Volume 1 Nomor 1, April 2012

INTERAKSI HUKUM LOKAL DAN HUKUM NASIONAL DALAM URUSAN PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA (Interaction of Local Law and National Law in Matter of Land in Yogyakarta)

Tyas Dian Anggraeni Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional BPHN Jl. Mayjen Soetoyo No. 10 Cililitan Jakarta Timur Email: [email protected]

Naskah diterima: 25 Januari 2012; revisi: 22 Februari 2012; disetujui: 16 Maret 2012

Abstrak Tanah dalam konsep budaya Jawa menjadi hal yang amat sakral dan penting. Bagi masyarakat Jawa, tanah memiliki nilai yang setara dengan harga diri manusia. Seperti halnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tanah memiliki nilai tersendiri, termasuk juga sistem pengelolaannya. Bahkan Undang-undang Nasional tidak mampu menembus sistem pengelolaan tanah di DIY. Tulisan ini akan mengkaji lebih jauh tentang sejarah keistimewaan urusan pertanahan di Kasultanan dan Paku Alaman Yogyakarta dan realitasnya dalam menyikapi Rancangan Undang-Undang keistimewaan Yogyakarta. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, sejarah penguasaan dan pemilikan tanah oleh raja atau Sultan Yogyakarta dan Paku Alam merupakan pelaksanaan kesepakatan dari perjanjian Giyanti yang dikukuhkan kembali dalam amanat penggabungan diri Sultan dan Paku Alam ke dalam Pemerintahan Republik . Dengan demikian Yogyakarta mempunyai sistem pengelolaan tanah yang khusus, ada yang mengikuti hukum pertanahan nasional, dan ada pula yang masih diatur oleh Rijksblad Kasultanan dan Rijksblad Paku Alaman. Agar tidak menimbulkan masalah atau polemik baru dalam dinamika politik dan sejalan dengan sistem hukum nasional, masalah pertanahan di DIY perlu mendapat perhatian khusus. Kata kunci: agraria, kesultanan Yogyakarta, keistimewaan daerah, politik

Abstract Land in the concept of Javanese culture into something that is sacred and important. For the Javanese, the land has a value equivalent to human dignity. As in the Special Region of Yogyakarta (DIY), the land has value, including its management system. Even the National Law can not penetrate the soil management systems in the province. This paper will examine further features of the history of land affairs in the Sultanate of Yogyakarta and Paku Alaman and reality in thebill addressing the privilege of Yogyakarta. By using a normative juridical methods, the history of the control and ownership of land by the king or the Sultan of Yogyakarta and Paku Alam is an implementation of the agreement Giyanti agreement which reaffirmed the mandate of merging himself Sultan and Paku Alam to the Government of the Republic of Indonesia. Thus Yogyakarta has a special system of land management, there are following the national land laws, and some are still governed by the Sultanate and Rijksblad Rijksblad Paku Alaman. In order not to cause any problems or new polemical and political dynamics in line with the national legal system, problems of land in the province needs special attention. Keywords: agrarian, land, the sultanate of Yogyakarta, the privilege, politics

Jurnal RechtsVinding BPHN

Interaksi Hukum Lokal dan Hukum Nasional dalam Urusan Pertanahan ... (Tyas Dian Anggraeni) 53 Volume 1 Nomor 1, April 2012

A. Latar belakang tanah ini diatur berdasarkan Rijksblad Kasultanan dan Pakualaman. Tanah dalam konsep dan budaya Jawa Terdapat lembaga di Keraton yang mengurusi menjadi hal yang amat penting sebagaimana tentang pertanahan yaitu lembaga Kawedanaan diungkapkan dalam pepatah “Sakdhumuk Ageng Purnakawan Wahono Sarto Griyo.Suatu bathuk sanyari bhumi, ditohi pati, pecahing lembaga yang ada di Keraton yang menetapkan dhadha wutahing ludira”. Makna dari ungkapan kebijakan mengenai tanah Keraton. tersebut bahwa kedudukan tanah bagi Sedangkan untuk pengurusan sehari-hari masyarakat Jawa yang agraris nilainya setara atau operasionalnya tanah milik Kasultanan dengan harga diri manusia yang dicerminkan dan Pura Pakualaman dilakukan oleh Paniti dengan dahi, akan dikukuhi sampai pecahnya Kismo.Paniti Kismo adalah sejumlah abdi dalem dada, dan tumpahnya darah.1 yang tergabung dalam satuan khusus, bertugas Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dikenal melakukan pengelolaan tanah Kasultanan dan mempunyai sistem pengelolaan tanah yang Paku Alaman. Organisasi ini mempunyai struktur khusus. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang cukup rapi sampai di tingkat desa dan seakan tidak mampu menembus sistem mempunyai otoritas penuh dalam pengelolaan pengelolaan tanah yang khusus dan mandiri serta pemanfaatan tanah Kasultanan dan Pura tersebut. Sebagai bekas wilayah Kasultanan dan Paku Alaman untuk berbagai kepentingan dan Pura Pakualaman, DIY mempunyai tiga kelompok kesejahteraan rakyat di Yogyakarta. status tanah dengan sistem hukum yang berbeda Hingga saat ini keberadaan tanah Kasultanan pengaturannya. Pertama, tanah bekas hak barat dan Pura Paku Alaman tersebut terhampar luas yang dipunyai oleh orang-orang Eropa dan Timur di berbagai daerah di Yogyakarta. Tanah-tanah Asing. Tanah model ini telah dikonversi menjadi tersebut dipergunakan untuk kepentingan salah satu hak atas tanah menurut UUPA dan rakyat, seperti digunakan atau ditempati sebagai tunduk pada ketentuan hukum agraria nasional. rumah tinggal, gedung sekolah, perkantoran, Kedua, tanah milik Kasultanan dan Pakualaman lahan pertanian, penghijauan, tempat ibadah, yang telah diberikan menjadi milik perorangan dan pemakaman. Rakyat berhak menggunakan atau desa. Tanah ini diatur dengan Peraturan tanah tersebut, namun tidak bisa mengambil Daerah. Ketiga, tanah milik Sultan dan Pakualam alih hak kepemilikannya. Dari sini dapat dilihat yang berada di bawah kewenangan Kasultanan bahwa Sultan dan Paku Alam mempunyai hak dan Pakualaman. Penguasaan dan penggunaan

1 SoedargoJurnal, Hukum Agraria dalam RechtsVinding Era Pembangunan, Prisma, nomor 6, tahun 1973, hlm. 47.BPHN

54 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 53-73 Volume 1 Nomor 1, April 2012 milik penuh atas seluruh tanah Kasultanan dan Hingga saat ini belum ada WNI non pribumi Pura Paku Alaman (domein verklaring). yang diberikan hak milik atas tanah. Rakyat yang kebetulan menempati tanah- Seorang WNI non pribumi yang ingin tanah Kasultanan dan Pura Paku Alaman dibekali membeli tanah milik rakyat, harus melalui proses dengan Serat Kekancingan sebagai tanda bahwa administrasi yang cukup panjang. Tahapan dia mempunyai hak untuk tinggal di tanah proses yang harus dilalui dimulai dengan proses tersebut. Kaitannya dengan pajak, berbekal pelepasan hak atas tanah oleh rakyat. Proses ini Serat Kekancingan yang dikeluarkan oleh mengakibatkan tanah tersebut kembali menjadi keraton tersebut, rakyat yang memanfaatkan tanah negara yang dikuasai oleh Pemerintah tanah tersebut terbebas dari pungutan pajak Daerah. Kemudian pihak yang berkepentingan tanah sebagaimana diatur dalam hukum mengajukan permohonan pemberian hak agraria nasional. Bahkan rakyat pun tidak kepada Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. perlu menyerahkan Glondhong Pengarem- Hak yang diberikan juga bukan hak milik atas arem atau semacam uang terima kasih kepada tanah tersebut, namun hak yang bisa diberikan pihak keraton karena boleh menggunakan untuk WNI non pribumi adalah Hak Guna Usaha tanah tersebut. Dengan kata lain tanah milik (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB). Kasultanan dan Pura Pakualaman tersebut Langkah tersebut bukan merupakan digunakan secara gratis oleh rakyat Yogyakarta tindakan diskriminasi namun lebih kepada serta diperkenankan untuk bisa menempati perlindungan terhadap rakyat, terutama rakyat tanah itu secara turun temurun. Disinilah kecil yang hidup sebagai petani. Pertimbangan terletak hubungan erat antara sultan dengan atas tindakan tersebut dikarenakan WNI non rakyatnya. Sultan berharap dapat berbagi rasa pribumi biasanya mempunyai tingkat kehidupan dengan rakyatnya melalui sistem penataan ekonomi yang lebih tinggi dari pada golongan tanah yang tidak saling membebani. pribumi. Selain penggunaan tanah untuk Pertimbangan lain adalah mengingat wilayah kesejahteraan rakyatnya secara langsung, Sultan Yogyakarta yang sempit. Pemberian hak milik juga menerapkan prinsip larangan pengasingan bagi WNI non pribumi, dikhawatirkan akan tanah atau memperalihkan tanah kepada Warga menyebabkan rakyat kecil menjadi terdesak. Negara Indonesia (WNI) non pribumi (saat ini Bahkan dikhawatirkan rakyat ini nantinya hanya disebut WNI keturunan). Prinsip ini diatur dalam menjadi kaum buruh di tanah mereka sendiri. Rijksblad Kasultanan dan Pura Pakualaman dan Kebijakan yang dilakukan tersebut merupakan telah diadopsi oleh Pemerintah Daerah dengan bagian dari budaya luhur “Tahta untuk Rakyat” kebijakan yang tertuang dalam Instruksi Kepala yang sangat dijaga oleh Sultan. Tanah lahirkan Daerah Istimewa Yogyakarta No. K./898/I/A/75. tahta, tahta untuk rakyat, dimana rajanya Jurnal RechtsVinding BPHN

Interaksi Hukum Lokal dan Hukum Nasional dalam Urusan Pertanahan ... (Tyas Dian Anggraeni) 55 Volume 1 Nomor 1, April 2012

bercermin di kalbu rakyat. Demikianlah Pasal 26 yang secara utuh mengatur mengenai singgasana bermartabat berdiri kokoh untuk pertanahan. Kemudian Pasal 7, Pasal 35 dan mengayomi rakyat.2 Pasal 37 . Budaya adiluhur yang mengedepankan Mengenai kewenangan urusan di bidang kesejahteraan rakyat tersebut wajib dilestarikan. pertanahan dalam draf RUU Keistimewaan DIY Namun tidak dapat dipungkiri bahwa budaya yang diajukan oleh pemerintah, diatur dalam tersebut seakan bertentangan dengan prinsip Pasal 7 ayat (2) d

hukum nasional, yaitu UUPA dan Undang- “Kewenangan dalam urusan istimewa Undang Kewarganegaraan. Banyak kalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutama jajaran pemerintah pusat berharap mencakup pertanahan dan penataan ruang”. bahwa, budaya adiluhur tersebut dapat Sedangkan dalam penjelasan Pasal itu dirasionalisasikan sesuai dengan nilai-nilai disebutkan bahwa kewenangan dalam urusan modernitas dan berjiwa nasionalis. Dengan pertanahan dan penataan ruang meliputi dasar nasionalisme saat ini keistimewaan DIY kewenangan untuk mengatur dan mengurus diusulkan untuk diatur dalam suatu undang- kepemilikan, penguasaan dan pengelolaan undang. Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond. Diskusi yang berkembang dalam pem­bicaraan Khusus di bidang pertanahan, Sultan dan konsep keistimewaan Yogyakarta, terdapat Pakualam sebagai Gubernur Utama dan Wakil tiga hal penting yang mengisi keistimewaan Gubernur Utama berwenang memberikan Yogyakarta, yaitu: arahan umum kebijakan, pertimbangan, 1. bidang pemerintahan; persetujuan dan veto terhadap Rancangan 2. bidang pertanahan, Peraturan Daerah yang diajukan DPRD dan 3. bidang kebudayaan. Gubernur dan/atau Peraturan Daerah yang berlaku yang mengatur masalah pertanahan. Khusus mengenai urusan pertanahan, hingga Pola yang diusung dalam draf RUU akhir tahun 2011 masih masuk dalam daftar Keistimewaan DIY menempatkan Sultan dan inventaris masalah (DIM) yang belum disepakati Paku Alam sebagai Gubernur Utama dan pembahasannya, berdasarkan draf Rancangan Wakil Gubernur Utama yang mempunyai Undang-Undang tentang Keistimewaan Provinsi fungsi sebagai simbol, pelindung, penjaga Daerah Istimewa Yogyakarta (RUU Keistimewaan budaya, pengayom dan pemersatu masyarakat. DIY) yang diusulkan oleh pemerintah. Sedangkan dalam hal penyelenggaraan Terdapat beberapa pasal yang terkait dengan pemerintahan dilaksanakan oleh Gubernur, masalah pertanahan dalam RUU ini. Pertama,

2 http://www.kotajogja.com/,Jurnal diaksesRechtsVinding tanggal 5 Januari 2012. BPHN

56 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 53-73 Volume 1 Nomor 1, April 2012 selaku Kepala Daerah. Hal tersebut tentunya pertanahan di Yogyakarta lebih kepada akan menimbulkan pertanyaan, ketika nantinya persetujuan atau penolakan saja terhadap Kepala Daerah (Gubernur) dan Wakil Kepala rancangan Peraturan Daerah Istimewa yang Daerah (Wakil Gubernur) bukan Sultan atau diajukan DPRD dan Gubernur dan/atau Peraturan Paku Alam yang sedang jumeneng atau bertahta, Daerah yang berlaku dan bukan merupakan dimanakah letak keistimewaan Yogyakarta. hak mengatur dan semacam hak memiliki atas Sebab salah satu keistimewaan Yogyakarta tanah. Sultan dan Paku Alam tidak memiliki hak adalah kepala daerahnya yang dipimpin oleh tunggal yang kuat dalam pengaturan peruntukan Sultan yang sedang Jumeneng atau bertahta tanah seperti sebelumnya. Akan terjadi saat itu dalam rangka menjaga norma-norma banyak perubahan terutama terkait masalah dasar yang diwariskan secara turun temurun. pertanahan di Yogyakarta ketika nantinya RUU Menyikapi kekhawatiran tersebut Keistimewaan DIY menjadi undang-undang. Hal pemerintah pusat memberikan semacam hak inilah yang akan dibahas dalam penulisan ini. veto sebagaimana diatur dalam draf Penjelasan Pasal 7 RUU Keistimewaan DIY bagi Sultan B. Permasalahan ataupun Paku Alam. Apabila melihat dalam Dari uraian di atas, dirumuskan perma­ 3 Kamus Besar Bahasa Indonesia (online) , kata salahan sebagai berikut: veto merupakan kata benda yang mempunyai 1. Bagaimana sejarah keistimewaan urusan arti hak konstitusional penguasa atau pemegang pertanahan di Kasultanan dan Paku Alaman pemerintahan untuk mencegah, menyatakan, Yogyakarta? menolak, atau membatalkan keputusan. Hak 2. Bagaimana urusan pertanahan di Yogyakarta veto biasanya melekat pada salah satu lembaga dalam menyikapi RUU Keistimewaan DIY? tinggi negara merupakan suara tunggal istimewa untuk dalam pengambilan keputusan yang C. Metode Penelitian memiliki efek menghambat atau meniadakan Penulisan ini didasarkan pada penelitian keputusan mayoritas. hukum normatif.4 Data yang digunakan Dalam hubungannya dengan urusan adalah data sekunder yang diperoleh dari pertanahan, berdasarkan uraian diatas dapat buku kepustakaan, artikel, serta peraturan dilihat bahwa hak veto yang diberikan kepada perundangan yang berkaitan dengan masalah Sultan dan Paku Alam terutama dalam urusan pertanahan di Yogyakarta.

3 http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, diakses tanggal 5 Januari 2012. 4 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat Persada, 2003), hlm. 14. Jurnal RechtsVinding , (Jakarta:BPHN Raja Grafindo

Interaksi Hukum Lokal dan Hukum Nasional dalam Urusan Pertanahan ... (Tyas Dian Anggraeni) 57 Volume 1 Nomor 1, April 2012

D. Pembahasan maka mereka dibebani kerja tanpa upah untuk 1. Sejarah Keistimewaan Urusan kepentingan Raja.8 Pertanahan di Kasultanan dan Paku Berdasarkan kewenangannya sebagai Alaman Yogyakarta pemilik dan penguasa tanah mutlak atau Sejarah penguasaan dan pemilikan tanah pemegang domein. Sultan telah menentukan oleh raja atau Sultan Yogyakarta dan Paku Alam atau menetapkan hak-hak atas tanah yang dapat merupakan pelaksanaan kesepakatan dari dimiliki oleh rakyatnya, yaitu meliputi: perjanjian Giyanti. Perjanjian yang dilaksanakan a. Hak anggaduh; di daerah Giyanti pada tanggal 13 Februari b. Hak angganggo (memakai) turun–temurun; 1755 membagi Kerajaan Mataram menjadi c. Hak andarbeni (memiliki); dua, yaitu Kasunanan Surakarta (Susuhunan) d. Hak pungut hasil; dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat e. Hak didahulukan; (Kasultanan).5 Pada masa kekuasaan Inggris, f. Hak blengket. oleh Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles, wilayah Kasultanan Yogyakarta disempitkan lagi Pengaturan tersebut berlaku di seluruh pada tahun 1813 menjadi wilayah Kasultanan wilayah Kasultanan Yogyakarta. Asas dan wilayah Pakualaman.6 Hasil perjanjian domeinverklaring tersebut ini merupakan Giyanti menyatakan bahwa Sultan Hamengku pernyataan sepihak dari Sultan. Seperti yang Buwono mempunyai hak milik (domein) atas termuat dalam Pasal 1 Rijksblaad Kasultanan tanah di wilayah barat Kerajaan Mataram dan hal No. 16 tahun 1918 : ini tetap harus hidup dalam kesadaran hukum “Sakabehing bumi kang ora ana tandha 7 masyarakat. Konsekuensi dari diberlakukannya yektine kadarben ing liyan, mawa wenang asas domein tersebut maka rakyat tidak eigendom, dadi bumi kagungane Kraton mempunyai hak eigendom. Penguasaan tanah Ingsun Ngayogyakarta. “ oleh rakyat melalui hak anggaduh (menggarap) (Seluruh tanah yang tidak ada tanda bukti dengan kewajiban menyerahkan separo atau yang dimiliki seperti eigendom menjadi milik sepertiga hasil tanahnya jika merupakan tanah keraton Yogyakarta). pertanian dan apabila berupa tanah pekarangan,

5 Moedjanto, G., Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), hal.13. 6 Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1981), hlm. 18. 7 KPH Notoyudo dalam Umar Kusumoharyono, Eksistensi Tanah Kasultanan (Sultan Ground) Yogyakarta setelah berlakunya UU No. 5 / 1960, Yustisia Edisi Nomor 68, Mei - Agustus 2006, hlm. 2. 8 Boedi Harsono, Undang – Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan Isi dan Pelaksanaannya, (Djakarta: Djambatan,Jurnal 1968), hlm. 56. RechtsVinding BPHN

58 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 53-73 Volume 1 Nomor 1, April 2012

Pernyataan yang terkesan mengedepankan­ sebagai pemilik hak atas tanah mereka, hal itu feodalisme tersebut menggelitik untuk terbukti dengan terus berlangsungnya kegiatan memunculkan pertanyaan apakah perbuatan seperti jual beli, sewa menyewa, gadai dan tersebut bukan merupakan tindakan sewenang- sebagainya yang dilakukan oleh rakyat di tanah wenang. Berangkat dari pemahaman pada masa mereka. Raja pun tidak menganggap dirinya tersebut, rakyat percaya bahwa sultan atau raja sebagai pemilik tanah dalam arti yang luas. adalah seorang suci. Rakyat merasa bangga jika Yang diminta dari rakyat hanyalah penyetoran miliknya diperlukan oleh raja, pemimpin mereka sebagian dari hasil bumi atas tanah mereka dan yang suci.9 Hal tersebut berlaku juga dalam raja hanya mengatur segala urusan pertanahan sejarah Kasultanan Yogyakarta. di wilayahnya.10 Terdapat beberapa perbuatan raja yang pada Terdapat beberapa pembabakan pengaturan masa sekarang ini menurut kita merupakan pertanahan di Yogyakarta, menurut kronologi tindakan sewenang-wenang. Namun selama sejarah yang intinya adalah sebagai berikut11: tekanan tersebut tidak berat bagi rakyat Periode pertama, berlangsung hingga tahun perbuatan tersebut menjadi suatu hukum adat. 1918, yakni saat dimulainya reorganisasi Kekuasaan raja tidak hanya mempengaruhi hak keagrariaan. Pada masa kabekelan/apanage ulayat persekutuan, tetapi juga perorangan, ini berlaku asas bahwa tanah adalah milik sehingga hak milik berubah menjadi hak raja; sebagian diantaranya diberikan kepada mengelola tanah atau hak memungut hasil kerabat dan pejabat keraton sebagai tanah saja. Kekuasaan menguatkan paham milik lungguh, sedang rakyat hanya mempunyai vorstendomein raja ( ) dan hak milik raja wewenang anggadhuh (meminjam). vorsteneigendomsrecht ( ) karena menurut adat Dalam hal ini rakyat tidak memiliki hak hukum raja adalah segala-galanya. Semuanya adalah atas sebidang tanah, tetapi hanya sekedar untuk raja dan kepunyaan raja. menggarapnya. Oleh karenanya zaman ini Dalam pelaksanaannya pemahaman merupakan zaman penderitaan bagi rakyat tersebut hanya ditujukan untuk menghormati kecil, dimana selain diharuskan menyerahkan dan menjunjung raja mereka. Sebab dalam sebagian hasil tanamnya, rakyat masih kenyataannya rakyat tetap menganggap dirinya

9 B. Ter Haar, Asas-asas Dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan oleh K. ng. Soebakti Poesponot, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1985), hlm. 78. 10 Erman Rajagukguk, Pemahaman Rakyat tentang Hak atas Tanah, Prisma, Jakarta, 1979, hlm. 4. 11 http://triwidodowutomo.blogspot.com/2010/05/hukum-pertanahan-di-yogyakarta-sebelum.html. diakses tanggalJurnal 4 Februari 2011. RechtsVinding BPHN

Interaksi Hukum Lokal dan Hukum Nasional dalam Urusan Pertanahan ... (Tyas Dian Anggraeni) 59 Volume 1 Nomor 1, April 2012

diwajibkan bekerja di perusahaan-perusahaan inlandsbezitsrecht. Ada pun tanah yang pertanian. diberikan kepada masing-masing kalurahan itu adalah tanah yang termasuk dalam Periode kedua, ditandai dengan dilak­sana­ register kalurahan). kannya perubahan dalam sistem pemilikan Pasal 4 tanah tahun 1918 hingga tahun 1950-an. Pa­ Kejaba wewenange penggadhuh tumrap da masa ini raja melepaskan hak-haknya atas bumi lungguhe lurah sarta perabot kelurahan sebagian terbesar dari tanah yang termasuk tuwin bumi kang diparingake minangka wilayahnya, yang kemudian menjadi hak dadi pensiune (pengarem-arem) para bekel milik pribumi anggota masyarakat desa, dan kang dilereni, iku wenang penggadhuh kang kasebut ing bab 3 diparingake marang diadakannya pembagian baru dari persil- kalurahan mawa anglestareake wewenange 12 persil tanah untuk penduduk desa. kang padha nganggo bumi ing nalika Peraturan perundang-undangan yang tumindake pembangune pranatan anyar, mengatur tentang proses perubahan sistem wewenange nganggo bumi kang dienggo pemilikan tanah ini adalah Rijksblad Kasultanan nalika iku, ditetepake 1918 No. 16 tanggal 8 Agustus 1918, yang turun temurun, sarta siji-sijine kalurahan beberapa pasalnya berbunyi sebagai berikut: sepira kang dadi wajibe dhewe-dhewe, dipasrahi amranata dhewe ngatase Pasal 3 angliyaake bumi sajerone sawetara lawase (1) Sakabehe bumi kang wus kapranata sarta angliyerake wewenange nganggo maneh kang wus terang dienggo uwong cilik bumi mau, semono iku mawa angelingi dienggoni utawa diolah ajeg utawa nganggo pepacak kang wis utawa kang bakal ingsun bera pangolahe, kadidene kang kasebut ing dhawuhake, utawa kang panin¬dake terang register kelurahan, iku padha diparingake dhawuhingsung. marang kalurahan anyar mawa wewenang (Kecuali hak anggadhuh atas tanah lungguh panggadhuh cara Jawa, dene bumi kang lurah dan perabot kelurahan serta tanah diparingake marang siji-sijine kalurahan yang diberikan sebagai tanah pensiun para mau, bumi kang kalebu ing wewengkone bekel (pamong desa) yang diberhentikan, hak kalurahan miturut register kalurahan. anggadhuh / inlandsbezitsrecht yang tersebut (Semua tanah yang terletak dalam pada pasal 3 diberikan kepada kelurahan wilayah yang telah diorganisir yang nyata- dengan melestarikan hak para pemakai nyata dipakai rakyat, baik yang ditempati tanah pada saat berlakunya reorganisasi, hak maupun yang diolah secara tetap atau tidak pakai itu ditetapkan turun temurun (erfelijk tetap sebagaimana tercatat dalam register gebruiksrecht), dan kelurahan diserahi kalurahan, diberikan kepada kalurahan mengatur sendiri mengenai ‘angliyaake’ baru tersebut dengan hak anggadhuh / tanah untuk sementara waktu (tijdelijke

12 IbidJurnal. RechtsVinding BPHN

60 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 53-73 Volume 1 Nomor 1, April 2012

voorveending) dan ‘angliyer-ake’ hak pakai tanah yang dipergunakan oleh penduduk, tanah (overdracht van dat gebruiksrecht), apabila tidak untuk kepentingan umum dan dengan mengingat peraturan yang sudah dengan ganti rugi yang ditetapkan oleh Patih atau akan ditetapkan kemudian. Kerajaan dengan persetujuan Residen di Yogyakarta dan telah mendengar pendapat Pasal 5 komisi taksir. Pelaksanaan hal ini akan diatur (1) ing samangsa-mangsa ingsung kena kemudian dengan peraturan Patih Kerajaan). mundhut kondur bumi sawatara bageyan kang padha diparingake marang kalurahan Mengenai proses perubahan pertanahan mawa wewenang penggadhuh, menawa bumi di wilayah Paku Alaman diatur dalam Rijksblad mau bakal diparingake marang kabudidayan Paku Alaman 1918 No. 18 tanggal 17 Agustus tetanen iku bakal ingsun paringi wewenang 1918 yang isinya sama atau hampir sama dengan ing atase bumi mau miturut pranatan bab pamajege bumi, mungguh laku-lakune kang ketentuan diatas. kasebut ing ndhuwur iki bakal kapranatan Periode akhir periode kedua ini tidak bisa kamot ing pranatan. dipastikan waktunya, disebabkan karena (Sewaktu-waktu hak anggadhuh / sekitar tahun 1950-an terjadi banyak peristiwa inlandsbezitsrecht yang diberikan kepada penting yang berkaitan dengan bidang agraria kalurahan dapat ditarik kembali jika tanah seperti dihapuskannya pajak kepala tahun itu diperlukan untuk perusahaan pertanian 1946, digantikannya pajak tanah dengan pajak / landbouw onderneming menurut aturan penyewaan tanah/grondhuur reglement). pendapatan tahun 1951, dan diberikannya hak milik perseorangan turun-temurun tahun 1954. Pasal 6 Periode ketiga, berlangsung sejak tahun 1950- Kejaba tumrap lelakon kang kasebut ing an, hingga tahun 1984 yakni saat diberlakukannya bab 5, ingsun ora bakal mundhut bumikang Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 secara penuh dianggo uwong cilik kang katemtoake ing di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada periode bab 3, menawa ora tumrap kaperluane ngakeh, semono iku mawa amaringi karugian ini berlaku ketentuan bahwa semua tanah yang kang tinam¬toake dening Pepatihingsun, tidak dapat dibuktikan secara hak oleh pihak sabiyantu kalayan Kanjeng Tuan Residen ing lain adalah domain Keraton Yogyakarta dan Ngayogyakarta, sawuse karembug dening Puro Pakualaman. Keraton memberikan hak kumisi juru taksir, dene panindake kang bakal anggadoh ke kelurahan. Keraton memberikan tinamtoake ing tembe kamot ing layange undang-undang Pepatihingsun. hak anggadoh turun temurun kepada rakyat yang nyata-nyata dipergunakan rakyat dan (Selain untuk keperluan dimaksud pasal 5, Pemerintah tidak akan menarik kembali tanah- mulai saat ini muncul Buku Administrasi Tanah di tiap-tiap kelurahan.13

13 Risalah Rapat Panitia Kerja Komisi II DPR RI, Tentang Rancangan Undang-Undang Tentang Keistimewaan PropinsiJurnal Daerah Istimewa Yogyakarta, RechtsVinding Senin,10 Oktober 2011, hlm. 3 BPHN

Interaksi Hukum Lokal dan Hukum Nasional dalam Urusan Pertanahan ... (Tyas Dian Anggraeni) 61 Volume 1 Nomor 1, April 2012

Pada periode ini, urusan pertanahan Keprabon yang di dalam Rancangan Undang- merupakan urusan rumah tangga Daerah Undang sudah ada defenisinya. Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Ketiga, tanah Keraton yang dipakai sebagai Yogyakarta memberi hak milik turun temurun rumah jabatan. atas bidang tanah pada Warga Negara Indonesia. Keempat, tanah Keraton yang dipakai oleh Tanda sah hak milik tanah di Yogyakarta, diluar pihak lain yaitu instansi pemerintah atau lembaga tanah sultan adalah model D, E, dan daftar atau badan hukum swasta maupun perorangan, baik register leter C. Sedangkan tanah sah hak milik di dengan perjanjian maupun hanya ijin saja. Yogyakarta yang berada di dalam wilayah sultan Jadi selama ini eksistingnya apabila misalnya adalah petikanregister bawenang andarbabumi kalau pihak ketiga itu mengadakan keinginan miras layang kurat petikan soko yatno pustoko. untuk itu biasanya dari pihak Keraton maupun Dalam penggunaan tanah milik keraton, Pakualaman ada kerja sama dengan bupati Sultan (Hamengkubuwono IX) pernah daerah setempat, dan secara operasional bupati menyatakan bahwa siapa saja baik perorangan ini yang akan mengatur dengan pihak ketiga. maupun badan hukum dapat memanfaatkan Tetapi ada juga yang langsung yaitu dengan dan menggunakan tanah keraton tersebut perjanjian. Kalau dengan masyarakat yaitu asalkan jelas peruntukannya dan melaporkan hanya ijin saja, yaitu dengan cara magersari. ke lembaga yang berwenang menangani. Kelima, tanah Keraton yang masih digarap Sebab bagi Sultan yang penting adalah adanya oleh masyarakat, tidak ada bangunan, baik pengakuan bahwa tanah tersebut adalah tanah dengan ijin maupun tidak. Termasuk yang di Keraton. Pasir Besi yang di arah Kulon Progo ini dengan Sedangkan penggunaan tanah Sultan Ground tanah Paku Alam Ground, kemudian kalau di dan Pakualaman Ground dapat digolongkan Yogya umumnya, selain di Kulon Progo tersebar menjadi14: adalah Sultan Ground. Satu, tanah Keraton yang sudah diberikan Keenam, tanah-tanah keraton yang masih kepada para sentono dengan kekacingan kosong sama sekali dan belum dikuasai oleh (sertifikat/surat yang dikeluarkan Keraton) , jadi pihak lain. para sentono ini termasuk kerabat. Sedangkan berdasarkan kedudukan tanah Kedua, tanah Keraton yang digunakan untuk dan fungsinya masing-masing yakni dapat dibagi keperluan eksistensi Keraton yaitu mungkin menjadi15:

14 Ibid. hlm. 6 15 Mochammad Tauchid., Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia, BagianJurnal Pertama, (Djakarta: Tjakrawala,RechtsVinding 1952), hlm. 135. BPHN

62 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 53-73 Volume 1 Nomor 1, April 2012

I. Tanah yang dipakai Sultan Sendiri; ”adol utawa angliyerake wewenang II. Tanah yang diberikan Sultan kepada andarbeni utawa nganggo bumi … marang wong kang dudu bangsa Jawa lan maneh Pemerintah Hindia Belanda untuk kantor, nyewaake utawa nggaduhake bumi gawe gedung; marang wong kang dudu bangsa Jawa, … III. Tanah yang diberikan kepada orang asing kalarangan”. (WNA): hak Eigendom, Opstal; (Menjual atau memindahkan hak milik atau IV. Tanah Golongan diberikan menurut hak pakai atas tanah … kepada yang bukan golongan abdi dalem; bangsa Jawa (baca: bangsa Indonesia) dan V. Tanah Kasentanan diberikan kepada juga menyewakan atau menggaduhkan tanah keluarga/ kerabat Raja; kepada bukan bangsa Jawa (baca: bangsa Indonesia) … dilarang). VI. Tanah pekarangan Bupati, untuk pegawai Hak milik atas tanah tidak diberikan kepa­da dengan perkampungan di sekelilingnya; warga negara Indonesia non-pribumi dengan­ VII. Tanah Kebonan dan pekarangan di luar pertimbangan melindungi warga pribumi yang pusat pemerintahan diberikan ke Patih secara ekonomis tergolong lemah. (Rijkbestuurder); Dapat dirasakan disini bahwa Sultan VIII. Pekarangan penduduk di luar tanah-tanah Yogyakarta sangat peduli dan selalu I-VII; mengutamakan keberpihakan terhadap nasib IX. Sawah Mahosan yang dikerjakan dan rakyatnya. Bagi Sultan, rakyat merupakan bagian dipelihara Bekel dengan membayar pajak yang secara langsung mengokohkan legitimasi (Pajeg/Paos); politik kepemimpinannya sebagaimana­ prinsip Kembali kepada kekuasaan Sultan, selain manunggaling kawula gusti (bersatunya rakyat mempunyai hak milik atas tanah di wilayahnya dan raja) . Kebijakan Sutan dalam Rijksblad yang secara utuh pada masa tersebut, terdapat telah diadopsi menjadi Peraturan Kepala Daerah prinsip lain yang unik dalam urusan pertanahan Istimewa Yogyakarta tersebut sebenarnya telah Kasultanan Yogyakarta dan Pura Pakulaman sesuai dan selaras dengan UUPA yang juga untuk kepemilikan tanah bagi WNI non mempunyai misi untuk melindungi golongan pribumi yang masih berlaku hingga sekarang. masyarakat yang lemah.16 Prinsip dan kebijakan Berdasarkan Rijksblad Kasultanan 1918 nomor yang seakan mengandung ketidakadilan dan 16 juncto 1925 nomor 23, serta Rijksblad Paku diskriminasi tersebut dapat diterima. Dalam Alaman 1918 nomor 18 juncto 1925 nomor 25, hukum, suatu pandangan bahwa ketidakadilan Pasal 6 ayat (1) : dan diskriminasi dalam kebijakan dan

16 TriJurnal Widodo Utomo, Hukum PertanahanRechtsVinding Dalam Perspektif Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Navila,BPHN 1992), hlm. 120.

Interaksi Hukum Lokal dan Hukum Nasional dalam Urusan Pertanahan ... (Tyas Dian Anggraeni) 63 Volume 1 Nomor 1, April 2012

perlakuan yang dimaksudkan untuk melindungi penentuan sendiri cara pengangkatan dan kepentingan yang lemah dapat dibenarkan dan pemberhentian pimpinan daerahnya termasuk kemudian dikokohkan dalam istilah “diskriminasi juga mengatur urusan pertanahannya. positif (positive discrimination) atau keadilan Berdasarkan keistimewaan tersebut, saat ini di korektif (corrective justice).17 Yogyakarta terdapat beberapa kelompok status Masih berlangsungnya pengaturan oleh tanah dengan sistem hukum yang berbeda Sultan dan Pakualam menimbulkan kesan adanya pengaturannya antara lain: dualisme hukum pertanahan di Yogyakarta. a. Tanah bekas hak barat yang di miliki oleh Namun hal tersebut merupakan konsekuensi orang-orang Eropa dan Timur asing yang dari keistimewaan yang dimiliki oleh Yogyakarta pada tahun 1960 yang sudah di konversi dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. menjadi salah satu hak atas tanah menurut Keistimewaan yang dimiliki oleh Yogyakarta UUPA dan tunduk pada ketentuan hukum berawal dari keluarnya Amanat Sri Paduka Sultan agraria nasional. Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku b. Tanah milik (domein) Kasultanan dan Alam VIII pada tanggal 5 September 1945 yang Pakualaman yang sudah diberikan menjadi menyatakan bahwa Kasultanan Ngayogyakarta milik perorangan dan desa sejak tahun 1954 Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman adalah tunduk pada ketentuan dalam beberapa daerah istimewa dan merupakan bagian dari Peraturan Daerah. wilayah Republik Indonesia. c. Tanah-tanah milik (domein) Sultan dan Paku Sultan Yogyakarta tetap dalam kedu­duk­ Alam yang berada di bawah kewenangan annya sebagai kepala pemerintahaan yang Kasultanan dan pakualaman yang penguasaan mengendalikan semua wilayah kekuasaan dan penggunaannya diatur berdasarkan kesultanan. Keistimewaan yang dimiliki oleh Rijksblad Kasultanan dan Pakualaman.

Sultan tidak terbatas pada status kepala daerah, Perbedaan pengaturan yang menim­bul­ melainkan juga pemerintahan, pertanahan, kan dualisme hukum tersebut menim­bul­kan pendidikan, kebudayaan, anggaran keistimewaan ketidakpastian hukum. Ketika berbicara­ da­lam dan posisi keraton. konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia Dalam amanat Penggabungan diri tersebut tentunya merupakan persoalan yang serius Sultan dan Paku Alam menyertakan kewenangan dan harus segera diselesaikan, ketika status untuk menangani segala urusan pemerintahan keistimewaan suatu daerah dapat mengalahkan di daerahnya. Hak tersebut antara lain untuk hukum nasional yang berlaku. Hal ini juga mengatur pemerintahannya yang meliputi tidak bisa sepenuhnya dianggap mengabaikan

17 Maria Sumardjono SW, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi , Kompas , Jakarta, 2001. 18 SaciptoJurnal Rahardjo, Ilmu Hukum RechtsVinding, (Bandung: Alumni, 1982), hal.13. BPHN

64 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 53-73 Volume 1 Nomor 1, April 2012 keberadaan keraton Yogyakarta, sebab kepastian menyelenggarakan proses pemerintahannya hukum terutama dalam hal pertanahan selaras dari masa ke masa. juga dengan sikap nasionalisme Sultan HB IX ketika menyatakan untuk bergabung dengan 2. Realitas urusan pertanahan dalam menyikapi RUU Keistimewaan DIY NKRI. Sultan HB IX pada saat itu sangat mengharapkan bahwa terjadinya penggabungan Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa Keraton Yogyakarta dengan Republik Indonesia Sultan dan Paku Alam mempunyai kewenangan yang masih sangat muda tersebut diharapkan mutlak terhadap urusan pertanahan di akan memperkokoh Negara Kesatuan Republik wilayahnya. Dalam RUU Keistimewaan DIY, Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh. Kewenangan urusan pertanahan diatur pada Dalam rangka pembangunan hukum, Bab IV tentang Kewenangan, dalam Pasal 7 : yang merupakan proses mengakomodasi dan 1) Kewenangan Provinsi Daerah Istimewa merespon terhadap dua dunia yaitu dunia cita- Yogyakarta sebagai daerah otonom cita atau ide dan dunia nyata, jika hukum yang mencakup kewenangan dalam urusan- dibangun diharapkan daya jangkau berlaku ke urusan pemerintahan Provinsi sebagaimana masa yang akan datang tetapi dengan tidak dimaksud dalam Undang-Undang tentang mengabaikan kondisi-kondisi yang ada pada Pemerintahan Daerah dan urusan-urusan saat sekarang.18 Maka faktor sejarah dan realita istimewa yang ditetapkan dalam Undang- dalam kehidupan masyarakat saat ini kini akan Undang ini. menjadi bahan untuk menyusun peraturan 2) Kewenangan dalam urusan istimewa perundang-undangan di masa mendatang. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Berdasarkan latar belakang tersebut regulasi mencakup: berupa undang-undang yang secara tegas a. penetapan fungsi, tugas dan wewenang mengatur aspek-aspek keistimewaan Yogyakarta Gubernur Utama dan Wakil Gubernur sangat diperlukan. Undang-Undang tersebut Utama; pada satu sisi harus mempertimbangkan b. penetapan kelembagaan Pemerintah keistimewaan Yogyakarta yang sudah diakui Daerah Provinsi; sejak tahun 1950. Dan pada sisi yang lain, harus c. kebudayaan; dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan d. pertanahan dan penataan ruang. ma­sya­rakat yang ada. Kehadiran undang- 3) Penyelenggaraan kewenangan dalam undang tersebut juga diharapkan akan mampu urusan-urusan istimewa sebagaimana menciptakan kepastian hukum terutama dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada dalam hal urusan pertanahan sehingga nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan akan sangat berguna bagi Yogyakarta dalam kepada rakyat. Jurnal RechtsVinding BPHN

Interaksi Hukum Lokal dan Hukum Nasional dalam Urusan Pertanahan ... (Tyas Dian Anggraeni) 65 Volume 1 Nomor 1, April 2012

4) Pengaturan lebih lanjut kewenangan dalam langkah-langkah pemerintah yang dipandang urusan-urusan istimewa sebagaimana bertentangan dengan atau menyimpang dari dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur norma-norma dasar yang dikenal dan dianut dengan Perdais. oleh masyarakat Yogyakarta. Harus diberikan batasan-batasan yang jelas Dalam penjelasan Pasal itu disebutkan pengunaan hak veto tersebut. Bagaimana bahwa: kekuatan veto yang dimiliki oleh Sultan dan “Kewenangan dalam urusan pertanahan Paku Alam juga harus dipertegas. Samakah dan penataan ruang meliputi kewenangan dengan kekuatan hak veto yang dimiliki oleh untuk mengatur dan mengurus kepemilikan, penguasaan dan pengelolaan Sultanaat Grond lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang dan Pakualamanaat Grond. Khusus di bidang memiliki efek mempengaruhi bahkan merubah pertanahan, Sultan dan Pakualam sebagai setiap resolusi Dewan Keamanan. Apakah Sultan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama dan Paku Alam boleh menggunakan hak veto berwenang memberikan arahan umum dengan bebas. Sebab jika digunakan dengan kebijakan, pertimbangan, persetujuan dan veto terhadap rancangan Peraturan Daerah bebas maka dapat menimbulkan kesewenang- Istimewa yang diajukan DPRD dan Gubernur wenangan. dan/atau Peraturan Daerah yang berlaku.” Dan ketika dibatasi maka alasan-alasan apa saja yang dapat menjadi dasar digunakannya Dalam naskah akademik RUU tentang hak veto oleh Sultan. Selain itu apakah hak Keistimewaan DIY tergambar bahwa hak veto veto Sultan bersifat mutlak, artinya langsung yang nantinya akan diberikan untuk Sultan menggugurkan rancangan peraturan daerah dan Paku Alam merupakan “senjata” mereka yang diajukan baik oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan fungsi kontrol terhadap maupun DPRD. Sebab jika hak veto tersebut kebijakan dalam urusan pertanahan untuk bersifat mutlak maka bagaimana dengan nasib rakyat Yogyakarta. Namun pemberian hak veto rancangan perda yang telah disusun apakah tersebut belum memecahkan rumitnya urusan masih boleh diajukan kembali. Mekanisme pertanahan di Yogyakarta. Kerumitan yang tersebut harus dipikirkan dengan matang agar nantinya timbul antara lain pada mekanisme nantinya tidak menimbulkan masalah baru. pengaturan hak veto tersebut nantinya ketika Ketika nantinya Gubernur dan Wakil akan di implementasikan, hak veto yang diberikan Gubernur tidak dijabat oleh Sultan atau Paku kepada Sultan dan Pakualam ketika nanti Kepala Alam atau kerabat keraton sebagai akibat dari Daerah dan Wakil Kepala Daerah bukan Sultan sistem pemilihan kepala daerah langsung. atau Paku Alam yang sedang jumeneng lebih Dikhawatirkan kepala daerah yang terpilih terkait pada mekanisme pengaturan, bukan nantinya kurang memahami secara arif dan benar tentang hak milik atas tanah. Hak veto yang bagaimana relasi masyarakat dengan tanah. diberikanJurnal lebih kepada sebuah RechtsVinding kontrol terhadap BPHN

66 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 53-73 Volume 1 Nomor 1, April 2012

Kekhawatiran bahwa akan muncul sifat otoriter terjadi di Yogyakarta tentunya menimbulkan yang dengan semena-mena menghapuskan ketidakpastian hukum, yang sebenarnya dan/ atau mengambilalih hak-hak rakyat yang merugikan masyarakat sendiri terutama mereka telah diberikan oleh Sultan dan Paku Alam. yang telah turun temurun mendapatkan Kekhawatiran terbesar adalah terjadi kepercayaan menggunakan tanah-tanah tindakan melepaskan dan/atau melakukan tukar- Kasultanan dan Pura Pakulaman. Secara hukum menukar aset tanah wewengkon Kasultanan nasional status mereka terhadap tanah tersebut dan Pura Pakualaman kepada investor baik menjadi tidak jelas karena tidak tercatat secara domestik apalagi investor asing melalui produk nasional. hukum Peraturan Gubernur. Sehingga cepat atau Selain Pasal 7 yang mengatur urusan lambat akan terjadi hal-hal yang di khawatirkan kewenangan dibidang pertanahan. Dalam RUU oleh pihak Kasultanan dan Pura Paku Alaman Keistimewaan DIY urusan pertanahan diatur bahwa wewengkon keraton nantinya hanya juga dalam Pasal 10 : tinggal selebar terkembangnya payung (mung Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama kari sak megaring songsong). berwenang: Kekhawatiran tersebut bukanlah sesuatu a. Memberikan arah umum kebijakan da­lam yang berlebihan. Sebab sebagaimana telah penetapan kelembagaan Pemerin­tah Daerah terurai di atas dalam sejarah pengaturan tanah Provinsi, kebudayaan, pertanahan, penataan di Kasultanan Yogyakarta dan Pura Pakualaman, ruang, dan penganggaran; kewenangan Sultan dan Paku Alam tidak b. Memberikan persetujuan terhadap hanya terbatas dalam keikutsertaan atau rancangan Perdais yang telah disetujui hanya merupakan hak konstitusional penguasa bersama oleh DPRD Provinsi Daerah untuk mencegah, menyatakan, menolak, atau Istimewa Yogyakarta dan Gubernur; membatalkan keputusan saja semacam hak c. Memberikan saran dan pertimbangan veto. Namun juga termasuk memiliki tanah terhadap rencana perjanjian kerjasama yang dan mendistribusikan kepada rakyatnya untuk dibuat oleh Pemerintah Daerah Provinsi kesejahteraan rakyatnya. dengan pihak ketiga yang membebani Menghilangkan suatu tradisi yang telah masyarakat. lama hidup dalam suatu masyarakat terlebih Pasal yang secara utuh mengatur masalah tidak pernah ada konflik di dalamnya yang pertanahan diatur pada Bagian Ketiga tentang menyebabkan perpecahan tentunya tidak Pertanahan dalam Pasal 26 : mudah. Masyarakat sudah terlanjur nyaman 1) Dalam rangka penyelenggaraan kewenangan dengan kondisi tersebut apalagi ketika pertanahan dan penataan ruang dirasa tidak merugikan diri mereka. Namun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat dualismeJurnal pengaturan urusan RechtsVinding pertanahan yang BPHN

Interaksi Hukum Lokal dan Hukum Nasional dalam Urusan Pertanahan ... (Tyas Dian Anggraeni) 67 Volume 1 Nomor 1, April 2012

(2) huruf d, Kasultanan dan Pakualaman - mendaftarkan hasil klasifikasi dan ditetapkan sebagai Badan Hukum. konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud 2) Sebagai Badan Hukum, Kasultanan pada huruf c kepada Badan Pertanahan mempunyai hak milik atas Sultanaat Grond. Nasional Republik Indonesia; 3) Sebagai Badan Hukum, Pakualaman 2) Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri mempunyai hak milik atas Pakualamanaat Paku Alam IX dalam kedudukannya sebagai Grond. Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Daerah 4) Sebagai Badan Hukum, Kasultanan dan Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud Pakualaman merupakan subyek hukum yang dalam Pasal 34 huruf (e) mempunyai tugas berwenang mengelola dan memanfaatkan menyiapkan kerangka umum kebijakan Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond pengelolaan dan pemanfaatan Sultanaat dengan sebesar-besarnya ditujukan untuk Grond dan Pakualamanaat Grond, serta pengembangan kebudayaan, kepentingan penataan ruang Provinsi Daerah Istimewa sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Yogyakarta;

5) Ketentuan lebih lanjut tentang Badan Hukum Berbagai pasal yang terdapat dalam RUU diatur dengan Peraturan Pemerintah. Keistimewaan DIY masih belum memberikan 6) Tata guna, pemanfaatan, dan pengelola­ kepastian hukum. Salah satunya sebagaimana Sultanaat Grond Pakualamanaat an dan telah diuraikan diatas, terkait hak veto dalam Grond serta penataan ruang Provinsi Daerah rangka pelaksanaan kewenangan Sultan dan Istimewa Yogyakarta diatur lebih lanjut Paku Alam. dengan Perdais. Hal lain yang terkesan belum memberikan­ Setelah semua aturan terkait kewenangan kepastian hukum adalah kedudukan Sultan dan di bidang pertanahan, pasal selanjutnya Paku Alam dalam urusan pertanahan, juga tidak mengatur mengenai tugas atau kewajiban ditegaskan urusan pertanahan yang mana yang yang dibebankan kepada Sultan dan Paku Alam menjadi keistimewaan Sultan dan Paku Alam. untuk melakukan konsolidasi dan klasifikasi Sebab seperti telah diurai diatas, bahwa tanah pertanahan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 di Yogyakarta bermacam-macam jenis dan huruf (c dan d): golongannya. Sehingga menimbulkan pertanyaan 1) Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku apakah pertanahan yang diatur terutama dalam Alam IX masing-masing dalam kedudukannya Pasal 10 apakah sama dengan Pasal 7 ataukah sebagai Sri Sultan dan Sri Paku Alam memiliki dengan pertanahan sebagaimana diatur dalam tugas: Pasal 26 RUU Keistimewaan ini. - melakukan konsolidasi dan klasifikasi Pertanahan dalam Pasal 7 dan Pasal 10 tidak Sultanaat Grond dan Pakualamanaat dijelaskan dengan lebih rinci, berbeda dengan JurnalGrond; RechtsVindingpertanahan yang ada dalam PasalBPHN 26 di sebutkan

68 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 53-73 Volume 1 Nomor 1, April 2012 dengan lebih rinci yaitu Sultanaat Ground dan HPL merupakan bentuk khusus dari Paku Alamanaat Ground. Hal ini dikhawatirkan Hak Menguasai Negara (HMN), sebab HPL akan menimbulkan penafsiran yang berbeda- mempunyai kewenangan yang bersifat publik beda tentang pertanahan tersebut. Kondisi disamping juga kewenangan yang bersifat ini akan menyulitkan terkait dengan dengan perdata terbatas. Dengan HPL, maka Kasultanan pelaksanaan teknisnya nanti dilapangan, sebab dan Pura Pakualaman dapat melakukan nantinya ada perbedaan antara Sultanaat kewenangan antara lain : Ground, Pakualamanaat Ground, tanah milik 1) Menyusun rencana peruntukan dan Pemerintah Daerah DIY dan milik rakyat DIY, dan penggunaan tanah-tanah yang dimiliki untuk juga tanah milik masing-masing ahli waris dari berbagai kepentingan dan kegiatan yang Sultan dan Pakualaman. bersifat sosial, budaya dan ekonomi dengan Selain status pertanahan dalam RUU ini tetap mengedepankan serta berpijak pada juga belum dipaparkan secara rinci mengenai prinsip “Tahta untuk rakyat”. hak atas tanahnya. Dalam hal ini termasuk 2) Menggunakan sendiri tanah-tanah yang juga kedudukan Sultan sebagai pihak yang diperuntukkan bagi kepentingan yang mempunyai hak istimewa dalam bidang terkait langsung dengan simbol-simbol dan pertanahan di Yogyakarta. Diperlukan suatu eksistensi lembaga Kasultanan dan Pura rumusan yang komprehensif tentang pengaturan Pakualaman. hak atas tanah yang dimiliki oleh Sultan. Harus 3) Sedangkan untuk tanah-tanah yang saat ini dibedakan dengan sedemikian rupa mana hak- digunakan oleh rakyat baik untuk tempat hak yang seharusnya menjadi hak pemerintah, tinggal maupun untuk kegiatan usaha, sejalan dan mana yang seharusnya menjadi hak yang dengan prinsip Tahta untuk Rakyat, maka memang karena keistimewaan Yogyakarta pengurusannya tetap diserahkan kepada menjadi hak dari Sultan dan Pakualam. rakyat yang bersangkutan sesuai dengan Dalam rangka memberikan kepastian rencana peruntukan dan penggunaan hukum terhadap keraton telah banyak dilakukan tanah sebagaimana telah disusun dalam berbagai macam diskusi maupun sarasehan. perjanjian awal penggunaan tanah milik Salah satu bentuk pemberian hak atas tanah Kasultanan dan Pura pakualaman. Untuk kepada Kasultanan dan Pakualaman19: kepastian hukumnya, terhadap tanah-tanah • Hak Pengelolaan (HPL) bagi Kasultanan dan ini pihak kasultanan dan Pura Pakulaman paku alaman. dapat merekomendasikan kepada Badan

19 Nurhasan Ismail, Sistem Pertanahan di DIY dalam Kerangka keistimewaan, Makalah Seminar yang diselenggarakan PARWIJurnal FOUNDATION, 26 April RechtsVinding 2003, Novotel, hlm. 9. BPHN

Interaksi Hukum Lokal dan Hukum Nasional dalam Urusan Pertanahan ... (Tyas Dian Anggraeni) 69 Volume 1 Nomor 1, April 2012

Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi hukum privat seperti Yayasan atau berdasarkan Yogyakarta untuk memberikan Hak Guna penetapan dari dengan Perda sebagai badan Bangunan atau Hak Pakai kepada rakyat hukum publik. yang menguasainya, sehingga HPL-nya tidak Pengaturan status tanah mana pun yang hilang. Di sisi lain rakyat yang menguasai dan nantinya diterapkan dan dipilih, diharapkan menggunakan tanah-tanah milik Kasultanan mampu memberikan kepastian hukum urusan dan Pura Pakualaman juga semakin diperkuat pertanahan di Yogyakarta. Pengaturan tersebut status hak nya sehingga secara yuridis dan penting dalam rangka penataan dan pengelolaan ekonomis lebih duntungkan. kepemilikan aset dan tanah Kasultanan dan Pakualaman. Berdasarkan hukum yang berlaku, HPL hanya Langkah yang tidak kalah penting adalah dapat diberikan kepada instansi pemerintah dan pendataan oleh Badan Pertanahan Nasional Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) (BPN) mengenai tanah-tanah di Yogyakarta sehingga perlu penegasan dan penentuan sikap berdasarkan penggolongannya. Agar nantinya baik dari negara dan Pihak Kasultanan dan Pura dalam RUU Keistimewaan DIY ini dapat Pakulaman, karena hingga saat ini status mereka dilampirkan data pertanahan di Yogyakarta belum jelas apakah merupakan badan hukum secara lebih terperinci antara Sultanaat Ground, publik atau badan hukum privat. Pakualamanaat Ground, tanah milik pemerintah • Pemberian Hak Milik (HM) DIY,tanah milik rakyat. Hak milik adalah hak atas tanah yang hanya Menanggapi kekhawatiran masya­ mengandung kewenangan-kewenangan yang rakat Yogyakarta dengan munculnya RUU bersifat keperdataan saja. Dengan HM pihak Keistimewaan DIY yang ditakutkan akan Kasultanan dan Pura Pakualaman masih dapat mengganggu atau mengambil tanah milik melaksanakan prinsip “Tahta Untuk Rakyat” Keraton yang telah lama mereka kelola, baik melalui pemberian HGB atau Hak Pakai diatas sebagai tempat tinggal, tanah garapan, untuk tanah HM kepada warga masyarakat yang sudah sekolahan, tempat ibadah dan lain sebagainya. menguasai dan menggunakan. HM hanya dapat Ada baiknya kekhawatiran tersebut dihilangkan, diberikan kepada orang perseorangan yang karena apabila digarap dan dirumuskan berstatus Warga Negara Indonesia Tunggal, dengan serius, RUU Keistimewaan DIY ini akan sehingga badan hukum baik privat maupun memberikan kepastian hukum dalam urusan publik pada prinsipnya tidak dapat mempunyai pertanahan. HM, kecuali ditunjuk langsung oleh pemerintah. Manfaat langsung yang dirasakan oleh Se­hingga Kasultanan dan Pura Pakualaman rakyat Yogyakarta terhadap tanah yang mereka dimungkinkan menjadi badan hukum dengan tempati, walaupun berstatus magersari namun HM, asalkan mereka membentuk badan Jurnal RechtsVindingtercatat dalam sistem hukum BPHN nasional. Kondisi

70 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 53-73 Volume 1 Nomor 1, April 2012 ini tentunya menguntungan juga bagi rakyat Kadipaten Pakualaman adalah daerah istime­wa Yogyakarta yang hidup dalam koridor hukum dan merupakan bagian dari wilayah Republik NKRI. Indonesia. Dalam amanat Penggabungan diri tersebut Sultan dan Paku Alam menyertakan E. Penutup kewenangan untuk menangani segala urusan 1. Kesimpulan pemerintahan di daerahnya.

Sejarah penguasaan dan pemi­likan tanah Yogyakarta mempunyai sistem pengelolaan oleh raja atau Sultan Yogyakarta dan Paku alam tanah yang khusus. Sebagian diatur dengan UUPA merupakan pelaksanaan kesepakatan­ dari atau mengikuti hukum pertanahan nasional perjanjian Giyanti. Perjanjian yang dilaksanakan yang berlaku dan beberapa wilayah masih di daerah Giyanti pada tanggal 13 Februari diatur oleh Rijksblad Kasultanan dan Rijksblad 1755 membagi Kerajaan Mataram menjadi Paku Alaman.Kondisi ini sebagai akibat dari dua, yaitu Kasunanan Surakarta (Susuhunan) pemberian status daerah istimewa di Yogyakarta. dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat Dimana salah satu bentuk keistimewaan adalah (Kasultanan). Pada masa kekuasaan Inggris, hak untuk mengatur dan mengurus pertanahan oleh Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles, secara mandiri. Urusan pertanahan pada masa wilayah Kasultanan Yogyakarta disempitkan lagi Kasultanan diatur sendiri oleh Sultan dibantu pada tahun 1813 menjadi wilayah Kasultanan abdi dalemnya yang disebut Paniti Kismo. dan wilayah Pakualaman. Hasil perjanjian Berdasarkan Risjkblad yang dikeluarkan oleh Giyanti menyatakan bahwa Sultan Hamengku lembaga Kasultanan dan Paku Alaman Sultan Buwono mempunyai hak milik (domein) atas dan Pakualam berkuasa penuh dan mutlak tanah di wilayah barat Kerajaan Mataram dan atas tanah yang ada di wilayahnya. Kasultanan hal ini tetap harus hidup dalam kesadaran mempunyai kewenangan untuk menyusun hukum masyarakat. Ma­sih berlangsungnya rencana peruntukan dan penggunaan tanah- pengaturan oleh Sultan dan Pakualam tanah yang dipunyai untuk berbagai kepentingan menimbulkan kesan adanya dualisme hukum dan kegiatan yang bersifat sosial, budaya pertanahan di Yogyakarta. Namun hal tersebut dan ekonomi. Kasultanan dan Paku Alaman merupakan konse­kuensi dari keistimewaan yang berwenang untuk menggunakan sendiri tanah- dimiliki oleh Yogyakarta diban­dingkan dengan tanah yang diperuntukkan bagi kepentingan daerah lain di Indonesia. Keistimewaan yang mereka terutama yang terkait langsung dengan dimiliki oleh Yogyakarta berawal dari keluarnya simbol dan eksistensinya. Seiring perjalanan Amanat Sri Paduka Sultan Hamengku Buwono waktu ternyata keistimewaan Yogyakarta IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII pada tanggal semakin kabur karena tidak sinergis dengan 5 September 1945 yang menyatakan bahwa hukum nasional yang ada. Kebutuhan akan KasultananJurnal Ngayogyakarta RechtsVinding Hadiningrat dan adanya undang-undang baru BPHN yang melindungi

Interaksi Hukum Lokal dan Hukum Nasional dalam Urusan Pertanahan ... (Tyas Dian Anggraeni) 71 Volume 1 Nomor 1, April 2012

dan mengatur keistimewaan Yogyakarta DAFTAR PUSTAKA mutlak dibutuhkan. Urusan pertanahan dalam Harsono, Boedi, Undang–Undang Pokok Agraria, draft RUU Keistimewaan DIY diatur dalam Sejarah Penyusunan Isi dan Pelaksanaannya, Pasal 7 ayat (2) d “Kewenangan dalam urusan (Djakarta: Djambatan, 1968). Rajagukguk, Erman, Pemahaman Rakyat tentang istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat Hak atas Tanah, Prisma, Jakarta,1979. (1) mencakup pertanahan dan penataan Notoyudo, KPH dalam Umar Kusumoharyono, ruang”. Dalam penjelasan Pasal itu disebutkan Eksistensi Tanah Kasultanan (Sultan Ground) Yogyakarta setelah berlakunya UU No. 5 / 1960, bahwa kewenangan dalam urusan pertanahan Yustisia Edisi Nomor 68 Mei - Agustus 2006. dan penataan ruang meliputi kewenangan Sumardjono, Maria SW, kebijakan Pertanahan untuk mengatur dan mengurus kepemilikan, Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas , penguasaan dan pengelolaan Sultanaat Jakarta, 2001. Moedjanto, G., Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Grond dan Pakualamanaat Grond. Khusus Pakualaman, (Yogyakarta: Kanisius, 1994). di bidang pertanahan, Sultan dan Pakualam Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, sebagai Gubernur utama dan Wakil Gubernur 1982). utama berwenang memberikan arahan umum Soemardjan, Selo, Perubahan Sosial di Yogyakarta, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, kebijakan, pertimbangan, persetujuan dan veto 1981). terhadap rancangan Peraturan Daerah Istimewa Soedargo, Hukum Agraria dalam Era Pembangunan, yang diajukan DPRD dan Gubernur dan/atau Prisma, nomor 6, tahun 1973. Peraturan Daerah yang berlaku. Soekanto,Suryono & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003). 2. Saran Haar, Ter, Asas-asas Dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan oleh K. ng. Soebakti Poesponot, Perlu kajian lebih mendalam serta sosialisasi (Jakarta: Pradnya Paramita, 1985). yang lebih luas atas RUU Keistimewaan DIY, Utomo, Tri Widodo, Hukum Pertanahan Dalam terutama terkait pengaturan pertanahan agar Perspektif Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Navila, 1992). tidak menimbulkan masalah atau polemik baru, Tauchid, Mochammad, Masalah Agraria Sebagai khususnya dalam urusan pertanahan harus Masalah Penghidupan dan Kemakmuran diatur dengan cermat sehingga nantinya tidak Rakyat Indonesia, Bagian Pertama, (Djakarta: memunculkan masalah baru yang berpotensi Tjakrawala, 1952). Ismail, Nurhasan, Sistem Pertanahan di DIY dalam menimbulkan perpecahan di kalangan internal Kerangka keistimewaan , Makalah Seminar yang masyarakat yogyakarta serta selaras dengan diselenggarakan oleh PARWI FOUNDATION, 26 sistem hukum nasional. April 2003, Novotel. Risalah Rapat Panitia Kerja Komisi II DPR RI, Tentang Rancangan Undang-Undang Tentang Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin,10 Oktober 2011. Jurnal RechtsVindinghttp://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/ BPHN

72 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 53-73 Volume 1 Nomor 1, April 2012 http://www.kotajogja.com/ http://triwidodowutomo.blogspot.com/2010/05/ hukum-pertanahan-di-yogyakarta-sebelum. html.

Jurnal RechtsVinding BPHN

Interaksi Hukum Lokal dan Hukum Nasional dalam Urusan Pertanahan ... (Tyas Dian Anggraeni) 73