BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Sejak abad ke-17 sampai menjelang abad ke-20, munculah etnis baru yang disebut “orang Betawi” yang bersumber dari hasil akulturasi beberapa budaya dan lahir dari lunturnya identitas etnis dari sejumlah etnis pendatang yang tinggal di saat ini (dulunya Batavia di masa penjajahan kolonial/VOC). Orang Betawi atau etnis Betawi tidak beda dengan etnis-etnis lain yang ada di , etnis betawi memiliki adat istiadat dan budaya sendiri yang berbeda dengan adat istiadat dan budaya etnis lain. Kehidupan masyarakat Betawi tempo dulu banyak beredar cerita-cerita, baik yang berupa cerita umum, yang bersifat legenda, bersifat dongeng, maupun yang berkenaan dengan nama tempat di Betawi atau Jakarta. Salah satu cerita legenda yang ada dan hidup di masyarakat adalah Nyai (Chaer Abdul. 2012:41-50). Cerita nyata Nyai Dasima hidup sekitar tahun 1813 pada masa penjajahan Kolonialisme Belanda dan sangat terkenal di kalangan masyarakat Betawi karena jalan hidupnya sebagai Nyai atau gundik para penjajah dan pada akhirnya Nyai Dasima bertemu dengan ajalnya dengan cara dibunuh. Cerita Nyai Dasima memiliki dua versi yaitu menurut G. Francis dan menurut S.M. Ardan. Cerita yang dibuat G. Francis yang berjudul Tjerita Dasima terbit pada tahun 1896 dan menjadi salah satu karya sastra awal Indonesia, versi kolonial ini memperlihatkan nada anti-muslim yang pada masanya berarti anti- pribumi, Tokoh-tokoh dalam cerita itu semuanya jelek, kecuali satu orang yang berasal dari kolonialisme Belanda, yaitu tuan Edward William. Kemudian pada tahun 1929, dipopulerkan lagi cerita G.Francis tersebut melalui sebuah Film bisu dan hitam putih yang berjudul Njai Dasima yang di produksi oleh Tan’s Film Company, disutradarai oleh Lie Tek Swie, di perankan oleh orang-orang pribumi dan di putar di bioskop kota-kota besar di Hindia Belanda. Cerita ini pun terus saja tersohor seantero Batavia, Hindia Belanda, Semenanjung Malaya Bahkan Singapura. Karena Tan’s Film Company meraih kesuksesan besar akhirnya

1 mereka membuat kembali Film bisu dan hitam putih kelanjutannya yang berjudul Njai Dasima II dan Pembalasan Nancy pada tahun 1930. Dan pada tahun 1932 Tan’s Film Company membuat Film Njai Dasima yang bersuara yang disutradarai oleh . Kemudian pada tahun 1940, Tjerita Njai Dasima di filmkan kembali oleh Pribumi. Dan ketika telah merdeka, Tjerita Njai Dasima itu pun tidak kehilangan daya tariknya, sekalipun naif dan ini bukan karena cerita itu ditulis Francis, tetapi karena dari panggung bangsawan ke stambul ia diwariskan pada panggung rakyat gaya baru, yaitu lenong, tonil dan sandiwara tanpa dikenal orang siapa Francis itu (Rizal, JJ.2012). Kemudian kisah Nyai Dasima ditulis ulang dan di teliti lagi oleh S.M. Ardan. S.M. Ardan lahir pada tahun 1932, dia adalah seorang sastrawan sekaligus kritikus film yang sering disebut “ensiklopedi berjalan film Indonesia” dan pengamat serta Pembina teater tradisional rakyat Betawi. Ardan tentu mengetahui benar cerita-cerita yang berkembang pada masyarakat Betawi seperti Nyai Dasima, Ardan memang menolak karakterisasi Francis terhadap tokoh-tokoh pada Tjerita Njai Dasima.. Sebab itu, dalam upayanya membongkar dan mengkoreksi hal ini, Ardan memilih memasuki masa-masa awal sastra zaman kolonial Hindia yang memang memulai sejarahnya dengan cerita-cerita nyai. Pada masa itu memang cerita-cerita nyai menjadi motif sastra yang terus menerus mendapat perhatian. Ardan memulai upayanya pada tahun 1960 dengan mengeksplorasi dan membuat versi baru Tjerita Njai Dasima yang dibuat menjadi cerita bersambung dengan judul Nyai Dasima dan dipublikasikan dalam Koran warta berita pada bulan September sampai Oktober tahun 1960. Kemudian pada tahun 1963, Ardan memindahkan naskah cerita Nyai Dasima ke dalam bentuk naskah sandiwara tiga babak dan memakainya sebagai lakon perkumpulan remaja surat kabar mingguan Berita Minggu Kuncup Harapan yang dipentaskan dengan cara keliling. Dan cerita versi Ardan pun cukup mendapat sambutan dari masyarakat maupun pengamat sastra. Hingga pada akhirnya Ardan menerbitkan cerita Nyai Dasima pada tahun 1965. Sejak saat itu banyak pementasan-pementasan teater cerita Nyai Dasima versi S.M. Ardan sampai saat ini. Pada tahun 1970 cerita Nyai Dasima dibuatkan film kembali dengan judul Samiun dan Dasima yang dibuat oleh warga Indonesia, disutradarai oleh Hasmanan dan skenario oleh Misbach Jusa Biran

2 yang memang dekat dengan S.M. Ardan, dasar kisah film ini tidak jauh berbeda dengan kisah yang berasal dari lenong, maupun film yang pernah dibuat sebelumnya. Kemudian cerita Nyai Dasima terakhir dibuat kan Film kembali pada tahun 2006 yang dibuat oleh MD entertainment. Saat ini, eksistensi cerita Nyai Dasima sudah mulai berkurang dan harus menghadapi tantangan untuk tetap ada dan berkembang dimasyarakat, legenda tersebut sudah mulai kalah saing dengan cerita-cerita rakyat yang lain di Indonesia dan cerita-cerita luar negeri, padahal jika diteliti kembali, Nyai Dasima sudah memiliki umur yang sangat tua di Indonesia, bisa dilihat bahwa cerita Nyai Dasima ada diperkirakan pada tahun 1813. Kemudian di industri film Indonesia cerita Nyai Dasima termasuk 7 film pertama yang diproduksi dan diputar diberbagai bioskop di Hindia Belanda. Dewasa ini orang-orang Jakarta khususnya generasi muda Jakarta sudah mulai melupakan dan kurangnya pengetahuan akan legenda-legenda yang pernah hidup di masyarakat betawi dan Jakarta. Hilangnya kepopuleran cerita Nyai Dasima bisa dikarenakan ceritanya yang memang agak kompleks karena membahas tentang cinta segitiga, poligami, kegilaan harta, dsb, sehingga pesan moral yang bisa diambil harus melalui proses berfikir dahulu dan jika tidak dipaham dengan benar maka cerita Nyai Dasima bisa dibilang cerita yang bersifat negatif dengan sifat karakter dari setiap tokoh yang cenderung negatif. Bisa dikarenakan juga remaja Jakarta yang lebih menyukai cerita-cerita fiksi dalam negeri dan luar negri. Sehingga cerita Nyai Dasima menghadapi tantangan untuk berinovasi terutama dalam cara penyajian ceritanya. Selain itu tantangan tersebut muncul karena derasnya arus informasi dan zaman globalisasi yang membuat persaingan cerita rakyat yang ada di Indonesia dengan cerita luar negeri menjadi begitu ketat, hal ini bisa menyebabkan para generasi muda lupa akan cerita-cerita dari budaya yang dekat dengan mereka. Menurut Sapardi Djoko Damono (dalam Lutfianda, Alvin, 2014) guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, dongeng atau cerita rakyat yang tidak diubah akan ditinggalkan atau terkubur. Menurutnya, tradisi adalah sebuah proses, dan cara mempertahankan tradisi sastra adalah dengan mengembangkan kreativitas. Masa-masa remaja adalah masa yang paling indah. Masa berpetualang dan pencarian jati diri. Di masa-masa ini, banyak sekali hal yang ingin dicoba. Karena

3 menurut mereka, hidup cuma sekali dan masa-masa remaja mereka tak akan pernah terulang untuk kedua kalinya. Namun, di masa-masa pubertas ini, kondisi psikologis mereka bisa dikatakan masih sangat labil. Jika salah dalam pergaulan, mereka bisa terjerumus dalam dunia yang salah. Mereka masih perlu bimbingan dan panutan dari figur yang paling berpengaruh, Di era digital ini, banyak sekali media, khususnya televisi yang menyiarkan acara-acara hiburan yang tidak mendidik. Banyak sekali sinetron dan film yang mengisahkan kisah cinta anak sekolah dengan kehidupan yang bermacam-macam. Namun nyatanya, tontonan ini justru sangat digandrungi oleh remaja, bahkan juga anak-anak yang semestinya belum mengerti apa itu cinta dan apa itu pacaran. Itulah yang membuat fenomena pacaran di kalangan remaja sudah dianggap sangat wajar dan lumrah. Bahkan, akan dianggap sangat aneh jika belum pernah memiliki pacar sama sekali dan akan dikatakan tidak normal, tidak laku, atau bahkan tidak gaul. Norma-norma agama pun seakan sudah tak dihiraukan lagi. Maka tak heran jika jaman sekarang ini sudah seringkali terdengar kasus pelajar hamil diluar nikah, melahirkan di usia dini, perselingkuhan yang menimbulkan pembunuhan, diputuskan pacar hingga bunuh diri, dsb. Remaja-remaja memang butuh bimbingan, pendekatan dan pendidikan agama agar mereka tumbuh menjadi generasi yang tak hanya pandai dalam ilmu pengetahuan, tapi juga generasi yang memiliki iman yang kuat. Pendekatan dan pendidikan remaja bisa menggunakan aspek budaya, khususnya remaja Jakarta yang memiliki kebudayaan Betawi. Dari fenomena tersebut, penulis ingin mengadaptasi cerita Nyai Dasima dan direkonstruksi kembali menjadi modern dengan harapan bisa menjadi pedoman bagi para remaja khususnya remaja perempuan dan menjadi cerita yang memiliki nilai-nilai positif dan pesan moral yang banyak.

Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan upaya penghimbauan, pendekatan dan pendidikan terhadap remaja khususnya di jakarta, yaitu perancangan media bercerita yang berguna meningkatkan kesadaran dan menghimbau para remaja untuk menjadi remaja yang memiliki kepribadian positif sekaligus menjaga kelestarian budaya mengenai cerita Nyai Dasima

4 1.2. Permasalahan.

1.2.1. Identifikasi Masalah a. Cerita Nyai Dasima menghadapi tantangan untuk tumbuh dan berkembang di masyarakat Jakarta, agar bisa menjadi tokoh penuntun kebudayaan. b. Cerita Nyai Dasima yang terlalu kompleks dan cenderung dinilai negatif karena berkisah tentang cinta segitiga, poligami, gila akan harta,dsb. c. Moral remaja yang mengkhawatirkan khususnya remaja wanita.

1.2.1. Rumusan masalah Masalah yang dihadapi adalah cerita Nyai Dasima yang tidak tumbuh dan tidak berkembang di masyarakat Jabodetabek khususnya generasi muda Jakarta, sehingga menimbulkan para remaja kurang mengenal dan tidak mengetahui cerita Nyai Dasima dengan detail. Remaja cenderung bosan dan malas jika belajar mengenai sejarah, cerita yang kompleks membuat para pembacanya harus melalui proses berfikir dahulu. Hal ini menyebabkan cerita Nyai Dasima berkurangnya kepopuleran di tanah kelahirannya sendiri. Remaja memiliki sifat yang tidak ingin ketinggalan zaman dan ingin selalu terlihat up to date. Di era digital ini, banyak sekali media-media hiburan yang tidak mendidik, sehingga moral remaja saat ini sungguh mengkhawatirkan, maka dari itu masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi yang tepat untuk mengembangkan cerita Nyai Dasima dari segi konten cerita dan medianya, serta merancang media bercerita bagi generasi muda Jakarta yang sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi agar cerita Nyai Dasima bisa menjadi media pembelajaran yang berisi pesan- pesan moral yang baik untuk generasi muda Jakarta khusunya wanita?

1.3. Ruang Lingkup Cerita Nyai Dasima sebagai warisan budaya masyarakat betawi memang patut di lestarikan, karena generasi muda Jakarta saat ini kurang mengetahui pentingnya melestarikan budaya apalagi budaya yang berbentuk cerita rakyat yang beredar dari mulut ke mulut dan sangat rawan untuk dilupakan. Maka dari itulah diharapkan komik ini dapat menjadi penggerak dan membantu masyarakat khususnya generasi muda Jakarta untuk mengetahui sejarah cerita Nyai Dasima. Diharapkan juga cerita Nyai Dasima ini berkembang dengan lebih baik dan

5 dengan suatu bentuk yang baru dan unik dari konten cerita dan medianya. Untuk itu pembuatan komik ini akan dibuat berdasarkan cerita Nyai Dasima versi penulis sendiri dengan dipadukan fenomena-fenomena remaja saat ini dan dibatasi pada perancangan media bercerita cerita Nyai Dasima di kota Jakarta, dengan target audience sebagai berikut: - Jenis Kelamin : Laki – laki dan perempuan - Usia : 15 s/d 21 tahun - Psikografis : Modern - Geografis : Kota Jakarta

1.4. Tujuan Perancangan Tujuan perancangan yaitu sebagai : - Memberikan edukasi kepada remaja Jakarta khususnya wanita melalui aspek budaya yaitu melalui cerita Nyai Dasima yang diadaptasi dengan keadaan sekarang. - Memunculkan kembali eksistensi cerita Nyai Dasima di masyarakat Jakarta dan secara tidak langsung membujuk pembaca untuk mengetahui sejarah Nyai Dasima. - Mengolah kembali ilustrasi dan media menjadi tampilan yang baru.

1.5. Manfaat Perancangan 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Bertujuan untuk memperkaya Ilmu dalam dunia sastra, komik, dan Desain Komunikasi Visual pada umumnya dengan gaya dan bentuk desain.

2. Bagi Pihak Terkait Diharapkan dengan perancangan ini dapat menjadi pergerakan yang menumbuhkan kesadaran akan pentingnya melestarikan cerita-cerita legenda Betawi dan bisa mendapatkan pesan moral yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

6 3. Bagi Masyarakat Memiliki kepekaan terhadap budaya yang makin lama makin terkikis oleh urbanisasi dan globalisasi dan kesadaran dalam pelestarian budaya. Menyadari pentingnya Cerita Legenda dalam sebuah budaya karena Cerita Legenda merupakan sebuah cerita sekaligus sejarah yang dapat diambil hal-hal positif bagi kehidupan kita.

1.6. Metode Perancangan Metode penelitian yang akan digunakan adalah kualitatif. Menurut John W. Creswell (2012 : 13), kualitatif merupakan metode – metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.

Tujuan dari metode ini adalah untuk pengolahan data yang di dapatkan dengan cara sebagai berikut :

a. Studi Literatur, media audio visual tentang cerita Nyai Dasima dengan judul Samiun dan Dasima yang disutradarai oleh Hasmanan dengan menggunakan scenario yang dibuat oleh Misbach Jusa Biran pada tahun 1970. b. Studi Kepustakaan, dengan mempelajari data-data yang dikumpulkan dari buku-buku tentang penulisan karya ilmiah, media cetak tentang budaya Betawi, cerita Nyai Dasima versi G. Francis dan S.M. Ardan, dan Skenario film Samiun dan Dasima. c. Wawancara, dengan pihak Lembaga Kebudayaan Betawi, Sejarawan, dan Masyarakat Jakarta. d. Kuesioner, kepada masyarakat Jakarta dan sekitarnya. e. Observasi, mengenai perilaku remaja Jakarta berumur 15 sampai 21 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

7 1.7. Kerangka Perancangan

Skema 1.1 Kerangka Perancangan

8 1.8. Pembabakan Dalam penulisan, dibutuhkan gambaran singkat tiap bab agar perancangan identitas yang ditulis lebih terperinci dan memudahkan dalam menguraikan masing-masing bab. Bab – bab tersebut adalah : a. Bab I Pendahuluan

Berisikan latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan perancangan, cara pengumpulan data dan analisi, dan kerangka perancangan. b. Bab II Dasar Pemikiran

Bersikan penjelasan dasar pemikiran dari teori teori yang relevan untuk digunakan sebagai pijakan untuk merancang. c. Bab III Data dan Analisis

Berisikan data narasumber, data perancangan, data khalayak sasaran, data hasil wawancara, observasi. d. Bab IV Konsep dan Hasil Perancangan

Berisikan konsep pesan (ide besar), konsep kreatif (pendekatan), konsep media, konsep visual, proses perancangan, dan hasil perancangan dari sketsa hingga penerapan visual pada media. e. Bab V Penutup

Berisikan kesimpulan dan saran

9