Perjanjian No III/LPPM/2016-02/17-PM

PENERAPAN TEKNOLOGI PENGEMASAN VAKUM UNTUK PENGAWETAN PRODUK IKAN DESA CUKANGGENTENG

Disusun Oleh:

Ariestya Arlene Arbita,S.T.,M.T. Jenny Novianti M S,S.T.,M.Sc. Katherine, Ph.D. Hans Kristianto,S.T.,M.T. Dr. Ir. Budi Husodo Bisowarno, M.Eng.

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Universitas Katolik Parahyangan

2016 DAFTAR ISI

COVER DALAM ...... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ...... 2 ABSTRAK ...... 3 BAB 1 ...... 4 BAB 2 ...... 6 BAB 3 ...... 7 BAB 4 ...... 14 BAB 5 ...... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ...... 15

ABSTRAK

Program Studi Teknik Kimia sudah mempunyai hubungan baik dengan masyarakat Desa Cukanggenteng yang terletak di Ciwidey, Kabupaten Bandung, melalui pengabdian pelatihan pembuatan pupuk pada tahun 2014, penanaman pohon lindung dan pemasangan filter air skala rumah pada tahun 2015. Desa ini memproduksi pindang ikan sebagai penghasilan tambahan. Berbagai jenis pindang yang dihasilkan di antaranya pindang mojang, pindang bandeng dan pindang ikan mas. Produk pindang ikan yang dihasilkan dijajakan secara berkeliling dan dapat terjual habis setiap harinya. Masalah yang dihadapi adalah produk pindang ikan relatif tidak tahan lama, sehingga pemasarannya terbatas.

Pemindangan ikan sendiri sebetulnya sudah merupakan suatu upaya pengawetan. Akan tetapi tanpa pengemasan yang baik, produk pindang ikan akan cenderung mudah rusak dan tidak tahan lama. Tujuan dari pengabdian ini adalah menerapkan teknologi pengemasan vakum untuk memperpanjang umur simpan produk pindang ikan, dan juga memperkenalkan GMP kepada masyarakat, sehingga produk yang dihasilkan dapat tahan lama.

Kegiatan pengabdian yang akan dilakukan dibagi menjadi dua tahap, yaitu uji coba skala lab dan sosialisasi kepada masyarakat. Uji coba skala lab bertujuan untuk mengetahui kondisi yang tepat untuk pengemasan vakum, serta melihat pengaruh pengemasan terhadap umur simpan produk, sehingga tanggal kadaluarsa produk dapat diketahui. Tahap sosialisasi bertujuan untuk menjelaskan cara pengemasan yang dilakukan, serta memperkenalkan GMP. Sosialisasi akan dilanjutkan dengan evaluasi sebanyak 3 kali yang bertujuan untuk memantau seberapa jauh penerapan teknologi tersebut dan melihat kendala yang dialami oleh masyarakat. Pada tahap selanjutnya, pengembangan produk melalui pengemasan tersebut diharapkan dapat meningkatkan penjualan dan pendapatan masyarakat.

BAB I ANALISIS SITUASI

Desa Cukanggenteng yang terletak di Kecamatan Pasirjambu, Ciwidey, Kabupaten Bandung merupakan daerah yang relatif subur, sehingga sebagian besar mata pencarian penduduknya pada bidang pertanian dan perkebunan. Beberapa hasil bumi di antaranya tomat, singkong, pisang dsb. yang dijual ke pasaran. Selain itu untuk menopang perekonomian, masyarakat juga membuat pindang ikan sebagai penghasilan tambahan. Produksi pindang tersebut pertama kali diperkenalkan melalui pelatihan yang diadakan oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), dan kemudian berhasil terus dikembangkan oleh masyarakat sekitar, sehingga dapat memberikan penghasilan tambahan terutama pada saat bukan musim tanam. Ikan pindang yang dihasilkan terdapat beberapa jenis, berdasarkan jenis ikan yang digunakan, yaitu Pindang Bandeng, Pindang Mojang, Pindang Ikan Mas.

Pemindangan ikan merupakan suatu metode pengawetan dengan kadar garam rendah. Pengolahan pindang secara tradisional dengan menggabungkan penggaraman dan perebusan, sehingga menghasilkan cita rasa yang khas (Margono, Suryati et al. 2000). Dalam proses pemindangan sendiri, ikan dimasak minimal selama 3 jam, bahkan lebih, sehingga dengan penanganan yang baik, ikan pindah meningkatkan umur simpan dari ikan itu sendiri. Peningkatan umur simpan dari ikan pindang diakibatkan oleh (Pandit 2013):

1. Berkurangnya jumlah mikroorganisme selama proses pemasakan 2. Adanya kadar garam tertentu selama pemasakan (biasanya 10%) yang menurunkan nilai aktivitas air dari produk pindang ikan, sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme

Akan tetapi pindang ikan yang dibuat oleh masyarakat Desa Cukanggenteng tidak ditangani dengan baik, terutama pengemasan yang seadanya, sehingga ikan hanya dapat bertahan selama 1 hari. Pengemasan yang digunakan adalah dengan dibungkus menggunakan kertas koran, kemudian dijajakan secara berkeliling dengan menggunakan pikulan. Gambar pengemasan ikan pindang Desa Cukanggenteng disajikan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Ikan pindang Desa Cukanggenteng

BAB 2 PERMASALAHAN MITRA

Produk pindang ikan yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Cukanggenteng tidak dikemas dengan baik, sehingga produk yang dihasilkan tidak memiliki umur simpan (shelf life) yang panjang. Selain itu proses produksi masih dilakukan secara tradisional dan belum memperhatikan prosedur produksi yang baik (good manufacturing practice –GMP) dan Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazzard Analysis Critical Control Point – HACCP).

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi permasalahan pengawetan ikan pindang dengan skala prioritas sebagai berikut:

1. Penanganan produk pindang ikan yang belum memperhatikan GMP. Hal ini dapat berakibat adanya kontaminasi mikroorganisme setelah proses pemindangan, sehingga umur simpan produk menjadi lebih singkat. 2. Pengemasan produk pindang ikan yang masih secara tradisional sehingga produk rentan terkontaminasi mikroorganisme saat dibawa dan dijajakan kepada konsumen yang berkontribusi pada singkatnya umur simpan.

BAB 3 PELAKSANAAN KEGIATAN PENGABDIAN

Kegiatan pengabdian pengawetan ikan pindang Desa Cukanggenteng berlangsung antara bulan Maret sampai Oktober 2016, yang terdiri dari kegiatan survey metode pembuatan ikan, penelitian (uji coba lab), dan sosialisasi/ edukasi masyarakat.

3.1. Survey metode pembuatan ikan pindang

Sebelum melakukan uji coba lab pengawetan ikan pindang dengan pengemasan vakum, tim terlebih dahulu melakukan survey bagaimana carai pembuatan ikan pindang yang dilakukan di Desa Cukanggenteng. Survey dilakukan pada ikan pindang Ibu Mastin, yang dianggap mewakili produk pindang ikan Desa Cukanggenteng. Berdasarkan hasil survey, tim memperoleh metode pembuatan ikan yang digunakan, sehingga untuk uji coba lab, ikan pindang dapat dibuat semirip mungkin dengan kondisi lapangan. Langkah-langkah pembuatan ikan pindang disajikan pada Gambar 3.1.

Ikan Bandeng/ Mojang bersih

Kertas ikan

Penutupan perut ikan

Bawang putih Penghalusan

Penyusunan Lengkuas Pengirisan dalam panci 300 ml Air presto

Daun salam

Garam

Gula Penyusunan ikan baris demi baris sampai terisi Penyedap penuh rasa

Gambar 3.1. Proses pembuatan ikan pindang Bawang putih Penghalusan

Penyusunan pada Lengkuas Pengirisan 300 ml Air bagian atas ikan

Dipresto selama 3 jam Daun salam

Ikan pindang bandeng/mojang

Gambar 3.1. Proses pembuatan ikan pindang (lanjutan)

3.2. Uji coba keawetan produk di lab

Setelah diketahui secara pasti metode pembuatan ikan pindang yang dilakukan, maka dilakukan uji coba keawetan produk, dengan membandingkan produk ikan pindang yang disimpan dalam kertas makanan, sebagaimana penyimpanan yang digunakan oleh warga desa, dan dikemas vakum (Gambar 3.2). Untuk kedua perlakuan, sampel ikan disimpan pada suhu ruang (25-27˚C). Pengamatan yang dilakukan berupa pengamatan visual, dan bau, serta dilakukan analisa total plate count (TPC) untuk mengetahui jumlah koloni bakteri yang ada di dalam produk pangan. Perubahan visual produk ikan pindang mojang dan bandeng disajikan pada Gambar 3.3 dan 3.4. Hasil analisa TPC disajikan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.2. Produk ikan pindang yang dikemas dengan kertas makanan (kiri) dan kemasan vakum (kanan) V-1 V-3 V-5

K-3 K-5

V-7 V-8 V-14

K-7 K-8 K-14

Gambar 3.3. Produk ikan pindang mojang dengan kemasan vakum (V-x) dan kertas (K-x), pada berbagai hari penyimpanan (x) V-1 V-3 V-5

K-3 K-5

V-7 V-8 V-14

K-7 K-8 K-14

Gambar 3.4. Produk ikan pindang bandeng dengan kemasan vakum (V-x) dan kertas (K-x), pada berbagai hari penyimpanan (x)

Berdasarkan pengamatan visual untuk produk ikan pindang mojang dan bandeng yang dikemas dengan kertas, dapat dilihat bahwa sampai penyimpanan hari ke-3, kedua produk masih dalam kondisi baik (tidak berbau, tidak berlendir). Akan tetapi seiring dengan penambahan lama penyimpanan, produk ikan menjadi kurang baik secara visual (hari ke-7), muncul lendir, berbau tidak sedap, dan terjadi perubahan warna (hari ke-8), dan berbau tidak sedap dan muncul hifa jamur yang berwarna kemerahan (hari ke-14). Sementara untuk produk ikan pindang yang dikemas dengan kemasan vakum, tidak nampak terjadi perubahan secara signifikan pada visual atau pun bau dari ikan.

500000 450000 400000 350000 300000 Mojang Kertas 250000 TPC Mojang Vakum 200000 Bandeng Kertas 150000 100000 Bandeng Vakum 50000 0 0 5 10 15 Hari

Gambar 3.5. Hasil analisa TPC terhadap hari penyimpanan

Berdasarkan hasil TPC, dapat dilihat bahwa produk ikan pindang mojang dan bandeng masih dapat dikonsumsi sampai dengan hari ke-7, dimana nilai TPC nya sebesar 6,8×104 dan 5,2×104 untuk mojang dan bandeng. Sementara setelah hari ke-8 nilai TPC lebih besar dari batas maksimum yang diizinkan dalam standard pada Keppres No. 20 tahun 1984 dan Keppres No. 7 tahun 1989, yaitu sebesar 1×105. Sementara itu, pada ikan yang dikemas vakum, sebesar 1×105 dan 8×104 untuk produk ikan pindang mojang dan bandeng. Dapat disimpulkan bahwa produk ikan pindang mojang dan bandeng yang dikemas dengan kertas masih layak konsumsi sampai hari ke-5. Sedangkan penggunan pengemasan vakum dapat memperpanjang umur simpan produk sampai hari ke-14. Hal ini dikarenakan penggunaan kemasan vakum dapat melindungi produk di dalamnya dari lingkungan (Rahman 2007), yaitu menjaga nutrisi produk di dalamnya, dan juga membatasi kontak produk dengan udara, air, aroma, dan cahaya matahari dari luar yang dapat mengubah kualitas produk.

Hasil yang diperoleh dari uji coba ini juga sesuai dengan hasil-hasil yang diperoleh peneliti lain. Penggunaan pengemasan vakum pada produk sate ikan bandeng telah dilakukan oleh Nur (2009). Pengemasan vakum dengan plastik polipropilen berhasil memberikan waktu simpan 6 hari pada temperatur ruang dengan sifat kimia, mikrobiologi, dan organoleptik (Nur 2009). Pengemasan ikan gurame mentah menggunakan teknologi vakum dan atmosfer termodifikasi dapat memberikan umur simpan 12 dan 8 hari pada temperatur 4˚C (Zhang, Li et al. 2015). Kombinasi pengemasan dengan atmosfer termodifikasi dan radiasi UV-C dapat meningkatkan umur simpat ikan trout mentah sampai dua kali lipat, yaitu 11 hari, sementara kombinasi pengemasan vakum dan radiasi UV-C memiliki umur simpan 7 hari pada temperatur 4˚C (Rodrigues, Alvares et al. 2016). Pengemasan vakum dengan penyimpanan pada temperatur 2˚C dapat memberikan umur simpan mencapai 56 hari untuk produk masakan daging dengan pertumbuhan mikroorganisme yang minim (Díaz, Garrido et al. 2010).

3.3. Sosialisasi kepada perajin ikan pindang Desa Cukanggenteng

Setelah diperoleh hasil uji coba umur simpan dengan pengemasan vakum, tim melakukan sosialisasi kepada perajin ikan pindang di Desa Cukanggenteng. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Senin, 17 Oktober 2016. Dalam kegiatan ini, terdapat tiga materi yang disampaikan, yaitu mengenai pengelolaan bisnis yang baik, kemudian produksi pangan yang baik (Good Manufacturing Practices - GMP), dan pemaparan hasil perbandingan pengemasan vakum dan kemasan kertas, serta demonstrasi penggunaan kemasan vakum. Kegiatan ini dihadiri 52 orang perajin ikan pindang Desa Cukanggenteng.

Materi mengenai pengelolaan bisnis disampaikan Dr. Ir. Budi H Bisowarno, MEng (Wakil Rektor Bidang Penelitian, PKM, dan Kerjasama), Dr. Budi menekankan pentingnya akan pencatatan keuangan sebagai modal awal pengelolaan bisnis yang baik. Dr. Budi juga mengajak masyarakat untuk merintis kembali koperasi untuk perajin ikan pindang, selain mengajak warga memikirkan perencanaan bisnis yang baik. Dalam dialog muncul beberapa catatan sebagai berikut:

1. Produk ikan pindang yang dibuat laku jual, dengan kapasitas produksi antara 20 sampai 100 kilogram per batch. Laku jual dalam artian akan habis terjual dalam 1-2 hari setelah diproduksi. 2. Terdapat keterbatasan dalam masalah permodalan, di mana perajin yang baru memulai usaha, berhutang kepada pemasok ikan di Pasar Caringin. 3. Perajin ikan sama sekali belum melakukan pencatatan keuangan, padahal hal tsb cukup penting jika perajin ingin menambah modal melalui pinjaman bank/koperasi. 4. Perajin ikan berusaha secara mandiri, dalam artian pembelian bahan baku dan penjualan produk dilakukan secara mandiri oleh perajin, tidak terorganisir dalam suatu badan usaha atau pun koperasi. Materi kedua disampaikan oleh Jenny N.M. Soetedjo, S.T., M.Sc. (Dosen TK UNPAR) mengenai pentingnya higienitas dalam memproduksi makanan. Penekanan materi diberikan pada higienitas bukan merupakan hal yang sulit, akan tetapi hal yang sangat sederhana untuk diterapkan. Selain itu, pembuatan produk pangan yang higienis menjamin kualitas produk pangan yang baik pula. Beberapa hal yang disampaikan berkaitan GMP adalah sebagai berikut:

1. Pentingnya menjaga kebersihan diri: , cuci, kakus, dan kebiasaan untuk mencuci tangan sebelum mengolah bahan pangan, menggunakan penutup kepala dan masker 2. Menjaga kesegaran bahan baku, selain memperhatikan kebersihan peralatan yang digunakan dalam memproduksi ikan 3. Menyimpan produk dalam wadah yang tertutup, tidak di atas lantai 4. Tidak menggunakan bahan pewarna tekstil dan bahan pengawet yang berbahaya seperti formalin dan boraks 5. Menggunakan kemasan yang aman, tidak menggunakan kertas koran (seperti Gambar 1.1), karena tinta dari koran dapat masuk ke dalam makanan dan tubuh

Bagian terakhir yang disampaikan adalah hasil uji coba yang telah dilakukan, dimana pengemasan vakum terbukti unggul dibandingkan kemasan kertas dalam menjaga kualitas produk ikan pindang. Dalam dialog yang muncul, ada beberapa poin penting yang dapat dicatat:

1. Pengadaan dan pengaturan penggunaan pengemasan vakum oleh seluruh perajin ikan pindang perlu diperhatikan 2. Penggunaan kemasan plastik dianggap sebagai biaya ekstra dalam produksi ikan pindang 3. Proses pengemasan masih dianggap relatif lama dan sulit 4. Produk ikan pindang yang sudah dikemas vakum dapat diberi merk dan dijual dengan harga yang lebih tinggi

BAB 4 HASIL DAN KESIMPULAN

Dari kegiatan pengabdian penerapan pengemasan vakum untuk produk ikan pindang di desa Cukanggenteng, dapat diambil kesimpulan sbb:

1. Produk kemasan vakum dapat mengatasi penyimpanan produk dalam waktu yang lebih lama daripada kemasan makanan biasa. Secara visual dan bau, tidak nampak terjadi perubahan secara signifikan dari ikan yang dikemas vakum sampai dengan hari ke-14. Sementara ikan yang dikemas tanpa vakum hanya dapat bertahan sampai hari ketiga. 2. Berdasarkan hasil TPC, produk ikan yang dikemas vakum masih dapat dikonsumsi sampai hari ketujuh. 3. Dari kegiatan sosialisasi, perajin ikan mengenal adanya teknologi pengawetan yang tidak menggunakan bahan pengawet buatan namun dapat meningkatkan umur simpan produk ikan. 4. Dari kegiatan sosialisasi, perajin ikan memiliki keterbatasan dalam modal dan disarankan untuk membuat catatan keuangan

DAFTAR PUSTAKA

Díaz, P., M. D. Garrido and S. Bañón (2010). "The effects of packaging method (vacuum pouch vs. plastic tray) on spoilage in a cook-chill pork-based dish kept under refrigeration." Meat Science 84: 538-544.

Margono, T., D. Suryati and S. Hartinah (2000). Ikan Pindang Air Garam. KantorDeputiMenegristekBidangPendayagunaandanPemasyarakatanIlmuPengetahuandanTek nologi. : 1-5.

Nur, M. (2009). "Pengaruh Cara Pengemasan, Jenis Bahan Pengemas, dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Organoleptik Sate Bandeng (Chanos chanos)." Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 14, No.1, Maret 2009 14(1): 1-11.

Pandit, I. G. S. (2013). Perbaikan Cara Pengolahan Ikan Pindang, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa: 1-15.

Rahman, M. S. (2007). Handbook of Food Preservation 2nd edition. Boca Raton, CRC PRess.

Rodrigues, B. L., T. d. S. Alvares, G. S. L. Sampaio, C. C. Cabral, J. V. A. Araujo, R. M. Franco, S. B. Mano and C. A. C. Junior (2016). "Influence of vacuum and modified atmosphere packaging in combination with UV-C radiation on the shelf life of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) fillets " Food Control 60: 596-605.

Zhang, Y., Q. Li, D. Li, X. Liu and Y. Luo (2015). "Changes in the microbial communities of air-packaged and vacuum packaged common carp (Cyprinus carpio) stored at 4oC." Food Microbiology 52: 197-204.

LAMPIRAN A PEMBUATAN IKAN PINDANG

Desa cukang genteng merupakan salah satu desa yang memproduksi ikan pindang. Sebagian besar penduduk desa Cukang Genteng memproduksi ikan pindang yang menjadi mata pencaharian mereka. Ikan pindang yang paling banyak diproduksi di desa Cukang Genteng yaitu ikan pindang mojang dan ikan pindang bandeng.

Ikan pindang mojang dan bandeng yang diproduksi dapat mencapai 150 ekor per harinya. Penjualan ikan pindang tersebut dilakukan pada keesokan harinya dengan mengedarkannya ke rumah-rumah dan menitipkannya ke pasar. Pengedaran ikan tersebut hanya dengan menggunakan baskom. Jangkauan produksi ikan pindang mojang dan bandeng yang dititipkan hanya sampai di daerah Ketapang. Harga ikan pindang yang dijual mencapai 6-7 ribu per ekornya.

Proses membuat ikan pindang mojang dan bandeng dimulai dengan membersihkan isi perut pada ikan. Hal ini bertujuan daging ikan menjadi tidak pahit. Setelah dilakukan proses pembuangan isi perut, perut ikan yang telah dibelah dilapisi dengan kertas khusus ikan. Tujuannya agar daging ikan tersebut ketika dipresto tidak menjadi hancur. Beberapa orang banyak yang menggunakan kertas koran sebagai pelapis. Namun, hal ini tidak baik karena tinta pada kertas koran akan luntur dan terserap sehingga menyebabkan keracunan. Hal ini disebabkan oleh masuknya senyawa timbal (Pb) yang larut dalam asam atau inhalasi uap timbal.

Setelah itu, panci presto disiapkan dan semua bahan (daun salam, lengkuas, bawang putih) dimasukkan. Sebelum bawang putih dimasukkan, bawang putih sebanyak 1 siung harus diulek terlebih dahulu dan ditambahkan dengan air secukupnya. 1 siung bawang putih digunakan untuk memindang sekitar 50 ekor ikan. Ikan dengan teratur dimasukkan secara bertahap. Setelah mencapai satu lapisan, maka gula, garam, dan penyedap rasa ditambahkan secukupnya. Setelah itu, ikan dimasukkan sampai mencapai 1 lapisan yang baru. yang sama ditambahkan ke atasnya. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang.

Setelah semua ikan sudah dimasukkan ke dalam panci presto, bagian permukaan atas ikan ditambahkan kembali daun salam dan lengkuas agar bumbunya dapat meresap secara merata. Ikan tersebut dipresto selama 3 jam agar tulang yang terdapat pada ikan benar-benar hancur. Perhitungan waktu 3 jam dimulai setelah air mendidih yang ditandai dengan naiknya tutup (kuncup) pada panci.

Setelah 3 jam, panci presto jangan langsung dibuka, tetapi tekanan yang ada di dalam panci harus dibuka terlebih dahulu supaya uap yang ada didalamnya dapat keluar. Setelah uap yang dihasilkan sudah keluar semua, panci presto dapat dibuka dan ikan pindang siap untuk dikonsumsi.

LAMPIRAN B DOKUMENTASI

Gambar B.1. Para peserta sedang memperhatikan pemaparan materi

Gambar B.2. Serah terima unit pengemas vakum kepada aparat desa

Gambar B.3. Foto bersama dengan para perajin ikan pindang