<<

KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH DAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA (Regional Autonomy Policy and the Development of Central of Economic Growth of Tasikmalaya City)

Ebed Hamri*, Eka Intan Kumala Putri**, Hermanto J. Siregar**, dan Deddy S. Bratakusumah*** *Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kab. Konawe, Provinsi Tenggara Jl. Inolobunggadue No. 2, Kel. Puunaaha, Kec. Unaaha Kab. Konawe, E-mail: *[email protected] **Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian , JI. Raya Dramaga, Dramaga, Bogor, Email: [email protected] dan [email protected] ***Pusbindiklatren, Jl. Proklamasi No. 70, Pusat, Email: [email protected] Naskah diterima: 11 Mei 2015 Naskah direvisi: 25 Mei 2015 Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016

Abstract The research was conducted at Tasikmalaya City as a city resulted from regional autonomy in 2001 and had developed into a center of economic development in Priangan Timur area of West Province. The research was aimed to analyze the development of regional economic structure and superior sector which was the economic competitiveness of Tasikmlaya City compare to other surrounding areas. The research was used analysis of Klassen typology, Entropy Diversity Index (EDI) analysis, and Location Quotient (LQ) analysis. The research indicated a result analysis of Klassen typology that Tasikmalaya City was within the classification of fast growth area; whereas, hinterland regencies were within the classification of relatively remote area. The result of EDI analysis shows that the average entropy index of Tasikmalaya City (0.85) was bigger than the average entropy value of its hinterlands, which were Tasikmalaya (0.71), (0.67), (0.81), Banjar City (0.83), and Regency (0,74). The higher value of entropy shows that regional economic of Tasikmalaya City was more advanced and developed. LQ analysis indicated that the average LQ of Tasikmalaya City was higher than hinterland area. The result shows average LQ value of Tasikmalaya City (12.80) was bigger than the average LQ value of its hinterland; which were (9.73), Garut Regency (9.25), Ciamis Regency (11.23), Banjar City (10.91), and (10.20). The superior sectors that became the economic basis sector of Tasikmalaya City were building, trade, hotel and restaurant, transportation and communication, finance, rent and financial services, and services. Keywords: regional autonomy, Klassen typology, entropy diversity, location quotient, growth center

Abstrak Penelitian ini dilakukan di Kota Tasikmalaya sebagai kota hasil pemekaran tahun 2001 dan berkembang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat. Penelitian bertujuan menganalisis perkembangan struktur perekonomian wilayah dan sektor unggulan yang menjadi daya saing perekonomian wilayah Kota Tasikmalaya dibandingkan daerah sekitarnya (hinterland). Penelitian menggunakan analisis tipologi Klassen, Indeks Diversitas Entropi (IDE), dan Location Quotient (LQ). Penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis tipologi Klassen, Kota Tasikmalaya termasuk klasifikasi daerah berkembang cepat, dibandingkan wilayah hinterland-nya Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran, masuk dalam klasifikasi daerah relatif tertinggal. Analisis IDE menunjukkan sektor-sektor perekonomian Kota Tasikmalaya lebih berkembang dibandingkan daerah hinterland-nya. Terlihat rata-rata indeks diversitas entropi Kota Tasikmalaya (0,85) lebih besar dibandingkan rata-rata nilai entropi wilayah sekitarnya (hinterland), yaitu Kabupaten Tasikmalaya (0,71), Kabupaten Garut (0,67), Kabupaten Ciamis (0,81), Kota Banjar (0,83), dan Kabupaten Pangandaran (0,74). Besarnya nilai entropi menunjukkan perekonomian wilayah Kota Tasikmalaya lebih maju dan berkembang. Sedangkan dari hasil analisis LQ menunjukkan rata-rata LQ Kota Tasikmalaya (12,80) lebih besar dibandingkan rata-rata LQ wilayah hinterland-nya, yaitu Kabupaten Tasikmalaya (9,73), Kabupaten Garut (9,25), Kabupaten Ciamis (11,23), Kota Banjar (10,91), dan Kabupaten Pangandaran (10,20). Sektor-sektor unggulan yang menjadi sektor basis ekonomi Kota Tasikmalaya adalah bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa keuangan, serta jasa-jasa. Kata kunci: pemekaran wilayah, tipologi Klassen, indeks diversitas entropi, kuosien lokasi, pusat pertumbuhan

I. PENDAHULUAN wilayah (regional disparity), ketidakadilan, dan A. Latar Belakang ketimpangan dalam hal pemerataan pembangunan Berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 (regional inequality), di satu sisi terjadi percepatan yang telah direvisi dengan Undang-Undang No. 32 pembangunan dan penumpukan manufaktur, di Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan sisi lain pembangunan berjalan sangat lambat titik sentral desentralisasi dan otonomi daerah, mendorong kuatnya arus tuntutan daerah-daerah memberikan peluang bagi daerah-daerah untuk untuk melakukan pemekaran wilayah (Booth, 2011; melakukan pemekaran wilayah. Realitas struktur Kuncoro, 2002). pemerintahan terpusat (sentralisasi), kesenjangan

Ebed Hamri, Eka Intan Kumala Putri, Hermanto J. Siregar, dan Deddy S. Bratakusumah, Kebijakan Pemekaran Wilayah... | 111 Tabel 1. Perkembangan Jumlah Daerah Otonom Baru Hasil Pemekaran di Tahun 1999-2013

Tahun Provinsi Kabupaten Kota Jumlah Keterangan Sebelum 1999 26 234 59 319 Masih mengacu pada UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di 1999 2 34 9 45 Daerah. Mengacu UU No. 22 Tahun 1999 tetapi 2000 3 - - 3 belum berdasarkan PP No. 129 Tahun 2000. 2001 - - 12 12 Mengacu UU No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan 2002 1 33 4 38 Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, 2003 - 47 2 49 Penghapusan dan Penggabungan Daerah. 2004 1 - - 1 2007 - 21 4 25 Berdasarkan PP No. 129 Tahun 2000. 2008 - 27 3 30 Sejak November 2008 pemekaran wilayah sudah berdasarkan PP No. 78 Tahun 2009 - 2 - 2 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, 2012 1 4 - 5 Penghapusan dan Penggabungan Daerah. 2013 - 7 - 7 DOHP pasca UU No. 22 8 175 34 217 Tahun 1999 Total provinsi, kab/kota s.d. 34 409 93 536 tahun 2013

Sumber: Juanda (2007), Pramusinto (2010) dalam Kuncoro (2012), Depdagri (2009) dalam Ratnawati (2010), dan Kemendagri (2013).

Perubahan politik yang terjadi di Indonesia dan terkonsentrasi dikenal dengan berbagai istilah, krisis moneter tahun 1998 mengubah Indonesia dari kota, pusat perdagangan, pusat industri, simpul salah satu negara paling sentralisasi menjadi salah industri, pusat perdagangan, daerah perkotaan atau satu negara paling demokratis dan terdesentralisasi daerah nodal. Sedang daerah luar pusat konsentrasi (Butt, 2010: 1). Proses desentralisasi dan penambahan dinamakan dengan berbagai istilah, seperti daerah provinsi baru, kabupaten, dan unit pemerintah pedalaman, daerah pertanian, daerah pedesaan atau daerah yang lebih rendah di luar Pulau Jawa adalah bahkan disebut sebagai wilayah belakang (Tarigan, reaksi terhadap ketidaksetaraan dan ketidakadilan 2005). yang dirasakan. Perubahan ini muncul sebagai Fenomena terciptanya daerah nodal tidak hasil dari suatu kompleksitas kekuatan politik, hanya di wilayah provinsi, namun terjadi di wilayah sosial, budaya, dan ekonomi (Charas, 2004 dalam kabupaten/kota, di mana biasanya pusat kegiatan Booth, 2010: 53). Melalui kebijakan desentralisasi ekonomi terjadi di daerah kota. Fenomena dan otonomi daerah dengan implikasi pemekaran khususnya terjadi pada kabupaten-kabupaten wilayah, maka pemekaran wilayah dapat dipandang yang mempunyai wilayah yang luas. Kabupaten sebagai salah satu bentuk pengembangan wilayah dengan wilayah yang luas biasanya membagi dua sehingga diharapkan dapat memperkecil kesenjangan wilayah secara administratif, yaitu wilayah kota antarwilayah serta dapat menyeimbangkan (kotamadya) dan wilayah kabupaten. Wilayah kota pertumbuhan dan perkembangan antarwilayah ini kemudian dijadikan sebagai pusat kegiatan (Muta’ali, 2011). Sejak berlakunya otonomi daerah ekonomi (pusat pertumbuhan), sedang kabupaten terjadi penambahan provinsi, kabupaten, dan kota sebagai daerah hinterland (Sutikno dan Maryunani, dari tahun 1999-2013 seperti tersaji pada Tabel 1. 2007). Pembangunan yang terpolarisasi (polarized Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah development) justru dapat memberikan manfaat telah mendorong terbentuknya provinsi, kabupaten, bagi wilayah pertumbuhan dan daerah belakang/ dan kota sebagai suatu wilayah. Kondisi ini daerah sekitarnya (Dawkins, 2003). menciptakan perbedaan antara daerah provinsi, Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang kabupaten, dan kota pemekaran, di mana ada daerah dilaksanakan di Indonesia dengan strategi pemekaran yang penduduk/kegiatan terkonsentrasi pada suatu wilayah merupakan fenomena pembentukan tempat dan yang kurang terkonsentrasi. Tempat provinsi, kabupaten, dan kota, diharapkan mampu

112 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 1, Juni 2016 111 - 125 Tabel 2. Perkembangan PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota Wilayah Priangan Timur Tahun 2009-2013

­­PDRB Per Kapita (Rp Juta) No. Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 1. Kota Tasikmalaya 5.867.833,53 6.103.765,76 6.372.765,87 6.687.108,43 7.083.021,00 2. Kab. Tasikmalaya 3.083.272,84 3.180.496,59 3.392.114,12 3.480.611,88 3.625.943,04 3. Kab. Garut 4.461.515,17 4.625.324,92 4.798.579,77 4.951.144,73 5.145.602,01 4. Kab. Ciamis 4.497.431,00 4.709.177,00 5.005.806,29 5.246.001,12 5.492.498,01 5. Kota Banjar 4.184.032,00 4.281.007,00 4.430.452,00 4.618.575,00 4.822.530,00 6. Kab. Pangandaran 5.165.348,36 5.401.598,82 5.637.849,28 5.874.099,74 6.123.574,99

Sumber: BPS Kota Tasikmalaya dan Banjar (2009-2014) dan BPS Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Pangandaran (2009-2014). menumbuhkan dan mengembangkan pusat-pusat penyebaran bagi pertumbuhan ekonomi daerah pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah sehingga sekitarnya. mendorong pertumbuhan dan perkembangan Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa ekonomi bagi daerah sekitarnya. Sebagaimana dari sisi PDRB ADHK Kota Tasikmalaya tahun 2009- halnya dengan Kota Tasikmalaya yang dimekarkan 2013 lebih kecil dibandingkan dengan Kabupaten tahun 2001 dari Kabupaten Tasikmalaya. Proses Tasikmalaya dan Kabupaten Garut. Namun penetapan pemekaran wilayah tersebut mampu mendorong Kota Tasikmalaya, sebagai pusat kegiatan wilayah dan mengembangkan perekonomian wilayah, (PKW) Priangan Timur yang tertuang dalam Rencana sehingga memberikan dampak penyebaran (spread Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana effect) maupun sebagai generator bagi kegiatan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat, perekonomian wilayah sekitar. telah menempatkan posisi Kota Tasikmalaya cukup Tabel 2 memperlihatkan sebagai kota strategis dibandingkan dengan daerah sekitarnya. sebagai hasil pemekaran, PDRB per kapita Kota Dikatakan strategis karena berada pada bagian timur Tasikmalaya kurun waktu tahun 2009-2013 lebih Provinsi Jawa Barat yang merupakan jalur perlintasan besar dibandingkan daerah sekitarnya. Kondisi ini selatan tujuan Jakarta-Jogya dan . Selain itu, berpengaruh dan menjadi daya tarik ekonomi bagi sebagai daerah penyangga, khususnya pada kawasan masyarakat kabupaten/kota yang ada di sekitarnya. Priangan Timur yang berbatasan langsung dengan Selain itu, pada tabel 3 memperlihatkan Kota Provinsi Jawa Tengah dan diharapkan mampu Tasikmalaya dalam lima tahun mengalami pertumbuhan memberikan efek penyebaran serta menggerakkan ekonomi yang cukup pesat. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi bagi daerah-daerah sekitarnya, kebijakan otonomi daerah memberikan dampak yang antara lain Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten signifikan bagi perkembangan perekonomian wilayah Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten Kota Tasikmalaya sehingga dapat memberikan efek Pangandaran. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu

Tabel 3. Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Wilayah Priangan Timur Tahun 2009-2013

Laju Pertumbuhan Ekonomi (Persen) No. Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 1. Kota Tasikmalaya 5,72 5,73 5,81 5,89 5,92 2. Kabupaten Tasikmalaya 4,15 4,27 4,32 4,32 4,46 3. Kabupaten Garut 5,57 5,34 5,48 4,61 4,82 4. Kabupaten Ciamis 4,92 5,07 5,11 4,99 5,02 5. Kota Banjar 5,13 5,28 5,35 5,26 5,34 6. Kabupaten Pangandaran - - 4,62 4,79 4,85

Sumber: BPS Kota Tasikmalaya dan Banjar (2009-2013) dan BPS Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Pangandaran (2009-2014).

Ebed Hamri, Eka Intan Kumala Putri, Hermanto J. Siregar, dan Deddy S. Bratakusumah, Kebijakan Pemekaran Wilayah... | 113 Tabel 4. Perkembangan PDRB ADHK Tahun 2000 Kabupaten/Kota Wilayah Priangan Timur Tahun 2009-2013

PDRB ADHK Tahun 2000 No. Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 1. Kota Tasikmalaya 3.668,63 3.878,72 4.104,24 4.345,86 4.603,15 2. Kabupaten Tasikmalaya 5.291,16 5.517,02 5.755,15 5.995,40 6.262,92 3. Kabupaten Garut 10.568,75 11.133,63 11.743,83 12.284,54 12.876,41 4. Kabupaten Ciamis 7.071,05 7.426,48 7.809,16 8.198,90 8.610,62 5. Kota Banjar 712,21 749,85 789,96 831,48 875,90 6. Kabupaten Pangandaran - - 2.151,97 2.255,07 2.364,50

Sumber: BPS Kota Tasikmalaya dan Banjar (2009-2014) dan BPS Kabupaten: Tasikmalaya, Garut, Ciamis, dan Pangandaran (2009-2014). dianalisis potensi Kota Tasikmalaya sebagai pusat Di balik berbagai permasalahan yang ditimbulkan pertumbuhan dalam kaitannya memberikan efek tersebut, pemekaran wilayah juga menghasilkan hal penyebaran bagi perekonomian wilayah kabupaten/ yang positif bagi daerah, seperti Kabupaten Jembrana kota sekitarnya. dengan pembebasan biaya sekolah untuk sekolah negeri, pemberian beasiswa dari SD-SMA, dan B. Permasalahan asuransi kesehatan masyarakat. Kabupaten Sragen Pemekaran wilayah merupakan implikasi dari sukses dengan kantor pelayanan terpadu. Kabupaten penerapan desentralisasi dan otonomi daerah Musi Banyuasin menyediakan fasilitas kuliah gratis sebagaimana amanah Undang-Undang No. 22 Tahun di Politeknik Sekayu dan Akademi Perawat Muba 1999. Implementasi pemekaran wilayah sebagai (Nugroho, 2011). Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten suatu bentuk percepatan pembangunan maupun Palawan Riau, dan Kabupaten Way Kanan Lampung peningkatan kesejahteraan masyarakat ternyata banyak menarik investor karena SDA yang melimpah tidak selalu memberikan dampak positif tetapi dan berhasil membangun sistem pelayanan satu tidak juga negatif terhadap perekonomian wilayah. atap. Kabupaten Tanah Bumbu di Selatan, Praktikno (2007) dalam Ratnawati (2009) mengatakan berhasil membangun infrastruktur hingga ke pelosok bahwa pemekaran wilayah memiliki “wajah ganda”, perdesaan dan memberikan subsidi pembangunan yaitu ada sisi positif dan sisi negatif. Manfaat dan desa sebesar Rp250 juta per desa per tahun. Dan kerugiannya sangat tergantung pada sudut pandang Kota Lampung berhasil mengembangkan siapa, baik pemerintah daerah ataupun pusat. Jika sektor jasa dengan baik, seperti pendidikan dan dari sudut pandang daerah, pemekaran wilayah perdagangan (Ratnawati, 2009). memberikan dampak positif bagi perkembangan Selain menghasilkan bad practice dan best percepatan pembangunan (Nugroho, 2011), namun practice, pemekaran wilayah timbul karena isu dari sudut pandang pemerintah pusat, pemekaran pemerintahan yang sentralistik, kesenjangan wilayah justru banyak mengalami kegagalan dalam pembangunan wilayah, dan pemerataan hasil implementasinya (Bappenas dan UNDP, 2008). pembangunan antara Pulau Jawa-luar Pulau Jawa Berbagai permasalahan (bad practice) timbul maupun antara Kawasan Indonesia Timur dan sejak adanya kebijakan pemekaran wilayah, seperti Kawasan Indonesia Barat (Booth, 2011; Kuncoro, konflik di tingkat lokal yang mencakup isu kesukuan 2002; Sjafrizal, 1997; dan Nazara, 1994). Oleh dan/atau keagamaan, perebutan wilayah, dan sebab itu, ketimpangan regional dapat dirasakan masalah letak ibu kota pemekaran, hingga perebutan dalam pertumbuhan ekonomi rendah, maupun asset (Pamungkas, 2007; Agustino dan Yussof, 2008). ketimpangan yang berkaitan dengan prasarana Hal ini muncul salah satunya disebabkan semangat ekonomi, sosial politik, dan pembangunan fisik kedaerahan yang sangat menonjolkan kesukuan lainnya. tanpa mau berinteraksi dengan suku lain (Nugroho, Penelitian ini mencoba melihat bahwa kebijakan 2011). Pada sisi hukum, muncul fenomena berupa desentralisasi dan otonomi daerah (pemekaran kecenderungan suatu daerah untuk mengatur segala wilayah), dengan studi kasus di Kota Tasikmalaya yang ada di wilayah pemerintahannya melalui perda pada tahun 2001, merupakan hal yang sangat karena euforia otonomi daerah. Tidak jarang suatu penting dalam meningkatkan dan mendorong daerah otonom baru terkadang membuat perda strategi pusat-pusat pertumbuhan dengan yang melampaui batas wilayahnya (Butt, 2010). mengembangkan hubungan ekonomi antara pusat-

114 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 1, Juni 2016 111 - 125 pusat pertumbuhan wilayah dan pertumbuhan besaran range menjadi batasan bagi luas daerah daerah sekitarnya. Perkembangan perekonomian pelayanan pasar (Setiono, 2011). wilayah yang begitu pesat dapat meningkatkan Prinsip dasar teori lokasi pusat Christaller adalah hubungan/interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah struktur hubungan pusat-pusat kegiatan dengan bagi daerah sekitarnya. Kondisi tersebut diharapkan sistem k = 3 (role of threes) atas dasar 3 prinsip, yaitu dapat mendorong dan mengembangkan Kota prinsip pasar (the market principle) digambarkan Tasikmalaya menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dengan sistem k = 3. Prinsip transportasi (the yang dapat memberikan pengaruh dan dampak bagi tranpostation principle) digambarkan dengan model daerah-daerah sekitarnya. k = 4, di mana lokasi pusat terbentuk sebagai jalur Berdasarkan latar belakang dan permasalahan transportasi/traffic yang lurus dan menyebar tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian dari titik pusat. Untuk pusat yang ordenya lebih adalah sebagai berikut: tinggi mendominasi lokasi pasar dari pusat-pusat 1. bagaimana perkembangan struktur yang ordenya lebih rendah. Prinsip administratif perekonomian Kota Tasikmalaya dibandingkan mengatur hierarki pusat dari sudut pandang politik dengan daerah sekitarnya? atau administrasi dan digambarkan dengan model 2. sektor-sektor ekonomi apa saja yang menjadi k = 7. Prinsip ini mengatur seluruh pusat-pusat dari sektor unggulan dan daya saing wilayah Kota orde yang lebih rendah dimasukkan ke dalam pusat Tasikmalaya dibandingkan dengan daerah yang berorde tertinggi (Setiono, 2011). sekitarnya? Pemekaran wilayah dipandang sebagai bentuk pendekatan model lokasi pusat (central place). Jika C. Tujuan melihat syarat pembentukan provinsi, maka paling Berdasarkan permasalahan tersebut, maka sedikit 5 kabupaten/kota, pembentukan kabupaten tujuan penelitian ini adalah menganalisis (1) paling sedikit 5 kecamatan, dan pembentukan kota perkembangan struktur perekonomian wilayah paling sedikit 4 kecamatan. Apabila dihubungkan Kota Tasikmalaya dibandingkan dengan daerah dengan prinsip-prinsip dari teori lokasi pusat sekitarnya dan (2) sektor unggulan yang menjadi Christaller, pemekaran wilayah sebagai pemecahan daya saing perekonomian wilayah Kota Tasikmalaya dari satu kabupaten menjadi dua atau lebih dibandingkan dengan daerah sekitarnya. kabupaten/kota yang baru, di mana kabupaten/ kota baru cenderung sebagai atau menjadi suatu II. KERANGKA TEORI lokasi pusat baru yang mampu atau dapat melayani A. Landasan Teoritik Pemekaran Wilayah daerah belakang (hinterland) dan mendekatkan jarak Pemekaran wilayah pada dasarnya dilandasi pelayanan. oleh teori tentang lokasi dan wilayah. Teori lokasi dan wilayah berhubungan dengan keruangan (Tarigan, B. Pemekaran Wilayah, Desentralisasi, dan 2005). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Otonomi Daerah pemekaran wilayah sebagai suatu proses pemecahan Pemekaran wilayah dapat dilihat sebagai bagian wilayah (dari satu wilayah membentuk wilayah lain) dari proses penataan daerah atau territorial reform memiliki sifat-sifat keruangan. Mengacu dari teori atau administrative reform, yaitu “management of lokasi dan wilayah tersebut, ide dasar dari konsep the size, shape and hierarchy of local government pemekaran wilayah pada umumnya lebih banyak units for the purpose of achieving political and dipengaruhi dan diadopsi dari teori lokasi pusat administrative goals” (reformasi teritorial atau (central place theory). Teori lokasi pusat pertama kali reformasi administrasi, yaitu pengelolaan ukuran, di kemukakan oleh Walter Christaller tahun 1933, bentuk, dan hierarki satuan pemerintah daerah kemudian diperluas dan dikembangkan oleh August untuk maksud mencapai atau melaksanakan tujuan Losch tahun 1940. Teori lokasi pusat berasumsi politik dan administrasi). Penataan daerah umumnya bahwa suatu tempat merupakan pusat pemasaran mencakup pemekaran, penggabungan, dan atau pusat pelayanan yang membentuk suatu penghapusan daerah (Ratnawati, 2010). Kebijakan hierarki yang teratur. Christaller memperkenalkan territorial reform menjadi preferensi beberapa konsep threshold, yakni ukuran atau besaran negara dan terdapat tiga varian dari bentuk ini, yaitu minimum volume pasar yang dipersyaratkan untuk (1) pemekaran (proliferation) daerah. Kebijakan ini menyelenggarakan barang dan jasa tertentu dan menjadi pilihan bagi negara-negara berkembang range (jarak maksimum bagi konsumen untuk (Pakistan, Filipina, Nigeria, Uganda, Kenya) yang membeli barang dan jasa). Jarak yang terlalu jauh mengutamakan kedekatan geografi (geographic dapat menyebabkan konsumen tidak lagi berminat proximity), (2) penggabungan (amalgamation) membeli barang/jasa tersebut. Dari pusat kegiatan daerah. Kebijakan ini dipilih negara-negara maju

Ebed Hamri, Eka Intan Kumala Putri, Hermanto J. Siregar, dan Deddy S. Bratakusumah, Kebijakan Pemekaran Wilayah... | 115 (Victoria-Australia, Jepang, Kanada, Swedia) yang dalam mewujudkan hak dan aspirasi masyarakat di berorientasi pada prinsip ekonomi (efisiensi) dalam daerah, dalam rangka meningkatkan pertumbuhan penyelenggaraan pemerintahan, dan (3) bentuk ekonomi dan kesejahteraan sosial di daerah, dan (3) campuran antara pemekaran dan penggabungan. local responsiveness, yaitu meningkatkan tanggung Negara-negara yang menganut kebijakan ini jawab pemerintah daerah terhadap masalah- menyesuaikan dengan kondisi politik dan ekonomi masalah sosial ekonomi yang terjadi di daerahnya yang ada. Pemilihan territorial reform melalui (Agusniar, 2006). pemekaran wilayah tidak tergantung pada bentuk negara apakah federal atau kesatuan (Tryatmoko, C. Pusat Pertumbuhan 2010). Konsep dasar pusat pertumbuhan berasal Dari sudut pandang desentralisasi, pemekaran dari teori kutub pertumbuhan yang pertama kali wilayah merupakan pelaksanaan asas desentralisasi dikemukakan oleh Francoise Perroux tahun 1955 (Ratnawati, 2010). Cheema dan Rondinelli (2007) dengan Pole de Croissance. Asumsinya adalah “growth mendefinisikan decentralization was defined as the does not appear everywhere at the same time; it transfer of authority, responsibility, and resources- appears at points or poles of growth with varying through deconcentration, delegation, or devolution- intensity; it spreads along various channels and with from the center to lower levels of administration. differing overall effects on the whole economy (Parr, Disebutkan bahwa pemerintah dewasa ini menerapkan 1999). Dasar teori dari kutub pertumbuhan adalah 3 bentuk desentralisasi, yaitu (1) “deconcentration, kegiatan ekonomi di dalam suatu daerah cenderung sought to shift administrative responsibilities from terpusat pada satu titik lokal (pusat). Lebih lanjut central ministries and departments to regional and Perroux mendefinisikan kutub pertumbuhan sebagai local administrative levels by establishing field offices “as a field of forces, economic space consists of of national departments and transferring some centers (pole and foci) from which centrifugal forces authority for decision making to regional field staff, emanate and to which forces are attracted. Each (2) devolution aimed to strengthen local governments center being a center of attraction and repulsion has by granting them the authority, responsibility, and its proper field, which is a set in the field of all other resources to provide services and infrastructure, centers“ (Monsted, 1974). protect public health and safety, and formulate and Higgins and Salvoie (2005) memberikan implement local policies, dan (3) delegation, national pengertian “the growth pole is a set (of economis governments shifted management authority for activities) that has to introduce the growth of specific functions to semi-autonomous or parastatal another set. Adanya sekumpulan kegiatan ekonomi organizations and state enterprises, regional akan menumbuhkan kegiatan ekonomi lainnya. planning and area development agencies, and multi- Meskipun demikian, suatu pusat pertumbuhan and single-purpose public authorities” (Cheema and yang memengaruhi kegiatan ekonomi akan Rondinelli, 2007). Akibat prinsip tersebut dikenal semakin berkurang jika semakin menjauh dari pusat adanya daerah otonom dan wilayah administratif pertumbuhan. Pusat dapat dikatakan sebagai titik (Kuncoro, 2004). pertumbuhan, sedangkan daerah sekitarnya yang Secara teoritis kata otonomi berasal dari Bahasa masih terpengaruh adalah daerah pengaruhnya. Yunani “outonomous” yang berarti pemerintahan Pusat pertumbuhan dapat diartikan dengan dua cara, sendiri (auto = sendiri, nomus = pemerintahan). Hal ini yaitu pertama secara fungsional, pusat pertumbuhan mempunyai makna kemandirian untuk mengatur dan dijelaskan sebagai suatu lokasi konsentrasi kelompok mengurus rumah tangganya sendiri, dapat disebut usaha atau cabang industri yang karena sifat pula penyerahan penuh kepada daerah otonom hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan untuk melaksanakan urusan rumah tangga. Pada sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi, dasarnya pengertian otonomi menyangkut dengan baik ke dalam maupun keluar (daerah belakangnya). dua hal pokok, yaitu kewenangan untuk membuat Kedua, secara geografis, pusat pertumbuhan adalah hukum sendiri (own laws) dan kebebasan untuk suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan mengatur pemerintahan sendiri (self government) kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik, (Sjafrizal, 2008). Hidayat (2000) menyebutkan ada berbagai macam usaha untuk melakukan kegiatan tiga alasan pokok otonomi daerah diperlukan, yaitu ekonomi di tempat tersebut dan masyarakat senang (1) political equality, meningkatkan partisipasi datang memanfaatkan fasilitas yang ada di kota politik pada tingkat daerah, penting artinya untuk tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada interaksi meningkatkan demokratisasi dalam pengelolaaan antara usaha-usaha tersebut (Tarigan, 2005). negara, (2) local accountability, meningkatkan Suatu kota dikatakan sebagai pusat pertumbuhan kemampuan dan tanggung jawab pemerintah daerah apabila memiliki empat ciri-ciri pusat pertumbuhan,

116 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 1, Juni 2016 111 - 125 yaitu (1) ada hubungan internal dari berbagai Undang-Undang tersebut menjadi momentum macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, ada berubah secara resmi menjadi daerah otonom keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya baru, yaitu Kota Tasikmalaya. Konsekuensinya, sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan Kota Tasikmalaya mempunyai kewenangan untuk mendorong sektor lainnya, karena saling terkait, (2) mengatur rumah tangga sendiri melalui Undang- ada efek pengganda: keberadaan sektor-sektor yang Undang No. 10 Tahun 2001 tertanggal 17 Oktober saling terkait dan saling mendukung menciptakan 2001. efek pengganda, (3) terdapat konsentrasi geografis, Pemilihan Kota Tasikmalaya sebagai lokasi konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau penelitian ini karena kota ini memiliki karakteristik fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi di antara sebagai pusat/kutub pertumbuhan. Kebijakan sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga desentralisasi dan otonomi daerah yang tepat meningkatkan daya tarik dari kota tersebut, dan (4) akan menyebarkan pertumbuhan pusat-pusat bersifat mendorong daerah belakangnya, berarti pertumbuhan regional dan mengarah pada kota dan wilayah belakangnya terdapat hubungan pengembangan daerah sekitarnya. Kota Tasikmalaya yang harmonis. Kota membutuhkan bahan baku dari sebagai kota hasil pemekaran berada pada suatu wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai kawasan yang disebut Priangan Timur dan memiliki kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat beberapa daerah hinterland. mengembangkan diri (Tarigan, 2005; Adisasmita, 2008). B. Variabel Penelitian Konsep lain yang berhubungan dengan pusat Variabel penelitian dalam penelitian ini meliputi pertumbuhan adalah konsep wilayah nodal. Konsep Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga ini memandang suatu wilayah secara dikotomis Konstan (PDRB ADHK 2000), PDRB per kapita ADHK, (terbagi atas dua bagian) yang didasarkan atas dan pertumbuhan ekonomi. Variabel-variabel asumsi bahwa suatu wilayah diumpamakan sebagai tersebut merupakan indikator yang menunjukkan suatu “sel hidup” yang mempunyai plasma dan inti. pencapaian dan dampak kebijakan dari pelaksanaan Inti (pusat simpul) adalah pusat-pusat pelayanan program pembangunan, termasuk menjadi indikator dan atau permukiman sedang plasma adalah daerah perkembangan perekonomian suatu wilayah. belakang (periphery/hinterland), yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan mempunyai hubungan C. Metode Pengumpulan Data fungsional (Rustiadi, et al., 2009: 34). Lebih lanjut Metode pengumpulan data yang dilakukan Richardson (1969) menyebutkan konsep wilayah meliputi: nodal lebih fokus pada peran pengendalian atau 1) Metode Dokumentasi pengaruh central atau pusat (node) serta hubungan Metode dokumentasi dilakukan untuk ketergantungan pusat dan elemen-elemen mendapatkan data kabupaten/kota: Kota sekelilingnya dibandingkan soal batas wilayah Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, (Rustiadi, et al., 2009: 34). Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Konsep-konsep yang sama dengan teori kutub Banjar dan Kabupaten Pangandaran selama 5 pertumbuhan Perrox juga digunakan oleh penulis tahun terakhir. Data tersebut mencakup PDRB lain, seperti core region (wilayah inti), growth ADHK tahun 2000 untuk periode tahun 2009- areas (daerah-daerah pertumbuhan), growth point 2013, PDRB per kapita ADHK periode tahun (titik-titik pertumbuhan), growth and development 2009-2013, dan pertumbuhan ekonomi tahun poles (kutub-kutub pertumbuhan/pengembangan), 2009-2013, baik yang bersumber dari BPS growth centers (pusat-pusat pertumbuhan) pada maupun dari Bappeda serta instansi terkait prinsipnya mendorong perkembangan suatu dengan penelitian ini. wilayah, serta sudah memasukkan dimensi geografis 2) Metode Wawancara dan lokasi sedang konsep kutub pertumbuhan tanpa Metode wawancara dilakukan kepada pihak- suatu dimensi geografis yang spesifik (Nurzaman, pihak yang terkait dengan penelitian ini, yaitu 2012). Bappeda maupun SKPD lain dari 6 kabupaten/ kota se-Priangan Timur (Kota Tasikmalaya, III. METODOLOGI Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, A. Objek Penelitian Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pangandaran). Pemerintahan Daerah efektif mulai berlaku sejak tahun 2001. Kota Tasikmalaya pada awalnya adalah kota administratif selama 25 tahun dan berlakunya

Ebed Hamri, Eka Intan Kumala Putri, Hermanto J. Siregar, dan Deddy S. Bratakusumah, Kebijakan Pemekaran Wilayah... | 117 Tabel 5. Matrik Klasifikasi Kabupaten/Kota Berdasarkan Tipologi Klassen

PDRB Per Kapita (y)

yi < y yi > y Laju Pertumbuhan (r) Daerah berkembang Daerah maju dan cepat tumbuh r > r i cepat (growing region) (rapid growth region) Daerah relatif tertinggal Daerah maju tapi r < r i (relatively backward region) tertekan (retarded region)

Keterangan: yi adalah rata-rata PDRB per kapita kabupaten/kota i; y adalah rata-rata PDRB per kapita kabupaten/

kota; ri adalah rata-rata laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota i; r adalah rata-rata laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota.

3) Metode Analisis Di mana: S = nilai entropi; Pi = nilai rasio Metode analisis dalam penelitian ini meliputi: antara aktivitas/sektor ekonomi ke-i dibagi a. Analisis Tipologi Klassen jumlah total aktivitas/sektor ekonomi; i = Tipologi Klassen digunakan untuk kategori aktivitas/sektor ekonomi ke-i; j = mengetahui gambaran tentang pola dan kategori wilayah ke-j (kab/kota); n = total struktur pertumbuhan ekonomi daerah aktivitas/sektor ekonomi. dan membagi daerah dalam dua indikator Dalam suatu wilayah perkembangan utama, pertumbuhan ekonomi, dan ekonominya dapat berkembang maju pendapatan per kapita (Kuncoro, 2013). atau sebaliknya. Untuk mengukur maju Tipologi Klassen membagi daerah dalam atau berkembangnya atau tidak maju empat klasifikasi, yaitu daerah maju dan atau tidak berkembangnya perekonomian cepat tumbuh (high growth, high income), wilayah dapat dilihat dari IDE-nya. Prinsip daerah berkembang cepat (high growth pengertian indeks entropi adalah semakin but low income), daerah maju tapi tertekan beragam aktivitas atau semakin luas (high income but low growth), daerah relatif jangkauan spasial, maka semakin tinggi tertinggal (low growth and low income) entropi wilayah, artinya wilayah tersebut (Kuncoro, 2013). semakin berkembang. Nilai IDE ditujukan Alat analisis tipologi Klassen digunakan untuk menghitung tingkat keberagaman untuk melihat pertumbuhan pembangunan dan keberimbangan aktivitas atau sektor ekonomi suatu daerah serta memetakan ekonomi di suatu wilayah. Semakin atau menggolongkan daerah-daerah yang berimbang komposisi berbagai aktivitas mengalami pertumbuhan ekonomi dan atau sektor ekonomi tersebut nilai IDE pendapatan per kapita, yang diukur dengan juga semakin besar ini berarti suatu membandingkan nilai rata-rata provinsi. wilayah dapat dianggap semakin maju atau b. Indeks Diversity Entropy (IDE) berkembang. Indeks Diversitas Entropi (IDE) dipakai untuk c. Analisis Location Quotient (LQ) mengukur maju/berkembangnya atau tidak Analisis Location Quotient (LQ) salah satu maju/tidak berkembangnya perekonomian metode pengukuran tidak langsung untuk wilayah suatu daerah, jika hasilnya mengetahui suatu sektor dalam suatu mendekati 1, wilayah tersebut semakin wilayah merupakan sektor basis atau berkembang, jika hasilnya mendekati 0, non basis (Budiharsono, 2001). Riyadi wilayah tersebut tidak/kurang berkembang. dan Bratakusumah (2004) analisis LQ Semakin besar nilai entropi berarti suatu dimaksudkan untuk mengetahui gambaran wilayah dianggap semakin berkembang dan umum mengenai kemampuan sektor-sektor sebaliknya (Pribadi, et al., tanpa tahun). pembangunan di suatu wilayah dalam Persamaan umum dalam perhitungan mendukung proses pembangunan daerah, indeks diversitas entropi adalah: kemampuan sektor-sektor pembangunan dalam suatu daerah dibandingkan sektor- n n sektor pembangunan yang ada di daerah yang lebih besar. Rumus LQ adalah: S = ∑ ∑ PilnPi i=1 j=i ...... (1)

118 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 1, Juni 2016 111 - 125 LQ < 1 menunjukkan bahwa sektor tersebut Xij / Xi. LQij = bukan sektor basis atau unggulan, karena X.j / X.. belum cukup memenuhi kebutuhan lokal, ...... (2) maka ada kecenderungan untuk mengimpor dari luar daerah (Kuncoro, 2002). Di mana LQij adalah nilai LQ untuk sektor tertentu daerah i; X adalah nilai sektor ij Diharapkan dengan pemilihan alat analisis tertentu kabupaten/kota i; X adalah nilai i. tipologi Klassen, IDE, dan LQ dapat menjawab total sektor kabupaten/kota i; X adalah .j permasalahan dan tujuan penelitian. nilai sektor tertentu provinsi; X.. adalah nilai total sektor provinsi. Ukuran analisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN LQ menurut Bendavid-Val dalam Kuncoro 1. Analisis Tipologi Klassen (2002) adalah LQ > 1 menunjukkan bahwa Berdasarkan analisis tipologi Klassen dari 27 sektor tersebut merupakan sektor basis atau kabupaten/kota se-Provinsi Jawa Barat tahun 2009- unggulan karena mampu meningkatkan 2013, diketahui sumbu horizontal menunjukkan rata- dan mengembangkan daerah atau wilayah rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,37 persen dan sebagai refleksi dari adanya kelebihan sumbu vertikal menunjukkan rata-rata PDRB ADHK produksi yang dipasarkan ke daerah lain. tahun 2000 sebesar Rp12.236,09 miliar (Gambar 1). LQ = 1 menunjukkan bahwa sektor tersebut Hasil analisis tipologi Klassen kabupaten/kota se- bukan sektor basis dan hanya mampu Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013, menunjukkan memenuhi kebutuhan lokal daerah, tetapi klasifikasi daerah maju dan cepat tumbuh ada memiliki potensi untuk menjadi sektor basis.

Gambar 1. Tipologi Klassen Kabupaten/Kota se-Provinsi Jawa Barat dan Posisi Kota Tasikmalaya dan Wilayah Hinterland (meliputi Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, dan Kota Banjar)

Sumber: data diolah dari BPS Kota: Tasikmalaya dan Banjar (2009-2014), Kabupaten: Tasikmalaya, Garut, Ciamis, dan Kabupaten Pangandaran (2009-2014), BPS Pusat (2009-2013), dan BPS Jawa Barat (2013).

Keterangan: Kb. Bgr : Kab. Bogor Kb. Mjlk : Kab. Majalengka Kt. Bgr : Kota Bogor Kb. Skb : Kab. Kb. Smd : Kab. Sumedang Kt. Skb : Kota Sukabumi Kb. Cjr : Kab. Cianjur Kb. Idmy : Kab. Indramayu Kt. Bdg : Kota Kb. Bdg : Kab. Bandung Kb. Sbg : Kab. Subang Kt. Crb : Kota Kb. Grt : Kab.Garut Kb. Pwk : Kab. Kt. Bks : Kota Kb. Tsm : Kab. Tasikmalaya Kb. Krw : Kab. Kerawang Kt. Dpk : Kota Kb. Cms : Kab. Ciamis Kb. Bks : Kab. Bekasi Kt. Cmh : Kota Kb. Kng : Kab. Kb. Bdg Brt : Kab.Bandung Barat Kt. Tsm : Kota Tasikmalaya Kb. Crb : Kab. Cirebon Kb. Pgd : Kab. Pangandaran Kt. Bjr : Kota Banjar

Ebed Hamri, Eka Intan Kumala Putri, Hermanto J. Siregar, dan Deddy S. Bratakusumah, Kebijakan Pemekaran Wilayah... | 119 6 kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Kerawang, Hasil analisis tipologi Klassen pada 27 kabupaten/ Kota Bandung dan Bekasi, Kabupaten Bandung, kota se-Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa Bogor, dan Kabupaten Bekasi. Klasifikasi daerah pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per berkembang cepat terdapat 6 kabupaten/kota, yaitu kapita/PDRB ADHK Kota Tasikmalaya dibandingkan Kota Depok, Kabupaten Purwakarta, Kota Bogor, dengan 27 kabupaten/kota se-Provinsi Jawa Barat Kota Tasikmalaya, Kota Sukabumi, dan Kabupaten berada pada kuadran II (daerah berkembang cepat). Bandung Barat. Klasifikasi daerah maju tapi tertekan Apabila dibandingkan dengan kab/kota se-Priangan terdapat 1 daerah, yaitu Kabupaten Indramayu. Timur, pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan Klasifikasi daerah relatif tertinggal terdapat 14 per kapita/PDRB ADHK Kota Tasikmalaya lebih tinggi kabupaten/kota, yaitu Kota Banjar, Kota Cimahi, dibandingkan dengan Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Cirebon, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten dan Kabupaten Pangandaran. Pertumbuhan ekonomi Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten dan pendapatan per kapita maupun PDRB ADHK Kota Cianjur, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Subang, Tasikmalaya yang besar akan memberikan dampak Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Pangandaran. terjadinya migrasi penduduk dari daerah-daerah Berdasarkan analisis tipologi Klassen kabupaten/ sekitarnya. Penelitian Pekkala (2003) membuktikan kota se-Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 bahwa terjadinya migrasi salah satunya disebabkan (Gambar 1), menunjukkan Kota Tasikmalaya masuk oleh upah yang lebih tinggi dan prospek pekerjaan dalam klasifikasi daerah berkembang cepat, wilayah yang lebih baik di daerah perkotaan. Pendapatan dan hinterland-nya (Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten pekerjaan memikat orang ke pusat pertumbuhan Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten disebabkan utilitas yang dirasakan lebih besar di Pangandaran) masuk dalam klasifikasi daerah relatif pusat-pusat pertumbuhan. tertinggal. Posisi Kota Tasikmalaya sebagai daerah berkembang cepat tersebut didukung oleh rata- 2. Analisis Indeks Diversitas Entropy rata pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yaitu Hasil analisis IDE perkembangan sektor-sektor 5,81 persen, lebih tinggi dibandingkan rata-rata PDRB Kota Tasikmalaya dan wilayah hinterland pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya 4,30 (Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, persen, Kabupaten Garut 5,16 persen, Kabupaten Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, dan Ciamis 5,02 persen, Kota Banjar 5,27 persen, dan Kota Banjar) periode tahun 2009-2013 dapat dilihat Kabupaten Pangandaran 2,85 persen. Sebaliknya pada Tabel 6. rata-rata PDRB ADHK tahun 2000 Kota Tasikmalaya Dari Tabel 6, berdasarkan data PDRB ADHK tahun relatif kecil, yaitu Rp4.120,12 miliar jika dibandingkan 2000, pada periode tahun 2009-2013 menunjukkan Kabupaten Tasikmalaya Rp5.764,33 miliar Kabupaten bahwa rata-rata indeks entropi Kota Tasikmalaya lebih Garut Rp11.721,43 miliar dan Kabupaten Ciamis tinggi (0,85) dibandingkan dengan wilayah sekitarnya Rp7.823,24 miliar. Namun apabila dibandingkan (hinterland), yaitu Kabupaten Tasikmalaya (0,71), dengan Kota Banjar Rp791,88 miliar dan Kabupaten Kabupaten Garut (0,67), Kabupaten Ciamis (0,81), Pangandaran Rp2.257,18 miliar rata-rata PDRB ADHK Kota Banjar (0,82), dan Kabupaten Pangandaran 2000 Kota Tasikmalaya lebih besar. (0,74). Selain itu, berdasarkan hasil IDE menunjukkan

Tabel 6. Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) Kota Tasikmalaya dan Wilayah Sekitarnya pada Tahun 2009-2013

Kab/kota Tahun Rata- No. Se-Priangan Timur rata 2009 2010 2011 2012 2013 1. Kota Tasikmalaya 0,86 0,85 0,85 0,85 0,84 0,85 2. Kabupaten Tasikmalaya 0,70 0,70 0,70 0,71 0,72 0,71 3. Kabupaten Garut 0,67 0,68 0,66 0,68 0,68 0,67 4. Kabupaten Ciamis 0,81 0,81 0,81 0,81 0,81 0,81 5. Kota Banjar 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 6. Kabupaten Pangandaran - - 0,75 0,72 0,76 0,74

Sumber: Hasil analisis IDE, data diolah dari BPS Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran (2009-2014).

120 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 1, Juni 2016 111 - 125 bahwa sektor-sektor ekonomi Kota Tasikmalaya lebih (0,18), dan sektor pertambangan serta penggalian berkembang. Beberapa sektor tersebut, yaitu industri (0,11), sektor tersebut dikategorikan sebagai pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan; nonbasis, (c) Kabupaten Garut, hasil analisis LQ perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan tahun 2009 dan 2013 menunjukkan terdapat 4 sektor dan komunikasi, serta keuangan, persewaan, dan yang memiliki nilai LQ > 1, yaitu sektor pertanian jasa keuangan, memberikan sumbangan yang besar (3,65), diikuti sektor jasa-jasa (1,42), perdagangan, dalam pembentukan PDRB Kota Tasikmalaya. hotel, dan restoran (1,27), dan sektor keuangan, Hasil analisis IDE menunjukkan pula bahwa persewaan, serta jasa (1,09), sektor-sektor ini aktivitas ekonomi Kota Tasikmalaya lebih beragam, dikategorikan sektor basis. Sedang 5 sektor memiliki lebih berkembang, dan maju. Sama halnya dengan rata-rata nilai LQ < 1, yaitu sektor bangunan (0,77), hasil penelitian Pede (2013) pada kabupaten- pengangkutan dan komunikasi (0,58), listrik dan air kabupaten di Amerika Serikat selama periode bersih (0,25), industri pengolahan (0,17), dan sektor tahun 1990-2007, menemukan bahwa keragaman pertambangan serta penggalian (0,06) merupakan ekonomi memperkuat dan memberikan dampak sektor nonbasis, (d) Kabupaten Ciamis, hasil analisis positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. LQ tahun 2009 dan 2013 menunjukkan terdapat 6 Aktivitas ekonomi Kota Tasikmalaya yang lebih sektor yang memiliki nilai LQ > 1, yaitu sektor jasa-jasa beragam mendorong perkembangan perekonomian (2,41), diikuti sektor pertanian (2,30), pengangkutan wilayah Kota Tasikmalaya lebih maju dibandingkan dan komunikasi (1,67), keuangan, persewaan, dengan Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, dan jasa (1,59), bangunan (1,40), dan sektor Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten perdagangan, hotel, serta restoran (1,23), sektor- Pangandaran. Aktivitas ekonomi yang beragam sektor ini dikategorikan sektor basis. Sedang 3 sektor menjadi daya tarik masyarakat di wilayah sekitarnya. memiliki rata-rata nilai LQ < 1, yaitu sektor listrik Perekonomian wilayah Kota Tasikmalaya yang lebih dan air bersih (0,30), industri pengolahan (0,18), dan maju dan berkembang memberikan spread effect pertambangan serta penggalian (0,16) merupakan bagi wilayah sekitarnya. sektor nonbasis, (e) Kota Banjar, hasil analisis LQ tahun 2009 dan 2013 menunjukkan terdapat 6 sektor 3. Analisis Location Quotient (LQ) yang memiliki nilai LQ > 1, yaitu sektor jasa-jasa (2,18), Hasil analisis LQ sektor-sektor dalam diikuti sektor keuangan, persewaan, dan jasa (1,89), perekonomian wilayah Kota Tasikmalaya dan wilayah perdagangan, hotel, dan restoran (1,56), pertanian hinterland­­-nya (Kabupaten Tasikmalaya, Garut, (1,49), bangunan (1,47), dan pengangkutan serta Ciamis, Pangandaran, dan Kota Banjar) terhadap komunikasi (1,46), sektor-sektor ini dikategorikan sektor-sektor perekonomian Provinsi Jawa Barat sektor basis. Sedangkan 3 sektor memiliki rata-rata dapat dilihat pada Tabel 7. nilai LQ < 1, yaitu listrik dan air bersih (0,45), industri Tabel 7 menunjukkan hasil analisis LQ, pada (a) pengolahan (0,28), dan pertambangan & penggalian Kota Tasikmalaya, hasil analisis LQ tahun 2009 dan (0,13) merupakan sektor nonbasis; (f) Kabupaten 2013 menunjukkan terdapat 5 sektor yang memiliki Pangandaran, hasil analisis LQ tahun 2009 dan 2013 nilai LQ > 1, yaitu sektor bangunan (3,12), sektor menunjukkan terdapat 5 sektor yang memiliki nilai keuangan, persewaan, dan jasa (3,08), sektor jasa- LQ > 1, yaitu sektor pertanian (2,80), diikuti sektor jasa (1,75), sektor pengangkutan dan komunikasi jasa-jasa (2,43), perdagangan, hotel, dan restoran (1,66) dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (1,44), keuangan, persewaan, dan jasa (1,28), serta (1,44), di mana sektor-sektor ini dikategorikan sektor bangunan (1,15), sektor-sektor ini dikategorikan basis. Sedang 4 sektor memiliki rata-rata nilai LQ < sektor basis. Sedang 4 sektor memiliki rata-rata nilai 1, yaitu sektor listrik dan air bersih (0,73), pertanian LQ < 1, yaitu sektor pertambangan dan penggalian (0,60), industri pengolahan (0,40) dan pertambangan (0,33), listrik dan air bersih (0,32), pengangkutan dan dan penggalian (0,00) dikategorikan sebagai sektor komunikasi (0,32), serta sektor industri pengolahan nonbasis, (b) Kabupaten Tasikmalaya, hasil analisis (0,28) kategori sektor nonbasis. LQ tahun 2009 dan 2013 menunjukkan terdapat Sektor-sektor yang memiliki rata-rata nilai LQ > 4 sektor yang memiliki nilai LQ > 1, yaitu sektor 1 diasumsikan sektor mampu memenuhi kebutuhan pertanian (3,47), diikuti sektor jasa-jasa (2,19), lokal serta memiliki kelebihan produk yang bisa sektor keuangan, persewaan, dan jasa (1,13), sektor dikembangkan dan diekspor, serta memberikan perdagangan, hotel, dan restoran (1,05), sektor- sumbangan yang besar terhadap PDRB kabupaten/ sektor ini dikategorikan sektor basis. Sedang 5 kota dibandingkan sumbangan sektor yang sama sektor memiliki rata-rata nilai LQ < 1, yaitu sektor terhadap PDRB provinsi. Jika dilihat besaran rata-rata pengangkutan dan komunikasi (0,96), listrik dan air LQ sektor-sektor ekonomi, dalam analisis tahun 2009 bersih (0,45), bangunan (0,19), industri pengolahan dan tahun 2013, menunjukkan rata-rata LQ Kota

Ebed Hamri, Eka Intan Kumala Putri, Hermanto J. Siregar, dan Deddy S. Bratakusumah, Kebijakan Pemekaran Wilayah... | 121 9,80 9,66 9,73 9,21 9,29 9,25 10,06 13,49 12,11 12,80 11,76 10,71 11,23 11,38 10,44 10,91 10,35 10,20 Jumlah Jasa 1,79 1,71 2,24 2,14 2,19 1,45 1,38 1,42 2,46 2,35 2,41 2,23 2,13 2,18 2,52 2,35 2,43 1,75 Jasa- Basis Basis Basis Basis Basis Basis Jasa 3,31 2,84 1,22 1,04 1,13 1,17 1,00 1,09 1,71 1,47 1,59 2,03 1,74 1,89 1,34 1,23 1,28 3,08 Basis Basis Basis Basis Basis Basis Keuangan, Persewaan, & 1,96 1,36 1,07 0,86 0,96 0,65 0,51 0,58 1,92 1,41 1,67 1,63 1,28 1,46 0,34 0,31 0,32 1,66 Basis Basis Basis Nonbasis Nonbasis Nonbasis & Komunikasi Pengangkutan 1,48 1,41 1,07 1,03 1,05 1,32 1,21 1,27 1,26 1,20 1,23 1,61 1,52 1,56 1,44 1,43 1,44 1,44 Basis Basis Basis Basis Basis Basis Hotel, & Restoran Perdagangan, 3,19 3,04 0,22 0,17 0,19 0,82 0,72 0,77 1,62 1,19 1,40 1,57 1,37 1,47 1,20 1,09 1,15 3,12 Basis Basis Basis Basis Nonbasis Nonbasis Bangunan Lapangan Usaha 0,74 0,72 0,73 0,45 0,45 0,45 0,23 0,26 0,25 0,28 0,33 0,30 0,45 0,45 0,45 0,32 0,32 0,32 Nonbasis Nonbasis Nonbasis Nonbasis Nonbasis Nonbasis Air Bersih Listrik dan 0,41 0,42 0,42 0,17 0,19 0,18 0,16 0,18 0,17 0,16 0,19 0,18 0,27 0,30 0,28 0,12 0,13 0,13 Industri Nonbasis Nonbasis Nonbasis Nonbasis Nonbasis Nonbasis Pengolahan 0,00 0,00 0,00 0,09 0,12 0,11 0,05 0,07 0,06 0,14 0,18 0,16 0,12 0,14 0,13 0,30 0,35 0,33 Nonbasis Nonbasis Nonbasis Nonbasis Nonbasis Nonbasis & Penggalian Pertambangan 0,59 0,60 0,60 3,27 3,67 3,47 3,35 3,95 3,65 2,21 2,40 2,30 1,46 1,51 1,49 2,77 2,83 2,80 Basis Basis Basis Basis Basis Nonbasis Pertanian PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 Kabupaten/Kota Wilayah Priangan Timur Tahun 2009 dan 2013 tahun 2000 Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan Lapangan Usaha PDRB Menurut Tahun Nilai LQ 2009 2013 Rata-Rata Basis/Nonbasis 2009 2013 Rata-Rata Basis/Nonbasis 2009 2013 Rata-Rata Basis/Nonbasis 2009 2013 Rata-Rata Basis/Nonbasis 2009 2013 Rata-Rata Basis/Nonbasis 2009 2013 Rata-Rata Basis/Nonbasis data diolah dari BPS Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Pangandaran, dan Provinsi Jawa Barat (2009-2014). Pangandaran, Kabupaten Banjar, Kota Ciamis, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, data diolah dari BPS Kota LQ, Location Quotient . Analisis Kab/Kota Kota Tasikmalaya Kabupaten Tasikmalaya Kabupaten Garut Kabupaten Ciamis Kota Banjar Kabupaten Pangandaran 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tabel 7 No. Sumber: Hasil analisis Sumber:

122 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 1, Juni 2016 111 - 125 Tasikmalaya lebih besar, yaitu 12,80 dibandingkan keuangan, persewaan dan jasa keuangan, serta (e) daerah sekitarnya, yaitu Kabupaten Tasikmalaya 9,73, sektor jasa-jasa. Kabupaten Garut 9,25, Kabupaten Ciamis 11,23, Kota Banjar 10,91, dan Kabupaten Pangandaran 10,20. B. Saran Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor- Saran yang dapat direkomendasikan dari sektor perekonomian di Kota Tasikmalaya, yaitu penelitian ini adalah (1) kebijakan desentralisasi sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan dan otonomi daerah dengan implikasi pemekaran restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, wilayah tahun 2001 telah mendorong perkembangan sektor keuangan, persewaan, jasa keuangan, dan ekonomi wilayah Kota Tasikmalaya lebih maju sektor jasa-jasa memiliki nilai LQ > 1. Artinya sektor dan berkembang dibandingkan daerah sekitarnya ini merupakan sektor basis atau unggulan dan sebagai (hinterland). Otonomi daerah (pemekaran penggerak perekonomian bagi Kota Tasikmalaya. wilayah) memberikan manfaat terhadap daerah Suatu kota yang sedang bertumbuh dan berkembang pemekaran itu sendiri. Agar Kota Tasikmalaya biasanya akan diikuti dengan aktivitas pembangunan lebih maju dan berkembang, perlu ditetapkan yang tinggi. Di satu sisi akan memacu terjadinya kebijakan pembangunan yang diprioritaskan transaksi ekonomi, di sisi lain sebagai kota juga akan pada sektor basis atau unggulan, yaitu bangunan; menarik masyarakat dari daerah sekitarnya, sehingga perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan akan mendorong dan menggerakkan sektor-sektor dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa ekonomi lainnya. Melihat banyaknya sektor basis/ keuangan, serta sektor jasa-jasa dengan tetap unggulan berdasarkan perhitungan rata-rata LQ memerhatikan sektor lainnya secara proporsional Kota Tasikmalaya yang lebih besar dibandingkan sesuai potensi dan peluang pengembangannya dan daerah sekitarnya, maka posisi Kota Tasikmalaya (2) sebagai pusat pertumbuhan wilayah di Priangan sebagai pusat pertumbuhan wilayah Priangan Timur Timur, Pemerintahan Kota Tasikmalaya perlu cukup tepat karena mempunyai keunggulan lokasi meningkatkan kualitas jasa pelayanan, seperti jasa dibandingkan daerah sekitarnya. pelayanan perdagangan, pendidikan, serta hiburan dan rekreasi, yang biasanya kurang dimiliki daerah V. SIMPULAN DAN SARAN sekitarnya. Hal ini akan meningkatkan daya tarik bagi A. Simpulan daerah sekitarnya serta menjadi sumber-sumber Hasil penelitian menunjukkan struktur pendapatan ekonomi dari luar Kota Tasikmalaya. perekonomian wilayah Kota Tasikmalaya lebih Upaya untuk mendorong perkembangan maju dan berkembang. Hal ini terlihat dari hasil perekonomian wilayah, selain meningkatkan analisis tipologi Klassen dan IDE pada masing- sektor basis atau unggulan sebagai penggerak masing kabupaten/kota se-Provinsi Jawa Barat. perekonomian wilayah, Pemerintah Kota Tasikmalaya Posisi Kota Tasikmalaya masuk klasifikasi daerah perlu mengembangkan kebijakan baru yang lebih berkembang cepat dibandingkan wilayah hinterland- mendorong, memfasilitasi, dan memberikan nya (Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, ruang bagi tumbuhnya investasi, yaitu melalui Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten insentif pajak dan kemudahan berinvestasi. Hal ini Pangandaran) yang diklasifikasikan sebagai daerah dapat memberikan dampak bagi pengembangan relatif tertinggal. Hasil analisis IDE menunjukkan jika perekonomian wilayah dengan tetap mendorong rata-rata indeks entropi Kota Tasikmalaya lebih tinggi dan mengembangkan industri-industri serta sektor (0,85) dibandingkan Kabupaten Tasikmalaya (0,71), pengolahan lainnya yang telah ada. Selain itu, dalam Kabupaten Garut (0,67), Kabupaten Ciamis (0,81), upaya meningkatkan keterkaitan Kota Tasikmalaya Kota Banjar (0,82), dan Kabupaten Pangandaran dengan wilayah sekitarnya, perlu diupayakan untuk (0,74). Indeks entropi yang tinggi menunjukkan membuat konsep perjanjian kerja sama kabupaten/ perekonomian wilayah Kota Tasikmalaya lebih maju kota se-Priangan Timur. dan berkembang. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perekonomian wilayah Kota Tasikmalaya lebih unggul, di mana rata-rata LQ Kota Tasikmalaya (12,80) lebih besar dibandingkan LQ wilayah hinterland-nya, yaitu Kabupaten Tasikmalaya (9,73), Kabupaten Garut (9,25), Kabupaten Ciamis (11,23), Kota Banjar (10,91), dan Kabupaten Pangandaran (10,20). (a) sektor bangunan, (b) sektor perdagangan, hotel, dan restoran, (c) pengangkutan dan komunikasi, (d)

Ebed Hamri, Eka Intan Kumala Putri, Hermanto J. Siregar, dan Deddy S. Bratakusumah, Kebijakan Pemekaran Wilayah... | 123 DAFTAR PUSTAKA Muta’ali, L. (2011). Kapita selekta pengembangan wilayah. : Fakultas Geogragi UGM. Nazara, S. (1994). Pertumbuhan ekonomi Indonesia: Suatu aplikasi fungsi produksi agregat Indonesia Buku 1985-1991. Prisma No. 8. Jakarta: PT. Pustaka Adisasmita, R. (2008). Pengembangan wilayah: PL3ES Indonesia. Konsep dan teori. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nugroho, K. S. (2011). Pemekaran daerah, dapatkah Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. (2013 dan menjadi model pemerataan pembangunan 2014). Ciamis dalam angka 2014. Ciamis: BPS (Kasus pemekaran di Propinsi ). Kabupaten Ciamis. Proceeding Simposium Nasional Otonomi Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. (2013 dan Daerah: Best practices dalam penyelenggaraan 2014). Garut dalam angka 2014. Garut: BPS otonomi daerah. Banten: Fisip Untirta Kabupaten Garut. dan LAN Fisip Untirta. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pangandaran. (2013 Nurzaman, S. S. (2012). Perencanaan wilayah dalam dan 2014). Pangandaran dalam angka 2014. konteks Indonesia. Bandung: Institut Teknologi Pangandaran: BPS Kabupaten Pangandaran. Bandung. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tasikmalaya. (2013 Pribadi, O. D., Panuju, D. R., Rustiadi, E., dan dan 2014). Tasikmalaya dalam angka 2014. Emma, A. P. (tanpa tahun). Permodelan Tasikmalaya: BPS Kabupaten Tasikmalaya. perencanaan pengembangan wilayah: Konsep, metode, aplikasi dan teknik komputasi (tidak Badan Pusat Statistik Kota Tasikmalaya. (2013 dan dipublikasikan). 2014). Kota Tasikmalaya dalam angka 2014. Tasikmalaya: BPS Kota Tasikmalaya. Ratnawati, T. (2009). Pemekaran daerah: Politik lokal dan beberapa isu terseleksi. Jakarta: Pustaka Badan Pusat Statistik. (2013 dan 2014). Jawa Barat Pelajar. dalam angka 2014. Bandung: BPS Provinsi Jawa Barat. Riyadi dan Bratakusumah, D. S. (2004). Perencanaan pembangunan daerah: Strategi menggali potensi Bappenas dan United Nations Development dalam mewujudkan otonomi daerah. Jakarta: PT Programme (UNDP). (2008). Studi evaluasi Gramedia Pustaka Utama. dampak pemekaran daerah 2001-2007. Jakarta: BRIDGE (Building and Reinventing Decentralised Rustiadi, E., Saefulhakim, S., dan Panuju, D. R. (2009). Governance). Perencanaan dan pengembangan wilayah. Jakarta: Crespent Press dan YOI. Budiharsono, S. (2001). Teknik analisis pembangunan wilayah pesisir dan lautan. Jakarta: PT Pradnya Setiono, D. N. S. (2011). Ekonomi pengembangan Paramita. wilayah: Teori dan aplikasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Higgins, B. and Salvoie, D. J. (2005). Regional development theories and their application. New Sjafrizal. (2008). Ekonomi regional: Teori dan aplikasi. Brunswick, New Jersey: Transaction Publicers. : Baduose Media. Kuncoro, M. (2013). Mudah memahami dan Sjafrizal. (1997). Pertumbuhan ekonomi dan menganalisis indikator ekonomi. Yogyakarta: ketimpangan regional wilayah Indonesia bagian UPP STIM YKPN. barat. Prisma No. 3. Jakarta: PT. Pustaka PL3ES Indonesia. Kuncoro, M. (2012). Perencanaan daerah: Bagaimana membangun ekonomi lokal, kota, dan kawasan. Tarigan, R. (2005). Ekonomi regional: Teori dan Jakarta: Salemba Empat. aplikasi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Kuncoro, M. (2004). Otonomi dan pembangunan daerah: Reformasi, perencanaan, strategi dan Jurnal dan Working Paper peluang. Jakarta: Erlangga. Agustino, L. dan Yussof, M. A. (2008). Proliferasi dan etno nasionalisme daripada pemberdayaan Kuncoro, M. (2002). Analisis spasial dan regional: dalam pemekaran daerah di Indonesia. Jurnal Studi aglomerasi dan kluster industri Indonesia. Ilmu Administrasi dan Organisasi, 15(3), 196- Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 201.

124 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 1, Juni 2016 111 - 125 Booth, A. (2011). Splitting, splitting and splitting Ratnawati, T. (2010). Satu dasa warsa pemekaran again: A brief history of the development daerah Era reformasi: Kegagalan otonomi of regional government in Indonesia since daerah. Jurnal Ilmu Politik, No. 21, 122-145. independence. Bijdragen tot de Taal-Land-en Sutikno dan Maryunani. (2007). Analisis daya saing Volkenkunde, 167(1), 31-59. kecamatan sebagai pusat pertumbuhan Satuan Butt, S. (2010). Regional autonomy and legal disorder: Wilayah Pengembangan (SWK) Kabupaten The proliferation of local laws in Indonesia. .Journal of Indonesia Applied Economics, Singapore Journal of Legal Studies, 1-21. 1(1), 1-17. Cheema, G. S., and Rondinelli, D. A. (2007). Tryatmoko, M. W. (2010). Pemekaran daerah dan Decentralizing governance: Emerging concepts persoalan governability lokal di Indonesia. Jurnal and practices. Dalam From Government Penelitian Politik, 7(1), 42-43. Decentralization to Decentralized Governance. Washington: Brooking Institution Press. Tesis Dawkins, C. J. (2003). Regional development theory: Agusniar, A. (2006). Analisis dampak pemekaran Conceptual foundations, classic works, and wilayah terhadap perekonomian wilayah dan recent developments. Journal of Planning kesejahteraan masyarakat (Studi kasus di Literature, 18(2), 131-172. Kabupaten Aceh Singkil Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam). (Tidak dipublikasikan). Tesis, Juanda, B. (2007). Manfaat dan biaya pemekaran Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. daerah serta implikasinya terhadap APBN. Jurnal Ekonomi, Vol. 25, 36-51. Dokumen Monsted, M. (1974): François Perroux’s theory of Kemendagri, (2013). Daerah otonom baru di growth pole and development pole: A critique. Indonesia per provinsi tahun 1999-2013. KPPOD, Antipode, 6(2), 106-113. Jakarta. Pamungkas, C. (2007). Pemekaran wilayah, otonomi daerah dan desentralisasi politik di Indonesia. Peraturan Perundang-undangan Jakarta USAID-DRSP-Percik-LIPI. Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 tentang Parr, J. B. (1999). Growth pole strategies in regional Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan economic planning: A retrospective view. Part Penggabungan Daerah. 1: Origins and advocacy. Urban Studies, 36(7), Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang 1.195-1.215. Pemerintahan Daerah. Pede, O.V. (2013). Diversity and regional economic Undang-Undang No. 32 Tahun 1999 tentang growth: Evidence from US Counties. Journal of Pemerintahan Daerah. Economic Development, 38(3), 111-127. Pekkala, S. (2003). What draws people to urban growth centers: Jobs vs. pay?. Government Institute for Economic Research.

Ebed Hamri, Eka Intan Kumala Putri, Hermanto J. Siregar, dan Deddy S. Bratakusumah, Kebijakan Pemekaran Wilayah... | 125