Spasialisasi Entertainment

Ahmad Khairul Nuzuli Universitas Amikom Yogyakarta Jl. Ring Road Utara, Condong Catur, Sleman, Yogyakarta 55283 Email: [email protected]

Abstract: Changes in production process are made in line with the approach of political economy and market. This study aims to find out how the practice of political economy, especially spatialization in Sony Music Entertainment Indonesia. This is a descriptive qualitative research with case study approach. Primary data were obtained through interview, while secondary data were obtained from documentation, literature studies, and the media. The result showed that Sony Music Entertainment Indonesia conducted a spatialization practice supported by digitalization, so that the company became easier to integrate horizontally and vertically and its music products dominate Indonesian market.

Keywords: music, political economy of media, recording industry, spatialization

Abstrak: Perubahan dalam proses produksi dilakukan agar sejalan dengan pendekatan ekonomi politik dan pasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik ekonomi politik, khususnya spasialisasi di Sony Music Entertainment Indonesia. Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sumber data primer diperoleh melalui wawancara, sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari dokumentasi, studi pustaka, dan media. Hasilnya menunjukkan bahwa Sony Music Entertainment Indonesia melakukan praktik spasialisasi yang didukung oleh digitalisasi, sehingga hal tersebut mempermudah integrasi perusahaan secara horizontal dan vertikal agar produk musiknya mendominasi pasar Indonesia.

Kata Kunci: ekonomi politik media, industri rekaman, musik, spasialisasi

Musik merupakan karya budaya yang tidak Kemajuan teknologi internet juga dapat lepas dari kehidupan manusia. Musik menjadi penunjang perkembangan industri juga dijadikan media hiburan anak-anak musik. Kondisi ini membuat format hingga orang dewasa. Musik dalam ilmu musik bergeser ke ranah digital. Dellyana, komunikasi dikategorikan sebagai media Hadiansyah, Hidayat, dan Asmoro (2015, h. komunikasi massa karena kemampuannya 18) mengatakan bahwa era 2000-an, tepatnya menyampaikan pesan kepada komunikan tahun 2006, merupakan titik perkembangan yang jumlahnya relatif besar. Menurut musik digital yang memberikan dampak Yuliarti (2015, h. 191), mengonsumsi signifikan untuk industri musik di Indonesia. lagu bisa dikategorikan sebagai proses Kehadiran internet mempermudah para komunikasi karena terjadi pengiriman penikmat musik mendapatkan musik. Orang pesan melalui teks dan lirik, serta umpan dapat mengakses musik dengan genre apapun balik dari pendengarnya, baik berupa sikap dan di manapun selama terhubung dengan maupun perasaan. internet.

123 Jurnal ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 123-138

Penelitian yang dilakukan oleh terutama kepentingan pemilik modal. Dewatara dan Agustin (2019, h. 8-9) Kemudahan dalam era digitalisasi ini menemukan bahwa pemasaran musik di juga dimanfaatkan oleh industri musik era digital melalui internet mempermudah untuk mentransformasikan rekamannya proses distribusi dan konsumsi. Selain dari manual ke digital. Bhaskoro (2013) itu, peraturan dan regulasi yang mampu menuliskan bahwa SME Indonesia mengurangi pembajakan melalui internet memperoleh keuntungan terbesarnya dapat membantu perusahaan rekaman melalui layanan unduh lagu via iTunes, dalam melindungi kekayaan intelektual yakni sebuah situs unduh lagu legal yang mereka. Menurut Ayyubi (2016), aplikasi dimiliki oleh Apple. JOOX menguasai 34,7 persen pasar musik Proses transformasi tidak terjadi begitu digital di Indonesia dan disusul oleh saja. Proses ini melibatkan strategi pemilik SoundCloud (10,2 persen), LangitMusik modal yang mengikuti tekanan pasar. (10,1 persen), dan Spotify (9,8 persen). Hal ini sejalan dengan pendekatan utama Data Asosiasi Industri Rekaman ekonomi politik media mengenai perubahan Indonesia/ASIRI (2019) menunjukkan industri media di bawah tekanan pasar bahwa 80 persen perusahaan rekaman dan kepentingan ekonomi politik pemilik dari 80 anggota ASIRI masih aktif modal yang membuat kebijakan (Garnham mendistribusikan karya-karya musik dalam McQuail, 2011, h. 255). Perubahan rekaman di Indonesia. Di antara perusahaan- itu dilakukan karena berbagai tekanan perusahaan rekaman tersebut, Sony Music kepentingan ekonomi untuk memperoleh Entertainment Indonesia (SME Indonesia) keuntungan sebesar-besarnya sebagai merupakan salah satu perusahaan rekaman akibat dari kecenderungan monopolistik besar di Indonesia dan menjadi bagian dari dan proses integrasi, baik secara vertikal Sony Music Entertainment Inc. (SME) maupun horizontal. yang memiliki market share produk global Mosco (2009, h. 159) menyebut sebesar 21 persen (Stassen, 2019). SME spasialisasi sebagai proses perpanjangan Indonesia merupakan salah satu anak institusional sebuah perusahaan media untuk perusahan Sony Corporation of America mengatasi hambatan jarak dan waktu dalam yang aktif memproduksi karya-karya kehidupan sosial. Spasialisasi dibagi menjadi rekaman di Indonesia. SME Indonesia dua tipe, yaitu spasialisasi vertikal dan juga mengorbitkan beberapa penyanyi dan spasialisasi horizontal. Spasialisasi vertikal grup musik, seperti Cokelat, Gita Gutawa, merupakan penguasaan atas proses produksi Nindy, The Changcuters, , Duo hingga distribusi agar terintegrasi. Sedangkan Maia, Cinta Laura, dan Anggun C. Sasmi. spasialisasi horizontal merupakan penguasaan SME Indonesia sebagai bagian pasar melalui berbagai upaya pembelian dan dari industri musik tidak terlepas dari kerja sama dengan perusahaan lain (Mosco, kepentingan ekonomi (economic interest), 1996, h. 5).

124 Ahmad Khairul Nuzuli. Spasialisasi Sony Music ...

Spasialisasi dipilih karena pada era pasif akan cenderung hanya menjadi alat digital perusahaan musik tidak menganggap kaum kapitalis dalam mencari keuntungan jarak dan waktu sebagai hambatan untuk semata. mempraktikkan ekonomi politiknya. Hal Adorno & Horkheimer (2002, h. ini berada dalam konteks kekuasaan dapat 95) juga mengatakan bahwa terdapat memengaruhi proses produksi, distribusi, proses standardisasi dan pseudo- hingga konsumsi produk industri musik. individualism dalam industri budaya. Digitalisasi jutru membantu indutri musik Praktik menunjukkan tetap ada kekuatan melakukan praktik spasialisasi untuk dan otoritas yang terstandardisasi, mengembangkan usaha dan mencari ke­ walaupun dalam prosesnya seolah-olah untungan sebanyak-banyaknya. Spasialisasi­ terdapat demokratisasi, individualisasi, dalam konteks penelitian ini menekankan dan keberagaman. Akibatnya, seolah-oleh pada proses digitalisasi yang membantu kaum kapitalis menawarkan keberagaman penyebaran produk SME Indonesia kepada konsumen, padahal sebetulnya tanpa terhalang jarak dan waktu. Hal ini tawaran-tawaran tersebut hanyalah sebuah dilatarbelakangi oleh adanya jaringan yang hegemoni. dibuat oleh SME Indonesia untuk tujuan Hegemoni yang dimaksud dalam integrasi perusahaan, baik secara vertikal penelitian ini adalah proses penggiringan maupun horizontal. konsumsi konsumen terhadap produk Fokus penelitian ini adalah praktik musik menuju satu titik seragam, yaitu ekonomi politik khususnya spasialisasi ketika penikmat/konsumen musik digiring yang dilakukan oleh SME Indonesia untuk menyukai musik-musik tertentu untuk mengembangkan perusahaan dan dan hanya cenderung menikmati dan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. menggemari salah satu genre musik saja. Industri musik menjadi institusi kapitalis Konsumen yang hanya menerima akan yang mencetak keuntungan, sedangkan terhegemoni dan menganggap hal tersebut media adalah perangkat ideologis yang sebagai kondisi yang lumrah dan wajar. melanggengkan kekuasaan kaum kapitalis Gramsci (dalam Sugiono, 1999, h. 31) yang menjadikan masyarakat hanya sebagai mengatakan bahwa hegemoni adalah konsumen. bentuk dominasi kelompok lain yang Hal ini dipertegas oleh pendapat ditopang oleh kekuasaan. Masyarakat Adorno dan Horkheimer (2002, h. 95) akan cenderung taat pada produk-produk yang mengatakan bahwa konsumen adalah kesenian karena adanya dominasi dan pihak yang tidak mempunyai kekuatan. masyarakat pun cenderung tidak memiliki Konsumen akan patuh kepada pemilik banyak pilihan. Hegemoni tidak harus industri yang memproduksi produk dalam bentuk pemaksaan, tetapi dapat budaya, dalam konteks penelitian ini berupa upaya-upaya politis, kultural, dan adalah industri musik. Konsumen yang intelektual.

125 Jurnal ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 123-138

Penelitian ini berparadigma kritis. bertujuan untuk menjelaskan fenomena Paradigma tersebut dipilih karena ekonomi sedalam-dalamnya melalui pengumpulan politik tidak pernah lepas dari kontrol data sedalam-dalamnya. Sedangkan kepemilikan media (McQuail, 2011, h. riset deskriptif mendorong periset 43). Kekuatan kontrol terhadap konten mendeskripsikan detail topik yang terjadi dan perluasan pasar sangat ditentukan oleh melalui sebuah narasi (Kriyantono, 2014, kekuatan kepentingan-kepentingan pemilik h. 65-66). Topik yang dideskripsikan kebijakan. McQuail (2011, h. 43) juga penelitian ini adalah bentuk dan proses mengatakan bahwa ekonomi politik media terjadinya spasialisasi SME Indonesia. adalah bagian dari teori kritis media yang Sementara itu, pendekatan penelitian ini menganggap perusahaan media adalah alat adalah studi kasus. Studi kasus dipilih karena bantu kelas dominan dalam melakukan pen­dekatan ini mampu menggambarkan kontrol kepada masyarakat untuk mencari situasi di sebuah institusi pada kasus keuntungan. Oleh karena itu, media hanyalah tertentu. Sumber data primer diperoleh perpanjangan tangan orang-orang yang melalui wawancara terhadap Alex Sancaya berkuasa dalam menyebarkan kekuasaannya (managing director SME Indonesia) dan (Littlejohn & Foss, 2011, h. 432). Sundari Mardjuki (senior marketing and Sementara itu, Golding dan Murdock communication SME Indonesia). Informan (dalam Curran & Gurevitch, 1991, h. 15- dipilih melalui teknik purposive sampling, 32) menyatakan bahwa perspektif ekonomi yaitu mempertimbangkan kriteria spesifik politik terletak pada dominasi perusahaan untuk dijadikan sumber data. Contoh dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas pertimbangan tersebut adalah orang yang produksi. Sedangkan Mosco (1996, h. mempunyai kekuasaan dan paling tahu 74-75) berpendapat bahwa ekonomi kebijakan dalam sebuah intitusi atau politik selalu membahas persoalan sosial perusahaan, sehingga memudahkan peneliti dan keuntungan dalam proses produksi, menjelajahi informasi yang dibutuhkan distribusi, dan konsumsi sumber-sumber untuk penelitian (Sugiyono, 2016, h. 214). yang berhubungan dengan komunikasi. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh Pendekatan ekonomi politik memberi dari dokumentasi, studi pustaka, dan media wadah bagi peneliti untuk melakukan studi untuk menjelaskan sebuah peristiwa secara media sebagai institusi ekonomi yang sudah komprehensif. mapan dalam perluasan kontrol terhadap Sugiyono (2016, h. 241) mengatakan produksi dan relasi. bahwa keabsahan data penelitian kualitatif bisa dilihat dari teknik triangulasinya, yakni METODE pengumpulan data-data melalui berbagai Tipe penelitian ini adalah deskriptif cara berbeda yang bertujuan memperoleh kualitatif. Kriyantono (2014, h. 6) kebenaran dengan standar tinggi. Cara-cara mengatakan bahwa riset kualitatif pengumpulan data tersebut dapat berupa

126 Ahmad Khairul Nuzuli. Spasialisasi Sony Music ... wawancara, observasi, dan studi dokumentasi terkenal seperti PlayStasion, televisi, secara saksama. Oleh karena itu, kebenaran kamera, proyektor, komputer, dan printer. yang diperoleh dapat saja berasal dari berbagai Selain itu, Sony juga melakukan sudut pandang, sehingga data-data tersebut joint venture dengan Bertelsmann AG. dapat dibandingkan dan kebenaran dapat Bertelsmann AG adalah perusahaan dilihat secara utuh. internasional yang bergerak di bidang produksi konten televisi dan radio. HASIL Bertelsmann AG juga memiliki percetakan SME Indonesia dipimpin oleh Alex buku musik. Pada divisi musik, Bertelsmann Sancaya sebagai managing director sejak AG bekerja sama dengan Sony untuk 2013. Di Indonesia, SME Indonesia juga melakukan distribusi konten musik yang menjadi pemilik dari perusahaan rekaman: ada di radio dan televisi di berbagai negara Musica Studios, Trinity Optima Music, (Bertelsmann, 2006, h. 61-62). Suara Sangkar Emas, dan Keci Musik. Sony tidak hanya bergerak di SME Indonesia merupakan salah satu anak industri media hiburan, elektronik, dan perusahaan Sony Corporation of America jasa keuangan. Sony memperluas bidang (Sony). Sony merupakan perusahan usahanya dengan spasialisasi horizontal. raksasa yang didirikan oleh Morita pada 7 Hal ini dilakukannya melalui kerja sama Mei 1946 dan bergerak di bidang media, dengan perusahan lain yang bergerak hiburan, elektronik, dan jasa keuangan. di luar industri media, terutama industri Anak-anak perusahaannya tersebar musik, misalnya melalui pemasaran produk hampir di seluruh dunia. Di sektor berplatform digital dalam jaringan (daring), produksi film, Sony menguasai sebelas seperti Spotify, YouTube, dan iTunes. rumah produksi, yaitu Columbia Pictures, Sedangkan secara vertikal, Sony melakukan TriStar Pictures, Mandalay Entertainment, monopoli antara induk perusahaan dan Phoenix Pictures, Sony Pictures Classics, anak perusahaannya dalam satu garis bisnis Sony Pictures Entertainment, Columbia- untuk memperoleh sinergi jenis dan genre Tri Star Home Video, Triumph Films, produk, terutama produk musik pop. Metro-Goldwyn-Mayer, United Artist, Kondisi di atas mengindikasikan bahwa dan Screen Gems. Sedangkan di sektor konten memperoleh kontrol dalam proses bisnis industri musik, Sony mempunyai produksi (Mosco, 2009, h. 175-176). Hal dua anak perusahaan, yaitu Sony/ATV ini pun terlihat dari aktivitas SME yang ada Music Publishing dan Sony BMG Music di Amerika dan Indonesia yang sama-sama Entertainment yang juga tersebar di negara- memproduksi artis bergenre pop Amerika, negara lain, tak terkecuali Indonesia. seperti One Direction, Adele, dan Shakira. Di sektor telepon seluler (ponsel), Sony Sedangkan di Indonesia ada Cokelat, Gita mempunyai Sony Mobile. Di sektor Gutawa, Nindy, Sheila on 7, Duo Maia, elektronik, Sony mempunyai produk Cinta Laura, dan Anggun C. Sasmi yang

127 Jurnal ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 123-138 memiliki genre mayoritas pop. SME yang SME Indonesia dituntut mampu menguasai perusahaan musik di berbagai bangkit menghadapi tantangan digitalisasi negara, termasuk Jepang, Amerika, Korea, tersebut. Langkah transformasi musik ke dan Indonesia, menyebabkan standardisasi arah digital pun diambil sebagai bentuk dan homogenisasi produk musik, yaitu pop. efisiensi, baik dari segi produksi maupun Digitalisasi mengubah pengalaman penjualan. Musik digital merupakan bagian industri dalam membuat dan memasarkan dari format musik dari masa ke masa. Musik produk musiknya. Hal ini sejalan dengan digital akhirnya menjadi tren musik saat pengalaman khalayak dalam menikmati ini setelah era piringan hitam, kaset, Video dan mendengarkan musik yang tidak lepas Compact Disc (VCD), dan Digital Video dari media sosial dengan layanan musik Disc (DVD). Format file musik digital yang streaming (Wikström, 2014, h. 423-443). paling populer adalah MP3, WAV, AAC, Littejohn dan Foss (2011, h. 686) mengatakan dan juga WMA. bahwa digitalisasi merupakan hal yang Alex Sancaya mengatakan bahwa tidak dapat dihindari ketika segala sesuatu tantangan utama dalam perkembangan yang manual bertransformasi menjadi serba musik di era globalisasi adalah digitalisasi. otomatis dan segala sesuatu yang bersifat Digitalisasi membuat perubahan dalam rumit bertransformasi menjadi serba ringkas. proses produksi rekaman musik. Tentunya hal ini sejalan dengan Mosco (2009, Proses produksi rekaman musik digital tentu lebih mudah dibanding analog. Mulai dari studio h. 159) yang menyebut spasialisasi sebagai yang lebih sederhana, bahkan bisa dilakukan proses mengatasi hambatan jarak dan waktu di kamar pribadi musisi itu, hingga proses penyuntingan, perekaman musik digital memang dalam kehidupan sosial. Hal ini dilakukan tidak serumit pada perekaman analog. (Alex semata-mata untuk mentransformasi Sancaya, managing director SME Indonesia, wawancara, 15 Februari 2015) perusahaan, baik dalam produksi maupun pemasaran produk, agar lebih efisien. Selain itu, dalam penjualannya, Digitalisasi dilakukan untuk mengikuti SME Indonesia juga telah bekerja sama selera pasar yang lebih menyukai musik dengan platform penjualan digital yang berformat digital dan dapat dibawa ke mana memanfaatkan internet, seperti YouTube, pun tanpa produk fisik. Pasar pun lebih iTunes, Google Music, Spotify, JOOX, menyukai proses jual beli secara digital. Hal dan Deezer. Pemilihan platform ini juga ini sejalan dengan hasil riset International dianggap dapat mengurangi pembajakan Federation of the Phonographic Industry yang menjadi keluhan banyak musisi. Proses (2016, h. 15) yang mengatakan bahwa digitalisasi pun dapat menyelamatkan peningkatan jumlah pengguna ponsel dan berbagai file musik lama karya para musisi. internet menyumbangkan dukungan yang Sementara itu, Sundari Mardjuki cukup besar dalam perkembangan industri mengatakan bahwa di era digital dan musik, termasuk dalam layanan musik globalisasi, hadirnya media sosial streaming yang lebih disukai pasar. mempermudah industri musik dalam

128 Ahmad Khairul Nuzuli. Spasialisasi Sony Music ... mempromosikan dan menjual produknya, pernah surut karena ring back tone (RBT) “Globalisasi menjadi wadah bagi era bisa menjadi penyelamat dengan mem­ keterbukaan, sehingga hal ini bisa berikan pemasukan 194 miliar rupiah menjadi peluang bagi industri untuk bagi perusahaan rekaman. Benny Ho mempromosikan produknya melalui dalam Bachdar (2016) mengatakan bahwa media sosial” (Sundari Mardjuki, senior munculnya musik streaming menjadi marketing and communication SME harapan baru dalam pemberantasan Indonesia, wawancara, 26 Januari 2016). pem­bajakan dan meningkatkan market Proses digitalisasi dalam produksi dan size industri musik di Indonesia. Platform penjualan ini tidak terlepas dari prinsip penjualan digital yang tersedia secara efisien ekonomi politik yang berorientasi pada membuat pembajakan dapat ditanggulangi, pasar. Tujuannya tidak lain adalah untuk sehingga perusahaan rekaman dan musisi menghapus jarak dan waktu dalam proses pun tidak begitu khawatir akan haknya produksi dan penjualan antara penjual (Alex Sancaya, managing director SME dan pembeli, serta mencari keuntungan Indonesia, wawancara, 15 Februari 2015). sebanyak-banyaknya (Mosco, 2009, h. PEMBAHASAN 159). Selain itu, digitalisasi juga sejalan dengan prinsip ekonomi. Menurut Dewatara Bentuk spasialisasi horizontal terlihat dan Agustin (2019, h. 8), proses digitalisasi pada perluasan perusahaan Sony dalam musik membuat para pencipta lagu dapat mengakuisisi perusahaan lain. Bahkan memproduksi musik dengan murah dan pada tahun 2018, SME mengakuisisi EMI para pendengar pun dapat membeli produk Music Publishing yang memiliki artis-artis musik dengan harga yang murah juga. ternama, seperti Drake, Sam Smith, dan Sementara itu, efisiensi di bidang Queen (Sebayang, 2018). Hal ini dilakukan pencegahan pembajakan juga menjadi untuk mengurangi saingan pasar SME dan pertimbangan SME Indonesia, sehingga tetap mendominasi pasar industri musik kegiatan menggunggah musik gratis tanpa secara internasional. Sedangkan pada seizin perusahaan rekaman dan artis bisa spasialisasi vertikal, SME fokus melakukan dikurangi. produksi dan penjualan secara digital. Munculnya musik streaming membuat label dan Spasialisasi Vertikal SME Indonesia artis tidak begitu khawatir masalah pembajakan. Pandangan Marxisme melihat Perusahaan musik bisa terus berinovasi, walaupun produk musik berupa fisik berkurang. bahwa ideologi-ideologi budaya, seperti Musik streaming juga membuat pelanggan tetap seni, merupakan hasil sampingan yang dan pendapatan iklannya bisa membuat industri musik tetap berjalan. (Alex Sancaya, managing ditentukan oleh basis ekonomi. Marxisme, director SME Indonesia, wawancara, 15 Februari sebagai bentuk aliran kritis, selalu 2015) mempunyai ketertarikan terhadap produk Bachdar (2016) mengatakan bahwa seni. Aliran ini percaya bahwa masyarakat pembajakan musik di era digital tidak kapitalis sangat mahir menyebarkan

129 Jurnal ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 123-138 ideologi melalui produk budaya, terutama ini dilakukan untuk mempertahankan dan seni. Musik sebagai salah satu produk mendominasi pasar. Lagu pop merupakan budaya yang berupa kesenangan menjadi genre yang menjadi standar dan memberi penting untuk dikritisi karena rentan disetir pengaruh pada komoditas lain, contohnya dan dimanipulasi oleh kapitalis sebagai SME Indonesia dan SME sama-sama pemilik perusahaan dan pemegang modal dominan memproduksi lagu yang bergenre (Woodfin & Zarate, 2008, h. 131). pop. Hal ini tentunya akan menjadi Perkembangan internet dan berbagai komoditas pasar yang menyebar melalui vendor jual musik daring mengubah kondisi. globalisasi dan menjadi gaya hidup. Musik Batasan jarak, ruang, dan waktu sudah tidak pop akan menjadi mesin pengeruk uang menjadi halangan dalam distribusi produk bagi SME Indonesia. musik dari perusahaan rekaman kepada Perspektif Marxis melihat musik pendengar selaku konsumen. Globalisasi sebagai bagian dari alat ideologi yang menghapus hambatan ruang dan waktu. berhubungan dengan seni. Musik juga Kondisi tersebut membantu kegiatan menjadi alat penghibur dan komoditas spasialisasi (Mosco, 2009, h. 157). Hal inilah bisnis yang laku di pasaran. Hal ini menjadi yang diaplikasikan oleh SME Indonesia dalam sasaran empuk para pemilik modal untuk mendistribusikan musiknya ke masyarakat mencari keuntungan. Khadavi (2014, h. dan sekaligus menjadi cara SME Indonesia 53) menyatakan bahwa industri musik mengendalikan distribusi musiknya, yaitu membuat standardisasi dan homogenisasi, melalui kerja sama dengan vendor jual musik terutama industri musik pop yang daring untuk mempermudah penjualan berorientasi pada keuntungan. Dengan produk. demikian, proses penciptaan lagu, upaya Mosco (2009, h. 24) menyatakan produksi, pemasaran, pendistribusian, bahwa ekonomi politik adalah kajian tentang orientasi konsumsi, karakter lagu, dan sifat hubungan-hubungan sosial, khususnya kebutuhan masyarakat telah diarahkan hubungan kekuasaan, yang bersama-sama oleh pemilik modal yang berorientasi dalam interaksinya menentukan aspek pada pasar. Kondisi tersebut menunjukkan produksi, distribusi, dan konsumsi dari keberhasilan kapitalis dalam menguasai sumber-sumber yang ada. Globalisasi industri musik sebagai budaya dan ideologi. menjadikan dunia tanpa batas dan membuat Spasialisasi merupakan sebuah penyeragaman di pasar secara global dalam sistem konsentrasi yang memusat dan sistem, pola, dan budaya, serta berubah ke berkaitan dengan cara subsistem-subsistem arah digital. Digitalisasi dan globalisasi disentralkan, sehingga hal-hal yang muncul mengubah proses produksi, distribusi, dan di media merupakan wujud dominasi konsumsi industri musik. para pemilik media. Sistem konsentrasi Konten lagu yang dominan diproduksi tersebut mempunyai pengaruh pada konten oleh SME Indonesia bergenre pop. Hal media. Di Indonesia, SME Indonesia

130 Ahmad Khairul Nuzuli. Spasialisasi Sony Music ... menjadi pemilik perusahaan rekaman memengaruhi proses penciptaan musik dan Musica Studios, Trinity Optima Music, pendengar musik. Suara Sangkar Emas, dan Keci Musik. Proses menjadikan musik pop sebagai Menurut Devereux (2013, h. 63), salah genre dominan tidak terlepas dari hegemoni satu bentuk kekuatan politik dari individu kelompok berkuasa. Masyarakat patuh adalah ketika individu tersebut menguasai pada kehendak penguasa dan secara tidak industri media. Konsentrasi dominan sadar telah berpartisipasi dalam rangka berimbas pada tidak adanya independensi kepatuhan tersebut. Hegemoni merupakan konten genre lagu yang menyebabkan istilah yang menggambarkan proses standardisasi dan homogenisasi. Hal ini kekuasaan menundukkan masyarakat untuk kemudian menjadi fenomena yang lazim mengikuti standar yang dibuatnya. Hal ini karena berorientasi pasar dan berstruktur menciptakan ketidakberdayaan khalayak liberal yang menghalangi keberagaman untuk kritis terhadap konten genre musik konten (diversity of content). Musik pop akibat adanya hegemoni kepentingan menjadi genre yang dominan dan oposisi ekonomi industri musik. Sayangnya, belum dari genre lain yang menjadi minoritas. ada hukum di Indonesia yang mengatur Adorno (dalam Stone, 2016, h. tentang konsentrasi kepemilikan di industri 79-80) mengatakan bahwa musik pop musik. Hal ini sejalan dengan pendapat adalah salah salah satu genre yang telah Muis (2001, h. 65) yang mengatakan bahwa mengalami standardisasi, yaitu lirik dan aturan hukum mengenai aturan main selalu musiknya mempunyai satu kesamaan mempunyai hubungan erat dengan masalah dengan yang lain. Selain itu, Adorno politik (kontrol dan kekuasaan) serta budaya (dalam Stone, 2016, h. 80) menyebut hal (simbolisasi, komodifikasi, spasialisasi, itu sebagai pseudo-individualism, yakni dan strukturisasi) perekonomian nasional. pelanggengan kekuasaan kapitalis dengan Kontrol terhadap konten bertujuan untuk membuat khalayak tidak menyadari melanggengkan selera pasar yang sesuai bahwa hal-hal yang mereka dengarkan dengan tujuan pemilik perusahaan. telah diperdengarkan dan disederhanakan Prasetiyo (2013, h. 80) mengatakan sebelumnya. bahwa musik pop adalah genre yang paling Pramudyanto (2013, h. 80) banyak digandrungi dan didengar oleh mengatakan bahwa dominasi lagu pop kalangan remaja. Hal ini menunjukkan merupakan bentuk pseudo-individualism bahwa musik pop adalah preferensi teratas yang memiliki kekuatan untuk menjaga yang didengarkan kalangan remaja. Ayyubi khalayak tetap menjadi pendengar yang (2016) menambahkan bahwa pada tahun pasif. Khalayak telah mengikuti logika 2017, genre pop diprediksi menjadi genre industri karena musik pop merupakan hasil yang paling banyak didengar, yaitu sekitar standar industri yang memengaruhi kualitas 81,4 persen, dan disusul oleh R&B sekitar musik. Kekuasaan yang mapan akan 34,9 persen, serta Jazz 34,1 persen.

131 Jurnal ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 123-138

Theodore Adorno, salah satu pemikir lagu-lagu yang diproduksi oleh SME Sekolah Frankfurt, ahli teori musik, Indonesia bertujuan untuk mempertahankan musisi, dan komposer, berpandangan konsumen sebagai komoditas. Musik pop bahwa musik sebagai bagian dari industri yang umumnya memuat konten percintaan budaya mengalami proses standardisasi mematikan sikap kritis dan selera dan pseudo-individualism (Adorno & pendengar. Musik tidak lagi dianggap Horkheimer, 2002, h. 95). Standardisasi sebagai karya intelektual, melainkan hanya selalu berhubungan dengan keseragaman sebuah produk industri yang berperan genre musik. Sedangkan pseudo- sebagai hiburan semata. individualism berhubungan dengan upaya Hal yang perlu dikritisi dari praktik menjaga penikmat musik dengan membuat kontrol terhadap konten produksi musik pendengarnya tidak kritis melalui suguhan adalah munculnya standardisasi. Hal konten-konten yang menghibur. ini jelas merupakan praktik tidak sehat Sumahar (2014, h. viii) mengatakan yang membuat konsumen harus tunduk bahwa di Indonesia ada upaya perusahaan pada jenis konten yang diberikan oleh rekaman arus utama menyeragamkan tema perusahaan besar, semacam SME Indonesia. dan jenis musik sebagai bentuk dominasi Sentralisasi genre musik merupakan bentuk dan hegemoni terhadap pendengar monopoli pemilik perusahaan terhadap musik. Kondisi tersebut dikendalikan selera musik masyarakat. Hal ini tentunya oleh para pemilik modal yang melakukan berdampak terhadap terbatasnya pilihan eksploitasi pada genre musik pop dan genre musik yang diterima masyarakat. menawarkannya pada masyarakat sebagai Ketidakseimbangan antara genre musik standar budaya dan selera dominan. Konten pop dan musik lain merupakan salah satu yang diproduksi oleh musik pop selalu dampak dari konten produksi musik yang bertemakan cinta atau diistilahkan “cinta diatur oleh kekuatan dominasi. Hal ini melulu”. Istilah “cinta melulu” berasal dari tentunya tidak terlepas dari agenda dan lagu buatan band Efek Rumah Kaca sebagai kepentingan pemilik SME Indonesia yang bentuk sindiran dan perlawanan terhadap menganggap musik pop adalah genre konten lagu hasil dominasi dan hegemoni yang paling banyak penggemarnya dan perusahaan rekaman arus utama. menguntungkan secara ekonomi. Leavis (dalam Barker, 2000, h. 47) Konsumen dan para penyanyi mengatakan bahwa budaya musik pop merupakan salah satu aspek yang tidak adalah hasil budaya berbasis komoditas lepas dari bagian produksi. Pemilihan aliran dengan tujuan utama dibeli dan mudah musik yang diproduksi pun dipengaruhi dikonsumsi, namun gagal memperkaya oleh permintaan konsumen yang tidak pengetahuan konsumen. Pandangan independen. Hal ini terlihat dari keberadaan tersebut mengindikasikan bahwa pemilihan musik pop yang menjadi genre utama dari musik pop sebagai genre dominan dalam produksi musik SME Indonesia. Kondisi

132 Ahmad Khairul Nuzuli. Spasialisasi Sony Music ... tersebut menunjukkan adanya standarisasi membuat adanya individualitas semu atau penyeragaman yang membuat yang seolah-olah menawarkan variasi, konsumen tunduk terhadap produk yang walaupun sebenarnya tidak demikian. dihasilkan. Adorno dan Horkheimer (2002, Hal ini membuat pelaku industri musik h. 95) berpendapat bahwa konsumen menjadikannya sebagai alat untuk adalah pihak yang lemah dan tidak berdaya. memperluas dominasi, walaupun awalnya Kekuasaan dalam industri musik membuat standardisasi musik adalah bentuk strategi konsumen menyesuaikan diri dan sepakat kompetitif yang terbilang sukses. Mereka pada kepatuhan yang dibuat oleh otoritas. melakukan kontrol dan mendisiplinkan Konsumen dan genre musik terus tiap-tiap elemen dalam proses produksi dan dieksploitasi demi menjaga dominasi. distribusi, lalu melanggengkan hegemoni Publik yang pasif pun menjadi tergantung dan mengekalkan dominasi kapitalis dan tunduk pada musik pop yang sudah mereka. dimonopoli oleh SME Indonesia. Mental Hegomoni adalah sebuah kontrol atau cara berpikir publik seolah-olah sosial yang dilakukan oleh pihak dominan dianggap mendukung sistem kapitalis melalui penggunaan media dan selalu erat dalam industri budaya dan konsumen kaitannnya dengan proses ekonomi politik dianggap sebagai bagian dari sistem yang media (Gramsci dalam Strinati, 2004, tidak terpisahkan (Adorno & Horkheimer, h. 148). Proses ekonomi politiknya bisa 2002, h. 95-96). Hal ini memperluas berupa upaya-upaya politis, kultural, dan anggapan bahwa ideologi industri budaya intelektual (Sugiono, 1999, h. 31). Hal ini sangat manipulatif dalam mendominasi menyebabkan individu sebagai konsumen pasar. Mereka seolah-olah menyediakan secara suka rela menerima dan menyerap hiburan dengan menyenangkan hati pandangan dominan dan melakukan masyarakat dan menghilangkan sikap kritis asimilasi terhadap pandangan terebut. masyarakat terhadap konten atau produk Gramsci (dalam Strinati, 2004, h. 148) juga mereka. Hal ini semata-mata dilakukan menjelaskan bahwa musik sebagai produk demi kesenangan pada ideologi bisnis budaya adalah salah satu tempat hegemoni kapitalis yang mereka jalankan melalui diproduksi, direproduksi, dan diubah. pengambilalihan kesadaran dan perhatian Selain proses produksi, proses masyarakat (Adorno & Horkheimer, 2002, memperkenalkan artis ke masyarakat h. 144). juga dipengaruhi oleh era digitalisasi dan Standardisasi menghapus autentisitas globalisasi. Era digitalisasi memengaruhi dan orisinalitas, sehingga meniadakan rantai produksi dan distribusi produk. tantangan dalam proses produksi musik. Penguasa industri pun harus mengambil Standardisasi inilah yang memengaruhi keputusan untuk masuk ke ranah digital. bagian lirik dan chorus yang merupakan Pemanfaatan internet pun menjadi sarana inti lagu, sehingga hal tersebut yang mempermudah penjualan produk

133 Jurnal ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 123-138 industri musik karena pola konsumsi Bhaskoro (2013) mengatakan bahwa SME masyarakat juga berubah. Masyarakat memperoleh keuntungan besar melalui menjadi lebih suka melakukan transaksi layanan unduh lagu via iTunes, yaitu sebuah dengan aplikasi digital dan internet. situs unduh lagu legal yang dimiliki oleh Globalisasi dan digitalisasi tenyata tidak Apple. Hal ini membuktikan bahwa SME bebas kepentingan ekonomi dan politik. memilih pasar daring untuk memudahkan Globalisasi juga tidak membuat kita bebas dan mengefektifkan penjualan produknya. memilih karena adanya kekuasaan yang Sementara itu, SME Indonesia membuat standardisasi. mencoba menghilangkan batas ruang Spasialisasi Horizontal SME Indonesia antara produk yang ditawarkannya dengan Spasialisasi horizontal berhubungan konsumen ketika teknologi pemasaran dengan aktivitas SME Indonesia bekerja secara digital dapat melakukan proses sama dengan perusahaan lain dalam transaksi tanpa terhalang ruang dan waktu. memasarkan produknya. Chaffey dan Pendistribusiannya dapat menggunakan Smith (2008, h. 339) mengatakan bahwa internet dengan bantuan vendor jual musik pemasaran digital merupakan aktivitas daring, seperti iTunes, Google Music, pemasaran dengan menggunakan internet Spotify, JOOX, dan Deezer, tanpa terkendala (media digital) untuk memberikan perbedaan letak geografis. Kontrak dengan pelayanan bagi pelanggan dalam kegiatan Spotify membuat SME Indonesia memiliki jual beli. lima puluh juta pelanggan berbayar di dunia SME Indonesia memilih media dan memengaruhi market presence SME sosial untuk memasarkan produk dan Indonesia. Kanal SME Indonesia sudah memperkenalkan artisnya. Media sosial memiliki 972 ribu pelanggan di YouTube yang dipakai SME Indonesia adalah dan video-videonya telah ditonton oleh YouTube, Instagram, Facebook, dan lebih dari sembilan ratus juta penonton. Twitter. YouTube tidak hanya menjadi media SME Indonesia melalui full digital promosi, tetapi juga media pemasaran right dapat leluasa menyebarkan produk karena apabila video tertentu memiliki musiknya dengan aplikasi jual musik banyak viewer, maka para pengiklan akan gratis. Jaringan distribusi digital menambah tertarik mengiklankan produknya melalui efektivitas karena sarana tersebut dapat layanan YouTube AdSense. memasarkan produk dengan cepat dan Pemasaran musik digital juga bisa luas. Ketiadaan Compact Disc (CD) dapat bekerja sama dengan vendor jual musik meminimalkan risiko barang rusak dan data daring, seperti iTunes, Google Music, penjualan dapat terhitung secara digital dan Spotify, JOOX, dan Deezer, dengan biaya otomatis. Musik pun dapat diakses dan yang minim dan murah, yakni 10 dolar diunduh selama terhubung dengan internet. selama satu tahun. Vendor-vendor tersebut SME Indonesia yang telah akan mengelola hingga royalti lagunya. mentransformasikan produk musiknya ke

134 Ahmad Khairul Nuzuli. Spasialisasi Sony Music ... ranah digital tetap memproduksi VCD. untuk meminimalkan persaingan. Alex Sancaya mengatakan bahwa produksi Persaingan penjualan mengakibatkan VCD merupakan bentuk penghargaan munculnya kontrol konten. Penjualan pun pada para musisi untuk dapat tetap harus dipilih dengan risiko yang minimal. mempunyai bentuk fisik dari karya-karya Spasialisasi menghapus ruang dan mereka. SME Indonesia dalam penjualan waktu melalui penggunaan kekuasaan. VCD bekerja sama dengan Kentucky Pola pikir untuk mengefektifkan segala Fried Chicken (KFC) Indonesia, salah lini penjualan menjadi poin utama satu perusahaan restoran. Sementara itu, terbentuknya spasialisasi. Efektivitas selalu Sundari Mardjuki mengatakan bahwa kerja menitikberatkan pada cara memperoleh sama ini merupakan serangkaian strategi keuntungan sebesar-besarnya dengan pemasaran dan promosi yang dilakukan modal seminim-minimnya. Regulasi yang SME Indonesia karena melalui kemitraan belum ada pun menjadi celah bagi SME tersebut produk VCD SME Indonesia Indonesia untuk mempraktikkan ekonomi dapat diperoleh melalui gerai-gerai KFC politiknya. SME Indonesia tumbuh dan di seluruh Indonesia. SME Indonesia juga langgeng menjadi perusahaan rekaman menghadirkan penyanyi-penyanyinya besar di Indonesia. ke gerai-gerai KFC untuk menyapa penggemarnya di berbagai kota. SIMPULAN SME Indonesia dalam memasarkan Integrasi vertikal dan horizontal VCD-nya juga bekerja sama dengan lapak industri musik merupakan bagian dari jual beli daring, seperti lazada.co.id, proses spasialisasi. SME Indonesia anak perusahaan Jerman Rocket Internet. mengalami perkembangan dan keuntungan Lazada.co.id dipilih sebagai mitra karena pesat berkat dukungan globalisasi dan memiliki jangkauan pemasaran sampai ke digitalisasi. Selain itu, SME Indonesia seluruh Indonesia dan fasilitas multiple menerapkan spasialisasi dengan melakukan payment, termasuk cash-on-delivery perpanjangan institusional media melalui (COD), yang memberi kemudahan pada bentuk korporasi, baik vertikal maupun konsumen SME Indonesia mendapatkan horizontal. Proses spasialisasi yang bersifat produk VCD yang diinginkan. Selain vertikal dilakukan dengan membuat itu, promo yang dilakukan lazada.co.id konten mayoritas lagu bergenre pop dan tentunya akan mampu menarik konsumen melakukan digitalisasi pada produknya untuk membeli produk tersebut. untuk memperoleh kontrol dalam produksi SME Indonesia juga menjadi pemilik musik. Sedangkan pada spasialisasi dari produsen musik Musica Studios, horizontal, SME Indonesia bekerja sama Trinity Optima Music, Suara Sangkar dengan para vendor, seperti iTunes, Google Emas, dan Keci Musik. SME Indonesia Music, Spotify, JOOX, dan Deezer, untuk mendominasi produksi musik di Indonesia menjual produk musik digitalnya. Selain

135 Jurnal ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 123-138 itu, lazada.co.id dan KFC dipilih menjadi Bachdar, S. (2016, December 1). Mampukah mitra untuk memasarkan produk VCD- streaming musik menghapus pembajakan?. Marketeers.com. Konsentrasi media mempunyai Barker, C. (2000). Cultural Studies: Teori dan praktik. pengaruh pada konten. SME Indonesia Yogyakarta, Indonesia: Kreasi Wacana. menjadi pemilik perusahaan musik Musica Bhaskoro, A. T. (2013, Juni 7). Sony Musik Studios, Trinity Optima Music, Suara Indonesia: Raih pendapatan dari iTunes sudah melampaui pendapatan dari ringback Sangkar Emas, dan Keci Musik. Hal ini tone. Dailysocial.id. homogenisasi pun terjadi dan berimbas Bertelsmann. (2006) Bertelsmann annual report menjadi fenomena yang lazim karena 2005. Praktik ini tidak sehat karena menghalangi Chaffey, D., & Smith, P. R. (2008). Emarketing keberagaman konten. excellence: Planning and optimizing your Di Indonesia, kondisi ini didukung oleh digital marketing (3rd ed). Oxford, UK: ketiadaan regulasi yang mengatur tentang Butterworth-Heinemann. konsentrasi kepemilikan di industri musik. Curran, J., & Gurevitch, M. (eds). (1991). Mass media and society. London, UK: Edward Pemerintah seharusnya berperan aktif Arnold. menjadi regulatory body, meskipun ada Devereux, E. (2013). Understanding the media. pertentangan mengenai fungsi pengaturan London, UK: Sage Publications. pemerintah yang sering dikaitkan dengan Dellyana, D., Hadiansyah, F., Hidayat, A., & intervensi pemerintah pada industri media. Asmoro, W. (2015). Ekonomi kreatif: Rencana Poin pentingnya adalah pemerintah harus pengembangan industri musik nasional 2015- dapat berperan aktif sebagai pengatur 2019. Jakarta, Indonesia: PT. Republik Solusi. kepentingan publik. Dewatara, G. W., & Agustin, S. M. (2019). Pemasaran musik pada era digital: Digitalisasi DAFTAR RUJUKAN industri musik dalam industri 4.0 di Indonesia. WACANA, 18(1), 1-10. Adorno, T. W., & Horkheimer, M. (2002) Modernitas International Federation of the Phonographic dialectic of enlightenment. California, CA: Industry. (2016). Global music report 2016: Stanford University Press. State of the industry. IFPI. ASIRI. asiri.co.id. Khadavi, M. J. (2014). Dekonstruksi musik pop Ayyubi, S. A. (2016, November 30). Industri Indonesia dalam perspektif industri budaya. musik digital diprediksi jadi tren 2017. Jurnal Humanity, 9(2), 47-56. Bisnis.com. Group.

136 Ahmad Khairul Nuzuli. Spasialisasi Sony Music ...

Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2011). Teori komunikasi. musicbusinessworldwide.com/the-global- Jakarta, Indonesia: Salemba Humanika. record-industry-generated-18-8bn-last-year- McQuail, D. (2011). Teori komunikasi with-31-going-to-universal-music-group/> massa McQuail (edisi 6). Jakarta, Indonesia: Stone, A. (2016). The value of popular music: An Salemba Humanika. approach from post-kantian aesthetics. Cham, Mosco, V. (1996). The political economy of Swiss: Palgrave Macmillan. communication: Rethinking and renewal. Strinati, D. (2004). An introduction to theories Thousand Oaks, CA: SAGE Publications Inc. of popular culture (2nd ed). London, UK: ------(2009). The Political economy of Routledge. communication (2th ed). London, UK: Sage Sugiono, M. (1999). Kritik Antonio Gramsci Publications Ltd. terhadap pembangunan dunia ketiga. Muis, A. A. (2001). Indonesia di era dunia maya: Yogyakarta, Indonesia: Pustaka Pelajar. Teknologi informasi dalam dunia tanpa batas. Sugiyono. (2016). Metode penelitian kuantitatif, Bandung, Indonesia: PT. Remaja Rosdakarya. kualitatif, dan r&d. Bandung, Indonesia: PT Pramudyanto, A. B. (2013). Media baru dan peluang Alfabeta. counter-hegemony atas dominasi logika Sumahar, M. P. (2014). Analisis wacana dominasi industri musik (studi kasus perkembangan major label pada industri musik Indonesia di netlabel di Indonesia). Jurnal Ilmu dalam lirik lagu “cinta melulu” dan “pasar Komunikasi, 10(1), 63-82. bisa diciptakan, cipta bisa dipasarkan Prasetiyo, A. (2013). Preferensi musik di kalangan (biru)” dari band efek rumah kaca. Skripsi. remaja. Promusika, 1(1), 75-92. Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia. Sebayang, R. (2018, Mei 22). Sony gelontorkan Yuliarti, M. S. (2015). Komunikasi musik: Pesan dana Rp 32,2 t untuk kuasai EMI Music. nilai-nilai cinta dalam lagu Indonesia. Jurnal cnbcindonesia.com. Wikström, P. (2014). The music industry in an age of Stassen, M. (2019, Maret 13). The global record digital distribution. Dalam Jonathan Fox (ed), industry generated $18.8bn last year – With Change: 19 key essays on how the internet 31% going to Universal Music Group. is changing our lives (h. 423-443). Madrid, Music Business Worldwide.

137 Jurnal ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 123-138

138