Pada Aspek Prinsip (%)

Akses masyarakat dan kepentingan umum 0,74

Persaingan sehat 0,99

Keutuhan wilayah ekonomi nasional dan free internal trade 1,48

Pelanggaran kewenangan pemerintah 13,3

Dampak ekonomi negatif 16,5

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00

Grafi k 14.5. Peringkat Sub Indeks Peraturan di Daerah

Manado 100,00 Bengkulu 94,75 Palembang 93,84 Ambon 91,59 Kendari 90,10 Semarang 90,05 Pekanbaru 84,97 Sofifi/Tidore Kep. 84,42 Mataram 81,60 Banda Aceh 80,80 Pontianak 77,95 Lampung 74,19 Pangkal Pinang 74,03 Medan 72,18 Samarinda 68,85 Padang 67,72 Jambi 66,02 Bandung 65,86 Rata-rata nasional 64,95 Surabaya 64,42 Serang 62,88 Palu 61,62 Yogyakarta 58,41 Palangkaraya 56,63 Banjarmasin 47,59 Gorontalo 46,36 Mamuju 41,23 Kupang 38,17 Makassar 35,59 Jayapura 32,81 Tanjung Pinang 31,86 Denpasar 25,22 Manokwari 16,82 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

72 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia WHAT-IF ANALYSIS

15.1. LATAR BELAKANG dalam posisi peringkat apa pun mengalami dinamika tertentu. Nilai Indeks dan Sub Indeks TKED 2016 menunjukkan variasi kinerja Terdapat sejumlah variabel atau sub- Daerah. Sejumlah daerah berkinerja indeks yang krusial untuk menjadi mengesankan, namun tak sedikit pula prioritas perhatian. Interaksi Pemda- yang jauh dari capaian secara rata- Pelaku Usaha tercatat sebagai sub rata nasional sebagai tolok banding indeks dengan nilai terendah di empat (benchmark) minimum. Bagi kelompok daerah. Sub indeks berikutnya adalah daerah yang kedua, ketertinggalan Kapasitas dan Integritas Kepda, Program tersebut harus dilihat sebagai ruang bagi Pengembangan Usaha (PPUS), kebijakan perbaikan. Studi ini merekomendasikan Ketenagakerjaan, serta Kualitas pengembangan strategi kerja bagi 10 Peraturan di Daerah. Lima variabel ini daerah berperingkat rendah melalui merepresentasi gambaran permasalahan penggunaan simulasi What-if Analysis paling berat yang dihadapi para pelaku untuk mengidentifi kasi level intervensi usaha di daerah. Setelah dilakukan dan prioritas perbaikan. simulasi What-if, umumnya daerah-daerah tersebut mengalami peningkatan sampai What-if analysis dimulai dengan pada peringkat 12-14, dengan nilai indeks menetapkan nilai standar sebagai acuan total berkisar antara 67-68. simulasi. Proses simulasi dimulai dengan meningkatkan nilai variabel atau sub Medan mengalami lonjakan 20 indeks dari setiap daerah yang masih di peringkat: meraih capaian tertinggi bawah standar acuan, sementara bagi sub dibandingkan kenaikan daerah-daerah indeks lain yang berada di atas standar lain. Hal ini terjadi karena adanya potensi dibiarkan tetap. Langkah berikutnya peningkatan nilai pada sub indeks yang adalah perhitungan ulang untuk indeks memiliki bobot terbesar seperti Perizinan, terbaru. Simulasi ini memang tidak PPUS, Infrastruktur dan Interaksi Pemda- bermaksud merubah susunan peringkat Pelaku usaha. Sebaliknya, ruang perbaikan TKED 2016; rekayasa perbaikan dilakukan yang tidak terlalu signifi kan ditunjukkan berdasarkan asumsi kondisi daerah lain oleh Bandar Lampung. Hal ini terjadi ceteris paribus. karena nilai-nilai sub indeks yang naik di kota ini tidak terjadi pada sub indeks Untuk mencapai perbaikan peringkat berbobot tinggi. digunakan dua skenario. Dalam intervensi perbaikan, dua skenario digunakan, yakni: Namun demikian, tak satu pun daerah 1) meningkatkan seluruh nilai sub-indeks yang mengalami lonjakan peringkat yang berada di bawah rata-rata; dan tersebut bisa masuk jajaran 10 besar 2) meningkatkan nilai sub-indeks yang teratas. Capaian absolut dan pautan paling rendah. Dengan menggunakan dua relatif pada nilai indeks TKED 10 daerah skenario tersebut akan diketahui seberapa peringkat terbawah memang terlalu jauh jauh kenaikan peringkat setiap daerah dari daerah 10 besar teratas. Bahkan yang diintervensi. Dalam praktik nyata di tidak ada daerah yang mampu melewati lapangan tentu saja tidak berjalan linear nilai indeks TKED Kota Ambon yang dan sederhana mengingat daerah lain menduduki peringkat 10 (68,46). Dalam

73 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Daerah Sebelum Simulasi Sesudah simulasi (Contoh Kasus 10 Kota) Indeks Peringkat Indeks Peringkat Sofi fi / Tidore Kepulauan 56.86 23 67.21 12 Palangkaraya 56.80 24 68 11 Mataram 55.33 25 67.22 12 Jayapura 54.73 26 67.89 12 Surabaya 54.16 27 65.16 15 Pekanbaru 53.06 28 64.71 15 Serang 51.73 29 64.71 15 Bandar Lampung 48.90 30 63.81 18 Jambi 48.42 31 66.43 13 Medan 45.99 32 67.43 12 praktik nyata di lapangan, hasil ini forum komunikasi dan kegiatan reguler menuntut suatu kerja keras bagi daerah- yang dapat menjadi wahana interaksi daerah pada papan bawah tersebut untuk kebijakan, bertukar gagasan, mendorong melakukan perbaikan dan mengejar kolaborasi. Ruang potensial lain, misalnya, ketertinggalan mereka. dilihat pada program peningkatan kualitas tenaga kerja sangat dibutuhkan Terlepas dari perubahan posisi peringkat (pembentukan balai-balai latihan/BLK yang potensial dicapai setiap daerah, dan akses penyaluran tenaga terampil hasil simulasi di atas lebih bermakna dari ke perusahaan atau lapangan usaha). sisi substansi. Hasil tersebut menunjukan Peningkatan kualitas tenaga kerja akan tersedianya “ruang potensial bagi mendorong penyerapan oleh pasar dan perbaikan” yang mesti diwujudkan dan meningkatkan produktivitas perusahaan. dikapitalisasi pemda bersangkutan pada Lebih lanjut, Tabel 15.1 dan Gambar 15.1 level programatik yang nyata. Ruang berikut menunjukan peta jalan ke ruang- potensial dimaksud bisa dimulai dengan ruang potensial yang mesti dijelajahi membuka akses dan ruang interaksi setiap daerah.  Pemda dengan Pelaku Usaha, seperti

74 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Tabel 15.1. Sub indeks terendah dan dibawah rata-rata

Variabel/ Sub Indeks / Tidore / fi

fi Rata-Rata Nilai So Kepulauan Palangkaraya Mataram Jayapura Surabaya Pekanbaru Serang Bandar Lampung Jambi Medan Perizinan 74.73 75.30 84.44 55.47 35.51 46.50 90.64 56.15 65.04 56.41 45.41 Biaya Transaksi 73.79 95.83 89.39 96.88 45.11 54.45 57.36 89.07 43.13 21.65 65.45 Akses Lahan 69.76 87.63 60.59 67.22 59.45 72.28 40.33 70.98 71.15 65.36 71.56 Interaksi Pemda- Pelaku 46.41 36.54 11.99 12.57 61.50 49.37 5.81 30.44 34.15 19.32 12.11 Usaha PPUS 60.59 52.11 66.04 49.94 62.75 44.42 50.03 60.23 45.86 74.84 24.76 Kapasitas dan Integritas 66.63 35.32 39.36 62.88 88.41 67.70 30.11 14.96 61.89 75.94 5.82 Kepda Infrastruktur 60.68 24.16 42.39 67.38 69.13 68.66 49.35 40.59 40.68 38.22 84.54 Keamanan dan 89.18 100.00 96.96 93.61 87.24 81.25 90.67 68.42 96.42 99.94 94.02 Resolusi Konfl ik Ketenaga- 49.31 33.45 29.18 53.17 33.33 46.65 52.16 25.85 16.84 32.90 31.12 kerjaan Perda 64.95 84.42 56.63 81.60 32.81 64.42 84.97 62.88 74.19 66.02 72.18 Indeks Total 56.86 56.80 55.33 54.73 54.16 53.06 51.73 48.90 48.42 45.99

Indeks Terendah Indeks di Bawah Rata-rata

Grafi k 15.1. Spider Diagram Setelah Simulasi

75 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

76 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia CATATAN AKHIR

Strategi perbaikan iklim investasi tak kalah serius di daerah. Kedua jenis dan daya saing daerah dapat dimulai infrastruktur ini berada di bawah domain dengan meningkatkan Tata Kelola. Studi kewenangan Pemda. Melalui perbaikan TKED 2016 telah memperlihatkan bahwa prioritas program dan penganggaran, peningkatan kinerja tata kelola tidak lagi Pemda harus berfokus pada kualitas didominasi daerah-daerah di Indonesia perbaikan dan pengadaan infrastruktur. Barat. Daerah-daerah di belahan tengah Pemerintah Pusat, selain membangun dan timur mulai menunjukkan perbaikan jalan nasional, juga tidak boleh lepas tata kelola dan mengejar ketertinggalan. tangan untuk melakukan pengawasan Untuk menjaga momentum tersebut, lebih ketat (melalui pengukuran kinerja perluasan reformasi masih menjadi fokus dan transfer fi skal berbasis pencapaian utama melalui kerangka kebijakan yang target) terhadap pembangunan jalan terfokus pada agenda perbaikan tata daerah dan infrastruktur lokal lainnya. kelola, khususnya reformasi regulasi, kelembagaan dan pelayanan usaha di Peran kepemimpinan (Kapasitas bidang Ekonomi. dan Integritas Kepda) menentukan efektivitas kerja birokrasi dan inovasi Penciptaan iklim investasi saat ini pelaksanaan Tata Kelola Ekonomi masih diwarnai permasalahan pada tata di Daerah. Inovasi-inovasi strategis, kelola sejumlah urusan yang berada di pemimpin perubahan (kepala daerah), bawah kewenangan Pemda. Perizinan pemerintahan yang bekerja, strategi Usaha, Program Pengembangan Usaha fokus dalam perencanaan-penganggaran dan Interaksi Pemda dengan Pelaku hingga level programatik tentu sangat Usaha merupakan tiga besar masalah diperlukan dalam menghela pertumbuhan utama Tata Kelola. Melalui deregulasi dan ekonomi yang berkualitas serta debirokratisasi, perizinan usaha bahkan menghadirkan wajah segar sektor publik. telah menjadi fokus Pemerintah Pusat dua Untuk mendapatkan kepala daerah tahun terakhir. Ke depan jelas diperlukan yang memiliki kapasitas dan integritas, respon perbaikan yang berlandaskan diperlukan terobosan politik berupa strategi-fokus kepada tiga masalah utama penataan dari hulu (kaderisasi partai dan di atas, memastikan relevansi kebijakan reformasi elektoral/pilkada). Sementara dan keberpihakan kepada usaha berskala pada ranah sistem pemerintahan, aspek mikro-kecil-menengah, serta mendorong akuntabilitas prosedural dan substantif semakin terbukanya ruang pengambilan (pencapaian target prioritas) dari setiap kebijakan yang berbasis pada kebutuhan kepala daerah harus semakin menjadi layanan usaha yang krusial dalam obyek evaluasi kinerja, pemeriksaan dan peningkatan produktivitas. pengawasan berlapis berbagai pihak (masyarakat/dunia usaha, pemerintah Selain itu, ketersediaan dan kualitas pusat), serta digarap sebagai agenda Infrastruktur Jalan dan Lampu politik yang serius bagi para elite partai Penerangan merupakan hambatan yang dan pengambil kebijakan di negeri ini. 

77 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

78 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia LAMPIRAN

17.1. Spider Diagram 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Pontianak Gorontalo Perizinan Perizinan Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Resolusi Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS Kapasitas dan Integritas Kapasitas dan Integritas

Semarang Samarinda Perizinan Perizinan

Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda Resolusi Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik dgn Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS

Kapasitas dan Kapasitas dan Integritas Integritas

Palu Makassar Perizinan Perizinan

Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Resolusi Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS

Kapasitas dan Kapasitas dan Integritas Integritas

Banda Aceh Kendari Perizinan Perizinan

Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Resolusi Interaksi Pemda dgn Resolusi Konflik Pelaku Usaha Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS

Kapasitas dan Kapasitas dan Integritas Integritas

79 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Manado Ambon

Perizinan Perizinan

Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Resolusi Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS

Kapasitas dan Kapasitas dan Integritas Integritas

Pangkal Pinang Kupang Perizinan Perizinan

Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Resolusi Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS Kapasitas dan Kapasitas dan Integritas Integritas

Manokwari Mamuju

Perizinan Perizinan

Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Resolusi Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS

Kapasitas dan Kapasitas dan Integritas Integritas

Banjarmasin Bandung Perizinan Perizinan

Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Resolusi Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS

Kapasitas dan Kapasitas dan Integritas Integritas

80 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia

Padang Yogyakarta Perizinan Perizinan

Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Resolusi Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS

Kapasitas dan Kapasitas dan Integritas Integritas

Palembang Bengkulu

Perizinan Perizinan

Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Resolusi Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS

Kapasitas dan Integritas Kapasitas dan Integritas

Tanjung Pinang Denpasar Perizinan Perizinan

Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Resolusi Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS

Kapasitas dan Integritas Kapasitas dan Integritas

Sofifi/Tidore Kep. Palangkaraya Perizinan Perizinan

Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Resolusi Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS

Kapasitas dan Kapasitas dan Integritas Integritas

81 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

Mataram Jayapura Perizinan Perizinan Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Resolusi Interaksi Pemda dgn Resolusi Konflik Pelaku Usaha Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS Kapasitas dan Integritas Kapasitas dan Integritas

Pekanbaru Surabaya Perizinan Perizinan Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Resolusi Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS Kapasitas dan Kapasitas dan Integritas Integritas

Bandar Lampung Serang Perizinan Perizinan Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Resolusi Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS Kapasitas dan Integritas Kapasitas dan Integritas

Jambi Medan Perizinan Perizinan

Perda Biaya Transaksi Perda Biaya Transaksi

Ketenagakerjaan Akses Lahan Ketenagakerjaan Akses Lahan

Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Keamanan dan Interaksi Pemda dgn Resolusi Konflik Pelaku Usaha Resolusi Konflik Pelaku Usaha

Infrastruktur PPUS Infrastruktur PPUS Kapasitas dan Kapasitas dan Integritas Integritas

82 Survei Pemeringkatan 32 Ibukota Provinsi di Indonesia LAMPIRAN

17.2. Nilai Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016 ik fl Ketenagakerjaan Perda Indeks Total Peringkat No. Nama Daerah Perizinan Biaya Transaksi Akses Lahan Interaksi Pemda Usaha dgn Pelaku PPUS Kapasitas dan Integritas Infrastruktur dan Keamanan Kon Resolusi 1 Pontianak 87,27 98,96 75,84 75,53 57,09 96,67 97,96 96,96 45,08 77,95 79,29 1 2 Gorontalo 83,14 82,02 77,42 69,20 88,14 82,20 77,01 95,24 65,98 46,36 78,76 2 3 Semarang 86,12 95,47 73,36 59,11 84,30 85,80 68,32 99,97 76,86 90,05 78,61 3 4 Samarinda 89,83 69,92 58,37 66,72 50,43 64,53 96,88 85,41 81,72 68,85 74,82 4 5 Palu 76,53 100,00 95,13 47,82 86,01 95,11 60,39 88,71 58,13 61,62 73,12 5 6 Makassar 87,42 88,08 27,84 98,07 73,77 91,33 27,00 99,84 68,19 35,59 72,67 6 7 Banda Aceh 94,49 74,59 83,54 50,45 62,16 89,99 67,24 100,00 58,52 80,80 71,93 7 8 Kendari 80,66 71,81 86,81 54,24 87,76 55,37 53,33 99,89 49,65 90,10 71,13 8 9 Manado 90,05 52,50 60,99 50,76 86,11 90,74 59,49 88,56 55,31 100,00 70,70 9 10 Ambon 81,06 75,21 80,29 58,72 58,82 71,91 61,59 58,01 74,95 91,59 68,46 10 11 Pangkal Pinang 68,20 98,25 79,76 77,64 61,36 60,82 26,51 95,22 86,13 74,03 67,99 11 12 Kupang 84,67 70,52 58,04 75,01 69,16 86,49 51,61 47,43 36,22 38,17 66,67 12 13 Manokwari 88,70 75,06 45,82 52,29 52,81 65,50 79,67 66,64 46,55 16,82 65,40 13 14 Mamuju 81,07 73,62 63,97 53,23 48,25 68,05 76,09 86,47 48,52 41,23 64,93 14 15 Banjarmasin 84,73 90,37 60,41 40,88 51,82 85,37 82,75 72,04 22,25 47,59 64,53 15 16 Bandung 75,39 61,67 80,81 56,75 55,38 90,44 62,88 88,35 49,31 65,86 64,44 16 17 Padang 73,15 55,86 75,30 35,83 76,84 81,77 67,09 92,36 47,48 67,72 63,96 17 18 Yogyakarta 75,49 75,94 79,53 54,90 40,81 67,27 48,11 90,89 68,49 58,41 61,48 18 19 Palembang 56,46 62,57 85,70 26,72 66,92 53,36 91,21 96,52 34,51 93,84 61,35 19 20 Bengkulu 80,41 97,86 77,22 42,81 38,81 37,50 42,48 99,95 56,84 94,75 60,94 20 21 Tanjung Pinang 74,84 61,68 90,10 23,98 60,00 61,15 67,73 99,96 51,57 31,86 60,18 21 22 Denpasar 80,91 70,87 49,65 40,48 51,27 68,34 51,30 96,97 41,06 25,22 58,04 22 Sofi fi /Tidore 23 75,30 95,83 87,63 36,54 52,11 35,32 24,16 100,00 33,45 84,42 56,86 23 Kepulauan 24 Palangkaraya 84,44 89,39 60,59 11,99 66,04 39,36 42,39 96,96 29,18 56,63 56,80 24 25 Mataram 55,47 96,88 67,22 12,57 49,94 62,88 67,38 93,61 53,17 81,60 55,33 25 26 Jayapura 35,51 45,11 59,45 61,50 62,75 88,41 69,13 87,24 33,33 32,81 54,73 26 27 Surabaya 46,50 54,45 72,28 49,37 44,42 67,70 68,66 81,25 46,65 64,42 54,16 27 28 Pekanbaru 90,64 57,36 40,33 5,81 50,03 30,11 49,35 90,67 52,16 84,97 53,06 28 29 Serang 56,15 89,07 70,98 30,44 60,23 14,96 40,59 68,42 25,85 62,88 51,73 29 Bandar 30 65,04 43,13 71,15 34,15 45,86 61,89 40,68 96,42 16,84 74,19 48,91 30 Lampung 31 Jambi 56,41 21,65 65,36 19,32 74,84 75,94 38,22 99,94 32,90 66,02 48,42 31 32 Medan 45,41 65,45 71,56 12,11 24,76 5,82 84,54 94,02 31,12 72,18 45,99 32

83 Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016

84

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Gd. Permata Kuningan Lt. 10 Jl. Kuningan Mulia Kav. 9C Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan, 12980 Telp. [021] 8378 0642; Fax. [021] 8378 0643 www.kppod.org, email: [email protected]

Knowledge Sector Initiative (KSI) Ratu Plaza Tower Lt.9 Jl. Jendral Sudirman No.9 Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat, 10270 Telp. [021] 7278 9921; Fax. [021] 7278 9934 www.ksi-indonesia.org, email: [email protected]

Didukung oleh: