ARTIKEL HASIL PENELITIAN SKRIPSI

KAJIAN BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK PERAHU TRADISIONAL DI TANAH BERU, KECAMATAN BONTO BAHARI, KABUPATEN BULUKUMBA

STUDY OF THE FORM AND SIMBOLIC MEANING OF PINISI TRADITIONAL BOAT IN TANAH BERU, BONTO BAHARI DISTRICT, BULUKUMBA REGENCY

ANDI PARAGA BATARA PUTRA 1581041006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA JURUSAN SENI RUPA DAN DESAIN FAKULTAS SENI DAN DESAIN UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2019

KAJIAN BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK PERAHU TRADISIONAL PINISI DI TANAH BERU, KECAMATAN BONTO BAHARI, KABUPATEN BULUKUMBA Andi Paraga Batara Putra 1581041006 Program Pendidikan Seni Rupa Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar Email: [email protected]

Abstrak Andi Paraga Batara Putra, 2020 “Kajian Bentuk dan Makna Simbolik Perahu Tradisional Pinisi di Tanah Beru, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba” Skripsi, Program Studi Pendidikan Seni Rupa Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar. (Dibimbing Oleh Tangsi dan Moh. Thamrin M.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perahu tradisonal Pinisi di Tanah Beru, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, dan mengetahui makna simbolik yang terdapat pada perahu tradisional Pinisi di Tanah Beru, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tanah Beru, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba. Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat Bonto Bahari, khususnya para panrita lopi (Tukang Ahli Perahu), Pungkaha (Punggawa) dan Pengrajin perahu Pinisi. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah observasi, studi pustaka dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Bentuk perahu dengan , َُّللاه tradisional Pinisi dari tampak kejauhan terlihat menyerupai bentuk kalimat Allah swt dalam bahasa arab bentuk pada bagian lambung atau badan perahu seperti menyerupai sabuk kelapa yang terdiri dari susunan papan terasa’, gading dan papan lamma dengan bagian buritan perahu berbentuk agak bulat dan anjungan yang agak sedikit mengerucut, dilengkapi dengan dua buah bangkeng salara sebagai tempat melekatnya dua buah tiang agung yang berada ditengah perahu satu di bagian depan dan satu di bagian belakang dengan perbandingan ukuran satu meter dimana ukuran tiang depan sedikit lebih tinggi, dilengkapi dengan tujuh buah layar yakni tiga layar pada bagian depan, dua layar utama berukuran besar dan dua layar pada puncak tiang dan dilengkapi dengan dua buah kemudi pada bagian sisi kiri dan kanan bagian belakang perahu, dengan bentuk ukuran besar badan perahu ditentukan oleh jumlah penggunaan papan lamma.(2) Terdapat dua makna yang terkandung pada perahu Pinisi yakni makna bentuk dan makna simbolik adapun makna bentuk pada perahu tradisional Pinisi yakni proses penciptaan perahu yang dimaknai bak proses penciptaan seorang bayi. Kayu mula-mula dinikahkan melalui upacara pemasangan lunas yaitu tahap penyimpanan air mani, kemudian menjadi segumpal darah yang di implementasikan dengan pemberian darah ayam, kemudian berubah menjadi segumpal daging yaitu tahap pemasangan papan terasa, lalu kemudian berubah menjadi tulang-belulang yang ditandai sebagai pemasangan rangka perahu, kemudian dibungkus lagi dengan daging yakni tahap pemasangan papan lamma kemudian pemasangan dua buah kemudi samping atau guling yang di maknai sebagai kaki atau penuntun arah pada perahu, dan terakhir proses peniupan roh yang ditandai sebagai proses pemberian pusar dan pemberian nyawa oleh panrita serta pemberian nama untuk perahu. Selain itu terdapat juga makna simbolik yang terkandung pada wujud perahu Pinisi yakni dua buah tiang agung yang disimbolkan sebagai dua kalimat syahadat dan tujuh buah layar pada perahu Pinisi yang disimbolkan jumlah ayat dari surah Al-Fatiha, Tujuh buah layar juga disimbolkan sebagai tujuan, yakni sebuah kesatuan yang memiliki arah dan tujuan, bagaikan manusia yang lahir untuk menyelami bahtera dunia, serupa dengan perahu Pinisi yang tercipta untuk menyelami tuju samudera dengan sebuah tujuan. Kata Kunci: Kajian, Bentuk, Makna, Simbolik, Perahu Tradisional, Phinisi,

ABSTRACT

Andi Paraga Batara Putra, 2020 " Study of the Form and Symbolic Meaning of Pinisi Traditional Boat in Tanah Beru, Bonto Bahari District, Bulukumba Regency" Thesis, Fine Arts Education Study Program, Faculty of Art and Design, Universitas Negeri Makassar y. (Supervised by Tangsi and Moh. Thamrin M.). This research was conducted in Tanah Beru, Bonto Bahari District, Bulukumba Regency. The informants in this study were the Bonto Bahari community, especially the Panrita lopi (boat experts), Pungkaha (punggawa) and pinisi boat craftsmen. Data collection techniques used are observation, literature study and interviews. The data obtained were then processed and analyzed using qualitative descriptive. The results showed: (1) The shape of with the , َُّللاه the traditional Pinisi boat from a distance looks like the form of the sentence of Allah swt in Arabic shape on the hull or body of the boat resembling a coconut belt consisting of an arrangement of felt boards, ivory and lamma boards with the stern of the boat is slightly rounded and the bridge is slightly conical, equipped with two bangkeng salara as a place to attach two large poles in the middle of the boat, one at the front and one at the rear with a size ratio of one meter where the size of the front pole is slightly larger. tall, equipped with seven sails namely three sails on the front, two large main sails and two sails on the top of the and equipped with two rudders on the left and right sides of the back of the boat, with the shape of the size of the boat body is determined by the number of the use of the lamma board. (2) There are two different meanings: contained in the Pinisi boat, namely the meaning of form and symbolic meaning, while the meaning of the shape on the traditional Pinisi boat, namely the process of creating a boat which is interpreted as the process of creating a baby. The wood is first married through a keel installation ceremony, which is the stage of storing semen, then becomes a clot of blood which is implemented by giving chicken blood, then turns into a lump of meat, which is the stage of installing felt boards, then turns into bones which are marked as the installation of the framework. boat, then wrapped again with meat, namely the stage of installing the lamma board then installing two side rudders or bolsters which are interpreted as legs or directions on the boat, and finally the process of blowing the spirit which is marked as the process of giving the navel and giving life by the panrita as well as naming for the boat. In addition, there are also symbolic meanings contained in the form of the Pinisi boat, namely two great pillars symbolized as two sentences of the creed and seven sails on the Pinisi boat symbolized by the number of verses from Surah Al-Fatiha, Seven sails are also symbolized as a goal, namely a unity that has direction and purpose, like humans who were born to dive into the world's ark, similar to the Phinisi boat that was created to dive into the ocean with a purpose. Keywords: Study, Form, Simbolic Meaning, Pinisi, Traditional Boat,

PENDAHULUAN

Negara Republik memiliki aneka umumnya dimana ejaan inilah yang cenderung ragam budaya, latar belakang sejarah, keindahan penulis pakai. alam dan tata hidup masyarakat. Salah satu bentuk keragaman budaya tersebut adalah Perahu Pinisi memiliki ciri bentuk yaitu warisan kapal layar tradisional khas memakai dua buah tiang dan tujuh helai layar. asal Indonesia, yang berasal dari Suku Tiga layar di depan berbentuk segitiga lancip Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi terpasang antara tiang depan dengan anjong. Selatan, tepatnya dari desa Tanah Beru, layar paling depan disebut cocoro pantara yang Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten kedua disebut cocoro tangnga dan yang ketiga Bulukumba. disebut tarengke. pada dua tiang utama terdapat Kata Pinisi saat ini seringkali dipakai dalam dua layar besar, sedang pada dua puncak tiang dua makna yang berbeda. Pertama, Pinisi terdapat layar berbentuk segitiga yang disebut menunjuk pada salah satu jenis perahu tradisional tampasere. Selain itu, ciri Pinisi lainnya adalah Sulawesi Selatan. Kedua, kata Pinisi seringkali haluan berbentuk jonggolan dan memakai anjong dipergunakan untuk menunjuk perahu khas dan pada buritannya memakai rembasang. Dua Bugis-Makassar secara keseluruhan. Makna tiang layar utama tersebut dimaknai sebagai dua kedua inilah yang kemudian lebih banyak kalimat syahadat dan tujuh buah layar merupakan dipakai. Makna yang kedua misalnya terlihat jumlah dari surah Al-Fatihah (Jusman, 2017) dalam ungkapan “Orang Bugis-Makassar dengan Perahu tradisional sangat menarik bukan perahu pinisinya” (Sularto, 1986:1). Terdapat dua hanya karena perahu tersebut merupakan sarana macam ejaan penulisan yang biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan transportasi dalam dalam kalangan masyarakat, yakni Phinisi dan menunjang kemudahan untuk bergerak baik Pinisi. Pengejaan dengan kata Phinisi berkenaan untuk mencari makanan, berdagang, menangkap dengan peristiwa atau event besar seperti pada ikan, mutiara maupun hasil laut lainnya, tetapi Expo’ 86 di Vancouver Kanada yakni pada penting pula dalam kaitannya dengan konsepsi perahu Phinisi Nusantara dan Phinisi Antar kepercayaan. Perahu juga biasa dihubungkan Bangsa agar supaya dunia luar khususnya dengan peristiwa-peristiwa perjalanan arwah Amerika tidak salah mengucapkan (Caro, setelah arwah tersebut meninggalkan raganya. 1988:14). Sedangkan untuk penggunaan kata Pinisi lebih melekat di masyarakat pada Perahu pinisi dan keterampilan pembuatnya bersifat tradisional yang perlu diketahui oleh oleh masyarakat Tanah Lemo dijelaskan melalui masyarakat luas baik peneliti, siswa, mahasiswa sebuah legenda. Dimana ketika Sawerigading dan masyarakat pada umumnya. hendak berangkat ke negeri Cina guna Pinisi dapat dikatakan simbol dan lambang menjemput jodoh, kapalnya menabrak karang dari suatu kemajuan teknologi yang luar biasa dan bagian kapalnya terdampar pada tiga desa. dan tetap didasari oleh nilai-nilai seni yang tinggi Bagian layar terdampar di Bira, papan terdampar dan budaya yang bersifat tradisional. Karena sifat di Ara dan bagian kerangka terdampar di Tanah dari perahu pinisi tidak hanya dipergunakan Lemo. Penduduk dari ketiga desa tersebut sebagai sarana angkut semata-mata atau sarana kemudian sepakat untuk mengerjakan masing- untuk komoditi ekspor yang tinggi nilainya, masing tugas sesuai bagian yang jatuh di tetapi juga merupakan sesuatu yang bersifat daerahnya. Orang Tanah Lemo membuat simbolik. Karena sifatnya yang simbolik maka kerangka, orang Ara akan membuat dan dalam usaha pembuatannya maupun dalam menjadikannya perahu dan orang Bira menjadi proses-proses peluncurannya dan nakhoda dan awak kapal. Legenda tersebut pemanfaatannya yang diperlukan dalam upacara dikaitkan dengan buku sastra La Galigo. Dalam adat istiadat yang dilandasi oleh kepercayaan La Galigo diceritakan keinginan Sawerigading akan adanya kekuatan magis dalam proses untuk kawin dengan saudara kembarnya yang pembuatannya. perempuan. Namun hal tersebut pantang untuk Jika ditelusuri dan dikaji secara mendalam dilakukan, maka saudara kembarnya pembuatan perahu Pinisi tersebut dikerjakan menyarankan seseorang yang mirip dengannya tanpa perencanaan gambar arsitektur dan diyakini yang berada di negeri Cina (Arung, 1999:12). memiliki makna secara simbolik dari prosesi Pelly (1976:11) dalam menjelaskan hal ini pembuatan pada setiap bagian badan perahu berkesimpulan bahwa, yang dimaksud oleh pinisi. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti legenda tersebut adalah perahu dalam arti umum, untuk mengkaji secara mendalam bentuk dan tidak merujuk pada Pinisi. Pinisi sendiri muncul makna simbolik pada setiap bagian-bagian sebagai sebuah kosakata yang dikenal luas dan perahu tradisional Pinisi sebagai upaya untuk ditulis dalam lontara barulah pada abad XIX. melestarikan warisan budaya leluhur Kabupaten Perahu tradisional sebagai suatu ciri khas Bulukumba. Dengan dikajinya kembali warisan yang menjadi milik bangsa Indonesia perlu budaya pembuatan kapal tradisional Pinisi dapat dikembangkan serta dilestarikan agar kepiawaian merestorasi budaya lama yang hampir terkikis di dalam pembuatan perahu pinisi tetap dikenal dan era modern ini, khusunya pemuda Bonto Bahari diketahui. Dengan adanya rasa cinta terhadap yang merupakan generasi utama pewaris budaya tanah air dan kebanggaan nasional maka perlu pembuatan kapal tradisional Pinisi. Berdasarkan adanya sarana untuk menyebarluaskan pada latar belakang di atas, maka peneliti pengetahuan tentang peranan perahu tradisional mencoba untuk mengkaji bentuk dan makna dari masa ke masa. Data penulis yang simbolik perahu tradisional pinisi di Tanah Beru, dikumpulkan selama ini merupakan data dari Kabupaten Bulukumba. suatu khasanah budaya dan teknologi yang

diwujudkan dalam bentuk karya seni (artwork). Pernyataan dasar ketiga adalah bahwa karya seni Tinjauan Pustaka sejati hanya bisa diakses oleh audience jika 1. Teori tentang ekspresi bentuk pengamat melakukan re-experiences (croce) atau Pernyataan mendasar pertama teori CC re-create (Collingwood) ekspresi original dari mengenai seni adalah bahwa karya seni terletak seniman. di roh atau pikiran seniman. Inti dari seni adalah ekspresi dari intuisi (croce) atau imajinasi Teori CC mengatakan bahwa karya seni (Collingwood). Pernyataan dasar kedua adalah dapat dinikmati oleh penikmat seni jika mereka bahwa ekspresi tersebut tidak perlu untuk dapat mengalami kembali dan menciptakan sistem dalam seni rupa rupa biasanya dikaitkan kembali imajinasi yang asli dari seniman. dengan matra yang ada (Susanto, 2011: 54).

Bentuk dapat dikenali karen ia memiliki Walaupun pada kenyataannya pandangan ciri-ciri visual yaitu tersebut tidak mungkin, tapi CC menjelaskan 1. wujud: adalah hasil konfugurasi tertentu dari bahwa penafsiran karya seni memiliki manfaat permukaan-permukaan dan sisi-sisi bentuk dari analisa kita tentang latar belakang seniman. 2. Dimensi: dimensi suatu bentuk adalah Kedekatan mereka terhadap subjek dapat panjang, lebar, tinggi. Demensi-demensi ini menambah isi kritikan, meskipun tidak semua menentukan proporsinya. Adapun skalanya di orang setuju dengan hal itu. tentukan oleh perbandingan ukuran relatifnya Titik lemah dari Teori CC adalah teori ini terhadap bentuk-bentuk lain di sekelilingnya. tidak menjelaskan bahwa karya seni dapat 3. warna: corak, intensitas dan nada permukaan menghasilkan penafsiran yang baru. Menurut pada suatu bentuk. Warna adalah atribut yang Hans-Georg Gadamer, hal ini disebabkan oleh paling mencolok yang membedakan suatu hermeneutika sendiri yang membuat semua bentuk terhadap lingkunganya. Warna juga orang memiliki penafsiran yang sama. mempengaruhi bobot visual pada bentuk. 4. tekstur: adalah karakter permukaan suatu Adapun kelebihan ialah konsep atau ide bentuk. Tekstur mempengaruhi perasaan kita dalam membuat suatu karya seni itu penting atau pada waktu menyentuh, juga pada saat kualitas dibutuhkan. Sementara kelemahan yakni pemantulan cahaya menimpa permukaan benda realisasi atau bentuk nyata dari suatu karya seni tersebut. tidak dianggap penting. Padahal agar dapat 5. posisi: adalah letak relatif suatu bentuk menyampaikan maksud dari karya seni tersebut terhadap suatu lingkungan atau medan visual. di butuhkan manifestasi nyatanya. 6. Orientasi: adalah posisi relatif suatu bentuk terhadap bidang dasat, arah mata angin atau terhadap pandangan seseotang yang melihatnya. 2. Bentuk 7. inersia visual: adalah derajad konsentrasi dan stabilitas suatu bentuk. Inersia suatu bentuk Bentuk merupakan kondisi visual dari sebuah tergantung pada geometri dan orientasi element atau obyek. Istilah “bentuk” merupakan relatifnya terhadap bidang dasar dan garis terjemahan dari bahasa Inggris "shape", pandangan kita. (ching, 1979). sedangkan istilah wujud merupakan terjemahan dari "form". Bentuk merupakan salah satu elemen dasar dalam seni rupa dan desain. Bentuk secara 3. Makna tersendiri maupun dikombinasikan dengan bentuk lain atau dengan garis, dapat Makna terbagi ke dalam dua kelompok besar: menyampaikan arti yang universal sama seperti speaker sense dan linguistic- sense. speaker sense memberikan petunjuk pada mata atau mengelola merujuk pada tujuan atau niat pembicara ketika informasi. Bentuk dapat didefinisikan melalui mengatakan sesuatu. Sedangkan linguistic- sense warnanya atau melalui kombinasi garis-garis merujuk pada makna linguistik yakni yang lazim yang membentuk pinggirannya. Bentuk dipersepsi penutur bahasa. Yakni makna secara merupakan dua wilayah dimensi dengan batasan literal, dan ini merupakan bagian dari semantik. yang terlihat. Ada bentuk yang memiliki sudut Kata semantik berasal dari bahasa Yunani atau bulat, besar atau kecil, juga dalam bentuk- semantikos yang artinya penting atau bebas atau geometris dan tersusun. Bentuk mengandung makna (Alwasilah, 20: 65). diartikan sebagai bangun, gambaran, wujud, Puspitasari (Rakhmat, 2016:336) mengungkapkan bahwa makna adalah balasan terhadap pesan. Suatu pesan terdiri dari tanda- tanda dan simbol-simbol yang sebenarnya tidak ikon, dan lambang (Hoed, 2011: 139). mengandung makna. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat Makna adalah konsep, gagasan, ide, atau Disimpulkan bahwa makna adalah hiasan pengertian yang berada secara padu bersama yang mengandung arti yang diungkapkan dalam sauna kebahasaan yang menjadi penandanya, bentuk kebahasaan dengan maksud tertentu. yaitu kata, frasa, dan kalimat. Sedangkan Secara etimologi, simbol berasal dari kata simbolik adalah perlambangan; menjadi kerja Yunani, Sumballa (sumbaallein) yang lambang; misalnya lukisan-lukisan. berarti berwawancara, merenungkan, memperbandingkan, bertemu, melemparkan jadi Simbol merupakan bentuk lahiriyah yang satu, menyatukan. Jadi simbol adalah penyatuan mengandung maksud. Dapat dikatakan bahwa oleh subyek atas dua hal menjadi satu. Sedangkan simbol adalah tanda yang memberitahukan Reede menyebutkan bahwa simbol berasal dari sesuatu kepada orang lain, yang mengacu pada kata Freek yaitu suniballo yang berarti “saya objek tertentu di luar tanda itu sendiri yang bersatu bersamanya”, “penyatuan bersama”. bersifat konvensional. Dari uraian tersebut, dapat Pemahaman yang diberikan Reede ini tidak jauh ditarik kesimpulan bahwa simbol dan makna berbeda dengan pemahaman sebelumnya. Pada merupakan dua unsur yang berbeda, tapi saling hakekatnya, simbol adalah suatu pernyataan berkaitan, bahkan saling melengkapi. Kesatuan apakah itu berupa bentuk dan nilai harfiahnya, simbol dan makna ini akan menghasilkan suatu wujud dan maknanya, kesadaran dan bentuk yang mengandung maksud. Jadi, makna ketidaksadaran dan lain-lain. Penyatuan ini simbolik adalah makna yang terkandung dalam merupakan nilai tambah terhadap kehidupan suatu hal atau keadaan yang merupakan manusia sehingga perjalanan kehidupannya lebih pengantar pemahaman terhadap suatu objek. bermakna. (Rakhmat, 2016:336). (Nurjannah, 2013:5-6) Pemahaman kita tentang simbol ini harus kita bedakan dengan pemahaman terhadap tanda Menurut pendapat Herusatoto (1983: 10) Kata (sign). Tanda adalah formula makna fisik yang simbol berasal dari bahasa Yunani symbolos yang cenderung sebagai operator, sedangkan simbol berarti makna tanda, lambang atau ciri yang adalah formula makna yang berfungsi sebagai memberitahukan mengenai sesuatu hal kepada designator sebagaimana yang diungkapkan oleh seseorang. Dikaitkan dengan konteks dalam seni Cassier berikut “simbol bila diartikan tepat tidak rupa simbol mempunyai pengertian yang khusus, dapat dijabarkan menjadi tanda semata-mata. karena simbol berkaitan dengan lambang yang Simbol mengandaikan bahwa ekspresi yang muncul bersamaan dengan munculnya ide. terpilih adalah formulasi yang paling baik akan Menurut pendapat Herusatoto, (1983:145) sesuatu yang relative tidak terkenal, namun hal pengertian simbol secara arti kata menjelaskan itu diketahui sebagai hal yang ada atau bahwa: “Simbol merupakan suatu proses dalam diharapkan ada. (Rakhmat, 2016:336-337). diri manusia proses itu berlangsung dalam otak Selama suatu simbol hidup, simbol itu adalah yang dapat di katakan sebagai perekam terhadap ekspresi suatu hal yang tidak dapat diandai pengalaman-penglaman selanjutnya oleh dengan tanda yang lebih tepat. Simbol hanya manusia, pengalaman-penglaman itu hidup selama simbol mengandung makna bagi diterjemahkan kedalam lambang-lambang.” kelompok besar manusia, sebagai sesuatu yang mengandung milik bersama sehingga simbol Teori semiotik mengemukakan bahwa tanda menjadi social yang hidup dan pengaruhnya adalah sesuatu yang mewakili sesuatu. Oleh mengidupkan. Manakala makna telah lahir dari karena itu tanda adalah sesuatu yang mewakili suatu simbol, yakni ketika diperoleh ekspresi pengalaman. Berdasarkan representamennya yang dapat merumuskan hal yang dicari dengan tanda dibedakan menjadi tiga jenis yaitu, indeks, lebih tepat dan lebih baik, matilah simbol itu dan simbol hanya mempunyai makna historis. berbentuk jonggolan dan memakai anjong dan (Puspitasari, 2016:337). pada buritannya memakai rembasang. (Arief & Abbas, 2001:27-28). Adapun beberapa jenis 4. Perahu Tradisional perahu yang lain ialah , Soppe, Perahu Sande, Pa’Dewakang, Perahu Lambok, Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dan , Salompong dan . (KBBI), perahu diartikan sebagai kendaraan air (biasanya tidak bergeladak) yang lancip pada kedua ujungnya dan lebar di tengahnya. Kerangka Pikir (Setiawan, 2019). Sedangkan istilah “perahu Perahu tradisional sebagai suatu ciri khas tradisional” dibahas secara mendalam oleh Horst yang menjadi milik bangsa Indonesia perlu Liebner yang merupakan antropolog maritim dan dikembangkan serta dilestarikan agar kepiawaian telah melestarikan budaya maritim Sulawesi dalam pembuatan perahu pinisi tetap dikenal dan selama tiga decade melalui penelitian, penulisan diketahui, bukan hanya merupakan sarana untuk jurnal, hingga terlibat dalam pembuatan kapal. memenuhi kebutuhan transportasi dalam Dalam tulisannya “Perahu-Perahu Tradisional menunjang kemudahan untuk bergerak baik Nusantara: Suatu Tinjauan Perkapalan dan untuk mencari makanan, berdagang, menangkap Pelayaran”, Liebner mengemukakan bahwa ikan, mutiara maupun hasil laut lainnya, tetapi istilah tradisional/tradisi yang berarti adat penting pula dalam kaitannya dengan konsepsi kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) kepercayaan. Perahu juga biasa dihubungkan yang masih dijalankan dalalm masyarakat dengan peristiwa-peristiwa perjalanan arwah merupakan suatu definisi yang demikian agak setelah arwah tersebut meninggalkan raganya. susah diterapkan dalam sektor perkapalan dan Data penulis yang dikumpulkan selama ini pelayaran “tradisional”. Dinamika merupakan data dari suatu khasanah budaya dan perkembangan masyarakat-masyarakat bahari teknologi yang bersifat tradisional yang perlu telah menjadi topik sekian banyak diskusi dan diketahui oleh masyarakat luas baik peneliti, tulisan: dengan terjangkaunya bahan-bahan dan siswa, mahasiswa dan masyarakat pada ummnya. munculnya contoh-contoh tipe lambung dan rigging baru maka para pelaut dan pengrajin Pinisi dapat dikatakan simbol dan lambang perahu “tradisional” telah secara terus-menerus dari suatu kemajuan teknologi yang luar biasa mengubah dan mengembangkan “perahu-perahu dan tetap didasari oleh nilai-nilai seni yang tinggi tradisional” mereka, sehingga pelayaran dan dan budaya yang bersifat tradisional. Karena sifat pembuatan perahu rakyat sampai kini masih dari perahu pinisi tidak hanya dipergunakan eksis, berperan secara signifikan dan mampu sebagai sarana angkut semata-mata atau sarana bersaing dalam perekonomian Indonesia. untuk komoditi ekspor yang tinggi nilainya, (Liebner, 2016:24) tetapi juga merupakan sesuatu yang bersifat simbolik. Karena sifatnya yang simbolik maka dalam usaha pembuatannya maupun dalam Terdapat beberapa jenis perahu yang terdapat proses-proses peluncurannya dan di Indonesia, salah satunya ialah perahu Pinisi. pemanfaatannya yang diperlukan dalam upacara Perahu Pinisi memiliki ciri utama, yaitu memakai adat istiadat yang dilandasi oleh kepercayaan dua buah tiang dan tujuh helai layar. Tiga layar di akan adanya kekuatan magis dalam proses depan berbentuk segitiga lancip terpasang antara pembuatannya. tiang depan dengan anjong. layar paling depan disebut cocoro pantara yang kedua disebut Jika ditelusuri dan dikaji secara mendalam cocoro tangnga dan yang ketiga disebut pembuatan perahu Pinisi tersebut dikerjakan tarengke. Pada dua tiang utama terdapat dua layar tanpa perencanaan gambar arsitektur dan diyakini besar berbentuk trapezium, sedang pada dua memiliki makna secara simbolik dari prosesi puncak tiang terdapat layar berbentuk segitiga pembuatan pada setiap bagian badan perahu yang disebut tampasere. Selain ciri utama pinisi. Maka dari itu perlu dilakukan pengkajian tersebut, ciri Pinisi lainnya adalah haluan secara mendalam mengenai bentuk dan makna simbolik pada setiap bagian-bagian perahu foto yang terkait dengan kepentingan data tradisional pinisi sebagai upaya untuk penelitian. melestarikan warisan budaya leluhur Kabupaten Bulukumba. 2. Studi Pustaka Studi ini diperlukan untuk mendukung data Metode Penelitian hasil penelitian kualitatif yang dilakukan Studi pustaka terkait dengan sejarah – sejarah Jenis penelitian yang peneliti gunakan yaitu pelayaran perahu tradisinonal pinisi. Studi ini survey bersifat deskriptif. Pendekatan kualitatif sebagai pendukung untuk memperkuat data adalah suatu proses penelitian dan pemahaman mengenai sejarah dan seluk beluk makna yang berdasarkan pada metodologi yang (Semiotika) pada setiap bagian-bagian perahu menyelidiki suatu fenomena sosial dan budaya. tradisional Pinisi. Penelitian ini bertempat di Kelurahan Tanah Beru, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten 3. Wawancara Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian Wawancara mendalam, penelitian mengenai ini dilakukan pada bulan September sampai seluk beluk makna (Semiotika) pada setiap Oktober 2019. bagian-bagian perahu tradisional Pinisi. Pada Obyek dari penelitian ini yaitu deskripsi wawancara ini, dipilih tiga informan utama yaitu, bentuk dan makna simbolik pada perahu Panrita (ahli pembuat perahu), punggawa tradisional Pinisi di Kelurahan Tanah Beru, (pemimpin para pengrajin perahu Pinisi) dan para Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten pengrajin perahu Pinisi, Bulukumba. Narasumber dalam penelitian ini adalah A. Teknik Analisis Data masyarakat Bonto Bahari, khususnya para Data yang terkumpul dari hasil penelitian ini panrita lopi (Tukang Ahli Perahu), Pungkaha melalui teknik observasi, studi pustaka dan (Punggawa) dan Pengrajin perahu Pinisi. wawancara kemudian dikelompokkan dan Teknik penentuan informan yang digunakan dianalisis untuk mendapatkan jawaban sesuai adalah teknik Snowball Sampling, yaitu teknik dengan pertanyaan penelitian. Data yang penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya terkumpul umumnya adalah data kualitatif. Oleh kecil, kemudian membesar ibarat bola salju yang karena itu, teknik analis data yang digunakan menggelinding dan lama-kelamaan menjadi adalah teknik analisis data kualitatif. Teknik besar. analis data kualitatif yang digunakan mengacu Prosedur penelitian pada hakikatnya pada (Miles & Huberman, 1992:20) yang merupakan strategi dalam mengatur proses dikenal dengan model analisis interaktif. Di penelitian di lapangan agar penelitian dapat dalam model analisis interaktif ada empat terlaksana dengan baik dan mudah, maka langkah yang dilakukan secara interaktif dalam prosedur penelitian harus disusun dengan baik, bentuk siklus. Keempat langkah itu adalah. untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari skema Data yang dikumpulkan dalam peneletian berikut ini adalah hasil dari observasi, dokumentasi serta Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tentang bentuk dan makna perahu melakukan observasi, studi pustaka dan tradisional pinisi di Tanah Beru, Kecamatan wawancara mendalam kepada mayarakat pesisir Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba. pantai. Selain itu untuk memperkuat hasil Reduksi data adalah proses pemilihan data penelitian, maka akan digunakan juga yang terkumpul berdasarkan relevansinya dengan dokumentasi. tujuan penelitian. Data yang direduksi adalah 1. Observasi data hasil observasi, dokumentasi, serta Observasi yaitu kegiatan yang dilakukan wawancara dengan melihat langsung ke tempat industri Data yang telah direduksi selanjutnya pembuatan perau Pinisi. Kegiatan observasi disajikan berdasarkan jenis, kategori dan sifat ditunjukan secara langsung melalui bukti foto- data untuk mempermudah dalam pembacaan dan Ukuran kemudian dikalikan diatas penarikan kesimpulan potongan bambu dengan menghitung enam Kesimpulan, langkah ini merupakan bagian nasib perahu yang ingin di bangun yaitu mate ri dari hasil pengumpulan data yang diperoleh dan dara’, tallang ri lau’, Massale-sale, mencari merupakan inti dari hasil deskripsi dan uraian laba, manggara’ maling, nala pammusu. yang di tampilkan, sehingga dapat menarik Penghitungan itu terus dilakukan hingga kesimpulan atas data yang diperoleh selama berakhir dan mendapatkan dua nasib yang kegiatan dengan mengacu pada tujuan penelitian. dianggap baik yaitu massale-sale dan mencari Keempat langkah tersebut digambarkan sebagai laba. berikut. Setelah dicocokkan dengan segala pengukuran utamanya antara tambugu dan Hasil dan Pembahasan roang, kemudian menentukkan dan memberi tanda pada bagian tengah lunas sebagai tempat Hasil Penelitian possiq atau posisi pusar. Poin yang sangat penting ialah semua penempatan tata letak 1. Bentuk Perahu Tradisional Pinisi di Tanah pemasangan papan kelak akan ditentukan oleh Beru Kecamatan Bonto Bahari Kabupaten lokasi tambugu. Setelah kayu dihaluskan Bulukumba dilanjutkan dengan penyambungan 3 potong

lunas yaitu lunas utama (ditengah), lunas depan Dalam wawancara pada tanggal 10 Oktober dan lunas belakang dengan teknik 2019 Muhsir mengatakan bahwa: penyambungan laso dan telang (sambungan Sesaat sebelum prosesi annatta’ atau masuk), untuk memperkuat sambungan pemotongan lunas, seorang Panrita sudah tahu dipergunakan pasak dari kayu. (saat sekarang bagaimana tujuan dan nasib perahu yang akan banyak dipakai pasak dari besi/baut dan mur). dibuatnya. Sebelum proses pembuatan perahu Teknik penyambungan tiga buah lunas adalah dilangsungkan, Panrita telah meniatkan abstrak prisnip dari Pinisi klasik atau tradisional dari perahu telah sampai pada tujuannya. sedangkan pada jaman modern ini sudah tidak banyak lagi pengrajin atau galangan kapal yang Pelaksanaan pekerjaan yang pertama kali menggunakan tehnik tersebut, pada Pinisi dilakukan adalah mengukur, memotong, dan modern mereka dominan menggunakan satu menghaluskan kayu/balok untuk dibuat lunas buah kayu panjang jenis kayu besi yang perahu atau sering disebut prosesi annatta’ yang dianggap kuat untuk dijadikan lunas. merupakan dasar dari sebuah perahu. Selanjutnya diteruskan dengan mengerjakan b. Lambung atau Badan Perahu (Papan Terasa’) untuk bagian-bagian perahu lainnya sesuai Pemasangan sotting riolo dan sotting dengan aturan dalam pembuatan perahu yang riboko, atau dikenal sebagai linggi haluan dan berlaku dan sesuai dengan kebutuhannya. linggi buritan. Kemudian pemasangan Papan Adapun tahapan-tahapan dalam proses sebagai badan perahu, dimulai dengan pembuatan perahu Pinisi adalah sebagai berikut: pemasangan urusangkarak dan sanghili pinruang, dengan ukuran tebal papan paling a. Lunas (kalebiseang) bawah harus lebih tebal dari yang diatasnya, Pekerjaan paling awal dalam pembuatan sebaliknya lebar papan dimulai dari bawah perahu Pinisi, adalah mengukur, memotong, dan diawali dengan ukuran kecil sampai keatas papan menghaluskan kayu untuk dijadikan lunas semakin melebar. Susunan papan dasar perahu perahu (tengah, depan, dan belakang), jenis kayu atau papan terasa’ pada umumnya tersusun 5 yang digunakan ialah kayu kadiyeng atau kayu baris atau 12 urat menurut perhitungan ahli ulin. Ukuran lunas perahu di daerah ini pembuat perahu, papan disususun kemudian menggunakan ukuran deppa (diukur seorang disambung menggunakan pasok kayu atau pen ahli pembuat perahu dengan mengambil ukuran sesuai lebar tangan atau kaki pemesan. c. Rangka (Gading/Buku/Kelu’) Pemasangan kerangka perahu bertujuan dibawah geladak, terakhir adalah pemasangan untuk memperkuat dan memperkokoh dinding penutup bagian belakang (pantat) perahu. perahu. Menurut kebiasaan atau adat setempat pekerjaan ini dilaksanakan setelah selesai tahap pemasangan papan terasa’ susunan ke 7. g. Anjungan (Anjong) Sebatang besi dibengkokkan dibentuk Panjang anjungan berukuran sama besar sesuai bentuk gading yang dibutuhkan, kemudian dengan lebar perahu. Anjungan terdiri atas: dicarikan kayu yang cocok, lalu dipotong sesuai Passipi. Tumpuan anjungan, Palangga, ukuran yang dicari kemudian dibawa ke lambung h. Tiang dan Layar perahu lalu dibentukkan sampai dengan pas oleh 1) Tiang Agung Panrita lopi. Tahap pemasangan gading terdiri atas beberapa bagian, yaitu: Kelu (tulang paling Pekerjaan tahap ini dilaksanakan setelah bawah sebagai pengikat papan keras/terasa’ pada perahu berada ditepi laut (diluncurkan/dalam air). bagian kiri dan kanan), Penyambung kelu, Perbedaan ukuran tinggi antara tiang agung Soloro’ (tulang pada bagian kiri dan kanan bagian depan dan tiang agung bagian belakang perahu),Penyambung soloro (gading), Lepe kayu adalah satu meter, tiang agung pada bagian depan panjang yang melintang di atas gading dan sedikit lebih Panjang soloro. Lepe kalang (tempat kalang bertumpu), 2) Layar Kalang adalah balok yang dipasang melintang Lopi Pinisi tuju layarakna, tallu ri dallekang Lepe batang (lepe pada bagian perut perahu), ia minjo arenna cocoro pantara, cocoro tangga Taju’, adalah gading yang menonjol pada na tarengke’. rua ri tangga ia minjo sombala’ permukaan perahu tempat mengikat kawat dan bakka’ na rurung rie rua rateang topi-topinna. tali temali perahu., Gading pengikat lunas Perahu Pinisi memiliki tujuah buah layar, tiga d. Tempat Tiang Agung (Bangkeng Salara, buah di bagian depan yaitu cocoro bagian luar, Dek). cocoro bagian tengah dan cocoro bagian dalam. Tempat tiang agung berdiri tegak Memiliki dua layar di bagian tengah yang disebut ditancapkan pada bangkeng salara, bangkeng layar besar muka belakang dan dua layar kecil salara harus betul-betul diperhitungkan jarak dan pada bagian atas sebagai topi-topinya. besarnya. Kesalahan dalam perhitungan dan pekerjaan akan sangat berpengaruh sekali 2. Makna Simbolik pada Perahu Tradisional terhadap kecepatan melajunya perahu. Bangkeng Pinisi di Tanah Beru Kecamatan Bonto Bahari salara pada bagian dasar perahu (dalam perut) Kabupaten Bulukumba diberi penguat dari balok yang kedua ujungnya bertumpu pada soloro dan diapit oleh kelu. sebelum prosesi pembuatan perahu Pinisi ada enam poin sara’ yang harus dipahami dan e. Papan Lemah (Papan Lamma) disepakati antara pengusaha perahu, pembeli, dan Papan lamma atau papan lemah adalah papan para pengrajin dalam proses pembuatan perahu yang paling panjang pada perahu, yang terdiri Pinisi untuk menentukan nasib perahu. Sara’ dari tiga sampai lima susun atau sesuai dengan adalah panggaukang atau segala sesuatu yang ukuran kebutuhan perahu dan disambung dengan perlu atau harus ada dan harus dilaksanakan dan beberapa bilah papan yang fungsinya dikerjakan berdasarkan ketentuan, adapun enam menghubungkan papan lamma antara sotting point sara’yang dimaksudkan adalah: depan dan sotting belakang. 1. Mate ri dara’ dalam dialek Konjo mengatakan talakkulle naung ri f. Buritan (Belakang Perahu atau Pantat) tamparang a, ri dara’tokji mate, yang Pada tahap ini para pengrajin mulai artinya adalah kapal yang mati di darat mengerjakan bagian belakang perahu (buritan), yang tidak dapat diturunkan ke air atau kemudian baratang (tempat melekatnya kemudi kapal tidak pernah selesai mulai dari bagian kemudi atas sampai bawah), 2. Tallang ri lau’ artinya tenggelam di laut dilanjutkan dengan membuat ruangan (peti-peti) 3. Massale-sale dalam dialeg konjo artinya hatinya dan diharapkan semoga selalu adalah a’rannu-rannu atau bersenang- ada nasi di perahu dan pekerjaan maju senang. Dalam artian pada prosesi terus. pembuatan perahu Pinisi yang diutamakan 5. Golla eja atau sepotong gula merah, ialah kesenangan banyak orang atau sifatnya yang manis menjadikannya banyak orang yang ikut serta dapat bermakna agar orang yang melihat selalu menikmati. senang atau tanning nyahana taua 4. Mencari laba artinya mencari keuntungan 6. Kapasa rurung-rurung atau kapas yang baik itu pihak pembuat perahu maupun bersusun-susun maknanya ialah pembeli diharapkan supaya rejeki yang dibawa 5. Manggara’ maling artinya ialah selalu oleh perahu ini senantiasa bersambung mendapat kerusakan, atau selalu terjadi hal- atau berkelanjutan. Makna lain ialah sifat hal yang tidak disangka atau hal- hal buruk kapas yang putih dan ringan dan mudah selalu menimpa terapung 6. Nala pammusu dalam dialeg konjo artinya apa 7. Raja numalo adalah sejenis tumbuhan injo naha’sele’kan ia tokji kanrei, dalam parasit, dimaksudkan untuk artian apa saja hal yang dia peroleh ia nikmati memperbaiki pasak yang salah atau rusak sendiri 8. Sepotong kelapa sebagai tanda akan Pada tahap penyambungan tiga buah batang minyaknya lunas dengan menggunakan teknik sambungan 9. Tai ayam, bahan ini digunakan sebagai pasak. Dimana makna potongan kayu yang penangkal sihir meskipun pernyataan ini menonjol disimbolkan sebagai jenis kelamin merupakan pendapat yang lemah. mempelai laki-laki dan sambungan lunas yang memiliki lobang disimbolkan sebagai jenis Injo ri lopia riek ngaseng arenna, rie kelamin mempelai perempuan. Pada tahap ini nikua soloro, maraeng rie ri kua gading dilakukan prosesi perkawinan atau sering ia minjo tulang-tulang na. injo lopia dimaknai sebagai peristiwa malam pertama, merupakan tau ni karang, ia minjo rate Sebelum sesaat prosesi penyambungan lunas, ri lemo-lemo rie ni kua karampuang ia sang Panrita memasukkan sepotong kain ke mintu pakraseng na tau riolo na lemo- dalam lubang telang, sepotong kain yang berisi lemo pantara ri panjamang na ia mintu sara-sara. Berdasarkan wawancara dengan panrita ta tau riolo, sitojengna ia ngasek Usman Eny pada tanggal 12 Oktober 2019 anjo riek ngaseng ri gitte inni, rie todok menyebutkan dalam dialek konjo “Sikonjo nu rikua possik na ri tangga-tanggana haji' sikonjo ni pantamakkangi" yang bermakna tambugu na roang bahwa semua yang dimasukkan ke dalam Artinya sesungguhnya segala sesuatu yang sambungan lunas adalah semua hal yang terdapat pada perahu Pinisi juga terdapat pada dianggap dan diniatkan baik, yaitu: batang tubuh manusia. Prosesi pembuatan 1. Emas maknanya ialah keindahan, suatu perahu Pinisi dapat juga dimaknai sebagai hal yang bagus, dan diharapkan semoga proses penciptaan manusia secara biologis yang perahu ini indah seperti emas. dimulai dari janin hingga menjadi bayi dengan 2. Baja maknanya ialah agar perahu kuat bentuk yang lengkap. Penjelasan penciptaan seperti baja dan juga dapat tahan mental bayi tersebut tertera pada surat At-Tin 4 dan al 3. Poti juku’ mangali atau ekor ikan mu’minun (23): 12-14 mangali yang maknanya diambil dari kata mangali (segan), yang bermakna Maka berikut tahapan pembuatan perahu apapun yang berada dihadapannya atau Pinisi didasarkan pada proses penciptaan yang melihat perahu ini, ia akan manusia berikut. senantiasa disegani a. Nuthfah (Air Mani) 4. Nasi/ rakki’ adalah tanda kesejahteraan, Ibnu Katsir menafsirkan kata nuthfah yang dan kerak nasi bersifat lengket, semua berarti air yang keluar dari tulang punggung dan orang yang datang diharapkan melekat tulang dada perempuan yang kemudian Proses ini disimbolkan sebagai pemasangan diletakkan di rahim perempuan. papan lamma sebagai simbol pembungkusan daging. Peristiwa ini disimbolkan sebagai prosesi penyambungan kalebiseang atau lunas yang Pada tahap pembuatan perahu Pinisi, diperumpamakan sebagai malam pertama atau pembuatan kulit atau yang sering disebut perkawinan antara laki-laki dan perempuan papang terasa’ lebih dulu pengerjaannya dimana antara pembeli dan pengrajin perahu dibanding pembuatan rangka atau tulang. Hal ini adalah masing-masing orang tua dari dikarenakan perahu Pinisi diciptakan tanpa perkawinan tersebut dan diharapkan dapat melalui proses sekolah dan penciptaan perahu terjalin hubungan yang baik dan harmonis didasari oleh perasaan dan tidak dipelintir oleh diantara keduanya. Lunas perahu Pinisi terbagi pikiran. atas tiga bagian yang kemudian akan disatukan menggunakan teknik sambungan pasak, ujung f. Peniupan Ruh lunas atau kalebiseang ditandai dengan pahatan, Proses terakhir dalam pembentukan tubuh yang kemudian potongan pahatan pertama manusia dalam rahim adalah peniupan ruh. dimasukkan kedalam mulut Panrita dan pembeli Setelah peniupan ruh teruslah ia tumbuh hingga yang diharapkan kelak akan menjadi sumber organ-organ yang sudah terbentuk memiliki nafkah. Proses pemotongan lunas atau sering fungsinya dan bergerak. disebut annatta’ menjadi simbol dimulainya Peniupan ruh terjadi pada bulan keempat prosesi pengerjaan perahu. berdasarkan hadis yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Jika mani telah (terbentuk) sempurna (menjadi janin) b. Segumpal Darah selama empat bulan maka diutuslah malaikat Setelah mani ditempatkan di rahim untuk meniupkan ruh pada tubuhnya.” perempuan berubah menjadi ‘alaqoh. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal Kata ‘alaqoh ditafsirkan dengan segumpal 16 Oktober 2019, Arif Saenong mengatakan darah. bahwa. Peristiwa ini disimbolkan dengan Prosesi terakhir adalah amossi’ atau dikenal pemberian darah ayam pada batang lunas dengan prsoses pemberian pusar. Pada bagian dengan harapan darah tersebut menjadi darah tengah-tengah perahu di lobangi dengan pertama dan terakhir yang “tumpah” selama menggunakan bor, proses ini dimaknai dengan proses pembuatan perahu. pemotongan tali pusar pada bayi yang baru lahir, c. Segumpal Daging yang apabila terjadi kesalahan bayi tidak akan Setelah menjadi darah maka mengeras panjang umurnya, prosesi terakhir ini dianggap menjadi segumpal daging namun belum bagian yang sangat sakral pada tahap ini Panrita terbentuk. akan memberikan nyawa pada perahu artinya ia siap untuk berlayar. Maka ditarik kesimpuan d. Tulang pada proses ini bayi telah lahir secara resmi. Pada tahap ini mulai terbentuk anggota Pada peristiwa ini Panrita berdoa dan tubuh seperti kepala, tangan, dan kaki bersama meniupkan roh atau jiwa pada perahu. Sebab tulang dan otot-ototnya. perahu tanpa jiwa bagaikan potongan kayu yang Peristiwa ini disimbolkan sebagai proses terombang-ambing di tengah lautan. pembuatan rangka atau tulang pada perahu Pinisi serta pemberian centa atau urat-urat pada Pembahasan perahu Bentuk perahu tradisional Pinisi di Tanah e. Daging Beru Kecamatan Bonto Bahari Kabupaten Setelah terbentuk anggota tubuh beserta Bulukumba tulang-tulangnya dibungkuslah dengan daging Berdasarkan hasil penelitian mengenai yaitu dijadikannya lebih kuat. bentuk perahu tradisional Pinisi ialah sebagai berikut, perahu tradisional Pinisi dari tampak ombak baik dari sebelah kanan maupun kiri kejauhan terlihat menyerupai bentuk kalimat perahu. Teknik penyambungan tiga buah lunas bentuk perahu adalah prisnip dari Pinisi klasik, sedangkan pada , َُّللاه Allah swt dalam Bahasa arab tradisional Pinisi pada bagian lambung atau Pinisi tipe modern dominan menggunakan satu badan perahu berbentuk seperti sabuk kelapa buah kayu panjang jenis kayu Besi untuk dengan bagian buritan perahu berbentuk agak dijadikan lunas pada perahu. bulat, dilengkapi dengan dua buah tiang agung Setelah lunas tersambung dilanjutkan yang berada ditengah perahu satu di depan dan dengan tahap pemasangan papan penjepit atau satu di belakang, dilengkapi dengan tujuh buah papan panggepek yang ukurannya sama dengan layar yakni tiga layar pada bagian depan, dua panjang batang lunas. Papan panggepek layar utama degan ukuran besar dan dua layar merupaka dasar untuk membuat lambung perahu, pada puncak tiang dan juga memiliki dua buah terpasang pada bagian kiri dan kanan lunas, yang kemudi pada bagian sisi kanan dan kiri bagian berfungsi sebagai penjepit dan menyambungkan belakang perahu, dengan ukuran besar badan tiga batang lunas tadi. Papan panggepek ditutup perahu ditentukan oleh jumlah penggunaan memakai baruk atau dipakal dengan memakai tali papan lamma atau ukuran yang dibuat sesuai dan kulit kayu, terakhir diberi damar/dempul dengan keperluan atau kebutuhan perahu. (untuk meratakan dan melekatkan). adapun bagian-bagian perahu Pinisi tersebut, antara lain: b. Papan Terasa’ Papan terasa’ berbentuk menyerupai sabuk a. Lunas Perahu (Kalebiseang) kelapa berfungsi sebagai lambung kapal, papan Bentuk lunas pada perahu Pinisi ialah terasa’ dibuat sebagai pengapit lunas dan berupa sebuah kayu Panjang yang merupakan bertugas sebagai papan paling kuat dari sebuah potongan dari tiga buah kayu yang sebelumnya perahu Pinisi sebab akan bersentuhan langsung disatukan menjadi sebuah bagian dan diletakkan dengan air laut maka dari itu jenis kayu yang pada bagian dasar bawah perahu yang berfunsi digunakan ialah kayu yang memiliki kriteria sebagai tulang utama dan sebagai pemecah apabila bersentuhan dengan air maka akan ombak pada perahu yang memungkinkan agar semakin kuat seperti jenis kayu bitti dan kayu perahu dapat memotong arus laut dan angin. besi. Pemasangan papan terasa’ ditentukan pada Adapun tahapan prosesi pembutannya yakni pemasangan papan dengan ukuran papan paling pertama dilakukan pengukuran, pemotongan, bawah yang harus lebih tebal dari yang diatasnya, dan penghalusan kayu untuk dijadikan lunas, sebaliknya ukuran lebar papan dari bawah jenis kayu yang digunakan ialah kayu kadiyeng dimuali dengan ukuran kecil sampai keatas papan atau kayu ulin. Lunas perahu terlebihdahulu di semakin melebar. Susunan papan dasar perahu diukur oleh seorang ahli pembuat perahu atau atau papan terasa’ pada umumnya tersusun 5 yang dinamakan Panrita Lopi. Dalam hal ini baris atau 12 urat, papan disususun kemudian Panrita akan menghitung enam nasib perahu disambung menggunakan pasok kayu atau pen. yang ingin di bangun yaitu mate ri dara’, tallang Penyambungan antara dua papan pada urat yang ri lau’, Massale-sale , mencari laba, manggara’ sama dilakukan dengan sambungan miring. maling, nala pammusu. Penghitungan itu terus Salah satu keunikan dari perahu Pinisi yakni dilakukan hingga berakhir dan mendapatkan dua dapat dilihat dari bagaimana bentuk lambung atau nasib yang dianggap baik yaitu massale-sale dan badan perahu bisa seimbang sedangkan pada mencari laba. Dilanjutkan dengan menentukan tahap pengerjaannya pembuatan papan terasa’ tata letak tambugu dan roang yaitu bagian yang jauh lebih dulu dibentuk dibandingkan kelak menjadi acuan posisi pemasangan papan pengerjaan rangka perahu, atau dapat diartikan terasa’ dan memberi tanda dengan saksama lebih dahulu proses pembuatan badan perahu pada bagian tengah lunas sebagai tempat possiq kemudian proses pembutan rangka pada perahu. atau letak pusar perahu. kemudian tiga bagian hal demikian disebabkan oleh pada prosesnya kayu disatukan menggunakan teknik sambungan para panrita lopi terlebih dahulu mengutamakan pasak. Teknik pasak ini memungkingkan perahu perasaan dibanding akal pikirannya. untuk terhidar dari kerusakan akibat hantaman c. Buku (Gading) Buritan adalah posisi bagian belakang perahu Rangka perahu berbentuk susunan kayu yang yang berbentuk sedikit lebar jika dibanding dibuat saling membentang dan menyilang di dengan bagian anjugan perahu. Pada buritan dalam badan perahu. Rangka perahu berfungsi terdapat baratang (tempat melekatnya kemudi untuk memperkuat dan memperkokoh dinding mulai dari bagian kemudi atas sampai bawah), perahu. Menurut kebiasaan atau adat setempat pada buritan terdapat pula ruangan (peti-peti) pekerjaan ini dilaksanakan setelah selesai tahap dibawah geladak. Pada bagian buritan terdapat pemasangan papan terasa’ susunan ke 7 sebagai pula sebuah kamar-kamar kecil yang penguat dari dalam perahu, cara ini disebut sistem diperuntukkan untuk juragan atau pemilik gajah. perahu. Perahu Pinisi tradisional tidak memiliki Sebatang besi dibengkokkan dibentuk sesuai dinding sekat atau pembagi antara ruang. bentuk gading yang dibutuhkan, kemudian di carikan kayu yang cocok, lalu dipotong sesuai f. Kemudi ukuran yang di cari kemudian diangkut ke Perahu Pinisi memiliki dua buah kemudi atau lambung perahu lalu dibentukkan sampai dengan guling yang terdapat pada buritan, bentuk kemudi pas oleh Panrita lopi. Semakin banyak papan pada perahu pinisi yakni daun kemudi memiliki lamma yang terpasang maka semakin banyak Panjang dengan ukuran sebesar lebar perahu pula gading, tulang atau rangka yang akan dengan ujung bawah kemudi berbentuk setengah dipergunakan. lingkaran, kemudi pada perahu Pinisi terletak pada bagian sebelah kiri dan kanan (tepi perahu). d. Papan Lemah (Papan Lamma) Tiap kemudi ini dihubungkan langsung dengan Papan lamma atau papan lemah adalah papan daun kemudi yang terletak di air. Kemudi yang bertumpu diatas papan terasa yang memiliki ukuran sama lebar dengan badan berfungsi sebagai bentuk ukuran kapasitas perahu, terdapat tuas dan pansere yang dapat perahu, papan lamma adalah papan yang paling menggerakkan daun kemudi. Sehingga jika satu panjang pada perahu, yang terdiri dari tiga sampai kemudi digerakkan maka kemudi yang lain akan lima susun atau sesuai dengan ukuran kebutuhan ikut bergerak dengan arah gerakan yang sama. perahu dan disambung dengan beberapa bilah Fungsi kemudi ialah mengatur arah perahu, papan yang fungsinya menghubungkan papan mengimbangi layar, dan menjaga kestabilan lamma antara sotting depan dan sotting belakang. perahu. Selain itu fungsi kemudi juga sebagai Ukuran sebuah perahu ditentukan pengukur kedalaman perairan untuk menjaga berdasarkan jumlah penggunaan papan lamma. perahu tidak kandas. Keseluruhan papan pada perahu Pinisi terbagi Pada jaman modern ini dua fungsi kemudi menjadi dua bagian yakni papan terasa’ dan samping perahu Pinisi sudah sangat jarang papan lamma, yang jumlah papan terasa’pada digunakan, tergantikan oleh jenis perahu Pinisi perahu berukuran tetap tetap dan tidak dapat bermesin PLM sejak pertengahan abad 1920. berubah-ubah, sedangkan jumlah papan lamma yang memiliki satu buah kemudi yang terdapat dapat bervariasi susuai dengan ukuran kebutuhan pada bagian tengah dek kapal, Pinisi modern juga perahu, semakin banyak papan yang terpasang menggunakan tiang boss sebagai tempat lewat semakin banyak pula gading-gadingnya. mesin lalu diberi kalang pada bagian belakang Sambungan antara dua papan-urat atas dan bawah sebagai tempat baling-baling. diisi dengan barru (kulit pohon aren) untuk menjaga kekedapan papan-kulit terhadap air laut g. Anjungan nantinya ditutup dengan dempul, damar dan ter. Panjang anjungan berukuran sama besar Bentuk konstuksi perahu yang simetris dengan lebar perahu, anjungan terletak pada berfungsi untuk menyeimbangkan perahu dan bagian paling depan perahu yang berbentuk agak bentuk bagian depan perahu pinisi sedikit lebih menyerupai segitiga, Anjungan terdiri atas lancip cukup mengatasi ketegangan yang terjadi beberapa bagian yaitu, Passipi yaitu balok yang akibat ombak. berbentuk melengkung mulai dari ujung anjungan (bagian yang mencuat) hingga balok gading tiga. Kemudian memliki Tumpuan e. Buritan anjungan, yaitu balok tegak lurus berjarak 1,5 m 1. Makna Perahu Tradisional Pinisi di Tanah dari ujung lunas depan yang bertumpu pada kelu Beru Kecamatan Bonto Bahari Kabupaten dan diapit oleh kalang (balok yang melintang Bulukumba sebagai dasar dek/katabang). Dan Palangga, yaitu balok yang menjepit passipi dan bertumpu Sebelum prosesi pembuatan perahu Pinisi pada balok kalang. Anjungan juga berfungsi berlangsung terdapat ritual yang harus dilakukan sebagai tempat mengikat tiga buah layar depan untuk menentukan nasib baik sebuah perahu dan tali-temali dan jangkar. tersebut, yaitu enam perhitungan nasib yaitu: 1. Mate ri dara’ dalam dialeg konjo h. Bangkeng salara dan Tiang Agung artinya talakkulle naung ri tamparanga, Bangkeng salara, adalah tempat berdirinya ri dara’tokji mate, yang artinya adalah tiang agung yang berada ditehan-tegah perahu, kapal yang mati di darat yang tidak satu dibagian depan dan satu dibelakang, jarak dapat diturunkan ke air atau kapal tidak dan besar antara tiang agung harus betul-betul pernah selesai diperhitungkan. Bangkeng salara pada bagian 2. Tallang ri lau’artinya tenggelam di laut dasar perahu (dalam perut) diberi penguat dari 3. Massale-sale dalam dialeg konjo artinya balok yang kedua ujungnya bertumpu pada adalah a’rannu-rannu atau bersenang- soloro dan diapit oleh kelu. senang. Dalam artian pada prosesi Tiang agung adalah tiang yang menjulang di pembuatan perahu Pinisi yang atas perahu tempat terpasangnya tujuh buah diutamakan ialah kesenangan banyak layar, tiang agung berjumlah dua buah dengan orang atau banyak orang yang ikut serta posisi satu dibagian depan dan satunya lagi di dapat menikmati. belakang, perbedaan ukuran tinggi antara tiang 4. Mencari laba artinya mencari agung bagian depan dan tiang agung bagian keuntungan baik itu pihak pembuat belakang adalah berbanding satu meter, tiang perahu maupun pembeli agung pada bagian depan sedikit lebih panjang 5. Manggara’ maling artinya ialah selalu dibandingkan tiang agung bagian depan, mendapat kerusakan, atau selalu terjadi kesalahan pengukuran tinggi tiang agung dan hal-hal yang tidak disangka. Atau hal- jarak antara kedua bangkeng salara akan sangat hal buruk selalu menimpa mempengaruhi kecepatan laju perahu. Tiang 6. Nala pammusu dalam dialeg konjo agung juga berfungsi sebagai tempat melekatnya artinya apa injo naha’sele’kan ia tokji tali-temali yang selain memiliki nilai fungsional kanrei, dalam artian apa saja hal yang juga sebagai pelengkap nilai estetis. dia peroleh ia nikmati sendiri (pengusaha kapal) i. Layar Penghitungan terus dilakukan hingga Perahu Pinisi memiliki tujuah buah layar, menuai dua nasib yang anggap baik dalam tahap tiga buah di bagian depan yaitu cocoro bagian pengerjaan perahu tersebut, yaitu massale-sale luar yang berbentuk segi tiga, cocoro bagian dan mencari laba. Hal ini dilakukan untuk dalam sebanyak dua buah dengan ukuran yang membangun rasa kepercayaan dan kekeluargaan paling besar berfunsi sebagai layar utama atau diantara pihak-pihak yang terkait, melalui ritual- sumber penggerak utama perahu hampir ritual yang dilakukan bersama. Dimaksudkan menyerupai persegi empat bagian depan dan agar dalam proses pembuatan perahu Pinisi ini belakang, dan dua layar kecil pada bagian atas para pihak yang terkait senantiasa sama-sama sebagai topi-topinya yang hampir menyerupai merasakan kesenangan dan juga mendapatkan bentuk segitiga sama sisi. Jenis layar Pinisi laba atau keuntungan. klasik menggunakan bahan karorok yaitu Tahap penyambungan lunas disimbolkan anyaman dari sejenis daun lontar. Pada perahu sebagai malam perkawinan antara laki-laki dan Pinisi hanya sebagian layar yang berfungsi perempuan kemudian pengusaha dan pembeli sebagai alat penggerak perahu, sebagiannya lagi disimbolkan sebagai masing-masing orang tua hanya berfungsi sebagai penunjang nilai estetis. dari perkawinan tersebut. Potongan lunas pada bagian anjungan disimbolkan sebagai lunas laki- Prosesi pembuatan perahu Pinisi dapat juga laki, diposisikan di depan sebagai makna bahwa dimaknai sebagai proses penciptaan manusia seorang laki-laki harus memimpin kaum secara biologis yang dimulai dari janin hingga perempuan dan potongan lunas pada bagian menjadi bayi dengan bentuk yang lengkap. buritan disimbolkan sebagai lunas perempuan. Penjelasan penciptaan bayi tersebut tertera pada Sebelum penyambungan lunas terdapat sebuah surat al mu’minun (23): 12-14 kain yang dimasukkan ke dalam sambungan Berikut tahapan pembuatan perahu Pinisi lunas. Benda tersebut disimbolkan sebagai air didasarkan pada proses penciptaan manusia: mani, atau tahap proses pembuahan. Adapun isi dari kain yang dimasukkan, yaitu: a. Nuthfah (Air Mani) Kata nuthfah yang berarti air yang keluar dari 1. Emas maknanya ialah keindahan, suatu tulang punggung dan tulang dada perempuan hal yang bagus, dan diharapkan semoga yang kemudian diletakkan di rahim perempuan. perahu ini indah seperti emas. Peristiwa ini disimbolkan sebagai prosesi 2. Baja maknanya ialah agar perahu kuat penyambungan kalebiseang atau lunas yang seperti baja dan juga dapat tahan mental diperumpamakan sebagai malam pertama atau 3. Poti juku’ mangali atau ekor ikan perkawinan antara laki-laki dan perempuan. mangali yang maknya diambil dari kata Bagian lunas yang memiliki tonjolan mangali (segan), yang bermakna apapun diperumpamakan sebagai kelamin laki-laki yang berada dihadapannya atau yang sedangkan sambungan lobang di maknai sebagai melihat perahu ini, ia akan senantiasa jenis kelamin perempuan. disegani 4. Nasi/ rakki’ adalah tanda kesejahteraan, b. Segumpal Darah dan kerak nasi bersifat lengket, semua Setelah mani ditempatkan di rahim orang yang datang diharapkan melekat perempuan berubah menjadi ‘alaqoh. Beliau hatinya dan diharapkan semoga selalu menafsirkan kata ‘alaqoh dengan segumpal ada nasi di perahu dan pekerjaan maju darah. terus. Peristiwa ini disimbolkan dengan pemberian 5. Golla eja atau sepotong gula merah, darah ayam pada batang lunas dengan harapan sifatnya yang manis menjadikannya darah tersebut menjadi darah pertama dan bermakna agar orang yang melihat terakhir yang “tumpah” selama proses pembuatan selalu senang atau tanning nyahana taua perahu. diharapkan tidak timbul hal-hal diluar 6. Kapasa rurung-rurung atau kapas yang kehendak dan juga diharapkan kelak para awak bersusun-susun maknanya ialah kapal tidak mendapatkan musibah. diharapkan supaya rejeki yang dibawa oleh perahu ini senantiasa bersambung c. Segumpal Daging atau berkelanjutan. Makna lain ialah Setelah menjadi darah maka mengeras sifat kapas yang putih dan ringan dan menjadi segumpal daging namun belum mudah terapung terbentuk. 7. Raja numalo adalah sejenis tumbuhan parasit, dimaksudkan untuk Pada tahap pembuatan perahu Pinisi, memperbaiki pasak yang salah atau pembuatan kulit atau yang sering disebut papang rusak terasa’ lebih dulu pengerjaannya daripada 8. Sepotong kelapa sebagai tanda akan pembuatan rangka atau tulang. Hal ini minyaknya dikarenakan perahu Pinisi diciptakan tanpa 9. Tai ayam, bahan ini digunakan sebagai melalui proses sekolah dan penciptaan perahu penangkal sihir meskipun pernyataan ini didasari oleh perasaan dan tidak dipelintir oleh merupakan pendapat yang lemah sebab pikiran. dalam sebuah peristiwa hanya pernah terjadi satu kali. d. Tulang Pada tahap ini mulai terbentuk anggota tubuh Dua buah jumlah tiang agung disimbolkan seperti kepala, tangan, dan kaki bersama tulang sebagai dua buah kalimat syahadat, tiang bagian dan otot-ototnya. depan disimbolkan sebagai Allah SWT sedangkan tiang pada bagian belakang Peristiwa ini disimbolkan sebagai proses disimbolkan sebagi rasulullah Muhammad SAW. pembuatan rangka atau tulang pada perahu Pinisi, Jika dilihat dari bentuk kesuluruhan model َّللاُ tidak akan bisa kuat suatu tubuh jika tidak bentuk perahu Pinisi merujuk model lafal memiliki tulang, serta pemberian galar atau centa )Allah( yaitu urat-urat pada perahu. e. Daging b. Tujuh Buah Layar Setelah terbentuk anggota tubuh beserta Tujuh buah layar disimbolkan sebagai tujuan, tulang-tulangnya dibungkuslah dengan daging yakni sebuah kesatuan yang memiliki arah dan yaitu dijadikannya lebih kuat. tujuan, bagaikan manusia yang lahir kedunia untuk menyelami bahtera dunia, begitu pula Proses ini disimbolkan sebagai pemasangan perahu tercipta untuk menyelami samudera papan lamma sebagai simbol pembungkusan dengan sebuah tujuan. Tujuh buah layar pada daging. perahu Pinisi juga bermakna jumlah ayat dari surah Al-Fatihah f. Peniupan Ruh Proses terakhir dalam pembentukan tubuh manusia dalam rahim adalah peniupan ruh. B. Dua Buah Kemudi Setelah peniupan ruh teruslah ia tumbuh hingga Dua kemudi samping atau yang disebut organ-organ yang sudah terbentuk memiliki guling di simbolkan sebagai kaki pada perahu, fungsinya dan bergerak. fungsi kemudi ialah mengatur arah perahu Peniupan ruh terjadi pada bulan keempat begitupun dengan kaki yang berfungsi berdasarkan hadis yang diriwayatkan Ibnu Abi membawa dan mengarahkan kita pada arah dan Hatim bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Jika tujuan kita. mani telah (terbentuk) sempurna (menjadi janin) selama empat bulan maka diutuslah malaikat KESIMPULAN untuk meniupkan ruh pada tubuhnya.” Berdasarkan hasil penelitian terhadap bentuk dan Prosesi terakhir adalah amossi’ atau dikenal makna perahu tradisonal Pinisi di kelurahan dengan prsoses pemberian pusar. pada bagian Tanah Beru, maka dapat ditarik kesimpulan tengah-tengah perahu di lobagi dengan bahwa. menggunakan bor, proses ini dimaknai dengan 1. Bentuk perahu tradisional Pinisi dari pemotongan tali pusar pada bayi yang baru lahir, tampak kejauhan terlihat menyerupai bentuk yang apabila terjadi kesalahan bayi tidak akan dengan , َُّللاه kalimat Allah swt dalam bahasa arab panjang umurnya, prosesi terakhir ini dianggap bentuk pada bagian lambung atau badan perahu bagian yang sangat sakral pada tahap ini Panrita seperti menyerupai sabuk kelapa yang terdiri dari akan memberikan nyawa pada perahu artinya ia susunan papan terasa’, gading dan papan lamma siap untuk berlayar. Maka ditarik kesimpuan dengan bagian buritan perahu berbentuk agak pada proses ini bayi telah lahir secara resmi. Pada bulat dan anjungan yang agak sedikit peristiwa ini Panrita berdoa dan meniupkan roh mengerucut, dilengkapi dengan dua buah atau jiwa pada perahu. Perahu tanpa jiwa bangkeng salara sebagai tempat melekatnya dua bagaikan potongan kayu yang terombang-ambing buah tiang agung yang berada ditengah perahu di tengah lautan. satu di bagian depan dan satu di bagian belakang Selain itu, terdapat juga makna simbolik yang dengan perbandingan ukuran satu meter dimana terkandung pada bagian bentuk perahu Pinisi ukuran tiang depan sedikit lebih tinggi, ialah sebagai berikut. dilengkapi dengan tujuh buah layar yakni tiga

layar pada bagian depan, dua layar utama a. Tiang Agung berukuran besar dan dua layar pada puncak tiang dan dilengkapi dengan dua buah kemudi pada Diharapkan agar pemerintah dapat berfokus bagian sisi kiri dan kanan bagian belakang pada pengembangan industri perahu perahu, dengan bentuk ukuran besar badan tradisonal Pinisi khususnya terkait perahu ditentukan oleh jumlah penggunaan papan kesejahteraan masyarakat pengrajin. Hal lain lamma. yaitu pemerintah dapat memberikan fasilitas 2. Terdapat dua makna yang terkandung kepada generasi muda dalam mengakses pada perahu Pinisi yakni makna bentuk dan makna simbolik adapun makna bentuk pada pendidikan khususnya perahu tradisional perahu tradisional Pinisi yakni proses penciptaan Pinisi agar budaya dan tradisi yang selama ini perahu yang dimaknai bak proses penciptaan melekat pada masyarakat Bulukumba tidak seorang bayi. Kayu mula-mula dinikahkan terlupakan. melalui upacara pemasangan lunas yaitu tahap penyimpanan air mani, kemudian menjadi segumpal darah yang di implementasikan dengan DAFTAR PUSTAKA pemberian darah ayam, kemudian berubah Arung Pancana Toa, 1999. La Galigo, Sastra menjadi segumpal daging yaitu tahap Klasik Bugis Makassar. Makassar: pemasangan papan terasa, lalu kemudian Hasanuddin Press. berubah menjadi tulang-belulang yang ditandai sebagai pemasangan rangka perahu, kemudian Arif & Abbas. 2001. Pinisi: Perahu Khas dibungkus lagi dengan daging yakni tahap Sulawesi Selatan. Makakssar: Proyek pemasangan papan lamma kemudian Pembinaan Peninggalan Sejarah Purbakala pemasangan dua buah kemudi samping atau dan Permuseuman Sulawesi Selatan guling yang di maknai sebagai kaki atau penuntun arah pada perahu, dan terakhir proses Caro, P. 1988. Pinisi Nusantara, Mangarungi peniupan roh yang ditandai sebagai proses Lautan 11.000 Mil Jakarta-Vancouver, pemberian pusar dan pemberian nyawa oleh Jakarta: Krisna Press. panrita serta pemberian nama untuk perahu. Cense, A.A & H.J. Heeren. 1972. Pelayaran dan Selain itu terdapat juga makna simbolik yang 89 Pengaruh Kebudayaan Makassar – Bugis di terkandung pada wujud perahu Pinisi yakni dua Pantai Utara Australia, Jakarta: Bharata. buah tiang agung yang disimbolkan sebagai dua kalimat syahadat dan tujuh buah layar pada Darma Prawira, Sulasmi. 1989. Warna Sebagai perahu Pinisi yang disimbolkan jumlah ayat dari Salah Satu Unsur Seni & Desain. Jakarta: surah Al-Fatiha, Tujuh buah layar juga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan disimbolkan sebagai tujuan, yakni sebuah kesatuan yang memiliki arah dan tujuan, Gurupendidikan. 2019. Pengertian semiotik bagaikan manusia yang lahir untuk menyelami menurut pendapaat ahli. bahtera dunia, serupa dengan perahu Pinisi yang http://www.gurupendidikan.co.id/4- tercipta untuk menyelami tuju samudera dengan pengertian-semiotika-menurut-para-ahli- sebuah tujuan. lengka. Diakses pada 28 November 2019. Indonesia kaya. kapal pinisi. Saran https://www.indonesiakaya.com/jelajah- indonesia/detail/kapal-pinisi. Diakses pada 1. Kepada Pemerintah Kabupaten 28 November 2019. Bulukumba sekiranya agar dapat lebih memperhatikan kesejahteraan pengrajin Indriidhil. 2019. Sejarah kapal pinisi. perahu tradisional Pinisi. Mengingat semakin http://indriidhil.blogspot.co.id/2014/10/seja rah-kapal-pinisi.html. Diakses pada 28 berkurangnya minat masyarakat, utamanya November 2019. kalangan anak muda sebagai generasi penerus yang cinta dan mau melanjutkan sektor usaha pembuatan perahu Pinisi. Jusman. 2017. Mengenal makna ilahia, dua tiang n-penciptaan-manusia-secara-biologis- tujuh layar perahu pinisi bulukumba. dalam-alquran-dan-hadis/. Diakses pada 12 Panrita news: bulukumba. Desember 2019 Kaskus. 2019. Cara pembuatan kapal pinisi. Nurjannah, Rina. 2013. Makna Simbolik yang https://www.kaskus.co.id/thread/514b1f371 Terdapat pada Kesenian Tradisional b76081a6d000009/cara-pembuatan-kapal- Bokoron dalam Upacara Adat Mitoni di pinisi. Diakses pada 28 November 2019. Desa Sidanegara Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga. Yogyakarta: UNY Kern, H, 1988. La Galigo. Yogyakarta: UGM Press. Pelly, Usman. 1976. Ara denngan Perahu Bugisnya, Sebuah Studi Mengenal Kowas, C & Ardjakusuma Gita. 1995. Phinisi Pewarisan Keahlian Orang Ara, Anak dan Nusantara, Pinisi Perkasa. Jakarta: Keturunannya. Makassar: Lephas. Intermasa. Lapian, A. B.1987 “Orang Laut-Bajak Laut-Raja Permuseuman, D. 1997. Perahu Pinisi. Jakarta: Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Abad XIX”. Tidak diterbitkan, Yogyakarta: Rakhmat, Puspitasari & Fatimah, M. J. (2016). PPS UGM Makna Pesan Simbolik Non Verbal Tradisi Liebner, Horst. 2016. Perahu-Perahu Mappadendang Di Kabupaten Pinrang. Tradisional Nusantara: Suatu Tinjauan Jurnal Komunikasi Kareba, 331-347. Perkapalan dan Pelayaran. Makassar: Universitas Hasanuddin Setiawan. 2019. Perahu. Kamus Besar Bahasa Lombard, D, Nusa Jawa Silang Budaya, I : Indonesia. https://kbbi.web.id/perahu. Batas-batas Pembaratan. Jakarta: PT. Diakses pada 17 Agustus 2019. Gramedia Pustaka Utama Sularto. 1986. Penelitian tentang Konstruksi M.detik.com. 2019. Bingkai makna dan tradisi Perahu Layar Tradisional (Phinisi) dalam dalam kerajinan perahu pinisi. Rangka Keselamatan Pelayaran. Makassar: https://m.detik.com/travel/dtravelers_storie Hasanuddin Press. s/u-1879701/bingkai-makna-dan-tradisi- dalam-kerajinan-perahu-pinisi?5. Diakses Tangsi. 2017. Model Pembelajaran Apresiasi pada 28 November 2019 Seni Rupa Lokal Dengan Pendekatan Kontekstual Di Sekolah Menengah Pertama. Materiips. 2017. Pengertian Budaya. Makassar: Universitas Negeri Makassar. http://materiips.com/pengertian-budaya. Diakses pada 15 Agustus 2019. Syahrulamar. 2017. Asal usul perahu pinisi. http://syahrulamar123.blogspot.co.id/2013/ Miles, Mattew B & A. Michael Huberman. 1992. 02/asal-usul-perahu-pinisi-dalam- Analisis Data Kualitatif. Penerjemah: berbagai.html. Diakses pada 15 Agustus Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press 2019. Mongabay. 2017. Perahu pinisi antara sejarah Semiotikinves wordpress. 2017. Pengertian dan hutan kajang yang terancam. semiotika secara umum. http://www.mongabay.co.id/2013/06/19/per https://semiotikinves.wordpress.com/2010/0 ahu-pinisi-antara-sejarah-dan-hutan- 8/26/semiotika-secara-umum. Diakses pada kajang-yang-terancam. Diakses pada 15 15 Agustus 2019. Agustus 2019. Ubay, Fahri. 2016. Bentuk dan Makna Nafisah, Zahrotun. 2019. Penjelasan Penciptaan Tersembunyi dari Komponen dalam Logo. Manusia Secara Biologis Dalam Al-quran http://klopidea.com/bentuk-dan-makna- dan Hadist. tersembunyi-dari-komponen-dalam-logo htps://bincangsyariah.com/kalam/penjelasa Diakses pada 17 Agustus 2019 Wikepedia. 2017. Pengertian pinisi. https://id.wikipedia.org/wiki/Pinis. Diakses pada 15 Agustus 2019. Wikipedia. 2019. Kabupaten Bulukumba. https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bu lukumba. Diakses pada 12 Desember 2019.