GERAKAN PEREMPUAN DI 1950-1965

STUDI KASUS GERWANI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah

Disusun Oleh : Magdalena Nimat 054314006

JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2009

1

2

3 PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutiban dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 September 2009

Penulis

Magdalena Nimat

4

MOTTO

”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna;…aku bermegah atas

kelemahanku, supaya, kuasa Kristus turun menaungi aku.”

(2 Kor 12: 9)

5

PERSEMBAHAN

Tiada kebahagian yang terindah selain mempersembahkan

Skripsi ini kepada:

Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi (SFS), orang tua,

kaum kerabat, sahabat dan rekan-rekan seperjuangan.

6

7 ABSTRAK

GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA STUDI KASUS GERWANI (1950-1965)

Penelitian ini berjudul “Gerakan Perempuan di Indonesia Periode1950-1965 Studi Kasus Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani)”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kembali sejarah pergerakan perempuan sampai pada lahirnya Gerwani. Sebagaimana diketahui, bahwa Gerwani lahir dari rasa tidak puas beberapa orang perempuan yang melihat organisasi perempuan yang ada saat itu tidak berpihak pada perempuan. Pada tahun 1950 ada beraneka ragam organisasi perempuan, baik itu bersifat keagamaan maupun bersifat kedaerahan. Organisasi tersebut dalam prakteknya kurang menyentuh masalah esensial yang dialami oleh kaum perempuan dan hanya berpusat pada masalah pendidikan. Terdorong oleh keadaan tersebut, maka Gerwani lahir dengan misi mengangkat derajat perempuan dan membantu memecahkan masalah kaum perempuan dalam masyarakat. Pada mulanya perjuangan Gerwani dimulai melalui pendidikan dan kursus untuk melatih keterampilan perempuan, sampai pada menyadarkan kaum perempuan untuk sadar politik. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka tulisan ini mencoba melihat latar belakang munculnya Gerakan Perempuan hingga pengaruh perjuangan perempuan didalam kehidupan bermasyarakat. Tulisan ini juga melihat pengaruh gerakan Gerwani bagi masyarakat khususnya kaum perempuan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penelitian ini merupakan penulisan sejarah deskriptif-analisitis, sehingga dalam penulisannya digunakan teori dan metodologi sejarah. Untuk itu digunakan pendekatan dengan ilmu-ilmu sosial secara multidimensional. Secara khusus, penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dan merupakan hasil dari studi pustaka. Data-data yang digunakan berasal dari sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari beberapa literatur yaitu berupa buku, majalah, dan bahan-bahan tulisan lainnya. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Gerwani membawa pengaruh yang sangat besar terhadap kaum perempuan dan masyarakat di Indonesia. Sampai saat ini masih dijumpai kaum perempuan terus berjuang untuk kaumnya dan sudah memperoleh kedudukan yang sama dengan laki-laki. Pada masa itu para perempuan yang mulai sadar dengan keadaan yang terkurung, baik karena budaya dan agama, mulai keluar dan membuka diri serta mau diajak berkembang. Namun tidak hanya Gerwani yang ingin menyadarkan kaum perempuan, ada juga organisasi perempuan lain. Hal ini menyebabkan dalam perjalanannya Gerwani mengalami penolakan dan pertentangan dari sesama organisasi perempuan. Tahun 1964 Gerwani mencapai puncak kejayaan. Dengan banyaknya kaum perempuan yang mulai sadar politik dan melek huruf. Adanya konflik intern tidak menjadikan organisasi tersebut mengalami kemunduran tetapi konflik semakin membuat Gerwani terjun ke dunia politik. Dalam panggung politik, Gerwani dengan gagah beraninya memperjuangkan kaum perempuan secara menyeluruh.

8 ABSTRACT

The title of this study is “The Women Movement in Indonesia in 1950-1965 Case Study of Indonesian Women Movement (Gerwani)”. The objective of this research is to go to the back of the history of the women movement till Gerwani appeared. As it has been known, Gerwani appeared from the dissatisfaction of some women recognizing that many women organizations at that time didn‟t concern to the women itself. In 1950, there were many kinds of women organizations in religiosity or locality. Those organizations, in implementing their programs, didn‟t care about the essential problems which were experienced by women and only centered on educational problems. Motivated by the situation, Gerwani appeared with the aim to make women‟s prestige valuable and to help them overcome women‟s troubles in society. Formerly, women‟s fight was begun through education and courses to train the ability of women, till involve them to the political situation. To reach the aims, the research also tries to review the background of appearance of Gerwani until the influences of women‟s fight in the society. This study also reveals the influences of Gerwani for society, especially for women in the city or rural areas. This study is descriptive-analytical in nature. It uses theories and history methodology in writing. For this reason, the study uses approaches of social view multi-dimensionally. In particular way, it uses approaches of the history that is the result of the library study. This work is based on library research, using books, newspapers, magazines and other material relevant to the study. The result of the research reveals that Gerwani brought the great influences for women and society in Indonesia. It can be seen nowadays that women always do fighting for themselves and they have acquired the same prestige with men. At that time, women who were aware of the bad situation, whether because of the religion or culture, began to be extrovert. Not only Gerwani who was willing to motivate women, but also other women organizations. This situation made Gerwani refused and experienced in contradiction with others. In 1964, Gerwani achieved the success because many women became aware of political situation and they got literacy. Appearing the intern conflicts didn‟t make Gerwani hopeless, but this organization became stronger and brave to take part in politics world. In the politics world, with the brave heart, Gerwani motivated themselves and women to fight in order to get their prestige.

9 KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Kasih, atas segala berkat dan bimbingan tangan kasih-Nya yang penulis alami selama penulisan dan penyelesaian skripsi yang berjudul GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA 1950-1965 STUDI KASUS GERWANI. Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari campur tangan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Segala bantuan yang diterima merupakan rahmat dan anugerah Allah yang memampukan penulis melihat dan mengalami kasih Allah dan semakin dekat dan setia dalam menjalankan panggilan dan perutusan sebagai religius SFS. Pada kesempatan ini, penulis dengan penuh ketulusan hati menghaturkan limpah terimakasih kepada: 1. Bp. Drs. Hb. Hery Santosa, M.Hum, selaku ketua jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma dan selaku dosen pembimbing yang telah memberikan perhatian dan meluangkan waktu dengan sabar membimbing, mengarahkan, memberi masukan, memberi inspirasi dan menjadi teman diskusi dengan pemikiran-pemikirannya yang aktual dalam penulisan skripsi ini. 2. Dosen-dosen pembimbing Akademik, antara lain: Rm. Dr. F.X. Baskara T Wardoyo SJ., Rm. Dr. G. Budi Subanar SJ., Dr. ST. Sunardi., Prof. Dr. PJ. Suwarno. S.H., Drs. Ign. Sandiwan Suharso, Drs. H. Purwanto., Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno, yang berkenan menjadi pengajar bagi kami dan menularkan ilmunya selama kami menjadi mahasiswa di Sanata Dharma. 3. Sr. M. Emmanuella SFS, selaku Pimpinan Umum Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi (SFS), para dewan dan seluruh anggota kongregasi, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk memperkembangkan pengetahuan, kepribadian, kerohanian, dan keterampilan selama menyelesaikan tugas belajar sebagai tugas perutusan. 4. Sr Maria SFS, selaku Pimpinan Komunitas Sragen dan para Saudari sekomunitas yang telah banyak memberi dukungan doa dan perhatian,

10 motivasi dan persaudaraan sehingga terbantu menyelesaikan penulisan skripsi ini. 5. Kedua orang tuaku, Mgr. Michael Angkur OFM, kakak, adik, kaum kerabat yang setia mendukung dengan doa, memberi semangat cinta dan perhatian selama menempu studi baik secara material, maupun spiritual. 6. Karyawan dan karyawati Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk kerjasama yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Sahabat-sahabatku, yang telah menemani, menuntun, membimbing, serta menyemangati, terimakasih waktu dan harinya untukku. 8. Rekan-rekan seangkatanku; Agung, Ana, Anggoro, Bondan, Hafen, yang bersama mengalami jatuh bangun, suka duka selama menjalani tugas belajar, rekan-rekan angkatan, 04, 06, 07, 08, yang berkenan memberikan semangat di dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Rekan-rekan Asrama Pondok Angela, terimakasih untuk persahabatan dan persaudaraan selama ini. Penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari sempurma karena terbatasnya data-data yang diperoleh. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati dan penuh keterbukaan, mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan dan penggembangan lebih lanjut.

Yogyakarta, 30 September 2009 Penulis

Magdalena Nimat

11 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i HALAMAN PERSETUJUAN ...... ii HALAMAN PENGESAHAN ...... iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...... iv HALAMAN MOTTO ...... v HALAMAN PERSEMBAHAN...... vi ABSTRAK ...... vii ABSTRACT ...... viii KATA PENGANTAR ...... ix DAFTAR ISI ...... xi DAFTAR SINGKATAN ...... xiii DAFTAR TABEL ...... xiv BAB I : PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 6 C. Tujuan Penulisan...... 7 D. Manfaat Penulisan ...... 7 E. Tinjauan Pustaka ...... 7 F. Kerangka Berpikir ...... 10 G. Metode Penelitian ...... 14 H. Sistematis Penulisan ...... 16

BAB II : DINAMIKA GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA.... 17 A. Gerakan Awal ...... 17 B. Zaman Jepang...... 23 C. Zaman Pasca Proklamasi ...... 27 D. Gerakan Perempuan Tahun 1946 ...... 29

BAB III : GERWANI PELOPOR GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA ...... 34 A. Pendahuluan...... 34 B. Sejarah Lahirnya Gerwani ...... 36 B.1. Istri Sedar...... 36 B.2. Latarbelakang Lahirnya Gerwis ...... 40 B.2.1. Keanggotaan Gerwis ...... 43 B.2.2. Kegiatan...... 45 B.3. Lahirnya Gerwani ...... 47

12 B.3.1. Tujuan Terbentuknya Gerwani ...... 48 B.3.2. Keanggotaan ...... 51 B.3.3. Masalah Intern Gerwani ...... 52 C. Kongres-kongres Gerwani...... 53 C.1. Kongres I...... 53 C.2. Kongres II ...... 55 C.3. Kongres III ...... 56 C.4. Kongres IV...... 57

BAB IV : LAHIR BERGERAK DAN DIBUBARKANNYA GERWANI 59 A. Situasi Umum Kaum Perempuan ...... 59 B. Program Perjuangan Gerwani...... 63 C. Kegiatan Gerwani ...... 65 C.1. Bidang Pendidikan ...... 69 C.2. Bidang Sosial...... 70 C.3. Bidang Ekonomi ...... 73 C.4. Bidang Politik ...... 75 C.4.1. Aksi Untuk Irian Barat ...... 77 D. Hubungan Gerwani Dengan Organisasi Lain ...... 78 D.1. Organisasi Perempuan ...... 78 D.2. Gerwani dengan Golongan Kiri ...... 81 E. Peran Dalam Mendorong Perempuan Sadar Politik ...... 84

Bab V : Penutup ...... 87 A. Kesimpulan ...... 87 B. Saran ...... 90

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DAFTAR SINGKATAN

AD : Anggaran Dasar ART : Anggaran Rumah Tangga BPUPK : Badan penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan BTI : Barisan Tani Indonesia CGMI : Consentrasi Gerakan mahasiswa Indonesia GAPI : Gabungan Politik Indonesia GERWIS : Gerakan Wanita Indonesia Sedar GERWANI : Gerakan Wanita Indonesia GERWINDO : Gerakan Wanita Indonesia Kediri KNI : Komite Nasional Indonesia KOWANI : Kongres Wanita Indonesia KPI : Kongres Perempuan Indonesia LASWI : Laskar Wanita Indonesia LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat LPI : Laskar Putri Indonesia ORBA : Orde Baru ORLA : Orde Lama PARTINDO : Partai Indonesia PERSIT : Persatuan Istri Tentara PBI : Persatuan Buruh Indonesia PBH : Pemberantasan Buta Huruf PERWARI : Persatuan Wanita Republik Indonesia PHK : Pemberhentian Kerja PKK : Pembinaan Kesejahteraan keluarga PKI : Partai Komunis Indonesia PMI : Palang Merah Indonesia. PNI : Partai Nasional Indonesia PPI : Perikatan Perhimpunan Indonesia PPPI : Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia PPPS : Perkumpulan Pekerja Putri PRT : Pembantu Rumah Tangga PTPWI : Pusat Tenaga Perjuangan Wanita Indonesia RUPINDO : Rukun Putri Indonesia Semarang SARBUPRI : Serikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia SI : Serikat Islam SOBSI : Buruh Seluruh Indonesia TKW : Tenaga Kerja Wanita WANI : Wanita Negara Indonesia WPP : Wanita Pembantu Perjuangan WIDF : Women's International Democratic Federation

14 DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Keanggotaan Gerwis Tahun 1950-1954 ...... 44 Tabel 2 : Jumlah Anggota Gerwani tahun 1955-1965 ...... 52 Tabel 3 : Jumlah Buruh Perempuan ...... 61 Tabel 4 : Perbandingan Upah laki-laki dan Perempuan ...... 62

15 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Organisasi perempuan yang ada saat ini, memiliki perbedaan dengan organisasi perempuan yang dibentuk sebelum tahun 1965. Perbedaan itu tentu saja dipengaruhi oleh situasi yang mereka hadapi, sebab setiap periode memiliki karakteristik yang berbeda. Pada masa Orde Lama organisasi perempuan bergerak satu suara, tanpa lagi mempersoalkan perbedaan. Kegiatan mereka pada awalnya menekankan pendidikan agar dapat membuka cakrawala kaum perempuan, misalnya memasak, merawat anak, melayani suami, menjahit. Pada periode ini, gerakan perempuan cukup gigih, militan, dan aktif memperjuangkan negara. Pada tahun 1950-1965 dengan Gerwani sebagai motor penggerak, organisasi perempuan memiliki ciri khas yang radikal, dan ini tidak lepas dari ciri komunisme yang memandang bahwa jalan terbaik untuk mengadakan perubahan adalah melalui revolusi.

Pada masa rezim Orde Baru (orba), gerakan perempuan muncul sebagai hasil dari interaksi politik gender orba. Politik gender rezim orba mengarahkan perempuan Indonesia untuk berperan sebagai ibu dan istri.1 Konsep ini telah menghancurkan tujuan awal hadirnya gerakan perempuan dan menghalangi munculnya sebuah gerakan perempuan untuk menegakkan hak asasi manusia khususnya hak asasi perempuan.

1Hal ini diteguhkan dalam UU perkawinan no. 1/1974, konsep keluarga berencana dengan dua anak cukup, Keluarga bahagia sejahtera.

16 Organisasi perempuan yang dibentuk dan didirikan oleh pemerintah orba, misalnya Dharma Wanita (1974) dan Dharma Pertiwi, diresmikan sebagai organisasi istri pegawai negeri sipil dan istri anggota ABRI. Persatuan Istri

Tentara (PERSIT), Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).2 Pada periode ini, pemerintah membatasi ruang gerak perempuan, terutama dalam dunia politik dan bahkan dilarang melakukan kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan keputusan pemerintah. Apabila ada pelanggaran maka berakibat pada pemecatan terhadap suami.3 Akibatnya perempuan menjadi kurang kritis, tunduk pada pemerintah, monoton dan kurang bebas.

Pola dari struktur organisasi tersebut, menunjukkan bahwa jabatan perempuan dalam organisasi mengikuti jabatan suami dalam pemerintahan.

Artinya jika seorang suami menjabat sebagai pemimpin dalam suatu instansi, maka secara otomatis istrinya menjabat sebagai ketua dalam organisasi tersebut.4

Di samping itu pemerintah “menyeragamkan” perempuan melalui konsep Panca

Dharma Wanita yang membatasi ruang gerak perempuan. Selanjutnya, organisasi perempuan seolah membisu, keberpihakan kepada kaum lemah terlewatkan begitu saja karena takut dicap sebagai “organisasi kiri”.

2Saskia Eleonora Wieringa. 1999. Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia. Kalyanamitra dan Garba Budaya. . hal. xlvii.

3Catharina Nanik Purwoko. 1996. Perempuan dan Ketidakadilan. Lembaga Penelitian dan Pembangunan Sosial dan Jaringan Mitra Perempuan. Seri Forum LPPS No. 36. Jakarta. hal. 20

4Budi Susanto. S.J. (ed). 2003. Politik dan Postkolonialitas di Indonesia. Lembaga Studi Realino. Kanisius. hal. 179

17 Orba menciptakan sebuah ideologi perempuan yang mendasarkan diri pada ibuisme, sebuah paham yang melihat kegiatan ekonomi perempuan sebagai bagian dari peranannya sebagai ibu dan partisipasi perempuan dalam politik sebagai tak layak.5 Hal ini semakin menunjukkan bentuknya setelah Dharma

Wanita dan Dharma Pertiwi diresmikan. Organisasi perempuan kini memasuki periode “tidak ada perlawanan” terhadap diskriminasi dan eksploitasi yang dialami kaum perempuan di Indonesia. Dapat dikatakan organisasi perempuan bentukan orba telah meciptakan peran perempuan sebatas (Istri, Ibu, dan Ibu rumah tangga).6 Sebaliknya, organisasi perempuan pada masa ini memainkan peran subordinasi dan menyebarluaskan citra peran ideal perempuan dalam konteks (istri, ibu dan ibu rumah tangga), dalam konotasi “Kodrat”. Dengan

“kodrat”7 ini perempuan ideal dicitrakan bersifat “lemah lembut, tidak berbicara dengan keras, tidak mementingkan kepentingan pribadi, tidak mendahulukan urusan sendiri diatas urusan suami pada pemerintahan.8

Pada era reformasi yang diawali dengan jatuhnya rezim orba, diharapkan dapat membawa angin segar bagi perempuan dari keterkungkungan dan ketidakberdayaan. Namun, dalam realitanya justru pada periode ini terjadi banyak ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan.

5Ibid. hal 164.

6Catharina Nanik Purwoko. op.cit. hal. 18

7Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 554.

8Catharina Nanik Purwoko. op.cit. hal. 2-4.

18 Pertama, mulai dari adanya undang-undang otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah yang diambil pemerintah era reformasi pada tahun 1999, diantaranya dimaksudkan untuk penolakan atau perlawanan terhadap paradigma pembangunan yang sentralistik. Tetapi, problem kebijakan otonomi daerah banyak disalahgunakan dengan kebijakan-kebijakan yang tidak memihak rakyat, khususnya perempuan. Kedua, dengan disahkannya RUU APP9 yang berpotensi mengontrol seksualitas dan mendomestikkan perempuan. Ditambah lagi sedikitnya ada 27 peraturan daerah yang mengatur kehidupan, cara berpakaian.

Seperti pelaksanaan Syari‟at Islam di daerah tertentu.

Selanjutnya, era reformasi dianggap sebagai tonggak redefinisi peran politik perempuan selama orba dengan ciri munculnya kelompok-kelompok perempuan yang melakukan kegiatan atas dasar “empati” terhadap penderitaan perempuan. Di antara kegiatan tersebut adalah pendampingan untuk meningkatkan pendapatan perempuan miskin, pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan seksual, pendidikan politik dan advokasi hak-hak perempuan, peningkatan kesadaran gender, serta upaya-upaya menjembatani terwujudnya rekonsiliasi nasional atas dasar kemanusiaan. Namun, gerakan perempuan pasca reformasi masih berjuang sendiri-sendiri untuk membantu kaum perempuan yang nasibnya tertindas.

9Dalam RUU APP, perempuan masih dijadikan obyek. Sebab perempuan masih dinilai sebagai penyebab utama terjadinya pornografi sehingga harus dikenakan aturan-aturan dan sanksi-sanksi tertentu. Implikasinya mereka sangat rentan untuk dikriminalkan, apalagi pandangan-pandangan tersebut cenderung disandarkan pada alasan moral dan agama yang kebanyakan dilihat dari standar laki-laki.

19 Gerakan perempuan dewasa ini masih berputar pada kepentingan kelompok tertentu dan masih berputar-putar pada masalah kesetaraan jender, hak-hak politik, dan sejumlah masalah-masalah pingiran lainnya, sehingga belum menyentuh masalah esensial dari persoalan perempuan sehari-hari serta kurang merakyat, sebagai contoh, kasus Pembantu Rumah Tangga (PRT), Tenaga Kerja Wanita

(TKW), kasus perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga yang sampai saat ini masih sering terjadi.

Dalam hal ideologi, gerakan perempuan dewasa ini sangat lemah. Sejak tahun 1965, ideologi gerakan perempuan di Indonesia didominasi oleh ideologi gerakan perempuan liberal dan ideologi gerakan perempuan radikal. Ideologi gerakan perempuan liberal selalu menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sedangkan ideologi gerakan perempuan radikal berpandangan kaum laki-laki adalah musuh kaum perempuan yang menyebabkan kaum perempuan tertindas untuk selamanya.10

Gerakan perempuan kurang menjadi suatu ikon yang mampu menyemangati serta kurang menggerakan kaum perempuan pada umumnya. Akhirnya kaum perempuan hanya mengambil sikap pasrah pada takdir dan tetap tinggal dalam keadaan tertindas.

Bercermin pada organisasi Gerwani, organisasi perempuan ini tidak hanya bergerak pada perjuangan untuk menuntut kesamaan hak bagi kaum perempuan tetapi juga terlibat aktif dalam berbagai aktivitas politik bangsa, sangat militan serta, sangat mandiri di dalam membina organisasinya. Gerakannya dan kegiatan-

10Mansour Fakih. 2008. Analisis Gender Tansformasi Sosial. Cet.II. Insistpres. Yogyakarta. hal. 84-88.

20 kegiatannya sangat relevan dengan situasi yang ada di dalam masyarakat saat itu.

Sehingga organisasi ini diterima baik oleh masyarakat dan mampu menggerakan kaum perempuan dari berbagai macam golongan, baik kaum perempuan pedesaan maupun kota. Gerakan perempuan pada periode ini mendasarkan diri pada perjuangan kaum perempuan di masyarakat dan menyatu dengan kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan di muka, ada beberapa alasan mengapa perjuangan perempuan perlu dibahas.

Pertama, topik ini menarik dan penting untuk dikaji, sebab Gerwani memiliki peran besar dalam mempertahankan kemerdekaan. Untuk itu Gerwani dijadikan alat perjuangan untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita memperbaiki hidup masyarakat pada umumnya, dan mempertahankan kemerdekaan khususnya.

Kedua, Gerwani memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi kaum perempuan sampai pada tingkat pelosok sehingga kaum perempuan sadar politik dan pada tahun 1965 Gerwani telah dibubarkan oleh pemerintah. Maka untuk melihatnya, marilah kita pelajari kasus perkembangan Gerwani dalam memperjuangkan nasib kaum perempuan, kaum buruh dan rakyat tertindas.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan dapat ditarik suatu permasalahan yaitu:

1. Apakah yang melatarbelakangi munculnya Gerwani?

2. Apakah tujuan berdirinya Gerwani?

3. Sejauh mana Pengaruh Gerakan Gerwani terhadap masyarakat

Indonesia?

21

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan serta mengalisis latar belakang munculnya Gerakan Perempuan di Indonesia. Mendeskripsikan serta mengalisis tujuan berdirinya Gerwis, mendeskripsikan dan mengalisis sejauh mana pengaruh gerakan Gerwani dalam masyarakat pada periode 1955-1965. Penelitian ini hendak mengkaji ulang serta merefleksi kembali atas narasi sejarah yang berkembang selama ini di mana gerakan perempuan dinarasikan sebagai pelengkap yang melengkapi kaum laki- laki.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sumber inspirasi bagi kaum perempuan dalam berorganisasi, sehingga organisasi perempuan bisa mandiri.

Disamping itu, penelitian ini dapat memberi tambahan data dan analisis pemikiran.

E. Tinjauan Pustaka

Tulisan ini merupakan hasil dari studi pustaka. Sumber-sumber diperoleh dari beberapa literatur berupa buku, koran, majalah, dokumen, dan bahan tulisan lainnya. Untuk membahas rumusan masalah yang dikemukaan di atas maka dipakai beberapa sumber untuk menjawab masalah tersebut.

Sumber-sumber tersebut terbagi menjadi dua macam yaitu sumber primer dan sumber skunder. Sumber primer adalah sumber yang dihasilkan oleh orang atau lembaga sejaman atau data-data yang dihasilkan pada saat terjadinya suatu

22 peristiwa. Sedangkan sumber sekunder merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi pandang-mata, yakni dari seseorang yang tidak hadir atau terlibat pada peristiwa yang dikisahkannya.11

Sumber-sumber pustaka yang digunakan untuk membantu dalam penulisan ini secara umum sulit untuk diperoleh. Secara umum dapat disampaikan beberapa buku yang dapat membantu untuk menjawab permasalahan yang ada.

Dalam penulisan skripsi ini digunakan buku karangan Hikmah Diniah yang berjudul Gerwani Bukan PKI. Buku ini membantu dalam membahas tujuan dan latarbelakang berdirinya Gerwis, serta tujuan berdirinya Gerwis. Namun, dalam buku ini tidak dijelaskan secara terperinci mengenai pengaruh Gerwis bagi kaum perempuan.

Selain buku tersebut, buku lain yang sangat membantu penulisan adalah

Karangan Tanpa Nama, yaitu Bahaya Laten Komunis di Indonesia, Konsolidasi dan Infiltrasi PKI, jilid III. Buku ini sangat membantu dalam mengetahui jumlah anggota Gerwani. Namun data yang ada kurang lengkap, sehingga belum menjawab jumlah keseluruhan anggota Gerwani serta tidak menjelaskan secara terperinci perkembangan Gerwani hingga tahun 1965.

Buku karya Sukanti Suryochondro, Potret Pergerakan Wanita di Indonesia buku ini membahas mengenai latar Belakang terbentuknya organisasi perempuan berserta sifat dan bentuknya.

Buku karangan Saskia Elenora Wieringa, Penghancuran Gerakan

Perempuan di Indonesia. Buku ini membahas mengenai lahirnya Gerwani, tujuan

11Louis Gottschalk. 1969. Mengerti Sejarah (terjemahan Nugroho Notosusanto). Universitas Indonesia. Djakarta. hal. 35.

23 berdirinya Gerwani dan perjuangan-perjuangan serta nilai-nilai yang dilakukan

Gerwani dalam memperjuangkan emansipasi. Buku ini juga memberi sumbangsih berharga dalam mendekonstruksi masa lalu dalam hal ini Gerwani. Saskia juga menyelidiki dinamika Gerwani sejak dirintis hingga kehancurannya dengan menggunakan konsep gender. Pada taraf tertentu, buku ini menyinggung fase yang paling menentukan bagi peminggiran gerakan perempuan. Kajian Saskia terlalu luas, padahal ada beberapa fenomena dan fakta sosial yang berbeda antara kondisi Gerwani di tingkat pusat dan di daerah. Buku ini juga belum mengungkapkan pengaruh Gerwani bagi kaum perempuan.

Referensi di dalam buku-buku yang disebutkan di atas, menjelaskan mengenai keberadaan Gerwani dan lebih menjelaskan penghancuran Gerwani oleh orba. Penjelasan mengenai peran dan pengaruh Gerwani terhadap tumbuhnya kesadaran perempuan tidak dijelaskan dalam buku-buku tersebut di atas. Oleh sebab itu, skripsi ini mencoba untuk mengangkat masalah mengenai peran dan pengaruh Gerwani bagi tumbuhnya perempuan sadar politik.

F. Kerangka Berpikir

Dalam mengkaji skripsi berjudul, “Gerakan Perempuan di Indonesia tahun

1950 -1965 Studi Kasus Gerwani,” ada beberapa konsep yang digunakan sebagai landasan berpikir. Hal ini penting untuk menghindari penafsiran yang keliru

(missinterpretation).

Secara etimologis perempuan berasal dari kata empu, yaitu suatu gelar kehormatan yang berarti “tuan”. Selain itu perempuan juga dapat diartikan sebagai

24 orang yang sangat ahli.12 Kata wanita berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti diinginkan atau dipuji.13 Dalam penulisan skripsi ini akan digunakan kata Perempuan.

Gerakan perempuan sudah ada jauh sebelum kemerdekaan, pada saat itu terdorong rasa keprihatinan melihat rakyat dijajah; ketidakadilan yang dialami perempuan serta perempuan kurang mendapat kesempatan memperoleh pendidikan. Tahun 1912 organisasi perempuan berdiri dengan tujuan menggerakkan perempuan dalam menyebarluaskan cita-cita kemajuan rakyat dan kemerdekaan bangsa.

Perempuan dianggap unsur penting sebagai pendidik generasi muda, dengan demikian, organisasi perempuan perlu dibentuk dan dikembangkan agar dapat mendukung perjuangan bangsa serta sebagai kekuatan untuk melawan adat istiadat yang mendiskriminasikan perempuan.

Pada tahun-tahun berikutnya, organisasi perempuan bermunculan tidak hanya di Jawa, tetapi juga di luar Jawa, dengan gaya dan ciri khasnya sendiri- sendiri. Sesudah tahun 1920, perempuan mulai mengorganisasi diri menurut garis agama, lalu organisasi yang bersifat kedaerahan. Menarik bahwa setiap kelompok mempunyai tujuan yang sama, yaitu menghapus ketidakadilan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan tersebut mereka membentuk federasi Perikatan

12Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. . Jakarta. hal. 212.

13Thomas Wiyasa Bratawijaya (ed). 1992. Kedudukan Wanita Dalam Kebudayaan Dulu, Kini dan Esok. Praditya Paramita. Jakarta. hal. 92.

25 Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) yang akhirnya bernama Kongres

Wanita Indonesia (KOWANI).

Walaupun sejak 1930 gerakan nasional berkembang pesat, serta terlihat pula tanda-tanda tumbuhnya nasionalisme di dalam gerakan perempuan, namun sampai pada awal kedudukan Jepang tahun 1942, selain kaum perempuan Serikat Rakyat,

Istri Sedar adalah satu-satunya organisasi yang nasionalis.

Pada tahun 1950, kaum perempuan menyadari bahwa begitu banyak organisai perempuan yang ada. Umumnya bergerak hanya sebatas pendidikan dan masalah perkawinan. Disamping itu ada satu organisasi perempuan yang ingin mengubah serta memberdayakan masyarakat agar berkembang, serta ingin mengubah cara berpikir masyarakat, cara berelasi dan cara berproduksi.

Pada tahun 1955, organisasi perempuan Indonesia ingin mengembangkan sayapnya dengan terjun ke dunia politik, mereka juga menyadari bahwa organisasi-organisasi perempuan yang sudah ada tidak banyak membantu kaum perempuan yang masih tertindas hidupnya dan semakin meningkatnya jumlah kaum buruh perempuan yang mengalami ketidakadilan oleh karena sistem yang ada.

Perjuangan perempuan di bidang sosial, dapat dilihat ketika perempuan berjuang untuk menyamakan kedudukannya dengan laki-laki. Perjuangan ini dapat dilihat jelas, khususnya pada tahun 1928-1942. Pada tahun 1942, kaum perempuan mulai berjuang di bidang politik, karena situasi negara yang mendorong perempuan untuk berjuang membela negara. Perjuangan perempuan

26 dalam bidang politik dapat diartikan sebagai perjuangan untuk membela bangsa dan mempertahankan kemerdekaan.

Penggunaan landasan teori dalam penelitian ilmu sosial menjadi hal yang utama dalam mendekati sebuah pokok persoalan. Realitas sosial sehari-hari sangat kompleks dan beraneka ragam bentuknya. Untuk menemukan pola dari semua realitas sosial memungkinkan sebuah penjelasan umum yang bersifat universal, berlaku bagi ruang dan waktu apapun, serta lebih sistematis dalam pengaturan pengalaman-pengalaman maupun ide-ide.

Teori sosial diperlukan untuk mendapatkan penjelasan umum dalam memahami fenomena keseharian yang bermacam-macam. Penggunaan teori sosial dalam penelitian sejarah bukan pertama-tama ditujukan untuk penyesuaian teori besar dengan peristiwa sejarah yang diteliti. Teori sosial diharapkan menuntut peneliti sejarah untuk berpikir teoritis dalam kategori-kategori fakta sejarah.

Dengan demikian, fakta keseharian dari peristiwa sejarah dapat dipahami secara lebih jelas serta dapat menemukan keterkaitan-keterkaitan maupun ketidakterkaitan diantara fakta keseharian dari peristiwa sejarah.

Untuk menjelaskan Gerakan perempuan di Indonesia tahun 1950-1965 Studi kasus Gerwani dengan menggunakan teori sosial, untuk melihat keberadaan kaum perempuan dalam masyarakat. Melalui pendekatan teori tindakan diharapkan akan terdefenisikan faktor yang mendorong pelaku individual atau kolektif yang tindakannya berlangsung dalam sebuah situasi yang mengandung kondisi-kondisi tertentu, untuk diarahkan menuju suatu tujuan bersama. Menurut Anthony

27 Giddens & Jonathan Turner14 pengaruh elemen-elemen dasar tindakan adalah situasi, norma dan tujuan terakhir. Dengan demikian tindakan yang dilakukan

Gerwani sebagai bentuk perlawanan terhadap keadaan tertindas yang dialami perempuan. Tujuan akhir kebebasan dan kesejahteraan bagi perempuan. Sebagai teori pendukung dari teori diatas adalah teori struktural. Teori dibangun berdasarkan asumsi bahwa subordinasi perempuan adalah kultural. Anggapan bahwa perempuan mempunyai status yang lebih rendah, sekaligus otoritas yang lebih sedikit, daripada laki-laki, karena perempuan berhubungan dengan arena domestik sementara itu laki-laki arena publik. Akarnya ialah tanggung jawab perempuan dalam proses kehamilan dan perawatan anak. Dengan demikian status relatif perempuan tergantung pada derajat keterlibatan mereka dalam arena publik.

Subordinasi perempuan adalah kultural, akan tetapi ia berakar pada pembagian kerja berdasarkan gender.15

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan sejarah.

Pendekatan sejarah digunakan untuk mengkaji ulang proses perjuangan kaum perempuan dari perjuangan Kartini sampai perjuangan Gerwani. Melalui pendekatan ini juga dapat diketahui mengenai latar belakang terbentuknya

Gerwani, serta situasi-situasi yang mempengaruhi gerakan Gerwani dalam berorganisasi.

14Anthony Giddens & Jonathan Turner (terjh). 1987. Social Theory Today. Pustaka Pelajar. Polity Press. hal. 34. 15Fauzie Ridjal (ed). 1993. Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia. Tiara Wacara. Yogyakarta. hal. 34.

28 Selain menggunakan pendekatan sejarah, digunakan juga pendekatan sosiologi. Pendekatan sosiologi untuk mengamati peristiwa-peristiwa sosial yang akan dikaji misalnya seperti golongan-golongan sosial mana yang berperan, serta nilai-nilainya, hubungan dengan golongan lain, konflik berdasarkan kepentingan, ideologi, dan lain sebagainya.16

G. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penulisan sejarah sosial yang memerlukan metode dan pendekatan dalam mengkajinya. Untuk itu perlu diketahui apa itu metode sejarah serta langkah-langkah dalam penulisan sejarah. Menurut Kuntowijoyo penelitian sejarah mempunyai lima tahap, yaitu: pemilihan topik; pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber); interpretasi: analisis dan sintesis; dan yang terakhir adalah penulisan. Sebagaimana dengan hal tersebut di atas, maka penulisan ini pada awalnya telah menentukan topik Gerakan

Perempuan di Indonesia Periode 1950-1965 Studi Kasus Gerwani. Setelah topik berhasil ditentukan, langkah selanjutnya adalah:

Heuristik atau pengumpulan data masa lampau. Setelah topik-topik penelitian ditentukan, pencarian sumber-sumber sejarah atau data-data yang mendukung penelitian dilakukan. Proses pengumpulan data baik yang berupa sumber primer maupun sumber sekunder yang relevan sesuai dengan obyek yang dikaji. Pengumpulan data diperoleh dari literature yang terdapat dalam perpustakaan. Literatur tersebut berupa buku pustaka, Koran, majalah, dokumen

16Sartono Kartodirdjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Gramedia. Jakarta. hal. 14.

29 atau bahan tulisan lainnya yang bersifat primer maupun sekunder. Selanjutnya adalah kritik sumber (verifikasi data). Langkah ini bertujuan untuk mengetahui secara kritis mengenai otentitas (keaslihan) dan kredibilitas sumber.17 Dalam proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan sejarah untuk melakukan kajian ulang atau membaca ulang atas data yang ada.

Interpretasi. Tujuan dari langkah ini untuk menetapkan makna atas fakta- fakta sejarah yang ada. Dalam tahap ini perlu dilakukan analisis sumber untuk menjelaskan data-data yang ada atau menguraikan informasi kemudian mengkaitkan daya yang satu dengan data yang lain. Setelah analisa sumber maka dilakukan langkah selanjutnya yaitu membandingkan data-data yang ada, kemudian menentapkan makna fakta sejarah yang ada. Hal ini supaya tidak menyimpang dari data yang dimilikinya. Dalam penelitian ini dituntut untuk mencermati dan mengungkapkan data secara akurat. Maka untuk mengurangi unsur subyektifitas, diperlukan pengolahan data dan analisis secara cermat.18

Historiografi. Dalam penulisan sejarah yang merupakan penggambaran data yang diperoleh dan telah diuji kebenarannya. Dalam menggambarkan kisah ini dilakukan secara kronologis dan sistematis. Bentuk penulisan ini bersifat deskriptif analitis sehingga penulisannya menuntut alat-alat analitis.19 Alat-alat analitis itu berdasarkan prespektif, pendekatan, obyektif dan subyektif.

17Koentowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Bentang Budaya. Yogyakarta. hal. 99-100.

18Sartono Kartodirdjo. op.cit. hal. 62.

19Ibid. hal. 5.

30 H. Sistematis Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh, skripsi ini akan disajikan antara lain meliputi bab satu hingga bab lima, yang diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan penutupan yang berupa kesimpulan dan saran.

Bab I berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, kerangka berpikir, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II menguraikan Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, yang akan diuraikan dalam beberapa sub bab yakni; Gerakan Awal, Zaman Jepang, Zaman

Pasca Proklamasi, Gerakan Perempuan Tahun 1946.

Bab III berisikan Gerwani Pelopor Gerakan Perempuan di Indonesia, yang akan diuraikan dalam beberapa sub bab yakni; Pendahuluan, Sejarah Lahirnya

Gerwani san Kongres-kongres.

Bab IV berisikan Lahir Bergerak dan dibubarkannya Gerwani, yang akan diuraikan dalam beberapa sub bab yakni; Situasi Umum Kaum Perempuan,

Program Perjuangan Gerwani, Kegiatan Gerwani, Kiprah dalam bidang Politik,

Hubungan dengan organisasi lain, Pengaruh Gerwani bagi Kaum Perempuan.

Bab V merupakan bab Penutup, merupakan kesimpulan dan saran.

31 BAB II

DINAMIKA GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA

A. Gerakan Awal

Perkembangan organisasi-organisasi perempuan secara garis besarnya menggambarkan suatu gerakan yang pada mulanya bercorak feminis. Maka, terpengaruh oleh cita-cita persatuan, pada pertengahan tahun 1920 gerakan perempuan telah menjelma menjadi pergerakan nasional Indonesia dan demikian merupakan suatu pelengkap daripada pergerakan politik “kaum laki-laki”.

Pergerakan perempuan terdiri dari banyak aliran, hal ini tak dapat dihindarkan dalam masyarakat seperti Indonesia yang beraneka ragam coraknya. Demikian maka terdapat kelompok-kelompok dari agama Islam (Aisyah), perkumpulan perempuan yang tidak berorientasi kepada agama (Wanita Oetomo) dan dari gerakan sosial seperti perempuan Marhaen dan perempuan Ningrat.

Fase pertama, pergerakan perempuan dimulai pada permulaan abad XX oleh cita-cita R.A. Kartini, maka pergerakan itu bercita-cita emansipasi perempuan, terutama kearah perbaikan pendidikan dan pengajaran. Emansipasi gerakan perempuan di Indonesia pertama melalui surat-surat Kartini, di mana Kartini menuntut pendidikan bagi kaum perempuan. Tekanan orientasinya pada tingkat kecerdasan individu. Suatu kenyataan bahwa pendidikan seakan-akan hak istimewa laki-laki saja.20 Perjuangan Kartini saat itu didukung oleh sejumlah nilai-nilai dan serangkaian norma hidup dalam masyarakat di mana menempatkan

20S.C. Utami Munandar (ed). 1985. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia Suatu Tinjauan Psikologis. UI Press. Jakarta. hal. 17.

32 perempuan sebagai masyarakat nomor dua. Kartini memandang bahwa pendidikan bagi kaum perempuan sebagai salah satu syarat penting untuk memajukan rakyatnya.21 Kartini menjadi simbol gerakan perempuan Indonesia dan selalu menyuarakan gagasan-gagasan nasionalisme.

Emansipasi dirasakan perlu oleh perempuan yang merasa dirinya dalam situasi ketergantungan dan tertekan. Sasaran yang lebih jauh adalah mengangkat martabat kaum perempuan sehingga sejajar dengan martabat golongan umat manusia lainnya seperti kaum laki-laki. Isu pendidikan dan persamaan hak merupakan perjuangan kaum perempuan pada saat itu. Hal ini didukung oleh semangat juang yang tinggi, sehingga tumbuhlah perkumpulan perempuan.

fase kedua, ialah ketika perkumpulan perempuan berhasil menarik kaum perempuan kegelanggang pergerakan rakyat. Perkembangaan kearah politik terutama setelah perempuan ikut didalam pergerakan SI, PKI, PNI. Semenjak itu organisasi perempuan ikut berkecimpung di dalam pergerakan nasional dan yang terpenting adalah perempuan mulai berbicara di dalam rapat-rapat politik serta tumbuhnya kesadaran dalam diri kaum perempuan untuk membantu kaum laki- laki dalam perjuangan mereka kearah perbaikan nasib nusa dan bangsa.22

Perjuangan perempuan juga tidak terlepas dari masalah struktur sosial dan budaya yang mereka hadapi. Feodalisme yang sangat kental mendorong kaum perempuan untuk terus melakukan perubahan dalam masyarakat. Dominasi kaum

21RA.Kartini. 1963. Habis Gelap Terbitlah Terang. Balai Pustaka. Jakarta. hal. 20-21.

22 . 1985. Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi; Kumpulan Pengalaman dan Pemikiran. buku V. Dharma Aksara Pratama. Jakarta. hal. 206.

33 laki-laki dan kolonial Belanda mendorong kaum perempuan untuk terus berjuang untuk memperoleh kedudukan yang sama dengan laki-laki.

Gerakan perempuan Indonesia, ditandai dengan berdirinya beberapa organisasi, semuanya hanya bergerak pada tingkat daerah. Kegiatan mereka belum terorganisasi dengan baik. Perhatian pokok pada pendidikan kaum perempuan serta memberikan perhatian pada masalah-masalah kemasyarakatan, seperti pelacuran, permaduan, perkawinan anak-anak, serta perdagangan perempuan dan anak-anak.23

Organisasi-organisasi dibangun demi kepentingan kaum perempuan, diantaranya untuk memperjuangkan posisi perempuan di dalam perkawinan; kehidupan keluarga; mempertinggi kecakapan; dan pemahaman kaum ibu sebagai penanggung jawab dan yang menentukan jalannya roda rumah tangga di dalam suatu keluarga. Harapan kaum perempuan diwujudkan dengan membuka lapangan pengajaran, memperbaiki pendidikan, dan mempertinggi keterampilan- keterampilan bagi perempuan.

Meluasnya cita-cita persatuan Indonesia juga turut mempengaruhi pergerakan perempuan. Demikian, pada bulan Desember 1928 di Yogyakarta diselenggarakan Kongres Perempuan yang pertama dihadiri 30 organisasi dari

Jawa dan Sumatra, yang menghasilkan kesepakatan untuk dibentuknya sebuah federasi Perempuan Indonesia yang diberi nama Perikatan Perhimpunan Indonesia

(PPI), dan menuntut dilakukan perbaikan nasib perempuan. Tiga tuntutan PPI

23Hikmah Diniah. 2007. Gerwani Bukan PKI. Sebuah Gerakan Feminisme Terbesar di Indonesia. Yogyakarta. hal. 86.

34 tersebut adalah24 (1) pembentukan suatu badan dana (studyfonds) yang menyediakan beasiswa bagi anak-anak perempuan sehingga dapat meningkatkan kecerdasan dan keterampilan; (2) diselenggarakannya kursus-kursus pembinaan lingkungan yang bersih dan sehat; (3) pelarangan perkawinan anak-anak perempuan di bawah umur.

Sejak kongres tersebut gerakan perempuan Indonesia telah merupakan bagian yang tak terpisahkan dan tidak ingin memisahkan diri dari gerakan nasional yang revolusioner dan umum.25 Sejak itu suka dan duka gerakan kemerdekaan nasional juga menjadi suka dan duka gerakan perempuan Indonesia.

Kongres tersebut merupakan peristiwa sejarah yang penting karena sejak saat itu dimulai kesatuan pergerakan perempuan Indonesia. Ciri utama perjuangannya adalah mewujudkan kerjasama demi persatuan dan kesatuan bagi kaum perempuan, yang berasaskan kebangsaan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pergerakan kebangsaan Indonesia dalam rangka menghadapi penindasan dari bangsa asing untuk menuju cita-cita Indonesia merdeka.26

Pada periode ini perjuangan perempuan lebih bersifat feministis, dalam arti konfrontatif terhadap kaum laki-laki, bukan sekedar untuk menuntut persamaan hak, derajat dan martabatnya. Gerakan feministis merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil menuju sistem

24Fauzie Ridjal (ed). op.cit. hal. 131.

25 . D.N. Aidit. 1960. Pilihan Tulisan jilid II. Yayasan Pembaruan. Yogyakarta. hal. 558.

26A. Nunuk P. Murniati. 2004. Getar Gender: Perempuan Indonesia Dalam Perspektif Agama, Budaya dan Keluarga. Buku II. Indonesiatera. Magelang. hal. 122-123.

35 yang adil bagi perempuan maupun laki-laki.27 Didorong juga oleh sifat kebersamaan dari kesadaran untuk melepaskan diri dari penjajah.

Perjuangan perempuan tidak hanya sebatas keputusan-keputusan, tetapi lebih pada tindakan karya nyata lewat bidang pendidikan. Dalam proses pendidikan para gadis ditanamkan pengertian agar perempuan Indonesia dapat menjadi “ibu bangsa”, dengan tujuan agar dapat menumbuhkan dan menggembangkan generasi yang lebih sadar akan rasa kebangsaannya.

Aksi nyata dalam bidang sosial yakni memperjuangkan supaya Hari Ibu yang jatuh setiap tanggal 22 Desember. Hal ini dikarenakan pada tanggal 22-25

Desember 1928, para perempuan yang bergabung dalam perempuan Indonesia mengadakan kongres.28Aksi lainnya adalah memperjuangkan pensiunan bagi janda dan anaknya; memberi contoh hidup sederhana kepada masyarakat.

Di antara organisasi perempuan saat itu, organisasi Istri Sedar merupakan organisasi perempuan yang nasionalis. Organisasi ini lebih melihat situasi nyata yang dialami oleh kaum perempuan sehari-hari, pada periode ini perdagangan

27Mansour Fakih. op.cit. hal. 103.

28Atas dasar peristiwa itu, maka Presiden Soekarno kemudian menetapkan tanggal 22 Desember sebagai peringatan Hari Ibu dengan ketetapan No.316 tanggal 18 Desember 1958. Sejak penetapan itu, setiap tahun seluruh bangsa Indonesia memperingati tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu dengan maksud mengenang dan menghayati api semangat kebangkitan kaum perempuan Indonesia guna mempersatukan tekad, pikiran dan semangat dalam meningkatkan kedudukan, hak dan kewajiban. Kemudian tujuan lain adalah mengenang perjuangan kaum perempuan dalam hal berorganisasi untuk bersama dengan kaum laki-laki bahu membahu mencapai kemerdekaan.

36 perempuan29 sangat semarak. Sehingga Istri Sedar terpanggil untuk menentang aksi-aksi yang merugikan atau merendahkan derajat kaum perempuan. Dari peristiwa diatas pantas kalau istri Sedar melakukan kampanye menentang perdagangan perempuan. Kampanye yang dicanangkan diikuti oleh aksi-aksi penyelamatan gadis-gadis di kapal.

Dalam kongres yang dilaksanakan oleh Istri Sedar, disepakati dan diserukan agar kaum perempuan Indonesia terjun dalam perjuangan untuk kemerdekaan nasional.30 Pada kongres Juli 1932, organisai Istri Sedar memunculkan ide, kaum perempuan dan laki-laki bersama-sama terjun dalam perjuangan nasional.31

Keinginan untuk memperoleh kemerdekaan, mendorong organisasi perempuan untuk melakukan gerakan politik. Hal ini dapat dilihat dari tuntutan- tuntutan berkaitan dengan hak pilih perempuan yang mulai dimiliki pada tahun

1938, setelah Kongres Perempuan Indonesia (KPI II) diselenggarakan. Pemerintah

Belanda akhirnya memberikan hak pilih kepada perempuan Indonesia untuk menjadi anggota Dewan Kota (Volksraad).32 Tuntutannya adalah “Indonesia

29Menurut Dr. Anantona Gulo dalam Diskusi Dwibulanan Indonesia, Pusat Studi Sejarah Indonesiana Universitas Sanata Dharma, “Perdagangan budak perempuan di Indonesia menduduki peringkat teratas di dalam praktek perdagangan manusia. Perdagangan budak perempuan termasuk sumber penghasilan yang sangat tinggi. Makalah, Tidak diterbitkan.

30Gerakan Istri Sedar semula, berjalan menuju fase feminisme dan emansipasi (melawan dominasi kolonial dan kapitalisme). Sebagai reaksi dari dominasi pria dan kesewenangan-wenangan itu, lalu timbul perlawanan. Tujuannya tetap sama yaitu untuk kesejahteraan kaum perempuan sendiri.

31Lihat. Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 201-214.

32G. A. Ohorella. 1992. Peranan Wanita Indonesia Dalam Masa Pergerakan Nasional. Depdikbud. Jakarta. hal. 23.

37 Berparlemen” ke arah kemerdekaan bangsa. Tuntutan “Indonesia Berparlemen” selaras juga dengan tuntutan gabungan Politik Indonesia (GAPI).

Pada tahun yang sama, KPI kembali diselenggarakan di Semarang, keputusan yang dicapai dalam kongres adalah menganjurkan kepada anggota

Volksraad supaya pelajaran bahasa Indonesia menjadi pelajaran tetap di sekolah- sekolah. Namun, pada akhir masa pemerintah Belanda, perjuangan perempuan hampir mencapai hasil yang maksimal dan pada tanggal 9 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian perjuangan perempuan terhambat oleh kedatangan Jepang.

B. Zaman Jepang

Bangsa Indonesia menerima kedatangan Jepang yang mengaku sebagai

“saudara tua” bangsa Asia. Dengan semboyan: “Kemakmuran Asia Timur Raya,”

Asia untuk Asia,” dan Indonesia untuk bangsa Indonesia.33 Semboyan dan slogan anti barat yang diisukan oleh Jepang, dapat menarik hati rakyat Indonesia. Hal ini menumbuhkan simpati rakyat kepada pemerintah Jepang, sehingga rakyat memiliki harapan bahwa Jepang dapat memberikan kehidupan yang lebih baik.

Pada awal pemerintahannya, Jepang mulai membentuk pemerintahan militer didaerah-daerah pendudukan. Tujannya untuk memelihara ketertiban umum, mencari bantuan yang digunakan untuk pertahanan nasional, dan untuk kelancaran keswasembadaan militer. Jepang juga mengeluarkan aturan-aturan yang harus

33Data hasil wawancara dengan Bp. Leo Salamun, wawancara tanggal 8 November 2008, di Pringwulung Yogyakarta.

38 dijalankan oleh rakyat, untuk menyakinkan rakyat bahwa pemerintah Jepang tidak tergoyahkan.34

Jepang juga mulai menghalangi bahkan mematikan gerakan politik dan gerakan sosial yang telah dijalankan oleh organisasi perempuan, karena Jepang mulai mendirikan organisasi dengan memasukan cara-cara yang sesuai dengan fasisme Jepang, dan semua organisasi yang berdiri di masa pemerintah Belanda dinonaktifkan dan dibubarkan termasuk organisasi perempuan. Pemerintah

Jepang menghalangi bahkan mematikan gerakan sosial yang telah dijalankan oleh organisasi perempuan. Dihapusnya organisasi perempuan artinya berhenti juga kegiatan mereka dalam bidang pendidikan dan bidang sosial.

Di masa pemerintah Jepang, organisasi perempuan tidak dapat berkembang secara bebas karena diawasi secara ketat oleh tentara Jepang. selain “gerakan tiga

A” Jepang juga mendirikan mendirikan “gerakan istri tiga A”. Organisasi tersebut didirikan untuk memudahkan pengawasan-pengawasan organisasi yang dibentuk

Jepang. Tujuan kegiatan ini adalah untuk melakukan pemberantasan buta huruf, memintal benang, dan mengerakan bermacam-macam pekerjaan tangan.

Di bulan Agustus 1943, Jepang mendirikan dan menggabungkan semua organisasi perempuan di bawah payung organisasi yang dibentuk oleh Jepang,

Fujinkai35, dengan tujuan dapat menampung segala kegiatan perempuan dan

34G. A. Ohorella. loc.cit. hal. 23.

35Fujinkai berarti perempuan yang berbakti. Istri-istri pejabat harus mengalang dana dan mempersiapkan logistik untuk berperang.

39 dipakai sebagai pengerahan tenaga perempuan Indonesia untuk membantu serta mendukung perang tentara Jepang.36

Fujikai dibentuk mulai dari tingkat pusat sampai tingkat bawah. Pemimpin dari organisasi tersebut adalah istri dari kenco (bupati), dan yang menjadi anggotanya adalah gadis-gadis yang telah berumur 15 tahun keatas. Keanggotaan

Fujinkai tidak terbatas pada kaum remaja perempuan saja tetapi kaum perempuan yang sudah keluarga. Kaum perempuan khususnya yang masih remaja dilatih untuk hidup sederhana seperti prajurit dan mempelajari tata karma dan dijadikan pelayan.37

Fujinkai memiliki tugas pokok seperti; membantu garis depan dan memperkuat garis belakang. Bantuan yang diberikan di garis depan berupa, latihan pekerjaan palang merah, penggunaan senjata, penyelenggaraan dapur umum, dan menyediakan keperluan serdadu seperti membuat kaus kaki, dan mencukupi keperluan yang berhubungan dengan perang. Sementara untuk memperkuat garis belakang, adalah melakukan peluasan penanaman dan pembiakan hewan untuk dijadikan bahan makanan.

Dilarangnya organisasi perempuan oleh Jepang tidak mematahkan semangat juang kaum perempuan. Dalam situasi tersebut organisasi perempuan memanfaatkan organisasi yang dibentuk oleh Jepang untuk dapat melebur

36Sihombing, O.D.P. 1962. Pemuda Indonesia Menantang Fasisme Jepang. Sinar Jaya. Jakarta. hal. 127.

37Sagimun M.D. 1989. Mas Trip dari Brigade Pertempuran ke Brigade Pembangunan. Bina Aksara. Jakarta. hal. 57. Baca juga Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 167.

40 keseluruh pelosok-pelosok untuk mengajar rakyat membaca dan menulis.38

Keterlibatan kaum perempuan tentu bukan untuk kepentingan Jepang tetapi juga untuk kepentingan kemerdekaan Indonesia. Namun, gerakan perempuan pada masa ini lebih bersifat ke dalam (internal) untuk memperbaiki diri dan melahirkan sejumlah konsep agar gerakan perempuan yang bersifat egaliter.39

Ditengah situasi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, kaum perempuan juga harus berjuang untuk menghapus poligami. Bagi perempuan poligami sebagai penghinaan terhadap kaum perempuan. Oleh karena itu, banyak kaum perempuan ikut ambil bagian untuk terjun kepelosok mengajar rakyat membaca dan menulis serta aktif berjuang melawan penjajah.40

Fujinkai melakukan kegiatan domestik41 untuk membantu kegiatan kaum laki-laki dalam konteks perang.42 Anggota Fujinkai harus mempropangandakan cita-cita Jepang yaitu “Asia Raya” di bawah pimpinan Dai Nippon dan ruang gerak perempuan dalam hal ini sangat dibatasi. Fujinkai adalah salah satu di

38Keterlibatan kaum perempuan terkait program yang dicanangkan oleh Jepang yaitu melancarkan pemberantasan buta huruf bagi rakyat Indonesia.

39Fauzie Ridjal. op.cit. hal. 103.

40Sepuluh Windu perjuangan Wanita Indonesia setelah Kartini: keterlibatan perempuan dalam mengajari rakyat membaca dengan maksud agar dengan bisa membaca dan menulis, kaum perempuan sadar bahwa poligami merugikan kaum perempuan, sehingga bisa diharapkan kaum perempuan melawan poligami yang merugikan tersebut. Bentuk perlawanan perempuan terhadap poligami dengan diajarkannya kaum perempuan baca dan tulis.

41Domestik, dari kata Domus yang artinya rumah. Domestik berarti kegiatan yang dilakukan diseputar rumah misalnya mendidik dan merawat.

42Fauzie Ridjal. op.cit. hal. 106.

41 antara organisasi yang digunakan Jepang untuk mengerahkan rakyat Indonesia untuk bekerja secara “suka-rela” demi kemenangan Jepang.

Pada zaman Jepang, hak politik perempuan dirampas, keadaan ekonomi sangat parah, penyakit merajalela. Namun, kaum perempuan yang masuk Fujinkai masih berpengharapan, bahwa melalui wadah tersebut, mereka dapat bergaul satu sama lain, sehingga jiwa pejuang dan semangat nasionalisme masih bisa dipertahankan, mereka tetap membangun komunikasi. Pelaksanaan perjuangan zaman Jepang begitu susah, karena sistem fasisme, kediktatoran dan kekerasan

Jepang yang harus mereka alami.

Suatu penghiburan bagi organisasi perempuan di mana, Jepang menghapus stratifikasi rasial dan sosial dalam penyelenggaraan pendidikan. Adanya demokrasi pendidikan dalam arti semua warga negara mendapat kesempatan dan mempunyai hak yang sama untuk sekolah.43

C. Zaman Pasca Proklamasi

Sesudah Jepang kalah, dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945, memberikan kesempatan lebih luas bagi kaum perempuan untuk lebih maju ke depan membela negara secara nyata. Masa menjelang kemerdekaan, perempuan juga aktif di medan perang serta, terlibat dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha

Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Perjuangan perempuan bergerak ikut serta

43 . 1984. Perjuangan Wanita Indonesia Sepuluh Windu Setelah Kartini 1904-1984. op.cit. hal. 76.

42 dengan kaum laki-laki,44 bekerjasama serta berjuang bersama kaum laki-laki untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Organisasi-organisasi perempuan pada umumnya mengutamakan usaha- usaha perjuangan. Keterlibatan perempuan dalam revolusi fisik, terutama di front belakang, sebagai juru rawat, penyelenggara dapur umum, pos-pos palang merah, di garis depan, di medan pertempuran, melakukan kegiatan intel, jadi kurir, menyediakan dan mengirimkan makanan ke garis depan, merawat para pengungsi.45

Revolusi Agustus 1945 mendobrak ikatan-ikatan adat dan tradisi yang sebelumnya menghambat gerak maju perempuan. Penderitaan dan penghinaan selama penjajahan sudah cukup berat, dan kini, sewaktu revolusi urusan-urusan yang tidak pokok tidak dihiraukan lagi. Seluruh rakyat merasa terpanggil untuk ikut berjuang membela dan mempertahankan kemerdekaan.

Komunikasi yang telah dibangun zaman Jepang, bisa mempermudah kaum perempuan, untuk mengarahkan tenaga guna kepentingan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Rakyat, pedagang kecil, kaum buruh, kaum tani, dikerahkan oleh perempuan untuk menyiapkan makanan, obat-obatan, tempat perlindungan.

Pada Perang Kemerdekaan I dan Perang Kemerdekaan II, keadaan politik dan ekonomi di Indonesia semakin memburuk. Perempuan merupakan korban

44Lihat Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi, op.cit. hal. 75.

45Ibid.

43 pertama yang sangat merasakan dampak dari keadaan krisis tersebut. Oleh karena itu perempuan terpanggil untuk ikut berjuang dan mempertahankan kemerdekaan.

Dalam kesibukan revolusi fisik pergerakan perempuan berbenah diri menggalang persatuan yang kuat. Setelah Fujinkai dibubarkan, dan masing- masing daerah membentuk organisasi perempuan yang baru dan bebas seperti

PERWANI (Persatuan Wanita Indonesia) dan WANI (Wanita Negara Indonesia).

PERWANI dan WANI menyelenggarakan Kongres pertama kali diadakan oleh perempuan setelah proklamasi di Klaten pada bulan Desember 1945. Maksud dari kongres tersebut adalah mempersatukan ideologi dan membentuk badan persatuan. Perwani dan Wani dilebur menjadi badan fusi dengan nama Persatuan

Wanita Republik Indonesia (PERWARI). Untuk merealisasikan cita-cita di atas, dibentuklah dapur umum untuk tujuan kemerdekaan, di dalamnya kaum perempuan memainkan peranan penting dalam membangun jalur komunikasi antara perbagai satuan gerilya.46

D. Gerakan Perempuan Tahun 1946

Setelah Indonesia merdeka, partai-partai politik didirikan, sejumlah perempuan masuk dalam dunia politik lewat partai-partai politik yang ada.

Aktivitas para perempuan langsung sangat menonjol, misalnya dengan mendirikan organisasi bagi perempuan di bawah payung partai-partai tersebut. Perempuan juga tidak mau ketinggalan membela kemerdekaan tanah air. Lahirnya organisasi- organisasi perempuan Indonesia pada awalnya hanya untuk kepentingan kaum

46Lihat Perjuangan Wanita Indonesia Sepuluh Windu Setelah Kartini 1904-1984. op.cit. hal. 80-90.

44 perempuan, yaitu dapat mengembangkan ketrampilan, bisa tulis dan membaca.

Pada masa setelah perjuangan bersenjata, organisasi merupakan wadah dalam memperjuangkan cita-cita, wadah untuk dapat menampung gerakan dalam melancarkan perjuangan. Oleh karena itu, perempuan ikut serta dalam perjuangan bersenjata berusaha membangun suatu organisasi perempuan yang revolusioner.

Sejak kemerdekaan Indonesia, organisasi perempuan menyelenggarakan

Kongres Wanita Indonesia Desember 1945 dan mendirikan badan gabungan yang diberi nama KOWANI. Program pokoknya adalah pendidikan, sosial dan ekonomi. Kongres II, III, bertujuan untuk lebih mengkonsolidir dan mengkordinir tenaga perempuan daam perjuangan tanpa melalaikan tugas pokok sebagai pendidik anak kandung dan anak rakyat.47

KOWANI mengadakan kongres IV dengan keputusan: melakukan aksi keluar yaitu memelihara hubungan dengan luar negeri; mendirikan badan-badan yang bersifat otonom, misalnya mengurus hukum perkawinan dan hak perempuan, serta masalah buruh perempuan.48

Kongres KOWANI di Solo tahun 1946, Kongres Wanita Indonesia dibentuk sebagai suatu badan federasi dari semua organisasi perempuan untuk menyokong kemerdekaan bangsa Indonesia sehingga dibentuklah berbagai organisasi-organisasi perempuan. Munculnya sejumlah laskar bersenjata yang angotanya para perempuan, seperti Laskar Putri Indonesia (LPI) di Surakarta,

Pusat tenaga Perjuangan Wanita Indonesia (PTPWI), Persatuan Wanita Indonesia

47Ibid. hal. 77-78.

48Ibid. hal. 107.

45 (PERWARI), yang terbentuk setelah bubarnya Fujinkai, Wanita Negara di

Indonesia (Wani), Laskar Wanita Indonesia (Laswi), serta terbentuknya Wanita

Pembantu Perjuangan (WPP) di Yogyakarta.49

Pada bulan Februari lahirlah Badan Kongres Wanita Indonesia (KOWANI).

Juni 1946 Kongres Wanita Indonesia Ke V di Madiun, diputuskan untuk mengadakan hubungan dengan luar negeri dengan menjadi anggota Women's

International Democratic Federation (WIDF). Dijiwai oleh tekad untuk ikut serta dalam pembangunan jaringan kerjasama Internasional untuk mendukung pergerakan wanita. Selanjutnya menyusun program-program kerja, meliputi bidang pembelaan negara, bidang-bidang sosial, politik, pendidikan, sesuai dengan derap perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan republik.

Pertemuan antar organisasi dalam sekian kongres perempuan memungkinkan perempuan memperluas imajinasi mereka tentang perempuan dan wujud baru bernama bangsa. Kebangkitan gerakan nasionalis anti kolonial membuka jalan bagi perempuan untuk keluar rumah, menyatakan pendapat secara terbuka, dan berorganisasi.

Sesudah kemerdekaan perjuangan perempuan terfokus pada dua pokok persoalan yakni: merebut kemerdekaan dari Belanda; serta masalah poligami.

Poligami50 merupakan salah satu masalah sentral gerakan perempuan dan merupakan faktor pemicu pecahnya dan melemahnya persatuan gerakan

49Fauzie Ridjal (ed). op.cit. hal. 103.

50Poligami: seorang laki-laki memiliki dua istri atau lebih dari satu. Sejak zaman Kartini kaum perempuan sudah memperjuangkan masalah tersebut, tetapi sampai saat ini masalah poligami belum terpecahkan.

46 perempuan. Pihak yang tetap meneruskan perjuangan anti-poligimi, terutama

PERWARI, sedangkan ada organisasi lain menganggap poligami tidak terlalu penting sehingga perlu diabaikan.

Namun, pemerintah tetap mendorong perempuan untuk giat berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan. Melalui, buku “Sarinah” 1947 karya , buku ini sebagai persembahan pemikiran bagi posisi perempuan dalam masyarakat, sebuah bentuk dukungan kebebasan sosial politik perempuan. Masa di mana menjamurnya partai politik, perempuan mempopulerkan isu-isu perjuangan perempuan dan peta gerakan perempuan di dunia.

Dalam buku Sarinah, Soekarno mengatakan bahwa pada suatu masa kaum perempuanlah yang mengemudi masyarakat, kaum perempuanlah yang berkuasa, kaum perempuanlah yang mengepalai peperangan, kaum perempuanlah yang memanggul senjata, kaum perempuanlah yang mengorbankan jiwanya guna sejarah.51

Soekarno merupakan tokoh politik utama pada zaman itu. Ia menguraikan pandangannya tentang perempuan. Menurut Soekarno, perjuangan perempuan dibagi dalam tiga tingkatan. Tingkat pertama, merupakan perjuangan untuk memperbaiki kehidupan perempuan. Tingkat kedua, adalah perjuangan feminisme yang memperjuangkan persamaan hak dengan kaum laki-laki, sedangkan tingkat ketiga adalah mengenai perjuangan sosial, di mana perempuan dan laki-laki

51Soekarno. 1951. Sarinah., Kewajiban Wanita Dalam Perjoangan Republik Indonesia. Cetak II. Yayasan Pembangunan. Jakarta. hal. 30.

47 berjuang bahu-membahu untuk saling membantu untuk memperbaiki kehidupan.52

Dengan adanya partisipasi perempuan berarti mempercepat sosialisme.

Sebaliknya kaum laki-laki harus sadar, bahwa mereka tidak dapat berhasil tanpa kaum perempuan. Soekarno mengajak laki-laki agar menjadikan perempuan sebagai partner.

52Ibid. hal. 157.

48 BAB III

GERWANI PELOPOR GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA

A. Pendahuluan

Revolusi sosial disikapi oleh bangsa Indonesia dengan berbagai macam cara.

Tidak ketinggalan juga kaum perempuan ingin terlibat mewarnai revolusi sosial dengan melakukan perlawanan dengan cara membentuk organisasi-organisasi, untuk mengangkat kondisi kaum tertindas dan kaum terpinggir.

Diakui bahwa organisasi perempuan awalnya muncul dengan sifat keagamaan maupun kedaerahan, sehingga dalam perkembangannya lebih mengutamakan kelompoknya sendiri. Demikian juga Gerwani tumbuh dalam revolusi sosial, untuk melawan kaum elit53 Indonesia dan untuk mengubah cara berpikir, cara berelasi, dan cara berproduksi serta ingin memberdayakan rakyat khususnya kaum perempuan.

Gerakan perempuan diliputi semangat yang kuat untuk mengadakan perbaikan dalam masyarakat dipelbagai bidang, seperti pendidikan, dan sosial, yang disebut dengan gerakan sosial.54 Dibidang pendidikan memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan dan dibidang sosial perempuan ingin keadilan bagi perempuan terutama hak-hak perempuan55; perempuan ingin melawan

53Kaum elit Indonesia: (elit politik, elit ekonomi dan elit agama) semuanya adalah kaum laki-laki.

54Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal 73-75.

55Yang di maksud dengan hak-hak perempuan di sini antara lain hak untuk mendapatkan upah yang sama, hak yang sama dalam hal mengajukan perceraian.

49 pemilik modal serta ingin melawan adat istiadat yang tidak berpihak pada perempuan56. Gerakan sosial ditujukan untuk meningkatkan perikemanusiaan, harkat dan martabat, pengentasan kemiskinan maupun penindasan.

Perempuan dianggap unsur penting sebagai pendidik generasi muda.57

Karena pendidikan pertama-tama diterima oleh seorang anak dari dalam rumah, dan disamping itu generasi muda khususnya perempuan kurang mendapatkan pendidikan seperti layaknya kaum laki-laki. Maka, organisasi perempuan dibentuk pertama-tama untuk memperjuangkan kepentingan perempuan sekaligus untuk melawan adat istiadat yang mendiskriminasikan perempuan dan untuk mendukung perjuangan bangsa dalam memperoleh kemerdekaan. Pada dasarnya masing-masing organisasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu menghapus ketidakadilan.

Gerakan perempuan disatukan oleh kepentingan bersama, serta basis solidaritas bersama. Kepentingan bersama yaitu menuntut pendidikan bagi kaum perempuan, sedangkan bentuk solidaritas adalah melawan segala bentuk ketidakaldilan yang dialami oleh kaum perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Perjuangan perempuan pada periode ini muncul dari sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama serta dilandasi ikatan solidaritas untuk membawa perubahan melalui tindakan sosial58 terhadap otoritas pemerintah59.

56Konteks organisator Gerwani dan hubungannya dengan Partai komunis Indonesia dan ciri komunisme.

57Catharina Nanik Purwoko. op.cit. hal. 44

58Tindakan sosial yaitu kerjasama antar organisasi untuk melakukan demontrasi, membuka tempat-tempat kursus bagi perempuan.

50 Dalam masa gerakan sosial60, perempuan telah mengambil bagian dalam berbagai bentuk tindakan, misalnya, Pemberantasan Buta Huruf (PBH) dengan membuka sekolah; membuka tempat-tempat kursus; demontrasi hingga lobi ke legislatif atau melakukan tindakan-tindakan simbolis misalnya mogok makan atau mengikat kepala dengan kain.61 Akibat adanya gerakan sosial, perempuan akan melek huruf dan memiliki keterampilan; masyarakat berpendidikan dan kesejahteraan; pemerintah lebih memperhatikan kepentingan rakyat. Tetapi kemudian gerakan-gerakan sosial semakin menjadi sarana bersama untuk membawa perubahan.

B. Sejarah Lahirnya Gerakan Wanita Indonesia (GERWANI)

B.1. Istri Sedar

Istri Sedar didirikan pada tanggal 22 Maret 1930 oleh Nn. Soedimah (Ny.

Asraroedin), Nn. Djoehaeni (Ny.Maskoen Soemadiredjo) dan Ny. Suzanna

Hamdani. Ketiga tokoh tersebut adalah mantan anggota pimpinan perkumpulan

“Putri Indonesia”. Mereka terpanggil untuk menyadari kaum perempuan akan ketertindasan yang diakibatkan oleh cengkraman imperialisme Belanda. Istri

59Otoritas atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak disetujui Gerwani adalah keberpihakan pemerintah pada pemilik modal; pemerintah tidak menurunkan harga bahan pangan; pembuatan undang-undang yang menguntungkan para pemilik modah dan kaum laki-laki.

60Gerakan sosial cenderung berpikir bahwa gerakan sosial muncul terjadi kalau masyarakat kecewa terhadap ketidakadilan dan memutuskan tindakan tertentu untuk menyelesaikannya. Gerakan sosial dilandasi oleh keadaan ketidakadilan.

61Kekuatan Politik Pengibuan. Kompas, Jumat. 8 Mei 2009.

51 Sedar menyatakan diri ingin meningkatkan status perempuan Indonesia melalui perjuangan kemerdekaan.62 Ide dasarnya adalah bahwa tidak akan ada persamaan hak antara laki-laki dan perempuan bila tidak ada kemerdekaan.63

“… Istri Sedar merupakan perkumpulan yang menuju pada kesadaran perempuan Indonesia dan derajat hidup Indonesia, untuk melekaskan dan menyempurnakan kemerdekaan.”64

Agar supaya bebas dari genggaman kolonial, maka tenaga perempuan diperlukan untuk bekerjasama dan berjalan beriringan dengan kaum laki-laki demi memperjuangkan kemerdekaan nusa dan bangsa serta dalam pembangunan bangsa.65 Tujuan utama Istri Sedar untuk menyadarkan kaum perempuan, dengan memperhatikan tugas perempuan, seperti memberi pengajaran apa saja untuk perempuan dengan tujuan agar perempuan kuat dan matang berjuang di bidang politik bersama kaum laki-laki serta mencoba mengubah paradigma66 umum. Di atas semua ini yang terpenting supaya kaum perempuan tidak menghalangi kaum laki-laki bila terjun dalam aktivitas perjuangan politik. Disarankan juga agar perempuan langsung ikut serta dalam perjuangan politik suaminya. Lebih penting

62 Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal 131.

63Lihat Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 206.

64A.K. Pringgodigdo SH. 1980. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta. hal. 172.

65Ibid. hal. 174.

66Paradigma umum, di mana kaum perempuan dianggap sebagai anggota masyarakat yang tidak lebih rendah dari kaum pria

52 lagi artinya, kaum perempuan sendiri mengambil inisiatif dan menjadi pelopor atau pemimpin dari satu gerakan masa politik.67

Dalam proses pertumbuhannya, Istri Sedar merumuskan Anggaran Dasar

(AD).68 Di dalam AD, Istri sedar menekankan bahwa dalam diri setiap anggota harus memiliki jiwa nasionalis yang berpihak pada rakyat, bersikap netral, dan harus percaya diri serta berjiwa nasional.

Dalam mewujudkan AD, Istri Sedar mulai menyelidiki dan memperhatikan masalah perempuan dengan memberikan pendidikan kepada perempuan berdasarkan semangat nasionalis dan semangat kerakyatan, mendorong perempuan untuk bisa hidup mandiri; mengadakan kursus-kursus; diterbitkan juga majalah perempuan untuk pengembangkan diri perempuan.

Perhatian utama Istri Sedar adalah persoalan perempuan serta keinginan untuk melawan realitas sosial yang merendahkan derajat kaum perempuan.

Keadaan perempuan di tengah kehidupan bermasyarakat, yakni; sulit mencari nafkah, adanya perbedaan upah, mayoritas buta huruf, rendahnya pendidikan anak perempuan, permaduan, kawin paksa, kasus perceraian yang tidak adil. Untuk mengatasi realitas tersebut, maka kaum perempuan pertama-tama diberi pendidikan, diberi kursus-kursus, dan arisan. Disamping itu, kaum perempuan

67., Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. loc.cit. hal. 206.

68Anggaran Dasar: “Perhimpoenan Istri Sedar menoedjoe pada kesadaran perempoean Indonesia dan pada deradjat dan penghargaan sama, antara perempoean dan laki-laki, didalam pergaoelan hidoep di Indonesia oentoek mempertjepat memperoleh Indonesia merdeka. Oentoek mentjapai toejoean ini dirumuskan sebagai dasar: (1). Kenasionalan jang sedalam-dalamnya, (2). Kepertjajaan pada diri sendiri, (3). Kerakjatan jang seloeas-loeasnya, (4). Kenetralan terhadap (tidak memihak) pada agama apapoen”. Lihat. Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. hal. 207.

53 diajak untuk hidup mandiri dan diharapkan bisa mencari solusi atas setiap problem yang dihadapinya.69

Pergerakan perempuan Indonesia bukan hanya untuk menuntut hak dan persamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki saja, tetapi memikul kewajiban mengobarkan perasaan kemerdekaan dan kemanusiaan pada kaum perempuan, guna bekerja untuk rakyat dan tanah air.

Bersandar pada pokok pikiran “percaya pada kekuatan sendiri” Istri Sedar bergerak terus, bersikap netral, tidak berafiliasi dengan salah satu organisasi. Asas dan tujuan organisasi Istri Sedar tahun 1945 disesuaikan dengan keadaan kemerdekaan, dengan berpedoman pada falsafah negara Pancasila dan Undang- undang Dasar 1945. Tujuannya adalah70: (a) meningkatkan kesadaran perempuan akan kedudukannya dalam hukum dan masyarakat, serta pada pelaksanaan hak, derajat dan penghargaan sama antara perempuan dan laki-laki dalam pergaulan hidup di Indonesia.(b).Tercapainya masyarakat yang adil, makmur dan sentosa.

Isteri Sedar merupakan organisasi perempuan yang paling radikal, serta tidak mau berkompromi mengenai masalah-masalah poligami dan perceraian. Hal ini yang menimbulkan perbedaan mendalam di antara organisasi-organisasi perempuan Islam dan organisasi lainnya.71

Isteri Sedar merupakan satu-satunya organisasi yang secara terbuka dan sistematis mengecam politik pemerintah kolonial Belanda, dan memberi perhatian

69 A.K. Pringgodigdo. op.cit. hal. 175-180.

70 ., Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 211-214.

71A.K. Pringgodigdo. op.cit. hal. 176-180.

54 pada perjuangan anti-kapitalisme. Misalnya, pada kongresnya tahun 1932, dalam mana Sukarno yang di kemudian hari menjadi presiden mengucapkan pidatonya yang berjudul "Gerakan Politik dan Emansipasi Perempuan," Isteri Sedar menyatakan bahwa perempuan Indonesia harus memainkan peranan aktif di bidang politik oleh karena "hanya Indonesia yang merdeka oleh usaha besar- besaran kaum laki-laki dan perempuan yang bersatu padu yang akan sanggup memberikan persamaan hak dan tindakan kepada rakyat Indonesia."72

B.2. Latar Belakang Lahirnya Gerakan Wanita Indonesia Sedar (GERWIS)

Gerwis didirikan oleh mantan gerilyawan perempuan pada 4 juni 1950, dengan cita-cita mengajak dan menyadarkan perjuangan menuju Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Organisasi ini lebih banyak menjangkau rakyat pedesaan.

Dari segi ideologi, Gerwis merupakan kelanjutan dari Isteri Sedar. Pada masa setelah perjuangan bersenjata tahun 1945-1950, sebagian perempuan tidak puas dengan organisasi-organisasi perempuan yang ada. Dalam pandangan mereka, organisasi yang ada gerakannya sangat monoton dan tanpa resiko. Rasa tidak puas itu disebabkan oleh beberapa faktor:

1) Kebanyakan organisasi perempuan73 gerakannya terbatas pada persoalan

mengenai perempuan, sehingga hanya terfokus pada hak-hak perempuan,

serta kurang tergerak untuk membela perempuan dalam kehidupan sehari-

72Ibid. hal. 174-177.

73Organisasi perempuan yang ada, seperti Perwari, Wanita Sosialis Wanita Demokrat Aisyah, Muslimat NU.

55 hari, umpamanya: kasus perkosaan, poligami dan perkawinan di bawah

umur.

2) Walaupun kaum perempuan aktif dalam memperjuangkan reform undang-

undang perkawinan, tetapi dalam kenyataannya kurang berani melawan

secara terang-terangan atas kasus perkosaan, permaduan dan perkawinan

dibawah umur. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan organisasi perempuan

yang ada bernaung di bawah payung agama khususnya agama Islam,

sehingga mereka tidak berani menentang dan menerima keadaan tersebut

karena merupakan ajaran agama.74.

3) Organisasi perempuan yang ada pada waktu itu kurang mau berjuang demi

kepentingan rakyat miskin dan perempuan pedesaan. 75

4) Masing-masing organisasi mempunyai program pendidikan, serta masing-

masing mendirikan sekolah-sekolah umum. Hal ini baik, namun bila terjadi

hal-hal yang perlu diperjuangkan secara politik mereka tidak mau. Mereka

membatasi diri pada pada persoalan sosial, seperti soal pendidikan,76 tidak

ada aksi dan gerakan yang bersifat nasional secara bersama karena masing-

masing sibuk dengan urusan organisasinya sendiri-sendiri dan puas dengan

kegiatan yang sudah ada.

5) Tidak mau membicarakan, apalagi mengadakan aksi menentang ijon di

desa-desa, lintah darat, upah menuai padi yang sangat rendah, dan banyak

74Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 233

75Ibid. hal. 294.

76Ibid.

56 problem kehidupan di desa dalam kehidupan perempuan buruh tani yang

sangat miskin.77

Sementara realitas dimasyarakat, banyak terjadi ketidakadilan yang disebabkan oleh perbuatan tuan tanah atau para pemilik modal. Adanya sistem ijon78 di desa-desa; problem buruh tani di pedesaan; serta upah buruh yang sangat rendah, membuat rakyat miskin semakin menderita. Persoalan demi persoalan dialami oleh rakyat miskin tetapi organisasi perempuan tidak membela kasus- kasus tersebut.

Dengan mengacu pada permasalah organisasi perempuan yaitu, hanya berputar pada masalah keterampilan, maka organisasi perempuan tidak akan berkembang. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka sebagian perempuan mulai sadar untuk diajak lebih maju. Mereka membentuk suatu organisasi baru. Dengan suatu keyakian bahwa, organisasi yang baru dapat membantu perempuan keluar dari kemelut penindasan dan dapat membantu masyarakat.

Para perintis Gerwis memiliki cita-cita berjuang untuk kemerdekaan bagi bangsa. Mereka berjuang untuk menolak dan mengakhiri berbagai praktek-praktek feodalisme.

77Hikmah Diniah. op.cit. hal.87-88.

78Sistem Ijon, dari kata ijo artinya muda. Sistem Ijon adalah sistem di mana para petani meminjamkan uang pada pemilik modal dengan jaminan padi yang masih ijo. Sistem ini sangat merugikan para petani, karena kalau gagal panen petani harus mengembalikan padi panen 2X lipat. Selama padi masih ijo sampai kuning petani kerja gratis. Dengan sistem ini, pemilik modal semakin kaya sedangkan petani semakin miskin, kalau gagal panen terus menerus maka, pada akhirnya petani harus menjual tanahnya dengan gratis ke pemilik modal.

57 B.2.1. Keanggotaan Gerwis

Atas dasar pengalaman diatas, maka berkumpulah enam orang mewakili perempuan se-pulau Jawa di Semarang, keenam perempuan ini membawa misi dan tujuan untuk meleburkan organisasi-organisasi masing-masing kedalam satu wadah tunggal yakni Gerakan Wanita Indonesia Sedar (GERWIS). Mereka membentuk wadah yang bernama organisasi dan sering pula menjadikan wadah tersebut sebagai tempat untuk mengaktualisasikan dirinya. Keenam organisasi tersebut adalah:79 (1).Rukun Putri Indonesia (Rupindo) Semarang, (2). Persatuan

Wanita Sedar dari , (3). Persatuan Wanita Sedar , (4). Gerakan

Wanita Indonesia (Gerwindo) dari Kediri, (5). Wanita Madura dari Madura, (6).

Pejuang Putri Indonesia dari Pasuruan.80

Keenam tokoh organisasi ini menjadi pelopor berdirinya Gerwis atau

Gerwani. Mereka mempunyai latar belakang sosial yang berbeda-beda, tetapi sama-sama terjun di tengah pergerakan nasional. Sebelumnya, ada diantara mereka ikut berjuang dalam satuan gerilya melawan Jepang dan Belanda.

Beberapa orang tokohnya bergerak dibawa tanah dan memiliki semangat komunis, mereka juga sudah terlibat politik nasional. Para tokoh Gerwis selama bertahun-tahun ikut dalam kanah perang kemerdekaan, misalnya S.K.Trimurti,81

79 , 1995. Bahaya Laten Komunis di Indonesia jilid III, Konsolidasi dan Infiltrasi PKI 1950-1959. Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI. Jakarta. hal. 66.

80Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 283.

81 . Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 74-75.

58 adalah anggota Partindo serta giat dalam organisasi perempuan.82 Salawati Daud

Walikota Makasar; aktif di PPI (pasukan bersenjata), aktif membantu revolusi dengan mengorganisasi berbagai dapur umum serta layanan kesehatan bagi pejuang yang ada di garis revolusi. Tokoh-tokoh yang berjiwa sosialis inilah mempengaruhi gerak organisasi Gerwis.

Dengan bergabungnya keenam tokoh, berarti bergabung juga keenam organisasi yang sama-sama mempunyai misi bagi kebebasan kaum tertindas.

Gerwis tumbuh dalam situasi yang sangat sulit ketika Negara sedang menata bangunan infrastruktur setelah kemelut perjuangan bersenjata melawan kolonialisme.

TABEL 1 Keanggotaan Gerwis Tahun 1950-1954 Tahun Jumlah Anggota Keterangan 1950 6 orang Utusan dari 6 organisasi 1951 6.000 195283 4.000 Pekerjaan dikalangan massa sudah dimulai 195384 7.01685 1954 80000 203 cabang di seluruh Indonesia Sumber: Tanpa Nama. 1995. Bahaya Laten Komunis di Indonesia, Jilid III. Konsolidasi dan Infiltrasi PKI 1950-1959, Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, Jakarta.

Dari data table di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa keanggotaan

Gerwis bermula dari enam orang utusan dari enam organisasi perempuan,

82Hikmah Diniah. op.cit. hal. 86-96.

83Masuknya Istri buruh kereta api (IBKA) berikut 10 cabang yang ada di Jawa serta 4.000 anggota IBKA

84Masuknya Organisasi Perwin (Persatuan Wanita Indonesia Dari Manado) serta Indikasi bahwa pekejaan dikalangan massa sudah mulai.

85Anggota Gerwani di Jawa Tengah

59 berkembang mencapai 80.000 orang anggota. Laju pertumbuhan Gerwis dari tahun 1950 hingga 1954 semakin cepat dan bertambah banyak. Dari tabel dapat dilihat bahwa Gerwis diminati dan memiliki daya tarik dan dikarenakan aksi-aksi

Gerwis sangat relevan dengan kebutuhan rakyat, sehingga mampu menarik kaum perempuan. Selain karena daya pesona kegiatan organisasi, juga merupakan hasil kerja keras para kader-kader. Perkembangan ini bukan merupakan suatu perkembangan yang patut dibanggakan, karena para anggota atau kader-kader

Gerwani masih terbatas pada kaum perempuan yang sadar dan sifatnya terbatas, dan disadari pula bahwa Gerwis belum menarik perempuan dari kalangan masa.86

Namun, Gerwis yang masih menjadi organisasi mudah masih sibuk membenah diri dan membangun cabang-cabang di seluruh pulau Jawa dan di luar Jawa.

Gerwis, sebagai organisasi perempuan revolusioner yang segera mendapat sambutan hangat, terutama didesa-desa, dan cepat berkembang diseluruh nusantara.

B.2.2. Kegiatan Gerwis

Pada awal berdirinya Gerwis hanya membuat dan melaksanakan program perjuangan yang sangat sederhana yakni “membuat kaum perempuan menjadi sadar politik” dengan tujuan mendekati kaum perempuan yang miskin. Bentuk kegiatannya antara lain: anjangsana; ceramah; dan pertemuan-pertemuan rutin, seperti rapat dan arisan. Didirikannya 52 tempat kursus-kursus keterampilan dan kursus pemberantasan buta huruf; 29 kursus bagi penyadang cacat dan; 17 tempat kursus bagi kader-kader serta didirikannya 8 sekolah Taman Kanak-kanank (TK

86Hikmah Diniah. op.cit. hal. 167.

60 Melati).87 Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Gerwis sangat sederhana tetapi mampu menjawab kebutuhan rakyat khususnya kaum perempuan.

Sejak awal Gerwis merupakan organisai perempuan yang paling aktif di bidang politik nasional. Sebagai bukti mereka aktif dalam politik nasional adalah, mengeluarkan pernyataan menentang “unsur -unsur reaksioner”, mencurahkan perhatian pada masalah pendidikan dan melek huruf dengan membuka sekolah dan kursus-kursus, memperjuangkan undang-undang perkawinan, dan memperjuangkan Hari Perempuan 8 Maret sebagai hari solidaritas perempuan

Indonesia.

Dalam situasi demikian Gerwis menempuh tiga medan perjuangan yaitu:

(a) Medan politik: menghadapi unsur-unsur “reaksioner” antara lain yang telah

mengorganisasi peristiwa 17 Oktober 1952. Melawan kebijakan

pemerintah yang membiarkan para pemilik perkebunan asing serta terlalu

lunak terhadap modal asing, sehingga kaum perempuan menderita.88

(b) Medan perempuan: melawan peraturan pemerintah no.19 dan menyokong

perjuangan Undang-undang Perkawinan yang demokratis.

(c) Perjuangan daerah: di daerah-daerah Gerwis terlibat berjuang bersama

gerakan tani untuk melawan usaha pemerintah yang akan mengusir petani-

petani miskin yang menempati bekas tanah perkebunan yang telah mereka

garap.

87Fransisca Ria Susanti. 2007. Kembang-kembang Gender. Jejak. Wangun Pritinka. Yogyakarta. hal. 135-138.

88Saskia Eleonora Weiringa. op.cit. hal. 295.

61 Dalam mewujudkan ketiga medan perjuangan di atas Gerwis sangat aktif mengumpulkan massa untuk melawan kebijakan pemerintah melalui aksi-aksi demontrasi bersama-sama. Kemajemukan persoalan hidup yang ada ditengah kehidupan masyarakat mendorong Gerwis mengembangkan diri ke dalam kegiatan yang lebih bermakna dan berguna bagi banyak orang. Gerwis juga memperketat pengawasan terhadap keresahan sosial yang terus terjadi.

B.3. Lahirnya GERWANI89

Pada tahun 1954, ketika Gerwis menyelenggarakan kongres II, Gerwis ingin lebih menarik anggota organisasi dari kalangan massa dan ingin lebih feminis.

Sejalan dengan politik partai golongan kiri saat itu, Gerwis memutuskan untuk lebih berencana menarik kaum perempuan dari kalangan massa. Sebagai simbol untuk keputusan kongres, nama organisasi diubah menjadi Gerwani.90

Perubahan Gerwis menjadi Gerwani adalah perubahan mendasar format organisasi, dari sebuah organisasi kader menjadi organisasi yang menggalang massa perempuan seluas-luasnya. Hal ini berarti Gerwani menjadikan organisasinya sebagai wadah pendidikan massa. Perumusan format seperti ini didasarkan pada cita-cita dan tanggungjawab untuk membangun suatu gerakan perempuan yang membela hak perempuan dan anak. Sedangkan lingkup

89Gerwani merupakan kelanjutan dari berasal dari Organisasi Wanita Indonesia Sedar (Gerwis).

90Pada awalnya Gerwani ketika masih Gerwis lebih pada pendidikan kader dan ini disadar bahwa garis kader membuat Gerwani tidak berkembang, oleh karena itu, Gerwani pada tahun 1954 juga mengadakan rekrumen berbasis massa dan menggalang kekuatan massa. Di garis massa keanggotaan Gerwani semakin berkembang.

62 perjuangannya tetap melanjutkan apa yang telah diprogramkan Gerwis, yakni berjuang pada tiga medan.

Faktor-faktor yang mendorong adanya perubahan organisasi kader ke organisasi massa: pertama, jumlah anggota yang kurang berkembang dan terbatas pada golongan menengah keatas; kedua, tujuan awal berdirinya Gerwani untuk mendekati kaum perempuan tani, buruh dan miskin, namun dalam parkteknya hal ini tidak terwujud karena status sosial anggota dari golongan menengah keatas sehingga menyulitkan mereka dalam mendekati kaum perempuan di masyarakat.

Sesuai dengan hasil yang disepakati dan diputuskan pada Kongres II, untuk mengubah arah tujuan yang lebih menyatu dengan kaum perempuan buruh, tani, serta lebih berbasis massa. Perubahan nama dimaksudkan untuk menghilangkan kesan “karakteristik sempit” dari Gerwis dan akan mempunyai kemungkinan besar untuk menggembangkan tanggungjawabnya sebagai gerakan perempuan yang mampu menggalang massa luas, dan berjuang demi hak-hak perempuan serta hak anak-anak yang masih tertindas. Dengan perubahan berarti juga Gerwani lebih berkomitmen untuk berjuang pada tingkat politik.

B.3.1. Tujuan terbentuknya Gerwani

Perhatian umum organisasi perempuan ingin mencapai kesamaan dengan laki-laki, demikian juga dengan Gerwani. Namun demikian, Gerwani tidak hanya memusatkan perjuangannya demi kesamaan dengan laki-laki pada reform perkawinan saja,91 tetapi pada masalah-masalah kesamaan hak. Didasari

91Saskia Eleonora Weiringa. op.cit. hal. 281.

63 pandangan kerakyatan inilah kemudian Gerwani ingin agar buruh, dan tani perempuan juga aktif dalam kegiatan politik.

Seluruh kegiatan Gerwani bertujuan untuk mendidik anggotanya menjadi perempuan yang sadar politik. Perempuan-perempuan ini kemudian didorong untuk merawat dan mendidik rakyat. Pendidikan berlangsung melalui kegiatan yang programatik, misalnya kegiatan yang sudah diprogramkan seperti dengan membuka TK dan lewat pemberian kursus-kursus92 dan kegiatan-kegiatan informal misalnya: arisan, ceramah, serta mengikuti rapat RT/RK yang berlangsung dalam pergaulan keseharian antar anggota atau dalam pergaulan

Gerwani dengan masyarakat, serta terlibat didalam perjuangan pembebasan kaum tertindas.93

Gerwani telah membuktikan militansinya dalam menuntut penurunan harga kebutuhan hidup sehari-hari dan dalam kegiatan-kegiatan lain untuk meringankan kesulitan-kesulitan rumah tangga. Militansi kegiatan Gerwani, misalnya; mengorganisasi belanja bersama, dan ambil bagian dalam koperasi rakyat pekerja, serta ambil bagian dalam gerakan 100194. Kegiatan-kegiatan ini mempunyai pengaruh pada gerakan perempuan pada umumnya. Misalnya di desa kaum

92Kegiatan programatik yaitu kegiatan yang sudah diprogramkan dan yang sesuai dengan program kerja Gerwani. Program Gerwani. Lihat Lampiran 2.

93Yang dimaksud kaum tertindas di sini adalah kaum perempuan; anak; petani miskin serta buruh tani baik buruh perempuan maupun laki-laki.

94Gerakan 1001 yaitu gerakan yang dengan seribu satu macam jalan berusaha untuk meningkatkan produksi pangan guna meringankan penderitaan rakyat.

64 perempuan harus secara aktif ditarik kedalam gerakan enam baik, karena tanpa ini tidak ada gerakan massa yang luas di desa-desa.

Pada tahun 1962 Gerwani telah mencapai kemajuan yang penting. Di pusat mereka membentuk front persatuan perempuan anti imperialisme yang luas, di daerah mereka menjalin kerja sama dengan organisasi-organisasi seperti Barisan

Tani Indonesia dan organisasi perempuan. Kerja sama di daerah sudah lebih maju dari pada di pusat.

Tujuan dibentuknya Gerwani pertama-tama, untuk pemberdayaan perempuan agar perempuan mampu berproduksi, agar dapat keluar dari belenggu penindasan; kedua, ingin mengangkat derajat kaum perempuan sehingga kedudukan kaum perempuan seimbang dengan kaum laki-laki; ketiga, agar perempuan mendapatkan pekerjaan dan upah yang sama dengan laki-laki;95 keempat, agar perempuan sadar politik, untuk mewujudkan tujuan ini maka pertama-tama perempuan diberi pendidikan, karena pendidikan merupakan kunci utama bagi peningkatan kesadaran perempuan. Tujuan dan tugas Gerwani, adalah melakukan aksi-aksi kecil misalnya arisan, koperasi, untuk mencukup kebutuhan sehari-hari kaum perempuan dan hak-hak mereka, bersama-sama dengan organisasi-organisasi buruh, tani, dan organisasi demokratis lainnya, untuk meneruskan semangat Kartini. Tujuan Gerwani dapat disimpulkan perjuangan kaum perempuan tidak dapat dipisahkan dari perjuangan seluruh Rakyat

Indonesia, untuk Indonesia yang demokratis, makmur dan maju.96

95Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 226.

96Ibid

65 B.3.2. Keanggotaan Gerwani

Dalam sebuah organisasi, anggota adalah penggerak penting organisasi.

Sesuai dengan kesepakatan pada kongres II, Gerwani sebagai organisasi massa sangat terbuka dalam menerima kaum perempuan yang ingin bergabung, serta berjuang bersama kader-kader dan anggota-anggota Gerwani yang telah terlibat sebelumnya.

Untuk menarik anggotanya, Gerwani memiliki nilai-nilai yang bisa mempengaruhi semangat juang dari anggota, yaitu kemerdekaan, kerja keras, dan pengabdiannya pada perjuangan. Untuk menarik minat kaum perempuan,Gerwani melakukan pendekatan sosial dan pendekatan ekonomi serta terjun langsung ke daerah atau desa serta terjun ketengah massa.97 Pendekatan sosial dengan membantu istri-istri yang suaminya poligami; pendekatan ekonomi dengan mengadakan arisan bersama ibu-ibu di tingkat kelurahan, RT, RW; membangun

Koperasi Simpan Pinjam untuk membantu kaum buruh dan tani miskin; membuka

Taman Penitipan Anak dan memberi sumbangan kepada kaum miskin. Metode pendekatan ini berhasil mempengaruhi kaum perempuan.

Anggota Gerwani lebih banyak berasal dari kalangan perempuan miskin dari lapisan menengah bawah dan kelas buruh, dari massa rakyat buruh perempuan, buruh tani. Separoh dari anggota adalah, dari perempuan desa yang tidak bisa membaca dan menulis atau buta huruf. Susunan keanggotaan; (1). simpatisan; (2) calon anggota; (3). Anggota; (4). kader; (5). keanggotaan rangkap diperbolehkan.

97Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 305.

66 TABEL 2 Jumlah Keanggotaan Gerwani98 Tahun Jumlah anggota (orang) 1954 80.000 1955 400.000 1956 640.460 1957 681.342 1961 1.125.000 1964 1.750.000 1965 3.000.000 Sumber: Diolah dari; Saskia Eleonora Wieringa. 1999. Penghancuran Gerakan Perempuan Di Indonesia. Kalyanamitra dan Garba Budaya. Jakarta. hal.304-339. Lihat juga Hikmah Diniah. 2007. Gerwani Bukan PKI, Sebuah Gerakan Feminis Terbesar di Indonesia. Carasvatibooks. Yogyakarta. hal.124.

Dari table dapat disimpulkan, bahwa sejak Gerwani berkomitmen pada garis massa keanggotaannya berkembang pesat, yang semula berawal dari 6 orang utusan dari enam organisasi berkembang hingga mencapai angka 3 juta orang anggota. Meningkatnya jumlah anggota, dapat disimpulkan bahwa organisasi ini diterima baik dikalangan perempuan dan dikalangan masyarakat. Perkembangan dari segi keanggotaan dapat dipastikan bahwa kegiatan-kegiatan Gerwani umumnya diterima oleh masyarakat dan sangat membantu kaum perempuan.

B.3.3. Masalah Intern Gerwani.

Pertama, masalah komunikasi yang sulit terjangkau.99 Kedua, menghadapi oposisi keras dari kalangan Angkatan Darat maupun dari kelompok kelompok

98 Harian Rakjat. 31 Januari. 1964. hal. 3.

99Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 120.

67 Muslim (Aisyah)100. Ketiga, Kesulitan yang dihadapi para kader, khususnya di luar Jawa, adalah terlalu besarnya perhatian pada persoalan yang relevan untuk kaum perempuan Jawa. Perbedaan daerah di Indonesia demikian besarnya sehingga hal-hal yang sangat penting bagi kaum perempuan Jawa sangat jauh berbeda dengan bagi kaum perempuan, misalnya, di luar Jawa. Keempat, sentralisasi kepemimpinan yang sangat kuat: keputusan-keputusan terpenting dibuat di Jakarta, khususnya yang menyangkut kebijakan nasional. Sentralisasi disebabkan oleh dua faktor: (1) struktur hirarkis "sentralisme demokratis" yang menjadi kecenderungan kebanyakan organisasi kiri; dan (2) paham Jawa tentang kepemimpinan. Jawa selalu memiliki ciri kepemimpinan yang sangat hirarkis dan sentralistis. Akibatnya pimpinan pusat tidak selalu menyadari berbagai masalah paling mendesak yang dihadapi kader di daerah-daerah.

C. Kongres-Kongres Gerwani.

C.1. Kongres I

Pada kongres Gerwis I di Semarang pada Desember 1951 konsep

„Perempuan Sedar‟ sudah menjadi bahan perdebatan sengit. Beberapa anggota berpandangan bahwa dengan konsep “perempuan sedar”organisasi tidak akan berkembangan dan anggotanya hanya terbatas pada perempuan yang telah sadar.

Perdebatan ini akhirnya berkaitan dengan apakah Gerwis tetap akan

100Aisyah adalah salah satu organisasi perempuan Islam yang terkuat dan tertua, merasa sangat terancam oleh kekuatan Gerwani.

68 mempertahankan bentuk organisasi kader atau beralih menjadi organisasi massa.101

Hasil keputusan kongres I disimpulkan, Gerwis lebih banyak memperhatikan masalah intern organisasi, dan mengesampingkan kepentingan kaum perempuan sehari-hari. Disadari bahwa Gerwis belum mampu menarik dukungan massa kaum perempuan, hal ini dikarenakan Gerwis masih mempertahankan tingkat sosial mereka. Di mana para pemimpin dan anggota

Gerwis umumnya dari kelas menengah dan ini justru menyulitkan mereka untuk terjun ke masyarakat.

Kembali pada tujuan awal Gerwis, adalah berjuang dan mendekati perempuan miskin. Namun dalam realitanya para pemimpin Gerwis tidak turun ke massa perempuan disebabkan oleh status social mereka, keadaan ini menimbulkan sikap tak ingin bekerja bersama organisasi-organisasi massa lain dan dengan kekuatan dari massa rakyat.

Dampaknya, tahun 1951 anggotanya tidak lebih dari 6.000 orang. Dalam kongres I Gerwis melakukan berbagai perubahan di tingkat puncak. Maka, diambil tindakan paling penting yaitu mengecilkan sayap feminisme di dalam organisasi dan berusaha mengonsolidasikan pengaruh sayap kiri.

Kelemahan Gerwis pada periode ini lebih banyak memperhatikan masalah intern organisasi dan fokus menyoroti masalah kepentingan perempuan sehari- hari. Sehingga Gerwis sendiri menamakan tahun 1950-1954 sebagai periode

101Ketegangan diantara anggota tersebut pada akhirnya belum mencapai suatu kesepakatan serta belum memutuskan garis organisasinya. Lihat. Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 291

69 “sektarisme”102 serta tidak mengikuti stategis Front persatuan.103 Meskipun demikian Gerwis masih lamban untuk mendekatkan diri dengan perempuan massa, karena anggotanya berasal dari perempuan kelas menengah atas.

C.2. Kongres II

Pada kongres II yang dilaksanakan pada bulan Maret 1954, Gerwis sepakat untuk merubah organisasi garis kader menjadi organisasi garis massa serta menghapus kata ‟sedar‟. Kata “sedar” dianggap hanya mengutamakan perempuan golongan menengah, perempuan terdidik yang sudah sadar akan hak-haknya, sementara ada jutaan perempuan Indonesia yang dianggap belum “Sedar”. Gerwis menginginkan agar kaum perempuan yang belum sadar akan arti politik, harus dilibatkan dalam memperjuangkan kemajuan bangsa. Keinginan tersebut diwujudkan dan ditandai dengan mengganti nama Gerwis menjadi Gerakan

Wanita Indonesia (Gerwani). Pada kongres II, Gerwani sepakat untuk terjun ke panggung politik. Di dalam panggung politik mereka bisa memperjuangkan nasib kaum perempuan yang masih tertindas.

Tema kongres II adalah Hak-hak perempuan dan anak, kemerdekaan dan perdamaian, maka sorotan perhatian mendesak bagi perempuan buruh perkebunan, yang hak-hak kerjanya tidak terpenuhi, misalnya kebutuhan tempat penitipan anak, hak-hak perempuan, termasuk pencabutan PP 19 dan masalah perdamaian. Tuntutan perdamian: mencakup baik pendirian anti-imperialisme,

102Sektarisme adalah suatu sikap yang berwatak enggan bekerjasama dengan organisasi-organisasi massa lain dan dengan garis massa. Lihat Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 290

103 . Bahaya Laten Komunis. op.cit. hal. 66.

70 mengecam keras pencobaan nuklir, menuntut ditumpaskannya gerakan Darul

Islam yang melakukan teror di desa-desa.104

Hasil kongres II diputuskan, untuk menjadikan Gerwis organisasi massa, seperti dapat dilihat dari AD,105 yang menyatakan bahwa: (a) Gerwani adalah organisasi untuk pendidikan dan perjuangan, yang tidak menjadi bagian dari partai politik; (b) keanggotaan Gerwani terbuka untuk semua perempuan Indonesia umur

16 tahun atau lebih baik yang sudah bersuami maupun yang butu huruf106; (c) keanggotaan rangkap107 diperbolehkan.

C.3. Kongres III

Antara kongres II dan III Gerwani mengalami perkembangan dan kemajuan yang pesat. Periode ini merupakan periode paling feminis108 bagi Gerwani.

Namun, tetap memperhatikan masalah politik. Pada tahun 1955, Gerwani melakukan sejumlah aksi perdamaian, melakukan aksi protes menentang percobaan nuklir, serta aksi “pembebasan” Irian Barat dari Belanda; Gerwani

104 Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 299

105Ibid. hal. 303.

106Bagi perempuan yang buta huruf, tidak diperlukan tanda tangan atau mengisi formulir.

107Keanggotaan rangkap diperbolehkan misalnya, Partai komunis, SOBSI atau organisasi perempuan apa saja.

108Dikatakan demikian, karena fokus perhatian dan perjuangan Gerwani dikhususkan bagi kepentingan kaum perempuan. Misalnya mengenai perkosaan, perkawinan anak-anak, perdagangan perempuan, menuntut upah yang sama, pelaksanaan undang-undang perburuhan, menentang poligami, dan memperjuangkan UU Perkawinan baru. Lih. Saskia Elenora Wieringa. op.cit. hal. 299-304.

71 melancarkan berbagai tuntutan sosial-ekonomi kepada pemerintah, termasuk penurunan harga bahan pokok; Gerwani telah menjadi juru bicara petani miskin.109

Kongres III diadakan tanggal 23-27 Desember 1957. Tujuan yang diutamakan ialah untuk menjadi suatu gerakan massa yang sebenar-benarnya.

Sasarannya adalah meningkatkan jumlah anggota organisasi. Cita-cita Gerwani pada kongres III adalah agar kaum perempuan Indonesia berperan serta dalam melawan segala macam penindasan. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, maka dirumuskannya program perjuangan, yang dimulai 9 butir hak-hak sama bagi perempuan dalam perkawinan; hukum adat dan perburuhan; dibidang pelayanan sosial, seperti sekolah, penitipan anak dan layanan kesehatan.110

C.4. Kongres IV

Menyongsong kongres IV tahun 1961, Gerwani bergerak dibidang politik nasional; dibidang ekonomi dan menjalin hubungan dengan gerakan perempuan lainnya. Hasil kongres III, dapat dikatakan bahwa Gerwani semakin tenggelam dalam persoalan politik nasional khususnya Demokrasi Terpimpin. Sebagai contoh; Gerwani ikut berjuang melawan Belanda di Irian barat, dengan mengutus anggotanya dan selanjutnya Gerwani mendukung Demokrasi Terpimpin, hal ini dikarenakan untuk kepentingan Gerwani khususnya menyangkut tuntutan undang-

109Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 313.

110Hikmah Diniah. op.cit. hal. 111.

72 undang perkawinan yang demokratis.111 Bentuk Partisipasi Gerwani dalam politik nasional dengan usaha meningkatkan produksi pangan dan sandang, serta pembentukan koperasi.

Hasil keputusan kongres IV antara lain, adalah ikut terlibat dalam pembebasan Irian Barat; membantu pelaksanaan land-reform, menuntut undang- undang yang demokratis, keamanan nasional, penurunan harga, dan perdamaian. pada tahun 1961, Gerwani lebih memperhatikan masalah harga, sebagai bentuk kepeduliannya pada masalah tersebut Gerwani mengirim delegasinya untuk menuntut penurunan harga.112

111Ibid. 113.

112Saskia Eleonora Weiringa, op.cit, hal. 314-316.

73 BAB IV

LAHIR BERGERAK DAN DIBUBARKANNYA GERWANI

A. Situasi Umum Kaum Perempuan.

Dalam kebanyakan kebudayaan di Nusantara, kaum perempuan adalah kaum yang bekerja keras, bahkan sering berfungsi tidak lebih daripada budak.113

Penempatannya dalam tata kehidupan bermasyarakat hanya sebatas “dapur, mengurus anak, melayani” hal ini membuatnya miskin. Khususnya miskin cakrawala secara ruang-waktu maupun mental. Baik budaya maupun masyarakat menempatkan perempuan pada masyarakat kelas dua. Kaum laki-laki akhirnya memonopoli disemua bidang kehidupan, ditambah pengaruh kolonial yang masih sangat kental melengkapi penderitaan kaum perempuan.

Terbatasnya ruang gerak perempuan baik di dalam maupun di luar rumah, karena ada pandangan yang menilai perempuan sebagai sosok lemah penurut, sehingga tidak pantas untuk bergerak di luar rumah. Akibatnya perempuan hanya berada di dalam rumah dan mengfokuskan pekerjaan pada memasak, sehingga perempuan mendapat sebutan kanca wingking, yang artinya teman belakang dan memiliki tugas untuk mengurus rumah tangga.114

Budaya patriarki yang ada di Indonesia membawa pengaruh pada perkembangan sistem kekerabatan dan sistem kekerabatan yang berkembang luas

113Mansour Fakih. op.cit. hal.11-12

114Kamla Bhasih. 1996. Menggugat Patriarki Pengantar Tentang Persoalan Dominan Terhadap kaum Perempuan. Yayasan Benteng Budaya. Yogyakarta. hal. 36.

74 dalam kehidupan sebagian besar suku-suku yang ada di Indonesia.115 Patrilineal artinya suatu sistem kerabat yang menarik garis keturunan dari pihak laki-laki, akibatnya setiap individu yang berasal dari keturunan ayah masuk ke dalam batas hubungan kekerabatan, sementara dari pihak ibu berada di luar batas kekerabatan.

Oleh karena itu, laki-laki memilik kekuasaan yang besar dalam masyarakat di banding perempuan.116 Patriarki di Indonesia terlanjur mengurat akar dalam sistem-sistem penindasan dan eksploitasi feodalisme dan kolonialisme.

Sistem tersebut di atas berpengaruh pada keberadaan perempuan khususnya perempuan tani, buruh perempuan, oleh karena masih kuatnya sisa-sisa feodalisme di desa yang dalam bentuk monopoli atas tanah oleh tuan tanah, dalam bentuk sewa tanah yang berwujud barang dan berwujud kerja, dalam bentuk hutang-hutang yang menempatkan kaum perempuan tani dalam kedudukan sebagai budak terhadap tuan tanah, dan dalam bentuk tradisi-tradisi serta hukum- hukum adat yang kaku dan reaksioner.117

Adalah suatu kenyataan, bahwa sambil menggendong anak kaum perempuan mengerjakan pekerjaan di ladang, memberes rumah tangga, dan mengerjakan pekerjaan tangan. Sedangkan kaum perempuan tani adalah kaum yang tidak mengenal masa mudanya. Sebagian besar dari mereka adalah korban dari perkawinan anak-anak dan kawin paksa. Perceraian sewenang-wenang adalah

115Sulistyowati Irianto. 2003. Perempuan Di Antara Berbagai Pilihan Hukum. Yayasan Obor. Jakarta. hal. 79-81.

116Koentjoroningrat. 1972. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Dian Rakyat. Jakarta. hal. 119-129.

117D.N. Aidit. 1960. Pilihan Tulisan. Dokumen-Dokumen Kongres Nasional Luar Biasa PKI. Pembaruan. Jakarta. hal. 597.

75 kebiasaan yang banyak dialami di desa sehingga anak-anak terlantar. Sarana kesehatan seperti, poliklinik di desa tidak ada, sehingga tidak ada pertolongan bagi perempuan yang hamil dan melahirkan.118

Dengan adanya krisis ekonomi yang terus-menerus mencengkeram bangsa

Indonesia menambah penderitaan perempuan. Harga-harga bahan kebutuhan rumah tangga naik, seperti sembako yang tidak terjangkau. Akibatnya kaum perempuan merupakan korban pertama daripada merajalelanya pengangguran, kemiskinan, keterbelakangan, ketidakadilan ekonomi dan ketidakadilan sosial.

TABEL 3 Jumlah Buruh Perempuan Lapangan Kerja Jumlah

Perusahan rokok 60%

Perusahan testil & pakaian 30%

Perkebunan 45%

Percetakan 20%

Perusahan obat-obatan 30%

Sumber: diolah dari pidato ketua DPP Gerwani dalam dokumen-dokumen Kongres Nasional ke-VII, Luas Biasa PKI. hal 597-600.

Dari table di atas cukup nyata, bahwa jumlah buruh perempuan sangat besar.

Umumnya pekerjaan bagi perempuan adalah pekerjaan yang tidak memerlukan latihan atau pendidikan kejuruan tertentu, pekerjaan seperti mandor, pengawas, kepala hanya boleh dijabati kaum laki-laki. Besarnya jumlah buruh perempuan yang dipekerjakan berkaitan dengan upah yang rendah. Perempuan adalah tenaga buruh murah dan kebanyakan dari mereka buta huruf. Dalam hal ini perusahan

118 ., D.N. Aidit. op.cit. hal. 598

76 diuntungkan dengan mendapatkan pemasukan yang lebih besar dibanding pengeluaran yang semestinya. Lajunya industrialisasi mengakibatkan meledaknya jumlah buruh perempuan yang bekerja di pelbagai pabrik, perkebunan dan sebagai buruh tani. Mereka pada umumnya berasal dari desa dengan pendidikan dan stutus ekonomi yang rendah. 119

TABEL 4 Perbandingan Upah120 Laki-laki dan Perempuan Bekerja di sawah Rp.15 + Makan siang Rp. 7,50 Tidak makan siang

Perusahan Beras Rp. 7 /hari Rp.5,65 /hari

Perkebunan Rp. 4,80 Rp.3,84

Perusahan Gas Rp. 13,25 Rp.8,25

Sumber: Diolah dari pidato ketua DPP Gerwani dalam dokumen-dokumen Kongres Nasional ke_VII, Luas Biasa PKI. hal 597-599.

Dari table 4, terlihat bahwa perempuan menerima dan mengalami ketidakadilan. Upah yang diterima perempuan kecil dibanding upah laki-laki.

Buruh laki-laki mendapat tunjangan makan, tunjangan istri dan anak, tunjangan kesehatan untuk istri dan anak. Untuk buruh perempuan, tidak mendapatkan tunjangan apa pun dan jaminan sosial121 perempuan belum terlaksana.

Perempuan rumah tangga jumlahnya sangat besar, ialah kaum perempuan yang hanya mengurus rumah tangga dan menerima serta memutarkan upah suami.

119Catharina Nanik Purwoko. op.cit. hal. 23

120Lihat Lampiran 2. Program Gerwani. Hak-hak Perempuan. Pasal. 11.

121Jaminan sosial perempuan, menurut UU No. 68 tahun 1958 adalah perempuan diberi tiga bulan cuti hamil dan dua hari cuti haid. Lihat Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 227.

77 Kehidupan mereka tergantung dari penghasilan suami, dan sangat tidak mencukupi, lebih-lebih adanya kenaikan harga yang senantiasa melonjak tinggi.122

Realitas yang dialami oleh kaum perempuan buruh,123 baik buruh perkebunan, pabrik, menjadi perhatian utama organisasi.

B. Program Perjuangan Gerwani

Gerwani bergerak maju dengan membuat program perjuangan yang sesuai dengan kebutuhan rakyat, seperti: perempuan kelas bawah, kaum buruh, petani, nelayan, kaum perempuan dan anak-anak.124 Fokus utama program perjuangan ada empat poin, yaitu:

1) Pendidikan: pendidikan anggota, pendidikan kader, pendidikan kaum

perempuan, Taman kanak-kanak, tempat penitipan anak.

2) Sosial: hak-hak anak; perempuan khususnya emansipasi menyangkut

perkawinan dan pekerjaan; budaya (menentang peredaran film-film barat

yang merusak budaya dan anak-anak Indonesia); masalah buruh (buruh tani,

buruh nelayan, buruh perempuan).

3) Ekonomi: koperasi, kredit ringan, menentang sistem ijon, pajak, upah sama,

kesehatan.

4) Politik: Front persatuan, memperkuat organisasi, revolusi Agustus‟45.

122 ., D.N. Aidit. op.cit. hal. 597.

123Lihat Lampiran 2. Program Gerwani. Hak-hak Perempuan. Pasal (6, 7, 8, 9). 124Fransisca Ria Susanti. op.cit. hal. 87.

78 Keempat poin tersebut merupakan pilar yang menentukan arah gerak organisasi. Sebagai organisasi yang militan, progresif, dan independen125.

Gerwani tidak hanya menjalankan program-program yang sudah dibuat, tetapi juga bergerak sesuai dengan kebutuhan yang ada disekitar masyarakat.

Gerwani tidak hanya menentang poligami dan poliandri,126 tetapi juga memperjuangkan hak waris yang sama untuk laki-laki dan perempuan.

Membangun aliansi dengan serikat organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dalam memperjuangkan upah buruh127 perempuan dan hak cuti haid dan hamil, serta bersama Barisan Tani Indonesia (BTI) memperjuangkan reformasi agrarian.

Dari program kegiatan dapat dilihat bahwa Gerwani bergerak dalam beberapa bidang serta memiliki hubungan langsung dengan kaum perempuan pedesaan dan rakyat kecil.

Dapat disimpulkan bahwa, program-program yang menjadi pokok perjuangan Gerwani dari pusat sampai daerah, yaitu: aktif dalam perjuangan nasional mencapai cita-cita revolusi Agustus 1945, kemerdekaan sejati, anti- feodalisme, kolonialisme dan imperialisme untuk mencapai terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur; membela hak-hak perempuan, menentang poligami, penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap perempuan,

125Independen yaitu organisasi yang tidak terikat dengan pemerintah maupun partai politik, bergerak bagi rakyat kecil. Lihat Budi Susanto. Sj. (ed). op.cit. hal. 175.

126Antonius Sumarwan, SJ. 2007. Menyeberangi Sungai air Mata, Kisah Tragedi Tapol’65 dan Upaya rekonsiliasi. Kanisius. Yogyakarta. hal. 155.

127Lihat lampiran 2. Program Gerwani. Hak-hak Perempuan. Terkait Pasal. 10.

79 perkosaan, membela hak waris; membela hak-hak anak-anak. Menentang kawin anak-anak, meningkatkan pendidikan, memperluas TK "Melati", gerakan PBH

(Pemberantasan Buta Huruf) dari anak-anak sampai orang dewasa; bekerja sama dengan organisasi-organisasi lainnya dalam hal perjuangan meningkatkan kehidupan kaum tani. Menentang pemerasan di desa-desa; meningkatkan kehidupan sosial budaya, ekonomi dengan aktif meningkatkan gerakan-gerakan yang semakin meluas, baik di pusat maupun di daerah.

C. Kegiatan Gerwani.

Para pemikir pemula kemajuan perempuan, seperti Kartini, sejak awal sudah melihat selain diberikan kesempatan memperoleh pendidikan perlu dipikirkan juga mengenai perberdayaan ekonomi. Intelektual tidak akan berarti tanpa ada peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: memperhatikan industri kerajinan, organisasi perempuan yang tumbuh sesudah kemerdekaan, tidak secara khusus memperhatikan perkembangan industri kerajinan, tetapi mulai membahas persoalan-persoalan sosial ekonomi yang ditimbulkan oleh kebijakan ekonomi kolonial, seperti rendahnya upah buruh perempuan dan kemiskinan pada umumnya.

Dalam melaksanakan kegiatannya Gerwani sangat fleksibel dalam arti disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat saat itu. Beberapa persoalan yang menjadi perjuangan dan sepak terjang Gerwani, misalnya: walaupun perempuan mempunyai hak-hak sama, namun dalam prakteknya, jika hamil, perempuan akan terkena pertama oleh perberhentian kerja (PHK); makin

80 banyaknya perkawinan anak-anak berkaitan dengan harga kebutuhan pokok yang tinggi dan merajalelanya kemiskinan di desa-desa; meningkatnya pelacuran, tidak hanya di perkotaan tetapi di pedesaan dan di sekitar perkebunan-perkebunan;128 ekonomi dikuasai modal asing.

Untuk mengatasi masalah krisis ekonomi, Gerwani menggembangkan koperasi-koperasi rakyat pekerja, agar kebutuhan perempuan rumah tangga dapat diringankan. Untuk memerangi perbedaan dalam hal upah Gerwani menuntut agar dilaksanakannya undang-undang kepegawaian, agar menjamin upah yang sama bagi perempuan.129

Gerwani kerap kali melakukan aksi mendesak pemerintah dengan cara melakukan aksi-aksi massa. Bersama massa yang dikumpulkan, Gerwani melakukan demostrasi untuk menentang keputusan pemerintah yang tidak memihak kepentingan rakyat kecil. Anggota-anggota Gerwani dengan mudah memobilisasi massa serta melakukan kerjasama dengan organisasi-organisasi lain, seperti BTI, SOBSI, Pemuda Rakyat dan CGMI (Consentrasi Gerakan mahasiswa Indonesia). Mereka melakukan aksi bersama menolak segala bentuk ketidakadilan.130

Sejak awal Gerwani sangat giat dalam membantu peningkatan kesadaran perempuan tani, dan bekerjasama dengan perempuan BTI. Pada tahun 1961 diselenggarakan seminar khusus untuk membahas bersama persoalan mereka.

128Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 300-301

129Lihat lampiran 2. Program Gerwani. Hak-hak Perempuan. Pasal. 6.

130Ita F. Nadia. 2007. Suara Perempuan Tragedi’65. Galang Press. Yogyakarta. hal. 113-121.

81 Gerwani membantu aksi-aksi sepihak pendudukan tanah yang dilancarkan oleh

BTI, dan menuntut agar hak atas tanah juga diberikan kepada kaum perempuan.131

Di samping kegiatannya di tengah-tengah perempuan tani, Gerwani juga melakukan serangkaian kegiatan lain yang menarik. Di antaranya adalah kampanye PBH yang dimulai tahun 1955; tuntutan perubahan undang-undang perkawinan yang lebih demokratis; menuntut hukuman yang berat untuk kasus perkosaan dan kasus penculikan; dan kegiatan-kegiatan sosial-ekonomi untuk kaum tani dan buruh perempuan.132 Para aktivis Gerwani melakukan kegiatan besar-besaran untuk PBH di kalangan perempuan, sekaligus mendidik mereka mengenai masalah-masalah politik yang hangat pada masanya, termasuk masalah- masalah perempuan.

Bersama dengan kaum perempuan dari organisasi-organisasi lain, mereka bekerjasama menyelenggarakan berbagai macam kegiatan, baik di tingkat kampung, kota, maupun provinsi, menyangkut kesejahteraan keluarga, kesehatan, kebersihan, dan juga soal-soal yang lebih bersifat "feminis" seperti pelacuran, perkawinan anak-anak, dan perdagangan perempuan.

Kaum ibu diajar dan diajak untuk hidup mandiri, dan untuk berani membuka usaha sendiri, sehingga mereka tidak perlu bergantung pada orang lain. Ibu-ibu di

Rt/Rw dan perempuan pada umumnya diajar baca, tulis, menghitung, jahit.133

131Ibid. hal. 141.

132Ibid. hal. 91-92

133Ibid. hal. 57.

82 Aksi Gerwani di daerah, secara khusus diwujudkan dalam Gerakan 1001; untuk menaikan hasil produksi petani, gerakan ini disambut baik oleh kaum petani. Gerakan 1001 berkaitan dengan krisis pangan yang di alami oleh rakyat.

Selain gerakan 1001, ada gerakan 6 baik yaitu gerakan untuk menurunkan sewa tanah; menurunkan bunga uang yang dipinjam; menaikan upah buruh tani; menaikan produksi pertanian; menaikan tingkat kebudayaan kamu tani; menaikan tingkat kesadaran politik kaum tani.134

Gerwani membangun aliansi dengan SOBSI dan memperjuangkan upah buruh perempuan dan hak cuti haid dan hamil, serta bersama BTI memperjungakan reformasi agraria.135

Gerwani Menyelenggarakan seminar nasional, untuk perempuan tani pada

Desember 1960 dan untuk buruh perempuan diselenggarakan pada bulan Mei

1961. Seminar-seminar tersebut diharapkan dapat membantu kader-kader perempuan yang bekerja di dalam gerakan tani dan buruh.136 Kader-kader daerah diharuskan hadir serta harus menguasai materi. Dengan maksud, agar para kader dapat mengsosialisasikan materi tersebut dikalangan perempuan tani dan buruh perempuan dan dikalangan perempuan muda.

Setelah Kongres 4, perjuangan Gerwani lebih diutamakan pada masalah kenaikan harga bahan makanan dan sandang, sementara masalah “feminis” penyalahgunaan perkawinan dan perkosaan semakin kurang diperhatikan. Pada

134D.N. Aidit. op.cit. hal. 78.

135Fransisca Ria Susanti. op.cit. hal. 87.

136 . Bintang Merah. 1962. Maju Terus Dokumen-dokumen Kongres nasional Ke-VII, luar Biasa PKI. Yayasan Pembaruan. Jakarta. hal. 82.

83 perayaan hari Kartini tahun 1961, Gerwani ingin agar gerakan perempuan harus menjadi “gerakan revolusioner yang sejati”, dan “emasipasi harus dihubungkan dengan perjuangan melawan imperialisme.137

Banyak diantara kegitan Gerwani bersifat politik nasional, seperti protes terhadap gerakan 17 Oktober, perlawanan terhadap Darul Islam, dukungan terhadap pemerintah nasionalis, serta tindakan untuk menggulung konspirasi

Belanda, memberi dukungan terhadap sejumlah aksi kaum buruh, misalnya berbagai pemogokan, dukungan terhadap Sarbupri, dan dukungan terhadap kaum tani.138

C.1. Bidang Pendidikan

Saat ini perempuan dapat menduduki posisi-posisi penting di setiap kehidupan, seperti menjadi guru, dokter, menteri, perawat, militer, pemimpin perusahaan, dan bahkan presiden. Kedudukan mereka tidak terlepas dari perjuangan Gerwani, di bidang pendidikan, karena dianggap penting untuk menunjang perbaikan-perbaikan perempuan. Gerwani berharap supaya pikiran perempuan menjadi kritis dan terbuka, sehingga potensinya menjadi berkembang.

Diakui bahwa, separoh dari anggotanya adalah, dari perempuan desa yang tidak bisa membaca dan menulis dan kebanyakan dari perempuan buta huruf sehingga pendidikan menjadi prioritas utama bagi program Gerwani. Misi awal

Gerwani adalah membantu peningkatan kesadaran perempuan lewat pendidikan.

Sebagai bentuk kepedulian dalam pendidikan, didirikannya Taman Kanak-kanak

137Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 315.

138Ibid. hal. 300.

84 (TK Melati) bagi anak-anak dari kalangan keluarga yang tidak mampu. TK diselenggarakan di pasar-pasar, di perkebunan-perkebunan, kampung-kampung.

Pendidikan diberi secara gratis, guru-gurunya adalah kader-kader dan kaum perempuan yang dididik oleh Gerwani.139

Dengan diberi pendidikan kaum perempuan akan lebih trampil dalam melaksanakan tugas utamanya sebagai pendidik pertama dari manusia.140

Perempuan diberi pelajaran membaca, menulis, menghitung, juga diberi pelajaran keterampilan sehingga mereka nantinya bisa mandiri. Gerwani membuka tempat- tempat kursus (menjahit, memasak) dan tempat pelatihan-pelatihan agar perempuan dapat menanta dan mengatur kehidupan rumah tangganya dengan baik.

Agar peran perempuan lebih terarah dan berdaya guna diperlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Di samping masalah tersebut, Gerwani memberikan perhatian pada masalah-masalah kemasyarakatan seperti, pelacuran, permaduan, perkawinan anak-anak, serta perdagangan perempuan dan anak-anak.

C.2. Bidang Sosial

Gerwani membuka tempat penitipan anak di pasar-pasar, di perkebunan- perkebunan, dan di kampung-kampung agar mempermudah para ibu bekerja.

Pelayanan yang diberikan Gerwani gratis, bahwakan anak-anak diberi susu secara

139Taman Kanak-kanan didirikan berkaitan dengan Program Gerwani. Lampiran 2. Hak-hak Perempuan. Pasal. 8.

140S.C. Utami Munandar (ed). op.cit. hal. 62-67.

85 gratis pula. Untuk kaum ibu di pedesaan Gerwani memberi penyuluhan- penyuluhan agar kaum perempuan dapat menggembangkan diri dengan baik.141

Untuk menambah keterampilan kaum ibu Gerwani menerbitkan majalah dengan nama api Kartini, berisikan tulisan-tulisan tentang masak-memasak, cara mengasuh anak, pola-pola baju, tetapi juga persoalan yang lebih "feminis" dan

"kiri" seperti kebutuhan akan TK.142

Gerwani ikut serta dalam berbagai macam demonstrasi, pawai atau protes serta membantu sekretariat perempuan serikat buruh, dalam perjuangan mereka menuntut hak-hak buruh perempuan, misalnya upah yang sama, pelaksanaan undang-undang perburuhan, dan perlindungan terhadap penyerangan seksual.143

Walaupun jumlah kader Gerwani sedikit, dan tingkat pendidikan serta ideologi dari banyak kader daerahnya umumnya agak rendah, tetapi pengabdian dan tanggung-jawab mereka sangat tinggi. Kader-kader muda di daerah-daerah sanggup berjalan kaki berhari-hari tanpa memakai sandal atau sepatu, naik-turun gunung, melewati sawah ladang, mendatangi kaum miskin di desa-desa terpencil dan bekerja bersama-sama kaum perempuan di sana, mendidik mereka, serta berusaha membantu memecahkan persoalan-persoalan mereka.144 Sebagian besar kader menyerahkan hidup mereka untuk organisasi, bekerja keras sejauh kemampuan mereka.

141Fransisca Ria Susanti. op.cit. hal. 152.

142Hikmah Diniah. op.cit. hal. 129.

143Terkaitan Program Gerwani. Lampiran 2. Hak-hak Perempuan. Pasal (6, 7, 9, 10).

144Ita F. Nadia. op.cit. hal. 115.

86 Ditinjau dari sudut ideologi tentang keluarga dan seksualitas, Gerwani sebagai organisasi agak bersifat konservatif, dan sangat ingin mempertahankan citra mendukung kaidah-kaidah zamannya. Bentuk "pelembagaan" hubungan seksual yang lebih dikehendaki ialah hubungan heteroseksual yang monogami.

Untuk mewujudkan perkawinan yang demokratis, Gerwani menuntut hapusnya

PP 19,145 menentang perkawinan paksa, menentang perbuatan mesum. Bekerja dalam “badan” peyelesaian perselisihan perkawainan dan perceraian, dilapangan sosial, pendidikan dan mempropagandakan serta memperjuangkan adanya undang-undang perkawinan yang demokratis.146 Dalam mengatasi masalah perkawinan, Gerwani menyelenggarakan penyuluhan-penyuluhan perkawinan, di mana pasangan suami-istri yang menghadapi masalah perkawinan bisa memusyawarahkannya, dalam rangka menyelamatkan keutuhan perkawinan.

Dalam mewujudkan undang-undang perkawinan yang demokratis Gerwani mengalami hambatan dari agama Islam menyangkut poligami.147 Bagi penganut agama Islam Poligami dihalalkan oleh ajaran agama, sedang bagi kaum perempuan yang sadar, poligami dianggap sebagai bentuk penghina terhadap martabat perempuan. Di daerah, kader-kader dan anggota-anggota Gerwani terus berjuang melawan poligimi. Umumnya organisasi yang berada dibawah payung agama Islam menerima situasi tersebut karena ajaran agama memang seharusnya

145Lihat Program Gerwani. Lampiran 2. Hak-hak Perempuan Pasal. 4. Dengan peraturan ini berarti pemerintah melegalisasikan poligami di Indonesia.

146D.N. Aidit. op.cit. hal. 233. Lihat juga. Program Gerwani. Lampiran 2 Hak-hak Perempuan. Pasal. 2.

147Fransiska Ria Susanti. op.cit. hal. 71.

87 demikian. Dibuka pula badan-badan penyuluh perkawinan untuk membantu kaum perempuan. Disediakan juga bantuan hukum bagi kaum perempuan yang mengalami permasalahan dalam perkawinan. Ketika masalah-masalah menyangkut perkawinan belum terselesaikan dan masalah poligami diangkat dan dipersoalkan Gerwani di parlemen, sayangnya aksi protes Gerwani tidak didengar dan bahkan ditentang oleh parlemen yang mayoritas anggotanya adalah kaum laki-laki dan sebagian melakukan poligami.

Dalam bidang budaya, Gerwani gencar melawan budaya imperialisme berserta produk-produknya seperti film-film Hollywood, yang dimasukan atau dibawah dari Eropa.148 Bagi Gerwani Produk-produk Eropa akan sangat merusak mental dan jiwa anak-anak Indonesia sebagai penerus bangsa Indonesia.

C.3. Bidang Ekonomi

Karena ekonomi berhubungan langsung dengan perempuan sehingga masalah ini sangat diperhatikan oleh Gerwani. Tahun 1961 Indonesia mengalami krisis ekonomi, krisis mengakibatkan naiknya harga-harga kebutuhan pokok.

Kemiskinan semakin merajalela dan banyak rakyat kelaparan, karena tidak sanggup untuk beli bahan pokok dengan harga yang tidak terjangkau. Dalam keadaan ini Gerwani mulai menitikberatkan perjuangannya pada masalah krisis ekonomi.149 Sebagai contoh Gerwani mengirim anggotanya ke pemerintah untuk menuntut penurunan harga, tetapi pemerintah tidak menanggapi tuntutan tersebut,

148Terkait dengan Program Gerwani. Lihat Lampiran 2 “Hak-hak anak” Pasal. 28.

149Lihat Lampiran 2. Pasal. 16-21.

88 sehingga Gerwani melakukan demontrasi, yang diikuti oleh perempuan anggota

SOBSI dan KOWANI. Gerwani sebagai ormas perempuan dipandang bertanggungjawab dalam mengorganisasi menentang kenaikan harga.

Pada tahun 1961 Gerwani berpartisipasi dalam usaha meningkatkan produksi pangan dan sandang, serta pembentukan koperasi. Peningkatan produksi pangan terjadi kalau petani dapat diberi pengertian, harga distabilkan dan korupsi dapat diberantas.150

Pada tahun 1964 dan 1965 Gerwani mengorganisasikan beberapa demonstrasi massa yang sangat militan untuk memprotes laju inflasi dan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok seperti beras. Misalnya, pada tahun 1965 banyak anggota Gerwani ikut serta dalam demonstrasi yang berlangsung dengan kekerasan di Surabaya. Dalam tahun yang sama juga Gerwani telah menjadi organisasi perempuan terbesar di Indonesia. Kaum intelektual, guru, bidan, dan buruh, serta petani terhimpun di dalamnya.

Gerwani juga menuntut pemerintah agar anggaran belanja untuk kesehatan dan kesejahteraan untuk ibu dan anak supaya diperbesar, dan dibukanya balai pengobatan, klinik-klinik bersalin, biro-biro konsultan, BKIA (balai

Kesejahteraan Ibu dan Anak), untuk kepentingan rakyat. Gerwani juga memperhatikan kesejahteraan kaum nelayan.151

150Ita. F. Nadia. op.cit. hal. 57-59. Lihat juga Program Gerwani. Lampiran 2. Hak-hak Perempuan. Pasal. 10 dan 20.

151Lihat Program Gerwani Lampiran 2. Hak-hak Perempuan Pasal. 17.

89 C.4. Bidang Politik

Saat ini perempuan telah memiliki hak-hak berpolitik seperti: hak pilih, hak memegang jabatan dipemerintahan, menjalankan fungsi-fungsi resmi dipemerintah, dan memegang posisi-posisi penting, seperti, menteri, anggota DPR atau MPR, pemimpin partai politik, bahkan menjadi presiden. Selain itu, perempuan mulai memiliki keberanian untuk menjadi pemimpin karena telah mendapatkan pengetahuan-pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah politik, melalui buku, majalah, televisi bahkan terlibat langsung menjadi anggota partai politik, sehingga wawasan mereka di bidang politik semakin berkembang.

Perjuangan perempuan di bidang politik, telah dimulai sejak KPI I diselenggarakan. Mereka menuntut kesamaan hak di bidang politik, karena perempuan menginginkan perbaikan hidup disegala bidang. Perjuangan perempuan, mendapatkan hak pilih tahun 1938, tetapi hak pilih pasif. Menjelang

Pemilihan Umum (PEMILU) pertama tahun 1955, perempuan kembali menuntut hak politiknya, berupa hak pilih aktif. Perjuangan perempuan mendapat hak pilih aktif, dapat terwujud pada tahun 1952, sehingga pada tahun 1955 perempuan dapat menggunakan hak pilih tersebut. 152

Masalah emansipasi dalam politik, saat ini menjadi isu global dan terjadi hampir di seluruh berbagai negara di belahan dunia. Kenyataan ini memberi gambaran jelas, betapa sulitnya perempuan menembus panggung politik dan

152Menurut G.A.Ohorella. Hak pilih pasif, artinya perempuan memilih hak pilih menjadi anggota legislatif dan hak pilih aktif, artinya, perempuan menuntut kepemilikan hak memilih anggota legislative. op.cit. hal. 36.

90 kurangnya hak demokrasi. Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, presentasi perempuan dalam parlemen sangat rendah. Rendahnya keterwakilan perempuan disebabkan oleh kurangnya berpartisipasi perempuan dalam dunia politik. Politik diidentikan dengan dunia laki-laki. Mitos muncul dari anggapan bahwa dunia politik dipandang lebih tepat ditempati oleh laki-laki, sementara perempuan lebih pantas berperan di dalam rumah. Anggapan ini kemudian, dihembuskan secara terus-menerus dan akhirnya melekat menjadi sebuah ideologi, didukung oleh sistem patriarkhat yang berpadu dengan sistem kekuasaan feodal, di mana perempuan dianggap sebagai objek.

Gerwani ingin mendobrak ideologi dan mitos serta budaya yang semakin melemahkan kaum perempuan. Bagi Gerwani peran perempuan dalam politik sangat penting terutama keterlibatan mereka dalam lembaga legislative. Seperti yang diungkapkan oleh Holzner, bahwa perempuan yang menempati posisi-posisi penting secara potensial dapat dipandang sebagai pelaku perubahan.153 Peran politik perempuan tidak boleh diabaikan. Beberapa catatan sejarah menunjukkan bahwa banyak perempuan yang ikut berperan serta dalam perjalanan politik di

Indonesia. Mereka tidak hanya menjadi pendukung di belakang laki-laki dalam melawan Belanda. Tetapi, mereka juga ambil bagian didalamnya yaitu sebagai pelaku utama. 154

153Brigitte Holzner. 1997. Perubahan Sosial : Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial Sebuah Pengantar Study Perempuan. Pustaka Utama Grafiti. Jakarta. hal. 250.

154Pelaku utama seperti, Cut Nya Dien, Martha Cristina Tiahahu, Cut Mutia, Salawaty Daud

91 Dari sejarah pergerakan perempuan, tampak bahwa perempuan berpartisipasi dalam politik baik sebagai pemilih maupun sebagai yang dipilih, hak-hak mereka sepenuhnya sama dengan kaum pria. Oleh karena itu, pada pemilu tahun 1955 kaum perempuan ikut terlibat dalam pemilu dan aktif berkampanye, baik atas nama partai politik maupun atas nama organisasinya sendiri.

Pemilu 1955, untuk pertama kalinya kaum perempuan menggunakan haknya dalam pemilihan umum dan langsung memegang jabatan yang tertinggi yaitu mentri Perburuan, salah satu contohnya adalah S.K. Trimurti dan Maria Ulfa

Subadio dari organisasi perempuan yaitu Gerwani. Para perempuan ini telah maju untuk mulai kiprahnya dalam dunia politik. Dengan terjun ke dunia politik diharapkan mereka dapat memperjuangkan nasib perempuan yang kedudukannya masih rendah. Panggung politik merupakan arena yang harus diperjuangkan dan direbut untuk mengubah pola dan proses pengambilan keputusan yang tidak berpihak pada kepentingan peremuan.

C.4.1. Aksi Untuk Irian Barat tahun 1962155

Pada tahun 1962 Gerwani ikut menjadi anggota Front Nasional. Di dalam keanggotan Front nasional memperbolehkan anggotanya terutama Gerwani untuk mengikuti latihan sukarelawan demi perjuangan nasional.156 Resume dari kongres

II, dapat disimpulkan bahwa Gerwani semakin tenggelam dalam persoalan politik

155Terkait dengan Program Gerwani. Lampiran 2. Kemerdekaan Nasional yang Penuh. Pasal. 31.

156 Ibid.

92 nasional. Sebagai contoh Gerwani mengorganisisr aksi-aksi anti imperialis, ikut berjuangan melawan Belanda di Irian Barat, dengan mengutus anggotanya selama perjuangan Trikora di Irian barat (1957-1962) dan selama Konfrontasi dengan

Malaysia (1963-1964).157

Gerwani mendukung Demokrasi Terpimpin. Dukungan diberikan semata untuk kepentingan Gerwani khususnya menyangkut tuntutan tentang Undang- undang perkawinan yang demokratis.158 Keikutsertaan Gerwani untuk memperluas peranan sosial dan politik perempuan, dalam arti perempuan tidak sekedar sebagai istri dan ibu rumahtangga tapi juga sebagai pejuang.159

D. Hubungan Gerwani Dengan Organisasi lain

D.1. Organisasi Perempuan

Pada masa itu Gerwani adalah organisasi perempuan yang paling pesat perkembangannya, sekaligus paling berpengaruh dan paling militan. Ketika itu organisasi-organisasi perempuan yang lain juga sangat aktif, sehingga bisa dikatakan bahwa gerakan perempuan sedang berkembang. Pada tingkat nasional tampak jelas adanya perbedaan tertentu antara organisasi-organisasi yang terpenting, tetapi di daerah-daerah kerja-sama antar organisasi dapat terjalin dengan baik.

157Fransiska Ria Susanti. op.cit. hal. 71.

158Lihat Program Gerwani. Lampiran 2. Hak-hak Perempuan. Pasal. 3.

159Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 332.

93 Kongres Wanita Indonesia (KWI) adalah suatu badan koordinasi bagi semua organisasi perempuan. Sebagai akibat adanya perbedaan yang semakin mendalam antara bermacam-macam organisasi perempuan sejak tercapainya kemerdekaan, kongres pun kehilangan banyak kemampuannya. Selama dasa-warsa 1950-an sampai tahun 1964, kongres ini praktis hanya tinggal sekretariat di tingkat pusat, tanpa kekuatan eksekutif yang berarti. Para anggota Gerwani memang selalu di barisan terdepan dalam setiap kegiatan KWI, sehingga pengurus KWI menuduh

Gerwani mendominasi organisasi-organisasi perempuan lainnya.

Hubungan Gerwani dengan golongan perempuan Islam agak tegang, demikian pula dengan organisasi perempuan nasionalis yang terbesar, PERWARI.

Persoalan dengan PERWARI, karena status sosial keanggotaan160, anggota

Perwari berasal dari kalangan elitis, terutama istri-istri intelektual dan birokrat.

Sedangkan, anggota Gerwani lebih banyak berasal dari perempuan miskin dari lapisan menengah bawah dan kelas buruh.

Ketegangan lain menyangkut kepentingan nasional untuk mempertahankan perempuan di wilayah reproduksi sosial dengan pembangunan bangsa dan kebutuhan perempuan untuk mengartikulasikan agenda politik feminisme. Di satu sisi, semangat revolusioner yang mewarnai gerakan politik mendorong perempuan

160Perbedaan anggota: Perwari dan golongan partai Islam, anggotanya berasal dari kalangan atas terutama istri-istri intelektual dan birokrat yang merupakan pengikut tradisi barat, sedangkan anggota Gerwani berasal dari perempuan miskin yaitu dari lapisan menengah bawah dan kelas buruh. Penyebab lain adalah masalah poligami, di mana ketua Perwari mengambil sikap keras terhadap poligami, sedangkan Gerwani tidak terlalu keras menentang poligami. Pengurus KWI sendiri menentang “infiltarsi” Gerwani dan gerakan massa dibubarkan.

94 untuk menentang nilai-nilai viktorian161 dan tradisi priyayi di mana perempuan dipandang sebagai penghias rumah tangga seperti yang dikehendaki oleh politik perempuan 1960an; gambaran ideal perempuan di masa itu adalah aktif di luar rumah, mengikuti kegiatan-kegiatan sosial dan politik dan melakukan turun ke bawah (turba), di sisi lain, seruan politik yang dicanangkan pejuang-pejuang perempuan mengikuti aktifisme arus utama. Ketegangan pada politik front persatuan nasinalis pemerintah saat itu sudah mengiring perempuan untuk bergerak dalam koridor kesepakatan-kesepatan yang tidak langsung menjawab persoalan perempuan. Sebagai contoh, perempuan dimobilisasi untuk terlibat sebagai sukarelawati162 dalam bela negara.

Pada tahun 1958 anggota anggota Gerwani mendorong kerjasama yang lebih erat antara berbagai golongan kiri yang ada dalam KWI dengan maksud agar lebih peka dan aktif dalam masalah-masalah yang relevan bagi kaum perempuan miskin. Dibentuklah "Gerakan Massa" di dalam KWI. Pengurus KWI, menentang usaha "infiltrasi" Gerwani, dan "Gerakan Massa" pun dibubarkan. Pada kongresnya tahun 1961 diputuskan bahwa KWI adalah "alat revolusi," sesuai dengan semboyan pada masa itu. Maka, kegiatan-kegiatan demi kaum perempuan miskin pun lebih banyak diselenggarakan.163

161Nilai-nilai viktorian adalah gaya hidup Barat yang dihidupi di dalam organisasi perempuan, misalnya, bentuk pakaian yang mewah, suka mengadakan pesta atau perjamuan, kapitalis dan hanya berjuang untuk kepentingan nyonya- nyonya pejabat tinggi.

162Sukarelawati untuk Irian Barat.

163Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 334-342.

95 Bersama dengan kaum perempuan dari organisasi-organisasi lain, mereka saling membantu menyelenggarakan berbagai macam kegiatan, baik di tingkat kampung, kota, maupun provinsi, mengenai soal-soal seperti kesejahteraan keluarga, kesehatan, kebersihan, dan juga soal-soal yang lebih bersifat "feminis" seperti pelacuran, perkawinan anak-anak, dan perdagangan perempuan. Gerwani membantu sekretariat perempuan serikat buruh, dalam perjuangan mereka menuntut hak-hak buruh perempuan, misalnya upah yang sama, pelaksanaan undang-undang perburuhan, dan perlindungan.

Progresivitas Gerwani ini kerap kali membuatnya dikucilkan oleh organisasi perempuan lain. Gerwani dituduh tidak konsisten dengan perjuangan antipoligaminya.164 Sumber ketegangan adalah poligami. Kalau dimasa sebelum kemerdekaan pertentangan pendapat tentang “kedudukan perempuan dalam

Islam” terjadi diantara perempuan sekular dan non Islam, pada paruh awal 1960an bahkan, Gerwani sebagai organisasi radikal, mengorbankan kekukuhan mereka melawan poligami dan mengambil sikap atau posisi bersebrangan165 dengan organisasi-organisasi lain.

D.2. Gerwani Dengan Golongan Kiri

Taktik politik golongan kiri yang mempengaruhi Gerwani dalam hal ini adalah (partai yang berhaluan komunis) adalah front persatuan. Dua macam front persatuan dan dua macam front persahabatan, yakni; (1) Proletariat dengan kaum

164 Fransiska Ria Susanti. op.cit. hal. 87-88.

165Sikap bersebrangan Gerwani mengenai poligami, ketika Soekarno mengawini Hartini tahun 1962.

96 tani dan borjuis kecil kota adalah front persatuan atau persahabatan antara proletar dan orang punya sedikit milik. Persekutuan proletariat dengan kaum tani dan kaum seni disebut persekutuan buruh dan tani; (2) Proletariat dengan orang-orang yang mengeksploitasi, ini adalah persekutuan atau persahabatan antara proletar dengan majikan.166

Dalam Kongres ke-VI Partai Komunis Indonesia, di mana Aidit menyadari bahwa prosentase keanggotaan perempuan di dalam partai, malah berkurang.

Maka ia ingin memperbaiki, dengan menarik kaum perempuan, “harus lebih banyak kaum perempuan ditarik ke dalam partai‟167. Oleh karena itu, untuk meningkatkan intelektualitas perempuan (buta huruf menjadi melek huruf), dan usaha untuk merebut perhatian perempuan, maka perlu diadakan ceramah dikalangan perempuan, diperluas sekolah-sekolah politik untuk kaum perempuan, diadakan konfrensi perempuan komunis di daerah-daerah lewat brosur-brosur.

Seperti dalam kebanyakan perjuangan kemerdekaan nasional, laki-laki biasanya mencari dukungan dari kalangan perempuan. Sebagai pemimpin, Aidit sadar akan pentingnya usaha untuk menarik dan mengorganisir perempuan, oleh karena perempuan memegang peranan penting dalam sektor pertanian. Sebagian besar pekerja pada sektor industri adalah perempuan. Gerwani adalah jembatan dalam menarik dan mengorganisir perempuan, terutama dari kelas bawah.

Kampanye pemilu 1954 menyatakan bahwa “untuk semua perempuan, yang memilih partai golongan kiri berarti emansipasi dan jaminan akan persamaan

166D.N. Aidit. op.cit. hal. 52-53.

167Bintang Merah. op.cit. hal. 195.

97 hak‟,168 mereka akan menjamin persamaan hak (perempuan) dalam empat hal yaitu; (1) Dalam perkawinan akan diberi kebebasan pada kedua jenis kelamin untuk memilih pasangan, persamaan dalam perceraian dan warisan, suami istri dilibatkan dalam pembinaan anak. (2) Dalam sektor ekonomi setiap perempuan yang terlibat dalam proses produksi ditempatkan dalam posisi sederajat dengan laki-laki. (3) Dalam perburuan tidak akan dibenarkan diskriminasi setiap pekerjaan yang sama akan berlaku upah yg sama. (4) Dalam pertanian perempuan akan mendapat bagian yang sama bila sebidang tanah dibagi-bagi.169

Metode yang dipakai Golongan kiri merupakan usaha untuk menarik minat perempuan dari segala lapisan sosial. Metode ini dapat menarik tiga jenis kelompok sosial: perempuan dari kelas pekerja dan pertanian, kelompok menegah dan kelompok atas.

Hubungan Gerwani dengan golongan kiri hanya merupakan hubungan persahabatan. Pada umumnya Gerwani menyokong kampanye-kampanye politik yang dilancarkan Golongan Kiri. Ketika ketegangan politik meningkat dan masyarakat Indonesia semakin mengalami politisasi dan polarisasi, Gerwani bergeser semakin dekat dengan Golongan Kiri. Perkembangan ini terbawa oleh mereka yang mempunyai keanggotaan rangkap, Golongan Kiri dan Gerwani sekaligus. Tetapi sampai saat terakhir Gerwani tidak pernah secara resmi menjadi bagian perempuan Golongan Kiri.

168Harian Rakyat, edisi Desember 1955.

169Kesamaan Program Gerwani dan Partai berhaluan kiri. Lihat. Lampiran 2. Hak-hak Perempuan. Pasal. 13.

98 E. Peran Dalam Mendorong Perempuan Sadar Politik.

Pengaruh Gerwani dalam mendorong perempuan sadar politik, dapat dilihat ketika Gerwani mencurahkan perhatiannya pada masalah pendidikan melek huruf yang dimulai tahun 1955 dengan membuka sekolah. Secara besar-besaran

Gerwani melakukan kampanye pemberantasan buta huruf di kalangan perempuan, yang didukung dengan dibukanya tempat-tempat kursus sekaligus mendidik perempuan mengenai masalah-masalah politik.170 Selain mendirikan sekolah dan tempat kursus, Gerwani mengadakan seminar-seminar.

Indikasi lain dengan diterbitkan majalah khusus bagi perempuan yaitu Api

Kartini yang berisikan tulisan tentang masak-memasak, resep masakan; cara mengasuh anak; mode; pengaruh buruk film-film Amerika yang bermutu rendah; permasalahan poligami.171 Majalah ini disebarkan melalui kader-kader dan disebarluaskan kepada para perempuan melalui pertemuan rutin, misalnya arisan atau rapat rutin anggota.

Kerjasama Gerwani dengan Sarbupri, sebagai tindaklanjut dari program memperjuangkan buruh perempuan, dengan keterlibatan S.K. Trimurti dalam

Persatuan Buruh Indonesia (PBI).172 Pada saat itu, buruh perkebunan kebanyakan adalah kaum perempuan dan buta hutuf. Gerwani melancarkan kegiatan untuk menyadarkan kaum buruh perempuan mengenai hak-hak hukum mereka dan membantu mereka memecahkan masalah perburuhan dan perkawinan. Di samping

170Fransiska Ria Susanti. op.cit. hal. 68-70.

171Hikmah Diniah. op.cit. hal. 128.

172Fransisica Ria Susanti. op.cit. hal. 136.

99 itu Gerwani membantu buruh perkebunan dalam konfrontasi kekerasan, yang terjadi ketika pemerintah bertindak mengusir mereka dari perkebunan.173

Gerwani sangat vokal dalam menyuarakan isu-isu populis174, sehingga dapat mempengaruhi kaum perempuan di masyarakat dan rakyat umumnya. Perwujudan kesadaran perempuan, dituangkan dalam buah pikiran dalam bentuk tulisan- tulisan dan menerbitkan majalah, mendirikan sekolah, menyelenggarakan kegiatan ekonomi dan berorganisasi. Keterlibatan perempuan dalam organisasi formal dilihat sebagai puncak perwujudan kesadaran politik perempuan dan organissi merupakan media bergerak yang tepat dan efektif.

Dewasa ini, kaum perempuan dapat menduduki jabatan penting di dalam sebuah instansi baik swasta maupun pemerintah. Perempuan bisa menjadi presiden, anggota DPR, Mentri, dll. Keterwakilan perempuan saat ini tidak lepas dari pengaruh Gerwani dalam memperjuangkan hak-hak politik kaum perempuan, yang dimulai ketika pemilu pertama, di mana perempuan sudah mulai menduduki posisi-posisi penting dalam pemerintahan baik menjadi anggota parlemen maupun menjadi lurah.175

Di dalam parlemen Gerwani memperjuangkan agenda perempuan misalnya, rancangan undang-undang, seperti UU Perkawinan yang demokratis dan reform

173Saskia Elenora Wieriga. op.cit. hal. 296.

174Populis adalah penganut paham populisme. Populisme artinya paham yang mengakui dan menjunjung tinggi hak, kearifan, dan keutamaan rakyat kecil.

175Saskia Elenora Wieringa. op.cit. hal. 359-361. Lihat. Hikmah Diniah. op.cit. hal. 172-175

100 perkawinan.176 Namun, pada saat Gerwani dibubarkan, UU perkawinan ini belum disetujui oleh pemerintah. Setelah melalui proses yang panjang, yang telah mulai diperjuangkan Gerwani, akhirnya UU Perkawinan No.I tahun 1974 disahkan.

Dengan UU Perkawinan tersebut, meskipun belum sempurna namun diharapkan kesejahteraan keluarga lebih terjamin.177

Dapat disimpulkan bahwa, peran Gerwani dalam menyadarkan perempuan sangat besar. Hal ini dilihat dari keberadaan perempuan saat ini, di mana perempuan sudah memperoleh kedudukan yang sama dengan laki-laki baik dalam pendidikan, masyarakat, lapangan pekerjaan maupun politik.

176 Ibid. hal 303.

177Catharina Nanik Purwoko. op.cit. hal.45

101 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan melihat uraian di atas, dapat diperoleh gambar tentang organisasi

Gerwani di Indonesia. Sejarah perjuangan perempuan telah melewati proses yang begitu panjang, suka dan duka menjadi batu loncat mewujudkan cita-cita perjuangan. Budaya, agama, ekonomi, serta penjajah sebagai faktor penghambat yang menyebabkan kaum perempuan tidak berkembang.

Agar cita-cita perjuangan terwujud, perempuan telah mengambil bagian dan bekerjasama dengan kaum laki-laki. Sehingga akhirnya bangsa Indonesia merdeka dari penjajah. Setelah Indonesia merdeka kaum perempuan harus menerima realitas di mana kaum perempuan akhirnya dilupakan dan ditinggalkan di tengah bidang sosial. Diskriminasi baru mulai dialami baik dalam lapangan pekerjaan, dalam rumah tangga bahkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Tekanan dan diskriminasi yang dialami melahirkan kesadaran baru dalam diri perempuan untuk melawan bukan dengan kekerasan fisik tetapi melalui pembentukan organisasi dan pendidikan. Pertama, kaum perempuan yang mulai sadar akan realitas yang ada, membentuk organisasi. Di dalam organisasi tersebut mereka dilatih agar melek huruf, bisa baca, bisa tulis, bisa menghitung dan kaum perempuan diberi kursus-kursus untuk menggembangkan keterampilan. Kedua, didirikannya sekolah-sekolah agar perempuan melek huruf.

102 Dalam perjalanannya ternyata, organisasi yang telah dibentuk kurang menjawab kebutuhan perempuan, oleh beberapa perempuan disadari bahwa organisasi yang ada hanya berputar pada masalah pendidikan dan kurang menyentuh masalah pokok kaum perempuan sehari hari.

Munculnya organisasi perempuan semata-mata hanya ingin melawan ketidakadilan serta mengangkat derajat perempuan. Lahirnya tokoh-tokoh perempuan untuk melawan ketidakadilan, mereka bersatu membentuk kekuatan- kekuataan. Perlawanan perempuan ini dilakukan tidak dengan kekerasan tetapi melalui pemberantasan buta huruf dan pendidikan; melalui kerjasama dengan organisasi yang ada berpihak pada rakyat tertindas serta dengan terjun keranah politik.

Dilapangan politik kurangnya hak demokrasi, dalam lapangan ekonomi oleh kurangnya jaminan hidup, dalam bidang sosial masih ada kepincangan- kepincangan pergaulan karena kurang sempurnanya pendidikan dan kesehatan, jadi kekurangan selalu dirasakan oleh kaum perempuan, sebagai alasan kaum perempuan berorganisasi. Artinya, bukan organisasi politik melainkan orang yang bekerja dalam lapangan kemasyakatan, yang berjiwa peri kemanusiaan.

Gerwani yang merupakan gabungan dari beberapa organisasi perempuan yang memiliki kesadaran yang tinggi menolak posisi kaum perempuan pada saat itu. Mereka merasa kecewa dan prihatin dengan keadaan gerakan perempuan yang hanya bergerak di bidang sosial dan soal perkawinan. Oleh karena itu, Gerwani yang militan dan independen, masuk dalam ranah politik, dengan tujuan ingin memperjuangkan nasib perempuan. Hal ini berkaitan dengan realitas di mana

103 tuntutan-tuntutan perempuan diabaikan oleh pemerintah. Maka, dengan terjun keranah politik Gerwani bisa menyuarakan kepentingan perempuan.

Kongres-kongres yang dilaksanakan Gerwani untuk mencapai kesepakatan bersama, dan di dalam kongres, program-program diputuskan dan menjadi bekal dan pegangan bagi setiap anggota baik di pusat maupun di desa dalam berkarya.

Pada awal berdirinya, Gerwani telah menjalin kerja sama dengan organisasi lain yang juga aktif pada saat itu dan selalu berada digaris depan dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan bersama. Kegiatan Gerwani disesuaikan dengan perkembangan pemerintahan saat itu, seperti konfrotansi Malaysia, pembebasan

Irian Barat sampai pada aksi-aksi menentang AS.

Munculnya Gerwani yang progresif, militan serta yang berpihak pada rakyat kecil, miskin, tertindas dan dengan tindakan nyata membebaskan rakyat dari penindasan membawa harapan baru bagi kaum perempuan. Gerwani sebagai pahlawan baru dalam membebaskan perempuan dan menyadarkan perempuan.

Selain sebagai pahlawan, aksi-aksi Gerwani membawa ide-ide kiri baru yang memberikan energi baru bagi tumbunya gerakan demokratik di Indonesia termasuk gerakan perempuannya. Gerwani bisa dianggap adanya kebudayaan bangkit. Kebudayaan yang bangkit adalah praktik-praktik, makna-makna dan nilai-nilai baru yang membebaskan perempuan, sehingga kedudukan laki-laki dan perempuan sama dan bisa kerjasama untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

Sepak terjang Gerwani dalam membebaskan kaum perempuan sangat mendunia, berpijak pada realitas hidup serta mampu menjawab permasalahan yang sedang dialami perempuan, kaum buruh serta buruh nelayan. Gerwani sangat

104 militan, berani menuntut pemerintah untuk memperhatikan kepentingan rakyat.

Melalui aksi-aksi yang dilakukan mampu membawa perubahan bagi perempuan dan rakyat pada umumnya. Perubahan itu memang tidak kelihatan, tetapi adanya indikasi bahwa, sampai saat ini masih ada organisasi perempuan yang mau berjuang bagi kaum perempuan dan kaum tertindas. Dapat disimpulkan, bahwa pengaruh Gerwani dewasa ini, ketika kaum perempuan mampu menjadi pemimpin bangsa dan bahkan duduk pada posisi-posisi penting baik dibidang politik, pendidikan, ekonomi dan dalam kehidupan bermasyarakat.

Gerakan Gerwani menjadi ikon bagi gerakan perempuan dewasa ini, sayangnya gerakan perempuan sekarang masih merupakan berputar pada kepentingan kelompok tertentu dan masih berputar-putar pada masalah kesetaraan gender, hak-hak politik. Sejak kehancuran Gerwani, idelogi gerakan perempuan di

Indonesia melemah.

B. Saran

Keberadaan organisasi Gerwis hingga berubah menjadi Gerwani tidak mengurangi peran mereka di dalam masyarakat khususnya kaum perempuan dan rakyat pada umumnya. Gerwis memiliki peranan yang demikian besar bagi kaum perempuan khususnya bagi setiap permasalahan yang harus dihadapi oleh kaum perempuan, baik buruh tani, nelayan maunpun tani miskin. Organisasi ini ternyata juga menjadi harapan bagi tergalangnya sikap solidaritas antara kaum perempuan baik dari Gerwani maupun dari organisasi lainnya, meskipun harus mengubah nama dari Gerwis menjadi Gerwani.

105 Terbentuknya Gerwis tak lepas dari partisipasi para anggotanya yang memiliki semangat nasionalisme sehingga harus mengubah nama organisasi tersebut ke garis massa. Gerwani sebagai ikon perjuangan perempuan, kiranya organisasi perempuan saat ini mampu mengadopsi semangat juang Gerwani yang tidak takut akan tantangan dan sangat fleksibel. Untuk kaum perempuan yang duduk dalam posisi penting di pemerintahan, diharapkan mampu memperjuangkan nasib perempuan yang masih tertindas oleh beragam persoalan hidup.

106 DAFTAR PUSTAKA

I. Buku / Artikel

Ak. Pringgodigdo., Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, 1980.

Arifin Bey (peny), Pendudukan Jepang di Indonesia, Suatu Ungkapan Berdasarkan Dokumentasi Pemerintah Belanda, Kesaint Blant, Jakarta, 1987

., Bahaya Laten Komunis di Indonesia, Jilid 3. Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, Jakarta, 1995.

Budi Susanto, SJ (ed)., Politik dan Postkolonialitas di Indonesia, Lembaga Studi Realino, Kanisius, Yogyakarta, 2003.

Cassirer, Ernest., Manusia dan Kebudayaan, Gramedia, Jakarta, 1985.

., D.N. Aidit., Pilihan Tulisan Jilid 1 dan Jilid 2, Yayasan Pembaruan, Jakarta, 1960.

Evans. M. Sara., Lahir Untuk Kebebasan, Sejarah Perempuan Amerika, jilid 2. Obor. Jakarta, 1994.

Fauzie Ridjal dkk (ed)., Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, Tiara Wacara Yogyakarta, 1993.

Giddens Anthony & Turner Jonathan (terjh)., Social Theory Today. Pustaka Pelajar, Polity Press, 1987.

Gottschalk, Louis., Mengerti Sejarah (terjemahan Nugroho Notosusanto), Universitas Indonesia. Djakarta, 1969.

Hidayat Mukmin., Beberapa Aspek Perjuangan Wanita di Indonesia, Suatu Pendekatan Deskriptif Komparatif, Binacipta, Bandung, 1980.

Hikmah Diniah., Gerwani Bukan PKI, Sebuah Gerakan Feminisme Terbesar di Indonesia, Caraswatibooks, Yogyakarta, 2007.

Holzner Brigitte., Perubahan Sosial: Perempuan Pekerja dan Perubahan Sosial Sebuah Pengantar Study Perempuan, Pustaka Utama Grafiti. Jakarta. 1997.

Ita F. Nadia., Suara Perempuan Korban Tragedi’65 , Galang Press, Yogyakarta, 2007.

107 Kamla Bhasih., Menggugat Patriarki Pengantar Tentang Persoalan Dominan Terhadap Kaum Perempuan, Yayasan Benteng Budaya, Yogyakarta, 1996.

Koentjoroningrat., Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakyat, Jakarta, 1972.

KOWANI., Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1978.

Miall Hugh dkk (terjh)., Resolusi Damai Konflik Kontemporer, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.

Muhadi., Kritik Antonio Gramsci terhadap pembangunan Dunia Ketiga, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999.

Nanik Catharina Purwoko., Perempuan dan Ketidakadilan, LPPS dan Jaringan Mitra Perempuan No. 36. Jakarta. 1996

Nunuk A.P Murniati., Getar Gender: Perempuan Indonesia Dalam Perspektif Agama, Budaya dan Keluarga, buku II, Yayasan Indonesia Tera, Magelang, 2004.

Oherella. G.A., Peranan Wanita Indonesia Dalam Masa Pergerakan Nasional. Depdikbud, Jakarta, 1992.

Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,1988.

., Perjuangan Wanita Indonesia Sepuluh Windu Setelah Kartini 1904-1984, Departemen Penerangan Republik Indonesia, Jakarta. 1984

Poerwodarminto.W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta.1952

Pudjiwati Sajogyo., Peranan Wanita Dalam Perkembangan Masyarakat Desa, CV. Rajawali dan Yayasan Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta, 1983.

R. A. Kartini., Habis Gelap Terbitlah Terang, Balai Pustaka, Jakarta, 1963.

Riger Simon., Gagasan-gagasan Politik Gramsci (cet II) terj. Sugiono, Yogyakarta, 2001.

Sagimun M.D., Mas Trip dari Brigade Pertempuran ke Brigade Pembangunan. Bina Aksara, Jakarta, 1989.

108 Sihombing, O.D.P, Pemuda Indonesia Menantang Fasisme Jepang, Sinar Jaya, Jakarta, 1962.

Soekarno., Sarinah: Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia (cet. 2), Yayasan Pembangunan, Jakarta, 1951.

., Sri Sumarah, Pustaka Jaya, Jakarta, 1975.

Sukanti, Suryochondro., Potret Pergerakan Wanita di Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta, 1984.

Sukanti, Kartowijono., Perkembangan Pergerakan Wanita Indonesia, Yayasan Idayu, Jakarta, 1975.

Sulistyowati Irianto., Perempuan Di Antara Berbagai Pilihan Hukum, Yayasan Obor, Jakarta, 2003.

Sumarwan Antonius, SJ., Menyeberangi Sungai Air Mata, Kisah Tragedi Tapol 1965 dan Upaya Rekonsiliasi, Kanisius, Yogyakarta, 2007.

., Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi, Kumpulan Pengalaman dan pemikiran buku V, PT. Dharma Aksara Pramata, Sinar Harapan, Jakarta, 1985.

Susanti Ria Fransisika., Kembang-kembang Genjer, Jejak, Wangun Printika. Yogyakarta, 2007.

Wieringa Eleonora Saskia., Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia, Kalyanamitra dan Garba Budaya, Jakarta, 1999.

Wiyasa Bratawijaya Thomas (ed)., Kedudukan Wanita Dalam Kebudayaan Dulu, Kini dan Esok, Praditya Paramita, Jakarta, 1992.

II. DOKUMEN-DOKUMEN

Dokumen-Dokumen Kongres Nasional ke VII, Luar Biasa PKI, Maju Terus. Bintang Merah, Nomor Spesial, Yayasan, Pembaruan, Jakarta, 1963.

Dr. Anatona Gulo., Dokumen Perdagangan Budak Perempuan Indonesia Dalam India Office Record (IOR) Series R/9, Diskusi Dwibulanan Indonesiana, Pusat Studi Sejarah Indonesia Universitas sanata Dharma, Yogyakarta, 2007.

109

III. SURAT KABAR DAN MAJALAH

Harian Rakyat, edisi Desember 1955.

Harian Rakyat, edisi 3 Januari 1964

Haryatmoko., Kekuasaan Melahirkan Anti Kekuasaan. Basis. edisi Januari- Februari, 2002.

Kompas, Jumat 8 Mei 2009.

110 Lampiran 1

SUSUSAN KEPENGURUSAN GERWANI 1950-1965178

Susunan kepengurusan Gerwani sejak tahun 1950-1965 mengalami lima kali perubahan.

Tahun 1950 Ketua Gerwis I : Tris Metty

Tahun 1850-1951 Ketua Gerwis II : S.K/ Trimurti

Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat: Tahun 1951-1954 Ketua : Suharti Wakil Ketua I : Umi Sardjono Wakil Ketua II : S.K. Trimurti

Tahun 1954-1957 Ketua : Umi Sardjono Wakil Ketua I : Suharti Wakil Ketua II : Ny. Mudigdio Sekretaris : 1. Asiyah 2. Darmini Anggota : 1. Kartinah 2. Mawarni 3. Paryani 4. Suwarti Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Harian Tahun 1957-1965 Ketua : Umi Sardjono Wakil Ketua I : Suharti (dalam rapat persiapan kongres V disepakati akan menjadi ketua menggantikan Umi Sardjono, periode 1965) Wakil Ketua II : Mudikdio Wakil Ketua III : S.K. Trimurti Sekretariat Umum : Kartinah Wakil sekretariat Umum : Sulami Seksi Organisasi : NY. Suwarti B.S. Nn. Darmini

178 Diambil dari. Hikmah Diniah. 2007. Gerwani Bukan PKI, Feminisme Terbesar di Indonesia. Carasvatibooks. Yogyakarta. hal. 116-117.

111 Seksi Penerangan Pendidikan & Kebudayaan: Ny. Suwarti Trimo Nn. Sudjinah

Seksi Hak-hak Wanita/ Anak-anak: : Ny. Parjani : Ny. S. Asiyah

Seksi Perbendaharaan : Ny. Mawarni Ny. Chalisah

112 Lampiran 2

PROGRAM GERWANI179

HAK-HAK PEREMPUAN 1) Hak sama dengan laki-laki dalam semua lapangan supaya dijamin, sesuai dengan pasal 27 Undang-undang Dasar 1945 RI yang menjamin kedudukan dan hak sama bagi warganegara wanita dan laki-laki. Undang-undang dan peraturan-peraturan yang memungkinkan berlakunya diskriminasi bagi kaum wanita supaya dihapus. Dilaksanakanya Undang-undang No. 68 tahun 1959 tentang persetujuan Konvensi Hak-hak Politik bagi Wanita. 2) Supaya segera dilaksanakan Undang-undang Perkawinan yang melindungi persamaan hak wanita dan laki-laki sesuai dengan prinsip-prinsip Pasal 16 Piagam PBB. Dalam Undang-undang itu supaya dilarang adanya kawin paksa, perkawinan anak-anak, perkosaan dan perceraian yang sewenang- wenang, terhadap wanita, dan hak anak-anak yang orang tuanya bercerai supaya dilindungi. 3) Hak sipil bagi wanita supaya dijamin dan dilaksanakan, misalnya dalam perkawinan campuran supaya kaum wanita berhak memilih kewarganegaraannya sendiri sesuai dengan Undang-undang kewarganegaraan. 4) Supaya PP 19 tahun 1952 diganti dengan Peraturan Pensiun Janda dan Yatim Piatu yang adil, dan pengeluaran pensiun supaya dipermudah. 5) Badan-badan seperti BPPPP (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian) dan PPPPP (Panitia Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perkawinan) di daerah-daerah supaya diperluas, dimana duduk wakil-wakil dari organisasi wanita yang luas. Pembelaannya supaya merata sampai daerah-daerah. 6) Dilaksanakannya Undang-undang pokok Kepegawaian dengan segera dikeluarkannya peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan Konvensi ILO No. 100 tentang jaminan upah sama bagi buruh wanita dan laki-laki untuk pekerjaan yang sama nilainya. Dilaksanakannya jaminan hak sama bagi buruh/pegawai wanita dengan buruh/pegawai laki-laki untuk naik pangkat dan menduduki semua jabatan hak untuk mengikuti segala kursus kejuruan dengan syarat-syarat yang sama dan memasuki segala lapangan pekerjaan. 7) Mendesak dilaksanakannya peraturan Pemerintah yang mengatur cuti hamil bagi buruh/pegawai wanita dilapangan Swasta maupun Pemerintah. Sedemikian rupa sehingga menghilangkan pembatasan-pembatasan dan kesulitan-kesulitan serta birokrasi untuk memudahkan setiap buruh/pegawai

179 Diambil dari Program Gerwani . http:// redbulletin. Wordpress.com. Diakses pada 6 Juli 2009

113 wanita mendapatkan cuti dan bantuan selama hamil tua, melahirkan anak, menggugurkan kandungan, serta menjusukan anak-anaknya dan cuti haid. 8) Dilaksanakan keamanan dan keselamatan kerja bagi buruh atau pegawai wanita dan diadakannya tempat penitipan baji yang memenuhi syarat kesehatan, Taman Kanak-kanak, diperusahaan Pemerintah dan swasta dan jawatan-jawatan yang banyak buruh atau pegawai wanitanya. 9) Mendesak kepada Pemerintah supaya segera dikeluarkan Undang-undang yang mengatur hubungan-hubungan kerja yang demokratis antara buruh dan majikan disetiap lapangan kerja. Supaya dilarang setiap bentuk pemecatan sewenang-wenang dan massal yang sering dilakukan terhadap buruh/pegawai wanita, dan segera dibentuknya Dewan Peradilan Pegawai/buruh disemua lapangan kerja. 10) Mengintensifkan dan memperluas koperasi-koperasi buruh disetiap lapangan kerja yang bisa meringankan beban kaum buruh wanita dan para isteri buruh. 11) Perlunya segera dihapuskan peraturan-peraturan yang bersumber pada IGO/IGOB untuk mengakhiri diskriminasi mengenai hak-hak wanita dalam jabatan Kepala Desa/Pamong Desa, dan lain-lain. Supaya segera dihapuskannya berbagai macam kerja tanpa dibayar yang pada hakekatnya sama dengan rodi dan pologoro yang sangat memberatkan kaum tani. 12) Mendesak supaya Pemerintah segera mewujudkan otonomi tingkat III yang menjamin ikut-sertanya wanita tani dalam lembaga-lembaga pemerintah otonomi tingkat III dan supaya diadakan pemilihan-pemilihan secara periodik. 13) Mengharap para pejabat sungguh-sungguh merealisasi hak milik atas tanah bagi wanita tani atas namanya sendiri seperti yang tercantum dalam pasal 9 UU Agraria No. 5/1960. 14) Pemerintah supaya segera melaksanakan Undang-undang Perjanjian Bagi Hasil dengan cara yang tepat dan merata di semua tingkat daerah dan komposisi Panitia Pertimbangan Kecamatan supaya terdiri dari wakil-wakil tani penggarap, baik wanita maupun laki-laki. 15) Mendesak kepada Pemerintah supaya segera meIaksanakan land-reform secara konsekwen sesuai dengan ketetapan MPRS dan mengikutsertakan wakil-wakil kerja wanita dalam panitia-panitia Pelaksanaan land-reform dan dalam Badan-badan Musyawarah kerja tani di semua tingkat. 16) Pemerintah supaya mewajibkan lintah darat mendaftarkan diri dan mengharuskan menurunkan bunga uang pinjaman dan hutang-hutang kepada lintah darat, yang tidak mendaftarkan harus dianggap tidak sah. 17) Supaya kepada kaum tani, kaum nelayan, tukang-tukang pekerja tangan, pedagang kecil diberi bantuan kredit yang murah, mudah, dan panjang oleh Pemerintah. Serta diperbanyak jumlah pasar-pasat dan alat perhubungan yang mudah dan murah, terutama diluar Jawa, untuk memudahkan pengangkutan, penjualan dan perbelanjaan kebutuhan sehari-hari. Mengusahakan berdirinya koperasi-koperasi Tani dan Nelayan sampai ke desa-desa.

114 18) Pajak-pajak negara yang sangat memberatkan beban rumah tangga supaya diringankan, tunggakan pajak bumi, setoran paksa, sistem pologoro, rodi, supaya dihapuskan dan nasib Pamong Desa supaya diperbaiki. 19) Supaya segera diadakan Undang-undang 1192 Kesejahteraan kaum nelayan beserta keluarganya, dan Undang-undang Bagi Hasil Nelayan. 20) Segera dilaksanakannya Proqram Sandang-Pangan dengan diadakan pengendalian harga barang-barang pokok kebutuhan hidup sehari-hari terutama bahan makanan dan pakaian, dengan diadakannya Dewan-dewan Pertimbangan Distribusi mengikutsertakan wakil-wakil organisasi, terutama Buruh, Tani dan Wanita. Supaya Pemerintah mengambil tindakan tegas dan keras terhadap orang-orang yang melakukan penimbunan dan spekulasi- spekulasi, dan dengan sungguh-sungguh berusaha untuk mencukupi persediaan bahan pokok serta melaksanakan distribusi secara mudah, murah, dan merata, dengan jalan melewati koperasi-koperasi, RK-RK, RT-RT. 21) Anggaran belanja untuk kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak supaya diperbesar. Balai-balai pengobatan, klinik-klinik persalinan, biro-biro konsultasi dan BKIA-BKIA (Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak) serta jumlah bidan-bidan supaya diperbanyak sampai ke kecamatan-kecamatan. Pendidikan bagi dukun-dukun bayi serta pendidikan kesehatan Rakyat supaya diperluas dan diadakan peraturan tarif dokter/Bidan, yang ringan dan harga obat-obatan yang murah, sesuai dengan Keputusan MPRS. 22) Mendesak aqar supaya segala bentuk dan perwujudan kebudayaan dan Kesenian menjadi milik seluruh Rakyat dan menyinarkan sifat-sifat nasional.

HAK-HAK ANAK 23) Anggaran belanja PD&K. supaya ditambah. Gedung-gedung sekolah yang memenuhi syarat kesehatan, sekolah-sekolah kejuruan supaya diperbanyak, dan usaha pemberantasan Buta Huruf serta meningkatkan taraf kebudayaan nasional diperluas sesuai dengan keputusan MPRS. 24) Bagi para pemuda dan anak-anak supaya ada jaminan untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan bakatnya. 25) Segera diadakan Undang-undang Wajib Belajar dengan mempersiapkan syarat-syarat pelaksanaannya dan supaya dijamin keseragaman buku-buku pelajaran dengan harga yang murah, mulai dari S.R. sampai Universitas. 26) Taman Kanak-kanak supaya diperluas dan diberi bantuan oleh Pemerintah. 27) Jumlah taman-taman bermain bagi anak-anak diadakan serta diperbanyak. 28) Perederan film, penerbitan cabul yang mempropagandakan kejahatan dan perang, supaya dilarang dan dijimin perluasan film/penerbitan yang bersifat mendidik, dan sesuai dengan perkembangan jiwa anak-anak.

115 KEAMANAN / HAK-HAK DEMOKRASI: 29) Dilaksanakannya Ketetapan MPRS mengenai pemulihan keamanan dalam waktu sesingkat-singkatnya dengan dimulai penurunan/penghapusan tingkat keadaan bahaya bagi daerah-daerah yang sudah aman. 30) Hak-hak dan kebebasan demokrasi bagi Rakyat diseluruh daerah-daerah untuk menjamin ikut-sertanya Rakyat dalam melaksanakan pembangunan Nasional Semesta Berencana.

KEMERDEKAAN NASIONAL YANG PENUH: 31) Ikutserta aktif dalam perjuangan Pembebasan Irian Barat serta pengembalian kedalam kekuasaan Republik Indonesia.

PERDAMAIAN: 32) Dilaksanakannya Kerangka Ketiga Manipol mengenai Persahabatan dan Solidaritas Internasional atas saling menghormat dan kerjasama untuk melawan persiapan-persiapan perang dan membentuk satu Dunia Baru yang bersih dari imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme untuk mewujudkan perdamaian dunia yang abadi. 33) Tenaga atom supaya digunakan untuk maksud-maksud damai/pemakaian senjata nuklir yang membahayakan keselamatan umat manusia supaya dilarang.

116