PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PASOLA : NAPAK TILAS UPACARA ADAT, FUNGSI DAN NILAI BAGI MASYARAKAT WANUKAKA, SUMBA BARAT, NUSA TENGGARA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
JENIVERA CAROLINA RIANG GESI
161314045
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
Kedua orang tua saya “Kornelis Mangi Gesi” dan “Anthonia Victoria Ratu”
Kedua kakak saya “Nofrianus Simon Riang Gesi”
dan
“Hutrisno Agustinus Riang Gesi”
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN,
yang menaruh harapannya pada TUHAN
(Yeremia 17 : 7)
Orang yang tidak memiliki rasa sejarah
Adalah seperti orang yang tidak memiliki teliga atau mata
(Adolf Hitler)
Berusaha, Berjuang, Bersabar harus dimiliki oleh orang yang menginginkan sebuah keberhasilan
(Jenivera Carolina Riang Gesi)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
PASOLA : NAPAK TILAS UPACARA ADAT, FUNGSI DAN NILAI BAGI MASYARAKAT WANUKAKA, SUMBA BARAT, NUSA TENGGARA TIMUR
Jenivera Carolina Riang Gesi Universitas Sanata Dharma 2020
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiap permasalahan pokok, yaitu : 1. Bagaimana latar belakang upacara adat Pasola di daerah Wanukaka ; 2. Apa saja fungsi dan nilai yang didapat dari upacara adat Pasola bagi masyarakat Sumba Barat khususnya Wanukaka; 3. Bagaimana prosesi upacara adat Pasola di daerah Wanukaka ; Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian sejarah yang mencakup empat tahapan yaitu, heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan historis. Sedangkan penulisannya bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian ini adalah: (1) Asal-usul Pasola yang terjadi hanya karena adanya cinta segitiga antara warga Waiwuang dan Kodi, maka terjadinya perang perdamaian serta ingin menghapus kesedihan maka dilakukanlah upacara adat Pasola yang hingga saat ini sangat terkenal sebagai acara sakral Marapu yaitu permohonan dan meminta perlindungan kepada para leluhur agar warga Wanukaka mendapatkan hasil panen melimpah. (2) Sejak zaman dahulu Pasola sudah mempunyai fungsi dan nilai tersendiri bagi masyarakat Wanukaka, meskipun Pasola dilaksanakan di beberapa tempat di Pulai Sumba namun semua mempunyai fungsi dan nilai yang cukup sama. (3) Sebelum masuk ke upacara inti yaitu Pasola, maka ada beberapa ritual yang harus dilalui terlebih dahulu selalma empat hari menjelang Upacara Adat, di mana dari semua ritual Pasola terlengkap hanya ada di Wanukaka. Semua ritual harus dijalankan dengan baik dan benar sama seperti para leluhur menjalankannya.
Kata Kunci : Upacara Adat, Fungsi Pasola, Nilai Pasola
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
PASOLA: TRADITIONAL CEREMONY TILAS, FUNCTION AND VALUE FOR WANUKAKA COMMUNITIES, WEST SUMBA, EAST NUSA TENGGARA
Jenivera Carolina Riang Gesi Sanata Dharma University 2020
This study aims to describe and analyze each of the main problems, namely: 1. What is the background of the Pasola traditional ceremony in the Wanukaka area; 2. What are the functions and values obtained from the Pasola traditional ceremony for the people of West Sumba, especially Wanukaka; 3. How is the Pasola traditional ceremony procession in the Wanukaka area; This study is prepared based on the historical research method which includes four stages, namely, heuristics, verification, interpretation and historiography. The approach used is a historical approach. Meanwhile, the writing is descriptive and analytical. The results of this research are: (1) The origin of the Pasola occurs only because of the love triangle between the residents of Waiwuang and Kodi, so that the war of peace to erase sadness is carried out. The Pasola traditional ceremony is carried out which until now as a sacred Marapu event, to ask the ancestors for protection so that the people of Wanukaka can get bountiful harvests. (2) Since ancient times, Pasola has had its own function and value for the people of Wanukaka, although Pasola is implemented in several places on the island of Sumba. All of them have quite the same function and value. (3) Before entering the main ceremony, namely Pasola, there are several rituals that must be passed during the four days before the Traditional Ceremony, where of all the most complete Pasola rituals are only in Wanukaka. All rituals must be carried out properly and correctly just as the ancestors did.
Keywords: Traditional Ceremony, Pasola Function, Pasola Value
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...... i
HALAMAN PESETUJUAN PEMBIMBING ...... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...... iv
HALAMAN MOTTO ...... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...... vii
ABSTRAK ...... viii
ABSTRACT...... ix KATA PENGANTAR ...... x
DAFTAR ISI ...... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...... xiv
DAFTAR GAMBAR ...... xv
BAB I PENDAHULUAN ...... 1
A. Latar Belakang ...... 1
B. Rumusan Masalah ...... 4
C. Tujuan Penulisan ...... 5
D. Manfaat Penulisan ...... 5
E. Tinjauan Pustaka ...... 6
F. Landasan Teori ...... 8
G. Metode Penelitian ...... 18
H. Pendekatan ...... 22
I. Sistematika Penulisan ...... 23
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II LATAR BELAKANG UPACARA ADAT PASOLA ...... 25
A. Gambaran Umum Pulau Sumba ...... 25
B. Pengertian Pasola ...... 26
C. Sejarah Pasola ...... 27
D. Pasola Dalam Keyakinan Masyarakat Sumba ...... 29
BAB III FUNGSI DAN NILAI PASOLA BAGI MASYARAKAT
WANUKAKA...... 31
A. Nilai Bagi Masyarakat Wanukaka ...... 31
B. Tujuan Pasola ...... 32
C. Makna Pasola Bagi Masyarakat Wanukaka ...... 34
D. Fungsi Bagi Masyarakat Wanukaka ...... 35
BAB IV PROSESI UPACARA ADAT PASOLA ...... 38
A. Ritual Pasola ...... 38
B. Penetapan Waktu dan Penangkapan Nyale ...... 40
C. Penyelengaraan Ritual Upacara Adat Pasola ...... 43
BAB V PENUTUP ...... 47
DAFTAR PUSTAKA ...... 49
DAFTAR LAMPIRAN ...... 51
Lampiran Silabus ...... 52
Lampiran RPP ...... 53
Lampiran Gambar ...... 68
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Silabus Kelas X Semester Ganjil dengan Kompetensi Dasar
3.3 dan 4.3 ...... 52
Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ...... 55
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar I : Proses para Rato mengamati Bulan di Ubu Bewi ...... 68
Gambar II : Para Rato berkunjung ke kampung-kampung untuk melihat
persiapan Pasola ...... 68
Gambar III : Pemanggilan Nyale oleh para Rato ...... 69
Gambar IV : Para Rato menunggu kedatangan Nyale ...... 69
Gambar V : Penangkapan Nyale oleh masyarakat ...... 70
Gambar VI : Nyale (Cacing Laut) ...... 70
Gambar VII : Penyembelihan seekor ayam oleh Rato ...... 71
Gambar VIII : Perlengkapan Pasola dan hiasan kuda ...... 71
Gambar IX : Persiapan Pasola Pantai ...... 72
Gambar X : Pasola pantai ...... 72
Gambar XI : Upacara adat Pasola di lapangan Hagalang ...... 73
Gambar XII : Upacara adat Pasola di lapangan Hagalang ...... 73
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah kemanusiaan tidak pernah lepas dari unsur kebudayaan yang
selalu mewarnai peristiwa kehidupan manusia. Kebudayaan merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang terjadi di dalam masyarakat yang saling berinteraksi
yang mengandung semua pengertian nilai-nilai, norma, ilmu pengetahuan.
Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk
jamak dari kata buddhi yang berarti akal atau budi. Maka kebudayaan dapat
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal atau budi.1
Sejarah sangat berkaitan dengan sebuah tradisi yang ada dalam
peradaban manusia. Tradisi berasal dari bahasa latin traditio yang artinya
diteruskan atau kebiasaan dalam pengertian paling sederhana adalah sesuatu
yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat. Hal yang paling mendasar dari tradisi ini adalah adanya
informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun
(sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini maka suatu tradisi akan punah.2
Tradisi akan di teruskan secara lisan yang telah dilakukan oleh nenek moyang
manusia dan hal itu akan menjadikan tradisi itu sebagai salah satu tradisi lisan
yang masih berlangsung maupun tidak lagi berlangsung dan hanya menjadi
sebuah cerita sejarah.
1 Muhammad Nasution, dkk, Ilmu Sosial Budaya Dasar, Jakarta, RaJawali Press, 2015, hlm 14 2 https://id.m.wikipedia.org, diakses pada tanggal 03 April 2020, pukul 19.06 WIB
1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Tradisi sangat melekat dengan suatu masyarakat, termasuk masyarakat
Wanukaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur yang juga mempunyai salah
satu tradisi yang telah ada sejak zaman nenek moyang dahulu kala yaitu
upacara adat Pasola3. Pasola sangat dikenal sebagai tradisi turun menurun yang
ada dalam kehidupan masyarakat Wanukaka yang akan diadakan setahun
sekali menurut perhitungan tanggal, hari, bulan dan tahun yang dihitung oleh
para Ratto4 berdasarkan perhitungan adat.
Pasola merupakan serangkaian upacara tradisional yang dilakukan oleh
orang Sumba yang masih menganut agama asli yang disebut Marapau. Setiap
tahun pada bulan Februari dan Maret serangkaian upacara adat dilakukan
dalam rankai memohon restu pada leluhur agar panen tahun tersebut berhasil
dengan baik. Pasola merupakan upacara puncak dari beberapa rangkaian yang
telah dilaksanakan.
Pasola merupakan tradisi turun temurun dari zaman nenek moyang yang
masih terus dijalankan hingga saat ini. Menurut cerita rakyat Sumba, Pasola
merupakan sebuah tradisi yang berawal dari kisah seorang janda cantik yang
bernama Rabu Kaba. Suatu ketika Umbu pergi melaut bersama dua orang
pemimpin lainnya dan mereka bertiga tak kunjung pulang sehingga dianggap
telah meninggal. Rabu mulai menjalin kasih dengan Teda Gaiporana dan
3 Pasola adalah keterampilan menunggang kuda sambil melemparkan tombak kayu berujung tumpul yang diarahkan ketubuh lawan. Pasola juga merupakan bagian dari serangkaian upacara tradisional yang dilakukan oleh orang Sumba dan mereka yang masih percaya (menganut) kepercayaan asli Sumba yaitu Marapu. 4 Rato secara harafiah berarti „Kaya‟ adalah gelar bangsawan dan sesepuh adat, Rato yang akan mengatur dan memimpin segala urusan atau upacara adat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
beberapa saat setelah itu ketiga pemimpin termasuk Umbu telah kembali dan
mendapatkan Rabu sudah bersama dengan Teda Gaiparona.5
Umbu Amahu berpesan kepada rakyat di kampung Waiwuang agar
mengadakan pesta Nyale6 sebelum melaksanakan upacara adat Pasola.
Pelaksanaan adat Nyale yang dilaksanakan pada waktu bulan purnama ketika
Nyale keluar ditepi pantai.
Banyak masyarakat Sumba yang belum mengetahui betul asal-usul dari
tradisi Pasola ini sendiri, mereka hanya mengetahui bahwa Pasola merupakan
salah satu tradisi yang terus dilakukan secara turun temurun. Prosesi dari
Pasola ini harus melewati banyak upacara adat lainnya sebelum berlangsung di
lapangan pertarungan. Masyarakat luas khususnya Wanukaka harus
mengetahui betul fungsi dan nilai apa saja yang bisa didapatkan dari upacara
adat Pasola ini agar anak cucu nantinya dapat mengetahui dengan jelas latar
belakang, prosesi dari fungsi serta nilai dari upacara adat Pasola ini.
Tradisi Pasola memiliki cerita sejarah sendiri. Akan tetapi, tradisi Pasola
ini mempunyai suatu kesamaan dengan salah satu tradisi adat yang masih
tumbuh di tengah kehidupan masyarakat Jawa yakni upacara adat wiwitan.
Upacara adat wiwitan ini memiliki persamaan dengan upacara Pasola yaitu
pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur yang dipercaya dapat
memberikan kesuburan tanaman dan menghasilkan panen yang melimpah
5 Abdul Gafur, Zuriatin, Nurhasanah, Eksistensi Tradisi Pasola pada Masyarakat Kepercayaan Marapu di Desa Pahola Kecamatan Wanukaka Kabupaten Sumba Barat, Artikel Seminar Nasional Taman Siswa Bima 2019 e-ISSN: 2686- 1879 (online) http://semnas.tsb.ac.id/index.php/semnatsb2019/index, diakses pada 6 April 2020. Pukul 16.41 WIB 6 Nyale adalah cacing laut yang hidup di dalam endapan pasir berlumpur dilaut dangkal di pantai atay di karang yang hanya timbul setahun sekali pada menjelang bulan purnama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
serta memberikan kehidupan masyarakat. Selain itu, dapat mempererat
silahturahmi satu dengan yang lainnya. Upacara adat Wiwitan biasanya sering
digelar masyarakat Jawa sebelum panen raya. Namun, tradisi tersebut lambat
laun mulai pudar dan hanya meninggalkan cerita sejarah. Dengan demikian,
kita sebagai pemuda penerus bangsa harus menjaga dan melestarikan
kebudayaan seperti upacara Pasola maupun upacara adat wiwitan yang
mempunyai kesamaan sehingga tidak hanya mengenal apa itu adat Pasola
melainkan kita dapat mempelajari hal yang dapat dipetik untuk di kemudian
hari dan masyarakat mampu untuk meneruskan tradisi ini kepada anak cucu
nanti.
Ada persamaan antara upacara adat Pasola dan wiwitan yang menjadi
cerita tersendiri bagi masyarakat lokal yang mempercayai upacara tersebut dan
terus dijaga eksistensinya agar tetap dikenal dan diketahui oleh anak cucu
nanti. Bahwa di daerah tersebut ada upacara yang telah ada sejak dahulu kala
hingga saat ini maka dengan sendirinya anak cucu kita nanti dapat terus
melangsungkan acara-acara adat tersebut sebagaimana mestinya dilaksanakan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa latar belakang terjadinya upacara adat Pasola ?
2. Apa fungsi dan nilai yang di dapat dari upacara adat Pasola ?
3. Bagaimana pelaksanaan upacara adat Pasola ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan skripsi yang berjudul “PASOLA : Napak Tilas
Upacara Adat dan Dampaknya bagi Kehidupan Masyarakat Wanukaka” adalah untuk menganalisis:
1. Untuk mendeskripsikan latar belakang terjadinya upacara adat Pasola.
2. Untuk mendeskripsikan fungsi dan nilai yang di dapat dari upacara adat
Pasola.
3. Untuk mendeskripsikan pelaksanaa upacara adat Pasola.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Manfaat penulisan skripsi ini bagi mahasiswa Pendidikan Sejarah yaitu
sebagai tambahan referensi ilmu pengetahuan mengenai sejarah
kebudayaan, dan salah satu tradisi lisan yang masih terus berlangsung di
Wanukaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur serta mahasiswa dapat
mencintai kebudayaan yang ada di daerah masing-masing.
2. Bagi Program Studi Pendidikan Sejarah
Manfaat penulisan skripsi ini bagi prodi Pendidikan Sejarah adalah dapat
memperkaya khasanah dunia pustaka terutamakarya ilmiah Pendidikan
Sejarah.
3. Bagi Penulis
Manfaat penulisan skripsi ini bagi penulis yaitu dapat berlatih menulis karya
ilmiah yang baik dan menambah pengetahuan serta pengalaman baru, serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
menjadi sarana untuk menetapkan teori-teori yang penulis dapatkan selama
berada di bangku kuliah untuk dipraktekan di dunia nyata.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian sejarah, terdapat beberapa unsur pokok yang penting
khususnya dalam memahami metodologi sejarah. Memahami metodelogi
sejarah tidak hanya sekedar mendapatkan pengetahuan, melainkan juga dapat
dijadikan acuan untuk terus mencoba hal-hal yang dapat mengungkap
kebenaran masa lalu, yang masih menjadi dilema pada masa sekarang ini.
Sumber yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
Sumber pertama adalah sebuah buku karangan Paulus Lete Boro yang
berjudul Pasola Mainan Ketangkasan Berkuda Lelaki Sumba buku ini
menjelaskan tentang pengertian kata Pasola itu sendiri dalam bahasa Sumba
dan juga asal usul kejadian upacara Pasola itu sendiri dan bagaimana makna
dari Pasola itu sendiri bagi masyarakat Wanukaka yang menjadikan upacara itu
sangat sakral dan harus dilaksanakan setiap tahunnya demi kepentingan seluruh
masyarakat Sumba dan khususnya Wanukaka. Sumber ini sangat penting
dalam menjawab permasalahan mengenai latar belakang upacara adat Pasola di
Sumba
Sumber kedua adalah sebuah buku karangan dari Mikael Beding dan
Lestari Beding yang berjudul Mozaik Sumba Barat buku tersebut menceritakan
tentang asal usul Pasola berdasarkan cinta segitiga yang terjadi antara Rambu
Kaba, Umbu Amahu dan Teda Gaiporana. Dimana yang akhir ceritanya Rambu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
menikah dengan Teda Gaiporana dan mereka harus mengembalikan belis yang diberikan Umbu Amahu kepada Rambu pada saat ingin meminang Rambu.
Sumber ini sangat penting untuk melengkapi permasalahan latar belakang yang menjadi asa-usul upacara adat Pasola.
Sumber ketiga merupakan sebuah website resmi dari Kabupaten Sumba
Barat yang berjudul Pasola Wanukaka tulisan tersebut menjelaskan secara detail mengenai ritual-ritual yang harus dijalankan sebelum melaksanakan upacara Pasola Wanukaka. Hanya di wilayah Wanukaka saja yang memiliki ritual yang sangat lengkap dibandingkan dengan Pasola yang adi di wilayah
Lamboya, Gaura dan Kodi. Sumber ini membantu dalam menjawab permasalahan tentang prosesi dalam pelaksanaan upacara adat Pasola di
Wanukaka.
Sumber keempat adalah sebuah jurnal yang ditulis oleh Wilhelmus Kuara
Jangga Uma dengan judul Makna Nyale dalam Upacara Adat Pasola Sebagai
Upaya Pelestarian Budaya di Sumba Barat NTT tulisan tersebut menjelaskan tentang pentingnya kehadiran Nyale pada hari H pelaksanaan Pasola. Nyale sangat penting untuk mengetahui keberhasilan panen yang akan didapatkan masyarakat Wanukaka pada musim panen mendatang. Nyale seakan-akan menjadi pertanda restu dari sang leluhur Marapu untuk kesuburan tanah dan hasil melimpah. Digunakan untuk melengkapi menjawab permasalahan mengenai prosesi yang dilakukan sebelum pelaksanaan Pasola Wanukaka.
Sumber kelima adalah sebuah buku yang dikarang oleh Munanjar
Widyatmika dan Hudiono dengan judul Pasola buku ini menjelaskan mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
cara-cara pemanggilan Nyale yang dilakukan oleh para Rato dan juga apa arti dari keluarnya Nyale yang berwarna-warni dan tidak tercium bau busuk.
Dimana Nyale yang keluar mempunyai corak warna yang beragam mengartikan bahwa panen akan melimpah dan masyarakat Wanukaka akan terbebas dari kelaparan, dan begitu sebaliknya jika Nyale yang keluar memilik warna yang tidak beragam serta mengeluarkan bau busuk dan mati, maka itu pertanda bahwa hasil panen kurang baik, padi akan membusuk dan masyarakat
Wanuakak akan mengalami kelaparan yang berkepanjangan. Bukan hanya itu saja, tetapi tulisan ini juga menjelaskan mengenai pelaksanaan Pasola, perlengkapan apa saja yang harus disiapkan pada saat akan melaksanakan upacara adat ini. Melengkapi menjawab permasalahan prosesi yang dilakukan saat pelaksanaan Pasola Wanukaka.
Sumber keenam adalah buku karangan Siti Maria dan Julius Limbeng dengan judul Marapu di Pulau Sumba yang menjelaskan mengenai tujuan awal dari diadakannya upacara adat ini yang hanya berasal dari cerita rakyat namun menjadi sebuah acara sakral bagi penyembahan dan menghormati arwah leluhur atau nenek moyang masyarakat Sumba yang disebut Marapu.
Dimana Pasola sebenarnya bukan saja hiburan semata yang mempertotonkan ketangkasan para lelaki Sumba yang lihai dalam menunggang kuda, melainakan terdapat pesan dan makna yang terkadung di dalam upacara adat itu sendiri. Digunakan untuk menjawab permasalahan mengenai Tujuan dari dilaksanakannya upacara adat Pasola khususnya di Wanukaka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
F. Landasan Teori
Dalam penulisan sejarah (hitoriografi) sangat dibutuhkan perencanaan
matang yang sifatnya menyeluruh. Hal ini membutuhkan beberapa langkah
yang saling terkait sebagai suatu alur berpikir. Penyusunan dan penetapan
landasan teori menjadi hal utama dari pengembangan penulisan Sejarah.7
Teori-teori yang digunakan dalam penelitian sejarah harus didasarkan pada
penelitian dan penemuan yang didukung data dan argumentasi.8 Yang dimana
pada akhirnya teori akan memberikan kemudahan dalam menganalisis fakta-
fakta yang dikumpulkan dalam penelitian.
Teori-teori yang akan digunakan dalam penulisan ini yaitu:
1. Kebudayaan
Banyak orang mengartikan kebudayaan adalah pikiran, karya, dan
hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya akan keindahan. Dengan
singkat ialah kebudayaan adalah kesenian.9 Namun dalam artian luas
menurut para ahli ilmu sosial mengatakan bahwa kebudayaan adalah
seluruh total dari pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak
berakar kepada nalurinya dan itu hanya dicetuskan oleh manusia ketika
sudah melewati proses belajar.10
Menurut Koentjaraningrat kebudayaan itu mempunyai tiga wujud
yaitu; (1) kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-
7 Taufik Abdullah, dkk, Ilmu Sejarah dan Historiografi ; Arah dan Prespektif, Jakarta, Gramedia, 1985 8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, KBBI, Jakarta, Balai Pustaka, 2003, hlm 177 9 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1974, hlm 1 10 Ibid, hlm 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
nilai, norma-norma, peraturan, (2) wujud kebudayaan sebagai kompleks
aktivitas kelakukan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.11
Wujud yang pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya
abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam pikiran dari
warga masyarakat dimana kebudayaan itu ada. Contohnya adalah adat
istiadat. Wujud kedua sering disebut sitem sosial, mengenai kelakuan
berpola dari manusia itu sendiri yang terdiri dari aktivitas sehari-hari yaitu
berinteraksi, berhubungan serta bergaul dengan lainnya yang terjadi
berulang-ulang. Sehingga hal itu bersifat konkret dan dapat diobservasi
dan didokumentasi. Wujud ketiga disebut kebudayaan fisik dan
memerlukan keterangan banyak. Karena merupakan seluruh hasil fisik dari
aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalan masyarakat, sifatnya
paling konkret karena berupa benda-benda.12
Maka dari itu antara masyarakat dan kebudayaan mempunyai
hubunngan erat dan tak terpisah antara satu dengan yang lainnya. Tidak
ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan begitu juga sebaliknya
tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah pendukungnya.13
Soerjono juga menjelaskan bahwa faktor penting sebagai penyebab
terjadinya perubahan dalam bidang kebudayaan adalah pengaruh
kebudayaan masyarakat lain. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara
11 Ibid, hlm 6. 12 Ibid, hlm 7-8 13 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1999, hlm. 149
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
dua masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh
timbal balik, artinya masing-masing masyarakat mempengaruhi
masyarakat lainnya dan juga menerima pengaruhnya.
Kebudayaan merupakan pola yang terjadi di dalam masyarakat
yang dihasilkan dari kegiatan serta pikiran dan akal budi manusia
berdasarkan pada nilai yang ada. Oleh karena itu kebudayaan dalam suatu
lingkup masyarakat tertentu dapat berbeda-beda. Masyarakat (manusia)
tidak akan pernah terlepas dari kebudayaan, segala sesuatu yaang ada di
dalam masyarakat adalah hasil kebudayaan itu sendiri.
Kebudayaan mempunyai suatu struktur yang tersusun rapi dimana
suatu komponen tertentu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
banyak komponen yang diperlukan.14 Dari sini dapat diketahui bahwa
suatu perubahan dalam satu komponen kebudayaan akan berpengaruh
terhadap kebudayaan itu secara keseluruhan. Karena budaya sering
mewujudkan suatu integrasi maka perubahan pada satu unsur sering
menimbulkan pantulan yang dahsyat dan kadang-kadang itu terjadi pada
bidang yang sama sekali tidak disangka.15
Ada beberapa unsur-unsur kebudayaan yang sangat penting untuk
memahami kebudayaan manusia:16
14 Ihromi, T.O, Pokok-pokok Antropologi Budaya, Jakarta, PT. Gramedia, 1987, hlm 31 15 Ibid, hlm 31 16 Tasmuji, dkk, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press, 2011, hlm 160-165
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
a. Sistem bahasa
Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi
kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau hubungan dengan
sesamanya. Menurut Keesing, kemampuan manusia dalam membangun
tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang fenomena sosial yang
diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi
penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa
menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia. b. Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan
sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan
bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia. Sistem
pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan
manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya. c. Sistem Sosial
Unsur budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi sosial
merupakan usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia
membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial. Kesatuan
sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu keluarga
inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya manusia akan
digolongkan ke dalam tingkatan-tingkatan lokalitas geografis untuk
membentuk organisasi sosial dalam kehidupannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
d. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya
sehingga mereka akan selalu membuat peralatan atau benda-benda
tersebut. Dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur
teknologi yang dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda yang
dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk sederhana. Dengan
demikian, unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan
teknologi merupakan kebudayaan fisik.
e. Sistem Religi
Awal permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah adanya
pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan
gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan
mengapa manusia itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi
dan mencari hubungan dengan kekuatan tersebut.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, para ilmuawan berasumsi
bahwa religi suku-suku bangsa Eropa adalah sisa dari bentuk-bentuk
religi kuno yang dianut oleh seluruh umat manusia pada zaman dahulu
ketika kebudayaan mereka masih primitif.
2. Upacara Adat
Upacara adalah sistem aktivitas atau rangkaian atau tindakan yang
ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
berhubungan dengan berbagai maccam peristiwa tetap yang biasanya
terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan.17
Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat antara lain: upacara
kelahiran, upacara perkawinan, upacara penguburan dan upacara
pengukuhan kepala suku. Upacara pada umumnya memiliki nilai sakral
oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Sedangkan upacara adat
adalah suatu hal yang dilakukan secara turun-temurun oleh seluruh
masyarakat tertentu. Dengan demikian setiap daerah memiliki upacara adat
sendiri. Upacara adat yang dilakukan memiliki berbagai unsur, yaitu
sebagai berikut:18
a. Tempat berlangsungnya Upacara
Tempat yang digunakan untuk melangsungkan suatu upacara adat
biasanya adalah tempat keramat atau bersifat sakral/suci, tidak semua
orang dapat mengunjungi tempat tersebut. Tempat itu hanya dapat
dikunjungi oleh orang-orang berkepentingan, dalam hal ini adalah
orang yang terlibat dalam pelaksanaan upacara atau pemimpin.
b. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan upacara adat adalah saat-saat tertentu yang
dirasakan tepat untuk melaksanakan upacara tersebut. Biasanya untuk
menentukan kelangsungan upacara tersebut harus berdasarkan
hitungan para pemimpin yang sesuai dengan aturan dan tata laksana
yang telah terjadi selama ini.
17 Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I, Jakarta, UI press, 2007, hlm 140 18 Ibid, hlm 241
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
c. Benda-benda atau Alat
Benda-benda dalam pelaksanaan upacara adalah sesuatu yang harus
ada semacam persembahan dan peralatan saat berlangsungnya sebuah
upacara adat.
d. Orang-orang yang terlibat
Orang yang terlibat dalam upacara adat adalah mereka yang bertindak
sebagai pemimpin jalannya upacara dan beberapa orang yang paham
dalam ritual upacara adat.
Dalam masyarakat dikenal berbagai jenis upacara adat salah
satunya upacara adat Pasola yang telah diselenggrakan secara turun-
temurun setiap tahunnya untuk meminta restu kepada para leluhur demi
mendapatkan hasil panen yang melimpah dan masyarakat Wanukak tidak
mengalami kelaparan.
3. Sejarah Lokal
Istilah sejarah lokal adalah yang paling netral dan tunggal karena
istilah terdahulu yang digunakan adalah sejarah daerah dan sejarah
regional yang cenderung bias agar pengertiannya tidak berbelit-belit.
Istilah lokal mempunyai arti suatu tempat atau ruang, sehingga sejarah
lokal menyangkut lokalitas tertentu yang disepakati oleh para penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
sejarah atau sejarawan dengan alasan-alasan ilmiah (suatu ruang, tempat
tinggal suku bangsa).19
Ruang sejarah lokal merupakannlingkup geografis yang dapat
dibatasi sendiri oleh sejarawan dengan alsan yang dapat diterima oleh
semua orang. Menurut Mazhab yang dikutip oleh Dr. Sugeng Priyadi,
M.Hum dalam bukunya Sejarah Lokal : Konsep, Metode dan
Tantangannya mengatakan bahwa sejarah lokal adalah asal-usul,
pertumbuhan, kemunduran dan kejatuhan dari kelompok masyarakat
lokal.20 Mazhab mengaitkan sejarah lokal dengan kemunduran dan
kejatuhan meskipun pada dasarnya sejarah mengalami perubahan kearah
kemajuan. Kisah masa lampau yang dialami suatu kelompok masyarakat
yang selalu terikat dengan kesatuan etniskultural pada daerah geografis
yang terbatas dan dibatasi oleh peneliti untuk dijadikan bahan penelitian
sejarah lokal.21
Sejarah lokal sebagai micro-unit yang merupakan unit historis yang
mempunyai ciri khas sebagai kesatuan etnis dan kultural sebagai salah satu
dimensi dari SNI. Sejarah lokal mengunakan micro-analis untuk
mempelajari peristiwa atau kejadian pada tingkat lokal yang mencakup
keunikan dalam etnis tertentu.22
19 Dr. Sugeng Priyadi, M.Hum. Sejarah Lokal : Konsep, Metode dan Tantangannya. Yogyakarta, Penerbit Ombak, 2019, hlm 6-7. 20 Ibid, hlm 7 21 Ibid, hlm 7 22 Ibid, hlm 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
4. Moral
Moral adalah suatu ajaran tentang baik atau buruk tentang setiap
perbuatan. Secara sederhana kita mungkin dapat menyatakaan bahwa
moral seseorang itu sangat baik apabila tindakan dan perbuatannya juga
baik. Begitu juga sebaliknya, kita dapat mengatakan bahwa seseorang itu
tidak baik apabila perbuatannya itu tidak baik.
Dalam kehidupan masyarakat, seseorang dinilai baik apabila
perbuatan dan tingkah lakunya baik dalam bermasyarakat dan sebaliknya
jika tingkah laku seseorang buruk dalam bermasyarakat maka ia akan
dinilai buruk.
5. Pasola
Pesta Pasola sudah pernah diterbitkan di beberapa media cetak
yang merupakan suatu kekayaan kebudayaan bangsa Indonesia asal Sumba
yang sangat khas dan langkah. Oleh karena itu sangat menarik perhatian
bukan hanya dari daerah asal melainkan dari seluruh penjuru tanah air dan
mancanegara.
Pasola menarik karena merupakan perpaduan antara upacara
keagamaan tradisional yaitu Marapu dan diwujudkan dalam perang
tanding serta unsur-unsur seni dan hiburan. Menurut keyakinan
masyarakat Sumba, Pasola mempunyai kaitan yang erat dengan upacara
keagamaan Marapu. Di dalamnya terungkap penghayatan keyakinan religi
masyarakat Sumba yang diakhiri dengan hal-hal sakral.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
G. Metode Penelitian
Pada bagian ini akan dikaji mengenai prosedur atau langkah-langkah
kerja dalam rangka membuat analisis dan sintesis atas permasalahan yang
dikaji. Metode atau cara dalam pengumpulan sumber dalam penelitian historis
ini adalah deskriptif analisis yaitu menginvestarisir dan menganalisis tulisan-
tulisan berupa buku-buku. Metode sejarah terdiri dari metode pengumpulan
data, metode analisis data, pendekatan dan penulisan. Metode sejarah
mempunyai lima kegiatan pokok yaitu pemilihan topik, heuristik atau
pengumpulan sumber, verifikasi atau kritik sumber, interpretasi terhadap
sumber dan penulisan sejarah.23
Berikut tahap-tahap yang digunakan dalam penelitian Historis analitis
dan deskriptif oleh penulis, di antaranya:
1. Pemilihan Topik
Penulis memilih topik “Pasola : Napak Tilas Upacara Adat, Fungsi Dan
Nilai Bagi Masyarakat Wanukaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur”
karena adanya kedekatan emosional dan kedekatan intelektual dengan topik
tersebut. Topik sebaiknya dipilih berdasarkan (1) Kedekatan Emosional dan
(2) Kedekatan Intelektual. Dua syarat itu, subjektif dan objektif, sangat
penting, karena orang hanya akan bekerja dengan baik kalau dia senang dan
mampu.24
23 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, PT. Tiara Wacana, 2013, hlm 69 24 Ibid, hlm 70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
a.) Kedekatan Emosional
Penulis tertarik menulis tentang Pasola ini karen merasa kurang
banyak sumber mengenai topik ini, hampir sebagian besar masyarakat tidak
tahu betul bagaimana asal usul dari upacara Pasola ini. Masyarakt
menganggap bahwa Pasola hanyalah tradi turun temurun dan hiburan
semata, tetapi tidak tahu betul bagaimana kisah sebenarnya dan ritual yang
harus dilewati sebelum upacara itu berlangsung dengan meriah.
Kecintaan dan rasa tanggung Jawab yang besar atas salah satu adat
yang masih bertahan dari zaman dahulu hingga saat ini, penulis berusaha
untuk membuat tulisan sebaik mungkin agar nantinya dapat diterima dan
dibaca oleh banyk orang. Sehingga banyak orang tahu bahwa Upacara
Pasola bukanlah hiburan semata, tetapi mempunyai arti dan makna yang
sangat besar bagi masyarakat Wanukaka. b.) Kedekatan Intelektual
Pemilihan topik ini untuk menambah sumber dan kekayaan
pengetahun penulis serta banyak orang tentang Pasola. Penulis mulai
masuk pada permasalahan dengan mendengarkan banyak cerita dan
membaca banyak buku mengenai Pasola. Tidak hanya pengetahuan yang
didapat dari daftar pustaka saja, tetapi juga dari vidio dokumentasi yang
sudah banyk tersedia di media sosial. Ada beberapa sumber buku yang
ditulis oleh Anissah Bamualim, Widyatmika, Paulus Lete Boro yang
berkaitan dengan Pasola. Jadi, dengan pendektan intelektual ini, penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
berusaha meninjau prosesi dan pelaksanaan upacara adat Pasola serta
fungsi dan nilainya bagi masyarakat Wanukaka.
2. Pengumpulan Sumber
Dalam menentukan inti permasalahan yang akan diamati, penulis
melakukan penelitian historis deskriptif terlebih dahulu untuk melihat
gambaran yang dijelaskan dalam setiap sumber. Kemudian sumber tersebut
dianalisa untuk dikaji permasalahan pada sumber serta dikaitkan dengan
permasalahan sesungguhnya yang memberi dampak sebagai hasil
permasalahan tersebut. Secara keseluruhan bahan dan data yang digunakan
dalam penelitian ini ialah sumber pustaka. Sumber-sumber yang digunakan
ialah dengan metode studi pustaka yaitu buku-buku mengenai Pasola.
3. Verifikasi (Kritik Sumber)
Setelah sumber-sumber yang relevan dikumpulkan, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan kritik sumber yang ada atau melakukan
verifikasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran informasi atau
untuk menguji otentitas dan juga kredibilitasnya. Hal tersebut sangat
diperlukan karena tidak semua sumber terbebas dari unsur kekelliruan
dalam hal pencatatan ataupun unsur lainnya. Kegiatan ini terdiri dari dua
macam yaitu, kritis ekstern (keaslian sumber atau otentitas) dan kritik intern
(kebiasaan dipercayai atau kredibilitas).25
Kritik intern dapat digunakan untuk mengetahui nilai kebenaran
suati data yang diperoleh atau data tersebut dapat dipercayai atau tidak.
25 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, Yayasan Bentang Budaya, 2001, hlm 101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Kritik intern dapat dilakukan dengan cara membandingkan berbagai sumber
untuk mendapatkan data yang jelas dan lengkap. Sedangkan kritik ekstern
untuk mengetahui keaslian sumber yang digunakan dalam melakukan
penulisan. Kritik ekstern ini dapat dilakukan dengan meneliti bahan yang
digunakan lewat pemakaian bahasa dalam penulisannya, corak
penulisannya, dsb.
Proses kritik sumber yang digunakan adalah dengan menggunakan
metode-metode perbandingan, yaitu dengan membandingkan satu informasi
dengn informasi lainnya. Kesamaan informasi oleh beberapa sumber
dipandang benar, apabila terdapat perbedaan informasi tentang suatu
masalah, pemecahan yang ditempuh adalah mengikuti informasi yang
diberikan oleh sumber terbanyak.
4. Interpretasi (Penafsiran)
Data berupa informasi yang telah dianggap valid kemudian di
interpretasikan. Hal ini merupakan suatu langkah yang dilakukan oleh
penulis dalam menafsirkan fakta-fakta yang telah diuji dan untuk
menganalisis sumber supaya dapat menghasilkan suatu fakta yang teruji
kebenarannya. Dalam interpretasi terdapat dua kegiatan pokok, yaitu
analisis (menguraikan) dan sintensis (menyatukan) data atau fakta-fakta
yang telah terkumpul.26 Mengingat sumber kajian utama adalag teks, maka
diperlukan penafsiran yang cermat agar makna aslinya dapat ditangkap
secara tepat. Teori penafsiran teks itulah yang disebut dengan istilah
26 Ibid, 101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
hermeneutika. Langkah ini diambil dengan memperlihatkan landasan teori
yang dipakai dalam penelitian.
5. Penulisan
Dalam penulisan sejarah, aspek kronologi sangat penting. Penyajian
penelitian dalam bentuk tulisan mempunyai tiga bagian : (1) pengantar, (2)
hasil penelitian dan (3) simpulan. Dalam pengantar harus dikemukakan
permasalahan, latar belakang (yang berupa lintasan sejarah), historiografi
dan pendapat kita tentang tulisan orang lain, pertanyaan-pertanyaan yang
akan diJawab melalui penelitian, teori yang dipakai dan sumber-sumber
buku. Hasil penelitian harus menunjukkan bahwa peneliti mempunyai
kemampuan dalam melakukan penelitian dan pennyajian. Peneliti harus
bertanggung Jawab dengan hasil yang disajikan dalam catatan, lampiran
dan disertai data yang mendukung. Dalam simpulan peneliti harus
mengemukakan generalisasi dari hasil penelitian yang telah dibahas dan
diuraikan.27
H. Pendekatan
Langkah selanjutnya adalah menentukan pendekatan. Pengertian
pendekatan dalam penelitian sejarah adalah pola pikir atau cara pandang dari
penulis terhadap suatu kejadian atau peristiwa sejarah dari sudut pandanng
tertentu. Menurut Sartono Kartodirdjo dalam penelitian sejarah pendekatan
sangat diperlukan sebgai cara sejarawan atau penulis untuk memandang
27 Kuntowijoyo, op.cit, 2013, hlm 81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
dimensi-dimensi mana yang perlu diperhatikan, unsur-unsur mana yang perlu
diungkap, dsb.28
Pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan historis.
Pendekatan historis digunakan untuk melihat secara keseluruhan faktor-faktor
yang melatarbelakangi adanya upacara adat Pasola ini. Serta nilai dan
fungsinya bagi masyarakat masa kini.
Setelah mengumpulkan data dan interpretasi dijalankan barulah kemudian
dilakukan langkah berikutnya yaitu penulisan hasil penelitian. Langkah ini
merupakan penyusunan hasil penelitian secara kronologis dan sistematis.
I. Sistematika Penulisan
Skrispi yang berjudul “PASOLA : Napak Tilas Upacara Adat, Fungsi Dan
Nilai Bagi Masyarakat Wanukaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur”
memiliki sistematikan penulisan sebagai berikut:
BAB I : Menjelaskan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, landasan
teori, metodologi penelitian, pendekatan dan manfaat penulisan
serta sistematikan penulisan.
BAB II : Mendeskripsikan latar belakang munculnya upacara adat Pasola
di daerah Wanukaka.
28 Sartono Katodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta, Gramedia, 1992, hlm 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
BAB III : Mendeskripsikan fungsi dan nilai yang didapat dari upacara adat
Pasola bagi masyarakat Sumba Barat khususnya Wanukaka pada
saat sekarang.
BAB IV : Mendeskripsikan pelaksanaan dan ritual upacara adat Pasola di
daerah Wanukaka.
BAB V : Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan yang
dilakukan pada Bab II, III dan IV.
Dalam sistematika penulisan skripsi di atas dapat dicermati bahwa penulis ingin menyajikan tentang PASOLA : Napak Tilas Upacara Adat, Fungsi Dan
Nilai Bagi Masyarakat Wanukaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
BAB II
LATAR BELAKANG UPACARA ADAT PASOLA
A. Gambaran Umum Pulau Sumba
Sumba merupakan salah satu pulau besar yang ada dalam wilayah
Provinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya pada posisi 9o22o – 10o20o LS,
118o55o – 120o23o BT. Beberapa literatur menyebutkan pulau ini muncul ke
permukaan dari kedalaman lau berjuta-juta tahun silam dan terletak di luar
jalur gunung merapi yang membentang sepanjang kepulauan Nusantara29.
Pulau Sumba dulunya terbagi atas 2 kabupaten yaitu, Kabupaten Sumba
Timur dan Sumba Barat. Lalu pada tahun 2007 Kabupaten Sumba Barat mekar
menjadi 3 Kabupaten dan 2 Kabupaten baru yaitu Sumba Tengah dan Sumba
Barat Daya. Setelah terjadinya pemekaran Kabupaten Sumba Barat memiliki
letak geografis Kabupaten Sumba Barat berada pada 9o22o – 9o47o LS, 119o08o
– 119o32o BT. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumba Tengah,
di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sumba Barat Daya, di sebelah
selatan dengan samudra Hindia dan di sebelah utara dengan Selat Sumba30.
Di wilayah Kabupaten Sumba Barat terbagi menjadi 6 kecamatan yaitu,
Lamboya, Laboya Barat, Loli, Wanukaka, Kota Waikabubak dan Tana Righu.
Keenan kecamatan ini dulunya adalah kerajaan-kerajaan. Namun sistem
pemerintahan kerajaan-kerajaan di Sumba tidak sama seperti yang ada di
daerah lainnya, sistem di kerajaan Sumba hanya berupa Paraingu (kampung
29 Anissah Umar Bamualin, Kebudayaan Sumba Barat (ED.REV), Waikabubak, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumba Barat, hlm 8. 30 Ibid, hlm 10
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
besar). Yang diikuti dari zaman nenek moyang mereka, namun sampai saat ini
belum ditemukan jelas bukti bahwa dulunya Sumba merupakan sistem kerajaan
karena sistem kerajaan muncul saat kedatanngan Belanda yang menerapkan hal
yang sama seperti di negara asal mereka.
B. Pengertian Pasola
Pasola berasal dari kata dasar „sola‟ atau „hola‟. Dengan mendapat
awalan „pa‟ , maka kata tersebut menjadi Pasola. Kata „hola‟ (ghola) dalam
bahasa daerah Kodi atau Laura, Sumba Barat Daya, NTT berarti „kejar‟ , dan
kata „pa‟ berarti „saling‟ , jadi Pasola berarti „saling kejar atau saling
mengejar‟.31 Pasola merupakan salah satu upacara atau pesta adat masyarakat
Sumba Barat khususnya Wanukaka, Lamboya, Gaura, dan Kodi (sekarang
telahh mekar dan masuk dalam wilayah kabupatan Sumba Barat Daya) yang
dilakukan setiap tahun secara rutin pada bulan Februari dan Maret dimasing-
masing daerah.
Kata „sola‟ dalam kaitannya dengan kata „Pasola‟ berarti nama sebatang
kayu berukuran lembing yang dipergunakan untuk saling melempar dari atas
kuda oleh dua kelompok berlawanan.32 Kuda-kuda yang digunakan untuk
kegiatan tersebut biasanyan ditunggang oleh pria-pria pilihan yang memiliki
keberanian dan ketangkasan dengan mengenakan pakaian adat asli Sumba dan
kudanya harus dihiasi dengan aneka aksesoris warna-warni. Menujukkan
31 Paulus Lete Boro, Pasola Mainan Ketangkasan Berkuda Lelaki Sumba, NTT, Kupang, Undana Press, 1995, hal 12. 32 Anisah Umar Bamualim. Mengenal Sumba Barat The Next Travel Destination, Waikabubak, Dinas Kebuyaan dan Pariwisata Kabupaten Sumba Barat, 2017, hlm 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
keberanian menunggang kuda disertai kejelian dan ketangkasan memanfaatkan
setiap peluang untuk menombak lawan tepat pada sasaran, menciptakan
suasana permainan menjadi semarak dan sangat dahsyat dari suara teriakan
penonton.
Jadi, Pasola adalah suatu permainan ketangkasan berkuda yang dilakukan
oleh para lelaki pilihan dari dua kelompok yang saling melawan. Keahlian dan
ketangkasan melempar kayu lembing dari atas kuda yang ditunggang pada saat
kuda sedang lari dengan laju. Jika ada peserta yang terluka atau meninggal
maka itu hanya akan menjadi masalah di dalam arena saja, karena telah ada
perjanjian tak tertulis bahwa cedera hanya menjadi dendam di dalam arena,
apabila ingin membalas bisa saja tetapi menunggu hingga Pasola tahun
berikut.33
C. Sejarah Pasola
Menurut cerita rakyat Sumba, Pasola berawal dari seorang janda cantik
bernama Rabu Kaba yang tinggal di kampung Waiwuang, ia mempunyai
seorang suami yang bernama Umbu Amahu yang merupakan salah satu
pemimpin kampung Waiwuang. Selain Umbu Amahu, ada dua orang
pemimpin yang lain bernama Ngongo Tau Masusu dan Bayang Amahu. Pada
suatu hari, ketiga pemimpin ini membuat pengumuman untuk seluruh warga
Waiwuang bahwa mereka akan melaut tetapi pergi ke selatan pantai Sumba
Barat untuk mengambil padi. Setalah berbulan-bulan ketiga pemimpin ini tak
33 Mikael Beding dan Lestari Beding, Mozaik Sumba Barat, PEMDA Sumba Barat, 2002, hlm 86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
kunjung pulang, sehingga semua penduduk kampung mengira bahwa ketiga
pemimpin mereka telah meninggal dunia dan mengadakan perkabungan.
Dalam suasana berduka Rabu Kaba jatuh hati kepada seorang pemuda yang
berasal dari kampung Kodi yang bernama Teda Gaiparona. Tetapi karena
masih dalam suasana berduka, keluarga Rabu Kaba dan Teda Gaiparona tidak
menyetujui pernikahan keduanya, sehingga mereka nekat dan melakukan
kawin lari. Teda Gaiparona membawa Rabu Teda kembali ke kampung
halamannya di Kodi. Beberapa waktu berselang kembalilah ketiga pemimpin
tadi dari melaut yang telah dianggap meninggal dunia oleh seluruh rakyat
kampung Waiwuang, Umbu Amahu langsung mencari istrinya karena lama tak
berjumpah namun ia tidak nememukan keberadaan Rabu Kaba. Setelah
mencari bersama rakyatnya, mereka menemukan keberadaan Rabu Kaba,
namun sayangnya ia tak mau kembali kepada Umbu Amahu karena telah
mencintai Teda Gaiparona. Menurut adat Sumba, jika seorang istri menikah
lagi tanpa sepengetahuan suaminya maka suami barunya harus mengembalikan
semua belis34 yang telah diterima oleh sang istri dari suami terdaluhunya.35
Permintaan yang diberikan disetujui oleh Teda Gaiparona, maka digelarlah
pesta pernikahan mereka berdua. Sementara di Waiwuang Umbu Amahu
berpesan kepada seluruh rakyatnya untuk mengadakan pesta Nyale. Untuk
menyelesaikan krisis suku yang terjadi antara kampung Waiwuang dan Kodi,
maka keluarga Teda Gaiparona menyelesaikan dengan seremoni Nyale dan
34 Belis atau mahar merupakan banyaknya nilai penghargaan pihak pengambil istri kepada keluarga calon istrinya, belis yang dikasih berupa kuda, sapi, kerbau dan barang-barang berharga lainnya 35 Paulus Lete Boro, op.cit, hlm 18.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Pasola sebagai perang damai yang berlangsung berpanutan dengan inti
penyembahan kepada arwah leluhur untuk memohon doa restu bagi kesuburan
dan kesuksesan panen, sebagai keramaian bersama untuk melupakan kesedihan
keluarga Umbu Amahu karena ditinggalkan oleh Rabu Kaba.36
Pasola biasanya diawali dengan pesta nyale, yaitu upacara adat untuk
memohon restu para dewa dan arwah nenek moyang agar panen berhasil.
Selain itu, Pasola ada pemersatu masyarakat Sumba karena dilihat dari
sejarahnya bahwa terjadi perseteruan antara kampung Waiwuang dan Kodi
karena skandal janda cantik, maka dari itu Pasola kini dijadikan sebagai ajang
untuk bersilahturahmi dan mempererat hubungan antara warga Sumba.
D. Pasola Dalam Keyakinan Masyarakat Sumba
Sesungguhnya Pasola bukan hanya tontonan bagi dan hiburan semata,
namun sesuai keyakinan masyarakat Sumba, Pasola mempunyai kaitan erat
dengan upacara sakral Marapu37 oleh karena itu Pasola mengandung nilai-nilai
yang turut mengatur tingkah laku dan sikap manusia, sehingga dapat tercipta
keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan fisik maupun material dan
kebutuhan pemikiran masyarakat dan berjalan seiring dengan langkah
pemenuhan kebutuhan rohani dan jasmani. Inti dari makna Pasola adalah
menjaga hubungan baik dengan para leluhur nenek moyang agar mereka selalu
menjaga dan menyertai manusia yang masih hidup.38
36 Saverius Kaka, Tradisi Pasola di Sumba Barat – NTT, comunity (online), https://verykaka.wordpress.com./2008/04/14, dikses pada 30 Maret 2020, pukul 20.30 WIB 37 Marapu adalah kepercayaan asli masyarakat Sumba 38 Paulus Lete Boro, op.cit, hlm 32.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Pasola juga mempunyai kaitan dengan suatu aktivitas dalam bidang
pertanian (bersawah). Dalam hubungan ini, menurut keyakinan masyarakatnya,
darah hewan atau manusia yang tercucur dalam melakukan pertarungan Pasola
akan dianggap sebagai lambang kesuburan. Tanpa pertumpahan darah dalam
upacara ini maka akan dianggap tidak ada artinya. Jika, dalam pertarungan
terdapat korban jiwa maka hal itu dipercaya sebagai upah dosa sebab telah
melanggar aturan adat yang telah disepakati, contohnya orang yang meninggal
itu telah melakukan pencurian, perampokan, berzinah, berbohong serta telah
melakukan kejahatan lainnya. Kematian yang dialami dianggap wajar dan
diterima secara positif oleh warga setempat karena dalam pertempuran tidak
ada garis pembatas dan jumlah pertarung tidak seimbang antara kedua lawan.39
Menurut keyakinan masyarakat Wanukaka, Pasola sesunggung
mengandung nasihat yang sangat dalam yaitu, dalam kehidupan orang harus
bekerja keras, tekun, sabar, jujue dan bertanggungJawab serta mampu
membedakan apa yang baik dan apa yang buruk. Itulah sebabya di kalangan
masyarakat Wanukaka ada suatu keyakinan dan prinsip yaitu cedera yang
dialami peserta perang adat Pasola merupakan kenyataan yang harus dilewati
sebelum mereka meraih kesuksesan dan kemenangan.
39 Ibid.hlm 33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
BAB III
FUNGSI DAN NILAI PASOLA BAGI MASYARAKAT WANUKAKA
A. Nilai bagi Masyarakat Wanukaka
Pasola bukan saja mengenai tradisi dan upacara adat yang terus
dijalankan tanpa ada nilai yang dapat dipetik. Ada beberapa nilai yang dapat
diambil yaitu:
1. Nilai Historis
Dimana pada sejarah atau berdasarkan cerita lisan yang diturunkan
dari para nenek moyang bahwa upacara adat Pasola ini berawal dari kisah
cinta segitiga antara lekaki kampung Waiwuang dan Kodi.
2. Nilai Religius
Berhubungan dengan kepercayaan asli orang Sumba pada umumnya
dan khususnya yang melakukan ritual tersebut. Yang disembah itu adalah
Marapu dan masyarakat sebagai penyelenggara ritual dan bagian sistem
kepercayaan bahwa nyale yang hadir pada bulan Februari atau Maret
adalah kiriman Sang Maha Kuasa yang dianggap sebagai para leluhur.
3. Nilai Simbolik
Berkaitan dengan dikatakan pada saat Pasola di Wanukaka yaitu jika
ada nyale yang menggit tangan Rato tandanya ada tikus pada musin panen
yang akan datang, selain itu ada nyale busuk tandanya bahwa air atau
hujan itu terlampaun banyak dan akan mengancam gagal panen.
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
4. Nilai Kebersamaan
Nilai ini dapat dilihat dari persiapan maupun dalam pelaksanaan
Pasola dimana seluruh masyarakat bersama-sama terlibat untuk
melancarkan jalannya upacara adat ini agar dapat terlaksana dengan baik.
Seluruh masyarakat saling bahu membahu dalam menyiapkan makanan
berupa ketupat dan lauknya untuk para peserta dan penonton yang datang
dari jauh. Untuk wanukaka sendiri mempunyai prinsip bahwa makin
banyak pengunjung yang datang makan dirumah mereka maka dipercaya
bahwa akan banyak juga rejeki yang akan didapatkan.
5. Nilai Kedisiplinan
Nilai ini terlihat dari berbagai macam peraturan tertulis maupun
tidak yang wajib diikuti oleh semua peserta dan masyarakat Wanukaka
pada saat akan dilaksanakan dan berlangsungnya upacara adat Pasola.
Semua aturan pasti akan ditaati dan dilaksanakan oleh semua masyarkat
Wanukaka agar pelaksanaan upacara adat dapat berjalan dengan lancar.
6. Nilai Kepemimpinan
Para pemimpin agama atau imam adat yaitu seorang Rato yang
memiliki peran sangat penting dalam Pasola, mulai dari penentuan jadwal
Pasola, proses pencarian nyale, pembukaan sampai penutup upacara adat
itu. Dimana dalam penentuan hari, Rato diberikan hak mutlak untuk
menentukan hari Pasola yang tepat dan sesuai dengan kemunculan nyale.
Sebelum memutuskan waktu pelaksanaan, ia harus melakukan mediasi
terlebih dahulu serta memotong hewan kurban (ayam) ditempat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dianggap suci. Maka seorang pemimpin harus benar-benar menjalankan
tugasnya dengan baik sesuai dengan tata aturan yang berlaku serta telah
dijalankan oleh para leluhurnya.
B. Tujuan Pasola
Tujuan dari upacara adat Pasola yang dilaksanakan tiap tahunnya yaitu
sebagai ritual adat dari kepercayaan Marapu untuk meminta berkat yang
melimpah dan menuai hasil yang baik. Pasola diadakan setiap tahun sekali,
sebelum kegiatan bertani berlangsung. Pasola bukan hanya sebagai tradisi
kegembiraan semata, namun lebih pada penghormatan kepada para leluhur,
perintah yang diturunkan secara turun-temurun oleh nenek moyang agar Pasola
diadakan setiap tahun dan menjadikan kultur adat yang unik khususnya bagi
kepercayaan Marapu.40
Bagi Marapu cucuran darah yang tumpah pada upacara adat ini bukan
merupakan sebuah aib namun merupakan berkat yang melimpah dari sang
pencipta untuk kesuburan tanah panenan serta yang didiami. Pasola juga
merupakan penyelesaian dari peristiwa perang suku yang terjadi dan menjaga
serta mengeratkan kembali hubungan persaudaraan, sehingga dapat semua
masyarakat Sumba dapat hidup saling berdampingan dan menyatu kembali satu
dan lainnya.41 Selama upacara ini berlangsung para peserta dan penontonpun
larut dalam kegembiraan dan kesenangan saat menyaksikan pertempuran
permainan Pasola yang begitu dramatis. Ayunan lembing, ketangkasan dan
40 Siti Maria, Julius Limbeng, Marapu di Pulau Sumba, Kupang, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2007, hlm 99 41 Ibid, hlm 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
lincahnya kuda saat menghindar dari serangan lawan semuanya menjadi
suasana yang haru dan penuh kejutan untuk mengucapkan syukur kepada sang
pencipta.
Pasola merupakan salah satu ritual sakral bagi pemeluk kepercayaan
Marapu dalam melaksanakan upacara adat istiadat ini. Selain memiliki nilai
sakral, secara fungsional tradisi ini dapat dilihat menjadi alat pemersatu seluruh
masyarakat Sumba khususnya Wanukaka dan tempat diadakan Pasola lainnya.
Namun, pada dasarnya tradisi ini adalah ritual bagi penganut Marapu demi
menjaga keharmonisan antara manusia dengan para leluhur dan sang pencipta.
Pasola bukan sekedar hiburan, tetapi didalamnya terdapat nasihat yaitu
manusia harus bekerja keras, tekun, sabar, jujur dan bertanggungJawab serta
mampu membedakan apa yang baik dan buruk serta di tuntut juga untuk
mampu menjaga keseimbangan antara alam rohani dan alam jasmani, antara
kebutuhan fisik dan mental spiritual.42
C. Makna Pasola Bagi Mayarakat Wanukaka
Memiliki sejarah dan alasan mengapa Pasola terus dipertahankan dan
dilaksanakan secara rutin setiap tahun pada bulan Februari/Maret, serta semua
unsur dalam tata cara penyelenggaraannya tidak dapat dilanggar karena
mempunyai makna yang mendalam. Bahwasannya dalam lingkungan
masyarakat tradisional yang agraris dan (masih) feodal, pesta adat Pasola
bukanlah sekedar pengungkapan diri pribadi, melainkan juga pengungkapan
42 Ibid, hlm 102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
diri masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang mengandung nilai hidup,
keagamaan, kesatuan dengan alam lingkungan, persaudaraan, dan
kekeluargaan, keberanian, perjuangan serta kerja keras. Oleh karena itu demi
melestarikan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam pesta adat Pasola
yang merupakan warisan budaya masyarakat Sumba ini dapat diterima dan
diakui sebagai salah satu tempat persamaian bibit-bibit budaya.43
D. Fungsi Bagi Masyarakat Wanukaka
Dalam melaksanakan upacara adat Pasola ini, harus melewati beberapa
langkah penting khususnya di Wanukaka. Hal itu dilaksanakan bukan karena
keinginan pribadi, tetapi itu merupakan hal penting dan wajib dilakukan
sebelum acara puncaknya. Itu semua dilakukan karena adat ini mempunyai
fungsi baik sebagai ritual, sosial serta keindahan. Uraian dari beberapa fungsi
tersebut sebagai berikut:
1. Fungsi Ritual.
Telah disebutkan bahwa Pasola adalah ritual sakral bagi kepercayaan
Marapu. Maka dari itu, dengan terlaksananya upacara adat ini diharapkan
agar para leluhur senantiasa mendampingi dan menjaga serta membantu
masyarakat Sumba khususnya Wanukaka dalam melaksanakan panen dan
mendapatkan hasil yang melimpah. Untuk memenuhi fungsi ritual ini,
maka serangkaian upacara adat Pasola harus berpijak pada aturan-aturan
43 Paulus Lete Boro, op.cit, hlm 42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
tradisi yang sudah berlaku sejak zaman dahulu dan tetap dipertahankan
hingga saat ini.
2. Fungsi Sosial.
Sebelum dimulai Pasola semua masyarakat Wanukaka melakukan
berbagai persiapan yang selalu dilakukan secara bersama-sama dan
bergotong-royong. Peserta Pasola memiliki ikatan dan hubungan yang
lumayan kuat sehingga mereka membentuk kerukunana, kekompakkan
dan kebersamaan yang erat. Sebelum hari H tradisi, semua ibu-ibu yanng
ada di Wanukaka membuat ketupat yang akan dibagikan pada saat
pelaksanaan upacara nanti. Pada saat upacara bau nyale berlangsungpun
terlihat kebersamaan semua masyarakat dimana ketika bertemu akan
saling menyapa dan bercengkarama satu sama lainnya.
3. Fungsi Keindahan.
Keindahan yang segaja dibuat oleh manusia ini dapat dilihat dari berbagai
aksesoris yang digunakan kuda Sandlewood begitu juga dengan para
peserta Pasola yang menggunakan kapottah sebagai penghias tubuh
mereka.
4. Fungsi Pariwisata.
Dengan adanya upacara Pasola dapat meningkatkan para wisatawan dari
luar negeri maupun dalam negeri yang mau langsung menyasikan secara
langsung jalannya pertarungan adat Pasola di Wanukaka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
5. Fungsi Ekonomi.
Terlihat pada hakikat upacara yang bertujuan untuk meningkatkan
produktifitas produksi pertanian. Selain di tunjukkan dari darah peserta
yang terluka, yang akan menyebabkan lahan bertambah subur,
produktifitas tanah juga terlihat dalam acara madidi nyale. Kemudian juga
masyarakat dapat berjualan disekitaran area pelaksanaan Pasola, dimana
hal ini dapat menambahkan pemasukan nilai ekonomi bagi masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
BAB IV
PROSESI UPACARA ADAT PASOLA
A. Ritual Sebelum Upacara Adat Pasola
Pasolah harus dilewati dengan beberapa ritual terlebih dahulu sebelum
memasuki acara puncaknya. Ritual Pasola harus benar-benar dijalankan sesuai
dengan yang telah dilakukan pada zaman dahulu. Beberapa ritul Pasola yang
hanya dilakukan di wanukaka adalah sebagai berikut:44
1) Purung Laru Loda
Secara harafiah purung laru loda artinya menurunkn tali larangan dan
itulah yang pertama kali dilakukan oleh para Rato di kampung-kampung
penanggungjawab Pasola yaitu Waigalli, Ubu Bewi, Lahi Pangabang, Prai
Goli dan Puli. Purung laru loda merupakan pertanda dimulainya Wulla
Biha atau bulan pamali dengan sejumlah larangan yang harus dipatuhi oleh
seluruh warga kampung. Larangan-larangan tersebut adalah masyarakat
tidak boleh menggunakan baju berwarna merah karena itu merupakan
warna kepunyaan Rato, tidak boleh bernyanyi di ladang maupun di sawah
karena dalam kepercayaan Marapu para leluhur membutuhkan
keheningan, tidak boleh menyelakan api di padang, sawah maupun di
halaman-halaman kampung yang sudah disebutkan, dilarang menggunting
rambut, dilarang mengeluarkan hewan dari wilayah Wanukaka termasuk
melaksanakan Belis, jika ada yang melanggar larangan yang telah
44 Website Resmi Sumba Barat, PASOLA WANUKAKA, https://sumbabaratkab.go.id (online), diakses pada 15 Mei 2020 pukul 23.43 WITA
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
disebutkan maka akan dikenakan denda adat yang disebut Marak (berupa
penyerahan hewan seperti anak Babi, Kambing, Kerbau).45
2) Penentuan Waktu
Penentuan waktu harus dilakukan bertepatan dengan munculnya bulan
purnama raya. Dasar utama perhitungan ini adalah bentuk bulan, yang
didukung oleh kemunculan tanda-tanda alam seperti mekarnya bunga
katina, babi hutan membuat sarang, pasang surut air laut, dan lainnya.
Karena berkaitan dengan pemunculan nyale sebagai indikator hasil panen
yang hanya terjadi setahun sekali, maka penentuan waktu menjadi sangat
vital. Pemikiran mungkin bisa dilakukan jauh hari, tapi tanggal pastinya
tidak. Para Rato sangat berhati-hati membaca tanda alam karena jika salah
menentukan tanggal berarti nyale tidak akan muncul dan hal tersebut
dianggap sial.
3) Pati Rahi
Pati rahi ini adalah empat hari menjelang puncak perayaan yang diisi
dengan ritual-rital penting yaitu dihari pertama, para Rato dari kampung
Waigalli (yang berperan sebagai kabizu Ina(Mama)-Ama(Bapak))
mengadakan perkunjungan ke Waiwuang, Praigoli dan Lahi Majeri untuk
melihat persiapan-persiapan yang telah dilakukan menjelang hari H. Pada
hari kedua, sebuah permainan tinju tradisional (Pakujil) diselenggarakan di
pantai Teitena, yang menurut cerita sejarah adalah lokasi tempat
terdamparnya Umbu Amahu bersaudara. Hari ketiga, merupakan hari
45 Wawancara dengan salah satu pengawai asli Wanukaka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
padat kegiatan dimana ritual-ritual terus bersambunggan hingga atraksi
puncak dihari keempat. Ritual hari ketiga dimulai dengan Palaingu Jara
yang artinya pemanasan kuda-kuda dan para ksatria yang akan berlaga
esok. Malam harinnya semua Rato -
Rato penyelenggara Pasola berkumpul di Ubu Bewi untuk melakukan
serangkaian ritual dan pemujaan, antara lain ritual Kajalla, ritual
pertanggungJawaban yang disampaikan oleh seluruh kabizu,
penyembelihan sejumlah ayam sebagai media untuk meramalkan kejadian-
kejadian yang akan terjadi saat Pasola berlangsung, dan sekali lagi
mengamati bulan yang kali ini muncul sempurna sebagai pertanda final
datangnya nyale dan Pasola. Acara ditutup sekitar pukul 03.00 WITA dini
hari dengan penabuhan tambur suci sebagai tanda Pasola telah menjelang
dan ketupat sudah boleh dimakan.
4) Madidi Nyale
Secara harafiah madidi nyale berarti memanggil cacing laut yang
berlangsung di pantai Wanukaka . Ritual ini harus dimulai sesaat sebelum
fajar dan setelah rombongan Rato selesai melakukan ritual di Ubu Bewi,
kemudian beriringan menuju pantai untuk memimpin upacara. Seluruh
warga dan wisatawan juga boleh ikut berburu nyale. Jika mendapatkan
banyak dan bersih maka panen akan melimpah, tetapi sebaliknya maka
panen akan gagal serta kemarau panjang dan kelaparan melanda.
Setelah keempat ritual selesai dilaksanakan maka akan mulai pada acara puncak yaitu Pasola yang akan diselenggaraka didua tempat secara berurutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Yang pertama dipantai tempat madidi nyale, kemudian di arena lahi Hagalang.
Ritual Pasola di setiap tempat berbeda-beda, di atas yang telah disajikan adalah
ritual yang selalu dilaksanakan di Wanukaka saja. Semua ritual harus
dijalankan dengan baik dan benar, jika ingin hasil panennya melimpah.
B. Penetapan Waktu dan Penangkapan Nyale
Pada bulan Februari atau Maret dalam rangkaian kalender adat para Rato
yang ada di seluruh kecamatan Wanukaka mulai menghitung hari dan posisi
atau letak bulan berada di mana maka akan ada penetapan pelaksanaan
pencarian Nyale. Ketua Rato mulai mengundang seluruh kepala rumah adat
atau kampung untuk menetapkan hari yang pas untuk melaksanakan bau Nyale
dan Pasola. Jika telah disepakati harinya maka mereka mulai menyembelih
hewan ternak yaitu ayam dan babi sebanyak mungkin untuk melihat rahmat
dari sang kuasa apakah dijinkan atau tidak.46 Ayam disembelih lalu dilihat
hatinya dan ususnya secara bergiliran oleh para Rato, mereka mempercayai
bahwa di hati dan usus ayam terdpat petunjuk dari Tuhan, maka dengan
sendirinya para Rato akan tahu karena mereka memperoleh ilham untuk
menafsirkannya. Bagi orang Sumba yang masih menganut Marapu mereka
percaya bahwa hati dan usus ayam maupun babi adalah kitab bagi mereka
untuk melihat hal-hal yang terjadi baik kehidupan masyarakatnya, kematian,
tanda-tanda bahaya maupun keberuntungan lewat upacara sesajian. Setelah
upacara sesajian selesai maka para Rato akan mengumumkan kepada
masyarakat bahwa pelaksanaan pencarian Nyale sudah dekat pada hari dan
46 Paulus Lete Boro, op.cit, hlm 40.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
tanggal sekian serta Pasolanya juga demikian. Setelah itu, para Rato akan
dipanggil oleh camat untuk mendengar arahan sekaligus pemberian sirih
pinang untuk kelancaran upacara tersebut sebagai bentuk dukungan kepada
mereka, lalu juga akan disembelih sapi untuk makan bersama bagi para
penonton atau keluarga pengunjung Pasola.47
Ritual penangkapan Nyale akan dimuali ketika Rato memanggil wuuuu
wuuu (panggilan kepada Nyale) dengan sendirinya maka Nyale akan datang
dan juga berarti memanggil kawan Rato.
Setelah masuk dalam pencarian Nyale akan dilakukan penyucian benda
keramat setelah itu dilaksanakan lagi sembayang kelilling di daerah Wanukaka.
Ketika tinggal tersisa satu hari pelaksanaan Pasola maka Rato di Ubu Bewi
akan menyampaikan sembayang dan memohon kepada Marapu sebagai
berikut:
“hadirkanlah Nyale esok, biarkanlah kamu bertemu banyak dan utuh serta tidak rusak. Ia memintan yang menghuni langit dan yang berada dibumi bawahlah Nyale di tepi pantai untuk kami bisa makan bersama-sama dan kami menikmati karena disanalah kami dapat mengetahui siklus kehidupan kami di bidang pertanian”.
Memanggil Nyale dilakukan dipantai Wanukaka yang dimulai sesaat
sebelum fajar datang setelah rombongan Rato selesai melakukan ritual di Ubu
Bewi dan beriringan menuju pantai untuk memimpin upacara. Ketika Nyale
sudah naik dipinggir pantai maka warga dan wisatawan dapat bersama-sama
menangkapnya. Cacing laut yang berwarna-warni ini selain enak untuk
47 Wilhelmus Kuara Jangga Uma,dkk, Makna Nyale dalam Upacara Adat Pasola Sebagai Upaya Pelestarian Budaya di Sumba Barat NTT, Jurnal Historia Vol. 6, No.2 th 2018, ISSN 2337 – 4713 (e-ISSN 2442 – 8728 (online) http://ojs.fkip.ummetro.ac.id, diakses pada 30 Maret 2020, pkl 22.40 WIB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
dijadikan sandapan juga menentukan hasil panen. Ketika Nyale yang keluar
bersih dan banyak maka panen akan melimpah, jika yang muncul kotor dan
mengigit maka akan ada hama tikus, dan jika Nyale tidak muncul berarti panen
akan gagal dan menyebabkan kelaparan.48
Dapat simpulkan bahwa Nyale sangat berperan penting dalam
pelaksanaan Pasola. Jika Nyale tidak ditemukan atau tidak muncul maka
seluruh acara tidak udapat berlanjut. Sampai saat ini belum pernah ada cerita
bahwa Rato atau Pasola gagal dilakukakan di Wanukaka.
C. Penyelenggaraan Ritual Upacara Adat Pasola
Banyak hal yanng harus di lakukan sebelum acara Pasola dimulai, hal-hal
yang harus diperhatikan ketika akan menyambut tradisi tersebut harus diteliti
karena itu menyangkut hidup masyarakat Wanukaka. Hal-hal tersebut yaitu:49
1. Persiapan
Sehari sebelum dilaksanakan Pasola, para Rato dari masing-masing
kabizu50 (kabizu Praibakul, kabizu Waihura, kabizu Baliloku) yang ikut
berperan dalam penyelenggaraan Pasola berkumpul disuatu tempat yang
sudah ditentukan untuk mengadakan upacara selamatan terakhir dengan
menyembelih seekor ayam untuk melihat dan meramal hati serta darahnya.
Segala peristiwa yang akan terjadi pada upacara Pasola akan terungkap
lewat tanda-tanda pada hati dan darah tersebut. Jika tanda-tanda akan terjadi
bahaya maka akan diingatkan untuk berhati-hati kepada peserta Pasola baik
dalam bertidak maupun berkata. Di Wanukaka terdapat 3 kabizu yang
48 Widyatmika, dkk, Pasola, Jakarta, Direktorat Sejarah dan Kemendikbud, 2013, hlm 6. 49 Ibid, hlm 15 50 Kabizu adalah suku asli Wanukaka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
mempunyai peranan masing-masing dalam upacara tersebut, ketiga kabizu
ini tetap diakui hingga saat ini.
2. Perlengkapan
Tombak kayu berupa lembing yang biasanya terbuat dari kayu
kadangar, kayu kopi dengan diameter 1,5 cm sampai 3 cm. Ukuran tombak
tergantung dari para peserta, semua tombak disiapkan dari rumah masing-
masing dan ujung tombak harus tumpul. Sedangkan kuda yang digunakan
adalah kuda Sandlewood yaitu kuda khas pulau Sumba yang memiliki
perawakan yang kokoh, gesit dan lincah. Kuda-kuda yang digunakan harus
dirawat lebih baik dibandingkan dengan kuda-kuda biasa hanya dipakai
sebagai alat berkebun dan transportasi, serta harus mempunyai ikatan yang
kuat dengan pemiliknya.
Kuda-kuda harus memiliki kendali yaitu tali yang harus dibentuk
sedemikian rupa dan diberi warna cerah sehingga lebih menarik. Kendali ini
diletakkan di kepala dan gunanya untuk mengendalikan arah ke kanan, kiri,
depan dan menghentikan kuda. Serta diberikan juga pelana atau alas duduk
bagi peserta Pasola. Tidak hanya untuk kuda saja, tetapi para peserta juga
harus menggunakan Kapotah atau ikat kepala yang terbuat dari kain.
Seorang yang akan berlaga di arena harus mempersiapkan segala sesuatu
yang diperlukan dari rumah masing-masing.51
Kuda-kuda yang digunakan dalam upacara Pasola adalah kuda
Sandelwood, jenis kuda yang menjadi khas Sumba. Memiliki perawakan
51 Ibid, hlm 17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
yang kokoh, gesit dan lincah. Kuda-kuda yang digunakan mempunyai
perawatan khusus yang dilakukan oleh pemiliknya agar kondisi tubuhnya
terjaga saat digunakan adalam upacara tersebut. Kuda ini adalah kuda pacu
asli Indonesia yang dikembangkan di Sumba. Nama Sandalwood sendiri
dikaitkan dengan cendana (Sandalwood) yang merupakan komoditas ekspor
dari Pulau Sumba dan pulau yang ada di Nusa Tenggara Timur pada masa
lampau.
Kuda Sandelwood memiliki postur tubuh yang lebih rendah bila
dibandingkan kuda-kuda ras dari Australia atau Amerika. Tingginya antara
130-142 cm. Keistimewaan kuda ini terletak pada kaki dan kuku yang kuat
dan lehernya besar.
3. Pelaksanaan
Pasola Wanukaka berlangsung di 2 tempat. Yang pertama berlangsung
di pantai Puli mulai pukul 06.00 WITA hingga 08.30 WITA. Berdasarkan
kesepakatan bersama di antara para Rato dari masing-masing kabizu
Wanukaka, Pasola berlangsung di Puli dibagi menjadi 2 bagian lagi yaitu
utara dan selatan. Di utara Pasola pesertanya dari Praibakul sedangkan di
selatan pesertanya dari Waihura. Sebelum pertarungan dimulai masing-
masing Rato membuka dengan cara simbolis, kemudian mereka memasuki
arena dan membuka dengan saling melemparkan lembing, lalu diikuti oleh
peserta lainnya dari masing-masing kubu. Tempat kedua berlangsung di
arena utama Lahi Hagalang mulai pukul 09.00 WITA hingga 17.00 WITA.
Di arena ini peserta akan dibiarkan bertarung menggunakan kuda dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
lembing tanpa ada istirahat, jika ada peserta yang capek akan istirahat tetapi
permainan tidak berhenti karena tetap dilanjutkan oleh peserta lainnya.
4. Aturan
Saat melakukan pertarungan dan beradu tangkas dengan para lawan
maka ada aturan yan harus ditaati. Peserta Pasola harus paham dan mengerti
betul dengan peraturan yang berlaku dan dibuat berdasarkan kesepakatan
bersama. Ada beberapa peraturan yang harus ditaati :52
a.) Jumlah peserta dari masing-masing kubu tidak dibatasi. Meskipun dari kubu lawan pesertanya sedikit, upacara Pasola tetap dijalankan. b.) Peserta harus menerima resiko apabila terjadi cedera. c.) Kuda yang digunakan harus kuda sandlewood yang merupakan kuda asli Sumba d.) Kuda harus dihiasi dengan mahkota, kendali kuda, giring-giring serta hiasan potongan kain berwarna-warni. e.) Lawan yang diserang harus yang sudah siap secara fisik serta harus saling berhadapan dan ketika lawaan telah berbalik atau membelakangi tidak boleh diserang lagi. f.) Musuh atau lawan sudah terjatuh dari kuda tidak boleh diserang lagi. g.) Para peserta tidak boleh saling dendam diluar arena permainan.
Diatas adalah aturan-aturan yang harus ditaati oleh para pemain atau
peserta Pasola. Jika sudah siap menjadi peserta maka harus siap juga dengan
segala atuaran dan segaala resiko yang pastinya akan dihadapi selama
permaianan berlangsung. Semua yang terjadi menjadi tanggungJawab Rato jika
ada yang terluka maka akan didamaikan oleh Rato, selain itu semua harus
saling memaafakan dan tidak boleh saling dendam, karena tujua dari Pasola
adalah menjalankan silaturahmi dan memperat hubungan persahabatan serta
kekeluargaan.
52 Paulus Lete Boro, op.cit, hlm 44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
BAB V
PENUTUP
Berawal dari skandal janda cantik dengan kisah cinta segitiga yang terjadi pada zaman dahulu kala pada leluhur masyarakat Sumba dan menjadikan terciptanya upacara adat yang sangat sakral dan wajib dilaksanakan setiap tahunnya sebagai tanda penghormatan kepada yang Maha
Kuasa serta perlindungan dan berkat yang melimpah bagi masyarakat Sumba khususnya Wanukaka. Bisa dikatakan masyarakat Sumba sangat menjunjung tinggi nilai sakral bagi para leluhur dan Marapu. Di Sumba sudah banyak yang mempunyai agama seperti Katholik, Kristen Protestasn, Islam dan Hindu-
Buddha, namun atas kecintaan mereka serta rasa hormat maka semua upacara adat Marapu akan selalu di hargai agar selalu berjalan dengan lancar dan baik.
Para leluhur tetap dihormati dan dihargai keberadaannya dan tidak ditinggalkan begitu saja walaupun agama resmi telah masuk. Dari masyarakat
Sumba yang melakukan berbagai ritual untuk mendapatkan berkat dari para leluhur mereka ini, kita belajar bahwa tidak mestinya melupakan pendahulu yang pernah hidup, justru harus saling hidup berdampingan bersama-sama.
Selain dari itu juga banyak nilai yang bisa kita dapatkan dari upacara adat
Pasola ini, bukan hanya menjadi tontonan seru bagi mata saja, tetapi banyak nilai yang dapt dipetik dan diterapkan dalam kehidupan.
Nilai-nilai tersebut akan membantu manusia sekarang dalam menghargai budaya dan pencapaian para leluhur yang telah berhasil melepaskan kita dari
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
segala keterpurukan di masa lalu, maka jalan satu-satunya untuk membalas mereka adalah dengan terus melestarikan budaya, adat istiadat dan upacara sakral yang dipercayai dapat menghargai serta menghormati para nenek moyang kita.
Prosesi dari Pasola itu sendiri tidak terlepas dari ritual-ritual adat Marapu yang masih dipertahankan hingga saat ini. Dalam melaksanakan ritual itu, tidak boleh satupun yang dilewatkan atau dihilangkan, semuanya harus dilakukan berdasarkan turun-temurun. Jika ada yang dihilangkan ataupun dilewatkan maka itu adalah sebuah bencana yang akan dihadapi oleh masyarakat
Wanukaka itu sendiri. Dari semua tempat diadakannya Pasola baik di
Wanukaka, Lamboya, Gaura dan Kodi mempunyai ritual dan tata cara yang berbeda-beda. Bukan ritual saja yang berbeda namun juga aturan, perlengkapan dan persiapan dari tiap daerah Pasola pastinya berbeda pula. Namun tujuan dari diadakannya Pasola itu hanyalah satu yaitu memohon doa restu serta memberikan penghormatan kepada Yang Maha Kuasa dan leluhur Marapu untuk senantiasa memberikan berkat serta melindungi masyarakatnya dari kesusahan dan kelaparan. Walaupun telah masuk agama resmi di daerah mereka, tetapi mereka tidak melupakan para leluhur yang telah mendahului mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdullah, Taufik .dkk. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi ; Arah dan Prespektif. Jakarta. Gramedia, 1985
Bamualim, Anisah Umar. 2013. Kebudayaan Sumba Barat (ed rev). Waikabubak : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sumba Barat.
______. 2017. Mengenal Sumba Barat The Next Travel Destination. Waikabubak : Dinas Kebuyaan dan Pariwisata Kabupaten Sumba Barat.
Beding, Mikael dan Lestari Beding. 2002. Mozaik Sumba Barat. PEMDA : Sumba Barat
Boro, Paulus Lete. 1995. Pasola Mainan Ketangkasan Berkuda Lelaki Sumba, NTT. Kupang : Undana Press.
Departemen Pendidikan. 2013. KBBI. Jakarta : Balai Pustaka
Gazalba, Sidi. 1979. Kebudayaan Sebagai Ilmu. Jakarta : Pustaka Antara.
Katodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia.
Koentjaraningrat. 2007. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta : UI Press.
Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya.
______. 2013. Pengantar Ilmu Sejara (Ed Baru). Yogyakarta : Tiara Wacana
Maria, Siti dan Julius Limbeng. 2007. Marapu di Pulau Sumba. Kupang : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Muslich, Manur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta : Bumi Aksara.
Nasution, Muhammad. Dkk. 2015. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta : RaJawali Press.
Priyadi, Sugeng. 2019. Sejarah Lokal : Konsep, Metode dan Tantangannya. Yogyakarta : Penerbit Ombak
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Pursen, C. A. Van. 2000. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius.
Pudjosewojo, Kusumadi. 1984. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Jakarta. Aksara Baru.
Soemardjan, Selo & Soemardi, Soelaeman. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta : Yayasan Badan Penerbit UI.
Soekanto, Soerjono. 1999. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. RajaGrafindo.
T.O, Ihromo. 1987. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Gramedia.
Tasmaji, dkk. 2011. Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar. Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press.
Widyatmika, Munanjar dan Hudiono. 2013. Pasola. Jakarta : Direktorat Sejarah dan Kemendikbud.
Zubaedi. 2012. Desaian Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Dunia Pendidika. Jakarta. Kencana.
JURNAL
Gafur, Abdul. Zuriatin. Nurhasanah. Eksistensi Tradisi Pasola pada Masyarakat Kepercayaan Marapu di Desa Pahola Kecamatan Wanukaka Kabupaten Sumba Barat. Artikel Seminar Nasional Taman Siswa Bima 2019 e-ISSN: 2686- 1879 (online) http://semnas.tsb.ac.id/index.php/semnatsb2019/index. diakses pada 6 April 2020. Pukul 16.41 WIB
Uma, Wilhelmus Kuara Jangga. Dkk. Makna Nyale dalam Upacara Adat Pasola Sebagai Upaya Pelestarian Budaya di Sumba Barat NTT. Jurnal Historia Vol. 6, No.2 th 2018. ISSN 2337 – 4713 (e-ISSN 2442 – 8728 (online) http://ojs.fkip.ummetro.ac.id. diakses pada 30 Maret 2020, pkl 22.40 WIB
INTERNET https://id.m.wikipedia.org. diakses pada tanggal 03 April 2020, pukul 19.06 WIB Kaka, Saverius. Tradisi Pasola di Sumba Barat – NTT. comunity (online), https://verykaka.wordpress.com./2008/04/14, diakses pada 30 Maret 2020, pukul 20.30 WIB
Website Resmi Sumba Barat, PASOLA WANUKAKA, https://sumbabaratkab.go.id (online), diakses pada 15 Mei 2020 pukul 23.43 WITA.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Silabus
SILABUS
Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia Kelas/Semester : X / Ganjil Tahun Pelajaran : 2019/2020 Kompetensi Inti (KI) 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku a.jujur, b. Disiplin, c. Santun, d. Peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), e. Bertanggung Jawab, f. Responsif, g.responsif, dan g.pro-aktif, dalam berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan internasional. 3. Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil, daan kompleks berdasarkan rasa ingin tahunya tentantang a. Ilmu pengetahuan, b. teknologi, c. Seni, d. Budaya, dan e. humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerpkan pengetahuan padaa bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
4. Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara: a. Efektif, b. Kreatif, c. Produktif, d. Kritis, e. Mandiri, f. Kolaboratif, g. Komunikatif, h. Solutif, dalam ranah konkret dan abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya disekolah, serta mampu menggunakan metode sesuai dengan kaidah.
Indikator Kompetensi Materi Kegiatan Alokasi Sumber Pencapaian Penilaian Dasar Pembelajaran Pembelajaran Waktu Belajar Kompetensi 3.3 Memahami Indonesia 3.3.1 Menjelaskan Membaca buku 3 JP Buku teks Tertulis hasil-hasil Zaman sejarah teks/melihat yang relevan Penugasan dan nilai- Praaksara : upacara gambar/ Beding, nilai Awal Pasola menonton video/ Mikael dan budaya Kehidupan sebagai menyimak Lestari masyarakat Manusia salah satu penjelasan guru Beding. praaksara Indonesia contoh hasil mengenai 2002. Indonesia Hasil-hasil budaya upacara Pasola. Mozaik dan budaya 3.3.2 Menjelaskan Mengajukan Sumba pengaruh- masyarakat ritual pertanyaan yang Barat. nya dalam Nilai-nilai upacara belum dipahami. PEMDA kehidupan budaya Pasola Mengumpulkan Sumba lingkungan masyarakat 3.3.3 Menjelaskan data dari Barat terdekat mengenai berbagai sumber Widyatmika nilai yang mengenai , Munanjar dapat upacara Pasola. dan diambil dari Menganalisis dan Hudiono. upacara menarik 2013. Pasola kesimpulan Pasola. 3.3.4 Menjelaskan mengenai Jakarta : pengaruh upacara Pasola Direktorat
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
upacara Membuat hasil Sejarah dan Pasola telaah dalam Kemendik- dalam bentuk tulisan bud. lingkungan mengenai terdekat upacara Pasola
4.3.1 Membuat 4.4 Menyajikan tulisan hasil-hasil dalam dan nilai- bentuk nilai cerita budaya sejarah masyarakat tentang hasil praaksara budaya dan Indonesia nilai-nilai dan masyarakat pengaruh- di daerah nya dalam masing- kehidupan masing. lingkungan terdekat
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Lampiran RPP
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : SMAN 1 Waikabubak
Kelas / Semester : X / Ganjil
Mata Pelajaran : Sejarah Peminatan
Materi Pokok :Hasil-hasil budaya dan nilai-nilai masyarakat
Alokasi Waktu : 2 x 45 Menit
A. Tujuan Pembelajaran
Melalui proses pembelajaran dengan mengamati, menanya, dan
mengumpulkan informasi peserta didik dapat;
1. Mengetahui tentang hasil-hasil budaya dan nilai-nilai masyarakat sebagai
contohnya upacara adat Pasola
2. Mengumpulkan informasi mengenai hasil-hasil budaya dan nilai-nilai
masyarakat sebagai contohnya upacara adat Pasola
3. Menjelaskan mengenai hasil-hasil budaya
4. Menganalisis nilai-nilai masyarakat sebagai contohnya upacara adat Pasola
5. Mengolah dengan kreatif berbagai informasi mengenai hasil budaya dan
nilai-nilai masyarakat di daerah masing-masing.
Selain itu juga diharapkan dapat menguatkan sikap menghargai budaya yang ada
di daerah masing-masing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
B. Langkah-langkah Pembelajaran
Kegiatan Aktivitas Waktu
Pendahuluan 1. Melalui aplikasi WhatsApp guru mengajak 15 menit
siswa masuk kedalam kelas daring
menggunakan aplikasi Zoom sembari
memberikan password dan kode kelas.
2. Guru mengajak siswa berdoa sebelum
memulai pembelajaran online. (Religius)
3. Berkaitan dengan covid-19, guru
mengingatkan agar siswa selalu menjaga
kebersihan dan kesehatan.
4. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran,
yakni mengenai hasil-hasil budaya dan nilai-
nilai masyarakat sebagai contohnya upacara
adat Pasola.
5. Guru menyampaikan garis besar cakupan
materi mengenai hasil-hasil budaya dan nilai-
nilai masyarakat sebagai contohnya upacara
adat Pasola.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Kegiatan Aktivitas Waktu
Inti 1. Mengamati 60 menit
a. Guru menjelaskan hasil-hasil budaya dan
nilai-nilai masyarakat sebagai contohnya
upacara adat Pasola.
b. Guru menunjukkan beberapa gambar yang
berkaitan dengan upacara adat Pasola
masyarakat.
c. Siswa diminta untuk mengamati gambar
tersebut.
2. Menanyakan
a. Guru memberi beberapa pertanyaan
berdasarkan penjelasan yang sudah
disampaik dan peserta didik diminta
menjawabnya. Peserta didik juga diberi
kesempatan untuk bertanya dan guru
mendatanya.
3. Mengumpulkan informasi.
a. Peserta didik diminta untuk mencari tahu
hasil budaya dan nilai yang dapat diambil
dari kebudayaan yang ada di daerah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Kegiatan Aktivitas Waktu
masing-masing
b. Peserta didik wajib memanfaatkan
berbagai macam sumber belajar yang ada
(buku maupun internet).
4. Mengasosiasi
a. Peserta didik secara individu diminta
mengorganisasikan seluruh informasi yang
telah diperoleh melalui klasifikasi data,
komparasi, mencari konsep kunci, dan
sebagainya.
5. Mengkomunikasikan
a. Guru memberikan waktu lima belas
menit untuk setiap individu mencari data
b. Setelah waktu lima belas menit selesai,
secara bergantian individu memiliki
kesempatan untuk menceritakan
kebudayaan daerah masing-masing.
c. Jika ada pertanyaan peserta didik dapat
diselesaikan terlebih dahulu.
d. Guru dan peserta didik yang lain dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Kegiatan Aktivitas Waktu
memberikan tanggapan.
Penutup 1. Guru memfasilitasi peserta didik untuk 15 menit
menyimpulkan materi yang dibahas dalam
pertemuan ini.
2. Guru menyampaikan pembelajaran yang akan
dibahas pada pertemuan berikut.
I. Teknik Penilaian Formatif Jarak Jauh
1) Peserta didik membuat rangkuman mengenai hasil kebudayaan yang ada di daerah mereka masing-masing. 2) Peserta didik mengerjakan latihan soal dan dikirim melalui e-learning.
Mengetahui, Kota, tanggal Kepala SMA … Guru Mata Pelajaran
Agustinus Tupen Koli, M.Pd Jenivera Carolina Riang Gesi NIP : 2107058676123 NIP : 200401984563
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
II. Penilaian Pengetahuan
Soal Uraian. 1. Jelaskan secara singkat sejarah Pasola menurut cerita rakyat Sumba ? 2. Nilai apa saja yang dapat diambil dari upacara Pasola ? 3. Jelaskan ritual yang harus dijalankan saat ingin mengadakan upacara Pasola wanukaka ?
Jawaban
1. Pasola merupakan sebuah tradisi yang berawal dari kisah seorang janda cantik yang bernama Rabu Kaba. Suatu ketika Umbu pergi melaut bersama dua orang pemimpin lainnya dan mereka bertiga tak kunjung pulang sehingga dianggap telah meninggal. Rabu mulai menjalin kasih dengan Teda Gaiporana dan beberapa saat setelah itu ketiga pemimpin termasuk Umbu telah kembali dan mendapatkan Rabu sudah bersama dengan Teda Gaiparona. Umbu Amahu berpesan kepada rakyat di kampung Waiwuang agar mengadakan pesta Nyale sebelum melaksanakan upacara adat Pasola. Pelaksanaan adat Nyale yang dilaksanakan pada waktu bulan purnama ketika Nyale keluar ditepi pantai.
2. Nilai yang dapat diambil yaitu Nilai Historis, Religius, Simbolik, Kebersamaan, Kedisiplinan dan kempemimpinan.
3. Ritual Pasola Wanukaka a.) Purung Laru Loda Secara harafiah purung laru loda artinya menurunkan tali larangan dan itulah yang pertama kali dilakukan oleh para Rato di kampung- kampung penanggungJawab Pasola yaitu Waigalli, Ubu Bewi, Lahi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Pangabang, Prai Goli dan Puli. Purung laru loda merupakan pertanda dimulainya Wulla Biha atau bulan pamali dengan sejumlah larangan yang harus dipatuhi oleh seluruh warga kampung. b.) Penentuan Waktu Penentuan waktu harus dilakukan bertepatan dengan munculnya bulan purnama raya. Dasar utama perhitungan ini adalah bentuk bulan, yang didukung leh kemunculan tanda-tanda alam seperti mekarnya bunga katina, babi hutan membuat sarang, pasang surut air laut, dan lainnya. Karena berkaitan dengan pemunculan nyale sebagai indikator hasil panen yang hanya terjadi setahun sekali, maka penentuan waktu menjadi sangat vital. Pemikiran mungkin bisa dilakukan jauh hari, tapi tanggal pastinya tida. Para Rato sangat berhati-hati membaca tanda alam karena jika salah menentukan tanggal berarti nyale tidak akan muncul dan hal tersebut dianggap sial. c.) Pati Rahi Pati rahi ini adalah empat hari menjelang puncak perayaan yang diisi dengan ritual-rital penting yaitu dihari pertama, para Rato dari kampung Waigalli (yang berperan sebagai kabizu Ina(Mama)- Ama(Bapak)) mengadakan perkunjungan ke Waiwuang, Praigoli dan Lahi Majeri untuk melihat persiapan-persiapan yang telah dilakukan menjelang hari H. Pada hari kedua, sebuah permainan tinju tradisional (Pakujil) diselenggarakan di pantai Teitena, yang menurut cerita sejarah adalah lokasi tempat terdamparnya Umbu Amahu bersaudara. Hari ketiga, merupakan hari padat kegiatan dimana ritual-ritual terus bersambunggan hingga atraksi puncak dihari keempat. Ritual hari ketiga dimulai dengan Palaingu Jara yang artinya pemanasan kuda-kuda dan para ksatria yang akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
berlaga esoknya. Malam harinnya semua Rato penyelenggara Pasola berkumpul di Ubu Bewi untuk melakukan serangkaian ritual dan pemujaan, antara lain ritual Kajalla, ritual pertanggungJawaban yang disampaikan oleh seluruh kabizu, penyembelihan sejumlah ayam sebagai media untuk meramalkan kejadian-kejadin yang akan terjadi saat Pasola berlangsung, dan sekali lagi mengamati bulan yang kali ini muncul sempurna sebagai pertanda final datangnya nyale dan Pasola. Acara ditutup sekitar pukul 03.00 WITA dini hari dengan penabuhan tambur suci sebagai tanda Pasola telah menjelang dan ketupat sudsah boleh dimakan. d.) Madidi Nyale Secara harafiah madidi nyale berarti memanggil cacing laut yang berlangsung di pantai Wanukaka . Ritual ini harus dimulai sesaat sebelum fajar dan setelah rombongan Rato selesai melakukan ritual di Ubu Bewi, kemudian beriringan menuju pantai untuk memimpin upacara. Seluruh warga dan wisatawan juga boleh ikut berburu nyale. Jika mendapatkan banyak dan bersih maka panen akan melimpah, tetapi sebaliknya maka panen akan gagal serta kemarau panjang dan kelaparan melanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
III. Bahan Ajar
Pasola
A. Sejarah Pasola
Pasola merupakan tradisi turun temurun dari zaman nenek moyang yang masih terus di jalankan hingga saat ini. Menurut cerita rakyat Sumba, Pasola merupakan sebuah tradisi yang berawal dari kisah seorang janda cantik yang bernama Rabu Kaba. Suatu ketika Umbu pergi melaut bersama dua orang pemimpin lainnya dan mereka bertiga tak kunjung pulang sehingga dianggap telah meninggal. Rabu mulai menjalin kasih dengan Teda Gaiporana dan beberapa saat setelah itu ketiga pemimpin termasuk Umbu telah kembali dan mendapatkan Rabu sudah bersama dengan Teda Gaiparona. Umbu Amahu berpesan kepada rakyat di kampung Waiwuang agar mengadakan pesta Nyale sebelum melaksanakan upacara adat Pasola. Pelaksanaan adat Nyale yang dilaksanakan pada waktu bulan purnama ketika Nyale keluar ditepi pantai.
B. Pasola dalam Kenyakinan masyarakat Sumba Sesungguhnya Pasola bukan hanya tontonan bagi dan hiburan semata, namun sesuai keyakinan masyarakat Sumba, Pasola mempunyai kaitan erat dengan upacara sakral Marapu oleh karena itu Pasola mengandung nilai-nilai yang turut mengatur tingkah laku dan sikap manusia, sehingga dapat tercipta keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan fisik maupun material dan kebutuhan pemikiran masyarakat dan berjalan seiring dengan langkah pemenuhan kebutuhan rohani dan jasmani. Inti dari makna Pasola adalah menjaga hubungan baik dengan para leluhur nenek moyang agar mereka selalu menjaga dan menyertai manusia yang masih hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Pasola juga mempunyai kaitan dengan suatu aktivitas dalam bidang pertanian (bersawah). Dalam hubungan ini, menurut keyakinan masyarakatnya, darah hewan atau manusia yang tercucur dalam melakukan pertarungan Pasola akan dianggap sebagai lambang kesuburan. Tanpa pertumpahan darah dalam upacara ini maka akan dianggap tidak ada artinya. Jika, dalam pertarungan terdapat korban jiwa maka hal itu dipercaya sebagai upah dosa sebab telah melanggar aturan adat yang telah disepakati, contohnya orang yang meninggal itu telah melakukan pencurian, perampokan, berzinah, berbohong serta telah melakukan kejahatan lainnya. Kematian yang dialami dianggap wajar dan diterima secara positif oleh warga setempat karena dalam pertempuran tidak ada garis pembatas dan jumlah pertarung tidak seimbang antara kedua lawan.
C. Prosesi Pasola Beberapa ritul Pasola yang hanya dilakukan di wanukaka adalah sebagai berikut: 1) Purung Laru Loda Secara harafiah purung laru loda artinya menurunkn tali laarangan dan itulah yang pertama kali dilakukan oleh para Rato di kampung-kampung penanggungJawab Pasola yaitu Waigalli, Ubu Bewi, Lahi Pangabang, Prai Goli dan Puli. Purung laru loda merupakan pertanda dimulainya Wulla Biha atau bulan pamali dengan sejumlah larangan yang harus dipatuhi oleh seluruh warga kampung. 2) Penentuan Waktu Penentuan waktu harus dilakukan bertepatan dengan munculnya bulan purnama raya. Dasar utama perhitungan ini adalah bentuk bulan, yang didukung leh kemunculan tanda-tanda alam seperti mekarnya bunga katina, babi hutan membuat sarang, pasang surut air laut, dan lainnya. Karena berkaitan dengan pemunculan nyale sebagai indikator hasil panen yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
hanya terjadi setahun sekali, maka penentuan waktu menjadi sangat vital. Pemikiran mungkin bisa dilakukan jauh hari, tapi tanggal pastinya tida. Para Rato sangat berhati-hati membaca tanda alam karena jika salah menentukan tanggal berarti nyale tidak akan muncul dan hal tersebut dianggap sial. 3) Pati Rahi Pati rahi ini adalah empat hari menjelang puncak perayaan yang diisi dengan ritual-rital penting yaitu dihari pertama, para Rato dari kampung Waigalli (yang berperan sebagai kabizu Ina(Mama)-Ama(Bapak)) mengadakan perkunjungan ke Waiwuang, Praigoli dan Lahi Majeri untuk melihat persiapan-persiapan yang telah dilakukan menjelang hari H. Pada hari kedua, sebuah permainan tinju tradisional (Pakujil) diselenggarakan di pantai Teitena, yang menurut cerita sejarah adalah lokasi tempat terdamparnya Umbu Amahu bersaudara. Hari ketiga, merupakan hari padat kegiatan dimana ritual-ritual terus bersambunggan hingga atraksi puncak dihari keempat. Ritual hari ketiga dimulai dengan Palaingu Jara yang artinya pemanasan kuda-kuda dan para ksatria yang akan berlaga esoknya. Malam harinnya semua Rato penyelenggara Pasola berkumpul di Ubu Bewi untuk melakukan serangkaian ritual dan pemujaan, antara lain ritual Kajalla, ritual pertanggungJawaban yang disampaikan oleh seluruh kabizu, penyembelihan sejumlah ayam sebagai media untuk meramalkan kejadian- kejadin yang akan terjadi saat Pasola berlangsung, dan sekali lagi mengamati bulan yang kali ini muncul sempurna sebagai pertanda final datangnya nyale dan Pasola. Acara ditutup sekitar pukul 03.00 WITA dini hari dengan penabuhan tambur suci sebagai tanda Pasola telah menjelang dan ketupat sudsah boleh dimakan. 4) Madidi Nyale Secara harafiah madidi nyale berarti memanggil cacing laut yang berlangsung di pantai Wanukaka . Ritual ini harus dimulai sesaat sebelum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
fajar dan setelah rombongan Rato selesai melakukan ritual di Ubu Bewi, kemudian beriringan menuju pantai untuk memimpin upacara. Seluruh warga dan wisatawan juga boleh ikut berburu nyale. Jika mendapatkan banyak dan bersih maka panen akan melimpah, tetapi sebaliknya maka panen akan gagal serta kemarau panjang dan kelaparan melanda.
D. Nilai yang dapat di Ambil Pasola bukan saja mengenai tradisi dan upacara adat yang terus dijalankan tanpa ada nilai yang dapat dipetik. Ada beberapa nilai yang dapat diambil yaitu: 1) Nilai Historis Dimana pada sejarah atau berdasarkan cerita lisan yang diturunkan dari para nenek moyang bahwa upacara adat Pasola ini berawal dari kisah cinta segitiga antara lekaki kampung Waiwuang dan Kodi. 2) Nilai Religius Berhubungan dengan kepercayaan asli orang Sumba pada umumnya dan khususnya yang melakukan ritual tersebut. Yang disembah itu adalah Marapu dan masyarakat sebagai penyelenggara ritual dan bagian sistem kepercayaan bahwa nyale yang hadir pada bulan Februari atau Maret adalah kiriman Sang Maha Kuasa yang dianggap sebagai para leluhur. 3) Nilai Simbolik Berkaitan dengan dikatakan pada saat Pasola di Wanukaka yaitu jika ada nyale yang menggit tangan Rato tandanya ada tikus pada musin panen yang akan datang, selain itu ada nyale busuk tandanya bahwa air atau hujan itu terlampaun banyak dan akan mengancam gagal panen. 4) Nilai Kebersamaan Nilai ini dapat dilihat dari persiapan maupun dalam pelaksanaan Pasola dimana seluruh masyarakat bersama-sama terlibat untuk melancarkan jalannya upacara adat ini agar dapat terlaksana dengan baik. Seluruh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
masyarakat saling bahu membahu dalam menyiapkan makanan berupa ketupat dan lauknya untuk para peserta dan penonton yang datang dari jauh. Untuk wanukaka sendiri mempunyai prinsip bahwa makin banyak pengunjung yang datang makan dirumah mereka maka dipercaya bahwa akan banyak juga rejeki yang akan didapatkan. 5) Nilai Kedisiplinan Nilai ini terlihat dari berbagai macam peraturan tertulis maupun tidak yang wajib diikuti oleh semua peserta dan masyarakat Wanukaka pada saat akan dilaksanakan dan berlangsungnya upacara adat Pasola. Semua aturan pasti akan ditaati dan dilaksanakan oleh semua masyarkat Wanukaka agar pelaksanaan upacara adat dapat berjalan dengan lancar. 6.) Nilai Kepemimpinan Para pemimpin agama atau imam adat yaitu seorang Rato yang memiliki peran sangat penting dalam Pasola, mulai dari penentuan jadwal Pasola, proses pencarian nyale, pembukaan sampai penutup upacara adaat itu. Dimana dalam penentuan hari, Rato diberikan hak mutlak untuk menentukan hari Pasola yang tepat dan sesuai dengan kemunculan nyale. Sebelum memutuskan waktu pelaksanaan, ia harus melakukan mediasi terlebih dahulu serta memotong hewan kurban (ayam) ditempat yang dianggap suci. Maka seorang pemimpin harus benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan tata aturan yang berlaku serta telah dijalankan oleh para leluhurnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Lampiran Gambar
Gambar I. Prosesi Para Rato mengamati bulan di Ubu Bewi Sumber: Dokumentasi Dinas Pariwisata Sumba Barat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Gambar II. Para Rato berkunjung ke kampung-kampung untuk melihat persiapan Sumber: Dokumentasi Explore Sumba
Gambar III. Pemanggil Nyale oleh para Rato Sumber : Dokumentasi Policegraph
Gambar IV. Para Rato Menunggu kedatangan Nyale Sumber : https://steemit.com/indonesia/Pasola-war-attractions-from-sumba-island
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Gambar V. Penangkapan Nyale oleh masyarakat Sumber : Dokumentasi Pribadi Bapak Cornelis
Gambar VI. Nyale (Cacing Laut)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Sumber: Dokumentasi oleh Policegraph
Gambar VII. Penyembelihan seekor Ayam Sumber : https://travelinkmaz.com/sumba-barat
Gambar VIII. Perlengkapan Pasola dan Hiasan Kuda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Sumber : https://indonesiatrips.com/festival.Pasola
Gambar IX. Persiapan Pasola Pantai Sumber : Dokumentasi Pribadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Gambar X. Pasola Pantai Sumber : Dokumentasi Fun-Adventure
Gambar XI. Upacara Adat Pasola di Hagalang Sumber : Wikipedia
Gambar XII. Upacara Adat Pasola di Hagalang Sumber : Dokumentasi Pribadi