FENOMENA LOVE HOTEL PADA MASYARAKAT JEPANG
NIHON SHAKAI NI OKERU RABU HOTERU NO GENSHOU
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
ALDINDA SYAHFITRI
NIM: 150708039
PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FENOMENA LOVE HOTEL PADA MASYARAKAT JEPANG
NIHON SHAKAI NI OKERU RABU HOTERU NO GENSHOU
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
OLEH:
ALDINDA SYAHFITRI NIM: 150708039
Pembimbing
Alimansyar, M.A,. Ph.D NIP. 19751103 200501 1 003
PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disetujui Oleh:
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Medan
Medan, 20 Januari 2020
Program Studi Sastra Jepang
Ketua,
Prof.Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D NIP. 19580704 1984 12 1 001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGESAHAN
Diterima Oleh: Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Pada : Pukul 14.00 WIB Tanggal : 20 Januari 2020 Hari : Senin
Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan,
Dr. Budi Agustono, M.S. NIP. 19600805 198703 1 001
Panitia Tugas Akhir:
No. Nama Tanda Tangan
1. Prof. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D ( .)
2. Alimansyar, M.A,. Ph.D ( )
3. Rani Arfianty, S.S., M.Phil ( ..)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahirrabil’alamin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada
Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis diberikan kesehatan selama mengikuti perkuliahan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Usaha yang diiringi dengan doa merupakan dua hal yang membuat penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi yang berjudul “Fenomena Love Hotel Pada Masyarakat
Jepang” ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera
Utara.
Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D., selaku ketua Program Studi
Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Alimansyar, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan banyak masukan dan arahan bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga akhir penyusunan.
4. Bapak Zulnaidi, S.S, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberikan arahan selama masa perkuliahan hingga akhir.
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Sastra Jepang yang telah
memberikan ilmu dan pendidikan kepada penulis selama perkuliahan
sampai penulisan skripsi ini. Dan juga kepada staf pegawai Program Studi
Sastra Jepang yang telah banyak membantu kelancaran administrasi
penulis.
6. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada orang tua yang sangat penulis cintai. Ayah Almar Shofi dan Mama
Zalinar Noer, atas kasih sayang, kesabaran, dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis baik materil maupun moril, dan selalu
memberikan semangat serta mendoakan agar penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
7. Kakanda Aldila Syahfina, Abangda Alfiyando Syahnafi, Kakak ipar
Rahman Suherman, dan Keponakan saya Lubna, yang telah memberikan
dukungan dan semangat untuk penulis dalam proses penyelesaian skripsi
ini.
8. Manda Putra Tanio yang selalu setia bersama penulis dari awal
perkuliahan hingga saat ini. Terima kasih atas waktu, tenaga, dukungan,
dan pikiran yang selalu membantu ketika penulis sedang homesick dan
insecure.
9. Sahabat Ronaldo Napitupulu, Rinaldi Lubis, Farhan Maulana Azmi dan
Rajab Siregar, yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 10. Teman-teman Aotake2015 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima
kasih telah bersama-sama menjalani perkuliahan dari awal hingga
bersama-sama menyelesaikan skripsi ini.
11. Tidak lupa kepada Abang dan Kakak Kojon Squad yang selalu menegur
dan menyemangati penulis agar bisa menyelesaikan skripsi ini.
12. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan doa serta bantuan dalam kehidupan penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para mahasiswa Sastra Jepang.
Medan, 20 Januari 2020
Penulis,
Aldinda Syahfitri
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………...1
1.2 Perumusan Masalah……………………………………………...... 3
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan………………………………………4
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori……………………………..4
1.4.1 Tinjauan Pustaka…………………………………………..4
1.4.2 Kerangka Teori…………………………………………….7
1.5 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian…………………………8
1.5.1 Tujuan Penelitian…………………………………………..8
1.5.2 Manfaat Penelitian…………………………………………8
1.6 Metode Penelitian……………………………………………….....8
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP LOVE HOTEL PADA
MASYARAKAT JEPANG
2.1 Budaya Seks pada Masyarakat Jepang……………………………10
2.1.1 Zaman Edo………………………………………………….11
2.1.2 Zaman Meiji-Perang Dunia ke-II…………………………...13
2.1.3 Setelah Perang Dunia ke-II-Zaman Sekarang………………15
2.2 Love Hotel pada Masyarakat Jepang……………………………...18
2.2.1 Sejarah Love Hotel………………………………………….19
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2.2 Ciri-Ciri Love Hotel pada Masyarakat Jepang…………………….23
BAB III FENOMENA LOVE HOTEL PADA
MASYARAKAT JEPANG
3.1 Fungsi Love Hotel pada Masyarakat Jepang……………………...26
3.2 Pengguna Love Hotel pada Masyarakat Jepang…………………..34
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan………………………………………………………42
4.2 Saran……………………………………………………………..43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ABSTRAK
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kebudayaan mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik yang sifatnya material, seperti peralatan-peralatan kerja dan teknologi, maupun yang non-material, seperti nilai-nilai kehidupan dan seni tertentu. Kebudayaan memiliki 7 unsur-unsur universal, yang sekalian merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia ini, yaitu: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan (Koentjaraningrat,
2004:2). Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta „buddahyah‟, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal
(Koentjaraningrat, 2002:181). Adapun istilah culture, yang berasal dari kata
Latin colere. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal kata tersebut yaitu colere kemudian culture diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam
(Soerjono Soekanto, 2003:172).
Jepang sebagai Negara maju yang dikenal dengan berbagai budaya yang berkembang di masyarakat luas. Salah satunya adalah budaya seks yang kebanyakan dianggap tabu, salah satunya yang dinilai oleh Negara Indonesia.
Seks bagi masyarakat Jepang merupakan hal yang biasa. Banyak pasangan yang belum menikah mendapat akses untuk melakukan seks tanpa batasan-batasan dari masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya museum seks tersebar di
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berbagai belahan Jepang, salah satu contohnya adalah Atami Hihoukan yang terletak di Atami-shi, Shizuoka, Jepang. Dimana segala koleksi di dalam museumnya adalah karya seni erotis dan tidak jauh dari soal seks. Bukan hal aneh anak-anak di Jepang leluasa mengakses hal-hal yang berbau seksualitas, seperti berfoto dengan organ vital pria, mengikuti beberapa festival-festival seks seperti Omatsuri Sex Jepang, salah satunya adalah Kanamara Matsuri.
Majalah dewasa dan komik seks bebas dijual di Mini Market (Konbini) yang dapat dibaca oleh siapa saja, bahkan oleh anak-anak. Jepang memang terkenal sebagai salah satu dari banyak Negara dengan produksi adult video terbesar. Dimana masyarakat dengan segala umur sangat mudah mengakses situs-situs yang berbau dengan adult video. Bahkan rental-rental video menyediakan adult video secara bebas. Rak tempat-tempat video tersebut dipajang juga dapat dilihat oleh anak-anak dan remaja, meskipun mereka tidak dapat menyewanya.
Seks bebas di Jepang juga diperkuat dengan hal-hal yang berkembang di masyarakat seperti, banyaknya wanita di Jepang yang melepaskan keperawanan mereka pada masa sekolah. Dimana seseorang yang menikah dalam kondisi masih perawan dianggap memalukan dan mereka dianggap sebagai level bawah dalam pergaulan. Meskipun seks bebas dalam masyarakat Jepang merupakan hal yang biasa, namun bermesraan di depan umum merupakan hal yang tidak sopan.
Hal ini yang menyebabkan banyak pasangan yang menyewa hotel untuk bermesraan, salah satunya adalah Love Hotel.
Love Hotel mewakili aspek penting dari budaya Jepang kontemporer, sejarah budaya Love Hotel di Tokyo sudah ada sejak akhir 1950-an hingga saat
2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ini. Love Hotel ditandai sebagai barometer perubahan sosial dan budaya di periode pasca perang Jepang yang lama, mencerminkan ketidaktetapan ekonomi
(Chaplin, 2007:2). Pada awalnya, Love Hotel digunakan sebagai tempat menginap untuk para backpacker. Mereka akan menunggu hingga tengah malam agar harganya murah. Seiring perkembangan zaman, Love Hotel berubah fungsi sebagai tempat untuk ritual pertemuan dua manusia di atas ranjang. Mereka merancangnya sedemikian rupa hingga orang yang ingin melakukan kegiatan tersebut bisa menyewa dengan pola perjam atau permalam. Saat ini terdapat lebih dari 300 Love Hotel di kota, salah satunya berada di kota Tokyo. Jika kita berada di kota Tokyo Love Hotel akan berdiri dengan megah dengan ornamennya yang menarik. Biasanya Love Hotel terletak di dekat perkantoran besar dan pusat perbelanjaan.
Atau terletak di sekitaran stasiun kereta api, terminal bus atau bandara. Hal ini dikarenakan menjaring banyak pengunjung yang biasanya merupakan pelancong, pekerja kantoran dan juga orang yang “nakal”. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis tertarik ingin membahas Love Hotel dalam bentuk skripsi yang berjudul: “FENOMENA LOVE HOTEL PADA MASYARAKAT
JEPANG”.
1.2. Perumusuan Masalah
Menurut pandangan masyarakat Jepang terhadap Love Hotel, selain digunakan untuk penginapan backpacker, juga digunakan untuk melakukan kegiatan pasangan. Selain pasangan yang sudah menikah, bahkan masih berstatus pacaran juga memilih pergi ke Love Hotel. Hal ini dikarenakan
3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berbagai alasan seperti jarak rumah yang terlalu jauh, harga yang terjangkau, kerahasiaan pengunjung yang dilindungi oleh pihak Love Hotel dan juga memiliki prasarana yang lengkap. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana fungsi Love Hotel pada masyarakat Jepang?
2. Bagaimana pengguna Love Hotel pada masyarakat Jepang?
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan masalah karena dalam setiap penelitian diperlukan adanya pembatasan masalah agar pembahasan tidak terlalu melebar sehingga penulis dapat fokus terhadap pembahasan dalam masalah tersebut dan agar tidak menyulitkan pembaca dalam memahami pokok permasalahan yang dibahas.
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti membatasi ruang lingkup pembahasan penelitan yang difokuskan kepada bagaimana fungsi Love Hotel pada masyarakat Jepang dan juga bagaimana pengguna Love Hotel pada
Masyarakat Jepang. Agar pembahasan lebih mendalam, jelas dan juga memiliki akurasi data yang benar, maka penulis akan menjelaskan juga mengenai sejarah
Love Hotel dan jenis Love Hotel pada masyarakat Jepang.
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1. Tinjauan Pustaka
Dalam skripsi ini penulis merasa perlu adanya tinjauan pustaka terhadap penelitian yang relevan untuk mendukung skripsi ini. Beberapa hasil penelitian
4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sebelumnya yang dinilai cukup relevan dengan penelitian ini antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Michael D. Basil (2008) dan Sarah Chaplin
(2007).
Yang pertama penelitian oleh Michael D. Basil dengan judul “Japanese
Love Hotels: Protecting Privacy for Private Encounters” dan yang kedua dalam buku Sarah Chaplin dengan judul “Japanese Love Hotels a Cultural
History”.
Menurut Michael D. Basil, (2008 : 509) Ada beberapa indikator bahwa
Jepang mungkin memiliki keterbukaan budaya yang agak lebih besar terhadap seksualitas. Ini dapat dilihat dalam pakar kepercayaan Shinto, seni sejarah seperti Shunga, dan penerimaan komik manga yang erotis saat ini. Namun Love
Hotel di Jepang berusaha keras untuk memastikan privasi. Alasan lain privasi
Love Hotel mungkin budaya. Sementara kita akrab dengan konsep privasi dalam budaya kita sendiri, ada beberapa bukti bahwa konsep privasi bervariasi antar budaya (Capurro, 2005). Beberapa bukti menunjukkan bahwa di Jepang konsep privasi mungkin agak berbeda daripada di barat (Nakada & Tamura, 2005).
Sebagian besar ini berpusat di sekitar pengertian umum dan pribadi. Mungkin ini akan menjelaskan mengapa Love Hotel ditoleransi dan dapat diterima masyarakat Jepang, tetapi tindakan lain diharapkan tetap pribadi. Budaya dan negara mungkin mengizinkan Love Hotel, namun individu mungkin tidak secara individu mendukungnya dan bahkan mungkin malu olehnya. Jadi menarik untuk dicatat bahwa, bahkan dalam budaya di mana seksualitas dirangkul, masih ada banyak upaya yang dilakukan untuk melindungi privasi kekasih. Seperti yang disimpulkan oleh salah satu penulis populer, “Untuk memastikan klien mereka
5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dapat benar-benar bersantai, Love Hotel adalah model kebijaksanaan. Pelanggan tidak pernah melihat staf dan anonimitas terjamin” (Moran, 2005).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Negara Jepang yang memiliki keterbukaan budaya yang sangat besar dan bagaimana masyarakat
Jepang sendiri menjaga Love Hotel serta melindungi privasi pelanggan mereka.
Sarah Chaplin, (2007: 162-164) Konsultan Love Hotel Vitamin Miura telah membongkar statistik yang meyakinkan, melaporkan bahwa lebih dari 500 juta kunjungan ke Love Hotel terjadi setiap tahun, bahwa 1.370.000 pasangan menggunakan Love Hotel setiap hari (yang lebih dari 1 persen dari total populasi
127 juta orang di setiap hari tertentu).
Secara keseluruhan ada tiga jenis pelanggan yang disukai pemilik hotel: pasangan yang berkencan, pasangan yang sudah menikah dan pasangan yang berzina. Tergantung pada kemapanannya, empat jenis pelanggan lain kadang- kadang ditoleransi: lelaki yang berkunjung dengan pelacur, pasangan sesama jenis, keluarga dan lajang. Kelompok yang terakhir mungkin mencakup seorang salariiman yang terlalu mabuk atau terlambat untuk melakukan perjalanan kembali ke pinggiran kota, atau dalam kasus wanita, di mana perusahaan telah menawarkan promosi khusus wanita. Menurut Imafuku Takako, basis pelanggan yang mengalami pertumbuhan paling besar adalah pasangan muda di usia 20-27 tahun, yang memiliki tingkat pendapatan disposable tertinggi dan tingkat utang serta tanggung jawab keuangan terendah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa jumlah pendapatan
Negara Jepang dalam Industri Love Hotel setiap tahunnya dan siapa saja pelanggan yang mampu menghabiskan waktu bersama di Love Hotel.
6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.4.2. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan konsep budaya. Menurut
Koentjaraningrat (2009: 180-181), konsep dalam hal menganalisis suatu kebudayaan dalam keseluruhan perlu dibedakan secara tajam antara empat komponen yaitu : 1. Sistem Budaya; 2. Sistem Sosial; 3. Sistem Kepribadian; 4.
Sistem Organisme. Keempat komponen itu, walaupun erat berkaitan satu dengan yang lain. penulis menggunakan dua komponen dalam memecahkan rumusan masalah, yaitu Sistem Budaya atau Culture System dan Sistem Sosial atau Social
System.
Sistem Budaya atau Culture System merupakan komponen yang abstrak dari kebudayaan dan terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep- konsep, tema-tema berpikir dan keyakinan-keyakinan. Dengan demikian, sistem budaya adalah bagian dari kebudayaan atau yang lazim disebut adat-istiadat. Di antara adat-istiadat, seperti yang telah dipelajari, ada sistem nilai budayanya, sistem normanya, yang secara khusus lagi dapat diperinci ke dalam berbagai macam norma menurut pranata-pranata yang ada dalam masyarakat bersangkutan. Fungsi dari budaya adalah menata dan memantapkan tindakan- tindakan serta tingkah laku manusia.
Sistem Sosial atau Social System terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia atau tindakan-tindakan dan tingkah laku berinteraksi antar individu dalam kehidupan masyarakat. Sebagai rangkaian tindakan berpola yang berkaitan satu sama lain, sistem sosial itu bersifat lebih konkret dan nyata daripada sistem budaya, dalam arti bahwa tindakan manusia itu dapat dilihat dan diobservasi.
Interaksi manusia itu disatu pihak ditata dan diatur oleh sistem budaya, tetapi dipihak lain dibudayakan menjadi pranata-pranata oleh nilai dan norma tersebut.
7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.5. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.5.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembahasan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan fungsi Love Hotel pada masyarakat Jepang
2. Mendeskripsikan pengguna Love Hotel pada masyarakat
Jepang
1.5.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penulis melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menambah ilmu dan pengetahuan penulis dan
pembaca mengenai fungsi Love Hotel pada masyarakat
Jepang.
2. Untuk menambah ilmu dan pengetahuan penulis dan
pembaca mengenai pengguna Love Hotel pada masyarakat
Jepang.
1.6. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian akan dilaksanakan. Nazir (2003 : 51) menjelaskan metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan.
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan
8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek
dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya
yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya.
Selain itu untuk pengumpulan data penulisan menggunakan metode
penelitian kepustakaan (Library Research). Menurut Nasution (1996 : 14),
metode kepustakaan atau Library Research adalah mengumpulkan data dan
membaca referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang dipilih
penulis. Kemudian merangkainya menjadi suatu informasi yang mendukung
penulisan skripsi ini. Studi kepustakaan merupakan aktivitas yang sangat penting
dalam kegiatan penelitian yang dilakukan. Beberapa aspek yang perlu dicari dan
diteliti meliputi: masalah, teori, konsep, kesimpulan serta saran. Data dihimpun
dari berbagai literatur buku yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Survey book dilakukan diberbagai perpustakaan. Dan beberapa sumber yang
mendukung untuk penulisan skripsi ini adalah buku Japanese Love Hotels A
Cultural History oleh Sarah Chaplin, jurnal Japanese Love Hotels: Protecting
Privacy for Private Encounters oleh Michael D. Basil.
Sumber data primer diperoleh melalui wawancara secara perantara oleh
Ho Swee Lin dalam artikelnya di Asian Studies Review yang berjudul Private
Love in Public Space: Love Hotels and the Transformation of Intimacy in
Contemporary Japan. Sumber data primer merupakan data yang diambil langsung dengan cara menggali sumber asli secara langsung melalui responden. Sumber data primer dalam penulisan skripsi ini adalah Pelajar, Mahasiswa dan Pekerja.
9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP LOVE HOTEL PADA MASYARAKAT
JEPANG
2.1 Budaya Seks Pada Masyarakat Jepang
Pandangan masyarakat Jepang terhadap hasrat seksual adalah hal yang alami dan merupakan bagian kehidupan manusia, sehingga tidak dianggap tabu.
Hal tersebut diyakini karena menganut kepercayaan Shinto. Kepercayaan Shinto tidak mengakui adanya baik maupun jahat, sehingga konsep dosa dan kesalahan pribadi yang begitu umum dikaitkan dengan seks dalam budaya Barat tidak ada dalam tradisi Jepang. Hal ini berbeda dari sudut pandang masyarakat Kristen di barat bahwa hubungan seks diluar nikah adalah satu bentuk dosa. (Bornoff 1991:
14-15, 89-90).
Masyarakat Jepang mempunyai keterbukaan pemikiran terhadap seks. Hal ini dapat dibuktikan yaitu dengan adanya Festival Kanamara atau Kanamara
Matsuri. Kanamara Matsuri adalah festival yang dirayakan tiap hari minggu pertama dalam bulan april. Tujuan festival ini pada masa sekarang adalah untuk meningkatkan kesadaran terhadap bahaya penyakit menular seks dan berdoa agar jauh dari bahaya tersebut. Salah satu hal yang dilakukan di festival ini adalah adanya parade omikoshi yang membawa Tiang Baja, Tiang baja dilaporkan berasal dari Zaman Edo (1603 - 1868) ketika, menurut legenda setempat, iblis jatuh cinta pada seorang wanita tetapi tidak tahan melihatnya jatuh cinta dengan orang lain. Hal logis yang harus dia lakukan saat itu adalah bersembunyi di vagina wanita itu dan menggigit penis kekasih mana pun saat itu memasuki dirinya. Karena ketidaknyamanan ini terus terjadi dengan setiap
10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pasangan baru yang dia coba tiduri, wanita ini minta tolong kepada tiang baja untuk membuatkannya baja berbentuk kelamin laki-laki yang dimasukannya ke dalam vaginanya dan mematahkan gigi sang iblis, sehingga iblisnya pergi. Saat ini, di halaman Kuil Kanayama, tiang baja setinggi satu meter ditampilkan untuk menghormati kesuburan, melahirkan anak dan meminta perlindungan dari penyakit menular seksual. Seiring waktu, pelacur datang untuk berdoa di kuil sampai akhirnya menjadi objek wisata di tahun 70an.
(https://www.travelbeginsat40.com/event/kanamara-matsuri-japan-penis festival/).
Sistem Sosial yang dibuat oleh Jepang didasarkan pada pengamatan mereka tentang kehidupan nyata, dari alam dalam semua keragamannya, bukan pada teologi abstrak yang memperlakukan laki-laki dan terutama perempuan sebagai boneka di atas tali, lahir dengan rasa bersalah yang terlalu besar. Tetapi baru pada dekade-dekade terakhir ini, wanita Jepang dan juga pria bebas mengambil keuntungan dari sikap majunya pemikiran terhadap seks ini dan
Amerika Serikat memainkan peran penting dalam perubahan mendasar dalam hubungan pria-wanita di Jepang ini.
2.1.1. Zaman Edo
Sepanjang sejarah, agama Yahudi, Kristen dan Islam telah secara obsesif membahas tema bahwa seksualitas manusia adalah kata lain untuk dosa dan kejahatan, dan bahwa perempuan, karena mereka lebih seksual daripada laki- laki, harus ditekan untuk menjaga seksualitas mereka tetap terkendali.
11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Orang-orang Jepang kuno lebih bijaksana daripada rekan-rekan Barat mereka. Dewa yang mereka ciptakan jauh lebih manusiawi, jauh lebih toleran daripada Tuhan-Nya orang Barat. Dewa-dewa mereka secara mencolok adalah pria dan wanita, lajang dan menikah, dan mereka terlibat dalam aktifitas seksual serta aktifitas sensual lainnya dengan semua yang bisa dikerahkan oleh dewa- dewa penuh semangat.
Tentu saja, pria Jepang tidak begitu berpemikiran maju untuk memandang wanita sebagai orang yang sederajat. Sampai baru-baru ini adalah masyarakat
Jepang memandang dimana peran utama wanita adalah sebagai merawat anak, pekerja, dan menarik sebagai objek seksual ketika masih muda. Tetapi orang
Jepang mengakui dan menerima fakta dasar bahwa tubuh, pikiran, dan jiwa tidak dapat diperlakukan secara terpisah, bahwa apa yang mempengaruhi seseorang mempengaruhi semuanya. (De Mente 2006: 12-13).
Jika membahas keterbukaan seks di Jepang tidak lepas dari bisnis prostitusi di Jepang, karena ketidak maluan terhadap nafsu seksual di Jepang yang membuatnya berkembang bisnis prostitusi ini. Pada zaman edo tahun 1600-
1868, ada dua bentuk bisnis dari pelacuran di negara Jepang. Bentuk bisnis tersebut diolah oleh pihak swasta dan negara yang telah diatur. Bentuk bisnis tersebut dikhususkan pada pelayan kedai teh dan tempat pemandian umum.
Pelacur terbagi atas dua yaitu Joro (pelacur biasa tanpa ada keterampilan) dan
Oiran (pelacur yang telah melalui pendidikan keterampilan seperti merangkai bunga, upacara minum teh dan dapat memainkan alat musik tradisional). Pada tahun 1617, pelacuran sudah diatur oleh negara dan berlangsung selama 300 tahun. Setelah itu, pada tahun 1956, negara Jepang mengeluarkan undang-
12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA undang dalam pencegahan prostitusi secara nasional. Pada tahun tersebut, bisnis pelacuran dilaksanakan di 25 distrik dan diatur beserta didukung oleh pemerintah. Usia pelacur tersebut berumur 12 sampai dengan 14 tahun berlatar belakang istri dan anak perempuan dari keluarga petani yang dijual pada pemilik rumah bordil dengan menyetujui kontrak yang sudah disepakati kedua belah pihak misalnya dalam meminjam dana untuk kebutuhan keluarga. (Maruta dalam Wakabayashi 2003: 147).
2.1.2. Zaman Meiji-Perang Dunia ke-II
Akhir pemerintahan Tokugawa yang telah berganti menjadi pemerintahan
Meiji, tidak banyak yang berubah akan bagaimana pandangan masyarakat
Jepang terhadap seks dan masih berkembangnya bisnis prostitusi yang ada pada zaman Tokugawa dan berlanjut ke pemerintahan selanjutnya.
Pemerintahan Meiji modern pada tahun 1868, pelacuran masih ada sejak zaman Edo. Namun, tekanan internasional memaksa Pemerintah Meiji untuk mengeluarkan Undang-Undang Pembebasan Pelacur pada tahun 1872. Pada tahun 1873, peraturan bisnis pelacuran berubah mengadopsi sistem sewa kamar, yaitu seorang pelacur menjadi “kontraktor independen” berlisensi dan rumah bordil hanya tempat untuk layanan sewa kamar.
Pada tahun 1900, sekelompok reformis sosial seperti masyarakat kyofu dari wanita kristen Jepang menginginkan bahwa pemerintah untuk menghapus sistem prostitusi dan mengeluarkan peraturan pengendalian pelacur. Peraturan ini dianggap dapat menghentikan bisnis pelacuran. Namun, dalam kenyataanya,
13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bisnis pelacuran tetap berjalan. Hal ini dikarenakan polisi telah bekerja sama
dengan pihak penyedia rumah pelacuran.
Pada tahun 1956 dikeluarkan tentang pelarangan prostitusi, peraturan
tersebut menyatakan bahwa pelacur harus berusia lebih dari 18 tahun, terdaftar
secara resmi oleh pemerintah dan bekerja di distrik tertentu. Ada dua alasan
tertentu pemerintah mengeluarkan peraturan ini yaitu pencegahan penyakit
menular seksual dan untuk mengurangi tekanan masyarakat terutama pada saat
masa perang.
Negara terutama memiliki dua alasan untuk mengatur prostitusi:
pelestarian ketertiban umum dan pencegahan penyakit menular seksual.
Pemerintah lebih lanjut membenarkan kontrol terhadap pelacuran sebagai alat
untuk mengurangi tekanan di masyarakat, 22 terutama selama periode-periode
sulit, seperti masa perang. Strategi ini digunakan dalam sistem militer pada
periode meiji sampai showa, bahwa tentara dapat menggunakan pelacur untuk
menghilangkan stres pada masa perang Jepang. Kebijakan pemerintah Jepang
pada waktu itu adalah "Negara kaya, tentara yang kuat (Fukoku Kyohei)."
Namun, penyakit menular seksual di kalangan tentara menjadi perhatian penting
bagi sistem militer.
Oleh karena itu, melegalkan dan mengatur pelacuran dapat memungkinkan pemerintah mengendalikan "kualitas" pelacur dianggap sebagai cara ideal untuk mempertahankan kekuatan militer, misalnya, dengan menyediakan "wanita penghibur" untuk tentara di luar negeri. (Kusano, Yoshimi, dkk dalam
Wakabayashi 2003: 148-149).
14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.3. Setelah Perang Dunia ke-II - Zaman Sekarang
Terlepas dari budaya tradisional seksualitas Jepang yang gigih, memang benar bahwa Jepang juga mengalami modernisasi yang cepat, terutama pada
1950-an dan 1960-an. Seperti di masyarakat lain, modernisasi di Jepang telah membawa serangkaian perubahan dalam kehidupan sehari-hari dan gaya hidup dan karenanya dalam perilaku manusia. Secara umum, perkembangan teknologi telah menghasilkan penurunan yang signifikan dalam jumlah tenaga kerja fisik dan keadaan hidup yang tidak nyaman. Pengembangan pengetahuan ilmiah, bersama dengan popularisasi pendidikan, membawa komunikasi yang lebih melek huruf dan lebih bebas di antara masyarakat awam.
Kekuatan struktur patriarkal yang semula memberi karakter eksentrik dan tidak seimbang kepada organisasi keluarga berkurang ketika modernisasi berlangsung. Dengan cara ini, komunikasi dalam keluarga diabaikan. Kehidupan keluarga Jepang modern telah sampai pada titik di mana banyak orang tua tidak merawat anak-anak dan anak-anak tidak membangun identitas diri mereka. Di sisi lain, dengan hanya satu atau dua anak, orang tua, dan terutama ibu, mungkin terlalu protektif sampai membuat anak mereka ragu-ragu dan tidak memadai dalam hubungan interpersonal mereka.
Perubahan seperti itu juga menyebabkan perubahan signifikan dalam cara seksualitas manusia dialami di Jepang modern, termasuk kesadaran seksual dan perilaku seksual di antara orang-orang. Dampak perkembangan ilmiah mengundang kemajuan yang ditandai dalam pengetahuan biologi dan genetika.
Ini pada gilirannya merangsang perkembangan seksologi. Sebagai contoh, banyak misteri dalam persalinan, terutama takhayul bahwa ada hubungan
15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tertentu antara perilaku orang tua di masa lalu dan sifat fisik bayi yang baru lahir, secara bertahap menghilang. Promosi pendidikan sains di sekolah umum telah membantu kecenderungan ini.
Acara berikutnya dalam baris ini adalah pengembangan seksologi dan pengetahuan tentang seksualitas, seperti pemisahan reproduksi dan perilaku seksual lainnya, keluarga berencana, pembebasan dari peran seks tradisional, dan kemudian sikap yang lebih liberal tentang kegiatan seksual. Promosi keluarga berencana setelah tahun-tahun perang memainkan peran yang menentukan dalam mengurangi para wanita di Jepang. Pada beberapa waktu, aborsi adalah metode keluarga berencana yang paling sering digunakan, menghasilkan efek setelah tertentu pada kesehatan wanita. Dalam tren sosial ini, agama tidak lagi memainkan peran yang kuat dalam mengendalikan kode etik, karena reaksi alergi terhadap kontrol nasional terhadap agama selama masa- masa kelam Perang Dunia II. Namun, pada saat yang sama, orang Jepang modern sering kehilangan identitas diri dalam hal pengembangan penilaian moral dan nilai-nilai.
Orang Jepang pramodern tidak punya pilihan selain menerima dan mengikuti gaya hidup, pola perilaku, dan filosofi dasar kehidupan orang tua atau pemimpin mereka di masyarakat. Model peran dan pola gaya hidup agak mudah ditemukan di antara anggota keluarga, selama seseorang tidak berusaha menemukan sesuatu yang baru dalam kehidupan. Orang Jepang modern, dihadapkan dengan sejumlah besar informasi yang mengalir ke otak mereka, harus belajar cara menyortir dan memilih informasi ini sebelum mereka dapat menerapkannya pada kehidupan sehari-hari yang sebenarnya. Memang benar
16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bahwa selama periode kemakmuran ekonomi pascaperang, pertumbuhan ekonomi Jepang hampir menjadi standar nilai bagi masyarakat, mengundang kritik keras dari orang-orang di belahan dunia lain.
Pendidikan dalam sistem pemilihan informasi atau sistem nilai pendidikan moral, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan seksual telah menjadi kebutuhan utama dalam pendidikan formal dan informal. Demikian juga, pendidikan dalam perilaku seksual, bukan dalam hal instruksi dalam kode perilaku tetapi dalam hal memberikan pemahaman tentang tahapan perkembangan psikoseksual, akan bermanfaat bagi perkembangan seksualitas masing-masing individu. Demikian juga, pendidikan seksualitas diharapkan dapat meningkatkan pendidikan untuk mengasuh anak. Semua kebutuhan ini memiliki dasar yang sama sebagai konsekuensi dari modernisasi.
Kursus Studi Nasional saat ini dari Departemen Pendidikan tidak termasuk pendidikan untuk sistem nilai atau untuk pembentukan identitas diri dan seksual.
Mungkin aspek-aspek pendidikan ini termasuk dalam bidang pendidikan keluarga. Sayangnya, di Jepang sementara, administrasi nasional pendidikan publik sangat berkembang sehingga masyarakat umum hampir melupakan tanggung jawab pendidikan keluarga. Hal ini menyebabkan beberapa masalah sosial yang serius, terutama ketika orang tua mengharapkan sekolah umum untuk memikul tanggung jawab penuh untuk mengajarkan semua kode etik, termasuk perilaku seksual. (Hatano dalam Francoeur dan Noonan 2004: 639-
640).
17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2. Love Hotel Pada Masyarakat Jepang
Love Hotel telah lama menjadi perlengkapan masyarakat Jepang. Namun
tidak begitu banyak orang yang sadar tentang bagaimana perusahaan-perusahaan
ini. Melayani pertemuan romantis atau perselingkuhan. Telah berkembang dari
waktu ke waktu. Kebanyakan orang Jepang hanya menganggap Love Hotel
sebagai hal yang wajar, sementara orang asing sering mengajukan fenomena ini
di bawah kategori "Jepang yang aneh".
Seorang pengunjung ke Jepang tidak akan terlalu kesulitan mengenali
Love Hotel, meskipun mereka tidak lagi dirancang dengan semanis sebelumnya.
Tidak seperti hotel biasa, Love Hotel cenderung memiliki sedikit jendela jika
memungkinkan untuk privasi. Demikian pula, tempat parkir biasanya
tersembunyi di balik penghalang sehingga pelanggan dapat datang dan pergi
tanpa menarik perhatian. Kadang-kadang nama sebuah hotel sendiri adalah
semua petunjuk yang diperlukan orang yang lewat untuk mengenali Love Hotel.
Sesuatu yang terlalu berlebihan untuk sebuah hotel biasa atau dipenuhi dengan
bermakna ganda. Dan akhirnya, jika tidak ada yang lain, tanda di luar daftar
harga adalah petunjuknya, apakah harga penuh untuk "Menginap" semalam atau
hanya lebih dari setengah jumlah itu untuk "Istirahat" dua jam (didahului, satu
tersangka, oleh semburan aktivitas yang cukup kuat).
Di dalam, bersama dengan tempat tidur ganda dan berbagai "barang dewasa," Love Hotel hari ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas, termasuk alat seks, kursi pijat, Jacuzzi, konsol videogame, mesin Dance dance Revolution dan peralatan karaoke. Dan semua ini datang dengan harga yang cukup terjangkau.
Tetapi Love Hotel, harus terus memperbarui menu layanan mereka untuk bertahan
18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA hidup dan fasilitas mereka untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang menuntut.
(Gambar1-3). (https://www.nippon.com/en/views/b02701/).
2.2.1. Sejarah Love Hotel
Sejarah Love Hotel (ラ ブ ホ テ ル rabu hoteru) dapat ditelusuri kembali
ke abad ke-17, pada periode awal Edo, ketika perusahaan yang tampak seperti
penginapan atau kedai teh dengan prosedur khusus untuk masuk secara diam-
diam atau bahkan dengan terowongan rahasia untuk keluar secara bijaksana. Di
bangun di Edo dan di Kyoto. Love Hotel modern dikembangkan dari kamar teh
(chaya) yang digunakan sebagian besar oleh pelacur dan klien mereka, tetapi
juga oleh kekasih. Setelah Perang Dunia ke-II, istilah tsurekomi yado,
penginapan yang memperbolehkan klien bebas membawa pasangan, awalnya
untuk penginapan sederhana yang dijalankan oleh keluarga dengan beberapa
kamar tersisa. Perusahaan-perusahaan ini muncul pertama kali di sekitar Ueno,
Tokyo sebagian karena permintaan dari pasukan pendudukan, dan meledak
setelah 1958 ketika prostitusi hukum dihapuskan dan perdagangan bergerak di
bawah tanah. (Caballero, J. A., & Tsukamoto, Y 2006, 5 (2), 301-308)).
Wanita “profesional” di masa Edo telah menyewa kamar untuk menghibur
klien mereka, tetapi baru di era Shōwa awal (1926–1989) pasangan biasa mulai
memanfaatkan penginapan yang disebut enshuku (secara harfiah, "Tempat
tinggal satu yen," yang merupakan asal dari Love Hotel modern). Properti ini
menawarkan kepada para tamu pilihan untuk membayar satu yen untuk
menyewa kamar selama beberapa jam daripada membayar lebih untuk satu
19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA malam penuh. Hotel-hotel ini sering dikunjungi dari semua orang mulai dari
"wanita malam" hingga wanita biasa.
Namun, banyak hotel harus ditutup selama Perang Dunia ke-II. Untuk beberapa waktu setelah perang, pasangan harus berpaling ke tempat-tempat terbuka, seperti taman di depan Istana Kekaisaran di Tokyo atau daerah di sekitar Istana Osaka untuk pertemuan romantis.
Beberapa tahun kemudian, ketika Jepang mulai pulih dari perang, pembangunan daerah perumahan dan fasilitas komersial berkembang pesat, didorong oleh lonjakan permintaan selama Perang Korea. Sejumlah besar pekerja mengalir ke daerah perkotaan, meningkatkan permintaan untuk fasilitas penginapan dan menyebabkan gelombang pembangunan hotel. Pasangan juga memanfaatkan fasilitas baru ini, tetapi banyak yang hanya ingin menggunakan kamar selama satu atau dua jam. Sebagai tanggapan, pemilik menetapkan tarif per jam dan memperoleh keuntungan besar melalui pendekatan "pintu putar" ini.
Penginapan-penginapan yang ditujukan untuk menarik pasangan mulai terkonsentrasi di dalam dan di sekitar kawasan hiburan. Di beberapa titik, tempat-tempat ini kemudian dikenal sebagai penginapan tsurekomi dari kata kerja yang berarti “menerima” atau “membawa.” Artinya, jika sebuah bar adalah tempat untuk “menjemput” seorang teman wanita, penginapan tsurekomi adalah tempat untuk membawanya pada akhir malam.
Jumlah penginapan ini menjamur di akhir 1950-an dan awal 1960-an. Di pusat Tokyo saja, ada sekitar 2.700 penginapan tsurekomi pada tahun 1961.
Banyak rumah bordil memindahkan operasinya ke lokasi-lokasi ini sebagai tanggapan terhadap Undang-Undang Pencegahan Prostitusi yang diberlakukan
20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pada tahun 1958, dan yang lainnya, melihat uang mudah dibuat, mengubah tempat tinggal mereka sendiri ke tempat-tempat shack-up ini. Ini semua terjadi pada periode menjelang Olimpiade Tokyo 1964.
(https://www.nippon.com/en/views/b02701/).
Pengenalan mobil pada 1960-an membawa serta "motel" dan selanjutnya menyebarkan konsep. Tren perumahan Jepang pada waktu itu ditandai oleh rumah-rumah kecil dengan area tidur yang digunakan sebagai area umum pada siang hari dan, sebagai hasilnya, sedikit kesempatan bagi orang tua untuk terlibat secara pribadi dalam hubungan seksual. Oleh karena itu pasangan yang sudah menikah mulai sering mencintai hotel. Pada 1961, ada sekitar 2.700 penginapan
Tsurekomi di pusat kota Tokyo saja. Hotel pada waktu itu menampilkan atraksi yang tidak biasa seperti ayunan dan tempat tidur bergetar. Meguro Emperor,
Love Hotel bergaya kastil pertama, dibuka pada tahun 1973 dan menghasilkan rata-rata sekitar ¥ 40 juta per bulan.
Istilah "Love Hotel" pertama kali mulai digunakan ketika penginapan tsurekomi sedikit naik kelas, dari sekitar akhir 1960-an hingga awal 1970-an. Ini adalah periode ketika ekonomi Jepang yang tumbuh tinggi memasuki periode stabilitas setelah melampaui "guncangan minyak," dan ukuran kelas menengah membengkak dengan cepat. Ini adalah era puncak dinamisme, masa ketika generasi baby boomer mencapai usia dewasa dan Jepang digambarkan memiliki
“kelas menengah 100-kuat”.
Osaka World Expo tahun 1970 memicu lonjakan perjalanan luar negeri, ketika orang-orang Jepang ingin sekali mengunjungi Amerika Serikat dan Eropa.
Di tengah suasana hati ini, penginapan bergaya Jepang datang untuk dipandang
21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA rendah sebagai tempat yang agak suram. Hal ini menyebabkan penginapan tsurekomi mengalami transformasi besar, karena pemilik menggunakan keuntungan besar yang telah mereka kumpulkan untuk membuat hotel bergaya
Barat dengan eksterior mencolok dan fasilitas mewah.
Yang pertama dari hotel-hotel baru ini dibuka di distrik Meguro Tokyo pada tahun 1973. Hotel ini, yang bernama Meguro Emperor, dengan cepat menarik perhatian publik, sebagian karena desainnya yang agak aneh, meniru puri Eropa. Tidak mungkin untuk mengiklankan hotel secara terbuka karena mereka terutama ditujukan untuk pertemuan seksual. Ini berarti bahwa eksterior bangunan itu sendiri harus berfungsi sebagai semacam iklan. Sekilas harus jelas bahwa bangunan itu adalah Love Hotel. Cukup banyak perusahaan yang mencoba meraih kesuksesan dari hotel Meguro Emperor dengan mengadopsi desain mirip kastil yang serupa, dan selama lebih dari sepuluh tahun ke depan, benteng-benteng ini bermunculan di seluruh Jepang. (Gambar 4).
Kaisar Meguro mengumpulkan penjualan bulanan ¥ 40 juta pada saat itu.
Ini menambah momentum pada pergeseran yang sudah berlangsung menuju hotel menuju rute mewah. Love Hotel mulai menampilkan tanda-tanda neon kurang ajar dan desain fantastis yang menyerupai segala sesuatu di bawah matahari, tidak hanya kastil tetapi bahkan gereja atau kapal pesiar. Interiornya tidak kalah luar biasa. Mereka yang menjelajah dalam mungkin berhadapan langsung dengan lingkungan hutan, pemandangan Inggris, atau penyebaran megah.
Di atas semua ini ada segala macam peralatan dan fasilitas yang tidak biasa untuk tamu hotel gunakan, entah itu tempat tidur yang bergetar, "Human
22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Washing Machine (Mesin Cuci Manusia)," planetarium, gondola, atau permainan ayunan. Setiap upaya dilakukan, dengan cara ini, untuk memberikan para tamu pengalaman yang tidak biasa. Ini adalah masa kejayaan Love Hotel.
Tetapi ketika ekonomi melambat di tahun-tahun berikutnya, hotel-hotel mengalami transformasi besar. (https://www.nippon.com/en/views/b02701/).
Pada tahun 1984, Undang-Undang Peraturan Bisnis yang mempengaruhi moral publik menempatkan Love Hotel di bawah yurisdiksi polisi. Untuk alasan itu, hotel-hotel baru dibangun untuk menghindari diklasifikasikan sebagai "Love
Hotel"; desain dan fitur-fitur aneh dan berlebihan di masa lalu secara signifikan diremehkan. Mulai tahun 1980-an, Love Hotel juga semakin dipasarkan untuk wanita. Sebuah studi tahun 2013 menunjukkan bahwa pilihan kamar pasangan di
Love Hotel dibuat oleh wanita sekitar 90% dari waktu. Undang-undang
Peraturan Pengarsipan Moral Publik untuk Bisnis telah diubah pada tahun 2010, memaksakan batasan yang bahkan lebih ketat dan mengaburkan batas antara hotel reguler dan Love Hotel. Mengingat undang-undang dan keinginan untuk terlihat lebih modis daripada pesaing, palet istilah yang terus berubah digunakan oleh operator hotel. Nama alternatif termasuk "hotel romantis", "hotel fashion",
"hotel liburan", "hotel hiburan", "hotel pasangan", dan "hotel butik".
(https://www.nippon.com/en/views/b02702/).
2.2.2. Ciri-ciri Love Hotel Pada Masyarakat Jepang
Love Hotel biasanya dapat di identifikasi menggunakan simbol seperti hati dan tawaran tarif kamar untuk "istirahat" (kyūkei) serta untuk menginap semalam. Periode "istirahat" bervariasi, biasanya berkisar antara satu hingga tiga
23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA jam. Tingkat off-peak siang hari yang lebih murah adalah umum. Secara umum, layanan untuk membooking kamar tidak tersedia, untuk memesan kamar hanya langsung datang ke hotel tersebut dan jika kita meninggalkan kamar akan kehilangan akses untuk masuk ke kamar; tarif menginap semalam tersedia hanya setelah jam 22:00. Hotel-hotel ini dapat digunakan untuk pelacuran, meskipun kadang-kadang digunakan oleh pelancong yang berbagi anggaran.
(https://savvytokyo.com/japans-love-hotels-what-you-need-to-know-before-you- go/).
Pintu masuk bersifat rahasia, dan interaksi dengan staf diminimalkan.
Kamar sering dipilih dari panel tombol, dan tagihan dapat diselesaikan dengan tabung pneumatik, mesin uang otomatis, atau membayar anggota staf yang tak terlihat di belakang panel kaca buram. Tempat parkir akan sering disembunyikan dan jendela akan sedikit, sehingga memaksimalkan privasi. (Gambar 5).
Meskipun hotel yang lebih murah sering dilengkapi dengan perabotan sederhana, hotel kelas atas mungkin memiliki kamar-kamar fantastis yang dihiasi dengan karakter anime, dilengkapi dengan tempat tidur berputar, cermin langit-langit, mesin karaoke, dan pencahayaan yang tidak biasa. Mereka mungkin ditata mirip dengan ruang bawah tanah atau adegan fantasi lainnya, kadang-kadang termasuk peralatan S&M.
Hotel-hotel ini biasanya terkonsentrasi di distrik kota dekat dengan stasiun, dekat jalan raya di pinggiran kota, atau di kawasan industri. Arsitektur
Love Hotel kadang-kadang norak, dengan bangunan yang berbentuk seperti kastil, kapal atau UFO dan diterangi dengan pencahayaan neon. Namun, beberapa Love Hotel yang lebih baru adalah bangunan yang terlihat sangat biasa,
24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terutama dibedakan dengan memiliki jendela kecil, tertutup, atau bahkan tanpa jendela. (https://beta.theglobeandmail.com/life/a-night-in-a-japanese-love hotel/article25423912/).
25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III
FENOMENA LOVE HOTEL PADA MASYARAKAT JEPANG
3.1. Fungsi Love Hotel Pada Masyarakat Jepang
Love Hotel pada masyarakat Jepang muncul setelah perang dunia ke-II hingga sekarang, namun tidak banyak terjadi perubahan dalam fungsi, yaitu sebagai tempat pasangan untuk melakukan hubungan intim mereka, namun sama hal-nya dengan banyak hal lain di dunia, semuanya mengalami perubahan dan perkembangan, yang membuat sesuatu itu sulit untuk mempertahankan tujuan utamanya sampai akhir. Seperti itulah yang terjadi pada Love Hotel yang semakin banyak orang yang menggunakannya, semakin banyak juga fungsi yang muncul. Pada suatu masa masyarakat Jepang adalah orang-orang yang memiliki privasi yang sedikit karena bentuk rumah orang Jepang yang memiliki dinding kertas dan pintu yang tidak memiliki kunci, membuat masyarakat
Jepang harus mencari tempat lain untuk melakukan hubungan privasi mereka jika tidak ingin menganggu orang lain, disini salah satu tujuan tempat seperti penginapan menjadi tempat tujuan. Hal ini terus berlanjut namun dengan banyak orang yang menggunakan jasa penginapan ini membuat adanya inovasi pada sebuah penginapan, dimana para penyewa penginapan bisa memilih jangka inap yang lebih pendek untuk keperluan yang singkat. Dan beberapa contoh yang akan menjadi fungsi Love Hotel, sebagai berikut:
1. Tempat Penginapan
Bukan hanya untuk berhubungan intim, banyak juga masyarakat Jepang yang menggunakan Love Hotel sebagai tempat penginapan. Para turis yang
26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA datang ke Jepang hanya bermodalkan untuk berbackpacker, mereka memilih
penginapan dengan harga murah di Love Hotel, dari pada di hotel-hotel biasa
dengan harga tinggi untuk satu hari atau permalam saja. Pilihan orang-orang
yang memerlukan waktu istrirahat pendek atau untuk mereka yang hanya
mempunyai keperluan yang tak memakan waktu yang banyak membuat Love
Hotel menjadi pilihan pertama mereka karena tempatnya yang agak tersembunyi,
memberikan rasa aman atau terlindunginya privasi mereka, membuat Love Hotel
tempat yang sering di kunjungi pasangan muda yang belum memiliki tempat
mereka sendiri atau orang-orang yang melakukan transaksi seksual yang ilegal
dan memerlukan tempat yang memberikan banyak perlindungan terhadap para
pelanggannya seperti Love Hotel, karena bentuk Love Hotel yang memiliki
sedikit jendela, tempat parkir yang tersembunyi dan juga sedikitnya interaksi
dengan karyawan hotel.
Masyarakat Jepang memilih Love Hotel sebagai tempat mereka untuk
menginap. Dan tidak membuat penginapan-penginapan ini berhenti untuk
membuat atau menciptakan inovasi-inovasi yang baru untuk menarik para
pelanggan untuk datang dan menikmati layanan yang mereka berikan entah
dalam bentuk layanan kamar yang memberikan tema seperti kamar rumah sakit,
ruang bawah tanah, UFO atau juga gudang sekolah.
(https://www.boombastis.com/love-hotel-jepang/37707).
Love Hotel juga terkadang memberikan pilihan kostum cosplay-cosplay yang bisa dipakai untuk memberikan kesenangan terhadap para pelanggan.
Layanan yang paling sering ditemukan dalam Love Hotel di Jepang adalah adanya alat-alat yang dapat membantu mempermudah atau membantu para pelanggan
27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mendapatkan hubungan seksual yang mereka harapkan, seperti adanya kondom, sex toy, kamar mandi yang tembus pandang, televisi yang berisikan banyak film porno serta room service yang tersedia di dalam kamar seperti minuman dan snack. (Gambar 6).
2. Tempat pilihan untuk melakukan hubungan seksual
Love Hotel muncul karena adanya kebutuhan masyarakat Jepang.
Terciptanya tempat dimana mereka bisa melakukan hubungan seksual tanpa
adanya gangguan dari orang lain, serta hal ini tercipta karena bentuk rumah
masyarakat Jepang yang masih tradisional, tidak mempunyai dinding yang tebal
dan pintu yang tidak memiliki kunci, membuat mereka mencari tempat diluar
rumah agar dapat melakukan hubungan seksual dengan nyaman. Akan
kebutuhan masyarakat membuat terwujudnya Love Hotel ini. Dan juga dengan
adanya Love Hotel ini memberikan kesempatan bagi orang-orang yang memiliki
sedikit waktu atau sedikit biaya, tetapi ingin melakukan hubungan seksual yang
nyaman, orang-orang seperti pelajar yang membawa pacar mereka karena belum
memiliki tempat mereka sendiri dan takut di ganggu oleh orang tua mereka, atau
pekerja yang menggunakan jasa pelacur dan takut diketahui oleh pasangan
mereka di rumah, atau Enjo Kousai (pelajar yang menjadi pelacur) yang menjual
dirinya, atau orang yang sedang selingkuh dari pasangannya.
Orang-orang yang menikmati layanan Love Hotel memiliki alasan mereka masing-masing namun dengan tujuan yang sama, yaitu untuk memiliki hubungan seksual yang nyaman dan tidak harus merasa malu atau takut karena bentuk Love
Hotel yang seperti dijelaskan diatas yang memiliki sedikit jendela, tempat parkir
28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang tersembunyi serta sedikitnya interaksi dengan karyawan Love Hotel, serta juga pilihan jam inap yang pendek sehingga membuat harganya lebih murah, serta memikat orang-orang yang mempunyai waktu yang tidak terlalu fleksibel. Serta hal-hal yang membantu para pasangan dalam mendapatkan hubungan seksual yang mereka harapkan. Banyak terdapat didalam kamar hotel ini yang membuatnya semakin menarik untuk orang-orang diatas untuk memilih Love
Hotel sebagai tempat tujuan mereka ketika membutuhkan tempat untuk melakukan hubungan seksual. Ketika ada waktu dimana para pelanggan memerlukan kebutuhan yang khusus atau tertentu juga mereka mencari Love
Hotel yang mampu memberikan layanan tersebut, seperti layanan Love Hotel yang menyediakan ruangan khusus S&M dengan alat-alat yang dapat membuat kepuasan terhadap pelanggan. (Chaplin, 2007 : 118).
3. Sarana Bisnis
(Futabasha, 1999: 104-105) Pendapatan Love Hotel pertahun sekitar ¥ 4,3
triliun. Di tahun 2004 terhitung hampir 1% dari Produk Domestik Bruto Jepang
sebesar US $ 4,9 triliun (Central Intelligence Agency, 19 Juni 2007).
Pendapatan industri pertahun Love Hotel dikatakan melebihin sebagian besar
rekening tabungan di Jepang, yang memikat MHS Capital Partners untuk
meluncurkan dana Love Hotel dan mengumpulkan US $ 10 Juta dari investor
asing beberapa tahun lalu. Dana tambahan untuk menambah portofolio Love
Hotel yaitu senilai ¥ 11,6 miliar pada juni 2007. (Wakao, 2007).
Sebagai contohnya adalah praktek Enjo Kousai, yaitu praktek yang
merujuk kepada hubungan antara pria yang sudah berumur dan yang mencari
29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA layanan ini serta pelajar SMA yang membutuhkan uang untuk kebutuhan
pribadinya. Biasanya mereka melakukan praktek bisnis tersebut di dalam Love
Hotel. Keuntungan tidak hanya didapatkan oleh pelaku praktek tersebut, tetapi
juga didapatkan oleh pemilik Love Hotel dikarenakan kedua pelaku praktek
tersebut akan menyewa kamar selama beberapa malam dan pasti akan membayar
kamar tersebut sesuai budgetnya, jika banyak yang melakukan praktek Enjo
Kousai ini, pemilik Love Hotel akan semakin mendapatkan banyak uang
dikarenakan banyaknya yang menyewa kamar pada Love Hotel miliknya.
Contoh lainnya terletak pada kebutuhan seks di Jepang, sekarang ini
banyak masyarakat Jepang yang hanyak berhubungan seksual, tetapi tidak ingin
mempunyai hubungan yang serius ke jenjang pernikahan dan juga mereka ingin
menjaga privasinya masing-masing sehingga banyak dari mereka yang menyewa
Love Hotel. Semakin banyak permintaan akan Love Hotel tersebut, maka
semakin banyak juga peluang untuk membuka bisnis Love Hotel. Oleh karena
itu, banyak pengusaha yang membangun Love Hotel untuk kepentingan pribadi
dan secara tidak langsung untuk kepentingan umum.
4. Sarana Hiburan
Selain tempat penginapan, tempat berhubungan seksual dengan pasangan,
dan juga sebagai sarana bisnis, Love Hotel juga memiliki fungsi yang tidak resmi
sebagai sarana hiburan atau tourist untuk berkunjung. Orang-orang ini
memasuki Love Hotel hanya untuk dapat melihat atau merasakan pengalaman
berada di dalam kamar tersebut. Bagi orang-orang tersebut Love Hotel adalah
sesuatu hal yang menarik, yang membuat mereka ingin mengetahui lebih jauh
30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tentang Love Hotel, namun tidak banyak memiliki kesempatan memasuki Love
Hotel karna tidak adanya kesempatan bagi mereka untuk menggunakannya.
Menurut pembuat film asal Inggris, Phil Cox, yang membuat sebuah film dokumenter tentang Bagaimana cara kerja Love Hotel di tahun 2014, Love Hotel sekarang juga menjadi lebih populer di kalangan wisatawan dan sering dijadikan sebagai tempat untuk hiburan, salah satunya tempat pesta. Phil mengatakan kepada The Telegraph, “mereka bukan rumah pelacuran, tetapi sebuah ruang untuk merealisasikan sejumlah permainan, fantasi, dan bentuk pelarian. Love
Hotel bukan hanya ditujukan untuk seks, tetapi bisa digunakan untuk berdandan, karaoke, pesta. Beberapa orang bahkan hanya memesan kamar itu untuk dirinya sendiri.”
Hal ini dapat terjadi karna beberapa alasan, pertama mereka adalah orang yang berasal dari tempat yang tidak memiliki Love Hotel di daerah atau kota mereka, orang-orang yang seperti ini biasanya adalah tourist dari luar negeri atau dari perdesaan di Jepang. Untuk mereka, fungsi Love Hotel dapat digantikan dengan sarana lain di daerah asal mereka yang membuat kebutuhan akan Love Hotel hanya sebesar rasa ingin tahu. Kedua, pasangan yang tidak mempunyai kesempatan memasuki Love Hotel dikarenakan kesibukan masing- masing yang membuat mereka jarang memiliki waktu yang sama dan sudah mempunyai tempat mereka sendiri, bagi mereka memasuki Love Hotel adalah bentuk pemenuhan akan kehidupan percintaan mereka bukan sebagai kebutuhan yang sering mereka lakukan, jadi mengunjungi Love Hotel hanya sebagai untuk merasakan pengalaman yang belum mereka alami sebelumnya. Dan ketiga, adalah orang-orang yang memasuki Love Hotel untuk memberikan informasi
31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA atau konten kepada orang yang belum pernah memasuki Love Hotel atau tidak dapat memasukinya, orang-orang seperti ini adalah mereka yang memiliki akun sosial media yang mereka gunakan sebagai sarana pemberi informasi bagi penonton mereka atau Audience, tujuan mereka melakukan ini bisa dikarenakan beberapa alasan, entah itu untuk alasan edukatif atau hanya sebatas hiburan, yang penting bagi mereka adalah untuk memuaskan rasa ingin tahu orang terhadap hal-hal apa saja yang berada di dalam Love Hotel.
5. Bahan Penelitian
Love Hotel adalah bentuk kebudayaan yang muncul di masyarakat Jepang dikarenakan adanya hal yang mempengaruhi terbentuknya kebudayaan seksual di masyarakat Jepang. Hal-hal ini menjadikan Love Hotel berada di tengah- tengah budaya seksual yang terdapat pada masyarakat Jepang sekarang sebagai tempat mereka melakukan hubungan seksual yang dulu sebelum masa perang dunia kedua belum seperti ini, ini menunjukkan ada perubahan yang terjadi pada masyarakat Jepang. Love Hotel sebagai bahan penelitian dapat menjelaskan, bagaimana hal ini bisa terjadi atau sebagian alasannya yang mempelajari bagaimana perkembangan Love Hotel dari munculnya hingga sekarang.
Sarah Chaplin adalah professor dari Universitas Kingston Inggris, dia salah satu peneliti yang membahas Love Hotel pada bukunya yang berjudul
Japanese Love Hotel a Cultural History. Biarpun Love Hotel tidak hanya terdapat di Jepang, namun perkembangannya yang signifikan membuatnya menonjol dibandingkan di Negara selain Jepang menampakkan besarnya dampak Love Hotel pada masyarakat Jepang. Banyak peneliti yang berasal dari
32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Jepang dan luar Jepang mencoba mempelajari fenomena Love Hotel tersebut dengan menggunakan cara mereka dan berbagai macam jenis sudut pandang untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang dapat menjelaskan akan fenomena ini.
Bagi mereka untuk dapat menjelaskan fenomena Love Hotel ini dapat dengan melakukan kunjungan ke hotel tersebut, mereka merasa untuk mendapatkan data yang paling baik adalah langsung untuk mengalaminya, mereka masuk kedalam Love Hotel dengan tujuan yang berbeda dari banyak orang namun mereka tetap merupakan orang-orang yang menggunakan layanan hotel tersebut. Love Hotel yang berada pada masyarakat Jepang memiliki banyak jenis variasi dan juga sarana atau fasilitas yang mereka tawarankan dapat menjadi salah satu informasi yang penting untuk dapat mempelajari bagaimana cara pikir atau hal apa yang masyarakat Jepang nikmati dalam melakukan hubungan seksual mereka yang dapat tercermin dengan jenis fasilitas apa yang paling banyak mereka gunakan atau nikmati. Bagi para peneliti ini adalah salah satu bentuk informasi yang penting untuk menganalisis bagaimana budaya seksual yang ada di dalam masyarakat Jepang.
Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa fungsi Love Hotel pada masyarakat Jepang bukan hanya dalam bentuk penginapan dan hiburan, namun bisa juga menjadi suatu bentuk budaya yang khas untuk masyarakat Jepangnya sendiri. Hal ini lah yang penulis rasakan ketika menganalisis fungsi-fungsi Love
Hotel pada masyarakat Jepang menggunakan pendekatan sosiologi dan juga sedikit menggunakan sudut pandangan penulis yang bukan masyarakat Jepang, disini banyak penulis temukan hal-hal baru tentang bagaimana masyarakat
33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Jepang melakukan kehidupan mereka sehari-hari yang dengan diiringi banyaknya kebudayaan yang berlangsung pada masyarakat Jepang itu dan salah satunya adalah Love Hotel ini. Love Hotel yang berada di lingkungan kehidupan masyarakat Jepang sekarang bukan hanya lagi cuma tempat yang digunakan untuk melakukan hubungan seksual, namun juga menjadi bagian kehidupan sosial dan budaya mereka sendiri yang berkembang seiring dengan waktu, Love
Hotel ini juga tidak terbatas cuma bisa dinikmati oleh masyarakat Jepang, namun orang luar juga bisa mengunjungi dan menikmati layanannya.
3.2. Pengguna Love Hotel pada Masyarakat Jepang
Orang-orang yang mengunjungi Love Hotel sangat beragam entah itu miskin atau kaya, tua atau muda, pasangan menikah atau pasangan selingkuh.
Hal ini menunjukkan yang mengunjungi Love Hotel sangat banyak, dengan jumlah Love Hotel yang sampai 37.000 disepenjuru Jepang membuat jumlah orang-orang yang mengunjunginya sampai dengan 2.5 juta perhari. Bagaimana pun dengan jumlah yang banyak ini tujuan mereka bisa di klasifikasikan entah itu hubungan intim atau juga menikmati suasana Love Hotel yang memiliki fasilitas yang berbeda-beda tiap-tiap kota di Jepang. Love Hotel juga berubah menjadi tempat yang diperlukan masyarakat Jepang sebagai tempat pelarian dari kehidupan atau pekerjaan yang menekan masyarakat Jepang setiap harinya, karena mereka bisa melakukan fantasi tersembunyi mereka di dalam kamar Love
Hotel yang memberikan kenyamanan secara privasi dan keintiman. Dan beberapa pengguna yang menggunakan layanan Love Hotel sebagai berikut:
34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Pelajar dan Mahasiswa
Love Hotel tidak membatasi usia penggunanya. Karena faktor tersebut banyak dari pelajar dan mahasiswa di Jepang menyewanya untuk melakukan seksual diluar jam sekolah bersama teman atau pacarnya. Bagi kalangan masyarakat Jepang yang satu ini alasan mereka menggunakan layanan Love
Hotel adalah yang pertama, mereka belum mempunyai tempat tinggal mereka sendiri dan masih tinggal bersama orang tua atau malu membawa pasangan ke tempat mereka sendiri, hal ini menjadi alasan banyak dari kalangan pelajar dan mahasiswa menggunakan layanan Love Hotel sebagai tempat untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan mereka, biarpun di Jepang pemikiran tentang seks sudah terbuka dan tidak hal yang tabu, masih ada rasa malu jika keluarga atau saudara mereka mengetahuinya, disinilah Love Hotel menjadi tempat yang cocok untuk digunakan karena tempatnya yang bersifat tersembunyi.
Kedua, banyak pasangan pelajar dan mahasiswa juga menggunakan layanan Love Hotel karena harganya yang lebih murah dibandingkan dengan hotel konvensional, karena kebanyakan dari mereka masih menerima uang jajan atau masih bekerja dengan paruh waktu, yang membuat mereka tidak mampu untuk mengeluarkan uang yang banyak ketika sedang keluar atau sedang kencan dengan pasangan mereka dan berniat untuk menyewa hotel.
Contoh kasus yang terjadi ketika pasangan keluar untuk berkencan di hari spesial, di hari Valentine dan di malam natal, banyak dari mereka menggunakan layanan Love Hotel agar hubungan mereka tidak monoton dan lebih romantis.
(https://www.boombastis.com/love-hotel-jepang/37707).
35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Pekerja
Pekerja di Jepang merupakan salah satu kelompok yang paling banyak menghabiskan waktu di tempat kerja dari pada untuk diri sendiri yang membuat mereka memiliki sedikit waktu untuk kebutuhan pribadi, sehingga ketika mereka membutuhkan waktu untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan pilihan pertama mereka selalu Love Hotel dikarenakan jangka waktu sewanya yang pendek, selain itu ada juga beberapa alasan yang membuat mereka menggunakan layanan Love Hotel seperti halnya dengan siapa mereka pergi ke
Love Hotel tersebut.
Hal yang pertama harus kita ketahui tentang pekerja di Jepang adalah, kesibukan mereka yang membuat kesempatan untuk mencari pasangan diluar kantor sedikit, jadi kebanyakan dari mereka menggunakan waktu yang ada untuk melakukan kencan jangka pendek (One Night Stand) atau menggunakan layanan
Seks Komersial yang mengharuskan mereka layanan Love Hotel karna membutuhkan privasi dan hal itu dapat mereka temukan ketika menggunakan layanan Love Hotel. Selain itu banyak juga pekerja di Jepang yang sudah berkeluarga, namun tidak bahagia dengan pernikahan mereka, kebanyakan dari ini adalah orang-orang yang sudah lama menikah dan mungkin semakin parah dengan tidak adanya anak di pernikahan itu, hal ini menjadi alasan mereka melakukan hubungan diluar pernikahan mereka atau berselingkuh dari pasangannya. Alasan-alasan di atas memiliki kesamaan yaitu butuhnya tempat dimana mereka bisa melakukan hubungan seksual dan merasa nyaman atau privasi mereka terlindungi, hal inilah yang mereka rasakan ketika menggunakan layanan Love Hotel.
36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dari 20 orang pekerja full time yang menjadi responden, salah satunya adalah Masahiko seorang pekerja berusia 36 tahun mengungkapkan dalam Asian
Studies Review, bahwa dirinya sering melarikan diri ke Love Hotel, karena harus mendukung seorang istri, dua anak kecil dan seorang ibu sudah lanjut usia, itu membuatnya stres. Masahiko telah berganti pekerjaan sebanyak 4 kali dalam 10 tahun terakhir dan melihat masa depannya yang tidak maju. Untuk memberi makan keluarganya, Masahiko mengharuskan 2 pekerjaan, yang membuatnya jauh dari rumah setiap hari bekerja dan itu telah memberikan banyak tekanan pada pernikahannya. Meskipun Masahiko beberapa kali dalam setahun untuk pergi ke Love Hotel bersama istrinya agar privasinya terjaga, pikiran Masahiko tetap frustasi, dan mendorongnya untuk mencari kepuasan tersendiri dengan selingkuhannya atau Pekerja Seks Komersial di Love Hotel.
3. Pekerja Seks Komersial
Seperti yang dijelaskan di bab 2 kelebihan Love Hotel adalah lokasinya yang tersembunyi dan juga minimal interaksi dengan karyawan hotel membuatnya menjadi pilihan banyak orang yang ingin melakukan transaksi seksual seperti, praktek seks pelajar (Enjo Kousai) yang dimana laki-laki parubaya memberikan atau membayar wanita yang lebih mudah atau terkadang pelajar uang untuk mendapatkan balasan berupa seks, dalam melakukan praktek ini kebanyakan di dalam Love Hotel dikarenakan alasan yang di atas tentang bagaimana Love Hotel memberikan layanan privasi dan juga minimalnya interaksi dengan karyawan dan menciptakan kebebasan orang-orang untuk menggunakan layanan Love Hotel ini.
37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hukum di Jepang masih menganggap bahwa seks komersial itu ilegal, namun masih banyak industri-industri atau individu-individu yang mengeksploitasi peraturan ini dengan berbagai cara yang membuat Jepang salah satu penghasil industri seks terbesar di dunia, yang dianggap ilegal di Jepang adalah melakukan hubungan seks yang melibatkan penetrasi dengan orang asing, peraturan yang inilah banyaknya layanan seksual yang hanya memberikan layanan sebatas foreplay dan tidak melebihinya.
Biarpun banyak industri seks di Jepang yang memberikan layanan ruangan atau tempat untuk melakukan hubungan seksual masih ada juga jenis-jenis praktek seks komersial yang memberikan kita kebebasan memilih untuk memanggil wanita pekerja seks komersial ke tempat yang kita mau seperti rumah atau Love
Hotel, pilihan yang seperti inilah yang membuat pengguna Love Hotel sebagian besar untuk kegiatan jual beli layanan seks.
Harumi seorang single parasite yang berusia 36 tahun. Ia mengakui dalam
Asian Studies Review bahwa hidup dengan kesendirian kurang lebih selama 10 tahun dan menikmati gaya hidupnya dengan mandiri dan hubungannya yang belum terikat dengan manajernya di tempat kerja. Harumi menganggap pernikahan tidak lagi menjadi kebutuhan dan keamanan bagi seorang wanita, karena harus membutuhkan energi yang ekstra untuk mengurus pekerjaan rumah, suami dan anak-anak. Oleh sebab itu, Harumi hanya menikmati berhubungan seksual dengan berbagai macam laki-laki di Love Hotel tanpa mikir beban apa yang akan ia dapati setelah menikah. Karena dengan menjadi Pekerja Seks
Komersial tidak harus memikirkan beban yang banyak.
38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Pelancong
Orang-orang yang dari luar Jepang menganggap Love Hotel adalah sebagai sesuatu yang aneh dan unik dikarenakan bentuk-bentuknya yang menarik dan juga isi kamar Love Hotel yang tidak biasa untuk orang luar, hal ini adalah sesuatu yang menarik bagi mereka dan menjadi tujuan berkunjung ketika berada di Jepang. Bagi mereka ini adalah salah satu budaya Jepang yang ingin mereka rasakan dan mengalaminya secara langsung, hal yang sering terjadi adalah mereka datang dan menggunakan layanan Love Hotel yang biasanya kebanyakan waktu mereka habiskan di dalam kamar untuk melihat-lihat apa-apa saja yang terdapat dalam kamar tersebut. Ada juga pun kejadiannya mereka mendokumentasikan pengalaman mereka dalam bentuk vlog untuk mereka bagikan di sosial media mereka masing-masing, dengan beredarnya informasi di internet tentang Love Hotel menjadikan makin banyak orang tertarik menggunakan layanan Love Hotel dari luar Jepang. Dan biasanya mereka menggunakan Love Hotel karena keterbatasan dana untuk istirahat, tetapi mereka tetap ingin liburan di Negara lain, selain di Negara tempat tinggalnya.
Mereka akan menunggu hingga tengah malam agar harganya murah. Dengan patungan bersama teman-temannya mereka bisa menyewa kamar yang besar untuk digunakan bersama. (boombastis.com/love-hotel-jepang/37707).
Salah satu bentuk peredaran informasi tentang Love Hotel ini dapat ditemukan dalam film Wolverine 2013 yang dibintangi oleh Hugh Jackman dan
Tao Okamoto, adegan ketika mereka melarikan diri dari yakuza mereka menemukan Love Hotel dan bersembunyi di dalamnya, ketika mereka masuk ke dalam Love Hotel interaksi dengan karyawan yang mereka dapatkan cuma
39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sebatas pembayaran dan pengambilan kunci, lalu mereka mencari kamarnya sendiri dan ketika masuk ke dalam kamar, mereka menemukan bentuk kamar yang penuh dengan aksesoris dan lampu-lampu yang tidak biasa ditemukan di hotel seperti biasanya. Inilah salah satu bentuk peredaran dan penggunaan Love
Hotel diluar oleh masyarakat Jepang.
5. Peneliti
Channel Youtube dengan akun bernama Abroad in Japan yang berjudul
Inside a Japanese Love Hotel. Dengan membuat konten yang isinya adalah Love
Hotel, mereka sangat jelas melakukan penelitian di video tersebut. Dengan memberi info bagaimana cara masuk ke dalamnya, serta menjelaskan apa saja fasilitas di dalam Love Hotel tersebut. Terlihat dalam video tersebut, kamar Love
Hotel yang dipenuhi dengan ornamen-ornamen berwarna pink, di atas tempat tidur yang sudah disediakan kondom, eye sleeping mask, menu untuk menyewa kostum cosplay secara gratis, memesan makanan dan minuman dari mesin yang sudah tersedia di dalam kamar Love Hotel, dan film-film porno yang bisa diakses secara bebas. (Gambar 7-8).
Jepang pada zaman sekarang memiliki banyak budaya dan fenomena yang terjadi pada masyarakatnya sekarang ini, salah satu contohnya adalah Love Hotel.
Love Hotel yang terdaoat di Jepang sekarang adalah suatu bentuk budaya yang berkembang dari zaman ke Shogunan Jepang-ke masa sekarang dan terbentuk dikarenakan berbagai alasan, hal inilah yang membuat para peneliti dari dalam dan luar Jepang tertarik untuk mengetahui dan mempelajari fenomena tersebut.
40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bagi mereka Love Hotel merupakan bentuk budaya yang unik dan khusus yang maksudnya hanya terdapat di Jepang.
Dengan mempelajari atau meneliti Love Hotel mereka juga mungkin dapat mengerti tentang kehidupan sosial masyarakat Jepang yang berurusan dengan seks, contohnya adalah bagaimana bentuk Love Hotel yang menarik dan memiliki beragam tema yang mereka gunakan untuk menciptakan suasana yang menarik minat orang-orang untuk menggunakan layanan mereka, juga fasilitas yang ditemukan di dalam kamar Love Hotel bervariasi entah itu bentuk kamarnya atau pun juga isi kamarnya. Dari hal itu peneliti dapat melihat adanya ketertarikan (Fetish) tertentu yang beredar pada masyarakat Jepang dan berharap dapat untuk mempelajarinya dengan menggunakan Love Hotel sebagai sarana penelitiannya.
Sama halnya dengan fungsi Love Hotel, pengguna Love Hotel beragam- ragam namun bisa diambil kesamaan tiap-tiap pengguna yaitu untuk keperluan pribadi mereka masing-masing. Kesimpulan yang bisa diambil adalah banyak masyarakat Jepang atau pun orang luar Jepang menggunakan jasa Love Hotel untuk keperluan pribadi mereka dan terkadang untuk kepentingan komunitas mereka. Hal ini adalah hal yang lumrah pada masyarakat Jepang yang memang adalah masyarakat yang tidak terlalu mengurusi urusan orang lain dan hanya mengurusi dirinya sendiri.
41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penulis dari hasil pemaparan dapat ditarik kesimpulan bahwasanya Love Hotel pada Masyarakat Jepang muncul setelah perang dunia ke-II hingga sekarang, yaitu sebagai tempat pasangan untuk melakukan hubungan intim mereka, tetapi karena perkembangan zaman, semuanya mengalami perubahan, hal ini terus berlanjut dimana Love
Hotel bukan hanya digunakan sebagai tempat untuk berhubungan intim saja.
Dan beberapa contoh yang akan menjadi fungsi Love Hotel sebagai berikut:
1. Fungsi Love Hotel pada Masyarakat Jepang
Tempat Penginapan
Tempat pilihan untuk melakukan hubungan seksual
Sarana Bisnis
Sarana Hiburan
Bahan Penelitian
Orang-orang yang mengunjungi Love Hotel sangat beragam, entah itu miskin atau kaya, tua atau muda, pasangan menikah atau pasangan selingkuh.
Hal ini menunjukkan yang mengunjungi Love Hotel sangat banyak, dengan jumlah Love Hotel sampai 37.000 disepenjuru Jepang membuat jumlah orang- orang yang mengunjunginya sampai dengan 2.5 juta perhari. Beberapa Pengguna
Love Hotel sebagai berikut:
42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Pengguna Love Hotel pada Masyarakat Jepang
Pelajar dan Mahasiswa
Pekerja
Pekerja Seks Komersial
Pelancong
Peneliti
4.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis mengharapkan pembaca dapat mengetahui bagaimana fungsi Love Hotel pada masyarakat Jepang dan bagaimana pengguna Love Hotel pada masyarakat Jepang. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat mengetahui informasi yang lebih dalam tentang Love Hotel pada masyarakat Jepang.
43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA
Chaplin.S. 2007. Japanese Love Hotels A Cultural History. Routledge: USA.
Putri,E. 2017. Kearifan Lokal Dalam Perayaan SHOGATSU di Jepang. Skripsi.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Mark D.West. 2002. Japanese Love Hotels: Legal Change, Social Change and
Industry Change. Skripsi. USA: University Of Michigan.
Michael D.Basil. 2007. Japanese Love Hotels: A Photo Essay, Consumption
Markets & Culture, 10:2, 203-221, DOI: 10.1080/10253860701256315
...……………….2008. Japanese Love Hotels: Protecting Privacy for Private
Encounters. University of Lethbridge.
Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Koentjaraningrat. 1985. Metode metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia Pusaka Utama.
M.Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ho S.Lin. 2008. Private Love in Public Space: Love Hotels and the
Transformation of Intimacy in Contemporary Japan. University of Oxford.
O.Gorman. Dkk. 2010. Love motels: oriental phenomenon or emergent sector?
International Journal of Contemporary Hospitality Management.
University of Strathclyde Glasgow.
Caballero, J. A., & Tsukamoto, Y. 2006. Tokyo Public Space Networks at the Inte
rsection of the Commercial and the Domestic Realms Study on Dividual S
pace. Journal of Asian Architecture and Building Engineering, 5(2), 301‐
308.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bornoff, Nicholas. 1991. Pink Samurai: Love, Marriage&Sex in Contemporary
Japan. New York: Pocket Books..
De Mente, Boye Lafayette. 2006. Sex and The Japanese: The Sensual Side of
Japan. Tokyo: Rutland, Vermont: Tuttle Publishing.
Wakabayashi, Tsubasa. 2003. Enjokosai in Japan: Rethinking the Dual Image of
Prostitutes in Japanese and American Law. UCLA Women‟s Law Journal,
13 (1).
Francoeur T.R., & Noonan J.R. 2004. The Continuum Complete International
Encyclopedia of Sexuality. New York: Continuum.
Sumber dari Internet https://www.travelbeginsat40.com/event/kanamara-matsuri-japan-penis festival/ https://www.nippon.com/en/views/b02701/ https://www.nippon.com/en/views/b02702/ https://savvytokyo.com/japans-love-hotels-what-you-need-to-know-before-you-
go/ https://beta.theglobeandmail.com/life/a-night-in-a-japanese-love
hotel/article25423912/ https://en.wikipedia.org/wiki/love_hotel#cite_note-nippon-1/ https://www.boombastis.com/love-hotel-jepang/37707 https://travel.tribunnews.com/amp/2017/09/17/love-hotel-terkuak-ini-deretan-
fasilitas-unik-di-tempat-ehem-ehem-jepang-ckckck-ga-nyangka?page=2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN
Gambar 1. Fasilitas alat seks di dalam Love Hotel
(Sumber: Huffingtonpost.co.za/Cherry Twins)
Gambar 2. Kamar mandi dan Jacuzzi Love Hotel dengan Bali-Style di Hotel Balian Resort Shinjuku Island
(Sumber: asianwanderlust.com)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3. Salah satu fasilitas di dalam Love Hotel: Dance Dance Revolution
(Sumber: news.livedoor.com)
Gambar 4. Meguro Emperor Love Hotel
di Tokyo, Jepang
(Sumber: globalgrasshopper.com)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 5. Mesin untuk pemesanan kamar
Love Hotel secara manual, agar privasi terjaga
(Sumber: onegai-kaeru.jp)
Gambar 6. Sewa kostum cosplay wanita untuk
masuk ke dalam Love Hotel
(Sumber: dannychoo.com)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 7. Fasilitas minuman di dalam
Love Hotel
(Sumber: loveinnjapan.com)
Gambar 8. Design Japanese Love Hotel
(Sumber: Pinterest)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Love Hotel pada masyarakat Jepang sudah ada sejak akhir 1950-an hingga saat ini. Pada awalnya Love Hotel digunakan sebagai tempat menginap untuk para Backpacker. Seiring perkembangan zaman, Love Hotel berubah fungsi sebagai tempat untuk ritual pertemuan dua manusia di atas ranjang dengan berbagai fasilitas yang lengkap di dalamnya. Biasanya Love Hotel terletak di dekat perkantoran besar dan pusat perbelanjaan atau terletak di sekitaran stasiun kereta api, terminal bus dan bandara. Pandangan masyarakat Jepang terhadap seksual adalah hal yang alami dan merupakan bagian kehidupan manusia, itu dikarenakan masyarakat Jepang memiliki kepercayaan yaitu kepercayaan Shinto.
Kepercayaan Shinto tidak mengakui adanya baik maupun jahat, sehingga konsep dosa dan kesalahan pribadi yang begitu umum dikaitkan dengan seks dalam budaya barat tidak ada dalam tradisi Jepang. Seperti itulah yang terjadi pada
Love Hotel yang semakin banyak orang yang menggunakannya, semakin banyak juga fungsi yang muncul karena adanya inovasi pada sebuah penginapan ini, dimana para penyewa penginapan bisa memilih jangka inap yang lebih pendek untuk keperluan yang singkat. Banyak juga masyarakat Jepang yang menggunakan Love Hotel sebagai tempat penginapan. Dimana para turis yang datang ke Jepang hanya bermodalkan untuk berbackpacker, mereka memilih penginapan dengan harga murah di Love Hotel, dari pada di hotel-hotel biasa dengan harga tinggi untuk satu hari atau permalam saja. Dan tidak membuat
Love Hotel ini berhenti untuk membuat atau menciptakan inovasi-inovasi yang baru untuk menarik para pelanggan untuk datang dan menikmati layanan untuk melakukan hubungan seksual. Orang-orang yang menikmati layanan Love Hotel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memiliki alasan seperti sedikitnya interaksi dengan karyawan Love Hotel, serta membantu para pasangan dalam mendapatkan hubungan seksual yang mereka harapkan karena fasilitas yang menarik untuk dilakukan. Dan juga Love Hotel ini sering dijadikan tempat untuk penelitian, karena budaya seksual di Jepang yang semakin terbuka. Banyak peneliti yang berasal dari Jepang dan luar Jepang mencoba mempelajari fenomena Love Hotel. Bagi mereka fenomena Love Hotel ini dapat dengan melakukan kunjungan ke hotel tersebut, Love Hotel yang berada pada masyarakat Jepang memiliki banyak jenis variasi dan juga sarana atau fasilitas di dalamnya, sehingga menjadi salah satu informasi yang penting untuk dapat mempelajari bagaimana cara pikir atau hal apa yang masyarakat
Jepang nikmati dalam melakukan hubungan seksual.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA