PRAKTEK PRODUKSI HEGEMONI MILITER MELALUI FILM “JENDERAL SOEDIRMAN” Analisis Wacana Kritis Model Van Dijk Terhadap Film “Jendral Soedirman”

Cosmas Gatot Haryono Ilmu Komunikasi, Universitas Bunda Mulia Alamat surel: [email protected]

Abstract: As a mass media, Film seldom unrecognized as a media disseminator for messages and discourse. This condition is used by filmmakers and some interested parties as “arena” to disseminate or conduct hegemony to the public. Film General Soedirman is one example of a film that we can felt the hegemony agenda. As a historical film, the film try to build its story or narrative centrally on the figure of the Great Commander General Soedirman. Interestingly, the protrusion of General Soedirman figure is felt too much. On the contrary, the civil politicians are discribed ugly. This led to controversy and debate that is quite exciting in the national media. There is a suspicion of a large discourse, that is being rolled out by the filmmakers for the sake of a certain position within the larger narrative of the republic. This article is a report of qualitative research and use critical discourse analysis of Van Dijk. The research try to dismantle the structure of the text, either micro, macro, and it‟s superstructure, thus unfolding discourse developed through the production of this film. Keywords: Critical Discourse, Text Structure, and Hegemony

Abstrak Film merupakan salah satu bentuk media komunikasi massa yang sangat jarang disadari perannya sebagai media penyebar pesan dan wacana. Ketidaksadaran penonton ini menjadi arena bagi pembuat film dan beberapa pihak yang berkepentingan untuk menyebarkan atau melakukan hegemoni kepada masyarakat. Film Jenderal Soedirman adalah salah satu contoh film yang sangat terasa aroma hegemoni-nya. Sebagai film sejarah, film ini mencoba membangun cerita atau narasi-nya secara tersentral pada sosok Panglima Besar Jendral Soedirman. Yang menarik, penonjolan sosok, yang sebenarnya biasa dalam sebuah perfilman, dilakukan dengan secara “sewenang-wenang” dengan menjatuhkan tokoh perjuangan lain. Kesewang-wenangan inilah yang kemudian memunculkan kontroversi dan perdebatan yang cukup seru di media-media nasional. Ada kecurigaan sebuah wacana besar sedang digulirkan oleh pembuat film demi posisi tertentu dalam narasi besar republik ini. Peneliti meneliti film ini dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Analisis yang digunakan adalah analisis wacana kritis dengan model yang dikembangkan oleh Van Dijk. Peneliti berharap bisa membongkar struktur teks, baik mikro, makro, maupun superstruktunya sehingga terkuak wacana yang dikembangkan melalui produksi film ini. Kata Kunci: Wacana Kritis, Struktur teks, dan Hegemoni

PENDAHULUAN Belanda ke , 19 Desember 1948. Kesederhanaan dan keteguhan seorang Latar Belakang Jenderal Soedirman dalam memegang Pada pertengahan tahun 2015, dunia prinsip menjadi isu utama yang menonjol film yang didominasi dengan tema dalam film ini. Digambarkan bagaimana hantu dan percintaan, dikejutkan dengan Soedirman mengorbankan hartanya, seperti munculnya film dengan tema perjuangan, perhiasan istrinya, untuk bekal semasa yaitu film Jenderal Soedirman. Film yang bergerilya. diproduseri Sekar Ayu Asmara dari Padma Bagi peneliti keberadaan film ini Pictures dan disutradarai Viva Westi ini sangat menarik. Bukan saja pada kisah diproduksi selama 43 hari dan sejarah yang dimunculkan, tetapi juga pada menghabiskan biaya pembuatan berkisar aspek kontroversi yang melingkupinya. antara Rp 10-15 miliar. Film tersebut Sejak kemunculannya, film berjudul menceritakan masa gerilya Soedirman “Jendral Soedirman” memunculkan selama tujuh bulan setelah agresi militer kontroversi di kalangan sejarawan

Jurnal Bricolage Vol. 3 No. 1 30

Indonesia. Banyak yang menyukainya, revolusi proletariat. Di sinilah hegemoni namun tidak sedikit pula yang mencerca atau menemukan lokus urgensinya. bahkan menganggapnya terlalu berlebihan Gramsci menggunakan konsep menampilkan sosok Soedirman. Peran hegemoni untuk mempercepat revolusi militer dan “kekuasaan” militer digambarkan sosialis dalam rangka menghancurkan secara menonjol sehingga terkesan tatanan dan sistem kapitalisme. Di awal, “mengangkangi” peran pejuang-pejuang Gramsci menggunakan istilah ini sebagai sipil (Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka konsep yang netral, tidak bersifat baik atau dan lain-lain). Militer digambarkan begitu buruk. Artinya, dia menggunakan konsep dominan memperjuangkan kemerdekaan, hegemoni dalam kerangka realitas sementara para pejuang sipil seakan hanya perjuangan kelas dalam suatu tatanan menjadi kolaborator asing yang berusahan masyarakat. menjajah kembali Indonesia. Gramsci mengidentifikasi Film ini dianggap terlalu hegemoni sebagai bentuk kontrol terhadap “merendahkan” atau “melemahkan” peranan kehidupan intelektual masyarakat melalui tokoh bangsa yang lain. Digambarkan sarana-sarana kebudayaan (Leszek keputusan Soekarno dan jajaran kabinet Kolakowski, 1978: 242). Meskipun untuk tetap bertahan di Yogyakarta ketika demikian, kadang kala hegemoni dilakukan aksi militer Belanda ke-2 (19 Desember dengan menyertakan kekuatan politik yang 1948), dianggap sebagai pengkhianatan dijalankan dengan paksaan. James Joll perjuangan. Perbedaan sikap dan (1977: 99) secara gamblang menjelaskan inkonsistensi Soekarno terasa sangat bahwa hegemoni suatu kelas politis berarti ditonjolkan dalam film ini, terutama karena bahwa kelas tersebut berhasil membujuk mengingat sebelumnya Soekarno pernah kelas-kelas sosial lain untuk menerima nilai- berpidato bahwa ia akan melawan Belanda nilai budaya, politik, dan moral dari kelas dengan ikut bergerilya bersama rakyat. itu. Oleh karena itu hegemoni lebih terkait Sebagai media, film tentu bukanlah dengan upaya mencapai kekuasaan politik sebuah pesan yang bebas nilai. Sebagai melalui konsensus antar kelas daripada bagian dari media massa, film tidak lepas melalui kekerasan. Bahkan dalam suatu dari kepentingan dan agenda pembuatnya. hegemoni yang berhasil, kekuatan koersif Salah satu kepentingan yang menurut sudah tidak dibutuhkan lagi oleh kelas peneliti menarik untuk diteliti adalah berkuasa. bagaimana produksi hegemoni dilakukan oleh kalangan militer dalam film tersebut. Wacana Kritis Model Van Dijk Analisis Wacana Kritis merupakan Gagasan Tentang Hegemoni pendekatan konstruktivis sosial yang Hegemoni dimaknai Gramsci meyakini bahwa representasi dunia bersifat sebagai sebuah strategi menuju perubahan linguistis diskursif, makna bersifat historis sosial. Konsep ini muncul dalam rangka dan pengetahuan diciptakan melalui mengoreksi kegagalan revolusi sosialisme di interaksi sosial (Jorgersen dan Phillips, negara-negara Barat, termasuk Italia, 2007). Analisis ini mengambil posisi non- sekaligus mengevaluasi gagasan dasar konformis atau melawan arus dominasi Marxisme ortodoks paska Marx dan Engel dalam kerangka besar untuk melawan yang memprediksikan kehancuran kapitalis ketidakadilan sosial. Menurut Van Dijk, sebagai akibat dari kontradiksi-kontradiksi penelitian atas wacana tidak cukup hanya internalnya dan akan digantikan dengan didasarkan pada analisis teks semata, karena masyarakat sosialis melalui revolusi teks hanya hasil dari suatu praktik produksi proletariat. Bagi Gramsci, revolusi adalah yang harus juga diamati. Bagaimana sebuah proses organik yang memerlukan teks diproduksi sangat penting untuk dilihat. pengorganisasian aktifitas sadar dan Proses produksi teks selalu melibatkan suatu kesadaran kritis teoritis. Diperlukan proses yang disebut sebagai kognisi sosial. persiapan intelektual, budaya dan politik Teks dibentuk dalam suatu praktik kelas pekerja untuk suksesnya sebuah diskursus, yaitu praktik wacana. Di sini ada

Jurnal Bricolage Vol. 3 No. 1 31 dua bagian, yaitu teks yang mikro yang yang diteliti adalah bagaimana struktur teks merepresentasikan suatu topik permasalahan dan strategi wacana yang dipakai untuk dalam berita, dan elemen besar berupa menegaskan suatu tema tertentu. Pada level struktur sosial. kognisi sosial dipelajari proses produksi teks Van Dijk membuat suatu jembatan media yang melibatkan kognisi individu yang menghubungkan elemen besar berupa pembuat teks media tersebut. Sedangkan struktur sosial tersebut dengan elemen aspek ketiga mempelajari bangunan wacana wacana yang mikro dengan sebuah dimensi yang berkembang dalam masyarakat akan yang dinamakan kognisi sosial. Kognisi suatu masalah. Ketiga dimensi ini sosial sendiri mempunyai dua arti. Di satu merupakan bagian yang integral dan sisi ia menunjukkan bagaimana proses teks dilakukan secara bersama-sama dalam tersebut diproduksi oleh media, di sisi lain ia analisis Van Dijk (Eriyanto 2001:225). menggambarkan nilai-nilai masyarakat itu Van Dijk (1985) membagi struktur menyebar dan diserap oleh komunikator dan teks ke dalam tiga tingkatan, yaitu struktur akhirnya digunakan untuk membangun teks makro, superstruktur, dan struktur mikro. (Eriyanto 2001:222). Struktur sosial, Struktur makro merupakan makna umum dominasi, dan kelompok kekuasaan yang dari suatu teks yang dapat diamati dengan ada dalam masyarakat dan bagaimana melihat topik atau tema yang dikedepankan kognisi/ pikiran dan kesadaran sangat dalam suatu berita. Superstruktur berperan dalam membentuk dan merupakan struktur wacana yang berpengaruh terhadap teks media. berhubungan dengan kerangka atau skema Pada dasarnya wacana mempunyai suatu teks dan bagaimana bagian-bagian teks tiga dimensi/ bangunan, yaitu: teks, kognisi tersusun ke dalam berita secara utuh. sosial, dan konteks sosial. Inti analisis Van Sedangkan struktur mikro adalah makna Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana yang dapat diamati dari bagian kecil wacana tersebut ke dalam satu kesatuan dari suatu teks yakni kata, kalimat, parafrase analisis. Dalam dimensi teks yang pertama, dan lain-lain.

Struktur Makro Makna global dari suatu teks yang dapat diamati Dari topic/tema yang diangkat oleh suatu teks

Superstruktur Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, Isi, penutup, dan kesimpulan

Struktur Mikro Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati Dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks

Sumber: Van Dijk, Teun A. 2000. Discourse Ideology and Context. London: SAGE Publications Gambar 1. Struktur Teks Dalam Analisis Wacana Kritis Van Dijk

Jurnal Bricolage Vol. 3 No. 1 32

HASIL DAN PEMBAHASAN bahwa Panglima TNI adalah tentara atau prajurit dimana medan pertempuran adalah Pembahasan tempat yang memang layak untuknya. Analisis Critical Discouse Study (Van Sedangkan Soekarno sebagai presiden tidak Dijk) Pada Film Jendral Soedirman bisa bergabung dengan tentara di medan Analisis Konteks perang. Sebagai presiden, Soekarno harus Film ini menggambarkan dengan tetap di ibu kota. Penegasan Soekarno ini jelas konteks historisnya, yaitu bagaimana seakan menegaskan perbedaan kewenangan perjuangan TNI dalam mempertahankan dan tanggungjawab antara militer dan sipil. kedaulatan NKRI dari kekuasaan penjajah Sutradara seakan mau menegaskan dikotomi Belanda. Sutradara mengambil peritiwa militer versus sipil dalam perjuangan Agresi Militer Belanda II atau Operasi kemerdekaan Republik Indonesia. Gagak (bahasa Belanda: Operatie Kraal) Berkaitan dengan peran komunikatif yang terjadi pada 19 Desember 1948 sebagai yang dimununculkan dalam film tersebut, latar film ini. Serangan tersebut diawali ditunjukkan bahwa militer berperan sangat dengan serangan terhadap ibukota Indonesia akif dalam menggalang dukungan yang sedang dipindahkan ke Yogyakarta. masyarakat untuk berperang. Latihan-latihan Serangan ini disertai dengan penangkapan militer yang melibatkan pemuda dari para pemimpin Republik Indonesia seperti berbagai desa di Jawa Tengah dan Soekarno, dan Sutan Yogyakarta cukup menonjol dalam film ini. Syahrir dan beberapa tokoh lainnya yang Sosok fiksi semacam Karsani (diperankan kemudian dibuang ke Bangka. Namun oleh Gogot Suryanto) membuat adegan- sebelum ditangkap, Soekarno sempat adegan latihan militer menjadi lebih membentuk Pemerintah Darurat Republik “menarik”. Sosok Karsani mewakilkan Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh ribuan masyarakat awam yang dengan . sukarela mengorbankan jiwa raga demi Dalam sidang kilat, Kabinet RI mempertahankan kemerdekaan. Itu terjadi mengambil keputusan bahwa pimpinan karena pendekatan TNI kepada masyarakat. negara tetap tinggal di dalam kota dengan Sebaliknya, ada pihak lain (politisi tujuan tetap dekat dengn Komisi Tiga sipil) di era perjuangan ini yang Negara (KTN) sehingga kontak diplomatik digambarkan tidak pernah berjuang tetap dapat dilangsungkan. Sebaliknya, mengangkat senjata melawan penjajahan Soedirman dan TNI mengambil keputusan namun justru gemar berunding dan selalu untuk bergerilya meninggalkan ibukota sibuk saling jegal untuk memerintah. Hal ini Yogyakarta untuk melakukan perlawanan terlihat nyata dalam adegan kemarahan terhadap Belanda. Bahkan dalam film ini, Jendral Soedirman sebagai reaksi dari Soedirman sebagai wakil TNI digambarkan informasi tentang hasil perundingan Roem- “menuntut” janji Soekarno dalam pidato nya Royen yang didengarnya dari radio bersama terdahulu yang berjanji akan selalu bersama pejuang lainhya. Soedirman begitu emosi rakyat Indonesia. dengan menyebut perundingan tersebut Bentuk relasi yang menonjol dalam sebagai bentuk kekonyolan pemerintah. film ini adalah munculnya dikotomi antara ”sementara kita membuktikan sipil dan militer (TNI). Dikotomi ini bahwa angkatan perang di republik dipertegas dengan cuplikan dialog Jendral ini masih ada dan kuat, dengan Soedirman dengan Presiden Soekarno paska konyol pemerintah malah Sidang Kabinet kilat yang terjadi di pendopo berunding....” Gedung Agung Yogyakarta, dimana Soedirman meminta dengan sangat agar Dalam banyak kesempatan Soekarno bersedia ikut bersamanya Soedirman kelihatan begitu terpukul oleh bergerilya bersama TNI dan rakyat. Tapi sikap politisi sipil yang memerintah Soekarno menolak dengan mendudukan Republik. Ia menyebut mereka sebagai siapa pada posisi apa dan seharusnya pengkhianat karena mau berunding dengan bagaimana. Presiden Soekarno menegaskan Belanda. Bahkan Soekarno pun dianggapnya

Jurnal Bricolage Vol. 3 No. 1 33 sebagai bagian dari politisi sipil pengkhianat. Saat Soedirman dipanggil dari Dalam kalimat tersebut Soedirman hutan untuk menghadap Presiden ke istana memilih kata “saya tentara” yang ingin Yogyakarta, ia berujar: menonjolkan bahwa dirinya adalah prajurit, “siapa yang hendak memanggil representasi dari kalangan militer di saya? Orang yang berkhianat dan Indonesia yang mengangkat senjata untuk telah ditawan oleh Belanda.....?” memperjuangkan kemerdekaan. Soedirman juga menggunakan istilah “merdeka seratus Analisis Makrostruktur Semantik persen”. Soedirman menegaskan bahwa Analisis makrostruktur Semantik merdeka yang dicita-citakan militer adalah mendasarkan diri pada analisis tentang topik merdeka yang benar-benar atau sentral atau utama yang diangkat sebagai sesungguhnya dan tidak ada kompromi atau roh yang menghidupkan cerita dan fokus mengakomodasi pihak lain yang pada utama yang coba disuarakan dalam topik akhirnya justru mengurangi kemerdekaan sentral tersebut (Van Dijk, 2009). Dalam yang sesungguhnya. Ini tentu berseberangan film ini, topik sentral nya adalah peran dengan kemerdekaan yang kemudian Jendral Soedirman dalam perjuangan dihasilkan oleh para pejuang sipil yang kemerdekaan Republik Indonesia. berjuang melalui jalur diplomasi. Sedangkan isi model mental yang Jenderal Soedirman juga tampak dalam film ini secara garis besar mengatakan akan “membela pemerintah” dapat dilihat bahwa film ini melakukan dalam rangka memewujudkan kemerdekaan penonjolan peran militer dan “kekuasaan” yang seratus persen tersebut. Maka dalam militer dengan “mengangkangi” peran dialog-dialog lain dalam film ini, berulang pejuang-pejuang sipil (Soekarno, Hatta, kali Soedirman tampak marah dan tidak suka Syahrir, Tan Malaka dan lain-lain). dengan keputusan yang diambil oleh Soekarno-Hatta digambarkan sebagai politisi pemerintah ketika memutuskan untuk sipil yang gemar ingkar janji dan hanya berdiplomasi dengan Belanda. mengutamakan citra di depan rakyat. Dalam Soedirman juga mempersilahkan salah satu adegan akhir film, saat Soedirman Tan Malaka jika mempunyai rencana lain. kembali ke Yogyakarta dan disambut Di sini, terlihat bahwa Soedirman soekarno-Hatta, Soekarno sempat meminta menangkap ada cara-cara yang ditempuh fotografer istana untuk memotret kembali Tan Malaka yang tidak sesuai dengan adegan Soekarno memeluk Soedirman. ideologi maupun nilai-nilai yang dipegang Lepas dari benar-tidaknya peristiwa tersebut, teguh militer Indonesia. Menarik untuk adegan ini menggambarkan betapa Soekarno melihat cuplikan adegan-adegan tentang sebagai representasi politisi sipil haus akan sosok Tan Malaka. Dalam beberapa penggal popularitas atau dalam wacana politik cerita, Tan Malaka ditokohkan sebagai terkini, Soekarno terjangkiti “virus contoh politisi yang rakus akan kekuasaan. pencitraan” yang melekat pada karakteristik Golongan kiri yang setiap saat mengancam politisi sipil. pemerintah dan perjuangan kemerdekaan. Selain menampilkan Tan Malaka sedang Pemaknaan Lokal berpidato dengan latar belakang spanduk Pemaknaan lokal terhadap film yang bergambar palu arit, kamera juga Jendral Soedirman ini dilakukan dengan menyoroti brosur yang bertulisan "Tan menganalisis perbendaharaan kata yang Malaka Presiden Kita". Penggambaran digunakan. Pertama, dalam percakapan tentang Tan Malaka diakhiri dengan Soedirman dengan Tan Malaka tentang penangkapan dirinya bersama beberapa dukungan tentara kepada pemerintah RI. orang lain diseret dengan tangan terikat tali Soedirman mengungkapkan: di dalam hutan. Dilaporkan bahwa Tan “Saya tentara, saya membela Malaka dan pengikutnya ditangkap atas pemerintah untuk merdeka seratus perintah Soengkono. Kemudian terdengar persen... jika Tuan Malaka mempunyai tembakan dor-dor. Meskipun sebenarnya cara lain, silahkan” tidak ada perintah penangkapan terhadap

Jurnal Bricolage Vol. 3 No. 1 34

Tan Malaka, walaupun ia memilih bergerilya diri mereka. Seakan yang boleh berperang di Jawa Timur. hanya militer saja dan sipil tidak perlu Dalam adegan yang lain, Jendral berperang atau memperjuangkan Soedirman berkesempatan bertemu dengan kemerdekaan. Soekarno di saat genting ketika Belanda Dalam adegan-adegan selanjutnya menyerang Pangkalan Angkatan Udara TNI terus muncul persoalan ingkar janji bahkan Maguwo. Ia menolak ajakan presiden agar penghianatan yang dilakukan oleh presiden Soedirman yang sedang sakit tetap tinggal di . Padahal bila dicermati, keputusan kota bersama pemimpin pemerintahan yang untk bertahan di Yogyakarta bukan lainnya. Ia justru memohon agar Presiden keputusan individu Soekarno; melainkan Soekarno ikut bersamanya bergerilya. hasil rapat kilat Kabinet. Ada wacana Soedirman: “Dan kami memohon dengan merendahkan peran politikus sipil khususnya sangat, agar Pak Presiden Soekarno dalam adegan dialog ini. Seakan di keluar dari kota dan masuk saat genting dan butuh pengorbanan, hutan sesuai rencana Pak... Soekarno enggan melakukannya dan lebih ikutlah bergerilya bersama suka tetap tinggal di istana. kami Pak..” Dalam adegan beredarnya buku Soekarno: “Dimas..., Engkau Seorang “Perjuangan Kita” karya Sutan Syahrir prajurit, tempatmu di medan tentang halangan reformasi birokrasi karena pertempuran... bersama banyak kepemimpinan nasional diisi oleh dengan anak buah kamu. bekas pembatu dan pegawai Jepang, Tetapi tempatmu tidak bisa Soedirman mengancam akan melakukan menjadi tempat pelarian saya. pengambilalihan kebijakan sendiri. Ini Saya harus tetap tinggal di berkaitan juga dengan diplomasi yang sini...!!” menurutnya justru memecah belah bangsa. “Jika diplomasi yang dilakukan justru Dialog ini sekilas seperti sebuah membuat kita terpecah belah, saya tidak dialog biasa yang berupa ajakan Soedirman akan segan-segan untuk mengambil alih sebagai Panglima TNI kepada Presiden kebijakan sendiri” untuk bergerilya daripada menyerah dan menjadi tawanan Belanda. Permintaan Soedirman juga menunjukkan Soedirman ini menjadi tidak biasa kalau sikapnya yang sederhana dan tidak mau dikaitkan dengan konteks waktu merepotkan orang. Ia tidak mau sebelumnya, dimana Presiden pernah diperlakukan sebagai seorang pimpinan yang berpidato bahwa ia akan melawan Belanda diagung-agungkan bak seorang raja. dengan ikut bergerilya. Ternyata, ketika tiba Meskipun kondisinya tidak sehat, ia ingin waktunya, presiden Soekarno ingkar janji. diperlakukan sebagaimana biasanya, tidak Kata “sesuai rencana” menegaskan bahwa berlebihan. Kesan ini muncul dalam sebelumnya keterlibatan Soekarno dalam percakapannya dengan Noly gerilya sudah direncanakan bersama. (Tjokropranolo) tentang tandu yang Sutradara sepertinya mau mengatakan dibuatnya untuk Sang Jederal selama bahwa Soekarno dan Soedirman sepakat gerilya. untuk bersama-sama berjuang dengan “Saya tidak mau diperlakukan seperti bergerilya ketika ibukota diserang Belanda. raja, Noly..” Adegan ini tak ubahnya sebuah penagihan janji yang kemudian tidak dikabulkan. Meskipun pecakapan ini singkat, Bahkan Soekarno memberikan namun maknanya mendalam. Selain pesan argumen bahwa seorang prajurit memang kesederhanaan, percakapan ini begitu tempatnya di medan perang. Sedangkan menohok perilaku pimpinan dari kalangan Soekarno bukan prajurit maka tidak perlu ke sipil yang berperilaku sok penguasa bahkan medan perang. Argumen Soekarno ini mensejajarkan diri seperti seorang raja yang seperti memberikan dikotomi militer dan minta dilayani dan “ditinggikan” di sipil berikut kewajiban yang melekat dalam manapun juga. Meskipun akhirnya

Jurnal Bricolage Vol. 3 No. 1 35 menerima, sikap yang dipertontonkan oleh Bahkan mereka tetap melanjutkan perang Soedirman menunjukkan bahwa karakter gerilya menyerang pos-pos Belanda yang militer berbeda dengan sipil. mereka lalui. Pada bagian lain dari film ini, Monolog sendiri sebenarnya terdapat adegan monolog Soedirman yang merupakan percakapan tunggal oleh seorang jengkel dan marah terhadap hasil tokoh untuk dirinya sendiri yang berfugsi perundingan Roem Royen. Soedirman untuk menegaskan keinginan ataupun menumpahkan kekesalannya dengan harapan dari tokoh tersebut terhadap sesuatu. membanting tongkat komando yang selalu Dalam hal ini, Soedirman tampak emosional dibawanya di hadapan para pengikut dalam melakukan monolog dengan suara setianya. Ia merasa dikhianati dan tidak yang lantang. Prajurit yang disekitarnya dihargai kehormatannya sebagai tentara. tampak merasakan emosi yang sama dengan “Perdamaian apa? Justru Belanda yang Sang Jenderal. Maka, seolah monolog itu merusak negara kita yang damai dan adalah monolog dari semua prajurit yang merdeka ini menjadi medan perang. saat itu sedang berjuang bersama Soedirman Sementara kita tetap berjuang, dengan bergerilya. Mereka merasakan emosi sementara kita membuktikan bahwa yang sama. tentara di republik ini masih ada dan Dalam film ini juga terlihat kuat.., dengan konyol pemerintah malah penggunaan metafora untuk mengungkapkan berunding..... dengan berunding sama suatu maksud. Misalnya, ketika bertemu saja kita menyepakati bahwa negara dengan Presiden Soekarno di Gedung Agung kita ini tidak tertib..., tidak aman... dan Yogyakarta, Jenderal Soedirman sudah jelas mereka mengakui bahwa mengatakan menyerahkan "pemerintahan tentara nasional hanyalah militer" kepada pemerintahan Soekarno - segerombolan tentara yang memegang Hatta. Namun pada teks bahasa Inggris senjata belaka... kita ini tentara..!! kita tertulis military command, jadi jabatan punya martabat..!! kita tidak aka tinggal sebagai pemimpin militer yang diserahkan. diam sampai kapanpun” Meskipun mengundang banyak tanya, apakah pemeran Soedirman yang salah ucap Soedirman sangat tersinggung dan atau ini memang disengaja? Tetapi marah dengan hasil perjanjian Roem-Royen penggunaan metafora “pemerintahan ini. Bahkan ia mempertanyakan perdamaian militer” memperlihatkan bahwa militer apa yang berhasil diciptakan oleh sebelumnya mempunyai sistem dan perundingan itu. Soedirman melihat sikap tatakelola pemerintahannya sendiri dan politisi sipil pimpinan Soekarno yang terpisah dari pemerintahan sipil. Ada kesan memilih jalur diplomasi sama saja bahwa milier sedari awal tidak mau berada menggadaikan dan tidak perjuangan yang dibawah komando sipil. Penyerahan sedang dilakukan oleh militer. Baginya, “pemerintahan sipil” menunjukkan bahwa Belanda adalah pembuat kekacauan dan militer akhirnya mau menyerahkan perusak kedamaian yang sudah terjadi di pengelolaan dan perintah atas dirinya Indonesia. Ia tidak rela militer dianggap dibawah presiden yang adalah politisi sipil. tidak lebih dari gerombolan bersenjata yang tidak ada pengaruhnya apa-apa terhadap Relevansi Struktur Formal Tersirat keberlangsungan republik. Dalam Pada bagian ini peneliti berusaha perundingan, militer tidak dilibatkan sama melihat bentuk-bentuk linguistik yang sekali dan terasa bahwa mereka berada biasanya tidak bisa dikontrol sepenuhnya dibawah kekuasaan kaum politisi sispil yang oleh pembicara atau penulis. Dengan berdiplomasi. Padahal faktanya, saat ini demikian, peneliti mendapatkan gambaran mereka berjuang menyambung nyawa demi tentang ciri-ciri pragmatis suatu peristiwa tegaknya kedaulatan Republik Indonesia. komunikasi seperti maksud, situasi emosi Ketidakpuasan Soedirman ini pembicara, perspektif, opini co-partisipan, diwujudnyatakan dengan penolakan dia dan dan kepedulian interaksional, presentasi pasukannya untuk kembali ke Yogyakarta. positif tentang diri dan pembentukan kesan.

Jurnal Bricolage Vol. 3 No. 1 36

Bentuk linguistik yang tidak Untuk memperkuat pertentangan, terkontrol yang tampak dalam film ini antara disisipkan adegan seorang Tionghoa yang lain terlihat dalam adegan dimana Presiden menjadi pemilik toko mengatakan bahwa dan Wakil Presiden yang mengakui bahwa tentara komunis itu mempunyai presiden beliau berbohong, berdosa, ingkar janji sendiri. Sutradara melakukan penggambaran dengan tidak ikut ber-gerilya. Di situ serampangan di lapangan antara tentara presiden dan wakil presiden mengakui nasional pro-pemerintah dengan pasukan bahwa dirinya berbohong. Dalam buku kemerdekaan yang -dianggap- komunis. sejarah manapun tidak pernah penulis Diantaranya melalui tokoh Soedirman, yang jumpai hal yang demikian. Entah kesalahan berkarakter sabar, kalem, berwibawa. atau sengaja memutar balik fakta, sepertinya Sebaliknya kesan agresif, radikal, jago penulis cerita dan sutradara tidak mampu pidato, dimunculkan lewat Tan Malaka. mengontrol diri sehingga film ini tidak jauh Kehadiran tentara rakyat yang komunis masuk kepada hal-hal yang bisa ditandai dengan pasukan bersenjata yang menimbulkan kontroversi. Bagaimanapun memakai “pita merah” di lengannya. Ini juga, tidak ada seorang sejarawanpun di jelaslah mengundang tanda tanya besar, Indonesia dan bahkan dunia yang menulis apakah benar fakta atau hanya imaginasi bahwa presiden dan wakil presiden RI sutradara? mengakui bahwa mereka telah berbohong kepada rakyat terkait kesediaan mereka Model Peristiwa bergerilya bersama rakyat. Model peristiwa pada dasarnya Pada adegan pertemuan Soedirman merupakan semantik wacana. Biasanya dan Presiden Soekarno sebelum rapat semantik bahasa dirumuskan dalam kabinet juga menunjukkan bentuk linguistik kerangka makna yang abstrak dalam bentuk yang tidak terkontrol. Di situ Soedirman konsep, proposisi dan hubungan kesalingan. bersikeras bertahan di istana meski sakit Dalam film ini perjuangan gerilya yang untuk menunggu hasil sidang kabinet. dilakukan Soedirman dan TNI merupakan Bahkan saat Presiden memaksanya untuk bentuk perlawanan dari upaya penguasaan pulang saja, Soedirman tetap bertahan untuk kembali wilayah Republik Indonesia yang menunggu hasil rapat kabinet. Akhirnya sebenarnya sudah merdeka. Di sisi lain adegan diakhiri dengan kengototan digambarkan pengakuan Soekarno-Hatta Soedirman untuk tetap berperang, meskipun yang merasa seolah telah membohongi pemerintah memutuskan untuk tidak Soedirman dan Pasukannya karena meninggalkan Yogayakarta. sebelumnya berjanji akan bergerilya pun juga diperlihatkan. Padahal T.B. Simatupang Model Konteks yang waktu itu menjabat sebagai Penasihat Dalam film ini model konteks dan Wakil Kepala Staf TNI menjelaskan dibangun melalui skema “pertentangan” atau bahwa sistuasinya tak memungkinkan jika “pendikotomian” yang sayangnya dibangun Sukarno-Hatta ikut bergerilya. Butuh secara serampangan tanpa riset yang tambahan beberapa Batalyon untuk mendalam. Misalnya, penggambaran tentang menjamin keselamatan Soekarno-Hatta jika tokoh Tan Malaka: Tan Malaka haus ikut bergerilya. kekuasaan, sementara itu Soedirman Wacana ini secara koheren menolak melawan negara. Diceritakan pula dikonstruksikan model mentalnya dengan tentang tentara komunis yang tidak penggunaan kata ingkar janji dan membayar makanan kepada pedagang berkhianat. Model peristiwa perlu asongan. Si ibu pedagang kecil itu ngamuk, memperhitungkan fakta yang secara “Tentara kok makan nggak bayar”. subyektif mereprenstasikan peristiwa- Selanjutnya, muncul tiga anggota tentara peristiwa yang diacu oleh wacana. Peristiwa Soedirman yang diutus membeli keperluan penolakan Soekarno untuk bergerilya, harian ke kota, dan dengan baik hati, mereka gerakan-gerakan yang dilakukan Tan mengganti makanan yang “dirampok” Malaka untuk mengganti pemerintahan yang tentara komunis. belum bisa berdiri tegak, serta penghianayan

Jurnal Bricolage Vol. 3 No. 1 37 politisi sipil yang berunding dengan dan semangat juang yang tinggi. Militer Belanda, menjadi peristiwa-peristiwa acuan adalah sekelompok patriot yang merelakan bagi penciptaan wacana dalam film ini. harta benda bahkan harus berpisah dengan keluarga yang dicintainya (adegan Analisis Kognisi Sosial Soedirman meninggalkan istri dan anaknya Dalam film ini ada banyak untuk bergerilya) demi kemerdekaan yang penyalahgunaan kekuasaan dan dominasi 100 persen. Militer begitu dicintai oleh serta reproduksi yang melibatkan kelompok. rakyat karena rakyat merasakan benar Setidaknya penyalahgunaan kekuasaan yang perjuangan mereka. Tentara selalu disambut sangat kentara muncul dalam penghilangan dan dielu-elukan ketika keluar-masuk tokoh-tokoh penting pelaku sejarah yang kampung selama bergerilya. disinyalir karena alasan perbedaan ideologi Sementara kalangan politisi sipil mereka dengan ideologi militer saat ini yang digambarkan sering bertikai dan berebut anti komunis. Dalam film ini, banyak sekali kekuasaan (kasus Tan Malaka) serta tidak tokoh-tokoh yang “hilang” karena ia mau bergabung dengan TNI dan rakyat beraliran atau bersimpati pada partai untuk berperang secara gerilya melawan komunis. pemerintah Belanda. Politis sipil Misalnya, penghilangan tokoh digambarkan sebagai sekelompok politisi Letkol Soeadi, pengawal pribadi Sang yang mengambil keuntungan dalam setiap Jenderal (Hendi Jo, 2016). Sosoknya yang situasi dan mudah berkompromi dengan khas dengan baret hitam justru digantikan penjajah. Bahkan berkhianat disaat yang oleh Kapten Tjokropanolo alias Noly dari sangat menetukan. Sipil juga sering unsur Polisi Tentara (sekarang Polisi memecah belah dan membuat militer Militer) yang diperankan Ibnu Jamil. Letkol terpecah. Soeadi sendiri adalah mantan komandan Film ini juga penuh dengan Komando Pasukan Panembahan Senopati kebencian pada ideologi komunis. Gerakan (KPPS), simpatisan FDR PKI yang kiri yang dipelopori oleh Tan Malaka “dinetralisir” oleh Jenderal Soedirman bekerjasama dengan Mayor Sabaruddin di dengan mengangkat Soeadi menjadi sekitar Madiun rupanya mengganggu pengawal pribadinya. Pertanyaan kalangan militer. Keduanya mewakilkan pentingnya adalah kenapa tokoh sepenting musuh bersama militer, yaitu kaum komunis Soeadi "dihilangkan" dalam film ini? yang dianggap bertanggungjawab terhadap Jangan-jangan penghilangan peran dan jasa peristiwa pemberontakan Madiun yang seseorang dalam sejarah terjadi karena dia menewaskan banyak sekali pejuang (TNI). mengikuti pilihan hidup atau garis Pada bagian akhir film ini digambarkan politiknya. kejadian dimana Tan Malaka ditangkap dan Yang tak kalah menarik adalah ditembak mati oleh tentara Militer Divisi I minimnya peranan Lekol Soeharto dan Jawa Timur. Sultan Hamengku Buwana IX dalam film ini. Padahal, keduanya merupakan tokoh Analisis Situasi Masyarakat penting dalam sejarah pemerintahan darurat Menurut Van Dijk (2009), analisis RI di Yogyakarta. Juga kesewenang- situasi masyarakat sebetulnya tidak bisa wenanangan penulis naskah dalam dilepaskan dari konsep kognisi sosial karena menokohkan Tan Malaka sebagai “pejuang teori kognisis sosial menjelaskan bagaimana kiri” yang haus kekuasaan dan merongrong struktur sosial berpengaruh atau dipengaruhi pemerintahan yang belum berdiri tegak. oleh wacana. Maka interaksi sosial lokal dimungkinkan oleh dimensi makro yang Analisis Ideologi terungkap dalam kognisi sosial kolektivitas. Dalam film ini, sutradara secara Dalam film ini ada banyak gamblang mendikotomikan sipil dan militer penyalahgunaan kekuasaan dan dominasi sebagai dua entitas yang saling bertolak serta reproduksi yang melibatkan kelompok belakang. Dalam banyak adegan, militer militer demi mewacanakan peran besar digambarkan dengan nilai-nilai patriotisme militer dalam perjuangan kemerdekaan RI.

Jurnal Bricolage Vol. 3 No. 1 38

Penyalahgunaan kekuasaan yang sangat wacana dijabarkan di dalam pengundangan kentara muncul dalam penghilangan tokoh- atau manuver sosial-politik. Wacana yang tokoh penting pelaku sejarah (letkol Soeadi, pertama adalah wacana ketidaksetujuan Letkol Soeharto, dan Hamengku Buwana Soedirman akan langkah diplomasi yang IX) yang disinyalir karena alasan perbedaan diambil para politisi sipil justru memecah ideologi mereka dengan ideologi militer saat belah bangsa Indonesia. Wacana ini ini yang anti komunis. Dalam film ini, diungkapkan Soedirman dalam banyak sekali tokoh-tokoh yang “hilang” percakapannya dengan Jenderal Oerip karena ia beraliran atau bersimpati pada Soemohardjo menanggapi buku Sutan partai komunis. Seperti telah dibahas dalam Syahrin yang mendeskreditkan para mantan analisis kognisis sosial, Misalnya, pegawai Jepang yang sekarang duduk di penghilangan tokoh Letkol Soeadi, pimpinan pemerintahan. Wacana berikutnya pengawal pribadi Sang Jenderal. Secara adalah kalangan politisi sipil merupakan keseluruhan film ini sarat dengan wacana sekelompok kepentingan yang sering anti komunis yang bagi miiliter selalu bertikai dan suka berebut kekuasaan. Politisi menjadi musuh bebuyutan. Munculnya sipil digambarkan sebagai sekelompok tentara komunis atau PKI di sekitar Kediri politisi yang mengambil keuntungan dalam yang diproyeksikan sebagai pihak antagonis setiap situasi. Bahkan berkhianat disaat yang dalam film ini, menegaskan wacana tersebut. sangat menentukan. Kelompok komunis dan Film ini dirilis pada 27 Agustus Tan Malaka menjadi pihak yang paling 2015, sekitar 18 tahun reformasi bergulir. disorot terkait dengan wacana ini. Para Semenjak bergulirnya reformasi, kebebasan politisi sipil juga diwacanakan sebagai pihak secara praktis diterapkan dalam semua aspek yang sangat mudah berkompromi dengan kehidupan di Indonesia. Informasi dan penjajah, bahkan “tidak menghormati” yang segala macam paham berkembang sangat benar-benar berjuang mempertahankan pesat dan cepat di Indonesia. Perkembangan kemerdekaan. dan kebebebasan akses terhadap informasi ini pun berakibat membawa keburukan bagi Analisis Pelaku bangsa Indonesia juga. Nasionalisme mulai Semua partisipan, baik produser pudar, cinta tanah air mulai mengendur, maupun penerima teks merupakan pihak integritas sosial menurun adalah yang menghubungkan tindakan wacana kecenderungan umum yang terjadi di (pengingkaran) dengan tindakan sosial Indonesia. (diskriminasi). Secara lebih khusus, peneliti Film ini sepertinya mencoba untuk melihat bahwa pihak yang paling memberikan hal lain yang mungkin tidak menentukan arah dan kemana alur cerita akan didapatkan secara langsung anak-anak film berkembang adalah sutradara dan muda zaman sekarang. Film ini menawarkan produsernya. Film yang disutradarai oleh nilai-nilai patriotisme yang bisa digunakan Viva Westi ini diproduksi oleh Yayasan sebagai pegangan hidup, mengingatkan Kartika Eka Paksi yang merupakan yayasan kembali nilai-nilai perjuangan para pendiri yang didirikan oleh para purnawirawan TNI bangsa. Tetapi secara bersamaan juga Angakatan Darat. Film ini juga melibatkan mengingatkan akan adanya faham-faham TNI dalam proses produksinya. Menurut tertentu yang “dianggap membahayakan” Letnan Jenderal (Purn) Kiki Syanakri yang bagi kehidupan bernegara, yaitu komunisme. juga menjadi Associate Producer dalam film ini, keterlibatan TNI dimulai sejak Analisis Tindakan Diskursif Sebagai awal produksi. Mulai dari riset sejarah yang Tindakan Sosial Politik melibatkan Dinas Sejarah TNI AD, Untuk menganalisis tindakan pembuatan skenario, hingga mendukung diskursif dalam film ini, peneliti mencoba adegan-adegan dan persenjataan termasuk melihat dari wacana-wacana apa yang tank dan senapan kuno yang ada dalam film merepresentasikan tindakan politik dari ini (https://beritagar.id/artikel/seni- Jenderal Soedirman. Peneliti juga akan hiburan/keterlibatan-tni-ad-dalam-film- melihat cara-cara atau tindakan dan struktur jenderal-soedirman, diakses 8 Juni 2016).

Jurnal Bricolage Vol. 3 No. 1 39

Banyaknya keterlibatan TNI AD dalam terlebih dahulu berhasil merebut hegemoni pembuatan film, menjadi sebuah spekulasi kultural dengan menyingkirkan hegemoni kalau film Jenderal Soedirman merupakan kaum borjuasi yang menindas. Dalam hal film titipan TNI AD. Indonesia, secara praktis militer berapa pada pihak kaum borjuasi yang mengendalikan Analisis Struktur Masyarakat republik pasca tumbangnya rezim orde lama. Dengan melihat siapa yang Soeharto dengan militer dan kroni memproduksi film ini, sebenarnya dengan pengusahanya menjadi pihak yang telah mudah akan bisa memahami mengapa film berhasil menghegemoni masyarakat menjadi yang disutradarai Viva Westi ini seakan masyarakat yang militeristik dengan berpihak pada tentara dan mengkritik pemerintahan yang cenderung otoriter. bahkan menelanjangi kalangan politisi sipil. Selama orde baru, praktis militer menjadi Bisa jadi ini merupakan kritik terhadap fakta pihak yang melakukan hegemoni terhadap struktur masyarakat terkini di Indonesia. Di masyarakat dan politisi sipil pada era yang serba internet ini, banyak anak umumnya. Tidak ada jabatan politik di muda yang sangat sering menghabiskan Indonesia selama pemerintahan Soeharto waktunya di depan laptop atau Gadget untuk yang berasal dari sipil. Rata-rata mereka memuaskan keingintahuan mereka terhadap berlatar belakang militer. Mulai dari Bupati, teknologi dan informasi dunia. Tapi tidak Gubernur, Menteri, Wakil Presiden, hingga banyak yang tertantang untuk memahami pimpinan DPR-MPR. lebih dalam tentang perjuangan para bapak Reformasi 1998 telah berhasil bangsa yang telah merelakan harta dan merelokasi dan mereposisikan militer nyawa demi kemerdekaan. Mereka lebih menjadi jauh dari kekuasaan dan politik. kenal dengan tokoh-tokoh super hero Reformasi berhasil meletakkan supremasi Hollywood yang lebih keren, macho dan sipil atas militer yang selama 32 tahun kekinian. sebelumnya (orde baru) sangat sulit Selain itu, kondisi kehidupan kita dilakukan. Semua jabatan politik, bahkan bermasyarakat dan bernegara juga sedang untuk menjadi Presiden Indonesia pun diliputi kegelapan karena KKN (korupsi, terbuka bagi seluruh warga negara. Tidak kolusi dan nepotisme) masih saja terjadi di ada lagi dominasi kaum militer. Tidak ada tanah air. Apa yang terjadi ini menunjukkan lagi gaya-gaya militeristik yang begitu bahwa kondisi masyarakat Indonesia dominan di Indonesia akhir-akhir ini. memang sedang menyedihkan. Negara Kondisi ini, bagi sebagian kalangan militer dipenuhi oleh para bandit berdasi yang merupakan bencana karena mereka harus melakukan korupsi berjamaah. meredefinisikan peran dan fungsi militer. Faktanya, militer menjadi alat pertahanan Produksi Hegemoni Militer Vs Politisi keamanan yang setiap saat harus siap sedia Sipil Dalam Film Jendral Soedirman digunakan untuk melawan ancaman dari Produksi film ini merupakan bentuk luar. kontrol terhadap kehidupan intelektual Militer tidak boleh lagi masyarakat saat ini yang coba dilakukan berkecimpung dalam kekuasaan dan oleh produser. Film merupakan media yang perpolitikan nasional. Maka slogan “militer saat ini dipahami sebagi salah satu dari kembali ke barak” menjadi slogan yang sekian banyak sarana-sarana kebudayaan sering terdengar selama era reformasi. yang ada. Melalui produksi film ini, Setelah kurang lebih 17 tahun tersisihkan, produser film (Yayasan Kartika Eka Paksi) ada kesadaran dalam diri militer untuk mencoba mengontrol masyarakat agar tidak mencoba mengingatkan kembali apakah melupakan perjuangan militer berikut jasa- benar militer harus tetap dan terus di barak? jasanya yang besar dan sekaligus Mengingat dalam pemerintahan sipil sering menelanjangi kelakuan politisi sipil sejak terjadi “pertikaian” politik yang membuat zaman perjuangan. kondisi tidak stabil. Perubahan sosial politik baru bisa Mereka yang tidak suka dengan dimungkinkan jika masyarakat bawah kondisi ini mencoba mengembalikan peran

Jurnal Bricolage Vol. 3 No. 1 40 militer sebagaimana sebelum era reformasi. SIMPULAN Pemerintahan di bawah politisi sipil cenderung labil dan tidak ada stabilitas Sebenarnya film ini mempunyai pesan yang politik yang dikhawatirkan justru memecah sangat mulia tentang kesederhanaan hidup belah bangsa. Maka reposisi militer ke dan keteguhan memegang prinsip seorang tengah-tengah kekuasaan dirasakan perlu Jendral Besar Tentara Nasional Indonesia. oleh mereka. Untuk itu perlu dilakukan Namun semestinya, penonjolan sikap mulia pengambilalihan pandangan masyarakat, Soedirman, dilakukan tidak dengan nilai-nilai, dan harapan-harapan seluruh melemahkan perjuangan tokoh bangsa yang masyarakat atau paling tidak kelas-kelas lain (politisi sipil). Film ini merupakan penting dalam masyarakat. Bagaimanapun bentuk nyata upaya melakukan perang posisi juga, dalam rangka menciptakan sistem dalam rangka hegemoni militer dengan masyarakat yang baru itu diperlukan sebuah seperangkat ideologinya terhadap kebudayaan yang baru pula. Upaya masyarakat sipil. Bagi miiter, kondisi pengambilalihan atau perebutan hegemoni reformasi merupakan kondisi dimana inilah yang disebut Gramsci sebagai “perang mereka disingkirkan dan dipinggirkan. posisi” (war of position). Mereka berada jauh dari kekuasaan dan Produksi Film Soedirman adalah politik. Dengan film ini, mereka berupaya bentuk dari upaya untuk meletakkan kembali menempatkan diri mereka kembali pada posisi militer dalam kerangka pengelolaan posisi semula (di masa orde baru). negara. Maka disusunlah skenario yang Bagaimanapun juga mereka tidak akan banyak menyudutkan dan menelanjangi pernah merasa rela menjauh dari politik dan kelakukan politisi sipil dan menunjukkan kekuasaan di negara ini karena mereka betapa agung dan besarnya peranan kaum mempunyai “saham” yang besar selama militer dalam memperjuangkan revolusi fisik. kemerdekaan. Mereka rela mengorbankan segala yang dimilikinya demi perjuangan DAFTAR PUSTAKA tersebut. Soedirman mengorbankan hartanya, seperti perhiasan istrinya, untuk Bruce, Cronin, The Paradox of Hegemony: bekal semasa bergerilya. Semua itu adalah America's Ambiguous Relationship nilai-luhur yang perlu diwariskan kepada with the United Nations, European generasi penerus bangsa. Journal of International Menurut James Joll (1977: 99), Relations March 2001 vol. 7 no. Hegemoni lebih terkait dengan upaya 1 103-130 mencapai kekuasaan politik melalui Dal Yong Jin, Transforming the global film konsensus antar kelas daripada melalui industries Horizontal integration and kekerasan. Bahkan dalam suatu hegemoni vertical concentration amid yang berhasil, kekuatan koersif sudah tidak neoliberal globalization, SAGE dibutuhkan lagi oleh kelas berkuasa. Militer Journals of International Indonesia (TNI) rupanya sadar bahwa Communication Gazette, August mereka perlu melakukan kontrol dan dan 2012 vol. 74 no. 5 405-422 mencapai kekuasaan politik tidak dengan Danesi, Marcel, 2010. Semiotika Media, unjuk kekuatan secara paksa (koersif). Film Yogyakarta: Jalasutra merupakan wahana atau media yang sesuai Dewi Savitri, Kejahatan perang Oleh untuk melakukan pengontrolan terhadap Jepang (Studi Kasus Terhadap konsensus antar pihak di Indonesia. Jugun-Ianfu Sebagai Hegemoni Kebudayaan Di Indonesia Periode 1942-1945), Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 6 No.III Desember 2010 : 284 – 295 Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS.

Jurnal Bricolage Vol. 3 No. 1 41

Furchan Arief, 1992, Metode Penelitian Michael Robert Evans, Hegemony and Kualitatif, Usaha Nasional, Discourse Negotiating Cultural Surabaya Relationships Through Media Gramsci, 1987, Selections From the Prison Production, SAGE Journal of Notebooks, New York: International Journalism, December 2002, vol. Publisher 3 no. 3 309-329 Jesus Martin-Barbero, Communication, Naadiyah Azh Zhafirah, Film „Senyap‟ Culture and Hegemony: From the Sebagai Media Counter Hegemony Media to the Mediations, Canadion Bagi Rekonsiliasi Korban G30S, Journal of Communication, Vol 19 Jurnal Ilmiah Universitas Bakrie, No 3 1993 Vol 3, No 03 2015 Henink, Monique, etc. 2011. Qualitative Rekha Sharma, Desi Films: Articulating Research Methods. London: Sage Images of South Asian Identity in a Publications Global Communication Jorgersen dan Phillips.2007. Feminist Environment, Global Media Journal, Critical Discourse Analysis and 2011: Volume 4, No. 1, pp. 127-143 Children‟s Fantasy Fiction. Finland Sanafiah Faisal, 1990, Penelitian Kualitaif: Littlejohn & Foss, 2008. Theories of Human Dasar-Dasar dan Aplikasinya, Y3A, Comunication. Ninth Edition. Malang Belmont-USA: Thomson Schiffrin, Deborah. 1994. Approaches to Wadsworth Discourse. Oxford: Blackwell. McQuail, Dennis. 2005. Mass Van, Dijk Teun A. 1993. Principles of Communication Theory, Fifth critical discourse analysis. Edition, London: SAGE Discourse & Society London: SAGE Publications Publications Van Dijk, Teun A. .2000. Discourse Ideology and Context. London: SAGE Publications

Jurnal Bricolage Vol. 3 No. 1 42