BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Setiap negara memiliki wilayah perbatasan yang terbentuk sejak lahirnya negara. Wilayah perbatasan merupakan wilayah yang letaknya paling dekat dengan negara lain dan terdapat peluang yang besar bagi masyarakat disekitar wilayah perbatasan untuk berinteraksi langsung dengan negara lain, hal tersebut menjadikan wilayah perbatasan sangat penting bagi kedaulatan wilayah negara. Wilayah perbatasan juga dianggap sebagai ujung tombak bagi suatu negara yang menjadi tumpuan keamanan dan perekonomian negara terlebih masyarakat disekitar wilayah perbatasan. Tumpuan keamanan dan perekonomian harus memiliki sarana dan prasarana yang mampu menopang kepentingan masyarakat di wilayah perbatasan. Menurut Rosencrance, saling ketergantungan ekonomi hadir bersamaan karena merosotnya nilai yang sesuai dan arti penting penaklukan teritorial bagi negara. Dalam dunia kontemporer, manfaat perdagangan dan kerjasama antara negara-negara jauh melebihi kompetisi militer dan kontrol teritorial. Perluasan teritori biasanya di anggap negara-bangsa sebagai sarana utama untuk meningkatkan kekayaan nasional. Dalam wilayah perbatasan dapat diartikan sebagai semakin dekat dan mudah akses untuk melakukan aktivitas perdagangan maka semakin besar pertumbuhan ekonomi (Burchill dan Linklater, 1996:49). Sebagai wilayah yang memiliki potensi strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional, wilayah perbatasan apabila dikelola dengan baik akan menjadi sumber pemasukan devisa alternatif bagi negara. Kegiatan perdagangan merupakan salah satu sektor penting apabila dikelola dengan baik akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat diwilayah perbatasan. Bahkan menurut Smith (1996:75) hadirnya invisible hand mampu mendesak langsung masyarakat di

1

setiap negara untuk mendapatkan posisi yang paling menguntungkan dalam ekonomi global di mana kepentingan pribadi seseorang dapat menjadi kepentingan umum. Pada kasus kondisi yang sama Polandia dan Jerman juga mengalami pertumbuhan ekonomi di kawasan perbatasan darat, walaupun masih terjadi beberapa fenomena konflik hal tersebut tidak menjadikan kegiatan ekonomi menjadi mati. Pertumbuhan ekonomi malah terjadi di Polandia karena tingginya harga barang di Jerman membuat masyarakat Jerman datang ke Polandia untuk memenuhi kebutuhannya. Polandia mendapat keuntungan dengan menjadikan wilayahnya yang terbuka bagi masyarakat Jerman. Polandia dan Jerman juga melakukan kerjasama dalam pengembangan industri manufaktur sehingga Jerman mendapatkan tenaga kerja dan tersedianya peluang kerja bagi Polandia. Sama halnya dengan Polandia dan Jerman, Indonesia dan Malaysia merupakan negara yang berbatasan langsung melalui darat apabila dilihat dari letak geografisnya, yaitu Entikong, Kalimantan Barat sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan , Malaysia Timur. Entikong merupakan daerah perbatasan yang berhadapan langsung dan melekat pada tapal batas dengan Sarawak yaitu , sebagai salah satu daerah yang dilalui jalan tembus lintas antarnegara secara resmi Entikong menjadi wilayah yang menghubungkan kota (Serawak) dan kota (Kalimantan Barat). Bahkan batas tersebut telah ditetapkan dengan adanya Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yaitu Entikong-Tebedu yang berada di Kabupaten Sanggau, begitu pula dengan Malaysia yang berada di Tebedu (Trisudarmo, Riwanto dan Haba, John : 2005). Entikong sebagai wilayah perbatasan yang berhadapan langsung dengan negara tetangga, menjadikannya sebagai wilayah yang terbuka. Hal tersebut membuat masyarakat di sekitar wilayah perbatasan Entikong sebagai masyarakat heterogen yang tidak hanya terdiri dari masyarakat lokal, melainkan juga orang-orang pendatang yang sudah bertempat tinggal di wilayah Entikong serta orang-orang yang sekadar mencari nafkah atau berbisnis di wilayah perbatasan.

2

Begitu pula dengan aktivitas perekonomian masyarakat di wilayah perbatasan Entikong yang diperoleh dari berbagai sektor, yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, maupun sektor informal lainnya seperti money changer dan kuli angkut barang. Aktivitas perdagangan masyarakat dilakukan di dua tempat, yaitu pasar “kaget” dan di pusat pertokoan Entikong. Pasar pusat berada di antara permukiman penduduk, sedangkan pasar “kaget” yang dulunya berada di sekitar lokasi PLBN kini dipindahkan dari lokasi tersebut, karena dinilai area PLBN sebaiknya bersih dari aktivitas perdagangan (Fitriani & Evi : 2012). Maka dari itu PLBN membutuhkan fasilitas pendukung sarana dan prasarana yang mampu menopang kegiatan perekonomian seperti terminal barang. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan empat provinsi yang berbatasan darat secara langsung dengan negara lain, diantaranya Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Provinsi tersebut memiliki kawasan yang strategis karena berbatasan langsung dengan negara tetangga, hal tersebut membuat wilayah ini memiliki peran besar dalam menjaga kedaulatan wilayah Republik Indonesia, maka dari itu perlu adanya sarana dan prasarana yang mampu menopang setiap kegiatan perekonomian. Sejalan dengan hal tersebut Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mencanangkan Nawa Cita yaitu sembilan agenda prioritas untuk Indonesia. Terdapat dua poin penting bagi wilayah perbatasan, yang terdapat dalam poin pertama dan ketiga. Dalam poin pertama yaitu menghadirkan kembali negara di tengah warga negara. Di mana keamanan batas negara seperti kedaulatan wilayah serta perlindungan terhadap sumber daya alam menjadi prioritas pemerintahan ini. Kemudian poin ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, sehingga pembangunan tidak lagi terpusat di perkotaan tetapi juga harus dilakukan di seluruh pelosok Indonesia (Kominfo : 2018). Untuk merealisasikan Nawa Cita peraturan mengenai pembangunan wilayah perbatasan juga tertera dalam kebijakan pengelolaan perbatasan negara dalam

3

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 yang menyatakan bahwa pengelolaan perbatasan negara mengandung dua dimensi yaitu “Pengelolaan Batas Wilayah Negara” (border line) dan “Pembangunan Kawasan Perbatasan” (border area). Kebijakan tersebut berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2010 Jo. Perpres Nomor 44 Tahun 2017 tentang BNPP. Lembaga ini mempunyai empat tugas besar dalam mengelola perbatasan. Pertama menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, kedua menetapkan rencana kebutuhan anggaran, ketiga mengkoordinasikan pelaksanaan dan melaksanakan evaluasi, dan keempat pengawasan terhadap pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan (RPJN 2015-2019 : 2014). Kemudian didukung dengan adanya Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2015 tentang percepatan pembangunan 7 Pos Lintas Batas Negara dan sarana prasarana penunjang di kawasan perbatasan semakin mendasari pembangunan di wilayah perbatasan Entikong yang termasuk dalam kawasan terpadu (Hukum Online.com : 2015). Menurut Tirtosudarmo (Tirtosudarmo, Riwanto dan Haba : 2005) wilayah perbatasan Entikong lebih maju ketimbang wilayah perbatasan daratan lain yang berada disepanjang Kalimantan. Hal tersebut terlihat dengan adanya berbagai fasilitas untuk mendukung tumbuhnya sebuah kota, seperti terminal, hotel, tempat karaoke, pertokoan, dan didukung dengan fasilitas pelaksanaan pemerintahan seperti kantor karantina, imigrasi, dan Bea Cukai. Pemerintah daerah menilai Entikong sebagai wilayah perbatasan yang mempunyai nilai strategis bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dari aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta kedaulatan negara. Hal tersebut menjadikan Entikong sebagai wilayah yang strategis terlebih dengan terbitnya SK Menhut No. 936/Menhut-II/2013 tentang perubahan peruntukkan kawasan hutan di Propinsi Kalimantan Barat yang dijadikan perubahan penggunaan kawasan hutan di Propinsi Kalimantan Barat, sehingga adanya perubahan peruntukkan lahan antara lain PLBN yang ada saat ini dan lokasi rencana pembangunan terminal barang yang sebelumnnya digunakan untuk areal penggunaan lain (APL). Sekarang setelah direvisi PLBN Entikong berfokus pada

4

pintu masuk dan keluar orang dan barang dari Serawak, Malaysia Timur ke Indonesia maupun sebaliknya, hal tersebut diharapkan mampu untuk mewujudkan wilayah strategis bagi pengembangan perekonomian masyarakat perbatasan maupun kontribusi bagi devisa negara. Semenjak tahun 2006, antara Indonesia dan Malaysia sudah memiliki komitmen untuk membangun terminal barang di Entikong dan Tebedu. Berbeda dengan Malaysia yang sudah siap pada tahun 2004 dari segi infrastruktur memiliki Tebedu Inland Port (TIP) yang merupakan inland port pertama dan satu-satunya yang terletak di Tebedu, Distrik Serian sekitar 85 km dari Kuching, ibukota negara bagian Sarawak dan 1 km dari perbatasan Kalimantan Barat-Sarawak (SM Inland Port Sdn Bhd : 2012). Indonesia masih harus memulai dari infrastruktur maka dari itu Pemerintah Kabupaten Sanggau mengusulkan Surat Bupati Nomor 515/2498/PPK- BPP/2014 tanggal 11 Juli 2014 agar PLBN Entikong termasuk dalam daerah terminal barang tujuan impor produk tertentu kepada Gubernur Kalimantan Barat dan ditembuskan langsung kepada Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan-RI (BNPP-RI) dan Menteri Pedagangan RI. Entikong telah melaksanakan peningkatan untuk berbagai infrastruktur, diantaranya rampungnya pembangunan PLBN seluas 8 hektar dan luas bangunan 19.493 m2 yang terdiri dari kantor bea cukai, karantina, imigrasi, kesehatan dan keamanan. PLBN juga dilengkapi dengan sarana perdagangan seperti pasar tradisional yang dikelola secara modern, pemerintah juga dalam proses merealisasikan pengadaan terminal barang internasional (dryport). Terminal barang internasional tersebut bertujuan untuk menopang aktivitas ekspor maupun impor dari kawasan Entikong-Tebedu, karena Malaysia sebagai negara tetangga yang paling banyak melakukan transaksi perdagangan dengan masyarakat di Entikong (Kementerian Perhubungan RI : 2018). Kementerian Perhubungan membangun Terminal Barang Internasional di dekat PLBN dan pembangunan Terminal Barang Internasional tersebut sudah selesai 100% (Kominfo Kabupaten Sanggau : 2019). Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya

5

Sumadi terminal barang sangat penting untuk kelancaran arus barang internasional di wilayah perbatasan, hal tersebut dilihat dari belum terkonsolidasi secara optimal yaitu arus ekspor-impor yang sebelumnya sempat ditutup karena adanya arus barang yang keluar masuk dengan bebas di wilayah perbatasan Entikong (Industri Bisnis : 2018). Dengan dibangunnya terminal barang internasional di Entikong sebagai wilayah dengan lokasi strategis yang berbatasan langsung dengan Tebedu, Malaysia, potensi perekonomian, dan berbagai dukungan dari sektor informal lainnya tersebut dapat menjadikan peluang yang menguntungkan bagi pengembangan wilayah perbatasan, sehingga melalui penelitian ini peneliti ingin melihat bagaimana kegiatan perdagangan di perbatasan Indonesia-Malaysia setelah adanya Terminal Barang Internasional Entikong. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana kegiatan perdagangan di perbatasan Indonesia-Malaysia setelah adanya Terminal Barang Internasional Entikong? 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu menganalisis kegiatan perdagangan di perbatasan Indonesia-Malaysia setelah adanya Terminal Barang Internasional Entikong.

1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka diharapkan manfaat penelitian ini mampu mempunyai manfaat secara teoritis dan secara praktis yaitu sebagai berikut : 1.4.1 Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan studi Hubungan Internasional yang terus berkembang sesuai dengan fenomena kegiatan perdagangan lintas batas.

6

b. Memberikan sumbangan literatur ilimiah mengenai analisis kegiatan perdagangan di perbatasan Indonesia-Malaysia setelah adanya Terminal Barang Internasional Entikong. c. Sebagai tambahan referensi bagi penelitian yang berhubungan dengan penelitian kegiatan perdagangan di perbatasan. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Menambah wawasan dan pengalaman langsung bagi peneliti mengenai kegiatan perdagangan lintas batas di perbatasan Indonesia-Malaysia. b. Melengkapi salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana dalam jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana.

7

1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini berada di terminal barang internasional Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Sebagai wilayah yang berbatasan langsung di sebelah Utara dengan Tebedu, Sarawak, Malaysia Timur.

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Sumber : Balai Pemetaan dan Informasi Infrastruktur—USDATIN 2016

8

Penelitian ini mengambil fokus kegiatan perdagangan lintas batas di perbatasan Indonesia-Malaysia setelah adanya Terminal Barang Internasional di Entikong pada tahun 2014- April 2019, karena terkait dengan semakin gencarnya pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang merivisi dan merealisasikan setiap peraturan yang berhubungan dengan pengembangan wilayah perbatasan, terutama Entikong sebagai wilayah perbatasan yang menjadi salah satu prioritas bagi pintu gerbang internasional dan pusat pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini juga berfokus pada instansi-instansi yang menaungi kegiatan perdagangan lintas batas di terminal barang internasional di Entikong. Instansi tersebut yaitu Imigrasi Entikong, Bea dan Cukai Entikong, Balai Karantina Pertanian dan Hewan Entikong, dan TNI/POLRI Wilayah Perbatasan Entikong. Adapun masyarakat yaitu para pelaku usaha mikro yang sering bersinggungan ke batas Indonesia dan Malaysia.

9