PEMBENTUKAN KESADARAN NASIONALISME : Kilas Balik Ide-Ide Pemikiran dr. Cipto Mangunkusumo

OLEH

SULANDJARI

Hasil penelitian ini disampaikan dalam acara Diskusi Bulanan di Pusat Kajian Bali

Pada tanggal 11 Mei 2016

PENDAHULUAN

Perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia hingga diproklamirkannya Indonedsia sebagai sebuah bangsa dan negara kesatuan yang merdeka pada tahun 1945, bersumber dari tumbuh, berkembang dan memuncaknya semangat jiwa nasionalisme pemuda. Pemuda Indonesia dengan demikian memiliki peran sentral dalam merebut kebebasan dan kemerdekaan negara Indonesia. Kekuatan pemuda dalam perjuangan kemerdekaan ini bahkan diakui oleh proklamator kemerdekaan dan presiden pertama RI, Ir. , melalui pernyataannya: “ Beri aku seribu orang , dan dengan mereka aku akan menggerakkan Gunung Semeru ! Beri aku sepuluh pemuda yang membara cintanya kepada Tanah Air, dan aku akan menggendong dunia” ( Nabil Abdurahman, 2009 ) Ungkapan ini sesungguhnya menyerukan kepercayaan tokoh proklamator ini kepada dashyatnya kekuatan pemuda sebagai penggerak dan pendorong langkah perjuangan menuju perubahan . Perubahan menuju nasionalisme Indonesia yang berkarakter dalam merentang masa depan sejajar dan sederajad dengan bangsa lain di dunia.Bagaimana rasa nasionalisme yang pada dasarnya merupakan sifat setia dan mencintai negara, bangsa dan budaya sendiri , dimaknai oleh pemuda yang memiliki karakter ingin perubahan, revolusioner dan tidak khawatir akan kritik menjadi masalah yang perlu digaris bawahi. Yang jelas pemuda sebagai penerus generasi bangsa memegang peran sentral dalam menentukan nasib bangsa.

Dewasa ini dinamika aksi pemuda dalam gerak sejarah bangsa Indonesia menunjukkan jatuh bangunnya semangat nasionalisme itu dalam implementasinya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Beberapa prestasi yang berhasil diraih oleh pemuda Indonesia di bidang seni budaya, olahraga seperti direbutnya juara ganda putera bulutangkis dalam kejuaraan Australia Terbuka yang berbanding terbalik dengan kejadian akhir-akhir ini seperti amuk antar dua ormas di Bali yang mayoritas anggotanya terdiri dari para pemuda, serta merebaknya peredaran narkoba dan miras yang sempat membawa jatuh korban. Yang paling mengesankan dari contoh aksi kedinamisan pemuda, sehingga mampu merubah wajah bangsa Indonesia di mata dunia adalah, ketika terjadi peristiwa berakhirnya pemerintahan Orde Baru pada tahun 1988. Kekuatan dan kegigihan aksi pemuda yang dimotori oleh mahasiswa yang sebenarnya sangat terbatas dengan segala kekuatan phisiknya, ternyata telah berhasil membawa bangsa dan rakyat Indonesia kepada selangkah maju kepada kebebasan dan keterbukaan melalui era Reformasi. Kebebasan sesungguhnya adalah merupakan titik balik bagi realisasi ide-ide nasionalisme yang diharapkan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Keadaan ini menunjukkan bahwa semangat dan etika pemuda yang sebelumnya sempat mampu ikut mengantarkan bangsa Indonesia kepada kebebasan dan peningkatan kesejahteraan hidupnya , terasa mendesak untuk dibangkitkan kembali mengingat sangat kuat dan derasnya hantaman pengaruh globalisasi dunia luar, agar transformasi budaya lain tak mampu meluluh lantakkan indahnya kearifan lokal milik sendiri. Dalam konteks ini barangkali bisa dipinjam konsep dari sejarawan terkemuka Taufik Abdullah yang mengemas pusaka kebudayaan Indonesia dalam wujud kearifan lokal ini sebagai “kepribadian bangsa” yang kemudian menjelma sebagai “jiwa bangsa” ( Taufik Abdullah, 2001 : 18-19 ). Kepribadian bangsa sebagai landasan kultural yang otentik muncul ketika tekanan arus budaya baru sebagai akibat kontak dan interaksi dengan dunia luar akibat arus globalisasi yang dengan mudah melewati batas dan jarak bagian teritorial yang satu dengan yang lainnya. Kepribadian ini merupakan cerminan dari nasionalisme kultural yang bisa bersifat etnis dan kedaerahan. Nasionalisme kultural sebenarnya merupakan bentuk perlawanan terhadap penggerogotan kultural dan tradisi.

Nasionalisme yang secara garis besarnya berintikan pada rasa, sikap kesetiaan dan cinta kepada bangsa, negara dan budayanya sendiri, dengan demikian menjadi alat pertahanan bagi situasi dan kondisi kultural baru yang dianggap sebagai ancaman terhadap eksistensi jiwa bangsa. Dalam konteks ini setiap setiap jiwa bangsa yang terpantul dari ide nasionalistisnya, memiliki tantangan pada masing-masing zamannya. Atau dengan kata lain bahwa nasionalisme akan mengalami tantangan yang berbeda pada zaman yang berbeda. Ini menjadi suatu bentuk rangkaian masa yang menyatu dalam proses perkembangan waktu yang bernuansa sejarah. Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia , jika dimulai dari sejak kedatangan bagsa Eropa yang mengintervensi wilayah teritorial Kepulauan Indonesia dengan segala interpretasi kondisi sosial politik dan budayanya, maka yang ditantang adalah nasionalisme kultural lokal dari masing-masing penguasa di wilayah Indonesia. Bagaimana proses dinamika sosial politik terjadi , berbarengan dengan proses interaksi budaya Eropa dan lokal Indonesia menjadi nuansa yang menarik dalam masing-masing masa perjalanan sejarah bangsa indonesia dulu, kini dan masa ke depan. Masa kedatangan bangsa Portugis di Kepulauan Maluku pada abad 16 dan kedatangan orang Belanda di wilayah Jawa / Banten ( Bernard H.M.Vlekke,2008 : 122-123 ), yang kemudian berlanjut pada intervensi politik ekonomis mereka di wilayah pantai utara Jawa pada abad 17, merupakan awal bagi bergolaknya rasa “jiwa bangsa” atau nasionalisme kultural masyarakat di wilayah itu. Hal itu makin jelas terlihat dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia kemudian, yakni abad 18 ketika kongsi dagang swasta Belanda VOC telah mengusik semangat “nasionalisme bangsa” di wilayah kerajaan seperti Banten, Banjarmasin ketika kongsi dgang itu mulai memaksakan persetujuan monopoli perdagangannya, dan bahkan sampai pada melemahkan integritas kekuasaan raja dengan cara,mengobarkan perpecahan di antara anggota keluarga kerajaan. Kondisi ini memuncak pada abad 19-pertangahan abad 20 ketika pemerintahan kolonial Belanda berangsur-angsur berhasil menguasai wilayah kepulauan Indonesia ( dulu disebut Hindia Belanda ).

Perjalanan sejarah bangsa Indonesia dari masa kolonial , menuju masa kini dan masa depan menjadi rangkaian kesatuan pemikiran yang merespon pada tumbuhnya rasa nasionalisme bangsa yang pada waktu itu sedang terjajah oleh pemerintah kolonial Belanda, dan itu terus berkembang untuk merespon tantangan yang berbeda pada masa kini , dan pada gilirannya diharapkan mampu menjadi kekuatan dalam menangkal tantangan yang terjadi di masa depan. Dengan kata lain bisa dipahami tentang pendapat yang menyatakan bahwa sejarah menjadi pengalaman yang mampu menjadi pelajaran dalam menghadapi tantangan di masa kini, serta menjadi pegangan dalam menetapkan perencanaan di masa depan. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Cicero yang menyatakan bahwa barang siapa yang tidak mengenal sejarahnya, akan tetap menjadi anak kecil ( Sartono Kartodirdjo, 1992 : 23 ), maka tidaklah berlebihan jika kita beranggapan bahwa ide-ide pemikiran nasionalisme dr.Cipto Mangunkusumo masih sangat relevan dalam mempertahankan identitas budaya bangsa di tengah terpaan derasnya arus globalisasi yang seolah memaksakan nilai-nilai barunya. Keadaan ini seringkali membuat kita terutama para pemuda sebagai penerus generasi bangsa, sering menjadi seperti kehilangan jati diri karena dalam mengamati dan merespon unsur budaya baru, mereka menjadi terkesan simplistis.

Nasionalisme revolusioner yang bersifat politis dr.Cipto sebagai seorang tokoh Pergerakan Nasional semakin terlihat, ketika pejuang ini ikut bergabung dengan organisasi yang lebih bersifat kultural yakni Budi Utomo 1908 dan kemudian organisasi yang bersifat politis, yakni Indische Partij tahun 1912. Organisasi Budi Utomo yang bersifat kebudayaan Jawa dan bersikap moderat terhadap pemerintahan kolonial, rupanya tidak memuaskan semangatnya yang berharap agar organisasi kultural ini beraktifitas secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia ( Sartono Kartodirdjo; et.al : 182-184 ). Dengan demikian organisasi ini mampu memfasilitasi aspirasi rakyat dalam memperjuangkan kebebasan dan persamaan hak dengan orang-orang kolonial Belanda. Dia menolak hubungan Budi Utomo dengan pejabat pribumi dan pejabat dalam pemerintahan kolonial yang dinilai sebagai satu integritas kekuasaan yang telah menyengsarakan rakyat kecil. Ini menjadi menarik mengingat dr.Cipto adalah seorang berdarah Jawa dan lahir di lingkungan sosial kultural Jawa. Pandangan dan gagasannya yang lebih luas dari sifat etnosentris dan regiosentris dan menjangkau kepada masa depan rakyat dan kesatuan bangsa, jelas tidak saja hanya menginginkan kebebasan atau kemerdekaan semua rakyat dari belenggu kolonial Belanda, tetapi juga nilai-nilai sosial politik yang dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat di seluruh wilayah Hindia Belanda ( Indonesia ). Salah satu contohnya adalah berlakunya sistem feodal yang pada waktu itu dianggapnya sebagai sumber dari penderitaan rakyat. Kebebebasan berpikir dan berpendapat menjadi sangat terbatas , dan ini mengakibatkan sistem kehidupan masyarakat dengan segala aspeknya menjadi tidak harmonis. Faktor keturunan akan lebih menentukan nasib seseorang daripada kemampuan dan profesionalisme seseorang . Seseorang dari kalangan rakyat kecil akan tetap tertinggal dan tidak akan pernah bisa mencapai sesuai dengan kemampuan dan profesionalismenya, karena anak – anak pejabat atau orang yang punya kekuasaan lainnya, akan selalu merebut kesempatan itu dengan latar belakang keturunan ningrat ( A.J. Susmana, tanpa tahun ). Seorang yang memiliki keturunan darah bangsawan, biasanya identik dengan kekuasaan. Kini, ranah kekuasaan semakin luas, tidak saja karena keturunan bangsawan tetapi bisa karena jabatan,kekayaan, hubungan keluarga.. Intinya ini merupakan gagasan atau ide yang merefleksikan adanya kesadaran untuk diperlakukan sama , sesuai dengan hak dan terlepas dari segala kekuasaan yang mengelilinginya. Kondisi seperti ini kurang lebih juga terjadi pada masa sekarang. Ketidak seimbangan perlakuan diantara golongan masyarakat golongan bawah bahkan menengah, akibat kebijakan pemerintah yang sering dianggap lebih memihak kepada golongan pejabat atau mereka yang memiliki jaringan akses menuju pengambil keputusan. Kondisi ini merupakan salah satu contoh adanya keterkaitan antara masa lalu dan masa sekarang, meskipun warna peristiwanya berbeda tetapi ide perjuangannya senada yakni persamaan hak berdasar pada nilai-nilai keadilan. Hal ini merupakan salah satu aspek dari bermacam gejala sosial yang dihadapi masyarakat sekarang ini, dan itu merupakan masalah yang juga pernah terjadi pada masa lampau. Gambaran di atas sebenarnya identik dengan ide yang diperjuangkan dengan tanpa pamrih dan tak takut menanggung resiko dari dr.Cipto Mangunkusumo. Yang menonjol dari gambaran pribadinya adalah sikapnya yang memihak kepada rakyat kecil. Dia tidak hanya mengabdikan hidupnya di bidang kesehatan , tetapi juga aktif memperjuangkan kesejahteraan rakyat melalui kegiatan politik, sosial dan budaya. Untuk itu yang terpenting adalah kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Dr. Cipto juga ikut andil dalam pembentukan Vereniging Van Indische Artsen tahun 1911, yang kini menjadi Ikatan Dokter Indonesia ( IDI ). Untuk mengenang dan menghormati perjuangan dan jasanya,pemerintah menetapkannya sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasiona melalui SK Presiden RI No.109 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964. Namanya juga diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum nasional di , yakni Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo. Ini merupakan bukti penghargaan bagi hidup dan perjuangan dr. Cipto yang tidak hanya fokus pada bidang kesehatan, tetapi juga mengabdikan hidupnya untuk kesejahteraan rakyat memlalui perjuangan sosial, politik dan budaya.

Berdasar pada latar belakang kondisi di atas , muncul beberapa permasalahan yang meliputi: Lingkungan sosial budaya apa yang mempengaruhi dr.Cipto Mangunkusumo sehingga mampu membentuk ide-ide yang nasionalistis ? Apa saja dan bagaimana konsep pemikirannya untuk perkembangan kebebasan, kesejahteraan dan persatuan bangsanya?

Jawaban dari pertanyaan di atas diharapkan mampu melacak kembali gagasan dan bentuk perjuangan nasionalistisnya, agar bisa menjadi inspirasi bagi pemuda generasi penerus bangsa dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat dan kekuatan bangsa, sambil mempertahankan keagungan budaya bangsa ,sehingga tidak dipandang lemah dalam pergaulan dengan bangsa lain di dunia.

I. Lingkungan Keluarga dan Sosial Budaya

Cipto Mangunkusumo dilahirkan di desa Pecangakan Ambarawa, tahun 1883 ( beberapa pihak menyatakan dr. Cipto lahir tahun 1886, karena dikacaukan dengan tahun kelahiran adiknya ) dari lingkungan keluarga kelas menengah. Ayahnya, Mangunkusumo adalah seorang guru bahasa Melayu di sekolah pemerintah untuk bumi putera. Dia kemudian diangkat sebagai Kepala Sekolah Rakyat di Ambarawa Jawa Tengah yang kemudian dipindah ke karena dinaikkan jabatannya sebagai pembantu administratif di Dewan Kotapraja Semarang.Ibunya merupakan keturunan tuan tanah di Mayong Jepara. Meskipun keluarganya bukan termasuk golongan bangsawan ( priyayi ) yang masuk dalam jajaran birokratis yang terpandang kedudukan sosialnya, Mangunkusumo mampu memberikan pendidikan kepada anak-anaknya ke jenjang yang tinggi. Kemauan dan semangat tinggi dari orang tuanya dalam memberikan pendidikan tinggi kepada anak-anaknya telah berpengaruh bagi pembentukan pribadi Cipto yang sangat apresiatif terhadap peningkatan kecerdasan dan ilmu pengetahuan.

Cipto kecil merupakan putera pertama dari sembilan bersaudara. Sejak kecil dia sudah memperlihatkan bakat kepemimpinannya, dengan sikapnya yang moderat dan ide-idenya yang cemerlang. Ketika berumur 12 tahun Cipto berhasil menamatkan Sekolah Kelas Dua Jawa dan Eurepesche Lagere School ( Sekolah Rendah Belanda ). Setelah itu Cipto remaja melanjutkan studinya ke Sekolah Kedokteran untuk kaum bumiputera di Batavia ( Jakarta ), yang disebut sebagai STOVIA ( School Ter Opleiding Van Indische Artsen ) dan berhasil menamatkan studinya pada tahun 1905. Sebagai siswa kedokteran ketika itu, Cipto terkenal di lingkungan teman-temannya sebagai seorang yang cerdas dan tekun belajar. Dia memegang teguh semboyannya sebagai seorang pelajar, yakni “Kewajiban pelajar ialah belajar , belajar , sekali lagi belajar”. Sebetulnya sebelum Cipto melanjutkan studinya ke STOVIA , dia disarankan oleh ayahnya untuk berkarya sebagai seorang pegawai negeri setempat, tetapi Cipto menolaknya karena ingin melanjutkan studinya di sekolah kedokteran. Tahun 1920 atau pada usia 37 tahun, dr. Cipto menikah dengan gadis keturunan Belanda Marie Vogel.

Kariernya sebagai seorang dokter lebih banyak difokuskan untuk melayani pengobatan untuk kepentingan rakyat kecil ( bumi putera ),bahkan sering dilakukannya secara gratis, sehingga dia juga dijuluki sebagai dokter Jawa yang berbudi. Ini sesuai dengan suara hatinya yang lebih dekat dengan kondisi rakyat kecil, yang selalu terpinggirkan oleh kepentingan golongan bangsawan yang menjadi kepanjangan tangan sistem pemerintahan kolonial Belanda yang dinilainya feodalistik. Seperti diketahui bahwa Cipto sendiri bukanlah dari golongan rakyat jelata, tetapi juga bukan pula dari golongan bangsawan. Sikapnya yang bersimpati kepada rakyat kecil sudah nampak ketika Cipto belajar di STOVIA . Dia menolak peraturan pimpinan sekolah yang mengharuskan siswa menggunakan seragam sekolah dengan pakaian daerahnya masing-masing. Untuk itu Cipto mengenakan baju lurik dengan bawahan berwarna gelap dengan ikat kepala dari batik . Pakaian ini biasa dikenakan oleh petani atau rakyat kecil.

Tugas pertamanya setelah lulus dari STOVIA adalah bekerja sebagai dokter pemerintah, karena dia sekolah dengan biaya pemerintah. Ini berarti bahwa dr.Cipto terikat dengan dinas pemerintahan selama 5 tahun. Awal kariernya dimulai di Banjarmasin Kalimantan. Di tempat ini dia hanya bertugas selama setahun, karena tahun 1907 dokter muda ini dipindah tugaskan ke Demak Jawa Tengah. Di kota ini dr. Cipto semakin nyata memperlihatkan rasa ketidaksetujuannya terhadap gaya hidup feodalistik yang diperlihatkan oleh kelompok penguasa pribumi dan Belanda ( kolonial ). Dia berkeliling kota mengendarai kereta kuda dengan kap terbuka, seperti layaknya yang sering dilakukan oleh penguasa Belanda dan pejabat pribumi, sehingga dia mendapat julukan “ dokter Jawa berbendi ( kereta kuda ) “( Hasil Wawancara dengan R.Suwarsinah, pada tanggal 26 April 2016,di Jl.Kepatihan, Ambarawa ). Gaya sindirannya yang menyuarakan persamaan hak antara rakyat kecil dengan pejabat ini mendapat simpati rakyat , dan dokter yang sering disebut” nyentrik” ini semakin populer dan dicintai rakyat. Lingkungan sosial tempat dr.Cipto lahir dan dibesarkan adalah di kalangan rakyat biasa. Oleh karenannya pemikiran-pemikirannya kemudian selalu diarahkan untuk kepentingan dan kebahagiaan rakyat yang dirasakannya sebagai tertindas oleh politik kolonialisme Belanda. Ini dapat dilihat dari pendapatnya yang menyatakan bahwa rakyat bodoh dan melarat karena pemerintahan yang kolonilistik dan feodalistik . Baginya anak desa tidak pernah memperoleh kesempatan untuk maju sehingga mereka tetap melarat dan bodoh, sementara anak seorang pejabat dapat mengganti ayahnya , meskipun tidak cukup kepandaiannya. Dia bahkan selalu menyatakan bahwa dirinya sebagai anak rakyat Hindia Belanda biasa yang tidak meyukai gaya hidup cara Belanda yang suka pesta dan main bola bilyard. Oleh karena keberanian yang diperlihatkannya ini , banyak pihak yang menyatakan bahwa di kota ini ( Demak ) lah jiwa dan semangat nasionalismenya tumbuh dan berkembang.

Satu lagi keahliannya yang menonjol selain dalam ilmu kedokteran adalah jurnalistik. Sejak tahun 1907 bakatnya dalam bidang jurnalistik ini semakin nyata, ketika diaaktif menulis artikel di Surat Kabar De Locomotif . Pada umumnya tulisannya adalah merupakan kritikan tajam terhadap kebijakan pemerintah kolonial yang dianggap menyeleweng. Oleh karena pemerintah kolonial tidak mengijinkan pegawainya aktif menulis di media cetak, dan keinginan untuk terus melanjutkan bakat menulisnya, akhirnya Cipto mengundurkan diri sebagai pegawai pemerintah. Meskipun demikian dia tetap mendedikasikan hidupnya sebagai seorang dokter yang berpraktek swasta.

Tahun 1909 ketika bertugas di Solo, Cipto semakin menunjukkan sikapnya yang anti feodal kepada keraton . Cipto mengelilingi alun-alun keraton Solo dengan mengendarai bendi, walaupun ia tahu bahwa hanya para bangsawan dan kaum priyayi saja yang boleh mengendarai bendi di tempat itu. Bahkan sepuluh tahun kemudian tepatnya pada 9 Juni 1919 melalui artikel yang ditulisnya Cipto mengusulkan agar sistem pemerintahan kerajaan di Surakarta dihapuskan, dan hak-hak istimewanya diganti dengan gaji bulanan. Akibat artikel–artikelnya, Cipto sering mendapat peringatan keras dari pemerintah. Sekitar tahun 1910 ketika di Jawa Timur terjangkit wabah penyakit pes, dia dengan tanpa ragu mengusulkan diri unutk dikirim ke daerah itu sebagai dokter sukarelawan. Ketika menjalankan tugasnya, dia menyelamatkan seorang bayi yang ditinggal mati kedua orang tuanya karena penyakit ini. Bayi itu kemudian dipungut sebagai anak angkatnya dan diberi nama Pestiati untuk mengenang kejadian yang memilukan itu ( Shanti Khrisnapati, tanpa halaman ). Sebagai penghargaan atas jasanya itu, pemerintah yang menganggapnya sebagai pahlawan menganugerahinya bintang kehormatan Ridder in de orde van Oranje-Nassau . ( http://pahlawancenter.com/pahlawancenterbaru/ Akan tetapi Cipto menyia- nyiakannya, karena tanda jasa itu justru disematkan di saku celana bagian belakang. Dia seolah- olah mengatakan bahwa dia tidak ingin menerima sesuatu pemberian dari kolonialisme Belanda, meskipun itu merupakan lambang penghargaan. Ini juga merupakan bentuk protesnya kepada pemerintah kolonial yang dianggapnya sewenang-wenang dan menekan kepada rakyat Hindia Belanda.

Semangatnya untuk memperjuangkan perbaikan nasib dan kedudukan rakyat kecil, telah mengarahkan kegiatannya kepada perjuangan secara politis. Dokter muda ini kemudian sangat aktif perjuangan politisnya yang revolusion, baik melalui pena ( sebagai jurnalis), maupun dengan kegiatan praktis. Tahun 1908 dia bergabung sebagai komisaris organisasi Budi Utomo (BU). Karena terjadi perbedaan pendapat dengan ketuanya dr. Radjiman yang tetap menginginkan BU sebagai organisasi kebudayaan Jawa yang bersifat moderat kepada pemerintah,maka pejuang muda ini menytakan keluar dari BU ( R.N.J. Kamerling,red., 1980 : 158 ). Cipto yang menginkan suatu organisasi yang demokratis dan anggotanya tidak hanya pada suku tertentu, kemudian bergabung bersama Ernest Douwes Dekker dan membentuk organisasi politis yakni Indische Partij ( I P ) pada tanggal 25 Desember 1912. Ketika itu I P menjadi suatu organisasi politik yang bercita-citakan Indonesia merdeka., dan ketiga tokoh pendirinya dikenal sebagai Tiga Serangkai. Karena artikel yang mereka suarakan lewat surat kabar De Express dianggap anti Belanda, ketiganya kemudian ditangkap dan diasingkan ke Belanda. Akan tetap kehadiran mereka di Belanda justru membawa pengaruh penting, yakni membawa pandangan baru bagi perkumpulan mahasiswa Hindia Belanda, Indische Vereniging menjadi “Hindia Bebas Dari Belanda”. Selain itu organisasi pemuda ini juga menerbitkan majalah Hindia Putera.

Mungkin kondisi cuaca di Belanda mengakibatkan kesehatan dokter ini menurun, sehingga kembali pulang ke Hindia Belanda tahun 1914. Sekembalinya ke Hindia Belanda, dia bergabung dalam Insulinde sebagai ganti dari IP, dan partai ini pada tahun 1919 berganti nama sebagai Nationaal Indische Partij ( NIP ). Nama baru ini menyiratkan adanya perkembangan skala tujuan perjuangan yang lebih luas. Tahun 1918, Cipto bergabung dengan Dewan Rakyat yang lebih dikenal sebagai Volksraad bentukan pemerintah. Melalui lembaga ini, Cipto berjuang untuk menyampaikan aspirasinya dan kritik tajam kepada pemerintah.Karena dianggap berbahaya, dia diasingkan ke . Hal penting dalam masa pengasingannya di Bandung,dia kembali praktek sebgai dokter, dan saat itulah dokter muda ini bertemu dengan Sukarno yang tahun 1923 membentuk Algemeene Studie Club yang pada tahun 1927 diubah menjadi Partai Nasional Indonesia ( PNI ). Karena dicurigai terlibat dalam pembrontakan komunis , Cipto diasingkan lagi ke Banda tahun 1928. Walaupun penyakit asmanya kambuh, Cipto yang kemudian dipindah ke Makasar tetap melanjutkan perjuangan politisnya. Penyakit asmanya yang tak kunjung membaik, menjadikan Cipto dipindahkan ke Sukabumi ( Jawa Barat ) tahun 1940 ( http://pahlawancenter.com/pahlawancenterbaru/. Untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif, Cipto kemudian dipindah ke RS Yang Seng Le ( RS Husada sekarang ) di Jakarta. Di tempat inilah , tepatnya 8 Maret 1943 Cipto meninggal dunia karena penyakit ashmanya yang kian parah, dan kemudian pejuang yang tak pernah patah semangat itu dimakamkan di TPU Watu Ceper Ambarawa.

111. Ide-ide Nasionalistis : Pemikiran dan Perjuangan

Pada tahun 1956 , Ir. Sukarno, presiden pertama RI berziarah ke makam Dr.Cipto, sebuah komplek pemakaman keluarga ( juga untuk umum ) yang sangat sederhana untuk ukuran seorang pejuang dan pahlawan sekaliber Cipto. Melihat keadaan itu Sukarno kemudian memprakarsai untuk memugarnya sesuai dengan pribadi tokoh yang sangat menyukai kebersahajaan itu. Pada dinding makam Cipto dituliskan sederet kalimat semboyan yang menginspirasikan aktivitas perjuangannya yakni “Rawe-rawe rantas malang-malang putung” yang artinya segala tali penghalang putus, semua rintangan patah. Ini mencerminkan kepribadiannya yang pemberani, tegas dan berkemauan keras. Ada arti lain dari semboyan tersebut yakni bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Jika kedua arti atau makna tersebut dikombinasikan maka bisa disimpulkan bahwa Cipto adalah seorang yang berjiwa revolusioner yang menginginkan perubahan dengan segera, serta bercita-citakan persatuan seluruh rakyat Hindia( Belanda ) dan wilayah Hindia( Belanda )sebagai satu kesatuan nasional/negara. Kepahlawanan Cipto ini bahkan diakui oleh Sukarno yang menyatakan bahwa dia banyak belajar dari Cipto, pemikiran dan ide-ide yang nasionalistis serta perjuangannya untuk membantu rakyat kecil, sangat mengesankan baginya. Waktu itu Sukarno menyatakan kepada seorang juru kunci makam: “iki guruku pak, yen dheweke ora seda dhisik, dhewekwe sing dadi presiden, dudu aku” ( ini guru saya pak, kalau beliau tidak meninggal duluan, yang jadi presiden beliau, bukan aku ) ( Hasil Wawancara dengan R. Suwarsinah, pada tanggal 26 April di Jl.Kepatihan, Ambarawa ). Pernyataan itu mengindikasikan bahwa Cipto dengan gagasan-gagasannya yang anti feodalisme, mengupayakan kebebasan dan persatuan Hindia Belanda lepas dari kekuasaan kolonial, serta persamaan hak dan kedudukan di antara rakyat Hindia Belanda sudah meluas , dikenal dan disambut dengan antusias baik oleh rakyat maupun tokoh-tokoh intelektual yang menjadi teman seperjuangannya. Onze Tjip ( Tjip ) menjadi panggilan akrab bagi teman sperjuangannya danmasyarakat luas. Tentu saja PNI yang berazaskan nasionalisme dengan nilai-nilai marhenisme bentukan presiden pertama RI ini, merupakan hasil perpaduan ide-ide cemerlang dari mereka. Lebih lanjut Sukarna bahkan menyatakan bahwa” kalau tak ada cipto Indonesia tidak akan merdeka”. Ini merupakan ungkapan seorang presiden yang dengan jujur mearuh penghormatan dan penghargaan kepada pejuang seorang dokter itu ( Hasil Wawancara dengan Ignasius Djurianta, pada tanggal 26 April 2016 di Jl. Kepatihan Ambarawa ). Perjuangan dr.Cipto yang lebih banyak dinyatakan lewat tulisan-tulisannya di Surat Kabar ( De Locomotief ), tak lepas dari kegemarannya membaca buku, menulis dan berpidato ( Biografi Dr. Cipto Mangunkusumo Dengan membaca, pengetahuan akan bertambah luas, dan pada gilirannya orang akan menjadi pandai untuk mengetahui lingkungan sosial masyarakatnya. Melalui tulisan orang akan bisa menyebarkan ide dan pendapatnya. Tulisan juga bisa menjadi tempat untuk diskusi , debat tanpa harus berbenturan secara phisik. Melalui harian itu Cipto menyampaikan perlawanannya terhadap realisasi feodalisme dalam masyarakat, antara pejabat Belanda dan kaum priyayi disatu pihak, dengan rakyat kecil di lain pihak. Intinya adalah dia menentang hakekat feodalisme yang pada dasarnya menganggap bahwa nasib seseorang ditentukan oleh faktor keturunan, karena sebenarnya yang paling menentukan adalah pengetahuan dan kemampuan . Itulah makna sistem sosial yang manusiawi. Sementara pengetahuan dan kemampuan hanya bisa dicapai dengan pendidikan. Pada hakekatnya manusia dilahirkan sama, asal diberikan kesempatan yang sama, bangsa Hindia/Timur akan berhasil dan mampu menyamai kepintaran bangsa Barat. Jadi yang penting masyarakat Hindia harus ditingkatkan pendidikannya. Melalui pendidikan ,orang akan menjadi mampu berpikir untuk mengupayakan kesejahteraannya. Masyarakat harus disadarkan akan keadaanya yang terbelakang dan menderita di bawah tekanan dan penindasan Kolonialisme Belanda dengan tatanan sosial yang diciptakannya secara feodalistik.

Cita-cita untuk membawa kesejahteraan pada rakyat, mendorong Cipto untuk bergabung dalam kepengurusan organisasi Budi Utomo ( BU ) pada tahun 1908, bentukan tokoh nasionalis yang memberikan angin segar bagi jiwanya yang nasionalistis, dr. Wahidin Sudirohusodo. Dalam konggresnya di Jogyakarta, terjadi perbedaan pendapat antara Cipto dengan dr. Rajiman ( pengurus BU ). Cipto menentang pernyataan Rajiman yang menyatakan bahwa cara pendidikan Eropa/Belanda tidak baik untuk rakyat Jawa, karena akan menghilangkan adat dan nilai-nilai Ketimuran yang tinggi. Cipto sebaliknya berpendapat bahwa ilmu pengetahuan Barat akan menunjukkan kepada rakyat Hindia akan hak-haknya untuk hidup dengan sejahtera, dan itu akan memperteguh rasa dan ikatan kebangsaan Hindia tanpa harus kehilangan ciri khas budaya Jawa yang tinggi. Lagi pula Cipto juga menginginkan bahwa keanggotaan BU tidak hanya terbatas pada golongan priyayi saja, juga tidak hanya meliputi Jawa dan Madura saja, tetapi seluruh wilayah Hindia (Belanda ). Pemikirannya mengindikasikan bahwa dalam menyikapi anti pemerintahan kolonialisme Belanda, jiwa dan semangat persatuan dan nasionalismenya sangat menonjol waktu itu.Perbedaan visi antara keduanya, mengakibatkan tokoh yang suka mengenakan pakaian khas Jawa lurik itu keluar dari BU. Cipto kemudia sangat dikenal sebagai tokoh pergerakan yang merupakan seorang intelektual pribumi , yang berpendidikan Barat/Eropa yang terkenal akan kecerdasan dan kedisiplinannya dalam belajar.

Jiwa patriotismenya yang selalu mengobarkan semangat untuk merdeka dari Belanda, dan membentuk persatuan seluruh Hindia, mendapatkan wadahnya dalam sebuah partai politik Indische Partij (IP) yang dibentuk bersama Suwardi Suryaningrat ( Ki Hajar Dewantara ) dan Douwes Dekker, pada tahun 1911. Mereka dikenal sebagai Tiga Serangkai ( Sartono Kartodirdjo, et.al., Op.Cit: 190-191 ). Semenjak itu perjuangan Cipto lewat pena semakin meningkat. Dokter itu kemudian juga aktif sebagai anggota redaksi harian De Expres. Sebagai anggota Komite Bumi Putera, bentukan organisasi yang bersifat isidental pada tahun 1913, bersama beberapa rekan seperjuangannya, antara lain Suwardi Suryanigrat, menyebar beberpa pamflet . Salah satunya menyatakan tuntutan terhadap pembentukan parlemen Hindia, serta kebebasan berorganisasi bagi rakyat Hindia. Ketika aktivitas komite kemudian diberangus oleh pemerintah, Cipto berreaksi lewat tulisan dalam artikel di harian De Expres yang berjudul kracht en vrees ( kekuatan dan ketakutan ). Pada dasarnya Cipto memperlihatkan keberaniannya terhadap pemerintah, dengan pernyataanya bahwa semakin keras pemerintah bertindak, maka itu justru akan semakin membakar semangat perjuangan bersama rekan-rekannya. Keberanian perjuangan mereka lewat pena, mengakibatkan tiga serangkai diasingkan ke Belanda. Kedatangan mereka di Belanda, memberi pengaruh bagi perkumpulan mahasiswa Hindia di Belanda dalam merubah visinya dari yang semula hanya sebagai organisasi bersifat sosial, menjadi lebih bersifat politis, yakni Hindia bebas dari Belanda. Akan tetapi udara dingin Belanda memaksanya untuk pulang karena penyakit ashmanya menjadi parah. Pemerintah kemudian mengijinkannya berpraktek sebagai dokter di Solo.

Ketika pada tahun 1918 pemerintah membentuk Volsraad ( Dewan Rakyat ), Cipto juga menjadi salah seorang anggotanya, namun rupanya semangatnya yang revolusioner tetap tak mampu dipadamkan oleh pemerintah Belanda yang pada mulanya mengharap bahwa tokoh- tokoh yang dianggap revolusioner akan menjadi lembut ketika mereka diangkat bersama sebagai anggota lembaga itu. Melalui pidatonya di depan dewan itu, Cipto tetap saja mengkritik keras pemerintah. Perjuangannya yang terus dilakukan ini mengakibatkan Cipto ditahan di Bandung pada tahun 1920. Di kota inilah dia bertemu dengan Ir.Sukarno. Semangat nasionalisme telah mempersatukan mereka dalam satu perjuangan menuju kemerdekaan bangsa. Bahkan dikatakan bahwa Sukarno banyak dipengaruhi oleh ide-ide nasionalistisnya Cipto ( M.C. Rickklefs. et.al. : 460 ). Ide-ide mereka telah menuntun kepada lahirnya Partai Nasionalis Indonesia ( PNI ) yang didirikan oleh Sukarno, pada tahun 1927 ( sebelumnya bernama Algemeene Studie ).

Keteguhan Cipto sebagai seorang tokoh pejuang pergerakan nasional diperlihatkan, ketika di pengasingannya di Banda dia menolak permintaan pemerintah untuk melepas hak berpolitiknya. Konsistensinya dalam berjuang menuntut kebebasan bagi rakyat Hindia dari pemerintahan Belanda serta sistem feodalistisnya hingga akhir hayatnya. Douwes Dekker dalam artikelnya menyebut Cipto dan Suwardi Suryaningrat sebagai onze helden ( pahlawan-pahlawan kita ).Ini merupakan bentuk penghargaan dan pengakuan tokoh sekaliber Douwes Dekker terhadap perjuangan dan kepahlawanan mereka sebagai tokoh pergerakan nasional.

Ketokohan dan kepahlawananya yang menyebarkan semangat nasionalime telah mengharumkan bukan saja namanya, tapi juga bangsanya. Kecintaan rakyat kepadanya, bahkan ada yang bernuansa mistis. Seorang warga Ambon yang sedang sakit, rela datang dari jauh ke makam tokoh ini di Ambarawa karena lewat mimpinya dia harus berziarah ke makam dr.Cipto agar sembuh dari penyakitnya. Setelah berdoa di depan makam Cipto, dan kemudian minum air suci di Goa Maria ( tempat persembahyangan secara Katholik yang terletak tak jauh dari makam di kota Ambarawa ), orang itu memang benar sembuh ( Hasil Wawancara dengan Petrus Supriyono, pada tanggal 26 April 2016 di Jl. Kepatihan Ambarawa ). Hal ini menunjukkan bahwa Cipto memang dikagumi dan dicintai oleh masyarakat. Penghargaan ini selain ditunjukkan oleh pemerintah ( pusat ) juga oleh warga tempat kelahirannya Ambarawa dan Jawa Tengah. Untuk mengenang jasanya setiap tanggal 17 Agustus ( Hari Kemerdekaan)dan 10 November ( Hari Pahlawan ) warga Ambarawa dan wilayah Jawa Tengah mengadakan ziarah ke makam pahlawan itu. Sejak tahun 1985, pemugaran komplek makam dr.Cipto kembali diteruskan sejak pertamakali dilakukan oleh Sukarno dulu. Pemugaran dilakukan oleh warga Ambarawa dan keluarga besar Cipto, dengan bantuan dana dari bupati Semarang dan warga melalui Yayasan Sosial Gotong Royong Ambarawa. Ketika berziarah ke makam Cipto, gubernur Ismail ( 1985 ) meminta agar lingkungan di sekitar lokasi makam tokoh pejuang itu ditata sedemikian rupa agar menunjukkan suasana keagungan, sehingga bisa membangkitkan rasa patriotisme pada warga kota itu, dan dengan demikian timbul rasa memiliki makam itu ( Harian Suara Merdeka, 18 Mei 1985 : XII ).

Penutup

Perjalanan hidup Cipto diawali, tumbuh dan berkembang di tengah lingkungan kondisi sosial politik yang serba timpang antara wong cilik, golongan priyayi (pribumi ) dan pemerintah kolonial Belanda. Cipto yang lahir dari lingkungan rakyat golongan menengah dan berpendidikan, tumbuh sebagai seorang pemuda yang senang belajar termasuk menempuh pendidikan Barat dan cerdas, menjadi paham dan emphaty terhadap lingkungan sosial yang dirasakannya sangat berat terutamabagi rakyat kecil. Keadaan ini telah membakar jiwa dan semangatnya untuk keluar dari kondisi yang menekan lingkungannya itu.Timbul kemudian semangat anti kepada kemapanan yang dianggap merongrong hak rakyat untuk hidup sama hak dan sederajat , antara orang Timur dan Barat, serta rakyat kecil dan golongan priyayi. Intelektualisme yang dimilikinya menjadikannya kritis untuk menyampaikan kondisi yang dinilainya tidak benar.semangat antinya kepada penindasan kolonialisme Belanda, menjadi titik balik bagi rasa kebangsaannya sebagai bangsa Hindia, timbul semangat nasionalisme yang cinta tidak hanya kepada Jawa tapi persatuan wilayah dan suku bangsa di seluruh Hindia ( Belanda yang bebas merdeka) dalam menentukan hidupnya untuk memperoleh kesejahterannya.

Prinsip utamanya ketika masih menjadi seorang siswa yang menyatakan bahwa kewaiban utama seorang pelajar adalah mutlak belajar, menasehatkan kepada kaum pelajar untuk tetap sadar dengan kewajibannya untuk belajar dan terus belajar apa dan dari mana yang penting itu merupakan ilmu yang bermanfaat untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan kehidupan. Dengan belajar kita bisa merubah apa saja menjadi yang lebih baik. Jiwa pemuda harus selalu mengikuti perkembangan jaman, oleh karenanya harus selalu siap untuk melakukan perubahan tanpa khawatir dengan segala halangan. Menjadi siswa harus tekun dan serius dalam mengerjakan tugas-tugasnya ,niscaya ia akan menjadi cerdas dan kecerdasan ini penting untuk dimiliki pelajar sebagai generasi penerus, untuk bisa memahami dan memperjuangkan apa yang menjadi kebutuhan lingkungan sosialnya, terutama bagi mereka yang terpinggirkan.

Antipatinya terhadap praktek feodalisme yang menentukan kedudukan dan bahkan nasib seseorang berdasar pada garis keturunan dan kekuasaan yang pada gilirannya mengarah pada kesewenangan, bisa dikaitkan dengan kondisi sekarang yang masih saja ada praktek kkn ( kolusi, korupsi dan nepotisme ). Praktek semnacam itu sangat merampas hak dan kewenangan rakyat yang hanya mengandalkan pada kemampuan dan kepandaiannya misalnya dalam usaha untuk mendapatkan pekerjaan, serta melakukan usaha untuk meningkatkan harkat hidup diri maupun lingkungan hidupnya.

Idenya untuk mempersatukan semua wilayah, suku sebagai rakyat dan bangsa Hindia, membuktikan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa dan tanah airnya, termasuk budayanya Dengan demikian tidak harus direndahkan diperlakukan secara tidak adil oleh bangsa Lain ( Belanda ). Dia tetap cinta dan hormat kepada budaya Jawa, tetapi tidak cinta buta yang cenderung mengarah ke fanatisme. Tetap terbuka kepada budaya luar, tetapi selektif dalam menerimanya. Pengaruh globalisasi dunia selain membawa efek positif ( seperti kemajuan teknologi ), juga ada yang berdampak negatif. Narkoba, kejahatan seksual di kalangan anak muda, radikalisme, tingkah laku memperoleh keuntungan dengan segala cara yang menembus pada nilai-nilai persatuan nasional, terasa mengkhawatirkan bagi masa depan generasi muda sebagai pemegang estafet kepemimpinan bangsa dalam pergumulan hidup di tengah-tengah dunia yang mengglobal. Keteguhan dan kesetiaanya kepada nilai-nilai perjuangannya , paling tidak menjadi contoh yang bisa dipelajari dan dimaknai sebagai langkah nyata bagi kita sekarang dalam mengisi kemerdekaan bangsa serta mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara menuju kesejahteraan bersama, tanpa ada pembedaan sosial, maupun ekonomi.

Daftar Pustaka

Buku:

Abdullah, Taufik. 2001. Nasionalisme & Sejarah. Bandung :CV. Satya Historika. Kamerling, R.N.J. 1980. Indonesie toen en nu. Amsterdam : Intermediari Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah . Jakarta: P.T. Grame Dia Pustaka Utama ______,et.al. 1997. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta; Balai Pustaka. Ricklefs,M.C, et.al. 2013. Sejarah Asia Tenggara Dari Masa Pra Sejarah Sampai Kontemporer.Jakarta: Komunitas Bambu. Sukarno, Ir. 1963. Di bawah Bendera Revolusi.Djilid Pertama.Djakarta : Panitya Penerbitan Di bawah Bendera Revolusi. Vlekke, Bernard H.M. 2008. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Majalah/ Surat Kabar: Majalah Famili 013, tahun 1985. Harian Suara Merdeka , Sabtu 18 Mei 1985- halaman XII

Internet: http://www.berdikarionline.com/cipto-mangunkusumo-sang-pejuang-kesehatan rakyat/ http://biografiteladan.blogspot.co.id/2011/02/biografi-dr-cipto.mangunkusumo.html http://pahlawancenter.com/pahlawancenterbaru/ https://pcimlybia.wordpress.com2009/10/31/peranan-pemuda-indonesia-dalam-pergerakan- kemerdekaan/ Daftar Wawancara: Nama : Ignasius Djurianta Umur : 77 tahun Pekerjaan : Purnawirawan TNI Alamat : GG.Arjuna RT.1/RW.3, Patoman Kranggan, Ambarawa

Nama : R. Suwarsinah Umur : 71 tahun Pekerjaan : swasta Alamat : Tanjung Sari, RT.6/RW.4, Kupang ,Ambarawa

Nama : Petrus Supriyono Umur : 73 tahun Pekerjaan : swasta Alamat : Bandungan, Kelurahan Bandungan, Kab. Semarang