p-ISSN 2442 – 2606 e-ISSN 2548 – 611X IOTEKNOLOGI & IOSAINS B VOLUME 5  NOMOR 2 DESEMBER 2018 EKSTRAK DAUN SEMBUNG (Blumea balsamifera) MEMPERBAIKI HISTOLOGI TESTIS TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK - I Gede Widhiantara, Anak Agung Ayu Putri Permatasari, Ferbian Milas Siswanto, BNi Putu Eny Sulistya Dewi

PEMURNIAN ENZIM SEFALOSPORIN-C ASILASE DAN OPTIMASI PROSES KROMATOGRAFI PENUKAR ION - Uli Julia Nasution, Silvia Melinda Wijaya, Ahmad Wibisana, Anna Safarrida, Indra Rachmawati, Dian Japany Puspitasari, Sidrotun Naim, Anis Herliyanti Mahsunah, Sasmito Wulyoadi, Suyanto Suyanto

DAMPAK TEKNIK PENGIRISAN DAN PENCETAKAN TERHADAP DAYA APUNG PAKAN IKAN YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN Rhizopus sp.- Lulu Suliswati, Catur Sriherwanto, Imam Suja'I

IDENTIFIKASI AKTINOMISETES SEDIMEN AIR TAWAR MAMASA, SULAWESI BARAT DAN AKTIVITASNYA SEBAGAI ANTIBAKTERI DAN PELARUT FOSFAT - Ade Lia Putri, Puspita Lisdiyanti, Mia Kusmiati

UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR BEBERAPA SENYAWA MONOKARBONIL ANALOG CURCUMIN HASIL SINTESIS - Ismi Rahmawati, Desi Purwaningsih

EVALUASI AKTIVITAS INHIBISI XANTIN OKSIDASE DAN KANDUNGAN SENYAWA POLIFENOL DARI EKSTRAK SAPPAN - Sri Ningsih, . Churiyah

HISTOLOGI LIMPA DAN HEMATOLOGI MENCIT YANG DIINFEKSI Escherichia coli SETELAH PEMBERIAN ASAM HUMAT GAMBUT KALIMANTAN - Diah Wulandari Rousdy, Elvi Rusmiyanto Pancaning Wardoyo

PENGARUH WADAH KULTUR DAN KONSENTRASI SUMBER KARBON PADA PERBANYAKAN KENTANG ATLANTIK SECARA IN VITRO - Karyanti Karyanti, Yosua Glen Kristianto, Hayat Khairiyah, Linda Novita, Tati Sukarnih, Yayan Rudiyana, Dewi Yustika Sofia

PENINGKATAN AKTIVITAS LIPASE KAPANG LIMBAH KERNEL DAN NUT KELAPA SAWIT DENGAN RADIASI GAMA DAN ULTRAVIOLET - Aris Indriawan, Wibowo Mangunwardoyo, Dadang Suhendar, Trismilah Siswodarsono

PENGARUH PEMBERIAN MANUR BROILER DENGAN FERMENTASI Lactobacillus casei TERHADAP KONVERSI PAKAN AYAM - Alfarisa Nururrozi, Soedarmanto Indarjulianto, Dhasia Ramandani, Yanuartono Yanuartono

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KAPANG ENDOFIT Cb.Gm.B3 ASAL RANTING KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni) - Fauzy Rachman, Nisa Rachmania Mubarik, Partomuan Simanjuntak

KEMAMPUAN EKSTRAK SENYAWA AKTIF BAKTERI ENDOFIT DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Fusarium oxysporum f.sp. PADA KELAPA SAWIT - Emilia Candrawati, Bedah Rupaedah, Sumpono Sumpono, Agus Sundaryono

VARIASI GENETIK KAMBING BENGGALA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT BERDASARKAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA - Suhendra Pakpahan, Wayan Tunas Artama, Rini Widayanti, I Gede Suparta Budisatria

KERAGAMAN GENETIK 22 AKSESI PADI LOKAL TORAJA UTARA BERBASIS MARKA SIMPLE SEQUENCE REPEATS (SSR) - Holy Ekklesia Ladjao, Rinaldi Sjahril, Muh. Riadi

MANURE UNGGAS: SUPLEMEN PAKAN ALTERNATIF DAN DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN - Yanuartono Yanuartono, Alfarisa Nururrozi, Soedarmanto Indarjulianto, Nurman Haribowo, Hary Purnamaningsih, Slamet Raharjo

JBBI Vol 5 No 2 Hal 111-260 Desember 2018 ISSN 2442 -2606 VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayahNya, sehingga kami dapat menampilkan Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) Volume 6 Nomor 2 Desember 2019. Dengan semakin tingginya minat mahasiswa, dosen, perekayasa dan peneliti yang mengirimkan naskah ilmiah mereka ke JBBI, telah menjadi titik tolak bagi kami untuk meningkatkan kualitas JBBI. JBBI telah mulai dikenal oleh berbagai komunitas ilmiah sebagai media komunikasi yang mempublikasi naskah ilmiah dalam bidang bioteknologi dan biosains, mencakup hasil-hasil kerekayasaan dan penelitian mutakhir. Penyaringan naskah- naskah yang masuk pun kini telah dapat dilakukan dengan lebih ketat.

Pada edisi ini JBBI menyajikan 13 naskah ilmiah dari berbagai institusi dan perguruan tinggi di Indonesia. Kami menyadari bahwa jurnal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu perlu pembenahan. Segala kritik, saran dan himbauan dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan penerbitan pada edisi mendatang.

Redaksi

i VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada para Mitra Bestari, yang telah memberikan sumbang sarannya dalam menelaah naskah-naskah yang masuk, yaitu:

1. Dr. Agustin Krisna Wardani 11. Dr. Mia Miranti 2. Dr. R. Ahmad Fauzantoro 12. Dr. Mulyoto Pangestu, Ph.D 3. Dr. rer. nat. Anis Herliyanti Mahsunah, M.Sc 13. Prof. Dra. Netty Widyastuti, M.Si 4. Dr. Churiyah 14. Ir. Rinaldi Sjahril, M.Agr., Ph.D 5. Dr. Dewi Sukma 15. Dr. Riza Arief Putranto, DEA 6. Dr. Dudi Hardianto 16. Dr. Rofiq Sunaryanto, S.Si, M.Si 7. Dr. Erwahyuni Endang Prabandari 17. Dr. Satya Nugroho 8. Eva Nikastri, STP., M.Si 18. Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc 9. Prof. Dr. drh. Herdis, M.Si 19. Dr. Waras Nurcholis 10. Juwartina Ida Royani, M.Si 20. Prof. Dr. Ir. Yusnita, M.Sc

Dengan kesungguhan dan kecermatan para Mitra Bestari, telah memungkinkan kami meningkatkan kualitas dan menjaga mutu penulisan pada penerbitan Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) edisi Bulan Desember 2019 ini.

Kepada Tim Teknis yang telah bekerja keras dalam proses penerbitan, mulai dari editing tata bahasa, layout halaman, disain cover dan pekerjaan-pekerjaan teknis lain sehingga edisi ini dapat ditayangkan, juga disampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya. Tanpa kerja keras mereka upaya penerbitan edisi ini mungkin tidak akan terwujud. Terakhir kami sampaikan terima kasih kepada penulis yang dengan komitmen, pemikiran dan kerjasamanya telah berkontribusi pada edisi Bulan Desember 2019.

Redaksi

ii VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

UCAPAN TERIMA KASIH ii

OPTIMASI PERMUKAAN RESPONS MEDIUM FERMENTASI Streptomyces 164–173 prasinopilosus SEBAGAI ANTIFUNGI TERHADAP PATOGEN Ganoderma boninense Rofiq Sunaryanto, Diana Nurani

OPTIMASI TEKNIK WESTERN BLOT UNTUK DETEKSI EKSPRESI PROTEIN 174–183 TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) Susianti, Edi Sukmana, Ronny Lesmana, Unang Supratman

DEKSTROSA MONOHIDRAT KUALITAS FARMASI DARI PATI Manihot 184–197 ecsulenta, Metroxylon sagu, Zea mays, Oryza sativa, dan Triticum Bayu Mahdi Kartika, Lely Khojayanti, . Nuha, Shelvi Listiana, Susi Kusumaningrum, Ayustiyan Futu Wijaya

IDENTIFIKASI BAKTERI PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT PURPLE 198–209 SYNDROME PADA KARANG FUNGIA DI PULAU HARI SULAWESI TENGGARA Ratna Diyah Palupi, Baru Sadarun, Paiga Hanurin Sawonua

EKSTRAKSI DAN IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDER DARI ISOLAT 210–218 AL6 SERTA POTENSINYA SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Escherichia coli Alfian Syarifuddin, Sodiq Kamal, Fitriana Yuliastuti, Missya Putri Kurnia Pradani, Ni Made Ayu Nila Septianingrum PENGARUH SEREAL BERBAHAN SAGU DAN Moringa oleifera 219–228 TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS YANG DIINDUKSI ALOKSAN Melin Novidinisa Herada Putri, A'immatul Fauziyah, Taufik Maryusman

PENGARUH MEDIA DASAR DAN NAA PADA INDUKSI IN VITRO AKAR 229–237 TUNAS KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) Karyanti, Mutia Afifah, Tati Sukarnih, Yayan Rudiyana

KONSENTRASI MALONDIALDEHID PADA TIKUS DIABETIK YANG DIBERI 238–246 PAKAN BERBAHAN SAGU (Metroxylon sagu) DAN Moringa oleifera Rahmah Nadea Fitriyani Muhajirin, A'immatul Fauziyah, Avliya Quratul Marjan

iii IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI AMILOLITIK PADA 247–258 UMBI Colocasia esculenta L. SECARA MORFOLOGI, BIOKIMIA, DAN MOLEKULER Destik Wulandari, Desi Purwaningsih

SKRINING DAN ANALISIS FITOKIMIA TUMBUHAN OBAT TRADISIONAL 259–268 MASYARAKAT KABUPATEN BIMA Nikman Azmin, Anita Rahmawati

PENGARUH KONSENTRASI NANOPARTIKEL PERAK IONIK TERHADAP 269–279 DAYA HAMBAT BAKTERI Lactobacillus casei DAN pH SUSU Vegisari Vegisari, Suparno Suparno, Tiara Delvika Rany

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KENTANG (Solanum 280–287 tuberosum) TERHADAP FORMULASI BIOSTIMULAN BERBASIS Trichoderma spp. Winda Nawfetrias, Dwi Pangesti Handayani, Irna Surya Bidara, Armelia Tanjung

KERAGAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.) HASIL 288–300 PERBANYAKAN IN VITRO BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI DAN PENANDA ISSR Fajri Hartanti, Miftahudin Miftahudin, N Sri Hartati

INDEKS KATA KUNCI 301–302

INDEKS PENGARANG 303

iv VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

EDITORIAL TEAM

EDITOR-IN-CHIEF Dr. Teuku Tajuddin Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia

MANAGING EDITOR Indria Puti Mustika, S.Si Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Siti Zulaeha, S.Si Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia

EDITORIAL BOARD Dr. Drs. Agung Eru Wibowo, Apt. M.Si. Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Diana Dewi, M.Si. Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Dyah Noor Hidayati, M.Si. Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Dr. Edy Marwanta, B. Eng., M. Eng. Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Prof. Dr. Eniya Listiani Dewi, B.Eng., M.Eng. Deputy for Agroindustrial Tech. & Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Dr. Hardaning Pranamuda, M.Sc. Center For Agroindustrial Technology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Drs. Tarwadi , M.Si. Center for Pharmaceutical and Medical Technology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia

v Dr. Wahyu Bahari Setianto Center For Agroindustrial Technology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Dr. Dra. Yenni Bakhtiar, M.Ag.Sc. Centre for Technology Service, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia

PEER REVIEWER Dr. Agustin Krisna Wardani Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University, Indonesia Dr. R. Ahmad Fauzantoro Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Dr. rer. nat. Anis Herliyanti Mahsunah Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Dr. Anuraga Jayanegara Dept. of Nutrition Science and Feed Technology, Faculty of Husbandry, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia Dr. C Churiyah Center of Technology for Pharmautical and Medical BPPT, Indonesia Dr. Dewi Sukma Departemen Agronomi & Hortikultura, Faperta Institut Pertanian Bogor, Indonesia Dr. Dudi Hardianto Center for Pharmaceutical and Medical Technology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Dr. Elok Zubaidah Faculty of Agriculture Technology, Brawijaya University, Malang, Indonesia Dr. Erwahyuni Prabandari Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Eva Nikastri, STP., M.Si. Pusat Riset dan Kajian Obat & Makanan BPOM, Indonesia Prof. Herdis Center for Agricultural Production Technology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Dr. Hermin Pancasakti Kusumaningrum Diponegoro University, Indonesia Dr. Josephine Siregar Eijkman Institute for Molecular Biologi, Jakarta, Indonesia Juwartina Ida Royani, M.Si. Center For Agricultural Production Technology, Agency for The Assesment and Application of Technology, Indonesia

vi Dr. rer. nat. Kartika Senjarini Faculty of Mathematics and Natural Sciences, The University of Jember, East Java, Indonesia Dr. Marwan Diapari London Research and Development Centre, Ottawa, Canada

Dr. Mia Miranti Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Padjadjaran University, West Java, Indonesia Dr. Mulyoto Pangestu Monash Clinical School, Monash University, Australia Prof. Netty Widyastuti Center for Bioindustrial Technology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Dr. Ratu Siti Aliah Center for Agricultural Production Technology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Ir. Rinaldi Sjahril, M.Agr., Ph.D Faculty of Agriculture, Hasanuddin University, Indonesia Dr. Riza Arief Putranto Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri, Bogor, West Java, Indonesia Dr. Rofiq Sunaryanto Center for Bioindustrial Technology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Dr. Sabar Pambudi Center for Pharmaceutical and Medical Technology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Dr. Satya Nugroho Research Center for Biotechnology, LIPI, Bogor, Indonesia Prof. Dr. Sismindari Faculty of Pharmacy, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia Prof. Dr. S. Sudarsono Department of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia Prof. Dr. Sony Suharsono Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia Prof. Suyanto Pawiroharsono Center for Bioindustrial Technology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Dr. Tia Setiawati Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Padjadjaran University, Indonesia Dr. Waras Nurcholis Department of Biochemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia

vii Prof. Dr. Ir. Yusnita M.Sc Faculty of Agriculture, University of Lampung, Lampung, Indonesia

LANGUAGE EDITOR Dr. Ir. Akhmad Jufri, M.Sc. Center for Agricultural Production Technology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Dra. Hadiyati Tarwan Centre for Information Management, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia

ONLINE JOURNAL MANAGER Dr. rer. nat. Catur Sriherwanto Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Devit Purwoko, M.Si. Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia

SECRETARIAT Imron Rosidi, M.Si. Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Indonesia Nuryanah, SE Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT)

viii VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

OPTIMASI PERMUKAAN RESPON MEDIUM FERMENTASI Streptomyces prasinopilosus SEBAGAI ANTIFUNGI TERHADAP PATOGEN Ganoderma boninense

Response Surface Optimization of Medium Fermentation for Streptomyces prasinopilosus as An Antifungal against Ganoderma boninense

Rofiq Sunaryanto*, Diana Nurani Pusat Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gd. 611 Laptiab BPPT PUSPIPTEK Setu, Tangerang Selatan, Banten 15314 *Email: [email protected]

ABSTRACT Ganoderma boninense is one of the pathogenic fungi that cause basal stem rot (BPB) on oil palm plants. This research aims to study the effect of carbon sources, nitrogen sources, and minerals on the production of Streptomyces prasinopilosus active compounds. Lactose, yeast extract, and minerals are medium components that show a real influence on the production of S. prasinopilosus active compounds. Optimization of the factors that have significant influence was predicted by the second-order model, statistically through a central composite design (CCD). The highest S. prasinopilosus active compound production, with a medium composition of 44.77 g L-1 lactose, 13.02 g L-1 yeast extract, and 15.95 mL L-1 mineral solution, was predicted by the quadratic model to reach 32269366.338 peak area unit (PAU) on high-performance liquid chromatography (HPLC). The verification of the mathematical model of the production of the active compounds through experiments in the laboratory was 27,203,907.310 PAU. This result was 15.7% lower compared to the result of the quadratic model. Optimization increased S. prasinopilosus active compound 9-fold compared to that before optimization.

Keywords: active compound, G. boninense, optimization, RSM, S. prasinopilosus

ABSTRAK Ganoderma boninense merupakan salah satu jamur patogen yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang atau biasa disebut BPB pada tanaman kelapa sawit. Penelitian bertujuan mempelajari pengaruh sumber karbon, sumber nitrogen, dan mineral terhadap produksi senyawa aktif S. prasinopilosus. Laktosa, yeast extract, dan mineral adalah komponen medium yang menunjukkan pengaruh nyata terhadap produksi senyawa aktif S. prasinopilosus. Optimasi terhadap faktor yang berpengaruh nyata diprediksi dengan model orde dua melalui rancangan statistis central composite design (CCD). Produksi senyawa aktif S. prasinopilosus tertinggi diprediksi oleh model kuadratik mencapai 32.269.366,338 satuan luasan puncak (PAU) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan komposisi medium laktosa 44,77 g L-1, yeast extract 13,02 g L-1, dan larutan mineral 15,95 mL L-1. Verifikasi model matematis produksi senyawa aktif yang dihasilkan melalui percobaan di laboratorium adalah sebesar 27203907,310 PAU. Hasil ini lebih rendah 15,7% dibandingkan dengan model kuadratik hasil optimasi. Optimasi meningkatkan senyawa aktif S. prasinopilosus 9 kali lipat dibandingkan sebelum optimasi.

Kata Kunci: G. boninense, optimasi, RSM, senyawa aktif, S. prasinopilosus

Received: 15 February 2019 Accepted: 10 May 2019 Published: 02 December 2019

164 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

PENDAHULUAN dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan jamur patogen tanaman Ganoderma boninense merupakan tersebut. Namun demikian untuk penyebab utama penyakit busuk pangkal mendapatkan senyawa aktif dalam batang (BPB) pada tanaman kelapa sawit konsentrasi yang tinggi maka perlu dilakukan yang mengakibatkan menurunnya modifikasi media kultivasi untuk produksi produktivitas kelapa sawit (Lisnawati et al. senyawa aktif. 2016). Indonesia dan Malaysia pada saat ini Response surface methodology (RSM) mendominasi hingga 85-90% dari total pasar atau metodologi permukaan respon minyak sawit dunia (Munthe dan Dahang merupakan teknik yang sangat bermanfaat 2018). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit untuk menentukan konsentrasi masing- Indonesia (GAPKI) mencatat bahwa total masing komponen penyusun medium produksi minyak kelapa sawit Indonesia pada fermentasi yang dilakukan dalam sekali tahun 2016 mengalami penurunan produksi percobaan secara simultan. Dengan RSM, Crude Palm Oil (CPO) sebesar 3% ada tidaknya interaksi antar variabel dapat dibandingkan tahun 2015, yaitu dari 43,5 ton diketahui. Disamping itu optimasi secara menjadi 31,5 ton CPO. Penurunan produksi konvensional hanya dapat dilakukan dengan CPO ini selain disebabkan oleh moratorium membuat variasi salah satu variabel, dimana pemerintah Indonesia juga disebabkan oleh variabel lainnya dibuat tetap. Metode serangan penyakit BPB (Munthe dan Dahang konvensional ini dapat menyebabkan salah 2018). Permasalahan penurunan produksi interpretasi terhadap hasil optimasi, sawit yang diakibatkan oleh serangan terutama ketika pengaruh interaksi antara Ganoderma menjadi masalah yang serius faktor yang berbeda diabaikan (Bradley bagi petani di Indonesia. Sanitasi dan 2007). Dengan metode biasa tersebut, maka pemeliharaan kebun yang belum menjadi ada tidaknya interaksi antar variabel menjadi perhatian petani sawit mengakibatkan sulit diketahui (Khuri AI dan Mukhopadhyay cepatnya sebaran infeksi G. boninense 2010; Behera et al. 2018; Wang et al. 2018). (Priwiratama et al. 2014). RSM merupakan model optimasi untuk Penanggulangan penyakit tanaman mempelajari pengaruh beberapa faktor yang lambat dan infeksi patogen yang tidak terhadap respon yang akan diamati dengan diketahui sejak awal menyebabkan cara meminimalisir sejumlah percobaan pemberantasan penyakit BPB menjadi sulit sehingga dapat menghemat biaya dan waktu dilakukan (Izzati dan Abdullah 2008; Naher et (Panda et al. 2015; Aydar 2018). al. 2012; Ahmadi et al. 2017). Metode Dalam penelitian sebelumnya (tidak penanggulangan BPB yang saat ini dipublikasi), S. prasinopilosus mampu digunakan adalah dengan cara membongkar menghasilkan senyawa aktif yang dapat dan membakar tanaman yang terserang penyakit atau dengan penambahan 100-600 menghambat pertumbuhan G. boninense. g belerang pada lubang yang terinfeksi jamur Senyawa aktif telah dipurifikasi sampai patogen. Setahun berikutnya lahan baru diperoleh senyawa murni (tunggal) dan dapat digunakan kembali untuk menanam dianalisis bobot molekulnya menggunakan kelapa sawit (Randa 2016). Pengendalian liquid chromatography and mass penyakit dapat dilakukan dengan teknik spectrometry (LCMS). Senyawa aktif yang pengendalian hayati, dengan memanfaatkan diperoleh memiliki bobot molekul m/z mikroba lokal yang berasal dari kebun kelapa 254,1131. Dalam penelitian ini optimasi sawit yang terinfeksi oleh penyakit tanaman produksi senyawa aktif yang dihasilkan oleh (Khunaw et al. 2017; Rifai et al. 2019). S. prasinopilosus telah dilakukan. Variabel Beberapa mikroba lokal setempat seperti yang dioptimasi adalah komponen medium actinobacteria, bakteri, dan fungi mampu fermentasi yang terdiri dari beberapa sumber menghasilkan metabolit sekunder yang karbon dan sumber nitrogen terpilih serta memiliki kemampuan sebagai antibakteri, larutan mineral. Adapun tujuan percobaan ini antifungi, antivirus (Selim et al. 2012; adalah menentukan medium optimum untuk Elbendary et al. 2017; Jakubiec-Krzesniak et produksi senyawa aktif menggunakan isolat al. 2018). Senyawa aktif yang dihasilkan S. prasinopilosus.

165 Optimasi Permukaan Respon Medium Fermentasi Streptomyces… Sunaryanto dan Nurani

BAHAN DAN METODE karbon yang akan digunakan sebagai perlakuan adalah laktosa, galaktosa, Tempat dan waktu penelitian maltosa, dan glukosa. Media kultivasi untuk Penelitian ini dilakukan di laboratorium pemilihan sumber nitrogen terdiri dari 10 g L- 1 mikologi dan bakteriologi Pusat Teknologi sumber karbon terpilih, Ferric citrate·H2O Bioindustri BPPT pada bulan Maret 2018 0,3 g L-1, dan 푥 g L-1 sumber nitrogen (dimana sampai dengan Desember 2018. nilai 푥 ditentukan dalam variasi optimasi RSM). Adapun sumber nitrogen yang Mikroorganisme digunakan sebagai perlakuan adalah yeast Isolat Streptomyces prasinopilosus dan extract, malt extract, tripton, dan NH4NO3 Ganoderma boninense diperoleh dari kultur dengan konsentrasi disamakan menjadi total koleksi Pusat Teknologi Bioindustri BPPT, nitrogen sebesar 0,72 g L-1 (Kanoh et al. PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan. 2005). Adapun dari hasil perhitungan Isolat diregenerasi di medium agar YEME mengacu total nitrogen 0,72 g L-1 maka (yeast extract + malt extract) dan diinkubasi konsentrasi masing-masing sumber nitrogen pada suhu 28ºC selama 5 hari. adalah sebagai berikut: yeast extract 7,16 g L-1, malt extract 6,68 g L-1, tripton 5,77 g L-1, -1 Persiapan inokulum dan NH4NO3 3,59 g L . Kultivasi dilakukan S. prasinopilosus pada medium agar dengan menggunakan kultur kocok pada HV (humic acid vitamin) (Gambar 1) Erlenmeyer 250 mL dengan volume kerja 25 ditambahkan 6 mL larutan NaCl fisiologis, mL pada suhu 28ºC, 150 rpm selama 5 hari. dan sebanyak 1 mL ditransfer ke 50 mL Senyawa aktif dari masing-masing media media vegetatif steril dalam Erlenmeyer 500 diekstrak kemudian dianalisa dengan mL yang berisi glass bead. Medium vegetatif kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Luas mengandung 10 g L-1 glukosa, 5 g L-1 yeast peak area kromatogram dihitung sebagai -1 -1 extract, 1 g L KH2PO4, dan 0,5 g L konsentrasi senyawa aktif. MgSO4·7H2O. Kultur vegetatif diinkubasi pada suhu 28ºC, 150 rpm selama 48 jam. Pemilihan konsentrasi larutan mineral Menurut Ghatora et al. (2006) larutan Pemilihan sumber karbon dan nitrogen mineral untuk media kultivasi S. Media kultivasi untuk pemilihan sumber prasinopilosus terdiri dari 0,02 g L-1 -1 -1 -1 karbon terdiri dari 10 g L sumber karbon, 1 g (NH4)2·SO4, 0,05 g L KCl, 0,01 g L CaCl2, -1 -1 -1 -1 L yeast extract, 5 g L pepton dan Ferric 0,05 g L MgSO4, 0,001 g L ZnSO4, dan -1 -1 citrate·H2O 0,3 g L , pH 7,5. Adapun sumber 0,0005 g L CuSO4. Larutan mineral

A B

Gambar 1. Isolat Streptomyces prasinopilosus pada agar HV: penampakan koloni (A) dan perbesaran 40× (B)

166 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Tabel 1. Faktor dan level yang digunakan pada central composite design

Level Faktor -1,68 -1 0 1 1,68 Sumber karbon terbaik (g L-1) 25,99 33,61 44,81 56,01 63,63

Sumber nitrogen terbaik (g L-1) 3,76 7,16 12,16 17,16 20,56 Larutan mineral (mL L-1) 0 4,05 10 15,95 20 ditambahkan ke media kultivasi S. bobot molekul senyawa aktif menggunakan prasinopilosus masing-masing 0, 20, 40, 60, LCMS menunjukkan bahwa bobot molekul dan 80 mL L-1. Kultivasi S. prasinopilosus senyawa aktif tersebut adalah sebesar m/z dilakukan dengan menggunakan kultur kocok 254,1131. pada Erlenmeyer 250 mL dengan volume kerja 25 mL pada suhu 28ºC, 150 rpm selama Optimasi komposisi media kultivasi 5 hari. Penambahan larutan mineral yang Rancangan optimasi media menghasilkan senyawa aktif dengan menggunakan rancangan central composite konsentrasi tertinggi digunakan untuk design (CCD). Rancangan yang digunakan optimasi media. mengandung tiga taraf faktor, yaitu rancangan faktorial 23, starting point (titik Ekstraksi senyawa aktif awal), dan center point (titik tengah). Senyawa aktif yang dihasilkan dalam Rancangan faktorial dan starting point fermentasi ini merupakan metabolit dilakukan dengan dua kali ulangan sekunder yang dihasilkan secara sedangkan center point dilakukan dengan ekstraseluler. Media kultivasi di-sentrifuse enam kali ulangan sehingga total unit dengan kecepatan 8000 rpm selama 15 percobaan menjadi 34. Faktor dan level yang menit. Supernatan diekstrak menggunakan digunakan pada central composite design etil asetat dengan rasio 1:1 (v/v) dan disajikan pada Tabel 1. Kultivasi S. dikocok selama 30 menit. Fase etil asetat prasinopilosus dilakukan dengan dikeringkan dengan centrifugal menggunakan kultur kocok pada Erlenmeyer concentrator. Berat ekstrak ekstraseluler 250 mL dengan volume kerja 25 mL pada ditimbang dan dibuat konsentrasinya suhu 28ºC, 150 rpm selama 5 hari. menjadi 5000 ppm kemudian dianalisa Data optimasi media diolah menggunakan KCKT. menggunakan perangkat lunak Design Expert versi 7 untuk mendapatkan model Analisa senyawa aktif matematika sebagai berikut: Dari hasil penelitian sebelumnya, senyawa aktif dipurifikasi menggunakan 푦 = 푏0 + 푏1푥1푖 + 푏2푥2푖 + 푏3푥3푖 + 푏11푥12 kolom kromatografi. Masing-masing fraksi + 푏22푥22 + 푏33푥32 + 푏12푥1푥2 diuji aktivitasnya, dan fraksi aktif dipilih dan + 푏13푥1푥3 + 푏23푥2푥3 dimurnikan secara bertahap menggunakan KCKT preparatif. Fraksi aktif murni 푏0, 푏1, 푏푖푗 = koefisien regresi dianalisa menggunakan KCKT dan LCMS. 푦 = luas area peak KCKT waktu Dari hasil analisa KCKT menggunakan retensi 1,74 menit (berkaitan kolom C18, fasa gerak asetonitril:air (40:60) langsung dengan konsentrasi menunjukkan bahwa senyawa aktif murni senyawa akif) memiliki waktu retensi 1,74 menit. Peak 푥1 = konsentrasi sumber karbon (g L-1) -1 dengan waktu retensi 1,74 menit yang 푥2 = konsentrasi sumber nitrogen (g L ) menunjukkan aktivitas terhadap G. 푥3 = volume penambahan larutan boninense tersebut dijadikan acuan untuk mineral (mL L-1) optimasi selanjutnya. Konsentrasi senyawa aktif dengan waktu retensi 1,74 menit Model yang diperoleh diujikan kembali ditunjukkan dengan luas area peak KCKT di laboratorium sebanyak lima ulangan untuk pada waktu retensi 1,74 menit. Hasil analisa pengujian kesesuaian model.

167 Optimasi Permukaan Respon Medium Fermentasi Streptomyces… Sunaryanto dan Nurani

HASIL DAN PEMBAHASAN (Gambar 3). Yeast extract dipilih sebagai Mikroorganisme membutuhkan air, sumber nitrogen terbaik. Yeast extract adalah karbon, nitrogen, mineral, dan oksigen substrat yang sangat baik untuk banyak apabila aerob dalam proses kultivasi. Bahan- mikroorganisme dalam proses fermentasi bahan dengan konsentrasi yang sesuai karena mengandung asam amino dan dalam media kultivasi dapat menghasilkan peptida, vitamin larut air, dan karbohidrat produk yang diinginkan secara optimal. Luas (Mitrovic et al. 2017). area peak laktosa paling tinggi dibandingkan Media kultivasi tanpa larutan mineral galaktosa, maltosa, dan glukosa. Hasil uji memiliki luas area peak KCKT yang lebih lanjut dengan uji perbandingan berganda rendah dibandingkan media kultivasi yang Duncan pada taraf nyata 0,05 menunjukkan ditambahkan dengan larutan mineral. Hasil uji bahwa antara laktosa, galaktosa, dan lanjut dengan uji perbandingan berganda maltosa berbeda nyata sedangkan maltosa Duncan pada taraf nyata 0,05 menunjukkan dan glukosa tidak berbeda nyata (Gambar 2). bahwa luas area peak senyawa antifungi Laktosa dipilih sebagai sumber karbon berbeda nyata antara media kultivasi tanpa terbaik. Pada KCKT, luas area peak sama larutan mineral dengan yang menggunakan dengan konsentrasi senyawa yang diuji. larutan mineral. Namun konsentrasi larutan Karbon dibutuhkan oleh mikroorganisme mineral antara 20, 40, 60, dan 80 mL L-1 tidak untuk biosintesis dan sebagai sumber energi berbeda nyata (Gambar 4). Mineral dengan (Ruiz et al. 2010; Papagianni 2012). konsentrasi 0-20 mL L-1 dipilih untuk tahap Adapun untuk penentuan sumber selanjutnya. Mineral dibutuhkan oleh seluruh nitrogen terbaik, luas area peak yeast extract mikroorganisme untuk pertumbuhan dan menunjukkan paling tinggi dibandingkan malt metabolisme (Ali et al. 2018; Kim dan Roh extract, tripton, dan NH4NO3. Hasil uji lanjut 2018). dengan uji perbandingan berganda Duncan Rancangan optimasi media pada taraf nyata 0,05 menunjukkan bahwa menggunakan rancangan central composite luas area peak yeast extract berbeda nyata design (CCD) dengan tiga variabel, yaitu dengan tripton dan NH4NO3 namun tidak laktosa, yeast extract, dan mineral. berbeda nyata dengan malt extract. Malt Rancangan percobaan dikodekan untuk tiap extract dan tripton juga tidak berbeda nyata faktor, yaitu -1 batas bawah, 0 batas tengah,

25 25 a a b

20 20

PAU)

PAU) 6

6 ab 10

10 15 15

×

× (

( b c

10 area 10 Luas

Luas area Luas c c 5 5

0 0 Yeast Malt Tripton NH4NO3NH4NO3 Laktosa Galaktosa Maltosa Glukosa extract extract Sumber karbon Sumber nitrogen

Gambar 2. Luas area peak KCKT senyawa aktif S. Gambar 3. Luas area peak KCKT senyawa aktif S. prasinopilosus yang ditumbuhkan pada prasinopilosus yang ditumbuhkan pada media dengan sumber karbon yang media dengan sumber nitrogen yang berbeda. Garis vertikal di atas tiap balok berbeda. Garis vertikal di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf- data menunjukkan galat baku dan huruf- huruf di atas balok data menunjukkan huruf di atas balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah antar sumber pembandingan nilai tengah antar sumber karbon berdasarkan uji perbandingan nitrogen berdasarkan uji perbandingan berganda Duncan pada taraf nyata 0,05 berganda Duncan pada taraf nyata 0,05

168 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

1 batas atas, dan 1,68 atau -1,68 starting Tabel 2. Data hasil analisa respon pada optimasi media point dengan nilai untuk masing-masing kode kultivasi menggunakan central composite design dan faktor berdasarkan Tabel 1. Data hasil analisa respon pada optimasi media kultivasi Yeast Luas area Laktosa Mineral (Tabel 2) diuji jumlah kuadratnya pada Std extract peak (g L-1) ( mL L-1) beberapa model (Tabel 3) dan menunjukkan (g L-1) (PAU) bahwa model kuadratik vs 2FI adalah model 1 -1 -1 -1 25632213,49 yang signifikan (p=0,0002) dan disarankan. 2 -1 -1 -1 28043940,95 Ringkasan model statistik (Tabel 4) 3 1 -1 -1 13644658,29 menunjukkan bahwa model kuadratik memiliki nilai adjusted R-squared paling 4 1 -1 -1 20707790,44 besar diantara yang lain, yaitu 0,5025. Nilai 5 -1 1 -1 30616399,24 adjusted R-squared ini menunjukkan bahwa 6 -1 1 -1 13062091,77 ketiga variabel berpengaruh terhadap 7 1 1 -1 8147747,73 keragaman respon sebesar 50,25% 8 1 1 -1 13573920,10 sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Nilai PRESS (prediction 9 -1 -1 1 20701987,58 error sum of squares) untuk model kuadratik 10 -1 -1 1 21060811,07 paling rendah, hal ini menunjukkan bahwa 11 1 -1 1 15533080,01 model kuadratik adalah model yang paling 12 1 -1 1 14356295,24 baik dibandingkan yang lain. Hasil analisis varian untuk model 13 -1 1 1 19108353,76 kuadratik (Tabel 5) menunjukkan bahwa 14 -1 1 1 26136337,28 model kuadratik secara signifikan (nilai p = 15 1 1 1 27961506,23 0,0011) dapat mempengaruhi respon yang 16 1 1 1 27395837,89 dihasilkan. Pengaruh linier dan (푥2푥3) 17 -1,68 0 0 16081040,76 kuadratik juga menunjukkan hasil yang signifikan (p<0.05). Hasil lack of fit tidak 18 -1,68 0 0 7267467,40 signifikan (nilai p = 0,1846) hal ini 19 1,68 0 0 10474195,31 20 1,68 0 0 22166660,26

30 21 0 -1,68 0 14192296,87 b b b 22 0 -1,68 0 17861819,14

25 b 23 0 1,68 0 18755308,96 PAU)

6 24 0 1,68 0 20671255,27

20 10

× 25 0 0 -1,68 13584879,60 ( a 15 26 0 0 -1,68 16567566,31 peak 27 0 0 1,68 24910128,85

area 10 28 0 0 1,68 25461122,26 29 0 0 0 27544701,98 Luas 5 30 0 0 0 36016796,77

0 31 0 0 0 25678699,37 0 20 40 60 80 32 0 0 0 32831997,60

-1 33 0 0 0 36050132,54 Konsentrasi larutan mineral (mL L ) 34 0 0 0 46612443,00 Gambar 4. Luas area peak KCKT senyawa aktif S. prasinopilosus yang ditumbuhkan pada media dengan larutan mineral yang menunjukkan bahwa model kuadratik model berbeda konsentrasinya. Garis vertikal di yang tepat. Ulangan pada center point atas tiap balok data menunjukkan galat menghasilkan nilai pure error. Perbandingan baku dan huruf-huruf di atas balok data nilai mean square lack of fit dengan pure error menunjukkan pembandingan nilai tengah antar konsentrasi larutan mineral menghasilkan uji F yang apabila hasilnya berdasarkan uji perbandingan berganda tidak signifikan mengindikasikan bahwa Duncan pada taraf nyata 0,05 model tersebut adalah model yang tepat

169 Optimasi Permukaan Respon Medium Fermentasi Streptomyces… Sunaryanto dan Nurani

Tabel 3. Uraian jumlah kuadrat beberapa model (sequential model sum of square) untuk respon luas area senyawa aktif S. prasinopilosus

Sum of Mean F p-value Source df Keterangan squares square value Prob > F Mean vs Total 1,60368E+16 1 1,6E+16 Linear vs Mean 1,42525E+14 3 4,75E+13 0,608226 0,6149 2FI vs Linear 2,87292E+14 3 9,58E+13 1,257602 0,3086 Quadratic vs 2FI 1,15658E+15 3 3,86E+14 10,28736 0,0002 suggested Cubic vs Quadratic 1,73164E+14 4 4,33E+13 1,19217 0,3447 aliased Residual 7,26255E+14 20 3,63E+13 Total 1,85226E+16 34 5,45E+14

Tabel 4. Ringkasan model statistik (model summary statistics) untuk respon luas area senyawa aktif S. prasinopilosus

Std. Adjusted Predicted Source R-squared PRESS Keterangan dev. R-squared R-squared Linear 8837968 0,057335 -0,03693 -0,1289116 2,8063E+15 2FI 8726287 0,172908 -0,01089 -0,0920982 2,7148E+15 Quadratic 6121745 0,63818 0,502497 0,29552865 1,7512E+15 suggested Cubic 6026005 0,70784 0,517937 0,21003759 1,9637E+15 aliased

Tabel 5. Analisis varian untuk permukaan respon model kuadratik

Sum of Mean F p-value Source df Keterangan squares Square value Prob > F Model 1,59E+15 9 1,76E+14 4,703475 0,0011 signifikan

푥1-Laktosa 2,75E+13 1 2,75E+13 0,734172 0,4000 푥2-Yeast xetract 1,28E+13 1 1,28E+13 0,342371 0,5639 푥3-Mineral 1,02E+14 1 1,02E+14 2,726581 0,1117 푥1푥2 2,34E+13 1 2,34E+13 0,624632 0,4371 푥1푥3 9,76E+13 1 9,76E+13 2,604702 0,1196 푥2푥3 1,66E+14 1 1,66E+14 4,436737 0,0458 signifikan 푥12 8,72E+14 1 8,72E+14 23,26307 < 0,0001 signifikan 푥22 5,3E+14 1 5,3E+14 14,14599 0,0010 signifikan 푥32 3,7E+14 1 3,7E+14 9,86675 0,0044 signifikan Residual 8,99E+14 24 3,75E+13 Lack of fit 2,77E+14 5 5,55E+13 1,693411 0,1846 tidak signifikan Pure error 6,22E+14 19 3,27E+13 Cor total 2,49E+15 33

-1 (Bradley 2007). Persamaan kuadratik yang 푥2 = konsentrasi yeast extract (g L ) -1 diperoleh, yaitu: 푥3 = konsentrasi larutan mineral (mL L )

푦 = 33862025,028 − 1003653,384푥1 Tanda negatif (-) pada koefisien + 685382,854푥2 + 1934167,551푥3 kuadratik ( 푥12 , 푥22 , dan 푥32 ) menunjukkan + 1209559,938푥1푥2 + 2469984,912푥1푥3 bahwa grafik respon yang diperoleh adalah + 3223644,098푥2푥3 − 6218218,642푥12 maksimum atau grafik parabola terbuka ke − 4848966,772푥22 − 4049669,461푥32 bawah. Plot permukaan respon antara variabel 푦 = luas area senyawa antifungi laktosa dengan yeast extract (Gambar 5) -1 푥1 = konsentrasi laktosa (g L ) menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi

170 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

laktosa dan yeast extract berpengaruh terhadap produksi senyawa aktif S. prasinopilosus dengan pengaruh yang relatif sama. Konsentrasi laktosa di atas 56,01 g L-1 level (1) dan konsentrasi yeast extract di atas 17,16 g L-1 level (1) mengakibatkan penurunan produksi senyawa aktif S. prasinopilosus. Tidak ada interaksi antara laktosa dengan yeast extract (p=0,4371). Konsentrasi substrat yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan sel mikroorganisme (Gonzalez-Figueredo et al. 2018). Pertumbuhan sel yang terhambat menyebabkan metabolit sekunder yang

dihasilkan menjadi menurun. Gambar 5. Plot permukaan respon antara variabel Plot permukaan respon antara variabel laktosa dengan yeast extract terhadap laktosa dengan mineral (Gambar 6) produksi senyawa aktif S. prasinopilosus menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi laktosa dan mineral berpengaruh terhadap produksi senyawa aktif S. prasinopilosus. Kenaikan konsentrasi mineral lebih berpengaruh terhadap produksi senyawa aktif S. prasinopilosus dibandingkan kenaikan konsentrasi laktosa. Konsentrasi laktosa di atas 56,01 g L-1 level (1) menyebabkan penurunan produksi senyawa aktif sedangkan konsentrasi larutan mineral di atas 10 mL L-1 level (0) meningkatkan produksi senyawa aktif S. prasinopilosus. Ghatora et al. (2006) menggunakan larutan mineral ini untuk kultivasi xilanase dari fungi termofilik dan termotoleran dengan konsentrasi 1% atau 10 mL L-1. S. prasinopilosus termasuk actinomycetes Gambar 6. Plot permukaan respon antara variabel termotoleran. Tidak ada interaksi antara laktosa dengan mineral terhadap produksi senyawa aktif S. prasinopilosus yeast extract dengan mineral (p=0,1196). Plot permukaan respon antara variabel yeast extract dengan mineral (Gambar 7) menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi yeast extract dan mineral berpengaruh terhadap produksi senyawa aktif S. prasinopilosus. Kenaikan konsentrasi mineral lebih berpengaruh terhadap produksi senyawa aktif S. prasinopilosus dibandingkan kenaikan konsentrasi yeast extract. Konsentrasi yeast extract di atas 17,16 g L-1 level (1) mengakibatkan penurunan produksi senyawa aktif S. prasinopilosus sedangkan konsentrasi larutan mineral di atas 10 mL L-1 level (0) meningkatkan produksi senyawa aktif S. prasinopilosus. Ada interaksi antara yeast

Gambar 7. Plot permukaan respon antara variabel extract dengan mineral (p=0,0458). yeast extract dengan mineral terhadap Kenaikan dan penurunan senyawa aktif produksi senyawa aktif S. prasinopilosus yang dipengaruhi oleh konsentrasi sumber

171 Optimasi Permukaan Respon Medium Fermentasi Streptomyces… Sunaryanto dan Nurani

nitrogen seperti halnya yeast extract dan DAFTAR PUSTAKA mineral belum dapat dijelaskan dengan pasti, hal ini disebabkan senyawa aktif yang Ahmadi P, Muharam FM, Ahmad K, Mansor dihasilkan belum diketahui (unknown S, Seman IA (2017) Early detection of compound) demikian juga jalur Ganoderma basal stem rot of oil palms metabolismenya juga belum diketahui. using artificial neural network spectral Menurut Gadd (2010) mineral dalam jumlah analysis. J Plant Dis 101:1009–1016. tertentu dibutuhkan untuk reaksi enzimatik doi: 10.1094/PDIS-12-16-1699-RE sebagai co-factor. Namun demikian Aydar AY (2018) Utilization of response konsentrasi larutan mineral yang tinggi justru surface methodology in optimization of akan menghambat proses metabolism. extraction of plant materials. Statistical Yeast extract dibutuhkan oleh approaches with emphasis on design of mikroorganisme sebagai sumber nitrogen experiments applied to chemical dan sebagian kecil sebagai sumber karbon. processes, Valter Silva, IntechOpen. Selain digunakan sebagai medium doi: 10.5772/intechopen.73690 pertumbuhan biomassa, sumber nitrogen Behera SK, Meena H, Chakraborty S, Meikap juga berperan dalam pembentukan senyawa BC (2018) Application of response metabolit mikroba (Stanbury dan Whitaker surface methodology (RSM) for 1995; Sharma dan Thakur 2018). optimization of leaching parameters for Konsentrasi maksimum senyawa aktif ash reduction from low-grade coal. Int J S. prasinopilosus diprediksi sebesar Min Sci Technol 28:621–629. doi: 32269366,338 PAU kromatogram KCKT 10.1016/j.ijmst.2018.04.014 dengan komposisi medium 44,77 g L-1 Bradley N (2007) The response surface laktosa, 13,02 g L-1 yeast extract, dan 15,95 methodology. Thesis, Indiana mL L-1 larutan mineral. Hasil verifikasi ulang di University of South Bend, Bloomington laboratorium menghasilkan senyawa aktif S. Elbendary AA, Hessain AM, El-Hariri MD, prasinopilosus sebesar 27203907,310 PAU Seida AA, Moussa IM, Mubarak AS, kromatogram KCKT. Hasil ini 15,7% lebih Kabli SA, Hemeg HA, El Jakee JK rendah dibandingkan prediksi. Hasil optimasi (2017) Isolation of antimicrobial meningkatkan produksi senyawa aktif S. producing Actinobaceteria from soil prasinopilosus 9 kali lipat dibandingkan samples. Saudi J Biol Sci 25:44–46. dengan medium standar (medium basal). doi: 10.1016/j.sjbs.2017.05.003 Gadd GM (2010) Metal, minerals and KESIMPULAN microbes: Geomicrobiology and bioremediation. Microbiol 156: 609– Komponen medium kultivasi yang 643. doi: 10.1099/mic.0.037143-0 mampu meningkatkan produksi senyawa aktif Ghatora SK, Chandha BS, Badhan AK, Saini S. prasinopilosus adalah laktosa sebagai HS, Bhat MK (2006) Identification and sumber karbon, yeast extract sebagai sumber characterization of diverse xylanases nitrogen, dan penambahan mineral. Produksi from thermophilic and thermotolerant senyawa aktif S. prasinopilosus tertinggi pada fungi. BioResources 1:18–33. doi: medium dengan komposisi 44,77 g L-1 10.15376/biores.1.1.18-33 laktosa, 13,02 g L-1 yeast extract, dan 15,95 Gonzalez-Figueredo C, Flores-Estrella RA, mL L-1 larutan mineral. Optimasi komposisi Rojas-Rejón OA (2018) Fermentation: medium mampu meningkatkan produksi Metabolism, kinetic models, and senyawa aktif S. prasinopilosus 9 kali lipat bioprocessing. Current Topics in dibandingkan medium basalnya. Biochemical Engineering, Naofumi Shiomi, IntechOpen. doi: UCAPAN TERIMA KASIH 10.5772/intechopen.82195 Izzati MZNA, Abdullah F (2008) Disease Ucapan terima kasih disampaikan suppression on Ganoderma infected oil kepada Insinas RISTEK-DIKTI 2018 Surat palm seedlings treated with Keputusan nomor: 4/E/KPT/2018 tanggal 5 Trichoderma harzianum. Plant Protect Februari 2018 yang telah memberikan Sci 44:101–107. doi: pendanaan penelitian ini. 10.17221/23/2008-PPS

172 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Jakubiec-Krzesniak K, Rajnisz-Mateusiak A, Panda T, Theodore T, Kumar RA Guspiel A, Ziemska J, Solecka J (2018) (2015) Statistical optimization of Secondary metabolites of biological systems. CRC Press, Boca actinomycetes and their antibacterial, Raton, Florida, Pages: 278. doi: antifungal and antiviral properties. Pol J 10.1201/b19558 Microbiol 67:259–272. doi: Papagianni M (2012) Recent advances in 10.21307/pjm-2018-048 engineering the central carbon Kanoh K, Matsuo Y, Adachi K, Imagawa K, metabolism of industrially important Nishizawa M, Shizuri Y (2005) bacteria. Microb Cell Fact 11:50. doi: Mechercharmycins A and B, cytotoxic 10.1186/1475-2859-11-50 substances from marine-derived Priwiratama H, Prasetyo AE, Susanto A Thermoactinomyces sp. YM3-251. J (2014) Pengendalian penyakit busuk Antibiot 58:289–292. doi: pangkal batang kelapa sawit secara 10.1038/ja.2005.36 kultur teknis. J Fitopatologi 10:1–7. doi: Khunaw AR, Othman R, Ali NS, Musa MH, 10.14692/jfi.10.1.1 Rabara FS (2017) Role of microbial Randa D (2016) Pengaruh perlakuan community in suppressing development belerang terhadap kecepatan infeksi Ganoderma in oil palm seedlings. Int J patogen Ganoderma boninense di Plant Soil Sci 19:1–14. doi: pembibitan kelapa sawit. Skripsi, 10.9734/IJPSS/2017/36192 Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Khuri AI, Mukhopadhyay S (2010) Response Rifai I, Yanti Y, Nurbailis (2019) Mechanism surface methodology. Wires Comp Stat of indigenous Rhizobacteria isolate 2:128–149. doi: 10.1002/wics.73 growth inhibition of Ganoderma Kim Y, Roh Y (2018) Effect of mineral growth boninense. Inter J Environ Agric conditions on synthesis of magnetite Biotechnol 4:1518–1522. nanoparticles using indegenous Fe(III)- doi:10.22161/ijeab.45.36 reducing bacteria. J Miner 8:1009– Ruiz B, Chavez A, Forero A, Garcia- 1016. doi:10.3390/min8050212 Huante Y, Romero A, Sanchez M, Lisnawita, Hanum H, Tantawi AR (2016) Rocha D, Sanchez B, Rodriguez- Survey of basal stem rot disease on oil Sanoja R, Sanchez S, Langley E palms (Elaeis guineensis Jacq.) in (2010) Production of microbial Kebun Bukit Kijang, North Sumatera, secondary metabolites: regulation by Indonesia. IOP Conference on the carbon sources. Crit Rev Agricultural and Biological Sciences Microbiol 36:146–167. doi: (ABS 2016), Earth and Environmental 10.3109/10408410903489576 Science 41:012007. doi: 10.1088/1755- Selim KA, El-Beih AA, AbdEl-Rahman TM, El- 1315/41/1/012007 Diwany AI (2012) Biology of endophytic Mitrovic I, Grahovac JA, Dodic JM, Dodic SN, fungi. Curr Res Environ Appl Mycol J Grahovac MS (2017) Effect of nitrogen 2:31–82. doi: 10.5943/cream/2/1/3 sources on the production of antifungal Sharma P, Thakur RL (2018) Studies on metabolites by Streptomyces effect of organic nitrogen source on hygroscopicus. Matica Srpska J Nat Sci production of antifungal substance from Novi Sad 133:183–191. doi: Clostridium species. J Antimicrob 10.2298/zmspn1733183m Agents 4:157–164. doi: 10.4172/2472- Munthe KPSM, Dahang D (2018) Hosting of 1212.1000157 Hendersonia against Ganoderma Stanbury PF, Whitaker A, Hall SJ (1995) (Ganoderma boniense) disease in oil Principles of Fermentation Technology palm (Elaeis guineensis Jacq). Int J (2nd Edition). Pergamon Press, Multidiscip Res Dev 5:46–50. Doi: Toronto 10.22271/ijmrd Wang Y, Deng L, Fan Y (2018) Preparation of Naher L, Tan SG, Yusuf UK, Ho CL, Abdullah soy-base adhesive enhanced by F (2012) Biocontrol agent Trichoderma waterborne polyurethane: Optimization harzianum strain FA 1132 as an by response surface methodology. Adv enhancer of oil palm growth. Pertanika Mater Sci Eng 2018: ID 9253670. doi: J Trop Agric Sci 35:173–182 10.1155/2018/9253670

173 VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

OPTIMASI TEKNIK WESTERN BLOT UNTUK DETEKSI EKSPRESI PROTEIN TANAMAN PADI (Oryza sativa L.)

Optimization of Western Blot Technique for Protein Expression of Rice Plant (Oryza sativa L.)

Susianti1,3, Edi Sukmana2, Ronny Lesmana1,2, Unang Supratman1,3 1Laboratorium Sentral Universitas Padjadjaran, Jatinangor 2Departemen Ilmu Kedokteran Dasar, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Jatinangor 3Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran, Jatinangor *Email: [email protected]

ABSTRACT Western blot (WB) technique has been widely used for analyzing protein expression and for identifying specific proteins derived from animals, plants, and microorganisms. During the use of WB, especially in agricultural studies, some difficulties are encountered such as unclear or unspecific protein bands, the presence of bubbles, and the absence of protein bands on membrane. This study aims to determine the WB conditions appropriate for the protein expression of rice plants (Oryza sativa L.). Protein from rice plant was extracted and the obtained protein lysate was then used for proteomic analysis using WB with β-actin antibody. Our experiment showed that some optimized parameters like blocking buffers, the concentration of primary antibody and the ratio of secondary antibody determined the clarity of the results. β-actin was used as internal control that measured the success of the WB technique. Results showed that lysis process was important in determining good WB results in addition to the optimal blocking solution using a BSA of 0.2%, a primary antibody concentration of 1 μg mL–1, and a secondary antibody of 1:10,000. Optimizing techniques during extraction, incubation, and documentation facilitated good WB results.

Keywords: β-actin, optimization, protein, rice plant, western blot

ABSTRAK Teknik western blot (WB) telah banyak digunakan untuk analisis ekspresi protein dan mengidentifikasi protein spesifik dari hewan, tumbuhan dan mikroorganisme. Dalam implementasi teknik WB, khususnya studi dalam bidang pertanian, beberapa kesulitan ditemui seperti pita protein tidak jelas, tidak spesifik, adanya gelembung, hingga tidak munculnya pita protein pada membran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi WB yang tepat untuk deteksi protein tanaman padi (Oryza sativa L.). Protein tanaman padi diekstraksi, kemudian lisat protein yang didapat dianalisis dengan metode WB menggunakan antibody β-actin. Penelitian kami menunjukkan bahwa beberapa parameter yang dioptimasi seperti larutan blocking, konsentrasi antibodi primer dan rasio antibodi sekunder akan menentukan hasil yang jelas. β- actin digunakan sebagai kontrol internal yang menjadi tolok ukur keberhasilan teknik WB. Hasil menunjukkan bahwa proses lisis menjadi hal penting dalam menentukan hasil WB yang baik disamping larutan blocking yang optimal menggunakan BSA 0,2%, konsentrasi antibodi primer 1 µg mL–1 dan antibodi sekunder 1:10.000. Mengoptimalkan teknik selama ekstraksi, inkubasi dan dokumentasi membantu mendapatkan hasil WB yang baik.

Kata Kunci: β-actin, optimasi, protein, tanaman padi, western blot

Received: 19 December 2018 Accepted: 31 October 2019 Published: 02 December 2019

174 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

PENDAHULUAN Erythropoietin (Epo) dengan Erythropoietin receptor (EpoR) pada sel kanker ovarium Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu manusia A2780. Li et al. (2015) tanaman yang menjadi sumber makanan mengidentifikasi ikatan protein antara pokok jutaan orang pada hampir separuh laminin dan fibronectin menggunakan Far- populasi dunia khususnya di benua Asia (Li et WB. Hingga saat ini, WB juga digunakan al. 2011, Mahmood dan Yang 2012, Esa et al. untuk diagnosis berbagai penyakit dan 2013, Wu et al. 2014). Sebagai bahan infeksi. Banyak penelitian dasar maupun konsumsi pangan terpenting, yang jumlahnya klinis dilakukan menggunakan teknik WB terus bertambah seiring dengan (Huang et al. 2019). Walentowicz-Sadlecka pertambahan jumlah penduduk, peningkatan et al. (2018) menganalisis ekspresi protein kualitas padi menjadi tantangan tersendiri Human Leukocyte Antigen-G (HLA-G) pada bagi para peneliti (Zhang et al. 2017b). penderita kanker endometrial. Teknik WB Terlebih padi juga merupakan model juga menjadi salah satu metode yang sensitif tanaman monokotil yang banyak digunakan dan selektif untuk deteksi parasit baik studi genomik dan proteomik. Menurut Echinococcus multilocularis pada famili Gulcicek et al. (2005), dengan Canidae (Schurer et al. 2019). Villafanez et berkembangnya teknologi dalam beberapa al. (2019) melakukan optimasi teknik WB tahun terakhir, banyak studi proteomik telah untuk identifikasi regulator Post- dilakukan baik untuk identifikasi, karakterisasi Translational Modifications (PTM). Seiring maupun analisis tingkat ekspresi protein dari dengan kemajuan teknologi, mulai sel atau jaringan hewan dan tanaman. dikembangkan beberapa metode alternatif Berbagai metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan sensitivitas dan dalam analisis protein diantaranya adalah reproduktivitas teknik WB di antaranya kolorimetri, kromatografi cair, elektroforesis metode WB-resolusi satu sinyal, Far-WB, 1-dimensi dan 2-dimensi, serta western blot blotting difusi, WB-mikrofluida otomatis, WB- (Esteves et al. 2019). elektroforesis kapiler dan elektroforesis Western blot (WB) adalah salah satu mikrochip (Mishra et al. 2017). teknik biologi molekuler untuk analisis Teknik WB merupakan metode yang ekspresi protein semi-kuantitatif dari pengerjaannya sederhana, spesifik dan tepat berbagai macam bahan uji baik dari sel (Li et al. 2011). Namun demikian, dalam maupun jaringan dengan prinsip kerjanya implementasi teknik WB untuk penelitian berdasarkan pengikatan antigen-antibodi tertentu khususnya studi dalam bidang (Gilda dan Gomes 2013, Nie et al. 2017). pertanian, beberapa kesulitan teknik ditemui Tahapan teknik WB dimulai dari preparasi seperti pita protein tidak jelas, tidak spesifik, sampel (ekstraksi dan pemurnian protein, adanya gelembung, hingga tidak munculnya pengukuran konsentrasi serta banyaknya pita protein pada membran (Mahmood dan jumlah protein yang akan digunakan), Yang 2012). Oleh karena itu, memahami pemisahan protein menggunakan proses optimasi kondisi WB untuk elektroforesis gel poliakrilamida, transfer mendapatkan hasil WB yang terbaik menjadi protein dari gel ke membran nitroselulosa sangat penting, karena kondisi optimal setiap atau PVDF (polyvinylidene difluoride), pengerjaan WB berbeda-beda, mulai dari membran blocking, inkubasi antibodi primer persiapan dan penanganan sampel, hingga dan sekunder, deteksi protein target, pemilihan dan validasi antibodi yang perhitungan intensitas pita protein digunakan untuk deteksi protein (Alegria- menggunakan software digital densitometri, Schaffer et al. 2009, Huang et al. 2019). dan normalisasi data menggunakan kontrol Penelitian ini bertujuan untuk internal protein (Mishra et al. 2017). Selain mengetahui kondisi WB yang tepat untuk analisis ekspresi protein, teknik WB deteksi protein tanaman padi (Oryza sativa digunakan untuk mendeteksi interaksi L.). Parameter WB yang dioptimasi meliputi struktur protein-protein secara in vitro, yang larutan blocking yang digunakan, konsentrasi dinamakan “far-western blot” (Cima-Cabal et antibodi primer dan antibodi sekunder. β-actin al. 2019). Feckova et al. (2016) melakukan digunakan sebagai kontrol internal protein penelitian dengan menggunakan metode yang menjadi tolok ukur keberhasilan teknik Far-WB untuk analisis interaksi di antara WB.

175 Optimasi Teknik Western Blot Untuk Deteksi.... Susianti et al.

BAHAN DAN METODE etilenadiaminatetraasetat (EDTA) (Merck), aseton (Merck), bovine serum albumin (BSA) Waktu dan lokasi penelitian (Sigma), dithiothreitol (DTT) (Promega), Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Folin-Ciocalteu (Merck), glisin (Merck), Sentral Universitas Padjadjaran, Jatinangor, kalium klorida (Merck), protein ladder Sumedang pada tanggal 6 Mei–24 November (Thermo Scientific 26612), larutan dapar 2018. ekstraksi, larutan dapar lisis, larutan dapar pengendap, larutan dapar sampel, Mili-Q Bahan (Sartorius), metanol (Merck), natrium Daun tanaman padi (Oryza sativa L.) hidroksida (Merck), natrium klorida (Merck), berumur 30 hari (Gambar 1) diperoleh dari nitrogen cair, polivinilpirolidon (PVP) (Wako), lahan persawahan di Cibiuk Garut phosphate buffer saline (PBS) pH 7,4 (7°05'10.0"S 107°56'49.9"E), dibersihkan (Gibco), poliakrilamida 40% (Biorad), dan dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil resolving buffer, running buffer, SilverQuestTM sebelum digunakan (Wang et al. 2008). LC6070 silver staining kit (Invitrogen, Bahan-bahan lain yang digunakan Thermo), sodium dedocyl sulfate (SDS) 10% meliputi antibodi primer β-actin, antibodi (1st base), stacking buffer, substrat sekunder yang berkesesuaian, 2- chemiluminescence (GE Healthcare), merkaptoetanol (Sigma), 2-propanol (Merck), sukrosa (Merck), susu skim (Tropicana Slim), amonium asetat (Merck), amonium persulfat tetramethylethylenediamine (TEMED) (APS) (Merck), asam asetat glasial (Merck), (Invitrogen), transfer buffer, triton X-100 asam klorida (Merck), asam (Invitrogen), tris-base (Promega), tween 20 (Merck), urea (Merck).

Ekstraksi protein Ekstraksi protein daun tanaman padi dilakukan dengan metode Lin dan Wang (2014) yang telah dimodifikasi dengan penghilangan bahan kimia fenol dalam dapar ekstraksi, penghilangan tahapan pencucian pelet menggunakan aseton dan pengeringan vakum (Tabel 1). Sebanyak 1,5 g daun tanaman padi dihaluskan hingga menjadi serbuk dengan mortar dan alu menggunakan nitrogen cair. Ekstraksi dilakukan pada suhu 4ºC. Selanjutnya ditambahkan 5 mL larutan dapar ekstraksi, 59,5 cm dan 0,5 g polivinilpirolidon sambil ditumbuk, dan ditambahkan kembali 5 mL larutan dapar ekstraksi, ditumbuk hingga berbuih. Lalu protease inhibitor ditambahkan sebanyak 25 μL dan larutan dapar ekstraksi sebanyak 5 mL. Campuran ditumbuk hingga berbuih. Setelah itu, campuran dipindahkan ke dalam tabung 1,5 mL dan disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm pada suhu 4ºC selama 20 menit. Filtrat disaring dan dipindahkan ke dalam tabung baru 1,5 mL, ditambahkan dapar pengendap ke dalam filtrat dengan perbandingan 3:1 dan diinkubasi pada −20ºC selama 4 jam. Campuran disentrifugasi selama 20 menit, 15.000 rpm 4ºC. Pelet dicuci sebanyak 2 kali

dengan 1,8 mL larutan dapar pengendap. Gambar 1. Sampel tanaman padi Pelet diresuspensi menggunakan larutan

176 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Tabel 1. Tahapan optimasi teknik western blot

Tahapan Teknik Western Blot Referensi Jurnal Optimasi Ekstraksi protein Menggunakan fenol, aseton Tidak menggunakan fenol, dan pengeringan vakum aseton dan pengeringan metode Lin dan Wang (2014) vakum

Elektroforesis gel poliakrilamida − Menggunakan gel tris-glisin Pewarnaan protein − Pewarnaan perak (silver stain) Transfer protein − Metode transfer basah Blocking − Menggunakan susu skim 0,2% atau BSA 0,2% Inkubasi antibodi primer − Konsentrasi 1 µg mL−1 Inkubasi antibodi sekunder − Konsentrasi 1:10.000 Deteksi protein target − Chemiluminescence dapar lisis secukupnya dan ditambahkan Transfer protein protease inhibitor 1:1.000. Lisat protein Gel hasil elektroforesis poliakrilamida dapat disimpan pada suhu −80ºC sebelum ditransfer pada membran menggunakan digunakan untuk analisis selanjutnya. metode transfer basah kemudian alat transfer dinyalakan selama 30 menit, 200 mA. Setelah Kuantifikasi protein itu, hasil transfer dapat dicek dengan Untuk mengetahui jumlah protein menggunakan pewarnaan Ponceau S. dalam tanaman padi dilakukan kuantifikasi menggunakan metode Lowry yang telah Deteksi protein dengan antibodi dimodifikasi. Lisat protein sebanyak 0,25 mL Membran dicuci menggunakan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, phosphate buffer saline-tween 20 (PBST) ditambahkan 2,5 mL reagen Lowry, 0,1% 3×5 menit. Proses blocking membran dihomogenkan menggunakan vortex dengan menggunakan susu skim 0,2% atau kemudian diinkubasi selama 10 menit pada BSA 0,2% pada suhu ruangan selama 60 suhu 50ºC. Setelah itu, campuran menit. Setelah selesai, membran dicuci ditambahkan reagen Folin-Ciocalteu 1:1 dengan PBST 0,1% selama 5 menit dan sebanyak 0,5 mL, diinkubasi kembali selama dilakukan berulang sebanyak 3 kali. 10 menit pada suhu 50ºC. Absorbansi Selanjutnya larutan antibodi primer β-actin sampel diukur menggunakan dengan konsentrasi 1 µg mL–1 ditambahkan spektrofotometer pada panjang gelombang ke dalam membran, kemudian diinkubasi 4ºC 650 nm. Konsentrasi sampel dihitung semalam. Setelah itu, membran dicuci dengan menggunakan kurva standar bovine dengan menggunakan PBST 0,1% 3×5 serum albumin (BSA). menit. Kemudian langkah selanjutnya penambahan larutan antibodi sekunder Elektroforesis gel poliakrilamida dengan konsentrasi 1:10.000, kemudian Pemisahan protein daun tanaman padi diinkubasi pada suhu ruangan selama 1,5 dilakukan menggunakan elektroforesis jam. Membran dicuci kembali dengan poliakrilamida berdasarkan metode Lesmana menggunakan PBST 0,1% 3×5 menit dan dan Hanna (2017). Lisat protein ditambahkan substrat chemiluminescence ditambahkan ke dapar sampel dengan perbandingan 1:1, dalam membran, diinkubasi selama 5 menit didenaturasi pada suhu 95ºC. Sampel lalu dideteksi protein β-actin dengan dimasukkan ke dalam tujuh sumur gel menggunakan alat C-Digit LICOR. poliakrilamida, sebanyak 20 μL tiap sumur. Voltase diatur pada tegangan 80–100V HASIL DAN PEMBAHASAN selama 90 menit. Pewarnaan gel hasil elektroforesis dilakukan dengan metode Ekstraksi protein pewarnaan perak menggunakan Hasil ekstrasi protein daun tanaman SilverQuestTM LC6070 silver staining kit padi didapatkan lisat protein yang jernih (Invitrogen, Thermo). (Gambar 2). Ekstraksi protein merupakan

177 Optimasi Teknik Western Blot Untuk Deteksi.... Susianti et al.

tahapan paling penting dalam teknik WB, Pencucian dengan aseton biasanya terutama pada sampel tanaman (Vilhena et dilakukan untuk membantu menghilangkan al. 2015), dikarenakan jaringan tanaman sisa garam natrium asetat dari larutan dapar memiliki jumlah protease yang tinggi dan pengendap yang digunakan sebelumnya, dan kandungan metabolit sekunder yang juga untuk mengurangi terjadinya degradasi biasanya menjadi pengganggu pada proses protein (Rodrigues et al. 2012). ekstraksi karena sulit untuk dihancurkan (Wang et al. 2008), sehingga untuk Kuantifikasi protein mendapatkan hasil lisat protein yang tinggi Jumlah lisat protein daun tanaman padi bergantung pada pemilihan protokol ekstraksi diukur menggunakan metode Lowry. Hasil protein dan setiap tahapan dari ekstraksi kuantifikasi protein dari lisat daun tanaman protein tersebut (Niu et al. 2018). padi yang didapat sebesar 239,5 µg µL–1. Ekstraksi protein dilakukan Menurut Kurien dan Scofield (2015), menggunakan metode Lin dan Wang (2014) pengukuran protein metode Lowry yang telah dimodifikasi dengan penghilangan berdasarkan pada dua reaksi. Pertama, bahan kimia fenol dalam larutan dapar pembentukan kompleks ion tembaga dengan ekstraksi, penghilangan tahapan pencucian ikatan amida membentuk tembaga tereduksi pelet menggunakan aseton dan pengeringan (disebut juga kromofor biuret) dan biasanya vakum. Fenol digunakan dalam larutan dapar stabil dengan penambahan natrium-kalium ekstraksi sebagai pengikat protein dan untuk tartrat. Reaksi kedua yaitu reduksi reagen mengurangi degradasi protein. Metode Folin-Ciocalteu oleh kompleks tembaga- ekstraksi protein menggunakan fenol memiliki amida beserta residu tirosin dan triptofan. aktivitas yang baik untuk mengurangi Warna biru yang terbentuk dapat diukur interaksi molekuler antara protein dan bahan absorbansinya dengan spektrofotometer. lain, namun fenol memiliki sedikit BSA dijadikan sebagai standar untuk kecenderungan untuk melarutkan asam perhitungan konsentrasi protein. nukleat dan polisakarida (Chatterjee et al. 2012). Selain itu, fenol termasuk ke dalam Elektroforesis gel poliakrilamida bahan berbahaya yang bersifat racun karena Untuk melihat pemisahan protein daun sulit diuraikan oleh organisme sehingga tanaman padi berdasarkan berat molekulnya, dalam penelitian ini larutan dapar ekstraksi digunakan teknik elektroforesis gel dibuat tanpa penambahan fenol, sedangkan poliakrilamida (Bass et al. 2017). Lisat protein penghilangan tahapan pencucian pelet ditambahkan larutan dapar sampel lalu menggunakan aseton dan pengeringan didenaturasi pada suhu 95ºC selama 5 menit. vakum bertujuan untuk mencegah hilangnya Dapar sampel terdiri dari gliserol yang protein yang lebih banyak pada saat ekstraksi berfungsi untuk meningkatkan densitas dan efisiensi waktu ekstraksi protein. sampel sehingga sampel dengan mudah

120—

90—

50—

34—

26—

20—

Gambar 3. Hasil pewarnaan perak daun tanaman padi (L: Ladder protein, 1-7: Lisat protein daun Gambar 2. Lisat protein daun tanaman padi tanaman padi)

178 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

turun ke dasar sumur gel, bromophenol blue terperangkap di antara gel dan membran sebagai tracking dye, dan 2-merkaptoetanol yang dapat mengakibatkan hasil transfer yang berfungsi untuk mereduksi ikatan tidak optimal (Mahmood dan Yang 2012). disulfida menjadi protein yang bermuatan Metode transfer yang digunakan yaitu sehingga pada saat elektroforesis transfer basah, dimana selama proses berlangsung, sampel akan bermigrasi melalui transfer, larutan dapar digunakan untuk gel dari katoda (−) menuju anoda (+) meningkatkan permeabilitas gel (Mahmood dan Yang 2012). poliakrilamida, sehingga membantu proses transfer protein menjadi lebih cepat (Gibbons Pewarnaan gel (pewarnaan perak) 2014). Gel hasil elektroforesis dilakukan Membran yang digunakan dalam pewarnaan menggunakan metode proses transfer protein yaitu nitroselulosa. pewarnaan perak untuk melihat pemisahan Biasanya membran nitroselulosa digunakan protein. Hasil pewarnaan pada Gambar 3 untuk protein yang memiliki afinitas tinggi menunjukkan bahwa protein tanaman padi (Mahmood dan Yang 2012). Tanaman padi terseparasi dengan baik sesuai dengan diketahui mengandung protein HKT (High- ukuran berat molekulnya. Pada pewarnaan affinity K+ Transporter) yang berperan dalam perak, ion perak yang berasal dari reagen mempertahankan homeostatis Na+/K+ pada perak nitrat berikatan dengan rantai samping tanaman (Ariyarathna et al. 2016, Zhang et al. yang bermuatan negatif dari protein sehingga 2017a). dihasilkan warna coklat kehitaman pada gel Untuk melihat keberhasilan proses poliakrilamida. Pewarnaan gel menggunakan transfer protein, dilakukan pewarnaan metode pewarnaan perak 30−100 kali lebih membran menggunakan Ponceau S (Bass et sensitif dari metode coomassie blue (Zhao et al. 2017). Ponceau S merupakan metode al. 2012). pewarnaan negatif dimana akan berikatan dengan gugus amino yang bermuatan positif. Transfer protein Protein yang ditransfer (> 200 ng) akan Setelah proses elektroforesis muncul sebagai pita merah jambu. Hasil poliakrilamida selesai, dilanjutkan proses pewarnaan Ponceau dilakukan pada 2 transfer protein dari gel ke membran (blotting) membran, dan didapatkan hasil pita merah dengan membuat “sandwich”: Katoda(−) - jambu seperti terlihat pada Gambar 4 yang sponge pad (kasa) - kertas saring - gel - menandakan bahwa proses transfer protein membran - kertas saring - sponge pad (kasa) dari gel ke membran berhasil dengan baik. - Anoda(+). Harus dipastikan posisi Kelebihan dari pewarnaan Ponceau S yaitu penempatan gel dan membran tidak terbalik pengerjaannya sederhana, cepat, dan serta tidak ada gelembung yang reversible (Goldman et al. 2016).

90— 90—

50—

34—

50—

26—

20— 34—

26—

A B

Gambar 4. Hasil pewarnaan Ponceau S. (L: Ladder protein, 1-7: Lisat protein daun tanaman padi) A. Membran untuk blocking menggunakan susu skim 0,2%, B. Membran untuk blocking menggunakan BSA 0,2%

179 Optimasi Teknik Western Blot Untuk Deteksi.... Susianti et al.

Deteksi protein dengan antibodi digunakan akan mengganggu hasil pengujian Membran dicuci menggunakan PBST (Mahmood dan Yang 2012). 0,1%. Tahap pencucian sangat penting untuk Selanjutnya, membran diinkubasi meminimalkan background pada membran menggunakan antibodi primer β-actin dengan dan menghilangkan sisa antibodi yang tidak konsentrasi 1 µg mL–1. Penentuan terikat (Mahmood dan Yang 2012). konsentrasi antibodi disesuaikan dengan Selanjutnya, tahap blocking membran instruksi dari produsen antibodi. Antibodi β- menggunakan larutan blocking susu skim actin dilarutkan dalam BSA karena 0,2% atau BSA 0,2%. Menurut Bass et al. memungkinkan antibodi untuk digunakan (2017), tahap blocking penting untuk kembali, jika membran tidak memberikan mencegah pengikatan antibodi yang tidak hasil yang baik (Mahmood dan Yang 2012). spesifik (baik antibodi primer maupun Pemilihan β-actin sebagai marker untuk antibodi sekunder) dan mengurangi WB didasarkan pada karakteristik protein background pada membran. Idealnya, larutan yang selalu terekspresi dengan baik pada blocking akan mengikat semua bagian non- berbagai sel (Li dan Shen 2013, Ghosh et al. spesifik, menghilangkan semua background 2014, Taylor dan Posch 2014). β-actin tanpa mengubah interaksi dengan protein merupakan protein yang terdapat pada sel target yang akan terikat dengan antibodi. eukariotik dalam jumlah yang melimpah, Hasil penelitian pada Gambar 5 umumnya digunakan sebagai kontrol internal menunjukkan bahwa penggunaan larutan untuk menormalisasi dalam studi ekspresi blocking BSA 0,2% lebih efektif gen ataupun protein (Gorr dan Vogel 2015). meminimalkan background pada membran, Penggunaan kontrol internal dalam biologi terlihat dari pita protein yang muncul pada molekuler tergantung pada asumsi bahwa Gambar 5B lebih jelas dibandingkan dengan tingkat ekspresinya tetap dan konstan antara Gambar 5A. Susu skim banyak digunakan kontrol dan sampel percobaan dengan sebagai larutan blocking karena mudah ditunjukkan tidak terpengaruh perlakuan atau didapat dan harganya relatif murah. Namun, intervensi dalam setiap kondisi eksperimen tidak semua label antibodi sekunder (Bass et al. 2017). kompatibel dengan protein dalam susu, Prinsip WB adalah deteksi protein sehingga harus cermat dalam memilih larutan melalui pengikatan dan pengenalan antibodi blocking yang tepat. Penelitian Nie et al. ke satu atau lebih target. Ikatan ini harus (2017) dan Petras et al. (2017), sangat spesifik antara sebagian antigen menggunakan susu skim sebagai larutan (protein) atau epitop dan daerah pengenalan blocking pada WB untuk deteksi β-actin, dan khusus yang ditemukan pada fragmen didapatkan hasil pita protein dengan high pengikatan antigen yang disebut paratop. background pada membran yang dapat Setelah itu, membran diinkubasi berpengaruh pada saat perhitungan menggunakan antibodi sekunder label intensitasnya, sedangkan penelitian WB oleh horseradish peroxidase (HRP) dengan Vavilis et al (2015) didapatkan hasil pita konsentrasi 1:10.000. Pemilihan antibodi protein dengan low background pada sekunder berdasarkan isotype antibodi membran. BSA biasa digunakan untuk label primer. Penentuan konsentrasi antibodi antibodi sekunder biotin dan alkalin fosfatase, disesuaikan dengan instruksi dari produsen dan antibodi antifosfoprotein, karena susu antibodi. Label antibodi HRP banyak mengandung kasein, yang juga merupakan digunakan dengan mekanisme kerja fosfoprotein dan biotin, sehingga jika mengkatalisis oksidasi luminol peroksida untuk menghasilkan asam 3-aminoftalat, ~42 A menghasilkan cahaya pada 425 nm. kDa Deteksi pita protein β-actin dilakukan

dengan alat C-Digit LICOR menggunakan B ~42 kDa substrat chemiluminescence. Prinsip deteksinya berdasarkan cahaya yang dihasilkan dari asam 3-aminoftalat akibat Gambar 5. Hasil WB β-actin daun tanaman padi: reaksi enzim (HRP)-substrat, yang akan A. Blocking menggunakan susu skim 0,2%, ditangkap dengan film X-ray, kamera Charge- dan B. Blocking menggunakan BSA 0,2% Coupled Device (CCD) atau imager lainnya

180 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

menghasilkan pita protein yang intensitasnya extraction protocol compatible with two- dapat dihitung dengan menggunakan dimensional electrophoresis and mass software digital densitometri (Luo et al. 2011, spectrometry from recalcitrant phenolic Bass et al. 2017). rich roots of chickpea (Cicer arietinum Hasil WB pada Gambar 5 menunjukkan L.) Int J Proteomics 2012:1–10. doi: bahwa antibodi yang digunakan spesifik dan 10.1155/2012/536963 cukup sensitif untuk mendeteksi protein Cima-Cabal MD, Vazquez F, de Los Toyos target. Namun, masih diperlukan optimasi JR, Del Mar García-Suárez M lebih lanjut untuk konsentrasi BSA yang (2019) Protein expression analysis by digunakan karena pita protein yang western blot and protein–protein dihasilkan belum konsisten. interactions. Methods Mol Biol 1968:101–111. doi: 10.1007/978-1- KESIMPULAN 4939-9199-0_9 Esa NM, Ling TB, Peng LS (2013) By- Optimasi kondisi WB dengan mengatur products of rice processing: An formulasi larutan blocking menggunakan BSA overview of health benefits and 0,2%, dan konsentrasi antibodi primer 1 µg applications. J Rice Res 1:107. doi: mL–1 khususnya β-actin dan antibodi 10.4172/ jrr.1000107 sekunder yang bersesuaian dengan Esteves CV, de Campos WG, de Souza MM, konsentrasi 1:10.000 akan memberikan Lourenço SV, Siqueira WL, Lemos- gambaran pita protein yang lebih jelas dan Júnior CA (2019) Diagnostic potential baik. of saliva proteome analysis: A review and guide to clinical practice. Braz Oral UCAPAN TERIMA KASIH Res 33:1–13. doi:10.1590/1807- 3107bor-2019.vol33.0043 Penelitian ini didanai oleh Hibah Feckova B, Kimáková P, Ilkovičová L, Internal Unpad dalam skema Hibah Riset Szentpéteriová E, Debeljak N, Solárová Tenaga Kependidikan Universitas Z, Sačková V, Šemeláková M, Bhide Padjadjaran Gelombang I Tahun 2018 M, Solár P (2016) Far-western blotting kepada Susianti. as a solution to the non-specificity of the anti-erythropoietin receptor antibody. DAFTAR PUSTAKA Oncol Lett 12:1575– 1580. doi:10.3892/ol.2016.4782 Alegria-Schaffer A, Lodge A, Vattern K (2009) Ghosh R, Gilda JE, Gomes AV (2014) The Performing and optimizing western necessity of and strategies for blots with an emphasis on improving confidence in the accuracy of chemiluminescent detection. Methods western blots. Expert Rev Proteomics Enzymol 463:573–599. doi: 11:549–560. doi: 10.1016S0076-6879(09)63033-0 10.1586/14789450.2014.939635 Ariyarathna HA, Oldach KH, Francki MG Gibbons J (2014) Western blot: Protein (2016) A comparative gene analysis transfer overview. North Am J Med Sci with rice identified orthologous group II 6:158–159. doi:10.4103/1947- HKT genes and their association with 2714.128481 Na+ concentration in bread wheat. BMC Gilda JE, Gomes AV (2013) Stain-free total Plant Biol 16:21. doi: 10.1186/s12870- protein staining is a superior loading 016-0714-7 control to β-actin for western blots. Anal Bass JJ, Wilkinson DJ, Rankin D, Phillips BE, Biochem 440:186–188. doi: Szewczyk NJ, Smith K, Atherton PJ 10.1016/j.ab.2013.05.027 (2017) An overview of technical Goldman A, Harper S, Speicher DW (2016) considerations for western blotting Detection of proteins on blot applications to physiological research. membranes. Curr Protoc Protein Sci Scand J Med Sci Sports 27:4–25. doi: 86:1–11. doi: 10.1002/cpps.15 10.1111/sms.12702 Gorr TA, Vogel J (2015) Western blotting Chatterjee M, Gupta S, Bhar A, Das S (2012) revisited: Critical perusal of Optimization of an efficient protein underappreciated technical issues.

181 Optimasi Teknik Western Blot Untuk Deteksi.... Susianti et al.

Proteomics Clin Appl 9:396–405. doi: Mahmood T, Yang P-C (2012) Western blot: 10.1002/prca.201400118 Technique, theory, and trouble Gulcicek EE, Colangelo CM, McMurray W, shooting. North Am J Med Sci 4:429– Stone K, Williams K, Wu T, Zhao H, 434. doi: 10.4103/1947-2714.100998 Spratt H, Kurosky A, Wu B (2005) Mishra M, Tiwari S, Gomes AV (2017) Protein Proteomics and the analysis of purification and analysis: Next proteomic data: An overview of current generation western blotting techniques. protein-profiling technologies. Curr Expert Rev Proteomics 14:1037–1053. Protoc Bioinformatics 13:1–40. doi: doi: 10.1080/14789450.2017.1388167 10.1002/ 0471250953. bi1301s10 Nie X, Li C, Hu S, Xue F, Kang YJ, Zhang W Huang YT, van der Hoorn D, Ledahawsky LM, (2017) An appropriate loading control Motyl AAL, Jordan CY, Gillingwater TH, for western blot analysis in animal Groen EJN (2019) Robust comparison models of myocardial ischemic infarction. of protein levels across tissues and Biochem Biophys Rep 12:108–113. doi: throughout development using 10.1016/j.bbrep.2017.09.001 standardized quantitative western Niu L, Yuan H, Gong F, Wu X, Wang W blotting. J Vis Exp (2018) Protein extraction methods 146:e59438. doi:10.3791/59438 shape much of the extracted Kurien BT, Scofield RH (2015) Western proteomes. Front Plant Sci 9:802. doi: blotting: Methods and protocols. Methods 10.3389/fpls.2018.00802 in Molecular Biology Vol 1312. Springer Petras M, Drgova A, Kovalska M, Tatarkova Science-Business Media, New York Z, Tothova B, Krizanova O, Lehotsky J Lesmana R, Hanna G (2017) Fisiologi (2017) Effect of hyperhomocysteinemia molekuler seri prosedur dan protokol on redox balance and redox defence laboratorium western blot. Fakultas enzymes in ischemia–reperfusion injury Kedokteran Universitas Padjadjaran, and/or after ischemic preconditioning in Jatinangor rats. Cell Mol Neurobiol 37:1417–1431. Li Q, Liu H, Du D, Yu Y, Ma C, Jiao F, Yao H, doi: 10.1007/s10571-017-0473-5 Lu C, Zhang W (2015) Identification of Rodrigues EP, Torres AR, da Silva Batista JS, novel laminin- and fibronectin-binding Huergo L, Hungria M (2012) A simple, proteins by far-western blot: Capturing economical and reproducible protein the adhesins of Streptococcus suis type extraction protocol for proteomics 2. Front Cell Infect Microbiol 5:82. doi: studies of soybean roots. Genet Mol 10.3389/fcimb.2015.00082 Biol 35:348–352. doi: 10.1590/S1415- Li R, Shen Y (2013) An old method facing a 47572012000200016 new challenge: Re-visiting Schurer JM, Nishimwe A, Hakizimana D, Li H, housekeeping proteins as internal Huang Y, Musabyimana JP, Tuyishime reference control for neuroscience E, MacDonald LE (2019) A one health research. Life Sci 92:747–751. doi: systematic review of diagnostic tools for 10.1016/j.lfs.2013.02.014 Echinococcus multilocularis surveillance: Li X, Bai H, Wang X, Li L, Cao Y, Wei J, Liu Towards equity in global detection. Y, Liu L, Gong X, Wu L, Liu S, Liu G Food Waterborne Parasitol 15:1–24. (2011) Identification and validation of doi:10.1016/j.fawpar.2019.e00048 rice reference proteins for western Taylor SC, Posch A (2014) The design of a blotting. J Exp Bot 62:4763–4772. doi: quantitative western blot experiment. 10.1093/jxb/err084 BioMed Res Int 2014:361590. doi: Lin D-G, Wang C-S (2014) Extraction of total 10.1155/2014/361590 proteins from rice plant. Bio-protocol Vavilis T, Delivanoglou N, Aggelidou E, 4:e1277. doi: 10.21769/BioProtoc.1277 Stamoula E, Mellidis K, Kaidoglou A, Luo H, Rankin GO, Straley S, Chen YC Cheva A, Pourzitaki C, Chatzimeletiou (2011) Prolonged incubation and K, Lazou A, Albani M, Kritis A (2015) stacked film exposure improve Oxygen–glucose deprivation (OGD) sensitivity in western blotting. J modulates the unfolded protein Pharmacol Toxicol Methods 64:233– response (UPR) and inflicts autophagy 237. doi: 10.1016/j.vascn.2011.06.001 in a PC12 hypoxia cell line model. Cell

182 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Mol Neurobiol 36:701–712. doi: Sci 31:2032–2039. doi: 10.1007/s10571-015-0250-2 10.1002/jssc.200800087 Vilhena MB, Franco MR, Schmidt D, Carvalho Wu J, Lee DY, Wang Y, Kim ST, Baek S-B, G, Azevedo RA (2015) Evaluation of Kim SG, Kang KY (2014) Protein protein extraction methods for profiles secreted from phylloplane of enhanced proteomic analysis of tomato rice leaves free from cytosolic proteins: leaves and roots. An Acad Bras Cienc Application to study rice-Magnaporthe 87:1853–1863. doi: 10.1590/0001- Oryzae interactions. Physiol Mol Plant 3765201520150116 Pathol 88:28–35. doi: Villafanez F, Gottifredi V, Soria G (2019) 10.1016/j.pmpp.2014. 08.003 Development and optimization of a Zhang C, Li H, Wang J, Zhang B, Wang W, miniaturized western blot-based Lin H, Luan S, Gao J, Lan W (2017a) screening platform to identify regulators The rice high-affinity K+ transporter of post-translational modifications. High OsHKT2;4 mediates Mg2+ homeostasis Throughput under high-Mg2+ conditions in 8:E15. doi:10.3390/ht8020015 transgenic Arabidopsis. Front Plant Sci Walentowicz-Sadlecka M, Dziobek K, 8:1823. doi: 10.3389/fpls.2017.01823 Grabiec M, Sadlecki P, Walentowicz P, Zhang Y, Tang L, Liu X, Liu L, Cao W, Zhu Y Mak P, Szymankiewicz M, Kwinta P, (2017b) Modeling the leaf angle Dutsch-Wicherek M (2018) The dynamics in rice plant. PLoS One analysis of human leukocyte antigen-G 12:e0171890. doi: level in patients with endometrial cancer 10.1371/journal.pone.0171890 by western blot technique. Am J Reprod Zhao L, Liu C, Sun Y, Ban L (2012) A rapid Immunol 81:1–10. doi:10.1111/aji.13070 and simplified method for protein silver Wang W, Tai F, Chen S (2008) Optimizing staining in polyacrylamide gels. protein extraction from plant tissues for Electrophoresis 33:2143–2144. doi: enhanced proteomics analysis. J Sep 10.1002/elps.201200107

183 VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

DEKSTROSA MONOHIDRAT KUALITAS FARMASI DARI PATI Manihot ecsulenta, Metroxylon sagu, Zea mays, Oriza sativa, dan Triticum

Pharmaceutical Grade Dextrose Monohydrate from Manihot ecsulenta, Metroxylon sagu, Zea mays, Oriza sativa, dan Triticum Starch

Bayu Mahdi Kartika*, Lely Khojayanti, Nuha, Shelvi Listiana, Susi Kusumaningrum, Ayustiyan Futu Wijaya Pusat Teknologi Farmasi dan Medika, Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Banten, Indonesia *Email: [email protected]

ABSTRACT Pharmaceutical-grade dextrose monohydrate, one of the raw materials used as active pharmaceutical ingredients (API) and additives, can be made from starch. Five types of local Indonesian commercial starch that are potentially used, namely tapioca (Manihot esculenta), sago (Metroxylon sagu), corn (Zea mays), rice (Oriza sativa), and wheat (Triticum) starch. This study aimed to compare these five starches as raw materials for preparing pharmaceutical- grade dextrose monohydrate which was expected to meet the requirements of the Indonesian Pharmacopoeia (5th Edition) and the United States Pharmacopeia (USP). The starch was converted into dextrose monohydrate through liquefaction hydrolysis, saccharification hydrolysis, activated carbon purification and filtration, ion exchange purification, evaporation, crystallization, and drying. High-Performance Liquid Chromatogram (HPLC) and the Luff- Schoorl methods were used for dextrose equivalent value (DE) analysis. The results showed that only three of the starch types produced pharmaceutical-grade dextrose monohydrate, namely (DE) sago starch (107.23% and 100.77%), corn starch (97.86% and 96.19%), and tapioca starch (85.18% and 99.20%).

Keywords: dextrose equivalent, dextrose monohydrate, hydrolysis, pharmaceutical grade, starch

ABSTRAK Dekstrosa monohidrat kualitas farmasi, salah satu bahan baku yang digunakan sebagai active pharmaceutical ingredient (API) dan bahan tambahan, dapat dibuat dari bahan pati-patian. Terdapat lima jenis pati komersial lokal Indonesia yang berpotensi digunakan yakni pati tapioka (Manihot esculenta), pati sagu (Metroxylon sagu), pati jagung (Zea mays), pati beras (Oriza sativa), dan pati gandum (Triticum). Penelitian ini bertujuan membandingkan lima jenis pati tersebut sebagai bahan baku pembuatan dekstrosa monohidrat kualitas farmasi yang diharapkan mampu memenuhi standar persyaratan dari Farmakope Indonesia Edisi V dan United States Pharmacopeia (USP). Pati diubah menjadi dekstrosa monohidrat melalui hidrolisis likuifikasi, hidrolisis sakarifikasi, pemurnian karbon aktif dan filtrasi, pemurnian ion exchange, evaporasi, kristalisasi dan pengeringan. Metode High Performance Liquid Chromatogram (HPLC) dan Luff-Schoorl digunakan untuk analisis dextrose equivalent (DE). Hasil penelitian menunjukkan hanya tiga jenis pati yang menghasilkan dekstrosa monohidrat kualitas farmasi, yakni (DE) pati sagu (107,23% dan 100,77%), pati jagung (97,86% dan 96,19%), dan pati tapioka (85,18% dan 99,20%).

Kata Kunci: dekstrosa monohidrat, dextrose ekuivalent, hidrolisis, kualitas farmasi, pati

Received: 04 2019 Accepted: 24 June 2019 Published: 03 December 2019

184 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

PENDAHULUAN pemurnian ion exchange, evaporasi, kristalisasi, sentrifugasi, dan pengeringan. Dekstrosa monohidrat (DMH) kualitas Menurut Bandini dan Nataloni (2015), farmasi adalah salah satu bahan baku yang pemurnian karbon aktif dan filtrasi berfungsi digunakan sebagai active pharmaceutical menghilangkan pengotor warna tahap awal, ingredient (API) dan bahan tambahan. API pengotor organik dan anorganik. Menurut digunakan dalam cairan infus dan oralit Mostafazadeh et al. (2011) dan Chen et al. sedangkan bahan tambahan digunakan (2018a), pemurnian ion exchange berfungsi dalam formulasi sediaan akhir antibiotik menghilangkan pengotor warna tahap akhir seperti penisilin, dan ampisilin. Untuk dan senyawa logam berat. Evaporasi memenuhi kebutuhan dekstrosa monohidrat berfungsi menghilangkan air yang kualitas farmasi dalam negeri yang masih terkandung dalam glukosa sampai menjadi impor 100%, menurut penelitian Flood dan nilai brix 70% menggunakan suhu panas. Srisanga (2009), Jhonson et al. (2009) dan Menurut Markande et al. (2009, 2012a, Ramos et al. (2010) dekstrosa monohidrat 2012b, 2013) proses kristalisasi berfungsi dapat dibuat dari glukosa cair dan pati-patian membentuk kristal dekstrosa monohidrat dari menggunakan pendekatan ilmu bioteknologi glukosa cair dengan metode pengadukan. berbasis enzimatis, pemurnian, dan sintesis. Pengeringan sentrifugasi berfungsi untuk Di Indonesia terdapat lima jenis pati memisahkan crude dextrose dengan mother komersial lokal yang dapat digunakan liquor menggunakan metode pemutaran sebagai bahan baku pembuatan dekstrosa dengan kecepatan tinggi pada saringan. monohidrat kualitas farmasi yakni pati tapioka Proses pengeringan berfungsi mengurangi (Manihot esculenta), pati sagu (Metroxylon kadar air pada dekstrosa monohidrat dengan sagu), pati jagung (Zea mays), pati beras menembakkan udara panas. (Oriza sativa), dan pati gandum (Triticum). Pembuatan glukosa cair Tabel 1 menjelaskan Standar Nasional menggunakan hidrolisis likuifikasi dan Indonesia (SNI), nama latin, merek dagang sakarifikasi telah banyak dilakukan dari dan produsen dari lima jenis pati komersial bahan baku singkong (Silva et al. 2010), lokal yang digunakan sebagai bahan baku. bahan baku singkong dan ubi jalar (Ipomoea Secara keseluruhan karakteristik lima jenis batatas L.) (Johnson et al. 2009), bahan pati yang digunakan memenuhi standar baku jambu mete (Anacardium occidentale persyaratan SNI terhadap berbagai L.) (Ramos et al. 2011) dan bahan baku pati parameter uji (Tabel 2). gandum (Choubane et al. 2015; Berski et al. Pati adalah polisakarida dengan 2018). Belum ada penelitian tentang kandungan amilosa dan amilopektin yang pembuatan dekstrosa monohidrat kualitas mempunyai rantai ikatan 1,4-glikosidik dan farmasi dari bahan baku pati-patian. Tujuan 1,6-glikosidik. Amilosa dan amilopektin terdiri penelitian ini adalah memproduksi dekstrosa dari dekstrosa sebagai monosakarida. monohidrat kualitas farmasi dari bahan baku Pemotongan rantai ikatan 1,4-glikosidik dan lima jenis pati komersial yang ada di 1,6-glikosidik dapat dilakukan melalui proses Indonesia. Hasil produk dekstrosa hidrolisis menghasilkan glukosa cair (Jhonson monohidrat kualitas farmasi diharapkan tidak et al. 2009). Proses hidrolisis menggunakan mengalami caking dan dapat memenuhi enzim α-amilase, glukoamilase, dan standar persyaratan Farmakope Indonesia pullulanase. Enzim α-amilase berguna untuk Edisi V (Kementerian Kesehatan 2014) dan memotong rantai ikatan 1,4-glikosidik pada United State Pharmacopeia (USP) (USP amilosa dan amilopektin menjadi dekstrin 2016). (oligosakarida). Gabungan enzim glukoamilase dan pullulanase berguna untuk BAHAN DAN METODE memotong rantai ikatan 1,4-glikosidik dan 1,6- glikosidik pada amilosa, amilopektin, dan Waktu dan tempat dekstrin menjadi monosakarida berbentuk Penelitian dilakukan di Laboratorium glukosa cair (Silva et al. 2010). Teknologi Farmasi dan Medika (LTFM), Glukosa cair diubah ke bentuk kristal Laboratoria Pengembangan Teknologi Industri dekstrosa monohidrat kualitas farmasi Agro dan Biomedika (LAPTIAB), Badan melalui pemurnian karbon aktif dan filtrasi, Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

185 Dekstrosa Monohidrat Kualitas Farmasi dari Pati Manihot ecsulenta … Kartika et al.

Tabel 1. Lima jenis pati komersial lokal di Indonesia

Jenis Pati Nama Latin Standar Persyaratan Merek Dagang Produsen Cap Gunung PT Sungai Budi, Pati tapioka Manihot esculenta SNI 01-2997-1996 Agung Lampung, Indonesia CV Palma Eka, Pati sagu Metroxylon sagu SNI 3729-2008 Perahu Layar Selat Panjang, Riau, Indonesia PT Ega Multi Cipta, Pati jagung Zea mays SNI 01-3727-1995 Maizenaku Jakarta Barat, Indonesia PT Budi Makmur Perkasa, Pati beras Oriza sativa SNI 3549-2009 Rose Brand Subang, Jawa Barat, Indonesia Segitiga Biru PT Indofood Sukses Makmur Pati gandum Triticum SNI 3751-2009 Premium Tbk, Jakarta, Indonesia

Gedung 610/611 Kawasan Puspiptek, Kota 2011; Choubane et al. 2015; Berski et al. Tangerang Selatan, Provinsi Banten dari bulan 2018). Berdasarkan penelitian tersebut dipilih Juli sampai dengan Oktober 2018. proses hidrolisis likuifikasi dan sakarifikasi sebagai berikut: pati tapioka, pati sagu, pati Bahan jagung, pati beras, dan pati gandum dicampur Bahan baku pati yang digunakan dengan air Reverse Osmosis (RO) menjadi adalah pati tapioka (Manihot esculenta), pati starch milk dengan kadar 19°Bé. Starch milk sagu (Metroxylon sagu), pati jagung (Zea dikondisikan pada pH 6 dengan penambahan mays), pati beras (Oriza sativa), dan pati larutan NaOH. Proses likuifikasi dilakukan gandum (Triticum). Bahan baku diambil dari dengan enzim Liquozyme Supra 2.2X pada pati komersial dengan merek dagang (Tabel suhu 90°C menjadi glukosa cair. Glukosa cair 1) yang ada di pasaran lokal di Indonesia. hasil likuifikasi dikondisikan menjadi pH 5 Perbandingan karakteristik dari lima jenis pati dengan penambahan larutan HCl. Proses yang digunakan terhadap berbagai sakarifikasi dilakukan dengan enzim Extenda parameter uji SNI dijelaskan pada Tabel 2. Peak 1.5X pada suhu 60°C. Hasil akhir dari Analisis mikroskop ukuran mikrometer proses hidrolisis likuifikasi dan sakarifikasi (µm) dan analisis scanning electron adalah glukosa cair dengan nilai dextrose microscopy (SEM) dilakukan pada bahan baku equivalent dan nilai brix yang tinggi agar pati tapioka, pati sagu, pati jagung, pati beras, dapat dilanjutkan ke proses pemurnian. dan pati gandum untuk mengetahui morfologi bentuk pati yang digunakan (Gambar 1). Ada Pemurnian, kristalisasi, dan pengeringan dua jenis enzim yang digunakan dalam proses Glukosa cair hasil sakarifikasi hidrolisis yaitu Liquozyme Supra 2.2X untuk dicampurkan dengan karbon aktif bentuk proses likuifikasi dan Extenda Peak 1.5X untuk serbuk sebanyak 3% dari berat total larutan proses sakarifikasi. Dua enzim ini berasal dari glukosa cair. Berdasarkan penelitian Bandini PT Novozyme dan karakteristiknya dijelaskan dan Nataloni (2015), hasil campuran glukosa pada Tabel 3. cair dengan karbon aktif disaring Untuk proses pemurnian karbon aktif menggunakan 2 lapis kertas saring. Glukosa digunakan karbon aktif bentuk serbuk dari PT cair hasil pemurnian karbon aktif dan filtrasi Surya Mahakam Agung Chemicals Ind.Co dan dilewatkan secara berurutan pada butiran pemurnian ion exchange digunakan Dowex Dowex Monosphere 550A OH Anion Monosphere 550A OH Anion Exchange Resin Exchange Resin dan Dowex Europe GmbH dan Dowex Europe GmbH Cation Exchange Cation Exchange. Resin dari The Dow Chemical Company. Glukosa cair hasil pemurnian dievaporasi menggunakan rotavapor pada Hidrolisis likuifikasi dan sakarifikasi suhu 60°C hingga mencapai brix 70% dan Proses pembuatan glukosa cair dari dilanjutkan dengan proses kristalisasi. Proses hidrolisis likuifikasi dan sakarifikasi pati- kristalisasi secara umum telah dipelajari patian telah dipelajari sebelumnya (Johnson (Widenski et al. 2011; Frawley et al. 2012; et al. 2009; Silva et al. 2010; Ramos et al. Acevedo dan Nagy 2014; Jha et al. 2017).

186 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Tabel 2. Karakteristik pati tapioka, pati sagu, pati jagung, pati beras, dan pati gandum terhadap berbagai parameter uji di standar persyaratan SNI

Pati Pati Pati Pati Pati Parameter Satuan Persyaratan tapioka sagu jagung beras gandum Karbohidrat % – 86,78 84,03 87,74 77,56 73,98

Energi total kcal / 100 g – 363,00 342,20 358,12 349,52 352,93

Lemak total % – 0,14 0,60 0,60 0,96 1,57

Energi lemak kcal / 100 g – 1,26 5,40 5,40 8,64 14,13

Protein % – 0,26 0,17 0,44 7,66 10,72 Ukuran µm – 4 – 22 10 – 43 3 – 21 6 – 58 11 – 46 granular Lolos ayakan % – 97,7 99,8 96,5 98,1 96,2 mesh no. 80 Kadar air % maks. 12 12,32 15,06 11,10 13,36 13,2

Kadar abu % maks. 0,5 0,15 0,14 0,12 0,46 0,53

Serat kasar % maks. 1,5 0,33 0,52 1,20 –* –*

Kapang koloni g–1 maks. 1 × 104 < 10 3,4 × 105 < 10 3,0 × 102 <10

Angka lempeng koloni g–1 maks. 1 × 106 1,1 × 104 3,0 × 105 30 7,5 × 103 2,5 × 103

Escherichia coli koloni g–1 maks. 10 < 0,3 < 0,3 < 0,3 <0,3 <0,3

Bacillus cereus koloni g–1 maks. 1 × 104 –* –* –* <10 <10 tidak tidak tidak tidak tidak Arsen (As) mg kg–1 maks. 0,5 terdeteksi terdeteksi terdeteksi terdeteksi terdeteksi tidak tidak tidak tidak tidak Raksa (Hg) mg kg–1 maks. 0,05 terdeteksi terdeteksi terdeteksi terdeteksi terdeteksi tidak tidak tidak Tembaga (Cu) mg kg–1 maks. 10 –* –* terdeteksi terdeteksi terdeteksi tidak tidak Kadmium (Cd) mg kg–1 maks. 0,1 –* –* –* terdeteksi terdeteksi tidak tidak tidak tidak tidak Timbal (Pb) mg kg–1 maks. 1 terdeteksi terdeteksi terdeteksi terdeteksi terdeteksi tidak tidak Seng (Zn) mg kg–1 maks. 40 –* –* –* terdeteksi terdeteksi

*tidak dilakukan karena tidak ada di SNI pati terkait

Tabel 3. Karakteristik enzim yang digunakan pada Proses kristalisasi dekstrosa monohidrat proses hidrolisis telah dipelajari oleh peneliti sebelumnya (Markande et al. 2009; Flood dan Srisanga Nama Enzim Aktivitas 2012; Markande et al. 2012a; Markande et al. Liquozyme 2012b; Markande et al. 2013; Langrish et al. α-amilase 319,737 U/ml 2015; Liu et al. 2017), dan modelling proses Supra 2.2X Extenda Peak glukoamilase dan kristalisasi telah dilakukan oleh Peroni et al. 882,5 AGU/g (2010). Berdasarkan jurnal tersebut dipilih 1.5X pullulanase proses kristalisasi selama 24 jam, suhu 40°C, dan penambahan seed sebanyak 5% dan dilanjutkan proses pengeringan dengan menggunakan dekstrosa monohidrat kualitas udara panas bersuhu 50°C. Secara farmasi. Slurry dekstrosa monohidrat dari keseluruhan proses produksi dekstrosa proses kristalisasi dipisahkan dengan mother monohidrat (DMH) kualitas farmasi dijelaskan liquor menggunakan metode sentrifugasi, pada Gambar 2.

187 Dekstrosa Monohidrat Kualitas Farmasi dari Pati Manihot ecsulenta … Kartika et al.

A F

B G

C H

D I

E J

Gambar 1. Gambar tampak produk pati-patian: pati tapioka (A), pati sagu (B), pati jagung (C), pati beras (D), pati gandum (E). Hasil analisis scanning electron microscopy dengan perbesaran 500 kali: pati tapioka (F), pati sagu (G), pati jagung (H), pati beras (I), pati gandum (J)

188 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Gambar 2. Diagram alir proses produksi dekstrosa monohidrat kualitas farmasi

189 Dekstrosa Monohidrat Kualitas Farmasi dari Pati Manihot ecsulenta … Kartika et al.

Analisis hidrolisis dibagi menjadi proses likuifikasi Dextrose equivalent (DE) dianalisis (0−2 jam) dan proses sakarifikasi (2−24 jam). menggunakan metode Luff-Schoorl. Sampel Proses hidrolisis likuifikasi menggunakan DMH dilarutkan hingga konsentrasi 10.000 enzim merek dagang Liquozyme Supra 2.2X ppm menjadi larutan sampel. Larutan sampel yang mengandung α-amilase untuk diambil sebanyak 5 mL, kemudian memotong rantai ikatan 1,4-glikosidik pada ditambahkan 25 mL larutan Luff-Schoorl dan amilosa dan amilopektin yang terkandung 15 mL air reverse osmosis (RO). Larutan pada pati. Indikator proses hidrolisis tersebut dididihkan selama 10 menit, likuifikasi berhasil adalah menghasilkan kemudian didinginkan dalam bak berisi es. glukosa cair dengan nilai DE yang rendah Larutan sampel ditambahkan 15 mL kalium antara 15−25% (Gambar 3), nilai brix > 25% iodida (KI) 20% dan 25 mL asam sulfat (Gambar 4) dan terjadinya perubahan warna (H2SO4) 25% perlahan. Larutan sampel dititar (Gambar 6). Proses hidrolisis likuifikasi secepatnya dengan larutan natrium tiosulfat dilakukan selama 2 jam pada starch milk pentahidrat (Na2S2O3•5H2O) 0,1 N. Larutan tapioka, sagu, jagung, beras, dan gandum sampel ditambahkan amilum 0,5% sebanyak menghasilkan glukosa cair dengan nilai DE 3 tetes. Blanko dikerjakan dengan cara yang masing-masing 23,89%; 17,53%; 21,44%; sama, kemudian dihitung menggunakan 23,70%; dan 23,71% dengan nilai brix rumus berikut: masing-masing 31,9%; 31,5%; 33,7%; 8,8%; dan 18,2%. 푊1 · 퐹푃 Proses hidrolisis sakarifikasi 퐷푒푥푡푟표푠푒 퐸푞푢푖푣푎푙푒푛푡 = · 100% 푊 menggunakan enzim merek dagang Extenda Peak 1.5X yang mengandung Keterangan: glukoamilase dan pullulanase. Penggunaan 푊1 : Glukosa (mg) yang terkandung enzim ini bertujuan untuk memotong rantai untuk volume (mL) Na2S203 yang polisakarida pada amilosa (rantai ikatan 1,4- digunakan glikosidik) dan amilopektin (rantai ikatan 1,4- 퐹푃 : Faktor pengenceran glikosidik dan 1,6-glikosidik) yang terkandung 푊 : Bobot cuplikan (mg) pada glukosa cair hasil proses hidrolisis likuifikasi. Indikator proses hidrolisis Analisis dextrose equivalent sakarifikasi berhasil adalah menghasilkan menggunakan alat High Performance Liquid glukosa sirup dengan nilai DE yang tinggi (> Chromatography (HPLC) mengacu pada 90%) (Gambar 3), nilai brix > 25% (Gambar United Stated Pharmacopeia (USP) untuk 4), dan terjadinya perubahan warna (Gambar mengetahui kemurnian dari nilai 6). Tujuan variasi waktu adalah untuk kromatogram produk dekstrosa monohidrat mendapatkan waktu optimal pada proses (DMH) kualitas farmasi. Metode analisis hidrolisis sakarifikasi. Waktu optimal yang HPLC menggunakan kolom NH2 150 × 4,6 dibutuhkan untuk menghasilkan glukosa cair mm; fase gerak acetonitrile dan H2O (75:25); dengan nilai DE yang tertinggi dari bahan suhu column oven 40°C; serta flow 1 mL per pati tapioka, pati sagu, pati jagung, pati menit. Analisis parameter lain pada bahan beras, dan pati gandum masing-masing baku, tahapan proses, dan produk akhir adalah 18 jam dengan DE 99,32%, 24 jam dekstrosa monohidrat kualitas farmasi dengan DE 98,05%, 22 jam dengan DE berdasarkan standar persyaratan pada 91,83%, 16 jam dengan DE 86,52%, dan 16 Farmakope Indonesia Edisi V dan United jam dengan DE 64,24%. States Pharmacopeia. Gambar 5 menunjukkan glukosa cair dari proses hidrolisis likuifikasi dan HASIL DAN PEMBAHASAN sakarifikasi pada pati beras dan pati gandum yang mengalami proses gelatinisasi Gambar 3 menunjukkan perbandingan (penggumpalan). Glukosa cair dari hasil pergerakan nilai DE dengan waktu proses hidrolisis pati beras dan pati gandum hidrolisis pada starch milk tapioka, sagu, mempunyai nilai DE yang rendah (Gambar jagung, beras, dan gandum. Perhitungan 3), masing-masing hanya 86,52% dan nilai DE pada proses hidrolisis 64,24%, serta mempunyai nilai brix yang menggunakan metode Luff-Schoorl. Proses rendah (Gambar 4) masing-masing hanya

190 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

100

90

80

70 (%) 60

50

40 Pati tapioka Dextrose equivalentDextrose 30 Pati sagu

Pati jagung 20 Pati gandum 10 Pati beras

0 0 5 10 15 20 25

Waktu hidrolisis (jam)

Gambar 3. Grafik perbandingan nilai dextrose equivalent dengan waktu hidrolisis pada pati tapioka, pati sagu, pati jagung, pati beras, dan pati gandum

40

35

30

25

20 Brix (%)Brix

15 Pati tapioka

Pati sagu 10 Pati jagung

5 Pati gandum Pati beras 0 0 5 10 15 20 25

Waktu hidrolisis (jam)

Gambar 4. Grafik perbandingan nilai brix dengan waktu hidrolisis pada pati tapioka, pati sagu, pati jagung, pati beras, dan pati gandum

191 Dekstrosa Monohidrat Kualitas Farmasi dari Pati Manihot ecsulenta … Kartika et al.

8,8% dan 18,1%. Terjadinya proses gelatinisasi dengan nilai DE dan brix yang rendah dikarenakan enzim α-amilase, glukoamilase, dan pullulanase tidak bisa memotong rantai ikatan 1,4-glikosidik dan 1,6-glikosidik pada polisakarida (amilosa dan amilopektin) menjadi monosakarida (dekstrosa) secara menyeluruh pada proses hidrolisis. Oleh karena itu, glukosa cair hasil A B hidrolisis dari pati beras dan pati gandum

tidak dilanjutkan ke proses pemurnian dan Gambar 5. Gambar tampak glukosa cair hasil kristalisasi, karena akan memperberat kerja hidrolisis likuifikasi dan sakarifikasi yang proses pemurnian dan tidak bisa dilakukan mengalami proses gelatinasi: bahan baku proses kristalisasi. Menurut Markande et al. pati beras (A) dan pati gandum (B) (2009) dan Markande et al. (2012a) proses kristalisasi hanya dapat dilakukan pada A glukosa cair dengan nilai DE > 90%. Gambar 6 adalah tampilan starch milk, hasil proses likuifikasi dan sakarifikasi, hasil proses pemurnian karbon aktif dan filtrasi,

serta hasil proses pemurnian ion exchange dari bahan baku pati tapioka, pati sagu, dan pati jagung dalam corning 50 mL. Semua starch milk berwarna putih susu. Proses likuifikasi dan sakarifikasi pada bahan pati tapioka dan pati sagu berwarna masing- masing coklat muda dan coklat tua, sedangkan pada bahan pati jagung

berwarna krem muda. Proses pemurnian B karbon aktif dan filtrasi bertujuan menghilangkan pengotor senyawa warna, pengotor senyawa bau, pengotor organik, dan pengotor anorganik. Proses pemurnian karbon aktif dan filtrasi pada bahan pati tapioka dan pati sagu membuat warna menjadi kuning muda, sedangkan pada bahan pati jagung menjadi warna putih. Berdasarkan penelitian Mostafazadeh et al.

C

A B

Gambar 6. Gambar tampak strach milk, likuifikasi, sakarifikasi, pemurnian karbon aktif, dan Gambar 7. Slurry DMH kualitas farmasi setelah pemurnian ion exchange: pati tapioka (A), proses kristalisasi (A) dan DMH kualitas pati sagu (B), dan pati jagung (C) farmasi dalam Fluidized Bed Dryer (B)

192 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Tabel 4. Dekstrosa monohidrat kualitas farmasi dari bahan baku pati tapioka, pati sagu, dan pati jagung

DMH DMH DMH Parameter Persyaratan Metode pengujian pati tapioka pati sagu pati jagung Deskripsi serbuk kristal, putih, serbuk kristal, serbuk kristal, serbuk kristal, F.I.V dan USP manis putih, manis putih, manis putih, manis Kelarutan mudah larut mudah larut mudah larut mudah larut F.I.V dan USP dalam air dalam air dalam air dalam air Identifikasi positif tembaga positif tembaga positif tembaga positif tembaga F.I.V dan USP (II) tartrat alkali (II) tartrat alkali (II) tartrat alkali (II) tartrat alkali Derajat 0,3 mL NaOH < 0,3 mL NaOH < 0,3 mL NaOH < 0,3 mL NaOH F.I.V asam 0,02 N 0,02 N 0,02 N 0,02 N Kadar air 7,5 – 9,5% 9,54% 9,16% 9,50% Karl Fischer

Kadar abu 0,1% < 0,1% < 0,1% < 0,1% F.I.V sulfat Klorida 0,018% < 0,018% < 0,018% < 0,018% F.I.V

Sulfat 0,025% < 0,025% < 0,025% < 0,025% F.I.V

Tes amilum negatif dalam negatif dalam negatif dalam negatif dalam F.I.V iodin 0,1 N iodin 0,1 N iodin 0,1 N iodin 0,1 N Dextrose ≥ 97,5% 99,20% 100,77% 96,19% Luff-Schoorl equivalent ≥ 97,5% 85,18% 107,23% 97,86% HPLC

Bentuk - monoklinik monoklinik monoklinik mikroskopi kristal

Ukuran - 15 – 120 µm 29 – 111 µm 35 – 205 µm mikroskopi

Dekstrin larut sempurna larut sempurna larut sempurna larut sempurna F.I.V

(2011) dan Chen et al. (2018a) pemurnian ion skala laboratorium (Gambar 7 (B)) pada suhu exchange bertujuan memisahkan dekstrosa 50°C hingga mencapai kadar air 7,5−9,5% dengan gula jenis lain (seperti fruktosa, sesuai persyaratan Farmakope Indonesia maltosa, dan sukrosa), dan menghilangkan Edisi V dan United States Pharmacopeia. senyawa logam pada glukosa cair dari bahan Berdasarkan Zheng et al. (2014) pati tapioka, pati sagu, dan pati jagung dekstrosa monohidrat mempunyai nilai vektor sehingga warna glukosa cair tersebut sumbu primitif a = 8.803 Å, b = 5.085 Å, c = menjadi putih bening. 9.708 Å, α = ɣ = 90.00°, β = 97.67°. Hasil Gambar 7 (A) menunjukkan slurry analisis mikroskopis memperlihatkan dekstrosa monohidrat kualitas farmasi dekstrosa monohidrat kualitas farmasi dari setelah proses kristalisasi pada skala pati tapioka, pati sagu, dan pati jagung laboratorium. Slurry berasal dari proses dengan perbesaran 10× (Gambar 8) kristalisasi glukosa cair yang berada dalam mempunyai morfologi bentuk kristal kondisi supersaturation dari hasil proses monoklinik sesuai dengan bentuk kristal hidrolisis starch milk dan pemurnian. Slurry dekstrosa monohidrat pada penelitian oleh DMH farmasi dari bahan pati tapioka, pati Bosma et al. (2009) dan Trasi et al. (2011). sagu, dan pati jagung mempunyai bentuk dan Menurut El-Yafi dan El-Zein (2015) warna yang sama. Proses pemisahan mother perbedaan ukuran dan morfologi bentuk liquor dari crude DMH farmasi pada slurry kristal bahan baku obat dapat terjadi karena DMH dilakukan secara sentrifugasi. Crude banyak faktor yang berpengaruh pada proses DMH farmasi yang dihasilkan lalu dikeringkan kristalisasinya. Proses kristalisasi dekstrosa menggunakan fluidized bed dryer (FBD) monohidrat kualitas farmasi menghasilkan

193 Dekstrosa Monohidrat Kualitas Farmasi dari Pati Manihot ecsulenta … Kartika et al.

ukuran kristal sebesar 15−120 µm (bahan pati energi ikat antara air (H2O) dengan dekstrosa tapioka), 29−111 µm (bahan pati sagu), dan (C6H12O6) lebih besar dibandingkan 35−205 µm (bahan pati jagung). Gambar 7 antardekstrosa (C6H12O6). Menurut Hartmann (B) dan Gambar 8 menunjukkan bahwa kristal dan Palzer (2011), Zafar et al. (2017), dan dekstrosa monohidrat kualitas farmasi tidak Chen et al. (2018b) terjadinya caking pada mengalami caking (kristal yang bahan material powder dapat menyebabkan menggumpal). Menurut Bosma et al. (2009) perubahan ukuran dan morfologi bentuk serta Momany dan Schnupf (2014), kristal secara menyeluruh sehingga akan berdasarkan pendekatan density functional mempengaruhi nilai parameter uji. theory (DFT) peristiwa caking terjadi karena Berdasarkan hasil percobaan secara keseluruhan, dekstrosa monohidrat kualitas farmasi dapat dibuat dari bahan baku pati A tapioka, pati sagu, dan pati jagung. Tabel 4 menjelaskan perbandingan uji parameter dekstrosa monohidrat kualitas farmasi dari tiga bahan baku pati berdasarkan standar persyaratan Farmakope Indonesia Edisi V dan United States Pharmacopeia. Berdasarkan beberapa uji parameter, dekstrosa monohidrat (DMH) kualitas farmasi dari bahan baku pati tapioka, pati sagu, dan pati jagung memenuhi standar pada parameter deskripsi, kelarutan, identifikasi,

derajat asam, tes amilum, kadar abu sulfat, klorida, dan sulfat. B Berdasarkan parameter kadar air dengan standar persyaratan 7,5−9,5%, DMH farmasi dari pati sagu dan pati jagung memenuhi standar dengan kadar air masing- masing 9,16% dan 9,5% sedangkan DMH farmasi dari pati tapioka belum memenuhi

standar dengan nilai kadar air 9,54%. Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi V parameter DE dekstrosa monohidrat tidak kurang dari 95% dan berdasarkan United States Pharmacopeia kandungan DE tidak kurang dari 97,5%. Pada uji parameter DE

berdasarkan metode Luff-Schoorl DMH C farmasi dari pati tapioka dan pati sagu memenuhi standar dengan DE lebih dari 97,5% yaitu 99,20% dan 100,77%, sedangkan DE DMH farmasi dari pati jagung (96,19%) belum memenuhi standar. Berdasarkan metode HPLC, DE DMH farmasi dari pati sagu dan pati jagung memenuhi standar, yaitu 107,23% dan 97,86%, sedangkan DE DMH farmasi dari pati tapioka (85,18%) belum memenuhi standar. Perbedaan nilai dextrose equivalent pada metode Luff-Schoorl dan metode HPLC

dikarenakan perbedaan teknik pembacaan Gambar 8. Hasil analisis mikroskop dengan data. Metode Luff-Schoorl menghitung perbesaran 10 kali: (A) DMH kualitas semua gula total pada DMH farmasi untuk farmasi dari pati tapioka, (B) DMH kualitas farmasi dari pati sagu, dan (C) DMH monosakarida (dextrose), disakarida kualitas farmasi dari pati jagung (maltose), trisakarida (maltotriose), dan

194 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

oligosakarida sedangkan metode HPLC Badan Standarisasi Nasional (2008) Tepung hanya menghitung nilai gula total sagu, SNI 3729-2008. Badan monosakarida (dextrose). Standarisasi Nasional, Jakarta Badan Standarisasi Nasional (2009) Tepung KESIMPULAN beras, SNI 3549-2009. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta Dari lima bahan baku pati yang Badan Standarisasi Nasional (2009) Tepung digunakan, pati beras, dan pati gandum tidak terigu sebagai bahan makanan, SNI bisa dijadikan bahan baku pembuatan 3751-2009. Badan Standarisasi dekstrosa monohidrat kualitas farmasi karena Nasional, Jakarta mengalami gelatinisasi (penggumpalan) pada Bandini S, Nataloni L (2015) Nanofiltration for proses hidrolisisnya dan mempunyai nilai dextrose recovery from crystallization dextrose equivalent yang rendah, sehingga mother liquors: A feasibility study. Sep tidak bisa dilanjutkan ke proses pemurnian. Purif Technol 139:53–62. doi: Hanya tiga jenis pati yang dapat menjadi 10.1016/j.seppur.2014.10.025 dekstrosa monohidrat kualitas farmasi yakni Berski W, Ziobro R, Witczak M, Gambuś H pati tapioka, pati sagu, dan pati jagung. Dari (2018) The retrogradation kinetics of tiga jenis pati tersebut, pati sagu (Metroxylon starches of different botanivecal origin sagu) merupakan sumber bahan baku terbaik in the presence of glucose syrup. Int J untuk pembuatan dekstrosa monohidrat Biol Macromol 114:1288–1294. doi: kualitas farmasi dengan dextrose equivalent 10.1016/j.ijbiomac.2018.04.019 metode Luff-Schoorl (100,77%) dan metode Bosma WB, Schnupf U, Willett JL, Momany HPLC (107,23%), kadar air 9,16% serta FA (2009) Density functional study of memenuhi parameter lain sesuai standar the infrared spectrum of glucose and persyaratan Farmakope Indonesia Edisi V glucose monohydrates in the OH dan United States Pharmacopeia. Pati sagu stretch . J Mol Struct sangat potensial dikembangkan sebagai THEOCHEM 905:59–69. doi: bahan baku lokal untuk diproduksi menjadi 10.1016/j.theochem.2009.03.013 dekstrosa monohidrat kualitas farmasi Chen K, Luo G, Lei Z, Zhang Z, Zhang S, menggantikan produk impor. Chen J (2018a) Chromatographic separation of glucose, xylose and UCAPAN TERIMA KASIH arabinose from lignocellulosic hydrolysates using cation exchange Terima kasih kepada Kementerian resin. Sep Purif Technol 195:288–294. Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi doi: 10.1016/j.seppur.2017.12.030 yang telah mendanai kegiatan ini melalui Chen M, Wu S, Xu S, Yu B, Shilbayeh M, Liu Program Insentif Sistem Inovasi Nasional Y, Zhu X, Wang J, Gong J (2018b) (Insinas) tahun 2018 nomor Caking of crystals: Characterization, mechanisms and prevention. Powder 13/E/KPT/2018. Technol 337:51–67. doi:

10.1016/j.powtec.2017.04.052 DAFTAR PUSTAKA Choubane S, Khelil O, Cheba BA (2015)

Bacillus sp. R2 and Bacillus cereus Acevedo D, Nagy ZK (2014) Systematic immobilized amylases for glucose syrup classification of unseeded batch production. Procedia Technol 19:972– crystallization systems for achievable 979. doi: 10.1016/j.protcy.2015.02.139 shape and size analysis. J Cryst Growth El-Yafi AKEZ, El-Zein H (2014) Technical 394:97–105. doi: crystallization for application in 10.1016/j.jcrysgro.2014.02.024 pharmaceutical material engineering: Badan Standarisasi Nasional (1995) Tepung Review article. Asian J Pharm Sci jagung, SNI 01-3727-1995. Badan 10:283–291. doi: Standarisasi Nasional, Jakarta 10.1016/j.ajps.2015.03.003 Badan Standarisasi Nasional (1996) Tepung Flood AE, Srisanga S (2012) An improved tapioka, SNI 01-2997-1996. Badan model of the seeded batch Standarisasi Nasional, Jakarta crystallization of glucose monohydrate

195 Dekstrosa Monohidrat Kualitas Farmasi dari Pati Manihot ecsulenta … Kartika et al.

from aqueous solutions. J Food Eng 90:406–412. doi: 109:209–217. doi: 10.1016/j.fbp.2011.11.010 10.1016/j.jfoodeng.2011.09.035 Markande A, Nezzal A, Fitzpatrick J, Aerts L, Frawley PJ, Mitchell NA, Ó’Ciardhá CT, Redl A (2012b) Influence of impurities Hutton KW (2012) The effects of on the crystallization of dextrose supersaturation, temperature, agitation monohydrate. J Cryst Growth 353:145– and seed surface area on the 151. doi: secondary nucleation of paracetamol in 10.1016/j.jcrysgro.2012.04.021 ethanol solutions. Chem Eng Sci Markande A, Fitzpatrick J, Nezzal A, Aerts L, 75:183–197. doi: Redl A (2013) Application of in-line 10.1016/j.ces.2012.03.041 monitoring for aiding interpretation and Hartmann M, Palzer S (2011) Caking of control of dextrose monohydrate amorphous powdersꟷMaterial aspects, crystallization. J Food Eng 114:8–13. modelling and applications. Powder doi: 10.1016/j.jfoodeng.2012.07.029 Technol 206:112–121. doi: Momany F, Schnupf U (2014) DFT 10.1016/j.powtec.2010.04.014 optimization and DFT-MD studies of Jha SK, Karthika S, Radhakrishnan TK glucose, ten explicit water molecules (2017) Modelling and control of enclosed by an implicit solvent, crystallization process. Resour Technol COSMO. Comput Theor Chem 3:94–100. doi: 1029:57–67. doi: 10.1016/j.reffit.2017.01.002 10.1016/j.comptc.2013.12.007 Johnson R, Padmaja G, Moorthy SN (2009) Mostafazadeh AK, Sarshar M, Javadian S, Comparative production of glucose and Zarefard MR, Amirifard Haghighi Z high fructose syrup from cassava and (2011) Separation of fructose and sweet potato roots by direct conversion glucose from date syrup using resin techniques. Innov Food Sci Emerg chromatographic method: Experimental Technol 10:616–620. doi: data and mathematical modeling. Sep 10.1016/j.ifset.2009.04.001 Purif Technol 79:72–78. doi: Kementerian Kesehatan (2014) Farmakope 10.1016/j.seppur.2011.03.014 Indonesia Edisi V. Kementerian Peroni CV, Parisi M, Chianese A (2010) Kesehatan Republik Indonesia, Hybrid modelling and self-learning Jakarta, hal 289–290 system for dextrose crystallization Langrish TAG, Wang E, Das D (2015) Solid- process. Chem Eng Res Des 88:1653– phase crystal growth kinetics of spray- 1658. doi: 10.1016/j.cherd.2010.01.038 dried glucose powders. Food Bioprod Ramos JET, Duarte TC, Rodrigues AKO, Process 93:58–68. doi: Silva IJ, Cavalcante CL, Azevedo DCS 10.1016/j.fbp.2013.11.003 (2011) On the production of glucose Liu T, Huo Y, Ma CY, Wang XZ (2017) and fructose syrups from cashew apple Sparsity-based image monitoring of juice derivatives. J Food Eng 102:355– crystal size distribution during 360. doi: crystallization. J Cryst Growth 469:160– 10.1016/j.jfoodeng.2010.09.013 167. doi: Silva R do N, Quintino FP, Monteiro VN, 10.1016/j.jcrysgro.2016.09.040 Asquieri ER (2010) Production of Markande A, Nezzal A, Fitzpatrick JJ, Aerts L glucose and fructose syrups from (2009) Investigation of the cassava (Manihot esculenta Crantz) crystallization kinetics of dextrose starch using enzymes produced by monohydrate using in situ particle size microorganisms isolated from Brazilian and supersaturation monitoring. Part Cerrado soil. Food Sci Technol 30:213– Sci Technol 27:373–388. doi: 217. doi: 10.1590/s0101- 10.1080/02726350902994050 20612010005000011 Markande A, Fitzpatrick J, Nezzal A, Aerts L, Trasi NS, Boerrigter SXM, Byrn SR, Carvajal Redl A (2012a) Effect of initial dextrose TM (2011) Investigating the effect of concentration, seeding and cooling dehydration conditions on the profile on the crystallization of dextrose compactability of glucose. Int J Pharm monohydrate. Food Bioprod Process 406:55–61. doi:

196 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

10.1016/j.ijpharm.2010.12.042 Zafar U, Vivacqua V, Calvert G, Ghadiri M, USP (2016) Second Supplement to USP 39 - Cleaver JAS (2017) A review of bulk NF 34. The United States powder caking. Powder Technol Pharmacopeial Convention, Rockville 313:389–401. doi: (MD) 10.1016/j.powtec.2017.02.024 Widenski DJ, Abbas A, Romagnoli JA (2011) Zheng ZP, Fan WH, Li H, Tang J (2014) A model-based nucleation study of the Terahertz spectral investigation of combined effect of seed properties and anhydrous and monohydrated glucose cooling rate in cooling crystallization. using terahertz spectroscopy and solid- Comput Chem Eng 35:2696–2705. doi: state theory. J Mol Spectrosc 296:9–13. 10.1016/j.compchemeng.2010.11.002 doi: 10.1016/j.jms.2013.12.002

197 VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548–611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal:http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

IDENTIFIKASI BAKTERI PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT PURPLE SYNDROME PADA KARANG FUNGIA DI PULAU HARI SULAWESI TENGGARA

Identification of Pathogenic Bacteria as Purple Syndrome Causative Agent in Fungia Corals on Hari Island, Southeast Sulawesi

Ratna Diyah Palupi, Baru Sadarun, Paiga Hanurin Sawonua* Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu, Kendari 93232 *Email: [email protected]

ABSTRACT Nowadays coral disease is one of the causes of damage to coral reefs in Indonesia. Causative agents were found for some types of coral disease. This study aims to identify the type of pathogenic bacteria that cause purple syndrome which attacks Fungia corals. The study was conducted using descriptive exploratory methods. Corals infected with purple syndrome were collected on Pulau Hari, Southeast Sulawesi, through scuba diving. Then, microbiological analysis was carried out which included isolation using the scatter method, purification using a scratch method, a challenge test (antagonistic), a Koch Postulate test, and DNA analysis of putative bacterial isolates. Results showed that 5 bacterial isolates lived in symbiosis with the corals infected with purple syndrome (PSMH1, PSMH2, PSMH3, PSMH4, and PSMH5). Based on the Koch postulate test, 2 bacterial isolates which were pathogenic were obtained, namely PSHM2 and PSHM4 isolates. These bacteria infected the test corals with the characteristics of coral skeleton damage and coral bleaching (dead). Based on biomolecular testing, the two isolates were members of Enterobacter cloacae with a 99% similarity level.

Keywords: Coral disease, Enterobacter cloacae, Fungia coral, Hari island, Purple syndrome

ABSTRAK Saat ini penyakit karang menjadi salah satu penyebab kerusakan terumbu karang di Indonesia. Penyebab pembawa untuk beberapa jenis penyakit karang sudah ditemukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis bakteri patogen penyebab penyakit purple syndrome yang menyerang karang Fungia. Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif eksploratif. Sampel karang yang terinfeksi purple syndrome diambil di Pulau Hari, Sulawesi Tenggara, melalui scuba diving. Selanjutnya, analisis mikrobiologi dilakukan yang meliputi isolasi menggunakan metode sebar, purifikasi menggunakan metode gores, uji tantang (antagonistik), uji Postulat Koch, dan analisa DNA isolat bakteri yang diduga bersifat patogen. Hasil penelitian menemukan 5 isolat bakteri yang bersimbiosis dengan karang yang terinfeksi penyakit purple syndrome (PSMH1, PSMH2, PSMH3, PSMH4, dan PSMH5). Berdasarkan uji postulat Koch, 2 isolat bakteri yang bersifat patogen didapatkan, yaitu isolat PSHM2 dan PSHM4. Bakteri tersebut menginfeksi karang uji dengan ciri kerusakan skeleton karang dan pemutihan karang (mati). Berdasarkan uji biomolekuler kedua isolat tersebut merupakan anggota Enterobacter cloacae dengan tingkat kemiripan 99%.

Kata Kunci: Enterobacter cloacae, karang Fungia, penyakit Karang, pulau Hari, Purple syndrome

Received: 20 December 2018 Accepted: 20 September 2019 Published: 13 December 2019

198 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

PENDAHULUAN Banyak faktor yang dapat memicu keberadaan bakteri patogen yang Ekosistem terumbu karang merupakan bersimbiosis dengan hewan karang. Faktor ekosistem yang memiliki tingkat asosiasi tersebut antara lain faktor lingkungan paling kompleks diantara dua ekosistem (kenaikan suhu, pengkayaan nutrien, polusi lainnya, yaitu padang lamun dan hutan dari sampah plastik, limbah industri, maupun mangrove. Beberapa hewan, baik itu hewan limbah rumah tangga), keberadaan bakteri di tingkat rendah maupun tingkat tinggi perairan laut, serta imunitas dari biota karang berinteraksi membentuk sebuah ekosistem dalam menghadapi serangan patogenitas yang stabil dan seimbang. Akan tetapi jika bakteri (Randall et al, 2016; Chávez et al., ekosistem biota karang tersebut mengalami 2018). Salah satu mikroorganisme yang telah ketidakseimbangan maka dapat menurunkan diidentifikasi sebagai penyebab penyakit kualitas sumber daya yang ada pada habitat karang pada pertumbuhan karang jenis tersebut. Terumbu karang merupakan rumah Fungia, yaitu Rhytisma acernium yang bagi hewan-hewan laut yang secara ekonomi diisolasi dari karang yang terinfeksi penyakit bernilai tinggi. Kerusakan pada terumbu karang dark spot disease (Sweet et al. 2013). tersebut menyebabkan kehidupan biota laut Mikroorganisme dalam bentuk virus juga ikut terganggu. Salah satu kerusakan yang diketahui memiliki peran menyebabkan dapat terjadi pada hewan karang adalah penyakit white plague (Soffer et al. 2013). penyakit karang yang ditimbulkan oleh Beberapa jenis penyakit tersebut mikroorganisme, baik itu bakteri, virus, maupun disebabkan oleh bakteri yang bersifat jamur (de Castro et al. 2010). patogen yang bersimbiosis di dalam jaringan Selama ini sebagian besar kerusakan karang. Carter (2013) menyebutkan bahwa terumbu karang disebabkan oleh faktor selain algae hijau zooxanthelae, biota antropogenik yang didominasi oleh kegiatan karang juga bersimbiosis dengan bakteri perikanan yang tidak ramah lingkungan (bom, yang terdapat di dalam jaringan tubuhnya bius, serta metode penangkapan ikan yang maupun pada lingkungan perairan. Lebih salah). Timbulnya penyakit karang juga harus dari 10.000 jenis bakteri diketahui diwaspadai sebagai penyebab kerusakan bersimbiosis dalam sedimen, terumbu, terumbu karang pada suatu perairan dan maupun di dalam jaringan karang itu sendiri harus diwaspadai sebagai sumber degradasi (coral tissue) (Carter 2013). Sebagai contoh terumbu karang (Sabdono et al. 2014; bakteri Alteromanadaceae, Amoebophilus, Kellogg et al. 2014; Randal et al. 2016). Endozoicomonas, Flavobacteriaceae, Beberapa peneliti menemukan bahwa Cryomorphaceae, dan Methylobacteriaceae prevalensi penyakit karang di perairan bersimbiois pada mucus, dan skeleton Indonesia sudah menunjukkan pada tingkat karang (Pollock et al. 2018). Jenis bakteri mengkhawatirkan. Penelitian Abrar et al. tersebut dapat bersifat menguntungkan (2012) di Perairan Lembata NTT maupun merugikan. Bakteri yang merugikan menyebutkan nilai prevalensi penyakit dan inilah yang bersifat patogen dan gangguan kesehatan karang sampai dengan menyebabkan penyakit pada karang. 42%. Lebih lanjut Palupi et al. (2018) dalam Sebagai contoh, bakteri jenis Myroides penelitiannya di Perairan Kessilampe, odoratimimus, Bacillus algicola, dan Marine Kendari, Sulawesi Tenggara menunjukkan Alcaligenaceae bacterium merupakan bahwa nilai prevalensi penyakit karang sudah bakteri penyebab penyakit black band (BBD) mengkhawatirkan, yaitu sebesar 15% dan pada karang Acropora di Karimun Jawa gangguan kesehatan karang sebesar 14%. Jawa Tengah (Sabdono et al. 2015). Bahkan hasil penelitian Sabdono et al. (2015) Penyakit purple syndrome (PS) pada menyebutkan bahwa prevalensi penyakit biota karang sangat jarang ditemukan karang di perairan Pulau Panjang, Jepara kasusnya di dunia. Kasus infeksi penyakit Jawa Tengah telah mencapai 74,37%. karang PS pernah ditemukan di perairan Penyakit karang di Florida Amerika Serikat Pulau Panjang, Jepara Jawa Tengah sudah menjadi perhatian utama para peneliti dengan nilai prevalensi penyakit sebesar dimana mikroorganisme patogen menjadi 23% (Sawonua 2016). PS diidentifikasi penyebab utama degradasi terumbu karang secara morfologi sebagai bercak tidak di perairan tersebut (Kellogg et al. 2014). beraturan berwarna ungu pada skeleton

199 Identifikasi Bakteri Patogen Penyebab Penyakit Purple Syndrome.... Palupi et al.

karang. Beberapa peneliti menyebutkan BAHAN DAN METODE kemiripan penampakan antara PS dengan dark spot syndrom (Randall et al. 2016). Waktu dan lokasi penelitian Lebih lanjut Randall et al. (2016) Penelitian ini dilaksanakan dalam dua mengemukakan dark spot syndrome tahap, yaitu pengambilan sampel karang dicirikan dengan luka berupa bercak Fungia curvata di perairan Pulau Hari berwarna ungu sampai dengan kecoklatan Sulawesi Tenggara pada bulan Mei 2017 dan hilangnya jaringan karang. Kedua (Gambar 1). Tahap kedua yaitu sampel penyakit tersebut sampai saat ini belum karang dianalisis secara mikrobiologi selama diketahui agen penyebabnya apakah 4 bulan (Juni−September 2017) di dikarenakan mikroorganisme ataukah Laboratorium Pengujian Fakultas Perikanan karena stress pada karang (Kellogg et al. dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo, 2014). Penamaan dalam suatu penyakit Kendari, Sulawesi Tenggara. karang biasanya merujuk pada beberapa hal, seperti nama itu diberikan berdasarkan Alat dan bahan pengamatan tunggal (single observation). Alat dan bahan dalam penelitian ini Sebagai contoh penyakit white blotch, yellow dikategorikan menjadi alat dalam blotch, white syndrome, black and purple pengambilan sampel di lapangan serta alat spots, atau yellow to white spots. Selain itu dan bahan dalam analisis labolatorium. penamaan penyakit juga dapat berdasarkan Pengambilan sampel karang dilakukan tanda-tanda visual yang nampak pada dengan menggunakan alat scuba diving, karang yang terinfeksi penyakit seperti pada Gobal Positioning System (GPS), kamera white band disease, black band disease, dan bawah air, plastik sampel, dan cool box. Alat yellow band disease. Penelitian ini bertujuan labolatorium yang digunakan untuk kultur untuk mengidentifikasi jenis bakteri patogen bakteri berupa autoclave, cawan petri, tabung penyebab penyakit PS pada karang Fungia reaksi, vortex. Uji antagonistik menggunakan curvata. alat shaker dan cawan petri untuk melakukan

Gambar 1. Peta pengambilan sampel karang Fungia

200 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

pengujian. Uji Postulat Koch menggunakan dengan menggerus sampel jaringan karang akuarium (6 × 30 × 35 cm) dan syringe untuk yang terinfeksi dengan menggunakan mortal menyuntik bakteri ke jaringan karang. PCR steril. Selanjutnya sampel diambil sebanyak menggunakan Elfor (Clever Scientific, 1g dan diencerkan dengan menggunakan Thermal Cycler T100 Biorad), Uvi-doc media air laut steril. Pengenceran dilakukan 5 (Cambridge Uvi-doc). Bahan yang digunakan kali (10−1−10−5). Selanjutnya penanaman untuk membuat media bakteri air laut yaitu bakteri menggunakan 3 pengenceran terakhir media Zobell yang terdiri dari Agar HIMEDIA (10−3, 10−4, dan 10−5). Setiap seri GRM026, Pepton OXOID LP0034, dan Yeast pengenceran tersebut diambil 35 μL sampel OXOID LP0034. Bahan untuk PCR agarose menggunakan mikropipet dan disebarkan ke (Biorad 1%) dan buffer TBE (Biorad). Sampel dalam media half strength Zobell padat. karang uji yang digunakan dari jenis Fungia Selanjutkan diratakan menggunakan curvata. spreader dan diinkubasi selama minimal 2 × 24 jam pada suhu ruang (25−27ºC). Metode Pengamatan terhadap koloni bakteri yang Metode penelitian menggunakan tumbuh dicatat dari segi bentuk, warna, deskriptif eksploratif yang terdiri dari dua pinggiran, dan jumlah koloni sebelum tahap. Tahap pertama dilakukan di perairan dilakukan pemurnian (purifikasi). laut yang bertujuan untuk mengambil sampel Tahapan kedua adalah purifikasi atau karang terinfeksi PS. Tahap kedua adalah pemurnian bakteri. Tahapan ini bertujuan analisis laboratorium yang terdiri dari isolasi, untuk mendapatkan kultur murni dari bakteri purifikasi, uji antagonistik, serta uji Postulat karang. Metode yang digunakan untuk Koch. Hasil dari uji Postulat Koch selanjutnya purifikasi adalah metode goresan (streak dilakukan uji biomolekuler untuk mengetahui method) (Sabdono 2009). Masing-masing jenis bakteri sampai dengan ke tingkat bakteri yang tumbuh dari koloni berbeda spesies. dikultur kembali dengan cara digores zig-zag sampai muncul satu warna (warna yang Pengambilan sampel karang sama dengan koloni asal). Biakan bakteri Tahapan pertama bertujuan untuk yang sudah murni selanjutnya dikultur dalam pengambilan sampel jaringan karang media cawan dan media miring dalam tabung berpenyakit atau karang yang sudah reaksi. Fungsi penanaman pada media miring terinfeksi penyakit PS. Sampel karang Fungia adalah untuk mencegah kontaminasi dan diambil di Perairan Pulau Hari Sulawesi dapat digunakan untuk uji selanjutnya. Tenggara dengan bantuan scuba diving. Pengambilan karang dilakukan dengan Uji tantang dan Postulat Koch metode koleksi bebas pada kedalaman Sebelum dilakukan uji Postulat Koch, kurang lebih 7 m. Sampel karang terinfeksi terlebih dahulu dilakukan uji tantang penyakit PS diambil dengan lebar sekitar 5 (antagonistik) antara masing-masing jenis cm atau satu individu karang (Gambar 2). isolat yang didapatkan pada karang terinfeksi Perlakuan karang sebelum dianalisis penyakit PS. Metode yang digunakan dalam laboratorium adalah dimasukkan ke dalam plastik sampel yang berisi air laut, selanjutnya dimasukkan kedalam cool box yang telah berisi es batu. Tujuannya adalah untuk melemahkan biota karang (pingsan) sehingga biota karang tidak mengalami stress selama perjalanan.

Isolasi dan purifikasi Tahapan selanjutnya adalah isolasi atau penanaman bakteri pada media agar. Metode yang digunakan dalam isolasi bakteri adalah metode sebar (spread method) dengan menggunakan alat spreader Gambar 2. Foto karang sehat Fungia curvata di Pulau (Sabdono 2009). Isolasi bakteri dilakukan Hari

201 Identifikasi Bakteri Patogen Penyebab Penyakit Purple Syndrome.... Palupi et al.

uji ini adalah overlay atau uji secara kualitatif Semarang. Sedangkan uji sekuensing melalui pengamatan kemunculan zona dilakukan oleh pihak ketiga, yaitu PT hambat atau bening. Uji ini bertujuan untuk Genetika Science, Jakarta dan 1st Base, mengetahui antagonistik antara isolat satu Malaysia. Hasil sekuensing dianalisis dengan isolat lainnya yang berguna untuk menggunakan Basic Local Alignment Search membuat bakteri konsorsium. Jika terdapat Total (Blast) Homologi. Pohon filogenetik zona hambat atau zona bening, maka bakteri menggunakan software Molecular tersebut tidak dapat dikonsorsium atau Evolusionary Genetics Analysis (MEGA), digabungkan pada saat uji Postulat Koch Clustal X, dan BioEdit. karena bakteri tersebut akan saling melemahkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Postulat Koch dilakukan dengan metode syringe ex situ (dilakukan di Secara umum tipe terumbu karang di laboratorium). Uji ini dilakukan dengan cara perairan Pulau Hari adalah karang tepi mengkultur isolat bakteri konsorsium ke (fringing reef). Pulau tidak berpenghuni ini dalam media cair, kemudian diinokulasikan masuk dalam Kawasan Konservasi Perairan atau disuntikkan ke jaringan karang sehat Daerah (KKPD) yang ditetapkan sejak Tahun (Fungia) yang diletakkan dalam akuarium. 2017, yaitu masuk dalam KKPD Teluk Karang uji berasal dari tempat yang sama Starling. Sampai dengan Tahun 2016 (Pulau Hari) dengan jenis yang sama pula persentase tutupan karang hidup di pulau dari karang yang terinfeksi. Perlakuan tersebut sebesar 49% ± 6.35% atau masuk dilakukan dengan dua kali ulangan dari dalam kondisi sedang (Sartin et al. 2016). masing-masing penyakit. Selanjutnya Salah satu jenis karang yang melimpah di dilakukan pengamatan terhadap karang uji pulau ini adalah karang Fungia dengan selama kurang lebih 7 × 24 jam. Jika terdapat bentuk pertumbuhan coral mushroom (CMR) tanda-tanda penyakit PS maka bakteri (Gambar 2). Karang dengan bentuk tersebut positif bersifat patogen atau sebagai pertumbuhan jamur (mushroom) merupakan penyebab penyakit dan dapat ditingkatkan karang soliter yang dapat ditemukan hampir untuk uji selanjutnya. merata di spot diving Pulau Hari dengan distribusi sampai kedalaman 8 m. Selain Sekuensing bakteri CMR, bentuk pertumbuhan karang yang Sebelum dilakukan uji sekuensing ditemukan di perairan Pulau Hari meliputi terhadap bakteri positif patogen, terlebih acropora branching (ACB), coral massive dahulu dilakukan serangkaian analisis untuk (CM), coral foliose (CF), coral submassive pemurnian DNA. Uji tersebut berupa (CSM), dan coral encrusting (CE) (Fauzan ekstraksi DNA untuk pemurnian DNA 2014). bakteri, Polimerase Chain Reaction (PCR) Penyakit karang karena infeksi untuk memperbanyak (amplification) DNA mikroorganisme sudah menjadi perhatian invitro secara enzimatis, dan elektroforesis dalam pengelolaan ekosistem terumbu untuk visualisasi band hasil PCR. Ekstraksi karang. Salah satu hal yang DNA menggunakan metode Chelex 100 mengkhawatirkan adalah adanya (Walsh et al. 2013). PCR menggunakan menyebaran infeksi bakteri oleh hewan- universal primer 27F hewan pemakan karang (corallivorous) (5’AGAGTTTGATCMTGGCTCAG−3) dan 1492R khususnya pada ikan karang sebagai (5’TACGGTTAACCTTGTTACGACTT) dengan penyebab penyebaran inveksi ke karang komposisi mix PCR menggunakan sehat (Raymundo et al. 2009). Sebagai GoTaq®Green Mix Promega (25 µL). contoh ikan kakatua, siput drupella, maupun Protokol amplifikasi PCR berdasarkan Lee at ikan kepe-kepe. Lebih lanjut Chong-Seng et al. (2007). Sekuensing DNA dengan al. (2011) menjelaskan kontribusi ikan menggunakan Big Dye Terminator v3.1 dan pemakan karang ini dapat menyebarkan menggunakan ABI 3130 XL, sedangkan penyakit melalui gigitan karang yang analisis sekuensing sampel menggunakan terinveksi bakteri patogen. Apabila Ikan Applied Biosystem. tersebut memakan jaringan karang sehat Analisis ini dilakukan di Labolatorium akhirnya bisa terkena inveksi bakteri dan Bioteknologi Laut Tropis FPIK Undip, menyebabkan penyakit karang. Hal lain yang

202 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Tabel1. Hasil identifikasi morfologi koloni bakteri yang terinfeksi dengan kode isolat PSMH1, bersimbiosis pada karang terinfeksi purple PSMH2, PSMH3, PSMH4, dan PSMH5 syndrome (PS) pada karang Fungia curvata . (Gambar 4). Identifikasi visual dari bakteri ini dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Kode Morfologi No. Tabel 1 dapat dilihat identifikasi berdasarkan Isolat Warna Bentuk Elevasi warna cenderung hampir sama, yaitu 1 PSMH1 putih lonjong berinti berwarna putih sedangkan berdasarkan tak 2 PSMH2 putih berinti elevasi hampir semua isolat berinti (1 isolat beraturan 3 PSMH3 putih bundar berinti A 4 PSMH4 orange bundar berinti kream- 5 PSMH5 lonjong tak berinti orange

Keterangan: PS (purple syndrome); M (bentuk pertumbuhan karang); H (Pulau Hari); 1,2,3, 4 dan 5 (kode isolat) perlu diwaspadai adalah fenomena bleaching atau pemutihan karang akibat kenaikan temperatur. Penelitian Miller et al. (2009) di Pulau Virgin Amerika Serikat menyatakan bahwa terdapat kecenderungan munculnya penyakit karang setelah kejadian coral bleaching. Karang Fungia yang terinfeksi PS dalam penelitian ini diambil di laut pada kedalaman 7 m. Penyakit PS ini dapat diidentifikasi secara visual dengan gejala terdapat bercak B berwarna ungu berupa lesi pada karang yang terinfeksi (Gambar 3). Berdasarkan hasil isolasi dan purifikasi didapatkan 5 (lima) isolat bakteri yang berasosiasi dengan karang

Gambar 3. Contoh jaringan karang Fungia yang Gambar 4. Isolat murni dari bakteri simbion karang terinfeksi penyakit Purple Syndrome terinfeksi PS dalam media cawan (A) dan (lingkaran merah) di Pulau Hari media miring (B)

203 Identifikasi Bakteri Patogen Penyebab Penyakit Purple Syndrome.... Palupi et al.

Tabel 2. Hasil sekuensing DNA bakteri patogen PS . Pajang Nukleotida Accession Number No Kode Isolat Kekerabatan Terdekat (sp) Similarity (bp) (BLAST)

Enterobacter cloacae subsp. 1 MH2/ PSMH2 1387 99% NR_044978 dissolvens strain LMG 2683

Enterobacter cloacae subsp. 2 MH4/ PSMH4 1388 99% NR_044978 dissolvens strain ATCC 23733

A

B

Gambar 5. Uji tantang antar bakteri pada karang terifeksi purple syndrome

204 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

tidak mempunyai inti). Kelima kode bakteri ini koloni bakteri yang ditanam (Gambar 5b). merupakan koloni murni dan masih belum Sebaliknya kode isolat PSMH2, PSMH4, dan diketahui jenis patogenitasnya positif atau PSMH5 merupakan bakteri yang tidak dapat negatif. Hasil isolasi dan purifikasi bakteri dikonsorsium. Hal tersebut ditandai dengan yang terinfeksi ini lebih sedikit jika dibanding adanya kemunculan zona bening disekitar dengan penelitian Sawonua (2016) di Pulau koloni bakteri yang ditanam (Gambar 5a). Panjang, Jepara Jawa Tengah dengan jenis Berdasarkan uji Postulat Koch dari penyakit yellow blotch yaitu 8 isolat. kelima jenis bakteri didapatkan 2 jenis isolat Selain zooxanthellae, mikroorganisme yang berpotensi patogen, yaitu kode isolat jenis bakteri laut dapat bersimbiosis dengan PSMH2 dan PSMH4. Hal ini diketahui pada biota karang. Mikroorganisme ini hidup dalam akhir uji Postulat Koch, yaitu karang uji jaringan mucus, jaringan dalam (indodermis), mengalami kematian dengan tanda-tanda sampai dengan hidup dalam terumbu biota visual menunjukkan gejala PS (Gambar 6). karang (Ayuningrum et al. 2017). Lebih lanjut Berdasarkan gambar tersebut tampak karang dijelaskan bahwa diantara ketiga tempat Fungia sudah memutih dan kehilangan tersebut, simbion bakteri banyak terdapat skeleton jaringan karangnya. Gambar dalam jaringan mucus karang. Hal ini tersebut merupakan pengamatan hari ke-14 dikarenakan jaringan mucus atau jaringan setelah karang diinjeksi bakteri. lendir banyak mengandung Selanjutnya dua isolate bakteri yang mucopolysaccharide yang merupakan nutrisi berpotensi patogen (PSMH2 dan PSMH4) bagi bakteri. dilakukan uji biomolekuler. Visualisasi Berdasarkan uji antagonistik, 2 isolat elektroforesis dari ekstraksi DNA bakteri bakteri dapat dikonsorsium yaitu kode isolat pathogen PS dengan kode isolat MH2 untuk PSMH1 dan PSMH3. Identifikasi bakteri ini PSMH2, dan MH4 untuk PSMH4 dapat dilihat adalah tidak terdapat zona bening disekitar pada Gambar 7. Berdasarkan gambar tersebut diketahui ketebalan band yang bisa dilakukan sekuensing berada pada 1500 bp. A

B

Gambar 6. Hasil Uji Postulat Koch. Karang yang Gambar 7. Visualisasi band DNA bakteri pathogen terinveksi PS: PSMH4 (A) dan PSMH2 (B) purple syndrome

205 Identifikasi Bakteri Patogen Penyebab Penyakit Purple Syndrome.... Palupi et al.

Selanjutnya hasil sekuen DNA anggota dari Family Enterobacteriaceae diperbandingkan dengan menggunakan merupakan bakteri gram negatif, melakukan pustaka sekuen bakteri yang tersimpan pergerakan dengan flagellata, dan hidup dalam database GenBank. Hasil analisis optimum pada suhu 37ºC, meskipun ada juga BLAST dan pohon filogenetik menunjukkani beberapa spesies yang hidup pada suhu 25 − solat PSMH2 dan PSMH4 adalah anggota 30ºC. Bakteri jenis Enterobacter cloacae strain Enterobacter cloacae (accession banyak tersebar di alam, hidup dalam tanah, number GenBank NR_044978) dengan air, maupun dalam tubuh manusia dan hewan tingkat kekerabatan sebesar 99% (Tabel 2 (PHE, 2015). Penelitian yang relevan dan Gambar 8). dilakukan oleh Babu et al. (2004) dan Iyer et Bakteri jenis Enterobacter cloacae al. (2005) dengan bakteri jenis yang sama merupakan spesies dari Family (Enterobacter cloacae) bersimbiosis pada Enterobacteriaceae. Anggota Family ini terdiri karang Acropora sp. di Teluk Mannar India dari 53 genera dan lebih dari 170 jenis dan ditemukan pada sedimen laut di pantai spesies (PHE, 2015). Sebagian besar Gujarat India. Lebih l anjut penelitian

Gambar 8. Pohon filogenetik dari isolat PSHM2 dan PSHM4

206 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Ayuningrum et al. (2017) mengungkapkan Enterobacter cloacae dengan tingkat bakteri genus Enterobacter sp. Merupakan kekerabatan sebesar 99% dengan kode jenisbakteri multi-drug resistant (MDR), yaitu isolate PSMH2 dan PSMH4. penyebab kematian beberapa kasus di Indonesia. Penelitian Poopathi et al. (2013) UCAPAN TERIMA KASIH yang dilakukan pada sedimen laut menunjukkan strain dari Enterobacter Penulis menyampaikan terimakasih cloacae VCRC-B519 memiliki potensi dalam kepada DRPM Direktorat Jenderal mensintesis protein dan menghasilkan toksin. Penguatan Riset dan Pengembangan Lebih lanjut Arulazhagan et al. (2010) Kemenristek Dikti RI atas hibah penelitian dalam penelitiannya mengisolasi bakteri dari produk terapan dengan nomor kontrak lingkungan laut menyebutkan bahwa bakteri 065/ADD/SP2H/LT/DRPM/VIII/2017. jenis Enterobacter cloacae mengandung Terimakasih kepada Tim Pulau Hari senyawa organic polycyclic aromatic (Risfandi, MM; Rahmadani, M.Si; Adha hydrocarbons dan bersifat halotoleran atau Muhammad, S.Si; dan Aci Alamin, S.Si). Tim bakteri yang dapat mentoleransi salinitas analis laboratorium FPIK (Fatmawati, S.Si tinggi. Jenis senyawa polycyclic aromatic dan Haris Rafilu, S.Si). hydrocarbons bersifat toksik dan beberapa bakteri yang masuk dalam jenis halotoleran DAFTAR PUSTAKA mempunyai spora yang bersifat patogen. Diduga pathogen atau toksik yang Abrar M, Bachtiar I, Budiyanto A (2012) dikeluarkan oleh bakteri yang bersimbiosis di Struktur komunitas dan penyakit pada jaringan karang menyebabkan karang uji karang (Scleractinia) di perairan terkena PS. Lembata, Nusa Tenggara Timur. J Ilmu Titik lokasi penelitian yang dekat Kelautan 17:109−118. doi: dengan daratan (pesisir) sehingga 10.14710/ik.ijms.17.2.109-118 memungkinkan bakteri pathogen tertransport Arulazhagan P, Vasudevan N, Yeom IT ke perairan dan menginfeksi biota karang di (2010) Biodegradation of polycyclic Pulau Hari. Walaupun Pulau hari merupakan aromatic hydrocarbon by a halotolerant pulau yang tidak berpenghuni dan termasuk bacterial consortium isolated from dalam pulau kecil di Sulawesi Tengara akan marine environment. Int J Environ Sci tetapi aktivitas di pulau tersebut cukup padat. Tech 7:639−652. doi: Pulau ini selain sebagai tempat persinggahan 10.1007/BF03326174 nelayan dari mencari ikan juga sebagai pulau Ayuningrum D, Kristiana R, Asagabaldan wisata yang dikunjungi tiap saat. Air buangan MA, Sabdono A, Radjasa OK, Nuryadi limbah kapal serta aktivitas wisata diduga H, Trianto A (2017) Isolation, berkontribusi terhadap keberadaan penyakit characterization and antagonistic di Pulau Hari. Castaneda-Chávez et al. activity of bacteria symbionts hardcoral (2018) mengemukakan berdasarkan Pavona sp. isolated from Panjang penelitiannya di Caribia dan Teluk Meksiko Island, Jepara against infectious multi- bahwa kehadiran bakteri patogen di perairan drug resistant (MDR) bacteria. IOP dipengaruhi oleh sirkulasi air dalam hal ini pola arus, polusi dari daratan, serta Conf Series: Earth and Environmental perubahan temperatur yang membuat Science 55:012029. doi:10.1088/1755- kenaikan stress pada biota karang. 1315/55/1/012029 Babu TG, Nithyanand P, Kannapiran E, Ravi KESIMPULAN AV, Pandian KS (2004) Molecular identification of bacteria associated with Berdasarkan hasil penelitian ini the coral reef ecosystem of Gulf of terdapat 5 isolat murni bakteri yang Mannar Marine Biosphere Reserve berasosiasi dengan karang yang terinfeksi using 16S rRNA sequences. In: penyakit purple syndrome. Berdasarkan uji Proceedings National Seminar on New Postulat Koch dan sekuensing DNA jenis Frontiers in Marine Bioscience bakteri yang berpotensi positif patogen Research. Alagappa University, penyebab purple syndrome adalah dari jenis Karaikudi, India pp 47−53

207 Identifikasi Bakteri Patogen Penyebab Penyakit Purple Syndrome.... Palupi et al.

Carter A (2013) Coral’s indispensable Waters, Kendari, South East Sulawesi. bacterial buddies. Oceanus 50:6−7 J Ilmu Kelautan 23:137−144. doi: Castaneda-Chávez MR,Lango-Reynoso F, 10.14710/ik.ijms.23.3.137-144 Garcia-Fuentes JL,Reyes-Aguilar AR PHE (2015) Identification of (2018) Bacteria that affects coral health Enterobacteriaceae. UK standards for with an emphasis on the Gulf of Mexico microbiology investigations. ID 16 Issue and the Caribbean Sea. Lat Am J Aquat 4. Public Health England, London Res 46:880−889. doi: 10.3856/vol46- Pollock FJ, McMinds R, Smith S, Bourne DG, issue5-fulltext-2 Willis BL, Medina M, Thurber RV, Chong-Seng KM, Cole AJ, Pratchett MS, Zaneveld Jr (2018) Coral-associated Willis BL (2011) Selective feeding by bacteria demonstrate phylosymbiosis coral reef fishes on coral lesions and cophylogeny. Nat Commun 9:4921. associated with brown band and black doi: 10.1038/s41467-018-07275-x band disease. Coral Reefs 30:473−481. Poopathi S, Ahangar NA, doi: 10.1007/s00338-010-0707-1 Thirugnanasambantham KK, Praba LV, de Castro AP, Araújo SD, Reis AM, Moura Mani C (2013) Isolation and RL, Francini-Filho RB, Pappas G, characterisation of a new mosquitocidal Rodrigues TB, Thompson FL, Krüger bacterium strain of Enterobacter RH (2010) Bacterial community cloacae VCRC-B519 from marine soil. J associated with healthy and diseased Biocont Sci Technol 24:158−169. doi: reef coral Mussismilia hispida from 10.1080/09583157.2013.852652 eastern Brazil. Microb Ecol Randall CJ, Jordán-Garza AG, Muller EM, 59:658−667. doi: 10.1007/s00248-010- van Woesik R (2016) Does dark-spot 9646-1 syndrome experimentally transmit Fauzan T (2014) Analisis predasi polip among Caribbean corals? Plos One. karang oleh Acanthaster planci 11(1). terhadap tingkat kerusakan terumbu doi:10.1371/journal.pone.0147493 karang di pantai Pulau Hari Provinsi Raymundo LJ, Halford AR, Maypa AP, Kerr Sulawesi Tenggara. Tesis, IPB Bogor AM (2009) Functionally diverse reef- Iyer A, Mody K, Jha B (2005) Characterization fish communities ameliorate coral of an exopolysaccharide produced by a disease. Proceedings of the National marine Enterobacter cloacae. Indian J Academy of Sciences. October 2009. Exp Biol 43:467−471. PMID: 15900914 doi: 10.1073/pnas.0900365106 Kellogg CA, Piceno YM, Tom LM, DeSantis Sabdono A (2009) Karakterisasi dan TZ, Gray MA, Andersen GL (2014) identifikasi bakteri simbion karang Comparing bacterial community Goniastrea aspera resisten terhadap composition of healthy and dark spot- logam berat copper (Cu) dari P. affected Siderastrea siderea in Florida Panjang, Jepara. Ilmu Kelautan and the Caribbean. PLoS One 9 (10). 14:117−125. doi: doi: 10.1371/journal.pone.0108767 10.14710/ik.ijms.14.3.117-125 Lee YK, Jung HJ, Lee HK (2007) Marine Sabdono A, Radjasa OK, Ambariyanto, bacteria associated with the Korean Trianto A, Wijayanti DP Pringgenies D, brown alga, Undaria pinnatifida. J Munasik (2014) An early evaluation of Microbiol 44:694−698. PMID: 17205052 coral disease prevalence on Panjang Miller J, Muller E, Rogers C, Waara R, Island, Java Sea, Indonesia. J Atkinson A, Whelan KRT, Patterson M, Zoological Research 10:20−29. doi: Witcher B (2009) Coral disease 10.3923/ijzr.2014.20.29 following massive bleaching in 2005 Sabdono A, Sawonua PH, Kartika AGD, causes 60% decline in coral cover on Amelia JM, Radjasa OK (2015) Coral reefs in the US Virgin Islands. Coral disease in Panjang Island, Java Sea: Reefs 28:925−937. doi: Diversity of anti-pathogenic bacterial 10.1007/s00338-009-0531-7 coral symbionts. Procedia Chem Palupi RD, Rahmadani, Ira (2018) Status of 14:15−21. doi: coral health and disease in Kessilampe 10.1016/j.proche.2015.03.004

208 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Sartin J, Prabuning D, Amkieltiela (2016) The ISME J 8:1−13. doi: Pengamatan komunitas bentik dan ikan 10.1038/ismej.2013.137 target di kawasan konservasi perairan Sweet M, Burn D, Croquer A, Leary P (2013) daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Characterisation of the bacterial and (Teluk Staring), taman wisata alam fungal communities associated with Teluk Lasolo, dan perairan sekitarnya. different lesion sizes of dark spot WWF-Indonesia syndrome occurring in the coral Sawonua PH (2016) Potensi anti-patogen Stephanocoenia intersepta. PLoS One bakteri simbion karang masif terhadap 8:e62580. doi: penyakit yellow blotch disease (YBL) di 10.1371/journal.pone.0062580 perairan Pulau Panjang, Jepara. Tesis, Walsh PS, Metzger DA, Higuchi R (2013) Universitas Diponegoro, Semarang Chelex 100 as a medium for simple Soffer N, Brandt ME, Correa AMS, Smith TB, extraction of DNA for PCR-based typing Thurber RV (2013) Potential role of from forensic material. BioTechniques viruses in white plague coral disease. 54: 134−139. doi: 10.2144/000114018

209 VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

EKSTRAKSI DAN IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDER DARI ISOLAT AL6 SERTA POTENSINYA SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Escherichia coli

Extraction and Identification of Secondary Metabolites from AL6 Isolates and Its Potential as Antibacterial against Escherichia coli

Alfian Syarifuddin1*, Sodiq Kamal2, Fitriana Yuliastuti1, Missya Putri Kurnia Pradani1, Ni Made Ayu Nila Septianingrum1 1Departemen Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Magelang, Jalan Mayjend Bambang Soegeng km 5, Mertoyudan 56172, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah 2Departemen Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Magelang, Jalan Mayjend Bambang Soegeng km 5, Mertoyudan 56172, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah *Email: [email protected]

ABSTRACT Secondary metabolites in the form of antibiotics can be produced by rhizospheric bacteria. AL6 bacterial isolate, which is one of the bacterial isolates from the rhosphere of Saccarum officinarum L., is known to produce antibiotic compounds. This study aims to determine the activity of antibiotics from AL6 ethyl acetate extracts produced by AL6 bacterial isolates, to analyze the minimum inhibitory concentration (MIC) and the similarity of the active substances using GCMS. The ethyl acetate extract obtained was tested for MIC at 1.25%, 2.5%, 5.0%, 10.0%, 20%, and 40% concentrations. Detection of potential antibiotic spots was carried out using bioautographic thin layer chromatography (TLC). Compounds responsible for antibiotic activity were analyzed using GCMS. Minimum inhibitory levels obtained reached 2.5%. The active spots responsible for antibiotic activity against Escherichia coli at Rf 0.94. Components detected using GCMS and suspected to be antibiotics include chloroform; ethane, 1,1- dimethoxy-(CAS) dimethyl acetal; dan 1,3-dioxolane, 2-methoxymethyl-2,4,5-trimethyl.

Keywords: AL6 bacterial isolate, antibiotic, Escherichia coli, GCMS, MIC

ABSTRAK Metabolit sekunder berupa antibiotik dapat diproduksi oleh bakteri rizosfer. Isolat bakteri AL6, salah satu isolat bakteri dari rizosfer Saccarum officinarum L., diketahui dapat menghasilkan senyawa antibiotik. Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas antibiotik dari ekstrak etil asetat antibiotik AL6 yang dihasilkan isolat bakteri AL6, menganalisis kadar hambat minimum (KHM), serta kemiripan zat aktif menggunakan GCMS. Ekstrak etil asetat yang diperoleh diuji KHM-nya pada konsentrasi 1,25%, 2,5%, 5,0%, 10,0%, 20%, dan 40%. Deteksi bercak yang berpotensi sebagai antibiotik dilakukan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) bioautografi. Senyawa yang berperan dalam aktivitas antibiotik dianalisis menggunakan GCMS. Kadar hambat minimal yang diperoleh mencapai 2,5%. Hasil uji KLT bioautografi memperlihatkan bercak aktif sebagai antibiotik terhadap Escherichia coli pada Rf 0,94. Komponen senyawa yang terdeteksi menggunakan GCMS dan diduga sebagai antibiotik antara lain chloroform; ethane, 1,1-dimethoxy-(CAS) dimethyl acetal; dan 1,3-dioxolane, 2- methoxymethyl-2,4,5-trimethyl.

Kata Kunci: antibiotik, Escherichia coli, GCMS, isolat bakteri AL6, KHM

Received: 14 August 2019 Accepted: 12 November 2019 Published: 19 December 2019

210 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

PENDAHULUAN Hasil penelitian tersebut menghasilkan spot aktif hanya pada isolat T25 yang berpotensi Senyawa antimikroba diproduksi oleh sebagai antibiotik yang ditinjau pada nilai Rf berbagai mikroorganisme, antara lain bakteri, 0,9 terhadap bakteri Staphylococcus aureus. jamur, dan juga tanaman. Salah satu bakteri KLT bioautografi menggunakan eluen yang dapat memproduksi antibiotik adalah kloroform:metanol (3:7) dilakukan actinomycetes (Gebreyohannes et al. 2013). Selvameenal et al. (2009) terhadap esktrak Actinomycetes adalah jenis bakteri gram etilasetat dari metabolit sekunder rizosfer positif berfilamen (Nanjwade et al. 2010). Rajasthan sejak 2006. Ekstrak tersebut Penelitian yang dilakukan oleh Apsari et al. berpotensi sebagai antibiotik pada Rf 0,768 (2019) tentang pengujian senyawa aktif dari pada MRSA, VRSA, Escherichia coli, dan Actinomycetes yang aktif menghambat Klebsiella sp. KLT bioautografi yang pertumbuhan bakteri penyebab infeksi dilakukan oleh Syarifuddin et al. (2019) saluran kemih, yaitu bakteri Escherichia coli, dengan fase gerak kloroform:etil Citrobacter braakii, Acinetobacter asetat:metanol (4:1:0,5, v/v/v) isolat AL6 calcoaceticus, and Klebsiella pneumoniae. menghasilkan bercak aktif sebagai antibiotik Ekstrak dianalisis senyawa aktifnya pada nilai Rf 0,78. Hasil analisis senyawa menggunakan gas chromatography-mass aktif yang berpotensi sebagai antibiotik spectrometry (GCMS) dihasilkan senyawa menggunakan GCMS tersebut menghasilkan aktif, yaitu propane, 1,2-dichloro, n- senyawa cycloheptatriene dan hexadecanoic acid, and carbonochloridic tetrahydropyran. acid, 2-chloroethyl ester. Penelitian ini dilakukan untuk Ekstraksi dan pemurnian serta elusidasi mengetahui aktivitas antibiotik ekstrak etil struktur metabolit sekunder dari asetat isolat AL6 yang diisolasi dari rizosfer Streptomyces coelicoflavus BC 01 yang Saccharum officinarum dengan menganalisis dilakukan Raghava Rao et al. (2017) nilai kadar hambat minimumnya dan dihasilkan nilai kadar hambat minimal melakukan uji KLT bioautografi terhadap bakteri uji E. coli. Pengujian untuk masing-masing isolat, yaitu BC 01_C1, mendapatkan senyawa yang bertanggung BC01_C2, BC01_03 terhadap S. aureus −1 jawab sebagai antibiotik terhadap bakteri E. (MTCC 3160) adalah 25 µg mL , 12,5 µg coli dengan menggunakan instrumen GCMS. −1 −1 mL , dan 25 µg mL . Syarifuddin dan Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui Sulistyani (2018) melakukan uji kadar hambat kadar minimal dari isolat AL6 yang masih minimum (KHM) fraksi teraktif dari senyawa dapat berpotensi sebagai antibiotik terhadap antibiotik KP13 terhadap bakteri Escherichia pertumbuhan bakteri E. coli. KHM tersebut coli. Hasil penelitian tersebut menghasilkan dapat digunakan untuk penentuan pengujian nilai KHM 5%. Nanjwade et al. (2010) lanjutan fraksi dari ekstrak etil asetat. Nilai Rf melakukan pengujian KHM isolat A4 terhadap yang dihasilkan dalam uji KLT bioautografi ini beberapa bakteri uji. Dari hasil penelitian dapat digunakan untuk penelitian berikutnya tersebut diketahui bahwa pada bakteri gram dalam pemurnian senyawa yang dihasilkan positif Staphylococcus aureus dan Bacillus oleh isolat AL6, antara lain KLT preparatif dan subtilis didapatkan hasil uji KHM masing- kromatografi kolom. masing sebesar 125 dan 100 µg mL−1. Selain itu pada bakteri E. coli, Pseudomonas BAHAN DAN METODE aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae didapatkan nilai KHM pada bakteri uji Tempat dan waktu penelitian Laboratorium Farmasi Universitas masing-masing 125, 100, dan 100 µg mL−1. Muhammadiyah Magelang dan Laboratorium Pada jamur uji Candida albicans dan Penelitian Terpadu Farmasi Universitas Saccharomyces cerevisiae dihasilkan nilai Ahmad Dahlan, bulan Januari – Maret 2019 KHM 125 dan 125 µg mL−1. Narwanti dan Sulistyani (2015) melakukan uji kromatografi Bahan lapis tipis (KLT) bioautografi 5 isolat bakteri, Starch nutrient broth (SNB), medium yaitu T19, T24, T25, T37 and T41 terhadap Mueller Hinton, aquades, etil asetat, DMSO bakteri E. coli dan Staphylococcus aureus. 10%, metanol.

211 Ekstraksi dan Identifikasi Metabolit Sekunder dari Isolat AL6.... Syarifuddin et al.

Preparasi kultur 2016). Aktivitas dari fraksi ekstrak etil asetat Isolat AL6 hasil isolasi dari rizosfer AL6 ditunjukkan dengan adanya zona bening tanah tebu di Madugondo, Desa Sitimulyo, di sekitar lubang sumuran (Alimuddin e al. Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, 2011). Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (7°49'57.9"S 110°26'01.1"E), sebanyak 5 mL Kromatografi lapis tipis dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang Kromatografi lapis tipis ekstrak berisi 50 mL medium SNB steril (Wang et al. dilakukan pada plat KLT dengan bantuan 2010). Kultur bertingkat dilakukan dengan pipa kapiler 5 μL dengan konsentrasi 20%. perbandingan antara starter dengan medium Fase diam yang digunakan adalah gel silika kultur (1:10), yaitu 50 mL kultur ke dalam 500 F254 sedangkan fase geraknya adalah mL medium SNB steril dan inkubasi pada kloroform:etil asetat:metanol (4:1:0,5, v/v/v) suhu kamar (Khucharoenphaisan et al. (Syarifuddin dan Sulistyani 2019). Sebelum 2012), disertai agitasi selama 14 hari memasukkan plat KLT ke dalam chamber, menggunakan magnetic stirrer (Ahsan et al. fase gerak (eluen) dibiarkan hingga jenuh di 2017). dalam chamber. Untuk melihat pola pemisahannya, kromatogram tersebut Ekstraksi antibiotik dideteksi dengan lampu UV 254 nm dan 366 Kultur uji yang sudah diinkubasi nm, kemudian ditentukan nilai Rf-nya. selama 14 hari disaring menggunakan corong Buchner, kemudian dipekatkan Analisis bioautografi pada suhu 50ºC. Filtrat diekstraksi Ekstrak etil asetat pada plat yang telah menggunakan corong pisah dengan pelarut dielusi diletakkan pada media Mueller Hinton etil asetat (1:1 v/v) sampai warna hasil yang telah ditanami bakteri E. coli dibiarkan ekstraksi sama dengan pelarut semula. selama 30 menit dan plat dilepas. Sampel uji Fase air dan fase etil asetat dipisahkan. diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18−24 Fase etil asetat diambil dan zat aktif jam. Potensi antibiotik pada bercak yang dipisahkan dari pelarut etil asetat dengan dihasilkan ditentukan dengan melihat zona cara diuapkan menggunakan rotary bening pada media, dan menghitung Rf evaporator, dilanjutkan dengan diuapkan di bercak yang berpotensi sebagai antibiotik lemari asam sampai didapatkan ekstrak etil tersebut (Salni et al. 2011). asetat (Hemashenpagam 2011). Pembuatan suspensi bakteri E. Coli Uji aktivitas antibiotik dengan uji sumuran Stok bakteri sebanyak 100 μL Ekstrak ditimbang sebanyak 40 mg dan dimasukkan ke dalam 1 mL Brain Heart dilarutkan kembali dengan metanol hingga Infusion (BHI) steril, diinkubasi pada suhu 100 μL. Mikroorganisme yang digunakan 37ºC selama 18−24 jam. Suspensi bakteri untuk uji aktivitas yaitu E. coli. Medium uji yang dihasilkan lalu diambil 100 μL untuk menggunakan medium Mueller Hinton steril dimasukkan ke dalam BHI 1 mL, diinkubasi yang telah digores bakteri uji. Lubang selama 3−5 jam di dalam inkubator. sumuran diisi dengan ekstrak etil asetat 20 μL Sebanyak 100 μL bakteri diencerkan dengan dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18−24 NaCl 0,9% sampai kekeruhan sesuai dengan jam. Aktivitas antibiotik dari ekstrak etil asetat standard McFarland 1,5 x 108 CFU mL−1 AL6 ditunjukkan dengan adanya zona bening (Mulyadi dan Sulistyani 2013). di sekitar lubang sumuran (Alimuddin et al. 2011). HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan nilai KHM Kultur bertingkat bertujuan untuk Ekstrak ditimbang dan dibuat seri kadar mengkondisikan isolat AL6 memasuki fase 1,25%, 2,5%, 5%, 10%, 20%, dan 40% log (eksponensial). Perbedaan waktu fase sebanyak 50 μL. Setiap paper blank disc diisi pertumbuhan dapat terjadi karena dengan larutan sampel dengan masing- actinomycetes mempunyai waktu masing seri kadar sebanyak 20 μL, lalu pertumbuhan yang sangat variatif (Wang et dibiarkan selama 2 jam, dan diinkubasi pada al. 2010). Inkubasi selama 14 hari suhu 37ºC selama 18−24 jam (Rai et al. menghasilkan perubahan warna cairan kultur.

212 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Tabel 1. Hasil pengamatan perubahan warna kultur uji

Hari ke- Warna Hari ke- Warna 1 putih bening 8 coklat muda 2 putih bening 9 coklat muda 3 putih bening 10 coklat muda 4 coklat muda 11 coklat + 5 coklat muda 12 coklat + 6 coklat muda 13 coklat + 7 coklat muda 14 coklat +

Perubahan warna yang terjadi selama waktu inkubasi menunjukkan adanya produksi pigmen dari hasil metabolisme. Perubahan

Hari ke-1 Hari ke-5 warna yang terjadi pada cairan kultur isolat AL6 disebabkan karena isolat AL6 mengeluarkan pigmen warna khas actinomycetes (Gambar 1). Perubahan warna pigmen selama inkubasi isolat AL6 ditunjukkan pada Tabel 1. Terdapat varian warna hasil metabolisme sekunder dari isolat actinomycetes (Mohamed et al. 2017). Kultur sebanyak 1 liter yang telah diinkubasi selama 14 hari disaring dan filtrat diekstraksi menggunakan etil asetat (1:1, v/v) (Singh et al. 2014). Hasil ekstraksi menghasilkan rendemen 5,33 g. Ekstraksi metabolit sekunder Streptomyces sp. dan Exserohilum rostratum yang ditumbuhkan

pada medium optimal MEB mendapatkan Hari ke-10 Hari ke-14 randemen masing-masing pada fermentasi

Gambar 1. Perubahan warna pada kultur uji minggu ke-10, yaitu 11,9 gram dan 24,0 gram (Chasanah et al. 2012).

a b c a

b

Gambar 2. Uji aktivitas ekstrak etil asetat isolat AL6 dengan konsentrasi 40% dan kontrol +(kloramfenikol 1%) kontrol DMSO 10% Gambar kiri: a) ekstrak I 40%, b) ekstrak II 40%, c) ekstrak III 40%. Gambar kanan: a) kontrol + (kloramfenikol 1%), b) kontrol – (DMSO 10%)

213 Ekstraksi dan Identifikasi Metabolit Sekunder dari Isolat AL6.... Syarifuddin et al.

Aktivitas antibiotik ekstrak etil asetat tergolong kuat dengan diameter zona hambat isolat AL6 dengan konsentrasi 40% terhadap lebih dari 25 mm (Retnowati et al. 2018). bakteri E. coli menghasilkan zona hambat di Kontrol negatif yang digunakan adalah sekitar lubang sumuran dengan nilai rata-rata DMSO 10% (Hassan 2014). Kontrol positif diameter zona hambat sebesar 31,33 ± 1,15 yang digunakan adalah kloramfenikol 1% mm, seperti pada Gambar 2 dan Tabel 2. (Utomo et al. 2018). Analisis statistik pada Ekstrak etil asetat dari metabolit AL6 sampel ekstrak etil asetat isolat AL6 40% tergolong dalam potensi kuat. Potensi terdistribusi normal tetapi tidak homogen antibiotik terbagi menjadi 3 golongan, yaitu pada uji homogenitas. Oleh karena itu ekstrak golongan lemah dengan rentang diameter etilasetat AL6 40% tersebut diuji non zona hambat 7−15 mm, golongan sedang parametrik dengan dilakukan analisis dengan rentang diameter 16−25 mm, dan menggunakan uji Kruskal-Wallis. Berdasarkan hasil analisis, kontrol positif memperlihatkan aktivitas antibiotik tertinggi dibandingkan dengan sampel dan kontrol negatif tetapi pada uji Mann Whitney, ekstrak etil asetat AL6 dengan konsentrasi 40% berbeda bermakna terhadap kontrol negatif DMSO 10%. Kadar terkecil ekstrak etil asetat AL6 yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli diuji dengan menentukan nilai KHM (Fauziyya et al. 2017). Hasil pengujian tersebut menghasilkan nilai KHM ekstrak etil asetat terhadap bakteri E. coli dengan konsentrasi 2,5% dan mempunyai rata-rata diameter zona hambat sebesar 6,93 ± 0,11 mm yang ditunjukkan pada Tabel 3. Penelitian lainnya oleh Salim et al. (2017), menghasilkan nilai KHM ekstrak isolat FA9 sebesar 0,51 μg mL−1 pada E. coli dan K. pneumonia, selain itu 1,02 μg mL−1 terhadap

E. faecalis dan M. luteus. Nilai KHM isolat Gambar 3. Hasil uji bioautografi kelompol fraksi teraktif AL6 atau kemampuan menghambat bakteri terhadap E. coli. (lingkaran merah adalah E. coli mempunyai potensi sebagai antibiotik daerah zona hambat) dengan nilai KHM 2,5% (b/v). Analisis

Gambar 4. Profil kromatogram GCMS isolat AL6

214 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Tabel 2. Uji aktivitas ekstrak etil asetat AL6 pada bakteri statistiknya menunjukkan bahwa diameter E. coli zona hambat untuk pengujian KHM dengan

analisis pada penambahan konsentrasi Zona Rata-Rata Konsentrasi Replikasi 1,25% mempunyai nilai yang sama terhadap Hambat Zona Hambat (%) kontrol negatif, sedangkan pada (mm) (mm) ± SD penambahan konsentrasi 25% mempunyai 1 32,00 nilai hasil analisis lebih tinggi dibandingkan 40% 2 30,00 31,33 ±1,15 dengan kontrol negatif. Dengan demikian, 3 32,00 diperoleh hasil nilai KHM isolat AL6 sebesar 2,5%. 1 35,30 Penggunaan metode KLT bioautofgrafi Kloramfenikol 2 39,50 37,06 ± 2,17 1% digunakan untuk penapisan senyawa 3 36,40 antibiotik dengan meninjau bercak pada nilai 1 6,00 Rf yang menghasilkan zona bening pada media (Narwanti dan Sulistyani 2015). DMSO 10% 2 6,00 6,00 ± 0,00 Metode bioautografi yang digunakan pada 3 6,00 penelitian ini adalah bioautografi kontak, yaitu dilakukan dengan meletakkan lempeng Keterangan: *signifikan (p value<0,05) terhadap kromatogram hasil elusi di atas medium kontrol negatif Mueller Hinton yang sudah ditanami bakteri

Tabel 3. Rata-rata zona hambat uji kadar hambat E. coli. Lempeng KLT dipastikan kontak atau minimum terhadap bakteri E. coli menempel dengan baik pada permukaan medium sehingga senyawa aktif dapat Zona Rata-Rata berdifusi secara optimal pada medium Konsentrasi Replikasi Hambat Zona Hambat Mueller Hinton yang sudah ditanami bakteri (%) (mm) (mm) ± SD E. coli. Hal ini dilakukan dengan cara 1 32,00 membiarkan lempeng KLT menempel pada 40 2 30,00 31,33 ± 1,15 media uji selama 30 menit, dan mengamati 3 32,00 zona jernih yang terbentuk setelah diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18−24 jam 1 28,00 (Sulistyani dan Akbar 2014). Hasil percobaan 20 2 30,00 26,00 ± 5,29 ditunjukkan pada Gambar 3. Pada uji KLT 3 20,00 bioautografi ekstrak etil asetat isolat AL6 1 14,00 didapatkan senyawa pada bercak (spot) yang 10 2 15,00 13,67 ± 1,52 berpotensi sebagai antibiotik, yaitu pada nilai 3 12,00 Rf 0,94 terhadap pertumbuhan bakteri E. coli. 1 6,00 Penelitian dilakukan oleh Syarifuddin dan 5 2 6,00 6,00 ± 0,00 Sulistyani (2019), mengenai karakterisasi senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh isolat 3 6,00 KP13 menggunakan metode KLT semprot 1 7,00 dan densitometri. Penelitian tersebut 2 7,00 2,5 6,93 ± 0,11* menghasilkan bercak dengan puncak 3 6,80 tertinggi dengan nilai Rf 0,78 pada 1 6,00 kromatogram densitometri dengan panjang 1,25 2 6,00 6,00 ± 0,00 gelombang 210 nm. Senyawa yang 3 6,00 dihasilkan tersebut mengandung gugus 1 6,00 utama terpenoid, alkaloid, dan karbonil. Kontrol negatif 2 6,00 6,00 ± 0,00 Dalam penelitian ini, kandungan senyawa (DMSO 10%) 3 6,00 antibiotik dalam ekstrak etil asetat yang 1 35,30 sudah diuji menggunakan KLT bioautografi, Kontrol positif dan sudah menghasilkan bercak aktif pada (kloram- 2 39,50 37,06 ± 2,17 fenikol 1%) nilai Rf 0,94, dianalisis secara kualitatif 3 36,40 menggunakan GCMS. Hasil analisis GCMS

Keterangan: *signifikan (p value < 0,05) terhadap dapat diamati pada Tabel 4 dan Gambar 4. kontrol negatif Komponen senyawa yang teridentifikasi

215 Ekstraksi dan Identifikasi Metabolit Sekunder dari Isolat AL6.... Syarifuddin et al.

Tabel 4. Data GC-MS ekstrak etil asetat isolat AL6

Waktu Retensi Senyawa Kelimpahan (%) Kemiripan (%) (menit) 1,084 Methyl 15-acetylhydroxypalmitate 1,59 82 1,235 Hi-oleic safflower oil (CAS) Safflower oil 0,82 72

1,807 Tetradeuterovalproic acid 21,54 83

1,910 Phenylethyl tiglate 2 20,15 75

2,378 2-Ethenyl-1,1-difluorocyclopropane 12,98 77

2,718 Chloroform 3,10 97

4,653 Ethane, 1,1-dimethoxy- (CAS) Dimethylacetal 16,99 91

4,845 Ethane, 1,1-dimethoxy- (CAS) Dimethylacetal 15,08 89 2-Propanol, 1,1'-oxybis- (CAS) 5,434 1,75 90 Dipropylene glycol 1,2,4-Cyclohexanetriol, 5,870 (1.alpha.,2.alpha.,4.beta.)- (CAS) 0,10 51 1,Cis-2,trans-4-cyclohexanetriol 6,420 (R)-[1-deuterium]cadaverine dihydrochloride 0,67 89 Cyclopropanecarbonic acid,-2-phenyl, ethyl 6,800 0,17 53 ester (Z-) 1,3-Dioxolane, 2-methoxymethyl-2,4,5- 7,312 4,85 97 trimethyl 11-Methoxy-16- 10,100 0,05 41 de(methoxycarbonyl)gambirtannine 17,927 Dihydroxy-5,6-dihydrouracil 0,19 88 menggunakan GCMS dengan similarity index Farmasi Universitas Muhammadiyah lebih dari 90% dengan database antara lain Magelang yang telah memfasilitasi alat chloroform; ethane, 1,1-dimethoxy- (CAS) penelitian. dimethyl acetal, dan 1,3-dioxolane, 2- methoxymethyl-2,4,5-trimethyl. Konstituen DAFTAR PUSTAKA utama sendiri atau dalam kombinasi dengan konstituen minor mungkin bertanggung jawab Alimuddin, Widada J, Asmara W, Mustofa atas aktivitas antibakteri. (2011) Antifungal production of a strain of Actinomycetes spp. isolated from the KESIMPULAN rhizosphere of cajuput plant: Selection and detection of exhibiting activity Ekstrak etil asetat isolat bakteri AL6 against tested fungi. Indones J mempunyai potensi antibiotik kuat, dan Biotechnol 16:1−10. doi: bercak aktif hasil uji bioautografi terdapat 10.22146/ijbiotech.7829 pada Rf 0,94 dengan senyawa dominan Ahsan T, Chen J, Wu Y, Irfan M, Shafi J chloroform; ethane; 1,1-dimethoxy-(CAS) (2017) Screening, identification, dimethyl acetal, dan 1,3-dioxolane, 2- optimization of fermentation methoxymethyl-2,4,5-trimethyl. Perlu conditions, and extraction of dilakukan penelitian lanjutan sampai secondary metabolites for the memperoleh senyawa antibiotik baru. biocontrol of Rhizoctonia solani AG-3. Biotechnol Biotechnol Equip 31:91– UCAPAN TERIMA KASIH 98. doi: 10.1080/13102818.2016.1259016 Terima kasih kepada Universitas Apsari PP, Budiarti S, Wahyudi AT (2019) Muhammadiyah Magelang yang telah Actinomycetes of rhizosphere soil mendanai penelitian ini dan Laboratorium producing antibacterial compounds

216 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

against urinary tract infection bacteria. Masy J Public Health 7:89–96. doi: Biodiversitas J Biol Divers 20:1259– 10.12928/kesmas.v7i2.1043 1265. doi: 10.13057/biodiv/d200504 Nanjwade B, Chandrashekhara S, Chasanah E, Noor NM, Risjani Y, Dewi AS Goudanavar P, Shamarez A, Manvi F (2012) Aktivitas Antibakteri Dan (2010) Production of antibiotics from Antioksidan Ekstrak Streptomyces sp. soil-isolated actinomycetes and dan Exserohilum rostratum yang evaluation of their antimicrobial Dikultivasi Pada Tiga Jenis Medium activities. Trop J Pharm Res 9:373– Pertumbuhan. J Pascapanen 377. doi: 10.4314/tjpr.v9i4.58933 Bioteknol Kelaut Perikan 7:39. doi: Narwanti I, Sulistyani N (2015) TLC- 10.15578/jpbkp.v7i1.67 bioautography profile of ethyl acetate Fauziyya R, Nurani LH, Sulistyani N (2017) extract of 5 bacteria isolated from antibacterial compound identification Ficus carica L rhizosphere. Int J of cayenne pepper leaf extract Public Health Sci IJPHS 4:81−87. doi: (Capsicum frutescens L.) against 10.11591/.v4i2.4716 Klebsiella pneumoniae and cell Raghava Rao KV, Mani P, Satyanarayana B, leakage mechanism. Maj Obat Tradis Raghava Rao T (2017) Purification 22:166. doi: 10.22146/mot.31550 and structural elucidation of three Gebreyohannes G, Moges F, Sahile S, Raja bioactive compounds isolated from N (2013) Isolation and Streptomyces coelicoflavus BC 01 characterization of potential antibiotic and their biological activity. 3 Biotech producing actinomycetes from water 7:1–12. doi: 10.1007/s13205-016- and sediments of Lake Tana, 0581-9 Ethiopia. Asian Pac J Trop Biomed Rai M, Bhattarai N, Dhungel N, Mandal PK 3:426–435. doi: 10.1016/S2221- (2016) Isolation of antibiotic producing 1691(13)60092-1 Actinomycetes from soil of Hassan AS (2014) The antibacterial activity of Kathmandu valley and assessment of dimethyl sulfoxide (DMSO) with and their antimicrobial activities. Int J without of some ligand complexes of Microbiol Allied Sci 2:22–26 the transitional metal ions of ethyl Retnowati Y, Moeljopawiro S, Djohan TS, coumarin against bacteria isolate from Soetarto ES (2018) Antimicrobial burn and wound infection. J Nat Sci activities of actinomycete isolates Res 4:106. doi: from rhizospheric soils in different 10.13140/RG.2.2.36692.40321 mangrove forests of Torosiaje, Hemashenpagam N (2011) Purification of Gorontalo, Indonesia. Biodiversitas secondary metabolites from soil 19:2196–2203. doi: actinomycetes. Int J Microbiol Res 10.13057/biodiv/d190627 3:148–156. doi: 10.9735/0975- Salim FM, Sharmili SA, Anbumalarmathi J, 5276.3.3.148-156 Umamaheswari K (2017) Isolation, Khucharoenphaisan K, Sripairoj N, Sinma K molecular characterization and (2012) Isolation and identification of identification of antibiotic producing actinomycetes from termite’s gut actinomycetes from soil samples. J against human pathogen. Asian J Appl Pharm Sci 7:069–075. doi: Anim Vet Adv 7:68–73. doi: 10.7324/JAPS.2017.70909 10.3923/ajava.2012.68.73 Selvameenal L, Radhakrishnan M, Mohamed H, Miloud B, Zohra F, García- Balagurunathan R (2009) Antibiotic Arenzana JM, Veloso A, Rodríguez- pigment from desert soil Couto S (2017) Isolation and actinomycetes; biological activity, characterization of actinobacteria purification and chemical screening. from Algerian sahara soils with Indian J Pharm Sci 71:499–504. doi: antimicrobial activities. Int J Mol Cell 10.4103/0250-474X.58174 Med 6:109–120 Singh LS, Sharma H, Talukdar NC (2014) Mulyadi, Sulistyani N (2013) Aktivitas cairan Production of potent antimicrobial kultur 12 isolat actinomycetes agent by actinomycete, Streptomyces terhadap bakteri resisten. J Kesehat sannanensis strain SU118 isolated

217 Ekstraksi dan Identifikasi Metabolit Sekunder dari Isolat AL6.... Syarifuddin et al.

from phoomdi in Loktak Lake of Syarifuddin A, Sulistyani N, Kintoko (2019) Manipur, India. BMC Microbiol Profil KLT-bioautografi dan 14:1−13. doi: 10.1186/s12866-014- densitometri fraksi teraktif (isolat 0278-3 kp13) dari bakteri rizosfer kayu putih Sulistyani N, Akbar AN (2014) Aktivitas isolat (Melaleucaleucadendron L.). J Farm actinomycetes dari rumput laut Sains Prakt 5:21–25. doi: (Eucheuma cottonii) sebagai 10.31603/pharmacy.v5i1.2291 penghasil antibiotik terhadap Utomo SB, Fujiyanti M, Lestari WP, Mulyani Staphylococcus aureus dan S (2018) Antibacterial activity test of Escherichia coli. J Ilmu Kefarmasian the C-4-methoxy Indones 12:1−9 phenylcalix[4]resorcinarene Syarifuddin A, Sulistyani N (2018) Activity of compound modified by antibiotic bacterial isolate kp13 and hexadecyltrimethylammonium- cell leakage analysis of Escherichia bromide against Staphylococcus coli bacteria. J Ilmu Kefarmasian aureus and Escherichia coli bacteria. Indones 16:137–144. doi: J Kim Pendidik Kim 3:201. doi: 10.35814/jifi.v16i2.529 10.20961/jkpk.v3i3.22742 Syarifuddin A, Sulistyani N (2019) Wang X, Huang L, Kang Z, Buchenauer H, Karakterisasi fraksi teraktif senyawa Gao X (2010) Optimization of the antibiotik isolat kp 13 dengan metode fermentation process of actinomycete densitometri dan klt-semprot. J Ilm strain Hhs.015T. J Biomed Biotechnol Ibnu Sina 4:156–166. doi: 2010:1–10. doi: 10.36387/jiis.v4i1.263 10.1155/2010/141876

218 VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

PENGARUH SEREAL BERBAHAN SAGU DAN Moringa oleifera TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS YANG DIINDUKSI ALOKSAN

The Effects of Cereal Made from Sagu and Moringa oleifera on the Blood Glucose Level of Alloxan-Induced Rats

Melin Novidinisa Herada Putri*, A’immatul Fauziyah, Taufik Maryusman Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Jln. RS. Fatmawati, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan 12450 *email: [email protected]

ABSTRACT Diabetes Mellitus (DM) type 2 could increase oxidative stress and blood glucose level. Resistant starch compounds in instant cereal Cersa Mori have antidiabetic properties. This research aimed to analyze the effect of Cersa Mori on fasting blood glucose (FBG) levels of diabetic white rats induced by alloxan. This is a true experimental study with a randomized pre-post control group design using 27 male Wistar strain rats divided into 3 groups randomly, i.e (KN) feed and distilled water, (KP) glibenclamide 0.126mg/200gBB/day, (P) Cersa Mori 5g/200gBB/day. KP and P groups were given alloxan 125 mg/KgBB subcutaneously and the intervention was carried out for 30 days. FBG level was measured using the GOD-PAP method. The results of Paired T-Test showed the effect of Cersa Mori on lowering FBG levels in hyperglycemic rats (P = 0,006). One-Way ANOVA test showed that Cersa Mori reduced FBG level, which was equivalent to those given glibenclamide (P = 0,366). It can be concluded that giving Cersa Mori 5g/200gBB/day for 30 days had a significant effect on lowering FBG level.

Keywords: alloxan, Cersa Mori, diabetic rats, fasting blood glucose level, resistant strach

ABSTRAK Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dapat memicu stres oksidatif dan meningkatkan kadar glukosa darah puasa (GDP). Senyawa pati resisten dalam sereal siap saji Cersa Mori memiliki sifat antidiabetik. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pemberian Cersa Mori terhadap kadar glukosa darah tikus putih diabetes yang diinduksi aloksan. Penelitian true-experimental ini menggunakan randomized pre-post control group design. Sampel sebanyak 27 ekor tikus jantan galur Wistar dibagi menjadi 3 kelompok secara acak yaitu; (KN) pakan dan akuades, (KP) glibenklamid 0,126 mg/200gBB/hari, (P) Cersa Mori 5g/200gBB/hari. KP sampai P diberikan aloksan 125 mg/KgBB secara subkutan dan intervensi dilakukan selama 30 hari. Pengukuran GDP menggunakan metode GOD-PAP. Hasil Uji-T menunjukkan pengaruh Cersa Mori dalam menurunkan GDP tikus hiperglikemia (P = 0,006). Uji ANOVA satu arah menunjukkan penurunan GDP pada kelompok Cersa Mori (P) setara dengan tikus yang diberi glibenklamid (P = 0,366). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian Cersa Mori dosis 5g/200gBB/hari selama 30 hari berpengaruh terhadap penurunan GDP secara signifikan.

Kata Kunci: aloksan, Cersa Mori, kadar glukosa darah puasa, pati resisten, tikus diabetes

Received: 23 August 2019 Accepted: 24 November 2019 Published: 26 December 2019

219 Pengaruh Sereal Berbahan Sagu dan Moringa oleifera... Putri et al.

PENDAHULUAN lima jenis yaitu RS 1 hingga RS 5. Secara umum RS dapat diperoleh dari pati yang Diabetes mellitus (DM) merupakan secara fisik terperangkap dalam sel-sel penyakit gangguan metabolik yang tanaman dan matriks bahan pangan (RS1), disebabkan karena pankreas tidak dapat pati yang secara alami sangat tahan terhadap memproduksi cukup insulin serta tubuh tidak pencernaan oleh enzim α-amilase (RS2), pati dapat memanfaatkan insulin secara efektif yang mengalami retrogradasi (RS3), pati (Astawan 2019). DM merupakan masalah yang dimodifikasi secara kimia (RS4) dan pati kesehatan utama dunia. Berdasarkan data yang terbentuk karena adanya interaksi World Health Organization (WHO) tahun antara amilosa dan lipid (RS5) (Birt et al. 2014, dinyatakan bahwa sebanyak 422 juta 2013). Di antara kelima jenis RS tersebut RS penduduk dunia mengidap penyakit ini. 3 yang paling banyak dijadikan sebagai Prevalensinya bahkan meningkat dua kali bahan baku pangan fungsional (Asbar et al. lipat dari 4,7% menjadi 8,5% dalam rentang 2014). Salah satu bentuk bahan pangan yang waktu 30 tahun (WHO 2017). Selanjutnya memiliki RS adalah sagu. Sagu (Metroxylon tahun 2015, DM menjadi penyebab langsung sagu) mengandung RS, yaitu RS tipe 3 yang 1,6 juta kematian. WHO memprediksi DM memiliki efek fisiologis untuk kesehatan akan menjadi penyebab kematian ke tujuh (Palguna et al. 2013, Asbar et al. 2014). Hal tahun 2030. Selain itu, data Riset Kesehatan tersebut sejalan dengan kajian Laila (2018) Dasar 2013 yang menunjukkan terjadinya yaitu pemberian tepung sagu peningkatan prevalensi DM dari 1,1% pada 65mg/20gBB/hari signifikan menurunkan tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013 rerata kadar glukosa darah mencit yang (Badan Litbangkes 2013). diinduksi aloksan dari 166,6 ± 15,7 mg dL−1 Salah satu jenis DM berupa DM tipe menjadi 109,0 ± 17,1 5 mg dL−1. dua yang ditandai dengan hiperglikemia Pemanfaatan sagu sebagai bahan kronik dan tidak optimalnya metabolisme pangan dapat dilakukan dengan karbohidrat, lipid serta protein yang mengolahnya menjadi sereal siap saji. disebabkan oleh resistensi insulin (Wu et al. Sereal Cersa Mori merupakan sereal siap 2014). Faktor risiko DM tipe dua dapat saji yang berupa serbuk atau bubuk diperbaiki salah satunya melalui modifikasi berbahan dasar utama pati sagu (Metroxylon gaya hidup berupa asupan pangan sagu) dan daun kelor (Moringa oleifera). fungsional (Giacco et al. 2013). Penekanan Produk ini bersifat praktis sehingga cocok perkembangan DM tipe dua dapat dilakukan untuk dijadikan sarapan pagi atau dengan mengonsumsi pangan fungsional persediaan pangan yang praktis serta dapat yang memiliki tinggi pati resisten (Hariyanto dijadikan andalan bagi mereka yang memiliki et al. 2017). aktivitas yang padat dan tidak mempunyai Pati resisten atau Resistant Starch (RS) cukup waktu untuk menyiapkan makanan merupakan pati yang tidak dapat dicerna oleh (Wahjuningsih et al. 2018a). amilase pada saluran pencernaan sehingga Kondisi diabetik pada hewan uji dapat memiliki respons glikemik yang rendah dan dihasilkan melalui pemberian aloksan dapat memperlambat waktu pengosongan (Irdalisa et al. 2015). Aloksan dapat merusak lambung (Haub et al. 2010, Birt et al. 2013). sel β pankreas dengan cara menghasilkan Selain itu, beberapa penelitian menyebutkan radikal hidroksil serta mengganggu bahwa RS juga dapat meningkatkan mobilisasi ion kalsium di dalam dan di luar sensitivitas insulin (Visuthranukul et al. 2015). sel yang mengakibatkan kerusakan pada sel Hal tersebut disebabkan karena metabolisme pankreas sehingga produksi serta sekresi RS di usus besar menghasilkan asam lemak insulin berkurang dan menyebabkan rantai pendek yang berperan dalam penurunan sensitivitas reseptor pada sel mengontrol asam lemak bebas dengan cara yang memiliki reseptor insulin (Im Walde et membatasi lipolisis (Robertson et al. 2012, al. 2002). Oleh karena itu, berdasarkan den Besten et al. 2013) sehingga dapat pertimbangan diatas, perlu dilakukan meningkatkan sensitivitas insulin dan penelitian yang bertujuan untuk menekan resistensi insulin yang dapat menganalisis pengaruh pemberian Cersa berpengaruh terhadap homeostasis glukosa Mori terhadap kadar glukosa darah tikus darah (Zhou et al. 2012). RS dibagi menjadi putih diabetes yang diinduksi aloksan.

220 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

BAHAN DAN METODE didapatkan bahwa berat badan tikus pada usia 2–3 bulan tersebut berkisar antara 150– Waktu dan tempat penelitian 200 g. Tikus putih galur Wistar sering Penelitian ini dibagi menjadi dua bagian digunakan untuk penelitian karena memiliki yaitu penelitian pendahuluan dan utama. karakteristik genetik yang hampir sama Penelitian pendahuluan yakni analisis kimia dengan manusia dengan sistem pencernaan (kadar pati resisten) dilakukan pada bulan yang menyerupai manusia (Bachmid et al. April 2019. Analisis pati resisten dilakukan di 2015). Jenis kelamin yang digunakan adalah Laboratorium Teknologi Pangan dan Hasil jantan karena periode pertumbuhannya lebih Pertanian, Universitas Gajah Mada. lama dan tidak mengalami fluktuasi hormonal Sedangkan penelitian utama atau intervensi seperti jenis kelamin betina sehingga tidak secara in vivo dilakukan di Laboratorium akan mempengaruhi kadar glukosa darah Departemen Farmakologi dan Terapi yang akan diteliti (Fitria et al. 2015). Gambar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar pada Bulan April sampai Juni 2019. disajikan pada Gambar 1.

Desain dan sampel penelitian Jumlah dan cara pengambilan sampel Penelitian ini merupakan penelitian true Penentuan besar sampel tiap kelompok experimental dengan rancangan pre-post dihitung menggunakan rumus Federer control group design. Sampel penelitian yang (1991). Berdasarkan rumus tersebut, digunakan adalah tikus putih (Rattus didapatkan besar sampel pada tiap kelompok norvegicus) galur Wistar, berjenis kelamin adalah 9 ekor tikus. Hasil tersebut juga sesuai jantan, berat badan 150–200 g, umur 2–3 dengan ketentuan jumlah minimal hewan bulan dan sehat yang diperoleh dari Pusat coba menurut WHO. Sehingga total sampel Penelitian Antar Universitas Ilmu Hayati (PPAU-IH), Institut Teknologi Bandung (ITB). yang digunakan adalah sebanyak 27 ekor. Pemilihan hewan uji dengan kriteria tersebut Pembagian sampel pada setiap kelompok karena tikus galur Wistar dengan usia 8 menggunakan teknik simple random minggu sudah dikategorikan sebagai tikus sampling. dewasa yang memiliki keadaan fisiologi optimum. Selain itu, diketahui bahwa semakin Bahan bertambahnya usia tikus, maka semakin Bahan baku utama yang digunakan bertambah juga berat badannya (Fitria et al. pada penelitian ini adalah sereal Cersa Mori. 2015, Joseph et al. 2017) Oleh karena tikus Sereal Cersa Mori diformulasikan oleh tim yang digunakan berusia 2–3 bulan, maka Teknologi Argoindustri dan Bioteknologi

A B C

Gambar 1. Tikus Rattus norvegicus galur Wistar (A), induksi aloksan (B), pemberian sereal Cersa Mori dengan metode cekok (C)

221 Pengaruh Sereal Berbahan Sagu dan Moringa oleifera... Putri et al.

(TAB), Badan Pengkajian dan Penerapan Tabel 1. Kandungan gizi Cersa Mori Teknologi (BPPT) dan diproduksi oleh PT. Mitra Aneka Solusi (MAS) Food dengan Kandungan Jumlah komposisi per sachet yaitu 19,5 g pati sagu, Kadar air (g/100 g) 6,08 0,5 g daun kelor (Moringa oleifera), 2 g tepung Kadar abu (g/100 g) 1,58 beras merah dan 3 g gula aren. Kandungan Kadar lemak (g/100 g) 0,62 gizi sereal Cersa Mori disajikan pada Tabel 1. Kadar protein (g/100 g) 2,34 Bahan yang digunakan untuk analisis Kadar karbohidrat (g/100 g) 89,38 pati resisten antara lain larutan glukosa Total kalori (kkal/100 g) 372,45 murni, larutan fenol 5%, 2,5 mL larutan H2SO4 pekat 95%, larutan buffer KCl-HCl pH 1,5 dan Gluten (mg/kg) TD pepsin (4000 U/10 mL buffer KCl-HCl), larutan buffer fosfat pH 6,9 dan larutan yaitu “Freedom from pain, injury and disease” porcine α-amilase, aquades, larutan KOH 4 karena pada kelompok tersebut tidak M, 2M HCl dan buffer sodium asetat pH 4,75 dilakukan intervensi apapun. dan 40 µL enzim amilo-glukosidase. Bahan Selanjutnya dilakukan pengukuran yang digunakan sebagai pakan standar kadar glukosa darah puasa (GDP) pada hewan uji adalah pelet 551 serta bahan yang semua sampel, kemudian hewan uji digunakan dalam pengukuran glukosa darah diaklimatisasi selama 7 hari sebelum diberi antara lain ketamin, xylasin, reagen kit perlakuan. Selama penelitian, hewan uji glukosa, larutan standar glukosa. diberi pakan standar 40g/tikus/hari dan akuades secara ad libitum (sesuai keinginan). Alat Hewan uji yang telah diaklimatisasi kemudian Peralatan yang digunakan dalam dipuasakan selama 12 jam untuk diukur analisis pati resisten adalah vortex, kadar GDP sebelum perlakuan. Pengambilan timbangan analitik yang terkalibrasi dengan darah hewan uji dilakukan melalui vena ketelitian 0,001 g, tabung reaksi, lateralis ekor dan diukur menggunakan metode GOD-PAP (Glucose Oxidase – spektrofotometer, sentrifuge, inkubator dan Peroxidase Aminoantipyrine) yang mengacu labu takar. Peralatan yang digunakan dalam pada Diasys (2014). Hewan uji yang perawatan hewan uji selama intervensi mempunyai kadar GDP normal kemudian adalah kandang hewan coba beserta tempat dikelompokkan untuk selanjutnya diberi pakan, timbangan analitik, tabung reaksi, induksi aloksan monohidrat pada kelompok mortar dan pestle, disposable syringe serta KP dan P. Aloksan diinduksi secara subkutan sonde lambung. Peralatan yang digunakan dengan dosis 125 mg/kgBB sebanyak satu dalam analisis glukosa darah adalah tabung kali. Setelah 72 jam pasca induksi aloksan, EDTA, alat suntik (spuit) 1 cc dan 3 cc, tabung hewan uji dipuasakan dan diukur kadar GDP- reaksi, centrifuge, microtube, cool box, nya. Hewan uji yang mempunyai kadar GDP inkubator dan spektrofotometer. ≥ 126 mg dL−1 pasca induksi aloksan dapat digunakan dalam penelitian karena telah Prosedur penelitian masuk dalam kriteria diabetes (Nasution et al. Pada awal penelitian dilakukan analisis 2018). Selanjutnya, hewan uji pada kelompok pati resisten sereal Cersa Mori. Kemudian, KP dan P diberi intervensi selama 30 hari, dilakukan penelitian utama yaitu intervensi yaitu kelompok KP diberi glibenklamid 0,126 produk secara in vivo dengan sampel mg/200gBB/hari, kelompok P diberi sereal sebanyak 27 ekor tikus. Sampel Cersa Mori 5g/200g/hari. Setelah 30 hari dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu perlakuan, tikus dipuasakan dan diukur GDP (KN) pakan standar dan akuades sebagai kembali untuk dibandingkan dengan GDP kontrol negatif, (KP) glibenklamid 0,126 pasca induksi aloksan. Perlakuan dilakukan mg/200gBB/hari sebagai kontrol positif, (P) selama 30 hari berdasarkan pada penelitian sereal Cersa Mori 5 g/200gBB/hari sebagai Wahjuningsih et al. (2016) bahwa konsumsi perlakuan. Sesuai dengan Ridwan (2013), beras analog sagu dan kacang merah kelompok kontrol negatif tidak diberikan dengan kadar pati resisten 11,6% signifikan aloksan agar tidak melanggar etik menurunkan kadar glukosa darah puasa tikus pemeliharaan dan perlakuan hewan coba, sebanyak 46% selama 30 hari.

222 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Analisis statistik Etik penelitian Analisis data hasil penelitian dilakukan Penelitian ini telah mendapatkan dengan menggunakan program IBM SPSS persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian versi 22.0. Uji Paired Samples T-Test Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran, dilakukan untuk mengetahui perbedaan Universitas Pembangunan Nasional Veteran kadar GDP antara kelompok Pre dan Post Jakarta dengan dikeluarkannya Ethical perlakuan. Uji One Way ANOVA (Analysis of Approval Nomor: B/1770/4/2019/KEPK. Variance) dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kadar GDP pada HASIL DAN PEMBAHASAN tiap perlakuan. Dilanjutkan dengan uji lanjut Bonferroni (apabila data berdistribusi normal Kandungan pati resisten Cersa Mori dan homogen) dan Games-Howell (apabila Kandungan pati resisten dalam suatu data berdistribusi normal namun tidak pangan diklasifikasikan menjadi lima kategori homogen) jika diketahui ada perbedaan nyata menurut Goñi et al. (1996) yaitu; sangat kadar GDP pada tiap perlakuan. Kemudian rendah (< 1%), rendah (1–2,5%), sedang dilakukan uji Repeated Measures ANOVA (2,5–5%), tinggi (5–15%) dan sangat tinggi (> untuk mengetahui perbedaan kadar GDP 15%). Berdasarkan klasifikasi tersebut, pada tiap waktu pengukuran. kandungan pati resisten sereal Cersa Mori

350

Kontrol negatif )

1 300 Kontrol positif −

dL Perlakuan 250

200

150 lukosa darah(mg lukosa

g 100

50 Kadar

0 Sebelum induksi (awal) Setelah induksi (pre) Setelah perlakuan (post) Waktu pengukuran

Gambar 2. Grafik perubahan kadar glukosa darah puasa

Tabel 2. Perubahan dan rerata selisih kadar glukosa darah puasa

Rerata Glukosa Darah Puasa ± SD (mg dL−1) Δ GDP Pre-Post ± Sig Kel. Sig** Sebelum Setelah Setelah SD (mg dL−1) *** Induksi (Awal) Induksi (Pre) Perlakuan (Post) KN 88,06 ± 18,58a 90,50 ± 9,38a 91,91 ± 12,88a 1,41 ± 10,01 0,743 KP 76,71 ± 6,58a 301,01 ± 102,50b 87,33 ± 10,81a −213,68 ± 100,70 0,004 0,000 P 94,53 ± 13,79a 283,38 ± 104,29b 98,25 ± 11,24a −178,63 ± 103,6 0,006 Sig* 0,201 0,001 0,296

Keterangan: KN : tanpa induksi aloksan, pakan standar KP : induksi aloksan 125 mg/kgBB, pakan standar, glibenklamid 0,126 mg/200gBB/hari P : induksi aloksan 125 mg/kgBB, pakan standar, sereal Cersa Mori 5gr/200gBB/hari Signifikansi* : One Way ANOVA Sugnifikansi** : Paired Samples T-Test Signifikansi*** : Repeated Measures ANOVA Superscript huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (P < 0,05) berdasarkan uji lanjut Bonferroni (Awal dan Post) dan Games-Howell (Pre)

223 Pengaruh Sereal Berbahan Sagu dan Moringa oleifera... Putri et al.

termasuk dalam kategori tinggi (5–15%) yaitu reaksi redoks dan membentuk reactive 9,648%. Kandungan pati resisten yang tinggi oxygen species (ROS) berupa superoksida, pada produk ini dapat dipengaruhi oleh bahan hidrogen peroksida, dan hidroksil (Mashi et baku utama produk yaitu pati sagu al. 2019). Pembentukan ROS menyebabkan (Metroxylon sagu). Hal tersebut sejalan membran sel β pankreas mengalami dengan penelitian Setiarto et al. (2015) yang depolarisasi dan meningkatnya ion kalsium menyatakan bahwa pati sagu memiliki (Ca2+) sehingga terjadi aktivasi oleh sitosol kandungan pati resisten yang tinggi, yaitu terhadap enzim-enzim yang dapat sebesar 11,6%. Hasil ini juga sesuai dengan menyebabkan peroksidasi lipid serta penelitian Wahjuningsih et al. (2016) yang fragmentasi DNA dan protein. Hal ini menyatakan bahwa semakin tinggi proporsi menyebabkan terjadinya nekrosis pada sel β pati sagu dalam formulasi beras analog maka pankreas sehingga menurunkan fungsinya kadar pati resisten pada formulasi semakin untuk sintesis dan sekresi insulin yang meningkat. Beras analog dengan pati sagu berakibat pada kejadian hiperglikemia dan 100% memiliki kadar RS sebesar 12,25%. ketoasidosis (Mans dan Aburjai 2019). Selain Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan itu, masuknya ion Ca2+ tersebut diikuti juga dengan beras analog dengan 95% pati sagu dengan penghambat enzim glukokinase yang dan 5% tepung kacang merah yaitu sebesar menyebabkan proses oksidasi glukosa dan 11,80%. pembentukan ATP menjadi berkurang. Berkurangnya pembentukan ATP tersebut Kadar glukosa darah menyebabkan sinyal ATP yang diperlukan Kadar GDP seluruh hewan uji sebelum untuk memicu sekresi insulin juga ikut induksi aloksan < 126 mg dL−1. Pada kontrol berkurang sehingga terjadi penurunan negatif 88,06 mg dL−1, kontrol positif 76,71 mg sekresi insulin (Arjadi dan Mustofa 2017, dL−1 dan perlakuan 94,53 mg dL−1 (kadar Rachmah et al. 2018) GDP normal menurut PERKENI (2015) Pada akhir perlakuan, kadar GDP adalah < 100 mg dL−1). Hasil ANOVA hewan uji mengalami perubahan baik menunjukkan tidak ada perbedaan kadar peningkatan maupun penurunan (Gambar GDP antar kelompok sebelum induksi 2). KN mengalami peningkatan namun tidak aloksan (P = 0,201). Hasil tersebut signifikan (P = 0,743). Sedangkan KP dan P membuktikan bahwa GDP seluruh hewan uji mengalami penurunan kadar GDP yang sebelum induksi aloksan termasuk dalam signifikan. Hasil ANOVA menunjukkan tidak kategori normal atau tidak dalam kategori ada perbedaan kadar GDP antar kelompok hiperglikemia sebelum penelitian. Data setelah perlakuan (P = 0,296). Penurunan perubahan dan selisih kadar GDP disajikan rerata GDP pada kelompok KP yaitu pada Tabel 2. sebesar 211,61 ± 100,70 mg dL−1 atau Berbeda dengan kadar GDP awal, 70,98% (P = 0,004). Hal tersebut diduga setelah 72 jam induksi aloksan terjadi karena selama masa perlakuan telah terjadi peningkatan kadar GDP hingga > 126 mg perbaikan metabolisme glukosa darah pada dL−1 pada kelompok KP dan P. Hasil ANOVA kelompok yang diinduksi aloksan. menunjukkan ada perbedaan kadar GDP Mekanisme perbaikan glukosa pada antar kelompok setelah induksi aloksan (P = kelompok KP antara lain karena kerja 0,000). Hasil tersebut menunjukkan glibenklamid yaitu merangsang sekresi keberhasilan induksi aloksan. Aloksan insulin pada kelenjar β pankreas serta merupakan senyawa yang hidrofilik dan tidak meningkatkan sensitivitas sel perifer stabil. Menurut Gurjar (2018) aloksan terhadap insulin (Pitriya et al. 2017, memiliki bentuk molekul yang mirip dengan Pujiastuti dan Amilia 2018). Adanya insulin glukosa (glukomimetik) sehingga dapat dapat meningkatkan penyerapan glukosa secara selektif diserap oleh sel β pankreas oleh otot rangka dan jaringan adiposa serta secara khusus melalui glucose transporter 2 pada sel hati insulin dapat bekerja (GLUT 2). Kemiripannya menyebabkan meningkatkan kerja enzim yang merubah aloksan yang berada dalam darah akan glukosa menjadi glikogen dan menekan berikatan dengan GLUT 2 sehingga aloksan pembentukan glukosa oleh sel hati dapat masuk ke dalam sitosol sel β pankreas. sehingga terjadi perbaikan metabolisme Di dalam sitosol, aloksan akan mengalami glukosa (Vargas-Aguilar 2016).

224 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Pada kelompok P, terjadi penurunan memperbaiki keadaan resistensi insulin pada rerata GDP dengan selisih sebesar 178,63 ± penderita diabetes (Miao et al. 2018, 103,6 mg dL−1 atau 65,32%. (P = 0,006). Hasil Ramracheya et al. 2018). Asam lemak rantai uji lanjut Games-Howell menunjukkan pendek (asetat dan butirat) juga dapat pemberian Cersa Mori 5g/200gBB/hari menekan lipolisis dari adiposit dengan cara menurunkan kadar GDP setara dengan menghambat aktivasi dari hormone sensitive glibenklamid. Penurunan kadar GDP pada lipase (HSL) sehingga mengurangi asam kelompok P diduga terjadi karena adanya lemak bebas pada tubuh (Morrison dan senyawa pati resisten pada sereal Cersa Mori Preston 2016). Penurunan asam lemak sebesar 9,6% yang termasuk dalam kategori bebas pada tubuh dapat meningkatkan tinggi menurut Goñi et al. (1996). Kandungan sensitivitas insulin dengan cara: (1) RS dalam suatu pangan dapat dipengaruhi meningkatkan fungsi Adenosine oleh beberapa faktor antara lain: rasio Monophosphat-activated Protein Kinase amilosa dan amilopektin, konsentrasi enzim (AMPK) yang dapat menghambat proses pullulanase, konsentrasi pati, suhu glukoneogenesis dan mengaktifkan GLUT-4 pemanasan, siklus pemanasan dan sebagai jalur transport glukosa untuk pendinginan, kondisi penyimpanan serta penyerapan glukosa pada sel otot dan adanya lipid atau substansi bermolekul adiposit, (2) meningkatkan kemampuan rendah seperti gula (Setiarto et al. 2015). insulin dependen untuk penyerapan glukosa Pada penelitian ini, tingginya kandungan pati pada sel otot dan adiposit serta (3) resisten diduga dipengaruhi oleh kandungan meningkatkan kerja insulin pada glikogenesis amilosa. Hal tersebut sejalan dengan di dalam hati (Zhou et al. 2012, penelitian Setiarto et al. (2018) yang Hajiaghaalipour et al. 2015, Ekafitri 2017). menyebutkan bahwa semakin tinggi kadar Pati resisten (RS) juga memiliki respons amilosa dalam suatu pangan maka semakin glikemik yang rendah dan dapat berpotensi dalam pembentukan pati resisten. memperlambat waktu pengosongan Hal ini terjadi karena selama siklus lambung. RS merupakan pati hasil degradasi pemanasan dan pendinginan serta proses yang lambat dicerna pada saluran fermentasi, amilosa dan amilopektin pencernaan (Jyoshna 2017). Pencernaan RS terhidrolisis menjadi amilosa rantai pendek. dapat berlangsung lima sampai tujuh jam. Amilosa rantai pendek memiliki bentuk kristal Jika dibandingkan dengan jenis karbohidrat dengan ikatan yang lebih kuat. Ikatan lain yang dapat langsung dicerna, RS tersebut tidak dapat terhidrolisis oleh enzim termasuk pati yang lambat dicerna sehingga saluran pencernaan yang menyebabkan pati berpengaruh pada indeks glikemik suatu termodifikasi tidak dapat dicerna pada pangan dan menyebabkan penurunan saluran pencernaan atau biasa disebut pati absorbsi glukosa darah ke sirkulasi (Fauziyah resisten (Zhang dan Jin 2011). Hal ini sejalan et al. 2017, Yalçin et al. 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian Uthumporn et al. (2014) dengan penelitian Wahjuningsih et al. yang menyebutkan bahwa pati sagu memiliki (2018b) yang menyatakan bahwa pemberian kandungan amilosa yang tinggi yaitu berkisar beras analog dengan kandungan pati resisten antara 29,4–31,2%. tinggi yaitu 10,49% mampu menurunkan Pati resisten dapat memperbaiki kadar kadar glukosa darah sebesar 55,07% pada glukosa darah pada penderita diabetes tikus model diabetik setelah 30 hari dengan cara mencegah resistensi insulin dan perlakuan. meningkatkan sensitivitas insulin. Salah satunya karena fermentasi pati resisten KESIMPULAN dalam usus besar menghasilkan asam lemak rantai pendek yang berperan dalam Berdasarkan pada penelitian ini, dapat peningkatan produksi serta sekresi GLP-1 ditarik kesimpulan bahwa pemberian sereal (Firdaus et al. 2018). Peningkatan GLP-1 Cersa Mori 5g/200gBB/hari selama 30 hari dapat menghambat sekresi dari glukagon dan dengan kandugan pati resisten sebesar memediasi sekresi dari glucose dependent 9,648% mampu menurunkan kadar glukosa insulin pada reseptor sel β pankreas darah tikus putih diabetes yang diinduksi sehingga terjadi poliferasi serta aloksan secara signifikan (P = 0,006) dengan penghambatan apoptosis sel β yang dapat penurunan sebesar 65,32%.

225 Pengaruh Sereal Berbahan Sagu dan Moringa oleifera... Putri et al.

UCAPAN TERIMA KASIH Ekafitri R (2017) Pati resisten pada beras: jenis, metode peningkatan, efek untuk Ucapan terima kasih disampaikan kesehatan, dan aplikasinya. J Pangan kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Hariyanto, MS 26:1−15. doi: 10.33964/jp.v26i3.362 dari Badan Pengkajian dan Penerapan Fauziyah A, Marliyati SA, Kustiyah L (2017) Teknologi (BPPT) yang telah mensupport Substitusi tepung kacang merah bahan baku utama pada penelitian ini yaitu meningkatkan kandungan gizi, serat sereal Cersa Mori. pangan dan kapasitas antioksidan beras analog sorgum. J Gizi Pangan DAFTAR PUSTAKA 12:147−152. doi: 10.25182/jgp.2017.12.2.147-152 Arjadi F, Mustofa M (2017) Ektrak daging Federer WT (1991) Statistics and society: Data buah mahkota dewa meregenerasi sel collection and interpretation. Second Pulau Langerhans pada tikus putih edition. Marcel Dekker, New York diabetes. Biogenesis 5:27−33. doi: Firdaus J, Sulistyaningsih E, Subagio A 10.24252/bio.v5i1.3430 (2018) Resistant starch modified Asbar R, Sugiyono S, Haryanto B (2014) cassava flour (Mocaf) improves insulin Peningkatan pati resisten tipe III pada resistance. Asian J Clinic Nutr tepung singkong modifikasi (Mocaf) 10:32−36. doi: 10.3923/ajcn.2018.32.36 dengan perlakuan pemanasan- Fitria L, Mulyati, Tiraya CM, Budi AS (2015) pendinginan berulang dan aplikasinya Profil reproduksi jantan tikus (Rattus pada pembuatan mie kering. J Pangan norvegicus Berkenhout, 1769) galur 23:157−165. doi: 10.33964/jp.v23i2.60 wistar stadia muda, pradewasa, dan Astawan M (2019) Pengaruh konsumsi tempe dewasa. J Biol Papua 7:29−36. doi: dari kedelai germinasi dan non- 10.31957/jbp.429 germinasi terhadap profil darah tikus Giacco R, De Giulio B, Vitale M, Cozzolino R diabetes. J Pangan 28:135−44. doi: (2013) Functional foods: can food 10.33964/jp.v28i2.439 technology help in the prevention and Bachmid N, Sangi MS, Pontoh JS (2015) Uji treatment of diabetes? Food Nutr Sci aktivitas antikolesterol ekstrak etanol 4:827−837. doi: 10.4236/fns.2013.48108 daun patikan emas (Euphorbia Goñi I, Garcia-Diz L, Mañas E, Saura-Calixto prunifolia Jacq.) pada tikus wistar yang F (1996) Analysis of resistant starch: A hiperkolesterolemia. J Mipa 4:29−35. method for foods and food products. doi: 10.35799/jm.4.1.2015.6901 Food Chem 56:445−449. doi: den Besten G, van Eunen K, Groen AK, 10.1016/0308-8146(95)00222-7 Venema K, Reijngoud DJ, Bakker BM Gurjar HPS, Irchhaiya R, Pandey H, Singh PP (2013) The role of short-chain fatty (2018) Assessment of antidiabetic acids in the interplay between diet, gut potential of leaf extract of Bauhinia microbiota, and host energy variegata Linn. in type-I and type-II metabolism. J Lipid Res 54:2325–2340. diabetes. Int J Green Pharmacy doi: 10.1194/jlr.R036012 12:401−409. doi: Diasys (2014) Glucose Hexokinase FS: 10.22377/ijgp.v12i02.1793 diagnostic reagent for quantitive in vitro Hajiaghaalipour F, Khalilpourfarshbafi M, determination of glucose in serum or Arya A (2015) Modulation of glucose plasma on photometric systems. Diasys transporter protein by dietary flavonoids Diagnostic Systems Gmbh, Holzheim, in type 2 diabetes mellitus. Int J Biol Sci Germany 11:508−524. doi: 10.7150/ijbs.11241 Birt DF, Boylston T, Hendrich S, Jane JL, Hariyanto B, Cahyana PT, Putranto AT, Hollis J, Li L, McClelland J, Moore S, Wahyuningsih SB, Marsono Y (2017) Phillips GJ, Rowling M, Schalinske K, Penggunaan beras sagu untuk Scott MP, Whitley EM (2013) Resistant penderita pradiabetes. J Pangan starch: Promise for improving human 26:127−136. doi: health. Adv Nutr 4:587−601. doi: 10.33964/jp.v26i2.361 10.3945/an.113.004325 Haub MD, Hubach KL, Al-tamimi EK, Ornelas

226 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

S, Seib PA (2010) Different types of Morrison DJ, Preston T (2016) Formation of resistant starch elicit different glucose short chain fatty acids by the gut reponses in humans. J Nutr Metabolism microbiota and their impact on human 2010: ID 230501. doi: metabolism. Gut Microbes 7:189−200. 10.1155/2010/230501 doi: 10.1080/19490976.2015.1134082 Im Walde SS, Dohle C, Schott-Ohly P, Nasution DM, Parwata IMOA, Suirta IW, Gleichmann H (2002) Molecular target Wasudewa KM (2018) Efektifitas structures in alloxan-induced diabetes ekstrak air daun gaharu (Gyrinop in mice. Life Sci 71:1681−1694. doi: versteegii) dalam menurunkan kadar 10.1016/S0024-3205(02)01918-5 glukosa darah pada tikus wistar Irdalisa I, Safrida S, Khairil K, Abdullah A, hiperglikemia. J Media Sains 2:83−89. Sabri M (2015) Profil kadar glukosa doi: 10.36002/jms%203.v2i2.427 darah pada tikus setelah penyuntikan Palguna IGPA, Sugiyono S, Haryanto B aloksan sebagai hewan model (2013) Optimasi rasio pati terhadap air hiperglikemik. J Edubio Tropika dan suhu gelatinisasi untuk 3:25−28 pembentukan pati resisten tipe III pada Joseph OI, Nnabuihe ED, Ukoha U, Ezinwa pati sagu (Metroxylon sagu). J Pangan AC (2017) The effects of cassava 22:253−262. doi: starch on the pancreas of adult wistar 10.33964/jp.v22i3.107 rats. J Med Physiol Biophys 31:9−15 PERKENI (2015) Konsensus: Pengelolaan Jyoshna E, Hymavathi TV (2017) Review of dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 studies on effect of resistant starch di Indonesia. Perkumpulan supplementation on glucose and Endokrinologi Indonesia. PB PERKENI, insulin. J Pharmacog Phytochem Jakarta 6:55−58 Pitriya IA, Rahman N, Sabang SM (2017) Laila W (2018) Pengaruh pemberian sagu Efek ekstrak buah kelor (Moringa (Metroxylon spp) terhadap kadar oleifera) terhadap penurunan kadar glukosa darah mencit putih jantan (Mus gula darah mencit (Mus musculus). J musculus) diabetes melitus. Scientia J Akad Kim 6:35−42 Far Kes 8:193−199. doi: Pujiastuti E, Amilia D (2018) Efektivitas 10.36434/scientia.v8i2.169 ekstrak etanol daun kenikir (Cosmos Mans K, Aburjai T (2019) Accessing the caudatus kunth) terhadap penurunan hypoglycemic effects of seed extract kadar glukosa darah pada tikus putih from celery (Apium graveolens) in galur wistar yang diinduksi aloksan. alloxan-induced diabetic rats. J Cendekia J Pharm 2:16−21. doi: Pharmaceutical Res Int 26:1−10. doi: 10.31596/cjp.v2i1.13 10.9734/jpri/2019/v26i630152 Rachmah AR, Harahap U, Hasibuan PAZ Mashi JA, Sa’id AM, Idris RI, Aminu I, (2018) Pengaruh ekstrak etanol kulit Muhammad AA, Inuwa IM (2019) buah nanas (Ananas comosus (L.) Persea Americana leaf ethyl acetate Merr.) terhadap glukosa darah pada extract phytochemical, in-vitro mencit hiperglikemia secara in vivo. J antioxidant and in-vivo potentials to ’Aisyiyah Med 2:18−27. doi: mitigate oxidative stress in alloxan- 10.36729/jam.v2i1.66 induced hyperglycaemic rats. Asian Ramracheya R, Chapman C, Chibalina M, Plant Res J 2:1−11. doi: Dou H, Miranda C, González A, Moritoh 10.9734/APRJ/2019/v2i230041 Y, Shigeto M, Zhang Q, Braun M, Clark Miao X, Gu Z, Liu Y, Jin M, Lu Y, Gong Y, Li A, Johnson PR, Rorsman P, Briant LJB L, Li C (2018) The glucagon-like (2018) GLP‐1 suppresses glucagon peptide-1 analogue liraglutide promotes secretion in human pancreatic alpha‐ autophagy through the modulation of 5′- cells by inhibition of P/Q‐type Ca2+ AMP-activated protein kinase in INS-1 channels. Physiol Rep 6:1−17. doi: β-cells under high glucose conditions. 10.14814/phy2.13852 Peptides 100:127−139. doi: Ridwan E (2013) Etika pemanfaatan hewan 10.1016/j.peptides.2017.07.006 percobaan dalam penelitian kesehatan.

227 Pengaruh Sereal Berbahan Sagu dan Moringa oleifera... Putri et al.

J Indones Med Assoc 63:112−116 Wahjuningsih SB, Marsono Y, Praseptiangga Badan Litbangkes (2013) Riset kesehatan D, Haryanto B (2016) Resistant starch dasar (RISKESDAS) 2013. Laporan content and glycaemic index of sago Nasional 2013. Badan Penelitian dan (Metroxylon spp.) starch and red bean Pengembangan Kesehatan, Kemenkes (Phaseolus vulgaris) based analogue RI rice. Pak J Nutr 15:667−672. doi: Robertson MD, Wright JW, Loizon E, Debard 10.3923/pjn.2016.667.672 C, Vidal H, Shojaee-Moradie F, Russell- Wahjuningsih SB, Haslina, Untari S, Jones D, Umpleby AM (2012) Insulin- Wijanarka A (2018b) Hypoglycemic sensitizing effects on muscle and effect of analog rice made from adipose tissue after dietary fiber intake modified cassava flour (Mocaf), in men and women with metabolic arrowroot flour and kidney bean flour on syndrome. J Clinic Endocrinol STZ-NA induced diabetic rats. Asian J Metabolism 97:3326−3332. doi: Clin Nutr 10:8−15. doi: 10.1210/jc.2012-1513 10.3923/ajcn.2018.8.15 Setiarto RHB, Jenie BSL, Faridah DN, Wahjuningsih SB, Septiani AR, Haslina H Saskiawan I (2015) Kajian peningkatan (2018a) Organoleptik cereal dari pati resisten yang terkandung dalam tepung beras merah (Oryza nivara bahan pangan sebagai sumber Linn.) dan tepung kacang merah prebiotik. J Ilmu Pertanian Indones (Phaseolus vulgaris Linn.). J Litbang 20:191−200. doi: Provinsi Jawa Tengah 16:131−142. doi: 10.18343/jipi.20.3.191 10.36762/litbangjateng.v16i2.758 Setiarto RHB, Widhyastuti N, Sumariyadi A WHO (2017) Diabetes fact sheet. World (2018) Peningkatan kadar pati resisten Health Organization. Geneva (CH). tipe III tepung singkong termodifikasi Switzerland melalui fermentasi dan pemanasan Wu Y, Ding Y, Tanaka Y, Zhang W (2014) bertekanan-pendinginan. Biopropal Risk factors contributing to type 2 Industri 9:9−23. doi: diabetes and recent advances in the 10.36974/jbi.v9i1.3425 treatment and prevention. Int J Med Sci Uthumporn U, Wahidah N, Karim AA (2014) 11:1185−1200. doi: 10.7150/ijms.10001 Physicochemical properties of starch Yalçın T, Al A, Rakıcıoğlu N (2017) The from sago (Metroxylon sagu) palm effects of meal glycemic load on blood grown in mineral soil at different growth glucose levels of adults with different stages. IOP Conf Ser: Mater Sci Eng body mass indexes. Indian J Endocrinol 62:012026. doi: 10.1088/1757- Metab 21:71−75. doi: 10.4103/2230- 899X/62/1/012026 8210.195995 Vargas-Aguilar P (2016) Flours and starches Zhang H, Jin Z (2011) Preparation of resistant made from cassava (yuca), yam, sweet starch by hydrolysis of maize starch potatoes and ñampi: Functional with pullulanase. Carbohydr Polym properties and possible applications in 83:865−867. doi: the food industry. Revista Tecnología 10.1016/j.carbpol.2010.08.066 en Marcha 29:86−94. doi: Zhou J, Keenan MJ, Keller J, Fernandez‐Kim 10.18845/tm.v29i5.2519 SO, Pistell PJ, Tulley RT, Raggio AM, Visuthranukul C, Sirimongkol P, Shen L, Zhang H, Martin RJ, Blackman Prachansuwan A, Pruksananonda C, MR (2012) Tolerance, fermentation, Chomtho S (2015) Low-glycemic index and cytokine expression in healthy diet may improve insulin sensitivity in aged male C57BL/6J mice fed resistant obese children. Pediatric Res starch. Mol Nutr Food Res 56:515−518. 78:567−573. doi: 10.1038/pr.2015.142 doi: 10.1002/mnfr.201100521

228 VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

PENGARUH MEDIA DASAR DAN NAA PADA INDUKSI IN VITRO AKAR TUNAS KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

The Effect of Basal Media and NAA on the In Vitro Induction of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Root

Karyanti1*, Mutia Afifah2, Tati Sukarnih1, Yayan Rudiyana1 1Balai Bioteknologi, BPPT, Gedung 630 Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Banten 2Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat, Tangerang Selatan, Banten *Email: [email protected]

ABSTRACT Clonal propagation of oil palm plants using tissue culture technique results in a low percentage of rooted shoots. To increase the percentage of rooted shoots that are more uniform, the root induction method is supported by the use of basic media and the addition of growth regulators 1-naphthaleneacetic acid (NAA). This study aims to analyze the effect of a combination of base media and optimum NAA concentration in inducing the roots of oil palm shoots in vitro. This research used factorial completely randomized design (RAL) consisting of 2 factors. The first factor was the type of basic media, namely Murashige and Skoog (MS) and MS Modifications (MSM) media. The second factor was the concentration of NAA, namely 0; 0.05; 0.1; and 0.2 ppm. each treatment was repeated 10 times. The results showed that the use of MSM medium was better than that of MS, and the most optimum NAA concentration was 0.05 and 0.1 ppm, in inducing oil palm roots in vitro. In addition, the combination of MSM + NAA 0.1 ppm treatment produced the most optimum result in induction of oil palm roots in vitro.

Keywords: basal media, NAA, palm oil, plantlet, root induction

ABSTRAK Perbanyakan klonal tanaman kelapa sawit menggunakan teknik kultur jaringan menghasilkan persentase tunas berakar yang rendah. Dalam upaya meningkatkan persentase tunas berakar yang lebih seragam maka dilakukan metode induksi akar yang didukung oleh penggunaan media dasar dan penambahan zat pengatur tumbuh 1-naphthaleneacetic acid (NAA). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kombinasi media dasar dan konsentrasi NAA yang optimum dalam menginduksi akar tunas kelapa sawit secara in vitro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah jenis media dasar yang terdiri dari media Murashige and Skoog (MS) dan MS Modifikasi (MSM). Faktor kedua adalah konsentrasi NAA yang terdiri dari 0; 0,05; 0,1; dan 0,2 ppm. setiap perlakuan diulang sebanyak 10 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media MSM lebih baik daripada MS, dan konsentrasi NAA yang paling optimum adalah 0,05 dan 0, 1 ppm dalam menginduksi akar kelapa sawit secara in vitro. Selain itu kombinasi perlakuan MSM+NAA 0,1 ppm memiliki hasil yang paling optimum dalam induksi akar kelapa sawit secara in vitro.

Kata Kunci: induksi akar, kelapa sawit, media dasar, NAA, planlet

Received: 17 September 2019 Accepted: 03 December 2019 Published: 31 December 2019

229 Pengaruh Media Dasar dan NAA Pada Induksi Akar.... Karyanti et al.

PENDAHULUAN jaringan adalah Murashige dan Skoog (MS). Ciri utama yang membedakan media MS – + + Benih kelapa sawit (Elaeis guineensis adalah kandungan NO3 , K , dan NH4 yang Jacq.) saat ini didominasi dari biji yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan media memiliki tingkat keragaman yang tinggi. B5, Eriksson (Er), serta Schenk dan Dalam upaya memenuhi kebutuhan benih Hildebrandt (SH) (Gamborg et al. 1976). yang terus meningkat dengan kualitas yang Berdasarkan aplikasinya, media MS banyak unggul maka salah satu cara adalah melalui digunakan sebagai media proliferasi kultur perbanyakan klonal dari sumber induk jaringan tanaman kelapa sawit (Thawaro dan tanaman yang unggul dengan memanfaatkan Te-chato 2010). Penggunaan media MS pada teknologi kultur jaringan. Metode induksi akar kelapa sawit sudah pernah perbanyakan benih kelapa sawit melalui dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya kultur jaringan telah banyak dilakukan sejak (Thuzar et al. 2011, Yunita et al. 2016). diperkenalkannya teknik ini pada tahun 1970- Selain penggunaan media dasar, ZPT an di Indonesia (Balzon et al. 2013), merupakan faktor pendorong dalam induksi khususnya dengan teknik embriogenesis akar secara in vitro. Salah satu ZPT yang somatik. Benih yang dihasilkan dari teknik sering digunakan dalam teknik kultur jaringan embriogenesis somatik memiliki sifat bipolar, adalah auksin. Naphthaleneacetic acid (NAA) yang menyerupai benih dari perkembangan dan indole butyric acid (IBA) adalah auksin embrio zigotik (Ibrahim et al. 2013). sintetis yang paling banyak digunakan dalam Kemampuan bipolar pada tanaman perbanyakan tanaman (Costa et al. 2017). kelapa sawit tidak sebesar pada tanaman Selain itu NAA diyakini dapat merangsang lainnya. Beberapa kendala yang masih produksi akar pada tanaman kelapa sawit ditemukan yaitu rendahnya persentase tunas (Nwaoguala dan Shittu 2018). Riyadi dan yang mampu menghasilkan akar yang Sumaryono (2010) dalam penelitiannya sempurna (Yunita et al. 2016). Pada kegiatan melaporkan bahwa pengaruh NAA lebih kuat kultur jaringan dengan tujuan produksi daripada IBA dalam pembentukan akar pada tentunya dibutuhkan planlet kelapa sawit planlet kelapa sawit. Penggunaan NAA pada yang berakar sempurna dan serempak. konsentrasi 0,93–3,72 ppm menghasilkan Tunas sawit tanpa akar sangat berdampak persentase inisiasi akar lebih dari 40%. dalam tahapan aklimatisasi, yang dapat Selain itu, pemberian NAA secara tunggal menghambat keberhasilan perbanyakan dinilai lebih efisien dibandingkan perlakuan kelapa sawit menggunakan teknik in vitro kombinasi NAA dan IBA pada induksi akar (Gomes et al. 2015). kelapa sawit secara in vitro (Yunita et al. Keberhasilan proses induksi akar 2016). Penggunaan konsentrasi ZPT yang secara in vitro dapat didukung oleh ketepatan tepat merupakan faktor penting dalam induksi komposisi media dasar yang digunakan. perakaran. Penggunaan auksin dengan Ketepatan konsentrasi unsur hara yang konsentrasi yang sangat rendah dapat optimal pada media dalam mencapai tingkat memacu pemanjangan akar pada banyak maksimum pertumbuhan bervariasi, tanaman. Di sisi lain, penggunaan dengan tergantung pada spesies tumbuhannya (Saad konsentrasi yang tinggi dapat bersifat dan Elshahed 2012). Umumnya media yang phytotoxic dan dapat menghambat perakaran digunakan dalam induksi akar sama dengan (Costa et al. 2017). Oleh karena itu, tunas media yang digunakan untuk pertunasan. kelapa sawit yang tumbuh tanpa akar perlu Akan tetapi, beberapa tanaman memiliki diinduksi dengan penggunaan kombinasi pertumbuhan akar yang lambat sehingga media dengan penambahan ZPT yang tepat. dibutuhkan media baru dengan penambahan Tujuan penelitian ini adalah untuk zat pengatur tumbuh (ZPT) agar dapat menganalisis penggunaan media dasar mendorong inisiasi perakaran yang lebih dalam menginduksi akar tunas kelapa sawit cepat. secara in vitro, dengan penambahan NAA Komposisi media berupa unsur hara pada konsentrasi yang rendah. Kombinasi makro dan mikro yang tepat berpengaruh media tanam yang tepat diharapkan dapat nyata pada kecepatan pembentukan akar meningkatkan persentase pembentukan akar (Ridhawati et al. 2017). Salah satu media pada tunas kelapa sawit untuk menunjang dasar yang umum digunakan dalam kultur produksi benih secara massal.

230 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

BAHAN DAN METODE Berikutnya dilakukan pengelompokan kelas akar yang dilakukan berdasarkan pada Tempat dan waktu penelitian penelitian Riyadi dan Sumaryono (2010), Penelitian ini dilakukan mulai Bulan sebagai berikut: Februari sampai dengan Bulan Juni 2018. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kelas 1 = tanpa akar Mikropropagasi Tanaman, Balai Bioteknologi, Kelas 2 = akar primer 1 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kelas 3 = akar primer 1, dengan ≥ 1 akar (BPPT) Gedung 630, Kawasan Puspiptek, sekunder Tangerang Selatan, Banten. Kelas 4 = akar primer ≥ 2 Kelas 5 = akar primer ≥ 2, dengan ≥ 1 akar Bahan sekunder Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tunas kelapa sawit Aklimatisasi (Elaeis guineensis Jacq.) varietas Tenera. Setelah tahap induksi akar secara in Tunas tersebut merupakan koleksi Balai vitro, selanjutnya tunas kelapa sawit yang Bioteknologi, BPPT (6° 21' 34.4592'' S, 106° telah memiliki akar diaklimatisasi. Planlet 39' 48.708'' E). Media yang digunakan adalah dikeluarkan dari tabung kultur dan MS dan MSM (MS modifikasi). Modifikasi dibersihkan dari sisa media kultur. Kemudian pada media MSM mengganti amonium nitrat planlet direndam di dalam larutan fungisida dengan amonium sulfat pada konsentrasi selama 5 menit. Berikutnya planlet ditanam yang sama, serta menambahkan sumber K ke dalam polibag yang berisi media (kalium) dua kali lipat. Selanjutnya adalah campuran tanah dan pasir dengan NAA 1.000 ppm, sukrosa, gelzan, HCl dan perbandingan 1:1. Planlet selanjutnya NaOH 1 N, serta aquades. diinkubasi selama 8 minggu di dalam sungkup. Setelah itu tanaman disemprot Metode dengan air selama masa inkubasi. Penelitian ini menggunakan rancangan Pengamatan dilakukan setiap bulan selama acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua dua bulan. Peubah yang diamati yaitu faktor. Faktor pertama adalah jenis media kemampuan hidup planlet pada tahap dasar (MS dan MSM) dan faktor kedua aklimatisasi. adalah konsentrasi NAA (0; 0,05; 0,1 dan 0,2 ppm) dengan masing-masing 10 ulangan. Analisis data Data yang telah diperoleh kemudian Induksi akar kelapa sawit secara in vitro diuji dengan analysis of variance (ANOVA) Dalam penanaman eksplan, dipilih dua arah. Apabila terdapat pengaruh nyata tunas kelapa sawit yang memiliki tinggi ±10 maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan cm yang kemudian ditanam ke dalam media multiple range test pada taraf 5%. MS dan MSM yang ditambahkan NAA dengan konsentrasi sesuai perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Masing-masing media ditambahkan sukrosa (sesuai standar media MS) dan pH media Induksi akar diatur pada 5,7 ± 0,1 dengan ditetesi NaOH Tunas kelapa sawit secara umum telah atau HCl. Media dibuat padat dengan membentuk dan mengalami pemanjangan penambahan gelzan 2,2 mg L−1. Eksplan akar pada berbagai kombinasi perlakuan yang telah ditanam kemudian diinkubasi pada umur 3 minggu setelah tanam (MST). dalam ruang kultur selama 8 minggu pada Sedangkan akar sekunder atau serabut akar suhu 28ºC dan kelembaban 40%. Setiap baru terbentuk pada umur 7 MST. tabung kultur berisi satu tunas. Penggunaan kombinasi media dasar dan Parameter yang diamati pada setiap penambahan NAA tidak berpengaruh minggunya adalah jumlah dan panjang akar terhadap waktu munculnya perakaran karena primer dan sekunder. Setelah diinkubasi pada umumnya akar pertama muncul pada selama 8 minggu, planlet dikeluarkan dari minggu yang sama. Hasil analisis statistik tabung kultur untuk diukur panjang akar memperlihatkan interaksi antara kombinasi primer dengan menggunakan mistar. media dasar dan konsentrasi NAA yang

231 Pengaruh Media Dasar dan NAA Pada Induksi Akar.... Karyanti et al.

Tabel 1. Induksi dan panjang akar pada media MS dan MSM dengan berbagai konsentrasi NAA pada umur 8 MST

Perlakuan Jumlah Jumlah Panjang Media dasar Konsentrasi NAA (ppm) akar primer akar sekunder akar primer (cm) 0 0,00c 0,00c 0,00b 0,05 0,60c 0,10c 0,58b MS 0,1 1,10bc 1,40c 0,55b 0,2 0,90c 1,10c 0,28b 0 0,40c 0,10c 1,70b 0,05 2,80b 17,30a 7,47a MSM 0,1 5,00a 11,30ab 6,26a 0,2 4,80a 5,50bc 1,44b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Duncans Multiple Range Test (DMRT) berpengaruh (Sig < 0,05) terhadap jumlah pendorong pertumbuhan meristem secara akar primer dan sekunder, serta panjang akar cepat. Penggunaan auksin secara eksogen primer. penting dalam tahap perakaran secara in Tunas kelapa sawit yang ditanam vitro. Media tanpa pemberian auksin dapat dengan kombinasi perlakuan media MS + menghasilkan tanaman yang lebih rentan NAA 0 ppm tidak mengalami inisiasi kematian saat proses aklimatisasi (Gomes et pertumbuhan akar (Tabel 1). Hal ini al. 2015). dikarenakan tidak adanya ZPT eksogen yang Tunas kelapa sawit yang ditanam pada ditambahkan pada media tanam. Akan tetapi, media MSM memiliki jumlah akar dan tunas kelapa sawit yang menggunakan media panjang akar primer yang paling tinggi kombinasi perlakuan MSM + NAA 0 ppm dibandingkan dengan media MS (Tabel 1). memiliki respons inisiasi perakaran, Hal ini dapat terjadi karena perbedaan meskipun jumlah akar primer dan sekunder proporsi unsur hara makro yang terkandung yang dimiliki lebih sedikit dibandingkan pada kedua media. Nitrogen dan fosfor kombinasi perlakuan yang lain (Tabel 1). Hal adalah unsur hara makro yang berperan ini dapat terjadi karena adanya kandungan dalam pembentukan akar. Jumlah akar auksin endogen yang ada di dalam tunas. primer yang lebih sedikit pada tunas dengan Auksin endogen ini diduga konsentrasinya media MS dikarenakan konsentrasi nitrogen rendah sehingga tidak dapat bekerja secara yang yang lebih banyak dibandingkan optimal untuk menghasilkan akar primer dan dengan media MSM. Konsentrasi nitrogen sekunder yang lebih banyak. Hasil penelitian yang tinggi menyebabkan terjadinya ini sama dengan penelitian yang telah akumulasi nitrogen di daerah calon tumbuh dilakukan oleh Nwaoguala dan Shittu (2018), akar. Menurut Shintiavira et al. (2012), yang menginduksi akar kelapa sawit dengan kandungan nitrogen yang tinggi akan perlakuan MS + NAA 0 ppm + BAP 0 ppm meningkatkan pertumbuhan daun dan yang memiliki respons inisiasi perakaran pemanjangan akar yang lebih sedikit pada pada umur 2 MST. Selain itu, hal tersebut tanaman. dapat dipengaruhi pula oleh adanya struktur Masing-masing media memiliki − bipolar pada tunas kelapa sawit. Pada teknik kandungan nitrogen dalam bentuk ion NO3 + − + embriogenesis somatik terdapat tahapan dan NH4 . Rasio penggunaan NO3 dan NH4 dimana eksplan ditransfer pada media yang yang tepat dalam media dapat berkontribusi mengandung auksin dengan konsentrasi dalam menghasilkan pertumbuhan planlet yang rendah (Yusnita dan Hapsoro 2011). yang optimal (Zhang et al. 2019). Menurut Hal ini tentunya dapat mendorong proses Pierik (1997), umumnya kebutuhan total perkecambahan eksplan untuk menginduksi nitrogen pada tanaman adalah 12–60 mmol −1 − tunas dan akar. Selain itu, mekanisme bipolar L . Selain itu, keseimbangan antara ion NO3 + akar terhambat jika media tanam tidak dan NH4 dapat menghasilkan pertumbuhan menggunakan penambahan ZPT karena dan perkembangan tanaman yang optimal tidak adanya zat yang dapat menjadi faktor pada kultur in vitro. Dengan demikian, jumlah

232 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

akar dan panjang akar primer yang rendah tanaman yang digunakan. Tanaman kelapa pada media MS dapat disebabkan oleh sawit adalah kelompok tanaman tahunan keseimbangan ion yang kurang optimal. yang memiliki laju pertumbuhan yang relatif Selain itu, pada penelitian Thawaro dan Te- lambat (Foster et al. 2017). Disamping itu, chato (2010), media MS memiliki konsentrasi auksin memiliki peran penting dalam nutrisi yang lebih tinggi dan memiliki efek pertumbuhan akar. Menurut Shirin et al. untuk pertumbuhan daun, tetapi dapat (2015), auksin menginduksi pembentukan menghambat pertumbuhan akar dalam akar baru dengan memecah dominansi apikal proses perkecambahan kelapa sawit. pada akar yang diinduksi oleh sitokinin. Tunas kelapa sawit yang ditanam pada Jumlah akar sekunder dengan media media kombinasi perlakuan MSM + NAA 0,1 kombinasi perlakuan MSM + NAA 0,05 ppm ppm memiliki jumlah akar primer yang paling tidak berbeda nyata dengan perlakuan MSM banyak dibandingkan dengan kombinasi + NAA 0,1 ppm (Tabel 1). Keduanya sama- perlakuan yang lain (Tabel 1). Hasil ini lebih sama memiliki jumlah akar sekunder yang banyak dibandingkan dengan penelitian yang hampir sama banyaknya. Metabolisme dilakukan oleh Yunianti (2017), yang auksin dapat memicu aktivitas promoter menggunakan media MS + NAA 0,25 ppm pertumbuhan yang menghasilkan fosfat dan pada induksi akar kelapa sawit yang prekursor metabolisme (Basuchaudhuri menghasilkan rata-rata jumlah akar sebanyak 2016). Menurut Costa et al. (2017), 2,4. Akan tetapi, hasil tersebut masih lebih pembentukan akar utamanya disebabkan rendah jika dibandingkan dengan penelitian oleh keseimbangan antara auksin dan Arlianti et al. (2013), yang menggunakan hormon lain yang ada pada tumbuhan. Selain media MS + NAA 0,2 ppm pada induksi akar itu, akar sekunder dapat terbentuk karena Stevia rebaudiana dan menghasilkan rata- adanya interaksi antara unsur hara makro rata jumlah akar 8,2. Perbedaan hasil dan mikro dengan ZPT eksogen. Salah satu tersebut dikarenakan perbedaan jenis unsur makro yang berperan adalah kalsium.

A B C

D E F

Gambar 1. Morfologi akar kelapa sawit pada umur 8 MST. Keterangan, 1) akar primer dan 2) akar sekunder. Perlakuan: A) MS + NAA 0,05 ppm; B) MS + NAA 0,1 ppm; C) MS + NAA 0,2 ppm; D) MSM + NAA 0,05 ppm, E) MSM + NAA 0,1 ppm; dan F) MSM + NAA 0,2 ppm

233 Pengaruh Media Dasar dan NAA Pada Induksi Akar.... Karyanti et al.

Tabel 2. Jumlah planlet kelapa sawit berdasarkan kelas akar

Perlakuan Kelas akar Media dasar Konsentrasi NAA (ppm) 1 2 3 4 5 0 10 0 0 0 0 0,05 6 2 1 1 0 MS 0,1 6 0 0 2 2 0,2 6 1 0 1 2 0 7 1 0 1 1 0,05 0 1 4 0 5 MSM 0,1 0 1 1 1 7 0,2 1 0 0 4 5 Total jumlah planlet 36 6 6 10 22

Kalsium dapat berperan dalam regulasi Berdasarkan morfologi akar yang respons hormon. Ion Ca+ dapat terlibat dalam terbentuk pada seluruh kombinasi perlakuan, proses morfogenesis kultur in vitro yang dimana akar memiliki struktur dengan bentuk digunakan pada banyak respons induksi oleh yang hampir sama, yaitu tidak terlalu tebal ZPT khususnya auksin (George et al. 2008). dan tidak terlalu tipis (Gambar 1). Struktur Panjang akar primer pada kombinasi akar yang terbentuk dapat mendukung perlakuan MSM + NAA 0,05 ppm tidak proses aklimatisasi sehingga planlet tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan mudah rusak. Umumnya konsentrasi NAA MSM + NAA 0,1 ppm (Tabel 1). Keduanya yang digunakan dalam kultur secara in vitro memiliki selisih panjang akar primer yang adalah 0,001–10 ppm (Pierik 1997). Struktur tidak signifikan. Akan tetapi, jika bentuk akar yang tidak terlalu tebal pada diperhatikan pada faktor tingkat konsentrasi penelitian ini karena konsentrasi NAA yang NAA yang digunakan, semakin besar digunakan masih terbilang rendah. Hal ini konsentrasi NAA yang digunakan maka terbukti pada penelitian Yunita et al. (2016), semakin pendek panjang akar primer. yang menggunakan konsentrasi NAA lebih Menurut Tolera (2016), peningkatan tinggi dari penelitian ini yaitu 4 ppm untuk konsentrasi auksin secara alami dapat menginduksi akar kelapa sawit menghasilkan merangsang produksi etilen yang dapat bentuk akar yang tebal. Selain itu, pada menghambat pertumbuhan akar. Oleh sebab penelitian yang dilakukan oleh Nizam dan Te- itu, penghambatan pertumbuhan akar chato (2009), yang menggunakan berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi NAA 8 ppm juga menghasilkan konsentrasi NAA yang ada pada media bentuk akar kelapa sawit yang tebal dan tanam. Menurut Yan et al. (2014) dalam kekar. Dengan demikian, NAA penelitiannya, penggunaan NAA dengan mempengaruhi bentuk akar yang terbentuk. konsentrasi lebih rendah menghasilkan Semakin tinggi konsentrasi NAA yang peningkatan kemampuan berakar yang digunakan maka akar kelapa sawit yang signifikan pada tanaman tebu sedangkan terbentuk semakin tebal dan besar. Aktivitas konsentrasi NAA yang lebih tinggi ZPT dalam media tergantung pada varietas menyebabkan penurunan yang signifikan tanaman yang digunakan dan sifat jaringan dalam pembentukan akar. Di sisi lain, tersebut. Penggunaan auksin dalam panjang akar pada hasil penelitian dalam perbanyakan tanaman secara vegetatif studi ini lebih panjang dibandingkan dengan banyak digunakan pada berbagai macam hasil penelitian Arimarsetiowati dan Ardiyani tanaman, dengan konsentrasi yang berbeda- (2012), yang menginduksi akar tanaman beda (Yan et al. 2014) kopi arabika dengan media ½MS dan ditambahkan 0,1 ppm NAA menghasilkan Kelas akar panjang akar 0,211 cm. Perbedaan ini dapat Pengelompokkan kelas akar dilakukan terjadi karena perbedaan komposisi media untuk melihat kualitas akar yang terbentuk yang digunakan, meskipun penggunaan sebelum planlet masuk ke tahapan NAA dengan konsentrasi yang sama. aklimatisasi. Kategori kelas planlet terbanyak

234 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

ada pada kelas 1 (Tabel 2), yang merupakan Akan tetapi, kelas akar bukan satu-satunya kelas yang tidak memiliki akar primer dan faktor dalam menentukan kualitas planlet. Hal sekunder. Jumlah planlet pada kelas 1 tersebut dapat dilihat saat aklimatisasi secara didominasi oleh perlakuan kombinasi MS + ex vitro. NAA 0 ppm dan MSM + NAA 0 ppm (Tabel 2). Hal ini karena pada kedua media tersebut Aklimatisasi tidak ada faktor pendorong inisiasi akar. Planlet kelapa sawit yang diaklimatisasi Sementara itu, tidak terbentuknya akar pada adalah pada semua kelas akar, yaitu kelas 1, media perlakuan tanpa NAA dapat 2, 3, 4, dan 5. Kelas akar 1 diaklimatisasi dipengaruhi oleh peristiwa pencoklatan sebagai pembanding dan membuktikan media (browning) yang muncul pada minggu bahwa tunas yang tidak memiliki akar tidak ke-2 setelah tanam. Menurut Chuanjun et al. dapat bertahan pada kondisi ex vitro. Menurut (2015), pencoklatan pada media dapat Hazarika (2006), planlet tanpa akar dapat menghambat pertumbuhan atau mati saat dipindahkan ke lingkungan luar menyebabkan kematian dan kegagalan kultur. Pada dasarnya tunas tanpa akar dapat regenerasi pada eksplan secara in vitro. diaklimatisasi dengan bantuan ZPT pada Kelas akar 5 memiliki jumlah planlet media tanamnya. Namun, pada penelitian ini terbanyak kedua, yang didominasi oleh tahapan aklimatisasi tidak dilakukan dengan kombinasi perlakuan MSM + NAA 0,1 ppm penambahan ZPT pada media tanam. (Tabel 2). Kelas akar 5 merupakan kelas akar Persentase kemampuan hidup benih dengan kualitas akar terbaik. saat aklimatisasi selama 1 bulan berhasil Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa karena seluruh planlet yang ditanam memiliki kelas akar yang terbentuk dapat dipengaruhi persentase hidup 100% kecuali kultur atau oleh penggunaan media dasar dan tunas tanpa akar dari kelas akar 1 (Gambar konsentrasi NAA yang digunakan saat kultur 2). Kemudian, pada bulan ke 2 di tahapan in vitro. Selain itu, setiap planlet memiliki aklimatisasi, benih kelapa sawit pada kelas respons fisiologis yang berbeda dalam akar 1 semuanya terdeteksi tidak tumbuh dan menyerap media. Keragaman kelas akar planlet kelas akar 2 mengalami penurunan yang terbentuk dapat dipengaruhi oleh sebesar 1% (Gambar 2). Penurunan ini kecepatan waktu yang dimiliki tanaman untuk dikarenakan benih layu atau mati. Hal ini mengeluarkan respons inisiasi perakaran. diduga karena kualitas akar yang kurang baik Menurut Riyadi dan Sumaryono (2010), kelas sehingga tanaman kurang dapat menyerap akar penting karena dapat menunjukkan nutrisi yang ada pada media tanam. kualitas akar yang terbentuk. Selain itu, Kematian akar ditandai dengan perubahan kualitas planlet kelapa sawit akan warna akar yang menghitam dan struktur mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi. akar yang layu. Selain itu saat ditekan, akar

100 Bulan ke-1

80 Bulan ke-2

60

40

20

Persentase hidup benih aklimatisasi (%) aklimatisasihidupbenihPersentase 0 Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5

Kelas akar

Gambar 2. Persentase kemampuan hidup benih kelapa sawit secara ex vitro berdasarkan kelas akar

235 Pengaruh Media Dasar dan NAA Pada Induksi Akar.... Karyanti et al.

memiliki struktur yang lunak dan berair. NAA terhadap induksi perakaran tanaman Menurut Yunita et al. (2016), selama periode Stevia (Stevia rebaudiana) secara in vitro. aklimatisasi awal, akar tidak berfungsi secara Jurnal Buletin Littro. 24:57–62. doi: normal untuk mendukung tanaman sebagai 10.21082/bullittro.v24n2.2013.%25p penyangga atau peran fisiologis. Disamping Balzon TA, Luis ZG, Scherwinski-Pereira JE itu, pada tahapan aklimatisasi tumbuhan (2013) New approaches to improve the yang diproduksi dalam kondisi in vitro efficiency of somatic embryogenesis in cendrung mengalami stres biotik dan abiotik oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) from karena kondisi in vitro sangat berbeda mature zygotic embryos. In Vitro Cell dengan kondisi ex vitro (Sarmast et al. 2013). Dev Biol – Plant 49:41–50. doi: Kelas akar 2 merupakan planlet yang 10.1007/s11627-012-9479-3 memiliki 1 akar primer dengan panjang Basuchaudhuri P (2016) 1-Naphthaleneacetic sekitar 1 cm tanpa akar sekunder, sehingga acid in rice cultivation. Curr Sci 110:52– kematian yang terjadi dapat disebabkan 56. doi: 10.18520/cs/v110/i1/52-56. karena akar kurang dapat menyerap nutrisi Chuanjun X, Zhiwei R, Ling L, Biyu Z, Junmei dengan baik. Menurut Hazarika (2006), H, Wen H, Ou H (2015) The effects of tanaman hasil kultur in vitro memiliki kutikula polyphenol oxidase and cycloheximide yang tipis, regulasi stomata yang lemah, dan on the early stage of browning in proses fotosintesis yang lambat sehingga Phalaenopsis explants. Hortic Plant J tanaman rentan terhadap kematian. Akan 1:172–180. doi: 10.16420/j.issn.2095- tetapi kualitas akar bukan satu-satunya faktor 9885.2015-0030 yang dapat mempengaruhi kematian benih. Costa JM, Heuvelink E, Van de Pol P (2017) Hal ini dapat dipengaruhi oleh kondisi Propagation by cuttings. In Reference eksternal benih seperti penyiraman dan module in life sciences Elsevier. doi: pemupukan. Penyiraman yang berlebihan 10.1016/B978-0-12-809633-8.05091-3 dengan posisi planlet di dalam sungkup Foster BP, Sitepu B, Setiawati U, Kelanaputra diduga dapat membuat planlet menjadi busuk ES, Nur F, Rusfiandi H, Rahmah S, karena kondisi lingkungan yang terlalu Ciomas J, Anwar Y, Bahri S, Caligari lembab. PDS (2017) Oil palm (Elaeis guineensis). In Genetic improvement of KESIMPULAN tropical crops pp 241–290. Springer Int Pub. doi: 10.1007/978-3-319-59819-2_8 Berdasarkan penelitian yang telah Gamborg OL, Murashige T, Thorpe TA, Vasil K dilakukan dapat disimpulkan bahwa media (1976) Plant tissue culture media. In Vitro dasar yang paling baik dalam menginduksi 12:473–478. doi: 10.1007/BF02796489 akar tunas kelapa sawit secara in vitro adalah George EF, Hall MA, de Klerk G-J (2008) media MSM. Konsentrasi NAA yang optimal Plant propagation by tissue culture 3rd dalam menginduksi akar tunas kelapa sawit Edition. Springer, Dordrecht, The secara in vitro adalah 0,1 ppm. Diperoleh Netherlands interaksi antara kombinasi perlakuan yang Gomes HT, Bartos PMC, Scherwinski-Pereira berpengaruh nyata terhadap parameter JE (2015) Optimizing rooting and jumlah akar primer dan sekunder, serta survival of oil palm (Elaeis guineensis) panjang akar primer. plantlets derived from somatic embryos. In Vitro Cell Dev Biol – Plant 51:111– DAFTAR PUSTAKA 117. doi: 10.1007/s11627-015-9669-x Hazarika BN (2006) Morpho-physiological Arimarsetiowati R, Ardiyani F (2012) disorders in in vitro culture of plants. Pengaruh penambahan auksin terhadap Sci Hortic 108:105–120. pertunasan dan perakaran kopi arabika doi:10.1016/j.scienta.2006.01.038 perbanyakan somatik embriogenesis. J Ibrahim MSD, Hartati RS, Rubiyo, Purwito A, Pelita Perkebunan 28:82−90. doi: Sudarsono (2013). Direct and indirect 10.22302/iccri.jur.pelitaperkebunan.v28i2. somatic embryogenesis on arabica 201 coffee (Coffea arabica). Indones J Arlianti T, Syahid SF, Kristina NN, Rostiana O Agricultural Sci 14:79–86. (2013) Pengaruh auksin IAA, IBA, dan doi:10.21082/ijas.v14n2.2013.p79-86

236 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Nizam K, Te-chato S (2009) Optimizing of germination of hybrid oil palm zygotic root induction in oil palm plantlets for embryos. Sci Asia 36:26–32. doi: acclimatization by some potent plant 10.2306/scienceasia1513-1874.2010.36.026 growth regulators (PGRs). J Agric Thuzar M, Vanavichit A, Tragoonrung S, Technol 5:371–383 Jantasuriyarat C (2011) Efficient and Nwaoguala CNC, Shittu HO (2018) Effects of rapid plant regeneration of oil palm growth regulators and type-variety of oil zygotic embryos cv. ‘Tenera’ through palm (Elaeis guineensis Jacq.) on direct somatic embryogenesis. Acta Physiol Plant organogenesis. Not Sci Biol 10:251– 33:123–128. doi: 10.1007/s11738-010- 258. doi: 10.25835/nsb10210234 0526-6 Pierik RLM (1997) In vitro culture of higher Tolera B (2016) Effects of Naphthalene Acetic plants. Springer Science, Dordrecht Acid (NAA) and Indole-3-Butyric Acid Ridhawati A, Dyah Anggraeni TDA,Purwati (IBA) on in vitro rooting of sugarcane RD (2017). Pengaruh komposisi (Saccharum officinarum L.) micro- media terhadap induksi tunas dan shoots. J Biotecnol Biomater 6:215. doi: akar lima. genotipe tanaman Agave 10.4172/2155-952X.1000215 pada kultur in vitro. Bul Tanam Yan YH, Li JL, Zhang XQ, Yang WY, Wan Y, Tembakau, Serat Miny Ind 9:1–9. doi: Ma YM, Zhu YQ, Peng Y, Huang LK 10.21082/btsm.v9n1.2017.1-9 (2014) Effect of naphthalene acetic Riyadi I, Sumaryono (2010) Pembentukan acid on adventitious root development akar in vitro planlet kelapa sawit and associated physiological changes (Elaeis guineensis Jacq.) dalam in stem cutting of Hemarthria medium cair dengan penambahan compressa. Plos One 9: e90700. doi: auksin. Menara Perkebunan 78:19–24. 10.1371/journal.pone.0090700 doi: 10.22302/iribb.jur.mp.v78i1.76 Yunianti (2017) Pengaruh pemberian auksin Saad AIM, Elshahed AM (2012). Plant tissue pada induksi akar secara in vitro dan culture media. In Leva A and Rinaldi mikoriza secara ex vitro pada akar bibit LMR (Ed.) Recent Advances in Plant In tanaman kelapa sawit (Elaeis Vitro Culture pp 29–40. IntechOpen, guineensis Jacq.). Skripsi, Universitas Winchester Teknologi Sumbawa Sarmast MK, Salehi H, Khosh-Khui M (2013) Yunita R, Mariska I, Purnamaningsih R, Seismomorphogenesis: a novel approach Lestari EG, Utami S (2016) Induksi to acclimatization of tissue culture akar tunas kelapa sawit (Elaeis regenerated plants. 3 Biotech 4:599– guinensis Jacq.) secara in vitro dan ex 604. doi: 10.1007/s13205-013-0191-8 vitro. J Littri 22:37–42. doi: Shintiavira H, Soedarjo M, Suryawati S, 10.21082/littri.v22n1.2016.37-42 Winarto B (2012) Studi pengaruh Yusnita, Hapsoro D (2011) In vitro callus substitusi hara makro dan mikro media induction and embryogenesis of oil MS dengan pupuk majemuk dalam palm (Elaeis guineensis Jacq.) from leaf kultur in vitro krisan. J Hort 22:334–341. explants. Hayati J Biosci 18:61–65. doi: doi: 10.21082/jhort.v22n4.2012.p334-341 10.4308/hjb.18.2.61 Shirin F, Parihar NS, Shah SN (2015) Effect Zhang K, Wu Y, Hang H (2019) Differential − + of nutrient media and KNO3 on in vitro contributions of NO3 /NH4 to nitrogen plant regeneration in Saraca asoca use in response to a variable inorganic (Roxb.) Willd. Amer J Plant Sci 6:3282– nitrogen supply in plantlets of two 3292. doi: 10.4236/ajps.2015.619320 Brassicaceae species in vitro. Plant Thawaro S, Te-chato S (2010). Effect of Methods 15:86. doi: 10.1186/s13007- culture medium and genotype on 019-0473-1

237 VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

KONSENTRASI MALONALDEHID PADA TIKUS DIABETIK YANG DIBERI PAKAN BERBAHAN SAGU (Metroxylon sagu) DAN Moringa oleifera

Malonaldehyde Concentration in Diabetic Rats Given Feed Made from Sagu (Metroxylon sagu) and Moringa oleifera

Rahmah Nadea Fitriyani Muhajirin, A’immatul Fauziyah, Avliya Quratul Marjan Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Jln. RS. Fatmawati, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan 12450 *email: [email protected]

ABSTRACT Hyperglycemia in type 2 diabetes mellitus (DMT2) can cause oxidative stress characterized by increased malondialdehyde (MDA) production. Flavonoids have antioxidant activity that can suppress the production of free radicals that cause oxidative stress. Flavonoids are found in Cersa mori (CM), a food product made from sagu (Metroxylon sagu) and Moringa oleifera. This study aims to analyze the effect of CM administration on MDA levels in alloxan-induced diabetic rats. Antioxidant activity and total CM flavonoids were analyzed using DPPH reduction and colorimetry methods. Thirty-two Wistar rats were divided into 4 groups: negative control (K1), positive control 1 (K2), positive control 2 (K3) and treatment of feeding 5 g CM/200 g BW per day (K4). The intervention was carried out for 30 days. MDA levels were examined before and after the intervention by spectrophotometry. The results showed a significant decrease in MDA levels in K2, K3, and K4 by −11.5 ± 3.39 μM, −10.5 ± 4.32 μM, and −14.9 ± 2.85 μM, respectively. The lowest decrease in MDA levels was found in K4 fed with CM (p < 0.05).

Keywords: alloxan, diabetes, flavonoid, malondialdehyde, resistant starch

ABSTRAK Hiperglikemia pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dapat menimbulkan stres oksidatif yang ditandai dengan peningkatan produksi malondialdehid (MDA). Flavonoid memiliki aktivitas antioksidan yang mampu menekan produksi radikal bebas penyebab stres oksidatif. Flavonoid terdapat di dalam produk pangan Cersa mori (CM) yang terbuat dari sagu (Metroxylon sagu) dan kelor (Moringa oleifera). Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pemberian CM terhadap kadar MDA tikus diabetes yang diinduksi aloksan. Aktivitas antioksidan dan total flavonoid CM masing-masing dianalisis menggunakan metode reduksi DPPH dan kolorimetri.Tiga puluh dua ekor tikus Wistar dibagi menjadi 4 kelompok: kontrol negatif (K1), kontrol positif 1 (K2), kontrol positif 2 (K3), dan perlakuan yang diberikan 5 g CM/200 g BB per hari (K4). Intervensi dilaksanakan selama 30 hari. Kadar MDA diperiksa sebelum dan setelah intervensi secara spektrofotometri. Hasil menunjukkan adanya penurunan signifikan kadar MDA pada K2, K3 dan K4 yaitu secara berturut-turut sebesar −11,5 ± 3,39 µM; −10,5 ± 4,32 µM; dan −14,9 ± 2,85 µM. Penurunan kadar MDA terendah terdapat pada K4 yang diberikan CM (p < 0,05).

Kata Kunci: aloksan, diabetes, flavonoid, malondialdehid, pati resisten

Received: 23 August 2019 Accepted: 29 November 2019 Published: 13 January 2020

238 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

PENDAHULUAN ion hidrogen pada radikal bebas sehingga menetralisir adanya efek toksik serta sebagai Diabetes melitus (DM) merupakan antioksidan tidak langsung dengan penyakit metabolik yang ditandai oleh meningkatkan ekspresi gen antioksidan hiperglikemia akibat kegagalan sekresi endogen melalui aktivasi nuclear factor insulin, kerja insulin atau keduanya (ADA erythroid 2-related factor 2 (Nrf2) yang 2014). Secara umum penyakit ini dapat berperan dalam sintesis enzim antioksidan digolongkan menjadi DM tipe 1, yaitu DM endogen seperti SOD (Ariviani et al. 2012, tergantung insulin dan DM tipe 2, yang tidak Luo et al. 2018). Adanya kemampuan tergantung insulin (Ndisang et al. 2017). tersebut menunjukkan bahwa flavonoid Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) muncul dapat menekan kondisi stres oksidatif yang apabila terdapat resistensi insulin dimana ditandai dengan penurunan kadar MDA terjadi pelepasan insulin yang normal (Rasyid et al. 2012). ataupun meningkat, tetapi organ target Daun kelor (Moringa oleifera) memiliki memiliki sensitivitas yang berkurang kandungan flavonoid dan aktivitas sehingga menimbulkan hiperglikemia (Kahn antioksidan yang tinggi (Rajanandh et al. et al. 2014, Czech 2017). 2012, Rizkayanti et al. 2017). Flavonoid pada Saat ini terdapat kecenderungan daun kelor dapat secara langsung bereaksi peningkatan insidensi dan prevalensi DMT2 dengan anion superoksida dan secara di dunia (PERKENI 2015). Apabila tidak konstan menghambat peroksidasi lipid dilakukan penanganan yang serius jumlah sehingga menghasilkan penurunan kadar penderita DMT2 di dunia diperkirakan akan MDA (Ariviani et al. 2012, Rajanandh et al. meningkat mencapai 642 juta orang pada 2012). Kemampuan flavonoid dan 2040 (IDF 2015). Di Indonesia prevalensi antioksidan daun kelor dalam menghambat DMT2 mengalami peningkatan dari 1,1% radikal bebas dibuktikan pada penelitian Ulya pada tahun 2007 menjadi 2,7% pada tahun et al. (2018) yang menyatakan bahwa 2013 (Kementerian Kesehatan RI 2013). pemberian 500 mg kg−1 BB tepung daun kelor Jumlah penderita DMT2 di Indonesia mampu menurunkan kadar MDA secara menempati posisi tertinggi ke-7 di dunia yaitu signifikan pada tikus DM yaitu sebanyak 1,33 10 juta penderita dan diperkirakan akan ± 0,08 nmol mL–1 (p < 0,05). meningkat menjadi 16,2 juta penderita pada Salah satu pemanfaatan daun kelor (M. tahun 2040 (Kementerian Kesehatan RI oleifera) telah diterapkan dalam produk Cersa 2013, IDF 2015). Hiperglikemia pada kondisi Mori (CM). CM merupakan produk hasil DM dapat menyebabkan stres oksidatif penelitian Badan Pengkajian dan Penerapan (Ermawati et al. 2014). Stres oksidatif Teknologi (BPPT) (Hariyanto 2018). Pada disebabkan oleh akumulasi radikal bebas penelitian Hariyanto (2018), kandungan gizi yang kemudian meningkatkan peroksidasi pada CM telah diuji namun belum diteliti lipid dengan metabolit hasil berupa secara lebih lanjut terkait manfaatnya malondialdehid (MDA) dalam darah (Ayala et terhadap kesehatan, terutama pengaruhnya al. 2014). MDA dapat dijadikan sebagai terhadap kadar MDA. Kandungan sagu indikator derajat stres oksidatif dalam tubuh (Metroxylon sagu) dan daun kelor (M. (Catalá 2012, Fitriana et al. 2017). Untuk oleifera) pada CM dapat mempengaruhi mencegah stres oksidatif maka diperlukan tingginya kandungan total flavonoid pada CM. perbaikan kontrol glikemik dan antioksidan Hal ini didukung oleh penelitian terdahulu untuk menghambat reaksi oksidasi oleh yang menunjukkan adanya kandungan radikal bebas sehingga dapat mencegah flavonoid pada sagu dan daun kelor (Shih et terjadinya komplikasi penyakit (Matough et al. al. 2011, Momuat et al. 2016). 2012, Réus et al. 2019). Kondisi diabetik eksperimental Upaya penurunan kadar MDA pada (hiperglikemik) pada hewan model dapat kondisi DM dapat dilakukan dengan dihasilkan melalui induksi aloksan (Ighodaro mengonsumsi pangan tinggi antioksidan, et al. 2017, Husna et al. 2019). Aloksan khususnya flavonoid (Suhardinata dan adalah derivat pirimidin sederhana yang Murbawani 2015). Flavonoid memiliki gugus bersifat destruktif terhadap sel β-pankreas fungsi hidroksil yang dapat berperan sebagai yang berperan memproduksi hormon insulin antioksidan langsung dengan mendonorkan (Szkudelski 2001). Sifat destruktif tersebut

239 Konsentrasi Malonaldehid Pada Tikus Diabetik.... Muhajirin et al.

menyebabkan produksi insulin yang tidak Tabel 1. Kandungan gizi produk CM dalam 100 g adekuat sehingga memicu kondisi hiperglikemia (Ighodaro et al. 2017). Komposisi Nilai Pembentukan reactive oxygen species (ROS) Energi 372,45 kkal merupakan faktor utama pemicu kerusakan Karbohidrat 89,38 g sel β-pankreas yang diinduksi aloksan (Lema Protein 2,34 g et al. 2015). Induksi aloksan dapat Lemak 0,62 g menyebabkan hiperglikemia yang berperan penting dalam peningkatan produksi ROS Padjadjaran. Penelitian ini dilaksanakan dari serta peroksidasi lipid berlebihan pada tingkat bulan April 2019 sampai Juni 2019. jaringan (Kristina et al. 2016, Vera et al. 2018). Hal ini dapat terjadi karena aloksan Bahan memiliki sifat sitotoksik melalui proses Bahan baku yang digunakan dalam reduksinya dalam sel β-pankreas akibat penelitian ini adalah produk CM yang adanya aktivitas tinggi aloksan terhadap diproduksi oleh PT. Mitra Aneka Solusi (MAS) senyawa seluler pereduksi yang Food. Produk ini berbentuk bubuk atau menghasilkan asam dialurat dengan produk serbuk dengan bahan baku berupa sagu (M. samping berupa radikal hidroksil (OH◦) yang sagu) dan daun kelor (M. oleifera) yang bersifat sangat reaktif (Dewi et al. 2018). setelah diberi air panas akan bertekstur Tujuan dari penelitian ini adalah untuk seperti bubur (Gambar 1). Komposisi CM menganalisis pengaruh pemberian produk terdiri dari 19,5 g pati sagu, 0,5 g bubuk daun CM terhadap kadar MDA tikus DM yang kelor, 2 g tepung beras merah dan 3 g gula diinduksi aloksan. aren. Kandungan gizi CM dapat dilihat pada Tabel 1 (Hariyanto 2018). BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan untukllanalisis aktivitas antioksidanoadalah larutan 2,2- Tempat dan waktu penelitian difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH), etanol p.a, Analisis aktivitas antioksidan dan total vitamin C dan dimethyl sulfoxide (DMSO). flavonoid CM dilakukan di Laboratorium Bahan yang digunakan untukmianalisis total Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian flavonoid adalah larutan dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut heksametilentetramin (HMT), larutanmHCl, Pertanian Bogor. Sedangkan untuk larutan asamxasetat glasial dalam pemeliharaan hewan uji dan pengukuran metanol,xlarutan AlCl3 dalamxlarutan kadar MDA hewan uji dilakukan di asameasetat glasial,xaseton dan akuades. Laboratorium Farmakologi dan Terapi Pakan standar hewan uji pada penelitian ini Fakultas Kedokteran Universitas adalah pelet 551 (Pokphand) yang

Gambar 1. Produk CM dalam kemasan (kiri) dan setelah dicampur air (kanan)

240 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

mengandung 13% air, 18,5–20,5% protein, hari) dan perlakuan/K4 (diabetes + pakan 4% lemak, 6% serat, 8% abu, 0,9% kalsium standar + CM 5 g/200 g BB per hari). Masa dan 0,7% fosfor (Bogoriani et al. 2019). intervensi dilakukan selama 30 hari sesuai Bahan yang digunakan untuk analisis kadar dengan perlakuan dan dosis masing-masing MDA adalah sodium dodecyl sulphate (SDS) kelompok hewan uji (Gambar 2A dan 2B). (Gibco BRL), asam asetat glasial 100% Produk dianalisis aktivitas antioksidan (Merck), pellet NaOH (Merck), 2-thiobarbituric dan kandungan total flavonoidnya masing- acid (4,6-dihydroxypyrimidine-2-thiol) masing, yang dilakukan dengan (Sigma), butylated hydroxytoluene (BHT) menggunakan metode reduksi DPPH dan (Sigma), ethanol absolut (Merck), Titriplex III metode kolorimetri AlCl3 (Brand-Williams et (Ethylenedinitrilo tetraacetic acid disodium al. 1995, Liu et al. 2017). Pengambilan salt dihydrate/ EDTA) (Merck) dan aquades. sampel darah hewan uji dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum intervensi dan setelah Metode intervensi melalui vena ekor. Kadar MDA Penelitian ini merupakan studi diukur secara spektrofotometri dengan eksperimental dengan pre- and posttest metode thiobarbituric acid reactive control group design. Hewan uji yang substances (TBARS) (Janero 1990). digunakan dalam penelitian ini adalah tikus Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) berusia 2−3 bulan dengan berat badan Fakultas Kedokteran Universitas 150−200 g sejumlah 32 ekor yang berasal Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta dari Pusat Ilmu Hayati, Institut Teknologi dengan nomor B/1770/4/2019/KEPK. Bandung. Besar sampel pada penelitian ini Hasil uji aktivitas antioksidan dan total dihitung menggunakan rumus Federer flavonoid dianalisis secara deskriptif. dengan antisipasi drop out sebesar 20% serta Perbedaan kadar MDA sebelum dan setelah sesuai dengan ketentuan World Health intervensi pada masing-masing kelompok Organization (WHO) terhadap besar sampel hewan uji dianalisis dengan uji paired sample tikus dalam penelitian, yaitu minimal lima ekor T-test. Sedangkan untuk mengetahui dan cadangan dua ekor tikus tiap kelompok perbedaan kadar MDA antar kelompok (Wahyuningrum et al. 2017). digunakan ANOVA satu arah yang dilanjutkan Setiap hewan uji diadaptasikan terlebih dengan analisis post-hoc apabila ditemukan dahulu selama 7 hari sebelum masa perbedaan yang bermakna (p < 0,05). intervensi (Theresia et al. 2017). Selama masa adaptasi hewan uji hanya diberikan pakan standar berupa pelet 551 (Pokphand) dan minum secara ad libitum. Hewan uji dikondisikan dalam keadaan diabetik eksperimental dengan cara diinduksi aloksan (Sigma Aldrich) secara subkutan dengan dosis 125 mg/kg BB (Szkudelski 2001, Ratnaningtyas et al. 2018). Efek hiperglikemik akan muncul setelah 72 jam, selanjutnya hewan uji dinyatakan diabetes apabila glukosa darah puasa ≥ 126 mg dL−1 (Jung et al. 2011, Fathonah et al. 2014). Pengambilan sampel darah hewan uji dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum intervensi dan setelah intervensi melalui vena ekor. Hewan uji kemudian dibagi menjadi 4 kelompok, antara lain kelompok kontrol negatif/K1 (normal + pakan standar), kontrol positif 1/K2 (diabetes + pakan standar + glibenklamid 0,126 mg/200 g BB per hari), kontrol positif 2/K3 (diabetes + pakan standar + tepung daun kelor 500 mg/200 g BB per Gambar 2. Pemberian larutan intervensi kepada hewan uji

241 Konsentrasi Malonaldehid Pada Tikus Diabetik.... Muhajirin et al.

HASIL DAN PEMBAHASAN total flavonoid tinggi yang dimilikinya (Fitria et al. 2015). Adanya gugus fungsi hidroksil pada Aktivitas antioksidan dan total flavonoid flavonoid mampu bertindak sebagai Hasil analisis aktivitas antioksidan dan antioksidan (Rezaeizadeh et al. 2011, Kumar total flavonoid CM disajikan pada Tabel 2. Hasil dan Pandey 2013). analisis menunjukkan adanya aktivitas antioksidan sebesar 943,63 ppm AEAC. Kadar MDA Aktivitas antioksidan dikategorikan tinggi Data hasil pemeriksaan kadar MDA apabila bernilai > 500 ppm AEAC (Naibaho et diuji normalitasnya dengan Shapiro-Wilk dan al. 2019). Penelitian terdahulu menyatakan homogenitasnya dengan uji Levene. Hasil uji bahwa semakin besar nilai AEAC sampel maka menunjukkan bahwa data kadar MDA semakin besar aktivitas antioksidannya (Nur et sebelum intervensi (pre test) pada K1, K2, K3 al. 2019). Aktivitas antioksidan yang tinggi pada dan K4 terdistribusi normal dan homogen (p CM menunjukkan bahwa produk ini sangat > 0,05). Sedangkan hasil uji data kadar MDA berpotensi untuk menjadi pangan fungsional setelah intervensi (posttest) terdistribusi normal sumber antioksidan. Sedangkan hasil analisis (p > 0,05) namun tidak homogen (p < 0,05). total flavonoid pada CM menunjukkan adanya Pada Tabel 3 disajikan rerata kadar kandungan flavonoid sebesar 0,64%. Suatu MDA setelah diinduksi aloksan (sebelum pangan dikatakan tinggi flavonoid apabila intervensi) pada K1 (6,6 ± 2,31 µM) yang lebih mengandung total flavonoid lebih dari 0,015% rendah dibandingkan dengan K2 (12,9 ± 3,88 (Neshatdoust et al. 2016). Berdasarkan hal µM), K3 (13,6 ± 5,37 µM) dan K4 (18,0 ± 3,62 tersebut maka CM dapat dikategorikan sebagai µM). Intervensi selama 30 hari menyebabkan pangan tinggi flavonoid. adanya penurunan rerata kadar MDA pada Kandungan sagu (M. sagu) dan daun K2 menjadi 1,3 ± 0,58 µM, K3 menjadi 3,2 ± kelor (M. oleifera) pada CM dapat 3,03 µM dan K4 menjadi 3,0 ± 0,99 µM. mempengaruhi tingginya aktivitas antioksidan Sedangkan pada K1 terdapat peningkatan pada CM. Sagu memiliki kandungan rerata kadar MDA setelah intervensi yaitu antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan menjadi 6,8 ± 2,20 µM. (IC50 = 2,22 ± 0,43 – 3,06 ± 0,27 mol. Vit. E equivalents/g extract) (Duque et al. 2018). Tabel 2. Aktivitas antioksidan dan total flavonoid Cersa Mori Selain itu daun kelor juga diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat (IC50 = Analisis kimia Cersa Mori 22,18 ppm) (Rizkayanti et al. 2017). Aktivitas antioksidan 943,63 Tingginya aktivitas antioksidan pada daun (ppm AEAC) kelor dipengaruhi oleh adanya kandungan Total flavonoid (%) 0,64

Tabel 3. Hasil Analisis Rerata Kadar MDA

Rerata kadar MDA Rerata kadar MDA Kelompok N sebelum intervensi setelah intervensi p value* Δ ± SD (pretest) (µM) (posttest) (µM) Kontrol negatif (K1) 6 6,6 ± 2,31a 6,8 ± 2,20a 0,857 0,2 ± 2,04a Kontrol positif 1 (K2) 6 12,9 ± 3,88ab 1,3 ± 0,58b 0,000 –11,5 ± 3,39b Kontrol positif 2 (K3) 6 13,6 ± 5,37b 3,2 ± 3,03abc 0,002 –10,5 ± 4,32b Perlakuan (K4) 6 18,0 ± 3,62b 3,0 ± 0,99c 0,000 –14,9 ± 2,85b p value** 0,001 0,004 0,000

Keterangan: K1: normal (tidak diinduksi aloksan), pakan standar K2: diabetes (diinduksi aloksan 125 mg/kg BB), pakan standar, glibenklamid 0,126 mg/200 g BB per hari K3: diabetes (diinduksi aloksan 125 mg/kg BB), pakan standar, tepung daun kelor 500 mg/kg BB per hari K4: diabetes (diinduksi aloksan 125 mg/kg BB), pakan standar, Cersa Mori 5 g/200 g BB per hari p-value** : Paired Samples T Test p-value** : One Way ANOVA *Superscript huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan adanya perbedaan nyata berdasarkan uji lanjut Bonferroni atau Games-Howell (p < 0,05)

242 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Hasil analisis kadar MDA sebelum Pengaruh CM terhadap kadar MDA intervensi dengan ANOVA satu arah Penurunan rerata kadar MDA pada K4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dapat terjadi karena adanya kandungan total yang bermakna pada rerata kadar MDA antar flavonoid tinggi pada CM yaitu sebesar keempat kelompok hewan uji sebelum 0,64%. Kemampuan flavonoid dalam intervensi dilaksanakan (p = 0,001). menurunkan kadar MDA hewan uji pada Berdasarkan uji lanjut diketahui bahwa penelitian ini juga ditunjukkan pada K3 yang terdapat perbedaan yang bermakna antara diberikan intervensi berupa tepung daun rerata kadar MDA pada K1 yang tidak kelor sebanyak 500 mg/kg BB per hari. Hal diinduksi aloksan dengan rerata kadar MDA ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang pada K3 dan K4 yang diinduksi aloksan. Hasil menunjukkan bahwa pemberian tepung tersebut menunjukkan bahwa induksi aloksan daun kelor sebanyak 500 mg/kg BB per hari sebanyak 125 mg/kg BB pada K2, K3 dan K4 mampu menurunkan kadar MDA pada tikus mampu mempengaruhi kadar MDA secara diabetes secara signifikan (p < 0,05) (Ulya et bermakna. al. 2018). Setelah 30 hari intervensi diketahui Penurunan rerata kadar MDA pada K2 bahwa terdapat penurunan rerata kadar yang diberikan intervensi berupa MDA paling tinggi pada K4 yang diberikan glibenklamid sejalan dengan penelitian intervensi berupa Cersa Mori yaitu −14,9 ± sebelumnya yang menunjukkan bahwa 2,85 µM (p = 0,000). Selain itu pemberian glibenklamid mampu padallkelompok kontrol positif juga terdapat menurunkan kadar MDA pada tikus DM penurunan rerata kadar MDA yang bermakna (Tandi et al. 2017). Hal ini dapat terjadi yaitu −11,5 ± 3,39 µM pada K2 (p = 0,000) dan karena glibenklamid mampu mengatasi stres −10,5 ± 4,32 µM pada K3 (p = 0,002). oksidatif dengan berikatan secara spesifik Sedangkan pada K1 terjadi peningkatan pada reseptor sel β-pankreas dan menyekat rerata kadar MDA namunltidaklbermakna pemasukan kalium melalui kanal ATP- yaitu sebesar 0,2 ± 2,04 µM (p = 0,857). Hasil dependent sehingga dapat meningkatkan analisis perubahan kadar MDA antar sekresi insulin pada hewan uji dan kelompok dengan ANOVA satu arah memperbaiki kondisi hiperglikemia (Sola et menunjukkan bahwa terdapatmperbedaan al. 2015, Tandi et al. 2017). yang bermakna pada kadar MDA antar kelompok setelah intervensi dilaksanakan (p KESIMPULAN = 0,000). Berdasarkan hasil uji lanjut diketahui bahwa terdapat perbedaan yang Penurunan kadar MDA tertinggi bermakna antara kelompok K1 dengan K2, terdapat pada perlakuan K4 yang K3 dan K4, namun tidak terdapat perbedaan diberikan CM yaitu sebesar −14,9 ± 2,85 yang bermakna antara K2, K3, dan K4. Hal µM (p = 0,000). Pemberian glibenklamid ini berarti bahwa pemberian glibenklamid pada K2 dan tepung daun kelor pada K3 pada K2, tepung daun kelor pada K3 dan juga dapat menurunkan kadar MDA Cersa Mori pada K4 selama 30 hari intervensi secara bermakna yaitu –11,5 ± 3,39 µM mampu memberikan pengaruh yang pada K2 (p = 0,000) dan –10,5 ± 4,32 µM bermakna terhadap kadarmMDA hewanmuji pada K3 (p = 0,002). Perlu penelitian lebih yang diinduksi aloksan dibandingkan dengan lanjut mengenai pengaruh CM terhadap kadar MDA hewan uji yang tidak diinduksi kadar LDL, HDL, TG dan biomarker stres aloksan pada K1 (p > 0,05). oksidatif selain MDA.

Pengaruh induksi aloksan terhadap kadar MDA UCAPAN TERIMA KASIH Induksi aloksan sebanyak 125 mg/kg BB mampu menghasilkan kadar MDA yang Penulis menyampaikan terima kasih lebih tinggi pada K2, K3 dan K4 dibandingkan kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Hariyanto, MS dengan kadar MDA pada K1 yang tidak selaku profesor riset Badan Pengkajian dan diinduksi aloksan. Hal ini sesuai dengan Penerapan Teknologi (BPPT) yang telah penelitian Vera et al. (2018) yang menyediakan produk Cersa Mori serta menunjukkan bahwa induksi aloksan dapat seluruh pihak yang telah membantu meningkatkan kadar MDA serum. terbentuknya karya tulis ini.

243 Konsentrasi Malonaldehid Pada Tikus Diabetik.... Muhajirin et al.

DAFTAR PUSTAKA Ermawati D, Rachmawati B, Widyastiti NS (2014) Efek suplementasi β-carotene ADA (2014) Diagnosis and classification of terhadap kolesterol total, trigliserida diabetes mellitus. American Diabetes dan malondialdehid pada tikus sprague Association. Diabetes Care dawley yang diabet. J Gizi Indones 37:S81−S90. doi: 10.2337/dc14-S081 2:47−52. doi: 10.14710/jgi.2.2.47-52 Ariviani S, Handajani S, Affandi DR, Fathonah R, Indriyanti A, Kharisma Y (2014) Listyaningsih E (2012) Potensi Labu kuning (Cucurbita moschata minuman bubuk kedelai (var. Durch.) untuk penurunan kadar glukosa Galunggung) sebagai minuman darah puasa pada tikus model diabetik. fungsional: sifat fisikokimia, efek Glob Med Health Commun 2:27−33. hipoglikemik dan hipokolesterolemik doi: 10.29313/gmhc.v2i1.1527 serta status antioksidan. J Gizi Klin Fitria L, Mulyati, Tiraya CM, Budi AS (2015) Indones 8:158−165. doi: Profil reproduksi jantan tikus (Rattus 10.22146/ijcn.18212 norvegicus Berkenhout, 1769) galur Ayala A, Muñoz MF, Argüelles S (2014) Lipid wistar stadia muda, pradewasa, dan peroxidation: production, metabolism, dewasa. J Biol Papua 17:29−36. doi: and signaling mechanisms of 10.31957/jbp.429 malondialdehyde and 4-hydroxy-2- Fitriana I, Wijayanti AD, Sari PW, Satria RGD, nonenal. Oxid Med Cell Longev Setiawan DCB, Fibrianto YH, Nugroho 2014:360438. doi: 10.1155/2014/360438 WS (2017) Kadar malondialdehid tikus Bogoriani NW, Putra AAB, Heltyani WE diabetes melitus tipe 2 dengan terapi (2019) The effect of intake duck egg ekstrak media penumbuh sel punca yolk on body weight, lipids profile and mesenkimal. Acta Vet Indones 5:29−36. atherosclerosis diseases in male wistar doi: 10.29244/avi.5.1.29-36 rats. Int J Pharm Sci Res 10:926−932. Hariyanto B (2018) Uji coba produksi dan uji doi: 10.13040/IJPSR.0975-8232.10(2).926-32 pasar cersa mori sebagai alternatif Brand-Williams W, Cuvelier ME, Berset C sarapan sehat. Jakarta (1995) Use of a free radical method to Husna LA, Djoko L, Handajani F, Martini T evaluate antioxidant activity. LWT-Food (2019) Pengaruh pemberian jus tomat Sci Technol 28:25−30. doi: (Solanum lycopersicum L.) terhadap 10.1016/S0023-6438(95)80008-5 kadar kolesterol LDL tikus putih (Rattus Catalá A (2012) Lipid peroxidation modifies norvegicus) jantan galur wistar yang the picture of membranes from the “fluid diinduksi aloksan. J Ilm Kedokt Wijaya mosaic model” to the “lipid whisker Kusuma 8:14−25. doi: model.” Biochimie 94:101−109. doi: 10.30742/jikw.v8i1.546 10.1016/j.biochi.2011.09.025 IDF (2015) IDF Diabetes Atlas 7th. Czech MP (2017) Insulin action and International Diabetes , resistance in obesity and type 2 Belgium diabetes. Nat Med 23:804−814. doi: Ighodaro OM, Adeosun AM, Akinloye OA 10.1038/nm.4350 (2017) Alloxan-induced diabetes, a Dewi RS, Rahayu L, Sandhiutami NMD, Sari common model for evaluating the glycemic- OP (2018) Effects of bungur leaves control potential of therapeutic compounds (Lagerstroemia speciose (L.) Pres.) on and plants extracts in experimental malondialdehyde and blood glucose levels studies. Medicina 53:365−374. doi: in hyperglycemic mice. J Young Pharm 10.1016/j.medici.2018.02.001 10:S124. doi: 10.5530/jyp.2018.2s.25 Janero DR (1990) Malondialdehyde and Duque SMM, Castro IJL, Flores DM (2018) thiobarbituric acid-reactivity as Evaluation of antioxidant and nutritional diagnostic indices of lipid peroxidation properties of sago (Metroxylon sagu and peroxidative tissue injury. Free Rottb.) and its utilization for direct lactic Radic Biol Med 9:515−540. doi acid production using immobilized 10.1016/0891-5849(90)90131-2 Enterococcus faecium DMF78. Int Food Jung JY, Lim Y, Moon MS, Kim JY, Kwon O Res J 25:83−91 (2011) Onion peel extracts ameliorate

244 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

hyperglycemia and insulin resistance in malondialdehyde formation. J Appl high fat diet/streptozotocin-induced Pharm Sci 9:88–95. doi: diabetic rats. Nutr Metab (Lond) 8:18. 10.7324/JAPS.2019.90411 doi: 10.1186/1743-7075-8-18 Ndisang JF, Vannacci A, Rastogi S (2017) Kahn SE, Cooper ME, Del Prato S (2014) Insulin resistance, type 1 and type 2 Pathophysiology and treatment of type diabetes, and related complications 2 diabetes: perspectives on the past, 2017. J Diabetes Res doi: present, and future. The Lancet 10.1155/2017/1478294 383:1068−1083. doi:10.1016/S0140- Neshatdoust S, Saunders C, Castle SM, 6736(13)62154-6 Vauzour D, Williams C, Butler L, Kementerian Kesehatan RI (2013) Riset Lovegrove JA, Spencer JPE (2016) kesehatan dasar 2013. Kementerian High-flavonoid intake induces cognitive Kesehatan RI, Jakarta improvements linked to changes in Kristina H, Sartono N, Rusdi R (2015) Kadar serum brain-derived neurotrophic peroksida lipid dan aktivitas superoksida factor: Two randomised, controlled dismutase serum darah pada penderita trials. Nutr Health Aging 4:81–93. doi: diabetes melitus tipe 2. Bioma 11:1−11. 10.3233/NHA-1615 doi: 10.21009/Bioma11(1).1 Nur S, Sami FJ, Wilda R, Awaluddin A, Afsari Kumar S, Pandey AK (2013) Chemistry and MIA (2019) Korelasi antara kadar total biological activities of flavonoids: an flavonoid dan fenolik dari ekstrak dan overview. Scientific World J. doi: fraksi daun jati putih (Gmelina arborea 10.1155/2013/162750 Roxb.) terhadap aktivitas antioksidan. J Liu H, Song Y, Zhang X (2017) Determination Farm Galenika 5:33–42. doi: of total flavonoids in leek by AlCl3 10.22487/j24428744.2019.v5.i1.12034 colorimetric assay. Chem Eng PERKENI (2015) Konsensus pengelolaan Transactions 59:775−780. doi: dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 10.3303/CET1759130 di indonesia. PB PERKENI, Jakarta Lema AE, Ningsih D, Nopiyanti V (2015) Rajanandh MG, Satishkumar MN, Elango K, Aktivitas antihiperglikemik ekstrak air Suresh B (2012) Moringa oleifera Lam. daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) A herbal medicine for hyperlipidemia: A Fosberg) terhadap tikus diabetes yang pre-clinical report. Asian Pac J Trop Dis diinduksi aloksan. J Farm Indones 2:790–795. doi: 10.1016/S2222- 12:94−101. doi: 10.31001/jfi.v12i1.83 1808(12)60266-7 Luo Y, Cui HX, Jia A, Jia SS, Yuan K (2018) Rasyid HN, Ismiarto YD, Prasetia R (2012) The protective effect of the total The efficacy of flavonoid antioxidant flavonoids of Abelmoschus esculentus from chocolate bean extract: Prevention L. flowers on transient cerebral of myocyte damage caused by ischemia-reperfusion injury is due to reperfusion injury in predominantly activation of the Nrf2-ARE anaerobic sports. Malays Orthop J 6:3– pathway. Oxid Med Cell Longev. doi: 6. doi: 10.5704/moj.1207.012 10.1155/2018/8987173 Ratnaningtyas NI, Hernayanti H, Andarwanti Matough FA, Budin SB, Hamid ZA, Alwahaibi S, Ekowati N, Purwanti ES, Sukmawati N, Mohamed J (2012) The role of D (2018) Effects of Ganoderma lucidum oxidative stress and antioxidants in extract on diabetic rats. Biosaintifika: diabetic complications. Sultan Qaboos Journal of Biology & Biology Education University Med J 12:5–18. doi: 10:642–647. doi: 10.12816/0003082 10.15294/biosaintifika.v10i3.15356 Momuat LI, Suryanto E, Sudewi S (2016) The Rizkayanti R, Diah AWM, Jura MR (2017) Uji chemical characteristics and antioxidant aktivitas antioksidan ekstrak air dan activity of starch from sago baruk pith ekstrak etanol daun kelor (Moringa (Arenga microcarpha). Molekul 11:275– oleifera LAM). J Akademika Kim 6:125– 287. doi: 10.20884/1.jm.2016.11.2.253 131. doi: Naibaho J, Safithri M, Wijaya CH (2019) Anti- 10.22487/j24775185.2017.v6.i2.9244 hyperglycemic activity of encapsulated Réus GZ, Carlessi AS, Silva RH, Ceretta LB, Java tea-based drink on Quevedo J (2019) Relationship of

245 Konsentrasi Malonaldehid Pada Tikus Diabetik.... Muhajirin et al.

oxidative stress as a link between 50:537–546. PMID: 11829314 diabetes mellitus and major depressive Tandi J, Muthi'ah HZ, Yuliet Y, Yusriadi Y disorder. Oxidative Med Cell Longev. (2017) Efektivitas ekstrak daun gedi doi: 10.1155/2019/8637970 merah terhadap glukosa darah, Rezaeizadeh A, Zuki ABZ, Abdollahi M, Goh malondialdehid, 8-hidroksi- YM, Noordin MM, Hamid M, Azmi TI deoksiguanosin, insulin tikus diabetes. (2011) Determination of antioxidant J Trop Pharm Chem 3:264–276. doi: activity in methanolic and chloroformic 10.25026/jtpc.v3i4.114 extracts of Momordica charantia. Afr J Theresia R, Falah S, Safithri M (2017) Biotechnol 10:4932–4940. doi: Aktivitas antihiperglikemia ekstrak kulit 10.5897/AJB10.1972 dan daun surian (Toona sinensis) pada Shih MC, Chang CM, Kang SM, Tsai ML tikus diabetes (Sprague-dawley) yang (2011) Effect of different parts (leaf, diinduksi streptozotocin. J Gizi Pangan stem and stalk) and seasons (summer 12:187–194. doi: and winter) on the chemical 10.25182/jgp.2017.12.3.187-194 compositions and antioxidant activity of Ulya LF, Sugiarto S, Prayitno A (2016) Moringa oleifera. Int J Mol Sci 12: 6077– Pengaruh tepung daun kelor (Moringa 6088. doi: 10.3390/ijms12096077 oleifera) terhadap kadar glukosa darah Sola D, Rossi L, Schianca GPC, Maffioli P, dan malondialdehid pada tikus diabetes Bigliocca M, Mella R, Corlianò F, Fra melitus tipe 2. J Gizi Kesehat 3:28–37 GP, Bartoli E, Derosa G (2015) Vera B, Dasrul, Azhar A, Karmil TF, Riady G, Sulfonylureas and their use in clinical Sabri M (2018) Pengaruh pemberian practice. Arch Med Sci 11:840–848. doi: vitamin E terhadap kadar 10.5114/aoms.2015.53304 malondialdehida (MDA) serum tikus Suhardinata F, Murbawani EA (2015) putih (Rattus norvegicus ) diabetes Pengaruh bubuk daun kenikir (Cosmos melitus. J Ilm Mhs Vet 2:70–76. doi: caudatus) terhadap kadar 10.21157/jim%20vet..v2i2.6760 malondialdehyde plasma tikus wistar Wahyuningrum SN, Kusumawardani HD, diabetes diinduksi streptozotocin. J Nutr Setianingsih I, Puspitasari C, Wijayanti Coll 4:570–577. doi: C (2017) Pengaruh pemberian kedelai 10.14710/jnc.v4i4.10164 dan susu tinggi kalsium terhadap fungsi Szkudelski T (2001) The mechanism of tiroid dan massa tulang pada tikus alloxan and streptozotocin action in B hipertiroid. Media Gizi Mikro Indones cells of the rat pancreas. Physiol Res 9:11–26. doi: 10.22435/mgmi.v9i1.571

246 VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI AMILOLITIK PADA UMBI Colocasia esculenta L. SECARA MORFOLOGI, BIOKIMIA, DAN MOLEKULER

Morphological, Biochemical, and Molecular Identification and Characterization of Amylolytic Bacteria in Tubers of Colocasia esculenta

Destik Wulandari*, Desi Purwaningsih Fakultas Farmasi, Universitas Setia Budi Jln. Letjen Sutoyo Mojosongo, Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57127 *Email: [email protected]

ABSTRACT Taro tuber (Colocasia esculenta L.) has a high starch content of 77.9% so that it can be used as a substrate from which to isolate amylolytic bacteria. The purpose of this study was to isolate amylolytic bacteria from taro tubers, and subsequently to identify as well as to characterize morphologically, biochemically and molecularly using the 16S rRNA technique. Isolation of amylolytic bacteria was carried out by growing bacterial on starch agar media and then selecting those colonies that had clear zones. Bacteria that produced clear zones were then characterized and identified through Gram staining, spore staining, biochemical test, and 16S rRNA molecular test. Results showed that there were seven positive isolates of amylolytic bacteria namely ECE-1, ECE-2, ECE-3, ECE-4, ECE-5, ECE-6, and ECE-7 isolates. Five isolates were identified using 16S rRNA technique. Identification results showed that the seven isolates obtained were putatively identified as Pseudomonas knackmussii, Bacillus siamensis, Bacillus siamensis, Bacillus subtilis, and Bacillus altitudinis.

Keywords: 16S rRNA analysis, amylase enzyme, amylolytic bacteria, amylum, taro tuber

ABSTRAK Umbi talas (Colocasia esculenta L.) mempunyai kandungan pati tinggi yakni sebesar 77,9% sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk mengisolasi bakteri amilolitik. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi bakteri amilolitik dari umbi talas, dan kemudian mengidentifikasi serta mengkarakterisasi secara morfologi, biokimia dan molekuler menggunakan teknik 16S rRNA. Isolasi bakteri amilolitik dilakukan dengan cara menumbuhkan koloni bakteri pada media starch agar dan selanjutnya memilih koloni yang mempunyai zona bening. Bakteri yang menghasilkan zona bening kemudian dikarakterisasi dan diidentifikasi menggunakan metode pewarnaan Gram, pewarnaan spora, uji biokimia, dan uji molekuler 16S rRNA. Hasil menunjukkan terdapat tujuh isolat positif bakteri amilolitik yakni isolat ECE-1, ECE-2, ECE-3, ECE-4, ECE-5, ECE-6, dan ECE-7. Lima isolat diidentifikasi dengan teknik 16S rRNA. Hasil menunjukkan bahwa ketujuh isolat tersebut masing-masing secara berurutan diduga teridentifikasi sebagai Pseudomonas knackmussii, Bacillus siamensis, Bacillus siamensis, Bacillus subtilis, dan Bacillus altitudinis.

Kata Kunci: analisis 16S rRNA, amilum, bakteri amilolitik, enzim amilase, umbi talas

Received: 26 September 2018 Accepted: 04 June 2019 Published: 16 January 2020

247 Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Amilolitik.... Wulandari et al.

PENDAHULUAN hari terutama pada berbagai bidang industri. Sebanyak 30% lebih bidang industri sangat Talas (Colocasia esculenta L.) adalah membutuhkan enzim ini di antaranya industri salah satu tanaman penghasil umbi yang farmasi, tekstil, makanan, detergen dan dibudidayakan secara luas di Indonesia. masih banyak industri lainnya. Kenyataannya Tanaman ini berupa herba menahun yang produksi enzim amilase masih belum sering digunakan sebagai tanaman pangan memenuhi kebutuhan industri (Vijayalakshmi dan termasuk ke dalam suku Araceae (talas- et al. 2012). Isolasi dan identifikasi bakteri talasan) yang memiliki umbi, dengan tangkai amilolitik dari berbagai substrat merupakan daun yang semu dan permukaan daun yang langkah awal untuk membantu mengatasi memiliki bagian yang tahan air. Talas kebutuhan produksi enzim amilase. Enzim mempunyai banyak kandungan kimia, di yang diisolasi dari mikroba memiliki beberapa antaranya alkaloid, steroid, lemak, fenol, keunggulan antara lain produksinya tidak flavonoid, tannin, saponin, protein dan terbatas, dapat diproduksi hingga skala karbohidrat (Subhash et al. 2012; Pawar et al. tertentu, lebih ekonomis dan produktifitasnya 2018). Tanaman ini mudah tumbuh di daerah dapat ditingkatkan (Soeka 2010). tropis dan memiliki kandungan pati cukup Identifikasi bakteri dapat dilakukan tinggi. Pati pada talas terdiri dari amilosa dan dengan berbagai metode, baik secara amilopektin. Umbi tanaman talas konvensional maupun yang lebih spesifik mengandung 77,9% pati, yang terdiri dari secara molekuler. Identifikasi secara amilosa sebesar 25,78% dan amilopektin konvensional dapat dilakukan dengan sebesar 52,12% (Agama-Acevedo 2011). pengamatan ciri morfologi, pewarnaan Gram, Kandungan pati umbi garut berkisar antara maupun dari aktivitas enzimatik. Teknik 80,5−85,6% (Utomo et al. 2012). Tingginya molekuler untuk identifikasi spesies suatu kandungan pati dalam umbi talas bakteri salah satunya adalah dengan memungkinkannya untuk digunakan sebagai menggunakan analisis 16S rRNA. 16S rRNA substrat yang baik bagi pertumbuhan berupa sekuens untuk mengidentifikasi berbagai macam bakteri, salah satunya bakteri dari urutan pasangan basanya, bakteri amilolitik. Bakteri amilolitik yang sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat diisolasi dari sumber kaya amilum umumnya (Kusumawati 2014). Kemiripan urutan basa berpotensi menghasilkan amilase yang lebih nukleotida gen 16S rRNA mampu digunakan baik (Vaseekaran et al. 2010). untuk mengidentifikasi bakteri sampai pada Bakteri amilolitik merupakan jenis tingkat spesies (Armougom dan Raoult bakteri yang memiliki kemampuan 2009). Sifat variatif suatu basa dapat menghidrolisis pati atau amilum menjadi digunakan untuk melihat galur dalam senyawa lebih sederhana (Nurmalinda et al. spsesies yang sama. Urutan basa 16S rRNA 2013). Bakteri amilolitik adalah jenis bakteri dapat memperlihatkan derajat persamaan yang dapat memproduksi enzim amilase dan yang rendah pada suatu taksa (Stackebrandt dapat digunakan sebagai biokatalisator dan Goebel 1995) dalam proses hidrolisis pati (Türker dan Sekuen 16S rRNA digunakan untuk Özcan 2015). Amilase merupakan enzim menentukan hubungan kekerabatan strain yang menghidrolisa molekul pati untuk bakteri melalui proses penyejajaran (Cole et menghasilkan produk bervariasi, salah al. 2013). Sekuen 16S rRNA bersifat spesifik satunya yaitu dekstrin (Chung et al. 1997). untuk prokariot, sehingga kesalahan yang Bakteri amilolitik biasanya banyak terdapat terjadi selama proses penyejajaran pada media yang banyak mengandung pati nukleotida dapat diminimalisir, yang atau amilum, misalnya pada biji-bijian, umbi- membedakannya dengan eukariot. umbian, sayuran, atau buah-buahan. Mengingat peranan enzim amilase Enzim amilase merupakan salah satu yang cukup penting pada berbagai bidang enzim yang digunakan dalam proses dan produksi yang masih minim mendorong fermentasi, teknologi bioproses, industri perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kertas (Mitidieri et al. 2006), industri makanan bakteri amilolitik sebagai penghasil enzim (Van der Maarel et al. 2002), industri biodiesel amilase. Penemuan spesies bakteri amilolitik (Singh et al. 2014). Enzim ini mempunyai yang baru diharapkan mampu digunakan peranan yang luas dalam kehidupan sehari- sebagai sumber baru produksi enzim

248 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

amilase. Tujuan penelitian ini adalah untuk Karakterisasi mikroskopis mengisolasi bakteri endofit yang mempunyai Karakterisasi mikroskopis dilakukan kemampuan amilolitik pada umbi talas (C. dengan pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram esculenta L.) serta melakukan karakterisasi dilakukan untuk mengetahui morfologi bakteri dan identifikasi secara morfologi, biokimia dan dan sifat Gramnya. Pewarnaan Gram molekuler. menggunakan empat macam cat yakni Gram A (Kristal violet), Gram B (iodine Lugol), Gram BAHAN DAN METODE C (etanol 96%) dan Gram D (Safranin). Bakteri yang mempunyai sifat Gram positif Tempat dan waktu penelitian akan berwarna biru keunguan sedangkan Penelitian dilakukan di Laboratorium bakteri yang mempunyai sifat Gram negatif Bahan Alam dan Mikrobiologi, universitas Setia berwarna merah. Budi, Surakarta, Jawa Tengah. Waktu penelitian Metode ini menggunakan cat warna adalah di bulan April−September 2018. malachite green sebagai cat pewarna untuk spora. Pewarnaan dilakukan dengan cara Bahan membuat ulasan bakteri dan difiksasi Bahan yang digunakan dalam kemudian digenangi dengan malachite green penelitian ini adalah umbi Talas (Colocasia lalu dipanaskan. Tahap selanjutnya mencuci esculenta L.) yang diambil dari Desa Kalisoloro sisa cat malachite green, kemudian kecamatan Tawangmangu Kabupaten ditambahkan cat Safranin untuk pewarnaan Karanganyar (7° 40' 11.9" S, 111° 08' 42.8" E), sel vegetatif bakteri. aquades, nutrient agar (NA), Brain Heart Infusion (BHI), Kligler’s Iron Agar (KIA), Indole Identifikasi dengan uji biokimia Test (SIM Medium), Lysine Iron Agar (LIA), Identifikasi secara uji biokimia media Citrat, Gram A, B, C dan D, amilum. dilakukan dengan menanam isolat bakteri pada media KIA, SIM, LIA dan Citrat. Pada Isolasi bakteri amilolitik media KIA bakteri diinokulasikan dengan cara Umbi talas yang sudah dibersihkan dari tusuk dan gores kemudian diinkubasi pada tanah dan kotoran dikupas. Umbi talas suhu 37ºC selama 24 jam. Tujuan inokulasi dipreparasi dengan metode maserasi pada media ini adalah untuk mengetahui (penghancuran). Tujuan penghancuran ini adalah agar bakteri yang terdapat di permukaan atau di dalam umbi talas dapat terambil semuanya. Hasil maserasi ditimbang sebanyak 5 g dan disuspensikan dalam 45 mL aquades. Hasil suspensi kemudian dibuat seri pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3. Masing- masing seri pengenceran kemudian diambil sebanyak 1 mL dan ditanam pada media NA yang ditambah dengan 2% pati (media starch agar). Koloni tunggal yang tumbuh pada media selanjutnya ditetesi dengan iodine. Penambahan iodine digunakan untuk mendeteksi adanya hidrolisis pati oleh aktivitas enzim amilase (Setyati dan Subagiyo 2012). Hidrolisis pati ditandai dengan terbentuknya zona bening pada media setelah ditetesi iodin.

Karakterisasi morfologi koloni bakteri Karakterisasi koloni bakteri dilakukan setelah koloni bakteri diinkubasi pada media NA selama 24-48 jam. Pengamatan yang dilakukan meliputi tepian koloni, bentuk koloni, elevasi, permukaan koloni, dan warna koloni. Gambar 1. Tanaman talas (Colocasia esculenta L.)

249 Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Amilolitik.... Wulandari et al.

Tabel 1. Karakterisasi secara makroskopis pada isolat bakteri amilolitik dari umbi C. esculenta L.

Pengamatan Isolat bakteri Form Elevasi Margins ECE-1 irregular flat undulate ECE-2 circular flat entire ECE-3 circular flat entire ECE-4 circular flat entire ECE-5 irregular flat undulate ECE-6 irregular flat undulate ECE-7 circular flat entire

Tabel 2. Hasil pengukuran zona bening dan pewarnaan Gram bakteri endofit umbi C. esculenta L yang mempunyai aktivitas amilolitik

Isolat Diameter zona bening (mm) Sifat Gram ECE-1 11 Gram − ECE-2 19 Gram + ECE-3 26 Gram + ECE-4 17 Gram + ECE-5 21 Gram + ECE-6 19 Gram − ECE-7 11 Gram + kemampuan fermentasi karbohidrat dan kondisi suhu pradenaturasi 95ºC selama 5 pembentukan sulfida. Media SIM digunakan menit, suhu denaturasi 95ºC selama 30 detik, untuk mengetahui kemampuan pembentukan suhu anneling 60ºC selama 30 menit dan sulfida oleh bakteri, pembentukan cincin indol suhu extension 72ºC selama 1 menit. Hasil dan kemampuan motilitas bakteri. Bakteri PCR kemudian divisualisasi menggunakan diinokulasikan pada media SIM dengan elektroforesis gel agarose. metode tusukan dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Sequensing dan analisis gen 16S rRNA Media LIA digunakan untuk Hasil amplifikasi dari gen 16S rRNA mengetahui kemampuan bakteri dalam kemudian disekuensing dan dikirim ke mendeaminasi lisin. Bakteri diinokulasikan Macrogen. Hasil sekuensing kemudian pada media LIA dengan metode tusuk gores dianalisis menggunakan program bioedit dan kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama dibandingkan dengan data Genbank 24 jam. Media citrate digunakan untuk menggunakan program nucleotide Blast mengetahui sumber karbon suatu bakteri. (http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/). Data yang Bakteri diinokulasikan pada media citrate diperoleh dianalisis kemiripannya dengan cara goresan kemudian diinkubasi berdasarkan kemiripan fragmen gen 16S pada suhu 37ºC selama 24 jam. rRNA bakteri isolat dengan database serta diperoleh pohon filogenetiknya. Identifikasi molekuler dengan 16S rRNA Bakteri yang mampu menguraikan HASIL DAN PEMBAHASAN amilum pada uji hidrolisis kemudian diisolasi DNA genomnya. Bakteri ditumbuhkan pada Hasil isolasi bakteri endofit media BHI dan diinkubasi selama 24 jam Hasil isolasi bakteri endofit dari umbi pada suhu 37ºC. Hasil Isolasi DNA genom tanaman C. esculenta L. (Gambar 1) bakteri kemudian diamplifikasi menggunakan diperoleh tujuh isolat bakteri yakni ECE-1, primer 16S rRNA. DNA genom dimasukkan ECE-2, ECE-3, ECE-4, ECE-5, ECE-6 dan dalam tabung PCR sebanyak 5 μL, reagen ECE-7. Ketujuh isolat tersebut kemudian multimix PCR sebanyak 25 μL, primer diamati secara makroskopis dan mikroskopis forward sebanyak 5 μL dan DDH2O sebanyak dengan pewarnaan Gram dan spora. Isolat 10 μL. Amplifikasi PCR dilakukan dengan bakteri endofit dari umbi tanaman C.

250 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

esculenta L. ditanam pada media NA yang Mikroba endofit mampu menghasilkan ditambah dengan amilum 2% (Gambar 2). senyawa yang mirip dengan inangnya, hal ini Ketujuh isolat bakteri tersebut menghasilkan diduga karena hasil koevolusi atau transfer diameter zona bening yang berbeda-beda. materi genetic dari inang (Tan dan Zou 2001). Hasil pengukuran zona bening setiap isolat bakteri yakni, isolat ECE-1 mempunyai diameter zona bening 11 mm, isolat ECE-2 mempunyai diameter zona bening 9 mm, isolat ECE-3 mempunyai diameter zona bening 26 mm, isolat ECE-4 mempunyai diameter zona bening 17 mm, isolat ECE-5 mempunyai diameter zona bening 21 mm, isolat ECE-6 mempunyai diameter zona bening 19 mm dan isolat ECE-7 mempunyai ECE-1 diameter zona bening 11 mm (Tabel 1). ECE-2 Perbedaan zona bening pada setiap isolat bakteri dapat disebabkan oleh jumlah dan aktivitas enzim yang disekresikan berbeda. Zona bening yang terlihat pada sekeliling

bakteri yang ditumbuhkan pada medium NA ditambah amilum 2% dan ditetesi Lugol mengindikasikan bahwa bakteri tersebut

mempunyai aktivitas amilolitik

Karakterisasi koloni beraktivitas amilolitik

ECE-3 Isolat bakteri yang positif mempunyai aktifitas amilolitik kemudian diidentifikasi

secara makroskopis, pewarnaan dan uji biokimia. Identifikasi makroskopis dilakukan dengan menggores bakteri pada media NA ECE-4 dan melakukan pengamatan pada morfologi koloni yang tumbuh pada masing-masing isolat bakteri. Hasil pengamatan morfologi koloni setiap isolat dapat dilihat pada Tabel 2.

Identifikasi dengan pewarnaan Gram dan spora Identifikasi secara mikroskopis

dilakukan dengan pewarnaan Gram dan spora pada masing-masing isolat bakteri. Hasil pewarnaan Gram menunjukkan adanya ECE-7 perbedaan sifat Gram pada isolat bakteri. Dari tujuh isolat diperoleh hasil dua bakteri bersifat Gram negatif dan lima bakteri bersifat Gram positif (Gambar 3). Gram negatif ECE-5 ECE-6 ditandai dengan sel yang berwarna merah dan Gram positif ditandai dengan sel berwarna ungu. Adanya perbedaan warna tersebut dikarenakan komponen penyusun dinding sel bakteri Gram negatif dan bakteri Gram positif berbeda. Bakteri Gram positif dapat mempertahankan cat utama yang berisi kristal violet karena dinding selnya Gambar 2. Hasil pengujian amilolitik isolat bakteri mempunyai kandungan peptidoglikan yang endofit dari umbi C. esculenta L. setelah inokulasi selama 24 jam pada media NA tebal. Bakteri Gram negatif tidak dapat amilum 2% mempertahankan warna cat utama karena

251 Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Amilolitik.... Wulandari et al.

EHC-1 EHC-1

EHC-2 EHC-2

EHC-3 EHC-3

EHC-4 EHC-4

EHC-5 EHC-5

EHC-6 EHC-6

EHC-7 EHC-7

Gambar 3. Hasil pewarnaan Gram pada isolat bakteri Gambar 4. Hasil pewarnaan pada spora isolat bakteri endofit dari umbi C. esculenta L. endofit dari umbi C. esculenta L. (perbesaran 100×) (perbesaran 100×)

252 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

pada dinding selnya terdapat lapisan Tabel 3. Hasil uji biokimia isolat bakteri endofit umbi C. lipoprotein yang akan larut ketika dicuci esculenta L. menggunakan media KIA, LIA, dengan etanol (Gram C) (Pelczar dan Chan SIM dan citrate 2005). Hasil pewarnaan Gram menunjukkan Media isolat ECE-1 dan ECE-6 bersifat Gram Isolat negatif, sedangkan isolat ECE-2, ECE-3, KIA SIM LIA citrate ECE-4, ECE-5 dan ECE-7 bersifat Gram 퐾 퐾 ECE-1 ⁄퐾 푆(−) – + + ⁄퐾 푆(−) + positif (Tabel 2). 퐾 퐾 Tujuan dari pewarnaan spora adalah ECE-2 ⁄퐴 푆(−) + + + ⁄퐴 푆(−) + 퐾 퐾 – untuk mengidentifikasi bakteri yang mampu ECE-3 ⁄퐾 푆(−) – – – ⁄퐾 푆(−) menghasilkan spora. Hasil pewarnaan spora ECE-4 퐾⁄ 푆(−) – – – 퐾⁄ 푆(−) – menunjukkan bahwa dari ketujuh isolat 퐾 퐾 퐾 퐾 – bakteri yang diperoleh, enam di antaranya ECE-5 ⁄퐾 푆(−) – – – ⁄퐾 푆(−) mempunyai spora dan satu isolat tidak ECE-6 퐾⁄ 푆(−) – – – 퐾⁄ 푆(−) – berspora. Isolat bakteri yang mempunyai 퐾 퐾 퐾 퐾 – spora adalah isolat yakni ECE-2, ECE-3, ECE-7 ⁄퐾 푆(−) – – – ⁄퐾 푆(−) ECE-4, ECE-5, ECE-6 dan ECE-7 sedangkan isolat ECE-1 tidak menghasilkan spora. karena pada media KIA bagian dasar dan Spora adalah bentuk dari bakteri untuk lereng media tetap berwarna merah. Keenam mempertahankan diri dari kondisi yang isolat tersebut juga tidak mampu kurang mendukung untuk kehidupan dari menghasilkan sulfida. bakteri tersebut. Hasil inokulasi pada media SIM Spora akan lebih tahan dalam kondisi menunjukkan bahwa isolat ECE-1 tidak yang ekstrim misalnya dalam kondisi kering, menghasilkan sulfida yang ditandai dengan panas dan adanya senyawa kimia yang tidak terbentuknya warna hitam, mampu bersifat racun terhadap bakteri tersebut. Cat membentuk cincin indol yang ditandai dengan yang digunakan untuk mewarnai spora terbentuknya warna merah pada permukaan adalah malachite green. Spora yang berhasil media setelah ditambah dengan reagen diwarnai akan mengikat kuat cat warna ehrlich a dan ehrlich b dan motilitas positif tersebut sehingga ketika ditutup kembali yang ditandai dengan pertumbuhan bakteri dengan cat warna lain (Safranin) spora akan menyebar ke seluruh media. Isolat ECE-2 tetap mempertahankan warna awalnya. Hasil mampu membentuk indol sulfida dan motilitas pewarnaan spora menunjukkan spora akan positif. Isolat ECE-3, ECE-4, ECE-5, ECE-6 berwarna hijau sedangkan sel vegetatif akan dan ECE-7 semuanya tidak mampu berwarna merah (Gambar 4). membentuk sulfida, indol dan motilitas negatif. Identifikasi dengan uji biokimia Pada media LIA enam isolat yakni ECE- Tahap identifikasi selanjutnya adalah 1, ECE-3, ECE-4, ECE-5, ECE-6 dan ECE-7 melakukan uji biokimia dengan mempunyai enzim dekarboksilasi yang menggunakan media KIA, SIM, LIA, dan mampu menguraikan lisin sehingga media Citrat. Identifikasi bakteri melalui pendekatan tetap berwarna ungu. Sedangkan pada isolat biokimia dilakukan dengan melihat perilaku ECE-2 tidak mempunyai enzim bakteri terhadap fermentasi gula maupun dekarboksilasi ditandai dengan media yang melihat aktivitas enzim yang dimilikinya berubah menjadi kuning. Semua isolat juga (Leonita et al. 2015). tidak menghasilkan sulfida karena tidak Hasil identifikasi dapat dilihat pada terbentuknya warna hitam pada media. Tabel 3. Hasil inokulasi pada media KIA Mikroba yang mampu menghasilkan lisin diperoleh hasil isolat ECE-2 diketahui mampu dekarboksilasi media akan tetap berwarna memfermentasikan glukosa, ditandai dengan ungu karena kondisi basa, sedangkan bagian dasar media berwarna kuning dan mikroba yang mampu mendeaminasi lisin tidak menghasilkan sulfida karena tidak menghasilkan warna kuning karena kondisi terbentuk warna hitam pada media. Isolat berubah menjadi asam (Brooks et al. 2013). ECE-1, ECE-3, ECE-4, ECE-5, ECE-6 dan Pada uji biokimia dengan ECE-7 tidak mempunyai kemampuan menggunakan media citrate diketahui bahwa memfermentasikan glukosa maupun laktosa ECE-1 dan ECE-2 menggunakan citrate

253 Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Amilolitik.... Wulandari et al.

A

(=EHC-1)

B

(=EHC-2)

C

(=EHC-4)

Gambar 5a. Hasil nilai kemiripan dan pohon filogenetik dari isolat ECE-1(A), ECE-2(B), dan ECE-4(C)

254 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

sebagai sumber karbonnya sedangkan isolat Hasil identifikasi dengan teknik 16S rRNA ECE-3, ECE-4, ECE-5, ECE-6 dan ECE-7 Dari ketujuh isolat bakteri endofit yang tidak menggunakan citrate sebagai sumber diperoleh, lima isolat di antaranya dilanjutkan karbonnya. Tujuan dari uji ini adalah untuk dengan identifikasi secara molekuler dengan mengetahui kemampuan suatu mikroba analisis 16S rRNA. 16S rRNA adalah salah menggunakan citrate sebagai sumber satu bagian dari ribosom pada semua karbonnya. Di dalam media citrate ini organisme prokariotik, dimana bakteri terdapat indikator bromothymol blue. Bakteri merupakan salah satu organisme prokariotik. yang menggunakan citrate sebagai sumber Identifikasi molekuler menggunakan 16S karbon akan menyebabkan suasana menjadi rRNA dapat digunakan untuk basa sehingga terjadi perubahan warna mengidentifikasi suatu bakter i pada sampel. indikator bromothymol blue dari hijau menjadi 16S rRNA berupa sekuens yang dapat biru intens pada daerah miring karena reaksi digunakan untuk mengidentifikasi bakteri dari basa (Brooks et al. 2013). Perubahan warna urutan pasangan basanya, sehingga media dari hijau menjadi biru dikarenakan diperoleh hasil yang lebih akurat perubahan suasana pH pada media menjadi (Kusumawati 2014). Isolat yang diidentifikasi basa karena adanya amonium yang berasal dengan analisis 16S rRNA adalah isolat ECE- dari mono ammonium phosphate yang 1, ECE-2, ECE-4, ECE-5, dan ECE-6 terdapat pada media (Sardiani et al. 2015). sedangkan isolat ECE-3 dan ECE-7 tidak

D

(=EHC-5)

E

(=EHC-6)

Gambar 5b. Hasil nilai kemiripan dan pohon filogenetik dari isolat ECE-5(D) dan ECE-6(E)

255 Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Amilolitik.... Wulandari et al.

diidentifikasi dengan 16S rRNA karena hasil olahan sagu. Adapun spesies yang mempunyai kemiripan yang tinggi dengan mereka temukan adalah Bacillus mycoides, isolat ECE-4. Hasil sekuensing dari kelima Bacillus cereus, Bacillus licheniformis, isolat kemudian disejajarkan dengan program Bacillus alvei, dan Serratia liquefaciens. BLAST-N (Basic Local Alignment Search Tool-Nucleotide) dari NCBI. Tujuan dari KESIMPULAN pensejajaran ini adalah untuk membandingkan hasil sekuen DNA isolat Hasil isolasi bakteri dari umbi talas (C. bakteri yang diperoleh dengan database esculenta L.) diperoleh tujuh isolat positif sekuen DNA dari seluruh dunia yang telah mempunyai aktivitas amilolitik yang mampu dipublikasikan secara online pada situs NCBI menghasilkan enzim amilase. Lima isolat (http://www.ncbi.nlm.nih.gov). berhasil diidentifikasi dengan analisis 16S Hasil pensejajaran menunjukkan rRNA dan diperoleh hasil isolat ECE-1 diduga bahwa isolat ECE-1 mempunyai nilai Pseudomonas knackmussii, isolat ECE-2 kemiripan yang tinggi dengan bakteri diduga Bacillus siamensis, Isolat ECE-4 Pseudomonas knackmussii yakni sebesar adalah Bacillus siamensis, isolat ECE-6 99% (Gambar 5a). Sedangkan isolat ECE-2 diduga Bacillus altitudinis. Isolat bakteri ECE- mempunyai kemiripan yang tinggi dengan 3 dan ECE-7 berdasarkan uji morfologi dan Bacillus siamensis dengan nilai kemiripan biokimia diduga golongan dari Bacillus sp. sebesar 99% (Gambar 5a). Isolat ECE-4 mempunyai nilai kemiripan 100% dengan UCAPAN TERIMA KASIH Bacillus siamensis (Gambar 5a). Isolat ECE- 5 mempunyai nilai kemiripan yang sangat Kepada program Penelitian Dosen tinggi dengan bakteri Bacillus subtilis dengan Pemula yang dibiayai oleh Direktorat Riset nilai kemiripan sebesar 99% (Gambar 5b). dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Terakhir isolat ECE-6 mempunyai kemiripan Jendral Penguatan Riset dan yang tinggi dengan bakteri Bacillus altitudinis Pengembangan, Kementerian Riset, dengan nilai kemiripan sebesar 99% Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dengan (Gambar 5b). Semakin besar nilai kemiripan Kontrak Penelitian Nomor: 005/LPPM- maka semakin besar juga homologi suatu USb/PDP/III/2018. makhluk hidup, derajat kemiripan urutan basa gen penyandi 16S rRNA lebih dari 97% bukan DAFTAR PUSTAKA merupakan spesies baru (Pangastuti 2006). Isolat yang mempunyai nilai kemiripan 99% Agama-Acevedo E, Garcia-Suarez FJ, merupakan bakteri dengan spesies yang Gutierrez-Meraz F, Sanchez-Rivera sama namun mempunyai galur yang MM, Martin ES, Bello-Perez LA (2011) berbeda. Urutan genom pada mikroba dapat Isolation and partical characterization of digunakan sebagai kunci untuk Mexican taro (Colocasia esculenta L) mengidentifikasi spesies mikroba tersebut. starch. Starch 63:139−146. doi: Spesies yang sama akan memiliki banyak 10.1002/star.201000113 kesamaan pada urutan genomnya. Armougom F, Raoult D (2009) Exploring Berdasarkan hal tersebut, pengklasifikasian microbial diversity using 16S rRNA mikroba dapat berdasarkan informasi genotip high-throughput methods. J Comput Sci dan fenotipnya (Yarza et al. 2014). Syst Biol 2:074−092. doi: Hasil penelitian ini menunjukkan dari 10.4172/jcsb.1000019 ketujuh isolat bakteri yang ditemukan 6 Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, diantaranya termasuk ke dalam genus Mietzner TA (2013) Mikrobiologi Bacillus. Penelitian Reddy et al. (2013) kedokteran Edisi 25. EGC, Jakarta menyatakan bahwa golongan bakteri Chung A, Rainey F, Nobre MF, Burghardt J, amilolitik terbanyak berasal dari genus da Costa MS (1997) Meiothermus Bacillus, Lactibacillus, Clostridium, Cerbereus sp. nov., a new slightly Mikrococcus dan Actinomycetes. Hal ini tthermophilic species with high levels of sejalan dengan penelitian yang dilakukan 3-hydroxy fatty acids. Int J Syst oleh Hastuti et al. (2014) yang berhasil Bacteriol 47:1225–1230. doi: mengisolasi bakteri amilolitik dari dari limbah 10.1099/00207713-47-4-1225

256 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Cole JR, Wang Q, Fish JA, Chai B, McGarrell Sardiani N, Litaay M, Budji RG, Priosambodo DM, Sun Y, Brown CT, Porras-Alfaro A, D, Syahribulan, Dwyana Z (2015) Kuske CR, Tiedje JM (2013) Ribosomal Potensi tunikata Rhopalaea sp. sebagai database project: Data and tools for sumber inokulum bakteri endosimbion high throughput rRNA analysis. Nucleic penghasil antibakteri; 1. Karakterisasi Acids Res 42:D633−642. doi: isolat. J Alam Lingkung 6 10.1093/nar/gkt1244 Stackebrandt E, Goebel BM (1995) A place Hastuti US, Yakub P, Khasanah HN (2014) for DNA-DNA reassociation and 16S Biodiversity of indegenous amylolytic rRNA sequence analysis in the present and cellulolytic bacteria in sago waste species definition in bacteriology. Int J product at Susupu, North Moluccas. J Syst Bacteriol 44:846−849. doi: Life Sci 8:920−924. doi: 10.1099/00207713-44-4-846 10.17265/1934-7391/2014.11.010 Setyati WA, Subagiyo S (2012) Isolasi dan Kusumawati DE (2014) Isolasi dan seleksi bakteri penghasil enzim karakteristik senyawa antibakteri dari ekstraseluler (proteolitik, amilolitik, bakteri endofit tanaman miana (Coleus lipolitik dan selulolitik) yang berasal dari scutellariodes [L.] Benth.). Curr. Biochem. sedimen kawasan mangrove. Ilm 1:45−50. doi: 10.29244/cb.1.1.45-50 Kelaut 17:164−168. doi: Leonita S, Bintang M, Pasaribu FH (2015) 10.14710/ik.ijms.17.3.164-169 Isolasi dan identifikasi bakteri endofit Singh H, Saharan R, Sharma KP (2014) dari tumbuhan nyawai (Ficus variegata Isolation and characterization of Blume) sebagai penghasil senyawa amylase producing bacteria from antibakteri. Curr Biochem 2:116–128. diverse environmental samples. J doi: 10.29244/cb.2.3.116-128 Microbiol Biotechnol Res 4:8−18 Mitidieri S, Martinelli AHS, Schrank A, Soeka Y S (2010) Optimasi dan karakterisasii Vainstein MH (2006) Enzymatic a-amilase dari isolat aktinomisetes detergent formulation containing yang berasal dari Kalimantan Timur. amylase from Aspergillus niger: A Ber Biol 10:361–367. doi: comparative study with commercial 10.14203/beritabiologi.v10i3.751 detergent formulations. Bioresour Subhash C, Sarla S, Jaybarden (2012) Technol 97:1217−1224. doi: Phytochemical screening of garhwal 10.1016/j.biortech.2005.05.022 himalaya wild edible tuber Colocasia Nurmalinda A, Periadnadi, Nurmiati (2013) esculenta. Int Res J Pharm 3:181−186. Isolasi dan karakterisasi parsial bakteri doi: 10.7879/2230-8407 indigenous pemfermentasi dari buah Tan R, Zou WX (2001) Endophytes: A rich durian (Durio zibethinus Murr.). J Bio UA source of functional metabolites. Nat 2:8−13. doi: 10.25077/jbioua.2.1.%25p.2013 Prod Rep 18:448−459. doi: 10.1039/ Pangastuti A (2006) Definisi spesies b100918o prokaryota berdasarkan urutan basa Türker C, Özcan BD (2015) Isolation of alpha- gen penyandi 16S rRNA dan gen amylase producing thermophilic penyandi protein. Biodiversitas bacillus strains and partial 7:292−296. doi: 10.13057/biodiv/d070319 characterization of the enzymes. Turk J Pawar HA, Choudhary PD, Kamat SR (2018) Agric-Food Sci Technol 3:387−393. doi: An overview of traditionally used herb, 10.24925/turjaf.v3i6.387-393.312 Colocasia esculenta, as a Utomo JS, Yulifianti R, Kasno A (2012) Kajian phytomedicine. Med Aromat Plants sifat fisikokimia dan amilografi pati garut 7:1−7. doi: 10.4172/2167-0412.1000317 dan ganyong. In: Prosiding seminar Pelczar MJ, Chan ECS (2005) Dasar-dasar hasil penelitian tanaman aneka kacang mikrobiologi. UI Press, Jakarta dan umbi. Pusat Penelitian dan Reddy NS, Nimmagadda A, Rao KRSS Pengembangan Tanaman Pangan, (2003). An overview of the microbial α- Malang, pp 673−680 amylase family. Afr J Biotehnol Van der Maarel MJ, van der Veen B, 2:645−648. doi: 10.5897/AJB2003.000- Uitdehaag JC, Leemhuis H, Dijkhuizen 1119 L (2002) Properties and applications of

257 Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Amilolitik.... Wulandari et al.

starch-converting enzymes of the α- of Bacillus subtilis KC3 for amylolytic amylase family. J Biotechnol activity. Int J Biosci Bioinform 2:336−341. 94:137−155. doi: 10.1016/s0168- doi: 10.7763/IJBBB.2012.V2.128 1656(01)00407-2 Yarza P, Yilmaz P, Pruesse E, Glockner FO, Vaseekaran S, Balakumar S, Arasaratnam V Ludwig W, Schleifer KH, Whitman WB, (2010) Isolation and identification of a Euzeby J, Amann R, Rossello-Mora R bacterial strain producing thermostable (2014) Uniting the classification of -Amylase. Trop Agric Res 22:1−11. cultured and uncultured bacteria and doi: 10.4038/tar.v22i1.2603 archaea using 16S rRNA gene Vijayalakshmi, Sushma K, Abha S, Chander sequences. Nat Rev Microbiol P (2012) Isolation and characterization 12:635−645. doi: 10.1038/nrmicro3330

258 VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

SKRINING DAN ANALISIS FITOKIMIA TUMBUHAN OBAT TRADISIONAL MASYARAKAT KABUPATEN BIMA

Phytochemical Screening and Analysis of Traditional Herbal Medicines of Bima

Nikman Azmin*, Anita Rahmawati Program Studi Pendidikan Biologi, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima. Jln. Piere Tendean, Mande, Mpunda, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat 84111 *email: [email protected]

ABSTRACT Bima people use medicinal plants for traditional medicine which is local wisdom that must be preserved. Thus, the phytochemical content of these plants needs to be studied. This study aims to determine the secondary metabolite content of traditional medicinal plants in order to enrich biotechnology and pharmacological data. Thus, the data can be used as a reference in healing diseases and managing various medicinal plants based on community welfare and environmental sustainability for the people of Bima regency. The method used is a detailed interview and a field survey followed by phytochemical screening to determine the content of compounds in plants. From the results of this study, as many as 17 types of medicinal plants have been used as traditional medicine. The plant parts used are leaves, stems, flowers, roots, rhizomes, fruit, gum or lenders with 33% weed habitus followed by herbs (29%), trees (29%), and shrubs (9%). The compounds identified in these medicinal plants are flavonoids, alkaloids, steroids, terpenoids, saponins, and tannins.

Keywords: Bima regency, local wisdom, medicinal plants, phytochemicals, secondary metabolites

ABSTRAK Masyarakat Bima memanfaatkan tumbuhan obat untuk pengobatan tradisional yang merupakan kearifan lokal yang harus dipertahankan, sehingga kandungan fitokimia dari tumbuhan-tumbuhan ini perlu diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder tumbuhan obat tradisional guna memperkaya data bioteknologi dan farmakologi. Dengan demikian, data tersebut dapat dijadikan acuan dalam penyembuhan penyakit dan pengelolaan berbagai tumbuhan obat berbasis kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan bagi masyarakat kabupaten Bima. Metode yang digunakan adalah wawancara secara rinci dan survei lapangan dilanjutkan dengan skrining fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa dalam tumbuhan. Dari hasil penelitian ini diketahui sebanyak 17 jenis tumbuhan obat yang telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Bagian tumbuhan yang digunakan berupa daun, batang, bunga, akar, rimpang, buah, getah atau lender dengan jenis habitus 33% gulma diikuti oleh herbal (29%), pohon (29%), dan perdu (9%). Sedangkan senyawa yang teridentifikasi dalam tumbuhan obat tersebut yaitu flavonoid, alkaloid, steroid, terpenoid, saponin, dan tannin.

Kata Kunci: fitokimia, kabupaten Bima, kearifan lokal, metabolit sekunder, tumbuhan obat

Received: 30 April 2019 Accepted: 14 November 2019 Published: 21 January 2020

259 Skrining dan Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat Tradisional... Azmin dan Rahmawati

PENDAHULUAN mengenai potensi ekstrak Jatropha curcas menunjukkan bahwa ekstrak metanol Indonesia adalah negara yang dijuluki konsentrasi 1 mg hingga 15 mg mL–1 mampu sebagai negara “megabiodiversitas” (Noviar menghambat virus influenza 100% dalam 2016), hal ini dikarenakan banyaknya jenis ketiga percobaan (paparan prapenetrasi, tumbuhan yang ada di dalamnya. Indonesia paparan simultan dan paparan merupakan negara ke tujuh terbesar dengan postpenetrasi). Sedangkan ekstrak air dan jumlah spesies tumbuhan mencapai 20.000 ekstrak metanol pada konsentrasi 5 mg mL–1 spesies dan 40% di antaranya adalah tidak menunjukkan efek sitotoksik terhadap tumbuhan endemik (Kusmana dan Hikmat sel Madin-Darby canine kidney (MDCK). 2015), kemudian lebih dari 2.039 spesies Penelitian ini memiliki kebaruan baik adalah tumbuhan obat (Nasution et al. 2018). pada jumlah tumbuhan serta kandungan Masyarakat Indonesia telah mengenal dan fitokimia dari tumbuhan obat itu sendiri yang menggunakan obat tradisional dari tumbuh- mungkin masih jarang diteliti atau tumbuhan sebagai usaha penanggulangan dipublikasikan dan dapat menjelaskan berbagai macam penyakit (Sada dan Tanjung berbagai macam khasiatnya. Melihat potensi 2010; Khairiyah et al. 2016; Martiningsih et al. daerah Bima yang memiliki berbagai jenis 2018) termasuk daerah Bima. tumbuhan sebagai sumber metabolit Bima merupakan salah satu daerah sekunder dan plasma nutfah yang dapat yang memiliki berbagai jenis tumbuhan obat dimanfaatkan untuk pembuatan obat dengan potensi yang sangat besar (Azmin alternatif dan dapat dikembangkan dalam et al. 2019). Sejak dahulu masyarakat Bima bidang farmakologi dan bioteknologi. telah mengenal berbagai jenis tumbuhan Penelitian ini bertujuan untuk yang mempunyai khasiat sebagai obat mengetahui kandungan metabolit sekunder untuk menyembuhkan berbagai macam tumbuhan obat tradisional yang berasal dari penyakit. Potensi tumbuhan obat tersebut daerah Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat. terus dilestarikan pemanfaatannya oleh Kemudian penelitian ini dapat dijadikan masyarakat Bima kemudian menghasilkan acuan dalam memperkaya data bioteknologi beragam jenis obat yang sangat khas dan farmakologi, penyembuhan penyakit, dan sebagai tradisi dan adat setempat (Selawa pengelolaan berbagai tumbuhan obat et al. 2013). Bahkan akhir-akhir ini menjadi berbasis kesejahteraan masyarakat dan trend untuk merubah pola hidup instan dan kelestarian lingkungan bagi masyarakat juga masalah pengobatan terhadap daerah Bima. Dengan demikian diharapkan penyakit (Agustina et al. 2016). Kandungan masyarakat dapat mengakses informasi yang senyawa kimia dalam tumbuhan umumnya benar mengenai berbagai jenis tumbuhan mempunyai kemampuan bioaktivitas obat yang dibutuhkan. (Rohyani et al. 2015). Menurut Martiningsih et al. (2018) senyawa bioaktif atau metabolit BAHAN DAN METODE sekunder pada tumbuhan sangat potensial untuk dikembangkan dalam bidang Waktu dan tempat penelitian farmakologi dan bioteknologi, sehingga Penelitian ini dilaksanakan selama 10 perlu diteliti lebih lanjut mengenai bulan, di tiga desa yaitu di Desa Sai, Jia dan kandungan metabolit sekunder tersebut Naru di kecamatan Sape, kabupaten Bima. (Packiyalakshmi et al. 2016). Mulai tanggal 23 Febuari sampai 7 Juli 2019. Masing-masing tumbuhan memiliki Ekstraksi sampel tumbuhan dan skrining kandungan kimia dan khasiat yang berbeda- fitokimia dilakukan di Laboratorium Kimia beda, bahkan dalam satu tumbuhan bisa STKIP Bima. menyembuhkan beberapa macam penyakit. Ogbalu dan Williams (2014) menggunakan Alat dan bahan ekstrak etanol Ageratum conyzoides pada Alat yang digunakan dalam penelitian wanita dengan luka myiasis payudara akibat ini meliputi timbangan analitik, peralatan, larva Cordylobia anthropophaga dan setelah buku, kamera, dan alat-alat laboratorium diobati dengan ekstrak tersebut selama 3 lainnya. Adapun bahan yang digunakan minggu menunjukkan kesembuhan lebih dari dalam penelitian ini adalah 17 jenis tumbuhan 92,7%. Hasil penelitian Patil et al. (2013) obat sebagai sampel dan bagian tumbuhan

260 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

yang dipakai untuk pengujian, terdiri dari mengenai keanekaragaman tumbuhan obat akar, batang, daun, umbi, rimpang, dan kulit. (Nasution et al. 2018; Situmorang dan Sedangkan bahan kimia yang diperlukan Sihombing 2018). adalah NaOH, HCl, H2SO4, aquades, Survei lapangan dilakukan untuk heksana, kloroform, asam klorida, dan etanol. verifikasi spesies dan untuk memperoleh sampel spesies tumbuhan yang Metode pengumpulan dan analisis data dimanfaatkan berdasarkan hasil wawancara Pengumpulan data meliputi data dengan responden. Sampel tumbuhan dibuat tumbuhan obat, pemanfaatan tumbuhan herbarium dari bagian tumbuhan yang tersebut secara empiris dalam mengobati diambil dari tiga desa tersebut. Tumbuhan penyakit dan penggunaan bagian tumbuhan dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan yang diperoleh melalui wawancara. Populasi dengan menggunakan oven (Nasution et al. pada penelitian ini adalah masyarakat desa 2018). Identifikasi tumbuhan obat dan uji Sai, Jia, dan Naru (Gambar 1). Desa pada kandungan fitokimia dilakukan di kecamatan Sape, kabupaten Bima tersebut laboratorium Biologi STKIP Bima. memiliki potensi tumbuhan obat dengan indikasi banyak didapati tumbuhan obat liar Uji senyawa alkaloid dan yang dibudidayakan. Teknik Uji alkaloid dilakukan dengan metode pengambilan sampel dalam penelitian ini Mayer dan Wagner. Sampel sebanyak 3 mL dengan cara purposive sampling yaitu diletakkan dalam cawan porselen kemudian pemilihan sampel dengan wawancara yang ditambahkan 5 mL HCl 2 M dan 5 mL dilakukan terhadap responden sebanyak 28 aquades, lalu dipanaskan di atas penangas orang setiap desa (Desa Sai, Jia, dan Naru) air selama 5 menit. Dinginkan sampel pada yaitu Tabib, sesepuh kampong, tokoh temperatur kamar dan disaring. Filtrat yang masyarakat, kepala desa serta penduduk diperoleh dibagi 2, bagian 1 dan 2. Filtrat 1 yang memiliki pengetahuan yang baik sebagai kontrol sedangkan filtrat 2

Gambar 1. Peta administrasi kecamatan Sape: 1). Desa Naru, 2). Desa Jia, dan 3). Desa Sai. Ketiga Ini (yang ditandai warna merah) merupakan lokasi pengambilan sampel (Bimakab.go.id 2019)

261 Skrining dan Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat Tradisional... Azmin dan Rahmawati

Chromolaena odorata Psidium guajava Jatropha curcas Sauropus androgynus

Ocimum ×citriodorum Muntingia calabura Portulaca leavis Wall Alpinia officinarum

Curcuma domestica Val. Zingiber officinale Curcuma zanthorrhiza Aloe vera

Apium graveolens Piper betle Artocarpus communis Curcuma heyneana Ficus septicum

Gambar 2. Jenis-jenis, tumbuhan obat tradisional masyarakat di tiga desa (desa Sai, Jia dan Naru) di kecamatan Sape, kabupaten Bima

262 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Tabel 1. Famili dan habitus tumbuhan obat dari hasil wawancara di tiga desa (desa Sai, Jia dan Naru) di kecamatan Sape, kabupaten Bima

Nama Tanaman Famili Jenis Habitus Chromolaena odorata Asteraceae gulma Psidium guajava Myrtaceae pohon Jatropha curcas Euphorbiaceae perdu Sauropus androgynus Phyllanthaceae herbal Ocimum ×citriodorum Lamiaceae herbal Muntingia calabura Muntingiaceae pohon Portulaca leavis Wall Portulacaceae gulma Alpinia officinarum Zingiberaceae herbal Curcuma domestica Val. Zingiberaceae herbal Zingiber officinale Zingiberaceae herbal Curcuma zanthorrhiza Zingiberaceae herbal Aloe vera Asphodelaceae herbal Apium graveolens Apiaceae herbal Piper betle Piperaceae herbal Artocarpus communis Moraceae pohon Curcuma heyneana Zingiberaceae herbal Ficus septicum Moraceae perdu ditambahkan pereaksi Mayer, reaksi positif air panas, didinginkan kemudian dikocok jika terbentuk endapan menggumpal kuat-kuat selama 10 sampai 20 detik. Jika berwarna putih atau kuning. terbentuk busa setinggi 1–10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang Uji senyawa flavonoid dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 Ekstrak sampel diuapkan sebanyak 5 M menunjukkan adanya senyawa saponin. mL, kemudian dicuci dengan heksana sampai jernih. Sisa ekstrak sampel dilarutkan HASIL DAN PEMBAHASAN dengan 20 mL etanol kemudian disaring. Setelah disaring dibagi menjadi 3 bagian, Berdasarkan hasil wawancara yang bagian 1 dipanaskan pada penangas air, Jika dilakukan di tiga desa yaitu Desa Sai, Jia, terjadi perubahan warna pada sampel dan Naru di kecamatan Sape, kabupaten menjadi warna hijau kekuning-kuningan Bima (Gambar 1), teridentifikasi sebanyak menunjukkan adanya senyawa flavonoid. 17 spesies tumbuhan dari 22 famili yang Bagian 2 ditambahkan larutan NaOH 10%. berkhasiat sebagai obat yaitu Chromolaena Jika terjadi warna biru-ungu menunjukkan odorata (krinyuh), Psidium guajava, (jambu adanya senyawa flavonoid. biji), Jatropha curcas (jarak pagar), Sauropus androgynus (katuk), Ocimum Uji steroid dan terpenoid ×citriodorum (kemangi), Muntingia calabura Sebanyak 5 mL sampel dimasukkan ke (kersen), Portulaca leavis Wall dalam gelas kimia, kemudian ditambah 5 mL (gelang/krokot), Alpinia officinarum kloroform dan diaduk sampai rata. (lengkuas), Curcuma domestica Val. Selanjutnya ditambahkan pereaksi H2SO4 (kunyit), Zingiber officinale (jahe), Curcuma pekat. Apabila terbentuk warna merah zanthorrhiza (temulawak), Aloe vera (lidah menunjukkan adanya steroid dan terpenoid. buaya), Apium graveolens (seledri), Piper betle (sirih), Artocarpus communis (sukun), Uji saponin Curcuma heyneana (temu giring), dan Ficus Sebanyak 5 mL sampel dimasukkan ke septicum (awar-awar) (Tabel 1 dan Gambar dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 15 mL 2). Dari 17 tumbuhan tersebut sebagian

263 Skrining dan Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat Tradisional... Azmin dan Rahmawati

Tabel 2. Sampel tumbuhan, nama daerah, bagian dan kegunaan tumbuhan dari hasil wawancara mendalam masyarakat di tiga desa (desa Sai, Jia dan Naru) di kecamatan Sape, kabupaten Bima

Sampel Nama Daerah Koordinat Bagian yang Kegunaan Tumbuhan di Bima Geografis Digunakan akar, batang, mengobati luka luar Chromolaena odorata Golka 8° 34’ 22.0” S 118° 59’ 11.4” E daun muda atau kulit Psidium guajava Jambu doro 8° 34’ 17.2” S 118° 56’ 53.5” E daun mengobati diare Jatropha curcas Tetanga 8° 34’ 19.2” S 118° 56’ 48.5” E daun mengobati sakit perut Sauropus androgynus Ro’o kambesi 8° 34’ 19.6” S 118° 59’ 28.3” E daun memperlancar asi Ocimum ×citriodorum Pataha 8° 35’ 20.4” S 118° 59’ 11.0” E daun menghilangkan bau badan Muntingia calabura Anggo 8° 34’ 27.6” S 118° 57’ 25.9” E daun mengobati darah tinggi Portulaca leavis Wall Soka 8° 35’ 34.4” S 118° 59’ 28.7” E seluruh bagian mengobati wasir Alpinia officinarum Ro,o ngao 8° 34’ 20.1” S 118° 59’ 07.9” E daun, akar mengobati sakit pinggang Curcuma domestica Val. Huni 8° 34’ 31.9” S 118° 59’ 23.7” E rimpang mengobati sakit maag Zingiber officinale Kampuja 8° 34’ 39.7” S 118° 57’ 16.1” E rimpang meningkatkan nafsu makan menyembuhkan Curcuma zanthorrhiza Tamulawa 8° 34’ 24.5” S 118° 59’ 08.5” E rimpang gangguan perut kembung Aloe vera Lidah buaya 8° 34’ 16.8” S 118° 59’ 01.3” E lender menyuburkan rambut Apium graveolens Ro’o so 8° 34’ 19.5” S 118° 57’ 20.4” E daun menurunkan darah tinggi Piper betle Ro’o nahi 8° 34’ 31.3” S 118° 59’ 14.3” E daun mimisan dan keputihan Artocarpus communis Karara 8° 34’ 26.3” S 118° 57’ 48.5” E daun mengobati diabetes

mengobati sakit kepala Curcuma heyneana Tawoa 8° 34’ 38.4” S 118° 59’ 18.1” E rimpang dan mata yang buram

Ficus septicum Kana’a 8° 34’ 31.3” S 118° 57’ 12.7” E seluruh bagian mengobati sesak napas

lendir buah A akar B 3% 13% 10% batang 17% herbal pohon 29% 29%

rimpang 17% perdu 9% daun gulma 40% 33%

Gambar 3. A) Bagian-bagian tumbuhan yang digunakan, B). Jenis habitus yang digunakan sebagai obat tradisional besar berasal dari habitus seperti pohon, Berdasarkan hasil penelitian di perdu, herba, dan gulma. Lebih lanjut, dari lapangan bahwa masyarakat dari tiga desa hasil wawancara mendalam, data yang cenderung menggunakan habitus sebagai diperoleh masing-masing tumbuhan ini yaitu tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan pada bagian-bagiannya, seperti akar, sebagai bahan untuk pembuatan ramuan batang, daun, buah dan rimpang memliki obat seperti gulma 33% diikuti oleh herba manfaat tersendiri (Tabel 2) misalnya pada 29%, pohon 29%, dan perdu 9% (Gambar kulit, daun, bunga, akar dan batang 3B). Sedangkan pada bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan ramuan (dalam banyak dimanfaatkan sebagai ramuan obat bahasa daerah Bima disebut Lo’I atau jamu) adalah daun yaitu 40%, batang 17%, rimpang dalam pengobatan beberapa penyakit 17%, buah 13%, dan akar 10% (Gambar 3A). (Gambar 3). Hanya sebagian kecil yang menggunakan

264 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

seluruh bagian tumbuhan, umumnya kategori dan sangat bermanfaat bagi tubuh manusia ini merupakan jenis-jenis tumbuhan perdu (Alfaridz dan Amalia 2018; Arifin dan Ibrahim saja. Pernyataan ini didukung dengan hasil 2018). Menurut Firdiyani et al. (2015) penelitian Nurrani dan Tabba (2015) bahwa Senyawa flavonoid memiliki efek sebagai pohon dan gulma merupakan kelompok famili pemicu sistem syaraf, menaikkan tekanan dengan spesies terbanyak yang darah, mengurangi rasa sakit, antimikroba, dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai anti pendarahan, obat penenang, obat bahan untuk pembuatan obat tradisonal, penyakit jantung, antidiabetes, anti sama halnya dengan penjelasan Pelokang et pendarahan, obat luka, dan penekan kerja al. (2018) bahwa habitus ini (pohon dan saraf (Azmin et al. 2019). Selain itu senyawa gulma) adalah tumbuhan yang paling banyak flavonoid berfungsi sebagai anti luka, jika digunakan sebagai tumbuhan obat. dalam satu tumbuhan ditemukan senyawa flavonoid dan saponin secara bersamaan, Skrining fitokimia maka kedua senyawa tersebut akan Berdasarkan uji skrining fitokimia dari bersinergi dan bermanfaat sebagai penurun 17 jenis sampel tumbuhan secara kadar gula darah (Fitriah et al. 2017). keseluruhan menunjukkan terdeteksinya senyawa-senyawa flavonoid, alkaloid, Tumbuhan yang mengandung alkaloid steroid/terpenoid, saponin, dan tannin (Tabel Hasil uji fitokimia (Tabel 3 dan Gambar 3). Senyawa-senyawa tersebut merupakan 4) menunjukkan bahwa terdapat 17 jenis senyawa metabolik sekunder yang dihasilkan tumbuhan yang mengandung alkaloid. Dari oleh tumbuhan dan berfungsi dalam sistem beberapa jenis tumbuhan lain dilaporkan pertahanan (Nursidika et al. 2014; bahwa alkaloid memiliki fungsi medis seperti Hidayatullah 2018) terutama terhadap siamine (Marwoko et al. 2013). Selain itu juga herbifora dan patogen lainnya. Selain itu alkaloid sangat beracun, sehingga dapat metabolit sekunder juga sangat bermanfaat mempertahankan kelangsungan hidup bagi sebagai obat (Roy 2017). tumbuhan penghasilnya terhadap mikroorganisme pengganggu seperti bakteri Tumbuhan yang mengandung flavonoid dan jamur, serangga serta herbivora melalui Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa bahan kimia aktif alelopatik. Itu sebabnya terdapat 19 jenis tumbuhan yang alkaloid sekunder ini digunakan untuk mengandung flavonoid (Tabel 3 dan Gambar pengobatan. Senyawa ini rasanya pahit, dan 4). Flavonoid merupakan senyawa penting secara optik, tidak berwarna, berbentuk

18

16

14

12

10

8 Jumlah tumbuhanJumlah 6

4

2

0 Flavonoid Alkaloid Steroid Terpenoid Saponin Tanin

Senyawa fitokimia yang terdeteksi

Gambar 4. Jumlah tumbuhan yang terdeteksi mengandung masing-masing senyawa fitokimia

265 Skrining dan Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat Tradisional... Azmin dan Rahmawati

Tabel 3. Hasil uji fitokimia tumbuhan obat di tiga desa (desa Sai, Jia dan Naru) di kecamatan Sape, kabupaten Bima

Hasil Uji Fitokimia Sampel Tumbuhan Obat Flavonoid Alkaloid Steroid/Terpenoid Saponin Tannin Ageratum conyzoides + + – / – + + Psidium guajava + + + / – – + Manilkara zapota + + + / + – + Jatropha curcas + – + / + + – Sauropus androgynus + + – / – + + Ocimum ×citriodorum + – + / + + + Muntingia calabura + + + / + + + Portulaca leavis Wall + + + / + + – Orthosiphon stamineus + + + / – – + Curcuma domestica – – – / – + – Zingiber aromaticum + + + / + + – Curcuma zanthorrhiza + + + / + + – Aloe vera + + + / – – + Apium graveolens + + + / – – + Artocarpus communis + + + / + + + Curcuma heyneana + + + / + + + Ficus septicum + + + / – – +

Keterangan: (+) mengandung senyawa, (–) tidak mengandung senyawa kristal dan cair pada suhu kamar (Roy 2017). seseorang mengalami kesulitan Alkaloid murni yang diisolasi dari tumbuhan memproduksinya secara alami, seperti dan turunannya secara sintetik digunakan testosteron, yang sangat penting dalam sebagai agen obat dasar untuk analgesik, perkembangan pria pada masa pertumbuhan antispasmodik, dan bakterisida. Pada (Rasheed dan Qasim 2017). manusia, sebagian besar alkaloid mempengaruhi sistem saraf, terutama sebagai Tumbuhan yang mengandung saponin neurotransmitter seperti asetilkolin, epinefrin, Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa norepinefrin, asam gamma-aminobutyric, terdapat 13 tumbuhan yang mengandung dopamin, dan serotonin. Beberapa alkaloid saponin (Tabel 3 dan Gambar 4). digunakan sebagai antiseptik karena aktivitas Keberadaan saponin telah dilaporkan dilebih antibiotiknya (Roy 2017). dari 100 famili tumbuhan. Saponin adalah kelas penting dari produk alami yang Tumbuhan yang mengandung steroid/terpenoid ditemukan dibanyak tumbuhan. Saponin Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa merupakan glikosida sterol atau triterpen aktif terdapat 17 tumbuhan yang mengandung permukaan, misalnya Saponin steroid dapat steroid sedangkan terpenoid hanya terdapat ditemukan terutama di dalam monokotil pada 13 tumbuhan (Tabel 3 dan Gambar 4). beberapa tumbuhan seperti Agavaceae, Steroid merupakan metabolit sekunder Dioscoreaceae, dan Liliaceae, dan saponin penting dengan efek yang beragam dalam triterpene sebagian besar ada di dalam dikotil tubuh manusia, bahkan merupakan senyawa dari tumbuhan Leguminosae, Araliaceae, organik yang tidak diubah secara kimiawi, Caryophyllaceae. seperti hormon. Steroid alami terlibat dalam berbagai proses fisiologis, termasuk respons Tumbuhan yang mengandung tannin stres, respons imun, metabolisme Hasil uji fitokimia terdapat 13 tumbuhan karbohidrat, katabolisme protein, kadar yang mengandung tannin (Tabel 3 dan elektrolit darah, dan dalam pengaturan Gambar 4). Menurut penelitian Siqueira et al. peradangan, dan perilaku. Steroid alami (2012) senyawa tannin memiliki aktivitas dapat digunakan untuk meningkatkan enzim antimikroba, antidiare, dan anti diabetes. tertentu pada kondisi dimana tubuh Namun terdapat perbedaan kadar senyawa

266 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

tannin pada masing-masing tumbuhan. Fitriah, Mappiratu, Prismawiryanti (2017) Uji Biasanya tumbuhan dengan aktivitas aktivitas antibakteri ekstrak daun antimikroba memliki kadar tannin lebih tinggi tanaman johar (Cassia siamea Lamk.) dibandingkan dengan tumbuhan yang dari beberapa tingkat kepolaran pelarut. memiliki aktivitas anti diare dan anti diabetes. J Kovalen 3:242–251. doi: 10.22487/j24775398.2017.v3.i3.9333 KESIMPULAN Hidayatullah ME (2018) Potensi ekstrak etanol tumbuhan krinyuh (Chromolaena Masyarakat kecamatan Sape di tiga odorata) sebagai senyawa anti-bakteri. desa menggunakan 17 jenis tumbuhan obat In: Proceeding of the 7th University dari 22 famili, dengan habitus yang paling Research Colloquium: Bidang MIPA banyak digunakan adalah gulma 33%, pohon dan Kesehatan. LPPM Stikes PKU 29%, herba 29%, dan perdu 9%. Sedangkan Muhammadiyah, Surakarta, pp 1–6 bagian tumbuhan yang banyak dimanfaatkan Khairiyah N, Anam S, Khumaidi A (2016) sebagai ramuan obat adalah daun 40%, Studi etnofarmasi tumbuhan batang 17%, rimpang 17%, buah 13%, dan berkhasiat obat pada suku Banggai di akar 10%. Tumbuhan obat dapat mengobati kabupaten Banggai Laut, provinsi penyakit seperti luka kulit, diare, sakit perut, Sulawesi Tengah. J Farm Galenika 2:1–7. darah tinggi, wasir, sakit pinggang, sakit doi: 10.22487/j24428744.2016.v2.i1.5224 maag, gangguan perut kembung, diabetes, Kominfo (2019) Alternatif pengembangan sakit kepala, mata yang buram, sesak napas, kecamatan Sape sebagai pusat memperlancar ASI, menghilangkan bau kegiatan di bagian timur kabupaten badan, meningkatkan napsu makan, Bima, NTB. Kecamatan Sape, menyuburkan rambut, menurunkan darah kabupaten Bima. tinggi, mimisan, dan keputihan. Hasil analisis http://sape.bimakab.go.id/2019/10/08/alter kandungan senyawa fitokimia dari 17 sampel natif-pengembangan-kecamatan-sape- tumbuhan obat tersebut menunjukkan sebagai-pusat-kegiatan-di-bagian-timur- adanya senyawa flavonoid, alkaloid, steroid, kabupaten-bima-ntb/. Diakses 13 terpenoid, saponin, dan tannin. November 2019 Kusmana C, Hikmat A (2015) DAFTAR PUSTAKA Keanekaragaman hayati flora di Indonesia. J Pengelolaan Sumberd Agustina S, Ruslan, Wiraningtyas A (2016) Alam Lingkung 5:187–198. doi: Skrining fitokimia tanaman obat di 10.19081/jpsl.5.2.187 kabupaten Bima. Cakra Kimia 4:71–76 Martiningsih, Nasir M, Azmin N (2018) Alfaridz F, Amalia R (2018) Review jurnal: Inventarisasi berbagai jenis tumbuhan Klasifikasi dan aktivitas farmakologi dari obat tradisional di kecamatan Wawo senyawa aktif flavonoid. Farmaka 16:1– sebagai kearifan lokal masyarakat Bima. 9. doi: 10.24198/jf.v16i3.17283.g8932 Oryza J Pendidik Biol 7:8–13. doi: Arifin B, Ibrahim S (2018) Struktur, bioaktivitas 10.33627/oz.v7i2.9 dan antioksidan flavonoid. J Zarah 6:21– Marwoko MTB, Fachriyah E, Kusrini D 29. doi: 10.31629/zarah.v6i1.313 (2013) Isolasi, identifikasi dan uji Azmin N, Rahmawati A, Hidayatullah ME aktifitas senyawa alkaloid daun (2019) Uji kandungan fitokimia dan binahong (Anredera cordifolia etnobotani tumbuhan obat tradisional (Tenore) Steenis). Chem Info 1:196– berbasis pengetahuan lokal di 201. doi: 10.24843/CK.2019.v07.i01 kecamatan Lambitu kabupaten Bima. Nasution A, Chikmawati T, Walujo EB, Florea: J Biol Pembelajarannya 6:101– Zuhud EAM (2018) Pemanfaatan 113. doi: 10.25273/florea.v6i2.4678 tumbuhan obat secara empiris pada Firdiyani F, Agustini TW, Ma’ruf WF (2015) suku Mandailing di Taman Nasional Ekstraksi senyawa bioaktif sebagai Batang Gadis Sumatera Utara. J antioksidan alami Spirulina platensis Bioteknol Biosains Indones 5:64–74. segar dengan pelarut yang berbeda. J doi: 10.29122/jbbi.v5i1.2772 Pengol Has Perikan Indones 18:28– Noviar D (2016) Pengembangan ensiklopedi 37. doi: 10.17844/jphpi.2015.18.1.28 biologi mobile berbasis android materi

267 Skrining dan Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat Tradisional... Azmin dan Rahmawati

pokok Pteridophyta dalam rangka doi: 10.35799/jbl.8.2.2018.21446 implementasi kurikulum 2013. Rasheed A, Qasim M (2017) A review of Cakrawala Pendidik 2:198–207. doi: natural steroids and their applications. 10.21831/cp.v15i2.8255 Int J Pharm Sci Res 4:520–531. doi: Nurrani L, Tabba S (2015) Kearifan suku 10.13040/IJPSR.0975-8232 Togutil dalam konservasi Taman Rohyani IS, Aryanti E, Suripto (2015) Nasional Aketajawe di hutan Kandungan fitokimia beberapa jenis Tayawi provinsi Maluku Utara. In: tumbuhan lokal yang sering Prosiding ekspose hasil-hasil dimanfaatkan sebagai bahan baku penelitian Balai Penelitian Kehutanan obat di pulau Lombok. Pros Sem Nas Manado. Balai Penelitian Kehutanan, Masy Biodiv Indones 1:388–391. doi: Manado, pp 227–244 10.13057/psnmbi/m010237 Nursidika P, Saptarini O, Rafiqua N (2014) Roy A (2017) A review on the alkaloids an Aktivitas antimikrob fraksi ekstrak important therapeutic compound from etanol buah pinang (Areca catechu L) plants. Int J Plant Biotechnol 3:1–9. pada bakteri Methicillin resistant doi: 10.231/JIM.0b013e3181948b37 Staphylococcus aureus. Maj Kedokt Bdg Sada JT, Tanjung RHR (2010) Keragaman 46:94–99. doi: 10.15395/mkb.v46n2.280 tumbuhan obat tradisional di kampung Ogbalu OK, Williams JO (2014) The use of Nansfori distrik Supiori Utara, kabupaten Ageratum conyzoides L. [Asteraceae] Supiori–Papua. J Biol Papua 2:39–46. as a therapeutic measure in the doi: 10.31957/jbp.560 treatment of breast myiasis sores in Selawa W, Runtuwene MRJ, Citraningtyas G rural women and associated bacteria. (2013) Kandungan flavonoid dan IOSR J Pharm Biol Sci 9:44–50. doi: kapasitas antioksidan total ekstrak etanol 10.9790/3008-09634450 daun binahong (Anredera cordifolia Packiyalakshmi PS, Premalatha R, Saranya (Ten.) Steenis). Pharmacon 2:18–22. doi: A (2016) In vitro antimicrobial activity of 10.23917/pharmacon.v16i2.9785 leaf extracts from Sesbania grandiflora. Siqueira CFDQ, Cabral DLV, Sobrinho Int J Curr Microbiol App Sci 5:21–27. TJDSP, de Amorim ELC, de Melo JG, doi: 10.20546/ijcmas.2016.504.004 de Sausa Araujo TA, de Albuquerque Patil D, Roy S, Dahake R, Rajopadhye S, UP (2012) Levels of tannins and Kothari S, Deshmukh R, Chowdhary A flavonoids in medicinal plants: (2013) Evaluation of Jatropha curcas Evaluating bioprospecting strategies. Linn. leaf extracts for its cytotoxicity Evid Based Complement Alternat and potential to inhibit hemagglutinin Med 2012:434782. doi: protein of influenza virus. Indian J Virol 10.1155/2012/434782 24:220–226. doi: 10.1007/s13337-013- Situmorang TS, Sihombing ESR (2018) 0154-z Kajian pemanfaatan tumbuhan obat Pelokang CY, Koneri R, Katili D (2018) pada masyarakat suku Simalungun di Pemanfaatan tumbuhan obat kecamatan Raya desa Raya Bayu tradisional oleh etnis Sangihe di dan Raya Huluan kabupaten kepulauan Sangihe bagian selatan, Simalungun. BioLink 4:112–120. doi: Sulawesi Utara. J Bios Logos 8:45–51. 10.31289/biolink.v4i2.971

268 VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

PENGARUH KONSENTRASI NANOPARTIKEL PERAK IONIK TERHADAP DAYA HAMBAT BAKTERI Lactobacillus casei DAN pH SUSU

The Effect of Ionic Silver Nanoparticles Concentrations on the Inhibition of Lactobacillus casei and pH of Milk

Vegisari*, Suparno, Tiara Delvika Rany Universitas Negeri Yogyakarta, Fakultas Pascasarjana, Jurusan Pendidikan Fisika, Caturtunggal, Depok, Kab. Sleman, DI Yogyakarta 55281 *Email: [email protected]

ABSTRACT Technological developments support the creation of various nanoparticles that can be utilized, one of which is silver nanoparticles. This study aims to determine the effect of ionic silver nanoparticle concentration on Lactobacillus casei growth inhibition, pH change and curdling of UHT milk. Variation in the concentration of ionic silver nanoparticles of 5, 10, 15, and 20 ppm was tested for their characteristics through UV-VIS spectrophotometry, showing the wave peaks at 413–430 nm, and through the PSA test resulting in the Z-average of 87.2 nm. Ionic silver nanoparticles were tested against L. casei using the Kirby-Bauer diffusion method for 72 hours. The test results showed a change in the clear zone that tended to increase for the concentration of silver nanoparticles 5, 10, 15 and 20 ppm with the gradient values of 0,0032; 0,0280; 0,0395; dan 0,0317, respectively. Tests for pH and UHT milk curdling were carried out for 78 hours and showed that ionic silver nanoparticles tended to be more able to maintain milk pH ±30 hours and curdling ±24 hours longer than milk that was not treated with ionic silver nanoparticles.

Keywords: electrolysis, Lactobacillus casei, milk, nanoparticles, silver

ABSTRAK Perkembangan teknologi mendukung terciptanya berbagai nanopartikel yang dapat dimanfaatkan, salah satunya nanopartikel perak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi nanopartikel perak ionik terhadap daya hambat Lactobacillus casei, kadar pH, dan penggumpalan pada susu UHT. Variasi konsentrasi nanopartikel perak ionik 5, 10, 15, dan 20 ppm diuji karakteristiknya melalui spektrofotometri UV-VIS dengan hasil puncak gelombang serapan berada pada kisaran 413–430 nm dan uji PSA dengan hasil Z-average berada pada 87,2 nm. Sampel larutan nanopartikel perak ionik diujikan terhadap bakteri L. casei menggunakan metode difusi Kirby-Bauer selama 72 jam. Hasil uji menunjukkan terjadinya perubahan zona bening yang cenderung meningkat untuk konsentrasi nanopartikel perak 5, 10, 15 dan 20 ppm dengan masing-masing nilai gradiennya 0,0032; 0,0280; 0,0395 dan 0,0317. Pengaruhnya terhadap kadar pH dan penggumpalan susu UHT dilakukan selama 78 jam dan menunjukkan bahwa nanopartikel perak ionik cenderung lebih mampu mempertahankan pH susu ±30 jam dan penggumpalan ±24 jam lebih lama dibanding susu yang tidak diberikan perlakuan nanopartikel perak ionik.

Kata Kunci: elektrolisis, Lactobacillus casei, nanopartikel, perak, susu

Received: 25 April 2019 Accepted: 13 December 2019 Published: 27 January 2020

269 Pengaruh Konsentrasi Nanopartikel Perak Ionik... Vegisari et al.

PENDAHULUAN manusia. Bakteri adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam Teknologi telah berkembang pesat dan kingdom Monera (Aini 2018). Bakteri telah dapat diterapkan di segala bidang, termasuk beradaptasi dan lebih mampu bertahan hidup bidang sains dan kesehatan. Dengan dalam kondisi lingkungan yang berbeda-beda dukungan teknologi yang semakin canggih, dibanding dengan organisme lainnya. Bakteri para peneliti mulai menciptakan nanopartikel probiotik adalah bakteri dari golongan bakteri dengan berbagai metode untuk dapat asam laktat (BAL), salah satu jenisnya adalah dimanfaatkan. Nanopartikel adalah partikel- Lactobacillus (Sunaryanto et al. 2014). partikel yang berukuran sekitar 1–100 nm Lactobacillus terdiri dari berbagai jenis, salah (Orbaek et al. 2015). Dimensi partikel bisa satunya L. casei, bakteri probiotik yang pada ditentukan menggunakan teknik dynamic umumnya terdapat pada produk susu light scattering (DLS) yang menjadi basis fermentasi dan mampu menghasilkan laktat teknik particle size analyzer (PSA) (Suparno murni dari fermentasi glukosa hampir 80% 2013). Saat ini berbagai produk antimikroba (Zubaidah et al. 2014; Usman et al. 2018). L. melalui aplikasi nanopartikel sudah banyak casei adalah bakteri berbentuk batang, gram- dihasilkan, salah satunya rekayasa partikel positif dan katalase negatif yang mampu logam dan oksida logam perak (Ag) hidup hingga konsentrasi garam empedu (Wahyudi et al. 2011; Ariyanta 2014; Huang 15%, dan mampu bertahan pada media asam et al. 2016). Sifat fisik dan kimia dari hingga pH 2 (Sunaryanto et al. 2014; Dwyana nanopatikel perak yang peka terhadap et al. 2017). oksidasi menjadikannya resisten terhadap Susu merupakan salah satu produk bakteri. Nanopartikel perak berpengaruh pangan yang termasuk dalam daftar menu terhadap metabolisme mikroba, dengan cara gizi empat sehat lima sempurna sehingga dimana nanopartikel perak akan merusak masyarakat mengkonsumsinya untuk dinding sel dan menganggu replikasi DNA memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh mikroba. Semakin kecil ukurannya semakin manusia (Wibisono et al. 2016). Susu besar luas permukaannya. Hal ini memiliki berbagai kandungan serta kadar pH menyebabkan meningkatnya kontak pada kisaran ±6,8 yang menyebabkan langsung dengan bakteri (Hulu et al. 2019). mikroorganisme mudah tumbuh dalam susu Perak merupakan nanomaterial paling dan dapat menyebabkan penurunan kualitas utama dibanding dengan nanopartikel logam dan keamaanan susu (Lee et al. 2016; Azam lainnya dalam pemanfaatannya di bidang 2017). Pertumbuhan mikroba yang tidak biomedis seperti antiseptik, bahan untuk terkontrol dapat menyebabkan susu alat-alat medis dan bahan untuk instrumen- mengalami kerusakan. Adanya instrumen bedah yang sudah diterapkan pembentukan asam laktat dari bakteri asam sejak lama (Zhang et al. 2016; Vu et al. laktat pada susu akan menurunkan pH 2018). Selain itu perak bersifat ramah sehingga susu tidak layak untuk diminum lingkungan dan aman bagi manusia karena meningkat keasaman sehingga (Susilowati dan Moerad 2016). muncul bau dan terjadi penggumpalan susu Salah satu cara untuk menghasilkan (Savitry et al. 2018; Usman et al. 2018). Susu nanopartikel perak ionik adalah dengan yang dikonsumsi harus aman dari metode elektrolisis. Elektrolisis merupakan kontaminasi dan bau yang tidak suatu proses perubahan dari energi listrik menyenangkan (Navyanti dan Adriyani menjadi energi kimia saat tegangan listrik 2016). Susu ultra-high temperature dialirkan ke elektroda, sehingga processing (UHT) adalah produk susu yang menimbulkan reaksi kimia dengan perantara dihasikan dari susu segar dengan cara elektroda yang tercelup dalam larutan memanaskan pada kondisi suhu ultra tinggi elektrolit. Proses ini memutuskan ikatan pada atau sekitar 135ºC selama 2 detik, dengan dua senyawa yang berada di larutan elektrolit atau tanpa penambahan bahan pangan lain (Putra 2010). yang diijinkan, serta dikemas secara aseptis Tanpa kita sadari mahluk hidup jenis untuk mencapai sterilitas komersial (BSN mikroorganisme yang faktanya tidak dapat 2014). Berdasarkan kadar lemak, BSN (2014) dilihat secara kasat mata adalah mahluk mengklasifikasikan susu UHT menjadi tiga, hidup yang paling sering berinteraksi dengan yaitu susu UHT berlemak (full cream), susu

270 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

UHT rendah lemak (low fat milk) dan susu Batang perak bromida berbentuk UHT bebas lemak (free fat milk). silinder dengan panjang 12 cm dan Penelitian ini bertujuan untuk berdiameter 3 mm digunakan sebagai mengetahui pengaruh konsentrasi elektroda. Sepanjang ±7 cm batang perak nanopartikel perak ionik hasil elektrolisis bromida dicelupkan ke dalam 250 mL larutan terhadap daya hambat bakteri L.casei dan aquades dengan jarak antar batang sebesar perubahan pH susu UHT yang diukur secara 1 cm. Batang perak dihubungkan ke sumber kuantitatif dan pengaruh konsentrasi tegangan (power supply) 24 volt (Gambar 1). nanopartikel perak ionik pada perubahan Pengukuran konsentrasi menggunakan total aroma serta pembentukan gumpalan pada dissolved solids (TDS) Meter dilakukan susu yang diukur secara kualitatif. selama 100 menit. Setiap 10 menit, konsentrasi diukur menggunakan TDS Meter BAHAN DAN METODE untuk mengecek peningkatan konsentrasi. Konsentrasi yang diperoleh hingga 100 menit Tempat dan waktu penelitian adalah 23 ppm (Gambar 3). Pengenceran Penelitian ini dilakukan di empat larutan induk dilakukan dengan laboratorium, yaitu Laboratorium Koloid di menambahkan akuades hingga memperoleh Jurusan Fisika, Laboratorium Kimia Analitik di 4 konsentrasi, yaitu 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm Jurusan Kima, Laboratorium Mikrobiologi di dan 20 ppm. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Yogyakarta serta Tahap karakterisasi Laboratorium IPA Terpadu, Universitas Islam Karakteristik nanopartikel perak ionik Indonesia. Penelitian dilaksanakan selama diuji menggunakan Spektrofotometer UV-Vis ±3 bulan, dari bulan Oktober 2018 sampai pada setiap variasi konsentrasi untuk dengan Desember 2018. mengetahui panjang gelombang serapan nanopartikel perak ionik. Pengujian dilakukan Bahan melalui PSA pada larutan induk untuk Bahan utama yang digunakan dalam mengetahui ukurannya menggunakan penelitian ini terdiri dari nanopartikel perak metode DLS. Spektroskopi UV-Vis dan DLS ionik (Ag+) hasil elektrolisis perak bromida, adalah teknik yang cepat dan mudah bakteri L. casei, medium nutrient agar (NA) dioperasikan untuk karakterisasi partikel sebagai media penanaman bakteri, dan susu (Omar et al. 2016). UHT low fat. Tahap aplikasi Metode Sebelum nanopartikel perak ionik Metode yang digunakan dilaksanakan diujikan kepada bakteri L. casei, bakteri melalui tiga tahap, yaitu tahap produksi, tersebut diremajakan terlebih dahulu dan tahap karakterisasi dan tahap aplikasi.

Tahap produksi Pembuatan nanopartikel perak ionik dilakukan melalui elektrolisis dua batang perak bromida dengan sumber tegangan (power supply) 24 volt. Perak bromida memiliki kandungan perak 99%, sehingga ketika dilakukan elektrolisis akan terjadi pelepasan ion Ag+ pada anoda atau yang disebut reaksi oksidasi. Reaksi elektrolisis yang terjadi pada batang perak bromida:

+ – AgBr(s) ⇔ Ag (l) + Br (l)

Nanopartikel perak yang bermuatan positif atau bersifat ionik dihasilkan setelah proses elektrolisis dihentikan. Gambar 1. Elektrolisis nanopartikel perak ionik

271 Pengaruh Konsentrasi Nanopartikel Perak Ionik... Vegisari et al.

dilakukan pembuatan medium NA sebagai peningkatan. Nilai gradien dibandingkan media penanaman bakteri. Medium untuk melihat signifikansi daya hambat setiap dituangkan ke cawan petri, dimana sebanyak konsentrasi nanopartikel perak terhadap enam cawan petri telah disiapkan. Setelah bakteri L. casei. diremajakan dan medium siap digunakan, Konsentrasi nanopartikel perak ionik dilakukan penanaman bakteri L. casei pada juga diujikan ke susu UHT low fat. semua cawan petri. Kemudian paper disk Perbandingan volume larutan nanopartikel berdiameter 6 mm direndam selama 20 menit dan volume susu adalah 3:1. Pengukuran di dalam larutan nanopartikel perak ionik 5 perubahan pH pada susu dilakukan selama ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan larutan 78 jam dengan rentang 6 jam pada suhu akuades sebagai kontrol (–) serta larutan kamar 28,2⁰C. Selain itu, perubahan chloramphenicol sebagai kontrol (+). Setelah penggumpalan pada susu diamati secara direndam, paper disk diletakkan di cawan visual dan dideskripsikan secara kualitatif. petri yang sudah ditanami dengan bakteri L. casei. Masing-masing konsentrasi dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN tiga kali pengulangan untuk meningkatkan ketelitian dan mengendalikan error variance. Tahap produksi Proses pengukuran untuk melihat daya Nanopartikel perak ionik dihasilkan hambat nanopartikel perak ionik terhadap melalui metode elektrolisis batang perak bakteri L. casei dilakukan melalui metode bromida dengan sumber tegangan 24 volt. difusi Kirby-Bauer (Gambar 2), dengan cara Proses ini menghasilkan nanopartikel perak mengukur diameter zona bening pada paper ionik dengan konsentrasi 23 ppm dalam disk menggunakan jangka sorong. waktu 100 menit yang diukur menggunakan Pengukuran dilakukan setiap tiga jam pada TDS Meter. Konsentrasi terus mengalami 24 jam pertama, kemudian dilanjutkan peningkatan dari menit ke-0 hingga menit ke- dengan pengukuran pada jam ke-48 dan jam 50. Hal ini menunjukkan proses elektrolisis ke-72. Hasil pengukuran disajikan dalam sudah berlangsung. Sun et al. (2018) bentuk grafik dan persamaan garis lurus. menyatakan bahwa semakin lama waktu Grafik perubahan waktu terhadap perubahan elektrolisis akan menyebabkan bahan-bahan zona bening pada masing-masing organik yang teroksidasi akan semakin konsentrasi nanopartikel perak menghasilkan meningkat. Pada menit ke-50 pengukuran grafik yang tidak stabil atau naik turun, konsentrasi sudah menunjukkan 23 ppm, sehingga diperlukan nilai gradien dari proses terus dilanjutkan untuk memperoleh persamaan garis lurus untuk mengetahui konsentrasi optimum. Hasil pengukuran di menit ke-60 hingga menit ke-100 menghasilkan data stabil atau tidak terjadi peningkatan konsentrasi lagi, yaitu sebesar 23 ppm (Gambar 3). Setelah diperoleh larutan induk dari nanopartikel perak ionik dengan konsentrasi 23 ppm, larutan diencerkan dengan penambahan akuades hingga empat konsentrasi dengan interval 5 ppm. Pengenceran menghasilkan 4 sampel variasi nanopartikel perak ionik, yaitu 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm dan 20 ppm.

Tahap karakterisasi Larutan induk nanopartikel perak ionik 23 ppm diuji karakteristiknya melalui uji DLS menggunakan alat PSA untuk mengetahui ukurannya. Perangkat DLS terdiri dari sumber cahaya laser, sel sampel, detektor yang ditempatkan pada sudut tetap atau sudut variabel, photomultiplier untuk memperkuat

Gambar 2. Metode difusi Kirby-Bauer sinyal, dan korelator. DLS memperkirakan

272 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

ukuran partikel dari difusi ukurannya termasuk dalam nanopartikel. Brownian dari partikel dalam larutan. DLS Sedangkan sampel dengan konsentrasi 5 mengukur cahaya yang tersebar dari laser ppm, 10 ppm, 15 ppm dan 20 ppm diuji yang melewati agregat. Laser ditransmisikan karakteristiknya menggunakan melalui sel pengukuran yang mengandung spektrofotometri UV-VIS untuk mengetahui suspensi partikel, dan gerakan termal acak kandungan nanopartikel perak ionik di dalam partikel menyebabkan fluktuasi tergantung larutan sampel. Spektrofotometer UV-Vis waktu dari intensitas cahaya yang tersebar memiliki sifat optik sehingga dapat mengukur (Modena et al. 2019). Pada uji DLS intensitas cahaya yang dipancarkan secara nanopartikel perak ionik (Gambar 4) tidak langsung dan menyerap cahaya pada menunjukkan ukuran diameternya berada panjang gelombang tertentu tergantung pada pada kisaran 50,53–315,27 nm dengan nilai senyawa atau warna yang terbentuk (Suhartati rata-rata sebaran Z berada pada 87,2 nm serta 2017). Pada partikel nano logam seperti perak, frekuensi 12,326%. Hal ini menyatakan bahwa pita konduksi dan pita valensi terletak sangat

30

25

20

15 ppm

10

5

0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Waktu (menit)

Gambar 3. Kurva perubahan konsentrasi (ppm) nanopartikel perak ionik terhadap waktu elektrolisis

14

12

10

8

6

Frekuensi (%) Frekuensi 4

2

0 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100

Diameter (nm)

Gambar 4. Kurva distribusi sebaran ukuran nanopartikel perak ionik

273 Pengaruh Konsentrasi Nanopartikel Perak Ionik... Vegisari et al.

dekat satu sama lain sehingga elektron dapat konsentrasi 15 ppm dan 20 ppm selain bergerak bebas. Elektron bebas ini menunjukkan puncak gelombang serapan memunculkan pita serapan surface plasmon 423,00 nm dan 420,00 nm, juga menunjukkan resonance (SPR) yang terjadi karena osilasi puncak gelombang serapan pada 208,00 nm kolektif elektron partikel nano perak yang (Tabel 1). Hal ini menyatakan bahwa larutan beresonansi dengan gelombang cahaya. tidak hanya mengandung nanopartikel perak, Secara klasik, medan listrik dari gelombang namun juga mengandung nanopartikel yang masuk menginduksi polarisasi elektron bromida yang memiliki puncak gelombang yang berhubungan dengan inti ion yang jauh serapan maksimal ±210 nm (Dachriyanus lebih berat dari nanopartikel perak ionik. 2004). Akibatnya terjadi perbedaan muatan sehingga saat gilirannya bertindak sebagai kekuatan Tahap aplikasi pemulih menciptakan osilasi dipolar dari Setelah empat variasi konsentrasi semua elektron dengan fase yang sama. Pada nanopartikel perak ionik diujikan ke bakteri L. Spektrofotometri UV-Vis, nanopartikel perak casei selama 72 jam, diperoleh hasil ionik mempunyai puncak gelombang serapan perubahan zona bening yang menunjukkan (λ) sekitar ±400 nm sampai dengan ±500 nm daya hambat dari nanopartikel perak ionik (Zhang et al. 2016; Vu et al. 2018). Hasil terhadap bakteri L. casei. Berdasarkan data Spektrofotometri UV-Vis pada nanopartikel yang diperoleh maka dapat dinyatakan perak ionik dengan konsentrasi 5 ppm, 10 bahwa nanopartikel perak ionik efektif untuk ppm, 15 ppm dan 20 ppm (Gambar 5) sudah menghambat bakteri L. casei. Seperti yang menunjukkan puncak gelombang serapan diungkapkan oleh Zhang et al. (2016) dan Vu pada kisaran tersebut sehingga dapat et al. (2018) bahwa perak memiliki sifat dinyatakan bahwa sampel mengandung antibakteri dan dapat menghambat aktivitas nanopartikel perak ionik. Namun, pada bakteri. Walaupun pada sampel juga

0,7 5 ppm 10 ppm 15 ppm 20 ppm

0,6

0,5

0,4

0,3 Absorbansi (a,u)Absorbansi 0,2

0,1

0 200 300 400 500 600 700 800

Panjang gelombang (λ,nm)

Gambar 5. Kurva panjang gelombang serapan UV-Vis nanopartikel perak ionik

Tabel 1. Hasil spektrofotometri UV-Vis nanopartikel perak ionik

ppm Kode Panjang Gelombang (nm) Absorbansi 5 413,00 0,057 10 414,50 0,141 15 423,00 0,163 15 208,00 0,433 20 420,00 0,219 20 208,00 0,529

274 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

mengandung nanopartikel bromida, namun konsentrasi nanopartikel perak ionik, maka kandungan bromida sangat sedikit yang diameter zona bening yang terbentuk juga dibuktikan dengan munculnya puncak semakin besar. Terlihat dari gradien dari gelombang serapan hanya pada konsentrasi masing-masing garis linear yang terbentuk 15 dan 20 ppm sehingga tidak dapat dilihat (Tabel 2). Pada konsentrasi 5 ppm, gradien pengaruhnya secara signifikan. yang terbentuk hampir mendekati garis lurus Hasil perubahan zona bening disajikan kurva x, dengan nilai gradien sama dengan secara grafik untuk mengetahui proses dan 0,0032. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu efektif daya hambat nanopartikel perak pengaruhnya terhadap bakteri L. casei terhadap bakteri L. casei. Rata-rata nilai kurang signifikan. Pengaruh yang kurang maksimal dari grafik atau dengan kata lain signifikan ini dapat disebabkan oleh puncak gelombang pada grafik (Gambar 6) kandungan nanopartikel pada konsentrasi 5 berada pada jam ke-9 yang menyatakan ppm tidak terlalu mendominasi dengan waktu paling efektif larutan nanopartikel melihat absorbansinya yang hanya sebesar perak untuk menghambat pertumbuhan 0,057. Pada konsentrasi 10 ppm, 15 ppm, bakteri L. casei. Setelah jam ke-9, rata-rata dan 20 ppm memiliki nilai gradien masing- nilai grafik mulai berubah naik turun secara masing 0,0280, 0,0395 dan 0,0371, yang labil hingga jam ke-15 kemudian grafik mana ketiganya memiliki nilai gradien yang bergerak turun sampai dengan jam ke-48. hampir mendekati sehingga untuk Dari jam ke-48 hingga jam ke-72 perubahan pengaplikasiannya dapat digeneralisasikan. grafik tidak terlalu signifikan, dengan kata lain Dinding sel bakteri pada umumnya grafik mulai konstan dan membentuk plato. memiliki permukaan yang bermuatan negatif Perbedaan konsentrasi mempengaruhi (Jannah et al. 2017; Na’im 2018). Ketika zona bening yang terbentuk. Semakin tinggi diberikan perlakuan oleh nanopartikel perak

11,0

10,5

10,0

9,5

9,0

8,5

8,0

7,5

Zona bening (diameter nm) (diameterbeningZona 7,0 5 ppm 10 ppm 15 ppm 20 ppm 6,5 Linear (5 ppm) Linear (10 ppm) 6,0 Linear (15 ppm) Linear (20 ppm) 5,5 0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72

Waktu pengukuran (jam)

Gambar 6. Kurva daya hambat bakteri L. casei

Tabel 2. Nilai 푓(푥) dan gradien dari pertambahan waktu perlakuan nanopartikel perak ionik terhadap diameter zona bening

ppm 5 10 15 20 푓(푥) 0,0032푥 + 7,5149 0,0280푥 + 8,013 0,0395푥 + 8,0925 0,0317푥 + 8,1317 m (gradien) 0,0032 0,0280 0,0395 0,0317

275 Pengaruh Konsentrasi Nanopartikel Perak Ionik... Vegisari et al.

bermuatan positif akan melumpuhkan atau jam ke-42 pH susu yang tidak diberi menghambat aktivitas bakteri, termasuk L. perlakuan mengalami penurunan secara casei. drastis yang ditunjukkan oleh pH meter Variasi konsentrasi nanopartikel perak sebesar 4,99. Sedangkan empat sampel ionik yang terdiri dari 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, yang diberi perlakuan nanopartikel perak dan 20 ppm juga diujikan ke susu UHT low ionik tidak menunjukkan perubahan pH yang fat. Perbandingan antara susu dan signifikan, dengan kata lain pH masih stabil. nanopartikel perak adalah 3:1 yaitu 30 mL Dari jam ke-42 hingga jam ke-72 terjadi susu dan 10 mL nanopartikel perak ionik. penurunan grafik secara perlahan hingga pH Satu sampel susu tanpa diberi perlakuan menunjukkan 4,52. Sedangkan pada empat nanopartikel perak ionik juga disediakan sampel lainnya, mulai mengalami penurunan sebagai kontrol sehingga sampel yang diuji nilai pH pada jam ke-72. Hal ini menunjukkan terdiri dari 5 sampel. Sampel diletakkan pada bahwa nanopartikel perak ionik cenderung suhu kamar 28,2⁰C. Berdasarkan hasil lebih mampu mempertahankan pH susu ±30 pengamatan (Gambar 7), pada jam ke-0 hasil jam lebih lama dibanding susu yang tidak data menunjukkan rata-rata pH susu berada diberi perlakuan nanopartikel perak ionik. pada kisaran ±6,3 sampai dengan ±6,4 dan Semakin tinggi konsentrasi maka penurunan masih stabil hingga jam ke-36. Namun, pada pH semakin lamban, yang dapat dilihat dari

7,0

6,5

6,0

murni

pH 5,5 5 ppm

10 ppm 5,0 15 ppm

4,5 20 ppm

4,0 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Waktu pengukuran (jam)

Gambar 7. Perubahan kadar pH susu UHT dengan variasi konsentrasi nanopartikel perak ionik

Gambar 8. Penggumpalan susu dengan perlakuan variasi nanopartikel perak ionik jam ke-72

276 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

perbandingan gradien penurunan pH. ionik. Data yang diperoleh dari pengujian Penurunan pH diakibatkan oleh aktivitas nanopartikel perak ionik pada bakteri L. casei bakteri sehingga terjadi pengasaman pada dan susu UHT dapat disimpulkan bahwa susu. Aktivitas metabolisme bakteri nanopartikel perak ionik dapat menghambat meningkat karena berada pada suhu aktivitas bakteri pada susu terutama bakteri optimum dan lamanya waktu penyimpanan L. casei yang ditunjukkan oleh perubahan (Casarotti et al. 2014; Ayuti et al. 2016). zona bening melalui metode Kirby-Bauer. Penggumpalan pada susu UHT juga Diameter zona bening pada paper disk (ᴓ diamati secara berkala. Pengamatan pada 6mm) rata-rata meningkat dan klimaks pada penggumpalan susu dilakukan dengan jam ke-9, setelah itu menurun secara pertimbangan bahwa susu mengandung perlahan hingga jam ke-48 dan stabil hingga berbagai bakteri termasuk bakteri asam jam ke-72. Kemudian perubahan pH dan laktat. Rumeen et al. (2018) menyatakan pembentukan gumpalan pada susu yang bahwa penggumpalan pada susu disebabkan tanpa diberikan perlakuan nanopartikel perak karena proses fermentasi laktosa menjadi ionik berubah secara signifikan pada jam ke- asam laktat akibat aktivitas bakteri sehingga 42 untuk penurunan pH dan jam ke-48 untuk terjadi penggumpalan kasein. L. casei pembentukan gumpalan. Sedangkan susu merupakan salah satu bakteri asam laktat yang diberi perlakuan, mengalami perubahan yang berperan dalam penggumpalan kasein pada jam ke-72. dan masih terdapat bakteri-bakteri asam laktat lainnya yang terkandung di dalam susu DAFTAR PUSTAKA UHT. Hasil pengamatan dapat dideskripsikan bahwa penggumpalan susu tanpa perlakuan Aini F (2018) Isolasi dan identifikasi Shigella nanopartikel perak ionik berubah setelah sp. penyebab diare pada balita. BIO- melewati 48 jam pada suhu kamar 28,2⁰C. SITE: Biol Sains Terap 4:07–12. doi: Sedangkan susu yang diberi perlakuan 10.22437/bs.v4i1.5012 variasi konsentrasi nanopartikel perak ionik Ariyanta HA (2014) Preparasi nanopartikel pada jam ke-48 belum mengalami perak dengan metode reduksi dan penggumpalan. Penggumpalan mulai aplikasinya sebagai antibakteri penyebab terbentuk setelah melewati 72 jam (Gambar luka infeksi. Media Kes Masy Indones 8). Pengujian ini memperkuat hasil penelitian 10:36–42. doi: 10.30597/mkmi.v10i1.477 secara deskriptif bahwa nanopartikel perak Ayuti SR, Nurliana N, Yurliasni Y, Sugito S, ionik dapat menghambat aktivitas bakteri Darmawi D (2016) Dinamika asam laktat yang terkandung di dalam susu pertumbuhan Lactobacillus casei dan UHT termasuk bakteri L. casei sehingga karakteristik susu fermentasi berdasarkan dapat memperlambat pembentukan suhu dan lama penyimpanan. J Agripet gumpalan kasein pada susu dan dapat 16:23–30. doi: 10.17969/agripet.v16i1.3476 mempertahankan kadar kemasaman atau pH Azam A (2017) Isolation and identification of dari susu. coliform bacteria from spicy yogurt milk and plain butter milk sold in different KESIMPULAN markets of Dhaka . Doctoral dissertation, BRAC University, Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bangladesh nanopartikel perak ionik yang diperoleh BSN (2014) Susu UHT (Ultra High melaui metode elektrolisis selama 100 menit Temperature). SNI 3950:2014. Badan menghasilkan nanopartikel perak ionik Standardisasi Nasional dengan konsentrasi 23 ppm. Setelah Casarotti SN, Monteiro DA, Moretti MM, pengujian karakteristik menggunakan Penna ALB (2014) Influence of the spektrofotometer UV-Vis pada variasi combination of probiotic cultures during konsentrasi larutan nanopartikel perak ionik 5 fermentation and storage of fermented ppm, 10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm milk. Food Res Int 59:67–75. doi: menunjukkan panjang gelombang serapan 10.1016/j.foodres.2014.01.068 sebesar 413,0 nm; 414,5 nm; 430,0 nm; Dachriyanus (2004) Analisis struktur 426,5 nm, menyatakan bahwa larutan senyawa organik secara spektroskopi. tersebut mengandung nanopartikel perak LPTIK Universitas Andalas, Padang

277 Pengaruh Konsentrasi Nanopartikel Perak Ionik... Vegisari et al.

Dwyana Z, Kosman R, Usman I (2017) Potensi Control Expo Risk Assess 33:1775– antibakteri empat species Lactobacillus 1784. doi: 10.1080/19440049.2016.1239031 dari susu fermentasi terhadap mikroba Orbaek AW, McHale MM, Barron AR (2015) patogen. J Ilm Alam Ling 8:16–20. doi: Synthesis and characterization of silver 10.20956/jal.v8i16.2982 nanoparticles for an undergraduate Huang L, Zhao S, Wang Z, Wu J, Wang J, laboratory. J Chem Educ 92:339-344. Wang S (2016) In situ immobilization of doi: 10.1021/ed500036b silver nanoparticles for improving Putra AM (2012) Analisis produktifitas gas permeability, antifouling and hidrogen dan gas oksigen pada antibacterial properties of ultrafiltration elektrolisis larutan KOH. J Neutrino: J membrane. J Membr Sci 499:269–281. Fis Aplikasinya 2:141–154. doi: doi: 10.1016/j.memsci.2015.10.055 10.18860/neu.v0i0.1642 Hulu OP, Sihombing M, Saputro RH, Rumeen SF, Yelnetty A, Tamasoleng M, Darmawan A, Herbani Y (2019) Aplikasi Lontaan N (2018) Penggunaan level teknologi nanopartikel perak (AgNPs) sukrosa terhadap sifat sensoris kefir dalam air minum dan bentuk kabut susu sapi. Zootec 38:123–130. doi: terhadap kadar amonia ekskreta broiler. 10.35792/zot.38.1.2018.18565 J Ilm Nutr Teknol Pakan 17:26–31. doi: Savitry NI, Nurwantoro N, Setiani BE (2018) 10.29244/jintp.17.2.26-31 Total bakteri asam laktat, total asam, Jannah R, Safika, Jalaluddin M, Darmawi, nilai pH, viskositas, dan sifat Farida, Aliza D (2017) Jumlah koloni organoleptik yoghurt dengan bakteri selulolitik pada sekum ayam penambahan jus buah tomat. J Aplikasi kampung (Gallus domesticus). J Ilm Teknol Pangan 6:184–187. doi: Mhs Vet 1:558–565. doi: 10.17728/jatp.272 10.21157/jim%20vet..v1i3.4023 Suhartati T (2017) Dasar-dasar spektrofotometri Lee SY, Choi MJ, Cho HY, Davaatseren M UV-Vis dan spektrometri massa untuk (2016) Effects of high-pressure, penentuan struktur senyawa organik. microbial transglutaminase and Aura, Bandar Lampung glucono-δ-lactone on the aggregation Sun Y, Liu N, Pan J, Wan P (2018) Influence of properties of skim milk. Korean J Food electrolytic conditions on the preparation Sci Anim Resour 36:335–342. doi: of NiOOH by catalytic electrolysis method. 10.5851/kosfa.2016.36.3.335 Int J Electrochem Sci 13:2718–2730. doi: Modena MM, Rühle B, Burg TP, Wuttke S 10.20964/2018.03.25 (2019) Nanoparticle characterization: Sunaryanto R, Martius E, Marwoto B (2014) what to measure? Adv Mater 2019:e1901556. Uji kemampuan Lactobacillus casei doi: 10.1002/adma.201901556 sebagai agensia probiotik. J Bioteknol Navyanti F, Adriyani R (2016) Hygiene Biosains Indones 1:9–14. doi: sanitation, phisical qualities and 10.29122/jbbi.v1i1.546 bacterial in fresh cow’s milk of x milk Suparno (2013) Electrophoretic mobility and company in Surabaya. J Kesehat size determination of aerosol OT Lingkung 8:36–47. doi: inverse micelle in decane using phase 10.17977/um024v3i12018p016 analysis light scattering (PALS) and Na’im, NR (2018) Pengaruh konsentrasi dynamic light scattering (DLS) kitosan cangkang udang Vaname respectively. Int J Appl Phys Math 3:92– (Litopaneaus vannamei) terhadap 94. doi: 10.7763/IJAPM.2013.V3.182 jumlah koloni bakteri dan kadar air fillet Susilowati E, Moerad SK (2016) Perubahan daging ayam broiler. Skripsi, persepsi melalui pelibatan masyarakat Universitas Muhammadiyah Malang dalam proses analisis mengenai Omar J, Boix A, Kerckhove G, von Holst C dampak lingkungan (AMDAL) PLTGU (2016) Optimisation of asymmetric flow Perak. J Sos Hum 9:139–155. doi: field-flow fractionation for the 10.12962/j24433527.v9i2.1623 characterisation of nanoparticles in Usman NA, Suradi K, Gumilar J (2018) coated polydisperse TiO2 with Pengaruh konsentrasi bakteri asam applications in food and feed. Food laktat Lactobacillus plantarum dan Addit Contam Part A Chem Anal Lactobacillus casei terhadap mutu

278 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

mikrobiologi dan kimia mayones (2016) Perubahan total bakteri, pH, dan probiotik. J Ilm Ternak 18:79–85. doi: Melanoidin susu selama pemanasan 10.24198/jit.v18i2.19771 suhu 70ºC. J Apl Teknol Pangan 5:23– Vu XH, Duong TT, Pham TH, Trinh DK, 27. doi: 10.17728/jatp.v5i1.7 Nguyen XH, Dang VS (2018) Synthesis Zhang XF, Liu ZG, Shen W, Gurunathan S and study of silver nanoparticles for (2016) Silver nanoparticles: Synthesis, antibacterial activity against Escherichia characterization, properties, applications, coli and Staphylococcus aureus. Adv Nat and therapeutic approaches. Int J Mol Sci Sci Nanosci Nanotechnol 9:025019. doi: 17:1534. doi: 10.3390/ijms17091534 10.1088/2043-6254/aac58f Zubaidah E, Martati E, Resmanto AM (2014) Wahyudi T, Sugiyana D, Helmy Q (2011) Pertumbuhan isolat BAL asal bekatul Sintesis nanopartikel perak dan uji dan probiotik komersial (Lactobacillus aktivitasnya terhadap bakteri E. coli dan acidophilus dan Lactobacillus casei) S. aureus. Arena Tekstil 26:55–60. doi: pada media bekatul dan susu skim. J 10.31266/at.v26i1.1442 Bioteknol Biosains Indones 1:27–37. Wibisono MA, Abduh SBM, Pramono YB doi: 10.29122/jbbi.v1i1.549

279 VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KENTANG (Solanum tuberosum) TERHADAP FORMULASI BIOSTIMULAN BERBASIS Trichoderma spp.

Growth Responses of Potato (Solanum tuberosum) Plantlets upon Application of Different Formulations of Trichoderma spp.-Based Biostimulant

Winda Nawfetrias*, Dwi Pangesti Handayani, Irna Surya Bidara, Armelia Tanjung Pusat Teknologi Produksi Pertanian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung 614, LAPTIAB-BPPT, Kawasan Puspiptek, Tangerang Selatan, Banten 15324 *Email: [email protected]

ABSTRACT Plantlet acclimatization is one of several critical steps in potato clonal seedling production which often hampers the availability of quality plant materials. Application of biostimulant formulation containing Trichoderma spp. may increase growth capability of potato plantlets due to the improvement of plantlets in absorbing nutrient from the growth media. The aim of this research was to obtain the best formulations of biostimulant containing several strains of Trichoderma spp. to be applied in the acclimatization stage of potato seeds. Nine formulations of biostimulant (i.e. S1, S2, S3, S4, S5, S6, S7, S8, S9) each of which contained three to four different strains of five Trichoderma spp. isolates, were mixed with organic substrate carriers. The biostimulants were then applied to potato plantlets cv. Atlantic at the beginning of acclimatization. Plantlets without biostimulant were used as the control treatment (S0). The results showed that the S8 biostimulant formulation significantly increased the growth of the potato plantlets. The results of this experiment indicated that compared with the control and other formulations, the S8 biostimulant formulation significantly increased the growth of potato plantlets based on the number of leaves and number of shoots.

Keywords: aclimatitation, biostimulant, potato, seedling, Trichoderma

ABSTRAK Aklimatisasi planlet adalah salah satu tahapan kritis dalam produksi bibit klonal kentang yang seringkali menghambat ketercukupan bahan tanaman berkualitas. Penggunaan produk berbasis Trichoderma spp. diduga dapat meningkatkan kemampuan planlet untuk menyerap unsur hara dari media tumbuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui formulasi biostimulan terbaik yang mengandung Trichoderma spp. yang diaplikasikan pada tahap aklimatisasi bibit kentang. Sembilan biostimulan (S1, S2, S3, S4, S5, S6, S7, S8, S9) diformulasikan menggunakan substrat pembawa organik dan masing-masing mengandung campuran tiga atau empat strain dari lima isolat Trichoderma spp. Kesembilan biostimulan tersebut kemudian diujikan pada planlet kentang varietas Atlantik siap aklimatisasi. Planlet tanpa aplikasi biostimulan digunakan sebagai kontrol (S0). Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan control maupun formulasi lainnya, formulasi biostimulan S8 secara signifikan meningkatkan pertumbuhan planlet kentang cv. Atlantik dilihat dari jumlah daun dan jumlah tunasnya.

Kata Kunci: aklimatisasi, bibit, biostimulan, kentang, Trichoderma

Received: 21 August 2019 Accepted: 23 December 2019 Published: 29 January 2020

280 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

PENDAHULUAN kentang nasional. Perbanyakan tanaman kentang secara in vitro akan menghasilkan Kentang (Solanum tuberosum) planlet. Planlet ditumbuhkan secara in vitro merupakan komoditas sayuran semusim dengan kondisi terkontrol sehingga terbiasa dengan produksi terbesar keempat di tumbuh dalam lingkungan dengan Indonesia setelah bawang merah, kubis, dan kelembaban sangat tinggi, berkecukupan cabai besar. Pola luas panen kentang terus hara dan energi, serta aseptik. Planlet meningkat setiap tahun, kecuali pada tahun memerlukan aklimatisasi agar dapat tumbuh 2015 dan 2016 dimana terjadi penurunan dan berkembang baik pada kondisi sebesar 12,2% dan 0,8%. Secara umum lingkungan sebenarnya. luas panen kentang mengalami peningkatan Banyaknya planlet yang mati saat sebesar 13,79% dari 66.450 ha pada tahun aklimatisasi menjadi salah satu 2016 menjadi 75.611 ha pada tahun 2017. permasalahan yang muncul pada produksi Namun peningkatan luas panen kentang bibit kentang. Bibit kentang asal kultur tidak diikuti dengan peningkatan produksi jaringan akan melalui beberapa tahap kentang. Pola produksi kentang sejak tahun adaptasi lapang yang menyebabkan bibit 2011 sampai 2014 terus mengalami kentang ini rentan terhadap serangan hama kenaikan, namun pada tahun 2015 sampai dan penyakit. Penyerapan unsur hara saat dengan 2017 produksi kentang terus tahap aklimatisasi yang tidak maksimal juga menerus mengalami penurunan. Produksi menyebabkan kemampuan tumbuh calon kentang pada tahun 2016 sebesar 1.231.041 bibit berkurang. Aklimatisasi merupakan ton turun menjadi 1.164.738 ton pada tahun masa adaptasi planlet dari kultur heterotrofik 2017. Penurunan produksi kentang tahun menjadi autotrofik yang merupakan tahapan 2017 mencapai 3,98% dibandingkan tahun akhir dari kegiatan kultur in vitro. Secara 2016. Kentang merupakan salah satu umum faktor-faktor yang berpengaruh komoditi sayuran yang berpotensi ekspor terhadap keberhasilan aklimatisasi adalah sebagai penyumbang devisa ketiga setelah kondisi lingkungan (ketepatan media tumbuh bawang merah dan jamur dengan jumlah yang digunakan dan kelembapan udara), berat bersih 0,86 ribu ton dan nilai ekspor ketepatan perlakuan pra dan pasca 0,98 juta US$. Namun demikian Direktorat transplantasi dari media in vitro ke media Jenderal Hortikultura hanya mampu aklimatisasi dan sanitasi lingkungan dari merealisasikan produksi kentang sebesar infeksi penyakit (Slamet 2011). 85,95% dari target produksi kentang pada Beberapa penelitian menunjukkan tahun 2017 (BPS 2017). bahwa aplikasi kombinasi bahan organik Salah satu penyebab belum dengan mikroba tertentu dapat menstimulasi tercapainya target produksi kentang adalah pertumbuhan tanaman kentang (Sembiring et penggunaan umbi bibit generasi lanjutan oleh al. 2015; Lehar et al. 2018). Penggunaan petani. Umbi bibit generasi lanjutan produk berbahan aktif Trichoderma spp. merupakan hasil panen yang sengaja diduga dapat meningkatkan kemampuan disisihkan dan disimpan sebagai umbi bibit. tanaman untuk menyerap unsur hara. Produksi kentang sangat ditentukan oleh Trichoderma spp. secara luas digunakan generasi bibit kentang. Bibit kentang yang sebagai biopestisida, bioprotektan, baik adalah kentang generasi ketiga dan biostimulasi dan biofertilizer pada budidaya keempat (G3 dan G4). Penggunaan umbi berbagai tanaman (Harman et al. 2004; kentang G5 dan seterusnya sebagai bibit Sharma et al. 2012). Trichoderma spp. akan mengurangi kualitas produksi kentang, sebagai biofertilizer berpotensi diaplikasikan karena semakin tinggi generasi umbi untuk penyerapan unsur hara tanah seperti kentang, investasi penyakit umbi semakin nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K) sehingga tinggi sehingga peluang terjadinya kegagalan tanaman dapat tumbuh dengan maksimal. panen akan semakin tinggi pula. Kebiasaan Beberapa kelebihan Trichoderma spp. ini disebabkan karena di beberapa daerah sebagai bahan aktif produk pertanian petani kesulitan mendapatkan bibit kentang. adalah dapat tumbuh relatif mudah pada Penyediaan bibit kentang berkualitas dan berbagai tipe tanah, dapat terdeteksi pada mudah secara in vitro menjadi salah satu daun sampai sebulan setelah inokulasi, solusi untuk mengatasi masalah produksi mudah berkolonisasi dalam rizosfer

281 Respons Pertumbuhan Bibit Kentang (Solanum tuberosum)... Nawfetrias et al.

tanaman serta menginduksi pertumbuhan sebagai substrat pembawa. Substrat tanaman (Verma et al. 2007). Trichoderma pembawa yang digunakan adalah beras. T1, mampu melindungi tanaman dengan cara T2 dan T3 merupakan strain Trichoderma mematikan cendawan dan nematode spp. koleksi Laboratorium Proteksi, PTPP, patogen, meningkatkan ketahanan LABTIAP, BPPT. T4 dan T5 merupakan tanaman terhadap cekaman abiotik, strain Trichoderma spp. hasil eksplorasi dari meningkatkan pertumbuhan dan vigor tiga pertanaman kentang di desa Bonto tanaman, meningkatkan aliran nutrisi dan Marannu (5º 26’ 46.6332” S, 119º 54’ membantu bioremediasi logam berat dan 50.5152” E), Bonto Tangnga (5º 27’ 21.256” polusi lingkungan (Lorito et al. 2010; S, 119º 55’ 8.112” E), dan Bonto Lojong (5º Shoresh et al. 2010; Hermosa et al. 2012; 26’ 33.756” S, 119º 55’ 24.4668” E), Mastouri et al. 2012). Konsentrasi kecamatan Uluere, Bantaeng, Sulawesi biofungisida berbahan aktif T. asperellum Selatan. dengan konsentrasi 10 mg L–1 dapat menghambat pertumbuhan Phytophthora Formulasi biostimulan palmivora (Nawfetrias et al. 2016). Lima isolat Trichoderma spp. Beberapa penelitian menunjukkan T. ditumbuhkan pada media potato dextrose harzianum sensu lato, T. asperellum dan T. agar (PDA) dan potato dextrose broth (PDB). asperelloides mempunyai kemampuan Biakan murni isolat pada media PDB untuk berkolonisasi dengan rizosfer dan diinkubasi pada shaking incubator dengan dapat menstimulasi pertumbuhan dan suhu 25-30ºC selama 4 hari. Biakan murni ketahanan tanaman terhadap organisme diinokulasikan pada beras sebagai substrat pengganggu tanaman (OPT) (Harman et al. pembawa organik dengan perbandingan 2 : 5 2004). Berdasarkan potensi tersebut maka (biakan murni : substrat pembawa), pengujian beberapa formulasi biostimulan diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari, berbahan aktif Trichoderma spp. pada dikeringkan dan dihaluskan sampai menjadi tahap aklimatisasi terhadap pertumbuhan serbuk biostimulan. bibit kentang perlu dilakukan untuk mengetahui formulasi produk berbahan Uji efektivitas biostimulan aktif Trichoderma spp. yang terbaik. Tujuan Pengujian ini menggunakan rancangan penelitian ini adalah untuk mengetahui acak lengkap (RAL) dengan 10 (sepuluh) formulasi biostimulan berbasis Trichoderma perlakuan formulasi biostimulan yang terdiri spp. yang terbaik pada tahap aklimatisasi dari T1_T3_T4 (S1); T1_T3_T5 (S2); bibit kentang. T1_T2_T4 (S3); T1_T2_T5 (S4); T2_T3_T4 (S5); T2_T3_T5 (S6); T1_T3_T4_T5 (S7); BAHAN DAN METODE T1_T2_T4_T5 (S8); T2_T3_T4_T5 (S9), kontrol (S0). Setiap perlakuan diulang Tempat dan waktu penelitian sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 30 Penelitian ini dilaksanakan di satuan percobaan. Arang sekam steril Laboratorium Proteksi PTPP, LABTIAP, ditempatkan di dalam bak aklimatisasi dan BPPT, Kawasan Puspiptek Setu dan rumah dilembabkan. Planlet dikeluarkan dari botol kaca Laboratorium Kultur Jaringan, Dinas kultur, dan akar dibersihkan di bawah air Pertanian dan Peternakan Kabupaten mengalir. Bagian akar planlet direndam pada Bantaeng dengan ketinggian ± 1100 mdpl masing-masing perlakuan formulasi dengan pada bulan Oktober sampai dengan bulan dosis 10 g L–1, dan S0 direndam dalam air Desember 2018. sebagai kontrol selama 2 (dua) menit. Penyemprotan media dengan larutan Bahan biostimulan dilakukan sampai lembab sesuai Tanaman uji yang digunakan adalah perlakuan formulasi masing-masing 10 g L–1 planlet kentang varietas Atlantik berumur dan penyemprotan dengan air sebagai dua bulan dan siap untuk aklimatisasi. Media kontrol dilakukan satu minggu sekali sampai tanam aklimatisasi adalah arang sekam dengan 1 bulan setelah tanam. Variabel yang steril. Lima strain Trichoderma spp. T1, T2, diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun T3, T4, dan T5 diformulasi menjadi sembilan dan jumlah tunas pada minggu pertama formulasi biostimulan dengan bahan organik sampai dengan minggu ketujuh dengan

282 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Tabel 1. Tinggi tanaman bibit kentang pada aplikasi berbagai formulasi biostimulan berbahan aktif Trichoderma spp.

Tinggi tanaman pada minggu ke- Formulasi 1 3 5 7 S1 5,167ab 6,733b 11,850a 14,810a S2 6,320a 9,927ab 14,117a 19,233a S3 4,167b 8,267ab 11,927a 18,227a S4 5,200ab 7,037ab 10,260a 14,567a S5 6,647a 10,543ab 15,647a 20,250a S6 5,413ab 8,620ab 11,390a 15,227a S7 5,190ab 8,467ab 10,803a 14,810a S8 6,860a 12,223a 15,993a 20,547a S9 6,220ab 10,893ab 13,053a 17,007a Kontrol (S0) 5,313ab 7,433ab 12,877a 18,917a

Keterangan: Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan pada α = 5%

interval waktu pengamatan dua minggu berbahan aktif Trichoderma spp. belum dapat sekali. Data penelitian dianalisis meningkatkan penyerapan unsur hara planlet menggunakan program SAS 9.1.3 portable. kentang. Kurangnya penyerapan unsur hara Uji ANOVA (analysis of variance) dilakukan mempengaruhi pertambahan tinggi batang untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dan panjang akar, kemampuan vigor tanaman hasil tiap perlakuan. Analisis dilanjutkan dan klorofil sehingga berpengaruh terhadap dengan uji DMRT (Duncan’s multiple range tinggi tanaman. Salah satu faktor yang test) pada taraf 5% jika diketahui perbedaan mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah nyata antar perlakuan berdasarkan ANOVA. kemampuan tanaman untuk menyerap unsur hara dari media pertumbuhan. Perendaman HASIL DAN PEMBAHASAN akar planlet pada sembilan biostimulan berbahan aktif Trichoderma spp. diduga Tinggi tanaman memerlukan penambahan bahan kimia Hasil analisis ragam menunjukkan tertentu untuk menghasilkan tinggi tanaman bahwa aplikasi berbagai formulasi biostimulan yang optimal. Menurut Suharti et al. (2018) berbahan aktif Trichoderma spp. dari strain perendaman akar bibit jabon merah pada yang berbeda-beda tidak berpengaruh mankozeb dan perlakuan media tanam yang terhadap tinggi tanaman kentang yang diperkaya Trichoderma spp. menghasilkan diaklimatisasi pada minggu pertama hingga tinggi tanaman yang optimal pada bibit jabon minggu ketujuh (Tabel 1). Penelitian ini merah. menunjukkan bahwa pemberian biostimulan berbahan aktif Trichoderma spp. belum Jumlah daun memberikan pengaruh yang signifikan Hasil uji statistik menunjukkan aplikasi terhadap pertumbuhan bibit kentang. Hasil ini biostimulan berbahan aktif Trichoderma spp. sesuai dengan hasil penelitian Baihaqi et al. tidak berpengaruh terhadap jumlah daun (2013) bahwa tinggi tanaman kentang tidak pada pengamatan minggu ketiga sampai dipengaruhi berbagai konsentrasi dan waktu dengan minggu kelima (Tabel 2). Hasil ini aplikasi Trichoderma spp. cair. Sedangkan sesuai dengan hasil penelitian Simanjutak aplikasi Trichoderma spp. pada tanaman (2005) bahwa penambahan mikroba jamur kentang (Lehar 2012), bibit eukaliptus (Vitorino tanah tidak berpengaruh terhadap jumlah et al. 2016) dan bibit jabon merah (Akladious daun pada umur 2 sampai 5 MST pada dan Abbas 2012) mampu meningkatkan tinggi kedelai. Penyebab lainnya adalah tanaman. Hasil yang berbeda ini diduga konsentrasi biostimulan yang diaplikasikan karena aplikasi sembilan biostimulan diduga belum optimal, karena pada

283 Respons Pertumbuhan Bibit Kentang (Solanum tuberosum)... Nawfetrias et al.

Tabel 2. Jumlah daun bibit kentang pada aplikasi Trichoderma dan teknik aplikasi. berbagai formulasi biostimulan berbahan Biostimulan dengan formulasi aktif Trichoderma spp. T1_T2_T4_T5 (S8) berpengaruh terhadap Jumlah daun pada minggu ke- jumlah daun pada minggu ketujuh Formulasi pengamatan. Variabel jumlah daun 3 5 7 ab bc b merupakan salah satu parameter yang S1 11,917 10,220 12,223 mempengaruhi parameter pertumbuhan S2 13,133ab 11,800abc 15,533ab lainnya, sesuai dengan penelitian Baihaqi et S3 11,417ab 10,307bc 14,640b al. (2013) hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa jumlah daun berkorelasi positif S4 8,567b 8,750c 11,723b dengan bobot segar umbi per tanaman S5 14,600ab 14,460abc 16,283ab kentang. Jumlah daun yang tinggi cenderung meningkatkan hasil bobot segar umbi per S6 9,933b 9,533c 13,333b tanaman kentang. Perkembangan tanaman S7 10,383b 9,693bc 19,417ab dan produktivitas erat kaitannya dengan S8 20,083a 17,560a 25,693a jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman tersebut. ab ab b S9 17,377 16,723 14,057 Kontrol (S0) 11,377ab 10,780abc 13,833b Jumlah tunas Secara umum hasil analisis uji statistik Keterangan: Nilai rataan pada kolom yang sama yang menunjukkan aplikasi biostimulan berbahan diikuti oleh huruf yang sama tidak aktif Trichoderma spp. tidak berpengaruh berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan terhadap jumlah tunas pada minggu pertama pada α = 5% sampai dengan minggu ketujuh, kecuali penelitian ini hanya digunakan satu T1_T2_T4_T5 (S8) yang secara signifikan konsentrasi untuk masing-masing formulasi, menghasilkan jumlah tunas lebih banyak sehingga jumlah daun tampak bervariasi daripada kontrol pada minggu ketiga sampai antar formulasi yang diujikan (Gambar 1). dengan minggu ketujuh (Tabel 3). Penelitian Menurut Darsan et al. (2016) aplikasi ini menunjukkan bahwa pemberian Trichoderma pada beberapa kultivar bawang biostimulan berbahan aktif Trichoderma spp. merah yang berbeda memberikan respons pada media tanam sekam memberikan yang berbeda-beda. Faktor penyebab pengaruh yang cukup signifikan pada jumlah perbedaan respons tersebut sangat tunas bibit kentang pada minggu ketiga bervariasi di antaranya adalah konsentrasi sampai minggu ketujuh. Media sekam

S2 KONTROL

S5 S9

Gambar 1. Jumlah daun bibit kentang pada formulasi T1_T3_T5 (S2), T2_T3_T4 (S5), T2_T3_T4_T5 (S9) dibandingkan kontrol

284 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Tabel 3. Jumlah tunas bibit kentang pada aplikasi berbagai formulasi biostimulan berbahan aktif Trichoderma spp.

Jumlah tunas bibit pada minggu ke- Formulasi 1 3 5 7 S1 3,1333ab 4,800b 6,910ab 8,577ab S2 3,2667ab 5,467ab 7,850ab 10,207ab

S3 2,8667ab 4,667b 6,443ab 8,390ab S4 2,1333b 3,983b 5,650b 7,650b

S5 2,4667b 5,050ab 7,383ab 9,607ab S6 2,2667b 4,200b 5,933b 7,683b S7 2,6833ab 4,583b 6,417ab 8,193ab

S8 4,0000a 7,433a 10,050a 12,743a S9 3,0667ab 5,690ab 7,910ab 9,883ab

Kontrol (S0) 2,7333ab 4,467b 5,910b 7,243b

Keterangan: Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan pada α = 5% memungkinkan Trichoderma spp. dapat T1_T2_T4_T5 (S8), dan T2_T3_T4_T5 (S9) hidup lebih lama. Hal ini sesuai dengan lebih tinggi dibandingkan bibit tanpa aplikasi penelitian Geethanjali (2012) bahwa sekam biostimulan (kontrol/S0). Aplikasi biostimulan dapat menyediakan nutrisi bagi cendawan, dengan formulasi T1_T2_T4_T5 (S8) mudah diperoleh dan harganya murah. menunjukkan jumlah tunas tertinggi pada Trichoderma sp. yang ditumbuhkan pada minggu pertama sampai dengan minggu sekam dapat menghasilkan daya hidup yang ketujuh dibandingkan formulasi lain dan lebih lama dan jumlah koloni cendawan yang kontrol. Kondisi ini diduga terjadi karena banyak (Ali et al. 2012). Trichoderma spp. Trichoderma spp. sebagai bahan aktif diketahui mempunyai aktivitas ligninolitik biostimulan mampu menghasilkan fitohormon yang tinggi (Geethanjali 2012) serta sehingga tanaman dapat menginduksi kandungan enzim selulase dan xilanase yang perkembangan tunas. Hal ini sesuai dengan tinggi (Martinez et al. 2001), sehingga jamur pendapat Contreras-Cornejo et al. (2009), ini dapat juga berperan sebagai dekomposer bahwa Trichoderma spp. mampu bahan organik. Bahan organik yang menghasilkan auksin, diantaranya adalah IAA. terdekomposisi akan menyediakan nutrisi Hormon ini mampu meningkatkan yang dibutuhkan tanaman sehingga pertumbuhan akar lateral, memperbanyak pertumbuhan tinggi tanaman pada media tunas serta meningkatkan biomassa dari tunas bahan organik yang diberi substrat pembawa pada tanaman Arabidopsis. Hal ini diperkuat Trichoderma spp. menjadi lebih baik. dengan pendapat Haryuni (2013) bahwa Secara umum, jumlah tunas kentang Trichoderma spp. merupakan jamur pada aplikasi biostimulan T1_T3_T4 (S1), berfilamen yang bersifat mesofilik, non T1_T3_T5 (S2), T1_T2_T4 (S3), patogen, mempunyai kemampuan

S8 KONTROL

Gambar 2. Perbandingan aplikasi biostimulan formulasi T1_T2_T4_T5 (S8) dan kontrol pada bibit kentang

285 Respons Pertumbuhan Bibit Kentang (Solanum tuberosum)... Nawfetrias et al.

menghidrolisis selulosa dan hemiselulosa 10.5897/AJB11.4323 menjadi glukosa dan xylose dan banyak Ali MI, Yasser MM, Mousa AS, Khalek MA digunakan untuk memproduksi enzim selulase (2012) Optimization of factors affecting sehingga meningkatkan biomassa tanaman. proliferation and flourishment of Secara umum aplikasi formulasi Trichoderma harzianum in Egyptian T1_T2_T4_T5 (S8) memberikan respons soil. J Basic App Mycol 3:41–48 yang positif terhadap tinggi tanaman, jumlah Baihaqi A, Nawawi M, Abadi AL (2013) Teknik daun dan jumlah tunas bibit kentang pada aplikasi Trichoderma sp. terhadap satu minggu setelah tanam sampai dengan pertumbuhan dan hasil tanaman tujuh minggu setelah tanam (Gambar 2). kentang (Solanum tuberosum L.). J Produk berbasis Trichoderma spp. berpotensi Prod Tanam 1:30–39 diaplikasikan pada tanaman kentang. Produk BPS (2017) Statistik tanaman sayuran dan komersial berbasis Trichoderma tersedia di buah-buahan semusim Indonesia 2016. pasaran dan digunakan untuk melindungi Badan Pusat Statistik, Jakarta tanaman atau menstimulasi pertumbuhan Chaverri P, Branco-Rocha F, Jaklitsch WM, tanaman. Produk ini berbasis pada strain Gazis RO, Degenkolb T, Samuels GJ spesies T. atroviride dan T. harzianum (2015) Systematics of the Trichoderma (Longa et al. 2009, Chaverri et al. 2015). harzianum species complex and the re- Namun diperlukan penelitian lebih lanjut identification of commercial biocontrol untuk optimasi teknik aplikasi dan dosis yang strains. Mycologia 107:558–590. doi: tepat pada tahap aklimatisasi bibit kentang. 10.3852/14-147 Contreras-Cornejo HA, Macias-Rodriguez L, KESIMPULAN Cortes-Penagos C, Lopez-Bucio J (2009) Trichoderma virens, a plant Formulasi biostimulan T1_T2_T4_T5 beneficial fungus, enhances biomass (S8) secara signifikan meningkatkan production and promotes lateral root pertumbuhan planlet kentang cv. Atlantik growth through an auxin-dependent yang ditunjukkan oleh jumlah daun tertinggi mechanism in Arabidopsis. Plant pada minggu ketujuh dan jumlah tunas Physiol 149:1579–1592. doi: tertinggi dibandingkan dengan kontrol 10.1104/pp.108.130369 maupun formulasi lainnya. Aplikasi Darsan S, Sulistyaningsih E, Wibowo A biostimulan formulasi T1_T2_T4_T5 (S8) (2016) Various shallot seed treatments berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas with Trichoderma to increase growth and bibit kentang pada minggu ketiga sampai yield on sandy coastal. Ilm Pertan 1:94– dengan minggu ketujuh pengamatan. Aplikasi 99. doi: doi.org/10.22146/ipas.12564 biostimulan formulasi T1_T2_T4_T5 (S8) Geethanjali PA (2012) A study on lignin memberikan respons yang terbaik terhadap degrading fungi isolated from the litter variable jumlah daun dan jumlah tunas bibit of evergreen forests of Kodagu (D), kentang dibandingkan formulasi lainnya. Karnataka. Int J Environ Sci 2:2034– 2039. doi: 10.6088/ijes.00202030087 UCAPAN TERIMA KASIH Harman GE, Howell CR, Viterbo A, Chet I, Lorito M (2004) Trichoderma species- Ucapan terima kasih disampaikan opportunistic, avirulent plant symbionts. kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Nat Rev Microbiol 2:43–56. doi: Pendidikan Tinggi atas pendanaan penelitian 10.1038/nrmicro797 ini melalui Program Insentif Sistem Inovasi Haryuni (2013) Perbaikan pertumbuhan dan Nasional (Insinas) nomor 55/INS-1/PPK/ hasil stevia (Stevia rebaudiana E4/2018. BERTONI M) melalui aplikasi Trichoderma sp. Biosaintifika 5:82–87. DAFTAR PUSTAKA doi: 10.15294/biosaintifika.v512.2746 Hermosa R, Viterbo A, Chet I, Monte E (2012) Akladious SA, Abbas SM (2012) Application Plant-benefecial effects of Trichoderma of Trichoderma harzianum T22 as a and of its genes. Microbiol 158:17–25. biofertilizer supporting maize growth. doi: 10.1099/mic.0.052274-0 Afr J Biotechnol 11:8672–8683. doi: Lehar L (2012) Pengujian pupuk organik agen

286 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

hayati (Trichoderma sp.) terhadap (Solanum tuberosum L.) dengan pertumbuhan kentang (Solanum menggunakan Talaromyces pinophilus tuberosum). J Penelit Pertan Terap indigenous dan pupuk SP36 pada 12:115–124. doi: 10.25181/jppt.v12i2.206 andisol terdampak erupsi gunung Lehar L, Salli MK, Sine HMC (2018) Aplikasi Sinabung. J Pertan Trop 2:323–329. pupuk organik dan Trichoderma sp. doi: 10.32734/jpt.v2i3.2938 terhadap hasil tanaman kentang Sharma P, Patel AN, Saini MK, Deep S (Solanum tuberosum L). J Ilm Hijau (2012) Field demonstration of Cendekia 3:29–34. doi: Trichoderma harzianum as a plant https://doi.org/10.32503/hijau.v3i2.278 growth promoter in wheat (Triticum Longa CMO, Savazzini F, Tosi S, Elad Y, aestivum L). J Agric Sci 4:65–73. doi: Pertot I (2009) Evaluating the survival 10.5539/jas.v4n8p65 and environmental fate of biocontrol Shoresh M, Harman GE, Mastouri F (2010) agent Trichoderma atroviride SC1 in Induced systemic resistance and plant vineyards in northerm Italy. J App responses to fungal biocontrol agents. Microbiol 106:1549–1557. doi: Annu Rev Phytopathol 48:21–43. doi: 10.1111/j.1365-2672.2008.04117.x 10.1146/annurev-phyto-073009-114450 Lorito M, Woo SL, Harman GE, Monte E Simanjutak D (2005) Peranan Trichoderma, (2010) Translational research on micoriza dan fosfat terhadap tanaman Trichoderma: From ‘omics to the field. kedelai pada tanah sangat masam Annu Rev Phytopathol 48:395–417. doi: (humitropets). J Penelit Bid Ilm Pertan 10.1146/annurev-phyto-073009-114314 3:36–42 Martinez C, Blanc F, Le Claire E, Besnard O, Slamet (2011) Perkembangan teknik Nicole M, Baccou JC (2001) Salicylic aklimatisasi tanaman kedelai hasil acid and ethylene pathways are regenerasi kultur in vitro. J Litbang differentially activated in melon Pertan 30:48–54. doi: cotyledons by active or head-denatured 10.21082/jp3.v30n2.2011.p48–54 cellulase from Trichoderma Suharti T, Bramasto Y, Yuniarti N (2018) longibrachiatum. Plant Physiol 127:334– Pengaruh pemberian Trichoderma sp. 344. doi: 10.1104/pp.127.1.334 pada media tanam dan mankozeb Mastouri F, Bjorkman T, Harman GE (2012) terhadap persentase tumbuh dan Trichoderma harzianum enhances pertumbuhan bibit jabon merah antioxidant defense of tomato seedling (Anthocepalus macrophyllus). J and resistance to water deficit. Mol Perbenihan Tanam Hutan 6:41–48 Plant Microbe Interact 25:1264–1271. Verma M, Brar SK, Tyagi RD, Surampalli RY, doi: 10.1094/MPMI-09-11-0240 Valero JR (2007) Antagonistic fungi, Nawfetrias W, Nurhangga E, Sutardjo (2016) Trichoderma spp.: Panoply of biological Pemanfaatan biofungisida berbahan control. Biochem Eng J 37:1–20. doi: aktif Trichoderma spp. untuk 10.1016/j.bej.2007.05.012 pengendalian penyakit busuk buah Vitorino LC, Bessa LA, Carvalho LG, Silva FG kakao. J Bioteknol Biosains Indones (2016) Growth promotion mediated by 3:28–35. doi: 10.29122/jbbi.v3i1.39 endophytic fungi in cloned seedlings of Sembiring M, Elfianti D, Sutarta ES, Sabrina Eucalyptus grandis × Eucalyptus urophylla T (2015) Peningkatan ketersediaan hybrids. Afr J Biotechnol 15:2729–2738. fosfat dan produksi tanaman kentang doi: 10.5897/AJB2016.15706

287 VOLUME 6 NOMOR 2 DESEMBER 2019 ISSN 2548 – 611X

JURNAL BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal: http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO

Morphological and Molecular Diversity of Cassava (Manihot esculenta Crantz) Resulted from In Vitro Propagation

Fajri Hartanti1, Miftahudin2, N Sri Hartati3* 1Biologi Tumbuhan, Departmen Biologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia 2Departmen Biologi, Fakultas Matematika dan Sains, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia 3Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor, Indonesia Email: [email protected]

ABSTRACT In vitro propagation of cassava (Manihot esculenta Crantz) on medium containing plant growth regulator (PGR) may induce morphological variation. This study aimed to analyze the morphological and genetic diversity of 13 genotypes of cassava resulted from in vitro propagation and stem cuttings based on 11 vegetative characters and 7 ISSR markers. Morphological and genetic characters were scored and used for clustering using NTSYS-pc 2.11a. Roti control and Adira 4 control genotypes that were in vitro propagated without PGR addition showed different morphological characters with Roti variant and FEC-25 genotypes that were in vitro propagated with the addition of PGR. Morphological and molecular characters of 13 genotypes showed high diversity. Clustering analysis based on morphological characters classified the in vitro propagated and control plants into four groups at 45.6% similarity. Clustering analysis based on molecular characters classified the plants into three groups at 66.0% similarity.

Keywords: cassava, diversity, in vitro, ISSR, morphology

ABSTRAK Perbanyakan tanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) secara in vitro menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT) diyakini dapat menginduksi variasi morfologi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keragaman morfologi dan molekuler dari 13 genotipe ubi kayu hasil perbanyakan in vitro dan perbanyakan dengan stek batang berdasarkan 11 karakter vegetatif dan 7 penanda ISSR. Karakter morfologi dan molekuler diskor untuk analisis kelompok menggunakan program NTSYS-pc 2.11a. Genotipe Roti kontrol dan Adira 4 kontrol yang merupakan hasil perbanyakan in vitro tanpa penambahan ZPT menunjukkan perbedaan variasi morfologi dengan genotipe Roti varian dan FEC-25 yang merupakan tanaman hasil perbanyakan dengan penambahan ZPT. Hasil analisis pada 13 genotipe menunjukkan adanya keragaman yang tinggi. Hasil analisis kelompok berdasarkan penanda morfologi memisahkan antara genotipe hasil perbanyakan secara in vitro yang ditambah ZPT dengan tanaman kontrolnya ke dalam 4 kelompok dengan nilai koefisen similaritas 45,6%. Hasil analisis kelompok berdasarkan penanda molekuler memisahkan antara genotipe hasil perbanyakan secara in vitro yang ditambah ZPT dengan tanaman kontrolnya ke dalam 3 kelompok dengan nilai koefisen similaritas 66,0%.

Kata Kunci: in vitro, ISSR, keragaman, morfologi, ubi kayu

Received: 26 September 2018 Accepted: 26 September 2019 Published: 31 January 2020

288 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

PENDAHULUAN 2014). Pada penelitian lain yang telah dilakukan, perbanyakan bibit ubi kayu Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) secara in vitro pada media MS ditambah merupakan bahan makanan pokok nomor dengan 0,5 mg/L Benzyl Amino Purin tiga setelah padi dan jagung. Bagian (BAP) pada genotipe Roti dan hasilnya tanaman ubi kayu yang dimanfaatkan menunjukkan adanya variasi morfologi. sebagai bahan makanan adalah umbinya. Perubahan morfologi pada planlet kultur in Umbi ubi kayu memiliki nilai nutrisi berupa vitro terjadi sampai subkultur ke-9. karbohidrat, protein, lemak, Fe, Zn, natrium, Perbedaan yang secara signifikan mudah kalium, magnesium (Oluwaniyi dan Oladipo terlihat adalah warna tangkai daun yang 2017), dan beta karoten (Adetoro et al. berbeda dengan tanaman asal. Tanaman 2018; Hartati et al. 2012). Selain hasil kultur in vitro yang memiliki variasi dimanfaatkan sebagai bahan makanan, ubi morfologi selanjutnya disebut sebagai Roti kayu dapat pula digunakan sebagai bahan varian (Hartati et al. 2012). Genotipe lain baku pembuatan bioetanol dan sebagai telah dicoba, adalah Adira 4 yang memiliki pakan ternak (Ademiluyi dan Mepba 2013; morfologi berbeda setelah disubkultur Wanapat dan Kang 2015). Konsumsi dan beberapa kali dalam media MS yang pemanfaatan ubi kayu yang cukup banyak ditambah dengan 0,5 mg/L Picloram. menyebabkan tanaman ini banyak Tanaman ubi kayu Adira 4 yang memiliki dibudidayakan di berbagai daerah, morfologi yang berbeda dengan tanaman diantaranya Lampung, Jawa Tengah, Jawa asalnya selanjutnya disebut FEC-25 Timur, dan Jawa Barat (BPS 2016). (Fitriani et al. 2014). Perbanyakan ubi kayu yang dilakukan Munculnya variasi pada tanaman ubi secara generatif menggunakan biji mampu kayu hasil perbanyakan secara in vitro menghasilkan variasi genetik yang tinggi, dengan penambahan ZPT diduga dapat tetapi umumnya perbanyakan tanaman ubi menambah variasi keragaman sumber kayu dilakukan secara vegetatif daya genetik yang bermanfaat dalam menggunakan stek batang (Shigaki 2016). upaya perakitan varietas baru. Perbanyakan tanaman secara vegetatif Selanjutnya, perlu dilakukan evaluasi lainnya dapat dilakukan melalui teknik kultur morfologi dan molekuler tanaman hasil in vitro. Teknik perbanyakan secara in vitro perbanyakan in vitro di lapang. Salah satu telah digunakan pada ubi kayu upaya untuk mengetahui keragaman menggunakan media Murashige dan Skoog morfologi adalah dengan melakukan (MS) dengan penambahan beberapa zat deskripsi dan karakterisasi terhadap pengatur tumbuh (ZPT) (Khumaida dan tanaman hasil perbanyakan in vitro. Fauzi 2013) dan media MS tanpa ZPT Pengkajian keragaman lebih lanjut dapat dengan modifikasi jenis pemadat juga telah dilakukan dengan penanda molekuler. dicoba pada ubi kayu (Priadi et al. 2008). Beberapa penanda molekuler seperti Zat pengatur tumbuh 2,4- RAPD (Randomly Amplified Polymorphism Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) telah DNA) (Mahmood et al. 2010), ISSR (Inter banyak digunakan dalam beberapa studi Simple Sequence Repeat) (Vidal et al. untuk melihat adanya variasi pada 2015), SSR (Simple Sequence Repeat) tanaman. Contohnya antara lain (Khan et al 2012) telah digunakan untuk pemberian ZPT 2,4-D dengan konsentrasi mendeteksi dan mengidentifikasi 1, 2, dan 4 mg/L diberikan pada tanaman keragaman genetik yang berpotensi variasi kentang varietas Cardinal, Diamant, dan somaklonal pada tanaman hasil Asterix yang dikoleksi pada Tuber Crops mikropropagasi. Research Centre (TCRC), Bangladesh Hasil analisis deskripsi, karakterisasi, Agricultural Research Institute (BARI) di dan pengelompokan genotipe dapat Gazipur, Bangladesh. Ketiga konsentrasi digunakan sebagai data dasar untuk 2,4-D yang diberikan mampu membantu pengembangan koleksi inti dan menumbuhkan kalus pada semua varietas plasma nutfah yang selanjutnya akan kentang, namun hanya 4 mg/L 2,4-D yang membantu program pengembangan menunjukkan adanya variasi pada varietas dan perakitan varietas baru pertumbuhan kalus (Hoque dan Morshad berdasarkan sifat unggul yang ditentukan.

289 Keragaman Morfologi dan Molekuler Ubi Kayu... Hartanti et al.

Tabel 1. Nama dan asal daerah 13 genotipe ubi kayu

Genotipe/Simbol No. Asal Daerah/Koleksi Metode Perbanyakan tanaman /sampel 1 Adira4 (Adira4) Cibinong, Bogor Stek batang 2 Adira4 kontrol (Adirak4) Cibinong, Bogor Stek batang hasil in vitro tanpa ZPT 3 FEC-25 (FEC25) Wageningen, Belanda Stek batang hasil in vitro dengan ZPT (Picloram) 4 Roti (Roti) LIPI, Bogor Stek batang 5 Roti kontrol (Rotik) LIPI, Bogor Stek batang hasil in vitro tanpa ZPT 6 Roti varian (Rotiv) LIPI, Bogor Stek batang hasil in vitro dengan ZPT (BAP) 7 Adira1 (Adira1) Bogor Stek batang 8 Mentega1 (Ment1) Singaparna, Tasikmalaya Stek batang 9 Mentega2 (Ment2) Sariwangi, Tasikmalaya Stek batang 10 Ubi Kuning (Ubik) NTT Stek batang 11 Gebang (Gebang) Cibinong, Bogor Stek batang 12 Lombok2 (Lomb2) Lombok Stek batang 13 Iding (Iding) Nagrak, Sukabumi Stek batang

Hasil analisis deskripsi, karakterisasi, Bahan tanaman dan pengelompokan genotipe dapat Bahan tanaman yang diperoleh dari digunakan sebagai data dasar untuk koleksi kebun plasma nutfah Pusat Penelitian membantu pengembangan koleksi inti dan Bioteknologi LIPI yang digunakan berasal tiga plasma nutfah yang selanjutnya akan belas genotipe ubi kayu terdiri dari stek hasil membantu program pengembangan perbanyakan in vitro tanpa perlakuan ZPT, varietas dan perakitan varietas baru stek hasil perbanyakan in vitro dengan berdasarkan sifat unggul yang ditentukan. perlakuan ZPT 0,5 mg/L BAP dan Pikloram, Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dan hasil perbanyakan dengan stek batang menganalisis keragaman morfologi dan sebagai pembanding (Tabel 1). genetik 13 genotipe ubi kayu yang diperbanyak dengan stek biasa dan hasil Penanaman dan karakterisasi morfologi perbanyakan secara in vitro yang Analisis keragaman 13 genotipe ubi selanjutnya diharapkan dapat digunakan kayu yang berasal dari berbagai daerah di untuk program pemuliaan tanaman. Indonesia dan hasil kultur in vitro ditanam di kebun Koleksi Plasma Nutfah Pusat BAHAN DAN METODE Penelitian (Puslit) Bioteknologi – LIPI, Cibinong Science Center (CSC) – Botanical Waktu dan lokasi penelitian Garden (CSC-BG) (Tabel 1). Penanaman Penelitian dilakukan dari bulan Agustus untuk evaluasi morfologi di lapang dilakukan 2014 hingga Juni 2018. Pengamatan pada tahun 2014. Sumber bibit yang morfologi dilakukan di kebun plasma digunakan berupa batang tanaman dewasa nutfah, Cibinong Science Center – Botanical berukuran ±5 cm sebagai sumber stek yang Garden (CSC-BG) Pusat Penelitian sebelumnya ditanam di kebun pembibitan. Bioteknologi, sedangkan analisis molekuler Jarak tanam adalah 80 × 100 cm. Jumlah dilakukan di Laboratorium Genetika tanaman yang dianalisis sebanyak 4 tanaman Molekuler dan Modifikasi Jalur Biosisntesis untuk setiap genotipe yang diambil dari 4 blok Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi, berbeda. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Karakterisasi morfologi dilakukan serta Laboratorium Fisiologi dan Biologi berdasarkan Panduan Pengujian Individual Molekuler Tumbuhan, Departemen Biologi, Kebaruan, Keunikan, Keseragaman, dan Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Kestabilan Ubi Kayu Kementerian Pertanian (FMIPA), Institut Pertanian Bogor (IPB), (PPVT 2007) dengan sebelas karakter Bogor. morfologi (Tabel 2).

290 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Tabel 2. Karakter morfologi yang digunakan untuk kontaminasi protein dan konsentrasinya diuji identifikasi keragaman 13 genotipe ubi kayu menggunakan nanospektrofotometer

(Genequant 1300) yang diukur dengan Jenis Karakter No. Jenis Variasi Morfologi perbandingan panjang gelombang 260/280 1 Sudut cabang 1) 0º, nm (λ260/ λ280). 2) < 25º, 3) 35–50º, Amplifikasi polimorfisme ISSR 4) > 65º Sampel DNA hasil isolasi kemudian 2 Warna batang 1) Hijau abu, diamplifikasi menggunakan 7 primer ISSR bagian bawah 2) Abu-abu, 3) Cokelat terang, (Tabel 3). Total volume reaksi amplifikasi 4) Cokelat kekuningan, DNA adalah 13 µL, dengan rincian 6 µL 5) Silver Thermo Scientific DreamTaq green PCR 3 Bentuk lobus 1) Lanset, master Mix (2×), 6 µL ddH2O, 2 µL primer 1 2) Lanset eliptik, µM, dan 3 µL dari 50 ng sampel DNA. Reaksi 3) Pendurate 4 Jumlah lobus 1) 5 lobus, amplifikasi dengan kondisi sbb: predenaturasi 2) 7 lobus, pada 94ºC selama 5 menit, diikuti 35 siklus, 3) 9 lobus denaturasi pada 94ºC selama 30 detik, 5 Warna tulang 1) Hijau kekuningan, annealing hasil optimasi pada suhu 45,7– daun bagian atas 2) Merah muda, 49,7ºC selama 45 detik; ekstensi pada 72ºC 3) Merah 6 Warna tangkai 1) Hijau, selama 45 detik; dan ekstensi akhir pada daun bagian atas 2) Hijau muda, 72ºC selama 5 menit, terminasi pada suhu di batang bagian 3) Merah dengan warna 15ºC selama 5 menit. Alat yang digunakan atas hijau dekat batang, untuk mengamplifikasi DNA 13 genotipe ubi 4) Merah, TM 5) Hijau dengan spot kayu adalah PCR ESCO Swift Maxi model merah ditangkai tengah, SWT-MY-BLC-7 (Korea). Produk PCR 6) Hijau kekuningan, selanjutnya dielektroforesis dan 7) Merah semburat kuning, divisualisasikan pada UV-transiluminator 8) Hijau dengan merah (Wisedoc Germany). keunguan dekat daun 7 Warna tangkai 1) Hijau, daun bagian 2) Hijau kemerahan, Analisis data bawah di batang 3) Hijau muda, Hasil karakterisasi morfologi dan bagian tengah 4) Merah, molekuler berdasarkan penanda ISSR diskor 5) Hijau kekuningan, untuk analisis keragaman genetik dan 6) Merah kekuningan analisis kelompok. Perhitungan nilai 8 Warna kulit 1) Krem, luar umbi 2) Cokelat terang, similaritas dihitung berdasarkan koefisien 3) Cokelat gelap kemiripan data kualitatif. Nilai similaritas 9 Warna lapisan 1) Pink, digunakan untuk mengkonstruksi dendogram kortek umbi 2) Krem berdasarkan unweighted pair group method 10 Warna 1) Putih, with arithmetic mean (UPGMA) daging umbi 2) Agak kuning, menggunakan program NTSYS-pc 2.11a, 3) Kuning sedangkan diagram analisis komponen 11 Jumlah 1) Tidak ada, utama (PCA) menggunakan Past3. lekukan umbi 2) Sedikit, 3) Sedang, 4) Banyak HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis kualitatif dan kuantitatif DNA Tiga variasi bentuk lobus daun yang Isolasi DNA dilakukan menggunakan ditemukan pada 13 genotipe ubi kayu yang metode cetyltrimethylammonium bromide diamati, adalah lanset, lanset eliptik, dan (CTAB). Pengujian kualitatif dilakukan pendurate. Variasi bentuk lobus daun yang dengan memvisualisasikan pada agarosa 1% paling berbeda ditemui pada genotipe yang ditambah dengan 5 µL peqgreen Gebang dengan bentuk pendurate, kemudian dielektroforesis pada tangki berisi sedangkan genotipe lainnya berbentuk lanset Tris base EDTA (TBE) selama 55 menit pada hingga lanset eliptik. Tiga variasi warna pada 100 V. Selanjutnya, divisualisasikan pada warna tulang daun bagian atas, yaitu hijau geldoc. Rasio kemurnian DNA terhadap kekuningan, merah muda, dan merah.

291 Keragaman Morfologi dan Molekuler Ubi Kayu... Hartanti et al.

Tabel 3. Urutan sekuen DNA primer terpilih yang menghasilkan produk PCR polimorfik

Sekuen Primer (5’-3’) Annealing (ºC) Ukuran Fragmen JP JPP PPP %

(GA)9T 48,7 750–1625 6 3 50,0

(CT)8T 48,7 500–1400 5 4 80,0

(GT)8T 48,7 675–1700 6 2 33,3

(AG)8T 45,7 500–1000 4 2 50,0

(AG)8C 45,7 675–1400 5 4 80,0

(AC)8T 45,7 450–1100 4 3 80,0

(AC)8YA 49,7 250–1300 5 3 60,0 Total 35 21 433,33 Rata-rata 5 3 62

Keterangan:Genotipe JP= yang Jumlah memiliki Pita, JPP= Jumlah warna Pita Polimorfik, hijau PPP=1). VariasiPersentase warna Pita Polimorfikbatang bagian bawah pada kekuningan pada tulang daun bagian atas, genotipe FEC-25, Roti kontrol, Roti, Roti adalah Adira 4, Adira 4 kontrol, Roti, Roti varian, Ubi kuning, Mentega 1, Mentega 2, kontrol. Genotipe dengan warna merah muda Lombok 2, dan Gebang adalah cokelat pada tulang daun bagian atas ditemukan terang. Genotipe Adira 1 memiliki warna pada FEC-25. Genotipe dengan warna merah batang bagian bawah cokelat kekuningan. pada tulang daun bagian atas, adalah Genotipe Iding memiliki warna batang bagian Mentega 2, Adira 1, Ubi kuning, dan Lombok bawah berwarna silver. Genotipe Adira 4 dan 2. Empat genotipe lainnya, yaitu Roti varian, Adira 4 kontrol memiliki batang bagian bawah Gebang, Iding, dan Mentega 1 memiliki berwarna hijau abu-abu dan beberapa warna tulang daun bagian atas merah muda berwarna abu-abu. dan merah. Permukaan kulit luar umbi pada Variasi karakter tangkai daun terdapat genotipe Adira 4, Roti kontrol, Roti varian, pada warna tangkai daun bagian atas di Adira 4 kontrol, Adira 1, Lombok 2, Gebang batang bagian atas dan warna tangkai daun berwarna cokelat gelap, sedangkan genotipe bagian bawah di batang bagian tengah FEC-25, Ubi kuning, Roti, Mentega 1, Iding, (Gambar 1). Berdasarkan hasil pengamatan dan genotipe Mentega 2 berwarna krem. warna tangkai daun bagian atas di batang Variasi warna lapisan kortek yang bagian atas berbeda dengan warna tangkai teridentifikasi adalah pink dan krem. Lapisan daun pada bagian yang lainnya. Hal ini kortek berwarna pink terdapat pada genotipe disebabkan pada tangkai daun di batang Adira 4, Adira 4 kontrol, Iding, sedangkan bagian atas belum dewasa, masih ada genotipe lainnya memiliki lapisan kortek perubahan warna. Warna tangkai daun yang berwarna krem. Pengamatan terhadap warna bervariasi dapat dijadikan sebagai pembeda daging umbi menunjukkan bahwa terdapat 3 antar genotipe (Laila et al. 2015). Perbedaan variasi warna, yaitu putih, agak kuning, dan warna tangkai daun bagian atas di batang kuning (Gambar 1). bagian atas salah satunya ditemui pada Keragaman ubi kayu yang genotipe Roti varian dengan warna tangkai teridentifikasi pada 13 genotipe yang diuji daun merah kehijauan, sedangkan genotipe menunjukkan adanya variasi morfologi. Roti kontrol berwarna hijau muda. Varasi morfologi juga ditemukan pada 181 Sudut pada batang yang memiliki aksesi ubi kayu yang berasal dari seluruh cabang bervariasi antara 36-70 derajat. pulau di Indonesia yang di identifikasi Genotipe Roti kontrol, FEC-25, Adira 1, berdasarkan 19 karakter morfologi (Laila et Mentega 1, dan Mentega 2 memiliki tipe al. 2015). Lebih lanjut Derso dan Mahmud percabangan satu dan dua, sehingga (2018) melaporkan adanya variasi warna genotipe tersebut ada yang memiliki sudut pada daun, tangkai daun, ujung daun, dan cabang dan ada yang tidak. Variasi warna permukaan kulit luar batang yang ditemukan terdapat pada batang bagian bawah (Gambar pada empat varietas ubi kayu di Ethiopia.

292 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

Karakter Karakter

e

Warna Warna Warna e Warna Warna Warna Genotip

Tangkai Batang Umbi Genotip Tangkai Batang Umbi

4

1

-

-

Adira Adira

2

-

4 kontrol 4

-

Mentega Adira

25

-

uning

k

FEC Ubi

Roti Gebang

2

-

kontrol

-

Lombok Roti

varian

-

Iding Roti

Karakter warna tangkai daun juga menjadi 1 - karakter penting dalam membedakan antar 43 aksesi ubi kayu koleksi plasma nutfah di

Ghana (Asare et al. 2011) dan digunakan Mentega sebagai karakter spesifik yang dapat membedakan 11 genotipe ubi kayu (Sudarmonowati et al. 2008). Sedangkan Gambar 1. Variasi morfologi 13 genotipe ubi kayu hasil hasil penelitian Zago et al. (2017) 37 dari 38 in vitro dan kontrol

293 Keragaman Morfologi dan Molekuler Ubi Kayu... Hartanti et al.

penanda morfologi yang digunakan untuk umum sama dengan hasil pengamatan yang menganalisis aksesi ubi kayu di State of Mato telah dilakukan pada musim tanam pertama. Grosso, Brazil menunjukan variasi. Hal ini menunjukkan bahwa variasi yang Pengamatan terhadap variasi morfologi ditimbulkan akibat pemberian ZPT stabil pada ubi kayu hasil perbanyakan in vitro pada 2 periode penanaman menggunakan stek genotipe Roti kontrol, Roti varian, Adira 4 batang. kontrol, dan FEC-25 telah dilakukan pada penanaman pertama oleh peneliti di Analisis kelompok 13 genotipe ubi kayu Laboratorium Genetika Molekuler dan Hubungan kemiripan pada 13 genotipe Modifikasi Jalur Biosintesis Tanaman, Pusat berdasarkan 11 karakter morfologi memiliki Penelitian Bioteknologi, LIPI (Fitriani et al. nilai koefisien similaritas 36–100%. 2014). Hasil pengamatan morfologi ke-4 Dendogram menunjukkan 4 kelompok utama genotipe pada penanaman kedua secara memiliki nilai koefisen similaritas 45,6%

1

|

2

|

3 |

4

Gambar 2. Dendogram 13 genotipe ubi kayu hasil in vitro dan kontrol berdasarkan 11 karakter morfologi yang dikonstruksi menggunakan UPGMA-NTSYS 2.11a

294 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

(Gambar 2). Kelompok 1 terdiri atas 4 genotipe Iding dan 3 tanaman dari genotipe genotipe dan satu tanaman dari roti varian. Roti varian. Kelompok 2 terdiri atas 5 genotipe (FEC-25, Hasil analisis dendogram menunjukkan Mentega 1, Mentega 2, Ubi kuning, Lombok bahwa genotipe FEC-25 (Kelompok 2) 2). Kelompok 3 terdiri atas 2 genotipe (Adira terpisah dengan genotipe Adira 4 ataupun 1 dan Gebang). Kelompok 4 terdiri atas Adira 4 kontrol (kelompok 1). Hal yang sama terjadi pada genotipe Roti varian (kelompok

Gambar 3. PCA 13 genotipe ubi kayu hasil in vitro dan kontrol berdasarkan 11 karakter morfologi yang dikonstruksi menggunakan Past3. A: Sudut cabang, B: Warna batang bagian bawah, C: Bentuk lobus, D: Jumlah lobus, E: Warna tulang daun bagian atas, F: Warna tangkai daun bagian atas di batang bagian atas, G: Warna tangkai daun bagian bawah di batang bagian tengah, H: Warna kulit luar umbi, I: Warna lapisan korteks umbi, J: Warna daging umbi, K: Jumlah lekukan umbi

Adira 4 kontrol Adira 4 FEC-25 Roti Roti varian Ubi kuning

1620 pb 1100 pb— 1400 pb 750 pb— 1000 pb 675 pb—

750 pb 450 pb—

Roti kontrol Roti Roti varian

Mentega 2 Mentega 1 Adira 1

1620 pb 1100 pb— 1400 pb 750 pb— 1000 pb 675 pb—

750 pb 450 pb—

(a) (b)

Gambar 4. Profil pita DNA hasil amplifikasi dengan primer (GA)9T (a) dan (AC)8T (b) pada 6 genotipe ubi kayu hasil perbanyakan secara in vitro

295 Keragaman Morfologi dan Molekuler Ubi Kayu... Hartanti et al.

4) yang terpisah dengan genotipe Roti kontrol karakter warna tangkai daun dan warna dan Roti (kelompok 1). Hasil ini dapat terjadi permukaan atas tulang daun. Persamaan karena adanya perbedaan karakter kualitatif karakter antara genotipe FEC-25 dengan pada daun, batang, dan umbi. Genotipe FEC- genotipe Roti kontrol dan Roti adalah karakter 25 dan Roti varian berbeda secara morfologi bentuk lobus. dengan tanaman asalnya. Secara morfologi Berdasarkan hasil dendogram, genotipe FEC-25 berbeda dengan genotipe pengelompokan genotipe ubi kayu tidak Adira 4 kontrol disebabkan karena karakter dipengaruhi oleh asal daerah, karena tidak warna batang bagian bawah, warna kulit luar adanya relevansi dan konsistensi. Genotipe umbi, dan warna lapisan kortek. Genotipe yang berasal dari Bogor, seperti Adira 4, Roti varian berbeda dengan genotipe Roti Adira 1, dan Gebang tidak terdapat dalam kontrol disebabkan karena perbedaan pada satu kelompok yang sama, sedangkan

1

2

3

Koefisien similaritas

Gambar 5. Dendogram 13 genotipe ubi kayu hasil in vitro dan kontrol berdasarkan 7 primer ISSR yang dikonstruksi menggunakan UPGMA-NTSYS 2.11a

296 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

genotipe Mentega 1 dan Mentega 2 berasal pita polimorf dengan kisaran ukuran 250– dari daerah Tasikmalaya terdapat dalam 1700 pb (Tabel 3). Keragaman genetika pada kelompok yang sama. ubi kayu telah dievaluasi pada 13 genotipe Hasil analisis kelompok pada 13 dengan 7 primer ISSR menghasilkan pola genotipe berdasarkan penanda morfologi pita yang cukup jelas dan berukuran 250– menunjukkan rentang nilai similaritas yang 1700 pb dengan jumlah pita bervariasi dari 4 luas 36–100% (Gambar 2). Rentang nilai hingga 6 pita DNA untuk setiap jenis (Gambar similaritas luas juga terdapat pada beberapa 4). Hasil penelitian lainnya menunjukkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa 17 jenis tanaman ubi kayu yang sebelumnya, yaitu nilai koefisien similaritas ditanam oleh petani di Mato Groso State 0,87–1,00 pada 93 aksesi ubi kayu dari Utara, Brazil menggunakan 15 primer ISSR Malawi yang dikarakterisasi dengan 12 menghasilkan pola pita dengan jumlah pita karakter (Benesi et al. 2010) . Sedangkan bervariasi 5 – 12 pita DNA untuk setiap studi keragaman genetik dan jarak genetik jenisnya (Tiago et al. 2016). pada ubi kayu di Indonesia yang berpotensi Secara genetik apabila dibandingkan sebagai bahan makanan, industri dan biofuel pola pita yang terbentuk, tanaman hasil berdasarkan karakter morfologi memiliki nilai perbanyakan in vitro memiliki perbedaan variasi setinggi 49,82% (Laila et al. 2015). dengan tanaman kontrolnya. Hasil amplifikasi Hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa DNA dengan primer ISSR (GA)9T pada nilai koefisien disimilaritas Euclidean pada 43 genotipe roti varian memiliki pola pita aksesi ubi kayu plasma nutfah di Ghana berbeda dengan genotipe kontrolnya pada berkisar antara 0,00–0,43 yang diidentifikasi ukuran 1400 pb (Gambar 4a) dan ukuran 750 berdasarkan 19 karakter morfologi (Asare et pb berdasarkan primer ISSR (AC)8T pada al. 2011), lebih lanjut nilai koefisien ukuran 750 pb (Gambar 4b). disimilaritas pada 11 genotipe ubi kayu yang Penggunaan penanda molekuler telah dianalisis berdasarkan 6 karakter morfologi digunakan untuk mengetahui keragaman berkisar antara 0,00–0,25 (Sudarmonowati et secara cepat dan efisien. Penanda molekuler al. 2008). mikrosatelit telah digunakan untuk Hasil analisis PCA membagi 13 mengetahui keragaman genotipe ubi kayu genotipe ubi kayu dengan nilai PC 1 dan PC koleksi Brazil (Mezette et al. 2013), , koleksi 2 berturut-turut sebesar 26,82 dan 16,22% Puerto Rico (Rojas et al. 2011), dan untuk (Gambar 3). Diagram PCA berdasarkan 11 mengetahui stabilitas tanaman ubi kayu hasil ciri morfologi yang telah diamati pada 13 perbanyakan organogenesis (Osena et al. genotipe ubi kayu menunjukkan bahwa 2017). Lebih lanjut penanda molekuler ISSR keseluruhan genotipe masih mengelompok juga telah digunakan untuk mengetahui seperti yang digambarkan dendrogram. tingkat keragaman tanaman ubi kayu hasil Eigen value menunjukkan rasio antara variasi mikropropagasi (Vidal et al. 2015). Penanda yang dapat dijelaskan dan tidak dijelaskan molekuler ISSR lebih spesifik dapat dalam model. digunakan untuk menentukkan diversitas Perubahan atau variasi morfologi pada genetik pada populasi ubi kayu di Angola genotipe Roti varian dan FEC-25 yang (Afonso et al. 2019). Penanda ISSR juga terinduksi oleh penggunaan ZPT diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui berkorelasi positif terhadap peningkatan daya hubungan antara karakter morfologi dengan hasil, mutu, dan produksinya. Namun, agronomi ubi kayu aksesi Congolese untuk diperlukan evaluasi dan pengamatan lebih program pembibitan (Mamba-Mbayi et al. lanjut untuk memastikannya. Potensi variasi 2014). morfologi perlu dilestarikan sebagai sumber keragaman genetik yang dapat digunakan Keragaman genetik dalam dasar perbaikan tanaman ubi kayu. Hubungan kemiripan pada 13 genotipe berdasarkan 7 penanda ISSR memiliki nilai Polimorfisme marka ISSR koefisien similaritas 55–100%. Dendogram Lima belas primer ISSR telah menunjukkan 3 kelompok utama memiliki digunakan untuk kajian polimorfisme marka nilai koefisen similaritas 66% (Gambar 5). Hal ISSR pada 13 genotipe ubi kayu dan ini menunjukkan bahwa dendogram yang diperoleh 7 primer ISSR yang menghasilkan terbentuk bersesuaian dengan PCA dengan

297 Keragaman Morfologi dan Molekuler Ubi Kayu... Hartanti et al.

jumlah kelompok 3. Hasil analisis PCA kestabilan dan pada sampel tanaman dan berdasarkan nilai Eigen value membagi 13 jumlah penanda yang lebih banyak, karena genotipe ubi kayu dengan nilai PC 1 sebesar penelitian sebelumnya menyatakan bahwa 48,09% dan PC 2 sebesar 9,91% mendukung tanaman ubi kayu hasil organogenesis yang hasil dendrogram. Hasil pengelompokan PCA diamplifikasi menggunakan penanda yang terbentuk terdiri dari tiga, yaitu molekuler mikrosatelit memiliki pola pita kelompok 1 (12 genotipe selain yang tertera monomorfik dan memiliki nilai kesamaan pada kelompok 2 dan 3), kelompok 2 genetik yang tinggi, yaitu 95–100% (Osena et (genotipe Iding), dan kelompok 3 (1 tanaman al. 2017). dari genotipe FEC-25, Adira 4 kontrol, Mentega 1, dan Lombok 2) (Gambar 6). KESIMPULAN Hasil analisis dendogram menunjukkan persentase koefisien similaritas dengan Ubi kayu genotipe Roti varian dan FEC- rentang 55–100% (Gambar 5). Hasil analisis 25 hasil perbanyakan secara in vitro dengan dendogram tersebut menunjukkan bahwa penambahan ZPT maupun tanaman hasil genotipe hasil perbanyakan in vitro tidak perbanyakan secara vegetatif dengan stek semua sampelnya terdapat dalam satu batang memiliki variasi morfologi dan variasi kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa genetik. Variasi morfologi yang tinggi ditandai genotipe hasil perbanyakan in vitro memiliki dengan besarnya rentang nilai koefisien variasi secara genetik. Namun, harus diuji similaritas pada 13 genotipe (36–100%) dan

Gambar 6. PCA 13 genotipe ubi kayu hasil in vitro dan kontrol berdasarkan 7 primer ISSR yang dikonstruksi menggunakan Past3. A: ISSR (GA)9T 500 pb, B: ISSR (GA)9T 750 pb, C: ISSR (GA)9T 875 pb, D: ISSR (GA)9T 1000 pb, E: ISSR (GA)9T 1200 pb, F: ISSR (GA)9T 1300 pb, G: ISSR (GA)9T 1400 pb, H: ISSR (GA)9T 1625 pb, I: ISSR (CT)8T 500 pb, J: ISSR (CT)8T 1000 pb, K: ISSR (CT)8T 1100 pb, L: ISSR (CT)8T 1300 pb, M: ISSR (CT)8T 1400 pb, N: ISSR (GT)8T 675 pb, O: ISSR (GT)8T 750 pb, P: ISSR (GT)8T 1000 pb, Q: ISSR (GT)8T 1400 pb, R: ISSR (GT)8T 1500 pb, S: ISSR (GT)8T 1625 pb, T: ISSR (GT)8T 2000 pb, U: ISSR (AG)8T 500 pb, V: ISSR (AG)8T 600 pb, W: ISSR (AG)8T 875 pb, X: ISSR (AG)8T 1000 pb, Y: ISSR (AG)8C 675 pb, Z: ISSR (AG)8C 750 pb, 1: ISSR (AG)8C 1000 pb, 2: ISSR (AG)8C 1100 pb, 3: ISSR (AG)8C 1400 pb, 4: ISSR (AC)8T 450 pb, 5: ISSR (AC)8T 675 pb, 6: ISSR (AC)8T 750 pb, 7: ISSR (AC)8T 1100 pb, 8: ISSR (AC)8YA 350 pb, 9: ISSR (AC)8YA 500 pb, 10: ISSR (AC)8YA 750 pb, 11: ISSR (AC)8YA 900 pb, 12: ISSR (AC)8YA 1000 pb, 13: ISSR (AC)8YA 1100 pb, 14: ISSR (AC)8YA 1300 pb

298 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

variasi genetik ditunjukkan dengan nilai Statistik. https://www.bps.go.id/ koefisien similaritas (55–100%). dynamictable/2015/09/09/879/luas- panen-ubi-kayu-menurut-provinsi-ha- UCAPAN TERIMA KASIH 1993-2015.html. Diakses 11 Januari 2016 PPVT (2007) Panduan pengujian individual Penelitian ini merupakan bagian dari kebaruan, keunikan, keseragaman, dan kegiatan DIPA Tematik Pusat Penelitian kestabilan. Departemen Pertanian Biologi LIPI tahun anggaran 2014 dan DIPA Republik Indonesia, Jakarta Tematik Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Derso C, Mahmud A (2018) Study on tahun anggaran 2015. Terima kasih morphological characters of four diucapkan kepada seluruh peneliti dan teknisi cassava (Manihot esculenta Crantz) Laboratorium Genetika Molekuler dan varieties as cultivated in Fafen district, Modifikasi Jalur Biosintesis Tanaman Pusat Ethiopian Somali Regional State. Asian Penelitian Bioteknologi, LIPI atas bantuan J Biotechnol Bioresourc Technol doi: teknis selama di Laboratorium serta kepada 10.9734/AJB2t/2018/42717 Bapak Nanang Taryana dan Nawawi untuk Fitriani H, Hartati NS, Sudarmonowati E, pemeliharaan tanaman di lapang. Ucapan Rahman N, Supatmi, Fatoni A (2014) terima kasih juga diberikan kepada Direktorat Perbanyakan bibit dan evaluasi Jenderal Pendidikan Tinggi (DIRJEN DIKTI) produksi ubi kayu varian in vitro dan atas Beasiswa Pendidikan Pascasarjana mutan hasil radiasi. Laporan Teknik, Dalam Negeri (BPPDN) Calon Dosen 2013. Pusat Penelitian Biologi – LIPI Hartati NS, Fitriani H, Supatmi, DAFTAR PUSTAKA Sudarmonowati E (2012) Karakter umbi dan nutrisi tujuh genotip ubi kayu Ademiluyi FT, Mepba HD (2013) Yield and (Manihot esculenta). Agricola 2:101– properties of ethanol biofuel produced 111. doi: 10.35724/ag.v2i2.107 from different whole cassava flours. Hoque ME, Morshad MN (2014) Somaclonal ISRN Biotechnol:1–6. doi: variation in potato (Solanum tuberosum 10.5402/2013/916481. L.) using chemical mutagen. The Adetoro NA, Ogunbayo SA, Akinwale MO Agriculturists 12:15–25. (2018) Evaluation of agronomic doi: 10.3329/agric.v12i1.19572 performance of beta-carotene rich Khan FA, Afzal A, Javed MA, Iqbal Z, Iftikhar (yellow flashed) cassava varieties in R, Wattoo JI (2012) In vitro Nigeria. J Plant Breed Crop Sci 10:273– regeneration, detection of somaclonal 280. doi: 10.5897/JPBCS2018.0731 variation and screening for mosaic virus in Afonso SDJ, Moreira RFC, da Silva Ledo CA, sugarcane (Saccharum spp.) Ferreira CF, da Silva Santos V, Muondo somaclones. Afr J Biotechnol 11:10841– PA (2019) Genetic structure of cassava 10850. doi: 10.5897/AJB11.4073 populations (Manihot esculenta Crantz.) Khumaida N, Fauzi AR (2013) Induksi tunas from Angola assessed through (ISSR) ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) markers. Afr J Biotechnol 18:144–154. var Adira 2 secara in vitro. J Agron doi: 10.5897/AJB2018.16720 Indones 41:133–139. doi: Asare PA, Galyuon IKA, Sarfo JK, Tetteh JP 10.24831/jai.v41i2.7518 (2011) Morphological and molecular Laila F, Zanetta CU, Waluyo B, Amien S, based diversity studies of some cassava Kurniawan A (2015) Early identification (Manihot esculenta Crantz.) germplasm of genetic diversity and distance from in Ghana. Afr J Biotechnol 10:13900– Indonesia cassava potential as food, 13908. doi: 10.5897/AJB11.929 industrial and biofuel based on Benesi IRM, Labuschagne MT, Herselman L, morphological characters. Energy Mahungu N (2010) Ethnobotany, Procedia 65:100–106. doi: morphology and genotyping of cassava 10.1016/j.egypro.2015.01.039 germplasm from Malawi. J Biol Sci 10:616– Mahmood T, Nazar N, Abbasi BH, Khan MA, 623. doi: 10.3923/jbs.2010.616.623 Ahmad M, Zafar M (2010) Detection of BPS (2016) Luas panen ubi kayu menurut somaclonal variation using RAPD propinsi (ha), 1993–2015. Badan Pusat fingerprinting in Silybum marianum (L.).

299 Keragaman Morfologi dan Molekuler Ubi Kayu... Hartanti et al.

J Med Plant Res 4:1822–1824. doi: health. Academic Press, Oxford, pp 10.5897/JMPR10.060 687–693. doi: 10.1016/B978-0-12- Mamba-Mbayi G, Nkongolo KK, Narendrula R, 384947-2.00124-0 Djim PT, Kalonji-Mbuyi A (2014) Sudarmonowati E, Hartati NS, Sugiharti S, Molecular relatedness and morpho- Rahman N, Fitriani H, Hartati, Wahyuni agronomic charactreristics of Congolese (2008) Seleksi tanaman unggul accessions of cassava (Manihot menggunakan marka RAPD. Laporan esculenta Crantz) for breeding purpose. Teknik, Pusat Penelitian Biologi – LIPI Biotechnol J Int 4:551–565. doi: Tiago AV, Rosi AAB, Tiago PV, Carpejani AA, 10.9734/BBJ/2014/7423 Silva BM, Hoogerheide ESS, Yamashita Mezette TF, Blumer CG, Veasey EA (2013) OM (2016) Genetic diversity in cassava Morphological and molecular diversity landraces grown on farm in Alta among cassava genotypes. Pesq Floresta-MT, Brazil. Genet Mol Res Agropec Bras 48:510–518. doi: 15:1–10. doi: 10.4238/gmr.15038615 10.1590/S0100-204X2013000500007 Vidal AM, Vieira LJ, Ferreira CF, Souza FVD, Osena G, Amugune NO, Nyaboga EN (2017) Souza AS, Ledo CAS (2015) Genetic Genetic stability of cassava plants fidelity and variability of micropropagated regenerated through organogenesis using cassava plants (Manihot esculenta microsatellite markers. J Plant Sci 5:19–28. Crantz) evaluated using ISSR markers. doi: 10.11648/j.jps.20170501.13 Genet Mol Res 14:7759–7770. doi: Oyenyika SA, Adeloye AA, Adesina BO, 10.4238/2015.July.14.2 Akinwande FF (2019) Physicochemical Vidal AM, Vieira LJ, Ferreira CF, Souza FVD, properties of flour and starch from two Souza AS, Ledo CAS (2015) Genetic cassava varieties. Agrosearch 19:28– fidelity and variability of micropropagated 45. doi: 10.4314/agrosh.v19i.3 cassava plants (Manihot esculenta Priadi D, Fitriani H, Sudarmonowati E (2008) Crantz) evaluated using ISSR markers. Pertumbuhan in vitro tunas ubi kayu Genet Mol Res 14:7759–7770. doi: (Manihot esculenta Crantz) pada 10.4238/2015.July.14.2 berbagai bahan pemadat alternatif Wanapat M, Kang S. (2015) Cassava chip pengganti agar. Biodiversitas 9:9–12. (Manihot esculenta Crantz) as an doi: 10.13057/biodiv/d090103 energy source for ruminant feeding. Rojas MM, Correa AM, Siritunga D (2011) Anim Nutr 1:266–270. doi: Molecular differentiation and diversity of 10.1016/j.aninu.2015.12.001 cassava (M. esculenta) taken from 162 Zago BW, Barelli MAA, Hoogerheide ESS, locations across Puerto Rico and Correa CL, Delforno GIS, da Silva CJ assessed with microsatellite markers. AoB (2017) Morphological diversity of Plants:1–13. doi: 10.1093/aobpla/plr010 cassava accessions of the south- Shigaki T (2016) Cassava: The nature and central mesoregion of the State of Mato uses. In: Caballero B, Finglas PM, Grosso, Brazil. Genet Mol Res 16:1–10. Toldrá F (ed) Encyclopedia of food and doi: 10.4238/gmr16039725

300 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

INDEKS KATA KUNCI

1 E 16S rRNA analysis ...... 247 electrolysis ...... 269, 278 A Enterobacter cloacae ...... 198, 207, 208, 209 enzim amilase...... 247, 248, 249, 256 aclimatitation ...... 280 Escherichia coli ...... 210, 211, 218, 279 active compound ...... 164 AL6 bacterial isolate ...... 210 F alloxan ...... 219, 227, 238, 246 fasting blood glucose level ...... 219 aloksan .. 219, 220, 222, 224, 225, 227, 238, flavonoid 238, 239, 240, 241, 242, 243, 245, 239, 241, 242, 243, 244, 245 248 amilum ... 190, 194, 247, 248, 249, 250, 251 Fungia coral ...... 198 amylase enzyme ...... 247 amylolytic bacteria ...... 247 G amylum ...... 247 G. boninense ...... 164, 165, 167 analisis 16S rRNA ...... 247, 248, 255, 256 Ganoderma boninense ... 164, 165, 166, 173 antibiotic ...... 210, 217, 218 GCMS ...... 210, 211, 215 antibiotik 185, 210, 211, 212, 214, 215, 216, 218 H B Hari island ...... 198 hidrolisis 184, 185, 186, 190, 192, 193, 248, bakteri amilolitik ...... 247, 248, 249, 256 249, 250 basal media ...... 229 hydrolysis ...... 184, 228 bibit 237, 280, 281, 282, 283, 284, 285, 286, 287, 289, 290, 299 I biostimulan ..... 280, 282, 283, 284, 285, 286 in vitro .... 175, 226, 229, 230, 231, 232, 234, biostimulant ...... 280 235, 236, 237, 281, 287, 288, 289, 290, C 294, 297, 298, 299, 300 induksi akar ...... 229, 230, 231, 233, 237 cassava .. 196, 226, 227, 228, 288, 299, 300 isolat bakteri AL6 ...... 210, 216 Cersa Mori ..... 219, 220, 221, 222, 223, 225, ISSR ...... 288, 289, 291, 297, 299, 300 226, 239, 243 Coral disease ...... 198, 209 K D kadar glukosa darah puasa.... 219, 222, 244 karang Fungia ...... 198, 200, 201, 202, 206 dekstrosa monohidrat .... 184, 185, 187, 190, kelapa sawit ... 164, 165, 173, 229, 230, 231, 193, 194, 195 232, 233, 234, 235, 236, 237 dextrose ekuivalent ...... 184 kentang.. 280, 281, 282, 283, 284, 285, 286, dextrose equivalent . 184, 186, 190, 194, 195 287, 289 dextrose monohydrate ...... 184, 196 keragaman .... 169, 230, 288, 289, 290, 291, diabetes 219, 220, 222, 225, 226, 227, 228, 297 238, 241, 244, 245, 246 KHM ...... 210, 211, 212, 214 diabetic rats ...... 219, 227, 228, 238, 245 kualitas farmasi ...... 184, 185, 187, 190, 193, diversity ...... 256, 288, 299, 300 194, 195

301 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

L Purple syndrome ...... 198 Lactobacillus casei ...... 269, 277, 278, 279 R M resistant ...... 208, 219, 226, 227, 228, 238 resistant strach ...... 219 malondialdehid ...... 238, 239, 244, 246 resisten ..209, 217, 219, 220, 221, 222, 223, malondialdehyde ...... 238, 244, 245, 246 225, 226, 227, 228, 238, 270 media dasar ...... 229, 230, 231, 235, 236 rice plant ...... 174, 182, 183 MIC ...... 210 root induction ...... 229, 237 milk . 186, 190, 192, 193, 269, 271, 277, 278 RSM ...... 164, 165, 166, 172 morfologi 186, 193, 199, 234, 247, 248, 249, 251, 256, 288, 289, 290, 291, 292, 294, S 296, 297, 298 S. prasinopilosus ... 164, 165, 166, 167, 171, morphology ...... 288, 299 172 N seedling...... 280, 287 senyawa aktif 164, 165, 166, 167, 171, 172, NAA 229, 230, 231, 232, 233, 234, 235, 236, 211, 215 237 silver ...... 176, 177, 183, 269, 278, 279, 292 nanoparticles ...... 173, 269, 278, 279 starch .....184, 186, 190, 192, 193, 196, 219, nanopartikel ... 269, 270, 271, 272, 274, 275, 226, 227, 228, 238, 245, 247, 249, 256, 276, 277, 278, 279 257, 300 O Streptomyces prasinopilosus ...... 164, 166 optimasi . 164, 165, 166, 167, 168, 172, 174, susu ...... 176, 177, 180, 192, 246, 269, 270, 175, 181, 286, 291 271, 272, 276, 277, 278, 279 optimization .... 164, 172, 173, 174, 183, 196, T 216 tanaman padi . 174, 175, 176, 177, 178, 179 P taro tuber ...... 247 palm oil ...... 229 tikus diabetes 219, 226, 238, 243, 244, 245, pati . 184, 185, 186, 190, 192, 193, 194, 195, 246 219, 220, 221, 222, 223, 225, 226, 227, Trichoderma .. 172, 173, 230, 231, 232, 234, 228, 238, 240, 247, 248, 249, 257 235, 236, 280, 281, 282, 283, 284, 285, penyakit Karang ...... 198 286, 287 perak ...... 177, 179, 269, 270, 271, 272, 274, U 275, 276, 277, 278, 279 ubi kayu..288, 289, 290, 291, 292, 293, 294, pharmaceutical grade ...... 184 296, 297, 298, 299, 300 planlet .... 229, 230, 231, 232, 234, 235, 236, umbi talas ...... 247, 248, 249, 256 237, 280, 281, 282, 283, 286, 289 plantlet ...... 229 W potato ...... 196, 280, 282, 299 western blot ...... 174, 175, 181, 182, 183 protein .... 174, 175, 176, 177, 178, 179, 180, 181, 182, 183, 208, 220, 224, 226, 227, β 241, 248, 257, 289, 291 β-actin ...... 174, 175, 176, 177, 180, 181 pulau Hari ...... 198

302 J Bioteknol Biosains Indones – Vol 6 No 2 Thn 2019

INDEKS PENGARANG

A N A’immatul Fauziyah ...... 219, 238 N Sri Hartati ...... 288 Alfian Syarifuddin ...... 210 Ni Made Ayu Nila Septianingrum ...... 210 Armelia Tanjung ...... 280 Nuha ...... 184 Avliya Quratul Marjan ...... 238 P Ayustiyan Futu Wijaya ...... 184 Paiga Hanurin Sawonua ...... 198

B R Baru Sadarun ...... 198 Rahmah Nadea Fitriyani Muhajirin ...... 238 Bayu Mahdi Kartika ...... 184 Ratna Diyah Palupi ...... 198

D Rofiq Sunaryanto ...... 164 Desi Purwaningsih ...... 247 Ronny Lesmana ...... 174 Destik Wulandari ...... 247 S Diana Nurani ...... 164 Shelvi Listiana ...... 184 Dwi Pangesti Handayani ...... 280 Sodiq Kamal ...... 210

E Suparno ...... 269, 270, 278 Edi Sukmana ...... 174 Susi Kusumaningrum ...... 184 Susianti ...... 174, 181 F

Fajri Hartanti ...... 288 T Fitriana Yuliastuti ...... 210 Tati Sukarnih...... 229 Taufik Maryusman ...... 219 I Tiara Delvika Rany...... 269 Irna Surya Bidara ...... 280

U K Unang Supratman ...... 174 Karyanti ...... 229

V L Vegisari ...... 269 Lely Khojayanti ...... 184

W M Winda Nawfetrias ...... 280 Melin Novidinisa Herada Putri ...... 219

Miftahudin...... 288 Y Missya Putri Kurnia Pradani ...... 210 Yayan Rudiyana ...... 229 Mutia Afifah ...... 229

303