Imam Hindarto, Vida Pervaya Rusianti Kusmartono, dan Sigit Eko Prasetyo. Ungkapan Lada Dalam Hikayat Banjar Sebuah Analisis Semiotik

UNGKAPAN LADA DALAM HIKAYAT BANJAR SEBUAH ANALISIS SEMIOTIK

Imam Hindarto*, Vida Pervaya Rusianti Kusmartono*, dan Sigit Eko Prasetyo** * Balai Arkeologi Selatan Jl. Gotong Royong II Banjarbaru, Kalimantan Selatan, ** Balai Arkeologi Sumatera Selatan Jalan Kancil Putih, Lorong Rusa, Palembang, Indonesia

[email protected]

Abstract Pepper is a plant that has influenced the cultural history of the Banjarese in the southern regions of Kalimantan. This plant is mentioned in the Hikayat Banjar as plants inherited by the kings who ruled in the pre-Banjar Sultanate period. The purpose of this research is to understand the meaning of pepper in the culture of the Banjarese. Through semiotic analy- sis and interpretation of symbolic processes, it is concluded that the meaning of pepper has evolved from a botanical plant into plants with economic and political values. It is also con- cluded that the expressions of pepper in the Hikayat Banjar refer to the history of pepper cultivation in the regions of the Banjar Sultanate in the mid-18th century. During this peri- od, there were trade competitions which lead to physical conflicts within the sultanate in- volving outsiders. Such incident has inspired the saga writer to create pepper as a cultural symbol. The hope is to remind the next generations of the impact of capitalism on the sus- tainability of Banjar culture. Keywords: Pepper; Myth; Meaning; Testament Of Kings; Capitalism.

Abstrak. Lada merupakan tanaman yang berpengaruh dalam perkembangan sejarah ke- budayaan masyarakat Banjar di Kalimantan bagian selatan. Tanaman ini disebut-sebut da- lam Hikayat Banjar sebagai tanaman yang diwasiatkan oleh raja-raja yang memerintah pada periode pra Kesultanan Banjar. Telaah ini mengusung permasalahan makna dan proses sim- bolis lada dalam Hikayat Banjar. Tujuannya untuk memahami makna lada dalam ke- budayaan masyarakat Banjar. Melalui analisis semiotika dan interpretasi proses simbolis telah diperoleh simpulan bahwa makna lada telah berkembang dari tanaman botanis menjadi tanaman bermakna ekonomis dan politis. Dapat disimpulkan pula bahwa ungkapan lada da- lam Hikayat Banjar merujuk pada sejarah penanaman lada di Kesultanan Banjar pada pertengahan abad ke-18 M. Pada periode tersebut telah terjadi persaingan dagang yang beru- jung konflik fisik di lingkungan internal kesultanan yang melibatkan pihak luar. Peristiwa ini telah menginspirasi penulis hikayat untuk menciptakan lada sebagai simbol budaya. Tujuannya untuk mengingatkan generasi penerus tentang dampak kapitalisme terhadap keberlanjutan kebudayaan Banjar. Kata kunci: Lada; Mitos; Makna; Wasiat Raja-Raja; Kapitalisme.

1. Pendahuluan yang berasal dari India Selatan. Pada tahun Ledakan perdagangan yang terjadi di 1400 lada mulai menyebar ke kawasan utara Asia Tenggara pada pertengahan abad ke-15 Sumatera dan berlanjut tahun 1500 ke Se- sampai ke-17 M telah berpengaruh pada menanjung Malaya. Pantai barat Sumatera produksi pertanian dan hortikultura. Salah mulai ditanami lada sekitar tahun 1550. satu produk pertanian tersebut adalah lada Tanaman ini pada tahun 1600 juga menye-

Naskah diterima 25/09/2020; Revisi diterima 19/02/2021; Disetujui 20/02/2021 15 DOI: https://doi.org/10.24832/siddhayatra.v26i1.201 Siddhayatra: Jurnal Arkeologi. Vol. 26 (1) Mei 2021:15-28 bar ke pedalaman Minangkabau, kawasan Kayu Tangi, dan lada Tanah Laut bagian selatan Sumatera, dan Jawa bagian (Sulandjari, 1991: 62-63). barat. Pada pertengahan abad ke-17 lada Perdagangan lada di juga mulai berkembang di kawasan selatan Kali- mengalami pasang surut. Selama enam ta- mantan (Reid, 2011: 40-41). hun sebelum tahun 1747 nilai perdagangan Maraknya permintaan pasar akan kebu- lada rata-rata 3.983 pikul per tahun. Antara tuhan lada berdampak pada perubahan tahun 1747 sampai 1761 jumlah hasil penggunaan tanah pertanian. Pada paruh perdagangan lada yang tercatat di pelabuhan akhir abad ke-18 M di wilayah Kesultanan Tatas mencapai rata-rata 12.203 pikul per Banjar telah terjadi perluasan dan perema- tahun. Penurunan hasil perdagangan dialami jaan lada di daerah yang berlereng. Perke- pada tahun 1761 sampai 1771 dengan rata- bunan lada (Gambar 1) di kesultanan ini ter- rata penjualan 11.279 pikul per tahun. sebar di daerah pedalaman, antara lain Na- Pasang surut perdagangan lada di Banjarma- gara, Amuntai, dan Tanah Dusun. Terdapat sin ini disebabkan oleh beberapa faktor teru- pula perkebunan yang berada di sekitar tama persaingan dagang secara internal di pusat pemerintahan yaitu di daerah Kayu lingkungan kesultanan antara menteri dan Tangi dan Tanah Laut. Berdasarkan tempat- sultan. Selain itu, secara eksternal terdapat tempat perkebunan lada itu pula akhirnya pula persaingan antarpedagang asing seperti dikenal jenis lada menurut daerah asal VOC (Vereenigde Oostindische Com- perkebunannya, seperti lada Nagara, lada pagnie), EIC (East India Company) dan

Gambar 1. Kebun Lada di Kalimantan (sumber: Mansyur 2019: 90)

16 Imam Hindarto, Vida Pervaya Rusianti Kusmartono, dan Sigit Eko Prasetyo. Ungkapan Lada Dalam Hikayat Banjar Sebuah Analisis Semiotik

Gambar 2. Benteng Tatas di Muara Sungai Barito (sumber: http://hdl.handle.net/1887.1/ item:738927)

pedagang Cina (Sulandjari, 1991:65). Mangkurat dan Dinasti Raja-Raja Banjar Perdagangan lada di Kalimantan bagian dan Kota Waringin. Susastra yang dikenal selatan merupakan bagian dari memori se- dengan Hikayat Banjar ini menceritakan jarah yang pernah berlangsung. Memori ter- tradisi sejarah yang berkaitan dengan Kera- sebut terekam dalam situs arkeologi, seperti jaan Malayu di Kalimantan tenggara sampai pelabuhan Tatas yang berada di Kota Ban- tahun 1860 (Ras, 1968:1). Dove yang jarmasin (Gambar 2). Pada tahun 1747 mengkaji hikayat ini telah menemukan pelabuhan ini dijadikan kantor dagang VOC kewenangan pemerintah dalam pengelolaan atas kesepakatannya dengan Sultan Sepuh perkebunan lada. Selain itu, terdapat pula (Ahyat, 2014:1492; Mansur, 2019:98-100). praktik-praktik untuk membatasi masyarakat Selain itu, pada tahun 1789 VOC juga kelas bawah dalam penanaman lada (Dove, mendirikan Fort Tabaniouw (Benteng 2019:310). Dove juga menemukan dampak Tabanio) di Tanah Laut. Benteng ini didiri- dari perdagangan lada di Kesultanan Banjar kan untuk memonopoli lada dan usaha yang masuk ke dalam ranah politis (Dove, lainnya serta mengawasi dan melindungi 1997:335). dari berbagai ancaman dan politik dalam Lada yang diungkap dalam Hikayat Ban- perdagangan (Wibisono dkk, 1995:2-3). jar mempunyai makna penting dalam Produksi lada juga menjadi bagian dari memori sejarah Kesultanan Banjar. Cerita alur cerita dalam legenda Lambung atau ungkapan tanaman ini dijumpai

17 Siddhayatra: Jurnal Arkeologi. Vol. 26 (1) Mei 2021: 15-28 sebanyak empat kutipan. Hal ini berarti jalur. Pertama disebut metabahasa, yaitu lebih banyak daripada jenis tanaman lainnya pengembangan aspek ekspresi yang yang masing-masing disebutkan satu menghasilkan suatu tanda mempunyai lebih kutipan. Jenis tanaman lainnya yang sarat dari satu ekspresi untuk satu isi yang sama. nilai budaya dalam Hikayat Banjar antara Kedua disebut konotasi yaitu, pengem- lain; bunga nagasari (Palaquim rostratum), bangan pada aspek isi yang menghasilkan bunga melati, bunga merah, jerangau suatu tanda mempunyai lebih dari satu isi (Acorus calamus), pirawas, kayu gading, untuk ekspresi yang sama (Hoed, 2011:44- dan pohon rengas (Rafiek, 2015:114). 45). Hikayat Banjar sebagai karya sastra Ancangan proses simbolik dalam paparan mempunyai objek realitas berupa peristiwa ini merujuk pada Berger dan Thomas Luck- sejarah. Oleh karena itu, karya ini mempu- man dalam Kuntowijoyo (2006:3). Proses nyai tiga peranan penting untuk memahami simbolik merupakan kegiatan manusia da- sejarah lada dalam budaya Banjar. Pertama, lam menciptakan makna dengan merujuk sebagai penerjemahan peristiwa dalam baha- pada realitas yang lain daripada pengalaman sa imajiner untuk memahami peristiwa se- sehari-hari. Dalam memahami proses sim- jarah menurut penulisnya. Kedua, berperan bolik tersebut, Kuntowijoyo (2006:3-6) sebagai media penulis untuk menyampaikan meninjau aspek sosiologi budaya dari Ray- gagasan maupun perasaan terhadap peristi- mond Williams (1981:25-27). Terdapat tiga wa sejarah. Terakhir, berperan dalam pen- komponen dalam sosiologi budaya yaitu, ciptaan kembali peristiwa sejarah sesuai lembaga budaya, isi budaya, dan efek bu- dengan pengetahuan dan daya imajinasi daya atau norma-norma. Lembaga budaya penulisnya (Kuntowijoyo, 2006:171). menerangkan siapa yang menghasilkan dan Ungkapan lada dalam paparan ini dipo- mengontrol produk budaya. Isi budaya me- sisikan sebagai mitos atau sesuatu yang nanyakan apa yang dihasilkan atau simbol- dideterminasi oleh wacana sosial dan meru- simbol apa yang muncul. Terakhir, efek bu- pakan suatu ‘refleksi’. Untuk memahami daya menanyakan konsekuensi apa yang makna mitos akan dilakukan analisis semio- diharapkan dari proses budaya tersebut tika dengan memilah pesan yang dikan- (Kuntowijoyo, 2006:3-6). dungnya, yaitu denotatif dan konotatif Bertolak dari kajian terdahulu, paparan (Barthes, 2010:172). Denotatif merupakan ini mengulas permasalahan mengenai makna pemaknaan umum yang diterima sebagai dan proses simbolis dari mitos lada. dasar dalam masyarakat. Pemaknaan ini di- Tujuannya untuk memahami pesan-pesan peroleh dari hubungan antara ekspresi ungkapan lada yang disampaikan penulis dengan isi pada satu tahap dalam sistem pri- dalam Hikayat Banjar. Selain itu, diharap- mer. Selanjutnya, pemaknaan dilanjutkan kan mampu memberikan pengetahuan baru pada sistem sekunder dengan mengem- akan sejarah budaya lada dalam kebudayaan bangkan hubungan ekspresi dan isi pada dua masyarakat Banjar.

18 Imam Hindarto, Vida Pervaya Rusianti Kusmartono, dan Sigit Eko Prasetyo. Ungkapan Lada Dalam Hikayat Banjar Sebuah Analisis Semiotik

mau mengakui dirinya sebagai seorang raja. 2. Metode Penelitian Baginya, tidak pantas sebagai orang yang Penelitian ini merupakan studi tidak mempunyai garis keturunan raja men- kepustakaan (desk study) dengan jadi raja. Kendati demikian, sebagai pendiri menggunakan data literatur. Sumber pustaka kerajaan, Ampu Jatmika telah meletakkan dalam penelitian ini terdiri atas Hikayat norma-norma yang akan diteruskan oleh raja Banjar yang telah dipublikasikan oleh J.J. yang akan memerintah setelahnya. Sebelum Ras pada tahun 1968 dan sumber sejarah ajalnya, Ampu Jatmika berpesan antara lain yang terkait dengan perdagangan lada. berkenaan dengan sahang, Teknik pelaksanaan studi dilakukan dengan “Dan djangan nagri kita ini bartanam membaca seluruh naskah Hikayat Banjar. sahang dagangan nagri, mantjari Selanjutnya, memilah dan memilih ungka- harta, saparti nagri Palembang dan pan-ungkapan yang terkait dengan lada. nagri Djambi itu. Manakala nagri itu Pengolahan data dilakukan melalui analisis mandjadikan sahang, barang ma- semiotika Roland Barthes (Hoed, 2011:84- kanan larang dan barang ditanam 86). Pada analisis tersebut, ungkapan- tiada pati mandjadi, karana huabnja ungkapan lada disusun dalam kerangka sahang itu panas. Maka adalah da- makna denotatif dan konotatif. Tahap akhir tang itu pitanah nagri itu dan paparan adalah menempatkan makna lada parentah haru-hara. Orang sakai pun pada komponen sosiologi budaya yang diga- banjak barani pada orang kota lamun gas oleh Raymond Williams (Kuntowijoyo, sahang dijadikan akan dagangan 2006:6-7). mantjari harta. Adapun bartanam sa- hang itu kira-kira ampat lima rapun 3. Pembahasan saorang-saorang itu, maka baik akan 3.1. Riwayat dan Wasiat Raja-raja tjagar dimakan sadja. Sungguh ampat terkait Lada dalam Hikayat Banjar lima rapun saorang-saorang itu Rafiek (2015:114) mencatat terdapat em- huabnja orang banjak itu banjak djua pat kutipan lada dalam Hikayat Banjar. itu djadinja; lamun sangat dihumakan Kutipan-kutipan tersebut mempunyai sahang itu, nistjaja nagri itu konteks cerita dengan wasiat raja-raja yang mandjadi rusak” (Ras, 1968:264). memerintah baik di Negara Daha maupun Nagara Dipa. Sebelum meninggalkan tahta Terjemahan: kerajaan, raja-raja tersebut berucap kepada “Dan janganlah negara kita menanam bawahannya mengenai adat-istiadat dan lada sebagai tanaman ekspor, demi larangan yang harus ditaati agar kerajaan menghasilkan uang, seperti Palem- menjadi langgeng. Wasiat pertama diucap- bang dan Jambi. Setiap kali suatu kan oleh Ampu Jatmika. Tokoh ini merupa- negara menanam lada, semua bahan kan pendiri dari kerajaan Dipa namun tidak makanan akan menjadi mahal dan apa

19 Siddhayatra: Jurnal Arkeologi. Vol. 26 (1) Mei 2021: 15-28

pun yang ditanam tidak akan tumbuh dipatuhi di Nagara Dipa, yang menggaris- dengan baik, karena uap lada itu bawahi norma-norma yang dipancangkan panas. Itu akan menyebabkan keben- oleh Ampu Jatmika tentang larangan me- cian di seluruh negeri dan bahkan nanam sahang di negerinya, pemerintah akan jatuh ke dalam “Dan satu lagi pasanku: djangan kekacauan. Masyarakat pedesaan sagala alkah nagri ini mandjadikan akan menjadi sombong terhadap war- sahang akan mantjari harta, akan ga kota jika lada ditanam untuk kasugihan. Nistjaja nagri itu achirnja kepentingan komersial, demi uang. rusak, banjak pitanah dan larang ma- Jika orang menanam lada, jumlahnya kanan; karana huabnja sahang itu sekitar empat atau lima rumpun per panas, barang jang ditanam tiada ekor, cukup untuk konsumsi pribadi. pati mandjadi. Parentah haru-hara Bahkan empat dari lima rumpun per karana orang kota tiada diupamai ekor akan banyak menguap karena oleh orang desa; orang jang kaparak banyaknya orang yang terlibat, apala- pada radja itu tiada ditakuti oleh sa- gi jika ditanam secara ekstensif se- kai jang barsahang itu. Djakalau bar- bagai tanaman; maka negara pasti tanam sahang, sakira-kira akan di- akan hancur” (Ras, 1968:265-267). makan, djangan banjak, kira-kira sapuluh dua puluh tanggulnja Raja kedua dalam cerita Hikayat Banjar saorang-saorang. Astamewah pa- (Ras, 1968) adalah seorang putri bernama kumpulanja orang banjak itu Junjung Buih. Putri ini muncul dari hasil mandjadi banjak itu. Adapun djangan pertapaan Lambu Mangkurat di sebuah lu- tiada-tiada barbuat sungguh-sungguh buk bernama Luhuk Bargaja. Dikisahkan usahakan tanam itu: padi dan dja- selama memerintah di Nagara Dipa, Sang gung dan hubi, kaladi, pisang. Ba- Putri menginginkan suami seorang pertapa rang sagala makan-makanan jang seperti dirinya. Keinginan tersebut lain daripada sahang itu tanam dikabulkan oleh Lambu Mangkurat dengan sungguh-sungguh, supaja makmur mendatangkan seorang putra raja nagri, suka-ramai, barang kahandak bernama Raden Putra atau Suryanata. Per- siagra djadi, parentah astlah tahta nikahan dua orang tersebut telah melahirkan karadjaan mandjadi karana makanan anak bernama Suryaganggawangsa dan murah, sagala rakjat tiada sukar Suryawangsa. Ketika anak-anaknya me- mantjari makanan” (Ras, 1968:330). masuki masa remaja, atau menjelang hilangnya Raden Suryanata secara gaib ber- Terjemahan: sama istrinya. Beliau berpesan kepada kedua Ada satu hal lagi yang harus saya ka- anaknya dan Lambu Mangkurat. Pesan ter- takan; biarlah tidak ada orang di sebut perihal norma adat istiadat yang harus manapun di negeri ini yang menanam

20 Imam Hindarto, Vida Pervaya Rusianti Kusmartono, dan Sigit Eko Prasetyo. Ungkapan Lada Dalam Hikayat Banjar Sebuah Analisis Semiotik

lada, seperti yang dilakukan di Jambi alur cerita pada masa ini dipenuhi adegan dan di Palembang. Mungkin negara- perjalanan Lambu Mangkurat mencari istri negara ini menanam lada demi uang, Sang Raja. Sampai suatu waktu, Suryagang- agar menjadi kaya. Tidak ada kera- gawangsa menginginkan seorang istri dari guan bahwa pada akhirnya, negara- anak Dayang Diparaja. Oleh sebab belum negara tersebut akan mengalami ke- mempunyai anak maka Lambu Mangkurat hancuran. Akan ada banyak intrik dan terlebih dahulu menikahi Dayang Diparaja. makanan akan menjadi mahal, karena Pernikahan tersebut melahirkan Putri Huri- uap lada itu panas, dan apapun yang pan. Menginjak dewasa Putri Huripan pun ditanam tidak akan tumbuh dengan menikah dengan Suryaganggawangsa dan baik. Pemerintah akan dilanda melahirkan Putri Kalarang dan Putri Ka- kekacauan karena penduduk pedesaan lungsu. Putri Kalarang kemudian menikah tidak akan menganggap tinggi dengan Pangeran Suryawangsa, adik dari penduduk kota. Para pejabat dari ibu Suryaganggawangsa. Pernikahan tersebut kota tidak akan dihormati oleh melahirkan anak laki-laki bernama Carang masyarakat pedesaan yang menanam Lalean. Menginjak masa dewasa Carang La- lada. Kalau orang memang menanam lean menikah dengan anak bungsu lada, biarlah sebanyak yang dibutuh- Suryaganggawangsa, yaitu Putri Kalungsu. kan untuk konsumsi pribadi saja, jan- Setelah pernikahan tersebut, Suryagangga- gan lebih, sekitar sepuluh atau dua wangsa mohon pamit akan hilang secara puluh jadikan sebanyak apa adanya. gaib bersama istri dan Pangeran Suryawang- Yang harus dibudidayakan adalah sa beserta Putri Kalarang. Sebelumnya, be- padi, jagung, ubi jalar, talas, dan pi- liau berwasiat kepada Lambu Mangkurat sang. Bahan pangan apapun selain dengan pernyataan,“…djangan barsalahan lada harus diolah agar negara menjadi saparti adat dahulu kala”. Pesan tersebut makmur dan ramai dan agar segala dapat diartikan bahwa Suryaganggawangsa sesuatu yang direncanakan dapat tidak menginginkan aturan kerajaan menya- segera terwujud dan arahan acara ke- lahi adat yang sudah berlaku (Ras, 1968: rajaan dapat terlaksana dengan baik 352-353). karena makanan murah dan rakyat Carang Lalean akhirnya menggantikan tidak mengalami kesulitan dalam me- Suryaganggawangsa menjadi raja di Kera- menuhi kebutuhan mereka sendiri jaan Dipa. Beberapa tahun setelah anaknya (Ras, 1968:331). yang bernama Sakar Sungsang dewasa, Ca- rang Lalean pun ikut pamit hendak mangkat. Setelah Raden Suryanata bersama Putri Beliau akan meninggalkan kehidupannya Junjung Buih hilang secara gaib maka tam- secara gaib seperti pendahulunya. Sebelum puk kepemimpinan digantikan oleh itu, Carang Lalean berwasiat kepada Lambu Suryaganggawangsa. Dalam Hikayat Banjar Mangkurat,

21 Siddhayatra: Jurnal Arkeologi. Vol. 26 (1) Mei 2021: 15-28

“Hai datuku Lambu Mangkurat, baik- Kaburungan berwasiat dan menekankan baik sida mamarentahkan orang di kembali larangan menanam sahang: dalam nagri ini: djangan barubah “Dan djangan angkau barikan orang saparti parentah astilah jang dahulu mandjadikan bartanam sahang. kala” (Ras. 1968: 354). Manakala mandjadikan sahang itu sagala tanam-tanaman jang lain itu Terjemahan: tiada mandjadi, karana huabnja sa- "Hai kakek Lambu Mangkurat, me- hang itu panas. Achirnja larang merintah rakyat di negeri ini dengan makan-makanan, parentah mandjadi baik dan jangan sampai ada yang haru-hara, maka orang kota tiada berubah seperti yang dahulu (Ras, tiada ditakuti oleh orang desa. Djan- 1968:355). gankan ia takut, hormat pun kurang itu karana ia mahumakan sahang itu. Sepeninggalan Carang Lalean, kepem- Suruhan radja pun itu tiada pati impinan di Kerajaan Dipa dilanjutkan oleh ditakutinja itu dan tiada akan tiada Putri Kalungsu. Pada masa ini, Hikayat Ban- achirnja itu parentah mandjadi haru- jar menceritakan pernikahan antara ibu dan hara dan banjak pitanah datang pada anak. Ceritanya bermula ketika Sekar Sung- nagri itu. Hanja bartanam sahang itu sang berumur enam tahun berpisah dengan kira-kira sapuluh tunggulnja atawa Putri Kalungsu. Setelah beberapa tahun duapuluh tunggulnja akan dimakan lamanya, Sekar Sungsang kembali ke Kera- sadja itu; astamewah parabah orang jaan Dipa. Karena berpisah yang cukup lama banjak itu banjak djadinja itu. Hanja maka Putri Kalungsu dan Sekar Sungsang jang patut ditanam didjadikan ketika bertemu sudah tidak saling sungguh-sungguh itu: padi, djagung, mengenali. Akhirnya terjadilah pernikahan hubi, gumbili, kaladi, pisang. Barang antara ibu dan anak tersebut. Pada suatu makanan jang lain daripada sahang waktu, adanya bekas luka di kepala Sekar itu harus didjadikan, supaja makmur Sungsang menyadarkan Putri Kalungsu bah- nagri saraba murah; parentah itu wa dia adalah anaknya. Setelah mengetahui mandjadi karana murah makanan, hal tersebut maka Putri Kalungsu mengganti tiada sukar barang ditjari itu. Djan- nama Raden Sekar Sungsang menjadi Raden gan saparti Djambi dangan Palem- Sari Kaburangan merekapun berpisah. Putri bang; karananja rusak sabab Kalungsu tetap di Nagara Dipa dan Raden mandjadikan sahang itu” (Ras, Sekar Sungsang bermukim di Muhara-Hulak 1968:374). sekaligus menjadi raja di situ. Kerajaan di Muhara-Hulak dinamakan Nagara Daha Terjemahan: yang diperkirakan lokasi sekarang di Naga- Dan Anda juga tidak boleh membiar- ra. Menjelang ajalnya di Nagara Daha, Sari kan orang menanam lada. Jika mereka

22 Imam Hindarto, Vida Pervaya Rusianti Kusmartono, dan Sigit Eko Prasetyo. Ungkapan Lada Dalam Hikayat Banjar Sebuah Analisis Semiotik

menanam lada, semua tanaman lain Sari Kaburungan meninggal kerajaan di- akan menderita karena uap lada yang turunkan ke anaknya yang bernama Raden panas. Pada akhirnya bahan makanan Sukarama. Menjelang masa hidupnya, menjadi mahal dan pemerintah akan Raden Sukarama berpesan bahwa yang akan diliputi kekacauan, karena masyara- menggantikan dirinya adalah cucunya yang kat pedesaan tidak takut lagi pada bernama Raden Samudra. Namun, wasiat warga kota. Jangankan takut, mereka ini ditentang oleh anak-anaknya yang masih bahkan tidak akan menghormati hidup dan hendak menyingkirkan Raden mereka, karena mereka akan menjadi Samudra. Akhirnya, Raden Samudra disem- pembudidaya lada. Mereka juga tidak bunyikan oleh Aria Taranggana ke daerah akan takut pada orang-orang yang hilir. Tampuk kepemimpinan di Nagara Da- menyampaikan perintah raja sehingga ha akhirnya dipegang oleh Pangeran pada akhirnya pemerintah mau tidak Mangkubumi, paman dari Raden Samudra. mau akan diliputi kekacauan dan Kekuasaan Pangeran Mangkubumi pun tid- akan ada banyak kebencian di negara ak lama karena direbut oleh Pangeran Tu- itu. Biarkan mereka menanam sekitar manggung (Ras, 1968:378-396). sepuluh atau dua puluh tanaman saja, Raden Samudra yang dilarikan ke daerah cukup untuk konsumsi pribadi. Mem- hilir ditemukan oleh Patih Masih dan dibu- pertimbangkan jumlah orang yang juk untuk bisa dijadikan raja. Raden Sam- terlibat saja sudah cukup banyak. Apa udra pun mengikuti bujukan Patih Masih. yang harus mereka tanam dan tanam Selanjutnya, Raden Samudra dinobatkan dengan energi, bagaimanapun, adalah menjadi raja yang berkedudukan di Banjar- padi, jagung, ubi jalar, ubi merah, masih dengan gelar Pangeran Samudra. talas dan pisang. Mereka harus me- Berikutnya, Pangeran Tumanggung menge- nanam bahan makanan apa pun selain tahui hal tersebut dan akhirnya terjadi pepe- lada agar negaranya makmur dan apa rangan antara Pangeran Tumanggung pun menjadi murah; maka instruksi dengan Pangeran Samudra. Dalam pepe- akan dilakukan karena makanan itu rangan tersebut Pangeran Samudra murah dan apa saja yang dibutuhkan mendapat bantuan dari Demak. Melihat bisa didapatkan dengan mudah. Biar banyaknya korban dalam peperangan, maka tidak seperti di Jambi dan Palembang. Aria Taranggana menyarankan untuk mala- Alasan mengapa negara-negara ini kukan lawan tanding antara Pangeran Tu- hancur adalah karena mereka me- manggung dengan Pangeran Samudra. nanam lada (Ras, 1968:375). Lawan tanding pun tidak terjadi setelah keduanya melakukan pembicaraan. Hasil Pada episode atau masa selanjutnya, ceri- pembicaraan tersebut Pangeran Tu- ta dalam Hikayat Banjar dipenuhi oleh pe- manggung menyerahkan Nagara Daha ke rebutan kekuasaan di Nagara Daha. Setelah Pangeran Samudra. Pangeran Samudra

23 Siddhayatra: Jurnal Arkeologi. Vol. 26 (1) Mei 2021:15-28 menerima tahta kerajaan tersebut namun bencana negeri; instruksi dari atas tid- pusat pemerintahan dipusatkan di Banjarma- ak akan dilaksanakan karena rakyat sih dan rakyat di Nagara Daha dipindah ke akan kurang menghormati raja. Kare- pusat pemerintahan. Setelah resmi me- na uap lada itulah orang tidak merintah, Pangeran Samudra memeluk aga- diizinkan untuk menanam lada sebe- ma Islam dan bergelar Sultan Suryanullah. lumnya (Ras, 1968:443). Menjelang kematiannya, Sultan Suryanullah 3.2. Mitos dan Proses Simbolis Lada da- berwasiat salah satunya terkait sahang, sep- lam Sejarah Budaya Banjar erti disebutkan dalam kutipan, Telaah ini diawali dengan sistem metaba- “Karadjaan Sultan Surjanu’llah tahta hasa mengenai sahang (bahasa Banjar) yang astilahnya sampurna saparti astihadat bermakna sama dengan lada. Hubungan an- dahulu djua itu, saparti adat Djawa tara sahang dan lada menghasilkan makna itu. Tiada manurut pakaian tjara denotatif, yaitu tanaman yang merambat, Mangkasar, tiada tjara pakaian daunnya menyerupai daun sirih, bertangkai, Bugis. Tiada dibarikan bartanam sa- dan selang-seling. Sisik atas daun berwarna hang labih daripada dua tiga hijau mengkilat sedangkan sisik bawah hijau tunggulnja saorang-saorang itu, han- muda. Sulur lada menghasilkan buah yang ja akan thagar dimakan. Lamun ban- berbulir dan bergugus-gugus. Ketika masih jak, akan mantjari harta itu, muda buah lada berwarna hijau namun keti- mandjadikan sangsara nagri: saraba ka sudah masak warnanya menjadi merah. larang dan banjak pitanah datang, Terdapat tiga jenis lada, yaitu lada hitam, parentah tiada mandjadi karana lada putih dan lada hijau. Dari ketiga jenis orang banjak barani kapada radja. tersebut, lada hitam merupakan jenis yang Itulah, huabnja sahang itu, zaman da- paling dikenal (Swantoro, 2019:7; Turner, hulu maka tiada dibarikan orang bar- 2011:xxv). tanam sahang” (Ras, 1968: 442). Metabahasa juga tampak pada konteks kalimat yang terkait dengan lada. Terdapat Terjemahan: empat raja yang mengungkapkan wasiat Kerajaan di bawah Sultan Surjanullah mengenai lada, yaitu Ampu Jatmika, Raden sempurna; sesuai dengan tradisi lama Suryanata, Sari Kaburungan dan Suryanu’- dan sesuai dengan adat di Jawa. Tidak llah. Dari keempat wasiat tersebut, penulis ada yang berpakaian seperti orang hikayat ingin menunjukkan pada dasarnya Makassar atau Bugis. Tidak seorang ungkapan wasiat dari raja-raja bermakna sa- pun diperbolehkan menanam lebih ma. Makna denotatif dari ungkapan- dari beberapa pohon lada per batang, ungkapan tersebut tampak dari terjema- cukup untuk konsumsi pribadi saja. hannya. Penekanan makna dari ungkapan Jika menanam lebih banyak, untuk wasiat adalah larangan menanam lada secara tujuan menghasilkan uang, ini akan berlebihan dan mencari keuntungan dari

24 Imam Hindarto, Vida Pervaya Rusianti Kusmartono, dan Sigit Eko Prasetyo. Ungkapan Lada Dalam Hikayat Banjar Sebuah Analisis Semiotik

tanaman ini karena akan menimbulkan huru- guap atau keluar gas yang panas. Penulis hara. berkeinginan memberikan informasi apabila Lada tidak hanya sekedar jenis tumbuhan menanam lada secara berlebihan dan men- yang tumbuh liar atau ditanam di suatu tem- cari keuntungan dari tanaman lada, akan pat. Campur tangan manusia turut mengem- membawa pada kondisi atau suasana men- bangkan makna tanaman ini ke dalam ranah jadi ‘panas’ atau tidak nyaman. Berkaitan konotatif. Teknik penanaman, pengolahan dengan hal tersebut, lada bukan lagi sekadar biji, cara mengonsumsi hingga pendistri- tanaman merambat dalam makna deno- busian dalam kegiatan ekonomi menjadikan tatifnya. Lada mengalami pengembangan lada bukan hanya sekedar jenis tumbuhan. makna menjadi tanaman terlarang atau tana- Bahkan, pada aspek sejarah, makna esensial man yang tidak membawa kebaikan. tanaman ini berada pada daya tariknya da- Makna konotatif lada sangat ironis apabi- lam sejarah ekonomi dan politik yang kacau la ditilik dari fakta sejarah Kesultanan Ban- balau dan materialistis (Turner, 2011:xxii). jar pada pertengahan abad ke-18 M. Dalam Hal ini tampak pada sejarah kekuasaan di karya ini penulis hikayat telah mencampu- Banjarmasin pada pertengahan abad ke-18 radukkan peristiwa-peristiwa sejarah yang M yang menempatkan pengaruh kuasa da- berkembang pada masa sebelum Kesultanan lam mengontrol produksi ataupun distribusi Banjar dengan peristiwa sesudahnya. lada (Dove, 1997:335; 2019:310; Sulandjari, Ungkapan-ungkapan lada dibicarakan pada 1991:127-128). adegan-adegan sebelum masa Kesultanan Dari keempat kutipan terkait lada yang Banjar sampai masa transisi. Kendati diwasiatkan oleh para raja, terdapat tiga demikian, melalui perbandingan antara teks ungkapan bahwa “huabnja sahang itu Hikayat Banjar dengan sumber sejarah panas”. Ungkapan tersebut terdapat pada lainnya dapat dipahami alur sejarah yang wasiat Ampu Jatmika, Raden Suryanata, dan melatarbelakanginya. Sari Kaburungan. Dalam metabahasa, istilah Menjelang pertengahan abad ke-17 M, panas pada konteks kalimat tersebut dise- Banjarmasin yang berada di muara Sungai jajarkan dengan istilah pedas. Makna deno- Barito menjadi pusat penghasil lada di tatif dari kalimat tersebut adalah biji lada samping Banten dan Sumatera (Swantoro, mempunyai sifat atau rasa pedas apabila 2019:24-25). Perdagangan lada tumbuh pe- dikonsumsi. Oleh karena itu, biji tanaman sat dengan keterlibatan kongsi dagang, baik ini biasa diolah sebagai campuran bumbu VOC, EIC maupun pedagang dari Tiongkok. untuk menghasilkan makanan dengan rasa Persaingan dagang pun terjadi, baik hangat atau pedas. antarprodusen maupun antardistributor lada Penulis Hikayat Banjar tampaknya mem- untuk menguasai pusat penghasil lada dan ilih sistem konotatif untuk menyatakan mak- jalur perdagangannya. Secara internal na lada. Pemilihan ungkapan tersebut Kesultanan Banjar, persaingan terjadi antara bukanlah menunjukkan biji lada bisa men- sultan dengan para menteri yang mempunyai

25 Siddhayatra: Jurnal Arkeologi. Vol. 26 (1) Mei 2021: 15-28 kebun-kebun lada. Selain itu, pihak pengum- mengusahakan ideologi baru dalam pemak- pul dan distributor seperti kongsi dagang, naan tanaman ini. Penulis juga telah menem- baik VOC dan EIC maupun pedagang patkannya pada posisi penting sebagai wasi- Tiongkok bersaing dalam memperebutkan at raja-raja yang harus dipatuhi atau dijalan- pasar lada. Berawal dari persaingan dagang, kan. konflik fisik pun terjadi antara pihak sultan Penulis Hikayat Banjar juga menciptakan dengan menteri-menteri di bawahnya. Pihak mitos-mitos lainnya untuk mengesahkan sultan dibantu oleh VOC sedangkan pihak kekuasaaan raja-raja pra Kesultanan Banjar. menteri didukung kekuatan EIC dan armada Melalui media sastra ini sang penulis kerap Bugis. Perang yang berlangsung antara sul- memberikan gambaran mistikisme para raja. tan dan menteri ini telah membawa Hal ini digambarkan dalam salah satu ade- kemunduran dari perdagangan lada di wila- gan proses, baik munculnya Putri Junjung yah Kesultanan Banjar (Sulandjari, Buih maupun kelahiran Putri Huripan. 1991:109). Keduanya digambarkan sebagai makhluk Hikayat Banjar memuat cerita mulai dari transendental yang akhirnya menikah keraton I (Nagara Daha), keraton II (Nagara dengan sosok manusia. Pernikahan tersebut Dipa), keraton III (Banjarmasin), dan kera- menghasilkan penyatuan antara dunia manu- ton IV (Martapura) (Ras, 1968:78). Ungka- sia dengan dunia gaib yang tidak bisa dil- pan wasiat tentang lada hanya disebutkan akukan oleh sembarang orang. Adegan pada peristiwa yang berhubungan dengan mistis diulang kembali ketika raja hendak keraton I hingga awal keraton III. Keraton- mangkat. Para raja diceritakan raib setelah keraton tersebut berdiri pada periode sebe- memberikan wasiat kepada bawahannya lum hingga pembentukan Kesultanan Ban- atau anak turunnya. Salah satu wasiat dari jar. Oleh karena itu, penulisan Hikayat Ban- raja-raja sebelum raib adalah larangan men- jar dilakukan pada awal abad ke-19 M (Ras, cari kekayaan dari lada. Secara eksplisit, 1968:1). Terdapat jeda waktu yang panjang wasiat tersebut dinyatakan oleh empat raja antara penulis dengan peristiwa yang di- namun raja-raja lainnya secara tidak lang- tulisnya. Kendati demikian, penulis hikayat sung juga berpesan agar tidak menyalahi cukup mahir dalam menceritakan silsilah adat atau aturan terdahulu. ataupun peristiwa sejarah yang dialami para Lada yang diwasiatkan oleh para raja raja atau sultan. Mengingat hal tersebut dengan kekuatan mistis bertujuan untuk kemungkinan penulis hikayat mempunyai menciptakan kepatuhan bagi yang membaca kedekatan dengan pihak kesultanan. Kedek- atau mendengar. Terlepas dari peranan atan tersebut turut mendorong penulis untuk penulis dalam menulis Hikayat Banjar, teks melanggengkan tradisi budaya dalam yang tertuang dalam hikayat ini mempunyai kesultanan melalui simbol-simbol budaya. pesan untuk kelanggengan kebudayaan Ban- Salah satu simbol budaya tersebut adalah jar. Lada menjadi media simbol penyam- lada. Melalui simbol lada, penulis telah paian pesan tersebut. Peristiwa sejarah dari

25 Imam Hindarto, Vida Pervaya Rusianti Kusmartono, dan Sigit Eko Prasetyo. Ungkapan Lada Dalam Hikayat Banjar Sebuah Analisis Semiotik

tanaman ini menjadi latar pesan yang mudah lumnya harus mendapat persetujuan dari diingat oleh pembaca. Hal ini dikarenakan, VOC (Sulandjari, 1991:116). berawal dari persaingan dagang lada kekuasaan dan tata nilai Kesultanan Banjar 4. Simpulan mulai menurun. Hikayat Banjar merupakan salah satu kar- Pengalaman sejarah yang serupa juga di- ya sastra yang memuat peristiwa sejarah alami oleh Kesultanan Jambi pada abad ke- perdagangan lada. Dalam hikayat ini dise- 18 M. Gambaran perekonomian Kesultanan butkan bahwa raja-raja yang pernah me- Jambi telah menjadi perhatian penulis merintah di wilayah Banjar (Kalimantan ba- Hikayat Banjar untuk mengukuhkan mitos gian selatan) telah mewasiatkan larangan lada. Jatuhnya harga lada mengakibatkan mencari keuntungan dari perdagangan lada. merosotnya perekonomian di Kesultanan Wasiat tersebut disampaikan sebelum raja- Jambi. Pada akhirnya, para bangsawan raja mangkat dan menurunkan tahta kerajaan kesultanan ini terlilit hutang pada VOC. kepada penerusnya. Ungkapan wasiat ten- Kedaulatan kesultanan Jambi juga merosot tang lada menjadi suatu mitos yang penting hingga menjadi vasal Minangkabau (Arman, dalam sosial-budaya masyarakat Banjar. 2018:100-110). Ungkapan mitos lada dalam Hikayat Ban- Pengalaman sejarah perdagangan lada di jar merujuk pada peristiwa sejarah Banjar dan Jambi merupakan contoh praktik perdagangan lada di Kesultanan Banjar pada -praktik kuasa dan kapitalisme yang sangat pertengahan abad ke-18 M. Persaingan merugikan masyarakat. Kesultanan Banjar perdagangan lada di wilayah Banjar telah juga mengalami kemunduran seperti memicu konflik internal kesultanan. Konflik Kesultanan Jambi. Melalui perjanjian tahun fisik terjadi antara sultan dan menteri untuk 1787 antara VOC dengan Sultan Nata, ked- memperebutkan pusat produksi dan jalur aulatan sultan atas wilayah dan peranannya distribusi lada. Konflik tersebut melibatkan dalam pemerintahan di Kesultanan Banjar pihak luar, seperti VOC, EIC, dan Tiongkok. telah berkurang. Perjanjian tersebut memuat Campur tangan VOC dalam konflik tersebut tiga hal pokok. Pertama, sultan menye- bertujuan untuk untuk memonopoli rahkan semua daerah kepada VOC kecuali perdagangan lada. Akibatnya, kedaulatan Kayutangi, Martapura, Tanah Dusun, kesultanan atas beberapa wilayahnya harus Amuntai dan Sampit. Daerah pesisir yang diserahkan kepada kongsi dagang-kongsi terdiri atas Tatas, Tabanio, Tanah Laut, dagang tersebut. Tanah Bumbu, dan Kotawaringin diserahkan Pada kerangka sosiologi budaya, lada sepenuhnya kepada VOC. Kedua, para men- merupakan simbol yang diusahakan oleh teri di bawah kekuasaan sultan diharuskan penulis hikayat. Pemahaman penulis hikayat menghadap dua kali setiap tahun. Terakhir, mengenai silsilah raja maupun peristiwa da- setiap menteri yang diangkat sultan sebe- lam kesultanan menunjukkan adanya kedek- atan penulis dengan pihak kesultanan. Penu-

26 Siddhayatra: Jurnal Arkeologi. Vol. 26 (1) Mei 2021: 15-28 lis hikayat tampaknya termotivasi dalam Bekerja di Balai Arkeologi Provinsi Kali- membentuk mitos-mitos untuk melang- mantan Selatan. Bidang arkeologi yang gengkan budaya banjar yang telah terde- ditekuni antara lain, prasejarah awal holosin, gradasi oleh kapitalisme. Melalui Hikayat dan etnoarkeologi. Banjar tersebut, penulis menyisipkan pesan- Sigit Eko Prasetyo (Penulis Utama), lahir pesan melalui mitos khususnya mitos ten- di Jakarta, 14 Ferbruari 1982. Pendidikan tang lada. terakhir S2 Fakultas Ilmu Budaya Universi- tas Indonesia. Kepakaran peneliti arkeologi 5. Ucapan Terima Kasih prasejarah. Bekerja di Balai Arkeologi Su- Penulis mengucapkan terima kasih yang matera Selatan. Bidang arkeologi yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang ditekuni antara lain prasejarah masa Holosen telah membantu dalam penelitian ini. Teru- di Sumatera dan lingkungan prasejarah. tama kepada penulis terdahulu yang pernah menulis tentang khasanah Kota Denpasar. Daftar Pustaka Terima kasih kepada teman-teman di Balai Ahyat, Ita Syamtasiyah. 2014. “Pepper Pelestarian Cagar Budaya Bali dan Balai Trade and the Sultanate of Banjarma- Arkeologi Bali yang pernah melakukan sin in the 17th - 18th Century.” Inter- penelitian, inventarisasi, maupun kegiatan national Journal of Science and Re- pelestarian Cagar Budaya atau objek diduga search (IJSR) 3 (8): 1491–96. https:// Cagar Budaya di Kota Denpasar. Penulis www.ijsr.net/archive/v3i8/ juga mengucapkan terima kasih kepada MDIwMTUyNzM=.pdf. (Diakses 10 pengelola (pengempon, penyungsung, Februari 2019) pemangku) atas bantuannya. Arman, Dedi. 2018. “Perdagangan Lada Di Jambi Abad XVI-XVIII” 1 (2): 81– 6. Kontribusi Penulis 105. Imam Hindarto (Penulis Utama) lahir di Barthes, Roland. 2010. Imaji Musik Teks Jombang pada 20 Maret 1982. Pendidikan Analisis Semiologi Atas Fotografi, terakhir S1 jurusan arkeologi, fakultas sas- Iklan, Film, Musik, Alkitab, Penulisan tra, Universitas Udayana. Kepakaran peneliti Dan Pembacaan Serta Kritik Sastra. arkeologi sejarah. Bekerja di Balai Arkeolo- Edited by Alfathri Adlin. 1st ed. Yog- gi Provinsi Kalimantan Selatan. Sekarang yakarta: Jalasutra. menekuni arkeologi lanskap dan arkeologi Dove, Michael R. 1997. “The ‘Banana Tree semiotika. at the Gate’: Perceptions of Produc- Vida Pervaya Rusianti Kusmartono tion of Piper Nigrum (Piperaceae) in a (Penulis Utama) lahir di Surabaya pada 24 Seventeenth Century Malay State.” April 1966. Pendidikan terakhir S2, di- Economic Botany 51 (4): 347–61. peroleh di Australian National University. https://doi.org/10.1007/BF02861045. Kepakaran peneliti arkeologi prasejarah. Dove, Michael R. 2019. “Plants, Politics,

27 Imam Hindarto, Vida Pervaya Rusianti Kusmartono, dan Sigit Eko Prasetyo. Ungkapan Lada Dalam Hikayat Banjar Sebuah Analisis Semiotik

and the Imagination over the Past 500 Reid, Anthony. 2011. Asia Tenggara Dalam Years in the Indo-Malay Region.” Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 2: Current Anthropology 60 (S20): S309 Jaringan Perdagangan Global. 2nd –20. https://doi.org/10.1086/702877. ed. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Hoed, Benny H. 2011. Semiotik Dan Dina- Indonesia. mika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas bambu. Wibisono, Sonny CH., Novida Abbas, Vida Kuntowijoyo. 2006. Budaya Dan Masyara- Pervaya Rusianti Kusmartono, Harry kat Edisi Paripurna. Yogyakarta: Ti- Widianto. 1995. “Ekskavasi Situs ara Wacana. Benteng Tabanio Tahap I Kabupaten Mansyur, Mursalin dan Wisnu Subroto. Tanah Laut Provinsi Kalimantan Se- 2019. Sahang Banjar Banjarmasin latan.” Naditira Widya 01: 1–67. dalam Jalur Perdagangan Rempah Sulandjari. 1991. “Politik Dan Perdagangan Dunia Abad 18. Banjarmasin: Lada Di Kesultanan Banjarmasin Pemerintah Kota Banjarmasin (1747-1787).” Universitas Indonesia. Rafiek, M. 2015. “Tumbuhan Dalam Swantoro, Pollycarpus. 2019. Perdagangan Hikayat Banjar: Larangan, Manfaat, Lada Abad XVII Perebutan Emas Akibat, Asal Usul Dan Pertanda” 3 Putih Dan Hitam Di Nusantara. Per- (1): 107–15. http:// tama. Jakarta: Kepustakaan Populer journalarticle.ukm.my/8552/1/ Gramedia. Tum- Turner, Jack. 2011. Sejarah Rempah Dari buhan_dalam_hikayat_raja_banjar.pdf Erotisme Sampai Imperialisme. 1st ed. Depok: Komunitas Bambu. Ras, Johannes Jacobus. 1968. Hikajat Band- http://hdl.handle.net/1887.1/item:738927. jar a Study in Malay Historiography. (Diakses 21 April 2019) The Hague: Martinus Nijhoff.

28