PEMERINTAHAN DALAM NEGERI Vol. VI, No. 13/I/P3DI/Juli/2014

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

RIVALITAS PILPRES 2014 DAN QUO VADIS PERAN PARTAI POLITIK

Prayudi*)

Abstrak

Kampanye Pilpres 2014 yang baru selesai tahapannya belum lama ini, menunjukkan perilaku politik partai dikalangan para elit dan pendukungnya yang mudah dilanda NRQÀLN LQWHUQDO 2UJDQLVDVL SDUWDL NDODK EHUJHUDN FHSDW GLEDQGLQJNDQ NHUMDNHUMD kongkrit para relawan sipil dalam menginisiasi dan merespons isu-isu atau tema politik kampanye. Kelemahan partai dalam membangun kelembagaan politik untuk fungsi-fungsinya terkait kontestasi pemilu, merupakan penyebab munculnya sinisme publik terkait quo vadis peran partai dalam Pilpres 2014. Untuk itu, perlu dorongan melalui kebijakan tertentu terkait proses musyawarah internal partai secara berjenjang dalam pencalonan pasangan Pilpres yang didukungnya saat Pemilu. UU Parpol dan UU Pilpres dapat membuat ketentuan dalam memberikan insentif politik bagi proses rekutmen dan pencalonan kadernya, yaitu proses penentuan capres dan cawapres yang secara riil benar-benar berjalan demokratis dan terbuka.

Pendahuluan Kampanye Pilpres tahun 2014 lalu dukungan partai atau gabungan partai dalam menimbulkan pertanyaan publik atas Pilpres, memang pada kasus tertentu bisa kapasitas dan komitmen peran partai politik dibantah, namun fenomena politik demikian atau koalisi antar kekuatan partai yang saling tampaknya masih kuat muncul ke permukaan bekerjasama. Ruang keterbukaan politik justru sebagai arus utama politik relasi yang berkembang antar unsur dan personal partai dengan rivalitas dalam setiap Pilpres, pengurus yang saling berkembang selama termasuk saat sebelum tahapan dan sesudah tahapan-tahapan Pilpres 2014 ternyata tahapan kampanye Pilpres 2014 ini. sangat cair. Sehingga, ruang tersebut justru Dengan desain kelembagaan partai yang menunjukkan fenomena politik tentang masih rentan bagi potensi perpecahan dan mudah terbelahnya dukungan partai, tidak disiplin di tingkatan pengurusnya yang sangat saja di kalangan elitnya, tetapi juga di antara mudah dilanggar, maka soliditas di internal unsur pendukung partai tersebut di tingkat partai dan antar partai yang mengaku secara akar rumput (grass root). Generalisasi cairnya formal berkoalisi untuk menjagokan pasangan

*) Penulis adalah Peneliti Utama Politik dan Pemerintahan pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI. E-mail: [email protected].

Info Singkat © 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI www.dpr.go.id ISSN 2088-2351

- 17 - calonnya masing-masing akan mudah kontroversial di internal Golkar ini, dipertanyakan. Sehingga, muncul sinisme mengulang sejarah serupa saat Golkar publik, terutama di kalangan pemilih terhadap dipimpin oleh Akbar Tanjung menghadapi ke mana dan mau diperlakukan sebagai apa pemilu 2004 lalu. Saat itu beberapa kadernya terhadap masalah peran partai politik dalam justru ada yang mendukung pasangan SBY- kehidupan demokrasi. JK yang bertentangan dengan kebijakan organisasi yang mendukung pasangan Antara Perbedaan Pendapat dan Megawati-Hasyim Muzadi pada putaran Disiplin Organisasi Partai kedua. Langkah pemecatan sempat berujung Sebagai konsekuensi atas masih pada tertundanya pelantikan dua orang rentannya dukungan partai dalam pengisian kadernya sebagai anggota DPR 2004-2009, posisi politik kepresidenan, maka peran yaitu Marzuki Darusman dan Fahmi Idris, penggiat sipil dan bahkan kalangan relawan sampai kemudian akhirnya dilantik setelah masyarakat pada umumnya justru sangat di masa kepemimpinan DPP Golkar beralih kuat dalam menempatkan faktor determinasi kepada Ketua Umumnya, . dari peta persaingan Pilpres. Sebaliknya, Friksi internal di tubuh partai tidak lagi pengurus di kalangan partai, tidak saja bagi menggambarkan sebuah kondisi kepartaian partai yang lahir sebelum atau sebaliknya, yang berkembang dalam ruang lingkup yang lahir sesudah reformasi tahun 1998, demokrasi dengan saling menganggap wajar berada pada titik yang mudah melahirkan perbedaan pendapat. Tetapi juga merupakan kecenderungan sikap politik ultra pragmatis persaingan antara sikap yang oportunis dan bahkan transaksional. Kasus terjadinya dibandingkan perjuangan pada idealisme VDOLQJSHFDWGDQEDKNDQNRQÀLNLQWHUQDO\DQJ kesejalanan visi dan misi yang disampaikan berkepanjangan di tubuh partai politik, sangat pasangan calon. mudah ditemui. Hal ini setidaknya pernah terungkap ketika Ketua Umum DPP PPP Ketentuan Normatif Peran Suryadarma Ali mengungkapkan dukungannya Politik Partai dan Realitas dalam pencalonan sebagai Pelaksanaannya. calon Presiden dalam kampanye Partai Menyangkut peran partai politik, UU Gerindra beberapa waktu lalu. Meskipun No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik sudah sempat menimbulkan reaksi penentangan cukup clear arah pengaturannya. Di ketentuan dari kalangan pengurus PPP lainnya, tetapi Menimbang dari UU dimaksud disebutkan NHPXGLDQ NRQÀLN \DQJ PHOXDV GL LQWHUQDO antara lain mengenai keperluan menguatkan partai bersangkutan bisa dicegah dan dapat pelaksanaan demokrasi dan sistem diakhiri dengan langkah islah. Demikian pula, kepartaian yang efektif sesuai dengan amanat pada kasus yang dihadapi Partai Golkar ketika UUD 1945, yaitu terhadap kelembagaan serta Ketua Umumnya Aburizal Bakrie melakukan peningkatan fungsi dan peran partai politik. tindakan pemecatan bagi beberapa kader Kemudian, dalam Ketentuan Umum dari Golkar dan penonaktifan dari keanggotaan UU Partai Partai Politik disebutkan bahwa di partai bersangkutan, juga menjadi kasus Partai Politik adalah organisasi yang bersifat ODLQDWDVNRQÀLNLQWHUQDO\DQJEHUNHPEDQJGL nasional dan dibentuk oleh sekelompok tubuh partai. Ketidaksolidan dukungan partai warga negara secara sukarela atas dasar juga terjadi secara sporadis pada beberapa kesamaan kehendak dan cita-cita untuk partai lainnya, seperti halnya Partai Amanat memperjuangkan dan membela kepentingan Nasional (PAN) dan juga terhadap internal politik anggota, masyarakat, bangsa dan Partai Demokrat (PD) dan bahkan bagi PDIP negara, serta memelihara keutuhan NKRI (sebagaimana pada kasus dukungan personal berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Rustriningsih), baik di tataran lokal maupun Ketentuan normatif dalam regulasi partai perseorangan kadernya di tingkat nasional, membagi dua tujuan dari keberadaan partai Partai Golkar memecat tiga kadernya politik, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. dari keanggotaan di partai, karena mereka Tujuan umum Partai Politik adalah: dinilai tidak mematuhi keputusan partai a. mewujudkan cita-cita nasional bangsa untuk menduduki pasangan calon presiden Indonesia sebagaimana dimaksud dalam dan calon wakil presiden, Prabowo Subianto- Pembukaan Undang-Undang Dasar . Peristiwa pemecatan yang Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

- 18 - b. menjaga dan memelihara keutuhan Negara kalangan, seperti Randall dan Svansand Kesatuan Republik Indonesia; (2002) situasi pelembagaan partai politik c. mengembangkan kehidupan demokrasi tidak selamanya berkorelasi kuat dengan berdasarkan Pancasila dengan menjunjung keajegan demokrasi di sebuah negara. tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Namun bagi sebagian lainnya, termasuk Kesatuan Republik Indonesia; misalnya kajian Tan (2006), dalam konteks d. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh keindonesiaan situasi kepartaian tetap rakyat Indonesia. bisa dijadikan parameter dalam mengukur situasi dan kualitas demokrasi. Namun Sedangkan tujuan khususnya meliputi: disinilah letak persoalannya. Dilihat dari sisi a. meningkatkan partisipasi politik pelembagaan, kondisi partai politik kita pada anggota dan masyarakat dalam rangka umumnya masih jauh dari harapan. Salah penyelenggaraan kegiatan politik dan satu indikasi sederhananya adalah persoalan pemerintahan; rekrutmen partai yang masih mengabaikan b. memperjuangkan cita-cita Partai Politik metode rekrutmen yang dibentuk oleh partai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, sendiri. Kepentingan yang bersifat sesaat dan dan bernegara; praktis kerap mengorbankan sebuah proses c. membangun etika dan budaya politik dalam berjenjang yang seharusnya dilalui. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan Sejalan dengan rivalitas politik Pilpres, bernegara. yaitu dalam konteks kebijakan partai untuk mendukung capres-cawapres tertentu, Keseluruhan penyelenggaraan langkah- proses internal yang dilakukan dianggap langkah pencapaian rangkaian tujuan tersebut perlu dibuka bagi akses publik. Keperluan dilakukan secara konstitusional. Dalam Pasal LQLVHPDNLQPHPLOLNLDUWLVLJQL¿NDQVHWHODK 11 dari UU No. 2 Tahun 2011 disebutkan bahwa MK dalam salah satu putusannya, yaitu Partai Politik berfungsi sebagai sarana: ketika MK mengabulkan permohonan uji a. pendidikan politik bagi anggota dan materi pasal 159 Ayat 1 UU Nomor 42 Tahun masyarakat luas agar menjadi warga 2008, salah satu substansi pertimbangannya negara Indonesia yang sadar akan hak bahwa capres dan cawapres yang didukung dan kewajibannya dalam kehidupan oleh gabungan partai politik nasional dapat bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dianggap sebagai sudah merepresentasikan b. penciptaan iklim yang kondusif bagi penduduk di seluruh wilayah Indonesia. persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia Keperluan bagi akses publik juga semakin untuk kesejahteraan masyarakat; diperkuat oleh ketentuan lainnya dalam c. penyerap, penghimpun, dan penyalur pasal 10 UU No. 42 Tahun 2008, yang aspirasi politik masyarakat dalam menyebutkan bahwa penentuan capres dan merumuskan dan menetapkan kebijakan cawapres yang diajukan partai politik atau negara; gabungan partai politik dilakukan secara d. partisipasi politik warga negara Indonesia; demokratis dan terbuka. Harus diakui, tidak e. rekrutmen politik dalam proses pengisian ada standar atau ukuran yang digunakan jabatan politik melalui mekanisme secara sama oleh semua partai politik untuk demokrasi dengan memperhatikan menilai apakah mekanisme pengambilan kesetaraan dan keadilan gender. keputusan terkait dukungan terhadap capres dan cawapres telah memenuhi kriteria yang Pelembagaan Partai Politik ditetapkan UU tersebut. Akibatnya, ruang Kondisi sesudah reformasi 1998 oligarki dalam proses penentuan dukungan menunjukkan bahwa, kehadiran belasan partai partai atau gabungan partai terhadap sebenarnya tidak akan membawa banyak pasangan capres-cawapres sangat terbuka persoalan bagi konsolidasi demokrasi asalkan peluangnya dibandingkan harus menempuh partai mampu melembagakan dirinya dengan proses musyawarah antar para pengurus dan sebaiknya. Firman Noor mengacu pada kajian anggotanya yang berjalan secara berjenjang. Mainwaring dan Scully (1995), menilai adanya Larry Diamond memandang kolerasi antara kualitas pelembagaan partai, pentingnya mengembangkan keterlibatan sistem kepartaian dan kualitas demokrasi. para aktor di internal partai secara kolektif Eksistensi yang satu sedikit banyak akan dan dengan jalan secara terdesentralisir mempengaruhi yang lainnya. Bagi beberapa berjenjang dalam pengambilan kebijakan

- 19 - yang diambilnya. Hal ini berarti dapat dan UU Pilpres perlu memberikan insentif semakin memperkuat keyakinan ideologis, politik tertentu dalam ketentuan mengenai dan bahkan hingga tingkatan norma dan pola fungsi-fungsi rekrutmen dan proses perilaku partai yang memperkuat dampaknya pencalonan kadernya di tingkat nasional bagi demokrasi dalam arti di luar partai dan lokal. Khusus tentang UU Partai Politik, itu sendiri. Sehingga, proses pengambilan langkah kongkrit atas keinginan itu, adalah keputusan secara tertutup, oligarkis, dan menjabarkan secara lebih detail terkait bersifat sepihak menjadi antitesa atas Tujuan Umum dan Fungsi-fungsi Kepartaian keperluan peran partai itu bagi penguatan sebagai sarana kehidupan politik demokrasi iklim demokratisasi. Konsekuensi atas dan sekaligus perannya bagi pembangunan merombak proses pengambilan kebijakan character dan nation building. Agenda internal partai dalam dukungan pasangan penguatan peran partai semacam ini, calon pilpres, sejalan dengan rencana sekaligus merupakan payung politik hukum penyelenggaran pemilu serentak ditahun bagi penafsiran masing-masing AD/ART 2019, berdasarkan Putusan MK No. 14/PUU- partai politik. XI/2013. Dengan begitu, partai akan semakin didorong untuk menentukan pilihan politik Referensi Pilpresnya berdasarkan kesamaan visi dan UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas misi capres yang akan diusungnya. UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Penutup: Tidak Sekedar Prosedural UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Organisasi dan Pencitraan. Presiden dan Wakil Presiden. Dengan pemberlakuan sistem pemilu “Aburizal Bakrie Pecat Tiga Kader Golkar”, presiden/wapres secara pasangan sejak tahun Kompas 24 Juni 2014. 2004, sebagai hasil amandemen UUD 1945, Firman Noor, “Belasan Partai, Sejumlah secara langsung oleh rakyat, jelas keberadaan Masalah”, dalam http://www.politik.lipi. partai politik semakin mudah mengalami go.id, diakses tanggal 4 Juli 2014. dinamika yang lebih tinggi dibandingkan Larry Diamond, Developing Democracy dengan model sistem pemilu presiden/wapres Toward Consolidation, IRE press, secara tidak langsung melalui kewenangan Yogyakarta, 2003, h. 87. MPR. Konsekuensi atas tantangan dinamika “Kampanye Pasangan Capres-Cawapres No. semacam ini, membutuhkan pelembagaan 2 DPW PAN Pacet Dukung Jokowi-JK”, partai agar mampu menciptakan proses dalam http://www. sku-aspirasirakyat. musyawarah berjenjang, apapun namanya. com., diakses tanggal 3 Juli 2014. Hal ini penting dalam menyaring para kader “Pelantikan Fahmi dan Marzuki terbaiknya untuk nantinya ditampilkan Darusman Ditunda” dalam http://. dalam persaingan pemilu presiden/wapres. www:suaramerdeka.com. diakses tanggal Musyawarah secara berjenjang di internal 3 Juli 2014. partai sangat berguna untuk menciptakan “Dipecat PDIP karena dukung Prabowo, ini fungsi-fungsi kepartaian yang solid secara tanggapan Rustriningsih”, http//www. organisasi dan sekaligus tetap memberikan detik.com, diakses tanggal 6 Juli 2014. dampak yang maksimal tidak saja bagi internal partai bersangkutan tetapi bagi kehidupan demokrasi dalam arti yang lebih luas. Artinya, musyawarah berjenjang dalam memilih kader partai untuk jabatan-jabatan publik, seperti halnya dan apalagi untuk tingkat pasangan presiden/wapres, tidak dapat hanya memenuhi aspek prosedural organisasi politik kepartaian atau sekedar pencitraan dimata publik, tetapi benar- benar mengangkat aspek substansi untuk menyeleksi para kadernya dalam iklim kompetisi yang sehat. Sehubungan keinginan di atas, maka direkomendasikan agar UU Partai Politik

- 20 -