PENYELESAIAN TINDAKAN PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS DI POLDA JAMBI)
Skripsi
Diajukan untuk melengkapi syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana program Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Hukum Pidana Islam
Oleh
MUH ADEN ARSYAD AMIN NIM: 151878
PEMBIMBING Dr. Ruslan Abdul Gani, S.H,M.H Alhusni, S.Ag, M.HI
FAKULTAS SYARIAHUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDINJAMBI 1440 H/2019
ii
iii
iv
MOTO
بِ ْس ِ م هّللاِ َّالر ْح َم ِن َّالر ِح ْي ِم
إِ َّ ن َّّللاَ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن تُ َؤدُّوا ْاْلَ َم ِانَات إِ َل ٰى أَ ْه ِل َها َوإِذَا َح َك ْمتُ ْم بَ ْي َن النَّ ِاس أَ ْن تَ ْح ُك ُموا
بِ ْالعَ ْد ِل ۚ إِ َّ ن َّّللاَ ِن ِع َّما يَ ِع ُظ ُك ْم بِ ِه ۗ إِ َّ ن َّّللاَ َك َان َس ِميعًا َب ِص ًيرا
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalahMahaMendengarlagi MahaMelihat.1
1An-Nisa (4):58.
v
PERSEMBAHAN
Angan dan cita-cita ini akan aku persembahkan teruntuk orang-orang yang aku cintai dan aku sayangi. Teruntuk Ayahanda dan Ibundaku tersayang yang telah mengasuh, mendidik dan membesarkan aku dengan segenap kasih saying yang tercurah hingga selesainya skripsi ini. Tanpa doamu ananda tidak akan dapat berpijak, tanpa tetesan keringat dan air matamu ananda tidak dapat berpikir dan tanpa ketulusanmu ananda tidak dapa seperti saat seperti ini, tiada yang dapat ananda persembahkan selain bukti dan doa.
Buat kakak-kakakku tersayang dan seluruh keluargaku yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan perhatian yang merupakan sumber inspirasi.
Buat sahabat-sahabati seangkatan di jurusan Hukum Pidana Islam yang telah banyak memberikan motovasi dan dorongan serta bantuan yang sangat berharga. Dan tidak lupa untuk orang-orang terdekat yang selalu membantuku dalam kesulitan maupun dalam keadaan senang yang tidak dapat aku sebutkan sata persatu.
Terimakasih atas jasa-jasa dan curahan perhatian yang kalian berikan kepadaku.
Akhir kata, bingkisan kecil ini adalah sebagai baktiku, semoga Allah SWT meridhoi, AamiinYaaRobbal ‘Alaamiin
vi
ABSTRAK
Muh Aden Arsyad Amin, Shp 151878, Penyelesaian Tindakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Repubik Indonesia (Studi Kasus Di Polda Jambi). Skripsi ini bertujuan untuk mengeahuibagaiman bentuk penyelesaian tindakan pelanggaran kode etik profesi yang di lakukan oleh anggota Kepolisian di Polda Jambi, untuk menetahuiApa saja kategori tindakan pelanggaran kode etik profesi yang di lakukan oleh Anggota Kepolisian. Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normative dengan menggunakan data-data primer melalui sumber data oleh penyidik untuk tujuan khusus dalam penelitian yang berkaitan dengan pelanggaran kode etik profesi kepolisian. Berdasarkan penellitian yang dilakukan diperoleh hasil dan kesimpulan sebagai berikut: pertama, Kategori tindakan pelanggaran kode etik profesi kepolisian adalah pelanggaran etika kenegaraan, pelanggaran etika kelembagaan, pelanggaran etika kemesyarakatan dan pelanggaran etika keperbadian. Pelanggaran kode etik yang paling banyak di lakukan oleh jajaran anggota polri polda jambi adalah pelanggaran kode etik kelembagaan. Pelnggaran- pelanggaran kode etik yang di lakukan adalah dalam bentuk melakukan pungutan liar, perjudian, penyalahgunaaan wewenang, penganiyaan, narkoba, perbuatan asusila,menerima suap, dan melakukan penembakkan masa. Kedua, Bentuk penyelesaian tindakan pelnggaran kode etik profesi polri polda jambi adalah melalui pemeriksaan anggota polri yang di duga atau di laporkan melakukan tindakkanpelanggran kode etik profesi kepolisian, selanjutnya akan di lakukan audit investigasi untuk menganalisa duduk perkara, pemberkasan dan atau pendokumentasikan dan pelaksanaan siding komisi kode etik polri untuk memutuskan perkara, jika keberatan pelanggaran juga melakukan banding.
Kata kunci: tindak pidana, pelanggaran, kode etik.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufiq dan hidayah-Nya maka penulis dapat meyelesaikan penyusunan Skripsi ini dengan baik.
Perjalanan panjang disertai perjuangan yang melelahkan terasa begitu indah untuk dikenang suka dukanya dalam menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Penyelesaian
Tindakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Repubik Indonesia (Studi Kasus
Di Polda Jambi)” untuk mendapat gelar Strata Satu (S1) Jurusan Hukum Pidana
Islam, Fakultas Syariah, UIN STS Jambi, akhirnya mencapai titik akhir dengan penuh rasa syukur.
Kemudian dalam penyelesaian Skripsi ini, penulis akui, tidak sedikit hambatan dan rintangan yang penulis temui baik dalam pengumpulan data maupun dalam penyusunannya. Dan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, terutama bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh Dosen Pembimbing, maka Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu menyelesaikan Skripsi ini, terutama sekali kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor UIN STS Jambi.
2. Bapak Dr. A. A. Miftah, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah UIN STS Jambi.
3. H. Hermanto Harun, Lc.,M.HI.,Ph.D, Dr.RahmiHidayati.,MH Dan
Dr.Yuliatin.,MH Selaku Pembantu Dekan I,II, Dan III dilingkungan Fakultas
Syariah UIN STS Jambi.
viii
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...... i PERNYATAAN KEASLIAN ...... ii NOTA DINAS ……………………………………………………………….iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...... iv MOTTO ...... v PERSEMBAHAN ...... vi ABSTRAK ...... vii KATA PENGANTAR ...... viii DAFTAR ISI ...... x DAFTAR SINGKATAN ...... xii BAB I : PENDAHULUAN A. Latar belakang ...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 12 C. Batasan Masalah...... 12 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...... 13 E. Kerangka Teori...... 13 F. Tinjauan Pustaka ...... 16 G. Metode Penelitian...... 17 H. Sistematika Penulisan ...... 22 BAB II : KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN A. Pengertian Kode Etik Kepolisian ...... 24 B. Fungsi Kode Etik Profesi Kepolisian ...... 27 C. Bentuk-Bentuk Kode Etik Profesi Kepolisan ...... 30 D. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolian ...... 40 BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Hstoris dan Geografis ...... 49 B. Kedudukan Tugas Pokok dan FunsiKepolisin Daerah Jambi ...... 53 C. Visi dan Misi Kepolisian Daerah Jambi ...... 56 D. Susunan Organisasi Kepolian Daerah Jambi...... 57 BAB IV : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Kategori Tindakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Polda Jambi ...... 63 B. Bentuk Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisan Di Polda Jambi ...... 66 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ...... 71
x
B. Saran ...... 72 DAFTAR PUSTAKA ...... 73 LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………………..76 CURICULUMVITAE………………………………………………………..77
xi
DAFTAR SINGKATAN
BBM : Bahan Bakar Minyak
DALTARES : Pengedali Antra Polres
HAM : Hak Asasi Manusia
KAMTIBNMAS : Keamanan dan Metertiban Masyarakat
KEPP : Kode Etik Profesi Polri
KOMPOLNAS : Komisi Kepolisian Nasional
KOMDAK : Komando Daerah kepolisian
KPKOM : Kepala Komisariat
KUHAP : Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana
MAKO : Markas Komando
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
POLRESTA : Kepolisian Resort Kota
POLRI : Polisi Republik Indonesia
POLDA : Polisi Daerah
POLWIL : Kepolisian Wilayah
PTDH : Pemberian Tidak Dengan Hormat
PTUN : Peradilan Tata Usaha Negara
RESTA : Resort Kota
RI : Republik Indonesia
S1 : Strata Satu
SATWIL : Satuan Wilayah
xii
SDM : Sumber Daya Manusia
TKR : Tentara Keamanan Rakyat
TNI : Tentatra Nasional Indonesia
UIN : Universitas Islam Negri
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sebagai aparatur negara, Polri memiliki tugas untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyrakat, hal ini merupkan wujud dari fungsi sebagai abdi masyarakat. Pelayanan puplik merupakan salah bentuk pelayanan kepada masyarakat yang menjadi fokus perhatian dalam meningkatkan kinerja instansi pemerintahan, dalam hal ini Polri termasuk kepada salah satu instansi pemerintahan tersebut.
Kapolri telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan puplik. Kebijakan ini ternyata tidak otomatis menyelesaikan permsalahan pelayanan puplik oleh Polri yang selama ini masih belum baik. Hal tersebut berkaitan dengan persoalan seberapa jauh berbagi peraturan dan kebijakan tersebut di sosialisasikan di kalangan anggota Polri dan masyrakat, serta bagaimana infrastruktur Polri, dana, sarana, teknologi, kopotensi sumber daya manusia (SDM) budaya kerja organisasi Polri di siapan untuk menopapelaksaan berbagai peraturan tersebut sehingga kinerja pelayanan publik oleh Polri menjadi terukur dan dapat dievaliasi keberhasilannya.2
2 Anonim, Standar Operasional Presedur ( SOP) Tentang Kepemeriksaan Dan Pemberkasan Pelanggaran Kode Etik Provesi Polri, Divisi Provesi dan Pengalaman Polri Pusat Pembinaan Provesi, hlm: 1
1
2
Pemisahan kepolisian dengan TNI secara kelembagaan membawa pemgaruh dan perubahan perlakuan bagian anggota kepolisian didepan umum, yang semula tunduk pada hukum disiplin dan hukum pidana meliter dalam lingkup kopetensi peradilan meliter, beralih tunduk pada peradilan umum. Terdapat suatu prubahan yang sangat esensial, dimana Polri bukan lagi meliter dan bersatu sebagai sipil.
Berubahnya kepolisian sebagai sipil, maka sebagai konsekuensi logis bahwa anggota kepolisian tunduk dan berlaku hukum sipil. Telah terjadi perubahan nilai dan status bagi anggota Polri. Yakni diberlakukan hukum yang sama dengan masyarakat sipil.
Konsekuesinya, perbuatan melanggar hukum yang dalam koridor hukum disiplin Polri ataupun pelanggaran kode etik, penyelesaian secara internal kelembagaan, yakni melalui sidang disiplin maupun sidang komisi kode etik profesi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang
Peraturan Disiplin Bagi Anggota Polri. Diberlakukannya Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum
Bagi Anggota Polri, maka pemeriksaan bagi anggota Polri dalam perkara pidana mulai dari tingkat penyidik sampai persidangan mendasarkan pada ketentuan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP.
Berlakunya KUHAP bagi anggota polri tersebut ditegaskan dalam pasal 4 peraturan pemerintah nomor 3 tahun 2003 yang subtansinya, penyidikan terhadap anggota polri yang melakukan tindak pidana dilakukan oleh penyeyidik sebagaimana diatur menurut hukum acara pidana yang berlaku dilingkungan peradilan umum,
3
artinya menurut undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP. Selain itu bagi anggota polri masih juga tunduk pada peraturan hukum disiplin kode etik profesi yang berlaku dalam organisasi kepolisian, sehingga sangat mungkin adanya penjatuhan hukum gandda pada anggota polri yang melakukan tindak pidana, yakni menerima sanksi pidana (penjara) juga sanksi hukuman disiplin sebagaimna diatur dalam peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2003 tentang praturan disiplin anggota polri.3
Penegakan hukum adalah proses yang dilakukan sebagai upaya untuk tegaknya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam kehidupan dalam bemasyrakat dan bernegara. Setidaknya ada tiga elemen penting yang mempengaruhi kinerja penegakan aturan hukum, antaran lain:Pertama,institusi penegakan hukum, termasuk sarana dan prasarana yang mendukung dan mekanisme atau tata kerja yang berlaku dilembaga tersebut.Kedua, budaya kerja aparat penegak hukum, termasuk kesejahteraanya. Penegakan aturan hukum itu sendiri hanya dapat terwujud apabila hukum yang hendak ditekan mencerminkan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyrakat. Dengan kata lain, dalam rangka penegakan aturan hukum diperlukan pula pembaharuan atau pembentukan peraturan hukum yang baru.
Dalam Kode Etik Polri salah satunya disebutkan bahwa setiap anggota Polri harus menjaukan diri dari perbuatan dan sikap tercela serta mempelopori setiap
3 Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme Dan Reformasi Polri), (Surabaya :LaksbangMediatama, 2017), Hlm,19.
4
tindakan mengatasi kesulitan masyarakat disekitarnya. Di sampng itu, setiap insan
Polri juga diharapkan mampu mengendalikan diri dari perbutan-perbuatan menyalahgunaan wewenang.
Anggota Polri tidak dapat dipisahkan dengan hakikatnya sebagai manusia yang hidup bermasyarakat dan saling melakukan interaksi antara individu. Manusia secara individu dalam menjaga kelangsungan hidupnya melakukan interaksi dengan individu yang lain serta membutuhkan bantuan orang lain karena tidak mungkin manusia hidup didunia sendirian. Kodek Etik Profesi Polri mengandung jabaran pedoman prilaku setiap anggota Polri dalam berhubungan dengan masyarakat, baik ketika menjalankan tugas dan wewenangnya maupun ketika tidak sedang menjalankan tugas.
Norma-norma yang terkandung dalam Kode Etik Profesi Polri di rumuskan dalam Peraturan Kapolri No.Pol:14 tahun 2011 memiliki ketentuan mengikat dan nilai-nilai moral yang tinggi. Yang menjadi pedoman bagi anggota Polri untuk prilakusesui dengan nilai-nilai moral. Pelanggaran terhadap kode etik Polri maka sebagai anggota Polri penyelesaian perkara yang berkaitan dengan Pelanggaran
Disiplin maupun Kode Etik, Keputusan Sidang Disiplin maupun Sidang Kode Etik belum mengikat dan belum final, karena keputusan akhir dalam penjatuhan hukum terletak pada atasan yang berhak menghukum (Ankum), sehingga keputusan sidang
5
itu terbatas hanya memberi rekomendasi kepada Ankum berdasar fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan.4
Fungsi dan peranan Propamdilingkungan kepolisian Republik Indonesia menjadi penting karena akan memberikan dampak terhadap penegakan disiplin anggota Polri dan terutama penegakan kode etik Polri. Profesionalitas Polri menjadi dambaan bukan saja oleh anggota Polri tetapi seluruh masyarakat Indonesia, karena fungsi pengayom dan pelindung masyarakat didukung adanya profesionalitas Polri dan semua iktu tidak lepasdari peranan Propam.5
Diberbagai negara mempunyai pengertian yang berbeda-beda, tapi awalnya istilah “Polisi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “politeia” yang berarti seluruh pemerintahan negarakota, yang kemudian berkembangan diberbagai sendi kehidupan masyarakat sehingga menumbuhkan rasa kesatuan. Tugas-tugas Polisi preventif mencegah, mengatur atau melakukan tindakan-tindakan yang berupausaha, kegiatan, pekerjaan untuk tidak terganggunya ketertiban, keamanan, kedamaian, ketenangan dan ketentraman, kesehatan umum masyarakat. Usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan itu bisa berupa patroli, penyuluhan, penerangan-penerangan pendidikan, melakukan bantuan atau pertolongan dan sebagainya yang apabila dikaitkan dengan perundang-
4Ibid., hlm.19 5Soebroto, Wewenang Kepolisian dalam Hukum Kepolisian di Indonesia, (Jakarta: Bunga Rampai PTIK,2004), hlm.41
6
undangan sering disebut sebagai pengayom, pelindung, pembimbing dan pelayan masyarakat.6
Sebagai aparatur pemerintahan anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya dibekali dengan serangkaian aturan yang memberi kepadanya sejumlah kewenangan tetapi .juga memberikan batasan-batasan dalam melaksanakan kewenangan tersebut.
Di samping dibekali dengan berbagai piranti berupa peraturan perundang-undangan maka Polri juga memiliki sejumlah diskresi Kepolisian dalam melaksanakan tugas.7
Polisi adalah aparat penegakan hukum tetapi dalam kenyataan yang terjadi sebagaianaggota itu bertindak sebaliknya dan tidak sesuai dengan etika profesi kepolisian, atau dalam arti kata ada sebagai polisi melakukan pelanggaran terhadapkode etik profesi kepolisian, pelanggaran ataupun perbuatan pidana anggota kepolisian yang tidak sesuai dengan kode etik profesi kepolisian ini ternyata berakibat hukum.
Terhadap permasalahan yang pertama dapat di jelaskan bentuk-bentuk pelanggaran kode etik profesi kepolisin adalah bertutur kata kasar dan bernada kemarahn, menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas, bersikap mencari- cari kesalahan masyarakat, mempersulit msyarakat yang membutuhkan bantuan atau pertolongan, menyebarkan berita yang meresahkan masyarakat, melakukan perbuatan
6Sadjijono, Fungsi Kepolisian dalam Pelaksanaan Good Governance, (Yogyakarta :LaksabangMediatama, 2005), hlm.54. 7Ibid.,hlm. 57.
7
yang di rasakan merendahkan martabat perempuan; melakukan tindakan yang di rasakan sebagai perbuatan menelantrkan anak-anak di bawa umur dan merendahkan harkat martabat manusia.
Permasalahan kedua dapat di berikan jawaban bahwa penyelesaian pelanggaran kode etik profesikepoisian yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana maka baginya akan di proses terlebih dahulu dalam siding disiplin dikarenakan adanya dead lineatau batas waktu pelaksanaan sidang di siplin yakni maksimal 30 (tiga puluh) hari seperti dalam pasal 19 keputusan kaPolri No. Pol Kep/44/1X/2004. Setelah pelaksanaan siding disiplin selesai maka akan dilaksanakan sidang lingkup peradilan umum sesuai dengan psal 2 PP NO.3 Tahun 2003 tentang pelaksaan teknis insitusional peradilan umum bagi anggota kepolisian RI.
Pembinaan kemampuan profesi anggota kepolisian Negara repuplik Indonesia dilaksankan melalui pembinaan etika profesi dan pengembangan pengatahuan serta pengalaman penugasan secara berjenjang, berlanjut dan terpadu. Peningkatan dan pengembangan pengatahuan dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan, baik di dalam maupun di luar lingkungan kepolisian Negara repuplik Indonesia, di lembaga pendidikan di dalam atau di luar negri, serta sebagai bentuk pelatihan lainya sepanjang untuk meningkatkan profesinalisme. Sedangkan pengalaman maksudnya adalah meliputi jenjang penugasan yang di arahkan untuk menetapakan kemampuan berprestasi. Tuntutan pelaksaaan tugas tugas serta pembinaan kemampuan profesi kepolisian Negara repuplik Indonesia mengharuskan adanya lembaga pendikan ilmu
8
kepolisian yang bersifat akademik maupun profesi dan pengkajian teologis kepolisian.8
Adanya berbagai bentuk pembinaan dan pelatihan ini seharusnya membuat anggota Polri benar-benar mempunyai kopetensi yang baik alam memberikan pelayanan puplik kepada masyarakat. Sehingga pelanggaran demi pelanggaran kode etik Polri dapat di tekan seiring dengan berjalanya waktu. Tetapi kenyataan seakan memberikan pandangan dan pengertian lain, masih banyak kejadian pelanggaran kode etik yang di lakukan oleh oknum-oknum anggota Polri.
Sejauh ini Polri telah menjalani berbagai reformasi, baik itu yang dijalankan karena suatu mandate politik dari inisiatif eksternal, baik merupan produk tekanan politik puplik maupun kosekuensi reformasi legislasi yang di produksi parlemen, maupun inisatif internal. Hal ini biasa terlihat dari reformasi aturan-aturean internal
Polri (misalnya perkap-perkap). Namun Polri juga masih mempunyai problem akut tentang makelar kasus (krupsi), rekening perwira tinggi yang mencurigakan, brutalitas aparat kepolisian, kegagapan menghadapi kelompok masa dengan symbol- simbol komunisme, hinggs minimnya akuntabilitas dalam merepons dugaan praktek- praktekpenyalahggunaan kekuasaan aparaturnya. Yang terakhir ini diafirmasi oleh kenyataan minimnyarespons dari pejabat Polri terkait pengaduan yang di
8 Anonim, Penjelasan: Undang-Undang Repiplik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Repuplik Indonesia, Pasal 32 Ayat 1
9
transmisikan oleh komisi kepolisian nasional (KOMPOLNAS), komnas HAM dan dari korban (pengadu) terkait dugaan praktek penyalahgunaan kekuasaan9
Di jambi, kasus-kasus kekerasan yang merupakan salah satu bentuk pelanggarankode etik Polri sendiri masih terjadi, ini membuktikan masih perlunya kontrol dari masyrakat untuk menilai kinerja Polri. Anggota Polri yang merupakan anggota pelayanan masyarakat yang tentu di bakali dengan persenjtaan terkadang menyalaggunakan untuk tugas yang bukan semestinya, dan hal ini dapat saja masalah membuat permasalahan baru yang akan memperburuk citra Polri.
Kepolisian Daerah (Polda) Jambi mencatat seorang oknum perwira berpangkat
Komisaris Polisi bernama Sulistyanto karena indisipliner. Upacara pemberhentian secara tidak hormat terhadap Sulistyanto digelar dilapangan hitam Mapolda Jambi, dipimpin oleh Waka Polda Jambi Kobes Pol Nugroho Aji Wijayanto. Namun, yang bersangkutan tidak dihadirkan.
Kasubidpenmas Bidang Humas Polda Jambi KompolWormanto menjelaskan, pemecatan sulistyanto itu berdsarkan Surat Putusan Kapolri No. KEP/444/V/2016/ dan dan hasil putusan sidang kode etik kedisiplinan. Sulistyanto dipecat dari dinas kepolisian kerenadidak masuk tugas selama berhari-hari dan divonis lima bulan penjara oleh pengadilan karena terlibat kasus penyelagunnaannarotika pada
9 Kontras, Menyusun Kriteria Idial Kapolri Mendatang – Kontras ( Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasa)., Hlm .1
10
2013.Sidang kode etik pun memutuskan pemberhentian dengan tidak hormat.
Sulistyantosempata mengajukan banding ke mabes polri, namun mabes tetap meneruskan keputusan sidang kode etik tersebut.
Atas pemectan tersebut, KompolWirmanto mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan kepolisi apabila melihat Sulisyanto masih mengaku sebagai anggota Polri. Sepenjang semester pertama 2016, Polda Jambi merilis 20 anggota
Polisi yang terancam di berehentikan dengan tidak hormat terkait berbagai kasus.
Sebanyak enam orang kini sedang menjalani hukuman akibat deserasi atau tidak bertugas tanpa keteranggan.
Lalu tiga orang terlibat dalam menyalahgunakan dan peredaran narkoba,
Sembilan orang terlibat dalam menyalahgunakan wewenang sebagai anggota kepolisian satu orang melakukan penyelahgunakan senjata apai, dan satu orang lain terlibat dalam penyeludupn bahan bahan bakar minyak (BBM) illegal.n polda jambi berpangkat brigadier yang sudah dipecat, yakni tiga orang dari Polresta Jambi dan
PolresTebo karena desersi, satu anggota sat brimobda jambi diberhentikan atas kasus pemalsuan dokumen, dan stu anggota SPN Jambi di pecat karena terlibat kasus penyelagunaan wewenang.
Hukum merupakan alat pengatur tata tertib dan sebagai hubungan masyarakat, hukum sebagai norma kehidupan (levensvoorshriften). Manusia adalah masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk, dan hukum memberi
11
petunjuk apa yang harus diperbuat dan apa yang tidak boleh, sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur. Kesemuanya ini dimungkinkan karena hukum itu mempunyai sifat dan watak yang mengatur tingkah laku manusia serta mempunyai ciri memerintah dan melarang. Begitu pula dengan hukum dapat memaksa agar hukum dapat berjalan atau ditaati oleh semua anggota masyarakat. Hukum mempunyai ciri memerintah atau melarang, mempunyai daya paksa, dan daya menikat fisik maupun psikologis. Karena mempunyai ciri dan sifat daya mengikat tersebut, maka hukum dapat memberi keadilan inilah yang dapat menentukan siapa yang bersalah dan siapa yang benar.10
Kejahatan adalah suatu perbuatan secara turun temurun dilakukan oleh manusia dari dahulu sampai dewasa ini. Manusia melakukan perbuatan jahat, baik tehadap diri sendiri maupun tehadap orang lain. Tingkah laku jahat itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria, dapat pula pada usia anak, dewasa, ataupun lanjut usia. Kejahatan ini mempunyai ancaman dapat dikenai berupa hukuman denda, hukuman penjara, hukuman mati, dan kadangkala hukumannya masih ditambah dengan hukuman penyitaan barang-barang tertentu, serta pengumuman hakim.
10Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung : Sinar Grafika, 1992), hlm. 54.
12
Pelanggaran adalah perbuatan yang oleh umum baru disadari bahwa dapat dipidana karena Undang-Undangmenyebutkan sebagai delik, jadi karena Undang-
Undang mengancamnnya dengan pidana.11
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik menganggkat tema penelitian tentang pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota kepolisian, dengan judul:
Penyelesaian Tindakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Repubik
Indonesia (Studi Kasus Di Polda Jambi).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis kemukaan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apa saja kategori tindakan pelanggaran kode etik profesi yang di lakukan oleh
anggota kepolisian?
2. Bagaiman bentuk penyelesaian tindakan pelanggaran kode etik profesi yang di
lakukan oleh anggota kepolisian di polda jambi?
C. Batasan Maslah
Agar penelitian skripsi ini mengarah kepada pembahasan yang di inginkan dan terarah pada pokok-pokok permasalahan yang di tentukan dan tidak terjadinya kesalah pahaman karena ruang lingkupnya tertalu luas, maka perlu pembatasan
11 Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, ( Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 64 -65.
13
masalah,pembatasan masalah ini akan dibatasi pada kategori tindakan pelanggaran
Kode Etik Profesi Kepolisian dan bentuk penyelesaian tindakan pelanggaran Kode
Etik Profesi yang dilakukan oleh anggota kepolisian Polda jambi NO.
KEP/444/V/2016/.
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Ingin mengatahui kategori pelanggaran kode etik profesi berupa tindak pidana yang di lakukan oleh anggota kepolisia.
b. Ingin mengetahui bentuk penyelesaian pelanggaran kode etik profesi berupa tindakan pidana yang di lakukan oleh anggota kepolisian di polda jambi.
2. Manfaat Penelitian
a. Dari sisi akademis hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pidana dan dapat dijadikan titik tolak bagi penelitian lebih lanjut.
b. Sebagai syarat untuk menyelesaikan program studistrata satu (S1) pada
Jurusan Hukum Pidana Islam UIN SulthanThahaSaifudddin Jambi.
E. Kerangka Teori
Kerangka teori sebagai pedoman bagi penulis dalam melakukan penelitian guna untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam judul Proposal dan menghindari
14
penafsiran yang berbeda sehingga penulisan ini terarah dan lebih baik maka Skripsi ini sangat perlu untuk diperhatikan kerangka teori dibawah ini:
1. Pelanggaran
Pelanggaran adalah perbuatan yang oleh umum baru disadari bahwa dapat dipidana karena Undang-Undangmenyebutkan sebagai delik, jadi karena Undang-
Undangmengancamnnya dengan pidana.12 Pelanggaran adalah perbuatan yang dilakukan oleh Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia karena melanggar sumpah atau janji anggota, sumpah janji jabatan, peraturan disiplin dan atau Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.13
2. Kode Etik Propesi
Kode dalam kamus umum bahasa Indonesia dijelaskan bahwa merupakan sebuah tulisan (kata-kata, tanda) yang dengan persetujuan mempunyai maksud yang tertentu, etik, aturan tata susila, sikap, ahlak.14 Profesi dijelaskan sebagai sebuah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejurun, dan sebagainya) tertentu.15
Kode Etik Profesi Polri adalah norma-norma atau aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh anggota
12 Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, ( Bandung: PT Refika Aditama, 2005),hlm: 64 -65. 13 Anonym, pasal 1 ayat (12). 14 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakrta: Balai Pustaka, 2017), hlm: 604-603 15 Ibid., hlm: 911
15
Polri. Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatan yang bertentangan dengan Kode Etik Profesi Polri.16
Etika Profesi Polri adalah kristalisasi nilai-nilai tri Brata yang di landasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika keperbadian, kenegaraan, kelembagaan dan hubungan dengan masyarakat.17
Kewajiban yang harus ditaati oleh anggota polri dalam rangka memilihara kehidupan bernegara dan masyrakat tersebut terdiri dari 10 (sepuluh) butir antara lain menjujung tinggi hak asasi manusia (HAM) serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sedangkan kewajiban yang harus ditaati oleh anggota polri dalam hubungan dengan pelaksanaan tugas terdiri dari 15 (lima belas) butir antara lain adalah membrikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyrakat, memperhatikan dan meyelesaikan dengan sebaik- baiknya laporan dan/atau pengaduan masyrakat, menaati sumpah atau janji anggota polri serta sumpah janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.18
3. Polisi
16 Anonim, Pasal 13 ayat (1) dan (2) 17 Anonim, Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang Pemeriksaan dan Pemberkasan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri, Devisi Profesi Dan Pengamanan Polri Pusat Pembinaan Profesi, Hlm.3 18Supriyadi, Eksistensi Hukumdisiplin Anggota Polri Pasca Separasi Polri dan TNI, Jurnal Mimbar Hukum, Universitas Gajah Mada, hlm.126
16
Dalam undang-undang repuplik Indonesia nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian Negara repiplik Indonesia BAB 1 ketentuan umum bagian 1, di jelaskan bahwa: kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan perturan perundang-undangan.19
Polisi memiliki fungsi yang penting dalam pemerintahan Negara, sebagaimana di jelaskan dalam pasal 2 undang-undang repuplik Indonesia nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian Negara repuplik Indonesia: fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamnan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum perlindungan, pengayoman, kepada masyarakat.20
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah uraian hasil-hasil penelitian terdahulu (penelitian- penelitian lain) yang terkait dengan penelitian ini pada aspek focus/tema yang diteliti.
Penulis menemukan beberapa penelitian yang ada hubungannya dengan maslah yang akan diteliti seperti judul berikut:
“Penegakan Hukum Terhadap Anggota Kepolisian Yang Melakukan Pungutan
Liar (Studi Kasus Diwilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)”yang ditulis oleh
Agung Kurniawan mahasiswa Fakultas Hukum Unifersitas Lampung, pada penelitian
19 Anonym, pasal Undang-undang Repulik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Repuplik Indonesia, pasal1 ayat (1). 20 Ibid., pasal 2
17
ini lebih terfokus kepada Penegakan Hukum Terhadap Anggota Kepolisian Yang
Melakukan Pungutan Liar.21
“Penerapan Kode Etik Polri Terhadap Oknum Polisi Yang Melakukan
Penganiayaan Terhadap Pelanggaran Lalulintas” yang ditulis oleh ValleryAprialdy mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pasundan 2016, pada penelitian ini lebih terfokus kepada Penerapan Kode Etik Polri Terhadap Oknum Polisi Yang Melakukan
Penganiayaan Terhadap Pelanggaran Lalulintas.22
“Fungsi Kode Etik Kepolisian Dalam Mencegah Penyelenggaraan Profesi
Demi Terselenggaranya Penegakan Hukum Pidana” yang ditulis oleh
MichealPanangianSilalahi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atm Ajaya
Yogyakarta 2011,pada penelitian ini lebih terfokus kepada Fungsi Kode Etik
Kepolisian Dalam Mencegah Penyelenggaraan Profesi Demi Terselenggaranya
Penegakan Hukum Pidana.23
Adapun yang membedakan penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian terdahulu diatas ialah, penulis lebih berfokus terhadap Penyelesaian Tindakan
Pelanggaran Kode Etik Kepolisian Republik Indonesia.
G. Metode Penelitian
21Agung Kurniawan, “Penegakan Hukum Terhadap Anggota Kepolisian Yang Melakukan Pungutan Liar (Studi Kasus Diwilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)”, (Fakultas Hukum Unifersitas Lampung 2017). 22ValleryAprialdy, “Penerapan Kode Etik Polri Terhadap Oknum Polisi Yang Melakukan Penganiayaan Terhadap Pelanggaran Lalulintas”, (Fakultas Hukum Universitas Pasundan 2016). 23MichealPanangianSilalahi, “Fungsi Kode Etik Kepolisian Dalam Mencegah Penyelenggaraan Profesi Demi Terselenggaranya Penegakan Hukum Pidana”, (Fakultas Hukum Universitas Atm Ajaya Yogyakarta 2011).
18
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan permasalahan yang timbul didalam gejala bersangkutan.
1. Pendekatan Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode analisis yuridis normative. Dimana pemahasan yang akan di lakukan adalah sekitar tentang bentuk-bentuk pelayanan kode etik profesi kepolisian dan penyelesaian pelanggaran kode etik profesi kepolisiaqn yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana. Metode analisis yuridis normative penelitian ini mengetengahkan pemahasan dan penelaahan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang erlaku. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji bahan pustaka dan keterkaintan kajian pustaka ini dengan kondisi real dilapangangn, yaitu Polda Jambi, sebagai lokasi penelitian.
2. Setting penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi lapangan yang memahas tentang pelanggaran kode etik profesi kepolisian yang dilakukan oleh anggota Polri yang berada dalam wilayah tugas Polda Jambi.
3. Sumber Data
19
Sumber data dalam penelitian ini berupa hasil temuan lapangan yang dilakukan dengan melakukan riset penelitian di Polda Jambi, dan data dalam bentuk teori-teori yang relefan dengan tema pemahasan proposal skripsi ini yang bberkenaan dengan
Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri.
a. Data Perimer
Data perimer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data oleh penyidik untuk tujuan khusus dalam penelitian.24 data yang di peroleh secara langsung dari sumbernya ataupun dari lokasi objek penelitian, melakukan studi lapangan, dengan cara melakukan wawancara secara terstruktur dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan yang telah disiapkan kepada sejumlah informan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. b. Data Skunder
Data skunder adalah data yang lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang diluar penyidik sendiri walaupun yang dikumpulkan itu sendiri merupakan data asli.25 Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang penulis dapatkan dari sumber-sumber kepustakaan secara teoritis yang erkenaan dengan pelanggaran kode etik profesi polri.
4. Teknik Pengumpulan Data
24Zarkasyim Syam, Ajaran Metode Penelitian, jambi: Fakultas Tarbiah IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jami, 2006., hlm.74 25Ibid.,hlm. 74
20
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling uatam dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpilan data peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.26 a. Observasi
Observasi adalah dasar ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.27Penulis melakukan observasi untuk mengetahui bagaimana bentuk peneyelsaian Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang dilakukan anggota Kepolisian
Polda Jambi. b. Wawancara
Pada wawancara, pertanyaan diajukan secara lisan (pengumpulan data bertatap muka dengan responden). Dalam wawancara, alat pengumpulan wawancara disebut pedoman wawancara. Suatu pedoman wawancara tentu saja harus benar-benar dimenerti oleh pengumpul data, sebab dialah yang akan menanyakan dan menjelaskan pada responden.28 c. Dokumentasi
26Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R dan D, (Bandung: Alfabeta, 2009)., hlm. 308 27Ibid.,hlm. 310 28Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasi,(Rajagrafindo Persada, 2007)., hlm. 52
21
Tidak kalah penting dengan metode-metode lain, adalah dokumentasi, yaitu cara mencari data mengenai hal-hal ata variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, dan sebagainya.29
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diproleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-ahanlain, sehimgga dapat mudah di pahami, temuanya dapat di informasikan kepada orang lain, analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan kedalam unit-unit, melaukansintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana data yang penting data yang akan di pelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat di ceritakan kepada orang lain. Belum ada panduan dalam penelitian kualitatif untuk menentukan berapa banyak data dan analisis yang di perlukan untuk mendukung kesimpulan dan teori.30
Setelah selesai penelitian ini, maka data yang diperoleh terlebih dahulu diseleksi menurut kelompok variable-variabel tertentu dan dianalisis melalui segi kualitatif, data ini dianalisis dengan teknik sebagai berikut : a. Analisis domain biasanya dilakuakanmemproleh gambaran yang umum dan
menyeluruh dari objek penelitian atau situasi social sebagai pijakan untuk
penelitian selanjutnya. Semakin banyak waktu yang diperlukan untuk
penelitian.
29SuharsimiArikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta: Renaka Cipta, 2006), hlm. 231 30Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, hlm. 334
22
b. Analisis taksonomi adalah analisis yang menjabarkan domain yang di pilih
dalam penelitian menjadi lebih rinci. Untuk mengatahui struktur internalnya
dan dilakukan observasi terfokus. c. Analisis komponensial yaitu mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal
dengan cara mengontraskan antar elemen dilakukan dengan observasi serta
wawancara terseleksi dengan peryataan yang mengontraskan.31
H. Sistematika Penulisan
Guna mengetahui isi skripsi ini secara umum, perlulah diperhatikan sistematika penulisan dibawah ini sebagai berikut :
Bab I: Merupakan bab pendahuluan, dalam bab ini diuraikan tentang : latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, dan metode penelitian.
Bab II: mebahas mengenai pelanggar kode etik secar umum, pengertian pelanggara kode etik, bentuk pelanggaran kode etik, dan sanksi pelanggaran kode etik profesi, khususnya pelanggaran kode etik profesi kepolisian.
Bab III: membahas mengenai keadaan lokasi penelitian, yaitu polda jambi. Di dalamnya berisi tentang sejarah berdiri, struktur organisasi, keadaan personil, dan keadaan sarana dan prasarana.
31Ibid.,hlm. 348
23
Bab IV membahas mengenai pelanggaran kode etik profesi kepolisian yang dilakukan oleh anggota kepolisian polda jambi, dan bentuk penyelesaian atas pelanggaran kode etik profesi yang di lakukan.
BabV:adalah kesimpulan dari pembahasan menegenaipenyelasaian pelanggaran kode etik profesi berupa tindak pidana yang dilakukan oleh anggota kepolisian repuplik Indonesia (studi kasus polda jambi ).
24
BAB II
KODE ETIK PROFESI KEPOLOSIN
A. Pengertian Kode Etik Profesi Kepolisian
Kode dalam kamus besara bahasa Indonesia dijelaskan bahwa merupakan sebuah tulisan (kata-kata, tanda) yang denagan persetujuan mempunyai maksud yang tertentu, etik, atura tata susila, sikap, akhlak.32 Profesi dijelaska sebagai sebuah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu.33
Etika profesi adalah merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari etika sosial. Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan dan isi dari karya inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan.34
Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah di sepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum. Kode etik dapat jug artikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berprilaku. Tujuan kode etik
32 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 604-605 33 Ibid, hlm. 911 34 Rizal Isnanto, Etika Profesi, (Semarang: Program Studi System Komputer Fakultas Teknik Universitas Diponogoro, 2009), hlm. 9
25
agar profesonal memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya.
Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.35
Etika dalam kamus umum bahasa Indonesia di artikan sebagai sebagai ilmu pengatahuan tentang asas-asas ahlak (moral).36 dari penjelasan dalam kamus bahasa
Indonesia ini dapat di ketahuai bahwasanya etika sangat berkaitan dengan perilaku atau moral yang dalam islam dikenal dengan ahlak. Berpijak dari teori ini, pelanggaran kode etik dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk pelanggaran nilai-nilai moral yang dilakukan oleh seseorang dalam sebuah organisaasiporofesi.
Kode etik merupakan suatu bentuk aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat dibutuhkan dapat di fungsinkan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan secara umum dinilai menyimpang dari kode etik. Seperi halnya etika dalam masyarakat, sanksi yang diperoleh terhadap suatu pelanggaran adalah sanksi sosial. Sanksi sosial bisa juga berupa teguran atau bahkan dikucilkan dari kehidupan bermasyarakat.
Demikian juga dengan pelanggaran etika berinternet, yang akan diterima jika melanggar etika atau norma-norma yang berlaku adlah dikucilkan dari kehidupan berkominikasi berinternet.37
35 Wikipedia, Kode Etik Profesi, http://id.wikipedia.org/wiki/kode_etik_profesi, diakses pada 18 februari 2018 36 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 2007), hlm. 326 37 Warta Warga Student Journalism, “Pelanggaran Dalam Kode Etik”,http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/04/pelanggaran-dalam-kode-etik/., diakses pada 18 februari 2019
26
Kode etik memberikan kerangka kerja penilaian etika profesionl. Kata kuncinya disini adalah kerngka kerja, tidak ada kode etik yang bersifat komprehensif seluruhnya dan mencakup semua situasi etika yang mungkin dihadapi. Kode Etik lebih berfungsi sebagai titik awal bagi pengambilan keputusan yang etis. Sebuah kode juga dapat menunjukankomitementehadap terhadap arah etika yang diambil oleh sebuah anggota profesi. Suatu kode menunjukkan prinsip-prinsip ini dengan cara yang konsisten. Komprehensif, dan dapat di akses. Suatu kode mendefinisikan peran dan tanggung jawab professional.38
Kode etik tidak menciptakan prinsip moral atau etika yang baru. Prinsip-prinsip ini tertata dengan baik dalam masyarakat, dan dasar prinsip etika dan moral yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Kode etik lebih lebihmenunjukan cara penerapann prinsip-prinsip moral dan etika dalam menerapkan prinsip-prisipmoral dalam situasi tertentu yang dihdapinya dalam praktek professional.39
Kode etik membantu menciptakan lingkungan didalam sebuah profesi di mana prilaku etika menjadi norma. Kode etik juga berfungsi penuntun atau pengingat tentang cara bertindak dalam situasi tertentu. Kode etik juga terdapat digunakan untuk mendukung posisi seseorang dalam keadaan tertentu. Kode etik menyediakan sedikit dukungan bagi orang yang sedang berda dalam tekanan atasan dalam berprilaku tidak etis. Kode etik juga dapat mendukung posisi seseorang dengan menunjukkan dengan adanya kepekaan kolektif tentang perilaku yang benar, adanya
38Charle B. Fledermann, “Etika Enjiniring”, (Jakrta: Erlangga, 2006)., hlm 26-27 39Ibid., hlm 27
27
kekuatan dalam jumlah. Kode etik dapat menunjukkan kepada orang lain bahwa profesi itu sangat memperhatikan tanggung jawab, arahan profesional. Meskipun demikian, kode etik tidak boleh di gunakan sebagai pajangan, suatu usaha yang dilakukan oraganisasi agar itu tampak berkomitmen pada prilaku etika, padahal sebenarnya tidak.40
Kode etik secara lebih jelas, dalam sebuah lingkuppekerjaansutu profesi lebih menekankan pada bagaimna seorang harus tunduk pada norma-norma professional yang ada dalam profesi yang sedang ia jalani. Kode etik ini juga menjadi sebuah bentuk pembatas, tentag bagaimana setiap anggota professional agar tidak melnggarnya, karena melanggar kode etik tentu akan mempunyai akibat yang harus diperhitungkn. Kode etik sebush bentuk upaya untuk menyelaraskan dan menjaga nilai-nilai moral harus dijalankn dan di laksanakan dengan sepenuh hati dan tampa inimidasi karena adanya kesadaran bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah kode etik merupakan bentuk aturan yang bertujuan untuk kebaikan.
B. Fungsi Kode Etik Profesi Kepolisian
Polisi adalah aparat penegakan Hukum. Tetapi dalam kenyataan yang terjadi ada sebagian anggota itu yang bertindak sebaliknya dan tidak sesuai dengan etika profesi kepolisian. Atau dalam arti kata ada sebagai Polisi melakukan pelanggaran.
Terhadap Kode Etik Kepolisian. Pelanggaran ataupun perbuatan pidana anggota
40Ibid., hlm 27
28
kepolisian yang tidak sesuai dengan Kode Etik Profesi kepolisian ini tentunya berakibat Hukum.
Anggota Polisi adalah Pegawai Negeri pada Polri dari pangkat terendah sampai dengan pangkat tertinggi yang berdasarkan undang-undang memiliki tugas, fungsi dan kewenangan kepolisian. Profesi Polri adalah profesi yang berkaitan dengan tugas
Polri baik di bidang operasional maupun di bidang pembinaan. Etika Profesi Polri adalah Kristalisasi nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap Anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika kenegaraan, etika kelembagaan, kemasyarakatan, dan kepribadian. Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat dengan KEPP adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau Filosofis yang berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut dilakukan oleh Anggota Polri dalam melakukan tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatan.
Dalam Undang-undang tentang Kepolisian diatur secara tegas bahwasanya,
Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat oleh Kode
Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia. Kode Etik Profesi Kepolisian Republik
Indonesia dapat menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya, dalam melaksanak tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya. Ketentuan mengenai Kode Etk Profesi Kepolisian Republik
Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.
29
Pada Pasal 34 ayat (1) ini mengamanatkan agar setiap anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya, yaitu pejuang pengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia. Selain itu, untuk mengabdikan diri sebagai alat negara penegak hukum, yang tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga negara secara langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan teksis yang tinggi, oleh karena itu setiap Anggota Kepolisian Republik
Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya. Etika profesi kepolisian tersebut dirumuskan dalam kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan kristalisasi nilai- nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasetya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila.
Mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Republik Indonesia berkaitan erat dengan hak serta kewajiban warga negara dan masyarakat secara langsung serta diikat oleh kode etik profesi Kepolisian Republik Indonesia, maka dalam hal seorang anggota Kepolisian Republik Indonesia yang melaksanakan tugas dan wewenangnya dianggap melanggar etika profesi, maka anggota tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Komisi Kode Etik Kepolisian
Republik Indonesia.
30
C. Bentuk-bentuk Kode Etik Kepolisian
Pada Bagian Kedua, Materi Muatan KEPP, Pasal 5, Pengaturan KEPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi:
1. Etika Kenegaraan memuat pedoman berprilaku Anggota Polri dalam hubungan:
a. Tegaknya Pancasila,
b. Undang-undang Dasar Negara Republik Inonesia Tahun 1945, dan
c. Kebhinekatunggalikaan.
d. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
2. Etika Kelembagaan memuat pedoman berprilaku Anggota Polri dalam
hubungan:
a. Tribrata sebagai pedoman hidup.
b. Catur Prasetya sebagai pedoman kerja.
c. Sumpah/janji Anggota Polri.
d. Sumpah/janji jabatan, dan
e. Sepuluh komitmen moral dan perubahan pola pikir (mindset.)
3. Etika kemasyarakatan memuat pedoman berprilaku Anggota Polri dalam
hubungan:
a. Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
b. Penegakan hukum,
c. Pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, dan
d. Kearifan lokal, antara lain gotong royong, kesetiakawanan dan toleransi.
31
4. Etika Kepribadian memuat pedoman berperilaku Anggota Polri dalam
hubungan:
a. Kehidupan beragama,
b. Kepatuhan dan ketaatan terhadap hukum, dan
c. Sopan santun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat berbangsa dan
bernegara.
Berdasarkan BAB III, Kewajiban dan Larangan, dalam pembahasan mengenai kewajiban dalam Kode Etik Profesi Polri, dijelaskan bahwasanya:
1. Etika Kenegaraan, dijelaskan bahwa setiap anggota Polri wajib:
a. Setia kepad NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Menjaga keamanan dalam negeri yang meliputi terpilihnya Menjaga
keamanan dalam negeri yang meliputi terpilihnya keamanan dan ketertiban
masyarakat, tertib dan tegakya hukum, terselenggaranya perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
c. Menjaga terpeliharanya keutuhan wilayah NKRI;
d. Menjaga terpilihnya persatuan dan kesatuan bangsa dalam
kebhinekatunggalikaan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat;
e. Mengutamakan kepentingan bangsa dan NKRI dari pada kepentingan
sendiri, seseorang dan atau golongan;
32
f. Memelihara dan menjaga kehormatan bendera negara sang merah putih,
bahasa Indonesia, lambang negara Garuda Pancasila dan lagu Kebangsaan
Indonesia Raya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. Membangun kerja sama dengan sesama pejabat penyelenggaraan negara dan
pejabat negara pelaksana tugas;
h. Bersikap netral dalam kehidupan berpolitik.
2. Etika Kelembagaan,
a. Setiap anggota Polri wajib:
1) Setia kepada Polri sebagai bidang pengabdian kepada masyarakat,
bangsa, dan negara dengan memedomani dan menjunjung tinggi
Tribrata dan Catur Prasetya;
2) Menjaga dan meningkatkan citra, solidarritas, kredibilitas, reputasi, dan
kehormatan Polri;
3) Menjalankan tugas profesional, proporsional, dan prosedural;
4) Melaksanakan perintah dinas untuk mengikuti pendidikan dan oelatihan
dalam rangka pembinaan karier dan peningkatan kemampuan
profesionalisme Kepolisian;
5) Menjalankan perintah dinas untuk melaksanakan mutasi dalam rangka
pembinaan personel, profesi, karier, dan penegakkan KEPP;
6) Mematuhi hierarki dalam pelaksanaan tugas;
7) Menyelesaikan tugas dengan seksama dan penuh rasa tanggung jawab,
33
8) Memegang teguh rahasia yang menurut sifatnya atau menurut perintah
kedinasan harus dirahasiakan;
9) Menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, ketaatan pada
hukum, kejujuran, keadilan, serta menghormati dan menjunjung tinggi
hak asasi manusia dalam melaksanakan tugas;
10) Melaksanakan perimtah kedinasan dalam rangka peneggakan disiplin
dan KEPP berdasarkan laporan/pengaduan masyarakat tentang adanya
dugaan pelanngaran disiplin dan/atau Pelanggaran KEPP sesuai dengan
kewenangan;
11) Melaksanakan perintah kedinasan yang berkaitan dengan pengawasan
internal di lingkungan Polri dalam rangka penguatan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP);
12) Menghargai perbedaan pendapat yang disampaikan dengan cara sopan
dan santun pada saat pelaksanaan rapat, sidang, atau pertemuan yang
bersifat kedinasan;
13) Mematuhi dan menaati hasil keputusan yang telah disepakati dalam
rapat, sidang, atau pertemuan yang bersifat kedinasan;
14) Mmengutamakan kesetaraan dan keadlian gender dalam melaksanakan
tugas; dan
15) Mendahulukan pengajuan laporan keberatan atau komplain kepada
Ankum atau Atasan berkenaan dengan keputusan yang dinilai
34
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum
mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). b. Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai atasan wajib:
1) Menunjukkan kepemimpinan yang melayani (servant leadership),
keteladanan, menjadi konsultan yang dapat menyelesaikan masalah
(solutif), serta menjamin kualitas kinerja Bawahan dan kesatuan (quality
assurance);
2) Menindaklanjuti dan menyelesaikan hambatan tugas yang dilaporkan
oleh Bawahan sesuai tingkat kewenangannya; dan
3) Segera menyelesaikan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh
bawahan. c. Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan wajib:
1) Melaporkan kepada Atasan apabila mendapat hambatan dalam
pelaksanaan tugas;
2) Melaksanakan perintah Atasan terkait dengan pelaksanaan tugas, fungsi,
dan kewenangan;
3) Menolak perintah Atasan yang bertentangan dengan norma hukum,
norma anggota, dan norma kesusilaan; dan
4) Melaporkan kepada atasan pemberi perintah atas penolakan perintah
yang dilakukannya untuk mendapatkan perlindungan hukum dari atasan
pemberi perintah.
35
d. Sesama Anggota Polri wajib:
1) Saling menghargai dan menghormati dalam melaksanakan tugas;
2) Bekerja sama dengan rangka meningkatkan kinerjanya;
3) Melaporkan setiap pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak pidana
yang dilakukan oleh Anggota Polri, yang dilihat atau diketahui secara
langsung kepada pejabat yang berwenang;
4) Menunjukkan rasa kesetiakawanan dengan menjunjung tinggi prinsip-
prinsip saling menghormati; dan
5) Saling melindungi dan memberikan pertolongan kepada yang terluka
dan/atau meninggal dunia dalam melaksanakan tugas.
e. Pejabat Polri yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c,
wajib memberikan perlindungan.
3. Etika Kemasyarakatan, setiap Anggota Polri wajib:
a. Mengormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak
asasi manusia;
b. Menjunjung tinggi prinsip kesetaraan bagi setiap warga negara di hadapan
hukum;
c. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah,
nyaman, transparan, dan akuntabel berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. Melaukan tindakan pertama kepolisian sebagaimanan yang diwajibkan
dalam tugas kepolisia, baik sedang bertugas maupun di luar tugas;
36
e. Memrikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
f. Menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, ketidakadilan, dan menjaga
kehormatan dalam berhubungan dengan masyarakat.
4. Etika Kepribadian, setiap Anggota Polri wajib:
a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Bersikap jujur, terpercaya, bertanggung jawab, disiplin, bekerja sama, adil,
peduli responsif, tegas, dan humanis;
c. Menaati dan mengormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai
kearifan lokal, dan norma hukum;
d. Menjaga dan memelihara kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara secara santun; dan
e. Melaksanakan tugas kenegaraan, kelembagaan, dan kemasyarakatan dengan
nilai tulus/ikhlas dan benar, sebagai wujud nyata amal ibadahnya.
Selanjutnya yang berhubungan dengan larangan, mengenai Kode Etik Profesi
Kepolisian, dijelaskan bahwa:
1. Bagian larangan pada Etka Kenegaraan
a. Terlibat dalam gerakan-gerakan yang nyata-nyata bertujuan untuk mengganti
atau menentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. Terlibat dalam gerakan menentang pemerintah yang sah;
c. Menjadi anggota atau pengurus partai politik;
37
d. Menggunakan hak memilih dan dipilih, dan/atau
e. Melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
2. Bagian larangan pada Etika Kelembagaan,
a. Setiap Anggota Polri dilarang;
1) Melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi,
kolusi, nepotisme, dan/atau gratifikasi;
2) Mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri,
atau pihak ketiga;
3) Menyampaikan dan menyebarkan informasi yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya tentang institusi Polri dan/atau
pribadi Anggota Polri kepada pihak lain;
4) Menghindar dan atau menolak perintah kedinasan dalam rangka
pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait
dengan laporan/pengaduan masyarakat;
5) Menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan;
6) Mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, atasan
penyidik atau penuntut umum, atau hakim yang berwenang; dan
7) Melakukan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang
kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai atasan dilarang:
38
1) Memberi perintah yang bertentangan dengan norma hukum, norma
agama, dan norma kesusilaan; dan
2) Menggunakan kewenangannya secara tidak bertanggung jawab.
c. Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan dilarang:
1) Melawan atau menentang Atasan dengan kata-kata atau tindakan yang
tidak sopan; dan
2) Menyampaikan laporan yang tidak benar kepada Atasan.
d. Sesama Anggota Polri dilarang:
1) Saling menista dan/atau menghinana;
2) Meninggalkan Anngota Polri lain yang sedang bersama melaksanakan
tugas;
3) Melakukan tindakan yang diskriminatif;
4) Melakukan permufakatan pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak
pidana; dan
5) Berperilaku kasar dan tidak patut.
3. Bagian larangan pada Etika Kemasyarakatan:
a. Menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau laporan
dan pengaduan dari masyarakatyang menjadi lingkup tugas, fungsi dan
kewenangannya;
b. Mencari-cari kesalahan masyarakat yang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undanagan;
39
c. Menyebarluaskan berita bohong dan/atau menyampaikan ketidapatutan
berita yang dapat meresahkan masyarakat;
d. Mengeluarkan ucapan, isyarat, dan/atau tindakan dengan maksud untuk
mendapatkan imbalan atau keuntungan pribadi dalam memberikan
pelayanan masyarakat;
e. Bersikap, berucap, dan bertindak sewenang-wenang;
f. Mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan;
g. Melakukan perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan perempuan pada
saat melakukan tindakan kepolisian; dan/atau
h. Membebankan biaya tambahan dalam memberikan pelayanan diluar
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Bagian larangan pada Etika Kepribadian:
a. Menganut dan menyebarkan agama dan kepercayaan yang dilarang oleh
pemerintah;
b. Mempengaruhi atau memaksa sesama Anggota Polri untuk mengikuti cara-
cara beribadah di luar keyakinan;
c. Menampilkan sikap dan perilaku menghujat, serta menista kesatuan, Atasan
dan/atau sesama Anggota Polri; dan/atau
d. Menjadi pengguna dan/atau anggota lembaga swadaya masyarakat dan
organisasi kemasyarakatan tanpa persetujuan dari pimpinan Polri.
40
D. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian
Anggota Polri yang diduga melakukan Pelanggaran terhadap kewajiban dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 16 dinyatakan sebagai Terduga Pelanggar. Terduga Pelanggar yaitu melakukan pelanggaran terhadap kewajiban atau larangan dinyatakan sebagai Pelanggar setelah dilakukan pemeriksaan dan mendapatkan putusan melalui Sidang KKEP.
Anggota Polri yang dinyatakan sebagai Pelanggar dan telah dilakukan pemeriksaan, dikenakan sanksi pelanggaran KEPP berupa: a. Perilaku Pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela; b. Kewajiban Pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan Sidang
KKEP Dan/atau secara tertulis kepada pimpinan kepada pimpinan Polri dan
pihak yang dirugikan; c. Kewajiban Pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian,
kejiwaan, keagamanaan dan pengetahuan profesi, sekurang-kurangnya 1 (satu)
minggu dan paling lama 1(satu) bulan; d. Dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat Demosi sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun; e. Dipindahtugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya
1 (satu) tahun; f. Dipindahtugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat Demosi sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahu; dan/atau
41
g. PTDH sebagai anggota Polri.
Sanksi Pelanggaran sebagaimana dimaksud yaitu dipindah tugaskan ke jabatan yang berbeda, di pindah tugaskan ke fungsi yang berbeda, dipindahtugaskan ke wilayah yang berbeda, dan PTDH (pemberian tidak dengan hormat) merupakan sanksi administrasi berupa rekomendasi.
Pemberhentian tidak dengan hormat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Dipidana penjara berdasarkan putusan peradilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak
dapat dipertahankan untuk berada dalam dinas Polri;
2. Diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau tidak benar pada
saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Polri;
3. Melakukan usaha atau perbuatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah
Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan perbuatan yang menentang
Negara dan/atau Pemerintah Republik Indonesia;
4. Melanngar sumpah/janji anggota Polri, sumpah/janji jabatan dan/atau KEPP;
5. Meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh)
hari kerja secara berturut-turut;
6. Melakukan perbuatan dn berperilaku yang dapat merugikan dinas kepolisian,
antara lain berupa:
a. Kelalaian dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, dengan sengaja dan
berulang-ulang dan tidak menaati perintah atasan, penganiayaan terhadap
sesama anggota Polri, penggunaan kekusaan diluar batas, sewenang-
42
wenang, atau secara salah, sehingga dinas atau peseorangan menderita
ketugian;
b. Perbuatan yang berulang-ulang dan bertentangan dengan kesusilaan yang
dilakukan di dalan atau di luar dinas; dan
c. Kelakuan atau perkataan dimuka khalayak ramai atau berupa tulisan yang
melanggar disiplin.
7. Melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan dan/atau
tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai tindak pidana yang
dilakukannya;
8. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai yang diketahui kemudian telah
menduduki jabatan atau anggota partai politik dan setelah diperingatkan/ditegur
masih tetap mempertahankkan statusnya itu; dan
9. Dijatuhi hukuman disiplin lebih dari (3) kali dan dianggap tidak patut lagi
dipertahankan statusnya sebagai anggota Polri,
Anggota Polri mendapatkan rekomendai pemberhentian tidak dengan hormat yang dijatuhkan pada sidang KKEP kepada anggota Polri:
1. Pelanggar yang dengan sengaja melakuakan tindak pidana dengan ancaman
hukuman pidana 4 (empat) tahun lebih dan telah diputus oleh pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap; dan
2. Pelanggar yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud adalah
pelanggaran meninggalkan tugas secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30
hari kerja secara berturut-turut, melakukan bunuh diri dengan maksud
43
menghindar penyidikan atau hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak
pidana yang dilakukannya, menjadi anggota partai politik, dan anggota Polri
yang pernah mendapatkan hukuman partai politik, dan anggota Polri yang
pernah mendapatkan hukuman disiplin elam 3 kali.
Sanksi administraitif berupa rekomendai PTDH sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 diputuskan melalui sidang KKEP setelah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran pidananya memalui proses peradilan umum sampai dengan putusan peradilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam hal terjadi perdamaian (dading) antara anggota Polri yang melakukan tindak pidana karena kelalaiannya (delik curpa) dan/atau detik aduan dengan korban/pelapor/pengadu, yang dikuatkan dengan surat pernyataan perdamaian,
Sidang KKEP tetap harus diproses guna menjamin kepastian hukum. Surat pernyataan perdamaian dapat dijadikan pertimbangan KKEP dalam penjatuhan putusan.
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a yaitu pelanggaran yang dinyatakan sebagaimana perbuatan tercela, diputuskan dan disampaikan kepada Pelanggar dihadapan Sidang KKEP. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b yaitu permintaan maaf secara lisan, disampaikan Pelanggar dihadapan Sidang KKEP dan/atau melalui surat. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c yaitu kewajiban mengikuti
44
pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan profesi, yang dilakukan selama sekurang-kurangnya satu Minggu dan paling lama satu bulan, dilaksanaka oleh pengemban fungsi SDM Polri bidang rehabilitasi personel, atau lemdikpol, dengan biaya dari satker penyelenggara. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, yaitu dipindahtugaskan, dilaksanakan oleh pejabat Polri yang berwenang setelah memperoleh keputusan dari
Atasan Anku. Sanksi berupa rekomendasi PTDH sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) huruf g, yaitu pemberhentian tidak dengan hormat, diajukan kepada
Atasan Ankum dan dilaksanakan oleh fungsi SDM Polri setelah memperoleh keputusan dari Atasan Ankum.
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, yaitu perbuatan tercela, permintaan maaf dan kewajiban mengikuti pembinaan, bersifat mengikat sejak ditetapkan dalam Sidang KKEP, Sanksi sebagaimana dimaksud dalam 21 ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, pemindahan tugas dan pemberhentian, bersifat mengikat sejak keputusan ditetapkan oleh pejabat Polri yang berwenang. Penggar yang dikenakan sanksi pemindahan tugas dan pemberhentian, berhak mengajukan banding kepada Komisi Banding melalui atasan
Ankum sesuai dengan tingkatannya paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat keputusan KKEP.
Terhadap Terduga Pelanggar KEPP yang diancam dengan sanksi administrasi berupa rekomendasi putusan PTDH diberikan kesempatan untuk mengajukan
45
pengunduran diri dari dinas Polri atas dasar pertimbangan tertentu dari Atasan
Ankum sebelum pelaksanaan Sidang KKEP.
Pertimbangan tertentu dari Atasan Ankum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada Terduga Pelanggar:
1. Memilki masa depan dinas paling sedikit 20 (dua puluh) tahun;
2. Memliki prestasi, kinerja yang baik, dan berjasa kepada Polri sebelum
melakukan Pelanggran; dan
3. Melakukan tinndak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun.
Dalam hal terjadi pelanggran kumulatif antara pelanggaran disiplin dan KEPP, penegakannya dilakukan memalui mekanisme sidang disiplin atau Sidang KKEP berdasarkan pertimbangan Atasan Ankum dari terperiksa/terduga Pelanggar serta pendapat dan saran hukum dari pengemban fungsi hukum. Terhadap pelanggaran yang telah diputus melalui mekanisme sidang disiplin tidak dapat dikenakan Sidang
KKEP atau yang telah diputus dalam Sidang KKEP tidak dapat dikenakan sidang disiplin.
Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasa 21 ayat 91) bersifat kumulatif dan/atau alternatif atau sebagai jalan lain yang sesuai dengan penilaian dan pertimbangan Sidang KKEP. Penjatuhan sanksi KEPP tidak menghapuskan tuntutan pidana dan/atau perdata. Penjatuhan sanksi KEPP gugur karena pelanggar meninggal
46
dunia dan pelanggar dinyatakan sakit jiwa oleh panitian penguji kesehatan personel
Polri.
Penjatuhan sanksi KEPP terhadap Pelanggar dapat digugurkan atau dibatalkan atas pertimbangan Sidang KEPP. Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa penilaian bahwa prbuatan pelanggar, benar-benar dilakukan untuk kepentingan tugas kepolisian; selaras dengan kewajiban hukum yang diharuskan tindakan tersebut dilakukan, patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan/atau menghormati hak asasi manusia.
Jika didalam pelaksanaan sidang KKEP tidak menemukan bukti-bukti yang cukup untuk membuktikan pelanggaran KEPP, maka terduga dapat diputus bebas karena tidak cukup bukti yang ditemukan. Terduga pelanggar yang telah diputuskan bebas, wajib mendapatkan rehabilitasi dan pengembalian hak-haknya seperti sedia kala.
Rehabilitasi dan pengembalian hak-haknya ini dianggap penting untuk membersihkan nama baik, dan agar kemudian hari tidak menimbulkan masalah bagi anggota Polri yang pernah menjadi terduga dalam kasus pelanggaran kode etik profesi kepolisian.
47
E. Sistematika Penulisan a. BABI : Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah,batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka
teori dan metode penelitian. b. BAB II : Bab II membahas mengenai pelanggaran kode etik secara
umum, pengertian pelanggaran kode etik, bentuk pelanggaran kode etik, dan
sanksi pelanggaran kode etik profesi, khususnya pelanggaran kode etik profesi
Kepolisian c. BAB III : Bab III membahas mengenai keadaan lokasi penelitian, yaitu
Polda Jambi. Didalamnnya berisi tentang sejarah berdiri, struktur organisasi,
keadaan personil, dan keadaan sarana dan prasarana. d. BAB IV : Bab ini membahas mengenai pelanggaran kode etik profesi
Kepolisian yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Polda Jambi, dan bentuk
penyelesaian atas pelanggaran kode etik profesi yang dilakukan. e. BAB V : Bab terahir adalah kesimpulan dari pembahasan mengenai
penyelesaian pelanggaran kode etik profesi beupa tindak pidana yang dilakukan
oleh anggota Kepolisian Republik Indonesia (Studi Kasus Polda Jambi)
F. Jadwal Penelitan
Untuk mempermudah penulisan dalam perencanaan penelitian dan agar penelitian ii berjalan sesuai dengan perencanaan tersebut maka penulis menggunakan jadwal penelitian. Jadwal penelitian yang penulis rncanakan adalah sebagai berikut:
48
No BULAN/Minggu ke-
Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus September
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pembuatan X X X X Proposal 2 Perbaikan X X X Hasil Seminar 3 Pengumpulan X X X X X Data 4 Verifikasi X X dan Analisis Data 5 Konsultasi X X X Pembimbing 6 Perbaikan X X X X dan Ujian Skripsi 7 Pengandaan X X X Laporan TABEL 1. Jadwal Penelelitian
49
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Historis dan Geografis
1. Historis
Setelah berita proklamsi secara resmi di terima dan disebarkan di kota jambi,dan pindakan pertama kali dilakukan anggota kepolisian bersama-sama pemuda dan rakyat kota jambi adalah penaikan bendera sang merah putih disertai penurunan bendera Jepang Hinomaru. Anggota kepolisian memelopori penaikan bendera merah puti di semua tempat strtegis.
Dalam lintasan sejarahnya pada tanggal 11 Ferbruari1946 Kesatuan Kepolisian
Daerah berbentuk Kepolisian Kerisidenan Jambi pada tahun 1946. Padamasa ini tercatat dalam buku sejarah “Perjuangan Kemerdekaan RI 1945-1949 di Provinsi
Jambi” yang disusun oleh Dewan Harian Angkatan 45 Provinsi Jambi bahwa: “Dari hasil rapat TKR (Tentara Keamanan Rakyat) tanggal 11 Februari 1946” yang dilakukan di Sarolagon, ditetapkan pembentukan Tri Resimen II Devisi II / Jambi, yang pada saat itu dijabaat oleh KeisiTeukuMochamad Isya sebagai Kemondanya, dengan penyelesaian pangkat jadi Letnan Kolonel.
Pada tahun1958 Kepolisian Daerah jambi bernama Komisariat Kepolisian
Jambi. Kepala Komisariat (KPKOM) Jambi yang pertama adalah AKBP. Teuku
Abdul Aziz yang wakilnya AKBP R. OtongWirahadi yang kemudian digantikan oleh
AKBP R. MoerdjonoKoesoemodirjo dan wakilnya AKBP R. NG MantoPranoto.
50
Pada tahun 1964 Sebelum kepolisian Komisariat (KPKOM) di rubah nama menjadi Komando Daerah kepolisian (KOMDAK) V, Markas Komando (MAKO) terletak di jalan untung Surapati yaitu Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jambi Jalan
Raden Mattaher sekarang pangdak V Jambi pada waktu itulah sebagai berikut : a. AKBP R. SoetioAtmohadikoesoemo (1964-1965) b. Kombes Pol. TeoekoeSoilaimanMahmoed( 1965-1969).
Pada tanggal 17 juni 1969 Komdak V Jambi berubah menjadi Kodak V Jambi,
Pangdakdijabat oleh Kombes Pol. Soenarjo (1970-1973). Kemudian Kombes Pol.
Soenarjo digantikan oleh Kolonel Polisi Koer Hidayat (1971-1973), pada masa akhir jabatanya Kodak V Jambi dilikuidasi dan bergabung degan Kodak VI Sumbagsel
(Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu dan jambi) dan kepolisian Jambi menjadi
Daltares (Pengedali Antra Polres) dengan Deltares Colonel Polisi M. Ali Hanafiah.
Tahun 1974 Daltares berubah menjadi Komtaresdemgam wilayah meliputi
Resort Kota (Resta) 631 Jambi, Resosrt632 Batang Hari, resort 633
SarolangonBangko. Komtares pada era dan Tares nya yaitu Kolonel Drs. Sri
Yuwonoberubah nama menjadi Komwil dan kemudian berubah kembali menjadi
Kowil, terakhir menjadi Polwil, yang di jabat oleh beberpaKapolwil penerus estafet kepemimpinan sebagai berikut: a. Kolonel Polisi Drs. JohniHaryono (1982-1984) b. Kolonel Polisi Drs SarimanPanjaitan (1984-1987) c. Kolonel Polisi Drs Usman Ibrahim(1987-1989) d. Kolonel Polisi Drs Syamsir Amiruddin (1991-1993)
51
e. Kolonel Polisi Drs Syhrel Ahmad (1993-1995) f. Kolonel Polisi Drs Soeyono (1993-1994) g. Kolonel Polisi Drs H. SyaifulArsat (1994-1996) h. Kolonel Polisi Drs Solihin (1996-1996)
Kepolisian Daerah Jambi (Polda) disahkan secara resmi Oleh Kapolri Letnan
Jendral Polisi Drs. DibyoWidodo tanggal 2 Oktober 1996. SebelumyaPolda Jambi berbentuk Kepolisian Wilayah (Polwil) yang dipimpimpin oleh Pamen berpangkat
Kolonel Polisi dan berda dalam wilaya kerja Polda Sumbagsel. Saat itu baru terdiri dari tujuh Kesatuan Wilaya (Satwil), satu Kepolisian Resort Kota (Polresta) dan enam
Kepolisian Resosrt (Polres) begitu validasi di tubuh Polri tahun 1996, Jambi, bersam- sama Bengkulu dan Lampung yang semula menjadi bagian Polda Sumbagsel menjadi
Polda sendiri-sendiri. Waktu itu masih berbentuk type C dan di pimpin oleh
Pamenberpangkakt Kolonel. Akhir tahun 2000 Polda Jambi berubah menjadi type B dan di pimpin oleh Jendral Bintang satu. Adapun Kepala Kepolisian Daerah Jambi dari tahun 1996 sampai dengan sekarang sebagai berit: a. Kolonel Polisi Drs. Periestewa M(1996-1998) b. Kolonel Drs Maman Lukman (1998-1999) c. SeniorSuperintendent Drs. NgusmanFu’ady (1998-2000) d. Brigjen Pol Drs Zamris Anwar MSc (2000-2001) e. Brigjen PolDrs. Toto S Soewali (2001-2002) f. Brigjen PolDrs. Mudjianto(2002-2004) g. Brigjen PolDrs Soewadji (2004-2006)
52
h. Brigjen PolDrs. CarelRisakotta (2006-2008) i. Brigjen PolDrs. Budi Gunawan SH MSi (2008-2009) j. Brigjen PolDrs. Sulistiyono, Msi (2009-2010) k. Brigjen PolDrs. Bambang Suparsono(2010-2011) l. Brigjen Pol Drs. Anang Iskandar, SH. MH (2011-2012
Dengan adanya pemekaran Wilaya Kabupaten dalam UU No.54 tahun 1999.
Polda Jambi pun memiliki 10 Satuan Wilaya, terdiri dari Sembilan Kepolisian Resort
(Polres) dan Satu Kepolisian Kota (Polresta): a. PolresKerinci di Sungai Penuh b. PolresSarolangondi Sarolangon c. PolresMerangin di Bangko d. PolresBungodi Muara Bungo e. PolresTebodi Muara Tebo f. PolresBataharidi Muara Bulian g. PolresMuara Jambi di Sengeti h. PolresTanjung Jabung Barat di Kula Tungkal i. PolresTanjung Jabung Timur di Muara Sabak41
2. Geografis
Secara geografis letak kantor polda jambi berada dalam lokasi yang strategis, mudah di jangakau dan berda di pusatkota jambi. Tepatnya, kantor polda jambi
41 Dokumentasi Kepolisian Daerah Jambi, Tahun 2019
53
berdadi jalan jenderal sudirman nomor 45 kota jambi. Peta lokasi kantor polda jambi dapat di lihat pada peta lamiran 1.42
B. Kedudukan Tugas Pokok dan FunsiKepolisin Daerah Jambi
1. Kedudukan Kepolisian Daerah Jambi
a. Kepolisian Daerah Jambi adalah unsur utama kewilayaan yang
berkedudukan diwilayah hukum Provisi Jambi.
b. Kepolisian Daerah Jambi dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian
Daerah Jambi dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab langsung
kepada Kapolri.43
2. Tugas Pokok dan Fungsi Kepolisian Daerah Jambi
a. Tugas Pokok
Kepolisian Daerah Jambi menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta tugas-tugas Polri lainnya dalam daerah hukumnya, sesuai ketentuan hukum dan perarturan/kebijakan yang berlaku dalam organisasi Polri.
b. Fungsi
1) Pemberian pelayanan kepada warga masyarakat yang membutuhkan,
dalam bentuk penerimaan dan penanganan laporan/pengaduan serta
42 Dokumentasi Kepolisian Daerah Jambi, Tahun 2019 43 Dokumentasi Kepolisian Daerah Jambi, Tahun 2019
54
permintaan bantuan/pertolongan, layanan pengaduan atas tindakan
anggota Polri serta pelayanan surat-surat ijin/keterangan, sesuai dengan
ketentuan hukum dan peraturan/kebijakan yang berlaku dalam
organisasi.
2) Intelejen dalam bidang keamanan termasuk persendian, baik sebagai
bagian dari keguatan satuan-satuan atas maupun sebagai bahan masukan
penyusunan rencana kegiatan operasional Polda dalam rangka
pencegahan gangguan dan pemeliharaan keamanan dalam nengri.
3) Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana termasuk fungsi identifikasi
serta fungsi laboraturium forensic lapangan dalam rangka penegakan
hukum
4) Kesempatan Kepolisian yang meliputi kegiatan Patroli, pengaturan,
Penjagaan dan Pengawalan kegiatanmasyrakat dan pemerintah,
termasuk penindakan terhadap tindak pidana ringan dan pengamanan
ujuk rasa serta pengadilan massa dan pengamanan obyek khusus yang
meliputi VVIP/VIP, Pariwisata serta obyek vital/ khusus lainya dalam
rangka pencegahan kejahatan dan pemeliharaaankamtimbas
5) Lalu Lintas Kepolisian yang meliputi kegiatan pengaturan, penjagaan,
pengawalan dan patroli lalu lintas, termsu penindakan pelanggaran serta
penydikankecalakaan lalu lintas dan registrasi serta identifikasi
kendaran bermotor dalam dalam rangka penegakan hukum dan
pembinaan keamanan, ketertiban serta kelancaran lalu lintas,
55
6) Kepolisia Perairan yang meliputi kegiatan patroli termasuk
penagananpertma tindak pidana serta pencarian dan penyelamatan
kecalakaan di wilaya perairan dn pembinaan masyarakat petani/perairan
dalam rangka pencegehankejahatan danpemiliharaankeamanaan di
wilaya perairan.
7) Bimbingan masyarakat yang meliputi penyuluhan msyarkat dan
pembinaan/ pengembangaan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa
dalam peningkatan kesadaran dan ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan perundang-undagan dalam rangka menumbuh kebangkan
peran serta masyarkat dlampembinaaan keamanan dan ketertiban
sehingga terjalinya hubungan Polri dengan masyarkat yang kondusif
bagi pelaksanan tugas kepolisian.
8) Pembinaan Kemitraan yang meliputi kerja sama dengan
organisasi/lembaga/tokoh sosial kemasyarakan dan instansi
pemerintahan dalam rangka pelaksaan fungsi bimbingan masyrkat, kerja
sama dengan pemerintah daerah dalam kontekotonomi daerah serta
pembinaan teknis, koordinasi dan pengawasan terhadap Kepolisian
Khusus dan peyidik pegawai negri sipil.
9) Fungsi-fungsi lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan atau peraturan pelaksanaanya termasuk pelayanan
56
kepentingan wrga masyarakat untuk sementara sebelum di tangani oleh
instansi atau pihak yang berwenang.44
C. Visi dan Misi Kepolisian Daerah Jambi
1. Visi Kepolisian Daerah Jambi
Menjadikan Polisi sipil yang profesianal, bermoral, modern dan dipercaya, serta mendapatkan dukungan penuh dari masyrakat untuk menciptkan situasi kamtibmas yang Kondusif di wilay Provinsi Jambi yang di wujudkan dengan melakukan pembehan ke dalam, menindak tegas anggota Polri yang berbuat sewenang-wenang serta menyakiti hati rakyat.
2. Misi Kepolisian Daerah Jambi
a. Meningkatan efektifitas tugas Polri dalam menegakan dan perlindungan hukum
dengan senantiasa selalu menjunjung tingggi supremasi hukum dan hak asasi
mansusia,
b. Sebagai pelayanan masyrkat untuk menjamin ketertiban dan memberikann rasa
aman dalam rangka memperbaiki kualitas hidup masyarakat Provinsi Jambi,
c. Sebagai pengayom masyrakat untuk dapat merebut simpati masyarakat dengan
menmpilkanprilaku Polri yang baik dalam memberikan perlindungan kepada
masyrkat yang membutuhkan sehingga dapat dijadikan teladan,
d. Mengembangkan Kepolisian masyrkat /Polmas yang terbasis pada masyarakat
patuh hukum dalam rangka pengadilan jumlah Kriminalitas dan lakalantas,
44 Dokumentasi Kepolisian Daerah Jambi, Tahun 2019
57
e. Mengelolah secara profesinal, transparan,akuntabel modern seluruh sumber
daya Polri guna mendukung operasionl tugas polri.45
D. Susunan Struktur Organisasi Kepolisian Daerah Jambi
Susunan Struktur Organisasi Kepolisian Daerah JambiBerdasarkan Keputusan
Kapolri No.Pol. :Kep/ 07 / 1/2005 Tanggal 31 Januari 2005 tentang Struktur
Organisasi Kepolisian Negara Republic Indonesia Pada Tigkat Daerah, yang terdiri dari46
1. Unsur Pimpinan
a. Kepala Kepolisian Daerah Jambi (Kapolda)
45 Dokumentasi Kepolisian Daerah Jambi, Tahun 2019 46 Dokumentasi Kepolisian Daerah Jambi, Tahun 2019
58
b. Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jambi (Waka Polda)
2. Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf
a. Itwasda
b. Rorena
c. Roops
d. Robinamitra
e. Sapras
3. Unsur Pelaksana Staf Khusus/Pendidikan dan Pelayanan
a. Bid Humas
b. Bid Binkum
c. Bid Propam
d. Bid Telematika Informatika
e. Bid Dokkes
f. Bid Ku
g. SPM
h. Setum
i. Yanma
4. Unsur Pelaksana Utama
a. DitIntelkam
b. DitReskrimum
c. DitReskrimsus
d. Dit Narkoba
59
e. DitBinmas
f. Dit Samapta
g. Dit Lantas
h. Dit Pol Air
i. DitBrimob
Setiap jabatan struktural dalam jajaran Polda Jambi memiliki tugas sebagai berikut47:
1. Kapolda Jambi, bertugas Memimpin, membina dan mengkoordinasikan satuan-
satuan organisasi dalam lingkungan Polda, serta memberikan saran
pertimbangan dan melaksanakan tugas serta peritah Kapolri,
2. Wakapolda Jambi, bertugas membantu Kapolda dalam melaksanakan tuganya
dengan mengendalikan tugas-tugas staf dan seluruh satuan organisasi dalam
jajaran Polda Jambi,
3. Itwasda Jambi, bertugas membantu pimpinan dan pelaksana staf pada Polda,
dengan tugasmenyelengarakan pengawasan dan pemeriksaan umum dan
pembendaharaan dalam lingkungan Polda,
4. Birirena Polda Jambi, bertugas membantu pimpinan dan pelaksana staf pada
Polda, dengan tugas membina dan menyelengarakan fungsi penyelenggaraan
umum dan penyelenggaraan termasuk pemanta/supervise staf,
47 Dokumentasi Kepolisian Daerah Jambi, Tahun 2019
60
5. Biro Ops Polda jambi, bertugas membantu pimpinan dan pelaksana staf pada
Polda, dengan tugas membina dan menyeleggarakan fungsi menejemen bidang
operasional,
6. Biro Binamitra Polda Jambi, bertugas membantu pimpinan dan pelaksana staf
pada Polda, dengan tugas membina dan dalam batas kewenangannya
menyeenggarakan bimbingan masyarakan dan pembinaan kemetriaan dalam
lingkungan polda,
7. Biro Sdm Polda Jambi, bertugas membantu pimpinan dan pelaksana staf pada
Polda, dengan tugas membina dan menyelenggarakan fungsi menejemen
bidang personel,
8. Biro Sapras Polda jambi, bertugas membantu pimpinan dan pelaksana staf pada
Polda, dengan tugas membina dan menyelenggarakan fungsi menejemn bidang
logistic,
9. Bidang Propam Polda Jambi, adalah unsur pelaksana staf khusus Polda dengan
tugas membina dan menyelenggarakn fungsi pertanggungajawaban profesi,
pengamanan internal, penenganan penegakan disiplin,
10. Bidang Humas Polda jambi, adalah unsur pelaksana staf khusus Polda dengan
tugas menyelenggarakan fungsi hubungan masyarakat melalui pengelolaan dan
penyempaian pemberitaan/informasi,
11. Bidang Pembinaan Hukum Polda jambi, adalah unsur pelaksana staf khusus
Polda dengan tugas membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan Hukum
dan HAM,
61
12. Bidang Telematiak Informatika Polda Jambi, , adalah unsur pelaksana staf
khusus Polda dengan tugas menyelenggarakn fungsi pembinaan
telekomunikasi, pengumpulan dan pengolahan data serta menyajikan infomasi,
13. Bidang Dokkes Polda Jambi, adalah unsur pelaksana staf khusus Polda dengan
tugas menyelenggarakan dan membina fungsi kedokteran serta kesehatan Polri,
14. Bidang Keuangan Polda Jambi, adalah unsur pelaksana staf khusus Polda
dengan tugas menyelenggarakan dan membina fungsi Kedokeran serta
kesehatan Polri,
15. Sekolah Polisi Negara Jambi, adalah unsur pelaksana pendidikan Polda dengan
tugas menyelenggaran pendidikan pembentukan Brigadir Polri serta pendidikan
dan pelatihan lain sesuai program serta kebijakan pimpinan Polda,
16. Setum Polda Jambi, , adalah unsur pelayanan Polda dengan tugas
menyelenggarakan dan membina fungsi kesekretariatan/administrasi,
17. Yanma Polda Jambi, adalah unsur pelayanan Polda dengan tugas
menyelenggarakan pelayanan markas,
18. DitIntelkam Polda Jambi, adalah unsur pelaksana utama Polda bertugas
membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen bidang keamanan termasuk
persandian,
19. DitReskrimum Polda Jambi,adalah unsur pelaksana utama Polda bertugas
membina dan menyelenggarakan fungsi kegiatan-kegiatan penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana,
62
20. Dit Narkoba Polda Jambi, adalah unsur pelaksana utama Polda bertugas
membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak
pidanan narkotika dan obat berbahaya (Narkoba)
21. Dit Samapta Polda jambi, adalah unsur pelaksana utama Polda bertugas
membina dan menyelenggarakan fungsi kesamaptaan Kepolisia dan
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan patrol antar wilayah termasuk
pengamanan objek Khusus,
22. DitIntelkam Polda jambi, adalah unsur pelaksana utama Polda bertugas
membina dan menyelenggarakan fungsi lalulintas,
23. DitPolair Polda Jambi, adalah unsur pelaksana utama Polda bertugas
menyelenggarakan fungsi Kepolisian perairan yang mencakup patrol,
24. Sat Brimob Jambi, adalah unsur pelaksana utama Polda bertugas melaksanakan
kegiatan penanggulangan terhadap ganguan keamanan berintensitas tinggi,
terorisme, huru-hara dan lain-lain.48
48 Dokumentasi Kepolisian Daerah Jambi, Tahun 2019
63
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Kategori Tindakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Polda
Jambi
Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Diatur Dalam Peraturan Kepala
Kepolisian NegaRa Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republic Indonesia. Dalam Peraturan Kepala Kepolisian ini pelanggaran kode etik profesi kepolisian dibagi menjadi empat bagian penting, yaitu pelanggaran etika kenegaraan, pelanggarn etika kelembagaan, pelangaran etika kemasyarakatan dan pelanggaran etika keperibadian.
Wabprof Bid Propam Polda Jambi, Bapak IPDA Adri SukamS.Pd, Menjelaskan bahwa:
“Kategori pelnggaran kode etik profesi kepolisian adlah berdasarkan peratran yang dinyatakan dalam peraturan kapolri nomor 14 tahun 2011. Jenis-jenis kode etik itu sendiri terdiri dari empat macam, yaitu kode etik kenegaraan, kode etik kelembagaan, kode etik kemasyarakatan, dan kode etik kepribadian. Kode etik itu menjadi sebuah norma yang harus dipatuhi oleh anggota Polri. Jika melanggar, maka anggota Polri yang bersangkutan akan mendapatkan hukuman yang setimpal.”49
Dari hasil wawancara dengan Bapak IPDA Adri SukamS.Pd, dapat diketahui jika norma-norma yang terdapat dalam Kode Etik Profesi Kepolisian merupakan norma-norma yang harus diketahui oleh semua anggota Polri. Pelanggaran terhadap
49 Wawancara dengan Wabprof Bid Propam Polda Jambi, Bapak IPDA Adri SukamS.Pd, Tanggal 15 Maret 2019.
64
Kode Etik akan dapat berakibat hukum sesuai dengan hasil Putusan Pelaksana Sidang
Kode Etik Profesi Kepolisian yang di selenggarakan oleh jajaran Propam Polda
Jambi.
Pengategorian jenis pelanggaran kode etik itu sendiri, sesuai dengan Peraturan
Kapolri dibagi menjadi empat bagian sebagaimana yang telah disebutkan. Dalam berkas dokumen data pelaksana sidang Kode Etik Profesi Kepolisian Di polda jambi tahun 2011, dasar hukum tentang kode etik profesi kepolisian yang di gunakan masih
Peraturan tentang Kode Etikyang lama, yaitu Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006, hal ini dikarenakan Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 belum ada, dan baru ditetapkan pada 1 Oktober 2011
Hal ini sesuai dengan asil wawancara dengan KabidPropam, Bapak AKBP
Julian Muntaha, yang mengatakan bahwa:
“Sedikit janggal memang jika tidak meneliti dengan baik tentang dasar pasal yang dilanggar dengan nomor peraturan yang ada, misalnya pada tahun 2011 sudah ada peraturan baru, tetapi peraturan yang digunakan adalah peraturan pada tahun 2006, hal ini sebenarnyadikarenakan peraturan kapolri tentang kode etik kepolisian nomor 14 tahun 2011. Baru di tetapkan tanggal 1 oktobrer 2011. Hal ini membuat efektif penggunaanya juga memakan waktu, belum lagi dalam berkas pelanggaran yabg sudah masuk, tertera pelanggaran yang di lakukan masih berdasrkan pada peraturan kapolri nomor 7 tahun 2006. Sebenarnya ini tidak jadi masalah yang berarti karena isinya tidak banyak mengalami perubahan.”
Setiap peraturan dan perundang-undangan akan selalu mengalami revisi untuk menyesuaikan dengan keadaan agar isi dan sanksi yang ada di dalamnya tetap relavan seiring dengan berjalanya waktu. Pelanggaran yang dilakukan terhadap peraturan atau
65
perundang-undangan yang sudah di revisi juga tidak berarti akan meringankan beban atau menghapuskan pelaggaran yang di lakukan.
Berdasarkan dokumentasi data pelaksanaan Sidang Kode Etik Profesi
Kepolisian Polri Polda Jambi dan jajaran Tahun 2018, Pelanggaran Kode Etik Profesi adalah:
1. Pungutan Liar, pelanggaran pasal 5 huruf (a) Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun
2006
2. Perjudian, pelanggaran pasal 5 huruf (a) Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun
2006
3. Penyalahgunaan Wewenang, pelanggaran pasal 5 huruf (b), pasal 10 ayat (1)
huruf (c) dan (e) Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006
4. Penganiayaan, pelanggaran pasal 5 huruf (a), pasal 3 huruf (b) Peraturan
Kapolri Nomor 7 Tahun 2006
5. Narkoba, pelanggaran pasal 5 huruf (a), pasal 10 ayat (1) huruf (c) Peraturan
Kapolri Nomor 7 Tahun 2006
6. Perbuatan Asusila, pelanggaran pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun
2006.50
50 Dokumentasi Data Pelaksanaan Sidan KKEP Polri Polda Jambi Dan Jajaran Tahun 2019.
66
B. Bentuk Penyelesaian Tindakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian
di Polda Jambi
Mekanisme yang dilakukang untuk menyelesaikan masalah pelanggaran Kode
Etik Profesi Kepolisian yang terjadi di Polda Jambi dilangsungkan oleh Komisi Kode
Etik Polri. Komisi Kode Etik Polri adalah suatu wadah yang dibentuk dilingkungan
Polri yang bertugass memeriksa dan memutuskan perkara dalam persidangan pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian sesuai dengan jenjang kepangkatan.
Hal ini seseuai dengan hasil wawancara denganWabprof Bid Propam Polda
Jambi, Bapak IPDA Adri SukamS.Pd, yang merupakan bagian penting dalam penegakan Kode Etik Profesi Kepolisian dijajaran Polda Jambi, Bapak Ipda Adri
SukamS.Pd menjelaskan bahwa:
“Anggota Polri yang melakukan yang melakukan tindakan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri akan diperiksa, diaudit, diinvestigasi, setelah itu akan dilakukan pemberkasan perkara, untuk mendokumentasikan perkara secara tertulis, setelah pemberkasan perkara selesai, maka akan ditentukan waktu untuk melaksanakan sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri, dalam sidang ini lah akan diputuskan sanksi yang diterima oleh pelanggar. Jika terdapat keberatan, atau merasa bahwa pelanggaran tersebut adalah untuk kebenaran, maka anggota Polri yang melanggar tersebut dapat melakukan banding, seperti sidang-sidang hokum pada umumnya.”51
Dapat diketahui bahwa secara berurutan mekanisme penyelesaian pelanggaraanKode Etik Profesi Kepolisian yang dilakukan di Polda Jambi adalah dengan pemeriksaan anggota Polri yang diduga atau dilaporka melakukan tindakan
Kode Etik Profesi Kepolisian, selanjudnya akan dilakukan audit infestigasi untuk
51 Dokumentasi Data Pelaksanaan Sidan KKEP Polri Polda Jambi Dan Jajaran Tahun 2019.
67
menganalisis duduk perkara, pemberkasan atau pendokumentasian dan pelaksanaan sidang Komisi Kode Etik Polri untuk memutuskan perkara, jika keberatan pelanggar juga dapat melakukan banding.
Dalam Peraturan Profesi Kepolisian Negara Republikk Indonesia Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian juga menerangkan hal yang sama tentang penyelesaian perkara pelanggaran kode etik, pada Pasal 1 ayat (6) sampai dengan ayat (17)52:
Komisi Kode Etik Polri atau lebih dikenal dengan singkatan KKEP adalah sebuah wadah atau lembaga yang dibentuk dalam lingkungan Polri yang mempunyai tugas memeriksa dan memutuskan perkara persidangan pelanggaran KEPP (Kode
Etik Profesi Kepolisian). Ketentuan persidangan yang diselenggarakan oleh KKEP ini disesuaikan dengan jenjang dan pangkat yang diemban oleh setiap anggota Polri yang menjadi terduga dalam kasus pelanggaran kode etik profesi kepolisian.
Sidang Komisi Kode Etik Polri adalah sidang yang digelar dengan tujuan memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran kode etik profesi kepolisian yang dilakukan oleh anggota Polri. sidang ini dipimpin oleh anggota komisi kode etik yang sudah mengetahui dengan baik, dan mengerti setiap kode etik profesi yang harus dijaga dan diterapkan oleh setiap anggota Polri.
Pelanggaran yang dimaksud disini adalah suatu perbuatan yang dilakukan anggota Polri yang tidak sejalan dengan ketentuan yang ada dalam Kode Etik Profesi
52Peraturan Kepala Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 1 ayat (6) sampai dengan (17).
68
Kepolisian. Semua perbuatan yang merupakan pelanggaran atau tidak sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Kode Etik Profesi Kepolisian akan seorang anggota Polri mendapatkan teguran atau harus menjalani pemeriksaan jika diperlukan dan telah mencapai tingkat lanjut.
Setelah terbukti melakukan kesalahan, maka status anggota Polri yang melakukan kesalahn tersebut berubah menjadi terduga pelanggar. Pelanggar disini adalah setiap anggota Polri yang karena kesalahannya telah dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran melalui sidang Komisi Kode Etik Polri yang didalamnya menunjukkan kepada terduga apa dan mengapa ia menjadi melanggar Kode Etik
Profesi Polri.
Kode Etik Profesi Kepolisian yang harus ditegakkan, dan penegakan Kode Etik
Profesi Polri ini dilakukan oleh pejabat berwenang menurut peraturan Kode Etik
Profesi Polri. Sistem penanganan kasus pelanggaran Kode Etik Profesi Polri ini diawali dengan pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan pada saat menjalani sidang
KKEP, pemeriksaan Sidang Komisi Banding Kode Etik Profesi Polri terhadap anggota Polri yang dinyatakan sebagai pelanggar atau tidak terbukti sebagai pelanggar.
Proses pemeriksaan diawali dengan pemeriksaan pendahuluan yang merupakan serangkaian tindakan pemeriksaan untuk melakukan audit, investigasi, pemeriksaan dan pemberkasan perkara guna mencari serta mengumpulkan fakta yang sebenarnya atau bukti yang ada, dan dengan fakta yang sebenarnya dan bukti yang ada tersebut
69
akan membuat perkara menjadi jelas tentang pelangaran Kode Etik Profesi Polri dan menemukan pelanggar secara pasti.
Audit investigasi adalah sebuah kegiatan yang merupakan kegiatan penyelidikan yang dilakukan dengan pencatatan, penekanan fakta, dan peninjauan dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran tentang peristiwa yang diduga pelanggaran Kode Etik Profesi Polri guna mencari dan menemukan terduga pelanggar. Mencari dan menemukan terduga pelanggar di sini dimaksudkan karena sesuai jenjang dan jabatan, terkadang pelanggaran kode etik merupakan sebuah perintah dari atasan dengan disertai pemaksaan, sehingga jika dirunut secara jelas, maka pihak yang memerintahkan juga akan mendapatkan sanksi hukum, sesuai dengan Kode Etik Profesi Polri.
Pelanggar atau terduga pelanggar apabila merasa bahwa tindakan yang dituduhkan kepadanya merupakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang menurutnya bukanlah merupakan tindakan pelanggaran, atau pelanggaran yang dilakukannya merupakan perintah fari jabatan di atasnya, maka dapat melakukan banding. Banding pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan oleh pelanggar atau istri atau suami, anak atau orang tua pelanggar, atau pendamping pelanggar yang keberatan atas keputusan sidang KKEP dengan mengajukan permohonan kepada
Komisi Kode Etik Polri melalui atasan Ankum.
Komisi Banding Kode Etik Polri inilah yang bertugas melaksanakan pemeriksaan pada tingkat banding. Setelah pemeriksaan selesai, Komisi Banding
Kode Etik Polri inilah yang akan melaksanakan sidang banding, untuk memeriksa,
70
memutus, menguatkan, mengubah, atau membatalkan putusan KKEP yang dianggap tidak sesuai dengan fakta dan kenyataan yang ada dan ditemukan.
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) adalah pengakhiran masa dinas kepolisian oleh pejabat yang berwenang terhadap seorang anggota Polri karena telah terbukti melakukan pelanggaran KEPP, disiplin, atau melakukan tindakan pidana yang berlawanan dengan ketentuan Polri.
Hasil wawancara denganBapak IPDA Adri SukamS.Pd menjelaskan bahwa:
“Proses Penyelesaian tindakan pelanggaran kode etik profesi kepolisian di Polda Jambi diawali dengan diterimanya laporan dari masyarakat atau anggota Kepolisian yang lainnya. Laporan ini akan diajukan kepada KabidPropam, selanjutnya akan dilaksanakn penyelidikan atau pemeriksaan, dan apabila pelanggaran yang dilakukan merupakan pelanggaran pidana, akan dilimpahkan ke bagian Reskrim, untuk kembali melakukan pemeriksaan dan pengumpulan bukti- bukti. Jika kemudian terduga terbukti bersalah, maka berkas akan dilimpahkan ke Kejaksaan. Setelah keptusan diputuskan, maka selanjutnya akan dikembalikan lagi ke lembaga-lembaga Kepolisian untuk dilaksanakannya peradilan KEPP, atau sidang komisi kode etik, sanksi yang biasanya diberikan misalnya penundaan kenaikan pangkat, pemberhentian secara hormat, dan pemberhentian tidak dengan hormat.”53
53 Dokumentasi Data Pelaksanaan Sidan KKEP Polri Polda Jambi Dan Jajaran Tahun 2019.
71
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan skripsi ini adalah :
1. Kategori tindakan pelanggaran kode etik profesi kepolisian adalah pelanggaran
etika kenegaraan, pelanggaran etika kelembagaan, pelanggaran etika
kemesyarakatan dan pelanggaran etika keperbadian. Pelanggaran kode etik
yang paling banyak di lakukan oleh jajaran anggota polri polda jambi adalah
pelanggaran kode etik kelembagaan. Pelnggaran-pelanggaran kode etik yang di
lakukan adalah dalam bentuk melakukan pungutan liar, perjudian,
penyalahgunaaan wewenang, penganiyaan, narkoba, perbuatan
asusila,menerima suap, dan melakukan penembakkan masa.
2. Bentuk penyelesaian tindakan pelnggaran kode etik profesi polri polda jambi
adalah melalui pemeriksaan anggota polri yang di duga atau di laporkan
melakukan tindakkanpelanggran kode etik profesi kepolisian, selanjutnya akan
di lakukan audit investigasi untuk menganalisa duduk perkara, pemberkasan
dan atau pendokumentasikan dan pelaksanaan siding komisi kode etik polri
untuk memutuskan perkara, jika kebertan pelanggaran juga melakukan banding.
72
B. SARAN
Setelah melakukan riset dan mengetahui sedikit banyaknya tentang tugas polri, maka penulis ingin memberikan saran mengenai kode etik profesi kepolisian, yaitu :
1. Hendaknya dalam memutuskan sesuatu dalam melaksanakan tugas anggota
polri tetap berpegang teguh pada nilai-nilai tribrata dan catur prestya, serta kode
etik profesi kepolisian dengan sungguh-sungguh, dan berusaha mematuhinya
sebaik mungkin.
2. Setiap tindakan yang dilarang oleh peraturan tentang kode etik profesi
kepolisian adalah tentu merupakan tindakan tercela dan merugikan, dan juga
dilarang agama, jadi dasar agama dan peraturan kapolri adalah dua dasar yang
cukup kuat dalam menjadi pagar dalam menjalankan tugas baik dan hendaknya
menjadi bagian penting dalam mempertimbnagkan dan melakukan sesuatu.
73
DAFTAR PUSTAKA
Agung Kurniawan, “Penegakan Hukum Terhadap Anggota Kepolisian Yang
Melakukan Pungutan Liar, Studi Kasus Diwilayah Hukum Polresta Bandar
Lampung, Fakultas Hukum Unifersitas Lampung 2017.
An-Nisa (4):58.
Anonim, Standar Operasional Presedur (SOP) Tentang Kepemeriksaan Dan
Pemberkasan Pelanggaran.
Anonim, Penjelasan: Undang-Undang Repiplik Indonesia Nomor 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Repuplik Indonesia.
Anonim, Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang Pemeriksaan dan
Pemberkasan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri, Devisi Profesi Dan
Pengamanan Polri Pusat Pembinaan Profesi.
Anonim, pasal Undang-undang Repulik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Repuplik Indonesia
Charle B. Fledermann, “Etika Enjiniring”, Jakrta: Erlangga, 2006.
Kontras, Menyusun Kriteria Idial Kapolri Mendatang – Kontras Komisi Untuk Orang
Hilang Dan Korban Tindak Kekerasa.
MichealPanangianSilalahi, “Fungsi Kode Etik Kepolisian Dalam Mencegah
Penyelenggaraan Profesi Demi Terselenggaranya Penegakan Hukum Pidana”,
Fakultas Hukum Universitas Atm Ajaya Yogyakarta 2011.
74
Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian Profesionalisme Dan Reformasi Polri, Surabaya
:LaksbangMediatama, 2017.
Rizal Isnanto, Etika Profesi, Semarang: Program Studi System Komputer Fakultas
Teknik Universitas Diponogoro, 2009.
Soebroto, Wewenang Kepolisian dalam Hukum Kepolisian di Indonesia, Jakarta:
Bunga Rampai PTIK,2004.
Sadjijono, Fungsi Kepolisian dalam Pelaksanaan Good Governance, Yogyakarta:
LaksabangMediatama.
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Sinar Grafika, 1992.
Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, Bandung: PT Refika Aditama,
2005.
Supriyadi, Eksistensi Hukumdisiplin Anggota Polri Pasca Separasi Polri dan TNI,
Jurnal Mimbar Hukum, Universitas Gajah Mada.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R dan
D, Bandung: Alfabeta, 2009.
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan
Aplikasi,Rajagrafindo Persada, 2007.
SuharsimiArikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Renaka
Cipta, 2006.
ValleryAprialdy, “Penerapan Kode Etik Polri Terhadap Oknum Polisi Yang
Melakukan Penganiayaan Terhadap Pelanggaran Lalulintas”, Fakultas Hukum
Universitas Pasundan 2016.
75
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
2007.
Wikipedia, Kode Etik Profesi, http://id.wikipedia.org/wiki/kode_etik_profesi.
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakrta: Balai Pustaka,
2017.
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
2007.
Warta Warga Student Journalism, “Pelanggaran Dalam Kode
Etik”,http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/04/pelanggaran-dalam-kode-
etik/.
Zarkasyim Syam, Ajaran Metode Penelitian, jambi: Fakultas Tarbiah IAIN Sultan
Thaha Saifuddin Jami, 2006.
76
LAMPIRAN-LAMPIRAN
77