CO-BRANDING ONLINE FOOD DELIVERY: THE TRANSFORMATION OF LOCAL CULINARY TOURISM BUSINESS MODEL IN

Eska Nia Sarinastiti1* dan Nabilla Kusuma Vardhani2 1Prodi Pariwisata, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2Prodi Bahasa Inggris, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia E-mail : [email protected], [email protected]

ABSTRACT The aim of this research is examining the implementation of co-branding by the food delivery service and its influence on the local culinary tourism business model of Yogyakarta. This research uses qualitative research with an exploratory study. Data collection was conducted through semi-structured interviews with 13 owners of Yogyakarta’s local culinary. The results showed that co-branding was carried out jointly with GoFoodPartner, but if it was not incorporated into GoFoodPartner co-branding was carried out directly between GoFood and the culinary business management. As for GrabFood, co-branding is done partially to businesses that are not part of their official cooperation partners. The culinary tourism business model has been changing by online food delivery service providers. The change is they have not only done business to consumer (B2C) but then also develop its business model into Business to Business (B2B) and Business to Business to Consumer (B2B2C). It changes the business model of culinary tourism developed into a food tourism business model.

Keywords : Co-Branding, Online Food Delivery, Business Model, Culinary Tourism, Yogyakarta

CO-BRANDING ONLINE FOOD DELIVERY: PERUBAHAN MODEL BISNIS WISATA KULINER LOKAL KHAS YOGYAKARTA

ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang implementasi co-branding oleh layanan food delivery tersebut dan pengaruhnya pada model bisnis wisata kuliner lokal khas Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode eksploratory. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara semi-terstruktur dengan 13 pelaku usaha wisata kuliner lokal khas Yogyakarta didukung observasi serta dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa co-branding dilakukan secara bersama-sama antara GoFood dan pelaku usaha wisata kuliner yang tergabung dalam GoFoodPartner, akan tetapi jika tidak tergabung dengan GoFoodPartner co-branding dilakukan secara terpisah antara GoFood dan pelaku usaha wisata kuliner. Sementara untuk GrabFood juga demikian, co-branding dilakukan secara partial untuk pelaku usaha wisata yang bukan masuk dalam mitra kerjasamanya. Model bisnis wisata kuliner yang dilakukan terdapat perubahan dengan adanya layanan online food delivery. Perubahan tersebut terdapat pada tidak hanya business to consumer (B2C), akan tetapi model bisnisnya berkembang juga menjadi Business to Business (B2B) dan Business to Business to Consumer (B2B2C). Perubahan model bisnis tersebut mendorong perkembangan model bisnis culinary tourism menjadi model bisnis food tourism.

Kata kunci: Co-Branding, Online Food Delivery, Model Bisnis, Wisata Kuliner, Yogyakarta

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 177 Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

PENDAHULUAN Food lebih popular dibandingkan layanan ride- Kementerian Pariwisata menetapkan empat hailing-nya dimana wisatawan kota di Indonesia sebagai Destinasi Wisata menggunakannya untuk mencoba berbagai Kuliner Nasional. Penetapannya dilakukan makanan lokal. (Suzuki, 2017). Sementara itu, berdasarkan enam kelayakan, yakni produk dan GrabFood sudah memiliki jumlah lebih dari daya tarik utama, pengemasan produk 30.000 merchant (Widiartanto, 2018) Kuliner dan event, kelayakan pelayanan, kelayakan lokal menjadi lahan bisnis yang potensial bagi lingkungan, kelayakan bisnis, dan peran penyedia layanan online food delivery yang pemerintah dalam pengembangan destinasi ditujukan untuk kalangan wisatawan. Online wisata kuliner. Kota yang ditetapkan sebagai food delivery memang lebih menarik bagi destinasi wisata kuliner tersebut adalah Bali, bisnis tempat makan skala kecil yang memang Bandung, Yogyakarta, dan Solo (Lisnawati, tidak memiliki kapasitas untuk memiliki 2017; Megawati, 2017). Wisata kuliner adalah layanan pengiriman sendiri pada fungsi bisnis kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan mereka. (Se-Kwong, 2017) tersebut yang dilakukan secara sukarela serta Pasar kuliner lokal menyajikan bersifat sementara untuk menikmati makanan kebutuhan wisatawan yang datang karena bagi atau minuman (Maulana dan Prasetia, 2015). mereka makanan lokal menyediakan liburan Wisata kuliner didefinisikan secara luas pada destinasi wisata heritage yang tidak sebagai tujuan pengalaman menyantap tampak. Khususnya hal ini untuk wiatawan makanan minuman yang unik dan memorable, yang ingin mendapatkan pengetahuan secara menyediakan cara menghubungkan sistem lebih dalam tentang hidangan lokal dan budaya makanan lokal dengan pengalaman wisatawan daerah (Hjalager, Yurstseven & Kaya, dalam (Green & Dougherty, 2008:150). Dengan Björk, & Kauppinen-Räisänen, 2014) demikian, wisata kuliner identik dengan Kerjasama mitra tersebut mendorong makanan lokal yang menjadi ciri khas suatu terciptanya Co-branding. Co-branding adalah daerah. pemasaran yang mengunakan beragam nama Salah satu kota yang ditetapkan brand dalam satu produk yang bisa dilihat sebagai destinasi wisata kuliner nasional adalah sebagai aliansi strategi antara dua pihak yang Yogyakarta. Yogyakarta memang terkenal membantu satu sama lain dalam mencapai dengan kuliner khas lokalnya seperti , tujuan masing-masing pihak yang beraliansi Sate Klatak, Jowo, Oseng-oseng (Lun-Chang, 2009). Tujuan dari co-branding Mercon, Ayam Ingkung, dan Mie Lethek. adalah memperkuat brand positioning kedua Teknologi pada dunia usaha kuliner pun merek (Wason dan Charlton, 2015). berkembang. Perkembangan tersebut terlihat Jika dilihat karakteristik wisata kuliner dengan kehadiran beragam layanan e- adalah kegiatan wisata yang dilakukan commerce dalam bentuk jasa antar makanan wisatawan dengan langsung mengunjungi secara online seperti GoFood dan GrabFood. destinasi kulinernya. Namun, dengan adanya Kedua layanan tersebut pun hadir di wilayah layanan online food delivery membuat Yogyakarta. wisatawan hanya menikmati makanannya tanpa Para pengusaha UMKM seperti kuliner dengan suasana rumah makannya. Meskipun bisa memiliki layanan delivery order tanpa terdapat platform internet baru yang menarik harus mempersiapkan armada dan tenaga kerja banyak investasi dan nilai yang tinggi, akan (Utama, 2016). Layanan tersebut menawarkan tetapi para pelaku usaha masih minim program kerjasama mitra bagi pelaku usaha pengetahuan tentang dinamika pasar, potensi wisata kuliner. Tercatat GoFood sudah pertumbuhan atau keberadaan perilaku memiliki lebih dari 125.000 partner di customer (customer behavior). (Hirschberg, Indonesia (Gojek.com, 2018) Go-Food Rajko, Schumacher, dan Wrulich, 2016). Oleh memiliki strategi pertumbuhan yang tersedia karena itu, perlu adanya kajian tentang hingga di 50 kota di Indonesia dan di beberapa implementasi co-branding layanan online food destinasi popular seperti Bali dan Lombok Go- delivery dengan para pelaku usaha wisata dan

178 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

pengaruhnya terhadap model bisnis wisata lainnya. (Chang, 2009) Co-branding mampu kuliner lokal khas Yogyakarta. membawa customer baru pada produk, Berkaitan dengan kajian online food merefresh brand image, meningkatkan market delivery dan co-branding terdapat beberapa share atau mengembangkan teknologi penelitian sebelumnya diantaranya dilakukan perusahaan melalui bertukar perngetahuan oleh Fahri (2017) yang meneliti tentang tentang teknologi. Co-branding juga strategi marketing public relations Go-Food meerupakan metode untuk meminimalisir dalam Pembentukan Citra Perusahaan di Kota biaya. (Grebosz, 2012:824). Pada pelaksanaan Surabaya. Kedua oleh Iriani (2018) tentang co-branding tidak sepenuhnya mereka analisis dampak layanan GoFood terhadap mengadopssi strategi dengan memasang logo di omzet penjualan rumah makan di Kota masing-masing perusahaan yang bergabung, Bandung. Penelitian terdahulu lebih fokus pada akan tetapi cukup untuk menunjukkan pada branding dan peningkatan pendapatan dari publik bahwa mereka bekerjasama. (Kotler dan digunakannya aplikasi online layanan food Pfoertsch, 2006). delivery, dan pembuatan media promosi. Satu brand yang bergabung berharap Sebenarnya terdapat beberapa penelitian dengan adanya brand lain akan memperkuat tentang co-branding yang dilakukan oleh preferensi atau minat pembelian. Produk yang akademisi luar akan tetapi belum ada penelitian dikemas dengan adanya co-branding yang menghubungkannya dengan wisata diharapkan mampu menjangkau audiens baru. kuliner. Selain itu juga untuk wilayah (Kotler, 2002:196). Co-branding merupakan Yogyakarta terkait layanan pengantaran ada strategi aliansi brand dimana dua brand atau penelitian yang dilakukan oleh Fauji (2017) lebih secara bersamaan disajikan pada yang meneliti tentang pengaruh kualitas konsumen. Terdapat berbagai kegiatan co- pelayanan dan nilai pelanggan terhadap branding di pasar, mulai dari mengiklankan kepuasan konsumen Go-Jek. Namun, studi beberapa brand dalam satu iklan hingga pada kasusnya dilakukan secara spesifik pada produk brand gabungan kedua perusahaan. konsumen Go-Jek pengguna layanan Go-Ride Brand image dapat diperkuat dengan meminjam di Kota Yogyakarta. Berdasarkan studi perfomansi brand partner-nya yang lebih tinggi penelitian terdahulu tersebut dapat disimpulkan (Geylani, Hofstede, and Inman, 2005) bahwa belum terdapat penelitian terkait Co-branding terdiri dari dua jenis implementasi co-branding layanan online food operasional, yakni joint-venture atau merger. delivery dengan pelaku usaha wisata kuliner Co-branding position matrix, beragam jenis lokal khas Yogyakarta dan pengaruhnya posisi diantara dua perusahan menciptakan terhadap model bisnis wisata kuliner lokal pilihan pada empat posisi umum untuk Yogyakarta. Penelitian ini memiliki beberapa meletakan brand merger yang mencakup tujuan diantaranya: Coalition, Coordination, Collaboration, dan 1. Analisis implementasi co-branding layanan Cooperation. Keempatnya juga dipengaruhi online food delivery dengan pelaku usaha oleh dua dimensi yang mencakup co-branding wisata kuliner lokal khas Yogyakarta. type dan co-branding level. Co-branding type 2. Analisis model bisnis wisata kuliner lokal berkaitan dengan bentuk operational berkaitan Yogyakarta sebelum muncul layanan online dengan situasi co-branding sebagai contoh food delivery dan setelah kemunculan merger (perusahaan A bergabung dengan layanan online food delivery. perusahaan B) dan joint venture (A dan B melakukan investasi secara kolektif). TINJAUAN PUSTAKA Sebaliknya, co-branding level terkait dengan Co-branding proses co-branding yang terjadi hanya pada sebuah departemen (Departemen A sesuai Co-branding merupakan teknik yang dengan Departemen B) atau terkait keseluruhan semakin popular untuk mentransfer hubungan bagian perusahaan (Perusahaan A sesuai positif antara satu produk dengan produk dengan Perusahaan B) (Chang, 2009)

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 179 Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

Coalition, dua perusahaan yang complementary competence co-branding. Oleh bergabung menjadi satu perusahaan dengan karena itu, setiap tahapan menunjukkan dual brand name. Nama brand pertama biasanya keberhasilan pencapaian tahapan bagi individu. lebih dominan dibandingkan brand koalisinya. Coalition berpotensi integrasi sumber daya antar dua perusahaan, memperkuat brand image, mempertahankan market share, dan meningkatkan visibilitas co-brand yang baru. Coordination, coordination memungkinkan dua departemen dari perusahaan yang berbeda berdabung menjadi satu departemen dalam satu perusahaan dengan dual brand name. Nama brand dari co-brand biasanya mendominasi Gambar 3: Joint Value Creation Model oleh brand yang dimerger. Koordinasi Boad & Blacket memungkinkan mengharmonisasikan resources Sumber: Dikutip dalam Fenger, Louise and Carl, dua departemen dan membuat perusahaan 2010 menjadi kompetitif. Collaboration, kolaborasi ditujukan dengan satu perusahaan bekerjasama Knowledge co-branding, merupakan dengan perusahaan lain dalam pola tipe joint bentuk co-branding yang paling lemah karena venture dan level enterprise. Kolabroasi model ini tidak membutuhkan banyak investasi memungkinkan dua perusahaan untuk berbagi keuangan. Tujuan dari model ini adalah secara resources, tacit knowledge (pengetahuan diam- cepat dan mudah mempertahankan kesadaran diam), dan mengetahui bagaimana meluruskan dan tingkat exposure melalui hubungan dengan dengan tujuan kolaborasi. Kolaborasi bukan target partner dan kelompok customernya. hanya meningkat jumlah market share, tapi juga Model ini dalam pola operasional tidak mengurangi biaya dua perusahaan. membutuhkan kontrak jangka panjang. Model Cooperation, cooperation ditunjukkan pada ini lebih pada pendekatan ad hoc hanya untuk tindakan kerjasama dengan pola tipe join kebutuhan khusus yang mendesak dan harus venture dan level departemen. Cooperation disegerakan. (Fenger, Louise and Carl, 2010) memungkinkan dua perusahaan saling Values Endorsement Co-branding, membantu satu sama lain dan mengoperasikan merupakan model yang pada intinya adalah satu perusahaan. Kedua perusahaan berusaha peada penguatan brand values, position dan untuk berkontribusi pada keuntungan mereka associations. Esensi dari model ini adalah masing-masing dan membantu membangun diharapkan brand yang berpartisipasi reputasi yang baik untuk perusahaan baru. didalamnya mampu saling mentransfer Cooperation mendorong satu perusahaan untuk proposisi brand value antar anggota brand yang memperkuat kelemahan perusahaan lain yang bergabung. Satu brand yang bergabung yang menjadi partnernya. (Chang, 2009). telah memiliki brand image yang positif mampu untuk membentuk brand image yang Menurut Boad dan Blackett (dalam positif juga terhadap brand partnernya. (Fenger, Fenger, Louise and Carl, 2010) tingkatan joint Louise and Carl, 2010) value creation akan meningkat bersamaan Ingredient Co-branding merupakan dengan tipe co-branding kedua perusahaan yang model yang banyak dipilih dengan adanya mereka pilih. Istilah “joint value creation” promosi untuk brand partner yang komptetitif merupakan nilai tambahan pada ekuitas mereka melalui penggabungan brand values yang ingin yang berasal dari sinergi yang diperoleh sebagai dismapaikan dalam bentuk satu produk baru hasil dari aliansi merek. Model joint value gabungan keduanya. Model co-branding ini creation ini terdiri dari tahap-tahap yakni memperkuat dan dan membedakan brand knowledge co-branding, values-endorsement dengan kompetitornya dan mampu co-branding, ingredient co-branding, dan mempengaruhi brand value. (Fenger, Louise

180 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

and Carl, 2010) Food Delivery" (Hirschberg, Rajko, Complementary Competence Co- Schumacher, dan Wrulich, 2016). Tipe pertama branding menjadi level tertinggi dan terkuat adalah aggregators. Kedua adalah new delivery dalam tipe co-branding. Model ini pada tahap yang muncul pada tahun 2013. Keduanya brand saling melengkapi satu sama lain dalam memperbolehkan consumers untuk membentuk nilai dan kompetensi. Tujuan dari memebdakan menu, melihat dan memposting model ini adalah didasarkan pada review, dan memesan makanan dari beragam pengembangan produk atau jasa yang menjadi restaurant dengan satu klik. Agregator superior terhadap produk yang diproduksi oleh merupakan kategori pengantaran traditional perusahaan secara individu yang menyiratkan yang hanya mengambil pesanan dari customer value creation yang sinergis. Perusahaan dan mengarahkan mereka ke restaurant tersebut masing-masing setuju untuk terus menyediakan untuk pihak delivery yang dimiliki restaurant expertise dan pengetahuan, baik yang tangible mengantarkan makanan. Sebaliknya, pada maupun intangible aliansi ini tetap pemain “new delivery” membangun jaringan berjalan. (Fenger, Louise and Carl, 2010) logistic mereka sendiri, menyediakan Menurut Chang (2009), faktor-faktor pengantaran untuk tempat-tempat makan yang yang mempengaruhi keberhasilan co-branding tidak memiliki driver sendiri. terdiri dari aspek legal, ekonomi, dan budaya. Aggregator mengumpulkan margin dari Aspek legal berkaitan dengan isu pesanan yang dibayar oleh tempat makan ketidakpercayaan yang bisa mendorong adanya tersebut dan mereka sendiri juga yang ketidakseimbangan dalam pasar sehingga isu mengelola pengantaran sehingga tidak ada tersebut dalam co-branding harus diatasi secara biaya tambahan pada konsumen. New Delivery, hati-hati dan secara rinci. Aspek ekonomi tipe ini sama dengan aggregators, menjadi hal yang penting untuk memperbolehkan konsumen untuk mempertimbangkan transition cost untuk dua membandingkan penawaran dan memesan perusahaan berhasil dalam co-branding-nya. makanan dari sekelompok tempat makan Aspek budaya menjadi aspek yang penting melalui satu website atau aplikasi. Krusialnya, untuk co-branding pada dua perusahaan yang para pemain dalam kategori ini menyediakan berasal dari Negara yang berbeda. Budaya logistic untuk tempat makan tersebut, yang masing-maisng perusahaan berpengaruh dalam memungkinkan mereka untuk membuka menentukan strategi co-branding yang segment baru dari pasar tempat makan tersebut digunakan agar tepat sasaran. pada home delivery, yang restaurant kelas atas secara traditional belum memiliki fasilitas Online Food Delivery tersebut. Untuk layanan online ini customer Layanan online food delivery adalah ditarik sedikit biaya untuk pengiriman. sebuah layanan online-to-offline (O2O). (Hirschberg, Rajko, Schumacher, dan Wrulich, Platforms layanan online food delivery 2016). memiliki banyak restoran, melayani dan menghubungkan antara restoran dengan Culinary Tourism and Food Tourism konsumen. Partner restoring tersebut Culinary tourism didefinisikan menampilkan menu-menu restoran tersebut pengalaman pariwisata dimana seseorang pada aplikasi mereka untuk lebih menarik minat mempelajari, menghargai dan mengkonsumsi konsumen, dan konsumen bisa memesan makanan dan minuman yang menggambarkan makanan secara online dan mengirimkannya masakan nasional atau regional, heritage, pada lokasi yang telah ditentukan dalam waktu culture, tradisi atau teknik kuliner. Definisi yang singkat. (Lan, Ya, & Shuhua, 2016). tersebut menekan pengalaman wisatawan pada makanan lokal. (Ontario Culinary Tourism Terdapat dua jenis layanan pengantaran Alliance Official Website, 2018). Culinary makanan secara online menurut hasil penelitian tourism menekankan keunikan makanan dan McKinsey dalam "The Changing Market for hidangan dari budaya daerah suatu wilayah.

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 181 Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

(Green & Dougherty, 2008:148) Pertama. Sebuah hasrat bagi orang-orang menemukan darimana makanan mereka datang Culinary tourism merupakan cara dan kedua adalah untuk menemukan makanan menikmati makanan secara sengaja dan baru dan persiapan makanan mereka. Semakin berusaha mengeksplore makanan tersebut mulai banyak konsumen sekarang bukan hanya ingin dari consumption, preparation, dan presentation tahu dari mana makanan mereka datang akan menu makanan, bahan masakan, sistem tetapi mereka ingin mengunjungi sumber dan makanan, atau gaya makan yang masuk dalam merasakan makanan baru ketika mereka sistem culinary. Definisi tersebut menegaskan berwisata. seorang wisatawan merupakan agen yang aktif membangun makna dalam perjalanan wisata Model Bisnis E-Tourism mereka. (Lucy, 2004: 20-21) Culinary tourism menyediakan dasar untuk membedakan antar Model bisnis didefinisikan sebagai alat wisatawan, yakni untuk konsumsi makanan atau metode perusahaan yang digunakan untuk menjadi bagian yang tidak bisa ditingalkan mendorong pendapatan atau keuntungan dan dalam keseluruhan pengalaman wisata dan memenuhi kebutuhan customer atau pilihan destinasi dipengaruhi paling banyak consumernya (Radovilsky, 2015). Model bisnis oleh makanan dan pemenuhan pengalaman new-delivery (the new-delivery business model) kuliner yang diharapkan. Dengan demikian, menawarkan keuntungan sekaligus kerugian dalam pembuatan produk wisata dan strategi untuk tempat makan, customer dan pengantar pemasaran destinasinya itu menjadi keharusan (deliverer). Meskipun demikian, terdapat untuk mempertimbangkan terdapat aktivitas potensi untuk disrupsi yang lebih tinggi lagi yang berhubungan konsumsi makanan oleh jika customer semakin banyak yang wisatawan yang menjadi bagian dari mengkonsumsi makanan dirumah. Selain itu, perjalanannya atau sebagai target final dalam restaurant memiliki sedikit control terhadap perjalanannya. (Shalini dan Duggal, 2014) pengalaman customer. (Hirschberg, Rajko, Sementara itu, Manurut Erik Wolf Schumacher, dan Wrulich, 2016). (World Food Travel Association, 2016) food Kedua, bagi customer keuntungannya tourism adalah The pursuit and enjoyment of adalah kenyamanan, pilihan yang lebih baik, unique and memorable food and drink dan lebih banyak pilihan tempat makan experiences, both far and near, artinya daripada sebelumnya yang tersedia untuk bisa mengejar dan menikmati pengalaman makan delivery. Model ini khususnya sangat menarik dan minum yang unik dan mengesankan, baik bagi customer yang mencari makanan jauh maupun dekat. Berkaitan dengan kata alternative yang lebih sehat dibandingkan pizza. “Jauh maupun dekat” diartikan bahwa Customer juga diuntungkan dengan adanya wisatawan dalam food tourism bukan hanya kemampuan platform yang bisa melacak dari luar kota, akan tetapi seseorang yang pengiriman secara real time. (Hirschberg, menikmati wisata makanan dari kota itu sendiri Rajko, Schumacher, dan Wrulich, 2016). bisa disebut wisatawan. Perbedaannya dengan Ketiga, bagi pengirim (deliverer) atau wisata kuliner adalah kata "kuliner" secara operator model bisnis new-deliery ini mampu teknis dapat digunakan untuk segala hal yang mengendalikan pengalaman customer secara berhubungan dengan makanan dan minuman lengkap. Selain itu, dengan portofolio restoran dan pada awalnya tampaknya masuk akal, kata mereka yang luas yang sebelumnya hanya "kuliner" adalah cenderung elit. “Food menyajikan makanan di tempat mereka, para Tourism” mencakup food carts dan pedagang pemain new delivery dapat memasuki tingkat kaki lima di industri pariwisata makanan. baru konsumen untuk pengiriman makanan di (World Food Travel Association, 2016) Food rumah. Bekerja dengan restoran kelas atas, tourism menurut Boniface (2016) menjadi trend pemain platform ini memperoleh ukuran dalam bertahun-tahun dan terus berkembang di pesanan rata-rata tinggi dibandingkan model dunia karena terdapat dua faktor utama. bisnis aggregators. (Hirschberg, Rajko,

182 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

Schumacher, dan Wrulich, 2016). Model ini menggambarkan perusahaan Bentuk pasar ini sejauh ini yang paling yang menjual produk atau layanan pada umum dari delivery adalah model traditional, perusahaan yang kemudian menjualnya dimana konsumen memesan restoran pizza pada konsumen, semuanya melalui internet. lokal atau restoran makanan dan menunggu Dengan kata lain, model ini restoran mengirim makanan ke rumah. Kategori menggambarkan transaksi dimana bisnis model bisnis tradisional ini memiliki 90% menjual sebuah layanan atau produk pada market share dan kebanyakan pesanan konsumen menggunakan bisnis lainnya dilakukan dengan menggunakan telepon. sebagai sebuah perantara. Model ini (Hirschberg, Rajko, Schumacher, dan Wrulich, potential untuk bisa diterapkan oleh 2016). berbagai jenis bisnis terutama bisnis Model E-tourism terdiri dari beberapa pariwisata. jenis model diantaranya (Kabir, Kawsar, Adnan, dan Khan, 2012:31-32): METODE PENELITIAN a. Business to Customer Model (B2C) Penelitian ini menggunakan metode Berkaitan dengan model ini, penyedia kualitatif dengan jenis penelitian ekploratory. produk wisata menjual produknya secara Teknik pengumpulan data melalui wawancara, langsung pada wisatawan, pelanggan, atau observasi dan dokumentasi. Analisis data yang konsumen. Model jenis ini memiliki digunakan adalah kualitatif deskriptif. Data komunikasi langsung dengan wisatawan. primer berasal dari wawancara dan observasi, b. Business to Business Model (B2B) sedangkan data sekunder berasal dari Pelaku usaha wisata menjual produknya dokumentasi. Kuliner lokal khas Yogyakarta pada tour operator. Untuk mempromosikan pada penelitian ini dibatasi pada kuliner Gudeg, pariwisata, model ini berkolaborasi dengan Bakmi Jawa, Sate Klathak, Oseng-oseng bisnis yang berbeda-besa seperti airlines, Mercon, dan Mie Lethek. hotel, tour operator, agen, dan sebagainya) Pemilihan informan penelitian dipilih dan dapat menyediakan kemasan yang dengan purposive sampling, yakni sesuai dinamis untuk wisatawan. dengan tujuan penelitian ini. Informan dalam c. Customer to Customer Model (C2C) penelitian ini merupakan pelaku usaha wisata Wisatawan dalam model ini dapat kuliner lokal khas Yogyakarta dan bekerjasama berkomunikasi dengan wisatawan lainnya dengan GoFood atau GrabFood atau keduanya. melalui internet (forum, blog, dan email Informan dipilih berdasarkan pelaku usaha group) dan dapat mengembangkan wisata kuliner khas Yogyakarta yang memiliki komunitas wisatawan. Oleh karena itu, review tiga terbanyak berdasarkan Google wisatawan dapat membuat rencana Review dan difilter lagi dengan melakukan perjalanannya melalui diskusi dengan cross-check terkait ketersediaan kerjasama wisatawan lainnya dalam komunitas dan pelaku usaha wisata tersebut dengan GoFood dapat juga mendapat bantuan terkait atau GrabFood atau kedua-duanya sehingga kita booking hotel, tiket pesawat dan destinasi. berusaha menyebarkan surat ijin wawancara d. Government to Business Model (G2B) pada 15 pelaku usaha wisata khas Yogyakarta. Pemerintah dalam model ini menunjukkan Namun, hasilnya hanya 13 informan yang perannya dengan berinteraksi, bersedia untuk diwawancarai yang mencakup berkolaborasi dalam opersional, membuat Sate Klathak Pak Pong, Sate Klathak Pak Bari, aturan atau memberi ijin pada penyedia Sate Klathak Pak Jede, Mie Lethek Mbak Lilis, layanan wisata atau agen agar mereka dapat Mie Lethek Mbah Mendes, Special Bakmi dan bekerja secara bebas dalam Pak Pele, Bakmi Jawa Mbah Gito, mempromosikan wisatanya. Bakmi Jawa Mbah Hadi, Oseng-oseng Mercon e. Business to Business to Customer Model Bu Narti, Bakmi Jawa Pak Kadin, Gudeg (B2B2C) Mercon Bu Tinah, Gudeg Permata, Gudeg Sagan. Wawancara dilakukan dengan teknik

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 183 Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

wawancara semi-terstruktur. Observasi kali yang hadir di Yogyakarta. Namun, dengan dilakukan secara langsung dan tidak langsung. seiringnya perkembangan teknologi dan Observasi secara langsung dengan melihat kompetisi pasar yang sangat beragam menuntut proses penjualan di tempat makan kuliner inovasi secara terus menerus dengan kebutuhan tersebut. Sementara untuk observasi tidak pasar konsumen yang semakin beragam juga langsung dilakukan dengan mengamati masing- Kulineran tidak mampu bersaing dengan masing kuliner tersebut dalam konten aplikasi perusahaan skala besar dengan tingkat investor GoFood maupun GrabFood, social media serta tinggi seperti GoJek dengan aplikasinya website GrabFood dan GoFood. Dokumentasi GoFood dan Grab dengan aplikasinya dilakukan dengan mengumpulkan berbagai GrabFood. berita, gambar dan aturan-aturan terkait Sementara itu, GoFood hadir pada kerjasama mitra dengan perusahaan penyedia tahun 2016 di Yogyakarta. GO-FOOD online food delivery dan tentang profil pelaku merupakan bagian dari layanan GO-JEK yang usaha wisata serta produk kuliner lokal khas memungkinkan penggunanya untuk memesan Yogyakarta. makanan langsung melalui aplikasi ride hailing tersebut. Saat ini mereka pun melayani HASIL DAN PEMBAHASAN pembayaran lewat GO-PAY, solusi pembayaran Penyedia Layanan Online Food Delivery di yang juga dikembangkan oleh GO-JEK. Yogyakarta Penyedia layanan online food delivery di Yogyakarta sebenarnya terdiri dari GoFood, GrabFood, dan Kulineran. Namun, Kulineran saat ini sudah tidak beroperasi lagi, terbukti dengan matinya aplikasi mobile yang dimiliki Kulineran sehingga tidak bisa digunakan lagi oleh user (pengguna). Kulineran adalah layanan delivery makanan yang khusus melayani wilayah Yogyakarta. Sejak diluncurkan pada Maret 2014, Kulineran diklaim sudah memiliki sekitar 105 restoran dengan 4106 menu makanan. Di samping fokus membantu kebutuhan pelanggannya lewat aplikasi mobile dan layanan desktop, Kulineran juga hadir menyapa pelanggannya melalui akun LINE Kulinerancom (Maulana, 2018).

Gambar 1. Aplikasi Kulineran Sumber: Maulana, 2018

Berdasarkan tahun kehadirannya di Yogyakarta, Kulineran sebenarnya menjadi penyedia layanan online food delivery pertama

184 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

Gambar 2: Aplikasi GoFood Sumber: Dokumentasi Peneliti

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 185 Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

khas Yogyakarta. Selain itu, juga terdapat Bakmi Jawa, Oseng-oseng Mercon, dan Mie Lethek. Jumlah ketersediaannya dalam aplikasi bisa diilihat pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1: Daftar Jumlah Kuliner Khas Yogyakarta dalam Aplikasi GoFood dan GrabFood No. Jenis Kuliner GoFood GrabFood 1. Sate Klathak 15 7 2. Gudeg 16 13 3. Bakmi Jawa 19 15 4. Oseng-oseng 12 2 Mercon 5. Mie Lethek 5 1 Sumber: Data Diolah oleh Peneliti

Jumlah tersebut bisa berubah Gambar 3: Aplikasi GrabFood khususnya pada GoFood karena GoFood sering Sumber: Dokumentasi Peneliti sekali melakukan update data menu yang ditawarkan dibandingkan GrabFood. Data Sementara untuk GrabFood hadir di tersebut akan lebih dispesifikkan menjadi 15 Yogyakarta satu tahun setelah GoFood yakni pelaku usaha wisata kuliner yang paling banyak tahun 2017. Berdasarkan hasil pengamatan, direview oleh wisatawan dan ketersediaannya menu yang ditawarkan oleh GoFood lebih di aplikasi GoFood ataupun GrabFood. Secara beragam dan lebih terstruktur untuk pencarian berurutan untuk daftar kuliner khas Yogyakarta sesuai dengan keywords yang dimasukkan. berdasarkan hasil Google Reviews dan Sementara untuk aplikasi GrabFood, masih Ketersediaannya pada Aplikasi GoFood dan ditemukan banyak kekurangan dalam hal menu GrabFood dapat dilihat pada Tabel 2. yang kurang beragam dan penyajian nama- nama menu terlalu tidak terstruktur, misal jika kita mencari Sate Klathak, maka yang keluar Tabel 2: Daftar Kuliner Berdasarkan Google dalam aplikasi tidak langsung pada Sate Reviews dan Ketersediannnya pada Klathak akan tetapi menu-menu yang lainnya Aplikasi GoFood dan GrabFood seperti yang tampak pada Gambar 3. Namun, No. Jenis Nama GoFood GrabFood berdasarkan hasil penelitian juga dari segi harga Wisata Kuliner biaya pengiriman lebih murah GrabFood Kuliner dibandingkan GoFood. Meskipun demikian, 1. Sate Sate Ada Tidak keberagaman menu dan kemudahan dalam Klathak Klathak Ada penggunaan aplikasi mampu mempengaruhi Pak preferensi wisatawan dalam memilih aplikasi Pong diantara keduanya. Sate Ada Tidak Klathak Ada Wisata Kuliner Lokal Khas Yogyakarta Pak Jede dalam Aplikasi Online Food Delivery Khas Jejeran Wisata kuliner khas Yogyakarta pada Sate Ada Tidak aplikasi Online Food Delivery sudah mampu Klathak Ada terwakili yang diantaranya terdapat makanan Pak tradisional seperti Gudeg dan Sate Klathak Bari yang memang sudah identik sebagai kuliner 2. Gudeg Gudeg Ada Ada

186 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

Sagan kerjasama mitra berdasarkan kontrak yang Gudeg Ada Ada resmi maka mereka masuk dalam sistem Permata kerjasama GoFoodPartner. Namun, jika pelaku Bu usaha wisata tidak berkenan dalam menjalin Narti kerjasama mitra secara resmi akan tetapi tetap Gudeg Ada Ada masuk aplikasi maka mereka tidak masuk Mercon Bu dalam jaringan GoFoodPartner. Tinah Pelaku usaha wisata kuliner yang 3. Bakmi Bakmi Ada Ada masuk dalam GoFoodPartner melakukan Co- Jawa Mbah brandingnya secara bersama-sama. GoFood Gito akan melakukan branding produk pelaku usaha Bakmi Ada Ada tersebut melalui instagram, website, aplikasinya Kadin dan GoFood Festival. Adanya upaya branding Special Ada Ada melalui media sosial dan aplikasinya seperti Bakmi yang diungkapkan oleh Andi selaku owner dari dan Mie Lethek Mbak Lilis seperti kutipan Nasi wawancara dibawah ini. Goreng Pak Pele “Gojek mereka punya feed di Bakmi Ada Tidak aplikasinya untuk restoran-restoran Jawa Ada tertentu, mereka biasanya random Mbah untuk slide yang bergerak dan setiap Hadi hari ganti. Nah itu salah satu bentuk Terban promo dari Gofood”. 4. Oseng- Oseng- Ada Ada oseng oseng Selain itu juga diungkapkan oleh Hanung Mercon Mercon selaku owner Bakmi Mbah Mendes dengan co- Bu branding nama “GoFood”, nama mereka Narti terangkat karena memang nama GoFood sudah 5. Mie Mie Ada Ada terkenal. Lethek Lethek Mbah Mendes “Kalau dengan Gojek kan sambil di Mie Ada Tidak promosiin oleh dia melalui media Lethek Ada sosialnya. Ya Go-Food kan sudah Mbak punya nama, jadi terangkat nama kita. Lilis Adanya Go-Food kan adalah Added Sumber: Data Diolah oleh Peneliti Value, nilai tambah buat kita, bahwa itu orang yang malas bisa pesan.” Implementasi Co-Branding Layanan Online Food Delivery dengan Pelaku Usaha Wisata Keuntungan tersebut yang menjadi Kuliner khas Yogyakarta kelebihan pelaku usaha wisata yang bergabung dalam GoFoodPartner. Sementara untuk pelaku Co-branding yang dilakukan penyedia usaha yang tidak masuk GoFoodPartner layanan online food delivery dengan pelaku melakukan co-branding secara terpisah dan usaha wisata kuliner khas Yogyakarta memiliki secara kuantitas pelaku usaha tersebut tidak di- implementasi yang berbeda-beda. Pertama, branding oleh GoFood secara khusus, hanya berkaitan dengan GoFood. Co-Branding yang pada jenis kuliner secara umum, misal Sate dilakukan GoFood dikategorikan berdasarkan Klathak saja tidak ada nama brand-nya. Status jenis sistem kerjasama yang disepakati kedua kerjasama tersebut tertera dalam aplikasi. Jika belah pihak. Jika kedua belah pihak sepakat bergabung dalam GoFoodPartner tampak pada

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 187 Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

status aplikasi seperti yang tampak pada Gambar 4 akan tetapi jika tidak bergabung tidak Berdasarkan status kerjasamanya, maka terdapat status GoFood Partner seperti pada kuliner lokal khas Yogyakarta yang bergabung Gambar 5. GoFoodPartner dan yang tidak bergabung bisa dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3: Status Kerjasama Kuliner Lokal Khas Yogyakarta pada aplikasi GoFood No. Nama Kuliner Status Kerjasama 1. Sate Klathak Pak Tidak Kerjasama Pong Sate Klathak Pak GoFood Partner Jede Khas Jejeran Sate Klathak Pak Tidak Kerjasama Bari 2. Gudeg Sagan Tidak Kerjasama Gudeg Permata Tidak Kerjasama Bu Narti Gudeg Mercon Tidak Kerjasama Bu Tinah 3. Bakmi Mbah Tidak Kerjasama Gito Bakmi Kadin Tidak Kerjasama Gambar 4: Pelaku Usaha Wisata Kuliner yang masuk Special Bakmi Tidak Kerjasama dalam GoFood Partner dan Nasi Goreng Sumber: Dokumentasi Peneliti Pak Pele Bakmi Jawa GoFood Partner Mbah Hadi Terban 4. Oseng-oseng GoFood Partner Mercon Bu Narti 5. Mie Lethek GoFood Partner Mbah Mendes Mie Lethek GoFood Partner Mbak Lilis Sumber: Data Diolah oleh Peneliti

Kedua, berkaitan dengan layanan online delivery food yang dimiliki oleh GrabFood. Sama halnya dengan GoFood, GrabFood terbagi menjadi sistem kerjasama mitra dan non kerjsama mitra, akan tetapi tidak memiliki brand kerjasama mitra secara khusus bagi yang secara resmi melakukan kontrak kerjasama. Selain itu, juga tidak terdapat status kerjasama pada aplikasi GrabFood seperti pada Gambar 6 sehingga tidak bisa ditentukan kuliner lokal khas Yogyakarta mana yang Gambar 5: Pelaku Usaha Wisata Kuliner yang tidak masuk dalam GoFood Partner bekerjasama dan mana yang tidak bekerjasama Sumber: Dokumentasi Peneliti dengan GrabFood. Bagi pelaku usaha wisata

188 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

yang daftar kerjasama mitra dengan GrabFood brandingnya hanya sampai pada masing-masing dibranding melalui website, instagram dan pihak tidak sampai pada gabungan departemen melalui aplikasi mereka sendiri. Namun, bisnisnya maupun perusahaan. instagram tidak secara khusus untuk kuliner Berdasarkan co-branding position Yogyakarta akan tetapi Indonesia. Sebaliknya matrixnya, keduanya masuk dalam posisi GoFood setiap wilayahnya memiliki akun Cooperation meskipun berbeda jenis sendiri sesuai dengan daerahnya seperti kerjasamanya. Sesuai dengan yang dinyatakan GoFood Jogja. Jadi, co-branding yang Chang (2009) kedua belah pihak melakukan co- dilakukan GoFood melalui akun instagram branding pada pola tipe joint venture yang khusus masing-masing daerah dan GoFood memungkinkan kedua pihak saling membantu Partner sehingga co-branding yang dilakukan satu sama lain dan berusaha berkontribusi untuk secara kuantitas lebih tinggi exposurenya oleh keuntungan masing-masing serta khususnya GoFood dibandingkan dengan GrabFood. penyedia membantu membangun reputasi yang kuat untuk pelaku usaha wisata kuliner lokal. Namun demikian, berbeda jika dilihat dari tingkatan joint value creation-nya. Bagi pelaku usaha wisata kuliner lokal yang tergabung dalam GoFoodPartner dan kerjasama mitra GrabFood masuk dalam tingkatan values endorsement co-branding yang tingkatannya memperkuat brand values, brand position dan association. Brand dari GoFood dan GoFoodPartner diharapkan mampu berpartisipasi membangun nilai brand semakin positif dan semakin dikenal oleh wisatawan maupun consumer. Sementara untuk yang tidak tergabung secara resmi hanya masuk pada level co- branding yang terendah yakni knowledge co- branding. Pada jenis joint value creation ini tidak memerlukan kontrak jangka panjang dan terbatas untuk membentuk brand awareness pada wisatawan dan consumer. Berkaitan dengan tidak perlunya kontrak jangka panjang

terjadi pada beberapa pelaku usaha wisata Gambar 6: Penampakan Status Sate Klathak di seperti Gudeg Sagan dan Spesial Bakmi dan Aplikasi GrabFood Nasi Goreng Pak Pele yang secara kontraktual Sumber: Dokumentasi Peneliti dengan GoFood hanya satu tahun setelah itu lepas kontrak. Meskipun demikian tetap terjadi Berdasarkan jenis kerjasama yang jalinan bisnis akan tetapi tidak memiliki dimiliki masing-masing penyedia layanan kontrak bisnis. online food delivery maka jenis co-brandingnya Meskipun tidak memiliki kontrak secara operasional dikategorikan dalam jenis bisnis, manfaat adanya aplikasi masih tetap co-branding joint venture akan tetapi levelnya dirasakan bagi pelaku usaha wisata kuliner berbeda-beda. Bagi yang masuk dalam yang tidak masuk dalam kerjasama mitra. GoFoodPartner dan kerjasama mitra GrabFood, Manfaat tersebut diantaranya mampu levelnya pada gabungan satu departemen menambah segmentasi pasar wisatawan yang GoFood atau GrabFood dengan pelaku usaha tidak bisa langsung datang ke tempat kuliner wisata kuliner tersebut. Namun, untuk yang tersebut sehingga bisa order melalui aplikasi tidak bekerjasama secara kontraktual level co- tersebut dan mampu meningkatkan penjualan

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 189 Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

karena adanya segmentasi pasar baru. Manfaat- Gudeg Permata Bu Narti, Oseng-oseng Mercon manfaat tersebut seperti yang diungkap oleh Bu Tinah, Sate Klathak Pak Pong, Sate Klathak informan seperti kutipan wawancara dibawah Pak Bari, dan Bakmi Mbah Gito. Keuntungan ini. tersebut juga disampaikan dari pihak pelaku “Pembeli yang tidak sempat kesini, gak usaha wisata kuliner lokal khas Yogyakarta punya waktu untuk kesini bisa sebagai berikut: merasakan menu di Sate Pak Pong. Jadi “Gojek ini ketika ada orang yang sudah masyarakat yang belum kesini bisa punya nama dulu akan dilariskan jadi mengenal Sate Pak Pong melalui bukan hanya gojek yang melariskan Gojek.” (Wawancara dengan Pak Pong resto tapi resto juga bisa melariskan selaku owner Sate Klathak Pak Pong) gojek kan itu ada timbal balik seperti ini” (Wawancara dengan owner Gudeg “Malah diuntungkan, Iya betul Sagan) membantu. Soalnya yang gak sempet kesini bisa gojek kesini, gitu, jadi Model Bisnis Wisata Kuliner Khas meningkatkan omzet. (Wawancara Yogyakarta dengan Mbah Gito selaku owner Bakmi Model bisnis wisata kuliner dengan Mbah Gito) adanya co-branding baik yang tergabung secara resmi maupun terpisah masing-masing pihak Selain itu, melalui GoFood ini juga memang terjadi perubahan model wisata kuliner mampu meningkatkan tingkat brand awareness lokal di Yogyakarta. Model bisnis sebelum sesuai dengan tingkat levelnya dalam joint adanya online food delivery dilakukan pada value creationnya seperti yang diungkapkan model bisnis aggregator yang polanya oleh Nia Mariana selaku owner dari Bakmi wisatawan bisa melihat tampilan menu pada Kadin seperti kutipan hasil wawancara dibawah website atau google search engine dan media ini: sosial kemudian mereka menggunakan media “Kalau digrab dan gojeknya itu menjadi saluran telepon untuk memesan. Namun, proses nilai plus buat kita. dengan adanya bisnis tersebut juga berbeda diakhir ketika gojek itu terbantu karena banyak yang wisatawan setelah mencoba mencari informasi nanya mengenai bakmi pak kadin. ya melalui internet mereka memutuskan untuk manfaatnya saya rasa sih makin banyak datang langsung. Kemudian, dengan adanya co- jadikan terbantu jadi konsumen tinggal branding online food delivery mendorong nunggu duduk dirumah juga bisa mesen adanya model bisnis new delivery yang polanya bakmi pak kadin karena kan kita wisatawan melihat menu pilihan yang beragam enggak ada sistem delivery, kita melalui mobile application yakni GoFood terbantu karena ada food deliverynya” maupun GrabFood kemudian memesan makanan secara online dan makanan pun Sebaliknya manfaat yang sebenarnya diantar sesuai dengan tujuan lokasi yang telah juga dirasakan oleh GoFood ketika mereka ditentukan melalui aplikasi tersebut. memasukkan nama-nama kuliner lokal khas Berdasarkan model e-tourism (Kabir, Yogyakarta yang memang sudah dikenal sejak Kawsar, Adnan, dan Khan, 2012) model bisnis bertahun-tahun dan masuk dalam rating wisata kuliner lokal khas Yogyakarta tertinggi pencarian di search engine. Manfaat mengalami perubahan. Sebelum adanya online tersebut bukan hanya meningkatkan brand food delivery penjualan dilakukan dengan awareness akan tetapi brand image GoFood model business-to-consumer (B2C) yakni dalam kredibilitasnya dalam menyediakan pelaku usaha wisata kuliner secara langsung kelengkapan menu kuliner lokal Yogyakarta menjual pada wisatawan dan wisatawan pun yang paling dikenal wisatawan untuk langsung berkunjung ke tempat destinasi wisata penawaran tinggi bagi pasarnya. Nama-nama kuliner. Namun, dengan adanya online food kuliner lokal tersebut seperti Gudeg Sagan, delivery ini mendorong berkembangnya model

190 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

bisnis business to business (B2B) yang Meskipun tidak ada kerjasama secara penjualannya dilakukan pelaku usaha wisata kontraktual, secara tidak langsung pelaku usaha kuliner lokal menawarkan peluang bisnis untuk wisata kuliner menawarkan peluang bisnis pada GoFood maupun GrabFood di bidang kuliner. penyedia layanan online food delivery. Model bisnis pun kemudian berkembang lagi Perbedaan antara yang kontraktual dengan yang ketika penjualan tersebut diperpanjang tidak kerjasama adalah adanya pemberian prosesnya hingga sampai pada tangan prosentase 15%-20% pada layanan delivery dari wisatawan, yakni dari pelaku usaha penyedia keuntungan penjualan pelaku usaha bisnis. layanan online food delivery (driver GoFood Sementara untuk yang tidak bekerjasama, dan GrabFood) dijual ke wisatawan melalui GoFood dan GrabFood masih bisa aplikasinya. Proses tersebut mendorong adanya menampilkan layanan produk mereka pada model bisnis business to business to consumer aplikasi mereka dan juga melayani pesanan (B2B2C), yakni pelaku usaha wisata wisatawan secara online akan tetapi tidak menawarkan kerjasama peluang bisnis pada mematok pembagian prosentase keuntungan GoFood dan GrabFood kemudian kedua yang harus diberikan pelaku usaha wisata perusahaan menjual produk kulinernya pada kuliner tersebut. wisatawan maupun konsumen biasa. Prosesnya Selain itu, adacnya model bisnis B2B2C bisa dilihat pada Bagan 1. tersebut mendorong adanya peluang bisnis wisata yang bukan hanya wisata kuliner tapi wisata makanan (food tourism). Wisata kuliner B2C yang mengutamakan wisatawan datang •Pelaku usaha wisata kuliner lokal khas langsung ke tempat destinasi kuliner untuk Yogyakarta menjual produk kuliner langsung pada wisatawan menikmati citarasa makanan lokal dan suasana •Wisatawan pun langsung mengunjungi destinasi yang ditawarkannya. Kemudian dengan adanya wisata kuliner online food delivery memunculkan bisnis wisata makanan. Wisata makanan tersebut menggambarkan pola wisatawan yang fokus untuk kegiatan mencicipi makanan lokal khas daerah tujuan mereka tanpa harus datang pada destinasi kulinernya. Wisatawan hanya fokus B2B pada makanan yang mereka wajib cicipi. •Pelaku usaha wisata kuliner lokal menawarkan peluang bisnis pada GoFood dan GrabFood di bidang kuliner lokal SIMPULAN •GoFood dan GrabFood pun memberikan Berdasarkan hasil dan pembahasan penawaran bisnis untuk kerjasama melalui diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. GoFoodPartner dan kerjasama mitra GrabFood Pertama, penyedia layanan online food delivery di Yogyakarta yang masih aktif adalah GoFood dan GrabFood. Kedua, Berdasarkan keberagaman menu dan kualitas konten aplikasi GoFood lebih unggul dibandingkan GrabFood. B2B2C Ketiga, implementasi co-branding dilakukan •Pelaku usaha wisata kuliner lokal menawarkan secara Joint Venture dengan positioning matrix peluang bisnis pada GoFood dan GrabFood Cooperation. Berdasarkan joint value creation kemudian kedua perusahaan menjual produk co-branding dikategorikan knowledge co- tersebut pada wisatawan atau konsumen biasa branding bagi pelaku usaha wisata kuliner yang •Mendorong adanya peluang bisnis baru di bisnis food tourism (wisata makanan) tidak kerjasama mitra resmi dan values endorsement co-branding bagi GoFoodPartner Bagan 1: Proses Perubahan Model Bisnis Wisata dan Kerjasama Mitra Resmi GrabFood. Kuliner Lokal Khas Yogyakarta dengan Adanya Layanan Online Food Delivery Keempat, Model bisnis wisata kuliner berubah Sumber: Data Diolah Peneliti dari B2C menjadi B2B kemudian berkembang

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 191 Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

lagi jadi B2B2C yang mendorong munculnya Community Development Strategy. peluang bukan hanya culinary tourism akan Community Development, 39(3), 148–158. tetapi bisnis wisata makanan (food tourism). https://doi.org/10.1080/155753308094896 74 DAFTAR PUSTAKA Hilary Wason, Nathalie Charlton & Len Tiu Boniface, Priscilla. 2016. Tasting Tourism: Wright. (2015). How positioning strategies Travelling for Food and Drink. New York: affect co-branding outcomes, Cogent Routledge Business & Chang, Wei-Lun. 2009. Roadmap of Co- Management, 2:1, DOI: 10.1080/23311975. branding Position and Strategies. The 2015.1092192 Journal of American Academy of Business, Hirschberg, C., Rajko, A., Schumacher, T., and Cambridge Vol. 15 Num 1 pp 77-84. Wrulich, M. 2016. The cashing market for Fahri, Lalu M. 2017. Strategi Marketing Public food delivery. Retrieved from Relations Go-Food dalam Pembentukan https://www.mckinsey.com/industries/high- Citra Perusahaan di Kota Surabaya. tech/our-insights/the-changing-market-for- Retrieved from food-delivery#0 http://journal.unair.ac.id/download- Iriani, Tita Y. 2018. Analisis Dampak Layanan fullpapers-comm8eddea96e5full.pdf Go-Food Terhadap Omzet Penjualan Fauji, Ricky. 2017. Pengaruh Kualitas Rumah Makan Di Kota Bandung. Retrieved Pelayanan dan Nilai Pelanggan terhadap from repository.unpas.ac.id/33108/ Kepuasan Konsumen Go-Jek: Studi Kasus Kabir, M. A., Kawsar Jahan, M., Adnan, N., & pada Konsumen Go-Jek. Pengguna Khan, N. (2012). Business Model of E- Layanan Go-Ride di Kota Yogyakarta. Tourism for Developing Countries. Retrieved from International Journal of Computer and https://repository.usd.ac.id/10934/2/132214 Information Technology, 3(01), 30–34. 052_full.pdf Kotler, P, and Pfoertsch, W. 2006. B2B Brand Fenger, Louise, and Carl, Sarah M. 2010. The Management. Berlin: Springer Future of Co-Branding: A Study of Cross- Kotler, Phillip. 2002. Marketing Management, border Brand Alliances. Master Thesis, Millenium Edition. Boston: PEARSON Copenhagen Business School. Retrieved CUSTOM PUBLISHING from Lan, H., Ya, L. I., & Shuhua, W. (2016). http://studenttheses.cbs.dk/bitstream/handle Improvement of Online Food Delivery /10417/1307/louise_fenger_og_sarah_maria Service Based on Consumers ’ Negative _carl..pdf?sequence=1 Comments, 12(5), 84–88. Geylani, T., Hofstede, F.T., and Inman, J.J. https://doi.org/10.3968/8464 2005. Image Reinforcement or Impairment: Lisnawati, Yulia. 2017. Bali hingga Jogja, 5 The Effects of Co-Branding on Attribute. Kota Ini Jadi Tempat Wisata Kuliner Retrieved from Nasional. Retrieved from http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/downlo http://www.liputan6.com/citizen6/read/311 ad?doi=10.1.1.507.2580&rep=rep1&type= 2325/bali-hingga-jogja-5-kota-ini-jadi- pdf tempat-wisata-kuliner-nasional Gojek.com. 2018. Home GoFood. Retrieved Lucy, M Long. 2004. Culinary Tourism. USA: from https://www.go-jek.com/go-food/ The University Press of Kentucky Grebosz, Magdalena. 2012. The Outcomes of Maulana, I., dan Prasetia, A.R. 2015. Strategi the Co-Branding Strategy. Chinese Kreatif Usaha Kuliner Indonesia Untuk Business Review, ISSN 1537-1506, Vol. Memperluas Pasar Ke Kawasan Asia 11, No 9, pp 823-829 Tenggara Dalam Era Masyarakat Ekonomi Green, G. P., & Dougherty, M. L. (2008). Asean (MEA). DOI: Localizing Linkages for Food and 10.13140/RG.2.1.3886.8563 Tourism: Culinary Tourism as a Maulana, Risky. 2017. (Update) Kumpulan

192 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193

Aplikasi dan Startup Kuliner Terbaik di Palembang. Retrieved from Indonesia. Retrieved from https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/ https://id.techinasia.com/16-aplikasi-dan- 25/153700826/grabfood-kini-jangkau- startup-kuliner-di-indonesia Pada Tanggal 6 yogyakarta-semarang-dan-palembang 8 April 2018 World Food Travel Association. 2016 Food Megawati, Sanny. 2017. Analisis Semiotika Travel Monitor. Retrieved from Tentang Pembangunan Brand Image Kota https://www.worldfoodtravel.org/cpage Bandung Melalui Promosi Food, Fashion, s/what-is-food-tourism dan Festivities. Retrieved from http://repository.unpas.ac.id/31730/1/ARTI KEL%20TESIS.pdf Ontario Culinary Tourism Alliance Official Website. 2018. Culinary Tourism. Retrieved from http://www.growfoodtourism.com/food- tourism-101/ Björk, P., & Kauppinen-Räisänen, H. (2014). Culinary-gastronomic tourism – a search for local food experiences. Nutrition and Food Science, 44(4), 294–309. https://doi.org/10.1108/NFS-12-2013-0142 Radovilsky, Zinovy. 2015. Business Models for E-Commerce. India: Cognella Academic Publishing SEE-KWONG Taylor, G. (2017). Journal of Internet Banking and Commerce OUTSOURCING TO ONLINE FOOD DELIVERY SERVICES: PERSPECTIVE OF F& B BUSINESS OWNERS. Journal of Internet Banking and Commerce, 22(2). https://doi.org/10.1007/978-3-531-92534- 9_12 Shalini, D., and Duggal, S. 2014. A Review on Food Tourism Quality and its associated forms around the world. African Journal of Hospitality, Tourism and Leisure Vol. 4 (2) Special edition - (2015) ISSN: 2223-814X Suzuki, Wataru. 2017. Indonesia ride-hailing app finds new opportunities for food delivery. Retrieved from https://asia.nikkei.com/Business/Companies /Indonesia-ride-hailing-app-finds-new- opportunities-in-food-delivery Utama, Satria. 2016. Go Food Dongkrak Bisni Kuliner Solo. Retrieved from https://joglosemar.co/2016/12/go-food- dongkrak-bisnis-kuliner-solo.html Widiartanto, Yoga, H. 2018. GrabFood Kini Jangkau Yogyakarta, Semarang, dan

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 193 Vol.3, No.3, Desember 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i3.19157, hal.177-193