KEBIJAKAN BANK INDONESIA DALAM PEMBIAYAAN KEPADA UKM TAHUN 2003 - 2007

SKRIPSI Diajukan Sebagai Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.I)

Oleh: Ria Juliyanti NIM : 103046128350

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT EKONOMI ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429/ 2008

KEBIJAKAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM PEMBIAYAAN KEPADA UKM TAHUN 2003 - 2007

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh: Ria Juliyanti NIM : 103046128350

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yayan Sopyan, M.Ag Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A. NIP. 150 277 991 NIP. 150 270 613

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT EKONOMI ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429/ 2008 PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul KEBIJAKAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM PEMBIAYAAN KEPADA UKM TAHUN 2003-2007 telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 22 Mei 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam). Jakarta, 22 Mei 2008

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR. H. Muhammad. Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Prof. DR. H. Muhammad. Amin Suma, SH, MA, MM (….……...) NIP. 150 210 422

2. Sekretaris : Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag (…...……...) NIP. 150 318 308

3. Pembimbing I : Dr. Yayan Sopyan, M.Ag (...………...) NIP. 150 277 991

4. Pembimbing II : Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A ( ...………...) NIP. 150 270 613

5. Penguji I : Euis Amalia, M.Ag (……...……) NIP. 150 289 264

6. Penguji II : Edy Setiadi, SE, MM (…………...)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperolah gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 27 Maret 2008

Ria Juliyanti

ABSTRAK

Ria Juliyanti, 103046128350, KEBIJAKAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM PEMBIAYAAN KEPADA UKM TAHUN 2003-2007. Skripsi Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2008. xv + 131 halaman. Pembiayaan yang diberikan Bank Muamalat Indonesia secara garis besar ada dua yaitu UKM dan Non UKM. Pemberian pembiayaan kepada UKM merupakan salah satu bentuk dari menjalankan fungsi sosial Bank Muamalat Indonesia sebagai pelopor Bank Syariah. Tujuan pembiayaan UKM adalah untuk mensejahterakan ekonomi golongan UKM, dan meningkatkan pendapatan Bank Muamalat Indonesia. Dari latar belakang diatas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu, mengetahui prosedur pembiayaan Bank Muamalat Indonesia dalam memberikan pembiayaan kepada UKM, mengetahui pertumbuhan pembiayaan UKM Bank Muamalat Indonesia, mengetahui proporsi pembiayaan UKM dan mengetahui dampak pembiayaan UKM terhadap pendapatan Bank Muamalat Indonesia. Dalam penelitian ini pembiayaan UKM yang diteliti adalah jenis pembiayaan musyarakah, mudharabah dan murabahah dan tahun yang digunakan adalah 2003-2004 dan 2006- 2007. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa, prosedur Bank Muamalat Indonesia dalam memberikan pembiayaan kepada UKM sangat selektif dalam menganalisa apakah nasabah tersebut dapat diberikan pembiayaan atau tidak. Dari hasil analisa data komposisi pembiayaan UKM menunjukan bahwa pertumbuhan pembiayaan UKM secara garis besar terus meningkat dari waktu ke waktu. Proporsi pembiayaan UKM dapat disimpulkan bahwa pembiayaan UKM jenis musyarakah, Bank Muamalat Indonesia tidak memprioritaskan golongan UKM. Sedangkan pada jenis pembiayaan mudharabah dan murabahah, Bank Muamalat Indonesia memprioritaskan UKM dengan memberikan proporsi pembiayaan yang lebih besar dibandingkan dengan golongan Non UKM. Dampak dari peningkatan pembiayaan UKM terhadap pendapatan Bank Muamalat Indonesia, menunjukan adanya hubungan yang positif terbukti dengan meningkatnya pula pendapatan Bank Muamalat Indonesia.

Kata Kunci : Kebijakan Bank Muamalat Indonesia, Pembiayaan, UKM, 2003-2007

Pembimbing : 1. Dr. Yayan Sopyan, M. Ag 2. Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A.

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohim

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai bagian dari tugas akademis di jurusan Muamalat Perbankan Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan tuntunan dan petunjuk kepada umat manusia menuju kehidupan dan peradaban dan berkeadilan serta para keluarga dan para sahabat yang dicintainya.

Skripsi yang berjudul “KEBIJAKAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM

PEMBIAYAAN KEPADA UKM TAHUN 2003-2004 DAN 2006-2007” akhirnya dapat diselesaikan dengan yang diharapkan penulis. Kebahagiaan yang tak ternilai bagi penulis secara pribadi adalah dapat mempersembahkan yang terbaik kepada kedua orang tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah ikut andil yang mensukseskan harapan penulis.

Sebagai bentuk penghargaan yang tak terlukiskan, izinkanlah penulis menuangkan dalam bentuk ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Drs. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mencurahkan buktinya kepada kami, selaku Mahasiswa

Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Euis Amalia, M. Ag, Ketua Program Studi Muamalat dan Ah. Azharudin

Lathif, M. Ag, sekertaris Program Studi Muamalat yang telah membantu

penulis secara tidak langsung dalam menyiapkan skripsi ini.

3. Dr. Yayan Sopyan, M. Ag dan Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A pembimbing

skripsi yang telah banyak meluangkan waktu di sela-sela kesibukan dalam

memberikan masukkan maupun nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama dibangku

kuliah.

5. Pihak Muamalat institute khususnya Mba Narti yang telah banyak membantu

dalam memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan dalam

penyusunan skripsi ini.

6. Rasa Ta’zim dan Terima Kasih yang mendalam kepada Ayahanda Sa’adi H.B.

dan Ibunda Mani atas dukungan moril dan materil, kesabaran, keikhlasan,

perhatian serta cinta dan kasih sayang yang tak pernah habis bahkan do’a

munajatnya yang tak henti-hentinya kepada ALLAH SWT, senantiasa agar

penulis mendapatkan kesuksesan dalam belajar dan bekerja, juga atas

perjuangan mereka yang telah mendidik dan mengajarkan arti kehidupan.

Penulis persembahkan skripsi ini. 7. Yang tercinta dan tersayang Suamiku Nurkhasan dan anakku Awaliyah Jauhar

Nafisah yang selalu memberikan motivasi, keceriaan, canda dan tawa yang

selalu menghiasi hari-hari penulis lebih bersemangat dan lebih hidup.

8. Untuk sahabat-sahabat Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah 2003 terutama

kelas D yang tercinta yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu dan

semoga hubungan persahabatan ini tidak akan terputus sampai kapan pun.

Semoga amal dan jasa baik yang telah diberikan kepada penulis dapat diterima oleh Allah SWT dengan pahala yang berlimpah. Dengan segala kelemahan, kekurangan dan kelebihan yang ada semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi setiap langkah kita Amiin.

Jakarta, 6 Februari 2008

Ria Juliyanti

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………….. ii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ………………………………... iii

ABSTRAK …………………………………………………………………………. iv

LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………………... v

KATA PENGANTAR ………………………………………………………...... vi

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….... ix

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….. xiii

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………… 1

B. Identifikasi Masalah …………………………………………...... 10

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………….. 10

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………… 11

E. Tinjauan Pustaka ………………………………………………….. 12

F. Variabel dan Indikator Variabel …………………………………... 16

G. Metodelogi Penelitian …………………………………………….. 17

H. Kerangka Pemikiran ……………………………………………… 19

I. Sistematika Penulisan ……………………………………………… 20

BAB II UKM DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH

A. Pengertian Kebijakan …………………………………………….. 22

B. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah …………………………... 26

C. Jenis- Jenis Usaha Kecil dan Menengah ………………………….. 30

D. Kelemahan dan Keunggulan UKM ……………………………….. 32

E. Peranan UKM terhadap Pembangunan Nasional …………………. 35

F. Kebijakan Pemerintah terhadap UKM ……………………………. 36

G. Peranan Perbankan Syariah terhadap Pengembangan UKM …….. 45

H. Penghimpunan Dana Bank Syariah ………………………………. 48

I. Penyaluran Dana Bank Syariah …………………………………... 50

J. Mekanisme Bagi Hasil Bank Syariah …………………………….. 66

BAB III GAMBARAN UMUM BANK MUAMALAT INDONESIA

A. Sejarah Berdiri dan Perkembangan Bank Muamalat Indonesia …. 71

B. Visi dan Misi Bank Muamalat Indonesia …………………………. 75

C. Prinsip Operasional Bank Muamalat Indonesia …………………... 76

D. Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia …………………... 78

E. Tujuan Bank Muamalat Indonesia ………………………………... 83

F. Strategi Usaha Bank Muamalat Indonesia ………………………... 84

G. Produk dan Jasa Bank Muamalat Indonesia ……………………… 86

H. Prosedur dan Proses Pembiayaan ...... 91 I. Prosedur Pelaksanaan Pananaman Dana Mikro ...... 96

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Jumlah Nasabah UKM 2003-2004 dan 2006-2007 ...... 100

1. Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Musyarakah ...... 100

2. Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Mudharabah ...... 101

3. Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Murabahah ...... 102

B. Dana Pihak ketiga Bank Muamalat Indonesia ...... 103

C. Perkembangan Pembiayaan

1. Pembiayaan Total Bank Muamalat Indonesia 2003 – 2007 ..... 105

a. Pembiayaan Musyarakah Total Bank Muamalat Indonesia... 105

b. Pembiayaan Mudharabah Total Bank Muamalat Indonesia...107

c. Pembiayaan Murabahah Total Bank Muamalat Indonesia ....108

2. Pembiayaan UKM Bank Muamalat Indonesia 2003–2007 ...... 109

a. Pembiayaan Musyarakah UKM Bank Muamalat Indonesia...110

b. Pembiayaan Mudharabah UKM Bank Muamalat Indonesia..111

c. Pembiayaan Murabahah UKM Bank Muamalat Indonesia ... 113

D. Pendapatan Bank Muamalat Indonesia ………………………… 115

E. Proporsi Pembiayaan UKM dan Non UKM ...... 117

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...... 124

B. Saran ......

129

DAFTAR PUSTAKA ......

130

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1.1 Proporsi Unit Usaha UKM Tahun 2005-2006 5

2. Gambar 2.1 Proses Pembuatan Kebijakan 25

3. Gambar 4.1 Jumlah Nasabah UKM Pembiayaan Musyarakah 101

4.. Gambar 4.2 Jumlah Nasabah UKM Pembiayaan Mudharabah 102

5. Gambar 4.3 Jumlah Nasabah UKM Pembiayaan Murabahah 103

6. Gambar 4.4 Dana Pihak Ketiga Bank Muamalat Indonesia 104

7. Gambar 4.5 Pembiayaan Musyarakah Total Bank Muamalat Indonesia

Januari Tahun 2003 – Desember 2007 106

8. Gambar 4.6 Pembiayaan Mudharabah Total Bank Muamalat Indonesia

Januari Tahun 2003 – Desember 2007 107

9. Gambar 4.7 Pembiayaan Murabahah Total Bank Muamalat Indonesia

Januari Tahun 2003 – Desember 2007 108

10. Gambar 4.8 Pembiayaan Musyarakah UKM Januari 2003–Desember 2007 110

11. Gambar 4.9 Pembiayaan Mudharabah UKM Januari 2003-Desember 2007 112

12. Gambar 4.10 Pembiayaan Murabahah UKM Januari 2003–Desember 2007 114

13. Gambar 4.11 Pendapatan Bank Muamalat Indonesia 116

14. Gambar 4.12 Proporsi Pembiayaan Musyakah UKM dan Non UKM

Januari 2003 – Desember 2007 119

15. Gambar 4.13 Proporsi Rata-rata Pembiayaan Musyarakah BMI 119 16. Gambar 4.14 Proporsi Pembiayaan Mudharabah UKM dan Non UKM

Januari 2003 – Desember 2007 120

17. Gambar 4.15 Proporsi Rata-rata Pembiayaan Mudharabah BMI 121

18. Gambar 4.16 Proporsi Pembiayaan Murabahah UKM dan Non UKM

Januari 2003 – Desember 2007 122

19. Gambar 4.17 Proporsi Rata-rata Pembiayaan Murabahah BMI 122

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1 Jaringan Layanan Bank Muamalat Indonesia 75

1. Tabel 4.1 Dana Pihak Ketiga Bank Muamalat Indonesia 104

2. Tabel 4.2 Pembiayaan rata-rata Musyarakah UKM Perbulan 111

3. Tabel 4.3 Pembiayaan rata-rata Mudharabah UKM Perbulan 113

4. Tabel 4.4 Pembiayaan rata-rata Murabahah UKM Perbulan 115

5. Tabel 4.5 Pendapatan Bank Muamalat Indonesia 117

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap usaha yang dilakukan pada dasarnya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengeluarkan biaya yang sekecil-kecilnya. Begitu pula pada sektor perbankan, baik konvensional maupun Bank Syariah, yang dalam melakukan kegiatan usahanya memerlukan dana, dan dana tersebut dioperasikan dalam bentuk pembiayaan yang pada akhirnya akan menghasilkan pendapatan.1

Pada umumnya pendapatan yang diperoleh dalam dunia perbankan berasal dari hasil operasional dengan memanfaatkan dana yang ada dan tingkat suku bunga pada bank konvensional, sedangkan pada Bank Syariah adalah tingkat margin bagi hasil. Selisisih suku bunga atau margin bagi hasil yang diterima bank dari debitur dan suku bunga atau margin bagi hasil yang harus dibayarkan bank kepada nasabah yang dapat dijadikan sebagai patokan dari keuntungan.

Perbankan yang lebih dikenal dan mendominasi dunia perbankan sekarang adalah perbankan konvensional. Sebagai lembaga yang merupakan produk kapitalis, maka tentunya bank konvensional mempunyai tujuan yang semata-mata untuk mencapai keuntungan yang setinggi-tingginya, demi keuntungan pemilik atau

1 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1995), edisi IV, h. 88. segelintir orang saja. Sedangkan Bank Syariah mempunyai prinsip yang berbeda dengan bank konvensional. Perbedaan yang paling mendasar adalah pada bagaimana memperoleh keuntungan, dimana pada bank konvensional dikenal dengan perangkat bunga, sedang Bank Syariah melarang adanya bunga yaitu dengan menggunakan prinsip bagi hasil.2

Jadi pelaksanaan aktivitas usaha pada Bank Syariah, didasarkan atas kesetaraan, keadilan dan keterbukaan. Pembentukkan kemitraan dibentuk atas asas yang saling menguntungkan, dan keuntungan yang didapat harus dengan cara halal.

Dan bagian yang terpenting lain adalah bank syariah harus mengeluarkan guna membantu mengembangkan lingkungan masyarakat.

Berbasis pada konsep yang disandangnya, tidaklah mengherankan bila sistem keuangan dan perbankan Islam dapat diterima secara religius, khususnya oleh komunitas muslim. Sebagai bank, kehadirannya tentunya diperuntukkan bagi pelayanan berbagai macam jasa keuangan terhadap masyarakat. Akan tetapi, selain fungsi khusus tersebut, institusi-institusi perbankan dan keuangan Islam, sebagaimana aspek-aspek masyarakat Islam lainnya, diharapkan dapat memberikan kontribusi secara pantas kepada pencapaian tujuan-tujuan sosial-ekonomi Islam yang utama.

Bank Syariah yang hadir sebagai representasi kebutuhan masyarakat muslim dalam sektor keuangan, secara konseptual akan selalu mengacu pada upaya meningkatkan kesejahteraan umat manusia secara utuh. Keberadaan Bank Syariah

2 M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Kepraktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 34. diharapkan dapat memberikan manfaat yang bersifat multidimensional, bukan hanya bersifat finansial.

Salah satu bentuk pertanggung jawaban sosial Bank Syariah adalah memberikan pembiayaan terhadap Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Mengingat

UKM ini merupakan cerminan dari perekonomian rakyat, karena kelompok usaha ini merupakan yang dominan, maka upaya peningkatan kesejahteraan kelompok ini, secara langsung maupun tidak langsung, merupakan upaya penyejahteraan umat.

UU No. 9 Tahun 1995 mendefinisikan usaha kecil adalah sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang- undang ini. Sedangkan usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau penjualan tahunan lebih besar dari pada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil.

Salah satu regulasi yang dibuat pemerintah pada tanggal 23 Mei 1995 untuk UKM adalah pembebasan bea masuk sejumlah produk yang merupakan input bagi perindustrian. Kebijakan ini mempunyai tujuan agar dunia usaha benar-benar memanfaatkan peluang yang terbuka guna lebih mengembangkan usahanya terutama meningkatkan pasar internasional dan mendorongnya peningkatan investasi.

PT Permodalan Nasional Madani (Persero) didirikan pada tanggal 1 Juni

1999, sebagai lembaga pembiayaan dan jasa manajemen khusus untuk membantu pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK). PNM ditunjuk sebagai salah satu BUMN kordinator dalam penyalur 12 skim kredit program eks KLBI yang sebelumnya dikelola oleh Bank Indonesia (BI). Selama hampir lima tahun membantu pengembangan UMKMK, PNM telah membuktikan bahwa pembiayaan terhadap rakyat miskin tidak harus merugi. Hal tersebut bisa dilihat dari kinerja keuangan PNM dimana tingkat akumulasi laba sebelum pajak mencapai Rp 200 miliar, dan laba setelah pajak hampir Rp 150 miliar. PNM juga telah membayar pajak sebesar Rp 55 miliar dan deviden Rp 78 miliar. Total asset

PNM tahun 2003 hampir Rp 2 triliun, dengan tingkat ROI sebesar 16,8 % dan non performing loan (NPL) hanya 2 %.3

Krisis yang terjadi di Indonesia sejak tengah tahun 1997 sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Krisis ini juga telah mengakibatkan kedudukan posisi pelaku sektor ekonomi berubah. Usaha besar satu persatu pailit karena bahan baku impor meningkat secara drastis, biaya cicilan utang meningkat sebagai akibat dari nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menurun dan berfluktuasi sektor perbankan juga ikut terpuruk ikut memperparah sektor industri dari sisi permodalan. Banyak perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan usaha karena tingkat bunga yang tinggi. Berbeda dengan UKM yang sebagian besar tetap bertahan, bahkan cenderung bertambah.

Perkembangan jumlah UKM tahun 2005 adalah 47.102.744 unit dan pada tahun 2006 mengalami kenaikan 3,88% yaitu 48.929.636, dengan proporsi unit usaha

3 Abdul Salim, “Upaya Meningkatkan Aksesibilitas UMKM Terhadap Perbankan”, Republika, (Jakarta), 11 Desember 2003, h.5. (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan 53,37% (2) perdagangan, hotel dan restoran 27,19% (3) industri pengolahan 6.58% (4) jasa-jasa 6,06% (5) pengangkutan dan komunikasi 5,52%. Berikut gambar proporsi unit usaha UKM.

1.1 Gambar Proporsi Unit Usaha UKM Tahun 2005 – 2006.

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan 6% perikanan 6% Perdagangan, 7% Hotel dan Restoran

Industri 54% Pengolahan 27% Jasa-jasa

Pengangkutan dan Komunikasi

Sumber: Departemen Koperasi dan UKM dan Badan Pusat Statistik tahun 2005 -

2006

Sumbangan UKM terhadap pembangunan nasional adalah kontribusi

UKM dalam pembentukkan PDB nasional. Pada tahun 2005 tercatat penciptaan PDB nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.491.06 triliun atau 53,54% dari total PDB. Sedangkan pada tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 19,29% menjadi

Rp. 1.778075 triliun atau 53,28%. Dalam hal penyerapan tenaga kerja UKM juga memberikan kontribusi yang besar pada tahun 2005 penyerapan tenaga kerja UKM sebesar 83.233.793 orang atau 96,28% dari total penyerapan tenaga kerja nasional, sedang pada tahun 2006 terjadi peningkatan kembali yaitu 2,62% menjadi 85.416.493 atau 96,18%.4

Meski UKM mempunyai andil yang cukup besar dalam pembangunan nasional, dalam menjalankan usahanya UKM selalu mempunyai kendala. Kategori permasalahan UKM adalah5: (1) Permasalahan bersifat klasik dan mendasar UKM, antara lain berupa permasalahan modal, bentuk badan hokum yang umumnya non formal, SDM, pengembangan produk dan akses pemasaran (2) permasalan lanjutan, antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permalahan hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta peraturan yang berlaku di Negara tujuan ekspor (3) permasalahan antara (intermediate problems), yaitu permasalahan dari instansi terkait untuk menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih baik. Permasalahan tersebut antara lain dalam hal manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan dalam kewirausahaan.

Kebijakan secara makro yang dilakukan Departemen Koperasi dan UKM secara umum dalam hal pemberdayaan Koperasi dan UMKM diarahkan terutama untuk mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan yaitu: (1) peningkatan

4 Departemen Koperasi dan UKM dan Badan Pusat Statistik Tentang Statistik UKM 2005 – 2006.

5 Andang Setyobudi, “Peran Serta Bank Indonesia Dalam Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)”, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, volume 5, nomor 2, Agustus 2007. kesempatan kerja, investasi, dan ekspor; dan (2) upaya penanggulangan kemiskinan.

Dalam rangka upaya peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM difokuskan kepada peningkatan produktivitas dan akses UKM kepada sumberdaya produktif. Arah kebijakan yang penting adalah mendukung terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi UMKM, dengan: (1) menyelesaikan RUU tentang UMKM dan koperasi serta penyusunan peraturan pelaksanaannya, menyederhanakan proses perijinan usaha, dan melancarkan formalisasi usaha; (2) pemantauan dampak kebijakan dan regulasi sektor dan daerah terhadap perkembangan UMKM; (3) mengurangi biaya transaksi dengan menghapus biaya-biaya pungutan yang tidak wajar dan menghambat; dan (4) memberikan jasa bantuan advokasi terhadap praktek-praktek usaha curang. Dalam kaitannya dengan peningkatan akses UMKM kepada sumberdaya produktif, arah kebijakan meliputi: (1) meningkatkan akses modal UMKM kepada lembaga keuangan dengan menyediakan skim penjaminan kredit, khususnya kredit investasi produktif di sektor agribisnis dan industri dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi, nilai tambah dan ekonomi daerah; (2) meningkatkan fasilitas pemasaran dan promosi ekspor produk-produk UKM dan koperasi; (3) meningkatkan akses teknologi dengan menyediakan fasilitas layanan teknologi, baik oleh pemerintah maupun partisipasi dunia usaha, dan percontohan usaha berbasis teknologi. Di samping itu, pemberdayaan koperasi dan UKM juga sekaligus diarahkan untuk mendorong kesempatan kerja yang lebih luas termasuk melalui penumbuhan wirausaha baru.

Dalam rangka upaya peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM difokuskan kepada peningkatan produktivitas dan akses UKM kepada sumberdaya produktif. Arah kebijakan yang penting adalah mendukung terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi UMKM, dengan: (1) menyelesaikan RUU tentang UMKM dan koperasi serta penyusunan peraturan pelaksanaannya, menyederhanakan proses perijinan usaha, dan melancarkan formalisasi usaha; (2) pemantauan dampak kebijakan dan regulasi sektor dan daerah terhadap perkembangan UMKM; (3) mengurangi biaya transaksi dengan menghapus biaya-biaya pungutan yang tidak wajar dan menghambat; dan (4) memberikan jasa bantuan advokasi terhadap praktek-praktek usaha curang. Dalam kaitannya dengan peningkatan akses UMKM kepada sumberdaya produktif, arah kebijakan meliputi: (1) meningkatkan akses modal UMKM kepada lembaga keuangan dengan menyediakan skim penjaminan kredit, khususnya kredit investasi produktif di sektor agribisnis dan industri dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi, nilai tambah dan ekonomi daerah; (2) meningkatkan fasilitas pemasaran dan promosi ekspor produk-produk UKM dan koperasi; (3) meningkatkan akses teknologi dengan menyediakan fasilitas layanan teknologi, baik oleh pemerintah maupun partisipasi dunia usaha, dan percontohan usaha berbasis teknologi. Di samping itu, pemberdayaan koperasi dan UKM juga sekaligus diarahkan untuk mendorong kesempatan kerja yang lebih luas termasuk melalui penumbuhan wirausaha baru.

Sekalipun secara konseptual Bank Syariah mempunyai berbagai tujuan yang sangat mulia, tetapi dalam prakteknya kondisi ideal masih sulit untuk tercapai.

Saleh Kamel, seorang penerima IDB Award pernah melontarkan beberapa kritik terhadap perbankan Islam. Salah satu kritiknya menyatakan ketidakmampuan Bank

Islam untuk melepaskan diri dari jebakan-jebakan bank-bank konvensional.

Menurutnya, operasi pembiayaan Bank Syariah terutama terbatas pada cara-cara pembiayaan sekunder untuk membiayai perdagangan jangka pendek dan operasi penyewaan untuk perusahaan-perusahaan berskala besar dan sudah mapan.

Tampaknya Bank Islam kurang memainkan peranan yang signifikan di dalam pembiayaan bisnis skala kecil dan menengah, sebagai ciri utama yang harus dikedepankan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.6

Pernyataan Saleh Kamel tersebut merupakan pernyataan yang universal oleh karena itu, hal tersebut menjadi persoalan menarik untuk diteliti, agar dapat diketahui apakah hal tersebut juga berlaku dalam praktek pembiayaan Bank Syariah di Indonesia.

Dari pemaparan latar belakang diatas penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian kebijakan Bank Syariah dalam pembiayaan kepada UKM, yang dalam penelitian ini objek penelitiannya adalah Bank Muamalat Indonesia Pusat.

6 Umar Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.232.

Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini terdiri dari sebagai berikut:

1. Kebijakan pemerintah tentang UKM.

2. Ruang lingkup usaha kecil dan menengah.

3. Peranan perbankan terhadap UKM.

4. Pembiayaan UKM BMI tahun 2003-2007.

5. Pendapatan BMI tahun 2003-2007.

Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas yaitu:

1. Kebijakan Bank Muamalat Indonesia yang akan dibahas dibatasi hanya pada

kebijakan dalam hal pemberiaan pembiayaan kepada UKM.

2. Objek penelitian dalam riset ini adalah Bank Muamalat Indonesia Pusat.

3. Pembiayaan yang akan dibahas hanya pembiayaan UKM dengan jenis

pembiayaan Musyarakah, Mudharabah dan Murabahah yang dilakukan

Bank Muamalat Indonesia.

4. UKM terdiri atas Usaha Kecil dan Usaha Menengah, yang masing-masing

mempunyai kriteria berbeda. Usaha Kecil merupakan kegiatan ekonomi

rakyat berskala kecil dengan mempunyai kekayaan bersih maksimal Rp

200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan

tempat usaha. Usaha Menengah merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang mempunyai kekayaan bersih lebih dari Rp 200 juta sampai dengan Rp 10

milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

5. Data komposisi pembiayaan UKM yang di gunakan adalah komposisi

pembiayaan UKM tahun 2003-2004 dan 2006-2007. Untuk tahun 2005 tidak

digunakan dalam penelitian, karena data komposisi pembiayaan UKM 2005

tidak tersedia.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam skripsi ini sebagai berikut:

1. Bagaimana Porsi pembiayaan untuk UKM yang diberikan oleh Bank

Muamalat Indonesia ?

2. Bagaimana pertumbuhan pembiayaan untuk UKM yang diberikan oleh Bank

Muamalat Indonesia ?

3. Bagaimana kebijakan Bank Muamalat Indonesia dalam pembiayaan kepada

UKM ?

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

Mengetahui porsi pembiayaan untuk UKM yang diberikan oleh Bank Muamalat

Indonesia.

Mengetahui pertumbuhan pembiayaan untuk UKM yang diberikan oleh Bank

Muamalat Indonesia. Mengetahui kebijakan Bank Muamalat Indonesia dalam pembiayaan kepada

UKM.

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi dan kontribusi bagi kalangan intelektual, tokoh

masyarakat atau ulama, pelajar, praktisi, akademisi, institusi pendidikan

Islam, dan masyarakat muslim pada umumnya yang konsen terhadap

Perbankan Syariah.

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi input bagi kantor pusat Bank

Indonesia atau Bank Syariah lainnya yang terkait dengan pengembangan bank

syariah khususnya di Bank Muamalat Indonesia.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi Bank Indonesia atau Bank Muamalat

Indonesia Pusat dalam mengambil kebijakan dalam pembiayaan kepada

UKM.

E. Tinjauan Pustaka Persoalan tentang UKM telah diteliti oleh sejumlah Peneliti, setidaknya terdapat empat penelitian yang dapat dijadikan sebagai fokus tinjauan pustaka, berkenaan dengan topik yang dipilih penulis dalam penelitian ini.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2004), yang bertajuk

Peranan Bank Syariah Mandiri dalam Meningkatkan Pembiayaan Usaha Kecil

Menengah, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan BSM dalam meningkatkan pembiayaan usaha kecil menengah yaitu menetapkan proyeksi portofolio pembiayaan untuk UMKM, membentuk unit khusus yang menangani pembiayaan bagi pengusaha mikro, menjalin usaha kerjasama dengan lembaga- lembaga lain sebagai mitra baik lembaga negara atau swasta dan menjalin kerjasama dengan lembaga penjamin pembiayaan sebagai alternatif solusi bagi usaha kecil yang layak dibiayai oleh BSM.

Hasil penelitian tersebut juga menggambarkan bahwa peranan BSM dilihat dari jumlah pembiayaan yang diberikan untuk sektor UKM periode tahun

2001-2003 yaitu pada tahun 2001 pembiayaan yang diberikan untuk sektor UKM sebesar Rp 399.701 juta mengalami peningkatan pada tahun 2002 sebesar Rp.

699.519 juta dan sepanjang tahun 2003, pembiayaan yang diberikan kepada kelompok ini sebesar Rp. 1.126.230 juta. Tahun 2001 ketahun 2002 terjadi kenaikan sebesar 75% sedangkan pada tahun 2002 ketahun 2003 juga mengalami peningkatan sebesar 61% .

Kedua, penelitian yang dilakukan Ferliatim Julianto (2006) yang berjudul

Peran PT. Permodalan Nasional Madani/PNM (persero) Dalam Pembiayaan Usaha

Kecil Menengah (UKM) Melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa lembaga keuangan konvensional, sebagai lembaga intermediary kurang memberikan solusi bagi UKM, khususnya usaha kecil, yang kadang kala tidak mau repot dengan prosedur-prosedur permohonan kredit tersebut yang birokratif, dan merasa keberatan dengan beban suku bunga yang tidak menentu, selain itu lembaga keuangan syariah mengambil peranan penting sebagai lembaga alternatif yang menyediakan pembiayaan dengan prosedur yang relatif mudah, serta tidak membebankan pengusaha dengan tingkat suku bunga tertentu, melainkan dengan sistem bagi hasil (profit-sharing), namun lembaga keuangan ini mempunyai permasalahan yang krusial yaitu keterbatasannya dana untuk disalurkan dan sumber daya manusia yang kurang kompeten. PT. Permodalan Nasional Madani hadir sesuai dengan visi dan misinya melakukan usaha-usaha untuk membantu mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK) secara terpadu, baik melalui pendanaan (pembiayaan dan penyertaan) maupun pembinaan (jasa manajemen dan bantuan teknologi). Namun dalam melaksanakan misinya PNM tidak berhubungan lansung dengan UMKMK tetapi melaui lembaga keuangan lain yang ditunjuk baik

Bank Umum, BPR/S, KSP/USP, BMT dan lembaga lainnya.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Siti Marwiyah (2004), yang bertema Fungsi BMT Dalam Meningkatkan UKM (Studi Kasus Pada BMT Masjid Al-

Azhar Pasar Minggu). Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa BMT Masjid Al-

Azhar telah berperan dalam menjaga kelangsungan hidup UKM yang menjadi nasabahnya. Kontribusi ini diwujudkan dalam bentuk pemberian bantuan pinjaman tambahan modal dengan sistem bagi hasil mudharabah dan murabahah, sampai tahun

2004 penerima bantuan pinjaman tambahan modal sudah mencapai 142 / tahun.

UKM yang diberikan bantuan pinjaman tambahan modal mayoritas bergerak pada sektor perdagangan. Selain itu pemberian bantuan pinjaman tambahan modal ini telah meningkatkan asset nasabah UKM BMT Masjid Al- Azhar jika dibandingkan dengan sebelum memperoleh pinjaman dengan peningkatan profit yang diperoleh perbulannya. Akan tetapi kendala yang dialami oleh BMT Masjid Al- Azhar dalam upaya pembinaan UKM ternyata belum memiliki badan dan program pembinaan dan pengawasan secara formal. Hal ini mengakibatkan ketidak pahaman nasabah tentang sistem keuangan syariah dan prinsip bagi hasil. Penelitian ini memang memberikan informasi bahwa sebuah BMT mempunyai peran dalam membantu dan mengembangkan UKM.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Lilis Sali Satunnisa (2004), yang bertajuk BMT Sebagai Mitra Pengusaha Kecil dan Menengah ( Studi Kasus pada

BMT Fajar Shiddiq Jakarta). Dalam penelitiannya memberikan informasi bahwa keberadaan BMT fajar Shiddiq di pasar regional Tanah Abang sangat membantu para

PKM di sekitarnya, khususnya dalam bidang permodalan, produk yang banyak digunakan adalah produk jual-beli dan anjak piutang ( mudharabah, murabahah dan kafalah). Penelitian ini juga memberikan informasi bahwa peranan BMT terhadap

UKM mempunyai peranan yang besar sebagai mitra pengusaha kecil dan menengah.

Dari uraian tinjauan ke pustakaan diatas jelaslah bahwa masalah kebijakan bank dalam memberikan pembiayaan kepada UKM belum pernah dijadikan faktor penelitian-penelitian yang pernah ada selama ini. Sehingga peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian pada masalah ini.

F. Variabel dan Indikator Variabel Variabel Sub Variabel Indikator 1. Jumlah UKM yang diberikan pembiayaan Musyarakah semakin meningkat Pembiayaan 2. Jumlah pembiayaan yang dikeluarkan untuk UKM Mudharabah UKM meningkat Murabahah 3. Proporsi Pembiayaan UKM meningkat Musyarakah, 1. Jumlah keuntungan BMI meningkat Mudharabah Pendapatan BMI 2. Jaringan BMI meningkat dan Muarabahah 3. Asset BMI meningkat

Suatu komite untuk pengembangan ekonomi (Committee of Economic

Development) mengajukan konsep tentang usaha kecil-menengah dengan lebih menekankan pada kualitas dari pada kriteria kuantitatif untuk membedakan perusahaan usaha kecil-menengah dan besar. Ada 4 aspek yang dapat dipergunakan dalam konsep usaha kecil-menengah tersebut menurut Gaedeke dan Tootelian yaitu, pertama ialah kepemilikan, kedua operasinya terbatas pada lingkungan atau kumpulan pemodal, ketiga wilayah operasinya terbatas pada lingkungan sekitarnya, meskipun pemasaran dapat melampaui wilayah lokalnya, keempat adalah ukuran dari perusahaan dalam industri bersangkutan lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam bidang usaha yang sama. Ukuran yang dimaksud bisa jumlah pekerja atau satuan lainnya yang signifikan.7

Lembaga keuangan syariah dalam operasionalnya menggunakan beberapa prinsip khusus. Prinsip-prinsip itu kemudian digunakan dalam bentuk pembiayaan

7 Tiktik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedona, Ekonomi Skala Kecil/ Menengah & Koperasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), Cet. II h.15. dan pengerahan dana, diantaranya adalah prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, prinsip sewa, dan prinsip jasa.8

G. Metodelogi Penelitian Dan Teknik Penulisan Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Dilihat dari datanya penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dan

dilihat dari segi tujuannya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu

menggambarkan dan menguraikan mengenai suatu keadaan atau masalah

sesuai dengan gejala-gejala yang ada. Ditinjau dari segi pendekatan waktu

penelitian berbentuk survey, penulis mengambil objek yang sama, yaitu

pembiayaan musyarakah, mudharaba dan murabahah dengan waktu yang

berbeda, yaitu dari tahun 2003-2007.

2. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data

primer dari data bulanan pembiayaan musyarakah, mudharabah dan

murabahah dan laporan keuangan Bank Muamalat Indonesia tahun 2003-

2007. Sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa referensi pendukung

dalam penelitian ini.

3. Teknik pengumpulan data terdiri dari:

8 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Kepraktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 83. a. Studi Kepustakaan (Library Research) dengan mengkaji data-data yang

diperoleh dari buku-buku, bahan referensi, artikel, brosur dan bahan

bacaan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.

b. Penelitian Lapangan (Field Research) merupakan riset yang dilakukan

dengan cara mendatangi perusahaan yang menjadi objek penelitian yaitu

Bank Muamalat Indonesia untuk melakukan observasi, interview dengan

jajaran unit kerja perusahaan yang menjadi objek penelitian.

c. Studi Dokumenter, yakni pengumpulan data dokumentasi tentang Bank

Muamalat Indonesia, yang diambil dari dokumen-dokumen Bank

Muamalat Indonesia.

4. Teknik Pengolahan data, dalam peneltian ini menggunakan data kualitatif dan

data kuantitatif. Dalam pengolahannya hampir sama dengan data kualitatif,

mengedit data kemudian mengkategorisasikan/ mengklasifikasikan data sesuai

dengan masalah/ tema yang sedang dibahas. Data kualitatif pengolahan

datanya dilakukan dengan mentranskip hasil wawancara, mengedit data

kemudian mengkategorisasikan/ mengklasifikasikan data sesuai dengan

masalah/ tema yang sedang dibahas.

5. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap. Tahapan pertama

dengan menggunakan analisis domein yaitu menganalisis hasil observasi/

pengamatan dan hasil wawancara terfokus terhadap Bank Muamalat

Indonesia. Tahap kedua analisis taksonomi yaitu menganalisis hasil observasi/ pengamatan dan hasil wawancara dengan manager pembiayaan Bank

Muamalat Indonesia artinya data tersebut dianalisis berdasarkan

pengelompokkan data sesuai dengan tema/ masalah yang sedang dibahas.

Tahap ketiga analisis komponen yaitu analisis data berdasarkan unsur-unsur

atau bagian dari hasil pengamatan/ observasi dan wawancara dengan manager

pembiayaan BMI. Dan yang terakhir, analisis tema yaitu analisis data hasil

dari analisis komponen disesuaikan dan diarahkan sesuai dengan tema skripsi

yang sedang dibahas. Sedangkan analisi data kuantitatif dengan berpatokkan

pada laporan keuangan dan outstanding pembiayaan yang diberikan BMI.

Dalam teknik penulisan penulis berpedoman kepada kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, cetakan pertama, 2007.

H. Kerangka Pemikiran Analisis dilakukan dengan melihat bagaimanakah Bank Muamalat

Indonesia dalam memberikan pembiayaan terhadap UKM. Untuk keperluan tersebut akan dianalisis mengenai komposisi pembiayaan Bank Muamalat Indonesia terhadap

UKM, dan pertumbuhan untuk UKM.

Analisis tersebut dapat digambarkan dalam framework sebagai berikut : Pertumbuhan Proporsi

Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan Musyarakah

UKM Total

Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan Mudharabah

UKM Total

Pembiayaan Murabahah Pembiayaan Murabahah

UKM Total

Dengan melihat pertumbuhan dan proporsi Variabel pembiayaan, maka akan tercermin seberapa besar peningkatan pembiayaan untuk UKM dari waktu ke waktu, dan porsi pembiayaan UKM. Kedua hal ini dapat dijadikan indikator, seberapa besar keberpihakan Bank Muamalat Indonesia terhadap UKM. I. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, identifikasi, perumusan dan

pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, variabel dan indikator variabel, metodelogi penelitian,

kerangka pemikiran dan sistematika penelitian.

BAB II : UKM DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH

Bab ini terdiri atas teori-teori yang berkaitan dengan: pengertian usaha

kecil dan menengah, jenis-jenis UKM, kelemahan dan keunggulan UKM, peranan UKM terhadap pembangunan nasional, peranan

perbankan syariah terhadap pengembangan UKM, kebijakan terhadap

UKM meliputi: Kebijakan Pemerintah, Bank Indonesia dan bank

Muamalat Indonesia, penghimpunan dana bank syariah, penyaluran

dana bank syariah, mekanisme bagi hasil bank syariah.

BAB III : GAMBARAN UMUM BANK MUAMALAT INDONESIA

Membahas mengenai gambaran umum Bank Muamalat Indonesia

yang meliputi: sejarah berdiri dan perkembangannya, visi dan misi,

prinsip operasional, struktur organisasi, tujuan Bank Muamalat

Indonesia, strategi usaha, produk dan jasa, prosedur dan prosess

pembiayaan UKM dan prosedur penanaman dana mikro.

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Membahas mengenai Jumlah Nasabah UKM 2003-2004 dan 2006-

2007, Dana Pihak Ketiga Bank Muamalat Indonesia, Perkembangan

Pembiayaan 2003-2007, Pendapatan Bank Muamalat Indonesia, dan

Proporsi Pembiayaan UKM dan Non UKM.

BAB V : PENUTUP

Bab ini terdiri atas kesimpulan dan saran.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Kebijakan

Pengertian kebijakan ada beberapa, di bawah ini akan dibahas beberapa pengertian kebijakan:

Kebijakan adalah jalan atau cara bagi lembaga yang berperan sebagai pemegang kewenangan publik (dalam hal ini pemerintah) untuk mengatasi suatu permasalahan atau sekelompok permasalahan yang saling berhubungan (Pal, 1992).

Kebijakan adalah cara atau jalan yang dipilih pemerintah untuk mendukung suatu aspek dari ekonomi termasuk sasaran yang pemerintah cari untuk mencapainya dan pemilihan metoda untuk mencapai tujuan dan sasaran itu (Elis, 1994).

Kebijakan adalah tindakan apapun yang dipilih pemerintah perlu untuk dilakukan

(Dya, 1984).

Kebijakan adalah kegiatan yang dipilih secara sengaja oleh aktor tertentu atau sekelompok actor dalam mengatasi suatu masalah. Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemerintah dan pejabatnya (Anderson, 1984).

Dari berbagai definisi kebijakan baik yang sederhana maupun yang kompleks di atas kita bisa menghimpun unsur-unsur utama dalam kebijakan.

Kebijakan bukan hanya apa yang tertulis dalam peraturan dan perundang-undangan. Kebijakan merupakan refleksi dari struktur dan fungsi pemerintahan yang mengaturnya. Peraturan, perundang-undangan dan ketetapan berisi pembatasan- pembatasan, hak dan kewajiban serta pengaturan lainnya yang mengikat.

Kebijakan adalah kendaraan pemerintah untuk berbuat yang baik bagi rakyatnya. Karena itu kebijakan adalah untuk kepentingan umum (publik). Kebijakan dapat dinyatakan dalam berbagai 1) instrumen legal (hukum) seperti peraturan perundangan atau 2) instrumen ekonomi seperti kebijakan fiskal, pajak, subsidi, harga, kebijakan keuangan, moneter dan finansial; atau 3) petunjuk dan arahan atau instruksi dan perintah; 4) pernyataan politik semata (political statement); dan 5) kebijakan dapat dituangkan dalam garis-garis besar arah pembangunan, strategi, rencana, program dan kemudian dapat diterjemahkan ke dalam proyek dan rencana anggaran tertentu.9

Dari berbagai definisi di atas, beberapa elemen penting dari kebijakan yaitu:

o Masalah yang akan diatasi dengan kebijakan

o Cara untuk mengatasi masalah tersebut

o Tujuan yang akan dicapai

o Kepentingan yang diinginkan

o Aktor yang akan melakukannya

o Instrumen atau perangkat untuk melaksanakan kebijakan

9 Tony Djogi, dkk, Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri, (Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF), 2003), h. 8-9

o Aturan untuk menggunakan instrumen tersebut

Instrumentasi kebijakan

Kebijakan hanya akan menjadi kebijakan atau cita-cita semata kalau tidak dapat dilaksanakan. Untuk dapat diterapkan, kebijakan memerlukan instrumen atau perangkat dan alat kebijakan (policy instruments). Instrumen diterjemahkan kembali sebagai strategi, program, proyek, petunjuk teknis pelaksanaannya di lapangan, maupun metoda, alat dan teknik analisis untuk evaluasi dan pemantauan atas kebijakan yang diterapkan. Misalnya dalam bidang ekonomi, instrumen kebijakan dapat berupa subsidi, pajak, harga, tarif, retribusi dan sebagainya. Instrumen- instrumen ini disebut sebagai instrumen ekonomi.

Proses pembuatan kebijakan

Di dalam proses pembuatan kebijakan salah satu aktivitas atau proses yang sering diabaikan adalah sosialisasi dan institusionalisasi kebijakan. Sosialisasi dan institusionalisasi kebijakan sering menjadi persoalan serius. Ada kebijakan yang sudah dibuat beberapa tahun sebelumnya tetapi ada daerah dan masyarakat yang sama sekali tidak pernah tahu bahkan sampai kebijakan tersebut dicabut kembali dan diganti dengan kebijakan yang baru. Sering terjadi masyarakat terkejut dengan kebijakan yang dibuat terutama jika kebijakan terebut dianggap merugikan masyarakat.

Sosialisasi kebijakan adalah suatu upaya untuk menyebarluaskan informasi kebijakan yang tengah atau telah dibuat. Artinya sebelum kebijakan tersebut diputuskan atau dikeluarkan secara resmi, masyarakat perlu tahu sehingga bias memberikan tanggapan atau reaksi yang bisa digunakan sebagai umpan balik atau masukkan bagi proses pembuatan kebijakan yang lebih transparan dan partisipatif. Memang tidak semua orang bisa dipuaskan dengan kebijakan dan pasti ada pihak yang menerima dan ada yang keberatan tetapi yang paling utama adalah bahwa kepentingan publik umum diakomodasi dalam kebijakan.

Institusionalisasi kebijakan adalah suatu proses yang diarahkan untuk membuat kebijakan tertentu mengakar dan melembaga di dalam organisasi dan kehidupan masyarakat. Proses ini biasanya memakan waktu yang agak panjang.

Suatu kebijakan akan mengakar dengan baik jika bermanfaat atau mengakomodasi kepentingan umum, menghasilkan proses perubahan yang diinginkan, mengatasi masalah bersama dan akhirnya diterima secara luas walaupun kebijakan itu sendiri sudah tidak perlu dipersoalkan tertulis atau tidak.10

Gambar 2.1 Proses Pembuatan Kebijakan

Perumusan Kebijakan

Penyusunan Pengambilan Agenda Keputusan

Konteks: - Sejarah - Bio-fisik - Sosial dan Politik - Institusi - Teknologi - Ekonomi Perumusan Pelaksanaan

10 Ibid., h. 13 Masalah (Implementasi)

Analisis Dampak B. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah

Pengertian Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp

1 milyar.11

Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan Usaha Kecil sebagai usaha skala kecil yang difokuskan pada industri manufaktur dengan menggunakan kriteria serapan tenaga kerja. Berdasarkan kriteria BPS itu, industri skala kecil dicatat sebagai suatu perusahaan manufaktur, yang memperkerjakan tenaga kerja antara 5-19 orang.12

Definisi yang berbeda diberikan oleh Departemen Perindustrian dan

Perdagangan yang membagi Usaha Kecil menjadi dua kelompok, yaitu industri kecil dan perdagangan kecil. Industri kecil adalah usaha yang memiliki investasi peralatan di bawah Rp 70 juta dan investasi pertenaga kerja maksimal Rp 625 ribu, jumlah pekerja di bawah 20 orang, serta asset perusahaan tidak lebih dari Rp 100 juta.

Sementara itu perdagangan kecil digolongkan sebagai perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan atau jasa komersial yang memiliki modal kurang dari Rp 80

11 Mohammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), h.10.

12 Marzuki Usman, Kiat Sukses pengusaha kecil, (Jakarta: Jurnal Keuangan dan Moneter dan Institut banker Indonesia, 1998), h.1. juta, dan perusahaan yang bergerak di bidang usaha produksi atau industri yang memiliki modal maksimal Rp 200 juta.13

Berdasarkan dari Surat Edaran BI No. 26/ 1/ UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal kredit usaha kecil, Usaha Kecil didefinisikan:14 “Yang dimaksud dengan

Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki total asset maksimum Rp 600 juta, tidak termasuk tanah dan rumah yang ditempati”.

Sedangkan menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 Usaha Kecil didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Adapun kriteria Usaha Kecil menurut Undang-Undang tersebut adalah:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta

rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu

milyar rupiah);

c. Milik Warga Negara Indonesia

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung

dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;

13 Gunawan Sumodinigrat, Perlu Lembaga Keuangan Kerakyatan, Media KUK No. 15, (Jakarta, 1996), h.41.

14 Indra Ismawan, Sukses di Era Ekonomi Liberal, Bagi Koperasi Perusahaan Kecil Menengah, (Jakarta: Grasindo, 2001), h.3 e. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan

hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi;

Sedangkan Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau penjualan tahunan lebih besar dari pada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan Usaha Kecil. Dalam INPRES No.10 tahun 1999 mendefinisikan Usaha Menengah adalah unit kegiatan yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta sampai maksimal Rp 10 milyar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha).

Adapun kriteria Usaha Menengah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar

rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Di samping itu sesuai ketentuan butir empat Inpres No.10/1999 tetang usaha

menengah, para menteri sesuai dengan ruang lingkup tugas, kewenangan, dan

tanggung jawab masing-masing dapat menetapkan kriteria usaha menengah

sesuai dengan karakteristik sektornya dengan ketentuan kekayaan bersih

paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).

c. Milik Warga Negara Indonesia

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung

dengan Usaha Besar e. Bentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

dan atau badan usaha yang berbadan hukum.

Kriteria umum UKM dilihat dari ciri-cirinya pada dasarnya bisa dianggap sama, yaitu sebagai berikut:15

1. Struktur organisasi yang sangat sederhana.

2. Tanpa staff yang berlebihan.

3. Bagian kerja yang “kendur”.

4. Memiliki hirarki manajerial yang pendek.

5. Aktivitas sedikit yang formal, dan sedikit menggunakan proses perencanaan.

6. kurang membedakan asset pribadi dari asset perusahaan

Dari hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Manajemen FE UI tahun

1987 dapat dirumuskan profil Usaha Kecil di Indonesia sebagai berikut:16

1. Hampir setengah dari perusahaan kecil hanya mempergunakan kapasitas 60%

atau kurang.

2. Lebih dari setengah perusahaan kecil didirikan sebagai pengembangan dari

usaha kecil-kecilan.

3. Usaha menurun karena: kurang modal, kurang mampu memasarkan, kurang

keterampilan teknis, dan administrasi.

4. Mengharapkan bantuan pemerintah berupa modal, pemasaran, dan pengadaan

barang.

15 Tiktik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedona, Ekonomi Skala Kecil/ Menengah & Koperasi, Cet. II,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h.15. 16 Ibid., h.22-23. 5. 60% menggunakan teknologi tradisional.

6. 70% melakukan pemasaran langsung ke konsumen.

7. Untuk memperoleh bantuan perbankan, dokumen-dokumen yang harus

disiapkan dipandang terlalu rumit.

C. Jenis-Jenis Usaha Kecil dan Menengah

Menurut Drs. Soetrisno P.H. jenis Usaha Kecil dan Menengah dilihat dari berbagai bentuknya menerangkan bahwa struktur ekonomi Indonesia dari segi kelembagaan ekonomi sektoral berdasarkan yuridis konstitusional yaitu pasal 33 dan

34 terdiri dari sektor ekonomi yaitu:17

1. Sektor Koperasi

2. Sektor Negara

3. Sektor Swasta, anatara lain :

a. Perseroan Terbatas

b. Perseroan Komanditer

c. Firma

d. Usaha Perorangan

e. Perusahaan Internasional

Berdasarkan bentuk produksinya, terbagi atas :

1. Perusahaan Industri

2. Perusahaan Niaga

17 Edillius, et all., Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h.12. 3. Perusahaan Agraris

4. Perusahaan Jasa

5. Perusahaan Ekstartif

6. Perusahaan Kredit

Pembagian perusahaan berdasarkan tanggung jawab. Yaitu tanggung jawab pemilik terhadap hutang-hutang perusahaan, maka perusahaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu :18

1. Perusahaan dengan pemilik yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap

hutang perusahaan. Yang termasuk ke dalam bentuk ini adalah perusahaan

perseorangan dan firma.

2. Perusahaan dengan pemilik yang tidak bertanggung jawab sepenuhnya

terhadap hutang perusahaan. Yang termasuk ke dalam bentuk perusahaan ini

adalah Perseroan Terbatas.

Sedangkan berdasarkan laporan kelompok pakar Usaha Kecil dan

Menengah (UKM) APEC- di mana Indonesia menjadi motornya telah diidentifikasi empat kelompok UKM dilingkungan APEC, yaitu :

1. Kelompok A

UKM yang telah memasuki pasar global. Kelompok usaha ini telah menjadi subkontrak dari perusahaan multinasional terutama disektor otomotif dan elektrik. Jumlahnya sekitar 3-4 % dari seluruh UKM.

18 Hasan Amin AA.D., Dasar-Dasar Ekonomi Perusahaan, (Jakarta: Pradnya Paratama, 1976), h.17. 2. Kelompok B

UKM yang telah memasuki pasar Internasional. Kelompok UKM ini sudah mengekspor, tetapi atas dasar pesanan luar negeri dan bukan atas upaya pemasaran yang agresif, berbeda dengan kelompok A, kelompok B tidak Continue. Jumlah mereka sekitar 5-7%. Di Indonesia kelompok ini banyak terdapat di Bali dimana para importir asing (yang datang sebagai turis) telah melaksanakan order bisnis yang cukup lumayan. Bahkan produk yang diekspornya bukan dari Jawa Tengah dan Jawa

Barat.

3. Kelompok C

UKM yang belum pernah melakukan transaksi luar negeri, tetapi memiliki potensi yang besar. Jumlahnya sekitar 30%

4. Kelompok D

UKM yang memang tidak ada orientasi ke pasar luar negeri. Mayoritas

UKM Indonesia berada dikelompok ini dan jumlah mereka sekitar 60 %.

D. Kelemahan dan Keunggulan UKM

Dalam perkembangannya di Indonesia, UKM menjumpai banyak hambatan atau kendala yang dihadapi dalam beberapa aspek yang berkaitan langsung dengan kegiatan usahanya. Adapun hambatan-hambatan tersebut antara lain:19

1. Keterbatasan Pemasaran

19 Tulus T.H. Tambunan, Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia, Beberapa Isu Penting, Edisi I, (Jakarta: Salemba, 2002), h. 73-81. Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan UKM. Salah satu yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh UKM adalah tekanan-tekanan persaingan, baik di pasar domestik dari produk-produk serupa buatan Usaha Besar (UB) maupun di pasar ekspor.

Selain keterbatasan informasi bagi Usaha Kecil dan Menengah mereka juga mengalami kekurangan modal dan SDM dalam melakukan usaha. Di samping itu juga karena daerah mereka yang relatif terisolir dari pusat-pusat informasi, komunikasi dan transportasi UKM juga mengalami kesulitan untuk memenuhi standar-standar internasional yang berkaitan dengan produksi dan perdagangan.

2. Keterbatasan Finansial

UKM di Indonesia mengalami dua masalah utama dalam aspek finansial, yaitu pada mobilisasi modal awal (start-up capital) dan akses kemodal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Hal ini disebabkan lokasi bank terlalu jauh bagi banyak pengusaha yang tinggal di daerah yang relatif terisolir, persyaratan terlalu berat, urusan administrasi terlalu bertele-tele, dan kurang informasi mengenai skim-skim perkreditan yang ada dan prosedurnya.

3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia

Masalah SDM juga menjadi masalah bagi UKM di Indonesia, terutama dalam aspek enterprenurship, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering desaign, quality control, organisasi bisnis, akuntansi, data processing, teknik pemasaran dan penelitian pasar. Keterbatasan SDM merupakan salah satu ancaman serius bagi UKM Indonesia untuk dapat bersaing baik di pasar domestik maupun di pasar internasional.

4. Keterbatasan Bahan Baku

Keterbatasan bahan baku menjadi masalah yang crusial bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak UKM di Indonesia.

5. Keterbatasan Teknologi

Umumnya UKM di Indonesia masih menggunakan teknologi lama/ tradisional dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual, keterbelakangan teknologi tidak hanya membuat total faktor rendah, productivity dan efesiensi di dalam proses produksi, tetapi juga kwalitas produk yang dibuat rendah.

Keterbatasan teknologi disebabkan oleh banyak faktor seperti keterbatasan modal investasi, informasi mengenai teknologi atau alat-alat produksi yang baru serta keterbatasan SDM yang dimiliki oleh UKM. Keterbatasan semua faktor tersebut mengakibatkan kesulitan dalam modal dan pemasaran produk yang dihasilkan.

Sedangkan keunggulan yang dimiliki oleh UKM dibanding dengan Usaha

Besar antara lain sebagai berikut:

1. Inovasi dalam teknologi yang telah dengan mudah terjadi dalam

pengembangan produk.

2. Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam perusahaan kecil. 3. Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau

penyerapannya terhadap tenaga kerja.

4. Fleksibelitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang

berubah dengan cepat dibanding dengan perusahaan skala besar yang pada

umumnya birokratis.

5. Terdapatnya dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan.

D. Peranan UKM Terhadap Pembangunan Nasional

Sejarah perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang peranan Usaha Skala Kecil-Menengah (UKM). Beberapa kesimpulan, setidak- tidaknya hipotesis telah ditarik mengenai hal ini. pertama, pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat sebagaimana terjadi di Jepang, telah dikaitkan dengan besaran sektor Usaha Kecil. Kedua, dalam penciptaan lapangan kerja di Amerika Serikat sejak perang dunia II, sumbangan UKM ternyata tak bisa diabaikan .20

Sehingga keberadaan koperasi Usaha Kecil dan Menengah dalam roda perekonomian nasional Indonesia memiliki sumbangan positif, diantaranya dalam pengadaan lapangan kerja menyediakan barang dan jasa, serta pemerataan usaha untuk mendistribusikan pendapatan nasional. Dengan peran seperti itu posisi koperasi, pengusaha kecil dan menengah dalam proses pembangunan nasional menjadi sentral sifatnya.

20 Tiktik sartika Partomo dan Abd. Rachman Soesoedono, ed., Ekonomi Skala Kecil/ Menengah & Koperasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), h.12. Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) kini dinilai sebagai salah satu kekuatan ekonomi Indonesia yang cukup signifikan. Secara makro dapat dilihat bahwa potensi yang dimiliki sektor UKM ini sudah cukup besar. Secara umum, pada 2006, sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 53,3%. Artinya, lebih dari setengah gerak perekonomian Indonesia kini ditopang oleh sektor UKM. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, pada 2006 UKM berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 85,4 juta atau sekitar 96,2% dari total angkatan kerja.21

E. Kebijakan Terhadap UKM

1. Kebijakan Pemerintah

Pemerintah mempunyai peranan penting terhadap pengembangan usaha

UKM, banyak kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk pengembangan. Kebijakan ini dilakukan pada berbagai aspek antara lain pasar, modal, teknologi, manajemen secara menyeluruh mulai dari proses produksi hingga pemasaran22. Selain membuat kebijakan pemerintah juga melakukan pembinaan terhadap UKM demi memajukan usaha, yang dalam usahanya banyak mengalami kesulitan. Tujuan pembinaan UKM tersebut adalah:

1. Meningkatkan akses pasar dan memperbesar pangsa pasar

21 “Genjot Sektor UMKM dengan Kredit Usaha Rakyat”, Jurnal KUKM, Edisi November 2007, h.5.

22 Tiktik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedona, Ekonomi Skala Kecil/ Menengah & Koperasi, Cet. II,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h.27. 2. Meningkatkan akses terhadap sumber-sumber modal dan memperkuat struktur

modal

3. Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen

4. Meningkatkan akses dan penguasaan teknologi

Tujuan pembinaan untuk perluasan kesempatan berusaha, pemerintah berusaha meningkatkan daya saing UKM melalui kebijakan antra lain sebagai berikut:

1. Pemerintah secara terus menerus melaksanakan deregulasi dan

debirokratisasi. Misalnya tanggal 23 Mei 1995 deregulasi disektor riil yang

membebaskan bea masuk sejumlah produk terutama produk yang merupakan

input bagi perindustrian. Kebijakan ini bertujuan agar dunia usaha benar-

benar dapat memanfaatkan peluang yang terbuka guna lebih mengembangkan

usahanya terutama memanfaatkan pasar internasional dan mendorong

peningkatan investasi.

2. Penataan dan pemantapan kelembagaan baik secara vertikal maupun

horizontal. Penataan kelembagaan penunjang akan mempermudah

pembentukkan jaringan usaha dan mempermudah distribusi sehingga akan

tercapai efesiensi. Disamping itu dunia usaha harus terus menerus melakukan

tindakan-tindakan untuk meningkatkan penguasaan teknologi, produktivitas,

kualitas dan pengelolaan manajemen secara profesional. 3. Penelitian dan pengembangan (Litbang). Peningkatan daya saing harus

didukung oleh kegiatan penelitian dan pengembangan yang mendukung.

Kecenderungan yang harus diperhitungkan adalah kemajuan teknologi dan

teknik pemasaran menyebakan dasar hidup suatu produk relatif singkat. Oleh

karena itu para pengusaha perlu mengamati dan mulai menerapkan teknologi

tepat guna untuk menghasilkan produk-produk bermutu tinggi melalui

perhitungan kemampuan litbang, terapan, sehingga dengan litbang terapan ini

dapat diperoleh mutu produk yang tinggi dan menghasilkan diversifikasi

produk dalam rangka ekspor.

Kebijakan pemerintah yang lain adalah pembinaan kewirausahaan, UU-RI

No.9 Tahun 1995 menyatakan bahwa pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam sumber daya manusia. Langkah- langkah yang ditempuh adalah:

1. Memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan

2. Meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial

3. Membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan, konsultasi

Usaha Kecil dan

4. Menyediakan tenaga penyuluh

Dalam hal kebijakan kemitraan usaha terhadap UKM pemerintah melakukan kebijakan yang bertujun agar UKM dapat berkembang. Adapun pengertian kemitraan usaha adalah hubungan kerja sama usaha di antara berbagai pihak yang sinergis, bersifat suka rela dan berdasarkan prinsip saling membutuhkan, saling mendukung dan saling menguntungkan dengan disertai pembinaan dan pengembangan UKM oleh Usaha Besar. Pola kemitraan usaha UU-RI No. 9 Tahun

1995 adalah sebagi berikut:

1. Pola Inti Plasma adalah hubungan kemitraan antara UKM dan usaha besar,

yang di dalamnya UKM bertindak sebagai inti dan UKM sebagai plasma.

Perusahaan ini melaksanakan pembinaan mulai dari antara lain penyediaan

sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

2. Pola Subkontrak adalah hubungan kemitraan antara UKM dan Usaha Besar,

di mana UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Besar

sebagai bagian dari produksinya.

3. Pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara UKM dan Usaha

Besar, di mana Usaha Besar memasarkan hasil produksi UKM dan UKM

memasok kebutuhan yang diperlukan Usaha Besar sebagai mitranya.

4. Pola Waralaba adalah hubungan kemitraan di mana Usaha Besar sebagai

pemberi waralaba memberikan lisensi, merek dagang dan saluran

distribusinya kepada penerima waralaba (UKM) dengan disertai bantuan

manajemen.

5. Pola Keagenan adalah hubungan kemitraan di mana UKM memberi hak

khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada Usaha Besar sebagai

mitranya. Pada aspek permodalan UKM kebijakan pemerintah mengarah pada kebijakan pengembangan yang khusus memfokuskan pada penyediaan modal perlu menentukan strategi sebagai berikut:

- Memadukan dan memperkuat 3 aspek, yaitu bantuan keuangan, bantuan

teknis, dan program penjaminan.

- Mengoptimalkan penunjukan bank dan lembaga keuangan mikro untuk

UMKM.

- Mengoptimalkan realisasi business plan perbankan dalam pemberian KUK

(Kredit Usaha Kecil).

- Bantuan teknis yang efektif, bekerja sama dengan asosiasi, konsultan swasta,

perguruan tinggi, dan lembaga terkait.

- Memperkuat lembaga keuangan mikro untuk melayani masyarakat miskin.

Selain itu pemerintah juga melakukan pengembangan pengusaha mikro dan kecil melalui bantuan perkuatan dana bergulir syariah. Kegiatan ini bertujuan untuk memberdayakan pengusaha mikro melalui kegiatan usaha berbasis pola syariah serta memperkuat peran dan posisi KJKS/UJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah/

Unit Jasa Keuangan Syariah) sebagai instrument pemberdayaan usaha mikro.

Pelaksanaan kegiatan usaha berbasis pola syariah yang telah dimulai pada tahun 2003 pada 26 KSP/USP- Koperasi Syariah dan pada tahun 2004 kepada 100 KSP/USP-

Koperasi Syariah, sedang pada tahun 2005 mencapai 300 KJKS yang tersebar pada 70 Kabupaten dan Kota di 26 propinsi.23 Pada tanggal 5 November Departemen

Koperasi dan UKM meluncurkan kredit usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi dengan pola penjaminan, program ini sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap pemberdayaan UMKM dan Koperasi.

Pada tahun 2007, pemberdayaan koperasi dan UMKM diarahkan untuk mencapai sasaran sebagai berikut :

1. Meningkatnya produktivitas dan nilai ekspor produk usaha kecil dan

menengah.

2. Semakin meluasnya usaha koperasi dan UMKM, terutama bidang agribisnis.

Terselenggaranya sistem penumbuhan wirausaha baru, termasuk yang

berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Meningkatnya kapasitas pengusaha mikro, khususnya kelompok masyarakat

miskin di perdesaan dan daerah tertinggal.

4. Meningkatnya jumlah koperasi yang berkualitas sesuai dengan nilai-nilai dan

prinsip-prinsip koperasi.

2. Kebijakan Bank Indonesia

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor : 23 tahun 1999 tentang

Bank Indonesia, kegiatan yang masih dilakukan Bank Indonesia dalam membantu pengembangan Usaha Kecil adalah sebgai berikut:

1. Ketentuan Kredit Usaha Kecil (KUK)

23 Departemen Koperasi dan UKM, “Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Melalui Bantuan Dana Bergulir Syariah”, artikel ini diakses pada 24 Mei 2007 dari http://www.depkop.go.id Sejak tanggal 4 Januari 2001, Bank Indonesia telah mnyempurnakan ketentuan tentang kredit usaha kecil (KUK) yang melalui Peraturan Bank Indonesia

(PBI) Nomor. 3/ 2/ PBI/ 2001 tentang pemberian kredit usaha kecil yang pokok- pokoknya meliputi:

a. bank dianjurkan menyalurkan dananya melalui pemberian KUK

b. bank wajib mencantumkan rencana pemberian KUK dalam rencana kerja

anggaran tahunan (RKAT)

c. bank wajib mengumumkan pencapaian pemberian KUK kepada

masyarakat melalui laporan keuangan publikasi

d. plafon disesuaikan menjadi Rp. 500.000,- pernasabah

e. bank menyalurkan KUK dapat meminta bantuan teknis dari Bank

Indonesia

f. pengenaan sanksi dan insentif dalam rangka pencapaian kewajiban KUK

dihapuskan

2. Melanjutkan Bantuan Teknis

Bank Indonesia akan membantu pengembangan Usaha Kecil secara tidak langsung dengan meningkatkan intensitas dan efektivitas bantuan teknis. Berbagai kegiatan bantuan teknis pengembangan Usaha Kecil dan Mikro (PUKM) melalui berbagai pelatihan kepada perbankan sebagai upaya untuk meningkatkan minat perbankan dalam membiayai Usaha Mikro dan Kecil.

3. Melanjutkan Proyek Kredit Mikro Bank Indonesia (Linkage Program) Proyek kredit mikro (PKM) adalah proyek pemerintah Indonesia yang dibantu dengan dana pinjaman Asian Development Bank (ADB) yang dimulai sejak tahun 1995, di mana Bank Indonesia menunjuk sebagai executing agency. Tujuan proyek ini adalah untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan dengan pemberian pinjaman kepada nasabah pengusaha mikro melalui BPR dan melalui lembaga pengembangan swadaya masyarakat (LPSM) yang memberikan pembinaan bagi nasabah mikro.

Pola-pola Linkage:24

1. Executing adalah pola kerjasama Bank Umum dengan BPR/ BPRS dengan

penanggungan risiko oleh BPR/ BPRS.

2. Joint Financing adalah pola kerjasama Bank Umum dengan BPR/ BPRS dengan

penanggungan risiko oleh BPR/ BPRS dan Bank Umum.

3. Channelling adalah pola kerjasama Bank Umum dengan BPR/ BPRS dengan

penanggungan risiko oleh Bank Umum.

Dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia pada tahap I (2002 – 2004) adalah penyempurnaan dalam mengembangkan mekanisme kerjasama antara BPRS dengan bank umum syariah atau UUS untuk meningkatkan layanan kepada UKM dan masyarakat pedesaan.

Untuk mendorong bergeraknya sector riil lebih optimal, Bank Indonesia kembali melonggarkan kebijakan perbankan melalui peraturan Bank Indonesi (PBI)

24 Abdul Salam, ”Mendorong Akselerasi Intermediasi kepada Usaha Mikro dan Kecil melalui Linkage Program”, makalah pada seminar Linkage Program Gema PKM & Bank Indonesia. Nomor 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret tentang Penilaian Kualitas aktiva Bank

Umum. Pelonggaran itu merupakan Perubahan Kedua Peraturan Bank Indonesia

Nomor 8/2/PBI/2006 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor

7/2/PBI/2005. Bank Indonesia dan pemerintah juga sepakat melonggarkan ketentuan perbankan untuk kredit usaha mikro, kecil dan menengah. Selama ini pemberian kredit UKM didasarkan pada tiga pilar. Yaitu kemampuan perusahaan membayar, prospek industri dan neraca keuangan. Diantara ketiganya, hanya kemampuan membayar yang menjadi pertimbangan kucuran kredit. Bank sentral juga menaikkan plafon kredit bank dari Rp 500 juta menjadi Rp 20 miliar.

3. Kebijakan Bank Muamalat Indonesia

Kebijakan umum penanaman dana Bank Muamalat Indonesia:

a. Prinsip kehati-hatian

b. Organisasi dan Manajemen

c. Kebijakan umum persetujuan

d. Dokumentasi dan administrasi

e. Pengawasan

f. Penyelesaian pembiayaan bermasalah

g. Manajemen risiko

Kebijakan Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia 2003-2007:

1. Merealisasikan skema aliansi pembiayaan dengan memanfaatkan mitra

strategis Muamalat sebagai penyalur pembiayaan. 2. Penentuan pasar sasaran dan segmen pasar yang jelas untuk memudahkan

kegiatan pemasaran dan penjualan.

3. Peningkatan kemampuan analisis pembiayaan bagi kru pemasaran dari seluruh

kantor cabang melalui pelatihan dan lokakarya pembiayaan.

5. Adanya perbaikan proses pengambilan keputusan pembiayaan, sehingga

hasilnya lebih cepat tanpa mengesampingkan aspek kehati-hatian.

Sebagai bukti keberpihakan Bank Muamalat Indonesia kepada UKM adalah penyaluran dana mikro melalui pola linkage yang bertujuan agar para pengusaha UKM lebih dengan mudah memperoleh pinjaman dana. Adapun pola linkage yang digunakan Bank Muamalat Indonesia adalah Executing, Joint Financing dan Channelling.

Kebijakan Syariah yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia adalah tidak adanya dalam pembiayaan unsur bunga, melainkan dalam pembiayaan menggunakan sistem bagi hasil. Karena dalam sistem bagi hasil tercerminlah nilai-nilai syariah yaitu, shiddiq, Tabligh, Amanah dan Fathanah.

Selain itu Bank Muamalat Indonesia bekerjasama dengan Baitulmaal

Muamalat dengan menyalurkan dana CSR (corporate social responsibility). Program

CSR yang dilakukan adalah KUM3 (Komunitas usaha mikro muamalat berbasis masjid). Peserta BMM dari 1999 – 2007 adalah 1.029 peserta dari kalangan pengusaha kecil dan mikro tersebar di 60 jaringan masjid di Indonesia dan didampingi oleh 50 konsultan.

F. Peranan Perbankan Syariah Terhadap Pengembangan UKM

Sebelum membahas peran Perbankan Syariah terhadap pengembangan

UKM penulis akan memaparkan terlebih dahulu mengenai fungsi dan peran Bank

Syariah, serta tujuan dari didirikannya Bank Syariah.

Adapun fungsi dan peran Bank Syariah diantaranya tercantum dalam pembukuan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and

Auditing Organization For Islamic Financial Institution), sebagai berikut:25

1. Manajer investasi, Bank Syariah dapat mengelola investasi dana nasabah.

2. Investor, Bank Syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya

maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.

3. Penyediaan jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, Bank Syariah dapat

melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana

lazimnya.

4. Pelaksanaan kegiatan sosial sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan

syariah, Bank Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan

mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta

dana-dana sosial lainnya.

Sedangkan tujuan dari Bank Syariah , yaitu:26

25 Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk, dan Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan, 2001), h.24. 1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara Islam,

khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar

dari praktek-praktek atau jenis-jenis usaha/ perdagangan lain yang

mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis-jenis usaha tersebut selain

dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap

kehidupan ekonomi rakyat.

2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan

pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang

amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.

3. Untuk meningkatkan kwalitas hidup umat dengan jalan membuka peluang

berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin yang diarahkan kepada

kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha.

4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan

program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya Bank

Syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah

yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti

program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan padagang perantara,

program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja dan

program pengembangan usaha bersama.

26 Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), h. 40-41. 5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas Bank

Syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya

inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan.

6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap Bank Non-

Syariah.

Dengan meninjau fungsi dan peran Bank Syariah serta tujuan Bank

Syariah, Perbankkan Syariah mempunyai peranan penting dalam pengembangan

UKM. Selain tugas Bank Syariah sebagai menejer investasi dari nasabah yang mempercayakan modalnya pada Bank Syariah, Bank Syariah juga mempunyai tugas untuk memberikan peluang bagi para kaum miskin dalam hal ini nasabah yang memerlukan dana untuk usaha dengan cara memberikan modal usaha. Sehingga dengan peluang tersebut dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat yang merupakan salah satu tujuan Bank Syariah.

G. Penghimpunan Dana Bank Syariah

Bank sebagai suatu lembaga keuangan yang salah satu fungsinya adalah menghimpun dana masyarakat, harus memiliki suatu sumber untuk menghimpun dana sebelum disalurkan kembali ke masyarakat.

Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito.

Prinsip operasional yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Wadi’ah dan Mudharabah. Diagram Penghimpunan dana bank syariah

MODAL

TITIPAN/ WADI’AH

INVESTASI/ MUDHARABAH BANK SYARIAH

INVESTASI KHUSUS/ MUDHARABAH MUQAYYADAH

Sumber: Adiwarman A. Karim, BANK ISLAM Analisis Fiqih dan Keuangan

Dari diagram di atas, sumber dana yang terhimpun dari masyarakat terdiri dari 4 (empat) jenis dana, yaitu:27

4. Dana modal yaitu dana dari pendiri lembaga keuangan tersebut. Islam

mengenal modal sebagai suatu komponen utama dalam usaha, dan hak atas

modal dalam Islam diakui sebagai hak individu atau golongan yang berbeda

dengan hak atas modal menurut pandangan kapitalis, dimana modal

merupakan hak mutlak individu.

5. Dana titipan masyarakat yang dipercayakan untuk dikelola oleh bank dengan

prinsip wadi’ah. Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad

dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Yadi’ah dhamanah

berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya

harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan dalam hal

27 Adiwarman A. Karim, BANK ISLAM Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 107-112. wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas

keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.

Karena wadi’ah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga disifati

yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana

nasabah bertindak sebagai meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai

yang dipinjami.

6. Sumber dana yang ketiga adalah dana masyarakat yang diinvestasikan melalui

bank. Dana jenis ini juga sering disebut dengan dana investasi tak terbatas

dengan prinsip mudharabah muthlaqah.

7. Sedangkan dana keempat disebut juga dengan dana investasi khusus atau dana

investasi terbatas atau disebut dengan mudharabah muqayyadah.

H. Penyaluran Dana Bank Syariah

Fungsi lain dari bank adalah menyalurkan dana kepada masyarakat. Di dalam Bank Syariah metode penyaluran dana jauh berbeda dengan bank konvensional, karena Bank Syariah tidak mengenal kredit dengan segala macam derivatnya, karena kredit akan sangat berhubungan erat dengan uang dan bunga

(riba). Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:28

1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli

2. Pembiayaan dengan prinsip sewa

3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil

4. Pembiayaan dengan akad pelengkap

Untuk lebih jelasnya mengenai penyaluran dana dalam Bank Syariah, perhatikan diagram berikut:

Diagram Penyaluran Dana Bank Syariah

PRINSIP JUAL BELI ( Murabahah, Salam dan Istishna )

PRINSIP BAGI HASIL BANK SYARIAH (Musyarakah dan Mudharabah)

PRINSIP SEWA ()

PEMBIAYAAN DENGAN AKAD PELENGKAP ( Hiwalah, Rahn, Qard, Wakalah dan Kafalah

Sumber: Adiwarman A. Karim, BANK ISLAM Analisis Fiqih dan Keuangan

Untuk menyesuaikan dengan aturan-aturan dan norma-norma Islam, maka terdapat lima segi religius, sebagai prinsip-prinsip dalam pembiayaan Islam yang berkedudukan kuat dalam literatur dan harus diterapkan dalam perilaku investasi. Lima segi religius tersebut adalah:

28 Adiwarman A. Karim, BANK ISLAM Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 97-107. a. Tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba)

b. Pengenalan pajak religius atau pemberian sedekah, zakat

c. Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan sistem nilai

Islam (haram)

d. Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maysir (judi) dan gharar

(ketidak pastian)

e. Penyediaan (asuransi Islam)

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, tak terkecuali Bank

Syariah, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.

Bank Syariah menyalurkan dananya dalam bentuk pembiayaan yang berarti penyediaan dana atau barang serta fasilitas lainnya kepada nasabah yang tidak bertentangan dengan konsep Syariah Islam dan standar akuntansi Islam yang berlaku.

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa pembiayaan dapat berbentuk:

• Jual beli

• Bagi hasil

• Sewa

• Jasa-jasa lainnya

Dalam menyalurkan dananya kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah berdasarkan sifat penggunaannya terbagi menjadi: a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukkan untuk memenuhi

kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik

usaha produksi, perdagangan maupun investasi.

b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi yang akan habis untuk memenuhi kebutuhan.

Sedangkan berdasarkan keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: (a)

peningkatan produksi, baik secara kuantitatif yaitu jumlah hasil produksi

maupun secara kualitatif yaitu peningkatan mutu dan kualitas produksi (b)

untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu

barang.

2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal

(capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.

Adapun penyaluran dana yang termasuk kedalam bentuk jual beli adalah:

a. Al- Murabahah, yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi

jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak

sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga

beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin). Kedua belah pihak

harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual

dicantumkan dalam waktu akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan murabahah selalu

dilakukan dengan cara pembayaran cicilan ( bi tsaman ajil atau muajjal).

Dalam transaksi ini, barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan

pembayaran dilakukan secara tangguh atau cicilan.

Landasan hukum murabahah,

1. Firman Allah Q.S Al-baqarah : 280 وِ اِ نْ آَ ﺎ نَ ذُ وْ ﻋُ ﺴْ ﺮَ ةٍ ﻓَ ﻨَ ﻈِ ﺮَ ةٌ اِﻟَﻰ ﻣَ ﻴْ ﺴَ ﺮَ ةٍ

“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan…..” 2. Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah, اَ نﱠ ا ﻟ ﻨﱠ ﺒِ ﻰَ ﺻَﻠﱠﻰ ا ﷲُ ﻋَ ﻠَ ﻴْ ﻪِ وَ ﺳَ ﻠﱠ ﻢَ ﻗَ ﺎ لَ : ﺛَ ﻠَ ﺎ ثُ ﻓِ ﻴْ ﻬِ ﻦﱠ ا ﻟ ﺒَ ﺮَ آَ ﺔُ : اَ ﻟْ ﺒَ ﻴْ ﻊُ

اِﻟَﻰ اَﺟَﻞٍ، وَ ا ﻟْ ﻤُ ﻘَ ﺎ رَ ﺿَ ﺔُ وَ ﺧَ ﻠْ ﻂُ ا ﻟْ ﺒُ ﺮﱢ ﺑِ ﺎ ﻟ ﺸﱠ ﻌِ ﻴْ ﺮِ ﻟِ ﻠْ ﺒَ ﻴْ ﺖِ ﻟَ ﺎ ﻟِ ﻠْ ﺒَ ﻴْ ﻊِ (رواﻩ (

اﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻋﻦ ﺻﻬﻴﺒﺎ)

“Nabi bersabda, “Ada tiga hal yang mengandung berkah: Jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan sewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk di jual. “(H.R. Ibnu Majah dari Shuhaib). 3. Fatwa DSN No: 04/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tentang Murabahah b. Ijarah Muntahiya Bittamlik (Ijarah Wa Iqtina). Transaksi ijarah dilandasi

adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja

dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek

transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada

ijarah obyek transaksinya adalah jasa. Dalam transaksi perbankan, ijarah adalah akad antara bank dengan nasabah untuk menyewa suatu barang , obyek

sewa milik bank dan bank mendapatkan imbalan jasa atas barang yang

disewanya. Jadi, Ijarah Muntahiyya Bittamlik (Ijarah Wa Iqtina) adalah

perjanjian sewa suatu barang antara bank dengan nasabah yang diakhiri

dengan pembelian obyek sewa.

Landasan hukum Ijarah Muntahiyya Bittamlik:

1. Firman Allah Q.S Az-Zuhruf : 32 أَ هُ ﻢْ ﻳَ ﻘْ ﺴِ ﻤُ ﻮْ نَ رَ ﺣْ ﻤَ ﺖِ رَ ﺑﱢ ﻚَ ﻧَ ﺤْ ﻦُ ﻗَﺴَﻤْﻨَﺎ ﺑَ ﻴْ ﻨَ ﻬُ ﻢْ ﻣَ ﻌِ ﻴْ ﺸَ ﺘَ ﻬُ ﻢْ ﻓِﻰ ا ﻟْ ﺤَ ﻴَ ﻮ ةِ

اﻟﺪﱡﻧْﻴَﺎ وَرَﻓَﻌْﻨَﺎ ﺑَ ﻌْ ﻀَ ﻬُ ﻢْ ﻓَ ﻮْ قَ ﺑَ ﻌْ ﺾٍ دَرَﺟَﺎتٍ ﻟِ ﻴَ ﺘﱠ ﺨِ ﺬَ ﺑَ ﻌْ ﻀُ ﻬُ ﻢْ ﺑَﻌْﻀًﺎ

ﺳُﺨْﺮِﻳﱠﺎ وَ رَ ﺣْ ﻤَ ﺖُ رَ ﺑﱢ ﻚَ ﺧَ ﻴْ ﺮٌ ﻣِ ﻤﱠ ﺎ ﻳَ ﺠْ ﻤَ ﻌُ ﻮْ نَ

“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu ? kami telah

menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan

kami telah meningkatkan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa

derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagai yang lain dan

rahmat TuhanMu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

2. Hadits Nabi riwayat Abd ar. Razzad dari Abu hurairah dan Abu Sa’id al-

Khuri, Nabi SAW bersabda ﻣَ ﻦِ ا ﺳْ ﺘَ ﺄْ ﺟَ ﺮَ اَﺟِﻴْﺮًا ﻓَ ﻠْ ﻴُ ﻌْ ﻠِ ﻤْ ﻪُ اَ ﺟْ ﺮَ ﻩُ

“Barang siapa mempekerjakan pekarja, beritahukanlah uapanya” 3. Fatwa DSN No: 27/ DSN-MUI/ III/ 2002 Tentang Al-Ijarah c. Salam, adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum

ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh, sedangkan

pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli. Sementara

nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip transaksi ijon, namun

dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang

harus ditentukan secara pasti. Dalam praktek perbankan, ketika barang telah

diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan

nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan.

Harga jual yang ditetapkan oleh bank adalah harga beli bank dari nasabah

ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya

disebut pembiayaan talangan (bridging finance). Sedangkan dalam hal bank

menjualnya dengan cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan

jangka waktu pembayaran. Harga jual dicatumkan dalam akad jual beli dan

jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya

transaksi ini diterapkan dalam pembiyaan barang yang belum ada seperti

pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali

secara tunai atau cicilan. Dalam pengertian yang sederhana bai’as salam

berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari sementara

pembayaran dilakukan di muka atau dengan kata lain merupakan pembayaran

di muka atas hasil produksi yang ditangguhkan. Hasil produksi tersebut ditentukan kriterianya dan bersifat umum. Harga beli disepakati bersama

sesuai dengan kesepakatan. Dalam perbankan Salam yang digunakan adalah

Salam Paralel, yaitu akad salam dimana bank (pemesan) meminta pesanan

kepada produsen atas dasar pesanan nasabah bank yang akan membeli. Bank

membeli barang pesanan seharga kesepakatan dengan produsen dan dijual

kembali kepada nasabah degan harga jual yang juga disepakati.

Landasan hukum salam:

1. Firman Allah Q.S Al-baqoroh : 282

ﻳَ ﺂ اَ ﻳﱡ ﻬَ ﺎ ا ﻟﱠ ﺬِ ﻳْ ﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮْا اِذَا ﺗَ ﺪَ ﻳَ ﻨْ ﺘُ ﻢْ ﺑِ ﺪَ ﻳْ ﻦٍ اِﻟَﻰ اَ ﺟَ ﻞٍ ﻣُﺴَﻤﱠﻰ ﻓَ ﺎ آْ ﺘُ ﺒُ ﻮْ ﻩُ

" Hai orang-orang yang beriman ! jika kamu bermu’amalah tidak secara tunai

sampai waktu tertentu, buatlah tertulis…”

2. Hadits Riwayat Bukhari dari, Ibn’Abbas, nabi bersabda : ﻣَ ﻦْ اَ ﺳْ ﻠَ ﻢَ ﻓِﻰ ﺷَ ﻴْ ﺊٍ ﻓَﻔِﻰ آَ ﻴْ ﻞٍ ﻣَ ﻌْ ﻠُ ﻮْ مٍ وَ وَ زْ نٍ ﻣَ ﻌْ ﻠُ ﻮْ مٍ اِﻟَﻰ اَ ﺟَ ﻞٍ ﻣَ ﻌْ ﻠُ ﻮْ مٍ

“Barang siapa melakukan salaf (salam), hedaknya ia melakukan dengan

takaran yang jelasdan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang

diketahui.

3. fatwa DSN No : 05 / DSN.MUI / IV / 2000 tentang Jual Beli Salam d. Istishna, produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna

pembayaranya dapa dilakuakan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran.

Skim istishna dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Dalam prakteknya spesifikasi barang pesanan

harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang

telah disepakati dicamtumkan dalam akad istishan dan tidak boleh berubah

selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan

terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya

tambahan tetap ditanggung nasabah.

Landasan hukum istishan:

1. Hadits Hukum Istishna : ﻟَ ﺎ ﺿَ ﺮَ رَ وَ ﻟَ ﺎ ﺿِ ﺮَ ا رَ (رواﻩ اﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ واﻟﺪارﻗﻄﻨﻰ وﻏﻴﺮهﻤﺎ ﻋﻦ

اﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ اﻟﺨﺪرى)

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain”(H.R. Ibnu Masah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id al-Khudri) 2.Fatwa DSN No : 06/DSN.MUI /IV / 2000 tentang Jual Beli Istishna

Adapun penyaluran dana yang termasuk kedalam bentuk bagi hasil adalah: a. AL Musyarakah, biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan produk dimana

nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek

tersebut. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut

bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. Transaksi musyarakah

biasanya dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk

meningkatkan nilai asset yang dimiliki secara bersama-sama. Semua bentuk

yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang berkerjasama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), Kepemilikan

(property), peralatan (requipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/ reputasi (creditworthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dangan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak, dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produksi ini sangat fleksibel. Ketentuan umum pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut :

1. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan

dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam

menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.

2. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek

harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan

sedangkan kerugian dibagi sesui degan porsi kontribusi modal.

3. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah

proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi

hasil yang telah disepakati untuk bank.

Landasan hukum AL Musyarakah:

1. Firman Allah وَ اِ نﱠ آَﺜِﻴْﺮًا ﻣِ ﻦَ اﻟْﺨُﻠَﻄَﺂءِ ﻟَﻴَﺒْﻐِﻰ ﺑَ ﻌْ ﻀُ ﻬُ ﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺑَ ﻌْ ﺾٍ اِﻟﱠﺎ ا ﻟﱠ ﺬِ ﻳْ ﻦَ

ﺁﻣَﻨُﻮْا وَ ﻋَ ﻤِ ﻞُ اﻟﺼﱠﺎﻟِﺤَﺎتِ وَ ﻗَ ﻠِ ﻴْ ﻞٌ ﻣَ ﺎ هُ ﻢْ

“ ….Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu

sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang

beriman dan mengerjakan amal shaleh dan amat sedikitlah mereka ini…..”

2. Hadits riwayat Abu Daud dari Abu hurairah, Rasulullah SAW berkata : اِ نﱠ ا ﷲَ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻳَ ﻘُ ﻮْ لُ : اَﻧَﺎ ﺛَ ﺎ ﻟِ ﺚَ ا ﻟ ﺸﱠ ﺮِ ﻳْ ﻜَ ﻴْ ﻦِ ﻣَ ﺎ ﻟَ ﻢْ ﻳَ ﺨُ ﻦْ اَ ﺣَ ﺪُ هُﻤَﺎ

ﺻَ ﺎ ﺣِ ﺒَ ﻪُ ﻓَﺎِذَا ﺧَ ﺎ نَ اَﺣَﺪُهُﻤَﺎ ﺻَ ﺎ ﺣِ ﺒَ ﻪُ ﺧَ ﺮَ ﺟْ ﺖُ ﻣِ ﻦْ ﺑَﻴْﻨِﻬِﻤَﺎ

“Allah SWT, berfirman : “Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang

bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika

salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka”. (H.R. Abu Daud,

yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah)

3. Ijma’ ulama atas kebolehan Musyarakah

4.Fatwa DSN No: 08/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah b. Al Mudharabah, adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana

pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%) sedang

pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Transaksi jenis ini tidak

menyariatkan adanya shahib al maal dalam manajemen proyek. Sebagai

orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas semua kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan shahib al maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal. Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:

1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal

harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang

dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan

secara bertahap, harus dijelaskan tahapannya dan disepakati bersama.

2. Hasil dari modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan

cara revenue sharing atau profit sharing

3. Hasil usaha dibagi dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan

atau waktu yang disepakti. Bank selaku pemilik modal menanggung

pihak nasabah. Seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan

dana.

4. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namum tidak

berhak mecampuri urusan pekerjaan/ usaha nasabah, jika nasabah

melanggar janji dengan sengaja, maka dapat dikenakan sanksi

administrasi.

Landasan hukum Al Mudharabah:

1. Firman Allah dalam surat Al-baqarah ayat 83. ... ﻓَ ﺎِ نْ اَ ﻣِ ﻦَ ﺑَ ﻌْ ﻀُ ﻜُ ﻢْ ﺑَﻌْﻀًﺎ ﻓَ ﻠْ ﻴُ ﺆَ دﱢ اﻟﱠﺬِى ا ؤْ ﺗُ ﻤِ ﻦَ اَ ﻣَ ﺎ ﻧَ ﺘَ ﻪُ وَ ﻟْ ﻴَ ﺘﱠ ﻖِ ا ﷲَ

رَ ﺑﱠ ﻪُ

“…. Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah

yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada

Allah Tuhannya…”

2. Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib. اَ نﱠ ا ﻟ ﻨﱠ ﺒِ ﻰَ ﺻَﻠﱠﻰ ا ﷲُ ﻋَ ﻠَ ﻴْ ﻪِ وَ ﺳَ ﻠﱠ ﻢَ ﻗَ ﺎ لَ : ﺛَ ﻠَ ﺎ ثُ ﻓِ ﻴْ ﻬِ ﻦﱠ ا ﻟ ﺒَ ﺮَ آَ ﺔُ : اَ ﻟْ ﺒَ ﻴْ ﻊُ

اِﻟَﻰ اَﺟَﻞٍ، وَ ا ﻟْ ﻤُ ﻘَ ﺎ رَ ﺿَ ﺔُ وَ ﺧَ ﻠْ ﻂُ ا ﻟْ ﺒُ ﺮﱢ ﺑِ ﺎ ﻟ ﺸﱠ ﻌِ ﻴْ ﺮِ ﻟِ ﻠْ ﺒَ ﻴْ ﺖِ ﻟَ ﺎ ﻟِ ﻠْ ﺒَ ﻴْ ﻊِ

“Nabi bersabda, “Ada tiga hal yang mengandung berkah: Jual beli tidak

secara tunai, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan

sewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk di jual. “(H.R. Ibnu

Majah dari Shuhaib).

3. Fatwa DSN No: 07/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tentang Pembiayaan

Mudharabah

Adapun penyaluran dana yang termasuk ke dalam bentuk jasa

perbankan lainnya adalah : a. Al Qardh, adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau

diminta kembali. Dalam literatur fiqih Salaf ash Shalih, qardh dikategorikan dalam aqad tathawwui atau akad saling bantu membantu dan bukan transaksi

komersial.

Landasan hukum Al Qardh:

1. Firman Allah , Q.S Al-maidah : 1 ﻳَ ﺂ اَ ﻳﱡ ﻬَ ﺎ ا ﻟﱠ ﺬِ ﻳْ ﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮْا اَوْﻓُﻮْا ﺑِ ﺎ ﻟْ ﻌُ ﻘُ ﻮْ دِ....

“Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu…”

2. Hadits Nabi SAW, اِ نﱠ ﺧَ ﻴْ ﺮَ آُ ﻢْ اَ ﺣْ ﺴَ ﻨُ ﻜُ ﻢْ ﻗَ ﻀَ ﺎ ءً (رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى)

“Orang-orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paing baik

dalam pembayaran utangnya”. (H.R. Bukhari)

3. Fatwa DSN No: 19/ DSN-MUI/ IV/ 2001 Tentang Al-Qardh b. Al Hawalah, adalah pengalihan hutang barang dari orang yang berhutang

kepada orang lain yang wajib menanggungnya.

Landasan hukum Al Hawalah:

1. Hadits Nabi riwayat bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW

bersabda, ﻣَ ﻄْ ﻞُ ا ﻟْ ﻐَ ﻨِ ﻰﱢ ﻇُﻠْﻢٌ، ﻓَﺎِذَا اُ ﺗْ ﺒِ ﻊَ اَ ﺣَ ﺪُ آُ ﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَ ﻠِ ﻰﱢ ﻓَ ﻠْ ﻴَ ﺘﱠ ﺒِ ﻊْ “Menunda-nunda pembayaran utang yang dilakukan oleh orang mampu

adalah suatu kezaliman. Maka, jika seseorang diantara kamu sealihkan hak

penagihan piutangnya (di hawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah”

2. Ijma para ulama sepakat atas kebolehan akad hawalah

3. Fatwa DSN No: 12/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tentang hawalah c. Al Wakalah, berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian manfaat.

Landasan hukum Al Wakalah:

1. Firman Allah Q.S Yusuf : 55 اﺟْﻌَﻠْﻨِﻰ ﻋَﻠَﻰ ﺧَ ﺰَ ا ﺋِ ﻦِ ا ﻟْ ﺎَ رْ ضِ اِﻧﱢﻰ ﺣَ ﻔِ ﻴْ ﻆٌ ﻋَ ﻠِ ﻴْ ﻢٌ

“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah

orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman”.

2. Hadits Nabi اَ نﱠ رَ ﺳُ ﻮْ لُ ا ﷲِ ﺻَﻠﱠﻰ ا ﷲُ ﻋَ ﻠَ ﻴْ ﻪِ وَ ﺳَ ﻠﱠ ﻢَ ﺑَ ﻌَ ﺚَ اَ ﺑَﺎ رَ ا ﻓِ ﻊٍ وَرَﺟُﻠًﺎ ﻣِ ﻦَ

اْ ﻻَ ﻧْ ﺼَ ﺎ رِ ﻓَﺰَوﱠﺟَﺎﻩُ ﻣَ ﻴْ ﻤُ ﻮْ ﻧَ ﺔَ ﺑِ ﻨْ ﺖَ ا ﻟَ ﺤَ ﺎ رِ ثِ (رواﻩ ﻣﺎﻟﻚ ﻓﻰ (

اﻟﻤﻮﻃﺄ)

“Rasulallah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi dan seorang Anshar untuk

mengawinkan (Qabul perkawinan nabi dengan ) maimunah r.a (H.R Malik

dalam al-Muwaththa’)

3. Fatwa DSN No: 10/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tentang Wakalah d. Ar Rahn, berarti menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan

atas pinjaman yang diterimanya.

Landasan hukum Ar Rahn:

1. Firman Allah Q.S Al-baqarah 283 وَ اِ نْ آُ ﻨْ ﺘُ ﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺳَ ﻔَ ﺮٍ وَ ﻟَ ﻢْ ﺗَﺠِﺪُوْا آَﺎﺗِﺒًﺎ ﻓَ ﺮِ هَ ﺎ نٌ ﻣَ ﻘْ ﺒُ ﻮْ ﺿَ ﺔٌ

“Dan apabila kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang

juru tulis maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang”

2. Hadits Nabi riwayat Al-Bukhari & Muslim dari ‘Aisah r.a Ia berkata, اَ نﱠ رَ ﺳُ ﻮْ لُ ا ﷲِ ﺻَﻠﱠﻰ ا ﷲُ ﻋَ ﻠَ ﻴْ ﻪِ وَ ﺳَ ﻠﱠ ﻢَ اِﺷْﺘَﺮَى ﻃَ ﻌَ ﺎ ﻣً ﺎ ﻣِ ﻦْ ﻳَ ﻬُ ﻮْ دِ ىﱢ

اِﻟَﻰ اَ ﺟَ ﻞٍ وَ رَ هَ ﻨَ ﻪُ دِرْﻋًﺎ ﻣِ ﻦْ ﺣَ ﺪِ ﻳْ ﺪٍ

“Sesungguhnya rasulullah saw pernah membeli makanan dengan berutang

dari seseorang yahudi dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya”.

3. Fatwa DSN No: 251/ DSN-MUI/ III/ 2002 Tentang Rahn

Model-model pembiayaan diatas bukannya tidak menimbulkan permasalahan. Salah satu permasalahan yang utama dari pembiayaan Islam adalah produk- produknya belum dibakukan. Alasan Utama dari hal ini kemungkinan disebabkan sejumlah permasalahan fiqih yang berhubungan dengan pembiayaan Islam masih belum terpecahkan. Hal ini wajar saja karena fiqih berada dalam keadaan yang menyedihkan selama berabad-abad lamanya. Baru-baru ini sajalah, setelah pendirian bank-bank Islam, permasalahan fiqih yang berkaitan dengan keuangan muncul kepermukaan dan dibahas. Tetapi karena tak ada presiden di masa lalu, menyebabkan masalah ini menjadi sulit dan memerlukan pemikiran yang segar dibawah bimbingan nash-nash maupun maqashid asy-syari’ah dan pernyataan modern untuk mendapatkan solusi yang efektif, sehingga disadari hal ini merupakan proses yang memerlukan waktu panjang. I. Mekanisme Bagi Hasil Bank Syariah

Mekanisme perhitungan bagi hasil Bank Syariah terdiri dari dua sistem, yaitu profit sharing dan revenue sharing

1. Profit Sharing

Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan.

Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).29 Secara definitive profit sharing diartikan

“Distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan”.

Hal ini dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan. Menurut para Ulama MUI bagi untung (profit sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana.30

Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.31 Pada Perbankan Syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing dimana hal ini dapat

29 Christopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 1994), Edisi-2, h. 534.

30 Tim Penulis Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), Cet. II, h. 93.

31 Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep , Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan, 2001), h.264. diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.

Sistem Profit Loss Sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (investor) dan pengolah modal

(entrepreneus) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana diantara keduanya akan terikat kontrak bahwa didalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua belah pihak sesuai dengan nisbah kesepakatan diawal perjanjian dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing yang telah disepakati sebelumnya.

2. Revenue Sharing

Revenue sharing berasal dari bahasa inggris yang tediri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian.32 Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.

Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa

(services) yang dihasilkan dari pendapatan penjualan (sales revenue).33

Dalam Perbankan Syariah istilah revenue sharing yaitu bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya-biaya

32 John M. Echol dan Hsan Shadly, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996), Cet.3, h.13.

33 Christopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 1994), Edisi-2, h. 583. pengelolaan dana.34 Lebih jelasnya revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.35

Pendistribusian revenue sharing pada Bank Syariah hanya dilakukan atas investasi dana dan tidak termasuk pada pendapatan fee atau komisi atau jasa-jasa yang diberikan oleh bank, karena pendapatan tersebut pertama-tama harus dialokasikan untuk mendukung biaya operasional. Sedangkan didalan profit sharing pendapatan yang dibagikan oleh bank adalah seluruh pendapatan, baik hasil investasi dana maupun pendapatan fee atas jasa-jasa yang diberikan oleh bank setelah dikurangi biaya-biaya operasional bank.36

Landasan hukum dalam pelaksanaan profit sharing dan revenue sharing dalam perbankan syariah adalah Fatwa DSN No: 15/ DSN-MUI/ IX/ 2000 tentang prinsip distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syariah yang berbunyi “pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip bagi hasil (Net Revenue Sharing) maupun bagi untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra

(nasabah)nya.

34 Tim Penulis Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), Cet. II, h. 93.

35 Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep , Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan, 2001), h.264.

36 Zainul Arifin, Dasar- Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), Cet.3, h. 57-58. Dalam aplikasi Perbankan Syariah pada umumnya dapat menggunakan sistem profit sharing maupun revenue sharing tergantung pada kebijakan masing- masing bank untuk memilih salah satu dari sistem yang ada. Bank-bank Syariah yang ada di Indonesia saat ini semuanya menggunakan perhitungan bagi hasil atas dasar revenue sharing untuk mendistribusikan bagi hasil kepada para pemilik dana

(deposan). Hal ini diasumsikan bahwa para nasabah belum terbiasa menerima kondisi berbagi hasil dan berbagi risiko. Selain itu dengan kemaslahatan saat ini revenue sharing sebaiknya digunakan dalam pembagian hasil usaha.

Namun secara umum didalam Perbankan Syariah landasan sistem yang ideal digunakan dalam sistem operasinya adalah sistem profit and loss sharing, sistem inilah yang dapat dijadikan ciri khas Bank Syariah yang membedakan dengan sistem bank konvensional.

Contoh Laporan Laba Rugi Pengusaha Sembako

Pendapatan Penjualan Rp. 5.000.000

Beban-beban: Gaji Pegawai : Rp. 600.000

Pembayaran Listrik : Rp. 100.000

Biaya Perlengkapan : Rp. 200.000

Jumlah Beban Rp. 900.000 _

Pendapatan Bersih Rp. 4.100.000

Penjelasan:

1.Menurut prinsip Profit sharing, pembagian hasil usaha dari laporan laba rugi

pengusaha sembako adalah pendapatan bersih yaitu Rp. 4.100.000

2.Sedangkan menurut prinsip Revenue Sharing, pembagian hasil usaha dari laporan

laba rugi pengusaha sembako adalah pendapatan bersih yaitu Rp. 5.000.000

BAB III

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

Sejarah Berdiri dan Perkembangan Bank Muamalat Indonesia

Bank Muamalat Indonesia didirikan pada tahun 1991, diprakarsai oleh

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah Indonesia, dan melalui kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan

Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim, pendirian Bank Muamalat Indonesia juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturrahmi peringatan pendirian terebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp. 106 miliar.

Pada tanggal 27 Oktober 1997, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank

Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi perseroan sebagai Bank Syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang dikembangkan.

Pada akhir tahun 90-an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen koperasi. Bank Muamalat Indonesia pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencapai kerugian sebesar 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp. 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal.

Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat Indonesia mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic

Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank

Muamalat Indonesia. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank

Muamalat Indonesia. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat Indonesia berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksaan perbankan syariah secara murni.

Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat Indonesia berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada: (i) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari pemegang saham, (ii) tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak kru Muamalat sedikitpun, (iii) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun kepengurusan Direksi baru, (iv) peletakkan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja

Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, (v) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank

Muamalat Indonesia pada tahun ketiga dan seterusnya.

Di tahun 2004, Perbankan Syariah pada umumnya dan Bank Muamalat Indonesia pada khususnya menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal ini karena semakin banyak umat Islam di Indonesia yang beralih kelayanan Perbankan Syariah sebagai penerapan ajaran Islam. Kebutuhan masyarakat akan layanan Perbankan Syariah terus meningkat, sebagaiman terlihat pada pertumbuhan jumlah nasabah, meluasnya penerapan praktik Perbankan Syariah dan meningkatnya potensi keuntungan. Indikasi ini menunjukkan bahwa Bank Syariah memiliki prospek yang cerah di masa yang akan datang. Sesuai dengan misinya, Bank Muamalat Indonesia sebagi sebuah institusi Islam yang bergerak di bidang perbankan, berperan aktif dalam menjalankan fungsi intermediasi, melalui penghimpunan dana dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan. Dana pihak ketiga menjadi sumber pendanaan utama Bank Muamalat

Indonesia. Berdasarkan PSAK 59, dana masyarakat dibagi menjadi Wadhiah

(simpanan) dan Mudharabah (investasi tidak mengikat). Simpanan tersebut terdiri dari Giro Wadhiah dan Tabungan Wadhiah, sedangkan investasi tidak terikat terdiri dari Deposito Mudharabah dan Tabungan Mudharabah.

Sebagaimana halnya lembaga keuangan lain yang menarik dana dari masyarakat, Bank Muamalat Indonesia terus berusah menjaga amanah masyarakat. Hingga saat ini, Bank Muamalat Indonesia tetap serta menjalankan kegiatan perbankannya dengan prinsip kehati-hatian melalui pengelolaan dan penyebaran risiko yang cermat guna menghindari penumpukkan risiko hanya pada satu jenis pembiayaan, sektor ekonomi atau masa jatuh tempo pembiayaan. Pemberian fasilitas pembiayaan menurut sektor ekonomi di tahun 2006 memiliki penyebaran risiko yang mencukupi serta mampu melindungi Bank Muamalat Indonesia dari ancaman terpapar di satu sektor ekonomi tertentu. Untuk mengendalikan paparan secara keseluruhan, bagi tiap sektor ekonomi yang dibagi kedalam wilayah geografis tertentu diberlakukan batasan tertinggi pembiayaan. Hingga saat ini, proporsi untuk sektor usaha jasa sebesar 48,79 % diikuti oleh konstruksi (10,94 %), perdagangan dan industri (7,94 %), pengangkutan (4,97 %) dan pertambangan (4,48 %). Sementara untuk sektor lain porsinya relatif kecil, hanya menyentuh angka 22,88 % dari keseluruhan pembiayaan yang diberikan oleh Bank Muamalat Indonesia. Persentase penyebaran di atas merupakan penegasan komitmen Bank

Muamalat Indonesia untuk mendukung pertumbuhan sektor Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah (UMKM), bahkan bagi individu-individu di sektor informal, tidak hanya berdasrkan pertimbangan sosial namun juga pertimbangan sama saling menguntungkan. Hal tersebut dibuktikan oleh Bank Muamalat Indonesia pada tahun

2006 pemberian pembiayaan pada sektor UMKM mencapai 67,31% dari jumlah pembiyaan yang dikeluarkan. Hal ini karena sektor UMKM terbukti mampu bertahan terhadap keterpurukan keuangan sebagai akibat krisis tahun 1998.

Pada tahun 2006 Bank Muamalat Indonesia mempunyai jaringan layanan yang terdiri dari 51 cabang, 8 cabang pembantu, 89 kantor kas, 43 gerai muamalat, 18 unti pelayanan syariah dan 1400 SOPP POS. Berikut di bawah ini perkembangan jaringan layanan Bank Muamalat Indonesia tahun 2002-2006:

Tabel 3.1 Jaringan Layanan Bank Muamalat Indonesia

JARINGAN LAYANAN BANK MUAMALAT INDONESIA (Jumlah Unit) Gerai Cabang Kantor Unit Pelayanan SOPP Tahun Cabang Muamala Pembantu Kas Syariah Pos t 2002 13 7 46 - - - 2003 32 8 70 46 - - 2004 43 10 78 46 0 292 2005 47 13 81 46 0 573 2006 51 8 89 43 18 1400 JUMLA H 186 46 364 181 18 2265 Sumber: Laporan Keuangan BMI Tahun 2006

Visi dan Misi Bank Muamalat Indonesia

Bank Muamalat Indonesia mempunyai visi menjadi Bank Syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar nasional.

Bank Muamalat Indonesia mempunyai misi menjadi role model lembaga keuangan syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai kepada stakeholder.

Prinsip Operasional Bank Muamalat Indonesia

Bank Muamalat Indonesia dalam operasinya tidak menggunakan perangkat bunga, tetapi menerapkan sistem bagi hasil, baik terhadap simpanan berupa tabungan dan deposito maupun pemberian kredit investasi dan modal kerja.

Sedangkan untuk kredit-kredit lainnya menerapkan sistem mark-up.

Yang dimaksud dengan sistem bagi hasil adalah suatu system yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara Bank Muamalat Indonesia dengan nasabah penerima kredit investasi dan modal kerja. Hasil usaha Bank Muamalat Indonesia yang dibagikan kepada penyimpan dana adalah laba usaha Bank Muamalat

Indonesia yang telah diperhitungkan selama periode tertentu. Hasil usaha nasabah penerima kredit investasi dan modal kerja yang dibagi hasilkan adalah pendapatan kotor yang dihasilkan penerima kredit itu dari usahanya yang secara utuh dibiayai oleh Bank Muamalat Indonesia setelah melewati periode tertentu yang disepakati bersama. Sistem bagi hasil ini bukan merupakan penyertaan modal penyimpanaan dana perusahaan nasabah. Berbeda dengan penyertaan modal, penyimpanan dana pada Bank Muamalat Indonesia dapat menarik kembali dananya sebagian atau seluruhnya tiap waktu atau setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dan kepada nasabah penerima kredit investasi atau modal kerja sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati diwajibkan untuk mengembalikan kreditnya secara menyicil atau seluruhnya pada waktu jatuh tempo yang ditetapkan.

Penerapan sistem bagi hasil dikukuhkan dalam suatu perjanjian tetapi tidak dalam bentuk surat saham atau tanda bukti pemilikan lainnya

Yang dimaksud dengan sistem mark-up adalah semacam biaya bank yang diperhitungkan secara lump-sum dalam bentuk nominal di atas nilai kredit yang diterima nasabah. Biaya bank tersebut besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan antara bank dengan nasabahnya.

Bank Muamalat Indonesia dalam menjalankan usaha komersilnya mempunyai tiga prinsip operasional yang terdiri dari: 1. Sistem Bagi Hasil, sistem ini adalah suatu system yang meliputi tata cara

pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana.

Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana,

maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang

berdasarkan prinsip ini adalah Mudharabah dan Musyarakah.

2. Sistem Jual Beli dengan Margin Keuntungan, sistem ini adalah suatu system

yang menerapkan tata cara jual beli dimana bank mengangkat nasabah sebagai

agen bank melakukan pembelian barang tersebut kepada nasabah dengan

harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi bank (margin/ mark-up).

3. Sistem Fee (Jasa), system ini meliputi seluruh layanan non- pembiayaan yang

diberikan oleh bank, bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain

Bank garansi, kliring, inkaso, jasa transfer dan lain-lain.

Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia

Setiap perusahaan mempunyai struktur organisasi tersendiri yang memberikan ciri khas organisasinya, sehingga berbeda dengan organisasi lainnya yang sejenis. Struktur organisasi yang dibuat itulah yang akan menjalankan kegiatan perusahaan untuk mencapai tujuan. Adapun struktur Bank Muamalat Indonesia terdiri atas:

a. Rapat Umum Pemegang Saham (Shareholders Meeting)

Adalah dewan tertinggi yang ada di Bank Muamalat Indonesia. Tugasnya memimpin rapat pemegang saham serta mengawasi jalannya kegiatan yang dilaksanakan oleh Bank Muamalat Indonesia.

b. Dewan Komisaris (Board of Commissioner)

Adalah wakil dewan dari pegang saham yang mempunyai peran sebagai pengawas dan bersama dewan direksi merumuskan strategi jangka panjang perusahaan. Adapun tugas dan wewenang dewan komisaris adalah sebagai berikut:

¾ Mengesahkan anggaran perusahaan

¾ Menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan

¾ Menetapkan arah tujuan perusahaan

¾ Mengawasi jalannya perusahaan

c. Dewan Pengawas Syariah ( Supervisory Board)

Didalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah RI No. 72/92 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil, disebutkan bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki dewan pengawas syariah yang mempunyai tugas melakukan pengawasan atas produk perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat agar berjalan sesuai dengan prinsip syariah. Dewan Pengawas Syariah dalam organisasi bank bersifat independen dan terpisah dari pengurus bank, sehingga tidak mempunyai akses dalam operasional bank .

Secara lengkap tugas dan wewenang dewan pengawas syariah di Bank Muamalat

Indonesia adalah sebagai berikut:

• Memberikan pedoman dan garis-garis besar syariah

• Mengadakan perbaikan atas produk yang tidak sesuai dengan syariah

• Memberikan jawaban dalam bentuk fatwa atas permasalahan yang dihadapi

pihak eksekutif dan operasi

• Memeriksa buku laporan tahunan dan kesesuaian syariah disemua produk dan

operasi selama tahun berjalan

• Menerima penjelasan dari direksi dan aparat bank lainnya tentang hal-hal

yang ditanyakan

d. Operation Director

Mempunyai wewenang dan tanggung jawab membuat kebijakan khususnya dalam bidang operasional, melaksanakan koordinasi dan pembinaan terhadap bawahan serta pengawasan kegiatan operasional.

e. Administration Group

ƒ Melakukan supervisi dan monitoring terhadap segenap kantor cabang atas

pelaksanaan atau jalannya operasional. ƒ Melakukan konsolidasi terhadap pembuatan dan monitoring laporan-laporan

bulanan keuangan bank dan menyampaikan pada pihak internal atau eksternal

yang berkepentingan.

ƒ Melakukan koordinasi dalam pelaksaan rekrutment dan seleksi calon karyawan,

proses administrasi kegiata placement dan replacement karyawan, proses

terminasi atau pengunduran diri karyawan serta memonitor dan memelihara data

base kepersonaliaan.

ƒ Melakukan proses administrasi pembiayaan karyawan, pembayaran gajih serta

pembayaran jamsostek dan pajak (pph 21) seluruh karyawan serta pengurus bank.

ƒ Melakukan koordinasi dalam penyediaan sarana logistic dalam rangka persiapan

pembukaan atau pengembangan kantor cabang meliputi jaringan komunikasi dan

sarana penunjang operasional lainnya.

ƒ Melakukan koordinasi terhadap pengelola komunikasi data untuk mendukung

operasional online pusat pengolahan data keseluruhan cabang Bank Muamalat

Indonesia serta berkoordinasi dengan pihak eksternal.

f. Corporate Support Group

Kelompok ini mempunyai ruang lingkup kerja dan tanggung jawab sebagai berikut:

¾ Menyiapkan dan melaksanakan Legal Action atas kebijakan manajemen.

¾ Memberikan masukan dalam penyusunan manual, produk, akad, dan

keputusan yang terkait dengan aspek hukum. ¾ Meningkatkan pengetahuan dalam positif masyarakat tentang Bank Muamalat

Indonesia.

¾ Membangun pendekatan dan citra positif Bank Muamalat Indonesia pada

Emotional Market.

¾ Meraih dukungan moril maupun materil dari stakeholder maupun new

investor. g. Internal Audit Group

Ruang lingkup kerja:

9 Berwenang untuk melakukan akses terhadap catatan karyawan, sumber daya

dan dana serta asset lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan audit.

9 Memeriksa dan menilai kecukupan dari struktur pengendalian intern. h. SISOP dan UAT (Usser Acceplance Test)

- Merencanakan, menyusun atau membuat dan memperbaiki prosedur peraturan

atau kebijakan pribadi.

- Menyebarluaskan ketentuan pemerintah seperti SEBI, PP, Undang-Undang

dan sejenisnya untuk bidang operasi bank.

- Sosialisasi dan implementasi prosedur yang telah dibuat dan direvisi.

- Memantau dan melakukan supervise terhadap layanan dan operasi selindo,

sehingga kualitas layanan dan operasi dapat dipenuhi.

- Melakukan UAT atas produk atau program yang akan diluncurkan dan

disesuaikan dengan manual operasi yang dibuat.

i. Financing Support Group

Ruang Lingkup Kerja:

- Financing Supervision

- Sharia Financial Institution

- Financing Product Development j. Network and Alliance Group

Ruang Lingkup Kerja:

- Network Alliance (POS, Da’I Muamalat, pegadaian)

- Shar-E and Gerai Optimizing

- Virtual Banking Operations (Call Center and Card Center)

- Memeriksa dan menilai kualitas kerja dalam melaksanakan tanggung jawab

yang telah dilaksanakan

- Memberikan saran perbaikan, baik untuk kecukupan dan efektifitas atau

kehandalan struktur pengendalian internal maupun perbaikan pelaksanaan.

- Memberikan informasi dan saran kepada manajemen mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan upaya untuk menjadikan bank lebih maju k. Business Development Group k.1 Marketing

¾ Marketing plan dan marketing strategy sebagai guidance sebagai cabang ¾ Bersama Financing dan Sattlement Group membuat target Lending dan

Revenue System dan Technology

¾ Melakukan pengembangan sistem dan teknologi untuk mendukung

operasional bank

k.2 Produk dan development

¾ Melakuakan riset dan survey dan pengembangan produk

¾ Melakukan review produk dan fitur produk

¾ Merumuskan tarif layanan produk

Tujuan Bank Muamalat Indonesia

Bank Muamalat Indonesia memiliki tujuan yaitu:

Memperbaiki kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat dalam rangka

mempersempit jurang pemisah sosial ekonomi melalui:

Memperbaiki kualitas kegiatan bisnis

Promosi kesempatan kerja

Meningkatkan pendapatan masyarakat

Mempromosikan partisipasi masyarakat dalam proses pengembangan terutama

dalam bidang keuangan dengan alasan bahwa:

Masih banyak masyarakat yang enggan berurusan dengan bank

Masih banyak masyarakat yang percaya bahwa bunga bank bertentangan

dengan ajaran agama

Strategi Usaha Bank Muamalat Indonesia

Untuk mencapai tujuannya, Bank Muamalat Indonesia di dalam operasionalnya akan mendasarkan strategi usaha sebagai berikut: Sasaran pembinaan

Adalah sasaran pembinaan Bank Muamalat Indonesia meliputi

pengkrajin industri kecil, nelayan, peternak, pekebun petani tanaman dan

holtikultura, pedagang kecil, pengusaha transportasi dan pengusaha lainnya.

Untuk sasaran tersebut dilakukan kegiatan untuk membina dan mempercepat

berkembangnya masyarakat kelompok ekonomi menengah kebawah untuk

mengantisipasi dampak negatif dari pembangunan, sehingga terbentuk landasan

yang kokoh bagi pengembangan manusia seluruhnya dalam pembangunan

nasional jangka panjang kedua.

Strategi Pengembangan

Strategi pengembangan Bank Muamalat Indonesia dilakukan dengan

kegiatan-kegiatan:

Bekerjasama dengan BPR yang telah ada dengan cara:

1. Mengintrodusir dan membina pengembangan produk-produk dalam

sisi perbankan berdasarkan Syariah Islam. 2. Mengintrodusir sisi pengembangan usaha berdasarkan kebersamaan

dan peran serta dalam permodalan dan risiko.

3. Merintis dan mengembangkan kerjasama dengan lembaga swadaya

masyarakat dalam mendukung peningkatan kemampuan manajerial

dan teknologi. Peningkatan nilai dan pengembangan usaha pengusaha

kecil dan menengah.

b. Mendorong pengembangan bank-bank BPR baru di daerah-daerah potensial, pengembangan usaha kecil dan menengah dengan cara: Penyediaan modal perangsang

Penyediaan staf BPR dan pelatihan

Penyediaan modal kerja dan pembinaan teknis

Pembinaan lanjutan

Merintis dan mengembangkan kerjasama dengan LSM dalam mendukung

peningkatan kemampuan manajerial dan teknologi, peningkatan nilai

tambah dan pengembangan usaha pengusaha kecil dan menengah. c. Bekerja sama dengan badan amil zakat, infaq, sodhaqoh (BAZIS)

mengintensifkan pengelolaan dana zakat, infaq, shodakoh untuk proyek-

proyek pengembangan usaha kecil dan menegah. d. Merangsang tumbuh dan berkembang lebih baik lembaga-lembaga

penyediaan bantuan tekhnik manajemen usaha pengusaha kecil dan

menengah. e. Merangsang tumbuh dan berkembang lebih baik lembaga-lembaga

penyediaan teknologi peningkatan produktivitas.

f. Merangsang tumbuh dan berkembang lebih baik lembaga-lembaga

penyediaan bantuan pembinaan keterampilan akuntansi.

g. Mengembangkan peranan kelembagaan dan melancarkan jaringan

penyediaan bahan baku.

h. Mengembangkan peranan kelembagaan penyediaan teknologi pasca

panen.

i. Mengembangkan peranan kelembagaan pemasran hasil produksi.

Produk dan Jasa Bank Muamalat Indonesia

Produk Penghimpunan Dana:

Tabungan Ummat

Merupakan investasi tabungan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat diseluruh cabang maupun ATM Bank Muamalat Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku. Nasabah memperoleh bagi hasil yang berasal dari pendapatan bank atas dana tersebut. Fasilitas asuransi jiwa dapat dinikmati oleh nasabah tabungan umat. Tabungan Arafah

Merupakan tabungan yang dimaksudkan untuk mewujudakan niat

nasabah untuk menunaikan haji. Produksi ini akan membantu untuk

merencanakan ibadah haji sesuai dengan kemampuan keuangan dan waktu

pelaksanaan yang diinginkan. Dengan asilitas asuransi jiwa, Insya Allah

pelaksanaan ibadah haji tetap terjamin.

3. Tabungan Ummat Yunior

Merupakan tabungan yang dikhususkan untuk remaja dan pelajar.

Selain fasilitas asuransi kecelakaan, tersedia juga hadiah khusus bagi pelajar berprestasi.

4. Tabungan Ukhuwah

Merupakan tabungan yang bekerjasama dengan dompet Dhuafa

Republik untuk kemudian pembayaran ZIS secara teratur dan otomatis dengan tiga paket pilihan yaitu Rp. 25.000, Rp. 50.000, Rp. 100.000. nasabah tidak dikenakan biaya atas pembuatan kartu ataupun jasa yang diberikan. Nasabah memperoleh perlindungan asuransi kecelakaan dan kartu tebungan yang berfungsi sebagai katu

ATM serta kartu diskon di tempat-tempat yang ditunjuk.

5. Deposito Fulinves

Merupkan jenis investasi yang dikhususkan bagi nasabah perorangan dengan bagi hasil yang menarik. Tersedia dalam jangka waktu 1.3.6 dan 12 bulan dan memperoleh kesempakan untuk umroh melalui undian dengan kelipatan Rp.

1.000.000. fasilitas asuransi jiwa diberikan kepada yang memilih jangka waktu 6 dan 12 bulan.

6. Giro Wadi’ah Merupakan titipan dan pihak ketiga berupa simpanan giro yang

penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro

dan pemindah bukuan. Bank akan memberikan bonus kepada nasabah berdasarkan

pendapatan bank.

7. Dana Pensiun Lembaga Keuangan

Dana Pensiun Muamalat dapat diikuti oleh mereka yang berusia minimal 18 tahun, atau sudah menikah dan berusia maksimal 50 tahun. Iuran sangat terjangkau yaitu minimal Rp. 20.000 per bulan dan pembayarannya dapat didebet secara otomatis dari rekening bank muamalat atau dapat ditransfer dari bank lain. 8. Shar-E

Shar-E adalah investasi syariah yang dikemas dalam bentuk paket perdana seharga Rp. 125.000,- dan dapat deperoleh di kantor-kantor Pos Online diseluruh

Indonesia. Fasilitas yang didapat yaitu berupa ATM, sebagai kartu debit, phone banking, pembayaran zakat otomatis dan pembayaran autodebet tagihan bulanan.

Produk Pembiayaan:

1. Murabahah

Akad jual beli antara nasabah dan bank. Bank membiayai

(membelikan) kebutuhan investasi nasabah yang dijual dengan harga pokok

ditambah dengan keuntungan yang diketahui dan disepakati bersama. Pembayaran

dilakukan dengan cara mengangsur selama jangka waktu yang telah ditetapkan.

2. Istishna

Akad jual beli antara nasabah dan bank, dimana kenutuhan barang

nasabah tersebut dilakukan berdasarkan pesanan (barang belum jadi) dengan kriteria tertentu seperti jenis, tipe, model atau kualitas dan jumlah berangnya.

Bank memesan barang pesanan nasabah kepada produsen sesuai dengan perjanjian yang mengikat. Setelah barang jadi, maka bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Pembagian hasil keuntungan dari proyek dilakukan sesuai dengan nisbah yang disepakati bersama.

3. Mudharabah Muqayyadah/ Rekasadana

Perjanjian kerja sama antara nasabah dan bank, dimana nasabah hanya boleh menggunakan modal yang diberikan untuk melasanakan proyek yang telah ditentukan. Pembagian hasil keuntungan dari proyek dilakukan sesuai nisbah yang disepakati bersama.

4. Musyarakah

Pembayaran Musyarakah adalah kerjasama perkongsian yang dilakukan antara nasabah dan Bank Muamalat Indonesia dalam suatu usaha/ proyek dimana masing-masing pihak berdasarkan kesepakan memberikan kontribusi sesuai dengan kesepakatan bersama berdasarkan porsi dana yang ditanamkan. Proyek ini boleh dikelola oleh salah satu dari pemberi dana atau oleh pihak lainnya. Untuk jenis pembiayaan ini, pemilik dana boleh melakukan intervensi dalam manajemen proyek tersebut. Pembagian keuangan dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama, namun kerugian dibagikan berdasarkan besarnya modal yang diberikan.

5. Qardhul Hasan Perjanjian pemberian pinjaman bank kepada kedua dan pinjaman tersebut dikembalikan dengan jumlah yang sama (sebesar yang dipinjam).

Pengembalian ditentukan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan bersama) dan pembayaran bisa dilakukan secara angsuran maupun tunai.

6. Rahn

Perjanjian penyerahan barang/ harta nasabah (rahin) kepada bank

(mutahin) sebagai jaminan atau gadai, jika emas di rahn-kan maka fisik emas diserahkan kepada bank, sedangkan untuk kendaraan atau rumah (properti) cukup dengan menyerahkan sertifikat atau surat kepemilikan saja.

7. Wakalah

Perjanjian pemberian kepercayaan dan hak dari lembaga/ seseoarang kepada pihak lain sebagai wakil dalam melaksanakan transaksi. Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberikan kepercayaan. Wakil boleh mendapatkan keuntungan di laur transaksi yang telah disepakati bersama.

8. Hiwalah

Perjanjian pengaliahan hak dan kewajiban (piutang) nasabah (pihak pertama) kepada bank (pihak kedua) dari nasabah lain (pihak ketiga). Peihak pertama meminta bank untuk membayarkan telebih dahulu piutang yang timbul, baik dari jual beli maupun transaksi lainnya. Setelah piutang tersebut jatuh tempo, pihak ketiga akam membayar kepada bank. Bank akan memdapatkan keuntungan

dari upah pemindahan itu.

Jenis-jenis Jasa Lainnya

1. ATM

2. Phone Banking

3. Payment Point

4. Penukaran Mata Uang Real di Embargkasi Haji

5. Pembayaran Zakat , Infaq, dan Sedekah (ZIS)

6. Penggajian (Payorll)

7. Letter of Credit (L/C)

Prosedur dan Proses Pembiayaan

Dalam mengajukan pembiayaan dalam Bank Syariah ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu digambarkan pada skema di bawah ini:

Skema Prosedural Pembiayaan

Inisiasi

Sl l Al

Dokumentasi

1. Pre signing documentation 2. Pre disbursement documentation

Monitoring

1. Regular monitoring 2 Restrukturisasi pembiayaan

1. Inisiasi

Proses awal menetapkan kriteria nasabah pembiayaan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan Bank Muamalat Indonesia, kemudian melakukan evaluasi serta memberikan keputusan hasil evaluasi.

a. Solisitas

Mencari nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Dalam hal ini terdapat beberapa tahapan, yaitu: 1. Penetapan target market, misal sektor industri

2. Penetapan sektor bisnis, misal industri bidang semen

3. Penetapan risk acceptance assets criteria (RAAC), misal risiko

4. Penetapan nasabah yang dibiayai, misalnya PT. Semen Gresik

b. Evaluasi

1. Kunjungan ke nasabah dengan laporan kunjungan nasabah

a. tujuan

b. hasil kunjungan

c. rencana tindak lanjut

2. Pengumpulan data-data a. surat permohonan nasabah

b. data legalitas, yaitu:

c. data keuangan nasabah

d. data jaminan

e. proposal proyek yang dibiayai

f. proyeksi cash flow

3. Data dimasukkan ke dalam file keuangan

a. Persetujuan

b. Kolektibilitas

c. Permintaan informasi

d. Penyidikan

e. Penilaian jaminan

f. Keterangan ringkas nasabah

g. Laporan kunjungan

h. Korespondensi intern

i. Korespondensi extern

4. Tahapan evaluasi

a. evaluasi kelayakan usaha yang akan dibiayai

b. evaluasi dokumentasi legalitas, transaksi jaminan, checking (BI,

trade, personal) 5. Evaluasi data disajikan dalam usulan pembiayaan (UP) dengan

berisikan:

a. latar belakang masalah (legalitas, kepemilikan, kepengurusan,

track record)

b. hubungan perbankan nasabah

c. usaha nasabah (sarana, konsumen, industri nasabah)

d. deskripsi proyek yang dibiayai

e. analisa cash flow, dan penentuan plafond pembiayaan

f. analisa jaminan

g. aspek syariah

h. kesimpulan

i. rekomendasi struktur fasilitas c. Approval

1. Account Manager (AM) mempresentasikan UP di depan komite

pembiayaan (minimal 3 orang yang salah satunya mempunyai 1 unit

approval)

2. keputusan komite pembiayaan:

a. ditolak, seluruh dokumen nasabah dikembalikan disertai surat

penolakan. b. Disetujui, AM membuat offering letter (OL) atau surat

persetujuan prinsip pembiayaan yang ditanda tangani oleh

direksi/ pimpinan cabang/ kepala divisi.

c. Offering letter adalah dokumentasi legal berisi komitmen baru

untuk membiayai usaha nasabah.

2. Dokumentasi

a. pre signing documentation

1. offering letter

2. akad pembiayaan

3. akad dan dokumen jaminan

4. dokumen pndukung: kontrak kerja, asuransi, dll

b. Pre disbursement documentation

1. surat permohonan relisasi pembiayaan (SPRP)

2. tanda turun barang

3. surat perintah transfer

4. dokumen pendukung lainnya yang disyaratkan dalam OL

3. Monitoring

a. Regular monitoring

1. Monitoring aktif, yaitu mengunjungi nasabah secara reguler dan

memberikan laporan kunjungan nasabah kepada komite pembiayaan/

supervisor AM 2. Monitoring pasif, yaitu monitoring pembayaran kewajiban nasabah

kepada bank setiap akhir bulan

b. Restrukturisasi pembiayaan

1. restrukturisasi, rekondisi, reschedule

2. penjualan jaminan

Prosedur Pelaksanaan Penanaman Dana Mikro

Solisitas

Unit Bisnis dilakukan oleh AM Mikro BMI langsung kepada end user.

Mitra Aliansi dilakukan oleh AM BMT, BPRS, Koperasi yang berbadan hukum

kepada end user dan atau AM BMI ke end user dengan channel Mitra Aliansi.

Taksasi Jaminan

Taksasi dilakukan oleh unit support dan atau kru marketing lain yang bukan

pemilik atau penanggung jawab account (cross taxation antar AM). Dalam

pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama dengan penanggung jawab

account yang bersangkutan. Laporan taksasi untuk unit bisnis ditandatangani oleh

Pemimpin Cabang, sedangkan untuk mitra aliansi ditandatangani oleh Direktur

atau Manager. Usulan Penanaman Dana:

Terlampir, disertai dengan lembar pemeringkatan nasabah.

Proses Persetujuan:

Unit Bisnis: Komite Cabang berjumlah 2 orang (termasuk pemegang limit).

Aliansi: diajukan mitra kemudian direview dan disetujui oleh Komite Cabang

(termasuk pemegang limit)

Pengikatan:

Unit Bisnis: oleh pemimpin cabang

Aliansi: oleh Pemimpin Mitra Aliansi yang telah mendapatkan Kuasa Substitusi

dari Pemimpin Cabang BMI berdasarkan Surat Kuasa Khusus dari Direksi

BMI

Format standar akan terlampir.

Pencairan: dilakukan oleh BMI melalui rekening nasabah di BMI

Collection:

a. Unit Bisnis : oleh cabang

b. Aliansi : oleh Mitra Aliansi

8. Penyelesaian Pananaman Dana Bermasalah dapat dilakukan dengan cara 3 R

(Reshedule, Reconditioning and Restructue), termasuk offset jaminan tanpa

melalui proses litigasi.

Ketentuan Pendukung

1. Biaya Administrasi a. Unit Bisnis : minimal 1,5% per transaksi = 1 % untuk BMI dan 0,5% untuk

marketing.

b. Aliansi : minimal 2% = 1% untuk Mitra Aliansi dan 1% untuk BMI.

2. Jangka Waktu : maksimal 48 bulan

3. Jenis Jaminan

a. Sertifikat : SHM, SHGB, Saham Hak Pakai, Starata Title

b. Girik (atau sejenisnya) yang disertai dengan Akta Jual Beli

c. Verponding

d. SIPT Kios Pasar

e. BPKB (untuk angkutan umum beserta dengan izin trayeknya)

f. Faktur

g. Ijasah

h. SK Pengangkatan Pegawai

i. Taspen

j. Emas atau Perhiasan

k. Stok Barang

l. Cessie gaji

m. Cessie Piutang

n. Lembaga Penjamin : Askrindo, PSPU, PKPI, takaful

4. Jenis Pengikatan

a. Pembiayaan : Internal b. Jaminan : Surat Kuasa Jual

5. Penyimpanan File Penanaman Dana & Pinjaman

a. Unit Bisnis : wajib menyimpan semua dokumen terkait penanaman dana mikro

b. Aliansi : penyimpanan dokumenakad dan penanaman dana disimpan di unit

bisnis, sedangkan dummy file disimpan di mitra aliansi. Dokumen jaminan

dimitra aliansi dan copy dokumen disimpan di BMI serta BMI mempunyai

kewajiban untuk memeriksa dan menguasai.

6. Ketentuan Lainnya

a. Unit Bisnis:

1. jaminan harus diasuransikan (yang memungkinkan)

2. nasabah harus membuka rekening di BMI

3. Pengendapan dana sebesar 1 kali angsuran sebagai angsuran terakhir

4. Asuransi jiwa pembiayaan bagi nasabah dengan status karyawan

5. Jaminan kendaraan tidak dapat berumur lebih dari 13 tahun + tenor

b. Mitra Aliansi

1. asuransi jiwa pembiayaan bagi nasabah dengan status karyawan

2. jaminan kendaraanharus diasuransikan

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Jumlah Nasabah UKM 2003 - 2007

Jumlah nasabah UKM yang dibiayai Bank Muamalat Indonesia yang terbesar ternyata berasal dari pembiayaan murabahah dan terkecil dari pembiayaan musyarakah. Hal tersebut menunjukan bahwa masyarakat yang bergerak di sektor

UKM lebih memilih pembiayaan berbasis murabahah dibandingkan dengan pembiayaan yang berbasis musyarakah (lihat lampiran 1)

Hal ini dapat dikarenakan pembiayaan musyarakah bersifat jangka panjang, sedangkan secara umum pengusaha yang tergolong dalam UKM hanya sebagian saja yang dapat menyelesaikan suatu proyek jangka panjang. Oleh sebab itulah, pembiayaan musyarakah sangat sedikit dimanfaatkan oleh kelompok UKM.

Pertumbuhan jumlah nasabah UKM secara umum sejak Januari 2003 - Desember 2007 menunjukan adanya peningkatan. Untuk melihat perkembangan jumlah nasabah UKM untuk masing-masing jenis pembiayaan, akan di bahas pada bagian berikut.

1. Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Musyarakah

Perkembangan jumlah nasabah UKM di Bank Muamalat Indonesia untuk

pembiayaan musyarakah sepanjang tahun 2003, cenderung tidak menunjukan

peningkatan yang berarti, akan tetapi sejak awal tahun 2004 , 2006 sampai dengan

tahun 2007 peningaktan terjadi dengan signifikan. Hal ini menunjukan bahwa pembiayaan musyarakah yang merupakan pembiayaan jangka panjang semakin banyak diberikan kepada nasabah UKM. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perhatian bank Muamalat Indonesia kepada UKM mengalai peningkatan khususnya dari tahun 2004, 2006 sampai dengan tahun 2007.

Gambar 4.1 Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Musyarakah

2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 Nasabah 600 400 200 0 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 Bulan

2. Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Mudharabah

Secara absolut jumlah nasabah UKM jenis pembiayaan mudharabah jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah nasabah untuk pembiayaan musyarakah (lihat lampiran1). Perkembangan jumlah nasabah UKM untuk pembiayaan mudharabah ternyata sepanjang tahun 2003 tidak menunjukan perubahan yang berarti.

Perubahan yang signifikan meningkat terjadi pada awal tahun 2004 sampai dengan pertengahan tahun 2006 (lihat gambar 4.2). Pada tahun 2007 mengalami penurunan nasabah, akan tetapi dari komposisi pembiayaan mudharabah tidak mengalami penurunan. Hal ini menunjukan bahwa menurunya jumlah nasabah bukan berarti menurunya perhatian Bank Muamalat Indonesia kepada pembiayaan mudharabah UKM.

Gambar 4.2 Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Mudharabah

25000

20000

15000

Nasabah Nasabah 10000

5000

0 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 Bulan

3. Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Murabahah

Jumlah nasabah UKM untuk jenis pembiayaan murabahah merupakan yang terbesar dibanding jumlah nasabah untuk pembiayaan musyarakah dan murabahah (lihat lampiran 1). Berdasarkan gambar 4.3 dibawah terlihat bahwa pembiayaan murabahah sepanjang tahun 2003 tidak mengalami perubahan yang berarti, pembiayaan yang signifikan terjadi pada tahun 2004, 2006 dan tahun 2007. Hal ini kembali menunjukan bahwa peningkatan nasabah UKM di Bank Muamalat Indonesia secara umum terjadi pada tahun 2004. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa perhatian Bank Muamalat Indonesia untuk membiayai pengusaha yang termasuk dalam kelompok UKM, baru menunjukan peningakatan sejak tahun 2004. Sejalan dengan itu bahwa perhatian Bank Muamalat Indonesai terhadap UKM selalu meningakat dari waktu ke waktu. Gambar 4.3 Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Murabahah

30000

25000

20000

15000 Nasabah 10000

5000

0 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 Bulan

B. Dana Pihak Ketiga Bank Muamalat Indonesia

Dana pihak ketiga dari tahun 2003 - September 2007 menunjukan adanya peningkatan. Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa kinerja Bank Muamalat Indonesia dalam menggalang dana pihak ketiga semakin baik. Selain itu hal tersebut menandakan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Bank Muamalat Indonesia semakin meningkat. Kecenderungan peningkatan dana pihak ketiga Bank Muamalat Indonesia sebagaimana gambar 4.4 di bawah. Pada gambar 4.4 terlihat bahwa peningkatan pihak ketiga terus terjadi sejak tahun 2003. Akan tetapi peningkatan yang paling besar terjadi pada tahun 2004.

Kondisi ini sejalan dengan peningkatan pembiayaan dan pendapatan Bank Muamalat

Indonesia.

Gamber 4.4 Dana Pihak Ketiga Bank Muamalat Indonesia (Juta Rupiah) 9000000 8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 Dana Pihak ketiga Dana Pihak 2000000 1000000 0 12345 Tahun

Tahun 2004 Dana Pihak ketiga adalah Rp 4.332.092 juta mengalami kenaikan 72,57% dari tahun 2003 yaitu Rp. 2.510.243 juta. Pada tahun 2005 Rp.

5.750.227 juta naik 32,73%, tahun 2006 kenaikan mengalami 18,90% yaitu Rp

6.837.431 juta. Sedangkan pada tahun 2007 sampai bulan September kenaikan hanya mencapai 16% Rp 7.980.631 juta.

TABEL 4.1 Dana Pihak Ketiga Bank Muamalat Indonesia (Juta Rupiah) TAHUN DANA PIHAK KE-3 2003 2.510.243. 2004 4.332.092 2005 5.750.227 2006 6.837.431 September 2007 7.980.631 Sumber: Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia Meski demikian Dana Pihak ketiga Bank Muamalat Indonesia setelah mengalami peningkatan yang tinggi pada tahun 2004, akan tetapi setelah tahun 2004 peningkatan stabil bahkan cenderung menurun. Hal tersebut perlu kiranya menjadi bahan pertimbangan Bank Muamalat Indonesia agar dapat meningkatkan kembali kinerjanya dalam menghimpun dana pihak ketiga pada waktu yang akan datang.

C. Perkembangan Pembiayaan

1. Pembiayaan Total Bank Muamalat Indonesia 2003 - 2007

Sejalan dengan paling tingginya jumlah nasabah untuk jenis pembiayaan

murabahah, maka untuk pembiayaan total (UKM & Non UKM), jumlah terbesar

juga pada jenis pembiayaan murabahah. Disamping itu pembiayaan total Bank

Muamalat Indonesia, yang terdiri atas pembiayaan musyarakah, mudharabah dan

murabahah menunjukan peningkatan selama bulan januari 2003 sampai dengan

Desember 2007 (lihat lampiran 2). Guna mengetahui perkembangan pembiayaan

total untuk masing-masing jenis pembiayaan, berikut akan dibahas satu persatu.

a. Pembiayaan Musyarakah Total Bank Muamalat Indonesia

Pada gambar 4.5 di bawah terlihat bahwa pembiayaan musyarakah total sepanjang tahun 2003 cenderung stabil. Peningkatan baru terjadi pada pertengahan tahun 2004 sampai dengan 2005, sedangkan pada tahun 2006 terjadi penurunan kembali, Peningkatan yang lebih besar tarjadi lagi pada tahun 2007. Secara umum hal ini mengindikasikan bahwa Bank Muamalat Indonesia sejak pertengahan tahun 2004 semakin memberikan perhatian pada produk pembiayaan musyarakah. Gambar 4.5 Pembiayaan Musyarakah Total Bank Muamalat Indonesia Januari

2003 – Desember 2007 (Juta Rupiah)

2000000 1800000 1600000 1400000 1200000 1000000 800000

Pembiayaan Pembiayaan 600000 400000 200000 0 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 Bulan

Berdasarkan gambar tersebut diatas juga dapat dilihat bahwa sebelum tahun 2004 Bank Muamalat Indonesia cenderung kurang memperhatikan pembiayaan musyarakah. Hal ini dapat dimengerti mengingat pembiayaan musyarakah umumnya di tujukan untuk menyelasaikan proyek, dan merupakan kerja sama antara bank dengan investor dalam jangka panjang. Di duga Bank

Muamalat Indonesia masih berhati-hati dalam memilih mitra kerja yang dapat dipercaya guna menghindari risiko yang dapat merugikan Bank Muamalat

Indonesia.

b. Pembiayaan Mudharabah Total Bank Muamalat Indonesia

Pembiayaan mudharabah total Bank Muamalat Indonesia secara umum menunjukan adanya peningakatan yang signifikan, hal ini mengindikasikan bahwa Bank Muamalat Indonesia terus semakin memberikan perhatian pada produk pembiayaan mudharabah. Peningkatan ini menandakan bahwa Bank

Muamalat Indonesia juga memandang bahwa pembiayaan mudharabah

mempunyai proyek yang baik.

Hal ini dapat dipahami karena pembiayaan jenis ini sesungguhnya merupakan penyelesaian suatu proyek yang dilaksanakan oleh mitra kerja bank, yang menurut tradisi digunakan untuk proyek-proyek investasi jangka pendek perdagangan dan perniagaan. Oleh karena bank menanggung risiko sendiri, maka sudah barang tentu analisis risiko telah dilakukan secara seksama dan tentunya bank akan memilih proyek yang mempunyai prospek yang cukup baik. Gambar 4.6 Pembiayaan Mudharabah Total Bank Muamalat Indonesia Januari 2003 – Desember 2007 (Juta Rupiah)

3500000 3000000 2500000 2000000 1500000

Pembiayaan 1000000 500000 0 1 5 9 131721252933374145495357 Bulan

c. Pembiayaan Murabahah Total Bank Muamalat Indonesia

Berdasarkan data pada lampiran 2 terlihat bahwa pada awalnya komposisi pembiayaan murabahah total Bank Muamalat Indonesia tidak berbeda jauh dengan pembiayaan mudharabah. Akan tetapi, pada bulan-bulan berikutnya terlihat terjadi peningkatan yang lebih besar dari pembiayaan murabahah. Peningkatan pada jenis pembiayaan murabahah menunjukan bahwa Bank Muamalat Indonesia lebih memperhatikan pembiayaan yang berbasis murabahah. Hal ini dapat dimengerti bahwa pembiayaan murabahah lebih pasti dalam mendapatkan keuntungan. Gambar 4.7 Pembiayaan Murabahah Total Bank Muamalat Indonesia Januari 2003 – Desember 2007 (Juta Rupiah)

4500000 4000000 3500000 3000000 2500000 2000000 1500000 Pembiayaan 1000000 500000 0 1 5 9 131721252933374145495357 Bulan

Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan terbesar yang dikucurkan

oleh Bank Muamalat Indonesia. Diduga hal ini dikarenakan pembiayaan

murabahah yang mempunyai sifat jangka pendek. Akan tetapi Bank Muamalat

Indonesia perlu juga mengingat bahwa pembiayaan ini cenderung bersifat

konsumtif, karena bank memberikan suatu barang kepada konsumen, dengan

harga yang telah di mark-up, yang dibayar secara mencicil atau diangsur,

misalnya untuk membeli sepeda motor, barang elektronik dan sebagainya.

Sekalipun memungkingkan pembiayaan ini digunakan untuk membeli barang

modal, akan tetapi karena pembiayaan ini yang dikeluarkan bank sangat kecil,

maka diduga hal tersebut lebih dominan digunakan untuk pembelian barang-

barang konsumsi.

2. Pembiayaan UKM Bank Muamalat Indonesia 2003 – 2007 Pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Muamalat Indonesia secara garis besar terdiri dari, Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Non UKM. Khusus pembiayaan terhadap UKM yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia menunjukan adanya peningkatan yang signifikan terutama pada tahun 2004 (lihat lampiran 3)

Disamping itu sejalan dengan pemaparan yang telah disampaikan bahwa

pembiayaan murabahah mempunyai jumlah nasabah dan pembiayaan terbesar,

maka pembiayaan untuk UKM yang terbesar juga pada pembiayaan murabahah

untuk lebih jelasnya mengenai gambaran pertumbuhan masing-masing

pembiayaan sebagai berikut akan dibahas satu persatu.

a. Pembiayaan Musyarakah UKM Bank Muamalat Indonesia

Berdasarkan gambar 4.8 terlihat bahwa pembiayaan musyarakah UKM Bank Muamalat Indonesia, pada awalnya menunjukan perubahan yang relatif rendah. Namun pada tahun 2004 pembiayaan musyarakah UKM tersebut mengalami peningkatan yang sangat besar dibanding tahun 2003. Akan tetapi tahun 2006 mengalami penurunan dan pada tahun 2007 secara umum kembali mengalami peningkatan yang signifikan, secara umum hal ini mengindikasikan bahwa Bank Muamalat Indonesia semakin memperhatikan pembiayaan kepada UKM yang berdasarkan prinsip musyarakah. Gambar 4.8 Pembiayaan Musyarakah UKM Januari 2003 – Desember 2007 (Juta Rupiah)

700000

600000

500000

400000

300000 Pembiayaan Pembiayaan 200000

100000

0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 Bulan

Berdasarkan komposisi pembiayaan musyarakah UKM yang dikelurkan

Bank Muamalat Indonesia tahun 2003,2004,2006 dan 2007, pembiayaan rata- rata Bank Muamalat Indonesia tahun 2003 mencapai Rp 1.477,92 juta per bulan, pada tahun 2004 pambiayaan rata-rata naik lebih dari 100% dibanding tahun 2003 manjadi Rp 143.554,92 juta perbulan. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan perhatian Bank Muamalat Indonesia untuk membiayaai UKM sejalan dengan waktu meningkat cukup tinggi. Akan tetapi pada tahun 2006 pembiayaan rata-rata mengalami penurunan sebesar 52,30% dibanding pada tahun 2004 yaitu Rp 68.463,08 juta perbulan, baru pada tahun 2007 peningkatan yang signifikan kembali terjadi. pembiayaan rata-rata yang dikeluarkan tahun

2007 adalah Rp. 280.683,67 juta perbulan, hal tersebut menandakan bahwa di tahun 2007 Bank Muamalat Indonesia kembali meningkatkan perhatiannya untuk pembiayaan musyarakah UKM lebih dari tahun-tahun sebelumnya. TABEL 4.2 Pembiayaan rata-rata Musyarakah UKM Perbulan (Juta Rupiah)

Tahun Pembiayaan rata-rata/bulan 2003 1.477,92 2004 143.554,92 2006 68.463,08 2007 280.683,67 Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia

b. Pembiayaan Mudharabah UKM Bank Muamalat Indonesia

Pembiayaan mudharabah UKM Bank Muamalat Indonesia menunjukan adanya peningkatan pada tahun 2003 meski perubahan tersebut relatif kecil.

Akan tetapi sejak tahun 2004,2006 dan 2007 pembiayaan mudharabah UKM mengalami peningkatan yang cukup signifikan, peningkatan pembiayaan mudharabah UKM ini menunjukan bahwa sejak tahun 2004, Bank Muamalat

Indonesia mulai memperhatikan pembiayaan ini dengan lebih tinggi.

Gambar 4.9 Pembiayaan Mudharabah UKM Januari 2003 - Desember 2007 (Juta Rupiah) 2500000

2000000

1500000

1000000 Pembiayaan Pembiayaan

500000

0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 Bulan

Berbeda dengan rata-rata pembiayaan musyarakah perbulan yang mengalami penurunan kembali pada tahun 2006, pada pembiayaan mudharabah rata-rata pembiayaan perbulan tiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan komposisi pembiayaan mudharabah UKM yang dikeluarkan Bank Muamalat Indonesia tahun 2003,2004,2006 dan 2007 pembiayaan rata-rata perbulan tahun 2003 adalah Rp 113.997,58 juta perbulan.

Pada tahun 2004 pembiayaan rata-rata mudharabah UKM naik lebih dari 100%, sebesar Rp 1.125.782,33 juta perbulan, peningkatan ini terjadi seperti pembiayaan musyarakah. Pada tahun 2006 rata-rata pembiayaan naik kembali mencapai 75,25% dibandingkan tahun 2004, kenaikannya sebesar Rp

1.972.944,83 juta perbulan. Sedangkan pada tahun 2007 rata-rata pembiayaan mudharabah naik sebesar 10,49% menjadi Rp. 2.180.057,42 juta perbulan. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan perhatian Bank Muamalat Indonesia untuk memberikan pembiayaan kepada UKM sejalan dengan waktu meningkat

dengan relatif cukup tinggi.

TABEL 4.3 Pembiayaan rata-rata Mudharabah UKM Perbulan (Juta Rupiah) Tahun Pembiayaan rata-rata/ bulan

2003 113.997,58

2004 1.125.782,33

2006 1.972.944,83

2007 2.180.057,42

Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia c. Pembiayaan UKM Murabahah Bank Muamalat Indonesia

Pembiayaan murabahah mengalami peningkatan yang besar pada tahun

2004, sekalipun tahun 2003 terjadi kecenderungan perubahan yang stabil. Di awal tahun 2006 cenderung mengalami penurunan, namun di pertengahan tahun 2006 sampai dengan Desember 2007 mengalami peningkatan kembali. Hal ini menunjukan bahwa penyaluran pembiayaan untuk UKM semakin meningkat sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007.

Gambar 4.10 Pembiayaan Murabahah UKM Januari 2003 - Desember 2007 (Juta Rupiah)

3000000

2500000

2000000

1500000

Pembiayaan 1000000

500000

0 1357911131517192123252729313335373941434547 Bulan

Tidak berbeda dengan pembiayaan musyarakah dan murabahah UKM yang dikeluarkan Bank muamalat Indonesia, bahwa rata-rata pembiayaan murabahah juga terjadi peningakatan lebih dari 100% pada tahun 2004 sebesar Rp 1.424.029,42 juta perbulan, dibandingkan dengan tahun 2003 yaitu Rp 141.495,83 juta perbulan,

Pada tahun 2006 peningkatan rata-rata pembiayaan hanya mencapai 14,22% dengan nominal Rp 1.626.656,25 juta perbulan. Sedangkan pada tahun 2007 peningkatan lebih tinggi mencapai 37,13% yaitu Rp 2.230.670,50 juta perbulan. Semua ini menunjukan bahwa peningkatan perhatian Bank Muamalat Indonesia untuk membiayai UKM dari waktu ke waktu meningkat.

TABEL 4.4 Pembiayaan rata-rata Murabahah UKM Perbulan (Juta Rupiah) Tahun Pembiayaan rata-rata/bulan 2003 141.495,83 2004 1.424.029,42 2006 1.626.656,25 2007 2.230.670,50 Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia

Secara garis besar dapat terlihat bahwa pada awalnya perhatian, Bank Muamalat Indonesia kepada UKM relatif masih kecil, tetapi dari tahun ke tahun tampaknya perhatian tesebut semakin meningkat, terutama sejak awal tahun 2004, meski pada tahun berikut mengalami penurunan dan peningkatan kembali yang cukup signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa Bank Muamalat Indonesia telah memberikan perhatian lebih kepada UKM. Selain itu mengindikasikan juga bahwa Bank Muamalat Indonesia menjalankan fungsi sosialnya dengan cara meningkatkan pembiayaan yang dikeluarkan untuk UKM.

D. Pendapatan Bank Muamalat Indonesia

Pendapatan BMI yang berasal dari pembiayaan musyarakah, mudharabah dan murabahah sejak tahun 2003 sampai dengan September 2007 menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa kinerja profitabilitas Bank Muamalat Indonesia semakin baik. Kecenderungan peningkatan pendapatan Bank Muamalat Indonesia sebagaimana gambar 4.11.

Pada gambar di bawah terlihat bahwa peningkatan pendapatan terus terjadi sejak tahun 2003. Akan tetap, peningkatan yang lebih besar tejadi pada tahun 2004. kondisi ini sejalan dengan kecenderungan peningkatan pembiayaan yang dikeluarkan Bank Muamalat Indonesia, hal ini menunjukan adanya hubungan yang positif antara pembiayaan dan pendapatan. Gambar 4.11 Pendapatan Bank Muamalat Indonesia (Juta Rupiah) 1200000

1000000

800000

600000

400000 Pendapatan

200000

0 12345 Tahun

Pendapatan pada tahun 2003 Rp 291.647 juta, pada tahun 2004 pendapatan Bank Muamalat Indonesia naik 64,13% menjadi Rp 478.702 juta, tahun 2005 naik mencapai 55,77% yaitu Rp 745.701 juta, tahun 2006 naik 32,33% yaitu Rp. 986.786 juta, sedangkan pada bulan September 2007 dibandingkan dengan bulan September 2006 mengalami kenaikan mencapai 10,33%, yaitu pada september 2006 Rp. 700.032 juta dan September 2007 Rp. 772.377 juta.

TABEL. 4.5 Pendapatan Bank Muamalat Indonesia (Juta Rupiah) TAHUN PENDAPATAN 2003 291.647 2004 478.702 2005 745.701 2006 986.786 September 2007 772.377 Sumber: Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia Sekalipun demikian terlihat bahwa setelah mengalami peningkatan pendapatan yang tinggi, pada tahun 2004 terjadi kecenderungan perolehan pendapatan yang stabil atau tidak mengalami peningkatan kembali, dan bahkan mengalami penurunan. Meski secara nominal mengalami kenaikan akan tetapi secara prosentase mengalami penurunan. Hal ini kiranya perlu menjadi perhatian Bank Muamalat Indonesia agar mempu untuk kembali meningkatkan pendapatan pada waktu ke waktu.

E. Proporsi Pembiayaan UKM dan Non UKM

Untuk melihat bagaimanakah Bank Muamalat Indonesia memperhatikan UKM, maka indikator yang penting untuk dilihat antara lain seberapa besar proporsi pembiayaan yang diberikan Bank Muamalat Indonesia kepada UKM. Untuk melihat kondisi tersebut, berikut akan dianalisis mengenai proporsi pembiayaan berdasarkan jenis pembiayaan.

Proporsi rata-rata pembiayaan musyarakah Bank Muamalat Indonesia untuk UKM tahun 2003 – 2007 adalah 36%, sedangkan untuk Non UKM sebesar

64% (lihat gambar 4.13). Sepanjang tahun 2003, pembiayaan musyarakah kepada

UKM relatif masih kecil. Dengan kata lain, pembiayaan musyarakah terhadap kelompok Non UKM jauh lebih tinggi. Akan tetapi pada tahun 2004, pembiayaan musyarakah untuk UKM meningkat sangat besar, bahkan dalam beberapa bulan proporsi pembiayaan untuk UKM mencapai 100% (lihat gambar 4.12). Hal tersebut dapat disebabkan karena usaha Non UKM tidak ada yang membutuhkan pembiayaan musyarakah pada tahun 2004, tetapi juga dapat disebabkan karena kebijakan Bank

Muamalat Indonesia untuk lebih memprioritaskan UKM. Akan tetapi apapun alasannya, dengan melihat kondisi ini paling tidak Bank Muamalat Indonesia telah memprioritaskan pembiayaan kepada UKM pada tahun 2004. Proporsi pembiayaan untuk UKM tahun 2006 dan tahun 2007 berbeda jauh dengan keadaan proporsi pembiayaan UKM di tahun 2004. Pada tahun 2006 dan tahun 2007 proporsi pembiayaan mengalami penurunan kembali (lihat gambar 4.12).

Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor penyebab turunnya proporsi pembiayaan musyarakah untuk UKM. Salah satunya bisa disebabkan kelompok

UKM kurang meminati pembiayaan musyarakah karena pembiayaan ini bersifat jangka panjang, tetapi juga dapat disebabkan karena kebijakan Bank Muamalat

Indonesia yang tidak memprioritaskan UKM. Akan tetapi apapun alasannya dengan melihat kondisi ini dapat di ketahui bahwa Bank Muamalat Indonesia tidak memprioritaskan UKM pada tahun 2006 – 2007. Atau dengan kata lain, Bank

Muamalat Indonesia tidak mengambil risiko dengan tidak mengakomodasi kepentingan UKM.

Gambar 4.12 Proporsi Pembiayaan Musyarakah UKM dan Non UKM Januari 2003 – Desember 2007

UKM Non UKM

100%

80%

60% Proporsi 40%

20%

0% 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 Bulan

Gambar 4.13 Proporsi Rata-rata Pembiayaan Musyarakah BMI Tahun 2003-2007

UKM Non UKM

UKM 36%

Non UKM 64%

Proporsi pembiayaan mudharabah dari waktu ke waktu berbeda dengan proporsi pembiayaan musyarakah yaitu sejak tahun 2003, proporsi pembiayaan untuk UKM relatif lebih kecil dibanding pembiayaan Non UKM. Akan tetapi sejak awal tahun 2004, 2006 sampai 2007, terjadi peningkatan proporsi yang sangat besar, bahkan dalam satu bulan di tahun 2004 mencapai 100% untuk pembiayaan mudharabah UKM (lihat gambar 4.14). Proporsi rata-rata pembiayaan mudharabah

Bank Muamalat Indonesia untuk UKM tahun 2003 – 2007 sebesar 70% proporsi ini lebih besar dibandingkan Non UKM, sedangkan untuk Non UKM sebesar 30% (lihat gambat 4.15).

Kebijakan yang dibuat Bank Muamalat Indonesia dengan memberikan proporsi pembiayaan mudharabah untuk UKM lebih besar dari kelompok Non UKM, kembali menunjukan bahwa perhatian Bank Muamalat Indonesia kepada UKM telah besar sejak tahun 2004, 2006 hingga tahun 2007.

Gambar 4.14 Proporsi Pembiayaan Mudharabah UKM dan Non UKM Januari 2003 – Desember 2007

UKM Non UKM

100%

80%

60% Proporsi 40%

20%

0% 1 4 7 10131619222528313437404346 Bulan

Gambar 4.15 Proporsi Rata-rata Pembiayaan Mudharabah BMI Tahun 2003-2007

UKM Non UKM

Non UKM 30%

UKM 70%

Pola komposisi pembiayaan murabahah tidak berbeda dengan pola yang di tunjukan pembiayaan mudharabah, yaitu pada tahun 2003 proporsi pembiayaan untuk UKM masih kecil dibandingkan dengan proporsi pembiayaan untuk Non

UKM. Pada tahun 2004, 2006 sampai 2007, proporsi pembiayaan untuk UKM meningkat sangat besar. Proporsi rata-rata pembiayaan murabahah Bank Muamalat

Indonesia untuk UKM tahun 2003 – 2007 sebesar 53% proporsi ini lebih besar dibandingkan Non UKM, sedangkan untuk Non UKM sebesar 47% (lihat gambar

4.17). Hal ini kembali membuktikan bahwa Bank Muamalat Indonesia mengambil kebijakan dengan memberikan proporsi pembiayaan UKM lebih besar, serta menunjukan bahwa Bank Muamalat Indonesia sejak tahun 2004 memberikan perhatian lebih kepada kelompok UKM.

Gambar 4.16 Proporsi Pembiayaan Murabahah UKM dan Non UKM Januari 2003 - Desember 2007

UKM Non UKM

100%

80%

60% Proporsi 40% C

20%

0% 1357911131517192123252729313335373941434547 Bulan

Gambar 4.17 Proporsi Rata-rata Pembiayaan Murabahah BMI Tahun 2003-2007

UKM Non UKM

Non UKM 47% UKM 53%

Dari gambar ketiga proporsi yang telah dianalisis diatas, serta analisis mengenai pertumbuhan pembiayaan rata-rata perbulan, telah terbukti bahwa khusus sejak tahun 2004, 2006 dan 2007, Bank Muamalat Indnesia telah memberikan porsi yang besar kepada pembiayaan UKM. Akan tetapi proporsi pembiayaan musyarakah di tahun 2006-2007 untuk UKM kembali turun, hal ini menunjukan bahwa Bank

Muamalat Indonesia kurang memperhatikan pembiayaan musyarakah untuk UKM.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan perumusan masalah yang dibuktikan dengan mengadakan penelitian dan analisa data, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan penelitian lapangan prosedur dan proses pembiayaan Bank

Muamalat Indonesia dalam memberikan pembiayaan kepada nasabahnya yaitu

dengan langkah-langkah berikut : (1) Nasabah telah memenuhi persyaratan yang

telah ditentukan oleh peihak Bank Muamalat Indonesia. (2) Account Manager

mengadakan survey langsung ketempat nasabah. (3) Account Manager

mempresentasikan usulan pembaiyaan (UP) nasabah kepada komite pembiayaan,

apabila layak maka UP tersebut diterima, akan tetapi apabila tidak layak maka UP

tersebut tidak diterima. (4) Apabila disetujui Account Manager membuat offering

latter yang telah ditanda tangani oleh direksi/ pemimpin cabang/ kepala divisi

yang kemudian mencairkan dana kepada nasabah. UP nasabah yang ditolak

seluruh dokumen dikembalikan kepada nasabah dan disertai surat penolakan. (5)

Nasabah yang telah menerima pembiayaan wajib mengembalikannya sesuai

dengan jangka waktu yang telah disepakati.

2. Berdasarkan komposisi pembiayaan UKM pertumbuhan pembiayaan rata-rata

perbulan sebagai berikut : (1) Pada pembiayaan musyarakah untuk UKM tahun 2004 naik lebih dari 100% sebesar Rp 143.554,92 juta perbulan, dibandingkan

tahun 2003 yaitu Rp 1.477,92 juta perbulan. Sedangkan pada tahun 2006

mengalami penurunan sebesar 52,30% dibandingkan tahun 2004 menjadi Rp

68.463,08 juta perbulan. Sedangkan tahun 2007 peningkatan lebih dari 100%

terjadi kembali menjadi Rp 280.683,67 juta perbulan. (2) Pada pembiayaan

mudharabah untuk UKM pada tahun 2004 juga terjadi peningkatan lebih dari

100% sebesar Rp 1.125.782,33 juta perbulan, dibandingkan tahun 2003 yaitu Rp

113.997,58 juta perbulan. Pada tahun 2006 mengalami peningkatan 75,25%

dibandingkan tahun 2004 menjadi Rp 1.972.944,83 juta perbulan. Sedangkan

pada tahun 2007 mengalami kenaikan 10,49% menjadi Rp 2.180.057,42 juta

perbulan. (3) Pada pembiayaan murabahah untuk UKM tahun 2003 adalah Rp

141.495,83 juta perbulan, pada tahun 2004 naik lebih 100% sebesar Rp

1.424.029,42 juta perbulan. Pada tahun 2006 naik mencapai 14,22%

dibandingkan tahun 2004 menjadi Rp 1.626.656,25 juta perbulan. Sedangkan

tahun 2007 peningkatan sebesar 37,13% menjadi Rp 2.230.670,50 juta perbulan.

Secara garis besar pertumbuhan pembiayaan rata-rata UKM meningkat dari

waktu ke waktu.

3. Proporsi pembiayaan UKM dan berdasarkan jenis pembiayan sebagai berikut : (1)

Proporsi pembiayaan musyarakah UKM pada tahun 2003 relatif kecil rata-

ratanya hanya mencapai 7%, tahun 2004 meningkat menjadi 75% ini mengartikan

bahwa Bank Muamalat Indonesia membuat kebijakan untuk memprioritaskan UKM. Namun proporsi UKM pada tahun 2006-2007 menurun sangat signifikan.

Proporsi pembiayan UKM pada tahun 2006 rata-rata hanya mencapai 15%,

sedangkan pada tahun 2007 mencapai 30%. Hal ini kembali menunjukan bahwa

pada tahun 2006-2007 Bank Muamalat Indonesia tidak memprioritaskan UKM

dengan jenis pembiayaan musyarakah. (2) Proporsi pembiayaan mudharabah

untuk UKM sepanjang tahun 2003 relatif kecil, namun sejak tahun 2004,2006 dan

2007 proporsi pembiayaan meningkat. Proporsi pembiayaan UKM pada tahun

2004 mencapai 85%, tahun 2006 mencapai 83% dan tahun 2007 mencapai 92%.

Hal ini menunjukan kembali Bank Muamalat Indonesia membuat kebijakan

dengan memberikan proporsi pembiayaan lebih besar dibandingkan Non UKM,

mengartikan bahwa Bank Muamalat Indonesia berpihak kepada UKM. (3)

proporsi pembiayaan murabahah UKM tahun 2003 hanya mencapai 13%. Namun

sejak tahun 2004 proporsi pembiayaan UKM meningkat menjadi 86%, tahun

2006 proporsi pembiayaan mudharabah UKM 52%, dan tahun 2007 mencapai

62%. Hal ini menunjukan bahwa Bank Muamalat Indonesia berpihak kepada

UKM dengan membuat kebijakan memberikan proporsi pembiayaan yang lebih

besar untuk UKM dibandingkan proporsi pembiayaan untuk Non UKM.

4. Pendapatan Bank Muamalat Indonesia dari pembiayaan musyarakah,

mudharabah dan murabahah dari waktu ke waktu meningkat, meski pembiayaan

yang dikeluarkan juga meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa antara

pembiayaan dengan pendapatan mempunyai dampak yang positif, terbukti dengan meningkatnya pembiayaan yang dikeluarkan, pendapatan Bank Muamalat

Indonesia juga meningkat.

5. Skema aplikasi perbankan dari al- Musyarakah, al- Mudharabah dan al-

Murabahah dapat digambarkan sebagai berikut:

Skema al-Musyarakah

Nasabah Parsial : Bank Syariah Assset Value Parsial

PROYEK USAHA

KEUNTUNGAN

Bagi hasil keuntungan sesuai Porsi kontribusi model (nisbah)

Skema al-Mudharabah

PERJANJIAN BAGI HASIL

KEAHLIAN/ Modal Bank Nasabah KETRAMPIL 100% (Shahibul Maal) (Mudharib)

PROYEK / USAHA

Nisbah Nisbah X % PENBAGIAN Y % KEUNTUNGAN

Skema Bai’al-Murabahah

Negosiasi & 1 Persyaratan

2 Akad Jual Beli BANK NASABAH 6 Bayar

5 Terima Barang & 3 Beli 4 Kiri SUPLIER Dokumen PENJUAL

6. Kebijakan yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia terhadap UKM adalah

dalam hal penanaman dana mikro Bank Muamalat Indonesia menggunakan

pola linkage kepada BPRS, dengan tujuan agar pengusaha mikro, kecil dan

menengah dapat menggunakan fasilitas pembiayaan yang tersedia di BMI.

Pola linkage yang digunakan adalah Executing, Joint Financing dan

Channelling. Selain itu dalam penyaluran dana CSR BMI menjalin kerja sama

dengan BMM menjalankan program KUM3 (Komunitas usaha mikro

muamalat berbasis masjid).

7. Pola linkage merupakan solusi yang diberikan bank dalam hal ini Bank Muamalat

Indonesia dalam pemberian fasilitas pembiayaan bagi UKM, sehingga UKM bisa

lebih mudah dalam memenuhi aspek legalitas dalam pembiayaan.

B. SARAN-SARAN

Sebagai program perbaikan kedepan, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut

1. Karena pembiayaan yang dikeluarkan Bank Muamalat Indonesia dapat

meningkatkan pendapatan, maka Bank Muamalat indonesia harus terus menjaga

hubungan baik kepada nasabah dan mengetahui perkembangan usaha nasabah.

2. Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank Syariah pertama di Indonesia hendaknya

menjalankan fungsi sosialnya dengan cara selalu memprioritaskan pembiayaan

kepada UKM. 3. Meningkatkan kerja Account Manager karena AM adalah pihak yang selalu

berhubungan dengan nasabah, jadi AM yang paling mengerti bagaimana keadaan

nasabah yang sebenarnya.

4. Untuk menarik minat para nasabah, Bank Muamalat Indonesia harus lebih

meningkatkan promosi dan melahirkan produk-produk yang menarik dan

inovatif.

5. Sebagai pemasukan kedepan Bank Muamalat Indonesia agar selalu beruraha

menggunakan instrumen syariah dalam setiap membuat kebijakan, sebab

instrumen syariah tidak hanya menata keuntungan pemilik modal melainkan

pengelola modal dalam hal ini adalah UMKM.

DAFTAR PUSTAKA

Al- quran dan Hadits Amin, Hasan, Dasar- Dasar Ekonomi Perusahaan, Jakarta: Pradnya Paratama,1976.

An- Nabhani, Taqayuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alterbatif, Surabaya: Risalah Gusti, 1996.

Antonio, M. Syafi’i, Bank Syariah Dari Teoti Kepraktik, Jakarta: Gema Insani, 2001.

Antonio, M. Syafi’i, Bank Syariah, Wacana Ulama dan Cendikia, Jakarta: Tazkia Institute, 1999.

Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005, Cet. Ke- III.

Chapra, M. Umer, Masa Depan Ilmu Ekonomi Sebuah Tinjauan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, Cet. Ke- I.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006, Cet. Ke-III.

Firdaus, Rahmat dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Toeri, Masalah, Kebijakan dan Aplikasinya Lengkap dengan Analisis Kredit, Bandung: ALFABETA, 2004.

Hafsah, Muhammad Ja’far, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000.

Haroen, Nasrun, Fiqih Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.

Ismawan, Indra, Sukses di Era Ekonomi Liberal, Bagi Koperasi Perusahaan Kecil Menengah, Jakarta: Grasindo, 2001.

Jogiyanto, Metodelogi Penelitian bisnis: salah Kaprah dan pengalaman- Pengalaman, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2004.

Jurnal KUKM, Genjot Sektor UMKM dengan Kredit Usaha Rakyat, Edisi November 2007.

Karim, Adiwarman .A, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia

Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.

Partomo, Tiktik Sartika dan Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil/ menengah dan Koperasi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, Cet. Ke- II.

Peraturan Perundang-Undangan Usaha Kecil Dan Waralaba, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007, Cet. Ke- I.

Republika, Upaya Meningkatkan Aksesibilitas UMKM terhadap Perbankan, Kamis 11 Desember 2003.

Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, edisi IV, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1995.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, 1995, Cet. Ke- II.

Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta: Ekonisia, 2003.

Tambunan, Tulus T.H, Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia, Beberapa Isu Penting, Jakarta: Salemba, 2002.

Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Jakarta: Djambatan, 2001.

Usman, Marzuki, Kiat Sukses Pengusaha Kecil, Jakarta: Jurnal Keuangan dan Moneter dan Institut Banker Indonesia, 1998.

Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2003.

Lampiran 2

Pembiayaan Total

Bulan Musyarakah Mudharabah Murabahah 1 20393 483642 951814 2 20403 485669 966368 3 21153 522273 1013673 4 21181 530054 1015795 5 21201 545989 1042529 6 22184 573229 1070091 7 21642 607877 1094418 8 21621 645230 1171726 9 23990 681482 1133003 10 24533 724766 1219257 11 29298 772156 1235938 12 36423 787560 1290553 13 36942 824359 1280159 14 44330 853921 1335112 15 85749 931031 1358007 16 122590 1065334 1446689 17 0 1363534 1534796 18 175004 1336962 1612725 19 0 1576823 1658546 20 198091 1438642 1744232 21 216485 1486804 1821290 22 231050 1553652 1896807 23 277810 1558059 1925059 24 372733 1606733 1900860 25 378995 1602122 1895483 26 379869 1638946 1957934 27 392389 1689439 2067765 28 435594 1782612 2161368 29 451322 1843674 2346979 30 526318 1899550 2403011 31 529690 1954391 2568098 32 529653 2038992 2767942 33 529453 2104419 2800616 34 535019 2190001 2905357 35 544808 2174498 2932868 36 497880 2156136 2950956 37 501429 2129337 2885980 38 494777 2125468 2897309 39 524992 2133176 2942202 40 495475 2138087 2996071 41 0 2664358 3104608 42 0 2687182 3237897 43 473633 2220857 3135841 44 0 2682020 3231129 45 0 2753335 3276947 46 454033 2309877 3275106 47 421562 2286114 3299863 48 475267 2289208 3122043 49 475617 2220897 3035649 50 523148 2191605 3040959 51 466847 2199768 3034817 52 760030 2276909 3167567 53 1040192 2256726 3394219 54 1054084 2307569 3629865 55 1221812 2341108 3765471 56 1346298 2367092 3908209 57 1433152 2400371 4055053 58 268066 3302336 4069748 59 1675504 2387361 4149873 60 1783074 2368207 4064004 Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia

Lampiran 3

Pembiayaan UKM

Bulan Musyarakah Mudharabah Murabahah 1 5832 87993 113492 2 5777 87837 114074 3 470 90878 116595 4 466 92441 125171 5 461 101171 129550 6 630 112400 143963 7 489 117190 151804 8 625 125651 149421 9 793 116655 155866 10 857 128376 169613 11 851 147403 177634 12 484 159976 150767 13 477 169461 140654 14 43930 802558 1250209 15 85304 860925 1267915 16 122145 963179 1345372 17 0 1215584 1417250 18 174810 1184324 1491351 19 0 1414017 1524168 20 198091 1438642 1597396 21 216441 1308735 1667900 22 231006 1368463 1789355 23 277766 1380114 1809087 24 372689 1403386 1787696 25 67845 1510684 988391 26 79383 1547107 831603 27 72747 1511738 840594 28 76866 1526690 977317 29 0 2193765 1883988 30 0 2227219 1922150 31 121562 2124237 1910348 32 0 2245508 1958263 33 0 2280459 1981129 34 127104 2187472 2051740 35 132935 2165617 2105112 36 143115 2154842 2069240 37 143415 2101032 2055067 38 151624 2067436 2057728 39 133965 2063092 2028913 40 168515 2076230 2043561 41 191389 2124856 2136315 42 192901 2194713 2242737 43 263447 2225413 2311298 44 336812 2247695 2345170 45 432821 2288678 2385140 46 195658 2258903 2390404 47 539472 2268890 2414521 48 618185 2243751 2357192 Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia

Lampiran 1

Jumlah Nasabah UKM

Bulan Musyarakah Mudharabah Murabahah 1 8 535 1689 2 8 544 1351 3 7 564 1387 4 7 575 1423 5 7 603 1471 6 7 637 1490 7 6 653 1527 8 7 673 1532 9 8 620 1574 10 8 645 1618 11 8 807 2229 12 5 842 2226 13 4 855 2220 14 23 2151 6126 15 30 2763 5686 16 42 3512 5894 17 0 563 6148 18 54 6491 6290 19 0 7283 6399 20 149 22763 6700 21 54 9015 6909 22 53 8240 7821 23 54 8761 8039 24 59 7360 9212 25 45 12226 10295 26 46 12265 10409 27 46 12171 10584 28 56 11739 10913 29 0 13361 18447 30 0 8541 18895 31 153 8547 19324 32 0 8766 19395 33 0 8944 19753 34 161 8910 20368 35 166 8936 20585 36 170 9091 20706 37 172 9026 20903 38 181 9071 21492 39 150 9181 21792 40 172 9261 22516 41 197 9306 22618 42 234 9539 23579 43 382 9683 23984 44 610 9906 24607 45 916 10136 24516 46 966 10086 25633 47 1431 10221 25487 48 1792 10283 25948 Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia

Lampiran 4

Proporsi Pembiayaan Musyarakah UKM dan Non UKM

Bulan UKM Non UKM 1 29% 71% 2 28% 72% 3 2% 98% 4 2% 98% 5 2% 98% 6 3% 97% 7 2% 98% 8 3% 97% 9 3% 97% 10 3% 97% 11 3% 97% 12 1% 99% 13 1% 99% 14 99% 1% 15 99% 1% 16 100% 0% 17 0% 0% 18 100% 0% 19 0% 0% 20 100% 0% 21 100% 0% 22 100% 0% 23 100% 0% 24 100% 0% 25 14% 86% 26 16% 84% 27 14% 86% 28 16% 84% 29 0% 0% 30 0% 0% 31 26% 74% 32 0% 0% 33 0% 0% 34 28% 72% 35 32% 68% 36 30% 70% 37 30% 70% 38 29% 71% 39 29% 71% 40 22% 78% 41 18% 82% 42 18% 82% 43 22% 78% 44 25% 75% 45 30% 70% 46 73% 27% 47 32% 68% 48 35% 65% Rata- rata 32% 56% Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia

Lampiran 5

Proporsi Pembiayaan Mudharabah UKM dan Non UKM

Bulan UKM Non UKM 1 18% 82% 2 18% 82% 3 17% 83% 4 17% 83% 5 19% 81% 6 20% 80% 7 19% 81% 8 19% 81% 9 17% 83% 10 18% 82% 11 19% 81% 12 20% 80% 13 21% 79% 14 94% 6% 15 92% 8% 16 90% 10% 17 89% 11% 18 89% 11% 19 90% 10% 20 100% 0% 21 88% 12% 22 88% 12% 23 89% 11% 24 87% 13% 25 71% 29% 26 73% 27% 27 71% 29% 28 71% 29% 29 82% 18% 30 83% 17% 31 96% 4% 32 84% 16% 33 83% 17% 34 95% 5% 35 95% 5% 36 94% 6% 37 95% 5% 38 94% 6% 39 94% 6% 40 91% 9% 41 94% 6% 42 95% 5% 43 95% 5% 44 95% 5% 45 95% 5% 46 68% 32% 47 95% 5% 48 95% 5% Rata- rata 70% 30% Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia

Lampiran 6

Proporsi Pembiayaan Murabahah UKM dan Non UKM

Bulan UKM Non UKM 1 12% 88% 2 12% 88% 3 12% 88% 4 12% 88% 5 12% 88% 6 13% 87% 7 14% 86% 8 13% 87% 9 14% 86% 10 14% 86% 11 14% 86% 12 12% 88% 13 11% 89% 14 94% 6% 15 93% 7% 16 93% 7% 17 92% 8% 18 92% 8% 19 92% 8% 20 92% 8% 21 92% 8% 22 94% 6% 23 94% 6% 24 94% 6% 25 34% 66% 26 29% 71% 27 29% 71% 28 33% 67% 29 61% 39% 30 59% 41% 31 61% 39% 32 61% 39% 33 60% 40% 34 63% 37% 35 64% 36% 36 66% 34% 37 68% 32% 38 68% 32% 39 67% 33% 40 65% 35% 41 63% 37% 42 62% 38% 43 61% 39% 44 60% 40% 45 59% 41% 46 59% 41% 47 58% 42% 48 58% 42% Rata- rata 53% 47% Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia

Lampiran 7 USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM)

No. JENIS KRITERIA PLAFOND 1 USAHA MIKRO a. Usaha produktif Maks Rp 50 juta a. MOU BI-m b. Usaha yang dijalankan oleh penduduk miskin atau b. PBI No. 3/1 mendekati miskin (sesuai dengan kriteria BPS) tentang Pro dengan ciri-ciri : ™ Dimiliki oleh keluarga ™ Mempergunakan teknologi sederhana ™ Memanfaatkan sumber daya lokal ™ Lapangan usahanya mudah dimasuki dan ditinggalkan 2 USAHA KECIL a. Usaha Produktif a. UU No. 9 ta (KUK) b. Kekayaan bersih maksimum Rp. 200 juta di luar b. PBI No. 3/2 tanah dan bangunan tempat usaha atau total diatas Rp 50 juta c. MOU BI-M penjualan Rp 1 miliar/tahun s.d c. milik WNI Rp 500 juta d. Berdiri sendiri dan bukan cabang atau anak perusahaan dari usaha besar e. bentuk usaha perseorangan atau badan usaha baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum 3 USAHA a. Usaha produktif a. Inpres No. MENENGAH b. Kekayaan bersih maksimum Rp. 200 s.d Rp 10 b. MOU BI-M (UMKM) miliar/tahun luar tanah dan bangunan tempat usaha Rp 500 juta c. milik WNI s.d d. Berdiri sendiri dan bukan cabang atau anak Rp 5 miliar perusahaan dari usaha besar e. bentuk usaha perseorangan atau badan usaha baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum

Sumber : Bank Muamalat Indonesia