Widyadari DOI: 10.5281/zenodo.4661300 Vol. 22 No. 1 (April 2021) e-ISSN : 2613-9308 p-ISSN : 1907-3232 Hlm. 195 - 208

DAMPAK PARIWISATA TERHADAP FENOMENA SEKULARISASI DALAM SENI PERTUNJUKAN KULIT

I Ketut Muada1*, Nyoman Astawan2, I Nyoman Sadwika3 FKIP Universitas PGRI Mahadewa Email: [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRACT The purpose of this study is to understand the impact of tourism on the phenomenon of secularization in Balinese shadow puppet performances. Tendencies to make worldly and rational interpretations are often called secularization. Therefore secularization can be understood as a realistic way of thinking or a basis of social and rational considerations, still placing religion as a moral guidelines. When secularization is defined as liberation, it does not mean free from the will of God, but free from magical and superstitious life. Secularization is also a form of modernization which is an innovation in the past due to the development of science (Black, 1967). Analyzing the Balinese shadow puppet art performance with the concepts of secularization does not mean that want to place the Balinese shadow puppet art performance free from religious goals but want to place the art shadow puppet performance functionally by experiencing rational processes in accordance with the realities being faced by society Bali. Creativity in the arts is not only directed on religious goals, but appears more as commercial creativity. As commercial creativity does not mean that religious creativity is lost. Shadow puppet performance art experiences a phenomenon of secularization, in this paper, it is not understood as a separation between the afterlife and worldly affairs, but is understood as a scientific process in science to become more scientific and argumentative. Keywords: Tourism Impact, Secularization Phenomenon, Balinese shadow puppet show

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah memahami dampak pariwisata terhadap fenomena sekularisasi dalam pertunjukan wayang kulit Bali. Kecendrungan-kecendrungan untuk melakukan interpretasi yang bersifat duniawi dan rasional sering disebut sekularisasi. Dengan demikian sekularisasi dapat dipahami sebagai cara berpikir yang realistis atau dasar pertimbangan-pertimbangan sosial dan rasional, serta tetap menempatkan agama sebagai pedoman moral. Ketika sekularisasi diartikan sebagai pembebasan, bukan berarti bebas dari kehendak Tuhan Hyang Maha Esa, tetapi bebas dari kehidupan magis dan tahyul. Sekularisasi juga merupakan salah satu bentuk modernisasi yang merupakan inovasi terhadap masa lampau akibat perkembangan ilmu pengetahuan (Black,1967). Menganalisa seni pertunjukan wayang kulit Bali dengan konsep-konsep sekularisasi bukan berarti ingin menempatkan seni pertunjukan wayang kulit Bali bebas dari tujuan-tujuan agama tetapi ingin menempatkan seni pertunjukan wayang kulit itu secara fungsional dengan mengalami proses-proses rasional sesuai dengan realitas yang sedang dihadapi oleh masyarakat Bali. Kreativitas dalam bidang seni tidak hanya diarahkan pada tujuan-tujuan keagamaan, tetapi lebih banyak muncul sebagai kreativitas komersial. Sebagai kreativitas komersial bukan berarti bahwa kreativitas religius hilang. Seni pertunjukan wayang kulit mengalami sebuah fenomena sekularisasi, dalam tulisan ini tidak dipahami sebagai pemisahan antara urusan akhirat dengan urusan duniawi, tetapi dipahami sebagai proses ilmiah dalam ilmu pengetahuan untuk menjadi lebih ilmiah dan argumentatif. Kata Kunci : Dampak Pariwisata, Fenomena sekularisasi, pertunjukan wayang kulit Bali

195

PENDAHULUAN diharapkan oleh pemerintah ternyata tidak Pulau Bali terkenal memiliki banyak dapat membantu perekonomian kekayaan seni budaya terutama seni masyarakat Bali, karena ternyata kurang pertunjukan yang sangat potensial untuk memiliki potensi ekonomi. dikembangkan dalam memenuhi Setelah Bali dikuasai oleh kebutuhan ekonomi. Potensi seni pemerintah kolonial Belanda ternyata pertunjukan yang dimiliki masyarakat Bali hanya menghasilkan beras, minyak Bali salah satunya pertunjukan wayang kelapa, tembakau, dan kain tenun untuk kulit, mampu memikat para wisatawan memenuhi kebutuhan hidup sendiri. yang datang ke Bali. Tradisi seni budaya Kurangnya sumber ekonomi untuk khususnya seni pertunjukan wayang kulit meningkatkan kehidupan masyarakat yang menyatu dengan kehidupan agama Bali, menyebabkan pemerintah kolonial Hindu telah menjadi ciri khas masyarakat mencari sumber-sumber usaha baru Bali. Daya tarik yang dipancarkan oleh untuk memenuhi tuntutan ekonomi. seni pertunjukan wayang kulit di Bali Keadaan tersebut di atas menyebabkan telah merangsang pemerintah kolonial pemerintah kolonial mulai melirik Belanda untuk mengembangkan seni kekayaan seni budaya yang diharapkan pertunjukan wayang kulit sebagai aset dapat memenuhi tujuan-tujuan di atas. ekonomi. Dengan demikian seluruh jenis Salah satu cara untuk mengeksploisasi seni pertunjukan di Bali merupakan kekayaan alam adalah mengembangkan komoditi wisata yang bersifat komersial. Bali sebagai daerah wisata. Sekitar Pada tahun 1920 an, mulai berfungsi tahun 1930, wisatawan yang datang ke sebagai alat transpormasi bagi wisatawan Bali sudah dapat menikmati berbagai yang ingin berkunjung ke Bali (ketut sajian seni pertunjukan yang telah Tantri, 1965:60). Seni pertunjukan yang dijadikan paket wisata untuk menarik kaitannya dengan pariwisata Bali di pengunjung datang ke Bali. Pertunjukan samping dapat memberikan kenikmatan, kesenian ketika itu tidak semarak seperti juga sebagai salah satu kekayaan budaya sekarang, tetapi sudah dapat yang berhasil memberikan keuntungan dibayangkan bahwa kehidupan seni ekonomi. Sumber-sumber yang pertunjukan wayang di Bali telah

196 memasuki dunia ekonomi (Soe Lie berkembang sebagai aset dalam Piet,1993:76). menunjang peningkatan devisa negara Setelah Indonesia merdeka pada melalaui jalur non migas. Pariwisata tahun 1945, kehidupan seni pertunjukan yang dikembangkan di Bali masih tetap mulai mengalami perubahan-perubahan, bertumpu pada budaya Bali, karena itu tetapi terbatas hanya pada teknik seni pertunjukan mendapat perhatian penyajian, mempersingkat waktu serta utama sebagai aset wisata. menyederhanakan cerita. Perusahan Pada tahun 1930, seni pertunjukan kondisi sosial politik sangat di Bali terutama seni pertunjukan berpengaruh pada kebebasan dan wayang kulit sebagai komsumsi kreativitas seniman. Perkembangannya wisatawan sehingga ada seni partai-partai politik sekitar tahun 1950, pertunjukan dianggap dapat sentuhan telah menempatkan partai-partai politik barat seperti dan Barong oleh ini menjadi pelindung seni pertunjukan Walter Spies dan Baryl de Zoete. wayang kulit. Hangatnya suasana Pengaruh barat lewat pendidikan kehidupan politik sekitar tahun 1960, kolonial telah mendorong munculnya partai politik mulai mengunakan tuntutan terhadap persamaan antara hak berbagai seni-seni pertunjukan di golongan jabe dan golongan triwangsa antaranya wayang kulit sebagai alat baik dari segi hukum maupun memprogandakan kepentingan partai pemerintah. Tuntutan ini bertujuan politik. Akibatnya, kondisi seperti ini supaya tidak lagi perbedaan-perbedaan menyebabkan seni dan seniman hak berdasarkan kasta atau wangsa terkontaminasi kedalam partai politik. tetapi harus berdasarkan pendidikan. Setelah tahun 1966, dengan munculnya Dengan pendidikan manusia Orde Baru, seni pertunjukan wayang mengadakan kontrol terhadap kulit dan seni pertunjukan lainnya di lingkungannya sehingga sering Bali tidak lagi di bawah perlindungan menimbulkan perubahan-perubahan partai politik, tetapi berkembang secara dalam masyarakat. Dengan pandangan- bebas mandiri. Seluruh jenis pandangan yang rasional, kreativitas pertunjukan yang ada saat itu manusa dalam bidang seni budaya,

197 khususnya seni pertunjukan wayang Bali utara seperti daerah Singaraja dan kulit tidak hanya ditujukan untuk skil wayang Bali selatan yang meliputi kepentingan-kepentingan upacara daerah Badung dan daerah Gianyar. keagamaan, tetapi muncul kreativitas Usaha pemerintah yang bertujuan yang sekuler. Seni pertunjukan wayang melestarikan seni budaya, khususnya kulit di Bali diciptakan untuk dinikmati segala macam jenis seni pertunjukan dan dipergunakan untuk kebutuhan mengacu dari segi bentuk dan duniawi. Oleh karena itu muncul juga penampilan. Kadangkala dilihat dari profesionalisme dalam bidang-bidang segi fungsi, seni pertunjukan digunakan seni pertunjukan yang tujuannya untuk sebagai aset ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. meningkatkan kepentingan ekonomi Seni budaya Bali mulai digali dan kolonial. Beberapa seni pertunjukan dikembangkan dan dilestarikan untuk ritual yang berfungsi sakral, kemudian komoditi wisata oleh pemerintah. Hasil- dikemas dijadikan seni wisata seperti hasil penelitiannya dilestarikan dengan seni pertunjukan Kecak Dance, Barong membuat museum yang dikenal dengan Dance, dan Shedow Pappet/Pertunjukan Gedong kirtya (Kirtya Liffrink Van Der wayang kulit. Tuuk, L.J.J Caron,1928:95). Usaha Usaha pemerintah kolonial ini telah pelestarian budaya, khususnya seni mendorong mempercepat terjadinya pertunjukan wayang kulit di Bali, sekularisasi seni pertunjukan di Bali supaya ciri khas Balinya tidak yang berproses terus sampai sekarang. dipengaruhi oleh budaya luar dibuatlah Seni pertunjukan wayang kulit di Bali wadah seperti Himpunan Seniman ternyata salah satu aset seni pertunjukan Bali di bawah PEPADI Pusat. wisata yang cukup menarik sehingga Wadah ini merupakan usaha-usaha para dapat mempengaruhi kehidupan dalang-dalang Bali dalam seni masyarakat Bali. Dengan demikian, pertunjukan wayang kulit Bali guna meningkatkan perkembangan pariwisata mempertahankan identitas gaya akan menyebabkan berkembangnya pewayangan atau sering disebut skil. berbagai jenis seni pertunjukan sekuler, Skil di Bali ada dua, yaitu skil wayang bahkan terjadi sekularisasi terhadap seni

198 pertunjukan sakral. Berdasarkan untuk pemuasan kebutuhan yang sifatya fenomena sekularisasi tersebut, muncul biologis. problematik antara lain: (1) Bagaimana kehidupan seni pertunjukan wayang METODE PENELITIAN kulit setelah disekularisasi? (2) Apa Penelitian ini menggunakan dampak pariwisata terhadap seni metode sejarah sebagai alat utama untuk pertunjukan wayang kulit Bali dalam merokontruksi fenomena sejarah sebuah fenomena sekularisasi? Dari kesenian Bali, khususnya mengenai seni rumusan masalah tersebut, tujuan yang pertunjukan wayang kulit Bali. Metode ingin dipacapai dalam penelitian ini sejarah menawarkan prinsip kerja yang adalah dapat memahami tentang dimulai dari mencari dan menemukan fenomena sekularisasi tentang sumber (heuristik) :kemudian pertunjukan wayang kulit Bali. melakukan seleksi terhadap sumber- Berdasarkan hal tersebut juga, kerangka sumber yang berhasil dikumpulkan yang teori dan konseptual yang relevan disebut kritik sumber. Kritik sumber digunakan adalah sekularisasi dan dibedakan menjadi kritik ekstern dan konsep fungsional. Sekularisasi adalah kritik interen. Kritik ekstern adalah perubahan pandangan masyarakat dari kritik sumber untuk memperoleh cara berpikir yang serba alam, serba otentisitas sumber itu dengan cara sakral, serba mistik, dan keramat, meneliti dokumen-dokumen yang menjadi cara berpikir yang realistis dan berhasil dikumpulkan apakah dokumen rasional. Sekular mempunyai makna itu yang mau dicari atau apakah duniawi, karena itu sekularisasi dapat dukumen tersebut palsu, utuh, atau telah diartikan sebagai proses penduniawian diubah. Kritik intern adalah kritik (Robert H. Lauer, 1989:193). dengan mengadakan penilaian terhadap Sedangkan fungsionalisme merupakan isi dokumen itu. Setelah proses kritik teori filsafat yang menganggap dilalui, maka langkah selanjutnya adalah fenomena mental dalam kesatuan menyusun fakta-fakta sejarah serta dinamis sebagai suatu sistem dari fungsi melakukan eksplansi sejarah secara kritik melalui sintesis dan akhirnya

199 menyajikannya dalam bentuk tulisan PEMBAHASAN sejarah secara objektif (Garraghan,S.J. 1. Kehidupan Seni Pertunjukan Bali 1967). Kebudayaan Bali berpegang kuat Dalam penulisan sejarah kritis pada kebudayaan Hindu yang mewarnai sejarawan tidak hanya melukiskan apa semua aspek kehidupan seperti aspek yang terjadi, dimana, siapa dan kapan, agama, budaya, sosial, politik, dan tetapi juga memberikan gambaran kesenian. Oleh karena itu kesusastraan bagaimana dan mengapa hal itu terjadi dan dijadikan karena itu, diperlukan pendekatan landasan berpikir bagi orang Bali. Karya multideminsional dalam merekontruksi sastra ini disamping dihayati melalui sejarah. Pendekatan multideminsional pemahaman terhadap isinya, juga memberikan kerangka konseptual yang dihayati melalui seni-seni pertunjukan. lebih konprehensif, di samping Penghayatan melalui seni pertunjukan pendekatan sejarah yang lebih akan dapat dipahami karena sebagian menekankan pada urutan-urutan besar masyarakat Bali belum bisa peristiwa. Sebagai alat analisis juga membaca dan menulis. Lontar-lontar digunakan konsep-konsep ilmu-ilmu yang berbahasa Jawa kuno dan sosial lainnya seperti sosiologi, berbahasa Bali hanya bisa dibaca oleh antropologi dan ilmu politik. Konsep- sebagian kecil masyarakat seperti para konsep ilmu sosial, sejarah sering Pendeta, Raja-raja, serta beberapa elite dibandingkan dengan sosiologi yang tradisional. Kenyataan ini telah dapat menempatkan sejarah sebagai menempatkan masyarakat Bali dalam ilmu sosial. Dengan demikian akan menghayati sastra lebih banyak tampak ada hubungan yang sangat erat dilakukan melalui seni pertunjukan antara sosiologi dengan sejarah. seperti, Wayang kulit, , Peristiwa-peristiwa kesenian, khususnya , Topeng dan . Dengan seni pertunjukan wayang kulit Bali yang demikian peranan cerita menjadi hal dijadikan objek penelitian, dalam hal ini yang sangat penting baik sebagai serana ditempatkan sebagai peristiwa sosial. untuk mengungkapkan keyakinan beragama maupun sara untuk

200 mengungkapkan kepentingan- Singaraja pada tahun 1915, berkembang kepentingan politik. terus sampai ke Bali selatan. Gong Penggunaan cerita dalam seni kebyar yang paling terkenal di daerah pertunjukan wayang kulit diBali Singaraja adalah sekaa gong kebyar mempunyai tujuan-tujuan khusus dalam Bubungan dan Ringdikit. Munculnya upacara agama, khususnya dalam sekaa-sekaa seni pertunjukan upacara agama Hindu. Cerita akan profesional yang melakukan pementasan menjelaskan jenis upacara dan dapat untuk mendapatkan penghidupan. Oleh pula menjelaskan makna upacara karena itu seni pertunjukan yang di tersebut. Dengan demikian penggunaan pentaskan oleh kepentingan wisatawan cerita dalam seni pertunjukan wayang telah mulai dirintis dan dikembangkan kulit Ramayana dan Mahabharata akan sebagai sumber penghasilan. Pada tahun memberikan kenikmatan seni khusus 1930, sekaa-sekaa seni pertunjukan ini masyarakat Bali. Berkembangnya secara bergilir mulai dipentaskan pendidikan sejak awal abad ke-20 melayani para wisatawan terutama di menyebabkan pandangan masyarakat Hotel-hotel di Bali dan Musium seluruh terhadap seni budaya lebih rasional Bali. Pendidikan barat, telah khususnya terhadap seni pertunjukan menyebabkan lancarnya komonikasi wayang kulit Bali. Masyarakat Bali antara orang Bali dengan Orang mulai mengenal Volks Scholen, Belanda, juga telah menyebabkan kemudian mengenal Tweede Klase semakin banyaknya orang-orang Schoolen dan juga ada Holladsche Belanda yang berkunjung ke Bali. Inlandsche Schoolen (HIS). Pandangan Banyak pengunjung kala itu, sangat rasional telah menggeser pandangan tertarik pada keindahan, keunikan dan tradisional, sehingga muncul berbagai keaneka ragaman seni budaya Bali. kreativitas bermacam-macam seni Pertunjukan seni tari kebyar yang pertunjukan baik gong kebyar dan tari merupakan suatu ciptaan kreatif kebyar, yang tidak lagi berpegangan terhadap karya seni yang berpegang pada tradisi. Gong kebyar dan tari pada tradisi seperti Gambuh, Parwa, dan kebyar yang pertama kali muncul di Wayang Wong menunjukan gerakan

201 tarinya sangat dinamis. Pada tahun kelihatan mana yang berkarakter 1930-1940, menunjukan perbedaan Demokratis dan mana yang lebih yang sangat prinsif dengan seni berkarakter Feodalisme. Ketika pertunjukan Gambuh, Calonarang, Arja, pariwisata dikembangkan oleh dan Wayang Wong, ikatan gambelan pemerintah kolonial di Bali, ternyata dan tarinya sangat kuat, irama yang berbagai jenis seni pertunjukan halus seta menekankan pada tradisional yang ada kaitannya dengan mempertunjukan cerita yang upacara keagamaan sangat diminati oleh dilakoninya. Begitu juga seni para pengunjung yang datang ke Bali. pertunjukan Wayang kulit di Bali, yang Oleh karena itu mulai muncul kemasan- semakin hari mempunyai jamannya kemasan terhadap berbagai macam seni tersendiri oleh pelaku seninya. Di tahun pertunjukan ritual agar wisatawan yang 1950-1960, para dalang dengan stael datang dapat menikmati seni gaya Bali utara mendominasi pertunjukan yang mereka inginkan pertunjukan rakyat ini, hingga lahir meskipun tidak utuh. Ternyata kemasan- dalang Bali utara seperti Jro dalang kemasan seni pertunjukan pada era 80 Mangku Madean Desa Sukasada an tersebut masih menarik bagi Kabupaten Buleleng. Tahun 1965-1980, wisatawan sampai sekarang. gaya pewayangan Bali selatan yang Daya tarik yang tinggi bagi mendominasi pertunjukan wayang kulit keindahan alam dan kekayaan seni di Bali dengan cerita Ramayana dan budaya Bali, menyebabkan ketika Barathayuda. Dalang saat itu seperti Ide pemerintah RI mengembangkan Bagus Ngurah Desa Buduk, Kecamatan kepariwisataan di Indonesia berdasarkan Mengwi Badung, I ketut Madra banjar Intruksi , Presiden No 9 tahun 1969. Babakan Sukawati Kabupaten Gianyar menempatkan Bali sebagai perioritas Bali, dan Rai Mesi kabupaten Bangli utama kunjungan wisata. Dengan ramai Bali. Perbedaan karakter seniman kunjungan wisatawan, maka pelaku seni juga mencerminkan ditetapkanlah batas-batasan tingkat perbedaan karakter seni pertunjukan kesakralan sebuah seni pertunjukan antara Bali utara dan selatan, sehingga (Hasil-hasil seminar tari sakral dan

202 profan, 24-25 maret 1971). pergeseran-pergeseran fungsi. Seni wali Berkembangnya pariwisata ternyata contohnya Wayang gedog, dan tari kehidupan seni pertunjukan tradisioanal yang hanya dipentaskan di di Bali sangat menarik wisatawan halaman utama pura (jeroan pura), seni manca negara. Oleh karena itu, seluruh Bebali seperti Gambuh, Rejang, dan jenis pertunjukan yang ada di Bali Topeng sidhakarya, seni balaih-balihan mendapat perhatian bagi wisatawan, seperti drama gong, Arja , prembon, dan tetapi menunjukan dinamika berpikir joged bungbung. Dengan demikian masyarakat Bali dalam berkreasi. klasipikasi seni pertunjukan seperti Wisatawan yang lebih tertarik pada diatas sudah tidak kuat karena pengaruh berbagai jenis seni pertunjukan yang ada cara berpikir yang lebih rasional dan kaitannya dengan upacara ritual, perkembangan pariwisata yang menyebabkan beberapa jenis seni menawarkan keuntungan ekonomi. pertunjukan di kemas menjadi seni wisata. Wayang kulit di Bali merupakan 2. Dampak Pariwisata Terhadap Seni sebuah seni pertunjukan sakral serta Pertunjukan Wayang Kulit Sebagai tontonan yang mengandung tuntunan Sebuah Fenomena Sekularisasi di dengan cerita Ramayana dan Pulau Bali Mahabharata. Sampai saat ini seni Adanya sekularisasi pada seni pertunjukan wayang kulit selain sebagai pertunjukan wayang kulit Bali, muncul ritual juga sebagai seni pertunjukan berbagai jenis karya-karya seni lainnya wisata dengan pementasanya di hotel- yang hanya untuk memenuhi pesanan hotel berbintang di Bali. wisata. Kunjungan wisatawan yang Seni pertunjukan berdasarkan cukup pendek dan ingin menikmati tingkat kesakralanya dapat budaya Bali secara keseluruhan, diklasifikasikan yaitu seni Wali (paling menyebabkan produksi seni pertunjukan sakral) seni Bebali (semi sakral), dan di Bali di persingkat. Oleh karena itu, Balih-balihan (tontonan) yang dikaitkan pertunjukan dibuat hanya 60 menit, dengan upacara odalan di pura secara adegan, dagelan dan cerita menjadi berangsur-angsur yang telah mengalami

203 tidak lengkap. Oleh karena itu seni hiburan bagi masyarakat Bali. pertunjukan wayang kulit tidak utuh dan Masyarakat dalam menikmati seni tidak harmonis (Soedarsono,1986). Bagi pertunjukan wayang kulit di Bali sudah masyarakat Bali tidak lagi dikenal seni mulai merasa bosen akibat adanya pertunjukan sebagian budaya Bali yang media yutube dan kaset DVD walaupun utuh. Hal ini juga berpengaruh pada pertunjukan bersifat geratis. Dukungan semua jenis pertunjukan yang ada di komonitas pada seni pertunjukan Bali. Seni pertunjukan yang dipakai wayang atau seni lainya hanya hanya hiburan seperti Drama Tari Arja, Drama pada jenis-jenis seni pertunjukan wali Gong, Topeng, dan Prembon (sakral) yang merupakan seni bagian berlangsung hanya 1-2 jam, khusus dari upacara keagamaan. Seni wayang kulit Bali yang dipentaskan pertunjukan ini keberadaannya di Bali dihotel-hotel pertunjukannya hanya 60 sudah mulai sangat tipis, karena menit. sebagian besar seniman berorientasi Kehidupan seni pertunjukan dalam pada ekonomi. Untuk kepentingan konteks sosial, sangat ditentukan oleh sebagai bagian upacarapun masih pendukung atau sponsor seni dipertimbangkan upah dalam bentuk pertunjukan tersebut. Sponsor seni uang, disamping sesajennya. petunjukan menurut James R,Brandom Seni pertunjukan wayang kulit lebih ada tiga yaitu: 1) dukungan banyak digunakan sebagai alat pemerintahan, 2) dukungan komersial, propaganda politik yang kebetulan 3) dukungan komonitas (James R, kondisi politik saat itu dikuasai oleh Bbrandom, 1989:360-361). Pergeseran- partai-partai politik seperti: PNI, PKI, pergeseran sei pertunjukan di Bali telah dan PSI. Berdasarkan data yang ada, mendorong produk-produk seni banyak dalang-dalang di Bali saat itu pertunjukan, lebih banyak ditentukan yang terlibat langsung pada partai oleh dukungan komersial. Hal ini dapat politik yang ada sebagai jurkam melalui dibuktikan dengan semakin banyaknya pentas wayang kulit. produk-produk seni pertunjukan yang Pemerintahan Orda Baru, telah ditawarkan sebagai aset wisata dan mengubah orientasi politik itu dan

204 menempatkan seni pertunjukan wayang pada pertunjukan kecak dan Barong. kulit sebagai aset ekonomi untuk Tari Barong mulanya merupakan bagian menikatkan ekonomi rakyat. Dengan dari pertunjukan Calonarang, kemudian demikian pariwisata di Bali telah dikemas menjadi seni pertunjukan menggiring produk-produk seni wisata sampai saat ini. pertunjukan untuk memenuhi Dengan demikian sekularisasi seni kepentingan pariwisata. Hasil-hasil pertunjukan di Bali merupakan kemasan seni pertunjukan di tahun pergeseran dari fungsi sakral menuju 1935, muncul kembali sebagai sebuah pada fungsi yang sekuler, baik untuk seni pertunjukan yang digemari para kepentingan politik, ekonomi maupun wisatawan. Untuk tujuan ini disamping sebagai hiburan semata-mata. memang terdapat berbagai jenis seni Sekularisasi ini lebih banyak pertunjukan sekuler, juga terjadi dipengaruhi oleh munculnya sekularisasi seni pertunjukan terutama rasionalisme, modernisasi dan adanya khususnya wayang kulit yang ada pulau komersionalisasi sebagai akibat di Bali. Dengan demikian sekularisasi berkembangnya pariwisata di Bali. seni pertunjukan kalau dilihat dari segi ekonomi, memang berhasil SIMPULAN meningkatkan taraf hidup masyarakat Masyarakat Bali memiliki Bali. Dari segi budaya kehidupan seni bermacam-macam jenis seni pertunjukan jelas mengalami pertunjukan yang berakar pada agama pergeseran-pergeseran sehingga lahir dan budaya Hindu telah tumbuh sebagai seni pertunjukan yang tidak berkembang sebagai ciri khas utuh. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Bali. Kesenian Bali sekularisasi telah menghilangkan khususnya seni pertunjukan Wayang keutuhan seni pertunjukan wayang kulit kulit Bali telah memberikan identitas Bali sebagai warisan budaya yang tersendiri pada masyarakat Bali. Dengan adhiluhung. Hilangnya keutuhan seni melihat seni pertunjukan orang sudah pertunjukan disamping dapat dilihat dapat mengenal kehidupan budaya dan pada pertunjukan wayang kulit, juga masyarakat Bali.

205

Seni pertunjukan wayang kulit wayang kulit dan seni-seni pertunjukan dalam masyarakat Bali diabadikan lainnya yang bertujuan memenuhi dengan agama Hindu terutama sebagai kebutuhan-kebutuhan duniawi mulai bagian upacara, karena masyarakat Bali diciptakan sebagai usaha untuk dalam melaksanakan ajaran agamanya mempertahankan kehidupannya serta lebih menekankan konsep bakti marga. eksistensi ekonomi. Terdesaknya Oleh karena itu, hampir semua kehidupan masyarakat Bali yang kreativitas orang Bali dipergunakan bersumber dari tanah pertanian untuk menunjang suksesnya menyebabkan masyarakat Bali melaksanakan upacara agama termasuk menciptakan produk-produk seni seluruh jenis seni pertunjukan yang ada. pertunjukan yang dapat memenuhi Perkembangan pariwisata serta kebutuhan kehidupannya. Dengan masuknya pemerintah kolonial di Bali demikian secara berangsur-angsur secara berangsur-angsur seni sekularisasi seni pertunjukan telah pertunjukan di Bali mengalami mendorong masyarakat menjadi pergeseran fungsi. Bermacam-macam komersil dan materil. jenis seni pertunjukan yang menjadi ciri Dengan terjadinya sekularisasi maka khas masyarakat Bali, mualai mengalam kehidupan seni pertunjukan wayang perubahan-perubahan serta mengalami kulit di Bali mengalami perubahan- sekularisasi fungsi karena adanya perubahan, terutama dari seni teknik pengaruh rasionalisasi, modernisasi, dan penyajian, keutuhan, dan penggunaan komersialisasi. cerita. Teknik penyajian hanya hanya Munculnya pandangan-pandanagan merupakan potongan-potongan dari rasional karena masuknya pendidikan struktur pertunjukan yang lengkap barat, menyebabkan seni pertunjukan karena wisatawan memerlukan wayang kulit dalam masyarakat Bali pertunjukan dengan waktu yang sangat tidak hanya memenuhi kebutuhan- sinkat atau pendek. Seni pertunjukan kebutuhan ritual, tetapi juga mulai wayang kulit Bali yang disajikan untuk berpikir untuk memenuhi kebutuhan- wisatawan, rata-rata waktunya 45-60 kebutuhan duniawi. Seni pertunjukan menit. Dengan teknis sajian seperti itu,

206 maka produk seni pertunjukan wayang sadari bahwa seni budaya Bali akan kulit tidak utuh lagi karena sebagian tetap tumbuh subur, serta berkembang telah terpotong. Penggunaan cerita pada secara lebih luas, tetapi nafas seni pertunjukan wayang kulit itu juga religiusnya akan berkurang, karena disingkat sehingga cerita ditampilkan produk-produk komersial akan menjadi juga tidak utuh. Engan demikian lebih banyak. Dengan demikian dampak sekularisasi pada seni sekularisasi sebagai akibat dari pertunjukan adalah muncul bentuk- komersialisasi akan menjadi harapan bentuk seni pertunjukan yang tidak utuh dan juga tantangan. dan tidak harmonis. Hal ini sangat berpengaruh pada seniman itu untuk DAFTAR PUSTAKA berkreativitas, karena banyak seniman Agung, Ide Anak Agung Gede,1993, yang tidak lagi mengenal bentuk pakem Kenangan Masa Lampau Zaman Kolonial Hindu Belanda Dan asli seni pertunjukan wayang kulit itu Zaman Pendudukan Jepang di sendiri. Hal ini menujukan seni Bali, (: Yayasan Obor Indonesia) pertunjukan Bali kehilangan Arsip Nasional,1938, Surat perdjandjian originalisasinya karena dorongan- Antara Kerajaan-Kerajaan Bali/ dengan Pemerintah dorongan komersial yang Hindia Belanda (Djakarta: Arsip mempengaruhi penciptaan seni Nasional Republik Indonesia) Bandem, I Made,1992, Sakral dan pertunjukan itu. Sekuler Tari Bali Dalam Sekularisasi yang tidak diimbangi Transisinya (Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia) dengan pemeliharaan bentuk-bentuk ------, 1983, Ensklopedi Tari Bali seni pertunjukan wayang kulit Bali yang (Denpasar: Akademi Seni Tari Indonesia) original, kemungkinan besar akan Balyson, “Gong Gede (Kebyar)” , dalam menyebabkan terjadinya krisis nilai majalah Bawanegara, No. 1 Juni 1934. pada seni pertunjukan itu. Krisis nilai ini Goris,R. “ Toooneel en Muziek juga akan mempengaruhi masyarakat of Bali” dalam Majalah Djawa (Jawa Institut 1933) sehingga masyarakat tidak lagi terikat ------, en Water spies “Overzick pada nilai-nilai tradisi, yang mendorong Van Dens en Tooneel in Bali” dalam Majalah Djawa 1951 terjadinya krisis moral. Akan dapat di

207

Gottschalk, Lois, 1975, Mengerti Soedarsono,R.M, 1991, Nasib Seni Sejarah (Terjemahan) Tradisi Menjelang Era Jakarta: Yayasan Universitas tinggal landas, Sebuah Indonesia Potret perkembangan Seni Kartodirdjo, 1992, Pendekatan Ilmu Tradisional Masa Kini, Dalam Sosial dalam Metodologi Ilmu Humaniora. ; Sejarah, Jakarta: gramedia Gadjah Mada University Press. Pustaka Utama Stenis,L,U, Van, 1919, Memorie Van ------,1982, Pemikiran dan Het Gewest Bali end Lombok, Perkembangan historiografi (April,1919) Indonesia, Jakarta; Pt Granmedia) Syinopsis From The Editor”Musik And Kuntowijayo,1994, Metodologi Sejarah, Dancing in Present Bali and More Yogyakarta; Pt Tiara Wacana dan Spesialy in Gianyar’’Dalam Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Majalah Djawa, No.16. Universitas . Djava Institut, 1936 ------, 1987, Budaya dan Tantri, Ketut, 1965, Revolusi di Nusa masyarakat, Yogyakarta; Tiara Damai, Djakarta;Gunung agung Wacana Yogya. Utrecht, E,1962, Sedjarah Hukum Mackie,J,A, 1963 Sejarah Interbasional di Bali dan Pembangunan Ekonomi Lombok. (Bandung: Sumur Dalam Dunia Modern II, Bandung) terjemahkan oleh Soekardi, Yoeti,Oka A, 1985, Pengantar Ilmu Djakarta: Pt pembangunan Pariwisata,( Bandung:Penerbit Seramasara, I Gst, Ngurah, 1998, Angkasa) Dampak pariwisata ------,1985, Komersialisasi Seni Terhadap Seni Pertunjukan Budaya di Bali Dalam Pariwisata Bali. (Denpasar: Jurnal (Bandung: Angkasa) Institut Seni Indonesia Bali.)

208