UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor : 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014

KEWENANGAN NEGARA UNTUK MENGATUR ATAU MEMBATASI KEBEBASAN BERPENDAPAT DALAM SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA

OLEH

Reni Sulastri NPM : 2015 200024

PEMBIMBING

Dr. Iur. Liona Nanang Supriatna, S.H., M.Hum.

Penulisan Hukum

Disusun Sebagai Salah Satu Kelengkapan Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana Program Studi Ilmu Hukum

2019 Telah disidangkan pada

Ujian Penulisan Hukum Fakultas Hukum

Universitas Katolik Parahyangan

Pembimbing/Pembimbing I

Dr.iur. Liona Nanang Supriatna, S.H., M.Hum.

Dekan,

Dr. Tristam Pascal Moeliono, S.H., M.H., LL.M.

PERNYATAAN INTEGRITAS AKADEMIK

Dalam rangka mewujudkan nilai-nilai ideal dan standar mutu akademik yang setinggi- tingginya, maka Saya, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan yang beranda tangan di bawah ini : Nama : Reni Sulastri NPM : 2015200024 Dengan ini menyatakan dengan penuh kejujuran dan dengan kesungguhan hati dan pikiran, bahwa karya ilmiah / karya penulisan hukum yang berjudul: “KEWENANGAN NEGARA UNTUK MENGATUR ATAU MEMBATASI KEBEBASAN BERPENDAPAT DALAM SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA” Adalah sungguh-sungguh merupakan karya ilmiah /Karya Penulisan Hukum yang telah saya susun dan selesaikan atas dasar upaya, kemampuan dan pengetahuan akademik Saya pribadi, dan sekurang-kurangnya tidak dibuat melalui dan atau mengandung hasil dari tindakan-tindakan yang: a. Secara tidak jujur dan secara langsung atau tidak langsung melanggar hak-hak atas kekayaan intelektual orang lain, dan atau b. Dari segi akademik dapat dianggap tidak jujur dan melanggar nilai-nilai integritas akademik dan itikad baik; Seandainya di kemudian hari ternyata bahwa Saya telah menyalahi dan atau melanggar pernyataan Saya di atas, maka Saya sanggup untuk menerima akibat-akibat dan atau sanksi-sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di lingkungan Universitas Katolik Parahyangan dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pernyataan ini Saya buat dengan penuh kesadaran dan kesukarelaan, tanpa paksaan dalam bentuk apapun juga. , 8 Agustus 2019 Mahasiswa penyusun Karya Ilmiah/ Karya Penulisan Hukum

( ) Reni Sulastri 2015200024

ABSTRAK

Pendapat lahir dari sebuah kepentingan, baik itu kepentingan individual, kolektif maupun global. Berbeda dengan kebebasan berpendapat yang merupakan hak dasar yang dimiliki setiap individu yang merupakan hak yang dilindungi keberadaannya oleh negara Indonesia. Kebebasan berpendapat terdapat dalam konstitusi tertulis yang termasuk sebagai salah satu kebebasan mendasar yang dijamin regulasi negara terhadap penindasan. Kebebasan berpendapat itu sendiri sejalan dengan konsep demokrasi yang diperjuangkan oleh masyarakat di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun kemudian negara yang memiliki wewenang dalam menjalankan pemerintahan seringkali tidak memiliki batasan- batasan yang jelas dalam membatasi kebebasan berpendapat. Sehingga pertanyaan yang muncul adalah mengenai bagaimana kewenangan negara dalam mengatur mengenai kebebasan berpendapat di dalam sistem demokrasi di Indonesia itu sendiri. Adapun apabila ternyata negara dapat membatasi kebebasan berpendapat seseorang, pertanyaan selanjutnya adalah sampai sejauh mana hal tersebut dapat dilakukan dan apakah pembatasan terhadap kebebasan berpendapat tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya penghormatan terhadap hak asasi manusia itu sendiri. Maka dari itu, penting untuk menentukan batasan-batasan bagi negara di dalam aturan hukum yang berlaku agar terciptanya kepastian hukum dan untuk mencegah pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang mungkin terjadi di kemudian hari.

Kata kunci: Kebebasan Berpendapat, Kewenangan Negara, Hak Asasi Manusia, Sistem Demokrasi

i

KATA PENGANTAR

Karya penulisan hukum ini penulis dedikasikan bagi pengembangan ilmu Hak Asasi Manusia di Indonesia. Karya penulisan hukum ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Kedua orangtua penulis, Effendi Hutahaean, S.H. dan Risma Napitupulu yang penulis hormati dan sayangi; 2. Adik tersayang Samuel Hutahaean; 3. Dosen pembimbing penulis, Dr. iur. Liona Nanang Supriatna, S.H., M.Hum atas waktu dan arahannya selama proses penulisan hukum ini, serta seluruh dosen yang telah memberikan pengajaran selama proses studi di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan; 4. Sahabat terbaik yang saya dapati di bangku kuliah ini Livia Valerina; 5. Geng Anak Ayam yang telah menemani dari awal kuliah hingga sekarang (Anzu, Azka, Eta, Vana, Nana, Nanet, Lele, Vivi, Alen, Syifaa); 6. SIANIDA (Yuyun, Novi, Lisan, Vina, Clara, Gisel, Gaby, JM) yang telah menyemangati penulis selama proses penulisan hukum ini; 7. Kawkaw (Jeane dan Alla) sang unparians; 8. Teman-teman EF yang selalu menjadi tempat curhat selama skripsi berlangsung dan juga tempat penulis belajar; 9. Dan seluruh teman-teman yang telah memberikan pengalaman berarti selama proses belajar di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan yang tidak dapat disebut satu-persatu. Penulis menyadari bahwa karya penulisan hukum ini tidak sempurna, sehingga penulis terbuka terhadap kritik dan saran dari pembaca, semoga karya penulisan hukum ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi pembaca.

Bandung, Agustus 2019

Reni Sulastri

ii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ______i KATA PENGANTAR ______ii DAFTAR ISI ______iii

BAB I - PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ______1 1.2. Rumusan Masalah ______8 1.3. Tujuan Penelitian ______9 1.4. Manfaat Penelitian______9 1.5. Metode Penelitian ______10 1.6. Sistematika Penulisan ______11 BAB II - NEGARA, HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN BERPENDAPAT 2.1. Pengertian Negara ______13 2.2. Unsur-Unsur dari Negara ______18 2.3. Bentuk Negara ______23 2.3.1. Bentuk Negara Dilihat dari Pengangkatan Kepala Negara ______24 2.3.2. Bentuk Negara Dilihat dari Wewenang Pemerintah Pusat ______24 2.4. Kedaulatan, Wewenang dan Legitimasi ______25 2.4.1. Kedaulatan______25 2.4.2. Wewenang dan Legitimasi______27 2.5. Negara Hukum ______28 2.5.1. Negara Hukum Formal______29 2.5.2. Negara Hukum Materiil______30 2.6. Hak Asasi Manusia dan Perkembangannya ______32 2.7. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia ______35 2.7.1. Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia______40 2.8. Pengertian Kebebasan Berpendapat ______41 2.8.1. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration on Human Rights)______44 2.8.2. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik______45

iii

2.8.3. Johannesburg Principle on Nation Security, Freedom of Expression and Access to Information______47 2.8.4. Undang-Undang Dasar 1945______48 2.8.5. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia______48 BAB III - SISTEM DEMOKRASI INDONESIA 3.1. Pengertian Sistem ______50 3.2. Pengertian Demokrasi ______51 3.3. Prinsip-Prinsip Demokrasi ______54 3.4. Sejarah Perkembangan Demokrasi ______57 3.5. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia ______57 3.5.1. Demokrasi Parlementer (1945-1959) ______62 3.5.2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965) ______63 3.5.3. Demokrasi Pancasila (1965-1998) ______66 3.5.4. Demokrasi Pasca Reformasi (1998-sekarang) ______68 BAB IV - KEWENANGAN NEGARA UNTUK MENGATUR ATAU MEMBATASI KEBEBASAN BERPENDAPAT DALAM SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA 4.1. Batas-Batas Kewenangan Negara terhadap Kebebasan Berpendapat dalam Sistem Demokrasi di Indonesia ______71 4.1.1. Kasus Ujaran Kebencian ______74 4.1.2. Kasus Rocky Gerung______76 4.1.3. Kasus Ade Armando______77 4.1.4. Kasus Melemahnya Jaringan Internet di Berbagai Daerah di Indonesia Setelah Kerusuhan 21 Mei 2019______79 4.2. Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dalam Ruang Lingkup Kebebasan Berpendapat ______82 BAB V - KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ______86 5.2. Saran ______87 DAFTAR PUSTAKA ______89

iv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peranan antara negara dengan masyarakat dalam suatu kehidupan sosial tidak terlepas dari proses demokrasi.1 Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi negara.2 Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, oleh karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat.3

Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktekkan dalam hidup bernegara antara abad ke-4 sebelum Masehi sampai abad ke-6 Masehi. Pada waktu itu dilihat dari pelaksanaannya, demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung (direct democracy); artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.4

Kata demokrasi sendiri berasal dari bahasa yunani yaitu demos dan kratos, demos yang berarti rakyat dan kratos yang berati kekuasaan. Maka demokrasi acap kali disebut dengan "kekuasaan rakyat". Demokratis adalah penyebutan untuk pemerintahan yang telah menggunakan sistem demokrasi dalam proses berpolitiknya.5 Ciri-ciri dari negara yang demokratis adalah:

1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).

1 Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia 18 (Rineka Cipta, , 2003). 2 Id., hlm. 19. 3 Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik 207 (CV. Rajawali, Jakarta, 1983). 4 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik 50 (PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, 2008). 5 Moh. Mahfud MD, supra no. 1, pada 26.

1

2. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara). 3. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang. 4. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum. 5. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara. 6. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah. 7. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. 8. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat. 9. Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya.6

Pada kemunculannya kembali asas demokrasi di Eropa hak-hak politik rakyat dan hak-hak asasi manusia secara individu merupakan tema dasar dalam pemikiran politik (ketatanegaraan). Untuk itu maka timbullah gagasan tentang cara membatasi kekuasaan pemerintah melalui pembuatan konstitusi yang baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.7 Di atas konstitusi inilah bisa ditentukan batas-batas kekuasaan pemerintah diimbangi dengan kekuasaan parlemen dan lembaga- lembaga hukum. Gagasan inilah yang kemudian dinamakan konstitusionalisme dalam sistem ketatanegaraan.8

Disini peranan negara lebih kecil daripada peranan rakyat karena Pemerintah hanya menjadi pelaksana (tunduk pada) keinginan-keinginan rakyat yang diperjuangkan secara liberal (individualisme) untuk menjadi keputusan parlemen. Carl J. Friedrick mengemukakan bahwa konstitusionalisme adalah gagasan bahwa Pemerintah merupakan suatu kumpulan aktifitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk kepada beberapa pembatasan

6 Id., hlm. 26. 7 Id. 8 Miriam Budiardjo, supra no. 4, pada 56-57.

2 yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk memerintah itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah.9

Berbicara mengenai demokrasi maka hal tersebut tentunya tidak terlepas dari proses masyarakat dalam suatu ruang lingkup bernegara untuk menyampaikan aspirasinya dan/atau pendapatnya di muka umum. Kebebasan berpendapat itu sendiri merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh konstitusi untuk dapat menjamin hak asasi manusia, khususnya dalam kebebasan berpendapat, diperlukan instrumen hukum baik internasional maupun nasional.10 Dalam instrumen hukum internasional awal pengaturan mengenai kebebasan berpendapat secara garis besar terdapat pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), kemudian berkembang dan memunculkan konvensi-konvensi lain seperti Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). Pada artikel 19 dikatakan bahwa:

(1) Everyone shall have the right to hold opinions without interference; (2) Everyone shall have the right to freedom of expression; this right shall include freedom to seek, receive and impart information and ideas of all kinds, regardless of frontiers, either orally, in writing or in print, in the form of art, or through any other media of his choice; (3) The exercise of the rights provided for in paragraph 2 of this article carries with it special duties and responsibilities. It may therefore be subject to certain restrictions, but these shall only be such as are provided by law and are necessary : a. For respect of the rights or reputations of others; b. For protection of National Security or of Public Order, or of public health or morals. Pasal tersebut secara tegas menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk berpendapat tanpa adanya intervensi, namun demikian secara tegas pula dikatakan bahwa ada pembatasan yang menyertai kebebasan tersebut (restrictions), yakni harus menghormati hak atau reputasi orang lain, serta untuk melindungi

9 Lihat Carl J. Friedrich, Constitutional Government and Democracy: Theory and Practice in Europe and America, (5th edition: Weldham, Mass: Blaisdell Publisting Company, 1967). 10 International Covenant on Civil and Political Rights, art. XIX, December 16, 1966.

3 kepentingan national security dan kepentingan umum. Kondisi ini menggaris bawahi bahwa kebebasan tersebut tidaklah bersifat absolut.

Kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28E Ayat (3) menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Kemudian Pasal 28F menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”11 Dalam implementasinya pada aspek legalitas di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi dokumen tersebut melalui penerbitan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR. Akan tetapi jauh sebelumnya, pemerintah telah pula menerbitkan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dalam UU tersebut, Pasal 6 mengatakan bahwa warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a) Menghormati hak- hak dan kebebasan orang lain; b) Menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum; c) Menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d) Menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan e) Menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Lebih lanjut dalam UU tersebut juga mengatur tentang tempat – tempat yang dikecualikan untuk digunakan sebagai tempat menyampaikan pendapat dimuka umum, diantaranya adalah lingkungan Istana Negara, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara dan laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek vital nasional. Demikian pula dengan larangan waktu untuk menyampaikan pendapat di muka umum, yakni dilarang pada saat hari besar nasional (Pasal 9).

11 Liona Nanang Supriatna, Hak Kebebasan Berpendapat Di Era Post-Truth 4 (UNPAR PRESS, Bandung, 2018).

4

Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 juga menegaskan pada Pasal 15 bahwa pelaksanaan penyampaian pendapat dimuka umum dapat dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan terkait Pasal 6, maupun ketentuan mengenai tempat, waktu, serta teknis pelaksanaan penyampaian pendapat. Sehingga apabila dalam sebuah aksi terdapat aturan yang dilanggar, maka aksi tersebut dapat dibubarkan, dan manakala terjadi perlawanan saat proses pembubaran oleh aparat yang berwenang, maka terdapat lagi aturan hukum lainnya yang mengaturnya yakni mulai dari Pasal 212 KUHP sampai dengan Pasal 218 KUHP.

Kebebasan berpendapat adalah sebuah hak dasar, namun demikian ada pembatasan-pembatasan yang juga wajib ditaati oleh masyarakat yang hendak memberikan aspirasinya. Hal ini penting, agar masyarakat memperoleh pemahaman menyeluruh bahwa sesungguhnya kebebasan tersebut tidaklah bersifat mutlak, melainkan pula memiliki kewajiban yang juga harus dijunjung tinggi oleh setiap masyarakat.

Berbicara mengenai kebebasan dalam berpendapat tentunya hal tersebut tidak terlepas dari pembicaraan mengenai HAM. Kebebasan menyampaikan pendapat dan informasi diakui sebagai landasan esensial di masyarakat demokratis oleh lembaga dan pemerintah di setiap pelosok dunia. Dasar-dasar HAM tersebut tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.

Dalam kaitannya dengan itu, maka HAM yang kita kenal sekarang adalah sesuatu yang sangat berbeda dengan yang hak-hak yang sebelumnya termuat, misal, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika atau Deklarasi Perancis. HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya, negara-negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang

5 ada di dalam jurisdiksinya, termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengidentikkan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang dimiliki warga negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai manusia.

Demokrasi yang secara resmi mengkristal di dalam UUD 1945 dan yang saat ini berlaku di Indonesia biasa disebut “Demokrasi Pancasila”. Meskipun sebenarnya dasar-dasar konstitusional bagi demokrasi di Indonesia sebagaimana yang berlaku sekarang ini sudah ada dan berlaku jauh sebelum tahun 1965.

Sebagai contoh di Indonesia bagaimana menjelang pilpres 2019 banyak sekali terjadi arus perputaran politik yang tidak dapat diduga. Seperti adanya kampanye hitam yang dimaksudkan untuk menjatuhkan paslon lain yang menjadi lawan. Tentu hal ini tidak terlepas dari peran media massa sebagai faktor utama dalam perputaran informasi kepada khalayak banyak. Salah satu yang masih hangat terjadi mengenai kasus Ratna Sarumpaet yang mengaku dipukuli orang hingga mukanya lebam-lebam, menyita perhatian publik Indonesia dan memberikan pengaruh kepada sejumlah pemilih di Pemilihan Umum Presiden 2019. Dimana kasus ini ternyata secara tidak langsung berdampak pada penurunan elektabilitas Prabowo-Sandiaga berdasarkan pada hasil Survei Alvara Research.12

Contoh kasus lainnya adalah Ahmad Dhani, politisi Partai Gerindra yang juga musisi yang ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian yang berujung pencemaran nama baik di . Ahmad Dhani dilaporkan ke polisi karena menyebutkan penolak deklarasi #2019GantiPresiden adalah idiot.13 Ahmad Dhani kemudian dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ahmad Dhani dijerat oleh Pasal 27 ayat (3) UU ITE14 tentang pencemaran nama

12 Kasus Hoaks Ratna Sarumpaet Berdampak pada Pilihan di Pilpres 2019, http://www.pikiran- rakyat.com/nasional/2018/11/06/kasus-hoaks-ratna-sarumpaet-berdampak-pada-pilihan-di-pilpres- 2019-432809 (terakhir diakses 10 November, 2018). 13 Pebriansyah Ariefana, Jadi Tersangka di Surabaya, Ahmad Dhani Dijerat 2 Pasal UU ITE, https://www.suara.com/news/2018/10/18/145730/jadi-tersangka-di-surabaya-ahmad-dhani-dijerat- 2-pasal-uu-ite (terakhir diakses 16 April, 2019). 14 Pasal 27 ayat 3 UU ITE menyebut melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi

6 baik. Selain itu Ahmad Dhani juga dijerat dengan pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian.15

Sebagai contoh kasus lainnya yaitu Buni Yani yang melakukan pelanggaran Undang-undang ITE Pasal 32 ayat 1 junto Pasal 48 ayat 1 UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia dinilai telah mengubah, merusak, dan menyembunyikan informasi elektronik milik orang lain ataupun publik berupa video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Buni Yani terbukti telah mengunduh video sambutan Ahok dalam kegiatan kunjungan ke Pulau Seribu pada 6 Oktober 2016 melalui Youtube. Kemudian tanpa seizin Diskominfo DKI Jakarta, Buni Yani mengurangi durasi rekaman. Buni Yani telah memotong video tersebut secara signifikan hingga berdurasi 30 detik, dari menit ke 24 sampai menit 25.16

Berdasarkan penjabaran kasus Buni Yani diatas yang dianggap melanggar Pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ayat 2 Undang-undang RI nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE) jo pasal 45 huruf A ayat 2 Undang-undang RI nomor 19/2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11/2008 karena telah menghilangkan kata "pakai" dan menambahkan caption "Penistaan Terhadap Agama dengan Penjelasan Pemilih Muslim Serta Kelihatannya Akan Terjadi Sesuatu yang Kurang Baik". Sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kebencian atau permusuhan umat Islam terhadap Ahok yang beretnis (ras) Tionghoa dan beragama non-Islam (beragama Kristen). Dengan tambahan caption tersebut mengakibatkan adanya reaksi dari masyarakat, khususnya umat Islam yang dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan yang menjurus pada terganggunya kerukunan antar-umat beragama di Indonesia. Contoh kasus diatas menjadi bukti

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. 15 Pasal 28 ayat (2) UU ITE menyebut setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). 16 Dendi Ramdhani, “Buni Yani Didakwa Melanggar Dua Pasal", https://regional.kompas.com/read/2017/06/13/13313111/buni.yani.didakwa.melanggar.dua.pasal (terakhir diakses 15 April, 2019)

7

bahwa kebebasan seseorang dalam bertindak atau menyampaikan pendapatnya di muka umum tentunya memiliki batasan-batasan yang harus dipatuhi.

Dari contoh-contoh kasus diatas dapat dilihat bahwa pembahasan mengenai kebebasan berpendapat ini menjadi penting karena bila tidak disikapi secara bijak justru menjebak masyarakat ke dalam kerumunan tanpa rasionalitas. Maka dibutuhkan peran pemerintah dalam mengontrol arus informasi dan mengatur kebebasan berpendapat di muka umum. Peran itu dapat berupa individu, komunitas, kelompok, dan budaya lokal setempat. Peran individu seperti pada bimbingan orang tua sebagai kepala keluarga atas konsumsi media di lingkungannya. Demikian juga pengawasan di komunitas, kelompok masyarakat tertentu yang peduli terhadap perkembangan konvergensi media, serta pemberdayaan kearifan lokal yang berkembang di komunitas masyarakat. Maka dari latar belakang diatas, jaminan kebebasan berpendapat sebagai hak asasi manusia yang terdapat dalam instrumen hak asasi manusia baik internasional maupun nasional melalui berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan akan diteliti mengenai bagaimana kewenangan negara mengatur dan/atau membatasi mengenai kebebasan berpendapat di muka umum dalam sistem demokrasi di Indonesia. Maka dari itu permasalahan yang ingin diangkat oleh penulis untuk dijabarkan lebih jauh adalah mengenai kewenangan negara dalam mengatur kebebasan berpendapat sebagaimana yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan dan apakah pembatasan kebebasan berpendapat itu akan mengakibatkan berkurangnya penghormatan terhadap HAM. Maka dari itu kajian penulis hanya terbatas mengenai kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah Dengan penjabaran di atas, maka terdapat beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam pengajuan untuk skripsi ini, yaitu: 1. Bagaimana kewenangan negara dalam mengatur kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi di Indonesia? 2. Apakah pembatasan kebebasan berpendapat itu akan mengakibatkan berkurangnya penghormatan terhadap HAM?

8

1.3. Tujuan Penelitian Adapun maksud dan tujuan yang akan dilakukan oleh penulis sesuai dengan rumusan masalah yang sudah dijelaskan sebelumnya adalah untuk mengetahui hal- hal sebagai berikut: 1. Menelusuri pengaturan mengenai kewenangan negara dalam mengatur kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi di Indonesia. 2. Mencari tahu apakah pembatasan terhadap kebebasan berpendapat akan mengakibatkan berkurangnya penghormatan terhadap HAM.

1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian hukum ini diantaranya: 1. Manfaat Teoritis/Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumbangan pemikiran yang bersifat teoretis dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan hukum di masa yang akan datang. Hal tersebut khususnya terkait kewenangan negara dalam mengatur kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi di Indonesia serta dampaknya terhadap penghormatan terhadap HAM. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi praktisi hukum dan masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi praktisi hukum maupun penegak hukum. Diharapkan juga dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat secara umum, khususnya bidang hukum HAM, serta dapat memberikan informasi bagi masyarakat mengenai aturan-aturan yang berlaku mengenai kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi di Indonesia serta upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi kebebasan berpendapat.

b. Bagi peneliti, disamping untuk kepentingan penyelesaian studi juga untuk menambah pengetahuan serta wawasan di bidang hukum khususnya bidang hukum HAM yaitu tentang kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi di Indonesia.

3. Manfaat Pragmatis

9

Hasil penelitian ini merupakan salah satu kewajiban untuk menyelesaikan program strata satu Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan.

1.5. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Yuridis Normatif adalah suatu pendekatan di mana pengumpulan dan penyajian data dilakukan dengan mempelajari dan menelaah konsep-konsep dan teori-teori serta peraturan-peraturan secara kepustakaan yang berkaitan dengan pokok bahasan penulisan hukum ini.17 Selain itu dengan sifat deskriptif analitis, penulis akan menjelaskan dan juga menganalisi dari sumber-sumber atau data yang akan di dapatkan. Sesuai dengan jenis penelitiannya yakni penelitian hukum yuridis normatif, maka dapat digunakan lebih dari satu pendekatan.18 Oleh karena itu dalam hal ini rencananya penulis akan menggunakan pendekatan inventarisasi hukum, dan sinkronisasi hukum. Pendekatan inventarisasi hukum dilakukan dengan menggunakan sumber hukum primer dan sekunder dimana penggunaan buku-buku yang relevan dan sesuai dengan topik yang akan diteliti dan juga dengan melihat sejumlah aturan perundang-undangan nasional di Indonesia dan konvensi-konvensi internasional yang mengatur mengenai hak-hak kebebasan berpendapat. Pendekatan sinkronisasi hukum dilakukan dengan cara meneliti baik secara vertikal maupun horizontal bagaimana peraturan-peraturan tersebut berjalan di Indonesia. Sinkronisasi hukum secara vertikal dengan melihat mulai dari Konvensi- Konvensi Internasional yang sudah ditandatangani dan di ratifikasi oleh Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, hingga peraturan perundang- undangan yang mengatur. Sedangkan sinkronisasi hukum secara horizontal melihat bagaimana aturan yang setara tersebut berlaku dan berjalan di Indonesia. Apakah dalam pelaksanaan aturan-aturan yang ada tersebut terjadinya tumpang tindih atau bahkan bertentangan satu dengan yang lainnya. Dalam penelitian hukum yuridis

17 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Rajawali Pers, Jakarta, 1985). 18 Abdulkadir Muhamad, Hukum dan Penelitian Hukum (PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004).

10

normatif, sumber penelitian hukum diperoleh dari bahan kepustakaan dan bukan dari data lapangan. Dalam penelitian hukum normatif bahan pustaka merupakan bahan dasar yang dalam ilmu penelitian umumnya disebut bahan hukum sekunder.19 Sehingga dalam proses pencarian data maupun analisis data yang dilakukan oleh penulis nantinya bertolak bukan saja pada aturan yang berlaku di Indonesia namun juga aturan yang berlaku secara internasional yang diakui keberadaannya di Indonesia.

1.6. Sistematika Penulisan Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini yang akan dirumuskan oleh penulis akan terbagi ke dalam lima bab, antara bab satu dengan lainnya merupakan kesatuan yang utuh dan saling berkaitan. Masing-masing bab terbagi dalam beberapa sub bab yaitu:

Bab I: Pendahuluan

Penulis akan memulai dengan memaparkan latar belakang, lalu dilanjutkan dengan identifikasi masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan baik secara teoretis maupun secara praktis, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II: Negara, Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Berpendapat

Penulis akan membahas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan negara, hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat dalam tatanan internasional dan nasional yang dimulai dengan pengertian lalu dilanjutkan dengan hierarki dan juga teori- teori yang relevan dengan bahasan.

Bab III: Tinjauan Yuridis Mengenai Sistem Demokrasi Indonesia

Penulis akan membahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sistem demokrasi secara khusus di wilayah Indonesia dan dilengkapi dengan sejarah perkembangannya.

19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum 41 (Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005).

11

Bab IV: Analisis tentang Kewenangan Negara Untuk Mengatur Atau Membatasi Kebebasan Berpendapat Dalam Sistem Demokrasi di Indonesia

Penulis akan membahas mengenai keterkaitan antara kewenangan negara dalam mengatur dan juga membatasi kebebasan berpendapat masyarakat di dalam sistem demokrasi di Indonesia.

Bab V: Penutup

Penulis akan mengemukakan penutup yang akan memuat mengenai uraian kesimpulan yang berisi jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang tertera dalam rumusan masalah dan saran-saran yang dimaksudkan sebagai rekomendasi untuk kajian lebih lanjut.

12