Vol. 15 No. 2, Desember 2014: 139-151 Dogdog Lojor pada Upacara Seren Taun

Dinda Satya Upaja Budi 1, R.M. Soedarsono, Timbul Haryono, dan Tati Narawati Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

ABSTRAK Tujuan penelitian ini menjelaskan pertunjukan Angklung Dogdog Lojor dalam siklus upacara Seren Taun pada masyarakat , Kasatuan Adat Kidul. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data diperoleh melalui pengamatan di lapangan dan wawancara mendalam. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa pertunjukan Angklung Dogdog Lojor dalam upacara Seren Taun bukan semata-mata hanya sebagai seni pertunjukan dalam paradigma Barat atau kelengkapan ritual, akan tetapi merupakan salah satu media do’a dalam upacara ritual ngadiukeun pare sebagai upacara pokok dalam rangkaian upacara Seren Taun . Pertunjukan Angklung Dogdog Lojor merupakan ekspresi budaya masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Bagi para pemainnya, Ngangklung merupakan tugas pokok atau kewajiban sebagai anggota masyarakat adat. Kata kunci: Angklung, Dogdog Lojor , Seren taun , Kasepuhan Ciptagelar

ABSTRACT Angklung Dogdog Lojor Performance in Seren Taun Ritual Ceremony. !is paper describes Angklung Dogdog Lojor performance in Seren Taun ritual ceremony on Kasepuhan Ciptagelar community. !e method used in this paper is a qualitative method that is based on the data in the form of text, the analysis in the form of interpretation, and the prototype in the form of in-depth interviews. !e conclusion is that Angklung Dogdog Lojor in Seren Taun ritual ceremony is not solely as an art performance in the Western paradigm or completeness of any rituals. Angklung Dogdog Lojor is one of the ‘prayer’ media of various ‘prayer’ media in Seren Taun rituals, especially in ritual of ‘ngadiukeun pare’ as the main ritual in a series of Seren Taun ceremonies. Angklung Dogdog Lojor performance is an expression of culture Kasepuhan Ciptagelar Communities. Ngangklung, for the players, is a kind of the main duty or obligation to their community as indigenous people. Keywords: Angklung, Dogdog Lojor, Seren Taun, Kasepuhan Ciptagelar

Pendahuluan ini. Di wilayah budaya Sunda, kehadiran jenis-jenis kesenian angklung untuk kepentingan upacara Kehadiran musik bambu dalam kehidupan ritual padi tersebar di beberapa wilayah dalam masyarakat budaya Sunda hadir sejak masyarakatnya berbagai penyebutan, di antaranya: Angklung menjalankan budaya agraris tradisional yaitu Buncis , Angklung Gubrag , Angklung Bungko, ngahuma atau berladang, hingga masuknya budaya Badud , Dodod , Angklung Dogdog Lojor , Angklung sawah karena pengaruh budaya Jawa. Musik bambu Mayangsari , Angklung Baduy , Angklung Badeng , selalu dihadirkan dalam siklus upacara penanaman Badud , dan lain-lain. Hampir semua jenis kesenian padi, sehingga sangat beralasan apabila keberadaan angklung ini oleh masyarakat dikategorikan sebagai musik bambu dalam budaya Sunda sampai sekarang angklung buhun atau angklung kuna (baca: kuno) masih terpelihara, khususnya pada masyarakat yang artinya tua. agraris tradisional. Tulisan ini bermaksud memberi gambaran Musik angklung termasuk salah satu jenis mengenai pertunjukan Angklung Dogdog Lojor musik bambu yang masih terpelihara sampai saat (ADL) dalam rangkaian upacara ritual Seren Taun

1 Alamat korespondensi: Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa-UGM, Gedung Leng- kung, Jln. Teknika Utara, Pugung, Yogyakarta. Hp: 081321369866. E-mail: [email protected] 139 Dinda Satya Upaja Budi, dkk. Angklung pada Upacara Seren Taun pada masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar (KC ) dalam masyarakat Kanekes atau Baduy, proses yang merupakan sebuah komunitas adat terbesar pembuatan angklung dilakukan dalam berbagai di wilayah budaya Banten Kidul (Jawa Barat dan tahap serta persyaratan harus dipenuhi dan Banten) yang tergabung dalam Kasatuan Adat dilengkapi. Demikian pula halnya pada saat Banten Kidul . penggunaan angklung harus sesuai dengan aturan adat dan kebiasaan serta amanat para karuhun, Angklung Dogdog Lojor sebagai Ekspresi hingga sampai pada tahap penyimpanan atau Budaya saat angklung tidak akan dipakai dalam aktivitas pertaniannya, angklung selalu ditempatkan pada Seni pertunjukan merupakan suatu pening- suatu tempat yang khusus (Budi, 2001: 60-94). galan tradisi yang memiliki nilai-nilai luhur dan Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa cenderung besifat religius. Menurut Kusmayati selain memiliki makna yang penting, angklung juga (2000:1), seni pertunjukan merupakan bagian memiliki nilai yang sakral yang harus dihormati oleh dari kehidupan yang hadir karena diperlukan masyarakat pendukungnya. Kehadiran angklung oleh masyarakat. Tidak jarang seni pertunjukan dalam sebuah upacara atau peristiwa ritual dianggap berada dalam lingkup masyarakat untuk kebutuhan sebagai salah satu media ritual dari sekian banyak upacara tertentu. Maka tidak mengherankan apabila sarana demi lengkapnya penyampaian do’a sebagai suatu jenis seni pertunjukan pada masyarakat persembahan dan permohonan atas segala berkah agraris tradisional akan tetap dapat bertahan hidup dan keselamatan seluruh umat manusia dan alam dan berkembang, jika fungsi-fungsi sosialnya masih semesta. Menurut Senen (1997: 10), penyajian tetap dijalankan oleh masyarakat pendukungnya. musik dapat berkedudukan sebagai bagian dari Secara lebih spesi!k R.M. Soedarsono (2002: 123) upacara dan sebagai pengiring atau pendukung menyatakan bahwa, di lingkungan masyarakat suasana upacara. Sebagai bagian dari upacara, Indonesia yang masih sangat kental dengan nilai- jenis musik seperti: do’a keagamaan, nyanyian nilai kehidupan agrarisnya, sebagian besar seni wajib keagamaan, dan bunyi instrumen musik pertunjukannya memiliki fungsi ritual. yang dipandang sakral wajib dihadirkan dalam Berkaitan dengan hal tersebut, pertunjukan upacara keagamaan. ADL KC sebagai ekspresi budaya masyarakat akan Kehadiran ADL dalam berbagai rangkaian tetap difungsikan oleh masyarakat pendukungnya. upacara ritual padi, terutama pada rangkaian Kehadiran ADL bagi masyarakat KC bukan semata- kegiatan upacara Seren Taun pada beberapa mata karena untuk kepentingan pertunjukan kelompok masyarakat adat di Kasatuan Adat seperti dalam paradigma Barat, tetapi lebih dari Banten Kidul sebenarnya merupakan ungkapan itu. Angklung dimainkan sebagai salah media do’a do’a sebagai persembahan dan permohonan atas atau syukuran atas hasil bumi dan keseimbangan segala berkah serta rasa syukur atas keberhasilan alamnya. Kepercayaan masyarakat KC terhadap panen padi dan hasil bumi lainnya, dan juga kehadiran sesuatu yang gaib sangat kental, terutama sebagai permohonan keselamatan, agar terhindar pada kehadiran para karuhun (leluhur)-nya. dari berbagai musibah. Hal seperti ini terdapat pula Sampai saat ini, beberapa kalangan atau di wilayah Jawa Barat lainnya yaitu di Rancakalong kelompok masyarakat yang masih menjalankan Sumedang dengan Upacara Ngalaksa nya. Upacara tradisi Sunda Lama meyakini bahwa angklung Ngalaksa adalah salah satu kegiatan ritual yang merupakan salah satu peninggalan para karuhun dilakukan oleh masyarakat Rancakalong sebagai yang perlu dihargai dan kadang dianggap keramat. ungkapan rasa syukur atas limpahan berkah panen Hal ini bisa dilihat dari cara masyarakat tradisi hasil pertanian yang meruah (Yulaeliah, 2008: 32). dalam memperlakukan angklung dalam siklus R.M. Soedasono (2002: 118) juga menyatakan kehidupannya, mulai dari proses pembuatan, bahwa seni pertunjukan ternyata memiliki fungsi penggunaan, hingga penyimpanannya setelah yang sangat kompleks dalam kehidupan manusia. dipakai dalam upacara ritual. Sebagai contoh, Di samping itu, antara manusia yang hidup di

140 Vol. 15 No. 2, Desember 2014 negara berkembang dengan yang hidup di negara saat ini bagi kehidupan masyarakat KC . ADL maju, juga sangat berlainan dalam memanfaatkan merupakan salah satu perangkat dan pengungkapan seni pertunjukan dalam hidup mereka. Di do’a dalam setiap upacara. Bagi masyarakat KC , negara sedang berkembang yang dalam tatanan do’a atau persembahan dapat dibaratkan sebagai kehidupannya masih mengacu ke budaya agraris, membangun sebuah bangunan yang dikehendaki seni pertunjukan memiliki fungsi ritual yang dapat bermanfaat, dapat memberi ketenangan, sangat beragam, terutama apabila masyarakat selalu kenyamanan, kebahagiaan, dan kesejahteraan melibatkan seni dalam upacaranya. Sebaliknya, di semua manusia. ADL dalam suatu upacara negara-negara maju yang dalam tata kehidupannya ritual dapat diibaratkan sebagai salah satu tiang sudah mengacu pada budaya industri yang penyangga untuk memperkokoh sebuah bangunan. segalanya selalu bisa diukur dengan uang, sebagian Bagian-bagian lainnya dapat diibaratkan sebagai besar seni pertunjukannya merupakan penyajian lantai, dinding, atap, dan sebagainya, sehingga estetis, untuk dinikmati keindahannya. ketika bangunan do’a tersebut dibangun, berbagai Keberadaan seni ADL dalam masyarakat KC kehendak diharapkan tercapai atau terpenuhi. dapat hidup, bertahan, dan berkembang, karena Masyarakat KC merupakan masyarakat memiliki fungsi-fungsi sosial dalam masyarakatnya. yang taat pada tradisi dan kepercayaan yang telah Mengenai hal tersebut Mulyadi (1984: 4) diwariskan oleh para karuhun-nya. Mereka sangat mengatakan bahwa satu unsur kebudayaan akan mempercayai kehadiran para karuhun yang seolah tetap bertahan apabila memiliki fungsi atau peranan selalu turut serta menjaga dan mengawasi segala dalam kehidupan masyarakatnya. Sebaliknya unsur aktivitas seluruh incu putu (para keturunan) mereka. kebudayaan tersebut akan punah apabila tidak Oleh sebab itu, setiap Sesepuh Girang menerima berfungsi lagi. Pertunjukan ADL dapat hidup, wangsit dari para karuhun, mereka senantiasa bertahan, dan berkembang karena telah menjadi menuruti apa yang di-wangsit-kan, bahkan kelengkapan hidup, ekspresi jiwa, rasa, dan karsa tidak bisa menolak wangsit tersebut, termasuk di bagi masyarakat KC . antaranya harus berpindahnya Kampung Gede- nya. ADL dianggap sebagai kelengkapan siklus Menurut Aki Karma, para karuhun menyampaikan kehidupan masyarakat KC terutama dalam wangsit adalah untuk kebaikan dan kepentingan rangkaian siklus penanaman padi. Keharusan seluruh pihak. ini tercermin dari penurutan Abah Ugi sebagai Secara umum, kegiatan upacara ritual dalam sesepuh adat KC , Aki Karma sebagai pamakayan masyarakat KC merupakan aktivitas yang paling dan dukun tani, serta Aki Dai sebagai pimpinan menonjol dalam siklus hidup mereka, terutama grup ADL yang menyatakan bahwa kehadiran pada kegiatan-kegiatan penanaman padi. Kegiatan seni ADL dalam masyarakat KC sangat erat upacara perlu dilaksanakan sebagai kewajiban dan kaitannya dengan cerita rakyat yang berjudul bentuk pengetahuan serta pengalaman mereka Sulamjana (Jawa: Sulanjana). Cerita Sulamjana dalam memelihara keseimbangan. Keseimbangan ini merupakan cerita rakyat tentang asal usul padi yang perlu dijaga adalah keseimbangan manusia yang dibawakan dalam bentuk seni pantun atau dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan ma- bentuk teater tutur sebagai salah satu seni resitasi. nusia dengan alam. Ajaran ini merupakan spiritu- Dalam pengamatan di lapangan, masyarakat KC alitas masyarakat yang memiliki religiusitas tinggi. merupakan salah satu komunitas masyarakat adat Dalam ajaran agama Hindu (Bali) ajaran tentang yang tergabung Kasatuan Adat Banten Kidul yang keseimbangan tersebut tergambar dalam ajaran Tri sangat memuliakan padi. Hal ini dapat dilihat Hita Karana sebagai salah satu ajaran dalam agama dari aktivitas masyarakat KC yang sangat istimewa Hindu yang mengajarkan bahwa kebahagiaan akan dalam memperlakukan padi. dapat dicapai dengan terwujudnya tiga keseimbang Begitu pula halnya dengan kehadiran ADL. an, yaitu keseimbangan antara manusia dengan Kehadirannya sejak masa lampau memiliki makna Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia de- penting, sangat sakral, dan dihormati hingga ngan lingkungannya (Wiana, 2007: 5-6).

141 Dinda Satya Upaja Budi, dkk. Angklung pada Upacara Seren Taun

Fungsi Pertunjukan Angklung Dogdog Lojor acara turun nyambut, tebar (benih), ngaseuk atau tandur, sapangjadian , prah-prahan, mapag pare Fungsi pertunjukan ADL dapat ditelusuri beukah, mabay, mipit atau dibuwat (panen), dari penampilannya. R.M. Soedarsono (2002: nyimbur, ngunjal, nutu, nganyaran , hingga seren 123) dalam tulisannya menyatakan bahwa, fungsi taun. Berkenaan dengan peristiwa daur hidup seni pertunjukan dapat dibagi ke dalam dua masyarakat KC , ADL dipertunjukkan pada kelompok utama, yaitu: kelompok fungsi primer peristiwa ngembang, hajat sundatan atau khitanan dan kelompok fungsi sekunder. Pembagian fungsi serta perkawinan, bulan purnama, ngasah atau primer didasarkan atas siapa yang menjadi penikmat pencucian benda-benda pusaka setiap bulan seni pertunjukan tersebut. Seni pertunjukan disebut Maulud Nabi , serta berbagai upacara rosulan . seni pertunjukan karena dipertunjukkan bagi Dalam hal ini, pertunjukan ADL pada siklus penikmat. Sejalan dengan hal tersebut, Simatupang upacara ritual padi penikmatnya merupakan para (2013: 64-65) menyatakan bahwa suatu aktivitas penguasa dunia atas, yaitu Nyai Pohaci Dangdayang baru disebut sebagai tontonan apabila ia dilakukan Asri atau sebagai dewi padi. Masyarakat dengan kesengajaan maksud untuk dilihat, pelakunya, dalam hal ini Sesepuh Girang , para Baris dipertontonkan atau digelar. Jadi, kehendak Kolot, masyarakat KC , termasuk para pemain ADL untuk mempergelarkan sesuatu merupakan sifat lebih mementingkan tujuan dari rangkaian upacara pertama tontonan. Lebih lanjut R.M. Soedarsono ritual tersebut daripada menikmati seluruh sajian (2002: 123) menambahkan, apabila penikmatnya pertunjukannya. Seni pertunjukan semacam ini adalah kekuatan-kekuatan yang tak kasat mata, bukan disajikan bagi manusia, tetapi harus dilibati maka seni pertunjukan berfungsi sebagai sarana (arts of participation ). ritual. Apabila penikmatnya adalah pelakunya Pertunjukan ADL dalam upacara ritual di sendiri, maka seni pertunjukan tersebut berfungsi KC tidak seluruhnya menampilkan gerak tari dari sebagai sarana hiburan pribadi. Sedangkan apabila para pemainnya, meskipun tarian termasuk salah penikmatnya adalah kebanyakan harus membayar, satu bagian dari pertunjukannya. Dalam ritual maka seni pertunjukan tersebut berfungsi sebagai ngaseuk, mabay atau nyimbur, dan ngadiukeun sarana presentasi estetis. Fungsi-fungsi ritual suatu pare, pertunjukan ADL KC tidak ditemukan seni pertunjukan bukan saja berkenaan dengan tampilan tarian. Pertunjukan ADL dilakukan peristiwa daur hidup yang dianggap penting, tetapi dengan begitu khidmat. Seluruh pemain selama juga berbagai kegiatan yang dianggap penting yang mengikuti seluruh jalannya upacara tersebut dilihat memerlukan seni pertunjukan. dari mimik mukanya seolah tanpa ekspresi, tapi Dalam pandangan R.M. Soedarsono (2001: sebenarnya dalam jiwa mereka bermain dengan 170), secara garis besar setidaknya seni pertunjukan sangat serius, layaknya orang yang sedang khusyuk memiliki tiga fungsi primer, yaitu: (1) sebagai berdoa. Dalam rangkaian upacara ritual turun sarana ritual; (2) sebagai sarana hiburan pribadi; nyambut, tebar (benih), sapangjadian , mapag pare dan (3) sebagai presentasi estetis. Sementara beukah, mipit atau dibuwat (panen) , ngunjal, nutu, itu fungsi sekunder seni pertunjukan adalah: nganyaran , dan seren taun, pertunjukan ADL (1) sebagai pengikat solidaritas sekelompok dilengkapi dengan sajian gerak tari dari pemain- masyarakat; (2) sebagai media komunikasi massa; pemain wanita. Apabila dilihat dari peristiwa- (3) sebagai propaganda politik; dan sebagainya. peristiwa upacara tersebut, nuansa kegembiraan Apabila didasarkan pada pengelompokan tersebut sangat kentara sekali, seolah mereka berbahagia fungsi seni pertunjukan ADL pada masyarakat melalui rangkaian upacara tersebut. habluminannas dapat diuraikan sebagai berikut. Rangkaian upacara tersebut biasa dilakukan Fungsi primer pertama: ADL sebagai sarana oleh masyarakat KC merupakan persembahan dan upacara ritual pada siklus penanaman padi serta permohonan atas segala berkah dan keselamatan daur hidup masyarakat KC . Pada siklus upacara seluruh umat manusia dan alam semesta. penanaman padi, upacara ritual dimulai dari Masyarakat KC sangat mengharapkan segala

142 Vol. 15 No. 2, Desember 2014 limpahan rizki, keselamatan, perlindungan, dan (4) diperlukan seperangkat sesaji yang kebahagiaan selama proses penanaman padi. kadang-kadang sangat banyak jenis dan Upacara-upacara ritual senantiasa dilaksanakan, macamnya, (5) tujuan lebih dipentingkan karena dalam pemahaman masyarakat KC upacara daripada penampilannya secara estetis, dan tersebut merupakan suatu kegiatan yang diadatkan (6) diperlukan busana yang khas. secara sakral dan wajib dilaksanakan. Upacara Seren Taun merupakan upacara ritual Upacara-upacara ritual merupakan pening- terbesar sebagai puncak perayaan atau pesta panen galan para karuhun yang menyangkut keselamatan bagi masyarakat Kasatuan Adat Banten Kidul , dan kemaslahatan kehidupan seluruh masyarakat khususnya masyarakat KC . Oleh karena itu, Seren atau hajat hidup orang banyak. Ritual ini dilakukan Taun akan selalu dijadikan salah satu objek tontonan oleh masyarakat setempat sebagai wujud rasa syukur menarik bagi masyarakat. Masyarakat datang dari kepada Tuhan dan leluhur mereka. Menurut Aki berbagai penjuru wilayah, baik dari dalam maupun Karma, seluruh rangkaian tahapan dalam upacara- dari luar wilayah Banten Kidul. Banyaknya upacara ritual penanaman padi harus dilakukan pengunjung tentunya memerlukan tempat yang secara menyeluruh, tidak boleh ada satu tahap luas. Untuk mengantisipasi membludaknya pun yang terlewati apalagi diabaikan, karena akan pengunjung ini, panitia menyediakan beberapa berdampak tidak baik terhadap padi juga terhadap panggung hiburan untuk membagi konsentrasi masyarakat KC . Terdapat sebuah ungkapan yang para penonton agar tidak berjejal di satu lokasi saja. juga selalu dijadikan tolok ukur dalam berbagai Pelaksanaan puncak upacara ritual Seren aktivitas, yaitu lojor teu meunang dipotong, pondok teu Taun di KC terdapat beberapa tempat khusus yang meunang disambung, kurang teu meunang ditambah, dijadikan sebagai tempat berlangsungnya upacara, leuwih teu meunang dikurang (Panjang tidak boleh di antaranya perbatasan atau gerbang masuk ke dipotong, pendek tidak boleh disambung, kurang Kampung Gede , buruan Kampung Gede atau alun- tidak boleh ditambah, lebih tidak boleh dikurangi). alun, Imah Gede , Leuit Si Jimat , dan bale pertemuan, Apabila terdapat satu tahap saja yang terlewati, sedangkan tempat untuk menampilkan berbagai maka salah seorang masyarakat akan kabadi atau jenis kesenian ada yang ditempatkan secara khusus suatu peristiwa yang terjadi disebabkan oleh adanya atau permanen dalam bentuk ajeng atau panggung, kekuatan makhluk gaib, bisa berupa penyakit ada pula yang sesaat atau dibongkar pasang hanya atau kasurupan, yang (biasanya) dampaknya akan pada saat kegiatan Seren Taun saja. Panggung yang langsung bisa dirasakan oleh Sesepuh Girang , para permanen biasanya digunakan untuk pertunjukan Baris Kolot , atau masyarakat. Apabila memang Wayang Golek , Topeng atau teater rakyat, Jipeng , hal ini terjadi, maka Sesepuh Girang dan para dan ADL. Letak semua panggung berada di seputar pembantunya akan melakukan beberes . buruan Kampung Gede , sedangkan panggung hiburan dibangun secara dadakan di lapangan Ciri Angklung Dogdog Lojor sebagai Sekolah Dasar Ciptagelar agak jauh dari buruan Pertunjukan Ritual atau alun-alun Kampung Gede KC. Apabila dibandingkan dengan tulisan Berhubungan dengan pertunjukan ritual Mulyana (2013: 20-21), terdapat beberapa R.M. Soedarsono (2001: 143) menguraikan enam persamaan antara peristiwa Upacara Ngarot Lelea ciri-ciri khas pertunjukan ritual, yaitu: Indramayu dan Upacara Seren Taun di KC yaitu suasana atau ramai. Mulyana mengungkapkan (1) diperlukan tempat pertunjukan yang rame terpilih, yang biasanya dianggap sakral, bahwa dalam Upacara Ngarot, ramé diproduksi (2) diperlukan pemilihan hari serta saat dari tiga pertunjukan topéng, ronggéng ketuk, dan (waktu) terpilih yang juga dianggap sakral, jidor atau organ tunggal. Di sana terdapat interaksi (3) diperlukan pemain yang terpilih, yang intens di antara anggota komunitas penari, biasanya mereka dianggap suci, atau yang pemusik, penyanyi, dan penonton. Mereka sudah telah membersihkan diri secara spiritual, terbiasa dengan pola ramé seperti itu. Pada rangkaian

143 Dinda Satya Upaja Budi, dkk. Angklung pada Upacara Seren Taun upacara Seren Taun di KC situasi atau suasana ramé kenca (sudah ditempatkan oleh para sesepuh di sini, ini juga terjadi dan memiliki kesamaan dalam hal di sebelah kiri). Semua keputusan atau ketentuan keramaian. Interaksi antar pemain ADL, Topeng , selalu dikembalikan kepada Sesepuh Girang , dalam Jipeng , Wayang Golek , dan para penonton atau hal ini semua didasarkan pada kebijakan pimpinan pengunjung juga terjadi secara intens. Penonton adat. dapat dengan mudah berkomunikasi dengan para Tempat lainnya adalah dikhususkan bagi pemain pada saat bertugas. para pelaku dan partisipan upacara. Salah satu Beberapa rangkaian upacara ritual yang tempat berkumpulnya seluruh rombongan melibatkan ADL sebagai kelengkapan upacaranya, helaran adalah di perbatasan antara Kampung memiliki tempat-tempat khusus yang sudah dipilih Gede dengan Kampung Lebak Lengkob, sebagai secara adat. Seperti dalam rangkaian upacara seren tempat keberangkatan rombongan atau starting taun, terdapat satu tempat yang secara khusus point pertunjukan Helaran . Rute jalan atau jalur dijadikan pusat lokasi upacara atau puncak upacara yang akan dilewati rombongan sudah ditentukan ritual yaitu pada sebuah bangunan lumbung padi oleh aturan adat dan sudah dilaksanakan sejak yang diberi nama Leuit Si Jimat , karena seperti tahun 2001, yaitu sejak kepindahan Kampung sudah disebutkan pada bagian sebelumnya bahwa Gede dari Ciptarasa ke Ciptagelar . Alur yang dilalui acara pokok pada upacara Seren Taun adalah adalah menyusuri jalan setapak yang melalui lahan peristiwa ritual ngadiukeun pare atau memasukkan huma, sawah, dan talun dengan jarak tempuh padi ke dalam lumbung. dari perbatasan Kampung Lebak Lengkob sekitar Menurut Ema Alit, Leuit bagi masyarakat 1 km. Di perbatasan Kampung Lebak Lengkob Kasatuan Adat Banten Kidul dipercaya sebagai ini dipasang sebuah lantayan padi yang akan tempat bersemayamnya Dewi Sri atau Nyai Pohaci dikunjal pada prosesi upacara Seren Taun . Lantayan Sanghyang Dangdayang Asri . Leuit Si Jimat juga ini merupakan lantayan khusus dipasang untuk merupakan leuit adat atau lumbung padi milik menggantungkan berbagai macam jenis padi yang masyarakat adat yang dikelola oleh Sesepuh Girang selanjutnya akan disimpan di Leuit Si Jimat , yang dan dijadikan layaknya koperasi simpan pinjam merupakan padi-padi pilihan. bagi seluruh warga KC . Dalam hal ini, apabila Tempat selanjutnya adalah pusat Kampung ada masyarakat yang mau menggunakan beberapa Gede KC yang menjadi tempat dilaksanakannya pocongan padi yang terdapat di dalam Leuit Si Jimat , puncak seluruh kegiatan seren taun. Adapun tempat maka pada suatu saat masyarakat yang meminjam berkumpulnya seluruh keluarga sesepuh Girang , padi tersebut harus menggantinya sesuai dengan tamu kehormatan baik dari pihak pemerintahan, jumlah pocongan yang digunakannya. Tata cara pengusaha, maupun tamu penting lainnya adalah peminjaman padi dari Leuit Si Jimat ini tentunya di Imah Gede , sambil menunggu sampainya melalui prosedur aturan yang ditentukan oleh adat rombongan Helaran di pelataran alun-alun KC , terutama atas izin dari Sesepuh Girang . kampung Gede. Pada saat upacara ngadiukeun pare ke Leuit Si Jimat , letak posisi para pemain ADL Rurukan selalu ditempatkan di sebelah kiri leuit atau sebelah kanan depan peserta upacara seren taun. Dilihat dari posisi arah mata angin, pemain ADL selalu diposisikan di bagian utara Leuit Si Jimat . Walau demikian, berdasarkan pengamatan dapat terlihat bahwa posisi para pemain ADL tidak selalu statis di satu tempat, tetapi posisinya tetap di bagian sebelah kiri Leuit Si Jimat . Tidak diketahui alasan penyebab pergeseran posisi tersebut. Menurut Aki Dai, tos diperenahkeun ku sesepuh di dieu, di palih Gambar 1. Pertunjukan ADL dalam upacara Seren Taun

144 Vol. 15 No. 2, Desember 2014

Tempat lainnya adalah ajeng-ajeng atau dan pelaksanaan upacara Seren Taun ini dalam panggung-panggung yang memang sudah secara rangka memperlihatkan prosesi Ngadiukeun atau tetap diperuntukkan bagi pertunjukan Topeng , penyimpanan padi ke dalam Leuit Si Jimat kepada Jipeng , dan Wayang Golek . Panggung lainnya tidak masyarakat yang lebih luas. Hari minggu dipakai didirikan secara permanen, artinya panggungnya sebagai puncak acara salah satu alasannya karena hanya insidental saja, dibuat hanya sementara, dan supaya masyarakat luar lebih banyak yang bisa akan dibongkar jika upacara sudah selesai. menyaksikan jalannya upacara. Sistem penanggalan atau kalender yang Kehadiran petugas sebagai pemain atau pelaku lazim digunakan di masyarakat Kasatuan Adat sangat penting dalam kelancaran dan kesuksesan Banten Kidul adalah penanggalan berdasarkan jalannya upacara Seren Taun. Tanpa kehadiran para kalender pertanian. Menurut Adimihardja pelaku tersebut, sangat mustahil kelangsungan (1992), penanggalan untuk menentukan waktu upacara dapat terselenggara. Situasinya akan dalam memulai kegiatan di huma atau di sawah berbeda ketika semua petugas sudah siap dengan di kalangan warga Kasepuhan biasanya berpedoman peralatan dan kelengkapannya masing-masing. pada munculnya dua jenis bintang di langit. Bagaikan kinerja sebuah mesin, apabila satu bagian Keduanya masing-masing disebut dalam ilmu tidak bekerja maka berdampak pada kelancaran astronomi sebagai the orion belt dan bintang kerti . bagian-bagian lainnya. Gerak kedua bintang tersebut dicocokkan dengan Para pelaku yang terlibat dalam upacara Seren kalender Islam. Berdasarkan data di lapangan, Taun terdiri atas berbagai macam kalangan baik ternyata terdapat pergeseran penerapan antara usia, gender, status, maupun perannya. Kategori kalender pertanian dan kalender Islam. Hal ini usia dibedakan berdasarkan pengelompokkan disebabkan adanya perbedaan perhitungan dengan budak (anak-anak), rumaja (remaja), dan kolot tahun Masehi yang lebih lazim dipergunakan (orang tua). Kategori gender ditentukan dalam sebagai kalender resmi pemerintah. kaum lalaki (laki-laki) dan awewe (wanita). Status Penentuan waktu penyelenggaraan Seren Taun didasarkan pada golongan status keanggotaan ditentukan pada saat upacara serah ponggokan masyarakat adat, dan perannya didasarkan pada yang merupakan salah satu bentuk perwujudan tugasnya yang sudah ditentukan oleh adat. permintaan maaf kepada Indung atau bumi Dari pengelompokan tersebut tercermin sebagai ibu yang telah digali, dicangkul, dibakar, keberagaman status serta peran setiap warganya. dibajak, dan sebagainya. Upacara Seren Taun bagi Bagi yang statusnya sebagai warga adat, mereka masyarakat KC merupakan upacara ungkapan rasa selalu dapat berpartisipasi dalam berbagai syukur masyarakat kepada Sang Pencipta yang telah kepentingan adat, namun partisipasinya dibatasi memberikan rejeki dari hasil pertanian yang baik. dengan perannya dalam masyarakat adat, karena Dalam perhitungan bulan masyarakat KC , sudah terbatasi dengan tugasnya yang sudah turun upacara Seren Taun dilaksanakan setiap bulan Hapit temurun. Sebagai contoh, ketika tidak ada kegiatan (dalam budaya Jawa bulan hapit atau apit merupakan ngangklung, para pemain ADL dapat dengan bulan ke 11). Pelaksanannya selalu mengambil mudah membantu pekerjaan memasak dodol, tapi setiap hari minggu, karena sesungguhnya upacara mereka tidak bisa terlibat langsung memasak di Seren Taun ini diperuntukkan bagi masyarakat pawon Imah Gede , karena sudah ada petugas lain luar KC . Menurut penuturan Yogasmana, upacara yang lebih khusus. Seren Taun ini merupakan pesta masyarakat yang Khusus untuk para rumaja , selain membantu kehidupan sehari-harinya adalah bertani, untuk para orang tuanya di huma, sawah¸ atau kebon ma - itu perayaannya secara khusus dilaksanakan sing-masing keluarga, mereka juga dituntut untuk dalam bentuk sebuah pesta atas didapatnya hasil berpartisipasi aktif melaksanakan tugas adatnya. panen. Upacara Seren Taun juga dianggap sebagai Apabila anak tukang ngangklung maka mereka akan pemberitahuan bahwa satu siklus kehidupan melaksanakan dengan penuh kesetiaan. Keterli- bertani pada masyarakat KC sudah dilalui, batan para rumaja ini sangat membantu para orang

145 Dinda Satya Upaja Budi, dkk. Angklung pada Upacara Seren Taun tuanya, terutama dalam hal kebutuhan tenaga Terjaganya tatanan kehidupan masyarakat KC dalam proses bertani. Situasi seperti ini memiliki tidak dapat dilepaskan dari tatali paranti karuhun kemiripan dengan yang terjadi di Desa Trunyan- yang dijadikan aturan adat yang sangat dihormati Bali (Danandjaya, 1989: 449). Para rumaja adalah dan ditaati seluruh warga. Dalam tulisan Asep mereka yang usianya sudah memasuki pemuda atau (2000: 37-38) diuraikan bahwa secara har!ah, pemudi belia atau yang belum menikah. Adapun makna tatali paranti karuhun adalah mengikuti, peran anak-anak masih diberi kebebasan, sesuai mentaati, dan mematuhi tuntutan rahasia hidup dengan usia si anak yang memang masih masanya seperti yang dilakukan oleh para karuhun. Tatali untuk banyak bermain, dan biasanya lokasi serta paranti merupakan warisan karuhun yang patut cara bermainnya juga tidak akan jauh dari apa yang ditaati dan dihormati untuk mencapai tujuan biasa dilakukan oleh orang tuanya. hidup, karenanya tuntutan rahasia hidup yang Di dalam berbagai kegiatan adat masyarakat diwariskan karuhunnya dipahami sebagai suatu KC , hampir seluruh warganya seolah sudah memi- religi dalam masyarakat Kasepuhan. liki apa yang menjadi tugas atau tanggung jawab Di dalam bidang kesenian, baik itu ADL, dalam kelangsungan tradisinya. Selain pembantu- Rengkong, Wayang Golek, Jipeng , Topeng, dan pembantu Sesepuh Girang yang sudah ditentukan sebagainya, para pemainnya sudah mengetahui secara adat, terdapat petugas lainnya yang diang- kapan mereka harus menampilkan keseniannya. gap cukup penting bagi kelancaran jalannya se- Mereka sudah menyadari bahwa apa yang mereka tiap pelaksanaan upacara. Pada setiap pelaksanaan lakukan sudah menjadi tugas hidupnya sebagai upacara ritual, Sesepuh Girang KC tidak perlu lagi anggota masyarakat KC . Aki Dai sebagai salah membentuk panitia khusus demi kelancaran setiap seorang pimpinan dari grup ADL di KC menceri- kegiatannya. Masyarakat sudah dengan sendirinya takan, bahwa pada awalnya tidak memiliki cita- akan melakukan semua tugas sesuai dengan bidang- cita sebagai pemain ADL, bahkan ia sempat tidak nya masing-masing, dan seolah menjadi kegiatan menekuni sebagai pemain angklung semasa mu- rutin yang selalu mereka lakukan selama menjadi danya. Namun, karena sudah panggilan jiwa atau anggota masyarakat atau pengikut KC . tugas adat, ternyata seolah sudah tercatat bahwa Hal ini telah mereka lakukan secara turun- jalan hidupnya akan menjadi petugas angklung temurun. Apabila suatu saat seseorang meninggalkan meneruskan tugas kakeknya sebagai penanggung KC , kemudian dia datang kembali ke KC , dengan jawab kesenian ADL dan Rengkong di KC. Dalam sendirinya mereka akan kembali pada rutinitasnya mengemban tugas mulia ini, Aki Dai diberi keper- sebagai anggota masyarakat adat KC . Mereka yang cayaan penuh dan secara langsung oleh Abah Anom bertugas membantu keperluan Sesepuh Girang dan (Abah Encup Sucipta alm.) untuk mengurus dan keluarganya selalu setia membantu, melayani, bertanggung jawab atas kelangsungan ADL dan serta memenuhi berbagai keperluan Sesepuh Rengkong . Penugasannya juga dilakukan melalui Girang dan keluarganya, terutama yang berkaitan proses ritual tersendiri, baik oleh Sesepuh Girang dengan berbagai keperluan yang menyangkut maupun oleh panarosan Aki Dai sendiri. kepentingan adat. Di pawon atau dapur Imah Gede Di hampir seluruh masyarakat adat di Banten tersebar petugas yang sudah mengetahui bagian Kidul, termasuk masyarakat KC , ketika melaksanaan atau tanggung jawabnya. Ada yang menyiapkan sebuah upacara ritual selalu melengkapi berbagai bumbu, mencuci, memotong-motong, memasak, sasajen atau sesajian. Sasajen merupakan seperangkat dan menghidangkannya. Ada 19 baris bikang sesajian yang kadang-kadang jumlahnya sangat (barisan para ibu) yang bekerja bergiliran siang dan banyak jenis dan macamnya. Sesajen dalam malam melayani kebutuhan para tamu, mulai dari upacara Seren Taun dalam masyarakat KC terdiri menyiapkan tempat penginapan dan sebagainya. dari berbagai macam, yang terdiri dari parukuyan Di rumah Sesepuh Girang sendiri terdapat beberapa atau parupuyan (berisi arang serta menyan atau petugas yang selalu siap selama 24 jam penuh kemenyan); rurujakan yang biasanya terdiri dari melayani berbagai kebutuhan Sesepuh Girang . tujuh macam rujak dengan berbagai rasa seperti

146 Vol. 15 No. 2, Desember 2014 manis, asin, pahit, masam, serta campuran dari adat yang telah diwariskan oleh para karuhun- nya. rasa-rasa tersebut) serta tujuh macam bunga. Tujuh Seren Taun bagi masyarakat yang tergabung macam rujak dari buah-buahan dan bunga yang dalam masyarakat Kasatuan Adat Banten Kidul dijadikan sesajen merupakan simbol bilangan, memiliki makna tersendiri, yaitu sebagai ungkapan yaitu tujuh melambangkan jumlah hari atau rasa syukur masyarakat atas keberhasilan panen dalam satu minggu ada tujuh hari. Beberapa hari dan berharap agar pada musim tanam berikutnya menjelang hari pelaksanaan upacara Seren Taun juga mendapatkan hasil yang lebih baik dari tahun- disembelih beberapa ekor munding atau kerbau, tahun sebelumnya. Upacara adat Seren Taun dalam terkadang disembelih juga beberapa ekor mencek masyarakat KC atau masyarakat Kasatuan Adat atau rusa hutan, ribuan ayam, dan sebagainya. Banten Kidul pada umumnya merupakan upacara Pada pelaksanaan upacara Seren Taun ke- ritual adat yang menampilkan berbagai simbol- 644, ke-645, dan ke 646, disembelih tiga ekor simbol, salah satunya adalah makna sebagai sebuah kerbau. Menurut Aki Amil, penyembelihan kerbau proses interaksi. Pelaksanaan Seren Taun sendiri dimaksudkan untuk membuang kesalahan yang menurut Yogasmana hanyalah sebagai salah satu ada pada diri manusia. Kain putih di atas kerbau bentuk interaksi dengan masyarakat luar KC. Selain melambangkan kesucian atau kebersihan hati sebagai pesta perayaan panen, ritual Ngadiukeun manusia. Ada juga beberapa macam sasajen yang Pare merupakan salah satu bentuk upacara simbolik bukan berbentuk makanan seperti kaca cermin, penyimpanan padi ke dalam lumbung padi yang minyak rambut, sejumlah uang, dan berbagai jenis secara khusus dipersembahkan kepada masyarakat bunga-bungaan. Persembahan sasajen tersebut ada luar KC . Masyarakat KC sebagai pelaksana Seren yang disajikan di atas alas kain berwarna putih atau Taun selalu menegaskan komitmen mereka terhadap samping (kain) batik. keberlangsungan tradisi dan adat para Karuhun- Menurut Sumardjo (2011: 203-204), bahan- nya, khususnya adat Banten Kidul. Pertunjukan bahan sesajen tersebut bukan makanan roh-roh ADL dalam setiap upacara ritual memiliki tujuan halus yang dipercayai masyarakat. Sesajen yang untuk lebih memperkuat persembahan atau doa- berupa makanan, buah-buahan, dan lain-lain doa masyarakat KC . hanyalah simbol-simbol semesta. Sesajen adalah Kelengkapan busana yang dikenakan oleh simbol entitas lelaki dan entitas perempuan. Kedua para pemain pria dalam pertunjukan ADL adalah entitas ini diharmonikan, dijejerkan, dikawinkan busana yang khas dipergunakan oleh masyarakar dalam wadah sesajen. Dengan perkawinan unsur- Kasatuan Adat Banten Kidul secara umum, yaitu unsur semesta ini maka terjadilah keselamatan, pakaian serba hitam dengan ikat kepala bermotif kesuburan, kesehatan, kemakmuran, dan batik dalam beragam corak. Ciri khas busana pe- kesejahteraan seluruh keluarga. Namun pada main ADL adalah terdapat semacam bordiran atau kenyataannya berbeda dengan apa yang terjadi sulaman yang bertuliskan Kasatuan Adat Ciptagelar di KC . Sasajen-sasajen tersebut setelah selesai dan gambar dua buah dogdog lojor yang mengapit pelaksanaan upacara Seren Taun justru disajikan satu buah angklung. Menurut Teh Suwar, gambar kepada para pengunjung atau tamu yang hadir. tersebut dimaksudkan agar orang-orang mengeta- Menyan akan mengeluarkan asap ketika hui atau menjadi identitas yang menggambarkan ditaburkan ke dalam bara api yang terdapat di dalam atau menunjukkan bahwa mereka adalah pemain parupuyan sehingga mengeluarkan kepulan asap angklung yang berasal dari KC . Busana tersebut beraroma harum yang khas yang membumbung terkadang mereka gunakan pula ketika melakukan ke atas. Bau harum menyan yang khas menandakan pertunjukan di tempat atau Kasepuhan lain dalam penghormatan pada penguasa alam, Nyai Sri atau Kasatuan Adat Banten Kidul . Demikian pula halnya ibu bumi, dan para karuhun. Menurut Aki Karma, dengan para pemain ADL yang berasal dari ka- perlakukan seperti ini dilambangkan sebagai sepuhan lain seperti Kasepuhan Cisungsang mereka perhatian warga masyarakat serta pendukung mempergunakan cara yang sama dengan membuat upacara yang setia dalam menjalankan perintah bordiran logo kasepuhan masing-masing.

147 Dinda Satya Upaja Budi, dkk. Angklung pada Upacara Seren Taun

Busana pemain Angklung Dogdo Lojor wanita yang melakukan pertunjukan pada upacara Seren Taun biasanya mempergunakan kabaya atau kebaya. Kebayanya tidak memiliki bentuk yang seragam, biasanya yang dipakai adalah kebaya yang terbaru. Busana para pria pendukung lainnya juga memiliki kesamaan dengan para pemain ADL, yaitu memakai baju kampret serba hitam dengan ikat kepala batik berbagai corak, namun dalam busananya tidak memakai logo bordiran atau sulaman gambar KC . Pada awalnya tidak di- Notasi 1. Pola ritmis instrumen angklung ketahui apa yang melatarbelakangi kostum pria para pemain ADL selalu memasang logo Angklung Ciptagelar , namun belakangan terungkap alasan pe- makaian logo tersebut, selain sebagai identitas, juga menunjukkan perasaan bangga sebagai warga KC .

Repertoar Lagu Angklung Dogdog Lojor

Lagu sakral yang selalu dibawakan dalam upacara Ngadiukeun Pare (menyimpan padi) ke dalam Leuit Si Jimat (adalah satu lumbung padi yang paling dikeramatkan) adalah lagu Adulilang yang dibawakan secara sekar (vokal). Isi dari lirik Notasi 2. Sekar Lagu Adulilang Lagu Adulilang ini memiliki makna siloka yaitu suatu bahasa sindir, yang memiliki arti yang Berikut ini merupakan bait-bait dari rumpaka mendalam. Lagu Adulilang memiliki makna tentang atau lirik lagu Adulilang lainnya: mengadu liang (lubang). Manusia senantiasa Adulilang cenah horeng tobat hidup dimulai dari lubang dan akan kembali lagi Silang lain geuningan cenah horeng tobat kepada lubang pula. Apabila dilihat dari struktur Neda agung nya paralun pertunjukannya secara musikal kehadiran ADL Neda panjang nya pangampura seolah hanya sebagai pengiring saja, tetapi dari Abdi horeng ngan dedengean bae horeng silang lain struktur pertunjukan secara keseluruhan ADL, Tobat sidu laelah sekar (vokal), dan sebagainya merupakan media (adulilang untuk bertobat doa dari ritual upacara Ngadiukeun Pare. Dalam hal tidak ada maksud lain selain bertobat ini kedudukan ADL secara musikal hanya berfungsi memohon kepada Agung sebagai patokan irama bagi pembawa lagu vokal. memohon segala maaf Notasi 1 menunjukkan pola ritmis dari instrumen hanya kabar angin, tak ada maksud lain angklung dan instrumen Dodog Lojor . Intro dimulai tobat ya sidu laelah) oleh angklung Gonggong. Motif pukulan Dogdog Lojor langsung Adulilang cenah horeng tobat mengikuti irama musikal angklung yang sudah Silang lain geuning cenah horeng tobat terjalin setelah intro dari angklung gongong dan Isuk ngentrung mah horeng sore panembal, diikuti oleh angklung-angklung lainnya. Lodong karanjang horeng ari na panggulaan Berikut ini adalah lagu sekar atau vokal dari lagu Isuk nyemprung mah meureunan nya kapiheulaan Adulilang . Laras yang dipakai pada lagu Adulilang silang lain ini adalah laras Mataraman . Tobat sidu laelah

148 Vol. 15 No. 2, Desember 2014

(adulilang untuk bertobat yang dikehendaki akan selalu bermanfaat, memberi tidak ada maksud lain selain bertobat ketenangan, kenyamanan, kebahagiaan, dan besok menenun sore hari kesejahteraan bagi semua manusia, di samping lodong keranjang untuk membuat gula sebagai ungkapan rasa syukuran atas hasil bumi. besok pergi mungkin terdahului ADL diibaratkan sebagai salah satu tiang penyangga tobat ya sidu laelah) yang turut memperkokoh sebuah bangunan. Kehadiran ADL dalam upacara ritual Seren Pola ritmis instrumen angklung pada Lagu Taun merupakan ekspresi budaya masyarakat KC . Adulilang dimainkan secara repetitif atau berulang- Hal ini tersirat dari pola ritmis yang repetitif dari ulang mengikuti suasana konteks upacara ritual. instrumen angklung serta pola tabuh Dogdog Lojor Lain halnya dengan pola permainan instrumen yang begitu sederhana. Ngangklung bagi para pe- Dogdog Lojor memiliki variasi pola permainan, mainnya merupakan ‘tugas hidup’ atau kewajiban terutama variasi tabuh pada setiap akhir lagu dalam bagi mereka dalam siklus hidupnya sebagai bagian satu goongan atau satu periode lagu. Pada setiap dari masyarakat KC . Para pemain ADL seolah telah peralihan satu periode lagu yang didasarkan pada tersuratkan bahwa tugas hidupnya akan bertang- setiap akhir bait dari rumpaka atau lirik lagu, motif gung jawab demi kelangsungan ADL dalam siklus pukulan dogdog dibunyikan seperti pada Notasi 3. hidup komunitasnya. Meskipun pernah beralih pada profesi lain, tugas hidup sebagai para pemain ADL seolah sudah digariskan dalam hidup mereka sebagai pemelihara keberlangsungan hidup ADL. EŽƚĂƐŝν͘DŽƟĨƉƵŬƵůĂŶ Dog-dog Pola ritme Angklung dan Dogdog Lojor Kepustakaan tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah simbolisasi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang hidup dalam Adimihardja, Kusnaka. 1992. Kasepuhan Yang kesederhanaan, tetapi juga memiliki makna yang Tumbuh Di Atas Yang Luruh : Pengelolaan sangat kompleks. Kesederhanaan ritme yang Lingkungan Secara Tradisional di Gunung dimainkan secara berulang atau repetitif merupakan Halimun Jawa Barat . Bandung: Tarsito. gambaran akan kesinambungan dan keteraturan Ardana, I Ketut. 2009 “Fungsi Karawitan Bali di siklus hidup masyarakat KC . Yogyakarta: Sebuah Tinjauan Kontekstual” dalam Mudra Jurnal Seni Budaya, Volume Penutup 24 No. 1 Januari 2009: 131-147. Asep. 2000. “Kasatuan Adat banten Kidul: Kehadiran ADL bagi masyarakat KC dalam Dinamika Masyarakat dan Budaya Sunda upacara Seren Taun bukan semata-mata hanya untuk Kasepuhan di Kawasan Gunung Halimun kepentingan pertunjukan seperti pertunjukan Jawa Barat”. [Tesis]. Bogor: Program Studi dalam paradigma Barat atau kelengkapan ritual Sosiologi Pedesaan, Institut Pertanian Bogor. saja. Kehadiran ADL bagi para pemainnya dijadikan Bandem, I Made. 1986. Prakempa Sebuah Lontar sebagai salah satu media do’a yang dibangun secara Gamelan Bali . Denpasar: ASTI Denpasar . bersamaan dalam sebuah atmos!r doa bersama Budi, Dinda Satya Upaja. 2001. “Angklung Dalam pada upacara ritual Seren Taun . Pertunjukan ADL Upacara Ritual Ngaseuk”. [Tesis] Yogyakarta: dalam upacara ritual di KC tidak seluruhnya Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan menambahkan gerak-gerak tari. Sebagai sebuah dan Seni Rupa, Program Pascasarjana, upacara ritual, ngadiukeun pare dilakukan dengan Universitas Gadjah Mada. sangat khidmat, seluruh masyarakat yang hadir Danandjaya, James. 1989. Kebudayaan Petani sangat serius, layaknya orang yang sedang khusyuk Desa Trunyan Di Bali: Lukisan Analitis Yang berdoa. Doa atau persembahan tersebut dapat Menghubungkan Praktek Pengasuhan Anak dibaratkan sebagai mendirikan sebuah bangunan Trunyan Dengan Latar Belakang Etnogra#snya.

149 Dinda Satya Upaja Budi, dkk. Angklung pada Upacara Seren Taun

Jakarta: Universitas Indonesia Press. Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Dharsono, Sony Kartika. 2007. Budaya Nusantara: Mustika, I Wayan. 2011. “Perkembangan Kajian Konsep Mandala dan Konsep Triloka/ Bentuk Pertunjukan Sakura Dalam Konteks Buana Terhadap Pohon Hayat Pada Batik Kehidupan Masyarakat Lampung Barat Tahun Klasik. Bandung: Rekayasa Sains. 1986-2009” [Disertasi]. Yogyakarta: Program Eliade, Mircea. 1959. !e Sacred and !e Profan, Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni !e Nature Of Religion . New York: A Harvest Rupa, Sekolah Pascasarjana, Universitas Book Harcourt. Gadjah Mada. Harnish, David. 1990. “$e Preret of $e Lombok Senen, I Wayan 1997. “Aspek Ritual Musik Balinese: Transformation and Continuity Nusantara”. [Pidato Ilmiah] Dies Natalis XIII With A Sacred Tradition”, dalam Selectetd Institut Seni Indonesia Yogyakarta tanggal 23 Reports of Ethnomusikology . Los Angeles: Juli 1997. University of California. Simatupang, G.R Lono L.. 2013. Pergelaran : Haryono, Timbul. 1984. “Artifak Kualitas dan Sebuah Mozaik Penelitian Seni Budaya. Validitasnya sebagai Data Arkeologi” dalam Yogyakarta: Jalasutra. Artifak Jurusan Arkeologi UGM, No. 1/1 : Soedarsono, R.M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia 5-15. Di Era Globalisasi . Yogyakarta: Gadjah Mada Hermawan, Deni., dkk. 2012. “Angklung sebagai University Press. Wahana Industri Kreatif dan Pembentukan Soepandi, Atik. 1974. Khasanah Kesenian Daerah Karakter Bangsa”. [Laporan Penelitian Jawa Barat . Bandung: Pelita Masa. Unggulan]. Bandung: Puslitmas STSI. Sumardjo, Jakob. 1997. Perkembangan Teater dan Ichsan, Iing Moh. 2009. “Etika Lingkungan Drama Indonesia. Bandung: STSI Press Masyarakat Adat Kasepuhan Dalam ______2010. Pola Rasionalitas Budaya . Mengelola Hutan di Kawasan Taman Nasional Bandung: Kelir. Gunung Halimun Salak: Inspirasi Taoisme”. Wiana, I Ketut. 2007. Tri Hita Karana Menutut [Disertasi]. Yogyakarta: Program Pascasarjana Konsep Hindu . Paramita: Surabaya. Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada. Yulaeliah, Ela. 2008. “Musik Pengiring dalam Jasni, dkk. 2012. Atlas Rotan Indonesia . Upacara Ngalaksa Masyarakat Rancakalong Jilid III. Bogor: Badan Penelitian dan Sumedang” dalam Resital Jurnal Seni Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian Pertunjukan , Volume 9 No. I Juni 2008: 31- dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan 36. Dan Pengolahan Hasil Hutan, Kementerian Kehutanan. Informan Kusmayati, Hermien. 2000. Arak-arakan Seni Pertunjukan dalam Upacara Tradisional Aad, Aki (70 tahun). Pimpinan grup Angklung di Madura . Yogyakarta: Yayasan Untuk Dogdog Lojor. Tinggal di Kampung Indonesia. Cibengkung, Kasepuhan Ciptagelar Mulyadi. 1984. Upacara Tradisional Sebagai Alit, Ema (30 tahun). Isteri Sesepuh Girang . Tinggal Kegiatan Sosialisasi Daerah Istimewa di Kasepuhan Ciptagelar Yogyakarta. Yogyakarta: Proyek Inventarisasi Karim, Aki (80 tahun). Mantan Dukun. Tinggal dan Dokumen Kebudayaan Departemen di Kasepuhan Ciptagelar. Pendidikan dan Kebudayaan. Karda (Aki Dai) (70 tahun). Pimpinan grup seni Mulyana, Aton Rustandi. 2013. “ Ramé : Estetika Angklung Dogdog Lojor dan Rengkong. Tinggal Kompleksitas Dalam Upacara Ngarot Di di Kasepuhan Ciptagelar Lelea Indramayu, Jawa Barat” [Disertasi]. Karma, Aki (70 tahun). Pamakayan (dukun tani) Yogyakarta: Program Studi Pengkajian tinggal di Kasepuhan Ciptagelar Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Sekolah Rakasiwi, S Ugi (Abah Ugi) (34 tahun). Sesepuh

150 Vol. 15 No. 2, Desember 2014

Girang (sesepuh adat). Tinggal di Kasepuhan karawitan-bali-di-yogyakarta.pdf. Diunduh Ciptagelar. tanggal 12 Januari 2014. Yogasmana, Yoyo (46 tahun). Humas Kasepuhan http://lppm.unud.ac.id/wp-content/uploads/Tri- Cipta Gelar. Hita-Karana-dalam-Awig-Awig-oleh-Astiti. pdf. Diunduh tanggal 6 September 2014. Pustaka Laman http://www.isi-dps.ac.id/berita/gamelan-gambang- dalam-ritual-keagamaan-umat-hindu-di-kota- http://www.isi-dps.ac.id/wp-content/ denpasar. Diunduh tanggal 6 September uploads/2010/01/peran-dan-fungsi- 2010.

151