2. ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI

2.1. Studi Literatur 2.1.1. Pengertian dan Asal Kata Studi Literatur Studi diambil dari bahasa Inggris yaitu ”study” dan memiliki arti kajian, telaah, penelitian yang bersifat ilmiah (Badudu 334). Kata literatur ”liteature” sendiri berasal dari bahasa Latin ”littera” yang berarti sebuah huruf dari susunan alfabet, dalam bahasa literatur ini sendiri berarti kesusasteraan (Poerwadarminta 546).

2.1.2. Bentuk-bentuk Literatur a. Puisi, merupakan jenis literatur yang ada sejak zaman Sebelum Masehi seperti bagian-bagian Alkitab, Ramayana dan Mahabarata dari India. Puisi memiliki ciri khas, puisi dari Persia selalu berrima. Saat ini banyak puisi modern yang terlepas dari rima dan mengambil tema serius seperti kesenjangan sosial. b. Drama, merupakan jenis literatur yang terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Drama Yunani menjadi contoh drama pertama kali yang menggunakan tema tragedi. Drama juga sering mengambil kisah-kisah historikal dan mitologi. c. Esai, merupakan diskusi dari sebuah topik yang diulas menurut sudut pandang seseorang. Istilah esai pertama kali digunakan pada renungan Michel de Montaigne, esai sendiri terdiri dari memoar, kisah formal, dan blog (esai non-formal yang sering kali berupa pendapat mengenai topik tertentu). d. Prosa fiksi, merupakan tulisan yang tidak terbatas pada bentuk dan aturan penulisan formal, Novel merupakan kisah tertulis yang termasuk dalam prosa. Cervantes dari Spanyol adalah penulis novel Don Quixote yang diklaim sebagai penulis novel pertama.

9 Universitas Kristen Petra

Dalam The Encyclopedia Americana International Edition volume 17 juga disebutkan adanya bentuk-bentuk literatur yang diturunkan dari mulut ke mulut seperti ballads, folk song, dan cerita dongeng atau fairy tale yang secara khusus dibuat sebagai oral literature (570).

2.2. Tinjauan Judul Perancangan 2.2.1. Perancangan Buku Esai Fotografi Tentang Perkembangan Street Fashion di Surabaya 2.2.1.1. Perkembangan Buku Informasi dapat diberikan melalui berbagai macam media. Salah satu media tersebut adalah buku. Buku menjadi media informasi tertulis yang memiliki beranekaragam jenis dan tampilan. Berdasarkan kamus Oxford Advanced Learners Dictionary, maka buku didefinisikan sebagai sejumlah lembaran kertas yang ditulisi dan dicetak serta disatukan dalam satu sampul buku. Sedangkan berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia membaca diartikan sebagai proses untuk mengenal kata dan memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan. Buku mengungkapkan tulisan dimana melalui aktivitas ini, manusia dapat memperoleh pengetahuan sekaligus hiburan. Maka dapat disimpulkan secara sederhana bahwa buku bacaan merupakan karya tulis yang dikomposisikan untuk memberikan informasi baik pengetahuan bagi orang yang membacanya. Buku bacaan bermanfaat untuk mengembangkan pengetahuan dan mencerdaskan seseorang, mengembangkan intelektualitasnya, juga kreativitasnya, serta membentuk pola pikir dan budaya masyarakat.

2.2.1.2. Penjelasan Tema / Judul Buku yang diambil Tema yang diambil dalam pembuatan buku ini adalah perkembangan Street Fashion di Surabaya, dimana fashion itu sendiri sangat berhubungan erat dengan manusia terutama bagi mereka yang begitu memperhatikan penampilan dan gaya hidup. Street fashion itu sendiri merupakan gaya berpakaian yang lahir dari jalanan oleh si pejalan kaki, mereka adalah sekelompok komunitas buah dari perkembangan gaya hidup suatu subkultur (youth culture) yang memiliki

10 Universitas Kristen Petra

karakteristik fashion yang unik dan tidak terdikte oleh tren. Mereka berbusana sesuai kepribadian dan sesuka hati tanpa harus menelan pakem, tidak lagi terpaku pada apa yang diperagakan oleh model di majalah. Bukan sebatas busana, tapi meliputi gaya rambut, riasan, sampai aksesoris yang menggambarkan sebuah sikap (atitude) yang menjadi gaya hidup. (Avianti 20) Dengan diangkatnya tema tersebut diharapkan masyarakat, terutama anak muda yang sadar fashion mendapatkan banyak inspirasi dalam hal berbusana ala gaya jalanan.

2.3. Tinjauan Tentang Buku 2.3.1. Pengertian Buku Buku merupakan kumpulan kertas atau halaman lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu sisinya menggunakan berbagai cara. Pada tiap lembar kertas umumnya berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas dalam sebuah buku, disebut halaman buku. Seiring dengan kemajuan teknologi, khususnya pada bidang informasi, kini dikenal pula istilah e- book atau buku-e (kependekan daribuku elektronik). Pecinta buku biasanya disebut bibliofil atau kutu buku (“Buku,” par.1) Adapun pengertian buku menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (538-9) adalah semua tulisan dan gambar yang ditulis atau dilukis atas segala macam lembaran papirus, lontar, perkamen, dan kertas dengan berbagai macam bentuknya : berupa gulungan, dilubangi dan diikat dengan atau dijilid muka belakangnya dengan kulit, kain, karton, dan kayu. Buku merupakan hasil perekaman dan perbanyakan yang paling populer dan awet. Berbeda dengan majalah, apalagi surat kabar, buku direncanakan untuk dibaca dengan tak seberapa mempedulikan kebaruannya karena tanggal terbitnya kurang mempengaruhi. Dengan demikian buku merupakan alat komunikasi berjangka panjang dan mungkin yang paling berpengaruh kepada perkembangan kebudayaan manusia. Di dalam buku, dipusatkan dan dihimpun lebih banyak hasil pemikiran dan pengalaman manusia daripada di dalam sarana komunikasi lainnya. Sebagai alat pendidikan buku lebih berpengaruh kepada anak-anak daripada sarana-sarana lain.

11 Universitas Kristen Petra

Dengan adanya sistem perbanyakan modern sekarang harga tiap eksemplar menjadi semakin murah. Sebagai perbandingan lain, definisi buku menurut ensiklopedi umum (223) adalah lebaran kertas yang dicetak, dilipat, dan diikat bersama pada punggungnya.

2.3.2. Sejarah dan Perkembangan Buku di Dunia Dalam jaman purbakala bahan yang digunakan untuk buku bukan kertas. Di Eropa, pada awalnya orang-orang menggunakan papirus, semacam kulit pohon yang dikeringkan, disambung dengan perekat, dan digulung dalam silinder. Silinder ini dalam bahasa Yunani disebut volume, istilah yang sampai saat ini masih digunakan dalam bahasa Inggris dan Perancis untuk menunjukkan jilid. Papirus banyak terdapat di negara-negara sekitar Laut Tengah. Pada abad ke-7, orang Arab di Tanah Mesir mempersulit eksporbahan papirus ke Eropa, yang menyebabkanorang-orang disana menggunakan perkamen (kulit binatang, misal domba, anak sapi, keledai yang dimasak menjadi tipis dan licin). Perkamen yang sudah ditulisi dengan tangan, kemudian dilipat dan disusun dalam bentuk seperti buku sekarang. Karena pembuatab perkamen tergolong mahal, lembaran buku lama digunakan kembali untuk menulis, yang sebelumnya sudah digosok sampai bersih untuk menghapus isi yang sebelumnya. Di India dan Bali digunakan daun pohon lontar, di Babylon dan Austria digunakan tanah liat yang dibuat persegi. Sedangkan di Cina, awalnya digunakan Sutra, kemudian pembuatan kertas dari potongan-potongan kain. Pembuatan kertas ini dibawa oleh orang Cina ke Eropa pada abad ke-14. Pada jaman kebesaran Yunani dan Romawi, banyak budak diharuskan menyalin buku dengan tangan. Pada abad pertengahan di Eropa, pekerjaan ini umumnya dilakukan oleh biarawan. Demikian pula dengan negara- negara lain, kaum cendikiawan dan alim-ulama yang menyalin buku-buku dengan tangan. Dengan ditemukannya dasar pencetakan pada abad ke-15 oleh John Gutenberg di Mainz (Jerman) dan Laurens janszoon Koster di Harlem (Belanda), pembuatan buku berkembang pesat sekali (Ensiklopedi Umum 223).

12 Universitas Kristen Petra

2.3.3. Sejarah dan Perkembangan Buku di Indonesia Sesungguhnya buku sudah ada sejak jaman kerajaan di Indonesia. Buku- buku tersebut ada yang berbentuk lembaran, maupun sudah beberbentuk buku seperti sekarang, yang isinya bisa berupa karya sastra, naskah perjanjian kenegaraan, hingga ayat-ayat suci. Kitab-kitab Nagara Kertagama, karya Mpu Prapanca pada abad ke-14, Sutasoma karya Mpu Tantular, dan lain-lain merupakan contoh buku yang cukup dikenal sebagai peninggalan dari Jaman kerajaan di Indonesia. Buku-buku Islam karya berbagai ulama terkenal juga mewarnai dan mempengaruhi budaya serta kehidupan masyarakat saat itu. Misal Kitab Tajussalatin atau Mahkota Segala Raja, karya Bukhari Al-Jauhari pada tahun 1603. Dalam karya sastra Jawa kuno, “Serat Centini” dan “Serat Cebolek” disebutkan bahwa sejak permulaan abad ke-16, di Nusantara telah banyak dijumpai pesantren besar yang mengajarkan kitab-kitab Islam klasik di bidang fikih, teologi, dan tasawuf. Sementara di luar pulau Jawa terdapat lembaga pendidikan yang serupa pesantren, tetapi dengan nama atau istilah lain, seperti Maemunasah di Aceh atau surau di Sumatra Barat. Mereka juag telah menggunakan kitab-kitab untuk pembelajaran, yang nyaris sama dengan kitab-kitab di pesantren pulau Jawa. Prof. Dr. M.C. Rickfels dalam makalahnya di sebuah seminar tahun 2000 menyebutkan, konon banyak bku yang diilhami oleh kebudayaan Islam diperkenalkan pada abad ke-17 ke dalam kesusastraan kraton Jawa, yaitu Carita Sultan Iskandar, Kitab Usulbiyah, dan Serat Yusuf (versi panjang). Semua buku itu dianggap objek yang sakti dan hanya dikenal dalam lingkungan kraton, meskipun Serat Yusuf versi pendek dikenal dan tersebar luas di masyarakat Jawa. Menurut kolofon Carita Sultan Iskandar, buku itu berdasar atas versi bahsa Melayu, diciptakan dalam bahasa Jawa di Surabaya, dan dibawa ke Mataram oleh Pangeran Pekik. Sementara menurut kolofon Serat Yusuf, versi ini ditulis di desa Karang (disamping Tembayat) pada bulan Jumadilawal AJ 1555 (Anno Javonico : kalender Islam-Jawa) atau bulan Nopember 1633M. Berikut adalah beberapa peristiwa penting dalam perkembangan buku di Indonesia.

13 Universitas Kristen Petra

a. Buku di Jaman VOC Perkembangan yang menandai dimulainya kegiatan percetakan di tanah air terjadi ketika mesin cetak masuk ke Hinda Belanda abad ke-17 yang dibawa oleh VOC (Verenidge Oostindische Campaigne). Mereka Mencetak banyak hal, mulai dari brosur, pamflet, hingga koran dan majalah (Junaedhi, 38). Pada tahun 1778, berdiri perpustakaan Bataviaash Genootschaap vor Kunsten en Watenschappen, dengan koleksi naskah dan karya tulis bidang budaya dan ilmu pengetahuan di Indonesia. Budaya dan kebiasaan baca waktu itu sebagaimana di daratan Eropa dan Amerika, terbatas pada kaum kolonial, bangsawan, kaum terpelajar dan pemuka-pemuka agama. Sejak Hindia-Belanda dikembalikan oleh Inggris tahun 1812, percetakan (surat kabar) dikendalikan sepenuhnya oleh negara, meski perusahaan percetakannya berlokasi di neegeri Belanda. Waktu itu percetakan buku juga dikelola oleh swasta, dimulai pada tahun 1839, dipelopori oleh Cijveer & Company, yang ke mudian berubah nama menjadi Cijveer & Knollaert tiga tahun kemudian. Ia berpindah tangan lagi ke Ukeno & Company, dan terus berpindah tangan karena kegagalan dalam pemasaran produknya. Di tangan Brunying Wijt kondisinya akhirnya membaik. Misi agama juga mempelopori pencetakan buku atau kitab suci. Zending Protestan dilaporkan pertama kali datang ke Indonesia tahun 1831, dan mendirikan sekolah di Tomohon, Minahasa, pada tahun 1850. Di sini mereka mencetak buku, selebaran, dan surat kabar. Pada akhir abad ke-19, terutama di Jawa, tumbuh penerbit dan percetakan milik orang Tionghoa peranakan dan Indo-Eropa yang menerbitkan sekitar 3000 judul buku, pamflet, dan terbitan lainnya sebelum kemerdekaaan. Terbitan mereka terutama buku-buku cerita dalam bahasa Melayu Tionghoa atau Melayu pasar. Mereka juga menerbitkan koran yang tumbuh dengan subur. Sastra Melayu Tionghoa mulai berkembang jauh sebelum didirikannya Bali Pustaka pada tahun 1918. Golongan Tionghoa yang hidup lebih makmur dibandingkan dengan golongan bumiputra, dengan sendirinya lebih mampu membeli buku dan membayar langgabab koran dan majalah secara teratur. Pada jaman pendudukan jepang, pers Melayu-Tionghoa dihapus. Beberapa bumiputra yang magang di

14 Universitas Kristen Petra

penerbit milik Tionghoa ini kemudian tumbuh sebagai jurnalis dan penerbit sekaligus, antara lain RM Tirtoadisoerjo dan Mas Marco Kartodikromo, yang dikenal dengan bukunya Student Hidjo. Tahun 1906, pemeerintah kolonial mengubah peratutan sensor barang terbitan. Sebelumnya, penerbit harus menyerahkan naskah kepada penguasa sebelum dicetak. Peraturan baru menerapkan sensor represif, yaitu menindak dan membatasi barang cetakan setelah diedarkan. Ini menimbulkan dampak positif berupa maraknya berbagai terbitan, termasuk buku dan majalah. b. Berdirinya Pabrik Kertas Pertama Hubungan kolonial Belanda di Hindia Belanda dengan pusat yang terhambat karena Perang Dunia I tahun1918 mengakibatkan suplai kertas dari negri Belanda terhenti. Agar pasokan tetap seperti semula, NV Gelderland Papier Fabriek di Nijmegen berinisiatif membuka usaha di Hindia Belanda. Tempat yang dipilih adalah Padalarang, karena letaknya yang strategis antara -, dekat dengan jalur kereta api, sumber air dengan kualitas bagus untuk pengolahan kertas, dan banyaknya tersedia merang sebagai bahan baku kertas waktu itu. Perusahaan berkembang dan berubah nama menjadi NV Papier Fabriek Padalarang-Leces. Ketika terjadi nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda, pabrik ini diambill oleh pemerintah dan menjadi Perusahaan Negara (PN) Kertas Padalarang. Kertas dari daerah ini digunakan untuk pembuatan buku tulis, kertas uang, dan kertas lichtdruk. c. Balai Pustaka sebagai Tonggak Penerbit Balai Pustaka (BP) boleh disebut sebagai tonggak penerbitan buku secara massal. Penerbitan ini muncul dari pembentukan Commissie Voor de Inlandsche Chool en Voklslectuur (Komisi Bacaan Rakyat) melalui keputusan pemerintah No 12 tanggal 14 September 1908. Pada tahun 1917 komisi ini perganti nama menjadi Balai Poestaka dan mulai mencetak ratusan karya, mulai dari buku dalam berbagari bahasa. Puluhan karya sastra pribumi berbahasa Melayu terbit, seperti “Siti Nurbaya” karya Marah Rusli, “Azab dan Sengsara”

15 Universitas Kristen Petra

karya Merari Siregar, “Salah Asuhan” – Abdul Muis, dan masih banyak lagi lainnya. d. Buku Pasca Kemerdekaan dan Perkembangannya Periode setelah kemerdekaan ditandai dengan penerbitan bhuku-buku dalam bahasa Indonesia. Terdapat tren melakukan cetak ulang buku-buku, disamping menerbitkan buku baru. Hingga tahun 1950, penerbit seperti BP maish dominan dan berhasil menrbitkan dan mencetak ulang 128 judul buku dengan tiras 603.000 eksemplar. Pada saat ini pula muncul karya-karya sastra dari para penulis seperti Idrus dengan “Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma”; “Tambera” karya Utuy Tatang Sontani; Pramudya Ananta Toer dengan “Dia Jang Menjerah” dan “Bukan Pasar Malam”. Selain karya anak negri, BP juga menghadirkan karya para penulis dunia seperti Fyodor Dostojevsky, John Steinbeck, Anton Chekov dan lainnya. Di masa sekarang, penerbit BP rata-rata memproduksi buku sebanyak 320 judul pertahun, dengan porsi terbesar masih buku-buku yang cetak ulang dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun 1950 lahirlah Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) di Jakarta. IKAPI adalah sebuah asosiasi penerbit buku nasional yang bertujuan untuk membantu pemerintah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui buku. IKAPI kini memiliki sekitar 650 anggota di seluruh penjuru nusantara. Di era awal 50-an ini pula sempat populer apa yang disebut buku roman atau majalah picisan berharga murah, yang kebanyakan dikeluarkan oleh berbagai penerbitan di Medan, misalnya Tjerdas, Lukisan Pudjangga, dan lain-lain. Sebagian lagi bertemakan misteri yang banyak digemari pembaca. Dunia Penerbitan buku agak memulih sejak 1973 dengan adanya proyek Buku Inpres, yakni buku bacaan untuk anak-anak sekolah. Untuk buku SD, misalnya, dibeli pemerintah dari 250 penerbit sekaligus dengan jumlah sekitar 500 judul, masing-masing 22.000 eksemplar. Jumlah itu ditingkakan tahun berikutnya di masa Menteri P dan K, Daoed Joesoef, dengan pesanan masing-masing judul 160.000 eksemplar, merata di seluruh Indonesia. Ketika harga minyak turun drastis, pembelian buku ikut menurun terus hingga akhirnya pada tahun 1995-

16 Universitas Kristen Petra

1996 tinggal 17.000 eksemplar tiap judul. Untuk SLTP-SLTA, jumlah yang dipesan lewat Proyek Inpres jauh lebih sedikit, sekitar 5.000-15.000 eksemplar.

Penjualan buku di Indonesia biasanya dilakukan dengan berbagai cara (Taryadi, 47) : - Melalui display toko - Melalui grosir atau distributor (misalnya komik terjemahan) - Penjualan langsung - Online Penjualan lewat display dan distributor merupakan cara yang paling lazim dilakukan di Indonesia. Khusus tentang distributor, kebanyakan buku-buku komik asing (anak-anak, remja, ataupn dewasa) menggunakan jalur ini sebelum sampai ke eceran (toko buku). Misalnya saja, Elex Media Komputindo menjadi agen/distributor bagi komik-komik Jepang. Belakangan penjualan dengan cara langsung juga digemari, seperti yang dilakukan pada buku terjemahan harry Potter oleh Gramedia, buku Supernova oleh manajemen Dewi RSD, dan lain-lain. Selama lima belas tahun terakhir, sirkulasi rata-rata per judul buku di Indonesia ditengarai terus menurun (Taryadi, 49). Tahun 2003, IKAPI hanya memproduksi 4000 judul buku baru, jauh dibandingkan Malaysia dengan 10.000 judul, Jepang 44.000 judul, Inggris 61.000 judul, dan Amerika 65.000 judul.

2.4. Tinjauan Unsur Komposisi 2.4.1. Tinjauan Layout Dalam mendesain sebuah buku, dikenal istilah layout. Layout didefinisikan sebagai menyatukan elemen-elemen menjadi satu dalam suatu area untuk menciptakan interaksi satu sama lain sehingga mengkomunikasikan pesan dalam suatu konteks. Pesan tersebut dapat tersampaikan atau bahkan dimanipulasi melalui permainan elemen-elemen tersebut dengan pertimbangan yang matang. Elemen-elemen ini dapat berupa kata-kata, fotografi, ilustrasi, grafik, digabungkan dengan kombinasi kuat hitam, putih, dan warna (Swann 11). Lembaran yang kosong tidak memiliki arti, namun sangat potensial bagi desainer untuk membuatnya berarti. Warna, bentukan, gambar, ruang, dan

17 Universitas Kristen Petra

tipografi bergabung untuk menyampaikan suatu pesan. Delam menata elemen- elemen visual, desainer melakukan system penyusunan yang membantu audience mempertimbangkan sebuah desain. Sistem penyusunan, menetapkan tingkat aktivitas dan kepentingan setiap elemen dan menentukan susunannya dalam desain. Elemen yang dominan maupun kurang penting diatur untuk mencapai kejelasan pesan. Sebuah hierarki yang kuat dan sistematis menjadikan desain dapat diterima, berkesinambungan, terintegrasi, terarah, dan bervariasi (Cullen 73). Hirarki dibentuk dengan cara menciptakan sebuah vocal point yang jelas. Focal point adalah titik tyang mampu menarik mata untuk memprakarsai interaksi antara viewer dengan desain. Ketika focal point dan elemn subordinant tergabung, mata akan memusatkan perhatiannya pada desain tersebut. Lalu mata akan mulai merasakan system susunannya dan dituntun sesuai alur. Tanpa adanya visual hierarchy, elemen-elemen desain menuntut perhatian yang sama. Mata akan kacau dan bergerak terus menerus ke seluruh permukaan tanpa arah yang jelas, sehingga tidak ada yang terkomunikasikan. Menunjukkan pesan melalui hirarki merupakan pendekatan yang efektif untuk menyusun isi dan menambah nilai suatu desain (Cullen 74). Pertama-tama dimulai dengan mengurutkan elemen-elemen visual berdasarkan tingkat kepentingannya. Sederhananya, desainer harus menentukan apa yang harus dilihat pertama, kedua, ketiga dan sebagainya oleh viewer. Dengan demikian, desainer memberikan peranan bagi masing-masing elemen dalam menyampaikan pesan. Yang harus diingat dalam hal ini adalah, elemen-elemen desain tidak bias memiliki kekuatan visual yang sama, karena hal itu akan membuat desain kekurangan hirarki, dan viewer menjadi bingung menentukan elemen yang penting dan yang kurang penting. Meskipun desain itu membuat kesan pertama yang kuat pada viewer, namun tidak menyediakan titik awal untuk mengikat viewer (Cullen 76).

18 Universitas Kristen Petra

2.4.1.1. Jenis - Jenis Lay-Out a. Modrian Lay Out Mengacu pada konsep seorang pelukis Belanda bernama Piet Mondrian, yaitu: penyajian iklan yang mengacu pada bentuk-bentuk square/ landscape/ portait, dimana masing-masing bidangnya sejajar dengan bidang penyajian dan memuat gambar/copy yang saling berpadu sehingga membentuk suatu komposisi yang konseptual. b. Grid Lay Out Suatu tata letak iklan yang mengacu pada konsep grid, yaitu desain iklan tersebut seolah-olah bagian per bagian (gambar atau teks) berada di dalam skala grid. c. Brace Lay Out Unsur-unsur dalam tata letak iklan membentuk letter L (L-Shape). Posisi bentuk L nya bisa tebalik, dan dimuka bentuk L tersebut dibiarkan kosong.

2.4.2. Tinjauan Grid Kata grid dugunakan untuk menjelaskan kekuatan structural di balik sebuah karya desain. Grid adalah alat yang menjelaskan ruang aktif dari sebuah halaman dan membantu desainer membuat keputusan yang penuh pertimbangan mengenai komposisi dan penyusunan. Grid memungkinkan desainer untuk mempertahankan kendali, menciptakan hubungan visual, dan mempersatukan desain (Cullen 53). Sederhananya, grid adalah rangkaian garis khayalan atau semu yang berpotongan dan membagi bidang desain secara horizontal dan vertical dalam jumlah dan ukuran tertentu. Grid pada umumnya digunakan sebagai garis Bantu pedoman peletakan elemen-elemen desain. Dengan adanya grid, layout dapat diolah lebih menarik dan teratur. Umumnya grid digunakan dalam merancang sebuah layout dalam jumlah halaman yang banyak agar terdapat keutuhan dalam desain. Grid jarang digunakan untuk perancangan desain satu halaman saja. Grid merupakan susunan baris yang fleksibel bukan mengikat. Sifatnya adakah sebagai panduan atau pedoman, bukan sebagai hokum. Dengan variasi

19 Universitas Kristen Petra

penyusunan yang berbeda, satu kerangka grid dapat menghasilkan berbagai jenis layout yang berbeda-beda, yang ditujukan untuk menghindari kebosanan setelah membaca puluhan halaman dengan posisi yang sama. Karena itulah tidak ada susunan yang cukup baku dalam menyusun grid. Margins menentukan area aktif dalam bidang komposisi dan mengarahkan pengamat menuju elemen-elemen visual. Ukuran margin bias bervariasi tergantung pada format halaman dan isi desain. Margin yang lebih kecil meningkatkan luas area yang dapat digunakan untuk mendesain, yang mana memungkinkan desain yang lebih kompleks dengan elemen yang lebih bervariasi. Margin besar mengurangi area efektif pada halaman, namun meningkatkan luas white space, menciptakan sebuh lingkungan visual yang luas dan terbuka, yang ramah, mengundang, dan menenangkan. Sebagai contoh, buku dengan teks yang berkesinambungan tanpa kelasan visual dari margin yang besar. Margin yang besar menyediakan ruang komposisional yang stabil, yang mengarahkan mata langsung pada area positif dalam desain, dan juga memberikan tempat bagi jari untuk memegang karya tersebut. Margin tidak dibuat untuk untuk memeragkap elemen-elemen visual dalam ruang komposisional, namun dibuat untuk mengaktifkan daerah positif dari desain. Dalam banyak kasus, margin luar dapat dilanggar untuk membiarkan elemen visual mengarahkan ke halaman selanjutnya. Kolom merupakan bagian memanjang secara vertikal yang digunakan untuk menjajarkan elemen-elemen visual. Lebar dan jumlah kolom bergantung pada jumlah informasi yang ingin disampaikan baik dalam teks maupun gambar.

2. 5. Tinjauan Gambar Ilustrasi Ilustrasi, dari kata Latin illustrare, menerangi atau menghias, berarti pengiring, pendukung, selain penghias guna membantu proses pemahaman terhadap suatu objek. Karena itu kata ilustrasi dapat dipakai di banyak bidang. Ilustrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai definisi sebagai berikut: - Gambar (foto, lukisan) untuk membantu memperjelas isi buku, karangan, dan sebagainya.

20 Universitas Kristen Petra

- Gambar, desain/diagram untuk penghias (halaman sampul dan sebagainya). - Keterangan (penjelasan) tambahan berupa contoh, bandingan dan sebagainya untuk memperjelas paparan (372). Ilustrasi adalah material bergambar yang muncul dengan penambahan teks. Ilustrasi dapat berupa peta, diagram, elemen dekoratif, atau yang digunakan untuk mempresentasikan pemandangan, manusia, atau objek yang berkaitan. Ilustrasi juga merupakan simbolisasi dari tulisan yang mengikutinya. Asal-usul ilustrasi secara historis sama seperti perihal penulisan jaman kuno. Huruf gambar dari manusia purba, dan hieroglyph dari peradaban bangsa Mesir kuno merupakan akar dari ilustrasi dan teks. Gambar ilustrasi ini bukan hanya yang berbentuk gambar coretan tangan, tetapi dapat juga hasil fotografi, bahkan susunan huruf, dan komposisi fotografi. Namun yang umum dibicarakan adalah gambar ilustrasi dalam pengertian paling populer, yaitu gambar yang diciptakan oleh seniman lewat garis, bentuk, dan warna serta menjelaskan teks berisi cerita. Ilustrasi pada suatu karya bisa mempergunakan teknik gabungan manual dengan material pendukung, seperti pensil warna, cat air, dan lain-lain yang kemudian dapat dikomputerisasi.

2.5.1. Tinjauan Gambar Ilustrasi berdasarkan Bidang Kajian a. Ilustrasi Editorial Yang merupakan ilustrasi buku, yang sering dijumpai pada buku- buku novel, buku-buku bacaan anak atau orang dewasa, buku olahraga, kartun dan karikatur politik, dan sebagainya. Yang mana selain untuk memperjelas cerita atau penyampaian pesan dalam buku tersebut sebagai visualisasi pesan, ilustrasi ini juga dapat digunakan sebagai jaket atau sampul buku yang dapat berguna untuk menarik perhatian konsumen. b. Ilustrasi Periklanan Merupakan ilustrasi yang ditunjukkan pada fungsi promosi dan pemasaran, yang meliputi:

21 Universitas Kristen Petra

i. Ilustrasi Fashion, ilustrasi ini dapat berbentuk fotografi maupun gambar untuk mempromosikan dan menjual produk fashion. ii. Ilustrasi Produk, berfungsi untuk menggambarkan berbagai produk yang diproduksi semenarik mungkin untuk dipromosikan dan ditawarkan kepada konsumen. iii. Ilustrasi Pariwisata, yang pada umumnya menggambarkan pemandangan alam, arsitektur, dan figur-figur tertentu pada daerah yang dipromosikan. c. Ilustrasi Medis Berkaitan dengan pengetahuan kedokteran yang menggambarkan berbagai macam dalam bidang kedokteran seperti penggambaran anatomi tubuh, bakteri, jamur, dan sebagainya. d. Ilustrasi Ilmiah Seperti halnya ilustrasi medis, ilustrasi ini juga menggambarkan berbagai macam hal yang berhubungan dengan bidang kajian ilmiah yang sangat membutuhkan ketepatan, kejelasan, kerapian, dan sebagainya.

2.5.2. Tinjauan Gambar Ilustrasi berdasarkan Sifat dan Fungsi a. Gambar ilustrasi yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan yang dilihat, baik berupa sketsa kasar berupa garis-garis yang cepat maupun gambar yang detail. Contoh: sketsa cepat atau bahkan photo realism, yaitu penggambaran obyek yang mirip dengan foto dengan detail yang akurat. b. Gambar ilustrasi yang menggambarkan apa yang diimajinasikan, yaitu penggambaran obyek pada keadaan yang tidak ada didalam kenyataan. Penggambarannya dapat berupa penggambaran yang abstrak. c. Gambar ilustrasi yang memvisualisasikan suatu ide dan konsep yang berbentuk simbolisasi. Gambar ilustrasi ini tidak hanya memerlukan teknik dan kemampuan, namun lebih menuntut kedalaman isi yang digambarkan untuk menghadirkan sudut pandang, perasaan dan emosi, intepretasi dan ekspresi orang yang menggambarnya.

22 Universitas Kristen Petra

d. Gambar ilustrasi yang berfungsi untuk menghias atau dekoratif yang mengisi komposisi atau bidang yang ada sehingga memberikan daya tarik besar dan memenuhi kepuasan estetis pengamatnya. e. Gambar ilustrasi yang menggambarkan dan menjelaskan, yang berfungsi sebagai jembatan penjelas di dalam pemahaman bahasa verbal. Biasanya ilustrasi ini dan verbalisasi berdampingan dan saling mendukung, mengarahkan pembaca sesuai dengan keinginan penulis, dimana ilustrasi dapat memperluas cerita dan mempermudah pemahaman atas sesuatu yang abstrak.

2.5.3. Tinjauan Gambar Ilustrasi berdasarkan Teknik a. Fotografi Merupakan teknik ilustrasi yang dipergunakan sejak ditemukannya alat atau kamera yang diperlukan untuk memotret pada tahun 1665. Yang merupakan penggambaran atau melukis obyek dengan menggunakan cahaya. Fotografi terbagi menjadi dua macam, yaitu: fotografi dokumentasi yang memotret obyek atau peristiwa penting tanpa memperhatikan segi estetisnya. Sedangkan yang kedua adalah fotografi yang sangat memperhatikan segi estetis dan keindahan dari obyek yang akan dipotret serta hasil dari fotografi tersebut, yang kemudian menjadi media ekspresi keindahan dan seni baru yang disebut dengan Piktoral. b. Manual Merupakan teknik gambar yang hanya dapat dihasilkan dengan ketrampilan dan kreatifitas tangan, yang dapat menciptakan kekhasan dan keunikan gaya masing-masing seniman yang tercermin dalam gaya dan ciri khas goresan. Oleh karena itu teknik ini memiliki kelebihan dalam hal nilai estetisnya dibanding dengan menggunakan komputer. c. Komputer Merupakan teknik menggambar yang berbasiskan teknologi. Dengan teknik adanya penggunaan komputer maka secara perlahan teknik manual menjadi tergeser karena sifatnya yang serba otomatis dan terkontrol dengan cepat.

23 Universitas Kristen Petra

d. Kubisme Sintetik atau Kolase atau Photomontage. Kolase berarti menempel, yaitu teknik yang mempergunakan kertas, kain, gambar, ataupun, bermacam-macam benda lainnya yang ditempelkan pada satu permukaan dan menjadi satu kesatuan. Gaya gambar ini pertama kali dipergunakan oleh aliran Kubisme. Sedangkan Photomontage, menerapkan prinsip yang sama dengan kolase namun teknik ini mempergunakan fotografi. Photomontage banyak dipergunakan pada gaya Punk, Surrealism, Pop Art, dan Dadaism.

2.6. Tinjauan Fotografi Sebagai Ilustrasi Pakar fotografi digital, Ir Hendra Kusuma mengatakan teknologi digital sangat membantu dalam membuat sebuah foto fesyen. Semisalnya saja gambar yang terekam di kamera setelah di download ke komputer bisa diolah atau ditambahkan variasi lain dengan tujuan agar terlihat menarik oleh orang lain. Trik seperti ini disebut tamplare atau penambahan variasi. Berdasarkan pengalaman dari pakar fotografi asal Amerika, Ira Lerner. Ia mendasari foto-fotonya dari konsep cita rasa manusia yang tinggi terhadap fesyen. Makanya tak heran kalau ia kini lebih dikenal sebagai pakarnya fotografi fesyen. Menurutnya yang perlu dimiliki oleh seorang fotografer fesyen adalah kejelian dalam mengungkapkan ekspresi, tentunya sesuai dengan jenis fesyen yang ditampilkan. Untuk itu, pengolahan ide secara matang yang melatarbelakangi konsep fotonya menjadi penting bagi Ira Lerner. Contohnya, untuk memotret satu set perhiasan yang terbuat dari batu mulia berwarna hitam, selain memilih model wanita yang cocok untuk memakai perhiasan tersebut, Ira juga menyertakan seorang penyelam pria, lengkap dengan kostum selam dalam fotonya. Hal itu untuk mengingatkan sekaligus sebagai ucapan terima kasih atas jerih payah para penyelam yang telah membawa batu mulia tersebut dari dasar laut yang sangat dalam. Tentu saja masih banyak hal yang juga merupakan elemen penting dalam fotografi fesyen, seperti tata rias, pencahayaan, momen & akting para model yang memperagakannya. Pencahayaan dalam fotografi fesyen sangatlah beragam & menurutnya tidak dapat disamakan dengan foto komersial. Untuk keperluan foto

24 Universitas Kristen Petra

yang berhubungan erat dengan kosmetika, biasanya dipilih teknik pencahayaan yang lembut, seperti cahaya dari arah depan-atas dengan reflektor pemantul di bagian bawah wajah. Sedangkan untuk pemotretan yang lebih mengarah pada pakaian, pencahayaan menjadi lebih beragam lagi sesuai dengan karakter busana & akting model. Seorang model fesyen yang baik akan memperhatikan ekspresi & caranya berpose untuk dapat membuat baju yang dipakainya menjadi perhatian. Karakter model tetap merupakan penunjang yang sangat erat, misalnya bila saat itu dituntut untuk berpose dramatis. Akting yang baik adalah yang murni, keluar dari hati & tidak dibuat-buat. Bila sudah menentukan model yang tepat, berarti setengah pekerjaan sudah selesai. Seorang model perlu diberitahu masalah apa yang akan dihadapinya atau kesulitan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan pemotretan nanti. Berdiskusi & mendengar pendapat model merupakan hal penting dalam bekerja sama. Yang seringkali membuat fotografer bingung dalam pemotretan fesyen adalah bagaimana seharusnya menata pakaian yang akan difoto. Misalnya, apakah kerah baju sebaiknya diturunkan atau apakah jas harus dikancingkan. Fesyen bukanlah apa yang dipakai semua orang tetapi apa yang dipakai satu orang. Gaya berpakaian seseorang adalah cerminan ekspresi jiwanya. Kalau sama, namanya seragam. Demikian juga style, merupakan hal yang saya anggap penting dalam pemotretan. Fesyen akan datang dan pergi, tetapi style lebih abadi.

2.7. Tinjauan Tentang Street Fashion Semenjak gejala indie (independence) yang menyerang generasi muda kita beberapa tahun ke belakang tentunya menjadi filosofis tersendiri dengan kata-kata Do It Yourself (D.I.Y.) yang menjadi semacam ikon atau tagline bagi para kaum indie. Indie merupakan gerakan yang menentang mainstream dan menjunjung tinggi kebebasan tanpa adanya peraturan-peraturan yang mengikat, dikatakan sebagai penggerak kebebasan, berjiwa bebas, bebas sebebas-bebasnya. Tentunya dengan alasan filosofis seperti ini penggerak indie bisa lebih mengutarakan ego dan idealisme tanpa takut dengan segala kekangan-kekangan yang mengikat. Pada intinya kebebasan berekspresi. Spirit indie kemudian datang dengan berbagai

25 Universitas Kristen Petra

ekspresi dan kreativitas. Ada yang menuangkannya ke dalam musik, film, karya seni, komik, novel, media massa, maupun ke dalam fashion. Seiring dengan konsentrasi dan perubahan-perubahan signifikan terhadap kultur anak muda itu sendiri maka munculah street fashion. (Ferdinand Krisdianto, par 1) Street fashion itu sendiri merupakan gaya berpakaian yang lahir dari jalanan oleh si pejalan kaki, mereka adalah sekelompok komunitas buah dari perkembangan gaya hidup suatu subkultur (youth culture) yang memiliki karakteristik fashion yang unik dan tidak terdikte oleh tren. Mereka berbusana sesuai kepribadian dan sesuka hati tanpa harus menelan pakem, tidak lagi terpaku pada apa yang diperagakan oleh model di majalah. Bukan sebatas busana, tapi meliputi gaya rambut, riasan, sampai aksesoris yang menggambarkan sebuah sikap (atitude) yang menjadi gaya hidup. Menurut Kleting Wigati, desainer untuk label Italia Berik yang berbasis di Jakarta, Street fashion itu lebih kepada personal individual kita sendiri. Tidak ditentukan oleh suatu brand, mungkin ditentukan oleh satu komunitas, tapi itu tertentu saja. Jika kita hidup enggak struggle di jalan itu berarti you're not a street person, perlu digarisbawahi itu. Jika hanya mengikuti urban street wear brands itu, jadinya hanya sebatas isu fashion saja, bukan mengadaptasi kulturnya. (dalam Putri Avianti 20) Selepas perang duinia II, lahir berbagai gerakan revolusi youth culture yang gemar berdandan tanpa tujuan dan aktif berkumpul di sebuah tempat. Tanpa sadar, mereka telah membuat sejarah. Tanpa komunitas Hipsters, Teddy boys, Mods, Surfers, Hippies, Hip-Hop, Harajuku girls, dan seluruh gaya jalanan orisinal lainnya, mungkin tidak akan pernah ada yang namanya rujukan gaya berbusana pada masa kini. Street fashion di Surabaya pun sedikit banyak juga mengadaptasi gaya dari street fashion negara lain yang bisa dipertimbangkan sebagai kiblat dalam peta fashion sebut saja London, Tokyo, Berlin, dan New York. Di sana, para pengunjung bisa terhibur hanya dengan duduk dan menonton pejalan kaki lokal berlalu-lalang. Di Surabaya sendiri, fashion on the street belum bisa menjadi panutan apalagi ingin bergaya sambil di semprot asap knalpot bis kota. Tapi bukan berarti street fashion di Surabaya tidak membudaya, dimulai dari munculnya street

26 Universitas Kristen Petra

fashion itu sendiri sering kita jumpai komunitas anak muda berada di jalanan dengan gaya yang berbeda-beda ada punk, emo, skateboarder, hip hop dan Japan/Harajuku. Adanya gaya yang berbeda-beda tersebut terbukti bahwa fashion on the street di Surabaya berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. a) Punk Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik. Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.

Gambar 2.1. Sekelompok pemuda Punk

Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.

Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.

27 Universitas Kristen Petra

Psikolog brilian asal Rusia, Pavel Semenov, menyimpulkan bahwa manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni). Dengan definisi diatas, punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian.

Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan nyleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang- terangan, menggunakan para penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi (atau mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas).

Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan mereka. Punk etika semacam inilah yang lazim disebut DIY (do it yourself/lakukan sendiri).

Berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.

CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi's, Adidas, Nike, Calvin Klein, dan barang bermerek luar negeri lainnya.

28 Universitas Kristen Petra

Gambar 2.2. Gambar anak Punk di Surabaya

b) Skate Skateboard bermula dari selancar (surfing), pada tahun 50-an, dimana euphoria surfing terjadi di Negara asalnya yaitu di California Selatan, Amerika; ribuan anak muda berkumpul di pantai pada sore hari, menunggu ombak yang besar untuk berselancar. Papan selancar yang dipakai sangat besar dan kesenangan yang didapat dengan mengendarai ombak. Entah, sepertinya semua anak muda mempunyai pikiran yang sama waktu itu, mereka mulai melakukannya di darat: lahirlah skateboard atau papan luncur yang dirasa memiliki kesamaan dengan berselancar hanya saja di darat.

Saat ini skateboard telah menjadi ikon. Ikon kebebasan, resistansi dan dunia anak muda yang ekstrem. Papan yang digunakan sangat sederhana, hanya dengan papan lurus dengan tiga atau empat roda. Perubahannya hanya dari segi desain luar, bukan dikembangkan secara ilmiah sehingga papan skate waktu itu terkesan lucu.

Gambar 2.3. Gambar Papan Skate

29 Universitas Kristen Petra

Teknik demi tenik, gaya demi gaya ditemukan, spot demi spot ditaklukkan. Gaya bermain ini disebut street skating yaitu menjelajahi kota dan jalan-jalan atau daerah urban. Hal ini membuat skate menanjak naik pada akhir 80-an dan memasuki tahun 90-an skate sudah menjadi budaya anak muda. Fenomena skate menjamur dan berasimilasi dengan budaya-budaya kota lainnya: busana, majalah, film dan attitude. Dalam berbusana para skater umummnya menggunakan celana baggy, t- shirt, sweat shirt, topi, sneaker dan tentu saja papan skate itu sendiri. Ketika para skateboarder bangun di pagi hari, dia tidak memikirkan apakah penampilannya akan mempengaruhi lingkungan sekitar mereka. Mereka menganggap itu hanya sebuah lelucon. Mereka begaya sesuai dengan apa yang diinginkan mereka sendiri, tidak tergantung kepada trend fashion apa yang lagi in.

Gambar 2.4. Gambar skateboarder c) Emo Sekarang ini emo umumnya terikat kepada musik dan fashion juga sebagai inspirasi terhadap emo cabang kebudayaan dan istilah "emo" kadang-kadang identik dengan jeans ketat untuk laki-laki dan perempuan, panjang poni yang ditata miring untuk satu sisi dari wajah atau lebih dari satu atau kedua mata, menggunakan eyeliner hitam, rambut lurus, t-shirt ketat (biasanya berlengan pendek) yang sering melahirkan nama band emo (atau desainer kaos lainnya), ikat pinggang metal, belt buckles, canvas sneakers atau sepatu skate atau sepatu hitam dan tebal, kacamata hitam.

30 Universitas Kristen Petra

Mode seperti ini sudah sering dijadikan anutan fashion. Pada awalnya, emo fashion yang terkait dengan tampilan yang bersih tetapi sebagai gaya yang sudah menyebar ke remaja, berubah menjadi gelap, dengan poni panjang dan penekanan pada warna hitam menggantikan rompi sweater. Dalam beberapa tahun yang populer media yang terkait dengan emo stereotipe yang mencakup sedang emosi, sensitif, pemalu, introverted. Hal ini juga terkait dengan depresi, kecelakaan diri dan bunuh diri.

Gambar 2.5. Gambar anak Emo

Gambar 2.6. Gambar Komunitas Emo

d) Japan “Street fashion” berkembang pesat di Jepang dewasa ini. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan peran kalangan anak-anak muda (remaja) di berbagai penjuru kota Jepang yang berlomba-lomba untuk menampilkan sesuatu yang baru dan unik. Tetapi yang lebih penting adalah berbagai gaya yang tercipta pada dasarnya menampilkan kepribadian masing-masing personal.

31 Universitas Kristen Petra

Ada berbagai macam Street Fashion yang tercipta di Jepang, diantaranya yang terkenal adalah Harajuku Style, Cosplay, Ganguro, Lolita, dan Kogal. Street Fashion tersebut dapat dijumpai di kota-kota kawasan Jepang seperti Harajuku, Shibuya, Ginza, Odaiba, dan Shinjuku. Dengan kata lain, Street Fashion telah menjadi suatu trendsetter di Jepang. Bahkan di negara besar seperti Amerika juga terkena wabah Street Fashion ini, misalnya jika kita lihat dari penampilan live artis Gwen Stefani dalam albumnya yang berjudul ”Love. Angel. Music. Baby.” pada tahun 2004. Pada album tersebut terlihat bahwa Stefani sudah terpengaruh dengan Street Fashion Jepang yaitu dengan menggunakan penari latar (bernama Harajuku Girls) yang mengenakan kostum Gothic Lolita, sedangkan ia sendiri memadukan busana Christian Dior dengan busana gaya Jepang.

Gambar 2.7. Gambar Harajuku Gothic

Gambar 2.8. Gambar Harajuku Style

Nampaknya wabah Street Fashion Jepang tidak hanya terjadi di negara adikuasa tetapi juga di Indonesia. Terbukti dengan penampilan beberapa penyanyi dan grup band, baik lokal maupun nasional. Contohnya seperti penampilan Maia

32 Universitas Kristen Petra

Achmad pada Duo-Ratu dan Agnes Monica yang menggunakan konsep Harajuku; demikian halnya dengan Pinkan Mambo (mantan vokalis Duo Ratu) yang menggunakan konsep Lolita Fashion. Sedangkan grup band yang telah terpengaruh dengan kebudayaan Jepang juga tampil dengan konsep Street Fashion seperti J-Rocks, dan bahkan band-band lokal Jogjakarta seperti Restu Ibu, Rev de Kei, Netsubou, dan lainnya. Tidak kalah menarik; ternyata tidak hanya public figur (entertainer) saja yang mengikuti gaya Street Fashion, tetapi juga kalangan anak-anak muda yang bergabung menjadi suatu komunitas. Di dalamnya mereka bebas berekspresi sesuai dengan karakter masing-masing, bahkan sampai mengadakan beberapa event yang berhubungan dengan kebudayaan Jepang.

2.8. Tinjauan Penelitian Penelitian merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu permasalahan. Hasil penelitian tidak pernah dimaksudkan sebagai suatu pemecahan langsung bagi permasalahan yang dihadapi, karena penelitian merupakan bagian dari usaha pemecahan masalah yang lebih bessar. Fungsi penelitian adalah mencarikan penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan serta memberikan alternatif bagi kemungkinan yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah.

2.8.1. Pendekatan Kualitatif Penelititan dengan menggunakana pendekatan kualitatif menekankan analisanya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisa terhadap dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti bahwa pendekatan kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif akan tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penenlititan melalui cara-cara berpikir formal dan argumentatif. Banyak penelitian kualitatif yang merupakan penelitian sample kecil.

33 Universitas Kristen Petra

2.8.2. Observasi Alamiah Dalam pendekatan alamiah ini, observasi dilakukan tanpa adanya campur tangan sama sekali dari pihak peneliti. Objek observasi adalah fenomena- fenomena yang dibiarkan terjadi secara alamiah. Observasi alamiah dapat dilakukan paling tidak pada dua area yang berbeda, yaitu (a)pada lingkungan alamiah berupa “dunia nyata” tempat subjek penelitian berada dan (b)pada lingkungan alamiah tiruan sehingga subjek penelitian dapat bebas beraksi secara alamiah akan tetapi tetap dalam batas-batas fenomena yang dikehendaki oleh peneliti. Observasi alamiah dilakukan pada lingkungan alamiah dicontohkan oleh penelitian mengenai tradisi sosial suatu suku bangsa dengan partisipasi langsung dari pihak peneliti. Peneliti harus membaurkan diri dalam masyarakat setempat dan mengikuti semua aktivitas sosial yang berlaku sehingga seakan-akan menjadi bagian dari kehidupan sosial subjek penelitian.

2.8.3. Penelitian Lapangan Dalam metode ini, penelitian dilakukan dalam situasi alamiah akan tetapi didahului oleh semacam intervensi (campur tangan) dari pihak peneliti. Intervensi ini dimaksudkan agar fenomena yang dikehendaki oleh peneliti dapat segera tampak dan diamati. Dengan demikian terjadi semacam kendali atau kontrol parsial terhadap situasi di lapangan.

2.8.4. Kuesioner Kuesioner digunakan untuk mengetahui sejauh mana masyarakat Surabaya mengenal Street Fahion. Selain itu, kuesioner juga bertujuan untuk mengetahui pendapat mereka tentang seberapa penting keberadaan buku fashion bagi anak muda yang sadar akan fashion. Berikut adalah tabel 100 data responden yang merupakan anak-anak muda di Surabaya :

34 Universitas Kristen Petra

Tabel 2.1. Data responden No. Nama L/P Usia Pekerjaan 1 Andien P 18 Mahasiswa 2 David Ahsanul Fata L 23 Mahasiswa 3 Ismail L 23 Karyawan Swasta 4 S. Hariyanto L 30 Karyawan Swasta 5 Hasan Mu'alim L 23 Wiraswasta 6 Dodik Natalis H. L 22 Karyawan Swasta 7 Wahyu A. L 26 Karyawan Swasta 8 Pinky L 21 Mahasiswa 9 Nee P 21 Mahasiswa 10 Prijatno L 21 Mahasiswa 11 SN L 22 Mahasiswa 12 Sevi P 21 Mahasiswa 13 Nidya P 18 Mahasiswa 14 Irawan L 24 Mahasiswa 15 Fandy L 22 Mahasiswa 16 Fanny P 15 Pelajar 17 Anis P 16 Pelajar 18 Agatha V.D. P 16 Pelajar 19 Febrian Putra L 18 Mahasiswa 20 Valentino Bidani P. L 19 Mahasiswa 21 Aiyu P 20 Mahasiswa 22 Nikco A.P. L 19 Mahasiswa 23 Dekha Sapta Awidya Purnama L 20 Mahasiswa 24 Rima I. P 16 Pelajar 25 Tri M. L 17 Pelajar 26 Dede L - - 27 Leo L 22 - 28 Wulan P 20 - 29 Anita P 23 Karyawan Swasta

35 Universitas Kristen Petra

30 Ryo L 20 Wiraswata 31 Indra L 17 Pelajar 32 Iqbal L 16 Pelajar 33 Faris Ghutaman L 16 Pelajar 34 Fadli S. L 16 Pelajar 35 Syahidan H. L 18 Mahasiswa 36 Thomas L 17 Pelajar 37 Fajar L 18 Mahasiswa 38 Domas R. L 17 Pelajar 39 Ebonk L 20 Karyawan Swasta 40 Theo L 22 Musician 41 Darul Saputra L 16 Pelajar 42 R.R. Silvi P 16 Pelajar 43 Wahyu L 22 Mahasiswa 44 Mintuk L 21 - 45 Tommy Diego S. L 22 Mahasiswa 46 Badrul Kamal L 22 Mahasiswa 47 Rino L 20 Mahasiswa 48 Dwi Agita Sari P 19 Mahasiswa 49 Dina Desiani P 19 Mahasiswa 50 Tom Gutaran L 20 Mahasiswa 51 Andreas Guntaran L 18 Mahasiswa 52 R. Cahyo Guntaran L 20 Mahasiswa 53 Catur Guntaran L 20 Mahasiswa 54 Andra Guntaran L 17 Gitaris 55 Anggi Syahbana L 17 Mahasiswa 56 Claudia P 17 Pelajar 57 Zarki R. L 17 Karyawan Swasta 58 Faiz L 23 Mahasiswa 59 Sefrina P 19 Karyawan Swasta 60 Yunni P 19 Mahasiswa

36 Universitas Kristen Petra

61 Evi Tiara P 19 Mahasiswa 62 Icunc Orthodork L 22 Karyawan Swasta 63 Kintan Deviana P 16 Pelajar 64 Rizky M.K. L 21 Karyawan Swasta 65 Jojo L 20 Karyawan Swasta 66 Donie L 22 Karyawan Swasta 67 Hendra L 27 Karyawan Swasta 68 Otta L 19 Karyawan Swasta 69 Qhyqhy P 18 Mahasiswa 70 Momo L 27 Movie Maker 71 Adith L 25 Video Editor 72 Edith Setia G. L 17 Pelajar 73 Kevin S. L 17 Pelajar 74 Ria Ayu Karlina P 16 Pelajar 75 Yudha F. L 16 Pelajar 76 Yoga Eko L 17 Pelajar 77 Merysha P 17 Pelajar 78 Andreas L 21 Mahasiswa 79 Denny L 20 Mahasiswa 80 Arief L 23 Breaker 81 Rio L 19 Mahasiswa 82 Christopher L 21 Mahasiswa 83 Handrew L 22 Mahasiswa 84 Leona P 20 Mahasiswa 85 Kristin P 23 Mahasiswa 86 Bobby L 23 Karyawan Swasta 87 Rino L 20 Mahasiswa 88 Berry L 19 Mahasiswa 89 Yolanda Laus P 20 Mahasiswa 90 Olive P 21 Mahasiswa 91 Alvin L 24 Jobless

37 Universitas Kristen Petra

92 Andrew T. L 20 Mahasiswa 93 Lukas L 23 Mahasiswa 94 Patricia Karina S. P 19 Mahasiswa 95 Ira P 20 Mahasiswa 96 Dina Michelle P 17 Mahasiswa 97 Rama P 22 - 98 Novita A.P.T. P 18 Mahasiswa 99 Linda P 20 Mahasiswa 100 Mieke P 20 Mahasiswa

2.9. Analisa Data 2.3.1. Diagram hasil Kuesioner a. Jenis Kelamin Responen Kuesioner disebar secara acak ke 100 responden, terdiri dari 67 laki-laki dan 33 orang perempuan.

Gambar 2.9. Diagram Jenis Kelamin Responden

38 Universitas Kristen Petra

b. Usia Responden Berikut ini adalah data usia responden yang diperoleh dari penyebaran kuesioner.

Gambar 2.10. Diagram Usia Responden c. Pekerjaan Responden

13% mahasiswa karyawan swasta 21% 51% pelajar lainnya 15%

Gambar 2.11. Diagram Pekerjaan Responden

Untuk data pekerjaan rresponden, didominasi oleh mahasiswa/i, pelajar, dan karyawan swasta, sedangkan sisanya berprofesi sebagai wiraswasta, musisi, video editor, dan pengangguran.

39 Universitas Kristen Petra

d. Berapa lama anda tinggal di Surabaya?

7%

<1 tahun 22% 1-5 tahun 5-10 tahun 65% >10 tahun 6%

Gambar 2.12. Diagram Seberapa Lama Responden Tinggal di Surabaya

Dari data yang diperoleh, kebanyakan responden lebih dari sepuluh tahun tinggal di Surabaya, dapat dikatakan mereka adalah penduduk Surabaya asli. Sisanya adalah anak kos yang tinggal di Surabaya untuk kepentingan sekolah. e. Apakah anda tahu tentang Street Fashion?

15%

iya tidak

85%

Gambar 2.13. Diagram Pengetahuan Responden Tentang Street Fashion

Sebagian besar responden, mengaku mengetahui street fashion. Akan tetapi ada juga yang belum mengerti betul apa arti street fashion yang sebenarnya, kebanyakan beranggapan bahwa street fashion itu adalah anak-anak muda yang modis dan mengikuti trend mode sesuai perkembangan jaman.

40 Universitas Kristen Petra

f. Apakah anda juga pelaku street fashion?

25%

iya bukan

75%

Gambar 2.14. Diagram Apakah Responden Merupakan Pelaku Street Fashion

Banyak diantara Responden yang bukan merupakan pelaku street fashion. Hanya 25 orang saja yang merupakan pelaku street fashion. g. Pernahkah anda menjumpai street fashion di surabaya?

15%

pernah tidak pernah

85%

Gambar 2.15. Diagram Responden Menjumpai Street Fashion di Surabaya

Kebanyakan responden mengaku pernah menjumpai street fashion di Surabaya.

41 Universitas Kristen Petra

h. Jika pernah,termasuk kategori/aliran apa street fashion yang anda jumpai?

15% punk 4% skateboard 36% emo 13% breakdancing surfer 20% 12% lainnya

Gambar 2.16. Diagram Pendapat Responden tentang Kategori/Aliran Street Fashion yang Sering Dijumpai di Surabaya

Punk paling sering dijumpai, kemudian emo, breakdancing, skateboard dan surfer. Untuk kategori lainnya hampir di semua tempat pernah menjumpai street fashion, lainnya tidak menjawab karena mereka tidak pernah menjumpai. i. Dimana anda menjumpai para pelaku street fashion?

19% 23% Basuki Rahmat Taman Bungkul Kampus

19% Mall 31% lainnya 8%

Gambar 2.17. Diagram Dimana Responden Sering Menjumpai Para Pelaku Street Fashion di Surabaya

Ternyata hampir di semua jalanan tempat anak muda „nongkrong‟, banyak dijumpai pelaku street fashion.

42 Universitas Kristen Petra

j. Bagaimana pendapat anda tentang Street Fashion?

norak dan 2% 3% mengganggu 7% pemandangan 19% menyeramkan dan 14% mencerminkan premanisme komunitas anak-anak 12% nakal 43% menarik dan unik untuk dinikmati para pejalan kaki Gambar 2.18. Diagram Pendapat Responden Tentang Street Fashion di Surabaya

Kebanyakan responden sudah memahami betul tentang street fashion. Untuk kategori lainnya tidak menjawab pertanyaan. i. Apakah anda pernah melihat dan atau membaca buku yang berisi tentang Street Fashion?

Gambar 2.19. Diagram Responden membaca buku Street Fashion

Hanya sebagian kecil dari responden yang pernah membaca buku tentang street fashion, sebagian besar belum pernah.

43 Universitas Kristen Petra

j. Penting atau tidakkah sebuah buku yang dapat menambah inspirasi fashion bagi anak muda yang sadar fashion?

19%

penting tidak penting

81%

Gambar 2.20. Diagram Pendapat Responden Tentang Penting Tidaknya Sebuah Buku Fashion

Dapat dikatakan hampir demua responden memperhatikan fashion dalam hidupnya. k. Seandainya ada buku mengenai Street Fashion, desain buku seperti apa yang paling cocok untuk mendokumentasikannya

Gambar 2.21. Diagram Pendapat Responden Tentang Desain Buku Seperti Apa Yang Cocok Untuk L:ayout Buku Fashion

44 Universitas Kristen Petra

2.3.2. Kesimpulan Dari hasil kuesioner, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.  Umumnya Responden sudah memahami arti Street fashion yang sebenarnya, akan tetapi ada juga diantara mereka yang mengaku mengatahui street fashion tapi belum benar-benar memahami apa arti Street fashion.  Umumnya Responden pernah menjumpai hampir semua aliran street fashion di Surabaya, terutama punk, kemudian emo, hip hop/breakdancing, skateboard, dan Jepang/Harajuku  Kebanyakan responden menjumpai street fashion di daerah Taman Bungkul dan Basuki Rahmat.  Responden umumnya berpendapat bahwa pelaku street fashion berpakaian sedemikian rupa untuk melambangkan idealis mereka.  Umumnya responden menganggap sebuah buku panduan fashion itu penting dan desain buku yang paling cocok adalah dekoratif dan penuh warna.

45 Universitas Kristen Petra