KERAGAMAN JENIS NGENGAT NOCTURNAL DI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG, KECAMATAN BANTIMURUNG, KABUPATEN MAROS

OLEH ENI RAHMAWATI H41108003

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 KERAGAMAN JENIS NGENGAT NOCTURNAL DI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG, KECAMATAN BANTIMURUNG, KABUPATEN MAROS

OLEH ENI RAHMAWATI H41108003

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Biologi pada jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 LEMBAR PENGESAHAN

KERAGAMAN JENIS NGENGAT NOCTURNAL DI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG, KECAMATAN BANTIMURUNG, KABUPATEN MAROS

OLEH :

ENI RAHMAWATI

H41108003

Makassar, Juni 2013

Pembimbing Utama Pembimbing Pertama

Dr. Syahribulan, S.Si, M.Si Drs. Muh. Ruslan Umar, M.Si NIP. 19670827 199702 2 001 NIP. 19630222 198903 1 003 KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT atas rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Keragaman Jenis Ngengat Nocturnal di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung,

Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros”.

Ucapan terima kasih yang mendalam dan tidak terhingga penulis haturkan kepada

Ayahanda tercinta H. Tumiran, Ibunda tercinta Hj. Umi Salamah (almarhumah), Ibunda ter- cinta Jumiati, yang telah memberikan dukungan, pengorbanan dan doa yang tulus kepada pe- nulis agar dapat mencapai cita-cita. Saudara-saudaraku tersayang, kakakku Irwan Hartono,

Anita Trihayati, dan adikku Azizah Rahayu, Nurmala. Terima kasih atas doa, semangat, nasi- hat, dukungan, dan kasih sayang serta pengorbanan penulis.

Penunis menucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

 Ibu Dr. Syahribulan, S.Si, M.Si dan Bapak Drs. Muh. Ruslan Umar, M.Si selaku

pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, mengarahkan, memberi gagasan, dan

pengetahuan dalam penyusunan skripsi.

 Bapak Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin

beserta staf yang telah memberikan bantuan dan kemudahan selama mengikuti dan kemu-

dahan dalam penyelesaian persuratan skripsi.

 Ketua dan Sekretaris Jurusan serta Staf Dosen Jurusan Biologi Fakultas MIPA

UniversitasHasanuddinterima kasih atas waktu, ilmu dan bimbingannya selama ini.  Bapak Fahruddin, M.Si, sebagai penasehat akademik yang mengarahkan, dan motivasi

dalam penyusunan skripsi.

 Tim penguji : Bapak Drs. Muhtadin Asnady, M.Si, Dody Priosambodo, S.Si, M.Si, dan

Drs. Munif Said Hassan, M.Si, Ibu Dr. Rosana Agus, S.Si, atas kritik dan saran yang

diberikan.

 Saudara (i) Mahasiswa Jurusan Biologi Angkatan 2008 (Mastoideus) yang telah memberi

dorongan, semangat, kebahagiaan, kesedihan, dan keceriaan selama penulis menjalani

perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. Terkhusus teman-teman seperjuanganku

Yosefina Dota T, S.Si, A. Nurwahidah Wadid, S.Si, Darmawansyah, Fatmawati B,

Fatmawati Samad, Nurjanna, S.Si, Astuti Sajak, S.Si, Fitriani Said, S.Si, Iin Kusmawati,

Marini Fitrianti, Nursyahirah, A. Mushidayah, Suwardi, dan Marwa Deviana atas kerja

sama, kebersamaan, motivasi, suka duka, dan persahabatan yang tidak akan pernah

penulis lupakan mulai dari awal penelitian hingga selesainya skripsi ini.

 Rekan-rekan mahasiswa Himpunan Mahasiswa Biologi, dan seluruh mahasiswa FMIPA

Unhas angkatan 2008 Universitas Hasanuddin yang telah membagikan kebersamaan,

kebahagian, kesedihan, dan keceriaanya, terima kasih atas kebersamaan dan pengalaman

yang telah dibagi kepada penulis selama perkuliahan terutama dalam berorganisasi.

 Kepada teman dekat saya Eka Juhariono yang selalu memberikan motivasi dan semangat

dalam penyelesaian skripsi ini.

Kesempatan hanya milik Allah SWT, karena itu dengan kerendahan hati menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Makassar, juni 2013

Penulis ABSTRAK

Penelitian “Keragaman Jenis Ngengat Nocturnal di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros”, telah dilakukan pada bulan November – Desember 2012, pengambilan sampel dilakukan di area Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, sedangkan pengamatan dan analisis data penelitian dilakukan di laboratorium Ilmu Lingkungan dan Kelautan (ILK), Fakultas Mipa, Universitas Hasanuddin, Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman jenis ngengat Nocturnal di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Kabupaten Maros.. Jenis penelitian bersifat ekploratif, dengan jenis data yang dikumpulkan bersifat kuantitatif dan kualitatif yang di olah secara deskriktif berdasarkan perolehan sampel (ngengat). Sampling ngengat dengan menggunakan metode perangkap cahaya (light trap), dengan dua stasiun sampling yaitu di sekitar air terjun dan penangkaran kupu-kupu, pengumpulan data dilakukan pada senja hingga subuh hari yaitu pada pukul 18.00-06.00 WITA dengan interval waktu pengamatan per 2 jam. Hasil penelitian dari dua lokasi sampling diperoleh populasi individu ngengat yang tertinggi adalah Geometridae 58,1% dan Arctiidae 32,6%, sedangkan terendah yaitu Zygaenidae 3,5% dan Sphingidae 4,4%, dengan nilai Indeks keragaman berkisar 2,79 - 3, yang berarti keragaman jenis ngengat sedang dengan kondisi ekosistem masih dalam relatif stabil atau seimbang.

Kata Kunci : keragaman, ngengat, bantimurung ABSTRACT

The research about “The Diversity of Nocturnal in Bantimurung National Park Bulusaraung, Bantimurung, Maros”, which is done in November-december 2012, sampling conduded in the Bantimurung National Park Bulusaraung area, observation and analysis of data is done in the Environment and Marine Science Laboratory, FMIPA, Unhas, Makassar. The research was purpose to undestand biodiversity of Nocturnal Moth in Bantimurung National Park Bulusaraung, Maros. The research type is explorative, while the data was collected collected quantitatively and qualitatively which is processing descriptively according to the result. The sampling of moth using Light trap method with two sampling station which is around waterfall and Butterfly Sanctuary, collecting data was did at dawn until dusk on 18.00-06.00 WITA with time range takes two hour. The observation result from two location is the highest population of Nocturnal Moth are Geometridae 58,1% and Arctiidae 32,6%, and the lowest population are Zygaenidae 3,5% and Sphingidae 4,4%, with the biodiversity index around 2,79-3, which is mean that the biodiversity of moth status and this place is medium with the condition of ecosystem is relatively stable or balance.

Keyword: biodiversity, moth, Bantimurung DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i

HALAMAN PENGESAHAN ...... iii

KATA PENGATAR...... iv

ABSTRAK ...... vi

ABSTRACT ...... vii

DAFTAR ISI ...... viii

DAFTAR GAMBAR ...... x

DAFTAR TABEL ...... xi

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

1.1 Latar Belakang...... 1

1.2 Tujuan Penelitian ...... 2

1.3 Manfaat penelitian ...... 2

1.4 Waktu dan Tempat Penelitian ...... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 4

II.1 Ngengat ...... 4

II.2 Perbedaan Antara Kupu-Kupu Dengan Ngengat ...... 14

II.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kehidupan Ngengat ...... 16

II.4 Peranan Ngengat ...... 18

II.5 Ekologi Dan Habitat Ngengat ...... 18 BAB III METODE PENELITIAN ...... 20

III.1 Alat Dan Bahan ...... 20

III.2 Jenis dan Metode Penelitian ...... 20

III.3 Tahapan Penelitian ...... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 22

IV.1 Hasil ...... 22

IV.2 Pembahasan ...... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...... 41

V.1 Kesimpulan ...... 41

V.2 Saran ...... 41

DAFTAR PUSTAKA ...... 42

LAMPIRAN ...... 46 DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Morfologi ngengat ...... 6 2. Siklus hidup ngengat ...... 11 3. Antena ngengat jantan, ngengat betina, dan kupu-kupu ...... 15 4. Peta lokasi kawasan Bantimurung...... 22 5. Populasi jumlah individu berdasarkan kelompok familia yang tertangkap di Sekitar Air Terjun (SAT) dan di Depan Penangkaran Kupu-Kupu (DPK) ...... 25 6. Jenis ngengat dari Contheyla Sp. (Famili Zygaenidae)...... 33 7. Famili Geometridae (A. Ornithospila submonstrans, B. Comostala cedilla, C. Thallassodes hypocrites,D. Agathia eromena, E. Ornithospila Sp., dan F. Bazura recursaria)...... 34 8. Famili Geometridae (A. Semiothisa khasiana, B. Semiothisa eleonora paranora, C. Cleora determinata, D. Semiothisa avitusaria, dan E. Pingasa chlora)...... 34 9. Famili Geometridae (A. Cyclidia Sp., B. Elphos brabanti, dan C. Eumelea Sp.)...... 35 10. Famili Geometridae (A. Ruttellerona cessaria, B. Ptelia medardaria dan C. Tasta sectinota)...... 35 11. Famili Noctuidae (Hulodes caranea)...... 36 12. Famili Noctuidae (A. Mimeusemia Sp., B. Bocula microscala, C. Rivula Sp. dan D. Plusiopulpa adrasta)...... 36 13. Ngengat jenis Marumba juvencus (Famili Shingidae)...... 37 14. Ngengat jenis A). Eupterote Sp., dan B). Syntherata Sp. dari Famili Bombycoidae ...... 37 15. Ngengat jenis A) Tagora Sp., B) Loepa Sp., dan C) Ernolatia lida. dari Famili Bombycoidae ...... 38 16. Famili Arctiidae (A. Disphania transducta, B. Miltocharista roseororatus, C. Ichmonosyntaxis Sp., dan D. Asura Sp.)...... 38 17. Famili Arctiidae (A. Asota Sp. dan B. Spilosoma Sp.)...... 39 DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Penelitian Daftar Jenis Ngengat di Sekitar Air Terjun Bantimurung dan Penangkaran Kupu-kupu ...... 23 2. Indeks keanekaragaman ngengat di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung...... 25 3. Indeks Keanekaragaman Ngengat pada Lokasi Sampling Sekitar Air Terjun...... 46 4. Indeks Keanekaragaman Ngengat pada Lokasi Sampling Penangkaran Kupu-kupu...... 46 5. Jumlah Individu Ngengat (%) tiap Famili pada Lokasi Sampling Sekitar Air Terjun...... 47 6. Jumlah Individu Ngengat (%) tiap Famili pada Lokasi Sampling Penangkaran Kupu-kupu...... 47 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Hutan merupakan bentuk kehidupan tumbuhan yang tersebar di seluruh dunia, ditumbuhi dengan berbagai jenis pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan memiliki fungsi ekologis yang sangat penting, seperti sebagai habitat, pengatur iklim mikro dan makro, tata guna air, serta menjaga dan memelihara keanekaragaman hayati sehingga tetap lestari.

Indonesia merupakan salah satu negara mega biodiversity, yang diperkirakan memiliki 10% jenis tumbuhan berbunga di dunia, 12% binatang menyusui, 16% reptil dan amphibi, 17% burung, 25% ikan, dan 13% serangga. Di Indonesia, khusus untuk kelompok serangga diperkirakan berkisar ± 260.000 jenis, dari ± 2 juta jenis serangga yang telah teridentifikasi di dunia (Kusumaamadja, 1994).

Kelompok serangga yang terkenal adalah jenis kupu-kupu dan ngengat, ngengat merupakan serangga yang sayapnya ditutupi oleh sisik, sehingga mempunyai warna yang bervariasi. Ngengat termasuk kelompok ordo dan sub-ordo Heterocera.

Ngengat merupakan salah satu bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya. Ngengat telah banyak memberikan manfaat dalam kehidupan, karena memiliki nilai estetika atau keindahan, nilai ekonomi, sebagai indikator terjadinya perubahan lingkungan dan sebagai serangga penyerbuk tumbuhan (Achmad 2002).

Ngengat merupakan salah satu kelompok serangga yang memiliki peranan penting bagi kehidupan terutama dari segi ekonomi dan membantu dalam proses penyerbukan ta- naman, disamping itu juga ada yang dapat merugikan karena menjadi hama tanaman. Pulau Sulawesi merupakan salah satu pulau yang memiliki tingkat keragaman nge- ngat yang tertinggi di Indonesia, khususnya didaerah Bantimurung (Hamidun, 2003).

Status keberadaan jenis-jenis ngengat di Taman Wisata Alam Bantimurung, Kabupaten

Maros, sampai saat ini belum diketahui secara lengkap, karena kurangnya data hasil penelitian yang dilakukan, sementara proses penangkapan dan penjualan spesies ngengat tersebut masih tetap berlangsung terus sampai sekarang. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian keragaman jenis ngengat Nocturnal yang hidup di wilayah Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung.

I.2 Tujuan dan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman jenis ngengat Nocturnal di

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Kabupaten Maros.

I.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian untuk memberikan informasi tentang keragaman jenis ngengat di Taman Wisata Alam Bantimurung sebagai salah satu kekayaan alam dan meningkatkan pengelolaan dalam pemanfaatan sumber daya alam khususnya bagi kegiatan penelitian, pendidikan lingkungan, rekreasi, dan menunjang budidaya ekowisata.

I.4 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan November – Desember 2012, sedangkan pengambilan sampel dilakukan di area Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung,

Kecamatan Bantimurung, Kab. Maros. Pengamatan dan analisis data penelitian dilakukan di laboratorium Ilmu Lingkungan dan Kelautan (ILK), Fakultas Mipa, Universitas

Hasanuddin, Makassar. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan Bantimurung merupakan salah satu hutan dan taman wisatadi Indonesia, yang telah dikenal di dunia sebagai pusat kerajaan ngengat sejak tahun 1860, yang ketika itu Alfred RusselWallacea menulis dalam laporannya setelah berkunjung dan tinggal kurang lebih 2 tahun di tempat tersebut. Namun demikian, apa yang telah digambarkan

Alfred R.Wallaceae pada waktu itu, tentunya sudah sangat berbeda dengan apa yang kita jumpai saat ini. Kita tidak lagi menjumpai ngengat berkeliaran dalam jumlah ratusan apalagi ribuan, hal itu menunjukkan telah terjadi perubahan kondisi habitat dibandingkan pada waktu lalu.

II.1 Ngengat

Ngengat termasuk dalam Phylum Arthopoda, Class Insekta, memiliki tubuh berbu- ku-buku, tubuh ngengat terdiri atas kepala (caput), dada (toraks), dan perut (abdomen) serta mempunyai tiga pasang kaki. Ngengat memiliki sayap, sehingga dimasukkan ke sub-Class

Pterygota, dan karena sayapnya ditutupi sisik, maka dimasukkan ke Ordo Lepidoptera, serta jika ditinjau dari waktu aktifnya, maka dimasukkan kedalam sub-Ordo Heterocera yang aktif pada malam hari (nocturnal) (Stanek, 1997).

Ngengat merupakan fauna berdarah dingin yang mendapatkan panas dari luar tubuhnya. Warna pada sayap berperan dalam penyerapan panas, dan ngengat mendinginkan tubuh dengan cara berdiam diri dalam naungan atau jika tidak ada tempat perlindungan maka mereka akan menutup sayapnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terserapnya sinar matahari secara berlebihan oleh tubuhnya (Smart, 1976). Ngengat termasuk ke dalam sub-ordo Lepidoptera, yang berasal dari bahasa

Yunani (lepidos = sisik, pteron= sayap) yaitu serangga bersayap yang tubuhnya tertutupi oleh sisik. Sisik pada ngengat mengandung pigmen yang memberi warna menarik. Bentuk sayap beragam dengan kombinasi pola serta warna yang indah menyebabkan ngengat menjadi salah satu satwa yang menarik dan di incar (Noerdjito dan Amir, 1992).

Siklus hidup ngengat tergolong metamofosis sempurna, dengan siklus yang dimulai dari telur, larva atau ulat, pupa, dan ngengat dewasa. Ngengat terdiri dari 23 famili diantaranya adalah Arctiidae, Noctuidae, Pyralidae, Spingidae, dan Geometridae. Ngengat berperan penting dalam kehidupan terutama dari segi ekonomi dan membantu dalam proses penyerbukan tumbuhan, namun juga dapat merugikan karena sebagai hama tanaman (Kusumaatmadja, 1994). Ngengat memiliki daerah penyebaran yang luas dari dataran rendah hingga hutan pegunungan tinggi dari 0 - 2.000 mdpl, yang hidup di daerah tropis, kutub, pegunungan sampai gurun pasir (Sihombing, 1999).

Lembaran sisik pada ngengat akan memberikan corak dan warna yang menarik pada sayap ngengat. Masyarakat banyak melakukan penangkapan terhadap ngengat untuk dijual karena memiliki nilai ekonomi, sebagai akibatnya keberadaan ngengat mulai berkurang bahkan beberapa spesies mengalami kepunahan (Lestari, 2002). Perbedaan antara kupu-kupu dan ngengat dapat dilihat dari taksonomi dan waktu aktifnya. Kupu- kupu umumnya aktif pada siang hari (diurnal), sedangkan ngengat umumnya aktif pada malam hari (nocturnal), yang berarti bersifat nocturnal dan sangat menyukai cahaya (bulan, api, dan lampu) (Peggie, 2004). II.1.a Morfologi Ngengat

Menurut Barlow (1982), struktur morfologi ngengat terbagi menjadi beberapa bagian, meliputi kepala (antena, mata kompon, proboscis digunakan untuk menghisap nektar dari bunga), sayap (sayap depan, sayap belakang), dada (thoraks), abdomen (perut),

3 pasang tungkai kaki, alat kelamin dan anus yang terdapat di ujung ruas perut. Tubuh ngengat dilapisi oleh khitin (eksoskeleton / rangka luar) dan tersusun dalam cincin yang seragam atau segmen yang dipisahkan oleh membran fleksibel. Pada setiap bagian ngengat

(kepala, dada, dan perut) tertutup lapisan lembut yang berbulu halus.

thoraks/da da Sayap depan

abdomen kaki

Sayap belakang Gambar 1.Morfologi ngengat. (http://images.google.com/search/morfologi ngengat.htm, 2011).

Smart (1976), menyatakan keempat bagian tubuh kupu-kupu tersebut memiliki struktur tersendiri dengan fungsi masing-masing bagian sebagai berikut : a. Kepala (caput )

Kepala berbentuk kapsul bulat kecil yang dilengkapi alat makan dan alat sensorik.

Alat makan disebut probosis yang berfungsi untuk menghisap nektar tanaman dan memiliki bentuk seperti tabung, sedangkan alat sensorik merupakan sepasang antena yang mengalami penebalan (berbonggol) di bagian ujungnya berfungsi sebagai peraba, perasa, penciuman, dan terkadang untuk mendeteksi suara. Selain sepasang antena dikepala terdapat sepasang mata yang terdiri atas mata majemuk berfungsi untuk membedakan warna lingkungan sekitar dan dapat mendeteksi gerakan dengan baik, tetapi tidak dapat fokus dan melihat jarak dengan jelas. Mata ngengat berbentuk seperti belahan bola yang membengkak, terletak pada bagian atas kepala. b. Dada (thoraks)

Dada merupakan bagian tengah tubuh ngengat yang berfungsi sebagai tempat melekatnya alat penggerak seperti kaki dan sayap. Didalam toraks terdapat otot-otot yang menyokong pergerakan ngengat, yang tersusun dari tiga segmen protoraks, mesotoraks, dan metatoraks. Sepasang kaki depan melekat pada bagian protoraks, pasangan kaki kedua bersama sepasang sayap depan melekat pada bagian mesotoraks, sedangkan pasangan kaki ketiga melekat pada metatoraks bersama dengan sayap belakang. Spirakel merupakan tempat masuknya udara dari luar kedalam tubuh. Spirakel pada bagian toraks tampak besar karena berkaitan dengan kebutuhan oksigen yang tinggi untuk pergerakan sayap dan kaki.

Pada beberapa jenis ngengat sayap belakang mempunyai tornus (ekor).

Kaki terdiri atas beberapa ruas yaitu koksa sebagai ruas dasar, trokanter (sendi paha), femur, tibia, dan tarsus terdiri beberapa ruas, biasanya lima ruas yang dilengkapi dengan dua buah cakar. Jumlah ruas tarsus bervariasi bergantung jenisnya dan jenis kelaminnya. c. Perut (abdomen)

Abdomen merupakan bagian yang lunak dibandingkan kepala dan dada. Perut memiliki 10 (sepuluh) segmen namun hanya 7 (tujuh) atau 8 (delapan) yang mudah terlihat.

Segmen ujung menjadi alat kelamin dari ngengat, pada jantan terdiri dari sepasang penjepit, sedangkan pada betina segmen tersebut berubah menjadi ovipositor (alat untuk meletakkan telur). Perut merupakan segmen ketiga yang berfungsi untuk mengolah makanan, melakukan proses eksresi juga sebagai tempat penyimpanan lemak. d. Sayap (Pteron)

Bentangan sayap ngengat lebih besar dari tubuhnya, dengan ujung sayap (apex) atas membulat. Sayap belakang kadang memiliki perpanjangan yang menyerupai ekor yang sangat menyolok disebut tornus. Sayap pada dasarnya transparan warna yang berbentuk pada sayap berasal dari sisik yang menutupi sayap pada keduanya, yang dinamakan double layer, sisik tersusun seperti genting sehingga mempunyai warna sayap diantaranya hitam, abu-abu, coklat, dan kelam. Bentuk sisi sayap luar bagian atas rata, sedangkan sisi sayap bawah beragam dari yang bergerigi, rata, dan agak runcing.

Ngengat bersifat dimorfisme (memiliki pola warna sayap berbeda antara individu jantan dan betina dari satu jenis). Selain itu pola warna sayap digunakan sebagai sistem per- lindungan diri dengan berkamuflase (yang dapat dilakukan dengan menyerupai warna latar belakang lingkungannya).

II.1.b Siklus Hidup

Ngengat mengalami metamorfosis sempurna. Metamorfosis berasal dari bahasa

Yunani Metamorphous yang artinya berubah, dan tersusun dari kata Meta yaitu setelah dan

Morphe yaitu bentuk. Jadi, metamorfosis merupakan proses perubahan bentuk secara eksternal dan internal (morfologi) yang berlangsung dalam perkembangan normal dari telur sampai menjadi serangga dewasa (fase sempurna), yang dalam prosesnya membutuhkan waktu yang cukup panjang dan lama, dan metamorfosis yang sederhana membutuhkan waktu sekitar satu hingga dua bulan. Proses ini dimulai dari telur yang di letakkan oleh ngengat pada daun tumbuhan yang bertujuan nantinya daun tersebut bisa menjadi bahan makanan ulat tersebut hingga mencapai dewasa, dan setelah tiba waktunya akan menjadi pupa atau kepompong dan dalam beberapa hari akan menjadi kupu-kupu dewasa yang baru

(Achmad, 2002).

Metamorfosis sempurna pada ngengat berawal dari telur, menetas menjadi larva

(ulat), kemudian berubah menjadi pupa yang terbungkus kokon, dan akhirnya menjadi ben- tuk dewasa berupa ngengat (Barlow, 1982). a. Telur, yang diawali dengan proses bertelur, telur ngengat biasanya diletakkan di permu-

kaan daun tumbuhan secara berkelompok atau satu-satu, yang mempunyai bentuk yang

berbeda-beda berdasarkan jenis. Ada beberapa telur yang kulitnya seperti karet dan me-

lengket, ada yang berbintik-bintik atau ditutupi oleh sesuatu yang berbentuk jala, sedang

yang lainnya umumnya licin. Pada bagian atas dari telur akan terlihat suatu cekungan

bila kita menggunakan mikroskop yang baik. Beragamnya bentuk telurnya tergantung

dari jenisnya, ada yang berbentuk spiral, oval, bulat atau plat. Ukuran telur relatif kecil

sekitar 3mm atau kurang dari itu. Waktu yang dibutuhkan dari telur untuk menjadi larva

berbeda-beda pada setiap jenis,yang pada akhirnya menetas kemudian menjadi larva

(ulat). b. Larva (ulat), akan berjalan ke pinggir daun tumbuhan inang untuk memulai proses ma-

kan. Setiap jenis larva mempunyai bentuk, warna dan bulu yang berbeda, dan memakan

pakan yang berbeda pula, Sehingga ngengat akan meletakkan telurnya pada pakan yang

akan menjadi makanan dari ulat ketika telur telah menetas. Biasanya larva ngengat

mempunyai alat perlindungan dari serangan predator, dengan mengeluarkan

osmeterium, yaitu semacam zat beracun yang berbau tidak enak, melalui suatu alat

seperti antena pada bagian kepala dari ulat tersebut. Selama pertumbuhan larva (ulat) akan mengalami beberapa kali pergantian

kulit, karena kulitnya hanya mampu membungkus tubuh sampai pada tahap

pertumbuhan tertentu, dan untuk pertumbuhan berikutnya diperlukan pergantian kulit

baru untuk membungkus tubuh yang lebih besar. Jika pertumbuhan sudah maksimal,

maka larva akan berhenti makan, dan kemudian berjalan mencari tempat berlindung,

melekatkan diri pada ranting atau daun dan memulai menganyam benang. Larva telah

memasuki fase prepupa akan melepaskan kulit terakhirnya untuk membentuk

kepompong (pupa). c. Pupa, pada fase ini akan terjadi proses pembentukan ngengat yang sempurna. Tahap

pupa merupakan tahap istirahat, tidak berpindah dan tidak makan, biasanya terkait pada

sebuah batang, ranting atau daun dengan benang yang dihasilkan kelenjar sutera yang

dimiliki oleh semua larva. Pupa pada umumnya keras, halus dan berupa suatu struktur

tanpa anggota tubuh, umumnya berwarna hijau, coklat atau warna lain sesuai dengan

warna sekitarnya. Masa pupasi berlangsung sekitar 1-2 minggu sesuai dengan

spesiesnya, akan tetapi masa pupasi dapat berlangsung selama beberapa bulan dalam

kondisi lingkungan yang kurang mendukung atau selama musim dingan di negara

empat musim. d. Ngengat dewasa (imago), setelah keluar dari pupa, kondisi sayap masih lemah, kusut,

agak basah, hal tersebut terjadi karena terdapat cairan yang dipompakan keseluruh

bagian vena sayap. Keadaan ini berangsur-angsur akan mengering, mengembang, dan

kuat, sayap akan membuka dan menutup beberapa kali. Kemudian ngengat tersebut

akan melakukan percobaan terbang, dan akhirnya menjadi ngengat dewasa. Proses

metamorfosis berlangsung dalam waktu kurang lebih dari satu bulan. Masa hidup ngengat dewasa sekitar satu minggu sampai kira-kira 8 bulan, tetapi rata-rata setiap jenis

memiliki masa hidup 2-3 minggu.

Siklus hidup ngengat disebut mengalami metamorfosis sempurna jika melalui be- berapa tahapan dalam hidupnya sampai menjadi dewasa, seperti berikut ini (Borror et al,

1996).

Telur Ulat atau Larva

Ngengat Dewasa Kepompong atau Pupa Gambar 2. Siklus hidup ngengat(http://images.google.com/search/metamorfosis kupu- kupu.htm,2011)

Keterangan : a. Telur c. Kepompong atau pupa b. Ulat atau larva d. Ngengat dewasa

II.1.c Klasifikasi Ngengat

Berdasarkan morfologi dan keaktifannya, ngengat dikelompokkan kedalam kelom- pok serangga yang aktif pada senja hingga subuh hari (Crepuscular), dan termasuk sub- ordo Heterocera (urat sayapnya tidak sama atau beragam), yang terbagi atas 23 famili diantaranya : Arctiidae, Noctuidae, Zygaenidae, Spingidae, Bombycoidae, dan

Geometridae. a. Geometridae

Geometridae adalah famili ketiga terbesar dalam ordo Lepidoptera, kebanyakan berukuran kecil dengan ukuran sayap (14mm - 60 mm), lembut dan bertubuh lansing, memiliki sayap lebar dengan garis-garis berombak. Geometridae umumnya bersifat nocturnal dan tertarik pada cahaya malam hari. Ciri khasnya pada sub-costa sayap belakang, cubitus muncul 3 cabang, memiliki organ pendengaran pada abdomen. Larvanya sering disebut sebagai larva pengukur, ulat kilan atau ulat jengkal. Larva Geometridae memiliki 2 atau 3 pasang kaki perut, pada bagian ujung posterior tubuh dan tidak terdapat di tengah. Pergerakannya dilakukan dengan menempatkan bagian ujung posterior tubuh dekat kaki-kaki toraks kemudian menggerakkan ujung anterior, jadi bergerak maju dalam suatu putaran yang khas. Geometridae ini merupakan ngengat biasa, yang menjadi hama di hutan dan lahan pertanian (Pierce, 1995).

Geometridae memiliki penyebaran meliputi Inggris, Amerika Utara, Srilanka, Cina dan Philipina. Sedangkan daerah penyebarannya di Indonesia meliputi Jawa, Kalimantan,

Sulawesi, Sumatera Utara, dan Papua (Borror et al, 1996). b. Arctiidae

Arctiidae biasanya memiliki warna cerah, dengan lebar sayap 42mm – 52mm. Ab- domen memiliki 3 bintik-bintik hitam di atas ditepi belakang setiap segmen. Larva berwarna hitam, ditutupi dengan bulu kaku, dan memiliki pita lebar merah-coklat, dan bulu di sekitar tengah, terdapat sekitar 6000 spesies (Evant, 2010).

Arctiidae bersifat hama dan dilaporkan ada di Asia, Eropa, Afrika, Australia, dan

Amerika utara. Di Indonesia di laporkan terdapat di seluruh wilayah pulau Sumatera, Jawa,

Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya (Duriat dkk, 2006). c. Noctuidae

Noctuidae merupakan kelompok serangga perusak tanaman biji-bijian. Ngengat ini kebanyakan bersifat nokturnal, dan tertarik pada cahaya di malam hari. Memiliki ukuran sa- yap 10 – 22 mm, dengan sayap depan lebih sempit dan sayap belakang lebih lebar. Palpus labium biasanya panjang, antena umumnya berambut (pada jantan seperti bulu ayam), dan pada jenis tertentu terdapat sisik berkelompok pada punggung dada. Larva Noctuidae lembut dan berwarna kelabu, dan kebanyakan memiliki 5 pasang kaki perut, dan sebagian besar menjadi pemakan dan perusak daun. Sejumlah jenis kelompok Noctuidae menjadi hama tanaman biji-bijian (Departemen Pertanian, 2007).

Noctuidae memiliki penyebaran di Asia, Eropa, Afrika, Australia, dan Amerika

Utara. Di Indonesia hama ini di laporkan terdapat di seluruh wilayah di pulau Sumatera,

Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya (Chalid, 2005). d. Sphingidae

Sphingidae memiliki sayap berukuran 22 mm – 55mm, larvanya disebut sebagai ulat tanduk, karena memiliki juluran seperti tanduk pada bagian dorsal ruas abdomen kedelapan. Ada beberapa jenis yang membentuk kepompong. Pada bagian kepala dijumpai adanya probosis. Bentuk dewasa mempunyai bentuk khas bagian depan lancip (sempit) dan panjang. Bentuk seperti pesawat jet dengan sayap berbentuk segitiga. Sphingidae mampu melayang di depan bunga dalam keadaan sementara menghisap nektar (Frank, 1988).

Sphingidae dikenal sebagai ngengat sphinx , dan memiliki sekitar 1200 spe- sies. Penyebarannya meliputi India bagian utara, Nepal, Bangladesh, Taiwan,Myanmar,

Thailand, Cina bagian selatan, Vietnam, Malaysia (Peninsular, Sabah, Sarawak), dan

Indonesia yang dijumpai di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan (Borror et al, 1996). e. Bombycoidae

Bombycidae mempunyai rumah kepompong berwarna putih yang merupakan ba- han mentah dari sutera. Ulatnya memiliki ciri pada ujung abdomennya terdapat alat semacam ‘tanduk’ (Arnett, 2000).

Noctuidae memiliki penyebaran di benua Eropa, Asia, dan Oceania. Di Indonesia hama ini di laporkan terdapat di seluruh wilayah seperti di pulau Sumatera, Jawa, Bali,

NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya (Duriat dkk, 2006). f. Zygaenidae

Zygaenidae mempunyai ukuran ulat kecil, hampir sebagian besar sayap berwarna mencolok bahkan coklat. Pada badan terdapat bintik-bintik, menyukai daun yang pertum- buhannya telah selesai dan kaku. Biasanya hidup pada pohon-pohon tinggi, yang termasuk tumbuhan monokotil seperti kelapa (Chalid, 2005).

Zygaenidae memiliki penyebaran yang meluas dari daerah bermusim dingin, sub- tropik sampai daerah tropik. Zygaenidae bergantung pada letak geografis, di mana di daerah sub-tropik terjadi diapause (perlambatan perkembangan), sedangkan di daerah tropis seperti di Indonesia tidak terjadi diapause (perlambatan perkembangan). Penyebaran meliputi wila-yah China, Pakistan, India, Srilangka, seluruh Asia Tenggara, dan Jepang

(Santosa, 1995).

II.2 Perbedaan Antara Kupu-Kupu Dengan Ngengat

Kupu-kupu dan ngengat dapat dibedakan berdasarkan waktu aktif dan ciri-ciri fisiknya. Kupu-kupu dan ngengat (fase dewasa) hidup dengan memakan nektar bunga, menggunakan probosis (mulut yang berbentuk selang penghisap). Kupu-kupu dan ngengat mempunyai bentuk dan pola warna sayap yang indah. Perbedaan antara kupu-kupu dan ngengat dapat di bedakan dari perilaku dan bentuknya, sebagai berikut (Stanek, 1992) : a. Ngengat pada saat hinggap, kedua pasang sayap terbuka, sedang kupu-kupu tertutup. b. Ngengat aktif pada malam hari (nokturnal), umumnya tertarik cahaya lampu, pada

bunga yang menghasilkan bau yang kuat dan warna putih atau sinar yang terang pada

malam hari, sedangkan kupu-kupu aktif siang hari (diurnal). c. Ngengat mempunyai antena (sungut) pendek, bentuknya mirip sisir (plumose) pada jan-

tan, dan berbentuk lurus pada betina, sedangkan antena kupu-kupu langsing, dan pada

bagian ujung berbentuk pentolan (filiform). Bentuk ini dapat dilihat dengan jelas atau

mata telanjang.

Antena ngengat jantan Antena ngengat betina Antena kupu-kupu Gambar 3. Antena ngengat jantan, ngengat betina, dan kupu-kupu (http://images.google.com/search/antena+kupu-kupu.htm,2010). d. Pupa ngengat di dalam kokon sutra, sedangkan pupa kupu-kupu telanjang, dan

umumnya di bagian ujung di lengkapi dengan substansi sutera atau tali sutera untuk

menopang pelekatannya pada substrat. e. Kupu-kupu biasanya memiliki warna indah cemerlang, sedangkan ngengat cenderung

gelap, kusam/kelabu, namun beberapa spesies memiliki warna menarik atau cemerlang. f. Ngengat yang mengunjungi bunga biasanya kuat terbang dan mampu melayang di

depan bunga sementara menghisap nektar. Sedangkan kupu-kupu mengunjungi bunga yang berwarna terang, dan cenderung tidak menentu terbangnya, kurang mampu

melayang, biasanya hinggap di bunga. g. Urat sayap ngengat di bagian depan dan belakang memiliki ukuran yang tidak sama, se-

dangkan sayap kupu-kupu di bagian depan dan belakang memiliki ukuran sama.

II.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kehidupan Ngengat

1. Cahaya

Ngengat bernavigasi dengan cara terbang pada sudut yang relatif konstan terhadap sumber cahaya jauh seperti bulan, karena cahaya bulan tersebar merata di permukaan bumi, sedangkan sudut cahaya buatan (lampu dan api), akan menghilangkan sistem navigasi internal mereka. Sebuah teori yang dikemukakan oleh Philip Callahan dalam Barlow (1982), mengatakan bahwa spektrum cahaya inframerah yang dipancarkan oleh api lilin mengandung beberapa frekuensi yang sama dengan cahaya feromon atau hormon seks yang dilepaskan oleh ngengat betina. Oleh karena itu ngengat jantan tertarik pada cahaya lilin dan mencoba untuk melakukan perkawinan pada kondisi tersebut (Barlow, 1982).

Ngengat pada umumnya sangat tertarik cahaya (api, lampu, dan cahaya bulan). Ke- tika ngengat menemukan sebuah cahaya, maka ngengat akan menuju ke arah cahaya dan mendekat pada sumber cahaya tersebut (Holloway, 1987). Ngengat mulai beraktifitas dan muncul pada perangkap cahaya dimulai pada pukul 18.00 dan jumlahnya semakin mening- kat pada pukul 20.00 - 22.00 malam. Jumlah ngengat yang tetangkap berkurang sejalan dengan meningkatnya waktu. Dari hasil penelitian didapatkan ngengat familia

Bombycoidae, Zygaenidae, dan Geometridae umumnya mendatangi perangkap cahaya pada awal malam sekitar pukul 20.00, sedangkan famili Noctuidae dan Spinghidae datang pada tengah malam pukul 23.00 (Suhana, 2009).

2. Makanan

Bunga yang mekar di malam hari biasanya bergantung pada ngengat untuk penyer- bukannya, dan cahaya buatan dapat mengundang ngengat jauh dari bunga yang membutuhkannya. Semakin banyak cairan nektar yang tersedia, yang dicirikan oleh kelimpahan tumbuhan berbunga penghasil nektar, akan semakin banyak pula ngengat yang datang mengunjungi tempat tersebut. Ngengat yang mengunjungi bunga biasanya kuat terbang dan mampu melayang di depan bunga sementara menghisap nektar. Pada tahap pupa mereka akan memilih dan memakan daun yang lebih muda hingga ketulang-tulang daun agar dapat dicerna oleh tubuh. Pada tahap ulat kebanyakan ngengat merupakan hama bagi tanaman pertanian karena memakan batang, daun, hingga buah sebagai sumber makanannya (Suhana, 2009).

3. Iklim

Kelembapan adalah salah satu faktor iklim yang sangat penting bagi ngengat, pada umumnya ngengat menyukai habitat yang mempunyai kelembaban tinggi, seperti daerah yang berada dipinggir sungai yang jernih atau dibawah tegakan pohon sekitar gua yang lembab karena berair (Suhana, 2009).

4. Kerusakan alami dan manusia

Kerusakan habitat oleh manusia merupakan faktor penting dan menjadi penyebab paling besar pengaruhnya terhadap menurunnya populasi dan bahkan menyebabkan punah- nya jenis ngengat. Kerusakan habitat oleh manusia dapat berupa penebangan pohon, sehingga menggangu kelembaban, pengambilan daun dan buah serta ranting kayu yang tidak terseleksi menyebabkan persaingan pakan terhadap larva kupu-kupu, atau mungkin menginjak tumbuhan bawah dimana telur dan larva kupu-kupu berada (Borror et al, 1996).

Banyak kerusakan alami yang menghancurkan habitat ngengat, sehingga mereka bermigrasi untuk mencari habitat yang lebih bagus. Kerusakan alami yang dimaksud seperti longsor, kemarau panjang, dan banjir (Evant, 2010).

II.4 Peranan Ngengat

Ngengat merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya. Ngengat telah banyak memberikan manfaat dalam kehidupan manusia, seperti estetika atau keindahan, indikator lingkungan yaitu apabila keberadaannya melimpah maka merupakan indikator positif (kelestarian lingkungan terjaga), sebaliknya jika hilangnya ngengat maka merupakan indikator negatif (kelestarian lingkungan rusak). Ngengat juga dapat membantu proses penyerbukan tanaman sehingga keanekaragaman tumbuhan tetap terjaga, serta manusia banyak memanfaatkan ulat sutra Bombyx mori L. sebagai penghasil sutra

(Achmad, 2002).

II.5 Ekologi Dan Habitat Ngengat

Larva dan ngengat dewasa mencari daerah yang kelembabannya tinggi untuk beristirahat. Ngengat berlindung dari hujan dengan hinggap di balik daun, sayap disatukan seperti pada saat istirahat, apabila permukaan sayap basah maka sayap rusak atau hancur.

Hampir semua ngengat pada tahap larva adalah herbivora dan berkompetisi dengan herbivora lainnya untuk mendapatkan makanan dalam suatu habitat. Ngengat memakan nektar bunga sedangkan larva memakan daun dan tulang-tulang tanaman, sehingga kompetisi makanan dapat ditekan. Jika pertumbuhan pesat dalam suatu populasi, maka makanan dan tempat menjadi terbatas sehingga mendorong terjadinya kematian dan migrasi kedaerah lain (Smart, 1976).

Semua siklus ngengat sangat rentan terhadap predator. Keadaan tersebut membuat ngengat membentuk pertahanan diri untuk menguragi serangga predator atau predator lain.

Beberapa cara untuk melakukan pertahanan diri dengan melakukan mimikri yaitu mempu- nyai warna sama dengan lingkungannya, dan pupa ngengat umumnya tidak menarik bagi predator, telur ngengat diletakkan dibawah daun sehingga sulit terlihat. Tubuh yang lunak sangat mudah untuk diserang, pada tahap inilah yang paling banyak upaya dari larva membuat perlindungan dengan membuat jaring sutra dan tinggal didalam kokon (Achmad,

2002). BAB III

METODE PENELITIAN

III.1Alat Dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sweeping net, botol pembunuh, sampul serangga (kertas papilot), papan perentang sayap, jarum serangga, kotak pengering serangga, kotak penyimpan serangga, buku lapangan, pensil, mistar, pisau, pinset, tali, senter, perangkap cahaya (light trap) dan kamera. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel ngengat dewasa, kapur barus, etil asetat, dan silika gel.

III.2 Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian bersifat ekploratif, dengan jenis data yang dikumpulkan adalah data kuantitatif dan kualitatif berdasarkan perolehan sampel (ngengat). Penelitian ini mengguna- kan metode perangkap cahaya (light trap), yang peletakannya ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling yaitu menentukan lokasi pengambilan sampel dengan sengaja

(di sekitar air terjun dan penangkaran kupu-kupu).

III.3 Tahapan Penelitian a. Observasi Lapangan

Penentuan stasiun penelitian di kawasan Taman Wisata Alam Bantimurung ditentukan berdasarkan hasil observasi awal di lapangan, meliputi 2 stasiun penempatan perangkap cahaya (light trap) yaitu di sekitar air terjun dan di sekitar penangkaran kupu- kupu. Pengamatan di lakukan mulai senja hingga subuh hari yaitu pada pukul 18.00-06.00

WITA dengan interval waktu pengamatan per 2 jam. b. Pemasangan Perangkap Cahaya

Perangkap cahaya (light trap), dipasang pada setiap stasiun yang telah ditentukan selama 2 bulan. Pemasangan perangkap cahaya (light trap) dilakukan pada saat bulan seperempat ( ) dan bulan gelap ( ), masing-masing siklus selama 4 malam. c. Identifikasi Sampel

Sampel yang didapatkan berupa berbagai jenis ngengat diidentifikasi berdasarkan ciri morfologi dengan melihat ciri khas variasi sayap, kepala, dan kaki, dengan menggunakan buku Barlow (1982). d. Pengolahan dan analisis data

 Indeks Keragaman Jenis (H’)

Keragaman jenis ngengat dihitung dengan menggunakan Indeks Keragaman

Shanonn-Wiener (H’) dengan rumus berikut (Hill, 1973 dalam Santosa, 1995) :

H’ = - Σ pi ln pi ; pi = ni / Ni Keterangan : Pi = Proporsi jenis ke-i Ni= Jumlah individu seluruh jenis ni = Jumlah individu ke-i H’= Indeks keanekaragaman Shannon

Kriteria nilai Indeks Keragaman jenis berdasarkan Shanonn-Wiener sebagai berikut (Pelu, 1991):

1

1,6

H’ > 3 : keragaman jenis tinggi

Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel, histogram, dan gambar. BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

A. Gambaran Umum Lokasi Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung merupakan kawasan konservasi alam yang terletak di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan, yang memiliki luas +43.750 ha dengan letak geografis 4033’-5002’ Lintang Selatan dan 119038’-

199057’ Bujur Timur. Keadaan topografi kawasan Bantimurung Bulusaraung mulai dataran, perbukitan dan pegunungan. Daerah dataran dicirikan oleh bentuk relief rendah dan tekstur topografi halus. Daerah perbukitan dapat dikelompokkan ke dalam perbukitan intrusi dan perbukitan karst. Daerah pegunungan terletak di bagian utara, tengah dengan puncak tertinggi adalah Gunung Bulusaraung dengan ketinggian 1.300 mdpl. Suhu udara rata-rata berkisar 26,50C-27,80C dan kelembapan udara berkisar 66%-87% (Wijaya, 1947).

Gambar 4. Peta lokasi kawasan Bantimurung. (http://www.google.co.id/ peta+lokasi+kawasan+bantimurung+kabupaten+maros.htm, 2010) B. Keragaman Jenis Ngengat Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Penelitian dilakukan pada bulan November-Desember 2012, tentang keragaman ngengat di kawasan Wisata Alam Bantimurung, dengan menggunakan metode perangkap cahaya Light trap, di sekitar air terjun dan penangkaran kupu-kupu, telah di peroleh hasil pe-nelitian keragaman ngengat yang terdiri dari 6 famili, 36 spesies, yang meliputi 297 individu, disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Jenis Ngengat yang tertangkap di Depan Air Terjun dan Penangkaran Kupu-kupu Bantimurung

Lokasi Sampling Sekitar Air Lokasi Sampling Penangkaran No Familia Terjun Kupu-Kupu No Jenis Ngengat  No Jenis Ngengat  1 Bombycoidae 1 Eupterote Sp. 3 1 - - 2 Syntherata Sp. 4 2 - - 3 Tagora Sp. 2 3 - - 4 Loepa Sp. 2 4 - - 5 Ernolatia lida 21 5 Ernolatia lida 19 2 Arctiidae 1. Spilosoma Sp. 3 1 - - 2. Disphania transducta 6 2 Disphania transducta 9 3. Miltocharista roseororatus 9 3 - - 4. Asura Sp. 10 4 - - 5. Asota Sp. 7 5 - - 6. Ichmonosyntaxis Sp. 16 6 - - 3 Sphingidae 1 Marumba juvencus 7 - - 4 Noctuidae 1 Hulodes caranea 14 1 Hulodes caranea 10 2 Mimeusemia Sp. 6 2 Plusiopulpa adrasta 3 3 Bocula microscala 18 3 Rivula Sp. 13 5 Geometridae 1 Bazura recursaria 7 1 Semiothisa khasiana 5 2 Ornithospila submonstrans 6 2 Semiothisa eleonora 6 paranora 3 Comostala cedilla 5 3 Ruttellerona cessaria 10 4 Pingasa chlora 6 4 Pingasa chlora 7 5 Cyclidia Sp. 4 5 Thallassodes hypocrites 4 - - 6 Comostala cedilla 5 - - 7 Eumelea Sp. 3

- - 8 Tasta sectinota 6 - - 9 Cleora determinate 3 - - 10 Semiothisa avitusaria 9 - - 11 Petelia medardaria 7 - - 12 Elphos brabanti 8 - - 13 Agathia eromena 7 - - 14 Ornithospila Sp. 2 6 Zygaenidae - - 1 Contheyla Sp. 5 Total Jumlah individu 297

Pada Tabel 1 di atas, terlihat jumlah individu jenis ngengat pada lokasi sampling di sekitar air terjun, dominan adalah familia Arctiidae (51 ekor), sedangkan terendah

Sphingidae (7 ekor), dan spesies yang terbanyak tertangkap adalah Ernolatia lida (21 ekor), serta spesies yang paling sedikit tertangkap adalah Tagora Sp. dan Loepa Sp. masing- masing hanya (2 ekor). Sedangkan di lokasi sampling di penangkaran kupu-kupu yang dominan adalah dari familia Geometridae (82 ekor), dan terendah Zygaenidae (5 ekor).Spe- sies yang terbanyak tertangkap adalah Ernolatia lida (19 ekor) dan spesies yang paling sedikit tertangkap adalah Ornithospila Sp. (2 ekor).

Jumlah jenis ngengat yang tertangkap di sekitar air terjun sebanyak 20 jenis, dari jenis tersebut ada 16 jenis yang tidak dijumpai di stasiun depan penangkaran kupu-kupu.

Begitu juga di depan pengangkaran kupu-kupu, jumlah jenis ngengat yang tertangkap sebanyak 20 jenis, dari jenis tersebut ada 16 jenis yang tidak dijumpai di sekitar air terjun.

Berikut ini histogram persentase jumlah individu ngengat yang tertangkap di

Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung berdasarkan pada kelompok famili

(Gambar 5) : DAT (%) DPK (%)

58,1 60 ) % ( 50 u d i v i 40 d 32,6 n I

h 30 24,3 a l 20,5 18,4 17,9 m

u 20 13,4 J 6,3 3,5 10 4,4

0 Bombycoidae Arctiidae Sphingidae Noctuidae Geometridae Zygaenidae Familia

Gambar 5. Populasi jumlah individu berdasarkan kelompok familia yang tertangkap di Sekitar Air Terjun (SAT) dan di Depan Penangkaran Kupu-Kupu (DPK)

Pada Gambar 5, terlihat keragaman ngengat berdasarkan kelompok famili yang ter- tangkap di lokasi sekitar air terjun Bantimurung, populasi tertinggi adalah familia Arctiidae

(32,6%), dan terendah Sphingidae (4,4%). Sedangkan dilokasi penangkaran kupu-kupu populasi ngengat yang paling banyak tertangkap dari famili Geometridae (58,1%), dan terendah Zygaenidae (3,5%).

Hasil olah mengenai Indeks Keanekaragaman Shanonn-Wiener (H’) di Kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Indeks keragaman ngengat di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Indeks No Lokasi sampling Kriteria Keanekaragaman Keragaman jenis sedang 1 Sekitar air terjun Bantimurung 2,79 Keragaman jenis sedang 2 Penangkaran Kupu-kupu 3 Pada Tabel 2 diatas, terlihat nilai dari Indeks Keragaman jenis ngengat pada lokasi sampling di sekitar air terjun adalah 2,79, sedangkan di penangkaran kupu-kupu ada-lah 3.

Hal ini menunjukkan nilai keragaman pada kedua lokasi termasuk kedalam kri-teria sedang

(1,6 < H’ <3) yang berarti keragaman jenis ngengat sedang, kondisi ekosistem masih dalam keadaan seimbang.

IV.2 Pembahasan

Hasil penelitian keragaman jenis ngengat di depan air terjun dan penangkaran kupu-kupu Bantimurung dengan menggunakan perangkap cahaya Light trap, hal ini dilakukan karena ngengat umumnya merupakan serangga yang aktif pada malam hari

(Nocturnal). Ngengat sangat menyukai cahaya, meskipun terdapat beberapa spesies yang aktif pada pagi atau siang hari. Hal ini didukung teori yang dikemukakan oleh Philip

Callahan dalam Barlow (1982), menyatakan bahwa spektrum cahaya inframerah yang dipancarkan oleh cahaya mengandung beberapa frekuensi yang sama dengan cahaya feromon atau hormon seks yang dilepaskan oleh ngengat betina. Saat bulan purnama (bulan penuh) ngengat akan terbang secara menyebar karena cahaya bulan terpantul keseluruh permukaan bumi, oleh karena itu pemasangan Light trap dilakukan pada bulan gelap dan bulan sabit (seperempat) dengan tujuan penangkapan sampel oleh Light trap dapat maksimal.

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan perangkap cahaya (Light trap) dari dua lokasi sampling diperoleh 297 ekor ngengat, yang terdiri dari enam familia dan 36 spesies yang berasal dari familia Geometridae (18 spesies), Arctiidae (6 spesies).

Bombycoidae (5 spesies), Noctuidae (5 spesies), Zygaenoidae (1 spesies), dan Sphingidae

(1 spesies). Ukuran ngengat bervariasi dari yang terkecil (7 – 18mm) hingga yang paling besar (26 – 56mm). Jenis ngengat yang diperoleh memiliki warna yang menarik hingga warna kusam, yang pada umumnya mempunyai peranan sebagai polinator.

Pada lokasi sampling sekitar air terjun jumlah spesies terbanyak famili Arctiidae yaitu 6 spesies dengan jumlah individu sebanyak 51 ekor, ciri-ciri umum dari famili ini adalah ukuran tubuh kecil hingga sedang 7 – 30mm, tubuh memiliki totol dengan warna sayap menarik, inang larva adalah daun jeruk besar Citrus maxima dan daun mangga

Mangifera indica L., sedangkan tahap ngengat dewasa menghisap nektar bunga sepatu

Hibiscus rosa-sinensis dan bunga daun kupu-kupu Bauhinia purpurea L. Borror & White

(1970) menyatakan Arctiidae merupakan hama di daerah hutan. Larva atau ulat Arctiidae memiliki ukuran lembut dan kecil, sebagian besar berwarna hitam, dan terdapat bulu kaku pada seluruh tubuhnya yang digunakan untuk adaptasi terhadap predator. Jumlah spesies terendah Sphngidae 1 spesies sebanyak 7 ekor, famili ini sulit ditemukan karena pada famili

Sphingidae memiliki kemampuan terbang yang cepat dengan bentuk tubuh besar dan sayap lebar (22 -55mm) seperti pesawat jet sehingga sulit untuk ditangkap, famili ini memiliki probosis panjang dari famili lainnya, sehingga mereka memakan nektar kelompok bunga tabung atau Solanaceae, sedangkan pada lokasi penangkapan sangat kurang terdapat kelompok tanaman tersebut.

Pada lokasi sampling penangkaran kupu-kupu jumlah spesies terbanyak familia

Geometridae yaitu 14 spesies dengan jumlah individu sebanyak 82 ekor. Menurut

Chapman (1975), hampir sebagian besar familia Geometridae memiliki warna kusam

(coklat, abu-abu, hijau, dan cream) hampir sebagian besar larva merupakan hama bagi tanaman. Inang larva adalah daun mangga Mangifera indica L., ketepeng Cassia alata L., dan jeruk besar Citrus maxima. Pada tahap ngengat dewasa menghisap nektar bunga pagoda Clerodendrum japonicum dan bunga lainnya. Reynold et al. (1985), melaporkan jika larva berada pada batang, ranting dan daun maka akan menyesuaikan diri dengan warna batang dan daun (mimikri) untuk menghindari serangan predator. Sedangkan jumlah spesies terendah Zygaenidae yaitu 1 spesies sebanyak 5 ekor, ukurannya kecil dan lembut

6mm. Umumnya famili ini sulit dijumpai karena adaptasi terhadap lingkungannya rendah dan sumber inang bagi larva sangat kurang pada lokasi tersebut. Hampir sebagian besar sayap dan larva berwarna coklat sehingga akan sesuai dengan warna lingkungannya (tanah dan batang) yang disebut sebagai mimikri (Gilmour, 1985).

Jika ditinjau dari jumlah individu perspesies di lokasi sekitar air terjun, maka spesies Ernolatia lida yang banyak tertangkap yaitu 21 ekor. Menurut (Astuti, 1991) spesies Ernolatia lida memiliki ciri-ciri ukuran kecil, berwarna coklat, merupakan hama tanaman, adaptasi terhadap lingkungan tinggi, dan tingkat reproduksinya tinggi (bertelur 50 hingga ratusan). Sedangkan jumlah individu paling sedikit yaitu Tagora Sp. dan Loepa Sp. yang masing-masing berjumlah 2 ekor. Menurut (Borror et al, 1996) pada tahap larva merupakan hama tanaman, adaptasi terhadap lingkungan rendah, dan tingkat reproduksi sangat rendah (menghasilkan telur dengan jumlah sedikit sekitar 4-12 telur). Bentangan sayap lebar (55-56 mm), berwarna menarik seperti Kupu-kupu yaitu coklat dan kuning, yang menyebabkan ngengat ini banyak ditangkap dan dijual.

Pada lokasi sampling di penangkaran kupu-kupu, jumlah individu perspesies terbanyak Ernolatia lida yaitu 19 ekor, sedangkan jumlah individu paling sedikit adalah

Ornithospila Sp. 2 ekor. Mempunyai ciri-ciri dengan ukuran tubuh sedang berwarna hijau pada tahap ngengat dewasa dan larva, tingkat adaptasi lingkungan rendah, dan tingkat reproduksi rendah (menghasilkan telur sekitar (8-20 telur) (Glassberg, 2001). Jumlah jenis ngengat yang tertangkap di sekitar air terjun sebanyak 20 jenis, dari jenis tersebut ada 16 jenis yang tidak dijumpai di depan pengangkaran kupu-kupu, yaitu jenis Eupterote Sp., Syntherata Sp., Miltocharista roseororatus, Spilosoma Sp., Tagora

Sp., Loepa Sp., Asura Sp., Asota Sp., Ichmonosyntaxis Sp., Ornithospila submonstrans,

Marumba juvencus, Mimeusemia vittata jordani, Bocula microscala, Bazura recursaria,

Comostala cedilla, dan Cyclidia Sp..

Jumlah jenis ngengat yang tertangkap di sekitar pengangkaran kupu-kupu sebanyak 20 jenis, dari jenis tersebut ada 16 jenis yang tidak dijumpai di depan air terjun, yaitu jenis Semiothisa khasiana, Semiothisa eleonara paranora, Ruttellerona cessaria,

Thalassodes hypocrites, Comostala cedilla, Semiothisa avitusaria, Eumelea Sp., Cleora determinata, Tasta sectinota, Petelia medardaria, Plusiopulpa adrasta, Ornithospila Sp.,

Elphos brabanti, Agathia eromena, Rivula Sp., dan Contheyla Sp..

Dari kedua lokasi sampling terdapat 4 jenis ngengat yang sama yaitu Ernolatia lida, Disphania transducta, Hulodes caranea, dan Pingasa chlora. Komposisi jenis di kedua stasiun sampling, disebabkan karena kedua lokasi memiliki persamaan dan perbedaan dari jumlah dan jenis tanaman, jumlah dan jenis tanaman di depan air terjun relatif lebih banyak diantaranya jeruk besar Citrus maxima, mangga Mangifera indica L., bunga sepatu Hibiscus rosa-sinensis, dan daun kupu-kupu Bauhinia purpurea L., dibandingkan jumlah dan jenis tumbuhan di daerah penangkaran diantaranya bunga pagoda

Clerodendrum japonicum, ketepeng Cassia alata L., mangga Mangifera indica L., dan jeruk besar Citrus maxima. Tanaman tersebut merupakan inang bagi larva dan ngengat dewasa, serta tempat berlindung dan meletakkan telur. Berdasarkan hasil analisis data mengenai populasi individu ngengat pada dua lo- kasi sampling, dengan populasi tertinggi oleh familia Arctiidae 32,6% dan Geometridae

58,1%. Hal ini dikarenakan selain dari perbedaan tanaman sebagai inang, meletakkan telur, berteduh dan berlindung dari predator, juga jenis flora yang memiliki kanopi yang baik, akan dapat dijadikan sebagai habitat yang sesuai bagi kehidupan ngengat. Jenis seperti pohon-pohon (mangga Mangifera indica L., jeruk besar Citrus maxima, dan daun kupu- kupu Bauhinia purpurea L.), umumnya sangat disukai oleh serangga, Sedangkan populasi terendah yaitu famili Sphingidae 4,4% dan Zygaenidae 3,5%. Menurut Kemp (2001), kedua familia Sphingidae dan Zygaenidae hampir sebagian besar hidup pada tanaman kelompok bunga tabung atau Solanaceae dan tanaman berbunga lainnya. Di lokasi sampling jumlah tanaman kelompok bunga tabung dan jumlah tanaman berbunga lainnya sangat kurang.

Zygaenidae memiliki kemampuan terbang yang lambat dengan tubuh kecil sehingga sangat rentan terhadap tiupan angin pada musim hujan, sedangkan Sphingidae memiliki kemampuan terbang yang cepat dari famili lainnya sehingga proses penangkapan sulit dilakukan, oleh karena itu untuk famili Sphingidae hanya diperoleh 4,4% dan

Zygaenidae 3,5%.

Keragaman jenis merupakan suatu karakteristik tingkat komunitas berdasar-kan organisasi biologisnya yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas

(Sugianto, 1994). Hasil analisis data terhadap keragaman jenis ngengat pada lokasi sampling sekitar air terjun, diperoleh nilai Indeks Keragaman sebesar 2,79, sedangkan di lokasi sampling penangkaran kupu-kupu, diperoleh nilai sebesar 3, hal ini menunjukkan ekosistem di kedua lokasi tersebut termasuk kedalam kondisi ekosistem masih seimbang, karena ngengat merupakan salah satu serangga penyusun rantai makanan dalam ekosistem, yaitu larva sebagai inang dari tawon parasit sedangkan ngengat dewasa sebagai makanan predator lain salah satunya adalah kelelawar.

Pada dua lokasi sampling kriteria tingkat keragaman relatif sama, hal ini dapat disebabkan karena terdapat beberapa jenis tumbuhan berbunga yang sama antar kedua lokasi tersebut. Suhu pada malam hari dengan curah hujan tinggi berkisar antara 26,50C-

27,80C. Boonvanno,et al. (2000) suhu juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman pakan ngengat dewasa. Pada kondisi suhu tersebut merupakan kondisi yang optimum bagi ngengat untuk melakukan aktivitas harian seperti mencari pasangan serta oviposisi

(bertelur) (Hamer et al, 2003).

Perbedaan nilai keragaman jenis bergantung pada jumlah individu dalam satu spesies dan jumlah spesies yang terdapat pada habitat. Dan dikatakan tinggi, jika jumlah spesies dan jumlah individu relatif merata, dengan kata lain bahwa semua jenis yang terdapat dalam suatu komunitas memiliki jumlah individu yang hampir sama (Rasidi et al,

2006).

Zalucky et al. (2002), menyatakan perbedaan famili yang dominan ditemukan di lokasi karena penyebaran ngengat dipengaruhi oleh sebaran tumbuhan inang dan ekologi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Saputra (2007), bahwa nilai keragaman yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan jenis vegetasi disekitar lokasi pengambilan sampel, baik yang digunakan sebagai sumber pakan ngengat dewasa dan larva atau karena adanya variasi kanopi.

Menurut Amir et al. (2008), curah hujan yang tinggi mempengaruhi keragaman spesies ngengat. Keragaman jenis dan famili yang didapatkan pada awal musim penghujan, karena di temukan banyak tumbuhan berbunga, sehingga jumlah individu dan spesies lebih banyak ditemukan di musim penghujan dari pada musim kemarau (Mastrigt dkk, 2005).

Namun curah hujan yang tinggi juga mengakibatkan kematian larva dan pupa (Gillot,

2005).

Keragaman ngengat dikawasan wisata alam Bantimurung dipengaruhi oleh bebe- rapa faktor yaitu: a. Lokasi terletak diantara lembah bukit kapur yang curam dengan vegetasi tropis dan air

terjun. b. Lokasi memiliki iklim basah, suhu udara rata-rata berkisar 26,50C-27,80C dan

kelembapan udara berkisar 66%-87%. c. Kawasan ini memiliki berbagai jenis flora, antara lain bunga pagoda Clerodendrum

japonicum, ketepeng Cassia alata L., jeruk besar Citrus maxima, mangga Mangifera

indica L., bunga sepatu Hibiscus rosa-sinensis, dan daun kupu-kupu Bauhinia purpurea

L..

Untuk menjaga populasi ngengat (Heterocera) yang semakin lama semakin berku- rang di areal kawasan wisata Bantimurung, perlu dilakukan konservasi dan penangkaran yang lebih efektif dari sebelumnya, dengan pengetahuan tentang tumbuhan penghasil nektar sebagai sumber pakan ngengat serta mempertahankan kondisi lingkungan hutan yang stabil. Hadi dkk. (2009), habitat ngengat dengan keragaman tumbuhan penghasil nektar yang tinggi berperan dalam keragaman ngengat dewasa. Oleh karena itu perlu dilakukan perlindungan dikawasan konservasi dengan cara meningkatkan patroli dan tidak menangkap ngengat dalam jumlah berlebihan (eksploitasi). Ngengat biasanya bertelur pada tanaman yang menjadi makanan bagi larvanya, jadi pemeliharaan habitat ngengat meliputi pemeliharaan jenis-jenis tanaman yang menjadi makanan larva, pemeliharaan lingkungan dari bahaya bahan kimia, gas dan debu yang beracun. Hal tersebut diharapkan dapat membantu pelestarian ngengat bukan hanya pada kawasan wisata Bantimurung akan tetapi dilingkugan sekitar kita juga.

Deksripsi Familia Ngengat

 Familia Zygaenidae

Jenis Zygaenidae yang ditemukan adalah Contheyla Sp. (Gambar 6). Berbagai jenis yang umumnya dikenal sebagai ngengat yang hidup di hutan atau Burnet moths.

Hampir sebagian besar sayap memiliki corak bintik-bintik, dengan garis coklat, berukuran kecil (9 mm), dan tumpul pada ujung abdomennya sehingga sering disebut smoky moths.

Gambar 6. Jenis ngengat dari Contheyla Sp. (Famili Zygaenidae)

 Familia Geometridae

Jenis Geometridae yang di temukan adalah Ornithospila submonstrans, Comostala cedilla, Thallassodes hypocrites, Agathia eromena, dan Ornithospila Sp., kelima jenis ini memiliki larva warna hijau dan umumnya merupakan hama pada tanaman mangga, pada saat menjadi ngengat dewasa, sayap hampir sebagian besar berwarna hijau dengan sedikit garis atau corak berwarna coklat (Gambar 7). Bazura recursaria, memiliki abdomen sedikit runcing pada bagian ujung, sayap berwarna coklat dengan sedikit bercak (Gambar 7).

Semiothisa khasiana, Semiothisa eleonora paranora, Cleora determinata dan Semiothisa avitusaria, jenis ini hanya sedikit di temukan, ukuran kecil (7mm-15mm), sayap berwarna coklat dengan garis bagian tengah berwarna putih baik sayap depan maupun sayap belakang (Gambar 8). Pingasa chlora tubuh kecil (2 cm) dan sayap berwarna abu-abu dengan garis gelombang halus pada vena sayap (Gambar8).

A B C

D E F Gambar 7. Famili Geometridae ( A. Ornithospila submonstrans, B. Comostala cedilla, C. Thallassodes hypocrites, D. Agathia eromena, E. Ornithospila Sp., dan F. Bazura recursaria)

A B

E C D

Gambar 8. Famili Geometridae (A. Semiothisa khasiana, B. Semiothisa eleonora paranora, C. Cleora determinata, D. Semiothisa avitusaria,dan E. Pingasa chlora)

Cyclidia Sp. dan Elphos brabanti merupakan jenis ngengat yang memiliki tubuh

(18mm-20mm) dan ukuran sayap yang hampir sama (23 – 25mm), namun perbedaan pada corak sayapnya, yaitu Cyclidia Sp. coklat gelap sedangkan Elphos brabanti coklat dengan banyak garis gelombang pada sayapnya (Gambar 9). Eumelea Sp. berwarna orange pada sayap (Gambar 9). Ruttellerona cessaria berwarna coklat gelap dan garis putih pada sayap belakang dekat abdomen bagian ujung, Ptelia medardaria berwarna coklat, dan Tasta sectinota pada sayap berwarna putih perak dengan tubuh kecil (Gambar 10).

A B C

Gambar 9. Famili Geometridae (A. Cyclidia Sp., B. Elphos brabanti, dan C. Eumelea Sp.)

A B C

Gambar 10. Famili Geometridae (A. Ruttellerona cessaria, B. Ptelia medardaria dan C. Tasta sectinota)

 FamiliaNoctuidae

Jenis Noctuidae yang ditemukan Hulodes caranea merupakan ngengat yang mem- punyai bulu banyak pada thoraksnya, warna sayap coklat merata dengan garis putih pada ujung sayap depan dan belakang (Gambar 11). Plusiopulpa adrasta ukuran tubuh (11mm) dan sayap kecil (16mm), berwarna coklat pada sayap, Rivula Sp. tubuh kecil (6 mm) dan langsing, sayap memiliki totol putih, Mimeusemia Sp. memiliki warna yang cerah (orange) pada sayap belakang, dan coklat perpaduan orange dengan totol putih pada sayap depan,

Bocula microscala dengan sayap berwarna coklat (Gambar 12).

Gambar 11. Famili Noctuidae (Hulodes caranea)

A B

C D

Gambar 12. Famili Noctuidae (A. Mimeusemia Sp., B. Bocula microscala, C. Rivula Sp., dan D. Plusiopulpa adrasta)

 Famili Sphingidae

Sphingidae yang di temukan yaitu Marumba juvencus tubuh besar, meruncing ba- gian ujung abdomen dan sayap berwarna coklat merata dan terdapat totol kecil pada bagian sayap belakang (Gambar 13). Gambar 13. Ngengat jenis Marumba juvencus (Famili Shingidae)

 Famili Bombycidae

Jenis Bombycidae yang ditemukan adalah Eupterote Sp., dan Syntherata Sp.

(Gambar 14),memiliki warna coklat dan sayap sama besar, perbedaanya Eupterote

Sp.terdapat totol pada sayap depan dan sayap belakang masing-masing berjumlah sepasang. Tagora Sp., dan Loepa Sp. mempunyai tubuh dan sayap yang hampir sama besar, namun yang membedakan adalah pada warna sayapnya (Gambar 15). Ernolatia lida mempunyai ukuran lebih kecil (7 – 8mm) dari empat jenis diatas (Gambar 15).

A B

Gambar 14. Ngengat jenis A). Eupterote Sp., dan B). Syntherata Sp. dari Famili Bombycoidae A B

C

Gambar 15. Ngengat jenis A) Tagora Sp., B) Loepa Sp., dan C) Ernolatia lida. dari Familia Bombycoidae

 Famili Arctiidae

Jenis Arctiidae yang ditemukan selama penelitian adalah Disphania transducta dan

Ichmonosyntaxis Sp. memiliki warna hitam pada bagian pinggir sayap dengan totol putih, dan pada abdomen memiliki garis-garis kuning. Asura Sp. dan Miltocharista roseororatus mempunyai warna kuning pada sayap dan abdomen dengan garis coklat yang membentuk gelombang (Gambar 16).

A

C B

B D

Gambar 16. Famili Arctiidae (A. Disphania transducta, B. Miltocharista roseororatus, C. Ichmonosyntaxis Sp., dan D. Asura Sp.) Asota Sp. mempunyai warna sayap coklat pada bagian pinggir dan putih dibagian dalam sayap depan dan sayap belakang, abdomen berwarna hitam dengan garis-garis kuning (Gambar 17). Sedangkan Spilosoma Sp. memiliki warna coklat muda dibagian pinggir sayap dengan bagian tengah sayap berwarna coklat tua pada sayap depan saja dan abdomen berwarna merah dengan totol hitam (Gambar 17).

A B

Gambar 17. Famili Arctiidae (A. Asota Sp. dan B. Spilosoma Sp.)

Perbedaan dari Masing-masing Famili a. Kemampuan terbang dan bentuk abdomen, familia Sphingidae merupakan ngengat

yang memiliki abdomen seperti pesawat jet sehingga memiliki kemampuan terbang ce-

pat, sedangkan Zygaenidae hidup di hutan atau Burnet moths, abdomen tumpul dan rata

menyerupai rokok (smoky moths) sehingga gengat Zygaenidae biasanya terbang

dengan lambat. b. Larva, Geometridae mempunyai larva atau caterpillars, yang tidak memiliki prolegs

atau lainnya. Tubuhnya dilengkapi dengan appendages di kedua ujung tubuhnya, yang

akan dihubungkan dengan kaki depan yang membuat bagian belakang tubuh mengikuti

gerakan bagian depan sehingga gerakan seperti mengukur (Geometridae) yang berasal

dari ahli ilmu ukur ( "bumi-alat pengukur"). Sedangkan Noctuidae larva merupakan hama tanaman yang memiliki bulu-bulu panjang pada tubuh sehingga hampir sebagian

besar ketika menjadi ngengat dewasa thoraks terdapat bulu-bulu. c. Warna sayap dan abdomen, Bombycoidae umumnya memiliki warna gelap, coklat,

kuning, dan abu-abu. Abdomen besar serta terdapatnya bulu pada tubuhnya, dengan

sayap lebih besar (7-54mm). Sedangkan Arctiidae hampir sebagian besar bentuk tubuh

dan sayap kecil (6-24mm), memiliki warna cerah dan bertotol pada tubuh dan sayapnya. BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian keragaman jenis ngengat Nocturnal di

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, maka dibuat kesimpulan sebagai berikut :

Populasi individu ngengat yang tertinggi adalah Geometridae 58,1% dan Arctiidae

32,6%, sedangkan terendah yaitu Zygaenidae 3,5% dan Sphingidae 4,4%, dengan nilai

Indeks keragaman berkisar 2,79 - 3, yang berarti keragaman jenis ngengat sedang dengan kondisi ekosistem masih dalam relatif stabil atau seimbang.

V.2 Saran

1. Sebaiknya dinas terkait memberikan informasi dan pengetahuan terhadap masyarakat

agar menjaga kelestarian flora dan fauna Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

2. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ngengat Nocturnal di

Bantimurung. DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A. 2002.Potensi dan Sebaran Kupu-kupu di Kawasan Taman Wisata Alam Bantimurung.

Agnesa, A. 2011.Nyamuk Aedes dan Pengendaliannya.(http://images.google.com/search/ metamorfosis kupu-kupu.htm,2011).Diakses pada hari Sabtu, 08 September 2012.

Amir, N. W, K. Nakamuta, & K. Matsumoto. 2008. Butterflies Essemblages in Plantation Forest and Degraded Land, and Their Importance to Clean Development Mechanism-Afforestation and Restoration. Tropics 17 (3): 237-250 hlm.

Arnett, J. R. H. 2000. American : A Handbook of the insects of America North of Mexico.CTC press.

Astuti, D. 1991. Pemeliharaan Beberapa Jenis Larva Lepidoptera pada Tanaman Inang. Puslitbang Biologi – LIPI. Hal 69-75.

Barlow, H.S. 1982. An Introduction to the Moth of South East Asia. Kuala Lumpur. p. 305

Boonvanno K, Watanasit S, Permkam S,. 2000. Butterfly diversity at Ton Ngachang wildlife , sanctuary. Songkhala Province. Southtern Thailand. Sci Asia 26: 105-110.

Borror, J.B., Triplehorn, N.F., Johnston. 1996.Pengenalan Pelajaran Serangga. Nusantara. Sambutan Mentri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Hal. 75.

Borror, D.J & White R. E. 1970. A Field Guide to America North of Mesico. Houghton Mifflin Company, New York: xi + 16 palte +404 hlm.

Chalid, N.I. 2005. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian OPT pada Tanaman Tomat. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta. Hal. 84.

Chapman, R. F. 1975. The Insect Structure and Function. The English University Press. London. 819p.

Danial. 2010.Antena ngengat jantan, ngengat betina, dan kupu- kupu.http://images.google.com/search/antena+kupu-kupu.htm.Diakses pada hari Sabtu, 08 September 2012.

Departemen Pertanian. 2007. Pestisida Pertanian dan Kehutanan. Pusat Perizinan dan In- festasi. Sekretariat Jenderal. Departemen Pertanian. Hal. 574. Duriat, A.S., O. S. Gunawan, dan N. Gunaeni. 2006. Penerapan Teknologi PHT pada Tanaman Kentang. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal 60.

Evans, D. Herbison. 2010. Lithosiinae, Arctiidae, .Macleay Museum, University of Sydney.Sydney. Hal. 110.

Frank, K. D. 1988.Impact of Outdoor Lighting on Month.An Assasment.Journal of the Lepidopterist” Society 42(2): p. 63-93.

Gabriel, B.P., M. Willis, A. Asikin. 1986. Parasites and Predators of insect pest of rice in swamplands of South and central Kalimantan. Applied Agricultural Research Project.Banjarbaru Research Institute for Food Crop.Banjarbaru. Hal. 9.

Gilburt, H. L, Anderson M. 1996.The spectral efficiency of the eye of Ephestia cautella (Walker) (Lepidoptera: Pyralidae). J. Stored Prod. Rev. 32(3): 285-291.

Gillot, C. 2005. Entomology. 3rd ed. R, Dordrecht:xvii + 831 hlm.

Gilmour, D. 1986. The Metabolism of Insect. Oliver & Boyd. Edimburgh. London.

Glassberg, J. 2001. Butterflies Through Binocular the West: A Field Guide to the Butterflies of Western North America. Oxford University Press, Inc., New York:x +374.

Hadi, H. M., U. Tarwodjo & R. Rahadian. 2009. Biologi insekta Entomologi. Graha Ilmu, Yogyakarta: xii + 162).

Hamer, KK. C., J. K. Hill, & S. Benedick. 2003. Ecology of Butterflies in Natural and Selectively Logged Forest of Northem Borneo: the Importance of Habitat Heterogencity. Journal of Applied Ecology 40: 150-162 hlm.

Hamidun, M.S. 2003.Penangkaran Kupu-Kupu Oleh Masyarakat di Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros Sulawesi Selatan.http://labkonbiodend.Blogspot.com/.Diakses pada tanggal28 Mei 2009.

Holloway, J.D. 1987.The Moths of Borneo, part 3 Key to Families Lasiocampidae, Eupterotidae, Bombycidae, Brahmaeidae, Saturniidae, Sphingidae. Eagle Tranding Sdn.Bhd.Petaling Selangor press. Selangor. Malaysia. p. 229.

Kemp, D. J. 2001. Reproductive Seasonality in the Tropical Butterfly in Northem Australia. Journal of Tropical Ecology 17(4): vi + 474 hlm.

Kusumaatmadja, S. 1994.Peluang Bisnis Keanekaragaman Hayati Serangga Nusantara. Sambutan Mentri Negara Lingkungan Hidup.Jakarta. hal. 69. Lestari, V. 2002.Studi keanekaragaman jenis kupu-kupu di areal Unocal Geothermal of Indonesia Limited Gunung Salak Kabupaten Sukabumi [Skripsi Sarjana]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas. Kehutanan-Institut Pertanian Bogor.Vol 3 No 1, April 2002: 37-42.

Mastrigt, van Henk & E. Rosaryanto. 2005. Buku Panduan Lapangan: Ngengat untuk Wilaya Membramo sampai Pegunungan Cyclops. Jakarta, Conservation Internati- onal-Indonesia Program:xii+146 hlm.

Noerdjito A.W, Amir W. 1992. Kekayaan Kupu-Kupu di Cagar Alam Bantimurung Sulawesi Selatan dan Sekitarnya.(Prosiding seminar). Balitbang Zoology, Puslitbang Biology-LIPI. Bogor.

Peggie dan M. Amir. 2009.Practial Guide to the Butterflies of Bogor Botanic Garden.LIPI. Bogor

Pelu, U. 1991. Suatu Studi tentang Perbedaan Tingkat Kelimpahan Moluska di Pulau-pulau di Perairan Sorong dan Monokwari (Irian Jaya). Dalam Perairan Maluku dan Sekitarnya : 57-63.

Pierce, N.E. 1995. Predatory and parasitic Lepidoptera: Carnivores living on plants.Jurnal of the Lepidopterists’ Society. 49(4): p.412-453

Rasidi. S., A. Basukriadi & Tb.M. Ischak. 2008. Ekologi Hewan. Penerbit universitas Terbuka. Jakarta. Iii +9.28 hlm.

Reynolds, S. E., Nottingham & Stephens. 1985. Foot and Water economy and Its Relation to Growth in Fifth-instar Larvae of the tobacco Hornworm. Manduca sexta. J. Ins. Physiol. 31: 119-127.

Santosa, Y. 1995. Pelatihan Teknik Pengukuran dan Monitoring Biodiversity di Hutan Tropika Indonesia. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saputra, N. A. 2007. Keanekaragaman jenis Kupu-kupu di kampus IPB Darmaga.Skripsi S1 Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor:v+60 hlm.

Sihombing, D.T.H. 1999. Satwa Harapan I: Pengantar Ilmu dan Tehnologi Budidaya. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor. Hal. 40.

Smart, P. 1976.The Illustrated Encyclocpedia of Butterfly Work in Colour. Paul Smart Press.

Stanek.1992.The Illustrated Encyclopedia of Butterflies and Moths. The Promotional Reprint Co.Ltd., London. Hal. 347. Suhana. 2009. Ngengat dan Kupu-kupu. Jurusan Pendidikan Biologi UPI. Jakarta.

Sugianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisa Populasi dan Komunitas. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.

Tsukada, E. & Y. Nishiyama. 1982. Butterflies of the Sounth East Asian Island. Vol. I. Papilionidae. Plapac Co., Ltd. Japan. p. 214-457. Wijaya, M. 1947. Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Badan Kehutanan Bantimurung. Wijayanto, A. 2000. Keragaman dan Penyebaran Jenis Kupu-kupu (Lepidoptera) Di beberapa Ketinggian Aliran Sungai Kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak Monokwari. Universitas Cendrawasih. Monokwari.Papua.Entomol. 47: p. 361- 393.

Zalucki MP, Clarke AR, Malcolm SB. 2002. Ecology and Behavior of First Instar Larva Moth. Ann. Rev. Entomology. 47:361-393. LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Hasil Penelitian

Tabel 3. Indeks Keanekaragaman Ngengat pada Lokasi Sampling Sekitar Air Terjun

No Jenis Ngengat Jumlah Pi H' = PilnPi 1 Eupterote niassana 3 0,0192 0,076 2 Syntherata loepoides 4 0,0256 0,094 3 Tagora pallida 2 0,0128 0,056 4 Loepa sikkima 2 0,0128 0,056 5 Ernolatia lida 21 0,1346 0,270 6 Spilosoma procedra 3 0,0192 0,076 7 Disphania transducta 6 0,0385 0,125 8 Miltocharista roseororatus 9 0,0577 0,165 9 Asura peloa 10 0,0641 0,176 10 Asota subsimilis 7 0,0449 0,139 11 Ichmonosyntaxis holman hunti 16 0,1026 0,234 12 Marumba juvencus 7 0,0449 0,139 13 Hulodes caranea 14 0,0897 0,216 14 Mimeusemia vittata jordani 6 0,0385 0,125 15 Bocula microscala 18 0,1154 0,249 16 Bazura recursaria 7 0,0449 0,139 17 Ornithospila submonstrans 6 0,0385 0,125 18 Comostala cedilla 5 0,0321 0,110 19 Pingasa chlora 6 0,0385 0,125 20 Cyclidia orciferaria 4 0,0256 0,094 Total 20 156 1 2,791

Tabel 4. Indeks Keanekaragaman Ngengat pada Lokasi Sampling Penangkaran Kupu-kupu

No Jenis Ngengat (Famili) Jumlah Pi H' = PilnPi 1 Semiothisa khasiana 5 0,0355 0,118 2 Semiothisa eleonora paranora 6 0,0426 0,134 3 Ruttellerona cessaria 10 0,0709 0,188 4 Pingasa chlora 7 0,0496 0,149 5 Thallassodes hypocrites 4 0,0284 0,101 6 Comostala cedilla 5 0,0355 0,118 7 Eumelea rosalia 3 0,0213 0,082 8 Tasta sectinota 6 0,0426 0,134 9 Cleora determinata 3 0,0213 0,082 10 Semiothisa avitusaria 9 0,0638 0,176 11 Petelia medardaria 7 0,0496 0,149 12 Elphos brabanti 8 0,0567 0,163 13 Agathia eromena 7 0,0496 0,149 14 Ornithospila succincta 2 0,0142 0,060 15 Ernolatia lida 19 0,1348 0,270 16 Disphania transducta 9 0,0638 0,176 17 Plusiopulpa adrasta 3 0,0213 0,082 18 Hulodes caranea 10 0,0709 0,188 19 Rivula monorema 13 0,0922 0,220 20 Contheyla lola 5 0,0355 0,118 Total 20 141 1 3

Tabel 5. Jumlah Individu Ngengat (%) tiap Famili pada Lokasi Sampling Sekitar Air Terjun

Jumlah No Famili Persentase (%) individu 1 Bombycoidae 32 20,5 2 Arctiidae 51 32,6 3 Sphingidae 7 4,4 4 Noctuidae 38 24,3 5 Geometridae 28 17,9 Jumlah 156

Tabel 6. Jumlah Individu Ngengat (%) tiap Famili pada Lokasi Sampling Penangkaran Kupu-kupu

No Famili Jumlah Persentase (%) 1 Geometridae 82 58,1 2 Bombycoidae 19 13,4 3 Arctiidae 9 6,3 4 Noctuidae 26 18,4 5 Zygaenidae 5 3,5 Jumlah 141 Lampiran 2. Pakan Larva dan Ngengat Dewasa

Bunga sepatu Hibiscus rosa-sinensis Daun kupu-kupu Bauhinia purpurea L.

Bunga pagoda Clerodendrum japonicum ketepeng Cassia alata L.

Jeruk besar Citrus maxima Mangga Mangifera indica L.

Lampiran 3. Kegiatan Penelitian

Penangkaran Kupu-kupu Sekitar Air Terjun

Pemasangan Light trap Pemasangan Light trapdi penangkaran di Sekitar Air Terjun Kupu-kupu

Penangkapan Sampel Pada Light trap Botol Pembunuh Serangga (Ngengat) Kertas Papilot untuk Penyimpanan Proses Perentangan Sayap Sementara Sampel Proses Ngengat

Proses Perentangan Sayap Proses Perentangan Sayap Ngengat Ngengat

Proses Pengeringan Sampel Kotak Penyimpan Sampel