Ai Mulyani, Riyana Rosilawati 70 Kreativitas Rd. Tjetje Somantri dalam Tari Puja

Ai Mulyani, Riyana Rosilawati Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Budaya Bandung (ISBI) Bandung Jl. Buahbatu no.212 Bandung

ABSTRACT

The Puja dance is the product of Raden Tjetje Somantri’s creativity, in which there is a touch of Sundanese Priyayi culture and . The dance is included in the classic . This paper intends to examine how creativity Rd. Tjetje Somantri in the Puja dance. The method used is qualitative with a descriptive analysis approach, namely through observation, in-depth interviews, and parental observation. From the analysis it is known that there is a touch of Javanese culture that has been going on for a long time, and the influence of Javanese culture which is identified with the behavior of ‘alus’ more influences Sundanese style dance Rd. Tjetje Somantri. This alus culture originates from the concept of prijaji which is symbolized by a gentle behavior called ‘alus’. Some Sundanese dances influenced by ‘alus’ culture include the Puja style Rd.Tjetje Somantri style. The result of creativity there is also a pattern of relationships that occur from the touch, namely 1) Cooperation that is marked by contact between ethnic Javanese and Sundanese, and competition in terms of creating dance works of art. The results obtained show the Puja Gaya Rd.Tjetje dance from the intact choreography aspects of Javanese dance, Sundanese dance techniques and styles.

Keywords: Creativity, Puja dance, Rd.Tjetje Somantri

ABSTRAK

Tari Puja merupakan hasil kreativitas Rd. Tjetje Somantri, yang di dalamnya terdapat sentuhan budaya Priyayi Sunda dan Tari Jawa. Tarian tersebut termasuk dalam Tari Sunda Klasik. Tulisan ini bermaksud untuk mengkaji bagaimana kreativitas Rd. Tjetje Somantri dalam tari Puja. Metode yang digunakan kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis yaitu melalui pengamatan, wawancara mendalam, dan observasi parsitipan. Dari hasil analisa diketahui adanya sentuhan budaya Jawa sudah berlangsung lama, dan pengaruh budaya Jawa yang diidentikkan dengan perilaku alus lebih banyak mempengaruhi tarian sunda gaya Rd. Tjetje Somantri. Budaya alus ini berasal dari konsep priyayi yang disimbolkan dengan perilaku yang lemah lembut yang disebut alus. Beberapa tarian Sunda yang dipengaruhi budaya alus di antaranya Tari Puja gaya Rd.Tjetje Somantri. Hasil dari kreativitas terdapat juga pola hubungan yang terjadi dari sentuhan tersebut, yakni 1) Kerjasama yang ditandai adanya kontak antara etnis Jawa dan etnis Sunda, dan kompetisi yaitu dalam hal menciptakan karya-karya seni tari. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan Tari Puja Gaya Rd.Tjetje dari aspek koreografi utuh Tari Jawa, teknik dan gaya Tari Sunda.

Kata Kunci: Kreativitas, Tari Puja, Rd.Tjetje Somantri

PENDAHULUAN Topeng, Graeni, Sulintang, Kandagan, Puja, Masyarakat Bandung khususnya dan Sekarputri, dan Srigati. Tari-tarian tersebut Jawa Barat umumnya mengenal beberapa di dalamnya terdapat sentuhan budaya Jawa tarian Sunda yang ada di kota Bandung, khususnya dalam tari Puja, selain itu bentuk tari-tarian tersebut di antaranya tari Merak, tariannya pun dapat dikatakan termasuk

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Kreativitas Rd. Tjetje Somantri Dalam Tari Puja 71 dalam tarian klasik. Menurut Soedarsono pertunjukan yang dikemas khusus bagi tari-tarian tersebut masuk dalam tarian klasik wisatawan terutama wisatawan mancanegara. adalah bentuk seni tari yang gerakannya diatur Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan peraturan-peraturan yang mengikat, berkembangnya seni pertunjukan wisata sehingga seolah-olah ada hukum yang tidak di merupakan akibat dari faktor boleh dilanggar. Bentuk gerak pada tari klasik sosial dan ekonomi. Beberapa gambaran ada standarnya, satu gerak yang menyimpang tersebut menjelaskan, perkembangan atau dari standar yang telah ditentukan itu dianggap pembaharuan seni ternyata bukan semata- salah. Dengan demikian pada tari klasik ada mata disebabkan oleh faktor estetis saja tetapi standarisasi yang mengikat, dengan demikian banyak didorong oleh faktor-faktor non seni letak keindahan pada tari klasik ialah pada seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, standarisasi benar atau tidaknya si penari namun walaupun terdapat faktor non seni menurut ketentuan yang telah ditetapkan. yang kuat, tetapi apabila tidak ada tokoh yang Perubahan yang terjadi dalam perkembangan mampu jadi pelopor atau secara sosiologis tari ternyata banyak dipengaruhi oleh faktor- menjadi agen perubahan (agent of change), faktor non seni, seperti yang dikemukakan maka kemunculan karya baru dalam bidang oleh Alvin Toffler dalam bukunya yang seni tari tidak akan terjadi. Salah satu gaya berjudul “The culture Consumers” menjelaskan yang termasuk ke dalam kategori tari klasik bahwa cultural explosion atau ledakan budaya adalah gaya Rd.Tjetje Somantri khususnya yang ditandai dengan perkembangan ekonomi dalam tari Puja. dapat mempengaruhi seni termasuk seni tari. Tari Puja Gaya Rd. Tjetje Somantri R.M Soedarsono dalam sebuah makalah merupakan hasil kreativitas yang berbentuk yang berjudul “Dampak perubahan Sosial pada tari persembahan yang diciptakan mengacu seni Pertunjukan Indonesia” memberikan contoh konsep budaya priyayi Jawa, yang selalu betapa kuatnya pengaruh perubahan sosial tampil dalam nuansa yang serba alus. Konsep terhadap perkembangan seni pertunjukan di Budaya priyayi yang berpedoman pada konsep Indonesia. Tahun 1870 Pemerintahan Hindia budaya alus atau halus yang bersumber dari Balanda memberi peluang kepada siapa saja istana-istana Jawa Tengah yang menghadirkan untuk berkarya dengan bebas dalam bidang bahasa, adat sopan santun, serta segala khususnya dalam kegiatan ekonomi terutama tingkah laku yang pada waktu itu sangat di daerah yang berkategori urban. Di dalamnya dikagumi oleh Rd.Tjetje Somantri sebagai tumbuh kreativitas dalam bidang seni. Saat warga kaum menak Priangan. Berdasarkan itu kesenian terutama seni tari dijadikan pengamatan, sentuhan karakterisasi tari Jawa sebagai tempat untuk menghibur diri dari terhadap karya–karya Rd.Tjetje Somantri, kegiatan rutin. R.M. Soedarsono (1999-2002) secara tidak langsung karya Rd.Tjetje Somantri juga mengetengahkan bahwa sebagai akibat telah berimbas oleh nuansa karakterisasi hadirnya komunitas wisata, maka muncul Tari Jawa, ini tampak pada Tari Puja. Hal

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Ai Mulyani, Riyana Rosilawati 72 ini senada dengan pendapat Tati Narawati Rd.Tjetje Somantri antara lain; kreator Tari (2003, hlm. 300) mengemukakan, Rd.Tjetje Merak, Kandagan Cindelaras, tari Katumbiri, Somantri dalam mempelajari Tari Jawa yang karyanya yang tidak habis/lekang karena sangat dikaguminya, ia tidak menyerapnya waktu, hingga saat ini sering dipertunjukkan secara utuh tetapi penampilannya kemudian oleh mahasiswa ISBI Bandung dan murid- “disundakan”. Dengan cara kerja kreatif murid sanggar-sanggar tari baik yang berada semacam ini, ia selalu menyebut karya-karya di Kota Bandung maupun Jawa Barat tarinya sebagai tari Sunda, bukan tari Jawa Hal tersebut penjelasan untuk gaya Sunda”. Pertemuan dua budaya, antara menegaskan pendapat Edi Sedyawati (2003, Jawa dan Sunda, yang diwujudkan melalui tari hlm. 148) yang mengatakan, seni etnis di Puja, telah menghadirkan keunikan tersendiri. Indonesia mengalami alur perkembangan Dua rasa dan dua warna budaya lebur menjadi yang berbeda: klasik dihadapkan dengan satu citra rasa kesundaan yang khas. Folklorik. Seni tari klasik Sunda terwakili Tari Puja karya R. Tjetje Somantri yang oleh karya tari Rd.Tjetje Somantri yang hidup dan berkembang di Kota Bandung Jawa kemudian mengembangkan diri menjadi Barat mendapat respon masyarakat dengan reportoar tari kreasi Rd.Tjetje Somantri. baik, terbukti dengan berkembangnya dan Reportoar tari kreasi Rd.Tjetje Somantri yang diminati di berbagai kalangan. Walaupun diberi nama tari Puja yang telah memberikan pada awal keberadaannya tari-tarian ini kontribusi terhadap perkembangan tari hanya dipelajari atau diajarkan pada kalangan pertunjukan di Kota Bandung, tari karya Rd. /priyayi dan kaum pelajar. Namun Tjetje Somantri merupakan tonggak sejarah pada akhirnya tari-tarian tersebut diajarkan alur perkembangan tari-tarian putri yang pula di sekolah-sekolah umum (sekolah sebelumnya didominasi oleh tari-tarian putra. rakyat), sehingga secara tidak langsung dapat Kecenderungan Rd.Tjetje Somantri lebih merambah seluruh lapisan masyarakat. produktif dalam menampilkan karyanya tari Keberadaan tari Puja ini sekarang putri, yang memancarkan citra kecantikan masih terus terpelihara dan berkembang perempuan Sunda yang dipancarkan lewat sesuai dengan perkembangan zaman, di karya tari Rd. Tjetje Somantri terkesan lincah Sanggar Pusat Bina Tari (PUSBITARI) tarian dan menggemaskan, sangat berbeda dengan ini diajarkan sebagai materi tari putri halus citra perempuab Jawa, dalam Tari Jawa yang dan dipertunjukkan sebagai tari persembahan berkesan tenang menghanyutkan. Dengan dalam berbagai peristiwa budaya di Kota karya-karya tari putri yang cukup banyak itu Bandung. Eksistensi tari Puja tak lepas dari Rd. Tjetje Somantri berhasil mengangkat tari- kepiawaian penari Sunda Irawati Durban tarian putri sebagai presentasi estetis, maka salah satu murid Rd. Tjetje Somantri dalam Rd. Tjetje Somantri dikenal sebagai seorang dunia seni tari tentu tidak asing lagi, beliau koreografer tari putri di Indonesia yang paling selain penari yang handal juga kreator tari produktif (Narawati, 2003, hlm. 298).

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Kreativitas Rd. Tjetje Somantri Dalam Tari Puja 73 Keberadaan reportoar tari kreasi Rd. Tjetje penguasaan terhadap perbendaharaan gerak Somantri tersebut mewarnai perkembangan secara luas sebagai makna ekspresi serta dan pertumbuhan seni pertunjukan tari di pengetahuan, bagian menciptakan wujud dan Kota Bandung. Karya-karyanya memiliki ciri makna tari. yang khas sebagai pembeda yang terlihat Kreativitas tersebut tersirat dalam dalam gaya tarinya. Adapun gaya dalam karya tari Puja gaya Rd.Tjetje Somantri kesenian menunjuk pada kompleksitas ciri memadukan dua budaya (tari Sunda-Jawa) yang menunjukkan suatu sintesis, sehingga lebur menjadi satu khas yang dimilikinya tampak adanya kolerasi dan konsistensi. tari gaya Rd.Tjetje Somantri. Hal ini Rd.Tjetje Somantri seniman tari yang dipertegaskan pendapat Claire Holt (2000, melahirkan ciri atau kekhasannya atau yang hlm. 115) ”Tunjukkanlah bagaimana engkau biasa disebut gaya, masyarakat mengenalnya menari, dan saya akan mengetahui dari mana tarian produk Tjetje menyebutnya tari gaya asalmu.... “ kutipan tersebut bermakna bahwa Tjetje, mengacu pada konsep Edy Sedyawati tari bukan hanya sebatas gerak dan aspek yang disebut gaya adalah sifat pembawaan fisik, namun merupakan cerminan kehidupan tari, menyangkut cara-cara bergerak tertentu masyarakat dan tempat tari itu hidup dan yang merupakan ciri pengenal dari gaya (tari) berkembang. Begitu pun yang terjadi pada yang bersangkutan (2003, hlm. 57). Gaya ini tari Puja merupakan hasil kreativitas Rd. timbul akibat sebuah proses internalisasi Tjetje Somantri, terus hidup berkembang di dari dirinya dengan pengaruh-pengaruh masyarakat tatar Sunda sebagai tari campuran yang dirasakan sesuai atau cocok dengan yang mendapat sentuhan budaya Jawa, dan keinginannya. Gaya dalam tari bisa dilihat diakui oleh masyarakat sebagai tari Sunda baik dari geraknya, iringannya, maupun Gaya Rd.Tjetje Somantri. busananya atau gugusan sifat tertentu yang Kesenian sebagai produk budaya memberi kesan yang khas dan yang didukung keberadaannya berkaitan dengan latar oleh teknik tertentu yang khas pula, gaya tari belakang sosial budaya masyarakatnya. sebagai ungkapan ekspresi individual tak Perubahan pada masyarakat merupakan bisa dilepaskan dari penata tarinya. Karya suatu keadaan yang pasti akan terjadi, tari sebagaimana halnya karya seni lainnya sebagai konsekuensi perkembangan merupakan respons dan penghayatan semua sosio kultural. Perubahan adakalanya terhadap kebudayaan, norma, sosial budaya, menambah, mengurangi, dan dapat pula dan pendidikan yang diperolehnya, dan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan semua itu sangat mempengaruhi seniman zamannya. Perubahan dalam pertunjukan dalam melahirkan karya-karyanya. Seperti tari dapat terjadi karena faktor internal dan yang disebutkan Jacqueline Smith (1985 hlm faktor eksternal. Seperti yang dinyatakan oleh 7), bahwa suatu komposisi tari tergantung Soemaryatmi (2012, hlm. 27) bahwa: dari inspirasi artistik dari intuisi seseorang, Perubahan suatu masyarakat yang

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Ai Mulyani, Riyana Rosilawati 74 disebabkan oleh faktor internal dari dalam, penonton. Setiap pertunjukan membutuhkan dikenal dengan sebutan endogenous change, apresiasi penonton, maka pertujukan tari yaitu perubahan terjadi dalam budaya sebagai rangkaian gerak, desain lantai, tara yang disebabkan oleh faktor dari dalam rias, tata busana dan irama musikal disusun diri masyarakat sendiri misalnya dilakukan agar terlihat indah dan memuaskan penonton. oleh senimannya sendiri sebagai tuntutan kreativitas. Perubahan yang berasal dari luar masyarakat pendukungnya disebut METODE exogeneous change, perubahan kebudayaan Penelitian ini menggunakan yang disebabkan oleh faktor dari luar metode deskriptif analisis kualitatif masyarakat sendiri misalnya dari pengaruh dengan pendekatan multidisiplin dengan dinas pariwisata daerah. menggunakan prespektif sejarah, sosiologi, Pengaruh budaya yang satu terhadap komposisi, dan seni pertunjukan yang budaya yang lain merupakan proses memanfaatkan teori-teori konsep yang akulturasi. Perubahan masyarakat umumnya relevan dari bidang-bidang tersebut sebagai mempengaruhi perkembangan dalam suatu sistem penjelasan dengan analisis pertunjukan tari dalam gaya Rd.Tjetje secara tekstual dan kontekstual. Kemudian Somantri. Adapun perubahan kreativitas secara akurat untuk mendapatkan sumber- dalam pertunjukan tari karya Rd.Tjetje sumber data yang diperlukan. Baik secara Somantri dapat terjadi baik dalam bentuk langsung maupun tidak langsung peneliti pertunjukan maupun dalam alat dan sarana terlibat sebagai pengamat dan partisipan penunjang dalam pertunjukan. Pengertian observer. Data kualitatif untuk penelitian bentuk dalam seni secara abstrak adalah seni pertunjukan juga dapat didapatkan struktur. Dalam tari yang dimaksud struktur dari sumber-sumber tertulis, sumber lisan, adalah seperangkat tata hubungan di dalam peninggalan sejarah serta sumber-sumber kesatuan keseluruhan. Struktur mengacu rekaman (Soedarsono, 1999,hlm. 192). pada tata hubungan di antara bagian-bagian Pengumpulan data untuk mendapatkan dari sebuah keutuhan keseluruhan (Indriyanto data kualitatif ditetapkan narasumber dalam Cahyono, 2006, hlm. 6). berdasarkan pertimbangan, dipilihnya wilayah Dalam wujudnya yang konkrit bentuk Kota Bandung sebagai lokasi penelitian; (1) berupa susunan. Selanjutnya dinyatakan Kota Bandung sebagai pusat seni budaya di bahwa konsep tentang bentuk menyangkut Priangan merupakan sentral pertunjukan bagian-bagian dari sebuah keutuhan. Tari seni tari-tari Sunda yang memiliki populasi sebagai bentuk seni merupakan salah satu terbanyak dibandingkan dengan daerah santapan estetis manusia yang senantiasa lainnya; (2) Para narasumber berdomisili di membutuhkan keindahan. Bentuk seni Kota Bandung; (3) Kota Bandung, populasi harus selalu menarik agar dapat dinikmati sanggar tari dan sekolah seni, perguruan

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Kreativitas Rd. Tjetje Somantri Dalam Tari Puja 75 tinggi seni, Tari Puja Gaya Rd.Tjetje Somantri ini adalah data kualitatif. Oleh karena itu, sering dipertunjukkan di berbagai peristiwa dilakukan pengolahan data secara kualitatif. budaya, dan di ISBI Bandung Prodi Tari minat Dari analisis data yang didapat, kembali penyajian sebagai Ujian Akhir, serta saat ini dikonfirmasikan kebenarannya pada tokoh dijadikan mata kuliah Kreasi Baru di semester yang lebih tahu tentang data itu, selanjutnya 3 yang wajib diikuti mahasiswa prodi S1 dilakukan, interpertasi terhadap keberadaan Jurusan Tari. kreativitas Tari Sunda dalam Tari Puja. Mekanisme penelitian dilakukan sebelum terjun ke lapangan terlebih dahulu studi pustaka atau liberary research dilanjutkan HASIL DAN PEMBAHASAN dengan berupaya memahami objek untuk A. Sekilas tentang Raden Tjetje Somantri mengamati dan berinteraksi. Dikarenakan Rd. Tjetje Somantri dikenal sebagai peneliti sebagai pemilik budaya tersebut pembaharu dalam tari Sunda ( Caturwati, kegiatan ini telah dipahami dalam objek 2000, hlm. 122) yang produktif mencipta yang diteliti. Hasil pengamatan yang didapat tarian kreasi baru, juga monumental sampai kemudian dianalisis dengan rujukan hasil sekarang. Bagi para seniman Bandung dan wawancara dan rekaman video. sekitarnya pada periode tahun 1940-1960- Wawancara dilakukan dengan pelaku an tentu mengenal sosok Rd. Tjetje Somantri tokoh yang terlibat langsung dan tokoh seniman seorang pencipta tari yang karya-karyanya yang terlibat di dalamnya. Teknik wawancara sangat populer di masyarakat. Namun yang mendalam dengan cara memilih seniman zaman sekarang tahun 2000-an informan kunci guna mendapatkan validitas hanya mengenal sebatas hasil karya tarinya, data yang menghasilkan deskripsi yang lebih seperti tari Merak, tari Sulintang, dan tari utuh dan menyeluruh, para informan dalam Kukupu yang sering dipertunjukkan sebagai penelitian ini terbagi atas tiga macam yaitu; materi di sekolah kesenian dan perkumpulan informan pangkal, informan ahli dan informan tari Sunda. biasa (Hamid, 1989, hlm. 7). Informan pangkal Sebenarnya nama beliau adalah Rd. adalah orang yang mempunyai pengetahuan Rusdi. “Rd.” Singkatan dari “Raden” yaitu luas tentang berbagai persoalan yang ada gelar bagi orang-orang dari keturunan dalam masyarakat kota Bandung, misalnya bangsawan (menak). Pada zaman penjajahan budayawan. Informan ahli adalah tokoh yang Belanda banyak orang-orang yang terlibat langsung di dalamnya, yang memiliki menggunakan gelar “Raden” di depan pengetahuan tentang seluk-beluk tari Puja namanya. Irawati Durban Ardjo mencatat Rd.Tjetje Somantri sedangkan informan biasa lahir Rd. Rusdi di Bandung pada tahun adalah para pemusik, penari, pendukung yang 1891 (Irawati Durban Ardjo, 2007, hlm. 96), tergabung dalam ruang lingkup tari Puja. sedangkan Endang Caturwati mencatat lahir Data yang dihasilkan dalam penelitian Rd. Rusdi di Wanayasa Kabupaten Purwakarta

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Ai Mulyani, Riyana Rosilawati 76 pada tahun 1892 (Caturwati, 2000 hlm 37). Somantri lulus dari sekolah tersebut memiliki Perbedaan tahun dan tempat kelahiran ini bisa pengetahuan dan wawasan yang luas, karena jadi salah satunya benar atau salah. Hal yang alumnus dari sekolah pada zaman Belanda perlu digaris bawahi Rd. Rusdi lahir pada lebih-lebih sekolah menak, terkenal dengan zaman penjajahan Belanda, yang pada waktu kualitas yang tinggi. Dikabarkan Rd. Tjetje itu administrasi kependudukan belum tertata. Somantri melanjutkan ke sekolah Middelbare Endang Caturwati mencatat nama Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaren lengkap Rd. Rusdi pun menjadi Rd. Rusdi (MOSVIA) sebuah sekolah lanjutan tingkat Somantri Kusumah. Dalam penulisannya atas jaman Belanda, namun tidak selesai Irawati Durban mendapat informasi lain (Irawati, 2007, hlm. 96). tentang nama lengkap Rd. Rusdi yaitu Rd. Rd. Tjetje Somantri setamat dari Rusdi Somantri Dipura. Nama Rd. Rusdi MULO lebih mengutamakan belajar tari tidak dikenal oleh masyarakat, karena ibunya dan mengikuti pertunjukan tari dari pada (Nyi Raden Siti Munigar) memanggil Rd. melanjutkan sekolah ke MOSVA. Sebagai Rusdi dengan nama landihan Tjetje. Demikian seorang laki-laki yang secara kodratnya harus pula pamannya (Rd. Karta Kusumah) selalu mencari nafkah untuk anak istri, maka Rd. memanggil Tjetje. Selanjutnya nama ayah (Rd. Tjetje Somantri menyadari bahwa mencari Somantri Kusumah atau Rd. Somantri Dipura) uang dari kegiatan menari belum tentu bisa dipakai Tjetje, maka nama R. Rusdi yang menopang hidup secara penuh. Oleh karena dikenal oleh masyarakat sampai sekarang itu Rd. Tjetje Somantri mencari pekerjaan adalah Rd. Tjetje Somantri. kantoran yang bisa diharapkan masa depan Sejak kecil Rd. Tjetje Somantri dibesarkan cerah untuk menghidupi kebutuhan anak oleh pamannya (Rd. Karta Kusumah) seorang istri. Diberitakan Rd. Tjetje Somantri bekerja wedana di Kabupaten Subang, karena ayah di Kantor Kehutanan Purwakarta. Walaupun Rd. Tjetje Somantri meninggal sebelum gaji bisa mencukupi kebutuhan hidup Rd. Tjetje Somantri lahir. Namun demikian keluarga, namun tidak berjalan mulus dalam Rd. Tjetje Somantri sekolah di Hollandsch tugas-tugas kesehariannya, karena Rd. Tjetje Inlandsche School (H.I.S.) dan Meer Uitgebreid Somantri sering meninggalkan pekerjaan gara- Lager Onderwijs (MULO) di Bandung, artinya gara lebih mengutamakan belajar tari Tayub masa kanak-kanak sampai remaja Rd. Tjetje dan ikut menari Tayuban bersama teman- Somantri tinggal di Bandung H.I.S adalah teman dan guru-guru tarinya. Di Purwakarta sekolah dasar pada zaman Belanda yang Rd. Tjetje Somantri belajar tari Tayub kepada murid-muridnya kaum bangsawan (menak). R. Gandakusumah, seorang wedana Demikian pula MULO adalah sekolah Leuwiliang, bangsawan keturunan Sumedang menengah tingkat pertama pada zaman yang dikenal dengan nama Aom Doyot Belanda yang murid-muridnya juga kaum (Irawati , 2007, hlm. 97). Diberitakan lagi Rd. bangsawan (menak). Dapat diduga Rd. Tjetje Tjetje Somantri bekerja di Kantor Kecamatan

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Kreativitas Rd. Tjetje Somantri Dalam Tari Puja 77 Purwakarta sebagai Mantri Pulisi, sebuah kepada seniman kreatif. (Caturwati, 2000 jabatan bergengsi pada waktu itu. Lagi- hlm 68). Pemerintah tentu selektif memberi lagi pekerjaan itu tidak bisa dijalani dengan penghargaan berupa piagam kepada seniman. mulus. Kegiatan belajar tari dan ikut menari Rd. Tjetje Somantri memang sangat kreatif tayub masih menjadi prioritas utama bagi dalam mencipta tari, mengajar tari, menari, Rd. Tjetje Somantri, sehingga rela sering dan mengelola pertunjukan tari. Kontribusi meninggalkan tugas-tugas sebagai pegawai dalam mengembangkan Tari Sunda sangat kantor kecamatan. Diberitakan lagi Rd. terasa manfaatnya bagi dunia pendidikan Tjetje Somantri bekarja di Kantor De Eerste kesenian seperti Konservatori Karawitan Nederlandsche Indische Spaarkas en Hipotheekbank (KOKAR) Bandung. (DENIS), sebuah kantor bank bergengsi yang Bekerja di Jawatan Kebudayaan Jawa terletak di Jalan Braga, berhadapan dengan Barat bagi Rd. Tjetje Somantri di samping kantor Walikota Bandung. Bekerja di sini pun menyenangkan karena cocok dengan hobi Rd. Tjetje Somantri sering mangkir dengan menari, juga secara finansial dapat memenuhi alasan yang sama yaitu mengutamakan belajar kebutuhan keluarga. Istri pertama yang tari dan menari dengan teman-temannya. dinikahi adalah Nyi Agan Permas, gadis asal Akibatnya Rd. Tjetje Somantri tidak betah Garut. Pernikahannya tidak memperoleh bekerja dan memilih pindah mencari pekerjaan anak, dan tidak berjalan mulus. Kemudian yang sekiranya cocok dengan hobinya yaitu Rd. Tjetje Somantri menikah kedua kalinya kegiatan menari. kepada Nyayu Maemunah, gadis asal Pada tahun 1950 Rd. Tjetje Somantri Pelembang yang dipanggil Nyi Ayu Oneng, tercatat sebagai karyawan Jawatan karena gadis tersebut berparas cantik berkulit Kebudayaan Jawa Barat di Jalan Naripan No. kuning (Sunda: koneng langsat). Perkawinan 12 Bandung. Pekerjaan di kantor ini cocok ini pun tidak mulus dan tidak mendapat dengan kegemarannya yaitu mengajar tari keturunan. Satu-satunya anak Rd. Tjetje di Badan Kesenian Indonesia (BKI), suatu Somantri adalah ketika berumah tangga ketiga organisasi Tari Sunda pimpinan Tb. Oemay kalinya dengan Nyi Raden Iyoh Mariayah, Martakusuma, yang secara rutin diadakan keturunan bangsawan Cianjur. Anak tersebut latihan tari, dan sering juga pertunjukan tari laki-laki bernama Raden Adang Iskandar baik di Bandung, maupun di kota-kota lain, Effendi Somantri Kusumah. Walaupun bahkan sering pertunjukan di luar negeri. Rd. sudah berputra, ternyata perkawinan yang Tjetje Somantri bekerja di Jawatan Kebudayaan ketiga kalinya pun kandas di tengah jalan. Jawa Barat sampai pensiun tahun 1958 sebagai Selanjutnya Rd. Tjetje Somantri menikah Kepala Jawatan Kebudayaan Jawa Barat, yang keempat kali dengan Nyi Anom Padmi dan mendapat Anugerah Piagam “Wijaya Ningrum, wanita asal Ciamis. Walaupun dari Kusumah” pada tahun 1961 dari Pemerintah pernikahan ini tidak mendapat keturunan, Republik Indonesia sebagai penghargaan sampai akhir hayat. Rd. Tjetje Somantri

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Ai Mulyani, Riyana Rosilawati 78 meninggal dunia tanggal 30 April 1963, pagi masyarakat daerah lain di Indonesia. Di Jawa di Bandung (Irawati , 2007, hlm. 96). Barat tercatat Rd. Sambas Wirakusuh lurah Dari paparan tersebut dapat disarikan Rancaekek yang produktif mencipta tari bahwa Rd. Tjetje Somantri yang nama kecilnya Kursus (Keurseus) mengacu pada gerak-gerak Rd. Rusdi berasal dari keturunan bangsawan tari Tayub dan yang paling terkenal adalah Rd. (menak). Selama hidupnya Rd. Tjetje Somantri Tjetje Somantri seorang menak yang produktif menikah empat kali dan mempunyai satu mencipta tari kreasi baru yang karya tarinya anak laki-laki bernama Raden Adang Iskandar monumental sampai sekarang dan diminati Effendi Somantri Kusumah dari istri yang oleh para remaja umumnya dari kalangan dinikahi ke tiga kalinya yaitu Nyi Raden Iyoh remaja putri. Mariayah. Rd. Tjetje Somantri beberapa kali Sebagai seorang koreografer dapat bekerja di kantor bergengsi, akan tetapi selalu dipastikan bahwa dalam benaknya telah tidak betah. Bekerja yang menyenangkan memiliki upaya pengembangan dalam bidang adalah di Jawatan Kebudayaan Jawa Barat, seni tari. Tidak berarti tari klasik yang ada karena sesuai dengan hobi dan keahlian yang dianggap jelek secara kualitas, akan tetapi dimilikinya, yaitu kegiatan tari, seperti menari, memperkaya khasanah tari diupayakan agar mengajar tari, mencipta tari, dan pertunjukan masyarakat selalu mendapatkan hiburan segar tari. Rd. Tjetje Somantri meninggal ketika ketika menonton tari. Tati Narawati seorang berumur sekitar 72 tahun. penari yang sering mengamati perkembangan tari di Jawa dan Sunda mengatakan bahwa B. Rd. Tjetje Somantri Seorang Koreografer apabila tak ada tokoh yang mampu menjadi Koreografer adalah orang yang memiliki pelopor atau secara sosiologis menjadi agen keahlian khusus dalam mencipta tari. Pada perubahan (agent of change), atau di Barat tahun-tahun sekitar menjelang dan pasca dikenal sebagai pemberontak (the rabel) kemerdekaan Republik Indonesia terbilang kemunculan karya baru dalam bidang tari tak langka orang yang memiliki keahlian seperti bakal terlaksana (Narawati, 2003, hlm. 276). ini. Tercatat I Mario dari telah mencipta Walaupun Rd. Tjetje Somantri telah tari Kebyar Duduk dan tari Kebyar Terompong, menjadi penari yang handal, namun suatu karya tari yang sangat digemari kepopulerannya diraih atas produktifnya masyarakat Bali dan karya tari tersebut mencipta tari kreasi baru terutama jenis tari menomental menjadi kebanggaan dalam putri. Endang Caturwati mencatat ada 38 tari hasanah Tari Bali. Di Yogyakarta tercatat karya Rd. Tjetje Somantri lengkap dengan Bagong Kussudiardjo seorang penari Jawa judul-judul tariannya. Dari 38 tari itu terdiri klasik yang produktif mencipta tari kreasi atas tari putri, dan tari putra. Tari putri baru antara lain tari Yapong yang sangat dipilah-pilah lagi menjadi tari tunggal, dan tari digandrungi oleh masyarakat kaum muda rampak. Dengan demikian Endang Caturwati tidak saja di Yogyakarta, tapi di Jakarta dan membedakannya menjadi tiga kelompok,

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Kreativitas Rd. Tjetje Somantri Dalam Tari Puja 79 yaitu; (1). Kelompok tari putri tunggal, Somantri diperoleh informasi tambahan sebanyak 13 tarian, yaitu: Dewi (semula melalui wawancara dengan Dedi Jamhur Serimpi), Puja, Golek, Golek Purwokertoan, Tanuatmaja salah seorang murid Rd. Tjetje Anjasmara, Koncaran, Dewi Serang, Komala Somantri yang pernah dipercaya menjadi guru Gilang Kusumah, Renggarini, Kandagan, tari di Badan Kesenian Indonesia (BKI). Upandi Srigati, Ratu Graeni, dan Nayadirana. (2). (2009 hlm 58) dalam wawancaranya dengan Kelompok tari putri rampak, sebanyak 10 Dedi Jamhur Tanuatmadja 26 September 2008, tarian, yaitu: Sekar Putri, Sulintang, Sekar menjabarkan bahwa informasi itu dilengkapi Arum, Kupu-kupu, Merak, Golek Rineka, bentuk tulisan yang tidak dipublikasikan Panca Sari, Rineka Sari, Srenggana, dan berjudul “Cerita Damarwulan Diceritakan Nusantara. (3). Kelompok tari putra, sebanyak oleh R. Tjetje Somantri kepada R. Dedi Jamhur 15 tarian, yaitu: Kiprah Baladewa, Kiprah Tanuatmaja” (sebagai salahsatu acuan tari rekaan Gatotkaca, Kiprah Somantri, Wibisana, R. Tjetje Somantri). Istilah rekaan dipakai Gambir Anom, Panji, Pamindo, Nyamba, (dikehendaki) oleh Rd. Tjetje Somantri sendiri, Jingga Anom, Menak Jingga, Kendit Birayung, alasannya tidak semua tarian yang diciptakan Surenggana, Patih Ronggana, Surenggana itu betul-betul baru yang memang orang lain Patih, dan Tumenggungan. belum mencipta. Ada beberapa tarian karya Jumlah karya Rd. Tjetje Somantri yang (rekaan) Rd. Tjetje Somantri yang sudah ada disinyalir oleh Irawati Durban Ardjo sebanyak sebelumnya seperti tari Kendit Birayung. Rd. 44, hanya saja yang tercatat sebanyak 28 Tjetje Somantri belajar tari Kendit Birayung tarian meliputi tarian putra-putri yaitu: dari Oto Denda Kusumah, menak keturunan Dewi (1946), Anjasmara I (1946), Anjasmara Pangeran Girilaya dari Keraton Kanoman II (1946), Puragabaya (1947-1948), Topeng Cirebon. Kemudian tari Kendit Birayung itu Menak Jingga (1948), Kendit Birayung (1948), diolah kembali (istilahnya direka) sehingga Dewi Serang (1948), Komala Gilang Kencana gaya tari itu tidak lagi gaya Cirebon akan (1949), Nyamba (1949), Ratu Graeni (1949), tetapi gaya Rd. Tjetje Somantri yang kental Topeng Koncaran (1949), Srigati (1950), Golek dengan versi khas Bandung atau dikenal gaya Purwokertoan (1950), Rineka Sari (1951), Priangan. Tarian seperti ini (yang direka) Kukupu (1952), Sekar Putri (1952-1954), tidak hanya Kendit Birayung, akantetapi ada Sulintang (1953), Merak (1955), Golek Rineka yanglainnya seperti; Tari Dewi Anjasmara, (1957), Nusantara (1958), Anjasmara III (1958), Kiprah Baladewa, Kiprah Gatotkaca, Kiprah Sekar Arum (1958), Rengga Rini (1958), Somantri, Koncaran, Menak Jingga, Nyamba, Kandagan (1959-1960), Pancasari (1961), Pamindo, Panji, dan Tumenggungan, bahkan Srenggana (1961), Panji Nayadirana (1962), ada tari yang direka dari lakon dalam Ronggana (1963) (Irawati Durban Ardjo, pertunjukan seperti tari Wibisana, 2007:100-101). Gilang Kusumah, Citra Resmi, dan tari Tentang tari-tarian karya Rd. Tjetje Mundinglaya.

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Ai Mulyani, Riyana Rosilawati 80 Beberapa tarian rekaan Rd. Tjetje C. Kreativitas Tari Puja Somantri yang ada hubungan dengan Cerita Seseorang dapat disebut kreatif, jika dia Damarwulan, ada yang tidak diajarkan di memiliki kemampuan untuk menciptakan Badan Kesenian Indonesia (BKI), akan tetapi sesuatu sebagai hasil buah pikirannya. di rumah Rd. Tjetje Somantri Jalan M. Aleh Dengan kata lain, kreatif bisa juga berarti Pasirkaliki Bandung, dan di rumah Abah kegiatan yang memerlukan kecerdasan dan Kayat Jalan Babakan Tarogong Bandung. imajinasi. Seperti yang dinyatakan Risyani Tarian tersebut adalah; Damarwulan, Menak (2005, hlm. 160) bahwa, kreativitas seseorang Koncar, Klana, dan Menak Giyanti. akan tumbuh berdasar keinginan aktualisasi Adapun tari rekaan dengan pengertian diri, pengalaman, kesadaran akan kebutuhan diciptakan baru ialah; Tari Dewi, Dewi Serang, lingkungan dan masyarakat. Gambir Anom, Golek, Golek Purwokertoan, Begitupun dalam tari Puja merupakan Golek Rineka, Jingga Anom, Kandagan, tarian yang diciptakan sebagai bentuk Kupu-kupu, Merak, Nusantara, Pancasari, aktualisasi, Rd.Tjetje Somantri sebagai Panji Nayadirana, Patih Ronggana, Puja, seorang koreografer dan penari Sunda yang Puragabaya, Ratu Graeni, Rineka sari (Rineka kreatif serta produktif dari golongan priyayi, Dewi), Srigati, Srenggana, Surenggana (Patih), yang kemudian lebih dikenal sebagai pencipta dan Sulintang. tari individual dengan karya-karya tarinya Dari jumlah 46 tari karya Rd. Tjetje dominasi garapannya jenis tari putri. Somantri, 24 tarian tergolong jenis tari putri Proses kreativitas Rd. Tjetje Somantri (tari yang ditarikan oleh perempuan), dan dalam tari Puja terdapat dalam gaya dan rasa, 22 tarian tergolong jenis tari putra (tari yang tari Puja saat ini sudah menjadi gaya tari Tjetje ditarikan oleh laki-laki). Tari-tarian karya Rd. yang khas, begitu pula dengan rasa sudah Tjetje Somantri diajarkan langsung kepada menjadi khas tari, Sunda. Hasil cipta kongkrit murid-muridnya. Beliau mengajarkan tari dari pribadi Rd. Tjetje Somantri, kemudian tidak hanya di BKI, tapi juga di rumahnya, di berkembang dan diikuti oleh pengikutnya rumah Abah Kayat, dan Rd. Tjetje Somantri sering disebut dengan gaya. Demikian halnya tercatat juga sebagai guru tari di KOKAR karya-karya Rd. Tjetje Somantri merupakan Bandung. Secara umum tari putri lebih populer koreografi baru yang kemudian berkembang dari pada tari putra. Hal ini bisa dilihat pada menjadi garapan tari dengan gaya dan tahun 1977 di Gedung Kesenian Rumentang corak, serta bentuk tertentu yang mampu Siang Bandung pernah tari-tarian karya Rd. melahirkan genre dengan sajian garapan Tjetje Somantri digelar atas prakarsa murid- tersendiri dengan memiliki ciri sifat tertentu. muridnya dalam memperingati jasa-jasanya Genre yang disandang oleh Rd.Tjetje Somantri yang telah memberi kontribusi khasanah tari dikategorikan tari rumpun tari Kreasi Baru. Sunda. Genre Kreasi Baru dipelopori oleh Rd. Tjetje Somantri yang merupakan seorang

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Kreativitas Rd. Tjetje Somantri Dalam Tari Puja 81 penari serba bisa keturunan bangsawan/ pesat setelah tari Keurseus. Seperti yang menak asal Purwakarta Jawa Barat. Rd. Tjetje dijelaskan oleh Toto Amsar (Caturwati, 2000, Somantri menciptakan tari-tarian didasari hlm. 5) yang mengungkapkan ledakan pada oleh berbagai sumber gerak tari yang ia perkembangan tari Sunda sebagai berikut: pelajari, seperti Pencak silat, tari Wayang, tari Keurseus, tari Topeng, dan tari Jawa. Gerak- Dalam perkembangannya, pola gerak tari tersebut diolah sedemikian rupa dan garap tari Sunda mengalami tiga dipadukan dengan serasi sehingga menjadi kali ledakan, yang secara kebetulan sebuah tarian yang baru, ini menggambarkan kejadiannya berjalan seperempat abad kepiawaian dan kepekaan Rd. Tjetje Somantri sekali. Ledakan yang pertama, munculnya dalam menata tarian. Senada dengan hal itu tari Keurseus di tahun 20-an, ledakan dipertegas pernyataan Irawati Durban (1998, yang kedua tari karya Tjetje Somantri hlm. 125), kiprahnya Rd.Tjetje Somantri dalam di awal tahun 50-an dan ledakan yang menata tari menyatakan “Demikian kuat dan ketiga munculnya karya – karya tari yang halusnya rasa Sunda dimasukkan ke dalam bernafaskan kerakyatan, terpenciptanya unsur gerak tari asing yang dirangkum, dipelopori oleh Gugum Gumbira dalam membuat orang tidak melihat unsur lain itu wadah Jugala awal tahun 80-an dikenal sebagai tempelan. Masuknya unsur luar itu dengan sebutan . malah menambah nilai estetika dan kebaruan dalam gaya tari Sunda. Misalnya ketika Awal mulanya tari–tari Tjetje merupakan menata tari Puja yang dibahas penulis. tarian yang diciptakan untuk kalangan Munculnya karya-karya Rd.Tjetje menak/bangsawan. Hal ini terlihat dari ragam Somantri khususnya tari-tarian putri gerak tari, rias dan busana serta tempat sebagai cikal bakal lahirnya tarian putri di pementasannya. Tari–tarian ini dibuat oleh Jawa Barat merupakan suatu sejarah dalam Tjetje sebagai tari pertunjukan. Pertunjukan perkembangan tari Sunda. Hal ini merupakan tari tersebut dapat dilakukan di atas panggung suatu terobosan baru dalam perkembangan serta di dalam istana. Hal tersebut terjadi pada tari Sunda, karena sebelumnya perempuan masa kemerdekaan. Seperti yang dijelaskan yang menari disangkut-pautkan dengan pula oleh Nugraha Suradiredja , bahwa “Sejak yang memiliki citra negatif di tari-tarian Tjetje sering muncul di Istana masyarakat pada masa itu. Hal ini membuat Merdeka, Presiden Soekarno menghimbau para perempuan dilarang untuk menari, kepada seluruh grup kesenian dari daerah kecuali menari Badaya dan Serimpi. Dengan lain seperti Jawa, Bali, Sumatera, dan daerah adanya tarian karya Tjetje perempuan lainnya di Indonesia untuk menampilkan diberi kesempatan menjadi penari tanpa tarian dengan waktu yang relatif singkat tapi dicemoohkan, sebagai ronggeng. Tari karya tetap menarik seperti yang selalu ditampilkan Tjetje merupakan suatu gebrakan yang sangat oleh grup dari Jawa Barat. Tentu saja karena

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Ai Mulyani, Riyana Rosilawati 82 tari-tariannya dikenal panjang-panjang. dan teknik gayanya, mengenai busana Tari Sebagai tari untuk pertunjukan bagi tamu- Puja tidak dijelaskan bagaimana bentuknya tamu Negara memang agak membosankan” pada waktu itu. (Irawati Durban, wawancara (Caturwati, 2000, hlm. 56). 22 Juni 2019 di YPK Naripan Bandung). Salah satu karya tari putri Rd.Tjetje Pada zaman Badan Kesenian Indonesia Somantri yaitu tari Puja merupakan tarian (BKI) sekitar tahun 1950-an Tari Puja diajarkan yang awalnya dibawa oleh seorang seniman kepada murid-murid perempuan penari BKI perempuan asal Yogyakarta yang bernama yang senior, karena dianggap cepat tanggap Ny. Sri Dini. Seperti yang dituliskan Rd. Tjetje dalam menangkap materi yang diberikan oleh Somantri pada kliping naskah pribadi Tb. guru-guru dan seniman pendatang pada masa Oemay Martakusuma tentang tari Sunda taun itu. Kemudian setelah penari senior sudah 1977 (Irawati, 1998, hlm. 199), bahwa tari Puja dianggap hafal dan bisa, barulah para penari & Srigati bukan dari Pak Hardjopranoto, tapi senior mengajarkan tari Puja kepada murid- dari seorang wanita asal Jawa Tengah, yang murid yang lain. Kemudian pada tahun 1951 telah bergabung jiwanya dengan kesenian. Tari Puja Rd.Tjetje Somantri dipertunjukkan di Beliau memberikan dan mengajarkan Pendopo Danurejan Yogyakarta yang ditarikan tari Puja kepada Tjetje sebagai ungkapan oleh putrinya TB. Oemay Martakusuma yang timbal balik dan rasa terimakasih karena Tjetje bernama Anis Satrijah (Caturwati, 1992, sudah mengajarkannya tari-tarian Jawa Barat hlm. 116). Tari Puja Rd.Tjetje Somantri selalu seperti tari Tayuban dan tari Topeng pada disajikan sebagai tarian pembukaan dalam tahun 1944 ketika ada kunjungan rombongan pergelaran Sandiwara Sunda-Banten pada kesenian ke Jawa Barat. Tari Puja merupakan masa itu, tujuannya untuk meminta restu tarian putri tunggal yang berkarakter halus, kepada yang maha kuasa agar pergelaran acara tarian ini merupakan tari pemujaan kepada kesenian semuanya berjalan lancar. Selain Dewata sebagai ungkapan meminta restu dan sering tampil di tingkat nasional dalam acara- rasa syukur. acara penting tari Puja juga pernah tampil Pada tahun 1947 tari Puja dikemas ulang di beberapa negara ketika tahun 1957 dalam oleh Rd. Tjetje Somantri, begitu kreatifnya oleh misi kebudayaan Indonesia ke Cekoslovakia, Tjetje tarian ini disundakan yaitu merubah Polandia, Hongaria, Rusia dan Mesir yang rasa Tari Puja yang begitu lekat dengan rasa ditarikan oleh Irawati. Kemudian setelah BKI Jawa menjadi rasa Sunda, namun Tjetje tidak dibubarkan tari Puja masih sering ditampilkan merubah dalam hal koreografinya, secara oleh para penari bekas BKI yang pada saat itu keseluruhan koreografi tari Puja merupakan tidak memiliki wadah perkumpulan diacara- gerak tari Jawa dan Tjetje hanya mengubah acara peresmian. dari gaya menarinya, selanjutnya Irawati Perkembangan selanjutnya sekitar tahun mengakuinya bahwa ketika diajarkan oleh 1970-an tari Puja dijadikan salah satu materi gurunya Rd.Tjetje Somantri hanya koreografi tarian karya Rd. Tjetje Somantri yang diajarkan

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Kreativitas Rd. Tjetje Somantri Dalam Tari Puja 83 di Akademi Seni Tari (ASTI) yang berganti seperti ini, namun kami tetap menari dengan nama menjadi Sekolah Tinggi Seni Indonesia khusu. Ketika tarian akan selesai pada (STSI) Bandung, hingga sekarang lebih dikenal waktu sembah terakhir dilayar belakang dengan nama Institut Seni Budaya Indonesia dimunculkan foto Rd.Tjetje Somantri, barulah (ISBI) Bandung pada program Diploma 3 penonton memahami mengapa kami menari (D3). Tari Puja pun pernah dijadikan sebagai menghadap belakang,”. (Wawancara Irawati, materi Tugas Akhir oleh salah satu mahasiswa 28 Juni di Sanggar Pusbitari). Selain ditarikan ASTI pada tahun 1996 yaitu Aam Nurhayati oleh Irawati dan teman segenerasinya tari Puja dengan menyajikan Tari Puja, dan pada tahun juga ditarikan oleh murid-murid Irawati dalam 2017 ditulis oleh Wina Austria mahasiswa memenuhi pesanan orang-orang penting ISBI Bandung sebagai Tugas Akhir Skripsi S1 dalam acara rapat petemuan dan kunjungan minat utama Pengkajian Tari yang berjudul tari seperti di Purwakarta, Bogor, Jakarta, dan Puja di Pusat Bina Tari (PUSBITARI) Irawati Surabaya. Terakhir Irawati menarikan tari Durban Kota Bandung. Selain itu tahun 2019 Puja yaitu pada saat peringatan Tb. Oemay dalam acara Bandung Dance Festival di ISBI Martakusuma dan Tjetje Somantri pada tahun Bandung Tari Puja ditarikan oleh 5 orang 2004 di kampus STSI Bandung yang sekarang dosen jurusan tari. menjadi ISBI Bandung. Tahun 1977 tari Puja disajikan oleh Selain Irawati salah satu murid dari sembilan orang penari perempuan murid Tjetje Somantri yaitu Indrawati juga pernah R.Tjetje Somantri dalam acara Pergelaran mengemas tari Puja menjadi berbeda dari Mengenang Jasa Tokoh Tari Sunda Rd. Tjetje yang aslinya, ia pun mengatakan bahwa tari Somantri yang diadakan oleh Pusbitari. Dalam Puja pernah saya garap dalam salah satu acara ini penyajian tari Puja oleh Irawati pergelaran dramatari di KABUMI Universitas Durban mengubahnya biasanya ditarikan Pendidikan Indonesia (UPI) tetapi tidak solo atau tunggal menjadi ditarikan dalam seperti Tari Puja yang aslinya, hanya beberapa bentuk tari rampak atau kelompok, diawal bagian yang ditarikan tidak secara utuh penyajian penari membelakangi penonton karena ini disesuaikan dengan kebutuhan dengan maksud merubah penghormatan pentas. Dari segi musik dan busana pun Tari Puja yang biasanya disajikan untuk dibuat beda karena mengikuti zaman agar memuja Dewa menjadi tarian penghormatan tidak membosankan, boleh saja mengubah memuja guru, seperti yang diungkapkan asalkan tidak menghilangkan ciri aslinya oleh Irawati “Waktu itu kita semua sembilan (Wina Austria, 2017, hlm. 23). penari Puja, mulai bergerak masuk panggung Koreografi Tari Puja seutuhnya dari Tari berbarengan dengan gending bubuka. Ketika Jawa, namun penyajianya dan teknik gayanya itu kita semua langsung berbalik menari Tari Sunda, serta musik iringannya nuasa membelakangi penonton. Terdengar banyak Sunda. Sehingga tarian tersebut dikategorikan orang yang bicara mengapa pertunjukannya sebagai Tari Sunda Gaya R.Tjetje Somantri .

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Ai Mulyani, Riyana Rosilawati 84 Adapun gerak Pokok tari Puja sebagai berikut Calik Sila Sineba, NyembahCalik Ningkat, NyembahNgadeg, geser, Kidang RanggahKeupat Batarubuh, trisikKeupat Ridong Soder, trisikGeser Pugeran, Jangkung Ilo Nimang Soder Nyawang Kanan-Kiri, Kembar, trisikCalik Ningkat , Sila Sineba, Nyembah Secara keseluruhan ragam gerak tari Puja hanya terdiri atas delapan ragam gerak pokok. Perkembangan yang terjadi dalam segi koreografi yaitu adanya penambahan gerak geser atau berjalan dari luar panggung Gambar 1 : Gerak Keupat Ridong Soder . kedalam panggung dan ditambahkan gerak galeong kanan dan kiri untuk mengisi musik di gending awal sebelum masuk pada bagian gerak pokok. Irawati Durban menjelaskan: ada tambahan pada gending terakhir yaitu gerak bangun dan jalan gengsor beberapa langkah lalu berdiri dan trisik berjalan keluar panggung, hal ini dilakukan agar dalam penyajian tari Puja lebih menarik. Berdasarkan pengamatan pada gerak tari Jawa nya terletak pada gerakan keupat ridong soder, nyawang dan pugeran, namun Gambar 2 : Gerak Nyawang gerak-gerak tersebut sudah tidak terlihat lagi gerak ke”Jawa”annya, tetapi gerakan yang lain merupakan gerakan teknik tari Sunda gaya Rd.Tjetje Somantri. Dipertegas pendapat Ivo Handayanti sebagai penari Puja di Sanggar Pusbitari, bahwa gerakan geser, keupat ridong soder, nyawang dan pugeran masih kelihatan dan terasa gerakan yang disajikan merupakan gerak tari gaya Jawa Solo gerakan tari Jawa masih sangat kental dengan inringa musik sunda.(wawancara, Ivo Hanyanti, 22 Juni 2019 di YPK Naripan Bandung). Gambar 3: Gerak Pugeran Sumber : Dokumentasi Herfan, 2019 Kreativitas Rd.Tjetje Somantri selain

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Kreativitas Rd. Tjetje Somantri Dalam Tari Puja 85 pada gerak, dalam iringan tarian pun lebur menjadi satu khas yang dimilikinya mengalami perubahan yang signifikan, hal tari gaya R.Tjetje Somantri. Begitupun ini dikarenakan terbatasnya penabuh yang yang terjadi pada tari Puja yang terus hidup menguasai iringan tari Jawa, sehingga tari Puja berkembang di masyarakat tatar Sunda ini dicoba menggunakan iringan tari sebagai tari campuran, yang merupakan hasil Sunda, dengan menggunakan susunan lagu kreativitas campuran dua budaya (Jawa dan Jiro, Catrik, Jiro. Penggunaan rias busana pun Sunda) yang diakui oleh masyarakat sebagai disesuaikan dengan ketersediaannya fasilitas tari Sunda Gaya Rd.Tjetje Somantri. Gaya yang ada, dengan patokan pada karakter dalam tari bisa dilihat baik dari geraknya, tarian yaitu putri halus. iringannya, maupun busananya atau gagasan Perkembangan saai ini dalam rias sifat tertentu yang memberi kesan yang khas busana mendapat tataan kembali dari Irawati dan yang didukung oleh teknik tertentu yang Durban sebagai salah satu murid dari Rd. memberikan suatu kekhasan. Tjetje Somantri, yang berpatokan pada interpretasinya beliau, seperti yang terlihat pada gambar 1.2, dan 3. * * *

Daftar Pustaka PENUTUP Berdasarkan hasil analisis dapat Austria, Wina, 2017. Tari Puja Di Sanggar Pusat Bina Tari (PUSBITARI) Irawati Durban disimpulkan sebagai berikut; kreativitas Rd. Kota Bandung. Skripsi Pengkajian Tjetje Somantri dalam tari Puja, mendapat Jurusan Tari Program S1 ISBI:Bandung. sentuhan budaya dari tari Jawa terjadi dalam Cahyono, Agus dkk, 2006. Seni Pertunjukan Arak-arakanDalam Upacara Ritual waktu yang lama. Budaya priyayi kraton Jawa Pugheran di kota Semarang. Laporan dengan konsep alus pada gerak tari Sunda. Ada Penelitian, UNNES : Semarang. Caturwati, Endang, 1992. “ R.Tjetje Somantri hubungan yang terjadi dua budaya tersebut (1892-1963) Tokoh Pembaharu Tari yaitu adanya kerjasama atau kontak antara Sunda”. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada (UGM) Etnis Jawa dan Etnis Sunda, dan kompetisi Yogyakarta. yaitu kegigihan dalam untuk menciptakan ------,2000, Tari Ditatar Sunda. Bandung: Sunan Ambu Press. karya-karya. Tari Sunda mengambil dan Hamid, Abu, 1989. Wawasan Metodologi menyerap budaya priyayi/menak Jawa Tengah Penelitian. Program Pascasarjana Hasanudin Ujung Pandang. dengan konsep alus-nya. Konsep alus yang Holt, Claire, 2000. Melacak Jejak Seni di terjadi karena etnis yang berbeda, hasilnya Indonesia. Terjemahan Soedarsono .Bandung:Art –Line. bukanlah Tari Jawa bergaya Sunda, tetapi Irawati, 1998. Perkembangan Tari merupakan tarian yang memiliki rasa Sunda. Sunda; Melacak Jejak Tb. Oemay Martakusumah dan Rd.Tjetje Somantri, Tari Puja Gaya R.Tjetje Somantri Masyarakat Seni Pertunjukan memadukan dua budaya (tari Sunda-Jawa) Indonesia, Bandung.

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020 Ai Mulyani, Riyana Rosilawati 86 ------, (2007).Tari Sunda Tahun 1880-1990, Bandung: Pusbitari Press. Jaqueline Smith.1985. Komposisi Tari. Yogyakarta : Kalasi. Narawati, Tati. 2003. Wajah Tari Sunda Dari Masa ke Masa. Bandung:P4ST UPI. Risyani, 2005. Inspirasi Kreatif Enoch Atmadibrata Dalam Penataan Tari Cendrawasih. Jurnal Panggung Vol. 18 No. 2.ISBI, Bandung. Sedyawati, Edy. 2003. Warisan Budaya Tah Benda Masalahnya Kini Di Indonesia, Depok; PusatPenelitian Masyarakat dan Budaya; Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. Soedarsono, R M. (1999). Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. Penerbit Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Soeryatmi, 2012. Dampak Akulturasi Budaya Pada Kesenian (menggali kekayaan bentuk dan makna seni Rakyat). Jurnal Panggung Vol. 22 No.1.ISBI, Bandung.

Nara Sumber: 1. Irawati D. Ardjo 76 tahun (Pimpinan PUSBITARI Dance Company). 2. Ivo Hanyanti 48 tahun (Pelatih Di Sanggar PUSBITARI).

Jurnal Panggung V 30/N1/01/2020