BAB II METODE IQRO’ DAN KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR’AN SECARA TARTIL USIA 6-12 TAHUN

A. METODE IQRO’ 1. Pengertian Metode Iqro‟ Al-Qur‟an mengajarkan bahwa kemajuan beragama terjadi melalui proses belajar dan amat menekankan kepada pentingnya proses belajar, sebenarnya seluruh proses pandangan filosofis dari Al-Qur‟an didasarkan atas proses belajar yang mengangkat derajat manusia. Dalam mengajarkan Al-Qur‟an seorang guru atau ustadz atau ustadzah dapat menggunakan metode bermacam-macam, yang mana setiap metode tersebut memiliki keistimewaan masing-masing. Karena keberagaman ini guru bisa memilih metode mana yang dirasakan cocok dan efisien untuk digunakan dalam pembelajaran. Metode-metode pembelajaran Al- Qur‟an tersebut seperti metode Baghdadiyah, metode Qiro’ati, metode Tilawah, metode Al-Barqy dan sebagainya. Dan salah satu metode yang sering dan mayoritas dipergunakan di adalah metode iqro‟. Dan disini penulis akan memaparkan pengertian metode iqro‟, sebelum membahas pengertian metode iqro‟, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu pengertian metode itu sendiri. Metode berasal dari bahasa Greeka yaitu “metha”(melalui/melewati) dan“hodos”(jalan/cara), jadi metode secara harfiyah ialah “cara”, dalam pemakaian secara umum metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistimatis (Muhibbin Syah, 2004:201), dalam dunia pendidikan metode merupakan suatu cara yang harus di tempuh pengajar untuk dapat mencapai suatu tujuan pembelajaran yang diinginkan. Sedangkan menurut Drs.Murni Jamal M.A dalam bukunya “Metodik Khusus Pengajaran Agama” menyatakan bahwa “methodik” berasal dari kata metode (methode) yang berarti suatu cara sistimatis dan umum seperti cara kerja ilmu pengetahuan. Jadi dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa metode ialah suatu cara sistimatis dalam mencapai suatu tujuan.

14 15

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Arab Al Munawwir kata Iqro‟ berasal dari kata kerja, yaitu Qoroa, Yaqrou, Qirooatan yang artinya “membaca”. Jika digabungkan maka kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pengertian metode iqro‟ disini ialah suatu cara yang tersusun rapih dan sistimatis untuk mencapai suatu tujuan yang dalam hal ini ialah mampu membaca Al-Qur‟an secara tartil. Metode iqro ini disusun oleh bapak As‟ad Humam dari dan dikembangkan oleh AMM (Angkatan Muda Masjid dan Mushollah) Yogyakarta dengan membuka TK Al-Qur‟an dan TPA. Metode Iqro ini semakin menyebar luas di Indonesia. Metode iqro ini sering digunakan pada pengajian anak-anak di mesjid ataupun mushollah, majelis taklim dan TPA. Karena pada dasarnya metode iqro‟ ini sangatlah praktis dan dalam prakteknya tidak membutuhkan alat-alat yang bermacam-macam, karena metode ini menekankan pada bacaannya (membaca huruf Al-Qur‟an secara tartil) yang lebih bersifat individual dengan cara belajar siswa aktif (CSBA), sehingga dapat kita simpulkan bahwa metode iqro ialah metode membaca Al-Qur‟an dengan cara santri belajar aktif (CSBA), sehingga diharapkan santri diwaktu cepat mampu membaca Al-Qur‟an secara tartil (Syuaeb Kurdi dan Abdul Aziz, 2012:100).

2. Efektivitas Penerapan Metode Iqro Metode iqro‟ merupakan metode atau cara membaca Al-Qur‟an dengan bacaan langsung yaitu tidak diperkenalkan terlebih dahulu nama-nama huruf hijaiyah, jadi tidak diperkenalkan huruf alif tanda baca fathah kemudian dieja fathah A dan seterusnya, tetapi langsung diajarkan bunyi A, BA, TA dan seterusnya. Metode iqro‟ ini mengacu kepada pengajaran Ath-Thoriqoh Shautiyah yaitu suatu cara pengajaran secara langsung atau terus pada bunyi, bukan dengan mengeja huruf. Karena metode ini sangat menekankan pada pembelajaran aktif seorang siswa sehingga sering bersifat individual dan mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.

16

Metode iqro‟ terdiri dari 6 jilid dengan 10 sifat buku iqro‟ yaitu: 1. Bacaan Langsung Yaitu tidak diperkenankan terlebih dahulu nama-nama huruf hijaiyah, jadi tidak diperkenalkan huruf alif fathah A, tapi langsung diajarkan bunyi huruf A, Ba Ta dan seterusnya. 2. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Dalam istilah CBSA dengan metode iqro‟, tidak diperkenalkan istilah anak didik atau peserta didik atau siswa dan guru atau pendidik, tetapi diperkenalkan istilah ustadz atau ustadzah dan santri, karena kedua istilah tersebut memberikan dorongan kepada para santri dan ustadz dalam kegiatan belajar mengajar. Yang belajar adalah santri, bukan ustadznya sehingga santri harus didorong untuk aktif dan ustadz hanya membimbingnya saja. 3. Privat Dalam belajar Al-Qur‟an, santri berhadapan langsung dengan ustadz, hal ini di maksudkan agar santri tahu betul bagaimana mengucapkan huruf-huruf yang sesuai dengan kaidah makhrojnya, karena itulah santri disimak satu persatu secara bergantian (privat). 4. Modul Santri dalam menyelesaikan materi iqro tergantung dari kemampuan dan usahanya sendiri, tidak berdasarkan kemampuan kelas atau rekannya. Mereka yang cerdas dan rajin akan lebih cepat selesai. 5. Asistensi Jika terpaksa kekurangan ustadz ataupun ada yang berhalangan maka bisa menunjuk santri terpilih untuk menjadi pengganti ustadz. 6. Praktis Dalam penyusunannya buku iqro ini sangat praktis, baik dari segi jilid buku iqro sendiri dan materi bacaannya. 7. Sistimatis Buku iqro ini dirancang secara sistimatis, sehingga para santri tidak merasa terbebani dan susah dalam belajar, tanpa disadari santri ada peningkatan dalam membaca Al-Qur‟an tersebut.

17

8. Variatif Buku Iqro sangat variatif dari tiap-tiap jilidnya baik dari segi warna dan juga materi dari tiap jilid yang tidak monoton. 9. Komunikatif Setiap huruf atau kata dibaca betul, ustadz jangan diam saja, tetapi agar memberikan perhatian atau sanjungan atau penghargaan. Seperti dengan kata- kata: bagus, betul, ya dan sebagainya. 10. Fleksibel Buku iqro‟ ini boleh di pelajari oleh siapa saja, baik dari anak-anak usia pra sekolah, anak sekolah dasar, anak remaja dan juga ibu ataupun bapak yang kurang mahir dalam membaca Al-Qur‟an (Syuaeb Kurdi dan Abdul Aziz, 2012: 98).

Adapun kelebihan dan kelemahan metode iqro adalah sebagai berikut: a. Kelebihan Metode Iqro  Menggunakan metode CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), jadi bukan guru yang aktif melainkan santri yang dituntut aktif.  Dalam penerapannya menggunakan klasikal (membaca secara bersama) privat, maupun cara eksistensi (santri yang lebih tinggi jilidnya dapat menyimak bacaan temannya yang berjilid rendah).  Komunikatif artinya jika santri membaca dengan baik dan benar, guru dapat memberikan sanjungan, perhatian dan penghargaan.  Bila ada santri yang sama tingkat pelajarannya, boleh dengan sistim tadarus secara bergilir.  Bukunya mudah di dapat di toko-toko. b. Kekurangan Metode Iqro  Bacaan-bacaan tak dikenalkan sejak dini.  Tak ada media belajar.  Tak dianjurkan menggunakan irama murottal (Syuaeb Kurdi dan Abdul Aziz, 2012: 99).

18

3. Penerapan Metode Iqro‟ Metode iqro‟ yang selalu mengajarkan pelafadzan bacaan langsung pada huruf-huruf Al-Qur‟an maka dalam penerapannya seorang ustadz atau ustadzah akan membacakan huruf tersebut secara langsung tidak di eja dan seorang santri akan mengikutinya. Sebagaimana proses penerapan metode iqro‟ berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut: a. Ath-Thoriqoh Bil-Muhaakah yaitu ustadz memberikan contoh bacaan yang benar dan santri menirukannya. Maksudnya ialah sebelum santri membacakan Al-Qur‟an maka santri harus terlebih dulu mendengarkan bacaan yang benar dari sang ustadz atau ustadzah setelah itu barulah santri membacanya dengan benar seperti yang di contohkan ustadz atau ustadzah. b. Ath-Thoriqoh Bil-Musyaafah yaitu santri melihat gerak-gerik bibir ustadz dan demikian sebaliknya, ustadz melihat gerak gerik santri untuk mengajarkan makhorijul huruf serta menghindari kesalahan dalam pelafadzan huruf. Dalam penerapan pengajaran Al-Qur‟an maka setiap ustadz atau murid harus benar-benar menempatkan bacaan-bacaan huruf pada tempatnya, artinya dalam hal ini sangat penting untuk ustadz atau santri untuk saling memperhatikan bunyi- bunyi yang keluar dari bibir atau mulut sebagai tempat pelafadzan bacaan Al- Qur‟an. Jika tidak demikian maka banyak kesalahan dalam membaca huruf-huruf hijaiyahnya. c. Ath-Thoriqoh Bil-Kalaamish Shoriih yaitu ustadz harus mengunakan ucapan yang jelas dan komunikatif. Artinya ustadz sebagai contoh atau guru bagi santrinya haruslah memberikan penjelasan atau suara dan ucapan yang harus di mengerti dan jelas bagi santrinya, karena santri hanya akan berfokus pada apa yang di ucapkan ustadz dalam membaca Al- Qur‟an. d. Ath-Thoriqoh Bis-Sual Limaqoo Shidit Ta’Liimi yaitu ustadz mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan santri menjawab atau ustadz menunjuk bagian-bagian huruf tertentu dan santri membacanya.

19

Dalam hal penerapan metode iqro‟ yang terahir ini ialah evaluasi bagi ustadz dan santri, adapun diantara cara mengevaluasi santri biasanya ustadz selalu menunjuk santri untuk membacakan ulang bacaan Al-Qur‟annya atau dengan pertanyaan ilmu tajwidnya (Syuaeb Kurdi dan Abdul Aziz, 2012: 100).

B. KARAKTERISTIK ANAK USIA 6-12 TAHUN 1. Anak Usia 6-12 Tahun Anak usia berkisar 6-12 tahun ini biasanya disebut masa-masa akhir anak. Akhir usia anak ini sukar di tentukan, oleh karena ada sebagian dari anak-anak yang cepat menjadi remaja dan sebagian yang lainnya menjadi sangat lamban. Periode ini di mulai setelah anak melewati masa degil, dimana proses sosialisasi dapat berlangsung lebih efektif dan menjadi matang untuk memasuki sekolah. Seorang anak dapat dikatakan matang untuk berekolah apabila anak telah mencapai kematangan (fisik, intelektual, moral dan sosial), cepat lambatnya anak mencapai kematangan ini tergantung pada keadaaan anak dan pendidikan sebelumnya. Banyak ahli menganggap masa ini sebagai masa latent, dimana apa yang telah terjadi di pupuk pada masa-masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa selanjutnya. Label yang sering di gunakan oleh orang tua atau pendidik pada masa ini adalah sebagai berikut: 1. Usia yang menyulitkan dimana pada masa sekolah seorang anak akan sulit di atur. 2. Usia tidak rapi, seorang anak sekolah cenderung berantakan dan acuh terhadap penampilannya. 3. Usia bertengkar dimana anak-anak di usia sekolah senagn untuk bertengkar dengan teman seusianya meskipun dalam jangka pendek. 4. Usia sekolah dasar, pada masa usia 6-12 tahun ini rata-rata seorang anak akan memasuki lingkuan luar yaitu pendidikan. 5. Periode kritis dalam dorongan berprestasi adalah suatu masa dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses dan sangat sukses 6. Usia berkelompok dimana anak-anak sangat senang dalam membuat kelompok dalam bermain atau belajar.

20

7. Usia penyesuaian diri dimana seorang anak cenderung selalu menyesuaikan aturan dalam kelompoknya meskipun bertentangan dengan aturan orang tua. 8. Usia kreatif diaman seorang anak akan lebih kreatif jika tidak di halangi pleh lingkungan, kriti dan cemooh dari luar. 9. Usia bermain dimana luasnya minat dan kegitan bermain anak-anak (Elfi Yuliani Rochmah, 2005:165). Di Indonesia pembagian dalam sistem pendidikan ialah sebagai berikut: a. 0-6 tahun : Pendidikan oleh ibu sendiri (mother school) untuk mengembangkan bagian dari jiwa pengindraan dan pengamatan. b. 6-12 tahun : Pendidikan dasar (elementary education) sesuai dengan berkembangnya fakultas ingatan (memory) dan diberikanlah dalam tahap ini pelajaran-pelajaran bahasa, kebiasaan-kebiasaan sosial dan agama. c. 12-18 tahun : Sekolah lanjutan (latin school) sesuai dengan berkembangnya fakultas penalaran (reasoning). Pada tahap ini anak-anak dilatih untuk mengerti prinsip-prinsip kausalitas (hubungan sebab-akibat) melalui pelajaran tata bahasa, ilmu alam, matematika, etika, dialektika, dan retorika (Sarlito W. Sarwono, 2011:49). Menurut Sigmund Freud pada anak usia 5-12 tahun dikatakan sebagai masa laten dimana pada fase ini anak tampak dalam keadaan tenang, setelah terjadi gelomnbang badai (strum and drang) pada tiga fase pertama. Pada fase ini, desakan seksual anak mengendur dan mengalihkan perhatiannya pada masalah- masalah yang berkaitan dengan sekolah dan teman sejenisnya. Meskipun energi seksualnya terus berjalan, tetapi fase ini diarahkan pada masalah-masalah sosial dan membangun benteng yang kukuh melawan seksualnya (Desmita, 2012:21). Pada saat ini anak tidak lagi banyak di kuasai oleh dorongan-dorongan endogin atau implus-implus intern dalam perbuatan dan fikirannya akan tetapi lebih banyak dirangsang oleh stimulus dari luar. Anak sekarang mulai belajar menjadi seorang realistis-kecil yang berhasrat sekali mempelajari dan menguasai dunia secara obyektif. Untuk aktivitas tersebut ia memerlukan banyak informasi, karenanya ia terus betanya, meminta bimbingan, menuntut pengajaran serta menginginkan pendidikan. Dengan pengajaran di sekolah anak di persiapkan

21

mampu melaksanakan tugas kewajiban yang baru khususnya dipersiapkan untuk tugas pada usia dewasa (Kartini Kartono, 1995:135).

2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 6-12 Tahun Proses pertumbuhan dan perkembangan anak ini meliputi berbagai aspek, antara lain: a. Perkembangan Fisik Selama masa anak-anak awal, pertumbuhan fisik berlangsung lambat di banding dengan tingkat pertumbuhan selama masa bayi. Meskipun pertumbuhan fisik mengalami perlambatan, namun keterampilan motorik kasar dan motorik halus justru berkembang pesat. Ketika anak usia pra sekolah bertumbuh semakin besar, persentasi pertumbuhan dalam tinggi dan berat berkurang setiap tahun. Selama masa ini, baik laki-laki maupun perempuan terlihat makin langsing, sementara batang tubuh mereka makin panjang (Desmita, 2012:128). b. Perkembangan Intelektual Di tinjau dari perkembangan kognitif Jean Pieget, anak sekolah dasar memasuki tahap operasi kongkret dalam berpikir. Suatu masa dimana konsep yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar dan tidak jelas sekarang menjadi kongkret dan tertentu. Anak masih menerapkan logika berpikir pada batang-barang yang kongkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotesis.Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu mengklasifikasikan (mengelompokkan), menyusun atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan. Disamping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah yang sederhana (Elfi Yuliani Rochmah, 2005:91). c. Perkembangan Emosi Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, anak usia SD sudah menyadari bahwa ia tidak dapat menyatakan dorongan emosinya begitu saja tanpa mempertimbangkan lingkungannya, ia mulai

22

belajar mengungkapkan perasaanyya dalam perilaku yang dapat di terima secara sosial. Penumbuhan kesadaran ini tergantung bagaimana sikap orang tua mendisiplinkan anak.

Pola emosional anak-anak akhir umumnya berbeda dengan masa anak- anak awal dalam dua hal. Pertama, jenis situasi yang membangkitkan emosi dan kedua bentuk ungkapannya, keduanya merupakan akibat dari pengalaman dan belajar. Pola emosi yang umum adalah amarah, takut, cemburu, ingin yahu, iri hati, gembira, sedih dan kasih sayang (Elfi Yuliani Rochmah, 2005:93). d. Perkembangan Sosial Pada waktu mulai sekolah, anak memasuki “usia gang”, yaitu usia yang pada saat itu kesadaran sosial berkembang pesat. Menjadi pribadi yang sisial meruakan salah satu tugas perkembangan yang utama dalam periode ini. Pada masa ini dunia aanka menjadi luas di bandingkan sebelumnya, hal ini tampak dari keinginannya untuk berkelompok.Aspek- aspek penting yang dipelajari anak dari proses sosialisasi adalah: a. Belajar mematuhi aturan-aturan kelompok. b. BelajarSetia kawan. c. BelajarTidak bergantung pada orang dewasa. d. BelajarBekerjasama. e. Mempelajari perilaku yang dapat diterima oleh lngkungannnya. f. Menerima tanggung jawab. g. BelajarBersaing dengan orang lain secara sehat. h. Mempelajari olahraga dan permainan kelompok. i. Belajar keadilan adan demokrasi (Elfi Yuliani Rochmah, 2005:95). e. Perkembangan Moral Menurut Piaget, relativisme moral anak menggantikan moral yang kuku. Pada masa ini pengertian anak tentang baik dan buruk, tentang keadilan menjadi lebih beragam dan lentur. Dalam hal penilaian ia mulai mempertimbangkan baik buruknya. Pada masa ini seorang anak akan belajar mematuhi hukum dan aturan

23

agar seorang anak akan di senangi teman-temannya dan di terima dalam kelompok serta masyarakat sekitarnya.

Bagi seorang anak pengembangan moral itu akan di kembangkan melalui pemenuhan kebutuhan jasmaniah (dorongan nafsu fisiologi), untuk selanjutnya di polakan melalui pengalaman dalam lingkungan keluarga, sesuai dengan nilai-nilai yang di berlakukannya. Maka disinilah peran keluarga dalam memberikan dasar- dasar pola perkembangan anak (Abu Ahmadi danMunawar Sholeh, 2005:104). f. Perkembangan Keagamaan Secara potensial memang setiap individu (anak) dilahirkan membawa fitrah agama, namun potensi yang dimiliki tersebut tanpa adanya dukungan atau pengaruh dari luar atau lingkungan dimana ia tinggal, keluarga, sekolah dan masyarakat, maka jauh kemungkinannya bisa berkembang sebagaimana semestinya.

Pada masa ini anak mampu untuk merealisasikan ketuhanan mereka melalui tindakan-tindakan seperti sholat dan mengaji, selanjutnya anak memiliki kepekaan emosi yang tinggi sejalan dengan bertambahnya usia sehingga membentuk keagamaan yang individualistis. g. Perkembangan Bahasa Selama masa akhir anak-anak, perkembangan bahasa terus berlanjut. Disamping peningkatan dalam jumlah pembendaharaan kosa kata, perkembangan bahasa anak juga terlihat dalam cara anak berpikir tentang kata-kata. Pada masa ini anak menjadi kuurang terikat dengan tindakan-tindakan dan dimensi-dimensi percaptual yang berkaitan dengan kata-kata serta pendekatan mereka menjadi analitis terhadap kata-kata. Anak usia 6 tahun sudah mulai menguasai hampir semua jenis struktur dan kalimat. Dari usia 6-10 tahun panjang kalimat semakin bertambah, setelah 10 tahun secara bertahap anak mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan padat. Serta dapat menerapkan berbagai aturan tata bahasa secara tepat (Desmita, 2012:134).

24

h. Perkembangan Fantasi Sejak anak berumur 5-6 tahun, perhatiannya mulai di tunjukkan ke dunia luara, ke alam kenyataan. Tetapi bukan berarti fantasinya menjadi lenyap, fantasinya itu masih terus hidup dan akan mencari lapangan penyaluran lain, misalnya seperti membaca buku-buku, mendengarkan cerita, membuat sesuatu dan sebagainya. Diantara perkembangan fantasi anak ialah: pertama masa dongeng usia berkisar 4-8 tahuan, kedua masa robinson crusoe usia berkisar 8-12 tahun dan ketiga masa pahlawan usia berkisar 12-15 tahun (Abu Ahmadi danMunawar Sholeh, 2005:116). i. Perkembangan Pikiran dan Ingatan Dalam keadaan normal, pikiran anak usia sekolah dasar ini berkembang secara berangsur-angsur dan secara tenang. Penegetahuannya bertambah secara pesat dan banyak keterampilan-keterampilan mulai di kuasai. Minat anak pada periode tersebut terutama sekali tercurah pada segala sesuatu yang dinamis bergerak, anak pada usia ini sangat aktif dinamis dan segala sesuatu yang aktif dan bergerak akan sangat menarik minat perhatian anak. Ingatan anak pada usia 8-12 tahun ini mencapai intensitas paling besar dan paling kuat. Daya menghafal dan daya memorisasi (dengan sengaja memasukkan dan meletakkan pengetahuan dalam ingatan) adalah paling kuat. Dan anak mampu menjumlah materi ingatan paling banyak (Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, 2005:118).

3. Karakteristik Umum Anak Usia 6-12 Tahun Secara umum, usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6-12 tahun dan jika mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak maka anak usia sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa anak- anak tengah (6-9 tahun) dan masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun). Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak usianya yang lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara

25

langsung (Desmita, 2012:35). Pada masa anak sekolah ini sebenarnya anak telah tumbuh sikap objektifnya, yang menyangkut tentang: a. Kenyataan: anak mempunyai sikap yang serius kepada dunia nyata (relistis). b. Kesusilaan: sikap anak terhadap norma susiala sudah jujur meskipun acuh tak acuh. Karena sikap-sikap inilah sebenarnya yang mendasari dari ciri-ciri anak (Abu Ahmadi danMunawar Sholeh, 2005:113). Dalam keadaan normal, pada anak usia 12 tahun anak usia sekolah dasar tersebut merupakan individu yang tenag dan seimbang. Oleh karena itu anak disebut sebagai I Enfant Fait yaitu anak yang komplit lengkap, anak yang sudah mapan besarnya atau Een Volgroeid Kind yang mempunyai ciri-ciri: a. Rohani dan jasmania anak dalam kondisi baik b. Minat yang besar dan segar terhadap macam-macam peristiwa c. Ingatan yang sangat kuat d. Dorongan ingin tahu yang besar e. Semangat belajar yang tinggi. Untuk usaha pendidikan yang ini perlu di pupuk pola asuh dan dorongan- dorongan kuat dan jelas terhadap anak terutama dari keluarga (Kartini Kartono, 1995:145). Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi: 1. Menguasai ketarampilan fisik yang di perlukan dalam permainan dan aktivitas fisik. 2. Membina hidup sehat. 3. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok. 4. Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin. 5. Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat. 6. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif. 7. Mencapai kemandirian pribadi (Desmita, 2012:36).

26

C. KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR’AN SECARA TARTIL 1. Pengertian Kemampuan Membaca secara Tartil Dalam bab ini diterangkan bahwa “kemampuan atau mampu” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti “kesanggupan, kecakapan dan kekuasaaan”, artinya apabila seseorang itu telah sanggup, cakap dan kuasa, mempunyai pengetahuan dan mampu mempraktekannya, dalam hal ini mampu membaca Al-Qur‟an secara tartil. Al-Qur‟an adalah kitab suci yang merupakan sumber utama dan pertama ajaran umat Islam yang menjadi petunjuk kehidupan umat manusia yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril sebagai salah satu rahmat yang tak ada taranya bagi alam semesta. Di dalamnya terkumpul wahyu Ilahi yang menjadi petunjuk, pedoman hidup dan pelajaran bagi siapa yang mempercayainya dan mengamalkannya. Al-Qur‟an adalah kitab suci yang terakhir diturunkan oleh Allah SWT yang isinya mencakup segala pokok-pokok Syari‟at yang terdapat dalam kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya. Karena itu setiap orang yang mempercayai Al-Qur‟an, akan bertambah cinta kepadanya, cinta untuk membacanya, untuk mempelajari dan memahaminya serta pula untuk mengamalkannya dan mengajarkannya sampai merata rahmat-Nya. Sehubungan dengan cinta Al-Qur‟an yang dimaksud di atas orang-orang yang suka membaca dalam pengertian yang sebenarnya membaca yang bukan sembarang membaca. Membaca untuk difahami, dimengerti, dan selanjutnya untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Perintah membaca juga merupakan wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada manusia, sebagaimana wahyu Allah yang pertama dalam Surat Al-„Alaq ayat 1-5:

             

            

27

Artinya:“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu adalah Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qalam (alat tulis). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Hasbi Ashshiddiqi, 1994) Abdul Malik dalam tafsir Al-Azhar menafsirkan Q.S. Al-„Alaq ayat 1-5 menjelaskan bahwa dalam suku pertama saja yaitu bacalah telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan agama ini selanjutnya nabi disuruh membaca wahyu yang akan di turunkan kepada beliau itu di atas nama allah, tuhan yang telah mencipta. Nabi bukanlah orang yang ahli dalam membaca beliau adalah ummi yang boleh dartikan buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pula pandai membaca yang tertulis, tetapi jibril mendesaknya tiga kali supaya dia membaca. Meskipun dia tidak pandai menulis dan membaca namun ayat-ayat itu akan di bawakan langsung oleh jibril kepadanya, di ajarkan sehingga dia dapat menghafalnya di luar kepala. Setelah di ayat pertama beliau disuruh membaca atas nama Allah yang Maha Menciptakan Insan kemudian diteruskan lagi menyuruhnya membaca diatas nama Tuhan yang selalu menjadi sandaran hidup manusia ialah Allah Maha Mulia dan Maha Kasih dan Sayang kepada Makhluknya (ayat 4). Itulah keistimewaan Tuhan yang mengajarkan kepada manusia berbagai ilmu, di berikan berbagai rahasia dan berbagi kunci untuk pembendaharaan Allah yaitu Qolam yang berarti pena. Di samping lidah untuk membaca Tuhan mentakdirkan pula bahwa dengan pena ilmu pengetahuan dapat di catat (Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, 2003:8059).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “baca, membaca” diartikan:  Melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati).  Mengeja atau melafalkan apa yang tertulis.  Mengucapkan.

28

 Mengetahui, meramalkan.  Memperhitungkan. Membaca yang dimaksud disini ialah membaca huruf arab bukan abjad Indonesia, artinya membaca Al-Qur‟an dengan memakai tatanan ilmu tajwid supaya dalam membacanya tidak asal membacanya namun sesuai aturan dan kaidah-kaidahnya karena membaca Al-Qur‟an tidaklah sama dengan membaca kitab, novel, komik ataupun yang lainnya. Setiap mukmin yang mempercayai Al-Qur‟an, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terhadap kitab sucinya, diantaranya ialah mempelajari dan mengajarkannya. Belajar Al-Qur‟an dapat dibagi kepada beberapa tingkat yaitu belajar membacanya sampai lancar dan baik, menuruti kaedah-kaedah yang berlaku dalam Qiro‟at dan tajdid, belajar arti dan maksudnya sampai mengerti dan sebagainya. Belajar Al-Qur‟an hendaknya dimulai sejak dini atau anak-anak agar kelak Al-Qur‟an yang akan menjadi pedoman bagi hidupnya. Tidak ada kegembiraan yang lebih bahagia nantinya bilamana orangtua dapat menjadikan anaknya pandai membaca Al-Qur‟an (Zainal Abidin, 1992: 154). Adapun membaca Al-Qur‟an dengan tartil itu disunnahkan, karena kata tartil adalah fi‟il amar yang berarti menunjukkan perintah untuk dikerjakan. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Muzammil ayat 4 yang berbunyi:

      

Artinya:“atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al itu dengan perlahan-lahan”(Hasbi Ashshiddiqi, 1994) Abdul Malik Abdul Karim Amrullah dalam tafsir Al-Azhar menafsirkan Q.S. Al-Muzammil ayat 4 bahwa selain dari mengerjakan sembahyang malam itu, baik dua pertiga malam atau separuh malam dan itu terserah kepada kekuatan mengerjakannya, hendaklah pula Al-Qur‟an yang telah di turunkan kepada engkau itu, selalu engkau baca dengan perlahan-lahan. Jangan di baca tergesa-gesa.

29

Dari penafsiran diatas secara harfiah dapat diartikan bahwa tartil ialah perlahan-lahan atau pelan, menurut Ibnu Asyur R.A, yang di kutip M.Abdul Qodir berkata tartil adalah menjadikan sesuatu murottalan (terpisah), asalnya adalah dari perkataan orang arab Tsaghrun Murottalun yang artinya “orang yang giginya renggang”. Yang di maksud disini adalah tartil dalam membaca Al-Qur‟an artinya pelan-pelan dalam mengucapkan huruf-huruf Al-Qur‟an sehingga keluar dari mulut dengan jelas dan disertai pemenuhan pengucapan harakat pada tempat- tempat yang harus penuh (M.Abdul Qodir, 2005:87). Ada beberapa pengertian tartil yang dikutip Moenawal kholil dalam bukunya “Al-Qur‟an dari Masa ke Masa”, diantaranya menurut Ibnu Abbas, Tartil itu ialah membaca dengan terang. Sedangkan menurut sahabat Ali R.A, Tartil ialah membaguskan membaca huruf dan mengenal waqofnya. Tetapi menurut Imam Mujahid, tartil ialah membaca dengan teratur dan perlahan-lahan (Moenawar Kholil, 1985:123). Dari beberapa pengertian ulama diatas pengertian tartil dapat disimpulkan bahwa tartil dalam membaca Al-Qur‟an ialah membaguskan bacaan hurufnya satu persatu dengan terang, teratur dengan perlahan-lahan tidak terburu-buru dan bercampur aduk. Adapun faedah tartil adalah membaguskan bacaan agar para pendengar bisa menangkapnya dengan baik dan memantapkan bacaan bagi pembaca.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terhadap Kemampuan Membaca Al-Qur‟an Dasar Islam yang anggun adalah melalui usaha menanamkan kepada anak pendidikan yang berorientasi kecintaan terhadap Al-Qur‟an sejak dini, maka kecintaan itu akan bersemi pada masa dewasanya kelak, mengalahkan kecintaan anak terhadap hal yang lain. Dalam hal ini setiap orang tua memiliki tanggung jawab yang sangat penting yaitu mengajarkan anak-anaknya Al-Qur‟an karena pengajaran Al-Qur‟an ini akan sangat berpengaruh yang cukup besar dalam menanamkan aqidah yang kuat pada jiwa anak. Pada proses pengajaran Al-Qur‟an ini pula, seorang anak merasakan pengaruh besar, dimana proses penanaman ruh Al-Qur‟an berlangsung dalam jiwanya. Secara tidak disadari, pola pikir anak dan indra lainnya terarahkan pada pola yang terdapat dalam Al-Qur‟an sehingga

30

secara perlahan-lahan pula anak akan mulai terikat dengan segala apa yang tersirat dalam Al-Qur‟an dan mulai mengenal, memahami segala bentuk perintah dan larangan dalam menjalankan hidupnya (M.Nur Abdul Hafizh, 1988:138). Adapun faktor yang menjadi hambatan dan dukungan dari pembelajaran Al-Qur‟an adalah kemampuan dan kemauan dari pengajar maupun pelajar, keduanya saling berkaitan erat untuk sebuah keberhasilan proses tujuan pembelajaran Al-Qur‟an tersebut. Dalam proses pembelajaran ada tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan sebuah pembelajaran: yakni faktor intern, faktor ekstern dan faktor pendekatan belajar. a. Faktor Intern Faktor intern yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani seorang peserta didik. Seperti faktor kecerdasan, minat, motivasi, sikap dan bakat peserta didik. b. Faktor Ekstern Faktor ekstern yakni kondisi lingkungan di sekitar pserta didik. Seperti faktor lingkungan sekolah, guru ataupun teman sebaya, dan sebagainya. c. Faktor Pendekatan Belajar Faktor Pendekatan Belajar yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik untuk melakukan pembelajaran materi-materi pelajaran. Strategi yang dimaksud disini ialah seperangkat langkah operasional untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu (Muhibbin Syah, 2004:139). Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan suatu proses belajar mengajar ialah adanya kerjasama dari semua pihak, baik dari lingkungan keluarga (intern), sekolah ataupun masyarakat (ektern), tetapi hal yang paling utama dalam mencapai suatu keberhasilan belajar mengajar ialah adanya motivasi baik dari diri sendiri ataupun orang tua, motivasi dari kedua orang tua merupakan hal terpenting bagi seorang peserta didik mencapai suatu keberhasilan. Apalagi dalam hal belajar Al-Qur‟an, motivasi orang tua sangatlah berperan penting agar anaknya bisa membaca Al-Qur‟an secara baik dan benar, dengan demikian orang tua perlu untuk senantiasa meningkatkan motivasi anak sebelum anak mampu

31

meningkatkan sendiri motivasi membaca Al-Qur‟an karena hal ini sangat sulit bagi anak sekarang dalam mempelajari Al-Qur‟an. Semakin kuat motivasi yang diberikan orang tua terhadap anak maka akan berkeseinambungan bagi anak untuk terus meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur‟an secara tartil. Cinta kepada Allah dan Rosulnya merupakan motivasi yang perlu dibangun dalam diri anak ketika orang tua berusaha membudayakan membaca pada diri anak. Menurut Imam Al-Ghazali cinta akan menumbuhkan Ridho. Maka anak yang sedari awal diajarkan untuk memiliki cinta kepada Allah dan Rosulnya dalam melakukan setiap tindakan termasuk membaca, ia akan belajar untuk ridho terhadap Allah SWT (M.Fauzil Adhim, 1997:99). Secara sederhana sebagaimana yang dikutip Popi Soiatin dan Sohari Sahrani, diantara kiat menumbuhkan kegemaran membaca dalam diri anak ialah sebagai berikut:  Keteladanan orang tua dalam membaca Orang tua sebagai pendidik utama haruslah menjadi panutan bagi anak- anaknya, jika anak sering melihat orang tuanya membaca maka sang anakpun akan termotivasi untuk mengetahui apa yang orang tua baca.  Menanamkan betapa nikmatnya membaca Orang tua harus memberikan pengarahan kepada anak-anaknya bahwa membaca itu penting dan kenikmatan membaca merupakan jendela kehidupan manusia.  Membaca sebagai bagian hidup Membaca merupakan jendela kehidupan bagi manusia, maka kita sebagai orang tua haruslah memberikan penanaman betapa pentingnya membaca.  Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam membaca Dalam meningkatkan motivasi membaca pada anak, maka orang tua harus bisa menciptakan suasana menyenangkan dalam membaca baik itu dari segi temat maupun bacaannya (Popi Soiatin dan Sohari Sahrani, 2011: 60). Memotivasi anak dengan cinta terhadap Allah dan Rosulnya merupakan salah satu cara membangun keyakinan pada diri anak bahwa dengan bisa membaca Al-Qur‟an, kita termasuk orang yang benar-benar cinta terhadap Allah

32

dan RosulNya, karena Al-Qur‟an merupakan suatu firman Allah yang mulia yang merupakan mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian seorang anak akan lebih rajin untuk mempelajari Al-Qur‟an lebih baik lagi. Bentuk lain memotivasi anak ialah dengan cara membawanya kepada idealita anak shaleh. Orang tua dapat menunjukkan kepada anaknya bahwa anak yang baik adalah anak yang sholeh, yang bisa mendo‟akan orang tuanya kelak dengan bisa membaca Al-Qur‟an secara tartil maka seorang anak akan termotivasi untuk bisa membaca Al-Qur‟an dan berusaha mencitrakan dirinya sebagai anak sholeh agar menjadi sosok ideal dalam keluarganya (M.Fauzil Adhim, 1997: 115). Adapun menurut Budiyanto, faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca Al-Qur‟an yaitu: a. Menurunnya kuantitas dan kualitas pengajian anak-anak di masjid, langgar atau musholla. b. Metode pengajaran baca Al-Qur‟an yang statis. c. Terbatasnya jam pelajaran pendidikan agama di sekolah. d. Dihapuskannya pelajaran huruf Arab Jawi (Arab Melayu) dari kurikulum sekolah (Budiyanto, 2003: 1). Dari penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar kita harus memperhatikan berbagai faktor sebagai penunjang keberhasilan suatu proses belajar mengajar, apabila salah satu faktor penunjang tersebut kurang mendukung, maka kita carikan solusi ataupun kita perbaiki karena faktor tersebut sangatlah memengaruhi keberhasilannya, jika faktor penunjang tersebut telah terpenuhi maka haruslah dipertahankan dan di tingkatkan agar peranan dan fungsinya terus berjalan sehingga terciptalah tujuan akhir dari sebuah proses pembelajaran.

3. Indikator Kemampuan Membaca Al-Qur‟an secara Tartil Membaca Al-Qur‟an merupakan ibadah yang paling utama dan di cintai Allah, setiap muslim harus mampu membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar karena karakteristik huruf arab sangatlah berbeda dengan huruf yang lain sehingga Allah memerintahkan untuk selalu membaca Al-Qur‟an secara tartil ataupun

33

perlahan-lahan meskipun sedikit lebih baik dari pada membaca Al-Qur‟an secara banyak tetapi tergesa-gesa dan tidak sesuai dengan ilmu tajwidnya. Seperti perintah Allah dalam Q.S. Al-Muzammil ayat 4:

      

Artinya:“atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan” (Hasbi Ashsiddiqi, 1994). Abdul Malik Abdul Karim Amrullah dalam tafsir Al-Azhar menafsirkan Q.S. Al-Muzammil ayat 4 bahwa selain dari mengerjakan sembahyang malam itu, baik dua pertiga malam atau separuh malam dan itu terserah kepada kekuatan mengerjakannya, hendaklah pula Al-Qur‟an yang telah di turunkan kepada engkau itu, selalu engkau baca dengan perlahan-lahan. Jangan di baca tergesa-gesa. Biar sedikit terbaca asal isi kata-kata Al-Qur‟an itu masuk benar kedalam hatimu dan engkau fahamkan dengan mendalam. Oleh sebab itu bertalilah di antara kedua ibadah itu yaitu sembayang malam dengan membaca Al-Qur‟an dengan tartil, supaya jiwa lebih kuat dan hati bertambah dekat kepada Tuhan, sehingga apa yang kita mohonkan kepada tuhan akan mudah di kabulkan. Tata cara membaca Al-Qur‟an menurut para ulama terbagi menjadi empat macam, yaitu: 1) membaca Al-Qur‟an secara tahqiq, 2) membaca secara tartil, 3) membaca secara tadwir, 4) membaca secara hadr. Tahqiq ialah membaca Al-Qur‟an dengan memberikan hak-hak setiap huruf secara tegas, jelas dan teliti seperti memanjangkan mad, menegaskan hamzah, menyempurnakan harokat dan sebagainya. Metode tahqiq ini kadang tampak memutus-mutuskan bacaan dan huruf dalam A-Qur‟an sedangkan tartil maknanya hampir sama dengan tahqiq, tetapi tartil mempunyai arti lebih luwes dari pada tahqiq. Tartil ialah membaca Al-Qur‟an secara perlahan-lahan dengan baik dan benar sedangkan tadwir ilalah membaca Al-Qur‟an dengan memanjangkan mad, hanya saja tidak sampai penuh. Adapun hadr ialah membaca Al-Qur‟an dengan cepat, ringan dan pendek, namun tetap dengan menegakkan awal dan akhir kalimat serta meluruskannya.

34

Empat tata cara membaca Al-Qur‟an tersebut meski mempunyai nama- nama yang berbeda, hakikatnya tetap disebut sebagai bacaan tartil yang di serukan Al-Qur‟an karena masing-masing mempunyai dasar dari riwayat yang masyhur dengan penggunaan kaidah-kaidah ilmu tajwid. Para ulama menyebut membaca Al-Qur‟an yang tidak sesuai dengan kaidah ilmu tajwid sebagai al-lahn yakni kekeliruan dalam membaca dan harus dihindari sewaktu membaca Al-Qur‟an. Sehingga perlunya belajar ilmu tajwid untuk memperbaiki bacaan Al-Qur‟an (Ahmad Syarifudin, 2004:91). Membaca Al-Qur‟an dengan suara yang bagus dan merdu juga sangat dianjurkan agar rasa keagungan kita terhadap Al-Qur‟an sangat di rasa oleh jiwa kita sehingga melantunkan bacaan Al-Qur‟an di anjurkan selama tidak melanggar ketentuan dan tata cara membaca Al-Qur‟an sebagaimana yang telah di tetapkan dalam ilmu qiro‟at dan ilmu tajwid. Maka hal lain yang harus di hindari dalam membaca Al-Qur‟an ialah hadzramah yaitu membaca Al-Qur‟an secara tergesa- gesa, terlalu cepat hingga tidak karuan huruf dan bacannya (Ahmad Syarifudin, 2004:81).