Produksi Wacana Masyarakat Kota Semarang terhadap Lagu Genjer-genjer dan Partai Komunis Indonesia (PKI)

Natasha Alifiandra1), Bandiyah2), Gede Indra Pramana3) 1,2,3) FakultasnIlmunSosialpdan IlmunPolitik UniversitasdUdayana Emaili: [email protected] 1, [email protected] 2, [email protected] 3

ABSTRACT The purpose of this study was to determine the production produced by the people of Semarang City in viewing the songs of Genjer-genjer and PKI.. This study uses the theory of discourse by Michel Foucault, this theory is important to reveal the existence and relationship between knowledge and power in society so as to give birth to a discourse that is believed by the community as a truth. The author uses a qualitative research method with a Foucaultdian Discourse Analysis approach. This shows that strong cultural reproduction has shaped the memory of the people of Semarang that the song Genjer-genjer was originally a musical art, now it has become a negative song because it has always been identified with the PKI. This shows that the incident still leaves a network of fear in the community, public discourse on this topic is still polarized in a negative way.

Keywords: Genjer-genjer song, PKI, Discourse Production, , Semarang society, Foucault.

1. PENDAHULUAN kemudian dipandang masyarakat Indonesia Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai lagu terlarang yang selalu adalah partai komunis terbesar di Indonesia diidentikan dengan golongan komunis. yang berperan penting dalam mengukir Dalam sejarahnya, wacana lagu sejarah Indonesia. Pada masa demokrasi Genjer-genjer ini sudah sejak lama terpimpin, perpolitikan negara banyak diwacanakan oleh Presiden ketika dipengaruhi oleh PKI. Dampaknya terlihat rezim Orde Baru berkuasa. Pemerintah jelas pada aspek budaya yang pada era tersebut memproduksi wacana diimplementasikan melalui kemunculan bahwa lagu Genjer-genjer merupakan lagu lagu Genjer-genjer. Lagu Genjer-genjer yang identik dengan golongan komunis. merupakan sebuah lagu tradisional Wacana ini kemudian diperkuat dengan masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur peristiwa Gerakan 30 September 1965 sebagai bentuk protes sosial pada masa (G30S), yaitu peristiwa pembunuhan para penjajahan Jepang. Namun pada era Orde perwira militer di Lubang Buaya, Lama lagu ini seketika diseret masuk ke Timur. PKI dituduh menjadi dalang dibalik dalam pertarungan-pertarungan ideologi peristiwa berdarah ini. Melalui peristiwa ini, (Parlindungan, 2014). Hal demikian kemudian berlanjut tragedi pembasmian disebabkan adanya stigma komunis, terhadap orang-orang yang berkaitan dimana lagu Genjer-genjer dinilai memiliki dengan PKI. Dengan kata lain, melalui korelasi dengan PKI. Lagu Genjer-genjer peristiwa G30S ini lagu Genjer-genjer 1

kemudian banyak diyakini masyarakat dianggap kebenaran bagi masyarakat Indonesia sebagai lagu milik PKI. dipusatkan pada bentuk wacana ilmiah dan Wacana negatif lagu Genjer-genjer institusi yang memproduksinya. dan PKI ini kemudian disebarluaskan dan Namun seiring berjalannya waktu, diperkuat melalui kemunculan film wacana mengenai lagu Genjer-genjer Pengkhianatan G30S/PKI garapan Arifin C. merupakan lagu PKI tidak lagi dapat Noer, sebuah rekonstruksi visual versi dijadikan senjata oleh Orde Baru untuk pemerintah Orde Baru yang menjadi satu- mempertahankan legitimasinya. Orde Baru satunya media masyarakat untuk berakhir, ditandai dengan terkikisnya menyaksikan peristiwa G30S. Hal ini kekuasaan Suharto selama krisis ekonomi dibuktikan dengan munculnya lagu Genjer- dan adanya demonstrasi mahasiswa pada Genjer pada film Pengkhianatan G30SPKI. tahun 1997-1998. Peristiwa ini diiringi Pada adegan tersebut, digambarkan saat dengan perubahan kondisi sosial politik, fenomena G30S berlangsung lagu Genjer- seperti membuka pintu bagi media di Genjer diputar, anggota-anggota Indonesia, sehingga dapat mengunggah menarikan Tarian Harum Bunga sembari opini dan gagasannya. Beberapa menyiksa para perwira. pergeseran ini disebabkan oleh Terlepas dari wacana tersebut, berkurangnya rasa takut akan ancaman faktanya lagu Genjer-genjer adalah lagu dari rezim Suharto. Dengan demikian tradisional asal Banyuwangi yang tidak analisis mengenai sejarah PKI, peristiwa memiliki korelasi apapun dengan ideologi 1965, lagu Genjer-genjer, kekerasan komunis (Parlindungan, 2014). Awalnya massal pasca G30S, dan sebagainya mulai lagu ini ditulis pada tahun 1942 oleh M. kembali masuk ke wacana publik Arief, sebagai bentuk sindiran sosial (Zurbuchen, 2002). terhadap penjajahan Jepang yang Melalui retakan ini, pro dan kontra membuat rakyat Indonesia menderita. di masyarakat pun timbul. Ditengah Namun kuasa Orde Baru membuat lagu ketakutan-ketakutan masyarakat akan lagu Genjer-genjer ini tidak lagi dipandang Genjer-genjer dan PKI, disisi lain mulai sebagai lagu tradisional, melainkan lagu muncul sebagian masyarakat Indonesia terlarang milik PKI. yang memandang lagu Genjer-genjer murni Melalui instrumen kekuasaannya, sebuah seni musik dan tidak layak jika rezim Orde Baru menciptakan sintesis- terus menerus dipandang negatif. Ini sintesis untuk mempertahankan karena pemikiran masyarakat yang lebih legitimasinya. Sehingga produksi wacana modern dan tidak lagi berada pada kondisi tersebut dapat tersebar melalui media- sosial politik yang tidak stabil, membuat media dalam bentuk apapun yang masyarakat memiliki pandangan berbeda kemudian direproduksi terus-menerus oleh dari apa yang dituduhkan rezim Orde Baru. berbagai lapisan masyarakat maupun Melalui berbagai macam wacana jajaran pemerintahan. Wacana yang yang muncul dimasyarakat Kota Semarang

2

tersebut, penulis tertarik untuk melalukan nasional hingga melahirkan suatu diskursus penilitian lebih lanjut untuk melihat praktik atau perdebatan tersendiri di masyarakat. wacana yang diproduksi oleh rezim Orde Baru terkait lagu Genjer-genjer dan PKI di 2. KAJIAN PUSTAKA masyarakat. Selain itu, apakah seiring Adapun beberapa penelitian yang berjalannya waktu wacana lagu Genjer- ditemukan dan digunakan sebagai kajian genjer dan PKI masih mengintimidasi pustaka oleh penulis. Pertama, "Mitos Lagu masyarakat, apakah di era yang lebih maju Genjer-genjer: Politik Makna dalam Lagu" dan berkembang ini masyarakat dapat oleh Utan Parlindungan (2014). Penelitian berpikir dan berpandangan lebih rasional ini berusaha mengungkap sejarah lagu bahwa wacana yang diterima tersebut tidak Genjer-genjer sebelum dikonotasikan lagi menjadi sesuatu yang netral. Penelitian negatif oleh Orde Baru, lalu melihat ini penting karena menyangkut bagaimana spesifik bagaimana Genjer-Genjer struktur diskursif yang dibangun tentang digunakan sebagai instrumen ideologi dan lagu Genjer-genjer sebagai lagu komunis. implikasinya terhadap kekuasaan sebelum Ketika kesenian memainkan peran penting dilarang oleh Orde Baru. sebagai wujud emosi sosial, namun dengan Penelitian kedua yaitu oleh relasi kekuasaan seketika diseret masuk Idhamsyah Eka Putra, Peter Holts, sebagai distorsi kejam yang diyakini Ardiningtitas Pitaloka, Nicole Kronbeger, masyarakat sebagai suatu kebenaran. dan Nurul Arbiyah (2007) berjudul "Positive Pada penelitian ini, penulis Essentialization Reduces Prejudice: mewawancarai masyarakat Kota Semarang Reminding Participants of a Positive disebabkan Kota Semarang dikenal dengan Human Nature Alleviates the Stigma of julukan Kota Merah karena menjadi basis Indonesian Communist Party (PKI) dari gerakan komunis, bahkan cikal bakal Descent". Penelitian ini berusaha mengkaji munculnya partai komunis lahir di kota ini efek negatif dari stigma PKI dimasyarakat (Nilawanti, 2020). Wierenga (2010) pada prasangka dan diskriminasi. Peneliti menyebut Semarang sebagai sebuah kota menggunakan pendeketan psikologi politik yang secara historis memiliki nilai sejarah melalui sifat manusia dan upaya tersendiri lantaran PKI diindikasi mulai mengurangi efek negatif stigma PKI yang muncul dan didirikan di kota ini. Transisi menguji apakah wacana bahwa “manusia sejarah Semarang yang dikenal sebagai pada dasarnya baik dan unik” dapat Kota Merah hingga menjadi salah satu kota merusak efek negatif ini. yang menolak keras paham komunis Penelitian ketiga yaitu Martjin menawarkan kesempatan unik untuk Eichkoff, Donny Danardono, Tjahjono mengkaji mengenai insiden yang terjadi di Rahardjo, dan Hotman Sidabalok (2017) era Orde Lama hingga Orde Baru dan efek berjudul "The Memory Landscapes of 1965 jangka panjangnya dari tingkat lokal ke in Semarang". Penelitian ini berfokus pada pembentukan memori kolektif terkait

3

kekerasan massal tahun 1965/1968 di Sumber data dalam penelitian ini Semarang. Bahwa kota yang dijuluki antara lain, sumber data primer yang sebagai Kota merah ini, menyisakan penulis peroleh melalui wawancara dengan banyak memori traumatis yang sangat masyarakat Kota Semarang dari enam mempengaruhi kota. Penelitian ini elemen berbeda, yaitu melalui panggilan menunjukkan meski telah banyak saksi video. Serta data sekunder yang penulis sejarah yang berani menyuarakan peroleh melalui studi pustaka. Penelitian ini argumennya, ingatan akan kekrasan menggunakan teknik snowball sampling genosida tahun 1965 telah menjadi bagian dalam penentuan informan, dan dari interaksi sosial-politik, hukum, dan mengadaptasi kerangka berpikir Foucault budaya yang berkelanjutan. tentang subjectivication. Menurut Foucault Pisau bedah untuk manganalisis (dalam Stewart & Roy, 2014), subjektivitas permasalahan dalam penelitian ini adalah mengacu pada prosedur dimana subjek melalui pemikiran dari Michel Foucault yaitu dituntun untuk mengamati, menganalisis, teori wacana. Foucault mendefinisikan dan menafsirkan dirinya sendiri, serta wacana bukan hanya sekedar teks atau mengenali dirinya sendiri sebagai domain statement semata, namun lebih luas lagi pengetahuan. Foucault menyatakan bahwa wacana Teknik pengumpulan data yang adalah cara menyusun pengetahuan, penulis teliti pada penelitian ini antara lain, bersamaan dengan praktik sosial, bentuk observasi, wawancara, dan juga subjektivitas (subjecitivication), dan dokumentasi. Terakhir aktivitas teknik hubungan kekuasaan (Pitsoe & Letseka, analisis data penelitian ini menggunakan 2013). Dengan kata lain, wacana bukan formula FDA oleh Kendall & Wickham serta merta sekedar proposisi makna, (1999:40), 1) mengenali wacana sebagai melainkan produktivitas kekuasaan dibalik kumpulan pernyataan yang disusun secara proses penyebarannya. teratur dan sistematis, 2) mengidentifikasi 3. METODOLOGI PENELITIAN aturan produksi wacana atau bagaimana Penelitian ini menggunakan wacana berkembang dan dikembangkan, metode penelitian kualitatif dengan mengidentifikasi aturan yang membatasi pendekatan analisis wacana atau discourse pernyataan mana yang dapat dikatakan analysis. Berangkat dari teori yang telah (ditulis) dan mana yang tidak. 4) diuraikan pada bab dua, penulis mengidentifikasi aturan yang menciptakan menggunakan analisis wacana dalam ruang untuk memungkinkan pernyataan kerangka berpikir Foucault atau baru dapat dibuat. 5) mengidentifikasi Foucauldian Discourse Analysis (FDA). aturan yang membuktikan bahwa suatu FDA menawarkan metode untuk praktik bersifat materil dan diskursif. membedah bagaimana konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN reproduksi makna (Halwati, 2013). 4.1 Gambaran Umum

4

Kota Semarang merupakan Ibukota dan budaya sejalan dengan perkembangan Provinsi Jawa Tengah sekaligus pusat komunisme di kota ini. seluruh aktivitas dan interaksi masyarakat yang berhubungan erat dengan fungsi 4.1.1 Latar Historis Peristiwa Komunis di administrasi, sosial, ekonomi, dan politik. Kota Semarang Berangkat dari sisi sejarah, Kota Semarang Kisah awal partai komunis di juga erat kaitannya dengan sejarah kelam Semarang dapat ditilik dari keberadaan yang terjadi di Indonesia, seperti pada era kaum buruh yang besar pada masa kolonial kolonial Belanda. Semarang memiiliki letak Belanda. Pergerakan kaum buruh ini yang cukup strategis, sehingga menjadi melatarbelakangi eksistensi Sarekat Islam kota pelabuhan impor-ekspor terpenting di (SI) Putih dan SI Merah yang diindikasi Jawa Tengah. bermula di Semarang. Sebelum tahun Masyarakat Semarang tergolong 1924, orang-orang SI Merah Semarang sangat heterogen, terdiri dari campuran meleburkan diri menjadi bagian dari PKI. beberapa etnis seperti Jawa (pribumi), Kemudian pada tahun 1924, PKI lahir Arab, dan Tionghoa. Kendati demikian, sebagai partai pertama yang menggunakan kehidupan sosial masyarakat Kota nama Indonesia sebagai nama partainya. Semarang sangat damai dan tinggi Melalui perjalanan sejarah yang panjang, toleransi. Konsep plural tersebut organisasi SI terpecah menjadi SI Merah mengindikasikan suatu proses sosiologis dan SI Putih yang menjadi cikal bakal PKI dimana faktor-faktor yang heterogen dan berbasis besar di Jawa Tengah (Nilawanti, berbeda dalam masyarakat berhasil 2020:06). Masa kejayaan PKI di Semarang menciptakan suatu keseluruhan budaya mulai nampak, usai peristiwa Madiun Affair seimbang yang baru. di tahun 1948. Kala itu, orang-orang PKI Disisi lain masyarakat Semarang yang selamat dari peristiwa Madiun mulai tidak hanya diwajibkan untuk hidup mengonsolidasikan kekuatannya dan berdampingan dengan beberapa etnis muncul dengan wajah baru. pendatang, namun juga ideologi “baru” Sayangnya kejayaan PKI di yang erat kaitannya yang dengan sejarah Semarang kala itu berlangsung begitu perkembangan Kota Semarang, yaitu singkat, hal ini ditandai dengan meletusnya ideologi komunis. Mengingat sejarah Kota peristiswa G30S. Beberapa petinggi militer Semarang yang berkaitan erat dengan diculik dan dibunuh oleh sekolompok orang kemunculan komunis, membuat Semarang yang diduga sebagai anggota PKI, yang dijuluki sebagai Kota Merah tersebut peristiwa ini kemudian membawa PKI dan berhasil tertanam kuat di masyarakat. antek-anteknya menjadi organisasi Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terlarang. Tidak hanya organisasi PKI, lagu perkembangan sosial masyarakat Kota Genjer-genjer juga ikut terseret pada Semarang yang melibatkan beragam etnis peristiwa ini setelah disebut-sebut sebagai lagu milik orang-orang komunis.

5

Meski G30S terjadi di Jakarta, poin utama produksi wacana yang namun pengaruhnya juga terlihat sangat disampaikan masyarakat Kota Semarang. signifikan pada Kota Semarang. Pada 17 Oktober 1965, Resimen Para Komando Tabel 4.2.7 Tabel Produksi Wacana Angkatan Darat (RPKAD) mendarat di Masyarakat Kota Semarang Kelompok Produksi Wacana Semarang menangkap dan melakukan Masyarakat tindakan kekerasan kepada 1.000 orang Keluarga Peristiwa berdarah tahun 1965 telah keturunan menjadi kenangan yang membekas bagi yang terduga anggota komunis. Selama militer (Ibu Ibu Mujiati dan Suharto Adji. Ibu Mujiati Mujiati dan dan keluarga merasa tercela lantaran berbulan-bulan berikutnya, PKI dan antek- Suharto upaya PKI yang dianggap mengucilkan Adji) kinerja TNI, mengadu domba TNI anteknya pun ditiadakan dan pada tahun dengan Presiden dan masyarakat Indonesia, dan pencemaran nama baik 1966 PKI resmi dilarang keberadaannya di Kota Semarang. Karena hal ini, Ibu Mujiati sangat menghindari apapun yang Indonesia. Di Semarang dan sekitarnya, berhubungan dengan PKI. penjara sementara dibangun dan Melalui warisan pengetahuan dari ayahnya yang seorang militer, Suharto Adji menanggap PKI adalah musuh digunakan untuk menampung para korban negara. Baik PKI dan lagu Genjer-genjer, harus dihilangkan eksistensinya di peristiwa 1965, salah satunya yang cukup Indonesia. Wacana ini yang kemudian diwariskan ke anak cucu Suharto Adji. terkenal yaitu kamp Plantungan (Eickoff et Pegiat HAM Yas beranggapan bahwa sejatinya lagu al., 2017). (Yunantyo Genjer-genjer layaknya lagu daerah lain Setyawan) dan tidak perlu ditakuti. Sejatinya Layaknya kota-kota lain, hari-hari di ketakutan masyarakat Semarang akan lagu Genjer-genjer dan PKI mulai reda, Semarang setelah G30S juga masih namun baru-baru ini banyak ormas- ormas yang mengungkit opini seakan- menyisakan ketakutan tersendiri bagi akan PKI akan bangkit kembali, menurutnya ini lah yang membuat masyarakat. Hingga ketika Orde Baru masyarakat terus dihantui ketakutan. Meski begitu, pemerintah Kota berkuasa, mulai adanya propaganda Semarang justru lebih membuka jalan bagi masyarakat untuk belajar lebih tentang betapa kejamnya PKI. Wacana dalam mengenai PKI dan lagu Genjer- genjer. Perubahan kondisi masyarakat antikomunis Orde Baru ini kemudian Semarang dahulu dan kini, sangat berpengaruh dalam menanggapi wacana dibekukan melalui serangkaian instrumen ini. seperti melalui produksi film Pengkhiantan Mahasiswa Muhammad Adam dan Danang Puji (Muhammad menganggap tidak masuk akal jika lagu G30S/PKI garapan Arifin C. Noer, Adam dan Genjer-genjer sebagai lagu daerah Danang seketika dikatakan sebagai lagu peringatan Hari Kesaktian , Puji) komunis, hanya karena banyak orang PKI yang menyanyikan lagu ini. Keduanya lebih berfokus dari sisi hingga kurikulum belajar di sekolah. akademisi, yaitu ada kesalahan dengan sistem pembejalaran di Indonesia yang masih sama seperti yang terjadi saat Orde Baru.

Menurut keduanya, masyarakat milenial saat ini mengalami kemunduran pengetahuan, sehingga diskriminasi 4.2 Hasil Temuan Penelitian kepada keluarga keturunan komunis kerap ditemui. Muhammad Adam dan Berikut merupakan tabel klafikasi Danang Puji juga mengkritik pemerintah Indonesia yang hingga saat ini masih wacana yang diproduksi masyarakat Kota belum berkontrubusi dengan baik mengenai peristiwa 1965.

Semarang berdasarkan kelompok Media Ambar Winarso menjelaskan bahwa PKI (Ambar sejatinya adalah partai yang sama masyarakat yang telah dijabarkan pada sub Winarso dan seperti partai lainnya, hanya saja Edi Faisol) interverensi media oleh Orde Baru yang bab sebelumnya. Tabel ini disajikan untuk memframing PKI menjadi begitu kejamnya. Menurutnya, hal ini lah yang memudahkan pembaca dalam mengetahui membuat lagu Genjer-genjer menjadi

6

lagu kontroversial. menganalisis wacana, elemen kekuasan Edi Faisol sangat menyayangkan menjadi salah satu pertimbangan penting, dengan tindakan yang dilakukan Orde Baru, sehingga masyarakat masa kini masih merasakan ketakutan akan lagu karena konsep kekuasaan adalah suatu Genjer-genjer dan PKI. Menurutnya, saat ini media juga harus digunakan untuk kunci hubungan antara wacana dengan mengedukasi masyarakat bahwa PKI dan lagu Genjer-genjer tidaklah seperti masyarakat. Maka dari itu, teori wacana apa yang dikatakan Orde Baru. dianggap tepat untuk mengidentifikasi Akademisi Tsabit Ahamd berpendapat bahwa (Tsabit ketakutan akan lagu Genjer-genjer dan wacana-wacana yang diproduksi oleh Ahmad) PKI akan selalu ada dan akan selalu berdampingan dengan realitas sosial masyarakat Kota Semarang. budaya masyarakat. Ini karena begitu lamanya pengetahuan produksi Orde Melalui data yang diperoleh, Baru disebarkan. Baginya untuk mencegah amensia politik, masyarakat harus terus belajar dan merefleksikan penulis telah menjawab rumusan masalah sejarah. dari penelitian ini, bahwa wacana yang Dalam upaya merefleksian sejarah, Tsabit Ahmad lebih menekankan pada diproduksi oleh masyarakat Kota Semarang upaya rekonsiliasi kepada keturunan- keturuan PKI atau simpatisan yang mengenai lagu Genjer-genjer dan PKI diduga PKI. Menurutnya, ini adalah permasalahan HAM yang tidak akan sangat beragam. Ini bergantung pada latar selesai jika masyarakat masih mendiskriminasi kelompok keturunan belakang dan pengalaman yang dialami komunis sebagai lebih buruk atau kelompok keturunan militer lebih baik. tiap masyarakat, karena setiap masyarakat Pemerintah Menurut Albertus Agung, negara wajib memiliki sejarah dan cara hidupnya sendiri. (Albertus mendampingi masyarakat dalam Agung) mempelajari sejarah lagu Genjer-genjer dan PKI. Menurutnya tidak ada yang Sebagaimana sejarah manusia senantiasa salah apabila ingin belajar sejarah, yang salah adalah ketika suatu kelompok berubah, demikian pula sebuah wacana masyarakat mendiskriminasi kelompok lain. (Adlin, 2016). Sebagaimana yang

dikemukakan Foucault: 4.3 Hasil Analisis Temuan dengan "Setiap masyarakat memiliki rezim kebenarannya sendiri Landasan Teori berupa suatu politik umum kebenaran, yakni tipe-tipe 4.3.1 Hasil Analisis Temuan dalam wacana yang diterima dan difungsikan sebagai sesuatu yang benar, berbagai mekanisme dan instasi yang Kaitan dengan Teori Wacana membuat masyarakat mampu membedakan pernyataan- Foucault pernyataan yang benar dan keliru, dimana setiap pandangan atau penilaian tersebut memiliki sanksinya Pada sub bab ini, penulis hendak masing-masing, teknik-teknik dan prosedur-prosedur yang menganalisa hasil temuan dengan teori mencatat nilai dalam buku besar kebenaran memberikan wacana oleh Michel Foucault. Foucault status bagi masyarakat yang berani mengatakan sesuatu yang dianggap benar". (Foucault, 2002:162). melihat suatu diskursus atau wacana sebagai sebuah elemen taktis yang Artinya, wacana yang diproduksi beroperasi dalam relasi kekuasaan, dan tiap individu pun bervariasi sesuai dengan antara wacana dan kekuasaan memiliki kebenaran mana yang mereka akui. Dalam hubungan timbal balik. Disini dapat hal ini Foucault (dalam Bahasoan & dikatakan wacana adalah alat bagi Kotarumalos, 2014) juga menjelaskan kepentingan kekuasaan, hegemoni, bahwa kebenaran di sini tidak diartikan dominasi budaya, dan pengetahuan sebagai hal yang terjadi begitu saja, namun (Bahasoan & Kotarumalos, 2014). Dalam kebenaran diproduksi karena setiap

7

kekuasaan menghasilkan dan kekuasaan telah mengkonstruksikannya, memproduksi kebenaran sendiri melalui pada saat itu pula individu menjadi mana masyarakat digiring untuk mengikuti kendaraan kekuasaan (Foucault, kebenaran yang telah ditetapkan tersebut. 2002:123). Ini berati terdapat adanya Seperti hal nya yang dialami oleh Ibu kontrak kekuasaan, dengan penekan Mujiati dan Suharto Adji yang merupakan sebagai batasnya atau sebagai keluarga keturunan militer Semarang. pelanggaran terhadap batas ini. Dalam menanggapi isu lagu Genjer-genjer Kondisi ini, serupa dengan apa dan PKI, keduanya masih menyimpan disampaikan oleh Muhammad Adam dan pandangan negatif terhadap hal-hal yang Danang Puji selaku mahasiswa Kota berkaitan dengan komunis. Ini disebabkan Semarang. Keduanya menganggap, sistem pada adanya efek dari sirkulasi wacana pembelajaran Indonesia masa kini masih antikomunis oleh kekuasaan Orde Baru, dihantui oleh Orde Baru. Padahal yang membentuk pengetahuan baru pengetahuan bagi Foucault dapat seakan-akan PKI adalah musuh negara. membentuk kekuasaan, ini dapat Pengetahuan ini yang kemudian mempengaruhi bagaimana seseorang membentuk suatu memori traumatis bagi berpikir, bertindak, dan melihat dunia. Ibu Mujiati dan Suharto Adji ketika Meski tidak ada pelarangan formal dalam memandang isu lagu Genjer-genjer dan mempelari idelogi komunis, namun PKI. Memori ini didasarkan pada kejadian Muhammad dan Danang Puji beranggapan traumatis di masa lampau dan cerita bahwa hukuman ini tidak lagi berupa saksi ayahnya yang merupakan seorang militer keras dari pemerintah seperti yang terjadi Angkatan Darat Semarang, pemikiran ini pada era Orde Baru, namun lebih kepada kemudian diwariskan kepada keturunan- diskriminasi suatu kelompok masyarakat keturunannya. Kondisi ini sejalan dengan kepada keluarga keturunan komunis. pernyataan Foucault, yaitu: Sehingga dampaknya masih sangat dirasakan hingga masa kini, terutama pada "Dengan cara yang lain, kita pun menjadi sasaran bidang pendidikan. Ketakutan-ketakutan kebenaran dalam arti kebenaranlah yang membuat hukum akibat efek Orde Baru ini menciptakan dan memproduksi wacana sesungguhnya yang setidaknya sebagian memutuskan, mengirimkan, dan memperluasnya suatu batasan pembelajaran, sehingga di dalam efek-efek kekuasaan". (Foucault, 2002:117). menghasilkan suatu blok pengetahuan. Padahal, Foucault mengungkapkan Wacana yang disampaikan oleh Ibu bahwa: Mujiati dan Suharto Adji ini disebut Foucault sebagai efek kekuasaan suatu rezim. "Kita dipaksa memproduksi kebenaran dari suatu Menurutnya individu berperan sebagai roda kekuasaan sebagaimana diminta masyarakat agar berfungsi, kita dipaksa dan ditukutuk untuk mengakuisuatu kekuasaan. Individu tidak hanya menjadi kebenaran. Padahal kekuasan tidak pernah menghentikan target yang setuju, namun juga menjadi interograsi, keingintahuan, dan pencatatannya atas elemen-elemen artikulasinya. Ketika kebenaran: kekuasaan melembagakan, menjadikan

8

profesional, memberikan penghargaan terhadap sebagai wacana dominan yang pencariannya". (Foucault, 2002:116). meminggirkan realitas sejarah lainnya.

Ini juga menandai bahwa Dengan demikian, meski pada dikontinuitas Foucault benar terjadi dalam pasca keruntuhan Orde Baru terdapat kasus wacana lagu Genjer-genjer dan PKI. upaya untuk membuka sejarah lagu Genjer- Dimana sejarah akan bersifat diskotinu genjer dan PKI, wacana publik tentang seiring dengan peradaban yang topik ini nyatanya masih terpolarisasi menghasilkan suatu episteme di dengan negatif. Kebanyakan masyarakat masyarakat. Meski masih adanya Kota Semarang masih menerapkan ketakutan-ketakutan ditengah masyarakat, kategori moral pada klasifikasi, seperti PKI nyatanya tak sedikit juga masyarakat yang harus dilupakan, lebih buruk, lebih baik, berani menyuarakan pendapatnya terkait lebih benar, lebih salah, penistaan agama, wacana lagu Genjer-genjer dan PKI. Hal ini lagu berbahaya, sehingga pantas dibenci. dikarenakan suatu episteme yang selalu Dalam hal ini, pemikiran masyarakat Kota dinamis seiring dengan berkembangnya Semarang terhadap isu lagu Genjer-genjer rezim, sehingga melahirkan pengetahuan dan PKI dikonstruksi dengan prasangka baru yang muncul sebagai wacana publik. sebagai produk wacana yang dibangun oleh Orde Baru. Kecenderungan ini masih 4.3.2 Analisis Struktur Wacana mengancam untuk membayangi, mungkin yang Berkembang di Kota Semarang menghalangi, dialog yang lebih dalam Sub-bab ini menjelaskan mengenai tentang implikasi dari kekerasan yang perkembangan diskursus wacana di berasal dari tahun 1965 bagi demokrasi masyarakat Kota Semarang serta stuktur yang tengah berkembang di Indonesia. masyarakat yang mempengaruhinya. Foucault menyebutnya sebagai Struktur ini dipetakan menjadi 3 klasifikasi disciplinary power atau kekuatan disiplin. wacana yang berkembang di masyarakat, Lilja & Vinthagen (2014) menjelaskan antara lain : 1) wacana lagu Genjer-genjer bahwa disiplin adalah pembawa wacana. merupakan lagu milik PKI; 2) wacana lagu Disciplinary power dapat dilakukan dengan Genjer-genjer bukan merupakan lagu milik cara menormalisasi kelakuan di berbagai PKI, sehingga wacana negatif keduanya relasi sosial dengan diberlakukannya suatu perlu dipulihkan, 3) wacana lagu Genjer- disiplin. Proses normalisasi ini yang genjer bukan merupakan lagu milik PKI, diinternalisasikan melalui proses sehingga wacana negatif keduanya cukup pembiasaan pada individu untuk kemudian dipahami sebagai suatu historical event. mempengaruhi perilaku dan pola pikirnya.

Kemudian yang menyimpang atau tidak Tabel 4.3.2 Klasifikasi Wacana yang sesuai dengan suatu wacana akan Berkembang di Masyarakat Kota Semarang terpinggirkan dan tidak didengar. Dengan beserta Elemen Masyarakat yang kata lain, wacana antikomunis hadir Mempengaruhi

9

Elemen Pemerintah: Wacana lagu  Lembaga Pemerintah : Masyarakat Klasifikasi Pengetahuan dan Institusi Albertus Genjer-genjer profesinya sebagai Kota Wacana yang Mempengaruhi Agung dan PKI, pegawai pemerintahan Semarang sehingga membuat beliau kerap cukup berdiskusi dengan warga Keluarga Wacana lagu  Leluhur : warisan dipahami dari berbagai kalangan Keturunan Genjer-genjer pengetahuan oleh ayah sebagai Militer: Ibu sebagai lagu keduanya, seorang tentara historical Mujiati dan negatif milik Semarang yang ikut event Suharto Adji PKI menumpas PKI

 Media Orde Baru : kebijakanpemerintah Orde Melalui tabel yang telah diuraikan diatas, Baru untuk menonton film Pengkhianatan G30SPKI dapat terlihat bagaimana struktur sosial setiap tahun selama 32 tahun dimasyarakat Kota Semarang, dapat mempengaruhi wacana tunggal oleh Orde  Memori : memori traumatis keduanya terkait peristiwa Baru, sehingga menimbulkan perdebatan kekerasan 1965, mereka menanggap peristiwa ini yang menghasilkan multi discourse. Melalui terjadi karena ulah PKI 3 klasifikasi wacana ini juga menunjukkan Pegiat Wacana lagu  Komunitas Pegiat Sejarah : HAM: Genjer-genjer bergabung dengan bahwa adanya masa transisi dari Orde Yunantyo bukan lagu Komunitas Pegiat Sejarah Setyawan negatif milik pada tahun 2013, membuat Baru hingga masa kini, sehingga wacana PKI, sehingga beliau menambah relasinya wacana dengan bertemu banyak negatif yang diproduksi masyarakat pun akademisi dan sejarawan keduanya lainnya. perlu bergantung pada pengetahuan yang dipulihkan  Gedong SI : ikut serta mereka akui sebagai kebenaran. Struktur dalam upaya pelestarian Gedong SI Semarang, wacana masyarakat Kota Semarang dapat sehingga kerap bertemu para penyintas dan korban dilihat pada bagan berikut, yang peristiwa 1965. diklasifikasikan berdasarkan pernyataan Mahasiwa: Wacana lagu  Komunitas Diksui Sejarah Muhammad Genjer-genjer & Politik : bergabung informan serta pemeriksaan latar belakang Adam dan bukan lagu dengan organisasi dan Danang Puji negatif milik diskusi-diskusi kampus (background check. PKI, sehingga terkait sejarah 1965 wacana negatif keduanya  Organisasi Kampus : perlu keduanya pernah meneliti dipulihkan tentang Semarang seputar 1965, yang membuat mereka kerap berbincang dengan sejarawan dan para penyintas. Media: Wacana lagu  Media Berita Tempat Ambar Genjer-genjer Bekerja : kerap Winarso bukan lagu mengangkat berita seputar dan Edi negatif milik Semarang pada 1965 dan Faisol PKI, sehingga sejarah PKI, membuat wacana keduanya sering berdiskusi negatif dengan sejarawan dan keduanya para penyintas perlu dipulihkan

Akademisi: Wacana lagu  Kampus : profesinya Tsabit Genjer-genjer sebagai seorang akademisi Ahmad dan PKI, membuat beliau kerap sehingga melakukan riset bertopik cukup perjuangan gerakan kiri di dipahami Semarang,sehingga sering sebagai berdiskusi dengan para historical sejarawan,mahasiswa,dan event penyintas.

10

4.3.2 Bagan Struktur Wacana Lagu Genjer- mempengaruhi bagaimana mereka berpikir Genjer Masyarakat Kota Semarang dan mengambil tindakan terkait wacana lagu Genjer-genjer dan PKI. Kondisi ini Penguasa (Power Owner) Orde Baru sejalan dengan teori Foucault mengenai

wacana, bahwa wacana dapat dilihat dalam Wacara Tunggal Wacana Antikomunis praktik sehari-hari individu. Singkatnya (Single Discourse) wacana terjalin dengan kekuasaan dan

Masyarakat Kota Semarang pengetahuan untuk membentuk penindasan terhadap kelompok lain yang dianggap menyimpang dari norma.

Warisan Komunitas pegiat Kampus dan Sehingga pada akhirnya, wacana berfungsi pengetahuan sejarah, Gedong lembaga Institusi leluhur, media SI, komunitas / pemerintah Orde Baru, organisasi bukan hanya sebagai teks namun untuk dan memori kampus, media tempat bekerja traumatis mempengaruhi dan mengontrol individu.

Wacana lagu Wacana lagu Wacana lagu Genjer-genjer Genjer-genjer Genjer-genjer SARAN Multi- adalah lagu bukan lagu bukan lagu milik discourse negatif milik milik PKI, PKI, sehingga PKI sehingga dipahami Dari penelitian yang penulis perlu sebagai dipulihkan historical event lakukan, penulis menyadari bahwa

penelitian ini masih perlu dikaji lebih Keluarga Pegiat HAM: Akademisi: Subyek Keturunan Yas, Tsabit Ahmad, Wacana Militer: Ibu Mahasiswa: Pemerintah: dalam. Adapun saran yang dapat (Discourse Mujiati dan Adam dan Albertus Subject) Suharto Adji Danang, Agung Media: Ambar penulis berikan yaitu: harus dipahami dan Edi Faisol bahwa wacana tidak hanya berfungsi

untuk mengontrol masyarakat, namum

wacana dapat menjadi instrumen 5. KESIMPULAN kekuatan atau efek kekuatan sebagai Berdasarkan penelitian ini, penulis titik perlawanan. Karenanya wacana mendapatkan kesimpulan dalam menjawab rumusan masalah yang telah dijelaskan tandingan diperlukan untuk melawan pada bab sebelumnya, bahwa masyarakat wacana-wacana negatif yang Kota Semarang yang penulis wawancarai sebelumnya telah diproduksi. Ketika terdiri dari berbagai elemen masyarakat proses peradilan atau rekonsiliasi tersebut memproduksi wacana yang nasional yang sulit dicapai, berbeda-beda antara satu masyarakat mendengarkan suara para korban 1965 dengan masyarakat lain. merupakan langkah minimal dalam Melalui wacana tunggal yang mencegah langgengnya wacana dikembangkan oleh Orde Baru ini memicu antikomunis. Kemudian dapat perdebatan yang menghasilkan multi dsicourse berdasarakan 3 klasifikasi. Multi dilanjutkan dengan aktif mengikuti discourse ini dipengaruhi oleh berbagai diskusi-diskusi terbuka mengenai elemen masyarakat, sehingga hal ini sejarah PKI, pembersihan citra lagu 11

Genjer-genjer juga diperlukan guna Roosa, J. (2008). Dalih Pembunuhan mengurangi ketakutan-ketakutan Massal: Gerakan 30 September dimasyarakat. Pada kondisi ini dan Kudeta Suharto. Jakarta: Institut Sejarah Sosial Indonesia pemerintah juga berperan penting, dan Hasta Mitra. pemerintah harus hadir untuk Said, S.H. (2018). Gestapu 65 (PKI, Aidit, membentuk suatu lingkungan untuk , dan Suharto). Bandung: meminimalisir ketakutan-ketakutan PT Mizan Pustaka. akan wacana antikomunis. Memberikan Stewart E., Roy A.D. (2014). ruang publik untuk mempelajari sejarah Subjectification. In: Teo T. (eds) lagu Genjer-genjer dan PKI tanpa Encyclopedia of Critical adanya diskriminasi dan pencekalan. Psychology. Springer, New York.

Wierenga, S. (2010). Penghancuran 6. DAFTAR PUSTAKA Gerakan Perempuan , Politik

BUKU Seksual di Indonesia Afrizal. (2016). Metode Penelitian Kualitatif: Pascakejatuhan PKI. Yogyakarta : Sebuah Upaya Mendukung Galangpress. Penggunaan Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu. ARTIKEL JURNAL Jakarta: PT. Raja Grafindo Ahmad, T.A. (2014). Sarekat Islam dan Persada. Gerakan Kiri di Semarang 1917- Ayllon, M.A., & Walkerdine, V. (2017). 1920. Jurnal Sejarah Universitas Foucauldian Discourse Analysis: Negeri Semarang, Vol. 8, No.2. Second Edition. Publisher: Sage Ali, A. (2019). Music in Indonesia on The Djarot, E. (2007). Siapa Sebenarnya Ideological Debates in The Soeharto: Fakta dan Kesaksian Soekarnoian Era. Journal of Para Pelaku Sejarah G-30-S/PKI. Music Science, Technology, and Jakarta: PT. Trans Media. Industry, Vol. 2, No. 1, 23-26. Eriyanto. (2011). Analisis Wacana: Arps, B. (2011). The Lettuce Song and Its Pengantar Analisis Teks Media. Trajectory: The Vagaries of a Pop Yogyakarta: PT. LKis. Song in Three Eras (The History Foucault, M. (2002). Power/Knowledge: of Genjer-Genjer). Seminar Voice Wacana Kuasa/Pengetahuan. of The Archipelago, FKI VII, ISI Yogyakarta: Bentang Budaya. Surakarta. Hook D. (2007). Discourse, Knowledge, Atmaja, H.T. (2019). Collective Memory and Materiality, History: Foucault and State's Stigmatization of Ex- Discourse Analysis. London : Political Prisoners on G30S in Palgrave Macmillan.

12

1965. Indonesian Historical Pitsoe, V., & Letseka, M. (2012). Foucault's Studies, Vol. 3, No. 2, 116-124. Discourse and Power: Bahasoan, A., & Kotarumalos, A.F. (2014). Implications for Instructionist Prakterk Relasi Wacana dan Classroom Management. Journal Kuasa Foucaultdian dalam Relasi of Philosophy, Vol. 3, No. 1, 23- Multi Profesi di Indonesia. 28. Populis, Vol. 8, No. 1. Powers, P. (2013). Rawlinson's Three Axes Rainer, D.B., Andrea, B., Gutierrez, R.E., of Structural Analysis: A Useful Werner, S., Gavin, K., & Framework for a Foucaldian Francisco, T. (2008). The Field of Discourse Analysis. Vol. 5, No.1. Foucaultian Discourse Analysis: Putra, I. K., Holtz, P., Pitaloka, A., Structures, Developments, and Kronberger, N., & Arbiyah, N. Perspectives. Historical Social (2018). Positive Essentialization Research, 33(1), 7-28. Reduces Prejudice: Reminding Eickhoff, M., Danardono, D., Rahardjo, T., Participants of a Positive Human & Sidabalok, H. (2017). The Nature Alleviates The Stigma of Memory Landscape of 1965 in Indonesian Communist Party Semarang. Journal of Genocide (PKI) Descent. Journal of Social Research, Vol. 19, No 4, 530-550. and Politic Psyhology, Vol. 6, No Heryanto, A. (1999). Where Communism .2, 291-314. Never Dies: Violence, Trauma, and Sulistyo, B. (2018). Pasang Surut Gerakan Narration in The Last Cold War Buruh Indonesia. Lensa Budaya, Capitalist Authoritarian State. Vol. 13, No. 2, 156-165. International Journal of Cultural Wieringa, S. (2003). The Birth of the New Studies, Vol. 2, No.2, 147-177. Order State in Indonesia: Sexual Lilja, M., & Vinthagen, S. (2014). Sovereign Politics and Nationalism. Journal Power, Discplinary Power, and of Women’s History, Vol. 15, No. Biopower: Resisting what Power with 1, 70–91. what Resistance. Journal of Political Power, Vol. 7, No. 1, 107-126. Mudhofir, A.M. (2013). Teori Kekuasaan Michel Foucault: Tantangan bagi Sosiologi Politik. Jurnal Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, Vol. 18, No.1. Parlindungan, U. (2014). Mitos Genjer- Genjer: Politik Makna dalam Lagu. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 17, No. 3, 236-253.

13