Warta Herpetofauna Media Publikasi dan Informasi Dunia Reptil dan Amfibi

Volume IX No. 1 November 2016

Amfibi Reptil Kita Sesi Bali

Profil: Akira Mori

Keragaman herpetofauna di Kawasan Wisata air terjun Ironggolo, Kediri

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 1

DAFTAR ISI

Daftar isi Duttaphrynus melanostictus di 02 41 tengah hutan tropis Sumatera Kata Kami " UNDERCOVER : Sa 05 44 (le)ve Our " JSPS Core to Core-To-Core Pro- RECS Indonesia Goes to Papua 08 gram : The 6th International Sym- 47 posium on Asian Vertebrate Species Seminar “New WHO Guidelines Diversity 54 for The Management of Snake- Survei Keanekaragaman dan Ob- bites”, Surabaya 10 servasi Isi Perut Amfibi di Kebun Java – Bali Herp CARE Initiative Raya Cibodas 58 (Conservation, Awareness and Re- Berburu Kadal Zamrud, Lampro- search) Sesi II: Bali 14 lepis smaragdina di Depok, Jawa Pengetahuan masyarakat tentang Barat 66 Lanthanotus borneesis di Desa Kisah Para Relawan Pembela Landak 18 Herpetofauna Ciliwung Herping bareng MAPFLOFA Akira Mori: Dedikasi lebih dari 30 68 sepulang dari Bogor 24 tahun untuk ular Keragaman herpetofauna di kawa- Duttaphrynus melanostictus 70 san Air Terjon Ironggolo, Kediri 36 Si Kodok Bangkong “Bangkok” Publikasi Ilmiah Akita Mori 75

2 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016

14 10 36 24 49 56

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 3

Berkat Kerjasama: REDAKSI MENERIMA SEGALA BENTUK TULISAN, FOTO, GAMBAR, KARIKATUR, PUISI ATAU INFO LAINNYA SEPUTAR DUNIA AMFIBI DAN REPTIL. REDAKSI BERHAK UNTUK MENGEDIT TULISAN YANG MASUK TANPA MENGUBAH SUBSTANSI ISI TULISAN

BAGI YANG BERMINAT DAPAT MENGIRIMKAN LANGSUNG KE ALAMAT REDAKSI Warta Herpetofauna Media informasi dan publikasi dunia amfibi dan reptil

Penerbit: Perhimpunan Herpetologi Indonesia Alamat Redaksi Kelompok Kerja Konservasi Amfibi dan Reptil Dewan Redaksi: Indonesia Amir Hamidy Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Evy Arida dan Ekowisata Fakultas Kehutanan – IPB Keliopas Krey Fax : 0251-8621947 Nia Kurniawan E-mail: mirza_kusrini[at]yahoo.com, Rury Eprilurahman kusrini.mirza[at]gmail.com

Pemimpin Redaksi Foto cover luar : Mirza D. Kusrini Amyda cartlilagenia (Fatwa Nirza) Redaktur Mila Rahmania Foto cover dalam: Tata Letak & Artistik Dendrelaphis formosus (Farits Alhadi) Mila Rahmania Pedostibes hosii (Mila Rahmania) Sirkulasi: KPH “Python” Himakova

4 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016

Kata Kami

Tahun 2016 ini, Perhimpunan Herpetologi Indonesia punya hajatan besar. Bersama dengan Fakultas Kehutanan IPB, PHI melakukan serangkaian pelatihan dan temu wicara mengenai herpetofau- na. Dikemas dengan nama kegiatan “Amfibi Reptil Kita”, kegiatan ini paling tidak berhasil menjaring lebih dari 60 anak muda berusia 18-35 tahun untuk mengikuti pelatihan pengenalan dan metode penelitian amfibi dan reptil di tiga tempat yaitu di Bogor, Bali dan Yogyakarta. Walaupun fokus kegiatan yang didanai oleh National Geographic Foundation ini awalnya hanya untuk Jawa dan Bali namun mengingat tingginya antusiasme calon peserta maka kegiatan ini diikuti juga oleh peserta dari luar Jawa dan Bali seperti Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Nusa Tenggara. Walaupun penerbitan Warta Herpetofauna kali ini agak terlambat, kami mengharapkan berbagai tulisan di dalam edisi bulan November ini dapat memberikan banyak manfaat untuk para pembaca. Akhir kata, Redaksi mengucapkan Selamat Hari Natal dan Tahun Baru 2016. Semoga di tahun 2017, kegiatan herpetofauna bisa lebih banyak dilaksanakan. Selamat menikmati! Salam,

Redaksi Mirza

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 5

6 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016

Foto oleh : Arief Tadjali

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 7 KEGIATAN JSPS Core to Core-To-Core Program The 6th International Symposium on Asian Vertebrate Species Diversity

Amir Hamidy dan Mila Rahmania

Amir Hamidy, selaku ketua panitia memberikansambutan pembukaan

pertukaran informasi dengan banyak negara, serta egara asia memiliki keane- peningkatan kemampuan peneliti muda dan maha- karagaman mamalia, burung, am- siswa sangat penting untuk penelitian keane- fibi, reptil, dan ikan yang tinggi, karagaman spesies di Asia. N Diperlukan banyak peneliti, terutama gen- erasi muda serta usaha yang besar untuk mempela- Simposium Internasional Asian Vertebrate Species jari keanekaragaman hayati dan formasinya di Diversity ini berasal dari Program JSPS Core to masing-masing negara. Kolaborasi penelitian dan Core (FY2014–2016) “Asian Vertebrate Species Di-

8 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KEGIATAN

versity Network Platform with Combining Re- burung, amfibi, reptil, dan ikan di Asia. Simpo- searchers, Specimens and Information”. Kegiatan suum yang dilaksanakan di Gedung Kusnoto, Bo- yang dilaksanakan atas kerjasama antara LIPI, gor ini bisa dikatakan didominasi oleh hasil Japan Society for Promotion of Science (JSPS) dan peneliian di bidang amfibi dan reptil. The Kyoto University Museum, Kyoto University ini bertujuan untuk membangun jaringan antara Selain itu, kegiatan ini juga dilengkapi dengan peneliti muda dari Negara-negara Asia. Kali ini, kegiatan ekskursi dan kunjungan lapang ke Muse- kegiatan difokuskan untuk meningkatkan kepem- um Zoologicum Bogoriense, Kebun Raya Bogor impinan, dan kemampuan dalam penelitian. dan Cibodas, dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pada kegiatan ekskursi, mahasiswa Simposium yang telah diselenggarakan pada 24-28 diminta untuk mempresentasikan dan Oktober 2016 ini terdiri dari simposium dan disku- mendiskusikan hasil penelitiannya secara lebih si panel. Terdapat 3 pembicara utama, 51 presenta- mendalam kemudian diberikan masukan oleh para si dan 34 poster. Sebanyak 82 peneliti, pengajar, pendamping. Para mahasiswa peserta ekskursi ju- dan mahasiswa dari Indonesia, Jepang, China, Ko- ga mengikuti kegiatan pengamatan mamalia, am- rea, Vietnam, Malaysia, Thailand, Myanmar dan fibi dan reptil yang dilaksanakan di areal Kebun India mempresentasikan penelitian mereka yang Raya Cibodas dan mempresentasikan hasil berhubungan dengan keanekaragaman mamalia, penemuannya.

Simposium Internasional seperti ini selalu menjadi ajang menarik untuk saling bertukar informasi. Foto dari atas kiri searah jarum jam: Kukuh. Indra Kusuma dari PT Freeport Indnesia menjelaskan hasil penelitian yang disajikan melalui poster kepada pesertayang antusias. Peserta symposium datang dari berbagai negara Asia dengan tekun mendengarkan hasil presentasi. Evy Arida dan peneliti dari Jepang berdiskusi. Seorang peserta menjelaskan hasil penelitiannya tentang perilaku kadal.

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 9 DIVERSITAS Survei Keanekaragaman dan Observasi Isi Perut Amfibi di Kebun Raya Cibodas

Mila Rahmania Foto: Tim Amfibi AVIS 2016

Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 26 Ok- ebun Raya Cibodas didirikan pada tober 2016 ini diawali dengan observasi lapang di 11 April 1852 sebagai cabang siang hari, kemudian pengamatan pada pukul dari Kebun Raya Bogor oleh 19.00-22.00 WIB menggunakan metode visual en- Kseorang botanis Belanda bernama Johannes Teijs- counter survey. Sebanyak 12 orang menyusuri mann. Kebun yang awalnya bernama Bergtuin te jalan setapak menuju air terjun dan melakukan Tjibodas (Kebun Dataran Ting- gi Cibodas) ini terletak pada kaki Gunung Gede dengan ketinggian 1.300-1425 meter diatas permukaan laut dan dengan luas 84,99 hektar. Dengan rata-rata temperatur 20,06°C, kelembaban 80,82% dan curah hujan 2.950 mm/ tahun, kebun ini mengoleksi 6.000 spesimen tumbuhan dari 1.200an spesies. Kebun ini juga menjadi rumah dari banyak spesies burung, ma- malia, amfibi dan reptil. Pada tanggal 26-27 Oktober 2016, para mahasiswa dari berbagai negara mengikuti Peserta mengamati berudu yang ditemukan di parit kegiatan ekskursi Asian Verte- pengamatan disepanjang jalan tersebut. Didapat- brate Species Diversity yang ke 6 di Kebun Raya kan 34 individu dari 7 spesies, yaitu Leptobrachium Cibodas. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan di hasseltii, Limnonectes kuhlii, Limnonectes micro- lokasi tersebut adalah pengamatan amfibi.

10 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 DIVERSITAS

Kiri : foto habitat. Kanan : peserta melakukan observasi lapang di siang hari discus, Huia masonii, Chalcorana chalconota, Phi- jenis kelaminnya. Selain itu, peserta juga lautus aurifasciatus, dan Rhacophorus margariti- melakukan observasi isi perut seluruh individu fer. Individu yang paling banyak ditemukan adalah dengan metode stomach regurgitation. Metode ini Chalcorana chalconota dari famili Ranidae. Jenis merupakan cara sederhana melihat isi perut katak ini banyak ditemukan diam disepanjang sisi aliran dengan menggunakan pinset. Individu yang ingin sungai menuju air terjun. Semua individu yang diamati dipegang dengan satu tangan dan tangan ditemukan dibawa menuju penginapan untuk difo- lainnya memegang pinset. Mulut katak dibuka to, diukur berat dan panjang tubuh, serta dicatat dengan cara menarik kulit tenggorokan dan mena-

Foto jenis amfibi yang ditemukan. Dari kiri atas searah jarum jam : Leptobrachium hasseltii, Limnonectes microdiscus, Huia ma- sonii, Chalcorana chalconota, Philautus aurifasciatus, Rhacophorus margaritifer.

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 11 diversitas

Tahapan observasi isi perut menggunakan metode stomach regurgitation (dari kiri searah jarum jam).

hannya menggunakan jempol. Setelah itu, pinset Dari observasi tersebut didapatkan 23 individu dimasukkan ke mulut katak hingga kerongkongan. dengan perut kosong atau tidak terdapat mangsa Hal ini akan mengakibatkan Katak secara reflek di dalam perut, 1 individu tidak di cek, dan 10 indi- akan “memuntahkan” lambung keluar. Secara vidu dengan perut berisi mangsa. Dari 10 individu pararel, tangan membantu pengeluaran isi perut tersebut, sebanyak 3 isi perut tidak dapat teriden- dengan cara mengurut perut ke arah mulut. Tarik tifikasi karena ditemukan dalam keadaan sudah keluar isi perut dengan bantuan pinset. Isi perut menjadi potongan-potongan kecil tubuh. Dari ob- kemudian difoto dengan pembanding dan dicatat servasi awal isi perut katak ini dapat diketahui informasi penting, kemudian dimasukkan ke da- banyak hal, misalnya saja waktu makan, cara lam tube yang sudah berisi alkohol untuk identifi- makan, dan hubungan ukuran pakan dan spesies. kasi lebih lanjut. Untuk individu katak yang tidak ditemukan isi pe- Untuk observasi kali ini, metode stomach regurgi- rut mungkin saja dikarenakan oleh waktu aktif in- dividu tersebut baru dimulai sehingga saat tation hanya dilakukan pada individu yang beruku- ran besar karena pinset yang tersedia tidak cukup ditemukan, individu tersebut belum mendapatkan mangsa. Sebaliknya, untuk individu dengan isi pe- kecil untuk dimasukkan ke kerongkongan katak.

12 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 diversitas

rut sudah tidak dapat teridentifikasi lagi mungkin tubuh spesies. Misalnya saja, jenis Leptobrachium waktu makan atau mendapatkan mangsanya su- hasseltii secara umum memangsa serangga dah lebih lama sehingga saat diobservasi, sebagian berukuran yang lebih besar. Hal ini karena L. has- besar pakan sudah tercerna dan untuk individu seltii memiliki ukuran tengkorak kepala yang lebih dengan isi perut yang masih utuh mungkin besar dibandingkan dengan jenis lain sehingga disebabkan oleh individu tersebut belum lama dapat memakan serangga berukuran besar. mendapatkan mangsa sehingga pakan belum Banyak informasi yang bisa diperoleh dan ditelaah tercerna dengan sempurna. dari survei yang sangat singkat. Semoga di lain Perilaku makan dan preferensi pakan juga dapat waktu kegiatan survei dapat dilakukan dengan dilihat dari isi perut katak, misalnya saja apakah waktu yang lebih panjang sehingga informasi yang jenis ini memakan mangsa yang berada di tanah, didapat juga lebih kaya. semak, atau diatas pohon. Selain itu, isi di dalam Yuk pengamatan! perut katak juga dapat memperlihatkan hubungan antara ukuran tubuh mangsa dengan ukuran

Tabel hasil observasi isi perut katak

Spesies Keterangan isi Jumlah Huia masonii Kosong 2 Semut 1 Chalcorana chalconota Kosong 10 Kecoak 1 Jangkrik 1 Leptobrachium hasseltii Belalang 1 Kosong 1 Tidak teridentifikasi 1 Semut besar 1 Laba-laba 2 Limnonectes kuhlii Kosong 1 Tidak teridentifikasi 1 Limnonectes microdiscus Kosong 2 Philautus vittiger Tidak dicek 1 Rhacophorus margaritifer Kosong 7 Tidak teridentifikasi 1 Total 34

Berbagai macam jenis pakan dari isi perut katak

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 13

Foto okeh : Aldio

14 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016

Berburu Kadal Zamrud, Lamprolepis smaragdina di Depok, Jawa Barat

Evy Arida

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 15 SPESIES

elama ini kadal zamrud diketahui Kami melakukan survei di malam hari tersebar di Kepulauan Nusa dan menemukan beberapa individu Kadal Tenggara, Sulawesi, Kepulauan Zamrud yang tampak sedang tertidur pada S Maluku, dan wilayah Papua. Mes- ranting-ranting pohon yang cukup tinggi. Em- kipun persebaran alaminya berada di bagian pat ekor kadal ini dikoleksi sebagai bukti ilmi- timur Indonesia, jenis ini telah dijumpai di Ja- ah yang disimpan di Museum Zoologicum Bo- wa Barat. Hal ini mungkin berhubungan goriense (MZB) Cibinong, Jawa Barat. Selain dengan kekerabatannya yang dekat dengan bukti fisik berupa spesimen awetan basah ter- kadal bermarga Lygosoma yang digambarkan sebut, sampel DNA juga diambil untuk pada pohon filogeni yang dibuat oleh Linkem penelitian hubungan kekerabatan kadal ini dkk pada tahun 2013. Lalu apa artinya dengan kadal-kadal sejenis dari wilayah Indo- keberadaan kadal ini di Jawa Barat? nesia timur.

Sebuah survei kecil dilakukan di Setu Dunia perdagangan satwa khususnya Bojongsari, Depok, Jawa Barat pada tanggal reptil tampaknya telah menjadikan jenis ini se- 15 Oktober 2016 yang lalu untuk memastikan bagai salah satu komoditas meskipun secara kebenaran tentang keberadaan Kadal Zamrud ilmiah, informasi mengenai Kadal Zamrud ini di lokasi tersebut. Tim survei terdiri dari belum banyak dipelajari. Kami mengetahui peneliti dan penggemar reptil di Depok dan bahwa di sekitar lokasi survei terdapat tempat daerah sekitarnya. -tempat usaha perdagangan reptil. Selanjut-

Anggota tim survey yang berasal dari berbagai kalangan

16 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 SPESIES

Kadal pohon berwarna hijau zamrud yang umum dijumpai di wilayah timur Indonesia, Lamprolepis smaragdina (Lesson, 1826), kini dijumpai di Jawa Barat. Bagaimana bisa?

nya kami menduga, bahwa Kadal Zamrud ini memperkirakan populasinya. Dalam hal ini, telah didatangkan dari wilayah Indonesia Ti- Kadal Zamrud dapat disebut sebagai jenis a- mur khusus untuk diperdagangkan sebagai sing (alien species) di Jawa Barat, bahkan di hewan peliharaan. Melalui jalur perdagangan, Pulau Jawa. Pada tingkat selanjutnya, jenis suatu jenis satwa dapat menyebar di suatu kadal ini dapat disebut sebagai Jenis Asing habitat baru di luar daerah persebaran alamin- Invasif (JAI) atau Invasive Alien Species (IAS) ya. Demikian pula parasit dan mikroba yang jika terdapat fakta kerugian secara ekologi, terbawa oleh jenis ini dapat tersebar di habitat kesehatan, atau bahkan ekonomi. Penelitian yang baru dan memperluas daerah perseba- lebih lanjut perlu dilakukan untuk menjawab rannya. Di samping itu, sampel darah dan pertanyaan tentang arti keberadaan jenis ini di feses diambil untuk melakukan analisis Pulau Jawa, khususnya di Jawa Barat, karena perkiraan potensi penyebaran parasit dan suatu jenis satwa yang bersifat invasif akan mikroba yang dibawa oleh kadal-kadal ini. dapat merugikan kehidupan manusia secara langsung, yaitu di bidang kesehatan dan Survei selanjutnya di daerah ini masih ekonomi. diperlukan untuk mengambil data ekologi dan

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 17 KOMUNITAS

ila anda berkunjung Kampung Gelonggong terletak di pinggir sungai Ciliwung, Gelonggong, Bojonggede, di sebelah maka rumah tersebut dijuluki sebagai 'Ciliwung kanan lapangan besar akan terlihat Reptile Center', sebuah tempat di mana orang B sebuah rumah kecil yang cukup dapat berkunjung dan belajar tentang herpetofau- unik. Rumah yang terlihat sejuk karena pohon na. jambu dan tanaman rambat yang rimbun, tembok Ide ini memang muncul dari saya yng mem- warna warni yang dicat dengan berbagai macam iliki ketertarikan terhadap ular. "Tak kenal maka gambar hewan melata, ditambah dengan beragam tak sayang”. Tahap pertama adalah untuk mem- jenis ular yang merayap di dalam kotak kaca mem- perkenalkan herpetofauna kepada masyarakat, buat orang penasaran untuk mengunjungi rumah mengapa mereka penting dan bagaimana cara me- itu. "Hampir setiap hari pasti ada yang mampir. lestarikannya. Maka pada akhir tahun 2014, saya Mulai dari ibu-ibu, anak sekolah, bahkan juga pun mulai memiliki visi membuat sebuah 'reptile orang dari mana mana, bukan orang sini." ujar Ibu center' untuk melakukan edukasi kepada masyara- Canih, sang pemilik rumah. Karena Kampung kat tentang reptil. Pada tahun 2012 saya bergabung

18 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KOMUNITAS

dengan Komunitas Ciliwung dan berkenalan Canih. Sejak saat itulah rumah milik Pak Iwan dengan Richard-anak Ibu Canih, yang sama-sama menjadi markas CRC. suka ular. Karena kegemarannya yang sama, kami Setiap hari, Ibu Canih merawat ular-ular berteman dan lama-lama menjadi akrab. Dalam yang berada di teras rumahnya. "Dulu anak saya waktu luangnya, Richard berperan sebagai divisi yang suka memelihara ular. Tapi karena dia sibuk, dokumentasi di CRC. sekarang juga sudah kerja, jadi saya yang mengu- "Dulu Nathan berteman dekat sama anak rus ular-ularnya. Dulu saya takut dan jijik sama saya, mereka suka ular tapi tidak punya tempat ular, tapi sekarang malah jadi suka". ujarnya sam- yang layak untuk menaruhnya. Jadi saya bilang di bil tertawa. Di tempat ini, terdapat berbagai rumah saja piara ular nya, agar terpantau dan macam ular yang umum ditemukan di Kampung terawat dengan baik." ucap Pak Iwan, suami Ibu Gelonggong, yang rata-rata hasil penyelamatan

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 19 KOMUNITAS

dari rumah warga. "Ular-ular ini bukan untuk di- fokus ke arah konservasi, anggotanya jarang ada jual, melainkan untuk edukasi masyarakat." ujar yang pelihara reptil, dan ketika edukasi juga tidak Adhitya R. Alviano, relawan yang berperan sebagai pernah mengajarkan ke masyarakat untuk memeli- divisi perawatan. Setiap kandang ular dilengkapi hara ular." "Saya memang aktif di komunitas dengan papan nama yang berisi penjelasan tentang pencinta lingkungan, namun semenjak bergabung nama jenis, deskripsi singkat, makanan, habitat di CRC, saya dapat melihat konservasi dari sisi dan tingkat bisa nya, serta gambar. Menurut Adhit, pandang yang lain, yaitu herpetofauna" tutur Nur- kesejahteraan satwa disini sangat penting, karena madiyah Situmorang, seorang relawan asal Bogor.

mereka merupakan satwa liar yang seharusnya be- Slogan CRC adalah 'Conservation through rada di alam, bukan di kandang. "Kita sudah Education', yang berarti konservasi melalui pen- mengambil kebebasannya, jadi setidaknya kita didikan. Selain menggunakan ular hidup sebagai memberikan yang terbaik bagi mereka" lanjutnya. media edukasi, di reptile center juga terdapat ban- Ketika ditanya mengapa bergabung di CRC, ia yak poster, buku, dan spesimen awetan yang dapat menjawab "Saya bosan melihat komunitas reptil menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat yang hanya mengoleksi dan pamer hewan. CRC tentang herpetofauna. Tim CRC juga melakukan

20 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KOMUNITAS

kunjungan ke sekolah, desa, atau kelompok pengetahuan tentang herpetofauna, kegiatan masyarakat lainnya, melalui media sosial/ herping bersama memperkuat tali persaudaraan elektronik, serta membuat buku 'Mengenal Ular dan melatih kekompakan dan kerjasama tim. "Di Jabodetabek' yang ditulis oleh saya selaku pendiri CRC saya belajar bersikap lebih dewasa dan CRC untuk memberikan edukasi tentang herpe- disiplin, terutama dalam hal tepat waktu" ujar tofauna. Menurut Yusuf Ilyasa, ketua CRC, hal ini Gregorius da Silva, relawan yang sekarang duduk bertujuan untuk memperkenalkan dan mengubah di bangku SMA Budi Mulia, Bogor. paradigma negatif masyarakat tentang herpetofau- CRC memiliki program relokasi satwa yang na. "Harapannya, orang akan mengenal dan berada dalam konflik dengan manusia. "Kalau ada mencintai herpetofauna, dan membuat pengaruh orang rumahnya kemasukan ular, di sini sudah positif kepada orang-orang disekitarnya." tutur jarang yang bunuh, manggil kita terus kita Yusuf. tangkap." tutur Ibu Canih. "Setelah ular itu di- Untuk mempelajari lebih banyak tentang tangkap, secepatnya akan dilepaskan ke tempat herpetofauna, para relawan sering melaksanakan yang aman, jauh dari manusia." Namun tidak survey herpetofauna atau'herping'. Hal ini ber- semua relawan CRC mahir dalam hal menangkap tujuan untuk mengetahui keragaman serta per- ular. "Walaupun saya geli sama ular, tetapi saya ilaku herpetofauna di alam. Menurut Didi Saeful senang menjadi relawan CRC, karena disini saya Mahdi, relawan divisi herping, selain menambah dapat banyak teman baru dan dapat mengulang

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 21 KOMUNITAS

kembali dan mendalami ilmu herpetologi, yang berkreasi dan mengekspresikan jiwa keseniannya, saya pernah pelajari di kampus dulu" ucap Sudi- misalnya dengan menjadi koordinator untuk me- yah Istichomah, relawan yang akrab dipanggil lukis mural di tembok markas. "Di sini kita sama- Nonet. sama belajar dan bertukar ilmu" ujar Haegel Alif,

Saat ini, tim CRC merupakan sebuah organisasi relawan yang biasanya berperan sebagai divisi berbasis relawan (volunteer-based) yang beranggota herping. Didi pun setuju dan menambahkan, aktif sekitar 10 orang. Anggota CRC sangat berva- "Selain mendapatkan ilmu tentang herpet, kita ju- riasi dan terdiri dari berbagai macam orang yang ga dapat belajar banyak hal yang lain, mendapat- beragam latar belakang, dan bermacam-macam ju- kan teman dan pengalaman yang baru dan ber- ga bidang dan keahliannya. Ada yang bekerja di manfaat". Agnes Indah Pratiwi, yang berperan se- bidang desain, penelitian, supir angkot, fotografer, bagai sekretaris dan bendahara, berharap bahwa CRC dapat terus solid dan kompak, serta berkem- pedagang baju, ada mahasiswa dari berbagai kam- pus dan fakultas, bahkan ada juga yang masih bang menjadi sebuah lembaga konservasi, agar duduk di bangku SMA. "CRC itu keluarga, bukan dapat berbuat lebih banyak untuk konservasi di hanya sekedar teman saja" tutur Didi. "Kita susah Indonesia, khususnya di bidang herpetofauna. Hal bersama, dan ketika senang juga senang bersama" ini pun diamini oleh para relawan lainnya. lanjutnya. Menurut Fian Julianto, relawan asal Bekasi, CRC menjadi tempat di mana ia dapat

22 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KOMUNITAS

Rhabdophis subminiatus Foto oleh : Sandy Leo

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 23 SPESIES

AKIRA MORI: Dedikasi lebih dari 30 tahun untuk ular

24 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 SPESIES

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 25 profil

siswa strata satu di Universitas Kyoto pada umur ada akhir bulan Oktober hingga awal 18 tahun, Saya mulai memelihara ular di rumah November 2016 penulis berkesempatan orangtua Saya. Saat saya berumur 20 tahun dan untuk berinteraksi dengan Akita Mori tinggal sendiri di apartemen, Saya sudah memeli- Pbaik dalam rangkaian kegiatan Simposium AVIS hara lebih dari 100 ekor ular . 2016, pengamatan malam mencari Rhabdophis di kampus IPB Darmaga, hingga mendengar presen- MR: Pasti tidak mudah dan butuh dedikasi yang tasi beliau. “The nuchal gland system: Snakes that tinggi untuk memelihara ular sebanyak itu. Apa use prey toxins for their own defense” . Berikut pengalaman paling berkesan Anda dengan ular? adalah hasil wawancara penulis (Mila Rahmania/ AM: Pengalaman yang paling Saya ingat adalah MR ) dengan Akita Mori. (AM) yang dilakukan satu individu betina Rhabdophis tigrinus dengan secara tertulis melalui e-mail dan telah dilakukan panjang 180 cm bertelur sebanyak 27 buah di perbaikan tata bahasa. Foto berasal dari koleksi apartemen. Saya memeliharanya hingga lebih dari pribadi Akita Mori. 2 tahun dan menggunakannya sebagai objek ek- sperimen perilaku ular, yang kemudian menjadi MR : Salam kenal, Bapak Akita Mori. Terima subjek dari tulisan akademik pertama pada tahun kasih atas kesempatan wawancara yang telah 1986 yang telah Saya ceritakan sbelumnya. diberikan. Mari kita mulai dengan berbicara sedi- kit mengenai latar belakang Anda, misalnya tem- MR: Selain Rhabdophis, apa yang menjadi fokus pat dan tahun lahir, latar belakang pendidikan, pekerjaan Anda saat ini? dan semacamnya. AM: Saat ini Saya sedang melakukan kerjasama AM : Saya lahir pada tahun 1963 di Osaka, Jepang. internasional untuk mempelajari dan menjelaskan Di tahun 1987 saya lulus dari Fakultas Sains Uni- mengenai evolusi dari sistem kelenjar nuchal versitas Kyoto dan di tahun 1994 saya menjadi (seperti yang saya presentasikan di LIPI Cibinong asisten professor di Departemen Zoologi, Universi- bulan lalu). Sistem pertahanan kelenjar nuchal ini tas Kyoto. unik untuk dipelajari. Sekitar 20 spesies ular Asia memiliki kelenjar nuchal namun masing-masing MR: Sudah berapa lama anda bekerja di bidang memiliki variasi morfologi, ekologi dan perilaku, herpetologi? serta aspek kimia dari racun. Tujuan kolaborasi AM: Saya memulai penelitian lapang mengenai ini adalah untuk menjelaskan bagaimana keraga- ekologi ular pada tahun 1982 saat saya berada pada man ini telah berkembang. Sejak tahun 1996, Saya tahun pertama strata satu. Publikasi ilmiah per- juga meneliti perilaku mencari makan dan adap- tama saya mengenai ular dipublikasikan pada tasi termal dari Ovophis okinavensis di Okinawa, 1986. Jepang. Saya juga memiliki kerjasama inter- nasional lain pada penelitian ekologi dan perilaku MR: Wow sudah sangat lama sekali ya. Apakah reptil dan amfibi di Madagaskar sejak tahun 1999. sebelum itu Anda pernah berinteraksi dengan ular? Ceritakan pengalaman Anda. Mengapa Anda MR: Sebagai pengajar dan peneliti, bagaimana An- tertarik dengan ular? da melihat perkembangan herpetologi dan para AM: Saya menyukai ular sejak masih menjadi peneliti herpetologi di Jepang dan Indonesia? anak kecil. Saya tidak tahu mengapa saya me- AM: Jumlah mahasiswa dan peneliti herpetologi nyukai ular. Saya tidak berasal dari daerah ping- dan aktivitas di Jepang telah meningkat, dan in- gir kota, dan Saya tidak pernah melihat ular formasi ilmiah telah banyak terakumulasi serta disekitar rumah. Pertama kali saya menemukan mudah didapatkan. Namun, banyaknya akademisi ular liar adalah pada saat saya berumur kurang- yang berkecimpung di dunia herpetologi di Jepang lebih 10 tahun. Saat saya menjadi seorang maha- tidak berubah atau bahkan menurun. Saya pikir

26 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 PROFIL

peneliti herpetologi yang ada di In- donesia memiliki banyak potensi untuk berkembang, mengingat keragaman herptofauna di Indone- sia yang tinggi dan banyaknya para pemuda yang tertarik mempelajari herpetolofauna.

MR: Dari pengalaman Anda di bi- dang herpetologi, hal yang paling penting apa yang dapat dibagikan bagi para herpetologis Indonesia? AM: Bila Anda ingin mencari ide topik untuk penelitian Anda, jan- gan mencari dari makalah peneliti lain yang sudah diterbitkan. Anda harus pergi ke lapangan dan melihat katak, kadal, dan ular di alam liar, atau mengumpulkan mereka dan mengamati morfologi dan perilaku mereka. Anda akan menemukan sesuatu yang menarik atau sesuatu yang Anda ingin tahu. Hal yang terbaik adalah pertan- yaan yang muncul dari alam, bukan dari kertas. Jangan hanya mengu- langi penelitian yang sama yang telah dilakukan dalam makalah. Indonesia memiliki beragam herpe- tofauna, tapi hampir tidak ada yang diketahui tentang sejarah alam mereka termasuk ekologi dan per- ilaku. Seharusnya ada banyak penemuan baru, tak terduga, menarik, dan menakjubkan mengenai amfibi dan reptil di Indo- nesia yang bisa diungkap. Setelah Anda memiliki pertanyaan tentang mereka, barulah Anda dapat ber- konsultasi dengan para ahli herpe- tologi dan banyak membaca pub- likasi ilmiah untuk mencari metod- ologi yang tepat untuk memecahkan pertanyaan Anda.

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 27 profil

28 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 PROFIL

MR: Apa harapan Anda untuk herpetologis Indo- nesia? AM: Saya berharap herpetologis Indonesia di masa depan akan bekerja dengan inisiatif sendiri, bukan sekadar mengikuti atau membantu herpetologis asing yang berkunjung ke Indonesia. Kerjasama internasional yang nyata harus dilakukan dengan kontribusi yang sama besarnya antara Indonesia dan Negara lain yang berkolaborasi.

MR: Pertanyaan terakhir. Apa yang ingin Anda lakukan di masa depan? AM: Saya ingin memfasilitasi dan memperluas kerjasama internasional pada penelitian kelenjar nuchal untuk mengetahui semua aspek biologis organ yang sangat unik ini. Saya juga ingin melanjutkan studi perilaku lainnya ular di setiap negara atau wilayah.

Terima kasih, Mori Sensei (Red. Sensei adalah panggilan yang ditujukan bagi guru).

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 29

Jodi Rowley

The charming princess of Australian Museum who makes sure that each frog prince get a name

30 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016

AKIRA MORI: A 30 YEARS DEDICATION FOR SNAKES

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 31 profil

t the end of October to early MR: Wow it’s been 34 years! Have you en-

November 2016, I had the op- countered and interact with snake before

portunity to interact with Akita 1982? Please tell me about your experience. AMori in both the 6th Symposium AVIS 2016 What’s make you interested on it? and in his presentation on "The nuchal glands AM: I like snakes since I was a small kid. I do

system: Snakes that use prey toxins for Re- not know why I became interested in

views their own defense" presentation . snakes. My home town was not in a country-

Here is an interview with Akita Mori (AM) side, and I did not see wild snakes around my

through emails. house. My first experience to see a wild snake

MR: Greetings, Mr. Akita Mori. Thank you for was when I was around 10 years old. When I

the opportunity that has been given to me. For became an undergraduate student of Kyoto

now, let’s start with telling us about yourself. University at 18 years old, I started to keep

AM: I was born in Osaka, Japan in 1963. I snakes in my house (my parents' house) and

graduated from Faculty of Science, Kyoto Uni- when I was around 20 years old, I was keep-

versity in 1987. I became assistant professor ing more than 100 snakes in my apartment (at

of Department of Zoology, Graduate School of that time I was living alone).

Science, Kyoto University in 1994 and now I MR: I bet it isn’t easy and need huge dedica-

am working as an associate professor of the tion to keep that much snakes. What is your

same affiliation. most memorable experience?

AM: My memorable snake is a large female

MR: How long have you been working on her- Rhabdophis tigrinus, which was more than

petofauna? 180cm in total length. She laid 27 eggs in my

AM: I started a field study of snake ecology in apartment. I reared the babies for more than

1982 when I was the first year undergraduate two years and used for behavioral experi-

student. My first snake paper was published ments, which were the subjects of my first ac-

in 1986. ademic paper published in 1986.

32 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 PROFIL

MR: Please tell us about your work. What you think herpetology in Indonesia has much po- are working on now? tential to develop, considering the diversity of

AM: I am now working on the international col- its herpetofauna and many young persons laboration research to elucidate the evolution who are interested in herpetology. of the nuchal gland system (the lecture at LI-

PI). This defensive system is unique to about MR: From your experience in herpetology,

20 species of Asian snakes, but it has much what is the most important lesson-learned variety in morphology, related ecology and be- message of Indonesian herpetologist ? havior, and chemical aspects of the toxins. I AM: When you want to find a study topic for am aiming to clarify how this diversity has your research, do not look for it in published evolved. I have also working on foraging be- papers. You should go to the field and see havior and thermal adaptation of a Japanese frogs, lizards, and snakes in the wild, or col- pit viper, Ovophis okinavensis in Okinawa, Ja- lect them and observe their morphology and Bidawang pan. This is also a long-term study since behavior. You will find something interesting

1996. I have another international collabora- or something you wonder. Any good biological tion on the research of ecology and behavior (herpetological) questions arise from the na- of reptiles and amphibians in Madagascar ture, not from papers. Do not simply repeat since 1999. the same study that has been done in pa-

pers. Indonesia has diverse herpetofauna,

MR: As a scientist and lecturer, how do you but almost nothing is known about their natu- see about the development of herpetology in ral history including ecology and behav-

Japan and Indonesia? ior. There must be a lot of novel, unexpected,

AM: The number of students and researchers interesting, and amazing features of amphibi- of herpetology and its activity in Japan have ans and reptiles in Indonesia that have not yet been increasing, and scientific information is been revealed. Once you have any question accumulating. However, the number of aca- about them, you would consult published pa- demic positions to study herpetology in Japan pers or experts to learn methodology to solve does not change or even is decreasing. I the question.

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 33 profil

MR: What is your wish in the future for Indone- MR: Last question. What is your future plan?

sian herpetologist? AM :I would like to facilitate and expand the

AM: I wish Indonesian herpetologists in future international collaboration on the nuchal gland

will work with their own initiative, not simply research to find out all biological aspects of

follow or assist foreign herpetologists who visit this very unique organ. I would also like to

Indonesia. Real international collaboration pursue other behavioral studies of snakes in

should be done with equal contributions be- any countries or regions.

tween Indonesia and the collaborating country. MR: Thank you, Sensei.

Akira Mori and research colleague from Utah University, Al Savitzky acollect samples from a Yamakagashi(Rhabdophis tigri- nus ) in Japan | D.A. Hutchinson . Taken from http://researchfrontiers.uark.edu/2015/a-snake-with-secrets/

34 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 PROFIL

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 35 SPESIES SPESIES

36 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 SPESIES SPESIES

Duttaphrynus melanostictus Si Kodok Bangkong “Bangkok”

Foto dan Tulisan oleh: Teguh Muslim

Peneliti Balai Penelitian dan Pengem- bangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Samboja_Kalimantan Timur Jl. Soekarno – Hatta KM. 38 Balikpapan e_mail: [email protected]

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 37 SPESIES

Secara morfologi kodok ini sangat mudah dikenali odok yang paling sering dijumpai adalah karena kulitnya yang kasar penuh dengan tonjolan. kodok bangkong atau kodok buduk. Jenis Kodok dari famili Bufonidae ini berukuran relatif ini tersebar luas dari hutan belantara besar. Ukuran Kodok Bangkong Duttaphrynus Ksampai ke pemukiman masyarakat hingga 2000 melanostictus (Sinonim : Bufo melanostictus, Ko- mdpl. Jenis ini memiliki daya tahan dan adaptasi dok Buduk, Asian Toad) berukuran panjang 5,7 – yang tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan 8,3 cm (Jantan) dan 6,5 – 8,5 cm (Betina). (http:// dari ekstrim kering sampai ekstrim dingin www.ecologyasia.com/verts/amphibians/ (pegunungan) selama masih ada sumber pakan asian_toad.htm). yang umumnya merupakan jenis serangga, dian- Berdasarkan hasil survei di lahan perke- taranya yaitu cacing tanah, tungau, jangkrik, dan bunan sawit di Samboja Kabupaten Kutai Kar- belatung serta serangga lainnya. Sebagian besar tanegara Provinsi Kalimantan Timur ditemukan 2 masyarakat dapat dengan mudah menjumpai kodok ekor kodok Duttaphrynus melanostictus berukuran ini di sekitar pemukiman bahkan sampai ke hala- panjang 8,9 cm (70,9 gr) dan 10,3 cm (116,8 gr). Di man rumah mereka. lokasi persawahan juga ditemukan 2 ekor kodok

Habitat Kodok Duttaphrynus melanostictus “Bangkok” di areal perkebunan sawit

38 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 SPESIES

Peta Lokasi di Temukan Kodok Duttaphrynus melanostictus “Bangkok” (Sumber : PT. Sing Lurus Pratama (2015)

jenis ini dengan ukuran panjang 9,3 cm (76,1 gr) memangsa tikus berukuran kecil atau tikus muda dan 8,7 (53,7 gr). Dengan ukuran yang lebih besar yang membuat nutrisi sangat tercukupi sehingga dari ukuran pada umumnya maka pantas juga ko- ukuran tubuh menjadi lebih besar. dok Duttaphrynus melanostictus diberi julukan Walaupun kodok jenis ini tergolong mam- “Bangkok”. Umumnya kata “Bangkok” digunakan pu beradaptasi di berbagai kondisi lingkungan, pa- untuk jenis atau varietas besar atau jumbo. da kenyataannya justru jenis ini tidak sering Apa yang menyebabkan ukuran kodok ini dijumpai pada habitat yang kondisinya masih baik dapat menjadi lebih besar daripada ukuran pada seperti hutan dan areal yang banyak ditumbuhi umumnya belum diketahui secara pasti. Bila pepohonan. Kemungkinan pada kawasan hutan dilihat dari umurnya yang panjang hingga 10 ta- yang masih baik tidak banyak ditemukan serangga hun bukan tidak mungkin perkembangan dan per- yang menjadi makanan utama dari kodok ini. Ber- tumbuhan bobot akan terus meningkat serta beda halnya dengan di areal terbuka yang banyak didukung oleh sumber pakan yang berlimpah. Ko- ditumbuhi rerumputan dan tanaman kecil lebih dok Duttaphrynus melanostictus jumbo yang kami mudah dijumpai serangga. temukan dari hasil survey berada di dalam perke- Berapa ukuran maksimal kodok ini me- bunan sawit yang sudah berproduksi (± 5 tahun) mang belum dapat diketahui secara pasti. Akan dengan kondisi tutupan tajuk sawit yang rapat dan tetapi peluang menemukan ukuran yang lebih be- teduh. Pada lantai kebun banyak tumpukkan sar masih sangat mungkin mengingat sebaran hab- pelepah sawit kering yang menjadi tempat itatnya yang cukup luas dan hampir tak terbatas persembunyian tikus. Mungkin saja kodok ini juga oleh kondisi lingkungan seperti apapun.

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 39 SPESIES

Daftar Pustaka AmphibiaWeb: Information on amphibian biology Malkmus R, Manthey U, Vogel G, Hoffmann P, and conservation. 2016. Berkeley, Califor- Kosuch J. 2002. Amphibians & Reptiles of nia: AmphibiaWeb. Available: http:// Mount Kinabalu North Borneo. amphibiaweb.org/. (Accessed: Aug 18, 2016). A.R.G. Ganmer Verlag K.G. Gelb J. 2013. "Duttaphrynus melanostictus" (On- Mistar. 2008. Panduan Lapangan Amfibi & Reptil line), Diversity Web. Accessed Au- di Areal Mawas Propinsi Kalimantan gust 18, 2016 at http://animaldiversity.org/ Tengah (Catatan di Hutan Lindung accounts/Duttaphrynus_melanostictus/ Beratus). Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (The Borneo Orangtan Kusrini MD. 2013. Panduan Bergambar Identifi- Survival Foundation). kasi Amfibi Jawa Barat. Fakultas Kehu- tanan IPB dan Direktorat Konservasi Inger RF and Stuebing RB. 2005. A Field Guide to Keanekaragaman Hayati. Bogor. Ce- the Frogs of Borneo. Natural History takan Pertama ISBN : 978-979-9337-53-5 Publications (Borneo). Kota Kinabalu

Kodok “Bangkok” Duttaphrynus melanostictus. Foto: Widyawati

40 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 habitat

Tulisan: Fahrudin Surahmat/ Wildlife Conservation Society Indonesia Program Foto kredit : Surahmat/WCS-IP

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 41 SPESIES

Camp Way Canguk dan hutan di sekitarnya

pat tinggal peneliti, dan tempat makan bersama. ore itu cuaca di sekitar Stasiun Penelitian Aktifitas manusia di Way Canguk pun hanya se- Way Canguk terlihat masih mendung kare- batas penelitian dengan akses ke lokasi hanya bisa na hujan sudah mengguyur camp sejak pagi dicapai dengan berjalan kaki. Sehingga tidak Shari. Sembari mengisi waktu luang kupinjamlah wajar jika ditemukan Duttaphrynus melanostictus ponsel pintar salah satu asisten Way Canguk untuk di Way Canguk dan menimbulkan pertanyaan ten- melihat foto-foto daun dan buah pakan Siamang tang bagaimana caranya kodok tersebut bisa men- yang sedang ditelitinya. Di antara foto buah dan capai lokasi stasiun. daun terselip sebuah foto bangkong kolong atau Penyebaran Duttaphrynus melanostictus Duttaphrynus melanostictus dewasa yang umum memang cukup luas di Indonesia. Menurut Djoko dijumpai di kampung-kampung. T. Iskandar dalam bukunya yang berjudul “Amfibi Awalnya tidak terpikir bahwa foto Dutta- Jawa dan Bali”, jenis ini dapat dengan mudah phrynus melanostictus itu diambil di Stasiun Way dijumpai di sekitar areal permukiman dan tidak Canguk, karena sepengetahuanku kodok jenis ini pernah dijumpai di tengah hutan hujan tropis. hanya dijumpai di habitat terganggung seperti di Mengingat kondisi tersebut, cepat-cepat aku area permukiman. Sedangkan Stasiun Way Canguk tanyakan lokasi pengambilan foto Duttaphrynus terletak jauh dari permukiman, sekitar enam kilo- melanostictus tersebut kepada pemilik ponsel. meter dari tepi hutan, dan berada di tengah-tengah Setiyono menuturkan bahwa foto kodok itu diam- hutan primer TN Bukit Barisan Selatan bil di bawah salah satu bangunan kayu yang ter- (TNBBS). Kondisi hutan di sekitar Stasiun Way dapat di stasiun Way Canguk sekitar tanggal 30 Canguk terbilang masih alami yang di dominasi September 2016. Waktu itu secara tidak sengaja oleh pohon-pohon khas hutan hujan tropis dataran Setiyono bersama dengan Laji dan Jayus melihat rendah, seperti kelompok pohon Meranti seekor kodok yang belum pernah dijumpai sebe- (Dipterocarpacea). Sebagai sebuah stasiun lumnya di stasiun. Setelah diamati lebih lanjut, penelitian, Way Canguk memiliki beberapa ternyata kodok tersebut adalah Duttaphrynus mel- bangunan kayu yang berfungsi sebagai kantor, tem- anostictus yang biasa berada di areal permukiman.

42 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 SPESIES

Kajian mengenai keanekargaman amfibi yang pernah dilakukan oleh Adininggar Ulfa Ul-Hasanah (2006) dan Andy A. Nugroho (2013) di sekitar stasiun Way Canguk tidak mencatat adanya per- jumpaan dengan Duttaphrynus melanostictus. Ada kemungkinan sang kodok ikut terbawa ketika staf membawa logistik dari luar hu- tan. Keberadaan kodok ini kemudian perlu menjadi perhatian kare- na potensinya sebagai spesies invasif bagi ekosistem hutan primer TNBBS. Beruntung hingga sejauh ini sang kodok hanya ditemukan sendiri di Way Canguk. Tidak setiap hari kodok ini dijumpai di sekitar stasiun, kadangkala sang bangkong kolong hilang dan mun- cul lagi setelah 4 atau 5 hari.

Duttaphrynus melanostictus di camp Way Canguk Foto kredit : Setiyono/WCS-P.

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 43 KARYA

44 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KARYA

"REPTILE UNDERCOVER : Sa(le)ve Our Reptiles" Mengurai Kelindan Mitos, Pasar, Komunitas, dan Mimpi Konservasi

Prio Penangsang

ru, pedagang, dan peramu reptil. Menempatkan ekian menit sejak taring runcing seekor reptil melulu sebagai komoditas. Termasuk para ular king kobra (Ophiophagus hannah) pemain sirkus (entertainer) dengan reptil sebagai menancap di paha biduan dangdut itu, Ir- properti pertunjukan. Sma Bule seperti tak hendak menghentikan tem- Pedagang, pemburu, dan peramu, berperan bang dan goyangannya. The show must go on. Tapi, besar dalam menghidupi pasar reptil. Meskipun akhir kisah tragis yang terjadi beberapa bulan perdagangan reptil telah dipagari regulasi, inter- silam itu akhirnya semua tahu, Irma Bule sang nasional (CITES), maupun nasional (UU,sejumlah pedangdut, akhirnya meninggal dunia akibat PP, dan Keppres), aroma fulus sering mengalir tak pagutan king kobra. Dan ini bukan kejadian kali kenal aturan. Karenanya, demi mengeruknya, ille- pertama. gal trading dan jual beli reptil dilindungi terus Kegagalan manusia dalam mengenal dan saja berlangsung. mahami reptil, termasuk ular, terbukti lebih ban- Di sudut lain eksisensi komunitas pengge- yak mudharat dibandingkan dengan manfaatnya. mar reptil, yang jumlahnya terus meningkat da- Dan fragmen tragis Irma Bule di atas, hanyalah lam satu dekade terakhir. Komunitas penggemar keping kecil kegagalan manusia(wi) itu. reptil di Indonesia itu unik. Ia tak gampang di- WHO pada 2010 pernah merilis angka ke- baca dari satu sisi saja. Komunitas reptil berperan matian akibat gigitan ular berbisa yang mencapai signifikan dalam membantu khalayak luas dalam 125 ribu kasus per tahun. Ilustrasi diperinci mengenal reptil melalui cara-cara populis dengan dengan kasus di sejumlah negara. India, misalnya, jangkauan audiens yang luas. Mengembangkan menembus angka 2 juta kasus per tahun, Vietnam istilah edukasi tentang reptil sesuai dengan pema- 20 ribu kasus, Thailand 6 ribu, dan Indonesia haman yang dikembangkan komunitas. Memapar- mencapai 11.581 kasus. kan misi dan wawasan mereka, merentang dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, hingga Bagi kalangan yang telah menjadikan rep- perguruan tinggi. Menunjukkan bahwa eksistensi til sebagai obyek studi di lingkungan akademis, mereka tidak dipandang sebelah mata. lembaga konservasi, maupun pemerhati, reptil adalah potongan 'ayat-ayat-ayat semesta' yang tak Anggota mereka yang heterogen dari ban- pernah tuntas dikaji dan dimaknai. Karenanya, yak aspek, belajar tentang reptil secara otodidak di posisi awal mereka selalu diidealkan pada dua 'kampus' komunitas. Belajar tanpa metodologi ba- hal : eksplorasi dan perlindungan. Muaranya tetap ku, tanpa displin akademis, tanpa batasan target kongruen : kelestarian reptil di habitatnya. SKS, dan karenanya tanpa standar kelulusan. Tentu, 'pembacaan' ihwal dunia reptil ti- Passion, keminatan yang intens akan reptil yang menyatukan mereka. dak monolitik. Di ring yang lain ada para pembu-

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 45 KARYA

Buku "Reptile Un- dercover" diluncur- kan bersamaan dengan acara "Amphibi dan Rep- til Kita (ARK)" , program edukatif yang diinisiasi oleh Perhimpunan Her- petologi Indonesia (PHI), di Pusat Study Lingkungan Universitas Sanata Dharma, Yogyakar- Prio Penangsang saat peluncuran buku Reptile Undercover di Universitas Sanata Dharma, Yog- ta, 26 November lalu, yakarta tanggal 26 November 2016 merupakan ikhtiar kecil penulis dalam memetakan kepingan 'Keunikan' lain yang didapati dalam dunia reptil secara populer. Dari total naskah komunitas penggemar reptil di Indonesia, adalah sebanyak 480 an halaman, "Reptile Undercover" mereka bisa menjalin relasi yang sama intensnya baru dirilis kurang dari separuhnya. Buku kecil dengan kalangan akademisi dan pedagang ini diharapkan memicu ikhtiar kreatif lainnya (termasuk yg illegal) sekaligus. Alhasil, melibat- dalam mengenalkan dan menumbuhkan wawasan kan komunitas penggemar reptil dalam konservasi konservasi di kalangan publik luas. reptil bukanlah perkara mudah.

46 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KEGIATAN

RECS Indonesia Goes to Papua

Oleh dr. Christian Budiman

Jayapura (5 Oktober 2016) dan berakhir di i awal bulan Oktober 2016, tim RECS Manokwari (7 Oktober 2016). Acara ini dapat (Remote Envenomation Consultative terselenggara dengan dukungan para mitra lokal Service) Indonesia mengunjungi tanah yaitu RS Mitra Masyarakat Timika, Fakultas Dmutiara hitam Papua. Kami bertujuan untuk Biologi Universitas Cendrawasih Jayapura, dan mensosialisasikan panduan gigitan ular terbaru Fakultas Biologi Universitas Papua Manokwari. dari WHO yang baru saja terbit bulan lalu. Peserta yang hadir terdiri dari berbagai kalangan Kunjungan yang memakan waktu kurang lebih mulai dari tenaga kesehatan baik dari puskesmas selama satu minggu ini, kami mulai dari Timika dan RS, dinas kesehatan, instalasi kesehatan pada tanggal 3 Oktober 2016, dilanjutkan ke militer, akademi keperawatan, mahasiswa biologi,

Para pemateri dari kiri ke kanan): Dr.dr.Tri Maharani, Sp.EM, M.Si.;Allan Prakosa; dr.Christian Budiman

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 47 KEGIATAN

Dr. Maha dibantu oleh Pak Hutagalung dari RSUD Manokwari dan Pak Eko dari RSAL sebagai pasien pada kegiatan Workshop Pressure Bandage and Immobilization di Unipa, Manokwari

dosen serta komunitas hobiis reptil. Acara dirilis akhir bulan September yang lalu. Hal ini pelatihan terbagi atas empat sesi yaitu penanganan menjadi tonggak bersejarah bahwa Timika gigitan ular, antivenom, sosialisasi aplikasi Insave, menjadi titik awal sosialisasi pedoman snake bite dan pengenalan ular. Selain itu, kami dalam WHO tahun 2016. Dalam pedoman terbaru, kunjungan ini, kami mendapat gambaran umum ditekankan pentingnya observasi pasien minimal dan data terkait gigitan ular di Papua. selama 48 jam pasca gigitan. Pemberian antivenom hanya dilakukan pada fase sistemik. Dr. Maha, Pelatihan penanganan gigitan ular dibawakan mengulas juga pentingnya pertolongan pertama oleh DR.dr.Tri Maharani, Sp.EM, M.Si. yang saat melalui penggunaan metode imobilisasi dan ini menjadi WHO SEARO Temporary advisor pembalutan tekan (pressure bandage). Hal ini untuk snakebite di Indonesia. Beliau bertujuan menekan saluran getah bening untuk menyampaikan penatalaksanaan terbaru gigitan menghambat distribusi venom dari lokasi gigitan. ular sesuai dengan pedoman WHO terbaru. Metode yang sudah lama dipraktekkan di Sebagai informasi, pedoman WHO baru saja Australia ini sudah terbukti efektif dan aman

48 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KEGIATAN

ketimbang penggunaan turniket. antivenom. Penggunaan antivenom perlu diberikan dengan bijaksana dan tepat sasaran supaya pasien Sesi antivenom dibawakan oleh dr.Christian yang tepat akan mendapatkan manfaat yang Budiman yang saat ini merupakan staf Manajemen setinggi-tingginya. produk PT. Bio Farma. Dalam sesi ini, dr. Chris memaparkan perbedaan SABU (Serum Anti Bisa Allan Prakosa mensosialisasikan Insave, sebuah Ular) I yang digunakan untuk wilayah Indonesia aplikasi yang dapat membantu tenaga kesehatan kecuali Maluku dan Papua, serta SABU II yang dalam menangani kasus-kasus gigitan ular. Insave, digunakan khusus untuk wilayah Maluku dan yang kepanjangannya adalah Indonesia Snake Papua. SABU II merupakan antivenom yang Envenomation, terdiri atas empat modul dasar bersifat polivalen yang dapat menetralisasi 5 jenis yaitu identifikasi ular berbisa, manajemen gigitan ular. Empat dari lima jenis ular ada di Papua. ular berbisa, konsultasi pakar dan laporan kasus. Berhubung produk ini masih harus diimpor dari Aplikasi yang masih berupa purwarupa ini, Asutralia, maka harganya cukup mahal dan merupakan kerjasama antara PT. Bio Farma, pasokannya pun terbatas. Dalam presentasi ini RECS Indonesia dan Perhimpunan Herpetologi ditekankan juga mengenai risiko penggunaan Indonesia. Sdr. Allan, yang saat ini menjabat

Sdr. Allan Prakosa sedang memperkenalkan purwarupa aplikasi Insave kepada mahasiswa biologi Universitas Cendrawasih, Jayapura

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 49 KEGIATAN

sebagai software developer PT. Bio Farma, banyak dijumpai yaitu Pseudechis sp, Micropechis memperkirakan awal tahun 2017 aplikasi Insave ikaheka dan Acantophis sp. Sedangkan di daerah sudah dapat digunakan secara luas oleh tenaga Jayapura dan Manokwari yaitu Acantophis dan kesehatan di seluruh wilayah Indonesia. Micropechis ikaheka. Pemetaan geografis pesebaran jenis ular serta variasi warna ular Tidak lengkap rasanya jika pelatihan tidak ada menjadi data penting untuk membantu identifikasi sesi pengenalan ular. Di sesi terakhir ini, peserta gigitan ular bagi tenaga kesehatan. Selain itu, mempelajari keanekaragaman ular Papua yang dengan adanya pemetaan dapat membantu penempatan logistik antibisa ular agar dapat efektif dan efisien. Kabarnya tahun depan LIPI akan mengadakan ekspedisi ke Papua, semoga pemetaan dapat menjadi salah satu agenda dalam penelitian yang dilakukan.

Dalam kesempatan diskusi, banyak kendala di lapangan terungkap. Pertama, kepercayaan tradisional masyarakat terkait gigitan ular. Misalnya gigitan ular sebagai pembalasan bagi orang yang berniat jahat, jika tergigit harus segera minum air secepatnya sebelum ular meminum air, penggunaan batu hitam yang dipercaya dalam menyerap bisa ular. Berbagai kepercayaan itu dapat Ular putih Papua atau Micropechis ikaheka yang ternyata membuang waktu, sehingga penanganan tidak selalu putih, memiliki beranekaragam varian warna yang efektif tidak dapat dilakukan dari yang putih hingga lebih gelap. dengan segera.

Kedua, masalah pengetahuan dan kebetulan memiliki keidentikan dengan ular-ular keterampilan tenaga kesehatan. Di tiga kota kami di Australia. Di Timika, sesi ini dibawakan oleh masih mendapati metode lawas seperti cross Pak Kukuh Indra Kusuma yang merupakan incision, sucking dan turniket. Semua teknik yang karyawan PT. Freeport Indonesia. Di Manokwari, disebutkan tadi sudah tidak sesuai dan tidak sesi ini dibawakan oleh DR. Keliopas Krey, dosen dianjurkan lagi dalam guideline WHO yang di Fakultas Biologi Universitas Papua. Di terbaru. Diseminasi informasi dan pelatihan Jayapura, diskusi dipandu oleh Pak Aditya Krisna menjadi kunci peningkatan kapasitas tenaga Karim , yang merupakan dosen Fakultas Biologi kesehatan agar dapat melakukan penatalaksanaan Universitas Cendrawasih. Dalam sesi, peserta medis yang tepat. diperkenalkan berbagai ular yang hidup di tanah Ketiga, masalah logistik dan distribusi antivenom. Papua, dari variasi warna, lingkungan tempat Antivenom dapat diperoleh melalui distributor tinggal, perilaku, dan sifat bisa. yang berada di Sorong dan Jayapura. Ketersediaan Pesebaran ular pun berbeda-beda tergantung stoknya pun sering tidak dapat diandalkan. Masa geografis, ketinggian tempat serta lingkungan. Di kadaluarsa yang pendek dan harga yang sepuluh daerah Timika, ada tiga ular berbisa yang paling kali lipat ketimbang SABU I menambah

50 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KEGIATAN

kerumitan masalah logistik antibisa di Papua. Tak heran, jika kami sempat mendapati adanya penggunaan SABU I di Papua yang tentu saja salah kaprah, tidak memberikan benefit apapun, bahkan dapat membahayakan nyawa penderitanya.

Keempat, masalah pembiayaan. Harga antivenom yang sangat mahal menyisakan pertanyaan siapa yang akan menanggung biaya tersebut. Hingga saat ini, kami mendapat kabar tidak ada tanggungan SABU II dari BPJS setempat. Kadal lidah biru atau yang dikenal sebagai ular kaki Beberapa dinas kesehatan misalnya Kabupaten empat dipercaya gigitannya sangat mematikan oleh Manokwari mengadakan secara mandiri. masyarakat setempat, padahal tidak berbisa sama Sekalipun demikian waktu kedaluarsa yang sekali. pendek dan harga menjadi tantangan tersendiri bagi farmasi dinkes dalam penyediaannya. Di Timika, antivenom ditanggung oleh pembiayaan RS Mitra Masyarakat melalui LPMAK (Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme Komoro). Akan tetapi hal tersebut hanya berlaku di daerah

Kemasan Serum Anti Bisa Ular (SABU) II atau CSL Polyvalent Snake Antivenom dari masa ke masa. Kemasan termutakhir di posisi paling kanan.

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 51 KEGIATAN

seolah tidak nyata, padahal dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan penuturan lisan, didapati data sebagai berikut: Mamberamo, seminggu 4 kasus; Biak dalam 3 hari ada 3 kasus; Jayapura jarang; Yowari ada beberapa kasus 1-2 per 4 bulan; Manokwari 1-2 kasus per tahun, dan Timika 2 kasus per tahun.

Perjalanan ke provinsi paling timur di Indonesia menyadarkan kami betapa luas dan belum terjamahnya kasus gigitan ular di Papua. Perlu lebih banyak sosialisasi, pelatihan dan penelitian terkait gigitan ular berbisa. Hal itu bisa terwujud, jika berbagai stakeholder yang terkait seperti Kemenkes, LIPI dan bio farma serta berbagai pihak lainnya mau saling bergandengan tangan. Dengan terwujudnya kerjasama antarlembaga, kita bisa menyelamatkan lebih banyak jiwa khususnya masyarakat Papua. Demi terciptanya Salah satu bentuk poster yang dibuat oleh Dr. Keliopas Krey dari Fakultas Biologi keadilan sosial bagi seluruh Unipa untuk mengedukasi bagi masyarakat tentang jenis ular berbisa dan rakyat Indonesia pada pertolongan pertamanya. umumnya dan masyarakat Papua pada khususnya.

sekitar Freeport dan dikhususkan bagi suku asli Kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Mimika saja. YME, para mitra lokal (RS Mitra Masyarakat, Kelima, masalah pelaporan dan pendataan. Di PT. Freeport Indonesia, Fakultas Biologi berbagai daerah yang kami kunjungi, masalah Universitas Cendrawasih, Fakultas Biologi klasik selalu ditemui yaitu soal tidak adanya data Universitas Papua, PT. Bio Farma, serta keluarga jumlah kasus gigitan ular. Ketiadaan lembar besar Perhimpunan Herpetologi Indonesia yang pelaporan dari Kemenkes, membuat dinkes telah membantu terselenggaranya kegiatan- setempat tidak mengumpulkan data tersebut. kegiatan di Papua. Ketiadaan data membuat kasus-kasus gigitan ular

52 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KEGIATAN

Dr. Tri Maharani, Dr. Christian dan Alan bersama Kukuh Idra dari PT Freeport Indonesia

Dr. Tri Maharani dan Dr. Keliopas Krey dari Universitas Negeri Papua di Manokwari

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 53 KEGIATAN

Seminar “New WHO Guidelines for The Management of Snakebites”, Surabaya

Beberapa anggota kelompok studi Herpetologi Unair bersama pembicara seminar “New WHO Guidelines for The Management of Snakebites”, dr. Tri Maharani, Dr. Ahmad Khaldun dan Nugroho Yudistyo Ramli.

Maharani (Kepala Departemen Darurat Rumah anyaknya kasus gigitan ular di Sakit Dungus, Madiun, Koordinator Remote Indonesia disebabkan karena Envenometion Consultancy Services (RECS) Indonesia memiliki kurang lebih 78 Indonesia dan WHO Temporary Advisor of Bspecies ular berbisa. Maraknya kasus gigitan ular Snakebites for Indonesia) bersama kelompok studi serta penanganan terhadap pasien gigitan ular yang Herpetologi Universitas Airlangga akhirnya kurang tepat terutama oleh masyarakat serta berinisiatif untuk menyelenggarakan seminar “New kalangan medis di Surabaya, membuat dr. Tri WHO Guidelines for The Management of

54 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KEGIATAN

Para peserta seminar “New WHO Guidelines for The Management of Snakebites” sedang memperhatikan presentasi yang dipaparkan

Snakebites” yang pertama kali di Surabaya pada 9 2016 dari tim anura kelompok studi herpetologi Oktober 2016 lalu. Peserta seminar ini tidak hanya unair yang disampaikan oleh Nugroho Yudistyo dari kalangan medis dan herpetolog saja namun Ramli (Ketua Herpetologi Universitas Airlangga dari kalangan pecinta alam serta mahasiswa dari tahun 2014). berbagai disiplin ilmu. Selama sesi pertanyaan dalam seminar ini, banyak Seminar ini tidak hanya membahas mengenai pertanyaan para peserta yang menunjukkan bahwa keadaan menejemen penanganan gigitan ular di memang pengetahuan masyarakat mengenai Beberapa anggota kelompok studi Herpetologi Unair bersama pembicara seminar “New WHO Guidelines for The Indonesia oleh dr. Tri Maharani, namun juga penanganan korban gigitan ular masih tidak sesuai Management of Snakebites”, dr. Tri Maharani, Dr. Ahmad Khaldun dan Nugroho Yudistyo Ramli. membahas tentang snakebite envenoming and dengan pedoman terbaru dari WHO. Umumnya antivenom oleh Dr. Ahmad Khaldun Ismail masyarakat menangani korban gigitan ular dengan (Dosen Pengobatan darurat dari Universitas Ke- menghisap racun dari tubuh korban, melakukan bangsaan Malaysia dan President of the Malaysian penyayatan pada tubuh korban dibagian yang Society on Toxinology), pengenalan kelompok studi terkana bisa ular, melakukan penyedotan darah Herpetologi Unair, pengenalan beberapa jenis korban (seperti bekam), dan mengikat tubuh herpetofauna di kawasan kampus C Unair, serta korban hanya dengan tali biasa. Maka dari itu dr. pengenalan herpetofauna di kawasan air terjun Tri Maharani menjelaskan beberapa tahap Coban Talun Kota Batu, hasil ekspedisi yang penanganan yang benar berdasarkan WHO dilakukan pada awal hingga pertengahan tahun guideline for snakebites, yaitu:

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 55 KEGIATAN

Kiri atas: Pemaparan materi seminar tentang snakebite envenoming and antivenom oleh Dr. Ahmad Khaldun Ismail (Dosen Pengobatan darurat dari Universitas Kebangsaan Malaysia dan President of the Malaysian Society on Toxinology) ; Kanan atas: Antusiasme peserta seminar “New WHO Guidelines for The Management of Snakebites” dari berbagai disiplin ilmu di Surabaya; Bawah: dr. Tri Maharani saat mendemokan tata cara penanganan dengan pressure bandage

56 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KEGIATAN

1. Reassure: ra korban ke rumah sakit yang menyediakan se- menenangkan rum anti bisa ular (SABU). SABU di Indonesia korban gigitan baru memiliki yang polivalen, yaitu satu serum ular, sehingga untuk beberapa jenis ular dan belum memiliki tidak banyak yang monovalen, yaitu satu serum untuk satu jenis bergerak. ular yang memang lebih efektif. Untuk saat ini Dilakukan untuk serum anti bisa ular di Indonesia hanya dapat menghambat digunakan untuk tiga jenis ular, yaitu Calloselas- penyebaran bisa ma rhodostoma, Naja sputatrix, Bungarus fascia- dalam aliran tus/candidus. darah. Korban gigitan ular yang diberi SABU 2. Immobilisasi: hanya korban yang sudah mencapai fase sistemik penangaan awal dengan pressure bandage un- dengan ciri-ciri ketidaknormalan homeostatik, tuk menghambat penyebaran bisa. kegagalan pernafasan, dan perdarahan di konjung- tiva. Sedangkan untuk korban yang masih men- 3. Membawa segera ke RS IGD: karena serum capai fase lokal dengan ciri-ciri hanya terjadi anti bisa ular (SABU) hanya tersedia di rumah pembengkakan tidak perlu diberikan SABU. Pem- sakit, tidak terdapat di puskesmas. berian SABU pada korban gigitan ular dilakukan 4. Menjelaskan kejadian pada dokter. setiap 6-8 jam, dengan dosis 2 ampul untuk non- neurotoksin. Beberapa kasus yang telah ditangani Penanganan awal yang paling mudah dan efektif oleh dr. Tri Maharani dan Dr. Ahmad Khaldun untuk menangani korban gigitan ular, terutama menunjukkan bahwa dengan adanya penanganan yang tidak dapat segera ditangani di rumah sakit yang benar dan sesuai dengan pedoman WHO (karena jarak lokasi kejadian terlalu jauh dengan akan dapat menolong korban gigitan ular dari aki- rumah sakit) adalah imobilisasi. Imobilisasi bat yang fatal seperti amputasi hingga kematian dengan pressure bandage dilakukan agar korban gigitan ular tidak terlalu banyak melakukan Dalam seminar mengenai pedoman terbaru pergerakan dan menghambat penyebaran bisa. WHO terhadap penanganan kasus gigitan ular, terlihat animo masyarakat khususnya Surabaya Pada seminar ini dr. Tri Maharani juga mendemo- dan sekitarnya untuk mengetahui tata cara kan cara melakukan imobilisasi dengan pressure penanganan yang benar sangat besar. Hal tersebut bandage. Bahan-bahan yang digunakan dalam pe- membuat Dr. Ahmad Khaldun ingin terus nanganan ini pun tidak terlalu sulit untuk mengedukasi masyarakat dan mengadakan didapatkan, yaitu hanya memerlukan elastic band- seminar tingkat ASEAN untuk sosialisasi age dan bidai (dapat menggunakan papan kayu). mengenai pedoman terbaru WHO terhadap Jika gigitan ular berada di tangan pressure band- penanganan kasus gigitan ular. Sedangkan dr. Tri age dibebatkan pada korban dari ujung hingga ke Maharani juga berharap agar edukasi dan pangkal lengan. Kemudian lengan korban diletak- sosialisasi mengenai tata cara penanganan gigitan kan dipundak dan diikat (sebagai penyangga) agar ular yang benar untuk masyarakat Surabaya tidak tangan korban tidak mengalami banyak perge- hanya dilakukan sekali saja, namun terus rakan berlanjut agar tidak ada lagi korban yang Langkah selanjutnya adalah membawa sege- mengalami akibat fatal dari gigitan ular.

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 57 KEGIATAN

Java – Bali Herp CARE Initiative (Conservation, Awareness and Research) Sesi II: Bali

Misbahul Munir

dengan program kampanye ARK sebelumnya pada akultas Kehutanan IPB, Perhimpunan sesi II Bali ini acara masih diisi dengan Pelatihan Herpetologi Indonesia (PHI) bekerja sama Pengenalan dan Metode Pengamatan Herpetofauna dengan Jurusan Biologi Universitas Uda- dan Festival Amfibi Reptil Kita. yana Bali didukung oleh National Geographic So- F Kegiatan pelatihan tanggal 26 -29 Septem- ciety Foundation melaksanakan lanjutan program ber 2016 dilaksanakan di Kampus Udayana, Kampanye Amfibi Reptil Kita (ARK) sebagai ba- Denpasar dan Ubud, Gianyar, Bali. Pelatihan pada gian dari upaya mengenalkan dan meningkatkan hari pertama diikuti oleh sekitar 40 peserta yang pemahaman atas hidupan amfibi dan reptil di In- terdiri dari mahasiswa, dosen, praktisi konservasi donesia. Acara berlangsung mulai tanggal 26 Sep- serta staf BKSDA dan Taman Nasional. Peserta tember – 1 Oktober 2106 bertempat di kampus Uda- pelatihan dibekali dengan teknik identifikasi jenis yana Denpasar dan Ubud, Gianyar, Bali. Sama

58 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KEGIATAN

amfibi dan reptil terutama jenis jenis yang tersebar dibekali dengan teknik input data pada aplikasi di Jawa dan Bali pada hari pertama. Pelatihan Amfibi Reptil Kita sebagai bagian dari Citizen Sci- hari pertama setelah dibuka oleh Ketua Program ence Monitoring, teknik metode standar dan Studi Biologi Unud dilanjutkan dengan prosedur pengamatan herpetofauna, analisis data pengenalan program ARK dan PHI oleh Dr. Mirza lapang. Sebagai tambahan, peserta dikenalkan D. Kusrini. Setelah itu dilanjutkan dengan teknik dengan keanekaragaman herpetofauna di Indone- pengenalan ular oleh Ron Rilley dan penanganan sia, masalah dan tantangan konservasinya. gigitan ular berbisa oleh Dr. dr. Tri Maharani, Hal baru yang ada pada sesi Bali ini adalah M.Si., Sp.EM., pengenalan cecak dan kura-kura berbagi pengalaman dari Rury Epilurahman ten- oleh Awal Riyanto, Teknik Pengenalan Biawak tang Ekspedisi NKRI dan Ekspedisi Indonesia Ti- dan Kadal oleh Evy Arida serta ditutup dengan mur oleh Evy Arida. Sesi berbagi pengalaman ini pelatihan teknik pengenalan amfibi oleh Amir Ha- diharapkan dapat menggugah keinginan ek- midy. spsplorasi para peserta serta memberikan gambaran Selanjutnya, 20 orang peserta yang akan mengikuti bahwa masih banyak lokasi di Indonesia yang be- pelatihan penuh dari berbagai instansi melanjut- lum terjamah oleh tangan para peneliti. Lokasi- kan pelatihan di STEP Ubud, Gianyar, Bali dari lokasi tersebut menunggu para peneliti muda untuk tanggal 27 – 29 September 2016. Peserta kembali menyambanginya.

Kegiatan ARK dibuka oleh Mirza D. Kusrini sebagai ketua project ARK dengan menceritakan alasan dil- aksanakannya proyek ini yang menggagas terbentuknya Atlas Amfibi Reptil Indonesia, mengikuti Atlas Burung Indonesia yang sekarang sedang dibuat

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 59 KEGIATAN

60 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KEGIATAN

Foto kiri atas searah jarum jam: Suasana kelas di UNUD (Munir); Suasana pengamatan malam di air terjun Tegenungan (Mirza D. Kusrini); Air terjun Tegenungan di sore hari; Ronald lilley mem- berikan penjelasan mengenai cara mengidentifikasi ular kepada peserta (Mirza D. Kusrini); Ida Ayu Ari Janiawati, yang menjadi mo- tor utama peatihan di Bai, memberikan materi mengenai penulisan ilmiah (Rury Eprilurahman)

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 61 KEGIATAN

62 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KEGIATAN

Selain pembekalan materi ruang, peserta juga melakukan praktek lapangan pengamatan dan identifi- kasi jenis amfibi dan reptil di sekitar lokasi pelatihan. Setia[ hari peserta bekerja sampai malam untuk mengidentifikasi berbagai jenis. Peserta berfoto bersama di akhir acara (Foto:Fata Habibburahman

Festival Amfibi Reptil Kita yang masih dalam satu rangkaian kegiatan ARK, pada hari sabtu tanggal 30 September 2016 dilakukan di Kampus Universitas Udayana Denpasar. Acara yang terbuka untuk umum ini di hadiri oleh mahasiswa Bi- ologi tingkat pertama dan masyarakat umum. Festival ARK sesi Bali ini terdiri atas pameran foto dan poster penelitian herpetofauna, tamu wicara peneliti herpetofauna (Dr. Amir Hamidy, Dr. Mirza D. Kusrini. Dr. rer. Nat Evy Arida) dan talkshow penangaan gigitan ular oleh dr. Tri Maharani serta Bali Snake Patrol oleh Ron Rilley.

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 63 KEGIATAN

Pengamatan di persawahan Payangan, Ubud, danAir Terjun Tegenungan, Gainyar

Jenis Amfibi dan Reptil yang ditemukan di STEP Payangan dan Air Terjun tegenungan, Ubud, Bali pada tanggal 27- 28 September 2016

64 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KEGIATAN

Pengamatan lapang dilakukan di persawahan di Air Terjun Payangan, Ubud, serta disekitaran Air Terjun STEP Payan- Tegenungan Nama Jenis gan Ubud Ubud Tegenungan, Gainyar, Bali. Pengamatan lapang Bufonidae dilakukan selama dua malam (27 dan 28 Septem- Duttaphrynus ber 2016) dengan menggunakan metode Visual En- melnostictus √ √ counter Survey (VES) selama tiga jam, dimulai Ingerophrynus biporcatus - √ sekitar jam 7 malam. Pengamatan lapang juga dil- Ranidae akukan pada siang hari dengan menggunkan jeba- Amnyrana nicobariensis √ - kan lem, jebakan tersbut dipasang pada lokasi Chalcorana chaconota √ √ yang memungkinkan sebagai lokasi berjemur dari Dicroglosidae kelompok kadal. Fejervarya cancrivora √ - Para peserta dibagi menjadi empat kelompok yang Fejervarya limnocharis √ √ masing-masing didampingi oleh pendamping un- Occodozyga sumatrana √ - tuk melakukan pengamatan lapang tersebut. Microhylidae Setelah pengamatan lapang kemudian peserta Microhyla palmipes √ - pelatihan didampingi oleh pendamping Rhacophoridae melakukan kegiatan identifikasi jenis, penguku- Polypedates leucomystax √ - ran morfologi, penimbangan dan pendokumenta- Gekkonidae sian setiap jenis. Gecko gecko √ - Cyrtodactylus cf. mar- Hasil pengamatan selama dua hari di lokasi moratus √ √ pelatihan mendapatkan 9 jenis amfibi dan 13 jenis Hemidactylus frenatus √ √ reptil. Delapan jenis amfibi diantaranya terdiri Hemidactylus platyurus √ √ dari kelompok Bufonidae, Ranidae, Dicroglosidae, Scincidae Microhylidae, dan Rhacophoridae. Sedangkan rep- Eutropis multifasciata √ √ tile terdiri dari kelompok Gekkonidae, Scincidae, Eutropis rugifera √ - , Colubridae, Viperidae dan Paretidae Lygosoma bowringii - √ (tabel 1). Agamidae Setelah pengamatan lapang dan identifikasi (29 Bronchocela cristatella √ - Colubridae November 2016) peserta pelatihan kemudian mem- Ahaetulla prasina - √ presentasikan hasilnya di depan para pengajar. Dalam suasana yang santai bertempat di STEP Boiga dendrophila - √ Ubud, Gianyar setiap kelompok silih berganti Ptyas koros √ - mempresentasikan hasil pengatamannya, sesekali Viperidae disertai dengan pertanyaan dan diskusi dari peser- Cryptelytrops insularis - √ ta lainnya. Pareatidae Pareas carinatus √ √ Pelatihan Pengenalan dan Metode Pengamatan Herpetofauna ini merupakan program untuk mela- kan kegiatan ini para peserta dapat berpartisipasi tih generasi muda yang tertarik dalam bidang her- dalam monitoring tersebut dan melaporkan hasil petologi (amfibi dan reptil) yang nantinya akan temuannya yang nantinya akan di kompilasi men- menjadi simpul untuk kegiatan Citizen Science jadi Atlas Herpetofauna Indonesia. Monitoring kedepan. Harapannya dengan diada-

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 65 KEGIATAN Pengetahuan Masyarakat Tentang Lanthanotus borneensis di Desa Landak, Kalimantan Barat

Tulisan oleh Mohamad Jakaria Foto oleh Setiabudi Gunawan Email : [email protected] Mahasiswa Biologi FMIPA UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

Sungai di sekitar desa Landak yang menurut masyarakat merupakan habitat dari Lanthonotus borneensis

66 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KEGIATAN

Kalimantan, terkenal atas hu- tan hujan tropis dan keanekaragaman hayati. Namun tidak banyak penelitian mengenai amfibi dan reptil di Kaliman- tan Barat. Hutan sebagai ekosistem uta- ma menjadi rumah banyak jenis hewan termasuk amfibi dan reptil. Sekarang populasi herpetofauna terancam akibat berbagai faktor seperti kebakaran hu- tan, perladangan, ladang berpindah, dan konversi hutan menjadi perkebunan agro-industri. Konversi hutan menjadi lahan pertanian dan kegiatan pene- bangan hutan berperan besar dalam hilangnya habitat satwa liar termasuk amfibi dan reptil di Kalimantan Barat. Selain an- Menurut masyarakat, semok biasanya caman hilangnya habitat juga terdapat ancaman ditemukan di sekitar sungai kecil dalam hutan, ka- lain dari manusia seperti perdagang satwa liar. dang memanjat pohon kecil di dekat pinggiran Diketahui bahwa banyak penjualan dan sungai dan jika merasa terancam biasanya akan ter- perdagangan satwa liar tersebut dilakukan oknum jun ke dalam sungai. Menurut masyarakat setempat dan jaringan dari luar daerah kabupaten Landak. bahwa biasanya semok mencari makan di sekitar Namun belum diketahui pasti dengan jelas karena badan sungai di dalam hutan yang memiliki air tidak adanya bukti terkait perdagangan tersebut. yang masih bersih jauh dari pemukiman dan pence- Pada tanggal 7 juni 2015 kami mengada- maran. kan survei di Desa Limau, Kecamatan Jelimpo, Di sungai yang menjadi tempat tinggal- Kabupaten Landak sebagai upaya penyadartahuan nya, biasanya terdapat sumber pakan makanan bagi masyarakat. Desa ini dulunya merupakan se- semok seperti ikan-ikan kecil. Semok biasanyaaktif buah area perkebunan karet dan kelapa sawit tapi pada malam hari (nokturnal) termasuk dalam men- yang tersisa hanyalah pabrik karet yang telah ber- cari makan. Pada siang hari semok biasanya henti beroperasi. Berdasarkan informasi, di desa bersembunyi dan masuk kedalam akar-akar pohon, ini terdapat hewan endemik Kalimantan yaitu Lan- pohon-pohon tumbang yang berada di sekitar thanotus borneensis yang kini marak diperjualbe- sungai dan tebing sungai yang berlubang. Pernah likan. juga diketahui bahwa semok mempunyai lubang di Lanthanotus borneensis, merupakan satu- darat dan di pinggiran badan sungai, yang satunya spesies dari famili Lanthanotidae. Ber- digunakan sebaga tempat bersembunyi dengan dasarkan wawancara, hewan ini biasa disebut sem- panjang lubang yang relatif dalam. ok oleh masyarakat sekitar Desa Limau. Menurut Masyarakat di sekitar Desa Limau, Keca- masyarakat sekitar hewan ini memiliki tubuh sep- matan Jelimpo menangkap Lanthanotus borneensis erti kadal karna mempunyai ekor mirip panjang, untuk bahan makanan dan sumber protein, namun namun memiliki kulit yang tidak lazim karena sep- tidak diketahui pasti apakah semua masyarakat erti buaya, panjangnya sekitar 20-30 cm, kepala yang mengkonsumsi daging hewan tersebut atau cukup meruncing, memiliki mata yang kecil. Ban- sebagian kecil masyarakat saja. Ha ini tampaknya yak masyarakat disana menyangka hewan tersebut perlu diteliti lebih lanjut. adalah anak buaya namun ketika dilihat lebih dekat ternyata bukan buaya.

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 67 KEGIATAN

HERPING BARENG MAPFLOFA Mahasiswa Penyayang Flora Fauna, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda Sepulang Dari Bogor …

Arief Rizky Utama

Eutropis carinata, Eutropis rudis, Cyrtodactylus ada bulan Juli 2016 saya mengikuti pelati- baluensi , Gekko monarchus, Sibynophis melano- han herpetofauna yang di selenggarakan chepalus, dan Xenochrophis trianguligerus. Hasil oleh PHI (Perhimpunan Herpetofauna In- temuan ini kemudian kami preservasi keesokan Pdonesia ) di IPB. Setelah 4 hari mendapat pema- harinya. Hal yang sangat jarang sekali kami haman tentang herpetofaunan maka ketika saya lakukan. Teman teman banyak belajar dari beliau kembali sayapun bergegas ke lapangan untuk tentang herpetofauna . berbagi ilmu kepada teman teman di kampus, teru- tama teman teman MAPFLOFA (Mahasiswa pen- 4 November 2016 kami melakukan herping kem- yayang Flora Fauna) Fakultas Kehutanan Univer- bali di Hutan pendidikan Fakultas Kehutanan Uni- sitas Mulawarman Samarinda , versitas Mulawarman. Hutan pependidikan terse- but mempunyai luas 300 H, dengan topografi ber- 17 Setember 2016 menjadi titik awal herping di bukit. Terdapat banyak flora fauna yang ada di wisata air terjun Berambai Samarinda. Lokasi ini hutan tersebut salah satunya adalah lutung merah mempunnyai aliran sungai yang cukup deras . (Presbytis rubicunda). Saat itu cuaca hujan di sore kemungkinan karena peralatan yang minim dan hari dan sekitar pukul 19.00 kami berangkat dari kurang nya pengalaman, kami hanya mendapatkan sekretariat untuk kegiatan ini. 2 jenis amfibi, yaitu Hylarana picturata dan Lim- nonectes paramacrodon. Mengunakan metode Visual Encounter Survey selama satu jam kami menemukan Chalcorana Tanggal 7 – 8 Oktober 2016, MAPFLOFA mem- raniceps, Cyrtodactylus baluensis dan Gekko bantu Thor, seorang peneliti herpetofauna dari monarchus. Kami juga menemukan satu jenis UTEP (the University of Texas at El Paso) yang katak pohon (Polypedates macrotis) yang sedang melakukan penelitian herpetofauna di berbagai melakukan aktivitas kawin (amplexus) di sebuah hutan di daerah kaltim. Kali ini tujuan kami adalah drum besar dekat pondok tempat menyimpan sa- Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Unmul Sa- dapan nypah yang sudah tidak beroperasi lagi. marinda. Thor sebenarnya selama penelitian di Kaltim dibantu oleh rekan-rekan dari LSM Ecosi- Terima kasih kepada PHI, LIPI, IPB , Pak Amir trop. Penelitiannya menggunakan dua metode yai- dan Bu Miki serta kawan kawan Himakova telah tu jebakan pitfall traps dan survey penjumpaan memberi kesempatan kepada saya untuk mengiku- visual VES (Visual Encounter surveys). Menurut- ti pelatiham herpetofauna di Bogor sehingga kami nya metode paling efektif adalah penjumpaan Vis- bisa melatih kemampuan herping di daerah mas- ual, karena pitfall trap gagal mendapatkan herpe- ing masing sepulang dari pelatihan tersebut. tofauna kecuali mamalia kecil yang terperangkat. Semoga kita bisa menjalin silaturahmi kembali Malam itu adalah malam terakhir Thor melakukan dan herping bersama sama, dan aktif sebagai sim- penelitian di hutan pendidikan Fakultas Kehutanan pul kegiatan herpetofauna di daerah masing mas- Unmul samarinda sampai beliau kembali di bulan ing agar lebih banyak peneliti di bidang herpe- Desember. Sekitar pukul 20.00 kami berangkat ke tofauna di Indonesia. hutan pendidikan untuk menemui Thor yang su- dah menunggu disana. Dari dua malam dari pemangatan terebut kami mendapatkan beberapa Atas kiri-kanan: Limnonectes finchi dan Kurixalus ap- pendiculatus. Tengah: sepasang Polypedaes marotis jenis herpetofauna di antaranya Polypedates ma- amplexus di Hutan Pendidikan Unmul; Bawah kiri- crotis, Rhacoporus pardalis. Kurixalus appendic- kanan: Sibynophis melanochepalus dan Eutropis carinta ulatus, Chalcorana raniceps, Limnonectes finchi,

68 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 KEGIATAN

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 69 DIVERSITAS

Kawasan wisata air terjun bagi wisatawan domestik. Po- melakukan penelitian di kawa- Ironggolo terletak di desa Besu- tensi alam daerah ini belum san air terjun Ironggolo selama ki, Mojo, Kabupaten Kediri, diketahui secara menyeluruh 7 bulan yaitu April 2015-Juni Provinsi Jawa Timur (70 53’ 0” dan belum ada penelitian yang 2016 dengan membagi lokasi LS dan 1110 51’ 0” BT). Air berkaitan dengan keane- penelitian menjadi 3 daerah. terjun ini memiliki ketinggi karagaman Herpetofauna. Daerah A yang terletak di area 1200 m dpl di gugusan lereng parkir, masjid, dan taman. Dae- Gunung Wilis (1950 m). Suhu Tim ekspedisi Herpetofauna rah B berada di jalan menuju lingkungan air terjun Ironggolo Fakultas keguruan dan Ilmu kawasan air terjun. Daerah C berkisar 21ᵒC dan telah dikenal Pendidikan, Program Studi Pen- berada di aliran sungai terusan dengan lingkungan alam, serta didikan Biologi Universitas air terjun. Survei meliputi be- menjadi salah satu daya tarik Nusantara PGRI Kediri berapa daerah di sekitaran ka-

70 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 DIVERSITAS

wasan wisata air terjun Iroggolo yang mewakili dua ekosistem yaitu terestrial dan akuatik. Se- dangkan pengamatan ekosistem akuatik dilakukan di aliran sungai terusan air terjun Ironggolo. Survei pengamatan dilakukan pada malam hari antara pukul 19.00-23.00 WIB untuk mendapatkan data herpetofauna nokturnal.Pengamatan dilakukan dengan mengunakan metode Visual Encounter Survei (VES) yang dimodifikasi dengan teknik purposive sampling dengan 250 meter yang dit- erapkan do 3 survey plot.pada ekosistem terestrial terutama pada daerah area parkir, masjid, dan ta- man. Selain itu, peneliti juga melakukan wawanara terhadap penduduk setempat mengenai keragaman herpetofauna untuk melengkapi data hasil penga- matan.

Dari hasil survei teridentifikasi 11 jenis Anura dari 6 famili yang berbeda yaitu Bufonidae, Dicroglos- sidae, Megophrylidae, Microhylidae, Rhacophori- dae dan Ranida. Jenis amfibi yang ditemukan ada- lah Duttaphrynus melanostictus, Phrynoidis

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 71 DIVERSITAS

Phrynoidis aspera Leptobrachium hasseltii

Tabel 1. Jenis Herpetofauna di Kawasan Wisata Air Terjun Ironggolo Kediri

Famili Spesies Perilaku IUCN Habitat Huia masonii * Nokturnal VU Akuatik Ranidae Odorrana hosii Nokturnal LC Semi Akuatik Hylarana chalconota Nokturnal LC Semi Akuatik Rhacophorus reinwardtii Nokturnal NT Arboreal Rhacophoridae Polypedates leucomystax Nokturnal LC Arboreal Duttaphrynus melanostictus Nokturnal LC Terestrial Bufonidae Phrynoidis aspera Nokturnal LC Terestrial Fejervarya sp Nokturnal LC Semi Akuatik Dicroglossidae Limnonectes sp * Nokturnal - Akuatik Megophrylidae Leptobrachium hasseltii Nokturnal LC Terestrial Microhylidae Microhyla achatina * Nokturnal LC Semi Akuatik Gekkonidae Cyrtodactylus marmoratus Nokturnal LC Arboreal Cosymbotus platyurus Nokturnal LC Arboreal Scincidae Eutropis multifasciata Diurnal LC Terestrial Agamidae kuhlii Diurnal DD Arboreal Bronchocela jubata Nokturnal LC Arboreal Colubridae Aplopeltura boa Nokturnal LC Arboreal Viperidae Trimeresurus puniceus Nokturnal LC Arboreal

Keterangan: LC: Least Concern; VU: Vulnerable; NT: Near Threatened; DD: Data Deficient; *: Endemik Jawa

aspera, Limnonectes sp, Fejervarya sp, Lep- yaitu Cyrtodactylus marmoratus dan Cosymbotus tobrachium hasseltii, Microhyla achatina, Rha- platyurus (Gekkonidae), Eutropis multifasciata cophorus reinwardtii, Polypedates leucomystax, (Scincidae), Gonocephalus kuhlii dan Broncho- Hylarana chalconata, Huia masonii dan Odorra- cela jubata (Agamidae), Aplopeltura boa na hosii. Terdapat tiga jenis amfibi endemik Ja- (Colubridae) dan Trimeresurus puniceus wa yaitu Huia masonii, Limnonectes sp dan Mi- (Viperidae). Jenis yang ditemukan serta frekuensi crohyla achatina (Iskandar, 1998). Ketiga jenis temuan selama 7 bulan bisa dilihat lebih rinci amfibi ini ditemukan di sekitar aliran sungai teru- pada tabel 1 dan 2. san air terjun Ironggolo. Sedangkan untuk reptil dapat teridentifikasi 7 jenis reptil dari 5 famili

72 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 DIVERSITAS

Tabel 2. Frekuensi perjumpaan jenis Herpetofauna di Kawasan Wisata Air Terjun Ironggolo dari bulan April 2015 sampai Juni 2016

Spesies Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 Bulan 7 Huia masonii - - - - - √ √ Odorrana hosii √ √ √ √ √ √ √ Hylarana chalconota √ √ √ √ √ √ √ Rhacophorus reinwardtii - - - √ √ √ - Polypedates leucomystax √ - - √ - √ - Duttaphrynus melanostictus - √ √ - - - - Phrynoidis aspera - - - - - √ - Fejervarya sp - - √ √ - - Limnonectes sp - - √ - - - - Leptobrachium hasseltii - √ √ √ √ √ √ Microhyla achatina - - - √ - - - Cyrtodactylus marmoratus √ √ √ √ - - √ Cosymbotus platyurus √ ------Eutropis multifasciata - - - - √ √ - Gonocephalus kuhlii √ - - √ √ - - Bronchocela jubata - - - - - √ - Aplopeltura boa - - - - √ - - Trimeresurus puniceus √ - - √ - - -

Rhacophorus reinwardtii Microhyla achatina

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 73 DIVERSITAS

Cosymbotus platyurus Eutropis multifasciata

Cyrtodactylus marmorantus

Bronchocela jubata

Gonocephalus kuhlii

Trimeresurus puniceus

74 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 pustaka

PUBLIKASI ILMIAH AKITA MORI

Hayashi, T., A. Mori, K. Kawamura, S. Kobayashi, Mori, A. 1987. Growth pattern in the juvenile Japa- A. Yamashita, and H, Ota. 1983. Notes on nese grass snake, Rhabdophis tigrinus tigri- the two lizards species newly collected in nus, in captivity. Jpn. J. Herpetol. 12(1): 1- Taketomijima Island of the Yaeyama 9. Group, Ryukyu Archipelago, with refer- Mori, A. 1988. Effects of food amount on the skin ence to some problems on Leptodactylus shedding cycle of the young colubrid lugubris (Dumeril et Bibron, 1836). Nippon snake, Rhabdophis tigrinus tigrinus, in cap- Herpetol. J. 26(1): 15-18. (in Japanese with tivity. Jpn. J. Herpetol. 12(4): 147-150. English abstract) Mori, A. and H. Moriguchi. 1988. Food habits of Mori, A., M. Amano, and H. Ota. 1984. Notes on snakes in Japan: A critical review. Snake some lizards found in Aragusukujima Is- 20(2): 98-113. land of the Yaeyama Group, Ryukyu Archi- pelago. Biol. Mag. Okinawa 22: 117-118. Mori, A. 1989. Brief field observation on the for- (in Japanese with English abstract) aging behavior of the Japanese striped snake Elaphe quadrivirgata. J. Ethol. 7(1): Ota, H. and A. Mori. 1985. On the fourth specimen 53-56. of Opisthotropis kikuzatoi. Snake 17(12): 160-162. Mori, A., J. Daming, H. Moriguchi, and M. Haseg- awa. 1989. Food habits of snakes in east Ota, H. and A. Mori. 1985. Notes on the fourth col- Asia: A biogeographical approach to re- lected specimen of Rhabdophis tigrinus for- source partitioning. In: Current Herpetolo- mosanus and the morphological features gy in East Asia (M. Matsui, T. Hikida, and characteristic of this subspecies. Jpn. J. R. C. Goris, eds.), Herpetological Society Herpetol. 11(2): 41-45. of Japan. pp.433-436. Mori, A. 1986. Brief observation on the reproduc- Mori, A. 1989. Behavioral responses to an tion of Mauremys mutica. Nippon Herpetol. "unpalatable prey", Rana rugosa (Anura: J. 33(1): 5-9. (in Japanese with English ab- Amphibia), by newborn Japanese striped stract) snakes, Elaphe quadrivirgata. In: Current Herpetology in East Asia (M. Matsui, T.

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 75 pustaka

Hikida, and R. C. Goris, eds.), Herpetologi- pan: the first karyological description of a cal Society of Japan. pp.459-471. xenodermine snake (Colubridae). Jpn. J. Herpetol. 14(1): 12-14. Ota, H., T. Hikida, M. Matsui, and A. Mori. 1990. Karyotype of Gekko monarchus (: Ota, H., T. Hikida, M. Matsui, and A. Mori. 1991. Gekkonidae) from Sarawak, Malaysia. Jpn. Karyotypes of two water skinks of the ge- J. Herpetol. 13(4): 136-138. nus Tropidophorus (Reptilia: Squamata) from Borneo. J. Herpetol. 25(4): 488-490. Mori, A. 1990. Tail vibration of the Japanese grass lizard Takydromus tachydromoides as a Mori, A. and T. Hikida. 1991. Notes on the defen- tactic against asnake predator. J. Ethol. 8 sive behavior of the Asian elapid, Maticora (2): 81-88. intestinalis. Snake 23(2): 107-109.

Ota, H., S. Iwanaga, K. Itoman, M. Nishimura, Ota, H., M. Matsui, T. Hikida, and A. Mori. 1992. and A. Mori. 1991. Reproductive mode of a Extreme karyotype divergence between natricine snake, Amphiesma pry- species of the ge- eri (Colubridae: Squamata), from the Ryu- nus Gonocephalus (Reptilia: Squamata: kyu Archipelago, with special reference to Agamidae) from Borneo and Australia. the viviparity of A. p. ishigakiensis. Biol. Herpetologica 48(1): 120-124. Mag. Okinawa. 29(1): 37-43. (in Japanese Ota, H., T. Hikida, M. Matsui, and A. Mori. 1992. with English abstract) Karyotypes of two species of the ge- Ota, H., T. Hikida, M. Matsui, A. Mori, and A. nus Cyrtodactylus (Squamata: Gekkonidae) Wynn. 1991. Morphological variation, kar- from Sarawak, Malaysia. Caryologia 45(1): yotype and reproduction of the parthenoge- 43-49. netic blind snake, Ramphotyphlops brami- Mori, A., N. Narumi, and K. V. Kardong. 1992. nus, from the insular region of East Asia Unusual putative defensive behavior and Saipan. Amphibia-Reptilia 12(2): 181- in Oligodon formosanus (Serpentes: Colu- 193. bridae): Head-slashing and tail-striking. J. Mori, A. 1991. Effects of prey size and type on Herpetol. 26(2): 213-216. prey-handling behavior in Elaphe quad- Mori, A., M. Toda, S. Kadowaki, and H. Morigu- rivirgata. J. Herpetology 25(2): 160-166. chi. 1992. Lying in ambush for nocturnal Mori, A. 1991. Spontaneous immobility of the Jap- frogs: Field observations on the feeding be- anese lacertid lizard, Takydromus tachydro- havior of three colubrid snakes, Elaphe moides. Jpn. J. Herpetol. 14(1):1-5. quadrivirgata, E. climacophora, and Rhabdophis tigrinus. Jpn. J. Herpetol. Ota, H., N. Kamezaki, T. Hikida, M. Matsui, A. 14(3): 107-115. Mori, T. Hayashi, and S. Tanabe. 1991. Karyotype of Achalinus spinalis from Ja-

76 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 pustaka

Mori, A. and T. Hikida. 1992. A preliminary study possible case of insular gigantism. Snake 26 of sexual dimorphism in wing morphology (1): 11-18. of five species of the flying lizards, ge- Mori, A. 1994. Prey-handling behaviour of newly nus Draco. Jpn. J. Herpetol. 14(4): 178-183. hatched snakes in two species of the ge- Mori, A. 1993. A note on the sidewinding locomo- nus Elaphe with comparison to adult behav- tion in two colubrid snakes, Opisthotropis iour. Ethology 97: 198-214. typica and Pseudoxenodon macrops. Snake Mori, A. 1995. Prey handling behavior of the 25(1): 67-70. young rat snake, Elaphe tae- Mori, A. and T. Hikida. 1993. Natural history ob- niura (Squamata: Reptilia). Mem. Fac. Sci. servations of the flying lizard, Draco volans Kyoto Univ. Ser. B. 16: 43-47. sumatranus (Agamidae, Squamata) from Mori, A., K. Araya, and T. Hikida. 1995. Biology Sarawak Malaysia. Raffles Bull. Zool. 41 of the poorly known Bornean liz- (1): 83-94. ard, Apterygodon vittatus (Squamata: Scin- Mori, A. 1993. Prey handling behavior of neonatal cidae) an arboreal ant-eater. Herpetological rat snakes, Elaphe taeniura and E. dio- Natural History 3(1): 1-14. ne (Colubridae). Jpn. J. Herpetol. 15(2): 59- Mori, A. 1996. Diel cycle in microhabitat utiliza- 63. tion by newborns of the homalopsine Mori, A. 1993. Does feeding experience with dif- snake, Enhydris plumbea. Snake 27(2): 135 ferent size of prey influence the subsequent -139. prey-handling behavior in Elaphe clima- Mori, A., D. Layne, and G. M. Burghardt. 1996. cophora? J. Ethol. 11(2): 153-156. Description and preliminary analysis of an- Mori, A. and T. Hikida. 1994. Field observations tipredator behavior of Rhabdophis tigrinus on the social behavior of the flying liz- tigrinus, a colubrid snake with nuchal ard Draco volans sumatranus in Borneo. glands. Jpn. J. Herpetol. 16(3):94-107. Copeia 1994(1): 124-130. Mori, A. 1996. A comparative study of the devel- Mori, A. and A. Nakachi. 1994. Laboratory obser- opment of prey handling behavior in young vations on daily activity of the endangered rat snakes, Elaphe quadrivirgata and E. cli- stream snake, Opisthotropis kikuza- macophora. Herpetologica 52(3): 313-322. toi (Reptilia, Squamata, Colubridae) from Mori, A. and M. Toriba. 1997. Observations of ag- Kumejima Island. Island Studies in Okina- onistic behavior between males of Elaphe wa. (12): 25-35. quadrivirgata: Confirmation of male com- Mori, A. 1994. Ecological and morphological char- bat. Jpn. J. Herpetol. 17(1): 11-15 acteristics of the Japanese rat snake, Elaphe climacophora, on Kammuri-jima Island: A

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 77 pustaka

Asakawa, M., A. Mori, and M. Motokawa. 1997. tor responses of hatchlings of a Japanese Parasitic helminths of Japanese wood natricine snake, Rhabdophis tigrinus. J. mouse, Apodemus argenteus (Muridae: Comp. Psychol. 114(4): 408-413. Rodentia), collected on Kinkazan Island , Motokawa, M., M. Hasegawa, and A. Mori. 2000. Miyagi Pref., Japan. J. Rakuno Gakuen Additional record of Crocidura dsinezu- Univ. 22(1): 147-150. (in Japanese with mi from Nii-jima and To-shima, Izu Is- English summary) lands. J. Nat. Hist. Mus. Inst. Chiba 6(1): Mori, A. 1997. A comparison of predatory behav- 95-96. (in Japanese with English abstract) ior of newly hatched Rhabdophis tigri- Tanaka, K. and A. Mori. 2000. Literature survey nus (Serpentes: Colubridae) on frogs and on predators of snakes in Japan. Current fish. Jpn. J. Herpetol.17(2):. 39-45. Herpetology 19(2): 97-111. Mori, A. 1998. Prey-handling behavior of three Randriamahazo, H. J. A. R. and A. Mori. 2001. species of homalopsine snakes: Features Egg-laying activities and reproductive associated with piscivory habits and Du- traits in females of Oplurus cuvieri cu- vernoy's glands. J. Herpetol. 32(1): 40-50. vieri. J. Herpetol. 35(2): 209-217. Mori, A., H. Ota, and N. Kamezaki. 1999. Forag- Tanaka, K., A. Mori, and M. Hasegawa. 2001. ing on sea turtle nesting beaches: Flexible Apparent decoupling of prey recognition foraging tactics by Dinodon semicarina- ability with prey availability in an insular tum (Serpentes: Colubridae). In: Tropical snake population. J. Ethol.19(1): 27-32. Island Herpetofauna: Origin, Current Di- versity, and Conservation. (H. Ota, ed.), Mori, A. and K. Tanaka 2001. Preliminary obser- Elsevier, Amsterdam. pp.99-128. vations on chemical preference, antipreda- tor responses, and prey-handling behavior Mori, A. and M. Hasegawa. 1999. Geographic of juvenileLeioheterodon madagascari- differences in behavioral responses of ensis (Colubridae). Current Herpetology hatchling lizards (Eumeces okadae) to 20(1): 39-49. snake-predator chemicals. Jpn. J. Herpe- tol. 18(2): 45-56. Mori, A. and G. M. Burghardt. 2001. Tempera- ture effects on anti-predator behaviour Randriamahazo, H. J. A. R. and A. Mori. 1999. in Rhabdophis tigrinus, a snake with toxic Spatial utilization and social interactions nuchal glands. Ethology 107(9): 795-811. in Oplurus cuvieri cuvieri (Squamata, Opluridae) in Madagascar. Jpn. J. Herpe- Tanaka, K. and A. Mori. 2001. Predator-prey re- tol. 18(2): 56-65. lationships between birds and snakes in Japan. Jpn. J. Ornithol. 50(2): 91-105. (in Mori, A. and G. M. Burghardt. 2000. Does prey Japanese) matter? Geographic variation in antipreda-

78 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 pustaka

Mori, A. and H. J. A. R. Randriamahazo. 2002. For- Tanaka, K. and A. Mori. 2003. Predation by Andrias aging mode of a Madagascan iguanian liz- japonicus on Elaphe climacophora. Amphibi- ard, Oplurus cuvieri cuvieri. Afr. J. Ecol. 40 an History No.10: 21-22. (in Japanese) (1): 61-64. Nagata, E. and A. Mori. 2003. A record of Elaphe Mori, A. 2002. A case of envenomation by the Mad- conspicillata from Kinkazan Island, Miyagi agascan colubrid snake, Leioheterodon mod- Prefecture. Bull. Herpetol. Soc. Japan 2003 estus. Snake 29: 7-8. (2): 74-75. (in Japanese)

Mori, A. 2002. Leioheterodon modes- Mori, A., I. Ikeuchi, and M. Hasegawa. 2003. Rep- tus (Madagascar brown snake). Diet. Herpe- tiles and amphibians of Ampijoroa, Ankara- tol Rev. 33(1): 57. fantsika Strict Nature Reserve, a dry forest in northwestern Madagascar. Herpetological Mori, A. and H. J. A. R. Randriamahazo. Natural History 10: in press. 2002. Leioheterodon madagascari- ensis (Madagascar Menarana snake). Diet. Mori, A. and G. R. Burghardt. 2004. Thermal effects Herpetol Rev. 33(1): 57. on the antipredator behaviour of snakes: A review and proposed terminology. Herpeto- Mori, A. and M. Hasegawa. 2002. Early growth logical Journal. 14(2): 79-87. of Elaphe quadrivirgata from an insular gi- gantic population. Current Herpetology 21 Mori, A. and S. Ohba. 2004. Field observations of (1): 43-50. predation on snakes by the giant water bug. Bull. Herpetol. Soc. Japan 2004(2): 78-81. Mori, A. and M. Toda. 2002. Retention of passive (in Japanese) integrated transponder tags during a long term field study of a pit viper, Trimeresurus Randriamahazo, H. J. A. R. and A. Mori. 2004. okinavensis. Bull. Herpetol. Soc. Japan 2002 Thermal biology of an iguanian liz- (2): 59-67. (in Japanese) ard, Oplurus cuvieri cuvieri, in a tropical dry forest of Madagascar. Current Herpetology Mori, A., M. Toda, and H. Ota. 2002. Winter activi- 23(2): 53-62. ty of the Hime-Habu (Ovophis okinavensis ) in the humid subtropics: Foraging on breed- Mori, A., K. Tanaka, H. Moriguchi, and M. Hasega- ing anurans at low temperatures. In: Biology wa. 2005. Color variations in Elaphe quad- of the Vipers (eds. Schuett, G., Hoggren, M. rivirgata throughout Japan. Bull. Herpetol. Douglas, M. E., and Greene, H.), Eagle Soc. Japan 2005(1): 22-38. (in Japanese) Mountain Publishing LC, Eagle Mountain, Randriamahazo, H. J. A. R. and A. Mori. 2005. Fac- Utah. 329-344. tors affecting the intra-populational variation in dorsal color pattern of an Iguanian liz-

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 79 pustaka

ard, Oplurus cuvieri cuvieri. Current Herpe- vipers (Viperidae: Ovophis okinavensis): key tology 24(1): 19-26. roles for head size and body temperature. Bi- ol. J. Linn. Soc. 93(1): 53-62. Ikeuchi, I., A. Mori, and M. Hasegawa. 2005. Natu- ral history of Phelsuma madagascariensis Mori, A. and G. M. Burghardt. 2008. Comparative kochi from a dry forest in Madagascar. Am- experimental tests of natricine antipredator phibia-Reptilia 26(4): 475-483. displays, with special reference to the appar- ently unique displays in the Asian ge- Mori, A., I. Ikeuchi, and M. Hasegawa. 2006. Rep- nus, Rhabdophis. J. Ethol. 26(1): 61-68. tiles and amphibians of Ampijoroa, Ankara- fantsika Strict Nature Reserve, a dry forest in Mori, A. and S. E. Vincent. 2008. An integrative ap- northwestern Madagascar. Herpetological proach to specialization: Relationships Natural History 10(1): 9-38. among feeding morphology, mechanics, be- haviour, performance and diet in two syntop- Mori, A. 2006. Is head first swallowing essential in ic snakes. J. Zool., London. 275: 47-56. gape-limited predators?: Prey handling be- havior of an anurophagous Hutchinson, D. A., A. H. Savitzky, A. Mori, J. snake, Rhabdophis tigrinus. Can. J. Zool. 84 Meinwald, and F. C. Schroeder. 2008. Mater- (7): 954-963. nal provisioning of sequestered defensive steroids by the Asian snake Rhabdophis tigri- Mori, A. and T. Mizuta. 2006. Envenomation by the nus. Chemoecology 18(3): 181-190. Madagascar colubrid snake, Ithycyphus min- iatus. J. Venom. Anim. Toxins incl. Trop. Hasegawa, M. and A. Mori. 2008. Does a gigantic Dis. 12(3): 512-520. insular snake grow faster or live longer to be gigantic?: Evidence from a long-term field Hutchinson, D. A., A. Mori, A. H. Savitzky, G. M. study. South Am. J. Herpetol. 3: 145-154. Burghardt, X. Wu, J. Meinwald, and F. C. Schroeder. 2007. Dietary Sequestration of Kuroki, T., S. Izumiyama, K. Yagita, Y. Une, H. Defensive Steroids in Nuchal Glands of the Hayashidani, M. Kuro-o, A. Mori, H. Asian Snake Rhabdophis tigrinus. Proc. Natl. Moriguchi, M. Toriba, T. Ishibashi, and T. Acad. Sci. 104(7): 2265-2270. Endo. 2008. Occurrence of Cryptosporidium sp. in snakes in Japan. Tanaka, K. and A. Mori. 2007. Quantitative evalua- Parasitol. Res. 103: 801-805. tion of individual snake color pattern by use of principal components analysis with varia- Mori, A. 2008. Techniques for marking snakes. Bull. ble selection: Its application to behavioral Herpetol. Soc. Japan 2008(2): 144-151. studies. Current Herpetoogy. 26(2): 117-137. Razafimahatratra, B., A. Mori, and M. Hasegawa. Vincent, S. E. and A. Mori. 2008. Determinants of Sleeping site pattern and sleeping behavior feeding performance in free-ranging pit- of Brookesia decaryi (Chamaeleonidae) in

80 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 pustaka

Ampijoroa dry forest, Northwestern Mada- ard Oplurus cuvieri cuvieri (Reptilia: Igua- gascar. Current Herpetol. 27(2): 93-99. nia). Proceedings of the Royal Society, B. 277:1275-1280. Haramura, T., M. Yamane, and A. Mori. 2008. Pre- liminary survey on the turtle community in a Haramura, T., M, Yamane, and A. Mori. 2010. Radi- lotic environment of the Kizu River. Current otelemetric study on movement pattern of Herpetol. 27(2): 101-108. freshwater turtles inhabiting river environ- ment during breeding and hibernation sea- Mori, A., E. Konishi, and K. Izumi. 2009. A putative sons. Journal of Freshwater Ecology. 25(2): predatory attempt by Meles 251-259. meles on Rhabdophis tigrinus and a possible aversive function of the nuchal glands. Bull. Mori, A. and T. M. Randriamboavonjy. 2010. Field Herpetol. Soc. Japan 2009(1): 18-20. (in Jap- Observation of Maternal Attendance of Eggs anese) in a Madagascan Snake, Leioheterodon mad- agascariensis. Current Herpetology 29(2): Mori, A. 2009. Predation on a Ryukyu brown frog -95.Kuriyama, T., M. C. Brandley, A. by Limnonectes namiyei. Akamata (20): 8. Katayama, A. Mori, M. Honda and M. Ha- (in Japanese) segawa. 2011. A time-calibrated phylogenet- Mori, A., M. Toda,, and N. Murayama. 2009. Yearly ic approach to assessing the phylogeography, fluctuation of breeding dates of the Ryukyu colonization history and phenotypic evolu- brown frog, Rana sp., and the Okinawa tip- tion of snakes in the Japanese Izu Islands. nosed frog, Rana narina, over 12 years. Aka- Journal of Biogeography 38(2): 259-271. mata (20): 19-23. (in Japanese) Tanaka, K. and A. Mori. 2011. Reproductive charac- Hasegawa, M. A. Mori, M. Nakamura, T. Mizuta, S. teristics of Elaphe quadrivirgata (Serpentes: Asai, I. Ikeuchi, H. Rakotomanana, T. Oka- Colubridae) from ecologically dissimilar miya, and S. Yamagishi. 2009. Consequence main island and island populations. Journal of Inter Class Competition and Predation on of Natural History 45(3-4): 211-226. the Adaptive Radiation of Lizards and Birds Mori, A., Y. Mitsuyama, M. Hirano and S. Yamag- in the Dry Forest of Western Madagascar. ishi. 2011. An observation of predation Ornithol. Sci. 8:55-66. by Alcedo atthis on a colubrid Mori, A. 2009. Color and color variation in amphibi- snake, Amphiesma vibakari vibakari. J. ans and reptiles. Bull. Herpetol. Soc. Japan Yamashina Inst. Ornithol. 42: 161-163. (in 2009(2): 141-144. (in Japanese) Japanese)

Ito, R. and A. Mori. 2010. Vigilance against preda- Kadota, Y., N. Kidera, and A. Mori. 2011. One day tors induced by eavesdropping on heterospe- to hatch: Calcium-poor eggshells and mater- cific alarm calls in a non-vocal liz- nal care in Ovophis okinavensis (Squamata:

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 81 pustaka

Viperidae). Herpetological Review 42(1), 26- Hutchinson, D. A., A. H. Savitzky, A. Mori, G. M. 29. Burghardt, J. Meinwald, and F. C. Schroeder. 2012. Chemical investigations of defensive Mori, A. and M. Toda. 2011. Feeding characteristics steroid sequestration by the Asian of a Japanese pitviper, Ovophis okinavensis, snake Rhabdophis tigrinus. Chemoecology on Okinawa Island: Seasonally biased but 22:199-206.DOI 10.1007/s00049-011-0078- ontogenetically stable exploitation on small 2 frogs. Current Herpetology 30(1): 41-52. Ikeuchi, I., M. Hasegawa, and A. Mori. 2012. Char- Ito, R. and A. Mori. 2012. The Madagascan spiny- acteristics of Sleeping Sites and Timing of tailed iguana alters the sequence of anti- Departure from Them in a Madagascan Diur- predator responses depending on predator nal Gecko, Lygodactylus tolampyae. Current types. African Journal of Herpetology 61(1): Herpetology 31(2): 107-116. doi 10.5358/ 58-68. hsj.31.107 Takeuchi, H. AND A. Mori. 2012. Antipredator Dis- Kidera, N., A. Mori, and M.-C. Tu. 2013. Compari- plays and Prey Chemical Preference of an son of freshwater discrimination ability in Asian Natricine Snake, Macropisthodon ru- three species of sea kraits (Laticauda semi- dis (Squamata: Colubridae). Current Herpe- fasciata, L. laticaudata and L. colubrina). tology 31(1): 47-53. Journal of Comparative Physiology, A. Randriamahazo, H. J. A. R. and A. Mori. 2012. Ex- 199:191-195. DOI 10.1007/s00359-012-0782 amination of Myrmecophagy and Herbivory -6 in the Madagascan Spiny-taild Iguana, Oplu- Ito, I., I. Ikeuchi, and A. Mori. 2013. Day gecko rus cuvieri (Reptilia: Opluridae). Current darkens its body color in response to avian Herpetology 31(1): 8-13. alarm calls. Current Herpetology 32(1): 26- Savitzky, A. H., A. Mori, D. A. Hutchinson, R. A. 33. Saporito, G. M. Burghardt, H. B. Lillywhite, Hutchinson, D. A., A. H. Savitzky, G. M. Burghardt, and J. Meinwald. 2012. Sequestered defen- C. Nguyen1, J. Meinwald, F. C. Schroeder, sive toxins in tetrapod vertebrates: principles, and A. Mori. 2013. Chemical defense of an patterns, and prospects for future studies. Asian snake reflects local availability of tox- Chemoecology 22:141-158. DOI 10.1007/ ic prey and hatchling diet. Journal of Zoolo- s00049-012-0112-z gy. 289(4): 270-278. Mori, A., G. M. Burghardt, A. H. Savitzky, K. A. Kojima, Y. and A. Mori. 2014. Home range and Roberts, D. A. Hutchinson, and R. C. Goris. movements of Rhabdophis tigrinus in a 2012. Nuchal glands: A novel defensive sys- mountain habitat of Kyoto, Japan. Current tem in snakes. Chemoecology 22:187-198. DOI 10.1007/s00049-011-0086-2

82 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016 pustaka

Herpetology 33(1): 8 20. doi 10.5358/ Kojima, Y, and A. Mori. 2015. Active foraging for hsj.33.8 toxic prey during gestation in a snake with maternal provisioning of sequestered chemi- Takeuchi, H. , G.-X. Zhu, L. Ding, Y. Tang, H. cal defences. Proceedings of the Royal Soci- Ota, A. Mori, H.-S. Oh, and T. Hikida. 2014. ety, B. 282 (Issue 1798): 20142137. doi Taxonomic validity and phylogeography of 10.1098/rspb.2014.2137 the East Eurasian natricine snake, Rhabdophis lateralis (Berthold, 1859) Nishiumi, N. & Mori, A. 2015. Distance-dependent (Serpentes: Colubridae), as inferred from mi- switching of anti-predator behavior of frogs tochondrial DNA sequence data. Current from immobility to fleeing. Journal of Ethol- Herpetology 33(2): 148-153. doi 10.5358/ ogy, 33, 117–124. doi 10.1007/s10164-014- hsj.33.148 0419-z

Ikeuchi, I. and A. Mori. 2014. Natural history of a Jono, T., A. M. Bauer, I. Brennan, & A. Mori. 2015. Madagascan gecko Blaesodactylus am- New species of Blaesodactylus (Squamata: bonihazo in a dry deciduous forest. Current Gekkonidae) from Tsingy karstic outcrops in Herpetology 33(2): 161–170. doi 10.5358/ Ankarana National Park, northern Madagas- hsj.33.161 car. Zootaxa 3980 (3): 406–416. doi 10.11646/zootaxa.3980.3.4 Fernando, W. K. B. K. M., S.A.M. Kularatne, S.P.K. Wathudura, A. de Silva, A. Mori, and D. Ma- Mori, A., I. Ikeuchi, and M. Hasegawa. 2015. Call- haulpatha. 2014. First reported case of sys- ing activity of an anuran assemblage in a temic envenoming by the Sri Lankan keel- temporary pond in a dry forest of Madagas- back (Balanophis ceylonensis). Toxicon. 93: car. Current Herpetology 34(2): 140–148. doi 20-23. doi 10.1016/j.toxicon.2014.11.219 10.5358/hsj.34.140

Hamanaka, K., A. Mori, and H. Moriguchi. 2014. Kohei Okamoto, Akira Mori and Yuzuru Ikeda. Literature survey on food habit of snakes in 2015. Effects of Visual Cues of a Moving Japan: Revisited. Bull. Herpetol. Soc. Japan. Model Predator on Body Patterns in Cuttle- 2014(2): 167-181. (in Japanese) fish Sepia pharaonis. Zoological Science, 32 (4): 336-344. doi http://dx.doi.org/10.2108/ zs140288

WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX NO. 1 NOVEMBER 2016 83

Boiga multomaculata. Foto: Farits Alhadi

84 WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME IX, NO. 1 NOVEMBER 2016